Penyusun Sekar Mayangsari Robert Kristaung Muhammad Zilal Hamzah Eleonora Sofilda Deasy Aseanty Christina Dwi Astuti Erliana Banjarnahor
Proceeding Corporate Sustainability Conference Theme: The Green Economy and Demographic Challenges for Sustainable Development The 2
nd
Jakarta : LPFE, November 2014 ISBN : 978-979-3634-27-2 Copyright @ Hak Cipta 2014, Pada Penyusunan : Dilarang Mengutip sebagian atau seluruh isi Buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara Penggunaan mesin fotocopy, tanpa izin dari penerbit Cetakan Pertama, November 2014 Hak penerbit pada LPFE Universitas Trisakti Desain Cover & Layout oleh Moh Shidqon-Ahmad Novel Diterbitkan oleh LPFE Universitas Trisakti
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi - Universitas Trisakti Tlp. 021 56969066 Email:
[email protected] Jl. Kyai Tapa No. 1 Gedung S Lantai 2 Grogol Jakarta Barat
The 2nd Corporate Sustainability Conference
TIPOLOGI MULTIDIMENSIONAL KERELASIAN PELANGGAN (CUSTOMER RELATIONSHIPS) Robert Kristaung Saparso Universitas Trisakti Universitas Kristen Krida Wacana
[email protected] [email protected] ABSTRAK Kajian ini adalah tentang tipologi dimensi kerelasian pelanggan yang terkait dengan level kerelasian pada industri asuransi jiwa di Indonesia dengan jumlah sampel penelitian sebesar 188 responden. Kajian ini menyimpulkan pertama bahwa variabel kepercayaan memiliki impak tertinggi dan positif terhadap kerelasian pelanggan dan yang terendah ialah pemeliharaan kerelasian. Variabel kerelasian manfaat, buyer-seller bonds, dan kerelasian komitmen berada dalam kisaran impak yang moderat serta positif terhadap kerelasian pelanggan. Kedua, kontribusi atau pengaruh kerelasian pemeliharaan, kerelasian manfaat, buyer-seller bonds, dan kerelasian komitmen serta kepercayaan adalah signifikan terhadap kerelasian pelanggan. Hasil pengujian empiris menunjukkan pentingnya harapan pelanggan dan pengalaman perusahaan dalam mengembangkan komitmen kerelasian untuk jangka panjang. Kata kunci: Kepercayaan kerelasian pemeliharaan, kerelasian manfaat, buyer-seller bonds, kerelasian komitmen dan kerelasian pelanggan.
320
The 2nd Corporate Sustainability Conference
ABSTRACT Research on typology dimensional customer relationships associated with the level of relationship in the life insurance industry in Indonesia with a total of 188 respondents in the sample. The conclusion is that the trust has the highest impact and positive impact on customer relationships and the lowest is the positive impact and relationship maintenance. Variables benefits relationship, buyer-seller bonds, and relationship commitment were in the moderate range as well as the positive impact also on customer relations. On the other hand, contribution or influence of relationship maintenance, benefit relationships, buyer-seller bonds, and relationship commitment and trust are significant to the customer relationship. Empirical test results demonstrate the importance of the fit between expectations and customer relations experience in developing the company's commitment to long-term relationships. Keywords: Trust, relationship maintenance, benefits relationship, buyerseller bonds, relationship commitment and customer relations PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara besar untuk pasar bisnis asuransi. Dengan jumlah penduduk 242.3 juta jiwa lebih dan menempati peringkat keempat dengan penduduk terbanyak di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Indonesia memiliki capital market yang potensial. Namun kenyataannya hingga saat ini peluang tersebut masih belum bisa dimaksimalkan perusahaan asuransi di Indonesia (The World Bank Group, 2013). Hal ini dapat dilihat dari masih kecilnya penetrasi pasar Asuransi Jiwa di Indonesia 1.1% dibandingkan dengan jumlah penduduk 235,3 juta, dengan GDP per kapita 3.495$. Penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih kalah dengan India yang memiliki GDP per kapita 1.509$ dengan jumlah penduduk 1.241.491.960 jiwa, mampu melakukan penetrasi asuransi jiwa sebesar 3.4%. Berarti kemampuan perusahaan asuransi di India untuk menarik calon nasabah lebih baik dibandingkan dengan perusahaan asuransi di Indonesia. Menurut Global Competitivess Report 2013, Indonesia diprediksi akan meningkat daya saingnya dari rangking ke 50 pada tahun 2011/2012 menjadi 46 pada tahun 2012/2013, dari 144 negara yang disurvei. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa ada peningkatan kemampuan daya beli masyarakat Indonesia, dan diharapkan juga berdampak pada penjualan asuransi jiwa di Indonesia (The Global Competitiveness Raport, 2013) Potensi asuransi jiwa di Indonesia dapat dikatakan cukup besar, karena jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237 juta jiwa. Sedangkan yang memiliki asuransi jiwa baru sekitar 4,46%. Rendahnya kepemilikan asuransi jiwa ini disebabkan oleh beberapa
321
The 2nd Corporate Sustainability Conference
322
faktor, pertama tingkat pendapatan yang tidak terlalu tinggi, kedua masyarakat tidak memahami manfaat asuransi jiwa sehingga belum menjadi prioritas. Ketiga kurangnya upaya oleh industri asuransi jiwa untuk mengedukasi pasar akan pentingnya asuransi jiwa (Ernst & Young, 2012). Lambatnya pertumbuhan asuransi jiwa di Indonesia, juga disebabkan oleh pendapatan per kapita penduduk Indonesia yang masih rendah. Seperti yang dilaporkan oleh World Economic Outlook, Mei 2013 dan Ernst & Young 2012, mengenai daftar negara di dunia berdasarkan product domestic brutto (PDB) pada nilai nominal per kapita yang dikonversikan dalam nilai dolar AS pada nilai tukar pasar yang berlaku pada tahun tersebut (World Economic Outlook, May 2013). Berdasarkan data dari Lembaga Riset Media Asuransi (LRMA) yang dipublikasikan pada Media Asuransi (Juni 2012, No. 257 Th. XXXII) menunjukkan bahwa pertumbuhan premi asuransi jiwa pada tahun 2011 naik sebesar 26,02%, yaitu Rp. 93,9 triliun pada tahun 2011 dibanding tahun sebelumnya yaitu Rp. 74,5 triliun. Dilihat dari aset, 15 perusahaan ini juga menguasai 87,69% lebih dari total asset 44 perusahaan asuransi jiwa di Indonesia. Premi sebesar Rp. 73,98 triliun yang diperoleh 15 perusahaan tersebut pada tahun 2011, berarti 78,76% dari total pendapatan premi seluruh perusahaan asuransi jiwa. Begitu juga laba yang dikumpulkan sebesar Rp. 7,42 triliun adalah 92,83% dari total laba asuransi jiwa di Indonesia. Penguasaan pasar saat ini dilihat dari hasil perolehan premi adalah PT Prudential Life Assurance yang menguasai 15,8%, pada peringkat kedua PT Asuransi Jiwa Sinarmas 13,3% kemudian disusul oleh PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia sebesar 7,6% pada peringkat ketiga. Dilihat dari data tersebut tidak menjamin perusahaan asuransi yang beraset besar dapat meraih premi dan keuntungan yang besar. Ada indikator lain yang dapat membentuk keuntungan tersebut diantaranya adalah kepercayaan dan kepuasan konsumennya. Berdasarkan tingkat tabungan masyarakat, potensi industri asuransi di Indonesia tergolong cukup tinggi, data World Bank menunjukkan tingkat tabungan Indonesia tahun 2000-2003 mencapai 23,5% dari GDP atau sedikit tinggi dari India sebesar 22,1% dan tertinggal cukup jauh dari China sebesar 42,6% (Economic Review, 2007).
Namun
sayangnya, dari tingkat tabungan ini belum diikuti oleh pengetahuan investasi yang memadai oleh masyarakat Indonesia. Kebanyakan masyarakat Indonesia lebih mengenal perbankan sebagai instrument saving daripada asuransi. Sebagai gambaran aset perusahaan asuransi di Indonesia hanya kurang lebih 6% dari aset perbankan, ini tentu berbeda dengan
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Negara-negara maju seperti Jepang, di mana aset perbankan hampir sama besarnya dengan aset suransi. Survei yang dilakukan oleh Majalah Marketing yang bekerjasama dengan CarreCCSL (Center for Customer Satisfaction & Loyalty), mengeni indek kepuasan layanan (Majalah Marketing, No.05/X/Mei 2010). Indek tingkat kepuasan pelayanan ini diukur dengan dua dimensi besar, yaitu dengan perceived service value dan perceived service quality. Perceived service value (PSV) adalah persepsi kesetaraan antara harga yang dibayarkan dengan pelayanan yang diterima. Perceived service quality (PSQ) memeiliki empat parameter yaitu; kepuasan terhadap pengangses service point (accessibility), proses pelayanan (service process), staf atau frontliner (people), penanganan keluhan (service complaint handling), kepuasan terhadap hasil atau penyelesaian akhir dari pelayanan yang dilakukan (quality of repair result). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan asuransi jiwa dalam upayanya untuk memberi pelayanan yang memuaskan kepada nasabahnya masih rendah dibandingkan nilai rata-rata industri. Terutama akses dan proses, masyarakat masih merasakan bahwa akses untuk masuk menjadi bagian dari asuransi masih menjadi kendala, hal ini disebabkan sosialisasi mengenai manfaat pentingnya asuransi belum dirasakan oleh masyarakat secara mendalam. Begitu juga proses yang diberikan masih dianggap menyulitkan bagi calon nasabah. Persepsi mengenai staf atau tenaga kerja (termasuk agen) sudah cukup baik, begitu juga kaitannya dengan penanganan keluhan pelanggan. Ini disebabkan regulasi pemerintah sudah mewajibkan setiap agen asuransi harus sudah bersertifikasi (Keputusan Menteri Keuangan No.426/KMK.06/2003). Tujuannya adalah untuk menjamin nasabah maupun perusahaan asuransi dari praktek-praktek kecurangan sehingga merugikan nasabah maupun perusahaan itu sendiri. Namun persyaratan modal minimum perusahaan asuransi oleh pemerintah, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 63 tahun 1999, menjadi pemicu naiknya total modal sendiri secara signifikan pada akhir tahun 2006. PP 63 tersebut mewajibkan perusahaan asuransi memiliki modal minimum sebesar Rp. 100 miliar. Peraturan ini dikenakan secara bertahap mulai 31 Desember 2007 modal sendiri minimum sebesar Rp. 25 miliar, 31 Desember 2008 modal sendiri sebesar Rp. 60 miliar dan 31 Desember 2009 modal sendiri harus sebesar Rp. 100 miliar. Pemerintah telah mencabut izin usaha 18 perusahaan asuransi, karena tidak dapat memenuhi persyaratan Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 1999. Pencabutan izin tersebut, baik langsung maupun tidak langsung tentunya akan berdampak pada kepercayaan nasabah
323
The 2nd Corporate Sustainability Conference
asuransi. Terutama bagi calon anggota atau masyarakat yang belum menjadi nasabah. Ini terlihat lambatnya pertumbuhan kepesertaan nasabah asuransi jiwa di Indonesia, yang hanya rata-rata sebesar 0.38%. Tingkat kepuasan terhadap after-sales service dan service point yang diukur dengan melakukan penilaian yang didasarkan pada perceived service quality dan perceived service value, hasilnya juga masih di bawah rata-rata nilai industri. Ini juga mencerminkan bahwa kepercayaan nasabah terhadap kinerja perusahaan asuransi jiwa belum maksimal. Sementara survei yang dilakukan oleh Nielsen (Jawa Pos, 4 Mei 2012) bahwa indek optimisme Indonesia berada pada urutan ke tiga yaitu 118. Sementara urutan pertama India = 123, kedua Arab Saudi = 119 dan selanjutnya RRC = 110, Amerika Serikat = 92 dan Brasil = 62. Hal ini juga mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia lebih optimis dibandingkan dengan negara maju lainnya. Ekspektasi nasabah lebih tinggi dari kualitas yang dipersepsikan. Data tersebut sebagai isyarat bagi pengelola perusahaan agar benar-benar menjalin komunikasi sehingga tidak membuat ekspektasi nasabah terlalu tinggi sementara produk yang diberikan tidak mampu untuk memenuhi harapannya. Ekspektasi nasabah dipengaruhi oleh pengalaman sebelumnya, saran dari teman, janji an informasi dari pemasar dan pesaing. Jika pemasar meningkatkan harapan terlalu tinggi, nasabah kemungkinan akan kecewa. Hasil penelitian tersebut mengkonfirmasi pendapat Morgan (2000: 484) menyatakan bahwa ada tiga faktor yang diperlukan untuk pengembangan komitmen, kepercayaan dan kerjasama yang efektif dalam pemasaran kerelasian. Pertama, relationship yang memberikan manfaat ekonomi superior kepada pelanggan. Manfaat ekonomi ini merupakan economic content terlibat dalam relationship untuk mendapatkan sumberdaya yang tidak dimiliki dari mitra mereka. Kedua, Resource content dari pemasaran kerelasian mengidentifikasikan kombinasi sumber daya dari masing-masing pihak. Ketiga, pemasaran kerelasian harus terus menerus dibangun dalam lingkungan sosial yang mendorong kerjasama yang efektif (social content). Hasil survei terbaru yang dipublikasi oleh Ernst & Young dalam Global Consumer Insurance Survey 2012 memberikan beberapa informasi yang menarik terkait dengan kepercayaan, resources content, economic content, membangun komitmen dan intensitas hubungan antara pihak pelanggan (nasabah) dengan perusahaan asuransi jiwa (service provider). Sebagai contoh diperlihatkan dalam Gambar 1. untuk aspek kepercayaan dan citra yang terwakili dalam resources content, maka posisi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Malaysia.
324
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Sumber : Global Consumer Insurance Survey 2012.
Gambar 1. Tingkat Kepercayaan Pelanggan Namun hasil yang berbeda bila menyangkut kemampuan perusahaan asuransi mempertahankan hubungan dengan pelanggan dari sisi komitmen dan intensitas hubungan, maka posisi Indonesia secara persentase termasuk kecil yaitu 17%, bila dibandingkan dengan Malaysia yang mendapatkan 39%. Demikian pula dengan sisi economic content, perusahaan asuransi jiwa di Indonesia hanya mendapat persentase sebanyak 26 % sementara Malaysia mampu mencapai angka 37%. Perusahaan asuransi jiwa Cina yang mampu mendominasi sisi economic content untuk kawasan Asia Pasifik sebesar 52% (Ernst & Young; 2012). Interaksi aktif dan kemudahan akses dari sisi social content yang berkaitan dengan keterbukaan informasi yang dibangun oleh perusahaan merupakan hal penting untuk membangun kepercayaan dan kepuasan. Survei yang dilakukan Ernst & Young (2012) mengungkapkan untuk Asia Pasifik, 89% responden mengatakan interaksi dan keterbukaan adalah sangat penting. Namun 44% responden tidak yakin interaksi yang dibangun tersebut dapat memenuhi harapannya, karena pelanggan merasa perusahaan hanya focus pada penjualan produk daripada memenuhi kebutuhan pelanggan. Namun dalam hubungan ini ada aspek yang terlewatkan bila kita merujuk pada pendapat Thurag et al. yang dikutip Dagger et al. (2007: 273) mengemukakan salah satu unsur dari mutual benefit adalah emotional content, yang disebut oleh mereka sebagai social benefit. Hubungan bisnis yang baik tentunya merefleksikan manfaat timbal balik (mutual benefit) antara pelanggan dengan perusahaan. Dagger et al. (2007: 274) menjelaskan lebih rinci bahwa emotional content merujuk hubungan nyata antara perusahaan, khususnya interaksi dengan karyawan dan pelanggan
325
The 2nd Corporate Sustainability Conference
326
sebagai pusat kualitas pelayanan yang mereka terima (Central to the customer’s quality perception). Hubungan emotional content dengan mengutip pendapat dari Gwinner et al., 1998 terdiri dari: personal recognition, familiarity dan friendships. Bagi pihak perusahaan yang memperhatikan aspek emotional content lebih berhasil membangun suasana”rapport” antara perusahaan dengan pelanggan. Artinya nasabah merasakan dirinya tidak melulu hanya sebagai pelanggan perusahaan, tetapi merupakan bagian dari perusahaan (stakeholder). Dari aspek emotional content Ernst & Young (2012)
mengungkap tentang
kenyamanan, dimana produk yang dibeli sesuai dengan harapannya, 76% responden AsiaPasific menyatakan bahwa produk yang dibeli sesuai dengan yang dibutuhkan. Dan 49% responden mengatakan bahwa mereka akan melakukan pembelian ulang, asalkan ada kenyamanan, kemudahan, sederhana dan memberikan nilai yang lebih baik. Selanjutnya, untuk kepercayaan yang memainkan peran penting dalam membangun dan mempertahankan relationship dan merupakan prediktor yang signifikan terhadap komitmen. Pelanggan dapat komit pada pihak lain yang diyakini dapat dipercaya. Demikian juga dengan kepuasan pelanggan. Pelanggan yang mempunyai kepuasan yang tinggi akan memiliki komitmen terhadap perusahaan. Kepercayaan dan kepuasan, merupakan variabel antara yang dapat menimbulkan keinginan pelanggan untuk menjalin hubungan jangka panjang dengan perusahaan (relationship commitment). Dalziel et al. (2011: 399) menyatakan, daalam kenyaataannya tidak semua pelanggan ingin membentuk hubungan dan terlibat dengan perusahaan. Beberapa pelanggan fokus pada pertukaran transaksional dan aspek hubungan lainnya. Ini berarti bahwa suatu hubungan adalah membangun lebih rumit dari penelitian awal menunjukkan. Namun sejumlah penelitian dikatakan oleh Dalziel et al. Dengan mengutip hasil penelitian dari Palmatier et al, 2006 dan Han et al, 2008), pemasaran kerelasian menjadi penelitian hubungan antara pelanggan dengan perusahaan menjadi sangat rumit dan kompleks. Kompleksitas kerelasian pelanggan telah diakui dalam berbagai literatur bahwa hubungan pelanggan dengan perusahaan adalah multidimensi, dinamis dan sesuai dengan kontekstual kerelasian itu sendiri (Dimitriadis, 2010). Kajian yang hanya memusatkan perhatian pada komponen kerelasian tunggal dinilai tidak memadai untuk memahami bagaimana realitas sesungguhnya dari hubungan antara pelanggan dengan perusahaan (Palmatier et al., 2006). Belum lagi berbagai penelitian yang melakukan dari perspektif yang berbeda memberikan bukti empiris yang tampaknya bertentangan satu sama lain.
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Dalziel et al. (2011: 399) melakukan penelitian kualitatif
327
atas kompleksitas
kerelasian pelanggan secara multidimensi, dinamis dan kontekstual. Penelitian tersebut dilakukan karena tumpang tindih antara berbagai aliran pemikiran atas dimensi kunci dari kerelasian antara pelanggan dan perusahaan. Dengan demikian permasalahan pokok kajian ini adalah tentang bagaimana tipologi dimensional kerelasian pelanggan yang terkait dengan level kerelasian pada industri asuransi jiwa di Indonesia,” dengan fokus utama pada besarnya impak kerelasian pemeliharaan, kerelasian manfaat,
buyer-seller bonds, kerelasian komitmen dan
kepercayaan terhadap kerelasian pelanggan. Fokus berikutnya adalah mengenai besaran kontribusi kerelasian pemeliharaan, kerelasian manfaat, buyer-seller bonds, kerelasian komitmen dan kepercayaan terhadap kerelasian pelanggan. TINJAUAN PUSTAKA Tipologi Kerelasian (Relationship Typology) Sebagai titik tolak untuk memahami tipologi kerelasian harus bersumber pada hubungan pembeli-penjual sebagai komponen fundamental dari kerelasian pelanggan. Studi konseptual atau teoritis dan empiris perlu dilakukan untuk mengidentifikasi komponen kerelasian pelanggan, yang oleh Dalziel et al. (2011) berhasil dilakukan identifikasi empat komponen hubungan fundamental dan sub-jenis yang diidentifikasi sebagai diilustrasikan dalam Gambar 2 atas kerelasian pelanggan.
Gambar 2 Rerangka Teoritis atas Komponen Fundamental dari Kerelasian Pelanggan Sumber: Dalziel et al. (2011: 402). Sementara dalam kajian sebelumnya, Morgan dan Hunt (1994) selain mengemukakan tentang relationship benefits dan relationship commitment juga memberikan dasar pemahaman dari buyer-seller bonds, hanya saja mereka menyebutkan dalam terminologi yang berbeda yaitu relationship termination cost.
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Konsep lain tentang benefit berasal dari Hennig-Thurau et al. (2002) yaitu confidence benefit, social benefit, dan special treatment benefit yang mempengaruhi kepuasan, komitmen, dan loyalitas pelanggan pada industri jasa. Konsep yang cukup kontroversi adalah mengenai buyer-seller bonds, yang dalam penelitian Vanetis dan Ghauri (2004) disebut structural bonds, yang terdiri dari investment bonds, swicth bonds, dan stucks bonds. Sementara social bonds menjadi variabel yang berdiri sendiri dalam model yang diuji pengaruhnya terhadap komitmen kerelasian dan intensitas kerelasian. Dagger et al. (2011) memberikan indikasi yang kuat bagaimana pentingnya kerelasian (relationship) antara perusahaan dengan pelanggan dalam membina hubungan, membangun kepercayaan dan komitmen, terbentuk loyalitas sehingga terjadi pembelian ulang atau kesediaan untuk membayar harga yang termasuk premium. Konsep relationship benefits yang digunakan adalah sama dengan Dalziel et al. (2011), yang membedakan dalah buyer-seller bonds, di mana termonoligi yang digunakan adalah relationship maintenance, yang terdiri dari tiga variabel yaitu investasi, komunikasi dan manajemen,
Athanasopoulou (2009) melakukan kajian konseptual atas konsep kerelasian dengan hasil temuan bahwa kualitas kerelasian memiliki sejumlah dimensi, mulai dari kepercayaan sampai dengan keterikatan (bonds). Kualitas kerelasian sangat ditentukan, antara lain atribut kerelasian itu sendiri dan karakteristik kerelasian pihak lain (pelanggan atau perusahaan). Kerelasian yang berkualitas akan menghasilkan salah satunya adalah kerelasian manfaat. Dengan demikian, Athanasopoulou berpendapat bahwa secara konseptual, kerelasian manfaat adalah varaiebl dependen, sementara berbagai pengujian empiris yang dilakukan, kerelasian manfaat lebih dominan ditempatkan sebagai variabel independen atau anteseden, bukan konsekuansi dari keberhasilan suatu pemasaran kerelasian. Kepercayaan Kepercayaan secara luas diakui dalam literatur manajemen pemasran sebagai komponen inti dalam kerelasian (Paroki dan Holloway, 2010). Pada saat yang sama, pemahaman tentang konsep kepercayaan adalah terbatas dan tidak tepat. Definisi awal dari kepercayaan sebagian besar bergantung pada definisi opresional yang sederhana Clark et al. (2010) dan Sunikka et al. (2010). Sementara substansial dari kepercayaan adalah konstruk yang multidimensi. Pandangan umum adalah bahwa kepercayaan terdiri dari dua dimensi misalnya diwakili oleh Dimitriadis (2010 dan Fullerton (2011), tiga dimensi, misalnya dari
328
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Clark et al., 2010;. Roy dan Shekhar, (2010); Sunikka et al., (2010) atau bahkan empat dimensi dari Dimitriadis dan Kyrezis (2008). Dalziel et al. (2011 mengusulkan menambah dimensi dari kepercayaan yang meliputi: kompetensi, integritas, kebajikan dan prediktabilitas. Elemen kompetensi, yang pada dasarnya mirip dengan membangun kemampuan, yang berkaitan dengan kredibilitas perusahaan, keandalan, konsistensi, keterampilan dan keahlian seperti yang terlihat oleh pelanggan. Pandangan ini umumnya diterapkan ketika membuat konsep kompetensi dalam penelitian jasa terutama dalam jasa keuangan (Roy dan Shekhar, 2010; Sunikka et al., 2010;. Fullerton, 2011) dan perbankan online (Johnson, 2007). Selanjutnya untuk dimensi integritas, serupa dengan keterbukaan dan kejujuran, didefinisikan sebagai “one believes that the other party (trustee) adheres to a set of principles that the trustor finds acceptable (e.g. makes good faith agreements, tells the truth, acts ethically, and fulfils promises)” (Sunikka et al.., 2010: 67). Integritas juga penting diterapkan dalam berbagai industri jasa (Roy dan Shekhar, 2010;. Sunikka et al, 2010). Kebajikan (benevolence) diartkan sebagai perhatian dan kepedulian bagi pelanggan bahwa perusahaan tidak semata-mata memiliki motif ekonomi atau mencari untung dengan pihak pelanggan Prediktabilitas dipandang sebagai elemen keempat kepercayaan oleh Dimitriadis dan Kyrezis, 2008. Prediktabilitas mengacu pada konsistensi dalam tindakan hubungan kemitraan sebelumnya. Mayer et al. (1995) menafsirkan prediktabilitas untuk menjadi bagian dari konsep integritas sementara Johnson dan Grayson (2005) dan Dimitriadis (2010) melihat hubung prediktabilitas dari segi kompetensi. Beberapa peneliti seperti Dimitriadis, (2010 dan Fullerton (2011) menggabungkan integritas dan komponen kebajikan sebagai satu elemen, sehingga kepercayaan memiliki dua dimensi. Penelitian lain (Heffernan et al., 2008; Roy dan Shekhar, 2010;. Sunikka et al., 2010) lebih menyukai tiga
dimensi dari konsep kepercayaan. Ketiga dimensi
kepercayaan tersebut berhubungan tetapi secara konseptual berbeda (Schlosser et al, 2006). Pada saat yang sama, beberapa penelitian (Roy dan Shekhar, 2010;. Sunikka et al., 2010) berpendapat bahwa dimensi kepercayaan sangat bertumpu pada aspek kognitif-afektif. Aspek kognitif dari kepercayaan adalah pengetahuan atas korporasi, produk atau merek (Johnson dan Grayson, 2005) dan merupakan pemikiran rasional pelanggan atas kompetensi (McAllister, 1995) dan prediktabilitas (Dimitriadis dan Kyrezis, 2008). Namun harus diakui konsep kepercayaan yang hanya bersumber dari persepsi pelanggan (aspek kognitif) dinilai tidak untuk memahami hubungan pelanggan dari sisi
329
The 2nd Corporate Sustainability Conference
kridensial pelanggan untuk bidang jasa tertentu seperti industri keuangan dan perbankan. Oleh karena itu, pikiran rasional dan emosi dari pelanggan memiliki pengaruh dalam membentuk konsep kepercayaan (Dimitriadis dan Kyrezis, 2008; Sunikka et al, 2010.). Dengan demikian, sisi afektif dari kepercayaan penting pula untuk digali melihat sisi emosional pelanggan dari sisi integritas dan kebajikan (Dimitriadis dan Kyrezis, 2008). Ennew dan Sekhon (2007) berpendapat bahwa sisi kognitif dari kepercayaan adalah lebih rendah, dan kepercayaan dari sisi afektif adalah lebih tingkat tinggi. Hal ini sebenarnya telah dibuktikan secara empiris oleh Clark et al. (2010). Konsep kepercayaan yang berbasis kognitif dan afektif, oleh Johnson dan Grayson (2000) disebut generalised and system-based trust (GSBT), sebenarnya serupa dengan konsep yang dikemukakan McKnight dan Chervany (2002) sebagai institution-based trust. Generalisasi atas konsep kepercayaan berkaitan dengan tidak adanya norma-norma sosial dalam suatu komunitas secara tertulis dan regulator yang menegakkan norma tersebut (Johnson dan Grayson, 2000 ). Kepercayaan dalam infrastruktur industri keuangan dan perbankan, misalnya, sebagai akibat dari undang-undang yang diterapkan dan efektivitas egulator yang memberikan dampak pada kepercayaan konsumen terhadap industri ini (Yousafzai et al, 2005; Johnson dan Grayson, 2005; Sunikka et al, 2010.) Dengan demikian, konsep kepercayaan, sekurang-kurang memilki tiga dimensi yang harus diperhitungkan dalam industri jasa, terlebih lagi pada industri keuangan dan perbankan, yakni: (a). GSBT (generalised and system-based trust); (b). cognitive-based; dan (c). affective-based. Ketiga dimensi tersebut sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Dimitriadis (2010), bahwa kompetensi dan prediktabilitas adalah bentuk kepercayaan berbasis kognitif, sedangkan integritas dan benevolence unsur kepercayaan yang berbasis afeksi. Komitmen Kerelasian Komitmen sebagai suatu kontruk yang multi-komponen, menurut Allen dan Meyer (Ko et al., 1997) terdiri dari tiga unsur yaitu afeksi keberlanjutan (continuance) dan normatif. Selama ini umumnya komitmen lebih banyak dilihat dari segi afeksi. Namun untuk penelitian kerelasian tidak cukup hanya melihat dari segi afeksi semata, karena menurut Fullerton dan Taylor (2000:6) konsumen memiliki sejumlah perasaan atas kerelasian mereka dengan penyedia jasa (service provider) yang merefleksikan komitmen afeksi, komitmen berkelanjutan dan komitmen normatif.
330
The 2nd Corporate Sustainability Conference
331
Komitmen dalam suatu kegiatan pertukaran (social exchange) sangat penting artinya untuk kelangsungan kerelasian satu sama lain, karena dengan adanya komitmen kedua pihak, berarti mereka berusaha mempertahankan rasa saling mempercayai ini agar menjamin suatu kerelasian jangka panjang yang menguntungkan kedua belah pihak. Sama halnya dengan kepercayaan, komitmen merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka usaha membina hubungan. Dwyer, et al. (1987: 19) mendefinisikan komitmen sebagai “an implicit and or explicit pledge of relational continuity between exchange partners”, sementara Moorman et al. (1992: 316) mendefinisikan relationship commitment sebagai: “ an enduring desire to maintain a valued relationship”. Sama halnya dengan dua definisi di atas, peneliti lain yaitu Morgan dan Hunt (1994: 23) mendefinisikan komitmen sebagai “an exchange partner” believing that an ongoing relationship with another is so important as to warrant maximum efforts at maintaining it; that is, the committed party believes the relationship is worth working on to ensure that it endures indefinitely, and proposed that relationship commitment is central to relationship marketing. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut dapat dinyatakan bahwa komitmen adalah rasa saling percaya mempercayai di antara pihak-pihak yang menjalin hubungan, baik secara tersirat (implicit), maupun yang tidak tersirat (explicit) bahwa hubungan mereka akan berlangsung terus, dan masing-masing menjaga agar janji di antara mereka
tetap
terpelihara. Tingkat komitmen dapat berada pada suatu batas daerah kontinum, yang dapat dibedakan atas beberapa tingkat yaitu: Interest in Alternatives, sebagai tingkat komitmen yang paling rendah, berikutnya Acquiescence, Cooperation, Enhancement, Identity, Advocacy, dan Ownership sebagai tingkat komitmen yang paling tinggi (Jasfar, 2005). Dengan demikian relationship commitment secara konseptual dapat didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan untuk tetap melanjutkan hubungan dengan perusahaan pada masa yang akan dating, yang secara operasional memiliki dimensi ikatan emosional, rasa memiliki, keinginan untuk mempertahankan hubungan dengan perusahaan, kesediaan untuk memaafkan, kesediaan pelanggan untuk memberikan umpan balik, sampai dengan adanya rasa takut kehilangan hubungan dengan pihak perusahaan. Buyer-seller bonds Ikatan (bond) pembeli-penjual merupakan elemen penting dari hubungan pelanggan dengan penyedia jasa (perusahaan). Ikatan pembeli-penjual didefinisikan sebagai "exit barriers that tie the customer to the service provider and maintain the relationship"
The 2nd Corporate Sustainability Conference
(Storbacka et al, 1994: 25) dalam bentuk biaya ekonomi dan manfaat psikologis (Jones et al, 2002.). Konstruksi ini berkaitan erat dengan mencegah beralihnya atau berpindahnya pelanggan ke perusahaan kompetitor. Sampai saat ini aspek emosional belum menjadi bagian dari pemasaran kerelasian, padahal dalam kenyataannya interaksi pembeli-penjual dalam konteks ini, tidak boleh diabaikan (Herington et al., 2009). Pendekatan ikatan kerelasian (relational bonds) oleh Jones et al. (2007) yang membedakan antara hambatan perpindahan positif dan negatif yang tergantung pada apakah biaya pemutusan hubungan terutama berasal dari menciptakan manfaat dan nilai bagi pelanggan. Sebagaimana didalilkan oleh Jones et al. (2007) dan Vazquez-Carrasco dan Foxall (2006), seperti perbedaan antara hambatan berpindah (dan karenanya adanya ikatan pembeli-penjual) sangat penting untuk pemahaman peran emosi positif dan negatif pada hubungan dengan pelanggan. Relationship Benefits Prinsip yang mendasari pemasaran kerelasian adalah adanya insentif yang diberikan kepada pelanggan untuk melanjutkan hubungan dengan perusahaan, yang melebihi aspek tangibel dan transaksi keuangan. Maksudnya ketika pelanggan membeli suatu barang (dan jasa) tidak hanya menerima barang dan manfaat ekonomis semata, tetapi manfaat yang tidak termasuk moneter dirasakan langsung oleh pelanggan dan karenanya membuat hubungan menjadi lebih bermanfaat (Molina et al, 2007;. Proenca et al, 2010). Insentif ini bisa dalam bentuk layanan tambahan, diferensiasi harga atau psikologis, dan dalam kasus setiap pelanggan diberikan satu atau lebih alasan untuk tidak beralih ke kompetitor. Manfaat hubungan yang berkelanjutan memberikan kontribusi terhadap pembangunan hubungan dengan mengurangi stres konsumen dan mendorong mitra untuk menyesuaikan diri daripada mengakhiri hubungan dengan perusahaan (Dwyer et al., 1987). Namun pandangan bahwa menekankan bahwa hubungan yang menguntungkan bagi pelanggan dengan menyederhanakan pilihan mereka adalah pendapat yang tidak tepat pula. Bagozzi (1995) berpendapat bahwa konsumen dalam kontek pemasaran kerelasian bukan berarti mereka akan mengurangi pilihan yang tersedia, jadi hal ini jangan dipandang sebagai bentuk manfaat hubungan. Bentuk relationship benefits yang paling sering dikemukakan adalah manfaat ekonomi, psikologis dan sosial (Bendapudi dan Berry, 1997). Manfaat ekonomi terkait dengan kenyamanan, penghematan waktu dan uang (Paul et al., 2009) sedangkan manfaat psikologis merujuk pada aspek otonomi, kenyamanan, kepercayaan diri, hak istimewa dan penerimaan pelanggan sebagai sosok yang utuh (dalam arti dihargai dan dihormati dengan
332
The 2nd Corporate Sustainability Conference
sepantasnya (Paul et al, 2009.). Beberapa peneliti menggabungkan dua manfaat sebagai manfaat fungsional (Reynolds dan Beatty, 1999a, b). Manfaat sosial, di sisi lain, terkait dengan afiliasi, persahabatan dan kepuasan atas kepentingan pribadi non-ekonomi (Paul et al, 2009). Kualitas dan nilai, pengurangan risiko dan layanan pribadi, perlakuan khusus dan kenyamanan manfaat lainnya. Gwinner et al. (1998) merupakan salah satu penelitian empiris awal dalam literatur mengenai relationship benefits. Gwinner et al. (1998) membahas pentingnya tiga bentuk manfaat kerelasian (relationship benefits) dari perspektif pelanggan: kepercayaan, sosial, dan manfaat perlakuan khusus. Mengenai manfaat kepercayaan diri, Gwinner et al. (1998) berpendapat bahwa pengurangan risiko adalah kunci dari hubungan, dan memfasilitasi dalam menciptakan kepercayaan pelanggan dan perusahaan. Manfaat sosial termasuk perasaan keakraban pelanggan, pengakuan pribadi, persahabatan dan dukungan sosial, dan mungkin didorong oleh interaksi pelanggan-dengan pelanggan lain dan persahabatan serta interaksi pelanggan dengan staf (Ford, 2001; Patterson dan Smith, 2001). Manfaat sosial membuat orang merasa lebih dekat satu sama lain dan menggambarkan citra yang diinginkan orang lain (Paul et al, 2009.). Sebagaimana ditunjukkan oleh Jones et al. (2008), ketika pelanggan dibuat merasa penting maka komitmen mereka akan terpengaruh secara positif. Terakhir, special treatment benefits atau augmentasi layanan termasuk diskon atau price breaks, penghematan waktu, layanan tambahan khusus dan perlakuan istimewa yang disediakan hanya untuk pelanggan reguler. Konseptualisasi oleh Gwinner et al. (1998) telah diadopsi dalam pengaturan layanan antara lain perbankan (Molina et al, 2007;. Dimitriadis, 2010), salon kecantikan (Kinard dan Capella, 2006; Va'zquez-Carrasco dan Foxall, 2006b), jasa ritel (Reynolds dan Beatty , 1999a, b) dan makanan siap saji (Kinard dan Capella, 2006). Reynolds dan Beatty (1999a, b) menunjukkan bahwa baik manfaat fungsional, yang mencakup kepercayaan dan manfaat perlakuan khusus, dan sosial adalah penting dalam membangun hubungan yang memuaskan bagi pelanggan. Va'zquez-Carrasco dan Foxall (2006b) menyatakan keabsahan konseptualisasi Gwinner et al. Namun, penelitian lain memperlihatkan hasil yang beragam. Sebagai contoh, Hennig-Thurau et al. (2002) meneliti peran relationship benefits pada kualitas kerelasian, tetapi variabel yang signifikan hanya kepercayaan saja dan manfaat sosial. Demikian pula, Molina et al. (2007) menegaskan bahwa tiga manfaat kerelasian terjadi di industri perbankan, namun aspek benefit yannng penting adalah confidence benefits. Selanjutnya, Dimitriadis (2010) mengidentifikasi ada lima relationship benefits: kenyamanan, perlakuan khusus, sosial, kebajikan dan kompetensi. Variabel convinience
333
The 2nd Corporate Sustainability Conference
334
benefits dan confidence benefits mendapat dukungan empiris dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan. Hal ini serupa dengan studi dari Paul et al. (2009) yang menunjukkan bahwa manfaat sosial adalah memiliki pengaruh paling penting bagi keputusan konsumen untuk membeli. Dengan demikian, rerangka konseptual dari penelitian Dalziel et al. (2011: 407) tentang relationship benefits adalah konstruk multidimensi yang terdiri dari confidence, special treatment dan social benefits. Rerangka Penelitian Gambar 3 pada dasarnya mengilustrasikan rerangka teoritis yang dikembangkan dari literatur. Meskipun ada komponen lain yang dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan pelanggan, penelitian Dalziel et al. (2011) dan
Dagger et al. (2011)
menggunakan empat di atas disajikan komponen. Penelitian terdahulu menunjukkan dukungan empiris yang kuat untuk menggunakan komponen tersebut untuk memahami hubungan pelanggan. Pada saat yang sama, perlu dicatat bahwa empat komponen yang diidentifikasi sebagai kerelasian tidak sepenuhnya independen. Ada keterkaitan dan mungkin tumpang tindih di antara variabel tersebut. Buyer-Seller Bonds: 1. Contextual bonds 2. Perceptual bonds
Trust to Relationship Partner: 1. GSBT 2. CBT 3. ABT
Relationship Commitment: 1. Calculative Commitment 2. Affective Commitment
Relationship Benefif: 1. 2. 3.
Customer Relationships
Relationship Maintenance: 1. Investment 2. Communication 3. Management
Confidence Social Special Treatment
The 2nd Corporate Sustainability Conference
335
Gambar 3 Rerangka Konseptual Dalam Gambar 3 diperlihatkan bahwa kerelasian pelanggan yang dapat disarikan berdasarkan hasil pengujian empiris sebelumnya terdiri dari lima konsep atau variabel utama yaitu trust in relationship partner, relationship commitment, buyer-seller bonds, relationship benefits dan relationship maintenance. Setiap konsep atau variabel memiliki dimensi yang merupakan bagian utuh dari konstruk yang akan diuji sebagai variabel yang empiris. METODOLOGI PENELITIAN Sesuai tujuan penelitian untuk mengkaji tipologi multidimensinal dari kerelasian pelanggan pada perusahaan asuransi jiwa, maka metode yang paling sesuai dan tepat adalah penelitian survei pada nasabah asuransi jiwa Dengan menggunakan metode analisis data yang digunakan adalah analisis multivariat, khususnya Partial Least Square. PLS adalah alternatif pemodelan persamaan struktural yang dasar teorinya lemah, seperti indikator dari variabel laten tidak memenuhi model refleksif, akan tetapi formatif: Tabel 1. Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas No.
1.
Variabel dan Total
Relationship Maintenance 0.772
2.
Relationship Benefits 0.847
3.
Buyer-Seller Bonds
Kode
Cronbach’s
Loading Factor
KMO
Bartlett Test X2
RM1 RM2 RM3 RB1 RB2 RB3 RB4 BSB1 BSB2
0,787 0,561 0,711 0,851 0,783 0,776 0,811 -
0.765 0.897 0.825 0.749 0.872 0.873 0.828 0.913 0.913
RC1 RC2 RC3 Trust1 Trust2 Trust3 Trust4
0.717 0.609 0.697 0.848 0.829 0.803 0.834
0.795 0.860 0.812 0.811 0.844 0.890 0.838
170.165
Sign 0.000
0.794
332.119
0.000
0.500
109.182
0.001
.749
167.022
0.000
.782
374.879
0.000
0.636
0.792 4.
Relationship Commitment 0.759
5. Kepercayaan 0,867
The 2nd Corporate Sustainability Conference
336
Hasil uji reliabiltas atas enam variable menujukkan bahwa hanya dua variable yang tidak memenuhi nilai minimal yaitu lebih kecil dari 0.60 yakni Increased Purchase & Share of Customer. Namun justifikasi secara konseptual tetap dapat dinyatakan reliabel karena kedua variabel tersebut hanya diukur oleh masing-masing satu indikator saja. Hal ini diperkuat dengan nilai KMO dengan uji Barlet di mana nilai X2 memiliki nilai signikansi lebih kecil dari 0.001 untuk kelima variabel tersebut (Tabel 1). Untuk pengujian validitas digunakan nilai loading faktor dari analisis factor yang menunjukkan bahwa setiap nilai loading untuk indikator empirik yang diuji memenuhi kriteria validitas yaitu memperoleh nilai lebih besar dari 0.60 atau 0.70. Umur seseorang juga dapat mempengaruhi mereka dalam bersikap. Bertambahnya usia produktif seseorang akan membawa dampak terhadap perilaku dalam pengambilan keputusan. Berikut ini disajikan karakteristik responden berdasarkan usia. Dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa nasabah yang berusia < 29 tahun sebesar 14,02%, 30-39 tahun 34,23%, 40-49 tahun sebesar 34,77%, 50-59 tahun sebesar 16,17% dan yang terkecil adalah berusia > 60 tahun hanya 0,81%. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi nasabah asuransi jiwa pada umumnya masih berusia produktif. Tabel 2. Karakteristik Responden Karakteristik Responden Sex 1. Pria 2. Perempuan Usia
1. 2. 3. 4. 5.
< 29 tahun 30 hingga 39 tahun 40 hingga 49 tahun 50 hingga 59 tahun > 60 tahun
Pendapatan 1. Kurang dari Rp. 2.000.000 2. Rp. 2.000.000 – Rp. 3.500.000 3. Rp. 3.500.000 – Rp. 5.000.000 4. Rp. 5.000.000 – Rp. 6.500.000 5. Lebih dari Rp. 6.500.000 Status Perkawinan 1. Bujangan 2. Kawin Tanpa Anak 3. Kawin Dengan Satu Anak 4. Kawin Dengan Lebih dari Satu Anak 5. Cerai/Janda/Duda Pendidikan 1. SD-SMP
Frekuensi
Persentase
106 82
0.56 0.44
26 67 69 20 6
0.14 0.36 0.37 0.11 0.03
5 31 48 47 57
0.03 0.16 0.26 0.25 0.30
26 15 57
0.14 0.08 0.30
88 2
0.47 0.01
8
0.04
The 2nd Corporate Sustainability Conference
2. SMU 3. D3 4. S1 5. S2/S3 Pekerjaan 1. Pegawai Negeri Sipil/ABRI 2. Pegawai Swasta 3. Wiraswasta 4. Profesional 5. Lain-Lain Jenis Asuransi 1. Asuransi Berjangka 2. Asuransi Jiwa Seumur Hidup 3. Asuransi Dwiguna 4. Asuransi Unitlink
337
34 44 91 11
0.18 0.23 0.48 0.06
84 59 22 9 14
0.45 0.31 0.12 0.05 0.07
111 26 37 14
0.59 0.14 0.20 0.07
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012.
Penghasilan seseorang juga berpengaruh terhadap daya beli produk asuransi jiwa yang ditawarkan. Responden yang tingkat penghasilannya tinggi cenderung akan memilih produk asuransi jiwa yang memiliki fasilitas cakupan resiko (uang pertanggungan) yang tinggi pula. Berdasarkan Tabel 1 tersebut memperlihatkan bahwa responden memiliki penghasilan dibawah Rp. 2.000.000 hanya sebesar 1,35%, yang berpenghasilan antara Rp. 2.000.000 -- Rp. 3.5000.000 sebesar 15,63%, berpenghasilan antara Rp. 3.500.000 -- Rp. 5.000.000 sebesar 29,38%, Rp. 5.000.000 -- Rp. 6.500.000 dan yang lebih dari Rp. 6.500.000 sebesar 29,65. Hal ini meninjukkan bahwa responden yang menjadi sampel penelitian dapat dikatakan berpenghasilan menengah atas. Banyaknya jumlah keluarga yang menjadi tanggungan seseorang juga dapat mempengaruhi daya beli responden terhadap produk asuransi jiwa. Semakin banyak anggota keluarga yang ditanggung, beban biaya ekonominya semakin tinggi pula dan daya beli untuk produk asuransi jiwa semakin rendah. Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang masih bujangan sebanyak 17,25%, kawin tanpa anak 9,44 %, kawin dengan satu anak 20,75 %, kawin dengan lebih dari satu anak 50,40 % dan cerai/janda/duda 2,16. Sebaran ini menggambarkan bahwa tujuh puluh persen lebih pemegang polis asuransi jiwa telah berumah tangga dan memiliki anak antara satu atau lebih. Tingkat pendidikan seseorang akan berdampak kepada kualitas kehidupannya, baik langsung maupun tidak langsung juga akan mempengaruhi kehidupan social mereka termasuk pendapatan ekonomi. Tinglat pendidikan juga berpengaruh terhadap pola pengambilan keputusan pembelian asuransi jiwa, serta memiliki emotional control yang lebih baik. Berpendidikan tinggi cenderung memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik serta bersikap rasional terhadap pemilihan asuransi jiwa yang dibutuhkan. Pada Tabel 1
The 2nd Corporate Sustainability Conference
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan nasabah asuransi jiwa yang menjadi responden penelitian ini berlatar belakang pendidikan yang sudah cukup, hampir delapan puluh persen telah berpendidikan sarjana mudan sampai tingkat doctoral. Yang berpendidikan menengah kebawah kurang lebih hanya duapuluh persen. Pekerjaan atau aktivitas ekonomi responden berpengaruh terhadap keputusan pembelian asuransi jiwa. Hal ini disebabkan bahwa pekerjaan berdampak pada penghasilan. Penghasilan berdampak pada kemampuan daya beli nasabah asuransi jiwa. Responden yang memiliki penghasilan tinggi akan memilih proteksi yang tinggi pula, sebaliknya yang berpenghasilan rendah akan menyesuaikan dengan pendapatannya. Berdasarkan Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa aktivitas pekerjaan responden adalah pegawai negeri sipil/ABRI sebanyak 43,67%, pegawai swasta 35,58%, wiraswasta 9,97%, professional 1,35%, lain-lain 9,43%. Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih dari 90 % memiliki pekerjaan dan hanya kurang dari 10% yang menyatakan pekerjaannya lain-lain. Setiap produk asuransi jiwa memiliki tujuan dan manfaat yang berbeda. Demikian juga dengan besaran premi serta uang pertanggungan. Pilihan jenis produk yang tergambar dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa responden yang menggunakan asuransi berjangka 39,62%, yang memiliki asuransi jiwa seumur hidup 16,98%, yang memiliki asuransi dwiguna 25,34 % dan asuransi unitlink 18,06%. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam Tabel 3. diperlihatkan nilai rata-rata dan simpangan baku indikator pertama dari kerelasian pemeliharaan (relationship maintenance) adalah 3.782 dan 0.662 yang berarti sebagian besar responden menilai bahwa investasi yang dilakukan dengan menjadi nasabah asuransi jiwa adalah investasi yang signifikan bagi nasabah. Selanjutnya untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator kedua dari kerelasian pemeliharaan (relationship maintenance) adalah 3.771 dan 0.667 yang berarti sebagian besar responden menilai bahwa dalam berkomunikasi dengan pihak asuransi jiwa dirasakan oleh responden dilakukan dengan terbuka dan tulus. Demikian pula dengan nilai rata-rata dan simpangan baku indikator ketiga dari kerelasian pemeliharaan (relationship maintenance) adalah 3.723 dan 0.715 yang berarti sebagian besar responden menilai bahwa antara responden sebagai nasabah aktif dengan pihak perusahaan asuransi jiwa selalu aktif melakukan perbaikan dalam menjaga hubungan baik kedua belah pihak. Nilai rata-rata dan simpangan baku indikator pertama dari kerelasian manfaat (relationship benefit) adalah 3.947 dan 0.676 yang berarti sebagian besar responden
338
The 2nd Corporate Sustainability Conference
339
memberikan pendapat bahwa perusahaan asuransi jiwa memberikan atau menawarkan manfaat khusus (benefits specifically) karena telah menjadi pelanggan tetap atau setia. Untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator kedua dari kerelasian manfaat adalah 3.968 dan 0.584 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat bahwa berdasarkan pengalamannya dengan perusahaan asuransi jiwa, pihak manajemen mudah atau tidak sulit untuk ditemui bila terjadi permasalahan yang hendak diselesaikan atau dicarikan solusinya. Demikian pula dengan nilai rata-rata dan simpangan baku indikator ketiga dari kerelasian manfaat adalah 3.872 dan 0.658 yang berarti sebagian besar responden menilai bahwa impak pelayanan dalam pemecahan masalah memberikan keyakinan (confidence) bagi nasabah bahwa kepentingannya terlindungi dengan baik oleh pihak perusahaan. Akhirnya, nilai rata-rata dan simpangan baku indikator keempat dari kerelasian manfaat adalah 3.931 dan 0.621 yang berarti sebagian besar responden akan tetap menjadi nasabah perusahaan asuransi jiwa ini di masa mendatang perusahaan. Tabel 3 Deskripsi Indikator Multidimensional Kerelasian Pelanggan Variabel RM1 RM2 RM3 RB1 RB2 RB3 RB4 BSB1 BSB2 RC1 RC2 RC3 Trust1 Trust2 Trust3 Trust4
Rata-rata 3,782 3,771 3,723 3,947 3,968 3,872 3,931 3,872 3,867 3,888 3,851 3,888 3,718 3,723 3,798 3,851
Simpangan Baku 0,662 0,667 0,715 0,676 0,584 0,658 0,612 0,817 0,685 0,632 0,662 0,570 0,621 0,627 0,695 0,575
Nilai rata-rata dan simpangan baku indikator pertama dari buyer-seller bonds (BSB) adalah 3.872 dan 0.817 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat bahwa tidak setuju untuk beralih menjadi pelanggan perusahaan asuransi lainnya. Untuk nilai ratarata dan simpangan baku indikator kedua dari buyer-seller bonds adalah 3.867 dan 0.685
The 2nd Corporate Sustainability Conference
340
yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa ada pengaruh kualitas pelayanan yang positif yang pernah dialami sebagai nasabah perusahaan asuransi (Tabel 3). Nilai rata-rata dan simpangan baku indikator pertama dari kerelasian komitmen (commitment relationship) adalah 3.888 dan 0.632 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat bahwa setuju perusahaan asuransi ini lebih baik dibandingkan dengan perusahaan asuransi lainnya. Untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator kedua dari kerelasian komitmen adalah 3.851 dan 0.662 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa ada nasabah memiliki pengalaman yang memuaskan atas pelayanan perusahaan asuransi. Untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator ketiga dari kerelasian komitmen adalah 3.888 dan 0.570 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa nasabah lebih cenderung untuk membeli jasa perusahaan asuransi ini. Nilai rata-rata dan simpangan baku indikator pertama dari kepercayaan nasabah adalah 3.718 dan 0.621 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa nasabah memiliki kepercayaan dalam melakukan transaksi perusahaan asuransi dengan jujur, transparan dan akuntabel. Untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator kedua dari kepercayaan nasabah adalah 3.723 dan 0.627 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa perusahaan asuransi benar-benar dapat dipercaya dalam arti tidak merugikan nasabah, apalagi sampai melakukan kecurangan (fraud). Untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator ketiga dari kepercayaan nasabah adalah 3.798 dan 0.695 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa nasabah percaya dengan keterandalan perusahaan asuransi ini. Untuk nilai rata-rata dan simpangan baku indikator keempat dari kepercayaan nasabah adalah 3.851 dan 0.575 yang berarti sebagian besar responden memberikan pendapat setuju bahwa untuk memberikan refrensi kepada calon nasabah lain nasabah akan kejujuran perusahaan asuransi ini. Hasil Pengujian Outer Model dan Inner Model Oleh karena model yang dibangun adalah model reflektif, maka Goodness-of-Fit yang digunakan convergent validity dan discriminant validity serta Composite realibility Tabel 4. Nilai Convergent Validity Outer model (Dimension 1) Latent variable
Manifest variables
Standardized loadings
The 2nd Corporate Sustainability Conference
RM
341
RM1 RM2 RM3 RB1 RB2 RB3 RB4 BSB1 BSB2 RC1 RC2 RC3 Trust1 Trust2 Trust3 Trust4
RB
BSB RC
Trust
0.767 0.873 0.846 0.774 0.848 0.900 0.790 0.929 0.895 0.822 0.845 0.797 0.808 0.847 0.898 0.828
Untuk convergent validity, maka nilai loading 0.5 sampai 0.6 dianggap cukup, untuk jumlah indikator dari variabel laten berkisar antara 3 sampai 7 . Hasil dalam Tabel 8 menunjukkan bahwa untuk validitas konvergen seluruh indikator memenuhi kretiria nilai loading (yang distandarisasi) lebih besar dari 0.5. adalah variabel kerelasian pemeliharaan (relationship maintenance - RM),
buyer-seller bonds (BSB), kerelasian komitmen
(relationship commitment- RC), kerelasian manfaat (relationship benefits- RB) dan kepercayaan (trust) memenuhi persyaratan konstrak validitas. Tabel 5 Relibilitas Komposit Tipologi Multidimensional Kerelasian Nasabah Asuransi Jiwa composite reliability RM RB BSB RC Trust
0.772 0.847 0.793 0.760 0.867
Mean Communalities (AVE) 0.688 0.688 0.831 0.675 0.716
Bila hasil pengujian konstrak validitas masih terdapat sejumlah indikator yang belum memenuhi kriteria, maka dalam validitas diskriminan nilai direkomendasikan mendapat nilai AVE lebih besar dari 0.50 memenuhi persyaratan. Untuk composite reliability (ρc) dengan nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitas komposit adalah ≥ 0.70, walaupun bukan merupakan standar absolut hasilnya disajikan dalam Tabel 9. seluruh variabel laten mendapat nilai lebih besar 0.70 terkecuali untuk kerelasian nasabah karena memang hanya diukur dari satu indikator atau dimensi. Dengan demikian untuk dua persyaratan outer model telah memenuhi persyaratan.
The 2nd Corporate Sustainability Conference
342
Tabel 6. Goodness of fit index (1) GoF 0.506 0.894 0.999 0.895 tolerableness
Absolute Relative Outer model Inner model Evaluations
GoF (Bootstrap) 0.514 0.855 0.995 0.859 tolerableness
Standard error 0.035 0.033 0.002 0.033 tolerableness
Critical ratio (CR) 14.598 26.833 521.264 26.846 -
Impak dan Pengaruh Tipologi Multidimensional Kerelasian Pelanggan Hasil pengujian hipotesis pertama atas kontribusi kerelasian pemeliharaan terhadap kerelasian pelanggan diperoleh nilai sebesar 0.138 dengan nilai kesalahan 0.063 dengan nilai thitung = 2.451 yang lebih besar dari ttabel = 1.96 pada tingkat keyakinan lebih kecil dari 0.05 yang berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Untuk pengujian hipotesis kedua atas kontribusi kerelasian manfaat terhadap kerelasian pelanggan diperoleh nilai sebesar 0.164 dengan nilai kesalahan 0.057 dengan nilai thitung = 3.215 yang lebih besar dari ttabel = 1.96 pada tingkat keyakinan lebih kecil dari 0.05 yang berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Tabel 7. Hasil Pengujian Hipotesis dengan PLS
RM RB BSB RC Trust
R² 0.138 0.164 0.189 0.250 0.257
Standard error 0.063 0.057 0.080 0.051 0.062
Critical Ratio (CR) 2.451 3.215 3.514 4.146 4.622
Significant Ho rejected Ho rejected Ho rejected Ho rejected Ho rejected
Selanjutnya untuk pengujian hipotesis ketiga atas kontribusi buyer-seller bonds terhadap kerelasian pelanggan diperoleh nilai sebesar 0.189 dengan nilai kesalahan 0.080 dengan nilai thitung = 3.514 yang lebih besar dari ttabel = 1.96 pada tingkat keyakinan lebih kecil dari 0.05 yang berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Pada pengujian hipotesis keempat atas kontribusi kerelasian komitmen terhadap kerelasian pelanggan diperoleh nilai sebesar 0.250 dengan nilai kesalahan 0.051 dengan nilai thitung = 4.146 yang lebih besar dari ttabel = 1.96 pada tingkat keyakinan lebih kecil dari 0.05 yang berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Terakhir adalah hasil pengujian hipotesis kelima atas kontribusi
The 2nd Corporate Sustainability Conference
343
kepercayaan terhadap kerelasian pelanggan diperoleh nilai sebesar 0.257 dengan nilai kesalahan 0.062 dengan nilai thitung = 4.622 yang lebih besar dari ttabel = 1.96 pada tingkat keyakinan lebih kecil dari 0.05 yang berarti memiliki pengaruh yang signifikan. Tabel 8. Impak dan Kontribusi Variabel terhadap Kerelasian Pelanggan
Correlation Path coefficient Correlation * path coefficient Contribution to R² (%) Cumulative %
Trust 0.536 0.173 0.093 25.773 25.773
BSB RC 0.529 0.460 0.170 0.148 0.090 0.068 25.040 18.955 50.813 69.768
RB RM 0.428 0.392 0.138 0.127 0.059 0.050 16.433 13.799 86.201 100.000
Dalam tabel 8 disajikan impak dan kontribusi variabel yang diuji terhadap kerelasian pelanggan. Variabel kepercayaan memiliki impak dan kontribusi tertinggi terhadap kepercayaan yakni masing-masing sebesar 0.173 dan 25.77%. Variabel multidimensional terendah impak dan kontribusinya terhadap kerelasian pelanggan ialah pemeliharaan kerelasian yaitu 0.127 dan 13.79%. Pembahasan Tipologi kerelasian bersumber pada hubungan pembeli-penjual sebagai komponen fundamental dari kerelasian pelanggan. Studi konseptual atau teoritis dan empiris perlu dilakukan untuk mengidentifikasi komponen kerelasian pelanggan, yang oleh Dalziel et al. (2011) berhasil dilakukan identifikasi empat komponen hubungan fundamental dan subjenis yang diidentifikasi. Sementara Dagger et al. (2011) memberikan indikasi yang kuat bagaimana pentingnya kerelasian (relationship) antara perusahaan dengan pelanggan dalam membina hubungan, membangun kepercayaan dan komitmen, terbentuk loyalitas sehingga terjadi pembelian ulang atau kesediaan untuk membayar harga yang termasuk premium. Konsep relationship benefits yang digunakan adalah sama dengan Dalziel et al. (2011), yang membedakan dalah buyer-seller bonds, di mana termonoligi yang digunakan adalah relationship maintenance, yang terdiri dari tiga variabel yaitu investasi, komunikasi dan manajemen,
Yu dan Tung, (2013) dalam penelitian terakhir mereka di Taiwan tentang efek dari tipe pemasaran kerelasian mengemukakan pentingnya membangun dan meningkatkan hubungan antara pelanggan dan penyedia jasa, dibandingkan dengan orientasi transaksional dalam paradigma pemasaran klasik. Pemasaran kerelasian dalam konteks kerelasian
The 2nd Corporate Sustainability Conference
344
pelanggan yang sukses akan membantu menciptakan pelanggan yang setia, membangun positif word-of-mouth dan menurunkan biaya menggaet pelanggan baru. Dalam beberapa tahun terakhir, karena persaingan di industri asuransi jiwa telah tumbuh semakin sengit, pelanggan menjadi sumber daya perusahaan yang paling penting strategis. Mempertahankan hubungan jangka panjang dengan pelanggan dan meningkatkan kepuasan pelanggan serta loyalitas pelanggan sangat terkait dengan profitabilitas perusahaan. Kerelasian pelanggan memainkan peran penting dalam mempengaruhi loyalitas pelanggan. Kerelasian pelanggan yang baik berarti bahwa pelanggan dapat memiliki kepercayaan dan keyakinan ke pihak penyedia jasa. Penelitian lain mengenai hubungan antara kualitas hubungan dan loyalitas pelanggan juga menunjukkan bahwa ketika pelanggan sadar terus menerus, kualitas layanan yang lebih baik, mereka lebih bersedia untuk
mengembangkan
dan
mempertahankan
hubungan
jangka
panjang
dan
mengekspresikan rasa kepercayaan yang lebih tinggi dan kepuasan terhadap pelayanan staf. Dengan semakin populernya mengadopsi orientasi pelanggan dalam bisnis asuransi jiwa tidak bisa lagi mengandalkan pada strategi kebijakan yang berorientasi dan mendukung produk tradisional, dengan makna yang terakhir bahwa kebijakan yang dijual sesuai dengan jaringan sosial tenaga penjualan sendiri, bukan berdasarkan nyata permintaan pelanggan dan penjualan seperti ini biasanya tidak memiliki lengkap layanan purna jual. Hidup asuransi sekarang harus bekerja pada membedakan kelompok pelanggan, mengidentifikasi berbagai kebutuhan mereka, meluncurkan produk yang lebih cocok untuk mereka. Seperti kebanyakan produk asuransi jiwa adalah kebijakan jangka panjang, mereka berisi kualitas tidak berwujud (Yu dan Tung, 2013). Oleh karena itu, di samping mengembangkan layanan berkualitas tinggi, perusahaan asuransi jiwa harus membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang dengan pemegang polis dalam rangka meningkatkan loyalitas pelanggan dan akhirnya meningkatkan profitabilitas. Kesimpulan Kajian tentang tipologi dimensional kerelasian pelanggan yang terkait dengan level kerelasian pada indusebagai berikut:stri asuransi jiwa di Indonesia dengan jumlah sampel penelitian sebesar 188 responden dengan kesimpulan pertama adalah bahwa variabel kepercayaan memiliki impak tertinggi dan positif terhadap kerelasian pelanggan dan yang terendah impak dan positif ialah pemeliharaan kerelasian Variabel kerelasian manfaat,
The 2nd Corporate Sustainability Conference
buyer-seller bonds, dan kerelasian komitmen berada dalam kisaran impak yang moderat serta positif juga terhadap kerelasian pelanggan. Kedua, kontribusi atau pengaruh kerelasian pemeliharaan, kerelasian manfaat, buyer-seller bonds, dan kerelasian komitmen serta kepercayaan adalah signifikan terhadap kerelasian pelanggan. Dengan kata lain, tipologi dimensional kerelasian pelanggan yang terdiri dari kerelasian pemeliharaan, kerelasian manfaat, buyer-seller bonds, dan kerelasian komitmen serta kepercayaan memiliki makna teoritis yang dapat diterima kebenarannya. Implikasi Teoritis Penelitian empiris atas dimensi-dimensi kerelasian pelanggan yang lebih komprehensif dan terorganisasi dalam kontek kualitas hubungan pelanggan dengan perusahaan. Penelitian selanjutnya mengidentifikasi dimensi yang mendasari berbagai bentuk hubungan pembeli - penjual, yang sebelumnya menyajikan tipologi kerelasian yang didasarkan pada empat komponen hubungan kunci (kepercayaan, komitmen, buyer seller bonds dan kerelasian manfaat). Implikasi teoritis dalam pembentukan dan pengembangan kerelasian pelanggan adalah, pertama, untuk kerelasian pelanggan yang sudah ada atau terbentuk (eksis) tidak selalu perlu mencakup dimensi emosional. Hubungan dapat dibangun pada pengalaman pelayanan yang memuaskan yang dianggap kompeten, dapat diandalkan dan konsisten. Meskipun hubungan tersebut cenderung berbeda dalam hal yang mendasari dimensi kunci dari kerelasian pelanggan, masih dapat dicirikan dengan bentuk kepercayaan, komitmen, buyer seller bonds dan kerelasian manfaat. Oleh karena itu, sangat penting kerelasian pelanggan dipandang sebagai konsep multidimensional dengan mempertimbangkan berbagai komponen kerelasian. Oleh karena dimensi yang berbeda mempengaruhi kerelasian pelanggan secara berbeda pula, sehingga perusahaan perlu mengembangkan strategi pemasaran kerelasian yang berbeda untuk setiap segmen pelanggan sesuai dengan harapan relasional mereka. Implikasi Manajerial Hasil pengujian empiris menunjukkan pentingnya kesesuaian antara harapan kerelasian pelanggan dan pengalaman perusahaan dalam mengembangkan komitmen kerelasian untuk jangka panjang. Sebuah hubungan fungsional yang terlibat dimensi afektif yang terbatas sedangkan hubungan afektif lebih emosional didorong. Namun, pada kedua jenis kerelasian pelanggan yakni komitmen kerelasian pihak penyedia jasa dan dimaksudkan untuk menjaga hubungan perusahaan dengan pelanggan. Pelanggan dalam
345
The 2nd Corporate Sustainability Conference
hubungan fungsional diharapkan bersifat profesional sesuai dengan apa yang ditawarkan. Demikian pula, pelanggan dalam hubungan afektif lebih menyukai hubungan pribadi yang konsisten dengan pengalaman mereka. Kesesuaian antara harapan dan pengalaman pelanggan dapat berkontribusi untuk pemahaman hubungan dapat dikembangkan dngan menggunakan teknologi, seperti asuransi secara online. Sebuah aspek kunci di sini adalah apakah pelanggan memilih electronic delivery channel sendiri sebagai media interaksi utama (dalam hubungan fungsional) atau dipaksa oleh pihak perusahaan asuransi jiwa. Hal ini memiliki implikasi bagi penyedia jasa ketika mereka memutuskan untuk menggeser pelanggan untuk menggunakan online, atau sebaliknya. Kesesuaian antara harapan dan pengalaman pelanggan bukanlah sesuai yang rumit bila diimpelementasikan oleh perusahaan. Perusahaan harus selalu aktif memfasilitasi untuk mendorong pelanggan menggunakan media on-line. Keterbatasan Penelitian dan Saran Untuk Penelitian Selanjutnya Penelitian ini telah melakukan pengukuran sejumlah variabel yang membentuk krelasian pelanggan dalam industri asuransi dengan menggunakan pendekatan multidimensional dan menunjukkan bagaimana berbagai dimensi komponen hubungan cenderung mendorong jenis hubungan tertentu. Meskipun telah dilakukan validitas dan reliabilitas hasil penelitian masih memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, perlu diakui bahwa, berdasarkan metodologi penelitian survey yang digunakan, temuan penelitian adalah indikasi dan sugestif, daripada konklusif. Tujuan dari penelitian ini adalah eksplorasi untuk mendapatkan wawasan lebih dalam kerelasian pelanggan. Sejalan dengan tujuan ini, temuan penelitian baik untuk pemahaman yang lebih rinci atas kerelasian pelanggan. Selanjutnya, penelitian ini dilakukan dalam konteks Indonesia, yang tergolong negara new emerging market. Perluasan penelitian ini untuk sektor lain atau lembaga keuangan yang beroperasi di lingkungan peraturan dan teknologi yang berbeda perlu diuji. Selain itu, data dikumpulkan sebelum kegagalan lembaga keuangan diikuti oleh runtuhnya pasar keuangan pada tahun 2008 . Ini telah mengancam tingkat kepercayaan lembaga keuangan yang kemungkinan akan membuat dampak pada sistem berbasis kepercayaan. Ini akan menarik untuk menyelidiki bagaimana krisis seperti dapat mempengaruhi hubungan dengan pelanggan, khususnya untuk komponen kepercayaan.
346
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Daftar Pustaka Aaker, David A., V. Kumar and George S. Day, 1998. Marketing Research, New York: John Wiley & Son Inc: hlm. 372-421. Bagozzi, Richard P., 1995. “Reflections on Relationship Marketing in Consumer Markets”, Journal of the Academy of Marketing Science, 23 (April). Bendapudi, Neeli and Leonard L. Berry, 1997. “Customers’Motivations for Maintaining Relationships With Service Providers”, Journal of Retailing, 73, (1). Clark, W.R., Ellen, P.S. and Boles, J.S. (2010), “An examination of trust dimensions across highand low dependence situations”, Journal of Business-to-Business Marketing, Vol. 17 No. 3, pp. 215-48. Creswell, John W. 1994, Research Design: Qualitative and Qualitative Approaches. Thousands Oaks, California: Sage Publication. Cooper, Donald R. dan Pamela S. Schindler, 2003. Business Research Methods, 7th Edition, Mc-Graw-Hill International Edition, Boston. Cornelissen, J.P. and Thorpe, R. 2001, “The organisation of external communication disciplines in UK companies: a conceptual and empirical analysis of dimensions and determinants”, Journal of Business Communication, Vol. 38 No. 4, pp. 413-39. Dalziel, Nurdilek., Fiona Harris, and Angus Laing, 2011. “A multidimensional typology of customer relationships: from faltering to affective,” International Journal of Bank Marketing, Vol. 29 No. 5, 2011, pp. 398-432 Dagger, Tracey S., Meredith E. David, and Sandy Ng, 2011. “Do relationship benefits and maintenance drive commitment and loyalty? Journal of Services Marketing, 25/4 (2011) 273–281 Dimitriadis, S. 2010, “Testing perceived relational benefits as satisfaction and behavioral outcomes drivers”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 28 No. 4, pp. 297-313. Dimitriadis, S. and Kyrezis, N. 2008, “Does trust in the bank build trust in its technologybased channels?”, Journal of Financial Services Marketing, Vol. 13 No. 1, pp. 2838. Dwyer, F. Robert, Paul H. Schurr and Sejo Oh. 1987.”Developing Buyer-Seller Relationship”, Journal of Marketing, 51 (April), pp. 11-27. Eriksson, K. and Soderberg, I. L. 2010, “Customers’ ways of making sense of a financial service relationship through intersubjective mirroring of others”, Journal of Financial Services Marketing, Vol. 15 No. 2, pp. 99-111. Ennew, C.T. and Sekhon, H. 2007, “Measuring trust in financial services: the trust index”, Consumer Policy Review, Vol. 17 No. 2, pp. 62-8. Jasfar, Farida, 2003. Manajemen Jasa: Pendekatan Terpadu, Jakarta: Lembaga Penerbit FE Universitas Trisakti. Johnson, D. and Grayson, K. 2005, “Cognitive and affective trust in service relationships”, Journal of Business Research, Vol. 58 No. 4, pp. 500-7 Fitzsimmons, James A. and Mona J. Fitzsimmons, 2006. Service Management for Strategy and Information Technology, New York: McGraw-Hill, hlm. 1-10.
347
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Fullerton, Gordon & Shirley Taylor, 2000. The Role of Commitment in Service Relationship, Kingston, Ontario: School of Business Acadia University, limited publication. pp. 3-6. Fullerton, G. 2011, “Creating advocates: the roles of satisfaction, trust and commitment”, Journal of Retailing and Consumer Services, Vol. 18 No. 1, pp. 92-100. Garbarino, Ellen dan Mark S. Johnson. 1999. “The Different Roles of Satisfaction, Trust and Commitment in Customer Relationships.” Journal of Marketing Vol 63 (April). pp. 70-87. Gundlach, Gregory T. Ravi S. Achrol and John T. Mentzer, 1995. “The Structure of Commitment in Exchange”, Journal of Marketing, 59 (January), pp. 78-92. Gwinner, Kevin P., Dwayney D. Gremler and Mary Jo Bitner, 1998. “Relational Benefits in Service Industries: The Customer’s Perspective”, Journal of the Academy of Marketing Science, spring, pp. 101-114. Han, X., Kwortnik, R.J. Jr and Wang, C. 2008, “Service loyalty: an integrative model and examination across service contexts”, Journal of Service Research, Vol. 11 No. 1, pp. 22-42. Hair, Joseph F. Jr., Rolph E. Anderson, Ronald L. Tatham & William C. Block, 2006. Multivariate Data Analysis, 6th Edition, New Jersey: Perason Prentice-Hall Int. hlm. 583-616. Hermawan, Acep, 2003. Metode Penelitian untuk Bisnis, Jakarta: Penerbit FE Universitas Trisakti. Hennig-Thurau, T., Gwinner, K.P. and Gremler, D.D. 2002, “Understanding relationship marketing outcomes: an integration of relational benefits and relationship quality”, Journal of Service Research, Vol. 4 No. 3, pp. 230-47. Herington, C., Johnson, L.W. and Scott, D., 2009, “Firm-employee relationship strength –a conceptual model”, Journal of Business Research, Vol. 62, pp. 1096-107. Johnson, D.S. 2007, “Achieving customer value from electronic channels through identity commitment, calculative commitment, and trust in technology”, Journal of Interactive Marketing, Vol. 21 No. 4, pp. 2-22. Jasfar, Farida, 2005. ”Pentingnya Kualitas Jasa dalam Membangun Kepercayaan Pelanggan dan Keputusan Membeli: Survei pada Ritel Modern di Area Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi”, Jurnal Manajemen dan Pemasaran Jasa, Vol. 1 No.1, Maret. Jones, M.A., Mothersbaugh, D.L. and Beatty, S.E. 2002, “Why customers stay: measuring theunderlying dimensions of services switching costs and managing their differential strategic outcomes”, Journal of Business Research, Vol. 55 No. 6, pp. 441-50. Jones, M.A., Reynolds, K.E., Mothersbaugh, D.L. and Beatty, S.E. 2007, “The positive and negative effects of switching costs on relational outcomes”, Journal of Service Research, Vol. 9 No. 4, pp. 335-55. Jones, T., Taylor, S.F. and Bansal, H.S. 2008, “Commitment to a friend, a service provider, or a service company – are they distinctions worth making?”, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 36, pp. 473-87.
348
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Kinard, B.R. and Capella, M.L. 2006, “Relationship marketing: the influence of consumer involvement on perceived service benefits”, Journal of Services Marketing, Vol. 20 Nos 6/7, pp. 359-68. Ko, Jong-Wook, James L. Price and Charles W. Mueller. 1997. “Assessment of Meyer and Allen’s Three-Component Model of Organizational Commitment in South Korea,” Journal of Applied Psychology, Vol. 12, No. 6: pp. 961-973. Kotler, Philip, 2000. Marketing Management: Analysis, Planning, Implementation and Control, 10th Edition Chicago, Illinois: Prentice Hall, hlm. 3-9; 48-49. ________ dan Gary Armstrong, 2004. Principles of Marketing. New Jersey: Pearson Education Inc, hlm. 300-304. _______ and Keller, Kevin Lane 2005. Marketing Management. Twelfth Edition. New Jersey: Prentice Hall. Morgan, Robert M. dan Shelby D. Hunt 1994, “The Commitment-Trust Theory of Relationship Marketing” Journal of Marketing, July. pp. 20-38. Moorman, Christine, Gerald Zaltman and Rohit Deshpande, 1992. “Relationships Between Providers and User of Marketing Research: The Dynamics of Trust Within and Between Organization,” Journal of Marketing Research, 29 (August), pp. 314-329. Molina, A., Martin-Consuegra, D. and Esteban, A. 2007, “Relational benefits and customer satisfaction in retail banking”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 25 No. 4, pp. 253-71. O’Loughlin, D., Szmigin, I. and Turnbull, P. (2004), “From relationships to experiences in retail financial services”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 22 No. 7, pp. 522-39. Palmatier, R.W., Dant, R.P., Grewal, D. and Evans, K.R. 2006, “Factors influencing the effectiveness of relationship marketing: a meta-analysis”, Journal of Marketing, Vol. 70 No. 4, pp. 136-53. Paul, M., Hennig-Thurau, T., Gremler, D.D., Gwinner, K.P. and Wiertz, C. 2009, “Toward a theory of repeat purchase drivers for consumer services”, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 37, pp. 215-37. Proenca, J.F., Silva, M.M. and Fernandes, T. 2010, “The impact of the internet upon bank marketing”, Journal of Financial Services Marketing, Vol. 15 No. 2, pp. 160-75. Proenca, J.F., Silva, M.M. and Fernandes, T. 2010, “The impact of the internet upon bank marketing”, Journal of Financial Services Marketing, Vol. 15 No. 2, pp. 160-75. Reynolds, K.E. and Beatty, S.E. 1999a, “Customer benefits and company consequences of customer-salesperson relationships in retailing”, Journal of Retailing, Vol. 75 No. 1, pp. 11-32. Reynolds, K.E. and Beatty, S.E. 1999b, “A relationship customer typology”, Journal of Retailing, Vol. 75 No. 4, pp. 509-29. Roy, S.K. and Shekhar, V. 2010, “Dimensional hierarchy of trustworthiness of financial service providers”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 28 No. 1, pp. 4764. Storrbacka, Kaj dan Jarmo R. Lehtinen, 2001. Customer Relationship Management. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
349
The 2nd Corporate Sustainability Conference
Sekaran, Uma. 2003. Research Methods for Business, New York: John Wiley & Sons, Inc.: hlm. 203-210. Strauss, A., & Corbin, J. Basics of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures and Techniques. 2nd ed. Thousand Oaks, CA: Sage, 1998, hal.11 Sunikka, A., Peura-Kapanen, L. and Raijas, A. (2010), “Empirical investigation into the multi-faceted trust in the wealth management context”, International Journal of Bank Marketing, Vol. 28 No. 1, pp. 65-81. Vazquez-Carrasco, R. and Foxall, G.R. 2006, “Positive vs negative switching barriers: the influence of service consumers’ need for variety”, Journal of Consumer Behaviour, Vol. 5 No. 4, pp. 367-79. Yousafzai, S.Y., Pallister, J.G. and Foxall, G.R. 2005, “Strategies for building and communicating trust in electronic banking: a field experiment”, Psychology & Marketing, Vol. 22 No. 2, pp. 181-201.
Yu, Tsu-Wei dan Feng-Cheng Tung, 2013. Investigating effects of relationship marketing types in life insurers in Taiwan, Managing Service Quality, Vol. 23 No. 2, pp. 111130.
350
Economy and Demographic Challenges for Sustainable Development MM - CSR PASCASARJANA UNIVERSITAS TRISAKTI
Trisakti Governance Center (TGC)
Supported by :