PERAN PRAKTISI HUMAS KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMBANGUN CITRA POSITIF LEMBAGA SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh FAIZAH NIM: 1112051000029
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M
ABSTRAK FAIZAH PERAN PRAKTISI HUMAS KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA DALAM MEMBANGUN CITRA POSITIF LEMBAGA Humas memiliki peran penting dalam menjaga citra sebuah organisasi. Pentingnya peran ini sangat dibutuhkan lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia yang tengah menghadapi krisis organisasi sehingga banyak dilanda pemberitaan negatif. Maraknya kasus korupsi di Kementrian Agama menjadi penyebab krisis. Di sisi lain, sebagai kementerian yang memiliki label agama seharusnya Kementerian Agama dapat menjadi contoh baik bagi masyarakat luas. Berdasarkan konteks di atas, maka tujuan penelitian ini untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Adapun rumusan masalah penelitian ini yaitu bagaimana peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga? Kemudian hambatan apa saja yang dihadapi oleh Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga? Teori yang digunakan adalah konsep peran humas menurut Dozier dan Broom. Teori ini digunakan sebagai alat pembedah dalam pembahasan peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia, apakah humas berhasil atas strategi dan metode yang digunakan, untuk membangun citra positif lembaga Kementerian Agama. Dalam penelitian ini penulis meneliti tentang peran Praktisi Humas Kementerian Agama dan apa saja hambatan yang dihadapi Praktisi Humas dalam membangun citra positif lembaga. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yang mendeskripsikan bagaimana penerapan peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga. Setelah melakukan penelitian dan analisis, penulis menemukan beberapa temuan. Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia telah melakukan berbagai strategi dan kegiatan dalam membangun citra positif lembaga. Diantaranya menjaga citra positif, mengoptimalkan segala macam perangkat media, menjalin hubungan harmonis secara internal dan eksternal, dan analisis media. Humas menjadi pendukung dalam fungsi manajemen Kementerian Agama dan berupaya membangun citra positif lembaga. Hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas yaitu tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu (humas), lambatnya jawaban yang diberikan tim teknis atas masukan dan keluhan publik, terbatasnya staf humas, terbatasnya narasumber pemberitaan media, serta kepentingan media yang berbeda-beda. Dari hasil penelitian yang telah dijabarkan dan dianalisis, dapat ditarik kesimpulan bahwa Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia memiliki peran yang penting dalam membangun citra positif lembaga. Kata kunci: Praktisi Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Peran, Citra, dan Publik.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Syukur Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya dan Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, karena atas perjuangannya dan pengorbanannya dapat memberikan pelajaran dan teladan bagi umat Islam sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “PERAN PRAKTISI HUMAS KEMENTERIAN
AGAMA
REPUBLIK
INDONESIA
DALAM
MEMBANGUN CITRA POSITIF LEMBAGA”. Penulis ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dan telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, baik moral maupun materi, terutama kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan. 2. Drs. Masran, MA dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 3. Prof. Dr. M. Yunan Yusuf selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Dr. H. Sunandar, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang bersedia membimbing dan telah banyak memberi masukan serta saran selama penulisan skripsi.
ii
5. Segenap Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Terima kasih telah mengajari dan memberikan ilmu kepada penulis, dan penulis ucapkan mohon maaf apabila dalam proses perkuliahan, ada sikap atau sifat penulis yang kurang berkenan di hati Bapak/ Ibu, penulis sangat harapkan doa dari Bapak/ Ibu, semoga ilmu yang telah Bapak/ Ibu berikan menuai banyak keberkahan. 6. Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dan Wartawan Media Republika yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai langsung terkait penelitian ini. 7. Seluruh karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta pengelola perpustakaan Fakultas dan perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas layanannya, semoga pelayanan kepada mahasiswa menjadi lebih baik lagi kedepannya. 8. Kedua orang tua, Alm. Rudi Efendi dan Ibu Tati Mujiyati, Abang Irfan, Dita dan Adik Kiki sebagai keluarga penyemangat dalam menyelesaikan penelitian ini. 9. Mas Khoerun, Mba Jannah, Pak Syaiful, Mas Gepeng, Pak Rosidin, dan Mba Ratna yang telah senantiasa memberikan data untuk kelengkapan penelitian ini. 10. RDK
(Radio Dakwah dan Komunikasi) UIN Jakarta yang telah
memberikan arti dalam kehidupan di Kampus. 11. Teman-teman kelas KPI A angkatan 2012, sahabat penyemangat dalam menyelesaikan penelitian ini, Panji, Annisaa, Rohima, Ratih, Kiki, Ami, Gea, Mia, Aisyah, Diana, Hera, Hany, Rizki, dan lain-lain.
iii
12. Teman-teman KKN Kebings 2015, yang telah memberikan kenangan dan kebersamaan selama KKN berlangsung. 13. Sahabat seperjuangan, Rizal Nur Fauzi dan Nida Attaqia yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan penelitian ini. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga segala apa yang telah penulis lakukan dan hasilkan dapat membuahkan manfaat serta memberikan nilai kebaikan khususnya bagi para penulis maupun pembaca sekalian. Dan semoga dapat menjadi suatu amalan kebaikan dalam bidang dakwah di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 22 Juni 2016
Penulis
iv
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK ................................................................................................................i KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii DAFTAR ISI .............................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ................................................................................................vii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...............................................................1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ....................................................7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................8 D. Metodologi Penelitian ..................................................................9 E. Pedoman Penulisan ......................................................................12 F. Tinjauan Pustaka ..........................................................................13 G. Sistematika Penulisan ..................................................................17
BAB II
LANDASAN TEORI A. Definisi Peran ...............................................................................18 B. Kerangka Konsep .........................................................................19 1. Hubungan Masyarakat ...........................................................19 a. Definisi Hubungan Masyarakat........................................19 b. Fungsi Hubungan Masyarakat .........................................21 c. Tugas Hubungan Masyarakat ...........................................22
v
d. Peran Hubungan Masyarakat ...........................................25 2. Hubungan Masyarakat Pemerintah ........................................28 a. Definisi Hubungan Masyarakat Pemerintah ....................28 b. Tugas Hubungan Masyarakat Pemerintah .......................29 c. Peran Hubungan Masyarakat Pemerintah ........................31 3. Model Perkembangan Komunikasi dan Praktik Humas ........33 4. Model Perencanaan Humas ....................................................34 5. Konsep Citra ..........................................................................38 6. Konsep Korupsi ......................................................................42 BAB III
GAMBARAN UMUM KEMENTERIAN AGAMA RI A. Sejarah ..........................................................................................46 B. Visi dan Misi ................................................................................51 C. Struktur Organisasi Pusat .............................................................52 D. Kode Etik Pegawai .......................................................................53 E. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ....................................................53 F. Struktur Organisasi Pusat Informasi dan Humas .........................54 G. Tugas dan Fungsi Humas .............................................................55
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga..................................57 B. Hambatan-hambatan Yang Dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga ..................................................................83 C. Citra Kementerian Agama Republik Indonesia ...........................86
vi
D. Hasil Interpretasi Penelitian .........................................................89 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................100 B. Saran .............................................................................................101
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................103 LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Citra...................................................................... 39 Gambar 2.2 Model Grid Analysis Citra ..................................................................... 40 Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Agama RI ......................................... 49 Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama ........................................................................................................................ 52 Gambar 4.1 Kolom Nomor Porsi Haji ....................................................................... 57 Gambar 4.2 Kuis Harapan Publik .............................................................................. 63 Gambar 4.3 Harapan Adi Mansur @murytech Terhadap Kementerian Agama RI ................................................................................................................... 64 Gambar 4.4 Website Kementerian Agama RI ............................................................ 69 Gambar 4.5 Majalah Cetak Kementerian Agama “Ikhlas Beramal” ......................... 70 Gambar 4.6 Majalah Online Kementerian Agama ..................................................... 70 Gambar 4.7 Konferensi Pers Pelunasan BPIH Reguler ............................................. 71 Gambar 4.8 Konferensi Pers Rencana Perkemahan Rohis Siswa SMA/SMK Tingkat Nasional Tahun 2016 .................................................................................... 72 Gambar 4.9 Menag Berkunjung Ke Kantor Redaksi Harian Waspada Medan.......... 74 Gambar 4.10 PPID Kementerian Agama ................................................................... 75 Gambar 4.11 Kolom Pengaduan Masyarakat Kementerian Agama .......................... 77 Gambar 4.12 Portal Whistleblowing System Kementerian Agama ............................ 77 Gambar 4.13 Pameran Kementerian Agama Dalam Memperingati Hari Anti Korupsi ....................................................................................................................... 79 Gambar 4.14 Twitter Kementerian Agama @Kemenag_RI....................................... 80 Gambar 4.15 Facebook Kementerian Agama RI ....................................................... 81 Gambar 4.16 Seminar Hasil Analisis Media .............................................................. 84
viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kementerian Agama merupakan lembaga pemerintah yang membidangi urusan agama. Kementerian Agama dipimpin oleh Menteri Agama yang sejak tanggal 9 Juni 2014 dijabat oleh Lukman Hakim Saifuddin. Kementerian Agama mempunyai tugas-tugas keagamaan yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, urusan haji dan umrah, dan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah. Di tahun 2014, masyarakat dikejutkan oleh pemberitaan miris terkait adanya dugaan kasus korupsi yang melibatkan pejabat Kementerian Agama RI. Kasus tersebut antara lain tindak korupsi dana operasional menteri (DOM) 2011-2014 dan dana penyelenggaraan haji yang dilakukan oleh mantan Menteri Agama Suryadharma Ali. Hal tersebut tercantum pada hasil berita Kompas.com dan Poskotanews.com. “Terdakwa kasus korupsi penyelenggaraan haji, Suryadharma Ali dituntut hukuman 11 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi. Suryadharma dianggap terbukti menyalahgunakan wewenangnya selaku Menteri Agama selama pelaksanaan ibdah haji tahun 2010-2013.”1 “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Menteri Agama, Suryadharma Ali, sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penggunaan dana operasional menteri (DOM) pada Kemenag RI tahun anggaran 2011-2014. Hal itu diungkapkan Pimpinan sementara KPK, Johan Budi Sapto Prabowo. Ini berarti kasus kedua yang menjerat Suryadharma Ali sebagai tersangka 1
Sumber Kompas.com, Kasus Korupsi Haji Suryadharma Ali Dituntut 11 Tahun Penjara Oleh Herudin, Pada Rabu (23/12/15), Diambil pada Rabu (27/4/16).
1
2
korupsi. Sebelumnya mantan Ketua Umum DPP PPP ini juga sudah jadi tersangka kasus korupsi dana perjalanan haji di Kementerian Agama.” 2 Hal di atas menunjukkan kepada publik bahwa kasus korupsi yang terjadi di Indonesia sudah masuk di segala bidang. Termasuk bidang yang terkait dengan agama. Tentu kasus seperti ini akan diingat publik bagaimana mungkin sebuah lembaga negara yang memiliki lambang AlQur’an, melakukan tindakan korupsi. Pun lembaga yang memiliki pejabat dan pegawai yang berjiwa agamis namun pada kenyataannya tidak termanifestasi dalam kinerjanya. Kasus korupsi ini tentunya semakin memperburuk citra Kementerian Agama di mata publik. Hal tersebut seperti yang tercantum dalam berita Tribunnews.com. “Kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013 benarbenar membuat citra dan tingkat kepercayaan publik kepada Kementerian Agama berada pada titik nadir.3 Selain itu Lukman Hakim Saifuddin mengatakan tantangannya tidak sederhana. Bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap institusi Kemenag juga berada pada titik yang rendah saat ini.” 4 Adanya kasus korupsi tersebut menyebabkan tingkat integritas Kementerian Agama berada pada titik terendah. Hal ini dibuktikan pada akhir 2011 KPK membuat survei yang menghasilkan tingkat indeks integritas Kementerian Agama paling rendah yaitu 5,37 jauh di bawah standar integritas pusat yang mencapai angka 7,07. Tentu hal ini mengejutkan publik karena seharusnya Kementerian Agama menjadi garda
2
Sumber Poskotanews.com, KPK Tetapkan Suryadharma Ali Tersangka Korupsi Kasus Lain Oleh Yulian, Pada Jumat (3/7/15), Diambil pada Kamis (4/2/16), 3 Sumber Tribunnews.com, Awali Jabatan Menag Baru Minta Maaf Kepada Masyarakat Oleh Dany Permana pada (9/6/14), Diambil pada Kamis, (4/2/16), 4 Sumber berita Tribunnews.com, Menag Kepercayaan Publik Terhadap Kemenag Berada Pada Titik Terendah Oleh Dany Permana pada (9/6/14), Diambil pada Kamis, (4/2/16).
3
terdepan membimbing umat dan masyarakat agar tetap hidup di jalan lurus. Selain itu, kementerian inilah yang seharusnya menjadi benteng penjaga moral bangsa. Terkait dengan kasus suap korupsi tentunya dalam Islam praktik suap menyuap merupakan perbuatan yang sangat dilarang. Hal tersebut tertera dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188, yang artinya: "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 188) 5 Ayat di atas menjelaskan bahwa praktik suap menyuap dilarang dan berbahaya bagi kehidupan masyarakat. Dimana tindakan korupsi tersebut tentu banyak merugikan bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi, faktanya di Indonesia korupsi banyak terjadi dan diketahui berasal dari pemerintah itu sendiri, baik pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah dan juga para penegak hukum yang tadinya bertugas menindak tindakan kejahatan seperti korupsi ini. Banyaknya pemberitaan miring yang menyerang sejumlah pejabat Kementerian Agama Republik Indonesia secara tidak langsung akan memengaruhi citra lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia di mata publik. Kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Agama membuat citra terhadap lembaga semakin menurun. Hal tersebut tentu akan merubah persepsi tugas, organisasi, wewenang, dan tanggung jawab lembaga 5
h.2226?
Al-Quran dan Terjemahannya, Surat Al-Baqarah: 188, (Jakarta: Pustaka Alfatih, 2009),
4
Kementerian Agama. Dalam hal ini masyarakat memiliki peran penting dalam pembentukan persepsi. Proses pembentukan persepsi terhadap lembaga Kemenag bukan semata-mata diperoleh dengan membaca berita saja. Melainkan dipengaruhi oleh adanya faktor eksternal dari individu seperti kelompok pergaulan dan peran media massa. Selain itu, proses pembentukan citra seseorang terhadap suatu objek akan dipengaruhi oleh efek kognitif dari komunikasi yang mereka lakukan.6 Sebagai sebuah lembaga yang menjunjung tinggi integritas dengan takeline 5 nilai budaya kerja dan bersih melayani tentu Kementerian Agama RI perlu mendapat dukungan penuh dari masyarakat dalam memberantas kasus korupsi. Hal ini tentunya lembaga Kemenag harus dapat memperbaiki citranya di mata publik. Dalam proses pembentukan citra tentunya tidak terlepas dari peran dan fungsi Praktisi Humas dalam sebuah lembaga tertentu. Praktisi Humas pada praktiknya memiliki keterkaitan dengan ilmu komunikasi karena keduanya merupakan satu kesatuan yang utuh dan mata rantai yang menunjang kegiatan humas. Karena humas merupakan metode ilmu komunikasi sebagai salah satu kegiatan yang mempunyai kaitan kepentingan dengan suatu organisasi.7 Secara struktural, keberadaan Praktisi Humas merupakan bagian penting dari sebuah lembaga. Hal ini membuktikan bahwa humas
6
Soleh Soemirat, Dasar-dasar Public Relations, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004), h. 114, 7 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), Cet. Ke-XII, h. 131.
5
merupakan salah satu fungsi manajemen dalam sebuah lembaga. Praktisi Humas berperan melakukan komunikasi timbal balik yang bertujuan menciptakan rasa saling menghargai, saling mempercayai, menciptakan good will, mendapatkan dukungan publik, tentu semua itu demi tercapainya citra positif bagi suatu lembaga.8 Citra merupakan tujuan utama sekaligus reputasi dan prestasi bagi sebuah lembaga atau perusahaan. Pengertian citra sendiri masih abstrak, tetapi masih bisa dirasakan dari hasil penelitian baik atau buruk. Seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik. Tentu Humas Kemenag bertujuan untuk membangun citra positif lembaga di mata publik. Bagi sebuah lembaga, reputasi dan citra merupakan hal yang paling utama sehingga wajar saja jika segala upaya dilakukan oleh sebuah lembaga demi menjaga citra dan reputasi yang baik. Penguasaan ilmu kehumasan menjadi hal yang sangat penting bagi pegawai khususnya bagi lembaga Kementerian Agama untuk menjaga dan membina keharmonisan dengan semua kalangan agar citra positif Kementerian Agama tetap terjaga.9 Kehumasan
bagi
aparat
pemerintah
adalah
membangun
komunikasi yang produktif dan efektif dengan masyarakat. Selain itu, peran kehumasan merupakan lini tugas penting dalam membangun citra 8
Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 35, 9 Sumber www.bdkjakarta.kemenag.go.id, Membangun Citra Kementerian Agama Dengan Kehumasan Yang Profesional Oleh Sahro Wardi Pada (13/06/12), Diambil Pada Kamis (4/2/16).
6
dan kewibawaan pemerintah serta image dan opini publik yang positif. Seorang humas agar dapat menjembatani antara Kementerian Agama (dalam konteks hubungannya) dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainnya di masyarakat.10 Kementerian
Agama
merupakan lembaga
pemerintah
yang
memiliki tugas dan menjadi contoh bagi masyarakat agar tidak melakukan tindakan negatif. Tentu saja hal ini tidak mudah dalam memperbaiki citra Kementerian Agama di mata publik setelah terungkapnya berbagai kasus korupsi yang ada di lembaga tersebut. Praktisi Humas berperan membentuk opini publik menuju opini yang lebih baik, terutama dalam mengembangkan persepsi terbaik sebuah lembaga. Praktisi Humas sendiri bertugas untuk dapat memengaruhi cara pandang dan menciptakan citra yang diharapkan menciptakan citra yang baik atau publikasi yang positif merupakan prestasi sekaligus menjadi tujuan utama sebuah lembaga atau perusahaan terutama bagi aktivitas humas. Karena apabila citra positif telah dicapai oleh suatu perusahaan, maka hal ini akan memengaruhi bagaimana tanggapan masyarakat terhadap lembaga Kemenag itu sendiri dan berkaitan dengan rasa hormat atau kesan yang baik yang dapat menguntungkan terhadap citra lembaga itu sendiri.11
10
Sumber www.bdkjakarta.kemenag.go.id, Membangun Citra Kementerian Agama Dengan Kehumasan Yang Profesional Oleh Sahro Wardi Pada (13/06/12), Diambil Pada Kamis (4/2/16), 11 Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), Edisi Revisi, h. 70.
7
Di sini Praktisi Humas Kementerian Agama memiliki tugas dan tantangan yang cukup berat. Tentu Praktisi Humas berperan penting dalam membangun citra positif dan kepercayaan publik terhadap lembaga Kementerian Agama. Dari pemaparan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dengan judul, "Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga". B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah 1.
Batasan Masalah Merujuk pada latar belakang yang telah penulis paparkan sebelumnya maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada subjek dan pesan. Subjek yang dimaksud adalah Praktisi Humas Lembaga Kementerian Agama Republik Indonesia, sedangkan pesannya adalah peran Praktisi Humas Kementerian Agama dalam membangun citra positif lembaga. Agar batasan masalah penulis ini lebih terarah dan fokus, maka penulis ingin mengkaji apa saja yang dilakukan Praktisi Humas pada tahun 2014-2015 dimana setelah Lukman Hakim Saifudin resmi dilantik menjadi Menteri Agama Republik Indonesia.
2. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah yang akan dikaji oleh peneliti adalah: 1.
Bagaimana peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga?
8
2.
Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga?
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengidentifikasi peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga
2.
Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga
D. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Akademis Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan dan kontribusi positif bagi ilmu komunikasi terutama dibidang humas berkaitan dengan kegiatan peran Praktisi Humas pada lembaga negara dalam membangun citra positif lembaga. 2. Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran jelas mengenai peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga dan hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga.
9
E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Dani Verdiansyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi mengungkapkan bahwa paradigma ilmu merupakan cara pandang yang dilakukan seseorang dalam mempengaruhi cara berpikir, menentukan sikap, dan bertingkah laku dalam mencari sebuah kebenaran.12 Paradigma dalam penelitian khususnya dalam penelitian kualitatif ada tiga yaitu paradigma konstruktivisme, post-positivisme, dan teori kritis.13 Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme dimana penelitian ini akan menemukan realitas berdasarkan hasil pemikiran dari temuan penulis. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana yang dikutip oleh Imam Gunawan adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan berperilaku yang dapat diamati yang diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh).14 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Menurut Jalaluddin Rachmat dalam bukunya “Metode Penelitian Komunikasi” metode deskriptif tidak bermaksud mengadakan pengujian, menjelaskan hubungan, tetapi lebih 12
Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008), Cet. Ke-2, h. 50, 13 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. Ke-1, h. 48, 14 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif,.........................h. 82.
10
memfokuskan diri untuk menilai dan mamainkan unsur-unsur, sifatsifat, bentuk atau karakteristik tertentu dari suatu kasus atau peristiwa yang terjadi di lapangan. Metode deskriptif hanya memaparkan situasi atau peristiwa dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.15 3. Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi kasus. Guba & Lincoln, lebih diperjelas oleh Stake, kemudian dikembangkan oleh Creswell, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Gunawan yang menyebutkan bahwa studi kasus adalah penelitian yang dilakukan terhadap suatu objek yang disebut sebagai kasus, yang dilakukan secara seutuhnya, menyeluruh dan mendalam dengan menggunakan berbagai macam sumber data. Selain itu, Creswell menyebut metode penelitian studi kasus sebagai salah satu strategi penelitian kualitatif.16 Studi kasus ini menggunakan tipe deskriptif secara sistematis faktual dan aktual mengenai fakta suatu objek tertentu. Metode tersebut peneliti gunakan untuk berusaha menjawab dan menjelaskan lebih dalam tentang peranan Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaganya. 4. Subjek dan Objek Penelitian Subjek
dalam
penelitian
ini
adalah
Praktisi
Humas
Kementerian Agama Republik Indonesia dan objek penelitiannya
15
Jalaluddin Rachmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 24, 16 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. Ke-1, h. 114-115.
11
adalah peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia untuk membangun citra positif lembaganya. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini tentunya berpatokan pada kebutuhan analisa. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah: a. Penelitian pustaka (library research), dengan mempelajari dan mengkaji
literatur-literatur
yang
berhubungan
dengan
permasalahan yang dikaji. b. Wawancara mendalam, yakni teknik pengumpulan data dari suatu informasi dengan cara bertatap muka langsung dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Dengan demikian peneliti memperoleh data secara langsung dengan sumber data, sehingga data yang diperoleh lebih akurat. Adapun wawancara yang dilakukan dengan Rosidin selaku Kepala Bidang Humas Kementerian Agama dan Ratna Puspita selaku Wartawan Republika. c. Dokumentasi, yakni metode pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian. Peneliti membaca data Humas Kementerian Agama Republik Indonesia itu sendiri. Peneliti memperoleh data dengan cara melihat catatan peristwa yang berbentuk tulisan, slide, gambar, dan rekaman.
12
6. Teknik Analisis Data Setelah data yang terkumpul memadai, maka tahap selanjutnya dari sebuah penelitian adalah mengelola dan menganalisa data. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka data yang telah terkumpul akan diolah menjadi data kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti akan mencocokkan data-data empiris yang diperoleh dalam penelitian dengan teori-teori yang peneliti gunakan. Jika kedua pola tersebut memiliki kesamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal penelitian ini. Analisa data kualitatif dimulai dengan menganalisa berbagai data yang didapat dari laporan yaitu berupa kalimat-kalimat atau pernyataan-pernyataan,
dokumen-dokumen,
catatan
maupun
dokumentasi. 7. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini penulis lakukan sejak bulan Maret atau sejak dimulainya proposal dilakukan hingga bulan Juni 2016 atau sampai penelitian ini diselesaikan. Tempat penelitian dilakukan di kantor Kementerian Agama Republik Indonesia yang beralamat di Jalan Lapangan Banteng Barat No. 3-4 Jakarta Pusat 10710. F. Pedoman Penulisan Penulisan dalam penelitian ini mengacu kepada buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2012/2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan.
13
G. Tinjauan Pustaka Sebelum menyusun skripsi lebih lanjut, maka peneliti terlebih dahulu menelusuri penelitian skripsi yang sudah dilakukan di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta dan universitas lain. Maksudnya agar penelitian yang akan dilakukan tidak sama dengan skripsi-skripsi sebelumnya dan adanya pemetaan perkembangan terhadap penelitian. Adapun beberapa tinjauan pustaka tersebut: 1. Skripsi yang berjudul Peran Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Membangun Citra Positif Lembaga. Skripsi ini ingin melihat bagaimana peran Biro Humas KPK dan apa saja langkah-langkah yang dilakukan oleh Biro Humas untuk membangun citra positif lembaga. Hal ini dikarenakan banyaknya kasus yang menyeret KPK seperti kasus korupsi yang secara tidak langsung menurunkan citra dan reputasi lembaga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Metode yang digunakan yaitu metode studi kasus. Pengumpulan data melalui penelitian pustaka, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa Biro Humas KPK telah menjalankan fungsi-fungsi kehumasannya dengan baik yaitu sebagai fasilitator komunikator, fasilitator proses pemecahan masalah, teknisi komunikasi, membina relationship, dan membentuk corporate image. Selain itu, peran biro humas sebagai pendukung atau sponsor dalam segala kegiatan yang bertujuan dalam mendekatkan KPK dengan masyarakat. Perbedaan dengan skripsi peneliti yaitu pada objeknya saja. Skripsi Nurlaela ini
14
membahas tentang peran biro humas KPK dalam membangun citra positif.17 2. Skripsi dengan judul Peran Hubungan Masyarakat (Humas) MPR RI Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa. Skripsi ini ingin melihat bagaimana peran Humas MPR RI dalam mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa Tahun 2014. Ini dilatar belakangi karena pentingnya mensosialisasikan nilai-nilai luhur bangsa kepada seluruh masyarakat Indonesia agar rasa cinta tanah air terus berkobar dalam diri setiap individu. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pengumpulan data yang dilakukan menggunakan observasi, dokumentasi, dan wawancara. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa peran Humas seperti menjadi communicator, membina relationship, peranan back up management, dan membentuk corporate image berjalan cukup baik. Ini terlihat pada kegiatan-kegiatan sosialisasi MPR RI dimana Pimpinan MPR RI dan Tim Kerja Sosialisasi MPR RI yang telah dibentuk. Perbedaan skripsi ini terletak pada objek dan tujuan. Skripsi kahfi ini menjelaskan peran humas MPR RI dalam mensosialisasikan empat pilar bangsa.18 3. Skripsi yang berjudul Peran Public Relations Dalam Membangun Citra Positif Kraton Surakarta (Studi Deskriptif Tentang Perbandingan Peran Humas Hangabehi dan Tedjowulan Dalam
17
Nurlaela, 1111051000085, Peran Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Membangun Citra Positif Lembaga, (Jakarta: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2015), 18 Mochammad Kahfi, 1110051000174, Peran Hubungan Masyarakat (Humas) MPR RI Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa, (Jakarta: Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta, 2014).
15
Membangun Citra Positif Terkait Konflik Perebutan Kekuasaan 2 Raja). Rumusan masalah ini yakni ingin mengetahui bagaimana peran Humas Keraton Surakarta, kubu Hangabehi dan Tedjowulan dalam membangun citra positif
Keraton Surakarta terkait dengan krisis
internal Keraton Surakarta yang berupa perebutan kekuasaan antara 2 Raja. Ini dilatarbelakangi adanya permasalahan perebutan kekuasaan antara 2 raja ini yang secara langsung atau tidak akan mempengaruhi penilaian dan opini masyarakat terhadap Kerabat Keraton dan citra positif Keraton Surakarta secara keseluruhan. Di sini, peran public relations sangat penting untuk menangani segala hal yang berkaitan dengan pihak lain di luar keraton. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi, rekaman arsip, wawancara, dan observasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa humas dari kedua raja berhasil menjalankan peran dan fungsi nya dalam menangani masalah ini. Akan tetapi humas Tedjowulan berperan lebih aktif dalam membangun citra positif di tengah konflik. Sementara humas Hangabehi lebih condong ke arah humas sebagai juru penerang kebudayaan. Yang membedakan skripsi peneliti dengan skripsi Retno terletak pada objek saja. Skripsi ini membahas tentang peran public relation dalam membangun citra positif Kraton Surakarta.19
19
Retno Wulandari, D0204100, Peran Public Relations Dalam Membangun Citra Positif Kraton Surakarta (Studi Deskriptif Tentang Perbandingan Peran Humas Hangabehi dan Tedjowulan Dalam Membangun Citra Positif Terkait Konflik Perebutan Kekuasaan 2 Raja), (Surakarta: Jurusan Ilmu komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret, 2009).
16
4. Skripsi dengan judul Strategi Membangun Citra Positif Perusahaan Melalui Publikasi Humas (Studi Pada Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah). Skripsi ini ingin melihat bagaimana strategi Keong Emas TMII dalam upaya terbentuknya citra positif Keong Emas melalui publikasi PR. Hal ini dilatar belakangi karena saat ini masyarakat lebih tertarik untuk menonton film komersil dibanding film bertemakan pendidikan yang disajikan oleh Keong Emas. Tentu tetaer Keong Emas ini akan melakukan upaya publikasi agar masyarakat tetap setia menonton film pendidikan yang disajikan oleh teater ini. Metode penelitian menggunakan kualitatif deskriptif. Alat pengumpul datanya memakai teknik wawancara. Adapun hasil penelitiannya bahwa publikasi lebih menekankan suatu proses dan teknis untuk mempersiapkan dan menerbitkan media komunikasi demi kepentingan kegiatan atau aktivitas publikasi humas/PR dalam upaya penyampaian pesan, opini, informasi dan berita, namun tidak demikian halnya dengan Keong Emas yang lebih berfokus kepada publisitas khususnya publisitas dalam bentuk tie in publicity (publisitas yang disengaja). Perbedaan dengan skripsi peneliti terletak pada subjek dan objek. Skripsi Katrin membahas tentang strategi membangun citra positif Teater Imax Keong Emas TMII melalui publikasi humas.20
20
Katrin Rosaly Sitinjak, 0806381492, Strategi Membangun Citra Positif Perusahaan Melalui Publikasi Humas (Studi Pada Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah), (Depok: Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, 2012).
17
H. Sistematika Penulisan Secara sistematis penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori, menguraikan konsep humas dan konsep citra, yang
mencakup
pengertian,
fungsi,
tujuan,
peran,
dan
model
perkembangan komunikasi dan praktik humas, dan model perencanaa humas. Bab III Gambaran Umum Kementerian Agama Republik Indonesia, terdiri dari sejarah, visi dan misi, struktur organisasi, kode etik pegawai, kedudukan tugas dan fungsi, struktur bidang humas, dan tugas dan fungsi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia. Bab IV Hasil Temuan dan Analisis Data, menguraikan mengenai segala yang berkaitan dengan objek penelitian yang meliputi: deskripsi objek penelitian yaitu peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga, dan hambatan yang dihadapi oleh Praktisi Humas Kementerian Agama dalam membangun citra positif lembaga. Bab V Kesimpulan dan Saran, yang berisi kesimpulan dan saran. Pada bagian akhir penulisan skripsi penulis menyajikan daftar pustaka yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran yang terkait.
BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Peran Peran merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Artinya seseorang telah menjalankan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka orang tersebut telah melaksanakan sesuatu peran. Peran lebih banyak menunjuk pada fungsi, artinya seseorang menduduki suatu posisi tertentu dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Peran mencakup 3 hal: 1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat; 2. Peran adalah suatu konsep ikhwal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat; 3. Peran dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.1 Peranan dapat didefinisikan sebagai kumpulan harapan yang terencana seseorang yang mempunyai status tertentu di masyarakat. Peranan dapat dikatakan sebagai tindakan seseorang sesuai dengan statusnya dalam masyarakat. Menurut Levinson, bahwa peranan itu mencakup tiga hal yaitu: Pertama; peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Kedua; peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh
1
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: Kencana, 2007), Ed. 2, Cet. Ke-3, h. 158.
18
19
individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Ketiga; peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Peranan seseorang lebih banyak menunjukkan suatu proses dari fungsi dan kemampuan mengadaptasi diri dalam lingkungan sosialnya.2 Jika ditarik kesimpulan dari beberapa poin di atas, peranan adalah segala sesuatu yang dijalankan oleh seorang pimpinan terutama dalam menjalankan hak dan kewajiban yang sesuai dengan wewenang dan kedudukannya. B. Hubungan Masyarakat (Humas) 1.
Definisi Hubungan Masyarakat Dalam sebuah organisasi komersial maupun non komersial keberadaan
hubungan
masyarakat
cukup
diperhitungkan
keberadaannya. Humas diartikan sebagai salah satu kegiatan dari public relation yang menangani hubungan antara lembaga dengan masyarakat. Humas memiliki ruang lingkup yang terbatas, sedangkan public relation memiliki ruang lingkup yang luas. Humas hanya menyampaikan pesan kepada masyarakat sedangkan public relation sangat berperan aktif baik urusan interen maupun eksteren yakni untuk membangun relasi dengan masyarakat luas. Kesamaan humas dan public relation yakni sama-sama membangun komunikasi dua arah antara masyarakat.
2
Abdulsyani, Sosiologi: Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-3, h. 94.
20
Menurut british institute of public relation (IPR) humas adalah keseluruhan
upaya
yang
dilakukan
secara
terencana
dan
berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.3 Menurut
Frank
Jefkins,
humas
adalah
semua
bentuk
komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan pada saling pengertian. Tetapi tidak hanya mencapai saling pengertian saja, melainkan ada tujuan khusus seperti penanggulangan masalah-masalah komunikasi yang memerlukan suatu perubahan tertentu, misalnya mengubah sikap yang negatif menjadi positif.4 Dengan demikian, Humas dapat diartikan sebagai upaya berkesinambungan guna menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu organisasi/individu. Selain itu Humas juga melakukan kegiatan komunikasi baik kepada internal maupun eksternal pada sebuah organisasi atau perusahaan. Humas bertanggungjawab memberikan informasi, meyakinkan, meraih simpati, dan memberikan ketertarikan masyarakat untuk membuat masyarakat mengerti dan menerima sebuah situasi.
3 4
Frank Jefkins, Public Relations, (Jakarta: Erlangga, 2003), Edisi Ke-5, h. 9. Frank Jefkins, Public Relations,..................h. 10
21
2.
Fungsi Hubungan Masyarakat (Humas) Humas memiliki fungsi timbal balik, ke luar dan ke dalam. Ke luar ia harus mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran masyarakat yang positif terhadap segala tindakan dan kebijakan organisasi atau lembaganya. Ke dalam, ia berusaha mengenali, mengidentifikasi hal-hal yang dapat menimbulkan sikap dan gambaran negatif dalam masyarakat sebelum sesuatu tindakan atau kebijakan itu dijalankan. Dapat dikatakan, ia berperan dalam membina hubungan baik antara lembaga atau organisasinya dengan masyarakat atau dengan media massa. Fungsi utama humas adalah mengatur lalu lintas, sirkulasi informasi, internal eksternal, dengan memberikan informasi serta penjelasan seluas mungkin kepada publik mengenai kebijakan, program, tindakan suatu organisasi agar dapat dipahami sehingga memperoleh public support and public acceptance.5 Sedangkan Bertrand R. Canfield dalam bukunya Public Relations Principles and Problems, ia mengemukakan fungsi humas: a. It should serve the public’s interest (Mengabdi kepada kepentingan umum). Hal ini ditekankan karena adanya anggapan bahwa pejabat humas sebagai orang “sewaan” orang-orang kaya yang menginginkan orang-orang miskin tetap hidup melarat. Yang dimaksud orang kaya adalah para manajer dan orang-orang miskin adalah khalayak.
5
F. Rachmadi, Public Relations: Teori dan Praktek Aplikasi Dalam Badan Usaha Swasta dan Lembaga Pemerintah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. 22,
22
b. Maintain good communication (Memelihara komunikasi yang baik). Memelihara hubungan komunikatif antara pejabat humas dengan publik baik internal maupun eksternal dan dengan manajer beserta stafnya, dilakukan secara timbal balik yang dilandasi empati sehingga menimbulkan rasa simpati. c. Stress good morals and manners (Menitikberatkan moral dan perilaku yang baik). Ditekankannya moral dan perilaku yang baik ialah semata-mata untuk menjaga citra organisasi di hadapan publiknya.6 3.
Tugas Hubungan Masyarakat Menurut Cutlip, Center, dan Broom dalam bukunya “Effective Public Relations” tugas humas mencakup sepuluh kategori ini: a. Writing and Editing: membuat newsrelease yang disiarkan dan dicetak, newsletter untuk wartawan dan stakeholder eksternal. Website dan pesan di media lainnya, laporan tahunan, naskah pidato, brosur, film, dan slide show, artikel publikasi, iklan institusi, dan lain-lain b. Media Relations and Placement: menghubungi pihak media, freelance writer, dan publikasi perdagangan secara intens agar mereka mempublikasikan dan menyiarkan berita dan feature mengenai
organisasi,
Merespon
permintaan
media
akan
informasi, mengklarifikasi isu dan memberikan akses media kepada sumber yang dapat memiliki otoritas 6
Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-6, h. 35.
23
c. Research:
mencari
informasi
mengenai
opini
publik,
kecenderungan, isu yang sedang naik, iklim politik dan pemerintahan, kelompok kepentingan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan stakeholder organisasi d. Management
and
Administration:
memogramkan
dan
merencanakan kolaborasi dengan manajer lain, mengetahui kebutuhan-kebutuhan, menentukan prioritas, mengatur tujuan dan sasaran, membangun strategi dan taktik. Mengadministrasi personal, keuangan, dan jadwal program e. Counseling: memberikan masukan kepada top management mengenai keadaan sosial, politik dan regulasi; memberi konsultasi kepada
manajemen
tentang
bagaimana
menghindari
dan
merespon kritik, dan bekerja sama dengan pembuat keputusan dengan memberikan masukan mengenai strategi dalam menjaga atau merespon isu dan krisis f. Special Event: menyiapkan dan menyusun konferensi pers, convention, open house, grand opening, perayaan ulang tahun, acara amal, kontes, program penghargaan
dan special event
lainnya g. Speaking: mengajarkan orang-orang dalam berbicara
dan
mengatur pembicara yang terisi dalam podium sebelum pembicara utama muncul h. Production:
membangun
komunikasi
dan
menggunakan
pengetahuan dan keahlian multimedia, termasuk seni, fotografi,
24
tipografi, tampilan layar komputer, merekam dan mengubah video dan mempersiapkan presentasi audiovisual i. Training: menyiapkan executive spokeperson untuk berhubungan dengan media dan membuat kesan kepada publik. Melatih orangorang dalam organisasi untuk meningkatkan kemampuan menulis dan berkomunikasi. Membantu mengenalkan perubahan budaya, kebijakan, struktur dan proses organisasi j. Contact: melayani sebagai penghubung dengan media, komunitas, dan kelompok eksternal dan kelompok internal lainnya. Mendengarkan,
menegoisasi,
mengendalikan
konflik
dan
mendapatkan kesepakatan sebagai mediator antara organisasi dan stakeholder yang penting. Menyusun pertemuan dan sambutan sebagai tuan rumah kepada para tamu.7 Tugas pokok humas menurut A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Komunikasi dan Hubungan Masyarakat” antara lain: a. Pengumpulan dan Pengolahan Data 1) Mengumpulkan data untuk keperluan informasi 2) Mengolah data 3) Menyajikan data sehingga siap digunakan 4) Mengarsipkan data sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan kembali 5) Melayani kebutuhan data bagi yang memerintahkan
7
Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relations, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2006), 9th Edition, h. 34.
25
6) Membuat kliping dari seluruh media massa b. Penerangan 1) Menyebarkan informasi 2) Mengadakan hubungan dengan media massa 3) Mengadakan pemberian kehumasan 4) Membuat dokumentasi kegiatan lembaga 5) Menyelenggarakan pameran 6) Memberikan pelayanan informasi dengan menyajikan beritaberita dan kliping 7) Mentranskrip rekaman pidato dan mengarsipkannya 8) Mengalbumkan foto-foto kegiatan 9) Mengikuti kunjungan kerja pejabat/pimpinan 10) Mengadakan wisata pers ke objek yang telah ditentukan c. Publikasi 1) Menerbitkan warta harian, mingguan, majalah bulanan, dan folder (leaflet) 2) Menerbitkan buku kerja 3) Menerbitkan kalender kerja 4) Ikut serta menyelenggarakan pameran, antara lain pameran pembangunan.8 4.
Peran Hubungan Masyarakat Kini kehadiran humas di sebuah lembaga atau organisasi menjadi bagian penting. Humas memiliki peran yang sangat penting
8
A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), Ed. 1, Cet. Ke-2, h. 57-59.
26
untuk membantu fungsi manajemen dalam membangun citra yang baik di mata publik. Peran Praktisi Humas juga dikatakan sebagai kunci keberhasilan sebuah lembaga atau organisasi. Sementara itu menurut Dozier, peranan petugas/praktisi humas merupakan salah satu kunci penting untuk pemahaman fungsi humas dan komunikasi organisasi. Peranan petugas humas dibedakan menjadi 2 (dua), yakni peranan managerial (communication manager role) dan peranan teknis (communication technician role). Peranan manajerial dikenal dengan peranan di tingkat manajemen dapat diuraikan menjadi 3 peranan, yakni expert preciber communication, problem solving facilitator, dan communication facilitator. Sehingga bila dijelaskan lebih jauh terdapat 4 peranan, antara lain: 1. Expert Preciber Communication Petugas humas dianggap sebagai orang yang ahli. Dia menasihati pimpinan perusahaan/organisasi. Hubungan mereka diibaratkan seperti hubungan dokter dan pasien. 2. Problem Solving Process Facilitator Peranan sebagai fasilitator dalam proses pemecahan masalah. Pada peranan di sini petugas humas melibatkan diri atau dilibatkan dalam setiap manajemen (krisis). Dia menjadi anggota tim,
bahkan
bila
memungkinkan
penanganan krisis manajemen.
menjadi
leader
dalam
27
3. Communication Facilitator Peranan
sebagai
fasilitator
komunikasi
antara
perusahaan/organisasi dengan publik baik dengan publik eksternal maupun internal. Humas sebagai jembatan komunikasi antara publik dengan perusahaan. 4. Technician Communication Petugas humas dianggap pelaksana teknis komunikasi. Dia menyediakan layanan di bidang teknis, sementara kebijakan dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan keputusan petugas humas, melainkan keputusan manajemen dan petugas humas yang melaksanakannya.9 Menurut Rosady Ruslan dalam bukunya “Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi” seorang pejabat humas yang melakukan fungsi manajemen dalam sebuah perusahaan. Secara garis besar aktifitas utamanya humas berperan sebagai communicator, relationship, back up management, dan good image maker.10 Perannya sebagai communicator artinya sebagai penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. Humas melakukan kegiatan komunikasi yang baik dengan pihak internal maupun pihak eksternal. Sedangkan relationship merupakan upaya peran Praktisi Humas dalam membina hubungan yang positif dan saling menguntungkan dengan pihak publiknya.. Humas juga
9
Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Hubungan Masyarkat, (Bogor Selatan: Penerbit Ghalia Indonesia, 2002), Cet. Ke-1, h. 24, 10 Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 26.
28
berupaya menciptakan saling pengertian, kepercayaan, dukungan, kerja sama, dan toleransi antara kedua belah pihak tersebut. Peran sebagai back up management merupakan peran Praktisi Humas sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan bersama dalam suatu kerangka tujuan pokok perusahaan. Kemudian good image maker adalah peran Praktisi Humas dalam menciptakan citra bagi organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini berperan menjaga dan menciptakan citra yang positif terhadap perusahaan dimata publik. Dalam menjalankan fungsi, peran dan tugasnya humas memiliki beberapa sasaran dan kegiatan khusus. Menurut H. Fayol beberapa kegiatan dan sasaran humas adalah membangun identitas dan citra perusahaan (building corporate identity and image). Membangun citra dan identitas organisasi ini diwujudkan dengan mendukung kegiatan komunikasi timbal balik yang positif dengan berbagai pihak.11 C. Hubungan Masyarakat Pemerintahan 1. Definisi Hubungan Masyarakat Pemerintahan Humas dalam lembaga pemerintah merupakan suatu keharusan fungsional dalam rangka tugas penyebaran informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan lembaga pemerintah kepada masyarakat. Pada umumnya humas diklasifikasikan menurut jenis organisasi yakni humas pemerintahan, humas perusahaan, dan humas 11
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 23-24,
29
internasional. Dalam humas pemerintahan, Sam Black dalam bukunya “Practical Public Relation”, mengklasifikasikan humas menjadi humas pemerintahan pusat dan humas pemerintahan daerah.12 Humas pemerintah diarahkan untuk hubungan dengan media, masalah umum, dokumentasi, dan publikasi. Demikian juga dengan namanya selain Divisi Humas, dikenal juga Sekretaris Pers, Divisi Informasi dan Komunikasi, Bagian Umum, Pusat Dokumentasi dan Publikasi. Kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan humas adalah konferensi pers, membuat press release, press cliing, pameran, menerbitkan
media
intern,
mengorganisir
pertemuan
dengan
masyarakat, penerangan melalui berbagai media komunikasi bagi masyarakat, mendokumentasi semua kegiatan instansi, mengorganisir kunjungan para pejabat, dan menerima keluhan masyarakat.13 2. Tugas Hubungan Masyarakat Pemerintah Humas pemerintah bertugas memberikan informasi dan penjelasan kepada publik mengenai kebijakan dan langkah yang diambil oleh pemerintah serta mengusahakan timbulnya hubungan yang harmonis antara lembaga dengan publik. Pada dasarnya tugas humas pemerintah adalah: a. Memberikan penerangan dan pendidikan kepada masyarakat tentang kebijakan, langkah-langkah, dan tindakan-tindakan
12
Onong Uchjana Effendy, Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. Ke-6, h. 38-39. 13 Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Hubungan Masyarakat, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2002), h. 37.
30
pemerintah, serta memberikan layanan informasi yang diperlukan kepada masyarakat secara terbuka. b. Memberi bantuan kepada media berita berupa bahan-bahan informasi mengenai kebijakan dan langkah-langkah serta tindakan pemerintah, termasuk fasilitas peliputan kepada media berita untuk acara-acara resmi yang penting. c. Mempromosikan
kemajuan
pembangunan
ekonomi
dan
kebudayaan yang telah dicapai oleh bangsa kepada khalayak di dalam negeri maupun luar negeri. d. Memonitor pendapat umum tentang kebijakan pemerintah selanjutnya menyampaikan tanggapan masyarakat dalam bentuk feedback kepada pimpinan instansi-istansi pemerintahan yang bersangkutan sebagai input.14 Adapun tugas humas menurut Onong Uchjana Effendy terdiri atas dua tugas. Pertama, menyebarkan informasi secara teratur mengenai kebijaksanaan, perencanaan, dan hasil yang tidak dicapai. Kedua, menerangkan dan mendidik publik mengenai perundangundangan dan hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari.15
14
I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, (Jogjakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999), Cet. Ke-1, h. 78, 15 Jurnal Ilmu Komunikasi, Meilyna Diah Anggrahini, Christina Rochayanti dan Edwi Arief Sosiawan, Peran Praktisi Humas Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Pengelolaan Isi Informasi Website Pemda Sebagai Media Communications Relation Dengan Masyarakat, (Yogyakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN Veteran Yogyakarta, 2008), Vol. 6, No. 2, h. 148.
31
3. Peran Hubungan Masyarakat Pemerintah Humas di lembaga swasta memiliki struktur organisasi yang lebih ketat, sehingga peranannya spesifik. Sedangkan humas pemerintah
di
samping
bertugas
menyelenggarakan
dan
mengoordinasikan lalu-lintas arus informasi ia juga berfungsi sebagai penyaring atau filter dari komunikasi timbal balik dengan tujuan untuk menciptakan dan membina stabilitas sosial. Secara umum, baik humas pemerintah maupun swasta mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk menciptakan iklim pendapat umum yang menguntungkan.16 Menurut Frazier Moore peranan Praktisi Humas pemerintah adalah untuk memberikan sanggahan mengenai pemberitaan yang salah dan merugikan pemerintah, dan mengkomunikasikan atau menginformasikan segala kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menciptakan citra yang positif pemerintah di mata publik. 17 Humas pemerintahan berperan ganda yaitu keluar memberikan informasi, sedangkan ke dalam wajib menyerap reaksi, aspirasi atau opini khalayak, diserasikan demi kepentingan instansinya atau tujuan bersama. Peran taktis dan strategis kehumasan pemerintah/BUMN tersebut menyangkut beberapa hal, sebagai berikut: a. Tugas secara taktis dalam jangka pendek, Humas berupaya memberikan pesan-pesan dan informasi kepada khalayak umum,
16
I Gusti Ngurah Putra, Manajemen Hubungan Masyarakat, (Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1999), Cet. Ke-1, h. 80. 17 Jurnal Ilmu Administrasi Negara, Evawani Elysa Lubis, Peran Praktisi Humas Dalam Membentuk Citra Pemerintah, (Pekanbaru: FISIP Universitas Riau, 2012), Vol. 12, No. 1, h. 52.
32
dan khalayak tertentu sebagai target sasarannya. Kemampuan untuk melakukan komunikasi timbal balik, dan kemudian memotivasi atau mempengaruhi opini masyarakat dengan usaha untuk “menyamakan persepsi” dengan tujuan dan sasaran lembaga yang diwakilinya b. Tugas strategis dalam jangka panjang Humas, yakni berperan secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, memberikan sumbang saran, gagasan dan hingga ide-ide cemerlang serta kreatif dalam menyukseskan program kerja lembaga/instansi yang bersangkutan
hingga
pelaksanaan
pembangunan
nasional.
Terakhir bagaimana upaya menciptakan citra atau opini masyarakat yang positif.18 Dari kedua konsep humas secara umum dan humas pemerintah, terlihat jelas bahwa keduanya memiliki tugas, fungsi dan peran yang hampir serupa. Keduanya ingin menjaga hubungan yang baik antara organisasi kepada publiknya baik internal maupun eksternal. Hubungan baik yang dijalankan oleh organisasi dan publiknya ini dapat tercipta melalui komunikasi yang terbuka dan terjalin baik antara organisasi dengan publiknya. Komunikasi yang baik akan menghasilkan kesan dan pengalaman sendiri dari publik kepada organisasi. Kesan dan pandangan publik mengenai organisasi ini yang nantinya akan sangat berpengaruh kepada citra dan reputasi organisasi. 18
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi (Jakarta: PT. Raja Grafindo: Jakarta, 2010), h. 344.
33
D. Model Perkembangan Komunikasi dan Praktek Humas Menurut James E. Grunig (1992: 285), bahwa perkembangan humas dalam konsep dan praktik dalam proses komunikasi yaitu terdapat 4 model (Four typical ways of conceptual and practicing communication) sebagai berikut: 1. Model Publicity or Press Agentry Humas melakukan propaganda atau kampanye melalui proses komunikasi satu arah untuk tujuan publisitas yang menguntungkan sepihak, dengan mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya untuk menutupi unsur negatif dari suatu lembaga. 2. Model Public Information Humas bertindak seolah journalist in resident. Berupaya membangun kepercayaan organisasi melalui proses komunikasi searah dan tidak mementingkan persuasif. Seolah bertindak sebagai wartawan dalm menyebarluaskan publisitas, informasi dan berita ke publik. Unsur kebenaran dan objektivitas pesan (informasi) selalu diperhatikan oleh pihak narasumbernya. 3. Model Two Way Asymmetrical Humas melakukan kampanye melalui komunikasi dua arah dan penyampaian pesan berdasarkan hasil riset serta strategi komunikasi persuasif publik secara ilmiah. Unsur kebenaran diperhatikan untuk membujuk publik agar mau bekerja sama, bersikap terbuka sesuai harapan organisasi. Feedback dan feedfoward dari pihak publik diperhatikan serta berkaitan dengan informasi mengenai khalayak
34
diperlukan sebelum melaksanakan komunikasi. membangun hubungan dan pengambilan inisiatif selalu didominasi oleh si pengirim. 4. Model Two Way Symmetrical Model komunikasi simetris dua arah yag menggambarkan bahwa suatu komunikasi propaganda melalui dua arah timbal balik yang berimbang. Model ini mampu memecahkan atau menghindari terjadinya konflik dengan memperbaiki pemahaman publik secara strategis agar dapat diterima, dianggap lebih etis dalam penyampaian pesan (informasi) melalui teknik komunikasi membujuk untuk membangun saling pengertiadan menguntungkan kedua belah pihak.19 Model-model komunikasi di atas, bagi humas dapat digunakan dengan model yang berbeda untuk tujuan yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda pula secara tepat serta efektif, baik untuk tujuan penelitian maupun kegiatan secara praktikal. E. Model Perencanaan Humas Salah satu model perencanaan humas adalah apa yang disebut sebagai “model enam langkah”. Model ini sudah diterima secara luas oleh para praktisi humas profesional. Keenam tahapannya sebagai berikut: 1. Pengenalan situasi Kunci pertama dalam menyusun suatu rencana secara logis adalah pemahaman terhadap situasi yang ada. Untuk memahami situasi, kita memerlukan informasi atau data intelijen. Untuk itu perlu diadakan suatu studi mengenai situasi-situasi internal maupun 19
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), Cet. Ke-3, h. 103-105.
35
eksternal yang dihadapi organisasi. Setelah kita mampu mengenali situasi dengan baik, maka kita juga akan dapat mengenali masalah yang ada serta mencari cara untuk memecahkannya. 2. Penetapan tujuan Setiap tujuan organisasi dalam pengertian yang luas akan jauh lebih mudah dijangkau apabila usaha mencapainya juga disertai dengan
kegiatan-kegiatan
humas,
baik
yang
dilakukan
oleh
unit/departemen humas internal maupun oleh lembaga konsultan humas eksternal. Misalnya agar mencapai tujuan yakni untuk memperbaiki bobot para calon pegawai baru, dibutuhkan kerja sama yang erat antara manajer humas dan manajer personalia. 3. Definisi khalayak Penting
suatu
organisasi
mengenali
dan
membatasi
khalayaknya. Sebesar apa pun suatu organisasi ia tidak mungkin menjangkau semua orang. Ia menentukan sebagian yang sesuai atau yang paling dibutuhkan oleh suatu organisasi. Dengan jenis dan jumlah khalayak yang lebih terbatas, suatu organisasi akan lebih efisien dalam menggarapnya, apalagi jika ini dikaitkan dengan kelangkaan sumber daya. Khalayak humas relatif lebih luas dan bervariasi dibandingkan dengan khalayak periklanan. 4. Pemilihan media dan teknik-teknik humas a. Media dan teknis humas Media dan teknis humas itu sendiri sangat bervariasi. Contoh para jurnalis untuk media dan penyelenggaraan acara resepsi pers
36
untuk tekniknya. Bila kita membandingkan media humas dan media iklan, akan muncul hal menarik sebagai berikut: 1) Kampanye periklanan dan kampanye humas sama-sama menggunakan berbagai macam media. biasanya para praktisi humas cenderung pada media yang bercakupan lebih luas, sedangkan dunia periklanan condong pada media-media yang punya ciri khas sesuai dengan karakteristik khalayak yang hendak dituju. 2) Para praktisi humas berhubungan dengan editor, jurnalisa, serta
produser.
Sedangkan
periklanan
lebih
banyak
berhubungan dengan manajer iklan di media massa. 3) Iklan sifatnya lebih komersil dibandingkan humas. setiap kolom surat kabar bagi iklan harus dibayar, sedangkan artikel humas terkadang tidak. 4) Kampanye periklanan dilakukan terbatas pada media yang bis diharapkan akan mmebuahkan hasil maksimal. Sedangkan humas
menggunakan
media
apa
saja
asalkan
bisa
menjangkau sebanyak mungkin khalayak. 5) Program humas memang secara umum tidak terlalu pilihpilih media seperti iklan. Perbedaan antara humas dan iklan akan mudah dimengerti bahwa tujuan humas memang tidak sama dengan tujuan iklan.
37
6) Tidak seperti dunia periklanan, dunia kehumasan dapat menggunakan berbagai media khususnya seperti jurnal internal, buletin, atau sekedar majalah dinding. b. Jenis-jenis Media Humas Jenis-jenis media humas yang pokok antara lain media pers (koran, majalah), audio-visual (slide, video, film), radio, televisi, pameran, bahan-bahan cetakan, penerbitan buku khusus, surat langsung, pesan–pesan lisan, pemberian sponsor, dan jurnal organisasi (internal dan eksternal). Kemudian menggunakan ciri khas dan identitas perusahaan, dan masih banyak lagi media humas lainnya. 5. Pengaturan anggaran Perencana media humas juga harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih, tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada. Anggaran tersebut penting karena untuk mengetahui seberapa banyak dana yang diperlukan dalam rangka membiayai suatu program atau kampanye humas. Selain itu, suatu anggaran humas memiliki unsurunsur atau pos-pos pengeluaran pokok antara lain tenaga kerja, biaya tetap, materi atau peralatan, dan kas kecil. Setelah itu penyusunan anggaran humas sehingga total anggaran yang dikeluarkan jelas. Kemudian kalkulasi anggaran untuk departemen humas. Disajikan dengan sebuah anggaran hipotetis untuk sebuah unit atau departemen humas yang menjadi bagian dari suatu perusahaan atau organisasi.
38
6. Pengukuran hasil kegiatan humas Terdapat tiga hal terpenting berkenaan dengan pengukuran hasil. Pertama, teknik yang digunakan untuk mengenali situasi seringkali dimanfaatkan guna mengevaluasi yang telah dicapai oleh segenap kegiatan humas yang telah dilakukan. Kedua, metode-metode evaluasi hasil biasanya diterapkan pada tahap perencanaan.ketiga, setiap program humas harus memiliki tujuan yang pasti berupa target. Setelah kampanye humas atau prgram humas usai dilaksanakan maka guna mengukur hasil bisa memanfaatkan tujuan sebagai suatu tolak ukur atau bahan perbandingan.20 F. Konsep Citra Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) citra mengandung arti gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. Citra atau image berkaitan erat dengan suatu penilaian, opini atau bahkan kepercayaan publik yang dijadikan sebagai khalayak sasarannya. Citra di sini dapat berupa citra positif maupun citra negatif. Dalam buku metode riset, citra dideskripsikan sebagai pandangan dari khalayak terhadap institusi. Citra dapat digambarkan sebagai sebuah “mental pictures” yang terbentuk akibat adanya rangsangan atau stimulus yang diterima individu. Proses pembentukan citra pengalaman melalui stimulus adalah sebagai berikut:
20
M. Linggar Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000), Cet. Ke-1, h. 76.
39
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Citra21 Kognisi
Stimulus
Persepsi
Sikap
Respon
Motivasi
Gambar tersebut menjelaskan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh khalayak merupakan hasil dari kepercayaan, informasi dan pengetahuan yang diperoleh dari perusahaan, maka sikap merupakan dampak nyata dari pengetahuan yang dimilikinya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa dari gambar tersebut bahwa stimulus yang diterima akan menghasilkan persepsi yang kemudian menghasilkan salah satu dari antara kognisi atau motivasi yang berhubungan dengan timbal balik persepsi, dari kedua hal yang dihasilkan oleh persepsi, kognisi atau motivasi inilah yang kemudian akan berhubungan timbal-balik dengan sikap yang pada akhirnya menghasilkan respon. Humas digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Untuk mengetahui citra suatu perusahaan atau lembaga di benak publiknya dibutuhkan adanya penelitian. Melalui penelitian, perusahaan dapat mengetahui apa yang disukai dan tidak disukai secara pasti sikap publik terhadap lembaganya. 21
Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, (Jakarta: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 115.
40
Untuk mengukur penilaian atau pengetahuan khalayak (audience awareness) terhadap objek tertentu melalui dengan memodifikasi “analisis citra dan pengukuran tanggapan khalayak”, yang dikemukakan oleh C.E.Osgood, C.J. Suci & P.H. Tannenbaum, dalam buku The Measurement of Meaning (1957).22 Gambar 2.2 Model Grid Analysis Citra (Tanggapan Khalayak)23 Citra Baik
A
B
Sangat Dikenal
Kurang Dikenal D
C
Citra Buruk Model Grid di atas, yaitu penjelasan dan analisisnya sebagai berikut: 1. Poin A, merupakan grade citra perusahaan atau penilaian pelayanan dalam posisi yang ideal atau positif, dan dikenal sangat baik oleh semua orang, pelanggan atau khalayak yang menjadi sasarannya.
22
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), Cet. Ke-5, h. 80, 23 Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi,.................h. 81.
41
2. Poin B, grade perusahaan atau pelayanan cukup positif, dan lembaga bersangkutan hanya disukai atau dikenal oleh kalangan khalayak tertentu (kurang dikenal). 3. Poin C, grade citra perusahaan atau penilaian terhadap pelayanannya buruk. Tetapi lembaga yang bersangkutan kurang dikenal oleh semua orang atau khalayaknya. 4. Poin D, merupakan grade atau penilaian terhadap nama perusahaan hingga tingkat pelayanannya sangat terkenal kurang baik, dan memiliki citra buruk dimata setiap orang atau khalayaknya. Citra pada sebuah organisasi merupakan hasil dari kesan objektif. Citra dapat diukur melalui pendapat, ataupun kesan seseorang. Sehingga citra yang baik dan citra yang buruk itu tergantung pada peran, tugas, dan fungsi seorang humas. Citra adalah tujuan utama dan sekaligus merupakan reputasi dan prestasi
yang hendak dicapai bagi dunia hubungan masyarakat
(kehumasan). Pengertian citra itu abstrak dan tidak dapat diukur secara sistematis, tetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk, seperti penerimaan dan tanggapan baik positif maupun negatif yang khususnya datang dari publik dan masyarakat luas pada umumnya. 24 Penilaian atau tanggapan masyarakat tersebut dapat berkaitan dengan timbulnya rasa hormat, kesan-kesan yang baik dan menguntungkan terhadap suatu citra lembaga atau produk barang dan jasa pelayanannya 24
Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), Cet. Ke-4, h. 74.
42
yang diwakili oleh pihak Humas. Biasanya landasan citra itu berakar dari “nilai-nilai kepercayaan” yang konkretnya diberikan secara individual, dan merupakan pandangan atau persepsi, serta terjadinya proses akumulasi dari amanah kepercayaan yang telah diberikan oleh individu-individu tersebut akan mengalami suatu proses cepat atau lambat untuk membentuk suatu opini publik yang lebih luas dan abstrak yaitu sering dinamakan citra. 25 G. Konsep Korupsi Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa korupsi (dari latin corruptio=penyuapan; dan corrumpore=merusak) yaitu gejala bahwa para pejabat badan-badan negara menyalahgunakan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.26 Menurut Lubis Scott dalam arti hukum korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut. Sedangkan menurut kamus ilmiah populer mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan atau penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan. Istilah korupsi ini seringkali diikuti dengan istilah kolusi dan nepotisme yang dikenal dengan singkatan KKN.27 Sama halnya dengan istilah humas, korupsi juga memiliki beragam istilah, salah satunya menurut Alatas dalam bukunya Sosiologi Korupsi: 25
Rosady Ruslan, Manajemen Humas dan Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi, (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), Cet. Ke-4, h. 75, 26 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 14, 27 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum,.....................h. 15.
43
Sebuah Penjelajahan dengan data kontemporer, bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan menyimpang moral. Korupsi yaitu menempatkan kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan pribadi dengan melanggar norma-norma.28 Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa korupsi merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan negra yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Sementara itu, menurut IGM Nurdjana pengertian korupsi secara harfiah yaitu sebagai berikut: a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran. b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya. c. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk (perilaku yang jahat yang tercela, atau kebejatan moral, penyuapan dan bentuk-bentuk ketidakjujuran) sesuai yang dikorup.29 Berdasarkan beberapa konsep mengenai korupsi di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang menyimpang dan
28
Hussein Syed Alatas, Sosiologi Korupsi: Sebuah Penjelajahan Data Kontemporer, (Jakarta: LP3S, 1982), 29 IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 14.
44
merusak moral karena melanggar hukum dan agama. Selain itu, korupsi dapat merusak dan merugikan tata perekonomian negara. Adapun bentuk dan jenis korupsi begitu luas sehingga tidak mudah dihadapi sarana hukum semata. Alatas menyebutkan terdapat 7 tipologi atau bentuk dan jenis korupsi yaitu korupsi transaktif, korupsi perkerabatan, korupsi yang memeras, korupsi investif, korupsi defensif, korupsi otogenik, korupsi suportif. Dengan memahami tipologi dan bentuk atau jenis korupsi tersebut menjadi semakin kronis serta kompleknya permasalahan korupsi yang terjadi di tingkat nasional dan transnasional. Korupsi memerlukan perhatian serius di Indonesia terutama yang banyak terjadi yaitu korupsi transaktif yang merupakan bentuk penyalahgunaan dan wewenang politik dan ekonomi yang berpengaruh kepada kondisi sosial budaya dan masyarakat.30 Permasalahan korupsi merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk diberantas oleh karena korupsi berkaitan erat dengan kompleksitas masalah lain. Banyak faktor yang memengaruhi motif untuk melakukan tindakan korupsi. Menurut Komisi IV, terdapat 3 indikasi menyebabkan meluasnya korupsi di Indonesia, antara lain: a. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi, b. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri, dan
30
IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 22-23.
45
c. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.31 Komisi IV juga menyatakan kemungkinan perbuatan korupsi berhubung dengan meningkatnya kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan, seperti perluasan pengkreditan, bantuan luar negeri, dan penanaman modal asing.
31
IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet. Ke-1, h. 32.
BAB III GAMBARAN UMUM KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA A. Sejarah Sejarah dalam sebuah lembaga tidak dapat dihindari dan tidak dapat dilupakan. Setiap lembaga atau organisasi memiliki sejarah yang berbeda. Salah satunya adalah sejarah berdirinya lembaga Departemen Agama yang saat ini menjadi lembaga Kementerian Agama, berikut penjelasannya.1 Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara.
Di
lingkungan
masyarakat
terlihat
terus
meningkat
kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen-dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan buku Repelita serta memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh 1
http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12432&t=181, Diunduh Pada Hari Jumat Tanggal 22 April 2016, Pada Jam 07.00 WIB.
46
47
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan. Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan melekat pada kerajaan-kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah. Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India. Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, keraj aan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang
48
penjajahan Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain. Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut: 1. Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar “Sampean Dalem Hingkang Sinuhun” sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum. 2. Fungsi
pemimpin
keagamaan
tercermin
pada
gelar
“Sayidin
Panatagama Kalifatulah.” 3. Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja “Senopati Hing Ngalogo.” Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga “mengatur” pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja “pelayanan” keagamaan tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya “Nederland en de Islam” (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut: “Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam terdapat
sejumlah
permasalahan
yang
tidak
dapat
dipisahkan
49
hubungannya dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya.”
Pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sebagai berikut:
1. Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu. 2. Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:
1. Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah) 2. Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan lainlain, menjadi urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri). 3. Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman). Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak
50
berubah. Pemerintah Jepang membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantoor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agama karesidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita-cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon. Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan gerakan kemerdekaan tersebut melalui jalan yang panjang sejak jaman kolonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada Perang Dunia ke II. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi
lebih
kokoh dengan
ditetapkannya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius
dan
sekaligus
memberi
makna
rohaniah
terhadap
kemajuankemajuan yang akan dicapai. Berdirinya Departemen Agama pada 3 Januari 1946, sekitar lima bulan setelah proklamasi kemerdekaan kecuali berakar dari sifat dasar dan karakteristik bangsa Indonesia tersebut di atas juga sekaligus sebagai realisasi dan
51
penjabaran ideologi Pancasila dan UUD 1945. Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2: 1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. B. Visi dan Misi
Berikut visi dan misi lembaga kementerian agama sesuai dengan keputusan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 2010:
Visi “Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas, mandiri, dan sejahtera lahir batin..”
Misi
1. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama. 2. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama 3. Meningkatkan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama, pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan 4. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji
52
5. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.2 C. Struktur Organisasi Pusat Struktur organisasi Kementerian Agama pusat sebagai berikut: Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kementerian Agama RI 3
2
http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12433&t=181, Diunduh Pada Hari Jumat Tanggal 22 April 2016, Pada Jam 07.00 WIB. 3 Diakses dari http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=28714, Diunduh Pada Hari Jumat Tanggal 22 April 2016, Pada Jam 07.00 WIB.
53
D. Kode Etik Pegawai Sebagaimana tercantum pada lampiran I Keputusan Menteri Agama RI Nomor 421 Tahun 2001 Tentang Kode Etik Pegawai Kementerian Agama, antara lain: Kode Etik Pegawai Kementerian Agama “Kami Pegawai Kementerian Agama Yang Beriman Dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa” : 1. Menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan bangsa 2. Mengutamakan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat 3. Bekerja dengan jujur adil dan amanah 4. Melaksanakan tugas dengan disiplin, profesional dan inovatif 5. Setiakawan dan bertanggung jawab atas kesejahteraan korps.4 E. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Agama RI sebagaimana tercantum pada peraturan Menteri Agama antara lain: 1. Kementerian Agama berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden 2. Kementerian Agama dipimpin oleh menteri agama.5
4
http://sulsel1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=301, Diunduh Pada Hari Jumat Tanggal 22 April, Pada Jam 07.30 WIB, 5 Peraturan Menteri Agama RI No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab I mengenai kedudukan, tugas, dan fungsi, h. 2.
54
Merujuk pada PMA Nomor 10 tahun 2010 Bab I bagian kedua Pasal 2, tugas Kementerian Agama meliputi:
Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang keagamaan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang keagamaan 2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama; 3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama; 4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah; 5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan 6. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah. F. Struktur Organisasi Humas Struktur organisasi Humas Kementerian Agama RI, sebagai berikut:
55
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama RI 6
G. Tugas dan Fungsi Humas Tugas dan fungsi humas Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 2010 Pasal 796, tugas Humas Kementerian Agama RI yakni melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi di bidang hubungan masyarakat.7 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 796, Bidang Hubungan Masyarakat menyelenggarakan fungsi: 1. Penyiapan kebijakan di bidang kelembagaan negara dan informasi publik; 2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang hubungan kelembagaan negara dan informasi publik; 6
Diakses dari Peraturan Menteri Agama RI No. 10 Tahun 2010, Diunduh Pada Hari Jumat Tanggal 22 April, Pada Jam 07.30 WIB, 7 Peraturan Menteri Agama RI Nomor 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab XIII Pusat Bagian Kedua Pasal 796 & 797, h. 171.
56
3. Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang hubungan kelembagaan negara dan informasi publik; dan 4. Penyiapan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang hubungan kelembagaan negara dan informasi publik. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 798, Bidang Hubungan Masyarakat terdiri atas: 1. Subbidang Hubungan Kelembagaan Negara; dan 2. Subbidang Layanan Informasi Publik.8 Tugas Subbidang Hubungan Masyarakat antara lain: 1. Subbidang Hubungan Kelembagaan Negara mempunyai tugas melakukan penyiapan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan,
penyusunan norma standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi hubungan kelembagaan negara. 2. Subbidang Layanan Informasi Publik mempunyai tugas melakukan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria, dan bimbingan teknis serta evaluasi pelayanan informasi publik.
8
Peraturan Menteri Agama RI Nomor 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab XIII Pusat Bagian Kedua Pasal 798 & 799, h. 171-172.
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia Dalam Membangun Citra Positif Lembaga Lembaga Kementerian Agama merupakan lembaga yang sudah seharusnya memiliki citra positif di masyarakat. Hal tersebut karena sebagian masyarakat menilai bahwa pegawai dan pejabat di Kementerian Agama merupakan orang yang paham agama dan menjalankan tanggungjawabnya menggunakan nilai-nilai agama. Ini diperjelas oleh Rosidin selaku informan 1. “Kementerian Agama satu-satunya kementerian yang ada kata agama, kenapa artinya publik itu percaya betul dengan orang Kementerian Agama bahwa orang yang ada duduk dalam Kementerian Agama itu adalah orang yang paham agama. Masyarakat berpikir seperti itu”.1 Meski sebelumnya sempat mengalami krisis yang menyebabkan turunnya tingkat kepercayaan publik terhadap Kementerian Agama. Bahkan KPK merilis hasil survei di unit pelayanan publik di 20 kementerian dan lembaga. Kementerian Agama mendapatkan rapor merah dengan nilai di bawah rata-rata. Untuk menjaga citra positif Kementerian Agama ini humas memiliki peran yang harus dilakukan guna menjaga citra dan kepercayaan di mata publik. Humas di Kementerian Agama sendiri berada di bawah naungan Pusat Informasi dan Humas. Humas memiliki 2 subbidang 1
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara pribadi, pada Senin tanggal 16 Mei 2016.
57
58
meliputi layanan informasi publik dan hubungan kelembagaan negara. Kedua subbidang tersebut memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Peran Praktisi Humas Kementerian Agama pasca krisis menurut informan 1, antara lain: 1. Menjaga citra positif lembaga Seperti yang dikatakan oleh Rosidin, selaku Kepala Bidang Humas, bahwa menjaga citra positif tidaklah mudah. Praktisi Humas melakukan banyak hal diantaranya melakukan beberapa strategi. “Tentu saja kasus SDA itu menjadi batu loncatan menjadi lejutan bagi Humas Kementerian Agama. Kasus SDA ini kan krisis luar biasa, tugas humas di masa saya ini saya harus mengembalikan kepercayaan, citra positif Kementerian Agama dengan berbagai macam langkah”.2 Tuntutan publik semakin lama semakin tinggi. Tuntutan masyarakat semakin ke sini semakin tinggi akan keterbukaan dan transparansi dari sebuah lembaga pemerintah. Tentu saja tidak mudah bagi Kementerian Agama untuk menjaga citra yang sudah dibangun. Namun kemudian Praktisi Humas berusaha untuk mengimbangi keinginan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi, pelayanan berbasis teknologi informasi. Selain itu, Praktisi Humas membenahi tata kelola pemerintah dan dimulai dengan open recruitmen dan assessment. Siapapun pejabat yang akan menduduki jabatan di Kementerian Agama harus lolos open recruitmen. Semua pegawai di Kementerian Agama akan diasses mulai dari pejabat tinggi maupun
2
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, pada Senin tanggal 16 Mei 2016.
59
pegawai baru dalam rangka memetakan potensi masing-masing pegawai. Demikian yang diungkapkan Kepala Bidang Humas Rosidin pada sesi wawancara. “Upaya dalam menjaga citra positif lembaga juga dapat melihat kekurangan atau kelemahan apa yang ada di lembaga tersebut”.3 Sebagai contoh kelemahan atau kekurangan Kementerian Agama dalam hal pelayanan haji yang kemudian dinilai oleh publik. Penting bagi Kementerian Agama sendiri untuk memperbaiki terkait dengan pelayanan haji tersebut. Begitupun dengan lembaga-lembaga yang lain. Sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan haji sebaik mungkin. 2. Humas mengoptimalkan segala macam perangkat media Peran dalam mengoptimalkan perangkat media yang dimiliki untuk mempublikasi secara masif program, kebijakan Kementerian Agama. Kementerian Agama dinilai sangat aktif dalam hal produksi berita. Ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Ratna selaku informan 2. “...potensi dari orang-orang humas yang bisa menulis berita, bahkan menulis feature, sehingga mereka memanfaatkan internet semaksimal mungkin untuk kemudian masyarakat tahu bahwa Kementerian Agama berusaha untuk lepas dari citra yang ada sebelumnya”.4
2016. 2016.
3
Ratna Puspita, Wartawan, Republika, Wawancara Pribadi, pada Jumat tanggal 29 April
4
Ratna Puspita, Wartawan, Republika, Wawancara Pribadi, pada Jumat tanggal 29 April
60
Dalam proses pelaksanaan peran, Praktisi Humas melakukan beberapa kegiatan dengan mengoptimalkan segala macam perangkat media untuk publikasi. Publikasi humas dilakukan melalui website, pembuatan majalah, konferensi pers, pers release, iklan layanan masyarakat, pelayanan informasi publik, mengadakan pameran, dan media sosial (facebook, twitter). Praktisi Humas menggunakan website dalam hal publikasi. Praktisi Humas menghimpun berbagai bentuk publikasi hasil dari kebijakan maupun pelaksanaannya seperti berita, banner, text, buku, produk hukum, pedoman, paparan, dan sejenisnya. Dalam publikasi Praktisi Humas melibatkan satuan kerja di lingkungan kantor wilayah untuk menyumbangkan konten publikasi. Melakukan publikasi melalui media yang telah tersedia seperti website, dan papan pengumuman. Dengan kehadiran website Kementerian Agama ini tentu memudahkan Praktisi Humas dalam menyampaikan segala informasi tentang program dan kebijakan Kementerian Agama. Website Kementerian Agama sudah cukup efektif dan maksimal. Sebab informasi yang ada di website jelas dan up to date. Adanya website saat ini menjadi keharusan yang dimiliki oleh setiap lembaga atau organisasi.
61
Gambar 4.4 Website Kementerian Agama5
Praktisi Humas melakukan kegiatan berupa pembuatan majalah cetak dan majalah online. Menyusun dan menerbitkan majalah dinas secara berkala. Humas juga menentukan pokok yang menjadi isu dalam pemuatan berita di majalah. Gambar 4.5 Majalah Cetak Kementerian Agama “Ikhlas Beramal”6
5
Diakses dari http://www.kemenag.go.id, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016, Diakses dari Kemenag.go.id>file>fcpl1402543109, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016. 6
62
Dalam produksi majalah, humas sangat memperhatikan apa yang menjadi tema dan konten majalah ini sehingga akan menarik minat si pembaca. Dari segi kontennya, saya melihat banyak hal-hal yang menginspirasi di dalamnya. Misalnya seperti cerita yang mengandung hikmah yang membuat si pembaca merasa tenang. Majalah ini cukup mengedukasi setiap orang yang membacanya. Majalah dinas ini akan didistribusikan kepada satuan kerja di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Agama, Pemerintah Daerah, Organisasi
Masyarakat
Keagamaan,
dan
pihak
lain
yang
membutuhkan. Gambar 4.6 Majalah Online Kementerian Agama7
Kegiatan publikasi humas lainnya dengan mengadakan konferensi pers. Dalam melaksanakan kegiatan konferensi pers Praktisi Humas Kementerian Agama mengundang dan mengkoordinasikan
7
2016.
Diakses haji.kemenag.go.id/v2/publikasi/majalah, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni
63
wartawan dari media cetak, online, dan tv. Waktu pelaksanaan konferensi pers disesuaikan dengan agenda pimpinan. Praktisi Humas mengkondisikan tema dan pertanyaan yang diajukan oleh wartawan pada saat konferensi pers. Gambar 4.7 Konferensi Pers Pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler8
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin hadir dengan didampingi Dirjen PHU Abdul Djamil saat Konferensi Pers tentang Pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler di Operational Room, Kantor Kementerian Agama pada Selasa 17 Mei 2016. Beberapa media juga hadir untuk meliput dalam acara tersebut.
8
Diakses dari http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/arsip/berita/menag-humas-adalahetalase-kementerian-agama.html, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016,
64
Gambar 4.8 Konferensi Pers tentang rencana Perkemahan Rohis Siswa SMA/SMK Tingkat Nasional Tahun 20169
Pers release merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang humas. Pers release berupa tulisan seperti berita yang disampaikan kepada wartawan dengan tujuan mengumumkan atau mengklarifikasi atas isu tertentu. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian media massa untuk dipublikasikan. Praktisi Humas diperlukan mampu analisis isu strategis yang berkembang, terutama tema menarik sehingga patut menjadi perhatian. Bentuk feature release akan lebih menarik perhatian dan informatif bagi masyarakat dibandingkan full text. Ratna selaku Wartawan Republika menambahkan dalam pers release, Praktisi Humas Kementerian Agama mengetahui mana yang menarik atau tidak untuk media. Sehingga tidak jarang dalam pers release berita yang disampaikan itu dipublikasikan. Kemampuan 9
Diakses http://www.kemenag.go.id/index.php?a=foto&id=154419, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016.
65
Praktisi Humas dalam menulis berita, menulis feature juga dinilai sangat baik oleh wartawan karena tidak semua lembaga Kementerian dapat menulis feature. Ia juga menambahkan dengan adanya release wartawan merasa terbantu oleh Praktisi Humas untuk mendapatkan informasi yang menarik. Dalam membuat iklan layanan masyarakat, Praktisi Humas mengidentifikasi dan menganalisis isu strategis terkini lalu mengemas isu tersebut menjadi bahan bernilai jual di mata masyarakat. Mensosialisasikan program dan kebijakan strategi juga dapat melalui media iklan layanan masyarakat dengan menyiapkan tema, berita, dialog, iklan, dan gambar. Media iklan layanan masyarakat yang digunakan oleh Praktisi Humas antara lain website, koran, majalah, televisi, radio, online, media sosial, TV-Tron, baliho, booklet/leaflet. Dalam dua tahun terakhir humas telah memasang iklan layanan masyarakat antara lain di Antaranews.com, Okezone, Republika, Gatra, Tempo, Inilah.com, NU online. Saat ini Kementerian Agama memiliki PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi). Hal tersebut implementasi dari UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP. PPID melaksanakan tugastugasnya antara lain memberikan layanan informasi publik, menerima pengaduan serta penyelesaian sengketa informasi publik. Rosidin menambahkan informasi yang ada di website dan PPID sudah utuh, maka permintaan informasi publik melalui meja secara fisik ke email, SMS, dan telepon jauh berkurang. Jadi jika masyarakat sudah
66
mendapat informasi secara online, maka permintaan layanan informasi yang masuk melalui email, SMS, dan telepon itu berkurang. Gambar 4.10 PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Kementerian Agama10
Di dalam kolom PPID yang tercantum di website Kementerian Agama, terdapat iklan layanan masyarakat yang terpampang di sebelah kanan kolom. Selain itu, dalam pelayanan informasi publik terlihat berapa jumlah berita yang dikeluarkan perharinya dan berapa orang yang melihat dan mengakses kolom PPID tersebut. Dengan demikian sangat efektif untuk mengetahui sudah sejauh mana PPID ini memberikan
pelayanan
informasi
dan
mengetahui
tingkat
perkembangan penerimaan publik dari hari ke hari. Publikasi
dilakukan
Praktisi
Humas
juga
dengan
menyelenggarakan kegiatan yang bersifat nasional maupun provinsi
10
Diakses http://ppid.kemenag.go.id/, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016.
67
yang dapat diikuti. Dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut Kementerian Agama mengkoordinasikan keikutsertaan dalam pameran atau kegiatan dari seluruh unit kerja, termasuk diantaranya penempatan dan dekorasi stand, penyediaan dan pengiriman bahan pameran, dan pembagian tugas jaga. Kegiatan pameran merupakan ajang publikasi yang baik. Pembukaan pameran dengan adanya upacara serta mengundang pejabat dan tokoh masyarakat sendiri akan mengundang kedatangan pers. Sehingga Praktisi Humas dapat memanfaatkan kegiatan pameran ini untuk memperoleh publisitas. Stand dan lokasi pameran juga dapat didesain menarik sehingga pengunjung yang datang lebih banyak. Selain itu, pelayanan dari kegiatan pameran Kementerian Agama ini harus sesuai dengan budaya lembaga seperti bersikap santun, ramah, komunikatif, dan lain-lain. Selaras dengan tugas Praktisi Humas menurut Cutlip, Center, dan Broom yakni mengadakan special event. Special event di sini Praktisi Humas menyelenggarakan pameran. Pameran atau kegiatan yang telah dilakukan oleh Kementerian Agama antara lain MTQ Nasional/Provinsi, STQ Nasional/Provinsi, pameran produk halal, pameran pendidikan, dan event nasional/provinsi lainnya.
68
Gambar 4.13 Stand Pameran Kementerian Agama dalam memperingati Hari Anti Korupsi se-Dunia11
Media sosial merupakan media online yang cukup efektif untuk sosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat. Media sosial yang banyak digunakan oleh Kementerian Agama adalah facebook dan twitter. Praktisi Humas melakukan update secara rutin serta merespon secara cepat dari setiap pertanyaan yang masuk. Praktisi Humas dalam memanfaatkan media sosial (facebook, twitter) Kementerian Agama terlihat sangat aktif dan up to date. Didukung dengan pengikutnya yang semakin hari semakin bertambah. Saat ini jumlah pengikutnya ada 101 ribu. Jika ada yang bertanya atau berkomentar di media sosial ini humas akan merespon langsung.
11
Diakses http://www.kemenag.go.id/index.php?a=foto&id=69678, Diunduh pada
Selasa tanggal 07 Juni 2016
69
Gambar 4.14 Twitter Kementerian Agama @Kemenag_RI12
Hubungan komunikasi yang terjalin dengan publik di media sosial juga terbilang cukup baik dan efektif. Begitupun dengan media sosial facebook yang dikelola oleh humas sangat efektif dan up to date. Segala informasi yang diberikan juga jelas. Sehingga segala sesuatu yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh Kementerian Agama ini sifatnya terbuka dan transparan karena dapat diakses oleh publik. Saat ini publik berkomunikasi tidak lagi menuntut keduanya harus bertemu. Dengan adanya perkembangan media baru saat ini seseorang dalam melakukan komunikasi lebih cenderung melalui dunia maya yaitu internet kaarena dianggap cepat dan mudah. Begitupun yang dilakukan Praktisi Humas Kemenag dengan publiknya.
12
2016.
Diakses https://twitter.com/Kemenag_RI, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni
70
Gambar 4.11 Facebook Kementerian Agama RI13
Ratna sebagai informan 2 menambahkan Kementerian Agama memiliki pegawai humas yang melek teknologi dan mengetahui bagaimana caranya mengemas informasi yang baik di situs/website juga di laman media sosial baik itu facebook, twitter, maupun media sosial lainnya. Belakangan ini Praktisi Humas juga main di info grafis. Sehingga apa yang telah dilakukan Kementerian Agama menjadi lebih terbuka dan transparan. 3. Membina relationship secara internal dan eksternal Selain mengoptimalkan segala macam perangkat media untuk publikasi, ada hal-hal yang harus dibenahi oleh Praktisi Humas terkait pendekatan baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, Praktisi Humas harus mengembalikan rasa kepercayaan diri pegawai Kementerian Agama. Hal ini tidak mudah, karena pada posisi yang sudah sangat turun pasca krisis, seorang humas harus memberikan 13
Diakses https://www.facebook.com/KementerianAgamaRI/?ref=ts, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016.
71
kepercayaan diri kepada para pegawai ketika tampil di masyarakat. Dengan memberikan wajah baru Kementerian Agama berupa prestasi, penghargaan serta perubahan yang sedang dan akan dilakukan ini, Praktisi Humas didukung dengan publikasi melalui media baik secara online maupun media sosial. Publikasi tersebut haruslah semaksimal mungkin sehingga sedikit demi sedikit mengkikis pemahaman publik di masyarakat bahwa Kementerian Agama sudah lebih baik begitupun kinerja para pegawainya. Sedangkan secara eksternal Praktisi Humas melakukan pendekatan atau hubungan harmonis dengan beberapa lembaga seperti yang diungkapkan oleh informan 1 selaku Kepala Bidang Humas. “Pertama, Lembaga Pemerintah. Lembaga Pemerintah itu kita relatif lebih gampang menjalin hubungannya. Kebetulan dengan era sekarang ini lebih dikendalikan oleh Kominfo dan kita lebih mudah melakukannya. Sehingga ketika ada informasi di Kementerian Agama kita lempar ke Kominfo lalu Kominfo yang menyebarkan ke semuanya”.14 Dapat
dikatakan
saat
ini
segala
publikasi
informasi
Kementerian Agama kepada lembaga pemerintah disebarluaskan juga oleh lembaga Kominfo. Sehingga komunikasi informasi di setiap lembaga pemerintah akan lebih baik dan lebih kondusif. Kedua, Praktisi Humas juga melakukan hubungan dengan organisasi masyarakat. Di sini peran menteri sangat dibutuhkan upaya memperlancar hubungan baik dengan organisasi masyarakat di luar Kemenag. Sebagaimana yang dikatakan Rosidin selaku informan 1. 14
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, pada Senin tanggal 16 Mei 2016.
72
“Nah kita kan punya ikon Kementerian Agama ada menteri, menteri ini kita dorong untuk bersilaturahmi ke ormasormas”.15 Pendekatan yang dilakukan Praktisi Humas kepada organisasi masyarakat tidak hanya lembaga-lembaga keagamaan yang mayoritas saja. Seperti yang dikatakan informan 1. “...tetapi juga kepada organisasi masyarakat yang minoritas seperti Badui, Kaharingan, Kejawen, dan lain-lain. Pendekatan kepada organisasi non Islam juga kita lakukan”.16 Tidak dipungkiri bahwa Menteri Agama saat ini memiliki rasa kepedulian terhadap masyarakat. Ia juga memiliki profil yang baik. Tentu dengan hadirnya Lukman Hakim Saifuddin sangat membantu dalam mengembalikan citra dan kepercayaan publik terhadap lembaga Kementerian Agama. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh informan 2. “Kita ga bisa mengungkiri bahwa Lukman memiliki citra yang baik, dan Lukman mampu mengambil simpati publik. Lukman juga sangat melek gadget, dia main di twitter media sosial. Itu yang kemudian memacu Kemenag melalui humas juga memanfaatkan si medium itu”.17 Pendekatan kepada lembaga-lembaga keagamaan inilah yang pertama dilakukan oleh Kementerian Agama. Hal ini didasarkan pada asumsi dasar bahwa negara Indonesia meskipun bukan negara agama tetapi warganya yang religius. Pendekatan itu bisa secara personal, kelompok, maupun organisasi yang mereka gunakan. 15
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, pada Senin tanggal 16 Mei 2016. 16 Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, pada Senin tanggal 16 Mei 2016. 17 Ratna Puspita, Wartawan, Republika, Wawancara Pribadi, pada Jumat tanggal 29 April 2016.
73
Selain melakukan hubungan dan pendekatan kepada lembaga pemerintah dan organisasi masyarakat, Praktisi Humas melakukan hubungan dan pendekatan juga ke berbagai media. Pendekatan kepada media dengan melaksanakan visit media. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1 visit media ke Kompas, TVONE, MNC itu sudah dilakukan. Visit media ini dilakukan untuk membina hubungan harmonis antara Kementerian Agama dengan media. Tentu fungsi media massa ini tidak akan terlepas dari kegiatan seorang humas. Humas dengan wartawan memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Dalam arti Praktisi Humas memberikan pelayanan informasi kepada wartawan, begitu pula wartawan merasa terbantu dalam melaksanakan tugasnya untuk mendapatkan informasi di Kementerian Agama. “Karena Praktisi Humas sangat helpfull untuk akses data ke narasumber kemudian menghubungkan saya dengan orangorang bahkan bantuin “colekin” sampai ke batas itu”.18 Bagi seorang humas tentu saja penting juga memiliki kemampuan membangun dan menjaga hubungan personal dengan wartawan yang bersangkutan. Karena hubungan personal dengan wartawan juga bisa menjadi penentu baik buruknya hubungan perusahaan dengan media massa. Kemampuan menjalin hubungan interpersonal tersebut sangat menunjang berjalan baiknya kegiatan media relations.
18
2016.
Ratna Puspita, Wartawan, Republika, Wawancara Pribadi, pada Jumat tanggal 29 April
74
“Karena yang penting kan hubungan humas sama wartawan itu di soal hubungan personal ya bukan cuma hubungan profesional. Tapi kadang yang dilupakan oleh humas adalah hubungan personal itu. Meski demikian, kita tetap saling menghargai. Akhirnya yang dibangun adalah dia bukan sebagai sekedar humas buat saya, saya juga bukan sekedar wartawan bagi dia. Ada silaturahim yang harus dijaga. Kalau pertemanan itu kan bukan pas butuh doang dia ada.”19 Dalam hal ini Praktisi Humas melakukan kegiatan yaitu melakukan hubungan atau pendekatan oleh media. Berhadapan dengan media harus berhati-hati, karena tidak semua media massa berpihak kepada pemerintah. Meskipun demikian, perlu dibangun hubungan simbiosis mutualisme antara pemerintah dan media. humas harus menyampaikan informasi yang sejelas mungkin kepada wartawan, meski akhirnya berita yang terbit sangat jauh dari harapan. Karena setiap arah pemberitaan media itu berbeda-beda. Sehingga hasil berita yang mereka publikasikan bisa berupa positif dan negatif. Dalam perkembangannya media massa berwujud dalam media cetak (Koran, majalah, bulletin) dan media elektronik (TV, radio) dan media online (internet). Dari berbagai macam media massa tersebut mempunyai ciri khas masing-masing baik dalam isi dan pengemasan beritanya, maupun dalam tampilan serta tujuan dasarnya. Perbedaan ini dilatarbelakangi oleh kepentingan yang berbeda dari masing-masing media massa. Pendekatan yang dilakukan oleh Kementerian Agama kepada media massa, antara lain:
19
2016.
Ratna Puspita, Wartawan, Republika, Wawancara Pribadi, pada Jumat tanggal 29 April
75
a. Pimpinan melakukan visit media (Kompas, TVOne, MNC, Harian Waspada Medan) b. Mengundang wartawan dalam berbagai acara dengan pimpinan. c. Memasang iklan layanan masyarakat di media (Koran, Majalah, Online, TV) seperti Antaranews.com, Okezone, Republika, Gatra, Tempo, Inilah.com, NU online. d. Mengajak wartawan untuk berdiskusi terkait dengan isu strategis. Praktisi Humas menyelenggarakan FGD (Focus Group Discussion) dengan mengajak wartawan membahas isu tertentu dan untuk menerima masukan-masukan dari para wartawan. Selain itu, Praktisi Humas memberikan fasilitas kepada wartawan untuk akses informasi dan menulis berita seperti media center yang ada di Kementerian Agama yang ada saat ini. Gambar 4.9 Menag saat berkunjung ke Kantor Redaksi Harian Waspada Medan20
20
Diakses http://www.kemenag.go.id/index.php?a=foto&id=159172, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016.
76
Poin terakhir Praktisi Humas melakukan hubungan dan pendekatan kepada publik. Tentu tidaklah mudah, publik dengan jumlah yang begitu banyak dengan berbagai macam latar belakang dan karakteristik humas dituntut untuk dapat membina hubungan yang harmonis. Pendekatan ini dilakukan dengan cara memberikan informasi semaksimal mungkin sesuai dengan apa yang dibutuhkan publik. “...Informasi yang paling dibutuhkan publik tentang nikah dan haji. Ini yang paling banyak dibutuhkan. Jadi kita sudah mempunyai isu-isu prioritas”.21 Seperti yang diungkapkan oleh informan 1 tentang informasi nikah dan haji. Saat ini nikah itu gratis kalau nikahnya di KUA. Ini yang harus diketahui Kalau nikahnya di rumah tetap harus membayar. Pembayaran harus melalui bank tidak langsung kepada penghulu. Informasi semacam inilah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Yang kedua masalah haji yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kan itu besarnya biaya haji dan waktu keberangkatan. Dua tahun terakhir ini humas sudah memberikan kemudahan untuk menjawab itu semua. Calon jemaah haji tinggal mengisi nomor porsi di kolom website Kementerian Agama lalu muncullah informasi terkait besarnya biaya dan waktu keberangkatan haji.
21
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, pada Senin tanggal 16 Mei 2016.
77
Gambar 4.1 Kolom nomor porsi haji22
Melihat beberapa pertanyaan dari calon jamaah haji ada beberapa yang berkomentar bahwa kolom untuk mengisi nomor porsi haji itu belum dapat digunakan dan sistemnya juga suka eror. Oleh karena itu, jawaban-jawaban yang diberikan kepada calon jamaah haji mengenai waktu keberangkatan masih tertunda. Dengan adanya user experience public humas menjadi mudah dalam mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh publik. Isu-isu prioritas inilah yang Praktisi Humas dahulukan agar pelayanan informasi kepada publik berjalan dengan baik begitupun publik merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama.
22
Diakses http://haji.kemenag.go.id/v2/, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016.
78
Gambar 4.2 Kuis harapan publik23
Salah satu upaya Praktisi Humas untuk melakukan pendekatan dengan publik adalah mengadakan kuis untuk Kemenag yang lebih baik lagi. Hal tersebut mendapat feedback yang baik dari publik. Peran media sosial (facebook, twitter) di sini sangat membantu dalam upaya pendekatan kepada publik. Gambar 4.3 Harapan Adi Mansur @murytech terhadap Kementerian Agama24
23
Diakses https://www.facebook.com/KementerianAgamaRI/?ref=ts, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016. 24 Diakses https://twitter.com/Kemenag_RI, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016,
79
4. Analisis media Seperti yang dikatakan oleh Rosidin selaku Kepala Bidang Humas sebagai informan 1 terkait analisis media bahwa: “Dalam menganalisis media berarti humas ingin mengetahui atau mencari arah pemberitaan suatu media. Arah pemberitaan media sendiri bisa positif dan negatif”.25 Ketika Kementerian Agama mengadakan sosialisasi terkait program dan kebijakan tentu informasi ini akan disampaikan dan ditangkap oleh media. Pemahaman media atau wartawan dalam menangkap sebuah isu baik isu Kementerian Agama atau isu lainnya itu terbatas. Arah pemberitaan yang positif berarti wartawan atau media dalam memahami sebuah isu tersebut sudah benar selaras apa yang diinformasikan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama. Sebaliknya jika wartawan atau media arah pemberitaannya cenderung negatif, pemahaman terhadap isu tersebut kurang dan bisa jadi tidak utuh. Ini yang menjadi asumsi dasar humas bahwa wartawan atau media pemahaman wartawan terhadap suatu isu bisa jadi itu tidak utuh. Praktisi Humas harus banyak melakukan inside kepada wartawan dalam menghadapi hal yang demikian itu. Seperti yang diungkapkan oleh informan 1 bahwa terkadang media sudah memiliki agenda setting dalam pemberitaannya. Selain itu, media tertentu juga lebih mencari nilai berita untuk dijual sehingga seringkali pemberitaannya ini menyimpang. Dalam menghadapi persoalan tersebut Praktisi Humas bekerjasama dengan menteri untuk 25
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, pada Senin tanggal 16 Mei 2016.
80
melakukan pendekatan kepada media. Dengan adanya analisis media ini Praktisi Humas Kementerian Agama mengetahui media mana yang pro dan kontra terhadap Kementerian Agama. “Setiap hari kita melakukan analisis kita menggrab sejauh ini baru ada 90 media yang kita grab. Ada 25 cetak, ada 10 tv dan sisanya online. Online lebih mendominasi karena kan cepat”.26 Ia juga menambahkan pemantauan dan analisis media dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan dengan melihat isuisu yang mencuat, berita negatif dan narasumber internal maupun eksternal. Analisis dilakukan dengan kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif merangkum jumlah berita berdasarkan media, narasumber, tone, dan kategori (tata kelola, haji, pendidikan, kerukunan, dan kehidupan beragama). Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui kepentingan
media,
arah
pihak
yang
berseberangan
dengan
Kementerian Agama, dan kebijakan redaksional yang tidak bebas dan independen. Peran yang telah dilakukan oleh Praktisi Humas merupakan upaya untuk tercapainya sebuah citra yang baik di mata publik. Citra merupakan refleksi dari informasi dan pelayanan sebuah lembaga yang diterima oleh masyarakat atau publik. Citra juga berpengaruh pada tingkat penerimaan masyarakat terhadap segala strategi, program, dan kebijakan yang dilakukan lembaga maupun pemerintah.
26
Rosidin, Kepala Bidang Humas, Kementerian Agama Republik Indonesia, pada Senin tanggal 16 Mei 2016.
81
Menurut Rosidin faktor utama pembentuk citra pemerintahan dalam hal pelayanan publik adalah jika pelayanannya baik. Jadi, lembaga pemerintah dikatakan baik apabila telah memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada publik. Ia juga menambahkan strategi yang dilakukan dalam membangun citra positif antara lain pada tahun 2016 ini Kementerian Agama mensosialisasikan takeline yang baru yaitu “bersih melayani”. Sedangkan takeline 5 nilai budaya kerja Kementerian Agama itu di tahun sebelumnya yakni tahun 2015. Takeline 5 nilai budaya kerja itu upaya untuk mengangkat rasa percaya diri dan integritas dari masingmasing pegawai di Kementerian Agama yang sebelumnya sempat mengalami krisis organisasi. Di akhir tahun 2015 tingkat kepercayaan publik terhadap Kemenag mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dan di tahun 2016, Kementerian Agama mensosialisasikan takeline yang baru yaitu “bersih melayani”. Takeline “bersih melayani” berarti Kementerian Agama senantiasa memberikan pelayanan yang sehat dan baik yang bebas dari korupsi sesuai dengan apa yang dibutuhkan publik. Selain itu juga dalam rangka mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap Kementerian Agama dalam memperbaiki citra positif. Sebagai pendukung dalam pelaksanaan peran, Praktisi Humas melakukan beberapa Kegiatan di atas yang dimaksudkan untuk menciptakan suatu pengertian, sikap, dan tanggapan yang lebih baik dari publik terhadap program, kebijakan, tindakan, atau suatu
82
organisasi secara keseluruhan. Dengan mengubah hal yang negatif menjadi hal yang positif. Dalam kehumasan pemerintah dengan memperbaiki dan memberikan pelayanan yang baik dan maksimal merupakan upaya terciptanya rasa pengertian dan penerimaan publik. Setelah kegiatan dilakukan, langkah selanjutnya adalah dengan melakukan evaluasi dari setiap kegiatan. Hal ini ditujukan agar Praktisi Humas Kementerian Agama dapat mengetahui seberapa besar kegiatan tersebut dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dan seberapa besar penerimaan publik terhadap kegiatan humas. Evaluasi penting dilakukan karena hasil evaluasi digunakan sebagai acuan langkah ke depan dalam merencanakan sebuah program kegiatan dan dapat diterima oleh publik. Tujuan utama humas dapat dianalogikan dengan tujuan komunikasi, yakni adanya penguatan dan perubahan kognisi, afeksi, dan perilaku komunikannya/psikomotoris. Aspek kognisi yakni terpelihara dan terbentuknya rasa saling pengertian. Aspek afeksi yakni menjaga dan membentuk rasa saling percaya. Sedangkan aspek psikomotoris adalah memelihara dan menciptakan kerja sama.27
27
Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Hubungan Masyarakat, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2002), Cet. 1, Hal. 20.
83
B. Hambatan-hambatan
Yang
Dihadapi
Praktisi
Humas
Dalam
Membangun Citra Positif Lembaga 1. Tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu (Humas) Menurut Rosidin selaku Kepala Bidang Humas bahwa hambatan yang utama dalam menjaga citra positif Kementerian Agama adalah tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu. Humas merupakan pintu utama yang kemudian informasi itu akan diberikan
kepada masyarakat. Sebelum informasi itu keluar ke
masyarakat, di pintu humas pasti banyak sekali data dan informasi yang harus dilakukan. Akan tetapi, di pintu humas ini masih banyak aliran informasi yang belum lancar sehingga informasi yang keluar ke publik menjadi tersendat. Hambatan seperti ini menjadi tugas berat dari humas akan melancarkan informasi yang ada di dalamnya sehingga nantinya informasi dapat keluar dengan baik. 2. Lambatnya jawaban yang diberikan tim teknis atas masukan dan keluhan publik Selain hambatan tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu terdapat hambatan lain yang dihadapi oleh Praktisi Humas. Hambatan kedua yakni ketika Praktisi
Humas menerima
masukan atau komplen atau keluhan dari publik, beberapa masukan atau masalah tersebut humas tidak bisa merespon atau menangani langsung. Hal ini terjadi karena jawaban yang harus diberikan ke publik tidak bisa humas tangani langsung karena harus dijawab oleh tim teknis. Sehingga humas harus menyampaikan terlebih dahulu ke
84
tim teknis untuk menjawabnya dan dalam prosesnya diperlukan waktu yang cukup lama. Sehingga menjadi terhambat dan jawaban yang diberikan tidak langsung dan tepat waktu kepada publik. 3. Terbatasnya staf humas Menurut Ratna selaku wartawan, hambatan yang dihadapi oleh Humas Kementerian Agama ini adalah terbatasnya staf humas. “Mungkin butuh lebih banyak orang. Karena gini, di humas itu butuh banyak orang, yang menguasai menulis dan kemudian membagikan itu ke media sosial.”28 Ia juga menambahkan bahwa kementerian lain memiliki konsultan di humas atau mereka kerja sama dengan EO tertentu. Tetapi untuk Kementerian Agama ini belum ada. Beberapa staf Humas Kemenag memiliki personel yang mampu menulis berita, menulis feature, dan ada personel yang mampu analisis. Tetapi dengan terbatasnya staf humas beberapa staf menjalankan tugasnya itu masih terlalu banyak. Rosidin juga menambahkan memang kapasitas seorang staf humas itu terbatas. 4. Terbatasnya narasumber pemberitaan media Melihat berita yang terdapat website Kementerian Agama di media-media saat ini narasumber pemberitaan masih didominasi oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Rudi Subiyantoro selaku Kepala Informasi dan Humas.
28
Ratna Puspita, Wartawan, Republika, Kementerian Agama Republik Indonesia, pada Jumat tanggal 29 April 2016.
85
Rudi Subiyantoro selaku Kepala Pusat Informasi dan Humas saat mempresentasikan hasil monitoring dan analisis media pada triwulan pertama tahun 2016 mengungkapkan bahwa perlunya pelatihan komunikasi khusus bagi para pejabat di lingkup Kementerian Agama untuk menjadi narasumber media. Karena saat ini narasumber masih didominasi oleh Menteri Agama. Gambar 4.16 Kegiatan Seminar Hasil Analisis Media "Apa Kata Media tentang Kementerian Agama"29
Menjadi narasumber dari sebuah pemberitaan bukanlah hal yang mudah. Seseorang harus mengetahui segala isu yang sedang berkembang, informasi, kebijakan, dan program atau kegiatan yang dilakukan oleh sebuah lembaga khususnya Kementerian Agama. Dengan demikian informasi yang disampaikan kepada media benar. Selain itu profesionalitas sebagai narasumber sangat dibutuhkan.
29
Diakses http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/arsip/berita/menag-humas-adalah-etalasekementerian-agama.html, Diunduh pada Selasa tanggal 07 Juni 2016.
86
5. Kepentingan media yang berbeda-beda Tak jarang, media-media tertentu lebih mencari nilai berita untuk dijual sehingga seringkali pemberitaannya ini menyimpang. Selain itu karena beberapa media memiliki agenda setting. Hal tersebut mempengaruhi arah pemberitaan media tentang Kementerian Agama menjadi negatif. Dalam menghadapi persoalan di atas, pendekatan kepada media inilah yang menjadi solusi bagi Praktisi Humas Kementerian Agama. Selain itu, dengan adanya analisis media humas mengetahui media mana yang pro dan kontra kepada Kementerian Agama. C. Citra Kementerian Agama Republik Indonesia Kementerian Agama RI sebagai lembaga pemerintah yang membutuhkan kepercayaan publik harus memiliki citra dan reputasi yang baik.
Hal
ini
dikarenakan
sebagian
masyarakat
melihat
bahwa
Kementerian Agama sebagai lembaga yang membawa nama agama melakukan tugas dan kewajibannya menggunakan nilai-nilai keagamaan. Hal ini pulalah yang menuntut Kementerian Agama RI memiliki citra yang baik di mata masyarakat. Gambaran citra Kementerian Agama menurut Rosidin merupakan gambaran yang ada di media. Namun, ia menganggap isi penggambaran Kemenag yang ada di media tidak selamanya benar. Pemberitaan yang muncul di media dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yaitu waktu, jumlah kolom,
framing
media,
agenda
setting
media,
sehingga
tidak
memberitakan mengenai Kemenag secara utuh. Pemberitaan yang tidak
87
utuh ini yang menjadikan memberitakan dengan persepektif yang berbedabeda. Dari berbagai perspektif inilah yang nantinya bisa merugikan karena media bisa menggambarkan hal-hal yang tidak seharusnya. Ia juga menambahkan bahwa citra Kementerian Agama saat ini sudah baik. Sebagaimana survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga survei itu baik kinerja para pegawai maupun lembaga Kementerian Agama itu dipandang baik oleh masyarakat. Salah satunya hasil survei publik Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap Kinerja Kabinet Jokowi-JK pada awal 2015, menempatkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sebagai menteri dari Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Masyarakat (PMK) dengan kinerja yang paling memenuhi harapan dengan menduduki inilai 48,4%. Persentasi ini berada pada tingkatan teratas dari delapan menteri yang masuk dalam kategori ini. Disusul oleh Menteri Sosial (48,3%), Menteri Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah (47,5%), Menteri Kesehatan (43,5%), Menteri Pemuda dan Olah Raga (37,7%), Menteri Riset, teknologi, dan Pendidikan Tinggi (36,45%), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (36,2%), dan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (33,4%). Akan tetapi, di tingkat kabinet/menteri, mayoritas warga tidak mengetahui kinerja mereka. Hanya kinerja Menteri Kelautan yang dianggap mayoritas publik (61%) memenuhi harapan. Untuk tiga menteri, Menteri Agama, Menteri Sosial, dan Menteri Diknas, hampir separuh (4748%) mengatakan bahwa kinerja mereka memenuhi harapan. Sisanya,
88
publik yang menganggap kinerja menteri sesuai harapan jumlahnya di bawah 40%," demikian disebutkan dalam temuan Survei LSI tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa penilaian khalayak atau pengetahuan khalayak terhadap kinerja dan lembaga Kementerian Agama cukup baik karena Kementerian Agama memiliki grade atau pelayanan yang cukup positif. Selain itu, lembaga Kementerian Agama ini disukai dan dikenal oleh khalayak tertentu. Selain lembaga survei menempatkan Lukman Hakim Saifuddin sebagai menteri kabinet kerja yang berkinerja baik, tahun 2015 dapat dikatakan sebagai tahun prestasi bagi Kementerian Agama. Prestasi yang telah diraih diantaranya penghargaan yang telah diberikan oleh Pemerintah RI atas keberhasilan Kementerian Agama menyusun dan menyajikan laporan keuangan 2014 dengan capaian standar tertinggi dalam akuntansi dan laporan keuangan pemerintah. Selanjutnya, penghargaan akuntabilitas kinerja dari MENPAN dan RB berupa predikat nilai B untuk penilaian akuntabilitas kinerja Kemenag tahun 2014. Setelah sebelumnya selalu mendapat nilai CC. Lalu Kemenag mendapatkan penghargaan e-PUPNS. Selain itu, menurut informan 2 saat ini citra Kementerian Agama sudah cukup baik dibandingkan dengan citra yang ada sebelumnya. Perkembangan itu juga terlihat dari adanya survei tentang persepsi publik terhadap kementerian. Kementerian Agama termasuk yang dinilai baik. Itu artinya karena faktor Lukman dan Humas Kemenag memang sangat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk kemudian melibatkan orang.
89
Dan memang Praktisi Humas Kemenag menjalin hubungan sangat baik dengan para wartawan. Ia menambahkan walaupun demikian, ada hal yang masih harus dibenahi oleh Kementerian Agama. Saat ini Kementerian Agama sudah melakukan banyak perubahan jauh lebih dari sebelumnya pada dua tahun yang lalu. Sekarang ini Kementerian Agama menjadi lebih transparan dan lebih terbuka sehingga masyarakat mengetahui apa saja yang dilakukan oleh Kementerian Agama. Citra sebuah organisasi tidak bisa direkayasa. Artinya citra akan datang dengan sendirinya dari upaya yang ditempuh sehingga komunikasi dan keterbukaan perusahaan merupakan salah satu faktor utama untuk mendapatkan citra perusahaan yang positif. D. Interpretasi Hasil Penelitian Praktisi Humas Kementerian Agama RI melaksanakan perannya sebagai communication technician atau sebagai pelaksana komunikasi antara lembaga atau organisasi dengan publiknya. Peran sebagai pelaksana komunikasi juga disebut dengan communicator sebagai penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili dengan publiknya. Praktisi Humas melakukan kegiatan komunikasi yang baik dengan pihak internal maupun
eksternal.
Komunikasi
dilakukan
baik
melalui
media
cetak/elektronik dan lisan atau tatap muka dan sebagainya. Tidak hanya teori humas secara umum yang mengatakan bahwa peran Praktisi Humas menyampaikan informasi tentang segala program, kegiatan, kebijakan, dan tindakan yang dilakukan oleh suatu lembaga, namun konsep humas
90
pemerintah
juga
mengatakan
bahwa
tugas
Praktisi
Humas
menyelenggarakan dan mengoordinasikan lalu-lintas arus informasi ke dalam dan ke luar ia juga berfungsi sebagai penyaring dari komunikasi timbal balik dengan tujuan untuk menciptakan dan membina stabilitas sosial. Melalui konsep humas ini, Praktisi Humas Kementerian Agama berperan dalam memberikan informasi kepada publik. Peran di atas telah dijalankan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama. Komunikasi yang dilakukan melalui media massa. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan beberapa sarana seperti website, majalah, media sosial, konferensi pers, pers release, dan sebagainya. Dalam konsep humas, peran Praktisi Humas sebagai good image maker artinya humas berperan dalam menciptakan citra bagi organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini berperan menjaga dan menciptakan citra positif lembaga di mata publik. Praktisi Humas Kementerian Agama dalam menjaga citra positif lembaga menggunakan beberapa strategi. Dari segi eksternal Praktisi Humas berupaya mengimbangi keinginan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi dan pelayanan berbasis teknologi. Dari segi internal Praktisi Humas membenahi tata kelola pemerintah dimulai dengan adanya open recruitmen dan assessment. Sesuai dengan konsep humas, Praktisi Humas Kementerian Agama melakukan tugasnya seperti writing and editing yakni membuat newsrelease yang disiarkan dan dicetak, newsletter untuk wartawan dan stakeholder eksternal. Website dan pesan di media, laporan tahunan, naskah pidato, brosur, film, dan slide show, artikel publikasi, iklan
91
institusi, dan lain-lain. Dalam melakukan tugasnya itu, Praktisi Humas mengoptimalkan segala macam perangkat media. Dalam menghadapi krisis organisasi seperti kasus korupsi yang telah menurunkan citra dan kepercayaan publik terhadap Kementerian Agama, Praktisi Humas berperan sebagai expert prescriber. Sebagai praktisi ahli humas yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi Praktisi Humas membantu untuk mencari solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya. Dalam hal ini Praktisi Humas juga berperan sebagai problem solving process fasilitator. Praktisi Humas turut membantu pimpinan organisasi dalam mengambil langkah guna mengembalikan citra dan kepercayaan publik baik sebagai penasehat dalam mengatasi persoalan atau krisis yang tengah dihadapi secara rasional dan profesional. Praktisi Humas telah melaksanakan fungsinya yaitu maintain good communication. Praktisi Humas memelihara hubungan komunikatif antara pejabat humas dengan publik baik internal yang meliputi para pegawai dan pejabat di Kementerian Agama maupun secara eksternal dengan lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, media, serta publik yang dilandasi empati sehingga menimbulkan rasa simpati. Media relation and placement juga dijalankan humas sebagai tugasnya. Seperti menghubungi pihak media, freelance writer secara intens agar mereka mempublikasikan dan menyiarkan berita dan feature mengenai organisasi, merespon permintaan media akan informasi,
92
mengklarifikasi isu, dan memberikan akses media kepada sumber yang dapat memiliki otoritas. Bentuk komunikasi yang Praktisi Humas lakukan adalah model two way Symmetric. Praktisi humas di sini sebagai mediator antara organisasi dengan publik. Tujuan praktisi humas dalam model ini adalah menciptakan saling pengertian antara organisasi dengan publik. Penelitian ini biasanya formatif untuk mengevaluasi pemahaman. Dalam konsep humas pemerintah, faktor utama yang membentuk citra pemerintah sendiri antara lain kualitas pelayanan publik. Pelayanan yang diberikan kepada publik sudah dilakukan semaksimal mungkin. Praktisi Humas melakukan banyak perubahan sehingga lebih memudahkan masyarakat untuk mengakses pelayanan yang mereka butuhkan. Kegiatan merupakan implementasi dari tugas. Oleh karena itu, kegiatan Praktisi Humas sebenernya adalah implementasi dari tugas Praktisi Humas untuk mencapai tujuan humas dan menjalankan fungsi dan peranannya secara menyeluruh. Kegiatan Praktisi Humas pada hakikatnya adalah
kegiatan
berkomunikasi
dengan
berbagai
macam
simbol
komunikasi, verbal maupun nonverbal. Kegiatan komunikasi verbal, sebagian besar menulis proposal, artikel, progress report, menulis untuk presentasi, pers release, dan sebagainya. Kegiatan komunikasi nonverbal meliputi penyelenggaraan pameran, seminar, event, riset, pers kliping, dan sebagainya. Kegiatan Praktisi Humas Kementerian Agama semata-mata untuk membangun citra positif lembaga. Kegiatan tersebut meliputi juru bicara,
93
publikasi website, pembuatan majalah, konferensi pers, pers release, pendekatan media massa, iklan layanan masyarakat, pelayanan informasi publik, pengaduan masyarakat, mengadakan pameran, dan media sosial. Selain itu, Praktisi Humas dalam mengkomunikasikan kinerja para pegawai dan pejabat di Kementerian Agama ini menjadi sangat penting. Terlebih pasca krisis yang membuat tingkat kepercayaan diri para pegawai menjadi
turun.
Oleh
mengkomunikasikan
karena
kinerja
itu, para
Praktisi pegawai
humas
harus
Kementerian
dapat Agama
semaksimal mungkin. Dalam hal ini Praktisi Humas telah melakukan upaya-upaya dengan memberikan informasi terkait kinerja para pegawai Kementerian Agama melalui media massa. Entah itu berupa
prestasi
maupun penghargaan yang telah diraih oleh Kementerian Agama. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Kementerian Agama menjadi wajah baru yang diberikan kepada publik. Dalam merencanakan program dan kegiatan humas, Praktisi Humas Kementerian Agama melakukan pengenalan situasi, penetapan tujuan, definisi khalayak, pemilihan media dan teknis humas, pengaturan anggaran, dan pengukuran hasil kegiatan humas. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memahami situasi yang ada. Untuk memahami situasi, Praktisi Humas memerlukan informasi. Situasi ini berupa situasi internal dan eksternal. Praktisi Humas mengetahui apa yang menjadi kebutuhan publik mengenai informasi tentang Kementerian Agama khususnya dalam hal pelayanan publik. Humas Kementerian Agama melakukan riset atau user experience publik. Dengan adanya user
94
experience public Praktisi Humas menjadi mudah dalam mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh publik. Isu-isu prioritas inilah yang humas dahulukan. Langkah selanjutnya adalah penetapan tujuan. Setiap kegiatan atau program yang dijalankan humas pasti guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan dari kegiatan yang Praktisi Humas lakukan adalah untuk membangun citra positif lembaga Kementerian Agama. Selanjutnya Praktisi Humas menetapkan khalayak publik yang menjadi prioritas. Dalam hal ini khalayak yang paling dibutuhkan oleh Kementerian Agama adalah calon jamaah haji dan ormas Islam. Dengan jenis dan jumlah khalayak yang lebih terbatas, suatu organisasi akan lebih efisien dalam melaksanakan suatu kegiatan. Langkah berikutnya adalah pemilihan media dan teknik humas. Pemilihan media yang tepat akan mempengaruhi penerimaan pesan kepada publik. Dalam pemilihan media yang digunakan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama sudah tepat. Publikasi melalui website sangat efektif karena informasi yang diberikan sangat lengkap mulai dari berita, majalah, iklan layanan masyarakat, info grafis, foto, PPID, pengaduan masyarakat, info haji, dan masih banyak lagi. Sehingga tidak sedikit dari publik yang mengakses website Kementerian Agama ini. Selain itu, majalah cetak dan online yang diterbitkan oleh Praktisi Humas. Memang majalah cetak ini tidak dapat dirasakan oleh masyarakat luas, akan tetapi dengan kehadiran majalah online ini sangat membantu masyarakat luas untuk membacanya. Media sosial yang dimiliki oleh
95
Kementerian Agama juga sangat efektif dalam melakukan komunikasi dengan publik. Tak jarang publik bertanya dan memberi masukan melalui media sosial ini (facebook, twitter). Kemudian Praktisi Humas menggunakan info grafis dalam hal publikasi. Pemilihan media yang dilakukan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama sudah cukup baik dan efektif. Sehingga informasi yang disampaikan menjadi terbuka dan transparan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh publik. Langkah selanjutnya yaitu pengaturan anggaran. Setiap lembaga atau organisasi dalam melaksanakan sebuah kegiatan pasti melakukan hal tersebut. Praktisi Humas harus memperhitungkan media mana yang harus digunakan untuk menjangkau khalayak yang telah dipilih, tentunya sesuai dengan keterbatasan anggaran yang ada. Anggaran tersebut penting karena untuk mengetahui seberapa banyak dana yang diperlukan dalam rangka membiayai suatu program atau kampanye humas. Humas memiliki unsurunsur yang menjadi pengeluaran pokok. Setelah itu baru disusun anggaran humas sehingga total anggaran yang dikeluarkan jelas. Kemudian yang terakhir kalkulasi anggaran untuk departemen humas. Praktisi Humas Kementerian Agama dalam kenyataannya telah melakukan pengaturan anggaran humas seperti yang telah dijelaskan di atas. Langkah terakhir dalam perencanaan humas adalah pengukuran hasil kegiatan humas. Hal ini ditujukan agar Praktisi Humas Kementerian Agama dapat mengetahui seberapa besar kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan seberapa besar penerimaan publik terhadap kegiatan humas. Evaluasi penting dilakukan karena hasil evaluasi
96
digunakan sebagai acuan langkah ke depan dalam merencanakan sebuah program kegiatan dan dapat diterima oleh publik. Ada beberapa jenis evaluasi yang Praktisi Humas lakukan. Pertama, evaluasi pemberitaan. Evaluasi yang dilakukan dengan melihat dari segi konten, engle, diksi, gambar/foto dalam sebuah berita yang ditulis. Beberapa wartawan dari Praktisi Humas sendiri terkadang masih minim informasi dalam melaksanakan tugas meliput atau mencari berita. Selain itu, engle yang mereka buat juga masih kurang menarik. Dalam berita foto masih banyak yang sama. Kedua, melakukan evaluasi kegiatan. Evaluasi dilakukan dengan melihat sejauh mana perkembangan media yang dimiliki Humas Kemenag seperti media online, majalah cetak/online, dan media sosial. Salah satunya dengan melihat followers media sosial Kemenag. Namun sangat disayangkan, evaluasi kegiatan humas seperti yang dijelaskan di atas bahwa evaluasi dilakukan hanya sebatas secara subjektif saja tanpa ada indikator-indikator pasti mengenai pengukuran evaluasi. Sehingga Praktisi Humas Kemenag tidak mengetahui apakah kegiatan tersebut sudah efektif untuk membangun citra positif dan sejauh mana kegiatan itu dapat diterima oleh publik. Upaya membangun citra perusahaan atau lembaga tidak bisa dilakukan secara serampangan pada saat tertentu saja tetapi merupakan suatu proses yang panjang. Perusahaan atau lembaga yang memiliki citra positif pada umumnya berhasil membangun citranya setelah belajar dari pengalaman. Mereka berupaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan
97
yang dilakukan pada masa lampau. Dalam mengembalikan citra dan kepercayaan publik, Kemenag melakukan beberapa strategi dan kegiatan. Tentu dalam merencanakan sebuah strategi dan kegiatan Kemenag belajar dari pengalaman sebelumnya sehingga kesalahan yang ada sebelumnya tidak terulang lagi. Citra positif yang dibangun dan melekat terhadap lembaga adalah citra yang dibuat melalui tahap-tahap yang panjang dan dikerjakan secara sungguh-sungguh karena yang menilai bukanlah pihak atau lembaga melainkan masyarakat. Seperti yang diungkapkan Jefkins, bahwa citra yang baik bukanlah yang dibuat-buat tetapi merupakan hasil dari pandangan pihak lain. Citra sebuah lembaga atau organisasi diartikan sebagai pandangan atau anggapan yang organisasi dapatkan dari pihak lain atau para stakeholdernya. Sebuah citra organisasi mempresentasikan baik atau buruk dari pelanggan, investor, karyawan dan publik umum atau masyarakat. Berdasarkan konsep ini, citra Kementerian Agama sudah dapat dikatakan baik. Ini dibuktikan dengan anggapan para stakeholder Kementerian Agama yang menilai bahwa citra saat ini dapat dikatakan baik. Anggapan atau penilaian positif tentang Kementerian Agama saat ini muncul dari berbagai kalangan, mulai dari pegawai dan pejabat Kementerian Agama sampai dengan jurnalis. Melalui akumulasi anggapan baik ini, sudah dapat disimpulkan bahwa citra Kementerian Agama dapat dikatakan baik. Terciptanya citra yang baik di mata masyarakat akan menguntungan organisasi, sebab citra yang baik merupakan tujuan pokok organisasi.
98
Organisasi dengan citra positif akan lebih diterima, lebih dinikmati, dan lebih didukung oleh berbagai pihak yang menentukan keberhasilan organisasi dalam meraih sasaran dan tujuan. Selain itu, karyawan atau pegawai yang bekerja pada organisasi dengan citra positif memiliki rasa bangga sehingga dapat memicu motivasi mereka untuk bekerja lebih produktif. Dengan demikian pertumbuhan dan profitabilitas perusahaan meningkat. Beberapa penghargaan dan prestasi yang diperoleh Kementerian Agama membuat lembaga Kementerian Agama dipercaya sebagai lembaga yang mampu menjadi contoh bagi lembaga lain dan masyarakat. Mengingat begitu sulitnya mengembalikan citra dan membangun citra positif, Praktisi Humas Kementerian Agama menemui beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu (humas). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti lambatnya unit teknis dalam mengumpulkan data dan kesalahan dalam teknik penulisan berita dan. Sehingga ini memerlukan proses editing. Oleh karenanya ini berdampak pada proses informasi ke luar yang akan diterima oleh publik. Dalam menangani hal ini, Praktisi Humas harus meningkatkan kemampuan sebagai Praktisi Humas dan mengadakan pelatihan-pelatihan dalam hal teknik penulisan berita. Lambatnya jawaban yang diberikan oleh tim teknis atas masukan dan keluhan publik. Ini dikarenakan dalam menjawab keluhan dan masukan publik sendiri harus dijawab oleh pihak yang berwenang.
99
Sehingga jawaban atas masukan publik memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam menangani hal ini Praktisi Humas harus lebih disiplin dalam hal waktu untuk bisa secepatnya jawaban tersebut dapat diberikan ke publik. Terbatasnya staf humas. Beberapa staf humas di sini masih mengerjakan tugas dan pekerjaannya terlalu banyak. Oleh karenanya, beberapa pekerjaan lainnya masih ada yang tertunda. Selain itu, skill dan kemampuan staf humas masih minim. Hambatan lainnya yaitu terbatasnya narasumber pemberitaan media. Ini terlihat dari pemberitaan humas yang narasumbernya masih didominasi oleh Menteri Agama Lukman. Diperlukan adanya pelatihan para pejabat Kementerian Agama dalam berkomunikasi kepada media. Karena menjadi narasumber bukanlah hal yang mudah. Ia harus mengetahui besaran tugas Kementerian Agama, Isuisu strategis tentang Kementerian Agama, dan perkembangan opini publik tentang Kementerian Agama. Hambatan yang terakhir yaitu adanya kepentingan media yang berbeda-beda. Dengan adanya kepentingan media yang berbeda ini menimbulkan arah pemberitaan media menjadi positif dan negatif. Media atau wartawan dalam menangkap isu yang disampaikan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama tidak selamanya utuh. Karena pengetahuan media itu terbatas. Hal ini disebabkan karena media terkadang sudah memiliki agenda setting atau lebih memilih nilai berita untuk dijual. Praktisi Humas dalam menangani hal ini melakukan pendekatan kepada media.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara mendalam yang telah dilakukan oleh penulis, dapat ditarik beberapa kesimpulan dari peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam upaya membangun citra positif lembaga, diantaranya: 1. Peran Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga Terdapat 4 peran penting yang dilakukan oleh Praktisi Humas Kementerian Agama. Diantaranya menjaga citra positif lembaga
dengan
mengimbangi
keinginan
publik
melalui
pemanfaatan teknologi informasi dan pelayanan berbasis teknologi informasi. Praktisi Humas juga membenahi tata kelola pemerintah dimulai dengan open recruitmen dan assessment. Selanjutnya Praktisi Humas mengoptimalkan segala macam perangkat media untuk publikasi. Praktisi Humas menjalin hubungan harmonis secara internal (pegawai dan pejabat Kementerian Agama) dan eksternal (lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, media, publik). Praktisi Humas melakukan analisis media dengan melihat isu-isu yang mencuat, berita negatif dan narasumber internal maupun eksternal.
100
101
2. Hambatan yang dihadapi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia dalam membangun citra positif lembaga Dalam
melaksanakan
perannya,
Praktisi
Humas
menghadapi beberapa hambatan tertentu. Hambatan tersebut meliputi tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu (humas), lambatnya jawaban yang diberikan tim teknis atas masukan dan keluhan publik, terbatasnya staf Praktisi Humas, terbatasnya narasumber pemberitaan media, kepentingan media yang berbeda-beda. B. Saran Berdasarkan pengamatan peneliti dalam proses penelitian ini secara langsung, maka ada beberapa saran yang ingin penulis sampaikan. 1. Bagi Akademisi, penulis menyarankan agar muncul konsep humas lembaga negara, khususnya lembaga eksekutif. Hal ini dikarenakan konsep humas secara umum dan konsep humas pemerintahan yang ada saat ini belum sepenuhnya diterapkan pada lembaga negara khususnya Kementerian Agama. 2. Bagi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia. Praktisi
Humas
harus
meningkatkan
profesionalisme
sebagai
pengelola informasi melalui peningkatan kompetensi dan skill sumber daya manusia dan manajemen komunikasi krisis dalam upaya menciptakan pengelolaan kehumasan yang efektif dan efisien baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah.
102
3. Bagi Praktisi Humas Kementerian Agama Republik Indonesia. Media relation harus lebih ditingkatkan lagi sehingga meminimalisir terjadinya konflik antar lembaga dan media. Selain itu, hubungan dengan pihak internal dan eksternal juga harus dibangun. 4. Bagi Pegawai dan Pejabat Kementerian Agama Republik Indonesia. Harus ada komunikasi yang rutin dibangun antara pejabat atau pegawai dengan Praktisi Humas melihat satuan kerja di Kementerian Agama ini sangat banyak. Komunikasi ini penting dilakukan agar Praktisi Humas dapat secara maksimal mempublikasikan kinerja Pegawai dan Pejabat Kementerian Agama serta memberikan pemahaman kepada publik mengenai hasil keputusan lembaga sehingga meminimalisir pemberitaan negatif yang ada di media.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdulsyani. (2007). Sosiologi: Skematika Teori dan Terapan . Jakarta: PT. Bumi Aksara. Alatas, H. S. (1982). Sosiologi: Sebuah Penjelajahan Data Kontemporer. Jakarta: LP3S. Anggoro, M. L. (2000). Teori dan Profesi Kehumasan serta Aplikasinya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Effendi, O. U. (1989). Kamus: Komunikasi. Bandung: Mandar Maju. ......................, (1993). Human Relations dan Public Relations. Bandung: CV Mandar Maju. ......................, (1999). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya. ......................, (2002). Hubungan Masyarakat: Suatu Studi Komunikasi . Bandung: Remaja Rosdakarya. Gregory, A. (2004). Public Relations Dalam Praktek. Jakarta: Erlangga. Gross, M. (1995). Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi . Jakarta: Raja Grafindo Persada. Gunawan, I. (2013). Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara. Jefkins, F. (2003). Public Relations. Jakarta: Erlangga. Kebudayaan, D. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Kusumastuti, F. (2002). Dasar-dasar Hubungan Masyarakat. Bogor Selatan: Ghalia Indonesia. Nurdjana, I. (2010). Sistem Hukum Pidana dan Bahasa Laten Korupsi: Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Putra, I. G. (1999). Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atmajaya Yogyakarta.
102
103
Rakhmat, J. (2007). Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rudy, T. M. (2001). Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Internasional. Bandung: Refika Aditama. Ruslan, R. (2001). Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. .................., (2002). Manajemen Humas dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. .................., (2005). Manajemen Public Relation dan Media Komunikasi: Konsepsi dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. .................., (2010). Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo. Scott M. Cutlip, A. H. (2006). Effective Public Relations. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Soemirat, S. (2004). Dasar-dasar Public Relations. Bandung: Remaja Rosdakarya. Soleh Soemirat, E. A. (2007). Dasar-dasar Public Relations. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Suyanto, J. D. (2007). Sosiologi: Teks Pengantar dan Terapan. Jakarta: Kencana. Verdiansyah, D. (2008). Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: Indeks. Widjaja, A. (1993). Komunikasi dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara. B. Internet http://nasional.kompas.com/read/2015/12/23/14043601/Kasus.Korupsi.Haji.Surya dharma.Ali.Dituntut.11.Tahun.Penjara http://m.tribunnews.com/nasional/2014/06/09/awali-jabatan-menag-baru-mintamaaf-kepada-masyarakat http://www.tribunnews.com/nasional/2014/06/09/menag-kepercayaan-publikterhadap-kemenag-berada-pada-titik-terendah http://www.bdkjakarta.kemenag.go.id/index.php?a=detilberita&id=142 http://www.merdeka.com/peristiwa/100-hari-pemerintahan-jokowi-ppp-apresiasikinerja-kemenag.html
104
http://poskotanews.com/2015/07/03/kpk-tetapkan-suryadharma-ali-tersangkakorupsi-kasus-lain/ http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12432&t=181 http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=12433&t=181 http://kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=28714 http://sulsel1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=301 C. Skripsi dan Jurnal Nurlaela, Peran Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Mempertahankan Citra Positif Lembaga. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015. Kahfi, Mochammad. Peran Hubungan Masyarakat (Humas) MPR RI Dalam Mensosialisasikan Empat Pilar Bangsa. Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Wulandari, Retno. Peran Public Relations Dalam Mempertahankan Citra Positif Kraton Surakarta (Studi Deskriptif Tentang Perbandingan Peran Humas Hangabehi dan Tedjowulan Dalam Mempertahankan Citra Positif Terkait Konflik Perebutan Kekuasaan 2 Raja). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Negeri Sebelas Maret, 2009. Sitinjak, Katrin Rosaly. Strategi Membangun Citra Positif Perusahaan Melalui Publikasi Humas (Studi Pada Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012. Oktavianingsih, Tika. Peran Humas Lembaga Negara Dalam Menjaga Reputasi Organisasi (Studi Pada Peran Humas DPR RI Dalam Menjaga Reputasi Kinerja Anggota DPR RI). Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2012. Anggrahini, Meilyna Diah dkk. (2008). Peran Humas Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Pengelolaan Isi Informasi Website Pemda Sebagai Media Communications Relation Dengan Masyarakat. Ilmu Komunikasi, 148. Lubis, Evawani Elysa. (2012). Peran Humas Dalam Membentuk Citra Pemerintah. FISIP, 52.
105
D. Wawancara Wawancara pribadi dengan Rosidin Selaku Kepala Bidang Humas Kementerian Agama RI, Jakarta, 16 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Ratna Puspita Selaku Wartawan Republika, Jakarta, 29 April 2016.
E. Lain-lain Peraturan Menteri Agama RI No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab I mengenai kedudukan, tugas, dan fungsi, hal. 2. ................................................, No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bagan Organisasi dan Tata Kerja Pusat Informasi dan Hubugan Masyarakat, hal. 192. ................................................, No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab XIII Pusat Bagian Kedua Pasal 796 & 797, hal. 171. ................................................, No. 10 Tahun 2010, Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama RI, Bab XIII Pusat Bagian Kedua Pasal 798 & 799, hal. 171-172.
106
LAMPIRAN
HASIL
WAWANCARA
DENGAN
KEPALA
BIDANG
HUMAS
KEMENTERIAN AGAMA RI Penelitian tentang “Peran Humas Kementerian Agama RI Pasca Kasus Korupsi Suryadharma Ali Dalam Mempertahankan Citra Positif Lembaga” Informan
: H. Rosidin, S.Si, MM
Hari/Tanggal : Senin, 16 Mei 2016 Lokasi
: Kantor Kementerian Agama RI Jalan Lapangan Banteng Barat
No. 3-4 Jakarta Pusat 10710 T
: Peneliti
J
: Informan
T
: Apa saja peran, tugas, dan fungsi Humas Kementerian Agama RI?
J
: Nah terkait dengan fungsi, tugas, dan peran Humas Kementerian Agama pada dasarnya ada kasus atau tidak ada kasus pasti melakukan semua itu. Yakni pertama adalah kita menjaga citra positif lembaga. Yang kedua, kita melakukan analisis media. Ketiga, kita menjalin hubungan harmonis secara internal dan eksternal. Internal dengan para pegawai, eksternal itu dengan
lembaga
dan
pemerintah.
Kemudian
media,
organisasi
kemasyarakatan dan yang keempat yang paling berat yaitu dengan publik atau masyarakat. T
: Terkait itu semua itu yang pertama, apa saja yang dilakukan humas dalam menjaga citra positif?
J
: Dalam menjaga citra positif Kementerian Agama tentu tidak mudah. Dalam hal ini banyak hal yang kita lakukan antara lain kita melakukan beberapa strategi. Yang pertama itu kita mengoptimalkan segala macam perangkat media yang kita miliki untuk mempublikasi secara masif program, kebijakan Kementerian Agama. Tentu saja kasus SDA itu
menjadi batu loncatan menjadi lejutan bagi Humas Kementerian Agama. Bagaimana kita membangun citra positif yang baik. Barangkali kita tidak pernah memperhatikan suatu saat bakal terjadi krisis. Kasus SDA ini kan krisis luar biasa, tugas humas di masa saya ini saya harus mengembalikan kepercayaan, citra positif Kementerian Agama dengan berbagai macam langkah. Okelah ini semasa yang sulit yang kita lalui menjadi lejutan bagi seluruh pegawai Kementerian Agama, bukan hanya pegawai termasuk keluarga pegawai Kementerian Agama. Nah dari situ kita berangkat bahwa ada hal-hal yang harus kita benahi baik secara internal maupun eksternal. Internalnya apa adalah kita mengembalikan rasa kepercayaan diri para pegawai Kementerian Agama bahwa dia itu bangga sebagai pegawai Kementerian Agama. Ini tidak mudah, karena pada posisi yang sudah sangat turun, kita harus memberikan kepercayaan kepada mereka ketika tampil di masyarakat tolong lupakan yang ini dulu kita tampil dengan wajah baru. Nah wajah baru ini kita dukung lagi dengan publikasi melalui media, media online media sosial genjot semaksimal mungkin sehingga sedikit demi sedikit mengkikis pemahaman publik di masyarakat ternyata Kementerian Agama sudah berubah kinerjanya sudah membaik. Pegawai yang tampil di masyarakatpun tampil pede mengikuti searah dengan apa yang kita lakukan. Tentu masyarakat akan lebih percaya. T
: Nah itu kan dari segi internal. Kalau untuk eksternal nya pak gimana?
J
: Kalau eksternalnya, menjalin hubungan yang lebih harmonis. Pertama, dengan lembaga-lembaga pemerintah. Lembaga pemerintah itu kita relatif lebih gampang menjalin hubungannya itu. Misalnya dengan kementerian lain kita cerita lalu saling bertukar program, menyampaikan informasi. Kebetulan kan dengan era sekarang ini lebih dikendalikan oleh Kominfo dan kita lebih mudah melakukannya. Sehingga ketika ada informasi di Kementerian Agama kita lempar ke Kominfo lalu Kominfo yang menyebarkan ke semuanya. Begitu juga sebaliknya. Jadi komunikasi informasi saat ini jauh lebih kondusif dengan adanya peran itu. sehingga ada istilahnya narasi tunggal itu ketika Kementeran Agama itu melempar
isu nanti akan dibantu oleh Kominfo untuk menyebarluaskan juga. Itu satu dengan lembaga. Kedua, kita menjalin komunikasi positif dengan ormas. Nah kita kan punya ikon Kementerian Agama ada menteri, menteri ini kita dorong untuk bersilaturahmi ke ormas-ormas, tidak hanya Islam. Semua lembaga keagamaan kita dekati, bukan hanya yang mayoritas, yang minoritaspun harus kita datengin kita rangkul. Misalnya kelompokkelompok Badui, Kaharingan, kelompok-kelompok Kejawen, Kelompok yang ada di Jawa Barat di pedalaman itu yang kemudian kita rangkul. Tetapi diawali dengan kelompok-kelompok yang besar seperti NU, Muhammadiyah, MUI, Al-Washliyah. Kemudian yang non Islam juga kita dekati. T
: Respon dari orang yang non Islam nya seperti apa pak?
J
: Respon mereka sangat positif bahwa selama ini mereka merasa tidak diperhatikan. Tetapi dengan adanya menteri yang baru mereka merasa sudah diperhatikan.
T
: Berarti bisa dikatakan kegiatan atau program baru yang dilancarkan oleh Kemenag dalam upaya pendekatan eksternal?
J
: Iya betul. Dengan menggunakan pendekatan agama. Bisa personal, lembaga, kelompok, organisasi segala macam kita gunakan. Karena begini ketika melakukan itu kita dengan asumsi dasar bahwa Indonesia meskipun bukan negara agama tapi kita orangnya religius maka dari itu pendekatan pertama adalah pendekatan agama.
T
: Selain itu, pendekatan ke media seperti apa?
J
: Ke media yang kita lakukan adalah visit. Ada beberapa hal visit agama itu kita ajak menteri untuk berkunjung ke media. Di sana kita cerita tentu respon mereka positif.
T
: Visit media kemana saja yang sudah dilakukan?
J
: Ke Kompas, TVONE, MNC, itu sudah kita lakukan.
T
: Kalau visit media itu ngapain aja pak?
J
: Ngobrol-ngobrol aja. Tidak ada yang spesial kita hanya menyampaikan program yang dilakukan Kementerian Agama dan mereka akan merespon positif.
T
: Walaupun media itu pasti datang ke Kementerian Agama ya pak, tapi visit media tetap dilakukan?
J
: Betul. Di satu sisi, ini namanya silaturahmi di sisi yang lain selama ini kan banyak media itu datang ke sini mencari menteri, sekjen, atau narasumber yang lain. Apa salahnya sekali-kali kita datang ke sana. Nah, kemudian pendekatan ke publik. Ini pendekatan ke publik itu kan banyak biasanya yang kita lakukan adalah menyediakan informasi yang semaksimal mungkin tentang Kementerian Agama. Informasi apa saja yang dibutuhkan publik misal tentang nikah, haji ini yang paling banyak dibutuhkan dan baru masalah-masalah lainnya. Jadi kita sudah mempunyai isu-isu prioritas. Nah isu-isu prioritas bagi publik ini kita harus support informasinya secara maksimal agar publik tau. Nikah, nikah sekarang tuh gratis publik harus tau kalau nikahnya di KUA. Kalau nikahnya di rumah tetep bayar tapi melalui bank bayarnya tidak langsung ke penghulu. Informasi ini kan dibutuhkan oleh masyarakat. Yang kedua masalah haji yang paling dibutuhkan oleh masyarakat kan berapa biayanya kemudian kapan berangkatnya. Ini yang paling dominan. Sekarang ketika anda punya nomor porsi, bisa ngecek sendiri tanpa harus meminta bantuan orang lain ke website. Kita sediakan sebuah kolom kemudian tinggal isi nomor porsinya akan keluar perkiraan berangkat.
T
: Itu baru dicanangkan atau memang sudah lama pak diberlakukan?
J
: Sudah itu sudah lama dua tahun terakhir ini. Jadi, masyarakat relatif “diam” dengan adanya informasi itu.
T
: Nah dengan adanya itu, ada ga komentar publik terkait dengan waktu keberangkatan haji lewat media sosial misalnya?
J
: Komentar yang sering muncul dari publik terkait dengan keberangkatan waktu haji hanya satu adalah sistem kita suka eror. (Adzan)
J
: Strategi kita ke publik saat ini adalah menyediakan informasi dengan mungkin apa yang mereka butuhkan. Tentu kita kita belajar dari user experience publik sebenernya apa sih yang dibutuhkan oleh publik di Kementerian Agama ini. Kita sudah punya semacam user experience bahwa yang dibutuhkan publik itu ini ini ini memang ada banyak belakangnya tapi tetap yang prioritas. Tadi saya cerita apa sih yang dibutuhkan sekarang ini konflik yang dibawahi itu apa, nikah. Okelah nikah harus dimaksimalkan publikasi terkait dengan nikah. Misalnya biaya, nah biaya sudah selesai meskipun ada beberapa komplen dari masyarakat bahwa mereka suka diminta dana tambahan. Muncul ke kita lalu kita respon langsung. Dimana tempatnya siapa yang melakukan kemudian kita tindak lanjut ke bawah. Jadi masyarakat itu merasa ada sesuatu yang mereka bisa mengadu seperti keluhan terkait dengan biaya ketika mereka mendapat perlakuan yang tidak adil mereka adu. Dan pengaduan itu segera direspon. Melalui media sosial, website juga ada.
T
: Nah untuk analisis medianya pak, seperti apa ya?
J
: Gini, analisis media itu kan kita ingin mengetahui atau mencari sebenernya arah pemberitaan media ini kemana. Misal, Kementerian Agama ini sosialisasi program dan kebijakan, tentu itu akan ditangkap oleh media. Bisa jadi media itu selaras dengan apa yang kita beritakan, bisa juga tidak. Ada sisi positif negatif. Ketika kita menangkap beritaberita yang ada di media tentu kita bisa menangkap. Ini sebenernya media ini mau kemana arahnya. Media itu kan bisa karena medianya sendiri, mungkin mereka sudah punya agenda setting. Oke misal Kementerian Agama mau ke sana silahkan. Tapi kita mau memberitakan seperti ini. Bisa jadi kan. Ada juga wartawannya, memiliki pengaruh juga, pemahaman wartawan akan suatu isu jangan kita bayangkan dia akan
mengetahui secara utuh. Wartawan itu kan tidak hanya dia wartawan agama, agama saja. Kan ga mungkin ada seorang wartawan mengetahui segalanya. Politik tau, olah raga tau, humaniora tau, haji tau, pendidikan tau. Kan ga mungkin dia tau itu semua, sedangkan dia harus nulis itu. Berangkat dari situ, kita harus melakukan asumsi dasar bahwa pemahaman wartawan terhadap suatu isu bisa jadi itu tidak utuh. Nah maka dari itu kita harus memberikan inside sebanyak mungkin kepada wartawan. Itu kalau wartawannya wartawan bener. Tapi kadang-kadang ada wartawan “tidak bener” karena memang dia ingin memberitakan yang belok. Mencari sesuatu nilai berita yang bisa dijual. Dengan adanya analisis media ini kita jadi tau media mana yang belok wartawan mana yang belok narasumber bahkan narasumber pun kita bisa mengetahui narasumber ini selalu negatif. Analisis dilakukan dengan kuantitatif dan kualitatif. T
: Nah kalau seperti itu, upaya yang dilakukan Humas sendiri seperti apa pak dalam menghadapinya?
N
: Ada beberapa hal yang kita lakukan. Pertama media dulu ya, misalnya medianya kok memberitakan yang negatif ya. Sehingga kita kan bertanyatanya kenapa sih. Nah sebagai seorang humas kita pasti punya kenalan lah “kenalan orang dalem” tanya kenapa sih kok mediamu selalu negatif. Ada sesuatu apa kan bisa nanya begitu. Oh maksudnya begitu. Oh ya udah kita dekati bisa secara kekeluargaan atau ga. Atau misalkan dengan peran menteri untuk datang ke media itu hanya untuk datang aja gada apa-apa silaturahmi. Bisa jadi mereka beritanya tidak selaras dengan kita karena inside nya ga cukup inside terkait isu mereka tidak cukup. Sehingga pemahaman mereka dengan isu yang kita keluarkan itu berbeda.
T
: Emang mereka ga ada inisiatif mengklarifikasi isu itu pak?
J
: Bisa bisa konfirmasi betul. Tapi kadang-kadang mereka sudah mendapatkan nilai berita yang mereka dapatkan untuk segera dilempar keluar. Karena itu kita ke sana untuk inside bareng-bareng. Setelah itu biasanya akan lebih baik. Itu kalau media. Nah kalau wartawan biasanya
kita lihat wartawan ini seperti apa, apakah dia itu dimana-mana memang seperti itu artinya dengan semua lembaga seperti itu atau ga. Kalau misalnya tidak, hanya Kementerian Agama kita melakukan seperti yang tadi melalui kenalan orang dalem. Dan memberi masukan tolong dong itu pemberitaannya menggunakan istilah yang benar. Jika yang disengaja seperti itu mereka punya agenda sendiri mungkin mereka pernah merasakan ketidaknyamanan di Kementerian Agama atau tone nya negatif juga bisa. T
: Tapi sejauh ini hubungan dengan wartawan seperti apa pak?
J
: Kita fine fine sih. Cuma ada beberapa wartawan yang merasa tidak terlayani dengan baik di Kementerian Agama. Tapi secara umum baik. Kan ada mediater 1, mediater 2, dan mediater 3. Ada media besar, media sedeng, dan media kecil. Kalau media kecil kemudian wartawan juga tidak terlalu dominan dia negatif ya udah nanti juga akan positif dengan sendirinya. Tapi jika medianya besar kemudian jangkauannya luas lalu wartawan mendominasi jago sekali dalam menganalisis sebuah isu ya kita harus tanggulangi. Yang terakhir masalah narasumber, narasumber ini agak sulit, karena begini biasanya narasumber yang tone negatif bisa beberapa permasalahan misalnya yang pertama masalah pesanan. Jadi maksudnya ada berita pesanan dari narasumber di Kementerian Agama. Misalnya ada narasumber yang berlawanan dengan Kementerian Agama kemudian pesan berita ke media atau wartawan ini kita langsung anulir ini. Caranya kita melakukan perimbangan berita untuk menjawab sebagian berita ini bukan berarti kita ngejer orangnya untuk dihukum. Ini namanya perang media atau perang opini. Jadi ada berita seperti ini kan negatif sebenernya negatif ini apanya sih. Setelah itu kita membuat berita untuk mengimbangi. Jadi opini masyarakat itu dari si A kok begini dari Kementerian Agama kok begini. Terus nanti dari sumber lain kok begini, jadi mana nih yang bener jangan-jangan orang ini yang bener. Kita tidak menyalahkan orang itu ga. Biarkan masyarakat yang akan menilai pembaca yang akan menilai.
T
: Analisis media itu dilakukan berapa kali dan kapan aja pak?
J
: Setiap hari kita melakukan analisis kita menggrab sejauh ini baru ada 90 media yang kita grab. Ada 25 cetak, ada 10 tv dan sisanya online. Online lebih mendominasi karena kan cepat.
T
: Terkait dengan tugas atau kegiatan humas sendiri pasti ada evaluasi. Nah evaluasinya seperti apa?
J
: Oke, ada beberapa jenis evaluasi yang kita lakukan. Misalnya evaluasi pemberitaan, pemberitaan ini ibaratnya dapur media banyak wartawan kita punya penulis kita evaluasi konten, bisa isi, bisa angel, bisa diksi, bisa gambar, yang digunakan kita akan evaluasi. Misal ada wartawan staf kita yang kita tugaskan untuk mencari berita di tempat tertentu, nah kan dia kirim berita. Nah misal kok beritanya gini kita evaluasi coba cari tambahan informasi itu misal atau misal angel beritanya kurang bagus kita kasih masukan dan evaluasi. Misal foto kok fotonya gini-gini terus coba foto yang lain hampir sama dengan media beneran.
T
: Ada kendala ga pak dalam proses evaluasi ini?
J
: Kalo kendala ada kita harus memahami kapasitas seorang staf ada batasnya, di situ kita merasa kendala jadi maka ada bagian tertentu kita memperbaikinya dari sisi konten. Kemudian ada evaluasi kegiatan, kita punya media online, cetak majalah cetak, dan media sosial. Kita selalu evaluasi itu misalnya gini, media sosial kita lihat itu tren followers nya kok menurun ya, ternyata kita bandingkan kadang-kadang dengan lembaga lain, kok sama menurun kenapa ini oh mungkin lagi liburan, lagi ada ujian ternyata masa ujian itu berdampak pada membuka media sosial.
T
: Berarti ada survey dari humasnya pak?
J
: Ya kita perhatikan saja itu. Dari UN anak-anak SMA itu ada pengaruhnya misalnya begitu. Sama seperti di Jakarta ketika liburan kemacetan itu berkurang. Kemudian kita evaluasi konten di media sosial, evaluasi konten itu ada sebuah postingan ini kok sangat tinggi ratingnya
kenapa, kemudian ini kok ga terlalu tinggi kenapa, kita harus mengevaluasi itu oh ini karena masyarakat ada begini-begini karena dibutuhkan. Kemudian kita juga mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang sifatnya khusus kemudian kita juga mengevaluasi kegiatan internal misalnya PPID. PPID itu kan layanan informasi publik kepada masyarakat dan evaluasi yang kita lakukan adalah ternyata informasi sudah kita taro di website utuh maka permintaan informasi publikke meja secara fisik itu jauh berkurang. Jadi masyarakat jika sudah mendapat informasi secara online itu yang masuk melalui email, telepon itu berkurang. T
: Kemudian terkait sosialisasi program seperti kemaren kan ada program baru “Lima Budaya Kerja” itu seperti apa?
J
: Ada semacam sosialisasi 5 nilai budaya kerja, ini sifat internal untuk pegawai. Nah biasanya kita fokuskan bahwa nilai-nilai itu kita bawa dalam segala macam kegiatan. Minimal dalam setiap kegiatan ada 5 nilai budaya kerja seperti yang terpampang di baliho itu kan sebagai sarana untuk mengingatkan pegawai bahwa ada loh 5 nilai budaya kerja yang harus dilakukan. Program itu salah satu upaya kemenag dalam mengembalikan citra, Jadi bangkit dari keterpurukan yang tadi kita mencanangkan 5 nilai budaya kerja.
T
: Menurut pandangan bapak, citra kemenag saat ini seperti apa?
J
: Menurut survey-survey yang ada dilakukan oleh beberapa lembaga survey itu Kinerja baik Kementerian Agama itu dipandang baik oleh masyarakat itu selalu dalam 5 besar saat ini. Boleh lihatlah beberapa survey diluar dari kompas, kemudian dari LSI bisa dilihat.
T
: Lalu tadi berdasarkan survey dari lembaga menunjukkan citra kemenag saat ini baik atau positif di masyarakat. Nah untuk menjaga citra yang baik itu seperti apa pak?
J
: Saya merasakan tuntutan publik semakin lama semakin tinggi. Tuntutan masyarakat semakin ke sini semakin tinggi akan keterbukaan dan
transparansi. Dan ini tentu saja tidak mudah bagi Kementerian Agama untuk menjaga citra yang sudah kita bangun ini. Namun kemudian kita berusaha untuk mengimbangi keinginan publik melalui pemanfaatan teknologi informasi, pelayanan berbasis teknologi informasi. Itu untuk eksternal ya. Internalnya tentu kita membenahi tata kelola pemerintah dan dimulai dengan misalnya open recruitmen dan assesment. Siapapun pejabat yang akan menduduki jabatan di Kementerian Agama harus lolos open recruitmen. Jadi semua pegawai itu di asses mulai dari pejabat tinggi maupun pegawai baru dalam rangka memetakan potensi masing-masing pegawai. Dan satu lagi siapapun yang ingin menduduki jabatan harus melewati open recruitmen. T
: Kemaren pasca kasus korupsi itu pasti ada kan komentar publik terkait dengan isu korupsi lewat media sosial atau media lainnya itu seperti apa tanggapan humas sendiri?
J
: Kita tidak akan mengcounter, ya kita harus akui bahwasannya itu memang terjadi. Tapi kita tidak sampaikan ke publik. Yang kita sampaikan ke publik perubahan yang kita lakukan.
T
: Kalau dari segi pemberitaan humas sendiri pasca kasus itu gimana pak?
J
: Dalam pemberitaannya, misal gini kita tidak lagi menyentuh pemberitaan apapun terkait dengan kasus itu atau tidak pernah nyentuh biarkan itu media luar. Yang kita beritakan adalah semua perubahan yang akan dilakukan Kementerian Agama yang sudah yang sedang dan yang akan. Seperti kebijakan, program, prestasi.
T
: Pada proses manajemen krisis sendiri, yang menjadi juru bicara saat krisis korupsi itu siapa pak?
J
: Untuk yang kasus itu tidak ada satupun orang di Kementerian Agama yang diperbolehkan untuk bicara karena kita sudah menutup masalah kasusnya SDA. Jadi, itu sudah dibawa ke ranah hukum. Masukan semua ke ranah hukum dan semua aparatur Kementerian Agama tidak boleh
bicara terkait itu karena sudah masuk ke ranah hukum. Biarkan orang yang berpihak pihak yang berkewajiban itu yang menyampaikan. Kita tidak akan berkomentar sedikitpun di media manapun. Mulai dari menteri sampai ke bawah tidak ada yang komentar. T
: Faktor pembentuk citra pemerintah itu apa saja?
J
: Citra pemerintah itu yang menilai siapa, publik kan masyarakat kan. Masyarakat akan menganggap pemeritah baik itu jika pelayanan kepada publik itu baik. Tahun 2016 kita punya takeline bersih melayani. Kalau takeline yang 5 nilai budaya kerja itu 2015. Untuk mengangkat rasa percaya diri dan integritas dari masing-masing pegawai di Kementerian Agama. Di akhir 2015 sudah cukup signifikan tingkat kepercayaan publik terhadap Kemenag. Tahun 2016, kita punya takeline baru “bersih melayani” dalam rangka apa, mengembalikan kepercayaan meningkatkan kepercayaan publik terhadap Kementerian Agama memperbaiki citra positif. Yang dinilai kan itu. Oh Kementerian Agama sekarang sudah bagus kok. Kembali ke 2 hal nikah dan haji. Nikah sekarang kita sudah sosialisasi nikah itu gratis pelayanan itu gratis semua di KUA sepanjang persyaratannya cukup. Haji sekarag sudah kita buka, kapanpun dimanapun porsi bisa ditanyakan di website ada info grafisnya. Beberapa ada yang baru tapi ada juga yang diperbarui. Kemudian kita sampaikan juga ke publik yang tadi itu.
T
: Dalam upaya mempertahankan citra positif, ada kendala atau hambatan ga yang dihadapi oleh humas sendiri?
J
: Kalau kita berbicara kendala itu pasti ada. Dan kendala yang terbesar dari humas adalah tersendatnya aliran informasi dari unit teknis ke satu pintu. Jadi gini, humas itu kan pintu utama nih keluar ke masyarakat, sebelumnya di pintu humas pasti banyak sekali data dan informasi yang harus kita lakukan, nah di dalam ini masih banyak aliran informasi yang belum lancar. Yang seperti ini PR berat dari humas akan melancarkan informasi di dalamnya ini sehingga bisa keluar dengan baik. Kedua, ketika
ada masukan dari luar dari publik masukan kemudian komplen kemudian keluhan masuk ke pintu humas beberapa tidak bisa kita tangani langsung karena harus dijawab oleh tim teknis. Jadi kita harus melempar dulu ke tim teknis untuk menjawabnya dan perlu waktu. Di dalamnya sekali lagi itu terhambat belum bisa lancar informasinya belum dapat menjawab tepat waktu kepada publik. T
: Humas sendiri pernah ngadain media gathering ga pak?
J
: Media gathering itu pernah-pernah aja. Beberapa tahun yang lalu pernah sebelum saya juga pernah. Tapi 2/3 tahun terakhir ini ga ada karena informasi yang kami dapatkan bahwa ini tidak diperkenankan secara khusus mengadakan media gathering itu dilarang. Yang kita lakukan itu bukan media gathering tapi misalnya FGD (Focus Group Discussion) dengan wartawan kita undang bahas isu tertentu lalu untuk menerima masukan-masukan dari mereka.
T
: Kemudian apa strategi humas dalam jangka pendek dan jangka panjang?
J
: Jangka pendeknya untuk meningkatkan kapasitas humas itu harus dilengkapi kapasitas personal yang ada di dalam humas. Bagaimana mungkin bisa perkasa kalau misalnya ga diisi oleh aparatur yang perkasa. Yang kedua, masalah jaringan. Humas ini tidak terlepas dari jaringan eksternal dan internal, bagaimanapun pada saat kita terbentur ada masalah jalur-jalur informal itu tetap kita perlukan. Misalnya dengan internal dengan tersendatnya aliran informasi kita harus punya orang-orang di dalam yang mau mengirimkan informasi tanpa melalui jalur birokrasi. Kemudian eksternalnya juga begitu ketika ada hambatan kita bisa langsung berkomunikasi oleh orang yang sudah kita kenal. Kemudian yang ketiga, suka tidak suka mau tidak mau kita harus memberikan layanan publik yang mudah diakses oleh masyarakat. Dalam pelayanan haji dan nikah oke sudah bagus. Tapi kan bukan hanya pelayanan itu di Kementerian Agama masih banyak layanan yang lain yang dibutuhkan oleh masyarakat. Misalnya, bagaiamana sih ngukur arah kiblat masjid, itu
kan harus kita hadirkan dalam bentuk yang lebih mudah diakses masyarakat dengan berbasis teknologi informasi. Dengan menghadirkan kompas arah kiblat yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama. Atau misalnya masalah perizinan, izin apa saja, izin belajar izin mendirikan madrasah izin mendirikan rumah ibadah mendirikan pesantren dan segala macam itu harus segera kita realisasikan. Kemudian masalah hal-hal yang bisa diakses oleh publik entah itu beasiswa, bantuan itu kan hal yang krusial yang dirasakan oleh publik. Misalnya KIP ini kan yang merasakan bukan hanya orang ekonomi atas tapi ekonomi bawah. Bagaimana bisa diakses dengan mudah, itu tantangan kita. Itu jangka menengah. Jangka panjangnya begini, bagaimana Kementerian Agama ini bisa menjadi teladan bagi seluruh lembaga kementerian di negara Republik Indonesia ini. Kenapa saya katakan itu, karena membangun manusia itu lebih sulit daripada membangun jembatan. Kementerian Agama satu-satunya kementerian yang ada kata agama, kenapa artinya publik itu percaya betul dengan orang Kementerian Agama bahwa orang yang ada duduk dalam Kementerian Agama itu adalah orang yang paham agama. Masyarakat berpikir seperti itu. Itu bagaimana tantangan kita ke depan. Paham agama itu artinya bertata negara itu kita menggunakan nilai-nilai agama. T
: Pernah ga humas memasang iklan layanan masyarakat di media?
J
: Pernah dong, banyak. Dalam dua tahun terakhir, di Antaranews.com, Okezone, Republika, Gatra, Tempo kemudian ada di Inilah.com, ada juga di NU online.
T
: Nah itu konten iklannya seperti apa pak?
J
: Ada yang straight news ada yang bukan, kita biasanya kenapa kita perlu menyampaikan melalui iklan layanan masyarakat bahwa biasanya ada hal yang perlu kita sampaikan. Tapi itu nilai beritanya kurang menarik bagi media tapi kita kemas agar menarik bagi masyarakat. Kan begini, berita itu menarik bagi masyarakat belum tentu menarik bagi media dan sebaliknya.
HASIL WAWANCARA DENGAN WARTAWAN REPUBLIKA (Informan 2) Penelitian tentang “Peran Humas Kementerian Agama RI Pasca Kasus Korupsi Suryadharma Ali Dalam Mempertahankan Citra Positif Lembaga”. Informan
: Ratna Puspita, M.Si
Hari/Tanggal : Jumat, 29 April 2016 Lokasi
: Kantor Harian Republika Jalan Warung Buncit Raya No. 37
Jakarta Selatan T
: Peneliti
J
: Informan
T
: Siang mba, saya Faizah. Langsung saja ya mba, jadi judul skripsi saya itu tentang bagaimana peran humas Kementerian Agama RI pasca kasus korupsi Suryadharma Ali dalam mempertahankan citra positif lembaga.
J
: Oke, dimana kuliahnya de?
T
: Di UIN Jakarta
T
: Iya mba, kemarin saya sempet lihat salah satu hasil survey KPK dan berita berita di media yang menunjukkan bahwa citra Kemenag itu turun. Nah langkah-langkah apa aja sih yang mba ketahui yang udah diambil humas Kemenag dalam menanggulanginya?
J
: Pertama, yang pertama sih ya, yang dapat membantu dalam mengembalikan citra Kemenag sendiri sebenarnya adalah dipilihnya Lukman Hakim Saifuddin sebagai Menteri Agama. Kita ga bisa mengungkiri bahwa Lukman memiliki citra yang baik, dan Lukman mampu mengambil simpati publik. Dia memang orang politik tapi dia
tidak terlalu politis dan dia punya citra yang baik. Itu dulu sih sebenarnya. Kemudian pada akhirnya sangat membantu untuk menjadikan citra lebih baik. Dan Lukman juga sangat melek gadget, dia main di twitter media sosial. Itu yang kemudian memacu Kemenag melalui humas juga memanfaatkan si medium itu. T
: Jadi lebih aktif di media sosial?
J
: Iya, satu kementerian yang memang sangat aktif. Gini, kebanyakan kementerian itu kadang situsnya itu dia cuma ngambil berita berita di media massa, kemudian dipasang disitusnya. Sementara Kemenag engga, Kemenag masih memangnya seperti Republika bikin berita apa trus kemudian Kemenag menaruh itu di lamannya. Tetapi beberapa orang di humas mereka sanggup memproduksi berita. Mereka bisa nulis berita, dan bahkan mereka bisa nulis feature seperti mas Khoerun bagaimana engajak orang untuk terlibat. Dan mereka tau bahwa untuk memanfaatkan internet untuk kemudian orang tau bahwa Kemenag itu berusaha untuk lepas dari citra yang ada sebelumnya.
T
: Jadi dengan adanya informasi yang dikeluarkan oleh kemenag sendiri sangat membantu?
J
: Ya, beruntunglah Kemenag punya PNS di humasnya yang melek teknologi dan tau bagaimana caranya mengemas informasi di baik itu situs mereka juga di laman media sosial. Baik itu facebook, twitter, media sosial lainnya. Dan belakangan mereka juga juga main di info grafis. Saya pikir hal yang seperti itu ya, dua faktor. Karena gini, kalau faktor Lukman aja yang menonjol hanya Lukman nya aja. Tapi kemudian, ketika humasnya itu menyokong sambil jalan pada akhirnya itu memang jalan bareng dan membuktikan bahwa citra Kemenag itu ga sama kaya dulu.
T
: Oh, jadi ada perkembangan yang cukup bagus ya mba?
J
: Perkembangan itu juga terlihat ya, misal dari adanya survey tentang persepsi publik terhadap kementerian. Kementerian Agama termasuk yang
dinilai baik. Artinya kan itu saya percaya karena faktor Lukman dan humas Kemenag memang sangat memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk kemudian melibatkan orang. Dan satu lagi memang humas Kemenag menjalin hubungan sangat baik dengan para wartawan. T
: Jadi hubungan humas sama wartawan harmonis?
J
: Iya, jadi misalnya dia bikin apa dia kasih informasi ke kita, misal dia bikin release trus kasih info. Misal oh iya ini ada penghulu ini sangat baik trus dia nulis. Kadang anak-anak wartawan tertarik gitu untuk mengangkat itu. Atau program Kemenag yang lain, selama ini kita ga kebayang oh ternyata Kemenag punya, karena kita selama kita ini taunya Kemenag itu berurusan sama agama saja. Setelah dengan pendekatan cara yang seperti ini kedekatan humas dengan wartawan. Jadi kita tau bagaimana sih kerja dia di pendidikan Islam, yang hidupnya di bawah-bawah.
T
: Berarti kalau dapet press release atu berita gitu dari humas, berarti itu selalu ditayangkan sama republika atau gimana mba?
J
: Ya kalau bagus sih, ya kan kita lihat ya. Eee tapi biasanya sih humas tau ini menarik loh buat media pasti menarik. Jadi pasti, entah itu saya yang bikin atau oper ke reporter yang bikin kalau ada siaran pers.
T
: Kan tadi mba bilang ya, kalau faktor-faktor untuk mengembalikan citra yang udah dilakukan Kemenag, itu menurut mba sudah efektif belum atau memang ada sesuatu yang kurang atau yang harus dilakukan oleh humas?
J
: Sejauh ini menurut saya sih cukup efektif ya. Maksudnya, eee apa ya maksudnya. Mungkin butuh lebih banyak orang ya. Karena gini, di humas itu butuh banyak orang, yang menguasai menulis dan kemudian membagikan itu ke media sosial. Tapi sejauh ini sih mungkin masih melihat. Karena gini, kementerian lain kadang punya konsultan di humas. Atau mereka kerja sama dengan EO tertentu. Tapi kalau di Kemenag itu setau saya ga punya. Jadi memang mereka melakukannya sendiri, mereka punya personel yang bisa nulis berita, nulis feature, ada personel yang bisa
analisis. Sebenernya mereka cukup lengkap, tapi memang bisa jadi lap masing-masing orang itu terlalu banyak. Bisa jadi sebenernya Kemenag masih bisa ningkatin kalau orang yang dalam kementerian itu lebih baik. T
: Karena memang mungkin latar belakang nya kurang mendukung?
J
: Ga sih, sebenernya dari apa ya, sebenernya gini. Menulis itu dua hal ya memang. Antara orang yang memang seneng nulis punya bakat, kedua memang dia bisa melatih asalkan dia mau pasti bisa. Karena kalau dilihat dari background seorang wartawan ga semuanya dari komunikasi. Banyak misalnya dari teknik. Begitupun juga di humas. Tapi maksud saya dengan adanya media sosial orang terbiasa menulis dan membagikan informasi. Harusnya latar belakang itu ga jadi kendala kalau memang dia mau belajar. Walau memang prosesnya lebih lama. Tapi kalau dia mau belajar dan niat seharusnya latar belakang ga jadi masalah.
T
: Ya mba, dengan adanya kasus korupsi di kemenag nih mba, menurut mba seberapa besar pengaruh terhadap citra lembaga Kemenag sendiri?
J
: Ya kalau kasus korupsi itu pasti berpengaruh ya. Eee begini, kita ga bisa memungkiri bahwa Kementerian Agama punya citra yang buruk jauh sebelum kasus korupsi itu ada. Misal dalam pelayanan haji pengelolaan dana abadi misalnya, Kementerian Agama tuh punya citra yang memang. Gini dulu, PNS punya citra yang kurang baik, kemudian Kementerian Agama punya citra yang kurang baik kemudian ditambah lagi adanya korupsi pasti itu berpengaruh. Tapi kalau yang saya lihat kemaren ya, citra buruk itu apa ya saya sih ngerasa Kementerian Agama cukup cepat untuk bounch back maksudnya dibandingkan dengan misalnya hal-hal, maksudnya mereka bisa melokalisir itu pada persoalan ini adalah kesalahan di si menterinya. Bukan di Kementerian Agama sebuah institusi. Maksudnya dia bisa lokalisir persoalan itu. mungkin memang yaitu krisis manajemen ya mungkin ya, tapi walaupun Kemenag yang saya tau dengan kejadian SDA itu, ketika itu memang banyak yang melihat SDA itu sebagai individu dibandingkan dengan Menteri Agama. Intinya
adalah Kementerian Agama bisa melokalisir itu menjadi, ini adalah kesalahan seorang menteri dalam mengambil kebijakan. Jadi segala hal yang bermasalah yang tersangkut di korupsi itu langsung diperbaiki pada periode berikutnya. Mangkannya kemudian dapat terlokalisir, ini kesalahan SDA sebagai menteri bukan Kementerian Agama secara institusi. walaupun tetap berdampak. T
: Jadi gerak cepat dalam menanganinya?
J
: Ya mungkin itu ya, bagian dari penggantinya dan dari peran humasnya yang memberikan informasi Kementerian Agama itu sudah melakukan berbagai macam perubahan setelah penetapan SDA jadi tersangka.
T
: Kemudian
mba, dari humasnya sendiri apakah sudah memberikan
kemudahan dalam memberikan informasi, mengklarifikasi isu, trus mengakses ke sumber yang memiliki otoritas di Kementerian Agama? J
: Sejauh ini sih, gada masalah ya. Cuma mungkin memang kalau untuk akses data pernah sekali doang sih kesulitan. Saya dikasih orangnya langsung kontak orangnya, kebetulan saya juga kenal, trus saya udah kasih prosedur supaya dapet berita itu ternyata ga dapet. Ya walaupun itu cuma satu kasus. Tapi sejauh sepengalaman saya sih, gada masalah maksudnya. Karena humas sangat helpfull untuk akses data ke narasumber kemudian menghubungkan saya dengan orang-orang bahkan bantuin colekin sampe ke batas itu tuh ada.
T
: Jadi bisa dibilang kedekatannya cukup baik?
J
: Ya karena yang penting kan hubungan humas sama wartawan itu di soal hubungan personal ya bukan cuma hubungan profesional, gue butuh lu sebagai sumber berita lu butuh gue buat naikin berita. Tapi kadang yang dilupakan oleh humas adalah hubungan personal itu. Ketika misalnya saya menganggap dia teman, itu jauh lebih dekat. Asalkan kita tau jalur koridor masing-masing. Itu kita tetap saling menghargai, intinya gitu. Bagi saya menyenangkan ya, karena memang ada hubungan apa ya, pada akhirnya
yang dibangun adalah dia bukan sebagai sekedar humas buat saya, saya juga buat sekedar wartawan bagi dia. Ada silaturahim yang harus dijaga. Kalau pertemanan itu kan bukan pas butuh doang dia ada. T
: Oh gitu, misal kaya kumpul-kumpul gitu ya mba?
J
: Iya
T
: Jadi kalau saya simpulin, pandangan mba terhadap citra kemenag sudah baik sepenuhnya ya mba?
J
: Kalau dibilang positif banget, mungkin ga ya. Sudah lebih baik pasti. Ada hal yang masih harus dibenahi oleh Kemenag. Maksudnya gini, kalau kemudian, positif seluruhnya ya engga, tapi kementerian ini sudah melakukan banyak perubahan jauh lebih dari sebelumnya dibandingkan dua tahun lalu. Bahkan sejauh itu. Sekarang kan lebih transparan jadi tau Kemenag ngapain aja, jadi kelihatan kerjanya.
T
:
Kalau
menurut
mba,
sebenernya
gimana
sih
caranya
untuk
mempertahankan atau menjaga citra lembaga yang baik khususnya Kemenag? J
: Ya sebenernya gini, bagaimana sih mempertahankan citra positif. Pertama gini, apa sih yang menjadi kelemahan mereka. Yang kemudian orang menilai. Yang penting bagi kementerian emang gini, bagaimana sih memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Misal kaya soal haji. Kelemahan Kemenag itu kan dalam
pelayanan haji, yang kemudian
seharusnya diperbaiki oleh Kemenag ini dalam hal pelayanan haji. Terus kemudian, soal pendidikan agama Islam. seperti misalnya penghulu seperti Kemenag melakukan perubahan-perubahan dalam hal sederhana. Saya sangat mengapresiasi mereka, seperti mereka bikin info grafis soal syaratsyarat nikah. Itu sesuatu yang sederhana kemudian disuguhkan pada info grafis. Saya punya info grafis di hp saya dan saya bisa bagiin ke siapa aja. Kalau mau nikah syarat-syarat nya kaya apa. Kemudian ide-ide baru yang kemudian muncul di Kemenag. Seperti misalnya bagaimana kalau
misalnya
kursus
nikah.
Mungkin
sebagian
orang
Indonesia
ga
menganggap itu penting, tapi cara Kemenag pelan-pelan untuk kemudian menjadi sesuatu yang penting bagi masyarakat. Mungkin ga secara masif ya diberitakan tapi selalu ada sosialisasi soal itu. itu udah cukup untuk orang jadi tau. Intinya, kementerian ini kerja atau engga. Jadi misal secara konsisten dia punya isu-isu yang diperjuangkan yang pada akhirnya orang akan tahu dan citra yang positif baik itu akan ada. T
: Pernah ga sih humas Kemenag ngepush up wartawan gitu mba buat ngeliput?
J
: Kalau ngepush up ga sih, yang kaya saya bilang tadi. Kan Republika itu punya wartawan yang memang ngepos Kementerian Agama, jadi memang segala kegiatan yang dibuat oleh Kemenag pasti jadi penting buat republika. Jadi saya ngerasa ga ada paksaan. Jadi kaya justru saya sangat dibantu karena itu agenda memudahkan sayanugasin reporter untuk itu. kaya misalnya ada release, kalau misal reporter nya ga dapet, itu membantu juga oh ternyata ada isu itu. Misal kaya soal pembongkaran jembatan mataf. Itu kan terjadi di Mekkah jauh sekali. Kadang situs di Arab itu kurang update. Tapi info itu datang dari Kemenag melalui kantor urusan haji di Jeddah. Pada akhirnya kan itu menjadi informasi yang menarik buat Republika. Karena pembacanya mayoritas muslim orangorang terkait dengan umrah, haji, Masjidil Haram tentu menarik. Jadi kalau saya ditanya ada paksaan ya engga. Karena itu sebenernya hubungan simbiosis ya mutualisme. Buat saya dikasih info ya liputan itu baik buat saya begitupun buat humasnya.
T
: Kalau humas Kemenag sendiri menurut mba sudah melakukan media relations dengan baik sepenuhnya?
J
: Kalau sepenuhnya ya sudah sih ya. Maksudnya saya bisa melihat usahanya untuk menunjukkan pada masyarakat kalau Kemenag itu kerjanya ada.
T
: Oh gitu, trus humas sendiri pernah ngadain media gathering ga mba?
J
: Seinget saya sih belum,
T
: Oh belum,
J
: Mmm gatau, saya ga pernah ikut. Tapi mungkin pernah. Tapi ga pernah ikut. Tapi maksudnya gini gathering secara personal sih ada aja, tapi kalau secara lembaga gathering saya ga inget sih. Tapi mungkin pernah.
T
: Kalaupun pernah, biasanya kalau media gathering itu ngapain aja sih mba?
J
: Biasanya kan sebenernya misal di bidang Kemenag ya, atau kementerian instansi lain biasanya ada tema-tema tertentu yang kemudian memperkaya wartawan di bidang itu. misalnya, media gathering komisi yudisial, maka dia akan ngasih materi mengenai hukum, pengawasan, hakim dan sebagainya. Trus kalau media gathering yang lain misalnya kalau perbankan ya akan ada obrol soal ada dana ekuitas dan segala macem. Dan kalau Kemenag mungkin kalau buat media gathering ya pasti akan dijelaskan hal-hal yang teknis, maksudnya gini wartawan itu kadang tidak mengetahui isu sementara ia harus menguasai sebuah permasalahan atau isu. Maka media gathering itu jadi penting dijelaskan bagaimana alur proses yang sudah dijalankan oleh sebuah kementerian terkait satu isu atau lebih. Intinya itu sih.
T
: Berarti suka ada evaluasi sebuah kegiatan gitu mba?
J
: Engga, misal gini, saya nulis haji. Kalau saya ga punya pengetahuan yang cukup tentang haji saya bisa aja salah memahami, iya kan. Nah media gathering itu bisa jadi meluruskan itu. Jadi dijelaskan hal-hal teknis.
T
: Oh jadi dibenarkan pemahamannya sama humas nya itu ya mba?
J
: Iya kaya gitu
T
: Kalau setau
mba, humas Kemenag dalam membina hubungan atau
menjalankan komunikasi eksternal sama orang diluar Kemenag sendiri. Bagaimana?
J
: Kalau ya mangkannya tadi saya bilang. Kita kan ga bisa menghapuskan dari yang namanya internet ya, digital dan segala macem. Gunan ya kemudian sangat beruntung ketika bukan beruntung ya ketika Kemenag bisa memanfaatkan eee media sosial. Karena kan yang penting dari internet itu bagaimana komunikasi dengan pengguna yang lain. Nah dalam hal ini pengguna yang lain itu masyarakat. Ini ada sebuah lembaga trus bagaimana lembaga ini komunikasi masyarakat yang notaben nya pake internet. Menurut saya sejauh yang saya lihat itu cukup bagus. Kaya misalnya gini, Kementerian Agama itu ga cuma bikin tulisan yang berita yang hardnews tapi mereka juga bikin human interest. Kalau misalnya lihat di fb Kemenag itu akan ada cerita-cerita yang humanis yang membuat orang merasa oh waw.
T
: Praktik komunikasi humas Kemenag sendiri dua arah ya mba?
J
: Ya karena pake sosial media itu jadi ada feedback ya kan kelihatan. Walaupun gini, mungkin kalau kita nanya ke sosial media Kemenag jawabannya akan normatif, tapi setidaknya ada feedbacknya.
T
: Terkait dengan peran humas sebagai communicator, relationship, back up management, dan good image maker apakah humas Kemenag selaras dengan keempat peran itu?
J
: Ya sih, mereka memiliki krisis manajemen yang cukup baik ya, kalau ada krisis kaya misalnya soal penanganan soal keluhan pelayanan di haji, kan mereka juga cepet dan tau oh ini ni yang paling dikeluhkan. Kemudian mereka mencari informasi soal itu, untuk memperbaiki kembali dan menjawab. Ya walaupun mungkin ga mulus karena banyak tugas.
T
: Kalau pengetahuan publik nya sendiri, menurut pandangan mba terkait dengan citra Kemenag maupun lembaga kemenagnya sendiri seperti apa mba?
J
: Kalau yang peduli banget sih pasti ada ya, tapi sebaliknya juga ya banyak.
Foto seusai wawancara pribadi dengan Bapak Rosidin Selaku Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kementerian Agama RI, pada Senin, 16 Mei 2016 di Kantor Kementerian Agama
Foto seusai wawancara pribadi dengan Mba Ratna Puspita Selaku Wartawan Republika, pada Jumat, 29 April 2016 di Kantor Harian Republika