PERAN ORANG TUA DALAM KELUARGA (Tinjauan Psikologi Agama) Ramadan Lubis Dosen Tetap Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Tarbiyah IAIN - SU Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan Estate, 20371
ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻌﺎﺋﻠﺔ ﻫﻲ ﺃﻭﻝ ﻗﺒﻞ ﻛﻞ ﺷﻲﺀ ﻭﻭﻋﺎﺀ ﻟﻨﻤﻮ ﻭﺗﻄﻮﺭ:ﲡﺮﻳﺪﻱ ﺍﺫﺍ ﻛﺎﻧﺖ ﺍﻟﻌﺎﺋﻠﺔ ﺟﻴﺪﺓ ﻭﻣﺘﻌﺔ ﻓﺴﻮﻑ. ﺳﻮﺍﺀ ﻛﺎﻥ ﺭﻭﺣﻴﺎ ﺃﻭ ﻋﻘﻠﻴﺎ،ﺍﻷﻃﻔﺎﻝ ﺳﺘﺄﺧﺮ، ﺇﺫﺍ ﱂ ﻳﻜﻦ ﻛﺬﻟﻚ.ﻳﻜﻮﻥ ﺍﻟﻄﻔﻞ ﺗﻨﻤﻮ ﻭﺗﺘﻄﻮﺭ ﺑﺸﻜﻞ ﺟﻴﺪ ﺃﻳﻀﺎ ﻛﺎﻥ ﻟﺪﻱ ﺍﻵﺑﺎﺀ ﻭﺍﻷﻣﻬﺎﺕ ﺩﻭﺭ ﻛﺒﲑ ﰲ ﳕﻮ. ﺍﻟﻄﻔﻞ ﰱ ﺗﻄﻮﻳﺮﻩ ﺫﻟﻚ ﺍﳊﲔ ﻓﺈﻥ ﺍﻵﺑﺎﺀ ﺃﻣﺮ ﺣﺎﺳﻢ ﰲ ﺟﻌﻞ ﺍﻷﺳﺮﺓ،ﻭﻟﺬﻟﻚ. ﻭﺗﻄﻮﺭ ﺍﻟﻄﻔﻞ ﺩﺍﺧﻞ ﺍﻷﺳﺮﺓ . ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻳﺮﻳﺪ ﺍﻟﻜﺎﺗﺐ ﺗﻘﺪﳝﻬﺎ ﰱ ﻫﺬﻩ ﺍﻟﻜﺘﺎﺑﺔ.ﺑﺎﻋﺘﺒﺎﺭﻫﺎ ﻣﻼﺫﺍ ﻷﻓﺮﺍﺩ ﺍﻷﺳﺮﺓ Abstrak: Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mentalnya. Jika suasana keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Jika tidak, maka terhambatlah tugas-tugas perkembangan anak. Peranan orang tua sangat signifikan dalam menumbuh-kembangkan anak dalam keluarga. Karena itu, orang tua sangat menentukan dalam menciptakan suasana rumah tangganya sebagai surga bagi anggota keluarganya. Kata Kunci : Peran Orang Tua, Keluarga A. Pendahuluan eluarga merupakan institusi yang paling penting dalam membantu pertumbuhan dan perkembagnan fisik dan psikis anak. Dalam keluarga, paling berperan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa maupun fisik anak adalah kedua orang tua (Joan Beck; 2000:2). Keberhasilah orang tua dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik juga dipengaruhi oleh peran-perannya yang lain. Misalnya seorang ibu yang bekerja penuh, akan berbeda perannya sebagai ibu dari pada seorang wanita
K
191
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
yang dapat mencurahkan perhatian sepenuhnya terhadap urusan rumah tangga dan keluarganya. Bagaimana peran seseorang sebagai orang tua, ditentukan pula oleh struktur kepribadiannya. Dalam menyandang berbagai peran tersebtu seseorang bisa merasa lebih sesuai untuk peran yang satu dari pada untuk peran yang lainnya. Misalnya seorang pria lebih mudah melakukan perannya sebagai karyawan perusahaan dari pada sebagai ayah dari seorang bayi. Bagaimana perasaan atau sikap seseorang mengenai perannya sebagai orang tua, akan mempengaruhi bagaimana ia melaksanakan perannya tersebut. Islam telah menentukan peran-peran tertentu bagi seorang suami (ayah) dan bagi istri atau ibu. Pandangan tradisional melihat peran seorang suami, terutama sebagai kepala keluarga dan sebagai pencari nafkah, disamping itu, ia juga bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya. Seorang istri diharapkan dapat mengurus rumah tangga dan merawat suami serta anak-anaknya dengan baik, di samping menjadi pendamping suaminya. Bagaimana sesungguhnya peran orang tua dalam pendidikan agama anak? Dalam tulisan ini, penulis coba memaparkan peran orang tua dalam keluarga sihingga dapat dipilah-pilah menjadi; peran wanita sebagai istri, sebagai ibu sekaligus pendidik dan peran pria sebagai suami, sebagai ayah sekaligus pendidik dalam keluarga.
B. Peran Wanita Sebagai Istri Istri adalah tempat berteduh bagi suaminya dan sebagai pendamping hidup, pengatur rumah tangga, sebagai tempat menanamkan benih cinta dan kasih sayang, pemenuhan kebutuhan biologis (mitra seks seuami, M.Yacub: 1996: 5), sebagai ibu anakanak, temapat mencurahkan isi hati, dan lain-lain. Sudah menjadi keharusan bagi kaum laki-laki jika ingin membentuk suatu keluarga memilih istri yang baik, karena istri yang baik akan menghasilkan generasi dan keluarga yang baik pula. Istri yang baik akan mendatangkan kebahagian dan ketentraman jiwa dalam hidup berkeluarga, bahkan bisa menjadi pendamping suaminya baik dunia maupun di akhirat kelak. Dalam hal ini, Zakiah Daradjat (1978: 1-2) memandang peran wanita sebagai istri adalah sangat penting, karena kebahagian atau kesengsaraan yang terjadi dalam kehidupan keluarga, banyak ditentukan oleh istri. Istri yang bijaksana menjadikan rumah tangganya sebagai tempat yang
192
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
paling aman dan menyenangkan bagi suaminya. Ia menjadikan dirinya sebagai teman baik yang memberikan ketenangan dan kebahagian bagi suaminya. Ia dapat meredakan hati suami yang sedang marah, ia dapat mendinginkan hati suaminya yang sedang panas dan ia dapat menjadikan dirinya sebagai tempat penumpahan segala emosi yang menyenak dada suaminya, sehingga gejolak amarah, kesal, kecewa atau kesedihan suami dapat didengar, dimengerti serta dirasakan, sehingga ketenangan suami akan segera pulih kembali. Lebih Lanjut Daradjat mengatakan, namun sebaliknya, istri yang tidak bijaksana, mungkin akan menjadi beban pikiran bagi suaminya. Sehingga suami tidak dapat berpikir tenang, bahkan pekerjaan akan terganggu atau terbengkalai, oleh karena sang suami tidak menemukan ketenangan dalam kehidupan berkeluarga. Sehingga suami mungkin akan lebih suka berada di luar rumah daripada di dalamnya. Karena itu, sudah seharusnya sang istri dapat menjadikan rumah sebagai surga bagi anggota keluarga dan bukan sebaliknya. Daradjat menegaskan betapa pentingnya akhlak yang baik bagi seorang istri, sebab dengan akhlak yang baik, seorang istri dapat menjaga kehormatan keluarga, memberikan ketenangan pada suami dalam bekerja, berusaha, dan berpikir. Istri yang bijaksana pandai mengatur kehidupan sehat, sesuai dengan kemampuan suaminya mencari nafkah. Ia dapat menerima dengan gembira segala pemberian suami, betapa pun kecilnya. Ia menciptakan suasana rumah tangga yang penuh kebahagiaan, kendati pun tidak mewah, bahkan mungkin sederhana, namun suasana rumah tangganya dapat tenang dan bahagia. Sebaliknya, istri yang kurang baik, akan menyebabkan suami tidak tenang. Kecantikan yang dimiliknya akan menyeretnya pada lembah kehinaan. Keinginan hawa nafsunya yang selalu meminta lebih dan tidak puas apa yang ada, dapat mendorong suaminya untuk berbuat sesuatu yang terlarang, misalnya mengambil hak orang lain, menyalahgunakan wewenang yang ada padanya dan sebagainya. Dikuatkan oleh hadist Nabi saw, bahwa istri yang baik adalah salah satu sumber kebahagian dan istri yang tidak baik merupakan salah satu penyebab dari bencana bagi kehidupan berkeluarga, sebagaimana sabda Nabi saw.:
193
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
ﺳﻌﺎﺩﺓ ﻻﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺛﻼﺙ ﻭﺷﻘﺎﻭﺓ ﻻﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺛﻼﺙ ﻓﻤﻦ ﺳﻌﺎﺩﺓ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﺍﻟﺼﺎﳊﺔ ﺍﳌﺴﻜﻦ ﺍﻟﻮﺍﺳﻊ ﻭﺷﻘﺎﻭﺓ ﻻﺑﻦ ﺍﺩﻡ ﺛﻼﺙ ﺍﳌﺴﻜﻦ ﺍﻟﺴﻮﺀ ﻭﺍﳌﺮﺍﺓ ﺍﻟﺴﻮﺀ .ﻭﺍﳌﺮﻛﺐ ﺍﻟﺴﻮﺀ “Kebahagian bagi anak Adam ada tiga. Dan kesengasaraan anak adam ada tida Diantara yang membahagiakan anak Adam adalah istri yang salehah, kendaraan yang baik, serta rumah yang lapang. Dan kesengsaraan bagi anak Adama ada tiga, yaitu; tempat yang tidak baik, istri yang tidak baik, serta kendaraan yang tidak baik’. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang istri, agar betul-betul dapat membuat rumah atau gubuk kediamannya sebagai istana yang menyenangkan adalah: istri perlu memiliki pengetahuan pokok tentang pergaualan dengan suaminya, baik secara hukum Islam maupun psikologis. Kemudian ia harus dapat memenuhi kewajibannya sebgai istri, pandai memelihara dan menerima haknya secara wajar dari suaminya, serta harus mengerti sungguhsungguh keadaan suaminya. Lalu membuat suami betul-betul merasa diterima, dihargai, dipercayai dan disenangi. Seorang istri, harus berusaha sedapat mungkin menghindarkan segala kemungkinan yang menimbulkan kekecewaan pada suami. Bila syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi, maka dengan sendirinya suami ingin memelihara, dan merasakan kelegaan batin serta ketentraman jiwa, yang telah diciptakan oleh istrinya di dalam rumah tangga mereka. Rasa bahagia yang timbal balik itu akan menghindarkan berbagai persoalan keluarga, yang sering kali menyebabkan keruhnya suasaan keluarga. Berapa banyak terjadi kerusakan moral dan akhlak akibat dari keruh dan goncangnya suasana rumah tangga. Berapa banyak suami terdorong untuk menyeleweng, seperti: korupsi, dan tidak jujur, akibat tidak bijaksananya istri. Juga tidak sedikit suami mencari wanita lain disamping istrinya karnea istri tidak dapat menciptakan ketentraman lahir batin dalam keluarga (Zakiah Daradjat; 1982: 77). Pondasi dasar yang dapat menjamin sebuah lembaga rumah tangga tetap kokoh dan berjalan di atas nilai-nilai moral terletak pada seorang istri. Walaupun peran suami juga ikut terlibat di dalamnnya akan tetapi peran istri dalam menentukan kebahagiaan rumah tangga, jauh lebih besar dari pada seorang suami.
194
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
Istri yang arif dan bijaksana, ia mengerti dan memahami sikap, tindakan dan perasaan suaminya dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup. Ia dapat diajak bermusyawarah, berdiskusi untuk mencari jalan keluar dan solusi dari berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh suami atau keluarga pada umumnya. Selain itu, ia juga dapat mengetahui apa yang dibutuhkan suami, dapat menentramkan suami yang sedang gelisah, memberikan sport kepada suami untuk bekerja giat dan hidup bahagia. Apabila seorang istri dapat menciptakan suasana yang kondusif di rumah tangga, maka suami akan lari pulang untuk minta bantuan istrinya menyelesaikan segala kesusahan yang dibawanya dari luar rumah. Suamai akan merasa bahwa segala kebutuhannya baik jasmani dan rohani serta sosialnya terpenuhi dengan bantuan istrinya. Ia tidak akan mau menyakiti hati istrinya, dan ia tidak akan mudah tertarik dalam pergaulan yang bertentangan dengan agama. Karena itu, Islam mengajarkan terbentuknya lembaga keluarga bermula pada saat seorang laki-laki merasa membutuhkan seorang istri yang dapat mendapampinginya, ikut memikul bebannya dan saling tolong menolong di dalam merealisasikan tugas-tugas pengabdian dan kekhilafan di muka bumi, sebagaimana keduanya diciptakan untuk itu. Masa pembentukan keluarga dalam Islam amat penting. Karena itu, Islam tidak membiarkan pemeluknya memasuki lembaga perkawinan tanpa bimbingan dan petunjuk. Di dalam memilih istri, Islam mengarahkan manusia untuk mengikuti kriteria penilaian yang paling utama. Demikian pula bagi perempuan, Islam merumuskan bagaimana seharusnya seorang perempuan mengukur tingkat keshalehan calon suaminya. Ajaran Islam menekankan azas utama dalam memilih seorang istri harus bertumpu dan lebih memprioritaskan kualitas akidah, akhlak dan ketakwaan, di samping memandang kecantian dan penampilan fisiknya. Dalam salah satu hadis Rasulullah saw, bersabda:
ﺗﻨﻜﺢ ﺍﳌﺮﺍﺓ ﻻﺭﺑﻊ ﳌﺎﳍﺎ ﻭﳊﺴﺒﻬﺎ ﻭﳉﻤﺎﳍﺎﻭﻟﺪﻳﻨﻬﺎﻓﺎﻇﻔﺮ ﺑﺬﺍﺕ ﺍﻟﺪﻳﻦ ﺗﺮﺑﺖ ﻳﺪﺍﻙ “Perempuan itu, dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah perempuan itu yang beragama, niscaya kamu akan beruntung”. Kasalehan seorang istri akan mendorong tercapainya kebahagian keluarga dengan menaburkan benih-benih cinta dan kasih-sayang di dalamnya. Dalam kegiatan ini, Rasulullah saw. juga
195
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
telah merumuskan suatu kriteria atau propil perempuan teladan, yang dapat dijadikan standar pemilihan oleh setiap calon suami sebagaimana sabdanya diriwayatkan oleh an-Nisa’i (An-Nisa’i, Abu ‘Abdi ar-Rahman Ahmad bin Syu’aib, Sunan an-Nisa’i ;1980:123), sebagai berikut;
ﺎ ﺍﻃﺎﻋﺘﻚ ﻭﺍﺫﺍ ﺍﻗﺴﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺍﺑﺮﺗﻚﺧﲑ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻣﻦ ﺍﺫﺍ ﻧﻈﺮﺕ ﺳﺮﺗﻚ ﻭﺍﺫﺍ ﺃﻣﺮ ﻭﺍﺫﺍﻏﺒﺖ ﻋﻨﻬﺎ ﺣﻔﻈﺘﻚ ﰲ ﻧﻔﺴﻬﺎ ﻭﻣﺎﻟﻚ “Perempuan yang baik, yaitu yang menyenangkan bila dipandang, taat bila diperintah, tidak melakukan apa yang tidak disukai suamninya, menjaga kehormatan dan harta benda suaminya bila suaminya berpergian”
C. Wanita Sebagai Ibu dan Pendidik Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik maupun mentalnya. Jika suasana keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik pula. Jika tidak, maka terhambatlah tugastugas perkembangan anak. Dari itu, peran seorang ibu sangat signifikan dalam menumbuh kembangkan seorang anak dalam keluarga. Karena, seorang ibu dapat menciptakan suasana rumah tangganya sebagai surga bagi anggota keluarga dan juga dapat menjadi mitra sejajar yang saling menyayangi dengan suaminya atau sebaliknya, karena menurut Zakiah Daradjat (1982:77). Salah satu fungsi wanita yang terpenting dalam keluarga adalah berperan sebagai ibu, karena pembinaan kepribadian anak dimulai sejak anak dalam kandungan. Sikap dan emosi ibu yang sedang hamil akan berpengaruh terhadap pertumbuhan janin yang dikandungnya. Suasana keluarga yang senang dan bahagia, merupakan tanah yang baik bagi pertumbuhan anak. Dan sebaliknya suasana keluarga yang tidak kondusif, kacau serta tidak harmonis, merupakan tanah yang gersang, akan menghambat dan mengganggu pertumbuhan anak. Wajar saja bila Allah swt berfirman dalam Al-Quran Surah al-Baqarah ayat 223 tentang hal ini.
196
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
ﻧﺴﺎﻭﻛﻢ ﺣﺮﺙ ﻟﻜﻢ ﻓﺄﺗﻮﺍﺣﺮﺛﻜﻢ ﺃﱐ ﺷﻨﺘﻢ ﻭﻗﺪﻣﻮﺍ ﻻﻧﻔﺴﻜﻢ ﻭﺍﺗﻘﻮﺍ ﺍﷲ ﻭﺍﻋﻠﻤﻮﺍ ﺍﻧﻜﻢ ﻣﻠﻘﻮﻩ ﻭﺑﺸﺮ ﺍﳌﺆﻣﻨﲔ “ Istri-istri adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanam itu sebagaimana saja kamu hendaki. Dan kerjakanlah (amal-amal yang baik) untuk dirimu, bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman”. Ayat di atas mengisyaratkan kepada para suami untuk mananami dan bercocok tanam disawah ladangnya dengan arif dan bijaksana. Para suami tidak dibenarkan menanaminya dengan sembrono, sebab dalam Islam, ada aturan-aturan yang harus dipatuhi dalam berhubungan dengan istrinya. Salah satu aturan itu sebagaimana sabda Nabi saw.( Al-Albani:40)
.ﺗﺰﻭﺟﻮﺍ ﺍﻟﻮﺩ ﻓﺎﱐ ﻣﻜﺎﺛﺮﺑﻜﻢ ﺍﻻﻣﻢ ﻭﻻﺗﻜﻮﻧﻮﺍ ﻛﺮﻫﺎﻧﻴﺔ ﺍﻟﻨﺼﺎﺭﻱ “Menikahlah kamu dengan perempuan yang produktif, dengan demikian aku akan mempunyai umat yang banyak karenamu, dan janganlah kamu seperti pendeta Nasrani” Hadist Nabi di atas menganjurkan kepada para suami agar memilih istri yang dapat melahirkan keturunan dengan baik, dapat mengasuh dan mendidiknya dengan baik pula. Tidak menelantarkan anak-anak, tetapi memberikan pengasuhan, bimbingan dan pendidikan kepada mereka. Seorang anak yang dibesarkan, dipelihara dan dididik dalam rumah tangga yang aman dan tentram, penuh dengan kasih sayang akan tumbuh dengan baik, dan kepribadiannya akan terbina dengan baik pula. Lebih-lebih lagi, apabila orangtuanya mengerti agama dan menjalankan dengan taat dan tekun. Setiap gerak, sikap dan prilaku orang tua akan ditiru oleh anak, sebagaimana yang dilihat anak dari orangtuanya. Pendidikan dalam arti luas, terjadi melalui seluruh pengalaman yang dilalui anak sejak lahir. Bahkan pendidikan dalam arti pembinaan mental sebenarnya telah dimulai sejak dalam kandungan. Di mana keadaan emosi ibu yang sedang mengandung akan berpengaruh terhadap janin dalam kandungannya. Pengaruh tersebut akan tanpak dalam kehidupannya kelak. Hal ini terbukti
197
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
perawatan jiwa, di mana sikap ibu terhadap janin yang dikandungnya mempengaruhi kondisi emosi anak nantinya. Hal senada juga dikatakan oleh Ahmad Tafsir (1997:137), “dalam sebuah penelitian telah berhasil dibuktikan, bahwa suasana lahir dan batin ibu yang sedang hamil dapat berpengaruh pada anak yang dikandungnya. Maka hindarkanlah problema yang menggangggu perasaan lahir maupun batin. Suasana buruk pada saat kehamilan akan menjadi penyebab anak yang lahir sulit dididik.
Setelah sang bayi lahir, semua pengalaman yang diterimannya, baik melalui pendengaran, penglihatan, perasaan atau perlakuan, akan berkumpul menjadi unsur-unsur dalam kepribadiannya di kemudian hari. Adalah tidak berlebihan jika dikatakan, bahwa pembina utama bagi pribadi anak adalah ibu. Karena kebahagiaan besar waktu yang dilalui dalam hidupnya pada tahun-tahun pertama adalah ibunya. Pengalaman apa pun yang didapat anak melaui ibu, akan terkumpul semuanya menjadi bagian terbesar dari kepribadiannya. Apabila si ibu banyak memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi anak. Maka unsur positiflah yang akan tumbuh dalam kepribadian anak. Demikian pula sebaliknya, jika banyak kesan yang tidak menyenangkan diterima si anak dari ibunya, maka unsur negatiflah yang akan berpengaruh dalam kepribadian anak yang sedang tumbuh itu. Pengalaman tersebut didapat melaui seluruh segi kehidupannya. Mulai dari makan, minum, tidur, buang air, berpakaian, permainan, kehangatan perlakuan dan sebagainya, didapat si anak pada tahun tahun pertama dari kehidupan yang dilalui dengan ibunya. Ketika si anak telah pandai bermain, ia mulai pula mendapat pengaruh dari teman, dan orang lain diluar keluarganya. Pengaruh tersebut mungkin ada yang baik dan ada pula yang tidak, maka ibu yang mengerti dan memperhatikan anaknya dalam semua sikap keadaan akan dapat membantu si anak untuk mengarahkan pengaruh yang baik dan menghindari yang tidak baik. Demikianlah seterusnya selama anak pada masa pertumbuhan hingga memasuki dunia remaja. Gejolak dan gelombang jiwa yang goncang dapt merusak dan mengancam pertumbuhan jiwanya, apabila dihadapi oleh orangtua yang tidak bijaksana. Maka disini peranan ibu pun
198
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
sangat menentukan dalam membimbing anak kearah kehidupan yang sehat dan diradhai oleh Allah swt. Wajarlah bila Rasulullah saw, menempatkan kedudukan ibu pada tempat yang sangat tinggi, sebagai mana sabdanya berikut ini: (Ahmad Ibn Hambal, Musnad Ahmad ibn Hambal; 1993: jilid II)
ﺍﳉﻨﺔ ﲢﺖ ﺍﻗﺪﺍﻡ ﺍﻟﻼﻣﻬﺎﺕ “Surga itu di bawah telapak kaki ibu”. Dari itu, Zakiah Daradjat (1982: 77) menegaskan, perlunya wanita-wanita calon istri, ibu rumah tanggga dan sekaligus pendidik, mengetahui syarat-syarat menjadi istri, ibu dan sekaligus menjadi pendidik. Paling tidak ia mengetahui psikologi, mendidik dan mengerti tentang agama. Berdasarkan uraian di atas, menurut hemat penulis, untuk mencapai ketentraman dan kebahagiaan dalam berkeluarga memang diperlukan istri (wanita) yang tidak hanya, bermodalkan keshalehan saja, akan tetapi memilik ilmu pengetahuan, baik ilmu umum maupun agama, termasuk psikologi serta ilmu mendidik. Tidak mungkin tercipta suatu keluarga yang harmonis bila porsonil keluarga itu sendiri tidak mengetahui, apa yang disebut dengan keluarga, menikah, dan anak dan bagaimana mengasuh dan merawat anak dengan baik. Dengan kata lain mereka tidak mengetahui makna dan hakikat hidup berumah tangga. Hal ini sering terjadi di dalam masyarakat awam, pada umumnya mereka menganggap perkawinan itu, hanya sebatas melahirkan keturunan, atau hidup berumah tangga dengan suami dan anak-anak. Akan tetapi bagaimana menciptakan suasana keluarga yang harmonis dan kondusif syarat menyenangkan semua anggota keluarga, mereka tidak mengetahui bahkan mereka tidak mengenali suami dan anakanak secara psikologis. Pada umumnya orangtua menganggap mereka sudah mengenal anak-anaknya. Memang secara lahiriah sudah di kenal, tetapi secara karektaristik kejiwaan menurut pase-pase perkembangan yang berlaku, banyak yang tidak diketahui orang tua. Sebgai contoh: seorang ibu ketika memberi makan anaknya usia 4 tahun, ternyata anak merengek-merengek, rupanya anaknya minta ditambah lauk-pauk. Ibu pun manambah lauk-pauk, ternyata anak bukannya diam, tetapi malah menangis. Ibu berkata, “sudah
199
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
ditambah lauk-pauknya malah menangis” sambil memegang tongkat memukul kepala anaknya, karena ibu sudah jengkel dan tak sabar. Menurut kajian psikologis, hukuman jasmani mengakibatkan perasaan tertekan, jadi bukan saja kepala anak itu sakit, bahkan jiwanya pun tertekan, apa lagi masa yang dilalui anak masa egosentris yang membutuhkan banyak bujukan dan rayuan. Jelas ibu anak ini, tidak mengenal anaknya dari sudut perawatan jiwa, akan tetapi ia hanya kenal dari sudut fisiknya saja. Dengan tegas dapat dikatakan, ibu yang seperti ini tidak menyayangi anaknya, malah menunjukkan kebencian dengan memukulnya. Bagaimana dari sudut pendidikan yang seharusnya perlakuan ibu terhadap anaknya? Tat kala anak ini menangis, walaupun sudah ditambah laukpauk, tangisan itu menuntut pada masa egosentris “Bujuklah daku”, jadi seharusnya ibu melayani tangisan itu dengan membujuk anaknya, bukan memukul. (V.M. Napitupulu:1999:14).
D. Pria Sebagai Suami Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan menyenangkan, tidak hanya terletak pada kaum wanita saja, tetapi membutuhkan keterlibatan kaum pria. Dengan kata lain kehormonisan sebuah keluarga ditentukan oleh personil keluarga itu sendiri, baik itu istri sebagai ibu rumah tangga sekaligus pendidik, juga suami sebagai kepala rumah tangga sekaligus pendidik di dalam sebuah keluarga. Di dalam Al-Quran berfirman pada surah an-Nisa’ayat:24
ﺍﻟﺮﺟﺎﻝ ﻗﻮﺍﻣﻮﻥ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﲟﺎ ﻓﻀﻞ ﺍﷲ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﻋﻠﻲ ﲟﺎ ﺍﻧﻔﻘﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻣﻮﺍﳍﻢ “Pria adalah menjadi pimpinan atas kaum wanita karena kelebihan yang diberikan oleh Allah kepada mereka. Oleh karena nafkah wanita menjadi kewajiban bagi pria”. Ayat di atas mengisyaratkan pada kaum pria untuk tampil sebagai pemimpin dalam keluarga dan memimpinnya dengan baik. Pria atau suami harus mampu tampil sebgai pemimpin rumah tangga, karena secara kodrati ia mampu menghadapi berbagai kesulitan dan problema rumah tangga. Sementara itu, istri harus pula mampu menjadi sumber ketentraman yang dapat mendorong timbulnya keharmonisan rumah tangga. Terpeliharanya keturunan
200
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
dan tumbuhnya rasa kerjasama di dalam membina rumah tangga, mencari rezki dan mendidik anak secara baik. Dengan mengutip ayat Al-Quran surah Al-Baqarah ayat, 223, yang telah disebutkan terdahulu Allah memberikan petunjuk dengan tamsil yang begitu indah, dimana wanita diumpamakan tanah tempat bercocok tanam, sedangkan pemilikannya adalah suami. Kepada suami diperintahkan untuk memanfaatkannya dengan baik, tatapi tidak boleh merusaknya, karena nanti dia akan menemui Allah yang Maha tahu akan segala perbuatan manusia. Ditinjau dari segi psikis dan bilogik, memang lelaki mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dari wanita dalam hal dorongan dan kemampuan seks, yang menyebabkan laki-laki kadang-kadang tidak mampu mengendalikan diri, karena kepuasannya terpusat pada alatnya. Lain halnya dengan wanita, yang ciri bioligik dan psikisnya, dimana kepuasan dapat dicapai malalui seluruh jasmaninya, sehingga kadang-kadang sikapnya seperti pasip saja. Karena itu, maka peringatan Allah ditujukan kepada pria. Dari surah al-Baqarah ayat 187 Allah menjelaskan; Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu pakaian bagi kamu dan kamu pun pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat manahan nafsumu, karena itu mengampuni kamu dan memberi peringatan kepada kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk mu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu samapi malam, tetapi janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu ber-i’tikaf dalam masjid-masjid. Itulah larangan-larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikian Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia. Supaya mereka bertakwa. Bahwa Allah mengulangi petunjuk-Nya tentang hubungan suami-istri. Para suami yang sedang berpuasa dilarang berhubungan dengan istrinya, kecuali pada malam hari, karena fitrah biologisnya, kepuasan seks laki-laki itu tercapai hanya melalui hubungan langsung. Dalam ayat ini Allah juga memberikana petunjuk dengan suatu tamsil yang sangat indah, yaitu istri ibarat pakaian bagi suami, dan sebaliknya suami pakaian istrinya. Maksudnya adalah bahwa
201
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
suami-istri itu sama-sama saling memerlukan satu sama dengan yang lain. Tujuannya adalah untuk menutupi aurat (malu) masingmasing dan untuk melindungi tubuh dari teriknya matahari dan dinginnya udara, serta tajam dan kencangnya angin dan hawa. Dengan tamsil yang sangat indah itu tampak sekali betapa pentingnya peranan wanita sebagai istri dalam kehidupan suami. Tamsil tersebut mengindikasikan bahwa, kedudukan dan peranan wanita sama dengan kaum lelaki, yang saling membutuhkan (Zakiah Daradjat;1978:11). Dalam kehidupan berumah tangg, antara suami dan istri harusa ada “kesepakatan” sebagai dua orang yang berbeda. Namun keduanya mempunyai kesamaan dalam perasaan dan pikiran serta mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam upaya memenuhi kebutuhan bersama yang harus dipenuhi, maka suami yang bijaksana, dia akan menghargai istrinya. Dia dapat memahami perasaan istrinya dan dapat mengetahui apa yang diperlukan istrinya. Keperluan ini tidak hanya dalam bentuk materi, tapi dalam bentuk pengertian, penghargaan, kasih-sayang dan kebutuhan untuk merasa dibutuhkan. Semua itu sangat didambakan seorang istri. Dalam sebuah keluarga suami dan istri harus dapat bekerja sama mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti: mengurus rumah dan mengasuh anak-anak. Jangan perlakukan istri sebagai seorang yang harus selalu tunduk, bukan berarti harus melawan suami, akan tetapi istri harus diajak berdiskusi atau berunding dalam segala hal yang menyangkut masalah bersama di dalam keluarga, karan istri adalah mitra sejajar bagi suami. Di dalam kehidupan rumah tangga yang baik, seorang suami bukan kepala rumah tangga yang hanya memerintah dan selalu minta dilayani serta dituruti segala ucapannya, tetapi dia adalah sehabat istrinya. Suami harus merasa perlu bermusyawarah dengan istrinya. Apa saja yang akan dikerjakan dan diperbuat, selama itu menyangkut masalah rumah tangga, maka perlu ada perundingan dan bermusyawarah antara suami-istri (Zakiah Daradjat ;1992:114). Berdasarkan uraian di atas, dapat ditegaskan bahwa seorang suami harus dapat memperlakukan istrinya dengan baik. Ia harus menggauli istrinya dengan lemah-lembut, membimbing dengan ramah tamah dan mengayomi dengan penuh kemesraan. Selain itu, suami juga berkewajiban menanggung nafkah istrinya. Kewajiban
202
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
ini tidak hanya terbatas pada istri yang miskin, tetapi juga meliputi istri yang kaya. Kewajiban nafkahnya tetap harus ditanggung oleh suami. Islam sama sekali tidak membenarkan kalau suami bertindak kejam terhadap istri atau tidak menjalankan tugas-tugas kewajiban sebagai seorang suami terhdap istri. Menurut Muhammad al-Bar (tt:28,48), bila ini terjadi, dimana sang suami tidak menggauli istri dengan baik atau tidak melaksanakan kewajibannya, maka Islam membenarkan sang istri menggugat di pengadilan. Murtada Mutahhari (1997:176) mengatakan “alam telah merancang ikatan suami istri dalam bentuk yang sedemikian rupa, sehingga peran wanita ialah menyambut cinta dari si pria. Kasih sayang dan cinta seorang wanita yang sejati dan stabil hanya mungkin bila cinta itu lahir sebagai reaksi kasih sayang dan kekagumana pria terhadapnya. Oleh karena itu, keterpautan seorang wanita kepada seorang pria tergantung pada cinta pria itu. Alam telah memberikan kunci cinta kedua belah pihak kepada si pria (suami), apabila ia mencintai istrinya dan akan tetap setia kepadanya, maka istripun akan mencintainya sepenuh hati.
E. Pria Sebagai Ayah dan Pendidik Ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kebutuhan fisik maupun psikis keluarganya. Seorang ayah harus berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga dan menjalankan kewajiban sebagai seorang pemimpin keluarga. Kebutuhan itu tidak hanya sebatas pemenuhan materi belaka, akan tetapi dapat memenuhi kebutuhan semua aspek kehidupan keluarga, termasuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak dan keterampilan mereka. Bisa dikatakan bahwa ayah adalah pendidik kedua setelah ibu bagi anak-anak mereka. Karena orang tua kedua yang dikenal anak pada awal kelahirannya adalah ayah. Karenanya, tangggungjawab ayah terhadap keluarganya mencakup memberikan nafkah zahir dan batin. Nafkah zahir harus halal dan baik menurut kacamata agama, sumbernya yang halal dan zatnya juga baik, serta materi nafkahnya itu sendiri pun berupa materi halal dan baik pula. Kewajiban orang tua (ayah-ibu) dalam rangka mensyukuri karunia Allah yang sekaligus amanah-Nya adalah memberikan hak hidup secara layak kepada anak yang merupakan hasil hubungan cinta kasih mereka. Secara lahiriah, anak tidak akan hidup tanpa dipenuhi kebutuhan jasmaninya. Allah swt mengamanatkan agar
203
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
kebutuhan yang demikian itu dipenuhi oleh orang tua secara makruf, sebagaimana firmannya dalam surah al-Baqarah ayat 233 sebagai berikut:
.ﻦ ﺑﺎﳌﻌﺮﻭﻑﻭﻋﻠﻰ ﺍﳌﻮﻟﻮﺩ ﻟﻪ ﺭﺯﻗﻬﻦ ﻭﻛﺴﻮ “...dan bagi orang tua (ayah) berkewajiban memberikan pangan dan sandang kepada para ibu termasuk anak-anaknya dengan cara yang makruf...” Pemberian pangan, sandang dan papan yang baik dalam ayat ini, tentu saja tidak hanya menekankan cara memberikannya saja yang harus tulus dan menyenangkan pihak istri dan anak-anak. Lebih dari itu, nafkah yang diberikan pun harus merupakan rizki sumbernya halal lagi baik. Maksudnya dari nafkah halal lagi baik disini adalah rizki yang diperoleh dari hasil jerih payah seorang ayah dari tempat dan sumber yang halal, dan mutunya dari rizki yang baik pula untuk dikonsumsi oleh semua anggota kelaurganya, baik itu dari segi gizi maupun protein serta pengaturan menu setiap hari dalam keluarga untuk di makan bersama (M.Nivan Abdul Halim; 2000: 39).
Allah swt memberikan ilmu dan keterampilan kepada manusi agar mencari nafkah yang halal dan baik, sementara anak-anak yang notabase belum mampu mencari nafkah sendiri adalah anak-anak yang kita harapkan, kelak akan menjadi manusia dewasa yang saleh dan memilik kepribadian. Muslim yang taat kepada agama dan negara. Maka kewajiban orang tua, terutama ayah memberikan nafkah yang halal lagi baik. Konsekuensi logis perolehan nafkah yang kurang baik adalah tidak terjaminnya pertumbuhan fisik maupun mental anak dengan baik, karena makanan yang diperoleh dari hasil yang haram atau subhat akan mengalir unsur yang tidak baik ke seleruhan tubuh, bahkan hati. Pada hal hati adalah sentral pengendalian dari seluruh kesatuan jasad manusia. Jika hati baik, maka selurauh aktivitas jasad kita akan menjadi baik. Sebagaimana sabda nabi saw, yang dirawayat oleh Bukhari (tt:110), Muslim, Abu Daud, an-Nisa’i, Termizi dan Ibn Majah sebagai berikut:
ﺍﻻ ﻭﺍﻥ ﰲ ﺍﳉﺴﺪ ﻣﻀﻐﺔ ﺍﺫﺍ ﺻﻠﺤﺖ ﺻﻠﺢ ﺍﳉﺴﺪ ﻛﻠﻪ ﻭﺍﺫﺍ ﻓﺴﺪﺕ ﻓﺴﺪ ﺍﳉﺴﺪ .ﻛﻠﻪ ﺍﻻ ﻭﻫﻲ ﺍﻟﻘﻠﺐ
204
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
“Perhatikanlah (ketahuilah) bahwa dalam jasad terdapat segumpal daging. Jika itu baik, maka baiklah jasadnya. Dan jika daging itu rusak, maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketehuailah segumpal daging itu adalah hati” Bagaimana bila makanan yang diperoleh dari hasil yang batil diberikan kepada keluarga. Terutama anak-anak yang masih dalam pertumbuhan? Tidaklah cukup mengerikan apabila sejak dini pertumbuhan jasadnya telah terbentuk dari makanan-makanan yang haram. Jika demikian berarti seluruh jasadnya haram, otaknya haram, hatinya haram dan seluruh kehidupannya diliputi dengan keharaman. Maka semua anggota tubuhnya yang diperguanakn untuk beraktivitas (beramal dan ibadah) sehari-hari berasal dari yang haram dan batil. Bagaimana mungkin anak dapat menerima pendidikan yang baik dengan pikiran, telinga, mata dan hati yang haram. Mungkinkah ia dapat menerima pendidikan agama dengan baik? Tidak sulitkah mendidik anak yang bahan bakunya terbentuk dari hasil yang batil?. Sehubungan dengan hal di atas, Rasulullah saw, memberikan peringatan yang amat keras dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Tabrani dan Abu Nu’aim sebagaimana berikut:
ﻛﻞ ﺟﺴﺪ ﻧﺒﺖ ﻣﻦ ﺳﺤﺖ ﻓﺎﻟﻨﺎﺭ ﺍﻭﱄ ﺑﻪ “Setiap jasad yang tumbuh dari makanan haram, maka neraka adalah lebih utama bagi mereka” (M.Nivan Abdul Halim; 2000:44). Hadist Nabi diatas menunjukkan bahwa tegasnya Islam mengajarkan bagi pemeluknya untuk bersikap hati-hati dalam memberikan nafkah kepada keluarganya. Karenanya nafkah yang diperoleh hasil yang haram, akan memproduksi yang haram juga. Apalagi nafkah yang diberikan itu untuk perkembagnan dan pertumbuhan jiwa anak, bukan mustahil nantinya anak akan berjiwa kerdil dan berwatak bejat, disebabkan makanan yang dikonsumsinya setiap hari dari hasil yang haram. Eksistensi ayah dalam keluarga sangat menentukan bagi perkembangan fisik maupun mental anak. Keterlibatan ayah dalam pendidikan di keluarga juga sangat signifikan, mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Peran langsung maupun tidak langsung seorang ayah dalam mengadakan komunikasi dengan anak, menimbulkan rangsangan, melalui berabgai corak komunikasi
205
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
antara ayah denagn anak. Tatapan mata, ucapan-ucapan mesra, sentuhan-sentuhan halus, pemberian nafkah batin dari seorang ayah kepada keluarganya sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak. Pemberian nafkah batin tidak hanya sebatas pada mengjarkan anak bersopan-santun, akan tetapi lebih dari itu, anak juga hendaknya diberi kasih sayang dan perhatian yang wajar serta seorang ayah harus tahu berbagai masalah yang dihadapi oleh anaknya dan ikut memberikan solusi dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh anak. Sosok ayah merupakan faktor yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian anak. Sigmun Freud, dalam Alex Sabur (1986:40) berpendapat, bahwa ayah merupakan tokoh identifikasi (disamping ibu) bagi anak, sementar anak menjadikan pribadi ayah sebagai tokoh pelindung, yang dimata anak merupakan orang yang akan meselamatkan dirinya, jika sewaktu-waktu ada bahaya yang mengancam. Karenanya, seorang ayah harus tahu betul karekteristik anak-anaknya, supaya ayah tidak kesulitan mengatasi masalah yang sedang dihadapi anak-anaknnya. Dalam konteks ini Zakiah Daradjat (1996:34), menganggap: Pengaruh ayah terhadap pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak cukup besar. Dimata anak, ia seorang yang tertinggi gengsinya dan terpandai di antara orang-orang yang dikenalnya. Anak memperhatikan cara ayah melakukan pekerjaan sehari-hari berpengaruh pada pekerjaan anaknya. Ayah merupakan penolong utama, lebih bagi anak yang agak besar, baik laki-laki maupun perempuan, bila ayah hendak mendekati dan dapat memahami hati anaknya. Pada dasarnya kenyataan yang dikemukakan di atas itu berlaku dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga bagaimnaa pun juga keadaanya. Hal itu menunjukkan ciri-ciri dari watak rasa tanggungjawab setiap orang tua terhadap anak-anak mereka untuk masa kini dan mendatang. Bahkan para orang tua umumnya merasa bertanggungjawab atas segalanya terhadap kelangsungan hidup anak-anak mereka. Karenanya, tidaklah diragukan bahwa tanggungjawab pendidikan secara mendasar terpikul kepada orangtua. Apakah tanggungjawab pendidikan itu diakuinya secara sadar atau tidak, diterima dengan sepenuh hati atau tidak. Hal itu adalah merupakan fitrah kodrati dari Allah swt, kepada setiap orang
206
Ramadan Lubis: Peran Orang Tua Dalam Keluarga…
tua. Mereka tidak bisa menghindari tangggungjawab itu, karena merupakan amanah dari Allah swt. yang dibebankan kepada mereka.
F. Penutup Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga. Mengingat pentingnya kehidupan keluarga yang demikian, maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan terkecil saja, melainkan lebih dari itu, yakni sebagai lembaga hidup manusia yang memberikan peluang kepada para anggotanya untuk hidup celaka atau bahagia dunia dan akhirat. Pertama-tama yang diperintahkan Allah kepada Nabi saw, dalam mengembangkan agama Islam adalah mengajarkan agama itu kepada keluarganya, baru kemudian pada masyarakat luas. Hal itu berarti di dalamnya terkandung bahwa keselamatan keluarga harus lebih diutamakan dan menjadi prioritas pertama dalam memperhatikan pendidikan keluarga, setelah itu baru masyarakat. Karena keselamatan masyarakat pada hakekatnya bertumpu pada keselamatan keluarga.
KEPUSTAKAAN Halim, M. Nivan Abdul, Anak Saleh Dambaan Keluarga, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000. Abu ‘Abdi ar-Rahman Ahmad bin Syu’aib, An-NAsa’i, Sunan anNisa’i, Beirut:Dar al-Fikr,1980. Al-Bar, Muhammad, Amalul Mar’ah Fil Mizan, Mesir, alMaktabah, tt. Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail, Saheh alBukhari, Mesir: Dar Ihya’alKutub al-Arabiyah, tt. Beck, Joan, Meningkatkan Kecerdasan Anak, Penj.Dudi Misky, Jakarta: Delapratas, 2000. Daradjat, Zakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta :Bumi Aksara, Bekerjasama dengan Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Depag, 1996. ________, Islam dan Bintang,1978.
Peranan
207
Wanita,
Jakarta:
Bulan
ء ا
إ: Vol. II No. 2 Juli – Desember 2012
________, Kesehatan Mental Dalam Keluarga, Jakarta: Pustaka Antara, 1992. ________, Pendidikan Agama Dalam Pembinaan Mental, Jakarta; Bulan Bintang, 1982. Ibn Hambal, Ahmad, Musnad Ahmad ibn Hambal, Beirut:Dar alKutub al-Ilmiyyah, 1993, jilid II. Mutahhari, Murtada, Hak-Hak Dalam Islam (The Right in Islam), Penj.M. Hashem, Jakarta:Lentera, 1997. Napitupulu, V.M., Wawasaan Pendidikan Medan:Mitra Medan, 1999.
Keluarga,
FPLP
Sabur, Alex, Anak Masa Depan, Bandung:Angkasa, 1986. Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997. Yacub, M., Wanita Pendidik dan Keluarga Sakinah, Medan:Jabal Rahmat, 1996.
208