Peran Sektor Investasi dan Konsumsi dalam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Tengah Krisis Global Anggraeni Dwi Widhiash & Gema Ramadhan Bastari Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina Abstract In the midst of global economic crisis occurred since 2008 and involved most of the world’s countries, Indonesia's economic growth remained stable, even increasing. The increase in GDP is largely supported by the strength of household consumption and rapid growth in investment. The contribution of gross fixed capital formation to GDP continued to increase and foreign investment largely sustains this contribution. The fluency of the investment has increase supply in the market mechanism, provides both a good perception toward Indonesia and a multiplier effect for the economy as a whole. On the other hand, household consumption is still growing strong so that it can sustain its economic growth in the domestic market. High consumption leads to price stability remains in accordance with the laws of supply and demand, thus causing production. On the conclusion, this paper found that there are a number of obstacles related to investment and consumption. On investment, obstacles happen because there is no adequate infrastructure to move investments from the financial sector to the real sector. While the consumption that is fueled by government stimulus too often possibly will lead Indonesia to middle income trap. Keywords: Economic crisis, consumption, investment
Pendahuluan Krisis ekonomi global yang masih berlangsung sampai saat ini merupakan salah satu krisis terburuk yang pernah terjadi di dunia semenjak The Great Depression. Krisis ekonomi yang terjadi sejak Agustus 2008 ini diawali oleh ledakan gelombang ekonomi di pasar perumahan Amerika Serikat sebagai akibat dari kehadiran subprime mortgage. Dari Amerika Serikat, krisis kemudian menjalar ke Eropa dan berlanjut ke seluruh dunia sebagai akibat menurunnya permintaan impor dari negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Krisis ekonomi global kali ini telah menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia sebanyak 2.5% dan menyebabkan pertumbuhan minus di negara-negara di dunia. Namun, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap stabil, bahkan meningkat di tengah krisis ini. Pada awal tahun 2009, ketika banyak terjadi pertumbuhan minus di sejumlah negara di dunia, Indonesia justru mengalami peningkatan laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuarter kedua dan ketiga sebesar 4, 5 % 1. Meskipun menurut data yang dikumpulkan BPS terkait keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia, telah terjadi perlambatan signifikan pada pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 4,6 % dari tahun 2008 ke tahun 2009, namun kondisi ini segera berbalik dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi nasional secara pesat pada tahun- tahun berikutnya2. Bahkan pada tahun 2012 ini, pertumbuhan ekonomi masih tetap stabil, yaitu sebesar 6,3 % dari tahun 2011 dengan arus investasi masih terus mengalir deras ke dalam negeri3. Peningkatan PDB ini sebagian besar ditunjang oleh kekuatan konsumsi rumah tangga dan pertumbuhan pesat pada investasi. Faisal Basri dalam Nurcholish Madjid Memorial Lecture VI mengungkapkan bahwa sejak tahun 2009 ekonomi Indonesia mulai terbang dengan dua mesin, yaitu mesin konsumsi yang sebelumnya sudah menderu sangat kencang dan mesin investasi yang mulai bangkit di tahun 2009. Pernyataan ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan pesat pada sektor Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Data yang sama juga menunjukkan bahwa sektor konsumsi rumah tangga di Indonesia menyumbang lebih dari 50 persen bagian pada kue PDB nasional yang artinya kekuatan pasar domestik berhasil mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Makalah ini akan membahas bagaimana kedua mesin ekonomi Indonesia, yaitu investasi dan konsumsi, memiliki peran penting dalam pembangunan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah krisis ekonomi global. Pembahasan akan dibagi dalam empat bagian. Bagian pertama akan menjelaskan gambaran umum situasi perekonomian Indonesia ketika krisis ekonomi 2008 terjadi dan pertumbuhannya sampai tahun 2012. Bagian kedua dan ketiga berturut-turut akan menjelaskan bagaimana sektor investasi dan konsumsi dapat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia di saat krisis global terjadi. Bagian keempat akan menjelaskan hambatan bagi perkembangan sektor investasi dan konsumsi Indonesia.
Gambaran Umum Perekonomian Indonesia (2008-2012) Semenjak berdirinya pada tahun 1945, Indonesia telah tiga kali terkena krisis ekonomi global maupun regional. Catatan sejarah perekonomian Indonesia mencatat berbagai dinamika perekonomian yang begitu kuat, khususnya pada tahun- tahun krisis
yaitu tahun 1998, 2007 dan 20114. Tahun 1998 menjadi tahun yang begitu dinamis dengan berlangsungnya krisis di Asia yang kemudian memorak- porandakan perekonomian Indonesia. Reformasi ekonomi menjadi resolusi yang kemudian diterapkan sebagai strategi ekonomi nasional dengan mencanangkan kebijakan ekonomi pasar yang mengacu pada neoliberalisasi ekonomi. Hari ini, krisis ekonomi global kembali terjadi. Amerika Serikat dan negaranegara zona Euro kali ini menjadi hulu dari krisis ekonomi berkepanjangan yang telah terjadi semenjak tahun 2008. Namun, berbeda dengan krisis pada tahun 1998, perekonomian Indonesia berhasil mempertahankan stabilitasnya, sehingga mampu mencatatkan diri sebagai salah satu dari sedikit negara di dunia yang mengalami pertumbuhan positif pada tahun 2009. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia mengalami peningkatan laju pertumbuhan pada kuarter kedua dan ketiga tahun 2009 yaitu sebesar 4,5 % dari pertumbuhan PDB pada tahun 20085. Pertumbuhan positif ini kemudian menjadi titik awal keberhasilan Indonesia dalam terus menjaga stabilitas pertumbuhan ekonominya selama krisis ekonomi global berlangsung. Menurut data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik, tercatat bahwa perekonomian Indonesia sejak tahun 2008 hingga kuartal III tahun 2012 memiliki kecenderungan naik. Dalam sebuah warta di Kompas dikatakan bahwa dalam sebuah forum tertutup di KTT Asia-Eropa yang dilaksanakan di Vientiane, Laos, pada November 2012 lalu, Indonesia diminta untuk berbagi tentang strategi penanganan krisis terkait krisis ekonomi global yang terjadi sejak 2008 lalu 6. Hal ini menunjukan bahwa citra Indonesia sebagai negara yang mampu menangani krisis semakin menguat di mata internasional. Sehingga secara otomatis menjadikan posisi tawar Indonesia dalam pasar investasi meningkat pesat. Berikut merupakan grafik yang berisi data pertumbuhan PDB Indonesia dari tahun 2008 hingga tahun 2012. Tabel 1 Grafik Pertumbuhan PDB Indonesia
Sumber: BPS
Jika melihat kue perekonomian Indonesia, dapat dilihat bahwa konsumsi rumah tangga Indonesia menyumbang lebih dari 50% PDB. Sedangkan sektor investasi pada Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sejak tahun 2008 hingga triwulan IV 2012 terus mengalami peningkatan dan menyangga sepertiga bagian pada kue perekonomian nasional. Sedangkan Konsumsi Pemerintah menempati urutan ketiga dalam pkontribusi terhadap kue perekonomian nasional. Di sisi lain sektor perdagangan internasional secara netto yaitu Ekspor dikurangi Impor selama 5 tahun terakhir ini kontribusinya terhadap PDB cukup kecil Tabel 2 Pertumbuhan Jenis Penggunaan dalam PDB Indonesia
Jenis Penggunaan Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Negara PMTB ekspor Impor
2008
2009
2010
2011
2012
61
58,7
56,7
54,6
54,79
8,4 27,7 29,8 28,6
9,6 31,1 24,2 21,4
9,1 32,2 24,6 23
9 32 26,3 24,9
8,24 33,18 23,15 23,76
Sumber: BPS
Peran Sektor Investasi bagi Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ialah pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai usia pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. PMTB mencakup bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti infrastruktur jalan, pelabuhan dan bandara, serta mesin dan peralatan. Pengeluaran barang modal untuk keperluan militer tidak dicakup dalam rincian PMTB pada PDB tetapi digolongkan sebagai konsumsi pemerintah 7. Tingginya laju peningkatan kontribusi PMTB menunjukkan bahwa kontribusi investasi pada PDB mulai meningkat mengimbangi kontribusi konsumsi rumah tangga.Di dalam neraca nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, PMTB merupakan pendefinisian dari investasi.8 Investasi dapat dibedakan menjadi investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi netto (pembentukan modal tetap domestik netto) 9. Peningkatan investasi di Indonesia mulai terjadi semenjak tahun 2009 ketika kecenderungan pertumbuhan ekonomi Indonesia positif padahal negara- negara lain di dunia mengalami defisit. Hal ini ditandai dengan jumlah Pembentukan Modal Tetap Bruto terhadap PDB yang menembus angka 30 persen. Kenaikan jumlah PMTB dari 27,7% pada tahun 2008 hingga menjadi 31,1 % pada tahun 2009 sebagian besar ditopang pula oleh investasi asing yang semakin mengalir deras ke dalam negeri 10. Peningkatan ini pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor penarik dan faktor pendorong. Faktor penarik yang menyebabkan naiknya tingkat PMTB adalah peningkatan peringkat prospek perekonomian Indonesia pada tahun 2010 dari berbagai lembaga pemeringkat seperti Fitch, Moody’s, Standard & Poor’s, R & I, dan Japan Credit Rating Agency. Moody’s bahkan menyebutkan bahwa peringkat sovereign Indonesia kembali
meningkat pada awal tahun 2011 dari Ba2 ke Ba1 yang berada satu tingkat di bawah investment grade. Selang sebulan kemudian, Fitch juga menaikkan outlook sovereign Indonesia menjadi setingkat di bawah investment grade, yaitu dari stabil ke positif pada peringkat BB+11. Persepsi positif yang terus berkembang ini kemudian menjadi faktor yang menarik investasi asing untuk masuk ke Indonesia baik melalui jalur portofolio maupun Foreign Direct Investment (FDI). Iklim ekonomi yang baik di Indonesia menjadi daya tarik masuknya FDI ke Indonesia, sehingga terjadi peningkatan FDI pada tahun 2010 dalam bentuk surplus aliran masuk FDI sebesar USD 9,8 miliar atau meningkat 274,2 % dibandingkan tahun 2009 yang hanya sebesar USD 2,6 miliar. Arus masuk FDI tahun 2010 mencapai USD 12,7 miliar atau naik 161 % dibandingkan tahun 200912. Tabel 3 Grafik aliran investasi langsung (FDI) di Indonesia
Sumber: Bank Indonesia, diolah oleh Bappenas.
Selain itu, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menempatkan Indonesia pada urutan keempat sebagai negara top prospective economies untuk tahun 2012- 2014 dalam World Investment Report terbarunya13. Hal ini masih ditambah pula dengan Kearney FDI Confidence Index yang turut memposisikan Indonesia dalam nilai tawar tinggi pada pasar investasi dengan menaikkan urutan Indonesia dari posisi ke – 19 pada 2011 menjadi posisi ke- 9 pada tahun 201214. Tabel 4 Kearney FDI Confidence Index
Sumber: ATKearney FDI confidence index
Selain faktor penarik ini, terdapat juga faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya peningkatan investasi di Indonesia. Krisis yang tidak kunjung berakhir di Eropa dan Amerika Serikat kemudian merupakan alasan utama yang mendorong para investor asing untuk memboyong modalnyake negara- negara di Asia yang cenderung stabil di masa krisis, salah satunya Indonesia. Para investor ini mencoba mencari kesempatan investasi yang lebih baik pada emerging countries dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Faktor pendorong dan penarik investasi yang saling dominan ini menjadikan capital inflow di Indonesia semakin kuat. Lancarnya capital inflow ini membuat investasi barang modal semakin meningkat terutama pada sektor impor industri manufaktur dan industry pengolahan. Sehingga supply terhadap demand pasar tetap ada dan roda perekonomian tetap mampu berputar tanpa tersendat. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa investasi merupakan factor penting yang menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Besarnya investasi di suatu negara/daerah menggambarkan besarnya aktivitas perekonomian dan produktivitas, hal ini akan terlihat jelas dalam tingkat pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, investasi juga memberikan multiplier effect bagi kegiatan ekonomi masyarakat dimana peningkatan investasi akan mendorong sektor ekonomi lainnya turut meningkat 15. Investasi modal juga memberikan kesempatan bagi terbukanya lapangan- lapangan pekerjaan baru. Mekanisme pasar yang terus berjalan inilah yang kemudian membuat Indonesia terselamatkan dari krisis ekonomi global yang berkepanjangan sejak tahun 2008. Peningkatan investasi asing ini terjadi selain karena pertumbuhan PDB Indonesia yang kian “cantik” sejak tahun 2008, juga disebabkan oleh strategi jangka panjang terkait jumlah penduduk usia muda di Indonesia yang saat ini mencapai angka hampir 70% dari total seluruh penduduk Indonesia16. Penduduk usia 15 hingga 64 tahun ini merupakan angkatan kerja yang produktif. Hal ini membawa Indonesia pada fase demographic dividend dengan proporsi penduduk usia kerja tertinggi sepanjang sejarah yang diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 203017. Sehingga kemudian dependency ratio di Indonesia terus menurun dan akan mencapai titik terendah pada tahun 2030. Pada saat itu, jumlah tenaga kerja produktif tersedia dalam jumlah yang relatif besar. Kelompok usia muda ini memiliki potensi tabungan yang tinggi sekaligus menjadi pendorong mesin konsumsi. Meskipun saat ini angkatan muda ini masih berada pada strata menengah ke bawah, namun pada tahun 2015 nanti strata menengah-tengah akan maju lebih cepat dan pada tahun 2020 proporsinya paling besar. Sedangkan bagi kelas
menengah-atas baru akan dominan pada tahun 2025. Perusahaan-perusahaan nasional dan multinasional telah mengantisipasi kecenderungan tersebut dengan membangun dan mengembangkan basis produksinya di Indonesia melalui investasi18. Para investor tak hanya melihat perkembangan jangka pendek, melainkan memperhitungkan potensi jangka menengah dan jangka panjang di Indonesia. Dalam tenggang waktu yang pendek, investasi asing ini tentu berguna dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia di tengah krisis. Namun dalam tenggang waktu yang lebih panjang, investasi modal yang telah menjadi factor produksi ini kemudian akan membuat laba dari produksi domestic kurang optimal karena modal asing yang lebih dominan ketimbang investasi domestic pada barang produksi.
Peran Sektor Konsumsi bagi Pertumbuhan Perekonomian Indonesia Konsumsi adalah komponen PDB yang paling dekat dengan kehidupan seharihari tiap orang di seluruh dunia. Yang dimaksud dengan konsumsi adalah pengeluaran masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan primer, sekunder, maupun tersier. Dalam mekanisme pasar, konsumsi akan memicu terjadinya produksi yang berperan penting dalam menjaga stabilitas harga sesuai dengan hukum supply and demand. Dengan adanya konsumsi yang merupakan demand, maka akan terjadi produksi sehingga terjadi kelancaran arus barang untuk menjaga ketersediaan barang terutama bahan pokok19. Perputaran pasar yang kondusif dalam perdagangan dalam negeri akan mendorong transaksi perdagangan domestik dan meningkatkan kesempatan berusaha sehingga investasi memungkinkan terjadi. Oleh sebab itu, keputusan rumah tangga dalam berkonsumsi akan mempengaruhi keseluruhan kinerja perekonomian di saat krisis terjadi20. Dalam struktur perekonomian Indonesia, konsumsi merupakan komponen yang paling dominan dalam PDB-nya. Pada tahun 2011, konsumsi rumah tangga Indonesia berkontribusi sebesar 54.6% pada kue perekonomian nasional sedangkan konsumsi pemerintah memberikan kontribusi hanya 9 % pada tahun yang sama 21. Tabel di bawah ini menunjukkan besar kontribusi komponen- komponen pembentuk PDB Indonesia sejak tahun 2008 hingga kuartal III 2012. Tabel 5 Komponen PDB Indonesia
Di Indonesia, konsumsi memainkan peranan yang sangat penting untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia ketika terjadi krisis ekonomi global tahun 2008. Pada saat itu, konsumsi rumah tangga yang tetap tinggi terhadap produk-produk di dalam negeri berhasil menjaga mekanisme pasar dan pertumbuhan perekonomian Indonesia. Alhasil, Indonesia berhasil tumbuh sampai dengan 4.6 % pada tahun 2009 dan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya dengan rata- rata pengeluaran konsumsi rumah tangga sekitar 57, 1% dari tahun 2008 hingga kuartal III 2012 terhadap PDB 22.
Faktor utama yang menyebabkan tingginya tingkat konsumsi adalah keyakinan konsumen terhadap pasar. Umumnya di tengah krisis, konsumen akan kehilangan keyakinan terhadap pasar karena mereka tahu bahwa pasar tidak akan memberikan timbal balik yang menguntungkan bagi mereka. Indonesia berhasil mempertahankan keyakinan konsumen terhadap pasar domestiknya karena tiga faktor. Pertama, Indonesia memiliki jumlah SDM produktif dengan usia 16-49 tahun terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Berdasarkan grafik di bawah, dapat dilihat bahwa populasi Indonesia dengan usia 15-64 tahun telah mencapai 66% populasi Indonesia23. Faktor demografi ini dapat menyebabkan tingginya keyakinan konsumen terhadap pasar karena pada dasarnya tingkat konsumsi selalu didukung oleh tingkat pendapatan seseorang. Keynes mengungkapkan bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus dengan tingkat pendapatannya. Sumber Daya Manusia produktif tersebut kebanyakan telah beralih menjadi masyarakat kelas menengah yang memiliki penghasilan tetap dan memiliki akses terhadap kredit. Pendapatan mereka yang cukup tinggi membuat Mereka menjadi aktor utama yang memicu tingginya tingkat konsumsi Indonesia. Kedua, tingkat inflasi Indonesia pada saat krisis ekonomi 2008 hingga tahun 2012 terhitung sangat rendah, yaitu sebesar 2-6%24. Angka ini dapat dikatakan rendah karena jauh lebih kecil jika dibandingkan tingkat inflasi di negara lain, seperti India dan Vietnam yang tingkat inflasinya berkisar antara 9-22% pada rentang 2009-2012. Rendahnya tingkat inflasi di Indonesia merupakan hasil kebijakan fiskal Bank Indonesia yang berhasil memulihkan fungsi intermediasi perbankan pada paruh kedua tahun 2009. Dengan begitu, Bank Indonesia dapat menekan bank-bank domestik untuk tidak melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif, sehingga tidak ada orang yang dapat melempar isu yang memancing volatilitas perekonomian, seperti isu mengenai kenaikan harga BBM. Oleh sebab itu, stabilitas harga barang konsumsi dapat terjaga. Tingkat inflasi yang rendah pada akhirnya akan meningkatkan keyakinan konsumen untuk melakukan kegiatan konsumsi. Sebab tingkat inflasi yang rendah akan menyebabkan nilai mata uang menjadi tinggi, sehingga harga barang akan menjadi murah. Lebih lagi, tidak adanya isu-isu yang dapat memancing volatilitas perekonomian membuat konsumen Indonesia semakin yakin bahwa inflasi tidak akan meningkat tajam di masa depan.
Tabel 6 Grafik pertumbuhan Inflasi negara-negara Asia
Ketiga, pemerintah Indonesia memberikan sejumlah stimulus yang terus memancing pertumbuhan tingkat konsumsi Indonesia. Stimulus dari pemerintah umumnya diberikan dalam bentuk subsidi terhadap barang-barang konsumsi yang merupakan kebutuhan dasar rumah tangga, seperti BBM, listrik, dan minyak goreng. Selain itu, terdapat juga stimulus dalam bentuk uang tunai, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT). Stimulus ini berperan penting pada tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia karena dapat meringankan beban pengeluaran rumah tangga, dalam artian rumah tangga hanya menggunakan sedikit dari penghasilannya untuk kebutuhan dasar dan dapat menggunakan sisanya untuk kebutuhan yang lain. Selain itu, stimulus juga dapat memudahkan rumah tangga untuk merencanakan pengeluarannya di masa depan, karena mereka yakin bahwa harga BBM tidak akan naik. Dengan begitu rumah tangga dapat merasa yakin bahwa kebutuhannya di masa depan akan terpenuhi meskipun ia menggunakan uangnya untuk konsumsi. Di negara yang tidak memberikan subsidi BBM, seperti Amerika Serikat, rumah tangga harus selalu mengkhawatirkan kenaikan harga BBM, sehingga mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan konsumsi.
Hambatan bagi Perkembangan Dua Mesin Ekonomi Indonesia Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat dilihat bahwa sejak tahun 2009 Indonesia mulai terbang dengan dua mesin ekonomi yang sama- sama berkembang pesat. Yaitu mesin konsumsi rumah tangga dan mesin investasi. Dari kontribusi kedua sektor tersebut, PDB Indonesia kemudian memiliki kecenderungan yang naik secara terus menerus meskipun di tengah krisis ekonomi global. Namun sayangnya pertumbuhan investasi dan konsumsi ini rupanya belum diimbangi dengan perbaikan pada sektor riil dan infrastruktur perekonomian Indonesia. Pada sektor investasi terdapat hambatan yang disebabkan oleh masih sulitnya pembangunan bisnis di Indonesia. Nilai kemudahan berbisnis di Indoensia versi International Finance Corparation (IFC) yaitu lembaga keuangan di bawah Bank Dunia,
jutru mengalami penurunan pada tahun 2012 sekitar 1%. Padahal indeks kemudahan berbisnis Indonesia pada tahun sebelumnya juga masih rendah, bahkan Vietnam memiliki indeks kemudahan berbisnis yang lebih tinggi dari Indonesia25. Dengan demikian, maka tabungan investasi ini masih tertahan banyak pada sektor financial semata, sedangkan sektor riil di Indonesia sangat memerlukan modal untuk pertumbuhan. Tabel 7 Grafik Indeks Kemudahan Berbisnis
Rendahnya indeks kemudahan berbisnis di Indonesia ini disebabkan oleh factor birokrasi pemerintahan yang masih buruk. Keefektifan pemerintah untuk menyediakan layanan public masih rendah, hal ini ditunjukkan dengan masih sulitnya menerapkan suatu kebijakan public di Indonesia. Regulasi hukum yang berlaku di Indonesia saat ini pun masih tergolong rendah. Sejalan dengan itu, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia membaik dengan lambat. Sejak tahun 2003 hingga tahun 2012, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia meningkat sejumlah 1,1 26. Kemajuan ini memang terhitung pesat, namun tidak cukup pesat untuk menyokong bisnis dan birokrasi yang sehat di Indonesia. Selain itu, masalah kualitas ketenagakerjaan yang masih belum memenuhi kebutuhan pasar juga membuat investasi yang telah masuk ke Indonesia seperti mengambang pada sektor derivative yang volatile semata. Kebutuhan mendasar yang perlu segera dipenuhi yaitu terutama infrastruktur dan energi untuk memperlancar arus barang dan orang, memperbaiki dan memperlancar sistem distribusi, serta meningkatkan produktivitas masih belum mendapat trickle down yang optimal dari investasi tersebut. Capital inflow yang telah masuk ke dalam perekonomian Indonesia memang sesuatu yang baik bagi pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi bila pengelolaannya tidak baik, akan menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi perekonomian nasional. Capital inflow merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling likuid sehingga ia mudah sekali mengalami perubahan. Salah satu kekhawatiran terkait capital inflow yang berjumlah besar ialah terjadinya penarikan investasi asing dalam jumlah
besar akibat perubahan iklim investasi yang memburuk ataupun perspektif internasional yang negative. Asumsi negative dan kepanikan saat terjadi deficit biasanya sangat membuka peluang terjadinya capital outflow besar- besaran. Fenomena big capital outflow ini pernah terjadi saat krisis 1997/ 1998 dan menyebabkan krisis financial yang parah di Asia, termasuk di Indonesia. Meskipun saat ini skenario investasi di Indonesia sudah berbeda dengan ketika krisis Asia terjadi, namun aliran investasi masih memiliki potensi dalam mencipatakan sistem makrofinansial yang rawan. Apalagi capital inflow di Indonesia saat ini masih didominasi oleh investasi portofolio ketimbang FDI. Investasi portofolio yang dominan terutama pada pemerintah dan bank pusat membuat kondisi financial lebih rawan terhadap sentiment pasar sehingga keadaan bisa berbalik merugikan dengan cepat. Pada akhir juni 2011, jumlah simpanan asing pada SBI dan pemerintah Indonesia mencapai sekitar 33% dari jumlah total simpanan pemerintah 27. Dengan demikian, arus balik investasi yang tiba- tiba akan merusak stabilitas pasar financial. Sedangkan pada sektor konsumsi, stimulus yang diberikan pemerintah merupakan penyelamat perekonomian nasional dalam jangka pendek, atau saat krisis terjadi, namun akan berubah menjadi beban perekonomian nasional dalam jangka panjang. Hal ini dapat terjadi karena stimulus yang diberikan pemerintah berasal dari anggaran belanja pemerintah. Jika pemerintah mengalokasikan anggaran belanjanya terlalu banyak untuk membiayai stimulus konsumsi, seperti subsidi BBM dan subsidi listrik, maka anggaran pemerintah untuk melakukan pembangunan infrastruktur dan sektor riil lainnya akan semakin berkurang, karena beban yang harus ditanggun pemerintah akan terus bertambah, seiring dengan meningkatnya harga minyak dunia. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan belanja subsidi BBM pemerintah yang meningkat sebanyak 11% dari tahun 2011 ke tahun 2012. Selain itu, stimulus yang diberikan terus menerus akan menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah. Jika masyarakat sudah benar-benar tergantung pada subsidi BBM dan BLT yang diberikan oleh pemerintah, maka pemerintah tidak akan memiliki pilihan untuk menghapus stimulus tersebut, karena akan mendapatkan penentangan dari masyarakat. Situasi inilah yang terjadi di negara-negara Eropa dimana pemerintah tidak dapat memperketat sistem jaminan sosialnya dengan mengurangi sejumlah subsidi karena masyarakatnya sudah sangat bergantung terhadap subsidi-subsidi tersebut. Ditambah lagi, stimulus akan menurunkan daya inovasi di kalangan masyarakat. Sebab ketika seseorang sudah mendapatkan kebutuhan dasarnya dengan mudah, maka mereka tidak akan mau repot-repot menciptakan inovasi untuk dapat bertahan hidup. Hal ini juga telah dibuktikan di negara-negara Timur Tengah, dimana BBM dan pangan sangat mudah didapat, orang-orang cenderung bekerja dengan santai dan tidak mau membuat inovasi, sehingga mereka harus selalu mengimpor barang-barang berteknologi tinggi. Perekonomian negara seperti negara-negara Timur Tengah tersebut sangat berisiko terkena middle income trap, yaitu sebuah peristiwa dimana negara dengan pendapatan menengah tidak dapat naik kelas menjadi negara dengan pendapatan tinggi. Middle income trap umumnya terjadi pada negara yang tidak melakukan inovasi sama sekali dan hanya menggunakan cara yang sama secara terus menerus untuk menumbuhkan perekonomiannya. Jika Indonesia terus menggunakan stimulus untuk
memancing konsumsi masyarakatnya, maka Indonesia akan terkena middle income trap ketika pemerintah tidak dapat lagi mencabut stimulusnya sebagai akibat ketergantungan masyarakat yang terlalu besar pada keberadaan stimulus pemerintah28.
Kesimpulan Indonesia merupakan negara yang sedang menaiki tangga untuk menjadi negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Kecenderungan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada saat krisis ekonomi global 2008/2009 cenderung naik. Bahkan hingga periode kedua krisis ekonomi global yang mulai terjadi pada tahun 2011 lalu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih positif sebagai hasil dari tingginya tingkat konsumsi Indonesia dan meningkatnya investasi ke Indonesia. Namun, masih terdapat hambatan bagi pertumbuhan sektor konsumsi dan investasi yang merupakan penopang utama perekonomian Indonesia di saat krisis ekonomi terjadi. Sektor investasi yang semakin bertumbuh bila tidak dikelola dengan baik dan diimbangi dengan pembangunan infrastruktur pada sektor riil akan membuat investasi hanya berputar pada sektor finansial dan tidak memberikan efek trickle-down bagi masyarakat yang hanya dapat diberikan melalui sektor riil. Kemudian sektor konsumsi rumah tangga yang tinggi jika selalu dipancing melalu stimulus dapat mengarahkan Indonesia pada middle income trap yang dapat membuat perekonomian Indonesia sulit bertumbuh. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang ada pada sektor investasi dan konsumsi agar kedua sektor tersebut dapat terus berkembang dan terus menopang perekonomian Indonesia.
1
Catatan Akhir
http://www.bps.go.id/brs_file/pdb-10feb10.pdf diakses pada 11 Desember 2012 pukul 12:59 Tim Departemen Ekonomi CSIS. Pengetatan Kebijakan Moneter Menghadapi Tekanan Inflasi 2011. Jurnal Analisis CSIS. Volume 40, No. 1. Maret 2011. Hlm 33. 3 http://www.bps.go.id/brs_file/pdb_06agu12.pdf diakses pada 11 Desember 2012 pukul 13:11 4 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/07/08/13274536/Indonesia.Bisa.Bertahan.dari.Krisis.Global diakses pada 14 Desember 2012 pukul 17:55 5 http://www.bps.go.id/brs_file/pdb-10feb10.pdf diakses pada 11 Desember 2012 pukul 12:59 6 KOMPAS edisi 5 November 2012 halaman 17. 7 http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5840&Itemid=29 diakses pada 15 Desember 2012 pukul 23:34 8 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20167/4/Chapter%20II.pdf diakses pada 15 Desember 2012 pukul 00:23 9 Ibid. 10 Faisal Basri. Menemukan Konsensus Kebangsaan Baru: Negara, Pasar dan Cita- Cita Keadilan. Hlm 2 disajikan pada Nurcholish Madjid Memorial Lecture (NMML) VI yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Agama & Demokrasi (PUSAD) Yayasan Wakaf Paramadina, di Aula Nurcholish Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta, 11 Desember 2012. 11 http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10837/ diakses pada 15 Desember 2012 pukul 00:02 12 Ibid. 13 UNCTAD, World Investment Report 2012, p. 22. 14 http://www.atkearney.com/documents/10192/fdaa84a5-a30a-4e4e-bc36-453375d6596f diakses pada 14 Desember 2012 pukul 21:28. 15 http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/9145/9145.pdf diakses pada 15 Desember 2012 pukul 00:45 16 World Bank, “Indonesia economic update: Near-term issues and looking ahead to 2012, “ March 2011 dalam Menemukan Konsensus Kebangsaan Baru: Negara, Pasar dan Cita- Cita Keadilan oleh Faisal Basri, disajikan pada Nurcholish Madjid Memorial Lecture (NMML) VI tanggal 11 Dsember 2012. 17 Faisal Basri. Menemukan Konsensus Kebangsaan Baru: Negara, Pasar dan Cita- Cita Keadilan. Hlm 5. 18 Ibid. 19 http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10837/ diakses pada 15 Desember 2012 pukul 00:02 20 Khairani Siregar, Analisis Determinan Konsumsi Masyarakat Indonesia (Medan:2009) hlm. 15. 21 http://www.bps.go.id/brs_file/pdb-07feb11.pdf diakses pada 11 Desember 2012 pukul 12:59 22 http://www.bps.go.id/brs_file/pdb-10feb10.pdf diakses pada 11 Desember 2012 pukul 12:59 23 World Bank, “Indonesia economic update: Near-term issues and looking ahead to 2012, “ March 2011 pada makalah Faisal Basri. Menemukan Konsensus Kebangsaan Baru: Negara, Pasar dan Cita- Cita Keadilan. Hlm 2 disajikan pada Nurcholish Madjid Memorial Lecture (NMML) VI. 24 http://www.bi.go.id/biweb/Templates/Moneter/Default_Inflasi_ID.aspx?NRMODE=Published&NRNODEGUID= %7bA7760121-1768-4AE8-B333-0C91E746F1E3%7d&NRORIGINALURL=%2fweb%2fid%2fMoneter%2fInflasi %2fData%2bInflasi%2f&NRCACHEHINT=Guest diakses pada 15 Desember 2012 pukul 0:40 25 IMF, Indonesia: selected Issues, IMF Country Report No. 12/278, September 2012. 26 Wijayanto. Curbing Corruption:Ensuring the Progress Continue. Strategic Review Journal. Agustus 2012. 27 https://mail-attachment.googleusercontent.com/attachment/u/0/? ui=2&ik=e7d2c66a77&view=att&th=13b9a71e06509fe8&attid=0.1&disp=safe&zw&saduie=AG9B_P_14kdtY5gcAfRlzg3 GrJFN&sadet=1355505895457&sads=5UOCmfeO-p3qoR5v8jnrv7tT52o diakses pada 15 Desember 2012 pukul 00:38 28 www.investor.co.id/home/mewaspadai-imbas-krisis-dunia-bagi-indonesia/39391, diakses pada 12 Desember 2012 pukul 12:07. 2