Peran Intelektual Capital dalam Peningkatan Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia Purnama Putra* Abstract: In the end of 2008, Bank Indonesia reported that Islamic Banking has grown as much as 40 % over Conventional Bank which has only 14 %. Islamic Banking has to solve the problems to maintain the stability of the growth so as it can achieve the market share target as much as 5 % per year. The problems faced are human resource, technology,and networking which are all sharia based. This research attemps to discribe the growth of human resources that is considered as undefined added value which is Intellectual capital (Mouritsen,2001) and optimalized it. It is caused by the huge gap between market value and book value disclosured by Enterprises. This problem is caused by the failure of the Enterprises in reporting their hidden value in the annual report (Brennan, 2001).Based on the library research that has been done, it is inferred that there are three categories of Intellectual Capital that have to be known by the Islamic Banking Stakeholder. The categories are human capital, relational capital and structural capital. Optimalizing Intellectual capital by developing Islamic human resources who have four competencies. The Competencies are Main competency, Behaviour Competency, Funtional competency and managerial competency. Keywords : Intellectual Capital; library research; human capital
Pendahuluan* Modal Intelektual (intellectual capital) merupakan sesuatu yang strategis dalam perusahaan dikarenakan beberapa alasan, pertama pada tataran makro, fenomena pergeseran tipe masyarakat dari masyarakat industrialis * Purnama Putra lahir di Sukoharjo, 5 Oktober 1981. Memperoleh gelar sarjana Akuntansi di Universitas Ter-buka., Magister pada bidang Ekonomi Ke-uangan Syariah Universitas Indonesia. Saat ini menjadi pengajar tetap di Program Studi Perbankan Syariah FAI UNISMA Bekasi. Selain itu, ia sedang menempuh pendidikan Doktoral Ekonomi Islam di Universitas Airlangga Surabaya.
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
dan jasa ke masyarakat pengetahuan1. Dalam masyarakat pengetahuan (knowledge society), tindakan berinvestasi dimaksudkan untuk membangun basis-basis intelektual yang merupakan penggerak perubahan yang cepat dalam masyarakat. Kedua, pada tataran mikro, agaknya sangat sulit untuk tidak mengkaitkan atau menyertakan perkembangan pengetahuan dalam konteks persaingan dan pencarian keunggulan kompetitif perusahaan. Wacana 1
Drucker, Peter F. Manajemen di Tengah Besar. Jakarta: Elex Media Komputindo, 1997. Dan Drucker,P.F The Essential Druker. New York: Harper Collins, 2001.
Perubahan
98
kompetisi dan keunggulan bersaing mengalami pergeseran yang sangat signifikan dalam perkembangan kajian strategi bisnis dan pembangunan ekonomi. Awalnya dikenal teori keunggulan absolut dan keunggulan komparatif dalam konteks perdagangan antar wilayah atau negara. Kemudian muncul teori keunggulan bersaing (competitive advantage) yang dikembangkan oleh Michael Porter di era 1980an, tetapi teori inipun tidak mampu menjelaskan secara komprehensif fenomena keuanggulan sebuah organisasi atau negara dari lainnya. Terakhir muncul aliran baru dalam menganalisis keunggulan bersaing dengan sebuah pendekatan yang dikenal dengan pendekatan berbasis sumber daya (resource-based view of the firm / RBV) dan akhirnya pendekatan ini dianggap paling relevan dalam konteks perekonomian yang bercirikan keunggulan pengetahuan (knowledge economy) atau perekonomian berbasis aset tidak berwujud (intangible assets)2. Secara faktual, saat ini komunitas bisnis seluruh dunia sepakat bahwa knowledge asset menjadi sangat penting dalam pengkreasian nilai perusahaan daripada faktor produksi fisik. Perkembangan ekonomi dunia ditunjukkan dengan cara kerja per2 Rupidara, Neil. Modal Intelektual dan Strategi Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia. Makalah Diskusi Pusat Studi Kawasan Timur Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, 2008
99
usahaan di dunia yang diiringi dengan peningkatan penggunaan teknologi. Peningkatan kualitas teknologi yang digunakan oleh perusahaan mengindikasikan adanya value added bagi perusahaan tersebut3. Beberapa hasil penelitian telah menemukan adanya gap yang besar antara nilai pasar dan nilai buku yang diungkapkan oleh perusahaan yang disebabkan karena perusahaan-perusahaan gagal melaporkan “hidden value’ dalam laporan tahunannya4 (Brennan dan Cornell, 2000, dan Mouritsen et.al, 2004). Hidden value tersebut diterjemahkan sebagai intellectual capital (IC)5. Purnomosidhi (2006) mengungkapkan bahwa intelellectual capital dipandang penting karena saat ini masih dianggap sebagai unaccounted capital, padahal intellectual capital merupakan modal yang penting bagi perusahaan yang harus diketahui oleh stakeholder-nya. Anggapan intellectual capital sebagai unccounted capital didasarkan pada kriteria akun3
Saleh, Norman Mohd, Rahman, Mara Ridhuan Abdul, dan Hasan. Mohamat Sabri. Ownership Structure and Intellectual Capital Performance in Malaysian Companies Listed in MESDAQ, 2008. www.ssrn.com 4 Brennan, N. dan Connel, B. Intellectual Capital: Current Issue and Policy Implications. Journal of Intellectual Capital, 2000,1 (3), 206240 5 Mouritsen, J., Larsen, H. T., dan Bukh, P. N. D. Intellectual Capital and the 'Capable Firm': Narrating, Visualising and Numbering for Managing for Managing Knowledge. Accounting, Organisation and Society, 2001, Vol. 26
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
tansi dalam hal pengakuan dan penilaian aktiva, seperti disebutkan dalam PSAK (2007) Nomor 19 poin 19.5 bahwa accounted capital memiliki kriteria keteridentifikasian, adanya pengendalian sumber daya, dan manfaat ekonomis di masa depan6. Salah satu industri yang banyak menggunakan knowledge di dalam upayanya mendapatkan pendapatan usahanya adalah bank. Bank merupakan lembaga yang berperan di dalam menjalankan fungsi intermediasi atas arus dana dalam suatu perekonomian. Permasalahan yang muncul pada suatu bank dapat menimbulkan masalah kepada nasabah, investor, ataupun pihak-pihak lainnya untuk melakukan kegiatan bisnis dengan menggunakan jasa bank. Tujuan utama bank adalah mempertahankan kepercayaan nasabah kepada industri perbankan. Tujuan tersebut merupakan suatu alasan pentingnya pemberian informasi mengenai kejadian-kejadian di dalam bank baik kejadian ekonomis maupun kejadian non-ekonomis kepada stakeholder-nya. Di dalam hal ini, nasabah merupakan stakeholder yang memiliki power paling tinggi karena operasional bank berasal dari dana nasabah atau sering disebut Dana Pihak Ketiga (DPK). Selanjutnya perbankan syariah merupakan sektor yang tumbuh paling 6 Purnomosidhi, B. Praktik pengungkapan modal intelektual pada perusahaan public di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 2006, Vol. 9 No. 1: 1-20.
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
cepat dalam global financial service market dengan global asset sebesar $500 milyar dan pertumbuhan yang mencapai 15% per tahun. Sesuai dengan data yang ada, perbankan syariah di Indonesia pertumbuhannya mencapai 40% pada tahun 2008, sedangkan rata-rata pertumbuhan bank konvensional hanya 14% (Berbagi Cahaya, Metro TV). Semakin mantapnya kedudukan perbankan syariah menunjukkan bahwa mereka harus memiliki sumber daya, teknologi, dan jaringan yang memadai untuk menjalankan sistem perbankan berbasis syariah. Namun beberapa permasalahan muncul terutama terkait dengan kualitas sumber daya manusia (Sumber daya Insani, SDI), istilah yang digunakan dalam perbankan syariah). Saat ini SDI yang berkualitas dan memilki semangat berekonomi syariah sangatlah minim. Hal ini terbukti dari sedikitnya universitas-universitas yang membuka kelas ekonomi syariah khususnya perbankan syariah. Dalam kenyataanya SDI yang ada di perbankan syariah Indonesia saat ini merupakan pemain lama yang sebelumnya bekerja di bank konvensonal. Akibatnya mind set lama ikut serta dalam industri perbankan syariah sehingga perkembangan yang seharusnya signifikan dalam pencapaian target market share 2009 sebesar 5 % pun tidak tercapai. Oleh karena itu, pertanyaanpertanyaan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah:
100
1. Bagaimana kinerja perbankan syariah di Indonesia saat ini? 2. Hal-hal apa saja yang termasuk dalam modal intelektual (intellecttual capital) perbankan syariah? 3. Bagaimana mengoptimalkan modal intelektual (intellectual capital) dalam peningkatan kinerja perbankan syariah di Indonesia? Pembahasan 1. Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia saat ini. Awal kelahiran perbankan syariah di mulai dengan munculnya dua gerakan renaissance Islam modern: neorevilalis dan modernis. Tujuannya adalah untuk mewujudkan lembaga keuangan yang berlandaskan etika dan upaya muslimin untuk mendasari segenap aspek ekonominya yang berlandaskan Al Quran dan Sunnah. Rintisan tersebut tercatat dimulai di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940an, melalui pengelolaan haji secara non konvensional. Rintisan institusional yang lain adalah berdirinya Islamic Rural Bank (Lembaga Keuangan Unit Desa) di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir (Ariff, 1988). Perkembangan perbankan syariah skala besar pertama kali dimulai dengan berdirinya Faisal Islamic Bank di Mesir pada Maret 1978. Pendirian bank ini kemudian menjadi wacana di kalangan anggota Organisasi Konferesi Islam (OKI) yang kemudian mendirikan Islamic Development Bank pada tahun 1975,
kemudian diikuti oleh negara-negara anggota OKI 7 (Karim, 2007). Di Indonesia, bank umum pertama yang menggunakan sistem syariah di Indonesia yaitu PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada 1992. Perkembangan bisnis bank syariah berlangsung lambat, sampai dengan lima tahun kedepan belum ada pertambahan bank baru. BMI masih menjadi satu-satunya bank syariah. Baru pada 1998 pasar bank syariah mulai diramaikan dengan hadirnya PT. Bank Syariah Mandiri (BSM) anak perusahaan Bank Mandiri, bank BUMN terbesar di Indonesia. Selanjutnya menyusul kemunculan PT. Bank Mega Syariah pada tahun 2001. Memasuki tahun 2009 ini ada dua bank baru memasuki pasar perbankan syariah yaitu PT. Bank Bukopin Syariah dan PT. BRI Syariah. Walaupun perkembangan-nya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, kinerja perbankan syariah di Indonesia terus bertumbuh. Pertumbuhan aset perbankan syariah mampu mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu 35,6% dari 2007 yang sebesar Rp 36,5 triliun. Namun dengan total aset Rp 49,5 triliun pada 2008, pangsa pasar bank syariah baru mencapai 2,08% dari total asset perbankan konvensional. Pencapaian ini masih jauh dari 7
Karim, Adiwarwan A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
101
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 5% dari bank konvensional. Dengan demikian perkembangan kinerja bank syariah nasional hingga kini belum optimal, mengingat pangsa pasarnya masih relatif kecil. Sementara itu, pertumbuhan pembiayaan syariah 2008 agak melambat dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2007 yaitu sebesar 37,0% atau mencapai Rp 28,0 triliun dan tahun berikutnya naik menjadi Rp 38,2 triliun yang berarti terjadi peningkatan 36,4%. Untuk meningkatkan kinerja, sejumlah bank akan melakukan spin off unit usahanya. Jumlah kantor bank syariah saat ini tercatat sebanyak 908 kantor ditambah office channeling sebanyak 1.452 kantor. Besarnya kebutuhan layanan syariah di daerah, mendorong sejumlah bank daerah membuka Unit Usaha Syariah (UUS). Saat ini terdapat 16 BPD sudah membuka cabang syariah, yaitu Bank NTB, Bank Sumut, Bank Aceh, Bank Sumsel dan lain-lain Sebelumnya sudah ada unit syariah BPD DKI Jakarta, BPD Jabar, BPD Riau, BPD Kalbar, BPD Kalsel dan BPD Sulsel. Menurut data BI, hingga Maret 2008, jumlah bank yang memiliki UUS terdapat 28 bank, bertambah dua bank dibandingkan posisi akhir Desember yaitu UUS Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah dan Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN).
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
Selanjutnya tingkat pertumbuhan Dana pihak Ketiga (DPK) tercatat rata-rata 32,8% per tahun dalam periode 2004 - 2008, yaitu melonjak menjadi Rp 36,8 triliun pada 2008 dari Rp 11,8 triliun pada 2003. DPK selama 2008 yang mencapai Rp 36,8 triliun merupakan kontribusi terbesar dari deposito mudharabah yaitu Rp 20,1 triliun atau sekitar 54,6%, tabungan mudharabah Rp 12,5 triliun (33,8%) dan giro wadiah Rp 4,2 triliun (11,6%). Peningkatan DPK terutama didukung oleh bertambahnya unit-unit usaha syariah (UUS) milik bank konvensional melalui strategi `office chanelling`, dari sebelumnya rata-rata 59,6% dalam tiga tahun ini terakhir ini menjadi 84,0%. 2. Hal-hal yang termasuk dalam modal intelektual (intellectual Capital) perbankan syariah.
Intellectual Capital Intellectual capital terbagi dalam tiga kategori, yaitu: human capital8, relational capital, dan structural capital (Bontis et al., 2000; Mouritsen dan Larsen, 2001; dan Li et al., 2008) merupakan sebuah konsesus umum dalam kemanfaatannya9 (Cuganesan et al., 2007) yang saling terintegrasi. Ketiga elemen tersebut meliputi: 8 Bontis, N. Assesing Knowlegde Assets: A Review of the Models used to Measures and Models. Management Decision, 2000, 36 (2): 63 – 76 9 Cuganesan, S.,N. Finch., dan T. Carlin. Intellectual capital reporting: A Human capital focus. Academy of Accounting and Financial Studies 2007, Vol. 12 No. 1
102
a. Human Intellectual Capital Human capital (employee competences) terkait dengan keahlian, pelatihan dan pendidikan, serta pengalaman dan karakteristik nilai dari kekuatan SDI dalam organisasi (Bontis, 2000; Cuganesan et al., 2007). Human capital adalah keberadaan individual knowledge dalam sebuah organisasi yang diwakili oleh SDI yang ada dalam perusahaan 10. Dalam menciptakan nilai intellecttual capital, human capital memegang peranan sentral. Pengukuran serta pelaporan human capital dapat memberikan arti penting dalam memberikan keyakinan kepada stakeholder, sehingga mereka diberikan informasi secara menyeluruh me-ngenai potensi nilai dari bisnis perusahaan 11. Keahlian dan kemampuan SDI diperlukan dalam mendorong inovasi, menciptakan dan mewujudkan hubungan yang bermanfaat dengan pelanggan dan pemasok. Bontis (1999) dalam Bontis et al. (2000) berpendapat bahwa human capital penting karena inovasi dan pembaharuan strategi yang dilakukan. Esensi dari human
10
Bontis, N. Assesing Knowlegde Assets: A Review of the Models used to Measures and Models. Management Decision, 2000, 36 (2): 63 – 76 11 Cuganesan, S.,N. Finch., dan T. Carlin. Intellectual capital reporting: A Human capital focus. Academy of Accounting and Financial Studies 2007, Vol. 12 No. 1
103
capital adalah pada kecerdasan yang
dimiliki oleh karyawan12. b. Relational Intellectual Capital. Relational capital terkait dengan hubungan eksternal dengan pelanggan, pemasok, mitra, jaringan, dan regulator13. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya 14serta mewakili intangible asset di luar organisasi yang dapat meningkatkan kompetensi perusahaan secara luas (Bontis, 2000). Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata. Beberapa komponen dari relational capital dapat dimiliki, tetapi sifatnya adalah temporal (Wong dan Gardner, 2004). Hal tersebut dikarenakan reputasi serta hubungan yang terjalin dengan pihak eksternal dapat berubah setiap waktu dan perusahaan tidak dapat mengendalikan perilaku dari pelanggan atau pemasok jika keinginan mereka tidak dipenuhi. Relational capital merupa12
Bontis, N. Assesing Knowlegde Assets: A Review of the Models used to Measures and Models. Management Decision, 2000, 36 (2): 63 – 76 13 Pike, S., A. Rylander., dan G. Roos. Intellectual capital management and disclosure.
The Strategic Management of Intellectual Capital and Organizational Knowledge: A Selection of Readings, Oxford University Press, 2001. 14 Sawarjuwono, T., dan A.P. Kadir. Intellectual capital: Perlakuan, peng-ukuran dan pelaporan (sebuah library research). Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2003, Vol.5, No. 1: 35-57
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
kan pilar pendukung eksistensi suatu organisasi. Keberadaannya perlu untuk diungkapkan untuk memberikan keyakinan kepada para pemegang saham dan calon investor.
c. Structural Intellectual Capital Structural capital merupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan mendukung usaha SDI untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan (Sawarjuwono dan Kadir, 2003). Structural capital meliputi seluruh sumber daya non-human dalam organisasi yang meliputi database, struktur organisasi, proses manual, strategi, kegiatan rutin, serta nilai-nilai lain dari organisasi yang lebih tinggi dari nilai material (Bontis, 2000; Pike et al., 2001; Wong dan Gardner, 2004). Structural capital dalam perusahaan dapat diciptakan oleh seluruh SDI perbankan syariah, dan nilainya sangat penting untuk tetap ada sampai hari kerja berakhir (Wong dan Gardner, 2004). Menurut Bontis (1999) dalam Bontis (2000), ketika sebuah organisasi memiliki sistem dan prosedur yang lemah, maka seluruh intellectual capital di dalamnya tidak akan mencapai potensi maksimal. Adapun menurut Sawarjuwono dan Kadir (2003), seorang individu dapat memiliki tingkat intelektual yang tinggi, tetapi jika organisasi tidak memiliki sistem dan prosedur yang baik maka intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja optimal dan potensi yang ada tidak
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
dapat dimanfaatkan secara maksimal. Struktur Organisasi yang kuat akan menyebabkan kondisi kultural yang kondusif bagi individu, sehingga mereka selalu mencoba sesuatu yang baru (Bontis, 2000). 3.
Optimalisasi modal intelektual (intellectual capital) dalam peningkatan kinerja perbankan syariah di Indonesia. Bank Indonesia menargetkan aset Rp 97 trilyun untuk perbankan syariah pada tahun 2010. Sampai dengan akhir Nopember 2009 tercatat Rp 63,4 trilyun telah dibukukan oleh perbankan syariah. Dengan jumlah aset saat ini, perbankan syariah mampu menyerap sekitar 15 ribu SDI, sehingga, untuk mencapai target Rp 97 trilyun masih dibutuhkan sekitar 7000 SDI. Untuk mencari kandidat SDI yang memenuhi kualitas modal intelektual intelektual (intellectual capital) yang optimal dalam peningkatan kinerja perbankan syariah di Indonesia bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya Insani (SDI) yang setidaknya memiliki empat (4) kompetensi, yaitu: a. Kompetensi Inti. Perbankan syariah membutuhkan SDI yang memiliki pandangan dan keyakinan yang sesuai dengan misi dan visi perbankan syariah. Misi merupakan tujuan keberadaan organisasi, sedangkan visi merupakan hasil di masa depan yang diinginkan (Luis, 2009:7). Pada perbankan
104
syariah, implementasi misi dan visinya harus berorientasi pada kegiatan yang menghasilkan mashlahah, yaitu segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai mahluk yang paling mulia 15(P3EI, 2008:5) Dengan merujuk pada misi dan visi tersebut di atas, maka SDI perbankan syariah harus mampu mengidentifikasi transaksi-transaksi yang terlarang menurut syariah Islam. Menurut Karim (2007), penyebab transaksi terlarang ada beberapa faktor, yaitu: (a) Haram Zatnya (Haram li-dzatihi), (b) haram selain zatnya (haram li ghairihi), dan (c) tidak sah (lengkap) akadnya16. Haram zatnya artinya transaksi yang dilarang karena obyek ((barang dan atau jasa) yang ditransaksikan, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan lain-lain, sehingga bagi nasabah yang mengajukan transaksi untuk pembiayaan obyek yang haram, menjadi haram transaksinya. Haram selain zatnya meliputi beberapa transaksi yang mela-nggar prinsip “an taradin minkum” dan melanggar prinsip “la tadzlimuna wala tudzlamun”. Prinsip pertama 15 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta bekerja sama dengan Bank Indonesia. Ekonomi Islam. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2008 16 Karim, Adiwarwan A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
105
adalah tadlis (penipuan) yang dilakuka di antara salah satu syarat sahnya transaksi yaitu kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan. Adapun prinsip yang kedua yaitu praktik-praktik transaksi yang berkaitan dengan taghrir (gharar), rekayasa pasar, riba, maysir, dan rishwah. Selanjutnya transaksi yang tidak sah atau tidak lengkap akadnya yaitu transaksi yang bila terjadi salah satu (atau lebih) hal-hal berikut, yaitu rukun dan syarat tidak terpenuhi, terjadi ta’alluq, dan terjadi “two in one”. b. Kompetensi Perilaku Yang diutamakan dari kompetensi ini ialah kemampuan SDI untuk bertindak efektif, memiliki semangat Islami, fleksibel dan memiliki jiwa ingin tahu yang tinggi. Menurut Syarif (2005), kompetensi SDI tersebut dapat tercapai jika masingmasing personal dalam perbankan syariah tersebut memiliki CARE (Commitment, Achievement, Responsibility, dan Enthuisiastic). Ciri SDI yang punya komitmen (Commitment) adalah principal centered atau berpusat pada prinsip nilai-nilai universal dan nilai-nilai ketuhanan yang ada dalam Al Qur’an dan Hadits. Salah satu prinsip yang terkait dengan komitmen terdapat dalam surat Yaasiin ayat 83:” Sesungguhnya
perintah-Nya apabila Allah ingin menghendaki sesuatu, hanyalah berkata kepadanya< jadilah>, maka terjadilah ia. Konsekuensi dari prinsip
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
komitmen adalah keyakinan yang tinggi kepada kekuasaan Allah SWT. Selanjutnya Achievement, yaitu berorientasi pada tugas (task oriented). SDI yang mempunyai task oriented tidak pernah mempersoalkan kepada atau dengan siapa dia bekerja, tetapi dia lebih berorienstasi kepada tugas apa yang harus dikerjakan. Jadi apakah tugas nanti mencapai target atau tidak, bukan persoalan because
success is not destination but it is a journey. Dengan demikian, SDI yang memiliki achievemant adalah orangorang yang process oriented, seperti yang difirmankan oleh Allah “ Berbuatlah kalian, yang menilai nanti adalah Allah dan Rasul-Nya”. Responsibility, yaitu kemampuan untuk merespon yang positif atau yang biasa disebut dengan “proaktif”. Sikap proaktif diimplementasikan dengan lebih banyak mendengar sebelum mengambil keputusan. Artinya ketika mendapat klaim dari nasabah, maka harus dihadapi dengan banyak mendengarkan keluhan dari nasabah, sebelum akhirnya mengambil tindakan terbaik sesuai dengan nilai-nilai kebenaran. Terakhir adalah Enthusiastic, yaitu memiliki satu energi, dinamis, dan aktif dengan membangun inner power (kekuatan dari dalam diri yang kemudian terpancar pada aura yang positif), dalam berinteraksi dengan nasabah. c. Kompetensi Fungsional Kompetensi ini berbicara tentang background dan keahlian. SDI yang
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
dibutuhkan ialah SDI yang memiliki dasar ekonomi syariah, operasi perbankan, administrasi keuangan, dan analisis keuangan. SDI ini dapat dihasilkan dari berbagai lembaga pendidikan yang mengembangkan kurikulum ekonomi syariah yang sistematis, terstruktur, dan berkelanjutan. Adanya kemudahan dari pemerintah untuk membuka program studi ekonomi syariah (ekonomi Islam) juga akan mempercepat dihasilkannya SDI yang kompeten di bidang pengelolaan perbankan syariah. d. Kompetensi Manajerial Dibutuhkan SDI yang mampu menjadi team leader, cepat menangkap perubahan dan mampu membangun hubungan dengan yang lain. Menurut Tasmara (1995), leadership (kepemimpinan) adalah kemampuan seseorang untuk mempenga-ruhi tingkah laku orang lain dan lingkungannya. Kepemimpinan juga berarti kepedulian yang mendalam akan hasrat untuk mengubah dunia, mengubah alam rokhani dan alam ragawi. SDI yang mempunyai nilai kepemimpinan adalah tipe manusia yang selalu bearani menerima tantangan pekerjaan yang rumit, karena ia sadar bahwa di balik kerumitanyya terdapat vitamin batin yang akan memperkaya khasanah dirinya. Kualitas kepemimpinan akan terasah jika dia selalu
106
mencoba daya kreatifitas di bidang pekerjaannya.17 Kesimpulan Hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Karakteristik sistem perbankan syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Kinerja perbankan syariah di Indonesia sepanjang tahun 2008, memperlihatkan total aset tumbuh dari Rp 36,5 triliun pada 2007 menjadi Rp 49,5 triliun. Sementara itu dana pihak ketiga meningkat menjadi Rp 36,8 triliun dari sebelumnya Rp 28,0 triliun. Demikian pula dengan pembiayaan pada 2008 mencapai Rp 38,2 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya hanya sebesar Rp 27,9 triliun. 2. Intellectual capital merupakan modal yang penting bagi perusahaan yang harus diketahui oleh stakeholder-nya. Intellectual capital terbagi dalam tiga kategori, 17
Tasmara, Toto. Etos Kerja Pribadi PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1995
Muslim.
107
3.
yaitu: human capital, relational capital, dan structural capital merupakan sebuah konsesus umum dalam kemanfaatannya yang saling terintegrasi. Optimalisasi modal intelektual (intellectual capital) dalam peningkatan kinerja perbankan syariah di Indonesia dapat dilakukan dengan mengembangkan SDI yang mempunyai empat (4) kompetensi, yaitu kompetensi inti, kompetensi perilaku, kompetensi fungsional, dan kompetensi manajerial. Daftar Pustaka Bontis, N. Assesing Knowlegde Assets: A Review of the Models used to Measures and Models. Management Decision, 2000, 36 (2): 63 – 76. Bontis, N. Intellectual Capital Disclosure in Canadian Corporations. Journal of Human
Resource Costing and Accounting, 2002, 7 (1/2): 9-20. Brennan, N. dan Connel, B. Intellectual Capital: Current Issue and Policy Implications. Journal of Intellectual Capital, 2000,1 (3), 206-240. Cuganesan, S.,N. Finch., dan T. Carlin. Intellectual capital reporting: A Human capital focus. Academy of Accounting and Financial Studies 2007, Vol. 12 No. 1.
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
Drucker, Peter F. Manajemen di
Tengah
Perubahan
Besar.
Jakarta: Elex Media Komputindo, 1997. -----------------------. The Essential Druker. New York: Harper Collins, 2001. Karim, Adiwarwan A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007. Li. Jing, Richard Pike dan Roszaini Haniffa. Intellectual Capital Disclosure and Corporate Governance Structure in UK Firms. Accounting and Business Research, 2008, 38 (2): 137-159. Luis, Suwardi. Vission, Mission & Value Statement. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Januari, 2009. Mouritsen, J., Larsen, H. T., dan Bukh, P. N. D. Intellectual Capital and the 'Capable Firm': Narrating, Visualising and Numbering for Managing for Managing Knowledge. Acco-
unting, Organisation Society, 2001, Vol. 26.
and
Pike, S., A. Rylander., dan G. Roos. Intellectual capital management and disclosure.
The Strategic Management of Intellectual Capital and Organizational Knowledge: A Selection of Readings, Oxford University Press, 2001. Purnomosidhi, B. Praktik Pengungkapan Modal Intelektual
Maslahah, Vol. 6, No. 2, November 2015
pada perusahaan public di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia, 2006, Vol. 9 No. 1: 1-20. Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta bekerja sama dengan Bank Indonesia. Ekonomi Islam. Penerbit PT Raja Grafindo Persada, 2008. Rupidara, Neil. Modal Intelektual dan Strategi Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Manusia. Makalah Diskusi
Pusat Studi Kawasan Timur Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, 2008. Saleh, Norman Mohd, Rahman, Mara Ridhuan Abdul, dan Hasan. Mohamat Sabri. Ownership Structure and Intellectual Capital Performance in Malaysian Companies Listed in MESDAQ, 2008. www.
ssrn.com Sawarjuwono, T., dan A.P. Kadir. Intellectual capital: Perlakuan, peng-ukuran dan pelaporan (sebuah library research).
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, 2003, Vol.5, No. 1: 35-57. Syarif, Reza M. Life Exellent,
Menuju Hidup Hidup Lebih Baik. Penerbit PRESTASI, Jakarta, 2005. Tasmara, Toto. Etos Kerja Pribadi Muslim. PT Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1995.
108