PERANAN ORGANISASI LOKAL DALAM PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT Edward & Husni Thamrin
Abstract This research intended to description the role of local organnization in social welfare development. It is very important knew, because Indonesia society has many local organizations such in rural and urban society. The result of research showed that in people grew and increased the number of local organization. It can be used as a fulfill needs mechanism and solved social problem, espscially in local level. In Indonesia the local organization is very important, because government do not have the ability enough to help their people. So, the local organization must developed and then they can do anything to the people. Keywords: local organization, village, social welfare
Pendahuluan Pendekatan pembangunan secara teoritis sebenarnya menempatkan masyarakat dalam posisi sentral. Tetapi pengalaman pendekatan pembangunan pada masa lalu yang dilaksanakan secara top down dan sentralistis memberikan dampak yang negatif terhadap perkembangan masyarakat. Masyarakat menjadi tidak kreatif, inovatif dan terkungkung pada inisiatif pemerintah. Implementasi pendekatan tersebut mengakibatkan partisipasi masyarakat menjadi lemah dan bentuk partisipasi yang terjadi lebih pada partisipasi semu (mobilisasi). Secara politik, dengan pendekatan topdown dan sitem sentralistis tersebut hak-hak masyarakat terserap ke dalam kepentingan pemerintah, sehingga tidak muncul pemikiran kritis dari masyarakat sebagai kontrol terhadap kebijakan pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan memudar diakibatkan oleh memudarnya sejumlah lembaga tradisional yang dulu hidup di perdesaan, sebagai akibat intervensi pemerintah yang terlalu jauh terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Respons terhadap pendekatan pembangunan tersebut, berkembang diskusi tentang civil society di kalangan perguruan tinggi maupun organisasi non pemerintah. Wacana civil society ini tampaknya menyadarkan para penyelenggara negara, untuk menemukan pendekatan baru dalam kebijakan pembangunan yang benar-benar berpihak pada kebutuhan rakyat, dengan mengedepankan demokratisasi dan hak asasi manusia. Terkait dengan wacana civil society ini berkembang pemikiran, bahwa untuk mewujudkan bangsa yang demokratis, harus dimulai dari bawah. Karena berdasarkan pengalaman, masyakat bawah tersebut selama berabad-abad telah terjadi praktik-praktik demokrasi yang benar. Dengan demikian, apabila bangsa Indonesia menghendaki terwujudnya pembangunan demokrasi, perlu belajar kembali tentang kearifan lokal yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat bawah. Apalagi dalam era otonomi daerah proses pembangunan kembali berpusat pada partisipasi masyarakat. Era otonomi memberikan peluang yang sangat besar untuk munculnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Secara
Edward dan Husni Thamrin adalah Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU
eksplisit ditegaskan bahwa penerapan otonomi
304
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
daerah secara mendasar adalah untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas serta meningkatkan peran masyarakat. Dalam kajiannya mengenai partisipasi masyarakat dalam otonomi daerah mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat merupakan hal yang krusial dan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Otonomi harus dipandang sebagai peluang untuk keberdayaan masyarakat. Pemerintah daerah sebaiknya menjadikan momen ini sebagai peluang untuk dapat memperkuat jaringan dan dapat mengintegrasikan seluruh jaringan dan kelompok sosial yang ada dalam masyarakat kedalam suatu wujud kerja sama yang saling menguntungkan (simbiosis mutualism). Idealnya pemerintah dan kelompok sosial dalam masyarakat secara teratur berinteraksi untuk mendapatkan kesesuaian dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan harus dipandang sebagai proses yang memungkinkan anggota masyarakat meningkatkan kapasitas personal dan institusional dalam memobilisasi dan mengelola sumber daya untuk menghasilkan perbaikan kualitas yang sesuai dengan aspirasi mereka sendiri, berkelanjutan, adil dan merata Dalam perspektif pembangunan, partisipasi masyarakat merupakan prinsip utama yang harus tetap dijaga. Seperti yang kita ketahui aspek pembangunan yang dilakukan sangatlah banyak dan tidak semua masyarakat dapat berpartisipasi di tiap aspek tersebut. Partisipasi yang ditunjukkan biasanya akan terfokus pada aspek-aspek tertentu atau isu-isu tertentu dari pembangunan tersebut. (Surjadi, 2003) Pendekatan yang dilakukan dalam pengembangan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sekarang terus dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga swadaya masyarakat yang telah menerapkannya sejak lama. Otonomi daerah telah memutar balik pandangan pemerintah dalam memandang masyarakat yang selama ini hanya dilibatkan secara pasif namun sejalan dengan bergulirnya roda reformasi dan penerpan otonomi daerah maka masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses pembangunan. Dalam melaksanakan pemberdayaan yang bermutu terdapat banyak kendala kelembagaan. Misalnya saja, kata partisipasi yang banyak tersebar di sebagian besar dokumen kebijakan dan proyek ternyata masih sedikit aparat pemerintah yang memahaminya. Masih banyak
305
yang berpendapat bahwa partisipasi adalah terlibat dalam suatu program pemerintah, di manapun posisinya. Masyarakat merasa dirinya telah berpartisipasi, walaupun mereka tidak terlibat dalam pengembangan, perencanaan, ataupun pelaksanaan proyek tersebut. Aparat bawahan yang melaksanakan program berdasarkan instruksi dari Jakarta telah merasa berpartisipasi dalam proyek, walaupun mereka hanya melaksanakan apa yang diperintahkan. Kebanyakan pegawai negeri berpendapat bahwa program-program yang ada telah bersifat 'partisipatif' dan “memberdayakan masyarakat” dan tidak merasa perlu untuk mengadakan perubahan. Penelitian mengenai pemberdayaan dari sudut pandang provider pembangunan telah banyak diteliti dan dijadikan landasan berfikir dalam membahas masalah pemberdayaan. Program pemberdayaan masyarakat sering sekali ambruk bila dilakukan hanya sebatas pelaksanaan proyek. Contoh program pelaksanaan pemberdayaan seperti IDT, Takesra, Kukesra yang berorientasi proyek dan target dianggap gagal. Pemerintah kemudian megeluarkan program kelanjutannya yaitu Program Pemberdayaan Kecamatan (PPK) (Mubyarto, 2002). Dalam kehidupan sehari-hari kegiatan pemberdayaan masyarakat ini secara nyata banyak dilakukan oleh pelaksana pembangunan dan masyarakat itu sendiri. Kegiatan-kegiatan kelompok masyarakat, pemerintah dan LSM pada dasarnya adalah bentuk program pemberdayaan. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa program-program tersebut mempunyai bentuk, tujuan dan metode yang berlainan. Pendekatan dalam pemberdayaan yang dilakukan dapat berupa pendekatan individual dan kelompok. Pendekatan kelompok menjadi alternatif utama yang digunakan dalam proses pembangunan karena dianggap lebih mampu memberikan dampak yang luas pada kehidupan masyarakat. Pelaksana pembangunan seperti pemerintah telah banyak meluncurkan program pemberdayaan melalui pemberdayaan kelompok. Sementara itu masyarakat juga secara mandiri mampu melakukan kegiatan pemberdayaan secara disadari atau tidak. Kelompok Serikat Tolong Menolong (STM), Pengajian, Perwiridan, Kelompok semarga dan lain sebagainya merupakan sinyal yang kuat bahwa program pemberdayaan mampu dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Organisasi lokal
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
masyarakat ini diyakini mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan pemberdayaan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Dari hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan pembangunan masyarakat dalam perspektif pemberdayaan dan mencoba menelusuri kemampuan kegiatan pemberdayaan melalui kelompok-kelompok masyarakat yang terbentuk. Masyarakat Indonesia betapapun mereka hidup sederhana, telah mengembangkan mekanisme dalam upaya memenuhi kebutuhan, menjangkau sumber dan pelayanan serta berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan. Mekanisme tersebut dilembagakan dalam sebuah wahana yang berupa organisasi, baik yang dilandasi oleh keagamaan, kesukuan maupun etnis. Di berbagai wilayah di Indonesia, selama ini ditelah istilah “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Banjar” di Bali, “Todung Natolu” di Sumatera Utara, dan “Rereyongan Sarupi” di Jawa Barat. Nilai sosial budaya lokal atau kearifan lokal tersebut telah terlembaga dengan baik dalam masyarakat lokal, dan menjiwai semua aktivitas masyarakat lokal tersebut. masyarakat lokal. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa keberadaan organisasi yang telah tumbuh dan berkembang pada masyarakat lokal, telah menjadi alternatif mekanisme pemecahan masalah. Organisasi yang ada di masyarakat memperlihatkan ciri-ciri, seperti egalitarianisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi, keterbukaan partisipasi bagi seluruh anggota, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme serta mengembangkan musyawarah. Ciri-ciri organisasi lokal ini telah mengakomodasi unsur hak asasi manusia dan demokratisiasi pada tingkat lokal. Karena itu, apabila berbagai ciri yang melekat pada organisasi lokal ini dapat dipertahankan, akan semakin memperkuat ketahanan sosial masyarakat dalam nuansa pluralisme. Sehubungan dengan itu, organisasi dan kearifan lokal, yang tumbuh dan berkembang di masyarakat lokal, perlu diberikan ruang gerak yang luas agar dapat mengekspresikan dan mengartikulasikan berbagai kebutuhan masyarakat lokal. Lebih jauh dari itu, berkembangnya keswadayaan masyarakat dan peran aktifnya dalam pembangunan, khususnya pembangunan kesejahteraan sosial. Sebagaimana dikemukakan oleh Korten (1985),
bahwa pembangunan akan mampu mengembangkan keswadayaan masyarakat apabila pembangunan itu berorientasi pada kebutuhan masyarakat (people centered development). Dan pembangunan yang berpusat pada masyarakat itu dapat direalisasikan apabila memanfaatkan organisasi lokal yang ada di masyarakat. Dalam kaitannya dengan pembangunan pedesaan, Sediono Tjandronegoro (Kompas, 1982) mengemukakan, bahwa bentuk kelompok informal yang tumbuh dari bawah dan berciri demokratik, merupakan wadah bagi masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pembinaan kelompok informal ini menyebabkan komunikasi antara pemerintah dan masyarkat desa bisa efektif. Pemikiran ini sesuai dengan Agenda 21 yang menekankan tanggung jawab khusus dari otoritas lokal dengan konsep “berpikir global, bertindak lokal”, dan deklarasi IULA (International Union of Lokal Authorities) dan EU (European Union) tahun 1985, di manaadanya keharusan bagi otoritas lokal di seluruh dunia memberikan prioritas untuk partisipasi bagi organisasi lokal, perusahaan swasta, perempuan dan pemuda, dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan implementasi proyek-proyek lokal dan perencanaan “Agenda 21” atau semua hal yang bersifat lokal (Izzedin Bakhit, 2001). Dalam perspektif pekerjaan sosial, nilai sosial budaya dan organisasi lokal tersebut merupakan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) atau modal sosial (social capital) dalam rangka pembangunan masyarakat. Dengan demikian, keberadaan organisasi dan kearifan lokal tersebut memiliki posisi yang sangat strategis dalam pembangunan masyarakat. Proses pembangunan saat ini perlu memahami dan memperhatikan prinsip pembangunan yang berakar dari bawah (grassroots), memelihara keberagaman budaya, serta menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia. Pembangunan yang dilakukan harus memuat proses pemberdayaan masyarakat yang mengandung makna dinamis untuk mengembangkan diri dalam mencapai kemajuan. Konsep yang sering dimunculkan dalam proses pemberdayaan adalah konsep kemandirian di mana program-program pembangunan dirancang secara sistematis agar individu maupun masyarakat menjadi subyek dari pembangunan. Walaupun kemandirian,
306
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
sebagai filosofi pembangunan, juga dianut oleh negara-negara yang telah maju secara ekonomi, tetapi konsep ini lebih banyak dihubungkan dengan pembangunan yang dilaksanakan oleh negara-negara sedang berkembang. Pembangunan masyarakat merupakan usaha-usaha yang terorganisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat untuk mampu bersatu dan mengarahkan diri sendiri. Pembangunan masyarakat bekerja terutama melalui peningkatan dari organisasiorganisasi swadaya dan usaha-usaha bersama dari individu-individu di dalam masyarakat, akan tetapi biasanya dengan bantuan teknis baik dari pemerintah maupun organisasi-organisasi sukarela. Konsep pemberdayaan dapat dikatakan merupakan jawaban atas realitas ketidakberdayaan (disempowerment). Prinsip memperlakukan masyarakat sebagai subyek dan obyek pembangunan harus menjadi komitmen bagi pelaksana pembangunan. Idealnya pemerintah dapat menjadi fasilitator yang bertugas memberi pelayanan, sedangkan dari pihak masyarakat berperan sebagai pelaku utama dalam proses pembangunan yang saat ini harus dilayani dan ditumbuhkan prakarsa serta partisipasinya. Ketidakberdayaan masyarakat yang disebabkan oleh ketiadaan daya (powerless) perlu diperhatikan. Untuk itu masyarakat perlu memiliki beberapa jenis daya yang dapat digunakan untuk memberdayakan mereka sendiri, antara lain: 1. Power terhadap pilihan pribadi, yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menentukan pilihan pribadi atau kesempatan untuk hidup lebih baik. 2. Power terhadap pendefinisian kebutuhan, yaitu mendampingi masyarakat untuk merumuskan kebutuhannya sendiri. 3. Power terhadap kebebasan berekspresi, yaitu mengembangkan kapasitas masyarakat untuk bebas berekspresi dalam bentuk budaya publik. 4. Power terhadap institusi, yaitu meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap kelembagaan pendidikan, kesehatan, keluarga, keagamaan, sistem kesejahteraan sosial, struktur pemerintahan, media dan sebagainya.
307
5. Power terhadap sumberdaya, yaitu meningkatkan aksesibilitas dan kontrol terhadap aktivitas ekonomi. 6. Power terhadap kebebasan reproduksi, yaitu memberikan kebebasan kepada masyarakat dalam menentukan proses reproduksi. (Ife, 2002) Ketidakberdayaan masyarakat selain disebabkan oleh faktor ketidak-adaan daya (powerless), juga disebabkan oleh faktor ketimpangan, antara lain: 1. Ketimpangan struktural antar kelompok primer, seperti: perbedaan kelas; antara orang kaya-orang miskin; the haves-the haves not; buruh-majikan; ketidaksetaraan gender; perbedaan ras, atau etnis antara masyarakat lokal-pendatang, antara kaum minoritas–mayoritas, dan sebagainya. 2. Ketimpangan kelompok lain, seperti: masalah perbedaan usia, tua-muda, ketidakmampuan fisik, mental, dan intelektual, masalah gay-lesbi, isolasi geografis dan sosial (ketertinggalan dan keterbelakangan). 3. Ketimpangan personal, seperti: masalah dukacita, kehilangan orang-orang yang dicintai, persoalan pribadi dan keluarga. Membicarakan konsep pemberdayaan, tidak dapat dipisahkan dengan konsep sentral, yaitu konsep power (daya). Pengertian pemberdayaan yang terkait dengan konsep power dapat ditelusuri dari empat sudut pandang/perspektif, yaitu perspektif pluralis, elitis, strukturalis dan post-strukturalis. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif pluralis, adalah suatu proses untuk menolong kelompok-kelompok masyarakat dan individu yang kurang beruntung untuk bersaing secara lebih efektif dengan kepentingankepentingan lain dengan jalan menolong mereka untuk belajar, dan menggunakan keahlian dalam melobi, menggunakan media yang berhubungan dengan tindakan politik, memahami bagaimana bekerjanya sistem (aturan main), dan sebagainya. Oleh karenanya, diperlukan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat untuk bersaing sehingga tidak ada yang menang atau kalah. Dengan kata lain, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk mengajarkan kelompok atau individu bagaimana bersaing di dalam peraturan (how to compete within the rules).
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif elitis adalah suatu upaya untuk bergabung dan mempengaruhi para elitis, membentuk aliansi dengan elitis, melakukan konfrontasi dan mencari perubahan pada elitis. Masyarakat menjadi tak berdaya karena adanya power dan kontrol yang besar sekali dari para elitis terhadap media, pendidikan, partai politik, kebijakan publik, birokrasi, parlemen, dan sebagainya. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif strukturalis adalah suatu agenda yang lebih menantang dan dapat dicapai apabila bentuk-bentuk ketimpangan struktural dieliminir. Masyarakat tak berdaya suatu bentuk struktur dominan yang menindas masyarakat, seperti: masalah kelas, gender, ras atau etnik. Dengan kata lain pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pembebasan, perubahan struktural secara fundamental, menentang penindasan struktural. Pemberdayaan masyarakat ditinjau dari perspektif post-strukturalis adalah suatu proses yang menantang dan mengubah diskursus. Pemberdayaan lebih ditekankan pertama-tama pada aspek intelektualitas ketimbang aktivitas aksi; atau pemberdayaan masyarakat adalah upaya pengembangan pengertian terhadap pengembangan pemikiran baru, analitis, dan pendidikan dari pada suatu usaha aksi (Ife, 2002). Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan demikian memberdayakan masyarakat adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Keberdayaan masyarakat adalah unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat untuk bertahan, dan mengembangkan diri untuk mencapai kemajuan (Kartasasmita, 1996). Menurut Chambers (1995) pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni bersifat “people-centered”, participatory, empowering, and sustainable. Konsep pemberdayaan lebih luas dari hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dasar atau mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini lebih banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif
terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa lalu. Konsep ini berkembang dari upaya para ahli dan praktisi untuk mencari pembangunan alternatif yang menghendaki “inclusive democracy, appropriate growth, gender equity, and intergenerational equity (Friedmen, 1992). Konsep pemberdayaan tidak mempertentangkan pertumbuhan dengan pemerataan, tetapi konsep ini berpandangan bahwa dengan pemerataan, tercipta landasan yang lebih luas untuk pertumbuhan dan yang akan menjamin pertumbuhan yang berkelanjutan. Upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui tiga hal: Pertama, menciptakan suasana (iklim) yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi-potensi, kemudian diberikan motivasi dan penyadaran bahwa potensi itu dapat dikembangkan. Kedua, memperkuat potensi yang dimiliki masyarakat di manaperlu langkahlangkah yang lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat mampu dan memanfaatkan peluang. Pemberdayaan pada jalur ini dapat berupa pemberian berbagai bantuan produktif, pelatihan, pembangunanan sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial, dan pengembangan kelembagaan ditingkat masyarakat. Ketiga, pemberdayaan mengandung arti pemihakan kepada pihak yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan yang saling menguntungkan (Bapenas, 2003). Isu pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pada era globalisasi dan transparansi semakin banyak dibicarakan dalam forum-forum diskusi yang dilakukan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, nasional dan international, dan melalui artikelartikel dalam media massa. Kesimpulannya mempersoalkan sikap apatis masyarakat terhadap proyek pembangunan, partisipasi masyarakat yang rendah dalam pembangunan, penolakan masyarakat terhadap beberapa proyek pembangunan, ketidakberdayaan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan serta pemecahan masalahnya, tingkat adopsi masyarakat yang rendah terhadap inovasi, dan masyarakat cenderung menggantungkan hidup terhadap bantuan pemerintah, serta kritik-kritik lainnya yang umumnya meragukan bahwa masyarakat
308
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
memiliki potensi untuk dilibatkan sebagai pelaksana pembangunan. Meskipun kritik-kritik di atas ada benarnya, tetapi dengan hanya menyalahkan masyarakat tanpa mencari faktorfaktor penyebabnya maka permasalahannya tidak dapat dipecahkan. Pemberdayaan Masyarakat harus dipandang sebagai suatu proses di manamasyarakat, terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Dalam proses ini, pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sebagai sebuah lembaga berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses pemberdayaan masyarakat. Pada prinsipnya masyarakatlah yang menjadi aktor dan penentu pembangunan. Usulan-usulan masyarakat merupakan dasar bagi program pembangunan lokal, regional, bahkan menjadi titik pijak bagi program nasional. Tipikal program pemberdayaan tampak dari acuan utama akan proses sosial selama program berlangsung, bukan lagi berorientasi pada hasil seperti program berciri top down. Proses sosial sebagai variabel-antara mengambil bentuk pengambilan keputusan suatu kegiatan secara partisipatif dilangsungkan dalam debat terbuka, yang mengundang peran serta anggota masyarakat dari lapisan atas hingga lapisan bawah. Perangkat evaluasi program yang tetap menekankan hasil penciptaan kelompok usaha, jumlah dana yang tersalur atau digulirkan, dan peningkatan pendapatan pemanfaat, sudah saatnya disesuaikan, misalnya menjadi pelaksanaan proses partisipatif dalam penciptaan kelompok, dan partisipasi dalam memutuskan pemanfaatan dana. Apabila kegiatan pemberdayaan masyarakat lapisan bawah belum berhasil meningkatkan pendapatan dan membuka lapangan kerja baru seperti yang diharapkan, maka yang paling penting dikaji adalah menemukan apa dan di mana akar permasalahannya. Pengetahuan tentang akar permasalahan ini, membantu untuk merumuskan suatu strategi pemecahan masalah yang lebih tepat dan efektif. Merumuskan suatu pola pemberdayaan masyarakat lapisan bawah yang tergolong miskin adalah pekerjaan rumit. Rumit, karena karakteristik yang mereka miliki berbeda. Dan setiap perbedaan menuntut pola pemberdayaan yang berbeda. Semua kekuatan, kelemahan, dan permasalahan yang ada perlu
309
diidentifikasi dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan pola pikir mereka yang sangat, terbelakang, statis tradisional, sulit berubah, lambat mengadopsi inovasi, serta tidak berdaya untuk hidup mandiri. Saat pemerintahan Orde Baru, Indonesia mencapai kemajuan ekonomi dan sosial yang cukup berarti. Walaupun demikian, kesuksesan ini dicapai dengan menggunakan sistem yang tersentralisasi dan top-down mulai dari perencanaan, pelaksanaan serta sistem keuangan. Pendekatan atas bawah ini memberikan arti bahwa masyarakat sangat sedikit sekali memiliki kemampuan untuk megendalikan ataupun memberikan masukan pada proses pembangunan, padahal merekalah yang menerima dampak langsung terhadap kehidupannya sehari-hari dan berakibat terhadap tingkat kesejahteraannya. Sehingga hal ini menyebabkan ketergantungan terhadap berbagai petunjuk dan bantuan pemerintah dalam pelaksanaannya. Pendekatan top–down tidak mengembangkan masyarakat untuk mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan ide-ide baru yang lebih sesuai dengan kondisi setempat dan mengakibatkan ketergantungan. Pendekatan yang berbeda dari pendekatan yang disebutkan di atas telah berkembang di Indonesia dan negara-negara lainnya, di manahasil yang lebih berkelanjutan akan dicapai jika masyarakat diberikan kepecayaan agar dapat menentukan proses pembangunan yang dibutuhkan mereka sendiri, sementara pemerintah dan lembaga lain mempunyai peran sebatas mendukung dan memfasilitasi. Pendekatan 'Pemberdayaan Masyarakat' ini akan mengantar masyarakat dalam berproses untuk mampu menganalisa masalah dan peluang yang ada serta mencari jalan ke luar sesuai sumberdaya yang mereka miliki. Mereka sendiri yang membuat keputusan-keputusan dan rencana-rencana, mengimplementasikan serta mengevaluasi keefektifan kegiatan yang dilakukan. Input utama adalah pengembangan sumber daya manusia, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dan mengurangi harapan akan sumberdaya dari pihak luar, baik pemerintah ataupun Lembaga Swadaya Masyarakat. Aspek penting dalam suatu program Perberdayaan Masyarakat adalah: program yang disusun sendiri oleh masyarakat, menjawab kebutuhan dasar masyarakat, mendukung keterlibatan kaum miskin, perempuan, buta
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
huruf dan kelompok terabaikan lainnya, dibangun dari sumberdaya lokal, sensitif terhadap nilai-nilai budaya setempat, memperhatikan dampak lingkungan, tidak menciptakan ketergantungan, berbagai pihak terkait terlibat, serta berkelanjutan. Proses partisipasi merupakan suatu proses yang berulang-ulang, ada umpan-balik, perencanaan (ulang) dan pelaksanaan tahap lanjutan, dan ada penilaiannya, di manadigunakan sejumlah indikator dalam rangka berupaya mencapai sasaran-sasaran tertentu. Proses ini dapat digambarkan sebagai suatu alur (siklus) berputar. Proses partisipasi itu punya orientasi, punya sasaran-sasaran. Hasil akhirnya adalah pemberdayaan diri, masingmasing (misal: perorangan) maupun pemberdayaan bersama (keluarga, kelompok keluarga, ikatan lebih luas). Dari keseluruhan itu semua, sebenarnya gagasan atau ide mengenai pemberdayaan dan pelibatan peran warga dalam pembangunan sudah tumbuh lama, tetapi mulai menjadi wacana semenjak tumbuh kesadaran bahwa perspektif atau paradigma pertumbuhan ekonomi (economic growth) meninggalkan perrmasalahan disparitas, ketidak merataan dalam pembagian manfaat. Sebagaimana yang tercatat dalam berbagai ulasan literatur bahwa teori pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi merupakan ciri khas teori modernisasi. Konteks yang jelas terlihat adalah penggunaan teori lima tahap perkembangan masyarakat Rostow, teori tabungan dan investasi yang beorientasi kapitalis Harold Domar dan lainnya digunakan sebagai kerangka berfikir pembangunan nasional. Dari hal tersebut muncullah berbagai pandangan yang memberikan gagasan, ide untuk merubah kondisi yang dihasilkan oleh kelompok teori modernisasi tersebut. Gagasangagasan tersebut muncul dalam bentuk-bentuk pemikiran, paradigma dan teori diantaranya teori redistribution with growth , human development dan people centered development. Gagasan tersebut merupakan jawaban atas pertimbangan ketidakadilan pada masyarakat yang terhisap sumber dayanya. Kajian-kajian ini dapat dilihat pada pemikiran Cheney yang melihat dalam konteks penanggulangan kemiskinan ada kemungkinan untuk memperluas penggunaan sumber daya produktif. Sementara itu kajian Korten (1985) melihat bahwa kajian mengenai isu redistribusi
dengan tema pertumbuhan ini lebih pada penekanan bagaimana penduduk miskin menjadi lebih produktif. Dua aliran pemikiran yang menekankan pada pentingnya pertumbuhan ekonomi dan pentingnya pemerataan cukup lama berada dalam diskursus. Pada akhirnya Pemerintah mulai memberikan ruang pada proses pelibatan masyarakat dan organisasi lokal untuk mengambil peran dalam pembangunan. Pada awal Pelita VI pemerintah mengeluarkan program-program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan prinsip pemberdayaan. Program Inpres Desa Tertingal merupakan contoh dari pnrrapan program pemberdayaan tersebut. Program pembangunan pada masyarakat sebelumnya top down atau bila meminjam istilah Ponna Wignaraja yaitu delivered development (pembangunan yang dirancang sepenuhnya dari atas untuk masyarakat) mulai mengadopsi prinsip-prinsip partispasi dan pemberdayaan. Menurut Moeljarto (1999) isu pelibatan warga dalam program sudah muncul pada program-program pembangunan, tetapi hanya menjadi tempelan dari strategi pembangunan itu sendiri. Hal ini terjadi karena masyarakat dianggap tidak mampu untuk memberdayakan dirinya. Dari hal tersebut muncullah kritik-kritik untuk mengetengahkan isu yang diangap terabaikan dalam pembangunan yaitu pengembangan lembaga/kelompok (institutional development) dan pembinaan kapasitas (capacity building).
Metode Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dipergunakan karena lebih sesuai bila berhadapan lamgsung dengan kenyataan dilapangan. Selain itu metode kualitatif lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan penajaman pengaruh dan pola-pola nilai yang dihadapi di lapangan. Penelitian dilakukan di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas survei awal di mana Desa Marindal II mempunyai kelompokkelompok masyarakat yang cukup aktif. Sampel organisasi diambil secara purposif, dengan kriteria organisasi lokal, masih aktif melakukan kegiatan, tercatat dikelurahan,
310
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
mempunyai struktur pengurus dan kenaggotaanya hanya pada batas desa Marindal II. Setelah dilakukan survey awal peneliti mengambil 5 organisasi lokal sebagai sampel yaitu: 1. STM Muslimin 2. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) 3. Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas 4. Remaja Mesjid Syakban 5. Pengajian Mardi Luhur Informan dalam penelitian ini adalah lurah dan sekretaris lurah tokoh organisasi lokal, dan anggota masyarakat yang mempunyai pengetahuan tentang permasalahan yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: Penelitian lapangan (Field Research), yakni dengan kegiatan-kegiatan: Observasi, dengan melakukan pengamatan langsung mengenai gejala-gejala yang terjadi di lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Wawancara mendalam (depthinterview), dengan mengadakan tanya jawab secara terbuka dengan key informan tentang objek permasalahan yang diteliti. Di sini, materi wawancara dipandu oleh instrumen penelitian (interview guide). enelitian Dokumen yakni melakukan penelaahan terhadap dokumendokumen, laporan dan data statistik yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data-data yang diperoleh akan disusun secara sistematis pada tiap item kelompok masyarakat sehingga akan terlihat profil masingmasing organisasi likal. Data dan informasi yang dijaring dalam penelitian ini seluruhnya adalah data kualitatif. Sehubungan dengan itu data yang sudah dikumpulkan diolah dalam bentuk mengakategorisasi, tidak ada tabulasi. Kemudian dilakukan analisis secara kualitatif dengan memusatkan pada aspek organisasi, kegiatan dan jaringan kerja
Hasil Penelitian dan Pembahasan Berikut ini disajikan karakteristik Organisasi Lokal, yang meliputi: 1. STM Muslimin STM Muslimin adalah salah satu organisasi lokal yang ada di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan. STM Muslimin berdiri pada tahunsembilan
311
puluhan melalui inisiatif beberapa tokoh warga desa Marindal II. Dari beberapa orang yang mempunyai inisiatif untuk mendirikan STM mengundang dari masyarakat dan mengadakan diskusi akan pentingnya STM di desa tersebut sampai mencapai mufakat hingga terbentuknya STM. Tokoh masyarakat yang berinisiatif melakukan pertean tersebut adalah Bapak Ramli dan Bapak Sugiran. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Sugiran. ”STM ini (Muslimin) dulu didirikan hasil musyawarah dengan warga lain, saya (Sugiran), pak Ramli dan beberapa orang lainnya sepakat untuk membuat STM untuk kepentingan warga sini”. Kegatan-kegiatan yang dilakukan oleh STM Muslimin berkisar pada kegiatan keagamaan, seperti pengajian dan ceramah agama. Hal yang terpenting adalah mengurus warga yang kemalangan. Fungsi sosial menjadi sangat dominan dalam kegiatan STM Muslimin. Pengajian untuk anggota STM dilakukan pada setiap malam Rabu pukul 20.00 WIB dan tempat pelaksanaan secara bergilir dari rumah ke rumah. ”Biasanya pengajian dibuat di rumah warga , ganti-gantian supaya semua kena giliran dan suasananya enak” Tujuan dilakukan kegiatan organisasi adalah untuk melaksanakan ajaran syariat Islam dan sebagai salah satu alternatif pendidikan Keagamaan. Selain itu STM Muslimin berharap bahwa kegiatan yang dilakukan akan memberikan kontribusi pada pembentukan masyarakat yang berakhlak sesuai dengan ajaran Islam dan dapat mempererat tali persaudaraan sesama umat Islam di Dusun II. Keanggotaan STM Muslimin hanya terbatas pada warga Dusun II Desa Marindal II Kecamatan Patumbak. Keanggotaan tidak bersifat pribadi tetapi menggunakan basis Kepala Keluarga. Artinya seluruh anggota keluarga akan masuk menjadi bagian keanggotaan bila kepala keluarga ikut dalam keanggotaan STM tersebut. Perekrutan anggota melalui lisan dan tulisan, tetapi lebih dominan dengan lisan (dari mulut ke mulut). Karena berhubungan dengan kepentingan keluarga maka
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
biasanya kepala keluarga tidak ada yang keberatan untuk menjadi anggota STM. Sumber dana organisasi masih sebatas pada pengumpulan uang pangkal bagi anggota baru dan iuran bulanan bagi anggota lama. STM Muslimin tidak mempunyai unit usaha lain yang dapat mengahasilkan sumber keuangan bagi organisasi. Dana tambahan didapat dari donasi amal warga yang mempunyai rezeki lebih. ”Dana kas cuma dari uang iuran saja dan kalau ada yang baru masuk pakai uang pangkal, semuanya dikumpul sama bendahara” Mengenai pertanggungjawaban keuangan kelompok, key informan menyatakan selalu dipaparkan dalam pertemuan setiap minggunya supaya anggota juga mengetahui berapa jumlah dana yang ada dan digunakan untuk apa saja. ”Tiap minggu uang kas pasti diumumkan waktu pengajian, supaya jelas dan anggota boleh tanya digunakan untuk apa saja” Dari hal tersebut terlihat bahwa kelompok STM Muslimin telah mempraktikkan tranparansi keuangan dalam kelompok, sehingga anggota menjadi lebih percaya dan yakin bahwa uang kas kelompok digunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan anggotanya. Struktur organisasi yang digunakan oleh STM Muslimin yaitu Pelindung, Pembina, Penasehat, Ketua ,Sekretaris, Humas Bendahara, Anggota. Struktur tersebut tidak dilengkapi dengan seksi-seksi kegiatan lain. Hal ini disebabkan STM Muslimin paham bahwa lingkup kegiatannya hanya pada tataran dusun dan desa dan tidak mempunyai anggota serta kegiatan yang kompleks. STM Muslimin biasanya melakukan kerjasama dengan organisasi lokal lainnya (STM, Pengajian, Badan Kenaziran) yang ada di Desa Marindal II. Kerja sama yang dilakukan adalah mengadakan pengajian yang bersifat lebih besar (Pengajian Akbar), mengumpulkan bantuan-bantuan untuk kemalangan, pelaksanaan hari besar Islam dan lain sebagainya. Sinergi yang dilakukan dilakukan dalam bentuk yang sederhana seperti mengumpulkan dana bersama, peralatan, kepanitiaan bersama. STM Muslimin merasa sinergi yang dilakukan
sudah berhasil dan perlu dilanjutkan terus pada masa-masa selanjutnya. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa ada faktor yang dapat memperlancar kegiatan dan keutuhan kelompok diantaranya: 1. Adanya rasa tanggung jawab bersama. 2. Adanya rasa gotong royong. 3. Adanya rasa kekeluargaan antar organisasi Kelompok STM Muslimin pernah memberi kontribusi bantuan informasi tentang kasus tanah dengan memberikan data dan keterangan kepada aparat desa, kecamatan dan kabupaten Deli Serdang berkaitan dengan sejarah dan bukti-bukti kepemilikan tanah masyarakat yang pernah diambil tanpa ganti rugi oleh PTPN II dizaman Soeharto. Selanjutnya STM Muslimin juga pernah melakukan kontrol sosial dengan memberikan data dan keterangan berkaitan dengan keterlibatan kepala desa dalam menjual tanah wakaf desa. Selanjutnya fungsi sosial juga dilakukan kelompok STM Muslimin dengan menjadi penengah dalam urusan mendamaikan bila ada warga yang berselisih terutama sesama anggota STM atau Membantu menjembatani mayarakat dengan aparat desa dan aparat kemanan berkaitan dengan soal tanah PTPN II dan tanah wakaf di desa Marindal II. Pada tahun 1999-2003 kelompok STM Muslimin bersama masyarakat lainnya ikut berjuang mengambil hak atas tanah yang diambil PTPN II dan Tahun 2004 bersama masyarakat lainnya melengserkan kepala desa yang terlibat dalam penjualan tanah wakaf desa. Proses pengorganisasian masyarakat yang dilakukan pada kelompok menghasilkan manfaat yang cukup membantu anggotaanggotanya. Diantaranya adalah: 1. Mengurangi beban ketika ada kemalangan dan pesta dengan tersedianya peralatan seperti: kursi, tenda, soundsystem. 2. Membentuk insan yang berjiwa sosial. 3. Meningkatkan rasa kegotong royongan jika tidak dipertahankan akan hilang. 4. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan program desa. 5. Mitra pemerintah
312
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
Di samping itu juga dilakukan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan salah satu organisasi lokal yang ada di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak yang bergerak di bidang pendidikan. PAUD tergolong masih muda karena baru berdiri pada tangal 3 April 2006 atas prakarsa Ibu Siti Rahmah. PAUD pada dasarnya terbentuk karena adanya himbauan dari pemerintah mengenai anak-anak usia dini yang tak terjangkau mengecap pendidikan TK yang formal . ”Mula-mula kami diberikan surat berbentuk memerintahkan agar kami dapat mendirikan PAUD di desa Marindal II ini. Dengan adanya surat perintah itu kami mengadakan musyawarah bagaimana kita dapat mendatangkan anak-anak usia 1 – 6 tahun. Dengan izin Allah SWT kami dari ibu-ibu dapat mengumpulkan anak-anak sebanyak 60 anak.” Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh PAUD adalah pendidikan non formal bagi anak-anak usia dini. Pendidikan ini dijalankan untuk memberikan rangsangan bai anak-anak agar senang belajar dan bersekolah. Selain itu progran PAUD juga untuk membantu masyarakat yang kurang mampu, yang tidak dapat menyekolahkan anaknya (terutama TK). PAUD menjadi alternatif pendidikan bagi anak-anak di lingkungan Desa Marendal II. Kegiatan belajar dan bermain dengan anakanak asuh dilakukan di emperan rumah dan lapangan. Ruang kelas untuk belajar belum ada, sehingga PAUD menggunakan sumbersumber yang ada disekitar desa saja. Kegiatan belajar dilakukan sambil bermain, bernyanyi mulai dari pukul 08.00-10.30 WIB setiap hari Senin sampai dengan Jumat tiap minggunya. Dalam wawancara Informan kunci Siti Rahmah menjelaskan. ”Anak-nak belajar di manasaja, bisa di emperan rumah, lapangan, pokonya di manasaja yang dapt digunakan. Belajarnya sambil main-main dan nyanyi supaya anakanak senang” Tujuan dilakukan kegiatan kelompok adalah untuk membantu pemerintah menggalakkan pendidikan pada usia dini dan menggerakkan potensi masyarakat dalam membangun sumber daya manusia.
313
Kelompok ini digerakkan oleh ibu-ibu PKK yang ada di Desa Marindal II. Struktur organisasi yang digunakan oleh PAUD yaitu, Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Tenaga Pengajar. Struktur tersebut tidak dilengkapi dengan seksi-seksi kegiatan lain. Hal ini disebabkan PAUD merupakan organisasi yang bergerak dibidang pendidikan dengan ruang lingkup kerja di hanya di desa Marindal II. Untuk menarik peserta didik dilakukan dengan cara menyebarkan brosur dan memberikan informasi pada perwiritan yang ada. Penyampaian informasi organisasi pada perwiritan ibu-ibu merupak hal yang efektif, karena informasi akan langsung diterima oleh ibu-ibu yang mempunyai anak-anak usia dini. Selain itu informasi mengenai PAUD juga disebarkan pada saat Posyandu digelar. Hal inisangatlah wajar karena kader-kader Posyandu merupakan anggotaanggota PKK di Desa Marindal II yang juga merupakan penggerak PAUD. Sampai saat ini PAUD masih mengandalkan sumbangan dari orang tua peserta didik . Sumbangan tersebut tidak pernah ditentukan jumlahnya. Pada awalnya PAUD meminjam dana untuk pendirian pada Kas Desa dan sampai saat ini pinjaman tersebut belum dapat dikembalikan. ”Sumber pemasukan hanya dari sumbangan sukarela dari orang tua atau dari warga. Kami tidak pernah menentukan besarnya, namanya saja kegiatan sosial.” Mengenai pertanggungjawaban keuangan kelompok, key informan menyatakan belum pernah dilakukan karena PAUD masih baru terbentuk, lagi pula kas kelompok tidak banyak dan masih berhutang. ”Kelompok belum pernah buat pertanggungjawaban keuangan, wong kita saja masih ngutang dan baru saja terbentuk.” PAUD saat ini baru bekerja sama dengan pemerintah Desa saja, jaringan sosial yang lain adalah dengan pengajian-ibu. Jaringan kelompok ini masih sangat minim karena baru terbentuk. Selanjutnya PAUD akan merencanakan bekerjasama dengan organisasi pendidikan lain untuk kemajuan anak asuh. Faktor kesabaran ibu-ibu pengelola PAUD dan pengajar menjadi faktor yang dianggap dapat mempertahankan kelangsungan hidup PAUD. Apalagi setelah 3 bulan melakukan
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
kegiatan pendidikan perkembangan anak asuh memperlihatkan perkembangan yang menjanjikan. Sementara faktor penghambat utama adalah dana dan fasilitas pendidikan yang sangat minim sekali. Keterbatasan sumber dana dan fasilitas ini masih diusahakan untuk dipecahkan. Proses pendidkan yang dilakukan oleh PAUD menghasilkan manfaat yang cukup membantu masyarakat kurang mampu untuk dapat menyekolahkan anaknya. Juga ada Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas. Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas adalah merupakan salah satu organisasi lokal yang ada di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak yang bergerak di bidang kepemudaan dan olahraga. Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas berdiri sejak tahun 1990 melalui pertemuan yang dibuat oleh pemuda-pemuda setempat. Prakarsa pendirian Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas diprakarsai oleh Bapak Husein dan Bapak Sunardi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Bapak Husein. ”Berawal dari berkumpulnya para pemuda yang ada di Pasar 12, dari obrol-obrolan biasa hingga serius untuk mendirikan suatu klub sepakbola yang ada di desa Marindal II.” Kegatan-kegiatan yang dilakukan oleh Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas berkisar pada kegiatan pembinaan kepemudaan dan olahraga. Anggota klub Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas adalah pemuda-pemuda yang menyenangi olahraga sepak bola. Cara Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas merekrut pemudapemuda untuk menjadi anggota klub adalah dengan melakukan kegiatan pertandinganpertandingan serta latihan di lapangan sepak bola. Latihan rutin dilakukan 3 kali seminggu di lapangan sepak bola Marindal II pada hari Senin, Jumat dan Sabtu setiap pukul 15.0017.30 WIB. Kegiatan latihan biasanya diisi dengan mengasah teknik permainan sepak bola dan latihan fisik untuk meninggkatkan stamina. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan alternatif kegiatan yang positif bagi pemuda di Desa Marindal II. Keterangan yang diberikan Bapak Husein:
”Latihan bolanya tiap hari Senin, Jumat dan Sabtu di lapangan Marindal II jam tiga siang sampai jam setengah enam ” Tujuan dilakukan kegiatan olahraga sepak bola adalah untuk mempersatukan pemudapemuda dari selurun dusun yang ada di Desa Marindal II. Olahraga juga akan memberikan pelajaran sportivitas dan mencegah perselisihan yang terjadi antara sesama pemuda di Desa Marindal II. Keanggotaan Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas hanya terbatas untuk pemuda warga Desa Marindal II. Sumber dana Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas masih sebatas pada pengumpulan uang pangkal bagi anggota baru dan iuran bulanan bagi anggota lama. Sumber keuangan yang lain adalah sumbangan dari pemerintah desa dan donatur dari warga yang bersimpati pada kegiatan kepemudaan. Keuangan dicatat oleh bendahara dan dilaporkan tiap 3 bulan sekali sebagai bentuk pertanggungjawaban. ”Kegiatan kami lakukan pakai dana tektekan (urunan) dari iuran dan uang pangkal. Kalau ada pertandingan cari donatur dari desa” Struktur organisasi yang digunakan oleh Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas adalah Ketua Umum, Ketua Harian, Sekretaris, Bendahara, Humas, Seksi Pengembangan Bakat dan Seksi Lapangan. Struktur tersebut tidak dilengkapi dengan seksi-seksi kegiatan lain. Hal ini disebabkan STM Muslimin paham bahwa lingkup kegiatannya hanya pada tataran dusun dan desa dan tidan mempunyai angota serta kegiatan yang kompleks. Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas biasanya melakukan kerjasama dengan organisasi lokal lainnya yang sejalan (olahraga) dari luar desa., biasanya untuk latihan bersama dan latih tanding. Selain itu hubungan baik juga dilakukan pada pemerintah desa. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa ada faktor yang dapat memperlancar kegiatan dan keutuhan kelompok diantaranya: 1. Kegigihan dan kesabaran pengurus 2. Kerjasama tim 3. Adanya dukungan dari masyarakat dan pemerintah desa
314
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
Kelompok STM Muslimin memberi kontribusi bantuan informasi tentang kondisi kepemudaan yang ada di Desa Marindal II pada aparan desa dan menjalankan fungsi kontrol pada anggota-anggotanya agar tidak terlibat kegiatan yang negatif. Selanjutnya fungsi sosial juga dilakukan kelompok Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas dengan menjadi penengah dalam urusan bila ada pemuda yang berselisih. Secara garis besar pengurus Persatuan Sepak Bola Bintang Dua Belas merasa telah memberikan manfaat bagi pembangunan desa pada: 1. Peningkatan bakat/ketrampilan bagi anak-anak/remaja yang ada di desa Marindal II. 2. Membantu pemerintahan desa untuk mengurangi tingkat kenakalan anakanak, remaja dan pemuda. 2. Remaja Mesjid Syakban Remaja Mesjid Syakban merupakan salah satu organisasi lokal yang ada di Desa Marindal II Kecamatan yang berdiri secara pada tahun 1986 melalui musyawarah tiga pengajian remaja/pemuda yang ada di desa Marindal II. Prakarsa pembentukan Remaja Mesjid Syakban ini dilakukan oleh Lilik Sumono. Pembentukan Remaja Mesjid Syakban dilakukan dilatar belakangi oleh kekhawatiran terpecahnya kaum muda Islam karena berbeda pandangan (Muhammadiyah, Alwasliyah). Hal tersebut diungkapkan oleh Sumiran salah satu pengurus Remaja Mesjid Syakban. ”Kuatir meruncingnya perbedaan dalam ajaran Islam (Muhammadiyah, Alwasliyah) maka diadakanlah pertemuan untuk menyatukan para remaja pengajian ke dalam satu kelompok maka lahirlah Remaja Mesjid Syakban.” Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Remaja Mesjid Syakban berkisar pada kegiatan keagaman dan kegiatan kepemudaan seperti pengajian, ceramah agama (majelis takhlim), olahraga, pemberantasan buta aksara Al-Quran dan lain-lain. Pengajian dilakukan setiap malam kamis di Mesjid yang ada di Desa Marindal II. Kegiatan Pemberantasan buta aksara AlQuran dilakukan pada setiap hari Rabu pukul 20.00 WIB, sedangkan kegiatan
315
olahraga bola voli dilakukan setiap hari Kamis dan Sabtu sore. ”Kegiatan kami termasuk padat, pengajian malam kamis, main voli tiap Kamis sama Sabtu dan belajar Al-uran untuk yang belum bisa baca Quran tiap malam Kamis jam delapan malam”” Tujuan dilakukan kegiatan organisasi adalah untuk melaksanakan ajaran syariat Islam dan mempersatukan pandangan pemuda-pemuda dari berbagai ajaran Islam. Selain itu kegiatan Remaja Mesjid Syakban juga diharapkan untu mencegah kegiatan negatif yang dilakukan remaja/pemuda dilingkungan Desa Marindal II. Remaja Mesjid Syakban berharap bahwa kegiatan yang dilakukan akan memberikan kontribusi pada pembentukan remaja/pemuda Islam yang berakhlak sesuai dengan ajaran Islam dan dapat mempererat tali persaudaraan sesama umat Islam di Dusun II. Keanggotaan Remaja Mesjid Syakban hanya terbatas pada Desa Marindal II Kecamatan Patumbak. Perekrutan anggota melalui lisan (dari mulut ke mulut). Sumber dana organisasi masih sebatas pada pengumpulan uang iuran bulanan yang telah ditetapkan yaitu Rp. 1.000,- setiap bulannya. Sumber dana yang lain adalah dari sumbangan orang tua atau donatur. Remaja Mesjid Syakban tidak mempunyai unit usaha lain yang dapat memberikan kontribusi keuangan. ”Uang kas didapat dari iuran anggota tambahannya ya.. dari donatur. Maunya memang ada unit usaha yang bisa jadi sumber pemasukan tetapi sampai sekarang tidak ada” Mengenai pertanggungjawaban keuangan organisasi, Sumiran menyatakan selalu dilaporkan bila terjadi pergantian kepengurusan, kecuali ada pertanyaan dari anggota maka bendahara akan menjelaskannya dalam pertemuan pengajian. Struktur organisasi yang digunakan oleh Remaja Mesjid Syakban adalah Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi Pemberantasan buta aksara Al-Quran, Seksi Seni-Budaya dan Seksi Humas. Remaja Mesjid Syakban biasanya melakukan kerjasama dengan organisasi lokal lainnya (STM, Pengajian,
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
Badan Kenaziran) yang ada di Desa Marindal II serta pemerintahan desa. Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa ada faktor yang dapat memperlancar kegiatan dan keutuhan kelompok diantaranya: 1. Kerja sama sesama pengurus. 2. Kepercayaan Masyarakat. 3. Dukungan dari orang tua dan pemerintah desa Fungsi sosial dilakukan Remaja Mesjid Syakban pada kasus pemberantasan judi dan minuman keras. Remaja Mesjid Syakban membantu meredam kemarahan masyarakat dan bersama aparat desa menemui pemilik warung minuman untu menutup warungnya. “Kami pernah bersama aparat desa menemui pemilik warung minuman untuk menutup warungnya dengan cara baik-baik. Masyarakat sudah resah karena minuman dan judi bebas seenaknya” Proses pengorganisasian yang dilakukan pada kelompok menghasilkan manfaat yang cukup membantu anggota-anggotanya. Diantaranya adalah: 1. Mengurangi tingkat kenakalan remaja di desa Marindal II. 2. Membantu program desa seperti gotong royong, pembagian beras miskin. 3. Meningkatkan kesadaran beragama dan mengurangi perbedaan ajaran yang dijalankan. 3. Perwiritan Mardi Luhur Perwiritan Mardi Luhur adalah merupakan salah satu organisasi lokal yang ada di Desa Marindal II Kecamatan Patumbak yang bergerak di bidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Perwiritan Mardi Luhur berdiri sekitar tahun delapan puhunan melalui musyawarah masyarakat setempat. Tokoh masyarakat yang memprakarsai terbentuknya Perwiritan Mardi Luhur adalah Bapak Ngatino dan Bapak Samana. Keterangan dari key informan Bapak Ridho mengatakan: ” Mula-mulanya berkumpulah para bapakbapak yang ada dipasar XII dengan para ustad-ustad yang ada untuk membicarakan masalah perwiritan hingga mencapai suatu mufakat untuk membentuknya” Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Perwiritan Mardi Luhur berkisar pada
kegiatan keagaman seperti wirit yasin dan pengajian. Perwiritan dilakukan pada setiap hari Kamis setelah shalat Isya dan tempat pelaksanaan secara bergilir dari rumah ke rumah. ”Wirit Yasin setiap malam jumat habis shalat Isya, bergiliran dari rumah ke rumah.” Kegiatan pengajian dilakukan pada hari Jumat jam 21.30 -23.00 WIB setian akhir bulan dengan mendengarkan seramah agama dari ustad yang diundang. Tujuan dilakukan kegiatan organisasi adalah untuk melaksanakan ajaran syariat Islam dan mempererat hubungan persaudaraan di masyarakat. . Keanggotaan Perwiritan Mardi Luhur hanya terbatas pada warga pasar XII Desa Marindal II Kecamatan Patumbak. Perekrutan anggota tidak dilakukan dengan intensif, karena warga akan masuk menjadi anggota dengan kesadaran sendiri. Hal ini berhubungan dengan sanksi sosial yang akan didapatkan bila tidak masuk menjadi anggota perwiritan. Sumber dana organisasi masih sebatas pada pengumpulan uang pangkal bagi anggota baru sebesar Rp. 50.000 dan iuran bulanan Rp. 4.000 bagi anggota lama. Untuk kegiatan perwiritan setiap minggu, biaya ditanggung oleh yang mendapatkan giliran di rumahnya. Pertanggungjawaban keuangan dilakukan dengan cara mengumumkan jumlah kas dan penggunaannya pada saat setelah wirit selesai. Dari hal tersebut terlihat bahwa kelompok STM Muslimin telah mempraktikkan tranparansi keuangan dalam kelompok, sehingga anggota menjadi lebih percaya dan yakin bahwa uang kas kelompok digunakan untuk kemajuan dan kesejahteraan anggotanya. Struktur organisasi yang Perwiritan Mardi Luhur yaitu Ketua, Bendahara, Sekretaris, dan ditambah beberapa pamong (pemantau). Perwiritan Mardi Luhur biasanya melakukan kerjasama dengan organisasi lokal lainnya (STM, Pengajian, Badan Kenaziran) yang ada di Desa Marindal II. Kerja sama yang dilakukan adalah mengadakan pengajian yang bersifat lebih besar (Pengajian Akbar), pelaksanaan hari besar Islam dan lain sebagainya.
316
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa ada faktor yang dapat memperlancar kegiatan dan keutuhan kelompok adalah adanya rasa tanggung jawabbersama.dan budaya gotong royong. Kelompok Perwiridan Mardi Luhur pernah memberi kontribusi bantuan informasi tentang kasus tanah wakaf dan memberikan saran mengenai pembangunan yang ada di Desa Marindal II. Selanjutnya fungsi sosial juga dilakukan kelompok Perwiritan Mardi Luhur dengan menjadi media interaksi sosial dan menjaga kerukunan di masyarakat. Secara langsung Perwiritan Mardi Luhur telah menjadi mitra pemerintah dalam menjaga kerukunan dan sosialisasi pembangunan. Dari hasil penelitian diketahui, bahwa organisasi lokal di daerah mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Bentuk Organisasi Lokal Bentuk organisasi lokal yang ditemukan dalam penelitian ini bervariasi dari Perwiritan, Pengajian, STM, Remaja Mesjid/Gereja, Kedaerahan, dan Olahraga. Tercatat sebanyak 30 organisasi lokal yang ada di lokasi penelitian (lihat Tabel 4.11). Adapun cara pembentukan organisasi ada dua, yaitu pertama, berdiri secara alamiah berdasarkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat, seperti perkumpulan pengajian, STM, dan olah raga. Organisasi ini cenderung adaptif dengan kemampuan lokal, dengan mempertahankan dan melestarikan nilai-nilai sosial budaya lokal, tradisi dan kebiasaan, serta sumber daya lokal. Kedua, perkumpulan yang pembentukannya diprakarsai oleh pemerintah. Organisasi ini merupakan kepanjangan tangan program pemerintah pada masyarakat, seperti PKK, Posyandu dan sebagainya. 2. Keanggotaan Organisasi Lokal Keanggotaan organisasi lokal didasari pada ketentuan lingkup daerah yaitu desa atau dusun dan sesuai dengan unsur-unsur pembentuk organisasi lokal tersebut. Misalnya saja persyaratan menjadi anggota STM harus beragama Islam, menjadi anggota kelompok olahraga sepak bola harus berjenis kelamin laki-laki dan
317
sebagainya. Tentunya persyaratan menjadi anggota kelompok ada di atur dalam organisasi tersebut, hanya saja apakah peraturan itu tertulis atau tidak tergantung dari kemampuan Administrasi organisasinya. Dalam penelitian ini hanya satu organisasi lokal yang mempunyai peraturan tertulis yang tercantum dalam AD/ART. Menjadi anggota sebuah perkumpulan tidak sulit, biasanya melalui informasi dari keluarga, teman atau orang lain. Cara menjadi anggota biasanya langsung bergabung saja, ada yang mendaftar secara lisan dan ada pula yang harus mendaftarkan diri secara tertulis melalui formulir yang disediakan. Hak dan kewajiban anggota biasanya sudah dirumuskan dalam suatu organisasi dalam bentuk kesepakatan lisan maupun tertulis. Kesepakatan tertulis ini biasanya diwujudkan dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Hak dan kewajiban anggota diantara perkumpulan memiliki banyak persamaan antara lain hak untuk memperoleh pendidikan, mengikuti pengajian, memperoleh bantuan sosial dan mengikuti setiap kegiatan perkumpulan. Sedangkan kewajiban anggota antara lain menghadiri pertemuan rutin, iuran wajib, iuran sukarela, dan keharusan mengikuti kegiatan perkumpulan secara aktif. 3. Jangkauan Wilayah Organisasi Lokal Kegiatan organisasi pada tingkat dusun/kampung dan desa/kelurahan. Hal ini sesuai dengan karakteristik dari organisasi, yang awal pendiriannya didasarkan pada tujuan memberikan palayanan sosial dengan prinsip dari, untuk dan oleh masyarakat lokal. 4. Sumber dana Organisasi Lokal Aktivitas organisasi lokal tentunya harus didukung oleh dana untuk melakukan kegiatan-kegiatanya. Seluruh organisasi lokal menggunakan cara yang hampir bersamaan di antaranya: 1. Iuran anggota Pada umumnya, anggota organisasi lokal menyumbangkan dana ke kas perkumpulan yang besarnya berkisar Rp. 1000 – Rp 2500 per bulan. Dana ini ditangani oleh seseorang, dan dilaporkan menurut kebiasaan dalam
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
organisasi. Sumber dari iuran anggota ini, merupakan dana utama pada semua organisasi lokal, yang dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan rutin organisasi. Hal ini menggambarkan, bahwa organisasi lokal telah mampu secara swadaya membiayai program dan kegiatannya, tanpa harus bergantung pada pihak luar. 2. Sumbangan masyarakat Secara insidental, organisasi lokal menerima bantuan dana dari masyarakat, baik diminta maupun tidak. Dana dari sumbangan masyarakat tersebut untuk membiayai program dan kegiatan yang sifatnya insidental, seperti peringatan hari besar nasional maupun hari besar keagamaan. Untuk mendapatkan dana tersebut, pengurus mengajukan proposal kepada masyarakat dengan menyebutkan kegiatan yang akan dilaksakan dan jumlah dana yang diperlukan. 3. Subsidi pemerintah Sebagian kecil organisasi lokal menerima bantuan dana dari subsidi pemerintah. Perkumpulan yang menerima subsidi pemerintah ini. Pada organisasi lokal yang menjadi objek penelitian terlihat bahwa tidak ada satu pun yang mempunyai unit usah/bisnis yang dapat membantu kegiatan organisasi. Dengan demikian perlu dibangun kesadaran berwira usaha bagi organisasi-organisasi lokal, agar sumber dana yang dipunyai bertambah. 5. Kegiatan Kegiatan yang dilakukan organisasi lokal dicermati untuk melihat bidang-bidang apa sajakan yang berkaitan dengan aktivitas kesejahteraan sosial. Adapun kegiatan yang dapat diserap dari hasil penelitian ini adalah: Kegiatan dalam upaya memperkuat lembaga adat/kebudayaan, yang meliputi: mengurus tata cara pernikahan sesuai adat, pelaksanaan kegiatan sunatan, mengurus upacara kematian sesuai adat dan pelestarian kebudayaan. Jenis-jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasi lokal tersebut di atas menggambarkan, bahwa kegiatan organisasi lokal telah menjangkau permasalahan yang terjadi di dalam siklus kehidupan manusia
dalam lingkup kebudayaan lokal. Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memberikan bantuan ekonomis bagi anggota atau warga organisasi, di samping bertujuan untuk memelihara nilai sosial budaya sebagai potensi lokal. Kegiatan pelestarian kebudayaan, perlu memperoleh apresiasi karena ketahanan sosial suatu masyarakat dapat diwujudkan melalui pemeliharaan kebudayaan ini. Pengembangan kegiatan olah raga seperti jenis olah raga: sepak bola, voli, dan lainlain. Kesenian dan olah raga perlu dipahami sebagai bagian dari kebudayaan bangsa. Oleh karena itu, komitmen terhadap pembangunan masyarakat tidak dapat mengabaikan kesenian dan olah raga yang dikembangkan oleh masyarakat lokal. Kegiatan keagamaan, seperti STM, pengajian/yasinan, peringatan Hari Besar Agama, pemberantasan buta Al Qur’an dan pengurusan kematian/jenazah. Kegiatan keagamaan terkait dengan persoalan mental atau moral. Dari sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh organisasi di bidang keagamaan tersebut, menunjukkan bahwa aspek moral menjadi perhatian sebagian besar organisasi lokal. Dewasa ini masyarakat berada di tengah arus kehidupan materialisme dan sekuler bersamaan dengan gelombang globalisasi. Meskipun demikian, ternyata pada masyarakat akar rumput persoalan moral masih menjadi perhatian yang sangat besar. Organisasi lokal tersebut memiliki kegiatan keagamaan yang menjangkau berbagai kebutuhan masyarakat, baik sebagai individu maupun kolektivitas. Hal ini menggambarkan, bahwa pada masyarakat akar rumput masih ada filter terhadap gelombang globalisasi dalam bentuk pembinaan keagamaan. Kegiatan Usaha Kesejahteraan Sosial yang dilakukan seperti pendidikan alternatif bagi anak yang kurang mampu dan pengumpulan dana untuk kegiatan sosial Informasi kegiatan organisasi di bidang usaha kesejahteraan sosial (UKS) tersebut di atas merupakan informasi yang menggambarkan, bahwa kegiatan UKS menjadi perhatian masyarakat akar rumput. Dari jenis sasaran pelayanan sosial tersebut, pada umumnya organisasi lokal menjangkau penyandang masalah konvensional. Jenisjenis penyandang masalah kesejahteraan
318
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
sosial tersebut, yaitu (1) anak terlantar dan yatim piatu, (2) lanjut usia, (3) keluarga miskin, dan (4) penyandang cacat. Sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, dasar dari pemberian pelayanan sosial tersebut masih terbatas pada rasa belas kasihan (motif karitas) dan keagamaan (motif pilantropis). Meskipun demikian, apa yang telah dilakukan oleh organisasi lokal tersebut perlu mendapatkan apresiasi dari pemerintah, karena mereka telah memberikan sumbangan yang nyata dan bermakna dalam pembangunan masyarakat lokal. 6. Sistem Jaringan Kerja Organisasi lokal pada umumnya terbuka dalam mengembangkan kerjasama dengan organisasi lokal lainnya maupun dengan pemerintah. Jaringan kerja dengan organisasi lokal lain dan pemerintah daerah setempat pada umumnya telah terjalin dengan baik. Namun demikian di organisasi lokal juga memberikan kontrol pada kegiatan pem,erintah, contohnya pada kasus penjualan tanah wakaf yang ada di Desa Marindal II. Organisasi lokal seperti STM dan Pengajian ikut berperan dalam penyelesaian masalah. Jaringan kerja yang dikembangkan oleh organisasi lokal, pada masyarakat akar rumput terdapat nilai-nilai solidaritas yang tumbuh dan berkembang secara dinamis. Nilai solidaritas tersebut dapat dibedakan, pertama, solidaritas berdasakan kekeluargaan dan kelembagaan masyarakat. Nilai solidaritas ini terlembaga dalam perkumpulan keluarga atau silsilah, ikatan keluarga, kerukunan dan marga. Bentuk kegiatan yang dilaksanakan seperti gotong royong dalam perhelatan, kesenian tradisional, dakwah dan simpan pijam. Kedua, solidaritas kelompok swadaya masyarakat. Nilai solidaritas ini terlembaga pada perkumpulan keagamaan (majelis ta’lim), kelompok arisan ibu-ibu dan jimpitan. Keempat, solidaritas berdasarkan lembaga sosial yang ada di masyarakat. Nilai-nilai solidaritas ini terlembaga dalam lembaga desa (termasuk RT/RW, dusun, kampung), dewan kelurahan dan koperasi desa.
319
7. Peranan Organisasi Lokal Berbagai peranan telah dilaksanakan oleh organisasi pada kehidupan masyarakat yaitu: 1. Informasi Organisasi lokal menyajikan dan menyampaikan informasi mengenai sejumlah permasalahan yang ada di masyarakat, kebijakan pemerintah, program pembangunan dan lain sebagainya. Informasi ini disampaikan tidak secara formal, biasanya melalui pertemuan rutin organiasi. 2. Mediasi Kadangkala terjadi ketidak sesuaian antara kebijakan pemerintah lokal dengan pemahaman masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Adanya kesenjangan ini akan menyebabkan “terjadinya konflik” antara kepentingan pemerintah lokal dengan kebutuhan masyarakat. Pada batas-batas tertentu, masyarakat tidak akan mendukung kegiatan pembangunan yang berasal dari pemeritah. Hal situasi ini, organisasi menjadi penghubung antara kebutuhan masyarakat dengan kepentingan pemerintah lokal. 3. Advokasi Organisasi mewakili kepentingan masyarakat untuk memperoleh hakhaknya dari pihak-pihak tertentu. Ketika ada pihak lain yang menawarkan program kepada masyarakat, namun program tersebut akan merugikan kepentingan masyarkat, maka organisasi lokal atas nama masyarakat lokal akan melakukan upaya pembelaannya. Seperti misalnya dalam penjualan tanah wakaf oleh pemerintah desa. 4. Pemberdayaan Organisasi lokal melaksanakan peningkatan kemampuan dan keterampilan bagi masyarakat. Dengan adanya upaya pemberdayaan oleh organisasi lokal, maka masyarakat secara swadaya dapat meningkatkan sumber daya yang dimilikinya. Berdasarkan berbagai peranan tersebut, manfaat organisasi lokal bagi anggota meliputi manfaat ekonomi, yakni organisasi lokal didirikan dalam upaya bantuan sosial atau materi bagi anggota/masyarakat. Dalam
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
kerangka ini, organisasi lokal berupaya untuk meminimalisir kekurangan yang terjadi pada anggota/masyarakat. Dengan demikian, ada peranan dan kontribusi organisasi lokal terhadap pembangunan, khususnya dalam peningkatan kemakmuran masyarakat lokal. Juga ada manfaat mental spiritual, yakni dengan adanya kapasitas mental-spiritual ini, maka pembangunan masyarakat dapat dilaksanakan dengan percaya diri dan jiwa keswadayaan. Adanya kesadaran kolektif bahwa melaksanakan pembangunan itu sebagai investasi jangka panjang bagi generasi penerus. Dengan adanya kesadaran kolektif ini, maka muncul dorongan kolektif untuk melaksakan pembangunan tanpa menunggu input-input dari pemerintah. Untuk itu, dilaksanakan program dan kegiatan yang antara lain STM, pengajian (majelis ta’lim) dan bimbingan kerohanian. Selanjutnya adalah manfaat sosial budaya. Ketahanan sosial masyarakat dapat dicermati antara lain dari pola interaksi sosial yang dikembangkan antar warga masyarakat. Pola interaksi ini selanjutnya akan menggambarkan kualitas interaksi antar warga masyarakat tersebut. Keberadaan organisasi akan melaksanakan fungsi mediasi dan informasi bagi masyarakat dalam pengembangan pola interaksi dalam masyarakat multi kultur tersebut. Dengan demikian, perbedaan persepsi masyarakat dapat diminimalisir sehingga tidak sampai terjadi konflik sosial. Organisasi yang tumbuh dan dibentuk oleh masyarakat lokal pada kenyataannya memiliki kontribusi bagi pembangunan desa/kelurahan di wilayahnya., yaitu: menyediakan informasi permasalahan dan kebutuhan masyarakat, membantu pemerintah dalam sosialisasi pembangunan desa, sebagai mitra pemerintah, peningkatan keterampilan masyarakat, dan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat. Informasi mengenai kontribusi organisasi lokal terhadap pembangunan desa tersebut menunjukkan, bahwa keberadaan organisasi memiliki manfaat yang menjangkau di luar anggotanya. Dari sudut pandangan pekerjaan sosial dapat dilihat bahwa organisasi lokal telah menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan kesejahteraan sosial. Hal ini disebabkan organisasi lokal telah menjalankan beberapa tugas praktik pekerjaan sosial walaupun dalam tataran yang tidak sistematis dan professional.
Organisasi lokal secara sadar atau tidak sadar telah memberikan pelayanan bagi anggotaanggotanya. Dari beberapa kegiatan yang telah dilakukan oleh organisasi lokal dapat dilihat bahwa ada kesesuaian/kesamaan dengan tugas praktik pekerjaan sosial diantaranya: 1. Organisasi loka mengadakan hubungan dengan orang-orang yang membutuhkan bantuan guna penyelesaian tugas-tugas kehidupannya. 2. Organisasi lokal dapat memberikan pengertian, dukungan dan dorongan kepada orang-orang yang mengalami krisis, misalnya seseorang bagi keluarga yang barumendapat kemalangan atau tercekam oleh perasaan kesedihan dan ketidak mampuan untuk merencanakan masa depannya. 3. Organisasi lokal dapat memberikan kesempatan kepada orang untuk mengutarakan kesulitan-kesulian mereka dan berusaha memberikan bantuan susuai dengan sumber yang dimiliki. 4. Organisasi lokal dapat membantu anggotanya untuk memahami berbagai pilihan tentang cara-cara menanggulangi masalah serta memberikan keteranganketerangan mengenai pilihan-pilihan itu untuk membantunya mengambil keputusankeputusan. 5. Organisasi lokal dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan kepada orang untuk mewujudkan aspirasi-aspirasi mereka seperti mendidik pemuda-pemuda pada keterampilan tertentu atau bidang olahraga. 6. Organisasi lokal dapat menjadi penghubung atau perantara bagi anggota-anggotanya untuk mendapatkan pelayanan dari system sumber yang lain (organisasi lain ataui pemerintah). 7. Organisasi lokal dapat bertindak sebagai wakil dari anggota-anggota yang menemui kesulitan untuk menggunakan sumbersumber tertentu. 8. Organisasi lokal dapat membantu anggotaanggotanya agar memperoleh pelayananpelayanan baru atau yang lebih baik dari sistim-sistim sumber kemasyarakatan. Misalnya, pekerja sosial membantu suatu keluarga yang anaknya memperoleh kesulitan-kesulitan di sekolah dan memberikan penjelasan mengenai kebijaksanaan sekolah, berbagai pelayanan
320
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, September 2006, Volume 5, Nomor 3, Halaman 304 – 323
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
yang tersedia di sekolah, membantu keluarga memahami kebijakan yang dibuat pemerintah dan merumuskan kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Organisasi lokal dapat menjadi penengah netral bagi masalah-masalah kemasyarakatan yang timbul di masyarakat. Organisasi lokal dapat melibatkan anggotaanggota suatu sistim untuk mengadakan pengungkapan dan pemahaman masalahmasalah interaksi antar mereka dengan jalan mendorong diadakannya diskusi-diskusi mengenai kesulitan-kesulitan mereka atau menciptakan suatu mekanisme balikan (feedback) di dalam sistim itu. Organisasi lokal mengumpulkan dan menganalisa informasi mengenai masalahmasalah dan kondisi-kondisi yang dapat menunjukkan perlu diadakannya perubahan dalam kebijakan yang dilakukan pemerintah lokal. Organisasi lokal dapat memberikan informasi kepada penyusun kebijakan atau pelaksana kebijakan lokal serta mengadakan pendekatan-pendekatan bagi diadakannya perubahan. Organisasi lokal dapat membantu pemerintah lokal menyusun pelayananpelayan dan progran-program pembangunan dimasyarakat. Organisasi lokal dapat membantu pemerintah dan masyarakat dalam meratakan sumber-sumber materil dan mempersempit tingkat kesenjangan sosial. Bertindak sebagai organisasi yang melakukan kontrol sosial.
Dalam praktik pekerjaan sosial organisasi lokal dapat menjadi sistem sumber bagi para anggota-anggotanya. Organisasi lokal merupakan sistem sumber formal di manapelayanan yang diberikan biasanya terbatas untuk anggotanya saja. Sistem sumber ini dapat bermanfaat untuk membantu anggota masyarakat menjalankan fungsinya secara lebih efektif. Walaupun organiasi lokal sebagai sistem sumber formal dapat membantu anggota masyarakat menjalankan fungsinya, tetap saja mempunyai kelemahan diantaranya: a. Organisasi-organisasi formil tidak terdapat di suatu lingkungan masyarakat tertentu. Dalam lingkungan tertentu kadang kala organisasi lokal yang dibutuhkan tidak
321
terbentuk. Misalnya saja bila di suatu daerah banyak penyandang cacat, tetapi organisasi lokal yang bergerak dibidang anak cacat tersebut tidak ada di daerah tersebut. b. Keenganan orang untuk memasuki organisasi-organisasi yang ada oleh karena: mereka tidak mengetahui seberapa jauh organisasi tersebut dapat membantu mereka, tidak setuju dengan tujuan organisasi, menganggap tidak akan diterima menjadi anggota organisasi, merasa tidak mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam kegiatan organisasi. c. Orang mungkin tidak mengetahui bahwa di lingkungan mereka terdapat organisasi yang dapat mereka masuki dalam rangka pemenuhan kebutuhan mereka Dari pemaparan di atas terlihat jelas bagaimana peran organiasi lokal dalam melaksanakan proses kesejahteraan sosial walau dalam tataran yang sangat seerhana. Kekuatan organisasi lokal ini tentunya dapat menjadi bagian penting dari pembangunan kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh pemerintah. Organiasi lokal dapat dijadikan ujung tombak dalam membantu anggota-anggota masyarakat menjalankan fungsinya secara lebih baik.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian pada bab sebelumnya, disimpulkan sebagai berikut: 1. Pada masyarakat telah tumbuh dan berkembang organisasi yang dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme pemenuhan kebutuhan dan pemecahan masyarakat pada tingkat lokal. 2. Organisasi lokal telah mengembangkan organisasi dan program/ kegiatannya yang mengakomodasi berbagai perbedaan dan kebutuhan masyarakat lokal. Sasaran bidang kesejahteraan sosial (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial maupun Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial) sudah menjadi perhatian sebagian organisasi lokal. 3. Berbagai peranan telah dilaksanakan oleh organisasi sosial lokal, dan manfaatnya telah dirasakan oleh anggota dan masyarakat.
Edward & Thamrin, Peranan Organisasi Lokal...
4. Antar organisasi lokal telah mengembangkan jaringan dan telah walau dengan bentuk yang sangat sederhana berbasis masyarakat. Di samping itu telah mengembangkan kerja sama dengan pemerintah lokal dalam pembangunan masyarakat.
Chambers, Rrobert, Poverty and Livelihoods: Whose Reality Counts? Dalam Kartasasmita, G., Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Cides. Jakarta, 1995.
Saran
Ife, Jimm, Community Development, 2nd Edition: Cath Godfrey. Australia/ Malaysia, 2002.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut di atas, diajukan saran berikut: 1. Dilakukannya pemetaan sosial terhadap organisasi lokal untuk tingkat yang lebih besar (kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi.) dalam upaya menemukenali profil dan potensi organisasi lokal tersebut. 2. Mengembangkan potensi organisasi lokal menjadi baik terutama dari segi pengembangan sumber keuangan. Perlu difikirkan bentuk unit usaha kegiatan ekonomi yang dapat lebih membantu kesejahteraan anggota-anggotanya. 3. Lebih meningkatkan kegiatan sinergis antara organisasi lokal sehingga jaringan kerjasama dapat menjadi lebih baik 4. Isu tentang organisasi lokal perlu dikaitkan dengan wacana civil society, pembangunan demokrasi dan hak asasi manusia. Sehubungan dengan itu, maka organisasi lokal perlu dipertimbangkan sebagai strategi dan titik masuk dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Daftar Pustaka Abu Hanifah (et.al), Penelitian Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam Pembangunan melalui Nilai Kesetiakawanan Sosial, Balitbang Kesos, Jakarta, 1995. Bakhit, Izzedin, et.all, Menggempur Akar-Akar Kemiskinan (Attaking Root Poverty), Yayasan Komunikasi Masyarakat Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Jakarta, 2001. Bapenas, Studi Perlindungan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat, 2003.
Kartasasmita, Ginandjar, Pembaharuan, dan Pemberdayaan, Permasalahan, Kritik, dan Gagasan Menuju Indonesia Masa Depan, Ikatan Alumni, Jakarta, 1996. Korten, David C., Pembangunan Berpusat pada Rakyat, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1985. Moeljarto Tjokrowinoto, Pembangunan: Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta, 1999. Mubyarto, LSM Sebagai Elit Desa Harus Membela Kaum Miskin, Jurnal Ekonomi Rakyat, Tahun ke I Nomor 8, Oktober 2002. Mu’man Nuryana, “Peranan Lembaga Sosial Komunitas dalam Usaha Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat di Indonesia”, Cipayung 26 September 2002 Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survey, LP3 ES, Jakarta, 1995. Sudibyo Markus, “Infrastruktur Sosial Masyakat Tingkat Lokal sebagai Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat”, makalah disampaikan pada diskusi pembahasan konsep Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat, Cipayung 26 September 2002. Surjadi, Paradigma Pembangunan dan Kapabilitas Aparatur, Badan Diklat Propinsi Jawa Timur, www.bandiklatjatim.go.id/art_sur.htm, 23 November 2003.
322