PERAN SUKROSA DAN PACLOBUTRAZOL DALAM PEMBENTUKAN UMBI LAPIS MIKRO BAWANG MERAH (EFFECT OF SUCROSE AND PACLOBURAZOL ON SHALLOT MICRO BULB INDUCTION)
Abstrak Umbi lapis mikro merupakan salah satu propagul yang dapat dikembangkan dari tanaman yang mempunyai organ penyimpanan. Pembentukan umbi lapis mikro dipengaruhi diantaranya oleh faktor sukrosa dan retardan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sukrosa dan paclobutrazol dalam pembentukan umbi lapis mikro bawang merah. Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap faktorial dua faktor yaitu sukrosa dan paclobutrazol. Perlakuan sukrosa terdiri atas lima taraf yaitu 30, 60, 90, 120 dan 150 g L-1 dan paclobutrazol terdiri dari empat taraf yaitu 0, 0.1, 1 dan 10 mg L-1. Terdapat 20 kombinasi perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang 10 kali. Setiap unit percobaan terdiri atas satu botol kultur, sehingga seluruhnya terdapat 200 satuan percobaan. Tunas in vitro bawang merah hasil perbanyakan digunakan sebagai propagul untuk pengumbian mikro. Hasil percobaan menunjukkan tidak terdapat interaksi antara sukrosa dan paclobutrazol, dan perlakuan hanya berpengaruh secara tunggal. Sukrosa berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun senesen, jumlah akar, panjang akar, bobot planlet dan diameter umbi terlebar. Konsentrasi sukrosa 90 g L-1 terbaik dalam menginduksi umbi lapis mikro bawang merah.
Pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun senesen, jumlah dan panjang akar.
Pemberian
-1
paclobutrazol pada taraf 10 mg L menghambat tinggi tanaman, jumlah daun senesen dan panjang akar. Pemberian paclobutrazol 0.1-10 mg L-1 menurunkan panjang akar.
Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi 1 dan 10 mg L-1
menghasilkan bentuk umbi lapis mikro yang abnormal. Analisis regresi dengan respon linier positif nyata tetapi dengan R2 yang sangat kecil pada peubah diameter terlebar yang menunjukkan terjadi peningkatan diameter terlebar umbi lapis mikro bawang merah dengan meningkatnya konsentrasi paclobutrazol.
44
Korelasi terjadi antara peubah bobot planlet dengan peubah tinggi tanaman, jumlah daun hijau, jumlah daun senesen, jumlah akar, panjang akar, diameter terlebar (Dt) umbi lapis mikro dan diameter pangkal (Dp) umbi lapis mikro. Tidak terdapat korelasi antara peubah Dt/Dp dengan seluruh peubah lainnya. Kata kunci: sukrosa, paclobutrazol, umbi lapis mikro, bawang merah (Allium ascalonicum L.), variasi somaklonal.
Abstract Micro tuber is one form of propagules developed by plants capable of forming storage organ. Micro bulb formation is influenced by factors such as sucrose and retardants. The objective of this study was to determine the effect of sucrose and paclobutrazol in micro bulb formation of shallot. The experiment was arranged in Completely Randomized Design, with two factors namely sucrose and paclobutrazol. The treatment consisted of five sucrose levels : 30, 60, 90, 120 and 150 g L-1 and four levels of paclobutrazol : 0, 0.1, 1 and 10 mg L-1. There were 20 combinations of treatments and each treatment combination was repeated 10 times. Each experimental unit consisted of a single culture bottle, so there were 200 experimental units. Micro shoots of shallot were used as propagules for micro bulb induction. The results showed that there was no interaction between sucrose and paclobutrazol, and only single factor was significant. Sucrose inhibited plant height, number of senescing leaf , root number, root length, the weight of plantlets and tuber widest diameter. Sucrose concentration of 90 g L-1 induced the best in micro bulbs of shallot. Treatment of paclobutrazol significantly decreased plant height, number of senescing leaf, and root length. Paclobutrazol at level 10 mg L-1 inhibited plant height, number of leaf and root length. Paclobutrazol at 0.1-10 mg L-1 shortened root length. Paclobutrazol at a concentration of 1 and 10 mg L-1 produced abnormal form of micro bulbs. Regression analysis showed linier response (R2=0.081) on widest diameter. Widest diameter of micro bulb increased with paclobutrazol concentration. No correlation between ratio of widest diameter (Dt) and base diameter (Dp) of micro bulb with other parameters. Key words: sucrose, paclobutrazol, microbulb, shallot (Allium ascalonicum L.), somaclonal variation
45
Pendahuluan Bawang merah (Allium cepa grup agregatum atau Allium ascalonicum) merupakan salah satu species Allium yang terkenal di Indonesia dan merupakan salah satu komoditi unggulan yang terus ditingkatkan produksinya. Bawang merah pada periode 2004-2010 merupakan sayuran yang diproduksi ketiga tertinggi di Indonesia setelah kubis dan kentang. Produktivitas bawang merah mengalami penurunan dari 10.48 ton ha-1 pada tahun 2001 menjadi 8.74 ton ha-1 pada tahun 2007 (Direktorat Jendral Hortikultura 2011). Penurunan produktivitas bawang merah disebabkan salah satunya karena penggunaan bibit yang tidak berkualitas. Penggunaan bibit yang berasal dari hasil pertanaman sebelumnya, akumulasi patogen pada tanaman dan tidak adanya sistem penangkaran bibit dapat menimbulkan penyakit degeneratif yang akan memengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah di lapangan. Kultur in vitro sudah dikenal luas dalam kemampuannya menyediakan sejumlah besar bibit tanaman dalam waktu yang relatif cepat, bebas dari patogen (cendawan, bakteri atau virus), bersifat klonal dan tersedia sepanjang waktu tanpa dipengaruhi musim.
Perbanyakan bawang merah secara in vitro dapat
menggunakan eksplan tunas bunga (Cohat 1994), umbi lapis (Mohamed-Yasseen et al. 1994; Le Guen-Le Saos et al. 2003) atau embrio zigotik (Zheng et al. 1998 dalam Zheng et al. 2005) yang menghasilkan tunas mikro. Perbanyakan bawang merah in vitro juga dapat dilakukan melalui induksi umbi lapis mikro atau bulblet. Induksi umbi lapis mikro bawang merah menurut Mohamed-Yasseen et al. (1994) tidak sebaik pada bawang putih. Umbi lapis mikro bawang merah diinduksi pada media MS dengan penambahan arang aktif 5 g L-1 dan sukrosa 120 g L-1 dengan lama penyinaran 18 jam (Mohamed-Yasseen et al. 1994); Hidayat (1997) menginduksi umbi lapis mikro bawang merah cv Sumenep pada media BDS dengan sukrosa 150 g L-1. Fletcher et al. (1998) juga berhasil menginduksi umbi lapis mikro pada media yang sama dengan MohamedYasseen et al. (1994). Lebih lanjut Le Guen-Le Saos et al. (2002) berhasil menginduksi umbi lapis mikro bawang merah dengan perlakuan kualitas cahaya, sukrosa dan retardan. Tunas bawang merah var. Mikor ditanam pada media dengan sukrosa 30 sampai 50 g L-1 yang diberi penyinaran cahaya putih dan
46
incandescent selama 16 jam berhasil membentuk umbi lapis mikro. Pemberian sukrosa pada kultur in vitro umum diberikan untuk menginduksi umbi mikro seperti pada tanaman kentang (Wattimena & Purwito 1989), tulip (Rice et a.l. 1983), A. cepa (Kahane et al. 1992), bawang (Haque et al. 2003; Pelkonen 2005). Umumnya pemberian sukrosa dengan konsentrasi tinggi lebih dari 60 g L-1 akan meningkatkan pembentukan umbi mikro. Sukrosa akan ditranslokasikan ke organ penyimpanan di bagian basal dan terjadi penggembungan sehingga terbentuk umbi mikro ((Rice et a.l. 1983; Kahane et al. 1992). Sukrosa merupakan sumber karbohidrat dan energi (Wattimena & Purwito 1989). Proses pengumbian mikro
salah satunya ditentukan oleh keberadaan
giberelin. Pada tanaman kentang, umbi mikro tidak akan terbentuk apabila pada media terdapat giberelin eksogen. Pemberian retardan menghambat aktivitas giberelin endogen dan umbi mikro terbentuk pada suhu di bawah 20 oC (Menzel 1983). Pada pemberian retardan (ancymidol, paclobutrazol dan flurprimidol) 10 μM hanya ancymidol yang meningkatkan persentase umbi lapis mikro yang terbentuk (Le Guen-Le Saos 2002). Pemberian ancymidol 10 μM meningkatkan akumulasi sukrosa di bagian akar dan bagian bawah umbi lapis mikro bawang merah var. Mikor yang dideteksi dengan distribusi radioaktif [ 14C] sukrosa. Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui pengaruh sukrosa dan paclobutrazol serta mendapatkan media terbaik dalam pembentukan umbi lapis mikro bawang merah.
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Percobaan
dilaksanakan
di
Laboratorium
Bioteknologi
Tanaman,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB pada bulan Juni 2009 – Desember 2009.
Bahan Tanaman Bawang merah yang digunakan berasal dari petani penyedia bibit di Brebes. Kultivar yang ditanam adalah Bima Juna.
47
Metode Penelitian Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap faktorial dua faktor. Faktor perlakuan yang pertama yaitu paclobutrazol terdiri atas empat taraf yaitu 0, 0.1, 1 dan 10 mg L-1 serta faktor kedua sukrosa yang terdiri atas lima taraf yaitu 30, 60, 90, 120 dan 150 g L-1. Setiap perlakuan diulang 10 kali sehingga terdapat 200 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas satu botol kultur. Setiap botol kultur ditanam satu tunas mikro bawang merah. Data yang diperoleh diolah dengan bantuan SAS 6 dan dilakukan uji DMRT pada tingkat kepercayaan 95% (α=5%) untuk mengetahui perbedaan dari perlakuan terhadap peubah yang diamati. Analisis regresi dilakukan untuk menduga respon perlakuan dan konsentrasi optimal dari setiap perlakuan. Analisis korelasi dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar peubah. Eksplan awal berupa setengah bagian cakram umbi yang ditanam pada media perbanyakan (MS+vit B5+4 mg L -1 2ip+0.5 mg L-1 NAA). Propagul untuk pengumbian adalah tunas mikro yang diperoleh dari media perbanyakan yang sudah berumur 3-4 minggu. Tunas mikro dengan daun minimal berjumlah empat helai, tidak vitrous dan tanpa akar ditanam pada media perlakuan. Kultur selanjutnya diletakkan di ruang kultur pada rak kultur dengan pengaturan suhu 30 o
C (suhu terbaik dari hasil percobaan kedua), intensitas cahaya 2000 lux dengan
lama penyinaran 24 jam. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama delapan minggu terhadap peubah : jumlah tunas, jumlah daun, jumlah daun kuning, jumlah akar, dan bobot planlet, panjang tunas, panjang akar, diameter terlebar (Dt) umbi lapis mikro, diameter pangkal (Dp) umbi lapis mikro, Dt/Dp pada minggu terakhir pengamatan.
Hasil dan Pembahasan Perlakuan sukrosa dan paclobutrazol berpengaruh secara tunggal, tidak terdapat interaksi antara kedua faktor. Sukrosa berpengaruh terhadap tinggi tanaman, jumlah daun senesen, jumlah akar, panjang akar, bobot planlet dan diameter terlebar umbi lapis mikro (Tabel 12).
48
Konsentrasi gula 150 g L-1 menghambat pemanjangan sel bagian tajuk dan akar. Jumlah akar terendah diperoleh pada media dengan gula 30 dan 150 g L-1. Hasil penelitian ini berbeda dari hasil penelitian Le Guen-Le Saos et al. (2002), konsentrasi sukrosa tinggi (70 g L -1) menghambat pertumbuhan akar dan Konsentrasi sukrosa yang tinggi (60-150 g L-1) menghambat proses
tunas.
senesen daun. Hal ini diduga karena sukrosa merupakan sumber energi bagi tunas in vitro seperti yang dijelaskan Wattimena dan Purwito (1989) sehingga daun hijau bertahan tetap hijau dalam waktu lebih lama. Bobot planlet terendah diperoleh pada perlakuan sukrosa 30 g L-1 dan tertinggi pada 60 g L-1. Bobot planlet yang tinggi pada perlakuan sukrosa 60 g L-1 karena jumlah daun, tinggi tunas, jumlah akar dan panjang akar pada perlakuan tersebut juga tinggi. Perlakuan sukrosa 60 g L-1 sangat menunjang pertumbuhan kultur.
Tabel 12.
Rata-rata nilai peubah bagian tajuk dan umbi lapis mikro bawang merah pada lima taraf sukrosa pada 8 MST Sukrosa (g L-1)
Peubah 30
60
90
120
150
Bobot planlet (g)
0.7 c
2.4 a
1.9 ab
1.7 ab
1.3 b
Diameter terlebar (Dt) (mm)
0.6 b
0.6 b
0.8 a
0.7 ab
0.6 b
Diameter pangkal (Dp) (mm) Dt/Dp
0.4 a
0.3 a
0.4 a
0.4 a
0.3 a
1.5 a
2.0 a
2.0 a
1.8 a
2.0 a
Jumlah daun hijau (helai) Jumlah daun senesen (helai) Tinggi tanaman (cm)
3.0 a
3.6 a
4.6 a
3.9 a
3.9 a
5.8 a
5.1 ab
4.4 abc
3.4 bc
2.6 c
7.7 ab
10.9 a
10.1 a
7.1 ab
4.3 b
Panjang akar (cm)
6.8 a
8.1a
6.4 a
3.6 b
2.3 b
Jumlah akar
5.2 b
17.6 a
18.4 a
13.6 a
11.8 ab
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α = 5%
49
Pemberian sukrosa 90 g L-1 menghasilkan ukuran diameter terlebar umbi lapis mikro tertinggi. Pemberian sukrosa pada semua konsentrasi tidak meningkatkan ukuran diameter pangkal umbi lapis. Nilai Dt/Dp > 2 merupakan kriteria umbi lapis mikro bawang menurut Mondal et al. (1986). Peningkatan sukrosa meningkatkan ukuran umbi lapis mikro bawang merah. Persentase kultur dengan umbi lapis mikro bawang merah yang mencapai nilai Dt/Dp > 2 pada pemberian sukrosa 30 dan 60 g L-1 hanya mencapai 30%, pada konsentrasi sukrosa 90 dan 120 g L-1 meningkat menjadi 50% dan tertinggi pada sukrosa 150 g L-1 mencapai 60%. Tidak semua kultur pada perlakuan yang sama menghasilkan nilai DT/Dp > 2 diduga disebabkan jumlah daun tunas mikro yang tidak seragam sehingga memengaruhi jumlah lapisan yang menggembung pada saat penimbunan karbohidrat. Pada pembentukan umbi lapis bawang merah di lapangan, menurut Brewster et al. (1977) terjadi setelah terbentuknya sejumlah daun minimal 6 helai dengan panjang hari dan suhu yang sesuai. Pada bawang, umbi lapis mikro dengan kriteria Dt/Dp>2 akan terbentuk apabila tunas mempunyai jumlah daun lebih dari 3 helai (Kahane et al. 1997). Le Guen-Le Saos et al. (2002); Haque et al. (2003); Pelkonen (2005) melaporkan pemberian sukrosa meningkatkan pembentukan dan ukuran umbi lapis mikro bawang. Sukrosa pada kultur in vitro diperlukan sebagai sumber energi dan karbon (Wattimena & Purwito 1989). Beberapa
argumen
diajukan
tentang
peningkatan
sukrosa
dapat
meningkatkan pertumbuhan dan pembentukan umbi lapis mikro. Ada dua hipotesis utama, 1) peningkatan karbohidrat menghasilkan penimbunan sejumlah energi yang
digunakan untuk induksi dan pertumbuhan; dan 2) peningkatan
karbohidrat meningkatkan tekanan osmotik media, yang menciptakan kondisi stres lingkungan, yang merangsang terinduksinya organ penyimpanan sebagai salah satu respon penghindaran terhadap kondisi yang tidak mendukung (Ascough et al. 2008). Pemberian manitol sebagai senyawa yang dapat meningkatkan tekanan osmotik media dan menggantikan sukrosa ternyata menghambat pembentukan umbi lapis (Le Guen-Le Saos et al. 2002). Diduga translokasi dan penimbunan karbohidrat pada umbi lapis mikro bawang merah lebih penting dibanding tekanan osmotik media.
50
Pemberian paclobutrazol berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman,
jumlah daun senesen, jumlah dan panjang akar (Tabel 13). Pemberian paclobutrazol pada taraf 10 mg L-1 menghambat tinggi tanaman, jumlah daun senesen dan panjang akar. Pemberian paclobutrazol 0.1-10 mg L-1 menurunkan panjang akar. Hasil yang sama diperoleh pada kultur Watsonia (Ascough et al. 2008), yang menyebabkan pertumbuhan tajuk dan akar terhambat dan terbentuk roset. Roset adalah pemendekan ruas karena terhambatnya pemanjangan sel. Pemberian
retardan
menghambat
aktivitas
giberelin
sehingga
perpanjangan sel terhambat tetapi tidak menghambat pembelahan sel (Arteca 1996; Cathey 1975). Pemberian paclobutrazol pada konsentrasi tinggi mempertahankan warna hijau pada daun in vitro. Hal ini disebabkan sel-sel daun mengecil, terakumulasi dan padat sehingga warna hijau lebih bertahan lama.
Tabel 13. Rata-rata nilai peubah bagian tajuk dan umbi lapis mikro bawang merah pada empat taraf paclobutrazol pada 8 MST Paclobutrazol (mg L-1) 0 0.1 0.9 c 1.9 ab
1 2.3 a
10 1.3 bc
Diameter terlebar (Dt) (mm) Diameter pangkal (Dp) (mm) Dt/Dp
0.6 a
0.6 a
0.6 a
0.8 b
0.4 a
0.4 a
0.3 a
0.4 a
1.5 a
2.0 a
2.0 a
Jumlah daun senesen (helai) Tinggi tanaman (cm) Panjang akar (cm) Jumlah akar
4.3 ab
4.6 ab
5.1 a
3.1 b
8.5 b
12.7 a
8.5 b
2.3 c
5.7 b
8.4 a
5.5 a
2.1 c
7.6 b
14.8 ab
21.2 a
9.6 b
Peubah Bobot planlet (g)
1.5 a
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf α = 5%. Bobot planlet terendah diperoleh pada media pengumbian tanpa paclobutrazol tetapi tidak berbeda nyata dengan bobot umbi lapis mikro pada perlakuan paclobutrazol 10 mg L-1. Diameter pangkal umbi lapis tidak
51
dipengaruhi oleh pemberian paclobutazol. Diameter terlebar umbi lapis mikro bawang merah
dicapai oleh perlakuan paclobutrazol 10 mg L-1. Pemberian
retardan meningkatkan translokasi sukrosa ke organ penyimpanan (Le Guen-Le Saos et al. 2002). Nilai rasio Dt/Dp umbi lapis mikro yang diperoleh pada perlakuan dengan pemberian paclobutrazol dengan kriteria
2
diperoleh pada konsentrasi
paclobutrazol 1 dan 10 mg L-1. Pemberian anti giberelin CCC dan ancymidol pada kultur kentang (Watimena & Purwito 1989), Ancymidol pada bawang merah (Le Guen-Le Saos et al. 2002) dan CCC dan SADH pada bawang putih (Kim et al. 2003) mengakibatkan penghambatan biosintesis giberelin dan merangsang proliferasi umbi lapis atau bulb mikro. Hal ini dimungkinkan karena mode of action paclobutrazol atau retardan lainnya adalah mengubah arah dan mengubah distribusi energi yang tersedia dari tunas dan akar ke jalur morfogenik lainnya seperti pembentukan umbi lapis mikro (Ascough et al. 2008). Berdasarkan pengamatan visual bentuk umbi lapis mikro bawang merah yang normal akan mengerucut di ujung umbi seperti umbi yang dihasilkan di lapangan (Gambar 8). Pada pemberian paclobutrazol 10 mg L-1, umbi lapis mikro yang diperoleh menjadi tidak normal seperti roset (Gambar 9). Bagian ujung umbi tidak menguncup seperti umbi lapis mikro yang normal walaupun kriteria umbi lapis mikro tercapai pada perlakuan paclobutrazol tersebut. Terhambatnya pertumbuhan dan bentuk umbi yang abnormal diduga karena konsentrasi paclobutrazol yang terlalu
Gambar 8 . Umbi lapis mikro bawang merah yang normal
52
tinggi dan paclobutrazol yang diberikan menghambat biosintesis giberelin. Penghambatan biosintesis giberelin oleh retardan dapat terjadi pada beberapa lintasan bergantung senyawa penghambat yang digunakan (Hazarika 2003). Paclobutrazol merupakan retardan kuat dan senyawa tersebut menghambat oksidasi ent-kaurene menjadi ent-kaurenoic acid oleh P450 monooxygenase (Srivastava 2002).
Ketidakadaaan giberelin akan memengaruhi orientasi
mikrotubul dalam proses pengumbian (Kato et al dalam Le Guen-Le Saos et al. 2002). Disarankan untuk tidak menambahkan paclobutrazol ke media pengumbian
Paclobutrazol 10 mg L-1, sukrosa 60 g L-1
Paclobutrazol 10 mg L-1, sukrosa 150 g L-1
Paclobutrazol 1 mg L-1, sukrosa 120 g L-1
Gambar 9.
Paclobutrazol 10 mg L-1, sukrosa 90 g L-1
Paclobutrazol 10 mg L-1, sukrosa 120 g L-1
Paclobutrazol 1 mg L-1, sukrosa 60 g L-1
Abnormalitas umbi lapis mikro bawang merah yang dihasilkan pada perlakuan dengan paclobutrazol
53
mikro bawang merah dan perlu dievaluasi pengaruh residu paclobutrazol terhadap pertumbuhan umbi lapis mikro selanjutnya di lapangan. Pada percobaan dengan paclobutrazol dihasilkan kultur dengan umbi lapis mikro yang berwarna putih. Pada awal pertumbuhan tunas tidak terjadi perubahan pada warna daun dan tunas tetap hijau. Hasil ini memperlihatkan
terjadi
epigenetic atau mungkin keragaman somaklonal dapat diperoleh pada perlakuan dengan paclobutrazol. Epigenetic terjadi karena berubahnya kultur secara morfologi akibat pengaruh lingkungan kultur. Perubahan morfologi karena epigenetic hanya bersifat sementara dan akan kembali normal setelah tanaman tumbuh dan berkembang di tempat yang sesuai. Keragaman somaklonal terjadi karena induksi mutasi pada sel-sel somatik akibat zat pengatur tumbuh pada konsentrasi tinggi pada kultur in vitro. Umbi lapis mikro tersebut perlu dikarakterisasi lebih lanjut.
SC
SK
SH
SH SP
Gambar 10. Umbi lapis mikro bawang merah yang dihasilkan secara in vitro dipotong horizontal (kiri) dan umbi lapis mikro yang dibelah melintang (kanan) memperlihatkan lapisan-lapisan yang terbentuk (kanan) (SK: kulit pelindung terluar; SH: lapisan tipis yang menggembung dan berdaging; SC: lapisan yang membengkak; SP: tunas adventif) Umbi lapis mikro bawang merah yang diperoleh memperlihatkan lapisanlapisan yang terbentuk seperti umumnya pada umbi lapis bawang yang dibudidayakan di lapangan (Gambar 10). Lapisan terdiri atas lapisan terluar yang kering (outer protector skin), helai daun yang menggembung berdaging (fleshy swollen sheath), lapisan yang membengkak (swollen bulb scale), daun kecambah
54
(sprout leaves) dan basal plate (De`Mason 1990; Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Berdasarkan kultur yang membentuk umbi lapis mikro perlakuan sukrosa 150 g L-1 menghasilkan jumlah terbanyak, tetapi tidak berbeda jauh dibanding perlakuan sukrosa 90 g L-1. Bentuk umbi lapis mikro dan kondisi planlet pada sukrosa 90 g L-1 (Gambar 11) jauh lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Selain itu diameter terlebar umbi lapis mikro dihasilkan oleh perlakuan sukrosa 90 g L-1. Mempertimbangkan efisiensi dan perhitungan secara ekonomis, disarankan pengumbian mikro bawang merah menggunakan sukrosa 90 g L-1 dengan kondisi lingkungan kultur yang diterapkan dalam percobaan ini.
Sukrosa 60 g L-1
Sukrosa 120 g L-1
Sukrosa 90 g L-1
Sukrosa 150 g L-1
Gambar 11. Umbi lapis mikro bawang merah pada beberapa konsentrasi sukrosa.
Berdasarkan perhitungan dengan analisis regresi perlakuan paclobutrazol responnya hanya nyata terhadap peubah diameter terlebar umbi lapis mikro dan tidak nyata pada diameter pangkal (Dp) dan nilai Dt/Dp. Analisis regresi nyata
55
linear positif (Y=0.6187 + 0.02154x) pada peubah diameter terlebar umbi lapis mikro pada perlakuan paclobutrazol dengan nilai R2 = 0.081 (Gambar 12). Nilai R2 yang sangat kecil menunjukkan data yang diperoleh keragamannya sangat besar. Persaman garis tersebut menunjukkan diameter terlebar umbi lapis mikro akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi paclobutrazol. Hasil tersebut menunjukkan paclobutrazol berperan dalam pembesaran umbi lapis mikro, diduga terjadi peningkatan akumulasi karbohidrat. Namun pengamatan secara visual menunjukkan pemberian paclobutrazol yang semakin meningkat menghasilkan bentuk umbi lapis mikro bawang merah yang abnormal (Gambar 9). Berdasarkan analisis regresi tersebut tidak dapat ditarik kesimpulan konsentrasi optimum perlakuan paclobutrazol terhadap peubah umbi lapis mikro bawang merah.
Diameter Terpanjang (mm)
2.0
S R-Sq R-Sq(adj)
0.305394 8.1% 7.5%
1.5
1.0
0.5
0.0 0
Gambar 12.
2
4 6 Paclobutrazol (mg/L)
8
10
Grafik regresi diameter terlebar umbi lapis mikro pada perlakuan paclobutrazol pada 8 MST
Hasil analisis korelasi menunjukkan terdapat korelasi nyata antara bobot planlet dengan peubah tinggi tanaman, jumlah daun, hijau, jumlah daun senesen, jumlah akar, panjang akar terpanjang, diameter terlebar (Dt) umbi lapis mikro dan diameter pangkal (Dp) umbi lapis mmikro. Tidak terdapat korelasi antara rasio Dt/Dp dengan seluruh peubah yang diamati (Tabel 14). Hasil ini menunjukkan
56
pembentukan umbi lapis mikro bawang merah tidak dipengaruhi jumlah daun, jumlah daun senesen, diameter (terlebar dan pangkal) umbi lapis mikro. Data tersebut berbeda dengan umbi lapis bawang yang diperoleh di lapangan yang pembentukannya berkaitan dengan jumlah daun (Brewster et al. 1977).
Tabel 14. Koefisien korelasi antar peubah pada 8 MST TT0 TT
JDH
1
0.44**
JDH
JDC
JA
PAT
BP
DT
DP
DT/DP
0.44**
0.47**
0.46**
0.78**
0.48**
0.08tn
0.14tn
-0.16tn
<.0001
<.0001
<.0001
<.0001
<.0001
0.3634
0.1028
0.0759
0.37**
0.72**
0.48**
0.73**
0.11tn
0.22**
-0.18tn
<.0001
<.0001
<.0001
<.0001
0.0093
0.041
0.39**
0.60**
0.40**
<.0001
<.0001
<.0001
1
0.52**
0.91**
<.0001 1
1
<.0001 JDC
0.47** <.0001
JA
0.46** <.0001
PAT
0.78** <.0001
BP
0.48** <.0001
DT
DP
DT/DP
0.37**
1
<.0001 0.72** <.0001 0.48** <.0001 0.73** <.0001
0.39** <.0001 0.60** <.0001 0.40** <.0001
0.52**
0.16tn
-0.15tn
0.0601
0.0937
0.14tn
0.19**
-0.13n
<.0001
0.1006
0.0219
0.1524
0.50**
0.08tn
0.11tn
-0.08tn
0.3709
0.2071
0.3811
0.21**
0.29**
-0.18tn
0.0111
0.0005
0.0411
1
0.74**
0.20n
<.0001
0.0219
1
-0.56tn
<.0001 0.91**
0.50**
<.0001
<.0001
0.19
1
0.09tn 0.305
0.08tn
0.11 tn
0.09 tn
0.14 tn
0.08 tn
0.21*
0.3634
0.19
0.305
0.1006
0.3709
0.0111
0.14tn
0.22**
0.16tn
0.19*
0.11tn
0.29**
0.74**
0.1028
0.0093
0.0601
0.0219
0.2071
0.0005
<.0001
-0.16
-0.18
-0.15
-0.13
-0.08
-0.18
0.2
-0.56
0.0759
0.041
0.0937
0.1524
0.3811
0.0411
0.0219
<.0001
<.0001 1
Keterangan: TT=tinggi tanaman, JDH=jumlah daun hijau, JDC=jumlah daun coklat (senesen), PAT=panjang akar terpanjang, JA=jumlah akar, BP=bobot planlet, DT=diameter terlebar, DP=diameter pangkal, Dt/Dp=rasio diameter terlebar/diameter pangkal.
Kesimpulan Metoda pembentukan umbi lapis mikro bawang merah diperoleh dengan menanam tunas mikro pada media pengumbian dengan konsentrasi sukrosa 90 g L-1 pada suhu ruang kultur 30 oC, terbaik
dalam meningkatkan diameter
pangkal(Dp) umbi lapis mikro dan rasio diameter terlebar (Dt) dan pangkal (Dp)
57
umbi lapis mikro, persentase kultur yang menghasilkan umbi lapis mikro dengan Dt/Dp > 2 mencapai 50%. Peningkatan konsentrasi paclobutrazol dari 0.1 sampai 10 mg L-1 nyata menghambat pertumbuhan tunas dan akar. Diameter terlebar umbi lapis mikro akan terus meningkat dengan meningkatnya konsentrasi paclobutrazol (Y=0.6187 + 0.02154x; R2=0.081) . Pemberian paclobutrazol 10 mg L-1 menghasilkan penampilan beberapa umbi lapis mikro yang abnormal. Umbi lapis mikro bawang merah yang dihasilkan mempunyai anatomi yang sama dengan umbi lapis bawang merah yang dibudidayakan di lapangan. Terdapat korelasi antara bobot planlet terhadap seluruh peubah pengamatan. Tidak terdapat korelasi antara rasio Dt/Dp dengan seluruh peubah yang diamati.
Saran Pengumbian mikro bawang merah sebaiknya tidak menggunakan media yang mengandung paclobutrazol. Perlu penelitian untuk melihat pengaruh residu paclobutrazol pada umbi lapis mikro bawang merah terhadap pertumbuhan di lapangan.