1
PERAMALAN HARGA DAN PRODUKSI TEMBAKAU DI INDONESIA
Oleh DWI MEGA SARI H14104043
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN
DWI MEGA SARI. Peramalan Harga dan Produksi Tembakau di Indonesia. (dibimbing oleh RINA OKTAVIANI). Sejak Repelita I pertanian mendapatkan prioritas utama pemerintah bahkan menjadi titik sentral pembangunan ekonomi. Salah satu cabang sektor pertanian yang mendapatkan perhatian pemerintah yaitu sektor perkebunan. Diantara komoditi perkebunan, tembakau merupakan salah satu komoditi berperan penting dalam perekonomian nasional Indonesia. Sumbangan tembakau terhadap pendapatan negara melalui cukai tembakau mencapai Rp 52 Trilyun (2006) dengan produksi rata-rata 144.700 ton/tahun (Deptan, 2007). Menurut Deptan (2007), kemampuan produksi nasional tembakau pada tiap tahunnya mengalami fluktuasi tajam. Hal ini terlihat dari tingginya selisih antara produksi dan konsumsi tembakau di Indonesia. Selama periode 2000-2005 rata-rata selisih antara konsumsi yang diminta dengan produksi yang dihasilkan adalah sebesar 30.342 Ton/tahun, walaupun Indonesia merupakan 10 produsen tembakau terbesar di dunia tetapi hasil dari produksi tersebut belum mampu memenuhi permintaan pasar. Selain itu adanya ketidakpastian harga tembakau menjadikan komoditas ini sulit untuk diprediksi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran ketidakstabilan pasar tembakau. Kondisi fluktuasi produksi tembakau yang disertai ketidakpastian harga tembakau perlu segera diperbaiki. Informasi tentang harga dan produksi sangat dibutuhkan sebagai solusi permasalahan tersebut. Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui peramalan harga dan produksi tembakau di Indonesia untuk beberapa periode ke depan. Berdasarkan identifikasi pola data harga dan produksi tembakau metode peramalan yang cocok untuk digunakan yaitu metode Trend, Double Exponential Smoothing, Winters, Decomposition dan Box-Jenkins. Setelah dilakukan penerapan dari beberapa teknik peramalan time series. Dilakukan pemilihan teknik peramalan yang terbaik didasarkan pada nilai MSE terkecil. Berdasarkan hasil perhitungan dan pemilihan nilai MSE setiap metode peramalan, menunjukkan bahwa metode peramalan Box Jenkins ARIMA (0,1,1) merupakan metode paling akurat dalam memberikan nilai ramalan untuk harga tembakau. Terlihat dari nilai MSE yang dihasilkan merupakan nilai MSE terkecil, yaitu sebesar 0,02573. Sedangkan untuk produksi tembakau, metode Decomposition Aditif merupakan metode peramalan terbaik dengan nilai MSE terkecil yaitu sebesar 392.222.286. Dengan menggunakan teknik yang terbaik diharapkan akan menghasilkan nilai ramalan mendekati nilai aktualnya. Peramalan harga tembakau Indonesia yang dilakukan dengan metode ARIMA (0,1,1) dalam 18 bulan ke depan menghasilkan harga tembakau Indonesia yang cenderung stabil walaupun ada peningkatan tiap periodenya, tetapi peningkatan ini tidak begitu besar. Dengan rata-rata kenaikan sebesar Rp 180,00 per periode. Harga pada bulan Januari 2007 adalah sebesar Rp 21.848,20. Harga tertinggi dicapai pada bulan Juni tahun 2008 sebesar Rp 25.082.50. Selisih harga tertinggi dengan harga terendah berdasarkan hasil ramalan harga tembakau Indonesia adalah sebesar Rp 3.234,30. Sedangkan untuk produksi tembakau,
3
output peramalan yang dihasilkan Decomposition Aditif menunjukkan tingkat produksi tembakau yang berfluktuasi setiap periodenya. Produksi tertinggi selama 5 periode mendatang terjadi pada tahun 2009 dengan produksi sebesar 214.530 Ton, dengan rata-rata fluktuasi kenaikan atau penurunan sebesar 15.147 Ton setiap tahun. Permasalahan ketidakpastian harga dan produksi tembakau sudah saatnya ditanggulangi secara serius oleh berbagai pihak yang terkait dengan dunia perkebunan di Indonesia. Masyarakat dan pemerintah bersama-sama berupaya untuk mencari dan melakukan perubahan ke arah peningkatan. Beberapa arah kebijakan yang bisa ditempuh yaitu dengan peningkatan kualitas tembakau lokal, kegiatan research and development sektor perkebunan khususnya komoditi tembakau, langkah konkret pemerintah yaitu berupaya mempertahankan harga minimum tembakau, peningkatan kualitas SDM petani tembakau melalui pelatihan dan pendidikan. Kebijakan yang dilakukan dengan tepat dan efektif akan mendatangkan manfaat bagi pemerintah sebagai inti dan petani tembakau sebagai plasma selain itu akan menghasilkan tanaman tembakau yang berkualitas dengan resiko yang minimal.
4
PERAMALAN HARGA DAN PRODUKSI TEMBAKAU DI INDONESIA
Oleh DWI MEGA SARI H14104043
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Dwi Mega Sari
Nomor Registrasi Pokok
: H14104043
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Peramalan Harga dan Produksi Tembakau di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP 131 846 872 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 15 Mei 2008
Dwi Mega Sari H14104043
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Dwi Mega Sari, lahir di Temanggung pada tanggal 20 November 1985. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Sariman dan Ibu Murtasiana. Jenjang
pendidikan
penulis
ditempuh
tanpa
hambatan,
penulis
menamatkan Sekolah Dasar di SD Kowangan 1 Temanggung, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Temanggung dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Temanggung dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya penulis masuk IPB melalui jalur PMDK dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah lolos menjadi Mahasiswa Berprestasi Ilmu Ekonomi dan turut aktif dalam kegiatan KAREMATA dan LSM Germany Phili NGO.
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat, Hidayah serta Inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Judul penelitian ini adalah ”Peramalan Harga dan Produksi Tembakau di Indonesia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada : 1. Kedua orang tua penulis. Do’a, kesabaran dan dorongan Ibu Bapak sangat berarti besar bagi ananda. 2. Dr.Ir.Rina Oktaviani, M.Si selaku dosen pembimbing yang selalu meluangkan
waktunya, dengan penuh kesabaran memberikan
bimbingan, kritik dan saran dalam penyempurnaan penelitian ini. 3. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec selaku dosen penguji utama penelitian ini. Terima kasih atas sedikit waktunya, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat. 4. Syamsul Hidayat Pasaribu, S.E., M.Si selaku komisi pendidikan, terima kasih atas waktunya, saran-saran serta ilmu yang membangun. 5. Khanifuddien. Do’a, dan dukungannya sangat berarti bagi penulis. 6. Para peserta seminar yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat. 7. Neni, Sonce, Ela, teman seperjuangan. 8. Pras, Aan, Agil, Nera dan anak-anak Temanggung yang sangat penulis rindukan. Terima kasih atas pengalaman, perjalanan, dan cerita berwarna yang telah kalian goreskan. 9. Karemata. Tiada satu gunung pun yang nantinya tak bisa kau daki.
9
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis (teman kosan salsabila, Iber, Ira ,Tyol, Arum yang telah banyak membantu, Siti). Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, penulis meminta maaf dan mengharapkan kritik serta saran yang membangun bagi perbaikan penulis. Semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, 15 Mei 2008
Dwi Mega Sari H14104043
10
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................... i DAFTAR TABEL .............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii I.
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 8 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 11 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................... 11 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 13 2.1. Deskripsi tembakau .............................................................................. 13 2.1.1. Sejarah dan Perkembangan Tembakau ........................................ 13 2.1.2. Sentra Penanaman Tembakau ...................................................... 14 2.1.3. Jenis Tembakau ............................................................................ 14 2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu .............................................................. 17 III. KERANGKA PENELITIAN ....................................................................... 20 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................... 20 3.1.1. Peramalan ................................................................................... 20 3.1.2. Jenis-Jenis Peramalan .................................................................. 21 3.1.3. Identifikasi Pola Data Time Series ............................................... 22 3.1.4. Metode Peramalan Time Series .................................................... 24 3.1.5. Pemilihan Model Peramalan ....................................................... 26 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................ 27
IV. METODE PENELITIAN ............................................................................ 30 4.1. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 30
11
4.2. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 30 4.3. Identifikasi Pola Data Time Series ....................................................... 31 4.4. Metode Peramalan Time Series ........................................................... 31 4.4.1. Metode Trend............................................................................... 32 4.4.2. Metode Double Exponential Smoothing ...................................... 32 4.4 3. Metode Decomposition ................................................................ 32 4.4.4. Metode Winters ............................................................................ 33 4.4.5. Metode Box-Jenkins ..................................................................... 34 4.4.5.1. Tahapan Metode Box-Jenkins ............................................. 35 4.5. Pemilihan Metode Peramalan Time Series .......................................... 39 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 41 5.1. Identifikasi Pola Data ............................................................................ 41 5.1.1. Identifikasi Pola Data Harga Tembakau di Indonesia ................. 41 5.1.2. Identifikasi Pola Data Peroduksi Tembakau di Indonesia ........... 44 5.2. Pemilihan Metode Peramalan Time Series ........................................... 46 5.3. Pemilihan Teknik Peramalan Terakurat ................................................ 51 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 56 6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 56 6.2. Saran ..................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 59 LAMPIRAN ....................................................................................................... 60
12
DAFTAR TABEL
Nomor 1.1.
Halaman Persentase Petani Tembakau terhadap Sektor Pertanian, 2000-2005 .................................................................. 3
1.2.
Luas Areal dan Produksi Tembakau, 1990-2006 ................................... 4
1.3.
Produksi Tembakau Menurut Propinsi di Indonesia, 2005 .................... 4
1.4.
Sepuluh Negara Terbesar Produsen Daun Tembakau, 2005 ................. 5
1.5.
Ekspor dan Impor Tembakau Indonesia, 2000-2005 ............................. 6
1.6.
Produksi, Konsumsi dan Selisih Penggunaan Tembakau ...................... 8
1.7.
Perkembangan Harga Bulanan Tembakau Indonesia, 2003-2006 ........................................................... 9
5.1.
Nilai MSE Metode Peramalan Harga dan Produksi Tembakau Indonesia .............................................................................. 52
5.2.
Hasil Peramalan Harga Tembakau, 2007-2008 ..................................... 53
5.3.
Hasil Peramalan Produksi Tembakau 5 Tahun Mendatang ................... 54
13
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1.
Tembakau dalam Harga Domestik dan Harga Dunia...... ........................ 7
3.1.
Bagan Alur Kerangka Pemikiran ............................................................. 29
5.1.
Pola Data Harga Tembakau di Indonesia ................................................. 43
5.2.
Pola Data Produksi Tembakau di Indonesia ............................................ 45
14
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Harga Tembakau di Indonesia, 1986-2006 ............................................. 61
2.
Plot ACF dan PACF Harga Tembakau di Indonesia ............................... 62
3.
Metode Trend Harga Tembakau ............................................................. 63
4.
Metode Winters Harga Tembakau ........................................................... 64
5.
Metode Decomposition Harga Tembakau ............................................... 65
6.
Metode Box Jenkins Harga Tembakau .................................................... 66
7.
Produksi Tembakau di Indonesia, 1971-2006 ......................................... 67
8.
Plot ACF dan PACF Produksi Tembakau di Indonesia ......................... 68
9.
Metode Trend Produksi Tembakau ......................................................... 69
10. Metode Winters Produksi Tembakau. ..................................................... 70 11. Metode Decomposition Produksi Tembakau .......................................... 71 12. Metode Box Jenkins Produksi Tembakau ............................................... 72
15
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia telah memasuki
tahap revitalisasi. Revitalisasi merupakan perubahan atau pembangunan ke arah yang lebih baik. Pembangunan tersebut meliputi berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi
maupun
budaya
dengan
tetap
memperhatikan
kesejahteraan
masyarakatnya. Tekad pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia telah tertulis dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyebutkan bahwa pembangunan adalah upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat agar semakin adil dan merata yang senantiasa terus ditingkatkan. Pembangunan pertanian dalam arti luas mendapatkan prioritas utama pemerintah Indonesia sejak Repelita I bahkan menjadi titik sentral pembangunan ekonomi. Dengan menempuh jalan tersebut sebagian rakyat Indonesia, yaitu petani mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki tingkat penghasilannya. Perbaikan penghasilan para petani ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan daya beli mereka dan dapat mendorong perkembangan sektor lainnya. Sektor perkebunan sebagai salah satu cabang sektor pertanian juga mendapatkan perhatian pemerintah. Sasaran pembangunan perkebunan sejak PELITA VI adalah meningkatkan pendapatan petani perkebunan rakyat, meningkatkan cadangan devisa negara, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pemanfaatan sumber daya tanpa meninggalkan usaha-usaha pelestariannya.
16
Diantara komoditi perkebunan, tembakau merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian nasional Indonesia. Peranan tersebut yaitu sebagai sumber pendapatan bagi petani tembakau, sebagai penyerap tenaga kerja yang cukup besar mulai dari pengolahan sampai ke pabrik rokok dan sebagai sumber pendapatan bagi negara dari cukai dan ekspor. Indonesia sendiri merupakan salah satu dari 10 besar produsen utama tembakau dunia. Tembakau merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan rakyat yang menjadi komoditas tradisional bahan baku utama industri rokok. Sumbangan tembakau terhadap perekonomian nasional cukup tinggi. Pada tahun 2002 penerimaan cukai tembakau untuk rokok sebesar 29 Trilyun (7,4%), tahun 2004 meningkat menjadi 36,5 Trilyun (9,8%) dan pada tahun 2006 meningkat kembali menjadi 52 Triliun (12%). Selain itu tembakau juga menghasilkan devisa senilai 235,4 juta US$ (Dirjenbun, 2006). Di beberapa daerah, pendapatan petani dari usahatani tembakau mempunyai peranan penting dengan pangsa di atas 50 persen dari total pendapatan petani. Selain itu, peranan tembakau dalam mengatasi pengangguran ternyata sangat besar, karena aktivitas produksi dan pemasarannya melibatkan sejumlah penduduk untuk mendapatkan pekerjaan serta penghasilannya. Menurut data Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian (2006), jumlah penyerapan tenaga kerja mencapai 3.200.000 KK dengan rincian usaha tani tembakau dan cengkeh mencapai 800.000 KK dimana petani tembakau sendiri berkisar antara 400.000 sampai dengan 500.000 KK dan sisanya merupakan petani cengkeh (antara tahun 2000-2005), perdagangan tembakau 170.000 KK, pabrik 170.000 KK, agen pengecer, percetakan, transportasi dan
17
lain-lain 2.060.000 KK. Berdasarkan angka-angka ini, persentase petani tembakau berkisar antara 1,0-2,5% dari seluruh pekerja sektor pertanian (Tabel 1.1) Tabel 1.1. Persentase Petani Tembakau Terhadap Sektor Pertanian, 2000-2005 Tahun
Jumlah Petani Tembakau (KK)
2000 2001 2002 2003 2004
446.142 478.360 432.928 490.226 472.034
Persentase Petani Tembakau Terhadap Petani Sektor Pertanian 1,8 2,4 1,2 2,5 2,3
2005
428.064
1,0
Jumlah Total Petani Sektor Pertanian (KK) 2.478.512 2.093.160 3.307.733 2.960.904 2.052.321 4.080.932
Sumber : Direktorat Jendaral Bina Perkebunan, 2007
Penawaran komoditas tembakau masih sangat tergantung dari jumlah tembakau yang diproduksi. Sedangkan jumlah produksi tembakau yang dihasilkan ditentukan oleh luas panen dan produktifitas lahan. Setiap tahunnya jumlah tembakau yang ditawarkan mengalami fluktuasi. Luas panen terbesar terjadi pada tahun 2001 sebesar 260.738 Ha dengan jumlah produksi sebesar 199.103 Ton, sedangkan luas panen terkecil terjadi pada tahun 1998 sebesar 165.487 Ha dengan jumlah produksi sebesar 105.580 Ton. Pada tahun 1997 produksi tembakau terbesar Indonesia tercatat sebesar 209.626 Ton. Namun menyusul adanya pengaruh La Nina dan krisis ekonomi, produksi tembakau Indonesia jatuh pada tahun 1998 menjadi 105.580 Ton. (Deptan, 1999). Tetapi, pada tahun 2000 produksi dan luas areal pertanaman tembakau Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif. Luas areal pertanaman tembakau naik menjadi 239.737 Ha dan produksi naik menjadi 204.329 Ton. Selain itu kualitas tembakau yang dihasilkan juga lebih baik jika dibandingkan dengan mutu tembakau tahun sebelumnya yang turun karena cuaca yang memburuk. Adapun data luas lahan dan produksi tembakau di Indonesia tahun 1990-2006:
18
Tabel 1.2. Luas Areal dan Produksi Tembakau 1990-2006 Tahun Luas panen Produksi tembakau Produktifitas (Ha) (Ton) (Kg/Ha) 1990 235.866 156.432 663,22 1991 214.838 140.283 652,97 1992 166.847 111.655 669,20 1993 178.496 121.370 679,96 1994 193.095 130.134 673,94 1995 220.944 140.169 634,40 1996 225.475 151.025 669,81 1997 248.877 209.626 842,28 1998 165.487 105.580 637,99 1999 167.271 135.384 810,56 2000 239.737 204.329 852,31 2001 260.738 199.103 763,61 2002 256.081 192.082 750,08 2003 256.801 200.875 782,22 2004 200.973 165.108 821,54 2005 198.212 153.470 774,27 2006 199.785 177.895 890,33 Sumber : Direktorat Jendral Bina Perkebunan (2007)
Dari jumlah produksi tembakau di Indonesia, lebih dari 50 persen tembakau dihasilkan di pulau Jawa. Hal ini dikarenakan sentra-sentra penghasil tembakau terdapat di pulau Jawa. Jawa Timur memiliki luas panen dan merupakan penghasil tembakau terbesar. Adapun data produksi tembakau menurut propinsi di Indonesia tahun 2005 : Tabel 1.3. Produksi Tembakau Menurut Propinsi di Indonesia, 2005 Propinsi Produksi (Ton) Persentase Jawa Timur 78.213 50,3 Jawa Tengah 33.771 21,7 NTB 36.668 23,5 Yogyakarta 2.270 1,5 Jawa Barat 1.890 1,2 Bali 1.498 1,0 Sumatera Barat 1.112 0,7 Total 153.470 100,00 Sumber : Direktorat Jendral Bina Perkebunan (2007)
19
Dalam laporan statistik perkebunan Indonesia, pemerintah menargetkan produksi tembakau mencapai 250.000 Ton pada tahun 2009. Target ini patut diragukan keberhasilannya mengingat tingkat fluktuasi produksi tembakau yang cukup besar. Produksi tanaman tembakau Indonesia saat ini masih relatif rendah, meskipun data menunjukkan adanya trend peningkatan dalam kurun waktu 34 tahun terakhir ini. Data Dirjenbun (2007), membuktikan bahwa kemampuan berproduksi tanaman tembakau Indonesia hingga tahun 2005 secara agregat ratarata baru sekitar 772,24 Kg/Ha. Jika dibandingkan dengan negara lain, maka produktifitas tanaman tembakau di negara kita sudah jauh ketinggalan. Empat negara memproduksi hampir 2/3 suplai daun tembakau dunia. Cina, Brasilia, India, dan Amerika Serikat memproduksi lebih dari 4 juta Ton daun tembakau dalam setiap tahun, kurang lebih 64 % dari produksi dunia. Kontribusi Indonesia hanya sekitar 150.000 ton daun tembakau atau 2,4 % saja dari supply dunia. (Tabel 1.4) Tabel 1.4. Sepuluh Negara Terbesar Produsen Daun Tembakau, 2005 Negara
Cina Brasilia India Amerika Zimbabwe Turki Indonesia Yunani Itali Pakistan Lain-lain Total
Produksi Dalam Ton Persentase terhadap Produksi Dunia 2.409.215 37,8 654.250 10,3 575.000 9,0 401.890 6,3 172.947 2,7 155.000 2,5 153.470 2,4 135.000 2,2 130.400 2,1 85.100 1,3 1.487.118 23,4 6.359.390 100%
Sumber : FAO Stat Agriculture, 2007
20
Produktifitas yang rendah itu umumnya terjadi pada perkebunan rakyat. Dari total luas kebun tembakau Indonesia pada tahun 2005 sebesar 198.212 Ha, seluas 186.241 Ha (91,7 persen) diantaranya merupakan kebun tembakau rakyat. Sedangkan sisanya diusahakan oleh perkebunan swasta dan negara (8,3 persen). Karena tembakau yang banyak dikelola oleh rakyat tersebut pada umumnya belum diusahakan secara intensif, sehingga kuantitas dan kualitas produksinya dari tahun ke tahun semakin rendah dan bervariasi. Di Indonesia tanaman tembakau telah lama diusahakan oleh petani sebagai usaha tani komersial. Tembakau secara umum mempunyai prospek yang cukup cerah yaitu dicirikan oleh sebagian besar hasil produksinya ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar, baik itu untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Peluang pasar dari luar negeri dan khususnya dalam negeri masih sangat terbuka. Total volume ekspor tembakau selama periode 2000-2005 telah mencapai 262.503 Ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 438.986 atau rata-rata pertahun sebesar 43.750 Ton dengan nilai US$ 87.797, sedangkan volume impor untuk kurun waktu yang sama mencapai 212.810 Ton dengan nilai impor sebesar US$ 755.640 atau rata-rata pertahun sebesar 35.468 Ton dengan nilai US$ 125.940. Tabel 1.5. Ekspor dan Impor Tembakau Indonesia, 2000-2005 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Total Rata-rata
Ekspor Volume Nilai (Ton) (000 US$) 35.957 71.287 43.030 91.404 42.686 76.684 40.638 62.847 46.463 90.618 53.729 117.433 262.503 438.986 43.750 87.797
Impor Volume Nilai (Ton) (000 US$) 30.241 114.834 41.386 139.608 32.989 105.953 30.762 95.190 36.108 120.854 41.324 179.201 212.810 755.640 35.468 125.940
Sumber : Direktorat Jendral Bina Perkebunan (2007)
21
Peluang impor tembakau semakin besar karena rata-rata produksi tembakau nasional kurang lebih 185.827 Ton/tahun, jumlah tersebut belum memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mencapai 212.180 Ton/tahun. Ketidakseimbangan pasokan dan permintaan tersebut menimbulkan keharusan untuk mengimpor tembakau. Termasuk ketika musim panen, para importir tetap mendatangkan tembakau dari luar negeri. Hal ini disebabkan harga tembakau luar negeri jauh cenderung lebih rendah dibandingkan harga tembakau dalam negeri. Tingginya harga tembakau domestik ini disebabkan karena tembakau luar mempunyai daya saing yang tinggi, sementara tembakau domestik mengalami kenaikan akibat penyesuaian harga pupuk, tidak adanya subsidi pupuk dan bibit berkualitas, ongkos transportasi, tenaga kerja dan lain-lain. Sebagai pembanding harga tembakau di pasar dunia periode dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1. Tembakau dalam Harga Domestik dan Dunia 25000 20000 15000 10000 5000 0
harga domestik
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
harga dunia
Sumber : FAO Stat Agriculture, 2007
Kondisi
ini akan berimbas buruk bagi sektor perkebunan Indonesia,
sehingga diperlukan suatu alat pendugaan untuk menganalisis volume produksi dan harga dimasa mendatang yang akan terjadi melalui teknik peramalan. Dengan peramalan, pemerintah akan lebih mudah dalam membuat kebijakan dan lebih
22
mengetahui perilaku supply dan demand tembakau di pasar sehingga kestabilan harga maupun produksi di masa yang akan datang akan tetap terjaga. 1.2
Perumusan Masalah Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting bagi
perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, komoditi tembakau di Indonesia menghadapi berbagai permasalahan, diantaranya adalah ketidakpastian harga tembakau dan fluktuasi produksi tembakau. Menurut Deptan (2007), kemampuan produksi nasional tembakau pada tiap tahunnya mengalami fluktuasi tajam. Kondisi fluktuasi tembakau ini menyebabkan Indonesia cenderung mengalami kekurangan pasokan untuk menutupi kebutuhannya. Setiap tahunnya kondisi selisih antara kebutuhan dan permintaan mengalami kecenderungan meningkat. Pada tahun 2000 produksi tembakau Indonesia surplus sebesar 13.975 Ton, kemudian bertolak menjadi defisit 7.038 Ton. Kondisi kekurangan tembakau ini meningkat menjadi 25.475 Ton pada tahun 2002, kemudian menurun menjadi 17.351 Ton pada tahun 2003, dan kembali meningkat hingga defisit 67.765 Ton pada tahun 2005. Tabel 1.6. Produksi, Konsumsi dan Selisih Penggunaan Tembakau Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata-rata
Produksi (Ton) 204.329 199.103 192.082 200.875 165.108 153.470 185.827
Konsumsi Gap Produksi (Ton) dan Konsumsi 190.354 13.975 206.411 -7.038 217.557 -25.475 218.226 -17.351 219.302 -54.194 221.235 -67.765 212.180 -30.342
Sumber : Direktorat Jendral Bina Perkebunan (2007).
Selisih yang diperlihatkan antara produksi dan konsumsi memperlihatkan bahwa masih tingginya gap antara produksi dan konsumsi tembakau di Indonesia
23
atau dengan kata lain jumlah yang diperlukan untuk konsumsi dalam negeri masih lebih jauh dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan. Selama tahun 20002005 jumlah permintaan tembakau selalu lebih tinggi daripada produksi yang dihasilkan. Rata-rata selisih antara konsumsi yang diminta dengan produksi yang dihasilkan adalah sebesar 30.342 Ton/tahun, walaupun Indonesia merupakan 10 produsen tembakau terbesar di dunia tetapi hasil dari produksi tersebut belum mampu memenuhi permintaan pasar. Selain itu, adanya ketidakpastian harga tembakau di pasar menjadikan komoditas ini sulit untuk dapat diprediksi. Harga rata-rata tertinggi bulanan tembakau rajangan di Indonesia antara periode 2003-2006 dicapai pada tingkat harga Rp 25.833,00/Kg, sedangkan harga terendah dicapai pada tingkat harga Rp 17.800,00/Kg. Selisih nilai antara harga tertinggi dan terendah adalah sebesar Rp 8.033,00. Harga yang berfluktuasi walaupun dengan taraf rendah ini sangat berpengaruh besar bagi margin penerimaan petani. Hal tersebut dapat dihindari apabila tingkat penawaran dapat disesuaikan dengan tingkat permintaan. Tabel 1.7. Perkembangan Harga Bulanan Tembakau Indonesia, 2003-2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Sumber
2003 19.400 19.400 18.800 18.400 20.300 18.900 18.760 19.400 18.500 18.850 19.400 18.150
Harga 2004 20.100 18.600 19.400 17.800 24.125 22.125 25.833 25.000 25.333 25.000 23.875 20.437
: Dirjen Perkebunan, 2007
2005 19.300 19.500 20.300 21.000 22.375 23.185 24.000 24.400 26.400 24.700 23.785 22.650
2006 22.300 21.300 23.300 20.300 21.375 24.375 22.000 25.400 24.000 24.700 21.785 21.000
24
Fluktuasi produksi tembakau dan ketidakpastian harga tembakau ini memerlukan
tindakan
pemerintah
untuk
mengendalikannya,
agar
tidak
memberikan imbas buruk bagi sub sektor perkebunan di Indonesia. Sampai saat ini Dirjen Bina Produksi dan Perkebunan belum memiliki model peramalan yang tepat untuk memperkirakan produksi dan harga tembakau di masa mendatang. Ketidakmampuan pemerintah dalam mempertahankan harga pasar ini akan menyebabkan ketidakstabilan pasar tembakau di masa yang akan datang. Disisi lain, permintaan akan tembakau secara nasional di perkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan konsumsi tembakau. Selain itu harga tembakau di pasaran dunia lebih murah dari pada harga di pasar domestik, jika hal ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai maka ada kekhawatiran besar atas impor tembakau yang tinggi. Informasi harga tembakau dalam negeri yang lengkap dan akurat sangat dibutuhkan dalam menunjang pengembangan tembakau sebagai komoditi perkebunan unggulan yang sering mengalami ketidakpastian harga pasar. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan Indonesia dalam memproduksi tembakau dan tingkat harga adalah dengan melakukan peramalan untuk beberapa tahun yang akan datang. Peramalan dibutuhkan sebagai informasi dasar untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Peramalan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peramalan merupakan dugaan mengenai suatu kejadian pada waktu yang akan datang yang dapat digunakan untuk melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan.
25
Berdasarkan masalah yang dijelaskan di atas, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pola kecenderungan harga dan fluktuasi produksi tembakau Indonesia? 2. Metode peramalan apa yang cocok dengan pola data harga dan produksi tembakau di Indonesia? 3. Bagaimanakah kecenderungan perubahan harga dan produksi yang akan terjadi di masa yang akan datang?
1.3.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan : 1. Mengidentifikasi pola fluktuasi harga dan produksi tembakau Indonesia. 2. Mendapatkan metode peramalan terbaik untuk meramalkan harga dan produksi tembakau di Indonesia. 3. Menganalisis kecederungan perubahan harga tembakau dan produksi yang akan terjadi di masa yang akan datang.
1.4.
Manfaat Penelitian Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat digunakan oleh para pelaku
perdagangan komoditas tembakau. Bagi petani tembakau hasil ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan perencanaan dalam berproduksi dan ditingkat harga berapa tembakau tersebut akan terjual. Bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait yang terkait dapat dijadikan sebagai bahan untuk merumuskan kebijakan terhadap
26
tembakau dengan memberikan pemahaman mengenai pola fluktuasi harga dan produksi tembakau. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama kuliah dengan fakta yang terjadi di lapangan, serta menambah wawasan dan pengalaman dalam menganalisis, mengkaji dan memberikan alternatif pemecahan pada suatu masalah yang terjadi. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pemikiran bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini dilakukan peramalan mengenai harga tembakau selama
1,5 tahun kedepan dengan menggunakan metode time series berdasarkan data harga rata-rata bulanan tembakau dari tahun 1986 sampai 2006 Data harga yang didapat berasal dari Departemen Pertanian Bagian Direktorat Jendral Bina Perkebunan. Selain itu akan dilakukan juga peramalan produksi tembakau 5 tahun ke depan dengan menggunakan metode time series berdasarkan data produksinya dari tahun 1971 sampai 2006. Metode Peramalan yang akan digunakan yaitu metode trend, metode pemulusan eksponensial ganda, metode decomposisi, metode winters, dan metode Box Jenkins.
27
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Deskripsi Tembakau
2.1.1
Sejarah dan Perkembangan Tembakau Tanaman tembakau merupakan salah satu tanaman tropis asli Amerika.
Asal mula tembakau liar tidak diketahui dengan pasti karena tanaman ini sangat tua dan telah dibudidayakan berabad-abad lamanya. Penggunaan tembakau berasal dari bangsa Indian, berkaitan dengan upacara-upacara keagamaan mereka. Kata tembakau berasal dari kata Indian tobaco, merupakan nama pipa yang digunakan oleh orang indian untuk merokok daun tanaman ini. Tanaman tembakau telah menyebar ke seluruh Amerika Utara, sebelum masa kedatangan kulit putih. Tembakau dibudidayakan oleh orang Indian pada saat menemukan Amerika. Colombus yang pertama kali mengetahui penggunaan tembakau ini dari orang-orang Indian. Pertumbuhan tembakau sangat identik dengan perkembangan koloni-koloni pertama terutama di daerah Virginia dan Myraland. Tanaman tembakau dibudidayakan sebagai tanaman komersial di 21 negara bagian yang berbeda. Negara bagian Kentucky dan Carolina Utara menghasilkan kira-kira 60% dari jumlah produksi keseluruhan. Melihat besarnya produksi dalam negeri, tembakau tersebut kemudian di ekspor sebagai bahan dasar rokok. Negara-negara lain yang menghasilkan tembakau dalam jumlah cukup besar adalah Cina dan India. Pada tahun 1556, tanaman tembakau diperkenalkan di Eropa, dan mulamula hanya dipergunakan untuk keperluan dekorasi dan kedokteran atau medis
28
saja. Setelah itu tembakau menjadi populer di Eropa dan digunakan untuk beberapa keperluan, misanya menghilangkan rasa lapar, mengurangi rasa kantuk atau pingsan dan mengobati beberapa penyakit. Tanaman tembakau di Indonesia diperkirakan dibawa oleh bangsa Portugis atau Spanyol pada abad XVI. Menurut Rhumpius, tanaman tembakau pernah dijumpai di Indonesia tumbuh di beberapa daerah yang belum dijelajahi oleh bangsa Portugis atau Spanyol (Matnawi, 1997).
2.1.2
Sentra Penanaman Tembakau Tanaman tembakau bisa dibudidayakan pada lahan basah ataupun kering,
asal tercukupi aerasi tanah yang baik. Walaupun begitu, tembakau yang ditanam pada lahan kering dapat menghasilkan kualitas tembakau yang baik, dengan tekstur dan aroma yang khas. Di setiap propinsi terdapat beberapa kota yang dapat menghasilkan komoditi ini tetapi tidak begitu besar presentasenya. Beberapa kota yang menjadi sentra penghasil tembakau yang hasilnya diperdagangkan di luar negeri adalah Aceh, Sumatera Utara (Karo dan Dairi), Sumatera Barat (Lima Puluh Kuto, Solok, Payakumbuh), Sumatera Selatan (OKU Selatan), Lampung (Tanggamus, Lampung Timur), Jawa Barat (Sumedang, Garut, Majalengka), Jawa Tengah (Temanggung, Kendal, Demak, Magelang, Wonosobo, Klaten), Yogyakarta, Jawa Timur (Jember, Probolinggo, Bojonegoro), dan NTB.
2.1.3
Jenis Tembakau Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.) termasuk dalam genus
Nicotiana serta famili Solanaceae. Ada sekitar 54 galur atau varietas yang
29
dibudidayakan di Indonesia. Tembakau merupakan tanaman yang membutuhkan tanah yang mempunyai aerasi baik untuk pertumbuhan dan perkembangan akarnya. Jumlah daun pada setiap batang tembakau berkisar antara 28-33 lembar. Bentuk ketebalan, dan ukuran daun pada masing-masing posisi daun pada batang berbeda-beda. Posisi daun pada batang yang letaknya makin ke atas, kandungan nikotin dan ketebalan daunnya makin meningkat. Kandungan karbohidrat tertinggi dijumpai pada daun tengah, makin ke atas dan makin ke bawah kandungan karbohirat makin rendah. Kandungan klorofil makin keatas makin tinggi dan makin stabil. Menurut musimnya, tanaman tembakau di Indonesia dapat dipisahkan menurut dua jenis, yaitu : 1. Tembakau VO (Voor-Oogst) Tembakau ini biasanya dinamakan tembakau musim kemarau atau onberegend. Artinya, jenis tembakau yang ditanam pada waktu musim penghujan dan dipanen pada waktu musim kemarau. 2. Tembakau NO ( Na Oogst) Tembakau Na-Oogst adalah jenis tembakau yang ditanam pada musim kemarau, kemudian dipanen atau dipetik pada musim penghujan. Dalam industri rokok, dikenal 3 jenis daun tembakau, yakni daun pembungkus, daun pembalut, dan daun pengisi. Ketiga jenis daun tembakau tersebut dihasilkan dari jenis tembakau yang tidak sama. Berdasarkan jenis daun yang dihasilkan, tembakau dibagi menjadi lima jenis (Cahyono, 2000) yakni :
30
1. Tembakau Cerutu Jenis tembakau cerutu antara lain Tembakau Deli, tembakau Vorsteinland, tembakau Besuki, tembakau Cuba, tembakau Maryland. Tembakau cerutu umumnya berfungsi sebagai pembalut atau pengisi. Tembakau yang digunakan untuk mengisi cerutu ini biasa disebut juga tembakau nasi. 2. Tembakau Pipa Tembakau pipa adalah jenis tembakau yang khusus digunakan untuk pipa bukan untuk pembuatan rokok cerutu ataupun rokok sigaret kretek. Penggunaannya untuk kenikmatan merokok adalah langsung ditempatkan pada bagian ujung pipa lalu dinyalakan dengan api dan diisap dengan batang pipa, yang tergolong tembakau pipa adalah tembakau Lumajang. 3. Tembakau Sigaret Dalam industri rokok, tembakau sigaret digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok sigaret, baik sigaret putih maupun sigaret kretek. Yang tergolong jenis tembakau ini adalah tembakau Virginia, tembakau Oriental, Tembakau Burley, Tembakau Kasturi, Madura dan Payakumbuh. 4. Tembakau Asli/Rajangan Jenis tembakau ini kebanyakan diusahakan oleh rakyat. Hasil panen umumnya diolah dengan cara dirajang, lalu dikeringkan dengan penjemuran matahari (sun curing). Pembudidayaannya mulai dari pembuatan persemaian, penanaman, dan pengolahan hasil sampai siap dijual di pasaran dilakukan oleh petani sendiri. Hasil tembakau rajangan kurang begitu diminati industri rokok karena kurang kualitas cita rasa dan aromanya.
31
5. Tembakau Asapan Tembakau ini merupakan jenis tembakau yang daunnya diolah secara pengasapan. Jenis tembakau ini dibedakan menjadi dua, yakni tembakau musim penghujan (Na Oogst) dan tembakau musim kemarau (Voor Oogst)
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai tembakau dan
berguna sebagai referensi penulis diantaranya mencakup tentang ekspor dan impor Tembakau Besuki, faktor-faktor yang mempengaruhi tembakau di Jawa, dan lain-lain. Aziz (1999) menganalisis pasokan ekspor dan permintaan impor tembakau Besuki NO dengan menggunakan persamaan regresi menyimpulkan bahwa pasar tembakau bahan cerutu di wilayah CMS (Centralized Marketing System) dikuasai oleh tembakau dari Kuba, Indonesia (Besuki NO) dan Brazil. Karena kedudukan negara-negara pengimpor lebih dominan dalam penentuan harga, ketiga negara tersebut cenderung bertindak sebagai price taker. Jumlah ekspor tembakau Besuki NO ke wilayah CMS dipengaruhi secara nyata oleh harga riil tembakau Besuki NO di wilayah non-CMS dan jumlah ekspor tahun lalu. Sedangkan jumlah ekspor ke wilayah non-CMS secara nyata dipengaruhi oleh harga riil tembakau Besuki NO di wilayah CMS, nilai tukar Rupiah dengan US Dollar, dan jumlah ekspor tahun lalu. Jumlah impor tembakau Besuki NO ke wilayah CMS secara nyata dipengaruhi oleh harga riil tembakau Besuki NO di wilayah CMS, harga tembakau cerutu dari negara lain, jumlah penduduk negara-negara CMS, pendapatan perkapita penduduk negara-negara CMS, nilai tukar Rupiah dengan
32
Mark Jerman, dan jumlah impor tahun lalu. Jumlah impor tembakau Besuki ke wilayah non CMS secara nyata dipengaruhi oleh harga riil di wilayah non CMS, harga riil tembakau cerutu dari negara lain, jumlah penduduk negara-negara non CMS, pendapatan perkapita penduduk negara-negara non CMS, dan jumlah impor tahun lalu. Cisilia (1997) menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usaha tani tembakau di Jawa dengan menggunakan model fungsi produksi CobbDouglas dan diduga dengan metode kuadrat terkecil (OLS). Faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya adalah luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), pupuk ZA (Z3), pupuk TSP (X4), pupuk urea (X5), obat prowl (X6), dan jumlah bibit (X7). Dari peubah-peubah tersebut yang berpengaruh nyata terhadap produksi tembakau Jawa adalah : luas lahan dengan tingkat kepercayaan 95 persen, tenaga kerja (90 persen), pupuk ZA (70 persen), pupuk Urea (90 persen), obat prowl (70 persen), dan jumlah bibit (90 persen). Penggunaan pupuk TSP tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tembakau dengan tingkat kepercayaan kurang dari 50 persen, karena unsur fosfat di tanah grumusol sukar larut sehingga sukar diserap oleh tanaman. Jadi pengaruh fosfat terhadap produksi tembakau Jawa hampir tidak ada. Susanti (2006) melakukan penelitian dengan judul Peramalan Permintaan Cabai Merah (Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta). Peramalan ini dilakukan untuk melihat pola data permintaan cabai merah dan menentukan metode
yang
tepat
untuk
melakukan
peramalan
dan
faktor
yang
mempengaruhinya. Hasil dari penelitian yang dilakukan Susanti adalah pola data permintaan cabai merah mengalami fluktuasi yang besar dan terdapat data periode
33
musiman. Dari hasil uji berbagai metode peramalan time series, maka diperoleh bahwa metode peramalan yang dianggap paling akurat adalah metode peramalan time series ARIMA. Metode peramalan ARIMA dianggap paling akurat karena memeiliki perhitungan kesalahan (error) yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan metode peramalan lainnya. Metode peramalan ARIMA yang didapat adalah SARIMA (1,1,1)(0,1,1)51. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada alat analisis yang digunakan dan komoditas yang menjadi bahan penelitian yaitu tembakau. Alat analisis menggunakan metode kuantitatif, yaitu metode time series. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian yang terdahulu adalah dalam penelitian ini bukan hanya harga saja yang diramalkan tetapi berikut produksi tembakaunya. Selain itu penelitian ini juga ingin memperlihatkan implikasi dari hasil peramalan yang akan dilakukan.
34
III. KERANGKA PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1
Peramalan Peramalan adalah mengenai sesuatu yang belum terjadi. Peramalan
merupakan
studi
terhadap
data
historis
untuk
menemukan
hubungan,
kecenderungan, dan pola yang sistematis (Sugiarto dan Haridjono, 2000). Dalam hal ini peramalan menghubungkan harga jual tembakau dengan data historis yang ada dan juga meramalkan produksi dengan data historis yang ada. Peramalan adalah proses menduga masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Peramalan merupakan suatu dugaan atau perkiraan mengenai terjadinya suatu kejadian atau peristiwa pada waktu yang akan datang, yang dapat membantu dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan secara tepat dan efektif. Prediksi mengenai kejadian masa depan tidak selalu tepat, pelaku peramalan hanya dapat berusaha untuk membuat sekecil mungkin kesalahan yang mungkin akan terjadi (Hanke et al.,2003). Markridakis et al.,(1999) menyatakan bahwa komitmen tentang peramalan telah tumbuh karena beberapa faktor yaitu : 1. Meningkatnya kompleksitas organisasi dan lingkungannya, 2. Meningkatnya ukuran organisasi, 3. Lingkungan dari organisasi yang berubah dengan cepat, 4. Pengambilan keputusan yang semakin sistematis, 5. Metode peramalan dan pengetahuan semakin berkembang.
35
Menurut Assauri (1984), ada tiga langkah peramalan yang dianggap penting. Pertama, menganalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi untuk dapat menemukan pola dari data tersebut. Kedua, menentukan metode peramalan yang akan digunakan sehingga dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi atau metode yang menghasilkan penyimpangan terkecil. Ketiga, memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.
3.1.2
Jenis-Jenis Peramalan Pada umumnya peramalan dapat dibedakan dari beberapa segi tergantung
dari cara melihatnya. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya, Mulyono (2000) menjelaskan bahwa peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu : a. Peramalan yang subjektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas perasaan atau intuisi dari orang yang menyusunnya. Dalam hal ini pandangan atau ”judgement” dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tidaknya hasil ramalan tersebut. b. Peramalan yang objektif adalah peramalan yang didasarkan atas data yang relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik teknik dan metodemetode dalam penganalisaan data tersebut. Berdasarkan sifat ramalan yang telah disusun, maka peramalan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu metode peramalan kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif disusun berdasarkan pemikiran yang bersifat intuisi, pertimbangan dan pengetahuan dari penyusunnya sehingga sulit menemukan
36
prosedur yang sistematis untuk mengukur dan memperbaiki keakuratan hasil peramalan serta kemungkinan tingginya subjektifitas pendapat, sedangkan metode kuantitatif dengan melakukan perhitungan secara statistik terhadap data-data yang lalu. Peramalan kualitatif terdiri dari jury of executive opinion, sales force composite dan lain-lain (Mentzer dan Cox, 1984). Peramalan kuantitatif dapat menggunakan metode time series dan metode kausal.
3.1.3
Identifikasi Pola Data Time Series. Metode peramalan time series merupakan suatu teknik peramalan yang
didasarkan pada analisis perilaku atau nilai masa lalu suatu variable yang disusun menurut urutan waktu. Alasan penggunaan model ini adalah karena sederhana, cepat dan murah. Model ini cocok untuk meramal sejumlah besar variabel dalam tempo singkat dengan sumber daya terbatas. (Mulyono, 2000). Salah satu hal yang terpenting sebelum seorang peramal melaukan pemilihan metode peramalan yang sesuai dengan data deret waktu (time-series) yang dimilikinya adalah memperhatikan/mengidentifikasi jenis pola data tersebut. Identifikasi pola data dilakukan untuk mengetahui unsur pola yang terkandung pada suatu deret data, sehingga deret data tersebut dapat disesuaikan dengan metode peramalan time-series yang digunakan. Henke, Reitsch dan Wichern (2003), salah satu aspek penting dari pemilihan teknik peramalan yang sesuai dari data time series adalah dengan memperhatikan jenis pola data yang berbeda. Ada empat jenis yang umum, yaitu: horizontal, trend, musiman dan siklik.
37
1. Pola Horizontal Pola horizontal terjadi ketika data observasi berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Tipe ini disebut juga pola stasioner. Fluktuasi ini merupakan akibat dari berjuta peristiwa yang masing-masing tidak berpengaruh namun jika efeknya dikombinasikan akan menjadi besar. 2. Pola Musiman Pola ini terjadi ketika data observasi dipengaruhi oleh faktor musiman. Komponen musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Fluktuasi musiman ini umumnya terjadi setiap mingguan, bulanan, atau triwulanan. Variasi musiman mencerminkan kondisi cuaca, liburan atau panjangnya hari bulan kalender. 3. Pola Siklik Pola ini terjadi ketika data observasi terlihat naik turun dalam periode waktu yang tidak tetap. Komponen siklik mirip fluktuasi gelombang di sekitar trend yang sering dipengaruhi kondisi ekonomi. Komponen siklus umumnya ditemukan pada analisis jangka panjang seperti peramalan peubah yang terkait dengan siklus hidup produk. Pada prakteknya, siklik selalu sulit diidentifikasi dan kadangkala dianggap sebagai bagian dari trend. 4. Pola Kecenderungan (Trend) Pola trend terbentuk ketika data observasi terlihat meningkat/ menurun dalam periode waktu yang lebih panjang. Trend merupakan komponen jangka panjang yang mendasari pertumbuhan atau penurunan data time series. Trend dapat disebabkan oleh misalnya pertumbuhan populasi, inflasi, perubahan teknologi, dan peningkatan produktifitas.
38
Langkah yang harus dilakukan untuk menganalisis data historis adalah dengan memplotkan data tersebut secara grafis. Dari hasil plot data tersebut dapat diketahui apakah pola data stasioner, musiman, siklik atau trend. Dengan mengetahui secara jelas pola data dari suatu data historis maka dapat dipilih teknik-teknik peramalan yang mampu secara efektif mengekstrapolasi pola data.
3.1.4
Metode Peramalan Time Series Metode peramalan time series didasarkan atas penggunaan analisa pola
hubungan antara variabel yang akan diperkirakan dengan variabel waktu yang merupakan data deret waktu (time series). Setidaknya ada tiga alasan penggunaan metode deret waktu (Makridakis et al.,1999) : 1. Sistem kemungkinan tidak dipahami, dan meskipun dapat dipahami hubungan-hubungan yang mengatur perilaku sistem tersebut kemungkinan sulit sekali diukur. 2. Perhatian utama hanyalah memprediksi apa yang akan terjadi, bukan bagaimana hal itu terjadi. 3. Saat mengetahui sesuatu terjadi dan memprediksi apa yang akan terjadi, nilainya tidak terlalu berarti, padahal biaya untuk mengetahui tentang mengapa terjadi kemungkinan sangat tinggi. Metode yang digunakan dalam peramalan model time series kali ini antara lain adalah : 1. Metode Trend Metode trend menggambarkan pergerakan jangka panjang di dalam deret waktu yang seringkali dijelaskan sebagai garis lurus atau kurva halus. Teknik
39
ini menunjukkan hubungan antara periode dan variabel yang diramal. Pola data yang mengandung unsur musiman dapat dimasukkan dalam teknik ini.metode ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu Trend Linear, Trend Kuadratik dan Trend Eksponensial. 2. Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (Double Exponential Smoothing) Metode ini merupakan metode yang secara kontinu merevisi suatu nilai pendugaan dengan mempertimbangkan fluktuasi data terakhir (Gaynor,1994). Dalam pemulusan eksponensial, terdapat satu atau lebih parameter pemulusan yang digunakan. Metode eksponensial ganda ini digunakan untuk peramalan data time series yang tidak stationer dengan trend linier. Hasil yang diperoleh dari pemulusan eksponensial tunggal dilakukan pemulusan kembali dengan memberi bobot yang menurun secara eksponensial. Metode ini memiliki tambahan nilai pemulusan dan disesuaikan untuk mengatasi unsur trend. 3. Metode Dekomposisi Metode ini dapat digunakan pada setiap data historis yang memiliki pola sembarang, metode dekomposisi biasanya mencoba memisahkan komponen trend, siklus dan musiman. Metode dekomposisi terbagi atas dekomposisi multiplikatif dan dekomposisi aditif. Metode ini memiliki kelebihan yang mudah dan cepat dalam melakukan perhitungan. Kelemahannya adalah jika ada data baru maka pengolahan harus diolah lagi, hanya sekedar menampilkan pertumbuhan dan penurunan suatu deret, dengan cara menghilangkan satu atau beberapa komponen. Namun, metode ini umum dipakai, cukup sukses, dan akurat hasilnya untuk ramalan jangka panjang (Gaynor, 1994).
40
4. Metode Winters Metode ini digunakan untuk peramalan data time series dengan trend linear dan musiman. Metode ini tidak memperhitungkan komponen siklus sehingga tidak ada pengaruh siklus hasil ramalannya menjadi tidak baik. Metode winters terdiri atas model multiplikatif (fluktuasi proporsional terhadap trend) dan aditif (fluktuasi relatif konstan). Metode Winters Aditif ini berguna untuk meramalkan data time series dengan trend linear dan memiliki variasi musiman aditif. Perkiraan nilai awal parameter yang diperbaharui biasanya diperoleh dari model dekomposisi aditif. Sedangkan metode Winters Multiplikatif berguna untuk meramalkan data time series dengan trend linear dan variasi musiman tidak konstan. Dalam metode winters terdapat tiga parameter yang digunakan yaitu α, β, dan γ (Gaynor, 1994). 5. Metode Box Jenkins Metode ARIMA dan SARIMA merupakan metode yang dikembangkan oleh George Box Gwilyn Jenkins,. Metode ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu supaya model dapat bekerja dengan baik. Metode ini sangat tepat untuk kondisi dimana tersedia data yang memiliki jangka waktu pendek.
3.1.5
Pemilihan Model Peramalan Menurut Hanke et al., (2003), persyaratan essensial dalam memilih suatu
teknik peramalan tidak terletak pada metode peramalan yang menggunakan proses matematika yang rumit atau menggunakan metode yang canggih. Akan tetapi, metode terpilih harus menghasilkan suatu ramalan yang akurat, tepat waktu,
41
manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya penggunaannya, sehingga ramalan dapat membantu menghasilkan keputusan yang lebih baik. Makridakis et al. (1999) menjelaskan bahwa terdapat berbagai ukuran akurasi suatu model peramalan, antara lain Mean Square Error (MSE), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), dan lain-lain. Setiap ukuran akurasi metode peramalan tersebut memiliki keterbatasan. Ukuran ketepatan yang paling sering dipertimbangkan adalah MSE. Metode yang memberikan nilai MSE paling kecil menjadi metode yang terbaik, karena nilai MSE paling kecil menunjukkan bahwa model dapat menirukan kenyataan di masa depan secara lebih baik.
3.2.
Kerangka Pemikian Operasional Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting bagi
perekonomian
Indonesia.
Meskipun
demikian,
menurut
Deptan
(2006),
kemampuan produksi nasional tembakau pada tiap tahunnya mengalami fluktuasi tajam. Hal ini menyebabkan tingginya gap antara produksi dan konsumsi tembakau di Indonesia sehingga terjadi kekhawatiran yang besar akan impor tembakau di setiap tahunnya. Selain itu adanya ketidakpastian harga tembakau di pasar menjadikan komoditas ini sulit untuk dapat diprediksi. Fluktuasi produksi tembakau dan ketidakmampuan pemerintah dalam mempertahankan harga pasar akan menyebabkan ketidakstabilan pasar tembakau di masa yang akan datang. Informasi harga yang lengkap dan akurat sangat dibutuhkan dalam menunjang pengembangan tembakau sebagai komoditi perkebunan unggulan. Salah satu cara untuk mengetahui kemampuan Indonesia
42
dalam memproduksi
tembakau dan tingkat harga adalah dengan melakukan
peramalan produksi dan harga untuk beberapa tahun yang akan datang. Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi pola data bulanan harga tembakau dan produksi terhadap waktu. Dengan melakukan plot data tersebut akan dapat diduga pola data sementara, apakah pola tersebut memiliki pola data stasioner, trend maupun siklis. Berdasarkan plot data tersebut, kemudian dilakukan penerapan metode peramalan kuantitatif yaitu metode time series. Teknik time series yang digunakan yaitu Metode Trend, Metode Pemulusan Eksponensial Ganda, Metode Winters, Metode Dekomposisi dan Metode Box Jenkins. Untuk mendapatkan hasil ramalan terbaik dan akurat dilakukan pemilihan teknik peramalan berdasarkan nilai MSE terkecil. Semakin kecil nilainya maka akan semakin baik, karena mendekati nilai aktualnya. Tahap selanjutnya yaitu evaluasi model peramalan harga dan produksi tembakau terbaik. Tahap akhir dari penelitian ini adalah mengimplikasikan hasil. Peramalan akan memberikan informasi yang relevan untuk mengetahui harga dan produksi tembakau di masa yang akan datang sehingga memberikan informasi yang berguna dalam menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan. Melalui penggunaan metode peramalan time series, maka ketidakpastian harga dan kuantitas akan dapat dikurangi, sehingga dapat mengurangi resiko kerugian. Juga dapat diketahui perkiraan untuk tahun berikutnya sehingga memudahkan pihak-pihak terkait dalam melakukan pemasaran. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.1.
43
Indonesia sebagai produsen tembakau Risiko ketidakpastian harga dan
ketidakpastian Pasar
fluktuasi produksi tembakau
bagi Produsen dan Konsumen
Metode Kuantitatif
Penerapan Metode Peramalan Time Series (Trend, Pemulusan Eksponensial Ganda, Winters, Dekomposisi, Box Jenkins).
Pemilihan Metode Peramalan Time Series
Meramalkan harga dan produksi tembakau
Rekomendasi Kebijakan Harga dan Produksi Gambar 3.1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran
44
IV. METODE PENELITIAN
4.1
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder berupa
data perkembangan harga tembakau bulanan di Indonesia dari tahun 1986-2006, data tahunan produksi tembakau dari pola semua pengusahaan perkebunan tembakau Indonesia yaitu dari perkebunan negara, perkebunan swasta, dan perkebunan rakyat dari tahun 1971-2006. Data tersebut diperoleh dari Departeman Pertanian, BPS, Departemen Bea dan Cukai, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Studi Literatur, Internet dan bahan bacaan yang berkaitan dengan topik penelitian. Data yang digunakan meliputi data harga tembakau, produksi tembakau, ekspor tembakau, impor tembakau, harga domestik dan harga pasaran di dunia, luas areal panen tembakau, produksi tembakau di dunia dan lain-lain.
4.2
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data kuantitatif yang diperoleh menggunakan
software microsoft excel dan minitab 14. Hasil olahan data kuantitatif selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel, grafik, disertai penjelasan naratif. Sedangkan aata atau informasi kualitatif disajikan dalam bentuk tabulasi yang disertai narasi singkat dan dianalisis secara deskriptif. Pemilihan program tersebut berdasarkan alasan
bahwa
program
telah
banyak
dikenal,
lebih
mudah
pengoperasiannya dan output komputer yang disajikan lebih lengkap.
dalam
45
4.3
Identifikasi Pola Data Time Series Tahap pertama dari pengolahan data adalah menyajikan serial data dari
harga tembakau bulanan dalam plot harga terhadap waktu dan produksi tembakau tahunan dalam plot produksi terhadap waktu. Hasil yang akan didapatkan dari identifikasi pola data adalah bentuk pola data yang akan disesuaikan dengan metode peramalan yang akan dilakukan. Pola yang dapat terbentuk meliputi pola : 1. Pola Stasioner 2. Pola Musiman 3. Pola Siklik 4. Pola Trend Pola data harga tembakau dan produksi yang didapatkan, berasal dari plot data harga dan produksi tembakau dan plot autokorelasinya. Data yang telah diplotkan akan membentuk suatu pola data. Dari hasil tersebut dapat diketahui apakah data tersebut memiliki unsur stasioner, musiman, siklik atau trend. Hal tersebut dilakukan untuk menduga sementara metode apa yang seharusnya digunakan sebagai alat analisis.
4.4
Metode Peramalan Time Series Setelah pola data terlihat, maka analisis data dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain Metode Trend, Metode Pemulusan Eksponensial Ganda (Double Exponential Smoothing), Winters, Decomposition dan Metode BoxJenkins. Berikut adalah formula dari masing-masing metode :
46
4.4.1
Metode Trend Teknik Trend yang akan digunakan adalah teknik linear, kuadratik dan pertumbuhan eksponensial. Persamaan dalam teknik ini adalah 1. Trend Linear
: Ŷt
= a + b1.t
2. Trend Kuadratik
: Ŷt
= a + b1.t + b2.t2
3. Trend Exponential : Ln Ŷt = a + b.t Dimana :
4.4.2
Ŷt
= ramalan m periode depan setelah periode t
a
= intersep
b
= slope kenaikan atau penurunan
Metode Double Exponential Smoothing Teknik pemulusan eksponensial ganda menetapkan bahwa ramalan merupakan hasil dari perhitungan dua kali pelicinan secara eksponen. Cara pelicinannya ialah dengan pengambilan perbedaan antara nilai-nilai tunggal yang dilicinkan, agar diselaraskan dengan bentuk trend. Persamaan-persamaan dalam teknik ini adalah : Ŷt = at + bt Dimana :
4.4.3
at
= 2St – St (2)
bt
= [α / (1 – a)] (St – St (2))(update slope)
St
= αYt + (1- α) St-1
(pemulusan thp 1)
St (2)
= αSt + (1- α) St-1(2)
(pemulusan thp 2)
(update intersep)
Metode Decomposition Metode dekomposisi berupaya memisahkan tiga komponen dari pola dasar
yang cenderung mencirikan deret data ekonomi dan bisnis yang terdiri dari faktor trend, siklus dan musiman. Apabila dalam data produksi dan harga tembakau
47
terdapat komponen-komponen tersebut, maka penggunaan deret dekomposisi akan memberikan hasil peramalan yang cukup akurat. Dekomposisi mempunyai asumsi bahwa data tersusun dari pola dan galat. Susunan data metode dekomposisi sebagai berikut : 1
Dekomposisi Multiplikatif, Jika variasi musim data historis menurun atau meningkat, fungsi data historis dapat berbentuk sebagai berikut : Yt = Tt x Ct x St x εt
2
Dimana : Tt
= komponen trend pada periode t
Ct
= komponen siklus pada periode t
St
= komponen musiman pada periode t
εt
= komponen galat pada periode t
Dekomposisi Aditif Jika data historis konstan, fungsinya dapat berupa aditif, yaitu : Yt = Tt + Ct + St + ε
4.4.4
Dimana : Tt
= komponen trend pada periode t
Ct
= komponen siklus pada periode t
St
= komponen musiman pada periode t
ε
= komponen galat pada periode t
Metode Winters Teknik ini menghasilkan ramalan yang lebih cocok dan tepat untuk pola
data historis yang memiliki pola trend linear dan pola musiman. Persamaanpersamaan dalam teknik ini ada dua macam yaitu:
48
1. Winters Multiplikatif at
= α(Yt /Snt-L) + (1- α) (at -1 + bt-1)
bt
= β(at + at-1) + (1- β) bt-1
Snt
= γ(Yt /at) + (1- γ) St-L
Yt-m
= (at + mbt) Snt-L+m
2. Winters Aditif at
= α(Yt - Snt-1) + (1- α) (at -1 + bt-1)
bt
= β(at - at-1) + (1- β) bt-1
Snt
= γ(Yt - at) + (1- γ) St-s
Yt-m
= (at + mbt) Snt-L+m
Dimana : Yt
= data aktual periode t
at
= pemulusan terhadap deseasionalized data pada periode t
bt
= pemulusan terhadap dugaan trend pada periode t
Snt = pemulusan terhadap dugaan musim pada periode t Yt-m = ramalan m periode ke depan setelah periode t αβγ = pembobot pemulusan L 4.4.5
= banyaknya periode dalam satu tahun.
Metode Box-Jenkins (ARIMA) Model Box-Jenkins secara umum dinotasikan sebagai berikut :
ARIMA (p,d,q) = (1-B)d(1 – θ1 B – θ2B2 -….- θp Bp)Yt = δ+(1 – Θ1B – Θ2B2 -….- ΘqBq)εt Dimana : p
= orde/ derajat autoregressive (AR)
d
= orde/ derajat differencing (pembedaan)
q
= orde/ derajat moving average (MA)
49
εt
= kesalahan peramalan periode t
δ
= konstanta
BYt = Yt-1 B2Yt = Yt-2 BpYt = Yt-p Bq εt = εt-q Model SARIMA hampir sama dengan model ARIMA, hanya saja model SARIMA memasukkan pola musiman tertentu. Model SARIMA secara umum dapat dinotasikan sebagai berikut : SARIMA (p, d, q)(P, D, Q)L = θp(B) Φp(BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = μ + θq(B)Φq(BL)εt Dimana
P = orde/derajat autoregressive (SAR) musiman D = orde/derajat differencing (pembedaan) musiman Q = orde/derajat moving average (SMA) musiman L = beda kala musiman θp(B) = 1 – θ1B - θ2B2 - .......- θpBp Φp(BL) = 1 – Φ1BL - Φ2B2L - .......- ΦpBPL θq(B) = 1 – θ1B - θ2B2 - .......- θqBq Φq(BL) = 1 – Φ1BL - Φ2B2L - .......- ΦQBQL B
= BYt=Yt-1, B2Yt=Yt-2 dan seterusnya
4.4.5.1. Tahapan Metode Box-Jenkins (ARIMA) Langkah-langkah dalam metode ARIMA adalah sebagai berikut : 1. Tahap Penstasioneran Data Model ARIMA mengasumsikan data menjadi input berasal dari data stasioner. Data stasioner adalah data yang tidak mengandung trend, nilainya
50
berfluktuasi di sekitar nilai rataan yang konstan, hal ini dapat dilihat melalui nilai autokorelasi (plot ACF), apabila data yang menjadi input model belum stasioner maka perlu dilakukan penstasioneran data. Salah satu metode penstationeran data yang umum dipakai adalah metode pembedaan (differencing). Pembedaan kedua dilakukan jika data yang diperoleh setelah melakukan pembedaan pertama data masih belum stasioner. Apabila pada sampai pembedaan kedua, data belum stasioner maka dapat dilakukan transformasi data ke dalam bentuk log atau logaritma natural. Analisis ACF dan PACF dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14. Autokorelasi adalah korelasi diantara variabel itu sendiri dengan selang satu atau beberapa periode ke belakang. Sedangkan PACF adalah suatu ukuran dari korelasi dua variabel time series stationer setelah efek dari variabel lainnya dihilangkan. Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :
Dimana : rk
= nilai koefisien autokorelasi
n
= jumlah observasi
Zt
= series stasioner
Ž
= rata-rata series data stasioner
2. Tahap Identifikasi Model Sementara Tahap penting berikutnya dari identifikasi adalah menentukan model ARIMA tentative. Hal ini dilakukan dengan menganalisis perilaku pola dari ACF dan PACF. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, autokorelasi untuk data
51
deret waktu non musiman yang stasioner biasanya berbeda nyata dari nol hanya pada beberapa lag pertama (k<5). Hal ini dapat terjadi dengan berbagai pola correlogram yang berbeda (Gaynor dan Kirkpatrick, 1994). Pertama, correlogram dengan koefisien autokorelasi untuk semua lag sama dengan nol. Hal ini menujukkan bahwa data tersebut tidak memiliki trend dan komponen residualnya acak. Kedua, correlogram dengan koefisien autokorelasi bersifat cut off setelah beberapa lag pertama. Hal ini berarti koefisien autokorelasi untuk lag 1, lag 2, dan atau lag 3 nilainya cukup besar dan signifikan. Di sebagian besar kasus, ACF akan cut off setelah lag 1 atau lag 2. Ketiga, correlogram dengan koefisien autokorelasi tidak cut off tetapi menurun mendekati nol dalam pola yang cepat disebut sebagai pola yang menurun (dying down) dengan cepat. ACF menunjukkan beberapa pola dying down, yaitu pola eksponential menurun; pola gelombang sinus dan kombinasi kedua pola tersebut. Setelah pola ACF dan PACF dianalisis perilakunya, maka dapat ditentukan model tentative Box Jenkins ( Gaynor dan Kirkpatrik, 1994) : 1. Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2, lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down), maka diperoleh model non seasonal MA (q=1 atau 2). 2. Jika ACF cut off setelah lag musiman L, lag non musiman tidak signifikan dan PACF dying down, maka diperoleh model seasonal MA (Q = 1). 3. Jika ACF terpotong setelah lag musiman L, lag non musiman cut off setelah lag 1 dan 2, maka diperoleh model non seasonal – seasonal MA (q=1 atau 2; Q=1)
52
4. Jika ACF dying down dan PACF cut off setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan, maka diperoleh model non seasonal AR (p=1 atau 2) 5. Jika ACF dying down dan PACF cut off setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1) 6. Jika ACF dying down dan PACF cut off setelah lag musiman L; dan lag non musiman cut off setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p=1 atau 2; P=1) 7. Jika ACF dan PACF dying down maka diperoleh mixed (ARMA atau ARIMA) model. 3. Tahap Estimasi Parameter dari Model Sementara Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus diestimasi. Terdapat dua cara mendasar yang dapat digunakan untuk pendugaan terhadap parameter-parameter tersebut, yaitu : Trial and Error yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih diantaranya dengan syarat yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai galat (sum square of residuals). Perbaikan secara iteratif yaitu dengan cara memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program computer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Metode ini banyak digunakan dan telah tersedia suatu logaritma (proses computer). 4. Evaluasi Model Setelah dilakukan estimasi parameter model dengan menggunakan piranti lunak computer, selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap model yang telah
53
didapat. Menurut Firdaus (2006), terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu : Proses interasi harus konvergen. Prosesnya harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter yang memberikan SSE terkecil. Kondisi invertibilitas dan stationeritas harus dipenuhi. Kondisi invertibilitas dan stationeritas ini ditunjukkan dengan koefisien AR dan MA kurang dari 1. Residual hendaknya bersifat acak, dan terdistribusi normal. Mengindikasikasikan bahwa model yang digunakan sesuai dengan data. Untuk mengujinya digunakan uji statistik Ljung-Box (Q). Semua parameter estimasi harus berbeda nyata dari nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai P-value yang harus kurang dari 0,05. Berlaku prinsip parsimony. Model ini merupakan model yang memiliki jumlah parameter terkecil. Nilai MSE model terkecil. 5. Tahap Peramalan Tahap ini adalah tahap terakhir dari metode Box-Jenkins. Pada tahap ini model yang diperoleh digunakan untuk meramalkan data deret waktu yang ada, sehingga dapat dilakukan peramalan untuk beberapa waktu ke depan.
4.5
Pemilihan Metode Peramalan Time Series Kriteria pemilihan metode yang paling sering digunakan atau kriteria
utama adalah mean square error (MSE). Metode yang terpilih adalah metode
54
yang memiliki nilai MSE paling rendah. Mengandung pengertian bahwa semakin rendah nilai MSE suatu peramalan, maka semakin mendekati nilai aktualnya (forecasting power semakin kuat) Selain itu, kriteria kedua dalah memiliki bentuk paling sederhana dan membutuhkan waktu yang paling sedikit dalam proses pengolahannya. Formula yang dapat digunakan untuk menghitung MSE adalah : 2
MSE Dimana Yt Ῠt
= nilai aktual = nilai ramalan
Yt - Ῠt = kesalahan peramalan n
= banyaknya data
55
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Identifikasi Pola Data Identifikasi pola data dilakukan untuk menentukan jenis data pada deret
waktu (time series) harga dan produksi tembakau di Indonesia dengan metode peramalan yang akan digunakan. Data harga tembakau yang akan dianalisis untuk metode peramalan adalah berupa data bulanan dari tahun 1986–2006. Data tahun 2007 tidak diikutsertakan karena belum dikeluarkan oleh Departemen Pertanian. Metode peramalan produksi tembakau, data yang akan dianalisis berupa data tahunan dari tahun 1971–2006. Identifikasi plot data harga dan produksi tembakau di Indonesia adalah sebagai berikut :
5.1.1
Identifikasi Pola Data Harga Tembakau di Indonesia. Indonesia merupakan penghasil tembakau 10 terbesar dunia, sehingga
Indonesia merupakan pasar strategis dalam dunia pertembakauan. Identifikasi terhadap plot data time series harga tembakau di Indonesia menunjukkan adanya trend, ketidakstationeran, dan juga unsur siklik. Harga tembakau di Indonesia cenderung tidak stationer karena dipengaruhi oleh banyak hal yang antara lain nilai tukar, harga cengkeh sebagai barang komplementer komoditi tembakau yang cenderung berfluktuasi, penimbunan dan pasokan tembakau dari daerah lain yang harganya cenderung lebih rendah, sehingga mempengaruhi harga tembakau di daerah yang bersangkutan. Harga tembakau yang cenderung menunjukkan ketidakstabilan ini mengakibatkan terpuruknya kesejahteraan petani, terlebih jika terjadi gagal panen, harga tembakau akan menurun tajam, yang berakibat pada
56
melemahnya daya beli masyarakat petani tembakau.Selain itu harga tembakau dalam negeri kalah bersaing dengan tembakau dunia, ditunjukkan dengan harga tembakau dunia yang lebih rendah setiap tahunnya dibandingkan harga tembakau dalam negeri. Hal ini mengakibatkan kekhawatiran terhadap impor yang besar. Ketidakstationeran harga tembakau ini terlihat dari sebaran data yang tidak berada disekitar garis lurus atau rata-rata konstan. Uji koefisien autokorelasi untuk data harga tembakau juga menunjukkan adanya sifat ketidakstationeran. Hal ini dapat diketahui dari beda kala pertama dari beberapa beda kala yang masih berbeda nyata dari nol, seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Hal ini berarti bahwa, tidak ada alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa deret data harga tembakau Indonesia 20 tahun terakhir ini stationer. Unsur siklik terlihat dengan adanya fluktuasi meningkat dan menurun harga dalam periode yang tidak tetap seperti yang ditunjukkan pada plot data harga tembakau. Unsur siklis sulit diidentifikasi melalui plot autokorelasi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa komponen siklis sulit untuk dipisahkan dari unsur trend dan seringkali dianggap bagian dari trend (Hanke et al, 2003). Uji koefisien autokorelasi menunjukkan data harga tembakau Indonesia memiliki unsur musiman, walaupun tidak terlihat secara jelas karena time lag yang berbeda nyata dari nol tidak mempunyai jarak yang sama (Lampiran 2). Unsur trend diindikasikan oleh nilai koefisien autokorelasi pada beberapa lag pertama secara berurutan berbeda nyata dengan nol, dan secara bertahap nilainya turun mendekati nol saat series meningkat. Selain itu dalam identifikasi pola data harga tembakau menunjukkan kecenderungan peningkatan setiap periodenya. (Gambar 5.1). Trend ini merupakan pertumbuhan atau pola perubahan
57
yang mendasari pergerakan time series. Dapat ditunjukkan dengan kecenderungan penurunan atau peningkatan secara perlahan dalam jangka panjang. Identifikasi Plot Data Harga Tembakau 25000
harga
20000
15000
10000
5000
0 1
25
50
75
100
125 Index
150
175
200
225
250
Gambar 5.1 Pola Data Harga Tembakau di Indonesia Selama tahun 1986 sampai 2006, harga tembakau berfluktuasi dengan selisih harga tertinggi dengan harga terendah sebesar Rp 23.650,-. Harga tertinggi dicapai pada bulan September 2005 dengan tingkat harga RP 26.400,-/ kg, sedangkan harga terendah sebesar Rp 2.750,- pada bulan Januari 1986. Harga rata rata dicapai pada tingkat harga Rp 9.216,03/kg. Harga tembakau Indonesia ini sedikit banyak dipengaruhi oleh nilai tukar dan komoditi cengkeh sebagai barang komplementer pada industri rokok. Kenaikan dan penurunan harga tembakau sangat berpengaruh pada margin keuntungan dan penerimaan petani komoditi tembakau. Hal ini perlu mendapat perhatian lebih pemerintah terkait dengan pembuat dan penyedia kebijakan sebagai langkah konkret perbaikan sektor perkebunan dan sesuai tujuan PELITA V yaitu peningkatan taraf hidup petani tembakau tanpa meninggalkan usaha pelestariannya. Berdasarkan hasil identifikasi pola data di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola harga tembakau di Indonesia dalam lima tahun ke depan layak diramalkan dengan metode Trend, Winters, Double Exponential Smoothing, Decomposition dan metode Box-Jenkins.
58
5.1.2
Identifikasi Pola Data Produksi Tembakau di Indonesia Produksi tembakau di Indonesia merupakan hasil total produksi dari
semua pola pengusahaan, baik itu perkebunan inti rakyat, perkebunan negara maupun perkebunan swasta. Produksi tembakau di Indonesia didominasi oleh hasil produksi perkebunan rakyat yaitu sebesar (91.3%), selebihnya produksi tembakau ini dihasilkan oleh perkebunan negara dan swasta. Identifikasi terhadap plot data time series produksi tembakau di Indonesia menunjukkan adanya unsur trend, ketidakstationeran, siklik dan musiman. Ketidakstationeran ini terlihat dari sebaran data yang tidak berada disekitar garis lurus atau rata-rata konstan. Uji koefisien autokorelasi juga mendukung bahwa data produksi tembakau menunjukkan ketidakstationeran. Hal ini dapat diketahui dari beda kala pertama dari beberapa beda kala yang masih berbeda nyata dari nol, seperti yang terlihat pada Lampiran 1. Hal ini berarti bahwa, tidak ada alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa deret data harga tembakau Indonesia 34 tahun terakhir ini stationer. Unsur siklik terlihat dengan adanya fluktuasi meningkat dan menurun harga dalam periode yang tidak tetap dalam grafik plot data. Unsur silkis sulit untuk diidentifikasi melalui plot autokorelasi. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa komponen siklis sulit untuk dipisahkan dari unsur trend dan seringkali dianggap bagian dari trend (Hanke et al, 2003). Uji koefisien autikorelasi menunjukkan data harga tembakau Indonesia memiliki unsur musiman, walaupun tidak terlihat jelas karena time lag yang berbeda nyata dari nol tidak mempunyai jarak yang sama (Lampiran 8).
59
Unsur trend diindikasikan oleh nilai koefisien autokorelasi pada beberapa lag pertama secara berurutan berbeda nyata dengan nol, dan secara bertahap nilainya turun mendekati nol saat series meningkat. Data harga tembakau Indonesia terlihat cenderung meningkat (Gambar 5.2).
Trend merupakan
pergerakan atau pertumbuhan yang mendasari pergerakan jangka panjang. Dimana pergerakan ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan atau penurunan secara konsisten dalam pola data time series. Identifikasi Plot Data Produksi Tembakau 225000 200000
produksi
175000 150000 125000 100000 75000 50000 4
8
12
16
20 Index
24
28
32
36
Gambar 5.2. Pola Data Produksi Tembakau di Indonesia Identifikasi terhadap plot data time series produksi tembakau di Indonesia menunjukkan adanya trend peningkatan selama 34 tahun terakhir ini. Selama tahun 1971 sampai 2006, produksi tembakau berfluktuasi dengan selisih produksi tertinggi dengan produksi terendah sebesar 152.274 Ton.
Produksi tertinggi
dicapai pada tahun 1997 dengan produksi sebesar 209.626 Ton, sedangkan produksi terendah sebesar 57.352 Ton pada tahun 1971. Dengan rata-rata produksi pertahun sebesar 185.287 Ton. Setelah produksi terbesar tahun 1997, produksi tembakau Indonesia jatuh pada tahun 1998 menjadi 105,580 ton. Hal ini terjadi diakibatkan pengaruh La Nina dan krisis ekonomi.
60
Produksi tembakau di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang antara lain luas panen yang tiap tahun bertendensi fluktuasi akibat pengaruh komoditi tembakau sebagai tanaman semusim, curah hujan, pupuk, tenaga kerja dan gagal panen akibat serangan hama dan penyakit. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi para petani tembakau, margin keuntungan yang mereka peroleh tidak sebanding dengan biaya produksinya. Terlebih lagi kebutuhan konsumsi tembakau meningkat setiap tahunnya tidak bisa tertutupi dengan produksi yang dihasilkan. Ironi, mengingat Indonesia merupakan 10 produsen tembakau terbesar di dunia. Produksi yang berfluktuasi ini sangat berpengaruh pada tingkat kesejahteraan dan daya beli petani komoditi tembakau, lebih lanjut akan berpengaruh pada penerimaan devisa dan cukai bagi negara. Diperlukan tindakan konkret pemerintah untuk menggulangi permasalahan tersebut, kebijakan dan pola kemitraan antara petani sebagai plasma dan pemerintah sebagai penyedia sarana dan penjamin pemasaran perlu kembali ditingkatkan. Berdasarkan hasil identifikasi pola data di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola produksi tembakau di Indonesia dalam lima tahun ke depan layak diramalkan dengan metode Trend, Winters, Double Exponential Smoothing, Decomposition dan metode Box-Jenkins.
5.2
Pemilihan Metode Peramalan Time Series Berdasarkan hasil identifikasi pola data harga dan produksi tembakau di
atas, maka dapat ditentukan metode peramalan time series yang sesuai. Metode peramalan yang memungkinkan dapat digunakan untuk peramalan harga dan
61
produksi tembakau adalah Metode Trend, Double Exponential Smoothing, Winters, Decomposition dan Metode Box- Jenkins.
5.2.1
Metode Trend Metode
Trend
menggambarkan
kecenderungan
peningkatan
dan
penurunan dalam jangka panjang dari sekumpulan data harga dan produksi tembakau yang dianalisis. Analisis Trend yang digunakan dalam teknik ini adalah trend linear, Trend Kuadratik dan Trend Eksponensial. Untuk peramalan harga yang menghasilkan nilai MSE terkecil adalah Trend Kuadratik dengan fungsi Yt = 4315.80 - 53.7254*t + 0.549282*t**2 yang menghasilkan nilai MSE sebesar 4.181.488. Peramalan harga yang menghasilkan nilai MSE terbesar yaitu Trend Linear dengan fungsi Yt = -1567.19 + 85.2429*t dan menghasilkan nilai MSE sebesar 10.940.537. Sedangkan untuk peramalan produksi yang menghasilkan nilai MSE terkecil adalah Trend kuadratik dengan fungsi Yt = 80022.1 + 1645.59*t + 38.3072*t**2 yang menghasilkan nilai MSE sebesar 594.838.615. Peramalan produksi yang menghasilkan nilai MSE terbesar yaitu Trend linear dengan fungsi Yt = 71045.5 + 3062.96*t yang menghasilkan nilai MSE sebesar 608.478.826.
5.2.2
Metode Double Exponential Smoothing Metode pemulusan eksponensial ganda sangat mirip dengan pemulusan
eksponensial tunggal, bedanya pemulusan eksponensial ganda ada tambahan untuk trend. Konstanta pemulusan kedua adalah β yang digunakan untuk memuluskan estimasi trend. Program computer MINITAB Release 14 telah
62
menyediakan kombinasi nilai α dan β yang memberikan nilai MSE terkecil, sehingga bobot α dan β tidak perlu dipilih secara subjektif. Kombinasi bobot α dan β akan menghasilkan nilai yang meminimasi nilai MSE. Untuk metode pemulusan eksponensial ganda harga tembakau dengan nilai α = 0,90 nilai β = 0,01 menghasilkan nilai MSE sebesar 1.727.608. Sedangkan untuk metode pemulusan eksponensial ganda produksi tembakau dengan nilai α = 0,01 nilai β = 0,01 menghasilkan nilai MSE sebesar 614760.642.
5.2.3
Metode Decomposition Metode Dekomposisi dapat berlaku pada pola data berbentuk sembarang
karena pada dasarnya metode ini mencoba memisahkan pola data berdasarkan trend, siklis atau musiman. Metode dekomposisi ini terbagi menjadi dua macam yaitu aditif dan multiplikatif. Untuk peramalan harga tembakau dengan metode dekomposisi aditif menghasilkan nilai MSE sebesar 10851898, sedangkan dengan metode dekomposisi multiplikatif ternyata menghasilkan MSE lebih kecil yaitu sebesar
10738132. Sedangkan untuk peramalan produksi tembakau dengan
metode dekomposisi aditif menghasilkan nilai MSE sebesar 392.222.286, sedangkan dengan metode dekomposisi multiplikatif ternyata menghasilkan nilai MSE lebih kecil sebesar 373.620.604.
5.2.4
Metode Winters Metode Winters digunakan untuk pola data yang bersifat trend atau
musiman. Seperti dekomposisi, metode winters ini terbagi menjadi dua yaitu Winters Aditif dan Winters Multiplikatif. Untuk peramalan harga menggunakan
63
bobot penghalusan level sebesar 0,98; trend sebesar 0,01 dan seasonal sebesar 0,01. Nilai MSE yang diperoleh dengan menggunakan metode Winters Aditif yaitu sebesar 1.264.257, untuk metode Winters Multiplikatif menghasilkan nilai MSE yang lebih kecil yaitu sebesar 1.219.043. Sedangkan peramalan produksi dilakukan dengan bobot penghalusan berupa level sebesar 0,05; trend sebesar 0,98; dan seasonal sebesar 0,01. Pencarian bobot pemulusan ini dimaksudkan untuk memperkecil tingkat kesalahan atau nilai error. Nilai MSE yang diperoleh dengan metode Winters Aditif adalah sebesar 455.333.569, untuk Wintes Multiplikatif menghasilkan nilai MSE sebesar 481.255.752.
5.2.5
Metode Box-Jenkins Hasil identifikasi plot data harga tembakau di Indonesia yang
menunjukkan adanya ketidakstationeran, trend, dan unsur musiman yang tidak telalu terlihat dari plot autokorelasinya ini dapat dipecahkan dengan metode BoxJenkins ARIMA. Metode ARIMA ini tidak mensyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga semua pola data dapat dianalisis menggunakan metode ARIMA ini. Ketidakstationeran dalam data harga tembakau dapat dihilangkan dengan cara pembedaan
atau
differencing.
Differencing
pertama
dan
kedua
belum
menghasilkan data yang stasioner. Sehingga dilakukan transformasi data ke dalam bentuk log atau logaritma natural. Dari transformasi data dalam bentuk log ini dihasilkan data yang stasioner. Hal ini terlihat dari pola data transformasi log yang mendekati nilai konstan (Lampiran 2). Hasil perhitungan output komputer metode ARIMA (0,1,1) menghasilkan MSE terkecil sebesar 0,02573. Penentuan model ini melihat dari pola ACF yang
64
cut off dan PACF yang dying down. Sehingga model tentative Box-Jenkins adalah MA. Enam syarat dalam evaluasi model Box-Jenkins yang terpenuhi yaitu: 1
Residual sudah bersifat acak. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini dapat digunakan indicator Box-Ljung Statistic. Hal ini dapat dilihat dari P-value pada indicator Ljung Box bernilai 0,133. P-value > 0,05 yang berarti residual sudah acak.
2
Model ARIMA (0,1,1) sudah dalam bentuk yang paling sederhana (parsimonius)
3
P-value koefisien kurang dari 0,05 yaitu 0,000. Berarti parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol.
4
Kondisi invertablilitas ataupun stationeritas sudah terpenuhi, dapat dilihat dari koefisien MA = 0,3493. Koefisien MA kurang dari satu berarti kondisi invertibilitas terpenuhi.
5
Proses iterasi sudah konvergence, berarti proses dapat berhenti ketika tidak ada perkiraan-perkiraan dalam parameter. Terlihat pada output pernyataan relative change in each estinate less than 0,0010.
6
Model memiliki nilai MSE terkecil yaitu sebesar 0.02573. Sedangkan hasil identifikasi plot data produksi tembakau di Indonesia
yang menunjukkan adanya ketidakstationeran, dan unsur musiman. Kondisi ini dapat dipecahkan melalui metode Box-Jenkins SARIMA. Ketidakstationeran ini akan dihilangkan dengan cara pembedaan atau differencing. Differencing pertama telah menghasilkan data yang stationer. Hal ini terlihat dari pola data produksi tembakau yang telah didifferencing pertama menunjukkan pola data yang berada di sekitar nilai konstan (Lampiran 8). Perhitungan output komputer metode
65
SARIMA (1,1,1) (0,1,1)6 menghasilkan MSE terkecil sebesar 1.075.461.710 dan terdapat pada taraf P < 0,05. Terdapat enam kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins yang terpenuhi yaitu: 1
Residual sudah bersifat acak. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini dapat digunakan indicator Box-Ljung Statistic. Pvalue > 0,05 yang berarti residual sudah acak. Hal ini dapat dilihat dari Pvalue pada indicator Ljung Box bernilai 0,285.
2
Model SARIMA (1,1,1) (0,1,1)6 sudah dalam bentuk yang paling sederhana (parsimonius).
3
P-value koefisien kurang dari 0,05 yaitu 0,001.
4
Kondisi invertabilitas ataupun stationeritas sudah terpenuhi. Ditunjukkan dengan koefisien AR, MA dan SAR kurang dari 1. Dalam output computer dihasilkan koefisien AR= 0,6095, MA = 0,8413, dan SAR = 0,5548.
5
Proses iterasi sudah konvergence, pada output terdapat pernyataan relative change in each estinate less than 0,0010.
6
Model memiliki nilai MSE terkecil yaitu sebesar 1.075.461.710.
5.3
Pemilihan Teknik Peramalan Terakurat
Setelah dilakukan penerapan dari beberapa teknik peramalan time series, kemudian dibandingkan secara keseluruhan nilai MSE yang dihasilkan. Perbandingan ini bertujuan untuk mendapatkan teknik peramalan time series terbaik. Pemilihan teknik peramalan yang terbaik didasarkan pada nilai MSE terkecil. Nilai MSE setiap metode peramalan harga dan produksi tembakau dapat dilihat pada Tabel 5.1.
66
Tabel 5.1. Nilai MSE Metode Peramalan Harga dan Produksi Tembakau. No
Metode peramalan
MSE
MSE
(ramalan harga) (ramalan produksi) 1
Trend *Linear
10.940.537
608.478.826
*Quadratik
4.181.488
594.838.615
*Growth Curve
6.160.337
600.915.730
2
Double Exponential Smoothing
1.727.608
614.760.642
3
Decomposition *Aditif
10.851.898
392.222.286
*Multiplikatif
10.738.132
373.620.604
*Aditif
1.264.257
455.333.569
*Multiplikatif
1.219.043
481.255.752
0,02573
-
-
1.075.461.710
0,03987
-
4
5
Winters
Box-Jenkins *ARIMA harga (0,1,1) *SARIMA >Produksi (1,1,1)(0,1,1)6 > Harga (1,1,0)(1,1,0)
48
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, menunjukkan bahwa metode peramalan Box-Jenkins ARIMA (0,1,1) merupakan metode paling akurat dalam memberikan nilai ramalan untuk harga tembakau. Hal ini terlihat dari hasil nilai MSE yang paling rendah, yaitu sebesar 0,02573. Sedangkan untuk produksi tembakau, metode Decomposition Aditif merupakan metode peramalan terbaik produksi tembakau dengan nilai MSE terkecil yaitu sebesar 392.222.286. Dengan menggunakan teknik yang terbaik diharapkan akan menghasilkan nilai ramalan mendekati nilai aktualnya. Peramalan harga tembakau Indonesia yang dilakukan dengan metode ARIMA (0,1,1) dalam 18 bulan ke depan menghasilkan ramalan harga yang
67
cenderung meningkat tetapi tidak dalam persentase yang besar. Dengan rata-rata kenaikan sebesar Rp 180,00 per periode. Harga pada bulan Januari 2007 atau periode peramalan pertama adalah sebesar Rp 21.848,20. Harga tertinggi dicapai pada bulan Juni tahun 2008 sebesar Rp 25.082.50. Selisih harga tertinggi dengan harga terendah berdasarkan hasil ramalan harga tembakau Indonesia adalah sebesar Rp 3.234,30. Hasil ramalan harga tembakau dapat dilihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil Peramalan Harga Tembakau, 2007-2008 Periode Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni
Hasil Peramalan 21848.2 22026.3 22205.9 22387.0 22569.5 22753.5 22939.1 23126.1 23314.7 23504.8 23696.4 23889.7 24084.5 24280.8 24478.8 24678.4 24879.6 25082.5
Peningkatan hasil peramalan harga tembakau yang tidak begitu besar setiap bulannya ini diduga disebabkan oleh pengelolaan hasil komoditi tembakau di Indonesia masih belum intensif. Hal ini tercermin dari hasil tembakau rakyat yang masih rendah kualitas dan kuantitas karena sistem pengolahan berupa pengopenan dan pengeringan yang sederhana dan seadanya. Hasil akhir yang
68
kurang intensif ini mengakibatkan harga tembakau hanya meningkat dengan ratarata rendah. Sedangkan faktor ekonomi lain yang diduga mempengaruhi peningkatan harga tembakau Indonesia ini antara lain adalah nilai tukar rupiah/dollar Amerika, dimana nilai tukar ini cenderung bergerak naik setiap waktu, hal ini menyebabkan harga tembakau yang dalam lintas perdagangannya melibatkan ekspor dan impor secara langsung akan ikut terpengaruh. Selain itu adanya adanya kenaikan harga pupuk dan sarana pendukung lainnya. Harga yang cenderung mengalami peningkatan walaupun dalam persentase rendah ini diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan margin keuntungannya sehingga kesejahteraan dan jaminan hidup petani komoditi tembakau akan berkembang lebih baik. Hasil ramalan ini dapat digunakan oleh pedagang, distributor, tengkulak dan industri rokok sebagai arahan pada tingkat berapa penjualan dan produksi akan dilaksanakan. Selain itu dapat digunakan juga sebagai tolakan kebijakan bagi pemerintah sebagai penjamin rantai pemasaran. Sedangkan untuk produksi tembakau, output peramalan yang dihasilkan Decomposition Aditif menunjukkan tingkat produksi tembakau yang berfluktuasi setiap periodenya. Produksi tertinggi selama 5 periode mendatang terjadi pada tahun 2009 dengan produksi sebesar 214.530 Ton, dengan rata-rata fluktuasi kenaikan atau penurunan sebesar 15.147 Ton setiap tahun. Tabel 5.3. Hasil Peramalan Produksi Tembakau 5 Tahun Mendatang Periode 2007 2008 2009 2010 2011
Hasil Peramalan 179630 194777 214530 179330 192474
69
Rata-rata kenaikan dan penurunan yang tinggi ini diduga disebabkan tembakau bukan merupakan tanaman tahunan. Tembakau dalam masa tanamnya dikenal dengan pola bero, yaitu berselang antara palawija-padi-tembakau, paditembakau-palawija dan padi-palawija-tembakau. Setiap periode musiman habis, lahan pertanian akan digunakan sebagai areal komoditi lain. Tembakau yang rentan terhadap gagal panen tiap tahunnya ini, menyebabkan sebagian besar petani tembakau pindah ke komoditi pertanian lain yang lebih menguntungkan. Selain itu adanya pencabutan program subsidi pupuk dan bibit, yang merupakan input utama dalam faktor produksi tembakau pada tahun 1998. Hal ini menyebabkan produksi tembakau mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Kenaikan dan penurunan produksi tembakau yang cukup tajam ini perlu secara dini ditangani oleh pemerintah dan masyarakat pada umumnya. Jalinan kemitraan sangatlah penting. Pemerintah dapat menggunakan hasil ramalan ini sebagai tolakan kemampuan produksi dan konsumsi di masa mendatang, sehingga tidak akan terjadi selisih yang terlalu signifikan. Hal ini akan menguntungkan petani tembakau dan industri yang membutuhkan tembakau sebagai kebutuhan utamanya, karena secara tidak langsung kerugian ekonomi dapat diminimalisir. Pemerintah pun tidak akan dirugikan dengan adanya kekhawatiaran impor yang besar, yang lebih lanjut akan mempengaruhi pendapatan dan devisa negara. Teknik peramalan time series yang dapat meminimalisasi MSE sangat relevan untuk melakukan peramalan harga dan produksi tembakau beberapa periode ke depan. Informasi harga dan produksi tembakau mendatang ini dapat dimanfaatkan oleh bidang pemasaran dalam membuat perencanaan pola produksi dan penjualan tembakau yang memberikan margin terbesar.
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil perhitungan pada penilitian ini, menunjukkan bahwa metode peramalan Box Jenkins ARIMA (0,1,1) merupakan metode yang paling akurat dalam memberikan nilai ramalan untuk harga tembakau. Hal ini terlihat dari hasil nilai MSE terkecil, yaitu sebesar 0,02573. Sedangkan untuk produksi tembakau, metode Decomposition Aditif merupakan metode peramalan produksi tembakau terbaik dengan nilai MSE terkecil yaitu sebesar 392.222.286. Dengan menggunakan teknik yang terbaik diharapkan akan menghasilkan nilai ramalan mendekati nilai aktualnya. 2. Peramalan harga tembakau Indonesia yang dilakukan dengan metode ARIMA (0,1,1) dalam 18 bulan ke depan menghasilkan harga tembakau Indonesia yang cenderung meningkat tetapi tidak dalam persentase yang besar. Dengan rata-rata kenaikan sebesar Rp 180,00 per periode. Harga pada bulan Januari 2007 atau periode peramalan pertama adalah sebesar Rp 21.848,20. Harga tertinggi dicapai pada bulan Juni tahun 2008 sebesar Rp 25.082.50. Selisih harga tertinggi dengan harga terendah berdasarkan hasil ramalan harga tembakau Indonesia adalah sebesar Rp 3.234,30. 3. Untuk
Produksi
tembakau,
output
peramalan
yang
dihasilkan
Decomposition Aditif menunjukkan tingkat produksi tembakau yang berfluktuasi setiap periodenya. Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2009
71
dengan produksi sebesar 214.530 Ton, dengan rata-rata fluktuasi kenaikan penurunan sebesar 15.147 Ton setiap tahun.
6.2
Saran Sebagai negara yang memiliki potensi alam yang besar, Indonesia
diharapkan mampu bersaing dengan negara-negara lain yang sumber daya alamnya
terbatas.
Para
petani
sudah
sepatutnya
mengembangkan
dan
memberdayakan potensi alam tersebut dengan bijaksana. Koordinasi yang baik antara pihak-pihak yang terkait dalam perdagangan komoditi tembakau perlu ditingkatkan sehingga akan memperlancar perdagangan tembakau ini. Peran serta pemerintah dalam menjembatani perdagangan tembakau perlu terus dilakukan sehingga peluang tembakau ini dapat dimanfaatkan dengan optimal dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan devisa negara. Berdasarkan hasil peramalan harga dan produksi tembakau dapat diambil beberapa kebijakan sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas tembakau lokal (Indonesia). Hal ini dapat dicapai melalui peningkatan tingkat produktivitas, yang sangat terkait dengan adopsi teknologi baik teknologi pembibitan, budidaya, panen dan pasca panen, peningkatan efisiensi pada industri pengolahan melalui perbaikan managemen standarisasi mutu dan kualitas hasil melalui sistem pengopenan dan perajangan yang lebih modern. 2. Peningkatan kegiatan research and development pada sektor perkebunan Indonesia khususnya komoditi tembakau. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan inovasi dan efisiensi produksi dalam menghasilkan jenis-jenis tembakau yang berkualitas demi memenuhi
72
kebutuhan pasar. Peningkatan kualitas tembakau sangat menguntungkan para petani, harganya menjadi lebih tinggi sehingga standar hidup para petani akan meningkat. Selain itu perlu adanya kontinuitas pengelolaan rantai pemasaran dan distibusi tembakau sampai tangan konsumen. 3. Pemerintah berusaha mempertahankan harga pasar komoditi tembakau dan peningkatan kualitas SDM petani tembakau. Mempertahankan harga pasar dapat dicapai melalui penurunan harga sarana produksi terutama pupuk dan insektisida melalui penghapusan berbagai distorsi. Selain itu dibuat peraturan atau dasar hukum tentang penetapan harga pasar komoditi tembakau. Sedangkan peningkatan kualitas SDM dapat dicapai melalui pendidikan dan pelatihan pengelolaan komoditi tembakau, adanya jaminan upah yang memadai dan peningkatan standar hidup untuk para petani. 4. Adanya pola kemitraan antara pihak pemerintah dengan petani. Dalam rangka meningkatkan produktifitas pertanian dan mengantisipasi adanya fluktuasi harga perlu adanya pola kemitraan antara pihak pemerintah dengan petani. Pola kemitraan ini diharapkan dapat mendekatkan keterkaitan petani dengan pihak pemerintah sebagai penjamin pemasaran, penyedia sarana produksi dan sebagai pembina dalam pengelolaan hasil panen bagi petani. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini masih bersifat agregat Untuk penelitian selanjutnya semoga dapat menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi adanya variasi dalam harga dan produksi tembakau. Selain itu, juga dapat dilakukan penelitian harga dan tembakau lanjutan yang bersifat lebih spesifik pada tiap kota penghasil tembakau tujuan.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adisewojo, Sodo. Bercocok Tanam Tembakau. Sumur Bandung. 1996. Bandung. Ardiyanti, Eki. 2003. Kajian Implementasi Kemitraan Agribisnis Tembakau Virginia PT. Sandhana Arifnusa Bondowoso, Jawa Timur. [Skripsi]. Fakultas Pertanian ,Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2005. Perkebunan Besar dan Sedang. BPS. Jakarta. Departemen Pertanian. 2007. Tembakau dalam Statistik. Dirjenbun.Jakarta. Gaynor, P. E., and R. C. Kirk Patrick. 1994. Time Series Modelling and Forecasting in Bussines and Economics. Newyork, McGraw Hill. Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zein [penerjemah]. Erlangga Jakarta. Hanke. J. E., D. W. Wichern and A. G. Reitsch. 2003. Peramalan Bisnis. PT. Prehalindo. Jakarta. Lipsey, R.G., Peter O.S. dan Douglas D. P. 1995. Pengantar Makroekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta. Makridakis, S., S. C. Wheelwright and V. E. McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan Ed ke-2. Binarupa Aksara. Jakarta. Marganta, Meta. 2001. Perkembangan dan Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tembakau Virginia Indonesia. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nicholson. W. 2002. Mikroekonomi Intermediet dan Aplikasinya. Penerbit Erlangga. Jakarta. Santoso, Kabul. 1991. Tembakau dalan Analisis Ekonomi. Badan Penerbit Universitas Jember. Jember. Setianto. 2005. Ketentuan dan Persyaratan Mutu Tembakau untuk Ekspor Prosiding Diskusi Teknologi Ramah Lingkungan Untuk Tembakau Ekspor Besuki. 19 Juli 2005. Jember. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan Bogor. Zulfiyanti, Cisilia. 1997. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Tani Tembakau Jawa . [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Tabel Produksi Tembakau Indonesia, 1986-2006 Th/bln
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
JAN
2750
3060
3000
4690
3970
3050
4450
3160
4810
7500
4250
7200
5900
12000
12731
11710
11711
19400
20100
19300
22300
FEB
3000
3500
3000
4680
3970
3300
3870
3160
4270
7500
4250
6200
6100
12000
12170
11970
11584
19400
18600
19500
21300
MAR
3000
3430
3000
4700
3970
3280
3660
3100
4730
7500
4250
6200
6000
12300
12622
12559
11264
18800
19400
20300
23300
APRIL
3000
3460
3000
4740
3970
3310
4000
3090
5010
7250
4200
6200
6000
12300
14320
14038
11464
18400
17800
21000
20300
MEI
3000
3330
3000
4470
3970
3540
4160
4430
4330
6900
4000
6200
6000
12500
14941
14300
10750
20300
24125
22375
21375
JUNI
3000
3060
3000
4430
3970
3590
2580
4320
4670
7000
3800
6200
7000
12500
15902
17158
11286
18900
22125
23185
24375
JULI
3000
2880
3000
4570
3970
3020
4580
4540
5460
7100
3650
6300
5000
12700
14996
15371
11661
18760
25833
24000
22000
AGST
3060
2840
3000
4480
3970
2600
2950
4420
5380
7000
3500
6300
6500
12700
12854
12573
10704
19400
25000
24400
25400
SEP
3120
2840
3000
4380
3970
3230
4330
4450
5160
6600
3200
5000
5500
13000
13662
14155
10925
18500
25333
26400
24000
OKT
3160
2830
3000
4390
3970
2530
3750
4710
5140
6500
3000
6000
5500
13000
12829
13477
10321
18850
25000
24700
24700
NOP
3160
2830
3000
4540
3970
3120
3850
4510
6430
6500
2000
6000
5500
13250
12579
13328
10429
19400
23875
23785
21785
DES
3160
2930
3000
4360
4670
3250
3950
3340
3920
6400
2000
6000
4500
13200
13152
13616
10750
18150
20437
22650
21000
76
Lampiran 2. Plot ACF dan PACF Harga Tembakau di Indonesia Autocorrelation Function for harga
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
5
10
15
20
25
30 Lag
35
40
45
50
55
60
55
60
Gambar 1. ACF Harga Tembakau di Indonesia Partial Autocorrelation Function for harga
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
5
10
15
20
25
30 Lag
35
40
45
50
Gambar 2. PACF Harga Tembakau di Indonesia Autocorrelation Function for df 1 ln hrg
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
5
10
15
20
25
30 Lag
35
40
45
50
55
60
Gambar 3. ACF def 1 ln harga tembakau Indonesia Partial Autocorrelation Function for df 1 ln hrg (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
5
10
15
20
25
30 Lag
35
40
45
50
Gambar 4.P ACF Differencing 1 Log Harga Tembakau di Indonesia
55
60
77
Lampiran 3. Metode Trend Harga Tembakau Trend Linear Harga Tembakau Data Length NMissing
harga 252 0
Trend Analysis Plot for harga Linear Trend Model Yt = -2077.20 + 91.1952*t
30000
Variable Actual Fits Forecasts
25000
Fitted Trend Equation Yt = -1567.19 + 85.2429*t
Accuracy Measures MAPE 51 MAD 2863 MSD 11582239
harga
20000
Accuracy Measures MAPE 50 MAD 2740 MSD 10940537 269 21363.1 270 21448.4
15000 10000 5000 0 1
28
56
84 112 140 168 196 224 252 Index
Trend Quadratic Harga Tembakau Data Length NMissing
harga 252 0
Trend Analysis Plot for harga
Quadratic Trend Model Yt = 4198.72 - 50.3668*t + 0.534197*t**2 35000
Variable Actual Fits Forecasts
30000 25000 harga
Fitted Trend Equation Yt = 4315.80 - 53.7254*t + 0.549282*t**2
Accuracy Measures MAPE 21 MAD 1494 MSD 3881823
20000 15000 10000
Accuracy Measures MAPE 22 MAD 1550 MSD 4181488
5000 0 1
28
56
Trend Exponential Harga Tembakau Data Length NMissing
84
112 140 168 196 224 252 Index
Trend Analysis Plot for harga Growth Curve Model Yt = 2131.56 * (1.00946**t)
harga 252 0
30000
Variable Actual Fits Forecasts
25000
Accuracy Measures MAPE 24 MAD 1829 MSD 5670884
Fitted Trend Equation Yt = 2150.94 * (1.00935**t)
harga
20000 15000 10000 5000
Accuracy Measures MAPE 25 MAD 1865 MSD 6160337
0 1
28
56
84
112 140 168 196 224 252 Index
78
Lampiran 4. Metode Winters Harga Tembakau Winters Multiplikatif Harga Tembakau Multiplicative Method Data harga Length 252
Multiplicative Method
50000
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
40000
Smoothing Constants Alpha (level) 0.98 Gamma (trend) 0.01 Delta (seasonal) 0.01
30000 harga
Smoothing Constants Alpha (level) 0.98 Gamma (trend) 0.01 Delta (seasonal) 0.01 Accuracy Measures MAPE 9 MAD 647 MSD 1219043
Winters' Method Plot for harga
Accuracy Measures MAPE 9 MAD 647 MSD 1219043
20000
10000
0 1
27
54
Winters Aditif Harga Tembakau
Winters' Method Plot for harga Additive Method
Additive Method Data harga Length 252
Accuracy Measures MAPE 11 MAD 743 MSD 1264257
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
40000
30000 harga
Smoothing Constants Alpha (level) 0.98 Gamma (trend) 0.01 Delta (seasonal) 0.01
81 108 135 162 189 216 243 270 Index
Smoothing Constants Alpha (level) 0.98 Gamma (trend) 0.01 Delta (seasonal) 0.01
20000
Accuracy Measures MAPE 11 MAD 743 MSD 1264257
10000
0 1
27 54
81 108 135 162 189 216 243 270 Index
79
Lampiran 5. Metode Decomposition Harga Tembakau Decomposition Multiplikatif Time Series Decomposition Plot for harga Multiplicative Model Harga Tembakau 30000
Variable Actual Fits Trend Forecasts
Multiplicative Model
25000 20000 harga
Data harga Length 252 NMissing 0 Fitted Trend Equation Yt = -1798.29 + 88.4284*t
0 1
Decomposition Aditif Harga Tembakau
81
108 135 162 189 216 243 270 Index
Additive Model
Variable Actual Fits Trend Forecasts
25000
harga
20000
Accuracy Measures MAPE 52 MAD 2782 MSD 10851898
15000 10000 5000 0 -5000 1
Double Exponential Smoothing Harga Tembakau
27
54
81 108 135 162 189 216 243 270 Index
Double Exponential Smoothing Plot for harga 40000
harga 252
Accuracy Measures MAPE 9 MAD 720 MSD 1727608
54
30000
Accuracy Measures MAPE 52 MAD 2782 MSD 10851898 Forecasts
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
30000
Smoothing Constants Alpha (level) 0.90 Gamma (trend) 0.01
harga
Smoothing Constants Alpha (level) 0.90 Gamma (trend) 0.01
27
Time Series Decomposition Plot for harga
Additive Model Data harga Length 252 NMissing 0
Data Length
10000 5000
Accuracy Measures MAPE 50 MAD 2738 MSD 10738132
Fitted Trend Equation Yt = -1643.21 + 86.3521*t
Accuracy Measures MAPE 50 MAD 2738 MSD 10738132
15000
20000
Accuracy Measures MAPE 9 MAD 720 MSD 1727608
10000
0 1
27
54
81 108 135 162 189 216 243 270 Index
80
Lampiran 6. Metode Box Jenkins Harga Tembakau ARIMA (0,1,1) Harga Tembakau Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 9.90156 0.100 0.108 1 6.67383 0.250 0.029 2 6.40837 0.342 0.007 3 6.40671 0.349 0.008 4 6.40671 0.349 0.008 5 6.40671 0.349 0.008 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P MA 1 0.3493 0.0595 5.87 0.000 Constant 0.008121 0.006589 1.23 0.219 Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 252, after differencing 251 Residuals: SS = 6.40603 (backforecasts excluded) MS = 0.02573 DF = 249 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 13.6 29.4 35.8 42.5 DF 10 22 34 46 P-Value 0.194 0.133 0.384 0.621
SARIMA (1,1,0) (1,1,0)48 Harga Tembakau Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 17.2382 0.100 0.100 0.082 1 12.7348 -0.016 -0.050 0.045 2 10.3269 -0.102 -0.200 0.027 3 8.6921 -0.201 -0.350 0.014 4 8.1405 -0.309 -0.500 0.005 5 8.0806 -0.352 -0.552 0.005 6 8.0800 -0.356 -0.558 0.005 7 8.0799 -0.357 -0.559 0.005 8 8.0799 -0.357 -0.559 0.005 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T P AR 1 -0.3569 0.0660 -5.41 0.000 SAR 48 -0.5588 0.0602 -9.28 0.000 Constant 0.00485 0.01402 0.35 0.730 Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 48 Number of observations: Original series 252, after differencing 203 Residuals: SS = 7.97363 (backforecasts excluded) MS = 0.03987 DF = 200 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 17.5 26.6 34.0 48.7 DF 9 21 33 45 P-Value 0.041 0.185 0.420 0.326
81
Lampiran 7. Tabel Produksi Tembakau di Indonesia, 1971-2006 Tahun
Jumlah
1971
57352
1972
126558
1973
76507
1974
78071
1975
95665
1976
89798
1977
84502
1978
82466
1979
120299
1980
85487
1981
109646
1982
106802
1983
109484
1984
107825
1985
160765
1986
101235
1987
112691
1988
116917
1989
80979
1990
156432
1991
140283
1992
111655
1993
121370
1994
130134
1995
140169
1996
151025
1997
209626
1998
105580
1999
135384
2000
204329
2001
199103
2002
192082
2003
200875
2004
165108
2005
153470
2006
177895
82
Lampiran 8. Plot ACF dan PACF Produksi Tembakau Autocorrelation Function for produksi
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
8
9
8
9
8
9
8
9
Gambar 1. ACF Produksi Tembakau di Indonesia Partial Autocorrelation Function for produksi
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
Gambar 2. PACF Produksi Tembakau di Indonesia Autocorrelation Function for df 1 prod
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
Gambar 3. ACF Differencing 1 Produksi Tembakau di Indonesia Partial Autocorrelation Function for df 1 prod
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
Partial Autocorrelation
0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 1
2
3
4
5 Lag
6
7
Gambar 4. PACF Differencing 1 Produksi Tembakau di Indonesia
83
Lampiran 9. Metode Trend Produksi Tembakau MSD 608478826 Trend Linear Trend Analysis Plot for produksi Produksi Tembakau Linear Trend Model Data Length NMissing
produksi 36 0
Yt = 71291.6 + 3043.53*t 225000
Variable Actual Fits Forecasts
200000
Fitted Trend Equation Yt = 71045.5 + 3062.96*t
produksi
175000
Accuracy Measures MAPE 15 MAD 18526 MSD 592535541
150000 125000 100000 75000
Accuracy Measures MAPE 15 MAD 18943
50000 4
8
12
16
20 24 Index
28
32
36
40
Trend Quadratic Produksi Tembakau Data Length NMissing
produksi 36 0
Trend Analysis Plot for produksi
Quadratic Trend Model Yt = 78925.1 + 1869.14*t + 30.9051*t**2 225000
Variable Actual Fits Forecasts
200000 175000 produksi
Fitted Trend Equation Yt = 80022.1 + 1645.59*t + 38.3072*t**2
Accuracy Measures MAPE 15 MAD 18738 MSD 582627097
150000 125000 100000
Accuracy Measures MAPE 15 MAD 19035 MSD 59483861
75000 50000 4
8
Trend Exponential Produksi Tembakau
Fitted Trend Equation Yt = 77213.6 * (1.02481**t) Accuracy Measures MAPE 15 MAD 18702 MSD 600915730
16
20 24 Index
28
32
36
40
Trend Analysis Plot for produksi
produksi 36 0
Growth Curve Model Yt = 77470.7 * (1.02454**t)
225000
Variable Actual Fits Forecasts
200000 175000 produksi
Data Length NMissing
12
Accuracy Measures MAPE 14 MAD 18433 MSD 589108315
150000 125000 100000 75000 50000 4
8
12
16
20 24 Index
28
32
36
40
84
Lampiran 10. Metode Winters Produksi Tembakau Winters Aditif Produksi Tembakau 350000 Additive Method Data produksi Length 36
Additive Method
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
300000 250000 produksi
Smoothing Constants Alpha (level) 0.05 Gamma (trend) 0.98 Delta (seasonal) 0.01
Winters' Method Plot for produksi
Smoothing Constants Alpha (level) 0.05 Gamma (trend) 0.98 Delta (seasonal) 0.01
200000
Accuracy Measures MAPE 13 MAD 16111 MSD 455333569
150000 100000 50000 4
8
12
16
Accuracy Measures MAPE 13 MAD 16111 MSD 455333569
Winters Multiplikatif Produksi Tembakau
20 24 Index
28
32
36
40
Winters' Method Plot for produksi Multiplicative Method
Multiplicative Method Data produksi Length 36
350000
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI
300000
Smoothing Constants Alpha (level) 0.05 Gamma (trend) 0.98 Delta (seasonal) 0.01 Accuracy Measures MAPE 13 MAD 16718 MSD 481255752
produksi
250000 200000
Accuracy Measures MAPE 13 MAD 16718 MSD 481255752
150000 100000 50000 4
Double Exponential Smoothing Produksi Tembakau
250000
Data Length
200000
8
12
16
20 24 Index
28
32
36
40
Double Exponential Smoothing Plot for produksi
produksi
produksi 36
Smoothing Constants Alpha (level) 0.01 Gamma (trend) 0.01
Smoothing Constants Alpha (level) 0.05 Gamma (trend) 0.98 Delta (seasonal) 0.01
Variable Actual Fits Forecasts 95.0% PI Smoothing Constants Alpha (level) 0.01 Gamma (trend) 0.01 Accuracy Measures MAPE 15 MAD 19069 MSD 614760642
150000
100000
Accuracy Measures 50000
MAPE MAD MSD
15 19069 614760642
4
8
12
16
20 24 Index
28
32
36
40
84
85
Lampiran 11. Metode Decomposition Produksi Tembakau Decomposition Multiplikatif Produksi Tembakau Time Series Decomposition Plot for produksi Multiplicative Model
Multiplicative Model produksi 36 0
Fitted Trend Equation Yt = 70362.4 + 3105.26*t
Variable Actual Fits Trend Forecasts
200000 produksi
Data Length NMissing
250000
Accuracy Measures MAPE 12 MAD 14535 MSD 373620604
150000
100000
Accuracy Measures
50000 4
MAPE MAD MSD
8
12
16
12 14535 373620604
20 24 Index
28
32
36
40
Decomposition Aditif Produksi Tembakau Additive Model
Time Series Decomposition Plot for produksi Additive Model
225000
produksi 36 0
Fitted Trend Equation Yt = 70162.7 + 3110.68*t
Variable Actual Fits Trend Forecasts
200000 175000 produksi
Data Length NMissing
Accuracy Measures MAPE 12 MAD 15020 MSD 392222286
150000 125000 100000
Accuracy Measures MAPE 12 MAD 15020 MSD 392222286
75000 50000 4
8
12
16
20 24 Index
28
32
36
40
85
86
Lampiran 12. Metode Box Jenkins Produksi Tembakau SARIMA (1,1,1) (0,1,1) Produksi Tembakau Estimates at each iteration Iteration SSE 0 1.75712E+11 0.100 1 1.07750E+11 -0.050 2 98860925338 0.030 3 89513632126 0.095 4 79521430629 0.142 5 68735608548 0.164 6 62028265170 0.156 7 51406591962 0.006 8 42861555340 -0.144 9 36470531668 -0.294 10 32306670555 -0.444 11 31211125786 -0.551 12 31093987352 -0.584 13 31059921191 -0.593 14 31052907601 -0.605 15 31052770968 -0.603 16 31048327390 -0.610 17 31045484434 -0.607 18 31044746452 -0.612 19 31042307019 -0.609 20 31039331232 -0.609 21 31039330336 -0.610
Parameters 0.100 0.100 0.250 0.217 0.400 0.233 0.550 0.250 0.700 0.271 0.850 0.296 1.000 0.329 0.965 0.373 0.925 0.429 0.878 0.499 0.844 0.576 0.833 0.600 0.831 0.585 0.842 0.570 0.834 0.567 0.846 0.558 0.835 0.560 0.845 0.556 0.837 0.558 0.844 0.555 0.841 0.555 0.841 0.555
859.011 1703.903 1405.793 1105.934 804.621 519.924 313.225 588.466 642.558 501.684 32.135 -377.294 -410.920 -456.942 -448.395 -484.298 -458.330 -487.770 -466.724 -487.535 -479.511 -479.541
Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type AR 1 MA 1 SMA 6 Constant
Coef -0.6095 0.8412 0.5548 -479.5
SE Coef 0.1655 0.2225 0.2322 582.0
T -3.68 3.78 2.39 -0.82
P 0.001 0.001 0.025 0.418
Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 6 Number of observations: Original series 35, after differencing 28 Residuals: SS = 25811081032 (backforecasts excluded) MS = 1075461710 DF = 24 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 14.6 23.1 * * DF 8 20 * * P-Value 0.066 0.285 * *
86