Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
PERAN ORGANISASI NAHDLATUL ULAMA DALAM PELAKSANAAN PEMILU LEGESLATIF 2014 Abdul Afif Anwar (10140010) Mahasiswa Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang Abstrak Latar belakang penelitian ini adalah Muhammadiyah sebagai organisasi yang berkiprah dalam kegaiatan sosial kemasyarakatan juga banyak berperan dalam bidang lain terutama pendidikan. Di wilayah kabupaten Kendal khususnya di kecamatan Sukorejo peran Muhammadiyah dalam pendidikan telah memberikan kontribusi antara lain didalamnya lembaga pendidikan. Taman pendidikan Al Qur’an dan kajian – kajian keIslaman. Disamping usaha mengembangkan pendidikan akademik juga memperhatikan nilai – nilai spiritual keagamaan dengan dimasukkan mata pelajaran menjad ciri khusus Muhammadiyah berupa pendidikan akhlak, ibadah, tarikh, al Qur’an dan Hadits dan ke-Muhammadiyahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Gambaran umum wilayah Sukorejo ditinjau dari segi pendidikan; (2) Bagaimana proses masuknya Muhammadiyah di kecamatan Sukorejo; (3)Peran organisasi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan di wilayah kecamatan Sukorejo kabupaten Kendal; (4) Bentuk – bentuk penyelenggaraan pendidikan Muhammadiyah di wilayah kecamatan Sukorejo kabupaten Kendal; (5) Kontribusi yang diberikan organisasi Muhammadiyah dalam bidang pendidikan di kecamatan Sukorejo kabupaten Kendal; (6) Hambatan dan tantangan dalam perkembangan pendidikan di kecamatan Sukorejo; (7) Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan dan tantangan serta hasil yang telah dicapai dalam usaha peningkatan pendidikan oleh organisasi Muhammadiyah. Jenis penelitian ini menggunakan teknik deskriptif interaktif dengan dua variabel yakni Organisasi Muhammadiyah dan Bidang Pendidikan. Obyek penelitian adalah masyarakat kecamatan Sukorejo pada umumnya, Pimpinan Muhammadiyah Sukorejo. Instrumen penelitian dengan menggunakan metode interview, observasi, dan dokumentasi. Validitas data didapatkan dengan menggunakan teknik triangulasi data, yaitu dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat kebenaran suatu informasi yang diperoleh dari alat dan waktu yang berbeda dengan hasil observasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan organisasi Muhammadiyah sangat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan di kecamatan Sukorejo. Bagi organisasi Muhammadiyah sendiri diharapkan untuk makin merapatkan barisan dengan cara mengintegrasikan intern dan meningkatkan kerjasama antar amal usaha Muhammadiyah, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan keilmuan tentang manajemen pengelolaan sekolah, serta penerbitan siteplan tentang garis – garis besar jangka panjang pengelolaan sekolah – sekolah Muhammadiyah. Kata Kunci : Nahdlatul Ulama, Pemilu Legislatif PENDAHULUAN Sejarah politik Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat
pada umumnya dan
remaja
khususnya telah memberikan sumbangan yang tidak kecil artinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka selalu tampil pada moment penting dalam setiap perubahan politik. Berkaitan dengan itu Rusadi Kataprawira (2008: 119) menyatakan sebagai berikut: Dalam dunia politik masyarakat dikenal sebagai golongan ke-pentingan anomik (anomic interest group), karena mereka relatif mempunyai kematangan umur dan bekal pengetahuan, selalu merupakan kekuatan moral (moral force) dalam saat kritis. Reaksi-reaksi spontan terhadap keadaan yang berlaku sering berwujud sebagai demonstrasi, protes, bahkan kadang-kadang berupa huru- hara. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
9
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
Demonstrasi dan lain-lainnya di atas dapat secara sengaja diorganisasi atau dikendalikan oleh suatu golongan untuk tujuan-tujuan tertentu. Dalam kenyataannya aksi demikian itu cukup potensial dalam mengganggu atau bahkan mengganti sistem politik yang sedang berlaku. Pendapat di atas menunjukkan bahwa masyarakat tertentu
mem-punyai peran politik yang
tidak kecil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Mereka tampil untuk menyuarakan hati nurani rakyat yang tidak mempunyai kemampuan untuk memperjuangkannya sendiri. Belum dan tidak berfungsinya lembaga-lembaga masyarakat dan politik yang tinggi dan rasa tanggung jawab yang di dukung oleh idealisme untuk menegakkan kebenaran, sebagaimana diajarkan oleh prinsip dan etika ilmu pengetahuan yang digelutinya (Arbi Sanit, 2008). Dalam sejarah politik Indonesia, ”organisasi NU telah dan selalu memberikan komitmen untuk ikut mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik” (Mohtar Mas’oed, 2004: 106). Melalui aktivitas dalam pergerakan-pergerakan bersama masyarakat, mereka sesungguhnya telah berpartisipasi politik secara nyata. Dengan di tuntun oleh idealisme yang tinggi, mereka selalu tampil di garda depan sebagai pelopor untuk memperbaiki keadaan, terutama ketika bangsa mengalami krisis dan berada dalam keadaan kritis. Gerakan-gerakan yang ditampilkan tersebut sejak masa pra-kemerdekaan sampai menjelang akhir tahun 2000-an, membuktikan mereka memiliki kepedulian untuk berpartisipasi politik yang tinggi dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara. Periodisasi sejarah Indonesia ke dalam angkatan 1908, 1945, 1966 dan seterusnya bisa diartikan sebagai pengakuan terhadap peran sentral pemuda bersama ormas Islam (NU) dalam perkembangan politik bangsa ini. Sumpah Pemuda yang monumental itu kiranya menunjukkan peran yang besar. Berkaitan dengan hal tersebut, Arbi Sanit (2007: 89) menyatakan sebagai berikut: Adalah Sumpah Pemuda dalam tahun 1928 untuk pertama kali dengan gamblang mengemukakan bahwa angkatan muda yang juga melibatkan angggota NU sebagai komponen masyarakat meng-ambil bagian di dalam kehidupan politik Indonesia. Sumpah ter-sebut merupakan salah satu usaha untuk memperoleh kemerdekaan. Saat ini masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan bahasa Indonesia, bendera merah putih, lagu Indonesia Raya dan Indonesia sebagai kesatuan sosial dan politis. Demikian juga ketika bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan, angkatan muda dan juga organisasi NU juga memberikan “saham” yang tidak kecil bagi kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa ini. Kemudian pada tahun 1965, kembali masyarakat bersama mahasiswa menunjukkan partisipasi politiknya, dengan membentuk berbagai kesatuan aksi dan menuntut pembaharuan politik. Mereka berdemonstrasi guna menuntut perbaikan kehidupan politik dan ekonomi yang memprihatinkan. Gerakan-gerakan pada waktu itu didukung oleh tentara, khususnya Angkatan Darat, yang akhirnya dapat menumbangkan rezim Orde Lama, suatu resim yang otoriter dan yang telah gagal mengatasi defisit ekonomi dan politik.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
10
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
Seiring dengan perjalanan waktu, muncullah pemerintahan Orde Baru.
Mahasiswa dan
masyarakat juga organisasi masyarakat NU pada umumnya berharap, agar pemerintahan ini lebih demokratis dan dapat menciptakan pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama kehidupan politik dan ekonomi yang terpuruk dan nyaris bangkrut peninggalan Orde Lama. Akan tetapi setelah Orde Baru berkuasa lebih dari tiga dekade, harapan itu tidak terwujud. Sebaliknya, Orde Baru justru mentransformasikan dirinya menjadi sebuah rezim yang otoriter, represif dan korup. Rezim Orde Baru boleh dikatakan sebagai kelanjutan dari rezim Orde Lama. Antara Orde Lama dan Orde Baru, sama-sama otoriter dilihat dari segi kepemimpinan, bahkan rezim Orde Baru lebih otoriter dan antidemokrasi, bahkan rezim Orde Baru mengedepankan pertumbuhan ekonomi yang bersifat teknokratis, bahkan mengabaikan kehidupan politik dan mengorbankan demokrasi (Surbakti, 2002: 31). Strategi yang dipilih oleh rezim Orde Baru itu sebenarnya memiliki bahaya bagi bangsa dan negara ini. Sejarah seakan berulang kembali bangsa ini harus mengalami kepahitan dan krisis multidimensi yang tidak terhindarkan. Bahkan krisis multidimensi yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) pada paroh kedua tahun 1997 itu terasa lebih dahsyat. Di sini kembali mahasiswa bersama masyarakat dan juga ormas NU menunjukkan kepeduliannya terhadap persoalan yang melilit bangsanya. Badai krisis yang melanda negara ini dan belum ada tandanya bahwa krisis itu akan berlalu, memicu munculnya gelombang gerakan atau aksi keprihatinan dari berbagai kalangan. Ketidaknormalan yang dirasakan oleh banyak orang tersebut sebenarnya mencerminkan bahwa Soeharto begitu berkuasa, berkharisma, berwibawa dan karenanya banyak orang terbuai dibuatnya. Akibatnya timbul asumsi bahwa Soeharto sulit diganti, tidak bisa diturunkan dan akhirnya DPR/MPR yang mengatasnamakan wakil rakyat membiarkan Soeharto untuk berkuasa terus-menerus. Atas keputusan politik yang diambil oleh DPR/MPR itu, Soeharto sekeluarga dan kroni-kroninya mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi yang sangat besar. Tetapi mahasiswa dan sekelompok masyarakat dan juga ormas NU dengan berbagai aksinya telah mampu menjawab bahwa Soeharto dapat diturunkan. Kegigihan mahasiswa dan masyarakat yang menuntut reformasi berhasil menumbangkan Orde Baru yang represif dan korup. Rasanya tidak mungkin tawaran untuk melaksanakan reformasi politik dapat diwujudkan, jika Soeharto masih bertengger di kursi kepresidenan. Ketika Soeharto beserta rezim Orde Barunya masih berkuasa, tuntutan atau tawaran untuk melaksanakan reformasi politik guna mengatasi prahara krisis multidimensi yang menghantam Indonesia tidak di respon, di anggap mengada-ada, dicibirkan bahkan di anggap aneh. Mayoritas penguasa Orde Baru dan juga masyarakat pada umumnya, menganggap bahwa krisis itu semata-mata adalah krisis ekonomi. Jalan keluarnyapun bisa di tempuh melalui kebijakan-kebijakan ekonomi, tidak perlu melalui reformasi politik. Akan tetapi fakta menunjukkan kebijakan-kebijakan ekonomi tanpa dibarengi dengan reformasi politik, hasilnya nihil. Artinya kebijakan-kebijakan ekonomi tak mampu mengatasi krisis yang terjadi. Di sinilah urgensinya bahwa Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
11
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
reformasi politik itu harus dilaksanakan, sehingga Pemilu sebagai wadah untuk menampung aspirasi masyarakat di pandang sangat strategis. Di Kabupaten Demak, khususunya di Kecamatan Mranggen kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan wilayah lain. Krisis ekonomi yang berkepanjangan juga banyak berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat Mranggen. Nilai tukar rupiah yang menurun, harga kebutuhan pokok (sembako) yang tidak stabil dan bahkan cenderung meningkat (mahal). Oleh sebab itu organisasi NU sebagai wadah aspirasi masyarakat Islam mencoba bangkit melakukan kegiatan melalui pelaksanaan Pemilu, sebagai salah satu wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya agar kondisi ekonomi, sosial, dan politik di negeri ini segera normal kembali. Pemilu
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan reformasi politik.
Pelaksanaan Pemilu 2014 kemarin, tepatnya hari Rabu, 9 April 2014 diharapkan dapat membuka jalan bagi pemulihan krisis kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Kepercayaan kepada pemerintah dari rakyat mempunyai makna yang sangat penting, karena kepercayaan itu akan memberikan legitimasi kepada pemerintah. Tanpa legitimasi, dengan sendirinya pemerintah akan kehilangan haknya untuk memerintah. Dengan demikian Pemilu diharapkan dapat membentuk pemerintahan baru yang legitimate. Di titik inilah sebenarnya terletak urgensinya pelaksanaan Pemilu 2014. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Pemilu 2014 adalah untuk memulihkan krisis legitimasi. Namun kondisi di lapangan menunjukkan, ada sebagian masyarakat yang sudah tidak percaya lagi terhadap kinerja pemerintah, bosan dengan janji-janji dan cenderung menyengsarakan rakyat, sehingga kadang ada sebagian masyarakat yang tidak memihak pada partai tertentu, dengan demikian mereka memilih golongan putih (golput). Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “Peran Organisasi Nahdlatul Ulama dalam Pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak”.
KAJIAN PUSTAKA Lahirnya NU Keterbelakangan baik secara mental maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonensia akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul tahun 1908 Budi Utomo
tersebut dikenal dengan kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan
memang terus menyebar ke mana-mana, setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pem-bebasan (http://my-dock.blogspot.com/#ixzz3nAwhOU9z). Kalangan pesantren pada kala itu gigih melawan kolonialisme merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan seperti Nahdlatul Wathan
(Kebangkitan Tanah
Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswiruk Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
12
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatul Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya organisasi Nahdlatul Tujjar, Taswirul Afkar selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu di rasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan jaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini di pimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar (Navis, 2006). Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumus-kan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I’tiqad Ahlusunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan, dan politik. Pemilu Partisipasi politik berkaitan erat dengan Pemilu. Secara singkat keterkaitan itu dapat dijelaskan bahwa Pemilu merupakan salah satu wahana atau sarana bagi waga negaranya untuk melakukan partisipasi politik. Banyak kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik terlaksana atau terealisir dalam pemilihan umum. Hampir semua tahapan pemilihan umum, dari proses awal sampai akhir memerlukan keterlibatan warga negara. Di kebanyakan negara dunia Barat, “Pemilu di anggap sebagai lambang sekaligus tolak ukur demokrasi. Hasil Pemilu yang diseleng-garakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, di anggap dengan agak akurat mencerminkan partisipasi serta aspirasi masyarakat” (Budiardjo, 2004: 234). Bahkan dapat dinyatakan bahwa tidak ada Pemilu tanpa partisipasi atau keterlibatan warga negara. Pemilu dapat diartikan sebagai “lembaga dan proses politik demokrasi yang berfungsi untuk mewujudkan kedaulatan rakyat melalui pemerintahan perwakilan operasionalisasinya bekerja untuk memilih atau menentukan wakil rakyat yang akan menduduki posisi pemerintahan”
METODE PENELITIAN Jenis dan Desain Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif naturalistik untuk dapat mengambarkan secara alami, lengkap, mendalam, dan utuh mengenai pokok persoalan. Sebagaimana diungkap-kan oleh Moleong (2008: 18) bahwa ”penelitian kualitatif pada hakikatnya melakukan penelitian pada latar belakang alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity)”. Pendekatan kualitatif yang digunakan dimaksud-kan untuk memperoleh informasi dan penafsiran Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
13
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
yang mendalam tentang peran organisasi NU dalam kegiatan politik pada Pemilu legeslatif tahun 2014 sesuai dengan realitas yang ada di lapangan. Oleh karena itu, pengumpulan data berdasarkan situasi yang wajar, langsung, dan apa adanya sesuai kondidi lapangan. b. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah etnografik, yaitu
”sebuah studi yang
mendeskripsikan dan mengintepretasikan budaya, kelompok sosial atau sistem yang terjadi dalam suatu kelompok masyarakat tertentu” (Bungin, 2007: 69). Kelompok yang dijadikan subjek dalam penelitian ini adalah warga NU cabang Mranggen Kabupaten Demak dan para tokoh masyarakat yang di anggap memahami dan mengetahui tentang objek yang akan dikaji. Lokasi dan Waktu Penelitian a. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Alasan pemilihan lokasi di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak ini adalah: 1) Belum pernah ada penelitian yang menggambarkan tentang partisipasi anggota NU dalam pelaksanaan Pemilu 2014, sehingga secara ilmiah perlu di angkat dan perlu diteliti. 2) Menghemat tenaga, biaya, dan waktu, sebab tempat tinggal peneliti tidak jauh dari lokasi desa tersebut. b. Waktu Penelitian Adapun waktu penelitian direncanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai bulan Juni sampai Agustus 2014. Pengumpulan Data a. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah informan, dokumen, dan observasi, seperti dijelaskan satu per satu berikut ini. 1) Informan 2) Dokumen 3) Observasi b. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa metode yaitu: wawancara mendalam, observasi partisipasif, dan dokumentasi, seperti dikemukakan berikut ini. 1) Wawancara Mendalam 2) Observasi Partisipasif 3) Dokumentasi
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
14
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
HASIL PENELITIAN Sejarah Perkembangan NU di Kecamatan Mranggen Sejarah perkembangan NU di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak tidak terlepas dari sejarah pergerakan politik di Indonesia pada umumnya. Selengkapnya dapat diikuti penjelasan KH.Suyitno (Syt), sebagai Ketua Majelis Wakil Cabang NU Sering disingkat (MWC NU) Kecamatan Mranggen. Hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut: ”Berdirinya MWC NU Kecamatan Mranggen tidak terlepas dari perkembangan berdirinya PBNU Pusat. Hal ini diawali dengan sejarah keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang di alami bangsa oleh bangsa Indonesia sebagai akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi. Akibatnya menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, yaitu melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul tahun 1908 dikenal sebagai “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan terus menyebar ke mana-mana, setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan. Di kalangan pesantren yang selama ini kiga ikut gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti “Nahdlatul Wathon” (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan “Taswirul Afkar” atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan “Nahdlatut Tujjar” (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar tersebut, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Berkaitan dengan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu di rasa perlu untuk di bentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih siste-matis, untuk mengantisipasi perkembangan jaman. Oleh sebab itu setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama “Nahdlatul Ulama” (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini pertama kali di pimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar” (Hasil Wawancara dengan Syt, 24 Juni 2014). Selain hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ketua MWC NU Kecamatan Mranggen sebagai informan kunci atau key-informan, peneliti juga melakukan wawancara kepada Sekretaris MWC NU Kecamatan Mranggen, yaitu Bapak Drs. Syamsul Ma’arif yang diberi inisial Smsl. Selengkapnya hasil wawancara tersebut dapat diikuti penjelasan berikut ini: “Selain apa yang disampaikan oleh Bapak Suyitno sebagai Ketua PBNU Cabang Kecamatan Mranggen tempoh hari, saya hanya ingin menambah sedikit bahwa untuk menegaskan prisip dasar organisasi NU, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (Prinsip Dasar), kemudian juga merumuskan Kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal-Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam kittah (cara kerja) NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik” (Hasil Wawancara dengan Smsl, 26 Juni 2014).
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
15
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
Berdasarkan hasil kedua wawancara di atas dapat dikemukakan bahwa sejarah berdirinya NU tidak terlepas dari perjuangan kebangkitan bangsa Indonesia mulai tahun 1908. Apabila dikaitkan dengan kebangkitan nasional atau kebangkitan bangsa, maka tahun 1908 tersebut dalam organisasi nasional juga berdiri sebuah organisasi yang dikenal dengan sebutan Budi Utomo, dan mulai berdirinya Budi Utomo inilah merembet dan berimbas pada berdirinya organisasi lain termasuk di dalamnya Nahdlatul Ulama (NU) yang sampai sekarang masih berdiri tegak dan tetap eksis di tengahtengah masyarakat. Pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen Pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 dilaksanakan secara serentak dan secara nasional. Artinya dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin dilaksanakan dalam satu hari, yaitu jatuh pada hari Rabu, tanggal 9 April 2014. Berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014, berikut dikemukakan hasil wawancara baik yang diperoleh dari Ketua MWC NU Mranggen, Anggota NU Kecamatan Mranggen, dan
salah satu anggota masya-rakat sebagai wakil. Selengkapnya dapat
dikemukakan hasil wawancara seperti berikut ini: “Pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin, tepatnya pada hari Rabu tanggal 9 April 2014, di Kecamatan Mranggen khususnya berjalan normal. Artinya tidak ada kendala yang berarti yang dapat menghambat jalannya atau proses pelaksanaan Pemilu. Hal ini salah satunya selain masyarakat telah dewasa dalam pemikiran, masyarakat juga telah memiliki kesadaran untuk menggunakan hal pilihnya dengan baik dan benar, sehingga secara tidak langsung membantu petugas PPS dalam pelaksanaan Pemilu tersebut” (Hasil Wawancara dengan Syt, 24 Juni 2014). Selain hasil wawancara yang dilakukan kepada Ketua MWC NU Kecamatan Mranggen, peneliti juga melakukan wawancara langsung kepada salah satu anggota NU Kecamatan Mranggen, yaitu kepada Drs. Nasrun yang diberi inisial Nsr. Selengkapnya hasil wawancara tersebut adalah sebagai berikut: “Dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin, yaitu pada hari Rabu tanggal 9 April 2014, di desa-desa seluruh Kecamatan Mranggen tidak ada masalah. Karena secara kebetulan saya melakukan keliling di TPS-TPS tiap RW dan RT. Mengingat banyaknya TPS dan luas wilayah Desa Mranggen, maka Pimpinan membagi tugas kepada teman-teman untuk melihat atau meninjau di TPS-TPS masing-masing desa dengan wilayah atau daeran pantauan berbeda. Untuk saya mendapat tugas di Desa Kebon Batur di damping beberapa teman, karena wilayah atau desa ini ada 18 TPS, maka saya harus memutar-putar dengan teman untuk memastikan keadaan adanya kendala atau tidak. Dan syukur alkhamdulillah semuanya berjalan aman dan terkendali, karena di masing-masing TPS telah terwakili oleh utusan dari partai-partai peserta Pemilu, sehingga secara keseluruhan berjalan normal” (Hasil Wawancara dengan Nsr, 26 Juni 2014). Untuk memastikan dan meyakinkan apakah segala sesuatu yang disampaikan itu benar, maka peneliti juga melakukan wawancara kepada salah satu anggota masyarakat sebagai peserta Pemilu dan
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
16
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
juga sekaligus mewakili anggota masyarakat. Selengkapnya hasil wawancara tersebut dapat dikemukakan seperti berikut ini: “Saya selaku anggota masyarakat, saya gunakan hal suara saya untuk memilih calon yang menurut saya dapat di percaya, Artinya mewakili suara saya di DPR Pusat, DPRD Provinsi maupun DPR Daerah serta DPD. Pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin menurut saya berjalan jujur dan adil, di tambah Rahasia, selain Langsung dan Umum, yang dikenal dengan LUBER dan JURDIL. Hal tersebut terlaksana dengan baik, menurut saya adanya kesiagaan para petugas di lapangan baik angota oleh anggota KPS, anggota POLRI dan anggota Koramil Mranggen maupun bantuan ormas atau organisasi masyarakat lain seperti NU dengan Banser-nya dan masyarakat sebagai relawan yang di utus oleh para calon legeslatif. Memang katanya ada politik uang (Money Politic), tapi nyatanya saya juga tidak mendapatkan uang itu. Padahal bila di lihat dari jarak, di sekitar rumah atau lingkungan saya tidak ada yang mencalonkan sebagai anggota legeslatif. Namun naytanya juga tidak ada gerilya uang, hehe.. Itulah mengapa saya berani mengatakan bahwa dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin berjalan jujur dan adil serta bebas dan rahasia” (Hasil Wawancara dengan Snts, 12 Juli 2014). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dikemukakan bahwa dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen kamarin berjalan baik dan normal. Hal ini selain adanya kesigapan para petugas di lapangan, baik para petugas di TPS-TPS juga adanya bantuan pihak keamanan dari POLRI dan anggota Koramil Mranggen, juga keterlibatan anggota Ormas seperti NU. Selain itu dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen berjalan normal, karena tidak terjadi politik uang dan juga dilaksanakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia (LUBER) serta dilaksanakan secara jujur dan adil (JURDIL). Partisipasi Anggota NU Kecamatan Mranggen Pada Pemilu Legeslatif 2014 Partisipasi anggota NU Kecamatan Mranggen dalam Pemilu Legeslatif tahun 2014 ini diambil dari anggota NU dan anggota masyarakat sebagai perwakilan. Wawancara pertama dilakukan kepada anggota NU yang bernama Nur Rohman dengan diberi inisial Rhm dan anggota masyarakat sebagai wakil masyarakat sebagai partisipan Pemilu Legeslatif 2014 bernama Sukemi dengan inisial Skm. Selengkapnya hasil wawancara tersebut dapat dikemukakan seperti berikut ini: “Pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin, tepatnya pada hari Rabu tanggal 9 April tahun 2014, saya sebagai salah satu anggota NU KecamatanMranggen diminta oleh pimpinan dan bekerjasama dengan aparat keamanan lainnya seperti POLRI dan Hansip untuk melakukan PAM atau menjaga agar keamanan benar-benar dapat di pastikan. Hasilnya alkhamdulillah, hingga perhitungan berakir tidak ada kendala yang berarti. Ini semua berkat hasil kerja sama baik anggota TPS, petugas keamanan, organisasi masyarakat yang ada, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam menggunakan hal pilihnya” (Hasil Wawancara dengan Rhm, 10 Juli 2014). Selain hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu anggota NU sebagai pelaku PAM atau keamanan, berikut dilakukan wawancara kepada salah satu warga masyarakat bernama Sukemi. Selengkapnya hasil wawancara tersebut dikemukakan berikut ini: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
17
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
“Saya sebagai anggota masyarakat selalu menggunakan hal suara saya untuk memilih calon wakil di DPD, DPR Pusat, DPRD Provinsi dan DPR Daerah. Pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 kemarin menurut saya berjalan jujur dan adil, langsung, umum, bebas dan rahasia. Hal tersebut terlaksana dengan baik, menurut salah satunya disebabkan oleh anggota KPS, anggota POLRI dan anggota Koramil Mranggen serta bantuan ormas, tidak ketinggalan anggota NU melalui Bansernya. Selain itu, dalam pelaksanaan Pemilu juga terasa putih, artinya tidak ada politik uang. Memang saya mendengar ada politik uang, namun setahu saya tidak ada, karena saya sendiri juga tidak mendapatkan uang tersebut. Itulah sebabnya saya berani mengatakan bahwa Pemilu kali ini terasa LUBER dan JURDIL-nya sangat terasa” (Hasil Wawancara dengan Skm, 15 Juli 2014). Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada anggota NU sebagai petugas di lapangan serta masyarakat yang menggunakan hal pilihnya dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen berjalan dengan normal, hal ini didasarkan pada kesadaran masyarakat yang menggunakan dasar LUBER dan JURDIL, yaitu pemilihan secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilakukan dengan penuh kejujuran dan keadilan. Faktor Pendukung yang Menyebabkan Anggota NU Kecamatan Mranggen Berperan dalam Pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 Faktor pendukung yang menyebaban anggota NU Kecamatan Mranggen ikut berperan dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 ini dilakukan wawancara kepada Ketua NU dan anggota NU Kecamatan Mranggen. Selengkapnya hasil wawancara tersebut dikemukakan seperti berikut ini: ”Faktor pendukung yang menyebaban anggota NU Kecamatan Mranggen berperan dan berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 adalah, karena Kecamatan Mranggen sebagian besar anggota masyarakatnya memeluk agama Islam. Mengingat kaum Nahdliyyin atau masyarakat Islam memiliki keyakinan agama yang mengikuti aliran ahlu sunnah wal-jamaah, maka anggota NU merasa ikut terpanggil untuk berpartisipasi aktif berbentuk pengamanan. Hal ini untuk mengantisipasi bila terjadi ha-hal yang tidak diinginkan, sehingga sebagai anggota NU dan juga sekaligus sebagai kaum Nahdliyyin merasa terpanggil untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu tersebut” (Hasil Wawancara dengan Nsr, 26 Juni 2014). Selain hasil wawancara yang dikemukakan berdasarkan hasil survai dan pengalaman lapangan oleh anggota NU, berikut dikemukakan hasil wawancara dari Ketua MWC NU Kecamatan Mranggen. Selengkapnya adalah sebagai berikut: ”Apa yang disampaikan oleh anggota kami tentang pengamanan pada saat Pemilu Legeslatif 2014 kamarin memang benar. Saya selaku orang yang dituakan dalam organisasi NU di Kecamatan Mranggen ini merasa terpanggil untuk berpartisipasi dalam pengamanan pelaksanaan Pemilu. Hal ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, apalagi di Mranggen ini banyak masyarakatnya beragama Islam dengan ahlu sunnah wal-jamaah sebagai kaum Nahdliyyin, maka kami tidak mau disalahkan bila terjadi apa-apa dan anggota kami tidak ada yang melakukan pengamanan. Dan yang jelas, kami tidak rela bila di wilayah kami terjadi kekisruhan dan perpecahan akibat politik di negara ini” (Hasil Wawan-cara dengan Syt, 24 Juni 2014).
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
18
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
Berdasarkan hasil wawancara dari kedua informan tersebut dapat dikemukakan bahwa faktor pendukung anggota NU Kecamatan Mranggen berpartisipasi aktif dalam pengamanan pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 adalah, karena sebagian besar masyarakat Kecamatan Mranggen beragama Islam dan dalam agama Islam yang di anut oleh masyarakat tersebut mengikuti aliran atau ahli sunnah wal-jamaah sebagai kaumnya yang disebut sebagai kaum Nahdliyyin akan merasa salah bila tidak melibatkan anggota tidak berpartisipasi aktif dalam bentuk pengamanan. Kendala yang Dihadapi Anggota NU Kecamatan Mranggen Berperan dalam Pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 Kendala yang dihadapi anggota NU Kecamatan Mranggen dalam perannya pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 ini juga didasarkan hasil wawancara dengan Ketua NU dan anggota NU Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Selengkapnya hasil wawancara tersebut seperti dikemukakan berikut ini: ”Telah kami singgung bahwa sebagian besar warga masyarakat di Kecamatan Mranggen adalah beragama Islam dengan aliran ahli sunnah wal-jamaah. Aliran ini adalah sebagai ajaran besar penganut aliran NU, sedangkan kaumnnya disebut sebagai kaum Nahdliyyin. Mengingat sebagian besar masyarakat telah memiliki kesadaran untuk berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Pelimu Legeslatif 2014, dalam arti menggunakan hal pilih sesuai dengan para calonnya, maka secara garis besar kendala tersebut tidak ditemukan. Kalau pun ada hambatan kecil seperti halnya masyarakat tidak menggunakan waktu secara efektif. Misalnya TPS sudah kosong tidak ada warga masyarakat yang memilih, tetapi masyarakat tidak segera datang, padahal mereka memiliki hal pilih. Itulah laporan-laporan teman-teman kami di lapangan, tetapi itu dapat di atasi dengan cara memanggil atau ketua RT mengingatkan warganya agar segera menggunakan hal pilih sesuai waktu yang ditentukan” (Hasil Wawancara dengan Syt, 24 Juni 2014). Adapun hasil wawancara kedua dilakukan kepada anggota NU Kecamatan Mranggen yang bertugas di lapangan berkaitan dengan kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014. Hasil wawancara ter-sebut selengkapnya dapat dikemukakan seperti berikut ini: ”Secara keseluruhan saya tidak menganggap adanya hambatan dalam pengamanan, karena masalah keterlambatan warga masyarakat dalam pemilihan dan penggunaan hak suara bukan menjadi tanggung jawab kami. Tanggung jawab kami adalah murni keamanan, sehingga masalah warga yang terlambat tersebut menjadi tanggung jawab ketua RT setempat dan kesadaran masyarakat itu sendiri serta tanggung jawab moral dari anggota TPS yang bersangkutan” (Hasil Wawancara dengan Rhm, 10 Juli 2014). Berdasarkan pada hasil wawancara kedua informan tersebut dapat dikemukakan bahwa kendala yang ditemukan dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen secara garis besar tidak ditemukan, hal ini bila dikaitkan dengan tugas pengamanan dari anggota NU, namun bila dikaitkan dengan pelaksanaan pemilihan suara, kendala yang kecil tersebut telah dilakukan penyelesaian dengan cara melibatkan Ketua RT di TPS dan warga di bawah pimpinan RT yang memiliki hak suara atau hal pilih dalam lingkungan TPS yang bersangkutan. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
19
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
Solusi yang Ditemukan dalam Pemecahan Masalah Pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 oleh Anggota NU Kecamatan Mranggen Berkaitan dengan solusi yang ditemukan dalam pemecahan masalah pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 oleh Anggota NU Kecamatan Mranggen ini dikemukakan hasil wawancara dari ketua NU Kecamatan Mranggen dan anggota masyarakat sebagai pengguna hak pilih. Selengkapnya dapat dikemukakan seperti berikut ini: ”Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh anggota dalam pengamanan pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014, maka telah dikemukakan tidak ditemukan. Permasalahan yang muncul hanyalah berkaitan dengan waktu pencoblosan atau penggunaan hak pilih, itu pun telah di atas oleh ketua RT masing-masing yang warganya memiliki hak pilih di TPS tertentu, sehingga permasalahan yang muncul berkaitan dengan anggota kami di lapangan, dapat dikemukakan tidak masalah sehingga juga tidak memberikan solusi apa-apa. Itu yang dilaporkan kepada saya hanyalah bersifat pemberitahuan, artinya yang berkaitan dengan tugas anggota kami tidak ada masalah” (Hasil Wawancara dengan Syt, 24 Juni 2014). Hasil wawancara berikutnya dikemukakan dari warga masyarakat sebagai pelaku pengguna hak suara atau hak pilih berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014. Selengkapnya hasil wawancara tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut ini: ”Sebagai warga negara yang baik tentu harus menggunakan hak suaranya untuk memilih calon legeslatif, walau kadang secara jujur dari anggota legeslatif tersebut sebagian tidak ada yang kenal. Sehingga kadang-kadang warga menggunakan hak suaranya untuk diberikan oraang yang tidak kenal. Inilah menurut saya kelemahan yang ada dalam Pemilu Legeslatif 2014 kemarin. Itu berkaitan dengan penggunaan hak suara, sedangkan dalam teknik pelaksanaan, ada sebagian warga yang sengaja datangnya siang, bahkan beberapa TPS ada yang lengang atau kosong, solusinya adalah ketua RT yang warganya mencoblos di TPS tertentu, mengoprakoprak (menyuruh) warganya untuk segera menggunakan hal pilih mereka. Ya mungkin bisa saja sebagai alasan kedatangan mereka sengaja di perlambat karena malas hak suaranya diberikan kepada orang yang tidak kenal, namun karena sungkan (tidak enak) dengan ketua RT yang berkeliling mengingatkan warganya untuk segera menggunakan hak pilihnya, maka mungkin dengan terpaksa warga yang terlambat datang tersebut menggunakan hal pilihnya. Itulah sementara yang saya tau ber-kaitan dengan solusi kendala dari pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 kamarin di wilayah Kecamatan Mranggen” (Hasil Wawancara dengan Skm, 15 Juli 2014). Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dikemukakan bahwa solusi dari kendala pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 di Kecamatan Mranggen telah diselesaikan, karena kendala tersebut berkaitan dengan teknik atau waktu pencoblosan yang seolah-olah di tunda, maka solusinya adalah ketua RT bagi warganya yang memiliki hak suaranya di TPS tertentu, maka kertua RT berkeliling untuk mengingatkan warganya agar segera menggunakan hak suara dengan cara memilih salah satu wakil yang di anggapnya dapat menampung aspirasi atau suaranya.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
20
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
KESIMPULAN Berdasarkan sajian dan analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan pada Bab I, maka simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sejarah perkembangan NU di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak tidak dapat terlepaskan dari adanya kebangkitan bangsa Indonesia melawan penjajah yang dimulai dari berdirinya organisasi Budi Utomo pada tahun 1908. 2. Pelaksanaan Pemilu Legeslatif tahun 2014 di Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak berjalan normal, artinya tidak ada kendala yang berarti yang dapat meng-hambat jalannya proses Pemilu tersebut. Hal ini salah satunya disebabkan
ke-dewasaan pemikiran masyarakat dan juga
masyarakat telah memiliki kesadaran untuk menggunakan hak pilihnya, sehingga secara tidak langsung membantu jalannya proses pemungutan suara di masing-masing TPS. 3. Partisipasi anggota NU Kecamatan Mranggen dalam Pemilu Legeslatif 2014 adalah bekerjasama dengan aparat keamanan lain seperti anggota POLRI, personil Koramil, dan Hansip untuk melakukan pengamanan agar keamanan benar-benar dapat diciptakan. Hal ini dilakukan mulai dari pemungutan hingga sampai pada hasil perhitungan suara. 4. Faktor pendukung
yang menyebabkan anggota NU Kecamatan Mranggen berperan dan
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 adalah, karena Kecamatan Mranggen sebagian besar anggota masyarakatnya memeluk agama Islam. Di sisi lain kaum Nahdliyyin sebagai penganut agama Islam dengan paham NU terbanyak, maka anggota NU merasa ikut terpanggil untuk berpartisipasi aktif dalam bentuk keamanan dalam pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 tersebut. 5. Kendala yang dihadapi anggota NU Kecamatan Mranggen dalam peran pelaksanaan Pemilu Legeslatif 2014 tidak ditemukan, karena kendala yang muncul berkaitan dengan waktu pelaksanaan dan hal ini telah dipecahkan oleh Ketua RT setempat yang memiliki hak pilih di lingkungan TPS masing-masing. 6. Solusi yang diberikan berkaitan dengan kendala di atas adalah, Ketua RT setempat berkeliling untuk memberitahukan kepada warganya agar segera menggunakan hak pilihnya berkaitan dengan terbatasnya waktu pemilihan yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Mustofa Bisri, 2010, Rekonsiliasi BP-NU, Semarang: Toha Putra. Arbi Sanit, 2008, Perwakilan Politik di Indonesia, Jakarta: Rajawali. Ahmad D. Marimba, 2008, Penyusunan Visi dan Misi Organisasi, bandung: Alfabeta. Burhan Bungin, 2007, Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Fred. R. Von Der Mehden, 2007, Politik Negara-negara Berkembang, Simamora (editor), Jakarta: Bina Aksara. Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
21
Vol. 02. No. 1, Nopember 2014
http://my-dock.blogspot.com/#ixzz3nAwhOU9z Lexy, J., Moleong, 2008, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda-karya. Mattew B. Miles. dan Michael A. Huberman, 2004. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru, Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia. Miriam Budiarjjo, 2004, Lembaga Legislatif dan Kepresidenan, Yogyakarta: Gama Media. Mas’oed dan Andrews, 2004, Asas-asas Ilmu Pemerintahan, Yogyakarta: UGM. Navis, AA., 2006, Filsafat dan Strategi NU, Jakarta: Grasindo. Ramlan Surbakti, 2002, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widiasarana. Rusli Karim, 2001, Dilema Demokrasui Pluralis antara Otonomi dan Kontrol, Simamora (editor), Jakarta: Rajawali. Rusadi Kartaprawira, 2008, Pemilu dan Moralisasi Masyarakat, Bandung: Jenmars. Suharsimi Arikunto, 2007, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta. Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta. Syamsuddin Haris, 2007, Menggugat Politik Orde Baru, Jakarta: Grafiti.
Jurnal Ilmiah Pendidikan Sejarah IKIP Veteran Semarang |
22