PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KADAR DNA DAN RNA ORGAN REPRODUKSI TIKUS BETINA PADA USIA LEPAS SAPIH
RORO AMBARWATI ARUM PAKARTI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kadar DNA dan RNA Organ Reproduksi Tikus Betina pada Usia Lepas Sapih” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Roro Ambarwati Arum Pakarti NIM B04100085
ABSTRAK RORO AMBARWATI ARUM PAKARTI. Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kadar DNA dan RNA Organ Reproduksi Tikus Betina pada Usia Lepas Sapih. Dibimbing oleh NASTITI KUSUMORINI dan ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. Tempe adalah produk kedelai yang memiliki kandungan fitoestrogen. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari potensi pemberian ekstrak tempe terhadap perkembangan reproduksi tikus betina. Sebanyak 18 ekor tikus betina usia 21 hari dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan perlakuan yang diberi ekstrak tempe 0.5 g/ekor setiap hari selama 28 hari. Parameter yang diamati meliputi kadar hormon estrogen, bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA dari ovarium dan uterus. Pengambilan data dilakukan pada usia 28, 42 dan 56 hari. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode Independent Samples T-test dengan selang kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hormon estrogen dan peningkatan bobot basah uterus pada kelompok yang diberi ekstrak tempe tetapi tidak berpengaruh terhadap total DNA dan RNA organ. Kata kunci: ekstrak tempe, fitoestrogen, ovarium, uterus, total DNA dan RNA
ABSTRACT RORO AMBARWATI ARUM PAKARTI. The Role of Tempe Extract on DNA and RNA Level of Reproductive Organs of Female Rat in Weaning Age. Supervised by NASTITI KUSUMORINI and ARYANI SISMIN SATYANINGTIJAS. Tempe is soybean product that contains phytoestrogen. This research was conducted to study the potential of tempe extract to the reproduction performance in female rats. Eighten female rats 21-days old were divided into two groups, which were control group and treatment group that were given tempe extract 0.5 g per rat everyday for 28 days. Parameters observed were estrogen hormone level, wet and dry weight, water content, total of DNA and total of RNA. Data obtained at the age of 28, 42 and 56 days. Data analyzed using Independent Samples T-test method with 95% confidence interval. Result showed that treatment group increased estrogen hormone level and increased wet weight of uterus but there was no influence on the total of DNA and RNA of organs. Keywords: tempe extract, phytoestrogen, ovarium, uterus, total of DNA and RNA
PERAN PEMBERIAN EKSTRAK TEMPE TERHADAP KADAR DNA DAN RNA ORGAN REPRODUKSI TIKUS BETINA PADA USIA LEPAS SAPIH
RORO AMBARWATI ARUM PAKARTI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Peran Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kadar DNA dan RNA Organ Reproduksi Tikus Betina pada Usia Lepas Sapih” ini berhasil diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Dengan segala hormat dan setulus hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta: ayah, ibu, adik (Ammar Sanggarizki), Eyang Wisnubroto Kariokusumo (alm) serta segenap keluarga besar RM Soegiarto dan M. Nawawi atas segala dukungan, doa, dan kasih sayang yang tidak pernah putus diberikan. 2. Dr. Nastiti Kusumorini dan Dr. Drh. Aryani Sismin Satyaningtijas, MSc selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Drh. Wiwin Winarsih, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, dan ilmu yang diberikan selama kuliah di FKH. 4. Staf laboratorium Fisiologi dan staf UPHL (Bu Ida, Bu Sri, Pak Dikdik). 5. Teman-teman sepenelitian: Retno Tegarsih, Nur Hasreena Nadia, Nurul Chotimah, Ghina Indriani, Erlanda Satria, Alfonsa dan Firman yang telah bersama-sama berjuang mengurus tikus dan mengumpulkan data penelitian. 6. Seluruh teman-teman Acromion (FKH 47). Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis tetap berharap, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan tambahan ilmu. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Roro Ambarwati Arum Pakarti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
x
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Mekanisme Hormonal Reproduksi Betina
2
Fitoestrogen dalam Tempe
3
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Alat dan Bahan
4
Prosedur Penelitian
4
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran
5
Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kadar Hormon Estrogen Tikus Betina Usia Lepas Sapih 7 Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Pertumbuhan Organ Ovarium Tikus Usia Lepas Sapih
8
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Pertumbuhan Organ Uterus Tikus Usia Lepas Sapih 9 SIMPULAN DAN SARAN
11
Simpulan
11
Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
11
LAMPIRAN
14
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL 1 Rataan kadar hormon estrogen (pg/mL) tikus betina usia 28, 42 dan 56 hari 7 2 Bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ ovarium tikus usia 28, 42 dan 56 hari 8 3 Bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ uterus tikus usia 28, 42 dan 56 hari 10
DAFTAR GAMBAR 1 Bagan Pemberian Ekstrak Tempe 2 Bagan Prosedur Penelitian
5 5
DAFTAR LAMPIRAN 14 1 Analisis data estradiol tikus betina usia lepas sapih 2 Analisis data bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ ovarium tikus 15 3 Analisis data bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ uterus tikus 19
PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe adalah produk kedelai yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, rata-rata konsumsi tempe di Indonesia sekitar 7,091 kg/orang/tahun (BPS 2013). Tempe berasal dari biji kedelai yang difermentasi dengan bantuan ragi. Tempe memiliki nilai gizi yang tinggi seperti asam amino, vitamin, dan fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tumbuhan yang struktur dan fungsinya mirip dengan estrogen dan banyak ditemukan di dalam makanan. Fitoestrogen dapat digolongkan menjadi isoflavon, coumestans, dan lignan. Fitoestrogen yang terdapat dalam tempe adalah golongan isoflavon (Rishi 2002). Reproduksi merupakan keseluruhan suatu proses yang meliputi perkembangbiakan makhluk hidup dari sel kecambah sampai terbentuk individu baru. Sistem reproduksi melibatkan suatu substansi yang penting yaitu hormon (Hafez et al. 2000). Organ reproduksi mulai berfungsi pada masa pubertas yang ditandai siklus berahi dan ovulasi, juga terjadi perubahan-perubahan pada organ kelamin sekunder. Estrogen akan merangsang pertumbuhan uterus untuk meningkatkan massa endometrium dan miometrium, merangsang kontraktil uterus, proliferasi dan differensiasi epitel vagina (Ganong 2003). Pertumbuhan organ reproduksi yang kurang optimal pada masa prapubertas akan berakibat buruk terhadap kinerja reproduksi hewan di kemudian hari. Menurut Ganong (2003), rendahnya kadar estrogen di masa prapubertas menyebabkan uterus tidak berkembang, miometrium atropi dan inaktif. Vander et al. (2001) menyatakan bahwa selama masa prapubertas konsentrasi hormon gonadotropin dalam plasma sangat rendah. Hal ini berdampak pada rendahnya kadar estrogen dalam tubuh sehingga belum mampu menginduksi terjadinya proses reproduksi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mencari sumber estrogen dari luar tubuh (estrogen eksogen) sebagai pengganti estrogen endogen. Salah satu contoh dari estrogen eksogen adalah fitoestrogen terutama di dalam tempe. Pemberian fitoestrogen yang bersifat estrogenik akan memengaruhi pertumbuhan, perkembangan serta fungsi sistem reproduksi. Efek estrogenik fitoestrogen dalam jumlah tertentu memungkinkan terjadinya peningkatan kadar estrogen dalam tubuh. Pengaruh fitoestrogen dalam tempe terhadap pertumbuhan reproduksi dibuktikan dalam penelitian Mohamud (2013) yang melaporkan bahwa pemberian ekstrak tempe sebanyak 0.25 g per ekor setiap harinya akan meningkatkan hormon estrogen, bobot basah dan bobot kering organ ovarium serta uterus pada kelompok tikus perlakuan usia 42 hari tetapi tidak berpengaruh terhadap total konsentrasi deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA). Peningkatan kadar DNA menggambarkan meningkatnya proliferasi dan mitosis sel. Kadar RNA menggambarkan aktivitas sintesis protein. Akan tetapi, pada usia 28 dan 56 hari, pemberian ekstrak tempe 0.25 g/ekor/hari tidak menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap bobot ovarium dan uterus tikus serta konsentrasi DNA dan RNA. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai pemberian ekstrak tempe dengan dosis lebih tinggi yang
2 diharapkan akan memengaruhi kinerja reproduksi lebih berarti dalam kaitannya dengan optimalisasi reproduksi tikus (Rattus novergicus) betina.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ektrak tempe pada anak tikus usia 21 hari selama 28 hari dengan dosis 0.5 g per ekor per hari terhadap perkembangan reproduksi saat usia 28, 42, dan 56 hari.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas fitoestrogen dalam tempe yang diberikan pada tikus betina lepas sapi terhadap kinerja reproduksi dan pertumbuhan reproduksinya. Data yang diperoleh diharapkan dapat mendukung pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang kedokteran
TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Hormonal Reproduksi Betina Proses reproduksi dimulai pada masa pubertas. Masa pubertas pada hewan betina ditandai dengan terjadinya estrus dan ovulasi (Campbell et al. 2004). Sebelum pubertas, organ reproduksi akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan akibat pengaruh hormon-hormon gonadotropin. Salah satu hormon gonadotropin yang berperan sebelum pubertas adalah estrogen. Menurut Hafez et al. (2000), estrogen akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi, perkembangan sifat seksual sekunder, perilaku persiapan kawin, persiapan uterus untuk implantasi (kehamilan) dan perkembangan kelenjar mammae. Pada tikus betina, proses reproduksi diawali dengan vaginal opening dan terjadinya siklus berahi yang terdiri dari fase proestrus, fase estrus, fase metestrus, dan fase diestrus. Mekanisme siklus berahi juga menyebabkan pergantian fasefase yang terjadi di ovarium yaitu fase folikular yang berlangsung saat proestrus dan estrus serta fase luteal yang berlangsung saat metestrus dan diestrus (Campbel et al. 2004). Fase folikular terjadi atas pengaruh Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang menyebabkan perkembangan beberapa folikel dalam ovarium. Perkembangan folikel akan terus terjadi sampai dengan ukuran maksimal untuk diovulasikan. Fase ini ditandai dengan tingginya kadar estrogen yang dihasilkan folikel yang sedang berkembang dalam ovarium dan kemudian akan memicu sekresi Luteinizing Hormone (LH) dan ovulasi. Setelah terjadi ovulasi, akan terbentuk korpus luteum yaitu badan kuning yang terdiri dari sel-sel teka granulosa yang mengalami proliferasi dan diferensiasi menjadi sel-sel lutein atas pengaruh LH. Fase ini merupakan fase luteal yang ditandai dengan tingginya
3 kadar progesteron yang diperlukan untuk memelihara kebuntingan jika terjadi fertilisasi. Apabila tidak terjadi fertilisasi atau kebuntingan, korpus luteum akan beregresi dan kadar progesteron akan menurun (Guyton dan Hall 1997). Sedangkan estrogen yang disekresikan saat fase folikular akan digunakan untuk proliferasi sel-sel pada uterus sehingga pada awal fase folikular uterus memiliki lapisan endometrium yang kaya pembuluh darah (Campbell et al. 2004). Estrogen yang telah berikatan dengan protein reseptor di dalam sitoplasma sel target akan bermigrasi ke dalam inti sel dan berikatan dengan DNA, kemudian akan segera memulai transkripsi DNA-RNA dalam area kromosom yang akhirnya terjadi pembelahan sel (Guyton 1996). Hormon estrogen juga berpengaruh terhadap perkembangan organ reproduksi yang akan mulai berfungsi pada saat mencapai pubertas (Ganong 2003).
Fitoestrogen dalam Tempe Fitoestrogen merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas estrogenik (Tsouronis 2004). Fitoestrogen pada tumbuhan paling umum ditemukan dalam bentuk coumestans dan isoflavon. Isoflavon terdiri dari tiga senyawa yakni genistein, daidzein, dan glycitin. Kedelai adalah salah satu tumbuhan yang memiliki kandungan isoflavon tinggi. Tempe yang merupakan produk olahan kedelai memiliki kandungan isoflavon lebih tinggi dibanding kedelai (Ewan et al. 1992). Cincin fenolat pada isoflavon merupakan struktur penting pada kebanyakan komponen isoflavon yang berfungsi untuk berikatan dengan reseptor estrogen (Winarsi 2005). Ada 2 reseptor estrogen di dalam tubuh yaitu reseptor estrogen alfa (ERα) dan reseptor estrogen beta (ERβ), distribusi kedua reseptor ini berbeda. Reseptor estrogen α terdapat pada organ uterus, testis, hipofisis, ginjal, epididimis, dan adrenal, sedangkan reseptor estrogen β terdapat di ovarium, prostat, paru-paru, kandung kemih, dan tulang. Pengaturan fungsi ovarium oleh sumbu hipofisis-ovarium diperantarai oleh reseptor α, sedangkan estrogen yang disekresikan ke dalam folikel ovarium bekerja melalui reseptor estrogen beta (Ganong 2003). Menurut Suprihatin (2008), kandungan total senyawa isoflavon pada tepung tempe sebesar 901.24 mg/kg BK (90.124 mg/100 g BK) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan total senyawa isoflavon tepung kedelai sebesar 206.37 mg/kg BK (20.637 mg/100 g BK). Tingginya senyawa isoflavon pada tepung tempe karena untuk pembuatan tepung tempe dibutuhkan kedelai dalam jumlah yang lebih banyak daripada pembuatan tepung kedelai, dan semakin banyak kedelai semakin banyak pula kandungan isoflavonnya.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL), Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi dan
4 Laboratorium Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari-Juli 2014.
Alat dan Bahan Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus Rattus novergicus galur Sprague Dawley betina. Selama penelitian, pakan dan minum diberikan ad libitum. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang tikus plastik berukuran 30cmx20cmx12cm dengan penutup kawat kasa yang dialasi sekam pada dasarnya, timbangan analitik, mortar, sonde lambung, alat sentrifugasi darah, spoit 1 mL, spoit 3 mL, tabung effendorf, tabung reaksi, pot organ, alat bedah (alas bedah, gunting, pinset, skalpel), kit DRG Estradiol ELISA EIA-293 produksi DRG Instruments GmBH Germany dan spektrofotometer Hitachi tipe U-2001. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak tempe dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balitro), aquades, Neutral Buffered Formalin (NBF) dan eter. Dalam pengujian kadar RNA digunakan TCA 5%, KOH 1 N, H2O, HCl 1 N, FeCl3 0.1%, orcinol dan standar RNA. Dalam pengujian kadar DNA digunakan TCA 5% dan Genomic DNA Mini Kit (Tissue).
Prosedur Penelitian Tikus putih betina yang telah lepas sapih pada usia 21 hari dibagi menjadi 2 kelompok percobaan. Kelompok pertama sebagai kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan dan kelompok kedua sebagai kelompok perlakuan yang diberi ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g/ekor/hari dalam 1 mL larutan. Ekstrak tempe diberikan menggunakan sonde lambung selama 28 hari dimulai pada saat tikus berusia 21 hari sampai dengan tikus berusia 48 hari. Setelah tikus berusia 28, 42, dan 56 hari, beberapa tikus dari masing-masing kelompok percobaan dinekropsi. Nekropsi diawali dengan pembiusan tikus menggunakan larutan eter kemudian dilakukan pengambilan darah secara intracardial menggunakan spoit 3 mL. Selanjutnya, dilakukan pembukaan rongga abdominal untuk pengambilan ovarium dan uterus. Sampel darah kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit dan didiamkan selama 4 jam untuk mendapatkan sampel serum darah yang disiapkan untuk analisa kadar hormon estrogen. Bagan prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
5 Pemberian ekstrak tempe
21
28
42
48
56
Usia lepas sapih Pengambilan data reproduksi
Gambar 1 Bagan Pemberian Ekstrak Tempe
Tikus betina lepas sapih usia 21 hari (18 ekor)
Kontrol (K): Tidak diberi perlakuan (9 ekor)
Usia 28 hari
Perlakuan (P): Diberi ekstrak tempe selama 28 hari (9 ekor)
Usia 42 hari
Usia 56 hari
Pengambilan sampel darah, ovarium dan uterus
Pengukuran parameter
Gambar 3 Bagan Prosedur Penelitian (bobot basah, bobot kering, kadar DNA dan RNA, kadar hormon estrogen)
Gambar 2 Bagan Prosedur Penelitian
Parameter yang Diamati dan Teknik Pengukuran Konsentrasi kadar hormon estrogen Konsentrasi kadar hormon estrogen dinyatakan dalam satuan ng/mL diukur menggunakan sampel serum darah dengan teknik ELISA memakai kit komersial. Pengukuran dilakukan di Laboratorium Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bobot organ Organ ovarium dan uterus yang diperoleh ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mendapatkan bobot basah. Ovarium dan uterus
6 kemudian dimasukkan ke dalam pot organ berisi larutan NBF untuk difiksasi. Setelah difiksasi, organ ovarium dan uterus dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50-60 oC. Organ yang telah kering ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mendapatkan bobot kering dan kemudian digerus untuk analisis konsentrasi DNA dan RNA. Kadar air organ Kadar air organ ovarium dan uterus dapat diperoleh dengan rumus : Kadar air (%) = Konsentrasi DNA organ Metode penentuan konsentrasi DNA dilakukan berdasarkan instruksi prosedur perusahaan Geneaid (PT Genetika Science Indonesia 2008). Sampel ovarium dan uterus dimasukkan ke dalam micropestle. Selanjutnya ditambahkan TCA 5%, ditutup dan dimasukkan ke dalam penangas air selama 20 menit. Sampel kemudian didinginkan selama 5 menit dan disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 20 menit. Supernatan dipisahkan dan pelet yang diperoleh diekstraksi ulang seperti tata cara di atas. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua dicampur, kemudian diencerkan sampai volume 15 mL dengan TCA 5% dan disimpan dalam refrigerator selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dan pengujiaan konsentrasi DNA menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Tissue) dan dibaca menggunakan spektrofotometer (Hitachi U-2001) dengan panjang gelombang 260 nm. Konsentrasi DNA dinyatakan dalam satuan milligram per gram sampel. Perhitungan total konsentrasi DNA dapat diperoleh dengan rumus : Total kadar DNA = Konsentrasi DNA (mg/g sampel) x Bobot kering (mg) Konsentrasi RNA organ Metode penentuan konsentrasi RNA dilakukan berdasarkan metode yang dimodifikasi dan digunakan oleh Manalu dan Sumaryadi (2008). Sampel ovarium dan uterus dimasukkan ke tabung reaksi. Setelah itu, sebanyak 1 mL KOH 1 N ditambahkan pada setiap sampel dan diletakkan pada penangas air 37 oC selama 5 jam. Selanjutnya tabung reaksi ditempatkan dalam wadah yang berisi es dan ditambahkan 100 µl HCl 6 N. Dalam tempat yang sama, 5 mL TCA 5% ditambahkan sehingga terbentuk larutan putih keruh. Larutan ini kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Supernatan dipisahkan pada tabung 15 mL dan disimpan. Pelet yang diperoleh diekstraksi ulang dengan 5 mL TCA 5% dan kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil ekstraksi pertama dan kedua kemudian diencerkan sampai volume 15 mL dengan TCA 5%. Selanjutnya dilakukan pewarnaan dan pengujian kadar RNA dengan mempersiapkan tabung reaksi yang dilabel untuk blank, standar, dan sampel. Masing-masing tabung reaksi diisi reagan FeCl3 0.1 % dan 100 µl orcinol 10.75% hingga berwarna kuning. Selanjutnya semua tabung ditutup dengan aluminium foil dan diletakkan pada penangas selama 30 menit. Pemanasan diusahakan merata untuk setiap tabung sehingga larutan akan berwarna hijau. Konsentrasi RNA dalam tabung dibaca dengan spektrofotometer (Hitachi U-2001) dengan panjang gelombang 280 nm.
7 Konsentrasi RNA dinyatakan dalam satuan milligram per gram sampel. Perhitungan total kadar RNA dapat diperoleh dengan rumus : Total kadar RNA = Konsentrasi RNA (mg/g sampel) x Bobot kering (mg)
Analisis Data Hasil pengukuran kadar hormon, bobot basah, bobot kering, kadar air dan kadar DNA dan RNA ovarium dan uterus dinyatakan dengan rataan ± simpangan baku. Perbedaan antar kelompok akan diuji secara statistika dengan uji independent sample t-test.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Kadar Hormon Estrogen Tikus Betina Usia Lepas Sapih Kadar hormon estrogen tikus betina usia lepas sapih yang diberi ekstrak tempe dengan dosis 0,5 g/ekor/hari dan kelompok kontrol pada berbagai usia dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Hasil yang diperoleh merupakan rataan ± simpangan baku. Tabel 1 Rataan kadar hormon estrogen (pg/mL) tikus betina usia 28, 42 dan 56 hari Usia (hari)
Kelompok Kontrol
Perlakuan
28 11.060±3.152 17.573±3.839 42 3.443±0.427a 8.880±1.592b 56 9.763±5.273 10.880±5.394 a Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata pada taraf uji 5%.
Hasil analisis kadar hormon estrogen menunjukkan adanya perbedaan kadar hormon estrogen antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dari setiap usia yang diamati. Namun perbedaan nyata (P<0.05) hanya terlihat pada kadar estrogen tikus usia 42 hari. Pada usia ini, kadar hormon estrogen kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mohamud (2013) yang menunjukkan kadar hormon estrogen kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak tempe 0.25 g/ekor/hari lebih tinggi daripada kelompol kontrol. Menurut Suprihatin (2008) dalam penelitannya, pemberian tepung tempe dapat meningkatkan kadar estradiol. Senyawa isoflavon yang terdapat pada tempe berfungsi sebagai fitoestrogen yang dapat berikatan dengan reseptor estrogen di dalam tubuh. Meningkatnya kadar estrogen dalam tubuh diduga karena adanya ikatan fitoestrogen dengan reseptor estrogen yang
8 menyebabkan estrogen endogen tubuh tidak dapat berikatan dengan reseptor tersebut sehingga jumlah estrogen yang bebas dalam sirkulasi meningkat (Mardiati dan Sitasiwi 2008). Perbedaan yang nyata pada usia 42 hari disebabkan karena usia 42 hari merupakan periode menjelang pubertas pada tikus. Menurut Malole dan Pramono (1989), tikus betina mengalami pubertas pada usia 50-60 hari. Menurut Sherwood (2001), pada periode menjelang pubertas akan terjadi peningkatan aktivitas Gonadotropin-releasing Hormone (GnRH) yang berdampak pada meningkatnya kadar FSH dan LH yang berperan dalam perkembangan dan pematangan sel folikel. Perkembangan sel folikel akan menghasilkan estrogen sehingga berdampak pada tingginya kadar estrogen dalam darah.
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Pertumbuhan Organ Ovarium Tikus Usia Lepas Sapih Ovarium adalah salah satu organ penghasil hormon yang berfungsi dalam sistem reproduksi primer betina. Ovarium melakukan tugas ganda yaitu menghasilkan ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormon-hormon steroid seks betina seperti estrogen dan progesteron (Sherwood 2001). Pertumbuhan dan kinerja ovarium dapat diukur dari perubahan bobot dan kadar DNA serta RNA organ ovarium. Rataan bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ ovarium tikus betina usia 28, 42 dan 56 hari dari kelompok perlakuan dan kontrol dinyatakan dalam rataan ± simpangan baku yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ ovarium tikus usia 28, 42 dan 56 hari Parameter yang diamati
Usia (hari) 28 Bobot Basah 42 (g) 56 28 Bobot Kering 42 (g) 56 28 Kadar Air 42 (%) 56 28 Total Kadar DNA 42 (µg) 56 28 Total Kadar RNA 42 (µg) 56 a Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada nyata pada taraf uji 5%.
Kelompok Kontrol Perlakuan 0.017±0.007 0.015±0.005 0.033±0.009 0.022±0.007 0.043±0.015 0.059±0.017 0.003±0.001 0.004±0.001 0.005±0.001 0.003±0.005 0.004±0.003 0.007±0.003 77.551±6.053 70.529±5.016 85.472±6.436 82.081±7.455 82.283±11.840 87.478±6.577 138.717±55.571 151.777±31.632 142.447±48.640 123.663±81.085 139.157±62.913 107.777±62.505 160.250±50.100 244.117±94.250 209.447±43.841 131.887±24.692 312.723±48.889 220.030±53.276 baris yang sama menunjukkan hasil berbeda
Hasil analisis bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA ovarium menunjukkan pemberian ekstrak tempe tidak berbeda antara
9 kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hal ini diduga karena aktivitas fitoestrogen dalam ekstrak tempe tidak bekerja optimal. Hasil ini berbeda dengan penelitian Mohamud (2013) yang melaporkan bahwa pemberian ektrak tempe dengan dosis 0.25 g/ekor/hari dapat meningkatan bobot basah dan bobot kering ovarium (P<0.05) pada usia 42 hari dengan kadar air yang lebih rendah antara kelompok perlakuan dan kontrol. Hasil yang berbeda ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan dosis pemberian ektrak tempe. Bobot ovarium pada kelompok perlakuan di usia 56 hari cenderung lebih tinggi. Hal ini terjadi karena fitoestrogen dalam tempe dapat berikatan dengan reseptor estrogen pada ovarium. Ikatan antara estrogen dan reseptor estrogen pada ovarium akan mengaktivasi sel dan menginduksi proliferasi sel-sel ovarium sehingga terjadi penambahan jumlah sel yang akan meningkatkan massa ovarium (Suttner et al. 2005). Menurut Sudatri (2006), penurunan kadar air ovarium disebabkan meningkatnya jumlah sel dan bukan karena inhibisi air. Kadar air ovarium usia 56 hari pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol kemungkinan karena proses reproduksi sudah dimulai. Hasil analisis total kadar DNA dan RNA ovarium menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata akibat pemberian ekstrak tempe terhadap kadar DNA dan RNA. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mohamud (2013). Meskipun tidak memiliki perbedaan yang nyata, total DNA ovarium kelompok perlakuan pada usia 28 hari lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Peningkatan sintesis DNA dapat terjadi karena jumlah sel yang bertambah akibat dari peningkatan proliferasi dan mitosis sel. Menurut Suprihatin (2008), peningkatan proliferasi sel ovarium akan mengakibatkan sel-sel folikel lebih cepat mengalami pematangan hingga ovulasi dapat terjadi lebih cepat. Proses ovulasi yang lebih cepat menunjukkan bahwa usia pubertas tikus lebih cepat dan kemampuan reproduksi hewan betina akan meningkat. Total RNA ovarium tikus pada usia 28 hari pada kelompok perlakuan juga menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol. Menurut Dewantoro (2001), fungsi dari sintesis protein yang terjadi di dalam sel terkait erat dengan perubahan konsentrasi RNA.
Pengaruh Pemberian Ekstrak Tempe terhadap Pertumbuhan Organ Uterus Tikus Usia Lepas Sapih Bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ ovarium tikus betina usia lepas sapih dari kelompok perlakuan dan kontrol pada usia 28, 42 dan 56 hari tertera pada Tabel 3.
10 Tabel 3 Bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ uterus tikus usia 28, 42 dan 56 hari Parameter yang diamati
Usia (hari) 28 Bobot Basah 42 (g) 56 28 Bobot Kering 42 (g) 56 28 Kadar Air 42 (%) 56 28 Total Kadar DNA 42 (µg) 56 28 Total Kadar RNA 42 (µg) 56 a Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada nyata pada taraf uji 5%.
Kelompok Kontrol Perlakuan 0.019±0.010 0.018±0.010 0.047±0.017 0.055±0.033 0.063±0.032a 0.131±0.030b 0.004±0.001 0.007±0.003 0.008±0.004 0.010±0.004 0.009±0.004 0.018±0.010 75.167±8.897 59.862±5.466 83.240±8.177 79.137±4.707 84.744±1.967 84.887±11.686 147.850±50.308 184.247±30.949 177.403±77.625 166.710±8.491 153.427±23.844 224.450±86.705 151.937±42.048 346.157±280.355 365.627±292.122 331.280±252.349 275.993±272.399 542.087±238.399 baris yang sama menunjukkan hasil berbeda
Pemberian ekstrak tempe berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap bobot basah uterus pada usia 56 hari, namun tidak berpengaruh pada usia 28 dan 42 hari. Fitoestrogen kedelai seperti halnya estrogen memiliki aktivitas uterothrophic yang menyebabkan peningkatan massa uterus (Putra 2009). Hormon estrogen sendiri berfungsi memelihara keseluruhan saluran reproduksi betina seperti merangsang pertumbuhan endomentrium dan miometrium (Sherwood 2001). Pada usia 56 hari, tikus telah memasuki masa pubertas sehingga pertumbuhan endometrium dan miometrium terjadi untuk mempersiapkan masa kebuntingan. Retensi air atau pembendungan air juga dapat menambah bobot uterus. Pemberian estrogen eksogenik pada tikus dapat menyebabkan pembendungan air dan meningkatkan kemampuan substrat dan ion-ion yang dibutuhkan dalam pertumbuhan uterus (Partodihardjo 1992). Hasil analisis bobot kering uterus, pemberian ekstrak tempe tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) pada setiap usia yang diamati. Bobot kering adalah bobot yang bebas dari kandungan air dan lemak yang hanya terdiri dari protein dan asam nukleat. Penghilangan air dan lemak dilakukan untuk melihat aktivitas ovarium dan uterus melalui materi protein. Peningkatan bobot kering menunjukkan meningkatnya aktivitas sintesis protein dalam uterus (Mohamud 2013). Bobot kering uterus pada kelompok perlakuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol pada segala usia. Hasil ini sejalan dengan penelitian Mohamud (2013) dimana pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.25 g/ekor/hari menyebabkan peningkatan bobot basah dan kering secara nyata (P<0.05). Peningkatan bobot uterus pada usia 56 hari dapat dipengaruhi oleh adanya pemberian fitoestrogen dari ekstrak tempe. Berdasarkan analisis total kadar DNA dan total kadar RNA, pemberian ekstrak tempe tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0.05). Hasil ini sejalan dengan penelitian Mohamud (2013) dengan pemberian dosis 0.25 g/ekor/hari. Markaverich et al. (1995) dalam penelitiannya melaporkan bahwa peningkatan
11 bobot basah dan kering uterus akibat fitoestrogen tidak selalu mengindikasikan terjadinya hiperplasia sel uterus yang ditunjukkan oleh kadar DNA. Meskipun tidak berbeda nyata, peningkatan bobot basah uterus tikus kelompok perlakuan pada usia 56 hari diikuti pula dengan peningkatan total kadar DNA dan RNA. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan bobot uterus disebabkan penambahan jumlah sel dan akan meningkatkan sintesis DNA. Menurut Mege et al. (2007), hormon estrogen membantu uterus dalam meningkatkan sintesis DNA dan proliferasi sel uterus sehingga uterus akan menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan fetus. Menurut Jusuf (1988), metabolisme protein di dalam sel dikendalikan oleh DNA. Peningkatan sintesis DNA ini akan meningkatkan aktivitas sintesis protein di dalam sel yang ditunjukkan oleh peningkatan total kadar RNA. Menurut Dewantoro (2001), perubahan konsentrasi RNA merupakan fungsi dari sintesis protein yang terjadi di dalam sel.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pemberian ekstrak tempe dengan dosis 0.5 g per ekor setiap hari selama 28 hari meningkatkan kadar hormon estrogen pada usia 42 hari serta meningkatkan bobot basah uterus pada usia 56 hari tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar DNA dan RNA ovarium dan uterus.
Saran Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian ekstrak tempe terhadap kinerja reproduksi betina pada usia setelah pubertas. Selain itu, perlu dilakukan penyeragaman bobot badan tikus yang digunakan serta penambahan jumlah sampel pada setiap kelompok.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007-2013. Jakarta (ID): Badan Pusat Statitistik. Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2004. Biology. Ed ke-3. California (USA): Benjamin Cummings. Dewantoro E.2001. Rasb RNA/DNA, karakter morfometrik dan komposisi daging ikan mas (Cyprinus carpio L.) strain sinyonya, karper kaca dan hibridanya [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ewan YW, Morr CV, Seo A. 1992. Isoflavones aglucones and volatile compound in aoy beans effects of soaking treatments. J Food Sci. 57(2): 414-417
12 Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran. Ed ke-20. Widjajakusuma H, penerjemah; Djauhari, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Medical Physiology. Genetika Science Indonesia, PT. 2008. Genomic DNA Mini Kit (Tissue) Protocol V. 04.09.12. Jakarta, Indonesia. Guyton AC. 1996. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit (Human Physiology and Mechanism of Disease). Ed ke-3. Jakarta (ID): EGC. Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan I, Tengadi Ka, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology 9th Ed. Hafez ESE, Jainudeen MR, Rosnina Y. 2000. Reproduction in Farm Animals. Ed. ke-3. Philadelphia (USA): Lippincott Williams & Wilkins. Jusuf M. 1988. Genetika dasar 1: Ekspresi gen. Bogor (ID): lnstitut Pertanian Bogor. Malole MBM dan Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Bogor (ID): IPB Press. Manalu W dan Sumaryadi MY. 1998. Maternal serum progesterone concetration during gestation and mammary gland growth and development at parturirion in javanese thin-tail ewes with carrying a single or multiple fetuses. Small Rum Res. 27: 131-136. Mardiati SM dan Sitasiwi AJ. 2008. Korelasi jumlah folikel ovarium dengan konsentrasi hormon estrogen mencit (Mus musculus) setelah konsumsi harian tepung kedelai selama 40 hari. J Ana Fis. 16(2): 54-59. Markeverich BM, Brett W, Charles LD dan Rebecca RG. 1995. Effects of coumestral on estrogen receptor function and uterine growth in ovariectomized rats. Environ Health Perspect. 103: 574-581. Mege RV, Nasution SH, Kusumorini N dan Manalu W. 2007. Pertumbuhan dan perkembangan uterus dan plasenta babi dengan superovulasi. J Biosci Bioeng. 14: 1-6. Mohamud NB. 2013. Peran pemberian ekstrak tempe terhadap organ ovarium dan uterus tikus betina prapubertas [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Partodihardjo S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta (ID): Mutiara Sumber Widya. Putra AP. 2009. Efektivitas pemberian kedelai pada tikus putih (Rattus novergicus) bunting dan menyusui terhadap pertumbuhan dan kinerja reproduksi anak tikus betina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rishi RK. 2002. Phytoestrogens in health and illnes. Indian J Pharmacology 34:311-320. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Brahm, penerjemah; Santoso BI, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Human Physiology from Cells to Systems. Sudatri N. 2006. Suplementasi somatotropin untuk memperbaiki tampilan fisiologi tikus betina usia enam bulan satu tahun [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suprihatin. 2008. Optimalisasi kinerja reproduksi tikus betina setelah pemberian tepung kedelai dan tepung tempe pada usia prapubertas [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
13 Suttner AM, Danilovich NA, Banz WJ, and Winters TA. 2005. Soy Phytoestrogens: effects on ovarian function. Society for the Study of Reproduction [Internet]. [diakses Agustus 2014]. Tersedia pada: http://tw3a.siuc.edu/angssr.htm. Tsourounis C. 2004. Clinical effects of phytoestrogens. Clin Obstet Gynecol. 44(4):836-842. Vander A, Sherman J, Luciano D. 2001. Human Physiology: The Mechanisms of Body Function. Ed ke-8. New York (USA): McGraw-Hill. Winarsi. 2005. Isoflavon, Berbagai Sumber, Sifat dan Manfaatnya pada Penyakit Degeneratif. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
14 Lampiran 1 Analisis data estradiol tikus betina usia lepas sapih Group Statistics Kelompok estradiol28
estradiol42
estradiol56
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
3
1.10600E1
3.152332
1.820000
2
3
1.75733E1
3.839848
2.216937
1
3
3.44333
.427122
.246599
2
3
8.88000
1.592859
.919638
1
3
9.76333
5.273427
3.044615
2
3
1.08800E1
5.394673
3.114616
Independent Samples Test Levene's Test
for
Equality of Variances
t-test for Equality of Means Sig. d (2-
F estrad Equal iol28
variances assumed
Sig. .
t .
2.271 .854
not assumed
iol42
variances assumed
6
.
-
variances
5.710 .286
not assumed
iol56
variances assumed Equal variances not assumed
-
.680 061 5.710
Equal
estrad Equal
-
-
variances
estrad Equal
df tailed)
320 602 2.271
Equal
. 004 951
.
Mean Std. Error 95% Confidence Interval of the Difference Differen Differenc
.256
.256 .998
ce .
e -
4 6.5133 086 33 3
.
088
6.5133 33
.
-
4 5.4366 005 67 2
.
021
5.4366 67
.
-
4 1.1166 810 67 3 810
.
1.1166 67
Lower
Upper
2. -
1.450
868312 14.477043
2.
376
-
1.570
868312 14.597614
947
.9
-
-
52126
8.080193
2.793140
.9
-
-
52126
9.079162
1.794172
4.
-
10.97
355515 13.209515
6182
4.
-
10.97
355515 13.211979
8646
15 Lampiran 2 Analisis data bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ ovarium tikus Group Statistics kelomp ok bb28
bb42
bb56
bk28
bk42
bk56
kadarair28
kadarair42
kadarair56
totaldna28
totaldna42
totaldna56
totalrna28
totalrna42
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
3
.01767
.007371
.004256
2
3
.01567
.005508
.003180
1
3
.03367
.009018
.005207
2
3
.02233
.007506
.004333
1
3
.04333
.015308
.008838
2
3
.05900
.017436
.010066
1
3
.00367
.000577
.000333
2
3
.00433
.001155
.000667
1
3
.00500
.001732
.001000
2
3
.00367
.000577
.000333
1
3
.00403
.003564
.002058
2
3
.00733
.003786
.002186
1
3 7.75513E1
6.053079
3.494747
2
3 7.05297E1
5.016409
2.896225
1
3 8.54720E1
6.436264
3.715978
2
3 8.20810E1
7.455624
4.304506
1
3 8.22837E1
11.840461
6.836093
2
3 8.74780E1
6.577001
3.797234
1
3 1.38717E2
55.571387
32.084155
2
3 1.51777E2
31.632506
18.263036
1
3 1.42470E2
48.640089
28.082369
2
3 1.23663E2
81.085305
46.814622
1
3 1.39157E2
62.913468
36.323108
2
3 1.07777E2
62.505763
36.087719
1
3 1.60250E2
50.100660
28.925629
2
3 2.44117E2
94.250669
54.415649
1
3 2.09447E2
43.841994
25.312187
2
3 1.31887E2
24.692554
14.256253
16 totalrna56
1
3 3.12723E2
48.889167
28.226174
2
3 2.20030E2
53.276005
30.758916
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
Mean
Std.
95% Confidence
Error
Interval of the
Sig. (2- Differen Differen F bb28
Equal variances assumed
Sig.
.376
not assumed Equal variances assumed
.020 .894
Equal variances
bb56
df
.559 .496 .376
Equal variances
bb42
t
1.67 3
4 3.70 2 4
1.67 3.87
not assumed
3
Equal variances
-
assumed
tailed)
.114 .752 1.17
2
.726
.727
.170
.172
-
not assumed
1.17 0
bk28
Equal variances assumed
3.200 .148
Equal variances
4
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.894
3.93 4
.894
6.400 .065
1.26 5
1
4
0
3
9
4
.01133 .00677 3
.308 .01566 7
.422 .00066
.438 .00066 7
.313
2
.01133 .00677
.307 .01566
.275
2
.00200 .00531
7
1.26 2.43 5
0
4
Lower
.00200 .00531
7
- 2.94
not assumed
bk42
-
ce
-
0 Equal variances
ce
4 .01339 6
.01339 6
.00074 5
.00074 5
.00133 .00105 3
4
.00133 .00105 3
Difference
4
Upper
-.012750
.016750
-.013229
.017229
-.007475
.030141
-.007722
.030389
-.052859
.021526
-.053106
.021773
-.002736
.001403
-.003066
.001732
-.001593
.004260
-.002503
.005170
17 bk56
Equal variances assumed
.044 .843 1.09
4
.333 .00330
9 Equal variances
-
not assumed
1.09 9
kadarai Equal variances r28
assumed
.045 .842
Equal variances
1.54 7
0 3.98 6
4
1.54 3.86
not assumed
7
7
.334 .00330 0 .197
.199
kadarai Equal variances r42
assumed
.183 .691 .596
Equal variances not assumed
.596
kadarai Equal variances r56
assumed
1.953 .235
Equal variances
.664
totaldna Equal variances assumed
Equal variances not assumed
.664
3.91 7
2.191 .213
.354
4
.584
7
assumed
1.818 .249 .344
Equal variances not assumed
.344
assumed
.061 .817 .613
00
00
.552 5.1943 33
.741 13.060
.746 13.060 000
4
3.27 4
.748
.751
4
.573
87
87
7.8199 20
7.8199 20
36.917 902
36.917 902
467
18.806 54.591 667
467
31.380 51.202 000
.005035
-.011647
.005047
- 19.62360
457
1
- 19.79680
74 5.753469
18.806 54.591 667
-.011635
74 5.580268
3.3910 5.6865
000
3
2
3.3910 5.6865
-
totaldna Equal variances 56
67
4
.00300
7.0216 4.5388
.543 5.1943
totaldna Equal variances 42
67
33
- 3.17 .354
.583
2
7.0216 4.5388
-
- 3.12
not assumed
28
-
4
.00300
12.39749 6 12.53105 9 26.90591 3 29.51909 0 115.5605 28 127.0087 02 132.7635 46 146.9763 29 110.7808 12
2 19.17949 6
19.31305 9
16.51724 6
19.13042 4
89.44052 8
100.8887 02
170.3768 79
184.5896 62
173.5408 12
18 Equal variances not assumed
.613
totalrna Equal variances 28
assumed
4.00 0
.573
1.992 .231 1.36
-
not assumed
1.36 1
totalrna Equal variances 42
assumed
1.751 .256
Equal variances
4
.245 83.866
0
totalrna Equal variances assumed
Equal variances not assumed
0
667 3.04 7
4
2.67 3.15
not assumed
56
2.67
.126 .741
2.22 0
3
4
2.22 3.97 0
000 -
1 Equal variances
31.380 51.202
1
.265 83.866 667 .056
.072
.091
.091
457
61.625 927
61.625 927
77.560 29.050 000
775
92.693 41.747 333
189
92.693 41.747 333
110.7831 81 254.9676 71 278.2985 52
189
173.5431 81
87.23433 7
110.5652 19
- 158.2178
775 3.097883
77.560 29.050 000
-
12.40794 0 23.21544 5 23.55210 2
83 167.5279 40
208.6021 12
208.9387 69
19 Lampiran 3 Analisis data bobot basah, bobot kering, kadar air, total DNA dan total RNA organ uterus tikus Group Statistics kelomp ok bb28
bb42
bb56
bk28
bk42
bk56
kadarair28
kadarair42
kadarair56
totaldna28
totaldna42
totaldna56
totalrna28
totalrna42
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
3
.01900
.010583
.006110
2
3
.01867
.010066
.005812
1
3
.04700
.017776
.010263
2
3
.05500
.032909
.019000
1
3
.06367
.032332
.018667
2
3
.13133
.030665
.017704
1
3
.00433
.001155
.000667
2
3
.00733
.003055
.001764
1
3
.00800
.004359
.002517
2
3
.01067
.004726
.002728
1
3
.00967
.004726
.002728
2
3
.01800
.010392
.006000
1
3 7.51673E1
8.897226
5.136816
2
3 5.98627E1
5.466359
3.156004
1
3 8.32407E1
8.177974
4.721555
2
3 7.91373E1
4.707397
2.717817
1
3 8.47447E1
1.967717
1.136062
2
3 8.48877E1
11.686765
6.747357
1
3 1.47850E2
50.308829
29.045816
2
3 1.84247E2
30.949031
17.868432
1
3 1.77403E2
77.625016
44.816824
2
3 1.66710E2
8.491472
4.902554
1
3 1.53427E2
23.844505
13.766632
2
3 2.24450E2
86.705341
50.059352
1
3 1.51937E2
42.048078
24.276469
2
3 3.46157E2
280.355098
161.863092
1
3 3.65627E2
292.122386
168.656938
2
3 3.31280E2
252.349577
145.694096
20 totalrna56
1
3 2.75993E2
272.228972
157.171470
2
3 5.42087E2
238.399787
137.640181
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variance s
t-test for Equality of Means
Mean
Std.
95% Confidence
Error
Interval of the
Sig. (2- Differen Differen F bb28
Sig.
t
df
Equal variances assumed
.057 .823 .040
Equal variances not assumed
bb42
Equal variances assumed
.040
2.54 6
Equal variances
.370
.370
Equal variances assumed
.186
-
4
3.99 0
4
6
4
-
not assumed
2.63 0
bk28
Equal variances assumed
Equal variances not assumed
2.57 1
9
.184 1.59
4
1.59 1
3
.730 .00800
.735 .00800 0
.058 .06766
.058 .06766 7
.187 .00300 0
2.56 0
3
.00033 .00843
-
1 -
3
7 3.98
Lower
.00033 .00843
-
0 Equal variances
.970
ce
0
.060 .819 2.63
.970
ce
-
- 3.07
not assumed
bb56
tailed)
.225 .00300 0
Difference
3
.02159 5
.02159 5
.02572 7
.02572 7
.00188 6
.00188 6
Upper -
.02308
.023746
0 .02310
.023769
3 .06795
.051957
7 .07577
.059779
9 .13909
.003763
7 .13917
.003842
6 .00823
.002235
5 .00962 9
.003629
21 bk42
Equal variances assumed
.026 .880
Equal variances
Equal variances assumed
.718
.718
3.85 5
.121 1.26
.512 .00266 7
4
.512 .00266 7 -
4
.275 .00833
4 -
not assumed
1.26 4
kadarair2 Equal variances assumed
4
-
Equal variances
8
-
- 3.97
not assumed
bk56
-
.704 .449
Equal variances
2.53 9
3 2.79 3
4
2.53 3.32
not assumed
9
2
.301 .00833 3
.064
.077
kadarair4 Equal variances 2
assumed
.727 .442 .753
Equal variances not assumed
kadarair5 Equal variances 6
assumed
.753
10.0 96
Equal variances
8
assumed
Equal variances not assumed
.021
3.19 4
.021
1.67
4
5
3
4
1.06 7
667
4
2
.00659 1
.00659 1
67
67
4.1033 5.4479 33
00
4.1033 5.4479 33
.984 .14300
.985 .14300 0
.346 36.396 667
3.32
.00371
15.304 6.0288
-
7 -
.503
667
0
.265 1.06
.493
2
15.304 6.0288
-
- 2.11
not assumed
totaldna2 Equal variances
.034
-
4
.00371
.357 36.396 667
00
6.8423 29
6.8423 29
34.101 910
34.101 910
.01297
.007639
2 .01299
.007666
9 .02663
.009967
4 .03021
.013549
6 1.4341 51 2.8726 32 11.022 462 12.652 875 19.140 351 28.121 116 131.07 8748 139.17 6141
32.04348 4
33.48196 6
19.22912 9
20.85954 2
18.85435 1
27.83511 6
58.28541 5
66.38280 8
22 totaldna4 Equal variances 2
assumed
3.05 6
.155 .237
Equal variances not assumed
totaldna5 Equal variances 6
assumed
.237
7.62 5
Equal variances
.051 1.36
1.36
8
assumed
Equal variances not assumed
9.82 9
8
.834
4
1
.290 71.023 333 -
4
.301 194.22
7 1.18 7
0000 2.09 0
.353 194.22 0000
totalrna4 Equal variances 2
assumed
.005 .947 .154
Equal variances not assumed
totalrna5 Equal variances 6
assumed
.154
4
3.91 7
.161 .709 1.27
not assumed
1.27 4
.885
.885
4
667
2
51.917 809
51.917 809
163.67 3478
163.67 3478
2009
34.346 222.87 667
.272 266.09 3333
3.93
174
34.346 222.87
-
4 Equal variances
333
333 2.30
174
10.693 45.084
.243 71.023
.035 1.18
333
-
8
8 totalrna2 Equal variances
2.04
.824
-
-
not assumed
4
10.693 45.084
.273 266.09 3333
2009
208.92 0297
208.92 0297
114.48 0400 179.00 8034 215.17 0279 268.62 8563 648.65 0426 870.19 2638 584.44 5233 589.63 3155 846.14 9069 850.15 2035
135.8670 67
200.3947 00
73.12361 2
126.5818 97
260.2104 26
481.7526 38
653.1385 66
658.3264 88
313.9624 02
317.9653 68
23
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Roro Ambarwati Arum Pakarti. Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 18 Juni 1992. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Putut Akhun Mudaris dan RAj Amalia Imaniwati. Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Bogor hingga tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Koperasi Mahasiswa IPB (2010-2012), Wadah Silahturahmi Alumni Islam Smanda (20102012), dan Himpunan Minat Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Aquatik Eksotik (2012-2013). Berbagai kegiatan yang pernah diikuti penulis sebagai penunjang kegiatan akademik adalah Kegiatan Magang di Seaworld Indonesia tahun 2011 dan sebagai asisten praktikum mata kuliah Anatomi Veteriner II tahun 2012.