369 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
Dinamika Internal Kekuasaan Antar Elit dalam Organisasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan Yanuar Yudha Prasetya Abstrak Kekuasaan internal yang terjadi dalam organisasi Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan merupakan sebuah dinamika antar elit. Faktor yang melatarbelakangi dominasi kekuasaan tersebut adalah tumpang tindih kewenangan antara Tanfidziyah dengan Rois Syuriah yang ada dalam relasi elit informal. Relasi elit informal tersebut merupakan adanya peranan aktif dalam politik untuk mencapai kekuasaan dengan pengaruh yang diakui sebagai pemimpin yang berpengaruh besar dalam otoritasnya. Akibat dari adanya konflik tersebut membuat oganisasi Nahdlatul Ulama tidak berjalan secara maksimal, melihat dinamika kekuasaan yang melanda PC NU Kabupaten Lamongan membuat PB NU sebagai induk organisasi Nahdlatul Ulama mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 238/A.II.04.d/02/2013 tentang pembekuan kepengurusan PC NU Lamongan dan juga membentuk tim caretaker untuk menjalankan roda organisasi. Tugas yang diberikan kepada tim caretaker akan berakhir ketika terselenggaranya Konferensi Cabang Nahdatul Ulama Kabupaten Lamongan. Kata Kunci: Kekuasaan, Relasi Elit Informal, Organisasi, Nahdlatul Ulama, Kekuasaan. Pendahuluan Kekuasaan dapat terjadi seiring dengan berjalannya keadaan yang berawal dari permasalahan sehingga menimbulkan perbedaan dan munculnya kompetisi melalui ketegangan. Halnya pada organisasi Nahdlatul Ulama dapat berkuasa sejauh hubungan peran dan kiprah politik NU dapat mempengaruhi dan diterima oleh masyarakat. Di dalam organisasi NU terdapat peran-peran strategis yang mampu menjalankan perubahan dalam kekuasaan baik formal maupun informal. Pendukung dengan basis yang sangat besar dan luas membuat Organisasi Nahdlatul Ulama menjadi daya tarik tersendiri di dalam dunia perpolitikan. Tarik ulur kepentingan kerap terjadi didalam tubuh organisasi tersebut, bahkan terkadang tarik ulur kepentingan berakibat dengan perebutan kekuasaan yang berujung dengan perpecahan beberapa kubu atau pihak. Kepentingan-kepentingan politik sering kali masuk yang berakibat adanya kekuasaan diantara elit Nahdlatul Ulama. Khittah Nahdlatul Ulama dengan tegas mengatakan bahwa posisi NU untuk gerakan sosial keagaaman akan mengurus masalah-masalah umat, namun praktik dilapangan sangat sulit untuk ditebak. Berbagai dinamika kekuasaan internal yang terjadi telah membuat beberapa elit Nahdlatul Ulama terjun kedalam dunia politik. Dapat dilihat bahwa hubungan kekuasaan elit di organisasi PC NU 369
370 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
Lamogan dalam upaya demokratisasi di organisasi NU belum terwujud. Rois Syuriah masih mendominasi kewenangan yang seharusnya dilaksanakan bersamasama dengan Dewan Tanfidziyah. Konsep relasi elit informal dan pemahaman atas kekuasaan Hubungan kekuasaan elit yang ada di dalam tubuh organisasi mulai banyak mengalami perubahan sehingga masuk ke dalam ranah kekuasaan. Dominasi kekuasaan dapat terjadi disetiap struktur elit yang terlibat di dalamnya. Dalam kekuasaan ini pengaruh politik akan juga dapat muncul dimana yang dilakukan dua orang atau lebih akan mengalami proses interaksi sehingga dapat berakibat pada sisi postif maupun negatif. Halnya PC NU Lamongan dapat diketahui para elit organisasi islam dalam mempergunakan pengaruhnya untuk pembuatan dan proses kebijakan, sehingga isi kebijakan sesuai dengan kepentingan elit di dalam PC NU dan elit itu sendiri, yaitu Rois suriah dan dewan tanfidziyah. Hal tersebut berkaitan dengan kekuasaan yang dimiliki elit Nahdlatul Ulama untuk menjalankan organisasi dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Keputusan di dalam organisasi yang tercantum dalam Anggaran Dasar atau Anggaran Rumah Tangga yang mengatur wewenang elit Nahdlatul Ulama. Dinamika internal kekuasaan antar elit Nahdlatul Ulama merupakan sebuah organisasi yang potensial dan pada dasarnya memiliki modal awal yang kuat, yaitu basis massa. Meningkatnya jumlah cabang dalam waktu yang singkat menunjukkan NU secara organisasi cukup tertata. Pertimbangan umur organisasi, pencapaian meningkatnya jumlah wilayah di Indonesia dapat menjadi salah satu indikator pergerakan NU yang efektif dan efisien dalam kerangka manajemen baik dalam ranah internal maupun eksternal. Namun dalam menjalankan program-program kepengurusan setiap tahunnya, tidak selalu berjalan sesuai dengan konferensi cabang. Seperti halnya di Kabupaten Lamongan, kepengurusan yang ada pada Pengurus Cabang NU mengalami berkurangnya batasan waktu jabatan yang telah di sahkan sebelumnya. Dengan perbedaan yang terjadi pada masa jabatan, dikarenakan kekuasaan antar elit tersebar di kepengurusan. Dengan demikian, di dalam PC NU Lamongan yang terdiri dari: mustasyar (penasehat), syuriah (pimpinan tertinggi), dan tanfidziyah (pelaksana). Dewan Syuriah dan Tanfidziyah merupakan pembagian kerja yang sangat sederhana dalam NU. Dalam NU, pembagian kerja terdapat dua bentuk dewan adalah salah satu indikator bahwa ulama sebagai elit informal adalah pemeran 370
371 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
utama organisasi NU yang menentukan segala hal, baik dalam kesepakatan dan legitimasi keagamaan, politik, dan lainnya. Adanya ketidakpuasan dalam tubuh organisasi NU terutama dalam internalnya, menjadi titik awal munculnya kekuasaan antar elit di dalam kepengurusan organisasi. Dikarenakan organisasi akan berjalanan jika pengurus dapat berkontribusi untuk dapat menjalankan program kerja sesuai dengan keputusan bersama di konferensi Cabang, yang tertuang pada pasal 16, ayat (1) di dalam Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama tahun 2010 bahwa: “masa khidmat kepengurusan adalah lima tahun dalam satu periode di semua tingkatan, kecuali cabang istimewa selama (2) tahun.” Kekuasaan diperoleh karena adanya sumber-sumber yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok, yang dapat dijadikan sebagai alat atau sarana untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain sesuai yang diinginkan. Namun, terlihat bahwa terjadi pergeseran wewenang kekuasaan antar elit keduanya. Perkembangan telah mengubah idealitas struktur dalam organisasi NU. Dinamika kekuasaan dapat terjadi pada dasarnya dalam konteks bahwa Tanfidziyah seringkali melangkahi Syuriah dalam pengambilan keputusan organisasi, di mana seharusnya Tanfidziyah bergerak dengan arahan konseptual. Pertama, pergantian jabatan sekretaris. Kekuaan antar elit yang terjadi dalam tubuh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan berawal dari pergantian jabatan sekretaris di Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama. Sekretaris yang ada di PC NU Lamongan saat itu saudara H. Agus direncanakan akan diganti dengan kader Nahdlatul Ulama yang lain. Pergantian ini awalnya telah disetujui oleh semua pihak dari PC NU Lamongan. Dimana kesepakatan bersama melalui musyawarah telah di ambil dengan alasan posisi sekretaris, diperlukan adanya pebaikan yang ada di dalam tubuh NU. Pembuatan keputusan dalam NU dilakukan melalui sebuah wadah permusyawaratan, yang memiliki peringkat di mana hirarkhi dan kekuatan hukum yang dihasilkan juga menyesuaikan dengan peringkatnya. Namun ketika adanya pertemuan gabungan antara Syuriah dengan Tanfidziyah untuk memutuskan pergantian sekretaris terjadi perubahan tentang kesepakatan awal. Penolakan yang dilakukan oleh Ketua Tanfidziyah ini dilakukan dengan asumsi bahwa tidak ada pelanggaran yang dilakukan oleh Sekretaris, yaitu H.Agus, sehingga layak untuk diganti. Menurut Habib Husein, pekerjaan yang dilakukan oleh H. Agus ini telah berjalan secara maksimal. Namun Ketua Rois Syuriah tetap bersikukuh untuk melakukan rotasi jabatan terhadap posisi Sekeretaris PC NU Lamongan ini. Disinilah muncul perbedaan diantara Ketua Rois Syuriah dengan Ketua Tanfidziyah. Setelah adanya keputusan bersama terkait dengan pergantian sekretaris ini, rois syuriah mengirimkan surat pergantian kepada PW NU yang kemudian 371
372 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
diteruskan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di Jakarta. Bahwa rois syuriah memiliki kuasa penuh terhadap kebijakan yang diambil terhadap pergantian sekretaris. Kemudian surat yang dilayangkan PC NU Lamongan dengan telah ditanda tangan Rois Syuriah. Ketua Tanfidziyah setelah mengetahui adanya keputusan dari PB NU yang berencana mengeluarkan SK pergantian sekretaris, dengan segera melayangkan surat balasan kepada PB NU tentang pergantian sekretaris yang menurutnya tidak sah karena pergantian sekertaris PC NU Lamongan tersebut tanpa persetujuan dan tanda tangan beliau selaku ketua Tanfidziyah. Namun berbeda dengan Ketua Tanfidziyah, menurut Rois Syuriah surat tersebut adalah surat sah. Alasan Rois Syuriah menganggap surat tersebut sah meskipun tanpa tanda tangan Ketua Tanfidziyah adalah ketidakpastian Ketua Tanfidziyah untuk mau dalam memberikan tanda tangannya pada surat pergantian sekretaris PC NU Lamongan. Dalam hal ini Ketua Tanfidziyah dianggap dengan sengaja tidak ingin memberikan tanda tangan untuk pergantian sekretraris. Berbeda hal dengan penjelasan dari Rois Syuriah, surat yang dikirimkan oleh Ketua Tanfidziyah lah yang tidak sah. Hal ini dikarenakan surat tersebut tidak ada tanda tangan Rois Syuriah dan tanpa pemberitahuan kepada Rois Syuriah. Hal tersebut yang menyebabkan berlanjutnya dinamika kekuasaan antara Dewan Tanfidziyah dan Rois Syuriah. Ketua Rois Syuriah menganggap bahwa surat yang dikirimkan oleh Ketua Tanfidziyah tersebut seharusnya terdapat tanda tangan KH. Ali sebagai Ketua Rois Syuriah. Perjuangan yang dilakukan oleh Habib Husein selaku ketua Tanfidziyah untuk mempetahankan H.Agus sebagai sekretaris PCNU Lamongan pada akhirnya membuahkan hasil dengan ditundanya Surat Keputusan pergantian sekretaris oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Disisi lain, Ketua Tanfidziyah pun dianggap telah menjadi bagian dari kepentingan-kepentingan politik yang bermain dalam tubuh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan. Kepentingan-kepentingan ini sarat dengan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Lamongan yang akan diselenggarakan tahun 2015. Kedua, rencana pembangunan Rumah Sakit. Hal ini telah mendapat persetujuan baik dari Rois Syuriah maupun dari Tanfidziyah. Lokasi pun telah diputuskan bertempat di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan. Rumah Sakit Nahdlatul Ulama ini dimaksudkan untuk memfasilitasi warga Nahdliyin di Kabupaten Lamongan. Usaha yang dilakukan panitia pembangunan tersebut dapat dikatakan telah berhasil dengan keluarnya surat Bupati Lamongan tentang persetujuan ijin prinsip pembangunan Rumah Sakit Nahdlatul Ulama di Desa Surabayan Kecamatan Sukodadi, surat Keputusan Bupati Lamongan tentang Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan juga surat Keputusan Bupati Lamongan tentang ijin gangguan. Namun terjadi penolakan didasarkan dengan kebutuhan warga Lamongan yang dirasa belum memerlukan Rumah Sakit yang memiliki fasilitas lengkap. Dengan kualitas 372
373 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
sumber daya manusia warga Lamongan yang dianggap sebagai manusia kelas menengah ke bawah dirasa masih belum pantas diberikan Rumah Sakit yang memiliki kualitas kelas tinggi. Penolakan pembangunan Rumah Sakit ini pada awalnya tidak terlihat. Pada Mulanya baik Rois Syuriah maupun Tanfidziyah telah menyetujui pembangunan Rumah Sakit Nahdlatul Ulama di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan, namun dalam perjalanannya terjadi penolakan oleh ketua Tanfidziyah dengan alasan yang dirasa sangat tidak masuk akal. Penolakan tersebut dilakukan dengan keengganan Ketua Tanfidziyah untuk memberikan tanda tangan persetujuan. Setelah terjadi penolakan tanda tangan oleh Habib Husein sebagai Ketua Tanfidziyah, antara panitia pembangunan dengan Tanfidziyah tidak menemukan titik temu atau kesepakatan-kesepakatan. Selain itu, imbas yang terjadi juga hubungan antara Ketua Tanfidziyah dengan wakil Tanfidziyah yang membidangi pembangunan Rumah Sakit menjadi tidak harmonis. Namun penolakan yang dilakukan Habib Husein sebagai Ketua Tanfidziyah atas rencana pembangunan Rumah Sakit ini adalah tidak jelasnya asal-usul investor yang akan menanamkan modalnya dalam proses pembangunan Rumah Sakit. Dalam pertemuan tersebut LBH NU mengusulkan untuk tidak menerima modal dari investor tersebut karena rawan akan cacat hukum. Oleh karena dasar pertimbangan itulah penolakan pembangunan Rumah Sakit dilakukan oleh Habib Husein sebagai Ketua Tanfidziyah. Pada awal mula rencana pembangunan Rumah Sakit ini berlokasi di Desa Sukoanyar Kecamatan Turi. Tanah tersebut merupakan hasil pembelian yang dilakukan oleh PC NU Lamongan. Tanah dengan luas sekitar 7300 m². Gagalnya pembangunan Rumah Sakit Nahdlatul Ulama tersebut membuat menumpuknya hutang yang ditanggung oleh PC NU. Hutang-hutang tersebut merupakan akumulasi dari nilai pembelian tanah ditambah biaya pengerukan dan biaya pengurusan ijin pendirian Rumah Sakit yang berupa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), HO, Amdal, Ijin Prinsip, Studi Kelayakan dan juga Business Plan. Ketiga, pergantian Ketua LP Maarif, Pergantian dari saudara Imam Ghozali kepada saudara H.Sisyanto adalah dapat dikatakan sebagai puncak dari kekuasaan yang melanda PCNU Kabupaten Lamongan. Alasan dibalik pergantian yang dilakukan terhadap ketua LP Maarif adalah karena dampak evaluasi yang dilakukan kepada Lembaga Pendidikan Maarif tersebut. Evaluasi ini rutin dilakukan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terhadap Lembaga atau Lajna. Evaluasi ini bertujuan memberikan laporan terkait dengan kegiatan/program yang telah dijalankan oleh lembaga atau Lajna. Tidak 373
374 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
adanya transaparansi atau laporan-laporan rutin yang dilakukan oleh Ketua Lembaga Pendidikan Maarif inilah pada akhirnya membuat pergantian terhadap Ketua LP Maarif itu sendiri. Transparansi maupun laporan tersebut sangat erat berkaitan dengan masalah keuangan. Lembaga Pendidikan Maarif sendiri adalah sebuah lembaga yang memiliki perputaran keuangan ssangat besar diantara lembaga-lembaga dibawah naungan Nahdlatul Ulama. Ketua LP Maarif disini sangat keberatan ketika akan terjadi pergantian terhadap dirinya. Seperti yang dikatakan ketua GP Anshor Kabupaten Lamongan, Khoirul Huda, pergantian yang dilakukan ini menjadi rumit setelah ketidakmauan ketua LP Maarif untuk diganti. Ketua LP Maarif dikatakan telah tidak mengerti aturan atau tata cara yang seharusnya ditegakkan dalam perjalanan organisasi Nahdlatul Ulama. Didalam tubuh Nahdlatul Ulama telah dijelaskan memiliki lembaga-lembaga, Lajna dan juga terdapat Badan Otonom (Banom). Berbeda dengan Badan Otonom (banom) yang memiliki PJBRT atau aturan rumah tangga sendiri, Lembaga memiliki induk yaitu Nahdlatul Ulama. Dengan kondisi yang seperti itu membuat segala macam sesuatu yang diputuskan oleh Nahdlatul Ulama wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh Lembaga Pendidikan Maarif. Jadi sebagai Lembaga dibawah naungan Nahdlatul Ulama, sudah seharusnya Lembaga Pendidikan Maarif menaati seluruh apa yang telah menjadi keputusan Nahdlatul Ulama. Namun penolakan yang dilakukan Ketua LP Maarif ini malah mendapat dukungan penuh dari Habib Husein selaku Ketua Tanfidziyah PC NU Lamongan. Habib Husein sebagai Ketua Tanfidziyah berpandangan bahwa rencana pergantian terhadap Ketua LP Maarif tersebut diserta dengan isu adanya Korupsi dalam tubuh LP Maarif. Namun Habib Husein dengan tegas membantah adanya korupsi dalam Lembaga Pendidikan Maarif. Habib Husein menganggap isu tersebut hanya sebagai sarana untuk menggulingkan kepengurusan Ghozali sebagai Ketua LP Maarif. Dengan adanya sikap keras yang dilakukan Ghozali terkait dengan penolakan pencopotan dirinya sebagai ketua Lembaga Pendidikan Maarif Lamongan serta penunjukkan Sisyanto sebagai ketua Lembaga Pendidikan Maarif yang baru membuat kepengurusan LP Maarif Lamongan mengalami dualisme. Dualisme kepengurusan Lembaga Pendidikan Maarif tersebut bahkan sampai dengan adanya 2 kantor LP Maarif Lamongan. Kantor LP Maarif yang diketuai oleh Imam Ghozali beralamat di jalan Lamongrejo. Sementara kantor LP Maarif yang diketuai oleh H.Sisyanto beralamat di Kantor PC NU Lamongan. Lembaga Pendidikan Maarif dibawah pimpinan H.Sisyanto berjalan dengan dasar Surat Keputusan yang ditanda tangani oleh Rois Syuriah dan Lembaga Pendidikan Maarif dibawah pimpinan Imam Ghozali menilai bahwa Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Rois Syuriah tidak sah dengan tidak adanya tanda tangan Ketua 374
375 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
Tanfidziyah dan Sekretaris. Selain itu Imam Ghozali beranggapan bahwa LP Maarif yang dipimpinnya adalah LP Maarif yang didukung hampir sebagian besar MWC LP Maarif. Dari 25 MWC LP Maarif di Kabupaten Lamongan, 17 diantaranya tetap mengakui Imam Ghozali sebagai ketua LP Maarif yang sah. Pergantian yang dilakukan oleh penguasa PC NU terhadap ketua LP Maarif ini telah dijabarkan dalam relasi elit di dalam organisasi, setiap pengurus dan anggotanya memiliki kewenangan yang telah diatur sebelumnya di dalam AD/ART. Namun terjadi kesewenangan kekuasaan antar elit ketika terdapat pihak internal yang saling berebut untuk mendominasi putusan pergantian LP Maarif. Keempat, pembekuan PC NU Lamongan. Beberapa usaha dilakukan oleh pihak ketiga guna menengahi masalah yang melanda PC NU Kabupaten Lamongan, salah satunya adalah mediasi. Mediasi adalah proses negoisasi yang dilakukan oleh pihak luar atau pihak ketiga dalam proses penyelesaian masalah. Pihak ketiga atau mediator tersebut harus mempunyai karakteristik sebagai pihak yang netral, tidak memihak dan tidak bekerja di pihak yang berkuasa. Dalam kekuasaan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama telah beberapa dilakukan mediasi guna mencapai jalan tengah yang adil diantara pihak-pihak yang berkuasa. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur (PW NU Jatim) dan tim Caretaker bentukan PB NU adalah dua mediator dalam elit PC NU Kabupaten Lamongan. Mediasi yang dilakukan baik oleh PW NU jawa Timur dan Tim Caretaker dalam kasus ini telah dilakukan beberapa kali. Mediasi yang telah dilakukan 2-3 kali tersebut selain dilakukan di Kantor PC NU Kabupaten Lamongan, juga pernah dilakukan di Kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur di Surabaya. Namun peneliti sedikit mengalami kendala ketika akan mencarai tahu tanggal pasti dimana mediasi itu dilakukan. Hal ini dikarenakan beberapa narasumber yang peneliti wawancara, mengaku lupa tanggal mediasi yang dilakukan. Mediasi yang dilakukan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur guna mendapatkan solusi yang terbaik dari bahkan sampai mengundang para pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) untuk ikut mediasi. Namun hasil maksimal yang ingin dicapai dalam proses mediasi yang dilakukan masih sulit untuk terealisasi. Para pihak yang berkuasa seakan tidak memperhatikan warga Nahdliyin yang sangat jenuh melihat elit dalam tubuh Nahdlatul Ulama. Seharusnya sebagai organisasi islam, Nahdlatul Ulama wajib memberikan masukan dan contoh yang baik bagi para pengikutnya. Tim caretaker sendiri adalah tim yang dibentuk oleh PB NU untuk menjalankan roda organisasi Nahdlatul Ulama sejak diterbitkannya SK pembekuan tersebut. Tim caretaker berkewajiban untuk melaksanakan tugastugas kepengurusan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan 375
376 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
dengan berpedoman terhadap AD/ART Nahdlatul Ulama, peraturan organisasi serta petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Selain berkewajiban menjalankan roda organisasi Nahdlatul Ulama Lamongan, tim caretaker juga memiliki tugas untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan Konferensi Cabang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Lamongan dengan batas akhir bulan Agustus. Dengan alasan efektifitas organisasi, maka pembentukan caretaker ini dibentuk oleh PB NU atas rekomendasi PW NU Jawa Timur.. Setelah adanya pembubaran diri yang dilakukan oleh LP Maarif versi Imam Ghozali, maka LP Maarif versi H.Sisyanto yang pada mulanya berkantor di Kantor PC NU berpindah ke Jalan Lamongrejo Lamongan. Kantor di Jalan Lamongrejo yang sebelumnya dipakai oleh LP Maarif versi Imam Ghozali inilah kantor resmi dari Lembaga Pendidikan Maarif Lamongan. Kelima, pembentukan Tim Caretaker PC NU Lamongan. Langkah awal yang dilakukan oleh tim caretaker untuk menjalankan roda organisasi Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan adalah melakukan pendekatan-pendekatan baik secara kultur maupun budaya berupa silahturahmi kepada masyayikh Nahdlatul Ulama yang ada di wilayah Kabupaten Lamongan, kemudian juga kepada mantan pengurus cabang yang dibekukan oleh PBNU dan kepada pihak external dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten Lamongan. Silahturahmi yang dilakukan oleh tim caretaker tersebut bertujuan untuk mencarai solusi terbaik guna mengatasi permasalah yang ada. Keenam, Pelaksanaan Konferensi Cabang NU Lamongan. Terlaksananya Konferensi Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan ini sesuai dengan amanah yang diemban oleh tim caretaker yang tertuang dalam Surat Keputusan PB NU tanggal 11 Februari 2013 tentang Pembekuan dan Pengangkatan Caretaker PC NU Kabupaten Lamongan. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa salah satu tugas caretaker adalah menyelenggarakan Konferensi Cabang untuk memilih pengurus Nahdlatul Ulama Lamongan selain menjalankan roda organisasi selama pembekuan yang diberlakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama terhadap Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama. Relasi internal kekuasaan antar elit Elit mempunyai pengaruh yang sangat besar, posisinya sebagai agen informal dalam proses demokratisasi didukung oleh keunggulan yang dimiliki oleh elit yaitu modal sosial. Elit diartikan sebagai seseorang atau kelompok yang dianggap sebagai perseorangan atau kelompok yang mempunyai kecakapan dalam memberikan arahan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana proses demokrasi. Elit berfungsi sebagai agen informal yang memberikan pemahaman mengenai transisi demokrasi. 376
377 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
Posisi Rois Suriyah, Ketua Rois Syuriah merupakan koordiantor dari Pengurus Cabang Harian Syuriah. Syuriah bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi. Syuriah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama. Dengan adanya posisi sebagai pimpinan tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama membuat kewenangan Rois Syuriah dalam menentukan arah kebijakan yang diambil Oleh NU menjadi sangat sentral. Hal ini tercermin dalam permasalahan di dalam tubuh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Lamongan, Rois syuriah berperan dalam proses pergantian terhadap Sekretaris maupun terhadap pergantian Ketua LP Maarif Lamongan. Kekuasaan dalam posisi Rois Syuriah untuk menggunakan pengaruh. Bahwa dalam membedakan posisi kekuasaan didasarkan pada kausalitas atau sebab akibat, Sebab Rois Syuriah hanya berhak dalam membina dan mengawasi berjalanannya organisasi PC NU Lamongan. Namun kekuasaan yang dilakukan Rois Syuriah tidak dapat berjalan sesuai dengan tugas dan kewenangan yang ada dalam AD/ART. Hal ini dikarenakan batasan posisi Rois Syuriah melebihi tugasnya, dengan diperkuat munculnya kekuasaan yang ada di dalam tubuh internal organisasi. Posisi Ketua Tanfidziyah, Dalam Anggaran dasar Nahdlatul Ulama 2010 , pasal 14 ayat (4) berbunyi: “tanfidziyah adalah pelaksana”. Pasal ini mempertegas fungsi dari Tanfidziyah adalah sebagai pelaksana harian organisasi Nahdlatul Ulama. yang terjadi dalam Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Lamongan, posisi yaang dilakukan Oleh Ketua Tanfidziyah sering kali berseberangan dengan apa yang diputuskan oleh Ketua Rosi Syuriah. Seperti saat adanya pergantian terhadap H. Agus sebagai Sekretaris oleh Rois Syuriah, Ketua Tanfidziyah dengan tegas menolak adanya pergantian sekretaris tersebut. Habib Husein sebagai Ketua Tanfidziyah mengatakan tidak adanya pelanggaran berat secara organisasi dan juga tidak adanya urgensi dan alasan yang kuat untuk dilakukannya pergantian Sekretaris. Penolakan yang dilakukan Ketua Tanfidziyah dalam beberapa masalah diatas menunjukkan relasi kekuasaan antara Ketua Rois Syuriah dengan Ketua Tanfidziyah merasa memiliki kewenangan masing-masing. Hal ini juga menunjukkan adanya posisi yang berlawanan atau posisi yang tumpang tindih antara antara kewenangan Ketua tanfidziyah dengan kewenangan yang seharusnya dimiliki Ketua Rois Syuriah. Analisis yang ditemukan dengan berdasar pada kekuasaan menurut Fench dan Raven, bahwa kemampuan yang dimiliki oleh Rois Syuriah akan menempatkan sesuai dengan posisinya yang tinggi dibandingkan dengan Tanfidzyidah. Bahwa tipe kekuasaan menurut French dan Raven yang dimiliki oleh Rois Syuriah dan Tanfidziyah adalah Legitimate power, kekuasaan ini 377
378 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
bersumber dari posisi formal untuk digunakan dalam mengendalikan organisasi PC NU Lamongan. Posisi terhadap pihak-pihak elit jika dikaitkan dengan kepemimpinannnya yang bersumber pada kekuasaan, yaitu Rois Syuriah dan Tafidziyah sama-sama dianggap memiliki akses yang kuat. Dalam tiga hal yaitu kedudukan, kepribadian, dan politik. Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan yang ada di dalam Rois Syuriah dan tanfidziyah merupakan jenis kekuasaan formal atau legal, dimana kekuasaannya berdasarkan ditunjuk sesuai dengan AD/ART organisasi yang berlaku. Kedua, kepribadian yang menjadi sifat-sifat pribadi dalam kepemimpinan tanfidziyah dan rois syuriah bersumber pada kepribadian yang sebagai keahlian atau ketrampilan. Keahlian merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang sifatnya spesifik, fokus namun dinamis yang membutuhkan waktu tertentu untuk mempelajarinya dan dapat dibuktikan. Bahwa ketika menjadi calon ketua yang akan ditunjuk, maka akan dianggap ahli karena mampu dalam ketentuan menguasai ilmu agama seperti kyai/ulama. Ketiga, politik yang ada bersumber pada kendali dalam pembuatan keputusan. Pembuatan keputusan merupakan aktivitas dalam manajemen yang berupa pada sekumpulan kelompok yang akan merumuskan suatu masalah. Maka telah dijelaskan ada pengaruh politik yang dilakukan pemimpin dalam menempati suatu posisi untuk berkuasa. Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif, namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif tergantung pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin Rois Syuriah dianggap mempunyai position power yang cukup, sehingga membuat banyak orang tergantung padanya dikarenakan keahlian agama yan dimiliki daripada mengembangkan dan menggunakan expert power dan referent power. Menurut Fench dan Raven di dalam organisasi NU telah ada sejarah yang menunjukkan bahwa pemimpin Rois Syuriah mempunyai position power yang terlalu kuat sehingga cenderung menggunakannya untuk mendominasi dan mengeksploatasi pengikutnya. Sebaliknya, Tanfidzyiah yang tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami kesulitan dalam menjalankan kepengurusan organisasinya. Sehingga diperlukannya pemimpin yang mempunyai position power dengan jumlah yang optimal tergantung dengan situasi yang dibutuhkan. Perilaku mempengaruhi yang dilakukan Rois Syurah secara langsung mempengaruhi sikap dan perilaku orang yang dipimpin yaitu Tanfidzyiah berupa perlawanan. Hasil dari proses mempengaruhi, juga mempunyai efek umpan balik dari Tanfidziyah untuk mampu menunjukkan kekuasaan. Halnya dalam sama378
379 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
sama mengirimkan surat ke PB NU terkait pergantian jabatan. Selain itu, dampak kekuasaan Rois Syuriah pada dasarnya tergantung pada apa yang dilakukannya dalam mempengaruhi orang yang dipimpin (tanfidzyiah). Dengan demikian, hasil dari usaha mempengaruhi merupakan akumulasi dari intensitas mempengaruhi, perilaku mempengaruhi, dan kekuasaan pemimpin. Hubungan kekuasaan elit di dalam tubuh organisasi yaitu Rois Syuriah dengan Ketua Tanfidziyah menunjukkan hanya sebatas pada penetapan jalannya AD/ART dalam penyelenggaran organisasi Nahdlatul Ulama menjadi otoritas Ketua Tanfidziyah. Penetapan program kerja yang telah diputuskan dengan merujuk pada AD/ART, karena legalitas sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku dengan harus mendapat persetujuan dari Rois Syuriah. Penutup Dinamika elit dalam tubuh PC NU Kabupaten Lamongan terjadi karena adanya pertentangan-pertentangan diantara Ketua Tanfidziyah dengan Ketua Dewan Syuriah. Dalam berbegai kegiatan terlihat bagaimana Ketua Tanfidziyah tidak memiliki pandangan yang sama dengan Ketua Dewan Syuriah. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan dalam problem pergantian sekretaris PC NU Lamongan, rencana pembangunan Rumah Sakit NU hingga rencana pergantian Ketua LP Maarif Kabupaten Lamongan. Ketua Tanfidziyah dengan Ketua Dewan Syuriah menurut AD/ART Organisasi Nahdlatul Ulama adalah dua jabatan yang harus saling berkorelasi. Namun yang terjadi dalam kepengurusan PC NU Kabupaten Lamongan adalah bagaimana antara Ketua Tanfidziyah dan Ketua Dewan Syuriah tidak memiliki pandangan yang sama dalam menjalankan roda organisasi Nahdlatul Ulama Lamongan. Ketua Tanfidziyah dan Ketua Dewan Syuriah adalah Elit yang diartikan sebagai seseorang atau kelompok yang dianggap sebagai perseorangan atau kelompok yang mempunyai kecakapan dalam memberikan arahan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai bagaimana proses demokrasi. Elit politik atau kelompok-kelompok elit untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah menurut para teoritisi politik karena hanya dorongan kemanusiaan yang tidak dapat dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan. Berbagai kelompok yang berpengaruh dalam organisasi Nahdlatul Ulama Lamongan terlihat saling mempertahankan apa yang mereka rasa benar. Nahdlatul Ulama hendaknya mengantisipasi dalam kesiapan menghadapi berbagai macam dinamika internal yang terjadi. antisipasi ini dilakukan guna organisasi Nahdlatul Ulama ini mampu berjaalan sesuai dengan semestinya.
379
380 Jurnal Politik Muda, Vol. 3 No. 3, Agustus-Desember 2014, 369-380
Daftar Pustaka Buku
:
Ignas, Kleden, dkk. 2000. Pergulatan Pesantren 7 Demokratisasi. Yogyakarta: LkiS. Mahendra, Yusril Ihza. 1999. Modernisme dan Fundamenalisme dalam Politik Islam. Jakarta: Paramadina Marsh, Gerry Stocker. 2010. Teori dan Metode dalam Ilmu Politik. Bandung: Nusa Media. Moesa, Ali Maschan. 2002. NU, Agama & Demokrasi. Surabaya: Pustaka Dai Muda. Purwanto, Wawan. 2010. Nahdlatul Ulama Menembus Batas Negara Dan Peradaban. Jakarta: CMB Press. Poloma, Margaret M. 1992. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: CV Rajawali. Rauf, Maswadi. 2001. Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jurnal : French, Bertram Raven. 1960. The Bases of Social Power. (D. Cartwright (Ed.), Ann Arbor, Mich.: Institute for Social Itcsearch. Internet : http://fajarsodiq.blogspot.com/2013/05/teori-elite-kekuasaan-dalamberbagai.html diakses tanggal 2 Oktober 2013 pukul 23.00 WIB http://www.nu.or.id/ diakses tanggal 25 November 2013 22.00 WIB
380