PERAN GEOPARK NASIONAL RINJANI DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKOWISATA, GEOKONSERVASI DAN GEOWISATA Roni Permadi1 Sahala manullang2 Heryadi Rachmat3 1 Politeknik Geologi dan Pertambangan AGP Bandung 2 Universitas Padjadjaran <
[email protected] > 3 Museum Geologi, Badan Geologi Bandung
Gunung Rinjani yang berstatus Geopark Nasional, tahun 2016 sudah diusulkan untuk menjadi Global Geopark Network (GGN) di Inggris. Sejarah rangkaian letusan dahsyat (paroksimal) Gunung Rinjani sejak pembentukan Kaldera Segara Anak pada abad ke-13 di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, sampai saat ini aktivitas vulkanik di dalam kaldera masih terus berlangsung berupa pembentukan kerucut gunung api dan aliran lava baru. Gunung api Rinjani terletak di bagian utara Pulau Lombok dengan ketinggian +3.726 m dpl, dan merupakan gunung api tertinggi kedua di Indonesia, dari penelitian tersebut Gunung Rinjani sudah dapat dimanfaatkan dan mendukung terwujudnya kawasan potensi ekowisata, geokonservasi, dan geowisata. Geoconservation (Konservasi geologi) berawal dari kebutuhan. Kebutuhan yang dimaksud adalah keinginan untuk melindungi sumberdaya alam yang telah dikenal baik oleh umum, seperti para naturalis dan ahli geologi. Dalam konteks melindungi keindahan alam untuk rekreasi (pariwisata), atau sebagai pemahaman akan nilai alam, upaya konservasi bolehjadi sudah terlakukan meskipun setiap orang memiliki keragaman dalam menyikapi hal tersebut. Perkembangan ekowisata, geowisata dan geopark sebagai wisata alternatif adalah paradigma baru di Indonesia. Pentingnya usaha konservasi terhadap ‘keragaman geologi’ (geodiversity) dan warisan geologi (geoheritage) serta pengelolaan sumberdaya alam di kawasan geopark Nasional Rinjani melalui geowisata sangat berpotensi, obyek-obyek di kawasan geopark nasional Rinjani perlu dilestarikan karena keberadaannya yang mudah mengalami kerusakan dan tidak dapat diperbaharui (unrenewable) disamping memiliki keunikan, langka dan menarik (indah) juga sangat berguna bagi wisata pendidikan terutama ilmu kebumian (geologi) Kata kunci: Rinjani, Geopark, Geokonservasi, Ekowisata and Geowisata I. PENDAHULUAN Akibat dinamika pergerakan kulit bumi, telah dihasilkan sumber daya geologi berupa gunung api, gempa bumi, tsunami, dan tanah longsor. Bersamaan dengan gejala tersebut, terbentuk pula fenomena geologi berupa berbagai jenis batuan/mineral, fosil, struktur, dan bentang alam.
Geologi memiliki pengaruh yang kuat terhadap peradaban dan keragaman budaya di planet kita ini. Sejak adanya pergeseran paradigma dalam pemanfaatan sumber daya geologi dari eksrtaktif menuju konservatif, beberapa kelompok ahli geologi mulai berlomba menyusun suatu konsep konservasi geologi yang dapat disinergikan dengan pembangunan berkelanjutan dengan tidak mengurangi makna
perlindungan terhadap singkapan batuan II. Geopark di Indonesia (geosite), bentang alam (morfosite), dan segala Berikut beberapa definisi tentang unsur yang terkandung di dalamnya. geopark: Ibrahim Komoo (1993) mendefinisikan, geopark adalah sebuah konsep pengembangan kawasaan dimana beberapa geoheritage yang terletak berdekatan di wilayah yang telah dibangun dikelola dengan cara mengintegrasikan prinsif-prinsif konservasi dan rencana tata ruang eksisting pemerintah yang disusun atas masukan dan partisipasi masyarakat. Gambar 1. Geodiversity untuk geowisata dan geopark (sumber : badan geologi).
Prakarsa UNESCO (United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization) untuk mendukung taman bumi (geopark), merupakan respon atas besarnya kebutuhan akan kerangka kerja internasional yang disuarakan oleh sejumlah negara untuk meningkatkan perlindungan warisan bumi geoheritage) yang merupakan kunci sejarah kehidupan di planet ini. Indonesia memiliki karateristik alam dan lingkungan yang sangat beragam, setidaknya terdapat tiga konsep pemanfaatan sumber daya alam berlandaskan perlindungan alam, yaitu ekowisata (ecotourism), geowisata (geotourism), dan taman bumi (geopark).
Saat ini di dunia terdapat 111 anggota GGN-UNESCO, yang tersebar di 29 negara termasuk Geopark Batur. Indonesia saat ini sedang mengembangkan 7 geopark, satu anggota GGN (G. Batur), 6 geopark nasional (G. Rinjani, Pegunungan Sewu, Danau Toba, Merangin Jambi, Raja Ampat, dan Ciletuh). Berdasarkan definisi di atas, dapat dirumuskan: ‘Geopark merupakan suatu konsep manajemen pengembangan kawasan secara berkelanjutan, yang memadu-serasikan tiga keragaman alam, yaitu keragaman geologi (geodiversity), keragaman hayati (biodiversity), dan keragaman budaya (cultural diversity), dengan tujuan untuk pembangunan serta pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada asas perlindungan (konservasi) terhadap ketiga keragaman tersebut.
Ketiga konsep tersebut merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, namun dapat dibedakan hanya dari obyek utamanya (fokus). Dari ketiga konsep tersebut, geopark merupakan konsep terbaru. Geopark dapat dikatakan sebagai konsep yang terbaik hingga saat ini, karena mampu mengintegrasikan seluruh sumber daya alam di sekitar lokasi yang memiliki keunikan geologi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan, Gambar 2. Tiga pilar pengembangan geopark (sumber: badan geologi). dengan melakukan perlindungan sumber daya geologi dan peningkatan kesejahteraan Peristilihan geopark di Indonesia masyarakat setempat melalui pengembangan pertamakali diperkenalkan tahun 2006 melalui ekonomi kreatif berdasarkan potensi sumber tulisan Dr.Fauzie Hasibuan, M.Sc., pada majalah daya alam dan budaya unggulan yang tersedia. Mineral dan Energi dengan judul ‘Mungkinkah
Indonesia Geopark’.
turut
menjadi
anggota
World
III.Geopark Nasional Gunung Rinjani Gunung Rinjani, gunungapi tertinggi kedua di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Sumatra, yang memiliki kaldera, kawah, danau, mata air panas, savana, dan keindahan lainnya, kini menjadi daya tarik wisata nasional melalui Geopark Nasional Rinjani. Sejarah letusan yang tercatat dari tahun Pra 1944 hingga 2015 menarik untuk mengenali sejarah evolusi Gunung Rinjani. Gunung Rinjani dengan ketinggian ±3726 mdpl yang terletak di Pulau Lombok bagian utara, Nusa Tenggara Barat, memiliki ciri khas berupa kerucut yang tumbuh di tepian kaldera bagian timur, di dalam kalderanya terdapat danau kaldera berbentuk bulan sabit, dan kerucut baru yang muncul dari dalam danau tersebut. Kaldera tersebut dinamakan Segara anak, sedangkan kerucut barunya yang muncul dari dalam danau tersebut disebut Gunung Barujari dan Gunung Rombongan. Danau Segara Anak yang berada di ketinggian ±2008 mdpl merupakan danau kaldera dengan gunungapi aktif yang tertinggi di Indonesia, bahkan di Indonesia.
Gambar 3. Aliran lava terbaru di Gunung Barujari (dalam kaldera Gunung Rinjani) yang merupakan erupsi terbaru di tahun 2015 (foto: Ujang Kurdiawan).
Letusan-letusan besar mewarnai Rinjani sepanjang sejarah perkembangannya dari sejak Gunung Rinjani Tua atau Samalas yang berumur sekitar satu juta tahun yang lalu, hingga di masa kini. Sebuah letusan yang sangat dahsyat atau disebut paroksimal (merusak), 7 pada skala VEI (volcanic explosivity index) yang dampaknya setahun kemudian melanda hingga ke Eropa pada abad ke-13 dan baru terungkap di awal abad ke-21. Letusan-letusan Rinjani selain menghasilkan keragaman batuan, juga memberikan lanskap yang bernilai estetika tinggi. Karena keindahannya, Rinjani kini termasuk gunung yang favorit untuk didaki, dan beserta lingkungan lainnya dari puncak hingga pantai, merupakan kawasan geopark nasional Rinjani, Lombok. Maka, karakter Rinjani perlu terus diketahui dan informasinya dikemas secara menarik dan disajikan dalam rangka mitigasi bencana maupun pemanfaatannya sebagai kawasan wisata gunung api dan sebagai kawasan geopark nasional di Indonesia. Indonesia dalam kurun waktu sekitar 750 tahun yang lalu telah menghasilkan tiga kaldera, yaitu: Kaldera Rinjani terbentuk pada 1257 dengan diameter 7,5 x 6 km; Kaldera Tambora yang dihasilkan pada 1815 dengan diameter 7,2 x 6,5 km; dan Kaldera Krakatau yang lahir pada 1883 dengan diameter 7,5 x 7 km. Ketiga kaldera tersebut bukan saja terkenal di dalam negeri, bahkan di tingkat dunia pun sudah dikenal luas, dan selalu menjadi bahan pembicaraan para ahli. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi sangat tinggi dalam hal keunggulan keragaman geologi (geodiversity) terkait gunung api, salah satunya Kaldera Rinjani.
tumbuh dan berkembang keragaman budaya masyarakat setempat (culturaldiversity).
Gambar 4. Kaldera Gunung Rinjani.
Selain membentuk keragaman batuan, aktivitas peletusan Rinjani juga menghasilkan bentukan morfologi gunung api yang memiliki nilai estetika tinggi. Selanjutnya, di kawasan gunung api ini juga berkembang tutupan lahan berupa hutan yang lebat tempat tumbuh dan berkembangnya keragaman flora dan fauna (biodiversity) setempat. Kawasan keragaman biologi ini menjadi bagian yang tak terpisahkan dari wilayah Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) yang memiliki luas sekitar 41.330 Ha.
Gambar 6. Kegiatan budaya di kawasan Danau Segaraanak (Foto: Oki Oktiardi)
Geopark Nasional Rinjani tidak hanya sekedar dilihat dari sisi kegunungapian saja. Faktor budaya dan pola kehidupan masyarakat disekitarnya ikut menjadi pertimbangan utama. Dimana warga lokal setempat secara aktif terlibat dalam penyelenggaraan pariwisata yang berbasis geologi. Dengan usaha tersebut, perekonomian masyarakat sekitar Geopark Nasional Rinjani dapat terbantu. Pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di Geopark Nasional Rinjani ini melibatkan banyak pihak seperti TNGR, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat, asosiasi pemandu wisata, lembaga swadaya masyarakat, kelompok pecinta alam, dan masyarakat setempat. Geowisata gunung api menjadi salah satu kegiatan penting di kawasan Rinjani.
Gambar 5. Peta Deliniasi Geopark Rinjani.
Pada akhirnya, sebagai hasil interaksi manusia dengan keragaman alam dan hayatinya itu, di kawasan Rinjani dan sekitarnya ini Gambar 7. Pendakian di bibir kaldera menuju pincak Gunung Rinjani (Foto : Ujang Kurdiawan)
Sesuai dengan potensinya dan didukung oleh kemauan yang kuat serta dorongan dari berbagai pemangku kepentingan, kawasan Rinjani pun diusulkan menjadi kawasan geopark nasional dan memperoleh status tersebut pada 7 Oktober 2013, dengan nama “Geopark Rinjani, Lombok, NTB”. Dengan statusnya itu, Rinjani harus sudah siap sebagai kawasan ekowisata, konservasi, pendidikan, dan pengembangan ekonomi setempat yang bertumpu pada geowisata gunung api sebagai wisata utama dan wisata lainnya sebagai pendukung. Untuk itu, di kawasan Geopark Rinjani telah ditetapkan sebanyak 22 situs geologi (geosites), 8 situs biologi, 17 situs budaya. Kini, sejak 2014, kawasan ini sedang diproses untuk menjadi geopark dunia atau UNESCO Global Geopark (UGG).
Gambar 10. Komplek wisata mata air Narmada, Lombok Barat (Foto: Oki Oktiardi).
Gambar 11. Panorama Gawir Sesar Pusuk, Lombok Timur (Foto: Oki Oktiardi)
Gambar 8. Situs Geologi Batubolong di sekitar Teluk Nipah, Lombok Barat.
Kawasan Geopark Nasional Rinjani pun menjadi objek geologi, keragaman hayati dan wisata budaya yang menarik yang banyak didatangi wisatawan dari dalam dan luar negeri. Sehingga peran Geopark Nasional Rinjani dalam mendukung ekowisata, konservasi dan geowisata dapat terwujud.
Gambar 9. Endapan Piroklastik produk Gunung Rinjani Tua (Samalas) di Lombok Barat. Gambar 12. Logo Geopark Rinjani.
IV. Kesimpulan Rinjani kini berkembang dari semula sebagai gunungapi yang senantiasa dipantau aktivitasnya karena merupakan gunungapi yang aktif menjadi pusat aktivitas atau kegiatan di dalam kawasan Geopark Nasional Rinjani yang mampu mendukung terciptanya kawasan dengan kesadaran ekowisata, konservasi, dan geowisata baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. REFERENSI Fauzie Hasibuan. (2006) “Mungkinkah Indonesia turut menjadi anggota World Geopark”, Majalah Mineral dan Energi Vol. 4, No.1. Gray. M. (2005) Geodiversity and Geoconservation: What, Why, and How ?. Geodiversity & Geoconservation, The George Wright Forum, V. 22 No.3, 12 hal. Ibrahim Kamoo. (2003) Conservation Geologi: Protecting Hidden treasure of Malaysia.ASM Inaugural Lecture, 51 hal. Indonesia Center For Environmental Law (ICEL). (1998) Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolahan Kawasan Konservasi di Indonesia: Menuju Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Peranserta Masyarakat. Laporan Teknis, 177 hal. Kiernan. K. (1991) Landform Conservation and Protection; Fifth Regional Seminar on National Park and Wildlife Management. Tasmania, Resource Document, Tasmania Parks, Wildlife & Heritage Departement, p. 112-129 Pemberton. M. (1999) Conserving Geodiversity, The Importance of Valuing Our Geological Heritage, Tasmanian Parks and Wildlife Service, Hobart, 7 hal. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008, Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, 70 hal.
Rachmat, Heryadi. 2016. Rinjani Dari Evolusi Kaldera Hingga Geopark. Geomagz Vol. 6 No.1. Badan Geologi, Kementrian Energi Sumber Daya Mineral. Sharples, C. (1993) A Methodology for the Identificatio of Significant Landforms and Geological Sites for Geoconservation Purposes; Reportvto Forestry Commission, Tasmania (accesed through website). UNESCO. (2000) UNESCO Geoparks Programme Feasibility Study, Report by the Division of Earth Science for the UNESCO’s Executive Board Meeting. UNESCO, Paris. Yunus Kusumahbrata. (2010) “Konsep Lokasi Geopark Indonesia”, Badan Geologi, 8 hal. Yunus Kusumahbrata, Nana Suwarna, dan Sofyan Suwardi. (2012) “Menggapai Geopark Merangin Jambi, Pengertian dan Pemahaman, Badan Geologi, 40 hal.