PERAN NAZHIR WAKAF AL-AZHAR DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: MUHAMMAD MUFLIH HIDAYAT 1111053000030
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H./2015 M.
PERAN NAZHIR WAKAF AL-AZHAR DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: MUHAMMAD MUFLIH HIDAYAT 1111053000030
Di bawah bimbingan:
Prof. Dr. Murodi, MA. NIP. 1964 0705 1992 031 003
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H./2015 M.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, 10 September 2015
Muhammad Muflih Hidayat
ABSTRAK
Muhammad Muflih Hidayat Peran Nazhir Wakaf Al-Azhar dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif Wakaf produktif merupakan potensi umat Islam yang belum tergali secara optimal, khususnya di Indonesia. Dalam proses pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif, dibutuhkan nazhir yang kompeten agar harta benda wakaf dapat diproduktifkan dengan baik. Wakaf Al-Azhar merupakan salah satu lembaga yang mengelola wakaf secara produktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran nazhir Wakaf AlAzhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nazhir Wakaf Al-Azhar berperan penting dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif. Peran itu dijalankan dalam melakukan perlindungan terhadap aset wakaf, inovasi produk wakaf, pemanfaatan hasil pengelolaan dan pengembangan wakaf, peningkatan kapasitas SDM, sosialisasi tentang wakaf produktif dan pengawasan dan evaluasi kinerja manajemen. Beberapa tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif adalah pengelolaan harta wakaf harus sesuai akad, pemahaman masyarakat tentang wakaf yang masih sangat terbatas dan hambatan komunikasi dengan yayasan.
Kata Kunci: Peran, Nazhir, Pengelolaan, Pengembangan, Wakaf Produktif
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan begitu banyak nikma bagi kita, kususnya nikmat iman, Islam, dan nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga tetap Allah curahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, juga kepada keluarganya, para sahabatnya, serta umatnya hingga akhir zaman nanti. Amin. Penulis bersyukur kepada Allah Swt, karena berkat ridho dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Peran Nazhir Wakaf AlAzhar dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif” yang disusun untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Starata 1 (S1) di jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan, dan sampai masa penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. dukungan datang di antaranya dari civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, keluarga, teman-teman, maupun berbagai pihak lainnya yang telah banyak berjasa dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan, Suparto, M.Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II, Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III.
ii
2. Drs. Cecep Castrawijaya, MA., MM selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah, dan Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah. 3. Prof. Dr. Murodi, MA sebagai Dosen Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan menyemangati penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4. Tim Penguji Sidang Skripsi pada tanggal 10 September 2015. Drs. Cecep Castrawijaya, MA. sebagai Ketua Sidang, Drs. Sugiharto, MA. sebagai Sekretaris Sidang, Suparto, Ph.D. sebagai penguji I dan Drs. H. Hasanuddin, MA. sebagai penguji II. 5. Prof. Hj. Ismah Salman, M.Hum. (Alm) sebagai Dosen Pembimbing Akademik. Semoga Allah menerima seluruh amal ibadah beliau. 6. Fauzun Jamal, Lc., MA. Sebagai dosen pembimbing akademik serta seluruh dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan. 7. Keluarga besar Wakaf Al-Azhar Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang telah memberikan izin, dukungan, bantuan, arahan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Ayahanda Dayat Suratman dan Ibunda Nyai Maryanah yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, nasehat, dukungan dan semangat. Penulis percaya bahwa penulis bisa bersekolah bukan karena penulis pintar, melainkan karena ridho dan doa dari Ayah dan Ibu. 9. Kakak-kakakku Wahyu Hidayat, Ilham Hidayat, Diniyatul Hidayati, Mahmud Hidayat, Mulyani Hidayat serta adikku Muthmainnatul Hijriyyah Hidayat.
iii
10. Sahabat-sahabat kosan, Aam Abdussalam, M. Aris Munandar, Ardiansyah SN dan Derry Herdiana Wiguna yang selalu menemani dan mendukung serta menghibur penulis dalam penyusunan skripsi ini. 11. Teman-teman seperjuangan jurusan Manajemen Dakwah angkatan 2011, khususnya konsentrasi ZISWAF. 12. Teman-teman Kelompok Kerja Nyata (KKN) Gerakan Membangun Desa (Ganesa). 13. Teman-teman Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) baik yang beraktivitas di Ciputat dan di Bogor. Semoga Allah senantiasa menemani langkah kalian dalam berjuang untuk agama Islam dan persyarikatan. 14. Sahabat saya Kevin Oh, yang telah memberikan dukungan moril dan materil dalam penyususnan skripsi ini. Semoga hidayah segera menyapamu. Akhirnya penulis berharap semoga Allah Swt. membalas semua kebaikan yang kita lakukan dengan pahala terbaik. Semoga skripsi ini memberikan manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi semua pembaca. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Ciputat, September 2015
Muhammad Muflih Hidayat
iv
DAFTAR ISI
Abstrak ......................................................................................................... i Kata Pengantar.............................................................................................. ii Daftar Isi....................................................................................................... v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................... 7
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 7
D.
Metodologi Penelitian ..................................................... 8
E.
Tinjauan Pustaka ............................................................. 10
F.
Sistematika Penulisan ...................................................... 12
TINJAUAN TEORITIS PENGELOLAAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
DAN
A.
Peran dalam Manajemen .................................................. 14
B.
Wakaf Menurut Hukum Islam .......................................... 15 1. Pengertian Wakaf ....................................................... 15 2. Dasar Hukum Wakaf .................................................. 17 3. Rukun dan Syarat Wakaf ............................................ 21
C.
BAB III
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf produktif ........... 24
GAMBARAN UMUM TENTANG NAZHIR DAN LEMBAGA WAKAF AL-AZHAR A. Nazhir Menurut Hukum Islam ............................................ 28
v
B. Sejarah Berdirinya Wakaf Al-Azhar ................................... 32 C. Visi dan Misi Lembaga ....................................................... 34 D. Struktur Lembaga ............................................................... 35 E. Produk Wakaf..................................................................... 36 F. Aset Wakaf ......................................................................... 42
BAB IV
PERAN NAZHIR WAKAF AL-AZHAR PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN PRODUKTIF
DALAM WAKAF
A. Peran Nazhir Wakaf Al-Azhar dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif ......................................... 45 B. Problematika dan Tantangan Nazhir Wakaf Al-Azhar dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif .... 62
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................ 67 B. Saran .................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Lembaga-lembaga filantropi Islam1 saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari keinginan masyarakat untuk turut serta memangkas kesenjangan sosial dan ekonomi yang mudah sekali ditemukan di negeri ini2. Masyarakat tidak bisa selamanya menunggu uluran tangan pemerintah untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan umat. Salah satu lembaga filantropi Islam yang mempunyai peran strategis untuk membantu mengatasi persoalan umat adalah lembaga wakaf. Selain zakat, infaq dan shadaqah, wakaf juga dikenal merupakan bagian dari ibadah yang berdimensi kesejahteraan sosial. Dalam mewujudkan kemaslahatan dan keadilan, wakaf memanggul tugas mengupayakan terwujudnya ruang publik untuk memenuhi prinsipprinsip keadilan. Ini berarti, wakaf dapat mendukung organisasi atau asosiasi
1
Dalam Oxford Student’s Dictionary of English terbitan Oxford University Press (2001), Philanthropy adalah praktik menolong orang miskin dan yang membutuhkan, khususnya dengan cara memberi uang. Berasal dari kata philos yang berarti ‘cinta’ dan anthropos yang berarti ‘manusia’. Cinta pada manusia ditunjukkan dengan mendermakan harta untuk mereka yang membutuhkan. Jika istilah filantropi disandingkan dengan Islam, memang terdengar asing. Namun esensi filantropi sangat kental sekali dalam praktik zakat, infak, sedekah dan wakaf. Maka istilah filantropi Islam menjadi wajar. Lihat Amelia Fauzia, dkk, Filantropi Islam dan Keadilan Sosial: Studi tentang Potensi, Tradisi, dan Pemanfaatan Filantropi Islam di Indonesia, (Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture, 2006), h. 6. 2 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 27,73 juta orang. Angka ini didapatkan berdasarkan standar penghasilan per bulan yang ditetapkan BPS sebagai batas kemiskinan, yakni sebesar Rp 175.324,untuk wilayah perkotaan dan Rp 131.256,- untuk pedesaan. Jika memakai standar Bank Dunia, yaitu $2 per hari, maka jumlah penduduk miskin Indonesia jauh lebih besar.
1
2
sebagai pengejawantahan dari civil society3. Jika memadai, lembaga wakaf sendiri bisa mengembangkan diri menjadi semacam civil society yang akan menjadi penyeimbang kekuatan negara dan pasar, dalam kondisi keduanya tidak mampu menjamin terpenuhinya prinsip-prinsip menuju masyarakat yang adil.4 Perwakafan tanah telah ada dan berlaku dalam masyarakat Islam dan hukum adat. Sebagian besar masyarakat Indonesia melaksanakan wakaf berdasarkan paham mayoritas, yakni paham Syafi’iyyah.5 Menurut Ter Haar, hampir seluruh wilayah nusantara menerima wakaf sebagai lembaga hukum Islam yang dalam istilah Belanda sering disebut Vrome Stiching.6 Seluruh konsep wakaf sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan adat istiadat masyarakat Indonesia yang sudah berjalan berabad-abad. Dalam term umat Islam, wakaf merupakan ibadah kepada Allah Swt., yang bermotif rasa cinta kasih kepada sesama manusia, membantu kepentingan orang lain dan kepentingan umum.7 Wakaf merupakan suatu bentuk ibadah melalui pengorbanan dengan harta yang kita miliki untuk kepentingan kemanusiaan, kemasyarakatan dan
3
Civil society adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik (public sphere) dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik. Lihat A. Ubaidillah, dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), h. 139. 4 Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, (Jakarta: Center for the study of Religion and Culture, 2006), h. 24 5 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), h. 47. 6 B. Ter Haar, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Penerjemah Soebakti Poesponoto (Jakarta: Pradnja Paramita, 1960), h. 136 7 Achmad Djunaidi, dkk, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, (Jakarta: 2006), h. 21.
3
keagamaan yang telah diatur oleh syari’at Islam.8 Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa selain berdimensi vertikal (antara manusia dengan Allah), wakaf juga mempunyai dimensi horizontal, yakni hubungan sosial antara manusia dengan manusia lainnya. Dimensi sosial dari perwakafan mempunyai arti bahwa penggunaan hak milik seseorang harus memberi manfaat langsung atau tidak langsung kepada masyarakat.9 Dimensi sosial ini menuntut agar wakaf sebaiknya dikelola bukan oleh individu atau pribadi, tetapi perlu lembaga yang profesional untuk mengelola dan mengembangkan aset wakaf. Pelaksanaan wakaf di Indonesia, umumnya masih didominasi pada penggunaan untuk tempat-tempat ibadah seperti masjid, pondok pesantren, musholla atau langgar.10 Selain yang bersifat perorangan, terdapat juga wakaf gotong royong berupa masjid, madrasah, musholla, rumah sakit, jembatan dan sebagainya. Dengan mekanisme pembentukan panitia yang bertugas mengumpulkan dana, dan setelah dana terkumpul, anggota masyarakat samasama bergotong royong menyumbangkan tenaga untuk pembangunan wakaf yang dimaksud. Dalam pembangunan masjid atau rumah sakit, sumbangan bahan atau kalau berupa uang, uang itu dibelikan bahan bangunan untuk membangun masjid atau rumah sakit.11 Sedangkan pengelolaan wakaf secara produktif di Indonesia, yakni memanfaatkan harta pokok untuk diinvestasikan hingga memperoleh keuntungan, kemudian keuntungan tersebut digunakan sesuai tujuan wakaf, 8
Usman Suparman, Hukum Perwakafan di Indonesia (Jakarta: Dar al-Ulum Press, 1994),
h.1. 9
Achmad Djunaidi, dkk, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 89. 10 Achmad Djunaidi, dkk, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, h. 23. 11 Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI Press, 1988), h. 96.
4
misalnya disalurkan untuk kepentingan ekonomi, pendidikan dan dakwah, masih sangat sedikit. Fakta ini tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan Imam Suhadi. Penelitian ini menunjukkan bahwa 68% tanah wakaf di Indonesia digunakan untuk membangun tempat ibadah. 8,51% untuk membangun sarana pendidikan. 8,40% untuk kuburan dan 14,60% untuk lainlain.12 Hal ini berbanding terbalik dengan manajemen wakaf yang dikelola di beberapa negara Islam. Beberapa contoh terbaik pemanfaatan wakaf produktif di antaranya wakaf yang dikelola oleh Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Universitas Zaituniyyah di Tunisia dan ribuan madaris Imam Lisesi di Turki, yang sanggup memberi beasiswa dalam kurun waktu yang amat panjang. Ada yang sudah ribuan tahun usia lembaganya dan yang dibiayai adalah pelajar/mahasiswa dari berbagai penjuru dunia.13 Menurut Azyumardi Azra, dengan dananya yang besar, Universitas AlAzhar menjadi sangat independen. Bahkan, anggaran belanja lembaga pendidikan ini melampaui anggaran belanja negara Mesir sendiri. Tetapi, kenyataan tersebut terjadi sebelum nasionalisasi harta wakaf pada masa Nasser.14 Contoh sukses pengelolaan wakaf di Al-Azhar Kairo, Mesir, mestinya juga bisa diterapkan di Indonesia, jika melihat potensi wakaf yang bisa dikelola di Indonesia lebih besar daripada di Mesir. Kesungguhan pemerintah dalam mengelola wakaf terbukti dengan disahkannya Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf. Dalam 12
Achmad Djunaidi, dkk, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 65. 13 Achmad Djunaidi, dkk, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, h. 25. 14 Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, h. 58.
5
pasal 42 dan 43 Undang-Undang tersebut, lembaga wakaf dituntut untuk dapat mengelola dan mengembangkan aset wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya, dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah dan dilakukan secara produktif.15 Peran nazhir sebagai manajer atau pihak yang mendapat kepercayaan mengelola harta wakaf sangat penting. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf yang mampu mengelola aset wakaf agar tetap terjaga dan terurus.16 Manajemen wakaf yang ideal menyerupai manajemen perusahaan. Perlu tim kerja yang solid untuk memaksimalkan hasil wakaf.17 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi menerangkan dalam bukunya, Hukum Wakaf, bahwa tugas nazhir adalah mengelola harta wakaf, bekerjasama dengan masyarakat untuk mengelolanya, juga dengan orangorang yang berhak menerima wakaf untuk membagikan dan mendistribusikan hasilnya, serta harus menjaga harta wakaf tersebut, memajukannya, memperbaikinya jika terjadi kerusakan, dan mempertahankan kerusakannya.18 Salah satu lembaga yang mengelola dan memanfaatkan aset wakaf secara produktif adalah Wakaf Al-Azhar. Wakaf Al-Azhar merupakan salah satu lembaga wakaf yang progresif dalam mengelola aset wakaf secara 15
M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 14. 16 Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, h. 54. 17 Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, h. 139 18 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf, diterjemahkan oleh Ahrul Sani Faturrahman dkk (Depok: IiMaN Press, 2004), h. 478
6
produktif. Dapat dikatakan bahwa Wakaf Al-Azhar adalah salah satu antitesis dari pengelolaan wakaf di Indonesia yang kebanyakan dikelola secara konsumtif. Wakaf Al-Azhar lahir karena terinspirasi oleh pengelolaan wakaf di Al-Azhar, Kairo, Mesir, yang sukses mengelola aset wakaf secara produktif, diantaranya hotel, rumah sakit, dan tentunya universitas.19 Lembaga ini mampu mengoptimalkan potensi wakaf berkat produknya yang inovatif, kreatif, berkomitmen dan profesional.20 Tentunya ini tidak terlepas dari peran nazhir Wakaf Al-Azhar selaku pihak manajemen dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif sesuai dengan prinsip syariah dan tujuan Undang-Undang. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk membuat penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Peran Nazhir Wakaf AlAzhar dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif.” Penulis ingin menggali lebih dalam tentang bagaimana nazhir Wakaf Al-Azhar menjalankan perannya dalam pelaksanaan tugas sebagai nazhir sehingga Wakaf Al-Azhar dapat mengelola dan mengembangkan wakaf secara produktif.
19
Tentang Wakaf Al-Azhar, artikel diakses pada 3 Desember 2014 dari http://www.wakafalazhar.com/index.php/wakaf/default/lihatpost/id/78/Tentang%20Wakaf%20Al %20Azhar 20 Al-Azhar Jakarta, Potret Wakaf Sukses di Metropolitan, artikel diakses pada 3 Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/13/12/26/myejx6-alazhar-jakartapotret-wakaf-sukses-di-metropolitan
7
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan terfokus dalam satu masalah, maka penulis membatasi permasalahan skripsi ini dalam hal pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif yang dilakukan nazhir Wakaf Al-Azhar. 2. Rumusan Masalah Dari pembatasan masalah ini, penulis kemudian merumuskan masalah dalam skripsi ini yaitu: a. Bagaimana peran nazhir Wakaf Al-Azhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif? b. Bagaimana problematika dan tantangan nazhir Wakaf Al-Azhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Melihat permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui peran nazhir Wakaf Al-Azhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif. b. Untuk mengetahui problematika dan tantangan nazhir Wakaf Al-Azhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif.
8
2. Manfaat Penelitian a. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk Wakaf Al-Azhar dan pihak terkait dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif. b. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu manajemen dakwah, khususnya untuk konsentrasi manajemen Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf (ZISWAF). Kemudian penelitian ini diharapkan juga bisa menjadi rujukan penelitian berikutnya terkait manajemen wakaf produktif. D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yakni penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.21 Penulis berusaha memberikan gambaran seobjektif mungkin mengenai peran nazhir Wakaf
Al-Azhar dalam
mengelola dan mengembangkan wakaf produktif. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di kantor Wakaf Al-Azhar: Komplek Masjid Agung Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar, Gedung Sekolah
21
Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori - Aplikasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), h. 47.
9
lantai 8, Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2015. 3. Sumber Data Data yang penulis peroleh adalah data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari wawancara dengan pihak terkait, yaitu pihak Wakaf Al-Azhar. Penulis mewawancarai Direktur Utama, Direktur Program dan Kelembagaan dan Direktur Marketing Wakaf Al-Azhar. Ketiga pihak ini adalah orang-orang yang menjadi pimpinan dalam struktur badan pelaksana Wakaf Al-Azhar. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh penulis dari literatur lain seperti buku, Undang-undang, makalah-makalah, brosur-brosur dan lain-lain. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu dengan membaca literatur yang ada di perpustakaan, yang berkaitan dengan masalah manajemen wakaf produktif, untuk merumuskan teori, pendapat, definisi dan lain-lain. b. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan penulis dengan terjun langsung ke lapangan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan teknik sebagai berikut: 1) Wawancara, yaitu teknik pengambilan data dengan menggunakan metode tanya jawab yang dilakukan dengan pihak Wakaf AlAzhar.
10
2) Dokumentasi, yaitu dengan mengkaji dokumen-dokumen tertulis, di antaranya arsip, internet, majalah, koran dan lain-lain. 3) Observasi, yaitu mengamati aktivitas-aktivitas yang berlangsung, di Wakaf Al-Azhar dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif. Penulis terlibat langsung dalam beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh manajemen Wakaf Al-Azhar. 5. Analisis Data Setelah data terkumpul, penulis menganalisa data yang ada. Penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan menggambarkan bagaimana peran nazhir Wakaf Al-Azhar dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi yang selanjutnya diambil kesimpulan. E. Tinjauan Pustaka Sebelum mengadakan penelitian lebih lanjut, penulis terlebih dahulu melakukan studi terhadap penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permasalahan
yang
penulis
bahas,
terutama
studi
yang
membahas
permasalahan wakaf. Tinjauan pustaka dilakukan agar penelitian yang penulis lakukan tidak sama dengan penelitan sebelumnya. Karya-karya yang penulis kaji di antaranya adalah: 1. Skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan Wakaf Produktif dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining” karya Muhammad Faisal Sultoni, konsentrasi Perbankan Syariah, program studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN
11
Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Skripsi ini menjelaskan tentang strategi pengembangan wakaf produktif yang dilakukan Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, yaitu mengembangkan sektor ekonomi dengan membentuk Biro Usaha dan strategi pengembangan sektor pendidikan. Pengaruh pengembangan wakaf produktif ini sangat signifikan terhadap peningkatan perekonomian Pondok Pesantren Darunnajah.22 Fokus penelitian dalam skripsi ini adalah strategi pengembangan wakaf produktif beserta pengaruhnya secara ekonomi. Sementara peran nazhir sebagai pengelola wakaf tidak dibahas. 2. Skripsi yang berjudul “Peranan Nazhir dalam Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf pada Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Kelurahan Panunggangan Kecamatan Pinang Kota Tangerang Selatan” karya Samsudin, konsentrasi Peradilan Agama, program studi Ahwal Syakhshiyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2011. Skripsi ini menjelaskan tentang peran nazhir di Yayasan Pendidikan
Islam At-Taqwa
yang cukup besar dalam
mengembangkan Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa, di mana pada awal berdirinya yayasan ini hanya mempunyai sebuah masjid, namun saat ini memiliki berbagai aset dan kegiatan usaha lainnya.23 Dalam skripsi ini, penulis hanya membahas tentang pengelolaan dan pengembangan wakaf berupa tanah, tidak membahas jenis wakaf produktif lainnya. 22
Muhammad Faisal Sultoni, Strategi Pengembangan Wakaf Produktif dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining, (Jakarta: FSH UIN Jakarta, 2013). 23 Samsudin, Peranan Nadzir dalam Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf pada Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Kelurahan Panunggangan Kecamatan Pinang Kota Tangerang, (Jakarta: FSH UIN Jakarta, 2011).
12
3. Artikel yang berjudul “Peluang Wakaf Produktif untuk Pembiayaan Pendidikan Islam” karya Arif Zamhari. Artikel ini menjelaskan bahwa jika pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf secara produktif dilakukan dengan benar, hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pembiayaan lembaga pendidikan Islam. Contoh konkret dari pemanfaatan wakaf produktif untuk pendidikan Islam adalah Yayasan Darunnajah dan Pondok Modern Gontor Ponorogo.24 Artikel ini hanya fokus pada peluang pengembangan wakaf produktif tanpa membahas peran nazhir dalam pengembangan tersebut. Skripsi yang penulis buat berjudul “Peran Nazhir Wakaf Al-Azhar dalam
Pengelolaan
dan
Pengembangan
Wakaf
Produktif”
yang
pembahasannya berfokus pada bagaimana peran nazhir Wakaf Al-Azhar dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif serta bagaimana problematika dan tantangan dalam pengelolaannya. F. Sistematika Penulisan Hasil penelitian yang dilakukan penulis akan dituangkan dalam skripsi dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Dalam bab ini, penulis menjelaskan latar belakang penelitian, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
24
Arif Zamhari, Peluang Wakaf Produktif untuk Pembiayaan Pendidikan Islam, Al-Awqaf: Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam V. 6 no. 1 (Januari 2013), h. 31.
13
BAB II
Tinjauan Teoritis Tentang Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif Penulis menerangkan tentang teori peran dalam manajemen, wakaf menurut hukum Islam dan konsep pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif.
BAB III
Gambaran Umum Tentang Nazhir dan Lembaga Wakaf Al-Azhar Bab ini akan menerangkan tentang konsep nazhir dalam Islam, latar belakang berdirinya Wakaf Al-Azhar, visi dan misi lembaga, struktur lembaga dan produk-produk Wakaf AlAzhar.
BAB IV
Peran Nazhir Wakaf Al-Azhar dalam Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif Bab ini memaparkan peran nazhir Wakaf Al-Azhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif. Serta problematika dan tantangan yang dihadapi Nazhir Wakaf AlAzhar dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif.
BAB V
Penutup Bab ini berisi kesimpulan dan saran
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
A. Peran Dalam Manajemen Dalam kamus Oxford Student’s Dictionary of English, peran (role) berarti, “the position of function of somebody/something in a particular situation”.1 Dalam kamus bahasa Indonesia, peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dl masyarakat.2 Dua pengertian ini tidak jauh berbeda. Kata peran lebih banyak digunakan dalam dunia perfilman. Peran sendiri dalam bidang film berarti pemain sandiwara. Nazhir adalah manajer yang mengelola wakaf. Sukses tidaknya pengelolaan dan pengembangan harta wakaf bergantung pada optimalisasi peran nazhir dalam melakukan tugas-tugasnya. Dalam ilmu manajemen, Henry Minztberg telah melakukan penelitian tentang peran dalam berbagai macam pekerjaan manajerial, dan kemudian membuat kesimpulan dari hasil studinya tentang peran manajerial. Minztberg mengelompokkan perilaku-perilaku manajer menjadi tiga bidang peranan: antar pribadi, informasional dan pembuatan keputusan.3
1
Oxford Student’s Dictionary of English (Oxford: Oxford University Press, 2001) http://kbbi.web.id/peran, diakses pada 30 Maret 2015. 3 T. Hani Handoko, Manajemen, (Yogyakarta: BPFE, 2014), h. 32. 2
14
15
Peran manajer secara antar pribadi meliputi peranan sebagai tokoh, sebagai pemimpin dan sebagai penghubung terutama dengan pihak di luar manajemen. Secara informasional, manajer berperan sebagai pihak penerima informasi, sebagai penyebar informasi dan sebagai juru bicara. Sedangkan secara keputusan, manajer berperan sebagai wirausahawan, sebagai pihak yang mengatasi gangguan dari luar, pihak yang mengalokasikan sumber daya dan sebagai perantara menghadapi berbagai macam kelompok orang.4
B. Wakaf Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Wakaf Secara bahasa, wakaf berasal dari bahasa Arab waqf, bentuk kata kerjanya adalah waqafa yaqifu, yang berarti berdiri, berhenti, ragu-ragu, menahan atau mencegah.5 Kata wakaf juga diartikan sama dengan al-habs (menahan). Al-waqf adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al-syai’, yang berarti menahan sesuatu.6 Kata waqf lebih banyak digunakan untuk pengertian mauquf, artinya yang ditahan, yang dihentikan atau yang diragukan, dibanding makna suatu transaksi. Ungkapan kalimat hadza al-‘iqar waqf (tanah ini adalah wakaf) maksudnya hadza al-‘iqar mauquf (tanah ini adalah yang diwakafkan). 4
J. Winardi, Manajemen Perilaku organisasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 22. Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), h. 77. 6 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf, diterjemahkan oleh Ahrul Sani Faturrahman dkk (Depok: IiMaN Press, 2004), h. 37. 5
16
Para ahli fiqih mendefinisikan wakaf secara beragam. Berikut definisi wakaf menurut ulama fiqh:7 a. Mazhab Syafi’iyyah Wakaf adalah menahan harta yang dapat dimanfaatkan dan tidak musnah ketika digunakan dari berbagai transaksi yang bersifat memindahkan hak dan menyalurkan manfaatnya pada sektor-sektor kebajikan dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. b. Mazhab Malikiyah Wakaf adalah perbuatan menahan harta di dalam kekuasaan pewakaf dari berbagai transaksi dan mendermakan hasilnya pada sektor-sektor kebajikan. c. Mazhab Hanabilah Wakaf adalah menahan pokok dan menyedekahkan hasilnya pada kebaikan. d. Mazhab Hanafiyyah Wakaf adalah menahan harta dalam milik wakif dan menyedekahkan manfaatnya seperti halnya pinjaman. Benang merah pengertian wakaf dari ulama fiqh di atas adalah pada prinsipnya wakaf adalah amal perbuatan menyedekahkan harta yang manfaatnya digunakan untuk kebajikan. Perbedaan paling mendasar adalah pendapat mazhab Hanafiyyah. Imam Hanafi berpendapat bahwa wakaf bersifat sementara, sewaktu-waktu pemilik harta bisa mengambil kembali hartanya seperti halnya pinjaman. Sementara itu, mazhab Syafi’iyyah dan mazhab Hanabilah berpendapat bahwa harta yang diwakafkan bersifat tak terbatas. Ulama Syafi’iyyah menegaskan bahwa harta wakaf menjadi milik Allah, kemudian menurut ulama Hanabilah status harta menjadi milik penerima wakaf (mauquf alaih). Sementara itu, menurut mazhab Malikiyyah, boleh
7
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan, h. 78.
17
berwakaf untuk sementara dan boleh untuk selama-lamanya, dengan alasan harta wakaf tetap dikuasai pemilik harta, maka dia bebas menentukan pilihannya.8 Sedangkan pengertian wakaf menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.9 Wakaf bertujuan untuk memanfaatkan benda wakaf sesuai dengan fungsinya dan wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Sejatinya, wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi yang sangat potensial untuk menopang kesejahteraan umat. Namun hingga kini, peran wakaf belum dirasakan secara optimal.10 2. Dasar Hukum Wakaf Tidak terdapat dalil dalam al-Qur’an yang menerangkan tentang konsep wakaf secara jelas. Hal ini berbeda dengan zakat yang besaran kewajiban dan siapa penerimanya sudah terdapat dalam al-Qur’an. Dasar yang digunakan para ulama untuk menjelasan konsep wakaf adalah
8
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan, h. 79-80. M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 2. 10 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 357. 9
18
keumuman ayat-ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang infaq. Berikut dalil yang digunakan para ulama sebagai dasar hukum wakaf:11 a. Surat Ali Imran ayat 92:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. b. Surat Al-Hajj ayat 77:
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
Di dalam surat Ali Imran ayat 92 dan surat al-Hajj ayat 77 menjelaskan tentang wakaf termasuk juga kebaikan. Kedua ayat tersebut mengisyaratkan anjuran bersedekah, sedangkan wakaf adalah bentuk dari sedekah. Karena itu wakaf mengikuti hukum bersedekah yaitu sunnah.12
11 12
Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan, h. 80-84. Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf, h. 63.
19
c. Surat Al-Baqarah ayat ayat 177:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabinabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa. d. Surat An-Nisa ayat 36:
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
20
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Sedangkan dalil wakaf yang berasal dari hadits antara lain sebagai berikut:13 a. Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
َ َ اِ َذا َﻣﺎتَ ا ْﺑﻦُ اَ َد َم اِ ْﻧﻘ:ﺻ ﱠﻞ ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗَﺎ َل ﻄ َﻊ ُ َﻋ ْﻦ اَﺑِ ْﻲ ھُ َﺮ ْﯾ َﺮةً اَ ﱠن َر َ ِﺳﻮْ َل ﷲ ﺢ ﯾَ ْﺪ ُﻋﻮْ ﻟَﮫ ُ )رواه ٍ َﻋ َﻤﻠُﮫُ اِ ﱠﻻ ِﻣ ْﻦ ﺛَ َﻼ َ اَوْ َوﻟَ ٍﺪ, اَوْ ِﻋ ْﻠ ٌﻢ ﯾُ ْﻨﺘَﻔَ ُﻊ ﺑِ ِﮫ,ﺎرﯾَ ٍﺔ َ ,ث ِ ﺻ َﺪﻗَ ٍﺔ َﺟ ٍ ِﺻﺎﻟ (ﻣﺴﻠﻢ “Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Apabila anak Adam (manusia) meninggal dunia, maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR. Muslim)14 b. Hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Umar
ﺻ ﱠﻞ َ ﻲ َ ﺻ َ َ أ:ﺎل َ َﺿ َﻲ ﷲ ُ َﻋ ْﻨﮭُ َﻤﺎ ﻗ ﺎب ُﻋ َﻤ َﺮ أَرْ ﺿً ﺎ ﺑِﺨَ ْﯿﺒَ َﺮ ﻓَﺄﺗَﻰ اﻟﻨﱠﺒِ ﱠ ِ َﻋ ْﻦ ْاﺑْﻦُ ُﻋ َﻤ َﺮ َر ُ ﺻ ْﺒ ﺖ اَرْ ﺿً ﺎ ﺑِ َﺨ ْﯿﺒَ َﺮ ﻟَ ْﻢ ُ ﯾَﺎ َر: ﷲُ َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠّ َﻢ ﯾَ ْﺴﺘَﺄْ ُﻣ ُﺮ ﻓِ ْﯿﮭَﺎ ﻓَﻘَﺎ َل َ َﺳﻮْ َل ﷲِ اَﻧﱢ ْﻲ ا ُ ﺎل ﻟَﮫُ َر َ ِﺳﻮْ ُل ﷲ َ َ ﻓَﻘ.ﺻﺐْ َﻣ ًﺎﻻ ﻗَﻂﱡ ھ ُ َﻮ اَ ْﻧﻔَﺲُ ِﻋ ْﻨ ِﺪيْ ِﻣ ْﻨﮫ ُ ﻓَ َﻤﺎ ﺗَﺄ ُﻣ ُﺮﻧِ ْﻲ ﺑِ ِﮫ ِ ُأ َﺻﻠﱠﻰ ﷲ ْ ﺼ ﱠﺪ ْﻗ ُ أَﻧﱠﮭَﺎ َﻻ ﺗ ُﺒَﺎ,ق ﺑِﮭَﺎ ُﻋ َﻤ َﺮ ع َ ﺼ ﱠﺪ َ َﺖ ﺑِﮭَﺎ ﻓَﺘ َ َ إِ ْن ِﺷ ْﺌﺖَ َﺣﺒَ ْﺴﺖَ اَﺻْ ﻠَﮭَﺎ َوﺗ,َﻋﻠَ ْﯿ ِﮫ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ُ َو َﻻ ﺗ ُﻮْ ھَﺐُ َو َﻻ ﺗُﻮْ َر ب َ ﺼ ّﺪ َ َ ﻗَﺎ َل َوﺗ.ث ِ ق ﺑِﮭَﺎ ﻓِ ْﻲ ْاﻟﻔُﻘَ َﺮا ِء َوﻓِﻲ ْاﻟﻘُﺮْ ﺑَﻰ َوﻓِ ْﻲ اﻟﺮﱢ ﻗَﺎ ﻒ َﻻ ُﺟﻨَﺎ ُح َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َوﻟِﯿﱡﮭَﺎ أَ ْن ﯾَﺄْ ُﻛ ُﻞ ِﻣ ْﻨﮭَﺎ َوﻓِ ْﻲ َﺳﺒِ ْﯿ ِﻞ ﷲِ ِوا ْﺑ ِﻦ اﻟ ﱠﺴﺒِ ْﯿ ِﻞ ِواﻟ ﱠ ِ ﻀ ْﯿ ْ ُف َوﯾ (ﻄ ِﻌ ُﻢ َﻏ ْﯿ َﺮ ُﻣﺘَ َﻤ ﱢﻮ ُل )رواه ﻣﺴﻠﻢ ِ ْﺑِﺎ ْﻟ َﻤ ْﻌ ُﺮو “Dari Ibnu Umar r.a. berkata, bahwa sahabat Umar bin Khattab memperoleh tanah di Khaibar, kemudian menghadap kepada Rasulullah untuk memohon petunjuk. Umar berkata: “Aku mendapatkan sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan kepadaku?” Rasulullah menjawab, “Bila kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu dan kamu sedekahkan (hasilnya).” Kemudian Umar melakukan shadaqah, tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak 13 14
Achmad Djunaidi, dkk, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 12. Muslim, Shahih Muslim, (Riyadh: Darus-Salam, 1998), h. 716.
21
diwariskan. Berkata Ibnu Umar: Umar menyedekahkannya pada orang-orang fakir, kaum kerabat, budak belian, sabilillah, tamu, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu (pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara baik (sepantasnya) atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta.” (HR. Muslim)15
Hadits dari Ibnu Umar memberikan petunjuk yang lebih lengkap terhadap praktik wakaf sehingga para ulama menetapkan persyaratanpersyaratan wakaf, mulai dari persyaratan pewakaf, persyaratan yang diwakafkan, sasaran dan tujuan wakaf sampai pada akibat hukum dari transaksi wakaf berdasarkan hadits ini. Selain itu, hadits ini memberikan petunjuk
tentang
bagaimana
cara
mengelola
wakaf
dan
cara
mendistribusikan hasil-hasilnya. 3. Rukun dan Syarat Wakaf Ada perbedaan di antara ulama dalam menentukan rukun wakaf. Mazhab Hanafi memandang bahwa rukun wakaf hanyalah sebatas sighat (lafal) yang menunjukkan makna/substansi wakaf. Sedangkan pengikut Malikiyah, Syafi’iyyah, Zaidiyyah dan Hanabilah memandang bahwa rukun wakaf terdiri dari: waqif (orang yang berwakaf), mauquf ‘alaih (orang yang menerima wakaf), harta yang diwakafkan dan lafal atau ikrar atau ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf.16 Berikut ini syarat dan penjelasan dari masing-masing rukun wakaf.
15 16
Muslim, Shahih Muslim, h. 717. Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf, h. 87.
22
a. Wakif Wakif adalah orang yang mewakafkan harta benda miliknya. Wakif meliputi perseorangan, organisasi dan badan hukum. Syarat wakif perseorangan yaitu dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbuatan hukum, dan pemilik sah harta benda wakaf. Wakif organisasi hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan. Wakif badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.17 b. Penerima Wakaf (Mauquf Alaih) Dalam pandangan fiqih klasik, penerima manfaat wakaf dapat berupa sarana umum yang mencakup masjid, makam, sekolah, jembatan, jalan, sumur dan tempat pemandian umum. Orang-orang yang menggunakan sarana umum inilah penerima manfaat wakaf yang sesusngguhnya. Artinya mereka mempunyai hak kolektif untuk menggunakan sarana umum yang dimaksud. Selain untuk sarana umum, hasil wakaf bisa diberikan langsung kepada orang-orang baik sendirian ataupun kolektif.18 Hasil wakaf juga dapat digunakan untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, kemajuan dan kesejahteraan
17
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 358. Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, (Jakarta: Center for the study of Religion and Culture, 2006), h. 40. 18
23
umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.19 c. Harta yang Diwakafkan Harta yang diwakafkan haruslah harta milik yang sah. Artinya harta yang dimiliki dan dikuasai seseorang, bukan harta kekayaan negara, seperti ikan di laut, barang tambang, dan kekayaan hutan. Syarat lain harta tersebut haruslah halal. Karena itu tidak sah apabila mewakafkan babi, minuman beralkohol, dan barang-barang lain yang diharamkan Islam.20 d. Ikrar Ikrar wakaf adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya. Walaupun tidak ada aturan dalam fiqh bahwa ikrar wakaf harus dicatat dalam dokumen wakaf,21 namun di Indonesia terdapat peraturan tentang pencatatan ikrar wakaf. Ikrar wakaf dilaksanakan oleh wakif kepada nazhir di hadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf) dengan disaksikan dua orang saksi. Ikrar tersebut dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.22 Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:23 1) Dewasa 2) Beragama Islam 19
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 362. Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, h. 38. 21 Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, h. 42. 22 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 361. 23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 361. 20
24
3) Berakal sehat 4) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum C. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif Pengelolaan
adalah proses,
cara,
perbuatan
mengelola. Proses
melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain. Proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi. Proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan
kebijaksanaan
dan
pencapaian
tujuan.24
Sedangkan
pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan, pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki.25 Dalam UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, pasal 43 ayat 2 menyebutkan bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif.26 Muhammad Syafi’i Antonio, seorang pakar ekonomi syariah, membagi periode pengelolaan wakaf di Indonesia ke dalam tiga bagian:27 1. Periode Tradisional Pada masa ini, wakaf masih seputar pembangunan fisik, seperti masjid, musholla, pesantren, kuburan, yayasan dan sebagainya. Sifat konsumtif sangat dominan pada pengelolaan wakaf periode tradisional.
24
http://kbbi.web.id/kelola, diakses pada 23 April 2015. http://kbbi.web.id/kembang, diakses pada 23 April 2015. 26 M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, h. 14. 27 Muhammad Syafi’i Antonio, “Pengantar Pengelolaan Wakaf Secara Produktif,” dalam Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif Untuk Kesejahteraan Umat (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), h. v. 25
25
2. Periode Semi-Profesional Secara umum, pengelolaan wakaf periode ini hampir sama dengan periode
tradisional.
mengembangkan
Tetapi
pola
periode
pemberdayaan
semi-profesional
wakaf
produktif.
sudah Misalnya
membangun masjid sekaligus gedung untuk pertemuan, pernikahan, seminar dan acara lainnya yang bisa disewakan, seperti dipraktikkan di masjid Sunda Kelapa. 3. Periode Profesional Pengelolaan
wakaf
secara
profesional
ditandai
dengan
pemberdayaan potensi masyarakat secara produktif. Profesionalisme diterapkan dalam hal SDM nazhir, kemitraan usaha, bentuk benda wakaf bergerak seperti uang, saham dan surat berharga lainnya. Kemudian periode ini juga ditandai dengan dukungan pemerintah secara penuh melalui UU perwakafan. Awalnya peraturan wakaf di Indonesia diatur dalam PP No. 28 tahun 1977 dan sedikit disinggung dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria. Namun peraturan perundangundangan tersebut hanya mengatur benda-benda wakaf tak bergerak seperti masjid, musholla, dan pesantren. Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 lahir untuk memberikan peluang bagi tumbuhnya pemberdayaan benda-benda wakaf secara produktif dan profesional.28
28
Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif, h. 89.
26
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif. Mundzir Qahaf menguraikannya sebagai berikut:29 1. Meningkatkan kelayakan produksi harta wakaf hingga mencapai target ideal untuk memberi manfaat sebesar mungkin bagi tujuan wakaf, dan itu dapat terlaksana dengan beberapa hal berikut: a. Meningkatkan hasilnya dengan berusaha memperoleh sebesar mungkin hasil dari produksi dan investasi wakaf. b. Mengurangi sebesar mungkin pengeluaran dana untuk keperluan administrasi c. Menghindari adanya penyimpangan, seperti kerusakan, pencurian, penyalahgunaan amanah, dan lain-lain, hingga pada batas yang sekecil mungkin. 2. Melindungi pokok-pokok harta wakaf dengan mengadakan pemeliharaan dan penjagaan baik dalam investasi harta wakaf dan mengurangi sekecil mungkin risiko investasi. 3. Melaksanakan tugas distribusi hasil wakaf dengan baik kepada tujuan wakaf yang telah ditentukan, baik berdasarkan pernyataan wakif dalam akte wakaf maupun berdasarkan pendapat fiqih dalam ondisi wakaf hilang aktenya dan tidak diketahui tujuannya, dan mengurangi kemungkinan adanya penyimpangan dalam menyalurkan hasil-hasil tersebut. Perlu diketahui detail kondisi orang-orang yang berhak menerima manfaat
29
Mundzir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif (Jakarta: KHALIFA, 2004), h. 321-322.
27
wakaf tersebut, baik perorangan maupun umum yang berkenaan dengan kepentingan umat secara keseluruhan. 4. Berpegang teguh pada syarat-syarat wakif, baik itu berkenaan dengan jenis investasi dan tujuannya maupun dengan tujuan wakaf, pengenalan objeknya dan batasan tempatnya, atau bentuk kepengurusan dan seluk beluk cara nazhir bisa menduduki posisi tersebut. 5. Memberikan penjelasan kepada para dermawan dan mendorong mereka untuk melakukan wakaf, dan secara umum memberi penyuluhan dan menyarankan pembentukan wakaf baru baik secara lisan maupun dengan cara memberi keteladanan.
BAB III GAMBARAN UMUM NAZHIR DAN LEMBAGA WAKAF AL-AZHAR
A. Nazhir Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Nazhir Nazhir berasal dari kata kerja bahasa Arab “nazhara – yanzhuru – nazhran” yang berarti “menjaga, memelihara, mengelola dan mengawasi.” Adapun nazhir adalah isim fa’il dari kata “nazhara” yang dapat diterjemahkan dengan pengawas (penjaga).1 Nazhir adalah orang atau badan yang diberi wewenang untuk mengelola harta wakaf.2 Pengertian nazhir berdasarkan Undang-Undang perwakafan adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.3 Ada tiga jenis nazhir menurut Undang-Undang, yaitu nazhir perseorangan, nazhir organisasi dan nazhir badan hukum. Nazhir perseorangan harus merupakan suatu kelompok yang terdiri dari paling sedikit tiga orang dan salah satunya diangkat menjadi seorang ketua. Nazhir organisasi adalah organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam. Nazhir badan
1
Said Agil Husin Al-Munawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2004), h. 151. 2 Mukhlisin Muzarie, Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010), h. 142. 3 M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 2.
28
29
hukum yakni badan hukum Indonesia yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.4 2. Syarat-syarat Nazhir Agar harta wakaf dapat dikelola dengan baik, maka tidak bisa sembarang orang dapat ditunjuk sebagai nazhir. Walaupun para mujtahid tidak menjadikan nazhir sebagai salah satu rukun wakaf, namun para ulama sepakat bahwa wakif harus menunjuk nazhir wakaf yang mampu, baik yang bersifat perseorangan maupun kelembagaan (organisasi atau badan hukum).5 Menurut Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, syaratsyarat nazhir adalah berakal, dewasa, adil, cakap hukum dan beragama Islam.6 a. Berakal Pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh orang yang tidak waras (gila) menjadi tidak sah karena dia telah hilang akal, sehingga tidak bisa membeda-bedakan serta tidak bisa mengelola dirinya sendiri. Syarat ini harus dipenuhi oleh nazhir agar dapat melakukan tindakan hukum secara sadar sehingga pengelolaan wakaf berjalan dengan baik. b. Dewasa Anak kecil yang diangkat menjadi nazhir tidak sah secara hukum. Anak kecil yang belum dewasa dilarang mengelola dan menggunakan
4
M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, h. 38-43. Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006), h. 54. 6 Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi, Hukum Wakaf, h. 461. 5
30
harta miliknya sehingga sudah selayaknya dia dilarang untuk mengelola harta orang lain. Dalam hal ini harta wakaf. c. Adil Jumhur ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan adil adalah mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang syariat. Nazhir sebagai pengemban amanah dari wakif harus memenuhi syarat adil agar dalam mengelola wakaf selalu berpegang teguh pada hal yang diperintahkan oleh syariat dan menjauhi hal yang dilarang oleh syariat. d. Cakap Hukum Kecakapan hukum diartikan sebagai kekuatan seseorang atau kemampuannya untuk mengelola sesuatu yang diserahkan kepadanya. Tanpa adanya kecakapan hukum, maka seseorang akan sulit untuk mengelola hal yang diamanahkan kepadanya. Oleh karena itu, seorang nazhir harus memiliki kecakapan hukum agar dapat mengelola harta wakaf yang diamanahkan kepadanya dengan baik. e. Islam Pengelolaan wakaf berkaitan erat dengan urusan kaum muslimin. Oleh karena itu, sudah selayaknya nazhir disyariatkan untuk beragama Islam agar pengelolaan wakaf bisa berjalan sesuai dengan syariat serta dapat membawa kemaslahatan bagi ummat.
31
Selain syarat di atas, ada syarat tambahan bagi seorang nazhir. Syarat-syarat ini lebih menitikberatkan pada perspektif manajemen. Syarat-syarat tersebut adalah:7 a. Mempunyai ketegasan dalam menentukan sikap; b. Mengutamakan musyawarah dalam menyelesaikan masalah; c. Menjunjung tinggi keterbukaan, yaitu dengan berani menyampaikan informasi yang diperlukan kepada masyarakat; d. Memiliki pemahaman yang mendalam mengenai visi, misi dan tujuan organisasi. Dengan menggunakan dua pendekatan; hukum dan manajemen modern, nazhir
yang memenuhi persyaratan di atas diharapkan dapat
mengelola harta wakaf dengan amanah, professional dan bertanggung jawab, sehingga pengelolaan wakaf secara produktif bukan hanya menjadi wacana, namun dapat diwujudkan secara nyata. 3. Kedudukan,Tugas dan Hak Nazhir Sebagai pihak yang ditugaskan untuk memelihara harta wakaf, nazhir mempunyai kedudukan yang penting. Berfungsi atau tidaknya harta wakaf bagi mauquf alaih bergantung pada nazhir wakaf. Adapun tugastugas nazhir adalah:8 a. Menyewakan Nazhir boleh menyewakan tanah (benda wakaf) itu kepada pihak lain untuk diperoleh manfaat dari harta wakaf itu. 7
Didin Hafidhuddin, Hendri Tanjung, Manajemen Syariah dalam Praktik (Depok: Gema Insani, 2008), h. 13-14. 8 Said Agil Husin Al-Munawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, h. 158.
32
b. Memelihara Harta Wakaf Upaya pemeliharaan harta wakaf dapat diambilkan dari harta wakaf yang dimaksud atau diambil dari sumber lainnya. Mengenai sumber pembiayaan ini bergantung pada persyaratan yang dikemukakan oleh wakif. c. Membagikan Hasil Nazhir berkewajiban membagikan harta wakaf kepada pihak yang berhak menerimanya. Para ulama juga bersepakat bahwa tugas nazhir, di samping halhal di atas, juga bertugas mengawasi, memperbaiki (jika rusak), memahami dan mempertahankan harta wakaf. Meskipun nazhir mempunyai tugas yang cukup berat, namun nazhir mempunyai hak-hak yang harus diterima sebagai imbalan atas kewajiban-kewajiban itu. Adanya upah bagi nazhir ini telah dipraktikkan oleh Umar Ibn Khattab, Ali Ibn Abi Thalib dan sahabat-sahabat lainnya. Besarnya upah yang diterima nazhir sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan wakif atau hakim.9 Jika mengacu pada Undang-Undang, dalam pasal 12 UU No. 41 tahun 2004 tercantum besaran upah yang dapat diterima nazhir adalah tidak melebihi 10% (sepuluh persen).10
B. Sejarah Berdirinya Wakaf Al-Azhar Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar lahir karena keprihatinan para pendirinya soal minimnya pendidikan Islam yang berkualitas. Begitu banyak 9
Said Agil Husin Al-Munawwar, Hukum Islam dan Pluralitas Sosial, h. 159. M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, h. 6.
10
33
sekolah-sekolah bagus namun dimiliki oleh orang-orang non muslim. Oleh karena itu, lahirlah Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, yang diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan Islam dan juga pendidikan secara umum. Namun, masalah yang timbul kemudian adalah mahalnya biaya pendidikan sekolah Al-Azhar. Di satu sisi, hal ini berbanding lurus dengan kualitas pendidikan yang diberikan, namun di sisi lain masyarakat kurang mampu menjadi terhambat untuk mengenyam pendidikan di Al-Azhar. Wakaf Al-Azhar lahir dengan dua misi, yakni dalam dunia pendidikan dan dakwah. Wakaf Al-Azhar hadir dalam rangka pemenuhan kebutuhan pendidikan untuk anak-anak kurang mampu, khususnya yang berprestasi, agar bisa bersekolah di Al-Azhar tanpa harus memikirkan biaya pendidikan. Wakaf Al-Azhar merupakan lembaga wakaf yang dibentuk oleh Yayasan
Pesantren
Islam
(YPI)
Al-Azhar
untuk
mengelola
dan
mengembangkan wakaf produktif dalam mendukung aktiftas pendidikan dan dakwah. Beraktifitas dengan mendayagunakan sumber daya dan partisipasi masyarakat, berorientasi pada produktifitas wakaf untuk mendukung YPI AlAzhar dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas serta pengembangan dakwah agar lebih mendunia. Misi Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar untuk mengembangkan pendidikan dan dakwah melalui dana sosial seperti wakaf telah dimulai sejak tahun 1961, di mana pada saat itu pertama kali nama Al-Azhar diberikan oleh Syekh Mahmoud Syaltout, seorang syekh jami’ Al-Azhar Kairo. Pemberian nama ini diharapkan mampu memberikan semangat pada Yayasan Pesantren
34
Islam Al-Azhar untuk menyamai prestasi Al-Azhar Kairo yang mampu mengelola pendidikan dengan memanfaatkan aset wakaf. Namun, secara legal formal, lembaga Wakaf Al-Azhar di bawah naungan Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar baru berdiri pada bulan Juli tahun 2010. Wakaf Al-Azhar terinspirasi dari pengelolaan wakaf di Al-Azhar Kairo di Mesir yang berhasil mengelola dan mengembangkan wakaf produktif seperti Rumah Sakit, apartemen, hotel, perkebunan serta menjalankan berbagai usaha sehingga dapat memberikan beasiswa kepada 400.000 mahasiswa, memberikan insentif yang memadai kepada 11.000 dosen dan mampu mengembangkan dakwah serta mengirimkan banyak ulama ke mancanegara. Berdasarkan pengalaman Al-Azhar Kairo tersebut, YPI Al-Azhar mencoba untuk mengelola dan mengembangkan wakaf produktif sebagai salah satu upaya pemberdayaan ekonomi ummat yang penyalurannya direncanakan untuk kepentingan pendidikan dan dakwah. Lembaga Wakaf Al-Azhar berada di bawah naungan Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar berdasarkan SK nomor 10/VIIKEP/YPIA-P/1431.2010.11
C. Visi dan Misi Lembaga Setiap lembaga mempunyai visi dan misi yang telah dirumuskan oleh tim manajemen. Visi dan misi berfungsi untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu lembaga dalam jangka menengah dan panjang. Visi dan misi Wakaf AlAzhar sendiri adalah sebagai berikut:
11
Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015.
35
1. Visi “Menjadi institusi pengelola wakaf yang profesional, transparan dan dipercaya masyarakat serta mempunyai kemampuan dan integritas untuk mengembangkan perwakafan nasional.” 2. Misi “Menjadikan Wakaf Al-Azhar sebagai lembaga profesional yang mampu mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta wakaf untuk mendukung kepentingan pendidikan dan dakwah ditingkat Nasional serta Internasional.” 12 D. Struktur Lembaga Wakaf Al-Azhar Struktur organisasi menurut David Wilson dan Robert Rosenfeld adalah pola hubungan yang diciptakan di antara komponen-komponen bagian dari sebuah organisasi yang menggambarkan pola komunikasi, pengendalian dan wewenang. Sedangkan menurut Gareth Jones dan Jennifer George mengartikan bawha struktur organisasi adalah sistem tugas-tugas yang formal dan hubungan pelaporan jabatan yang menentukan bagaimana para karyawan menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi.13 Berikut ini adalah struktur organisasi di lembaga Wakaf Al-Azhar: 1. Dewan Syariah Ketua
: H. Shobahussurur
Anggota
: H. Amliwazir Saidi H. Yusuf Mansur
12
http://www.wakafalazhar.or.id/hal/9-Tentang+Kami/, diakses pada 6 April 2015. Sawaldjo Puspopratono dalam Ais Zakiyudin, Teori dan Praktik Manajemen: Sebuah Konsep yang Aplikatif Disertai Profil Wirausaha Sukses, (Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013), h. 37. 13
36
2. Dewan Pengawas Ketua
: H. Nasroul Hamzah
Anggota
: H. Soewarsono Suryadi H. Hendra Nurtjahyo
3. Badan Pelaksana Ketua
: H. Muhammad Nazif
Wakil Ketua
: H. Mahfudh Makmun
Sekretaris
: H. Muhammad Suhadi
Wakil Sekretaris
: H. Syamsir Kamaluddin
Bendahara
: H. Suhaji Lestiadi
Wakil Bendahara
: M. Anwar Sani
4. Struktur Eksekutif Direktur Utama
: Muhammad Rofiq Toyyib Lubis
Direktur Program & Kelembagaan : Suryaningsih Suyitno Direktur Marketing
: Hendra Yuliano14
E. Produk Wakaf 1. Wakaf Transportasi Wakaf transportasi merupakan wakaf kolektif untuk wakaf produktif berupa sarana transportasi. Besaran wakafnya senilai Rp. 25.000,-/unit dengan rincian Rp. 20.000,-/unit + Rp. 5.000,- untuk biaya operasional. Wakaf berupa uang tunai yang dihimpun oleh lembaga Wakaf
14
http://www.wakafalazhar.or.id/hal/9-Tentang+Kami, diakses pada 6 April 2015.
37
Al-Azhar kemudian diinvestasikan dalam bentuk Bus Pariwisata dan diproduktifkan dengan cara disewakan.15 2. Wakaf Tanah Untuk Pohon Jabon Wakaf pohon jabon adalah salah satu bentuk upaya mengelola dan mengembangkan lahan wakaf. Pohon jabon dipilih karena masa panen relatif singkat, yaitu sekitar lima sampai delapan tahun. Bandingkan dengan pohon jati yang harus menunggu hingga lima belas tahun untuk panen. Donasi wakaf untuk pohon jabon sebesar Rp. 95.000,-/m² dengan rincian Rp. 70.000,-/m² tanah dan Rp. 25.000,- untuk biaya operasional. Wakaf Al-Azhar mengelola 4.4 Hektare lahan tang ditanami pohon jabon di daerah Ciseeng, Bogor.16 3. Wakaf Kartu (Wakaf Card) Wakaf kartu atau kartu anggota wakaf produktif Al-Azhar (KAWPA). Kartu ini menandakan bahwa kita telah berwakaf di lembaga Wakaf Al-Azhar. Dengan kartu ini, selain berwakaf yang merupakan bekal pahala, pewakif akan memperoleh beberapa keuntungan sesuai dengan jenis kartu yang dibuat. Wakaf card terdiri dari dua jenis, yaitu:17 a. Wakaf Card Silver (untuk peserta usia 6 – 55 tahun) Wakif bisa memiliki wakaf card jenis silver ini dengan dana sebesar Rp. 145.000,- per tahun dengan rincian sebagai berikut: -
Rp. 100.000,- untuk iuran keanggotaan
15
http://www.wakafalazhar.or.id/produk/6-Wakaf+Transportasi/, diakses pada 6 April
16
http://www.wakafalazhar.or.id/produk/Wakaf+Perkebunan/, diakses pada 6 April 2015. http://www.wakafalazhar.or.id/produk/Kartu+Wakaf+Produktif/, diakses pada 6 April
2015. 17
2015.
38
-
Rp. 25.000,- untuk wakaf produktif (wakaf transportasi)
-
Rp. 20.000,- untuk biaya operasional Adapun manfaat wakaf card silver antara lain:
1) Manfaat bagi pemegang kartu: -
Wakaf transportasi senilai Rp. 25.000,-
-
Discount 10% sampai 30% di beberapa merchant yang telah bekerjasana dengan lembaga Wakaf Al-Azhar.
-
Santunan rawat inap karena kecelakaan Rp. 3.000.000,- per tahun (reimburs).
-
Berwakaf wasiat senilai Rp. 20.000.000,- (ketika meninggal karena kecelakaan).
-
Berwakaf wasiat senilai Rp. 5.000.000,- (ketika meninggal bukan karena kecelakaan).
2) Manfaat bagi ahli waris pemegang kartu: -
Santunan duka karena kecelakaan Rp. 30.000.000,-
-
Santunan duka meninggal karena kecelakaan)
b. Wakaf Card Gold (untuk peserta usia 0 – 80 tahun) Wakif bisa memiliki wakaf card jenis silver ini dengan dana sebesar Rp. 250.000,- per tahun. Adapun manfaat dari wakaf card jenis gold ini hanya dikhususkan bagi pemegang kartu, antara lain: -
Wakaf wasiat senilai Rp. 5.000.000,-
-
Wakaf perkebunan sawit 3 m²
-
Santunan rawat inap karena kecelakaan Rp. 3.000.000,- per tahun.
39
-
Layanan jenazah (memandikan, mensholatkan, biaya petugas pemakaman).
-
Layanan Ambulance + Mobil (Bandara, Pemakaman, Rumah Sakit, Rumah Duka).
4. Wakaf Perkebunan Sawit Wakaf tanah perkebunan sawit merupakan wakaf patungan untuk membeli lahan dan membuka perkebunan kelapa sawit, karet, dan lain sebagainya agar dikelola secara produktif dan bisa diambil manfaatnya. Wakaf Al-Azhar berusaha membuka lahan untuk perkebunan sawit di daerah sumatera, sulawesi dan kalimantan. Besaran wakafnya yaitu Rp. 15.000,-/m² dengan rincian Rp. 10.000,-/m² tanah dan Rp. 5.000,- untuk biaya operasional.18 5. Wakaf Kontan Wakaf kontan merupakan wakaf patungan berupa uang tunai mulai dari Rp. 5.000,- dengan cara menitipkannya kepada lembaga Wakaf AlAzhar untuk dibelikan aset baik alat transportasi, properti, usaha pertanian maupun perkebunan, kemudian aset tersebut dikelola dan diambil manfaatnya. Terdapat tiga cara penyerahan wakaf dari wakif kepada lembaga Wakaf Al-Azhar, yaitu sebagai berikut:19 a. Wakaf Khairi Maksudnya, wakaf diserahkan langsung dengan jumlah wakaf sebagaimana saat serah terima dilakukan tanpa ada perjanjian yang 18 19
http://www.wakafalazhar.or.id/produk/Wakaf+Perkebunan/, diakses pada 6 April 2015. http://www.wakafalazhar.or.id/produk/8-Wakaf+Khairi/, diakses pada 6 April 2015.
40
mengikat.
Dalam
hal
ini, wakif
menyerahkan
harta
yang
akandiwakafkan tanpa ada kontrak tertentu, artinya penyetoran wakaf selesai setelah dibayarkan. b. Wakaf Berjangka (Bertahap) Secara bertahap maksudnya, wakif menentukan jumlah harta yang akan diwakafkan, namun cara penyerahannya tidak sekaligus melainkan bertahap sesuai kemampuan wakif. Dalam hal ini dilakukan kontrak tertentu yang menyebutkan jumlah total harta yang akan diwakafkan dan berapa kali tahapan penyerahannya. Jika wakif wafat sebelum total harta yang dijanjikannya selesai diwakafkan, maka ahli warisnya perlu menuntaskannya. Cara ini cocok bagi orang yang ingin berwakaf secara terencana, dan memastikannya dalam jumlah tertentu yang melebihi pendapatan rutinnya, sebagai investasi besar untuk akhiratnya. c. Wakaf Seumur Hidup Seumur hidup maksudnya, wakif tidak menentukan jumlah total harta yang akan diwakafkan, namun bersedia senantiasa berwakaf secara rutin dalam periode tertentu selama wakif masih hidup. Dalam hal ini juga dilakukan kontrak yang menyebutkan periode dan jumlah harta yang akan diwakafkan. Cara ini cocok bagi orang yang ingin berwakaf secara terencana, namun tidak ingin memberatkan ahli warisnya.
41
6. Wakaf Wasiat Polis Asuransi Wakaf wasiat polis asuransi adalah mewakafkan sebagian nilai yang akan diterima jika polis asuransi yang dimiliki oleh wakif telah dicairkan. Wakaf wasiat polis asuransi yang diserahkan ke Wakaf AlAzhar menggunakan dua akad:20 a. Akad wakaf untuk wakaf produktif sebagian dari nilai polis asuransi yang meliputi Uang Pertanggungan (UP) dan nilai tunai saat jatuh tempo. b. Akad amal kebaikan/charity; untuk kepentingan wakif, keluarga wakif, kepentingan umum, sebagian dari nilai Polis Asuransi (UP dan nilai tunai) saat jatuh tempo.
7. Wakaf Dinar dan Logam Mulia Merupakan bentuk wakaf harta dalam nilai yang mutlak melalui dinar dan dirham sebagai patungan untuk wakaf produktif dalam bentuk investasi
di
bidang
transportasi,
property,
pertanian,
dan
perkebunan.Besaran wakafnya mulai dari Rp. 1.375.360,- setara dengan 0,7 misqal dinar dan setara dengan 1 dirham.21 8. Wakaf Wasiat Property / Wakaf Wasiat Perusahaan Wakaf
wasiat
mewakafkan property
property atau
aset
yakni yang
mewasiatkan dimiliki
dengan
untuk tetap
memanfaatkannya selama wakif masih hidup. Aset atau property dapat berupa Ruko, Rumah ataupun Apartemen.Property atau aset yang
20 21
http://www.wakafalazhar.or.id/produk/Wakaf+Polis/, diakses pada 6 April 2015. Brosur Wakaf Al-Azhar tahun 2014.
42
diwasiatkan untuk diwakafkan tidak melebihi 1/3 dari nilai property atau aset tersebut. Wakaf wasiat perusahaan yakni mewasiatkan untuk mewakafkan maksimal 1/3 nilai perusahaan atau saham yang dimiliki wakif dengan tetap memilikinya selama wakif masih hidup.22 9. Tawaf Pro (Tabungan Wakaf Produktif) Tawaf Pro merupakan fasilitas tabungan akhirat bagi orang-orang yang berwakaf.Dengan fasilitas Tawaf Pro ini, wakif bisa mengetahui besaran jumlah harta yang telah diwakafkan kepada lembaga Wakaf AlAzhar.23 10. CSR Abadi CSR Abadi merupakan solusi untuk mengabadikan Corporate Social Responsibility melalui lembaga Wakaf Al-Azhar. 24
F. Aset Wakaf Lembaga Wakaf Al-Azhar telah memiliki sejumlah aset wakaf untuk dikelola secara produktif agar hasil pemanfaatannya dapat dimanfaatkan bagi mauquf ‘alaih khususnya di bidang pendidikan dan dakwah sebagaimana citacita YPI Al-Azhar. Aset-aset wakaf terseebut antara lain:25 1. Perkebunan jabon di Ciseeng, Bogor seluas 4,4 Ha. 2. Satu unit apartemen Casablanca East Residence di Jakarta Timur 3. Tanah di Cikahuripan Bogor
22
http://www.wakafalazhar.or.id/produk/7-Wakaf+Property/, diakses pada 6 April 2015. Brosur Wakaf Al-Azhar tahun 2014. 24 Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015. 25 Brosur Wakaf Al-Azhar tahun 2014. 23
43
4. Tanah dan rumah di Cinangka Bogor 5. Tanah di Pondok Gede seluas 283 M2 6. Satu unit rumah Bella Cassa di Depok 7. Tanah kembangan seluas 2.347 M2 di Jakarta Barat 8. Satu unit Villatel Horison di Solo 9. Tanah di Cariu Bogor 10. Delapan unit bus pariwisata 11. Tanah darat seluas 9.000 M2 di Tanjungsari Bogor 12. Tanah seluas 400 M2 di Pamulang 13. Tanah seluas 994 M2 di Pancoran Mas Depok 14. Sawah seluas 2 Hektare di Babelan Bekasi Beberapa aset yang sudah diproduktifkan di antaranya tanah di Ciseeng untuk penanaman pohon jabon, rumah di Depok yang di kontrakkan dengan nilai 25 juta per tahun, villatel Horison di Solo, delapan unit bus pariwisata dan Satu unit apartemen Casablanca East Residence di Jakarta Timur. Sisanya belum terkelola secara optimal. Keuntungan dari hasil produktifitas aset sebesar 20% digunakan untuk operasional usaha, 20% untuk pemeliharaan aset dan 50% untuk mauquf alaih. Mauquf ‘alaih adalah pihak-pihak yang berhak menerima manfaat pengelolaan aset wakaf. Wakaf Al-Azhar bekerjasama dengan lembaga AlAzhar Peduli Ummat (APU) untuk penyaluran manfaat. Misalnya, dalam bidang pendidikan, hasil pemanfaatan aset wakaf digunakan untuk beasiswa pendidikan Rumah Gemilang Indonesia (RGI). RGI adalah lembaga pendidikan informal milik Al-Azhar Pedui Ummat yang menyediakan kursus
44
keterampilan gratis bagi dhuafa, di antaranya kursus tata busana, komputer, fotografi, videografi dan otomotif. Pendidikan di RGI berdurasi enam bulan hingga satu tahun. Setelah lulus dari lembaga ini, peserta didik diharapkan mampu menghadapi persaingan di dunia kerja.26
26
Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015.
BAB IV PERAN NAZHIR WAKAF AL-AZHAR DALAM PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN WAKAF PRODUKTIF
A. Peran Nazhir Wakaf Al-Azhar dalam Pengelolan dan Pengembangan Wakaf Produktif Mundzir Qahaf berpendapat bahwa pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, baik wakaf langsung atau wakaf produktif dimaksudkan untuk meningkatkan manfaat dan hasilnya untuk merealisasikan tujuan yang ditentukan oleh wakif. Juga bertujuan untuk membentuk sumber keuangan yang abadi dan terus berlangsung untuk kepentingan sosial dan ekonomi umat, karenanya keabadian aset wakaf menekankan pada tujuan ekonomi bagi pengembangan masyarakat madani dan beraqidah.1 Menurut Anas Az-Zarqa, seorang pemikir ekonomi, harta wakaf mesti diinvestasikan berdasarkan prinsip meningkatkan keuntungan, di mana nazhir harus mencari lahan proyek yang halal dari berbagai proyek yang menjanjikan keuntungan yang sebesar-besarnya.2 Dalam koridor hukum positif Indonesia, tugas nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf adalah:3 a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya 1
Munzdir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, (Jakarta: KHALIFA, 2004), h. 221. Munzdir Qahaf, Manajemen Wakaf Produktif, h. 239. 3 M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 45. 2
45
46
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia Manajemen Wakaf Al-Azhar berusaha menjalankan tugas sebagai nazhir dengan sebaik-baiknya untuk mengelola dan mengembangkan aset wakaf untuk memperoleh keuntungan maksimal dan sesuai syariah. pengelola wakaf harus profesional dan proporsional. Karena Wakaf Al-Azhar punya beberapa fokus usaha dalam memproduktifkan aset wakaf, maka lembaga ini berusaha menaruh orang-orang yang profesional untuk mengelola usaha tersebut. Ada beberapa yang ditempatkan sebagai advisor.4 Setiap divisi pada struktur manajemen Wakaf Al-Azhar memiliki tanggung jawab yang mesti dijalankan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Proses penghimpunan dijalankan oleh divisi pemasaran (marketing) yang saat ini dipimpin oleh Hendra Yuliano sebagai Direktur Marketing. Proses selanjutnya adalah pengelolaan. Proses pengelolaan meliputi pengelolaan keuangan oleh divisi keuangan dan mengalokasikan dana wakaf pada bisnis-bisnis yang sudah direncanakan oleh manajemen Wakaf Al-Azhar, di antaranya bidang transportasi, perkebunan dan properti. Pengelolaan dana wakaf untuk bisnis dilaksanakan dengan cara bekerjasama dengan para konsultan bisnis (advisor) di bawah koordinasi Direktur Program dan Kelembagaan, Suryaningsih Suyitno. Berbagai kerjasama tersebut dilakukan agar strategi bisnis untuk memproduktifkan aset wakaf berjalan sesuai dengan rencana. Maka dari itu
4
Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015.
47
Wakaf Al-Azhar menyerahkan pengelolaan aset kepada pihak-pihak di luar manajemen wakaf yang profesional dan kompeten di bidangnya. Tentunya di bawah pengawasan lembaga Wakaf Al-Azhar. Dalam mengelola harta benda wakaf, Undang-undang memperbolehkan nazhir bekerjasama dengan pihak lain sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 42 tahun 2006 bab V pasal 45 nomor (2) tentang pengelolaan dan pengembangan.5 Nazhir adalah figur penting yang menentukan berkembang atau mengerdilnya eksistensi wakaf. Karena peran penting tersebut, nazhir seringkali menjadi tertuduh atas kemandegan wakaf. Kecaman terhadap ketidakmampuan nazhir di antaranya dapat dilihat dari tata kelola yang tidak profesional, dan juga minimnya upaya mengembangkan wakaf produktif.6 Wakaf Al-Azhar berusaha menghapus citra buruk tersebut dengan mengelola wakaf secara amanah dan profesional. Dalam proses pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif, manajemen Wakaf Al-Azhar telah melakukan beberapa hal berikut ini. 1. Melindungi Aset Wakaf Banyak kasus di mana ketika sebidang tanah diwakafkan oleh seorang pewakif, di kemudian hari ahli waris dari pewakif tersebut menuntut kembali tanah yang telah diwakafkan itu. Secara hukum Islam tentu saja harta yang sudah diwakafkan menjadi milik Allah dan tidak boleh diklaim secara pribadi. Namun, banyak pihak ketika menerima
5
Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, h. 62. Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, (Jakarta: Center for the study of Religion and Culture, 2006), h. 96. 6
48
wakaf tidak mencatatkannya melalui Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), sehingga mudah diklaim kembali oleh ahli waris pewakif. Wakaf dipandang memiliki nilai mulia di mata Allah tanpa harus melalui prosedur administratif. Oleh karena itu tradisi masyarakat Indonesia dalam mewakafkan sesuatu adalah melalui lisan. Harta wakaf juga diasumsikan sudah menjadi milik Allah dan siapapun tidak akan berani menggugat. Kenyataannya banyak harta benda wakaf yang hilang atau bersengketa dengan pihak ketiga akibat tidak adanya bukti tertulis seperti sertifikat wakaf, sertifikat tanah dan lain-lain.7 Jika menerima wakaf tanah, lembaga Wakaf Al-Azhar segera membuatkan sertifikat wakaf untuk tanah tersebut, agar di kemudian hari tidak terjadi perebutan aset wakaf. Salah satu hal penting dalam administrasi wakaf adalah pencatatan, termasuk pembuatan sertifikat wakaf. Walaupun hal ini tidak banyak dibahas dalam fiqih Islam, namun untuk menghindari permasalahan seperti yang dipaparkan di atas, maka pengadministrasian harta benda wakaf menjadi penting.8 Hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqih:
9
اﻟﻀ َﱠﺮ ُر ﯾُﺰَا ُل
“Kemudharatan itu harus dihilangkan.”
Sementara untuk aset lain berusaha untuk dijaga agar tidak rusak dan tidak habis. Sebisa mungkin aset wakaf dikembangkan. Misalnya
7
Achmad Djunaidi, dkk, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013), h. 97. 8 Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 37. 9 Asjmuni A. Rahman, Qaidah-qaidah Fiqih (Qawaidul Fiqhiyah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 13.
49
untuk bus wakaf, awalnya Wakaf Al-Azhar hanya mempunyai 5 unit bus, namun tahun ini ada penambahan sebanyak 3 unit bus, sehingga total Wakaf Al-Azhar telah memiliki 8 bus yang siap diproduktifkan.10 2. Inovasi Program Keunggulan Wakaf Al-Azhar dari lembaga wakaf lainnya adalah dalam hal inovasi program. Wakaf Al-Azhar memiliki program-program inovatif, di antaranya wakaf transportasi, wakaf pohon jabon, dan Wakaf Wasiat Polis Asuransi (WWPA). Inovasi ini juga diakui oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai badan tertinggi pengelola wakaf di Indonesia. Wakaf AL-Azhar masuk dalam jajaran empat besar pengelola wakaf terbaik di Indonesia.11
a. Wakaf Transportasi Salah satu bisnis pengelolaan wakaf yang mempunyai prospek bagus adalah wakaf transportasi. Saat ini Wakaf Al-Azhar memiliki delapan unit bus yang sudah berhasil diproduktifkan. Pengelolaan bus bekerjasama dengan PT Arfina Tour & Travel. Perusahaan ini merupakan perusahaan travel milik YPI Al-Azhar. b. Wakaf Pohon Jabon Wakaf pohon jabon (jati kebon) adalah salah satu upaya memproduktifkan tanah wakaf agar menghasilkan keuntungan dalam jangka waktu tertentu. Program ini dilaksanakan di atas tanah wakaf yang berlokasi di Ciseeng, Bogor. 10 11
Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015. Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015.
50
Pohon yang ditanam adalah pohon jabon dan singkong yang dilakukan secara tumpang sari selama kurun waktu 5-8 tahun. Pohon yang ditanam berjumlah 2.500 pohon jabon dan 31.250 pohon singkong. Rencananya pada tahun 2017, Wakaf Al-Azhar akan melaksanakan panen raya, karena diprediksi pada tahun tersebut pohon jabon sudah siap panen. Program ini bekerjasama dengan PT Berkah Gemilang.12 c. Wakaf Wasiat Polis Asuransi (WWPA) Inovasi wakaf yang pertama kali dilakukan di Indonesia, yang diinisiasi oleh Wakaf Al-Azhar adalah Wasiat Wasiat Polis Asuransi (WWPA). WWPA merupakan program mewakafkan sebagian nilai yang akan diterima pemegang polis ketika polis asuransi telah cair. Data tahun 2011 hingga 2014 menunjukkan nilai WWPA menyentuh angka Rp 34.787.200.000,-. Ada lebih dari 1.000 agen yang telah mengikuti pelatihan WWPA. WWPA diluncurkan pada tanggal 27 Juni 2012 di Balai Sarbini. Peluncuran produk ini dihadiri oleh sekitar 1.300 Agen Asuransi yang berkomitmen untuk mendukung gerakan. WWPA adalah Produk Wakaf berbentuk asuransi pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Oleh karena itu, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberikan
12
penghargaan
"Komitmen
Agen
Asuransi
Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015.
dalam
51
Penghimpunan Wakaf Polis Asuransi Pertama" kepada Wakaf AlAzhar dengan nomor MURI 5478/R.MURI/VI/2012.13
3. Pemanfaatan Hasil Pengelolaan dan Pengembangan aset Wakaf Wakaf Al-Azhar adalah pengelola wakaf yang dibentuk oleh Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar untuk mengembangkan serta mengelola wakaf produktif dalam mendukung aktiftas pendidikan dan dakwah. Saat ini, mayoritas aset wakaf Al-Azhar berada di tahap pengelolaan dan pengembangan, sedangkan hasilnya belum terlalu optimal. Misalnya, wakaf pohon jabon di Ciseeng baru akan melaksanakan panen raya pada tahun 2017. Mengelola wakaf tidak seperti mengelola sedekah atau zakat. Dua bentuk sumbangan ini harus disalurkan secara langsung kepada mustahilk. Berbeda dengan wakaf, sesuai petunjuk Nabi Saw., kita harus menahan pokok hartanya dan menyedekahkan hasilnya. Maka tak heran jika proses pengelolaan dan pengembangan hartanya memakan waktu yang relatif lama. Dalam himpunan peraturan perundang-undangan tentang wakaf, hasil pengelolaan wakaf harta benda wakaf hanya dapat digunakan untuk:14 a. Sarana dan kegiatan ibadah b. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan c. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
13 14
Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015. M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, h. 9.
52
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat e. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan Berdasarkan aturan Undang-undang di atas, ke depannya Wakaf Al-Azhar ingin menggunakan hasil pengelolaan wakaf untuk beasiswa pendidikan di sekolah milik YPI Al-Azhar atau sekolah lainnya. Juga untuk membiayai aktivitas dakwah, misalnya menirim para da’i ke pelosok-pelosok Indonesia. Wakaf Al-Azhar ingin mengikuti sistem pendidikan Al-Azhar Kairo di mana pelajar yang bersekolah di sana diberikan beasiswa dari hasil pengelolaan aset wakaf. Pengelolaan wakaf di Al-Azhar Kairo berhasil mengelola dan mengembangkan wakaf produktif seperti Rumah Sakit, apartemen, hotel, perkebunan serta menjalankan berbagai usaha sehingga dapat memberikan beasiswa kepada 400.000 mahasiswa, memberikan insentif yang memadai kepada 11.000 dosen dan mampu mengembangkan dakwah serta mengirimkan banyak ulama ke mancanegara. 15
15
http://www.wakafalazhar.or.id/hal/9-Tentang+Kami/, diakses pada 6 April 2015.
53
Manajemen Wakaf Al-Azhar menetapkan persentase pemanfaatan hasil wakaf sebagai berikut:
Gambar 1 Persentase Pemanfaatan Hasil Wakaf
Mauquf Alaih
30%
Operasional
50%
Pemeliharaan Aset
20%
Operasional yang dimaksud dalam diagram di atas meliputi Alat Tulis Kantor (ATK), pengadaan transportasi dan akomodasi, biaya internet dan telepon, pembelian perangkat komputer kemudian biaya sewa dan biaya pemeliharaan kantor. Untuk operasional gaji belum dikeluarkan dari biaya operasional, melainkan masih dari pihak YPI Al-Azhar selaku yayasan yang menaungi Wakaf Al-Azhar. Sementara biaya sebesar 30% untuk pemeliharaan aset digunakan untuk perawatan bus pada wakaf transportasi, pengelolaan perkebunan, pemeliharaan kontrakan/apartemen pada wakaf properti dan pemeliharaan aset-aset yang lain. Porsi
terakhir
dan
yang
merupakan
tujuan
utama
dari
pengembangan harta wakaf adalah penyaluran untuk mauquf alaih. Wakaf Al-Azhar mengalokasikan 50% dari hasil pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif untuk disalurkan kepada mauquf alaih.16
16
Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015.
54
Mauquf alaih adalah pihak yang berhak menerima hasil dari produktifitas aset wakaf. Wakaf Al-Azhar tidak memiliki divisi penyaluran. Lembaga ini hanya bertugas menghimpun, mengelola dan mengembangkan aset wakaf. Untuk penyaluran kepada mauquf alaih, Wakaf Al-Azhar bekerjasama dengan lembaga Al-Azhar Peduli Ummat (APU). Tentunya program penyaluran yang dikerjasamakan harus sesuai dengan visi dan misi Wakaf Al-Azhar, yakni memajukan pendidikan dan dakwah.17 Misalnya untuk bidang pendidikan, hasil pemanfaatan aset wakaf digunakan untuk beasiswa pendidikan Rumah Gemilang Indonesia (RGI). RGI adalah lembaga pendidikan informal milik Al-Azhar Pedui Ummat yang menyediakan kursus keterampilan gratis bagi dhuafa, di antaranya kursus tata busana, komputer, fotografi, videografi dan otomotif. Pendidikan di RGI berdurasi enam bulan hingga satu tahun. Setelah lulus dari lembaga ini, peserta didik diharapkan mampu menghadapi persaingan di dunia kerja.18 Dalam hadits tidak dikemukakan besaran biaya operasional yang berhak dipakai oleh nazhir wakaf. Nabi hanya bersabda, “tahan pokoknya dan sedekahkan hasilnya.”19 Artinya secara hukum Islam, masih ada kelonggaran dalam hal persentase penggunaan dana hasil pengelolaan wakaf untuk operasional. Oleh karena itu, Wakaf Al-Azhar berijtihad
17
Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015. Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015. 19 Muslim, Shahih Muslim, h. 717. 18
55
untuk menggunakan 20% hasil pengelolaan untuk operasional, 30% untuk perawatan aset dan 50% untuk mauquf alaih. Namun, dalam hukum negara Republik Indonesia, Undang-undang wakaf hanya mengatur tentang besaran upah yang berhak diterima oleh nazhir,
yakni
tidak
boleh
lebih
dari
10%.20
Pengelolaan
dan
pengembangan harta benda wakaf bukan hanya bicara soal upah yang diterima nazhir. Perlu adanya biaya untuk operasional dan perawatan aset. Hal ini belum diatur dalam Undang-undang perwakafan. 4. Peningkatan Kapasitas SDM Manajemen Wakaf Al-Azhar secara rutin mengikutsertakan para karyawannya untuk mengikuti pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan peningkatan kapasitas (capacity building). Wakaf Al-Azhar menyelenggarakan beberapa program pelatihan internal, di antaranya kelas waris, pelatihan Sahabat Wakaf, dan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa).21 a. Kelas Waris Wakaf Al-Azhar berinisiatif untuk menyelenggarakan kelas waris, yang di dalamnya mempelajari teknis pembagian warisan. Ilmu waris dianggap penting oleh Manajemen Wakaf Al-Azhar karena terkait dengan manajemen harta. Peserta pelatihan adalah manajemen dan karyawan Wakaf Al-Azhar beserta para Sahabat Wakaf yang sudah bergabung dengan manajemen Wakaf Al-Azhar.
20 21
M. Attamimy, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf, h. 6. Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015.
56
b. Pelatihan Sahabat Wakaf Manajemen Wakaf Al-Azhar menyelenggarakan Pelatihan Sahabat Wakaf untuk agen-agen asuransi yang baru bergabung, yang berminat untuk mensosialisasikan produk-produk Wakaf Al-Azhar. Produk yang dikenalkan pada para agen ini terutama Wakaf Wasiat Polis Asuransi (WWAP) karena sesuai dengan bidang kerja mereka. Setelah mengikuti program pelatihan Sahabat Wakaf, agenagen asuransi tersebut telah sah menjadi Sahabat Wakaf dan berhak untuk menjual produk Wakaf Al-Azhar kepada publik. Sahabat Wakaf bekerja secara freelance untuk Wakaf Al-Azhar. c. MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa) Sesuai dengan namanya, program ini bertujuan meningkatkan iman dan taqwa para karyawan Wakaf Al-Azhar. Menurut Direktur Utama Wakaf Al-Azhar, M. Rofiq Toyyib Lubis, pengelola (nazhir) wakaf harus punya tingkat keimanan dan ketakwaan yang tinggi. Wakaf adalah harta milik Allah Swt., amanat dari umat untuk dikelola nazhir. Maka para karyawan yang secara kelembagaan berperan sebagai nazhir harus hati-hati dalam mengelola aset wakaf, tentunya dengan berlandaskan iman dan takwa. Program ini rutin diselenggarakan pada pekan keempat setiap bulan. Rangkaian acara di antaranya sholat berjama’ah, makan malam, membaca dan mengkaji Al-Qur’an, tausyiah dan sholat tahajjud berjama’ah.
57
5. Sosialisasi Tentang Wakaf Produktif Manajemen Wakaf Al-Azhar secara rutin melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai wakaf produktif. Secara sekilas, umumnya orang hanya mengenal infak, sedekah dan zakat sebagai kegiatan filantropi Islam. Namun, mereka sangat minim pengetahuan soal wakaf. Yang masyarakat pahami soal wakaf adalah mewakafkan tanah. Sosialisasi dilakukan dalam seminar-seminar, kegiatan masjid dan majelis ta’lim, juga dalam pameran-pameran yang diselenggarakan pihak lain. Sosialisasi juga gencar dilakukan di dunia maya, khususnya media sosial. Tugas ini dilaksanakan oleh tim Marketing Communication bekerjasama dengan Want Production. Sosialisasi terkait wakaf produktif misalnya dalam kegiatan Seminar Internasional di Hotel Millenium Jakarta, yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa bekerjasama dengan Institut Manajemen Zakat (IMZ) dan Institut Kajian Zakat (IkaZ). Manajemen Wakaf Al-Azhar mendapat bagian untuk memberikan materi soal inovasi wakaf yang disampaikan langsung oleh Direktur Utama Wakaf Al-Azhar, Rofiq Toyyib Lubis. Jurusan Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan
Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 12 November 2014 silam menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Manajemen Wakaf di Indonesia”. Manajemen Wakaf Al-Azhar kembali memanfaatkan momen tersebut untuk sosialisasi tentang inovasi wakaf produktif AlAzhar. Berbagai seminar tentang wakaf diharapkan mampu memberikan
58
pemahaman yang komprehensif terkait wakaf kepada masyarakat terdidik (akademisi) atau kalangan menengah ke atas. Masjid dan Majelis Ta’lim menjadi tempat di mana masyarakat yang heterogen secara strata sosial berkumpul untuk sholat berjama’ah dan mencari ilmu dalam berbagai pengajian. Manajemen Wakaf Al-Azhar selalu memberikan materi-materi tentang pentingnya berwakaf, terutama wakaf produktif di banyak masjid dan majelis ta’lim. Khusus untuk hari Jum’at, Wakaf Al-Azhar menetapkannya sebagai “Marketing Day”, di mana setiap sebelum atau setelah khutbah dan sholat jum’at perwakilan Wakaf Al-Azhar mempresentasikan produk-produk wakaf kepada jama’ah dan mempersilahkan jama’ah yang ingin berwakaf untuk mengunjungi stand Wakaf Al-Azhar yang telah tersedia di sekitar masjid. Di era digital seperti sekarang, sulit untuk tidak menggunakan internet sebagai media untuk memasarkan suatu produk. Tim Marketing Communication Wakaf Al-Azhar fokus menggarap sosialisasi produkproduk wakaf dan membuat pemberitaan kegiatan yang diselenggarakan manajemen
Wakaf
Al-Azhar.
Mereka
mengelola
website
www.wakafalazhar.or.id, akun twitter dengan nama @wakafalazhar dan akun youtube dengan nama wakafalazhar.22
6. Pengawasan dan Evaluasi Kinerja Manajemen Wakaf Al-Azhar mempunyai metode tersendiri dalam megevaluasi kinerja manajemen dan karyawan setiap harinya. Setiap pagi, seluruh 22
Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015.
59
pimpinan dan karyawan bekumpul di ruang rapat untuk melaksanakan program Spiritual Care Community (SCC). Dalam program ini, setiap karyawan harus memerhatikan lingkungan kerjanya. Semua karyawan wajib membuat siapapun yang datang ke kantor Wakaf Al-Azhar merasa nyaman. Yang kedua adalah soal perilaku. Jika ada perilaku yang menyimpang dalam diri seorang karyawan, maka dalam forum itu siapapun boleh mengingatkan karyawan tersebut, sekalipun direktur harus siap diingatkan oleh karyawan yang posisinya secara struktural berada di tingkat paling bawah. Yang ketiga soal bagaimana tanggung jawab pekerjaan sudah dijalankan. Dalam forum SCC, posisi pimpinan dan karyawan adalah sama, karena pada dasarnya mengelola wakaf adalah mengelola harta milik Allah, maka kedudukan pimpinan dan karyawan pun sama di mata Allah. Wakaf Al-Azhar merupakan bagian dari Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar. Karena itu pimpinan Wakaf Al-Azhar rutin melaksanakan rapat dengan pimpinan YPI Al-Azhar. Hal ini dalam rangka koordinasi dan evaluasi kinerja manajemen Wakaf Al-Azhar secara keseluruhan, baik soal pengelolaan aset wakaf, keuangan maupun permasalahan lainnya.23
Berbagai peran dan tanggung jawab yang telah dilaksanakan manajemen Wakaf Al-Azhar sudah berjalan dengan baik. Nazhir adalah
23
Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015.
60
manajer di sebuah lembaga wakaf. Henry Mintzberg merangkum perananperanan manajer sebagai berikut:24 1. Peranan Antar Pribadi a. Peranan sebagai tokoh (melaksanakan kegiatan-kegiatan seremonial dan sosial. Sebabgai wakil organisasi yang bersangkutan) b. Peranan sebagai pemimpin c. Peranan sebagai penghubung (The Liason Role), terutama dengan pihak luar. 2. Peranan Informasional a. Peranan sebagai pihak penerima (menerima informasi tentang pengoperasian sebuah perusahaan) b. Peranan sebagai penyebar berita atau informasi (menyampaikan informasi kepada pihak bawahan) c. Peranan sebagai juru bicara (meneruskan informasi kepada pihak yang berada di luar organisasi yang bersangkutan. 3. Peranan keputusan a. Peranan sebagai wirausahawan (The Entrepreneur Role) b. Peranan sebagai pihak yang mengatasi gangguan-gangguan c. Peranan sebagai pihak yang mengalokasikan sumber-sumber daya d. Peranan sebagai perantara (menghadapi berbagai macam orang dan kelompok-kelompok orang). Berdasarkan keterangan yang dipaparkan Hendra Yuliano, peranperan manajerial di atas telah dijalankan di lembaga Wakaf Al-Azhar,
24
J. Winardi, Manajemen Perilaku organisasi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 22.
61
walaupun tidak sepenuhnya sesuai dengan teori. Peranan antar pribadi dipraktikkan oleh Wakaf Al-Azhar dengan mendekatkan sisi emosional antar tim. Berdasarkan pengalaman, hal ini akan mempengaruhi kinerja. Asalkan kedekatan tersebut tidak berlebihan. Semua dijalankan dengan profesional dan proporsional.25 Program Spiritual Care Community (SCC) juga merupakan program manajemen dalam menjalankan peranan antar pribadi.26 Dari sisi peranan informasional, tugas seorang direktur adalah memberi arahan. Direktur Utama Wakaf Al-Azhar selalu menyampaikan informasi yang berkembang di luar, baik mengenai produk, lembaga, ataupun info penting lainnya.27 Jika Direktur Marketing memperoleh arahan dari Drektur Utama terkait visi, misi dan target lembaga, setelah itu Direktur Marketing segera menyampaikan hal tersebut pada tim dalam bentuk instruksi.28 Terkait peranan keputusan, ada keputusan yang sifatnya strategis dan umum. Jika keputusan-keputusan yang sifatnya umum, pimpinan menyampaikan hal tersebut saat morning meeting. Sedangkan untuk keputusan strategis, hanya jajaran direktur yang mendiskusikannya dalam rapat manajemen. Hasilnya baru disampaikan di morning meeting.29 Keputusan-keputusan terkait kerjasama pengelolaan aset wakaf juga merupakan peranan keputusan yang telah dijalankan manajemen Wakaf
25
Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015. Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015. 27 Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015. 28 Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015. 29 Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015. 26
62
Al-Azhar. Peran manajemen Wakaf Al-Azhar sebagai wirausahawan (The Entrepreneur Role) diuji dengan cara memilih mitra/perusahaan yang tepat untuk pengelolaan dan pengembangan aset wakaf. B. Problematika dan Tantangan Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Produktif Setiap perusahaan ataupun lembaga pasti mempunyai tantangan tersendiri dalam proses pengelolaan dan pengembangannya, begitu juga dengan Wakaf Al-Azhar. Berikut ini beberapa problematika dan tantangan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif di Wakaf Al-Azhar. 1. Pengelolaan Harta Wakaf Harus Sesuai Akad Pengelolaan harta wakaf mesti sesuai dengan akad yang telah dilakukan antara nazhir dan wakif. Sebenarnya ini merupakan keniscayaan dalam aturan perwakafan. Dalam aturan Undang-undang Perwakafan tentang perubahan status harta benda wakaf pasa 40 poin (g), harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Jika seorang wakif berwakaf untuk transportasi, maka tidak bisa diubah menjadi wakaf pohon jabon. Ini merupakan tantangan dalam mengelola wakaf. Untuk menyiasatinya, Wakaf Al-Azhar membuka konsultasi untuk para wakif tentang akad apa yang memiliki prospek yang bagus. Hal ini dalam rangka transparansi kepada wakif dan juga agar harta yang diwakafkan tidak sia-sia begitu saja. Misalnya, jika ada wakif yang ingin mewakafkan uangnya untuk pendirian masjid, Wakaf Al-Azhar dapat memberikan masukan agar wakaf
63
tersebut diakadkan untuk wakaf transportasi. Dari sisi bisnis, wakaf transportasi akan lebih menguntungkan. Pemanfaatan hasil pengelolaan dari wakaf transportasi tersebut, jika sudah memperoleh keuntungan, ke depannya bisa dipakai untuk biaya operasional masjid, aktivitas pendidikan dan dakwah. Jika hanya dibangun masjid dan tidak diproduktifkan, maka hanya akan menjadi cost (biaya)30 2. Pemahaman Masyarakat tentang Wakaf Masih Sangat Terbatas Masalah paling umum yang dihadapi lembaga wakaf adalah pola pikir (mindset) masyarakat yang masih berpikir bahwa wakaf hanya sebatas wakaf keagamaan.31 Hal ini bukan hanya terjadi pada masyarakat awam. Wakaf Al-Azhar merasakan pola pikir seperti ini juga yang ada di pikiran tokoh-tokoh Islam yang dianggap lebih memahami hukum-hukum Islam.32 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imam Suhadi menunjukkan bahwa 68% wakaf tanah di Indonesia digunakan untuk tempat ibadah, 8,51% untuk sarana pendidikan, 8,40% untuk kuburan dan 14,60% untuk lain-lain.33 Wakaf produktif termasuk pada kelompok lain-lain. Artinya, harta yang diwakafkan untuk dikelola secara produktif secara persentase masih sangat kecil. Wakaf Al-Azhar berusaha untuk mengalihkan mindset masyarakat dari wakaf keagamaan (untuk pembangunan masjid, kuburan dan sarana
30
Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015. Wawancara pribadi dengan Suryaningsih Suyitno, Jakarta, 28 Agustus 2015. 32 Wawancara pribadi dengan M. Rofiq Toyyib Lubis, Jakarta, 3 Juni 2015. 33 Achmad Djunaidi, dkk, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, (Jakarta: kemeneterian Agama RI, 2013), h. 66 31
64
pendidikan) menuju wakaf produktif. Setelah harta wakaf berkembang, barulah kemudian hasilnya bisa digunakan untuk membiayai pendidikan dan dakwah sesuai visi dan misi Wakaf Al-Azhar.34 Pengelolaan wakaf di Indonesia dipengaruhi oleh pemahaman para nazhir terhadap fikih wakaf. Para nazhir pada umumnya menganut mazhab syafi’i
yang
diasumsikan
kurang
mengeksplorasi
peluang
bagi
pengembangan harta benda wakaf. Mayoritas mazhab syafi’i tidak membolehkan penjualan berbagai benda wakaf. Menurut mazhab ini, masjid lebih baik roboh daripada ditukar atau dijual dengan benda wakaf yang lebih baik. Hal ini tentunya akan menyulitkan perkembangan wakaf karena diperlukan suatu upaya pembaruan fikih wakaf yang mencakup aspek-aspek yang telah disebutkan di atas.35 Fenomena semacam ini menjadi tantangan tersendiri, sebab inovasi-inovasi yang dihadirkan Wakaf Al-Azhar cenderung menabrak pakem yang ada di masyarakat, misalnya wakaf transportasi dan wakaf wasiat polis asuransi. Wakaf Al-Azhar menganggap hal ini bukan sebuah hambatan, tetapi tantangan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif. Pola pikir masyarakat Indonesia sangat dipengaruhi oleh media mainstream seperti televisi. Wakaf Al-Azhar pun berpendapat bahwa televisi bisa menjadi media yang tepat untuk mensosialisasikan wakaf produktif. Namun, permasalahannya adalah ummat Islam di Indonesia, meskipun secara jumlah merupakan ummat terbanyak, tetapi tidak punya 34 35
Wawancara pribadi denganSuryaningsih Suyitno, Jakarta, 3 Juni 2015. Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan dan Agenda Kemanusiaan, h. 106.
65
media televisi Islami yang bisa menyebarkan wawasan tentang zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF) kepada masyarakat luas. Lembaga-lembaga sosial seperti lembaga wakaf hanya bisa memanfaatkan media yang bersifat bacaan seperti koran, majalah atau internet. Untuk beriklan di televisi butuh biaya yang tidak sedikit. Yang juga menjadi masalah adalah masyarakat Indonesia sangat tidak terbiasa dalam hal membaca. Perlu kerja keras dalam usaha mengajak masyarakat Indonesia untuk berwakaf.36 3. Hambatan Komunikasi dengan Yayasan Wakaf Al-Azhar berada di bawah naungan Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al-Azhar. Artinya, segala program dan kebijakan yang dilaksanakan oleh manajemen Wakaf Al-Azhar harus terlebih dahulu dikonsultasikan dengan pihak yayasan. Karena kesibukan pihak yayasan yang mengurusi berbagai macam urusan terkait aktivitas dakwah di lingkungan Al-Azhar, seringkali manajemen Wakaf Al-Azhar mengalami hambatan komunikasi ketika ingin berkoordinasi dengan yayasan. Ini menjadi tantangan tersendiri, sebab keputusan penting yang seharusnya bisa cepat diambil menjadi sering tertunda. Berbagai problematika dan tantangan yang dihadapi manajemen Wakaf Al-Azhar bukan menjadi penghalang untuk terus menjalankan pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif, tetapi menjadi motivasi
36
Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015.
66
untuk terus berjuang mengoptimalkan potensi wakaf. Perlu kerjasama dengan berbagai pihak untuk menjalankan gerakan wakaf produktif ini. Oleh karena itu, Wakaf Al-Azhar mempunyai jargon “sinergi adalah energi.” Manajemen Wakaf Al-Azhar ingin mengembangkan sinergisitas dengan lembaga lain dan tidak ingin dianggap sebagai kompetitor oleh mereka, namun sebagai mitra.37 Wakaf Al-Azhar menyadari bahwa dalam mensosialisasikan wakaf produktif tidak bisa berjalan sendirian. Wakaf Al-Azhar mengembangkan jaringan sebanyak mungkin dengan individu atau lembaga lain untuk bisa menghimpun aset wakaf lebih optimal, sehingga cita-cita untuk membiayai aktivitas pendidikan dan dakwah dari hasil pengelolaan wakaf produktif bisa tercapai lebih cepat, seperti yang sudah berjalan sejak lama di Al-Azhar Kairo.
37
Wawancara pribadi dengan Hendra Yuliano, Jakarta, 3 Juni 2015.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan dari penelitian ini adalah: 1. Nazhir Wakaf Al-Azhar telah menjalankan peran yang penting dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif. Peran yang telah dilaksanakan oleh manajemen Wakaf Al-Azhar dalam berbagai bentuk aktivitas pengelolaan dan pengembangan adalah sebagai berikut: (a) Perlindungan terhadap aset wakaf. Untuk wakaf tanah dibuatkan sertifikat wakaf tanah agar di kemudian hari tidak terjadi sengketa. Untuk wakaf transportasi, perkebunan dan aset-aset lain selalu dijaga agar tidak rusak dan tidak habis. Sebisa mungkin aset-aset wakaf itu diproduktifkan agar menghasilkan keuntungan. (b) Inovasi produk Wakaf Al-Azhar menjadi pembeda lembaga ini dengan lembaga wakaf lain. Inovasi yang dilakukan Wakaf Al-Azhar di antaranya wakaf pohon jabon, wakaf transportasi dan Wakaf Wasiat Polis Asuransi. (c) Memanfaatkan hasil pengelolaan dan pengembangan aset wakaf. Persentasenya adalah 20% untuk operasional, 30% untuk perawatan aset dan 50% untuk mauquf alaih. (d) meningkatkan kapasitas SDM dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang bertujuan menambah wawasan umum dan wawasan keagamaan untuk karyawan. (e) sosialisasi tentang wakaf produktif ke berbagai kalangan. (f) Mengawasi dan mengevaluasi kinerja manajemen secara keseluruhan.
67
68
2. Beberapa tantangan yang dihadapi wakaf Al-Azhar dalam pengelolaan wakaf adalah: (a) Pengelolaan harta wakaf harus sesuai dengan akad. (b) Pemahaman masyarakat tentang wakaf masih sangat terbatas. (c) Hambatan komunikasi dengan yayasan. Untuk menghadapi tantangan tersebut, Wakaf Al-Azhar membuka konsultasi untuk pewakif agar harta yang diwakafkan dapat diinvestasikan dalam bisnis yang tepat sehingga bisa diproduktifkan secara optimal. Sosialisasi wakaf produktif ke semua kalangan terus berjalan agar masyarakat memahami konsep wakaf produktif. Meskipun menghadapi berbagai tantangan, manajemen Wakaf Al-Azhar menjadikan tantangan tersebut sebagai motivasi untuk terus berjuang dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif.
B. Saran 1. Wakaf Al-Azhar diharapkan terus menjadi ujung tombak untuk mensosialisasikan wakaf produktif. Wakaf merupakan potensi umat Islam yang belum tergali secara optimal. 2. Menguatkan jaringan dengan cara membuka kantor perwakilan di kotakota lain. Wakaf Al-Azhar memiliki aset yang tersebar di beberapa kota. Aset-aset tersebut dapat diproduktifkan dan untuk pengawasannya bisa membuka kantor perwakilan di kota tersebut. 3. Menjalin kerjasama yang lebih baik dengan lembaga wakaf lainnya dalam rangka percepatan pengembangan aset wakaf, sehingga “sinergi adalah energi” yang merupakan jargon Wakaf Al-Azhar dapat terealisasi dalam bentuk nyata.
DAFTAR PUSTAKA Alabij, Adijani. Perwakafan Tanah di Indonesia dalam teori dan Praktek. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press, 1988. Al-Munawwar, Said Agil Husin. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial. Jakarta: Penamadani, 2004. A. Rahman, Asjmuni. Qaidah-qaidah Fiqih (Qawaidul Fiqhiyah). Jakarta: Bulan Bintang, 1976. Attamimy, Muhammad, dkk, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Wakaf. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013. Djunaidi, Achmad, dkk. Fiqih Wakaf. Jakarta: Departemen Agama RI, 2006. Djunaidi, Achmad, dkk. Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama RI, 2006. Djunaidi, Achmad, dkk. Paradigma Baru Wakaf di Indonesia. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013. Djunaidi, Achmad, dkk. Pedoman Pengelolaan dan Perkembangan Wakaf. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2013. Djunaidi, Achmad. Asyhar, al-, Thobieb. Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006. Fauzia, Amelia, dkk. Filantropi Islam dan Keadilan Sosial. Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture, 2006. Haar, Ter. Asas-asas dan Susunan Hukum Adat. Jakarta: Pradnja Paramita, 1960. Hafidhuddin, Didin dan Tanjung, Hendri. Manajemen Syariah dalam Praktik. Depok: Gema Insani, 2008. Handoko, T. Hani. Manajemen. Yogyakarta: BPFE, 2014. Kabisi, Muhammad Abid Abdullah. Hukum Wakaf: Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian Atas Sengketa Wakaf. Depok: IiMan Press, 2004.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2013. Muslim. Shahih Muslim. Riyadh: Darus-Salam, 1998. Muzarie, Mukhlisin. Hukum Perwakafan dan Implikasinya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat: Implementasi Wakaf di Pondok Modern Darussalam Gontor. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2010. Nasuhi, Hamid, dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiyah (Skripsi, Tesis dan Disertasi). Jakarta: CeQDA, 2007. Oxford Student’s Dictionary of English. Oxford: Oxford University Press, 2001. Prihatna, Andy Agung, dkk. Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan, Ciputat: Center for the Study of Religion and Culture, 2006. Qahaf, Mundzir. Manajemen Wakaf Produktif. Jakarta: KHALIFA, 2004. Samsudin. Peranan Nadzir dalam Pengelolaan dan Pengembangan Tanah Wakaf pada Yayasan Pendidikan Islam At-Taqwa Kelurahan Panunggangan Kecamatan Pinang Kota Tangerang. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011. Sultoni, Muhammad Faisal. Strategi Pengembangan Wakaf Produktif dan Pengaruhnya Terhadap Perekonomian Pondok Pesantren Darunnajah 2 Cipining. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013. Suparman, Usman. Hukum Perwakafan di Indonesia. Jakarta: Dar al-Ulum Press, 1994. Ubaidillah, A., dkk. Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000. Winardi, J. Manajemen Perilaku Organisasi. Jakarta: Kencana, 2007. Zakiyudin, Ais. Teori dan Praktik Manajemen: Sebuah Konsep yang Aplikatif Disertai Profil Wirausaha Sukses. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013. Zamhari, Arif. Wakaf Produktif untuk Pembiayaan Pendidikan Islam. Al-Awqaf: Jurnal Wakaf dan Ekonomi Islam V. 6 no. 1 (Januari 2013): h. 31. Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori – Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA Nama
: Muhammad Rofiq Toyyib Lubis
Jabatan
: Direktur Utama Wakaf Al-Azhar
Tanggal
: 3 Juni 2015
1. Bagaimana sejarah Wakaf Al-Azhar berdiri? Wakaf Al-Azhar berdiri pada bulan Juli 2010. Diawali oleh sekolah Al-Azhar yang diharapkan menjadi sekolah unggul bagi masyarakat Islam Indonesia. Dalam perjalanannya, Sekolah Al-Azhar menjadi pemersatu antara pesantren dan sekolah elit. Al-Azhar juga menjadi solusi untuk para pengusaha yang anaknya ingin dimasukkan ke sekolah agama Islam, karena banyak anak-anak pengusaha itu, sebelum kelahiran Al-Azhar, dimasukkan ke sekolah non Islam. Maka Al-Azhar menjadi solusi bagi mereka untuk belajar agama Islam tanpa harus masuk pesantren. Kualitas pendidikan di Al-Azhar berbanding lurus dengan biaya pendidikan yang harus dikeluarkan Al-Azhar juga berada di tempat strategis bernilai ekonomi tinggi. Pada akhirnya Al-Azhar hanya bisa dijangkau oleh orangorang tertentu. Kami memikirkan bagaimana Al-Azhar bisa memberikan fasilitas kepada anak-anak cerdas yang punya keinginan untuk bersekolah tetapi secara ekonomi tidak mampu. Maka dibentuklah Wakaf produktif AlAzhar yang hasilnya untuk membiayai aktivitas pendidikan dan dakwah. Nama Al-Azhar sendiri awalnya diberikan oleh Syekh Mahmoud Syaltout ketika berkunjung ke YPI AL-Azhar dan beliau terkesan dengan aktivitas
dakwah yang ada di yayasan ini. Beliau berharap, dengan nama Al-Azhar, bisa mengikuti semangat Al-Azhar Kairo. 2. Sejauh ini bagaimana perkembangan pengelolaan aset wakaf Al-Azhar? Karena kita wakaf produktif, maka hasil dari wakaf yang kita himpun kita produktifkan ke beberapa usaha yang kita bangun. Kita punya 3 besar usaha yang difokuskan, yaitu properti, perkebunan dan transportasi. 3. Bagaimana peran yang sudah bapak jalankan sebagai nazhir? Peran nazhir tentunya menghimpun dan mengelola aset wakaf. Dalam menjalankan peran antar pribadi, Wakaf Al-Azhar mempunyai program Spiritual Care Community (SCC). Program ini dilaksanakan saat morning meeting. Pertama, setiap karyawan harus memerhatikan lingkungan kerjanya. Kita harus membuat siapapun yang datang ke kantor merasa nyaman. Yang kedua adalah soal perilaku, jika ada perilaku yang menyimpang dalam diri seorang karyawan, maka karyawan tersebut harus siap diingatkan. Yang ketiga soal bagaimana tanggung jawab pekerjaan sudah dijalankan. Termasuk direktur seperti saya juga bisa diingatkan oleh karyawan yang secara struktural berada di tingkat paling bawah sekalipun. Dalam SCC, posisi kita adalah sebagai keluarga besar yang terhimpun untuk saling mengingatkan. Karena pada dasarnya mengelola wakaf adalah mengelola harta milik Allah, maka kita semua sama di mata Allah, tidak peduli setinggi apapun jabatannya. Secara informasional, tentu saja saya selalu menyampaikan informasi yang berkembang di luar. Baik itu soal produk, lembaga, ataupun info penting lainnya, yang selalu disampaikan saat morning meeting. Dalam peran
pengambilan keputusan, ada keputusan yang bersifat strategis dan umum. Keputusan-keputusan yang bersifat umum bisa kita sampaikan di morning meeting. Untuk keputusan strategis, itu hanya hak direktur yang didiskusikan di rapat manajemen. Hasilnya nanti kita sampaikan di morning meeting. 4. Evaluasi peran manajerial yang selama ini dijalankan? Kelebihan wakaf al-azhar terletak pada pola penghimpunannya. Kita menggunakan pola manajemen bank dan asuransi. Kekurangannya adalah masyarakat belum memahami konsep wakaf. Bahkan tokoh-tokoh Islam pun cenderung memahami wakaf hanya dari sisi pengelolaan tradisional (wakaf tanah). 5. Ciri khas dari wakaf al-azhar? Inovasi program. Yang saya dengar juga BWI mengakui program-program wakaf Al-Azhar sangat inovatif. BWI selalu merekomendasikan wakaf alazhar dalam hal inovasi produk jika menerima tamu dari luar negeri. 6. Hubungan Wakaf Al-Azhar dengan lembaga lain? Ada beberapa lembaga yang sudah bersinergi dengan kita. Sinergi penghimpunan dan sinergi pengelolaan. 7. Bagaimana membangun kepercayaan publik? Kita buktikan saja bahwa apa yang kita sampaikan itu kita kerjakan. Masyarakat butuh bukti. Maka kita beli bus untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa kita memang mengelola itu
8. Apa tantangan yang dihadapi Wakaf Al-Azhar? Wakaf al-azhar belum berdiri sendiri. Kita masih terikat dengan Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar . Kami sering mengalami hambatan komunikasi dan kordinasi dengan yayasan karena kesibukan mereka. 9. Bagaimana peran nazhir yang ideal? Pengelola wakaf harus punya tingkat keimanan dan ketakwaan yang tinggi. Wakaf adalah amanat umat, jadi kita harus hati-hati dalam mengelola aset wakaf. Jika dari sisi manajerial, pengelola wakaf harus profesional dan proporsional.
Karena
kita
punya
beberapa
fokus
usaha
dalam
memproduktifkan aset wakaf, maka kita berusaha menaruh orang-orang yang profesional untuk mengelola usaha tersebut. Ada beberapa yang kita tempatkan sebagai advisor.
Menyetujui,
M. Rofiq Toyyib Lubis Narasumber
TRANSKRIP WAWANCARA Nama
: Hendra Yuliano
Jabatan
: Direktur Marketing Wakaf Al-Azhar
Tanggal
: 3 Juni 2015
1. Apa saja produk wakaf produktif Al-Azhar? Wakaf Al-Azhar menekankan pada wakaf produktif. Semua produk Wakaf Al-Azhar mengarah pada wakaf produktif. Semuanya mengarah pada 3 besar usaha: transportasi, perkebunan dan properti. Turunannya akan berkembang. Di perkebunan ada sawit, jabon, dan buah-buahan lokal. Semuanya punya misi kerakyatan. Wakaf transportasi sudah dikembangkan berupa bus wisata. Ke depan kita ingin juga wakaf menggarap sektor penerbangan dan transportasi laut. Untuk wakaf properti diarahkan pada pengadaan rumah tinggal yang layak dan islami untuk memfasilitasi masyarakat memperoleh rumah murah. Kami pecah produk wakaf menjadi beberapa jenis program. Yang pertama adalah wakaf khairi, dengan nominal mulai dari Rp 5.000. Tahun 2015 ini kami fokus ke wakaf transportasi, maka ketika ada yang berwakaf khairi, kami arahkan ke wakaf transportasi untuk mendukung percepatan perkembangan aset wakaf. Untuk wakaf yang lain sesuai dengan segmennya. Misalkan ada wakaf perkebunan sawit, perkebunan jabon, buah-buahan lokal, wakaf transportasi, wakaf properti, wakaf manfaat, wakaf wasiat dan semua program ini
dikembangkan menjadi layanan terintegrasi, supaya wakaf ini tidak hanya menjadi hal yang insidental, tetapi juga menjadi lifestyle. Bagaimana supaya menjadi lifestyle? Kita mulai buatkan perencanaan. Maka kami buat produk terbaru kami, yaitu TAWAF PRO (Tabungan Wakaf Produktif). Tujuannya adalah bagaimana masyarakat menjadikan ini lifestyle. Edukasi-edukasi mulai berjalan, sehingga insya Allah tidak hanya orang tua, anak-anak juga diharapkan bisa menggunakan produk TAWAF PRO ini. Untuk program-program wakaf yang telah diakadkan, secara otomatis tidak bisa dialihkan. Penggunaan wakaf harus sesuai dengan akad. Itu adalah salah satu tantangan mengelola wakaf. Namun dimungkinkan untuk dipinjam dengan jangka waktu tertentu dan harus dikembalikan dalam jangka waktu yang tidak lama. 2. Perbedaan produk Wakaf Al-Azhar dengan lembaga lain? Perbedaan wakaf produktif dengan wakaf keagamaan seperti pada umumnya adalah soal stabilitas aset. Kalau wakaf produktif kan insya Allah diniatkan agar bagaimana nilai wakaf itu tidak berkurang, sebagaimana hadits Nabi yang menyatakan “tahanlah pokoknya dan bagikan hasilnya.” Kalau misalkan tidak dengan konsep wakaf produktif, tentu jadi kendala buat nazhir sekaligus menjadi tanda tanya juga bagi wakif. Contoh ada yang berwakaf dalam bentuk aset fisik. Kalau misalkan aset wakaf itu tidak diproduktifkan, tentu akan menjadi cost (biaya), dalam artian suatu saat akan ada masa habisnya. Maksudnya nilai ekonomisnya habis dan nilai asetnya hilang. Lalu bagaimana pertanggungjawaban nazhir kepada wakif?
Program wakaf produktif ini insya Allah menjadi solusi bagi perkembangan wakaf di Indonesia. Hasil dari memproduktifkan wakaf ini bisa digunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan sosial keagamaan. Untuk peremajaan masjid, untuk wakaf al-qur’an, dan lain-lain. Perbedaan yang paling mendasar adalah dari kelanggengan aset wakaf tersebut dan pemanfaatannya untuk masyarakat. 3. Pasar (wakif) seperti apa yang dibidik Wakaf Al-Azhar? Idealnya pasar untuk wakif adalah kalangan menengah ke atas. Tetapi kalau hanya membatasi seperti itu, tentu kita tidak membantu masyarakat secara utuh. Sehingga kami menggunakan metode penghimpunan dengan mengajak sahabat wakaf yang datang dari berbagai kalangan. Ada yang datang dari kalangan menengah ke bawah dan ada juga yang dari menengah ke atas. Sehingga dengan metode sahabat wakaf ini kita bisa membidik semua pasar. Jadi wakaf al-azhar tidak membatasi segmen tertentu. 4. Sejauh ini bagaimana peran yang sudah bapak jalankan sebagai Direktur Marketing? Saya sudah 1,5 tahun berada di Wakaf Al-Azhar. Keberadaan saya di sini adalah untuk menyempurnakan sistem. Sistem ini penting sekali untuk mengembangkan wakaf. Kalau tidak ada sistem yang baku, banyak kendala di lapangan. Memang secara signifikan saya belum banyak berkontribusi di direct selling, namun kontribusi yang terbesar menurut saya masih di pembangunan sistem. Sejalan dengan itu, kita juga mengembangkan sahabat wakaf. Mereka adalah sekumpulan volunteer yang tertarik dengan dunia
perwakafan, yang bekerja secara freelance untuk wakaf al-azhar. Sambil mengembangkan sistem, kita juga mengembangkan penghimpunan. Alhamdulillah tahun ini pertumbuhan penghimpunan kita cukup baik, untuk wakaf tunai ada kenaikan sebesar 202%. Walaupun dari sisi aset sedikit berkurang. Alhamdulillah dengan sistem yang masih dibangun, seiring dengan itu penghimpunan juga cukup membaik. Saya tidak bisa bilang ini kontribusi saya. Ini adalah kontribusi tim. 5. Mengenai Konsep sahabat wakaf, bisa dijelaska lebih rinci? Dulu saya adalah bagian dari sahabat wakaf. Saya banyak berdiskusi dengan ustadz Rofiq (Direktur Wakaf Al-Azhar). Saya lihat sistemnya, melihat skema yang menurut saya jika skema itu diterapkan tidak akan mempercepat pertumbuhan. Pertimbangan itulah yang menyebabkan saya ditawari posisi ini. Saya sepakat karena ini bisa memberikan kontribusi untuk ummat. Jika kita berani
mengkritik
sebuah
sistem,
sebaiknya
masuk
kesana
untuk
memperbaiki. Bukan berarti keberadaan saya banyak mengubah. Tapi lebih sekadar menyempurnakan. Karena saya yakin sudah sempurna, namun pemikiran saya diharapkan bisa lebih menyempurnakan berdasarkan pengalaman saya di lembaga lain. 6. Dari 3 macam peranan manajer (antar pribadi, informasional dan decisional), bagaimana bapak menjalankannya? Tentunya dalam proses manajerial itu harus dipraktikkan, walaupun tidak sesuai teori. Berdasarkan pengalaman, kedekatan emosional kita dengan tim akan mempengaruhi kinerja. Namun jangan sampai kedekatannya berlebihan.
Pada waktu jam kerja, dia adalah tim kita. Di sela-sela itu, dia adalah bagian dari sahabat kita. Profesional dan proporsional. Itu yang antar pribadi. Jika dari sisi informasional, tugas dari direktur adalah memberi arahan. Ketika saya memperoleh arahan dari Direktur Utama terkait visi, misi dan target lembaga, tentu saya harus menyampaikan itu ke tim dalam bentuk instruksi yang bisa dijalankan oleh tim. Itu dilaksanakan sesuai dengan fungsi masingmasing. Di bagian marketing, kita punya beberapa divisi, ada marketing communication, desain, dan selling. Maka jenis instruksinya bergantung pada divisinya. Terkait dengan pengambilan keputusan, di divisi marketing memiliki wewenang terbatas. Saya hanya punya kewenangan pengambilan keputusan di bagian marketing. Dengan catatan, keputusan itu nantinya juga diterima oleh Direktur Utama. 7. Bagaimana strategi memberikan pemahaman soal wakaf kepada masyarakat? Masyarakat beranggapan bahwa berwakaf membutuhkan dana yang besar. Mereka selalu merasa belum pantas untuk berwakaf. Padahal berwakaf tidak ada nisab tertentu seperti halnya zakat. Pemahaman seperti ini yang mesti kita luruskan. Maka masa-masa sekarang memang masa edukasi dan sosialisasi tentang wakaf. Alhamdulillah nama besar YPI Al-Azhar mempengaruhi masyarakat untuk berwakaf di al-azhar. BWI menempati urutan keempat lembaga wakaf nasional di Indonesia. Dalam hitungan usia yang muda, bisa masuk jajaran 4 besar sungguh luar biasa. Jika
ada lembaga yang berkunjung dari luar negeri, BWI selalu merekomendasikan Wakaf Al-Azhar untuk dikunjungi. Salah satu sosialisasi paling ampuh adalah melalui sahabat wakaf. 1 bulan terakhir ini menggunakan sistem broadcast via ponsel mereka masing-masing. Kami juga sedang mengembangkan buletin Wakaf Al-Azhar yang insya Allah secara rutin setiap jumat akan kami distribusikan di masjid-masjid potensial. Isinya bisa tentang ekonomi, politik, atau ibadah, terutama isu soal wakaf, dengan tampilan warna yang eye-catching. Mayoritas buletin juat cenderung terdiri dari satu atau dua warna. Mudah-mudaha pendekatan ringan seperti ini bisa memberikan pengertian pada masyarakat tentang wakaf. 8. Bagaimana problematika dan tantangan yang dihadapi Wakaf Al-Azhar? Tantangan yang paling utama adalah bagaimana secara perlahan mengubah mindset masyarakat. Kita butuh waktu dan media. Tantangan yang berat terutama media. Kita tidak punya media besar seperti televisi. Kita hanya bisa mengembangkan media yang berbentuk tulisan. Tantangannya adalah di kita tidak dibiasakan membaca. Yang kedua adalah media Islam juga terbatas. Metode buletin jumat salah satu untuk mencoba mengubah paradigma masyarakat secara berkelanjutan. Walaupun masih segmented, hanya befokus pada laki-laki. Kalau kita mau memperhatikan lebih luas, keuangan biasanya dipegang oleh ibu-ibu. Maka pendekatan melalui majelis ta’lim juga kami lakukan. Mereka diharapkan menjadi sahabat wakaf untuk segmen ibu-ibu. Sosialisasi membutuhkan dana yang besar. Solusinya dalah sosialisasi melalui jaringan yang kami punya untuk menekan biaya marketing.
9. Bagaimana jalannya kerjasama yang dilakukan dengan lembaga lain? Itu merupakan sesuatu yang sering kami gaungkan. Kita punya jargon “sinergi adalah energi.” Kami ingin lembaga lain tidak menganggap kami sebagai kompetitor, namun sebagai mitra. Bagaimana program Wakaf Al-Azhar juga bisa membantu pengembangan wakaf di lembaga lainnya. 10. Bagaimana
peran
nazhir
yang
ideal
untuk
mengelola
dan
mengembangkan wakaf? Peran nazhir yang ideal adalah nazhir yang tidak bosan untuk belajar. Kesempatan belajar yang datang begitu luar biasa, bisa bertemu pengusaha dan pegiat sosial misalnya. Nazhir harus terus meningkatkan pengetahuan dan memperluas jaringan. Kalau kita bicara soal pengelolaan dan pengembangan, artinya kita bicara soal manajemen. Kemudian terkait juga soal investasi. Artinya kita tidak melulu bicara soal penghimpunan, kita harus belajar lebih dari itu; bagaimana menghimpun, mengelola, dan mengembangkan aset wakaf. Bagi orang yang mau fokus di dunia wakaf produktif, ini kesempatan luar biasa untuk belajar. Nazhir yang terus ingin belajar bisa mendukung aktivitasnya dalam mengelola dan mengembangkan wakaf. Menyetujui,
Hendra Yuliano Narasumber
TRANSKRIP WAWANCARA Nama
: Suryaningsih Suyitno
Jabatan
: Direktur Program dan Kelembagaan Wakaf Al-Azhar
Tanggal
: 28 Agustus 2015
1. Apa saja ruang lingkup tugas Direktur Program dan Kelembagaan? Tugas direktur program bekerjasama dengan advisor wakaf mengembangkan program-program bisnis yang dana wakaf itu nantinya bisa menghasilkan, sehingga inti atau makna dari wakaf yang tidak boleh habis itu bisa dipertanggungjawabkan. Kalau untuk kelembagaan sendiri adalah bagaimana memantau seluruh personil yang ada di wakaf berikut organ-organ pendukungnya untuk bisa mencapai target-target yang telah ditetapkan lembaga. 2. Upaya apa yang sudah dilakukan dalam pengelolaan dan pengembangan wakaf produktif? Untuk pengelolaan dan pengembangan, kita sudah lakukan melalui unit wakaf transportasi, properti dan perkebunan. Nanti bisa dilihat di brosur-brosur kita, kita sudah punya 8 unit bus , 1 apartemen dan 2 rumah serta banyak tanah yang diwakafkan ke kita. Di ciseeng kita punya perkebunan jabon. 3. Apa saja upaya yang dilakukan wakaf al-azhar untuk menjaga aset wakaf? Untuk tanah kita buatkan sertifikat wakaf. Kalau aset lain dijaga agar tidak rusak dan tidak habis. Sebisa mungkin dikembangkan. Yang tadinya punya 8 bus, bagaimana bisa jadi 16 bus. Yang tadinya hanya punya 3 hektare, mudahmudahan ke depan bisa jadi 10 hektare.
4. Apa saja upaya yang dilakukan untuk penguatan lembaga? Kita sedang merapikan administrasi di dalam lembaga, SOP, juklak dan juknis, agar lembaga semain eksis. Juga kita bekerjasama dengan pihak yang secara visi dan misi sejalan dengan Wakaf Al-Azhar. 5. Apa saja program-program penyaluran hasil pengelolaan wakaf al-azhar dan bagaimana penjelasannya? Kita
tidak
melakukan
program
penyaluran.
Tugas
kami
hanya
mengembangkan aset-aset wakaf, sementara untuk penyaluran kepada mauquf alaih bekerjasama dengan Al-Azhar Peduli Ummat (APU). 6. Lembaga/perusahaan apa saja yang telah bekerjasama dengan Wakaf AlAzhar? Bagaimana bentuk kerjasamanya? Pengelolaan bus wakaf bekerjasama dengan PT Arfina Tour. Sedangkan untuk perkebunan, kita bekerjasama dengan PT Berkah Gemilang. Semuanya PT yang mengerjakan. Wakaf hanya bagian pengadaan. Kalau polis bekerjasama dengan beberapa perusahaan asuransi beserta Sahabat Wakaf yang sudah ditraining. 7. Bagaimana proses perekrutan karyawan wakaf al-azhar? Kami lebih nyaman merekrut mantan-mantan relawan Wakaf Al-Azhar di event seperti ramadhan. Nanti dari situ tidak perlu lama untuk menyamakan visi dan misi karena sebelum menjadi relawan mereka sudah dilatih dengan standar Al-Azhar. 8. Apa saja program wakaf al-azhar yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas SDM?
Sebulan sekali kita mengadakan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa). Lalu setiap hari kita adakan Spiritual Care Community (SCC), bagaimana meningkatkan kepedulian sesama nazhir. Kita juga sering mengadakan yang sifatnya in house training untuk ilmu-ilmu umum yang teman-teman harus kuasai, misalnya ilmu waris yang membahas tentang pembagian harta. 9. Bagaimana peran nazhir yang ideal? Sampai saat ini mungkin belum ada yang ideal. Tapi kami berusaha untuk menuju kesana melalui pembenahan mental dan spiritual seluruh personil Wakaf Al-Azhar. Jadi tidak hanya beban pekerjaan saja yang bisa dilaksanakan dengan baik, tetapi juga beban-beban rohani keagamaan itu menjadi peran penting di Al-Azhar. 10. Apa saja tantangan dan
problematika dalam pengelolaan dan
pengembangan wakaf produktif al-azhar? Saya rasa sama di semua lembaga wakaf. Bagaimana mengalihkan mindset masyarakat dari wakaf keagamaan menuju wakaf produktif, sehingga tidak hanya untuk penyaluran rumah ibadah, kuburan, dan sarana pendidikan, tapi juga bisa dikembangan ke arah yang produktif, nanti hasilnya baru kita berikan untuk sarana pendidikan dan dakwah sesuai dengan visi dan misinya Wakaf Al-Azhar. Menyetujui,
Suryaningsih Suyitno Narasumber
ASET WAKAF
Bus Wakaf Saat ini Wakaf Al-Azhar memiliki delapan unit bus
Rumah Kontrakan di Depok
Pohon Jabon yang ditanam di atas tanah seluas 4,4 Ha
Ruang Rapat
Kantor Wakaf Tampat Depan
AKTIVITAS KANTOR DAN MARKETING
ALAT PROMOSI (MARKETING TOOLS)