PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH
OLEH AGUS NAUFAL H14052333
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
AGUS NAUFAL. Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah dan dalam Pertumbuhan Ekonomi di Pemerintah Aceh. (Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI). Pembangunan ekonomi dilakukan dengan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada. Namun perbedaan karakteristik dan keragaman yang tinggi di Indonesia berpengaruh terhadap perbedaan kemampuan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di suatu daerah sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan. Pembangunan pada masa orde baru kurang memperhitungkan kemerataan, hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pada masa itu sektor tradisional (sektor pertanian) seakan-akan termarginalkan, digantikan oleh sektor modern (sektor industri). Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar kedua terhadap PDRB Pemerintah Aceh setelah sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertambangan dan penggalian selain sedikit dalam penyerapan tenaga kerja sektor ini diduga tidak akan bertahan lama, terlihat dari laju pertumbuhan sektor yang merupakan sumber daya alam tidak bisa diperbaharui ini yang semakin menurun. Berdasarkan pemikiran tersebut, diperlukan sektor lain sebagai pengganti. Sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar bagi daerah ini, dengan kontribusi yang cukup tinggi dan laju pertumbuhan yang positif. Oleh karena itu, sektor pertanian di Pemerintah Aceh menarik untuk dianalisis. Tujuan penelitian ini ingin melihat seberapa besar kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi, serta besarnya ketimpangan pendapatan di Pemerintah Aceh. Selain itu akan diidentifikasi peranan sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan di daerah Pemerintah Aceh pada kurun waktu tahun 20002007. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari berbagai sumber. Penelitian ini menggunakan metode Indeks Williamson untuk menghitung ketimpangan di Pemerintah Aceh. Peranan sektor pertanian dapat dilihat dengan cara menghitung ketimpangan pendapatan daerah tanpa memasukkan nilai PDRB sektor pertanian dalam perhitungan tersebut. Kemudian dibandingkan dengan besarnya tingkat ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian. Selanjutnya dilakukan analisis uji dua nilai tengah berpasangan untuk melihat signifikansi perbedaan antara Indeks Ketimpangan dengan mengikutsertakan PDRB sektor pertanian dan Indeks Ketimpangan tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian. Dilakukan pula analisis korelasi antara indeks ketimpangan dan kontribusi pertanian, serta analisis korelasi antara kontribusi pertanian dan PDRB per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam perekonomian daerah Pemerintah Aceh yaitu menyumbang rata-rata 20,97 persen per tahun terhadap PDRB. Sumbangan terbesar dari sektor ini terjadi pada tahun 2001 sebesar 23,53 persen, sumbangan
terkecil terjadi pada tahun 2003 yaitu 18,73 persen. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian rata-rata hanya sebesar 1,52 persen per tahun, akan tetapi mampu menyerap tenaga kerja 56,31 persen pada tahun 2006 dan 49,62 persen pada tahun 2007. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa telah tejadi trend ketimpangan pendapatan daerah di Pemerintah Aceh yang semakin menurun selama periode analisis 2000-2007. Ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 2000 sebesar 0,42 sedangkan ketimpangan terrendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,20. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan dan juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Pemerintah Aceh. Setelah dilakukan analisis, terlihat bahwa ketimpangan pendapatan semakin meningkat jika PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari hitungan. Berdasarkan uji beda dua nilai rata-rata juga memperkuat bukti bahwa indeks ketimpangan dengan mengikut sertakan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan indeks ketimpangan tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian. Berdasarkan hasil analisis korelasi juga didapat bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara pertanian dan indeks ketimpangan, artinya peningkatan kontribusi sektor pertanian akan menurunkan ketimpangan pendapatan yang terjadi. Analisis korelasi yang lain menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif antara persentase pertanian dengan PDRB per kapita. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah yang didominasi oleh sektor pertanian cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi dibandingkan daerah yang didominasi oleh sektor non pertanian. Hal tersebut mambuktikan bahwa sektor pertanian mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh. Sektor pertanian yang pertumbuhannya relatif kecil tapi mempunyai peran yang cukup besar dalam PDRB, dan penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat lebih diperhatikan dalam peningkatannya, dan menjadi prioritas dalam pembangunan, agar dapat tetap menjadi leading sektor di pemerintah Aceh. Tren ketimpangan yang semakin menurun di Pemerintah Aceh diharapkan dapat dipertahankan. Tren ketimpangan yang semakin menurun ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi kemakmuran di Pemerintah Aceh akan tercapai. Sektor pertanian masih memerlukan dukungan sektor lain (agroindustri) khususnya di daerah pertanian, peningkatan pada sub sektor agroindustri dapat memperlancar aliran barang hulu-hilirnya yang akan meningkatkan nilai tambah, sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi secara merata dapat berjalan sebagaimana mestinya di Pemerintah Aceh.
PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH
Oleh AGUS NAUFAL H14052333
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
Nama
: Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah dan dalam Pertumbuhan Ekonomi di Pemerintah Aceh : Agus Naufal
NIM
: H14052333
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si NIP. 19620816 198701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Lulus:
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Maret 2010
Agus Naufal H14052333
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di sebuah kota kecil bernama Sigli di propinsi paling barat Indonesia, Pemerintah Aceh. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan ayahanda Budiman dan ibunda Sukmayati yang lahir pada tanggal 17 Agustus 1987 tepat pada hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-42. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 9 Banda Aceh, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Banda Aceh dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Banda Aceh dan lulus pada tahun 2005. Penulis melanjutkan jenjang perguruan tinggi dan diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memulai studinya di Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun dimana penulis belum memiliki program mayor. Pada tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa program mayor Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota dan pengurus Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) di Departemen Informasi dan Komunikasi tahun 2006-2008, Ketua Program Pendidikan Intensif IMTR tahun 2006-2008, penulis juga aktif di organisasi kampus Syari’a Economi Student Club (SES-C) di departemen Sumber Daya Insani tahun 2007-2008, Ketua Asrama Mahasiswa Aceh Leuser 2007-2008, Sekertaris Asrama Mahasiswa Aceh Leuser periode 2008-2009.
8
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia nikmat yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Peranan Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Pemerintah Aceh”. Penelitian ini bertujuan ingin melihat besarnya ketimpangan pendapatan di Pemerintah Aceh, kontribusi sektor pertanian di Pemerintah Aceh, serta peranannya terhadap pemerataan pendapatan di daerah Pemerintah Aceh pada kurun waktu tahun 2000-2007 dengan alat analisis Indeks Williamson. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Ibu Wiwiek Rindayati yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para peserta seminar sehingga sangat terbantu oleh kritik dan saran dari mereka pada Seminar Hasil Penelitian skripsi ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis, ayahanda Budiman dan ibunda Sukmayati serta adik kandung penulis, atas segala bimbingan, nasihat, kesabaran, doa, dan dukungannya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran proses penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi. Namun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat berrmanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam membangun
9
perekonomian Pemerintah Aceh secara merata dan berjalan sebagai mana mestinya.
Bogor,
Maret 2010
Agus Naufal H14052333
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
v
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................
4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................
8
1.4. Manfaat Penelitian ...........................................................................
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian................................................................
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Perencanaan Pembangunan Regional ..............................................
10
2.1.1. Pertumbuhan Regional ........................................................
10
2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto .......................................
11
2.2. Ketimpangan ....................................................................................
15
2.2.1. Ketimpangan Pendapatan ....................................................
15
2.2.2. Pengukuran Ketimpangan ...................................................
17
2.3. Sektor Pertanian ...............................................................................
22
2.3.1. Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi ..............
22
2.3.2. Pembangunan Pertanian dan Pemerataan Pendapatan.........
26
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ...............................................................
28
2.5. Kerangka Pemikiran.........................................................................
34
2.6. Hipotesis ..........................................................................................
37
III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data .....................................................................
38
3.2. Metode Analisis ...............................................................................
38
3.2.1. Analisis Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh ............................ 3.2.2. Analisis Ketimpangan Pendapatan ......................................
39 40
xi
3.2.3. Analisis Peranan Sektor Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh .
40
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PEMERINTAH ACEH 4.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah.................................................
44
4.2. Wilayah Administrasi ......................................................................
44
4.3. Kependudukan .................................................................................
46
4.4. Ketenagakerjaan ...............................................................................
48
4.5. Struktur Perekonomian ....................................................................
49
4.6. Pertanian di Pemerintah Aceh ..........................................................
51
4.7. Potensi Ekonomi ..............................................................................
54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh .................................................................................................
60
5.1.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, dan Tenaga Kerja Pemerintah Aceh ...........................................
60
5.1.2. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Laju pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Pemerintah Aceh ..................................................................................... 5.2. Analisis Ketimpangan Pendapatan..................................................
61 63
5.3. Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh .................................................................................................
65
5.3.1. Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh ...........
65
5.3.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh ..................................................................
68
VI. Kesimpulan dan Saran 6.1.
Kesimpulan .....................................................................................
71
6.2.
Saran ...............................................................................................
72
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
74
LAMPIRAN .....................................................................................................
80
xii
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1.1. Indeks Ketimpangan Williamsons Indonesia Tahun 2000-2007 ............
2
1.2. PDRB Sektoral Pemerintah Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2006-2007 ..........................................................................
5
1.3. Persentase Penduduk Pemerintah Aceh Berumur 15 tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaaan Tahun 2006-2007 ...........
6
1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pemerintah Aceh Tahun 2006-2007 ...............................................................................................
7
2.1. Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau ...................................................
28
2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Indonesia ...........................................
29
2.3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Provinsi Lampung Tahun 1995-2001 ....................................................................................
31
4.1. Kabupaten/Kota di Daerah Pemerintah Aceh .........................................
45
4.2. Jumlah Penduduk Pemerintah Aceh Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 ..........................................................................................
47
4.3. Distribusi PDRB Pemerintah Aceh Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2000-2007 (%) .......................
50
5.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian di Kabupaten/Kota Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (%) .....................
62
5.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan di Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ....................
63
5.3. Indeks Ketimpangan Pendapatan, dan Peranan Sektor Pertanian di Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)..............................................................
64
5.4. Peran sektor pertanian dalam mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)..............................................................
66
5.5. Peran Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 ..........................................................................
69
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
2.1. Kurva Lorenz ..........................................................................................
18
2.2. Kerangka pemikiran................................................................................
36
5.1. Boxplot perbandingan antara Indeks Williamson dengan mengikutsertakan PDRB sektor pertanian dan Indeks Williamson tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian ....................................
67
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Halaman
Produksi Tanaman Pangan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ton)..........................................................................
80
Produksi Tanaman Pangan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ton)..........................................................................
81
Produksi Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ton)..........................................................................
82
Produksi Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ton)..........................................................................
83
Populasi Ternak Terperinci Menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ekor) ......................
84
Populasi Ternak Terperinci Menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ekor) ......................
85
Produksi Perikanan Laut dan Darat Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ton) ......................................................
86
Produksi Perikanan Laut dan Darat Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ton) ......................................................
87
Rata-rata PDRB Sektoral Pemerintah Aceh Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2000-2007 ...................
88
Kontribusi Sektor Pertanian dalam Kabupaten/Kota Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 ..........................................................................
89
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
90
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2001 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
91
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2002 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
92
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2003 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
93
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2004 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
94
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2005 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
95
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
96
xv
18. 19.
20.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)....................
97
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2000 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................
98
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2001 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................
99
21.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2002 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................ 100
22.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2003 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................ 101
23.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2004 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................ 102
24.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2005 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................ 103
25.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................ 104
26.
Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ........................................ 105
27.
Uji Dua Nilai Tengah Berpasangan antara Indeks Ketimpangan Dengan Mengikutsertakan PDRB Sektor Pertanian dan Indeks Ketimpangan Tanpa PDRB Sektor Pertanian (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ...................................................................................... 106
28.
Korelasi antara Indeks Ketimpangan dengan PDRB Sektor Pertanian (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) ................................. 107
29.
Korelasi antara Kontribusi Pangsa Pertanian dan PDRB Per Kapita ..... 108
1
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri lebih
dari 17.508 pulau yang membentang luas sekitar 9,8 juta km2 dimana seluas 7,9 km2 (81 persen) diantaranya berupa lautan sedangkan sisanya seluas 1,9 juta km2 (19 persen) berupa daratan. Indonesia terletak di garis khatulistiwa memiliki lima pulau besar yang menjadi tempat tinggal mayoritas penduduk yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia), Sulawesi, dan Papua. Masingmasing daerah mempunyai perbedaan ciri khas tersendiri meliputi sumberdaya alam, ekonomi, sosial budaya, adat-istiadat, jumlah dan kepadatan penduduk, mutu sumberdaya manusia, letak geografis, serta sarana dan prasarana yang tersedia di setiap daerah (BPS, 1996). Perbedaan karakteristik tersebut berpengaruh pada kemampuan tumbuh masing-masing daerah, sehingga membuat pembangunan di sebagian daerah tumbuh lebih cepat dari pada pembangunan daerah lainnya. Kemampuan tumbuh yang berbeda ini juga diikuti oleh perbedaan pola pembangunan ekonomi yang kemudian menyebabkan terjadinya ketimpangan pendapatan antar wilayah. Pembangunan ekonomi Indonesia hampir sama seperti pada negara-negara yang sedang berkembang, umumnya hanya memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa mempertimbangkan pengalokasian distribusi pendapatan di masing-masing daerahnya. Berdasarkan perhitungan Indeks Ketimpangan Williamsons yang membandingkan besaran PDRB perkapita antar propinsi di
2
Indonesia tahun 2000-2007, terlihat ketimpangan mencapai 0,85 (Tabel 1.1). Hal ini menggambarkan terjadi ketimpangan yang tinggi antar propinsi-propinsi di Indonesia terutama dalam hal ketimpangan distribusi pendapatan per kapita penduduknya. Tingginya tingkat ketimpangan pendapatan mengindikasikan tidak meratanya pembangunan di Indonesia terutama di bidang ekonomi, sehingga ketimpangan di Indonesia sudah menjadi masalah serius.
Tabel 1.1. Indeks Ketimpangan Williamsons Indonesia Tahun 2000-2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-rata Sumber: BPS (diolah) dalam Suparno (2008)
Indeks Williamsons 0,8455 0,8551 0,8570 0,8654 0,8621 0,8523 0,8428 0,8409 0,8533
Ketimpangan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diterima oleh suatu sistem sosial tertentu agar keselarasan dalam sistem tersebut terpelihara dalam proses pertumbuhannya (Supriyantoro, 2005). Oleh karena itu, ketimpangan pasti akan selalu ada baik di negara miskin, negara sedang berkembang maupun negara maju. Setiap negara hanya bisa menekan nilai ketimpangan serendah mungkin. Ketimpangan yang semakin melebar lama-kelamaan akan menimbulkan ketidakpuasan yang berujung pada timbulnya konflik.
Akumulasi
dari ketidakpuasan tersebut
dapat
3
membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena diwujudkan dalam gerakan pemisahan wilayah atau separatisme. Pembangunan pada masa orde baru yang dimulai dari tahun 1969 merupakan masa dimana perekonomian Indonesia memperlihatkan angka pertumbuhan yang sangat baik. Bahkan pada tahun 1993, Bank Dunia mengkategorikan Indonesia sebagai Newly Industrializing Economies (NIEs), bersama dengan Malaysia, Meksiko, Brazil, Taiwan, Hongkong, Singapura, Korea Selatan dan Thailand. Pada saat itu sektor tradisional (sektor pertanian) seakanakan termarginalkan, digantikan oleh sektor modern (sektor industri). Seperti halnya negara yang sedang berkembang lainnya, pertumbuhan ekonomi selalu dipusatkan pada peningkatan sektor modern yang cenderung sedikit dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor tradisional yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar selama ini tersisihkan, sehingga sektor modern lebih cepat berkembang. Peningkatan yang cepat pada sektor modern menyebabkan kesenjangan antara sektor modern dan sektor tradisional. Untuk menanggulangi hal diatas perlu adanya strategi baru bagi pemerintah agar berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Pada saat krisis ekonomi (tahun 1997) sektor pertanian terbukti masih dapat bertahan, sektor ini memang memiliki ketahanan terhadap goncangan struktural dari perekonomian makro. Sektor tradisional yang masih kuat salah satunya adalah pertanian di Pemerintah Aceh. Hanya dua sektor perekonomian di
4
Pemerintah Aceh yang masih menunjukkan pertumbuhan positif pada masa krisis yaitu sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian.
1.2.
Perumusan Masalah Jumlah penduduk miskin pada suatu daerah merupakan salah satu
indikator mengukur kesejahteraan penduduk. Perekonomian Pemerintah Aceh saat ini cenderung belum sejahtera dan masih belum dapat berkembang sebagaimana mestinya. Hal tersebut ditandai oleh tingginya tingkat kemiskinan di Pemerintah Aceh. Pada tahun 2004, Pemerintah Aceh bersama Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur digolongkan sebagai propinsi yang persentase penduduk miskinnya relatif besar untuk Indonesia yaitu lebih dari 27 persen, sekaligus memiliki kabupaten tertinggal terbanyak setelah Papua. Karena Pemerintah Aceh memiliki persentase penduduk miskin yang tinggi tapi juga memiliki PDRB perkapita yang besar, kemungkinan besar telah terjadi ketimpangan pendapatan antar daerah. Dalam hal ini sektor pertanian menjadi menarik untuk dianalisis, khususnya di Pemerintah Aceh yang menjadikan sektor ini sebagai sektor unggulan di daerah yang dijuluki “Serambi Mekkah” ini. Seperti yang terlihat pada Tabel 1.2, sumbangan sektor ini paling besar setelah sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2006, yaitu sebesar 21,36 persen. Pada tahun berikutnya sumbangan sektor ini meningkat menjadi 22,93 persen sehingga menjadikan sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam PDRB Pemerintah Aceh. Potensi sektor pertanian ini diharapkan mampu menunjang pembangunan
5
daerah dan mengurangi ketimpangan pendapatan yang selama ini juga terjadi di Pemerintah Aceh.
Tabel 1.2. PDRB Sektoral Pemerintah Aceh Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2006-2007 No
Sektor
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri pengolahan
4
Listrik, gas dan air Bersih
5
Konstruksi
6
Perdagangan, hotel dan restoran
7
Pengangkutan dan Komunikasi
8
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
9
Jasa-jasa
Tahun (juta rupiah) 2006 2007 7.872.780 8.262.810 (21,36%) (22,93%) 9.244.910 7.243.960 (25,09 %) (20,10 %) 4.996.610 4.491.750 (13,56%) (12,46%) 66.34 82.06 (0,18%) (0,23%) 1.884.770 2.147.330 (5,11%) (5,96%) 5.571.090 5.665.990 (15,12%) (15,72%) 1.925.570 2.136.860 (5,22%) (5,93%) 493.7 523.43 (1,34%) (1,45%) 4.798.100 5.484.320 (13,02%) (15,22%)
Sumber: BPS Pemerintah Aceh, 2008 Keterangan: ( ) Menunjukkan kontribusi dalam persen
Mayoritas penduduk Pemerintah Aceh bekerja di sektor pertanian. Pada tahun 2006, sektor ini menyerap tenaga kerja sebesar 56,31 persen dari total penduduk yang berumur 15 tahun keatas di Pemerintah Aceh (Tabel 1.3). Sektor jasa-jasa juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar yaitu 14,57 persen, diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,02 persen. Pada tahun 2007 sektor ini masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar
6
bagi Pemerintah Aceh walaupun terjadi penurunan beberapa persen, disusul oleh sektor jasa-jasa sebesar 16,41 persen, dan sektor perdagangan sebesar 15,82 persen.
Tabel 1.3. Persentase Penduduk Pemerintah Aceh Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaaan Tahun 2006-2007 No 1 2 3 4 5 6 7
Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan Listrik gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa 8 perusahaan 9 Jasa-jasa Sumber: BPS Pemerintah Aceh, 2008
Tahun (%) 2006 56,31 0,50 4,71 0,35 4,84 14,02 4,94 0,22 14,57
2007 49,68 0,48 4,83 0,41 5,92 15,82 4,54 0,19 16,41
Kinerja sektor-sektor pertambangan dan penggalian beberapa tahun terakhir ini memang cukup mendominasi perekonomian Pemerintah Aceh, tetapi sektor tersebut diramalkan tidak akan bertahan lama. Selain sangat sedikit dalam penyerapan tenaga kerja, pada Tabel 1.4 terlihat bahwa laju pertumbuhan ekonomi sektor pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan negatif. Pada tahun 2006 pertumbuhan sektor ini sebesar -2,6 persen, bahkan pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian menyentuh angka -21,6 persen. Sektor industri pengolahan yang biasanya merupakan sektor andalan daerah maju juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang buruk di daerah Pemerintah Aceh, pada tahun 2006 sebesar -13,2 persen dan sebesar -10,1 persen
7
pada tahun 2007. Oleh karena itu sektor pertanian dibutuhkan, sektor yang merupakan mata pencaharian masyarakat Aceh yang sebagian besar tergolong menengah kebawah diharapkan dapat mengurangi masalah ketimpangan pendapatan antar daerah di Pemerintah Aceh.
Tabel 1.4. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Pemerintah Aceh Tahun 20062007 No 1 2 3 4 5 6 7
Sektor Pertanian Pertambangan dan penggalian
Industri pengolahan Listrik gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan hotel dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa 8 perusahaan 9 Jasa-jasa Sumber: BPS Pemerintah Aceh, 2008
Tahun (%) 2006 1,5 -2,6 -13,2 12 48,4 7,4 10,9 11,7 4,4
2007 4,9 -21,6 -10,1 23,7 13,9 1,7 10,9 6,0 14,3
Sayangnya, besarnya kontribusi dalam perekonomian dan dalam penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian kurang diikuti oleh besarnya laju pertumbuhan pertanian. Padahal apabila dilihat keterkaitan kebelakang dan kedepan sektor pertanian maka, dengan berkembangnya sektor pertanian akan mampu mendorong berkembangnya sektor perekonomian yang lain sehinggga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Selain itu, berkembangnya sektor pertanian juga akan meningkatkan pendapatan petani sehingga taraf hidup petani meningkat dan pendapatan masyarakat semakin merata.
8
Berdasarkan uraian tersebut, terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasi yaitu: 1. Bagaimana kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh? 2. Berapa besar tingkat ketimpangan pendapatan di daerah Pemerintah Aceh dan bagaimana dinamikanya? 3. Bagaimana peranan sektor pertanian terhadap pemerataan pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi Pemerintah Aceh?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan
penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh. 2. Menghitung besarnya ketimpangan pendapatan yang terjadi di Pemerintah Aceh dan melihat dinamikanya. 3. Mengidentifikasi
peranan
sektor
pertanian
terhadap
pemerataan
pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh.
1.4.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini sangat berguna untuk menganalisis perekonomian
wilayah serta menyusun rencana pembangunan sektoral yang komprehensif di daerah Pemerintah Aceh. Hasil penelitian ini juga sangat berguna untuk mengevaluasi kegiatan perekonomian dan menyusun kebijaksanaan baru untuk
9
pelaksanaan pembangunan yang menyejahterakan masyarakat di daerah Pemerintah Aceh.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas peranan sektor pertanian dalam pertumbuhan
ekonomi dan mengurangi ketimpangan pendapatan di Pemerintah Aceh pada periode tahun 2000-2007. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jumlah penduduk menurut kabupaten/kota, Produk Domestik Regional Bruto sektoral masing-masing kabupaten/kota atas dasar harga konstan tahun 2000, dan persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan pekerjaaan. Dalam perhitungan ketimpangan penulis hanya menggunakan data 21 dari 23 kabupaten/kota di Pemerintah Aceh. Hal ini disebabkan oleh nilai Indeks Ketimpangan seluruh kabupaten/kota di Pemerintah Aceh yang mencapai 1,67, sedangkan nilai Indeks Ketimpangan itu sendiri harus berada antara 0 dan 1. Oleh karena itu, penulis mengeluarkan dua daerah pencilan (Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara) yang memiliki PDRB per kapita mencapai 4-6 kali lipat daerah lainnya di Pemerintah Aceh.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Perencanaan Pembangunan Regional
2.1.1. Pertumbuhan Regional Pertumbuhan
ekonomi
wilayah
adalah
pertambahan
pendapatan
masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai rill, artinya diukur dalam harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah (Richardson, 1991). Ada dua cara pendekatan yang dapat digunakan (Richardson, 1991). Pertama, mengadaptasi model-model ekonomi makro yang digunakan dalam teori pertumbuhan agregatif dan yang kedua menafsirkan pertumbuhan suatu daerah menurut struktur dinamika industrinya. Untuk pendekatan yang pertama terdapat tiga model umum yang digunakan yaitu model Neo-klasik, Basis Ekspor, dan Harrod-Domar. Dalam model Neo-klasik tingkat pertumbuhan terdiri dari tiga sumber yaitu akumulasi modal, tenaga kerja, dan residu–yang dapat dinamakan sebagai kemajuan teknik (Richardson, 1991). Sedangkan menurut model Basis Ekspor, pertumbuhan suatu daerah tergantung pada pertumbuhan industri-industri
11
ekspornya dan kenaikan permintaan yang bersifat ekstrim bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu pokok dari pertumbuhan regional. Sektor-sektor perekonomian suatu daerah dikelompokkan menjadi sektor basis dan non basis. Sektor basis merupakan sektor yang memiliki keunggulan komparatif (dibanding dengan daerah lain dalam lingkup wilayah yang lebih luas) dengan sasaran utama untuk diekspor ke daerah lain. Pada model Harrod-Domar, memfokuskan peranan kunci kepada investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi, lebih diutamakan tentang watak ganda yang dimiliki investasi. Dia menciptakan pendapatan (dampak permintaan) dan memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal (dampak penawaran). Selama investasi neto tetap berlangsung, pendapatan nyata dan output akan semakin membesar. Model ini juga dapat digunakan untuk menganalisa pertumbuhan regional dengan cara memperhitungkan perpindahan modal dan tenaga kerja interregional (Richardson, 1991). Semakin tinggi hasrat masyarakat di suatu daerah untuk menabung dan apabila rasio modal-output mereka semakin rendah, dengan demikian daerah tersebut akan bertumbuh semakin cepat. Impor neto adalah tambahan kepada tabungan total suatu daerah, maka daerah-daerah yang memiliki surplus impor dapat tumbuh lebih cepat dari daerah-daerah lainnya.
2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto Salah satu indikator ekonomi makro yang berperan dalam membuat perencanaan kebijaksanaan dalam pembangunan, menentukan arah pembangunan serta mengevaluasi hasil pembangunan suatu wilayah adalah Produk Domestik
12
Regional Bruto. PDRB dapat dijadikan sebagai indikator laju pertumbuhan ekonomi sektoral agar dapat diketahui sektor-sektor mana saja yang menyebabkan perubahan pada pertumbuhan ekonomi. Besar kecilnya PDRB yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah/daerah tergantung oleh besarnya sumberdaya alam yang telah dimanfaatkan, jumlah dan mutu sumberdaya manusia, kebijaksanaan pemerintah, letak geografis serta tersedianya sarana dan prasarana di wilayah tersebut. Terdapat beberapa ukuran pendapatan nasional , diantaranya: Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB), Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB), Net National Product (NNP) atau Produk Nasional Neto (PNN), dan National Income (NI) atau Pendapatan Nasional (PN) (Dumairy, 1996). Menurut Gilis et al (2004), Produk Nasional Bruto (PNB) adalah penjumlahan nilai produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) tanpa menghitung nilai produk antara. Produk Domestik bruto (PDB) sama dengan PNB tetapi dalam perhitungannya mengeluarkan pendapatan warga negara yang berada di luar negeri tapi memasukkan seluruh produksi dalam negeri termasuk pendapatan yang diterima warga negara asing. Sedangkan PDB untuk tingkat wilayah regional pada sebuah Negara dikenal dengan sebutan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Perhitungan PDRB dapat dilakukan dengan dua metode antara lain (Dumairy, 1996):
13
a. Metode Langsung Dalam menghitung PDRB dengan metode langsung, perhitungan diserahkan sepenuhnya pada kepada data daerah yang terpisah dari data nasional, sehingga hasil perhitungannya mencakup seluruh produk barang dan jasa yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Dalam metode ini PDRB dapat diukur dengan tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Produksi PDRB merupakan jumlah barang dan jasa terakhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Unitunit produksi dimaksud secara garis besar dipilah-pilah menjadi 11 sektor (dapat juga dibagi menjadi 9 sektor) yaitu: (1) pertanian; (2) pertambangan dan penggalian; (3) industry pengolahan; (4) listrik, gas, dan air minum; (5) bangunan; (6) perdagangan; (7) pengangkutan dan komunikasi; (8) bank dan lembaga keuangan lainnya; (9) sewa rumah; (10) pemerintahan; dan (11) jasa-jasa. 2. Pendekatan Pendapatan PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang turut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu setahun. Balas jasa produksi yang dimaksud meliputi upah dan gaji, sewa tanah, modal, dan keuntungan. Semuanya dihitung sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam hal ini mencakup juga penyusutan dan pajakpajak tak langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu PDRB menurut pendekatan
14
pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor atau lapangan usaha. 3. Pendekatan Pengeluaran PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan; (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan perubahan stok; (3) pengeluaran konsumsi pemerintah; serta (4) ekspor neto (yaitu ekspor dikurang impor) dalam jangka waktu setahun. b. Metode Tidak Langsung / Alokasi Menghitung nilai tambah suatu kelompok kegiatan ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional kedalam masing-masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat regional. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut. Pemakaian masing-masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling mendukung satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan mutu atau kualitas data daerah. Dilihat dari penjelasan diatas PDRB dari suatu daerah/wilayah lebih menunjukkan pada besaran produksi suatu daerah bukan pendapatan yang sebenarnya diterima oleh penduduk sekitar yang bersangkutan. Walaupun demikian, PDRB merupakan data yang paling representatif dalam menunjukkan pendapatan dibandingkan dengan data-data yang lainnya.
15
2.2.
Ketimpangan
2.2.1. Ketimpangan Pendapatan Dua model pertumbuhan yang dijelaskan di atas, yaitu teori Neo-klasik dan Harrod-Domar memberikan perhatian khusus pada peran kapital berupa kegiatan investasi yang ditanamkan di suatu daerah. Setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menarik investor untuk berinvestasi di daerahnya, hal ini jelas akan berpengaruh pada kemampuan daerah untuk bertumbuh sekaligus menciptakan perbedaan kemampuan dalam menghasilkan pendapatan. Investasi akan lebih menguntungkan bila dialokasikan pada daerah yang dinilai dapat menghasilkan “return” yang besar dalam jangka waktu yang relatif singkat. Mekanisme pasar yang demikian justru akan menyebabkan ketidakmerataan, daerah yang relatif maju akan bertumbuh dengan cepat meninggalkan daerah yang pertumbuhannya relatif lambat. Hal tersebut dapat menyebabkan timbulnya ketimpangan pendapatan sehingga diperlukan suatu perencanaan kebijakan yang matang dari pemerintah dalam rangka mengarahkan alokasi investasi menuju kemjuan ekonomi yang berimbang di seluruh wilayah dalam negara. Menurut Wie (1981), pertumbuhan ekonomi yang pesat pada umumnya disertai pembagian pendapatan yang semakin timpang. Negara yang semata-mata hanya menekankan pada pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhitungkan pendistribusian
pendapatan
ketimpangan diantaranya:
negaranya
akan
memunculkan
ketimpangan-
16
1.
Ketimpangan
pendapatan
antar
golongan
atau
ketimpangan
relatif,
ketimpangan pendapatan antar golongan ini biasanya diukur dengan menggunakan koefisien gini. Kendati koefisien gini bukan merupakan koefisien yang ideal untuk mengukur ketimpangan pendapatan antar berbagai golongan, namun sedikitnya angka ini dapat memberikan gambaran mengenai kecenderungan umum dalam pola distribusi pendapatan. 2.
Ketimpangan
antar
masyarakat
kota
dengan
masyarakat
pedesaan,
ketimpangan dalam distribusi pendapatan dapat juga ditinjau dari segi perbedaan perolehan pendapatan antar masyarakat desa dengan masyarakat kota (urban-rural income disparieties). Untuk membedakan hal ini, digunakan dua indikator pertama dibandingkan antara tingkat pendapatan didaerah pedesaan dan perkotaan. Kedua, disparitas pendapatan daerah pedesaan dan perkotaan. 3.
Ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah, satu kajian sisi lain dalam melihat ketimpangan-ketimpangan pendapatan nasional adalah ketimpangan dalam pertumbuhan ekonomi antar daerah di berbagai daerah di Indonesia, yang mengakibatkan pola terjadinya ketimpangan pendapatan antar daerah (region income disparieties). Ketimpangan pendapatan ini disebabkan oleh penyebaran sumberdaya alam yang tidak merata serta dalam laju pertumbuhan daerah dan belum berhasilnya usaha-usaha perubahan yang merata antar daerah di Indonesia. Kuznets (1957) dalam Todaro (1999) mengatakan bahwa pada tahap awal
pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada
17
tahap selanjutnya distribusi pendapatan akan membaik. Observasi inilah yang dikenal dengan “U Hypothesis” atau kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal (time-series) dalam distribusi pendapatan. Hipotesa ini dihasilkan oleh kajian empiris yang diambil dari pola pertumbuhan sejumlah negara di dunia, bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan ekonomi terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan. Lambat laun sejalan dengan pertumbuhan
pembangunan
ekonomi
setelah
mencapai
tahap
tertentu
ketimpangan tersebut akan menghilang digantikan dengan hubungan korelasi positif antara pemerataan dan pertumbuhan. Pola tersebut timbul karena pada tahap awal pembangunan cenderung lebih dipusatkan pada sektor modern yang sedikit menyerap tenaga kerja. Sektor modern bertumbuh dengan cepat meninggalkan sektor tradisional (sektor pertanian). Kesenjangan antar sektor modern
dan
sektor
tradisional
ini
menyebabkan
adanya
ketimpangan.
Ketimpangan pendapatan cenderung tinggi karena sebahagian besar penduduk masih berpendapatan rendah, dan sektor modern telah berkembang tanpa perubahan struktur produksi dan alokasi tenaga kerja yang sesuai untuk suatu pertumbuhan ekonomi modern secara menyeluruh.
2.2.2. Pengukuran Ketimpangan Merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara dikalangan penduduknya tercermin pada distribusi pendapatan nasional. Terdapat beberapa tolok ukur atau kriteria untuk menilai kemerataan distribusi yang dimaksud, diantaranya yaitu:
18
1. Kurva Lorenz Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk secara kumulatif pula. Misalkan data yang tersedia adalah jumlah penduduk dan pendapatannya (bisa kita gunakan unit terkecil, seperti individu atau kabupaten/kota). Langkah awal adalah menyusun data individu atau penduduk tersebut menurut tingkat pendapatan mereka secara berurutan. Kemudian bergerak dari yang paling miskin sampai yang paling kaya, kurva Lorenz akan memplotkan proporsi dari total pendapatan yang dikuasai penduduk. 100
C
90 Jumlah Pendapatan (%)
80 70 60 50 40 30 A
20 10
B O 10
20
30 40 50 60 70 80 90 100 Jumlah Penduduk (%) (Sumber: Dumairy, 1996) Keterangan: Titik A mencerminkan 60 persen penduduk berpendapatan terendah yang menghasilkan atau hanya memiliki 20 persen pendapatan nasional. Gambar 2.1. Kurva Lorenz
19
Bentuk kurva Lorenz seperti pada Gambar 2.1. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar. Sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendapatan nasional yang semakin merata. Sebaliknya jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung), maka akan mencerminkan keadaan yang semakin memburuk, distribusi pendapatan nasional akan semakin timpang atau tidak merata. 2. Indeks Gini Corrado Gini merumuskan suatu ukuran untuk menghitung tingkat ketimpangan pendapatan personal secara agregatif yang diterima diatas tingkat tertentu. Hasil temuannya itu lebih dikenal dengan gini coefficient atau Indeks Gini. Koefisien gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1, yang menjelaskan kadar kemerataan pendapatan. Koefisien yang semakin mendekati 0 menjelaskan bahwa distribusi pendapatan yang semakin merata, sebaliknya jika semakin membesar mendekati 1 maka tingkat ketimpangan di daerah tersebut semakin besar. Angka rasio gini secara visual langsung dapat ditaksir dari kurva Lorenz, yaitu perbandingan luas area yang terletak diantara kurva Lorenz dan diagonal terhadap luas area segitiga OBC. Semakin melengkung kurva Lorenz, akan semakin luas area yang dibagi sehingga Koefisien Gini akan semakin membesar, yang menyiratkan distribusi pendapatan yang semakin timpang.
20
Distribusi pendapatan daerah menggambarkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu daerah di kalangan penduduknya (Todaro, 2003). Negara-negara yang ketimpangannya tinggi maka koefisien gininya terletak antara 0,50 sampai 0,70. Sedangkan untuk Negara-negara yang ketimpangannya relatif rendah maka koefisien gininya berkisar antara 0,20 sampai 0,35. Dalam
melakukan
pengukuran
terhadap
ketimpangan
pendapatan
khususnya antar daerah perkotaan dan pedesaaan, maka ukuran koefisien Gini ini juga sering digunakan, dengan rumus: ………………………………………. …………………………………… (2.1)
………………………………….……. (2.2) …………………………………………………… … (i) 0
= Rasio Gini
fi
= Proporsi jumlah rumah tangga dalam kelas-i
Xi
= Proporsi jumlah kumulatif rumah tangga dalam kelas-i
Yi
= Proporsi jumlah kumulatif pendapatan dalam kelas-i
3. Kriteria Bank Dunia Bank Dunia yang bekerja sama dengan Institute of Development Studies menentukan kriteria tentang penggolongan distribusi pendapatan, apakah
21
dalam keadaan ketimpangan yang parah, sedang, atau ringan. Kriteria tersebut menunjukkan bahwa: a. Jika 40 persen penduduk suatu negara berpendapatan terendah menikmati sekitar kurang dari 12 persen jumlah pendapatan negara tersebut maka hal ini termasuk kedalam ketimpangan yang cukup tinggi atau yang dianggap parah. b. Kelompok kedua adalah 40 persen dari jumlah penduduk yang berpendapatan terendah, tapi hanya menerima antara 12 sampai dengan 17 persen dari seluruh pendapatan negara. Golongan ini masih dapat dikatakan sebagai keadaan dengan ketimpangan yang sedang. c. Jika golongan penduduk yang 40 persen tersebut memperoleh lebih dari 17 persen dari total pendapatan negaranya, maka ketimpangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan dikatakan cukup merata. 4. Indeks Williamson Indeks Williamson ini diperkenalkan oleh Jeffry G Williamson (1965), perhitungan nilai ini didasarkan pada coefficient of variation (CV) dan Williamson memodifikasi perhitungan ini dengan menimbangnya dengan proporsi penduduk wilayah. Berbeda halnya dengan gini coefficient yang memerlukan data yang cukup spesifik seperti jumlah rumah tangga untuk menghitung nilai distribusi pendapatan seluruh rumah tangga dalam suatu daerah Negara. Indeks Williamsons menggunakan data PDRB per kapita atas dasar harga konstan baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten untuk dapat melihat ketimpangan distribusi pendapatan antar daerah dalam
22
sebuah wilayah. Semakin besar angka Indeks Williamson ini semakin besar pula tingkat ketimpangan yang terjadi. Indeks Williamson ini dapat dihitung dengan rumus (Tambunan, 2003):
…………………………………….… (2.3)
= Dimana: CVw
= Indeks ketimpangan daerah Williamson
fi
= Jumlah penduduk di daerah ke-i (jiwa)
n
= Penduduk total (jiwa) = PDRB perkapita atas dasar harga konstan di daerah ke-i (rupiah) = PDRB perkapita atas dasar harga konstan untuk propinsi (rupiah)
2.3.
Sektor Pertanian
2.3.1. Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Pada umumnya negara-negara berkembang seperti Indonesia adalah negara
agraris.
Sektor
pertanian
mendapatkan
prioritas
utama
dalam
pembangunan negara-negara berkembang, sebahagian ahli ekonomi memandang sektor pertanian adalah sektor penunjang yang positif dalam pembangunan ekonomi pada negara itu. Beberapa ahli telah mengemukakan pentingnya sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi. Todaro (2003) yang mengemukakan pembangunan pertanian sebagai syarat mutlak bagi pembangunan nasional bagi khususnya di
23
negara dunia ketiga. Dia melihat sekitar dua per tiga dari bangsa yang miskin menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, sebagian besar kelompok miskin tersebut bertempat tinggal di pedesaan. Johnston dan Mellor (1961) dalam Jhingan (1990) menyebutkan bahwa peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi adalah: 1.
Sumber utama penyediaan bahan makanan.
2.
Sumber penghasilan dan pajak.
3.
Sumber penghasilan devisa yang diperlukan untuk mengimpor modal, bahan baku, dan lain-lain.
4.
Pasar dalam negeri untuk menampung hasil produksi industri pengolahan dan sektor bahan pertanian lainnya. Daniel (2002) mengemukakan tiga alasan utama mengapa sektor pertanian
perlu dibangun lebih dulu: 1.
Barang-barang hasil industri memerlukan dukungan daya beli masyarakat. Umumnya pembeli barang-barang hasil industri sebagian besar berada dalam lingkungan sektor pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dan juga memenuhi kebutuhan peralatan dan bahan untuk usaha di sektor pertanian diperlukan barang hasil industri. Oleh karena itu, masyarakat sektor pertanian harus ditingkatkan lebih dulu pendapatannya.
2.
Untuk menekan ongkos produksi dari komponen upah dan gaji diperlukan tersedianya bahan-bahan makanan yang murah dan terjangkau, sehingga upah dan gaji yang diterima dapat dapakai untuk memenuhi kebutuhan pokok guru dan pegawai. Keadaan ini bisa tercipta bila produksi hasil pertanian terutama
24
pangan dapat ditingkatkan sehingga harganya lebih rendah dan terjangkau oleh daya beli. 3.
Industri membutuhkan bahan baku yang berasal dari sektor pertanian, karena itu produksi bahan-bahan industri memberikan basis bagi pertumbuhan itu sendiri. Keadaan ini bisa tercipta sedemikian rupa sehingga merupakan suatu siklus dan kerja sama yang saling menguntungkan. Di negara berkembang yang mengalami peningkatan laju pertumbuhan
penduduk akibat kemerosotan yang tajam angka kematian dan penurunan yang lambat dalam tingkat kesuburan akan memerlukan permintaan bahan pangan yang lebih besar lagi. Kebutuhan pangan bagi masyarakat dapat tercapai dengan cara meningkatkan produktivitas pertanian sehingga dapat memperbesar output yang dihasilkan. Meningkatkan daya beli daerah pedesaan sebagai hasil perluasan output dan produktivitas pertanian akan cenderung menaikkan permintaan atas barang manufaktur dan memperluas ukuran pasar itu sendiri. Selanjutnya permintaan seperti pupuk, peralatan yang lebih baik, traktor dan fasilitas irigasi di sektor pertanian akan mendorong perluasan sektor industri lebih jauh lagi. Selain itu, pada saat surplus pertanian akan diangkut ke daerah perkotaan dan barang manufaktur diangkat ke daerah pedesaan, sarana pengangkutan dan perhubungan akan berkembang. Dampak jangka panjang perluasan sektor sekunder dan tersier ini akan membentuk kenaikan keuntungan di sektor-sektor tersebut, apakah sektor tersebut dikelola oleh swasta ataupun pemerintah.
25
Tambahan
devisa
juga
dapat
dihasilkan
oleh
sektor
pertanian.
Meningkatnya produktivitas pertanian akan memacu peningkatan volume ekspor nasional, sehingga perolehan devisa meningkat. Dengan demkian surplus pertanian mendorong pembentukan modal jika barang-barang modal tersebut diimpor dengan menggunakan devisa dari hasil pertanian. Meningkatnya penerimaan pertanian menjadi jalan terbaik bagi pembentukan modal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memobilisasi pendapatan dari sektor pertanian melalui pajak hasil bumi, pajak tanah, pajak pendapatan hasil pertanian dan biayabiaya lainnya. Terakhir, kenaikan pendapatan daerah pedesaan sebagai hasil surplus dari hasil pertanian cenderung memperbaiki kesejahteraan masyarakat daerah pedesaan, sehingga standar kehidupan sebahagian rakyat pedesaan meningkat. Peranan sektor pertanian juga tercermin pada saat Indonesia dilanda krisis. Sektor ini terbukti mampu bertahan selama krisis dan dapat tetap menghasilkan devisa bagi Indonesia disaat sektor-sektor lain ikut terpuruk terbawa gejolak krisis moneter 1998. Depresiasi rupiah terhadap dollar yang cukup besar pada saat itu menyebabkan harga komoditi ekspor pertanian dalam rupiah pada saat itu melonjak sangat tinggi, sehingga mendorong peningkatan volume ekspor. Peningkatan volume ekspor tersebut juga karena produk-produk Indonesia dapat bersaing baik secara kompetitif maupun secara komparatif di pasar internasional (Daniel, 2002).
26
2.3.2. Pembangunan Pertanian dan Pemerataan Pendapatan Menurut Soekartawi (2002), pembangunan pertanian pada dasarnya diarahkan untuk memenuhi keinginan yang ingin dicapai yaitu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pertanian secara lebih merata. Pembangunan pertanian dilakukan dengan cara meningkatkan produksi, produktivitas tenaga kerja, tanah dan modal. Dengan usaha tersebut maka, partisipasi aktif petani dan masyarakat pedesaan dapat ditingkatkan, sehingga peningkatan tingkat produksi pertanian dapat dicapai secara efisien dan dinamis diikuti pembagian surplus ekonomi antar berbagai pelaku ekonomi secara lebih adil, serta pengembangan sistem agribisnis yang efisien. Sektor pertanian menjadi prioritas utama karena ditinjau dari berbagai segi memang merupakan sektor yang cenderung dominan dalam ekonomi nasional. Pembangunan pertanian didorong dari segi penawaran dan dari segi fungsi produksi melalui penelitian-penelitian, pengembangan teknologi pertanian yang terus-menerus, pembangunan prasarana sosial dan ekonomi di pedesaan dan investasi-investasi oleh negara dalam jumlah besar. Pertanian kini dianggap sebagai sektor pemimpin “leading sector” yang diharapkan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya (Mubyarto, 1989). Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian layak untuk menjadi sektor andalan ekonomi termasuk sebagai sektor andalan dalam pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja di sektor pertanian. Dalam proses transformasi pembangunan juga mempunyai peran yaitu (Tripustika, 2005):
27
1.
Kontribusi produk, yaitu sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan bagi pekerja di sektor industri, selain itu juga sebagai penyedia bahan baku industri.
2.
Kontribusi pasar, yaitu rumah tangga di sektor pertanian adalah sasaran utama konsumsi output yang dihasilkan di sektor industri.
3.
Kontribusi devisa, yaitu berperan sebagai penyumbang devisa atas ekspor barang-barang yang diproduksinya. Menurut Mosher (1965) dalam Mubyarto (1989) ada lima syarat mutlak
pembangunan pertanian yaitu: 1.
Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani.
2.
Teknologi yang senantiasa berkembang.
3.
Tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal.
4.
Adanya perangsang produksi bagi petani.
5.
Tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinu. Di lain pihak, Siboro (2006) berpendapat sektor pertanian masih
menghadapi berbagai kendala permasaalahan antara lain: 1.
Peningkatan kemampuan petani dalam berbagai kegiatan produksi telah menimbulkan surplus produksi pada berbagai komoditi tetapi permintaannya masih terbatas.
2.
Peningkatan mutu produksi yang masih lambat.
3.
Tingkat produktivitas dan kontinuitas produksi yang masih rendah.
4.
Munculnya tuntutan pelestarian lingkungan.
28
2.4.
Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan untuk tingkat nasional
pernah dilakukan oleh Uppal dan Handoko (1986) dalam Hendra (2004) dengan menggunakan formulasi Williamsons (CVw) untuk tahun 1976-1980. Uppal dan Handoko mengukur ketimpangan pendapatan di Indonesia dengan menggunakan PDRB di luar sektor pertambangan. Mereka menyimpulkan bahwa terdapat tendensi menurunnya tingkat ketimpangan pendapatan, pola pertumbuhan yang belum mengarah pada perbaikan ketimpangan dan faktor yang cenderung menurunkan ketimpangan dan faktor yang cenderung dapat menurunkan ketimpangan adalah anggaran belanja pemerintah pusat dan bantuan terhadap propinsi.
Tabel 2.1. Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau Tahun Sumatera Jawa Kalimantan 1984 0,2460 0,5680 0,4381 1985 0,2459 0,5377 0,4629 1986 0,2470 0,5177 0,4420 1987 0,2460 0,5120 0,4710 1988 0,2521 0,5054 0,4595 1989 0,2157 0,6209 0,4681 1990 0,1931 0,6034 0,4516 1991 0,1814 0,6041 0,4448 1992 0,1860 0,6108 0,4502 1993 0,1883 0,6158 0,4404 Sumber: Tadjoedin (1996) dalam Hendra (2004)
Sulawesi 0,0522 0,0408 0,0423 0,0390 0,0460 0,0508 0,0515 0,0580 0,0591 0,0632
Lainnya 0,3435 0,3582 0,3780 0,3324 0,4129 0,4183 0,4086 0,4507 0,4550 0,4775
Tadjoedin (1996) juga mengukur besarnya ketimpangan antar pulau dengan hasil yang menunjukkan bahwa pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian (Pulau Sumatera) mempunyai tingkat ketimpangan yang
29
relatif kecil dibandingkan dengan pulau yang perekonomiannya didominasi oleh sektor industri (Pulau Jawa). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak berada pada posisi dikotomis dengan pemerataan.
Tabel 2.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan Indonesia Di Luar Migas Tadjoedin Tadjoedin, et al
Tahun U&H Sjafrizal 1971 0,369 1972 0,406 1973 0,415 1974 0,483 1975 0,462 1976 0,4631 0,415 1977 0,4609 0,396 1978 0,4344 0,429 1979 0,5240 0,417 1980 0,4433 0,425 1981 0,445 1982 0,438 1983 0,498 1984 0,4875 0,515 1985 0,4714 0,494 1986 0,4600 0,474 1987 0,4567 0,471 1988 0,4609 0,465 1989 0,5632 0,493 1990 0,5385 0,484 1991 0,5392 0,536 1992 0,5442 0,535 1993 0,5489 0,923 0,544 1994 0,938 0,643 1995 0,962 0,653 1996 0,966 0,654 1997 0,982 0,671 1998 0,965 0,605 Sumber: Uppal dan Handoko (1986), Tadjoedin (1996), dan Tadjoedin et al (2001) dalam Hendra (2004)
30
Begitu juga dengan Tadjoedin (1996) dalam Hendra (2004) yang juga mengukur ketimpangan pendapatan nasional dengan menggunakan konsep pengukuran yang sama, hanya saja dilakukan pengukuran untuk tahun 1984-1993. Hasilnya menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ketimpangan pendapatan selama periode analisis. Tadjoedin, et al, (2001) melakukan penelitian untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan nasional untuk tahun 1993-1998. Ketimpangan
dihitung
dengan
menggunakan
PDRB
perkapita
menurut
kabupaten/kota yang ada di Indonesia berdasarkan harga konstan 1993. Hasil yang diperoleh menunjukkan tingkat ketimpangan semakin meningkat. Sjafrizal (2000) dalam Tambunan (2003), menganalisis ketimpangan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan memakai PDRB tahun 1971-1998. Dengan menggunakan formulasi yang sama, hasil yang diperoleh menunjukkan adanya tendensi peningkatan ketimpangan ekonomi antar propinsi di Indonesia sejak awal 1970-an. Hendra (2004) melakukan penelitian tentang peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah di Propinsi Lampung. Dengan menggunakan Indeks Williamson, Hendra menganalisis ketimpangan daerah Lampung pada tahun 1995-2001. Untuk melihat peranan sektor pertanian, dia membandingkan besarnya ketimpangan pendapatan daerah dengan dan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ketimpangan semakin meningkat jika sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan. Hendra juga melakukan analisis korelasi, sehingga didapat hubungan negatif yang kuat antara kontribusi pertanian dan Indeks
31
Ketimpangan, yang berarti peningkatan produktivitas pertanian akan menurunkan ketimpangan pendapatan yang terjadi.
Tabel 2.3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Daerah di Propinsi Lampung Tahun 1995-2001 CVw Tahun
Tanpa PDRBSektor Pertanian
1995 0,8373 1996 0,8380 1997 0,8391 1998 0,8369 1999 0,7951 2000 0,7793 2001 0,7680 Sumber: Hendra (2004)
Dengan PDRB Sektor Pertanian 0,4404 0,4499 0,4846 0,4426 0,4207 0,4160 0,4068
Persentase Penurunan Ketimpangan Pendapatan Daerah (%) 47,4 46,3 42,2 47,1 47,1 46,6 47,0
Nugroho (2004) melakukan penelitian dengan judul “Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa Barat”. Dengan menggunakan alat analisis Indeks Williamson, ternyata pertumbuhan ekonomi daerah yang memiliki wilayah pesisir di bagian selatan Jawa Barat sebagian besar digerakkan oleh basis pertanian. Sebelum krisis, antara tahun 1993-1996 rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah yang memiliki wilayah pesisir selatan Jawa Barat sebesar 6,93 persen, bagian utara Jawa Barat selama krisis 1997-2000 pertumbuhannya lebih lambat yaitu -1,38 persen dibandingkan bagian barat Jawa Barat yaitu -0,35 persen. Hal ini menunjukkan perekonomian yang berbasis pertanian lebih tahan menghadapi krisis. Ketimpangan Pembangunan antar kecamatan tertinggi terdapat di Kabupaten Ciamis yaitu 1,54. Sementara
32
ketimpangan pembangunan antar kecamatan di Kabupaten Garut, Subang, dan Karawang relatif sama yaitu 1,00. Ditemukan bahwa ketimpangan pembangunan sebagian besar berasal dari kecamatan-kecamatan non pesisir. Kristiyanti
(2007)
menganalisis
sektor
basis
perekonomian
dan
peranannya dalam mengurangi ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di propinsi Jawa Timur pada tahun 2001-2005. Berdasarkan perhitungan, sektor pertanian merupakan salah satu sektor basis Propinsi Jawa Timur pada tahun 2004-2005. Ketimpangan pendapatan di propinsi Jawa Timur termasuk dalam kategori ketimpangan yang sangat tinggi karena menunjukkan angka Indeks Williamson yang lebih besar dari satu, besar nilai ketimpangan pada periode 2001-2005 berturut-turut yaitu: 1,1150; 1,1008; 1,1015; 1,1104; dan 1,0915. Hal ini mengindikasikan upaya pemerintah Jawa Timur untuk menciptakan pemerataan belum optimal. Sektor basis yang memiliki peranan terbesar dalam mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Propinsi Jawa Timur adalah sektor pertanian dengan rata-rata sebesar 19 persen. Sektor Industri pengolahan dan sektor perdagangan justru memberikan dampak negatif bagi ketimpangan dan menyebabkan kenaikan tingkat ketimpangan rata-rata sebesar 45 persen selama periode analisis. Fitria (2006), menganalisis tentang kesenjangan antar kabupaten/kota di pulau Jawa pada periode 1993-2004. Dengan menggunakan Indeks Williamson, diperoleh bahwa kesenjangan (ketimpangan) sebelum krisis selama periode 19931998 memburuk. Pada tahun 1993 kesenjangan antar kabupaten kota sebesar 0,991 sedangkan pada tahun 1998 menjadi 0,9924. Akan tetapi setelah krisis
33
keenjangan membaik, tahun 2004 kesenjangan kembali menyentuh angka 0,991. Tingkat konvergensi antar kabupaten/kota di pulau Jawa selama periode 19932004 tidak terjadi. Dengan menganggap pendidikan pendidikan mempengaruhi konvergensi pendapatan, maka tingkat konvergensi antar kabupaten/kota di pulau Jawa selama periode 1993-2004 tidak terjadi dan tidak signifikan. Soetopo (2009) menganalisis ketimpangan pendapatan yang terjadi antar pulau di Indonesia pada periode 1996-2006. Dengan menggunakan Indeks Williamson, enam pulau tergolong dalam taraf ketimpangan yang rendah dengan nilai Indeks Ketimpangan antara 0,210 sampai 0,261. Untuk ketimpangan yang terjadi di dalam setiap pulau yang terdiri dari propinsi-propinsi yang berada pada taraf ketimpangan yang tinggi untuk Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Maluku dan Irian yaitu antara 0,521 - 0,966, pada Pulau Sulawesi taraf ketimpangannya relatif rendah yaitu antara 0,050 - 0,109, sedangkan untuk pulau Bali taraf ketimpangannya sedang yaitu antara 0,379 - 0,498. Penelitian-penelitian sebelumnya sudah menghitung Indeks ketimpangan Indonesia antar pulau, Indeks ketimpangan Indonesia antara KBI dan KTI, Indeks Ketimpangan propinsi Jawa Timur, serta Indeks Ketimpangan propinsi Lampung. Belum ada penelitian yang meneliti Indeks Ketimpangan di Pemerintah Aceh pada periode 2000-2007. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini mengambil judul “Peranan Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Pemerintah Aceh”.
34
2.5.
Kerangka Pemikiran Tingkat keberhasilan suatu negara dapat dilihat dari seberapa besar tingkat
pertumbuhan ekonominya. Penerapan strategi pembangunan nasional yang hanya memfokuskan pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata menimbulkan masalah pemerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Ketimpangan itu sendiri penyebabnya adalah pada awal pertumbuhan negaranegara yang sedang berkembang selalu dipusatkan pada peningkatan sektor modern yang cenderung sedikit dalam menyerap tenaga kerja. Sektor tradisional (pertanian) yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar selama ini seolah-olah terlupakan, sehingga sektor modern lebih cepat berkembang. Peningkatan yang cepat pada sektor modern menyebabkan kesenjangan antara sektor modern dan sektor tradisional sehingga menimbulkan ketimpangan pendapatan. Untuk menanggulangi hal diatas perlu adanya strategi baru bagi pemerintah agar berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Pada awal masa pemerintahan orde baru, pembangunan ekonomi dipusatkan hanya pada Pulau Jawa, dan hanya pada sektor-sektor tertentu saja dengan harapan akan terjadi efek penetesan kebawah (trickle down effect), sehingga sektor-sektor lainnya akan ikut meningkat. Akan tetapi efek penetesan kebawah yang diharapkan tidak terjadi, bahkan timbul masalah baru. Pemusatan pembangunan ekonomi berakibat pada terjadinya ketimpangan pendapatan. Pemerintah sebaiknya melakukan pembangunan secara lebih merata.
35
Kemiskinan di derah Pemerintah Aceh yang cukup tinggi, tapi memiliki PDRB perkapita yang besar, sehingga memperkuat anggapan bahwa telah terjadi ketimpangan. Sektor pertanian menjadi sektor unggulan di daerah Pemerintah Aceh. Sumbangan sektor pertanian tergolong cukup besar. Sektor pertanian yang merupakan mata pencaharian masyarakat Aceh yang sebahagian besar tergolong menengah kebawah diharapkan dapat mengurangi masalah ketimpangan pendapatan antar daerah di Pemerintah Aceh. Dengan berkembangnya sektor pertanian akan mampu mendorong berkembangnya sektor perekonomian yang lain sehinggga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Peningkatan produktivitas di sektor pertanian akan meningkatkan pendapatan masyarakat menengah kebawah yang bekerja pada sektor pertanian. Peningkatan pendapatan ini akan meningkatkan taraf hidup masyarakat pada sektor pertanian yang jumlahnya cukup besar. Semakin banyak masyarakat yang tertarik pada sektor pertanian, semakin berkembang sektor pertanian, sehingga “range” PDRB perkapita antar daerah yang didominasi oleh sektor pertanian dan daerah yang di dominasi oleh sektor non pertanian semakin sempit. Pada akhirnya ketimpangan pendapatan daerah semakin kecil.
36
Pembangunan Pemerintah Aceh
Peranan Sektor Pertanian
Ketimpangan
Indeks Williamsons
Indeks Ketimpangan dengan mengikutserta kan PDRB sektor pertanian
Pertumbuhan dan Ketimpangan
Dinamika Ketimpangan
Indeks Ketimpangan tanpa mengikutserta kan PDRB sektor pertanian
Analisis Korelasi
Hubungan antara PDRB sektor pertanian dan PDRB per kapita
Uji beda statistik
Implikasi Kebijakan
keterangan
= alur penelitian = ruang lingkup analisis penelitian
Gambar 2.2. Kerangka pemikiran
Hubungan antara Indeks Ketimpangan dan PDRB sektor pertanian
37
2.6.
Hipotesis Untuk memberi arahan dalam melakukan analisis data, dikemukakan
hipotesis berikut: 1.
Sektor Pertanian memberikan kontribusi paling besar terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi daerah Pemerintah Aceh dibanding dengan sektor-sektor lainnya.
2.
Sebagaimana terjadi di tingkat nasional ketimpangan pendapatan juga terjadi di daerah Pemerintah Aceh.
3.
Sektor Pertanian mempunyai peranan yang besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah Pemerintah Aceh.
4.
Dinamika ketimpangan pendapatan yang semakin menurun di Pemerintah Aceh.
5.
Ada korelasi negatif antara kontribusi sektor pertanian dengan Indeks ketimpangan.
6.
Ada korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan PDRB sektor pertanian.
38
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber data Jenis yang dipergunakan dalam penalitian ini adalah data sekunder. Data
yang diperlukan meliputi: (1) PDRB sektoral masing-masing kabupaten/kota yang ada di daerah Pemerintah Aceh berdasarkan harga konstan, (2) jumlah penduduk menurut kabupaten/kota, (3) persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan pekerjaaan (4) propinsi Nangroe Aceh Darussalam dalam angka, serta (5) berbagai macam data sekunder lainnya. Sumber tersebut diperoleh dari: (1) Badan Pusat Statistik Pusat, (2) Badan Pusat Statistik Pemerintah Aceh, (3) Dinas Pertanian Pemerintah Aceh, dan (4) dari publikasi beberapa hasil penelitian terdahulu. Periode analisis dalam penelitian ini adalah antara tahun 2000 sampai 2007. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel 2007, dan Minitab 14.
3.2.
Metode Analisis Dalam menganalisis peranan pertanian dalam mengurangi ketimpangan
pendapatan antar daerah di Pemerintah Aceh, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Tahapan-tahapan itu mencakup analisis sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB, penyerapan tenaga kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh; analisis ketimpangan pendapatan antar daerah di daerah Pemerintah Aceh; dan analisis peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi Pemerintah Aceh.
39
3.2.1. Analisis Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh Untuk menghitung sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB digunakan rumus:
pit =
............................................................................ (3.1)
Dimana: pit
= Besarnya kontribusi sektor pertanian pada tahun ke-t (%)
Sit
= PDRB sektor pertanian pada tahun ke-t (rupiah)
Tt
= Total PDRB pada tahun-t (rupiah)
Kemudian dihitung besarnya pertumbuhan sektor pertanian yang dicapai selama jangka waktu tertentu dengan menggunakan rumus :
Git =
.............................................................. (3.2)
Dimana : Git
= Pertumbuhan sektor pertanian pada tahun ke-t (%)
Pit
= Besarnya PDRB sektor pertanian pada tahun ke-t (rupiah)
Pit-1
= Besarnya PDRB sektor pertanian pada tahun ke-t-1 (rupiah)
40
3.2.2. Analisis Ketimpangan Pendapatan Pengukuran ketimpangan pendapatan antar daerah di Pemerintah Aceh dapat dilakukan dengan metode Indeks Williamsons (CVw) dengan rumus (Tambunan, 2003):
=
…………………………………….… (3.3)
Dimana: CVw
= Indeks ketimpangan daerah Williamson
fi
= Jumlah penduduk di daerah ke-i (jiwa)
n
= Penduduk total (jiwa) = PDRB perkapita atas dasar harga konstan di daerah ke-i (rupiah) = PDRB perkapita atas dasar harga konstan untuk propinsi (rupiah)
3.2.3. Analisis Peranan Sektor Pertanian terhadap Ketimpangan Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh Untuk melihat peranan sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan daerah dilakukan dengan cara menghitung ketimpangan pendapatan daerah tanpa memasukkan nilai PDRB sektor pertanian dalam perhitungan tersebut. Kemudian dibandingkan dengan besarnya tingkat ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian. Apabila setelah PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari perhitungan ketimpangan semakin besar, maka artinya sektor pertanian berperan dalam mengurangi tingkat ketimpangan yang terjadi.
41
Untuk melihat signifikansi perbedaan antara besarnya tingkat ketimpangan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian (CVwp) dan besarnya tingkat ketimpangan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian (CVwnp) dalam perhitungan, maka dilakukan uji dua nilai tengah berpasangan. Hipotesisnya: Ho :
= d0 (tidak ada perbedaan antara CVwnp dan CVwp)
H1 :
> d0 (CVwnp > CVwp)
Dimana: :
CVwnp-CVwp (Indeks Ketimpangan tanpa mengikutsertakan sektor pertanian dikurangi Indeks Ketimpangan seluruh sektor)
d0 : 0 Statistik uji yang digunakan diformulasikan sebagai berikut (Walpole, 1972): thit =
………………………………………………………………(3.4)
Dimana: adalah rata-rata dari Sd adalah standar deviasi, dengan formula: Sd =
………………………………………………………………(3.5)
Dimana: di -
= Selisih ke-i = Rata-rata dari selisih
n
= Banyaknya jumlah data (n-tahun)
42
Keputusan yang diambil adalah: thit =
, maka H0 diterima (tidak ada perbedaan antara CVwnp dan CVwp)
thit >
, maka H0 ditolak (CVwnp > CVwp) Keputusan yang diharapkan adalah tolak H0 yang berarti Indeks
Ketimpangan tanpa memasukkan PDRB sektor pertanian (CVwnp) nilainya lebih besar dari pada Indeks ketimpangan memasukkan PDRB sektor pertanian (CVwp) pada tingkat kepercayaan (1-α) persen. Untuk melihat hubungan linier antara variabel yang dianalisis (PDRB perkapita, sumbangan pertanian, dan Indeks Ketimpangan) digunakan koefisien korelasi. Walpole (1982) merumuskan analisis korelasi dengan formula:
r=
…………………… (3.6)
-1 Dimana: r
= Koefisien korelasi
n
= Banyaknya jumlah data (n-tahun) Dalam penelitian ini diakukan dua uji analisis korelasi. Untuk melihat
peran sektor pertanian terhadap ketimpangan, dilakukan analisis korelasi antara PDRB sektor pertanian dengan Indeks Ketimpangan, dimana: x
= PDRB sektor pertanian (rupiah)
y
= Indeks Ketimpangan
43
Analisis korelasi selanjutnya untuk melihat kontribusi pangsa pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi. Dilakukan analisis korelasi antara kontribusi pangsa pertanian dengan PDRB per kapita, dimana: x
= PDRB sektor pertanian (rupiah)
y
= PDRB per kapita (rupiah) Jika r semakin mendekati angka 1 atau -1 maka korelasi yang terjadi akan
semakin kuat baik positif maupun negatif. Sebaliknya jika semakin mendekati 0, korelasi yang terjadi semakin lemah.
44
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PEMERINTAH ACEH
4.1.
Letak Geografis dan Batas Wilayah Daerah Pemerintah Aceh terletak di kawasan paling ujung dari bagian
utara Pulau Sumatera ini memiliki luas areal 58.357,63 km2. Letak geografis Pemerintah Aceh terletak antara 2o-6o Lintang Utara dan 95o-98o Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas permukaan laut. Propinsi paling barat Indonesia ini dibatasi oleh (BPS 2008): 1. Selat Malaka di sebelah Utara dan Timur 2. Propinsi Sumatera Utara di sebelah Selatan 3. Samudera Indonesia di sebelah Barat Letak geografis Pemerintah Aceh dikelilingi oleh perairan, satu-satunya hubungan darat hanyalah dengan Propinsi Sumatera Utara sehingga membuat propinsi ini memiliki ketergantungan yang kuat dengan Propinsi Sumatera Utara.
4.2.
Wilayah Administrasi Semula propinsi ini bernama Daerah Istimewa Aceh, namun sejak tanggal
9 Agustus 2001 diubah menjadi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, daerah ini berganti nama lagi menjadi Aceh sejak keluar Peraturan Gubernur 7 April 2009, dan yang terakhir diubah lagi menjadi Pemerintah Aceh. Pemerintah Aceh merupakan salah satu dari 33 propinsi yang ada di Indonesia memang memiliki keunikan dan keistimewaan. Propinsi yang lahir pada tanggal 26 Mei 1959 ini memiliki tiga keistimewaan, yaitu istimewa dalam hal pendidikan, adat, dan agama (BPS,2008).
45
Secara administratif Pemerintah Aceh kini terdiri dari 5 Kota dan 18 Kabupaten, dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Kabupaten/Kota di Daerah Pemerintah Aceh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Kabupaten/Kota Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireun Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Luwes Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya
Ibukota Sinabang Singkil Tapak Tuan Kutacane Langsa Takengon Meulaboh Kota Jantho Sigli Bireun Lhokseumawe Blangpidie Blangkejeren Kuala Simpang Jeuram Calang Simpang Tiga Radelong Meureudu Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam
Bener Meriah Pidie Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe Subulussalam Jumlah/Total Sumber: BPS Pemerintah Aceh, 2007
Luas Wilayah(km2) 2.051,84 2.597,00 3.851,96 4.189,26 6.040,60 4.315,14 2.927,95 2.969,00 2.856,52 1.901,22 2.336,86 2.334,01 5.719,57 1.939,72 3.928,00 3.817,00 1.457,34 574,44 61,36 153,00 262,41 181,06 1.011,00 58.375,63
Sampai saat ini Pemerintah Aceh dengan ibukota Banda Aceh ini telah mengalami beberapa kali pemekaran, dari 10 Kabupaten/Kota pada tahun 2000 berkembang menjadi 20 Kabupaten/Kota pada bulan Mei 2003. Pada saat itu
46
Kabupaten/Kota yang dilakukan pemekaran yaitu: Aceh Barat Daya (pemekaran dari Aceh Selatan), Gayo Luwes (pemekaran dari Aceh Tenggara), Aceh Tamiang dan Kota Langsa (pemekaran dari Aceh Timur), Nagan Raya dan Aceh Jaya (pemekaran dari Aceh Barat) serta Kota Lhokseumawe (pemekaran dari Aceh Utara). Kemudian pada akhir tahun 2003 bertambah menjadi 21 Kabupaten/Kota dengan Kabupaten baru tersebut adalah Kabupaten Bener Meriah yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Tengah. Pada tahun 2007, berkembang lagi menjadi 23 Kabupaten/Kota dengan munculnya Kabupaten Pidie Jaya (pemekaran dari Kabupaten Pidie) dan Kota Subulussalam merupakan pemekaran dari Aceh Singkil.
4.3.
Kependudukan Jumlah penduduk di Pemerintah Aceh berdasarkan hasil proyeksi tahun
2007 sebanyak 4.223.833 jiwa, yang terdiri dari 2.101.415 laki-laki dan 2.122.148 perempuan, sedangkan jumlah penduduk pada saat Sensus Penduduk pada tahun 1980, 1990, 2000, 2005 masing-masing sebesar 2.610.528, 3.415.875, 4.073.006, dan 4.031.589 orang. Tidak terlihat perubahan yang signifikan pada distribusi penduduk di masing-masing kabupaten/kota di Pemerintah Aceh. Sebanyak 12,09 persen penduduk Pemerintah Aceh berdomisili di Aceh Utara yaitu 510.494 jiwa, 8,84 persen berdomisili di Kabupaten Pidie atau tepatnya 373.234 jiwa. Sisanya tersebar di seluruh Pemerintah Aceh.
47
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Pemerintah Aceh Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2007 Jumlah Kepadatan Penduduk Penduduk (Jiwa) (Jiwa/km2) 1 Simeulue 81.127 39 2 Aceh Singkil 94.961 37 3 Aceh Selatan 209.853 54 4 Aceh Tenggara 174.371 42 5 Aceh Timur 313.333 52 6 Aceh Tengah 170.766 39 7 Aceh Barat 152.557 52 8 Aceh Besar 307.362 104 9 Pidie 373,234 131 10 Bireun 355.989 187 11 Aceh Utara 510.494 158 12 Aceh Barat Daya 121.302 52 13 Gayo Luwes 74.312 13 14 Aceh Tamiang 239.451 123 15 Nagan Raya 124.141 31 16 Aceh Jaya 70.673 18 17 Bener Meriah 111.04 76 18 Pidie Jaya 128.446 224 19 Banda Aceh 219.659 3.582 20 Sabang 29.144 195 21 Langsa 140.005 531 22 Lhokseumawe 158.169 872 23 Subulussalam 63.444 64 4.223.833 72 Pemerintah Aceh Sumber: BPS Pemerintah Aceh, 2007 No
Kabupaten/Kota
Daerah di Pemerintah Aceh yang memiliki jumlah populasi terkecil adalah Kota Sabang, daerah ini hanya memiliki penduduk 29.144 jiwa sedikitnya 0,69 persen dari populasi total Pemerintah Aceh. Kota yang di era 80-an terkenal
48
dengan pelabuhan bebasnya ini ternyata belum mampu menarik penduduk untuk pindah ke daerah kepulauan itu. Kepadatan penduduk di Pemerintah Aceh mencapai 72 orang/km2. Kepadatan penduduk antar daerah dimasing-masing daerah tingkat II sangat bervariasi. Daerah terpadat adalah Kota Banda Aceh, ibukota Propinsi Pemerintah Aceh ini rata-rata per kilometer wilayahnya dihuni oleh sekitar 3.582 jiwa. Lalu Kota Lhokseumawe, Kota Langsa, dan Kabupaten Pidie Jaya masing-masing sebesar 872 jiwa/km2, 531 jiwa/km2, dan 224 jiwa/km2. Sedangkan daerah yang paling jarang penduduknya adalah Kabupaten Gayo Luwes yaitu hanya 13 jiwa/km2. Perincian mengenai jumlah penduduk Pemerintah Aceh menurut Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Tabel 4.2.
4.4.
Ketenagakerjaan Di daerah Pemerintah Aceh, terdapat tiga masalah ketenaga kerjaan yang
menjadi perhatian pemerintah adalah perluasan lapangan kerja, peningkatan kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, serta perlindungan tenaga kerja. Kondisi keamanan dan kenyamanan berusaha serta kemampuan daya beli masyarakat yang tinggi akan memperluas usaha, dengan sendirinya akan memperluas lapangan pekerjaan sehingga pengangguran berkurang. Penduduk yang berpendidikan dan terampil juga akan meningkatkan kualitas tenaga kerja. Pada Tabel 1.3. terlihat bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang dominan dalam perekonomian, dan secara nyata mampu menyerap tenaga kerja yang besar. Tidak hanya pada tahun 2006, pada
49
tahun berikutnya sektor pertanian juga masih merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dengan persentase sebesar 49,68 persen, disusul oleh sektor jasa-jasa sebesar 16,41 persen, dan sektor perdagangan sebesar 15,82 persen. Hendaknya pihak-pihak terkait dan yang peduli terhadap masalah ketenagakerjaan melakukan sosialisasi pada penduduk terutama yang akan memasuki usia kerja tentang ketenaga kerjaan. Tampaknya perlu sosialisasi yang intens kepada masyrakat bahwa bekerja bukan hanya mencari pekerjaan dan menjadi karyawan atau buruh pada orang lain atau lembaga, tetapi juga berusaha sendiri dan menciptakan lapangan kerja bagi orang lain.
4.5.
Struktur Perekonomian Perekonomian Pemerintah Aceh didominasi oleh tiga sektor kegiatan
ekonomi yakni sektor pertambangan dan penggalian, sektor pertanian, dan sektor industri pengolahan. Sektor pertambangan dan penggalian menjadi penyumbang terbesar bagi perekonomian Pemerintah Aceh, sektor ini menyumbang rata-rata 29,74 persen per tahun terhadap PDRB Pemerintah Aceh. Pada tahun 2003 sektor ini menyumbang 38,25 persen terhadap PDRB Pemerintah Aceh. Sektor ini mampu membawa Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara memiliki pendapatan per kapita yang tinggi yaitu berkisar antara 4-6 kali lipat daerah lainnya. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbang pendapatan terbesar kedua dalam pembentukan PDRB Pemerintah Aceh setelah sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertanian menyumbang rata-rata 20,97 persen per tahun
50
terhadap pembentukan PDRB daerah selama kurun waktu 2000-2007 (Tabel 4.3). Penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Pemerintah Aceh adalah sektor industri pengolahan yaitu rata-rata sebesar 16,50 persen disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa pada urutan keempat dan kelima yaitu berturut-turut rata-rata sebesar 13,47 persen dan 9,38 persen. Tabel 4.3. Distribusi PDRB Pemerintah Aceh Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2000-2007 (%) Sektor Pertanian Pertambanga n dan Penggalian Industri pengolahan Listrik, gas dan air Bersih Konstruksi Perdagangan , hotel dan restoran Pengangkuta n dan Komunikasi Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
Tahun (%) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 20,7 23,5 19,1 18,7 19,9 21,3 21,3 22,9 7 3 4 3 9 7 6 3
Rata -rata 20,9 7
34,0 7 18,1 1
27,0 8 18,7 6
36,8 0 17,8 2
38,2 5 17,1 4
30,3 8 18,3 5
26,1 5 15,8 6
25,0 9 13,5 6
20,1 0 12,4 6
29,7 4 16,5 0
0,12
0,14
0,11
0,12
0,15
0,16
0,18
0,23
0,15
4,87
4,03
3,72
3,55
3,75
3,50
5,11
5,96
4,31
11,9 5
14,6 6
12,2 1
11,8 3
12,0 5
14,2 9
15,1 2
15,7 2
13,4 7
3,71
4,40
3,71
3,67
3,76
4,78
5,22
5,93
4,39
0,65
0,77
0,78
0,97
1,21
1,22
1,34
1,45
1,04
10,3 12,6 5,75 6,63 5,70 5,74 Jasa-jasa 8 6 Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh, 2008
13,0 2
15,2 2
9,38
51
4.6.
Pertanian di Pemerintah Aceh Kontribusi yang cukup besar dalam PDRB dan dalam penyerapan tenaga
kerja, menjadikan sektor pertanian sebagai sektor utama bagi perekonomian Pemerintah Aceh. Pada tahun 2008, sumbangan terbesar dari pertanian tanaman bahan makanan sebesar 11 persen terutama tanaman padi (Aceh dalam Angka 2009). Berdasarkan luas lahan budidaya, sektor pertanian didominasi oleh subsektor perkebunan ketimbang subsektor tanaman pangan. Total luas lahan perkebunan mencapai 1.103.803 ha sedangkan luas lahan persawahan hanya sebesar 390.366 ha (Aceh dalam Angka 2006). Namun demikian, berdasar sumbangan terhadap PDRB sektor pertanian, maka yang terjadi adalah sebaliknya didominasi oleh subsektor tanaman pangan sebesar 41 persen, disusul oleh subsektor perkebunan 19 persen, peternakan 17 persen, perikanan 16 persen dan Kelautan-perikanan 7 persen.
PDRB sektor pertanian per kabupaten/kota di Pemerintah Aceh menunjukkan bahwa kinerja pertanian tumbuh pesat pada kabupaten/kota di kawasan pesisir utara Pemerintah Aceh, mulai dari Aceh Besar, Pidie, Bireuen hingga Aceh Tamiang di perbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara. Bencana tsunami 26 Desember 2004 telah menyebabkan kerusakan lahan sawah seluas 20.000 ha, jika dihitung kerusakan lahan sawah, kebun dan ladang maka kerusakan mencapai lebih dari 88.000 ha. Sedikit banyak hal ini mempengaruhi kinerja sektor pertanian secara keseluruhan.
52
Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian di Pemerintah Aceh selama periode tahun 2000-2007 rata-rata sebesar 1,52 persen. Pada subsektor tanaman pangan pertumbuhan sempat mengalami penurunan sebesar -3,34 persen pada tahun 2005, hal ini juga disebabkan oleh bencana tsunami 26 Desember 2004. Tidak hanya pada subsektor tanaman pangan, penurunan pertumbuhan juga terjadi pada subsektor perikanan. Banyaknya kapal nelayan yang rusak ditambah dengan banyaknya fasilitas budidaya air tawar yang hancur pada saat musibah tsunami menyebabkan pertumbuhan sektor perikanan hanya sebesar -5,55 persen pada tahun tersebut. Pertumbuhan ekonomi sektor peternakan pada tahun 2005 sebesar -8,32 persen sedangkan subsektor perkebunan turun menjadi 5,23 persen, hanya pertumbuhan ekonomi subsektor kehutanan yang mengalami peningkatan dari -24,52 menjadi -14,49 persen. Akan tetapi, pada tahun berikutnya pertumbuhan ekonomi sektor pertanian pada seluruh subsektor mengalami pertumbuhan yang positif (BPS 2007).
Pertanian Pemerintah Aceh pada subsektor tanaman pangan mendominasi hampir pada seluruh kabupaten/kota. Pada tahun 2006 produksi padi, sawah, dan ladang terbesar terdapat pada kabupaten Aceh Utara yaitu sebesar 201.444 ton disusul kabupaten Pidie sebesar 196.632 ton dan kabupaten Aceh Timur sebesar 148.989 ton. Kabupaten Aceh Timur merupakan sentra produksi jagung terbesar di Pemerintah Aceh, kabupaten ini mampu memproduksi jagung 74.520 ton pada tahun 2006 dan 89.571 ton pada tahun berikutnya. Sebesar 12.795 ton kedelai pada tahun 2006 dihasilkan oleh kabupaten Bireun, pada tahun berikutnya turun menjadi 10.767 ton. Produksi kacang tanah terbesar terdapat pada kabupaten Aceh
53
Barat, mampu menghasilkan 1.809 ton pada tahun 2006 dan 2.172 ton pada tahun 2007. Pada komoditi ubi kayu, kabupaten Pidie mampu menghasilkan 6.645 ton pada tahun 2006, pada tahun berikutnya giliran kabupaten Bireun yang mampu menghasilkan 5.271 ton (Lampiran 1 dan 2).
Pada subsektor perkebunan, kabupaten Aceh Utara masih mendominasi komoditi kelapa sawit disusul oleh kabupaten Aceh Singkil dan Aceh Tamiang. Sentra produksi karet terletak di kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Aceh Barat. Sedangkan coklat paling banyak dihasilkan pada tahun 2006 oleh kabupaten Aceh Tenggara 4.578 ton ditahun berikutnya dihasilkan oleh kabupaten Pidie sebesar 3.941 ton. Sentra produksi kopi terletak di kabupaten Aceh Tengah, daerah yang terkenal dengan “Kopi Gayo ” tersebut mampu menghasilkan bubuk kopi sebesar 22.757 ton pada tahun 2006 dan 22.754 ton pada tahun 2007. Sentra Produksi Nilam terletak di Kabupaten Gayo Luwes dan Pinang pada kabupaten Aceh Utara (Lampiran 3 dan 4).
Pada subsektor peternakan di Pemerintah Aceh, kabupaten Aceh Pidie masih merupakan daerah yang memiliki populasi kerbau dan kambing terbanyak di Pemerintah Aceh. Populasi domba terbanyak terletak di kabupaten Aceh Besar sedangkan sapi di Aceh Utara dan kuda di Aceh Tengah. Pada tahun 2006 daerah Pemerintah Aceh belum memiliki peternakan sapi perah, akan tetapi ditahun 2007 kabupaten Aceh Besar sudah memiliki peternakan sapi perah dengan jumlah ternak sebanyak 28 ekor (Lampiran 5 dan 6).
54
Produksi perikanan laut terbanyak terletak pada kabupaten Bireun, pada tahun 2006 sebanyak 17.061 ton dan pada tahun berikutnya sebanyak 14.634 ton. Pada tahun 2006, produksi perikanan darat terbesar terletak pada kabupaten Aceh Tenggara sebesar 7.981 ton diikuti oleh kabupaten Aceh Tamiang yaitu sebesar 5.477 ton. Pada tahun 2007 produksi perikanan kabupaten Aceh Timur meningkat drastis menjadi 10.296 ton (Lampiran 7 dan 8). Setelah pemaparan di atas tentang sentra produksi subsektor-subsektor pertanian di Pemerintah Aceh, diharapkan agar implikasi kebijakan di Pemerintah Aceh menjadi lebih baik dan tepat sasaran.
4.7.
Potensi Ekonomi Secara umum kegiatan ekonomi Pemerintah Aceh dibagi menjadi
Sembilan sektor, yaitu: 1. Sektor Pertanian, yang terdiri dari: a. Subsektor tanaman pangan; pembangunan pada subsektor ini diarahkan pada peningkatan produksi tanaman padi dan palawija dalam rangka mempertahankan swasembada pangan. b. Subsektor tanaman perkebunan; pengembangan pada subsektor ini diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi tanaman perkebunan terutama yang mudah dipasarkan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan petani dan devisa negara dari hasil ekspor. c. Subsektor peternakan dan hasilnya; pembangunan pada subsektor ini diarahkan pada peningkatan produksi daging, telur, dan susu untuk memenuhi gizi masyarakat.
55
d. Subsektor kehutanan; kegiatan yang dilakukan meliputi pembangunan kayu, pengambilan hasil-hasil hutan dan perburuan binatang liar. e. Subsektor perikanan; pembangunan pada subsektor ini diarahkan untuk peningkatan produksi dalam upaya pemenuhan gizi masyarakat. 2. Sektor Pertambangan dan Galian a. Subsektor tanpa migas, meliputi pengambilan dan persiapan pengolahan lanjutan benda padat, baik dibawah maupun pada permukaan bumi serta seluruh kegiatan lainnya yang bertujuan memanfaatkan biji logam dan hasil tambang lainnya. b. Subsektor penggalian, mencakup penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian batu-batuan, pasir besi, biji besi, biji perak serta komoditas barang tambang lainnya selain kegiatan yang tercakup yaitu penggalian batu-batuan, pasir, tanah, batu gunung, batu kali, batu kapur, batu koral, kerikil, dan batu marmer. 3. Sektor Industri Pengolahan Pembangunan pada bidang ini terutama diarahkan untuk industri pengolahan hasil pertanian, pemanfaatan limbah pertanian, industri rumah tangga, baik di pedesaan maupun di perkotaan. penekanan pembangunan pada industri selain untuk meningkatkan produksi tapi juga untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan diharapkan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. 4. Sektor Listrik, Gas, dan Air minum, terdiri dari:
56
a. Subsektor listrik; meliputi pembangunan dan penyaluran tenaga listrik yang diselenggarakan oleh PLN maupun non PLN. Yang dimaksud non PLN adalah perusahaan listrik yang dilakukan oleh perusahaan swasta atau perorangan. b. Subsektor air minum; kegiatan ini meliputi proses pembersihan, pemurnian, dan proses kimia lain untuk menghasilkan air minum termasuk penyaluran melalui pipa baik pada rumah tangga, instansi pemerintah maupun swasta. 5. Sektor Bangunan Kegiatan ini meliputi usaha pembangunan atau pembuatan, perluasan, pemasangan, perbaikan berat dan ringan, perombakan bangunan tempat tinggal, jalan, jembatan, bendugan, jaringan listrik, telekomunikasi, dan konstruksi. 6. Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, yang terdiri dari: a. Subsektor perdagangan besar dan eceran; subsektor perdagangan memainkan peranan penting dalam perekonomian Pemerintah Aceh, karena
mendorong
pertumbuhan
dan
perkembangan
produksi.
Perdagangan mampu menjamin kelancaran pemasaran dan pembelian jasa dari konsumen ke produsen. b. Subsektor perhotelan, kegiatan ini meliputi penyediaan akomodasi yang menggunakan sebahagian atau keseluruhan bangunan berupa tempat penginapan, baik yang terbuka untuk umum atau hanya sebahagian anggota kelompok organisasi tertentu. Termasuk pula aktivitas penyediaan
57
makanan dan minuman serta penyediaan fasilitas lainnya bagi para tamu penginapan, yang seluruh kegiatan tersebut berada dalam suatu kesatuan manajemen penginapan. c. Subsektor restoran; kegiatan ini mencakup usaha penjualan untuk penyediaan makanan atau minuman, yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan, disuatau tempat tersendiri ataupun dijajakan. 7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi, yang terdiri dari; a. Subsektor angkutan darat, meliputi angkutan jalan raya jasa penunjang angkatan darat seperti parkir dan terminal. Akan tetapi yang termasuk dalam hitungan hanya terbatas pada segala jenis angkutan jalan raya seperti angkutan bus, truk, becak dan angkot. b. Subsektor angkutan laut, meliputi kegiatan pelayanan angkutan, pelayanan samudera, perairan pantai, sungai, dan jasa penumpang angkutan laut. Namun, yang termasuk dalam hitungan hanya terbatas angkutan perairan pantai saja. c. Subsektor komunikasi, meliputi kegiatan jasa komunikasi untuk umum seperti pengiriman surat, paket dan wesel yang diusahakan oleh Perum Pos dan Giro, pengiriman berita dengan menggunakan telepon, telex, dan telegram yang diusahakan oleh Perum Telekomunikasi. 8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, yang terdiri dari: a. Subsektor keuangan (bank), kegiatan ini meliputi jasa pelayanan dibidang keuangan kepada pihak lain, seperti menerima simpanan dalam bentuk giro dan tabungan, member pinjaman, mengirim uang, memindahkan
58
rekening koran, membeli atau menjual surat-surat berharga, dan member jaminan bank. b. Subsektor keuangan non bank, meliputi pelayanan asurnsi baik jiwa ataupun bukan jiwa seperti asuransi kebakaran, kecelakaan kerusakan dan sebagainya. Termasuk juga agen per asuransian, unit penyaluran dana pensiun dan sebagainya. c. Subsektor persewaan dan jasa perusahaan, meliputi kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain seperti jasa hukum, jasa angkutan, jasa periklanan, jasa penyewaan mesin dan peralatan, jasa bangunan dan jasa arsitek. Tetapi yang termasuk dalam perhitungan terbatas pada jasa hukum (advokat/pengacara), notaris dan jasa konsultan. 9. Sektor Jasa, terdiri dari: a. Pemerintah umum, meliputi jasa pelayanan sosial seperti rumah sakit umum dan panti asuhan. b. Swasta, meliputi: 1. Subsektor jasa sosial kemasyarakatan, meliputi jasa pendidikan dan pendidikan swasta mulai dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, termasuk guru per orangan yang berusaha sendiri dan kursuskursus. Jasa kesehatan mencakup segala lembaga kesehatan swasta yang berbentuk rumah sakit maupun poliklinik, jasa sosial lainnya yang mencakup panti asuhan, rumah ibadah dan sebagainya. 2. Subsektor kebudayaan dan hiburan, meliputi segala macam perusahaan dan lembaga swasta yang bergerak pada jasa hiburan, rekreasi serta
59
kebudayaan seperti pembuatan dan disribusi film, usaha penyiaran film dan penyiaran radio swasta. Dari jenis kegiatan tersebut diatas, yang termasuk dalam perhitungan terbatas pada kegiatan pemutaran film dan penyiaran radio swasta niaga. 3. Subsektor perorangan dan rumah tangga, meliputi jasa yang diberikan untuk perorangan dan rumah tangga seperti jasa reparasi, jasa binatu, tukang cukur, tukang jahit, tukang las dan jasa perorangan lainnya.
60
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh 5.1.1. Sumbangan Sektor Pertanian terhadap PDRB, dan Penyerapan Tenaga Kerja Pemerintah Aceh Daerah
Pemerintah
Aceh
merupakan
daerah
agraris,
kehidupan
masyarakatnya sangat bergantung pada sektor pertanian. Sumbangan sektor pertanian bagi perekonomian Pemerintah Aceh (dalam juta rupiah) dapat dilihat pada Lampiran 9. Sektor pertanian merupakan sektor yang menyumbang pendapatan terbesar kedua dalam pembentukan PDRB Pemerintah Aceh setelah sektor pertambangan dan penggalian. Sektor pertanian menyumbang rata-rata 20,97 persen per tahun terhadap pembentukan PDRB daerah selama kurun waktu 2000-2007. Sumbangan sektor pertanian tergolong cukup besar bila dibandingkan dengan sumbangan sektor-sektor lain, meskipun masih dibawah sumbangan sektor pertambangan dan penggalian yang menyumbang rata-rata 29,74 persen per tahun terhadap PDRB Pemerintah Aceh. Dari jumlah sumbangan tersebut terlihat bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh. Penyumbang terbesar ketiga bagi PDRB Pemerintah Aceh adalah sektor industri pengolahan yaitu rata-rata sebesar 16,50 persen disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa pada urutan keempat dan kelima yaitu berturut-turut rata-rata sebesar 13,47 persen dan 9,38 persen. Dominasi sektor pertanian terjadi dihampir seluruh kabupaten/kota di Pemerintah Aceh. Sebanyak 20 dari 23 kabupaten/kota yang ada selain kota
61
Banda Aceh, kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Aceh Utara, sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB daerah. Peranan sektor pertanian dan perubahannya selama kurun waktu 2000-2007 dapat dilihat pada Lampiran 10. Di kota Banda Aceh perekonomian didominasi oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sedangkan kota Lhokseumawe dan kabupaten Aceh Utara perekonomian didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian. Karena kedua daerah ini kaya akan gas alam cair, kota Lhokseumawe dan kabupaten Aceh Utara memiliki pendapatan per kapita yang tinggi yaitu berkisar antara 4-6 kali lipat daerah lainnya. Angka yang relatif sangat tinggi ini diduga akan mengganggu perhitungan, sehingga dikeluarkan dari hitungan. Sektor pertanian mempunyai kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB Pemerintah Aceh, disamping itu mayoritas penduduk Pemerintah Aceh bekerja di Sektor Pertanian. Pada tahun 2006, sektor ini merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebesar 56,31 persen dari total penduduk yang berumur 15 tahun keatas di Pemerintah Aceh (Tabel 1.3). Pada tahun 2007 sektor ini masih menjadi sektor penyerap tenaga kerja terbesar bagi Pemerintah Aceh walaupun terjadi penurunan beberapa persen menjadi 49,68 persen.
5.1.2. Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Sektor pertanian tumbuh rata-rata 1,52 persen per tahun (Tabel 5.1), sementara laju pertumbuhan ekonomi Pemerintah Aceh sebesar 0,57 persen per tahun. Laju pertumbuhan ini rendah karena terjadinya peristiwa musibah tsunami pada akhir tahun 2004, sehinga mengakibatkan penurunan yang cukup besar dari
62
laju pertumbuhan sektor pertanian. Pada tahun 2005, penurunan laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian terjadi hampir di seluruh kabupaten/kota di Pemerintah Aceh. Penurunan tersebut mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan ekonomi Pemerintah Aceh sampai -10,10 persen pada tahun yang sama.
Tabel 5.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Kabupaten/Kota Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (%)
No
Kabupaten/Kota
Tahun 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Rata-rata
1
Simeulue
1,29
1,30
1,53
1,66
-1,85
-0,82
-0,42
0,38
2
Aceh Singkil
7,24
1,59
3,50
4,74
1,35
1,76
2,60
3,25
3
Aceh Selatan
2,63
2,80
4,38
4,29
2,38
0,62
4,56
3,09
4
Aceh Tenggara
44,80
21,10
-35,05
5,10
81,75
21,86
-8,05
18,79
5
Aceh Timur
1,01
0,99
1,87
2,12
2,30
2,08
1,86
1,75
6
Aceh Tengah
2,74
2,26
0,51
1,77
11,38
7,39
5,47
4,50
7
Aceh Barat
7,17
1,52
1,93
12,15
-28,38
3,30
7,72
0,77
8
Aceh Besar
1,05
2,23
2,85
3,17
-2,14
1,10
1,18
1,35
9
Pidie
0,79
1,64
1,95
12,34
-3,90
3,28
3,84
2,85
10
Bireun
1,50
2,97
2,21
3,18
0,21
1,79
0,49
1,77
11
Aceh Utara
3,89
3,50
7,70
7,39
2,81
1,75
2,70
4,25
-
-
3,39
2,49
2,23
4,26
3,10
12
Aceh Barat Daya
-
13
Gayo Luwes
-
-
-
-
3,64
3,03
2,17
2,95
14
Aceh Tamiang
1,44
1,60
2,71
2,98
6,41
4,27
10,16
4,22
15
Nagan Raya
2,90
2,79
3,01
46,31
-4,39
10,23
8,28
9,88
16
Aceh Jaya
1,47
2,58
2,40
3,55
-40,49
1,52
2,04
-3,85
17
Bener Meriah
0,44
0,81
1,10
2,05
0,85
2,48
1,64
1,34
18
Pidie Jaya
2,11
2,75
2,18
2,76
1,99
2,88
2,85
2,51
19
Banda Aceh
4,39
4,44
4,08
4,03
-35,80
3,15
0,87
-2,12
20
Sabang
2,49
1,30
0,40
3,08
0,95
2,91
2,13
1,89
21
Langsa
1,20
1,74
2,23
2,86
0,82
1,74
1,87
1,78
22
Lhokseumawe
1,55
1,60
2,64
3,15
1,83
1,86
1,49
2,02
23 Subulussalam Pemerintah Aceh
3,46
4,49
2,94
3,40
0,93
1,98
1,71
2,70
2,79
-0,17
3,43
2,00
-3,89
1,52
4,95
1,52
Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh, 2008
di
63
5.2.
Analisis Ketimpangan Pendapatan Perhitungan ketimpangan pendapatan dalam penelitian ini menggunakan
rumus atau formula yang diperkenalkan oleh Williamson (1965) yang sering disebut CV Williamson (CVw). Semakin besar nilainya, semakin besar tingkat ketimpangan pendapatan yang terjadi, begitu pula sebaliknya. Dalam perhitungan ketimpangan penulis hanya menggunakan data 21 dari 23 kabupaten/kota di Pemerintah Aceh. Hal ini disebabkan oleh nilai Indeks Ketimpangan seluruh kabupaten/kota di Pemerintah Aceh yang mencapai 1,67, sedangkan nilai Indeks Ketimpangan itu sendiri harus berada antara 0 dan 1. Oleh karena itu, penulis mengeluarkan dua daerah pencilan yang kaya akan gas alam cair (Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara) yang memiliki PDRB per kapita mencapai 4-6 kali lipat daerah lainnya di Pemerintah Aceh.
Tabel 5.2. Indeks Ketimpangan Pendapatan di Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Sumber: Lampiran 11-26
CVw 0,425624 0,446708 0,308981 0,322510 0,352863 0,330206 0,344955 0,204332
64
Setelah dilakukan perhitungan tanpa mengikutsertakan kota Lhokseumawe dan kabupaten Aceh Utara, ternyata terdapat kecenderungan ketimpangan pendapatan yang semakin menurun di daerah Pemerintah Aceh dalam kurun waktu 2000-2007 (Tabel 5.2). Hal ini ditunjukkan oleh semakin kecilnya angka Indeks Williamson yang diperoleh dari hasil perhitungan.
Tabel 5.3. Indeks Ketimpangan Pendapatan, dan Peranan Sektor Pertanian di Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara)
Tahun
CVw
PDRB Sektor Pertanian (juta rupiah)
Kontribusi Sektor Pertanian (%)
2000 0,425624 5637198 39 2001 0,446708 5929688 42 2002 0,308981 6840498 45 2003 0,322510 6363700 42 2004 0,352863 6742303 44 2005 0,330206 6393517 42 2006 0,344955 6487144 43 2007 0,204332 6843063 45 Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh, 2008 Keterangan: *) Menunjukkan penurunan
Persentase Peningkatan PDRB Sektor Pertanian (%) 4,93 13,31 (7,49)*) 5,62 (5,46)*) 1,44 5,20
Ketimpangan pendapatan di Pemerintah Aceh yang relatif konvergen cenderung menurun dari tahun ketahun, tetapi juga berfluktuasi. Pada tahun 2000 tingkat ketimpangan daerah Pemerintah Aceh sebesar 0,425624 sedangkan pada tahun 2001 mencapai puncak ketimpangan tertinggi selama periode analisis yaitu 0,446708. Sedangkan
pada tahun berikutnya turun menjadi
0,308981.
Ketimpangan paling rendah selama periode analisis terjadi pada tahun 2007 dengan nilai Indeks Williamson sebesar 0,204332. Hal ini diduga karena terjadi
65
peningkatan yang cukup signifikan pada sektor pertanian di daerah Pemerintah Aceh (Tabel 5.3). Begitu pula pada tahun 2002, ketimpangan menurun diduga karena PDRB sektor pertanian meningkat dengan peningkatan yang cukup besar, yakni 13,31 persen.
5.3.
Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh 5.3.1. Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Dalam menganalisis peranan sektor pertanian terhadap ketimpangan pendapatan daerah, dapat dilakukan dengan membandingkan besarnya Indeks Williamson yang memasukkan PDRB dari sektor pertanian (seluruh sektor) dalam perhitungan dengan besarnya Indeks Williamson tanpa memasukkan PDRB dari sektor pertanian. Selisih antara dua Indeks tersebut akan mencerminkan peranan sektor pertanian dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah Pemerintah Aceh. Dari hasil perhitungan Tabel 5.4 terlihat bahwa angka Indeks Ketimpangan dengan mengikutsertakan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan Indeks Ketimpangan tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian. Tahun 2000-2007 Indeks Ketimpangan tanpa PDRB sektor pertanian berkisar antara 0,693471602 - 0,533987351. Pada saat perhitungan dilakukan dengan memasukkan PDRB sektor pertanian, Indeks Ketimpangan turun menjadi sekitar 0,425624060 - 0,204331984. Hal ini menunjukkan sektor pertanian telah dapat menekan atau mengurangi ketimpangan pendapatan selama periode analisis (2000-2007).
66
Tabel 5.4. Peranan sektor pertanian dalam mengurangi Ketimpangan Pendapatan di Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) Tahu n
CVw Tanpa PDRB Sektor Dengan PDRB Sektor Pertanian Pertanian
2000 0,693471602 2001 0,761325885 2002 0,593032557 2003 0,606242131 2004 0,610528270 2005 0,641326501 2006 0,650858165 2007 0,533987351 Sumber: Lampiran 11-26
0,425624060 0,446708260 0,308981405 0,322509502 0,352863235 0,330206365 0,344954532 0,204331984
PDRB Sektor Pertanian (juta rupiah) 5 637 198 5 929 688 6 840 498 6 363 700 6 742 303 6 393 517 6 487 144 6 843 063
Secara kasat mata memang terlihat bahwa angka Indeks Ketimpangan dengan mengikutsertakan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan Indeks Ketimpangan tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian (Tabel 5.6). Benarkah hipotesis tersebut bila dilihat secara uji statistiknya? Setelah dilakukan uji dua nilai tengah berpasangan terbukti signifikan pada taraf nyata 5 persen (Lampiran 27). Pada Gambar 5.1. menunjukkan bahwa nilai Indeks Ketimpangan tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan lebih besar dari pada Indeks Ketimpangan yang memasukkan PDRB sektor pertanian. Setelah dicermati, perkembangan persentase tersebut pada periode analisis terlihat bahwa jika persentase pertanian besar maka ketimpangan akan turun, begitu pula sebaliknya jika persentase pertanian kecil maka ketimpangan akan meningkat. Pada tahun 2007 ketimpangan terjadi sebesar 0,204331984 (ketimpangan terkecil
67
selama periode analisis), PDRB sektor pertanian pada tahun tersebut sebesar 6 843 miliar rupiah (terbesar selama periode analisis). Bukti ini semakin memperkuat kenyataan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan, khususnya di daerah Pemerintah Aceh.
Boxplot of Cvwnp, Cvwp 0.8 0.7
Data
0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 Cvwnp
Cvwp
(Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh) Gambar 5.1. Boxplot Perbandingan Antara Indeks Williamson dengan Mengikutsertakan PDRB Sektor Pertanian dan Indeks Williamson Tanpa Mengikutsertakan PDRB Sektor Pertanian
Dari hasil analisis korelasi juga menunjukkan bahwa terjadi korelasi negatif antara PDRB sektor pertanian dengan Indeks Ketimpangan. Korelasi antara PDRB sektor pertanian dengan Indeks Ketimpangan sangat kuat yaitu sebesar -0,814 (Lampiran 28). Dapat diartikan bahwa semakin besar kontribusi sektor pertanian maka tingkat ketimpangan pendapatan akan semakin kecil yang berarti distribusi pendapatan semakin merata.
68
5.3.2. Peran Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh Sektor pertanian yang memiliki potensi besar di Pemerintah Aceh. Hal ini tercermin dari analisis korelasi yang menunjukkan bahwa antara kontribusi sektor pertanian dengan PDRB per kapita telah terjadi hubungan korelasi positif pada taraf nyata 15 persen. Korelasi positif antara kontribusi pangsa pertanian dengan PDRB per kapita yaitu sebesar 0,612 (Lampiran 29). Dapat diartikan bahwa daerah yang didominasi oleh sektor pertanian, cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi. Hal ini membuktikan bahwa sektor pertanian dapat menciptakan nilai tambah yang tinggi dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh. Daerah yang didominasi oleh sektor pertanian juga masih memerlukan sektor lain (agroindustri). Akan tetapi, jika produktivitas di sektor pertanian yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Pemerintah Aceh rendah dan pembangunan cenderung lebih memusatkan pada sektor-sektor yang sedikit menyerap tenaga kerja, maka ketimpangan pendapatan antar daerah akan terjadi. Sektor pertanian yang terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Pemerintah Aceh harus lebih diperhatikan oleh pemerintah. Berdasarkan Tabel 5.5 dapat dilihat, daerah atau penduduk yang bekerja pada sektor pertanian cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi.
69
Tabel 5.5. Peran Sektor Pertanian dalam Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 PDRB Pertanian (juta Tahun rupiah) PDRB Per Kapita (Rp) 2000 5 637 198 5.873.553 2001 5 929 688 5.798.031 2002 6 840 498 8.793.567 2003 6 363 700 8.564.336 2004 6 742 303 8.875.741 2005 6 393 517 7.309.227 2006 6 487 144 7.086.326 2007 6 843 063 6.173.828 Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh, 2008
Peningkatan sektor pertanian tanpa diikuti oleh peningkatan sektor huluhilirnya (agroindustri) di daerah yang didominasi oleh sektor pertanian tidak akan optimal meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jadi diperlukan juga peningkatan pada sektor hulu-hilirnya (agroindustri) agar nilai tambah yang dicapai pada daerah yang didominasi sektor pertanian akan lebih besar. Dengan meningkatnya sektor pertanian didukung oleh peningkatan sub-sektor agroindustri, pertumbuhan ekonomi akan semakin besar, ketimpangan pendapatan antar daerah pertanian dan daerah non pertanian juga akan semakin kecil. Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka hipotesis dari penelitian ini terbukti. Dari analisis yang dilakukan dapat dibuktikan bahwa sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar dalam PDRB, penyerapan tenaga kerja, dan laju pertumbuhan ekonomi di daerah Pemerintah Aceh. Sektor pertanian yang terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan dapat mengurangi tingkat ketimpangan pendapatan di Pemerintah Aceh. Hasil analisis juga menunjukkan
70
telah terjadi dinamika ketimpangan antar daerah yang semakin menurun di Pemerintah Aceh dan sektor pertanian terbukti mempunyai peranan yang besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan yang terjadi tersebut.
71
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Sektor pertanian mempunyai peranan
yang cukup besar dalam
perekonomian daerah Pemerintah Aceh yaitu menyumbang rata-rata 20,97 persen per tahun terhadap PDRB. Sumbangan terbesar dari sektor ini terjadi pada tahun 2001 sebesar 23,53 persen, sumbangan terkecil terjadi pada tahun 2003 yaitu 18,73 persen. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian rata-rata hanya sebesar 1,52 persen per tahun, akan tetapi mampu menyerap tenaga kerja 56,31 persen pada tahun 2006 dan 49,62 persen pada tahun 2007. 2.
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa telah tejadi dinamika ketimpangan pendapatan daerah di Pemerintah Aceh yang semakin menurun selama periode analisis 2000-2007. Ketimpangan tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 0,44 sedangkan ketimpangan terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 0,20.
3.
Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup besar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan di daerah Pemerintah Aceh, dan juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Pemerintah Aceh. Setelah dilakukan analisis, terlihat bahwa ketimpangan pendapatan semakin meningkat jika
72
PDRB sektor pertanian dikeluarkan dari hitungan. Berdasarkan uji dua nilai tengah berpasangan juga memperkuat bukti bahwa Indeks Ketimpangan dengan mengikutsertakan PDRB sektor pertanian dalam perhitungan nilainya lebih kecil dibandingkan dengan Indeks Ketimpangan tanpa mengikutsertakan PDRB sektor pertanian. Berdasarkan hasil analisis korelasi juga didapat bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara PDRB sektor pertanian dan Indeks Ketimpangan, artinya peningkatan kontribusi sektor pertanian akan menurunkan ketimpangan pendapatan yang terjadi. Analisis korelasi yang lain menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif antara persentase pertanian dengan PDRB per kapita. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah yang didominasi oleh sektor pertanian cenderung memiliki PDRB per kapita yang tinggi dibandingkan daerah yang didominasi oleh sektor non pertanian, dengan demikian sektor pertanian mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Pemerintah Aceh.
6.2.
Saran Saran yang diberikan penulis adalah sebagai berikut:
1.
Sektor pertanian yang pertumbuhannya relatif kecil tapi mempunyai peran yang cukup besar dalam PDRB, dan penyerapan tenaga kerja diharapkan dapat lebih diperhatikan dalam peningkatannya, dan menjadi prioritas dalam pembangunan, agar dapat tetap menjadi leading sector di pemerintah Aceh.
73
2.
Dinamika ketimpangan yang semakin menurun di Pemerintah Aceh diharapkan dapat dipertahankan. Dengan dinamika ketimpangan yang semakin menurun ditambah dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi kemakmuran di Pemerintah Aceh akan tercapai.
3.
Sektor pertanian masih memerlukan dukungan sektor lain (agroindustri) khususnya di daerah pertanian, peningkatan pada sub sektor agroindustri dapat memperlancar aliran barang hulu-hilirnya yang akan meningkatkan nilai tambah. Dengan begitu, peningkatan pertumbuhan ekonomi secara merata dapat berjalan sebagaimana mestinya di Pemerintah Aceh.
74
DAFTAR PUSTAKA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2002. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah:Kajian Konsep dan Pengembangan. Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro [Penyunting]. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah. Jakarta Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. ________________ .2005. Aceh dalam Angka. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2005. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Nagan Raya Tahun 2000-2004. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2005. Produk Domestik Regional Bruto Kota Sabang Tahun 2000-2004. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2005. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Aceh dalam Angka. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2000-2005. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Besar Tahun 2000-2005. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2000-2005. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bener Meriah Tahun 2000-2005. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Simeulue Tahun 2000-2005. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Gayo Luwes Tahun 2000-2005. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2006. Produk Domestik Regional Bruto Kota Lhokseumawe Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2007. Aceh dalam Angka. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2007. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2003-2006. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Aceh dalam Angka. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Penduduk Miskin Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Barat Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh.
75
________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Besar Tahun 2004-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Jaya Tahun 2003-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Tengah Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Timur Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bener Meriah Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Gayo Luwes Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Nagan Raya Tahun 2002-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Simeulue Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Utara Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pidie Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Simeulue Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kota Banda Aceh 2002-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kota Langsa Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kota Lhokseumawe Tahun 2004-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kota Sabang Tahun 2003-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Kota Subulussalam Tahun 2000-2007. BPS NAD. Banda Aceh. ________________ .2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Nangroe Aceh Darussalam Tahun 2004-2007. BPS NAD. Banda Aceh.
76
________________ .2009. Aceh dalam Angka. BPS NAD. Banda Aceh. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Dumairy, M.A. 1996. Perekonomian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta. Fatimah, H. 2007. Dampak Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Tingkat Ketimpangan Pendapatan Antar Provinsi di Indonesia [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fitria, E. 2006. Analisis Kesenjangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Pulau Jawa. [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Glasson. J. 1977. Program Perencanaan Regional Nasional. Sitohang [Penerjemah] FE UI-Bapenas. Lembaga Penerbit. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. Gillis, M., D.H. Perkins, M. Roemer, D.R. Snodgrass. 1992. Economic of Development. W. W. Nortton and Company, Inc. New York.London. Hendra. 2004. Peranan Sektor Pertanian dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jensen, R. C. Mandeville, T. D. Karunarante, N. D. 1979. Regional Economic Planning. Croom Helm. London. Jhingan, M.L. 1990. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kaunang, J. 1992. Perubahan Struktur dalam Ekonomi dan Hubungannya dengan Ketimpangan Distribusi Pendapatan. Tesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kristiyanti, L. 2007. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranannya dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nugroho, T. 2004. Disparietas Pembangunan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa Barat (Karawang, Subang-Garut Ciamis). Tesis Magister Sains. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nurzaman, S.S. 2002. Perencanaan Wilayah di Indonesia. Lembaga Penerbit. ITB, Bandung. Retnosari, D. 2006. Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Richardsons, H. W. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional. LP FE-UI. Jakarta. Siboro, N. M. 2006. Analisis Peran dan Keterkaitan Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Sumatera Utara (Analisis Input-Output) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soegijoko, S. 1997. Perencanaan Pembangunan di Indonesia. PT Gramedia Widiarsana. Jakarta.
77
Soekartawi. 1995. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo, Jakarta. Soetopo, R.W.S. 2009. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suparno. 2008. Analisis Pergeseran Struktur Ekonomi dan Penentuan Sektor Ekonomi Unggulan Kawasan Sulawesi [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supriyantoro. 2005. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tambunan, T. 2003. Perekonomian Indonesia : Beberapa Masalah Penting. Ghalia Indonesia. Jakarta. Todaro, M. P. Smith, S. C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid ke-1. Edisi Ke-8. Munandar dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Todaro, M. P. Smith, S. C. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jilid ke-2. Edisi Ke-8. Munandar dan Puji [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Tripustika. 2005. Analisis Peranan serta Dampak Investasi Sektor Pertanian dan Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Wilayah Provinsi Banten (Analisis Input-Output) [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Walpole, R.E. 1988. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Bambang Sumantri [penerjemah]. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Walpole, R.E., R.H. Myers, S.L. Myers. 1998. Probability and Statistics: for Engineers and Scientists Sixth Edition. Prentice Hall International, Inc. Upper Saddle River. New Jersey. Widarjono, A. 2007. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis Edisi Ke-2. Ekonisia FE UII, Yogyakarta. Wie, T.K. 1981. Pemerataan, Kemiskinan, Ketimpangan. Sinar Harapan, Jakarta.
78
LAMPIRAN
80
Lampiran 1. Produksi Tanaman Pangan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ton) Padi Sawah/ No Kab/Kota Jagung Kedelai Kacang Tanah Ladang 1 Simeulue 1,796 36 3 184 2 Aceh Singkil 18,797 450 84 183 3 Aceh Selatan 59,233 558 187 869 4 Aceh Tenggara 100,372 74,520 182 130 5 Aceh Timur 148,989 2,074 689 105 6 Aceh Tengah 31,000 344 133 121 7 Aceh Barat 24,248 696 99 1,809 8 Aceh Besar 135,065 1,117 122 410 9 Pidie 196,632 834 4,452 1,746 10 Bireun 140,656 2,943 12,795 421 11 Aceh Utara 201,444 4,035 2,028 634 12 Aceh Barat Daya 46,494 1,014 160 2,248 13 Gayo Lues 44,352 244 72 120 14 Aceh Tamiang 96,050 6,054 3,933 237 15 Nagan Raya 51,526 794 367 1,353 16 Aceh Jaya 16,123 255 39 363 17 Bener Meriah 20,150 690 82 90 18 Banda Aceh 742 5 19 Sabang 39 12 37 20 Langsa 8,984 22 21 Lhokseumawe 8,094 138 56 8 1,350,747 96,840 25,495 11,090 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Pertanian Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2007
Ubi Kayu 196 3,627 1,641 3,036 4,495 2,014 1,632 4,609 6,645 5,271 3,897 835 210 4,379 1,181 772 1,089 105 458 306 125 46,523
81
Lampiran 2. Produksi Tanaman Pangan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ton) Padi Sawah/ No Kab/Kota Jagung Kedelai Kacang Tanah Ladang 1 Simeulue 12,555 110 25 2 Aceh Singkil 23,684 2,091 148 250 3 Aceh Selatan 81,264 836 159 668 4 Aceh Tenggara 118,202 89,571 84 94 5 Aceh Timur 138,047 2,308 472 27 6 Aceh Tengah 35,635 343 61 98 7 Aceh Barat 48,025 1,894 108 2,172 8 Aceh Besar 158,034 655 90 406 9 Pidie 229,904 942 1,330 896 10 Bireun 165,579 1,879 10,767 443 11 Aceh Utara 202,811 5,423 1,543 646 12 Aceh Barat Daya 50,103 1,190 81 421 13 Gayo Lues 54,079 393 57 160 14 Aceh Tamiang 68,760 8,385 3,559 143 15 Nagan Raya 108,098 2,002 372 1,160 16 Aceh Jaya 8,367 99 49 137 17 Bener Meriah 16,416 896 113 166 18 Banda Aceh 592 4 19 Sabang 15 20 5 22 20 Langsa 7,780 22 22 21 Lhokseumawe 5,418 6,092 31 15 1,533,368 125,155 19,029 7,971 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Pertanian Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2008
Ubi Kayu 634 3,299 2,058 1,645 3,498 1,321 888 4,543 5,301 5,302 4,465 430 392 2,892 2,312 603 1,166 43 222 385 158 41,557
82
Lampiran 3. Produksi Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ton) Kelapa No Kab/Kota Karet Coklat Kopi Sawit 1 Simeulue 87 103 15 2 Aceh Singkil 152,754 2,363 52 50 3 Aceh Selatan 8,200 266 28 504 4 Aceh Tenggara 6,340 1,351 4,578 47 5 Aceh Timur 30,491 9,528 1,593 61 6 Aceh Tengah 4 22,757 7 Aceh Barat 13,518 10,351 78 181 8 Aceh Besar 21 183 772 9 Pidie 5 3,239 2,377 10 Bireun 36,328 585 2,472 461 11 Aceh Utara 158,619 5,147 2,268 308 12 Aceh Barat Daya 3,404 135 348 225 13 Gayo Lues 45 823 14 Aceh Tamiang 131,692 11,890 179 14 15 Nagan Raya 43,983 3,929 569 565 16 Aceh Jaya 19,803 5,025 106 301 17 Bener Meriah 393 45 12,832 18 Banda Aceh 19 Sabang 198 20 Langsa 1,400 880 145 1 21 Lhokseumawe 688 59 14 607,639 51,537 16,292 42,308 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Pertanian Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2007
Nilam
Pinang
2 11 13 3 4 1 27 29 2 2 94
300 769 316 314 550 29 161 524 1,709 4,263 7,421 398 11 367 92 407 17 15 99 58 17,820
83
Lampiran 4. Produksi Perkebunan Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ton) Kelapa No Kab/Kota Karet Coklat Kopi Sawit 1 Simeulue 157 91 13 2 Aceh Singkil 141,017 7,172 74 45 3 Aceh Selatan 8,200 252 28 504 4 Aceh Tenggara 4,777 1,199 3,503 51 5 Aceh Timur 27,718 9,427 1,578 60 6 Aceh Tengah 4 22,754 7 Aceh Barat 13,518 11,649 45 176 8 Aceh Besar 182 765 9 Pidie 3 3 3,941 2,069 10 Bireun 17,616 483 1,998 506 11 Aceh Utara 155,192 5,023 1,179 160 12 Aceh Barat Daya 3,304 141 345 225 13 Gayo Lues 20 868 14 Aceh Tamiang 108,310 10,919 358 14 15 Nagan Raya 59,340 3,928 569 565 16 Aceh Jaya 19,291 7,446 106 300 17 Bener Meriah 10 8,406 18 Banda Aceh 19 Sabang 231 20 Langsa 689 521 150 21 Lhokseumawe 578 42 14 559,553 58,320 14,454 37,495 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Pertanian Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2008
Nilam
Pinang
3 6 15 8 3 1 14 26 4 8 88
310 738 316 275 770 48 161 524 2,069 4,171 5,848 394 10 350 92 406 11 14 80 55 16,642
84
Lampiran 5. Populasi Ternak Terperinci Menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ekor) Sapi No Kab/Kota Kuda Sapi Kerbau Kambing Domba Perah 1 Simeulue 1,398 34,919 8,307 7 2 Aceh Singkil 8,541 3,990 27,008 14,302 3 Aceh Selatan 975 17,270 39,845 6,365 4 Aceh Tenggara 189 35,739 3,406 30,641 8,937 5 Aceh Timur 51,738 43,085 63,377 9,770 6 Aceh Tengah 2,183 3,786 24,345 4,664 881 7 Aceh Barat 2,821 21,817 15,208 1,991 8 Aceh Besar 99,508 34,440 68,832 24,689 9 Pidie 118,403 81,629 121,849 4,678 10 Bireun 71,881 8,810 61,974 21,345 11 Aceh Utara 135,677 11,460 117,228 20,323 12 Aceh Barat Daya 2,534 19,201 53,794 15,964 13 Gayo Lues 342 4,058 12,946 4,315 3,046 14 Aceh Tamiang 32,833 782 22,244 4,808 15 Nagan Raya 15,020 29,608 71,331 16,041 16 Aceh Jaya 6,126 4,265 7,904 15 17 Bener Meriah 430 553 2,487 5,778 68 18 Banda Aceh 4,430 417 7,468 2,350 19 Sabang 2,310 97 5,576 16 20 Langsa 18,111 1,347 12,717 510 21 Lhokseumawe 5,510 803 7,026 1,828 3,144 621,952 357,124 757,086 157,934 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Peternakan Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2007
85
Lampiran 6. Populasi Ternak Terperinci Menurut Jenis Ternak dan Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ekor) No Kab/Kota Kuda Sapi Sapi Perah Kerbau Kambing Domba 1 Simeulue 1,601 38,794 9,003 6 2 Aceh Singkil 8,397 3,972 24,238 13,349 3 Aceh Selatan 1,028 6,671 13,470 1,584 4 Aceh Tenggara 198 35,137 3,386 79,998 8,341 5 Aceh Timur 54,325 45,995 66,464 10,565 6 Aceh Tengah 1,862 5,423 24,348 6,813 3,272 7 Aceh Barat 4,591 22,553 20,321 1,439 8 Aceh Besar 101,490 28 35,134 70,212 25,192 9 Pidie 124,323 85,710 127,941 4,912 10 Bireun 73,933 7,780 60,732 18,584 11 Aceh Utara 142,461 12,033 123,089 21,339 12 Aceh Barat Daya 2,661 20,161 56,484 2,661 13 Gayo Lues 359 3,990 12,872 3,872 3,990 14 Aceh Tamiang 32,365 470 19,835 2,636 15 Nagan Raya 15,771 31,088 74,898 1,251 16 Aceh Jaya 8,492 4,645 8,612 43 17 Bener Meriah 452 581 2,611 6,067 71 18 Pidie Jaya 19 Banda Aceh 2,916 216 4,116 338 20 Sabang 2,426 102 5,855 17 21 Lhokseumawe 5,786 842 7,377 1,919 22 Langsa 17,328 1,308 11,244 466 23 Subussalam 2,871 645,025 28 360,691 800,641 121,975 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Peternakan Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2008
86
Lampiran 7. Produksi Perikanan Laut dan Darat Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Ton) Perikanan Perikanan No Kab/Kota Laut Darat 1 Simeulue 1,764.8 33.6 2 Aceh Singkil 5,163.4 18.6 3 Aceh Selatan 10,768.6 231.0 4 Aceh Tenggara 7,981.4 5 Aceh Timur 10,267.9 4,104.7 6 Aceh Tengah 2,111.9 7 Aceh Barat 4,525.8 138.3 8 Aceh Besar 5,605.3 218.9 9 Pidie 14,028.5 1,844.2 10 Bireun 17,061.2 5,459.5 11 Aceh Utara 14,239.6 3,843.5 12 Aceh Barat Daya 10,036.9 93.7 13 Gayo Lues 173.2 14 Aceh Tamiang 6,602.5 5,477.2 15 Nagan Raya 1,893.9 340.1 16 Aceh Jaya 1,427.8 17 Bener Meriah 175.5 18 Banda Aceh 7,213.0 11.6 19 Sabang 2,618.6 1.5 20 Langsa 5,172.1 266.6 21 Lhokseumawe 5,494.0 870.8 123,883.9 33,395.8 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Perikanan Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2007
Jumlah 1,798.4 5,182.0 10,999.6 7,981.4 14,372.6 2,111.9 4,664.1 5,824.2 15,872.7 22,520.7 18,083.1 10,130.6 173.2 12,079.7 2,234.0 1,427.8 175.5 7,224.6 2,620.1 5,438.7 6,364.8 157,279.7
87
Lampiran 8. Produksi Perikanan Laut dan Darat Menurut Kabupaten/Kota di Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Ton) Perikanan Perikanan No Kab/Kota Laut Darat 1 Simeulue 4,821.8 45.2 2 Aceh Singkil 4,356.6 19.0 3 Aceh Selatan 7,813.1 339.7 4 Aceh Tenggara 2,959.2 5 Aceh Timur 9,079.8 10,296.2 6 Aceh Tengah 1,160.6 7 Aceh Barat 7,882.0 124.2 8 Aceh Besar 6,985.5 272.3 9 Pidie 11,454.2 4,839.4 10 Bireun 14,634.2 4,966.4 11 Aceh Utara 14,278.3 4,679.2 12 Aceh Barat Daya 8,353.9 88.5 13 Gayo Lues 1,791.2 14 Aceh Tamiang 6,272.0 1,096.3 15 Nagan Raya 2,920.5 478.1 16 Aceh Jaya 2,635.9 17.4 17 Bener Meriah 39.6 18 Banda Aceh 5,047.5 4.5 19 Sabang 5,106.5 7.5 20 Langsa 6,901.1 305.8 21 Lhokseumawe 9,294.5 1,079.9 127,837.4 34,610.2 Pemerintah Aceh Sumber: Dinas Perikanan Pemerintah Aceh dalam Aceh dalam Angka 2008
Jumlah 4,867.0 4,375.6 8,152.8 2,959.2 19,376.0 1,160.6 8,006.2 7,257.8 16,293.6 19,600.6 18,957.5 8,442.4 1,791.2 7,368.3 3,398.6 2,653.3 39.6 5,052.0 5,114.0 7,206.9 10,374.4 162,447.6
88
Lampiran 9. Rata-rata PDRB Sektoral Pemerintah Aceh Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 20002007 Tahun Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 7.453.800 7.622.100 7.648.800 7.911.000 8.068.980 7.754.980 7.872.780 8.262.810 Pertanian (20,77%) (23,53%) (19,14%) (18,73%) (19,99%) (21,37%) (21,36%) (22,93%) Pertambangan 12.225.500 7.662.100 14.705.900 16.155.600 12.263.940 9.489.930 9.244.910 7.243.960 dan Penggalian (34,07 %) (27,08 %) (36,80 %) (38,25 %) (30,38 %) (26,15 %) (25,09 %) (20,10 %) Industri 6.496.900 6.108.800 7.122.700 7.237.900 7.407.250 5.755.450 4.996.610 4.491.750 pengolahan (18,11%) (18,76%) (17,82%) (17,14%) (18,35%) (15,86%) (13,56%) (12,46%) Listrik, gas dan 43.6 44.6 43.2 50.5 60.38 59.2 66.34 82.06 air Bersih (0,12%) (0,14%) (0,11%) (0,12%) (0,15%) (0,16%) (0,18%) (0,23%) 1.748.700 1.312.300 1.486.500 1.500.600 1.514.430 1.269.980 1.884.770 2.147.330 Konstruksi (4,87%) (4,03%) (3,72%) (3,55%) (3,75%) (3,50%) (5,11%) (5,96%) Perdagangan, 4.288.200 4.773.900 4.877.800 4.997.600 4.863.750 5.186.540 5.571.090 5.665.990 hotel dan restoran (11,95%) (14,66%) (12,21%) (11,83%) (12,05%) (14,29%) (15,12%) (15,72%) Pengangkutan 1.331.700 1.432.500 1.448.200 1.550.800 1.516.650 1.734.880 1.925.570 2.136.860 dan Komunikasi (3,71%) (4,40%) (3,71%) (3,67%) (3,76%) (4,78%) (5,22%) (5,93%) Keuangan, 232.1 251.7 312 408.7 488.21 441.7 493.7 523.43 persewaan dan jasa perusahaan (0,65%) (0,77%) (0,78%) (0,97%) (1,21%) (1,22%) (1,34%) (1,45%) 2.062.700 2.159.900 2.279.700 2.426.600 4.190.710 4.595.260 4.798.100 5.484.320 Jasa-jasa (5,75%) (6,63%) (5,70%) (5,74%) (10,38%) (12,66%) (13,02%) (15,22%) 35.883.100 32.565.100 39.960.800 42.239.300 40.374.280 36.287.920 36.853.870 36.038.110 Pemerintah Aceh 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh, 2008 Keterangan: ( ) Menunjukkan kontribusi dalam persen
Ratarata 20,97 % 29,74 % 16,50 % 0,15% 4,31% 13,47 % 4,39% 1,04% 9,38% 100%
89
Lampiran 10. Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB di Kabupaten/Kota Pemerintah Aceh Tahun 2000-2007 2000
Kab/Kota
2001
2002
2003
2004
Nilai
(%)
Nilai
2007
(%)
Nilai
(%)
Nilai
(%)
Nilai
(%)
87496
56,70
88625
57,43
89777
58,18
91148
59,07
92659
60,05
90943
58,93
90196
58,45
89815
58,20
Aceh Singkil
146783
49,34
157413
52,92
159921
53,76
165515
55,64
173356
58,27
175701
59,06
178789
60,10
183440
61,66
Aceh Selatan
381292
42,19
391327
43,31
402287
44,52
419925
46,47
437932
48,46
448365
49,62
451133
49,92
471697
52,20
Aceh Tenggara
205993
29,21
298271
42,29
361217
51,22
234626
33,27
246584
34,96
448177
63,55
546160
77,44
502198
71,21
Aceh Timur
807182
67,03
815369
67,71
823452
68,39
838874
69,67
856658
71,14
876392
72,78
894598
74,29
911275
75,68
Aceh Tengah
370854
52,83
381027
54,28
389626
55,50
391611
55,79
398551
56,78
443919
63,24
476710
67,91
502773
71,62
Aceh Barat
278291
31,65
298244
33,92
302790
34,44
308644
35,11
346153
39,37
247927
28,20
256107
29,13
275869
31,38
Aceh Besar
566893
38,96
572826
39,37
585625
40,25
602295
41,40
621375
42,71
608072
41,79
614745
42,25
621981
42,75
Pidie
658669
65,89
663841
66,40
674745
67,49
687902
68,81
772782
77,30
742661
74,29
767040
76,73
796512
79,67
Bireun
716081
45,03
726845
45,70
748454
47,06
765032
48,10
789350
49,63
791010
49,74
805152
50,63
809132
50,88
Aceh Utara
856682
6,25
890021
6,50
921213
6,72
992162
7,24
1065453
7,78
1095434
8,00
1114652
8,14
1144737
8,36
Aceh Barat Daya
-
-
-
-
-
-
231692
48,82
239555
50,47
245527
51,73
251009
52,89
261711
55,14
Gayo Luwes
-
-
-
-
-
-
-
-
181623
74,83
188228
77,55
193940
79,91
198142
81,64
Aceh Tamiang
440644
50,57
447011
51,30
454143
52,12
466431
53,53
480343
55,12
511121
58,66
532961
61,16
587130
67,38
Nagan Raya
252374
32,02
259687
32,94
266945
33,86
274976
34,88
402324
51,04
384651
48,80
423998
53,79
459094
58,24
Aceh Jaya
161905
55,80
164284
56,62
168517
58,08
172565
59,47
178695
61,59
106347
36,65
107964
37,21
110168
37,97
Bener Meriah
341969
69,21
343472
69,52
346257
70,08
350056
70,85
357237
72,31
360288
72,92
369228
74,73
375291
75,96
Pidie Jaya
287737
74,15
293817
75,71
301911
77,80
308500
79,50
317022
81,69
323343
83,32
332663
85,73
342131
88,17
Banda Aceh
129013
10,60
134674
11,07
140647
11,56
146390
12,03
152283
12,52
97766
8,04
100850
8,29
101732
8,36
Sabang
25142
21,40
25769
21,93
26104
22,21
26208
22,30
27015
22,99
27271
23,21
28065
23,88
28662
24,39
Langsa
92367
15,13
93472
15,31
95103
15,57
97223
15,92
100005
16,38
100824
16,51
102581
16,80
104501
17,11
Lhokseumawe
-
-
-
-
246754
3,00
253268
2,79
261244
3,00
266029
2,93
270984
3,00
275010
3,03
Subulussalam
93697
52,00
96937
54,00
101291
56,00
104267
58,00
107811
60,00
108814
61,00
110972
62,00
112869
63,00
Sumber: Diolah dari data BPS Pemerintah Aceh 2008
(%)
2006
Nilai Simeulue
Nilai
2005
(%)
Nilai
(%)
90
Lampiran 11. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2000 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 154311 57101 2702.422 0.016774 -297.764 88663.39 1487.226 2 Aceh Singkil 297480 120431 2470.128 0.035378 -530.058 280961.4 9939.714 3 Aceh Selatan 903645 302330 2988.936 0.088812 -11.2501 126.5641 11.24037 4 Aceh Tenggara 705264 207742 3394.903 0.061026 394.7173 155801.7 9507.922 5 Aceh Timur 1204128 656184 1835.046 0.192759 -1165.14 1357551 261680.1 6 Aceh Tengah 701982 263100 2668.119 0.077288 -332.067 110268.8 8522.409 7 Aceh Barat 867132 422729 2051.272 0.12418 -948.914 900438.5 111816.3 8 Aceh Besar 1454993 285691 5092.891 0.083924 2092.705 4379412 367537.3 9 Pidie 999725 499843 2000.078 0.146833 -1000.11 1000216 146864.4 10 Bireun 1590356 349173 4554.636 0.102572 1554.45 2416316 247846.8 11 Banda Aceh 1216609 216138 5628.853 0.063492 2628.667 6909889 438723.9 12 Sabang 117513 23706 4957.099 0.006964 1956.913 3829510 26668.01 10213138 3404168 3000.186 1 1630605 Pemerintah Aceh
91
Lampiran 12. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2001 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 156451 58622 2668.81 0.016914 -250.94 62970.71 1065.1 2 Aceh Singkil 307413 121891 2522.032 0.035169 -397.718 158179.6 5563.054 3 Aceh Selatan 931292 305639 3047.033 0.088186 127.2826 16200.86 1428.69 4 Aceh Tenggara 419213 216165 1939.32 0.06237 -980.43 961244 59952.89 5 Aceh Timur 1221867 669146 1826.01 0.193069 -1093.74 1196268 230962 6 Aceh Tengah 723927 266841 2712.953 0.076992 -206.797 42765.14 3292.559 7 Aceh Barat 879190 433939 2026.068 0.125204 -893.682 798667.2 99996.69 8 Aceh Besar 1485186 285544 5201.251 0.082388 2281.501 5205247 428850 9 Pidie 1011790 506673 1996.929 0.14619 -922.821 851598.6 124495.5 10 Bireun 1604130 354129 4529.79 0.102177 1610.04 2592229 264865.8 11 Banda Aceh 1259723 222793 5654.231 0.064282 2734.481 7477384 480664.8 12 Sabang 119213 24461 4873.595 0.007058 1953.845 3817509 26942.97 10119395 3465843 2919.75 1 1701137 Pemerintah Aceh CVw = 0,4467
92
Lampiran 13. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2002 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 158725 58359 2719.803 0.017663 -1170.1 1369124 24182.22 2 Aceh Singkil 321920 123309 2610.677 0.03732 -1279.22 1636408 61070.57 3 Aceh Selatan 948172 195260 4855.946 0.059096 966.0469 933246.6 55151.23 4 Aceh Tenggara 581440 148898 3904.955 0.045064 15.05607 226.6852 10.21545 5 Aceh Timur 1244733 327514 3800.549 0.099123 -89.35 7983.425 791.3428 6 Aceh Tengah 741720 269070 2756.606 0.081435 -1133.29 1284353 104591.2 7 Aceh Barat 894995 192576 4647.49 0.058284 757.5908 573943.9 33451.61 8 Aceh Besar 1536194 292277 5255.952 0.088459 1366.053 1866102 165072.8 9 Pidie 1030484 511245 2015.636 0.15473 -1874.26 3512861 543545 10 Bireun 1644950 357042 4607.161 0.10806 717.2621 514464.9 55593.05 11 Aceh Tamiang 911952 222215 4103.917 0.067254 214.0184 45803.87 3080.499 12 Nagan Raya 462529 142196 3252.757 0.043036 -637.142 405950.2 17470.51 13 Aceh Jaya 300919 97568 3084.198 0.029529 -805.701 649154.6 19169.07 14 Banda Aceh 1314958 221050 5948.69 0.066902 2058.791 4238622 283570.3 15 Sabang 120541 24193 4982.474 0.007322 1092.575 1193721 8740.534 16 Langsa 638422 121338 5261.517 0.036723 1371.618 1881337 69089.01 12852654 3304110 3889.899 1 1444579 Pemerintah Aceh CVw = 0,3089
93
Lampiran 14. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2003 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 161634 59093 2735.248 0.016564 -1208.33 1460050 24184.59 2 Aceh Singkil 336450 124758 2696.821 0.034971 -1246.75 1554390 54358.01 3 Aceh Selatan 985718 197719 4985.449 0.055422 1041.876 1085506 60161.07 4 Aceh Tenggara 353480 150776 2344.405 0.042264 -1599.17 2557338 108082.5 5 Aceh Timur 1277732 331636 3852.815 0.09296 -90.7585 8237.1 765.7218 6 Aceh Tengah 756139 272453 2775.301 0.076371 -1168.27 1364860 104235.3 7 Aceh Barat 927463 195000 4756.221 0.05466 812.6475 660396 36097.25 8 Aceh Besar 1599322 295957 5403.9 0.082959 1460.327 2132555 176914.7 9 Pidie 1053367 517697 2034.717 0.145114 -1908.86 3643730 528758 10 Bireun 1691360 361528 4678.365 0.101339 734.7922 539919.5 54714.95 11 Aceh Barat Daya 500278 115358 4336.743 0.032336 393.17 154582.7 4998.544 12 Aceh Tamiang 945863 225011 4203.63 0.063072 260.057 67629.67 4265.56 13 Nagan Raya 478213 143985 3321.27 0.04036 -622.303 387261.6 15629.92 14 Aceh Jaya 308831 98796 3125.946 0.027693 -817.627 668513.3 18513.33 15 Bener Meriah 521051 106549 4890.248 0.029867 946.6747 896192.9 26766.15 16 Banda Aceh 1388336 223829 6202.664 0.062741 2259.091 5103491 320198.1 17 Sabang 121525 24498 4960.609 0.006867 1017.036 1034362 7102.943 18 Langsa 661966 122865 5387.751 0.03444 1444.178 2085649 71829.78 14068728 3567508 3943.573 1 1617576 Pemerintah Aceh Cvw = 0,3225
94
Lampiran 15. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2004 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 165025 71517 2307.493 0.021307 -2004.86 4019482 85643.81 2 Aceh Singkil 353151 144684 2440.843 0.043106 -1871.51 3502567 150981.4 3 Aceh Selatan 1026976 185704 5530.177 0.055327 1217.819 1483083 82054.68 4 Aceh Tenggara 374787 168229 2227.838 0.050121 -2084.52 4345223 217785.8 5 Aceh Timur 1317339 312014 4222.051 0.092959 -90.3071 8155.366 758.1133 6 Aceh Tengah 780641 285619 2733.155 0.085095 -1579.2 2493882 212216.7 7 Aceh Barat 1011980 160545 6303.404 0.047831 1991.046 3964264 189616.4 8 Aceh Besar 1705423 301575 5655.054 0.089849 1342.696 1802833 161982.3 9 Pidie 1100052 469888 2341.094 0.139994 -1971.26 3885882 544002 10 Bireun 1750244 348057 5028.613 0.103697 716.2551 513021.4 53198.87 11 Aceh Barat Daya 515314 111100 4638.29 0.0331 325.9318 106231.6 3516.286 12 Gayo Luwes 275269 68312 4029.585 0.020352 -282.773 79960.66 1627.384 13 Aceh Tamiang 985794 229520 4295.024 0.068381 -17.3336 300.4537 20.54541 14 Nagan Raya 820199 110486 7423.556 0.032917 3111.198 9679553 318624.5 15 Aceh Jaya 320694 79155 4051.469 0.023583 -260.889 68063.26 1605.121 16 Bener Meriah 537449 107065 5019.838 0.031898 707.4804 500528.5 15965.88 17 Banda Aceh 1479859 239146 6188.098 0.071249 1875.74 3518402 250683.2 18 Sabang 127013 28692 4426.774 0.008548 114.416 13091.02 111.9054 19 Langsa 689586 135167 5101.733 0.040271 789.3754 623113.5 25093.11 Pemerintah Aceh 15336795 3556475 4312.358 1 2315488 Cvw = 0,3528
95
Lampiran 16. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2005 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 162115 78389 2068.084 0.023169 -2577.17 6641797 153882.5 2 Aceh Singkil 363027 148277 2448.303 0.043825 -2196.95 4826586 211525.3 3 Aceh Selatan 1068674 191539 5579.407 0.056612 934.1548 872645.2 49401.88 4 Aceh Tenggara 623414 169053 3687.684 0.049966 -957.568 916937 45815.34 5 Aceh Timur 1381479 304643 4534.747 0.090041 -110.505 12211.3 1099.517 6 Aceh Tengah 855042 160549 5325.739 0.047452 680.4866 463062 21973.3 7 Aceh Barat 878891 150450 5841.748 0.044467 1196.496 1431603 63659.52 8 Aceh Besar 1732495 296541 5842.346 0.087646 1197.094 1433033 125600 9 Pidie 1134069 474359 2390.74 0.140202 -2254.51 5082825 712624.7 10 Bireun 1809610 351835 5143.348 0.103989 498.0964 248100.1 25799.69 11 Aceh Barat Daya 528591 115576 4573.536 0.03416 -71.716 5143.181 175.6904 12 Gayo Luwes 287149 72045 3985.689 0.021294 -659.563 435022.7 9263.27 13 Aceh Tamiang 987129 235514 4191.381 0.069609 -453.871 205998.5 14339.35 14 Nagan Raya 788273 123743 6370.243 0.036574 1724.991 2975595 108828.6 15 Aceh Jaya 212007 60660 3495.005 0.017929 -1150.25 1323068 23721.01 16 Bener Meriah 551319 106148 5193.871 0.031373 548.6188 300982.6 9442.822 17 Banda Aceh 1503848 177881 8454.236 0.052575 3808.984 14508361 762775.1 18 Sabang 132940 28597 4648.739 0.008452 3.487378 12.16181 0.102794 19 Langsa 716604 137586 5208.408 0.040665 563.1558 317144.5 12896.74 Pemerintah Aceh 15716676 3383385 4645.252 1 2352824 Cvw = 0,3302
96
Lampiran 17. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 164665 79878 2061.456 0.023051 -2701.36 7297339 168207.7 2 Aceh Singkil 375774 153761 2443.884 0.044371 -2318.93 5377442 238603.2 3 Aceh Selatan 1100306 193727 5679.673 0.055904 916.8579 840628.5 46994.66 4 Aceh Tenggara 753066 171947 4379.64 0.049619 -383.175 146822.9 7285.22 5 Aceh Timur 1425121 309374 4606.467 0.089277 -156.348 24444.82 2182.353 6 Aceh Tengah 920627 164570 5594.136 0.04749 831.3212 691095 32820.31 7 Aceh Barat 954906 151954 6284.178 0.04385 1521.363 2314546 101492.1 8 Aceh Besar 1796096 302428 5938.921 0.087272 1176.106 1383225 120717.2 9 Pidie 1179723 478157 2467.229 0.137983 -2295.59 5269713 727129.5 10 Bireun 1891591 354763 5331.985 0.102375 569.17 323954.5 33164.74 11 Aceh Barat Daya 549237 116998 4694.414 0.033762 -68.4014 4678.754 157.9658 12 Gayo Luwes 299624 73279 4088.811 0.021146 -674.004 454281 9606.35 13 Aceh Tamiang 991213 273564 3623.331 0.078943 -1139.48 1298423 102501.3 14 Nagan Raya 853367 123951 6884.713 0.035769 2121.898 4502449 161047.2 15 Aceh Jaya 217640 61121 3560.806 0.017638 -1202.01 1444827 25483.58 16 Bener Meriah 574225 108806 5277.512 0.031398 514.6973 264913.3 8317.845 17 Banda Aceh 1576628 179266 8794.908 0.051731 4032.093 16257775 841033.5 19 Sabang 138103 28894 4779.643 0.008338 16.82783 283.1759 2.361121 20 Langsa 742855 138901 5348.09 0.040083 585.2746 342546.4 13730.27 Pemerintah Aceh 16504767 3465339 4762.815 1 2640477 Cvw = 0,3449
97
Lampiran 18. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1
Simeulue
168855
81127
2081.366
0.022823
-2910.69
8472103
193356.4
2
Aceh Singkil
393361
94961
4142.343
0.026715
-849.711
722009.4
19288.13
3
Aceh Selatan
1136301
209853
5414.747
0.059036
422.6935
178669.8
10547.95
4
Aceh Tenggara
841021
174371
4823.17
0.049054
-168.884
28521.76
1399.112
5
Aceh Timur
1579225
313333
5040.085
0.088147
48.03115
2306.991
203.3546
6
Aceh Tengah
972803
170766
5696.702
0.04804
704.6479
496528.7
23853.26
7
Aceh Barat
1012992
152557
6640.089
0.042917
1648.035
2716018
116564.6
8
Aceh Besar
1902744
307362
6190.564
0.086467
1198.51
1436425
124203.9
9
Pidie
1225040
373234
3282.23
0.104999
-1709.82
2923497
306962.8
10
Bireun
1921065
355989
5396.417
0.100147
404.3627
163509.2
16374.98
11
Aceh Barat Daya
576429
121302
4752.016
0.034125
-240.038
57618.42
1966.216
12
Gayo Luwes
312790
74312
4209.145
0.020906
-782.909
612946.1
12813.96
13
Aceh Tamiang
989222
239451
4131.208
0.067363
-860.846
741055
49919.36
14
Nagan Raya
922402
124141
7430.277
0.034923
2438.223
5944931
207617.5
15
Aceh Jaya
224334
70163
3197.326
0.019738
-1794.73
3221048
63578.06
16
Bener Meriah
581297
111040
5235.023
0.031238
242.9694
59034.14
1844.101
17
Pidie Jaya
466587
128446
3632.554
0.036135
-1359.5
1848241
66785.33
18
Banda Aceh
1601663
219659
7291.588
0.061795
2299.534
5287858
326761.4
19
Sabang
144010
29144
4941.326
0.008199
-50.7282
2573.347
21.0984
20
Langsa
772913
140005
5520.61
0.039386
528.556
279371.4
11003.41
21
Subulussalam
226182
63444
3565.065
0.017848
-1426.99
2036297
36344.07
17745054
3554660
4992.054
1
-
-
1591409
Pemerintah Aceh
CVw = 0,2043
98
Lampiran 19. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2000 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 66815 57101 1170.12 0.016774 -548.804 301186.3 5052.053 2 Aceh Singkil 150697 120431 1251.314 0.035378 -467.61 218659.1 7735.615 3 Aceh Selatan 522353 302330 1727.758 0.088812 8.833748 78.03511 6.930432 4 Aceh Tenggara 499271 207742 2403.322 0.061026 684.3984 468401.2 28584.54 5 Aceh Timur 396946 656184 604.9309 0.192759 -1113.99 1240981 239210.2 6 Aceh Tengah 331128 263100 1258.563 0.077288 -460.361 211932 16379.72 7 Aceh Barat 600899 422729 1421.476 0.12418 -297.448 88475.49 10986.87 8 Aceh Besar 888100 285691 3108.603 0.083924 1389.679 1931209 162074.5 9 Pidie 341056 499843 682.3263 0.146833 -1036.6 1074535 157776.8 10 Bireun 874275 349173 2503.845 0.102572 784.9208 616100.7 63194.8 11 Banda Aceh 1087596 216138 5031.952 0.063492 3313.028 10976153 696899.7 12 Sabang 92371 23706 3896.524 0.006964 2177.6 4741942 33022.01 Pemerintah Aceh 5851507 3404168 1718.924 1 1420924 CVw = 0,6934
99
Lampiran 20. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2001 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 67826 58622 1157.006 0.016914 -448.711 201341.6 3405.535 2 Aceh Singkil 150000 121891 1230.608 0.035169 -375.109 140707 4948.556 3 Aceh Selatan 539965 305639 1766.676 0.088186 160.9587 25907.71 2284.699 4 Aceh Tenggara 120942 216165 559.4893 0.06237 -1046.23 1094592 68269.85 5 Aceh Timur 406498 669146 607.4878 0.193069 -998.229 996461.6 192385.6 6 Aceh Tengah 342900 266841 1285.035 0.076992 -320.682 102837 7917.591 7 Aceh Barat 580946 433939 1338.773 0.125204 -266.944 71258.87 8921.929 8 Aceh Besar 912360 285544 3195.164 0.082388 1589.447 2526343 208140.4 9 Pidie 347949 506673 686.7329 0.14619 -918.984 844531.8 123462.5 10 Bireun 877285 354129 2477.303 0.102177 871.5865 759663 77619.99 11 Banda Aceh 1125049 222793 5049.75 0.064282 3444.033 11861365 762478 12 Sabang 93444 24461 3820.122 0.007058 2214.405 4903589 34608.23 Pemerintah Aceh 5565164 3465843 1605.717 1 1494443 CVw = 0,7613
100
Lampiran 21. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2002 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 68948 58359 1181.446 0.017663 -986.551 973283.1 17190.66 2 Aceh Singkil 161999 123309 1313.765 0.03732 -854.232 729713 27232.8 3 Aceh Selatan 545885 195260 2795.683 0.059096 627.6857 393989.3 23283.23 4 Aceh Tenggara 220223 148898 1479.019 0.045064 -688.978 474690.4 21391.68 5 Aceh Timur 421281 327514 1286.299 0.099123 -881.698 777391 77057.49 6 Aceh Tengah 352094 269070 1308.559 0.081435 -859.438 738633.5 60150.57 7 Aceh Barat 592205 192576 3075.176 0.058284 907.1785 822972.9 47965.96 8 Aceh Besar 950569 292277 3252.288 0.088459 1084.291 1175687 103999.7 9 Pidie 355739 511245 695.8288 0.15473 -1472.17 2167279 335343.1 10 Bireun 896496 357042 2510.898 0.10806 342.9009 117581 12705.8 11 Aceh Tamiang 457809 222215 2060.207 0.067254 -107.79 11618.59 781.3977 12 Nagan Raya 195584 142196 1375.454 0.043036 -792.543 628125 27032.05 13 Aceh Jaya 132402 97568 1357.023 0.029529 -810.974 657679.2 19420.79 14 Banda Aceh 1174311 221050 5312.423 0.066902 3144.426 9887412 661482.9 15 Sabang 94437 24193 3903.484 0.007322 1735.487 3011917 22053.53 16 Langsa 543319 121338 4477.732 0.036723 2309.735 5334874 195914.5 Pemerintah Aceh 7163301 3304110 2167.997 1 1653006 CVw = 0,5930
101
Lampiran 22. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2003 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 70486 59093 1192.798 0.016564 -992.934 985918.3 16330.97 2 Aceh Singkil 170935 124758 1370.133 0.034971 -815.599 665202.4 23262.55 3 Aceh Selatan 565793 197719 2861.602 0.055422 675.8696 456799.7 25316.82 4 Aceh Tenggara 118854 150776 788.282 0.042264 -1397.45 1952867 82535.32 5 Aceh Timur 438858 331636 1323.312 0.09296 -862.42 743767.7 69140.74 6 Aceh Tengah 364528 272453 1337.948 0.076371 -847.784 718737.4 54890.46 7 Aceh Barat 618819 195000 3173.431 0.05466 987.6988 975548.9 53323.5 8 Aceh Besar 997027 295957 3368.824 0.082959 1183.092 1399706 116118.3 9 Pidie 365465 517697 705.9438 0.145114 -1479.79 2189773 317767.7 10 Bireun 926328 361528 2562.258 0.101339 376.526 141771.8 14367.03 11 Aceh Barat Daya 268586 115358 2328.282 0.032336 142.5504 20320.61 657.082 12 Aceh Tamiang 479432 225011 2130.705 0.063072 -55.0273 3028.001 190.9831 13 Nagan Raya 203237 143985 1411.515 0.04036 -774.217 599411.8 24192.32 14 Aceh Jaya 136266 98796 1379.266 0.027693 -806.466 650386.8 18011.34 15 Bener Meriah 170995 106549 1604.848 0.029867 -580.884 337425.7 10077.73 16 Banda Aceh 1241946 223829 5548.638 0.062741 3362.906 11309134 709546.3 17 Sabang 95317 24498 3890.807 0.006867 1705.075 2907282 19964.24 18 Langsa 564743 122865 4596.451 0.03444 2410.719 5811568 200150.4 Pemerintah Aceh 7797615 3567508 2185.732 1 1755844 CVw = 0,6062
102
Lampiran 23. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2004 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 72366 71517 1011.871 0.021307 -1373.16 1885576 40176.29 2 Aceh Singkil 179795 144684 1242.674 0.043106 -1142.36 1304987 56252.69 3 Aceh Selatan 589044 185704 3171.951 0.055327 786.9171 619238.5 34260.66 4 Aceh Tenggara 128203 168229 762.0743 0.050121 -1622.96 2633998 132017.9 5 Aceh Timur 460681 312014 1476.475 0.092959 -908.559 825478.7 76735.54 6 Aceh Tengah 382090 285619 1337.761 0.085095 -1047.27 1096780 93330.45 7 Aceh Barat 665827 160545 4147.292 0.047831 1762.258 3105553 148543.1 8 Aceh Besar 1084048 301575 3594.622 0.089849 1209.588 1463102 131457.9 9 Pidie 327270 469888 696.4851 0.139994 -1688.55 2851197 399151.9 10 Bireun 960894 348057 2760.737 0.103697 375.7035 141153.1 14637.18 11 Aceh Barat Daya 275759 111100 2482.079 0.0331 97.04521 9417.772 311.7302 12 Gayo Luwes 93646 68312 1370.857 0.020352 -1014.18 1028554 20933.45 13 Aceh Tamiang 505451 229520 2202.209 0.068381 -182.825 33425 2285.643 14 Nagan Raya 417875 110486 3782.153 0.032917 1397.119 1951943 64252.63 15 Aceh Jaya 141999 79155 1793.936 0.023583 -591.098 349396.9 8239.749 16 Bener Meriah 180212 107065 1683.202 0.031898 -701.832 492568.4 15711.97 17 Banda Aceh 1327576 239146 5551.32 0.071249 3166.286 10025368 714299 18 Sabang 99998 28692 3485.222 0.008548 1100.188 1210414 10346.93 19 Langsa 589581 135167 4361.871 0.040271 1976.837 3907884 157372.5 Pemerintah Aceh 8482315 3556475 2385.034 1 2120317 CVw = 0,6105
103
Lampiran 24. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2005 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 71172 78389 907.9335 0.023169 -1699.36 2887833 66907.65 2 Aceh Singkil 187326 148277 1263.352 0.043825 -1343.94 1806186 79156.2 3 Aceh Selatan 620309 191539 3238.552 0.056612 631.2559 398484.1 22558.84 4 Aceh Tenggara 175237 169053 1036.58 0.049966 -1570.72 2467148 123272.6 5 Aceh Timur 505087 304643 1657.964 0.090041 -949.332 901232 81147.74 6 Aceh Tengah 411123 160549 2560.732 0.047452 -46.5638 2168.184 102.8851 7 Aceh Barat 630964 150450 4193.845 0.044467 1586.549 2517138 111930.3 8 Aceh Besar 1124423 296541 3791.796 0.087646 1184.5 1403040 122971.2 9 Pidie 391408 474359 825.1303 0.140202 -1782.17 3176114 445299.2 10 Bireun 1018600 351835 2895.107 0.103989 287.8111 82835.22 8613.956 11 Aceh Barat Daya 283064 115576 2449.159 0.03416 -158.137 25007.31 854.2466 12 Gayo Luwes 98921 72045 1373.045 0.021294 -1234.25 1523376 32438.42 13 Aceh Tamiang 476008 235514 2021.145 0.069609 -586.151 343572.7 23915.75 14 Nagan Raya 403622 123743 3261.776 0.036574 654.4804 428344.6 15666.16 15 Aceh Jaya 105660 60660 1741.84 0.017929 -865.456 749014.5 13428.92 16 Bener Meriah 191031 106148 1799.667 0.031373 -807.629 652265.4 20463.73 17 Banda Aceh 1406082 177881 7904.622 0.052575 5297.326 28061659 1475338 18 Sabang 105669 28597 3695.108 0.008452 1087.812 1183335 10001.77 19 Langsa 615780 137586 4475.601 0.040665 1868.305 3490563 141944.4 Pemerintah Aceh 8821486 3383385 2607.296 1 2796012 CVw = 0,6413
104
Lampiran 25. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2006 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 74469 79878 932.2842 0.023051 -1755.34 3081232 71024.11 2 Aceh Singkil 196985 153761 1281.112 0.044371 -1406.52 1978288 87778.89 3 Aceh Selatan 649173 193727 3350.968 0.055904 663.3401 440020.1 24598.97 4 Aceh Tenggara 206906 171947 1203.313 0.049619 -1484.32 2203192 109320.4 5 Aceh Timur 530523 309374 1714.827 0.089277 -972.801 946341.1 84486.2 6 Aceh Tengah 443917 164570 2697.436 0.04749 9.807742 96.1918 4.568178 7 Aceh Barat 698799 151954 4598.754 0.04385 1911.126 3652401 160156.6 8 Aceh Besar 1181351 302428 3906.222 0.087272 1218.594 1484972 129596.9 9 Pidie 412683 478157 863.0701 0.137983 -1824.56 3329012 459346.2 10 Bireun 1086439 354763 3062.436 0.102375 374.808 140481.1 14381.71 11 Aceh Barat Daya 298228 116998 2549.001 0.033762 -138.627 19217.49 648.8277 12 Gayo Luwes 105684 73279 1442.214 0.021146 -1245.41 1551056 32799.05 13 Aceh Tamiang 458252 273564 1675.118 0.078943 -1012.51 1025176 80930.42 14 Nagan Raya 429369 123951 3464.022 0.035769 776.3941 602787.8 21560.99 15 Aceh Jaya 109676 61121 1794.408 0.017638 -893.22 797842.3 14072.19 16 Bener Meriah 204997 108806 1884.06 0.031398 -803.568 645722 20274.62 17 Banda Aceh 1475778 179266 8232.336 0.051731 5544.708 30743790 1590412 18 Sabang 110038 28894 3808.334 0.008338 1120.706 1255982 10472.38 19 Langsa 640274 138901 4609.571 0.040083 1921.943 3693864 148061 Pemerintah Aceh 9313541 3465339 2687.628 1 3059926 CVw = 0,6508
105
Lampiran 26. Perhitungan Nilai Ketimpangan Pendapatan Daerah Dengan Mengeluarkan PDRB Sektor Pertanian Pemerintah Aceh Tahun 2007 (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) PDRB PDRB/kapita No Kab/Kota Penduduk (Jiwa) (Rp. Juta) (Rp. 000) 1 Simeulue 79040 81127 974.2749 0.022823 -1874.13 3512364 80161.68 2 Aceh Singkil 209921 94961 2210.602 0.026715 -637.803 406792.4 10867.26 3 Aceh Selatan 664604 209853 3166.998 0.059036 318.5929 101501.4 5992.24 4 Aceh Tenggara 338823 174371 1943.116 0.049054 -905.289 819549 40202.32 5 Aceh Timur 667950 313333 2131.758 0.088147 -716.647 513583.5 45270.9 6 Aceh Tengah 470030 170766 2752.48 0.04804 -95.925 9201.605 442.0455 7 Aceh Barat 737123 152557 4831.787 0.042917 1983.382 3933806 168829 8 Aceh Besar 1280763 307362 4166.953 0.086467 1318.548 1738569 150329.4 9 Pidie 428528 373234 1148.148 0.104999 -1700.26 2890873 303537.3 10 Bireun 1111933 355989 3123.504 0.100147 275.0988 75679.36 7579.071 11 Aceh Barat Daya 314718 121302 2594.5 0.034125 -253.905 64467.91 2199.953 12 Gayo Luwes 114648 74312 1542.793 0.020906 -1305.61 1704624 35636.04 13 Aceh Tamiang 402092 239451 1679.225 0.067363 -1169.18 1366983 92083.47 14 Nagan Raya 463308 124141 3732.111 0.034923 883.7061 780936.4 27273 15 Aceh Jaya 114166 70163 1627.154 0.019738 -1221.25 1491454 29438.79 16 Bener Meriah 206006 111040 1855.241 0.031238 -993.164 986374 30812.22 17 Pidie Jaya 124456 128446 968.9364 0.036135 -1879.47 3532402 127641.7 18 Banda Aceh 1499931 219659 6828.452 0.061795 3980.047 15840776 978875.4 19 Sabang 115348 29144 3957.864 0.008199 1109.459 1230900 10091.92 20 Langsa 668412 140005 4774.201 0.039386 1925.796 3708690 146071.7 21 Subulussalam 113313 63444 1786.032 0.017848 -1062.37 1128637 20144.05 10125113 3554660 2848.405 1 2313479 Pemerintah Aceh CVw = 0,5339
106
Lampiran 27. Uji Dua Nilai Tengah Berpasangan antara Indeks Ketimpangan dengan Mengikutsertakan PDRB Sektor Pertanian dan Indeks Ketimpangan Tanpa PDRB Sektor Pertanian (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) Paired T-Test and CI: CVW np, CVW p Paired T for CVW np - CVW p CVW np CVW p Difference
N 8 8 8
Mean 0.636347 0.342022 0.294324
StDev 0.068707 0.074302 0.024897
SE Mean 0.024292 0.026270 0.008802
95% lower bound for mean difference: 0.277647 T-Test of mean difference = 0 (vs > 0): T-Value = 33.44
P-Value = 0.000
107
Lampiran 28. Korelasi antara Indeks Ketimpangan dengan PDRB Sektor Pertanian (Tanpa Lhokseumawe dan Aceh Utara) Correlations: CVWPNL, PDRBPNL Pearson correlation of CVWPNL and PDRBPNL = -0.814 P-Value = 0.014
CVWPNL PDRBPNL
CVWPNL 1.000 -0.814
PDRBPNL -0.814 1.000
108
Lampiran 29. Korelasi antara PDRB Sektor Pertanian dan PDRB Per Kapita Correlations: PDRBKAP, PDRBP Pearson correlation of PDRBKAP and PDRBP = 0.612 P-Value = 0.107
DPDRBP PDRBKAP
DPDRBP 1.000 0.612
PDRBKAP 0.612 1.000