PERANAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KASUS POLSEKTA PANCURBATU) JURNAL ILMIAH
OLEH : T BASTANTA TARIGAN NIM : 080200139
Departemen Hukum Pidana
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
PERANAN POLRI DALAM PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (STUDI KASUS POLSEKTA PANCURBATU) JURNAL ILMIAH
OLEH : T BASTANTA TARIGAN 080200139 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Mengetahui : Ketua Departemen Hukum Pidana
Dr. M. Hamdan, SH.,M.H. NIP. 195703261986011001
Dosen Editorial
DR. Mahmud Mulyadi, SH.,M.Hum NIP. 1974040120021001 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
ABSTRAKSI Muhammad Nuh S.H.,M.Hum Alwan S.H.,M.Hum T Bastanta Tarigan*** Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Peredaran narkotika di Indonesia, dilihat dari aspek yuridis adalah sah keberadaanya. Peraturan ini hanya melarang terhadap penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perkembangan penyalahgunaan narkotika dan pengaturan hukumnya di Indonesia serta upaya dan kendala dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Perkembangan penyalahgunaan narkoba sudah sangat memperihatinkan. Kalau dulu, peredaran dan pecandu narkoba hanya berkisar di wilayah perkotaan, kini tidak ada satupun kecamatan, atau bahkan desa di republik ini yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap obat terlarang itu. Dalam perkembangannya pengaturan tentang narkotika di Indonesia telah melalui beberapa tahap yaitu, Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika diganti dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini dilakukan dengan upaya preemtif (pembinaan) kepada masyarakat tentang dampak buruk penyalahgunaan narkotika , preventif (pencegahan) yang dilakukan dengan melakukan razia ketempat yang dicurigai sebagai penampungan, penyimpanan, dan peredaran narkotika, dan Represif (Penindakan) terhadap orang yang diduga menyalahgunakan narkotika. Dalam upaya tersebut terdapat kendala-kendala yakni saranan prasarana penegak hukum, masyarakat, penegak hukum.
Dosen Pembimbing I, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing II, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera tersebut perlu peningkatan secara terus menerus usaha-usaha dibidang pengobatan dan pelayanan kesehatan termasuk ketersedian narkotika sebagai obat, disamping untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.1 Akhir-akhir ini kejahatan narkotika telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi dan teknologi yang canggih. Aparat penegak hukum diharapkan mampu mencegah dan menanggulangi kejahatan tersebut guna
1
Narkotika
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
meningkatkan moralitas dan kualitas sumber daya manusia di Indonesia khususnya bagi generasi penerus bangsa.2 Dampak dari penyalahgunaan narkotika adalah dapat berakibat pada pengguna itu sendiri dan pada masyarakat pada umumnya. Bagi individu akan membawa dampak yang merugikan bagi kesehatan baik kesehatan rohani maupun jasmani. Sedangkan bagi masyarakat akan berdampak kemerosotan moral dan meningkatnya kriminalitas.3 Peredaran narkotika di Indonesia, dilihat dari aspek yuridis adalah sah keberadaanya. Peraturan ini hanya melarang terhadap penggunaan narkotika tanpa izin oleh undang-undang. Keadaan inilah yang sering disalahgunakan dan tidak untuk kepentingan kesehatan tapi lebih dari itu, yakni dijadikan sebagai objek bisnis (ekonomi). Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapatkan putusan disidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkotika. Dengan semakin merebaknya penyalahgunaan narkotika yang berdampak negatif pada kehidupan masyarakat. Sehingga, untuk mengendalikan dan mengembalikan kondisi kehidupan masyarakat yang ideal (tertib, aman, dan tentram) diperlukan peran Polri. Sebagaimana diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2
A. Hamzah. RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotrokia, Sinar Grafika , Jakarta, 1994, halaman 6 3 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni, Bandung, 1987, halaman 25
2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum; dan c. Memberikan
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat Upaya pemberantasan oleh Polri dalam hal ini berada dalam kawasan Polsekta Pancur Batu memerlukan langkah-langkah lebih lanjut dalam proses penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut. Dalam hal pemberantasan penyalahgunaan narkotika juga diperlukan adanya kerjasama dari berbagai pihak antara lain adalah peran serta masyarakat. Bentuk peran serta masyarakat disini dapat berupa memberikan informasi mengenai tindak pidana penyalahgunaan narkotika kepada penyidik Polri. Disamping itu, dapat juga berupa lewat lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan organisasi-organisasi masyarakat yang memfokuskan diri dalam pemberantasan narkotika secara menyeluruh. Berdasarkan data statistik di Polsekta Pancur Batu terjadi penurunan kasus penyalahgunaan narkotika dari tahun 2009 (22 kasus), 2010 (14 kasus), 2011 (9 kasus), dan yang kini sedang ditangani oleh Polsekta Pancur Batu 2012 (6 kasus). Dari berbagai uraian di atas, menurut penulis diperlukan suatu kajian yang mendalam tentang narkotika khususnya tentang upaya Polri dalam memberantas penyalahgunaan narkotika di wilayah hukum Polsekta Pancur Batu serta kendalakendala yang dihadapi Polri dalam memberantas penyalahgunaan narkotika.
Untuk itu penulis tertarik membuat penulisan skripsi yang berjudul “PERANAN POLRI
DALAM
PEMBERANTASAN
PENYALAHGUNAAN
NARKOTIKA (STUDI KASUS POLSEKTA PANCUR BATU)”. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan diatas maka perlu dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan penyalahgunaan narkotika dan pengaturan hukumnya di Indonesia ? 2. Bagaimana
peranan
Polri
dalam
pemberantasan
penyalahgunaan
narkotika? II. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian skripsi ini menggunakan penelitian yuridis empiris dan yuridis normatif. Penelitian yuridis empiris dimaksudkan untuk melakukan penelitian terhadap peranan yang dilakukan atas pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Penelitian yuridis normatif, yaitu dengan penelitian terhadap asas-asas hukum dengan cara meneliti peraturan, norma-norma hukum yang berkaitan dengan permasalahan. B. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum primer, yaitu: a. Bahan Hukum Primer
Yaitu data-data berupa dokumen peraturan yang bersifat mengikat, asli dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Data hukum primer penulisan skripsi ini diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Replubik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, dan lain sebagainya. b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian mengenai masalah penyalahgunaan narkotika seperti makalah, jurnal, karya ilmiah, koran, karya tulis dan sumber dari internet yang berkaitan dengan persoalan diatas. c. Bahan Hukum Tertier Yaitu semua dokumen yang berisikan konsep-konsep dan keteranganketerangan otentik yang bersifat mendukung data primer dan data sekunder, seperti kamus dan lain-lain. C. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini, metode pengumpulan yang digunakan adalah Studi Lapangan (field research) dan Penelitian Kepustakaan (Library Reseacrh). Studi Lapangan (field research) yaitu suatu cara memperoleh data dengan langsung ke lapangan yang menjadi objek penelitian, yaitu di Polsekta Pancur Batu. Studi lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat primer, dimana data tersebut diperoleh dengan cara wawancara. Penelitian Kepustakaan (Library Reseacrh) adalah dengan melakukan penelitian terhadap
berbagai sumber bacaan, yakni buku, pendapat sarjana, artikel, internet dan media massa yang berhubungan dengan masalah diatas. D. Analisis Data Untuk menarik kesimpulan dari data yang dikumpulkan, maka penulis menggunakan Teknik analisis data adalah kualitatif, yaitu dengan cara menggambarkan keadaan-keadaan dari objek yang diteliti dilapangan. Kemudian terhadap permasalahan yang timbul akan ditinjau dan dianalisis secara mendalam dengan didasarkan pada teori-teori kepustakaan dan Peraturan Perundangan sehingga diperoleh suatu kesimpulan akhir yang ditarik secara komprehensif. III.
HASIL PENELITIAN
A.
PERKEMBANGAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA DAN PENGATURAN HUKUMNYA DI INDONESIA 1. Perkembangan Penyalahgunaan Narkotika Pada zaman prasejarah di negeri Mesopotamia (sekitar Irak sekarang ),
dikenal suatu barang yang namanya “Gil” artinya “bahan yang menggembirakan”. Gil ini lazimnya digunakan sebagai obat sakit perut, kemampuan Gil sangat terkenal pada saat itu, dan Gil menyebar di dunia Barat sampai Asia dan Amerika.4 Sejalan dengan perkembangan kolonisasi maka perdagangan candu semakin tumbuh subur dan pemakaian candu secara besar-besaran dilakukan
4
Redaksi Badan Penerbit Alda Jakarta, Menanggulangi Bahaya Narkotika, Jakarta, 1985, halaman 31
dikalangan ethnis cina, terutama di negara-negara jajahan ketika itu, termasuk Indonesia yang berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.5 Perkembangan penyalahgunaan narkoba sudah sangat memperihatinkan. Kalau dulu, peredaran dan pecandu narkoba hanya berkisar di wilayah perkotaan, kini tidak ada satupun kecamatan, atau bahkan desa di republik ini yang bebas dari penyalahgunaan dan peredaran gelap obat terlarang itu. Kalau dulu peredaran dan pecandu narkoba hanya berkisar pada remaja dan keluarga mapan, kini penyebarannya telah merambah kesegala penjuru strata sosial ekonomi maupun kelompok masyarakat dari keluarga melarat hingga konglomerat, dari pedesaan hingga perkotaan, dari anak muda hingga yang tua – tua.6 2. Pengaturan Hukum Narkotika di Indonesia Dalam sejarah, perundang-undangan yang mengatur tentang narkotika dapat dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : a. Berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Latar belakang digantinya Verdovende Midellen Ordonantie Stbl 1927 No. 278 jo No. 536 dengan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1976 ini dapat dilihat pada penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976, diantaranya adalah halhal yang menjadi pertimbangan sehubungan dengan perkembangan sarana perhubungan modern baik darat, laut maupun udara yang berdampak pada cepatnya penyebaran perdagangan gelap narkotika di Indonesia. Ditambah lagi
5
Sumarmo Ma’some, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, CV. Haji Masagung, 1987, halaman 5 6 F. Agsya, Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika, Asa Mandiri, Jakarta, 2010, halaman 6
dengan kemajuan dibidang pembuatan obat-obatan, ternyata tidak cukup memadai bila tetap memakai undang-undang tersebut. b. Berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Undang-Undang ini berlaku pada tanggal 1 September 1997 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67. Adapun yang menjadi latar belakang diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 ini yaitu peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Tindak pidana narkotika pada umumnya tidak dilakukan secara perorangan dan berdiri sendiri melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisir secara mantap, rapi dan rahasia. c. Berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang disahkan pada 12 Oktober 2009 merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial.
3. Pihak-pihak Terkait Dalam Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika
Adapun pihak-pihak yang terkait dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika adalah sebagai berikut : a. Badan Narkotika Nasional (BNN) Dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini BNN mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang dimuat dalam Pasal 70, adapun tugas BNN adalah : 1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 2. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 3. Berkoordinasi dengan kepala kepolisian republik negara indonesia dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 4. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat; 5. Memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;
6. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 7. Melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional, guna mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 8. Mengembangkan laboratorium narkotika dan prekursor narkotika. 9. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan tehadap perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 10. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang. b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Apabila memperhatikan pada perundang-undangan nasional, ada beberapa perundang-undangan yang dapat dijadikan sebagai dasar hukum diberikannya wewenang kepada PPNS untuk melakukan penyidikan di antaranya: a. Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. b. Pasal 1 angka 11 dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia; Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana
dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing. Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang narkotika dan prekursor narkotika adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.7 B.
Peranan Polri Dalam Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika 1. Peranan Polri Dalam Upaya Narkotika
Pemberantasan Penyalahgunaan
Dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika polisi melakukan upayaupaya dengan langkah-langkah sebagai berikut 8: a. Non Penal Upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini akan diawali dengan upaya preemtif (pembinaan) dan preventif (pencegahan) sebelum tindak pidana tersebut terjadi. 1. Preemtif (Pembinaan) Pembinaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan Polri untuk menanggulangi dan memberantas penyalahgunaan narkotika. Tindakan antisipasi cegah dini yang dilakukan melalui kegiatan-kegiatan edukatif dengan tujuan menghilangkan faktor peluang dan pendorong terkontaminasinya seseorang menjadi pengguna. Sasaran kegiatan ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari 7
Penjelasan Umum Pasal 82 Undang Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Wawancara dengan Aipda Ucok Malay (Penyidik Pembantu) Polsekta Pancur Batu, 3 Oktober 2012 Pukul 14.00 Wib 8
penyalahgunaan narkotika. Dalam penanggulangan penyalahgunaan narkotika, tugas yang dilakukan oleh Polsekta Pancur Batu yaitu memberikan penerangan dan penyuluhan kepada masyarakat umum akan bahaya yang ditimbulkan. 2. Preventif (Pencegahan) Anggota-anggota Kepolisian diterjunkan langsung ke wilayah-wilayah yang mencurigakan dijadikan tempat penampungan, penyimpanan, dan peredaran narkotika. Polisi juga mengadakan razia untuk keperluan penyelidikan dan penyidikan
bahkan
penangkapan
terhadap
orang-orang
yang
diduga
menyalahgunakan narkotika. Razia ini bisanya dilakukan ditempat hiburan malam dan juga tempat-tempat yang informasinya didapatkan dari masyarakat. b. Penal 1. Represif (Penindakan) Represif merupakan upaya terakhir dalam memberantas penyalahgunaan narkotika yaitu dengan cara melakukan penindakan terhadap orang yang diduga menggunakan, meyimpan, menjual narkotika. Langkah represif inilah yang dilakukan Polisi untuk menjauhkan masyarakat dari ancaman faktual yang telah terjadi dengan memberikan tindakan tegas dan konsisten sehingga dapat membuat jera para pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Peranan Polri dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika tersebut dapat dilihat dari upaya represif (penindakan) sebagai berikut : Nomor Laporan
:
Perkara
:
Tempat Kejadian
:
LP/ 636/ XI/ RESTA/ BATU. TGL 30 Desember 2011 Tindak Pidana Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 Sub 112 sub pasal 127 Undangundang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Bandar Baru Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli
Waktu Kejadian Nama Umur Suku / Bangsa Agama Pekerjaan Alamat
: : : : : : :
Serdang 30 November 2011 Budiman Als AHAU 31 Tahun Tionghua / Indonesia Budha Mocok-mocok Jalan Sutomo Ujung Gang B No 24 Kampung Durian, Kecamatan Medan Timur, Kota Madya Medan.
Budiman Als Ahau ditangkap oleh Bripka Yusuf Surbakti pada tanggal 30 November 2011 sekitar pukul 16.00 Wib di Bungalow gemilang Desa Bandar Baru, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang karena tersangka tertangkap tangan sedang membuang narkotika jenis sabu-sabu yang dikemas dalam bungkus plastik seberat 0,76 gram. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersangka bahwa tersangka belum pernah dihukum. Tersangka memperoleh narkotika tersebut dengan membelinya dari RAN sebanyak 2 (dua) paket kecil pada hari selasa tanggal 29 November 2011 pukul 21.00 Wib di Marelan, Kecamatan Medan Labuhan dengan cara menjumpainya lalu membelinya dengan harga Rp. 350.000 yang masing-masing harga perpaketnya Rp. 175.000. Narkotika jenis sabu tersebut nantinya akan dijual kepada orang lain yang ingin membelinya kepada tersangka dengan harga Rp. 200.000 perpaketnya. Berdasarkan keterangan terdakwa bahwa terdakwa baru pertama kali itu membeli narkotika jenis sabu-sabu dari RAN. Selain RAN, sebelumnya terdakwa juga pernah membeli narkotika jenis sabu-sabu dari DATUK Als ACIK sebanyak 2 (dua) kali yakni pada hari Sabtu tanggal 12 November 2011 di jalan Gatot Subroto dan yang kedua ia beli pada hari Minggu tanggal 20 November 2011 di Jalan Djamin Ginting Desa Bandar Baru. Narkotika
jenis sabu-sabu yang telah terdakwa beli dari DATUK Als ACIK telah habis ia jual kepada orang lain dan ia pakai sendiri. 2. Kendala Polri Dalam Pemberantasan Penyalahgunaan Narkotika Ada beberapa kendala yang mempengaruhi tugas dan fungsi Polisi dalam upaya memberantas penyalahgunaan narkotika, yaitu 9 : a. Sarana dan Fasilitas Dalam Penegakan Hukum Perkembangan teknologi yang pesat juga dimanfaatkan oleh sindikat penyalahgunaan narkotika melalui fasilitas komunikasi seperti hand phone. Para pengedar dan pembeli narkotika sebelum melakukan transaksinya berkomunikasi dengan menggunakan handphone untuk menentukan tentang waktu dan tempat terjadinya transaksi tersebut. Peredaran gelap narkotika yang menggunakan teknologi yang canggih sayangnya tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang canggih dalam membongkar kegiatan pelaku tersebut. Sarana dan prasarana tersebut salah satunya adalah detektor atau alat sadap telepon. b. Masyarakat Partisipasi dan kontrol masyarakat di beberapa wilayah yang masih sangat rendah karena rasa tidak peduli terhadap lingkungannya sendiri walaupun jelas terlihat secara langsung adanya tindakan penyalahgunaan narkotika. Hal tersebut disebabkan karena adanya anggapan bahwa pihak Kepolisian akan lepas tangan dan tidak memberikan perlindungan keamanan bagi si pelapor. Selain itu timbulnya rasa takut apabila saksi dijadikan ancaman sindikat pengedaran narkotika di kemudian hari. 9
Wawancara dengan Aiptu Dedi Darmawan (Penyidik Pembantu) Polsekta Pancur Batu, 3 Oktober 2012 Pukul 15.00 Wib
c. Penegak Hukum Masih rendahnya mutu beberapa anggota Polisi yang bertugas di Polsekta Pancur Batu untuk melakukan operasi khusus kepada pelaku penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu kendala dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika. Operasi yang dimadsud adalah tes urine terhadap orang yang diduga menggunakan narkotika pada saat diadakannya razia narkotika. IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Penyalahgunaan narkotika di Indonesia telah terjadi sejak zaman kolonisasi. Kalau dulu, peredaran narkotika hanya berkisar di wilayah perkotaan. Sekarang penyebarannya telah merambah kesegala penjuru dari keluarga melarat hingga konglomerat, dari pedesaan hingga perkotaan, dari anak muda hingga yang tua. Dalam perkembangannya peraturan tentang narkotika dapat dibagi menjadi beberapa tahap : a. Berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika, latar belakang diundangkannya
undang-undang
ini
adalah
sehubungan
dengan
perkembangan sarana perhubungan modern baik darat, laut maupun udara yang berdampak pada cepatnya penyebaran perdagangan gelap narkotika di Indonesia; b. Berlakunya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, latar belakang diundangkannya undang-undang ini yaitu peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya mencegah
dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Tindak pidana narkotika pada umumnya tidak dilakukan secara perorangan dan berdiri sendiri melainkan dilakukan secara bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisir secara mantap, rapi dan rahasia; c. Berlakunya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, latar belakang diundangkannya undang-undang ini adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika. 2. Upaya yang dilakukan polisi Polsekta Pancur Batu dalam rangka pemberantasan
penyalahgunaan
narkotika
dengan
langkah-langkah
kebijakan non penal dan kebijakan penal. Kebijakan non penal dilakukan melalui upaya-upaya yang bersifat preemtif dan preventif. Adapun bentuk upaya preemtif adalah melalui penyuluhan, pemasangan poster dan spanduk. Bentuk upaya preventif yang dilakukan adalah dengan melakukan razia di tempat yang diduga dijadikan tempat penampungan, penyimpanan, dan peredaran narkotika. Upaya terakhir yang dilakukan dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika ini adalah dengan kebijakan penal yang dilakukan dengan cara represif atau penindakan. Terhadap orang yang diduga menggunakan, meyimpan, menjual narkotika dilakukan penangkapan. Dalam melakukan upaya terhadap pemberantasan penyalahgunaan narkotika polisi Polsekta Pancur Batu mendapatkan kendala-kendala. Pertama, sarana dan fasilitas, peredaran gelap narkotika sering memanfaatkan perkembangan perkembangan teknologi dengan
menggunakan handphone. Sehingga sangat sulit untuk melacaknya. Kedua, masyarakat tidak peduli terhadap lingkungannya sendiri walaupun jelas terlihat secara langsung adanya tindakan penyalahgunaan narkotika. Ketiga, Masih rendahnya mutu beberapa anggota Polisi yang bertugas di Polsekta Pancur Batu untuk melakukan operasi khusus. Operasi yang dimadsud adalah tes urine terhadap orang yang diduga menggunakan narkotika pada saat diadakannya razia narkotika B. Saran 1. Kapolri selaku pimpinan tertinggi dalam institusi Polri hendaknya menyediakan
anggaran
dalam
pelaksaan
penanggulangan
dan
pemberantasan penyalahgunaan narkotika agar upaya yang dilakukan tidak terhambat dan dapat berjalan dengan semaksimal mungkin. Di samping penyediaan anggaran untuk itu perlu adanya suatu pelatihan khusus kepada penyidik-penyidik Polri untuk mengungkap
kejahatan-kejahatan yang
berkaitan dengan narkotika. 2. Penyalahgunaan narkotika merupakan suatu kejahatan yang membawa dampak yang buruk bagi sipelaku dan masyarakat. Masyarakat haruslah berperan aktif dalam upaya-upaya yang dilakukan dalam pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan tidak diam disaat ia mengetahui ada kejahatan yang berkaitan dengan narkotika.
DAFTAR PUSTAKA Agsya,F, Undang-Undang Narkotika dan Undang-Undang Psikotropika, Asa Mandiri, Jakarta, 2010 Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Narkotika Indonesia, Alumni, Bandung, 1987. Hamzah. A dan RM. Surachman, Kejahatan Narkotika dan Psikotrokia, Sinar Grafika, Jakarta, 1994. Redaksi Badan Penerbit Alda Jakarta. “Menanggulangi Bahaya Narkotika”, Jakarta, 1985. Sumarmo, Penanggulangan Bahaya Narkotika dan Ketergantungan Obat, CV. Haji Masagung, 1987. Wawancara Wawancara dengan Aipda Ucok Malay (Penyidik Pembantu) Polsekta Pancur Batu, 3 Oktober 2012 Pukul 14.00 Wib. Wawancara dengan Aiptu Dedi Darmawan (Penyidik Pembantu) Polsekta Pancur Batu, 3 Oktober 2012 Pukul 15.00 Wib.