PERANAN PROUEK m K A N A N J A J m A N IPB D A L M UPAYA PENGENTASAN KEMISKINm
Dr. Ir. Aida Vitayala S. Kubeis dan Tim
1.
Kerniskinan: Beberapa Konsep dan Pengukurannya
Hingga kini dikenal banyak konsep dan pengukuran yang bertalian dengan kemiskinan. Dalam tulisannya yang dicetakulang oleh World Bank, Srinivasan (1977) mengemukakan kemiskinan di suatu negara atau wilayah dapat diukur baik dengan indikator absolut maupun indikator relatif. Menurut Djojohadikusumo (1980), keiniskinan absolut merupakan suatu keadaan dimana tingkat pendapatan absolut seseorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan kemiskinan relatif merupakan tingkat penerataan dalam pembagian pendapatan nasional (GNP). Lebih lanjut, kriteria World Bank tentang kemiskinan yang dikutip Djojohadikusumo (1980), sebagai berikut: 1. Pembagian pendapatan '"angat timpang" bila 40 % jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima kurang dari 12 % GNP ; 2. '%etidakmerataan tingkat sedang" bila 40 % jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima 12-17 % GNP; dan 3. "Ketidakmerataan tingkat rendah" bila 40 % jumlah penduduk berpendapatan rendah menerima lebih dari 17 % GNP. Sajogyo (1977) mengklasifikasikan tingkat kemiskinan penduduk perdesaan dan perkotaan berdasarkan tingkat pengeluaran rumah tangga dalam nilai tukar beras per kapita per tahun. Untuk perdesaan kriteria tersebut adalah: < 320 kg nilai tukar beras per orang per tahun [miskin], < 240 kg nilai tukar beras per orang per tahun [miskin sekali], < 180 kg nilai tukar beras per orang per tahun [paling miskin]. Sedangkan untuk daerah perkotaan: < 480 kg nilai tukar beras per orang tahun [miskin], < 3 6 0 kg nilai tukar beras per orang per tahun [miskin sekali], < 270 kg nilai tukar beras per orang per tahun [paling miskin]. 1)
Disampaikan Bogor dalam
2)
K e t u a P r o g r a m M a k a n a n J a j a n a n IPB ( S u s u n a n T i m t e r l a m p i r )
pada "Lokakarya Pengalaman Empiri.k I n s t i t u t P e r t a n i a n U p a y a P e n g e n t a s a n Kemiskindn", L P M IPB, 10 J u l r 1 9 9 3
.Semula konsep dan pengukuran kemiskinan Sajogyo inilah yang sering. dipa$ai, hingga sejak tahun 1984 Indonesia secara resmi menggunakan ukuran garis kemiskinan menurut Biro Pusat Statistik (BPS) berdasarkan pengeluaran rumahtangga rata-rata. Wingga kini, tahun 1993, ukuran garis kemiskinan menurut BPS ditentukan sebesar Rp 12.300,QQ/orang/bulan untuk masyarakat di desa, dan Rp. 26.500, QO/orang/bulan untuk masyarakat di kota
-
Berapa pun besar perhatian dan sumbangan pemikiran yang telah kita berikan untuk bersama-sama memahami dan membantu mengentaskan kemiskinan, tampaknya belum akan cukup. Masih banyak yang dapat dikerjakan, baik melalui program-program lintas-sektoral maupun lintas-keprofesian yang mensyaratkan perhatian dan pemahaman sungguh-sungguh sejak perencanaan, Bagainana dengan pelaksanaan hingga evaluasi program. Program Makanan Jajanan IPB? 2.
Latar Belakang Proyek Makanan Jajanan IPB
Proyek Makanan Jajanan IPB ini mulanya secara resni bernama "Program Perbaikan Makanan Yang Umum Dimakan di Indonesia" (Programme on The Improvement of The Who1esomeness of Common Peoplels food in Indonesia Project), yang kemudian lebih dikenal dengan Proyek Makanan Jajanan (Streetfood Project). Proyek dimulai pada tahun 1988 dengan tujuan: (1) meningkatkan kualitas dan keamanan makanan (2) memperkuat posisi sosial ekonomi jajanan, pengusaha/pedagang makanan jajanan (PMJ), dan (3) merumuskan kebijaksanaan sebagai rekomendasi untuk pengembangan program. Proyek makanan jajanan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Belanda, menyadari bahwa perbaikan mutu dan keamanan makanan ja janan akan membantu memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Bersamaan dengan itu, Pemerintah Indonesia sendiri menunjukkan keinginan yang sejalan dengan upaya pengembangan pengusaha kecil (di bidang makanan), karena sektor informal ini begitu potensial dipandang dari segi penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha yang tinggi, dan sumbangan (retribusi) yang dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah, serta dominan mewarnai perilaku kehidupan, terutama masyarakat perkotaan. Walau2un pada tahun 1992 bantuan dari Belanda terputus, proyek tetap berjalan dengan dana DP3M-Depdikbud, Deplces, GTZ, dan Iridofood. Tetapi, bagaimana Proyek Makanan Jajanan IPB berperan dalam upaya pengentasan kemiskinan?
----------1) Surat Kabar Kompas Edisi No. 3 Tahun ke-29
LOU. E M G E M T A W KERISKIWAW-RKL 6: 8Z
~ i s a d a r isepenuhnya, bahwa tujuan utama Proyek Makanan Jajanan IPB bukanlah mengurangi angka kemiskinan itu secara langsung melalui program-program (actions) baik yang telah diuji-cobakan atau telah dicoba-terapkan di Kotamadya Bogor. Untuk itulah, pemaparan pelaksanaan dan hasil-hasil proyek makanan jajanan IPB ini diharapkan dapat membuka jalan dan melengkapi berbagai konsep ke arah upaya pengentasan kemiskinan. Beberapa ha1 yang memberi alasan tentang ha1 ini, yaitu: potensi usaha makanan jajanan (UMJ) dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang luar biasa, memberi sumbangan pada pendapatan daerah, meningkatkan pendapatan keluarga, dan mengembangkan modal/investasi usaha di daerah asal (bagi pedagang rnigran). Makanan jajanan yang terdiri atas minuman (beverages), makanan keeil (snack), dan makanan lengkap (meals), didefinisikan sebagai makanan yang siap untuk dimakan atau terlebih dahulu dimasak di tempat penjualan dan dijual di pinggiran jalan atau lokasi yang ramai dan di tempat umum. Makanan jajanan ini menyediakan kura-ng lebih seperempat konsumsi makanan keluarga pada masyarakat perkotaan, dan lebih dari itu makanan jajanan diproduksi dan dijual oleh pengusaha kecil. Usaha makanan jajanan dengan berbagai aspek positifnya tidaklah berkembang begitu saja tanpa membawa permasalahan. Pendapat umum justru lebih sering mendiskreditkan pelakunya (PMJ) kepada hal-ha1 yang berkonotasi negatif seperti penyebab ketidaktertiban, kemacetan lalu lintas, dan urbanisasi, serta penyebab penyakit sebagai akibat dari mutu dan keamanan makanan yang rendah. Untuk mengelola dua potensi inilah Proyek Makanan Jajanan IPB muncul dengan upaya meminimalkan potensi negatif UMJ sambil mengembangkan berbagai potensi positif yang dimilikinya melalui kegiatan intervensi/penyuluhan. Proyek ini terdiri dari dua tahap; tahap I dilaksanakan tahun 1988-1990 dan difokuskan pada penelitian-penelitian dasar. Tahap I1 dilaksanakan pada tahun 1990-1992 dalam bentuk kegiatan intervensi/peyuluhan. Penelitian pendahuluan menghasilkan informasi penting tentang situasi sosial ekonomi UMJ dan kondisi. keamanan makanan jajanan dimana tingginya kontaminasi kimia dan mikrobiologi makanan disebabkan oleh cars penanganan yang kurang terjamin kebersihan dan kesehatannya. Kondisi-kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa situasi UMJ masih jauh dari yang diharapkan (Lihat lampiran). Langkah-langkah optimal perlu segera didahulukan untuk melindungi kepentingan berbagai pihak, baik pemerintah,
konsumen dan pedagang sendiri; konsumen terlindungi dari resiko ketidaksehatan, produsen terhindar dari tuduhan menjual produk bermutu rendah, dan pemerintah memperluas kesempatan kerja dan peluang mencari nafkah untuk ribuan orang di kota dan di desa dengan pengembangan usaha makan jajanan. Kegiatan intervensi bertujuan untuk mendukung peningkatan penggunaan teknologi pengolahan (produksi) dan penjualan (distribusi) makanan jajanan, dan sosial ekonomi pedagangnya, diantaranya melalui: 1. Pengembangan metoda dan materi penyuluhan untuk peningkatan pengetahuan, praktek penanganan makanan dan kemampuan manajerial usaha makanan jajanan (Intervensi Umum [IU]); 2. Pengembangan metoda dan materi penyuluhan terutama bagi pedagang makanan yang rawan terhadap kontaminasi (Intervensi Produk Khusus [IPK]), seperti es campur/cendol, es puter dan gado-gado; 3. Perancangan metoda dan materi penyuluhan/kampanye untuk konsumen melalui berbagai media, sehingga nemungkinkan para pernbeli dapat nembedakan makanan yang bersih dan kurang bersih, bergizi dan tidak bergizi, dan seterusnya, serta 4. Pengembangan usulan yang berisi pembentukan organisasi yang membantu usaha makanan jajanan di Jawa Barat, baik untuk pendekatan, diseminasi, pemantauan, dan pengembangan lebih lanjut program intervensi, serta melanjutkan penelitian (research) dan kegiatan (action) lainnya.
SOSIAL EKONOMI DAN TEKNOLOGI TERHADAP PEDAGANG MAKANAN JAJANAN
11. INTERVENSI
1.
Permasalahan
Hasil penelitian makanan jajanan oleh Proyek Makanan jajanan IPB di Kodya Bogor pada tahun 1988-1990 menunjukkan bahwa: (1) omzet penjualan makanan jajanan mencapai 48,84 milyar rupiah per tahun dengan penyerapan tenaga kerja 12,2% dan pemberian retribusi ke Pemda sebesar 0,3 milyar rupiah per tahun, (2) pendapatan harian PMJ rata-rata 5.882 rupiah atau sebanyak 2,3 kali upah minimum, sedangkan PMJ urban dapat mengirim uang ke kampung sekitar 0,72 milyar rupiah per tahun, lebih kurang 206 kali subsidi penbangunan desa, (3) beberapa makanan jajanan beresiko terhadap kesehatan karena kontaminasi mikroba dan senyawa kimia Serbahaya, (4) makanan jajanan memberi kontribusi zat gizi bagi masyarakat, (5) sebesar 30% pengeluaran konsumsi keluarga dialokasikan untuk makanan jajanan.
Kontaminasi makanan timbul karena penanganan yang kurang higienis, meliputi aspek ketersediaan sarana penggunaan air bersih, higiene tempat kerja dan lingkungan, pembuangan limbah, bahan mentah, kebersihan peralatan dan perlengkapan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan. Sedangkan persoalan pokok sosial ekonomi menyangkut pada belum berfungsinya kelompok swadaya sebagai alternatif solusi masalah, minimnya penguasaan manajemen dan keterampilan berusaha yang efektif dan efisien, sedikitnya intervensi kredit dan tabungan sebagai sumber modal, serta pengakuan dan pengintegrasian eksistensi PMJ dalam perencanaan kebijakan pemerintah setempat. Mengacu pada hasil penelitian dan untuk menciptakan perubahan penanganan makanan yang bersih dan sehat serta untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi PMJ, Proyek Makanan Jajanan IPB menyusun dan melaksanakan intervensi kepada pedagang dalam beberapa tahap yang terdiri dari program percontohan (1990-1991), program Inplementasi Percontohan yang bekerjasama dengan Penda Kodya Bogor (1991-1993), dan tahap penyebarluasan (baru dimulai dalam skala yang sangat kecil dan di daerah Bogor sendiri, tahun 1992). 2.
Program Pereontohan
Program percontohan yang diikuti oleh 8 kelompok PMJ (90 orang) dirancang dengan pendekatan kelompok dan pendekatan kebutuhan sasaran. Intervensi dalam bentuk penyuluhan diawali dengan berbagai kegiatan; (a) analisa kebutuhan materi penyuluhan berdasarkan hasil-hasil penelitian, melakukan penelitian mendalam untuk materi intervensi produk khusus, serta melakukan wawancara langsung untuk menggali felt need PMJ, (b) penyusunan modul inter-vensi sekaligus perancangan alat bantu dengan prinsip banyak gambar sedikit huruf, (c) seleksi kelompok sasaran; didasarkan pada hasil temuan survey dengan tiga karakteristik kelompok (berpangkal di lokasi strategis, menetap di perkampungan, dan berkeliling), (d) penentuan kelompok sasaran, (e) pendekatan kelompok sasaran; dilakukan jauh sebelum pelaksanaan intervensi sendiri misalnya dengan kunjungan rumah, kunjungan ke lokasi berjualan dan melalui pengambilan biodata calon peserta, (f) pendekatan tokoh informal dilakukan terhadap orang-orang yang dianggap berpengaruh dalam pelaksanaan intervensi di kelompok yang bersangkutan. Tokoh tersebut dapat berasal dari lingkungan PMJ sendiri ataupun dari masyarakat sekitar PMJ tersebut, (g) pendekatan aparat kelurahan diperlukan karena fungsinya selaku penanggungjawab wilayah pelaksanaan intervensi serta diharapkan dapat berperan dalam penyebarluasan pada sasaran lainnya, kelak.
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh PMJ untuk meningkatkan kualitas makanan yang dijual, intervensi dibagi menjadi ~ntervensi Umum dan Intervensi Produk Khusus. Intervensi Umum didasarkan pada masalah-masalah PMJ pada umumnya, sedangkan Intervensi Produk Khusus didasarkan pada masalah yang dihadapi PMJ tertentu. Intervensi Umum disampaikan kepada seluruh PMJ yang terlibat dalam program, materi intervensi (4 modul ) terdiri dari pengetahuan tentang penanganan makanan yang sehat, penyakit yang disebabkan oleh makanan, mikroba, kontaminasi dan cara penurunannya melalui perbaikan lingkungan kerja, metode pengolahan, kualitas bahan mentah, kebersihan peralatan, cara penyimpanan, pengemasan, pemajangan, transportasi, kebersihan pribadi, pemakaian air dan bahan tambahan makanan. Sedangkan Intervensi Produk Khusus disampaikan kepada PMJ peserta Intervensi Umum yang menjual produk khusus (produk populer dengan kontaminasi tinggi), yaitu: es cendol, es puter dan gado-gado. Materi intervensi produk khusus terdiri dari materi umum yang dilengkapi dengan materi khusus tentang modifikasi pengolahan atau proses produksi dan modifikasi peralatan untuk meningkatkan mutu mikrobiologi produk khusus tersebut. Intervensi umum dilakukan pada bulan Januari-Februauri 1991 sedangkan intervensi produk khusus pada bulan Juli-Agustus 1991. Program dilaksanakan dalam 8 kali pertemuan (1 pertemuan per minggu), diawali dengan pertemuan pre-intervensi yang diisi dengan penjelasan umum tentang pelaksanaan intervensi, pemilihan ketua kelas, dan diskusi tentang teknis ~ u j u h pertemuan lain pelaksanaan pertemuan selanjutnya. diisi dengan pembahasan modul-modul penyuluhan yang disampaikan dengan metoda diskusi, penjelasan, permainan simulasi, bermain peran dan sumbang saran. Sedangkan media yang digunakan yaitu film video, film animasi, poster, folder, bagan, tape, papan tulis dan flip paper. Pada intervensi produk khusus, selain penyampaian materi dalam bentuk teori juga dilakukan praktek pengolahan produk yang bersangkutan. Guna menumbuhkan motivasi dan semangat belajar, peserta dilengkapi dengan alat tulis menulis yang diberi cap logo proyek. ~ e l a i nitu, sertifikat dan asesori berjualan seperti apron, topi, sticker yang semuanya berinisial PESERTA PENYULUHAN PROYEK MAKANAN JAJANAN IPB dan MAKANAN BERSIH DAN SEHAT diberikan kepada peserta untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab moral dan kebanggaan untuk melakukan penanganan makanan yang bersih dan sehat. Upaya lain yang berkaitan dengan penumbuhan kebanggaan dan motivasi belajar adalah kegiatan cepat tepat antar kelompok peserta penyuluhan. Pada ajang ini mereka berkompetisi secara sehat dan sekaligus berupaya untuk semakin memahami materi penyuluhan yang diperoleh. Para pemenang memperoleh piagam, piala dan uang sebagai tambahan modal/kas kelompok.
Evaluasi. Dalam pelaksanaan program percontohan dilakukan 2 jenis evaluasi, yaitu evaluasi proses dan evaluasi efek. Evaluasi proses dilakukan untuk nengoptimasi proses belajar mengajar, sedangkan evaluasi efek yang dilakukan melalui wawancara pengetahuan, observasi praktek penanganan makanan dan sampling mutu makanan diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh output yang diharapkan dari intervensi telah tercapai.
Hasil evaluasi proses yang dilakukan dengan cara pengisian kuesioner pada setiap akhir penyuluhan menunjukkan bahwa karakter penyuluh yang terbuka dan ramah adalah yang Film video, film animasi, poster, paling disukai peserta. bentuk simulasi dan kesederhanaan bahasa penyuluh sangat memudahkan peserta dalam mencerna materi penyuluhan. Pada umumnya, peserta berpendapat bahwa penyuluhan cukup dilakukan 1,5 jam per pertemuan. Hasil evaluasi efek menunjukkan bahxa modul penyuluhan umum sangat berhasil dalam meningkatkan pengetahuan dasar PMJ, tetapi tidak demikian halnya dalan praktek pengolahan makanan dan mutu mikrobiologi makanan. Hal ini dapat dimengerti karena perubahan pengetahuan dapat terjadi sesaat setelah penyuluhan, sedangkan perubahan perilaku dan keterampilan selain memerlukan waktu yang lebih lama juga memerlukan dukungan sarana penunjang lainnya seperti modal, air bersih, tempat pembuangan limbah, dan pemberlakuan sistem sanksi. Meskipun tidak terjadi perubahan nyata dalam praktek pengolahan dan mutu makanan, hasil pemantauan di lapangan menunjukkan bahwa aplikasi materi-materi sosial sudah dilaksanakan pedagang. Beberapa kelompok sudah memiliki pengurus, kegiatan simpan pinjam, arisan, kerja bakti membersihkan lingkungan tempat berjualan dan mengadakan pertemuan rutin. Beberapa pedagang sudah mau memanfaatkan jasa bank untuk mengatasi keterbatasan modal. Kekompakkan kelompokpun tidak hanya terbatas pada kegiatan berdagang tetapi juga pada kegiatan sehari-hari. Tulisan-tulisan peringatan seperti JAGALAH KEBERSIHAN dan UTAMAKAN MENJUAL MAKANAN YANG BERSIH DAN SEHAT banyak ditempel PMJ di dinding-dinding rumah, di pintu-pintu dekat tempat pengolahan sebagai bukti munculnya kepedulian mereka untuk menciptakan makanan yang lebih sehat. 3,
Program Impxemrntasi Percontohan
Hasil evaluasi yang diperoleh pada intervensi program percontohan ditambah dengan pengamatan lapang selama kegiatan penyuluhan dijadikan sebagai bahan untuk merevisi modul penyuluhan yang direncanakan akan disebarluaskan pada sasaran lebih luas.
Modul yang sudah direvisi tersebut diujicobakan kembali dalam program Implementasi Percontohan dengan pelaksana Kerjasama Proyek Makanan penyuluhan Pemda Kodya Bogor. Jajanan IPB dengan Pemda Kodya Bogor merupakan langkah yang penting karena Pemda mempunyai fungsi politis dalam penyebarluasan intervensi. Dalam kerjasama ini, setelah melalui proses tukar fikiran yang intensif akhirnya-pihak Pemda Kodya Bogor bersedia membentuk 11 orang Satgas dan 11 orang Inisiator yang berperan langsung dalam menangani upaya Satgas yang terdiri dari para kepala pembinaan PMJ. bagian/kepala dinas instansi terkait (Assda 11, Bappeda, Bangdes, Tim Penggerak PKK, Bagian Kesra, Perekonomian, Dinas Koperasi, DKK dan Dinas Perindustrian) berperan sebagai penentu kebijakan pembinaan, sedangkan Inisiator yang merupakan tenaga lapang dari dinas-dinas tersebut bertugas sebagai pelaksana teknis kegiatan intervensi. Dalam rangka penyamaan persepsi Pemda dengan proyek dalam intervensi PMJ, serta upaya transfer pengalaman pelaksanaan intervensi di lapangan, Proyek Makanan Jajanan IPB mengadakan berbagai rangkaian kegiatan yang mengarah pada kedua maksud tersebut yakni melalui: ekspose ke Walikotamadya Bogor, lokakarya intervensi, negosiasi intensif, pembentukan Satgas, seminar, dan pelatihan pelatih (Training of Trainer) bagi para Inisiator. Program Implementasi Percontohan diikuti oleh 10 kelompok PMJ (135 orang), dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan dimana pertemuan pertama merupakan pre-intervensi sedangkan 9 pertemuan berikutnya adalah untuk penyampaian materi Intervensi Umum yang digabung dengan materi Intervensi Hasil evaluasi proses dan efek pengetahuan Produk Khusus. menunjukkan kondisi yang hampir sama dengan ketika pelaksanaan program percontohan, yakni penilaian - penilaian yang positif terhadap proses dan media penyuluhan serta peningkaSetan pengetahuan yang sangat baik pada evaluasi efek. dangkan observasi dan sampling tidak dilakukan sehubungan dengan belum rampungnya perancangan sistem kontrol dan sistem sanksi yang diduga mampu meningkatkan praktek penanganan makanan peserta dan mutu mikrobiologinya. Monitoring intensif yang dilakukan oleh Inisiator bersama Staf Proyek menghasilkan dinamika kelompok yang lebih baik pada intervensi tahap ini dibanding intervensi pertama. Hampir semua kelompok sudah mempunyai aktivitas rutin yang dilaksanakan dalam keteraturan ~dxinistrasi seperti simpan-pinjam, arisan, tabungan kelompok, gotongroyong kebersihan lingkungan dan pertemuan rutin per bulan untuk memusyawarahkan kemajuan kelompok. Secara psikologis, pandangan para PMJ terhadap aparat berseragam ini mulai berubah. Mereka sudah berani berdialog, berani mengemukakan pendapat, dan bahkan melontarkan kritikan-kritikan terhadap perlakuan Pemda dalam menangani PMJ.
Masih dalam rangkaian kegiatan Implementasi Percontohan, pada tahun 1992-1993 pembinaan diperluas pada tiga kelompok sasaran (52 orang) . Selain untuk memperluas sasaran, kegiatan ini juga dimaksudkan untuk ujicoba revisi modifikasi peralatan produk khusus berupa alat cetak cendol dan perancangan alat putar es puter. Selain itu, perluasan sasaran dengan skala yang masih sangat kecil telah dilakukan pula melalui proyek lingkar kampus dengan membina satu kelompok pedagang yang berjumlah 15 orang di Da-rmaga, Kabupaten Bogor. Upaya perluasan intervensi tetap dirintis; dalam waktu dekat perluasan segera akan dilakukan ke Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor. 4.
Penyebarluasan Program Intervensi
Dasar pemikiran. Sebagai sektor informal, makanan jajanan besar sumbangannya dalam meningkatkan pendapatan, kesempatan kerja dan perekonomian daerah serta penting dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Meskipun demikian, pengetahuan produsen dan konsumen tentang keamanan makanan jajanan serta mutu gizinya masih sangat terbatas. Distributor/pengecer bahan tambahan makanan (BTM) juga berperan meninbulkan kontaminasi senyawa kimia berbahaya pada makanan. Dikhawatirkan jika keadaan ini dibiarkan terus, sewaktu-waktu dapat timbul masalah penyakit atau keracunan karena makanan jajanan atau timbulnya masalah gizi, baik gizi kurang atau gizi lebih, karena konsumsi makanan jajanan yang terus menerus.
Pemahaman bahwa usaha kaki lima akarl menjadi fenomena yang berarti di perkotaan Indonesia, dalam masa yang akan datang jumlah penduduk perkotaan yang sebanyak 52 juta pada tahun 1990 ( 2 8 . 8 % dari total penduduk) dan akan meningkat 132 juta ( 5 2 . 2 % dari total penduduk) pada tahun e n g b a n potensi dari bagian ekonomi perkotaan yang menyerap 19.3% tenaga kerja (12.2% dzlam kasus PMJ) adalah tidak realistis dan pemborosan.
~~:de~t
Intervensi yang sudah dilakukan dalam dua tahap berbeda di Kodya Bogor; Program Ujicoba dan Program Implementasi Percontohan meyakinkan kita bahwa dengan pendekatan penyuluhan, perilaku pedagang (pengetahuan dan praktek penanganan makanan) dapat diubah ke arah yang lebih baik. Berdasarkan pengalaman di Bogor tetapi dengan mempertimbangkan kondisi lckal yang berbeda, penyebarluasan program dapat dimulai di daerah-daerah lain. Sedangkan di Bogor sendi.ri, program implementasi yang sudah diujicobakan dapat terus dilembagakan dalam kebijakan pembangunan daerah setempat. Beberapa ha1 yang masih perlu dikembangkan dan disempurnakan pada tahap penyebarluasan:
--------------
1) Kompas, 21 Agustus 1991
a. Kader di tiap kelurahan yang dapat dipilih dari aparat kelurahan., tok.oh masyarakat , ataupun tokoh pedagang sendiri perlu diberi pelatihan guna menciptakan kader penyuluhan di yang mampu menyebarluaskan/meratakan kelurahan yang bersangkutan. b.
Monitoring dan pembinaan lanjutan setelah penyuluhan diperlukan untuk memantau praktek penanganan makanan dan kegiatan kelompok sehingga PMJ tetap termotivasi untuic menerapkan materi-materi penyuluhan yang sudah mereka terima .
c.
Sistem kontrol dan sistem sanksi merupakan perangkat intervensi yang patut diterapkan apabila proses penyuluhan (termasuk penyuluhan distributor/pengecer bahan tambahan makanan), monitoring dan pembinaan sudah terealisasi, serta jika fasilitas/sarana umum sudah tersedia (sumber air bersih, sistem pembuangan sampah, toilet, dan lain-lain). Sistem kontrol diperlukan untuk mendeteksi secara praktis mutu mikrobiologi makanan yanq dijual. Jika pengujian menunjukkan mutu makanan yang jelek, pedagang yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari kegiatan berjualan atau kembali diberikan pelatihan khusus yang berkaitan dengan mutu mikrobiologi makananannya; tergantung dari jenis sanksi yang disepakati .
d. Timbulnya masalah keamanan dan mutu gizi makanan jajanan tidak hanya semata disebabkan oleh produsen makanan jajanan tetapi juga karena pengaruh segmen lain yang terkait, antara lain distributor/pengecer BTM dan pihak Pemda yang terkait dengan industri makanan jajanan. Selain itu kesadaran konsumen akan keamanan makanan jajanan masih sangat kurang. Oleh karena itu, selain kepada para PMJ, penyuluhan keamanan makanan jajanan perlu pula ditujukan kepada konsumen dan distributor/pengecer BTM. e. Karena UMJ sebetulnya berkaitan dengan kepentingan berbagai pihak, maka dalam upaya pembinaannya, diperlukan suatu forum yang beranggotakan wakil-wakil dari berbagai instansi dan dinas terkait di daerah yang bersangkutan misalnya Bangdes, Bagian Perekonomian Daerah, Bagian Kesra, PKK, Dinas Koperasi, ina as Kesehatan, Dinas Perindustrian, Bagian Tata Kota, dan lain-lain.
Pelaksanaan program pembinaan yang dilakukan oleh Proyek Makanan Jajanan IPB terhadap PMJ telah memunculkan berbagai perubahan/perbaikan secara konkrit dalam berbagai hal, misalnya aspek keamanan dan kesehatan makanan jajanan, aspek ekonomi, dan aspek sosial. Selain itu kerjasama yang dilakukan oleh proyek dengan Pemda Kodya Bogor telah mampu menciptakan keterbukaan dan kepedulian Pemda terhadap UMJ. 1.
Aspek Keamanan dan Kesehatan Makanan Jajznan
Setelah penyuluhan, praktek penanganan makanan yang dilakukan PMJ ternyata cenderung berubah menjadi lebih baik, seperti: menghindari kontak tangan dengan produk makanan, menggunakan peralatan yang baik dan bersih, menggunakan penutup makanan, menyediakan tempat sampah, memperhatikan kebersihan lingkungan berjualan, dan lain sebagainya. Beberapa ha1 yang tidak berubah cenderung dihubungkan dehgan keterbatasan modal untuk melengkapi persyaratan kebersihan, seperti: ketersediaan air bersih, dan sarana penjualan yang memada i . Pada beberapa kelompok, upaya peningkatan keamanan makanan jajanan dilakukan selaras dengan upaya penumbuhan dinamika kelompok yang baik, sehingga mereka mampu mengelola dan memodali bersama pengadaan tempat pencucian peralatan yang permanen. Bantuan Pemda yang hanya cukup untuk membiayai sebagian anggota kelompok dicukupi oleh kelompok yang bersangkutan melalui berbagai upaya, seperti iuran kelompok dan arisan kelompok yang dikumpulkan sedikit demi sedikit. Pada kelompok lain pengadaan sarana pencucian ini justru dibiayai secara swadaya penuh dengan cara meminjam modal ke koperasi kelurahan yang kemudian dicicil secara berangsurangsur melalui iuran harian dengan jumlah yang sama sekali tidak memberatkan. Beberapa aktivitas lain yang secara kombinasi memperlihatkan peningkatan kesadaran akan mutu makanan dan muculnya dinamika kelompok yang baik adalah pengadaan gerobak dorong dan pengadaan tong sampah. Peningkatan mutu mikrobiologi makanan jajanan diukur dengan penurunan jumlah total mikroba (APC), bakteri entero Tetapi setelah (EPC), dan bakteri asam laktat (LABC). penyuluhan contoh makanan jajanan yang dianalisa hanya menun jukkan penurunan LABC, sedanYk?n APC dan EPC masih tetap tinggi. Walaupun ha1 ini tidak berpengaruh langsung pada resiko kesehatan, tetapi $elas diakibatkan oleh penanganan makanan yang masih kurang baik.
2.
Aspek Ekonomi
Perbaikan pengetahuan dan penanganan makanan dalam memproduksi makanan jajanan, secara tidak langsung mempengaruhi pula pendapatan para pedagang yang telah dibina oleh proyek. Para pedagang makanan tersebut, setelah mengikuti pembinaan, memang mendapatkan keuntungan ganda. Selain wawasan pengetahuan yang Sertambah luas, dagangan mereka menjadi lebih laris, meski harganya sedikit naik. Larisnya produk yang diusahakan, secara langsung berpengaruh pada efisiensi penggunaan waktu, karena sebelum penyuluhan mereka masih melakukan penjualan sampai dengan pukul 16.00, sementara setelah penyuluhan pukul 14.00 pun kadang-kadang proPak Sukarma, ketua Kelompok PMJ duknya sudah habisl. Cidangiang (salah satu kelompok yang telah dibina), mengatakan bahwa pendapatan mereka sebelum penyuluhan sekitar 2.000 Tetapi sekarang mencapai sampai 3.000 rupiah per hari. 5.000 rupiah, bahkan kadang-kadang pada hari Sabtu-Minggu sarnpai sekitar 40.000 rupiah. Begitu pula tutur Pak Madro", ketua kelompok binaan yang lain (Jalan Selot), setiap harinya mereka mendapatkan keuntungan sekitar 5,000 rupiah 2 . Kenaikan harga makanan jajanan ternyata memang tidak menjadi masalah bagi konsumen yang kritis, berdasarkan temuan selama survai konsumen yang dilakukan oleh proyek pada tahun 1990 mengenai pertimbangan para konsumen (dalam ha1 ini ibu-ibu rumahtangga) dalam membeli makanan jajanan. Mereka umumnya (52,1%) membeli makanan jajanan karena kebersihan makanan tersebut (terlindung dari debu dan lalat), dan rasa makanan yang enak menempati urutan kedua ( 5 0 , 0 % ) . Sedangkan faktor harga yang murah kurang men j adi pertimbangan mereka ( 1 7 , 2 % ) . Peningkatan pendapatan PMJ ini, selain bersumber dari pengakuan PMJ sendiri juga dapat dipantau dari aktifnya kegiatan arisan dan tabungan di beberapa kelompok. Kemampuan peserta untuk mengikuti arisan selain menunjukkan membaiknya pengelolaan keuangan juga menginformasikan meningkatkan kemampuan mereka dalam penyisihkan keuntungan. 3.
Aspek Dinamika Kelompok
Secara umum, kelompok yang mengikuti penyuluhan telah mendapat manfaat yang besar dalam pengorganisasian ani~got; dan membentuk suatu kelembagaan kerjasama untuk memajvckan usaha mereka. Setelah penyuluhan di kelas usai, kelompok1) 2)
Surat Kabar Kompas, Minggu 9 Mei 1993 Majalah Amanah No. 182, 28 Juni 1993
kelompok yang mengikuti penyuluhan pada Program Implementasi Percontohan -(PIP) mengadakan pertemuan dengan semua anggota untuk merundingkah kelanjutan keberadaan kelompok, dimana pada saat penyuluhan mereka sudah termotivasi untuk berkelompok dan sudah memiliki kedekatan hubungan dengan sesama anggota. Pada pertemuan itu dihasilkan beberapa kesepakatan, yaitu: a). pendirian kelompok secara resmi, b). pembent~kan pengurus kelompok, dan e). penyusunan program kerja kelompok yang menyangkut aspek kesehatan makanan (pengadaan tempat sampah, upaya pengadaan air bersih, gotong royong untuk kebersihan lingkungan, dan lain-lain) dan aspek sosial ekonomi, seperti: arisan, simpan pinjam kelompok, iuran kesejahteraan anggota, dan lain-lain. Monitoring yang dilakukan menunjukkan bahwa sebagian besar program yang disusun bersama oleh anggota k e l o m ~ o k mampu dilaksanakan dengan baik. Pertemuan bulanan kelompok, arisan, simpan pinjam, gotong royong, penataanlperbaikan lingkungan berjualan agar lebih sehat telah dilaksanakan di tiap-tiap kelompok binaan, bahkan kebanyakan kelompok tersebut sudah mampu menabung lebih dari satu juta rupiah. 4,
Keterbukaan dan Kepedulian Peinda pada UMJ
Sektor informal, khususnya usaha kaki lima/UMJ, seringkali dianggap sebagai kegiatan yang mengganggu ketertiban jalan, mengotori jalan, dan berhubungan dengan ketidakdisiplinan. Sehingga usaha Peinda dalam menangani UMJ ini lebih bersifat meniadakan atau menghindarinya. Anggapan denikian cenderung melupakan kontribusi UfgJ pada berbayai hal positif, antara lain: kontribusi yang besar terhadap pemenuhan gizi masyarakat, sumber diversifikasi pangan keluarga, penyumbang dana pembangunan daerah melalui penarikan biaya retribusi, penyerap tenaga kerja, penggerak pembangunan pedesaan melalui kiriman uang ke desa (bagi PMJ migran), maupun sumber nafkah bagi ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari berusaha makanan jajanan. Selain kesadaran para pedagang makanan jajanan akan kebersihan .i,an keamanan makanan, keberhasilan kelompok PMJ juga ditentukan oleh lokasi berjualan yang strategis. Selain itu, satu ha1 yang tak dapat dilupakan adalah perhatian pemerintah daerzh dalam menyediakan fasilitas-fasilitas, seperti: lokasi yang legal, persediaan sarana air G e r s i h , tempat sampah yan2 selalu dikontrol petugas Dinas KebersiBegitu pula dengan han, dan tempat jualan yang teratur. pemberian dana pinjaman untuk memperbaiki tempat mereka berjualan.
Bagi Proyek Makanan Jajanan IPB, untuk mengatasi masalah tersebut yang..utama bukanlah usaha pelegalisasian UMJ, melainkan pengakuan terhadap potensi sosial ekonomi dan aspek-aspek kultural dari Uf?J tersebut dapat diusahakan semaksimal mungkin. Apabila aspek-aspek positif tersebut telah dapat diyakinkan, maka usaha pelegalisasian menjadi sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Kerjasama antara Proyek Makanan Jajanan IPB dengan Pemda Kodya Bogor, melalui Program Implementasi Percontohan ternyata telah mampu menciptakan iklim keterbukaan, dimana Pemda menyadari akan berbagai potensi UMJ yang seharusnya dikembangkan dan diperhatikan dengan porsi yang layak. Meskipun berbagai kekhawatiran masih tetap muncul, terutama yang berkaitan dengan urbanisasi melalui penambahan PMJ migran, sehingga nantinya akan menambah masalah-masalah perkotaan, seperti: tata kota, lalu lintas, atau lingkungan, namun demikian bila dilihat dari aktivitas rutin selama kerjasama berlangsung, para Satgas dan Inisiator berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan, termasuk dalam pelaksanaan Sikap positif mereka juga tercermin pembinaan di lapang. dari upayanya memperjuangkan agar program pembinaan PMJ dapat terus berlanjut dan diserbarluaskan, baik melalui penyediaan anggaran pembinaan dalam APBD maupun menjadikannya sebagai program rutin di masing-masing instansi/dinas di lingkungan Pemda Kodya Bogor.
IV.
DAMPAK PERBAIKAN MUTU KA
PENDAPATAN PELAKUNYA Penyuluhan terhadap PMJ seperti yang dilakukan di Kodya Bogor melalui Program Percontohan dan Program Impfementasi Percontohan, telah memberikan indikasi yang cukup menggembirakan, dimana selain terjadinya peningkatan pengetahuan PMJ dalam pengelolaan usaha, mereka juga mulai mampu menerapkan materi-materi penyuluhan yang mengarah pada upaya penanganan makanan yang lebih bersih dan sehat. Sehubungan dengan kecenderungan semakin meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap produk makanan jajanan dari tahun ke tahun, penyediaan makanan jajanan yang lebih sehat akan semakin penting dan semakin dibutuhkan terutama di perkotaan. Hasil Survai Sosial Ekonomi Nasionai (BPS, 1989) menunjukkan bahwa persentase pengeluaran untuk makanan j-janan penduduk perkotaan di Indonesia rata-rata per kapita per bulan meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 5.5% pada tahun 1981 menjadi 9.8 % pada tahun 1984 dan 10.6 % pada tahun 1987. Dari Survai Konsumsi Rumah tangga di Bogor yang dila-
kukan oleh Chapman (1984), diperoleh gambaran bahwa rata rata 25 % dari anggaran makanan rumah tangga digunakan untuk membeli makanan jajanan. Angka ini meningkat lagi menjadi 30% pada tahun 1990 (Streetfood Project, 1992b). Semakin meningkatnya kebutuhan akan makanan jajanan juga selaras dengan semakin tergantungnya pemenuhan gizi dan kesehatan masyarakat pada makanan jajanan. Dengan kata lain, makanan jajan-an akan semakin mempunyai andil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; produktivitas kerja bagi orang dewasa (kontribusi makanan jajanan terhadap nilai gizi energi, protein, dan zat besi pada orang dewasa berturut-turut 30%, 26%, 44%) , serta pertumbuhan tubuh dan kecerdasan bagi anak-anak (kontribusi makanan jajanan terhadap nilai gizi energi, protein, dan zat besi pada bayi berturut-turut 36%, 50%, 59%). Survey yang dilakukan khusus terhadap mahasiswa IPB menunjukkan bahwa makanan jajanan rata-rata menyumbang 78% energi, 82% protein, dan 79% zat besi. Sehingga secara menyeluruh dapat dikatakan bahwa makanan jajanan akan nempengaruhi kualitas sumberdaya manusia Indonesia. Selain fenomena kesehatan, peningkatan mutu makanan jajanan juga akan berdampak pada PMJ sendiri. Dalan jangka panjang, peningkatan mutu makanan jajanan berarti peningkatan status ekonomi pelakunya karena produk bermutu akan dihargai lebih tinggi secara ekonomis, sehingga income dan skala usaha PMJ akan dapat meningkat pula. Pada gilirannya, peningkatan skala usaha akan berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja baru, terutama bagi yang tidak tertampung pada sektor-sektor formal. Kiriman para pengusaha makanan jajanan urban k e desa yang mencapai 0.72 milyar rupiah/tahun dapat menciptakan mekanisme tersendiri untuk memacu roda perekonomian di pedesaan. Kiriman uang tersebut akan mempengaruhi perputaran uang pedesaan dan msmbantu menqgerakkan pembangunan pedesaan. Dengan demikian sektor usaha makanan jajanan mempunyai peranan penting dalam memperkuat dana pedesaan bagi pembentukan modal. PENUTUP
Memperhatikan paparan potensi d a ~masalah pada usaha makarlan jc-janan serta upaya pembinaan yang dilakukan oleh Proyek Makanan Jajanan IPB yang mempunyai tiga tujuan; ( L ) meningkatkan kualitas dan keamanan makanan jajanan (2) memperkuat posisi sosial ekonomi pengusaha kecil (3) merumuskan kebijaksanaan sebagai rekomendasi untuk pengembangan program, adalah sangat berkaitan dengan program nasional tentang upaya mengatasi kemiskinan.
Pembinaan PMJ merupakan upaya memerangi kemiskinan pengetahuan; sikap dan persepsi tentang manajemen usaha skala kecil dan kualitas makanan. Peningkatan pengetahuan sebagai hasil pembinaan merupakan dasar untuk melakukan praktek penanganan makanan yang lebih sehat dan manajemen usaha yang lebih baik sehingga akan memunculkan nilai ekonomis usaha yang lebih menguntungkan. Pada saat skala usaha diperbesar atau dengan semakin meningkatnya permintaan pasar akibat semakin dipercayanya keamanan makanan jajanan oleh konsumen, maka peluang kerja semakin terbuka pada sektor ini. Dengan demikian sektor ini dapat pula dipandang sebagai katup pengaman ekonomi untuk mengurangi pengangguran tenaga kerja. Dengan kualitas yang terjamin baik dari keamanan pangan maupun nilai gizinya makanan ja janan akan memasok lebih banyak kebutuhan gizi masyarakat. Kecukupan gizi sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan pertumbuhan anak sehingga dengan dikonsumsinya makanan jajanan oleh berbagai lapisan masyarakat, makanan jajanan berperan dalam meningkatkan sumberdaya manusia. Melalui kiriman uang yang cukup besar ke perdesaaan usaha makanan jajanan ikut menghidupkan perekonomian desa. Kiriman yang dipergunakan secara produktif di perdesaan juga turut menciptakan kegiatan ekonomi perdesaan dengan penyerapan tenaga kerja setempat. Mengingat strategisnya potensi UMJ dalam upaya pengentasan kemiskinan, maka berbagai kegiatan yang menunjang pengembangan UMJ melalui pembinaan pedagang, konsunen, berbagai industri yang terkait dengan UMJ, dan keterlibatan Dalam Pemda perlu terus dilanjutkan dan dilembagakan. jangka panjang, pembinaan PMJ akan diarahkan pada pembentukan pusat-pusat jajan di setiap daerah. Kerjasama yang baik antar berbagai instansi yang diwakili oleh Satgas dan Inisiator masing-masing daerah terutama dinas tata kota akan mampu menghasilkan rancangan pusat jajan di setiap daerah dengan dilengkapi berbagai fasilitas yang dibutuhkan produsen dan konsumen antara lain; jajaran tempat berjualan/kioskios dengan model khas Indonesia, sumber air bersih yang dikelola kelompok PMJ, tempat pencucian peralatan berjualan, tempat sampah dan saluran pembl?=.ngan limbah, aliran listrik, toilet, telepon umum, musholla, tempat parkir, satu warung stationary, dan taman. Setiap kios akan dilengkapi dengan daftar pengontrolan mutu mikrobiolcql makanan yang dijual. Satu kali sebulan petugas Pemda akan datang melakukan pengujian mutu mikrobiologi makanan para pedagang di pusat jajan tersebut.
SUSUNAN TIM 1. Dr.Ir. Aida Vitayala S. Hubeis
2. Ir. Suprihatin Guhardja, MS 3. Dr.Ir. Srikandi Fardiaz
4. Dr. Ir. Dedi Fardiaz 5. Ir.. Mintarti
6. Ir. Uannefri
7. Ir. Andi Sularto
Kegiatan-kegiatan proyek makanan jajanan tahap pertama diprioritaskan pada penelitian dasar tentang beragam aspek Ringkasan hasil penelitian adalah sebagai makanan jajan. berikut : Makanan Jajanan di Jawa Barat: Suatu survai dasar ( M R M o - 2 ) Survai bertujuan untuk menginventarisasi berbagai jenis dan usaha makanan jajanan ( U M J ) di perkotaan, yaitu: Bogor, Rangkasbitung, Jakarta, Rengasdengklok, dan 10 desa di Jawa Barat. Hasil survai antara lain: 1. Peralatan, fasilitas pelayanan dan jumlah tenaga kerja setiap tipe berjualan (berkeliling, berpangkal di pemukiman, dan berpangkal di keramaian) sangat bervariasi; 2. Fluktuasi yang tinggi terlihat dalam pola penjualan harian dari pedagang makanan jajanan (PIYJ) berkeliling, sedangkan pola penjualan dari PMJ berpangkal lebih stabil; 3. Pedagang, terutama yang berkeliling di perkotaan sebagian besar adalah migran (90%); 4. Peranan/partisipasi perempuan dalam usaha makanan jajanan sangat berbeda diantara ketiga sub-populasi, yaitu terendah pada UMJ berkeliling dan tertinggi pada UMJ berpangkal di pemukimanJperkampungan. (1)
Mutu dan Keamanan Kakanan Jajanan di Jawa Barat: Suatu survai pengkajian (f#R M o - 2 ) Survai bertujuan untuk melakukan pendugaan mutu mikrobiologi dan kimia rnakanan jajanan yang dijual di beberapa kota dan desa di Jawa Barat, yaitu di Sukabumi dan Rangkasbitung. Beberapa informasi penting dari survai ini antara lain: (2)
a. Hutu K i ~ a Icga-man Jajanan 1. Nilai gizi makanan jajanan sangat bervariasi. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa kebutuhan energi harian seperti rekomendasi WHO/FAO dapat dipenuhi dengan mengmakamn jajanan seharga Rp. 1.750,00 konsumsi Rp.2.000,OO; 2. Beberapa jenis makanan terutama yang bahan dasarnya kacang tanah dan kedelai, merupakan sumber protein dan lemak yang baik, Jika makanan tersebut dikonsumsi secara kombinasi dengan makanan lain, efek saling melengkapi akan meningkatkan nilai gizi; 3. Zat pewarna terlarang Rhod B dan K m i n g Metmil digunakan oleh pengusaha makanan jajanan. Penggunaan zat pewarna terlarang dapat dikurangi dengan cara menyediakan
lebih banyak pilihan zat ~ e w a r n ayang diperbolehkan, atau mengurangi jumlah zat pewarna terlarang; 4. Hampir seluruh minuman yang diperiksa mengandung siklamat; 5. Sekitar 17 persen makanan jajanan yang mengandung kacang tanah terkontaminasi oleh a f l a t o k s i n . Beberapa contoh mengandung &lat&pkesh di atas 30 ppb, yaitu batas keamanan yang ditentukan WHO/FAO/UNICEF; dan 6. Residu pestisida terdeteksi pada beberapa contoh makanan jajanan, terutama pada produk yang bahan dasarnya sayuran. b, M u t u PIihobiolqi M a k a n a Jajanan 1. Mutu mikrobiologi minuman yang dijual dipengaruhi oleh
cara berjualan dan kondisi sosial ekonomi lokasi pengambilan contoh. Minuman yang dijual oleh PMJ berpangkal mutu mikrobiologinya lebih baik daripada yang dijual oleh Minuman yang dijual pada lokasi yang PMJ berkeliling. keadaan sosial ekonominya baik akan lebih baik mutu mikrobiologinya daripada yang dijual pada pemukiman yang kumuh dan kotor. Minuman yang mempunyai resiko kontaninasi mikrobiologi tinggi adalah es campur, es cendol, es cincau, es kelapa dan es ?uter; 2. Makanan kecil yang mengandung air seperti asinan dan rujak mempunyai resiko kontaminasi mikrobiologi tinggi, termasuk kontaminasi bakteri patogen. Makanan kecil yang digoreng atau dipanggang lebih aman untuk dikonsumsi dalam waktu beberapa jam sesudah dimasak; dan 3. Mutu mikrobiologi makanan lengkap yang dijual oleh pedagang sangat dipengaruhi oleh jenis makanan. Makanan yang disiapkan dalam keadaan panas, seperti mi ayam, mi baso, dan soto mi dapat dikatakan aman untuk dikonsunsi, sementara makanan yang tidak dipanaskan seperti yado-gado, karedok, ketoprak, pecel, ketupat tahu, nasi rarnes dan nasi uduk mempunyai resiko kontaminasi mikrobioloyi yang tinggi, termasuk bakteri patogen. ( 3 ) Konsumsi Makanan Jajanan:
s t u d i pada mahasiswa d i Bogor
( W R M0.3)
Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi aspek positif, yaitu nilai gizi makanan yang dikonsumsi mahasiswa IPB, dan aspek negatif yaitu penggunaan bahan tamballan dan tingkat kontaminasi pada makanan. Dari penelitian ini diperoleh informasi sebagai berikut: 1. Menu makanan mahasiswa IPB Bogor sarigat Lzrvariasi. Tingkat konsunsi energi masih kurang dari konsunsi yang dianjurkan, sedangkan tingkat konsumsi protein lebih tinggi dari yang dianjurkan. Konsumsi zat besi (Fe) pada mahasiswa pria cukup tinggi, sedangkan pada mahasiswa wanita masih rendah.
2. Konsumsi timbal
(Pb) dan mercury (Hg) masih jauh dari ambang batas keamanan konsumsi yang ditetapkan oleh FAO/WHO dalam makanan sehari-hari; 3. Bahan tambahan makanan seperti pewarna dan pemanis buatan sudah umum terdapat dalam minuman dan makanan ringan. Pewarna yang tidak diperkenankan ditemukan dalam makanan jajanan yang dikonsumsi oleh mahasiswa; dan 4. Pestisida yang berbahaya seperti aldrin dan dieldrin terdapat pada beberapa makanan jajanan yang dikonsumsi. Untuk mengetahui seberapa jauh konsentrasi zat tersebut berpengaruh pada kesehatan konsumen, perlu diadakan penelitian lebih lanjut. Usaha Makanan Jajanan: Studi kasus produsen dan pedagang di Bogor, Jawa Barat (b#R H0.4) Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran kondisi sosial ekonomi PMJ dan cara-cara penanganan nakanan jajanan yang mengacu pada kemungkinan kontaminasi kimia dan mikrobiologi dan penggunaan bahan tambahan. Hasil penelitian ini meliputi beberapa aspek, antara lain: 1. Struktur; UMJ yang merupakan bagian dari sektor informal, bukan suatu bentuk kesatuan sosial atau ekonomi atau sistem perdagangan yang berdiri sendiri, namun terdiri dari inti-inti kecil dengan ikatan desa. Sub-sektor ini tidak mempunyai mekanisme pengaturan atau lembaga-lembaga pusat yang mengatur perkembangannya atau mendorongnya ke arah perubahan-perubahan yang baru. 2. Pengelompokan; UMJ dapat dikelompokkan menurut cara operasi, yaitu: a) pedagang berpangkal di pusat-pusat keramaian pada lokasi yang strategis, b) pedagang yang tersebar di daerah pemukiman, dimana tempat kerja zerangkap tempat tinggal, dan c) pedagang berkeliling yang Eerdasarkan menjajakan makanannya secara berkeliling. besar kecilnya usaha, usaha makanan jajanan dibedakan menjadi: a) usaha perorangan, b) usaha rumah tangga yang mempekerjakan sampai 4 orang tenaga kerja, dan c) usaha yang mempekerjakan 5 orang tenaga kerja atau lebih; 3. Mobilitas; umumnya PMJ adalah migran/pendatang yang sebagian sudah menetap di kota, sedangkan sebagian besar lagi cenderung hilir mudik antara kota dan desa; dan 4. Kelembagaan; pada kenyataanya, sub-sektor yang tergolong lemah ini kerjasama dan koperasi sulit untuk dilaksanakan. (4)
(5) Produksi dan Distribusi Makanar, Jajanzn: ekonomi di Bogor, Jawa Barat ( W R No.5)
Survai sosial-
Survai ini bertujuan untuk mengkaji aksesibilitas dan tingkat penerimaan PMJ dalam rangka penyebarluasan program intervensi yang dikembangkan proyek; dan melengkapi secara kuantitatif studi terdahulu. Berdasarkan ha1 ini, direko-
mendasikan kebijakan sosial-ekonomi pembinaan UMJ, Hasil survai antara lain sebagai berikut: 1. Umur rata-rata PMJ sekitar 40 tahun, perempuan 42,5 dan Laki-laki 90 % menikah sedangkan laki-laki 39,2 tahun. perempuan 70 %, sebagai akibat proporsi PMJ perempuan janda dan cerai yang relatif lebih tinggi ( 2 5 , Q % ) dibandingkan dengan laki-laki (1,7 % ) ; 2. Jumlah PMJ perempuan di Bogor melampaui jumlah PMJ lakilaki. Pengusaha laki-laki lebih banyak dalam kategcri berpangkal di keramaian (68 % ) dan berkeliling (72 % ) , sedangkan perempuan mendominasi kategori berpangkal di pemukiman (77 % ) ; 3. Pengusaha laki-laki berpendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan; 4. Usaha makanan jajanan kebanyakan (62 % ) dimulai dengan sarana sendiri, dan sebagian kecil (9 % ) yang menggunakan jasa bank atau koperasi; 5. Omzet harian kotor rata-rata Rp.23.375,QO. UMJ di tempat strategis tertinggi,omzetnya Rp.43.800,00, diikuti berkeliling Rp.21.900,00, dan di penukiman Rp. 17.135,00. Sedangkan omzet tahunan kotor rata-rata Kotamadya bogor diperkirakan mencapai 4 8 , G 4 miliar rupiah; 6. Pengusaha-pengusaha migran keseluruhan di Rogor mengirimkan ke desa asalnya tiap tahun sebesar 722 juta rupiah; dan 7. Berdasarkan sistem bea yang diusulkan, diperkirakan retribusi dari usaha makanan jajanan ke Pemerintah Daerah dapat mencapai 300 juta rupiah. .
Peranan Makanan Jajanan Dalam Konsumsi Pangan Rumah Tangga: Suatu survai di Bogor (TibR N o - 6 ) Survai bertujuan: (1) melihat peranan makanan jajanan dalam menu makanan rumah tangga di perkotaan dan menu makanan anak usia sekolah dan anggota rumah tanggs, golonyan rawan, (2) mengembangkan materi penyuluhan untuk membantu konsumen memperbaiki hygiene dan kebutuhan zat gizi mereka, melalui makanan jajanan yang tepat. Hasil survai ini antara lain adalah: 1. Kecukupan protein dan zat besi per orang per hari yang berasal dari data kecukupan zat gizi rumah tangga pada umumnya lebih besar dari 80 % tingkat kecukupan yang dianjurkan (RDA). Sedangkan kecukupan energi, protein, vitarcin A dan C sangat rendah. Dari data kecukupan zat gizi individu, kecukupan zat gizi untuk wanita dewasa relatif renuan. 2. Konsumsi ntakanan ja janan di antara penduciuk perkotaar. sangat bervariasi . Sumbangan makanan ja janan sangat besar terhadap kecukupan energi, protein, zat besi tetapi rendah sekali sumbangannya terhadap kecukupan vitamin A dan C. Lebih dari 3 0 % pengeluaran pangan digunakan untuk membeli makanan jajanan. Walaupun rasa dan derajat (6)
*
higiene memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan. oleh .para ibu rumah tangga dalam membeli makanan jajanan, namun pengetahuan ibu rumah tangga mengenai pewarna yang berbahaya dan hygiene masih menjadi pertanyaan. Beberapa jenis makanan jajanan yang populer di antara anak-anak menyebabkan para ibu terpaksa mengabaikan kriteria hygiene yang sebenarnya telah mereka ketahui. 3 . Pos pelayanan terpadu (Posyandu), organisasi zanita, radio dan televisi merupakan media yang penting untuk menyebarluaskan informasi tentang gizi dan kesehatan. Ibu dan anak-anak biasanya mengunjungi Posyandu antara pukul 09.00 sampai pukul 12.00; waktu untuk mendengarkan radio sebelum pukul 06.00; dan menonton televisi biasanya setelah pukul 19.00. Penyuluhan tentang hygiene nakanan melalui media massa, atau media pendidikan lainnya dapat dikembangkan untuk para konsumen makanan jajanan. Begitu pula untuk para pedagang dan produsennya. PUSTAKA
Biro
Pusat Statistik. 1989. Rakyat. BPS. Jakarta.
Indikator Kesejahteraan
Chapman, B. 1984. Makanan Jadi Indonesia: Peranan Pedagang Kecil Dalam Suplai Makanan Masyarakat Kota. EPOC . Washington. Djojohadikusumo, S. 1980. Indonesia dalam Pengembangan ~ u n i a :Kini dan Masa Depan. LP3ES. Jakarta. 1993a. Intervensi Produk Proyek Makanan Jajanan IPB. Khusus Usaha Makanan Jajanan: Laporan Program Percontohan di Kodya Bogor, Laporan Kerja No. 9. Proyek Makanan Jajanan IPB. Bogor. Proyek Makanan Jajanan IPB. 1993b. Intervensi Usaha Makanan Jajanan: Laporan Program Implementasi Percontohan di Kodya Bogor, Laporan Kerja No. 10. Proyek Makanan Jajanan IPB. Bogor. Proyek Makanan Jajanan IPB. 1988 - 30 Juni 1993. Bogor. (draft)
1993c. Laporan Akhir: 1 April Proyek Makanan Jaj.anan IPB.
Saj ogyo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Lembaga Penelitian Sosioloqi Pedesaaan IPS. Bogor.
Srinivasan, T - N . 1977. ~ e v e l o ~ m e n t Poverty, , and Basic Human Needs : . Some Issues. World Bank Reprinted Series No. 76. Reprinted from Food Research Institute Studies. New Delhi. Vol. XVI, No. 2. pp. 11-28. Streetfood Project. 1989. Streetfoods in West Java: A Base line Survey, Working Report No. 1. BPPT-DGIS, TNO-IPBVU. Bogor. Streetfood Project. 1990a. Quality and Safety of Streetfoods in West Java: An Assessment Survey, Working Report No. 2. BPPT-DGIS, TNO-IPB-VU. Bogor. Streetfood Project. 1990b. Consumption of Streetfoods: Total Diet Studies Among student in Bogor, Working Report No. 3. BPPT-DGIS, THO-IPB-VU. Bogor. Streetfood Project. 1990c. Streetfood Enterprises: Case Studies of Producers and Vendors in Bogor, West Java, Working Report No. 4. BPPT-DGIS, TNO-IPB-VU. Bogor. Streetfood Project. 1992a. Production and Distribution of Streetfoods: A Socio-economic Survey in Bogor, West Java, Working Report No. 5. BPPT-DGIS, TNO-IPB-VU. Bog or. 1992b. The Role of Streetfoods in Streetfood Project. Household Food Consumption: A Survey in Bogor, Working Report No. 6. BPPT-DGIS, TNO-IPB-VU. Bogor. Streetfood Project. 1992c. General Extension for Streetfood Producers and Vendors: Report of a pilot programme tried out in Bogor, West Java, Working Report No. 7. BPPT-DGIS, TNO-IPB-VU. Bogor. Streetfood Project. 1992d. Food Safety Studies Vol.1: Selected Product, Working Report No. 8. BPPT-DGIS, TNO-IPB-VU. Bogor. Streetfood Project. 1992e. Food Safety Studies Vol.11: Additional Safety Items, Working .Report No. 8. BPPTDGIS, THO-IPB-VU. Bogor. Tim Peneliti PSP, LP-IPB. 1991. Masalah Kemiskinan dan Pemba- ngunan di Propinsi Nusa Tenggara Timur : Pelajaran dari Empat Kabupaten Kasus. Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB. Bogor.