PERAN, FUNGSI & PERKEMBANGAN ORGANISASI ADVOKAT
Oleh:
Welin Kusuma
ST, SE, SSos, SH, SS, SAP, MT, MKn RFP-I, CPBD, CPPM, CFP®, Aff.WM, BKP
http://peradi-sby.blogspot.com http://welinkusuma.wordpress.com/advokat/
Integrated/Compulsory Bar: Disebut juga mandatory bar atau obligatory bar. Organisasi Advokat dalam arti yang penuh. Sifat keanggotaan wajib. Jika kehilangan keanggotaan, akan kehilangan hak untuk berpraktik di wilayah hukum Organisasi Advokat tersebut.
Voluntary Bar: Sifat keanggotaan tidak wajib.
Single Bar: Hanya ada satu Organisasi Advokat dalam suatu yurisdiksi. Organisasi lain tetap mungkin ada, tetapi hanya satu yang diakui negara dan para Advokat wajib bergabung di dalamnya. Jenisnya termasuk dalam Integrated/Compulsory Bar.
Bentuk Organisasi
Multi Bar: Terdapat 2 model: 1. Advokat harus bergabung dalam salah satu dari beberapa Organisasi Advokat. 2. Advokat tidak harus bergabung dalam satu pun Organisasi Advokat.
Bentuk Organisasi
Federasi: Sebagai pengembangan dari Multi Bar. Seluruh Organisasi Advokat bergabung dalam federasi di tingkat nasional. Keanggotaan ganda, pada tingkat lokal dan nasional.
STANDARD UMUM DEFINISI, PERAN & FUNGSI ORGANISASI PROFESI Pada 1991 IBA memberikan standard umum mengenai definisi, peran dan fungsi organisasi profesi: 1.
Mendorong terciptanya dan ikut menegakkan keadilan tanpa rasa takut;
Standard Umum 2.
Mempertahankan kehormatan, integritas, wibawa, kemampuan, kode etik & standard profesi, disiplin profesi, serta melindungi independensi profesi (intelektual & ekonomi) dari kliennya;
3.
Melindungi dan mempertahankan peran ahli hukum dalam masyarakat dan untuk menjaga independensi profesi;
Standard Umum 4.
Melindungi dan mempertahankan kehormatan serta independensi peradilan;
5. Memperjuangkan akses publik secara bebas dan merata pada sistem peradilan, termasuk akses bantuan dan nasehat hukum;
Standard Umum 6.Memperjuangkan hak semua orang untuk memperoleh peradilan yang cepat, adil dan terbuka di depan majelis hakim yang kompeten, independen, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
Standard Umum
7.
Memperjuangkan dan mendukung pembaruan hukum serta mendorong diskursus mengenai substansi, interpretasi, dan aplikasi dari peraturan yang saat ini ada maupun yang sedang dalam tahap pembahasan;
Standard Umum 8.
Memperjuangkan standard pendidikan hukum yang tinggi sebagai persyaratan untuk masuk ke dalam profesi dan pendidikan berkelanjutan bagi profesi sekaligus mendidik publik mengenai organisasi advokat;
Standard Umum 9.
Memastikan bahwa tersedia akses masuk yang bebas ke dalam profesi bagi orang yang kompeten, tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun,dan memberikan bantuan kepada para advokat yang baru memasuki dunia profesional;
Standard Umum 10.
Memperjuangkan kesejahteraan para anggota dan memberikan bantuan kepada anggota, keluarganya, serta bantuan hukum dalam kasus-kasus tertentu;
11.
Berafiliasi dan berpartisipasi dalam aktivitas advokat pada skala internasional.
Masa Kolonialisme: Balie van Advocaten, anggotanya umumnya berkebangsaan Eropa Persatuan Pengacara Indonesia (Perpi, 1927), beranggotakan para pokrol bambu
Organisasi Advokat
Masa Orde Lama: 1959-1960: “Balie” Jawa Tengah, Balai Advokat Jakarta, Bandung, Medan, dan Surabaya. 14 Maret 1963: Persatuan Advokat Indonesia (PAI) (dalam Seminar Hukum Nasional) embrio Peradin.
Organisasi Advokat Kepengurusan PAI dijabat oleh tim ad-hoc yang bertugas untuk: 1. Menyelenggarakan kongres nasional advokat Indonesia. 2. Mempersiapkan nama organisasi, anggaran dasar, anggaran rumah tangga dan kode etik. 3. Merencanakan program kerja dan pengurus definitif.
Organisasi Advokat 30 Agustus 1964: Dibentuk Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) dalam Kongres I Musyawarah Advokat di Hotel Dana Solo. 3 Mei 1966: Peradin ditunjuk sebagai pembela tokoh-tokoh pelaku Gerakan 30 September (G 30 S PKI) dan sekaligus sebagai satusatunya wadah organisasi para advokat di Indonesia
Pada kongres 1977, Peradin mengadopsi beberapa resolusi: 1. Korps advokat sebagai salah satu elemen penegak hukum turut bertanggung jawab bersama dengan ahli hukum di bidang lainnya dan dengan masyarakat secara umum bagi pembangunan Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945
Masa Orde Baru 2. Indonesia sebagai negara hukum harus bertanggung jawab untuk menjamin dan menghormati hak fundamental warga negara, baik dalam aspek politik, maupun sosialnya, sehingga dapat tercipta masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila bagi seluruh masyarakat Indonesia
Masa Orde Baru 3. Peradin harus mengingkatkan perannya selaku organisasi perjuangan sebagai komitmen esensialnya untuk mencapai kebenaran, keadilan dan supremasi hukum
Masa Orde Baru
Beberapa anggota Peradin yang tidak setuju dengan Resolusi Peradin mendirikan Himpunan Penasehat Hukum Indonesia (HPHI)
Dukungan Pemerintah secara diam-diam dicabut kembali ditandai dengan berdirinya antara lain Lembaga Pelayanan dan Penyuluhan Hukum (LPPH), Pusat Bantuan & Pengabdian Hukum (Pusbadhi), Fosko Advokat (Forum Studi & Komunikasi Advokat), & Bina Bantuan Hukum (BBH).
Masa Orde Baru
Pada 1980-an pemerintah mulai melaksanakan strategi meleburkan Peradin dan organisasi advokat lainnya dalam Ikadin (Ikatan Advokat Indonesia) sebagai wadah tunggal. Ali Said selaku Ketua Mahkamah Agung waktu itu membentuk Panitia 17 untuk menyiapkan berdirinya Ikadin. Pada 10 November 1985 disepakati berdirinya Ikadin
Masa Orde Baru
Pada 1987, Pemerintah memberikan ijin pendirian Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI) sebagai wadah bagi pengacara praktik. Didirikan sebagai akibat dikotomi “advokat” dan “pengacara praktik”
Masa Orde Baru
Timbul juga organisasi advokat yang berdasarkan pada praktik kekhususan, seperti Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI –1988) dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM –4 April 1989).
Pada 27 Juli 1990 dibentuk Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) sebagai akibat perpecahan dalam tubuh Ikadin.
Pada 1995, Pemerintah memfasilitasi dua seminar di Jakarta untuk Ikadin, AAI, dan IPHI. Hasilnya adalah Kode Etik Bersama dan pembentukan Forum Komunikasi Advokat Indonesia (FKAI). Belakangan, Ikadin menarik diri dan memberlakukan kembali Kode Etik Ikadin untuk para anggotanya.
Masa Reformasi
Diawali dengan tiga kali pertemuan di bulan Januari 2002, pada 11 Februari 2002 dideklarasikan berdirinya Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) yang beranggotakan Ikadin, AAI, IPHI, AKHI, HKHPM, Serikat Pengacara Indonesia (SPI) dan Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI).
Masa Reformasi
Kegiatan KKAI: - Panitia bersama dengan Mahkamah Agung menyelenggarakan Ujian Pengacara Praktik tanggal 17 April 2002. - Membuat Kode Etik Advokat Indonesia pada 23 Mei 2002. - Mendesak diundangkannya Rancangan Undang-undang tentang Advokat.
Masa Reformasi
Setelah Undang-undang No. 18 tahun 2003 tentang Advokat diundangkan 5 April 2003, dibentuk KKAI versi kedua pada 16 Juni 2003. Tujuan: Sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 3 Kegiatan: Melaksanakan verifikasi atas advokat sebagai pelaksanaan pasal 32 ayat 1 Membentuk Organisasi Advokat (pasal 32 ayat 4)
Masa Reformasi
21 Desember 2004, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dibentuk sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Advokat.
PERADI SEBAGAI ORGANISASI ADVOKAT
Jenis: Integrated/Compulsory Bar Setiap Advokat wajib menjadi anggota (pasal 30 ayat 2) Maksud dan Tujuan: Untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat (pasal 28 ayat 1)
Sertifikasi: - Mengadakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (pasal 2 ayat 1) - Menentukan Kantor Advokat yang wajib menerima calon Advokat magang (pasal 29 ayat 5) - Melaksanakan ujian (pasal 3 ayat 1. f.) - Mengangkat Advokat (pasal 2 ayat 2)
Kewenangan
Pengawasan (pasal 12 ayat 1): - Bertujuan agar Advokat dalam menjalankan profesinya selalu menjunjung tinggi Kode Etik Profesi dan peraturan perundangundangan yang mengatur Advokat (pasal 12 ayat 2) - Pengawasan sehari-hari dilakukan oleh Komisi Pengawas (pasal 13 ayat 1), yang anggotanya terdiri dari unsur Advokat senior, para ahli/akademisi, dan masyarakat (pasal 13 ayat 2).
Kewenangan
Penindakan: - Kewenangan penindakkan terhadap Advokat ada pada Dewan Kehormatan (pasal 8 ayat 1) - Jenis tindakan adalah (pasal 7 ayat 1): (i) teguran lisan; (ii) teguran tertulis; (iii) pemberhentian sementara selama 3-12 bulan; (iv) pemberhentian tetap.
Konstitusionalitas PERADI sebagai Wadah Tunggal Profesi Advokat
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 014/PUU-IV/2006 tanggal 30 November 2006 (halaman 47): “Pasal 32 Ayat (3) dan Ayat (4) UU Advokat sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah terbentuknya PERADI sebagai Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat, sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya.” “… organisasi PERADI sebagai satu-satunya wadah profesi Advokat pada dasarnya adalah organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga melaksanakan fungsi negara.”
Pelaksanaan Ujian Advokat
Peserta Ujian Februari 2006: 6.351 Lulus Ujian = 1.944 peserta Tidak Lulus = 4.407 peserta Peserta Ujian September 2006: 3.404 Lulus Ujian = 593 peserta Tidak Lulus = 2.811 peserta Peserta Ujian 2007: 5.684 Lulus Ujian = 1.680 peserta Tidak Lulus = 4.004 peserta
Jumlah Advokat Indonesia
Hasil verifikasi pelaksanaan Pasal 32 Ayat 1: 17.430 orang Advokat Pasca UU Advokat: 1.431 orang Total: 18.861 Advokat
Terima Kasih Semoga Bermanfaat