FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
PERAN PROPER SEBAGAI PENDORONG PENINGKATAN KINERJA PERUSAHAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP Oleh : Mahmudi, ST. MT *) ABSTRAK PROPER adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan ingkungan yang bertujuan untuk mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui penyebaran informasi kinerja penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, guna mencapai peningkatan kualitas lingkungan hidup. Peningkatan kinerja perusahaan terhadap penaatan pengelolaan lingkungan dapat terjadi melalui efek insentif dan disinsentif reputasi yang timbul akibat pengumuman peringkat kinerja PROPER tersebut kepada publik. Dampak dari PROPER utamanya bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) akan memberikan apresiasi kepada perusahaan yang berperingkat baik dan memberikan tekanan dan atau dorongan kepada perusahaan yang belum berperingkat baik. Sebagai landasan pelaksanaan PROPER adalah Permen LH No 03 tahun 2014. Pada dasarnya PROPER dilakukan pada bidang usaha yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dengan ketentuan yatu hasil produknya untuk tujuan ekspor, terdapat dalam pasar bursa, menjadi perhatian masyarakat baik regional maupun nasional dan skala kegiatan signifikan untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Terdapat 5 (lima) peringkat ketaatan perusahaan terhadap lingkungan hidup yaitu emas, hijau, biru, merah dan hitam. Perusahaan berperingkat merah dan hitam merupakan perusahaan yang belum taat pada pengelolaan lingkungan, perusahaan berperingkat biru adalah perusahaan yang taat sedangkan perusahaan berperingkat hijau dan emas adalah perusahaan yang pengelolaan lingkungannya lebih dari yang dipersyaratkan. Kata kunci : proper, peringkat ketaatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pengelolaan lingkungan hidup dapat dianggap sebagai salah satu penyebab utama terjadinya bencana alam di negeri ini. Muara dari semua masalah lingkungan hidup adalah pembangunan yang dilakukan tanpa memperhatikan faktor keseimbangan lingkungan yang pada gilirannya akan merusak lingkungan hidup. Pembangunan kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan, perkebunan seringkali mengabaikan kelestarian lingkungan hidup dan hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi semata. Sebagai akibatnya,
adalah terjadi kerusakan lingkungan yang memicu pada terjadinya bencana alam. Kesalahan pengelolaan lingkungan hidup paling tidak dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti tingkat pendidikan, masalah ekonomi, pola hidup, kelemahan sistem peraturan perundangan dan lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan. Untuk mengatasi masalah pengelolaan lingkungan, minimal harus ada beberapa point yang dimiliki oleh para produsen dan konsumen yang memanfaatkan sumberdaya yaitu aspek kesadaran lingkungan, kesadaran hukum dan komitmen untuk melindungi lingkungan. Dalam ketiga aspek tersebut diatas, sebagian besar penduduk 11
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
Indonesia tampaknya masih belum menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan secara terpadu dan berkesinambungan. Banyak dari kalangan masyarakat mulai ekonomi mapan hingga ekonomi menengah-kebawah, mulai petani hingga investor belum memiliki kesadaran akan pengelolaan lingkungan hidup yang memadai. Sebagai contoh sederhana dari pernyataan diatas adalah maraknya pertambangan liar tanpa izin (PETI), pertambangan minyak rakyat pada sumursumur tua tanpa izin, penggunaan pestisida dalam bidang pertanian yang tidak terkendali dll. Beberapa pengelolaan sumur tua yang dilakukan oleh masyarakat ditengarai belum sesuai dengan peraturan perundangan di bidang Migas karena selain tidak memiliki izin, juga ditengarai melanggar hukum lingkungan karena menghasilkan limbah lumpur minyak (oil sludge), air terproduksi dan tumpahantumpahan minyak (oil spill) yang cepat atau lambat akan merusak lingkungan. Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai macam contoh kekurang-tepatan pengelolaan lingkungan juga dapat kita lihat. Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan,, permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan. Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga, selain itu kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini
disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik. Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum. Pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak diimbangi dengan ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau penanggung jawab usaha/ kegiatan sehingga sering mengabaikan landasan aturan yang semestinya digunakan sebagai pegangan atau pedoman dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan (Sudarmadji, 2008). Dengan kata lain permasalahan lingkungan semakin hari tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan harus ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan. 12
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan sektor lingkungan maka pemerintah merasa perlu melakukan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (Proper). Pelaksanaan PROPER melalui instrumen informasi dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Adapun tujuan PROPER adalah untuk mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui penyebaran informasi kinerja penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, guna mencapai peningkatan kualitas lingkungan hidup.
yang bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang diakibatkan oleh pembangunan. Gerakan tersebut diikuti oleh gerakan yang bersifat anti-teknologi maju dan anti-pembangunan, karena pembangunan dianggap sebagai biang keladi rusaknya lingkungan. Gerakan-gerakan tersebut melihat masalah lingkungan dari cara pandang negara maju yang serba kecukupan dan bebas dari penyakit menular yang berbahaya (Soemarwoto, 2007). Secara umum, keadaan di negara berkembang sangatlah berbeda dengan di negara maju. Tingkat hidup yang masih rendah, produksi bahan makanan masih belum mencukupi sehingga masih terjadi kasus kekurangan makanan bahkan kelaparan, sanitasi lingkungan rendah, tingkat pendidikan masih rendah, tingkat pengangguran masih tinggi dan berbagai macam kasus banjir dan kekeringan menjadi ancaman yang rutin terjadi. Untuk mengurangi permasalahan tersebut diatas di negara-negara berkembang, mutlak diperlukan adanya pembangunan. Tanpa pembangunan tidak akan dapat terjadi perbaikan kualitas hidup bahkan akan terjadi kemerosotan kesejahteraan. Akan tetapi, konsep pembangunan yang tidak berkelanjutan dan berwawasan lingkungan justru akan menimbulkan masalah-masalah lingkungan. Seiring dengan kebutuhan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengatasi banyak masalah, akan tetapi pengalaman menunjukkan bahwa pembangunan yang tidak berkelanjutan dan tidak berwawasan lingkungan dapat dan telah menimbulkan berbagai dampak negatif. Konsep pembangunan yang tidak berkelanjutan dan tidak berwawasan lingkungan bukan hanya akan memperparah masalah-masalah lingkungan dan sosial yang ada namun juga akan memicu timbulnya masalah-
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang penulisan diatas dapat dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah kegiatan industri terutama industri migas potensi mencemari lingkungan ? 2. Apakah pelaksanaan Proper bisa menanggulangi pencemaran lingkungan ? II. Tinjauan Pustaka A. Paradigma Pembangunan di Negara Maju versus Negara Berkembang Tingkat kehidupan pada negaranegara maju dalam keadaan tingkat hidup yang tinggi dan hampir semua penduduknya tidak lagi mengenal kelaparan maupun penyakit menular yang berbahaya, tetapi kerusakan lingkungan dianggap sebagai bahaya terhadap kehidupan yang makmur, aman dan menyenangkan. Paradigma negara maju adalah Untuk apa membangun bila membawa resiko kerusakan lingkungan, sedangkan sarana dan fasilitas telah cukup. sejak tahun 1960-an di negara maju, terjadi gerakan lingkungan yang kuat 13
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
masalah lingkungan yang baru. Terdapat 5 (lima) isu pokok lingkungan aktual yaitu : a. Kerusakan hutan dan lahan b. Kerusakan pesisir dan laut c. Pencemaran air, tanah dan udara d. Permasalahan lingkungan perkotaan e. Kemasyarakatan Isu-isu aktual diatas merupakan status lingkungan atas tekanan aktivitas manusia. Untuk mengantisipasi dan mengatasi status kerusakan tersebut. Masyarakat menunjukkan respon atas perubahan-perubahan yang terjadi melalui kebijakan-kebijakan lingkungan, ekonomi dan sektoral dan melalui kesadaran dan perubahan perilaku.
pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia. Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, sebetulnya telah ada peraturan perundangan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pada level pemerintah pusat, telah terbit berbagai macam produk perundangan mulai dari Keputusan Menteri, Peraturan Menteri, Keputusan Presiden, Peraturan Pemerintah hingga Undang-Undang. Sebagai jawaban atas permasalahan kebijakan pengelolaan lingkungan, pemerintah telah menerbitkan Undangundang Nomor 32 Tahun 2009 sebagai penyempurnaan dari UU No. 23 Tahun 1997 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terbitnya UU No. 32 Th. 2009 tersebut tampaknya memang ditujukan untuk lebih memperkuat aspek perencanaan dan penegakan hukum lingkungan hidup, yang mana terlihat dari struktur Undang-Undang yang lebih dominan dalam mengatur aspek perencanaan dan penegakan hukum. Meskipun demikian menurut Adnan (2009), terdapat celah yang cukup mencolok dalam UU No. 32 Th. 2009, yaitu ketiadaan pasal dan ayat yang menyinggung tentang komitmen para pemangku kepentingan untuk memperlambat, menghentikan dan membalikkan arah laju perusakan lingkungan.
B. Perangkat Regulasi Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijaksanaan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Sifat keterkaitan (interdependensi) dan keseluruhan (holistik) dari esensi lingkungan telah membawa konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi terintegrasikan dan menjadi roh dan bersenyawa dengan seluruh pelaksanaan pembangunan. Pada prinsipnya, tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara masalah-masalah pengelolaan lingkungan hidup yang terjadi di negara-negara berkembang dan di Indonesia. Oleh karena itu, bahasan-bahasan berikut akan lebih ditekankan pada masalah-masalah
C. Kewajiban Penaatan Terhadap Pengelolaan Lingkungan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah PROPER, adalah program penilaian terhadap upaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). PROPER bertujuan untuk untuk mendorong peningkatan kinerja 14
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui penyebaran informasi kinerja penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan, guna mencapai peningkatan kualitas lingkungan hidup. Selain itu PROPER merupakan salah satu sarana kebijaksanaan (policy tool) yang dikembangkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dalam rangka mendorong penaatan penanggung jawab usaha dan/ atau kegiatan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup, melalui instrumen informasi dengan melibatkan masyarakat secara aktif. Oleh sebab itu, PROPER terkait erat dengan penyebaran informasi kinerja penaatan masing-masing perusahaan kepada seluruh stakeholder pada skala nasional. Peningkatan kinerja penaatan dapat terjadi melalui efek insentif dan disinsentif reputasi yang timbul akibat pengumuman peringkat kinerja PROPER kepada publik. Para pemangku kepentingan (stakeholders) akan memberikan apresiasi kepada perusahaan yang berperingkat baik dan memberikan tekanan dan atau dorongan kepada perusahaan yang belum berperingkat baik. PROPER merupakan program penilaian dari pemerintah kepada perusahaan mengenai pengelolaan lingkungan hidup. PROPER dilakukan dengan pembinaan dan pengawasan lingkungan hidup, ini merupakan evaluasi ketaatan dibidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pengelolaan Limbah B3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, Permen LH No 03 tahun 2014 merupakan peraturan terbaru tentang PROPER mengantikan Permen LH No 06 tahun 2013. Penilaian proper mencakup 5 (lima) aspek, yakni dokumen lingkungan atau izin lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara,
pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun serta pengendalian kerusakan lingkungan. Pada dasarnya PROPER dilakukan pada bidang usaha yang wajib AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pementauan Lingkungan), dengan ketentuan: a. Hasil Produknya untuk tujuan ekspor b. Terdapat dalam pasar bursa c. Menjadi perhatian masyarakat baik regional maupun nasional d. Skala kegiatan signifikan untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Mekanisme PROPER dilakukan dengan pembinaan dan pengawasan lingkungan hidup terhadap ketaatan dan kinerja penanggung jawab usaha/kegiatan yang meliputi: a. Ketaatan pelaksanaan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan dibidang pengendalian pencemaran, pengendalian kerusakan lingkungan hidup, dan pengelolaan limbah b3. b. Kinerja usaha/kegiatan yang melebihi ketaatan yang dipersyaratkan oleh perundang-undangan. Ketaatan pelaksanaan perizinan lingkungan dan peraturan perundangundangan akan dilakukan evaluasi, adapun evaluasi yang dilakukan mencakup aspek: a. Pemenuhan ketentuan dalam izin lingkungan b. Pengendalian pencemaran air c. Pengendalian Pencemaran Udara d. Pengelolaan limbah B3 e. Pengendalian kerusakan lingkungan hidup (hanya dilakukan pada kegiatan usaha pertambangan) Tahapan pelaksanaan PROPER meliputi tahap persiapan, tahap pengawasan, tahap penilaian, dan tindak lanjut. 15
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
a. Tahap persiapan meliputi pemilihan perusahaan yang menjadi peserta penilaian, penguatan kapasitas tim proper dan sosialisasi kegiatan proper. b. Tahap pengawasan dilakukan untuk menilai tingkat ketaatan, pengawasan ini dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan hidup atau pejabat instansi lingkungan hidup yang ditugaskan. Pengawasan bisa dilakukan dengan cara pengawasan langsung maupun pengawasan tidak langsung. Adapun pengawasan langsung dilakukan dengan melakukan inspeksi lapangan dengan panduan inspeksi proper, dan pengawasan tidak langsung dilakukan dengan pemeriksaan laporan ketaatan pengelolaan lingkungan hidup. c. Tahap penilaian dan tindak lanjut dilakukan dengan beberapa tahap yaitu penetapan status sementara, sanggahan dan klarifikasi, dan penetapan status akhir ketaatan (taat atau tidak taat). Status ketaatan ini yang akan dijadikan dasar untuk melakukan pemeringkatan kepada perusahaan yang menjadi peserta proper
bertujuan untuk mendorong tingkat ketaatan perusahaan terhadap peraturan lingkungan hidup serta menjadikan isu lingkungan sebagai salah satu pendorong inovasi dan peningkatan daya saing perusahaan. Salah satu upayanya melalui pelaksanaan 3R (Reduce-Reuse-Recyle) sehingga kinerja perusahaan lebih efektif dan efisien, serta bermanfaat dalam upaya pengurangan biaya serta penurunan beban pencemaran. Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) merupakan salah satu upaya Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen informasi. Dilakukan melalui berbagai kegiatan yang diarahkan untuk: (i) mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundang-undangan melalui insentif dan disinsentif reputasi, dan (ii) mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan produksi bersih (cleaner production). Dasar hukum Proper adalah ketentuan pasal 13 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), yaitu : (1) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pencegahan; b. penanggulangan; dan c. pemulihan. (3) Pengendalian pencemaran dan/ atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha
D. Regulasi Pelaksanaan PROPER PROPER diterapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sejak tahun 2002 dan kriteria penilaian pelaksanaan PROPER adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, Permen LH No 03 tahun 2014 merupakan peraturan terbaru tentang PROPER mengantikan Permen LH No 06 tahun 2013. Hasil penilaian ketaatan pelaku usaha dan atau kegiatan terhadap pengelolaan lingkungan hidup diklasifikasikan dalam 5 (lima) peringkat yaitu emas, hijau, biru, merah dan hitam. Pemeringkatan ini mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 3 tahun 2014 tentang Pedoman Penilaian PROPER. .Pada pengumuman PROPER, dinyatakan bahwa pelaksanaan PROPER 16
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
dan / atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masingmasing. Peringkat pada penilaian PROPER tersebut, diharapkan menjadi landasan bagi masyarakat untuk dapat menilai dan kemudian mengaktualisasikan hak berperan serta dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut, misalnya saja dilaksanakan melalui upaya pengawasan serta pemboikoitan produk-produk perusahaan yang memiliki peringkat buruk (hitam dan/ atau merah). Hal inilah yang dimaksud sebagai suatu instrumen penaatan melalui sistem informasi kepada masyarakat. Dengan kata lain, PROPER merupakan Public Disclosure Program for Environmental Compliance. Oleh karena itu, kebijakan PROPER sangat terkait erat dengan pemberian informasi lingkungan hidup oleh penanggung jawab usaha kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat mampu menyikapi secara aktif informasi tingkat penaatan PROPER suatu perusahaan, dengan memberikan respon tertentu (baik atau buruk), berdasarkan informasi PROPER tersebut. Sehingga mampu mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupnya. Selain itu, PROPER terkait erat dengan hak masyarakat atas informasi lingkungan hidup serta hak untuk berperan serta dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH. Pemenuhan hak-hak masyarakat tersebut, tentunya menuntut transparansi oleh kalangan penanggung jawab usaha/ kegiatan/ dunia usaha dalam memberikan informasi lingkungan hidup yang benar serta mudah untuk dipahami masyarakat.
E. Penilaian Kinerja Penaatan Perusahaan dalam PROPER Penilaian kinerja penaatan perusahaan dalam PROPER dilakukan berdasarkan atas kinerja perusahaan dalam memenuhi berbagai persyaratan ditetapkan dalam peraturan perundang‐undangan yang berlaku dan kinerja perusahaan dalam pelaksanaan berbagai kegiatan yang terkait dengan kegiatan pengelolaan lingkungan yang belum menjadi persyaratan penaatan (beyond compliance). Pada saat ini, penilaian kinerja penaatan difokuskan kepada penilaian penaatan perusahaan dalam aspek pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah B3 serta berbagai kewajiban lainnya yang terkait dengan AMDAL. Untuk sektor pertambangan, belum dilakukan penilaian kinerja perusahaan terkait dengan upaya pengendalian kerusakan lingkungan, khususnya kerusakan lahan. Sedangan penilaian untuk aspek beyond compliance dilakukan terkait dengan penilaian terhadap upaya‐upaya yang telah dilakukan oleh perusahaan dalam penerapan Sistem Manajemen Lingkungan (SML), Konservasi dan Pemanfaatan Sumber daya, serta kegiatan Corporate Social Responsibilty (CSR) termasuk kegiatan Community Development (CD).. Mengingat hasil penilaian peringkat PROPER ini akan dipublikasikan secara terbuka kepada publik dan stakeholder lainnya, maka kinerja penaatan perusahaan dikelompokkan ke dalam peringkat warna. Melalui pemeringkatan warna ini diharapkan masyarakat dapat lebih mudah memahami kinerja penaatan masing‐masing perusahaan. Terdapat 5 (lima) peringkat ketaatan terhadap lingkungan hidup yaitu peringkat biru, merah dan hitam mengunakan kriteria ketaatan terhadap peraturan lingkungan, 17
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
sedangkan peringkat hijau dan emas menggunakan kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan peraturan (beyond compliance). Perusahaan berperingkat merah dan hitam merupakan perusahaan yang belum taat pada pengelolaan lingkungan, perusahaan berperingkat biru adalah perusahaan yang taat sedangkan perusahaan berperingkat hijau dan emas adalah perusahaan yang pengelolaan lingkungannya lebih dari yang dipersyaratkan. Seiring perjalanan waktu, infrastruktur PROPER berkembang, ditandai dengan peningkatan lebih dari 10 kali lipat dari jumlah perusahaan yang diawasi dari 187 menjadi 1908 perusahaan. Pencapaian ini didukung oleh 584 petugas pengawas dan 95 tim ahli. Sebagian besar pengawas berasal dari provinsi (89%), sisanya berasal dari
Kementerian LH. Adapun keberhasilan dari PROPER yakni: 1. Selama 10 tahun (2004 – 2014) berhasil mendorong ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundangan lingkungan dari 49% menjadi 72% 2. Berhasil mengutamakan perlindungan lingkungan ke dalam perusahaan sehingga lingkungan menjadi salah satu indikator kinerja perusahaan. 3. PROPER digunakan perusahaan sebagai peta jalan untuk penerapan ekonomi hijau. 4. PROPER berhasil mengkoordinasikan pengawasan lingkungan menjadi gerakan nasional yang terkoordinasi dan dengan standar pengawasan yang sama terhadap 34 provinsi. Untuk menggerakkan sistem pengawasan ini telah dilakukan peningkatan kapasitas dan pemberdayaan terhadap 584 pejabat pengawas lingkungan hidup.
Gambar 1. Kriteria Penaatan Pengelolaan Lingkungan
III. PENUTUP Dengan perjalanan waktu sejak tahun 2002 pelaksanaan PROPER telah menyadarkan para pelaku usaha dan atau kegiatan untuk pengelolaan lingkungan terbukti dengan peningkatan jumlah peserta PROPER dari tahun ke tahun. Pada periode 2013 – 2014, hasil penilaiannya yaitu: a. Peringkat Emas berjumlah 9 perusahaan;
b. Peringkat
Hijau berjumlah 121 perusahaan; c. Peringkat Biru berjumlah 1224 perusahaan; d. PPeringkat Merah berjumlah 516 perusahaan; e. Peringkat Hitam berjumlah 21 perusahaan. Dengan semakin banyaknya perusahaan yang berperingkat biru, hijau atau emas dan semakin sedikitnya yang 18
FORUM MANAJEMEN
Vol. 05 No. 4
berperingkat merah atau hitam sebagai indikasi terwujudnya kesadaran pelaku usaha dan atau kegiatan tergadap pengelolaan lingkungan hidup. Sesuai paradikma bahwa bumi itu bukan warisan
nenek moyang tetapi pinjaman dari anak cucu kita, maka kewajiban kita untuk mengelola dan melestarikan lingkungan hidup untuk generasi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Adnan, M.G. 2009. Jalan Panjang Pengendalian Pencemaran di Indonesia, Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Jakarta Hendartomo, T, Permasalahan dan Kendala Penerapan AMDAL dalam Pengelolaan Lingkungan. www.freewebs.com; diakses pada tanggal 13 November 2010. Mukono H.J, 2005, Toksikologi Lingkungan,. Airlangga University Press, Surabaya. Rencana Strategis Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, 2006 – 2010. Soemarwoto, O., 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Sudarmadji. 2008, Pembangunan Berkelanjutan, Lingkungan Hidup dan Otonomi Daerah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Waddell, S. 2002, Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia: Sebuah Analisis Kesenjangan, Program Pengelolaan Lingkungan Hidup Indonesia – Jerman (ProLH-GTZ), Jakarta
*) Penulis adalah Widyaiswara Muda Pusdiklat Migas
19