VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
ISSN : 2477 - 3131
PERAN QUANTUM LEARNING MENURUNKAN KECEMASAN MATEMATIKA SISWA *Oleh: Hanifatul Rahmi, M.Pd
Abstract : Math anxiety is anxiety arising from the unpleasant experiences in learning mathematics. This is caused by not pleasant learning environment, classroom management, presentation of the material does not match the learning styles of students, the learning process is not attractive to students, and the ability to remember the bad math. As a result of the anxiety experienced by students is the low student achievement. An attempt to overcome this problem is to apply the learning that takes into account student’s learning environment and learning styles of each student is Quantum Learning model. By applying the quantum model of learning can realize a fun learning curriculum that is in line with the principles of the Education Unit and Curriculum 2013, which demands a fun learning, interaction familiar, open, warm and mutual acceptance among students. Keywords : Quantum Learning, and Math Axiety Student. Peran Quantum Learning Menurunkan Kecemasan Matematika Siswa Mayer (2008) mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan agitasi intens, firasat, dan ketakutan, yang terjadi dari ancaman nyata atau dianggap bahaya yang akan datang. Dregen & Aiken (2010) mendefenisikan bahwa math anxiety merupakan adanya sindrom yang diakibatkan oleh respon emosional dari pelajaran matematika. Taylor dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu permasalahan atau tidak adanya rasa aman (Anita, 2011). Kecemasan matematika menurut Sheffield & Hunt (2007) adalah “math anxiety is the feelings of anxiety that some individuals experience when facing mathematical problems”. Yang dimaksudkan oleh Sheffield & Hunt di atas adalah kecemasan matematika merupakan perasaan cemas yang muncul dari pengalaman yang tidak menyenangkan dalam pembelajaran matematika. Richardson & Suinn mengatakan bahwa kecemasan matematika adalah perasaan tegang dan cemas yang hadir ketika
berkaitan dengan pemecahan masalah dalam matematika (Thijsse, 2002). Jadi, kecemasan matematika adalah perasaan cemas yang muncul dari pengalaman yang tidak menyenangkan dalam pembelajaran matematika sebagai reaksi dari ketidakmampuan mengatasi suatu permasalahan pemecahan masalah dalam matematika. Kecemasan matematika disebabkan oleh beberapa faktor seperti (1) Faktor kepribadian (Psikologis atau Emosional) misalnya perasan takut siswa akan kemampuan yang dimilikinya (self efficacy belief), kepercayaan diri yang rendah yang menyebabkan rendahnya nilai harapan siswa (expectancy value), motivasi diri siswa yang rendah dan sejarah emosional seperti pengalaman tidak menyenangkan masa lalu yang berhubungan dengan matematika yang menimbulkan trauma. (2) Faktor Lingkungan atau Sosial misalnya pada kondisi saat proses belajar mengajar matematika di kelas yang tegang diakibatkan oleh cara mengajar, model dan metode guru matematika. Rasa takut dan cemas terhadap matematika dan kurangnya pemahaman yang dirasakan para guru matematika dapat diwariskan kepada para siswa. Teman bermain yang cemas dapat menularkan perasaan dan anggapannya pada teman yang lain. (3) Faktor Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
1
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
internal yang terdiri dari pengaruh-pengaruh yang bersifat kognitif yaitu lebih mengarah pada bakat dan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa (Anita, 2011). Sepuluh cara untuk mengurangi kecemasan matematika (Freedman, 2012) adalah (1) Mengatasi perasaan negatif terhadap diri sendiri, (2) Mengajukan pertanyaan, (3) Mempertimbangkan matematika sebagai bahasa asing oleh karena itu harus dipraktekkan, (4) Jangan mengandalkan hapalan untuk belajar matematika, (5) Membaca buku dan bahan teks matematika, (6) Belajar matematika menurut gaya belajar diri sendiri, (7) Dapat bantuan di hari yang sama saat anda tidak mengerti, (8) Belajar matematika dengan santai dan nyaman, (9) “Talk Mathematics” atau berbicara matematika, (10) Mengembangkan rasa tanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan diri sendiri. Salah satu cara yang direkomendasikan oleh Freedman pada butir keenam adalah belajar matematika dengan menggunakan gaya belajar sendiri. Model pembelajaran yang memfasilitasi gaya belajar tersebut adalah Model pembelajaran Quantum Learning. Quantum Learning berakar dari upaya Dr. Georgi Lozanov (DePorter: 2008) seorang pendidik berkebangsaan Bulgaria yang bereksperimen dengan Suggestology dengan prinsip bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif dan negatif. Beberapa teknik yang digunakannya untuk memberikan sugesti yang positif adalah mendudukkan murid secara nyaman, memasang musik latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi, dan menyediakan guru-guru terlatih baik dalam seni pengajaran suggestif. Quantum Learning menggabungkan sugestiologi, teknik pemercepatan belajar, dan neurolinguisik dengan teori, keyakinan dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya teori otak kiri dan kanan, teori otak Triune,
ISSN : 2477 - 3131
pilihan modalitas (Visual, Auditori, Kinestetik), teori kecerdasan berganda, pendidikan holistic, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan symbol, simulasi/permainan. Quantum Teaching dimulai di Super Camp, sebuah program percepatan Quantum Learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah perusahan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi (DePorter, 2008). Dalam program menginap selama dua belas hari, siswa dan mahasiswa mulai usia 9-24 tahun memperoleh kiat-kiat yang meningkatkan kemampuan mereka menguasai segala hal dalam kehidupan. Hasilnya menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti Super Camp mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri. Menurut hasil penelitian di Super Camp dengan diterapkan model Quantum Teaching diperoleh 68% motivasinya meningkat, 73% nilainya meningkat, 81% rasa percaya diri meningkat, 84% harga diri meningkat, 98% melanjutkan penggunaan keterampilan (DePorter, 2008). Model pembelajaran ini menggabungkan sugestiologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode kami sendiri. Termasuk diantaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti: teori otak kiri/kanan, teori otak triune (3 in 1), teori kecerdasan berganda, pendidikan holistik, belajar berdasarkan pengalaman, belajar dengan symbol, simulasi/permainan, pilihan gaya belajar (Visual, Auditori, Kinestetik). Asas utama dalam Quantum Teaching adalah “ Bawalah dunia mereka ke dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Guru harus mampu menjembatani dunia siswa dengan materi yang akan diajarkan dengan suatu peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, social, seni, musik atau kehidupan sehari-hari yang relevan untuk menyampaikan materi agar sejalan Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
2
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
dengan alam pikiran dan perasaan siswa setelah itu gurumenyampaikan rumus, konsep, prinsip yang dipelajari tersebut kepada siswa. Untuk menerapkan asas diatas Deporter, Reardon dan Nourie (2010) menjelaskan pentingnya seorang guru menyesuaikan pengajaran dengan gaya belajar mereka yaitu Visual, Audio dan Kinestetik. Dalam menyikapi berbagai macam mengenai gaya belajar, yang paling penting adalah cara kerja otak dalam mengolah informasi yang disebut dengan modalitas belajar. Secara singkat modalitas belajar adalah suatu cara bagaimana otak menyerap informasi yang masuk melalui panca indera secara optimal. Menurut Howard Gardner modalitas belajar tersebut dapat dikarakteristik menjadi gaya belajar Auditory, Visual, Reading dan Kinestetik. Pengertian gaya belajar menurut DePorter (2008) “Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang itu menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi”. Dalam penyerapan informasi setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Terdapat tiga modalitas belajar seseorang yaitu : “modalitas visual, auditori atau kinestetik (V-AK)”. Walaupun masingmasing dari kita belajar dengan mengguna kan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu di antara ketiganya. 1.
Visual
Orang yang memiliki gaya belajar Visual, belajar dengan menitikberatkan ketajaman penglihatan. Artinya, buktibukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham. Ciri-ciri orang yang memiliki gaya belajar visual adalah kebutuhan yang tinggi untuk melihat dan menangkap informasi secara visual sebelum mereka memahaminya. Konkretnya, yang bersangkutan lebih mudah menangkap pelajaran lewat materi
ISSN : 2477 - 3131
bergambar. Selain itu, mereka memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, disamping mempunyai pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik. Hanya saja biasanya mereka memiliki kendala untuk berdialog secara langsung karena terlalu reaktif terhadap suara, sehingga sulit mengikuti anjuran secara lisan dan sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan. 2.
Auditory
Orang yang memiliki gaya belajar Auditory, belajar dengan mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya. Karakteristik model belajar ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama untuk menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, untuk bisa mengingat dan memahami informasi tertentu, yang bersangkutan haruslah mendengarnya lebih dulu. Mereka yang memiliki gaya belajar ini umumnya susah menyerap secara langsung informasi dalam bentuk tulisan, selain memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. 3.
Kinestetik
Orang yang memiliki gaya belajar Kinestetik mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya belajar ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Karakter berikutnya dicontohkan sebagai orang yang tak tahan duduk manis berlama-lama mendengarkan penyampaian informasi. Tak heran kalau individu yang memiliki gaya belajar ini Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
3
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
merasa bisa belajar lebih baik kalau prosesnya disertai kegiatan fisik. Kelebihannya, siswa memiliki kemampuan mengkoordinasikan sebuah tim disamping kemampuan mengendalikan gerak tubuh (athletic ability). Prinsip-prinsip Quantum Learning adalah segalanya berbicara dan bertujuan dalam prinsip Quantum learning adalah segala sesuatu dimulai dari lingkungan, penampilan guru, bahasa tubuh, alat bantu mengajar, serta rancangan pembelajaran semuanya berisikan tentang belajar dan memiliki tujuan dan Pengalaman sebelum pemberian nama dalam prinsip Quantum Learning. Kerangka Quantum Learning dikenal dengan istilah tandur, yaitu: 1. Tumbuhkan Konsep tumbuhkan merupakan operasional dari prinsip “ Bawalah dunia mereka ke dunia kita serta antarkan dunia kita kepada mereka”. Dengan usaha menyertakan siswa dalam pikiran dan emosinya, sehingga tercipta jalinan dan kepemilikan bersama atau kemampuan saling memahami. Dari hal tersebut tersirat bahwa pada awal pembelajaran guru menumbuhkan sikap positif dengan menciptakan lingkungan yang positif, lingkungan social, sarana pembelajaran serta tujuan yang jelas dan memberikan makna pada siswa, sehingga menimbulkan rasa ingin tahu. Prinsip yang dimaksudkan untuk menjebatani antara guru dan siswa ini dapat dilaksanakan dengan permainan brain game. Melalui permainan ini diharapkan dapat tercipta interaksi dalam suasana yang rileks dan menyenangkan. Strategi unutk melaksanakan Tumbuhkan selanjutnya yaitu dengan member stimulus pertanyaan “ Apa manfaat Bagiku ?“. Untuk memantapkan kerangka tumbuhkan dapat pula dilaksanakan
ISSN : 2477 - 3131
melalui yel-yel penyemangat (Scristia, 2012). 2. Alami Alami mengandung makna bahwa proses pembelajaran karna lebih bermakna jika siswa mengalami secara langsung atau nyata dari materi yang diajarkan. Hal ini dapat digunakana atau nyata dari materi yang diajarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendatangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua siswa. Menurut Ardimas (2011) penerapan kerangka Alami dapat dilakukan dengan mengadakan simulasi terhadap materi yang akan diajarkan. Simulasi ini dipandu melalui LKS (lembar Kerja Siswa) yang dapat menuntun siswa sementara guru dapat membimbing siswa mengerjakan LKS tersebut. 3. Namai Namai mengadung makna bahwa penamaan adalah saatnya untuk mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar. Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, atau strategi sebagai sebuah “masukan” yang dapat memuaskan hasrat alami otak untuk memberikan identitas dan mendefenisikan. Pertanyaan yang dapat memandu guru dalam memahami konsep Namai yaitu perbedaan apa yang perlu dibuat dalam belajar?, Apa yang harus guru tambahkan pada pengertian siswa?, serta bagaimana strategi implementasi konsep Namai dapat menggunakan alat tulis berwarna dan alat bantu yang mewakili suatu benda. Selain itu, hal yang dapat dilakukan dalam proses menamai adalah dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memindahkan hasil temuannya ke dalam catatannya masing-masing. Bisa juga dengan cara meminta siswa untuk Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
4
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
menempelkan hasil temuannya di dinding kelas atau papan tulis (Ardimas, 2011) 4. Demonstrasikan Demontrasikan mengandung makna bahwa saatnya memberikan kesempata kepada peserta didik untuk mendemonstrasikan pengetahuannya, karena siswa akan mampu mengingat 90% jika siswa itu mengatakan serta melakukannya. Guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikannya temuan dari hasil simulasi pada proses pembelajarna sebelumnya di depan kelas, selanjutnya guru memberikan soal latihan, siswa juga dapat mendemonstrasikan kemampuannya dengan mengerjakan soal tersebut di papan tulis. 5. Ulangi Ulangi artinya proses pengulangan dalam kegiatan pembelajarna dapat memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa tahu atau yakin terhadap kemampuan siswa. Strategi yang dapat dilakukan dalam kerangka ini adalah dengan mengggunakan daftar isisan “aku tahu bahwa aku tahu ini”. Guru juga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyikpulkan materi yang telah disampaikan serta memberi tugas kepada siswa untuk menyimpulkan materi yang telah disampaikan serta memberi tugas kepada siswa untuk mengerjakannya di rumah, sehingga proses pengulangan materi yang dilakukan tersebut dapat menambah keyakinan bagi siswa bahwa mereka telah mampu. Peta pemikiran juga dapat membantu pendidik untuk menjelaskan kembali materi yang dipelajari oleh siswa. 6. Rayakan
ISSN : 2477 - 3131
Rayakan mengandung makna pemberian kehormatan kepada siswa atas usaha, ketekunan dan kesuksesannya. Perayaan adalah ekspresi dari kelompok atau seseorang yang telah berhasil mengerjakan sesuatu atau kewajiban dengan baik yang dapat meningkatkan kearifan dan hasrat siswa untuk belajar. Dengan kondisi akhir siswa yang senang maka akan menimbulkan kegairahan siswa dalam belajar lebih lanjut. Lingkungan belajar yang positif yang dapat mendukung selama proses pembelajaran berlangsung dapat diaplikasikan dalam kerangka Quantum Learning. Beberapa ide yang dapat digunakan oleh guru dalam menciptakan lingkungan belajar yang positif menurut Deporter, Readon , dan Nourie (2010) adalah: a.
Poster Ikon
Pajang poster-poster ikon di depan kelas, dia ataas pandangan mata, memberikan gambaran keseluruhan, tinjauan global dari bahan pelajaran. b. Poster Afirmasi Poster-poster disekeliling ruangan mengucapkan afirmasi seperti dialog internal sehingga menguatkan keyakinan siswa tentang belajar dan tentang isi yang diajarkan.
c. Pengaturan bangku Pengaturan dalam hal bangku mempunyai peranan penting dalam konsentrasi siswa. Pengaturan bangku dapat dilakukan secara fleksible dengan memposisikan berhadap-hadap saat kerja kelompok atau menghadap ke depan untuk tetap focus saat presentasi siswa. d. Aroma Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
5
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
Seorang manusia pada dasarnya dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif sebanyak 30 %saat diberikan wangi bunga tertentu (Hirsch, 1993 dalam Deporter, Readon, dan Nourie, 2011) e. Musik Musik juga sangat bermanfaat dalam menata suasana hati, mengubah mental siswa dan mendukung lingkungan belajar. Disamping itu banyak siswa yang menyukai musik (Deporter, 2011). Kemampuan siswa dalam memahami materi pembelajaran matematika sudah pasti berbeda tingkatnya. Ada yang cepat, sedang dan lambat dalam memahami materi pembelajaran matematika. Siswa selalu melakukan berbagai cara agar mereka dapat memahami materi pelajaran matematika yang diajarkan oleh guru. Ada siswa yang lebih suka jika gurunya menerangkan di depan kelas sambil menuliskannya di papan tulis dengan memberikan warna-warna yang menarik. Ada siswa yang suka jika gurunya menerangkan pelajaran dengan menggunakan intonasi, volume suara, atau merubah konsep menjadi lirik sebuah irama lagu atau diselingi dengan musik. Dan ada juga siswa yang lebih suka gurunya menggunakan media pembelajaran, atau membuat sebuah simulasi tentang materi matematika. Gaya belajar siswa yang satu dengan yang lain berbeda dan siswa memiliki cara pandang tersendiri terhadap peristiwa yang terjadi melalui panca indera mereka. Jika gaya belajar ini lemah dalam diri mereka, siswa tidak dapat menyerap materi yang diberikan oleh guru. Dalam pembelajaran siswa yang tidak dapat menyerap materi pelajaran dengan baik akan terjadi kecemasan dalam dirinya. Hal ini juga ditegaskan oleh Plaisance (2010) bahwa cara guru dalam mengajarkan materi menjadi alasan terjadinya kecemasan dalam diri siswa. Kecemasan yang terjadi ketika belajar matematika dapat berdampak pada
ISSN : 2477 - 3131
pencapaian belajar siswa. Kecemasan yang tinggi dapat menghasilkan pencapaian hasil belajar yang rendah. Sebaliknya siswa yang memiliki kecemasan yang rendah dapat menghasilkan pencapaian hasil belajar yang tinggi (Zakaria, 2012). Oleh karena itu diperlukan sebuah model pembelajaran yang memfasilitasi kebermaknaan belajar yang sesuai dengan gaya belajar masing-masing siswa. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran Quantum Learning. Model Quantum Teaching menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruangan, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan yang santai akan mendorong siswa untuk berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan mudah dan diharapkan hasil belajar diperoleh juga baik. Keadaan yang tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta berakhirnya konsentrasi siswa. Dengan demikian Model Quantum Teaching sebagai suatu proses pembelajaran yang menyenangkan, akrab, serta mampu menurunkan kecemasan siswa yang sangat diperlukan untuk mengatasi persoalan dalam proses pembelajaran matematika di sekolah, serta sangat mendukung dalam pengembangkan kurikulum yang menekankan pada pembelajaran yang menyenangkan, menciptakan suasana yang santai dan menggairahkan bagi semua peserta didik yang sesuai dengan tujuan pembelajaran tertentu yang tercantum dalam kurikulum KTSP 2006 yaitu pelaksanaan kurikulum harus didasarkan pada potensi, perkembangan, dan kondisi peserta didik. Dalam hal ini peserta didik harus memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan serta dilaksanakan dalam hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima, menghargai, akrab, terbuka dan hangat (UU Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
6
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
ISSN : 2477 - 3131
nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005).
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
7
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015
ISSN : 2477 - 3131
Daftar Pustaka Ardimas. 2011. Penggunaan model pembelajaran kuantum pada pelajaran matematika di kelas VII SMPN 43 Palembang. Skripsi. Inderalaya: FKIP UNSRI. Anita, Ika Wahyu. 2011. Pengaruh Kecemasan Matematika (Mathematics Anxiety) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Koneksi Matematis Siswa Smp. Tesis Upi. Tidak di publikasi.
Anxiety and Achievement of Grade Eight Learners. Thesis master of education. University is South Africa. Zakaria, E, dkk. 2012. Mathematics Anxiety and Achievement Among Secondary School Student. American journal of Applied Science. 9 (11).
DePorter, B. 2008. Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Kaifa: Bandung. DePorter, B., Readon, M., & Singer- Nourie, SS. 2000. Quantum Teaching di RuangRuang Kelas. PT. Mizan Pustaka. Bandung. DePorter, B. 2010. Quantum Teaching Mempraktikkan Quantum Teaching di Ruang-Ruang Kelas. PT. Mizan Pustaka. Bandung. Freedman. 2012. Ten Way To Reduce Math Anxiety. www. Mathpower.com Plaisance. 2010.”A teacher’s Quick guide to understanding mathematics Anxiety”. Louisiana Association of teacher (LATM) journal, 6 (1). Mayer, P.D. 2008. Overcoming Anxiety. New york: AMACOM
School
Scristia, 2012. Efek Penerapan Pembelajaran Kuantum Learning Terhadap Sikap Siswa dalam Pembelajaran Matematika di Kelas VIII. 1 SMP Negeri 9 Palembang. Skripsi UNSRI. Tidak dipublikasi. Thijsse, L. J. 2002. The effects of A Structed Teaching Method On Mathematics Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1
8