Tinjauan Pustaka
PERAN STRES OKSIDATIF PADA PENUAAN KULIT SECARA INTRINSIK Stefani Rachel Soraya Djuanda*, Endi Novianto*, Siti Aisah Boediardja*, Sri Widia A. Jusman** *Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin **Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FK. Universitas Indonesia/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
ABSTRAK Proses penuaan kulit terjadi melalui dua mekanisme, yakni intrinsik dan ekstrinsik, yang saling mempengaruhi. Teori penuaan kulit secara intrinsik yang paling banyak diterima adalah teori stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara reactive oxygen species (ROS) yang terbentuk dengan mekanisme pertahanan antioksidan. ROS terbentuk melalui berbagai proses fisiologis tubuh, terutama melalui rantai pernapasan aerobik di dalam mitokondria. Pembentukan ROS yang berlebihan atau produksi antioksidan yang berkurang menyebabkan munculnya stres oksidatif dan akan merusak berbagai komponen seluler serta mengganggu jalur komunikasi antar sel. Proses penuaan secara intrinsik ini akan mengakibatkan gambaran klinis berupa kerut halus di area yang tidak terpajan sinar matahari, kulit kering, dan pertumbuhan tumor jinak kulit misalnya keratosis seboroik. (MDVI 2012; 39/3:127 - 133) Kata kunci: penuaan kulit secara intrinsik, stres oksidatif, reactive oxygen species, mitokondria
ABSTRACT Cutaneous aging is a complex biological phenomenon consisting of two components: intrinsic and extrinsic aging. The processes of intrinsic and extrinsic aging are superimposed. Oxidative stress theory is one of the most widely accepted theories to explain the cause of skin aging. Oxidative stress is an imbalance between the production of ROS and the antioxidant system. ROS is formed during physiology process, mainly through mitochondrial respiratory chain. Excess ROS production and decline antioxidant activity leads to accumulation of cellular damage and altered transmembrane signaling. Clinical manifestation of intrinsically aged skin are fine wrinkles, Korespondensi : Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat Telp. 021-31935383 Email:
[email protected]
127
xerosis, and the appearance of benign tumor such as seborrheic keratoses.(MDVI 2012; 39/3:127 - 133) Keywords: intrinsic aging, oxidative stress, reactive oxygen species, mitochondria
Stefani Rachel Soraya Djuanda dkk.
PENDAHULUAN Kulit mengalami proses penuaan, baik dalam struktur maupun fungsi. Contoh perubahan struktur adalah berkurangnya kadar lipid, jumlah sel melanosit dan sel Langerhans, penurunan sintesis kolagen, atrofi kulit, serta perubahan distribusi lemak subkutan.1,2 Sedangkan pada perubahan fungsi terjadi penurunan sensitivitas dan elastisitas kulit, peningkatan sensasi rasa gatal, kulit menjadi lebih rentan terhadap trauma mekanik, dan penurunan kemampuan perbaikan jaringan.1 Proses penuaan kulit terjadi melalui dua mekanisme, yakni intrinsik dan ekstrinsik. Kedua mekanisme ini saling mempengaruhi.1 Penuaan secara intrinsik dipengaruhi oleh faktor waktu dan genetik, sedangkan penuaan secara ekstrinsik dipengaruhi oleh berbagai faktor dari luar tubuh, antara lain sinar ultraviolet (UV), rokok, alkohol, dan nutrisi yang kurang. Kedua mekanisme tersebut menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Penuaan intrinsik menyebabkan timbulnya kerut halus dan kulit tampak lebih pucat. Sedangkan pada penuaan ekstrinsik muncul kerut kasar dan dalam, disertai dengan perubahan pigmentasi, misalnya lentigo.2,3 Walaupun berbeda, beberapa penelitian terbaru menunjukkan persamaan molekular di antara keduanya, yakni pada pembentukan reactive oxygen species (ROS).2,4,5 Terdapat berbagai macam teori mengenai penuaan kulit secara intrinsik, di antaranya teori penuaan seluler, pemendekan telomer, DNA mitokondria (mtDNA), mutasi genetik, hormonal, dan stres oksidatif.2,6 Sampai saat ini, teori stres oksidatif diduga kuat sebagai penyebab utama penuaan pada kulit, sekaligus merupakan teori yang paling banyak diterima.4,7 Pengetahuan mengenai penuaan kulit penting diketahui karena berpengaruh besar terhadap fungsi sosial seseorang.4 Tinjauan pustaka ini akan membahas peran stres oksidatif pada penuaan kulit secara intrinsik.
STRES OKSIDATIF DAN ROS Stres oksidatif adalah satu kondisi ketidakseimbangan antara ROS yang terbentuk dengan mekanisme pertahanan antioksidan, baik disebabkan oleh produksi ROS yang meningkat, berkurangnya produksi antioksidan, atau keduanya. 8 ROS adalah senyawa oksigen reaktif yang merupakan produk sekunder metabolisme aerobik.9 Oksigen (O2) penting bagi kehidupan manusia. Hampir 90% O2 pada tubuh manusia digunakan oleh mitokondria untuk menghasilkan energi.7,9 Pada proses ini akan terbentuk ROS akibat pengolahan O2 yang tidak sempurna. ROS dapat berupa radikal bebas yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. Senyawa ini akan menarik elektron dari molekul di sekitarnya untuk melengkapi elektron di orbit terluarnya, sehingga
Peran stres oksidatif pada penuaan kulit secara intrinsik
molekul tersebut menjadi tidak stabil, dan selanjutnya mengambil elektron dari molekul di sekitarnya. Terbentuklah reaksi berantai radikal bebas yang berbahaya. Contoh radikal bebas antara lain adalah anion superoksida (O2.-), radikal hidroksil (OH.), dan peroksinitrit (ONOO-). Hidrogen peroksida (H2O2) dan nitrit oksida (NO) bukan merupakan radikal bebas, akan tetapi dikategorikan ke dalam ROS karena mampu mencetuskan reaksi reduksi oksidasi dan membentuk radikal bebas.2,10 Sesungguhnya ROS adalah senyawa yang terbentuk secara fisiologis dan berperan penting dalam komunikasi antar sel, homeostasis, dan respons selular. Tubuh pun memiliki mekanisme pertahanan (antioksidan) untuk mencegah efek negatif ROS, secara enzimatik maupun nonenzimatik. 9 Contoh antioksidan berupa enzim adalah superoksida dismutase, misalnya MnSOD, CuZnSOD, ECSOD, katalase, glutation peroksidase, serta non-enzimatik yaitu glutation tereduksi (GSH). 11 Namun kecepatan produksi antioksidan tidak sebanding dengan kecepatan produksi ROS. Sebesar 1-3% O2 akan mengalami proses pengolahan yang tidak sempurna dan membentuk ROS. ROS yang berlebih akan bersifat toksik dan menyebabkan kerusakan sel.6,9,10 Pembentukan ROS di dalam tubuh Oksigen merupakan akseptor elektron terminal di dalam rantai transport elektron (electron transport chain/ETC) pada membran dalam mitokondria. Bila aliran elektron terganggu, oksigen dapat mengalami reduksi oleh satu elektron sehingga terbentuk ROS, yaitu O2.-. Keadaan ini dapat terjadi pada kompleks I ETC (NADH dehidrogenase) dan kompleks III ETC (ubisemikinon). Di dalam mitokondria terdapat enzim MnSOD yang mengubah O2.- menjadi H2O2. Selanjutnya H2O2 akan diubah menjadi air (H2O) oleh enzim glutation peroksidase (GSPx), yang memerlukan bantuan GSH atau katalase. Bila tidak diuraikan, H2O2 dapat bereaksi dengan logam transisi yang terdapat bebas, misalnya Fe2+ dan Cu+, sehingga terbentuk OH. melalui reaksi Fenton. Selanjutnya radikal OH. dapat menyerang berbagai makromolekul di dalam sel, misalnya DNA, lipid, dan protein, sehingga menyebabkan kerusakan oksidatif makromolekul tersebut.7,9,12 Selain ROS, reactive nitrogen species (RNS), yakni NO dan ONOO- juga turut berperan dalam perubahan struktur dan fungsi fisiologis kulit. Sumber NO dapat berasal dari luar, maupun dari dalam tubuh. NO dari luar tubuh berasal dari sayuran misalnya lobak, wortel, dan selada. Sedangkan dari dalam tubuh dibentuk oleh enzim nitrit oxide synthase (NOS).9,13 Proses pembentukan ROS dan RNS di mitokondria dapat dilihat pada gambar 1.
128
MDVI
Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 127 - 133
NO eksogen
mtDNA
membran dalam mitokondria membran luar mitokondria
lipid
protein mtNOS
.
OH
NO
ONOO
2+
Fe
H2O2
.-
O2
GSPx
H2O GSH
ATP
ADP
V
I II
CoQ CoQ
III
Cyt c
IV
Gambar 1. Proses pembentukan serta target kerusakan ROS dan RNS di mitokondria1 Panah tebal ( ) menggambarkan pembentukan molekul, panah tipis ( ) menggambarkan difusi molekul, panah putus-putus ( menggambarkan efek yang merusak.
Pembentukan ROS terutama terjadi di dalam mitokondria. Selain mitokondria, ROS di dalam tubuh dapat berasal dari reaksi enzimatik yang dikatalisis oleh oksidase dan oksigenase, reaksi radang (infeksi bakteri dan fagositosis), pajanan sinar UV, asap rokok, dan lain-lain.2,10,12
)
RESPONS SELULER TERHADAP STRES OKSIDATIF DAN DAMPAK KLINIS PADA PENUAAN KULIT Stres oksidatif berperan besar pada penuaan kulit, terutama yang terjadi secara intrinsik, dengan menimbulkan
Faktor intrinsik (mis. mutasi, hormon) Produksi ROS (mis. superoksida, radikal hidroksil)
Oksidasi selular (mis. DNA, lipid, protein)
Aktivasi MAP kinase (mis. ERK, JNK, p38 kinase)
Aktivasi AP-1 Gangguan pada jalur aktivasi TGF-β
Aktivasi NF-κB, Stimulasi sitokin proinflamasi Inflamasi
Metabolisme kolagen: Sintesis prokolagen tipe I dan VII berkurang Destruksi dan disorganisasi kolagen Inaktivasi tissue inhibitor of metalloproteinases (TIMPs) Aktivasi matrix-degrading metalloproteinases (MMPs) Induksi sintesis MMPs (misal : MMP-1, 3, 9) Gambar 2. Skema umum dampak ROS terhadap penuaan kulit secara intrinsik1 MAP kinase: mitogen-activated protein kinase, ERK: extracellular signal-related kinase, JNK: c-JunN terminal kinase, NF-κB: nuclear factor kappa B, AP-1: activator protein 1, TGF-β: transforming growth factor beta
129
Stefani Rachel Soraya Djuanda dkk.
Peran stres oksidatif pada penuaan kulit secara intrinsik
kerusakan oksidatif pada berbagai komponen selular, merangsang apoptosis, mengganggu proses komunikasi antar sel, serta menjadi penyebab atau ikut berperan pada penyakit terkait penuaan.14 Dampak ROS pada penuaan kulit dapat terjadi melalui proses oksidasi selular, aktivasi mitogen-activated pathway (MAP) kinase, aktivasi nuclear factor kappa B (NF- B), serta stimulasi sitokin proinflamasi.6 Skema umum proses penuaan akibat ROS dapat dilihat pada gambar 2. Kerusakan akibat ROS bergantung pada sifat masingmasing molekul. O2.- bersifat sangat reaktif dan tidak mudah berdifusi ke luar sel, sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh molekul ini bersifat lokal. Molekul H2O2 mudah larut dalam lemak, sehingga dapat berdifusi ke luar sel dan mengakibatkan kerusakan yang jauh dari tempat produksinya. Molekul OH. memiliki waktu paruh yang sangat singkat dan bereaksi hampir dengan seluruh komponen di sekitarnya, misalnya mtDNA, lipid, dan protein.1,9,10
termasuk menginduksi mutasi lebih lanjut mtDNA. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran setan yang berakibat buruk bagi sel seperti yang terlihat pada gambar 3.7 Seiring dengan pertambahan usia, akan terjadi akumulasi mutasi mtDNA. Penelitian yang dilakukan oleh Yang dkk. (1994) menemukan mutasi delesi 4977-bp mtDNA pada individu di atas usia 60 tahun. Insiden mutasi ini meningkat seiring dengan pertambahan usia.15 Penelitian yang dilakukan oleh Michikawa dkk. (1999) pada mtDNA fibroblas orang lanjut usia, menemukan peningkatan kejadian mutasi titik di area pengatur replikasi. Peningkatan yang paling bermakna berupa transversi T414G pada individu di atas usia 65 tahun.16,17 Kebenaran berbagai teori mutasi DNA tersebut masih sering diperdebatkan. Penelitian oleh Fisher dkk. (2008) pada kultur fibroblas manusia, tidak dapat menemukan peran T414G pada proses penuaan seluler.17,18 Selain melalui proses mutasi, ROS dapat merusak DNA secara langsung dengan menyerang komponen basa purin (adenin, guanin), basa pirimindin (sitosin, timin), atau gula deoksiribosa. Kerusakan DNA dapat berupa putusnya rantai dan atau modifikasi kimiawi pada susunan basa atau gula deoksiribosa, yang mengakibatkan siklus sel terhenti atau terjadi apoptosis. Pada penuaan kulit, hal ini tampak pada berkurangnya jumlah sel penyusun kulit yaitu sel keratinosit, sel Langerhans, sel mast, dan sel fibroblas.8 Kerusakan oleh ROS juga dapat dialami oleh DNA inti, namun tingkat kerusakan lebih rendah daripada mtDNA. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, yakni lokasi mtDNA yang terletak dekat dengan tempat produksi ROS, mtDNA
DNA mitokondria Mitokondria adalah organ utama penghasil ROS, sekaligus sebagai target utama ROS. Lokasi mtDNA yang relatif dekat dengan lokasi pembentukan O2.-, yakni di membran dalam mitokondria, menyebabkan mtDNA menjadi rentan terhadap kerusakan akibat ROS.7 Secara alami dapat terjadi mutasi pada mtDNA yang akan menyebabkan gangguan proses respirasi. Gangguan ini akan meningkatkan pembentukan ROS, terjadi kebocoran ROS dari ETC, kemudian merusak berbagai komponen sel,
mtDNA
membran dalam mitokondria membran luar mitokondria
.
OH
O2
GSPx
.-
H2O2
H2O ATP
ADP
I
V II
CoQ
III
Cyt c
IV
Gambar 3. Lingkaran setan: kerusakan pada mtDNA mengakibatkan gangguan pada kompleks ETC, meningkatkan produksi ROS, lalu mengakibatkan kerusakan mtDNA lebih lanjut 1 Panah tebal ( ) menggambarkan pembentukan molekul, panah tipis ( ) menggambarkan difusi molekul, panah putus-putus ( ) menggambarkan efek yang merusak.
130
MDVI
kekurangan protein histon yang mampu melindungi sel dari kerusakan akibat radikal bebas, mtDNA memiliki jumlah sekuens nonkode yang lebih sedikit dibandingkan dengan DNA inti, dan kemampuan repair mtDNA yang lebih rendah dibandingkan DNA inti.12
Lipid Bila ROS menyerang komponen lipid, akan terjadi kerusakan oksidatif yang dikenal dengan peroksidasi lipid. Mekanisme ini diawali dengan ekstraksi atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh ganda/ polyunsaturated fatty acid (PUFA) oleh OH., lalu membentuk radikal lipid (L.). Kemudian L. akan berinteraksi dengan molekul O2 dan membentuk radikal peroksil lipid (LOO.) dan lipid peroksida (LOOH). Selanjutnya ketiga radikal bebas ini akan terus bereaksi dengan molekul-molekul di sekitarnya dan membentuk reaksi berantai yang berbahaya bagi sel. Reaksi berantai ini akan terhenti bila radikal bebas bereaksi dengan sesama radikal bebas atau dengan antioksidan.10 Peroksidasi lipid mudah terjadi pada PUFA, yang banyak terdapat pada membran sel. Komponen utama lain yang juga menyusun membran sel adalah protein. Peroksidasi lipid tidak hanya merusak lipid, namun juga merusak protein yang mengakibatkan kerusakan struktur membran, dan selanjutnya menimbulkan penurunan efisiensi transpor serta gangguan sinyal transmembran. Sebagai contoh, peroksidasi lipid pada membran eritrosit akan menyebabkan gangguan fleksibilitas eritrosit sehingga sulit masuk ke dalam pembuluh kapiler terkecil.2,8 Pada kulit menua, terjadi pendataran taut dermoepidermal dan pemendekan capillary loops, yang mengganggu hantaran nutrisi ke epidermis. Kondisi ini diperparah oleh eritrosit yang mengalami peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid yang terjadi pada komponen mitokondria, tepatnya pada kardiolipin di membran dalam, akan mengakibatkan penurunan fungsi mitokondria.8 Oksidasi low density lipoprotein dapat meningkatkan kadar endothelin (ET-)1. ET-1 adalah protein yang diduga berperan dalam patogenesis keratosis seboroik (KS). Sampai saat ini lesi KS dianggap sebagai ciri khas penuaan kulit secara intrinsik. Terdapat dugaan bahwa keratinosit pada KS mengekspresikan ET-1 dalam jumlah besar dan ET-1 merangsang proliferasi melanosit yang meningkat pada KS.19 Salah satu produk yang terbentuk dari hasil degradasi lipid adalah malondialdehid. Karena sifatnya hidrofilik, malondialdehid akan masuk ke dalam darah dan urin sehingga dapat digunakan sebagai indikator kerusakan akibat ROS.10
Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 127 - 133
oksidasi pada tulang punggung atau rantai samping protein, yang berakhir pada putusnya rantai protein. Kerusakan oksidatif asam amino penyusun protein misalnya lisin, arginin, prolin, dan treonin akan menghasilkan gugus karbonil, yang merupakan indikator kerusakan protein akibat ROS. Pengukuran kadar karbonil dapat digunakan sebagai petanda untuk mengetahui kerusakan akibat ROS pada proses penuaan.20 Gambaran khas kulit yang mengalami penuaan secara intrinsik berupa pendataran taut dermoepidermal akibat jumlah dan ukuran papila dermis yang berkurang serta berkurangnya ekspresi protein matriks ekstraseluler 1.1,21 Terjadi penurunan jumlah papila dermis per area yang bermakna, yakni dari rerata 40 papila/mm2 pada kulit remaja menjadi 14 papila/mm2 pada kulit individu di atas usia 60 tahun. Luas permukaan kontak antara epidermis dan dermis akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan hantaran nutrisi ke epidermis yang berkurang serta terjadi gangguan komunikasi antar kedua lapisan. Pendataran ini juga akan meningkatkan risiko timbul celah subepidermal yang berperan dalam pembentukan kerut.1,17 Penurunan jumlah dan fungsi protein filagrin, penurunan kadar natural moisturizing factor, serta perubahan profil lipid ekstraselular stratum korneum mengakibatkan gambaran kulit yang kering dan kasar pada orang tua.22
Jalur transduksi sinyal MAP kinase Jalur transduksi sinyal MAP kinase berperan penting pada berbagai fungsi seluler, misalnya ekspresi gen, mitosis, diferensiasi, proliferasi, dan apoptosis. MAP kinase adalah kumpulan enzim yang menggunakan ATP untuk memfosforilasi protein target pada residu serin atau treonin. MAP kinase terdiri dari tiga subdivisi utama, yakni extracellular signal-related kinase (ERK), c-Jun Nterminal kinase (JNK), dan p38 kinase. Secara umum dapat dikatakan bahwa aktivasi ERK mempertahankan kehidupan sel, sedangkan aktivasi JNK dan p38 kinase mengakibatkan kematian sel. Keseimbangan antar ketiganya penting bagi penentuan hidup atau matinya sebuah sel. Produksi ROS yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan aktivitas ERK serta peningkatan JNK dan p38 kinase. Perubahan ini akan mengakibatkan penurunan proliferasi dan diferensiasi sel serta memicu apoptosis.6,8 Ekspresi JNK, yang meningkat pada orang usia lanjut, akan mengaktivasi kompleks activator protein (AP)-1. AP1 berperan penting pada penuaan kulit, yakni dengan mempengaruhi metabolisme kolagen seperti yang terlihat pada gambar 2. 2,6
Protein
Nuclear factor-B
Kerusakan protein oleh ROS dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung melalui produk akhir peroksidasi lipid, misalnya isoketal dan malondialdehid. 8 Proses dapat terjadi melalui berbagai mekanisme, antara lain
NF-B adalah kumpulan protein yang mengaktivasi faktor transkripsi beberapa gen sebagai respons terhadap berbagai macam stimulus. ROS akan mengaktivasi NF-κB yang kemudian akan menginduksi ekspresi sitokin
131
Stefani Rachel Soraya Djuanda dkk.
proinflamasi (IL-2, IL-6, IL-8), faktor pertumbuhan, dan tumor necrosis factor (TNF)-α. Selain memicu reaksi inflamasi, kerusakan sel, dan apoptosis, faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi metabolisme kolagen.6,8,22 Gangguan pada jalur MAP kinase dan aktivasi NF-B dapat mengakibatkan perubahan metabolisme kolagen seperti yang terlihat pada gambar 2, yakni berkurangnya sintesis prokolagen tipe I dan III, destruksi dan disorganisasi kolagen, inaktivasi tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMP), serta aktivasi matrix-degrading metalloproteinase (MMP). 6 Selain faktor intrinsik, jalur MAP kinase dan NF-B juga dapat dipicu oleh faktor ekstrinsik misalnya pajanan sinar UV.22 Perubahan metabolisme kolagen ini tampak nyata pada kulit yang menua, yakni kolagen menjadi lebih tebal dan tersusun secara acak sehingga menyebabkan penurunan elastisitas kulit.1 Penurunan jumlah kolagen, diikuti dengan penipisan epidermis, atrofi dermis, serta penurunan jumlah fibroblas menyebabkan munculnya gambaran kerut halus. Kerut ini mudah dilihat pada area tidak terpajan sinar matahari dan mudah menghilang dengan peregangan. 21 NF-B berperan pada regulasi vascular endothelial growth factor (VEGF). Sebagai respons terhadap luka, ROS akan mengaktivasi NF-B, yang kemudian menginduksi pelepasan VEGF. VEGF mengekspresikan protein antiapoptosis, sehingga peningkatan VEGF akan meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada proses perbaikan jaringan. Sebaliknya, pada proses penuaan terjadi penurunan jumlah hormon, termasuk VEGF, yang berakibat pada meningkatnya apoptosis sel endotel. Ketidakseimbangan antara faktor angiogenik dan antiangiogenik akan mengakibatkan gangguan homeostasis pembuluh darah, seperti gangguan pada sistem imun dan sistem termoregulasi kulit. Berkurangnya pembuluh darah yang melingkupi bulbus rambut, kelenjar ekrin, apokrin, dan sebasea mengakibatkan atrofi dan fibrosis struktur tersebut. Bila terjadi pada rambut, akan mengakibatkan perubahan rambut terminal menjadi velus, yang diikuti dengan penipisan rambut.22
Peran stres oksidatif pada penuaan kulit secara intrinsik
2.
3.
4. 5.
6.
7. 8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
15.
PENUTUP 16.
Telah dipaparkan mengenai peran stres oksidatif yang diduga kuat sebagai penyebab utama penuaan kulit, terutama pada penuaan kulit secara intrinsik. Pengetahuan ini berguna dalam pencegahan, pengendalian, dan penatalaksanaan perubahan yang terjadi pada kulit yang menua.
17.
18.
DAFTAR PUSTAKA 1. Farage MA, Miller KW, Mailbach HL. Degenerative changes in aging skin. Dalam: Farage MA, Miller KW, Mailbach HL,
19.
penyunting. Textbook of aging skin. Edisi ke-1. Berlin: Springer; 2010. h. 25-35. Makrantonaki E, Zouboulis CC. Characteristics and pathomechanism of endogenously aged skin. Dermatology. 2007; 214: 352-60. Assaf H, Adly MA, Hussein MR. Aging and intrinsic aging: pathogenesis and manifestations. Dalam: Farage MA, Miller KW, Maibach HL, penyunting. Textbook of aging skin. Edisi ke-1. Berlin: Springer; 2010. h. 129-38. Puizina-Ivic N. Skin aging. Acta Dermatoven APA. 2008; 17: 47-54. Pierard GE, Paquet P, Xhauflaire-Uhoda E, Quatresooz. Physiological variations during aging. Dalam: Farage MA, Miller KW, Mailbach HL, penyunting. Textbook of aging skin. Edisi ke-1. Berlin: Springer; 2010. h. 45-54. Makrantonaki E, Zouboulis CC. Pathomechanism of endogenously aged skin. Dalam: Farage MA, Miller KW, Mailbach HL, penyunting. Textbook of aging skin. Edisi ke-1. Berlin: Springer; 2010. h. 93-9. Birch-Machin MA. The role of mitochondria in ageing and carcinogenesis. Clin Exp Dermatol. 2006; 31: 548-52. Halliwell B, Gutterridge JMC. Free radicals in biology and medicine. Edisi ke-4. Wiltshire: Oxford University Press; 2007. h. 187-267. Kirkinezos IG, Moraes CT. Reactive oxygen species and mitochondrial disease. Cell Develop Biol. 2001; 12: 449-57. Lieberman M, Marks A. Marks’ basic medical biochemistry: a clinical approach. Edisi ke-3. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2009. h. 443-63. Halliwell B, Gutterridge JMC. Free radicals in biology and medicine. Edisi ke-4. Wiltshire: Oxford University Press; 2007. h. 79-185. Beattie DS. Bioenergetics and oxidative metabolism. Dalam: Delvin TM, penyunting. Textbook of biochemistry with clinical correlations. Edisi ke-6. Hoboken: Wiley; 2006. h. 529-77. Halliwell B, Gutterridge JMC. Free radicals in biology and medicine. Edisi ke-4. Wiltshire: Oxford University Press; 2007. h. 30-78. Halliwell B, Gutterridge JMC. Free radicals in biology and medicine. Edisi ke-4. Wiltshire: Oxford Hniversity Press; 2007. h. 614-77. Yang JH, Lee HC, Lin KJ, Wei YH. A specific 4977-bp deletion of mitochondrial DNA in human ageing skin. Arch Dermatol. 1994; 286: 386-90. Michikawa Y, Mazzucchellim Bresolin N, Scarlato G, Attardi G. Aging-dependent large accumulation of point mutations in the human mtDNA control region for replication. Science. 1999; 286: 774-9. Michikawa Y, Laderman K, Richter, Attardi G. Role of nuclear background and in vivo environment in variable segregation behavior of the aging-dependent T414G mutation at critical control site for human fibroblast mtDNA replication. Somat Cell Mol Genet. 1999; 25(5/6): 333-42. Birket MJ, Passos JF, von Zglinicki T, Birch-Machin MA. The relationship between the aging- and photo-dependent T414G mitochondrial DNA mutation with cellular senescence and reactive oxygen species production in cultured skin fibroblast. J Invest Dermatol. 2008; 373: 1-6. Yaar M. Clinical and histological features of intrinsic versus
132
MDVI
extrinsic Skin aging. Dalam: Gilchrest BA, Krutmann J, penyunting. Skin aging. Edisi ke-1. Berlin: Springer. 2006; h. 9-21. 20. Berlett BS, Stadtman ER. Protein oxidation in aging, disease, and oxidative stress. J Biol Chemis. 1997; 272; 20313-6. 21. Raschke C, Elsner P. Skin aging: a brief summary of characteristic changes. Dalam: Farage MA, Miller KW,
133
Vol. 39 No. 3 Tahun 2012; 127 - 133
Mailbach HL, penyunting. Textbook of aging skin. Edisi ke-1. Berlin: Springer; 2010. h. 37-43. 22. Yaar M, Gilchrest BA. Aging of skin. Dalam: Klaus W, Goldsmith LA, Katz SI, Gilhrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw-Hill; 2008. h. 963-74.