PENYUSUNAN KAJIAN PENGEMBANGAN
KERBAU KALANG KALIMANTAN TIMUR
BADAN PERIJINAN DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BPPMD) KALIMANTAN TIMUR
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
KATA PENGANTAR
Kebutuhan konsumsi daging cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ketersediaan daging di Kalimantan Timur masih belum mencukupi kebutuhan yang terus meningkat tersebut. Gap atau kesenjangan tersebut harus dipenuhi oleh Kalimantan Timur sendiri. Terlebih lagi jika ingin menjadi lumbung daging nasional. Pemenuhan kebutuhan daging di Kalimantan Timur masih banyak dipenuhi oleh daging sapi. Padahal, pemenuhan kebutuhan daging tersebut sangat memungkinkan jika ditunjang oleh daging kerbau. Disamping kualitas dagingnya yang lebih sehat, kerbau dalam hal ini kerbau rawa atau yang sering disebut kerbau kalang lebih mudah dipelihara. Dan kerbau kalang sangat cocok dipelihara di Kalimantan Timur yang memiliki rawa dan danau yang banyak. Juga, kerbau kalang merupakan plasma nutfah Kalimantan Timur. Laporan ini berusaha menampilkan pengembangan kerbau kalang di Kalimantan Timur. Baik dari aspek budidaya secara komprehensif maupun kelayakan usaha budidaya kerbau kalang. Sangat disadari bahwa laporan ini masih tahap awal, perlu kajian lanjutan yang lebih detail. Semoga Laporan Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Samarinda, 3 September 2012 Kepala Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPM) Provinsi Kalimantan Timur
Drs. H. M. Yadi Sabianoor, M.Si NIP. 19550101 198403 1 012
i
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................................ iii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... iv
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
BAB II
2 3 3 3
SENTRA PASAR DAN PRODUKSI .............................................................. 4 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5
BAB III
Situasi Pasar Dunia dan Pasar Domestik ...................................................... Potensi Nilai Jual Ternak Kerbau dalam Industri Pengolahan Daging .......... Struktur Industri ......................................................................................... Potensi Usaha, Produksi dan Permintaan.................................................... Profil Usaha Kerbau Kalang di Kabupaten Kutai Kartanegara......................
4 18 19 21 23
ASPEK FINANSIAL ..................................................................................... 31 3.1 3.2 3.3 3.4
BAB IV
Latar Belakang ........................................................................................... Maksud dan Tujuan ................................................................................... Manfaat..................................................................................................... Ruang Lingkup...........................................................................................
Asumsi ....................................................................................................... Biaya ......................................................................................................... Produksi dan Pendapatan .......................................................................... Kriteria dan Kelayakan Usaha ....................................................................
31 32 33 33
PENUTUP ................................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 38 LAMPIRAN ....................................................................................................................... 40
ii
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Populasi Ternak Potong Terbesar di Beberapa Negara Dunia ................................... 6
Tabel 2.2
Total Populasi Kerbau di Dunia dan Asia Tahun 1998 – 2008 ................................. 7
Tabel 2.3
Produksi Daging Kerbau di Dunia dan Asia (ton) Tahun 1998 – 2008 ....................... 7
Tabel 2.4
Tingkat Produksi Daging Sapi & Sapi Muda Tertinggi di Dunia pada Tahun 2010 ..... 8
Tabel 2.5
Tingkat Produksi dan Konsumsi Daging Nasional Periode 2007-2011........................ 9
Tabel 2.6
Jumlah Ekspor Ternak Kerbau yang Dimpor Indonesia dari Australia Periode 2004 – 2009........................................................................................................................ 10
Tabel 2.7
Populasi sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau menurut Povinsi ................................. 13
Tabel 2.8 Perkembangan Populasi Kerbau Menurut Pulau Periode 2003-2011.......................... 14 Tabel 2.9
Persentase Populasi Kerbau Menurut Jenis Kelamin dan Pulau .................................. 14
Tabel 2.10 Ketersediaan Daging Kerbau Menurut Provinsi Periode 2007-2011 ........................... 15 Tabel 2.11 Tingkat Konsumsi Daging Menurut Provinsi Periode 2006 – 2010 (ton) ................... 16 Tabel 2.12 Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Kota Tahun 2011 ............................. 17 Tabel 2.13 Kompoisi Nutrisi daging Kerbau ............................................................................... 18 Tabel 2.14 Perbandingan Kandungan Gizi Daging Kerbau dan sapi ............................................ 19 Tabel 2.15 Populasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005 – 2009 (ekor) ... 21 Tabel 2.16 Luasan Areal padang Penggembalaan Ternak Kerbau Kalang Kabupaten Kukar ........ 22 Tabel 2.17 Sebaran Responden Berdasarkan Umur .................................................................... 23 Tabel 2.18 Sebaran Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan................................................ 24 Tabel 3.1
Parameter Teknis dan Asumsi Dasar Finansial Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ...................................................................................................................... 31
Tabel 3.2
Rincian Biaya Investasi Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ........................... 32
Tabel 3.3
Hasil Analisis Finansial Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur ........................... 33
Tabel 3.4
Hasil Analisis Sensitivitas Kerbau Kalang di Kalimantan Timur................................... 34
iii
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Sepuluh Negara Penghasil Daging di Dunia Tahun 2010 (USDA, 2010).................... 5
Ganbar 2.2
Produksi Daging Secara Global Periode 1997 – 2007 .............................................. 5
Gambar 2.3
Perbandingan Tingkat Ekspor Daging Dunia dengan Negara Indoa Tahun 2012 ...... 8
Gambar 2.4
Data World Bank, diolah oleh Nurhayati & Jamali (2011) ....................................... 9
Gambar 2.5
Jumlah Ekspor Ternak Hidup dari Australia ke Indonesia periode 1993 – 2009 ....... 10
Gambar 2.6
Populasi Kerbau di Indonesia menurut Pulau Tahun 2011 ........................................ 12
Gambar 2.7
Struktur Industri Budidaya Ternak Kerbau Rawa ..................................................... 20
Gambar 2.8
Peternak Mencari Rumput Kumpai Menggunakan Perahu ....................................... 24
Gambar 2.9
Kalang dipenuhi oleh Kerbau .................................................................................. 25
Gambar 2.10 Rumput Kumpai ..................................................................................................... 26
iv
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
BAB I
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Kebutuhan konsumsi daging penduduk Indonesia cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, hal ini juga berkaitan dengan adanya peningkatan pendapatan serta kesadaran pemenuhan pangan yang bergizi. Konsumsi dan kebutuhan daging yang terus meningkat setiap tahun tanpa diimbangi dengan produksi untuk memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga hampir setiap tahun terjadi kesenjangan antara tingkat produksi dengan tingkat konsumsi. Kesenjangan yang terjadi antara penyediaan dengan permintaan kebutuhan daging menyebabkan harga daging semakin meningkat antara 24-37% per tahun (Miskiyah dan Usmiati, 2006). Sehingga saat ini ketersediaan daging sapi nasional masih mengalami kekurangan yang ditutup melalui impor sekitar 15-20 % dari total kebutuhan daging sapi nasional (Kementan dan BPS, 2011) . Upaya pemenuhan kebutuhan daging dalam negeri pemerintah Indonesia melakukan importasi daging sebesar 93000 ton (Balai Karantina Lampung, 2009). Salah satu kebijakan penting Kementerian Pertanian adalah swasembada daging sapi berbasis sumberdaya domestik. Tingkat konsumsi daging bagi masyarakat Kaltim mengalami peningkatan sebesar 3,6%, yaitu 36.212 ton daging pada tahun 2008 ,menjadi 49.534 ton daging pada tahun 2011. Berdasarkan data dari indikator sosial ekonomi Badan Pusat Statistik Provinsi
1
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Kalimantan Timur 2011, dapat diketahui bahwa kondisi ketersediaan dan kebutuhan konsumsi daging di Kalimantan Timur masih mengalami kekurangan ketersediaan daging sebagai bahan pangan sumber protein. Produksi daging yang masih rendah menuntut peningkatan usahausaha pengembangbiakan ternak potong guna mencukupi kebutuhan daging. Peranan ternak kerbau merupakan komoditas ternak ruminansia besar yang memiliki potensi untuk memasok kebutuhan daging serta dapat mendukung program swasembada daging nasional 2014. Kerbau rawa (Bubalus bubalis) atau yang lebih dikenal sebagai kerbau kalang di Kalimantan Timur merupakan salah satu komoditas peternakan yang potensial dalam hal penyediaan daging dikarenakan kemampuan ternak kerbau yang mampu mencerna serat kasar yang lebih baik dari ternak sapi dengan kondisi pakan yang memiliki kualitas rendah (Lemcke, 2010). Menurut Diwyanto dan handiwirawan (2006), kerbau dapat hidup di kawasan yang relatif sulit dalam keadaan pakan yang kurang baik. Kerbau juga memiliki kemampuan berkembang biak dalam rentang agroekosistem yang luas dari daerah yang basah hingga daerah yang relatif kering. Ternak kerbau rawa juga memiliki Dressing percentage antara 43-44 yang memiliki komposisi daging 60-70%, lemak 5-10%, dan tulang 20-24% (Kandeepan, et al. 2009). Menurut Hamdan, et al. (2010) kerbau rawa memiliki bobot badan pada jantan dewasa 500 kg dan betina dewasa seberat 400 kg dengan persentase karkas antara 43,3-50,26%. Ternak kerbau rawa yang dipelihara dengan manajemen yang baik dan dilakukan pemotongan pada umur 16-20 bulan akan menghasilkan kualitas daging yang lebih baik dari daging sapi dengan biaya produksi yang lebih murah dibandingkan dengan produksi sapi potong dengan umur pemotongan yang relatif sama, dengan kandungan kalori sebesar 84 kalori dan lemak 0,5 gr/ 100 gr daging, sedangkan pada daging sapi memilki kandungan kalori sebesar 207 kalori dan lemak 14 gr /100 gr daging (Kandeepan, et al. 2009). Berdasarkan data statistik Dinas Peternakan Provinsi Kaltim (2010), tingkat produksi daging kerbau yang dihasilkan setiap tahunnya hanya mengalami kenaikan produksi yang kurang signifikan setiap tahunnya, pada tahun 2006 tingkat produksi mencapai 1 ton dan pada tahun 2009 hanya 4 ton. Menurut Bariroh, Mastur, dan Nasiti (2007) di Kabupaten Kutai Kertanegara pada tahun 2006 diperoleh hasil bahwa kontribusi kerbau sangat sedikit dalam pemenuhan kebutuhan daging di Provinsi Kaltim yaitu hanya sebesar 2,7% dengan tingkat produksi sebesar 37.9 ton dan mengalami fluktuasi yang cukup tinggi setiap tahunnya. Tingkat produksi daging kerbau pada tahun 2006 sebesar 37,9 ton, pada tahun 2009 sebesar 17, 2 ton, 2010 sebesar 122,485 ton dan terjadi peningkatan produksi menjadi 136,141 ton pada tahun 2011 (Dinas Peternakan Kutai Kertanegara, 2011). Kabupaten Kutai Kertanegara merupakan salah satu daerah yang memiliki kerbau rawa yang telah mampu beradaptasi dengan lingkungan, hal ini mendukung pengembangan ternak kebau rawa untuk memenuhi kebutuhan daging baik di tingkat daerah maupun nasional sehingga angka impor daging dapat diturunkan. Berdasarkan kondisi diatas, maka jika komoditi kerbau kalang ini dibudidayakan secara komersial tentu memiliki prospek investasi yang sangat cerah guna mendukung tercapainya swasembada daging pada tahun 2014. Oleh karena itu perlu dilakukan pengembangan ternak lokal seperti kerbau Kalang yang disertai penerapan teknologi inovatif agar dapat memberi kontribusi nyata pada produksi daging. Untuk mendukung pengembangan kerbau kalang yang disertai dengan dukungan investasi maka diperlukan sebuah kajian pengembangan kerbau kalang di Kalimantan Timur guna menghadirkan informasi peluang investasi yang jelas agar mendorong investor menanamkan modalnya.
2
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur 1.2.
Maksud dan Tujuan
Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan kajian mengenai prospektif komoditas ternak kebau rawa (kerbau kalang) sebagai komoditas unggulan daerah yang memiliki prospek yang baik untuk memenuhi kebutuhan daging baik daerah maupun nasional dan mendukung program swasembada daging 2014, selanjutnya sebagai bahan penyusun profil proyek komoditas unggulan khas Kaltim.
a.
b. c.
1.3. a.
b.
1.4.
Secara spesifik, tujuan studi ini sebagai berikut : Identifikasi komoditas ternak kerbau rawa (kerbau kalang) berdasarkan aspek sumberdaya alam, sumberdaya ,manusia dan infrastruktur yang prospektif untuk diusahakan oleh investor. Mengkaji kelayakan pengembangan komoditas ternak kerbau rawa (kerbau kalang) dari aspek pasar, teknis, finansial, serta manfaat/dampak bagi perekonomian daerah. Menyusun profil proyek investasi komoditas ternak kerbau rawa (kerbau kalang) dari aspek kelayakan secara pasar, teknis, dan finansial, serta potensial untuk ditawarkan kepada investor. Manfaat Hasil studi ini merupakan dokumen yang diharapkan dapat bermanfaat bagi : Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menjadi sumber informasi sebagai dasar kebijakan daerah untuk mengembangkan sumber daya lokal melalui program investasi komoditas unggulan kepada investor Memberikan informasi secara jelas dan akurat mengenai peluang investasi serta sebagai acuan dalam pengambilan keputusan untuk melakukan investasi di Kalimantan Timur bagi investor.
Ruang Lingkup Studi ini dilakukan meliputi wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Kecamatan Muara Muntai dan Muara Wis. Studi ini berkaitan dengan aspek teknis, aspek pasar, dan aspek finansial usaha ternak kerbau kalang.
3
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
BAB II
SENTRA PASAR DAN PRODUKSI 2.1.
Situasi Pasar Dunia dan Pasar Domestik
2.1.1. Pasar Dunia Ketersediaan hewan ternak potong dan produknya di seluruh dunia dan di setiap Negara sangat mempengaruhi terhadap harga jual daging dan produknya, kenaikan harga daging dan produknya sangat dipengaruhi sekali dengan mekanisme supply & demand . kebutuhan daging di dunia sebagian besar disuplai oleh 10 negara penghasil daging terbesar. Negara penghasil daging di dunia pada tahun 2010 diantaranya adalah AS (25%), Brazil (20%), China (12%), EU-27 (17%), Argentina & India (6%), Australia (4%), Mexico (4%), Rusia (3%), dan Pakistan (3%) disajikan pada Gambar 2.1.
4
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tingkat pertumbuhan produksi daging di dunia secara global mengalami peningkatan dengan akselerasi yang lambat, peningkatan produksi tersebut masih belum sepenuhnya dapat memenuhi permintaan pasar dunia (FAO 2009). Pada periode 1997 hingga 2007 pertumbuhan produksi daging hampir mencapai 1,5 % per tahun dengan rata-rata pertumbuhan produksi daging sapi dan babi mencapai 1,5% Gambar 2.2. total pertumbuhan daging di dunia dimasa yang akan datang diharapkan dapat naik 1% setiap tahunnya untuk dapat memenuhi permintaan yang semakin meningkat setiap tahunnya hal ini mempertimbangkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, terutama pada Negara berkembang yang mengalami pertambahan jumlah penduduk 1% lebih setiap tahunnya.
Australia 4%
Mexico 4%
Rusia 3%
Pakistan 3% United States 25%
India 6% Argentina 6%
China 12%
Brazil 20% EU-27 17%
Gambar 2. 1. Sepuluh Negara pengahasil Daging Di Dunia Tahun 2010 (USDA, 2010)
120 100 80
Ovine meat
60
Pig Meat Bovine meat
40 20 0 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Sumber : FAO (2009)
Gambar 2.2. Produksi daging Secara Global Periode 1997-2007
5
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tingkat produksi daging yang dihasilkan di dunia yang diproduksi oleh 10 negara terbesar berhubungan dengan jumlah hewan ternak atau populasi ternak potong yang tersedia pada Negara-Negara tersebut. Pada tahun 2010 berdasarkan data yang diperoleh dari USDA (2010) tingkat produksi hewan hidup tertinggi berada pada Negara India dengan tingkat populasi ternak potong sebesar 58,300,000 ekor yang di ikuti Brazilia dengan populasi ternak potong sebesar 49,150,000 ekor, sedangkan Negara Amerika yang memiliki tingkat penguasaan pasar tertinggi di dunia (25%) hanya memiliki populasi sebesar 35,819,000 ekor, dan Australia sebagai Negara pemasok ternak hidup terbesar ke Negara Indonesia memiliki populasi ternak hidup sebesar 10,158,000 disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Populasi Ternak Potong Terbesar di Beberapa Negara dunia
No
Tingkat Produksi Hewan Hidup (Juta Ekor) Negara 2009
1 India 2 Brazilia 3 China 4 Amerika 5 EU-27 6 Argentina 7 Australia 8 Rusia 9 Mexico 10 Columbia Sumber : USDA (2010)
57.960 49.150 42.572 35.819 30.400 12.300 9.213 7.010 6.775 5.675
2010 58.300 49.400 41.000 35.300 30.150 13.200 10.158 6.970 6.797 5.675
Berdasarkan data FAO (2010) produksi hewan hidup dan daging selain daging sapi, yaitu ternak kerbau dan daging kerbau di dunia, populasi ternak kerbau dunia didmoninasi oleh negara-negara di Asia sekitar 96,4% dari total populasi ternak kerbau 180,70 juta ekor, sebaran ternak kerbau di wilayah Asia diantaranya di Asia selatan sebesar 74,8%, Asia timur 12,8% dan asia tenggara sebesar 8,4%, tersaji pada Tabel 2.2.
6
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.2. Total Populasi Kerbau di Dunia dan Asia Tahun 1998-2008 YEAR
WORLD
1998 160.715087 2004 172.651.049 2005 174.526.286 2006 176.188.724 2007 177.376.972 2008 180.702.923 2008 % of World 100% Ave. annual 1.24 growth, % Sumber: FAO (2010)
ASIA
South Asia
East Asia
South-East Asia
156.335.297 167.386.406 169.182.246 170.845.267 171.863.188 174.208.357
117.706.250 129.551.154 131.256.213 132.418.951 133.382.123 135.187.037
22.553.806 22.287.212 22.365.381 22.498.838 22.720.762 23.271.909
15.450.089 14.955.766 14.873.479 15.059.327 15.191.439 15.197.734
96.4%
74.81%
12.80%
8.40%
1.14
1.48
0.31
-0.16
Tingkat produksi daging kerbau tertinggi dihasilkan oleh negara-negara asia dengan tingkat pertumbuhan sebesar 11,3% setiap tahunnya serta memberikan kontribusi hingga 91,89% terhadap produksi daging kerbau dunia dengan volume 3,08 metric ton (FAO, 2010) dilihat pada Tabel 2.3 .
YEAR 1998 2004 2005 2006 2007 2008
Tabel 2.3. Produksi daging kerbau di Dunia dan Asia (ton) Tahun 1998-2008 WORLD Asia South Asia East Asia South-East Asia 2.881.073 2.612.877 1.959.142 338.840 307.502 3.12.609 2.840.535 2.169.537 329.500 335.633 3.171.721 2.895.262 2.202.409 345.475 337.882 3.249.474 2.977.997 2.333.324 288.425 350.474 3.327.645 3.053.394 2.357.359 307.412 382.634 3.358.946 3.086.328 2.398.922 306.437 375.642
2008 % of 100 the World Sumber: FAO (2010)
91.89
70.51
9.11
11.67
Pada tahun 2012 tingkat produksi hewan hidup dan export hewan hidup di dunia mengalami perubahan, berdasarkan hasil pemantauan tingkat ekspor hewan hidup yang dilakukan USDA (2012) pada periode triwulan I memperkirakan Negara yang akan menjadi exporter utama hewan ternak hidup dan produk daging beku di dunia adalah Negara India, dalam hal ini pemerintah India melakukan peningkatan produksi hewan ternak potong dan memberikan harga yang cukup kompetitif di tingkat dunia. Tingkat ekspor tersebut salah satu produk yang mendukung adalah produk daging beku asal ternak kerbau (Carabeef) tanpa tulang, yang diperkiran jumlah populasi ternak kerbau di India mencapai sepertiga dari jumlah ternak sapi potong. Negara tujuan ekspor daging beku ternak kebau tersebut diantaranya Timur tengah, Afrika Utara dan Asia Tenggara (Malaysia & Brunei Darussalam).
7
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tingkat ekspor daging dunia dan Negara india dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Tabel 2.5 tingkat produksi dunia mencapai angka 8,6 juta metric ton dari angka tersebut negara India memberikan kontribusi sebesar 1,5 juta metrik ton.
Sumber: USDA (April-2012) Gambar 2.3. Perbandingan Tingkat Ekspor Daging Dunia dengan Negara India Tahun 2012
Tabel 2.4. Tingkat Produksi Daging Sapi & Sapi Muda Tertinggi Di dunia pada Tahun 2010 Negara Pengekspor Dunia Amerika Brazilia EU-27 China India Argentina Australia Sumber: USDA (2010).
Produksi daging 2010 57.3 12 9.1 8 5.6 2.8 2.6 2.0
Meningkatnya permintaan daging, khususnya di Negara berkembang menyebabkan meningkatnya harga daging di pasaran internasional. Harga daging di dunia meimiliki perbedaan harga yang cukup bervariasi, hal ini disebabkan oleh tipe dan kualitas daging yang diproduksi. Proses produksi dan industri pengolahan daging yang berada di setiap negara memiliki biaya operasional yang berbeda sehingga sangat berpengaruh terhadap harga daging dan produk daging yang dihasilkan (FAO, 2009). Harga daging sapi di dunia pada November 2011 mengalami kenaikan yang cukup tajam dapat dilihat pada Gambar 2.3. Kenaikan harga dunia pada bulan November 2011 sebesar 7,9% jika dibandingkan dengan bulan Oktober 2011, yaitu dari US$ 3.861 per ton menjadi US$ 4.165 per ton. Kenaikan tersebut disebabkan anjloknya produksi jagung Amerika serikat akibat musim kering. Jagung merupakan bahan yang banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak, kurangnya suplai jagung dalam industri pakan ternak menyebabkan naiknya harga pakan ternak yang menyebabkan meningkatnya harga daging, dan Amerika serikat merupakan Negara terbesar di dunia yang memproduksi jagung (Nuryati dan Jamali, 2011).
8
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Sumber: Data World Bank, diolah oleh Nurhayati & Jamali (2011) Gambar 2.4. Perkembangan harga Daging di Dunia Tahun 2011 Tingkat konsumsi daging semakin meningkat setiap tahunnya di dunia, meningkatnya konsumsi telur di dunia dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi di dunia. Menurut data FAO (2011) tingkat konsumsi daging di Amerika serikat, Australia, New Zealand dan negara Eropa berkisar antara 30-40 kg/kapita/tahun, sedangkan tingkat konsumsi daging di wilayah Asia diantaranya; Malaysia 5 kg/kapita/tahun, India 3,26 kg/kapita/tahun . berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tim peneliti konsumsi daging nasional, mencatat konsumsi daging nasional tahun 2012 sebesar 1,87 kg/kapita/tahun, pertumbuhan tingkat konsumsi daging di Indonesia mencapai 11,4% per tahun pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 19,6% pada tahun 2009 atau setara dengan 428.000 ton, sedangkan tingkat konsumsi daging nasional pada tahun 2011 mencapai angka 543.000 ton yang disuplai oleh produk lokal sebesar 85,5% atau setara 466.000 ton tersaji pada tabel 2.5. Tabel 2.5. Tingkat Produksi dan Konsumsi Daging Nasional Periode 2007-2011 Enrollment in local colleges, 2005 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Rata-rata pertumbuhan konsumsi Sumber: USDA (2012)
Produksi (ribu ton)
Konsumsi (ribu ton)
Pertumbuhan (%)
339 393 409 436 466
358 428 422 513 543
-19,6 -1,4 21,6 5,8 11,4
Berdasarkan sensus yang dilakukan Kementrian Pertanian dan BPS pada tahun 2011 mencatat populasi sapi sebanyak 14,8 juta ekor dengan jumlah sapi yang potensial stok untuk dipotong sebesar 2,3 juta ekor dengan produksi daging yang dihasilkan sebesar 376,510 ton daging sapi (kementerian Pertanian dan BPS, 2011), sehingga berdasarkan hasil estimasi
9
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur dengan tingkat konsumsi sebesar 448,800 ton daging pada tahun 2012 baru bisa dipasok oleh produk lokal sebesar 376,510 ton dan harus dilakukan impor daging sebanyak 72,290 ton atau setara dengan 441,600 ekor sapi, tingkat importasi ternak dan produksi hasil ternak dari Australia periode tahun 1993-2009 tersaji pada Gambar 2.5, selain komoditas ternak sapi Indonesia juga melakukan impor ternak kerbau hidup dari Australia tersaji pada tabel 2.6. Jumlah Ekspor Ternak hidup dari Australia ke Indonesia periode 1993-2009, berdasarkan data USDA (2012) pada bulan juni 2012 tingkat impor daging Indonesia dari Negara Australia mencapai 2,753 metrik ton.
Sumber: MLA (Meat Livestock Australia, 2011). Gambar 2.5. Jumlah Ekspor Ternak hidup dari Australia ke Indonesia periode 1993-2009 Tabel 2.6. Jumlah Ternak Kerbau yang di Impor Indonesia dari Australia Periode 2004-2009 Tahun
Jumlah Ternak Kerbau (ekor)
2005
100
2006
820
2007
2,865
2008
3,815
2009
3,274
Sumber: MLA (Meat Livestock Australia, 2010)
10
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur 2.1.2. Pasar Domestik Pengembangan usaha agribisnis peternakan komoditas ternak potong kerbau rawa atau kerbau kalang di Indonesia dilihat dari sisi permintaan sangat menjanjikan, hal ini disebabkan tingkat konsumsi daging nasional yang semakin meningkat setiap tahunnya serta daya dukung lahan padang penggembalaan yang cukup luas untuk memproduksi hijauan makanan ternak di seluruh wilayah Indonesia, untuk pemenuhan kebutuhan daging merah masih di dominasi oleh produk daging sapi yang mencapai 90% lebih sedangkan ternak kerbau baru memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan daging merah di Indonesia sekitar kurang dari 10%. Peningkatan permintaan akan komoditas daging merah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai angka 240,7 juta jiwa pada tahun 2011 (world Statistic, 2012) serta pertumbuhan ekonomi yang mencapai angka 6,3% pada tahun 2011. Salah satu program pemerintah untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dengan tingkat konsumsi daging adalah dengan meningkatkan produksi daging sapi dan kerbau 2014, program swasembada daging sapi dan kerbau 2014 tercapai jika 90% kebutuhan konsumsi daging dapat dipasok dan diproduksi dalam negeri (Kementan & BPS, 2011). Berdasarkan hasil pendataan program PSPK 2011, mencatat populasi sapi potong mencapai angka 14,8 juta ekor dan kerbau 1,3 juta ekor, jika dibandingkan dengan sensus pertanian pada tahun 2003 jumlah sapi potong berada pada angka 10,3 juta ekor dan kerbau sebanyak 1,4 juta ekor secara regional/pulau, populasi sapi potong sebagian besar berada di pulau jawa sebanyak 7,5 juta ekor atau 50,74% dari total sapi potong di Indonesia. Pertumbuhan sapi selama periode 2003-2011 rata-rata adalah 5,32% per tahun atau setara dengan 653,1 ribu ekor setiap tahunnya, sedangkan untuk komoditas ternak kerbau mengalami pertumbuhan -0,58% per tahunnya atau berkurang sekitar 7,8 ribu ekor setiap tahunnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementan dan BPS (2011) populasi ternak kerbau memiliki sebaran yang merata secara regional/pulau di seluruh Indonesia, populasi kerbau terbesar terdapat di Sumatera dengan jumlah 512,8 ribu ekor atau sekitar 39,30 % dari total populasi kerbau Indonesia, Jawa 363 ribu ekor atau 27,82%, Bali dan Nusa Tenggara 257,6 ribu ekor atau 19,74%, Sulawesi 110,4 ribu ekor atau 8,46%, Kalimantan 41,5 ribu ekor atau 3,18% sedangkan Maluku dan Papua 19,7 ribu ekor atau 1,51 % dari populasi kerbau Indonesia, tersaji dalam Gambar 2.6.
11
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
Sumber: Kementan & BPS (2011) Gambar 2.6. Populasi Kerbau di Indonesia Menurut Pulau Tahun 2011 Dirinci menurut provinsi, populasi kerbau terbesar terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 150 ribu ekor, Aceh 131,5 ribu ekor, Jawa Barat 130,1 ribu ekor, Banten 123,1 ribu ekor, Sumatera Utara 114,3 ribu ekor, NTB 105,4 ribu ekor dan Sumatera Barat 100,3 ribu ekor, tersaji pada Tabel 2.7.
12
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.7. Populasi Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau Menurut Provinsi Provinsi Sumatera 1. Aceh 2. Sumatera utara 3. Sumatera barat 4. Riau 5. Jambi 6. Sumatera selatan 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Kep. Bangka Belitung 10. Kepulauan riau Jawa 11. DKI Jakarta 12. Jawa barat 13. Jawa tengah 14. DI Yogyakarta 15. Jawa Timur 16. Banten Bali dan Nusa 17. Bali 18. Nusa tenggara barat 19. Nusa tenggara timur Kalimantan 20. Kalimantan barat 21. Kalimantan tengah 22. Kalimantan selatan 23. Kalimantan timur Sulawesi 24. Sulawesi utara 25. Sulawesi tengah 26. Sulawesi selatan 27. Sulawesi tenggara 28. Gorontalo 29. Sulawesi barat Maluku dan Papua 30. Maluku 31. Maluku utara 32. Papua barat 33. Papua Indonesia
Sapi Potong Populasi % 2.724.364 18,40 462.840 3,13 541.688 3,66 327.009 2,21 159.885 1,05 119.877 0,81 246.295 1,66 98.953 0,67 742.776 5,02 7.773 0,05 17.338 0,12 7.511.792 50,74 1.691 0,01 422.580 2,86 1.937.550 13,09 375.548 2,54 4.727.303 31,93 46.900 0,32 2.101.521 14,19 637.473 4,31 685.810 4,63 778.238 5,26 437.273 2,95 153.186 1,03 54.648 0,37 138.691 0,94 90.748 0,61 1.771.848 11,97 86.770 0,59 230.682 1,56 983.985 6,65 213.736 1,44 183.853 1,24 72.822 0,49 258.075 1,74 73975 0,50 60.540 0,41 41.464 0,28 81.796 0,55 14.805.053 100,00
Sapi Perah Populasi % 2.388 0,40 31 0,01 897 0,15 459 0,08 172 0,03 81 0,01 154 0,03 244 0,04 201 0,03 119 0,02 0,00 592.436 99,21 2.728 0,46 139.973 23,44 149.931 25,11 3.523 0,59 296.262 49,61 19 0,00 194 0,03 139 0,02 18 0,00 37 0,01 365 0,06 223 0,04 0,00 110 0,02 32 0,01 1.741 0,29 22 0,00 8 0,00 1.690 0,28 0,00 8 0,00 13 0,00 11 0,00 0,00 0,00 0,00 11 0,00 597,135 100,00
Kerbau Populasi % 512.816 39,30 131.494 10,08 114.289 8,76 100.310 7,69 37.716 2,89 46.535 3,57 29.143 2,23 19.969 1,53 33.124 2,54 222 0,02 14 0,00 363.008 27,82 192 0,01 130.089 9,97 75.674 5,80 1.205 0,09 32.705 2,51 123.143 9,44 257.587 19,74 2.181 0,17 106.391 8,08 150,015 11,50 41.541 3,18 3.173 0,24 6.491 0,50 23.843 1,83 8.034 0,62 110.393 8,46 0,00 3.271 0,25 96.505 7,39 2.492 0,19 13 0,00 8.112 0,62 19.671 1,51 17.568 1,35 863 0,07 1 0,00 1.239 0,09 1.305.016 100,00
Sumber: Kementan & BPS (2011) Perkembangan populasi kerbau di Indonesia selama periode 2003-2011 berdasarkan hasil sensus Pertanian 2003 dan PSPK 2011 menunjukan adanya tren penurunan produksi ternak kerbau. Dirinci wilayah regional/pulau, pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mencatat populasi kerbau mengalami penurunan masing-masing 2,6% dan 1,76% per tahun, sedangkan di regional/pulau lainnya mengalami peningkatan. Populasi kerbau di Maluku dan Papua memiliki pertumbuhan populasi tertinggi, yakni 4,61% per tahunnya sedangkan daerah lainnya kurang dari 2 persen. Secara absolut pulau Sumatera mencatat rata-rata peningkatan jumlah populasi kerbau terbesar yakni, 6,1 ribu ekor per tahun sedangkan daerah lain kurang dari seribu ekor per tahun. Sebaliknya di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara mengalami penurunan populasi hingga 10,7 ribu ekor dan 4,9 ribu ekor per tahunnya tersaji pada Table 9.
13
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.8. Perkembangan Populasi Kerbau Menurut Pulau Periode 2003-2011 Perkembangan Rata-Rata per Tahun (000 ekor) % 6,1 1,25 -10,7 -2,61 -4,9 -1,76 0,1 0,33 0,9 0,80
Tahun
Regional/Pulau 2003 464.157 448.566 296.794 40.446 103.553
Sumatera Jawa Bali dan Nusra Kalimantan Sulawesi Maluku dan 13.718 papua Indonesia 1.367.234 Sumber: Kementan & BPS (2011).
2004 512.816 363.008 257.587 41.541 110.393 19.671
0,7
4,61
1.305.016
-7,8
-0,58
Populasi kerbau berdasarkan jenis kelamin tercatat bahwa populasi kerbau betina lebih dominan dibandingkan dengan populasi kerbau jantan. Populasi kerbau betina sebesar 68,76% dari total populasi kerbau di Indonesia, sedangkan populasi jantan sebesar 31,24%. Jika dilihat berdasarkan komposisi umur akan terlihat bahwa populasi kerbau betina dewasa (> 2 tahun) sebesar 72,40% dari total betina, sedangkat anak kerbau betina (< 1 tahun) dan muda (1-2 tahun) berkisar antara 10-18%. Secara regional jantan dewasa mencapai 42,34% dari total kerbau jantan sedangkan anak kerbau jantan dan muda masing-masing 26,59% dan 31,07%. Populasi kerbau jantan dewasa terbesar berada di pulau Sulawesi 55,57% dari total populasi jantan di pulau tersebut, sedangkan populasi terendah di pulau Jawa sekitar 39,30%, tersaji dalam Tabel 10. Tabel 2.9. Persentase Populasi Kerbau Menurut Jenis Kelamin dan Pulau
Regional/Pulau Sumatera Jawa Bali dan Nusra Kalimantan Sulawesi Maluku dan Papua Indonesia
Jantan Betina Anak Muda Dewasa Jumlah Anak Muda Dewasa Jumlah 27,10 28,19 27,69 27,58 17,19 30,02 26,59
32,07 32,51 31,17 26,47 25,24 26,31 31,07
TOTAL
40,83 39,30 41,15 45,96 57,57 43,67 42,34
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
11,51 11,03 12,82 12,30 10,17 18,07 11,65
31,24
16,57 15,87 15,83 15,09 14,21 13,93 15,96
71,92 73,10 71,35 72,61 75,62 68,00 72,40 68,76
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
100,00
Sumber: Kementan & BPS (2011) Tingkat produksi daging kerbau pada periode tahun 2007-2011 dicapai puncak produksi pada tahun 2007 sebesar 41,757 ribu ton, 2008 sebesar 39,032 ribu ton, 2009 sebesar 34,644 ribu ton, 2010 sebesar 35,912 ribu ton dan pada tahun 2011 sebesar 37,467 ribu ton dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,7%. Tingkat produksi daging kerbau pada setiap provinsi berbeda, tingkat produksi daging tertinggi terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 5,726 ribu ton pada tahun 2011 dan 3,705 ribu ton di Provinsi
14
15
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Banten diikuti provinsi Jawa Tengah sebesar 3,250 ribu ton dan 3,272 ribu ton di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, data tersaji pada Tabel 2.10. Tabel 2.10. Ketersediaan Daging Kerbau Menurut Provinsi Periode 2007-2011 (ton) No
Tahun/Year
Provinsi/Province
Pertumbuhan/Growth 2011 0ver 2010 (%)
1
Aceh
2007 3.899,00
2008 2.009,00
2009 2.303,18
2010 2.519,09
2011*) 2.625,01
2
Sumatera Utara
10.951,00
10.260,00
5.497,96
5.654,28
5.728,09
1,27
3
Sumatera Barat
2.584,00
2.409,00
3.134,66
3.844,20
3.469,75
-9,74
4
Riau
1.668,00
1.360,00
1.209,00
510,18
511,76
0,31
5
Kepulauan Riau
-
-
-
-
-
-
6
Jambi
2.189,00
2.312,00
2.279,22
2.737,03
3.288,24
20,11
7
Sumatera Selatan
1.695,00
1,410,00
950,44
961,50
972,00
2,15
8 9
Kepulauan Bangka Belitung Bengkulu
15,00 604,00
6,00 582,00
16,84 401,00
23,11 562,50
31,72 601,99
37,24 7,02
10
Lampung
523,00
556,00
556,29
345,45
355,40
2,88
11
DKI Jakarta
138,00
43,00
288,75
233,55
293,25
25,50
12
Jawa Barat
3.348,00
3.645,00
3.641,67
2.779,90
2.233,53
-19,63
13
Banten
2.270,00
2.441,00
2.935,26
3.694,12
3.705,94
0,32
14
Jawa Tengah
3.228,00
2.702,00
3.063,73
3.154,71
3.254,29
3,16
15
DI Yogyakarta
3,20
16
Jawa Timur
17
Bali
18 19 20
Kalimantan Barat
21
Kalimantan Tengah
22 23 24
Sulawesi Utara
25
Gorontalo
-
-
-
-
-
-
26
Sulawesi Tengah
40,00
35,00
20,18
43,61
44,05
1,00
27
Sulawesi Selatan
2.297,00
2.950,00
2.982,47
1.546,13
3.272,80
111,68
28
Sulawesi Barat
30,00
84,00
107,13
838,00
449,71
-46,34
29
Sulawesi Tenggara
42,00
61,00
95,62
72,00
73,44
2,00
30
Maluku
344,00
274,00
290,00
308,00
328,00
5,84
31
Maluku Utara
-
-
-
-
-
-
32
Papua
52,00
58,00
60,66
62,86
70,60
12,45
33
Papua Barat
-
-
-
-
-
-
41.757,00
39.032,00
34.644,92
35.912,06
37.467,57
4,33
4,16
13,00
9,00
5,91
6,00
6,19
417,00
410,00
381,99
501,27
503,43
0,43
6,00
10,00
15,87
14,72
14,72
0,00
Nusa Tenggara Barat
2.530,00
1.980,00
1.083,48
2.140,12
2.101,52
1,00
Nusa Tenggara Timur
1.116,00
1.623,00
1.332,00
1.093,73
1.114,60
1,91
12,00
10,00
15,52
65,60
66,91
2,00
564,00
567,00
73,72
725,00
728,63
0,50
Kalimantan Selatan
966,00
969,00
1.128,47
1.221,42
1.299,50
6,39
Kalimantan Timur
200,00
233,00
184,00
263,78
200,42
1,00
-
-
-
-
-
-
Indonesia
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Tingkat konsumsi daging menurut provinsi periode 2007-2010 data disajikan pada tabel 2.10 menunjukan tingkat konsumsi tertinggi pada tahun 2010 berada di empat Provinsi yang ada di Indonesia diantaranya adalah di wilayah Provinsi Jawa Barat sebesar 344,267 ton, Provinsi Jawa Timur 222, 682 ribu ton, Provinsi Jawa Tengah 146,458 ribu ton dan Provinsi Sumatera Utara sebesar 83,723 ribu ton (DIRJEN Peternakan & Kesehatan Hewan, 2010).
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.11. Tingkat Konsumsi Daging Menurut Provinsi periode tahun 2006-2010 (ton)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Provinsi
2006
2007
2008
2009
Aceh 27.856 28.544 29.250 55.078 Sumatera Utara 71.939 76.906 82.216 53.153 Sumatera Barat 28.008 28.600 29.205 88.647 Riau 24.726 28.413 32.649 102.757 Kepulauan Riau 6.445 5.282 4.329 6.265 Jambi 12.192 13.945 15.723 100.396 Sumatera Selatan 33.103 32.669 32.241 32.832 Kepulauan Bangka 6.498 8.435 10.951 8.685 Belitung Bengkulu 3.553 3.812 4.090 4.889 Lampung 37.795 36.312 34.888 37.383 DKI Jakarta 215.342 223.955 232.914 84.701 Jawa Barat 293.920 299.798 305.794 329.338 Banten 27.168 29.618 32.289 63.278 Jawa Tengah 138.050 136.281 134.535 131.520 DI Yogyakarta 43.178 42.169 41.183 23.214 Jawa Timur 209.329 243.725 283.774 209.232 Bali 71.045 72.335 73.648 78.552 Nusa Tenggara Barat 24.115 24.880 25.669 20.978 Nusa Tenggara Timur 32.111 33.266 34.463 32.367 Kalimantan Barat 28.676 30.334 32.088 27.930 Kalimantan Tengah 6.998 7.977 9.093 9.178 Kalimantan Selatan 27.460 29.988 32.749 31.545 Kalimantan Timur 22.311 23.009 23.729 26.193 Sulawesi Utara 14.985 15.212 15.442 17.396 Gorontalo 1.594 1.720 1.857 4.052 Sulawesi Tengah 8.436 8.947 9.489 11.572 Sulawesi Selatan 47.016 46.668 46.323 24.562 Sulawesi Barat 4.735 5.004 5.372 4.323 Sulawesi Tenggara 8.819 8.222 7.665 10.946 Maluku 5.182 5.447 5.725 4.850 Maluku Utara 2.742 2.884 3.034 2.356 Papua 7.808 7.810 7.811 6.940 Papua Barat 1.543 2.117 2.904 2.124 Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan & Kesehatan Hewan
2010
Pertumbuhan
15278 83.723 35.690 34.540 6.303 18.159 35.343 13.707
-72,3 57,5 -59,7 -66,4 0,6 -81,9 7,6 57,8
3.964 37.026 87.928 344.267 85.835 146.458 26.098 222.682 80.418 25.777 28.927 31.477 15.082 33.017 28.807 20.517 5.033 12.489 21.374 4.795 12.379 5.227 9.406 7.355 7.355
-18,9 -1,0 3,8 4,5 35,6 11,4 12,4 6,4 2,4 22,9 -10,6 12,7 64,3 4,7 10,0 17,9 23,5 7,9 -13,0 10,9 13,1 7,8 299,3 6,0 246,3
Harga daging sapi di pasar dalam negeri pada bulan November 2011 mengalami kenaikan sebesar 0,4% dibandingkan dengan bulan Oktober 2011. Harga daging sapi pada bulan November 2011 yaitu Rp. 67.273/kg data disajikan pada Tabel 13, perkembangan harga daging sapi mengalami kenaikan 15 hingga 20 % pada tahun 2012, di beberapa wilayah provinsi di Indonesia seperti di kepulauan Kalimantan harga daging mencapai Rp. 100.000/kg (www. Dunia sapi.com, 2012).
16
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.12. Perkembangan Harga Daging Sapi di Beberapa Kota tahun 2011 Nama Kota
2010
2011
November
Oktober
November
66.362 63.060 60.000 63.950 58.667 49.286 65.000 65.000
67.105 65.667 60.000 65.212 59.948 53.000 70.000 65.000
67.200 65.800 60.000 64.670 60.600 53.000 70.000 65.000
Rata-rata Nasional 65.346 Sumber : Nurhayati & Jamali (2011)
67.012
67.723
Jakarta Bandung Semarang Yogyakarta Surabaya Denpasar Medan Makasar
Komoditas ternak kerbau merupakan komoditas ternak yang dapat menghasilkan produksi daging dengan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan harga daging sapi, pada tahun 2011 bulan Januari hingga Mei berdasarkan data BPS tingkat impor kerbau bakalan dari Australia mencapai 3,44 juta kg jumlah ini meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan volume impor pada tahun 2010 dengan jumlah 744,693 juta kg, hal ini disebabkan pada bulan januari 2011 harga daging sapi menembus Rp 68.000/kg sedangkan daging kerbau memiliki harga jual Rp. 50.000/kg. komoditas ternak kerbau belang (Tedong Bonga) juga memiliki nilai potensi harga jual yang sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sosial budaya. Kerbau belang mempunyai ciri khas dengan warna kulit belang hitam dan putih (Said dan Tappa, 2008). Umumnya kerbau ini merupakan ternak andalan di dalam upacara adat dan ritual, harga satu ekor ternak kerbau Tedong Bonga jantan dapat mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah (Rombe, 2010). Menurut Said dan Tappa, (2010) dari segi adat kebiasaan masyarakat Tana Toraja, kerbau belang mempunyai kedudukan yang cukup berperan penting dalam upacara adat, harga kerbau belang dewasa dapat mencapai Rp. 150.000.000. Jumlah populasi kerbau belang di Tana Toraja sudah tinggal 3,675 ekor pada tahun 2009. Menurut data BPS Tana Toraja (2009) populasi ternak kerbau belang mengalami penurunan hingga 4,212 ekor setiap tahunnya sejak tahun 2003, hal ini disebabkan jumlah pemotongan kerbau belang mencapai 13,000 ekor setiap tahunnya untuk acara ritual kematian. Menurut Dinas Peternakan Tana Toraja (2004), jumlah pemotongan kerbau belang mencapai 50-60 ekor setiap tahunnya, sedangkan angka kelahiran yang rendah setiap tahunnya hanya mencapai 10-20 ekor per tahun yang menyebabkan semakin menurunnya populasi ternak kerbau belang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pasokan ternak kerbau di wilayah Tana Toraja dilakukan pemasukan ternak kerbau belang dari beberapa Kabupaten Kota lainnya seperti Makasar, Enrekang, Palopo, Mamasa, Pangkep dan Takalar serta wilayah lain yang ada di Indonesia diantarannya Kalimantan, Kupang, Sumbawa, Sulawesi Tengah, Sulawesi tenggara dan Kalimantan. Pemerintah melalui LIPI telah berhasil mengembangbiakan kerbau belang dengan menerapkan bioteknologi yang berfungsi untuk memperbaiki efisiensi reproduksi pada kerbau dengan memasukan materi genetik untuk meningkatkan produktivitas kerbau, aplikasi
17
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur bioteknologi tersebut mempunyai tujuan utama yaitu untuk menghasilkan kerbau jantan unggul yang digunakan sebagai bibit yang menghasilkan semen untuk IB (Inseminasi Buatan) (Said dan Tappa, 2008). Keberadaan LIPI sebagai lembaga ilmu ilmu pengetahuan dan pengembangan teknologi, khususnya dibidang peternakan memiliki peran penting terutama untuk mempertahankan dan mengembangbiakan kerbau belang sebagai plasma nutfah Indonesia, sehingga populasi kerbau belang dapat meningkat dengan kualitas genetik yang lebih baik, dan dapat mensuplai bibit ternak kerbau belang ke sektor usaha budidaya ternak kerbau belang yang memiliki prospek dan peluang usaha yang relatif terbuka luas dengan tingkat permintaan yang cukup tinggi yaitu mencapai 13.000 ekor lebih setiap tahunnya. 2.2.
Potensi Nilai Jual Ternak Kerbau dalam Industri Pengolahan Daging
Daging kerbau memiliki potensi yang penting dalam beberapa tahun terakhir baik untuk memenunuhi kebutuhan daging domestik dan bahan pangan pontensial untuk ekspor, daging kerbau memiliki keunggulan dibandingkan daging sapi apabila dilihat berdasarkan nilai nutrisi, sifat fisik dan kimia daging, yang pada saat ini menjadi meningkat penggunaanya dalam industri pengolahan daging. Ternak kerbau memiliki jumlah lemak yang sedikit pada bagian bawah kulit dibandingkan dengan daging sapi, serta memiliki porsi jumlah daging merah yang lebih tinggi dengan kandungan lemak yang rendah (Lemcke, 2010), komposisi daging kerbau disajikan dalam Tabel 14. Tabel 2.13. Komposisi Nutrisi daging Kerbau Particulars
Water (%)
Protein (%)
Buffalo meat 74-78 20,2-24,1 Buffalo 76,89 22,46 broiler Sumber: Lemcke (Kandeepan et al, 2009)
Fat (%)
Ash (%)
Cholestrol (mg %)
Energy (Kcal/100g)
0,9-1,8 0,35
1,0 0,3
61 -
131 -
Meningkatnya pengetahuan gizi dan kesehatan pada masyarakat, maka tingkat kepedulian masyarakat terhadap produk pangan yang sehat dan berkualitas menjadi pilihan utama untuk dikonsumsi dalam upaya pemenuhan gizi dan menjaga kesehatan. Daging dengan protein seimbang terkadang menjadi permasalahan karena kadar lemaknya yang tinggi, kualitas daging kerbau dengan daging sapi tidak berbeda jauh baik kualitas fisik dan kimia daging, terkait dengan tingkat kolesterol, persentasi lemak daging kerbau yang lebih rendah dibandingkan dengan daging sapi sehingga aman untuk dikonsumsi oleh penderita diabetes, obesitas, manula dan penderita jantung koroner, Perbandingan Kandungan Gizi Daging Kerbau dan Sapi disajikan pada Tabel 15.
18
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.14. Perbandingan Kandungan Gizi Daging Kerbau dan sapi Zat Gizi Air (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Energy (kal) Kalsium (mg) Besi (mg) Vitamin A (IU) Total 998 Sumber: Hasbulah (2004)
Daging Kerbau 84 18,7 0,5 84 7 2 0
Sapi 66 18,8 14 207 11 2,8 30 908
Menurut Borghese (2012) Daging kerbau memiliki daya ikat air yang tinggi, sehingga daging kerbau memiliki kualitas yang baik untuk digunakan dalam industri hasil olahan ternak kerbau. Produk-produk olahan hasil ternak kerbau hampir sama dengan produk olahan daging sapi pada umumnya seperti sosis, salami, pepperoni, meat loaf dan dapat digunakan sebagai produk olahan daging khas Indonesia seperti abon, dendeng dan baso kerbau. Kelebihan penggunaa daging kerbau dalam industri pengolahan daging adalah biaya produksi yang relatif lebih murah dibandingkan menggunakan daging sapi. 2.3.
Struktur Industri Komoditas ternak kerbau memiliki prospek pasar yang sangat baik dan merupakan komoditas ternak yang dapat memberikan kontribusi protein hewani nasional, melalui program pemerintah swasembada daging nasional 2014. Usaha ternak kerbau rawa memiliki keterkaitan dengan industri hulu dibidang peternakan yang meliputi industri obat dan vaksin hewan, industry peralatan peternakan, dan industri pakan ternak. Usaha ternak kerbau rawa ini dapat dilakukan sebagai usaha mandiri baik bersifat komersial maupun usaha peternakan rakyat. Produksi ternak kerbau memiliki peran dalam industri hilir baik pemanfaatannya sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan non makanan. Struktur budidaya ternak kerbau disajikan pada Gambar 6.
19
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
20
HULU 1. Industri obat hewan & Vaksin hewan 2. Industri Peralatan Ternak 3. Industri Pakan
Usaha mandiri (komersial dan Usaha Rakyat)
BUDIDAYA TERNAK KERBAU RAWA
DAGING SEGAR
INDUSTRI PENGOLAHAN NON PANGAN: pemanfaatan limbah RPH
RPH (rumah potong hewan)
R PRODUK Olahan Hasil Kulit (Hides) Bahan Baku Pakan Ternak
Industri Olahan Hasil Ternak Kerbau
Konsumsi Rumah Tangga
Gambar 2.7. Struktur Industri Budidaya Ternak Kerbau Rawa
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur 2.4.
Potensi Usaha, Produksi dan Permintaan
Produksi daging kerbau dan ternak kerbau hidup di Indonesia berasal dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Kalimantan Timur memiliki tingkat produksi daging kerbau sebesar 186,7 ton pada tahun 2009 dengan jumlah total populasi sebesar 13.400 ekor yang tersebar di 14 Kabupaten Kota. Dengan tingkat konsentrasi populasi ternak kerbau tertinggi di Kabupaten Nunukan sebesar 7.154 ekor dan Kutai Kertanegara sebesar 2,987 ekor, disajikan pada Tabel 16 jumlah populasi ternak kerbau di Kabupaten Kota wilayah Provinsi Kalimantan Timur (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, 2010). Tabel 2.15. Populasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005-2009 (ekor)
Kab/Kota
2005
2006
2007
2008
Samarinda 94 96 114 116 Balikpapan 6 7 Kukar 2,799 20,43 2,147 2,190 Paser 585 596 578 590 PPU 499 509 545 556 Berau 108 115 107 107 Bulungan 161 155 131 134 Tarakan 6 4 4 Kubar 245 296 461 476 Kutim 529 535 541 552 Malinau 39 89 91 93 Nunukan 4,944 4,371 4,353 6,566 Bontang 15 12 15 Prov. Kaltim 10,024 8,811 9,091 11,427 Sumber: Populasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur (2010)
2009 131 25 2,987 625 667 125 148 27 489 873 109 7,154 14 13,401
Menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2010), menyatakan bahwa tingkat produksi daging kerbau di wilayah Kalimantan Timur mengalami pertumbuhan 1% setiap tahunnya, pada tahun 2010 tingkat produksi daging kerbau mencapai 263,78 ton terjadi kenaikan sekitar 23 ton produksi daging kerbau. Pertumbuhan populasi ternak kerbau di wilayah Kalimantan timur mengalami pertumbuhan mencapai 2% setiap tahunnya, berdasarkan tabel diatas pertambahan populasi tahun 2008 sebesar 11,427, tahun 2009 sebesar 13,401 menjadi 13,993 ekor pada tahun 2011. Provinsi Kalimantan Timur merupakan daerah yang sangat potensial untuk pengembangan usaha budidaya ternak kerbau, salah satu Kabupaten Kota yang berpotensi dijadikan sebagai sentra produksi kerbau rawa (kerbau kalang) adalah Kabupaten Kutai Kertanegara, hal ini didukung dengan luasan areal lahan padang penggembalaan untuk ternak kerbau kalang, data luasan areal padang penggembalaan kerbau Kalang disajikan pada Tabel 17. Prinsipnya adalah pemanfaatan lahan-lahan marginal yang belum dapat digunakan sebagai lahan pertanian.
21
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.16. Luasan Areal Padang Penggembalaan Ternak Kerbau Kalang Kabupaten Kukar Nama Kelompok Ternak
No.
Kecamatan/Desa
1.
Kecamatan Muara Wis Desa Melintang
Lebak Singkil
2.
Kecamatan Muara Wis Desa Muara Wis
Tanjung Terakan
Kecamatan Muara 3. Muntai Desa Harapan Kecamatan Muara 4. Muntai Desa Muara Aloh Sumber : Mawi (2008)
Teluk Ridan
Sinala
Luas Wilayah Padang Pengembalaan (Ha) Rawa Kering 4.275.75 Rawa Basah 1002.51 Lahan Rumput 255.42 Rawa Kering 2.532.60 Rawa Basah 2.478.78 Lahan Rumput 1008.63 Rawa Kering 1011.42 Rawa Basah 1.322.37 Lahan Rumput 247.41 Rawa Kering 2.448.72 Rawa Basah 3.650.76 Lahan Rumput 1.385.55
Topografi kabupaten Kutai Kertanegara terdiri dari gunung, sungai dan danau, pada kabupaten ini terdapat 17 buah danau dan danau yang terbesar adalah danau Semayang dengan luasan 13.000 ha dan sungai sebanyak 31 buah, dengan kondisi topografi seperti ini merupakan daerah yang sangat baik untuk pengembangan budidaya ternak kerbau kalang. Berdasarkan tingkat kebutuhan konsumsi daging sapi dan kerbau masyarakat yang semakin meningkat setiap tahunnya dengan jalur pemasaran yang tersedia, maka usaha peternakan ternak kerbau kalang memiliki prospek untuk dikembangkan guna memasok kebutuhan di dalam daerah. Kabupaten /Kota lain yang telah memiliki unit usaha peternakan kerbau kalang dengan jumlah populasi yang masih sedikit dengan nilai investasi yang masih tergolong rendah masih dapat ditingkatkan, mengingat permintaan akan kebutuhan ternak kerbau bukan hanya produk daging dan kulit tetapi juga permintaan akan ternak kerbau hidup yaitu kerbau belang dengan harga jual yang sangat tinggi, berdasarkan kondisi tersebut pemenuhan kebutuhan pasar ternak kerbau tidak hanya lokal dan regional, tetapi juga memiliki kesempatan untuk memasuki pasar internasional, pada saat ini kebutuhan akan daging kerbau di Negara Malaysia dan Philipina masih di impor dari Negara India, tingkat ekspor daging kerbau mencapai angka 456,907 metrik ton dari jumlah tersebut 40% memasok kebutuhan Malaysia dan Philipina, apabila dilihat dari jalur distribusi ternak kerbau dan produk-produk ternak kerbau yang berasa dari India akan memiliki nilai harga jual yang tinggi, hal ini disebabkan jalur transportasi yang jauh dan akan meningkatkan biaya pemasaran, Provinsi Kalimantan Timur memiliki letak geografis yang sangat berdekatan dengan Malaysia dan philipina sehingga jika produksi ternak kebau yang dihasilkan dilakukan ekspor ke kedua Negara tersebut akan jauh lebih murah mengingat jalur transportasi yang lebih dekat dan kemungkinan besar Indonesia mampu merebut pasar ternak kerbau di wilayah regional Asia tenggara. Tingkat konsumsi daging di provinsi Kaltim mengalami peningkatan yang cukup tinggi sekitar 3,6%, pada tahun 2008 tingkat konsumsi daging sebesar 36,212 ton yang
22
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur meningkat menjadi 49,534 ton di tahun 2011, tingkat konsumsi daging sapi mencapai 27% dari total konsumsi daging dan sekitar 16% masih di datangkan dari luar Kaltim, hal ini merupakan peluang pasar untuk ternak lokal seperti kerbau kalang khas Kaltim yang bisa mensubstitusi produk daging yang didatangkan dari luar Wilayah Kaltim. 2.5. Profil Usaha Kerbau Kalang di Kabupaten Kutai Kartanegara 2.5.1. Karakteristik Responden Umur peternak yang menjadi responden bervariasi. Umur dibawah 30 tahun sebanyak 1 orang (4,76%), umur 30-40 tahun sebanyak 8 orang (38,10%) dan umur 41-50 tahun sebanyak 4 orang (19,05%), umur 51-60 tahun sebanyak 6 orang (28,57%), dan umur diatas 60 tahun sebanyak 2 orang (9,52%). Hal ini menunjukkan bahwa umur peternak masuk dalam kisaran umur produktif karena umur produktif. Tabel 2.17. Sebaran Responden Berdasarkan Umur No
Uraian
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
<30 tahun
1
4,76
2
30-40 tahun
8
38,10
3
41-50 tahun
4
19,05
4
51-60 tahun
6
28,57
5
>60 tahun
2
9,52
Jumlah
21
100,00
Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan sumber daya peternak. Pendidikan akan menambah pengetahuan dan keterampilan sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja yang akan menentukan keberhasilan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peternak memiliki latar belakang pendidikan Sekolah Dasar (SD) sederajat 42,86%, Sekolah Menengah Pertama (SMP/sederajat) 28,57%, dan Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat 23,81% dan diploma/sarjana 4,76%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang ditempuh oleh peternak relatif merata.
23
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Tabel 2.18. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan No
Uraian
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
SD/Sederajat
9
42,86
2
SLTP/Sederajat
6
28,57
3
SLTA/Sederajat
5
23,81
4
Diploma/Sarjana Jumlah
1 21
4,76 100,00
Tingkat pendidikan tersebut ditunjang pula oleh pengalaman peternak. Peternak memiliki pengalaman antara 6 tahun hingga 40 tahun. Banyak peternak yang menggantikan orang tua mereka untuk beternak kerbau sehingga merupakan pekerjaan yang bersifat turun temurun. 2.5.2.
Teknis produksi
Tahapan kegiatan usaha kerbau kalang yang dilakukan oleh para peternak di lokasi penelitian sebagai berikut: 2.5.2.1. Pembibitan Bibit akan menentukan keberhasilan usaha ternak. Pemilihan ternak kerbau dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: a. Mempelajari silsilah turunannya, baik tentang pertumbuhan dan kesuburan b. Berdasarkan hasil uji kemampuan produksi c. Pemilihan berdasarkan hasil penelitian dan kontes ternak d. Pemilihan berdasarkan penilaian bentuk eksteriornya. Bibit ternak kerbau di lokasi penelitian berasal dari dua tempat yaitu dari ternak sebelumnya yang telah ada di Muara Muntai dan Muara Wis dan dari pemerintah. 2.5.2.2. Pemeliharaan Ternak Sistem pemeliharaan pada saat musim kering untuk semua kerbau adalah ekstensif, sedangkan pada musim banjir pemeliharaan kerbau dengan sistem semiintensif dan intensif. Pemeliharaan dengan sistem ekstensif pada musim kering dan musim banjir memiliki perbedaan penanganan. Pemeliharaan kerbau secara ekstensif pada musim kering yaitu semua kerbau baik anak maupun dewasa dibiarkan liar ke rawarawa atau hutan yang berjarak ±2 km dari kalang. Ternak yang diliarkan tersebut akan kembali ke kalang jika Gambar 2. 8. Peternak Mencari Rumput Kumpai Menggunakan Perahu
24
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur terjadi banjir. Pemeliharaan kerbau pada musim banjir dengan sistem ekstensif, selain anak <6 bulan, induk bunting dan induk menyusui. Anak dan induk tersebut dipelihara dengan sistem intensif, selalu berada di kalang dan diberi pakan hijauan tanpa penggembalaan. Kerbau yang digembalakan akan dikandangkan pada malam hari tanpa pemberian pakan. Peternak pada pagi hari berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 WITA untuk mencari hijauan kumpai di rawa-rawa yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Perjalanannya harus melintasi sungai dengan menggunakan perahu dan memerlukan waktu kira-kira 30 menit. Sumber hijauan sekitar 1-2 km dari peternakan. Hijauan yang diambil 100% rumput lokal kumpai karena disukai ternak. Ternak kerbau akan dilepaskan ke rawa penggembalaan, kecuali anak umur di bawah 3 bulan induk bunting tua dan induk menyusui. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan yaitu untuk membeli bensin sebagai bahan bakar perahu yang digunakan dan obat-obatan. Tenaga kerja pada usaha ternak kerbau ini seluruhnya melibatkan tenaga kerja laki-laki dewasa. Tenaga kerja yang menggembalakan kerbau ini rata-rata di samping menggembalakan ternaknya sendiri, juga ternak titipan. Peternak seluruhnya laki-laki karena penanganan ternak kerbau ini cukup berat karena harus berhadapan dengan kerbau yang galak akibat penggembalaan liar. Alasan lainnya adalah diperlukan keahlian yang cukup untuk menangani ternak kerbau ini. Rata-rata tiap peternak menangani 35 ekor kerbau. 2.5.2.3. Perkandangan Kandang atau kalang yang digunakan oleh kelompok tani ternak kerbau di lokasi penelitian adalah bangunan kandang sederhana yang lantai, pagar dan tiang-tiangnya terbuat dari kayu ulin. Kalang adalah kandang penampungan kerbau rawa saat musim banjir tiba yang berada di tepian Mahakam dan terdapat beberapa rumpun bambu dan pepohonan di sekitarnya. Jenis kandang yang digunakan adalah kandang koloni atau kelompok dengan beberapa peternak dan pemilik ternak. Kandang dibuat beberapa petak yang semua lebarnya 6 meter. Lantai dari permukaan tanah setinggi 2.5-3.0 meter. Hal ini dilakukan agar kalang senantiasa dalam keadaan kering atau tidak terendam air pada saat banjir. Kalang dilengkapi dengan dua tangga (depan dan belakang) sebagai sarana naik turunnya kerbau pada saat dikandangkan dan dilepas. Pagar setinggi 0.5-1.0 meter dibuat mengelilingi Gambar 2.9. Kalang Dipenuhi oleh Kerbau
25
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur kalang untuk mempermudah penanganan pada saat dikandangkan. Kerbau yang datang berkoloni biasanya ada beberapa yang tidak langsung naik ke kalang, dengan adanya pagar ini maka kerbau yang tidak segera naik kalang akan tetap berada di sekitar kandang yang telah dipagari dan peternak akan menuntunnya naik ke kalang. Pagar juga berguna untuk menjaga dan melindungi ternak dari ancaman pencuri. Balai pertemuan kelompok dan tempat alat-alat berada di depan kandang dengan ukuran 6x6 m2. 2.5.2.4. Peralatan Peralatan yang digunakan oleh peternak adalah sabit atau mandau, perahu motor dan dayung, genset dan pompa air, suntikan, pisau, penanjak atau tongkat, buku, dan pulpen. Peralatan hampir seluruhnya milik pribadi peternak kecuali genset dan pompa air yang jumlahnya hanya satu unit. Pompa air digunakan untuk menyediakan air minum dan membersihkan kotoran ternak kerbau pada musim banjir. Peralatan umumnya digunakan hanya pada saat banjir yaitu pada saat kerbau berada di kalang atau kandang dan digembalakan di rawa-rawa. Perahu digunakan untuk alat transportasi peternak yang harus melewati sungai untuk sampai di kalang mencari dan mengambil rumput serta menggembalakan kerbau. 2.5.2.5. Pakan Pakan yang dikonsumsi oleh kerbau hanya berupa hijauan dan tidak mendapat tambahan konsentrat. Rumput yang merupakan pakan utama kerbau rawa adalah rumput lokal kumpai (Hymenachne amplexicaulis (Rudge) Nees). Kerbau juga mengkonsumsi rumput lokal lainnya tetapi dalam jumlah sedikit. Kandungan nutrisi yaitu protein kasar (PK) dan TDN pada rumput kumpai lebih tinggi dibanding dengan rumput yang lazim digunakan untuk pakan ternak yaitu Pennisetum purpureum dan Panicum maximum. Rumput kumpai merupakan hijauan terbanyak yang ditemukan di rawa penggembalaan. Hijauan makanan ternak di lokasi penelitian tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan ternak karena lahan yang tersedia luas dan hijauan tersedia sepanjang tahun. Peternak memberi hijauan dengan memotong rumput di daerah rawa dan membawa ke kalang. Sistem pemberian hijauan tersebut dikenal dengan istilah “cut and carry” Pemberian tambahan mineral berupa garam diberikan hanya untuk induk yang sedang menyusui. Pemberian garam dipercaya dapat meningkatkan jumlah air susu induk. Pemberian hijauan untuk 15 ekor anak kerbau sebanyak satu perahu atau sekitar 300 kg. Frekuensi pemberian hijauan rata-rata hanya sekali yaitu pada pagi hari menjelang siang atau sekitar pukul 10.00 WITA setelah ternak kerbau muda dan dewasa Gambar 2.10. Rumput Kumpai dilepaskan ke tempat penggembalaan.
26
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur 2.5.2.6. Penanganan Kesehatan Penyakit yang pernah terjadi di lokasi penelitian adalah diare, gudik, cacingan, kutu, dan surra. Penyakit yang paling sering terjadi adalah diare pada anak kerbau di bawah umur satu tahun. Cacingan, kutu, gudik dan surra jarang terjadi. Cacingan pernah terjadi pada anak kerbau umur l-2 bulan dengan menunjukkan tanda bulu-bulunya berdiri dan kusam, serta badannya kurus. Pengobatannya dengan pemberian obat cacing seperti untuk manusia. Gudik biasanya diobati dengan pemberian bensin pada bagian yang terkena gudik atau diberi obat betadine. Surra merupakan penyakit yang pernah mewabah pada tahun 1968/1969 yang disebabkan oleh Trypanosomae vansi. Lalat merupakan vektor dari Trypanosoma evansi. Pengobatan penyakit ini adalah dengan menggunakan Nagonal, Trypamidium, Moranyl dan Ganaseg. Pencegahan penyakit surra yaitu dengan vaksinasi (Sugeng, 1992). Pemberian obat-obatan dan suplemen pada ternak kerbau oleh peternak dilakukan pada saat kerbau dikandangkan. Pemberian obat berdasarkan kebutuhan ternak; jika ternak kerbau menunjukkan gejala sakit atau penyakit pemberian obat segera dilakukan. Obatobatan dan vaksin dapat terjangkau oleh peternak karena obat-obatan telah disiapkan oleh Dinas Peternakan Kutai Kartanegara secara rutin untuk diberikan kepada ternak kerbau. Obatobatan juga dapat dibeli sendiri oleh peternak jika dari Dinas Peternakan belum menyediakan. Peternak sering melakukan penyuntikan terhadap kerbau yang terserang penyakit maupun hanya sebagai penambah nafsu makan. Ternak kerbau di atas umur satu tahun jarang terkena penyakit. Hal ini kemungkinan dikarenakan ternak kerbau telah mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan dan pakan. 2.5.2.7. Pemasaran Ternak Ternak kerbau dipasarkan kepada belantik atau calo yang berasal dari Kalimantan Selatan (Banjarmasin) dan Samarinda yang membeli langsung ke peternakan dalam jumlah yang banyak maupun sedikit. Penjualan utama (jumlah banyak) dilakukan pada waktu banjir (kerbau naik kalang). Jumlah yang dijual berdasarkan jumlah kelahiran yaitu jumlah yang dijual sama dengan jumlah kerbau yang lahir, jika jumlah induk adalah 150 ekor maka akan menghasilkan anak kira-kira 100 ekor. Jumlah ternak baik jantan maupun betina akan dijual sebanyak 100 ekor/tahun sehingga rata-rata penjualan per bulan sebanyak 8 ekor. Penjualan ternak berdasarkan penilaian morfologi tubuh dan perkiraan bobot badan. Harga kerbau berkisar antara 7,5-12 juta rupiah. Harga tersebut sangat menguntungkan peternak. Umur ternak yang biasa dijual yaitu di atas 5 tahun. Hal ini dilakukan untuk mengurangi jumlah ternak yang tidak produktif. Penjualan juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan sekolah anak sehingga penjualan total per bulan sekitar 9 ekor. 2.5.2.8. Pengendalian Penyakit Tujuan program peningkatan produksi peternakan adalah untuk mencukupi kebutuhan protein hewani disamping menambah pendapatan sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat. Salah satu hambatan untuk mencapai tujuan tersebut adalah timbulnya penyakit ternak yang menyebabkan berbagai kerugian antara lain penurunan produksi, penurunan
27
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur bobot badan dan meningkatnya angka kematian. Gangguan kesehatan pada ternak terjadi karena adanya infeksi agen penyakit oleh bakteri, virus, dan parasit (BPTP-NTB, 2001). Prinsip pengendalian pada hewan ternak adalah dengan menekankan pada pengendalian dan pencegahan penyakit, pengobatan yang dilakukan apabila telah terjangkit dalam kelompok ternak ataupun individu ternak akan meningkatkan biaya produksi. Pengendalian penyakit menular pada ternak kerbau sangat perlu mendapat perhatian khusus, hal ini dikarenakan beberapa penyakit menular menyebabkan menurunnya produktivitas ternak dan menyebabkan tingkat mortalitas atau kematian yang cukup tinggi, program pengendalian dan pencegahan suatu penyakit pada produksi ternak pada umumnya akan menggunakan anggaran sekitar 5-8% dari total biaya produksi, tetapi apabila proses pengendalian dan pencegahan tidak dilakukan. Pencegahan dan pengedalian penyakit pada ternak kerbau dapat dilakukan dengan penerapan hygiene dan sanitasi pada kandang dan ternak kerbau serta penerapan program vaksinasi. 2.5.2.9. Mengenal Beberapa Jenis Penyakit dan Pengendaliannya 1.
Penyakit yang disebabkan bakteri
ANTHRAX
Anthrax merupakan penyakit menular yang akut/perakut, dapat menyerang semua jenis ternak berdarah panas bahkan manusia. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang tinggi. Agen penyakit ini adalah Bacillus anthracis. Infeksi pada hewan terjadi melalui penularan melalui udara atau tertelan ataupun terjadi kontak diantara individu ternak. Organism penyebab penyakit anthrax dapat berasal dari tanah yang tercemar bakteri Anthrax. Tanda-tanda penyakit: (1). Kematian mendadak dan adanya perdarahan di lubanglubang kumlah (lubang hidung, lubang anus, pori-pori kulit), (2). Hewan mengalami kesulitan bernapas, demam tinggi, gemetar, berjalan sempoyongan, kondisi lemah dan timbul kematian secara cepat. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan program vaksinasi yang teratur setiap tahun di daerah wabah, pengawasan yang ketat terhadap lalu lintas ternak keluar masuknya ternak, memisahkan ternak yang sakit atau diduga sakit, membakar dan mengubur bangkai ternak yang mati. Pengobatan pada ternak yang terkena penyakit Anthrax dilakukan pemberian antibiotika berspektrum luas Procain penisilin G dengan dosis untuk ruminansia besar 6000-20.000 IU/kg/BB, Streptomycin dosis 5-10mg/kg BB, Oksitetrasiklin 5-10 mg/kg BB. SEPTICHAEMIA EPIZOOTICAE (SE)
Septichaemia epizooticae merupakan penyakit menular terutama menyerang ternak sapi dan kerbau. Penyakit ini biasanya berjalan akut dengan angka kematian yang tinggi terutama pada penderita yang telah memperlihatkan penyakit dengan jelas. Agen penyebab penyakit ini adalah Pasteurella multocida. Penularan penyakit ini terjadi infeksi melalui saluran pencernaan dan saluran pernapasan, cekaman pada ternak merupakan predisposisi untuk terjangkitnya penyakit. Sapi atau kerbau yang terlalu sering digunakan sebagai hewan pekerja dengan pemberian pakan berkualitas rendah dan kandang yang berdesakan merupakan pemicu terjadinya infeksi. Tanda tanda penyakit, penderita SE ditandai dengan kondisi tubuh yang lemah, suhu tubuh meningkat dengan cepat mencapai 41o C, tubuh gemetar mata sayu dan berair, nafsu
28
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur makan menurun dan gerak rumen dan usus menurun disertai konstipasi, penyakit yang berjalan kronis menyebabkan hewan menjadi kurus dan sering batuk serta mengeluarkan air mata secara terus menerus, suhu badan normal tetapi terjadi mencret bercampur darah. Pencegahan penyakit pada daerah yang telah bebas penyakit SE perlunya peraturan yang ketat terhadap pemasukan ternak ke daerah tersebut, bagi daerah yang telah tertular dilakukan program vaksinansi terhadap ternak sehat dengan menggunakan oil adjuvant sedikitnya setahun sekali dengan dosis 3 ml secara intramuskuler. Pengobatan pada ternak yang terkena penyakit SE dapat diberikan antibiotika Streptomycin dosis 5-10mg/kg BB, Oksitetrasiklin 5-10 mg/kg/BB. Sulphamezathine 2 gr/30 kg BB.
TRYPANOSOMIASIS
Penyakit ini merupakan penyakit parasit yang bersifat akut ataupun kronis. Kerugian yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah berupa penurunan berat badan, penurunan produksi susu, dan berakhir dengan kematian. Penyebab penyakit ini adalah protozoa Trypanosoma evansi, parasit ini hidup dalam darah induk semang dan memperoleh glukosa sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah. Penularan terjadi secara mekanis dengan perantaraan lalat penghisap darah genus Tabanidae. Lalat jenis lain seperti Stomoxys, Lyperosia, Chrysops dan Hematobia serta jenis Athropoda lain seperti kutu, pinjal yang dapat bertindak sebagai vector. Penyakit ini biasanya terjadi secara sporadic di daerah endemic, namun juga mewabah yang menimbulkan banyak korban kematian dan kerugian karena pengobatan dan perawatan, pemicu terjadinya penyakit ini adalah kurangnya asupan pakan, kondisi stress, kedinginan dan kelelahan. Tanda-tanda penyakit yaitu: (1). Gejala demam,nafsu makan turun, kondisi tubuh lemah, (2). Di daerah endemic biasanya memperlihatkan gejala subklinis, (3). Keadaan penyakit berlanjut timbul anemia, bulu rontok, kurus, busung daerah dagu dan anggota gerak dan berakhir dengan kematian, (4). Keluar lender dari hidung dan mata. Pencegahan dilakukan dengan pembasmian serangga penghisap darah di sekitar kandang (kalang) dengan insektisida, pemotongan hewan di malam hari untuk mengurangi resiko munculnya lalat. Pengobatan ternak yang terkena penyakit ini dilakukan pemberian Moranyl 10 mg/kg, Quanipiramine 3-5 mg/kg BB.
FACIALOSIS (CACING HATI)
Penyakit cacing hati ini bersifat kronis pada sapi/kerbau, cacing ini berada dalam saluran empedu atau usus yang menyebabkan kerusakan hati. Kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit ini adalah kerusakan hati yang akan menyebabkan kematian, penurunan berat badan, pertumbuhan terganggu dan penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena oleh penyakit lain. Penyebab penyakit ini adalah Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica yang hidup di dalam saluran empedu. Bentuknya seperti daun sehingga disebut juga cacing daun. Penularan penyakit dengan cara Fasciola melalui induk semang perantara yaitu siput genus Limnea. Cacing bertelur dalam saluran empedu ternak dan dibawa oleh cairan empedu masuk kedalam usus yang kemudian akan keluar bersama tinja. Bila cuaca cocok, maka telur akan memetas dan mengasilkan larva stadium pertama atau mirasidium dalam waktu 9 hari. Mirasidium berenang di air dengan menggunakan silia yang menutupi tubuhnya. Bila bertemu dengan siput genus Limnea, mirasidium menembus
29
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur jaringan siput membentuk sporosis. Pada stadium lebih lanjut, setiap sporosis akan terbentuk menjadi 5 – 8 buah redia yang selanjutnya akan membentuk serkaria dan kemudian diikuti oleh stadium akhir metaserkaria yang infektif. Ternak (sapi, kerbau, kambing dan domba) akan terinfeksi oleh penyakit ini apabila makan rumput yang mengandung metaserkaria. Setelah metaserkaria termakan oleh ternak, akan menembus dinding usus dan tinggal dalam hati yang akan berkembang selama 5 – 6 minggu. Dalam tahap akhir larva cacing akan memasuki saluran empedu untuk tumbuh menjadi dewasa. Tanda-tanda penyakit adanya gangguan pencernaan berupa konstipasi/ sembelit kemudian disertai dengan adanya daire (mencret), Kurus, lemah, bulu berdiri, depresi, bagian perut membesar, anemia, selaput lendir pucat kekuningan, bentuk kronis menyebabkan ternak mengalami penurunan produktifitas dan hambatan pertumbuhan terutama pada anak, terjadi busung/ oedema di bawah rahang dan bawah perut. Pencegahan penyakit ini dengan cara memberantas induk semang perantara/ siput (memotong siklus hidup cacing) dengan penggunaan Mollusida (secara kimiawi), rotasi lapangan rumput/padang penggembalaan, ternak sakit jangan dilepas di padang penggembalaan atau jangan melepaskan ternak sehat di padang penggembalaan yang tercemar. Pengobatan secara umum pengobatan dilakukan selama 3 kali pemberian yaitu : pada permulaan musim penghujan, pada pertengahan musim penghujan, pada akhir musim penghujan. Obat obatan yang diberikan antara lain :Dovenix ( bahan aktif: Nitroxynil ) dengan dosis: 10 mg/ Kg berat badan (1 ml untuk 25 Kg berat badan) diberikan secara Subcutan. Bilevon (bahan aktif Meniclopholan), dosis 3 mg/ Kg berat badan diberikan peroral. Monil ( bahan aktif: Albendazole ), diberikan secara per-oral dengan dosis: Sapi dengan berat badan < 150 Kg : 1,5 bolus, sapi dengan berat badan 150 – 300 Kg : 3 bolus, sapi dengan berat badan 300 – 400 Kg : 4 bolus, sapi dengan berat badan > 400 Kg : 5,5 bolus. Carbontetrachlorida, dosis : 50 mg/ Kg berat badan diberikan secara subcutan, atau 1- 5 ml/ ekor diberikan secara peroral.
30
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
BAB III
ASPEK FINANSIAL Komoditi dapat dinilai memberikan nilai tambah dan layak untuk diusahakan jika secara finansial memberikan keuntungan. Berikut disajikan perhitungan analisis finansial usaha kerbau Kalang di Kalimantan Timur: 3.1. Asumsi Perhitungan finansial kelayakan proyek memerlukan parameter teknis yang menjadi dasar sesuai perlakuan usaha yang bersangkutan. Asumsi dan parameter yang digunakan dalam analisis keuangan usaha kerbau kalang adalah sebagai berikut: Tabel 3.1. Parameter Teknis dan Asumsi Dasar Aspek Finansial usaha kerbau kalang di Kalimantan Timur
No 1 2 3 4
Uraian Selang Beranak (Calving interval) Mortalitas anakan Sex ratio Umur kerbau dijual
Satuan 1-3 atau 1,5 tahun 10 % 1:1 3,5 tahun
31
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur No
5
6 7 8 9 10
Uraian Harga jual: Betina Jantan Induk Tua Jantan Tua Kebutuhan pekerja Upah pekerja Lama kerbau di kalang BBM utk Ces Harga BBM Bunga pinjaman Proporsi modal sendiri:pinjaman
Satuan 10.000.000 13.000.000 15.000.000 15.000.000 2 50000 100 10 8000 14 70:30
Rp/ekor Rp/ekor Rp/ekor Rp/ekor Orang Rp/hari Hari liter/hari Rp/liter %/tahun flat p.a %
3.2. Biaya 3.2.1. Biaya Investasi Kebutuhan investasi untuk usaha kerbau kalang ini terdiri atas biaya pengadaan calon induk dan pejantan, pembuatan kalang, dan pembelian ces dan body. Rincian biaya tersaji pada tabel berikut: Tabel 3.2. Rincian Biaya Investasi Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Harga per No Uraian Satuan Jumlah Biaya satuan Skala usaha 100 ekor betina induk (Rp000) (Rp000) Pengadaan Bibit Kerbau Dara (3 Tahun) Ekor 7.000 100 700.000 1 Kerbau Jantan 7.500 5 37.500 Jumlah Pengadaan Bibit 737.500 2 Pembuatan Kalang Unit 250.000 1 250.000 Pengadaan Sarana dan Prasarana 3 Pembelian Ces dan Body Unit 8.500 1 8.500 Investasi Total 996.000 Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa komponen biaya investasi terbesar adalah biaya untuk pengadaan calon induk dan pejantan sebesar 74,05%, selanjutnya 25,10% digunakan untuk pembuatan kalang, dan sisanya untuk pembelian transportasi air untuk mencari rumput untuk kerbau pada saat berada di kalang. Asumsi proporsi kebutuhan modal investasi dan modal kerja oleh setiap peternak 70% merupakan pinjaman bank dan 30% modal sendiri maka kredit investasi yang dibutuhkan peternak 298.800.000,- dan kredit modal kerja sebesar Rp 6.372.000,-. Kredit dari perbankan diasumsikan dengan masa pengembalian pokok pinjaman selama 5 tahun. Angsuran bunga selama 5 tahun. Pembayaran dilakukan setiap bulan dengan bunga kredit flat/tetap 14% per tahun maka angsuran pokok pinjaman dan bunga pinjaman untuk
32
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur kredit investasi berturut-turut sebesar Rp 59.760.000,-/tahun dan Rp 41.832.000,-/tahun, sedangkan angsuran pokok pinjaman dan bunga pinjaman untuk kredit modal kerja berturutturut sebesar Rp 1.274.000,-/tahun dan Rp 892.000,-/tahun, 3.2.2. Biaya Produksi Biaya yang masuk sebagai biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat kerbau berada di kalang. Lamanya kerbau berada di kalang sekitar 100 hari dalam setahun. Komponen biaya yang termasuk dalam biaya operasional meliputi biaya tenaga kerja pencari rumput, biaya BBM untuk ces, biaya obat-obatan, dan biaya lain-lain. Biaya produksi tertinggi sebesar Rp 68.509.000,- yang dikeluarkan masing-masing pada tahun ke-4, ke-6, ke-8, ke-10, ke-12, ke-14, ke-16, ke-18, dan ke-20. Komponen biaya produksi terbesar adalah dan Biaya tenaga kerja pencari rumput dan biaya BBM ces yaitu masing-masing 47,08% dan 37,66% dari total biaya produksi. 3.3. Produksi dan Pendapatan Penerimaan diperoleh dari penjualan anak kerbau yang dibesarkan dan dijual pada umur 3,5 tahun dan penjualan pejantan dan induk afkir. Harga penjualan kerbau betina dan jantan berumur 3,5 tahun masing-masing sebesar Rp 10.000.000,-/ekor dan Rp 13.000.000,sedangkan penjualan induk dan pejantan 10-14 tahun dijual dengan harga Rp 15.000.000,- . Penjualan ternak dimulai pada tahun ke-5 sejak usaha dimulai dan penjualan kerbau dilaksanakan dua tahun sekali. Rata-rata pendapatan kotor setiap penjualan kerbau sebesar Rp 1.160.000.000,-. 3.4. Kriteria Kelayakan Usaha Untuk aliran kas (cash flow) dalam perhitungan ini dibagi dalam dua aliran, yaitu aliran masuk (cash inflow) dan aliran keluar (cash outflow). Kas masuk diperoleh dari penjualan produk usaha ternak ayam petelur selama satu tahun. Kapasitas terpakai usaha ini berpengaruh pada besarnya nilai produksi yang juga akan mempengaruhi nilai penjualan, sehingga kas masuk menjadi optimal. Untuk kas keluar, komponennya ditambah dengan biaya angsuran kredit, dan biaya bunga. Kelayakan proyek diukur melalui kriteria investasi meliputi Net present value (NPV), Internal rate of return (IRR), dan Benefit/Cost (B/C) ratio. Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.3. Hasil Analisis Finansial Usaha Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
1
Kriteria Kelayakan NPV (Rp)
2
IRR(%)
No.
Nilai 1.130.569.000,-
3 Net B/C Ratio Sumber : Data Primer (diolah), 2012.
26% 2,12
Justifikasi Kelayakan NPV> 0; layak IRR>14% (suku bunga kredit); layak Net B/C >1; layak
33
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur 1). Net Present Value (NPV) NPV dari suatu proyek merupakan nilai sekarang dari selisih benefit dengan cost pada discount factor (DF) tertentu. NPV menunjukkan kelebihan manfaat dibandingkan dengan biaya. Apabila NPV lebih besar dari 0 berarti proyek tersebut menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Berdasarkan hasil perhitungan NPV pada discount factor 14% menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 1.130.569.000,-yang artinya nilai NPV > 1. Hal ini berarti proyek usaha kerbau kalang layak untuk diusahakan. 2). Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengatakan persentase keuntungnan dari suatu proyek tiap-tiap tahun dan juga merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. IRR pada dasarnya menunjukkan Discount Factor (DF) dimana NPV = 0. Berdasarkan hasil analisis perhitungan IRR sebesar 26%. Apabila diasumsikan bunga bank yang berlaku adalah 14%, maka usaha kerbau kalang menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai IRR jauh lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga pasar. 3). B/C Ratio Analisis B/C ratio adalah perbandingan antara total cash inflow terhadap total cash outflow. Net B/C rasio ini menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan setelah dikalikan dengan Discount Factor sebesar 14 %. Berdasarkan perhitungan kelayakan usaha, nilai Net B/C rasio adalah 2,12 yang artinya benefit yang diperoleh adalah 2,12 kali lipat dari biaya yang dikeluarkan. Selama usaha berjalan, kemungkinan beberapa faktor akan berubah dan mempengaruhi kelayakan usaha, sehingga dilakukan analisis sensitivitas atau kepekaan untuk kondisi normal dan kondisi dimana ada perubahan pada faktor-faktor seperti harga BBM, upah tenaga kerja, biaya pembelian induk. Dalam pola pembiayaan usaha kerbau kalang ini digunakan tiga skenario sensitivitas, yaitu: 1. Terjadi perubahan harga pembelian induk sebesar 20% 2. Terjadi kenaikan biaya upah pencari rumput dan harga BBM sebesar 20% 3. Terjadi kenaikan harga jual kerbau kalang sebesar 10% Hasil analisis sensistivitas disajikan pada tabel berikut: Tabel 3.4. Hasil Analisis Sensistivitas Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
No. 1 2 3
Kriteria Kelayakan NPV (Rp) IRR(%) Net B/C Ratio
Harga beli Indukan naik 20% 1.000.493.000,24% 1,88
Upah TK dan Harga BBM Naik 20% 1.082.245.000,26% 2,03
Harga Jual Naik 10% 1.359.971.000,28% 2,34
34
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diatas, dapat diketahui bahwa usaha kerbau kalang peka terhadap perubahan biaya dan peka dengan perubahan faktor harga jual sehingga diperlukan pasokan indukan unggul, ketersediaan sarana produksi khususnya bahan bakar dan jaminan kepastian harga jual agar usaha kerbau kalang tetap dapat berlanjut dan memberikan keuntungan yang maksimal bagi peternak.
35
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
BAB IV
PENUTUP Berdasarkan pemaparan mengenai peluang investasi usaha kerbau kalang di Kalimantan Timur, terlihat jelas bahwa wilayah Kalimantan Timur khususnya di Kabupaten Kutai Kertanegara memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pada usaha kerbau kalang di Provinsi Kalimantan Timur dinilai layak (feasible) dan menguntungkan untuk diusahakan. Para investor tidak perlu ragu menanamkan modalnya untuk investasi dibidang ini, karena dari aspek teknis maupun ekonomis serta dukungan pemerintah daerah setempat akan memudahkan para investor melakukan investasi. Jika para investor menginginkan informasi lebih lanjut tentang usaha kerbau kalang dapat melakukan kontak bisnis ke alamat yaitu: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jl. Gatot Subroto 44 Jakarta 12190-Indonesia PO Box 3186 Telp. +62-021-5252008, 5254981, Fax +62-0215227609, 5254945, 5253866 E-mail : sysadm@ bkpm.go.id Website : http://www.bkpm.go.id
36
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur Jl. Bhayangkara No. 54 Samarinda Badan Perijinan dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Kalimantan Timur Jl Basuki Rahmat No 56 Samarinda Kalimantan Timur 75117 Telp. 62-0541-743235 – 742487 Fax : 0541-736446 E-mail :
[email protected] Website : http://www.bppmd.kaltimprov.go.id
37
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Toraja. 2009. Data Populasi Ternak Kerbau Belang . BPS-Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. BPTP- Kabupaten Nusa Tenggara Barat. 2001. Beberapa penyakit pada ternak ruminansia pencegahan dan pengobatannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas Peternakan Kabupaten Kutai Kartanegara. 2011. Profil Dinas peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kutai Kartanegara, Tenggarong. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2011. Prospek Investasi Ternak Kerbau di Provinsi Kalimantan Timur. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Dinas Peternakan Kabupaten Tana Toraja. 2004. Laporan Dinas Peternakan KabupatenTana Toraja, 14 September 2004. Dinas Peternakan Kutai Kartanegara. 2007. Populasi Ternak di Kabupaten Kutai Kartanegara. Dinas Peternakan. Kutai Kartanegara. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur. 2010. Statistik Peternakan. Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2010. Ketersediaan Konsumsi Daging Menurut Provinsi Periode 2006-2010. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Jakarta. Dwiyanto, K dan Subandryo, 1995. Peningkatan mutu genetic kerbau local di Indonesia. Lokakarya Nasional Pengembangan Ternak Kerbau di Indonesia, Bogor. FAO. 2009. The state of Foof and Agriculture. Food and Agricultural Organization of The United Nation FAO. 2010. Buffaloes Meat Production In the World and Asia. FAO Statistics Division. FAO. 2011. Meat Consumption Worldwide. FAO Statistics Division. Hamdan, A, Rohaeni, E S, Subhan, A. 2010. Karakteristik Kerbau Kalang (Rawa) sebagai Plasma Nutfah Di Kalimantan Selatan. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau, BPTPKalimantan Selatan. Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomis. LPFE-UI, Jakarta. Kadeepan, G., Biswas, S., and Rajkumar, R.S. 2009. Buffalo As A Potential Food Animal. Journal Of Livestock Production Vol. 1 (1). India.
38
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Kementerian Pertanian dan BPS. 2011. Rilis Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah dan Kerbau di Seluruh Indonesia. BPS Statistik Indonesia, Indonesia. Lemcke, B. 2010. Is There Major Role For Buffalo In Indonesia’s Beef Self Sufficiency Program By 2014?. Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010. Mawi, H S. 2008. Program Aksi Perbibitan Ternak Kerbau Di Kabupaten Kutai Kertanegara. Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau, Dinas Peternakan Kutai Kertanegara. Meat Livestock Australia. 2011. Australian Livestock Commodities. Commonwealth of Australia. Canbera ACT 2601. Australia Miskiyah dan Usmiati, S. 2006. Potongan Komersial Karkas Kerbau: Studi Kasus di PT Kariyana Gita Utama-Sukabumi. Jurnal. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Nurhayati, Y dan Jamali, F. 2011. Tinjauan Pasar Daging Sapi 2011. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta. Said, S dan Tappa, B. 2008. Perkembangan Kerbau Belang (“TEDONG BONGA”) Di Puslit Bioteknologi LIPI Cibinong, Jawa Barat Dengan Teknologi Reproduksi. Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Bogor. USDA. 2010. Daily Livestock Repor. CME Group. States Departement of Agriculture. USA. USDA. 2012. Livestoc and Poultry World Markets and Trade. Foreign Agricultural Service. United States Departement of Agriculture. USA.
39
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur Lampiran 1. Diagram Alur Perizinan 1. P E R M O H O N A N
2. PERSETUJUAN PENANAMAN
Model 1 / PMDN Kelengkapan Akte perusahaan atau KTP bagi perorangan Copy NPWP Proses dan flowchart Uraian produksi / kegiatan usaha Surat kuasa, apabila bukan ditandatangani Direksi
Model 1 / Foreigen Capital Investment (PMA) Peserta Indonesia - Akta perusahaan - Copy KTP apabila perorangan - Copy NPWP untuk PMA peserta asing - Akte perusahaan - Copy paspor apabila perorangan - Copy NPWP untuk PT PMA - Proses dan flowchart - Uraian produksi kegiatan
Surat Persetujuan untuk PMDN
Surat Persetujuan untuk PMA
RENCANA PERUBAHAN - Perubahan bidang usaha atau produksi - Perubahan investasi - Perubahan/pertambahan TKA - Perubahan kepemilikan saham - Preusan PMA atau PMDN atau non PMA/PMDN - Perpanjangan WPP - Perubahan status - Pembelian saham preusan PMDN dan non PMA/PMDN oleh asing atau sebaliknya
3. PERIZINAN PELAKSANAAN
4. REALISASI IZIN USAHA
- APIT, untukmengimpor barang modal dan bahan baku yang dibutuhkan - RPTK untuk mendatangkan/ menggunakan TKA - Rekomendasi TA.01 kepada Dirjen Imigrasi agar dapat diterbitkan VISA bagi TKA - IKTA, untuk memperkerjakan TKA - SP Pabean BB/P, pemberian fasilitas atas penginfor bahan baku/penolong =========================================== Di Kabupaten/ Kota : Izin lokasi, IMB, Izin UUG/HO, Sertifikat Atas Tanah
Copy akta pendirian dan pengesahan Kelengkapan - Copy akte perusahaan - Copy IMB - Copy izin UUG/HO - Copy sertifikat hak atas tanah - LKPM - RKL/RPL atau UKL/UPL atau SPPL BAP - Copy SP PMDN atau SP PMA dan perubahannya
Sebagai dasar untuk - Melakukan produksi komersil - Pengajuan rencana peluasan investasi - Pengajuan restrukturisasi - Pengajuan atau tambahan bahan baku /penolong
40
Kajian Pengembangan Kerbau Kalang di Kalimantan Timur
41