PERAN KEPEMIMPINAN PROFETIK DALAM KEPEMIMPINAN NASIONAL Sus Budiharto1 ABSTRAK Kompleksitas situasi dan tantangan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia saat ini, memerlukan kepemimpinan nasional yang kuat di semua lini. Para ilmuwan psikologi dan psikolog Indonesia diharapkan dapat berperan aktif mengambil bagian untuk memperkuat kepemimpinan nasional. Salah satu upaya antara lain telah dilakukan oleh Budiharto & Himam (2006) yang melakukan kajian berupa penyusunan konstruk teoritis dan pengukuran kepemimpinan profetik, yaitu konsep kepemimpinan berdasarkan nilai moral dan spiritual masyarakat muslim di Indonesia. Hasil penelitian tersebut telah dijadikan sebagai salah satu acuan bagi organisasi pemerintahan dan bisnis di Indonesia dalam memilih pemimpin, serta membekali pemimpinnya dengan nilai-nilai moral kenabian. Penelitian lanjutan telah dilakukan, antara lain mengenai hubungan antara kepemimpinan profetik dengan motivasi kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan organizational citizenship behavior pegawai di beberapa organisasi dan daerah di Indonesia. Asesmen mengenai kepemimpinan profetik antara lain dilakukan sebagai salah satu metode fit and proper test calon rektor sebuah perguruan tinggi swasta pada tahun 2008 dan 2013, calon direktur rumah sakit swasta tahun 2009, serta calon pejabat di suatu kementerian pada tahun 2014. Intervensi psikologis menggunakan kepemimpinan profetik juga telah dilakukan. Andansari dkk (2010) menyimpulkan bahwa pelatihan kepemimpinan profetik dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah pada karyawan koperasi jasa keuangan syariah di Jawa Tengah. Alawiyah dkk (2012) menemukan bahwa pelatihan kepemimpinan profetik dapat meningkatkan komitmen mengajar guru Sekolah Dasar Islam Terpadu “H” di Yogyakarta. Kuswanto dan Rasyid (2013) menemukan bahwa pelatihan kepemimpinan profetik dapat meningkatkan kemampuan manajerial karyawan koperasi jasa keuangan syariah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kumolohadi dan Budiharto (2013) menyimpulkan bahwa konseling kepemimpinan profetik dapat meningkatkan karakter anti korupsi pada pejabat Pemerintah Daerah X. Kata kunci : kepemimpinan profetik, kepemimpinan nasional
1
Dosen Tetap Universitas Islam Indonesia; Mahasiswa Program Doktor Psikologi Universitas Gadjah Mada
Disampaikan dalam Seminar Nasional The 1st National Conference on Islamic Psychology dan InterIslamic Conference on Psychology, 27 Februari 2015 di Yogyakarta.
1
A. Pendahuluan Era reformasi dianggap cukup banyak melahirkan pemimpin dan politisi yang pragmatis dengan wawasan kebangsaan yang rapuh. Pemimpin yang memiliki sikap kenegarawanan dianggap kurang dan jarang muncul, sehingga kerinduan akan hadirnya negarawan semakin dirasakan. Kepemimpinan nasional yang lebih mementingkan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi dan golongan perlu dihidupkan terusmenerus. Hanya dengan perubahan sikap mental yang demikian itulah jaminan masa depan Indonesia yang lebih adil dan bermartabat dapat dipastikan (Maarif, 2015). Kajian-kajian mengenai perubahan sikap mental pemimpin dengan berbagai istilah seperti kepemimpinan yang otentik (authentic leadership), kepemimpinan transformasional (transformational leadership), kepemimpinan pelayanan (servant leadership), kepemimpinan spiritual (spiritual leadership), kepemimpinan kharismatik (charismatic leadership), dan kepemimpinan moral (moral leadership) banyak dilakukan peneliti di seluruh dunia akibat permasalahan moral yang dialami para pemimpin. Sebagai contoh di Amerika Serikat, pasca peristiwa 11 September 2001, yang diikuti dengan krisis dan sejumlah permasalahan moral lainnya dalam organisasi industri seperti WorldCom, Arthur Anderson, dan Enron menyebabkan perlunya dilakukan kajian mengenai pemimpin yang memiliki integritas dan standar moral yang tinggi, memimpin dengan mengikuti kebenaran dan
nurani, serta menunjukkan
hubungan dan nilai yang positif antara pemimpin dan pengikutnya (Wherry, 2012). Kajian-kajian mengenai kepemimpinan moral di Indonesia umumnya dilakukan karena adanya permasalahan terkait tindakan tidak etis para pemimpin organisasi. Indikator permasalahan moral para pemimpin organisasi di Indonesia antara lain bisa diketahui dari indeks persepsi korupsi yang dirilis setiap tahun oleh Lembaga Transparansi Internasional. Lembaga Transparansi Internasional, sebuah lembaga independen yang berpusat di Berlin, Jerman,
menilai indeks persepsi korupsi di
Indonesia sejak tahun 1998 sampai dengan 2011 berkisar antara 1.7 hingga 3.0 (dari skala 0-10). Pada tahun 1998 s/d 2001, dan tahun 2004 Indonesia termasuk 10 besar negara terkorup dari puluhan negara yang disurvey. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia kemudian membaik dan terus naik menjadi poin 3 pada tahun 2011, namun masih jauh di bawah Singapura, yang memiliki indeks 9.3 (Muqoddas, 2011). Artinya
2
pemerintahan Indonesia dipersepsi oleh stakeholder-nya masih tergolong korup. Data mengenai indeks persepsi korupsi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 : Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 1998-2014 Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
IPK 2.0 1.7 1.7 1.9 1.9 1.9 2.0 2.2 2.4 2.3 2.6 2.8 2.8 3.0 32 32 34
Rangking 80 dari 85 negara 96 dari 98 negara 85 dari 90 negara 88 dari 91 negara 96 dari 122 negara 122 dari 133 negara 137 dari 146 negara 140 dari 159 negara 134 dari 163 negara 143 dari 179 negara 126 dari 180 negara 114 dari 180 negara 110 dari 178 negara 100 dari 182 negara 118 dari 182 negara 114 dari 177 negara 107 dari 175 negara
Keterangan Indeks bergerak dari angka 0 (sangat korup / highly corrupt) sampai dengan 10 (sangat bersih dari korupsi/highly clean)
Mulai tahun 2012 pengukuran indeks berubah dari 0 (sangat korup) sampai dengan 100 (sangat bersih dari korupsi)
Sumber : http://www.ti.or.id Maraknya berbagai tindakan dan praktik korupsi sudah sampai pada titik jenuh dan memprihatinkan. Ketua Dewan Pengurus Transparansi Internasional Indonesia mengemukakan bahwa pemberantasan korupsi di Indonesia seakan berjalan di tempat, stagnan, dan tidak beranjak maju. Gerakan pemberantasan korupsi memang telah dilakukan, tetapi korupsi tetap jalan terus, corruption as usual. Meskipun metode pengukuran berubah, namun skor Indonesia masih termasuk di rendah dan berada di bawah. Hal ini menunjukkan rendahnya prestasi pemerintahan, organisasi bisnis, dan masyarakat bisnis di Indonesia untuk memerangi korupsi dibandingkan negara-negara lain. Korupsi merupakan masalah besar global yang dialami semua negara. Karena itu penting artinya bagi masyarakat seluruh dunia untuk bertindak bersama-sama menghentikan korupsi agar kesejahteraan tercapai dan perekonomian tumbuh merata bagi semua warga dunia (Wahyudi, 2014). Berbeda dengan hasil survey yang dilakukan lembaga Tranparansi Internasional, Badan Pusat Statistik (BPS) mulai tahun 2012 merilis survey perilaku antikorupsi yang 3
disebut Indeks Perilaku Antikorupsi Indonesia. Survey ini dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (Stranas PPK) yang menugaskan BPS untuk melakukan survei perilaku antikorupsi. Survey ini mengukur tingkat permisifitas masyarakat Indonesia terhadap pengalaman dan kebiasaan masyarakat berhubungan dengan layanan publik yang terkait dengan perilaku penyuapan, pemerasan, dan nepotisme. Survey dilakukan terhadap 10.000 rumah tangga di 33 provinsi di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2013). Berdasarkan hasil survey tahun 2012, 2013, dan 2014, diketahui bahwa secara umum masyarakat Indonesia cenderung anti korupsi. Indeks perilaku antikorupsi secara detail dapat dilihat dari tabel 2. Tabel 2. Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia 2012-2014 Tahun Indeks
Kategori
2012 2013 2014
Anti Korupsi Anti Korupsi Anti Korupsi
3.55 3.63 3.61
Keterangan
Nilai Indeks bergerak dari 0-5. 0 - 1.25 : sangat permisif terhadap korupsi; 1.26-2.50 : permisif; 2.51-3.75 : anti korupsi; 3.76-5.00 : sangat anti korupsi Sumber : Berita Resmi Statistik tanggal 2 Januari 2013, 2014, dan 2 Januari 2015 Menanggapi perbedaan hasil pengukuran tentang korupsi tersebut, (mantan) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjajanto, mengemukakan bahwa korupsi merupakan permasalahan yang kompleks, sehingga perbedaan satu angka pun tidak dapat menjelaskan kondisi secara lengkap. Pengukuran terkait korupsi di Indonesia telah dilakukan antara lain melalui Indeks Persepsi Korupsi oleh Transparansi International Indonesia, Survey Perilaku Anti Korupsi oleh BPS, Indonesia Governance Index (Kemitraan), serta Survey Integritas oleh KPK. Ditambahkan bahwa penggunaan indeks pengukuran secara bersama dapat membantu melihat permasalahan tentang korupsi di Indonesia secara lebih komprehensif. (Widjajanto, 2014). KPK sendiri memiliki survey integritas layanan publik yang dilakukan secara rutin setiap tahun. Survei dilakukan dalam rangka memberikan penilaian terhadap integritas layanan yang diberikan oleh lembaga pemerintah kepada masyarakat. Hasil penilaian merupakan cerminan dari penilaian masyarakat sebagai pengguna layanan dalam mengelola layanan di lembaga pelayanan publik seperti Kementerian/Lembaga Negara. Hasil survei kemudian digunakan sebagai acuan perbaikan integritas dan anti 4
korupsi sektor layanan publik oleh KPK maupun unit layanan/instansi terkait (Nugraha, 2014). Hasil survey menunjukkan bahwa integritas layanan publik dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 termasuk dalam kategori cukup baik. Hasil Survey Integritas Layanan Publik dari tahun 2011-2014 dapat dilihat dalam tabel 3 berikut : Tabel 3. Hasil Survey KPK tentang Integritas Layanan Publik (diolah berdasarkan laporan Widjajanto, 2014) Tahun 2011 2012 2013 2014
Indeks 6.49 6.41 6.80 7.22
Keterangan Indeks bergerak dari skor 0 - 10. 0 : integritas layanan sangat rendah/buruk 10 : integritas layanan sangat tinggi/baik
Berdasarkan latar belakang tersebut, para ilmuwan Psikologi dan Psikolog diharapkan perannya untuk menemukan solusi perbaikan sikap mental dan moral pemimpin nasional. Usaha untuk membantu dapat diarahkan pada tiga area utama. Pertama, penemuan jawaban pada bagaimana masalah telah terjadi. Kedua, penemuan alternatif solusi dengan menyusun bentuk sistem yang transformatif. Ketiga, membedakan tingkatan individu, kelompok, dan organisasi dengan melibatkan orangorang dalam sistem itu. Pada area kedua dan ketiga ilmuwan psikologi dapat berperan aktif mengambil bagian. (Adz-Dzakiey, Budiharto, Zulaifah, Kurniawan & Riyono, 2005) Budiharto dan Himam (2006) melanjutkan kajian tersebut dengan melakukan penyusunan konstruk teoritis dan pengukuran kepemimpinan profetik. Penelitian ini bertujuan menjelaskan penyusunan konstruk teoritis dan pengukuran kepemimpinan berdasarkan sikap mental dan nilai-nilai moral masyarakat Indonesia. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi organisasi pemerintahan, bisnis, maupun kemasyarakatan dalam memilih pemimpin, dan atau membekali para pemimpin dengan nilai moral dan spiritual berdasarkan kearifan budaya Indonesia (local wisdom). B. Kepemimpinan Profetik Kepemimpinan memiliki makna yang beragam. Para peneliti mendefinisikan kepemimpinan berdasarkan perspektif dan dimensi yang menarik perhatiannya . Meskipun terdapat berbagai definisi, umumnya makna kepemimpinan dapat diambil intinya, yaitu kemampuan dan proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan 5
tertentu (Robbins, 2003; Daft, 2005; Yukl, 2006). Kepemimpinan dalam bahasa Inggris disebut dengan leadership, berarti kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Kepemimpinan dalam bahasa Arab disebut dengan imamah, khilafah, atau imarah, yang memiliki makna daya memimpin, atau kualitas pemimpin, atau tindakan memimpin. Imamah berasal dari kata amma-ya’ummu yang mempunyai arti menuju, meneladani, dan memimpin. Istilah imam muncul dari kata tersebut, yang memiliki makna pemimpin atau orang yang memimpin, karena perilakunya bisa diteladani orang lain. Khilafah berasal dari kata khalafa yang mempunyai arti di belakang dan mengganti. Dari kata tersebut muncul istilah khalifah yang artinya pengganti atau orang yang menggantikan / mewakili. Pemimpin seringkali disebut dengan khalifatullah atau pengganti/wakil Allah. Dari kata imarah muncul istilah ulul amri yang bermakna orang yang mempunyai urusan dan mengurus / mengelola orang lain / organisasi. Berdasarkan pengertian tersebut, kepemimpinan diyakini sebagai tugas (amanah), ujian, tanggung jawab dari Tuhan, yang pelaksanaannya tidak hanya dipertanggungjawabkan kepada para anggota yang dipimpin, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pertanggungjawaban kepemimpinan tidak hanya bersifat horisontalformal kepada sesama manusia, tetapi juga bersifat vertikal-moral, kepada Tuhan Yang Maha Esa (Zainuddin dan Mustaqim, 2005). Sikap dan perilaku pemimpin yang paling ideal, dijadikan teladan paling utama dalam pandangan ini adalah perilaku yang ditunjukkan oleh para nabi dan rasul/ prophet, sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 21 (Jassin, 1982) : Sungguh dalam diri rasul Allah kamu dapati teladan yang paling baik jika kamu mengharap Rahmat Allah, dan (keselamatan) pada hari terakhir, serta senantiasa ingat Allah
Kepemimpinan profetik diartikan sebagai kemampuan pemimpin untuk mengendalikan diri dan mempengaruhi orang lain mencapai tujuan bersama dengan meneladani kehidupan para nabi/prophet (Budiharto & Himam, 2006). Istilah profetik di Indonesia diperkenalkan oleh Kuntowijoyo (1991) melalui gagasannya mengenai pentingnya ilmu sosial transformatif yang disebut ilmu sosial profetik. Ilmu sosial profetik tidak hanya menjelaskan dan mengubah fenomena sosial, tapi juga memberi petunjuk arah transformasi dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa saja. Ilmu sosial profetik mengusulkan reorientasi terhadap mode of thought dan mode of inquiry bahwa
6
sumber ilmu pengetahuan tidak hanya berasal dari rasio dan empiri, tetapi juga dari wahyu. Adz-Dzakiey (2013) menjelaskan bahwa dalam kajian kepemimpinan profetik setiap diri manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri, yaitu memimpin kerja hatinya (qalbu) sendiri, jiwanya (nafs), akal pikiran, pancaindera, dan jasmaninya. Setiap pemimpin organisasi berarti memimpin kerja hati nurani anggotanya, kerja jiwa, akal pikiran,
panca indera, serta kerja jasmani anggota organisasi yang dipimpinnya.
Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya, artinya memimpin kerja hati nurani, jiwa, akal pikiran, panca indera, dan jasmani keluarganya. Seorang perempuan adalah pemimpin dalam rumah suaminya, bermakna memimpin kerja hati nurani, jiwa, akal pikiran,
panca indera, dan jasmani
dalam pemeliharaan isi rumahnya.
Kepemimpinan seseorang akan dipertanyakan di hadapan Tuhan. (Adz-Dzakiey, 2013) Kepemimpinan profetik memiliki empat aspek, yaitu sidiq (jujur dan mengikuti kebenaran
nurani),
amanah
(bertanggung
(berkomunikasi empatik dan efektif), dan
jawab
dan
terpercaya),
tabligh
fathonah (cerdas karena taqwa).Sidiq
bermakna benar, lurus, jujur, sabar, dan konsisten. Kebalikan dari sidiq adalah kadzib atau dusta (Budiharto & Himam, 2006). Pemimpin yang berkarakter sidiq senantiasa jujur kepada Tuhannya, dirinya sendiri, orang lain, dan alam semesta (Adz-Dzakiey, 2013). Pemimpin tersebut juga senantiasa mengikuti kebenaran berdasarkan suara hati nuraninya, sabar, konsisten, dan dapat menjadi teladan bagi orang lain. Pemimpin berkarakter sidiq tidak suka berdusta, tidak mudah terpengaruh hawa nafsunya, serta tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas organisasi (Kumolohadi & Budiharto, 2012). Amanah mempunyai arti dapat dipercaya, setia, profesional, dan penuh tanggung jawab. Kebalikan dari amanah adalah khianat (Budiharto & Himam, 2006). Pemimpin yang amanah senantiasa setia kepada Tuhannya, diri sendiri, dan orang lain. (AdzDzakiey, 2013). Ia bekerja dengan sungguh-sungguh dengan berkomitmen kepada Allah, rekan kerja, staf, bahkan konsumen, serta bersikap adil, karena menyadari bahwa semua tugas akan dipertanggungjawabkan juga kepada Allah selain kepada organisasi. (Kumolohadi & Budiharto, 2012) Tabligh berasal dari kata balagha yang berarti sampai, menyampaikan informasi seperti adanya. Tabligh dalam kepemimpinan juga bermakna transparan, open 7
management, serta ber-amar ma’ruf nahi munkar. Kebalikan dari tabligh adalah menyembunyikan informasi dan kebenaran (Budiharto & Himam, 2006). Perilaku pemimpin tabligh antara lain berani menyatakan kebenaran dan bersedia mengakui kekeliruan. Hal-hal yang benar dikatakannya benar, hal-hal yang salah dikemukakannya salah. (Kumolohadi & Budiharto, 2012). Adz-Dzakiey (2013) menambahkan bahwa pemimpin profetik menyatakan keterbukaannya yang sebenarnya kepada Tuhannya, dirinya sendiri, dan orang lain. Fathonah berarti cerdas dan mampu mengatasi masalah / menjadi problem solver. Kecerdasan tersebut dibangun dari ketaqwaan kepada Allah. Perilaku pemimpin fathonah terekspresi pada etos kerja dan kinerja pemimpin yang mampu memecahkan masalah secara cepat dan tepat. Kebalikan dari Fathonah adalah sufaha’, berasal dari kata safihun, artinya tidak mampu memahami esensi kebenaran, tidak mampu membedakan hal yang baik dan buruk, halal dan haram, haq dan bathil dalam bertindak. (Kumolohadi & Budiharto, 2012). Adz-Dzakiey (2013) mengemukakan bahwa pemimpin yang fathonah memiliki kecerdasan dalam memfungsikan qalbu, akal pikiran, dan pancainderanya secara optimal untuk mengatasi masalah. C. Peran Kepemimpinan Profetik terhadap Kepemimpinan Nasional Kompleksnya situasi dan tantangan yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia saat ini, memerlukan kepemimpinan nasional yang kuat di semua lini, baik pemerintahan, politik, maupun civil society, sehingga mampu menghadirkan sebuah negara yang kuat. Negara yang kuat dapat mengangkat martabat bangsa dalam pergaulan antar bangsa,
karena memiliki keunggulan daya saing dalam berbagai
bidang. Banyak kriteria yang menunjukkan karakter kepemimpinan nasional yang kuat. Tetapi diakui, tidak mudah untuk mencapai kriteria kepemimpinan yang ideal itu. Setidaknya yang bisa diharapkan adalah kepemimpinan yang memiliki trilogi kepemimpinan yang kuat, yaitu keteladanan, kemauan kuat, dan kompetensi, agar mampu membangkitkan martabat dan daya saing bangsa yang lebih bermutu (Hamengku Buwono X, tanpa tahun) Berbagai kajian tentang peran kepemimpinan profetik dalam rangka memperkuat kepemimpinan nasional melalui penelitian, seminar, workshop, asesmen, dan intervensi individu maupun kelompok dalam organisasi di beberapa daerah di Indonesia telah dilakukan. Penelitian lanjutan antara lain dilakukan mengenai hubungan antara 8
kepemimpinan profetik dengan motivasi kerja pegawai (Setiadi & Budiharto, 2008), kepuasan kerja pegawai (Arifiyanto & Budiharto, 2008), komitmen karyawan (Fauzan & Budiharto, 2009), organizational citizenship behavior /OCB (Kuswanto & Budiharto, 2009),
serta kepribadian anti korupsi (Kumolohadi & Budiharto, 2012). Tabel 4
menunjukkan beberapa hasil penelitian korelasional antara kepemimpinan profetik dengan beberapa variabel dalam efektivitas internal organisasi. Tabel 4. Data Korelasi Hasil Penelitian tentang Kepemimpinan Profetik dan Variabel dalam Efektivitas Internal Organisasi No Tahun 1.
2008
2.
2008
3.
2009
4.
2009
5.
2012
Peneliti
Variabel
Responden
Setiadi & Budiharto Arifiyanto & Budiharto Fauzan & Budiharto Kuswanto & Budiharto
Kepemimpinan profetik & Motivasi Kerja Kepemimpinan & Kepuasan Kerja Kepemimpinan profetik & Komitmen Kepemimpinan profetik & OCB
Kumolohadi & Budiharto
Kepemimpinan profetik & Kepribadian Anti Korupsi
35 pegawai perguruan tinggi Guru dan pegawai Sekolah SMK 75 karyawan swasta 47 pegawai administrasi perguruan tinggi 86 pejabat struktural pemda
Keterangan : * : p < 0.05 ;
** : p < 0.01;
Korelasi (rxy) 0.397 ** 0.274 * 0.372 ** 0.389 ***
0.320 **
*** : p < 0.001
Berdasarkan data dalam tabel 4 diketahui bahwa kepemimpinan profetik berhubungan positif dengan motivasi kerja pegawai perguruan tinggi. Motivasi kerja yang dimaksud adalah motivasi fisiologis, psikologis, dan spiritual (Adz-Dzakiey, 2007). Motivasi fisiologis dimaksudkan sebagai dorongan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan fisik atau jasmaniyah dalam bekerja. Motivasi psikologis yakni sebagai dorongan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam bekerja yang terkait dengan kejiwaannya. Motivasi spiritual yaitu dorongan fitrah manusia untuk memenuhi kebutuhan rohaninya dalam bekerja, mencakup kebutuhan memelihara diri dari kemusyrikan, Kepemimpinan
kekufuran, yang
dan
kemunafikan
terhadap
Allah
dalam
bekerja.
dijalankan dengan berlandaskan pada keikhlasan dan
kemampuan intelektual serta spiritual mampu mendorong pegawai untuk motivasinya. Pemimpin profetik memiliki tanggung jawab dalam mengarahkan karyawan dan organisasi ke arah yang lebih baik. Tanggung jawab pemimpin ini dapat memotivasi pegawai untuk ikut pula bertanggung jawab terhadap keberhasilan organisasi. 9
Karakteristik yang terdapat dalam kepemimpinan profetik dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis. Hal tersebut dapat meningkatkan motivasi kerja pegawai (Setiadi & Budiharto, 2008) Kepemimpinan profetik juga berkorelasi positif dengan kepuasan kerja pegawai dan komitmen karyawan. Amstrong (2003) mengemukakan aspek-aspek komitmen organisasi adalah kepercayaan, yaitu penerimaan dan pemahaman yang kuat terhadap nilai dan tujuan organisasi, keinginan kuat untuk menjadi bagian dari organisasi, serta kesediaan untuk menampilkan usaha terbaik. Persepsi terhadap kepemimpinan profetik atasan mempengaruhi komitmen karyawan terhadap perusahaan (Fauzan & Budiharto, 2009). Kepemimpinan profetik berkorelasi positif dengan perilaku kewargaan pegawai/ organizational citizenship behavior/ OCB. OCB adalah perilaku yang dilakukan oleh pegawai secara sukarela di tempat kerja yang melebihi tugas pokoknya, namun bermanfaat untuk organisasi, terdiri dari beberapa aspek antara lain conscientiousness, altruism, civic virtue, sportmanship, dan courtesy (Organ dalam Kuswanto & Budiharto, 2009). Conscientiousness adalah dedikasi pegawai yang tinggi terhadap tugas dan organisasi melebihi standar pencapaian tugasnya. Altruism yaitu perilaku pegawai yang secara suka rela berinisiatif membantu rekan kerja yang memerlukan pertolongan. Civic virtue ialah perilaku pegawai yang peduli, terlibat, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Sportsmanship adalah kesediaan pegawai untuk menerima keputusan bersama dalam organisasi, meskipun dalam situasi yang sulit karena perubahan dalam organisasi. Courtesy adalah perilaku pegawai yang menghormati, menghargai, dan menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya, sehingga konflik antar anggota organisasi memungkinkan diminimalisir.
Persepsi
pegawai terhadap kepemimpinan proetik atasan berhubungan positif dengan OCB pegawai administratif fakultas pada suatu perguruan tinggi di Yogyakarta, (Kuswanto dan Budiharto, 2009) Kepemimpinan profetik juga berhubungan positif dengan kecenderungan kepribadian antikorupsi pada pejabat pemerintah suatu daerah di Indonesia. Hubungan yang signifikan menunjukkan semakin tinggi kepemimpinan profetik yang dimiliki pemimpin diikuti dengan kecenderungan kepribadian antikorupsi yang tinggi pula. Diantara keempat aspek dalam kepemimpinan kenabian, aspek amanah paling berperan 10
terhadap kecenderungan kepribadian antikorupsi dengan sumbangan relatif sebesar 15 %. Hal ini dapat dimaknai bahwa responden yang mempersepsi bahwa dirinya bisa dipercaya, profesional, bertanggung jawab, dan adil, cenderung antikorupsi. Nilai-nilai sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah dalam kepemimpinan kenabian semakin memberikan nuansa yang lebih bermakna dalam mewarnai kepribadian seorang pemimpin dalam bersikap, mengambil keputusan, dan melakukan tindakan yang bermoral dalam organisasi, karena menyadari bahwa jabatan yang diemban adalah titipan/amanah yang akan dimintakan pertanggungjawabannya oleh Tuhan dan organisasi, baik di dunia maupun di akhirat (Kumolohadi & Budiharto, 2012). Asesmen mengenai kepemimpinan profetik antara lain dilakukan sebagai salah satu metode fit and proper test calon rektor sebuah perguruan tinggi swasta di Indonesia untuk periode kepemimpinan 2008-2013 dan 2013-2018, serta calon direktur rumah sakit swasta di Indonesia tahun 2009. Pada akhir tahun 2014, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia pada salah Satu Kementerian di Indonesia menggunakan skala kepemimpinan profetik sebagai salah satu alat ukur yang digunakan dalam asesmen kompetensi pegawai terkait kepemimpinan. Intervensi menggunakan kepemimpinan profetik antara lain dikaji oleh Andansari dkk (2010), Alawiyah dkk (2012), Kuswanto dan Rasyid (2013), serta Kumolohadi dan Budiharto (2013). Andansari dkk (2010) menyimpulkan bahwa intervensi berupa pelatihan kepemimpinan profetik dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah pada karyawan Koperasi Jasa Keuangan Syariah di suatu Kabupaten di Jawa Tengah. Alawiyah dkk (2012) menemukan bahwa intervensi berupa pelatihan kepemimpinan profetik dapat meningkatkan komitmen mengajar guru Sekolah Dasar Islam Terpadu “H” di Yogyakarta. Kuswanto dan Rasyid (2013) menyimpulkan bahwa intervensi pelatihan kepemimpinan profetik dapat meningkatkan kemampuan manajerial karyawan suatu koperasi jasa keuangan syariah di Sleman. Kumolohadi dan Budiharto (2013) menyimpulkan bahwa konseling kepemimpinan profetik dapat meningkatkan karakter anti korupsi pejabat pemerintah daerah X. D. Kesimpulan Kompleksitas
situasi dan tantangan
memerlukan kepemimpinan nasional yang kuat.
yang dihadapi
bangsa
Para ilmuwan psikologi dan psikolog
di Indonesia diharapkan dapat berperan aktif mengambil bagian. 11
Indonesia
Kajian tentang
penyusunan konstruk teoritis dan pengukuran kepemimpinan
profetik, dilanjutkan
dengan korelasi antara kepemimpinan profetik dengan variabel-variabel terkait efektivitas internal organisasi, serta asesmen dan intervensi kepemimpinan profetik diharapkan turut berperan dalam memperkuat kinerja organisasi maupun kepemimpinan nasional.
DAFTAR PUSTAKA Adz-Dzakiey, H.B., Budiharto, S., Zulaifah, E., Kurniawan, I.N., Riyono, B. (2005). Prophetic Intelligence: Construct Development and Empirical Test for Its Role in the Perception of Unethical Conduct among Indonesian Government Employees. Jurnal Psikologi Islami. Volume 1. no 1. h. 43-54 Adz-Dzakiey, H. B. (2013). Mengembangkan Potensi Kepemimpinan Berparadigma Prophetic Leadership. Modul Workshop Leadership, Pengembangan dan Pemberdayan Diri. Yogyakarta : Center of Prophetic Intelligence Pondok Pesantren Roudhotul Muttaqien Armstrong, M. (2003). A Handbook of Human Resource Management. London: KoganPage. Alawiyah, E.M. Sukarti., Rahmahana, R.S. (2012). Pelatihan Kepemimpinan Kenabian Untuk Meningkatkan Komitmen Mengajar Guru Di SDIT “H”. Naskah Publikasi Tesis. Yogyakarta : Program Magister Psikologi Profesi Universitas Islam Indonesia Andansari, N. Rosyid, H.F, Budiharto, S. (2010). Pelatihan Kepemimpinan Kenabian untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah pada Karyawan Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Naskah Publikasi Tesis. Yogyakarta : Program Magister Psikologi Profesi Universitas Islam Indonesia Arifiyanto, D. dan Budiharto, S. (2008). Hubungan antara Kepemimpinan Profetik dengan Kepuasan Kerja. Naskah Publikasi Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Badan Pusat Statistik (2013). Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2012. Berita Resmi Statistik. No. 07/01/Th. XVI, 2 Januari 2013, 1-3 Badan Pusat Statistik (2013). Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2013. Berita Resmi Statistik. No. 07/01/Th. XVII, 2 Januari 2014, 1-4 Badan Pusat Statistik (2013). Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2014. Berita Resmi Statistik. No. 07/01/Th. XVIII, 2 Januari 2015, 1-4 Budiharto, S dan Himam, F. (2006). Konstruk Teoritis dan Pengukuran Persepsi terhadap Kepemimpinan Profetik. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada. 33,(2), 121-132 Corruption Perception Index (2011). Indonesia Masih Berada di Jajaran Bawah Negaranegara Terbelenggu Korupsi. diakses 5 Juli 2012 dari http://www.ti.or.id/index.php/publication/2011/12/01/corruption-perceptionindex-2011. Corruption Perceptions Index (2014). Sabtu, 06 Desember 2014. diakses 10 Januari 2015 dari ://www.ti.or.id/index.php/publication/2014/12/06/corruptionperceptions-index-2014. 12
Daft, R.L. 2005. The Leadership Experience.Third Edition. South-Western Thomson Corporation. Mason, Ohio Daft, R.L. (2005). The Leadership Experience.Third Edition. Mason, Ohio : SouthWestern Thomson Corporation. Fauzan, A.N. dan Budiharto, S. (2009). Hubungan antara Persepsi terhadap Kepemimpinan Profetik Atasan dan Komitmen karyawan. Naskah Publikasi Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Hamengku Buwono X, S.S. (tanpa tahun). Kepemimpinan Nasional yang Kuat yang Mampu Membangkitkan Martabat Bangsa. diakses 17 Februari 2015 dari http://www.stialan.ac.id/artikel/artikel%20sultan%20HB.pdf Jassin, H. B. (1982). Bacaan Mulia. Jakarta : Yayasan 23 Januari 1942 Kuswanto, Y.A. dan Budiharto, S. (2009). Hubungan antara persepsi terhadap Kepemimpinan Profetik Dekan dengan Organizational Citizenship Behavior Pegawai. Naskah Publikasi Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Kuswanto, Y.A. dan Rosyid H.F. (2013). Pelatihan Kepemimpinan Kenabian Untuk Meningkatkan Kemampuan Manajerial Karyawan Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Naskah Publikasi Tesis. Yogyakarta : Program Magister Psikologi Profesi Universitas Islam Indonesia Kumolohadi, R. dan Budiharto, S. (2012). Orientasi Nilai, Kepemimpinan Kenabian Dan Kecenderungan Kepribadian Antikorupsi Pada Pejabat Pemerintah Daerah Propinsi “X”. Makalah. Seminar Nasional Menuju Masyarakat Madani dan Lestari. Universitas Islam Indonesia, 18 Desember 2012 Kumolohadi, R dan Budiharto, S. (2013). Psikoedukasi Anti Korupsi dan Konseling Keluarga Berbasis Nilai Kenabian pada Pejabat Struktural Pemerintah Daerah. Laporan Kemajuan Penelitian Unggulan Universitas Islam Indonesia Tahun Kedua. Yogyakarta : Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Islam Indonesia Kuntowijoyo. (1991). Paradigma Islam : Interpretasi untuk Aksi. Editor : A.E. Priyono. Bandung : Mizan Maarif, A.S. (2015). Sepinya Negarawan. diakses 18 Februari 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/15/02/02/nj59rg-sepinyanegarawan Muqoddas, B. (2011). Krisis Karakter Bangsa dan Tantangannya Naskah Pidato Ilmiah. Sidang Senat Terbuka Milad Universitas Islam Indonesia ke-68. Robbins, S.P. (2003). Perilaku Organisasi. Buku 1 (alih bahasa : tim indeks). Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia. Setiadi, A. dan Budiharto, S. (2008). Hubungan antara Kepemimpinan Profetik dengan Motivasi Kerja. Prosiding Buku 10. Seminar Nasional IV Universitas Teknologi Yogyakarta. Wahyudi. (2014). Corruption Perceptions Index 2014. Sabtu, 06 Desember 2014. diakses 10 Januari 2015 dari: //www.ti.or.id/index.php/publication/2014/12/06/corruption-perceptions-index2014. Widjajanto, B. (2014). Pengukuran Korupsi di Indonesia : Trend dan Tantangan Implikasi Kebijakan Kedepan. diakses 10 Januari 2015 dari http://ti.or.id/cpi/materi_kpk.pdf 13
Wherry, H.M.S. (2012). Authentic Leadership, Leader-Member Exchange, And Organizational Citizenship Behavior: A Multilevel Analysis. A Dissertation. Presented To The Faculty Of The Graduate College At The University Of Nebraska. Lincoln, Nebraska Yukl, G. (2006). Leadership in Organizations. Sixth Edition. New Jersey : Pearson Education Inc. Zainudin, M., dan Mustaqim. (2005). Studi Kepemimpinan Islam. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia
14