99
PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE UNTUK PERBAIKAN KONDISI PASCAMENOPAUSE MENGGUNAKAN TIKUS SEBAGAI HEWAN MODEL Safrida1, Nastiti Kusumorini2, Wasmen Manalu2, Hera Maheshwari2 1
Mahasiswa Program Doktor Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, Sekolah Pascasarjana, IPB, 2Mayor Ilmu-ilmu Faal dan Khasiat Obat, IPB. ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ekstrak tempe dalam perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi pascamenopause; dan membandingkan produk alami dari ekstrak tempe dengan produk hormon yang sudah dipasarkan (genistein, etinilestradiol, dan somatotropin). Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan pola rancangan acak lengkap (RAL) dengan tujuh kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Kelompok perlakuan tersebut ialah 1) K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, 2) P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, 3) TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200g BB, 4) GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, 5EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol (estrogen sintetik) sebanyak 9x10 -3 mg/hari/200g BB, 6) SO=Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil/somatotropin 0 mg/hari/kg BB, 7) BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB. Parameter yang diamati ialah bobot badan, kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar air uterus, dan kadar RNA uterus, kadar kolagen kulit, kadar air, dan kadar RNA kulit, kadar kalsium dan fosfor serum, kadar kalsium dan fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kolagen tulang, kadar air tulang, dan kadar RNA tulang, panjang, bobot, densitas tulang dan kekuatan tulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe pada tikus ovariektomi sebagai hewan model pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen uterus dan peningkatan aktivitas sintesis sel uterus. Ekstrak tempe dapat meningkatkan kualitas kulit tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit. Pemberian ekstrak tempe memberikan efek positif pada kualitas tulang tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium tulang, fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kolagen tulang, kadar RNA tulang, berat tulang, densitas tulang, dan kekuatan tulang. Pemberian ekstrak tempe selama dua bulan pada tikus pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus, terbukti mempunyai efek antipenuaan pada kulit, serta dapat meningkatkan kualitas tulang.
Kata kunci: Ekstrak tempe, kulit, tulang, tikus model pascamenopause, uterus.
100
The Role of Tempeh Extract for Improving Postmenopausal Conditions Using Rats as Animal Models Safrida1, Nastiti Kusumorini2, Wasmen Manalu2, Hera Maheshwari2 1
Student of Doctoral Programme Majoring in Physiology and Pharmacology, School of Graduate, Bogor Agricultural University, 2Majoring in Physiology and Pharmacology, Bogor Agricultural University. ABSTRACT This study was designed to determine the potential of tempeh extract in improving the quality of uterus, skin, and bone in postmenopausal conditions, and compare the natural product of tempeh extract to commercial hormone products (genistein, ethinylestradiol, and somatotropin). Experimental design used was Completely Randomized Design (CRD) consisted of 9 experimental groups, each consisted of 3 rats i.e.,1) K = postmenopausal rats as a negative control, 2) P = postmenopausal rats given oral distilled water as placebo, 3) TEM = postmenopausal rats given tempeh extract 300 mg/day/200 g body weight, 4) GEN = postmenopausal rats given genistein 0.25 mg/day/kg body weight, 5) EST = postmenopausal rats given ethinylestradiol 9x10 -3 mg/day/200 g body weight, 6) SO = postmenopausal rats injected with sesame oil day/kg body weight, 7) BST = postmenopausal rats injected with somatotropin 9 mg/day/kg body weight. The parameters observed were body weight, serum progesterone concentrations, the uterine collagen concentrations, uterine water concentrations, and uterine RNA concentrations, the skin collagen concentrations, skin water concentrations, and skin RNA concentrations, the bone and serum calcium and phosphorus concentrations, bone ash concentrations, bone collagen concentrations, bone water concentrations, bone RNA concentrations, bone length, bone weight, bone density, and bone strength. The results showed that the supplementation of tempeh extract in ovariectomized rats as an animal model of postmenopausal condition could improve the quality of uterus as indicated by the increased levels of uterine collagen and its synthetic activity (RNA concentrations). Tempeh extracts supplementation could improve skin quality in postmenopausal rats as characterized by the increased levels of skin collagen and skin RNA concentrations. Supplementation of tempeh extract had a positive effect on bone quality in postmenopausal rats as characterized by the elevated calcium concentrations, phosphorus concentrations, ash concentrations, collagen concentrations, RNA concentrations, bone weight, bone density, and bone strength. Supplementation of tempeh extract for two months in postmenopausal rats could improve the qualities of uterus and bone and showed anti-aging effects on the skin. Keywords: Bones, rat model of postmenopausal, skin, tempeh extract, uterus.
101
PENDAHULUAN Usia harapan hidup di dunia dan Indonesia terus meningkat. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan bahwa abad ke-21 sebagai Era of Population Ageing (era penduduk menua). Meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia membawa konsekuensi bertambahnya jumlah lansia. Abad ke-21 ini merupakan abad lansia karena pertumbuhan lansia di Indonesia akan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. Karena itu, lansia perlu mendapatkan perhatian dalam pembangunan nasional (Syauqi 2011). Saat wanita memasuki usia pascamenopause, terjadi penurunan fungsi organ reproduksi sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan penurunan fungsi beberapa organ tubuh, di antaranya uterus, kulit, dan tulang. Menurunnya konsentrasi estrogen dalam darah menyebabkan tidak terjadi penebalan endometrium sehingga uterus mengecil dan bobotnya menurun (Binkley 1999). Pada wanita pascamenopause, kulit menjadi kering (Sator et al. 2004), elastisitas menurun (Henry et al. 1997; Sumino et al. 2004), serta produksi kolagen menurun. Atropi kolagen merupakan faktor utama yang menyebabkan penuaan kulit (Datau dan Wibowo 2005). Penurunan kadar estrogen dan progesteron dapat menyebabkan penurunan massa tulang dan gangguan metabolik pada tulang yang dikenal sebagai osteoporosis. Selain disebabkan oleh defisiensi estrogen, osteoporosis juga disebabkan oleh defisiensi kalsium (Ca) dan vitamin D, yang semuanya itu akan memperberat keadaan osteoporosis (Winarsi 2005). Osteoporosis sering disebut silent disease karena tidak memiliki gejala atau tanda-tanda sampai patah tulang terjadi. Patah tulang yang berhubungan dengan keropos tulang dapat menyebabkan kualitas hidup berkurang, bahkan kematian (Pollycove dan Simon 2012). Saat ini, ada tiga pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi proses penuaan, yaitu terapi sulih hormon, penanggulangan obesitas, dan terapi sel punca. Secara medis, ada beberapa obat sintetik yang dipakai sebagai terapi sulih hormon. Namun, dalam praktiknya, obat tersebut tidak efisien karena harus dikonsumsi seumur hidup. Selain itu, pengobatan hormonal sintetik memiliki
102
banyak kelemahan, misalnya meningkatkan risiko kanker payudara, karsinoma endometrium, perdarahan pervagina, tromboflebitis, dan tromboemboli (Nguyent et al. 1995, Genant et al. 1998). Pemberian kombinasi estrogen dan progestin diketahui dapat menurunkan risiko patah tulang pinggul hingga 34%, namun dapat meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar 29%, stroke sebesar 41%, dan kanker payudara sebesar 26% (Cosman 2009). Untuk mengatasi adanya kemungkinan terjadinya risiko yang tidak menguntungkan pada terapi preparat hormonal sintetis dalam jangka panjang, saat ini penelitian lebih diarahkan pada penggunaan bahan alami. Tempe adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang digemari masyarakat, dan mempunyai kandungan fitoestrogen (estrogen nabati) yang tinggi. Hal ini menjadi dasar pemikiran penggunaan ekstrak tempe sebagai bahan alami yang dapat memperbaiki kualitas uterus, kulit dan tulang untuk mengatasi penyakit penuaan pada kondisi pascamenopause. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk (1) mengetahui peran ekstrak tempe dalam perbaikan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada kondisi pascamenopause; (2), membandingkan produk alami dari ekstrak tempe dengan produk
hormon
yang
sudah dipasarkan (genistein,
etinilestradiol,
dan
somatotropin). Mencermati hal tersebut, ekstrak tempe mengandung fitoestrogen yang mempunyai harapan untuk dijadikan sebagai salah satu obat oral dalam terapi sulih hormon sebagai pengganti hormon estrogen yang relatif aman yang bermanfaat sebagai antiaging, terutama dalam peningkatan kualitas uterus, kulit, dan tulang pada saat memasuki pascamenopause.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Mei 2011-April 2012. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tempat, yaitu pembuatan tempe kedelai (Lampiran 11) di pabrik tempe Desa Ciherang Bogor, pembuatan ekstrak tempe (Lampiran 12) di BALITTRO, analisis kandungan isoflavon dan komposisi zat gizi ekstrak tempe
103
di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Pertanian Bogor (Lampiran 13), pemeliharaan dan ovariektomi tikus di kandang hewan percobaan Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis hormon, kadar kolagen, kadar RNA, dan kadar air di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, analisis kadar abu, kalsium, dan fosfor pada tulang dan serum di laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dan pengujian kekuatan tulang di Laboratorium Keteknikan Kayu, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih betina (Rattus norvegicus) yang berasal dari galur Sprague-Dawley berumur dua belas bulan.
Tempe yang digunakan dibuat di pabrik tempe dengan menggunakan
kedelai varietas americana, ragi tempe mengandung inokulum Rhizopus oryzae yang diproduksi oleh PT Aneka Fermentasi Indonesia Bandung (BPOM RI MD 262628001051), pelet dari PT. Japis Comfeed Indonesia (kandungan pellet berupa protein kasar 18.0-20%, lemak kasar min 40%, serat kasar max 7.0%, kalsium max 2.0%, phosfor max 2.0%, abu max 13%, air max 10%), ekstrak tempe, genistein, lynoral, somatotropin, sesame oil, kit Progesteron, BNF, serta bahan pengujian kolagen, RNA, kalsium dan fosfor. Alat yang digunakan adalah timbangan, sentrifuge, Automatic Gamma Counter, spektofotometer, eksikator, tanur listrik, AAS dan Universal Testing Machine (UTM) merk Instron. Metode Penelitian Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini ialah 21 ekor tikus betina strain Sprague Dawley. Tikus-tikus percobaan tersebut ditempatkan dalam kandang plastik dengan tutup yang terbuat dari kawat ram dan dialasi sekam. Pakan yang diberikan adalah bentuk pelet dan air minum disediakan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembap, ventilasi yang cukup serta penyinaran yang cukup dengan lama terang 14 jam dan lama gelap 10 jam. Masing-masing tikus ditempatkan dalam kandang individu. Tindakan ovariektomi dilakukan oleh dokter hewan. Tikus betina umur 12 bulan setelah diovariektomi,
104
kemudian diadaptasikan dan dipelihara di lingkungan kandang percobaan selama 3 bulan pascaovariektomi. Tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi tersebut dibagi ke dalam 7 (tujuh) kelompok perlakuan, yang masing-masing terdiri atas tiga ekor, yaitu 1) K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, 2) P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, 3) TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200g BB, 4) GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, 5) EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol (estrogen sintetik) sebanyak 9x10 -3 mg/hari/200g BB, 6) SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil/somatotropin 0 mg/hari/kg BB, 7) BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB. Semua kelompok tikus diberikan perlakuan selama 2 bulan. Ekstrak tempe, genistein, dan etinilestradiol diberikan secara oral (pencekokan) sebanyak sehari sekali, sedangkan somatotropin disuntik sebanyak sehari sekali secara intramuskuler pada bagian paha belakang. Di akhir percobaan, dilakukan penimbangan bobot badan dan pada status fase diestrus (Lampiran 10), semua tikus dikorbankan. Sebelum dilakukan pembedahan, tikus terlebih dahulu dibius dengan eter, masing-masing tikus diambil darahnya secara intrakardial sebanyak kurang lebih 1 mL. Darah dikoleksi pada tabung penampung, selanjutnya darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit sehingga didapatkan serum. Serum digunakan untuk analisis kadar progesteron, kadar kalsium dan fosfor. Setelah tikus dikorbankan, uterus dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, kemudian ditimbang bobot basahnya, selanjutnya dimasukkan ke dalam larutan BNF (buffer formalin) 10% untuk analisis kadar kolagen, dan RNA. Kulit bagian dorsal dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting, selanjutnya dibersihkan dengan menggunakan alat pencukur dan dimasukkan ke dalam larutan BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, dan RNA. Tulang tibiafibula sebelah kiri dan sebelah kanan dipisahkan dari jaringan lunak dengan menggunakan gunting kecil, selanjutnya tulang tibia sebelah kiri dimasukkan ke dalam BNF 10% untuk analisis kadar kolagen, RNA, densitas tulang dan kekuatan
105
tulang, sedangkan tulang tibia sebelah kanan disimpan di freezer pada suhu -20°C untuk analisis kadar kalsium, kadar fosfor, dan kadar abu (Gambar 11).
Parameter yang Diamati Parameter yang diamati ialah bobot badan, kadar hormon progesteron menggunakan metode RIA, kadar kolagen, dan kadar RNA organ uterus, kulit, dan tulang sesuai dengan metode yang dilakukan oleh Manalu dan Sumaryadi (1998), kadar kalsium serum dan tulang (Reitz et al. 1960), kadar fosfor serum dan tulang (Taussky & Shorr 1953), kadar abu tulang (AOAC 1990), panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang (metode Arjmandi et al. 1996), serta uji kekuatan tulang tibia merupakan adopsi dari metode uji kekuatan tekan glulam yang dilakukan oleh Bahtiar (2008) dan uji kekuatan tekan kayu (Mardikanto et al. 2011). Adapun prosedur kerja masing-masing parameter dapat dilihat pada Lampiran 1-9.
Rancangan Percobaan dan Analisis Data Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA), dilanjutkan dengan Uji Duncan dan uji korelasi dengan selang kepercayaan 95% (α=0.05). Analisis keseluruhan dengan menggunakan perangkat lunak software SAS 9.1.3 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).
106
Bagan alur penelitian sebagai berikut: Tikus umur 12 bulan
Dilakukan ovariektomi, dipelihara selama 3 bulan
Tikus ovariektomi umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi (Tikus model pascamenopause) Perlakuan dilakukan selama 2 bulan, terdiri atas 7 kelompok perlakuan, masing-masing 3 ekor tikus
K: Kontrol P: Pencekokan dengan aquades/Plasebo TEM: Pencekokan ekstrak tempe 300mg/hari /200g BB GEN: Pencekokan genistein 0,25 mg/hari/kg BB EST: Pencekokan etinilestradiol (estrogen murni) 9x10-3 mg/hari /200g BB SO: Penyuntikan sesame oil/somatotropin 0 mg/hari/kg BB BST: Penyuntikan somatotropin 9 mg/hari/kg BB
dibedah pada fase diestrus
Tulang: kadar kolagen tulang , kadar air tulang, kadar RNA tulang, kadar kalsium dan fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kalsium dan fosfor serum, panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang dan kekuatan tulang
Kulit: kadar kolagen kulit , kadar air kulit, dan kadar RNA kulit
Uterus: kadar kolagen uterus, kadar air uterus, dan kadar RNA uterus.
Luaran: Ekstrak tempe dapat diberikan secara oral sebagai produk antiaging dalam memperbaiki kondisi pascamenopause meningkatkan kualitas kulit, dan pada tikus pascamenopause Gambar 11tulang Bagan alur penelitian Tahap III
107
HASIL DAN PEMBAHASAN Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kadar Progesteron dan Bobot Badan Tikus Pascamenopause Rataan kadar progesteron serum tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 19. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin tidak mempengaruhi kadar progesteron serum pada tikus pascamenopause (P<0.05). Rataan kadar progesteron tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin sama dengan kontrol. Tabel 19 Rataan kadar progesteron serum dan pascamenopause Kelompok Kadar progesteron (ng/mL) 19.09±1.23 K 19.72±7.83 P 24.15±5.61 TEM 22.61±4.73 GEN 23.21±4.89 EST 19.65±5.19 SO 24.12±6.12 BST
bobot badan pada tikus Bobot badan (g) 281±7.21a 282±10.40a 260±8.02b 266±2.64b 265±4.58b 257±3.05b 266±1.52b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Ekstrak tempe yang mengandung fitoestrogen dan yang bersifat estrogenik diduga lebih berefek dalam meningkatkan hormon estrogen, dan tidak mempunyai efek pada kadar progesteron. Pemberian tepung tempe dapat meningkatkan estrogen serum tikus ovariektomi (Safrida 2008). Menurut Cosman (2009), untuk mengatasi gejala menopause biasanya menggunakan terapi kombinasi hormon estrogen dan progesteron sintesis. Namun, penggunaan pil estrogen dan progestin tidak direkomendasikan karena meningkatnya risiko penyakit jantung, stroke, dan kanker payudara.
108
Rataan bobot badan pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 19. Hasil penelitian menunjukkan bobot badan tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin lebih rendah (P<0.05) bila dibandingkan dengan kontrol. Pemberian ekstrak tempe pada tikus pascamenopause terlihat bahwa bobot badan menurun. Hal ini diduga karena fitoestrogen yang terkandung di dalam ekstrak tempe dapat meningkatkan katabolisme lemak sehingga lemak di jaringan adiposa dan organ visceral menjadi berkurang. Hal ini sejalan dengan penelitian Arjmandi et al. (1996) yang menunjukkan bahwa bobot badan pada tikus ovariektomi yang diberi protein kedelai yang kaya isoflavon menurun. Hal ini disebabkan karena senyawa isoflavon mempengaruhi proses metabolisme lemak. Jones et al. (2000) menyatakan mencit yang defisiensi estrogen endogen dapat menyebabkan peningkatan cadangan lemak, yakni peningkatan jaringan lemak putih (White Adipose Tissue), sehingga bobot badan meningkat.
Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kualitas Uterus Tikus Pascamenopause Rataan bobot uterus, kadar kolagen, kadar air, dan RNA uterus pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 20. Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan bobot uterus, kadar kolagen uterus, dan kadar RNA uterus (P<0.05) pada tikus pascamenopause. Sementara itu, kadar air uterus pada tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, dan somatotropin lebih rendah (P<0.05) bila dibandingkan dengan tikus kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak tempe pada tikus pascamenopause dapat meningkatkan bobot uterus bila dibandingkan dengan tikus kontrol, namun bobot uterus yang diberi etinilestradiol lebih meningkat bila dibandingkan dengan tikus yang diberi ekstrak tempe. Estrogen dapat menstimulir penebalan endometrium sehingga uterus membesar dan bobotnya meningkat. Seperti yang dilaporkan oleh Binkley (1995) untuk menstimulasi perkembangan uterus dibutuhkan estrogen. Estradiol berikatan dengan reseptor estrogen yang berperan dalam pertumbuhan dan differensiasi sel epitelium uterus (Wada-Hiraike
109
et al. 2006). Isoflavon dapat berikatan dengan reseptor estrogen alfa dan beta, namun mempunyai afinitas yang lebih tinggi dengan reseptor estrogen beta (Whitten dan Pattisaul 2001) sehingga isoflavon lebih responsif pada jaringan yang mengandung lebih banyak reseptor estrogen beta. Tabel 20 Rataan bobot, kadar kolagen, kadar tikus pascamenopause Kelompok Bobot uterus Kadar kolagen (g) uterus (mg/g sampel) 0.126±0.04cd 15.88±2.01b K 0.111±0.01d 15.82±1.65b P bc 0.161±0.008 25.03±1.56a TEM 0.152±0.03bcd 25.66±4.03a GEN a 0.251±0.01 25.87±6.53a EST 0.144±0.01bcd 15.04±2.84b SO b 0.182±0.004 26.00±2.56a BST
air, dan kadar RNA uterus pada Kadar air uterus (%) 77.04±3.34ab 75.86±1.70abc 72.66±0.09bc 72.95±3.61bc 80.37±0.70a 76.30±1.38ab 71.23±4.09c
Kadar RNA uterus (mg/g sampel) 16.52±2.33b 16.87±3.84b 21.99±1.42a 18.21±3.40ab 18.35±2.03ab 16.86±0.82b 22.34±2.03a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan kadar kolagen uterus dan aktivitas sintesis sel uterus yang digambarkan oleh peningkatan kadar RNA uterus pada tikus ovariektomi sebagai hewan model pascamenopause. Lin et al. (2012) menyatakan bahwa kolagen yang terdapat pada organ uterus tikus akan berikatan dengan faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF) yang dapat menyebabkan regenerasi endometrium, sel otot, dan vaskularisasi. Menurut Iwahashi dan Muragaki (2011) bahwa penurunan kadar kolagen dapat meningkatkan kerentanan wanita mengalami prolapse uterus. Terdapat tiga mekanisme aksi estrogen dalam pembentukan kolagen uterus. Pertama, estrogen bekerja secara nongenomik mengakibatkan efek seluler yang cepat pada berbagai jaringan (Levin 2002). Efek-efek tersebut meliputi efek pada pencetusan impuls di otak dan efek umpan balik pada sekresi gonadotropin (Ganong 2003). Kedua, estrogen bekerja secara genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen yang terdapat pada uterus. Uterus memiliki reseptor estrogen
110
beta dan reseptor estrogen alfa yang terdapat pada sel-sel epitelium, stroma, dan sel otot (Pelletier dan El-Alfy 2000). Ketiga, menstimulasi sel uterus untuk menghasilkan IGF-1 (insulin-like growth factor-I). Selanjutnya IGF-1 akan menstimulasi proliferasi dan produksi kolagen (Klotz et al. 2002).
Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kualitas Kulit Tikus Pascamenopause Rataan kadar
kolagen,
kadar
air,
dan
RNA kulit
pada tikus
pascamenopause disajikan pada Tabel 21. Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit tikus pascamenopause (P<0.05), bila dibandingkan dengan tikus kontrol, sedangkan kadar air kulit pada tikus pascamenopause tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin. Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA kulit pada tikus pascamenopause Kelompok Kadar kolagen Kadar air Kadar RNA kulit kulit kulit (mg/g sampel) (%) (mg/g sampel) 21.48±6.57b 61.71±0.59 11.55±2.35b K 20.65±5.95b 62.05±2.08 12.86±3.50b P a 48.16±0.48 64.41±0.64 26.51±0.95a TEM 46.01±1.92a 62.28±3.90 24.31±5.82a GEN a 44.65±2.61 63.70±1.32 24.13±1.54a EST 21.51±4.88b 62.72±3.61 10.80±4.65b SO a 44.97±2.56 65.18±1.88 26.40±1.15a BST
Tabel 21
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Hasil penelitian menunjukkan pemberian ekstrak tempe mempunyai efek antipenuaan pada kulit. Hal ini dapat dilihat pada peningkatan kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit pada tikus yang diberi ekstrak tempe. Ekstrak tempe mempunyai keunggulan karena mengandung zat bioktif isoflavon berupa genistein dan daidzein. Menurut Polito et al. (2012) bahwa genistein, isoflavon kedelai, telah diuji sebagai antipenuaan untuk persiapan kosmetik dengan hasil
111
yang menarik pada elastisitas kulit, fotoaging, dan pencegahan kanker kulit. Selanjutnya, pemberian estrogen baik secara oral maupun topikal dapat meningkatkan kolagen kulit dan ketebalan kulit (Stevenson dan Thornton 2007). Pemberian estradiol pada wanita pascamenopause dapat meningkatkan jumlah kolagen (hydroxyproline) kulit secara signifikan selama pengobatan (Varila et al. 1995). Pemberian estrogen telah terbukti memiliki efek positif pada kulit dengan menunda atau mencegah manifestasi penuaan kulit (Brincat 2000; Sator et al. 2004). Terdapat dua mekanisme aksi estrogen dalam pembentukan kolagen kulit, yaitu secara nongenomik dan genomik (Stevenson dan Thornton 2007). Pertama, estrogen bekerja secara nongenomik mengakibatkan efek seluler yang cepat pada berbagai jaringan (Levin 2002), meliputi efek pada pencetusan impuls di otak dan efek umpan balik pada sekresi gonadotropin (Ganong 2003). Estrogen telah terbukti dapat mengaktifkan second messenger seperti siklase adenilat dan cAMP (Aronica et al. 1994), fosfolipase C (Lieberherr et al. 1993), dan protein kinase C (Marino et al. 2002). Kedua, estrogen bekerja secara genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen yang terdapat pada sel-sel fibroblas kulit. Kulit mengandung reseptor estrogen beta dan reseptor estrogen alfa (Thornton 2002, 2005). Selain isoflavon, ekstrak tempe juga mengandung zat gizi berupa serat kasar, lemak, protein, karbohidrat, Fe, Ca, P, total karoten, vitamin B12, dan vitamin B1 (Lampiran 14 dan 15). Zat-zat gizi yang terdapat dalam ekstrak tempe tersebut diduga berefek pada produksi kolagen kulit. Penelitian Park et al. (2012) menunjukkan bahwa suplemen makanan yang mengandung ekstrak royal jelly 1% dapat meningkatkan produksi kolagen tipe I pada kulit tikus ovariektomi. Royal jelly adalah produk lebah madu yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, asam amino bebas, vitamin, dan mineral. Efek Pemberian Ekstrak Tempe pada Kualitas Tulang Tikus Pascamenopause Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA tulang pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 22. Hasil penelitian menunjukkan kadar kolagen dan kadar RNA tulang pada tikus pascamenopause yang diberi ekstrak
112
tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin lebih tinggi (P<0.05) bila dibandingkan dengan tikus kontrol. Kadar air tulang pada tikus pascamenopause tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin.
Tabel 22 Rataan kadar kolagen, kadar air, dan kadar RNA tulang pada tikus pascamenopause Kelompok Kadar kolagen tulang Kadar air tulang Kadar RNA tulang (mg/g sampel) (%) (mg/g sampel) 15.56±1.92bc 28.50±0.50 6.25±0.31b K 14.49±5.23c 29.66±6.68 6.33±0.59b P 19.86±0.06a 30.26±7.09 7.85±0.71a TEM ab 18.48±0.35 28.13±2.91 7.09±1.21ab GEN 18.77±0.89ab 29.36±0.42 7.26±0.19ab EST bc 15.69±2.31 29.53±2.72 6.12±0.45b SO 19.58±1.27a 32.14±1.89 8.24±0.08a BST Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Kadar kolagen tulang dan kadar RNA tulang pada tikus pascamenopause mempunyai nilai korelasi (0.92) dan menunjukkan korelasi yang berbeda nyata (P<0.01), yang berarti semakin tinggi kadar kolagen tulang maka semakin meningkat kadar RNA tulang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kolagen tulang diikuti dengan peningkatan RNA tulang. Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan kadar kolagen tulang sehingga akan menurunkan risiko patah tulang. Kandungan ekstrak tempe berupa isoflavon genistein dan daidzein dapat berikatan dengan reseptor estrogen yang terdapat pada se-sel osteoblas tulang sehingga berperan dalam pembentukan kolagen tulang. Menurut Anderson et al. (1995), jaringan tulang lebih banyak mengandung reseptor estrogen beta daripada reseptor estrogen alfa dan isoflavon lebih bersifat agonis terhadap reseptor estrogen beta sehingga dapat memelihara jaringan tulang atau minimal dapat menjaga keseimbangan antara aktivitas osteoblastik dan osteoklastik.
113
Rataan kadar kalsium dan fosfor tulang, rasio kadar Ca/P tulang, dan kadar abu tulang pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 23. Pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin dapat meningkatkan kadar kalsium, rasio Ca/P tulang, dan kadar abu tulang (P < 0.05) pada tikus pascamenopause.
Rataan kadar kalsium tulang, kadar fosfor tulang, rasio Ca/P tulang, dan kadar abu tulang pada tikus pascamenopause Kelompok Kadar kalsium Kadar fosfor Rasio Ca/P Kadar abu tulang tulang tulang tulang (%) (%) (%) (%) d b c 11.21±5.21 30.32±5.89 0.40±0.26 27.00±2.03b K d b c 8.85±1.33 22.76±4.00 0.40±0.13 27.27±2.12b P 66.61±5.02a 47.65±5.23a 1.40±0.17b 34.84±0.88a TEM c b b 40.30±7.36 28.31±6.04 1.43±0.10 34.33±4.85a GEN b b a 50.97±7.05 24.82±0.96 2.04±0.06 33.02±3.94ab EST 9.00±2.49d 28.48±9.31b 0.33±0.15c 27.72±2.35b SO c b b 34.63±4.40 28.26±6.31 1.24±0.14 30.12±1.70ab BST
Tabel 23
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Pemberian ekstrak tempe pada kondisi pascamenopause menunjukkan peningkatan kalsium dan fosfor tulang yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemberian genistein, etinilestradiol, dan somatotropin. Ekstrak tempe tidak hanya mengandung fitoestrogen, tetapi juga mengandung kalsium dan fosfor. Peningkatan kualitas tulang akan lebih berefek dengan adanya fitoestrogen dan penambahan kalsium. Kalsium dan fosfor merupakan mineral yang sangat berpengaruh pada kesehatan tulang (Heaney 1999). Percobaan dengan menggunakan tikus menunjukkan bahwa estrogen dapat meningkatkan absorbsi kalsium dari pakan, meningkatkan deposisi kalsium di dalam tulang, dan menurunkan ekskresi kalsium dari tubuh (Djojosoebagio 1996). Peningkatan kalsium dan fosfor tulang pada tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe menguntungkan karena berkontribusi pada kekuatan tulang. Faibish et al. (2006)
114
melaporkan kekuatan tulang meningkat sebanding dengan kandungan mineral yang ditemukan. Kisaran rasio Ca/P tulang tibia pada tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe masih dalam kisaran normal. Rasio relatif kalsium dan fosfor pada tulang dapat sangat berbeda pada keadaaan nutrisi yang berlainan, rasio Ca/P berdasarkan bobot berkisar antara 1,3 sampai 2,0 (Guyton 1996). Pemberian ekstrak tempe menunjukkan peningkatan kadar abu tulang. Hal ini diduga selain kalsium dan fosfor, mineral lain yang terdapat pada tulang juga meningkat. Menurut Djojosoebagio (1996) selain kalsium dan fosfor, tulang juga mengandung sitrat, natrium, barium, strontium, timah, karbonat, flour, klor, magnesium, dan kalium. Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 24. Kadar kalsium dan fosfor serum tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin. Tabel 24 Rataan kadar kalsium dan fosfor serum pada tikus pascamenopause Kelompok Kadar kalsium serum Kadar fosfor serum (mg/dL) (mg/dL) 14.24±012 14.41±3.87 K 14.32±0.19 16.60±4.55 P 14.17±1.30 15.59±3.65 TEM 13.89±1.21 13.84±2.17 GEN 14.96±2.26 15.37±1.95 EST 13.92±0.53 16.55±5.74 SO 14.10±1.13 16.96±0.90 BST Keterangan : K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak tempe, genistein, dan etinilestradiol pada tikus pascamenopause tidak mempengaruhi kadar kalsium dan fosfor serum. Hal ini senada dengan penelitian Arjmandi et al. (1996) yang melaporkan bahwa tidak ada perbedaan kadar kalsium serum pada tikus yang diberi protein kedelai yang kaya isoflavon. Isoflavon meningkatkan laju pembentukan tulang sehingga melampaui laju resorpsinya.
115
Rataan panjang tulang, bobot tulang, densitas tulang, dan kekuatan tulang pada tikus pascamenopause disajikan pada Tabel 25. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa bobot tulang, densitas tulang, dan kekuatan tulang pada tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin lebih tinggi (P<0.05) bila dibandingkan dengan tikus kontrol. Panjang tulang pada tikus pascamenopause tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin. Tabel 25 Rataan panjang, bobot, densitas, pascamenopause Kelompok Panjang Bobot tulang tulang (cm) (g) 3.82±0.03 0.42±0.01c K 3.83±0.02 0.42±0.01c P 3.83±0.01 0.58±0.01a TEM 3.81±0.04 0.50±0.03b GEN 3.87±0.11 0.49±0.03b EST 3.82±0.03 0.42±0.02c SO 3.87±0.01 0.57±0.01a BST
dan kekuatan tulang tibia pada tikus Densitas tulang (g/mL) 1.06±0.03c 1.06±0.03c 1.47±0.02a 1.25±0.09b 1.24±0.09b 1.05±0.60c 1.43±0.02a
Kekuatan tulang (kg/cm2) 39.23±9.235b 40.14±2.476b 81.17±16.79a 64.91±5.565a 67.61±9.782a 38.95±8.659b 62.41±12.29a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata ( p<0.05). K= Tikus pascamenopause sebagai kontrol negatif, P= Tikus pascamenopause yang dicekok aquades sebagai plasebo, TEM= Tikus pascamenopause yang diberi ekstrak tempe 300 mg/hari/200 g BB, GEN= Tikus pascamenopause yang diberi genistein 0,25 mg/hari/kg BB, EST= Tikus pascamenopause yang diberi etinilestradiol sebanyak 9x10-3 mg/hari /200g BB, SO= Tikus pascamenopause yang disuntik sesame oil / somatotropin 0 mg/hari/kg BB, BST= Tikus pascamenopause yang disuntik somatotropin 9 mg/hari/kg BB.
Pemberian ekstrak tempe tidak mempengaruhi panjang tulang tikus pascamenopause. Hal ini disebabkan karena tindakan ovariektomi pada penelitian ini menggunakan tikus umur 12 bulan, yang berarti tikus sudah mencapai puncak massa tulang sehingga tidak terjadi lagi pertumbuhan tulang. Menurut Wronski dan Yen (1991), pertumbuhan tulang menjadi minimal pada tikus umur 9-12 bulan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bobot tulang pada tikus yang diberi ekstrak tempe meningkat sebesar 38,09% bila dibandingkan kontrol. Studi epidemiologis yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa konsumsi yang tinggi terhadap produk olahan kedelai dapat meningkatkan massa tulang wanita pada saat menopause (Somekawa et al. 2001).
116
Densitas tulang dan kekuatan tulang pada tikus pascamenopause mempunyai nilai korelasi (0.90) dan menunjukkan korelasi yang berbeda nyata (P<0.01), yang berarti semakin tinggi densitas tulang maka semakin meningkat kekuatan tulang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan densitas tulang diikuti dengan peningkatan kekuatan tulang. Sejalan dengan peningkatan kadar kalsium, rasio Ca/P, kadar abu, kadar kolagen, kadar RNA, dan bobot tulang, pemberian ekstrak tempe, genistein, etinilestradiol, dan somatotropin menyebabkan peningkatan densitas dan kekuatan tulang tibia (P<0.05). Hal ini sesuai dengan pernyataan Winarsi (2005) bahwa peningkatan aktivitas estrogen dalam tulang terjadi karena reseptor estrogen di dalamnya terinduksi oleh isoflavon sehingga aliran nutrisi dan kalsium meningkat, dan berefek pada peningkatan densitas mineral tulang. Potter et al. (1998) menyatakan bahwa asupan protein kedelai yang mengandung isoflavon kadar tinggi juga mampu meningkatkan densitas mineral tulang lumbar spinal pada wanita postmenopause. Boivin dan Meunier (2003) menyatakan bahwa kekuatan tulang
bergantung
selain
pada
volume
matriks
tulang
dan distribusi
mikroarsitektur tulang, juga pada tingkat mineralisasi jaringan tulang. Tingkat mineralisasi jaringan tulang sangat mempengaruhi kekuatan tulang, tidak hanya ketahanan mekanik tulang, tetapi juga kepadatan mineral tulang.
SIMPULAN 1. Pemberian ekstrak tempe pada kondisi pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen uterus dan aktivitas sintesis sel uterus. 2. Ekstrak tempe terbukti mempunyai efek antipenuaan pada kulit tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kolagen kulit dan kadar RNA kulit. 3. Pemberian ekstrak tempe memberikan efek positif pada kualitas tulang tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium tulang, fosfor tulang, kadar abu tulang, kadar kolagen tulang, kadar RNA tulang, bobot tulang, densitas tulang, dan kekuatan tulang. 4.
117
PEMBAHASAN UMUM Penuaan menyebabkan penurunan beberapa fungsi organ tubuh, di antaranya uterus, kulit, dan tulang. Berdasarkan hasil penelitian tahap pertama dapat diketahui kondisi hewan model premenopause dan pascamenopause. Hasil penelitian yang diperoleh pada tahap pertama ini digunakan untuk tahap penelitian kedua dan ketiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi premenopause dengan menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang ialah tikus umur 18 bulan, yang ditandai dengan mulai terjadi penurunan kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar DNA dan RNA uterus, kadar kolagen kulit, kadar RNA kulit, dan kadar RNA tulang. Menurut Zulkarnaen (2003) dan Affandi (1997) pada wanita saat premenopause, yaitu kira-kira umur 40 tahun, mulai terjadi penurunan sekresi hormon progesteron dan penurunan fungsi ovarium secara berangsur-angsur. Kondisi pascamenopause, yaitu tikus umur 30-36 bulan, ditandai dengan penurunan secara drastis kadar hormon progesteron, kadar kolagen uterus, kadar RNA uterus, kadar kolagen kulit, kadar RNA kulit, kadar kolagen tulang, kadar RNA tulang, kadar kalsium tulang, rasio Ca/P tulang, dan densitas tulang. Tikus ovariektomi yang cocok digunakan sebagai hewan model
pascamenopause
menggunakan parameter kualitas uterus, kulit, dan tulang adalah tikus umur 12 bulan dalam kondisi 3 bulan pascaovariektomi. Pascamenopause pada wanita terjadi sekitar usia 55 tahun, yang mana ovarium tidak lagi berfungsi, produksi hormon steroid dan peptida berangsur-angsur hilang dan terjadi sejumlah perubahan fisiologis (Zulkarnaen 2003). Menopause pada wanita menyebabkan beberapa perubahan fisik dan fisiologis, seperti osteoporosis, hilangnya elastisitas kulit, dan gejala penuaan lainnya (Binkley 1995). Pemberian ekstrak tempe dan hormon yang telah dipasarkan (genistein, etiniestradiol, dan somatotropin) dapat memperbaiki kualitas hidup pada kondisi premenopause dan pascamenopause yang tercermin dari adanya peningkatan kualitas uterus, kulit, dan tulang. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian tahap kedua dan ketiga.
118
Hasil penelitian tahap kedua ialah pemberian ekstrak tempe dapat memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang pada tikus premenopause. Kualitas uterus dapat dipertahankan dengan adanya pemberian ekstrak tempe pada tikus premenopause, yang ditandai dengan bobot uterus, kadar kolagen uterus, dan kadar RNA uterus dalam keadaan normal. Selain itu, pemberian ekstrak tempe pada tikus premenopause terbukti sebagai antipenuaan pada kulit. Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan kolagen dan RNA kulit, masing-masing sebesar 49,11% dan 24,92%, bila dibandingkan dengan kontrol. Demikian juga, pemberian ekstrak tempe pada tikus premenopause dapat meningkatkan kualitas tulang, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium tulang sebesar 59,49%, rasio Ca/P tulang sebesar 97,21%, kadar abu tulang sebesar 16,95%, densitas tulang sebesar 19,25%, dan kekuatan tulang sebesar 73,33%. Isoflavon aglikon yang terdapat dalam ekstrak tempe berupa genistein dan daidzein mempunyai efek positif pada kesehatan uterus, kulit, dan tulang pada tikus premenopause. Menurut Ruggiero et al. (2002) bahwa, secara fisiologis, efek isoflavon yang mirip estrogen bergantung pada respons yang terjadi, dapat bersifat agonis (menstimulir) atau antagonis (menghambat) pada reseptor dalam sel targetnya. Hasil penelitian tahap ketiga menunjukkan bahwa pada kondisi pascamenopause terlihat jelas penurunan kualitas uterus, kulit, dan tulang. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian ekstrak tempe sebagai bahan alami yang relatif aman. Pemberian ekstrak tempe pada hewan model pascamenopause dapat memperbaiki kualitas uterus yang ditandai dengan peningkatan bobot uterus sebesar 27,77%, kadar kolagen uterus sebesar 57,61%, dan peningkatan aktivitas sintesis sel uterus sebesar 33,11%. Pembentukan kolagen uterus dipengaruhi oleh estrogen. Ekstrak tempe mengandung fitoestrogen yang mempunyai aktivitas mirip estrogen. Aksi estrogen dalam pembentukan kolagen uterus melalui tiga mekanisme, yaitu pertama, estrogen bekerja secara nongenomik melalui reseptor membran plasma dan mengakibatkan respons seluler yang cepat (Thornton 2002), contohnya efek pada pencetusan impuls di otak dan efek umpan balik pada sekresi gonadotropin (Ganong 2003). Kedua, estrogen bekerja secara genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen alfa dan reseptor estrogen beta yang terdapat pada uterus. Uterus memiliki reseptor estrogen alfa lebih dominan bila
119
dibandingkan dengan reseptor estrogen beta (Brandenberger et al. 1997). Ketiga, menstimulasi sel uterus untuk menghasilkan IGF-1 (insulin-like growth factor-I). Selanjutnya IGF-1 akan menstimulasi proliferasi dan produksi kolagen (Klotz et al. 2002) Peningkatan kadar kolagen kulit dan peningkatan kadar RNA kulit yang masing-masing sebesar 124,20% dan 129,52% pada tikus pascamenopause merupakan bukti bahwa pemberian ekstrak tempe dapat memperbaiki kualitas kulit, yang menyarankan bahwa ekstrak tempe bisa berfungsi sebagai antipenuaan pada kulit. Ada dua mekanisme aksi estrogen dalam pembentukan kolagen kulit, yaitu secara nongenomik dan secara genomik. Pertama, estrogen bekerja secara nongenomik mengakibatkan
efek seluler yang cepat pada berbagai jaringan
(Levin 2002). Estrogen telah terbukti mempunyai respons yang cepat yang melibatkan second messenger (Nadal et al. 1995). Estradiol telah dapat mengaktifkan sinyal mitogen-activated protein kinase (MAPK), juga dapat menyebabkan stimulasi cepat fluks kalsium, generasi cAMP dan IP3, dan aktivasi fosfolipase C (Levin 2002). Kedua, estrogen bekerja secara genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen beta dan reseptor estrogen alfa yang terdapat pada sel-sel fibroblas kulit (Thornton 2002, 2005). Kulit pada bagian dermis memiliki reseptor estrogen beta yang lebih banyak bila dibandingkan dengan reseptor estrogen alfa (Surazynski 2003). Pemberian ekstrak tempe juga dapat memperbaiki kualitas tulang tikus pascamenopause, yang ditandai dengan peningkatan kadar kalsium tulang sebesar 494,20%, fosfor tulang sebesar 57,15%, kadar abu tulang sebesar 27,70%, kadar kolagen tulang sebesar 27,63%, kadar RNA tulang sebesar 25,60%, bobot tulang sebesar 38,09%, densitas tulang sebesar 38,67%, dan kekuatan tulang sebesar 106,90%. Isoflavon aglikon berupa genistein dan daidzein yang terdapat dalam ekstrak tempe mempunyai aktivitas yang mirip estrogen yang disebut estrogen like. Terdapat tiga mekanisme aksi isoflavon dalam pembentukan kolagen tulang. Pertama, isoflavon bekerja secara genomik yang diperantarai oleh reseptor estrogen beta dan reseptor estrogen alfa yang terdapat pada sel-sel osteoblas tulang (Ganong 2003). Menurut Anderson (1998), jaringan tulang lebih banyak mengandung reseptor estrogen beta dari pada reseptor estrogen alfa. Kedua,
120
isoflavon bekerja secara nongenomik mengakibatkan respons seluler yang cepat, meliputi efek pada pencetusan impuls di otak dan efek umpan balik pada sekresi gonadotropin (Thornton 2002, Ganong 2003). Ketiga, menstimulasi sel tulang untuk menghasilkan IGF-1 (insulin-like growth factor-I) (Gowen 1991). Selanjutnya IGF-1 akan menstimulasi proliferasi dan produksi kolagen tipe I oleh osteoblas. Oxlund et al. (1998) menyatakan bahwa IGF-I memacu sel-sel prekursor osteoblas sebagai salah satu sel yang berperan dalam pembentukan kolagen tulang. Penelitian yang menggunakan tikus dilaporkan bahwa genistein memberikan efek anabolik pada se-sel osteoblas tulang (Yamaguchi dan Gao 1998, Sugimoto dan Yamaguchi 2000). Pemberian ekstrak tempe pada tikus pascamenopause mempunyai efek positif pada kesehatan tulang. Ekstrak tempe tidak hanya mengandung fitoestrogen, tetapi juga mengandung kalsium dan fosfor. Peningkatan kualitas tulang akan lebih berefek dengan adanya fitoestrogen serta penambahan mineral kalsium dan fosfor. Peningkatan mineral kalsium dan fosfor akan menyebabkan matriks tulang padat sehingga kerapatan massa tulang atau densitas tulang meningkat. Selain itu, peningkatan kolagen akan menyebabkan tulang menjadi kuat dan tidak mudah patah. Peningkatan mineral, densitas tulang, dan kolagen tulang berkontribusi pada peningkatan kekuatan tulang. Hal ini senada dengan penelitian Faibish et al. (2006) yang mengatakan bahwa kekuatan tulang manusia meningkat sebanding dengan kandungan mineral yang ditemukan. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ekstrak tempe dapat dikonsumsi pada saat premenopause dan pascamenopause untuk memperbaiki kualitas uterus, kulit, dan tulang.