PERAN MOTIVATOR, MONITORING, dan EVALUASI KOMITE SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI SMAN 14 BANDUNG
(Jurnal Ilmiah Pendidikan PEDAGOGIA, Vol. 4 No. 1 Tahun 2011, ISSN No.: 1693-5799)
Oleh: YUYUS RUSTANDI
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2011
ABSTRAK Peran motivator Komite Sekolah terhadap SMAN 14 Bandung merupakan upaya memotivasi dalam bentuk reward berupa pemberian bonus kepada Guru berprestasi, pemberian kesempatan kepada Guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, pemberian keringanan biaya bagi orang tua yang kurang mampu. Di samping itu memberi masukan, pertimbangan dalam hal KBM, pengelolaan dana, dan kebijakan-kebijakan sekolah sesuai dengan program kerja Komite Sekolah dan sekolah. Peran monitoring Komite Sekolah dititik beratkan pada pengawasan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Bekerja sama dengan pihak sekolah merencanakan dan melaksanakan pembuatan visi dan misi sekolah, pembuatan program sekolah selaras dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan humaniora, iman dan taqwa. Peran evaluasi Komite Sekolah dilaksanakan setelah program sekolah berjalan dalam satu tahun. Keterlibatan Komite Sekolah sebagai advisory, suporting, controlling, dan mediatory dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh masing-masing yaitu pihak Komite Sekolah dan pihak sekolah. Komite Sekolah SMAN 14 Bandung aktif memberi pertimbangan dan pengambilan keputusan dalam kebijakan sekolah, seperti pengelolaan dana sumbangan pembangunan siswa (SPP), memberi keringanan biaya bagi orang tua yang kurang mampu. Pelaksanaan peran motivator Komite Sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan di SMAN 14 Bandung secara sinergis dilaksanakan dengan pihak sekolah, sehingga input, proses, dan output dari tahun ke tahun semakin baik. Komite Sekolah melakukan pengawasan dan memberi masukan terhadap pembuatan soal untuk UAS agar sesuai dengan kurikulum yang berlaku berdasarkan SKL. Komite Sekolah memberikan dukungan terhadap buku paket yang menjadi pilihan sekolah.
Pendahuluan Berdasarkan kriteria Human Development Index (HDI) pada tahun 2008, Indonesia berada pada peringkat 107 dari 177 negara. Hal ini mengindikasikan bahwa mutu sumber daya manusia Indonesia masih rendah dibanding SDM negara lain yang sudah lebih maju sistem dan manajemen pendidikannya, sehingga sulit untuk memasarkan SDM Indonesia ke tingkat Internasional. Hal ini menjadi tantangan berat bagi sekolah terutama dalam pengelolaan administrasi, kurikulum, kewenangan, dan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Untuk mencapai pendidikan dimaksud, upaya yang harus dilakukan adalah melibatkan peran kemandirian masyarakat melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS merupakan pembaharuan pendidikan dalam hal kebijakan pemerintah pusat menjadi pemberdayaan sekolah. Perubahan ini bukan hanya dalam tatanan akademik, tetapi lebih diarahkan pada bagaimana mengelola pendanaan, pemberdayaan manajerial, proses belajar mengajar, dan pelayanan. Salah satu upaya kongkrit adalah melibatkan partisipasi aktif orang tua siswa dan masyarakat melalui pembentukan Komite Sekolah. Dalam meningkatkan mutu pendidikan ditinjau dari standar ketetapan pemerintah, SMAN 14 Bandung telah melaksanakan kriteria Standar Nasional Pendidikan yaitu kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari: standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan, dan standar penilaian pendidikan. Standar Nasional Pendidikan
berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Indikasi keberhasilan SMAN 14 Bandung salah satunya tampak dari keluaran (output) 100% lulusan sebagian besar diterima di Perguruan Tinggi Negeri yang tersebar di seluruh Indonesia, hal ini berkat pengaplikasian standar proses. Selain itu bertambahnya fasilitas ruang belajar dan ruang laboratorium, bahkan saat ini telah memiliki bangunan gedung dua lantai, pembangunan mesjid, dan sarana parkir yang memadai, hal ini berkat pengaplikasian standar sarana dan prasarana. Menurut keterangan yang disampaikan Kepala Sekolah, semua fasilitas tersebut terwujud berkat advis dari Komite Sekolah selama dua kali periode kepengurusan. Fungsi motivator diaplikasikan di antaranya dengan rutin melaksanakan rapat Komite Sekolah untuk member kesempatan kepada guru-guru yang masih berijazah D3 untuk melanjutkan ke jenjang S1 dibiayai oleh Komite Sekolah, adapun fungsi mediator diaplikasikan di antaranya melalui aktivitas penyambung aspirasi, silaturahmi serta urun rembug antara masyarakat dan sekolah.
Acuan Teoritik A. Mutu Pendidikan Jaminan suatu mutu adalah produk. Jika mutu produk sesuai dengan persyaratan yang dibutuhkan oleh pelanggan, maka produk tersebut akan digunakan setiap pelanggan membutuhkannya. Wayne F Cassio dalam Darwis S. Gani et.al. menyatakan bahwa mutu adalah sejauh mana produk dan jasa memenuhi kebutuhan
pemakai dan pelanggan 1 . Konteks ini menyiratkan bahwa semakin baik keistimewaan pelayanan pendidikan yang diberikan, maka akan semakin tinggi mutunya di mata pelanggan dalam hal ini siswa, orang tua siswa, dan stakeholder masyarakat. Untuk menghasilkan mutu, organisasi pendidikan melalui Kepala Sekolah selaku manajer beserta stafnya sebagai penyelenggara sekolah terkait dengan proses belajar mengajar, siswa, guru, dan karyawan sekolah diharapkan mampu melakukan perbaikan terus-menerus, karena mutu (quality) menurut Goetsch dan Davis dalam H.B. Siswanto adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan 2 . Di samping pendapat tersebut, pakar mutu W. Edwards Deming dalam Rudi Suardi mendefinisikan mutu berarti pemecahan masalah untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus 3 . Jika definisi tersebut dihubungkan dengan dunia pendidikan, hal ini dapat diartikan sebagai upaya perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan kepuasan pelanggan dalam hal ini siswa, orang tua siswa, dan stakeholder masyarakat. Keluaran (Otput) yang dihasilkan sekolah sesuai dengan bidang keahliannya, dan selalu mencari solusi terbaik untuk mencapai penyempurnaan, misalnya dengan pelatihan dan melakukan studi banding. Secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan
kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan 4 . Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud adalah berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (Kepala Sekolah, guru, karyawan sekolah, siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, dana, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input tersebut. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut. Pendidikan diartikan sebagai segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan 5 . Selain itu, pendidikan dipersiapkan pula untuk mencetak tiga tipe manusia sebagai pendukung terwujudnya negara ideal sebagaimana tertuang dalam buku Republika yang disusun oleh Plato (427-327 SM) dalam Syaiful Sagala, yaitu: (1) manusia pemikir, sebagai pengatur negara atau pejabat eksekutif pada pemerintahan, (2) manusia ksatria, sebagai pengaman negara atau para perwira, dan (3) manusia pengusaha, sebagai penjamin kemakmuran dan kesejahteraan
1
Darwis S. Gani et.al., Landasan Teori Manajemen Pendidikan (Bogor: Program Pascasarjana Universitas Pakuan, 2007), p.52 2 H.B. Siswanto, Pengantar Manajemen (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), p. 195 3 Rudi Suardi, op. cit, p.3
4 5
http://pakguruonline.pendidikan.net Ibid, p. 3
negara beserta segenap warganya 6 . Pengertian ini menyiratkan betapa luhur nilai-nilai dalam pendidikan karena dipersiapkan untuk kewibawaan negara yang demokratis. Di samping itu, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam rangka mewujudkan proses belajar dan proses interaksi aktif antara pendidik dengan peserta didik. Di dalam interaksi ini, pendidik melaksanakan kegiatan mendidik yaitu mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang dibutuhkan peserta didik untuk mencapai kedewasaan dan kemandirian, bertanggung jawab, dan dapat hidup di tengah masyarakat 7 . Proses belajar ini merupakan sarana untuk siswa dapat mengembangkan potensi diri, upaya mengendalikan diri, mengolah kepribadian, memupuk kecerdasan, membangun akhlak mulia, menumbuhkan spiritualitas keagamaan, dan berbagai keterampilan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian mutu pendidikan adalah suatu kriteria dalam pendidikan sebagai usaha mulia menghantarkan manusia pada proses pendewasaan dalam segala hal. Proses ini terimplementasi dengan konsistensi upaya perbaikan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai kebutuhan dan kepuasan stakeholder disertai standarisasi yang diterjemahkan ke dalam kurikulum, materi pelajaran, norma-norma, nilai estetis, keterampilan sosial ekonomi, dan manajerial.
B. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) 6
Syaiful Sagala, Manajemen Berbasis Sekolah Dan Masyarakat. Strategi Memenangkan Persaingan Mutu (Jakarta: PT. Nimas Multima,2004), p.229 7 Djoehana Setyamidjaja, Bahan Kuliah Landasan Ilmu Pendidikan (Bogor: Program Pascasarjana Universitas Pakuan, 2004), p. 60
Terdapat kecenderungan yang menyiratkan adanya perbedaan prinsipil antara pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan keluarga dengan di lingkungan sekolah formal. But some of the contradiction is removed if you look at the teaching process as the facilitation of learning, in which you can teach a foreign language successfully if, among other things, you know something about that intricate web of variables that are spun together to affect how and why one learns or fails to learn a second language8. Hal tersebut dimaksudkan, bahwa ternyata dalam pendidikan formal di sekolah diperlukan berbagai fasilitas penunjang yang memadai. Fasilitas tersebut berupa sarana dan prasarana, kurikulum, dan evaluasi. Sementara dalam lingkungan keluarga fasilitas tersebut urgenitasnya tidak begitu dominan. Keberadaan sekolah merupakan seperangkat organisasi yang diberi kewenangan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar. Sekolah merupakan bagian kecil dari peradaban masyarakat, bangsa dan negara yang menggantungkan diri pada keberadaan masyarakat sekitar sehingga partisipasi masyarakat tersebut penting dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu, bukan hanya orang tua dan sekolah yang menjadi penyebab terselenggaranya pendidikan, keberadaan masyarakat pun ternyata memiliki peran yang tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dengan demikian, manajemen berbasis sekolah (MBS) harus diupayakan sehingga relevansi antara dunia pendidikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dapat terealisasi.
8
H. Douglas Brown, Principles of Language Learning And Teaching, 4th Ed (San Francisco State University, 2000), p. 1
C. Komite Sekolah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sebagai paradigma baru pengelolaan pendidikan sekolah bertujuan mengembalikan sekolah kepada pemilik atau stakeholder yaitu masyarakat. Fungsi stakeholder masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan umumnya dan sekolah khususnya diwakili oleh Komite Sekolah. Komite Sekolah merupakan lembaga yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di tingkat daerah otonom yaitu Kabupaten dan Kota9. Komite Sekolah adalah wadah atau organisasi kerjasama orangtua atau wali siswa dan tokoh masyarakat yang peduli terhadap pendidikan dengan Kepala Sekolah beserta seluruh guru yang ada di sekolah masing-masing10. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Komite Sekolah merupakan lembaga yang mewadahi partisipasi masyarakat yang erat hubungannya dengan sekolah. Lembaga ini dibentuk melalui kesepakatan, komitmen, dan kesadaran dalam rangka mencapai pendidikan bermutu, serta efisiensi pengelolaan pendidikan agar tercipta masyarakat yang bermutu pula.
Motivator merupakan bentukan kata yang dapat diterjemahkan secara bebas berarti seseorang atau sekelompok orang yang memberikan motivasi terhadap organisasi. Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakan11. Pada dasarnya sekolah sebagai bagian dari organisasi memiliki visi dan misi. Visi dan misi ini merupakan bagian dari intensitas stimulus atau sebab-sebab yang menggerakan sesuatu. Stimulus dapat berkaitan dengan motivasi jika peningkatan dan penurunan ekspektasi atau pengharapan yang terus-menerus turut dipertimbangkan. Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan12. Komite Sekolah sebagai penggerak konsepsi motivasi, sudah sewajarnya diberi perhatian yang sungguh-sungguh dari setiap perilakunya untuk keberhasilan sekolah sesuai dengan yang telah direncanakan sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peran motivator Komite Sekolah adalah suatu perangkat proses pembinaan, pengembangan, dan pengarahan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
D. Peran Motivator Komite Sekolah 9
A. Supratiknya, editor Tonny Widiastono, Pendidikan Manusia Indonesia (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2004), p. 361-362 10 Sukirno, Pedoman Kerja Komite Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah Komite SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK Badan Kerja Sama Orangtua Mahasiswa (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), p. 1
E. Peran Monitoring Komite Sekolah
11
dan
Evaluasi
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2001), p.141 12 Malayu S.P. Hasibuan, op. cit, p.143
Dalam penilaian, terdapat fisis yaitu cara seseorang menilai lingkungan dalam hal ini Kepala Sekolah 13 , yang terdiri dari fisis rasa dan fisis pikir. Jika fisis rasa lebih dominan dari fisis pikir, Komite Sekolah akan menilai Kepala Sekolah berdasarkan atas like and dislike, maka penilaian akan menjadi subjektif. Jika fisis pikir lebih dominan dari fisis rasa, Komite Sekolah akan menilai Kepala Sekolah berdasarkan right or wrong, maka penilaian pun akan menjadi objektif. Di samping penilaian yang dilaksanakan oleh Komite Sekolah, terdapat pula pengendalian yaitu proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya, sesuai dengan aktivitas yang direncanakan14. Kehadiran proses pengawasan atau monitoring dalam manajemen yang baik sangatlah diperlukan. Upaya ini dilaksanakan untuk melihat sampai sejauh mana hasil dicapai sesuai dengan rencana (planning) yang diharapkan. Dalam hubungannya dengan dunia pendidikan, tujuan evaluasi antara lain: untuk memperoleh dasar pertimbangan akhir suatu periode kerja, apa yang telah dicapai, apa yang belum dicapai, dan apa yang perlu mendapat perhatian khusus, dalam hal ini untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi kepada penggunaan sumber daya pendidikan yaitu manusia, tenaga, sarana dan prasarana, serta biaya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa peran monitoring dan evaluasi Komite Sekolah adalah serangkaian upaya pengawasan (controlling) yang dilaksanakan oleh Komite Sekolah merupakan proses yang sangat penting untuk mengetahui apakah pelaksanaan kerja 13
H. Malayu S.P.Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 2007), p. 245 14 James A.F. Stoner et. al., Manajemen (Jakarta: PT. Indeks Gramedia Group, 1996), p. 248
organisasi sekolah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan untuk mencegah terjadinya penyimpangan. Oleh karena banyak faktor yang menghambat Kepala Sekolah, guru, penyelenggara sekolah, dan personil pendidikan untuk berkreasi, meningkatkan kinerja, dan mengembangkan berbagai potensinya secara optimal, maka sangat dirasakan perlunya pembinaan yang kontinyu dan berkesinambungan dengan program yang terarah dan sistematis terhadap para penyelenggara sekolah dan personil pendidikan di sekolah.
Pembahasan Peran motivator Komite Sekolah di SMAN 14 Bandung semakin berdaya dan berhasil guna, karena ke dua belah pihak antara Komite Sekolah dan pihak sekolah masing-masing memahami dan konsisten melaksanakan tugas pokok, dan fungsi (Tupoksi) masing-masing. Demikian pula orang tua siswa dan masyarakat memberi kepercayaan kepada Komite sekolah. Pelaksanaan peran motivator Komite Sekolah sesuai dengan program sekolah 15 , dilaksanakan dalam IHT (in house trainig) bersama pihak sekolah dalam bentuk pemberian rangsangan motivasi agar kepentingan bersama dapat direalisasikan dengan sebaik-baiknya16. Berdasarkan studi dokumentasi, observasi, dan pengamatan di lapangan, Komite Sekolah SMAN 14 Bandung melakukan berbagai upaya dalam hal monitoring dan evaluasi dalam bentuk: (a). secara intensif melaksanakan komunikasi dengan pihak sekolah; (b). melaksanakan tugas pokok, dan fungsi Komite Sekolah terhadap pimpinan sekolah, Guru, orang tua siswa, karyawan sekolah, dan siswa; (c). 15 16
Catatan lapangan ke 3, p. 123 Catatan Lapangan ke 5, p. 130
menjalin komunikasi dengan pimpinan sekolah, Guru, orang tua siswa, karyawan sekolah, dan siswa untuk menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan; (d). memberdayakan sumber daya manusia, dan sumber pendanaan melalui kerjasama, keterbukaan, inisiatif, dan tanggung jawab. Monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan Komite Sekolah SMAN 14 Bandung di samping penilaian, terdapat pula pengendalian yaitu proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan17. Pengendalian dimaksud diaplikasikan melalui pengawasan pengelolaan dana SPP, yaitu ke luar masuk uang melalui bank dengan jalan membuka rekening bersama antara Komite Sekolah dengan pihak sekolah, apabila sekolah memerlukan dana operasional dapat mengajukan kepada Komite Sekolah dalam bentuk proposal18. Monitoring dan evaluasi diaplikasikan terhadap kurĂkulum, hal ini menyangkut tenaga pengajar yang sesuai dengan kompetensi, tersedianya fasilitas belajar yang memadai dan menyenangkan, tersedianya fasilitas bantu untuk kegiatan belajar mengajar, adanya tenaga penunjang pendidikan seperti tenaga perpustakaan, tenaga administrasi, petugas laboratorium, tersedianya dana yang memadai, manajemen yang efektif dan efisien, serta kepemimpinan pendidikan yang visioner disertai transparansi. Kurikulum sekolah yang terstruktur dengan baik dan berkembang dari masyarakat menyebabkan proses pembelajaran di sekolah menjadi semakin baik.
SIMPULAN
17
James A.F. Stoner et. al., Manajemen (Jakarta: PT. Indeks Gramedia Group, 1996), p. 248 18 Catatan lapangan ke 5, p. 131
1. Peran Motivator Pelaksanaan peran motivator Komite Sekolah di SMAN 14 Bandung dititikberatkan pada upaya Komite Sekolah dalam memberikan motivasi yang diwujudkan dalam bentuk memberi reward berupa pemberian bonus kepada Guru yang berprestasi, pemberian kesempatan kepada Guru untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dan pemberian keringanan biaya bagi orang tua yang kurang mampu. Komite Sekolah bekerja sama dengan pihak sekolah merencanakan dan melaksanakan pembuatan visi dan misi sekolah, pembuatan program sekolah selaras dengan perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan SDM yang cerdas yaitu mereka yang memiliki keunggulan, kritis, mandiri, kreatif, dan inovatif. SDM yang produktif yaitu mereka yang proaktif, partisipatif, apresiatif, aktualitatif, dan profitable. SDM yang berakhlak mulia yaitu mereka yang religius, beretika, toleran, serta memiliki EQ dan SQ. Keterlibatan Komite Sekolah sebagai advisory, suporting, controlling, dan mediatory dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang dijalankan oleh masing-masing baik pihak Komite Sekolah maupun pihak sekolah. Pelaksanaan peran motivator Komite Sekolah yaitu memberi masukan pertimbangan dalam hal KBM, pengelolaan dana, dan kebijakan-kebijakan sekolah sesuai dengan pogram kerja Komite Sekolah dan SMAN 14 Bandung. Komite Sekolah SMAN 14 Bandung aktif memberi pertimbangan dan pengambilan keputusan dalam kebijakan sekolah, seperti pengelolaan dana Sumbangan Pembangunan Siswa (SPP), memberi keringanan biaya bagi orang tua yang kurang mampu. Pelaksanaan peran motivator Komite Sekolah dalam
peningkatan mutu pendidikan di SMAN 14 Bandung secara sinergis dilaksanakan dengan pihak sekolah, sehingga input, proses, dan output dari tahun ke tahun semakin baik.
Peran monitoring, dan evaluasi Komite Sekolah SMAN 14 Bandung merupakan tindakan nyata dari segala sesuatu yang dibangun oleh komitmen dan tanggung jawab.
2. Peran Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan peran monitoring dan evaluasi Komite Sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 14 Bandung dititik beratkan pada pelaksanaan pemberian pengawasan dan penilaian dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Komite Sekolah melakukan pengawasan dan memberi masukan terhadap pembuatan soal untuk UAS agar sesuai dengan kurikulum yang berlaku berdasarkan SKL. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi Komite Sekolah SMAN 14 Bandung di samping penilaian, terdapat pula pengendalian yang diaplikasikan melalui pengawasan pengelolaan dana SPP, yaitu ke luar masuk uang melalui bank dengan jalan membuka rekening bersama antara Komite Sekolah dengan pihak sekolah, apabila sekolah memerlukan dana operasional dapat mengajukan kepada Komite Sekolah dalam bentuk proposal. Monitoring dan evaluasi Komite Sekolah SMAN 14 Bandung diaplikasikan pula terhadap kurĂkulum dan tenaga pengajar yang sesuai dengan kompetensi, .
C. SARAN 1. Keberhasilan Komite Sekolah di SMAN 14 Bandung yang dimotori oleh sosok dominan pribadi ketua Komite Sekolah, agar lebih efektif dan efisien, sebaiknya lebih memberdayakan peran, tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang dalam struktur kepengurusan. 2. Pelatihan khusus dan kegiatan workshop yang dilaksanakan oleh Komite Sekolah lebih ditingkatkan agar regenerasi seluruh komponen sekolah dan masyarakat semakin mengerti bahwa keberadaan Komite Sekolah memiliki andil yang sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan. 3. Pengurus Komite Sekolah lebih diprioritaskan orang yang benar-benar mengerti tentang dunia pendidikan agar penyampaian informasi berharga dapat disampaikan secara akurat. 4. Pengarsipan surat masuk dan surat ke luar serta dokumentasi penting baik Komite Sekolah maupun sekolah, hendaknya semakin ditertibkan kembali
DAFTAR PUSTAKA
Brown H. Douglas. 2000. Principles Of Language Learning And Teaching. 4th Ed. San Francisco State University. Djoehana Setyamidjaja, Djoehana. 2007. Bahan Kuliah Landasan Ilmu Pendidikan. Bogor: Program Pascasarjana Universitas Pakuan. Gani, Darwis S, Djoehana Setyamidjaja, Sumardi. 2007. Landasan Teori Manajemen Pendidikan. Bogor: Program Pascasarjana Unpak. Hasibuan, H. Malayu S. P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara. James A.F. Stoner. 1986. Manajemen. Terjemahan Wihelmus W. Bakowatun. Jakarta: PT. Midas Surya Grafindo. Rudi Suardi, Rudi.2004. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000-2000 Penerapannya Untuk Mencapai TQM. Jakarta: CV. Teruna Grafica. Sagala, Syaiful. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta: PT. Nimas Multima. Siswanto, H.B. 2005. Pengantar Manajemen. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Sukirno. 2006. Pedoman Kerja Komite Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, Komite SMP/Mts, SMA/MA, SMK/MAK, Badan Kerjasama Orang Tua Mahasiswa. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. Supratiknya, A. Tonny D. Widiastono (editor). 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas.