-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
PERAN SASTRA DAERAH DI NUSANTARA SEBAGAI WUJUD PEMERTAHANAN KEBINEKAAN Try Hariadi S-3 Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Sebelas Maret
Abstract Various issues discussed as if it never runs like a split between tribes, religions, and so on. Problem allegedly occurs because the noble values diversity of this nation is wavering. Erosion of the value of the diversity of the nation allegedly occurred as a result of the in luence of values outside that it’s not suitable to be applied in this nation. In addition, a shift in the value of diversity rife allegendly due to the dominance of an individualistic lifestyle of the society. Various problems that af lict this country are increasingly demanding society, to actively seek various alternative solutions to problems as a form of preservation to the crisis that hit the value of diversity. Experts began to look at efforts to solve the nation’s problems is to raise again the result of the archipelago culture that once was buried and dimmed existence. Results of the archipelago culture is the literary area. Speaking regional literature, it is an important thing to be discussed. Various conversations about the importance of cultural archipelago reappoint results are contained in the literature area are now starting to bloom heard. However, if the area is only enough literature the talk? One of the topics of this issue is the role of literature in the area of the archipelago as a form of preservation of diversity. Literature region as one among a part of the archipelago culture results were considered to have a role in realizing the preservation of diversity. As we know, this archipelago has a wide range of regional literature. Thus, one important thing to highlight is the role of regional literature as a form of preservation of diversity which now began to dim drift modernization. Keywords: literary region, archipelago, retention diversity
Abstrak Berbagai permasalahan seakan tidak pernah habis diperbincangkan seperti perpecahan antarsuku, agama, dan sebagainya. Persoalan diduga kuat terjadi karena nilai-nilai luhur kebhinekaan bangsa ini yang mulai memudar. Pudarnya nilai kebhinekaan bangsa disinyalir terjadi sebagai akibat dari pengaruh nilai-nilai luar yang nyatanya tidak cocok diterapkan pada bangsa ini. Selain itu, pergeseran nilai kebhinekaan yang marak terjadi disinyalir akibat dominasi gaya hidup individualis dan hedonis para masyarakatnya. Berbagai permasalahan yang menimpa negeri ini semakin menuntut masyarakatnya, untuk giat mencari berbagai alternatif pemecahan masalah sebagai wujud pemertahanan terhadap krisis nilai kebhinekaan yang melanda. Para ahli mulai melirik upaya pemecahan permasalahan bangsa ini dengan mengangkat kembali hasil budaya nusantara yang dulu sempat terkubur dan redup eksistensinya. Hasil budaya nusantara tersebut adalah sastra daerah. Berbicara sastra daerah, sungguh merupakan suatu hal yang penting untuk diperbincangkan. Berbagai perbincangan tentang pentingnya mengangkat kembali hasil budaya nusantara yang terkandung dalam sastra daerah kini mulai marak terdengar. Namun, apakah sastra daerah hanya cukup di perbincangkan? Salah satu yang menjadi topik permasalahan ini adalah peran sastra daerah di nusantara sebagai wujud pemertahanan kebhinekaan. Sastra daerah sebagai satu di antara bagian dari hasil budaya nusantara yang dianggap memiliki peran dalam mewujudkan pemertahanan kebhinekaan. Seperti kita ketahui, nusantara ini mempunyai berbagai macam sastra daerah. Jadi, salah satu hal penting yang menjadi sorotan adalah peran sastra daerah sebagai wujud pemertahanan kebhinekaan yang kini mulai redup terbawa arus modernisasi. Kata kunci: sastra daerah, nusantara, pemertahanan kebhinekaan
Pendahuluan Karya sastra melukiskan keadaan dan kehidupan sosial suatu masyarakat. Peristiwaperistiwa, ide, dan gagasan serta nilai-nilai yang dimanfaatkan pencipta melalui tokoh-tokoh cerita. Sastra mende inisikan manusia dari berbagai aspek kehidupannya sehingga karya sastra berguna untuk mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya. 621
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Kebudayaan yang tumbuh dan berkembang yang didukung oleh masyarakatnya turut memegang peranan penting sebagai potensi sumber kebudayaan bangsa yang juga merupakan sumber potensi bagi terwujudnya kebudayaan nasional Indonesia. Sastra daerah dapat pula memberikan gambaran tentang sistem budaya masyarakatnya. Situasi pada zamannya hingga akhirnya dapat digunakan sebagai modal apresiasi oleh anggota masyarakat untuk mengkaji, memahami serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sastra daerah yang merupakan hasil budaya yang sejak dahulu tumbuh dan berkembang di setiap daerah di Indonesia perlu mendapat penanganan yang serius agar nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat dilestarikan terutama sebagai wujud pemertahanan kebhinekaan. Manusia merupakan subjek utama dalam mewujudkannya maka itu perlu pemertahanan kebhinekaan agar sadar dengan nilai-nilai budaya di nusantara serta eksistensinya sebagai warga negara yang punya tanggung jawab untuk ikut ambil bagian. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mahmud (1991:70) tidak disangsikan lagi bahwa pengenalan yang berlangsung alami terhadap sastra daerah akan menimbulkan endapan budaya kokoh bagi pengenalannya, di samping menimbulkan rasa persatuan yang pekat antar daerah, tentu saja dalam kaitan ini jangan dilupakan nilai-nilai estetisnya dan nilai pekertinya yang terkandung dalam sastra yang bersangkutan. Pembahasan Pemertahanan Kebhinekaan Sastra daerah merupakan khasanah budaya daerah yang penting untuk dijaga eksistensinya di daerah tempat sastra itu tumbuh. Kelangsungan sastra daerah bergantung pada antusias masyarakat untuk mempertahankannya. Jika masyarakat pemilik sastra di suatu daerah mempertahankannya, maka sastra daerah akan terus tumbuh dan terjaga eksistensinya. Namun, jika masyarakat di suatu daerah sudah tidak lagi antusias mempertahankan sastra daerahnya sendiri, maka bukan hal yang tidak mungkin, sastra daerah lambat-laun hanya akan tinggal nama dengan prasasti-prasasti yang tak bernilai. Jika hal demikian tidak segera diantisipasi, maka niscaya sastra daerah akan terkikis habis, mati, dan punah di tanahnya sendiri. Bhineka Tunggal Ika bermakna dapat merangkul dan memecahkan permasalahan keberagaman suku, etnis, agama, bahasa, sosial, budaya dalam suatu situasi kebersamaan: Indonesia (Suhendi: 2012). Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sastra daerah dapat dijadikan alternatif pemecahan masalah terkait pudarnya semangat kebhinekaan bangsa. Sebagaimana sastra daerah di nusantara banyak memiliki prinsip hidup, aturan tingkah laku, dan nasihat. Hal tersebut dapat menjadi fungsi sastra daerah sebagai wujud pemertahanan kebhinekaan. Peran Sastra Daerah dan Sastra Nusantara Berdasarkan letak dan kedudukannya, sastra dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu sastra dunia, sastra nasional, dan sastra daerah. Sastra dunia (world literature) merupakan ragam sastra yang menjadi milik berbagai bangsa di dunia dan yang karena penyilangan gagasan yang timbal balik memperkaya kehidupan manusia (Sudjiman 1988:72). Sastra nasional merupakan genre sastra yang ditulis dalam bahasa nasional dan bertema universal (Zaidan, dkk, 2000:183), sedangkan sastra daerah adalah genre sastra yang ditulis dalam bahasa daerah bertema universal (Zaidan, dkk, 2000:181). Sastra daerah, begitu kata itu dipadukan tampak jelas sebuah susunan kata yang antik dan bernilai seni. Ketika mendengar sastra daerah, setiap orang akan berpikir bahwa sastra daerah merupakan jenis sastra yang ditulis dalam bahasa daerah. Hal itu tidaklah salah. Ini sejalan dengan pendapat Zaidan, dkk yang mengatakan bahwa sastra daerah adalah genre sastra yang ditulis dalam bahasa daerah bertema universal (dalam Didipu, 2010: 1). Lebih lanjut Tuloli 622
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
(dalam Didipu, 2010: 7) sastra daerah mempunyai kedudukan sebagai berikut. (1) Sastra daerah adalah ciptaan masyarakat masa lampau atau mendahului penciptaan sastra Indonesia modern. (2) Sastra daerah dapat dimasukkan dalam salah satu aspek budaya Indonesia yang perlu digali untuk memperkaya budaya nasional. (3) Sastra daerah melekat pada jiwa , rohani, kepercayaan dan adat istiadat masyarakat suatu bangsa dan yang mereka pakai untuk menyampaikan nilai-nilai luhur bagi generasi muda. (4) Sastra daerah mempunyai kedudukan yang strategis dan kerangka pembangunan sumber daya manusia, yaitu untuk memperkuat kepribadian keindonesiaan yang bhineka tunggal ika. Sastra daerah lebih umum dikenal dengan sastra lisan. Hal ini dikarenakan sastra daerah merupakan jenis sastra yang kebanyakan disebarkan dari mulut ke mulut. Sejalan dengan apa yang dikatakan Endraswara (2008: 151) bahwa sastra lisan adalah karya yang disebarkan dari mulut ke mulut secara turun temurun. Sastra daerah juga memiliki beberapa fungsi. Adapun Hutomo (dalam Didipu, 2010: 8) mendeskripsikan fungsi sastra lisan (sastra daerah) sebagai berikut, (1) Berfungsi sebagai sistem proyeksi. (2) Berfungsi untuk pengesahan budaya. (3) Berfungsi sebagai alat berlakunya norma-norma sosial dan sebagai alat pengendali sosial. (4) Berfungsi sebagai alat pendidik anak. (5) Berfungsi sebagai alat untuk memberikan suatu jalan yang dibenarkan oleh masyarakat. (6) Berfungsi sebagai jalan yang diberikan masyarakat agar ia dapat mencela orang lain. (7) Berfungsi sebagai alat untuk memprotes ketidakadilan dalam masyarakat. Agar mudah diidenti ikasi, sastra daerah memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut (lihat Vansina dalam Didipu, 2010: 9). (1) Milik bersama seluruh masyarakat. (2) Diturunkan melalui generasi melalui penuturan. (3) Berfungsi dalam kehidupan, dan kepercayaan masyarakat. (4) Bisa diwujudkan dalam berbagai bentuk tingkah laku dan hasil kerja. (5). Diciptakan dalam variasi banyak sepanjang masa. (6) Bersifat anonim. (7) Mengandalkan formula, kiasan, simbol, gaya bahasa dan berbagai gejala kebahasaan lain dalam penampilan atau penceritaannya atau komposisinya. Berdasarkan bentuknya, sastra daerah dibagi atas dua yaitu sastra daerah tertulis dan sastra daerah lisan. Sastra daerah tulisan hadir dalam bentuk naskah-naskah tua dan sering dikaji secara ilologi. Sementara sastra daerah lisan atau sering dikenal dengan sastra lisan seperti yang diungkapkan di atas, merupakan karya yang penyebarannya melalui mulut ke mulut secara turun temurun (Endraswara, 2008: 151). Sastra lisan dikelompokkan dalam beberapa jenis. Hutomo (dalam Didipu, 2010: 15) mengelompokkan genre sastra lisan sebagai berikut. 1. Bahan yang bercorak cerita, meliputi (a) cerita-cerita biasa (Tales), (b) mitos, (c) legenda, (d) epik, (e) cerita tutur, (f) memori; (2) Bahan yang bercorak bukan cerita, meliputi (a) ungkapan, (b) nyanyian, (c) peribahasa, (d) teka-teki, (e) puisi lisan, (f) nyanyian sedih pemakaman, (g) Undang-undang atau peraturan adat; (3) Bahan yang bercorak tingkah laku (drama), meliputi (a) drama panggung dan (b) drama arena Sudjiman (1990:7) mengemukakan bahwa sastra adalah karangan lisan atau tuturan yang memiliki keunggulan atau keorisinilan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Lebih lanjut Panuti Sudjiman mengatakan bahwa sastra rakyat adalah kategori yang mencakup lagu rakyat, balada, dongeng, ketoprak, peribahasa, teka-teki, legenda, dan banyak yang termasuk kondisi lisan. Sedangkan Clenth Brooks dalam Tarigan (1984:120) menyatakan bahwa sastra adalah istilah yang digunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis. Salah satu ragam sastra yang tersebar luas dan dimiliki oleh hampir setiap daerah di dunia, khususnya di Indonesia (Nusantara), adalah ragam sastra daerah. Setiap daerah di Indonesia yang mempunya khasanah kebudayaan daerah sendiri dengan ciri keragaman bahasanya, mempunyai ragam sastra daerah sendiri pula. Sebagai contoh, daerah Gorontalo yang memiliki khasanah budaya daerah sendiri dengan bahasa daerah Gorontalonya, memiliki sedikitnya 15 jenis sastra daerah (Tuloli, 1979). 623
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Pembicaraan sastra daerah yang lebih terfokus pada sastra lisan tampaknya cukup beralasan, menurut Teeuw (1991:9-10), dalam kebanyakan masyarakat Indonesia dalam masa pramodern tidak ada bahasa tulis. Kekayaan sastra lisan dari berbagai suku bangsa, baik dari segi kuantitas, maupun dari segi kualitas, menurut Teeuw, luar biasa kayanya dan ragamnya. Sementara sastra (daerah) tulis, jumlah masyarakat suku yang memakai tulisan untuk melanggengkan sastranya di Indonesia relatif terbatas. Ada beberapa faktor penghambat perkembangan dan pengembangan kehidupan sastra daerah. Generasi muda kurang menaruh minat terhadap sastra daerah karena dianggap sesuatu yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan zaman. Generasi muda cenderung kurang menguasai bahasa daerahnya secara baik dan benar. Generasi muda, termasuk orang tua yang sudah lama tinggal di Kota/perantauan, cenderung menguasai sastra daerah yang ditampilkan seperti dalam kegiatan/upacara adat. Generasi muda cenderung merasa lebih bangga atau bergengsi menguasai bahasa Indonesia daripada menguasai bahasa daerah. Media massa (majalah dan surat kabar) yang berbahasa daerah tidak ditemukan atau tidak berkembang denga baik sebagaimana media massa yang berbahasa Indonesia. Penerbit (redaktur media massa) kurang tertarik menerbitkan karya sastra daerah atau yang bersifat kedaerahan. Penelitian dan penyebarluasan sastra daerah belum menjangkau semua daerah, terutama daerah terpencil. Adapun tujuan sastra daerah sebagai berikut. (1) Nilai-nilai kedaerahan sebagai wujud kebinekaan Indonesia Sastra daerah dalam konteks sastra Indonesia merupakan kekayaan budaya daerah yang kehidupannya amat bergantung pada pendukung budaya daerah yang bersangkutan. Sebagai sumber yang menyimpan nilai-nilai kedaerahan, sastra daerah amat penting bagi kebinekaan budaya di Indonesia. Pemanfaatan sastra daerah sebagai kekayaan budaya daerah yang pada gilirannya akan memberikan sumbangan terhadap terhadap sastra dan budaya nasional hingga saat ini belum digarap secara optimal (Zaidan, 2002:6). (2) Menggali ajaran dan petuah peradatan dan etika Sastra daerah, di manapun tempatnya, pasti menyimpan khasanah budaya daerah tersebut. Melalui sastra daerah, kita dapat mengetahui wujud kebudayaan masyarakat suatu daerah baik dulu, sekarang, dan perspektif masa depan. (3) Mendekati dan menghayati pikiran dan cita-cita nenek moyang yang telah mewariskan budaya dalam karya-karya sastra itu ada terkandung sebagai warisanwarisan rohani bangsa Indonesia (Robson, 1978:5). Lebih lanjut, menurut Robson, sastra klasik (termasuk sastra daerah), adalah perbendaharaan pikiran dan cita-cita para nenek moyang. (4) Melestarikan dan mempertahankan budaya daerah sebagai wujud kecintaan terhadap budaya daerah yang budaya nasional. Sebagai salah satu khazanah kebudayaan daerah, sastra daerah pun perlu dilestarikan dan dipertahankan. Dengan melestarikan dan mempertahankan sastra daerah, berarti kita telah ikut melestarikan dan mempertahankan eksistensi budaya daerah. (5) Memacu kontribusi sastra daerah dalam upaya dinamika sastra Indonesia Suwondo (2004:2-3) menyatakan bahwa banyak pihak meyakini sasta daerah tak sekadar menjadi sumber materi dan inspirasi bagi pembangunan system mikro, tetapi juga menjadi salah satu komponen pendukung system makro yang sekaligus menunjukkan dinamika sastra Indonesia. Sastra Daerah yang Berbhineka Adanya nuansa nusantara pada karya sastra tentu menarik untuk dicermati. Hadirnya nuansa nusantara pada karya sastra tidak hanya sekadar setting cerita. Akan tetapi telah masuk pada hampir seluruh struktur pembangun karya sastra. Bahkan, pada era sastra mutakhir lokalitas telah dihadirkan dan dimaknai dengan berbagai impresi, sikap, dan gagasan. Pada awalnya kadang-kadang warna lokal hanya sebagai setting dengan berbagai mitologi yang ada pada masyarakat. Sekarang tidak hanya sekadar itu, warna lokal telah sampai ke seluruh unsur pembangun karya sastra. Dengan demikian kajian terhadap lokalitas dalam sastra juga menjadi kajian yang menarik untuk dilakukan. 624
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 Pasal 41 ayat 1, misalnya dijelaskan bahwa Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, pada pasal 42 UndangUndang tersebut diuraikan bahwa Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Menurut Suhendi dalam artikel ilmiahnya menyatakan bahwa yang berjudul mengangkat dan mengamalkan nilai kearifan lokal dari keberagaman peribahasa daerah sebagai upaya pemertahanan kebhinekaan bahwa ribuan gugus pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, berbagai agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara, dan banyaknya suku yang ada di Indonesia, membuat keragaman bangsa ini semakin kuat. Semangat kebhinekaan yang dijunjung bangsa Indonesia, seharusnya sudah ada ketika masyarakat terdahulu melakukan komunikasi antarsesamanya. Sastra daerah yang tersebar di berbagai daerah di Nusantara dapat menjadi bukti nyata bahwa sastra daerah di Nusantara, kental dengan nilainilai yang selaras dengan semangat kebhinekaan. Semangat kebhinekaan bangsa tercermin dalam berbagai hasil karya sastra daerah sebagai gambaran gejala kebudayaan masyarakat penuturnya. Tantangan bagi bangsa adalah mempertahankan kebudayaan yang sudah dimiliki, dan menjadikan kebudayaan yang ada sebagai investasi penting bangsa dan dapat menjadi alternatif pemertahanan kebhinekaan bangsa ini. Penutup Era demokrasi yang tidak terbelenggu dan era keterbukaan yang sangat begitu terasa menembus hampir semua aspek kehidupan masyarakat. Ditambah dengan otonomi daerah yang begitu luas, membuat daerah berusaha mengejar kemajuan untuk daerah masing-masing. Hal ini tanpa disadari berpengaruh juga pada dunia sastra. Sastra di daerah juga menggeliat. Seakan dunia sastra di daerah berusaha memperlihatkan eksistensi dan jati dirinya ke arah yang positif. Banyaknya muncul komunitas yang eksis dalam bidang sastra tentu merupakan berkah dalam perkembangan sastra. Selain itu, banyaknya karya sastra yang diciptakan oleh pengarang di daerah dengan warna nusantara tentu juga membawa harapan ke arah kemajuan. Kemajemukan nusantara dalam sastra Indonesia harus dimaknai sebuah berkah dan kekayaan yang harus tetap dipelihara dalam kerangka persatuan. Lahirnya sastra modern saat ini tidak terlepas dari perjuangan sastra Nusantara. Puisi, pantun, maupun cerita pendek yang berkembang pesat di zaman canggih ini, semua itu karena ada sumbangsih sastra Nusantara. Sudah saatnya kita, sebagai bangsa Indonesia, lebih menjunjung tinggi sastra Nusantara karena bagaimanapun, sastra Nusantara tidak boleh terlepas dari tradisi kebudayaan suku masing-masing. Apabila budaya dan sejarah sebagai identitas bangsa ini hilang, maka akan hilang jugalah sastra Nusantara. Dapat diketahui peran sastra di nusantara, perlu ditekankan kepada penulis-penulis muda di berbagai nusantara untuk lebih mengembangkan budaya lewat karya sastra. Mengembangkan budaya lewat sastra daerah merupakan sumbangan yang paling baik agar dapat meningkatkan sastra-sastra Nusantara yang kini mematung bisu di tengah peradaban dan hanya dijadikan potret senja masa lalu. Mulailah melestarikan budaya daerah lewat sastra. Dunia sastra akan terus mencari jati dirinya. Mulailah memuliakan hidup lewat tulisan disertai dengan budaya nusantara, sebab negeri kita memunyai potensi yang sangat baik untuk dibawa berimajinasi dan berkreativitas.
625
-Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III-
Daftar pustaka Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Undangundang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009. Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementrian Pendidikan Nasional. Didipu, Herman. 2010. Sastra Daerah (Konsep Dasar, Penelitian, dan Pengkajiannya). Gorontalo: UNG. __________. 2011. Sastra Bandingan. Gorontalo: Ideas Publishing. Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Prees Jauhari, Heri. 2008. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia. Mahmud, Kusman K. 1991. Sastra Indonesia dan Sastra Daerah : Sejumlah Masalah. Bandung: Angkasa. Robson, S.O. 1978. ”Pengkajian Sastra-sastra Klasik Nusantara”. Dalam Majalah Bahasa dan Sastra. Suhendi, Indrawan Dwisetya. 2012. Mengangkat dan Mengamalkan Nilai Kearifan Lokal dari Keberagaman Pribahasa Daerah Sebagai Upaya Pemertahanan Kebhinekaan. Makalah disajikan pada Seminar Internasional Bahasa Ibu (SIBI) 2012 yang diadakan Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat. Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. __________.1990. Kamus Istilah Ssatra. Jakarta: UI Press Suwondo, Tirto. 2004. Studi Sastra. Yogyakarta: PT Hanindita Graha Widya. Tarigan, Hendri Guntur. Prinsip-prinsip Unsur Sastra. Bandung: Angkasa. Teeuw. 1991. Membaca Dan Menulis Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Zaidan, Abdul Razak, dkk. 2000. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka. __________. 2002. Mitologi Jawa Dalam Puisi Indonesia1971-1990. Jakarta: Pusat Bahasa Depdiknas.
626