PENYUSUTAN 1. Latar Belakang Penyusutan Pada umumnya perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Pengakuan biayanya sederhana tergantung apakah perusahaan menggunakan dasar kas atau dasar akrual dalam pembukuannya. Namun ada jasa yang digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah. Pengeluaran kas untuk hal tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.
2. Pengertian Penyusutan Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap. Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak, kebijakan ekonomi, dan administrasi, penjelasannya sebaai berikut : 1.
Keadilan pajak (tax equity)
Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat modal, atau padat karya. Dengan adanya penyusutan maka kegiatan usaha manufaktur dn jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan dibanding dengan yang lainnya. 2.
Kebijakan ekonomi Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal. Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi :
3.
a.
Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas;
b.
Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu;
c.
Penyusutan berdasarkan jenis aset;
d.
Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)
Administrasi Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang kompleks, bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia, dan kepatuhan dari wajib pajak.
3. Karakteristik dari Aset yang Dapat Disusutkan 1.
Digunakan dalam kegiatan usaha. Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran, dan aset pribadi. Untuk aset bisnis dapat disusutkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha.
2.
Nilainya menurun secara bertahap Nilai aset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap maka tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan. Adapun aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, aset pendanaan, barang dagangan, atau persediaan.
3.
Aset berwujud dan aset tidak berwujud Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya disebut dengan amortisasi.
4.
Pihak yang berhak melakukan penyusutan Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah:
5.
a.
Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha;
b.
Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner.
Saat dilakukan penyusutan
Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada tahun perolehan. 6.
asar untuk melakukan penyusutan 7. Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut : a.
Harga perolehan (historical cost) Termasuk di dalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat dikreditkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.
b.
Harga penggantian (replacement cost) Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.
c.
Revaluasi (revaluation) Suatu aset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai revaluasinya.
Penyusutan yang Dipercepat Penyusutan dapat dipercepat untuk meningkatkan arus kas, karena jika penyusutannya besar, maka pajak yang dibayar lebih kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi. Metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Dipercepat (accelerated), misalnya dengan metode penyusutan saldo menurun/ menurun ganda
2.
Memperpendek umur
3.
bebas
4. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan Menurut Pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan. Hal ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara pengeluaran dan penerimaan (matching cost against revenue). Dalam ketentuan ini, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dapat dikurangkan sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan dan penerapan tarif penyusutan untuk keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum penyusutan fiskal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi (komersial). Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara individual per aset, tidak lagi secara gabungan (berdasarkan golongan) seperti yang berlaku sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil (small tools) yang sama atau sejenis masih boleh menggunakan penyusutan secara golongan. Saat Mulainya Penyusutan
Undang-undang PPh secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus dilakukan sebulan penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut ini. 1. Harta/aset yang masih dalam proses pengerjaan 2. Harta/aset dalam usaha sewa guna usaha (leasing) 3. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak. Harta/Aset dalam Pengerjaan Untuk harta/aset tetap dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada tahun selesainya pekerjaan tersebut. Jadi walaupun pada umunya penyusutan atas harta/aset dimulai pada tahun perolehan tetapi untuk harta/aset yang pengerjaannya memerlukan waktu lebih dari satu tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesainya harta/aset yang bersangkutan. Harta/Aset dalam Usaha Sewa Guna Usaha Penyusutan terhadap harta dalam usaha sewa guna usaha (leasing) khususnya sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan. Persetujuan Dirjen Pajak Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak mengikuti prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta/aset tersebut menghasilkan. Pengelompokan Harta Berwujud
Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh, semua aset tetap berwujud yang memenuhi syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi dua golongan sebagai berikut. 1. Harta berwujud kelompok bukan bangunan 2. Harta berwujud kelompok bangunan Harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut. Kelompok Bukan Bangunan Kelompok 1
Masa Manfaat 4 tahun
Kelompok 2
8 tahun
Kelompok 3
16 tahun
Kelompok 4
20 tahun
Harta berwujud bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut. Kelompok Bukan Bangunan Bangunan permanen
Masa Manfaat 20 tahun
Bangunan tidak permanen
10 tahun
Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal Mulai tahun 1995 Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo menurun ganda atau metode garis lurus. Metode mana yang akan dipakai bergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa
metode yang dipilih harus diterapkan terhadap seluruh kelompok harta. Maksudnya, Wajib Pajak tidak dapat menggunakan metode saldo menurun terhadap kelompok yang satu dan menerapkan metode garis lurus terhadap kelompok lainnya. Dalam hal Wajib Pajak memilih metode saldo menurun, maka pada tahun terakhir masa manfaat nilai sisa buku harta yang bersangkutan disusutkan seluruhnya. Aset tetap bangunan hanya menggunakan satu metode yaitu metode garis lurus. Sebagai akibat dari adanya dua metode penyusutan ini, timbul perbedaan persentase penyusutan fiskal. Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Bukan Bangunan Kelompok Bukan
Tarif Penyusutan Metode Garis Lurus
Metode Saldo Menurun
25,00%
50,00%
Kelompok 2
12,50%
25,00%
Kelompok 3
6,25%
12,50%
Kelompok 4
5%
10,00%
Bangunan Kelompok 1
Tarif Penyusutan untuk Aset Tetap Berupa Bangunan Kelompok Bangunan Bangunan Permanen
Tarif Penyusutan (Metode Garis Lurus) 5%
Bangunan tidak permanen
10%
5. Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK) di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 Tentang Aset Tetap dan Aset Lain-Lain, PSAK Nomor 17 Tentang Akuntansi Penyusutan.
Aset tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Tanah biasanya memiliki masa manfaat yang tidak terbatas dan biasanya tidak dianggap sebagai suatu aset yang dapat disusutkan. Namun, tanah yang memiliki masa manfaat terbatas bagi perusahaan diperlakukan sebagai aset tetap yang dapat disusutkan. Penyusutan adalah alokasi sistematis suatu nilai aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang dapat diestimasi. Penyusutan periode akuntansi dibebankan ke pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Jumlah yang dapat disusutkan (depreciable amount) adalah jumlah perolehan suatu aset atau jumlah lain yang disubstitusikan untuk biaya perolehan dalam laporan keuangan dikurangi nilai sisanya. Pengukuran penyusutan aset tetap berdasarkan pada umur ekonomis maupun umur teknis. Umur ekonomis bisa lebih pendek dari umur teknis misalnya karena perubahan teknologi yang cepat. Nilai sisa atau nilai residu adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. Nilai wajar adalah suatu jumlah, untuk itu aset mungkin dapat ditukar atau suatu kewajiban diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi yang wajar (arm’s length transaction). Jumlah tercatat (carrying amount) adalah nilai buku, yaitu biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
Biaya Perolehan Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri atas harga belinya, termasuk biaya impor dan PPN masukan tidak boleh direstitusikan (nonrefundable), dan setiap biaya yang dapat didistribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan, setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari pembelian. Contoh dari biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah sebagai berikut. 1. Biaya persiapan tempat 2. Biaya pengiriman awal (initial delivery), biaya simpan, dan biaya bongkar muat (handling cost). 3. Biaya pemasangan (instalation cost) 4. Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur. Apabila suatu aset diperoleh secara gabungan maka harga perolehan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan. Aset tetap yang diperoleh dengan pertukaran atau pertukaran sebagian untuk aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya, biaya perolehannya diukur berdasarkan nilai wajar aset yang dilepaskan atau yang diperoleh, yang mana yang lebih andal sesuai
ekivalen dengan nilai wajar aset yang dilepaskan setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer. Aset tetap yang diperoleh dengan pertukaran atas suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dalam bidang usaha yang sama dan memiliki suatu nilai yang wajar, biaya perolehannya adalah jumlah tercatat dari aset yang dilepaskan. Jadi, karena proses perolehan penghasilan (earning process) tidak lengkap, maka keuntungan atau kerugian yang timbul tidak diakui. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan atau donasi harus dicatat sebesar harga taksiran atau harga pasar yang layak dengan mengkreditkan akun ‘modal donasi’. Pada umumnya, SAK menganut penilaian berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran, jadi tidak mengizinkan penilaian kembali aset tetap (revaluasi). Penyimpanan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Kriteria Aset yang dapat disusutkan 1. Diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi ; dan 2. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas ; dan 3. ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa untuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi. Masa manfaat 1. periode suatu aset diharapkan digunakan oelh perusahaan. 2. Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset oleh perusahaan.
Metode Penyusutan Ativa Tetap Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokan menurut akuntansi komersial, yaitu : 1. Berdasarkan kriteria waktu a. Metode Garis Lurus b. Metode pembebanan Menurun 1. Metode jumlah angka tahun 2. Metode saldo menurun/ saldo menurun ganda 2. Berdasrkan kriteria penggunaan a) Metode jam jasa b) Metode jumlah unit produksi 3. Berdasarkan kriteria lainya a) Metode berdasarkan jenus dan kelompok b) Metode anuitas
Metode penyusutan menurut ketentuan perundang – undangan perpajakn sebagaimana telah di atur dalam pasal 11 Undang – Undang Pajak Penghasilan : 1. Metode Garis Lurus ( Straight Line Method), atau saldo menurun (Declining Balance Method) untuk Aset Tetap Berwujud bukan bangunan; 2. Metode garis lurus untuk Aset Tetap Berwujud diisyaratkan taat asas (konsisten)
Penyusutan kelompok dan gabungan
Dalam ketentuan fiskal disebut sebagai golongan harta. Besarnya penyusutan dihitung dengan cara mengalikan tarif nilai seluruh aset yang sejenis. Apabila kelompok aset tidak sejenis maka penyusutan dihitung dengan cara gabungan. Saat dimulainya penyusutan Pada umumnya penyusutan dimulai pada tahun pengeluaran. Untuk aset tetap yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutan dimulai pada tahun selesainya pengerjaan tersebut. Beda dengan penyusutan fiskal yang harus setahun penuh, penyusutan komersial boleh dilakukan untuk jangka yang lebih pendek.
Dasar penyusutan Adalah biaya perolehan awal, baik melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya adalah nilai setelah nilai revaluasi. Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal 1. Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu priode tidak boleh langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya. 2. Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan bangunan. 3. Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memilik masa manfaat yang terbatas.
Perbedaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal Akuntansi Komersial
Akuntansi Fiskal
Masa manfaat :
Masa manfaat :
• Masa manfaat aset ditentukan
• Ditetapkan berdasarkan keputusan Meteri
berdasarkan taksiran umur ekonomismaupun umur teknis
Keuangan • Nilai residu tidak diperhitungkan
• Ditelaah ulang secara periodik • Nilai residu bisa diperhitungkan
Harga perolehan :
Harga perolehan :
• Untuk pembelian menggunakan harga
• Untuk transaksi yang tidak mempunyai
sesungguhnya • Untuk pertukaran aset tidak sejenis menggunakan harga wajar • Untuk pertukaran sejenis berdasarkan nilai buku aset yang dilepas • Aset sumbangan berdasarkan harga pasar
hubungan istimewa berdasarkan harga yang sesungguhnya • Untuk transaksi yang mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga pasar • Untuk transaksi tukar menukar adalah berdasarkan harga pasar • Dalam rangka likuidasi, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau penggabungan adalah harga pasar kecuali ditentukan oleh Menteri Keuangan • Jika direvaluasi adalah sebesar nilai setelah direvaluasi.
Metode penyusutan : Metode Penyusutan :
• Untuk aset tetap banguna adalah garis
• Garis lurus • Jumlah angka tahunan • Saldo menurun/ menurun ganda • Metode jam jasa • Unit produksi
lurus • Untuk aset tetap bukan bangunan wajib pajak dapat memilih garis lurus atau saldo menurun ganda asal diterapkan secara taat asas.
• Anuitas • Sistem persediaan Perusahaan dapat memilih salah satu metode yang dianggap sesuai, namun harus diterapkan secara konsisten dan harus ditelaah secara periodik
Sistem penyusutan : Sistem Penyusutan :
• Penyusutan secara individual kecuali
• Penyusutan individual
untuk peralatan kecil, boleh secara
• Penyusutan gabungan/kelompok
gabungan
Saat Dimulainya Penyusutan :
Saat dimulainya penyusutan :
• Saat perolehan
• Saat perolehan
• Saat penyelesaian
• Dengan izin Menteri Keuangan dapat dilakukan pada tahun penyelesaian atau tahun mulai menghasilkan.
6. Perencanaan Pajak untuk Penyusutan
Penentuan metode penyusutan secara tepat penting untuk dilakukan dalam perencanaan pajak, terutama untuk perusahaan-perusahaan padat modal. Berdasarkan pasal11 UU PPh metode penyusutan yang dapat digunakan untuk melakukan penyusutan terhadap aset tetap bukan bangunan adalah metode garis lurus atau saldo menurun.
PENILAIAN KEMBALI (REVALUASI) ASET TETAP
1. Pendahuluan Dalam kondisi inflasi, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan revaluasi, karena nilai buku tidak bisa mencerminkan harga pasar yang berlaku saat ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembayaran PPh sebesar 10% atas selisih lebih nilai wajar atau nilai pasar dikurangi nilai buku fiskal. Asset yang telah direvaluasi tak dapat dialihkan dalam waktu lima tahun, jika dialihkan maka akan dikenakan PPh Tambahan 15% lagi dari selisih revaluasi yang telah dikenakan pajak, kecuali dialihkan kepada pemerintah, untuk menggabungkan, peleburan, dan pemekaran usaha. Penilaian kembali asset tetap bagi perusahaan mempunyai fungsi sebagai berikut.
1. Perhitungan harga pokok akan menghasilkan nilai yang mendekati harga pokok yang wajar. 2. Meningkatan struktur modal sendiri, artinya perbandingan antara pinjaman dengan modal sendiri/akuitas atau rasio utang terhadap ekuitas menjadi membaik. Pembayaran PPh atas selisih lebih penilaian kembali asset tetap sebesar 10% yang bersifat final apakah cukup menarik bagi perusahaan untuk melakukan revaluasi
2. Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Revaluasi asset tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK No. 16 disebutkan bahwa penelitian kembali asset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menganut penilaian asset berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Dalam hal ini, laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan didalam penyajian asset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih revaluasi dengan nilai buku asset tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama ‘selisih penilaian kembali asset tetap’.
3. Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak
Berdasarkan KMK-384/KMK.04/1998 tanggal 14 agustus 1998 dan SE Dirjen Pajak Nomor 29/PJ.42/1998, menjelaskan hal-hal sebagai berikut. 1. Wajib pajak yang dapat melakukan revaluasi adalah wajib pajak badan dalam negeri yang terletak atau berada di Indonesia. Wajib pajak badan dalam negeri adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan kamanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuamn perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 2. Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak yang dimaksud terdiri dari: a. Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) c. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangungan (BPHTB) Asset tetap yang dapat direvaluasi antara lain sebagai berikut. 1. Asset tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.
2. Asset tersebut terletak atau berada di wilayah Indonesia. 3. Penilaian kembali dapat dilakukan terhadap seluruh asset tetap (revaluasi total) atau terhadap sebagian asset tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan. 4. Penilaian kembali asset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar asset tetap pada saat penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah. 5. Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar yang bersangkutan. 6. Selisih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal asset tetap yang dinilai kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun berjalan dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang mudah dapat dikompensasikan. 7. Selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, sebesar 10%. 8. Bagi wajib pajak yang melakukan pengggabungan usaha, pajak penghasilan yang terutang sebesar 10% diatas, dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak tahun dilakukannya penilaian kembali asset tetap perusahaan.
9. Pajak penghasilan yang harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20% dari jumlah pajak yang terutang, kecuali pelunasan untuk tahun terakhir. 10. Apabila wajib pajak melakukan penilaian kembali asset tetap sebelum akhir tahun pajak, maka kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan, diperhitungkan sampai dengan dilakukannya revaluasi asset tetap tersebut. 11. Nilai pasar atau nilai wajar meruapakan dasar penyusutan asset mulai tahun pajak dilakukannya penilaian kembali asset tetap tersebut. Penyusutan dialakukan sesuai dengan Pasal 11 UU PPh. 12. Asset tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan PPh tidak dapat dialihkan pada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5 tahun setelah dilakukannya penilaian kembali. 13. Apabila wajib pajak mengalihkan asset tetap tersebut sebelum lewat jangka 5 tahun, maka atas selisih penilaian asset tetap tersebut tetap dikenakan PPh yang terutang sebesar 10% dan tambahan PPh final sebesar 15%. 14. Dikecualikan dari jangka waktu 5 tahun jika asset tetap tersebut dialihkan kepada pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha. Persyaratan Administratif Setelah Revaluasi Aset Tetap Setelah melakukan revaluasi asset tetap maka wajib pajak memberitahukan hasil penilaian kembali dengan mengisi formulir yang telah disediakan kepada Dirjen Pajak cq. Kepala KPP tempat wajib pajak terdaftar dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut.
1. Laporan penilaian dari perusahaan penilai/penilai professional yang diakui oleh pemerintah 2. Neraca penyesuaian yang telah diaudit oleh akuntan publik yang secara jelas terlihat nilai asset sebelum dan sesudah dilakukannya revaluasi asset tetap. 3. Penghitungan selisih lebih akibat revaluasi asset tetap dan perhitungan besarnya PPh terutang 4. Surat Setoran Pajak (SSP). Tarif Perlakuan Khusus Selisih lebih akibat revaluasi asset tetap setelah dikompensasikan dengan kerugian fiscal dan/atau sisa kerugian fiscal pada tahun-tahun yang lalu (Pasal 6 a 2 UU PPh) dikenakan PPh final sebesar 10%. Khusus bagi WP yang melakukan penggabungan usaha,PPh final dapat dibayarkan dalam waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak tahun fiscal dilakukan revaluasi asset tetap, sepanjang PPh yang dibayarkan/dilunasi setiap tahunnya tidak boleh kurang dari 20% jumlah PPh terutang,kecuali pelunasan untuk tahun terakhir.
Jangka Waktu Pengambilan Keputusan oleh Otoritas Pajak Paling lama 1 bulan setelah tanggal pemberitahuan WP diterima secara lengkap Dirjen Pajak cq. Ka. KPP wajib menerbitkan SK pengesahan/penolakan atas neraca penyesuaian yang dilaporkan oleh WP yang melakukan revaluasi asset tetap. Apabila dalam waktu tersebut
Dirjen Pajak cq. Ka. KPP
tidak/belum memberikan
pengesahan/penolakan, maka neraca penyesuaian yang disampaikan oleh WP dianggap disetujui demi kepastian hukum. Teknis Akuntansi atas Selisih Lebih Akibat Revaluasi Aset Tetap Selisih lebih akibat revaluasi aset tetap setelah diperhitungkan dengan kompensasi kerugian dibukukan dalam perkiraan tersendiri yang diberi nama “Selisih Penilaian Kembali Aset” dan termasuk dalam kelompok perkiraan modal. Kebijakan Efisiensi Apabila neraca penyesuaisn dalam rangka revaluasi asset tetap telah dilakukan pemeriksaan umum oleh KAP, maka neraca penyesuaian tersebut tidak perlu lagi dilakukan pemeriksaan khusus,sedangkan apabila belum dilakukan pemeriksaan umum maka neraca enyesuaian tersebut cukup dilakukan pemeriksaan khusu oleh akuntan public.
4. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Melakukan Revaluasi Revaluasi Parsial/menyeluruh
Objek revaluasi adalah asset berwujud dalam bentuk tanah,kelompok banguna dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan/dijual/bukan barang dagangan. Revaluasi parsial berarti perusahaan hanya melakukan revaluasi atas sebagian asset tetap yang ada sesuai pertimbanagan perusahaan. Bagi perusaan tertentu,misalnya perusahaan perkebunan, revaluasi atas tanah tidak menarik, sebab adanya pembayaran PPh
10%
atas
selisih
lebih
penilaian
kembali
asset
padahal
tanah
tidak
disusutkan,sehingga tambhan beban penyusutan tahun mendatang hanya dari selisih lebih revaluasi atas asset tetap selain tanah,padahal asset tanah nilainya paling besar dibandingkan dengan yang lainnya. Pembayaran PPh sebesar 10% bersifat final Aset tetap yang sudah direvaluasi akan disusutkan berdasarkan nilai revaluasi. Biaya penyusutan akan mengurangi Penghasilan Kena Pajak. Jangka waktu penyusutan dilakukan sesuai dengan kelompok asset yang bersangkutann,walaupun asset yang direvaluasi tasdinya sudah digunakan lebih dari separuh umur. Pembayaran Pajak Selama Lima Tahun KMK
No
422/KMK.04/1998
menegaskan
bahwa
WP
yang
melakukan
penggabungan,peleburan/ pemekaran harus melunasi seluruh utang pajak dari tiap perusahaan terkait. Apabila perusahaan yang melakukan gabungan usaha tersebut tidak melaksanakan kewajiban kekurangan PPh final yang terutang,pada tahun berikutnya akan menyulitkan administrasi dan penagihan pajaknya karena badan yang bergabung tersebut sudah bubar/dilikuidasi sehingga untuk mengejar penanggung pajaknya tidak mudah.
5. Perencanaan Pajak terhadap Revaluasi Aset Tetap Kapan suatu perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi aset ? apakah akan dilakukan revaluasi total atau revaluasi parsial ? untuk yang berkaitan dengan masalah pajak pertimbangan yang harus diperhatikan adalah kondisi perusahaan yang bersangkutan, seperti berikut ini: 1. Kondisi perusahaan dalam laba atau rugi? 2. Jika laba berapa labanya? Apakah sudah mencapai lapisan kena pajak dengan tarif tertinggi? 3. Jika rugi, kapan rugi terjadi? Tahun berjalan atau tahun-tahun sebelumnya? Kapan batas akhir kompensasi kerugian ? 4. Bagaimana dengan revaluasi terhadap beban pajak tahun berjalan dan tahun-tahun yang akan datang ? Contoh: PT Melati pada tahun 2005 membeli aset tetap berupa mesin dengan harga perolehan Rp400.000.000. Mesin tersebut termasuk dalam aset kelompok 2 dan selam ini perusahaan menggunakan metode penyusutan garis lurus. Pada awal tahun 2008 berdasarkan penilaian dari perusaha jasa penilai yang diakui pemerintah , nilai wajar dari mesin sebesar Rp 600.000.000. apakah sebaiknya perusahaan melakukan revaluasi ? jika kondisi perusahaan diasumsikan sebagai berikut: 1. Perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal
2. Pada tahun 2003 perusahaan mengalami rugi fiskal sebesar Rp 1.000.000.000 dan sampai tahun 2007 baru sebesar Rp 500.000.000 yang telah dikompensasi dan laba tahun berjalan diprediksi Rp 200.000.000. Jika dilakukan revaluasi Harga perolehan mesin
Rp400.000.000
Akumulasi penyusutan
Rp150.000.000
Nilai buku mesin
Rp600.000.000
Nilai revaluasi
Rp600.000.000
Selisih lebih revaluasi
Rp350.000.000 (selisih lebih adalah objek PPh
tariff 10%. Perusahaan tidak mempunyai rugi fiscal Karena perusahaan tidak mempunyai rugi fiskal maka harus dipertimbangkan adalah besarnya laba yang diperoleh tahun berjalan. Apakah laba masih diterapkan pada tariff terendah (10%), atau sudah mencapai tariff tertinggi (30%). Jika laba perusahaan masih dikenakan tarif terendah yakni 10% maka sama dengan tariff PPh yang harus dibayar. Hal ini kurang menguntungkan karena pembebanan selisih harus melalui penyusutan sesuai dengan umur aset yang bersangkutan. Jika laba mencapai tariff tertinggi, maka perlu dihitung nilai tunai dari jumlah penyusutan aset yang berasal dari selisih lebih, baru kemudian dibandingkan dengan PPh final yang harus dibayar. yang mempunyai rugi fiskal Jika perusahaan mempunyai rugi fiskal, misalnya Rp 500.000.000 dan laba tahun berjalan diprediksi hanya Rp 200.000.000 maka aka nada kompensasi kerugian yang
hangus sebesar Rp300.000.000(karena sudah 5 tahun). Dari pada kompensasi tersebut hangus, perusahaan sebaiknya melakukan revaluasi pada tahun 2008. Hal ini karena selisih lebih revaluasi sebsar Rp 350.000.000 dikompensasi terlebih dahulu dengan sisa rugi fiskal, sehingga tidak dikenakan rugi fiskal. Dengan demikian, rugi fiskal pada tahun 2008 tinggal sebesar Rp 150.000.000, dan apabila laba tahun berjalan Rp 200.000.000, maka perusahaan hanya tinggal membayar pajak untul laba setelah dikompensasi sebesar Rp 50.000.000 yang dikenakan tariff terendah. Disamping itu perusahaan juga akan mendapat tambah beban penyusutan dari revaluasi, yang juga kan mengurangi laba fiskal.Perusahaan