PERAN BAKTERI ANTAGONIS DAN PGPR DALAM MELINDUNGI TANAMAN KENTANG AEROPONIK DARI PENYAKIT LAYU BAKTERI

PERAN BAKTERI ANTAGONIS DAN PGPR DALAM MELINDUNGI TANAMAN KENTANG AEROPONIK DARI PENYAKIT LAYU BAKTERI THE ROLE OF ANTAGONISTIC BACTERIA AND PGPR TO PROTECT AEROPONIC POTATO PLANTS FROM BACTERIAL WILT DISEASE

Ach. Syaifuddin, Baharuddin, Muh. Danial Rahim

Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondesi: ACH. SYAIFUDDIN Program Pasca Sarjana Unhas Makassar – Sulawesi Selatan Hp. 082187637504 Email: [email protected]

ABSTRAK Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) merupakan salah satu penyakit penting tanaman kentang, pada sistem budidaya aeroponik kentang penyakit ini mengakibatkan kerusakan atau kerugian hingga mencapai 100%. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan formulasi bakteri antagonis dan PGPR dalam melindungi tanaman kentang dari penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) dan peningkatan produksi tanaman kentang pada sistem budidaya aeroponik. Metode pelaksanaan terdiri dari; seleksi isolat PGPR, perbanyakan isolate PGPR dan bakteri antagonis, persiapan penanaman kentang sistem aeroponik, pembuatan formulasi PGPR dan bakteri antagonis, dan aplikasi formulasi PGPR dan bakteri antagonis pada pertanaman. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan control yaitu; perlakuan (A) formulasi bakteri antagonis dan perlakkuan (B) formulasi PGPR tanpa aplikasi Ralstonia solanacearum juga menunjukkan gejala layu. Persentase penekanan Intensitas serangan Ralstonia solanacearum terbaik yaitu 65,7% pada perlakuan formulasi bakteri antagonis + formulasi PGPR + Ralstonia solanacearum. Produktifitas tertinggi ditunjukkan pada perlakuan dengan aplikasi formulasi PGPR, yaitu 193,3 biji. Kesimpulan penelitian ini adalah perlakuan formulasi bakteri antagonis + formulasi PGPR + Ralstonia solanacearum merupakan perlakuan terbaik dengan kemampuan menekan penyakit layu bakteri hingga 65,7%. Kata kunci ; PGPR, bakteri antagonis, kentang, R. solanacearum dan aeroponik

ABSTRACT Bacterial wilt (Ralstonia solanacearum) is one of the important disease of potatoes, the potato aeroponic system of cultivation, this disease results in damage or loss up to 100%. This study aims to determine the ability of antagonistic bacteria and PGPR formulations in protecting plants from bacterial wilt of potato (Ralstonia solanacearum) and increased production of potato plants in aeroponic cultivation system. The method consists of implementation; selected isolates PGPR, multiplication of PGPR isolates and bacterial antagonists, preparation of planting potatoes aeroponics system, the manufacture and formulation PGPR and bacterial antagonists, and application of PGPR and application of PGPR and antagonistic bacteria on the crop. The experiment was conducted using a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 3 replications. The results showed that treatment of control ie; treatment (A) formulation of antagonistic bacteria and treatment (B) PGPR formulation without the application Ralstonia solanacearum also showed symptoms of wilting. Percentage of emphasis intensity attack Ralstonia solanacearum best is 65.7% in the treatment of bacterial antagonist formulation + PGPR formulation + Ralstonia solanacearum. The highest productivity was shown by treatment with PGPR formulation application, which is 193.3 grains. The conclusion of this study is the formulation of the treatment of bacterial antagonists + PGPR formulation + Ralstonia solanacearum is the best treatment with the ability to suppress bacterial wilt disease by 65.7%. Keywords ; PGPR, bacterial antagonist , potatoes , Ralstonia solanacearum and aeroponics

PENDAHULUAN Produksi kentang nasional + 1,1 juta ton/tahun, termasuk kentang sayuran, dari luas panen 80.000 ha. Potensi ini masih perlu dikembangkan, karena potensi lahan masih sangat luas yaitu 11.331.700 ha yang berada pada ketinggian diatas 700 m dpl. (Wattimena, 2006). Budidaya sistem aeroponik salah satu cara untuk meningkatkan dan memperbaiki produksi benih kentang. Cara ini dapat meningkatkan hasil produksi 60 hingga 100 umbi/tanaman. Keunggulan lain dari system ini adalah; produksi lebih tinggi dengan hasil yang kontinu, lingkungan tidak tercemar, kemurnian varietas terjamin, penggunaan hara lebih hemat dan tidak tergantung pada kondisi musim (Sub, 2005). Dimana ketersediaan benih secara nasional masih jauh dari harapan, Kebutuhan benih nasional setiap tahunnya mencapai 100.000 ton/tahun, sedangkan yang tercukupi hanya 10 % (Deptan, 2012). Penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman kentang. Permasalahan yang muncul dari introduksi sistem aeroponik benih kentang adalah mudahnya terjangkit penyakit layu secara menyeluruh akibat sistem sirkulasi air dan hara yang komplek, hal ini mengakibatkaatn penyakit mudah menyebar ketanaman lainnya, dengan tingkat serangan layu antara 43-100 % (Nurbaya dkk., 2011). Berbagai rekomendasi upaya pengendalian belum memberikan hasil yang optimal. Salah satunya adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan agen pengendali hayati yang dapat mengkolonisasi perakaran. Di antaranya adalah jenis rhizobakteria yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman melalui pelepasan metabolit sekunder dan memproduksi hormon Auksin (Mulya & Tsuyumu, 1998). Penggunaan rhizobakteria saat ini mulai dikembangkan karena memiliki keunggulan yaitu tidak memberi dampak negatif terhadap lingkungan, efektif mengendalikan penyakit selama masa hidup tanaman, serta beberapa agens dapat menghasilkan senyawa tertentu yang memberi manfaat ganda karena menghasilkan hormon tumbuh (Anonim, 2005). Penelitian sebelumnya pada budidaya kentang aeroponik ditemukan empat isolat (NS01, NG02, G06 dan S06) yang mampu menghambat pertumbuhan R. solanacearum secara in-vitro dan tergolong bakteri anaerob (Ariyanti dkk., 2010). Pada uji skala rumah kaca keempat isolat mampu menekan perkembangan penyakit layu hingga 85% dan mendorong produksi umbi pada sistem aeroponik hingga 32 knol/tanaman (Nurbaya dkk., 2013). Upaya untuk meningkatkan dayaguna formulasi mikroba antagonis ini perlu diperkaya dengan mikrobia yang dapat memacu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi umbi.

Klopper et al., (1980) pertama kali membuktikan bahwa dengan inokulasi bakteri rizosfer, Pseudomonas spp kelompok flourescent, terjadi peningkatan pertumbuhan 500% dibanding kontrol pada tanaman kentang di rumah kaca. Oswald & Calvo., (2009) berhasil membuktikan bahwa pemberian PGPR (plant growth promozing rhizobacteria) seperti Azospirillum, Azotobacter, Bacillus dan Streptomyces, meningkatkan produksi tanaman kentang hingga 40% di lapangan, 60% di Green House dan 125% pada system budidaya aeroponik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan formulasi PGPR (PT3, PT8 dan HT1) dan bakteri antagonis (NS01, G06 dan S06) dalam melindungi tanaman kentang dari penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada sistem budidaya aeroponik.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Bioteknologi, Gedung Pusat Kegiatan Penelitian (PKP), Universitas Hasanuddin dan kebun percobaan Kelompok Intermediasi Alih Teknologi (KIAT) Labiota, Lingkungan Buluballea, Kelurahan Pattapang, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa. Yang berlangsung mulai Agustus 2013 – Mei 2014. Seleksi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) Isolat bakteri PGPR dan bakteri antagonis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari koleksi isolat bakteri di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan (PUSLITBANG) Bioteknologi, Unhas. Isolat tersebut adalah; PT3, PT 8, KT9, BT5, BT6 dan HT1, semua isolate tersebut diseleksi dengan media selektif untuk penambatan nitrogen, penambat phosphor dan produksi IAA. Uji Penambatan Nitrogen, dilakukan secara kualitatif dengan menumbuhkan semua isolat pada media Burk. Komposisi media Burk ; Garam Burk (1,3 gr), Fe-Mo (1 ml), Sukrosa (20 gr) dan Aquades (1 L). Garam Burk terdiri dari Mg SO4 (20 gr), K2 HPO4 (80 gr), KH2 PO4 (20 gr), Ca SO4 (13 gr), sedangkan Fe-Mo terdiri dari Fe Cl3 (1,45 gr), Na Mo O4 (0,253 gr), Aquades (1 L). Pengamatan dilakukan setelah 1 minggu, isolat yang tumbuh pada media tersebut menunjukkan bahwa isolat tersebut mampu menambat nitrogen. Pelarutan fosfat dilakukan dengan metode penumbuhan pada media pikovkaya (Rao, 2010), dengan komposisi media ; Glukosa (10 gr), Ca3HPO4 (5 gr), (NH4)2SO4 (0,5 gr), KCL (0,2 gr), MgSO47H2O (0,1 gr), Ekstrak khamir

(0,5 gr), MnSO4 (25 mg),

FeSO4 (25 mg) dan Aquades (1 L). Langkah kerja ; Isolat bakteri di tumbuhkan pada media phikovkaya selama 7 hari di atas shaker (media 30 ml/sampel), selanjutnya biakan disaring

dengan kertas Whatman no.1, supernatan di sentrifuse selama 15 menit dengan kecepatan 10000 rpm, supernatan di ambil 5 ml di tempatkan pada tabung reaksi, ditambahkan pereaksi P pekat (12 g amonium molibdat dan 0.277 g kalium antimol tartrat) dan dilakukan pengocokan selama 10 menit dengan vortex, dan di ukur absorbansi dengan panjang gelombang 693 nm. Produksi hormon IAA dilakukan dengan menumbuhkan isolat bakteri pada media nutrien broth (NB) dengan penambahan L-tryptophan 100 mg/L (Sivasakthivelan & Stella, 2012), selanjutnya biakan bakteri diinkubasikan pada kondisi gelap pada 160 rpm selama 5 hari. Supernatan di ambil setelah di sentrifugasi pada hari keenam. 1 ml supernatan di tambahkan ke dalam 1 ml Salkowski reagen (12 g Fe CL3 dalam 429 ml H2SO4) pada tabung reaksi,selanjutnya disimpan selama 30 menit pada suhu kamar. Munculnya warna pink pada tabung reaksi penunjukkan produksi IAA. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 535 nm. Perbanyakan Isolat PGPR dan Bakteri Antagonis Isolat PGPR meliputi ; PT3, PT8 dan HT1, sedangkan isolat bakteri antagonis ; NS01, G06 dan S06. Ke enam isolat ini di perbanyak pada media nutrien agar (NA) pada cawan petri. Persiapan Penanaman Kentang pada Sistem Aeroponik Tanaman kentang yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil perbanyakan stek dari hasil aklimatisasi planlet kentang varietas Granola. Stek yang digunakan berumur 3 minggu (tinggi tanaman ± 10 – 15 cm). Sistem budidaya aeroponik dengan menggunakan box Styrofoam dengan ukuran 120 x 30 x 30 cm yang dipasangi pipa melintang pada bagaian tengahnya sebagai penyuplai nutrisi tanaman. Tandon nutrisi berkapasitas sekitar 33 L dengan bantuan pompa aquarium sebagai pendorong nutrisi masuk pada box Styrofoam. Untuk mengontrol suplai nutrisi digunakan timer listrik (pengatur on-off pompa) dengan pengaturan 1 menit nyala dan 8 menit mati selama 24 jam. Pembuatan Formulasi Isolat PGPR dan Bkateri Antagonis Isolat bakteri PGPR (PT3, BT5 dan HT1) dan isolat bakteri antagonis (NS01, S06 dan G06) yang telah diperbanyak pada media Nutrien Agar (NA) diencerkan dalam larutan MgSO47H20 0,1 mol/L agar dinding sel bakteri tidak mengalami lisis, kemudian dihitung kepadatan populasinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nano meter (nm), dengan optical dencity 0,06 (108 cfu/ml). Selanjutnya suspensi bakteri siap diaplikasikan pada nutrisi aeroponik.

Aplikasi Formulasi Isolat PGPR dan Bakteri Antagonis pada Pertanaman Aplikasi dilakukan pada tanaman kentang 7 hari setelah tanam (hst) pada nutrisi aeroponik dengan kepadatan populasi 108 cfu/ml sesuai perlakuan. Selanjutnya pemberian bakteri patogen (R. solanacearum) pada nutrisi aeroponik dilakukan 14 hari setelah tanam (hst) dengan kepadatan populasi 107 cfu/ml sesuai perlakuan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan, setiap perlakuan diulang 3 kali; Perlakuan A; formulasi bakteri antagonis (NS01, S06 dan G06) Perlakuan B; formulasi PGPR (PT3, BT5 dan HT1) Perlakuan C; formulasi bakteri antagonis (NS01, S06 dan G06) + R. solanacearum Perlakuan D; formulasi PGPR (PT3, BT5 dan HT1) + R. solanacearum Perlakuan E; formulasi bakteri antagonis (NS01, S06 dan G06) + PGPR (PT3, BT5 dan HT1) + R. solanacearum Perlakuan D; kontrol positif (dengan aplikasi R. solanacearum) Analisi Data Data dianalisis dengan analisis sidik ragam dan diuji lanjutan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) 0,05%.

HASIL Pada tabel 1 terlihat bahwa dari 6 isolat yang diuji hanya 1 yang bisa menambat nitrogen yaitu isolat HT1. Sedangkan pada uji pelarutan fosfat semua isolat bisa melarutkan fosfat, dan pelarutan fosfat tertinggi didapat pada isolat BT5 (12,368 ppm). Uji produksi IAA memperlihatkan bahwa semua isolat bisa memproduksi IAA dan produksi IAA tertinggi pada isolat BT5 (3,238 ppm). Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan penambahan R.solanacearum (perlakuan C, D, E dan F) menunjukkan persentase penekanan penyakit tertinggi yaitu pada perlakuan E sebesar 65,7%. Sedangkan pada perlakuan tanpa aplikasi R.solanacearum (Perlakuan A dan B) persentase penekanan penyakit terbaik pada perlakuan A sebesar 90,3%. Perlakuan kontrol dengan aplikasi R.solanacearum (F) memperlihatkan persentase penekanan 0%. Rata-rata jumlah umbi ditunjukan pada grafik 1, dimana perlakuan B (PGPR) menunjukkan rata-rata umbi terbanyak, yaitu 193,3 biji. Perlakuan control (R solanacearum) hanya menghasilkan rata-rata umbi 58 biji.

PEMBAHASAN Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan (E) formulasi PGPR dan bakteri antagonis menunjukkan hasil penekanan terhadap penyakit layu bakteri terbaik dengan ratarata penekanan 65,7%. Anith et al., (2004), mengemukakan bahwa aplikasi PGPR dan bakteri antagonis akan mengkolonisasi perakaran tanaman sehingga melindungi perakaran tanaman dari serangan pathogen tular tanah. Semakin banyak jumlah mikroba yang menyelubungi akar maka pathogen akan semakin sulit masuk pada jaringan tanaman. Selain penyelubungan akar oleh mikroba PGPR, diduga mekanisme adanya kompetisi ruang, nutirisi juga terjadi pada perlakuan terbaik ini, dimana formulasi PGPR dan bakteri antagonis berkompetisi dalam ruang hidup, nutrisi dengan pathogen penyakit layu pada perakaran. Goto (1992) mengemukakan bahwa kompetisi terhadap ruang dan nutrisi sangat mempengaruhi laju penghambatan patogen. Penekanan penyakit pada perlakuan A dan B mencapai 90,3% dan 87,2% akan tetapi kedua perlakuan ini tidak di aplikasi dengan R. solanacearum. Gejala yang timbul di perkirakan akibat sumber inokulum yang terbawa oleh air irigasi yang digunakan untuk melarutkan nutirisi aeroponik dalam ember nutrisi. Hong et al., (2008), menyatakan bahwa R. solanacearum terbawa pada system irigasi yang sangat dipengaruhi oleh suhu air dan udara. Seiring perkembangan tanaman pathogen memperbanyak diri pada larutan nutrisi dan masuk pada jaringan tanaman dan menimbulkan gejala kelayuan. Isolat yang dapat tumbuh pada media bebas nitrogen Burk menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu menambat Nitogen dari lingkungan untuk kehidupan bakteri tersebut. Uji pelarutan fosfat menunjukkan kemampuan isolate bakteri dalam menguraikan fosfat yang tersedia dalam bentuk senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana dan nantinya dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya. Hormon IAA yang dihasilkan oleh isolate bakteri pada uji produksi IAA merupakan hormone pertumbuhan yang sangat dibutuhkan tanaman dalam proses metabolism dan perkembangan tanaman. Aplikasi PGPR selain menguntungkan dari segi pengendalian penyakit juga memberikan dampak posotif pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dimana PGPR menghasilkan hormone IAA yang dibutuhkan tanaman, bisa mensubtitusi unsur Nitrogen dan fosfat dengan menambat nitrogen dari udara/lingkungan dan melarutkan fosfat dari senyawa yang complek menjadi senyawa yang sederhana dan dapat dimanfaatkan tanaman untuk pertumbuhannya. Seperti terlihat pada perlakkuan PGPR (B) menunjukkan hasil umbi yang paling banyak, yaitu 193,3 biji. Verma et al., (2010), mengemukakan bahwa PGPR memberikan efek yang menguntungkan baik secara langsung atau tidak langsung pada

tanaman, sebagai pemacu pertumbuhan dan perlindungan tanaman dari patogen melalui aktifitas di daerah perakaran tanaman. Aktifitas tersebut meliputi penyediaan unsur NPK, hormon pertumbuhan, produksi antibiotik yang dapat berpengaruh negatif terhadap patogen. Mekanisme PGPR pada sistem pengendalian penyakit dimungkinkan terjadinya resistensi terinduksi yang dipengaruhi perkembangan beberapa jenis mikroba PGPR pada perakaran tanaman. Mekanisme ini memberikan perlindungan bagi tanaman dari beberapa patogen dengan merangsang sistem pertahanan alami tanaman aktif sebelum patogen masuk. Diduga pada perlakuan dengan PGPR dan bakteri antagonis aktifitas ini terjadi sehingga system pertahanan tanaman telah aktif akibat rangsangan mikroba formulasi PGPR dan bakteri antagonis pada perakaran tanaman sebelum R solanacearum masuk pada jaringan tanaman. Niu et al., (2011), Mengemukakan bahwa asosiasi rhizobakteria menjadi pemacu respon pertahanan sel tanaman dengan mengakumulasi hidrogen peroksida dan susunan callose, tingginya aktifitas peroksida akan mematikan patogen.

KESIMPULAN DAN SARAN Perlakuan (E) kombinasi formulasi isolat PGPR dan formulasi isolat bakteri antagonis memiliki kemampuan terbaik dalam menekan penyakit layu bakteri (R solanacearum) dengan rata-rata penekanan terhadap intensitas serangan R. solanacearum sebesar 65,7% pada pengamatan terakhir. Sedangkan perlakuan PGPR (B) menunjukkan hasil umbi dengan rata-rata paling banyak yaitu 193,3 biji. Perlunya penelitian untuk mengamati populasi isolat bakteri pada perakaran tanaman dan pada larutan nutrisi sistem pertanaman aeroponik dan keberadaan R solanacearum pada umbi dengan perlakuan aplikasi R solanacearum.

DAFTAR PUSTAKA Anith, K. N., Momol, M. T., Kloepper, J. W., Marois, J. J., Olson, S. M., and Jones, J. B., (2004). Efficacy of plant growth–promoting rhizobacteria, acibenzolar-S-methyl, and soil amendment for integrated management of bacterial wilt on tomato. Plant Dis. 88:669-673. Anonim, (2005). Benih Kentang. Laboratorium Bioteknologi Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar. Ariyanti, E. L., Baharuddin & Kuswinanti, T. (2010). Isolasi dan Karakterisasi Mikroba Antagonis dari Rizosfer tanaman kentang Sistem Aeroponik yang Berpotensi Sebagai Pengendali Penyakit Layu (Ralstonia solanacearum) J. Sains & Teknologi, April 2010, Vol.10 No.1 : 74 – 86. Deptan (2012). Data Hasil Pencarian berdasarkan komoditi. Diakses 2 juni 2015. Available from: http://aplikasi.deptan.go.id/bdsp/hasil_ind.asp. Goto, M., (1992). Fundamentals of Bacterial Plant Pathology.Academic Press. Inc, Tokyo

Hong, J. C., Momol, M. T., Jones, J. B., Ji, P., Olson, S. M., Allen, C., dkk., (2008). Detection of Ralstonia solanacearum in irrigation ponds and aquatic weeds associated with the ponds in North Florida. Plant Disease / Vol. 92 No. 12:16741682. Kloepper, J.W., Schoroth, M.N., Miller, T.D,. (1980). Effects of Rhizosphere Colonization by Plant Growth-Promoting Rhizobacteria on Potato Plant Development and Yield. Phytopathology, 70: 1078-1082 Mulya, K. & Tsuyumu, S. (1998). Some Physiological Factors Influencing Antibiotic Production by Pseudomonas fluorescens PfG321n Biological of Gaeumannomyces graminis. Journal Bacteriol. 170 : 3499-3508 Niu., D., Liu, H.X., Jiang, C.H., Wang, Y.P., Wang Q.Y., Jin, H.L., dkk., (2011). The Plant Growth–Promoting Rhizobacterium Bacillus cereus AR156 Induces Systemic Resistance in Arabidopsis thaliana by Simultaneously Activating Salicylate- and Jasmonate/Ethylene-Dependent Signaling Pathways. Molecular Plant-Microbe Interactions (MPMI) Vol. 24, No. 5 :533–542. Nurbaya, Zulfikar, A., Kuswinanti, T., Baharuddin & Lologau, B.A. (2011). Kemampuan Mikroba Antagonis dalam Mengendalikan Ralstonia solanacearum pada Sistem Budidaya Aeroponik Tanaman Kentang. Jurnal fitomedika 2011, Vol. 7, No. 3; 155158. Nurbaya, Kuswinanti T. & Baharuddin. (2013). Bacterial Antagonist Isolates in Controlling Bacterial Wilt Disease of Potato (Ralstonia solanacearum) in Aeroponic Cultivation System. International Journal of Agriculture Systems, Hasanuddin University, Vol. 1, Issue 1 Oswald, A. & Calvo, P. (2009). Using Rhizobacteria to Improve Productivity of Potato. Disajikan pada; Symposium of The International Society for Tropical Root Crop. Integrated Crop Management Division, CIP, Lima, Peru. Rao, N.S,. (2010). Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Sivasakthivelan, P. & Stella, D. (2012). Studies on the Phytohormone Producing Potential of Agriculturally Beneficial Microbial (ABM) Isolates from Different Rhizosphere Soils of Sunflower in Tamil Nadu. International Journal of Pharmaceutical and Biological Archiver; 3(5): 1150-1156. Sub, P.Y,. (2005). Pengalaman Memproduksi Benih Kentang G0 dengan Sistem Aeroponik. Korea International Cooporation Agency (KOICA). Verma, JP., Yadav J., Tiwari, K N., Lavakush & Singh, V. (2010). Impact of Plant Growth Promoting Rhizobacteria on Crop Production. International Journal of Agricultural Research. 5(11): 954-983. Wattimena, G.A. (2006). Prospek Plasma Nutfah kentang dalam Mendukung Swasembada Benih Kentang di Indonesia. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan Jurusan Agrohort, Fakultas Pertanian. IPB.

LAMPIRAN Tabel 1. Hasil Pengujian Penambatan Nitrogen, Pelarutan fosfat dan Produksi Hormon IAA. Isolat Bakteri

Uji aktifitas PGPR Pelarutan fosfat (ppm) 11,875 11,260 4,858 12,368 10,349 11.214

Penambatan Nitrogen +

PT 3 PT 8 KT 9 BT 5 BT 6 HT 1

Produksi IAA (ppm) 1,556 0,056 1,143 3,238 1,143 0,540

Tabel 2. Rata-rata Persentase Penekanan Intensitas Serangan Penyakit Layu Bakteri (R. solanacearum) Tanaman Kentang Sistem Aeroponik pada Pengamatan 7 – 49 his. Perlakuan A B C D E F

7 100 100 100 100 100 86.2

Intensitas serangan (%) pada hari setelah inokulasi (HSI) 14 21 28 35 42 100 99 97,4 95,9 92,3 100 98 96,9 95,4 90,3 100 95,9 87,2 75,9 62,6 98.5 91,3 84,1 72,8 59,5 100 99 88,2 76,4 70,3 64.6 51,3 23,6 6,7 0

49 90,3 87,2 54,9 51,8 65,7 0

Jumlah Umbi (biji)

250 193.3

200

154.7

150 100

124.3 90

86.6

58

50 0 A

B

C

D

E

F

Perlakuan

Grafik 1. Rata-rata Jumlah Umbi yang Dihasilkan pada Setiap Perlakuan