PERANAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHATANI PADI DI KABUPATEN KAMPAR RIAU
ILMA SATRIANA DEWI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2016
Ilma Satriana Dewi NIM H351130551
RINGKASAN ILMA SATRIANA DEWI. Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau. Dibimbing oleh DWI RACHMINA dan NETTI TINAPRILLA Kredit merupakan salah satu sumber modal yang dapat diberikan kepada petani dengan tujuan untuk membantu petani-petani terutama petani dengan skala usaha kecil dan masih mengalami kekurangan modal. Keterbatasan modal yang dihadapi menyebabkan petani melakukan kegiatan usahatani dengan input yang terbatas. Peningkatan input dapat dilakukan salah satunya dengan tambahan modal (kredit). Namun, penyaluran kredit untuk usahatani padi masih sangat kecil. Kabupaten Kampar yang merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Provinsi Riau, juga mengalami permasalahan yang sama. Penyaluran kredit untuk usahatani padi hanya sekitar 5 persen dari total keseluruhan kredit. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) merupakan salah satu kredit yang ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan ketahanan pangan. Kredit ini diharapkan dapat membantu petani, khususnya petani padi. Tingkat suku bunga yang rendah pada kredit ini dapat membantu petani untuk meningkatkan input, produksi dan keuntungan. Penelitian ini bertujuan di antaranya: (1) mendeskripsikan penggunaan KKPE oleh petani padi; (2) menganalisis peranan kredit terhadap produksi usahatani padi; (3) menganalisis pengaruh kredit terhadap keuntungan usahatani padi. Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui wawancara kepada petani dengan bantuan kuisoner. Penggunaan KKPE oleh petani dianalisis secara deskriptif kualitatif, dan peranan kredit terhadap produksi dianalisis dengan analisis regresi fungsi produksi Cobb Douglas. Pengaruh kredit terhadap keuntungan dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi berganda. Penggunaan KKPE oleh petani padi antara lain untuk kebutuhan usahatani, kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan usaha lainnya. Penggunaan kredit untuk usahatani adalah sebesar 46,98 persen. Adapun penggunaan kredit tersebut terdiri dari: (1) pembelian alat dan mesin pertanian sebesar 5,86 persen, (2) pembelian sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan bahan bakar sebesar 18,69 persen, dan (3) pembayaran upah tenaga kerja sebesar 22,43 persen. Kredit yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sebesar 29,43 persen, dan untuk kebutuhan usaha non pertanian sebesar 23,57 persen. Besarnya penggunaan kredit untuk kebutuhan sehari-hari dan usaha lain disebabkan karena musim tanam yang dilakukan petani hanya 1 sampai 2 kali musim tanam. Sehingga, penerimaan dari musim tanam sebelumnya tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari petani. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat fungibility of credit, yaitu suatu kondisi adanya penggunaan kredit selain untuk kebutuhan usahatani. Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglas menunjukkan terdapat beberapa variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi. Variabel tersebut adalah luas lahan, unsur pupuk P, unsur pupuk K dan pestisida. Peranan kredit dalam meningkatkan produksi padi ditentukan melalui rata-rata jumlah input yang meningkat setelah adanya kredit dan selanjutnya dikalikan dengan koefisien masing-masing input dari hasil analisis
fungsi produksi Cobb Douglas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adanya peranan kredit yang dilihat dari peningkatan produksi sebesar 18,93 persen dibandingkan produksi padi sebelum menerima kredit. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kredit berpengaruh terhadap peningkatan produksi melalui peningkatan penggunaan input yang dibiayai oleh kredit. Selanjutnya, dari hasil analisis regresi berganda pengaruh kredit terhadap keuntungan menunjukkan bahwa kredit berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani. Selain itu, beberapa variabel juga berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani yaitu harga output dan harga pupuk KCl. Harga pupuk KCl berpengaruh signifikan dan berhubungan negatif terhadap keuntungan usahatani, artinya jika harga pupuk KCl meningkat maka keuntungan usahatani akan menurun. Key words: fungibility of credit, keuntungan, produksi
SUMMARY ILMA SATRIANA DEWI. The Role of Food Security and Energy Credit (KKPE) in Increasing of Rice Farming Production and Profit in District of Kampar, Riau. Supervised by DWI RACHMINA and NETTI TINAPRILLA Credit is one sources of the capital for farmers with small business scale still face capital deficiency. It results in farming activities with limited input which leads to non-optimum output and revenues. Rice farming is one of agricultural business that needs big capital. But credit distribution to rice farming is relatively low. Kampar District, one of rice central area in Rau Province, faces the same problem. Credit distribution to rice farming in this area is only 5 percent from total credits. Food Security and Energy Credit (Kredit Ketahanan Pangan dan Energi, KKPE) is a credit targeting to develop and increase food security. This loan is expected to help farmers or other business doers working in crop agriculture especially rice farmers. Low interest return is one of the reasons for farmers to choose KKPE as capital source to help them to increase input usage and to increase output and revenues. This research consisted several aims which are (1) to describe rice farmer’s reasons to apply KKPE and its use by them; (2) to analyze roles of credit in rice farming production; (3) to analysis effects of credit in rice farming revenues. Research method used survey method through interviews to farmers with questionnaires. The analysis tools used in the research methods were descriptive kualitative, Cobb-Douglas production function, and multiple regression. The use of KKPE by rice farmers was to farming needs, daily needs and non-agricultural business. The usage of farming needs was 46,98 percent. The usage was directed to increase of input usage such as (1) the purchase of farming tools and machineries (5,86 percent), (2) the purchase and increase of production facilities as as seeds, fertilizers, and machine’s fuel (18,69 percent), (3) the payment of workers (22,43 percent). The usage of daily needs was 29,43 percent, and non-agricultural business was 23,57 percent. The high amount of credit used for daily needs and other businesses is caused by farmer’s planting seasons that are only 1 until 2 seasons. Therefore, revenues from previous planting seasons cannot fulfill farmer’s daily needs. This also causes farmers to use the credit to open non-agricultural business to increase their income. Based on the results, it was concluded that there was fungibility of credit which is a condition of credit’s usage outside of farming activities. There are several independent variables that significantly affect rice production. Those variables are land area, P element fertilizer, K element fertilizer, and pesticides. Each independent variable’s usage can be increased to increase production. Credit role in increasing rice production is calculated by the mean of increased input after credit times with coefficients of each input from result of Cobb Douglas production function analysis. The calculation showed that credit’s role in increasing production is 18,93 percent compared to production before the credit. Therefore it is concluded that credit has significant effect on production increase by increasing input’s usage funded by credit. Analysis showed that credit also significantly affects revenue level in farming activities. Besides that, several variables also significantly affect farming revenues such as
output price and KCl fertilizer price. KCl fertilizer price correlated significantly and negatively with revenue, which means that increased fertilizer price results in decreased farming’s revenue. Key words: fungibility of credit, production, farming income
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tesebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERANAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN USAHATANI PADI DI KABUPATEN KAMPAR RIAU
ILMA SATRIANA DEWI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai Agustus 2015 ini ialah pembiayaan, dengan judul Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Netti Tinaprilla, MM selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis mulai dari penulisan proposal hingga penyelesaian tesis. Terima kasih juga untuk Dr Ir Nunung Kusnadi sebagai evaluator kolokium, serta Dr Ir Anna Fariyanti sebagai penguji utama di ujian sidang yang telah banyak memberikan masukan dan komentar yang membangun bagi perbaikan karya ilmiah penulis. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku ketua jurusan yang telah banyak memberi saran kepada penulis, selanjutnya kepada sekretaris program studi dan seluruf staf akademik yang juga banyak membantu penulis. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mensponsori biaya pendidikan berupa beasiswa Fresh Graduate kepada penulis. Di samping itu, terima kasih penulis ucapkan kepada petani responden, pejabatpejabat desa, penyuluh lapangan dan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Kampar, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk kedua orang tua Ayahanda Irianto Pamungkas, SP dan Ibunda Eliyatinur, SPd atas dukungan, semangat dan doa yang diberikan. Terima kasih juga untuk adik-adikku Dini Amalia Putri, SP dan Erika Meiliana Sari yang selalu memberikan semangat dan doa. Terima kasih untuk Almh mbakku untuk segala nasehat-nasehatnya yang tidak akan pernah dilupakan. Terima kasih kepada seluruh keluarga, dan temanteman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas doa, semangat dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2016 Ilma Satriana Dewi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
ii
1
2
3
4
5
PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 4 6 7
TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Kredit pada Kegiatan Usahatani Peranan Kredit terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani
7 8
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Peranan Kredit dalam Peningkatan Produksi Permintaan Input Keuntungan Usahatani Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis Penelitian
12 12 15 19 20 22
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Data dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Analisis Data Analisis Pengaruh Kredit terhadap Produksi Usahatani Padi Fungsi Produksi Cobb Douglas Analisis Keuntungan Usahatani Analisis Pengaruh Kredit terhadap Keuntungan Usahatani
23 23 23 24 24 24 27 28
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Topografi dan Keadaan Tata Guna Lahan Kondisi Iklim Keadaan Demografi Kondisi Pertanian di Kabupaten Kampar Budi Daya Padi Secara Umum Karakteristik Responden Jenis Pekerjaan
29 29 29 30 30 30 32 34 34
Usia Responden Pendidikan Jumlah Tanggungan Keluarga Pengalaman Berusahatani Padi Sistem Kepemilikan Lahan Luas Lahan Garapan 6
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengajuan KKPE oleh Petani Padi Pemanfaatan KKPE oleh Petani Padi Analisis Usahatani Padi Usahatani Padi di Daerah Penelitian Penggunaan Sarana Produksi Sebelum dan Setelah Kredit Budi Daya Padi Sawah Analisis Usahatani Padi di Daerah Penelitian Analisis Peranan Kredit terhadap Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Analisis Peranan Kredit terhadap Produksi Padi Analisis Peranan Kredit terhadap Keuntungan Usahatani Padi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
34 35 35 36 37 37
38 39 41 41 41 46 49 54 54 61
65 65 66 71
i
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Perkembangan realisasi kredit perbankan umum di sektor pertanian Provinsi Riau tahun 2005-2014 Jumlah produksi dan produktivitas tanaman pangan di Provinsi Riau tahun 2009-2013 Jumlah populasi dan sampel petani padi penerima KKPE di beberapa kecamatan di Kabupaten Kampar tahun 2013 Persentase kandungan unsur N, P dan K yang terdapat pada berbagai jenis pupuk yang digunakan oleh petani padi di Kabupaten Kampar Luas tanah menurut penggunaan di Kabupaten Kampar tahun 2013 Jumlah penduduk, rumah tangga, angkatan kerja dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di kabupaten Kampar tahun 2014 Sebaran jenis usahatani padi yang diusahakan responden di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Sebaran kelompok umur responden di Kabupaten Kampar tahun 2013 2014 Sebaran tingkat pendidikan responden usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Sebaran jumlah tanggungan keluarga petani responden di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Sebaran pengalaman berusahatani padi responden di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Sebaran status kepemilikan lahan responden usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Sebaran luas lahan garapan responden usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Proporsi penggunaan KKPE oleh petani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Rata-rata penggunaan tenaga kerja (HOK) usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013 Perbandingan penggunaan input oleh petani di daerah penelitian dengan jumlah input yang direkomendasikan (per Ha) Rata-rata penggunaan mesin dan peralatan (unit) usahatani padi sebelum dan setelah kredit Rata-rata penggunaan bahan bakar sebelum dan setelah menerima kredit (liter/musim tanam) Struktur biaya dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar sebelum dan setelah menerima kredit (Rp/musim tanam) Struktur biaya dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar sebelum dan setelah menerima kredit (Rp/Ha)
3 6 24 25 30 32 34 35 35 36 36 37 37 39 42 43 45 46 50 53
ii
21 Hasil pendugaan parameter model fungsi produksi Cobb Douglas pada usahatani padi sebelum menerima kredit 22 Elastisitas produksi masing-masing variabel setelah menerima kredit 23 Rata-rata selisih jumlah input dan output usahatani padi sebelum dan setelah kredit (per luas lahan) 24 Hasil output regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani padi setelah kredit
56 57 60 62
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kurva penggunaan input dan total produksi Kurva penggunaan input Xi dengan Nilai Produk Marjinal (NPM) Kerangka pemikiran operasional Peta wilayah potensi pangan di Kabupaten Kampar Beberapa kegiatan usahatani padi di Kabupaten Kampar
14 18 21 31 48
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Output SPSS uji multikolinieritas dan autokorelasi sebelum dan setelah kredit Output SPSS uji regresi fungsi produksi Cobb Douglas Output SPSS uji regresi berganda pengaruh kredit terhadap keuntungan Output SPSS uji beda (t-test) keuntungan sebelum dan setelah kredit Peta lokasi daerah penelitian
71 73 74 76 77
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu permasalahan utama yang hingga saat ini masih dihadapi oleh petani khususnya pada usaha pertanian dalam skala kecil. Modal seringkali menjadi faktor pembatas optimasi pertanian yang dilakukan petani. Sebagian besar usaha pertanian masih mengandalkan modal sendiri berupa simpanan dari sebagian pendapatan petani. Sekitar 69.82 persen usaha yang dijalankan petani khususnya pada skala usaha kecil, masih menggunakan modal sendiri dengan jumlah yang terbatas. Petani sulit untuk melakukan akses modal dari perbankan, sementara di satu sisi usaha mereka mengharuskan perlunya tambahan modal yang besar. Daerobi et al. (2007) mengungkapkan beberapa permasalahan yang dihadapi petani, termasuk salah satunya permasalahan dalam memperoleh kredit. Petani mengalami kekurangan modal pada usahanya, sementara pada waktu yang sama petani juga harus mencukupi kebutuhan lainnya. Permasalahan lain yang dihadapi petani yaitu belum adanya asuransi pertanian, lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, dan praktek sistem ijon yang masih sering terjadi di kalangan petani. Pengalokasian kredit formal di sektor pertanian masih relatif kecil. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (2013) dari Rp526.4 triliun kredit untuk sektor perekonomian, penyaluran kredit terbesar ke sektor perdagangan mencapai 47.2 persen, sedangkan ke sektor pertanian hanya 7.73 persen atau sebesar Rp40.70 triliun. Selanjutnya, dari Rp40.70 triliun kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian, sebanyak 56.29 persen disalurkan ke subsektor perkebunan seperti kelapa sawit dan tebu. Berikutnya, untuk subsektor tanaman pangan hanya 8 persen, hortikultura mencapai 6 persen dan peternakan sebesar 17.94 persen. Rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian, dikarenakan sektor ini dinilai pihak perbankan memiliki risiko tinggi sehingga perlu sikap berhati-hati yang tinggi juga. Alasan lain perbankan menyalurkan kredit ke sektor pertanian dalam jumlah yang kecil, karena di sektor ini sering terjadi gagal panen, fluktuasi harga dan usahanya sebagian besar dipengaruhi oleh faktor cuaca khususnya pada usahatani. Selain itu sangat sulit menghitung cash flow secara akurat dan tidak memiliki jaminan yang memadai. Seharusnya perbankan memberikan porsi lebih besar pada kredit pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang bisa diandalkan (Ashari 2007). Hal ini didukung dari beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sumber modal untuk pertanian dari kredit komersial masih sangat rendah (Mayrowani et al. 1998; Syukur et al. 2003), serta adanya prosedur dan persyaratan peminjaman kredit yang sulit untuk dipenuhi oleh petani (Ismawan 2002; Nurmanaf et al. 2006). Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian Widodo (2004), yang mengatakan bahwa petani masih mengalami kesulitan dalam memperoleh modal atau kredit, dan keterbatasan ini disebabkan sulitnya prosedur pengajuan kredit dan syarat agunan yang ditetapkan perbankan, sehingga petani lebih mengandalkan pinjaman dari tengkulak atau pengijon dengan suku bunga yang tinggi.
2
Menurut Nwaru et al. (2006), kredit menjadi faktor penting pada kegiatan produksi. Pentingnya kredit didasarkan pada kenyataan bahwa kredit dapat meningkatkan ukuran operasional usahatani dan produktivitas sumberdaya. Selain itu, kredit dapat memfasilitasi kegiatan adopsi inovasi yang dapat meningkatkan produksi dan keuntungan usahatani sehingga terjadi pembentukan modal. Sekitar 70 persen petani terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai masyarakat miskin berpendapatan rendah (Suryana et al. 2001). Keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk pertemuan sosial lainnya. Penguasaan lahan yang tergolong sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam, menyebabkan sebagian besar petani tidak dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya tanpa pinjaman. Penyaluran kredit kepada petani diharapkan dapat berdampak pada peningkatan produksi dan keuntungan usahatani. Sebagai contoh konkrit, kredit yang telah berhasil meningkatkan kinerja usahatani dalam peningkatan produksi padi yaitu Kredit Bimas yang berkembang menjadi KUT (Ashari 2009). Menurut hasil evaluasi yang pernah dilakukan Departemen Pertanian (Deptan) dan Japan International Corporation Agency (JICA) pada tahun 2006 dalam Ashari (2009), ada juga kredit dari perbankan seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang menunjukkan terjadinya peningkatan kinerja usahatani dilihat dari NPL (Non Performing Loan) pada masing-masing usahatani seperti, tanaman pangan dengan NPL 6.07 persen, tebu (0.02 persen), peternakan (4.03 persen), dan perikanan (14.001 persen). Berdasarkan kajian lapang oleh Kurnia (2013) melihat adanya peranan kredit yang cukup signifikan terhadap peningkatan produksi yang meningkat sebesar 33.4 persen dibandingkan sebelum adanya kredit, omset penjualan meningkat sebesar 47.4 persen, keuntungan meningkat 67.2 persen, dan jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 34 persen. Provinsi Riau sebagai salah satu daerah berbasis pertanian dengan kondisi alam yang cocok untuk dilakukan budidaya berbagai tanaman pertanian sehingga daerah ini sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil sensus pertanian (2013), menunjukkan bahwa usaha pertanian di Provinsi Riau didominasi oleh rumah tangga. Hal ini tercermin dari besarnya jumlah rumah tangga usaha pertanian jika dibandingkan dengan perusahaan pertanian berbadan hukum atau pelaku usaha lainnya. Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Provinsi Riau Tahun 2013 tercatat sebanyak 581.52 ribu rumah tangga, meningkat sebesar 7.48 persen dari tahun 2003 yang tercatat sebanyak 541.05 ribu rumah tangga. Data yang diperoleh dari Bank Indonesia di Riau mengenai kinerja perbankan umum yang ada di daerah tersebut, diketahui bahwa dari sekitar Rp48.487 triliun kredit yang disalurkan pada triwulan I tahun 2014 tercatat 62.60 persen masuk kategori kredit produktif. Pertumbuhan pertahun tertinggi disumbang oleh kredit investasi sebesar 25.60 persen, diikuti oleh kredit konsumsi 10.98 persen, sementara kredit modal kerja turun 3.58 persen. Secara sektoral penyaluran kredit triwulan I tahun ini masih diserap oleh sektor perdagangan, restoran, dan hotel yang mencapai sekitar 22.4 persen dari total kredit, dan selanjutnya pada sektor pertanian sebesar 20.25 persen (Bank Indonesia 2014). Kita dapat melihat perkembangan realisasi kredit tersebut selama 10 tahun terakhir yang dilakukan oleh perbankan umum pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat
3
bahwa terjadi pertumbuhan yang berfluktuasi pada penyaluran kredit di sektor pertanian oleh perbankan umum dengan laju pertumbuhan sebesar 15.02 persen per tahun. Jika dilihat dari jumlahnya, kredit untuk sektor pertanian memang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi jika dilihat dari pertumbuhannya masih mengalami penurunan pada tahun-tahun tertentu. Persentase kredit pertanian yang disalurkan perbankan umum terbilang masih kecil dan cenderung mengalami penurunan laju pertumbuhan. Dari data tersebut juga bisa dilihat bahwa proporsi kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian oleh perbankan umum justru menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar 2.06 dari total keseluruhan penyaluran kredit. Tabel 1
Perkembangan realisasi kredit perbankan umum di sektor pertanian Provinsi Riau tahun 2005-2014 (dalam miliar Rp) Kredit sektor Proporsi kredit untuk Tahun Kredit perbankan pertanian sektor pertanian (%) 2005 633 359 37 178 5.87 2006 792 297 45 180 5.70 2007 1 002 012 56 901 5.68 2008 1 307 688 67 202 5.14 2009 1 437 930 77 412 5.38 2010 1 765 845 90 999 5.15 2011 2 200 094 109 790 4.99 2012 2 203 029 142 451 6.47 2013 3 921 500 177 162 4.52 * 2014 3 494 968 194 180 5.56 Rata-rata laju pertumbuhan 16.05 15.02 -2.06 (% / tahun)
Sumber: Bank Indonesia 2014 (diolah) Keterangan:* = data sementara
Keseluruhan total kredit dari perbankan umum, kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian hanya berkisar 5 persen. Padahal sektor pertanian memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB di Provinsi Riau. Rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2013 adalah sebesar Rp96 144.65 miliar atau sekitar 19.87 persen dari total PDRB Riau dengan pertumbuhan sebesar 14.26 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kontribusi yang cukup besar terhadap PDRB seharusnya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor tersebut. Namun, kontribusi PDRB dari sektor pertanian tidak sebanding dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan. Hasil penelitian oleh Adholpus dan Deborah (2014) menunjukkan bahwa sektor manufaktur lebih banyak memperoleh pengalokasian kredit dari perbankan dibandingkan sektor pertanian, baik kredit langsung dari bank umum maupun kredit investasi. Untuk kontribusi terhadap PDB sektor pertanian memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan sektor manufaktur. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi setor pertanian yang besar terhadap PDB tidak sebanding dengan penyaluran kredit terhadap sektor pertanian.
4
Syukur et al. (1998) menyebutkan bahwa kredit berperan penting dalam mendukung pengembangan usaha di sektor pertanian dan kredit juga merupakan salah satu faktor pendukung untuk pengembangan dalam adopsi teknologi usahatani. Berdasarkan penelitian Widodo (2010) bahwa kredit berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan petani dengan persentase kenaikan pendapatan sebesar 5.4 persen dibandingkan sebelum menerima kredit. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Setiawina (2005) bahwa pemberian kredit berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan. Temuan empiris lainnya dalam melihat pengaruh kredit terhadap pendapatan suatu usaha terutama pada usaha kecil dan menengah juga memberikan hasil yang positif dan signifikan (Tampubolon 2006). Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya konsistensi hasil penelitian dengan teori atau pendapat dari beberapa ahli yang menyatakan bahwa kredit secara positif dapat meningkatkan pendapatan, karena kredit dapat menambah modal usaha. Sehingga, semakin tinggi jumlah kredit yang diberikan maka para pelaku usaha akan semakin mampu menambah modal dalam mengembangkan usahanya dan modal yang dimiliki akan mempengaruhi keuntungan yang akan diperoleh (Munawir 2004; Kasmir 2010). Berkaitan dengan kredit, terdapat istilah yang dikenal dengan skim kredit. Skim kredit yaitu produk-produk kredit yang dikeluarkan oleh pemerintah yang disesuaikan dan diselaraskan dengan fungsi serta tujuannya. Skim kredit yang disalurkan untuk usaha pertanian ada beberapa macam seperti Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Usaha Kecil (KUK) dan sebagainya. KKPE merupakan salah satu kredit yang paling sering diberikan kepada petani khususnya untuk petani tanaman pangan. Pada tahun 2011, jumlah KKPE sebesar Rp 10.91 triliyun berhasil disalurkan oleh Bank Umum maupun Bank Pembangunan Daerah (BPD). Jumlah KKPE meningkat dari tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2010 disalurkan sebesar 10.23 triliyun (meningkat sebesar 6.23 persen). Sekitar 73 persen KKPE digunakan untuk budidaya tanaman tebu. Pembiayaan untuk budidaya tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai hanya mencapai 7 persen. Untuk pengadaan pangan dan atau pembelian gabah hanya mendapat alokasi kredit sebesar 1.4 persen dari total plafon (Direktorat Pembiayaan 2011). Pada tahun 2014 KKPE disalurkan sebesar 23.7 persen dari total plafon kredit untuk sub sektor tanaman pangan salah satunya untuk tanaman padi. Peningkatan jumlah KKPE yang cukup besar pada subsektor ini, menjadi salah satu faktor yang dapat memberikan dorongan kepada petani untuk meningkatkan jumlah produksi maupun keuntungan usahataninya.
Rumusan Masalah Kredit merupakan salah satu sumber modal bagi petani untuk menjalankan kegiatan usahatani. Kredit diharapkan mampu membantu petani untuk meningkatkan produktivitas usaha. Pengaruh kredit dapat dilihat melalui peningkatan jumlah penggunaan input produksi, meningkatnya penggunaan input diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah produksi. Jika produksi meningkat dan diikuti dengan harga produk yang sesuai tentunya akan berdampak pada peningkatan keuntungan petani. Peningkatan keuntungan yang diterima petani dapat mengisyaratkan kepada perbankan bahwa sebenarnya usahatani yang
5
dijalankan bisa berkembang karena adanya kredit, dan selanjutnya diharapkan kepada perbankan agar dapat menambah proporsi kreditnya untuk sektor pertanian khususnya usahatani tanaman pangan. Kredit bukan sebagai syarat mutlak dalam pengembangan usaha pertanian. Namun kredit dapat menjadi pelancar dalam pengembangan usahanya dan motivasi bagi petani untuk lebih meningkatkan kualitas hasil pertanian salah satunya melalui adopsi teknologi dan budidaya (Mosher 1965; Mubyarto 1989). Namun, tidak semua kredit yang diberikan untuk sektor pertanian dimanfaatkan dengan baik oleh petani dan berpengaruh positif terhadap produksi dan pendapatan usaha ataupun terhadap pengembangan usahanya. Jikapun ada yang berhasil meningkatkan produksi, tetapi belum tentu berpengaruh positif terhadap peningkatan pendapatan. Braverman (1986) mengatakan bahwa kredit bersubsidi kurang berhasil menaikkan produksi pertanian dan efisiensi biaya, serta tidak dapat memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan. Pada tahun 2012, realisasi KKPE oleh perbankan di Riau baru mencapai Rp13.33 milyar, kemudian meningkat sebesar 159.16 persen pada triwulan 1 tahun 2013 atau sebesar Rp34.54 milyar. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya penyaluran KKPE sebesar Rp30.67 miliar, artinya terjadi peningkatan sebesar 12.62 persen. Peningkatan realisasi kredit KKPE di Riau tercatat lebih tinggi dari penyaluran KUR, dimana pada triwulan I-2013, penyaluran KUR mencapai Rp3.41 triliun dan naik 10.77 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. KKPE juga memiliki bunga kredit yang lebih rendah yaitu sebesar 6 persen dibandingkan KUR dengan kredit maksimum 13 persen. Rendahnya bunga kredit KKPE disebabkan adanya subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah sebesar 8.5 persen. Peningkatan jumlah KKPE dan bunga kredit yang rendah diharapkan dapat membantu petani dalam peningkatan usaha khususnya pada produksi dan keuntungan (Anggoro 2013). Penyaluran KKPE secara keseluruhan di provinsi Riau mengalami peningkatan. Jika dibandingkan dengan kondisi produksi tanaman pangan ataupun produksi padi menunjukkan kondisi yang berlawanan yaitu terjadinya penuruan produksi. Produksi tanaman pangan mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai tahun 2013 sebesar 19.85 persen pada tahun tersebut. Jika permasalahan ini dikaitkan dengan data penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertanian, dapat diketahui bahwa kredit untuk sektor pertanian mengalami peningkatan namun proporsi kredit untuk sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar 2.06 persen per tahun. Selanjutnya, KKPE untuk tanaman pangan realisasinya juga masih sangat kecil yaitu sebesar 7 persen. Sehingga, hal ini juga bisa menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi tanaman pangan karena kredit yang disalurkan jumlahnya sangat kecil. Salah satu hal yang menyebabkan menurunnya produksi tanaman pangan karena juga terjadi penurunan produksi padi sebagai salah satu komoditas tanaman pangan dengan laju pertumbuhan yang negatif sebesar 5,64 persen per tahun (Tabel 2). Penurunan luas lahan padi juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan penurunan pada produksi padi. Selain terjadi penurunan produksi, produktivitas padi dari tahun ke tahun selalu berfluktuasi dengan laju pertumbuhan sebesar 0.70 persen per tahun. Tabel 2 berikut menunjukkan jumlah produksi padi yang menurun sejalan dengan penurunan jumlah luas lahan.
6
Tabel 2
Jumlah produksi dan produktivitas tanaman padi di Provinsi Riau tahun 2009-2013 Tahun Laju Tanaman pertumbuhan pangan 2010 2011 2012 2013 (%/tahun) Jumlah 574 864 514 745 512 152 434 144 (5.64) produksi (ton) Luas lahan 156 088 141 179 144 015 118 518 (6.46) (Ha) Produktivitas 36 83 36.46 35.56 36.63 0.70 (Ku/Ha) Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)
Penurunan produksi padi juga disebabkan petani belum optimal dalam penerapan teknologi yang dianjurkan, terutama penggunaan benih unggul bersertifikat dan pupuk. Selain itu infrastruktur jaringan irigasi yang rusak hampir mencapai 51.25 persen (daerah irigasi dan daerah rawa) sehingga tanaman mengalami kesulitan memperoleh suplai air dan berdampak terhadap pertumbuhan tanaman. Jika hal ini tidak segera diantisipasi dikhawatirkan bisa menyebabkan hilangnya areal sawah potensial di kawasan Provinsi Riau dan berganti dengan perkebunan kelapa sawit. Misalnya, pada tahun 2012 dengan lahan yang tersedia dapat memproduksi tanaman pangan sebanyak 648 310 ton/tahun, namun pada tahun 2013 produksinya menurun menjadi 577 805 ton/tahun. Jumlah tersebut belum mencukupi kebutuhan tanaman pangan pada tahun 2013 sebanyak 629 600 ton/tahun, sehingga masih terdapat kekurangan tanaman pangan sebesar 51 795 ton/tahun. Jika alih fungsi lahan ini tidak segera dikendalikan maka di Riau akan mengalami defisit tanaman pangan (Badan Pusat Statistik 2014). Tidak sejalannya peningkatan realisasi KKPE dengan produksi padi, kemungkinan disebabkan penyalurannya yang masih rendah untuk tanaman ini. Selain itu, adanya kecurigaan bahwa kredit yang disalurkan pada petani padi tidak selalu digunakan untuk usahatani nya tetapi digunakan untuk usaha-usaha non pertanian (fungibility of credit). Permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani khususnya pada petani padi seperti kurangnya modal dan menurunnya jumlah produksi dapat berdampak pada permintaan terhadap kredit. Adanya kondisi demikian maka dirasa perlu untuk melihat bagaimana peranan kredit perbankan dalam peningkatan produksi dan keuntungan usahatani padi di Riau. Dari berbagai uraian di atas maupun permasalahan pada latar belakang, dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana petani mengajukan dan menggunakan KKPE? 2. Apakah kredit berperan terhadap peningkatan produksi usahatani padi? 3. Apakah terjadi peningkatan keuntungan usahatani setelah diberikan kredit?
Tujuan dan Manfaat Penelitian Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
7
1. Mendeskripsikan pengajuan dan penggunaan KKPE pada petani padi. 2. Menganalisis peranan kredit terhadap peningkatan produksi usahatani padi. 3. Menganalisis pengaruh kredit terhadap keuntungan usahatani padi.
1.
2. 3.
4.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut: Menjadi masukan bagi pemerintah untuk terus meningkatkan sumber permodalan salah satunya melalui kredit program dengan bunga rendah untuk membantu petani. Dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pemberian dan penyaluran kredit dari lembaga keuangan kepada petani. Memberikan informasi kepada penyuluh pertanian untuk disampaikan kembali kepada petani bahwa dengan penggunaan kredit dapat membantu petani memenuhi kebutuhan input serta meningkatkan produksi dan keuntungan usahatani. Secara akademis manfaat dari penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan masukan bagi penelitian sejenis untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada masalah penggunaan kredit terhadap peningkatan produksi dan keuntungan usahatani padi. Kredit yang digunakan pada penelitian ini adalah Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Peranan kredit pada usahatani padi dibatasi pada produksi dan keuntungan usahatani. Model analisis yang akan digunakan adalah analisis regresi linier dengan model persamaan fungsi produksi Cobb Douglas dan analisis regresi berganda.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Kredit pada Kegiatan Usahatani Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi pendapatan suatu negara maupun sebagai sumber pendapatan mayoritas penduduk. Namun, saat ini usaha-usaha di sektor pertanian sudah banyak beralih kepada usaha non-pertanian. Modal yang kurang memadai dari lembaga keuangan atau sumber formal, dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi penurunan kinerja usaha maupun pengalihan usaha di sektor ini. Sehingga lembaga pembiayaan yang bertugas menyediakan modal tersebut dianggap belum mampu memberikan peranan yang baik. Hal lain yang dapat menyebabkan kurang optimalnya suatu kegiatan usahatani adalah penggunaan modal (kredit) yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Modal atau kredit yang diperoleh seringkali tidak sepenuhnya digunakan untuk usahatani, sehingga bisa menyebabkan adanya fungibility of credit pada suatu usahatani.
8
Hasil penelitian oleh Zuberi (1989) menunjukkan adanya penggunaan kredit sebesar 30 persen untuk kebutuhan non usahatani, dan kredit digunakan untuk meningkatkan penggunaan input usahatani seperti benih dan pupuk sebesar 70 persen. Meskipun penggunaan kredit sudah cukup besar dan mampu meningkatkan hasil produksi, namun masih terdapat pengalokasian kredit yang tidak sesuai (fungibility of credit). Siddiqi dan Khiswar (2004); Nosiru (2010) dalam penelitiannya juga menemukan adanya pemanfaatan kredit yang tidak seluruhnya digunakan untuk usahatani tetapi sebagian digunakan untuk usahausaha non pertanian. Sehingga, peningkatan hasil produksi usahatani tidak meningkat secara signifikan. Hasil penelitian oleh Purnamayanti (2014), adanya pengajuan kredit oleh petani yang tidak mengalami keterbatasan modal menyebabkan penggunaan kredit lebih banyak untuk usaha non-pertanian. Kondisi tersebut menyebabkan adanya fungibility of credit dan kredit tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan pendapatan. Penelitian lainnya tentang penggunaan kredit pada suatu usahatani masih lebih besar untuk usaha non pertanian dan kebutuhan konsumtif. Devega (2010) dalam penelitiannya menunjukkan jumlah realisasi kredit yang relatif kecil untuk usahatani padi yaitu sekitar 28.62 persen dari total keseluruhan kredit. Penggunaan kredit pada usahatani dialokasikan untuk peningkatan jumlah input seperti benih dan pupuk. Batubara MM dan Marli et al. (2007) juga menunjukkan adanya hasil penyimpangan penggunaan kebutuhan kredit untuk kegiatan produktif kepada kebutuhan konsumtif. Penyebab pengalokasian kredit yang tidak sesuai adalah kebutuhan modal untuk biaya usahatani pada saat awal musim tanam tidak diikuti dengan penyaluran kredit. Keterlambatan penyaluran kredit mengharuskan petani menggunakan seluruh biaya yang dimiliki. Pada saat petani sudah kehabisan biaya untuk konsumsi akhirnya petani menggunakan dana dari kredit. Menurut Karyanto (2008) menyebutkan bahwa pemanfaatan dana kredit dapat memberikan dampak yang positif terhadap usahatani padi, namun petani sering mengalami penunggakan pengembalian kredit yang salah satunya penyebabnya adalah penggunaan kredit untuk kebutuhan lain seperti, membiayai sekolah anak, membeli perabotan rumah dan kebutuhan konsumsi sehari-hari. Peranan Kredit terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pengembangan usahatani. Pengembangan usahatani dapat ditunjukkan oleh adanya peningkatan penggunaan input maupun peningkatan produksi. Peningkatan produksi (output) dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau menerapkan suatu teknologi baru. Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan diikuti dengan penambahan modal. Sehingga, untuk melaksanakan peningkatan kinerja pada usahatani berarti juga harus meningkatkan penggunaan modal. Modal yang digunakan dapat bersumber dari modal sendiri maupun modal pinjaman (kredit). Tetapi, modal sendiri relatif dimiliki dalam jumlah sedikit, maka sebagai penambah modal usaha para petani beralih pada kredit yang tersedia pada saat diperlukan. Berkaitan dengan program perkreditan produksi pertanian, pemerintah mengutamakan untuk menyediakan sejumlah pinjaman dengan suku bunga yang
9
rendah dan prosedur penyaluran yang mudah. Namun, masih banyak petani yang terikat dengan sumber pinjaman tidak formal dengan suku bunga yang sangat tinggi. Tertariknya petani pada sumber kredit tidak formal karena kredit lebih mudah diperoleh, prosedur peminjaman yang lebih sederhana dan syarat-syarat peminjaman yang tidak ketat, mudah menyesuaikan dengan kebutuhan petani, dan hubungan yang saling mengenal (Bouman dan Barton 1976 dalam Kuntjoro 1983). Oleh karena itu, untuk membantu petani diperlukan adanya lembaga perkreditan formal yang menyediakan pinjaman dengan beban yang ringan. Adanya lembaga perkreditan dan tersedianya sarana teknologi produksi baru dapat menjamin berhasilnya program perkreditan yang dikaitkan dengan usaha peningkatan produksi dan pendapatan petani (Kuntjoro 1983). Peranan kredit selain bisa meningkatkan produksi dan penambahan input diharapkan juga mampu meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani. Sebagai contoh, kredit untuk sektor pertanian (Bimas, KUT, KKP dan sebagainya) yang tidak hanya dapat membantu petani dalam mengatasi modal tetapi juga sebagai alat yang mampu memacu untuk mengadopsi penggunaan teknologi. Kredit dianggap sebagai suatu aset atau kekayaan yang dapat dikelola bagi kegiatan produksi suatu usaha. Dalam hal ini kredit sangat penting bagi petani sebagai tambahan modal sehingga tidak mengganggu anggaran konsumsi keluarga yang sudah terbatas, dan tambahan modal ini juga diperlukan petani akibat adanya perubahan teknologi dalam proses produksi (Kuntjoro 1983). Tongraj (1977) dalam Kuntjoro (1983), menyatakan tambahan modal diperlukan untuk memenuhi tambahan biaya bagi pembelian input. Tambahan modal tersebut harus dibiayai dari kekayaan sendiri atau kemampuan untuk meminjam. Namun, dengan kemampuan modal sendiri yang sangat terbatas maka dengan kredit memungkinkan petani memperoleh tambahan modal tersebut. Tetapi, tambahan modal atau kredit ini tidak selamanya dapat menjamin kenaikan produksi dan pendapatan petani, hal ini masih tergantung pada kemampuan petani dalam mengelola usahanya serta risiko-risiko lain dalam usaha yang dihadapi petani. Kredit mempunyai peranan yang penting dalam meningkatan perkembangan suatu usaha serta mampu menciptakan suatu pembentukan modal (capital formation). Hal ini sejalan dengan penelitian Rachmina (1994) mengenai permintaan kredit pada industri kecil yang menemukan bahwa penyaluran kredit pada usaha industri kecil telah mampu mendorong pembentukan modal (capital formation), khususnya pada industri yang sedang menerima kredit. Kredit juga sangat penting untuk meningkatkan likuiditas usaha meskipun akan ada risiko yang timbul pada suatu usaha apabila terjadi kegagalan pada usaha tersebut. Iqbal et al. (2003) menyatakan pertumbuhan suatu usaha khususnya di sektor pertanian dilihat dari beberapa hal yaitu penggunaan input pertanian, adopsi teknologi serta efisiensi usahatani. Untuk mencapai hasil yang maksimum, selain memperhatikan beberapa hal tersebut juga perlu adanya ketersediaan dana salah satunya melalui kredit pertanian. Ahmad et al. (2006) menganalisis dampak kredit yang di alokasikan dalam bentuk pupuk dan benih terhadap petani kecil di Ethiopia. Mereka menemukan bahwa kredit ini mampu meningkatkan hasil panen atau produksi yang cukup bagi masyarakat. Zuberi (1989) menemukan bahwa 70 persen dari total kredit formal digunakan untuk pembelian benih dan pupuk dan
10
menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan hasil pertanian dapat dijelaskan oleh perubahan dalam kuantitas dan kualitas benih dan pupuk. Kredit memainkan peranan penting dalam pengembangan sektor pertanian khususnya pada tanaman pangan. Kredit ini bisa berasal dari lembaga keuangan formal maupun informal. Adanya bantuan kredit mampu membantu mengatasi permasalahan petani pada produktivitas tanaman pangan, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan pangan dan petani mampu mengadopsi teknologi terbaru di sektor ini (Simtowe dan Zeller 2006; Maqbool 2011). Kredit juga memberikan pengaruh terhadap nilai omset penjualan suatu usaha, sehingga peran kredit telah tercapai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di pedesaan meskipun kredit ini tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja tetapi setidaknya telah membantu masyarakat-masyarakat desa yang pada umumnya bekerja di sektor pertanian (Azriani 2008). Siddiqi dan Khiswar (2004); Nosiru (2010) dalam penelitiannya tentang peranan kredit mikro pada produktivitas pertanian menunjukkan adanya peranan kredit mikro kepada petani untuk membeli input yang mereka butuhkan sehingga meningkatkan produksi usahatani mereka. Namun, jumlah kredit yang diperoleh petani di daerah penelitian masih belum berkontribusi positif terhadap tingkat output. Hal ini disebabkan pemanfaatan kredit yang belum tepat, atau kredit yang diperoleh digunakan untuk usaha-usaha non pertanian. Penelitian oleh Obilor (2013) menunjukkan adanya pengaruh kredit yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas pertanian, hanya saja memang kredit tersebut diberikan dengan adanya skema penjaminan kredit pertanian serta adanya bantuan alokasi dana dari pemerintah untuk sektor pertanian. Dari hasil penelitian ini, juga disarankan bagi petani untuk mengajukan pinjaman kepada bank guna meningkatkan kegiatan usaha dan produktivitas mereka, karena kurangnya modal pada petani tidak seutuhnya disebabkan oleh pihak perbankan. Saleem dan Farzand (2012) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa kredit berpengaruh signifikan terhadap produksi pada tingkat 5 persen. Ini juga menunjukkan bahwa dengan adanya kredit untuk peningkatan input seperti benih, pupuk dan pestisida dapat mempengaruhi produksi pertanian secara positif. Abdullah et al. (2009) melakukan suatu studi yang bertujuan melihat peranan kredit terhadap pertumbuhan usaha di sektor peternakan. Peranan ini diukur dari sisi elastisitas pendapatan dari produk hasil usaha tersebut. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya kredit dapat meningkatkan perluasan usaha di sektor peternakan hampir dua kali lipat dari sebelumnya. Pengaruh kredit dalam meningkatkan pendapatan petani dari nilai elastisitasnya sebesar 0.18 dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti jumlah anggota keluarga (0.05) dan pendidikan petani (0.07). Kredit juga berpengaruh pada penciptaan lapangan pekerjaan sehingga mengurangi tingkat pengangguran di daerah penelitian. Penelitian oleh Naidu (1998) dan Kalkundrickars (1990) dalam Ibrahim (2012) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu adanya pengaruh kredit dalam peningkatan pendapatan, produktivitas dan tenaga kerja, dan ini juga sejalan dengan penelitian oleh Devi dan Govt (2012), tetapi kredit yang diberikan bukan bersumber dari perbankan melainkan kredit dari koperasi. Studi empiris yang dilakukan oleh Sihombing (2003) dalam melihat pengaruh kredit terhadap usaha industri kecil menunjukkan hasil bahwa kredit usaha kecil lebih berpengaruh signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja baru
11
dibandingkan dengan jumlah produksi dan penciptaan nilai tambah. Purnamayanti (2014) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh kredit terhadap pendapatan usaha dan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kredit yang diberikan kepada petani tidak selalu berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan, sebagian petani justru mengalami penurunan pendapatan setelah menerima kredit. Hal ini disebabkan karena modal yang didapat dari kredit tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk modal usahatani. Sebagian petani menggunakan modal sendiri untuk usahatani dan modal ini masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga petani mengajukan kredit pada berbagai sumber pembiayaan. Namun, sebagian petani juga melakukan pengajuan kredit meskipun tidak mengalami keterbatasan modal tetapi karena alasan lainnya, sehingga kredit tidak digunakan untuk perbaikan usahatani. Bashir et al. (2010) dalam temuannya mengungkapkan kredit berperan penting dalam memfasilitasi transformasi pertanian dan meningkatkan partisipasi petani dalam proses produksi tanaman pangan gandum serta meningkatkan standar hidup petani. Hasilnya, kredit dapat meningkatkan produksi dengan melihat nilai elastisitas produksi terhadap masing-masing input yang digunakan sebesar 0.13 (benih), 0.11 (pupuk), 0.12 (irigasi), 0.02 (tanaman pelindung), dan lahan sebesar 0.11. Tingkat kesejahteraan petani juga meningkat sebesar 27 persen dengan adanya kredit. Agar kredit ini mampu berperan secara signifikan sebaiknya juga harus memperhatikan pola penggunaan pinjaman oleh petani, begitu juga dengan pihak pemberi kredit sebaiknya membuat prosedur peminjaman kredit yang lebih sederhana kepada petani. Berbagai hasil penelitian sebelumnya dalam menganalisis pengaruh kredit terhadap produksi maupun keuntungan juga dilakukan pada usahatani padi. Salah satu hasil penelitian yang melihat pengaruh kredit pada usahatani padi menunjukkan bahwa kredit ternyata berpengaruh nyata terhadap produksi padi dan dapat meningkatkan produksi padi dengan nilai elastisitas sebesar 0,254 (Yurahman 2014). Penelitian selanjutnya menunjukkan hasil bahwa dengan penggunaan kredit dapat berpengaruh pada peningkatan pendapatan usahatani padi (Nugraheni 2013; Yesaya 2013). Penelitian lainnya mengenai pengaruh kredit terhadap usahatani padi menunjukkan hasil yang berbeda bahwa kredit tidak berpengaruh terhadap produksi maupun keuntungan karena penggunaan kredit tidak digunakan sepenuhnya untuk kegiatan produksi padi (Isyanto 2012). Hasil penelitian oleh Prihatsyah (2014) menunjukkan dengan adanya kredit dapat berpengaruh signifikan terhadap produksi padi, dan keuntungan usahatani padi mengalami peningkatan setelah petani menerima kredit. Mulyaqin dan Yati (2013) menyebutkan bahwa aksesibilitas petani padi terhadap sumber pembiayaan formal dan kredit program masih sangat terbatas. Selanjutnya, kredit yang diterima petani padi digunakan untuk untuk keperluan budidaya dan kombinasi (untuk keperluan budidaya, panen, pasca panen dan konsumsi). Terdapat sekitar 80 persen petani yang menggunakan atau mencari tambahan modal untuk usahatani padi nya. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi memang sebagian besar mengalami keterbatasan modal dan membutuhkan modal tambahan untuk meningkatkan produksi maupun keuntungan usahataninya. Peranan kredit dari sumber formal baik di luar negeri maupun di Indonesia seringkali dikaitkan dengan peningkatan pendapatan petani melalui pendekatan terhadap penggunaan faktor produksi baik dari tingkat penggunaan teknologi,
12
kualitas faktor produksi dan jumlah penggunaan. Peranan kredit juga dapat dilihat dari perubahan kondisi usahatani sebelum dan setelah adanya pembiayaan atau membandingkan kondisi usahatani yang mendapatkan pembiayaan dengan tidak mendapatkan pembiayaan. Berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh kredit dalam peningkatan usahatani baik dari sisi produksi, keuntungan, penyerapan tenaga kerja dan sebagainya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kredit dapat meningkatkan produksi namun belum dapat meningkatkan pendapatan atau keuntungan. Meskipun terdapat beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kredit dapat meningkatkan keuntungan, namun masih sangat minim. Penyebab tidak berpengaruhnya kredit terhadap produksi dan keuntungan adalah dapat disebabkan karena penggunaan kredit yang tidak optimal, dimana kredit digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Selain itu, juga adanya faktor-faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap produksi maupun keuntungan usahatani seperti pengalaman ataupun keahlian petani dalam mengelola usahatani dan kemampuan menggunakan modal untuk memenuhi kebutuhan input secara tepat. Meskipun kredit tidak selalu berpengaruh positif terhadap peningkatan usaha, namun kredit akan selalu dibutuhkan oleh petani dalam perbaikan usahanya.
3
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
Peranan Kredit dalam Peningkatan Produksi Menurut Muljono (1990) kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pembelian atau peminjaman dengan janji pembayaran akan dilakukan atau ditangguhkan pada suatu jangka waktu yang disepakati. Ronohadiwirjo (1969) dalam mendefinisikan kredit sebagai transakasi modal antara dua pihak yang disertai kepercayaan atau jaminan yang akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Dari definisi tersebut, dapat dinyatakan bahwa kredit merupakan salah satu sumber modal. Namun, kredit juga bisa dianggap sebagai barang ekonomi jika dilihat dari sisi penawaran perbankan, dimana kredit diartikan sebagai sumber non equity capital yang terpenting (Kadarsan 1989). Beberapa literatur menyebutkan bahwa istilah kredit berasal dari bahasa Latin credo atau credere, yang berarti kepercayaan atau trust. Kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari pihak pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman, bahwa di masa datang akan mampu memenuhi segala kewajiban yang telah diperjanjikan (Rivai dan Veithzal 2007). Kredit merupakan suatu alat atau cara untuk menciptakan modal, kenyataannya memang terjadi dilapangan bahwa tidak semua petani dapat memenuhi modalnya dari kekayaan yang dimilikinya, karena itu petani memerlukan kredit untuk mendapatkan modal yang mereka inginkan. Secara ekonomi dapat dikatakan modal pertanian berasal dari milik sendiri (equity capital) dan pinjaman dari pihak lainnya (pihak ketiga). Modal yang merupakan pinjaman dari pihak lainnya ini lazim disebut sebagai utang atau kredit (Mubyarto 2002).
13
Kredit yang disalurkan untuk usaha pertanian ada beberapa macam jenisnya, yang disalurkan oleh pemerintah dengan tujuan membangun pengadaan modal petani agar upaya peningkatan produksi dapat dicapai (Daniel 2002). Kredit sebagai sumber modal erat kaitannya dengan kegiatan usaha pertanian untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan serta keuntungan petani. Dana pinjaman yang diperoleh membuat petani mempunyai lebih banyak dana tunai sebagai input modal. Jika dikaitkan dengan pemakaian input, maka tambahan modal dari kredit dapat digunakan untuk membeli lebih banyak input sampai tercapai kondisi optimal. Manfaat kredit ditunjukkan dengan peranan teknologi baru yang lebih produktif. Peranan kredit dapat dikaitkan dengan peranan teknologi baru yang dijelaskan dengan menggunakan konsep penggunaan input optimal berdasarkan pendekatan marginal. Terjadinya peningkatan teknologi, produktifitas faktorfaktor produksi akan meningkat dan dengan harga produksi yang tetap akan menyebabkan nilai produk marjinal akan bertambah besar. Adanya penambahan modal melalui kredit dapat mendorong atau memacu petani untuk meningkatkan penggunaan input. Sehingga, dengan adanya kondisi tersebut akan terjadi permintaan input oleh petani. Permintaan input oleh petani artinya adanya perubahan input baik itu peningkatan jumlah input atau perubahan teknologi pada suatu input. Perubahan input yang digunakan oleh petani akibat kredit akan berpengaruh pada produksi maupun keuntungan. Dengan demikian, kredit diartikan dapat meningkatkan produktivitas usahatani. Produksi adalah proses transformasi input menjadi output. Produksi merupakan suatu cara untuk menghasilkan output yang sama dengan menggunakan kombinasi input yang berbeda (Tian 2013). Menurut Pindyck dan Rubinfield (2000) produksi adalah perubahan dari dua atau lebih penggunan input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Produksi meliputi semua kegiatan untuk menciptakan/menambah nilai/guna suatu barang/jasa (Assauri 1980). Menurut Salvatore (2006) produksi adalah merujuk pada transformasi dari berbagai input atau sumber daya menjadi output beberapa barang atau jasa. Lebih spesifik lagi produksi adalah kegiatan perusahaan dengan mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output dengan biaya yang minimum. Untuk memproduksi barang dan jasa tersebut digunakan sumber daya yang disebut sebagai faktor produksi atau input yang terdiri dari faktor produksi tetap (fixed) dan tidak tetap (variable) (Lipsey et al. 1995). Faktor produksi variabel adalah faktor produksi atau input yang penggunaannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi. Faktor produksi tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah oleh perubahan volume produksi (Pindyck dan Rubinfield 1999). Input produksi adalah semua yang dibutuhkan dalam proses produksi, meliputi jumlah tenaga kerja dan upah, jumlah bahan baku dan bahan penunjang beserta harga-harganya, serta faktor modal (Tian 2013). Namun, ada beberapa faktor diluar faktor produksi atau input yang juga dapat mempengaruhi kinerja suatu usaha meliputi faktor demografi, geografi, perubahan kebijakan pemerintah, dan perubahan kondisi sosial, ekonomi, politik serta perubahan kondisi ekonomi dunia (Canback 2000). Hubungan teknis antara input dan output dari suatu proses produksi sering dikenal sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan suatu output
14
sebagai fungsi dari input (Coelli et al. 1998). Bentuk umum dari fungsi produksi diberikan dalam bentuk persamaan matematis berikut ini: Y = f(X1, X2, ...., Xn)....……...………………………………......................(3.1) di mana Y adalah output, X adalah vektor input dan f (.) adalah bentuk fungsional yang sesuai (Coelli et al. 1998). Selagi teknologi dapat ditingkatkan dan fungsi produksi berubah, sebuah perusahaan dapat memperoleh lebih banyak output dari serangkaian input tertentu (Pyndick dan Rubinfield 2000). Fungsi produksi menggambarkan teknologi atau input yang digunakan dan dikombinasikan dalam jumlah yang bervariasi sehingga dapat menghasilkan output dengan berbagai kombinasi input tersebut oleh suatu perusahaan, suatu industri atau suatu perekonomian secara keseluruhan. Dalam keadaan teknologi tertentu hubungan antara input dan outputnya tercermin dalam rumusan fungsi produksinya. Apabila teknologi berubah, maka fungsi produksi juga akan berubah. Suatu fungsi produksi menggambarkan semua metode produksi yang efisien secara teknis dalam arti menggunakan kuantitas input yang minimal dalam mencapai hasil yang optimal (Pindyck and Rubinfield 2000). Terdapat tiga tahapan dalam kurva produksi neoklasik, meliputi: Tahap I : Increasing AP (Average Product), Tahap II : Decreasing AP saat MP (Marginal Product) adalah positif; dan Tahap III : MP negatif. Pada kurva penggunaan input dan total produksi diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan teknologi pada usahatani, perubahan hanya terjadi pada jumlah penggunaan input terhadap peningkatan produksi. Bentuk operasi tahap kedua merupakan keadaan memaksimumkan keuntungan, sedangkan tahap I dan III menunjukkan ketidakefisienan proses produksi. Non efisiennya tahap III karena adanya tambahan unit input Xi yang berlebihan sehingga terjadi penurunan output, sedangkan ketidakefisiennya tahap I ialah tambahan unit input X1 masih dapat terus ditingkatkan atau ditambah. Pada tahap II tidak saja pengetahuan teknologi produksi yang optimal untuk mencapai keuntungan maksimum (profit maximising) namun informasi (pengetahuan) harga input dan output juga perlu diketahui dan diperlukan (Coelli et al. 1998).
Output (Y) B A
I
II
TP
III
0
Input (Xi) X1 X2 Gambar 1 Kurva penggunaan input dan total produksi Sumber: Coelli et al. 1998
Penggunaan kredit juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan penggunaan input, dengan asumsi petani masih berada di daerah irrasional (daerah I). Penggunaan input pada daerah I diasumsikan sebesar X1, dan
15
menunjukkan keadaan produksi yang belum optimal. Selanjutnya dengan adanya kredit, petani dapat meningkatkan penggunaan input sebesar X2 yaitu pada daerah rasional (daerah II) sehingga dapat mencapai total produksi yang optimal. Jika kurva TP, MP dan AP dihubungkan atau dikaitkan, maka hubungan antara input dan output dapat diketahui. Selain itu, elastisitas produksi maupun proses produksi yang sedang berjalan dalam keadaan elastisitas produksi rendah atau sebaliknya juga dapat diketahui. Pada tahapan pertama terjadi peristiwa tambahan input yang menyebabkan tambahan output yang semakin menaik (increasing rate) kemudian menurun (decreasing rate) sampai MP yang negatif. Tahap I, II dan III masing-masing mewakili daerah I, II dan III, yaitu suatu daerah yang menunjukkan elastisitas (e) produksi yang besarnya berbeda-beda. Sedangkan produksi rata-rata (AP) mencapai maksimum pada saat elastisitas sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya rata-rata produk sama dengan tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi faktor produksi lain dianggap konstan. Permintaan Input Aktivitas atau kegiatan usahatani selalu memerlukan input. Adanya kebutuhan input oleh petani akan berdampak pada adanya permintaan input yang tidak bisa dipisahkan dari biaya atau modal yang ditawarkan dari bank. Jika ingin meningkatkan produksi, maka perlu peningkatan juga dalam penggunaan input dan selanjutnya menimbulkan kebutuhan petani terhadap kredit sehingga terjadi permintaan kredit dari petani kepada sumber permodalan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kredit dapat dianggap sebagai sumber modal dan barang ekonomi. Namun, dalam penelitian ini kredit yang akan dianalisis adalah kredit sebagai sumber modal pada usahatani padi yang dilakukan melalui pendekatan tidak langsung (fungsi produksi), karena dalam kaitannya dengan pemakaian kredit untuk membiayai kegiatan produksi lebih relevan menggunakan pendekatan ini. Pada dasarnya ada dua sumber permodalan usaha, yaitu modal sendiri dan pinjaman atau kredit. Kredit sebagai modal usaha mencerminkan bahwa secara tidak langsung kredit berkaitan dalam kegiatan produksi, yang mana kredit berperan dalam membantu meningkatkan pengadaan faktor-faktor produksi (input) yang dijelaskan melalui permintaan input. Permintaan input (derrived demand) merupakan permintaan untuk input oleh suatu perusahaan yang jumlahnya tergantung pada tingkat output yang akan dihasilkan dan biaya input yang dimiliki (Pindyck and Rubinfeld 1995). Tambahan modal dari kredit selain meningkatkan penggunaan input, juga dapat merubah rasio modal dan tenaga kerja yang dimiliki petani. Jika semakin besar penambahan modal, maka hal ini dapat memacu terjadinya peningkatan produksi. Keputusan pengusaha untuk meningkatkan produksi umumnya didasarkan pada pengamatan harga dan keyakinan bahwa harga produk akan naik di waktu mendatang. Kenaikan harga input dan upah tenaga kerja juga akan mempengaruhi peningkatan kebutuhan modal, sehingga kebutuhan terhadap kredit semakin meningkat. Pengaruh kredit dalam peningkatan produksi dapat diukur melalui pendekatan pendugaan fungsi produksi. Di dalam menghasilkan produksi atau output diperlukan faktor-faktor produksi atau input yang terdiri dari faktor-faktor
16
produksi tetap (fixed) dan tidak tetap (variable). Hubungan antara besarnya output dengan input dapat dinyatakan dalam bentuk: Y = f (Xi | Xf) ........................................................................................... (3.2) Y = f (X1, X2 | Xf) .................................................................................... (3.3) Dimana: Y = output Xi = input variabel Xf = input tetap Apabila Xi terdiri dari dua macam input yang saling bersubtitusi, maka persamaan (3.2) akan menjadi persamaan (3.3). Asumsi dasar dibangunnya fungsi produksi yaitu petani berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan memaksimumkan jumlah output dan mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Salah satu bentuk lain dari fungsi produksi adalah fungsi produksi Cobb Douglas. Cobb-Douglas merupakan salah satu fungsi produksi yang paling sering digunakan dalam penelitian empiris. Fungsi ini juga meletakkan jumlah hasil produksi sebagai fungsi dari modal (capital) dengan faktor tenaga kerja (labour). Dengan demikian dapat pula dijelaskan bahwa hasil produksi dengan kuantitas atau jumlah tertentu akan menghasilkan taraf pendapatan tertentu pula. Namun, ada beberapa kelemahan dari fungsi Cobb Douglas antara lain, (1) adanya asumsi bahwa tidak terdapat perbedaan teknologi, padahal belum tentu teknologi di daerah penelitian adalah sama; (2) sampel dianggap price takers, yaitu petani hanya bertindak sebagai penerima harga yang sudah ditentukan di pasar; (3) tidak ada produksi maksimum, artinya sepanjang kombinasi input dinaikkan, maka produksi akan terus naik sepanjang expantion path-nya; (4) elastisitas produksinya tetap; (5) kelemahankelemahan pada fungsi Cobb Douglas menyebabkan fungsi produksi ini tidak dapat menggambarkan fungsi produksi neoklasik. Asumsi yang mendasari model ini adalah, (1) elastisitas produksi bersifat tetap (constant elasticity); (2) fungsi produksi Cobb Douglas hanya cocok untuk menguji hipotesis bahwa proses produksi sedang berada pada tahap kedua fungsi produksi neo klasik (Heady dan Dillon 1961). Secara sederhana fungsi produksi Cobb-Douglas tersebut dapat dituliskan sebagai berikut: Q = ALαKβ‚.............................................................................................. (3.4) Di mana Q adalah output dari L dan K masing-masing adalah tenaga kerja dan barang modal. A, α (alpha) dan β (beta) adalah parameter-parameter positif yang dalam setiap kasus ditentukan oleh data. Semakin besar nilai A, barang teknologi semakin maju. Parameter α mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen L sementara K dipertahankan konstan. Demikian pula parameter β mengukur persentase kenaikan Q akibat adanya kenaikan satu persen K sementara L dipertahankan konstan. Jadi, α dan β masing-masing merupakan elastisitas output dari modal dan tenaga kerja. Jika α + β = 1, maka terdapat tambahan hasil yang konstan atas skala produksi, namun jika α + β > 1 terdapat tambahan hasil yang meningkat atas skala produksi. Selanjutnya, jika α + β < 1 maka artinya terdapat tambahan hasil yang menurun atas skala produksi pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Salvatore 2006).
17
Keuntungan jangka pendek merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input variabel. Sedangkan dalam jangka panjang, maka keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input. Keuntungan dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfeld 1995): Π = TR - TC............................................................................................. (3.5) Π = Py.Y – Pxi. Xi – TFC ........................................................................ (3.6) dimana: Π = keuntungan usahatani dalam jangka pendek Py = harga output per unit Pxi = harga per unit input variabel i TFC = total biaya tetap Untuk melihat pengaruh kredit terhadap peningkatan penggunaan input dapat diturunkan dari persamaan keuntungan. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: ..................................................................................................... (3.7) .......................................................... (3.8) ..................................................................................... (3.9) VMP = Pxi ..............................................................................................(3.10) ...........................................................................................(3.11) ................................................................................................. (3.12) Kaitan antara pendugaan fungsi produksi dengan peranan kredit bahwa kebutuhan modal untuk membiayai kegiatan produksi pada usaha tani adalah sebagian berasal dari kredit. Ini berarti kredit akan mempengaruhi perubahan produksi dan perubahan produksi dapat disebabkan oleh perubahan penggunaan faktor-faktor produksi. Kredit dapat berperan sebagai penambah modal dalam kegiatan produksi untuk membiayai pembelian input sehingga produsen dapat meningkatkan produksinya pada tingkat yang lebih tinggi (optimal). Jika terjadi kenaikan harga input (Pxi) sementara harga output tetap maka persamaan (3.12) akan berubah menjadi sebagai berikut: ................................................................................................. (3.13) Peningkatan harga input (Pxi) menyebabkan petani mengurangi penggunaan input. Sehingga produksi yang dihasilkan juga lebih kecil dan keuntungan maksimum tidak dapat dicapai. Untuk mengembalikan keseimbangan semula, maka produsen harus mengurangi jumlah pemakaian input (Xi). Jika jumlah produk Q akan dipertahankan pada keadaan semula, maka modal yang diperlukan harus ditambah salah satunya melalui kredit untuk menambah penggunaan input sehingga dapat dihasilkan produksi yang dapat mencapai keuntungan maksimum. Debertin (1986), prinsip yang digunakan untuk memperoleh keuntungan maksimum dalam penggunaan modal adalah sama dengan prinsip dalam menentukan beberapa biaya input yang harus digunakan dalam proses produksi.
18
Maka untuk memperoleh keuntungan maksimum, turunan parsial dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi harus sama dengan nol, turunan tersebut dapat ditulis sebagai berikut: .......................................................................... (3.14) atau dapat diartikan harga ouput dikalikan produk marginal sama dengan harga input, sehingga persamaan (3.14) dapat menjadi: Py. MPi = Pxi .......................................................................................... (3.15) VMPxi = Pxi .......................................................................................... (3.16) Sehingga: ............................................................................................... (3.17) dimana : VMPxi = Value Marginal Product Input Xi Uraian di atas pada prinsipnya dapat menunjukkan bahwa peranan kredit terhadap produksi atau pada usaha-usaha produktif adalah sebagai penambah modal, sehingga produsen dapat meningkatkan produksinya pada tingkat yang lebih tinggi. Hubungan atau pengaruh adanya kredit dalam penggunaan input terhadap keuntungan maksimum yang akan diperoleh petani, dapat dilihat melalui kurva Nilai Produk Marjinal (NPM) pada Gambar 2. Pada Gambar 2 ditunjukkan pada titik C merupakan nilai produk marjinal dengan penggunaan input optimal sebanyak X1 dan dengan harga per satuan adalah sebesar Px. Harga input a
b
Px
o
C
NPM Input Xi X0 Gambar 2
X1
Kurva penggunaan input Xi dengan Nilai Produk Marjinal (NPM) Sumber: Eastwood 1997
Tambahan modal yang salah satunya berasal dari kredit, dapat menyebabkan peningkatan penggunaan input secara optimal. Perubahan input dari X0 ke X1 merupakan jumlah penggunaan input yang menguntungkan dan memberikan
19
kenaikan produksi total. Pada gambar tersebut juga dijelaskan, dengan terbatasnya jumlah kredit dari sumber formal, petani hanya bersedia menggunakan input sebanyak X0, meskipun tambahan likuiditas mungkin dapat diusahakan petani. Tetapi, petani lebih menekankan pada cadangan untuk jaminan jika terjadi kegagalan maka tidak seluruh pinjaman dipakai untuk menambah penggunaan input. Jika tersedia kredit resmi untuk produksi maka petani mungkin juga bersedia menambah biaya input yang digunakan tersebut sebesar X1, yang akan memberikan keuntungan sebelumnya sebesar luasan daerah aboPX (diarsir miring) kemudian bergeser ke daerah abCPx (diarisir garis horizontal) dengan luasan daerah yang lebih besar dan menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan keuntungan. Secara keseluruhan Gambar 2 di atas menjelaskan bahwa petani akan menaikkan penggunaan input atau menaikkan produksi total dengan adanya tambahan modal salah satunya melalui kredit, agar dapat mencapai keuntungan usaha yang maksimum. Keuntungan Usahatani Keuntungan didefinisikan sebagai selisih antara total penerimaan suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan (Tian 2013). Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian produk yang dijual dengan harga produk. Sedangkan biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi output, yaitu sebesar jumlah faktor input yang digunakan Xi dikalikan dengan harga faktor input tersebut (Pindyck dan Rubinfield 2000). Keuntungan usahatani ditentukan dengan cara mengurangkan berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembayaran upah, pembayaran bunga, sewa tanah, dan penyusutan (depresiasi). Apabila hasil penjualan yang diperoleh dikurangi dengan biaya-biaya tersebut nilainya adalah positif maka diperolehlah keuntungan. Peningkatan keuntungan dapat dicapai jika melakukan usahatani secara efisien. Konsep efisien dikenal dengan konsep teknis, efisiensi harga dan ekonomi. Kalau petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut melakukan efisiensi harga dan efisiensi teknis bersamaan atau sering disebut istilah efisiensi ekonomi. Dalam ilmu ekonomi, cara berpikir demikian disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntungan (profit maximization) (Daniel 2004). Secara matematis untuk menghitung keuntungan usahatani dapat ditulis sebagai berikut (Pindyck dan Rubinfield 1995): π = TR – TC .........................................................................................(3.18) dimana: Y. Py Σ Xi.Pxi TVC + TFC
= TR = TVC = TC
Keterangan : Π = keuntungan (Rp)
20
Y Py Xi Pxi TFC
= = = = =
output (Kg) harga output(Rp) faktor produksi (i = 1,2,3,….,n) harga faktor produksi ke-i (Rp) biaya tetap total (Rp)
Keuntungan maksimum dapat dicapai pada nilai produksi marjinal sama dengan harga input (Lau 1978). Secara matematis, hal tersebut dapat ditulis sebagai berikut. ........................................................... (3.19) Jika persamaan di atas dinormalkan dengan harga output, didapat persamaan sebagai berikut. .......................................................... (3.20) Dimana Wi* = Wi/p = harga input ke-i yang dinormalkan dengan harga output. Jika persamaan (3.16) dinormalkan dengan harga output, diperoleh persamaan sebagai berikut. Π* = Π/p = p.f(X1, X2, ......, Xm; Z1, Z2, ......., Zn) - ∑ .........(3.21) Dimana Π* dikenal sebagai fungsi keuntungan UOP atau Unit Output Price Profit Function. Jumlah optimal dari input peubah Xi yang memberi keuntungan maksimum jangka pendek dapat diturunkan dari persamaan (3.20), yaitu. Xi* = f (W1, W2, ......, Wm; Z1, Z2, ......., Zn) ...........................................(3.22) Subtitusi persamaan (3.21) ke dalam persamaan (3.22) maka didapatkan persamaan sebagai berikut. Π = p.f(X1, X2, ......, Xm; Z1, Z2, ......., Zn) - ∑ .....................(3.23) Karena Xj* sebagai fungsi dari Wi* dan Jz, maka persamaan (3.24) dapat ditulis sebagai berikut. Π = p.G* (W1*, W2*, ......, Wm*; Z1, Z2, ......., Zn) ................................. (3.24) Persamaan (3.24) merupakan fungsi keuntungan yang memberikan nilai maksimum dari keuntungan jangka pendek untuk masing-masing harga output, harga input tidak tetap Wi dan tingkat input tetap Zj. Jika persamaan tersebut dinormalkan dengan harga output, maka didapat. Π* = Π/p = G* (W1*, W2*, ......, Wm*; Z1, Z2, ......., Zn) ......................... (3.25) Persamaan (3.25) merupakan fungsi keuntungan UOP sebagai fungsi dari harga input tidak tetap yang dinormalkan dengan harga output dan sejumlah input tetap.
Kerangka Pemikiran Operasional Kegiatan usahatani memerlukan adanya input. Harga input yang tinggi dengan modal yang dimiliki petani dalam jumlah terbatas menyebabkan petani
21
hanya bisa menggunakan input dalam jumlah yang minim. Penggunaan input berkaitan dengan jumlah produksi. Jika input yang digunakan semakin sedikit maka produksi yang dihasilkan juga rendah. Produksi yang rendah membuat petani tidak dapat memaksimumkan keuntungannya. Salah satu upaya yang dilakukan petani agar dapat meningkatkan penggunaan inputnya yaitu melalui pinjaman atau kredit. Kredit yang diterima petani diharapkan dapat dimanfaatkan secara optimal, guna meningkatkan jumlah input usahatani pada tingkat harga tertentu. Sehingga, tujuan petani untuk meningkatkan produksi maupun keuntungan yang maksimal dapat tercapai.
Peningkatan modal usahatani
KKPE
Produksi
Harga output
Penerimaan usahatani
Peningkatan penggunaan input usahatani, seperti: - Benih padi - Unsur Pupuk N - Unsur Pupuk P - Unsur Pupuk K - Pestisida - Tenaga kerja - Luas lahan Harga input
Biaya yang dikeluarkan juga meningkat
Keuntungan usahatani
Rekomendasi Keterangan:
= menyebabkan = mempengaruhi
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional Kredit merupakan salah satu sumber untuk menambah modal usaha petani. Kredit secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah produksi melalui peningkatan jumlah input. Namun, tidak selamanya kredit digunakan petani untuk meningkatkan penggunaan input (fungibility of credit) dan kredit diminta atau diajukan petani belum tentu karena terbatasnya modal. Kredit yang diterima seringkali tidak digunakan untuk usahatani tetapi untuk keperluan yang lain atau untuk usaha-usaha non pertanian. Oleh karena itu, kredit belum
22
tentu meningkatkan produksi, hal ini juga didasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan asumsi tersebut, jika memang kredit yang diminta oleh petani bukan karena keterbatasan modal dan kredit tidak digunakan sepenuhnya untuk modal usahatani, maka perlu dilihat untuk apa saja penggunaan KKPE oleh petani. Selanjutnya, kredit digunakan untuk usahatani, apakah dapat berpengaruh secara positif atau tidak terhadap produksi padi serta keuntungan usahatani padi. Secara sistematis kerangka pemikiran penelitian ini terdapat pada Gambar 3. Analisis peranan kredit terhadap usahatani (produksi dan keuntungan) tanaman pangan khususnya padi ini dilakukan melalui pendekatan tidak langsung dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas sebagai acuan untuk menghitung seberapa besar peranannya. Dasar pemikirannya yaitu pemberian kredit akan menambah likuiditas penerima kredit yang selanjutnya dapat meningkatkan penggunaan input. Adapun yang akan menjadi variabel dependen pada persamaan tersebut yaitu produksi (output) dan variabel independennya terdiri dari input yang digunakan pada proses produksi yaitu benih padi, unsur pupuk N, unsur pupuk P, unsur pupuk K, pestisida, tenaga kerja, dan luas lahan. Pada waktu responden diwawancarai, keadaan usaha yang sedang ditekuni akan dilihat dengan membandingkan masa sebelum responden menerima kredit dengan sesudah menerima kredit. Langkah selanjutnya untuk melihat pengaruh kredit terhadap peningkatan keuntungan usahatani dilakukan analisis regresi berganda dengan variabel dependen yaitu keuntungan, dan variabel independennya yaitu harga output, luas lahan, harga input (benih, pupuk, dan upah tenaga kerja) dan jumlah kredit yang diterima petani. Kemudian, keuntungan yang diperoleh petani baik sebelum dan setelah menerima kredit dilakukan uji beda (uji-t) untuk melihat apakah benar dengan adanya kredit dapat berpengaruh secara nyata atau signifikan terhadap peningkatan keuntungan usahatani.
Hipotesis Penelitian Salah satu tujuan didirikannya lembaga keuangan adalah untuk membantu peningkatan perekonomian melalui bantuan penyaluran kredit pada berbagai macam usaha produktif. Sehingga diharapkan dengan adanya lembaga ini benarbenar dapat melaksanakan peranannya untuk memberikan kemudahan pembiayaan atau kredit di sektor pertanian khususnya tanaman padi maupun usaha produktif lainnya. Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Kampar, Riau sebagai salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani sekaligus merupakan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan usahatani padi, kemudian dilihat seberapa besar peranan kredit terhadap usahatani padi melalui jumlah produksi dan keuntungan yang diperoleh dengan adanya bantuan permodalan atau kredit dari salah satu sumber pembiayaan. Sehingga, dalam penelitian ini dibuat beberapa hipotesis di antaranya: 1. KKPE berperan terhadap peningkatan produksi padi. 2. KKPE berpengaruh terhadap pengingkatan keuntungan usahatani padi.
23
4
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kampar yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan lokasi ini merupakan daerah yang berpotensi untuk dikembangkan usahatani padi dengan potensi lahan berkisar 83 persen. Selain itu, lokasi ini merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi Riau dengan jumlah produksi padi mencapai 53 232.36 ton. Selanjutnya, dipilih 3 kecamatan yang merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Kampar dan menerima KKPE. Penelitian ini telah dilakukan pada Oktober 2014 sampai Agustus 2015, dengan tahapan kegiatan meliputi penyusunan proposal penelitian, pengambilan dan pengumpulan data, pengolahan data, dan analisis data.
Data dan Sumber Data Pengumpulan data dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data-data yang akurat dan relevan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan metode survey yaitu melakukan wawancara melalui pemberian kuisioner maupun wawancara langsung kepada para nasabah/petani yang memperoleh bantuan kredit. Data primer ini terdiri dari gambaran umum mengenai usahatani yang dijalankan petani serta karakteristik petani yang terdiri dari tingkat pendidikan, umur, pengalaman usaha, jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga; karakteristik usahatani yang terdiri dari penggunaan faktor produksi, tenaga kerja, nilai output, keuntungan, jumlah aset yang dimiliki, dan jumlah kredit yang diperoleh. Data sekunder pada penelitian ini terdiri dari Dinas Pertanian yang meliputi data penerima KKPE dari berbagai bank, serta instansi terkait yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) Kampar, sumber literatur seperti jurnal, karya ilmiah, dokumentasi dan data pendukung lainnya.
Metode Pengambilan Sampel Sampel pada penelitian ini adalah nasabah penerima KKPE dari beberapa kecamatan di Kabupaten Kampar, dimana nasabah yang akan dijadikan sampel adalah petani padi yang menerima kredit pada tahun 2013 dengan siklus usahatani padi yang dilakukan mulai antara bulan Oktober dan November 2013 sampai antara bulan Maret dan April 2014. Petani tersebut belum menerima KKPE pada tahun 2012 dengan siklus usahatani padi yang dilakukan mulai antara bulan Oktober dan November 2012 sampai antara bulan Maret dan April 2012. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling dengan jumlah sampel dari masing-masing kecamatan diambil secara proporsional. Selanjutnya untuk menentukan jumlah sampel tersebut, dipilih petani penerima KKPE dari 3 kecamatan yang merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Kampar yaitu Kecamatan Bangkinang Seberang, Tambang dan
24
Kampar Timur. Berdasarkan data yang diperoleh petani padi yang menerima KKPE pada 3 kecamatan tersebut adalah sebanyak 119 petani. Dari jumlah populasi diambil sampel secara acak dengan proporsi yang sama dari tiap kecamatan dan disesuaikan dengan kriteria pemilihan sampel. Sehingga, jumlah responden pada penelitian ini diperoleh sebanyak 90 responden. 32 petani berasal dari Kecamatan Bangkinang Seberang, 30 petani berasal dari Kecamatan Tambang dan 28 petani dari Kecamatan Kampar Timur. Tabel 3
Jumlah populasi dan sampel petani padi penerima KKPE dari beberapa kecamatan di Kabupaten Kampar tahun 2013 No Kecamatan Populasi (orang) Sampel (orang) 1 Bangkinang Seberang 43 32 2 Tambang 40 30 3 Kampar Timur 36 28 Jumlah 119 90
Analisis Data Berdasarkan data yang diperoleh, maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis data secara deskriptif kualitatif maupun kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui alasan petani dalam mengajukan kredit di bank dan mendeskripsikan penggunaan kredit oleh petani, serta melihat gambaran karakteristik usahatani padi di daerah penelitian. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui pengaruh kredit terhadap peningkatan produksi dan faktorfaktor lain yang mempengaruhi produksi, serta menghitung dan membandingkan keuntungan usahatani sebelum memperoleh kredit dengan keuntungan usahatani setelah memperoleh kredit. Analisis Pengaruh Kredit terhadap Produksi Usahatani Padi Model untuk mengetahui peranan atau pengaruh KKPE terhadap produksi usahatani padi dapat dianalisis menggunakan pendekatan fungsi produksi dengan model persamaan regresi linier Cobb Douglas. Fungsi Produksi Cobb Douglas Analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini digunakan pendekatan fungsi produksi. Variabel yang akan dijadikan sebagai variabel dependen adalah jumlah produksi yang dipengaruhi oleh beberapa variabel independen antara lain benih padi, unsur pupuk N, unsur pupuk P, unsur pupuk K, pestisida, tenaga kerja dan luas lahan. Variabel independen merupakan variabel yang jumlah penggunaannya secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan kredit untuk usahatani. Sehingga, jumlah produksi setelah petani menerima kredit didasarkan pada peningkatan jumlah input-input yang digunakan petani setelah menerima kredit. Berdasarkan penjelasan tersebut, fungsi Cobb Douglas untuk analisis ini dapat ditulis sebagai berikut. Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7) .......................................................... (4.2)
25
Fungsi produksi di atas dijadikan ke dalam bentuk model regresi linier Cobb Douglas, untuk analisis produksi sebelum menerima kredit, sehingga persamaannya menjadi: Y = α X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 X6β6 X7β7e ............................................. (4.3) Selanjutnya, persamaan tersebut ditransfromasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana untuk memudahkan analisis sebagai berikut. Ln Y = lnα + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3 + β4lnX4 + β5lnX5+ β6lnX6+ β7lnX7+e (4.4) Dimana: Y = jumlah produksi (kg) X1 = luas lahan (ha) X2 = tenaga kerja (HOK) X3 = benih padi (kg) X4 = unsur pupuk N (kg) X5 = unsur pupuk P (kg) X6 = unsur pupuk K (kg) X7 = pestisida (ml) α = intersep e = error βi = koefisien parameter penduga dimana i= 1,2,3,4,5 Terdapat beberapa jenis pupuk yang digunakan petani, namun tidak seluruh petani menggunakan jenis pupuk yang sama. Sehingga untuk menjadikannya sebagai salah satu variabel maka ditentukan dengan cara mengkonversikan setiap jenis pupuk ke dalam unsur hara yang terkandung di dalamnya. Untuk menyetarakan jumlah penggunaan seluruh pupuk maka dibuat tiga jenis pupuk sebagai variabel independen yaitu pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Cara mengubah beberapa pupuk tersebut menjadi pupuk N, P dan K dilakukan dengan menghitung berapa persen kandungan unsur N, P dan K yang terdapat pada masing-masing pupuk. Selanjutnya, persentase kandungan unsur N, P dan K dari masing-masing pupuk dijumlahkan untuk mendapatkan hasil keseluruhan penggunaan pupuk N, pupuk P, dan pupuk K. Persentase unsur N, P, dan K pada pupuk yang digunakan oleh petani padi di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4 berikut. Tabel 4
Persentase kandungan unsur N, P dan K yang terdapat pada berbagai jenis pupuk yang digunakan oleh petani padi di Kabupaten Kampar Persentase kandungan unsur N, P dan K (%) No Jenis pupuk Unsur N Unsur P Unsur K 1 Pupuk urea 46,0 2 Pupuk KCl 52,0 3 Pupuk TSP 46,0 4 Pupuk NPK Phonska 15,0 15,0 15,0 5 Pupuk kandang 3,7 9,0 5,0
Sumber: PERMENTAN 2007
26
Setelah menerima kredit, terjadi perubahan jumlah penggunaan input atau teknologi. Kredit tidak berpengaruh secara langsung terhadap produksi, namun kredit beperan sebagai tambahan modal untuk peningkatan jumlah input. Untuk melihat pengaruh tersebut maka digunakan persamaan berikut. ̅
̅
̅
̅
̅
̅
̅
…(4.4)
Dimana: Y* = dugaan hasil produksi setelah kredit (kg) ̅ = rata-rata luas lahan (ha) ̅ = rata-rata tenaga kerja (HOK) ̅ = rata-rata benih (kg) ̅ = rata-rata unsur pupuk N (kg) ̅ = rata-rata unsur pupuk P (kg) ̅ = rata-rata unsur pupuk K (kg) ̅ = rata-rata pestisida (ml) βi = koefisien parameter penduga dari fungsi produksi Cobb douglas sebelum kredit. Perolehan nilai Y menunjukkan dugaan jumlah output yang dapat dihasilkan dari perubahan rata-rata input setelah kredit yang dikalikan dengan koefisien masing-masing input sebelum kredit dan ditambah dengan konstanta. Tambahan hasil output tersebut disebabkan adanya tambahan kredit untuk peningkatan penggunaan input. Setiap data yang diperoleh pada penelitian juga akan dievaluasi dengan kriteria statistik melalui uji kesesuaian (test of goodness of fit) yang dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai t-statistik dan nilai F-statistik. Koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan mengenai variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 < R2 <1), dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena semakin dekat dengan hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependennya. Uji-t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen. Dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut: - H0 : bi = 0, masing-masing variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen. - H1 : bi ≠ 0, masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel dependen. Hasil pengujian akan menghasilkan dua kesimpulan menurut hipotesis diatas yaitu: - H0 diterima jika t-tabel ≤ t-stat ≤ t-tabel, artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. - H1 diterima jika t-tabel > t-stat > t-tabel, artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Uji F merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap dependen variabel. Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut:
27
- H0 : bi = 0, variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. - H1 : bi ≠ 0, variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen (ada pengaruh). Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak, artinya variabel independen bersamaan mempengaruhi variabel dependen. Analisis Keuntungan Usahatani Analisis ini didasarkan pada penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Total biaya (TC) dibagi menjadi biaya tunai dan biaya non tunai. Biaya tunai merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani untuk pembelian input. Biaya non-tunai (biaya diperhitungkan) merupakan biaya-biaya yang diperhitungkan dalam usahatani tetapi dalam kegiatan usahatani biaya tersebut tidak dikeluarkan langsung. Oleh karena itu, keuntungan dari usahatani padi sebelum memperoleh kredit diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut: Π1 = TR – TC ....................................................................................... (4.5) Π1 = P.Y – (Pq1.Q1 + Pq2.Q2 + Pq3.Q3 + Pq4.Q4 + Pq5.Q5 + Pq6.Q6 + Pq7.Q7 + Pq8.Q8 + D) ............................................................................... (4.6) Dimana : Π1 = keuntungan usahatani sebelum memperoleh kredit (Rp) P = harga output (Rp/kg) Y = jumlah output (kg) Pq1 = harga benih padi (Rp) Q1 = jumlah benih (kg) Pq2 = harga pupuk urea (Rp/kg) Q2 = jumlah pupuk urea (kg) Pq3 = harga pupuk KCl (Rp/kg) Q3 = jumlah pupuk KCl (kg) Pq4 = harga pupuk TSP (Rp/kg) Q4 = jumlah pupuk TSP (kg) Pq5 = harga pupuk phonska (Rp/kg) Q5 = jumlah pupuk phonska (kg) Pq6 = harga pupuk kandang (Rp/kg) Q6 = jumlah pupuk kandang (kg) Pq7 = harga pestisida (Rp/ml) Q7 = pestisida (ml) Pq8 = upah tenaga kerja (Rp/HOK) Q8 = jumlah tenaga kerja (HOK) D = depresiasi (penyusutan alat dan mesin pertanian) (Rp) Sementara, besarnya keuntungan usahatani setelah memperoleh kredit diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut: Π2 = TR – TC - I ...................................................................................... (4.7) Dimana: Π2 = keuntungan usahatani setelah memperoleh kredit (Rp)
28
I
= tingkat bunga kredit yang dibayar (Rp/bulan).
Pengujian untuk melihat adanya perbedaan atau peningkatan keuntungan setelah memperoleh kredit dibandingkan sebelum memperoleh kredit, maka selanjutnya perlu dilakukan uji secara statistik yaitu melalui uji beda (uji-t). Uji beda dilakukan dengan menggunakan teknik dependen sample test dimana teknik ini menguji perbedaan pada 1 kelompok sampel petani/responden penelitian dengan 2 treatment yang berbeda yaitu keuntungan sebelum memperoleh kredit dan keuntungan setelah memperoleh kredit. Dalam menghitung uji beda ini perlu adanya hipotesis sebagai berikut: H0 = tidak ada perbedaan keuntungan usahatani setelah memperoleh kredit H1 = ada perbedaan keuntungan usahatani setelah memperoleh kredit Untuk menganalisis uji beda ini digunakan rumus sebagai berikut: ̅
(
√
)
.................................................................................................... (4.8)
Dimana: t = nilai t hitung ̅ = rata-rata selisih keuntungan 1 dan 2 SD = standar deviasi N = jumlah sampel Dengan rumus standar deviasi sebagai berikut: √∑
∑
...................................................................................... (4.9)
Nilai t hitung dapat diinterpretasikan dengan menentukan nilai α, yang mana dalam penelitian ini ditetapkan nilai α sebesar 5%. Selanjutnya nilai t-hitung dibandingkan dengan t-tabel. Apabila t-hitung > t-tabel artinya ada perbedaan keuntungan secara signifikan setelah memperoleh kredit (tolak H0), dan apabila thitung < t-tabel artinya tidak ada perbedaan keuntungan secara siginifikan setelah memperoleh kredit (terima H0). Analisis Pengaruh Kredit terhadap Keuntungan Usahatani Analisis yang digunakan untuk menduga adanya pengaruh kredit terhadap keuntungan adalah dengan analisis regresi berganda yang terdiri dari beberapa variabel independen yang diduga berpengaruh terhadap keuntungan usahatani. Persamaan regresi nya adalah sebagai berikut: …………………………………………………………..... (4.10) Keterangan: π = keuntungan usahatani (Rp/musim tanam) P1 = harga output (Rp/kg) P2 = luas lahan (Ha) P3 = jumlah kredit (Rp) P4 = harga benih (Rp/kg) P5 = harga pupuk urea (Rp/kg)
29
P6 P7 P8 P9 P10
= = = = =
harga pupuk KCl (Rp/kg) harga pupuk phonska (Rp/kg) harga pupuk TSP (Rp/kg) upah tenaga kerja (Rp/HOK) dummy kemampuan manajerial (1= pernah mengikuti pelatihan, 0= tidak pernah mengikuti pelatihan) α = konstanta γ1,2,3,…,10 = koefisien atau parameter yang hendak dihitung ε = error Hipotesis untuk persamaan di atas adalah: H0 = variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani H1 = variabel independen berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani.
5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Riau. Daerah ini teretak antara 01°00’40” Lintang Utara sampai 00°28’30” Lintang Selatan dan 100°28’30” - 101°14’30” Bujur Timur, dengan luas wilayah sekitar 1 128 928 Ha. Kabupaten Kampar memiliki 21 kecamatan dan 250 desa/kelurahan. Adapun batas-batas wilayah Kabupaten Kampar adalah sebagai berikut: - Sebelah Utara : Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak - Sebelah Selatan : Kabupaten Kuantan Singingi - Sebelah Barat : Kabupaten Rokan Hulu dan Propinsi Sumatera Barat - Sebelah Timur : Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak
Topografi dan Keadaan Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di daerah ini dapat dibedakan menjadi lahan sawah, pekarangan, bangunan, kebun, ladang, padang rumput, rawa tidak ditanami, kolam, hutan, perkebunan dan lahan yang tidak diusahakan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Terlihat pada Tabel 5 bahwa dari 1 128 928 Ha luas Kabupaten Kampar, di antaranya 10 679 Ha digunakan untuk lahan sawah. Persentase terbesar penggunaan lahan digunakan untuk perkebunan yaitu 401 246 Ha (35.54 persen). Bentuk topografi Kabupaten Kampar sebagian besar merupakan daratan bergelombang dengan kemiringan mulai dari datar hingga landai dan ada juga yg relatif agak curam. Kondisi permukaan tanah sebagian besar berupa lahan gambut. Ketinggian daerahnya berkisar antara 26-100 m dpl.
30
Tabel 5 Luas tanah menurut penggunaan di Kabupaten Kampar tahun 2013 No
Jenis penggunaan tanah
1 2
Tanah sawah Pekarangan, bangunan, dan lahan sekitarnya 3 Tegal kebun 4 Ladang huma 5 Padang rumput 6 Rawa tidak ditanami 7 Kolam 8 Sementara tidak diusahakan 9 Hutan 10 Perkebunan 11 Lain-lain Jumlah
Luas tanah Ha 10 679.0 354 549.0
% 0.95 30.61
91 044.0 92 251.5 6 717.0 7 135.0 37 722.0 65 927.0 401 246.0 171 909.0 1 128 928.0
8.06 8.17 0.59 0.63 3.34 5.84 35.54 15.23 100.00
Sumber: Kampar Dalam Angka 2014
Kondisi Iklim Kabupaten Kampar umumnya beriklim tropis dengan curah hujan antara 2000-3000 mm/tahun. Suhu minimum di daerah ini bisa mencapai yaitu 21 oC yang terjadi pada bulan November dan Desember. Suhu maksimum terjadi pada bulan Juli dengan temperatur 35 oC. Jumlah hari hujan terbanyak adalah di sekitar Kecamatan Bangkinang, Bangkinang Seberang, dan Kampar Kiri. Ketinggian curah hujan dapat mencapai 728 mm. Keadaan Demografi Lebih jelasnya mengenai keadaan demografi Kabupaten Kampar diuraikan pada Tabel 6. Diketahui bahwa jumlah penduduk di Kabupaten Kampar adalah sebanyak 753 376 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 387 096 jiwa, dan perempuan sebesar 366 280 jiwa. Rata-rata penduduk per rumah tangga tercatat sebesar 4 jiwa per rumah tangga. Sebagian besar penduduk di daerah ini sebagai angkatan kerja dengan persentase sebesar 57.6 persen dan sisanya merupakan bukan angkatan kerja seperti anak-anak yang sedang menempuh pendidikan sekolah, orang tua yang sudah memasuki usia lanjut dan balita dengan persentase 42.4 persen. Rata-rata rasio jenis kelamin (sex ratio) merupakan rasio jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk perempuan yang di daerah ini jumlahnya sebesar 94.6 persen, yang artinya jumlah penduduk laki-laki lebih banyak 94.6 persen dibanding penduduk perempuan. Secara rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Kampar adalah sebesar 114 jiwa/km2. Dimana wilayah terpadat adalah Kecamatan Kampar dengan jumlah kepadatan penduduk sekitar 358 jiwa/km2. Kondisi Pertanian di Kabupaten Kampar Kondisi pertanian di Kabupaten Kampar terdiri dari subsektor tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan. Penyajian tanaman pangan meliputi padi sawah, ladang, palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Subsektor peternakan terdiri dari beberapa macam hewan ternak seperti sapi yang jumlahnya meningkat pada tahun 2013 sebesar 14.91
31
persen dengan jumlah sebesar 19 870 ekor. Jumlah kerbau naik 14.2 persen dari tahun sebelumnya dengan jumlah 24 785 ekor. Jumlah kambing/domba naik 24.66 persen dari tahun sebelumnya dengan jumlah 20 825 ekor. Terdapat sebanyak 49 703 ekor ayam petelur, 13 192 977 ekor ayam ras, 482 306 ekor ayam buras, dan 35 580 ekor itik. Pada tahun 2013 luas areal tanaman perkebunan di Kabupaten Kampar adalah 468 918 Ha. Tanaman perkebunan terdiri dari karet, kelapa sawit, kelapa dan gambir. Luas areal tanaman yang telah menghasilkan adalah 194 971 Ha. Dari luas tersebut sebesar 16.42 persen merupakan areal perkebunan karet, 81.86 persen kelapa sawit dan 1.72 persen tanaman lainnya. Kondisi perikanan di Kabupaten Kampar pada tahun 2013 terdapat jumlah produksi sebesar 29 296 ton. Masing-masing ditangkap dari perairan umum sebanyak 784 ton (3.34 persen) dan budidaya sebanyak 28 512 ton (96.66 persen). Untuk kondisi subsektor kehutanan di Kabupaten Kampar pada tahun 2013 terdapat luas lahan sebesar 497 029.77 Ha. Jika dibagi menurut fungsinya terdiri dari 6.07 persen hutan lindung, 11.09 persen hutan konservasi, 63.96 persen hutan produksi terbatas, 8.65 persen hutan produksi tetap.
Gambar 4
Peta wilayah potensi pangan di Kabupaten Kampar Sumber: PTISDA dan BPPT 2011
Gambar 4. menunjukkan beberapa wilayah potensi pangan yang terdiri dari berbagai jenis tanaman pangan di antaranya, padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar yang ada di Kabupaten Kampar. Terdapat beberapa daerah yang berpotensi cukup tinggi dikembangkan sektor pertaniannya terutama pada tanaman pangan yaitu pada Kecamatan Gunung Sahilan dan Kampar Kiri.
32
Tabel 6
No
1 2
Jumlah penduduk, rumah tangga, angkatan kerja dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Kampar tahun 2014
Kecamatan
Kampar kiri XIII Koto Kampar 3 Bangkinang seberang 4 Siak hulu 5 Kampar 6 Tapung 7 Tambang 8 Kuok 9 Kampar kiri hulu 10 Kampar kiri hilir 11 Tapung hulu 12 Tapung hilir 13 Bangkinang 14 Salo 15 Rumbio Jaya 16 Kampar utara 17 Kampar timur 18 Kampar Kiri tengah 19 Gunung Sahilan 20 Perhentian raja 21 Koto Kampar Hulu Jumlah
Jumlah penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan
Luas lahan (Ha)
Rumah tangga (RT)
Angkatan kerja (jiwa)
Sex Ratio (%)
14 804 11 844
13 886 11 350
915.33 732.40
6 746 5 801
16 552 13 405
93.7 95.8
16 067
15 796
253.50
7 261
18 139
98.3
48 426 24 399 47 035 29 588 12 185 5 850
45 643 24 394 43 052 28 065 12 054 5 698
689.80 136.28 1 365.97 371.94 151.41 1 301.25
22 874 10 688 22 512 14 127 5 385 2 862
55 989 27 850 51 838 33 529 13 748 6 837
94.2 99.9 91.5 94.8 98.9 97.4
5 769
5 282
759.74
2 706
6 506
91.5
39 719 29 697 19 114 12 679 8 400 8 235
36 374 27 393 18 669 12 269 8 224 8 369
1 169.15 1 013.56 177.18 253.50 76.92 79.84
18 799 14 317 8 418 5 653 3 881 3 538
41 924 32 075 22 552 14 287 9 618 8 996
91.5 92.2 97.6 96.7 97.9 98.3
11 794
11 541
173.08
5 472
13 554
97.8
13 485
12 353
330.59
6 438
15 064
91.6
9 862
8 916
597.97
4 688
11 125
90.4
8 791
8 081
111.54
4 237
10 164
91.9
9 355
8 867
674.00
4 525
10 243
94.7
387 096
366 280
11 289.28
180 928
433 995
94.6
Sumber: Kampar Dalam Angka 2014
Budidaya Padi Secara Umum Padi (Oryza sativa) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Produksi padi dunia menempati urutan ketiga dari semua serelia, setelah jagung dan gandum. Namun, padi tetap merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk di dunia. Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae. Ciri-ciri tanaman ini antara lain merupakan tanaman semusim, berakar serabut, batang pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset warna hijau muda hingga hijau tua dan ciri-ciri lainnya.
33
Syarat tumbuh padi yang baik harus memiliki kriteria sebagai berikut, curah hujan yang tinggi ± 1500 sampai 2000 mm per tahun, ketinggian lahan antara 0 sampai 1500 mdpl, suhu optimal 23 0C. Padi akan tumbuh dengan optimal dengan adanya sinar matahari langsung. Ketersediaan air pada budi daya padi sawah sangat mutlak meskipun padi sebenarnya bisa ditanam di segala musim. Pelaksanaan teknis budidaya padi diawali dengan penyemaian benih. Penggunaan benih padi per hektar sawah untuk menghasilkan hasil yang optimal diperlukan sebanyak 25 sampai 30 kg benih. Benih disemai pada bedengan berukuran 1 x 4 meter dengan ketinggian 20-30 cm. Benih yang telah disemai dapat ditanam setelah berumur 18 hari. Sebelum dilakukan penanaman benih sebaiknya direndam dalam larutan insektisida agar lebih tahan terhadap hama dan penyakit pada saat dipindahkan dari habitat awalnya. Sistem penanaman padi ada beberapa macam, namun sistem tanam yang paling baik adalah dengan sistem jajar legowo 2-1 dengan jarak tanam sekitar 15 x 25 cm dan lebar barisan legowo kurang lebih 50 cm. Sistem ini dianggap paling baik karena pengaturan air yang cukup dan cahaya matahari dapat diserap secara optimal oleh tanaman. Selain itu, sistem tanam ini juga dapat mengoptimalkan pengendalian hama serta pemupukan. Setelah penanaman, dilakukan pemeliharaan terhadap tanaman seperti penyulaman yang dilakukan hingga tanaman padi berumur 2 minggu. Kemudian kebersihan lahan dilakukan dengan penyiangan gulma sebanyak 2 atau 3 kali sesuai dengan tingkat pertumbuhan gulma. Pengairan perlu dijaga pada titik 1 cm dan terus dilakukan hingga menjelang panen. Pemupukan perlu juga dilakukan untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Pemupukan dimulai pada saat padi berumur 7 hari setelah tanam. Pupuk utama yang sering diberikan pada tanaman padi adalah pupuk urea dan pupuk NPK dengan jumlah masing-masing 150 kg/ha untuk pupuk NPK dan 50 kg/ha pupuk urea. Pada saat padi berusia 20 hari setelah tanam, dilakukan pemupukan dengan jumlah dan jenis pupuk yang sama. Selanjutnya dilakukan pemupukan pada padi yang berumur 35 hari dengan pupuk NPK 15-15-15 sebanyak 250 kg/ha. Pemupukan juga dapat dilakukan pada daun, dimana pemupukan dilakukan pada saat padi berumur 14 hari setelah tanam dengan 2 gr/liter pupuk daun. Selanjutnya, dilakukan pemupukan ulang pada saat padi berumur 30 hari setelah tanam, dengan jumlah yang sama. Padi yang berumur 45 hari setelah tanam dapat diberi pupuk MKP dengan dosis 4 gram atau liter. Proses budidaya selanjutnya adalah panen. Padi dapat dipanen pada saat umur tanaman 135 sampai 145 hari setelah tanam tergantung pada varietas padi yang ditanam atau 30 sampai 35 hari setelah berbunga merata. Alat yang biasa digunakan untuk memanen padi antara lain ani-ani, namun saat ini sudah berkembang menjadi sabit. Alat lainnya untuk memanen padi antara lain seperti sabit bergerigi, reaper, stripper, dan combine harvester. Kegiatan selanjutnya yaitu pasca panen yang terdiri dari perontokan padi, pengangkutan gabah, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah menjadi hasil akhir yaitu beras.
34
Karakteristik Responden Informasi mengenai karakteristik responden diperlukan untuk memahami kondisi sosial ekonomi petani padi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai pekerjaan, usia, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan maka informasi yang didapatkan adalah sebagai berikut. Jenis Pekerjaan Sebagian besar responden yang diwawancarai pada daerah penelitian menjadikan usahatani padi sebagai usaha utamanya. Sebagian usahatani padi juga sekaligus merupakan usaha warisan dari generasi sebelumnya seperti terlihat pada Tabel 7. Dan hanya sebagian kecil yang melakukan usahatani padi sebagai usaha sampingan. Tabel 7
Sebaran jenis usahatani padi yang diusahakan responden di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 No Jenis usahatani Jumlah responden Persentase 1 Usaha utama 82 91.11 2 Usaha sampingan 8 8.89 Jumlah 90 100.00
Tidak banyak petani padi yang memiliki pekerjaan sampingan. Petani padi yang menjadikan usahatani padi sebagai usaha utama mencukupi kebutuhan hidupnya dari usaha ini. Sementara, petani yang menjadikan usahatani padi sebagai usaha sampingan memiliki pekerjaan utama sebagai PNS. Hanya beberapa petani padi yang memiliki pekerjaan sampingan seperti pedagang atau wiraswasta. Usia Responden Usia dapat dijadikan sebagai indikator dalam menentukan produktif atau tidak produktifnya seseorang. Usia juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam mengelola usahatani nya terutama terhadap pola pikir, kemampuan fisik untuk bekerja, bertindak dalam menerima dan mengadopsi inovasi. Petani yang berusia produktif kemampuan bekerjanya akan lebih baik dibandingkan yang tidak produktif. Untuk lebih jelas mengenai umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 8. Pembagian usia untuk penentuan golongan usia produktif dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu usia 0-14 tahun, 15-60 tahun dan > 60 tahun. Kelompok usia produktif yaitu pada umur 15-60 tahun. Dari hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa umur petani padi bervariasi antara 26 sampai 61 tahun dengan rata-rata umur 43.6 tahun. Tabel 8 menunjukkan bahwa petani padi dengan persentase umur terbesar dari seluruh jumlah responden adalah berkisar antara 38 sampai 43 tahun. Mayoritas petani padi termasuk dalam kelompok usia produktif, yang mana kondisi ini akan lebih mudah bagi petani padi untuk memajukan ataupun mengelola usahanya.
35
Tabel 8
Sebaran kelompok umur responden di Kabupaten Kampar tahun 20132014 No Kelompok umur (tahun) Jumlah responden (orang) Persentase (%) 1 26-31 9 10.00 2 32-37 11 12.22 3 38-43 27 30.00 4 44-49 12 13.33 5 50-56 21 23.33 6 57-62 10 11.11 Jumlah 90 100.00
Pendidikan Tingkat pendidikan petani padi merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi cara berfikir dan perlakuan responden terhadap usahatani padi yang dilakukan. Selain itu juga dapat berpengaruh pada tingkat penerimaan responden terhadap penyerapan informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Tabel 9 No 1 2 3 Jumlah
Sebaran tingkat pendidikan responden usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Pendidikan Jumlah responden (orang) Persentase (%) SD 49 54.44 SMP 25 27.78 SMA 16 17.78 90 100,00
Pada Tabel 9 terlihat bahwa tingkat pendidikan petani padi dengan persentase terbesar adalah tamat SD sebanyak 49 orang (54.44 persen) dan diikuti dengan petani yang lulus SMP sebanyak 25 orang (27.78 persen) dan paling rendah petani lulusan SMA sebanyak 16 orang (17.78 persen). Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat pendidikan petani padi masih tergolong rendah. Sebagian petani padi juga pernah mengikuti pendidikan nonformal seperti penyuluhan dan pelatihan yang diikuti selama lebih kurang antara 1 sampai 5 kali. Hal ini diupayakan untuk dapat membantu petani dalam mengelola usahanya agar tidak melakukan usahatani padi hanya berdasarkan pada pengalaman sebelumnya. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan total dari jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri, anak-anak, sanak saudara serta orang tua yang tidak mampu lagi untuk bekerja yang hidup menetap bersama keluarga tersebut. Banyak sedikitnya jumlah anggota keluarga dapat menentukan beban ekonomi keluarga, karena jumlah tanggungan keluarga berkaitan dengan penghasilan atau penerimaan petani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan memacu petani untuk meningkatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika anggota keluarga relatif sedikit, petani tetap akan meningkatkan penghasilannya agar dapat memberikan kehidupan yang lebih sejahtera bagi keluarganya. Jumlah anggota keluarga juga dapat menjadi ukuran berapa banyak sumber tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan, terutama bagi anggota keluarga
36
yang masih tergolong dalam usia produktif. Sementara, anggota keluarga yang belum atau sudah tidak produktif akan menjadi beban tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga petani responden di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan terdapat minimum tanggungan keluarga sebanyak 1 sampai 2 orang, dan maksimum tanggungan keluarga petani responden sebanyak 7 sampai 8 orang. Terdapat sebesar 47.68 persen atau 43 petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 3 sampai 4 orang. Sebesar 26.67 persen petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak 5 sampai 6 orang. Tabel 10
Sebaran jumlah tanggungan keluarga petani responden di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 No Jumlah tanggungan keluarga Jumlah responden Persentase (%) 1 1-2 20 22.22 2 3-4 43 47.68 3 5-6 24 26.67 4 7-8 3 3.33 Jumlah 90 90
Jumlah tanggungan keluarga juga dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya pengeluaran rumah tangga petani dalam menggunakan penghasilan yang diperoleh. Hal ini juga akan memberikan dampak terhadap pengembangan modal untuk usahatani nya. Pengalaman Berusahatani Padi Pengalaman berusahatani merupakan salah satu hal yang diperhatikan karena juga dapat berpengaruh dalam mengelola usahatani. Semakin lama pengalaman usaha maka resiko kegagalan yang dialami relatif kecil, dan berkaitan dengan peningkatan keterampilan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam usahatani. Dari hasil penelitian di lapangan, pengalaman usahatani padi yang dijalankan petani padi dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11
Sebaran pengalaman berusahatani padi responden di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 No Pengalaman berusahatani (tahun) Jumlah responden Persentase (%) 1 1-5 25 27.78 2 6-10 34 37.78 3 11-15 26 28.89 4 16-20 5 5.55 Jumlah 90 100.00
Tabel 11 menunjukkan bahwa petani padi cukup berpengalaman dalam menjalankan usahatani padi. Dengan jumlah petani padi sebanyak 25 orang yang memiliki pengalaman usahatani selama 1 hingga 5 tahun, dan 6 sampai 10 tahun sebanyak 34 orang. Sementara petani yang berpengalaman usahatani antara 11 sampai 15 tahun dengan jumlah sebanyak 26 orang. Dan proporsi jumlah petani paling sedikit adalah dengan pengalaman usahatani antara 16 sampai 20 tahun sebanyak 5 orang petani.
37
Sistem Kepemilikan Lahan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, lahan usahatani padi yang dijalankan responden sebagian besar merupakan lahan milik sendiri yang merupakan tanah warisan dan sisanya merupakan lahan sewa yang pembayaran sewa nya dilakukan dengan cara bagi hasil. Di mana hasil panen yang diperoleh petani yang menyewa lahan, 30 persen diberikan kepada pemilik lahan dan 70 persen untuk penyewa lahan. Tabel 12 menunjukkan jumlah petani yang memiliki lahan sendiri dan lahan sewa. Tabel 12
Sebaran status kepemilikan lahan responden usaha tani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 No Status kepemilikan lahan Jumlah responden (orang) Persentase (%) 1 Milik sendiri 72 80.00 2 Sewa (bagi hasil) 18 20.00 Jumlah 90 100.00
Luas Lahan Garapan Luas lahan garapan dapat berpengaruh pada tingkat produksi maupun produktifitas suatu usahatani. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar luas lahan garapan petani responden yang menerima kredit adalah antara 0.1 hingga 1.0 Ha. Lebih dari 50 persen petani sampel memiliki luas lahan antara 0.26 sampai 0.5 Ha. Hanya sebagian kecil petani yang luas lahannya mencapai 1 ha. Berikut luas lahan garapan yang diusahakan petani responden. Tabel 13 No 1 2 3 Jumlah
Sebaran luas lahan garapan responden usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 Luas lahan (Ha) Jumlah responden (orang) Persentase (%) 0.10 – 0.25 31 34.44 0.26 – 0.50 51 56.67 0.51 – 1.00 8 8.89 90 100.00
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Kredit sebagai salah satu sumber modal diberikan dengan tujuan untuk memenuhi atau mencukupi kebutuhan akan modal dalam suatu usaha. Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan dalam rangka mendukung pelaksanaan program peningkatan ketahanan pangan dan energi nasional. Jenis usaha yang dibiayai dalam kredit ini di antaranya adalah sektor tanaman pangan seperti gabah, jagung, kedelai dan padi, sektor perikanan dan sektor peternakan. Tujuan adanya kredit ini untuk pengembangan pada masing-masing sektor yang memperoleh KKPE. Usahatani padi di Kabupaten Kampar juga mendapat bantuan kredit ini. Namun, pada usahatani padi penyaluran kredit ini masih sangat minim. Sehingga, masih banyak petani-petani padi di daerah ini yang belum bisa memanfaatkan kredit tersebut.
38
Untuk selanjutnya, akan dibahas bagaimana petani mengajukan KKPE dan seberapa besar kredit yang dimanfaatkan untuk kegiatan usahataninya.
Pengajuan KKPE oleh Petani Padi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) untuk usahatani padi di Kabupaten Kampar belum banyak petani padi yang mengetahuinya. Sehingga untuk petani penerima kredit ini juga masih sangat sedikit. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 85 persen petani padi responden yang menerima kredit mengatakan bahwa petani mengajukan kredit karena adanya penawaran dari pihak bank. Mayoritas petani tidak mengetahui adanya program kredit ini. Sisanya, 15 persen petani padi mengetahui informasi mengenai kredit ini dari petani non padi yang juga menerima KKPE. Sejalan dengan penelitian oleh Hastuti et al. (2002) yang mengatakan bahwa informasi lengkap tentang KKP tidak banyak diketahui, baik oleh instansi pemerintah maupun masyarakat tani. Di tingkat petani, informasi tentang KKP hanya sampai kelompok tani. Informasi yang diterima petani dalam akses sumber modal (KKPE) masih sangat terbatas. Kondisi tersebut terjadi karena kurangnya sosialisasi dari pihak yang memberikan pinjaman. Sehingga, informasi tidak pernah sampai kepada petani-petani kecil yang membutuhkan bantuan modal dan sulitnya mengakses sumber modal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ashari (2009) bahwa perlu perbaikan sasaran dan prosedur termasuk mekanisme penyaluran dan pengembalian kredit agar kredit program lebih banyak diakses petani. Menurut Supriyatna (2003) juga mengatakan bahwa petani kaya dengan modal yang sudah memadai justru lebih mudah mengakses ke lembaga keuangan formal untuk mendapatkan kredit dengan bunga relatif rendah. Selain adanya tawaran kredit dari pihak perbankan, alasan petani mengajukan KKPE memang karena kekurangan modal untuk usahatani dan tingkat suku bunga yang rendah. Berdasarkan data yang diperoleh, menunjukkan masih sedikitnya penyaluran KKPE untuk usahatani padi dibandingkan dengan usahatani lainnya. Penyaluran kredit yang masih rendah untuk usahatani padi disebabkan musim tanam yang sebagian besar hanya dilakukan 1 kali oleh petani padi. Hal ini dikhawatirkan dapat berpengaruh terhadap pengembalian kredit di bank karena keuntungan usahatani padi yang relatif kecil. Namun, pihak perbankan harus tetap menyalurkan kredit ini pada usahatani padi sebagai bentuk kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mendorong program ketahanan pangan di daerah penelitian. Syarat dan dokumen yang perlu dilengkapi untuk mengajukan kredit tersebut cukup mudah di antaranya fotocopy KTP, fotocopy Kartu Keluarga, rencana anggaran biaya, pas foto, rekomendasi domisili dari Kepala Desa, rekomendasi dari Dinas Pertanian Ttanaman Pangan dan Hortikultura serta agunan. Untuk agunan, petani responden umumnya menggunakan surat atau sertifikat tanah yang mereka miliki. Plafond kredit dari masing-masing bank berbeda-beda. Maksimal kredit yang dapat diterima petani adalah sebesar Rp100 juta untuk petani yang langsung mengajukan KKPE secara perorangan atau pribadi. Sementara kredit yang diajukan melalui kelompok tani dapat mencapai plafond kredit sebesar Rp300 juta
39
dan jika melalui koperasi bisa mencapai Rp500 juta. Penyaluran KKPE dari bank yang berbeda menetapkan jumlah maksimal kredit lebih kecil dibandingkan bank lainnya yaitu maksimal Rp50 juta untuk petani perorangan. Jika kredit diajukan melalui kelompok tani atau koperasi, plafon kredit dapat mencapai Rp500 juta. Kredit ini memiliki rata-rata jangka waktu maksimum 3 tahun dengan bunga kredit sebesar 5 sampai 6 persen tergantung kebijakan dari masing-masing bank. Sistem pencairan kredit kepada petani responden sebagian besar dilakukan secara bertahap atau berangsur-angsur. Jangka waktu pencairan kredit kepada petani berkisar antara 1 sampai 2 minggu. Hal ini disebabkan, kemungkinan adanya sikap hati-hati dari pihak bank, yang mempertimbangkan kemungkinan resiko pengembalian kredit yang tidak tepat waktu dan disesuaikan dengan Rencana Definitif Kebutuhan Pokok (RDKP) dari petani. Berdasarkan wawancara dengan petani responden, pihak bank yang menyalurkan KKPE tetap melakukan monitoring atau pengawasan usaha yang dijalankan petani setiap 6 bulan sekali. Kegiatan pengawasan dilakukan oleh bank untuk melihat sejauh mana pemanfaatan kredit oleh petani responden.
Pemanfaatan KKPE oleh Petani Padi KKPE yang diterima petani responden dimanfaatkan untuk kegiatan usahatani karena memang pada umumnya petani mengalami kekurangan modal. Pemanfataan kredit pada usahatani digunakan untuk membeli kebutuhan input. Petani yang awalnya tidak memiliki mesin perontok padi atau hanya menyewa, setelah menerima kredit digunakan untuk membeli mesin tersebut. Selain itu, petani juga menggunakan kredit untuk menambah peralatan usahatani lainnya seperti cangkul, sabit, dan hand sprayer. Kredit juga dimanfaatkan untuk menambah jumlah kebutuhan benih dan pupuk serta upah tenaga kerja. Selain untuk kegiatan usahatani, kredit juga digunakan petani untuk kebutuhan hidup mereka sehari-hari pada saat musim tanam atau sebelum panen. Sisa kredit yang ada digunakan oleh sebagian petani responden untuk membayar untuk kebutuhan rumah tangga lainnya atau membuka usaha yang bukan di bidang pertanian. Tabel 14 menunjukkan proporsi pemanfaatan atau penggunaan kredit secara umum dari petani responden. Tabel 14
Proporsi penggunaan KKPE oleh petani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013-2014 No Bentuk pemanfaatan kredit Proporsi (%) 1 a. Pembelian mesin dan alat pertanian 5.86 b. Pembelian sarana produksi (pupuk organik 17.27 dan kimiawi) dan bahan bakar c. Benih 1.42 d. Upah tenaga kerja 22.43 Total kebutuhan usahatani 46.98 2 Kebutuhan sehari-hari (rumah tangga) 29.43 3 Kebutuhan lainnya (non pertanian) 23.57 Jumlah 100.00
40
Berdasarkan Tabel 14 dapat disimpulkan sekitar 46.98 persen kredit digunakan untuk kepentingan usahatani. Sebesar 17.27 persen untuk pembelian pupuk dan 22.43 persen untuk pembayaran upah tenaga kerja. Sebesar 5.86 persen kredit digunakan untuk modal investasi seperti pembelian alat dan mesin pertanian yang baru. Dengan penggunaan alat dan mesin yang lebih baru dan lebih modern diharapkan dapat berpengaruh pada peningkatan keuntungan usahatani. Penggunaan kredit juga digunakan untuk meningkatkan jumlah input seperti benih dan pupuk meskipun persentasenya masih rendah. Hal ini disebabkan karena beberapa petani penggunaan benih diperoleh dari sisa hasil panen sebelumnya dan juga disesuaikan dengan kebutuhan per luas lahan. Penggunaan kredit sisanya sebesar 29.43 persen untuk tambahan kebutuhan sehari-hari selama musim tanam dan sisanya 23.57 persen untuk kebutuhan atau usaha lain yang bukan di sektor pertanian. Dapat disimpulkan dari hasil tersebut, bahwa kredit yang diterima petani sebagian besar sudah digunakan untuk kebutuhan usahatani dibandingkan untuk kebutuhan lainnya. Penggunaan kredit untuk kebutuhan usaha lain jika dilihat dari sisi pengalokasiannya memang menyimpang dari yang seharusnya. Meskipun demikian, kredit yang diterima petani dan digunakan untuk modal usaha lainnya ini secara tidak langsung juga dapat memberikan manfaat pada kegiatan usahatani. Hal ini dikarenakan sebagian penerimaan dari usaha tersebut dapat digunakan oleh petani untuk pembelian input pada musim tanam selanjutnya jika petani tidak lagi menerima kredit. Sehingga dapat disimpulkan, meskipun terjadi penyalahgunaan kredit oleh petani, namun secara tidak langsung dapat memberikan benefit yang positif dalam kegiatan usahatani. Hasil penelitian oleh Devega (2010) menunjukkan jumlah kredit yang direalisasikan relatif kecil untuk usahatani padi yaitu sekitar 28.62 persen dari total keseluruhan kredit. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Devega, kredit untuk kebutuhan usahatani di daerah penelitian sudah cukup bagus dilihat dari tingkat realisasinya. Petani juga menggunakan kredit untuk kebutuhan sehari-hari dalam persentase yang cukup besar. Hal ini disebabkan karena proses produksi yang dilakukan petani sebagian besar hanya satu kali musim tanam, sehingga hasil yang diterima dari usahatani tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Untuk mencukupinya, petani akhirnya menggunakan sebagian kredit yang mereka terima. Sesuai dengan tujuan pemberian kredit KKPE bahwa kredit tersebut merupakan kredit investasi dan atau kredit modal kerja, sehingga apabila terdapat penggunaan kredit selain untuk kebutuhan investasi ataupun modal kerja pada usahatani maka dapat disimpulkan bahwa adanya penyalahgunaan kredit. Kondisi ini menunjukkan bahwa adanya fungibility of credit. Kondisi dimana petani menggunakan kredit tidak hanya untuk keperluan usahatani tetapi juga untuk kebutuhan lainnya. Cara dan waktu penyaluran kredit kepada petani juga menjadi salah satu penyebab penggunaan kredit yang tidak optimal pada usahatani. Penelitian oleh Batubara MM dan Marli et al. (2007) juga menunjukkan adanya hasil penyimpangan penggunaan kebutuhan kredit untuk kegiatan produktif kepada kebutuhan konsumtif. Biaya usahatani yang harus dikeluarkan pada saat awal musim tanam tidak diikuti dengan penyaluran kredit, sehingga pada saat petani sudah kehabisan biaya untuk konsumsi akhirnya menggunakan dana dari kredit. Menurut Karyanto (2008) menyebutkan bahwa pemanfaatan dana kredit dapat memberikan dampak yang positif terhadap usahatani padi, namun petani
41
sering mengalami penunggakan pengembalian kredit yang salah satunya penyebabnya adalah penggunaan kredit untuk kebutuhan lain seperti, membiayai sekolah anak, membeli perabotan rumah dan kebutuhan konsumsi sehari-hari. Dana kredit yang relatif besar seharusnya dapat dimanfaatkan oleh petani untuk kegiatan usahatani padi, dengan usahatani padi yang awalnya hanya dilakukan satu kali musim tanam bisa dilakukan menjadi 2 atau 3 kali musim tanam. Kurangnya kesadaran dari petani untuk perbaikan atau perawatan irigasi dan adanya kendala musim kemarau yang menyebabkan petani tidak dapat melakukan usahatani padi seharusnya dapat diatasi dengan kredit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dengan cara menanam tanaman lain yang tidak membutuhkan banyak air, sehingga kredit tetap digunakan untuk usahatani lainnya bukan untuk usaha non pertanian. Hal ini dapat juga dilakukan sebagai salah satu upaya mengurangi fungibility of credit. Karena berdasarkan kondisi di lapangan, setelah dilakukan pemanenan dan pada saat musim kemarau, lahan sawah tidak dimanfaatkan.
Analisis Usahatani Padi Usahatani Padi di Daerah Penelitian Hamparan wilayah yang datar di sekitar Kabupaten Kampar sebagian merupakan area persawahan dan perladangan. Wilayah Kabupaten Kampar, terdapat dua bentuk lahan untuk melakukan budidaya padi yaitu menanam padi di sawah dan di ladang. Tidak semua lahan yang ditanami padi memiliki irigasi, sehingga mereka menanam padi pada lahan kering yang cukup mengandalkan air dari air hujan. Hanya daerah yang dekat dengan aliran sungai yang menanam padi pada lahan sawah. Untuk saluran irigasi yang ada, juga belum memadai dan hanya sebagian kecil saja lahan atau sawah yang terjangkau oleh irigasi tersebut. Kemudian, letak saluran irigasi di wilayah ini pada umumnya berada di pinggir jalan raya dan debet air nya kecil karena tergantung pada curah hujan. Secara umum usahatani padi di Kabupaten Kampar dilakukan dengan sistem kerja secara batobo atau kegiatan saling tolong menolong dalam mengerjakan sawah yang dilaksanakan secara bergantian. Sistem kerja ini masih tetap berlangsung. Namun, ada sedikit perubahan dalam melaksanakannya akibat adanya kemajuan teknologi. Untuk kegiatan lainnya dalam usahatani padi seperti pemeliharaan, pemupukan dan sebagainya, pengerjaannya dilakukan dengan cara yang sama pada umumnya. Penggunaan Sarana Produksi Sebelum dan Setelah Kredit Penggunaan sarana produksi merupakan input pokok yang menjamin terjadinya suatu proses usahatani. Dalam proses produksi terdiri dari beberapa faktor produksi dan sarana produksi. Faktor produksi terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Sarana produksi terdiri dari benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian. Penggunaan lahan untuk tanaman padi sawah di daerah penelitian, masingmasing petani sampel memiliki lahan garapan seluas 0.1 sampai 1.0 ha. Setelah petani menerima kredit, tidak terjadi penambahan luas lahan untuk usaha tani
42
padi. Kredit yang diterima tidak dimanfaatkan untuk penambahan luas lahan karena untuk membeli lahan baru membutuhkan modal yang tidak sedikit. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi padi di daerah penelitian disesuaikan dengan luas lahan masing-masing petani dan kegiatan dalam proses produksi. Penggunaan tenaga kerja sebelum dan setelah kredit tidak terjadi perubahan baik pengurangan atau penambahan tenaga kerja. Untuk lebih jelasnya distribusi rata-rata penggunaan tenaga kerja pada masing-masing kegiatan usahatani sebelum dan setelah menerima kredit dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Rata-rata penggunaan tenaga kerja (HOK) usahatani padi di Kabupaten Kampar tahun 2013 No Jenis kegiatan Jumlah tenaga kerja (HOK) 1 Pengolahan lahan 7.20 2 Penyemaian 4.37 3 Penanaman 2.86 3 Penyiangan I 3.61 4 Penyiangan II 3.41 5 Pemupukan I 4.74 6 Pemupukan II 3.98 7 Penyemprotan 1.43 8 Penyemprotan II 1.36 9 Panen 15.23 10 Pasca panen 8.32 Jumlah 56.51 Pada Tabel 15 menunjukkan jumlah penggunaan tenaga kerja yang sama baik sebelum dan setelah kredit. Jumlah penggunaan tenaga kerja terendah pada semua kegiatan usahatani padi sebelum dan setelah kredit dari seluruh sampel adalah sebanyak 38.0 HOK dan paling tinggi sebanyak 69.9 HOK. Jumlah ratarata penggunaan tenaga kerja untuk seluruh kegiatan usahatani mulai dari pengolahan hingga pasca panen adalah sebesar 56.51 HOK. Dengan upah tenaga kerja Rp70 000 sampai Rp75 000/HOK untuk seluruh kegiatan usahatani kecuali pada pengolahan lahan. Pengolahan lahan ada yang dilakukan dengan sistem borongan dengan upah Rp100 000 sampai Rp150 000. Benih yang digunakan petani responden dalam usahatani padi baik sebelum maupun setelah menerima kredit terdiri dari benih unggul lokal. Setelah menerima kredit, terjadi perubahan jumlah penggunaan benih. Rata-rata penggunaan benih sebelum kredit adalah sebanyak 17.73 kg. Setelah menerima kredit, rata-rata penggunaan benih meningkat menjadi 32.23 kg atau meningkat sebesar 44.98 persen. Penggunaan benih paling sedikit oleh petani sampel adalah 7 kg dan paling banyak sebesar 48 kg. Sementara, penggunaan benih setelah kredit paling sedikit sebesar 20 kg dan penggunaan tertinggi sebesar 55 kg. Penggunaan pupuk oleh petani sampel terdiri dari pupuk alami dan pupuk kimiawi. Pupuk kimiawi yang digunakan adalah urea dan KCl, Phonska, dan TSP. Rata-rata jumlah penggunaan pupuk urea sebelum kredit adalah 57.37 kg, dan setelah kredit adalah 96.56 kg. Rata-rata penggunaan pupuk KCl sebelum menggunakan kredit adalah sebesar 20.17 kg sementara setelah kredit penggunaan
43
pupuk meningkat menjadi 91.00 kg. Untuk penggunaan pupuk kandang terjadi peningkatan penggunaan dari 1182.22 kg meningkat menjadi 1340 kg. Sementara, untuk pupuk phonska penggunaannya meningkat 34.06 kg sebelum kredit mejadi 37.39 kg setelah menerima kredit. Pupuk TSP meningkat dari 14.72 kg menjadi 17.33 kg setelah kredit. Untuk pupuk urea, KCl, dan organik seluruhnya digunakan oleh petani sampel. Pupuk phonska dan TSP hanya beberapa petani dari seluruh jumlah sampel yang menggunakannya. Perbandingan input-input seperti benih dan pupuk yang digunakan petani responden pada usahatani dengan standar penggunaan input yang dianjurkan dapat dilihat pada Tabel 16. Perbandingan penggunaan input di daerah penelitian dengan jumlah yang direkomendasikan dilakukan untuk menentukan apakah penggunaan input sudah tepat dan sesuai dengan rekomendasi atau penggunaannya lebih tinggi atau justru lebih rendah dari jumlah yang direkomendasikan. Tabel 16 Perbandingan penggunaan input oleh petani di daerah penelitian dengan jumlah input yang direkomendasikan (per Ha) Jumlah penggunaan input No Input Petani* Rekomendasi Sebelum kredit Setelah kredit 1 Benih (kg) 30.57 55.57 25-30 2 Pupuk urea (kg) 98.90 166.47 100-200 3 Pupuk KCl (kg) 34.77 156.89 50-100 4 Pupuk TSP (kg) 50.77 59.77 50-75 5 Pupuk Phonska (kg) 89.57 98.33 100-300 6 Pupuk kandang (kg) 2038.31 2310.34 Sumber : PERMENTAN 2007 Keterangan: * = penggunaan input oleh petani dikonversikan ke Ha
Pada Tabel 16. dapat diketahui bahwa rata-rata penggunaan benih sebelum kredit sudah sesuai dengan jumlah yang dianjurkan, sedangkan penggunaan benih setelah kredit jumlahnya sudah melebihi anjuran dengan kelebihan jumlah sekitar 25.57 kg. Petani di daerah penelitian menambah benih lebih banyak karena yang menjadi pertimbangan dalam memilih benih adalah kuantitas serta selera konsumen di daerah penelitian bukan kualitas dari benih. Benih yang digunakan bukan benih bersertifikat sehingga untuk meningkatkan produksi maka petani akhirnya meningkatkan jumlah penggunaan benih. Jika benih yang digunakan merupakan benih yang bersertifikat artinya benih memiliki kualitas yang baik dan meskipun penggunaannya sedikit tapi dapat menghasilkan produksi yang tinggi, sehingga petani akan lebih efisien dalam penggunaan input maupun biaya usahatani. Rata-rata penggunaan pupuk urea sebelum kredit adalah sebesar 98.90 kg per ha atau lebih kecil dibandingkan jumlah yang direkomendasikan yaitu sebesar 100 sampai 200 kg per ha, tetapi setelah adanya kredit jumlah pupuk urea ditingkatkan menjadi 166.47 kg per ha dan penggunaan ini sudah sesuai dengan anjuran. Pupuk KCl juga sama dengan pupuk urea, dimana sebelum kredit rata-rata penggunaannya adalah sebesar 34.77 kg per ha atau lebih kecil dari jumlah yang direkomendasikan, tetapi setelah adanya kredit rata-rata jumlah penggunaan
44
pupuk KCl malah melebihi dari jumlah yang direkomendasikan yaitu sebesar 156.89 kg per ha sementara jumlah yang direkomendasikan adalah sebesar 50 sampai 100 kg. Rata-rata penggunaan pupuk TSP baik sebelum dan setelah kredit jumlahnya sudah sesuai dengan rata-rata penggunaan pupuk yang direkomendasikan yaitu sebesar 50.77 kg per ha untuk penggunaan sebelum kredit dan sebesar 59.77 kg per ha untuk penggunaan setelah kredit. Pada pupuk phonska juga terjadi hal yang sama, yaitu rata-rata penggunaan pupuknya masih di bawah rata-rata dari penggunaan pupuk yang dianjurkan yaitu antara 100 sampai 300 kg per ha. Kekurangan penggunaan pupuk tersebut disebabkan adanya penggunaan pupuk lain seperti pupuk kandang. Jika jenis pupuk yang digunakan terlalu banyak dan dosis yang digunakan cukup tinggi dikhawatirkan dapat berdampak pada tanaman dan produksi padi karena pemberian jumlah pupuk yang tidak seimbang. Jumlah penggunaan input yang digunakan oleh petani di daerah penelitian hanya berdasarkan pada pengalaman berusahatani sebelumnya. Dalam pemeliharaan tanaman padi, petani melakukan penyemprotan untuk membasmi hama atau penyakit yang menyerang. Petani responden menggunakan beberapa macam pestisida. Harga jual juga menjadi pertimbangan oleh petani dalam menggunakan berbagai jenis pestisida. Petani juga menggunakan Molucida untuk membasmi keong, Corine bacterium dan Rodentisida pada tanaman padinya. Namun, pestisida ini jarang digunakan dan penggunaannya tergantung pada keadaan adanya hama dan penyakit yang menyerang. Hama atau penyakit yang menyerang tanaman padi di daerah penelitian juga tidak terlalu banyak sehingga petani hanya sedikit menggunakan pestisida. Penggunaan dosis pestisida disesuaikan dengan serangan hama atau penyakit yang menyerang dan sesuai anjuran pemakaian pada kemasan Penggunaan salah satu jenis pestisida oleh petani sampel maksimal sebanyak 100 ml. Sedangkan pada jenis pestisida lainnya digunakan maksimal sebanyak 400 ml. Secara keseluruhan, jumlah rata-rata penggunaan pestisida setelah menerima kredit menurun jika dibandingkan dengan rata-rata penggunaan setelah kredit. Hal ini disebabkan hama dan penyakit yang menyerang lebih kecil karena adanya upaya melakukan penanaman pada waktu yang hampir bersamaan untuk menekan jumlah populasi hama dan penyakit yang dapat berpindah-pindah dari satu tanaman ke tanaman lain. Jenis mesin dan peralatan yang digunakan pada usaha tani padi sawah mulai dari pengolahan lahan hingga panen terdiri dari hand traktor, cangkul, sabit, sprayer, dan mesin perontok padi. Sebelum menerima kredit hampir sebagian besar petani responden menggunakan hand traktor dengan cara menyewa traktor. Ada juga sebagian petani yang menggunakan hand traktor yang diperoleh dari bantuan pemerintah. Namun, traktor dari pemerintah jumlahnya juga terbatas dan penggunaannya harus menunggu petani lain selesai menggunakan. Hanya beberapa petani yang memiliki traktor milik sendiri. Kekurangan mesin traktor dapat menghambat dalam proses pengolahan lahan oleh petani. Mayoritas petani sampel juga tidak memiliki mesin perontok padi untuk membantu dalam proses pasca panen. Petani menyewa mesin perontok padi dari petani lain yang memiliki mesin tersebut. Alat pertanian lainnya seperti cangkul, sabit dan sprayer digunakan dan dimiliki oleh semua petani sampel hanya jumlah nya masih terbatas dan kualitas alat yang masih rendah.
45
Setelah menerima kredit, petani memanfaatkannya untuk menambah sekaligus membeli mesin dan peralatan yang baru agar lebih memudahkan mereka untuk melakukan kegiatan usahatani. Petani juga membeli peralatan yang lebih baik kualitasnya. Perubahan penggunaan mesin dan peralatan pertanian sebelum dan setelah kredit dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Rata-rata penggunaan mesin dan peralatan (unit) usahatani padi sebelum dan setelah kredit No Rata-rata Mesin dan Jumlah Jumlah setelah Selisih penambahan peralatan sebelum kredit kredit alat 1 Hand Traktor 45 45 0 0.0 2 Sabit 107 337 230 2.5 3 Cangkul 152 291 139 1.5 4 Sprayer 90 90 0 0.0 Mesin perontok 5 26 41 15 0.5 padi Rata-rata penggunaan mesin dan peralatan dari seluruh petani sampel meningkat hampir 2 kali lipat setelah petani menerima kredit yang terlihat pada Tabel 17. Pada Tabel 17 dapat dilihat dari nilai rata-rata yang menunjukkan bahwa sebelum menerima kredit tidak seluruh petani sampel yang memiliki traktor. Masih ada sebagian petani yang mengandalkan traktor sewaan. Pembelian mesin perontok padi juga dilakukan oleh petani yang sebelumnya tidak memilik mesin perontok padi tersebut setelah petani menerima kredit. Petani membeli mesin perontok padi dengan tujuan untuk digunakan dan juga disewakan kepada petani lain yang membutuhkan. Pada Tabel 17 menunjukkan adanya tambahan alat dan mesin pertanian setelah petani menerima kredit. Secara keseluruhan peralatan sabit jumlahnya bertambah sebanyak 230 unit dari jumlah sebelumnya. Jika dirata-ratakan satu orang petani menambah peralatan sabit sebanyak 2 sampai 3 unit artinya masingmasing petani memiliki sabit sebanyak 2 sampai 3 unit. Cangkul juga mengalami penambahan jumlah dari 152 unit menjadi 291 unit atau bertambah sebanyak 139 unit. Rata-rata tambahan peralatan cangkul dari setiap petani adalah 1 sampai 2 unit artinya masing-masing petani memiliki cangkul 1 sampai 2 unit. Penggunaan kredit untuk pembelian peralatan seperti sabit dan cangkul cukup banyak dikarenakan petani menyediakan alat-alat tersebut untuk digunakan oleh tenaga kerja dari luar keluarga. Mesin perontok padi mengalami penambahan jumlah sebanyak 15 unit. Penambahan jumlah yang cukup besar pada alat-alat pertanian seperti sabit, cangkul dan sprayer dikarenakan alat-alat yang dimiliki petani sebelumnya merupakan alat yang sudah lama dan sebagian sudah tidak layak pakai. Dalam memperoleh sarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida serta mesin dan alat-alat pertanian petani mengaku tidak mengalami kesulitan untuk memperolehnya. Karena semua saprodi dan alat pertanian tersedia saat dibutuhkan dan tempat pembelian yang mudah dijangkau. Sarana produksi salah satunya benih diperoleh petani dari beberapa toko terdekat, dan ada juga yang memperoleh dari petani lain. Permasalahan yang dihadapi petani adalah
46
kurangnya modal untuk mencukupi kebutuhan saprodi dan alat pertanian untuk usaha tani. Mesin pertanian yang digunakan pada usahatani memerlukan bahan bakar agar mesin dapat digunakan. Kebutuhan bakar bakar pada tiap mesin seperti hand traktor tergantung pada jumlah luas lahan yang dibajak. Sementara untuk mesin perontok padi, jumlah kebutuhan bahan bakar ditentukan berdasarkan hasil panen yang diperoleh. Berikut rata-rata jumlah penggunaan bahan bakar sebelum dan setelah petani menerima kredit tertera pada Tabel 18. Berdasarkan Tabel 18, penggunaan bahan bakar solar meningkat sekitar 5.18 persen dibandingkan sebelum menerima kredit. Peningkatan penggunaan bahan bakar bensin juga meningkat sebesar 24.7 persen. Peningkatan jumlah bahan bakar disebabkan bertambahnya mesin yang dibeli petani melalui pinjaman kredit. Tabel 18 Rata-rata penggunaan bahan bakar sebelum dan setelah menerima kredit (liter/musim tanam) Jumlah sebelum kredit Jumlah setelah kredit No Jenis bahan bakar (liter) (liter) 1 Solar 4.94 5.21 2 Bensin 6.28 8.34 Jumlah 11.22 13.56 Budidaya Padi Sawah Berdasarkan hasil penelitian, langkah awal budidaya padi adalah dengan melakukan persiapan lahan. Selanjutnya lahan diolah dengan menggunakan hand traktor. Sebagian petani responden melakukan pengolahan lahan dengan sistem borongan dan sisanya dengan sistem batobo. Pembajakan lahan dilakukan 1 sampai 2 kali. Jika tekstur lahannya keras, lahan dibajak sampai 2 kali agar lebih mudah untuk ditanami padi. Setelah lahan diolah atau dibajak, lahan dibiarkan paling lama 2 minggu karena menunggu lahan petani yang lain selesai diolah untuk melakukan penanaman padi. Kemudian lahan yang sudah diolah dibentuk pematang sawah atau petakan sawah dengan menggunakan cangkul. Jumlah dan ukuran petakan sawah tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada keinginan petani padi. Lahan yang disewa ataupun milik sendiri berada di sekitar rumah petani. Oleh karena itu, petani akan lebih muda melakukan pemeliharaan dan lebih hemat biaya untuk transportasi. Sawah yang sudah diolah, dialiri air oleh petani dengan sistem irigasi berselang. Sistem ini dilakukan cara, mengairi petakan sawah tiap-tiap petani secara bergilir dengan jumlah debit air yang disesuaikan kebutuhan dan kondisi air di sawah. Irigasi yang ada di masing-masing daerah penelitian, dipelihara khusus oleh pihak pemerintah yang khusus ditugaskan di bagian irigasi. Sehingga petani di daerah penelitian tidak ikut melakukan pemeliharaan irigasi. Sebelum sawah diolah dan siap untuk ditanami, petani melakukan penyemaian benih terlebih dahulu. Persiapan penyemaian dilakukan sekitar 20 sampai 40 hari sebelum penanaman. Petani sampel melakukan penyemaian benih di sekitar sawah, namun ada juga yang di tempat berbeda dengan jarak paling jauh sekitar 200 m dari sawah. Selama penyemaian benih, sebagian petani ada yang melakukan pemupukan dan ada juga yang tidak. Pupuk yang diberikan pada benih
47
pada umumnya adalah pupuk urea. Benih yang sudah berumur 15 sampai 30 hari siap untuk di tanam di sawah. Berdasarkan panduan budidaya padi secara umum benih ditanam pada umur 18 hari setelah penyemaian, maka petani di daerah penelitian telah melakukan penanaman benih pada waktu yang tidak berbeda jauh dengan anjuran penanaman. Tahap selanjutnya setelah melakukan penyemaian dan pengolahan tanah adalah penanaman. Penanaman benih padi langsung dilakukan oleh petani sendiri dan dibantu oleh tenaga kerja lainnya. Kebiasaan petani dalam menanam padi adalah menanam pada waktu yang hampir bersamaan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi. Penanaman benih dilakukan dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Penentuan jarak tanam juga perlu dipertimbangkan karena dapat berpengaruh pada hama dan penyakit yang menyerang tanaman serta intensitas cahaya yang diterima masing-masing tanaman. Jika dibandingkan dengan anjuran budidaya padi untuk jarak tanam yang baik adalah 15 x 25 cm, jarak tanam yang dibuat oleh petani responden juga tidak berbeda jauh. Tipe penanaman yang dilakukan adalah monokultur yang hanya menanam padi saja pada lahan tersebut. Penanaman dilakukan maksimal 2 kali dalam satu tahun, karena pengairannya sangat tergantung pada curah hujan. Varietas benih yang digunakan pada petani responden umumnya adalah Padi Thailand, IR 42, IR 48, Sijunjung, Buyuang dan Anak Daro. Varietas ini merupakan varietas unggul lokal tetapi tidak bersertifikat. Petani memperoleh benih dengan beberapa cara antara lain dengan membeli di toko saprodi terdekat, ada juga petani yang membeli dari petani lain, benih juga diperoleh dari hasil tanaman sebelumnya. Khusus untuk padi varietas IR 42 dan IR 48 merupakan bantuan dari pemerintah provinsi untuk pengembangan padi sawah. Bantuan benih padi varietas IR 42 dan IR 48 diperoleh petani setelah menerima kredit. Varietas tersebut digunakan karena dapat membantu menghasilkan produksi yang tinggi, mudah diperoleh, tahan terhadap hama dan penyakit serta disesuaikan dengan selera dan permintaan konsumen. Penanaman benih dan penentuan jarak tanam oleh petani responden secara umum dapat dikatakan sudah sesuai dengan anjuran budidaya padi. Kegiatan selanjutnya setelah melakukan penanaman adalah pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan dengan cara penyiangan, pemupukan, dan penyemprotan. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan tanaman pengganggu (gulma) yang tumbuh di sekitar tanaman padi atau di sekitar sawah. Namun, karena jarak tanam yang cukup rapat, maka tidak terlalu banyak tumbuh gulma di sekitar tanaman. Sehingga petani melakukan penyiangan cukup dengan menggunakan cangkul atau dengan menggunakan tangan. Jika memang sangat banyak tanaman pengganggu yang tumbuh maka petani akan melakukan penyemprotan dengan herbisida. Petani melakukan penyiangan pada lahan sawah rata-rata sebanyak 1 sampai 2 kali. Pemeliharaan tanaman terhadap hama dan penyakit relatif lebih sedikit dilakukan karena penyakit atau hama yang menyerang tanaman padi cukup kecil. Petani hanya masih merasa kesulitan dalam mengendalikan hewan-hewan ternak milik masyarakat sekitar yang sering merusak atau memakan tanaman padi.
48
Pembibitan
Pengolahan lahan Sistem betobo
Tanaman padi yang sudah mulai berbunga
Penanaman
Panen dan perontokan padi
Penjemuran
Gambar 5 Beberapa kegiatan usahatani padi di Kabupaten Kampar Berikut beberapa gambaran usahatani padi di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Dari gambar tersebut dapat dilihat bagaimana usahatani padi di Kabupaten Kampar. Lahan di sekitar areal sawah banyak yang belum dimanfaatkan atau pun dimanfaatkan untuk usahatani lain seperti perkebunan kelapa sawit. Terlihat juga bahwa alat-alat dan mesin pertanian yang digunakan
49
petani pada umumnya masih menggunakan alat tradisional meskipun sudah ada juga yang menggunakan teknologi baru atau modern. Selanjutnya kegiatan pemupukan dilakukan oleh rata-rata petani responden sebanyak 2 kali selama musim tanam. Pemupukan pertama dilakukan pada saat 3 hari setelah penanaman. Pemupukan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur lebih kurang 1 bulan. Pupuk yang digunakan terdiri dari pupuk kandang, pupuk kimia seperti urea dan KCl, serta tambahan pupuk lainnya seperti pupuk TSP dan Phonska. Pemupukan dilakukan dengan cara menaburkan pupuk secara langsung pada masing-masing rumpun padi. Ada juga sebagian petani yang melakukan pemupukan pada saat pengolahan lahan. Pemupukan padi di daerah penelitian terdapat sedikit perbedaan dengan anjuran pemupukan. Petani responden hanya melakukan pemupukan sebanyak 2 kali pada saat tanaman berumur 3 hari dan 1 bulan. Sementara, berdasarkan anjuran pemupukan sebaiknya dilakukan sebanyak 3 kali pada saat padi berumur 7 hari, 20 dan 35 hari. Perbedaan pemupukan yang dilakukan oleh petani responden disebabkan karena terdapat beberapa jenis pupuk yang digunakan seperti pupuk urea, KCl, pupuk kandang, pupuk phonska, dan pupuk TSP. Sedangkan pupuk yang paling utama digunakan untuk tanaman padi hanya pupuk urea dan pupuk NPK, sehingga petani hanya melakukan pemupukan sebanyak 2 kali. Penyemprotan padi juga dilakukan 1 sampai 2 kali selama musim tanam sama seperti melakukan penyiangan. Karena jarak tanam yang cukup rapat dan penanaman yang dilakukan hampir bersamaan sehingga tidak terlalu banyak hama dan penyakit serta tumbuhan pengganggu yang menyerang pada tanaman padi. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman padi terserang hama atau penyakit. Tanaman padi dapat dipanen setelah berumur 4-5 bulan dengan kondisi butir-butir padi dan daun bendera yang sudah menguning 95 persen. Jika padi dipanen terlalu awal dapat menyebabkan rendahnya mutu atau kualitas gabah, produksi menjadi lebih rendah karena beras yang digiling mudah pecah. Keterlambatan panen juga dapat merugikan petani karena akan banyak gabah yang rontok sehingga produksi yang dihasilkan juga rendah. Panen dilakukan dengan cara yang masih cukup tradisional yaitu padi dipotong dengan menggunakan sabit. Setelah padi di panen, padi dimasukkan ke dalam mesin perontok padi untuk memisahkan gabah dengan tangkai padi. Hasil padi yang sudah dirontokkan atau sudah menjadi gabah disimpan di dalam karung berukuran 50 kg. Selanjutnya gabah dijemur sampai beberapa hari tergantung pada cuaca. Untuk penggilingan padi petani responden tidak mengerjakannya, meraka hanya membawa hasil gabahnya ke tempat penampungan penggilingan padi kemudian membayar upah penggilingan padi. Hasil yang sudah selesai di panen, bagi petani yang menggunakan lahan sewa harus membagi hasilnya dengan pemilik lahan sebesar 30 persen, dan ada juga yang sisa hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. Analisis Usahatani Padi di Daerah Penelitian Hasil wawancara dengan petani responden mengenai rata-rata biaya produksi, jumlah produksi, penerimaan dan keuntungan usahatani padi dalam sekali proses produksi atau satu kali musim tanam dengan rata-rata luas lahan sebesar 0.42 hektar sebelum menerima kredit dapat dilihat pada Tabel 20. Rata-
50
rata biaya produksi usahatani padi berdasarkan pada Tabel 20 adalah sebesar Rp7 656 888/musim tanam. Biaya produksi tertinggi yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani adalah biaya atau upah tenaga kerja luar keluarga yaitu sebesar Rp2 808 973/musim tanam (36.68 persen). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Nugraheni et al. (2013) juga menyatakan bahwa rata-rata biaya terbesar yang dikeluarkan untuk usahatani padi adalah biaya tenaga kerja. Tabel 19 No
Struktur biaya dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar sebelum dan setelah menerima kredit (per musim tanam) Uraian
Jumlah Seb. kredit Set. Kredit
Harga (Rp)
Nilai (Rp) Seb. Kredit Set. Kredit
1
Biaya Tunai Sarana produksi - Benih (kg) 9.48 - Pupuk urea (kg) 57.37 - Pupuk KCl (kg) 20.17 - Pupuk Kandang (kg) 1182.22 - Pupuk phonska (kg) 51.95 - Pupuk TSP (kg) 29.44 - Pestisida (ml) 108.84 - Bahan bakar 4.94 solar(liter) - Bahan bakar bensin 6.28 (liter) - Sewa mesin - TKLK (HOK) 36.00 Total biaya tunai 2 Biaya non tunai Sarana produksi - Benih (kg) 8.25 - Pestisida (ml) 52.43 Penyusutan alat Biaya lahan Tenaga kerja - TKDK (HOK) 20.51 Total biaya non tunai Total Biaya 3 Suku bunga TOTAL 4 Produksi (kg) 2593.00 5 Penerimaan 6 Keuntungan atas biaya tunai 7 Keuntungan atas biaya total 8 R/C ratio atas biaya tunai 9 R/C ratio atas biaya total
19.38 96.56 91.00 1340.00 57.03 34.67 73.42 5.21
5 316.67 2 294.44 3 416.67 500.00 2 418.64 2 577.78 183.37 5 500.00
50 402 130 334 79 269 591 111 124 585 73 444 19 958 27 194
103 037 222 139 309 450 670 000 137 297 87 667 13 463 28 661
8.34
6 500.00
40 806
54 239
36.00
77 937.50
361 111 2 808 973 4 324 144
264 444 2 808 973 4 716 508
12.85 41.25
5 316.67 183.37
43 863 9 598 264 494 1 414 400
68 319 7 564 380 186 1 414 400
20.51
77 937.50
1 600 288 3 332 643 7 656 787 0 7 656 787
1 600 288 3 470 757 8 187 265 353 656 8 540 921
3272.00
5129.00 13 365 222 9 041 078 5 708 435
3.09 1.75
16 855 222 12 138 714 8 314 301
3.57 1.97
Biaya terkecil pada usahatani padi di daerah penelitian adalah untuk bahan bakar solar dengan jumlah sebesar Rp27 194/musim tanam (0.27 persen). Ratarata biaya penyusutan mesin dan peralatan adalah sebesar Rp264 494/musim tanam. Biaya sewa untuk mesin traktor sebesar Rp700 000.00 sedangkan biaya sewa mesin perontok padi sebesar Rp300 000.00 untuk satu kali penggunaan. Rata-rata biaya sewa mesin dan peralatan adalah sebesar Rp361 111, sedangkan rata-rata biaya sewa lahan adalah sebesar Rp1 414 400. Bagi petani yang
1,92
51
menyewa lahan dengan sistem bagi hasil, biaya lahan diperoleh melalui persentase hasil produksi untuk pemilik lahan dikalikan dengan harga output. Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata produksi padi yang dihasilkan dalam satu kali musim tanam adalah 2593 kg. Jumlah produksi yang diterima petani erat hubungannya dengan penerimaan petani. Produksi yang tinggi tanpa diimbangi dengan kualitas dan harga yang layak tidak akan berarti karena tidak dapat meningkatkan penerimaan petani. Rata-rata penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi dalam satu kali musim tanam adalah Rp13 365 222.00. Dari penerimaan tersebut jika dikurangkan dengan biaya produksi dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp5 708 334 per musim tanam. Usahatani padi di daerah penelitian memiliki R/C ratio sebesar 1.75 artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan, maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1.75 atau keuntungan sebesar Rp0.75. Berdasarkan kriteria penilaian R/C ratio, jumlah ini menunjukkan bahwa usahatani padi di daerah tersebut sudah efisien secara ekonomi. Selanjutnya, untuk rata-rata biaya produksi, jumlah produksi, penerimaan dan keuntungan usahatani setelah menerima kredit juga dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil penelitian, petani sampel lebih banyak menggunakan kredit pada usahatani untuk kebutuhan penambahan alat dan mesin pertanian serta penggunaan jumlah penggunaan pupuk. Peningkatan jumlah input tersebut mengakibatkan meningkatnya biaya usahatani. Suku bunga kredit juga harus dikeluarkan oleh petani yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan juga semakin meningkat. Adapun rata-rata biaya produksi setelah menerima kredit dengan rata-rata luas lahan 0.42 hektar adalah sebesar Rp8 192 324/musim tanam. Biaya produksi tertinggi tetap untuk upah tenaga kerja. Peningkatan biaya usahatani juga terjadi pada masing-masing input. Penggunaan pestisida menurun setelah adanya kredit. Hal ini disebabkan karena serangan hama dan penyakit yang berkurang. Penggunaan benih pada biaya non tunai mengalami peningkatan setelah kredit, hal ini disebabkan petani memperoleh bantuan benih dari pemerintah dengan varietas benih padi IR 42 dan IR 48. Rata-rata suku bunga kredit dibayarkan oleh petani padi yang disesuaikan dengan siklus usahatani adalah sebesar Rp353 656/musim tanam. Besar kecilnya jumlah angsuran kredit tergantung pada jumlah kredit yang diterima atau dipinjam oleh petani. Sehingga, total seluruh biaya usahatani jika ditambahkan dengan suku bunga kredit menjadi Rp8 545 980/musim tanam. Produksi padi mengalami kenaikan dari sebelumnya yaitu rata-rata sebesar 3272 kg. Hasil produksi dapat menghasilkan penerimaan bagi petani sebesar Rp16 855 222/musim tanam. Peningkatan produksi setelah menerima kredit disebabkan karena meningkatnya penggunaan input-input oleh petani seperti benih dan pupuk. Berdasarkan pada Tabel 17 terlihat bahwa penggunaan pupuk oleh petani setelah menerima kredit semakin bertambah untuk disesuaikan dengan jumlah pupuk direkomendasikan. Meskipun terdapat beberapa pupuk seperti pupuk TSP dan phonska yang jumlahnya masih di bawah anjuran penggunaan pupuk untuk tanaman padi. Pada tabel 19, penggunaan input seperti pestisida mengalami penurunan karena serangan hama dan penyakit lebih rendah dari musim tanam sebelumnya. Penurunan serangan hama dan penyakit salah satunya disebabkan adanya waktu penanaman benih yang hampir bersamaan. Waktu
52
penanaman yang hampir bersamaan ini membutuhkan tambahan biaya dan hal ini dapat dilakukan oleh petani karena adanya kredit. Pengaturan waktu tanam tersebut akan memutus siklus hama, sehingga tanaman dapat berkembang dengan baik dan memberikan peningkatan hasil. Sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi terjadi akibat adanya kredit. Penerimaan yang diperoleh dikurangkan dengan biaya produksi menghasilkan keuntungan sebesar Rp8 309 242/musim tanam. Setelah menerima kredit, nilai efisiensi menjadi naik dari 1.75 menjadi 1.97. R/C ratio yang meningkat dibandingkan sebelumnya disebabkan karena terjadi peningkatan biaya usahatani yang lebih kecil daripada peningkatan penerimaan. Persentase perubahan rata-rata biaya usahatani lebih kecil dikarenakan sebagian petani tidak lagi mengeluarkan biaya sewa mesin dan peralatan. Rata-rata biaya sewa mesin dan peralatan lebih besar dibandingkan nilai penyusutan dari alat dan mesin tersebut. Artinya, petani yang memiliki alat dan mesin pertanian, rata-rata biaya usahatani menjadi lebih kecil daripada menyewa mesin. Namun, tidak seluruh petani yang mampu membeli mesin dan peralatan meskipun telah menerima kredit, karena harga yang cukup mahal sementara kredit yang diperoleh kecil. Sehingga, masih terdapat beberapa petani yang masih menyewa mesin tersebut. Penerimaan usahatani meningkat sekitar 26.54 persen dari sebelumnya, sedangkan biaya usahatani meningkat sekitar 11.68 persen dari sebelumnya. Meskipun demikian, usahatani padi masih tetap efisien untuk dilakukan. Nilai efisiensi atau R/C ratio sebesar 1.97 artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan, maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1.97 atau keuntungan sebesar Rp0.97. Berdasarkan kriteria penilaian R/C ratio, jumlah ini menunjukkan bahwa usaha tani padi di daerah tersebut sudah efisien secara ekonomi. Biaya usahatani padi di daerah penelitian jika dikonversikan per satuan hektar baik sebelum maupun setelah menerima kredit maka diperoleh hasil pada Tabel 20. Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat total biaya usahatani per hektar sebelum kredit adalah sebesar Rp13 193 508, sedangkan total biaya usahatani per hektar setelah kredit adalah sebesar Rp14 954 367. Jumlah produksi yang dapat dihasilkan per satu hektar luas lahan adalah sebesar 4470.31 kg sebelum kredit, dengan adanya kredit produksi meningkat menjadi 5641.76 kg/ha. Dengan harga output yang tetap, dapat diperoleh penerimaan usahatani sebelum kredit sebesar Rp22 928 219/ha dan penerimaan setelah kredit sebesar Rp28 936 587/ha. Hasil penerimaan usahatani jika dikurangi dengan biaya usahatani dapat diperoleh keuntungan usahatani sebelum kredit sebesar Rp9 735 162/ha, dan keuntungan usahatani yang diperoleh setelah kredit adalah sebesar Rp14 196 224/ha. Rata-rata persentase perubahan antara total penerimaan sebelum dan setelah kredit adalah sebesar 20.76 persen. Sedangkan rata-rata persentase perubahan total biaya sebelum dan setelah kredit adalah sebesar 9.57 persen. Selanjutnya, rata-rata persentase perubahan keuntungan sebelum dan setelah kredit adalah sebesar 30.37 persen. Rata-rata R/C ratio sebelum kredit adalah sebesar 1.73 artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan, maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1.73 atau keuntungan sebesar Rp0.73. Rata-rata R/C ratio setelah kredit adalah sebesar 1.96 artinya setiap Rp1 biaya yang dikeluarkan, maka akan memperoleh penerimaan sebesar Rp1.96 atau keuntungan sebesar Rp0.96. Rata-rata R/C ratio sebelum kredit lebih besar dibandingkan rata-rata R/C ratio setelah kredit juga disebabkan
53
hal yang sama yaitu persentase perubahan total biaya lebih kecil dibandingkan dengan persentase perubahan total penerimaan. Penggunaan benih pada usahatani padi di daerah penelitian mengalami peningkatan setelah kredit, karena benih yang digunakan petani bukan merupakan benih yang bersertifikat, sehingga kemampuan benih dalam menghasilkan produksi cukup rendah. Petani juga memilih benih lokal karena masyarakat di daerah penelitian lebih menyukai hasil beras dari padi lokal dibandingkan hasil dari benih padi varietas lain yang lebih berkualitas. Benih lokal tersebut harus menggunakan jumlah yang cukup banyak untuk meningkatkan produksi dibandingkan benih unggul bersertifikat dengan kualitas baik, yang jumlah penggunaannya lebih sedikit tetapi mampu menghasilkan produksi yang tinggi. Oleh karena itu, kredit yang diterima petani sebagian digunakan untuk menambah jumlah benih, meskipun jumlahnya sudah berlebihan. Tabel 20 No
Struktur biaya dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar sebelum dan setelah menerima kredit (per Ha) Uraian
Jumlah
Harga (Rp)
Seb. Kredit Set. Kredit Biaya Tunai Sarana produksi - Benih (kg) 16.34 33.41 5 316.67 - Pupuk urea (kg) 98.91 166.48 2 294.44 - Pupuk KCl (kg) 34.77 156.90 3 416.67 - Pupuk Kandang (kg) 2038.31 2310.34 500.00 - Pupuk phonska (kg) 89.57 98.33 2 418.64 - Pupuk TSP (kg) 50.77 59.77 2 577.78 - Pestisida (ml) 194.37 176.07 183.37 - Bahan bakar 8.52 8.98 5 500.00 solar(liter) - Bahan bakar bensin 10.82 14.39 6 500.00 (liter) - Sewa mesin - TKLK (HOK) 63.62 63.62 77 937.50 Total biaya tunai 2 Biaya non tunai Sarana produksi - Benih (kg) 14.23 22.16 5 316.67 - Pestisida (ml) 90.39 71.12 183.37 Penyusutan alat Biaya lahan Tenaga kerja - TKDK (HOK) 36.61 36.11 77 937.50 Total biaya non tunai Total Biaya 3 Suku bunga TOTAL 4 Produksi (kg) 4470.31 5641.76 5 129.00 5 Penerimaan 6 Keuntungan atas biaya tunai 7 Keuntungan atas biaya total 8 R/C ratio atas biaya tunai 9 R/C ratio atas biaya total
Nilai (Rp) Seb. Kredit
Set. kredit
86 874 226 938 118 798 1 019 157 216 631 130864 35 642 46 886
177 630 381 967 536 063 1 155 172 237 835 154 074 32 286 49 415
70 354
93 515
622 605 4 843 056 7 447 041
455 938 4 843 056 8 146 499
75 656 16 575 456 024 2 438 620
117 817 13 041 655 493 2 438 620
2 759 116
2 759 116
5 745 991 13 193 032
5 984 087 14 130 586 609 752 14 740 338
1
0 13 193 032 22 928 219 15 481 178 9 735 187
28 936 587 20 790 088 14 196 249
3.07 1.73
3.55 1.96
54
Rata-rata R/C ratio per hektar lebih kecil nilainya dibandingkan rata-rata R/C ratio per musim tanam dengan luas lahan 0.42 ha. Hal ini terjadi karena perubahan total penerimaan per ha lebih kecil dibandingkan perubahan total penerimaan per luas garapan. Perubahan total penerimaan per ha lebih kecil dikarenakan perubahan jumlah output per ha yang dihasilkan lebih rendah. Nilai R/C ratio per luas garapan juga lebih kecil dikarenakan perubahan total biaya per hektar lebih besar dibandingkan total biaya per musim tanam (0.42 hektar).
Analisis Peranan Kredit terhadap Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Analisis Peranan Kredit terhadap Produksi Padi Peranan kredit terhadap jumlah produksi padi dapat dilihat pengaruhnya dengan melakukan analisis melalui fungsi produksi. Produksi padi berkaitan dengan input-input yang digunakan dalam usahatani seperti lahan, tenaga kerja, benih, pupuk ataupun pestisida. Fungsi produksi dibuat untuk melihat faktorfaktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi. Sebelum dilakukan analisis fungsi produksi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data yang diperoleh untuk mengetahui adanya pelanggaran asumsi atau tidak pada data tersebut. Pengujian data dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Square) yang terdiri dari uji Multikolinieritas, Autokorelasi dan Heteroskedastisitas. Fungsi produksi harus memiliki nilai koefisien yang positif agar sesuai dengan analisis ekonomi. Asumsi yang mendasari nilai fungsi produksi yang positif adalah bahwa penggunaan fungsi produksi dalam keadaan The Law of Diminishing Return dapat memberikan informasi untuk penambahan input yang dapat menghasilkan tambahan output lebih besar. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas dengan enam variabel independen. Variabel independen terdiri dari luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), benih (X3), unsur pupuk N (X4), unsur pupuk P (X5), unsur pupuk K (X6) dan pestisida (X7). Variabel dependen yaitu produksi padi (Y). Pengujian fungsi produksi sebelum dan setelah menerima kredit dengan metode OLS diperoleh hasil bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas, autokorelasi maupun heterokedastisitas (Lampiran 1). Uji multikolinieritas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam model regresi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) pada masing-masing variabel independen. Jika nilai VIF ≥ 10 artinya terdapat multikolinieritas. Dari hasil uji yang dilakukan menunjukkan bahwa pada masing-masing variabel independen tidak terdapat nilai VIF yang lebih dari 10. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada model regresi baik sebelum ataupun setelah kredit. Uji Autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1(sebelumnya) dalam model regresi. Pada penelitian ini, untuk mendeteksi autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson (DW). Dari uji yang dilakukan, diperoleh hasil nilai DW sebesar 1.779 untuk model regresi sebelum kredit. Masing-masing nilai DW tersebut lebih besar dari batas atas (du) yaitu 1.803
55
untuk jumlah sampel (n) sebanyak 100 dengan 6 variabel bebas (k) pada tingkat signifikan 0.05. Berdasarkan nilai tersebut, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi di dalam model regresi. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat grafik plot yang ditunjukkan dari ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Berdasarkan uji yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi. Dari uji tersebut, terbukti bahwa tidak terdapat multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi pada data yang akan digunakan. Sehingga dapat dilakukan analisis selanjutnya, yaitu melihat pengaruh kredit dan input-input usahatani terhadap jumlah produksi. Setelah dilakukan uji fungsi produksi, selanjutnya dilakukan analisis regresi pada fungsi produksi Cobb Douglas. Untuk menentukan apakah model regresi fungsi produksi Coob Douglas yang digunakan sudah tepat atau belum dapat dilihat dari nilai F hitung. Dari hasil analisis didapat nilai F hitung sebesar 24.229. Jika dibandingkan dengan nilai F tabel sebesar 2.21, maka dapat disimpulkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel. Artinya, model regresi fungsi produksi Cobb Douglas sudah tepat dan dapat dilakukan analisis selanjutnya. Selain membandingkan F hitung dengan F tabel , untuk mengetahui model yang akan digunakan dan dianalisis sudah tepat atau belum dapat dilakukan dengan cara membandingkan probabilitasnya (Sig) terhadap taraf nyata (α = 0.05 atau 0.01). Dari hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai Sig adalah 0.000 < 0.05, artinya model tersebut sudah tepat. Ketepatan model dalam penelitian ini dapat diuji dengan uji statistik, yaitu dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2), nilai t-statistik (uji t) dan nilai Fstatistik (uji F). Sebelumnya telah dibahas bahwa berdasarkan uji F dapat diketahui bahwa model regresi sudah tepat, untuk selanjutnya akan dilihat berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai t-statistik. Berdasarkan hasil output pada model regresi sebelum menerima kredit diperoleh R2 sebesar 0.674 (67.40 persen) dan koefisien determinasi terkoreksi (Adj R2 )sebesar 64.60 persen. Artinya, sebesar 64.60 persen variabel dependen (produksi) dipengaruhi oleh variabel independen (luas lahan, tenaga kerja, benih, unsur pupuk N, unsur pupuk P, unsur pupuk K dan pestisida). Untuk sisanya sebesar 35.40 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Faktor-faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap produksi padi salah satunya dapat berasal dari karakteristik petani seperti usia, pendidikan, dan pengalaman berusaha tani. Faktor usia dapat berpengaruh terhadap produksi karena petani dengan usia produktif dapat melakukan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien, sehingga dalam pengelolaan usahataninya lebih baik dan menghasilkan produksi yang cukup tinggi. Selanjutnya, faktor pendidikan petani baik formal maupun informal yang juga dapat berpengaruh terhadap produksi karena terkait dengan pengetahuan petani dalam mengelola usahatani untuk menghasilkan produksi yang optimal. Pengalaman berusahatani juga dapat berpengaruh terhadap produksi, dimana semakin lama pengalaman petani berusahatani maka petani dapat belajar terus untuk melakukan usahatani dengan lebih baik dan dapat menghasilkan atau meningkatkan jumlah produksi padi.
56
Uji F juga dilakukan untuk melihat pengaruh semua variabel independen yang digunakan terhadap produksi secara simultan. Berdasarkan Tabel 24 P-value pada model fungsi produksi diduga sebesar 0.000. P-value lebih besar dari α (0.10), artinya bahwa semua variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata atau signifikan terhadap produksi padi pada selang kepercayaan 90 persen atau sekurang-kurangnya ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Standard Error of the Estimation (SEE) merupakan kesalahan standar dari penaksiran. SEE merupakan suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai variabel dependen. Hasil analisis regresi keuntungan menunjukkan nilai SEE sebesar 0.23549, artinya banyaknya kesalahan dalam memprediksi produksi adalah sebesar 0.23549. Jika nilai SEE lebih kecil dari standar deviasi produksi, artinya model regresi semakin baik dalam memprediksi nilai produksi. Nilai standar deviasi produksi adalah sebesar 0.39594. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai SEE lebih kecil dari standar deviasi produksi, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi sudah baik dalam memprediksi produksi. Setelah dilakukan uji ketepatan model dan diperoleh hasil yang menyatakan bahwa modelnya sudah tepat, maka analisis fungsi produksi Cobb Douglas untuk melihat pengaruh kredit dan input-input usahatani terhadap produksi dapat dilakukan dan diperoleh hasil seperti pada Tabel 21. Tabel 21 Hasil pendugaan parameter model fungsi produksi Cobb Douglas pada usahatani padi sebelum menerima kredit Variabel Koefisien t-hitung P-value VIF - Konstanta 2.956 2.975 0.004 - Luas lahan (X1) 0.118* 1.814 0.073 1.340 - Tenaga kerja (X2) 0.069 0.277 0.782 1.437 - Benih (X3) 0.075 0.976 0.332 1.720 - Unsur pupuk N (X4) 0.046 0.257 0.798 3.843 - Unsur pupuk P (X5) 0.380* 1.752 0.084 8.822 - Unsur pupuk K (X6) 0.496** 2.422 0.018 7.060 - Pestisida (X7) 0.077** 2.102 0.039 1.209 R2 = 67.40 % Adj R2 = 64.60 % SEE = 0.23549 F = 24.229 Sig= 0.000a Keterangan: ** = berpengaruh signifikan pada taraf 5% *= berpengaruh signifikan pada taraf 10 %
Hasil output menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap produksi padi pada taraf signifikan sebesar 5 persen yaitu pupuk K (X6), dan pestisida (X7). Selanjutnya variabel luas lahan (X1) dan pupuk P (X5) juga berpengaruh signifikan terhadap produksi pada taraf signifikan 10 persen. Kandungan unsur pupuk K diperoleh dari kombinasi beberapa jenis pupuk yang digunakan petani yaitu pupuk KCl, pupuk kandang dan pupuk NPK phonska. Persentase kandungan unsur K yang terdapat pada beberapa macam
57
pupuk tersebut menjadi salah satu penyebab variabel ini berpengaruh nyata atau signifikan terhadap jumlah produksi. Adapun manfaat unsur K yang terkandung di dalam pupuk terhadap tanaman padi diperlukan untuk memperkuat dinding sel tanaman, memperluas kanopi daun untuk proses fotosintesis, serta meningkatkan jumlah gabah per malai dan persentase gabah bernas. Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglas pada Tabel 21, menunjukkan respon produksi terhadap input paling tinggi terjadi pada unsur pupuk K dengan koefisien sebesar 0.496. Koefisien tersebut sekaligus menunjukkan nilai elastisitasnya, yang mana jika unsur pupuk K meningkat 1 persen (cateris paribus) maka produksi akan meningkat sebesar 0.496 persen. Respon perubahan produksi yang tinggi terhadap pupuk K disebabkan penggunaan berbagai jenis pupuk yang mengandung unsur K tidak melebihi anjuran penggunaan pupuk seperti yang tertera pada Tabel 16. Elastisitas produksi dari perubahan penggunaan jumlah input setelah kredit juga dapat dihitung dengan membandingkan perubahan rata-rata input setelah kredit dengan rata-rata output setelah kredit. Hasil perhitungan elastisitas setelah kredit dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Elastisitas produksi masing-masing variabel setelah menerima kredit Variabel Elastisitas setelah kredit - Konstanta - Luas lahan (X1) 0.094 - Tenaga kerja (X2) 0.054 - Benih (X3) 0.108 - Unsur pupuk N (X4) 0.048 - Unsur pupuk P (X5) 0.349 - Unsur pupuk K (X6) 0.644 - Pestisida (X7) 0.043 Perolehan nilai elastisitas masing-masing input setelah kredit, menunjukkan respon produksi terhadap perubahan input yang paling tinggi juga terjadi pada unsur pupuk K. Nilai elastisitas pupuk K diperoleh sebesar 0.644, artinya jika unsur pupuk K meningkat 1 persen maka produksi akan meningkat sebesar 0.644 persen. Hasil pendugaan variabel pestisida terhadap jumlah produksi diketahui berpengaruh secara nyata atau signifikan. Penggunaan pestisida dapat berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi disebabkan efek pengurangan jumlah hama dan penyakit pada tanaman padi sehingga jumlah produksi dapat meningkat. Variabel luas lahan juga berpengaruh signifikan terhadap produksi pada taraf signifikan sebesar 10 persen. Sejalan dengan hasil penelitian oleh Shehu dan Mshelia (2007) menunjukkan hasil bahwa luas lahan dapat berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah produksi. Namun, luas lahan juga dapat berpengaruh negatif terhadap produksi jika lahan tersebut memiliki tingkat kesuburan dan unsur hara yang rendah. Dari hasil di lapangan menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan luas lahan setelah adanya kredit, meskipun demikian luas lahan tetap berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Koefisien yang positif dan berpengaruh signifikan terhadap produksi seharusnya luas lahan dapat ditingkatkan agar produksi juga meningkat. Peningkatan luas lahan untuk
58
sawah dapat dilakukan karena adanya potensi lahan yang cukup besar untuk pengembangan tanaman pangan khususnya padi. Jika sulit untuk meningkatkan jumlah luas lahan dapat dilakukan intensifikasi lahan dengan meningkatkan frekuensi penanaman. Hasil pendugaan menunjukkan unsur pupuk P juga berpengaruh nyata terhadap produksi. Kandungan unsur P diperoleh dari beberapa kombinasi jenis pupuk yaitu pupuk kandang, pupuk TSP dan pupuk NPK phonska. Persentase unsur pupuk P merupakan salah satu penyebab pupuk P dapat berpengaruh nyata dan signifikan terhadap produksi padi. Selain pupuk K, pupuk P merupakan salah satu variabel yang memiliki respon produksi yang cukup tinggi dibandingkan variabel lainnya. Unsur pupuk P dengan koefisien (elastisitas) sebesar 0.380, artinya jika unsur pupuk P meningkat sebesar 1 persen (cateris paribus) maka produksi akan meningkat sebesar 0.380 persen. Respon produksi yang cukup tinggi terhadap unsur pupuk P dikarenakan penggunaan pupuk TSP yang memiliki kandungan unsur P, jumlah penggunaannya sudah sesuai dengan rekomendasi yaitu sebesar 50.77 kg dan jumlah pupuk yang direkomendasikan antara 50 sampai 75 kg. Kandungan unsur P juga merupakan salah satu unsur penting yang dibutuhkan tanaman padi. Unsur P dibutuhkan tanaman padi pada stadia awal pertumbuhan yaitu meningkatkan perkembangan akar, pembentukan anakan dan mempercepat tanaman berbunga. Respon produksi terhadap input paling rendah adalah pada variabel unsur pupuk N. Respon produksi yang rendah terhadap variabel ini dapat dilihat dari koefisiennya yang juga menunjukkan nilas elastisitasnya. Jika dibandingkan koefisien atau elastisitas variabel unsur pupuk N dengan variabel-variabel yang lain, variabel unsur pupuk N memiliki nilai paling rendah yaitu sebesar 0.046. Nilai elastisitas tersebut menunjukkan, jika unsur N meningkat 1 persen maka produksi akan meningkat sebesar 0.046 persen. Namun, unsur pupuk N tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Respon produksi yang rendah dan pengaruh yang tidak signifikan bisa disebabkan karena persentase kandungan unsur N pada tanaman padi yang diperoleh dari pupuk urea, pupuk kandang dan phonska jumlahnya masih rendah. Kandungan unsur N dari pupuk urea adalah sebesar 46 persen, pupuk kandang sebesar 3.7 persen, dan pupuk phonska sebesar 15 persen. Jumlah penggunaan pupuk urea dan phonska juga masih dalam jumlah yang tidak sesuai dengan rekomendasi. Menurut Badan Pengkajian Teknologi Pangan (BPTP) (2009), unsur pupuk N diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sepanjang musim. Jika terjadi kekurangan unsur N yang sumber utamanya berasal dari pupuk urea dapat mempengaruhi jumlah produksi padi. Menurut Gani dan Sembiring (2007), Nitrogen adalah unsur hara paling penting bagi tanaman dan respon tanaman padi terhadap N biasanya lebih tinggi dibandingkan P dan K, karena kekurangan N dan P dapat mengurangi jumlah anakan tanaman padi. Jumlah anakan yang sedikit akan menghasilkan produksi padi yang lebih rendah. Pupuk memegang peranan penting dalam keberhasilan usahatani padi sawah. Penggunaan pupuk pada usahatani padi dapat meningkatkan kesuburan tanah dan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Jika penggunaannya tepat dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan dapat memberikan hasil yang positif terhadap pertumbuhan tanaman dan output yang dihasilkan. Tetapi, jika pemanfaatan pupuk dan pestisida kimiawi melebihi dosis yang dianjurkan dan
59
digunakan dalam jangka panjang justru dapat merusak dan menurunkan tingkat kesuburan tanah, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat produksi padi. Pemupukan yang tidak berimbang akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Makruf et al. 2012). Berdasarkan peranannya dalam menyediakan nutrisi dan memperbaiki sifat tanah maka digunakan pupuk alami seperti pupuk kandang yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan nitrogen, kinerja fisiologi dan hasil tanaman padi sawah (Zulmi 2011). Selain variabel yang berpengaruh signifikan terhadap produksi, juga terdapat beberapa variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi yaitu variabel tenaga kerja, benih, dan unsur pupuk N. Variabel tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi dapat disebabkan karena salah satu karakteristik dari petani atau tenaga kerja pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup rendah. Pendidikan formal yang ditempuh oleh petani ataupun tenaga kerja umumnya hanya sampai pada tingkat Sekolah Dasar (SD), sehingga dengan pendidikan yang sangat minim tersebut dapat berpengaruh terhadap pengelolaan usahatani padi yang dilakukan dan produksi yang akan dihasilkan. Jumlah penggunaan benih juga dapat mempengaruhi produksi padi yang akan dihasilkan. Namun, hasil pendugaan menunjukkan bahwa benih tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Kemungkinan yang menyebabkan benih tidak berpengaruh nyata terhadap produksi adalah kualitas benih yang belum memadai sehingga seringkali menghasilkan gabah yang hampa atau tidak berisi. Berdasarkan dari hasil penelitian bahwa petani juga banyak yang menggunakan varietas benih tertentu dengan alasan lebih kepada keutamaan rasa dan tekstur beras yang disukai oleh masyarakat di daerah penelitian. Sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa benih yang kurang bermutu dan varietas yang dipilih kurang adaptif juga dapat menyebabkan produksi yang tidak optimal (Makarim et al. 2000 dalam Mafor 2015). Menurut Noviyanto (2009) gabah hampa bisa mencapai 24.2 persen sampai 28.2 persen akibat kualitas benih yang kurang baik yang dapat memberikan dampak penurunan produksi dan produktivitas padi. Indiarto (2006) mengemukakan penggunaan benih padi varietas tinggi diperkirakan dapat meningkatkan produksi minimal 10 persen per hektar, namun peningkatan produksi juga harus ditunjang dengan ketersediaan benih itu sendiri, mudahnya akses untuk mendapatkan benih dan harga yang terjangkau oleh petani. Peranan kredit terhadap produksi, dapat diketahui dengan menghitung jumlah produksi dugaan (Y*) dengan cara menjumlahkan hasil perkalian masingmasing koefisien dengan rata-rata masing-masing input setelah kredit. Besarnya perubahan produksi sebelum dan setelah kredit dapat dilihat pada Tabel 25. Dari hasil perhitungan tersebut didapat hasil produksi dugaan sebesar 3083.913 kg yang jumlahnya meningkat dari jumlah produksi sebelumnya. Peningkatan jumlah produksi (Y*) ini disebabkan karena perubahan penggunaan input yang meningkat oleh adanya kredit. Jika dibandingkan dengan produksi padi sebelum kredit, terdapat selisih jumlah produksi sebesar 188.087 kg. Adanya perubahan produksi sebelum dan setelah kredit dapat disimpulkan bahwa terdapat peranan atau kontribusi kredit terhadap peningkatan produksi padi sebesar 18.93 persen
60
melalui peningkatan rata-rata penggunaan input. Rata-rata persentase perubahan atau peningkatan input-input tersebut adalah 28.48 persen. Kredit tidak berpengaruh langsung terhadap produksi tetapi melalui peningkatan input yang dapat dilakukan dengan penambahan modal untuk pembelian input tersebut. Rata-rata penggunaan seluruh input setelah kredit mengalami peningkatan kecuali pada luas lahan dan tenaga kerja. Begitu juga hasil produksi padi secara aktual mengalami peningkatan setelah memperoleh kredit. Produksi padi meningkat sebesar 20.75 persen dengan rata-rata produksi sebelum kredit sebesar 2593 kg dan produksi setelah kredit sebesar 3272 kg. Jika dibandingkan dengan hasil produksi padi aktual, peranan kredit dalam meningkatkan produksi padi belum cukup baik. Hal ini disebabkan terdapat selisih persentase perubahan jumlah produksi sekitar 2 persen yang belum dicapai. Kekurangan jumlah produksi yang belum dicapai oleh kredit disebabkan adanya faktor lain yang tidak terdapat dalam model yang dapat mempengaruhi meningkatnya jumlah produksi padi. Faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap produksi padi seperti musim, kesuburan lahan, rata-rata luas lahan petani dan lain sebagainya. Adanya fungibility of credit yang cukup besar pada kebutuhan lain juga menjadi salah satu penyebab tidak tercapainya peningkatan produksi. Jika persentase fungibility of credit dapat diturunkan dengan berbagai upaya salah satunya dengan memberikan kredit kepada petani pada saat yang tepat, penggunaan kredit oleh petani akan digunakan secara maksimal untuk usahatani padi sehingga produksi juga dapat meningkat. Hal ini didasarkan bahwa kondisi pada daerah penelitian, petani memang mengalami kesulitan memperoleh sumber modal untuk usahatani dan penyaluran kredit yang dilakukan secara bertahap membuat petani tidak menggunakan seluruh kredit untuk usahatani. Rata-rata penggunan input sebelum dan setelah kredit mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah input oleh petani dilakukan dengan adanya kredit sebagai tambahan modal petani. Selisih penggunaan input-input usahatani sebelum dan setelah kredit dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 menunjukkan selisih atau perubahan jumlah input akibat adanya kredit. Tabel 23 No 1 2 3 4 6 7 8 9 10
Rata-rata selisih jumlah input dan output usahatani padi sebelum dan setelah kredit (per luas lahan) Sebelum Setelah Selisih Persentase Input kredit kredit (∆) perubahan (%) Benih (kg) 17.73 32.23 14.50 44.98 Pupuk urea (kg) 57.37 96.56 39.19 40.58 Pupuk KCl (kg) 20.17 91.00 70.83 77.83 Pupuk kandang (kg) 1182.00 1340.00 157.78 11.77 Pupuk Phonska (kg) 34.06 37.39 3.33 8.91 Pupuk TSP (kg) 14.72 17.33 2.61 15.06 Luas lahan (ha) 0.42 0.42 0.00 0.00 Tenaga kerja (HOK) 56.51 56.51 0.00 0.00 Produksi/output (kg) 2593.00 3272.00 679.00 18.93
Adanya kredit tidak harus selalu meningkatkan jumlah penggunaan input seperti pada penggunaan benih. Seharusnya, petani dapat menggunakan kredit
61
untuk perbaikan teknologi salah satunya pada benih yang jumlah penggunaannya sudah berlebihan dengan benih unggul yang bersertifikat agar usahatani yang dijalankan lebih efisien. Karena, penggunaan benih unggul yang bersertifikat petani dapat meningkatkan produksi dengan penggunaan jumlah benih yang lebih sedikit dan sesuai dengan anjuran. Peranan kredit seharusnya juga mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya tenaga kerja dapat berpengaruh terhadap peningkatan produksi. Namun, dari hasil penelitian kredit tidak mampu meningkatkan jumlah tenaga kerja sama seperti hasil penelitian oleh Azriani (2008). Jumlah tenaga kerja tidak meningkat karena kredit, namun tetap berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi. Sebelumnya telah diketahui juga bahwa pemanfaatan kredit pada kegiatan usahatani di antara nya digunakan untuk pembelian benih dan pupuk. Sehingga dari peningkatan jumlah beberapa input dan pengaruhnya yang signifikan terhadap peningkatan produksi, maka dapat disimpulkan bahwa kredit berpengaruh terhadap meningkatnya produksi padi. Zuberi (1989); Siddiqi dan Khiswar (2004); Nosiru (2010) mengungkapkan dari hasil penelitiannya bahwa 70 persen kredit yang digunakan untuk peningkatan dan perbaikan input khususnya pada benih dan pupuk. Peningkatan kuantitas dan perbaikan kualitas input tersebut dapat meningkatkan hasil pertanian. Analisis Peranan Kredit terhadap Keuntungan Usahatani Padi Usahatani padi yang dijalankan petani responden dilakukan untuk memperoleh keuntungan. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keuntungan. Untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keuntungan usahatani padi dilakukan analisis regresi linier berganda. Analisis ini terdiri dari beberapa variabel independen yaitu harga output (P1), luas lahan (P2), jumlah kredit (P3), harga benih (P4), harga pupuk urea (P5), harga pupuk KCl (P6), upah tenaga kerja (P7), dan variabel dummy (P8) yang mana petani yang pernah mengikuti pelatihan diberi angka 1 dan tidak pernah mengikuti pelatihan diberi angka 0. Variabel dependen merupakan keuntungan setelah kredit (π). Sebelum dilakukan analisis regresi terlebih dahulu dilakukan pengujian ketepatan model seperti yang telah dilakukan sebelumnya pada analisis fungsi produksi Cobb Douglas. Pengujian ketepatan model dilakukan dengan melihat nilai F statistik (uji F), nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai t statistik (uji –t). Berdasarkan hasil analisis, diperoleh nilai F hitung sebesar 15.417. Nilai F hitung lebih besar dari F tabel sehingga dapat disimpulkan model regresi sudah tepat. Jika dilihat dari nilai probabilitasnya (Sig) menunjukkan angka sebesar 0.000 < 0.05, yang artinya model regresi juga sudah tepat. Berdasarkan nilai F dan nilai probabilitas tersebut maka, model regresi berganda dapat dianalisis ke tahap selanjutnya yaitu melihat pengaruh kredit dan faktor-faktor lain terhadap keuntungan usahatani. Analisis regresi berganda pada persamaan keuntungan diperoleh nilai Adj R2 sebesar 0.618 (61,80 persen) artinya variasi keuntungan dipengaruhi oleh variabel independen yang ada di dalam model regresi sebesar 61,80 persen dan sisanya 38.20 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model regresi. Variabel lain yang dapat berpengaruh terhadap keuntungan petani salah satunya juga disebabkan oleh karakteristik petani. Karakteristik petani seperti usia, pendidikan dan pengalaman berusahatani yang berpengaruh
62
terhadap produksi juga akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh petani. Jumlah anggota keluarga juga dapat berpengaruh terhadap keuntungan, dimana jika terdapat salah satu atau beberapa anggota keluarga yang ikut dalam kegiatan usahatani, maka dapat mengurangi biaya tunai untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga. Sehingga, penerimaan yang diperoleh petani jika dikurangi biaya tersebut akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Nilai F hitung diperoleh sebesar 15.417 dengan probabilitas lebih kecil dari 0.05 (sig 0.000a) yang artinya bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap keuntungan. Standard Error of the Estimation (SEE) merupakan kesalahan standar dari penaksiran. SEE merupakan suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai variabel dependen. Hasil analisis regresi keuntungan menunjukkan nilai SEE sebesar 3.10078E6, artinya banyaknya kesalahan dalam memprediksi keuntungan adalah sebesar 3.10078E6. Jika nilai SEE lebih kecil dari standar deviasi keuntungan, artinya model regresi semakin baik dalam memprediksi nilai keuntungan. Nilai standar deviasi keuntungan adalah sebesar 5.01894E6. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai SEE lebih kecil dari standar deviasi keuntungan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi sudah baik dalam memprediksi keuntungan. Keuntungan usahatani dapat dipengaruhi juga oleh berbagai faktor. Faktorfaktor tersebut dapat berpengaruh secara positif ataupun negatif. Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani menggunakan beberapa variabel antara lain, harga output (P1), luas lahan (P2), jumlah kredit (P3), harga benih (P4), harga pupuk urea (P5), harga pupuk KCl (P6), harga pupuk NPK phonska (P7), harga pupuk TSP (P8), upah tenaga kerja (P9), dan variabel dummy (P10). Untuk lebih jelasnya variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani dapat dilihat dari hasil analisis regresi berganda pada Tabel 24. Tabel 24
Hasil output regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani padi setelah kredit Variabel Koefisien t-hitung P-value Elastisitas - Konstanta -4.902E7 -1.616 0.110 - Harga output (P1) 14346.130** 3.006 0.004 8.849 - Luas lahan (P2) 108549.739 0.062 0.950 0.005 - Jumlah kredit (P3) 0.238** 5.944 0.000 0.369 - Harga benih (P4) 33.148 0.022 0.982 0.033 - Harga pupuk urea (P5) -726.772 -0.760 0.449 -0.200 - Harga pupuk KCl (P6) -1920.192** -2.491 0.015 -2.386 - Harga pupuk phonska (P7) 43.121 0.010 0.899 0.008 - Harga pupuk TSP (P8) -194.148 -0.052 0.506 -0.030 - Upah tenaga kerja (P9) -0.778 -0.056 0.461 -0.007 - Dummy (P10) 45232.655 0.004 0.950 R2 = 66,10 % Adj R2 = 61,18 % SEE = 3.10078E6 F = 15.417 Sig= 0.000a
Keterangan: ** = berpengaruh signifikan pada taraf 5% *= berpengaruh signifikan pada taraf 10 %
63
Dari hasil analisis persamaan regresi berganda, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani pada taraf 5 persen di antaranya, harga output (P1), jumlah kredit (P3), dan harga pupuk KCl (P6). Harga output berpengaruh signifikan terhadap keuntungan, dan jumlah koefisiennya menunjukkan pengaruh yang positif. Dimana koefisien harga output adalah sebesar 14346.130, artinya jika harga output meningkat Rp1 dan variabel independen lainnya tetap (cateris paribus) maka diduga dapat meningkatkan keuntungan sebesar Rp14 346.130. Jumlah kredit berpengaruh nyata terhadap keuntungan, namun jika dibandingkan dengan variabel lain, pengaruh yang paling besar terhadap keuntungan usahatani adalah harga output. Hal ini bisa dilihat dari nilai elastisitas harga output, yang mana elastisitasnya memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan variabel lainnya. Nilai elastisitas harga output adalah sebesar 8.849, artinya jika harga output meningkat 1 persen maka keuntungan akan meningkat sebesar 8.849 persen. Koefisien pada masing-masing variabel dependen juga dapat menentukan nilai elastisitasnya terhadap keuntungan dengan cara membandingkan rata-rata jumlah variabel independen dan rata-rata keuntungan dikalikan dengan masing-masing koefisiennya. Nilai elastisitas harga output juga menunjukkan respon perubahan keuntungan usahatani terhadap perubahan harga output. Besarnya nilai elastisitas harga output dibandingkan elastisitas variabel lainnya, dapat disimpulkan respon keuntungan paling tinggi adalah terhadap variabel harga output. Variabel lainnya yang berpengaruh signifikan dan positif terhadap keuntungan adalah jumlah kredit. Koefisien jumlah kredit adalah sebesar 0.238. Artinya, jika kredit ditingkatkan sebesar Rp1 dengan cateris paribus, maka diduga keuntungan akan meningkat sebesar Rp0.238. Respon keuntungan terhadap jumlah kredit juga cukup tinggi dilihat dari nilai elastisitasnya sebesar 0.369. Hasil penelitian oleh Devega (2010) menunjukkan hasil kredit ternyata berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan keuntungan usahatani padi sawah responden. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan pendapatan rata- rata responden setelah menggunakan kedit yaitu sebesar 7.62 persen dan peningkatan rata-rata keuntungan sebesar 177.9 persen. Sementara, peningkatan rata-rata keuntungan usahatani padi setelah menerima kredit di daerah penelitian adalah sebesar 30.37 persen. Keuntungan mengalami peningkatan dari sebelumnya yang salah satunya juga disebabkan oleh pengaruh kredit. Variabel pada persamaan di atas berpengaruh terhadap keuntungan, namun selain variabel-variabel tersebut peningkatan keuntungan bisa juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah produksi. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Rosmiati (2012) yang menyatakan bahwa dengan adanya kredit menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi, hasil produksi dan pendapatan usahatani. Harga pupuk KCl menunjukkan elastisitas sebesar -2.386. Harga pupuk KCl merupakan salah satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap keuntungan. Nilai elastisitasnya menunjukkan hubungan yang negatif terhadap keuntungan usahatani. Kenaikan harga pupuk KCl sebesar 1 persen, maka keuntungan usahatani akan menurun sebesar 2.386 persen. Harga pupuk KCl berpengaruh signifikan terhadap keuntungan karena harga pupuk KCl cukup tinggi dibandingkan harga pupuk lainnya. Selain itu juga nilai koefisien dan elastisitas harga pupuk KCl juga lebih besar dibandingkan koefisien lain dengan elastisitas
64
yang bernilai negatif. Respon keuntungan terhadap variabel harga pupuk KCl juga cukup tinggi, hanya saja responnya menunjukkan hubungan yang negatif. Hasil dari regresi linier berganda masing-masing variabel terhadap keuntungan menunjukkan bahwa variabel luas lahan merupakan salah satu variabel yang tidak berpengaruh nyata. Namun, jika dilihat dari nilai elastisitasnya variabel luas lahan dapat meningkatan keuntungan usahatani meskipun dalam jumlah yang kecil. Adapun nilai elastisitas untuk luas lahan adalah 0.005. Artinya peningkatan luas lahan sebesar 1 persen akan meningkatkan keuntungan usahatani sebesar 0,005 persen. Peningkatan luas lahan dapat mempengaruhi peningkatan keuntungan usahatani, meskipun secara statistik tidak berpengaruh nyata. Nilai elastisitas variabel luas lahan lebih kecil dibandingkan elastisitas dari variabel lainnya. Nilai elastisitas yang lebih rendah menunjukkan respon keuntungan terhadap luas lahan sangat kecil dan variabel ini memang tidak berpengaruh nyata terhadap keuntungan. Pemanfaatan lahan untuk penanaman padi yang tidak maksimal yang hanya digunakan untuk satu kali musim tanam menyebabkan rendahnya respon keuntungan terhadap variabel luas lahan. Pada persamaan regresi berganda keuntungan usahatani terdapat variabel dummy kemampuan manajerial. Variabel ini merupakan variabel untuk melihat bagaimana pengaruh kemampuan manajerial petani yaitu keikutsertaan petani dalam mengikuti kegiatan pelatihan atau penyuluhan terhadap keuntungan yang diperoleh petani. Petani yang pernah mengikuti pelatihan, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya dalam memanajemen usahatani. Manajemen usahatani yang semakin baik, dapat meningkatkan penerimaan dan keuntungan bagi petani. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, variabel dummy tidak berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani. Hal ini disebabkan hanya sebagian petani yang pernah mengikuti pelatihan. Nilai elastisitas dan koefisien dari masing-masing variabel menyatakan bahwa setiap variabel tersebut dapat berpengaruh terhadap jumlah keuntungan usahatani yang diperoleh. Masing-masing variabel ada yang berpengaruh positif dan ada juga yang berpengaruh negatif. Setiap variabel yang berhubungan dengan biaya usahatani atau menambah biaya usahatani, maka dapat mengurangi keuntungan. Sebaliknya, variabel seperti harga output, jumlah kredit dan luas lahan dapat memberikan peningkatan keuntungan bagi petani karena variabel tersebut dapat meningkatkan penerimaan petani. Hasil penelitian oleh Abdullah et al. (2009) melihat pengaruh kredit terhadap pendapatan petani dengan menghitung nilai elastisitasnya, menunjukkan hasil yang sama yaitu kredit berpengaruh terhadap pendapatan usahatani dengan elastisitas sebesar 0.18. Keuntungan usahatani padi dari hasil analisis usahatani relatif mengalami peningkatan setelah menerima kredit. Meskipun secara perhitungan terjadi perbedaan keuntungan sebelum dan setelah kredit, namun secara statistik belum tentu terjadi perbedaan keuntungan pada usahatani baik sebelum ataupun setelah kredit. Sehingga, perlu dilakukan uji beda (uji-t). Hasil dari uji beda (uji-t) menunjukkan bahwa rata-rata keuntungan usahatani sebelum kredit sebesar Rp5 708 334 meningkat sebesar 30.25 persen, dengan rata-rata keuntungan usahatani setelah kredit adalah sebesar Rp8 185 119. Dari uji yang dilakukan menghasilkan nilai t statistic sebesar -5.524 yang nilainya lebih besar dari t tabel pada taraf 5 persen = 1.66 yang artinya menolak hipotesis nol (tolak H0). Maka,
65
dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan keuntungan usahatani setelah menerima kredit.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan mengenai peranan dan pengaruh kredit terhadap produksi dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Alasan petani padi mengajukan KKPE karena adanya keterbatasan modal. Selain itu, petani mengajukan KKPE karena adanya penawaran dari pihak bank, dan tingkat suku bunga yang rendah. Pemanfaatan KKPE oleh petani padi digunakan untuk kebutuhan usahatani (46,98 persen), kebutuhan konsumtif (29.43 persen) dan untuk usaha lainnya (23.57 persen). Penggunaan KKPE pada kebutuhan ushatani adalah untuk pembelian dan pengadaan input seperti kelengkapan peralatan dan mesin usahatani, kebutuhan benih, pupuk, pestisida dan bahan bakar mesin pertanian. Penggunaan kredit untuk kebutuhan konsumtif dan usaha lainnya menunjukkan kondisi adanya fungibility of credit. 2. Kredit berperan terhadap peningkatan produksi padi sebesar 18,93 persen. Peningkatan produksi terjadi karena adanya pengaruh kredit dengan meningkatkan penggunaan input. 3. Kredit berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani. Selain kredit, variabel lainnya seperti harga output dan harga pupuk KCl juga berpengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani.
Saran 1. Perlunya upaya sosialisasi oleh pihak perbankan maupun pemerintah mengenai sumber-sumber modal salah satunya tentang kredit KKPE, yang disampaikan kepada kelompok tani ataupun penyuluh dan selanjutnya informasi tersebut disampaikan kepada petani. Memberikan kemudahan syarat dan agunan bagi petani untuk mengajukan kredit kepada sumber lembaga keuangan formal juga dapat dilakukan sebagai salah satu upaya membantu petani dalam mencukupi dan mengatasi permasalahan modal. 2. Adanya fungibility of credit dalam KKPE harus dapat diminimalisir agar produksi dan keuntungan usahatani padi dapat mencapai tingkat optimal. Upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui perbaikan mekanisme penyaluran kredit kepada petani, salah satunya dengan memperhatikan waktu penyaluran kredit kepada petani. Sebaiknya kredit diberikan sebelum atau pada saat musim tanam akan dilakukan dan jika memungkinkan kredit tidak diberikan secara bertahap. Sosialisasi kepada petani mengenai waktu yang tepat dalam pengajuan kredit sebaiknya juga dilakukan agar selisih waktu antara pengajuan dan pemberian kredit tidak terlalu lama, sehingga kredit yang diberikan kepada petani juga sesuai dengan waktu pelaksanaan kegiatan usahatani.
66
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa KKPE dapat meningkatkan produksi dan keuntungan usahatani. Sehingga, program KKPE sebaiknya terus dilanjutkan dan ditingkatkan jumlahnya untuk membantu petani sebagai salah satu sumber modal dengan tingkat suku bunga yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah NM, Khalid M, Kouser S. 2009. The role of agricultural credit in the growth of livestock sector: a case study of Faisalabad. Vet. J. 29 (2): 8184. Adholpus JT, Deborah BP. 2014. Analysis of the role of banks in financing the agriculture and manufacturing sectors in Nigeria. International Journal of Research in Business Management (IMPACT:IJRBM). 2(2): 9-22. Ahmad MM, Paul VP, Simeon E. 2006. Modelling the impact of credit on intensification in mixed crop-livestock systems: a case study from Ethiopia. Poster Paper Prepared For Presentation At The International Association Of Agricultural Economists Conference, Gold Coast. August: 12-18. Anggoro R. 2013. Realisasi kredit KKPE Riau [Internet]. Riau (ID). Tersedia pada: http://foto.antarariau.com/berita/29073/realisasi-kredit-kkpe-riaunaik-159,16-persen.html Ashari. 2007. Peran lembaga mediator dalam membantu penyediaan modal usaha tani. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 29(2): 8-9. .2009. Optimalisasi kebijakan kredit program sektor pertanian di Indonesia. Jurnal Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 21-42. Assauri S. 1980. Manajemen Produksi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Azriani Z. 2008. Peranan Bank Perkreditan Rakyat Binaan Bank Nagari terhadap kinerja usaha kecil di Sumatera Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Riau. Riau Dalam Angka. Riau (ID): BPS. . 2014. Kondisi pertanian Riau. Riau Dalam Angka. Riau (ID): BPS. .2014. Luas lahan pertanian di Provinsi Riau. Riau Dalam Angka. Riau (ID): BPS. Bank Indonesia. 2010. Kinerja perbankan umum di Riau. Statistik Bank Indonesia. Riau (ID): Bank Indonesia. . 2013. Penyaluran kredit perbankan. Statistik Bank Indonesia. Riau (ID): Bank Indonesia. . 2014. Penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertanian di Riau. Statistik Bank Indonesia. Riau (ID): Bank Indonesia. Bashir MK, Sarfraz H, Yasir M. 2010. Impact of agricultural credit on productivity of wheat crop: evidence from Lahore, Punjab, Pakistan. Pakistan Journal Agribusiness and Social. 47(4): 405-409.
67
Batubara MM. 2007. Peran lembaga permodalan dalam pembiayaan sektor agribisnis di tingkat pertanian rakyat di Sumatera Selatan. Jurnal Fordema. 7(1): 69-76. [BPTP] Badan Pengkajian Teknologi Pertanian. 2009. Panduan teknologi mendukung program SLPTT padi. Bengkulu (ID): BPTP. Braverman A. 1986. Rural credit markets and institutions in developing countries: lessons for policy analysis from practice and modern theory. Working Paper World Development. 14 (10-11): 1253-1267. Canback S. 2000. Limits of firm size: an inquiring into diseconomies of scale [thesis]. Inggris (UK): Henley University of Reading. Coelli T, Rao DSP, Bettese GE. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Boston (US): Kluwer Academic Publishers. Daerobi A, Hery S, Tetuko R. 2007. Dampak pengembangan sektor pertanian terhadap pengentasan kemiskinan di Jawa Tengah. Jurnal Region. 2(1): 124. Daniel M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Debertin D. 1986. Agricultural Production Economics. London (UK): Gollier Macmillan Publisher. Devega L. 2009. Penggunaan kredit Bank Perkreditan Rakyat serta pengaruhnya terhadap pendapatan dan keuntungan usahatani padi sawah [tesis]. Padang (ID): Universitas Andalas. Devi RU, Govt SRK. 2012. The role of credit co-operatives in the agricultural development of Andhra Pradesh, India. International Journal of Cooperative Studies. 1(2): 55-64. Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2001. Pedoman teknis skim Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE): skim kredit bersubsidi untuk petani atau peternak. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian. Eastwood DB.1997. The Microeconomics of Consumer Behavior. Houston (US): Dame Publications Inc. Gani, Sembiring H. 2007. Respon padi varietas ciherang dan mendawah terhadap N, P dan K ditanah dari Desa Lhoknga. Tersedia pada: http://www.dpi.nsw.gov.au/data/ assets/pdf_file/0018/202770/ResponCiherang-dan-Mendawak-terhadap-N,-P-dan K-di-tanah-Tanjung,Lhoknga.pdf.html Hastuti, Bambang S, Musriyadi N. 2002. Pendanaan Usahtani Padi Pasca KUT, Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Jakarta (ID): Lembaga Penelitian SMERU. Heady EO, Dillon JL. 1961. Agricultural Production Functions. Ames (US): Iowa State University Press. Ibrahim MS. 2012. Role of Indian Regional Rural Banks in the priority sector lending an analysis. International Management Journal. Oman (OM): Shinas College of Technology. Intriligator MD. 1978. Economic Models, techniques, and Applications. New Jersey(US): Prentice Hall INC. Ismawan BS. 2002. Mapping microfinance in Indonesia. Artikel Ekonomi Rakyat dan Keuangan Mikro [internet]. 1(6): 1-5.
68
Isyanto AY. 2012. Faktor-fakor yang berpengaruh terhadap produksi pada usahatani padi di Kabupaten Ciamis. Cakrawala Galuh. 1(8): 1-8. Iqbal M, Munir A, Abbas K. 2003. The impact of institutional credit on agricultural production in Pakistan. The Pakistan Development Review. 42(4): 469–485. Kadarsan HW. 1989. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Press. Karyanto. 2008. Kajian Kredit Usahatani (KUT) dalam peningkatan produksi dan pendapatan usahatani padi (studi kasus KUT di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang) [tesis]. Malang(ID): Universitas Brawijaya. Kasmir. 2010. Managemen Perbankan. Edisi 9. Jakarta(ID): Raja Grafindo Persada. Kuntjoro. 1983. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran kembali Kredit Bimas padi: studi kasus di Kabupaten Subang Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Kurnia AW. 2013. Peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Jateng terhadap perkembangan usaha mikro di Kabupaten Boyolali [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Lau LJ. 1978. Applications of Profit Functions” in Production Economics: A Dual Approach to Theory and Applications. Amsterdam (NL). Lipsey RG, Steiner PO, Purvis DD. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jakarta (ID): Erlangga. Mafor KI. 2015. Analisis faktor produksi padi sawah di Desa Tompasobaru Dua Kecamatan Tompasobaru [tesis]. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi. Makruf E, Yulie O, Wawan EP. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah di Kabupaten Seluma. Bengkulu (ID): Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. Mayrowani HS, Dermoredjo SK, Wahida B, Prasetyo, Swastika DK. 1998. Kajian Ketersediaan dan Pemanfaataan Skim Kredit untuk Menunjang Agribisnis di Pedesaan. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Maqbool HS. 2011. Institutional credit and agricultural production nexus. MPRA Paper No. 30932. Pakistan (PK): University Of Sarghoda. Tersedia pada: http://mpra.ub.uni-muenchen.de/30932. Mosher AT. 1965. Menggerakan dan membangun Pertanian. Jakarta (ID): CV. Yasaguna. Muljono PT. 1990. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersial. Edisi Ketiga. Yogyakarta (ID): BPFE Yogyakarta. Mulyaqin T, Yati A. 2013. Ketersediaan dan pemanfaatan sumber pembiayaan usahatani padi sawah di Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Research Gate Buletin Ikatan. 3(1): 19-29. Munawir S. 2004. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta (ID): Liberty. Nosiru MO. 2010. Micro credits and agricultural productivity in Ogun State, Nigeria. World Journal of Agricultural Sciences. 6(3): 290-296. Nugraheni NA, Minar F, Widiyanto. 2013. Analisis Pengaruh Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) BRI terhadap Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Karanganyar. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret.
69
Nurmanaf AR, Hastuti EL, Ashari, Friyatno S, Wiryono B. 2006. Analisis Sistem Pembiayaan Mikro Dalam Mendukung Usaha Pertanian di Pedesaan. Laporan Penelitian. Pusat Analisis Sosek dan kebijakan Pertanian. Bogor (ID): Departemen Pertanian. Nwaru JC, Onyenweaku CE, Nwosu AC. 2006. Relative technical efficiency of credit and non-credit user crop farmers. African Crop Science Journal. 14(3): 241-251. Obilor SI. 2013. The impact of Commercial Bank’s Credit to agriculture development in Nigeria: an econometric analysis. International Journal of Business, Humanities and Technology. 3(1): 85-94. [PERMENTAN] Peraturan Menteri Pertanian. 2007. Rekomendasi Pemupukan pada Padi Sawah. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian. Pindyck RS, Rubinfeld DL. 1995. Microeconomics. Edisi Ketiga. China (CH): Prentice Hall. Pindyck RS, Rubinfeld DL. 2000. Microeconomics. Edisi Kelima. New Jersey (US): Prentice Hall. Prihatsyah R. 2014. Pengaruh kredit Kupedes BRI terhadap produksi dan pendapatan usahatani padi di Kecamatan Kroya, Indramayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purnamayanti NWA. 2014. Pengaruh pemberian kredit dan modal terhadap pendapatan UKM. e Journal Bisma Universitas Pendidikan Ganesha. Jakarta (ID): Universitas Pendidikan Ganesha. [PTISDA] Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam, [BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2011. Pemetaan Kesesuaian Lahan dan Pewilayahan Komoditas Unggulan Pertanian/Kebun Kabupaten Kampar. Jakarta (ID): PTISDA. Rachmina D. 1994. Analisis permintaan kredit pada industri kecil (kasus Jawa Barat dan Jawa Timur) [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rivai V, Veithzal AP. 2007. Credit Mangement Handbook: Teori, Konsep, Prosedur, dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada. Ronohadiwirjo. 1969. Struktur perkreditan pertanian di daerah produksi padi [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosmiati M. 2012. Pengaruh kredit terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani padi sawah. Jurnal Manajemen Teknologi. Bandung (ID): Insititut Teknologi Bandung. Saleem MA, Farzand AJ. 2012. The impact of agricultural credit on agricultural productivity in Dera Ismail Khan (District) Khyber Pakhtonkhawa Pakistan. European Journal of Business and Management. ISSN 22221905 (Paper) ISSN 2222- 2839 (Online). Salvatore ED. 2006. Mikroekonomi: Schaum’s Outlines. Edisi Keempat. Jakarta (ID): Erlangga. Sensus Pertanian. 2013. Kondisi rumah tangga usaha pertanian Provinsi Riau. Riau (ID): Sensus Pertanian. Setiawina D. 2005. Pengaruh jumlah kredit terhadap peghasilan UKM di Kabupaten Klungkung. Jurnal Ekonomi, Bisnis dan Akuntansi. 2(1). Shehu JF, Mshelia SI. 2007. Productivity and technical efficiency of small-scale rice farmers in Adamawa State. Journal of Agriculture and Social Science. 117-120.
70
Siddiqi MWM, Kishwar NB. 2004. Institutional credit: a policy tool for enhancement of agricultural income of Pakistan. International Research Journal of Arts & Humanities (IRJAH). 37. Sihombing LJ. 2003. Pengaruh kredit terhadap usaha industri kecil guna meningkatkan ketahanan ekonomi daerah [tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Simtowe F, Zeller M. 2006. The impact of access to credit on the adoption of hybrid maize in Malawi: an empirical test of an agricultural household model under credit market failure. munich personal repec archive. MPRA Paper. 45 (1): 1-29. Tersedia pada: http://mpra.ub.uni-muenchen.de/45. Suryana A, Mardianto S, Ikhsan M. 2001. Dinamika Kebijakan Perberasan Nasional: Sebuah Pengantar. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Supriyatna A. 2003. Aksesibilitas Petani Kecil pada Sumber Kredit Pertanian di Tingkat Desa: Studi Kasus Petani Padi di Nusa Tenggara Barat. Bogor (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Syukur M, Sugiarto, Hendiarto, Wiryono B. 2003. Analisis Rekayasa Kelembagaan Pembiayaan Usaha Pertanian. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tampubolon L. 2006. Pengaruh pengalokasian kredit modal kerja terhadap peningkatan pendapatan usaha kecil pada program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) PT Angkasa Pura II Polonia Medan. Jurnal Manajemen. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Tersedia pada http://www.researchgate.net/publication/42352783/28PKBL%29 Tian G. 2013. Microeconomic Theory. Texas (US): Texas A&M University. Widodo DP. 2004. Analisis profil perkreditan serta pemgaruh faktor dana pihak ketiga, tingkat bunga kredit, pembiayaan dari bank umum dan rasio tingkat bunga kredit bermasalah terhadap jumlah kredit yang ditawarkan (studi pada BPR Harta Raya Srengat Blitar [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Widodo S. 2010. Pengaruh pemberian kredit modal kerja terhadap penghasilan petani ikan. Jurnal Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta (ID): Universitas PGRI Yogyakarta. Yesaya M. 2103. Analisis pengaruh kredit usahatani terhadap pendapatan petani padi di Kabupaten Langkat [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Yurahman W. 2014. Analisis pengaruh kredit pertanian, subsidi pupuk dan bantuan benih terhadap produks padi di Provinsi Bengkulu [skripsi]. Benkulu (ID): Universitas Bengkulu. Zuberi HA. 1989. Production function, institutional credit and agricultural development in Pakistan. The Pakistan Development Review. 28(1): 43– 56. Zulmi R. 2011. Pengaruh luas lahan, tenaga kerja, penggunaan benih dan pupuk terhadap produksi padi di Jawa Tengah tahun 1994-2008 [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
LAMPIRAN
.964
1
a
.929
R Square
Square .924
Adjusted R
276.43677
Estimate
Beta
.209
.022
.048
.429
.267
.081
.929
R Square Change
Model Summary
b
Uji autokorelasi
.105
Std. Error of the
.432
1.600
1.360
12.555
8.637
165.620
362.009
Std. Error
Coefficients
b. Dependent Variable: Produksi
a. Predictors: (Constant), pupuk kandang, pupuk KCl, pupuk urea, luas lahan, benih, tenaga kerja
R
Model
Pupuk kandang
1.085
94.593
benih
pupuk KCl
31.479
tenaga kerja
1.624
222.648
luas lahan
pupuk urea
-2802.324
(Constant)
B
a. Dependent Variable: Produksi
1
Model
Unstandardized Coefficients
a
Standardized
Coefficients
.000
.499
.235
.000
.000
.182
.000
Sig.
202.513
F Change
df1 6
Change Statistics
4.121
.678
1.194
7.534
3.645
1.344
-7.741
T
Uji multikolinieritas sebelum kredit
Lampiran 1 Output SPSS uji multikolinieritas dan autokorelasi sebelum dan setelah kredit
df2 93
.298
.708
.468
.236
.142
.208
Tolerance
.000
Sig. F Change
3.351
1.412
2.137
4.236
7.039
4.806
VIF
Collinearity Statistics
2.030
Durbin-Watson
71
R
.972
a
.944
R Square .940
Square
Adjusted R
.111
Beta
.337
.063
.035
.294
.239
.130
248.46706
Estimate
b
.944
R Square Change
Model Summary
b. Dependent Variable: Produksi
.000
.029
.429
.000
.000
.053
.000
Sig.
261.531
F Change
df1 6
Change Statistics
5.597
2.223
.795
7.471
3.688
1.960
-7.819
T
Uji autokorelasi setelah kredit
Std. Error of the
.622
1.650
.893
7.486
7.740
183.758
358.300
Std. Error
Coefficients
a. Predictors: (Constant), pupuk kandang, pupuk KCl, benih, pupuk urea, tenaga kerja, luas lahan
1
Model
pupuk kandang
3.669
55.933
benih
pupuk KCl
28.546
tenaga kerja
.710
360.222
luas lahan
pupuk urea
-2801.511
(Constant)
B
a
Standardized
Coefficients
Uji multikolinieritas setelah kredit
Unstandardized Coefficients
a. Dependent Variable: Produksi
1
Model
Lampiran 1 Lanjutan
df2 93
.166
.750
.319
.387
.143
.137
Tolerance
.000
2.103
Sig. F Change Durbin-Watson
6.041
1.333
3.138
2.582
6.996
7.324
VIF
Collinearity Statistics
72
R
.821
a
.674
R Square
Square .646
.23549
Estimate
Std. Error of the
.674
R Square Change 24.229
F Change
df1
2.956 .118 .069 .075 .046 .380 .496 .077
(Constant)
luas lahan
tenaga kerja
benih
unsur pupuk N
unsur pupuk P
unsur pupuk K
pestisida
B
.037
.205
.217
.178
.077
.249
.065
a
Beta
.146
.406
.328
.032
.081
.021
.132
Coefficients
Standardized
Coefficients
.993
Std. Error
Unstandardized Coefficients
a. Dependent Variable: Produksi
1
Model
b. Dependent Variable: Produksi
2.102
2.422
1.752
.257
.976
.277
1.814
2.975
T
.039
.018
.084
.798
.332
.782
.073
.004
Sig.
7
Change Statistics
a. Predictors: (Constant), pestisida, tenaga kerja , unsur pupuk K, luas lahan, benih, unsur pupuk N, unsur pupuk P
1
Model
Adjusted R
Model Summary
b
Uji regresi fungsi produksi Cobb Douglas
Lampiran 2 Output SPSS uji regresi fungsi produksi Cobb Douglas
82
.000
Sig. F Change
.827
.142
.113
.260
.581
.696
.746
Tolerance
1.209
7.060
8.822
3.843
1.720
1.437
1.340
VIF
Collinearity Statistics
df2
1.547
Durbin-Watson
73
R
.813
a
.661
R Square
Square .618
3.10078E6
Estimate
Std. Error of the
.661
R Square Change 15.417
F Change
df1 10
Change Statistics df2 79
.000
Sig. F Change
1.938
Durbin-Watson
1585.5556 1288.8889
harga pupuk phonska harga pupuk TSP
.5889
10333.3333
harga pupuk KCl
dummy pelatihan
2294.4444
harga pupuk urea
2.5546E6
8311.1111
harga benih
upah tenaga kerja
2.7400E7
jumlah kredit
.4227
5128.8889
harga output luas lahan
7.7434E6
Mean
1342.84993
1158.51136
.49479
3.61551E5
474.04546
381.41107
243.77391
1.13195E7
.20804
96.27261
5.01894E6
Std. Deviation
Descriptive Statistics
keuntungan setelah kredit
b. Dependent Variable: keuntungan setelah kredit
phonska, harga output
N
90
90
90
90
90
90
90
90
90
90
90
a. Predictors: (Constant), harga pupuk TSP, luas lahan, harga pupuk urea, harga benih, harga pupuk KCl, dummy pelatihan, jumlah kredit, upah tenaga kerja, harga pupuk
1
Model
Adjusted R
Model Summary
b
Lampiran 3 Output SPSS uji regresi berganda pengaruh kredit terhadap keuntungan Uji regresi keuntungan
74
14346.130
harga output
-194.148
a. Dependent Variable: keuntungan setelah kredit
harga pupuk TSP
43.121
45232.655
dummy pelatihan
harga pupuk phonska
-.778
-1920.192
harga pupuk KCl
upah tenaga kerja
-726.772
33.148
harga benih
harga pupuk urea
.238
jumlah kredit
108549.739
-4.902E7
(Constant)
1
luas lahan
B
290.627
338.309
721228.746
1.050
771.000
955.729
1496.335
.040
1737124.737
4772.316
3.033E7
Std. Error
a
Beta
-.052
.010
.004
-.056
-.181
-.055
.002
.536
.004
.275
Coefficients
Standardized
Coefficients
Unstandardized Coefficients
Model
Lampiran 3 Lanjutan
-.668
.127
.063
-.741
-2.491
-.760
.022
5.944
.062
3.006
-1.616
t
.506
.899
.950
.461
.015
.449
.982
.000
.950
.004
.110
Sig.
.709
.703
.848
.750
.809
.813
.812
.527
.827
.512
Tolerance
1.410
1.422
1.179
1.334
1.237
1.230
1.232
1.897
1.209
1.954
VIF
Collinearity Statistics
75
Pair 1
Pair 1
keuntungan setelah kredit
keuntungan sebelum kredit 3.20368E5
Std. Error Mean
5.9735E6 7.7434E6
keuntungan setelah kredit
Mean
N
90
90
Upper
5.01894E6
3.22639E6
-5.524
t
5.29043E5
3.40091E5
Std. Error Mean
-1.13330E6
Std. Deviation
-2.40643E6
Lower
Difference
95% Confidence Interval of the
Paired Samples Statistics
3.03928E6
Std. Deviation
Paired Differences
Paired Samples Test
Uji beda (t-test)
keuntungan sebelum kredit
-1.76987E6
Mean
Lampiran 4 Output SPSS uji beda (t-test) keuntungan
df 89
.000
Sig. (2-tailed)
76
77
Lampiran 5 Peta lokasi daerah penelitian
Keterangan: = lokasi penelitian
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lubuk Jambi pada tanggal 11 Januari 1992 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Irianto Pamungkas dan Ibu Eliyatinur. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD N 016 Salo pada tahun 1998 sampai tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 2 Bangkinang tahun 2004 sampai tahun 2006. Selanjutnya, pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMA N 1 Bangkinang tahun 2006 sampai tahun 2009. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, lulus pada tahun 2013. Selama menempuh pendidikan S1, penulis pernah menjadi salah satu anggota panitia Pemilihan Raya Presiden Mahasiswa. Penulis pernah tergabung sebagai salah satu anggota dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Agribisnis (HIMAGRIS) pada tahun 2011. Selanjutnya, penulis juga menjadi salah satu anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian UIR tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Agribisnis pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2016. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Dikti berupa beasiswa Fresh Graduate. Karya ilmiah berjudul Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau telah diselesaikan pada bulan Februari 2016. Sebuah artikel dengan judul yang sama telah diterbitkan pada bulan Agustus 2015 pada jurnal Dinamika Pertanian.