1
PERAN CAMERA PERSON DALAM PROGRAM DRAMA SERIAL “THE TALK” Muhammad Gilang Ramadhan Marketing Communication, School of Economic and Communication, Binus University. Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah, Jakarta Barat, 11480. Telp. (62-21) 534 5830,
[email protected] Muhammad Gilang Ramadhan, Indra Prawira, S.P., M.I.Kom
ABSTRACT PURPOSE OF RESEARCH FINAL is producing a drama serial program that’s interesting and misterious. As well as to understand the tehnique of shooting in accordancw with the theory. ASSIGNMENT CONCEPTS used by the author in making the final work is a concepts in the field of videography and photography or camera person 's role in the broadcasting department . The author also uses the concept of television production stages. A stage that starts from pre production, production , and post- production phase up to. RESULTS ACHIEVED by the author is the author understands how to package a program that has a visually appealing and can deliver messages using images. CONCLUSION obtained by the authors is the role of the camera person is very important in the production of TV programs . Camera person has a role ranging from pre- production, production, and then post- production . Keywords: serial drama, videography, photography, camera person TUJUAN PEMBUATAN KARYA ini adalah untuk membuat sebuah program drama serial yang berbeda dengan program drama serial yang sudah ada sebelumnya. KONSEP PEMBUATAN KARYA yang digunakan oleh penulis dalam membuat karya akhir adalah konsep - konsep dalam bidang videografi dan fotografi atau peran camera person dalam jurusan broadcasting. Penulis juga menggunakan konsep tahapan produksi televisi. Sebuah tahapan yang dimulai dari tahap pra produksi, produksi, sampai dengan tahap pasca produksi. HASIL YANG DICAPAI oleh penulis adalah penulis paham bagaimana cara mengemas sebuah program yang memiliki visual yang menarik dan dapat memberikan pesan menggunakan gambar. SIMPULAN yang didapat oleh penulis ialah peran camera person sangat penting di saat produksi program TV. Camera person memiliki peran mulai dari pra produksi, produksi, dan akhirnya pasca produksi. Kata kunci: Drama serial, videografi, fotografi, camera person
PENDAHULUAN Perkembangan teknologi media massa sekarang ini sudah semakin pesat. Masyarakat sekarang ini tidak dapat dipisahkan dari media massa. Oleh karena itu media massa berpengaruh penting dalam berlansungnya proses komunikasi massa. Media massa merupakan sarana dalam menyebarkan informasi
2
dan memberikan hiburan secara luas kepada masyarakat. Selain menyebarkann informasi dan hiburan, media massa juga berperan dalam pembentukan pola pikir masyarakat melaluin content yang disebarkan. Media massa pun terbagi menjadi beberapa jenis yaitu cetak, elektronik, dan internet. Dengan banyaknya pilihan dari media massa tersebut masyarakat dapat memilih jenis dan informasi apa saja yang sesuai dengan kebutuhannya. Sampai saat ini media massa yang memiliki peran yang paling penting dan penyampaiannya mudah ialah televisi. Umumnya program di dalam televisi itu terbagi menjadi dua yaitu News dan Hiburan. Untuk program hiburan di televisi terdiri dari berbagai macam seperti program musik, opera, drama serial, permainan, gameshow, reality show, film, dan talk show. Menurut Nurudin (2007) salah satu fungsi komunikasi massa ialah hiburan. Tujuan media massa memberikan hiburan adalah agar khalayak tidak bosan dengan program acara yang dibuat oleh media massa tersebut. Salah satu dari program yang menghibur di televisi ialah, drama serial. Program drama serial televisi atau di Indonesia popular dengan nama sinetron merupakan program hiburan yang mempertunjukan cerita mengenai kehidupan atau karakter dari seseorang atau beberapa orang tokoh yang diperankan oleh aktor ataupun aktris yang melibatkan konfilk dan emosi. Penggunaan istilah sinetron pertama kali dicetuskan oleh Soemardjono, ia merupakan salah satu pendiri dan mantan perngajar di Institut Kesenian Jakarta. Akhir dari drama serial cenderung terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian atau menggantung. Hal ini dikarenakan agar cerita dapat diperpanjang selama masih ada audien yang menyukainya (Morissan :2008). Menurut Naratama (2004), program drama adalah suatu format acara televisi yang diproduksi dan diciptakan dengan proses imajinasi kreatif dari kisah-kisah fiksi yang direkayasa dan dikreasi ulang. Program drama serial di Indonesia biasanya bercerita tentang kisah romansa dan dendam seseorang yang berkelanjutan akan adegan-adegan kekerasan. Padahal banyak sekali topic-topik yang bisa di angkat ke dalam cerita sinetron. Sayangnya cerita yang terus di angkat kedalam sinetron hanya dua tema tersebut, romansa dan dendam. Pengambilan gambar di sinetron pun terkesan monoton karena di ambil dengan angle close shoot. Hal ini bertujuan untuk membangun kesan dramatis dari pemeran di sinetron tersebut. Memang penggunaan angle close shoot memang untuk memberikan efek dramatis, namun angle sudah terlalu sering digunakan dalam pembuatan sinetron. Dari penjelasan di atas menjelaskan bahwa masih banyak sekali tema yang belum di angkat dalam drama serial di tv Indonesia. Penulis dan rekan pun memiliki ide untuk membuat sebuah program drama serial. Program ini akan mengangkat tema tentang seorang psikolog yang memanfaatkan kliennya untuk membunuh seseorang yang psikolog inginkan. Drama serial yang bergenre drama psikologis ini belum pernah ada di Indonesia. Penulis merasa program drama seria ini merupakan terobosan baru untuk hiburan warga Indonesia. Dimana belum adanya program sejenis ini sebelumnya. Drama serial yang ingin penulis dan rekan buat memiliki tone gambar yang kelam dan misterius. Oleh karena itu selain dari skrip dan talent, aspek penting agar inti cerita yang misterius inididapatkan penonton ialah pengambaran di kamera oleh camera person. Camera person merupakan orang yang bertanggung jawab dalam menampilkan secara visual kepada penoton televisi dirumah. Camera person juga merupakan orang yang bertanggung jawab akan baik atau buruknya audio visual yang akan di tayangkan di setiap progarm televisi atau film apapun, baik buruk sebuah program dapat dilihat dari audio visual yang ditampilkan. Pengambilan gambar yang baik tidak hanya sekedar merekam gambar, banyak unsur dalam videografi dan fotografi yang berkesinambungan. Saya sebagai camera person dalam program drama serial The Talk akan mencoba menghasilkan gambar yang baik sehingga dapat dinikmati oleh penonton di Indonesia. Selain penulis, dalam pengerjaan drama serial ini penulis dibantu dengan dua rekan yaitu. Aditya Bayu Segara sebagai produser lalu Yasserfaturohman sebagai editor.
METODOLOGI Dalam pengerjaan karya akhir ini, Penulis dan rekan merasa penggunaan Metode Penelitian dan pengembangan merupakan metode yang tepat dan sesuai dengan karya kami ini. Menurut Sugiyono di tahun 2012, metode penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa Inggrisnya Research and
3
Development (R&D) adalah metode penellitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji kefektifan produk tersebut. Langkah-langkah Penelitian dan Pengembangan : Menurut Sugiyono di tahun 2012, langkah langkah penggunaan Metode Research and Development (R&D) ini ialah sebagai berikut : •
Potensi dan Masalah Penelitian berangkat dari potensi atau masalah. Untuk pembuatan program drama serial the Talk ini, potensi yang ada ialah bahwa penonton program televisi Indonesia masih banyak peminatnya. Oleh karena itu penulis dan rekan pun berencana membuat sebuah program drama serial yang memiliki kemasan baru.
•
Mengumpulkan Informasi Setelah mengetahui potensi yang yang terdapat di dalam program drama serial. Penulis dan rekan pun mengumpulkan informasi dengan melihat kondisi yang ada sekarang, kalau program drama serial masih memiliki banyak peminat. Menurut Irawati Pratignyo sebagai Managing Director Media Nielsen Indonesia yang dikuti di dari TEMPO.CO pada Rabu, 6 Maret 2015, bahwa penonton Indonesia masih menghabiskan 24 persen dari total jam menonton mereka, selama setahun, untuk menyaksikan sinetron. "Atau sekitar 197 jam”. Berdasarkan informasi tersebut penulis dan rekan pun ingin membuat program drama serial dengan kemasan baru sehingga dapat memberikan pilihan kepada penonton Indonesia
•
Desain Produk Produk yang dapat dihasilkan dalam penelitian Research and Development bermacammacam. Untuk produk atau karya yang akan penulis dan rekan buat ini ialah sebuah program drama serial. Penulis dan dua rekan pun mulai merancang rangka dari program drama serial yang akan dibuat. Rancangan awalnya ialah pembuatan cerita. Desain produk ini masih berupa ide cerita dan skrip awal The Talk.
•
Validasi Produk Di tahap ini ialah melihat kembali desain produk yang telah dibuat sebelumnya lalu dibandingkan dengan rancangan yang sudah ada sebelumnya apakah lebik baik dari yang sudah ada sebelumnya atau tidak. Untuk mengecek validasi dari program yang akan kami buat ini mkami menggunakan Focus Discussion Group. Penulis dan rekan berdiskusi dengan 7 orang yang memiliki latar belakang berbeda dalam membahas pembuatan drama serial ini. Tujuan penggunaan metode Focus Discussion Group ialah untuk memahami sikap dan perilaku khalayak. (Kriyantono, 2006) Nama Peserta Focus Group Discussion 1. Dennis Adhiswara (Aktor dan Sutradara Indonesia) 2. Christa Muellemans
(Binus University-Psikologi)
3. Handri
(Ideavolution Mind Talk)
4. M. Ferdiansyah
(Binus University-DKV/Animasi)
5. Sofie
(Indonesia Mengajar)
6. Diky
(Teater Nonton)
4
Pertanyaan FGD 1. Apa yang kalian pikirkan mengenai sebuah program drama serial di tv? 2. Program drama apa saja yang pernah kalian tonton? 3. Program drama jenis apa saja yang paling kalian suka? 4. Seperti yang sudah diceritakan tentang konsep dan cerita drama serial kami yang mebawa peran psikologi, bagaimana menurut kalian? 5. Menurut anda, apakah peran pengambilan gambar penting dalam program drama? 6. Program drama serial seperti apa yg anda impikan. Bagaimana konsepnya dan kalian boleh menambahkan hal-hal lain? 7. Penting tidak menurut kalian sebuah film dan cerita di dalamnya, memiliki pesan yang mengajarkan sesuatu kepada penonton? Dan hasil diskusi yang kami dapat ialah drama serial adalah film yang memiliki alur cerita yang panjang dan alur yang seru. Namun drama serial yang ada di Indonesia kebanyakan jarang di tonton oleh partisipan. Partisipan FGD lebih sering mengikuti drama serial luar seperti The Walking Dead, Game of Thrones, dan Breaking Bad. Menurut partisipan karya yang penulis buat menarik dan berbeda dengan drama serial yang ada di Indonesia. Seperti kata Dennis Adhiswara, “ Cukup menarik ceritanya, walaupun pasarnya di Indonesia belum ada”. Selain cerita yang berbeda dari biasanya para pasrtisipan FGD pun menginginkan pengambilan gambar yang sinematik yang tidak seperti sinetron yang banyak mengambl angle close shot. Dengan cerita seperti ini pendalaman karakter sangatlah penting untuk menguatkan cerita. •
Perbaikan Desain Setelah dilakukan validasi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda. Penulis dan rekan banyak mendapat saran dalam membuat karya ini. Saran-saran tersebutlah yang menjadi acuan penulis dalam menyelesaikann karya ini.
•
Uji Coba produk Setelah mendapatkan saran dan dilakukan perbaikan. Karya yang telah dibuat tidak lansung disebarkan namun diperlihatkan kepada beberapa orang untuk mendapatkan informasi apakah program drama serial tersebut masih ada kekurangan atau tidak.
•
Revisi Produk Berdasarkan dari hasil uji coba produk terhadap beberapa orang tersebut terdapat informasi mengenai karya yang kami buat. Revisi pun kembali dilakukan agar karya yang kami buat mendapatkan hasil yang sempurna.
•
Uji Coba Pemakaian Karya yang telah kami buat pun kami tayangkan di saat screening. Hal ini agar kami mendapatkan memberikan tanggapan yang lebih banyak yang berguna untuk penyelesaian akhir dari program drama serial The Talk ini.
•
Revisi produk Revisi yang kedua kalinya ini ialah untuk mengevaluasi hasil akhir dari program drama serial The Talk. Hal ini bertujuan untuk penyempurnaan dan pembuatan karya baru lagi.
•
Pembuatan Produk Massal Di tahap akhir ini karya yang telah dibuat ditayangkan di YouTube. Mengapa kami tayangkan di YouTube, dikarenakan ini merupakan sosial media yang gratis dan mudah penggunaannya.
5
HASIL DAN BAHASAN Shooting The Talk Hari pertama shooting The Talk dimulai hari Sabtu 18 April 2015. Camera person bersama tim dan talent berangkat dari basecamp menuju Galeri lukisan di daerah Kemang. Setelah sampai pukul 11.00 WIB, camera person melakukan persiapan pengambilan gambar dan penata cahayaan lighting. Sembari mempersiapkan hal tersebut, talent utama dan crowd pun dirias wajahnya oleh tim make up dan diberikan wardrobe yang sesuai. Set gambar hari ini ialah sebuah pameran lukisan. Pengambilan gambar ini menggunakan satu kamera saja yaitu Canon DSLR 7D dengan lensa Canon EF 16-35mm F2.8 L II USM. Pemilihan lensa ini dikarenakan lensa ini memiliki angka focal length yang kecil, sehingga gambar yang didapat luas (wide angle). Dengan gambar yang luas camera person ingin menggambarkan suasana yang terdapat di pameran lukisan tersebut. Dan treatment angle kamera dilakukan dengan cara follow shot main talent yang menjadi karakter utama pada drama series episode pertama ini. Shooting hari itu merupakan shooting yang membutuhkan effort yang cukup besar karena menggunakan crowd yang banyak dan waktu yang sedikit karena galeri lukisan yang dipakai ada jangka waktu penggunannya. Setelah memberikan treatment atau arahan kepada para talent dan crowd tentang koreografi adegannya, camera person pun mengambil gambar dengan tehnik follow shot mengikuti pemeran utama yang berada di episode ini. Dalam melakukan pengambilan dengan tehnik follow shot ini camera person menggunakan glidecam agar gambar yang dihasilkan tidak shake. Camera person menggunakan glidecam dalam mengambil gambar Nadya yang sedang bejalan di dalam galeri lukasan agar gambar yang dihasilkan tidak shake dan gambar tetap steady. Shooting hari kedua dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 1 Mei 2015 di rumah pelukis Lugiono di daerah Jati Bening, Bekasi. Camera person dan tim berangkat dari basecamp pada pukul 08.00 WIB dan sampai pukul 09.00. Shooting kedua ini berbeda dengan yang pertama hal ini dikarenakan shooting kedua ini hanya dibutuhkan dua talent saja dan tidak ada crowd serta koreografi adegan yang rumit. Setelah tiba di lokasi pemeran pun lansung di rias wajahnya dan memakai wardrobe yang sudah disepakati. Camera person dan produser pun memikirkan set tempat shooting yang dimana dipakai dua lokasi yaitu ruang kerja Romi (Kevin D. Novaldi) yang bekerja sebagai pelukis dan ruang aula di lantai dua tempat dimana Nadia (Maria Junlistia) Setelah menentukan tempat, camera person pun mulai menentukan blocking gambar dan cahaya. Treatment shot di shooting kedua ini berbeda dengan shooting pertama karena angle kamera lebih banyak menggunakan medium close up dan close up dimana camera person ingin menampilkan ekspresi dari tiap karakter. Kamera yang digunakan untuk shooting hari ini dua, yaitu kamera master Canon DSLR 7D dengan lensa Canon EF 16-35mm F2.8 L II USM. Pemilihan lensa ini ialah untuk mengambil gambar medium close up dan long shot. Dan kamera pendukung Canon DSLR 650D dengan lensa Canon Fix 50mm F1.8. Pemilihan lensa fix untuk kamera pendukung ialah karena bukaan iris yang besar sehingga lensa ini cocok untuk pengambilan detail dengan ukuran gambar extreme close up dan close up. Pada shooting kedua ini tehnik pencahayaan yang digunakan ialah penempatan lighting poin di fill light dan back light untuk memberikan kesan misterius dan pencahayaan yang pas di wajah dua pemeran. Lalu di shooting kedua terdapat penggunan make up effect berbentuk darah yang tim kreatif buat dari susu coklat dan pewarna makanan warna merah cabai. Untuk memberikan hasil yang lebih dramatis, tehnik pengambilan gambar tangan yang telah berlumurah darah menggunakan lensa Canon 50 mm F1.8 agar dapat hasil gambar yang tajam dan tidak menggunakan tripod. Tetapi hanya hanya hand held saja, hal ini agar gambar yang dihasilkan tidak kaku dan lebih dramatis. Sehingga penonton merasakan perasaan perih saat melihatnya. Shooting hari ketiga dilaksanakan dirumah salah satu terdari anggota tim produksi kami, Dervin Viondra di daerah Bintaro. Alasan memilih tempat ini ialah karena tempat ini cocok sekali untuk dijadikan set tempat ruangan praktek psikolog. Camera person beserta tim dan talent berangkat dari
6
basecamp menuju lokasi. Ketika sampai seluruh tim lansung men-set ruangan agar sesuai dengan set ruangan psikolog yang diinginkan. Shooting ketiga ini terdapat dua karakter yaitu, Nadia (Maria Junlistia) sebagai pasien dan Dwi Aryani ( Christa Gabriela) sebagai psikolog. Setelah mempersiapkan set, camera person pun menyiapkan lighting dan blocking gambar untuk kamera. Kamera yang digunakan untuk shooting hari ini dua sama seperti shooting hari kedua, yaitu kamera master Canon DSLR 7D dengan lensa Canon EF 16-35mm F2.8 L II USM. Pemilihan lensa ini ialah untuk mengambil gambar medium close up dan long shot. Dan kamera pendukung Canon DSLR 650D dengan lensa Canon Fix 50mm F1.8. Pemilihan lensa fix untuk kamera pendukung ialah karena bukaan iris yang besar sehingga lensa ini cocok untuk pengambilan detail dengan ukuran gambar extreme close up dan close up. Tripod pun dibutuhkan untuk pengambilan gambar hari ini karena banyak gambar yang still. Sedangkan untuk pengambilan gambar-gambar detail tidak menggunakan tripod dan hand held. Hal ini untuk memberikan gambar yang tidak kelihatan kaku dan memberikan hasil yang dramatis. Shooting hari ke tiga terdapat scene wawancara yang berhadapan antara Nadia dan Dwi Aryani. Scene ini merupakan scene panjang dimana terdapat dialog yang panjang di antara keduanya. Dan untuk pengambilan gambar dengan frame size secara close up dan big closep up dipakai dikarenakan bertujuan untuk mengungkapkan kedalaman pandangan mata dan raut muka dari Nadya. Dan pengambilan gambar secara extreme close up untuk mengambil detail dari wajah Dwi Aryani. Alasan camera person menggunakan extreme close up ialah untuk memberikan kesan misterius kepada penonton. Sehingga penonton menebak-nebak siapakah gerangan psikolog itu. Adegan wawancara ini memiliki dialog yang panjang dan berhadap-hadapan. Pengambilan gambar dilakukan dua kali, dikarenakan untuk mengambil dari long shot dan mengambil detail dari kedua orang tersebut. Kontinuitas merupakan kunci penting untuk pengambilan gambar ini. Kontinuitas merupakan masalah serius yang harus diperhatikan dalam pembuatan film. Kontinuitas dapat membuat perbedaan antara cerita yang tersampaikan dengan baik, atau membingungkan audien. Hilangnya kontinuitas mayoritas terjadi pada saat audiens merasa bingung karena perubahan orientasi yang disebabkan oleh perpindahan sudut pandang kamera ke lokasi yang kurang tepat, selain itu juga dapat disebabkan oleh kondisi dua cut berhubungan yang agak berbeda. (Johanes Baptista Permadi : 2010) Penggambilan gambar di hari ketiga ini tidak hanya menggunakan kamera DSLR, namun juga menggunakan handycam. Handycam disini sebenarnya properti dari Dwi Aryani, ia selalu merekam pasiennya ketika sedang melaksanakan proses konsultasi emnggunakan tripod. Frame size yang dipakai di handycam ialah medium shot. Medium shot merupakan komposisi gambar terbaik untuk wawancara. Pemirsa dapat melihat dengan jelas ekspresi dan emosi dari Nadya (Andi Fachruddin : 2012). Setelah menyelesaikan scene wawancara antara Dwi Aryani dan Nadya, tim pun melanjutkan untuk mengambil aktifitas Dwi aryani di meja kerjanya. Kamera yang digunakan ialah Canon DSLR 7D dipasangkan dengan lensa Canon EF 16-35mm F2.8 L II USM. Hal ini untuk mengambil medium shot dari meja kerja Dwi Aryani. Setelah selesai, gambar selanjutnya ialah stockshot dari kegiatan di meja kerja Dwi Aryani. Kamera yang digunakan tetap Canon DSLR 7D namun lensanya diganti dengan lensa Canon 50mm F1.8. Hal ini agar hasil yang didapat lebih detail dan lebih tajam. Pengambilan gambar detail di hari ini tidak menggunakan tripod tapi tetap hand held, hal ini agar memberikan kesan dramatis dalam sebuah gambar dan agar tidak keliatan kaku.
7
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penulis puas dengan karya akhir yang tim produksi ciptakan karena memang penulis tahu tim produksi ingin memberikan yang terbaik dalam segala aspek pembuatan karya akhir ini. Proses pra produksi mungkin memang memberikan kendala. Kendalanya menyocokkan jadwal talent dan kru dengan jadwal shooting. Beberapa kali jadwal shooting batal karena tidak kecocokan jadwal. Namun tentu saja dengan penyelesaian yang baik kendala tersebut tentu tidak menjadi halangan. Proses pra produksi yang baik yang menyebabkan tim produksi dapat mengambil antisipasi untuk kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Saat proses produksi berjalan dengan sangat lancar, proses produksi berjalan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tidak ada masalah dengan perizinan lokasi saat shooting membuat proses produksi tidak ada kendala yang berarti. Kendala perizinan lokasi shooting di kawasan Kuningan yang tidak bisa digunakan dengan dapat di antisipasi dengan memakai rumah dervin yang juga rekan tim produksi. Perencanaan yang baik sebelum shooting dilakukan tentu akan sangat membantu saat terjadi kemungkinan terburuk. Menyiapkan antisipasi juga sangat membantu bila kemungkinan terburuk itu terjadi. Sebagai camera person, penulis merasa sangat penting sekali untuk memahami secara mendalam mengenai tehnik-tehnik dasar kamera. Camera person harus paham akan pengambilan angle yang pas untuk suatu gambar dan menjaga kontinuitas gambar agar saat pasca produksi tidak tada kesulitan bagi editor. Kerja sama yang baik antar produser ke camera person dan editor juga harus terjaga dengan baik. Karena camera person harus dapat menerjemahkan arahan dari produser ke dalam bentuk gambar yang baik dan camera person harus mendapatkan semua gambar yang diinginkan oleh produser dan menyimpannya secara terorganisir agar saat memasuki tahap editing, editor tidak sulit dalam mengerjakannya. Saran Kendala-kendala yang telah disampaikan sebelumnya sebaiknya dapat menjadi acuan untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Sebagai camera person, penulis ingin menyampaikan beberapa saran untuk produksi program TV : •
•
•
Kerja sama kru sangatlah penting. Semakin solid sebuah kru semakin kokoh pondasi dari produksi. Proses pra produksi sangatlah penting, jangan pernah meremehkan tahap ini. Karena di tahap ini langkah awal dari berjalannya sebuah tahap produksi. Di tahap produksi juga harus sudah diperhitung kendala – kendala yang bisa terjadi dikedepannya. Hal ini agar dapat menyiapkan antisipasi jika kendala tersebut terjadi. Penentuan lokasi harus disiapkan dari jauh hari sebelumnya. Agar saat proses mendekati proses shooting tidak bingung lagi akan shooting dimana. Dan proses perizinan harus dilaksanakan dengan baik karena menggunakan tempat orang lain dan agar sama-sama merasa aman dan nyaman dari kedua belah pihak. Seorang camera person harus memahami alat-alat apa yang akan ia gunakan sebelum melaksanakan proses shooting. Semakin bagus alat yang ingin ia gunakan semakin bagus pula hasilnya namun semakin mahal pula budget yang keluar. Camera person yang baik ialah yang mampu menggunakan peralatan seadanya namun dapat menghasilkan hasil yang maksimal.
8 •
Seorang camera person juga harus memahami sebelumnya alat-alat yang ingin ia gunakan. Hal ini agar hasil yang didapat maksimal dan tidak mengeluarkan budget sia-sia. Tim produksi THE TALK berharap laporan karya tulis ini dapat membantu mahasiswa atau mahasisiwi program studi Marketing Communication dengan peminatan Broadcasting selanjutnya. Tim produksi berharap dapat menerima kritik dan saran yang dapat menjadi acuan untuk pembuatan karya selanjutnya. Tim produksi pun menyadari masih banyak kekurangan dari hasil karya akhir ini. Atas segala perhatiannya, tim produksi THE TALK mengucapkan terima kasih.
REFERENSI Ardi Ardani, Tristiadi. (2010). Psikologi Abnormal. Bandung : Lubuk Agung Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Kencana Pranda Media Group Djamal, Hidajanto. (2014). Seluk Buluk Operasional Stasium Penyiaran & Produksi Kreatif. Jakarta : Andi OFFSET Effendy, Heru. (2014). Mari Membuat Film. Jakarta: Yayasan Konfiden Fachruddin, Andi. (2012). Dasar-dasar Produksi Televisi. Jakarta : Kencana Irwanto. (2006). Focused Group Discussion (FGD) Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta : Indonesia
Yayasan
Obor
Kriyantono, Rachmat. (2006). Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Morrisan, M.A., (2010). Teori Komunikasi Massa. Bogor : PT Ghalia Indonesia Naratama. (2006). Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta : Grasindo. Nugroho, Sarwo (2014). Tehnik Dasar Videografi. Yogyakarta : Andi OFFSET Nurudin. (2007). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung : Alfabeta Umbara, Diki, Pintoko Wary, Wahyu (2009). How To Become a Cameraman. Yogyakarta : Motion Publishing Wayne Pace, R Faules Dob, F. (2010). Komunikasi Organisasi. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Wibowo, Fred. (2007). Tehnik Produksi Program Televisi. Yogyakarta : Publik Book
Publisher
Zettl, Herbert. (2011). Television Production Handbook. Kanada : Cengenge Learning
RIWAYAT PENULIS Muhammad Gilang Ramadhan lahir di kota Jakarta pada 22 Februari 1994. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Ilmu Komunikasi Pemasaran peminatan Broadcasting pada tahun 2015.
9