PENYESUAIAN PERNIKAHAN KEMBALI PADA PRIA LANJUT USIA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh : IRA MARIA SEMBIRING 041301030
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN GENAP, 2008/2009
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR Puji syukur saya ucapkan kepada Allah Bapa karena atas berkat, penyertaan, kekuatan serta cinta kasih-Nya lah saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, dengan baik. Saya menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai juga karena dukungan dari berbagai pihak kepada saya. Oleh karena itu saya ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini : 1. Bapak dr. Chairul Yoel. Sp. A (K) selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi selaku Dosen pembimbing skripsi, terimakasih banyak atas waktu, kesediaan, kesabaran Ibu dalam membimbing saya ditengah-tengah kesibukan Ibu sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Diah yang telah menjadi dosen pembimbing akademik saya selama saya kuliah di Psikologi. 4. Kepada seluruh dosen dan staf lainnya di Fakultas Psikologi yang telah mengajari dan membantu saya selama saya kuliah di Psikologi. 5. Kedua orangtua dan saudara-saudara saya yang telah mendoakan dan memberikan dorongan semangat kepada saya. Ir. R. Sembiring dan K. Tarigan (Bapak dan Mami yang LUAR BIASA, i love u so much), drg. Irna Caroline Sembiring dan Pdt. Falentinus T. Sitepu, STh (Kak Ua dan Bang Ua, kalian harus selalu bahagia ya...), Irlia Pratiwi Sembiring (Adik dan Sahabat yang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
tak tergantikan), Immanuel Sembiring (Adik dan ’Abang’ yang paling kubanggakan) dan yang paling spesial Evan Zegar Sahaduta Sitepu (Keponakanku yang luar biasa : kam adalah cahaya buat keluarga kami). 6. Buat keluarga baruku, Kel.Sembiring, Kel.Ginting dan Kel. Bukit, terimakasih atas kesediaan, waktu dan pelajaran yang telah Anda-anda berikan selama Anda menjadi responden penelitian ini. Tanpa kalian skripsi ini tidak akan pernah selesai. (Tetap semangat dan harus selalu bahagia ya...). 7. Buat sahabatku Rina dan Arya terimakasih untuk waktu yang sudah kalian berikan selama bertahun-tahun, walaupun kita berjauhan tetapi aku tetap merasakan dekapan seorang sahabat itu. Jangan lupa ’Amsal 17 : 17’ kita ya. 8. Buat teman-teman seperjuangan, angkatan 2004 (Dewi, Nina, Asroni, Saut, Anez, Junbod, S.Psi), susah senang bersama. Terima kasih untuk dukungan doa, dorongan semangat kalian semua kepada saya. 9. Buat Sahabat CEO B1S4 (Rina, Yeni, Nita, Uthe’), thanx for cover me and I hope we’ll always Cover Each Other. 10. Buat seluruh ’Family’ di Binjai abang-abang (Jordan, Sura, Menson, Roy), kakak-kakak (Melva, Nana, Rani, Rus, Linda, Duma),adik-adik (banyak banget en gak bisa disebutin semua). Terimakasih atas dukungan dan persaudaraan yang tulus yang telah kalian berikan kepada saya. 11. Buat PPKBL : B’Plit, Epi, Yanti, Rica, Andi, B’Roni, Ruben, Jemmi, K’Sri, Kana, Ica, Yudi. Terimakasih buat dukungan kalian semua. SEMANGAT!!!!! 12. Buat teman-teman Alumni SMUNSa 2003 : Edi SH, Uthe’ Jepang, Dinand SH, Pdt Arya, Rina SE, Tomi Jepang (†), TODO, Neni UI, dr.John, Fredi
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Farmasi, Andri STIS, semua teman-teman yang sudah tersebar dipelosok nusantara. Woi aku sekarang IRA SPsi ya, hehehehe. 13. And Special Thanks to . Terimakasih buat dorongan semangat, Doa, Waktu untuk dengerin aku marah-marah, kalimat-kalimat lucu yang selalu buat aku tertawa dan semua mimpi dan rencana indah yang kita bagi, gak kan pernah aku lupain. Kepada semua pihak yang telah membantu saya baik secara moril ataupun materil saya ucapkan terima kasih. Saya menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saya membuka kesempatan atas masukan, kritikan dan saran yang dapat membangun saya dan demi kesempurnaan Skripsi ini.
Medan, Maret 2009
Ira Maria Sembiring
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Maret 2009
Ira Maria Sembiring NIM 041301030
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Abstract Psychology Faculty of North Sumatera University March, 2009 Ira Maria Sembiring Intimacy in gay dating X + 151 pages; 11 tabels Bibliographis 20 (1984 - 2005) This is a qualitative research with descriptive quality to know the description about intimacy in gay dating. Intimacy is feel of closure between partner that have interact each other through sharing the deepest thought and act to the other. Intimacy is one of early adulthood develeopment task can be reach by shaping a date elationship to find life partner. To find a life partner is one of generally early adulthood task while gay too. There are 3 gay men subjects with snow ball/chain sampling method in this research. Datas get by interview with general with general direction. After collect the datas coding is conducted or categorised. The result show there is an intimacy in gay dating. Each of subject have found the important components of intimacy. They are caring and sharing, trust,commitment,honesty,emphaty and tenderness. The important aspect of intimacy, non-verbal communication and sexual activities have found too in date relationship of gay dating with each couple. Each of subject has different intimacy style conclude by their sexual activities. The first and second subject have same style. Both of them have intimate style and pseudointimate style. However, the third subject has one intimacy style. It is intimate style only.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI` Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................... i DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................
1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….
11
C. Tujuan Penelitian………………………………………………..….
12
D. Manfaat Penelitian………………………………………………….
12
E. Sistematika Penulisan………………………………………………
13
BAB II LANDASAN TEORI.........................................................................
14
A. Lanjut Usia .................................................................................... ....
14
1. Definisi Lanjut Usia .....................................................................
14
2. Ciri-ciri Lanjut Usia .....................................................................
15
3. Tugas Perkembangan Lanjut Usia ...............................................
18
4. Beberapa Masalah Umum yang Dialami oleh Lanjut Usia ........
20
B. Pernikahan Kembali ..........................................................................
21
C. Penyesuaian Pernikahan ....................................................................
26
1. Definisi Penyesuaian Pernikahan.................................................
26
2. Pola Penyesuaian Pernikahan......................................................
26
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan.......
28
4. Masalah Penyesuaian Diri dalam Penyesuaian Pernikahan.........
30
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
5. Usia Penyesuaian Pernikahan Terbaik.........................................
32
6. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan...........................
33
7. Penyesuaian Pernikahan Kembali pada Lansia............................
36
Paradigma Penelitian .....................................................................................
38
BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................
39
A. Pendekatan Kualitatif.........................................................................
39
B. Metode Pengumpulan Data................................................................
40
C. Alat Pengumpulan Data.....................................................................
41
1. Alat Perekam................................................................................
42
2. Pedoman Wawancara...................................................................
42
D. Keabsahan Data ................................................................................
43
1. Kepercayaan (Credibility) ...........................................................
43
2. Keteralihan (Transferability) ......................................................
43
3. Kebergantungan (Dependability) ................................................
44
4. Kepastian (Confirmability) .........................................................
44
E. Partisipan ...........................................................................................
45
1. Prosedur Pengambilan Partisipan................................................
45
2. Jumlah Partisipan.........................................................................
45
3. Karakteristik Partisipan.................................................................
46
F. Prosedur Penelitian.............................................................................
46
1. Tahap Persiapan Penelitian ..........................................................
46
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian .....................................................
47
3. Tahap Pencatatan Data ................................................................
48
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
G. Prosedur Analisa Data .......................................................................
48
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN......................................
50
A. Partisipan 1 ........................................................................................
51
1. Deskripsi Umum Partisipan ........................................................
51
2. Deskripsi Hasil Wawancara ........................................................
53
3. Interpretasi Data ..........................................................................
73
B. Partisipan 2 ........................................................................................
88
1. Deskripsi Umum Partisipan ........................................................
88
2. Deskripsi Hasil Wawancara ........................................................
90
3. Interpretasi Data .......................................................................... 107 C. Partisipan 3 ........................................................................................ 121 1. Deskripsi Umum Partisipan ........................................................ 121 2. Deskripsi Hasil Wawancara ........................................................ 123 3. Interpretasi Data .......................................................................... 139 D. Pembahasan ....................................................................................... 152 E. Diskusi ............................................................................................... 173 Bab V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 177 A. Kesimpulan ......................................................................................... 177 B. Saran .................................................................................................... 184 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 186 LAMPIRAN
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Gambaran Umum Partisipan Penelitian …….…………………. 50
Tabel 2
Jadwal Wawancara Partisipan 1 .................................................. 51
Tabel 3
Gambaran Umum Partisipan 1 ………………….…………...… 51
Tabel 4
Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipan 1 ................................ 83
Tabel 5
Jadwal Wawancara Partisipan 2 .................................................. 88
Tabel 6
Gambaran Umum Partisipan 2 …………………………………. 88
Tabel 7
Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipan 2 ................................ 116
Tabel 8
Jadwal Wawancara Partisipan 3 ..................................................121
Tabel 9
Gambaran Umum Partisipan 3 …………………….……...…… 121
Tabel 10 Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipan 3 ................................ 146 Tabel 11 Analisa Banding antar Partisipan ................................................ 165
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Menjadi tua adalah proses yang biasa, manusiawi dan dialami semua orang. Ada orang yang merasa susah, gelisah, dan bingung menghadapi lanjutnya usia, tetapi tidak kurang orang yang selalu gembira dan bahagia di hari tuanya. Masa lanjut usia (lansia) adalah periode penutup dalam rentang kehidupan manusia (Hurlock, 1999). Masa lanjut usia, yang dimulai pada usia enam puluhan dan diperluas sampai sekitar usia 120 tahun, memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam periode perkembangan manusia yaitu 50 sampai 60 tahun (Santrock, 2002). Beberapa dekade terakhir ini usia atau angka harapan hidup penduduk Indonesia telah meningkat secara bermakna yaitu 45,7 tahun pada tahun 1970, menjadi 59,8 tahun pada tahun 1990 dan diproyeksikan menjadi 71,7 tahun pada tahun 2010. Di samping peningkatan angka harapan hidup, jumlah dan proporsi kelompok lanjut usia di Indonesia menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu 5,3 juta jiwa atau 4,48% pada tahun 1971, 12,7 juta jiwa atau 6,56% pada tahun 1990 dan akan meningkat tajam menjadi 28,8 juta jiwa atau 11,34% pada tahun 2010 nanti (Yaumil dalam Soemiarti et.al, 2001). Orang berusia lanjut pada umumnya mengalami berbagai penurunan dalam hal struktur dan fungsi, sehingga pada masa lalu menjadi tua diasumsikan sebagai sebagai orang yang tidak berkembang (Perlmutter & Hall dalam Martani 1993).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penurunan fisik antara lain keadaan fisik menurun, lemah dan tidak berdaya sehingga harus tergantung pada orang lain. Kesehatan menurun dan menderita penyakit degeneratif. Penurunan fisik berdampak pada penurunan psikologis dimana pada masa lanjut usia permasalahan psikologi terutama muncul bila Lansia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul akibat dari proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakiklasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan sebagian kecil dari keseluruhan masalah yang harus dihadapi Lansia (Yaumil dalam Soemiarti et.al, 2001). Hurlock (1999) mengemukakan tugas-tugas perkembangan usia lanjut yaitu, menyesuaikan
diri
dengan
menurunnya
kekuatan
fisik
dan
kesehatan;
menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga; menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup; membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia; membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan; dan menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes. Salah satu di antara penyesuaian yang utama yang harus dilakukan oleh orang lanjut usia adalah penyesuaian terhadap kehilangan pasangan hidup. Kehilangan tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau perceraian, walaupun umumnya lebih banyak disebabkan oleh kejadian kematian (Hurlock, 1999). Penyesuaian terhadap kematian pasangan ataupun terhadap perceraian sangat sulit bagi pria maupun wanita pada usia lanjut. Masalah-masalah yang terjadi selama menjanda dan menduda nampaknya lebih sulit disesuaikan pada usia lanjut daripada apabila masalah-masalah tersebut terjadi pada masa sebelumnya karena pada masa lanjut
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
usia terjadi penurunan baik kemampuan mental dan fisik yang mempengaruhi kemampuan individu untuk menyesuaikan diri (Hurlock, 1999). Hilangnya pasangan karena kematian atau perceraian dapat terjadi pada setiap pasangan yang menikah baik usia dewasa dini, usia dewasa madya maupun usia lanjut. Kehilangan pasangan pada pasangan dewasa dini lebih sering terjadi karena perceraian, demikian pula halnya pada pasangan usia madya lebih mungkin karena perceraian dari pada kematian. Kehilangan pasangan pada usia lanjut dapat disebabkan oleh kematian atau perceraian , walaupun umumnya lebih banyak disebabkan karena oleh kejadian kematian (Hurlock, 1999). Rando (1990) menyatakan bahwa prinsip dari kehidupan menjanda atau menduda adalah wanita menyesuaikan diri lebih baik pada kematian pasangan daripada pria (dalam Belsky, 1997). Perbedaan ini terletak pada bentuk dukungan yang mereka peroleh sebelum pasangan meninggal. Pria sering kehilangan orang kepercayaannya saat pria kehilangan istri karena dukungan yang diperoleh sebelumnya hanya dari istri. Wanita memiliki teman baik dan hubungan yang lebih dekat dengan anak-anak, terutama pada saat menjadi tua, wanita memiliki sistem dukungan yang terpasang saat memasuki kehidupan janda, teman-teman sesama janda. Dukungan ini membuat wanita lanjut usia lebih mudah menghadapinya karena pengalaman dari orang yang telah mengalami sebelumnya (Belsky, 1997). Masalah penyesuaian diri dengan masa menjanda sering sekali terasa sulit karena berkurangnya pendapatan. Ada tiga masalah yang timbul karena hal ini, yaitu : mengharuskan untuk menghentikan minat, mempengaruhi kehidupan sosial
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
janda, dan pindah ke dalam kehidupan yang lebih kecil dan kurang diinginkan misalnya tinggal dengan anak atau hidup dalam suatu lembaga penyantunan. Beberapa wanita mengatasi masalah kesepiannya karena ditinggal suami dengan memelihara binatang piaraan, karena kesempatan untuk menikah kembali bagi janda lebih kecil daripada duda (Hurlock, 1999). Kebanyakan janda, identitas mereka sebagai istri telah menjadi pusat dalam kehidupan dewasa mereka. Ada yang merasa tidak akan pernah dapat melupakan kematian suaminya, kebanyakan mengatakan tidak mau menikah lagi, dan alasan lainnya adalah umur. Ketakutan akan kenyataan harus merawat suami baru yang sakit, dan keyakinan bahwa tidak akan dapat menemukan orang sebaik pasangan sebelumnya. Alasan terakhir untuk tidak menikah adalah sanctification yang dikemukakan oleh Lopata, dimana banyak janda meletakkan suami mereka dalam tumpuan, mengabadikan memori mereka, mengidealisasikan pernikahan sebagai kebahagiaan yang total (Belsky, 1997). Alasan-alasan inilah yang menyebabkan wanita cenderung untuk tidak menikah kembali setelah kehilangan pasangan. Pria memiliki reaksi yang berbeda dengan wanita ketika kehilangan pasangan dan menjadi duda. Pria cenderung memiliki resiko kematian segera setelah istrinya. Hal ini disebabkan karena wanita atau istri merupakan satu-satunya orang terdekat kepercayaan pria atau karena pria biasanya tidak memiliki persiapan untuk hidup sendiri. Pria lanjut usia merasa kesulitan untuk melakukan rutinitas sehari-hari tanpa istri dan mereka secara emosional menjadi terisolasi dari anggota keluarga lain (Cavanaugh, 2006). Seperti yang terlihat dari hasil wawancara
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
dengan partisipan penelitian ini yang kehilangan pasangan hidupnya karena kematian dan mengalami kondisi diatas. “Seperti yang saya katakana tadi, diawal-awal kam Tanya tentang istri, istri itu orang kepercayaan, meninggal istri berarti apa? Hilang juga orang yang dipercayai ya bolang. Iya kepercayaan kita, orang yang selama ini kita percayai semua hal mau itu uang, rahasia, permasalahan semua”. W1P1B124-132/hal.7) “Apalagi aku pun sakit-sakitannya. Udahlah taruk aja di panti jompo, tambah lagi dah gak ada lagi kawanku di rumah. Ada nya anak kan yang di sini, didepan ini rumahnya pun ada. Dia pun sibuk, menantu itu pegawai negeri, siang kerja sibuk kali. Nah kalo diambil pembantu pun siang nya cuman, malam dah pulang nya dia, jadi kalo apa-apa perlu payah. Jadi kekmana pun gak lagi cocok”. (WIP2B76-86/hal.25) “Sampai sekarang belum kuterima saja sebenarnya. Semua kenangankenangan itu masih ada jelas semua saya ingat Tapi yang namanya hidup ini dia mati saya hidup sudah beda dunia , jadi hidup ini pun harus lanjutlah walaupun setiap hari itu gak ada rasanya hampa, iya”. (W1P3B72-78/hal.41)
Berdasarkan wawancara diatas dapat dilihat bahwa partisipan I menganggap istri merupakan satu-satunya orang terdekat dan kepercayaan, Partisipan II mengalami penurunan kesehatan setelah kematian istri dan merasa sulit untuk melakukan rutinitas sehari-hari tanpa istri, Partisipan III tidak memiliki persiapan untuk hidup sendiri dan secara emosional menjadi terisolasi dari anggota keluarga lain. Perbedaan reaksi pada masing-masing partisipan membutuhkan penyesuaian yang berbeda pula. Sejumlah masalah penyesuaian yang harus diatasi oleh pria ketika kehilangan istri yaitu: bagi pria usia lanjut yang hidup sendiri menemui kesulitan dalam menghilangkan kesepian dengan cara mengembangkan minat baru karena pada masa ini keinginan menyusut, hanya sedikit duda yang siap untuk hidup menyendiri dan mengatur hidupnya sendiri, dan masalah tempat
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
tinggal. Pria harus mengatasi dua masalah sekaligus, yaitu masalah kesepian dan ketergantungan (Hurlock, 1999). Perasaan kesepian yang dialami pria lanjut usia karena kehilangan pasangan dapat diatasi dengan beberapa cara. Ada yang memutuskan untuk menikah kembali dan ada juga yang memutuskan untuk hidup sendiri tanpa menikah kembali. Pria lanjut usia yang menikah kembali kebanyakan memutuskan untuk menikah kembali didasarkan akan kebutuhannya memiliki teman dalam menghabiskan masa tuanya dengan berjalan-jalan dan teman yang senasib dengannya (Belsky, 1997). Hurlock (1999) mengemukakan dua hal yang perlu dipertimbangkan dalam menikah kembali yaitu perbedaan usia dan masalah penyesuaian diri. Biasanya orang lanjut usia menikah dengan orang yang kira-kira seumur juga namun sekarang ada kecenderungan yang besar untuk menikah dengan orang yang lebih muda. Jika hal ini terjadi, masalah perbedaan umur timbul pada waktu menikah kembali akan semakin sulit karena perbedaan usia menghambat penyesuaian minat dan nilai. Bila menikah dengan pasangan yang kira-kira seusia maka penyesuaiannya akan lebih mudah. Pada orang lanjut usia alasan menikah kembali adalah agar ada teman untuk berjalan-jalan atau melakukan hal-hal lainnya, jatuh cinta merupakan alasan kedua lainnya Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pieper, Perkovsek dan East (1986) pada pasangan yang menikah kembali pada usia 65 tahun atau lebih dan sudah menjalani pernikahan 1 sampai 6 tahun dan ditemukan bahwa pernikahan ini berjalan dengan baik. Mayoritas pasangan berkata lebih bahagia dari pernikahan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
pertama. Pasangan lansia ini percaya bahwa pernikahan kembali pada usia lanjut lebih baik karena lebih matang (dalam Belsky 1997). Kematangan pasangan lanjut usia mempengaruhi penyesuaian dalam pernikahan kembali tersebut. Penyesuaian pernikahan sesungguhnya, tidak hanya pada pasangan lanjut usia saja, pada pasangan muda pun tidak sedikit yang tidak siap dengan segala tuntutan dan perubahan pada pola hidup yang terjadi. Terlebih lagi pada awal tahun kedua pernikahan, pasangan suami istri sering terkejut menghadapi kenyataan bahwa pasangannya tidak lagi menunjukkan kehangatan sebagaimana biasanya, sehingga berpikir bahwa cinta itu telah sirna dan seiring dengan berjalannya waktu masalah akan bertambah. Kondisi yang demikian akan mengubah pernikahan yang bagi banyak orang diawali dengan keyakinan akan berperan sebagai sumber kebahagiaan dan kepuasan serta pemenuhan kebutuhan dapat berakhir menjadi sumber frustrasi dan keputusasaan (Karney & Bradbury, 1995). Hadirnya permasalahan yang dihadapi pada awal pernikahan ini menyebabkan pasangan perlu menyesuaikan diri dengan kehidupan pernikahannya agar tujuan dari pernikahan dapat tercapai serta kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan baik dan bahagia. Masalah penyesuaian diri dalam pernikahan kembali, antara lain adalah masalah penyesuaian diri dengan pasangan hidup baru, kerabat yang baru, rumah baru dalam lingkungan masyarakat yang sama, dan kadang-kadang dengan lingkungan yang baru. Masalah lain adalah menikah kembali tidak memperoleh dukungan dari anak-anaknya (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Masalah yang menyangkut dengan anak sering menjadi pertimbangan bagi pasangan yang ingin menikah kembali. Pria yang bercerai dan tidak memiliki anak cenderung untuk menikahi wanita yang belum pernah menikah, dan pria yang bercerai dan memiliki anak cenderung untuk menikahi wanita yang bercerai tetapi tidak memiliki anak (Cavanaugh, 2006). Memiliki anak dan tidak memiliki anak merupakan kondisi yang berbeda dalam menikah kembali sehingga penyesuaiannya juga berbeda. Kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu (Schaie & Willis, 1991). Pada pasangan lanjut usia, penyesuaian pernikahan kembali yang menyangkut dengan anak sudah dimulai sebelum pernikahan itu sendiri. Masing-masing memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil kepada anak-anaknya, sehingga ketika pernikahan sudah terjadi penyesuaian lebih kepada bagaimana anak-anak mendukung pernikahan itu karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda (Belsky, 1997). Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan partisipan peneltian berikut ini : Apa yang mendorong bolang untuk menikah kembali? Anak-anak…mereka yang suruh saya kawin, mereka yang pilihkan mamaknya ini. Bahagia mereka saya bahagia. (W1P1B172-174/hal.8) Yang mendorong bapak untuk menikah lagi apa Pak? Anak-anak. O… anakanak ya pak. Iya karna sebenarnya saya takut itu. Takut apa Pak. Takut gak akur. (W1P2B58-64/hal.25) Datang saya sekali tu langsung saya tanya lah niat saya ini begini kan. Ayok kalo kam mau kita datangi anak-anakndu. (W1P3B115-118/hal.42)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa anak-anak merupakan pertimbangan awal dan pendorong bagi partisipan I dan II untuk menikah kembali, sedangkan Partisipan III sudah memulai penyesuaian dengan anakanaknya sebelum pernikahan itu sendiri dengan memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil dan harus membuat anak menyetujui pernikahan itu. Setelah pernikahan terjadi masalah penyesuaian bertambah dimana masingmasing pasangan harus mampu menyesuaikan dengan anak-anak pasangan dari pasangannya terdahulu. Hobart (dalam Cavanaugh, 2006) mengemukakan perbedaan antara pria dan wanita yang menikah kembali yaitu, pada pria hubungan dengan istri barunya lebih diutamakan dari hubungan-hubungan lain seperti dengan anak-anak dari pernikahan terdahulu. Berbeda dengan wanita yang menikah kembali dan memiliki anak yang biasanya tetap mengutamakan anak-anaknya dan keputusan untuk menikah kembali juga diambil demi kepentingan anak-anak. Pada penelitian ini partisipan yang adalah pria justru mengutamakan kepentingan anakanak dalam mengambil keputusan untuk menikah kembali. Masalah-masalah dalam pernikahan seperti penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga pasangan yang terjadi pada pernikahan pertama juga akan terjadi dalam pernikahan kembali. Sebuah penelitian dari USA Census Boreau (2001) mengatakan bahwa orang yamg menikah kembali merasakan pengalaman pernikahan kedua mereka berbeda dengan pernikahan terdahulu sehingga membutuhkan penyesuaian yang berbeda pula (Furstenberg dalam Cavanaugh,
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
2006). Perbedaannya adalah bagaimana masalah-masalah itu diatasi dimana individu sudah pernah mengalami pengalaman mengatasi masalah tersebut pada pernikahan pertama. Pola penyesuaian yang digunakan kemungkinan juga sama namun dengan cara yang berbeda karena pengaruh usia dan kematangan berpikir (Hurlock, 1999). Seperti halnya benar dalam pernikahan petama demikian juga pada pernikahan kembali bahwa banyak penyesuaian harus dilakukan baik oleh pria maupun wanita. Penyesuaian ini cenderung lebih sulit pada pernikahan kembali daripada pernikahan pertama. Hal ini disebabkan pertama karena pada umumnya sudah berusia lebih tua dibandingkan dengan pada pernikahan pertama. Kedua karena semua bentuk penyesuaian secara teoritis akan semakin sulit sesuai dengan pertambahan usia. Ketiga karena penyesuaian dalam pernikahan berarti menghilangkan sikap yang telah terpola dalam periode waktu yang sangat lama, kemudian berusaha untuk membentuk sikap baru. Keempat disebabkan oleh keterlibatan anak, mertua dan keluarga dari pernikahan pertama (Hurlock, 1999). Graham dkk (2000) menyatakan bahwa penyesuaian pernikahan adalah penilaian subyektif mengenai tingkat kepuasan berkaitan dengan bagaimana pasangan dapat berbagi minat, tujuan, nilai dan pandangan dalam hubungan pernikahan. Penilaian subjektif terhadap pernikahan dapat berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain, antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lain. penyesuaiain terhadap aspek yang berbeda dalam pernikahan harus dilakukan dengan cara yang bebeda pula sesuai dengan tingkat usia pernikahan (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Gambaran umum penyesuaian pernikahan kembali mungkin saja sama dengan penyesuaian
pernikahan,
namun
kondisi-kondisi
tertentu
juga
dapat
mempengaruhi penyesuaian ini seperti pernikahan kembali yang dilakukan oleh pasangan lanjut usia. Pengalaman pada pernikahan terdahulu akan mempengaruhi penyesuaian pada pernikahan kembali, faktor usia dan aspek-aspeknya seperti penurunan kondisi fisik dan psikologis juga menjadi perhatian khusus (Cavanaugh, 2006). Kondisi khusus yang terjadi pada pernikahan kembali di usia lanjut menarik perhatian peneliti untuk melihat proses yang terjadi. Seluruh gambaran dan fenomena yang telah dipaparkan tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana sebenarnya gambaran penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia.
B.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : ” Bagaimana gambaran penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia”. Perumusan masalah di atas akan diperinci lagi dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana
pandangan
subjek
penelitian
terhadap
pernikahan
yang
penyesuaian
pernikahan
yang
dilakukannya? 2. Bagaimana
gambaran
masalah
dalam
dilakukannya?
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
3. Pola penyesuaian pernikahan mana yang digunakan? 4. Faktor-faktor apa saja yang mendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia?
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia.
D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu psikologi terutama psikologi perkembangan mengenai proses penyesuaian pernikahan kembali pada orang lanjut usia. 2. Manfaat Praktis a. Lanjut usia Diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi orang lanjut usia yang menikah kembali akan proses penyesuaian pernikahan kembali sehingga pernikahan tersebut lebih berarti dan bahagia. b. Keluarga dan Masyarakat Diharapkan juga sebagai sumbangan informasi bagi pihak keluarga dan lingkungan sekitar lanjut usia yang melakukan pernikahan kembali agar dapat memberikan dukungan dalam proses penyesuaian pernikahan lanjut usia.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan berisikan inti sari dari : Bab I : Pendahuluan Berisi uraian singkat tentang latar belakang permasalahan, identifikasi masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Berisikan tentang teori-teori tentang penyesuaian pernikahan kembali dan orang lanjut usia. Bab III : Metode Penelitian Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pendekatan kualitatif, metode pengumpulan data, alat pengumpulan data, subjek penelitian dan prosedur penelitian. Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan Berisikan pengolahan dan pengorganisasian data penelitian. Juga membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan. Bab ini juga memuat diskusi terhadap data-data yang tidak dapat dijelaskan oleh teori atau penelitian sebelumnya karena merupakan hal yang baru. Bab V : Kesimpulan dan Saran Berisikan kesimpulan hasil penelitian dan diskusi.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
BAB II LANDASAN TEORI
A. LANJUT USIA 1. Definisi Lanjut Usia Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode di mana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat. Usia 60-an biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan lanjut usia. Tahap terakhir dalam rentang kehidupan kehidupan ini sering dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia 60 tahun sampai tujuh puluh, dan usia lanjut yang mulai pada usia 70 sampai akhir kehidupan seseorang (Hurlock, 1999). Menurut Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 2, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia enam puluhan tahun keatas. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ayat-ayat tersebut jelas menyatakan bahwa lanjut usia seperti halnya warga negara yang lain memiliki hak dan kewajiban, sama dengan warga negara lain yang belum memasuki usia lanjut (Suardiman, 2003).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Menurut para ilmuan yang lain yang mempelajari tentang lanjut usia membagi lanjut usia kedalam tiga tiga kelompok yaitu : (1) usia tua muda (young old) berusia 65-74 tahun, biasanya masih aktif dan fit; (2) usia tua (old old) berkisar antara usia 75- 84 tahun; (3) usia lanjut (oldest old) berusia 85 tahun keatas, telah mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari (dalam Papalia, 2001). Menurut Santrock (2002) lanjut usia disebut sebagai masa dewasa akhir, yang dimulai pada usia 60-an dan diperluas sampai sekitar 120 tahun, memiliki rentang kehidupan yang paling panjang dalam perkembangan manusia yaitu 50 sampai 60 tahun.
2. Ciri-ciri Lanjut Usia Sama seperti setiap periode lainnya dalam rentang kehidupan seseorang, usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Hurlock (1999) mengemukakan beberapa ciri-ciri pada usia lanjut yaitu : a. Lanjut Usia Merupakan Periode Kemunduran Periode selama lanjut usia, ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dan bertahap dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dapat dilakukan, dikenal sebagai ”senescence”, yaitu masa proses menjadi tua. Istilah ini digunakan untuk mengacu pada periode waktu selama lanjut usia apabila kemunduran secara fisik sudah terjadi dan apabila sudah terjadi disorganisasi mental. Seseorang yang menjadi eksentrik, kurang perhatian dan terasing secara sosial, maka penyesuaian dirinya pun menjadi buruk.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Perbedaan Individual pada Efek Menua Menua mempengaruhi orang-orang secara berbeda. Maka tidak dapat mengklasifikasikan seseorang sebagai manusia lanjut yang tipikal dengan ciri-ciri yang tipikal juga. Orang menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda. Perbedaan yang lebih jelas lagi adalah pada perbedaan jenis kelamin, pria dan wanita. Menua terjadi dengan laju yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin. Perbedaan-perbedaan ini akan membuat orang bereaksi secara berbeda terhadap situasi yang sama. c. Usia Tua Dinilai dengan Kriteria yang Berbeda Usia tua cenderung dinilai dari penampilan dan kegiatan fisik. Namun berbeda individu yang menilai maka kriteria yang muncul juga berbeda-beda, sesuai usia individu yang menilai. Dengan mengetahui bahwa dua kriteria tersebut merupakan kriteria umum untuk menilai lanjut usia, banyak orang lanjut usia melakukan apapun untuk dapat menyembunyikan kriteria tersebut. Hal ini dilakukan untuk menutupi diri dan membuat ilusi bahwa mereka belum lanjut usia. d. Stereotipe Orang Lanjut Usia Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang lanjut usia adalah pria dan wanita yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, pikun, jalannya membungkuk, dan sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena hari-harinya yang penuh dengan manfaat telah lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orangorang yang lebih muda. Stereotipe ini memunculkan suatu sikap yang negatif baik
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
pada orang lanjut usia maupun yang sedang menuju tua. Ketakutan terhadap usia lanjut dapat menimbulkan konsep diri yang negatif. e. Sikap Sosial terhadap Lanjut Usia Pendapat klise tentang lanjut usia mempunyai pengaruh yang besar terhadap sikap sosial baik terhadap lanjut usia maupun terhadap orang yang berusia lanjut. Dan karena kebanyakan pendapat klise tersebut tidak menyenangkan, maka sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak menyenangkan. f. Orang Lanjut Usia Mempunyai Status Kelompok Minoritas Status sebagai kelompok minoritas bagi orang lanjut usia yaitu status yang mengecualikan mereka untuk tidak berinteraksi dengan kelompok lainnya dan memberi sedikit kekuasaan atau bahkan tidak. Status ini muncul sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia. Orang lanjut usia juga menjadi sasaran kriminalitas sehingga status ini membuat mereka takut keluar rumah dan tidak bersosialisasi. g. Perubahan Peran Orang lanjut usia diharapkan mengurangi peran aktifnya dalam urusan masyarakat dan sosial, demiakian pula di dunia profesionalisme. Perubahan peran ini sebaiknya dilakukan atas dasar keinginannya sendiri, dan bukan atas paksaan dari kelompok sosial. Tetapi, pada kenyataannya pengurangan dan perubahan peran ini banyak terjadi karena tekanan sosial.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
h. Penyesuaian yang Buruk Karena sikap sosial yang tidak menyenangkan bagi orang lanjut usia, yang nampak dalam cara orang memperlakukan mereka, maka tidak heran kalau banyak orang lanjut usia mengembangkan konsep diri yang tidak menyenangkan. Hal ini cenderung diwujudkan dalam bentuk perilaku yang buruk dengan tingkat kekerasan yang berbeda pula. Mereka yang pada masa lalunya sulit dalam menyesuaikan diri cenderung untuk semakin jahat ketimbang mereka yang menyesuaikan diri pada masa lalunya mudah dan menyenangkan. i. Keinginan Menjadi Muda Kembali Status kelompok minoritas yang dikenakan pada orang lanjut usia secara alami telah membangkitkan keinginan untuk tetap muda selama mungkin dan ingin dipermuda bila tanda-tanda menua mulai tampak.
3. Tugas Perkembangan Lanjut Usia Menurut Havighurst (dalam Hurlock,1999) sebagia tugas perkembangan lanjut usia lebih banyak berkaitan dengan kehidupan pribadi seseorang daripada kehidupan orang lain. Adapun tugas perkembangan tersebut antara lain : a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. Tugas ini diartikan sebagai perbaikan dan perubahan peran yang pernah dilakukan di dalam maupun di luar rumah. Orang lanjut usia diharapkan untuk mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas terdahulu yang menuntut kekuatan fisik dan kesehatan.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga. Hadirnya masa pensiun dan berkurangnya pendapatan memaksa orang lanjut usia untuk mengundurkan diri dari kegiatan sosial, maka mereka perlu menjadwalkan dan menyusun kembali pola hidu yang sesuai dengan keadaan itu yang sering sangat berbeda dengan apa yang dilakukan pada masa lalu. c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. Cepat atau lambat, sebagian besar orang akan berusia lanjut perlu mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian suami atau istri. Kejadian seperti ini jauh lebih menjadi masalah bagi wanita dibanding pria. Kematian suami bagi wanita berarti berkurangnya pendapatan dan timbulnya bahaya karena hidup sendiri, sehinga perlu melakukan perubahan dalam aturan hidup. d. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia. Ketika intensitas hubungan dengan anak dan organisasi masyarakat berkurang, ini berarti orang lanjut usia perlu membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka, bila ingin menghindari kesepian yang akan muncul. e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. Perubahan yang terjadi pada kondisi fisik da kesehatan lanjut usia akan mempengaruhi kehidupan fisiknya sehingga dapat diatasi dengan membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes. Motivasi yang rendah untuk terlibat dengan jenis kelompok masyarakat dari berbagai usia harus diimbangi dengan pola hidup sosial yang fleksibel, menjalankan peran sosialnya secara luwes.
4. Beberapa Masalah Umum yang Dialami oleh Para Lanjut Usia Berikut ini adalah beberapa masalah yang sering dihadapi oleh lanjut usia sehubungan dengan berbagai perubahan dan penurunan yang terjadi pada lanjut usia tersebut : a.
Keadaan fisik menurun, lemah dan tidak berdaya, sehinga harus tergantung pada orang lain. Kesehatan menurun, menderita penyakit degeneratif (Hurlock, 1999).
b.
Masalah sosial berhubungan dengan mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang khusus direncanakan untuk untuk orang lanjut usia. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal , pergi jauh atau cacat (Hurlock, 1999).
c.
Masalah pensiun, hal ini terkait dengan keadaan ekonomi, meskipun tujuan pensiun adalah agar para lanjut usia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua. (Papalia, 2001). Status ekonomi terancam, sehingga sangat beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam pola hidupnya. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
d.
Masalah psikologis terutama muncul bila lanjut usia tidak berhasil menemukan jalan keluar maslah yang timbul sebagai akibat dari proses menua. Rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidakiklasan menerima kenyataan baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, depresi, post power syndrome dan empty nest (Munandar, dkk, 2001).
e.
Masalah fungsi berpikir, terkait dengan kecepatan memproses informasi menurun, penurunan ingatan dan kemampuan pemecahan masalah (Santrock, 2002)
B. PERNIKAHAN KEMBALI 1. Defenisi Pernikahan Kehidupan pernikahan biasanya dimulai pada usia dewasa muda. Corsini (2002) mengartikan pernikahan sebagai komitmen bersama yang dibuat dengan tujuan agar dikenal oleh masyarakat atau orang lain sebagai suatu kesatuan yang stabil, pasangan suami istri dan keluarga. Pernikahan terjadi melalui upacara pernikahan serta mendapat pengakuan hukum, agama dan masyarakat. Jadi pernikahan adalah pengakuan hukum, agama dan masyarakat terhadap persatuan pria dan wanita sebagai pasangan dengan harapan mereka akan menerima tanggung jawab serta perannya sebagai suami istri dan orang tua. Undang-undang Perkawinan No. 1 1974, mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Astuti, 2003). Purwandarmita (dalam Walgito, 1984) mengatakan bahwa pernikahan adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri. Menurut Hornby (dalam Walgoti, 1984) marriage adalah the union of two person as husband and wife yang berarti bahwa pernikahan itu adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri. Papalia, Old & feldman (2001) mengungkapkan bahwa pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual dan menjadi matang. Pernikahan juga merupakan awal terbentuknya keluarga dengan penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak. Skolnick (2002) menyederhanakan defenisi ini menjadi pernikahan sebagai sebuah hubungan antara suami dan istri yang meliputi hubungan bersama, hubungan seksual, berbagi sumber ekonomi dan menjadi orang tua.
2. Defenisi Pernikahan Kembali Pernikahan kembali merupakan proses menjalin hubungan suami istri dengan pasangan yang baru sehingga membutuhkan penyesuaian terhadap masing-masing dan terhadap pola hidup baru (Hurlock, 1999). Menikah lagi bagi pria maupun wanita yang kehilangan pasangannya karena kematian atau perceraian merupakan cara untuk mengatasi perasaan kesepian dan perasaan tidak menyenangkan. Wallerstein dan Blakeslee (dalam Hoyer, 1999) mengemukakan sebuah perumpamaan bahwa pernikahan kembali merupakan kesempatan kedua yang cukup kompleks, dengan sebuah paket yang banyak dan cukup rumit seperti anak-
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
anak dari masing-masing pasangan, pemasukan yang lebih rendah karena harus membayar tunjangan pada pasangan terdahulu dan hidup yang dihantui oleh kegagalan pernikahan terdahulu. Pernikahan kembali tidak hanya dipenuhi dengan masalah penyesuaian dan tanggung jawab baru saja, Bograd dan Spilka (dalam Papalia, 2001) menyebutkan bahwa pernikahan kembali memiliki ciri-ciri yang spesial, dimana dibutuhkan kepercayaan dan penerimaan dan kebutuhan yang sedikit terhadap berbagi perasaan secara mendalam, kecenderungan untuk lebih bahagia dari pernikahan terdahulu salah satunya juga. Papalia (2001) menyebutkan bahwa pernikahan kembali yang dilakukan oleh orang lanjut usia memberikan manfaat secara societal daripada hidup sendiri dan membutuhkan bantuan dari komunitasnya. Pernikahan kembali dianjurkan kepada lanjut usia yang telah pensiun dan membutuhkan rasa aman secara sosial untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pasangan. Pernikahan kembali seharusnya lebih berhasil dari pernikahan pertama karena sudah ada pengalaman dan kematangan, memiliki motivasi untuk membuat pernikahannya berhasil, dan mempunyai bentuk hubungan yang berbeda (Schaie, 1991). Penyesuaian pada pernikahan kembali dijalani dengan pengalaman pernikahan terdahulu, memperbaiki kesalahan dan melakukan hal-hal baru untuk memperbaikinya.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
3. Faktor-faktor yang Mendorong Individu untuk Menikah Kembali Secara umum, ada beberapa faktor pendorong individu untuk menikah kembali, antara lain sebagai berikut (Dariyo, 2003) : a. Faktor Biologis Seorang individu yang masih tergolong usia muda dianggap orang yang memiliki kemampuan reproduktif tinggi, artinya masih memiliki dorongan kebutuhan biologis yang cukup kuat dan dapatmempunyai keturunan lagi. Baik pria maupun wanita, secara umum golongan usia reproduktifnya berkisar antara 13 – 45 tahun. Dalam usia reproduktif ini, apabila seseorang kehilangan pasangan hidupnyadan ingin tetap menikmati kebutuhan seksualnya, ia dapat melakukan pernikahan kembali. Menikah lagi justri dianggap sebagai jalan terbaik karena dapat menyalurkan kebutuhan seksualnya secara sah dengan pasangan hidupnya yang baru sehingga terhindar dari perbuatan zina dan pelanggaran asusila. b. Faktor Etika, Moralitas, dan Normal Sosial Seseorang hanya dapat diperkenankan untuk kebutuhan biologis (seksual) dengan lawan jenisnya apabila telah memenuhi persyaratan normatif sosiologis yaitu sesuai dengan kaidah-kaidah hukum kemasyarakatan yang berlaku. Bagi seseorang yang memiliki status janda atau duda, baik itu akibat kematian maupun perceraian, mau tidak mau harus bersedia dan dituntut untuk memenuhi norma sosial tersebut. Oleh karena itu, menikah kembali merupakan jalan terbaik agar seseorang dapat memenuhi kebutuhan seksual secara beradab dan etis.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Faktor Kebutuhan Ekonomi – Keuangan Individu berusaha menikah kembali karena memang merasa tidak mampu memenuhi berbagai kebutuhan ekonomi yang diperlukan bagi dirinya maupun anak-anaknya. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut seseorang memilih untuk menikah kembali. Dengan menikah kembali, beban kebutuhan ekonomi untuk diri sendiri maupun anak-anak dapat diatasi dengan baik bila dibandingkan kalau hidup sendiri. d. Faktor Status Sosial Individu yang kehilangan pasangan hidupnya, secara status sosial akan berubah menjadi janda atau duda. Status baru ini biasanya akan menimbulkan tekanan sosial (social stressor) dari lingkungannya seperti kerabat atau anggota keluarga terdekat, tetangga atau lingkungan kerja. Tekanan ini dapat menimbulkan konflik internal pada individu tersebut. Untuk dapat memecahkan masalah ini, individu dapat menikah kembali dengan pasangan hidup baru. e. Faktor Pemeliharaan dan Pendidikan Anak-anak Seorang janda atau duda mungkin mempunyai keturunan dan pernikahan sebelumnya, sehingga ketika kehilangan pasangan mungkin juga ia merasa bahwa tidak mampu untuk membesarkan, mengajar ataupun mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu, untuk membantu dalam mengurus, memelihara ataupun mendidik anak-anak, seseorang perlu menikah kembali
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
C. PENYESUAIAN PERNIKAHAN 1. Definisi Penyesuaian Pernikahan Penyesuaian pernikahan merupakan hal yang harus dilakukan oleh pasangan suami-istri untuk menjaga keutuhan rumah tangga (Wahyuningsih, 2002). Penyesuaian pernikahan adalah kemampuan suami dan istri untuk beradaptasi dan memecahkan masalah yang muncul dalam pernikahan mereka serta menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam pernikahan mereka (Hurlock, 1999) Penyesuaian pernikahan dilihat oleh Burgess dan Cottrel (dalam Klein, 2000) sebagai suatu proses akomodasi karena dalam penyesuaian pernikahan masingmasing
pasangan
mengubah
dirinya
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
pasangannya, sedang proses asimilasi berarti mengubah pasangan agar sesuai dengan dirinya. Jadi masing-masing dari pasangan suami istri selain melakukan perubahan pada dirinya juga akan mengubah pasangannya.
2. Pola Penyesuaian Pernikahan Banyak hal yang harus disesuaikan dalam pernikahan, seperti hubungan seksual, masalah keuangan, agama, aktivitas sosial dan rekreasi, hubungan dengan keluarga dan pasangan, hubungan dengan anak, dan hubungan dengan teman. Tidak jarang terjadi konflik antar pasangan suami istri agar hal-hal mendasar tersebut dapat disesuaikan (Wahyuningsih, 2002).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Landis (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan pola penyesuaian pernikahan yang dilihat dari cara memecahkan konflik-konflik dalam pernikahan, yaitu : a. Compromise (Kompromi) Pola yang pertama adalah pola kompromi, yang berarti bahwa dalam memecahkan konflik pasangan suami-istri melakukan kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Suami-istri berusaha untuk menyatukan pendapat. Melalui kesepakatan, pasangan suami-istri meraih tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi yang kemudian menumbuhkan rasa saling percaya dan rasa aman. Pada tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi, baik suami maupun istri tidak merasa telah melakukan pengorbanan yang besar dalam mencapai kesepakatan. b. Accommodate (Akomodasi) Pola yang kedua adalah pola akomodasi. Pada pola ini pasangan berada pada posisi yang bertolak belakang, memiliki karakteristik yang bertolak belakang, tetapi menerima kenyataan bahwa ada perbedaan. Pasangan suami-istri melakukan akomodasi untuk mencapai keseimbangan dengan mentoleransi tingkah laku atau hal-hal lain dari pasangannya yang berbeda dengannya. Selama proses akomodasi pasangan dapat melakukan diskusi untuk meraih cara pandang yang menguntungkan kedua belah pihak.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Hostility (Permusuhan) Pola yang ketiga adalah pola permusuhan. Pada pola ini pasangan suami-istri berusaha untuk tetap mempertahankan pendapat masing-masing dengan segala cara. Pasangan sering bertengkar dan cekcok mengenai berbagai hal yang berbeda. Pasangan suami-istri tidak dapat menyelesaikan perbedaan yang ada dengan cara memuaskan, sehingga pernikahan diliputi oleh tekanan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, yaitu sebagai berikut : a. Tingkat Penyesuaian suami atau istri sebelum menikah Maksud dari tingkat penyesuaian suami atau istri sebelum menikah adalah tingkat kematangan, tingkat kestabilan emosi, dan rasa aman yang dimiliki suami atau istri sebelum menikah. Hal-hal tersebut sangat dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, pengasuhan orang tua, konflik dengan ibu, kedisiplinan yang yang diterapkan oleh orangtua, kelekatan pada ibu, kelekatan pada ayah, konflik dengan ayah, pendidikan seks, pemberian hukuman, dan sukap yang baik terhadap perilaku seksual. Orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang baik akan bertanggung
jawab untuk memelihara pernikahannya, sebaliknya orang yang
memiliki tingkat penyesuaian yang rendah kurang bertanggung jawab dalam memelihara pernikahannya.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Sikap terhadap pernikahan Sikap setiap pasangan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. Jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan yang tidak gampang diputus, maka mereka akan bertanggung jawab untuk berusaha keras menjaga ikatan pernikahan sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya tinggi. Sebaliknya, jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa ikatan pernikahan mudah untuk diputus maka mereka kurang bertanggung jawab untuk menjaga ikatan pernikahan, sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya rendah. c. Motivasi Melakukan Pernikahan Motivasi untuk menikah dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. Jika motivasi menikah hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis maka penyesuaian pernikahan tidak akan terjadi. Jika motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka dan duka, keinginan memiliki anak dan keluarga, maka penyesuaian pernikahan akan terjadi karena ada tanggung jawab. d. Proses Memilih Pasangan Kesalahan dalam memilih pasangan hidup dapat berakibat fatal dalam pernikahan. Jika dalam memilih pasangan hidup tidak memperhatikan bagaimana rasa tanggung jawab pasangan nantinya terhadap pernikahan maka tingkat penyesuaian pernikahan akan rendah.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
e. Karakteristik Demografi yang Dimiliki Suami atau Istri Karakteristik demografi yang memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan penyesuaian pernikahan antara lain adalah pendapatan keluarga, pekerjaan, urutan kelahiran, jumlah saudara yang berlainan jenis kelamin, popularitas semasa remaja, perbedaan umur antara suami dengan istri, usia pernikahan, agama dan tingkat pendidikan suami dan istri.
4. Masalah Penyesuaian Diri dalam Penyesuaian Pernikahan Dari sekian banyak masalah penyesuaian diri dalam pernikahan, empat pokok yang paling umum dan penting bagi kebahagiaan pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan (Hurlock, 1999). a. Penyesuaian dengan Pasangan Masalah penyesuaian yang paling pokok yang pertama kali dihadapi oleh keluarga baru adalah penyesuaian terhadap pasangannya. Hubungan interpersonal memainkan peran yang penting dalam pernikahan. Semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh pada masa lalu, maka semakin besar pengertian wawasan sosial yang telah dikembangkan dan semakin besar kemauan untuk bekerja sama dengan sesamanya, serta semakin baik penyesuaian diri dengan pasangan dalam pernikahan. Yang jauh lebih penting lagi dalam penyesuaian pernikahan yang baik adalah kesanggupan dan kemampuan sang suami dan istri untuk berhubungan dengan mesra dan saling memberi dan menerima cinta, kemampuan dan kemauan untuk
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
menunjukkan afeksi. Suami dan istri yang sudah terbiasa untuk tidak menampakkan ungkapan afeksi akan mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang hangat dan intim sebab masing-masing mengartikan perilaku pasangannya sebagai perilaku yang tidak perlu ditanggapi. Hal lain yang juga berpengaruh dalam penyesuaian dengan pasangan adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Suami dan istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. b. Penyesuaian Seksual Masalah penyesuaian kedua dalam hidup pernikahan adalah penyesuaian seksual. Masalah ini merupakan salah satu masalah yang paling sulit dalam pernikahan dan salah satu penyebab yang mengakibatkan pertengkaran dan ketidakbahagiaan pernikahan apabila kesepakatan ini tidak dapat dicapai dengan memuaskan. Masalah yang timbul biasanya menyangkut pengalaman dan tidak mampu mengendalikan emosi. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi penyesuaian seksual antara lain : perilaku terhadap seks, pengalaman seks masa lalu, dorongan seks, pengalaman seks marital awal dan sikap terhadap penggunaan alat kontrsepsi.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Penyesuaian Keuangan Masalah penyesuaian ketiga dalam hidup pernikahan adalah keuangan. Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan pernikahan. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan antara pendapatan dengan kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi. Suami merasa sulit menyesuaiakan diri dengan keuangan khususnya bila istri bekerja dan setelah menikah berhenti bekerja. Selain pendapatan keluarga berkurang, pendapatan suami juga harus mampu mencukupi setiap pengeluaran. d. Penyesuaian dengan Pihak Keluarga Pasangan Masalah penyesuaian yang keempat dalam kehidupan pernikahan adalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan. Dengan pernikahan, setiap orang dewasa akan secara otomatis memperoleh sekelompok keluarga yaitu anggota keluarga pasangan dengan usia yang berbeda, minat dan nilai yang berbeda, bahkan sering kali sangat berbeda sekali dalam segi pendidikan, budaya, dan latar belakang sosialnya. Suami istri tersebut harus mempelajari dan menyesuaikan dengan kondisi keluarga pasangan bila tidak ingin hubungan yang tegang dengan sanak saudara masing-masing.
5. Usia Penyesuaian Pernikahan Terbaik Penyesuaian pernikahan pada periode tertentu akan lebih mudah selama hidup pernikahan daripada pernikahan masa-masa lainnya. Paris dan Luchey (dalam Hurlock, 1999) menyatakan adanya periode-periode yang dapat diidentifikasi dari kebanyakan orang-orang yang menikah, yang mungkin saja kurang bahagia pada
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
periode-periode lainnya. Periode yang paling mudah diidentifikasi adalah tahuntahun awal pernikahan ketika kedua pasangan harus menyesuaikan diri dengan peranan baru. Pieper, Perkovsek dan East (1986) mengemukakan bahwa pada usia pernikahan satu sampai enam tahun dapat diidentifikasi pasangan bahagia atau tidak bahagia dengan pernikahannya, dan hal ini berhubungan dengan penyesuaian pasangan pada tahun-tahun pernikahannya tersebut (Belsky 1997).
6. Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan. Keberhasilan
pernikahan
tercermin
pada
besar
kecilnya
hubungan
interpersonal dan pola perilaku. Sampai sejauh tertentu kriteria ini bervariasi bagi orang yang berbeda dan bagi pernikahan pada usia yang berbeda, unsur-unsur ini dapat digunakan untuk menilai tingkat penyesuaian pernikahan seseorang. Kriteria keberhasilan dalam penyesuaian pernikahan adalah sebagai berikut (Hurlock, 1999) : a. Kebahagiaan Suami – Istri Suami istri yang bahagia yang memperoleh kebahagiaan bersama akan membuahkan kepuasan yang diperoleh dari peran yang mereka mainkan bersama. Mereka juga memiliki cinta yang matang dan teguh satu dengan yang lain. Mereka juga dapat melakukan penyesuaian seksual dengan baik serta dapat menerima peran sebagai orangtua.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Hubungan yang Baik antara Anak dan Orangtua Hubungan yang baik antara anak dengan orangtuanya mencerminkan keberhasilan penyesuaian pernikahan terhadap masalah dengan anak. Jika hubungan antara anak dengan orang tuanya buruk, maka suasana rumah tangga akan diwarnai dengan perselisihan yang menyebabkan penyesuaian pernikahan menjadi sulit. c. Penyesuaian yang Baik dari Anak-anak Apabila anak dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dengan temantemannya dan sangat disenangi oleh teman-teman sebayanya, maka keberhasilan akan menjadi miliknya. Itu merupakan bukti keberhasilan proses penyesuaian kedua orangtuanya terhadap pernikahan dan perannya sebagai orangtua. d. Kemampuan untuk Memperoleh Kepuasan dari Perbedaan Pendapat Perbedaan pendapat diantara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan ini yaitu : adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masingmasing anggota keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam jangka panjang hanya kemungkinan ketiga yang dapat menimbulkan kepuasan dalam penyesuaian pernikahan, walaupun kemungkinan pertama dan kedua dapat juga mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh perselisihan yang meningkat.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
e. Kebersamaan Penyesuaian pernikahan yang berhasil dapat membuahkan keluarga yang bahagia karena keluarga dapat berkumpul bersama. Apabila hubungan keluarga telah dibentuk dengan baik pada awal-awal tahun pernikahan, maka kedua pasangan dapat mengikat tali persahabatan lebih erat lagi, kebersamaan setiap saat dengan keluarga dengan mudah dapat menyelesaikan konflik dalam rumah tangga. f. Penyesuaian yang Baik dalam Masalah Keuangan Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan
adalah
sekitar
masalah
keuangan.
Bagaimanapun
besarnya
pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari pengeluaran yang berlebihan agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang baik dan benar. Istri sebaiknya mengurangi kebiasaan mengeluh karena pendapatan suami yang tidak memadai, hal ini dapat diatasi dengan cara istri juga bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga. g. Penyesuaian yang Baik dari Pihak Keluarga Pasangan Apabila suami/istri memiliki hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadinya percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
7. Penyesuaian Pernikahan Kembali pada Lanjut usia a. Pernikahan Kembali pada Usia Lanjut Salah satu cara orang lanjut usia dalam mengatasi masalah kesepian dan hilangnya aktivitas seksual yang disebabkan karena tidak mempunyai pasangan hidup, adalah dengan cara menikah kembali. Menikah lagi pada pada masa dewasa ini merupakan hal yang biasa daripada masa lalu, sebagian karena sikap sosial terhadap pernikahan pada usia lanjut sekarang lebih ditolerir daripada waktu dulu, terutama kehilangan pasangan hidup dikarenakan perceraian, sebagian lagi karena dewasa lebih banyak orang lanjut usia yang masih hidup dari pada masa dulu (Hurlock, 1999). b. Perbedaan Usia dalam Pernikahan Kembali Biasanya orang lanjut usia menikah dengan orang yang kira-kira seumur juga, namun terdapat juga sekarang kecenderungan yang besar untuk menikah dengan orang yang lebih muda. Jika hal ini terjadi, masalah perbedaan usia yang timbul pada waktu menikah kembali akan semakin sulit karena perbedaan usia menghambat penyesuaian minat dan nilai dan juga akan berdampak terhadap penyesuaian pernikahan (Hurlock, 1999). c. Masalah Penyesuaian Diri dalam Pernikahan Kembali pada Orang Lanjut Usia Masalah yang menyangkut dengan penyesuaian pernikahan kembali ada banyak. Diantara sekian banyak, masalah umum yang juga terjadi pada lanjut usia antara lain adalah masalah penyesuaian diri dengan pasangan hidup yang baru, kerabat yang baru, rumah baru dalam lingkungan masyarakat yang sama, dan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
kadang-kadang dengan lingkungan yang baru. Sebagai tambahan dari masalah ini adalah bila menikah lagi tidak memperoleh dukungan dari anak-anaknya apabila mereka mereka tidak diperkenankan mengkritik secara terbuka tentang rencana orangtuanya untuk menikah kembali (Hurlock, 1999). Sementara itu beberapa kasus pernikahan ulang pada usia lanjut tidak berjalan dengan memuaskan bila mereka yang terlibat dalam pernikahan kembali tersebut termasuk anggota keluarganya, sedangkan pernikahan kembali yang dilakukan setelah sekian lama membujang menurut laporan biasanya sangat berhasil. d. Kondisi yang Menunjang Penyesuaian Pernikahan Kembali Kondisi khusus tertentu terbukti dapat menunjang penyesuaian secara baik perubahan yang dilakukan pada usia lanjut (Hurlock, 1999). Kondisi-kondisi tersebut antara lain : 1). Pernikahan pertama yang bahagia. 2). Mengetahui sifat dan pola perilaku yang dicari dari pasangan yang potensial. 3). Keinginan untuk menikah karena alasan mencintai dan membutuhkan teman daripada alasan untuk memenuhi hidup nyaman atau bantuan ekonomi. 4). Minat untuk melanjutkan perilaku sosial. 5). Latar belakang pendidikan dan sosial yang sama. 6). Pendapatan yang memadai. 7). Pengakuan dari anak, cucu dan teman-teman terhadap pernikahan tersebut. 8). Kesehatan cukup baik dan kondisi fisik sehat serta mampu bagi kedua pasangan hidup. 9). Pasangan berasal dari daerah yang lain atau berjauhan dari keluarga.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
PARADIGMA PENELITIAN PENYESUAIAN PERNIKAHAN KEMBALI PADA PRIA LANJUT USIA
Penurunan Fisik Penurunan Psikologis
LANSIA
Pria
Wanita
Kehilangan Pasangan Kematian Kesepian Menikah Kembali
Perceraian
Tdk ada anak
Pola penyesuaian
Kompromi
Kematian
Cenderung tidak menikah kembali
Faktor yang mempengaruhi 1. Penyesuaian sebelum menikah 2. sikap terhadap pernikahan 3. motivasi menikah 4. proses memilih pasangan
Penyesuaian pernikahan Permusuhan BAIK
Keluarga Harmonis
Perceraian
Ada anak
Masalah dalam pernikahan 1. Penyesuaian dengan pasangan 2. Penyesuaian seksual 3. Penyesuaian keuangan 4. Penyesuaian dengan keluarga
Akomodasi
Kehilangan Pasangan
Keluarga Tdk Harmonis
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
BURUK
BAB III METODE PENELITIAN
A. PENDEKATAN KUALITATIF Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena yang ingin diteliti adalah pengalaman subjektif individu dalam menyesuaikan pernikahannya. Penelitian ini menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif yaitu dari transkrip wawancara yang akan menggambarkan pengalaman-pengalaman individu. Suproyogo dan Tobrono (2001) mengatakan bahwa penelitian kualitatif dapat memahami gejala sebagaimana partisipan mengalaminya sehingga diperoleh gambaran yang sesuai dengan diri partisipan dan bukan semata-mata untuk menarik sebab akibat yang dipaksakan. Pendekatan kualitatif memungkinkan individu untuk memfokuskan variasi pengalaman dari individu-individu atau kelompok-kelompok yang berbeda (Poerwandari, 2007). Menurut Patton (dalam Afiatin, 1997) metode kualitaif memungkinkan peneliti untuk meneliti isu terpilih, kasus-kasus atau kejadian secara mendalam dan detail, fakta berupa kumpulan data tidak dibatasi oleh kategori yang ditetapkan sebelumnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa kelebihan metode kualitatif adalah dengan prosedur yang khusus menghasilkan data detail yang kaya tentang sejumlah kecil orang dan kasus-kasus. Kelebihan lainnya adalah bahwa pendekatan kualitatif menghasilkan data yang mendalam dan detail serta penggambaran yang hati-hati tentang situasi, kejadian-kejadian, orang-orang, interaksi dan perilaku yang teramati.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penelitian dengan pendekatan kualitatif memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengungkap hal-hal yang tersimpan dalam pikiran partisipan, perasaan dan keyakinan-keyakinan partisipan yang sulit diungkap dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini menekankan pada perbedaan individual sehingga sesuai bila menggunakan pendekatan kualitatif.
B. METODE PENGUMPULAN DATA Tipe-tipe pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sangat beragam, disesuaikan dengan masalah, tujuan penelitian dan sifat objek yang diteliti. Wawancara, observasi, diskusi kelompok terfokus, analisis terhadap karya, analisis dokumen, analisis cacatan pribadi, studi kasus, studi riwayat hidu adalah jenis pengumpulan data dalam penelitian kualitatif (Poerwandari, 2007). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah wawancara mendalam (in-depth interviewing). Wawancara mendalam dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topic yang diteliti dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, satu hal yang tidak dapat dilakukan melailui pendekatan lain (Banister dkk, dalam Poerwandari 2007). Teknik wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan menggunakan teknik funneling oleh Smith (dalam Poerwandari, 2007) yaitu memulai dari pertanyaan-pertanyaan yang umum yang makin lama khusus. Bentuk pertanyaan yang digunakan pada umumnya adalah pertanyaan terbuka (open ended question) yang memungkinkan partisipan bebas mengekspresikan diri.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Selama wawancara dilakukan, peneliti menggunakan pedoman wawancara supaya hal-hal yang ingin diketahui tidak ada yang terlewat. Meskipun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk menanyakan sesuatu di luar pedoman untuk menambah keakuratan data penelitian. Proses wawancara juga disertai dengan proses observasi terhadap perilaku partisipan. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antara aspek dalam fenomena tersebut (Poerwandari 2007). Observasi dilakukan pada saat wawancara berlangsung untuk melihat bagaimana reaksi calon partisipan ketika peneliti meminta kesediaannya untuk diwawancarai, bagaimana sikap partisipan terhadap peneliti, bagaimana sikap dan reaksi partisipan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, bagaimana keadaan partisipan pada saat wawancara, hal-hal yang sering dilakukan partisipan dalam proses wawancara dan respon-respon nonverbal partisipan. Dalam penelitian ini akan digunakan observasi nonpartisipan dimana peneliti hanya bertindak sebagai peneliti total yang tidak terlibat dalam peristiwa tersebut (Minauli, 2002).
C. ALAT BANTU PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini peneliti menggunakan alat bantu pengumpulan data antara lain :
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
1. Alat Perekam (Tape Recorder) Menurut Poerwandari (2007), sedapat mungkin suatu wawancara perlu direkam an dibuat transkripnya secara verbatim (kata demi kata). Tidak bijaksana hanya mengandalkan ingatan saja, karena indera manusia terbatas yang memungkinkan peneliti untuk melewatkan hal-hal yang tidak terseleksi oleh indera yang dapat mendukung penelitian.Dengan alat perekam peneliti tidak perlu sibuk mencatat jalannya pembicaraan. Selain itu peneliti dapat melakukan observasi terhadap partisipan selama wawancara berlangsung. Semuanya ini akan memungkinkan tercapainya keakuratan analisa data penelitian. Alat perekam ini akan digunakan selama wawancara berlangsung atas izin dari partisipan. Peneliti mengemukakan bahwa sangatlah penting untuk merekam pembicaraan ini supaya peneliti dapat menganalisa data seakurat mungkin yang nantinya menghasilkan penelitian yang baik pula (Poerwandari, 2007). 2. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara bersifat semi struktur untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek yang dibahas, sekaligus menjadi daftar pengecek (checklist) apakah aspek-aspek tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pedoman wawancara berupa open-ended question yang disusun berdasarkan teori-teori yang telah disusun dalam Bab II. Dalam pelaksanaannya, pedoman wawancara tidak digunakan secara kaku. Tidak tertutup kemungkinan peneliti menanyakan hal-hal diluar pedoman wawancara supaya data yang dihasilkan lebih akurat dan lengkap.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
KEABSAHAN DATA Dalam penelitian kualitatif, keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep validitas (ketetapan) dan reliabilitas (ketepatan) yang digunakan dalam penelitian non-kualitatif.
Menetapkan keabsahan data
diperlukan tehnik pemerikasaan. Moleong (2000) menyatakan ada 4 kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu: 1. Kepercayaan (Credibility) Penerapan kriterium derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari penelitian nonkualitatif. Fungsi kriterium ini adalah: a. Melaksanankan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. b. Mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan yang sedang diteliti 2. Keteralihan (Transferability) Konsep keteralihan berbeda dengan konteks validitas eksternal penelitian nonkualitatif. Keteralihan sebagai persoalan empiris bergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima. Pengalihan tersebut dilakukan peneliti hendaknya mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks. Peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ingin melakukan pengalihan tersebut.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kebergantungan (Dependability) Kebergantungan
merupakan
istilah
pengganti
reliabilitas
penelitian
nonkualitatif. Pada penelitian nonkualitatif, reliabilitas ditunjukkan dengan jalan mengadakan replikasi studi. Persoalan yang utama dalam mengadakan replikasi penelitian adalah kesulitan mencapai kondisi yang benar-benar sama dan munculnya ketidakpercayaan terhadap alat ukur yang digunakan. Penelitian kualitatif mempertimbangan kesulitan tersebut, sehingga memunculkan konsep kebergantungan yang lebih luas dari reliabilitas. Hal tersebut disebabkan oleh peninjauan dari segi bahwa konsep tersebut memperhitungkan segalanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lain yang berhubungan. 4. Kepastian (Confirmability) Konsep
kepastian
muncul
dari
konsep
objektivitas
dari
penelitian
nonkualitatif. Nonkualitatif menggunakan objektivitas dari segi kesepakatan antarsubjek. Kepastian objektivitas tersebut bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Pengalaman seseorang bersifat subjektif, jika disepakati oleh beberapa orang, pengalaman tersebut kemudian akan disebut sebagai objektivitas. Objektif artinya dapat dipercaya, faktual, dapat dipastikan, berbeda dengan subjektivitas yang belum dapat dipercaya. Pengertian tersebut menjadi dasar pengalihan pengertian objektifitas-subjektifitas menjadi kepastian.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
E. PARTISIPAN 1. Prosedur Pengambilan Partisipan Poerwandari (2007) mengatakan bahwa penelitian kualitatif umumnya menggunakan pendekatan perposif. Sampel tidak diambil secara acak tetapi justru dipilih
mengikuti
kriteria
tertentu.
Patton
dalam
Poerwandari,
2001)
mengemukakan sepuluh teknik pengambilan sampel. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional (theory based/operational construct sampling) dimana sampel dipilih dengan kriteria tertentu berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studistudi sebelumnya atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini dialakukan agar sampel benar-benar mewakili (bersifat representatif) berdasarkan fenomena yang dipelajari. 2. Jumlah Partisipan Menurut Strauss (dalam Irmawati, 2002) tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah partisipan yang harus dipenuhi pada pendekatan kualitatif. Sarantakos (dalam Poerwandari, 2007) mengatakan bahwa prosedur penentuan subjek dan/atau sumber data dalam penelitian kualitaif umumnya menampilkan karakteristik : a. Diarahkan tidak pada jumlah sampel besar, melainkan pada menampilkan kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian. b. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/peristiwa acak) melainkan pada kekecocokan kriteria. Dengan karakteristik tersebut, jumlah sampel dalam penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan secara tegas diawal penelitian. Dalam penelitian ini peneliti merencanakan tiga partisipan dengan pertimbangan tujuan utama dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran yang menyeluruh, partisipan adalah lanjut usia yang menikah kembali, waktu dan sumber daya yang ada terbatas. 3. Karakteristik Partisipan Karakteristik partisipan penelitian ini adalah : a. Orang lanjut usia (60 – 75 tahun) b. Pria. c. Kehilangan pasangan karena meninggal dunia. d. Menikah kembali. e. Memiliki anak dari pernikahan terdahulu. f. Usia Pernikahan 1 – 6 tahun.
F. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan Penelitian Tahapan persiapan penelitian (Preliminary Research) dilakukan untuk mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan selama penelitian a. Mengumpulkan teori-teori Mengumpulkan data yang berhubungan dengan penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia. Peneliti mengumpulkan berbagai informasi dan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
teori-teori yang berhubungan dengan hal tersebut, kemudian menguraikan faktor-faktor yang berhubungan pernikahan kembali berdasarkan teori-teori yang relevan. b. Menyiapkan pedoman wawancara Pedoman wawancara disusun berdasarkan kerangka teori yang telah ditetapkan.
Pedoman
menggambarkan
wawancara
pendapat
subjek
terdiri tentang
dari
aspek-aspek
pernikahan
kembali,
yang pola
penyesuaian pernikahan, permasalahna dalam pernikahan, dan faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan dan dinamika psikologis subjek dalam melakukan penyesuaian pernikahan. c. Menghubungi calon partisipan Mengumpulkan informasi tentang calon partisipan. Peneliti mendapatkan informasi mengenai calon partisipan melalui informan. Setelah mendapatkan beberapa calon partisipan, selanjutnya peneliti menghubungi calon partisipan untuk menjelaskan penelitian yang akan dilakukan dan menanyakan kesediaan calon partisipan untuk menjadi subjek penelitian. 2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Pada tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah : a. Melakukan rapport yang diawali dengan percakapan-percakapan ringan agar suasana tidak kaku pada saat wawancara. b. Kemudian peneliti meminta izin partisipan untuk merekam pembicaraan dengan menggunakan alat perekan dari awal sampai akhir wawancara.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Kemudian wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. 3. Tahap Pencatatan Data Semua data yang telah disampaikan partisipan selama proses wawancara ditranskripsikan secara verbatim untuk dianalisis. Verbatim adalah mendengarkan lalu menulis kata per kata hasil rekaman wawancara kemudian diketik (Poerwandari, 2007).
G. PROSEDUR ANALISA DATA Prosedur analisis data dalam penelitian kualitatif adalah (Poerwandari, 2007) : 1) Mencatat data menjadi bentuk teks. 2) Mengelompokkan data dalam kategori-kategori tertentu sesuai dengan pokok permasalahan yang ingin dijawab. Dalam tahap ini pertama-tama dilakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok permasalahan dan tahap kedua dilakukan koding atau pengelompokan data dalam berbagai kategori. Pertama, pandangan subjek terhadap pernikahan. Kedua, masalah dalam penyesuaian pernikahan, meliputi penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian
keuangan,
penyesuaian
dengan
keluarga.
Ketiga,
pola
penyesuaian. Keempat, faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, meliputi penyesuaian sebelum menikah, sikap terhadap pernikahan, motivasi menikah, proses memilih pasangan, karakteristik demografi. 3) Melakukan interpretasi awal terhadap setip kategori data.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
4) Mengidentifikasi tema utama atau kategori utama dari data yang terkumpul. Hal ini dilakukan untuk melihat gambaran apa yang paling utama muncul. 5) Menulis hasil akhir Dengan mengacu pada tahap-tahap diatas maka peneliti akan melakukan prosedur sebagai berikut: 1. Menuang hasil wawancara ke dalam transkip hasil wawancara secara verbatim. Selain itu juga dituangkan hasil observasi terhadap pasrtisipan. 2. Melakukan sorting data, dengan memilih data yang relevan dengan pokok permasalahan. 3. Data yang telah relevan dengan pokok permasalahan selanjutnya dikelompokkelompokkan atau coding. 4. Setelah data dikodekan atau dikategorisasikan dilakukan interpretasi atau analisis terhadap data.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
B A B IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil analisa wawancara dalam bentuk narasi. Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia, maka data akan dijabarkan, dianalisa dan diinterpretasi per partisipan. Dalam bab ini akan digunkan kode-kode yang memudahkan melihat hasil wawancara yang terdapat pada lampiran. Contoh kode yang digunakan seperti W1P1B110-119/hal. 3, yang berarti pernyataan tersebut terdapat pada wawancara pertama pada parsipan pertama yang terdapat pada baris 110 sampai 119, dimana pernyataan tersebut terdapat pada lampiran halaman 3. Penelitian ini melibatkan 3 (tiga) partisipan penelitian.. Tabel berikut adalah gambaran umum dari ketiga partisipan penelitian tersebut : Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian Dimensi Nama Usia Jumlah anak
Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri
Usia saat menikah kembali Agama Usia pernikahan Partisipan Pendidikan Istri Pekerjaan
Partisipan
Istri Penghasilan Partisipan Suku Istri
Partisipan 1 K. Sembiring Sumiah 88 tahun 68 tahun 4 orang 1 orang 86 tahun 66 tahun Islam 2 tahun SD SD Ahli pengobatan alternatif IRT Rp.2.000.000 Karo Jawa
Partisipan 2 S. Bukit B. Sembiring 73 tahun 67 tahun 5 orang 3 orang 71 tahun 65 tahun Kristen 3 tahun SD SD
Partisipan 3 R. Ginting K. Sembiring 70 tahun 63 tahun 8 orang 5 orang 67 tahun 60 tahun Kristen 2 tahun SD -
Petani
Petani
IRT Rp.6.000.000 Karo Karo
IRT Rp. 2.000.000 Karo Karo
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
A. PARTISIPAN 1 (K. SEMBIRING) 1. Deskripsi Umum Partisipan Tabel 2. Jadwal Wawancara Partisipan 1 No
Hari
Tanggal
Waktu
1
Minggu
9 Nopember 2008
14.00 – 16.30
2
Senin
10 Nopember 2008
09.00 – 10.30
Tempat Rumah Partisipan Rumah Partisipan
Tabel 3. Gambaran Umum Partisipan 1 Dimensi Nama Usia Jumlah anak Usia saat menikah kembali
Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri
Agama Usia pernikahan Pendidikan
Partisipan Istri Partisipan
Pekerjaan
Istri Penghasilan Suku Status tempat tinggal
Partisipan Istri
Partisipan 2 K. Sembiring Sumiah 88 tahun 68 tahun 4 orang 1 orang 86 tahun 66 tahun Islam 2 tahun SD SD Ahli pengobatan alternatif IRT Rp.2.000.000 Karo Jawa Rumah sendiri
Dokter Saka, begitulah ahli pengobatan alternatif ini biasa di sapa. Keahliannya mengobati berbagai penyakit diyakininya diperoleh ketika ia menjalani pengungsian pada masa penjajahan. Penjajahan berakhir dan beliau kembali ke kampung halamannya mengurus ladang peninggalan leluhur untuk
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Keahlian K. Sembiring itu ternyata tidak mampu menyembuhkan penyakit yang diderita wanita yang dicintainya. Nangin, istri Bolang meninggal pada tahun 2004 karena penyakit Diabetes Melitus. Kejadian ini sempat membuat Bolang patah semangat dan tidak mau mengobati pasien-pasiennya lagi. Ia merasa gagal karena tidak mampu menyembuhkan istrinya sendiri dan menganggap keahliannya sudah tidak ada lagi. Sejak saat itu kesehatan Bolang terus menurun, ia sakit-sakitan. Keputusasaannya, kekecewaannya, kesedihannya, kesepiannya semua bercampur menyebabkan ia kehilangan semangat untuk hidup. Bolang juga sempat dibawa anak bungsunya untuk tinggal bersama supaya mudah dirawat, namun sering sekali tanpa sepengetahuan anaknya Bolang kembali ke rumahnya sendiri. Bolang tinggal sendiri di rumahnya berhari-hari dalam kondisi sakit dan sering tidak makan, hanya terbaring lemah di kamarnya. Melihat kondisi ini akhirnya anak-anak Bolang berinisiatif untuk mencarikan teman, supaya ada yang mengawasi dan merawat Bolang. Sumiah, janda anak satu yang ditinggal mati suaminya 2 tahun yang lalu, dikenalkan kepada Bolang. Bagi bolang sekarang kebutuhannya hanyalah adanya seorang teman yang bisa merawatnya, menyediakan kebutuhannya sehari-hari dan teman yang memahami kekurangan dan kelemahannya. Kesediaan Sumiah atas permintaan Bolang disambut anak-anak dengan gembira. Perkenalan yang singkat, hanya 3 bulan, akhirnya berujung pada sebuah pernikahan. Akad nikah berlangsung pada tanggal 2 Desember 2006 di kediaman K. Sembiring yang sekarang menjadi tempat tinggalnya bersama istri barunya.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Sekarang, setelah 2 tahun pernikahan Bolang dan Nenek, kesehatan Bolang sudah jauh lebih baik. Bolang sudah kembali menerima pasien pengobatan alternatif namun dibatasi karena kekuatan Bolang sudah mulai menurun. Nenek menemani dan membantu Bolang untuk beraktifitas, mandi, ke kamar mandi, menyediakan makanan dan menemani Bolang makan.
2. Deskripsi Hasil Wawancara a. Pendapat Partisipan mengenai Pernikahan Partisipan 1 menganggap sebuah pernikahan merupakan ikatan antara pria dan wanita yang telah ditetapkan oleh Tuhan dengan tujuan sebuah kesatuan dan bukanlah menimbulkan perpecahan. Pernikahan … karna ditakdirkan Tuhan. Ya dari nabi Adam dijadikan Tuhan, kejadian dari nabi Adam, dipilih untuk satu istri, diambil dari tulang rusuknya dijadikan perempuan. (W1P1B016-020/Hal.5) Sehingga persetubuhan itu menghasilkan anak. Perlu ditekankan persarianpersarian dalam pernikahan itu hasilnya semua itu harus menimbulkan kesatuan jangan perpecahan. (W1P1B030-034/Hal.5) Jadi tujuan bolang, kalo sudah menikah tadi tu tujuan bolang kesatuan, itu lah pernikahan. (W1P1B113-115/Hal.7)
Menurut Partisipan 1 pria dan wanita yang telah dipersatukan Tuhan dalam menjalani hubungan suami dan istri harus memiliki dasar saling percaya. Suami harus memiliki kepercayaan penuh pada istri. Rumah tangga yang tidak saling mempercayai akan susah untuk menjadi bahagia. Kunci dari langgengnya sebuah pernikahan adalah saling percaya dan saling menyayangi.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kalo kita tidak ada kepercayaan penuh rumah tangga tidak kuat tidak langgeng. Itu makanya pernikahan itu intinya juga kepercayaan. (W1P1B043-046/Hal.5) Bersatu tapi gak saling percaya untuk apa. Bahaya itu. (W1P1B108-110/Hal.7) Seorang istri, jika kita udah nikah dengan seorang perempuan yang telah menjadi istri kita maka, seorang istri kita itu jadi orang yang diberi kepercayaan penuh. (W1P1B039-042/Hal.5) Kalo pun masih tidak percaya itu yang susah. Saya lihat koperasi koperasi di Indonesia ini hancur karena tidak ada saling percaya, semua khawatir sianu menggelapkan uang, sianu sianu akhirnya hancurlah apa pun itu (W1P1B100-105/Hal.7)
Partisipan 1 membuat sebuah tingkatan kepercayaan dalam rumah tangga. Tingkat pertama adalah pernikahan yang saling menjaga, tingkat kedua adalah pernikahan yang saling memahami dan menolong, dan tingkat ketiga adalah pernikahan adalah menaruh kepercayaan penuh pada pasangan. Iya tapi perlu diingat kepercayaan itu ada tiga kelas tingkatannya. Pertama kita nikah, dia itu teman kita dan kita teman dia. Siapa pun gak boleh jadi temannya kesungai kecuali kita. (W1P1B048-052/Hal.5-6) Iya. Umpamanya sebelum nikah tu siapa pun boleh jadi temannya, tapi kalo kita dah nikah Cuma kita temannya, kita juga gitu. Jadi dari teman teman teman, dekat lah. Yang kedua itu, kita misalnya jalan berdua, bawaan kita ada bawaan dia tidak ada. Tolonglah aku minta sikit bawaanmu itu. Minta tolang pulak dia. Dia mau bikin bawaannya sendiri lagi. Bukan minta kubawa bawaanmu itu bukan ya, minta tolong aku ku bawa sikit bawaanmu berat kau rasa itu. Dia pula minta tolong lagi. Itu menunjukkan paten itu kan, kalo bukan paten gak seperti itu. Mari bawaanmu itu berat kau rasa itu. Dia menolong. Setiap orang yang menolong itu ada imbalan, yang diharapkan bukan? Tapi kalo orang itu masih minta tolong, a…ini manusianya paten itu. (W1P1B054-072/Hal.6)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Saling sayang menyayangi, saling percaya mempercayai. Aman rumah tangga, naik ke tingkat tiga. Naik ke tingkat tiga itu dah mule percaya lebih dari yang biasa. (W1P1B088-093/Hal.6) Prinsip-prinsip tentang pernikahan ini yang membuat Partisipan 1 sangat merasa kehilangan istri dari pernikahan pertamanya karena bagi partisipan 1 istri merupakan tempat kepercayaaan penuhnya, ketika istri tidak ada maka hilanglah orang yang dipercayai Partisipan 1. Seperti yang saya katakana tadi, diawal-awal kam Tanya tentang istri, istri itu orang kepercayaan, meninggal istri berarti apa? Hilang juga orang yang dipercayai ya bolang. Iya kepercayaan kita, orang yang selama ini kita percayai semua hal mau itu uang, rahasia, permasalahan semua. (W1P1B124-132/Hal.7)
Hubungan Partisipan 1 dengan istrinya terjalin dengan harmonis. Mereka hidup bahagia, mampu melewati masa-masa sulit pernikahan mereka dengan baik. Menghadapi penderitaan dan masalah berdua dan tetap setia dengan pasangan. Kondisi fisik yang menurun sejalan dengan bertambahnya usia tidak mempengaruhi hubungan mereka, istri Partisipan 1 sangat mempedulikan kesehatan partisipan 1 dan merawatnya dengan sangat baik ketika dia jatuh sakit. Kekmana kin bahagia, harmonis. Kam bayangkan aja lebih dari setengah abad aku sama dia, dari gak ada apa, kami dipengungsian, trus sempat lagi bolang disekap 5 tahun, gak ada bolang tinggalkan apa-apa, tah makan tak enggak dia sama anak-anak ini kan. Begitu lepas saya dari tawanan itu balik lah saya kan, situlah saya dapat ilmu pengobatan ini. Saya tengok dia tetap setia, biar pun dah saya tinggal lama tapi bukan ada dia kawin lagi ato apa gitu gak. Makanya dulu saya itu gak ada pikir pikir yang lain. (W2P1B009-021/Hal.18) Memang kami sama-sama sakitnya, karna dah tua ni, tapi walo pun dia sakit tapi gak pernah kurang cara dia merawat bolang. (W2P1B029-031/Hal.18)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Pernikahan yang telah berlangsung lebih dari lima puluh tahun itu akhirnya harus berakhir dengan kematian istri Partisipan. Istrinya meninggal dunia karena penyakit Diabetes Melitus. Partisipan sangat kehilangan sampai ia memutuskan untuk tidak membuka praktik pengobatan alternatif yang selama ini dijalankannya karena merasa gagal menyembuhkan sang istri. Kondisi kesedihan ini sampai membawa partisipan kepada pikiran untuk menyusul istrinya karena tidak sanggup menjalani hidup tanpa istri. Kehilangan itu sudah pasti lah ya, saya itu sempat sakit parah setelah mamak itu meninggal, kupikir ah nyusul mamak nya aku ini gak tahan aku ditinggalkannya. (W2P1B025-028/Hal.18) Sakit gula. (W2P1B033/Hal.18) Kalo kuingat dulu itu ya, macamnya gak bergunalah ilmu-ilmu ku itu, dokter saka doker saka kata orang, penyakit apa pun bisa disembuhkannya, ini istri sendiri gak bisa sehat. (W2P1B033-037/Hal.18) Berenti total aku buka praktek ini me, iya. (W2P1B040/Hal.18)
Kematian adalah rahasia Sang Pencipta, tidak ada satu orang pun manusia yang tahu kapan kematian itu menjemput, prinsip ini lah yang membuat partisipan dapat menerima kepergian istrinya. Walaupun partisipan sudah mengiklaskan kepergian istrinya namun secara fisik partisipan belum siap kehilangan istrinya dan akhirnya jatuh sakit. Setelah kematian istrinya partisipan berusaha untuk menjalani lembaran baru kehidupannya dan salah satunya dengan menikah kembali.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Yah namanya kematian ya gak bisa kita atur atur, saya sadar waktu itu semua sudah takdir Allah ya, tapi yang namanya sudah selalu sama kan belum bisa terima daging ini gak dikusuknya setiap malam, gak ada kawan cerita, hampa lah pokoknya. (W2P1B047-053/Hal.18-19) Karna aku sakit parah dibawa Sehat aku tinggal dirumahnya. (W2P1B056-057/Hal.19) Ya kita sedih sedih sedihnya orang beragama, kan seperti bagaimana agama mengajarkan bila orang meninggal, kita kehilangan itu kan begitulah. Andaikata mati satu orang penderitaan itu sama yang masih hidup masih ada. Kenduri kematiannya, kenduri ke berapa hari kenduri sampai akhirnya menjalar akar dari atas kuburannya terhapuslah ingatan itu, kembali buka lembaran baru. (W1P1B134-143/Hal.7)
Pernikahan kembali pada usia lanjut menurut partisipan 1 bukan merupakan sebuah kesalahan selama tujuan pernikahan adalah untuk kebaikan dan tidak menyusahkan orang lain. Menikah atau tidak menikah merupakan hak setiap orang untuk memilih asalkan sanggup bertanggung jawab. Tidak ada yang salah selama tujuannya itu untuk kebaikan, apa pun itu. Banyak orang beranggapan gilanya itu gitu, sudah tua dokter saka itu masih kawin lagi apalah yang dicarinya gitu. Setiap orang berbeda-beda ya, liatlah ustad-ustad itu sekarang dua tiga empat istrinya. Ada juga yang tidak menikah pastor-pastor itu. Jadi tua muda, laki-laki perempuan, tanda duda terserah lah yang penting tujuannya dari pernikahan itu kalo tujuannya untuk yang baik teruskan lah. Perbedaan gak usah dibesar-besarkan, tujuan kan sama, tak merepoti kawan. (W1P1B156-169/Hal.8)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Masalah Penyesuaian dalam Pernikahan 1) Penyesuaian dengan Pasangan Partisipan 1 mengalami penurunan dalam segi fisik, menderita penyakit karena factor usia yang semakin lanjut. Pada pertemuan pertama partisipan langsung menjelaskan niatnya untuk menikah dan memberitahukan kondisi kesehatan partisipan agar menjadi pertimbangan Sumiah dalam mengambil keputusan menikah. Setelah mendengar penjelasan partisipan Sumiah menerima pinangannya dan pernikahan berlangsung. Diaturlah pertemuan kami diSalapian waktu itu, jumpa kami, crita crita crita, mau kau sama aku Bolang bilang gitu. (W1P1B192-195/Hal.8) Ya ngapain pula dilama-lamain kan dah tua apa perlu pacar pacaran, kan gak. Bukannya Bolang tutup-tutupi kekurangan Bolang, langsung disitu Bolang bilang aku dah tua, sering sakit-sakitan tapi gaknya kau kubikin jadi pembantuku, kalo pembantu bisanya kucari dimana-mana kan tapi aku perlu istri. Mau katanya. Jadilah. Diurus orang tu langsung surat-suratnya, akad nikah, sah secara agama dan hukum ya. Itulah dia cerita kami kawin ini. (W1P1B197-208/Hal.8-9)
Karena partisipan dalam kondisi yang sakit, banyak waktunya dihabiskan untuk beristirahat sehingga tidak banyak waktu untuk bercengkrama dengan istrinya. Partisipan jarang berkomunikasi dengan istrinya. Orang aku sakit. O….karna itu ya bolang. Iya jadi dari pertama kan dah kubilang, aku dalam keadaan sakit, jadi banyak makan obat jadi banyak tidur, tapi saya terbuka sama dia tentang kondisi saya ya. (W1P1B301-306/Hal.11) Macam mana saya bilang ya me…. Macam tadi malam tu ada juga saya rasa kita crita-crita satu jam ya mak (iya) he…he jarang kita crita-crita. O….jarang crita-crita ya bolang. Jarang ya mak.. (W1P1B293-299/Hal.11)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Waktu yang ada mereka isi untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kesatuan rumah tangga mereka. Pembicaraan yang berupa candaan jarang mereka lakukan, hari-hari partisipan 1 diisi dengan beristirahat dan istrinya menonton TV. Tiba waktunya makan mereka makan, waktunya tidur mereka tidur, waktunya mandi mereka mandi. Namun hal ini tidak mengurangi keharmonisan pernikahan mereka karena menurut Partisipan 1 keharmonisan dalam rumah tangga dapat terwujud bila pasangan tetap menjaga kesepakatan dalam membina rumah tangga. Saling menghargai peran masing-masing dalam rumah tangga. Tentang kesatuan persatuan aja, yang baik-baik lah, jangan sampe tergelincir ke dalam penyesalan. Ngapainlah recok-recok dah tua, enak-enak aja lah. (W1P1B309-312/Hal.11) Bukan pula yang mendalam-mendalam gak ada berapa ketawanya itu. (W1P1B333-334/Hal.11) Jarang. (W1P1B337/Hal.11) Iya nanti saya tidur di bayang itu dia pun nyetel TV keras keras, saya tidur…..tidur nanti jam jam 10 ayok masuk, saya dah ngorok, namanya orang sakit. Enak tidur, enak makan, anak mandi, udah sukur. Dah mule enak tidur ini gak pedulikan TV apa ceritanya. (W1P1B341-347/Hal.11) Kita kan sudah ada kesepakatan saling percaya tadi kan, ingkari itu tadi dapat resikonya, kalo gak mau laksanakanlah supaya terbina keakuran tadi dalam perbedaan pendapat trus disitu muncul pertentangan kan jadi gak akur kan (W1P1B376-382/Hal.12) Bolang kerjakan kerjaan Bolang, ondong kerjakan kerjaan Ondong. (W1P1B086-088/Hal.6)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penyesuaian dengan pasangan terjadi begitu saja tanpa ada cara khusus. Partisipan tidak memakai haknya sebagai kepala rumah tangga untuk memerintah istrinya, melainkan membebaskan istrinya untuk memberikan perhatian tanpa harus diminta. Untuk mendapat perhatian dari istrinya partisipan tidak meminta langsung melainkan melalui sinyal-sinyal. Partisipan tidak terlalu menuntut istrinya karena dia sadar dengan kekurangannya yang sudah sering sakit dan sudah mulai lemah. Perhatian yang didapat partisipan dari istrinya tidak hanya ketika dia sakit saya tetapi sehari-hari pun istrinya sangat memperhatikan kebutuhan partisipan. O …..Bolang bikin gini, Bolang kan sering sakit, ah…agak payah kuangkat tanganku ini sebelah kubilang, tah mau tah tidak nanti dia megangnya, bukan seperti tolong pegang tanganku ini gak terangkatku lagi, gak mau aku perintah terus itu. Di jiwa dia itu menyelamatkan aku ato tidak itu yang penting, perintah itu gampang, selagi ada veto kita selaku kepala rumah tangga, veto istri pun ada, ini minum teh enah, dah di taruknya abu, vetonya itu. (W1P1B416-424/Hal.13) Bilang Bolang nurut sama perempuan itu pun boleh juga, aku kerja apa pun tidak ini, sakit aja sekarang, mau tidur tempat tidur disapunya nya dulu baru kutiduri, sekali sekali aku nyapu gitu, dia di luar, ngomong dia, ih marah Bapak kotor rumah ya, gak memang aku lagi mau nyapu kubilang, bukan marah aku karna tak nyapu dia, tidak. Siapa tak mau baik, siapa tidak mau akur (W1P1B438-448/Hal.13) Ngerti dia, tapi nanti tah diam dia kan, aku gak langsung marah, gak kupikirkan kali, ah tah capek rasa dia, capeknya itu ya udah lah nanti kulihat lepas capeknya ulangi lagi, ah pegal kali tanganku ini lah mak, mana apitson nya katanya, mau kau megangnya, dipijitnya juga, semua jadinya, ya terserah dia ya, itu rejeki. Nanti kunikahi dia dapat kuperentah dia gitu gak bisa itu jangan harap siapapun berumah tangga itu jangan harap. (W1P1B428-438/Hal.13)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Cara partisipan 1 memberi perhatian kepada istrinya adalah dengan memberi istrinya kesempatan untuk melakukan hal yang disenanginya, beristirahat dan mengabulkan
keinginan-keinginan
yang
diungkapkan
istrinya.
Partisipan
mengungkapkan perhatiannya lebih dengan tindakan dari pada kata-kata. Ya kalo kuliat dia capek kubiarkan dia istirahat lah, kalo ada kemauan dia kuturuti lah, nanti ngetes-ngetes dia itu, o bolang langsung tau kan dia mau itu rupanya, bolang kasi, biar senang hatinya. (W1P1B455-459/Hal.14) Bolang memperhatikan. Nah jadi Bolang berbicara ini Bolang lebih banyak memperhatikan daripada berbicara. Kalo kita lebih banyak berbicara daripada memperhatikan, bicara sayang-sayang tapi kalo gak kita perhatikan dia untuk apa kan. Ngomong pun tapi kalo lain di hati untuk apa. (W1P1B072-079/Hal.6)
Penyesuaian dengan pasangan juga melibatkan penerimaan atas kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dan kelebihan pasangan tidak men tidak menjadi perhatian khusus partisipan. Kelebihan yang sangat dikagumi partisipan 1 dari istrinya adalah perhatiaan yang diberikannya ketika partispan dalam kondisi sakit. Persamaan yang menyatukan mereka adalah memiliki latar belakang dan pengalaman masa lalu yang sama sehingga mereka merasa senasib. Ya saya kira antara saya sama Ondong ini lebih kurang saja nya, ada dia lebih sikit ada kurang sikit, dan Bolang ada lebih sedikit ada kurang sedikit, tidak jauh bedanya. Jadi kalo ditanya apa kelebihan dan kekurangan saya rasa gak ada itu kita ceritakan, ada kebersamaannya banyak. (W1P1B467-473/Hal.14) Buruknya ada, Cuma gak bisa sampe buruknya saya rasa kalo tau rahasia kebaikan kita ya. (W1P1B463-465/Hal.14) Ya aku cocok sama Ondong ini dia mau nengok aku sakit tadi, itu ponten tertinggi sama aku, kalo gak masaknya nasiku belum kecil hatiku, ini suka kali dia masak sayuran apa bilang dibuatnya, modal sama dia, uang dia yang megang, ini beli belinya, kalo duluan dia beli gak tanyanya dia gak berani. (W1P1B482-489/Hal.14)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Iya banyak samanya. Dia orang menderita, Bolang orang menderita, samasama orang menderita, kalo perbedaan itu diungkapkan atau diadakan dalam pemikiran itu udah payah itu. (W1P1B475-479/Hal.14)
2) Penyesuaian Seksual Hubungan seksual tidak rutin dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan partisipan. Partisipan merasa stamina nya sudah menurun untuk melakukan hubungan seksual. Partisipan tidak menganggap penting hubungan seksual diusia lanjut. Kondisi ini tidak menjadi masalah dalam rumah tangganya. Sekali sekali kalo sanggup, karna aku dalam kondisi sakit, gak bisa juga kita nikmati itu kalo kita pun gak sanggup. (W2P1B208-210/Hal.22) Kalo dulu masih muda,sehat, pentinglah, karna itu kan perentah Allah,agar manusia ini berketurunan memenuhi bumi ini, maka manusia itu bersetubuh dan melahirkan anak.kalo sekarang sudah tua untuk apa lagi punya keturunan, bisa pun gak lagi kurasa ya, impoten apa apa gitu kata orang itu ya. Ha…..yang penting sekarang bagaimana rumah tangga ini bahagia itu lah. (W2P1B220-229/Hal.22)
Dari pertama bukan ada ku tutup-tutupi kondisi ku ini, terus terang aku aku ini dalam kondisi sakit sudah tua pula, bisa kau terima, bisa katanya. (W2P1B214-217/Hal.22)
3) Penyesuaian Keuangan Partisipan beranggapan bahwa kepercayaan yang paling penting dalam rumah tangga adalah dalam hal keuangan. Jika dalam pernikahan dapat menyesuaikan keuangan dengan baik dan lancar dengan saling percaya maka akan tercipta
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
ketentraman. Dalam hal ini partisipan 1 mempercayakan keuangan keluarga dikelola oleh istri sepenuhnya. Naik ke tingkat tiga itu dah mule percaya lebih dari yang biasa, seperti uang itu kalo udah saling percaya itu, sudah bisa titipkan uang sama dia itu, semua dia yang pegang, simpan simpan uang ini ya mak. Besok ditengok lagi masih sama jumlahnya uang itu akhinya percaya tibulkan, dah gak kita liat-liat lagi pun. (W1P1B092-099/Hal.6) Karna kalo masalah uang ini susah ya. Nah kalo dalam rumah tangga, kalo dah bisa saling percaya dalam hal uang, aman rumah tangga itu. (W1P1B105-108/Hal.7) Ondong semua. Kapan aku perlu kuminta, uang seratus ribu paling dikantongku, ini kukantongkan bukan kemana-mana, dia harus selalu ada, sesekali mau juga aku ke Bahorok sendiri, kalo gak ada uang kan payah. (W1P1B492-498/Hal.14)
Kepercayaan yang diberikan Partisipan 1 kepada istrinya untuk mengelola keuangan merupakan bukti partisipan berusaha untuk adil dengan istrinya agar dia tidak merasa dikesampingkan. Kepercayaan ini merupakan kepercayaan penuh dimana Partisipan 1 tidak meminta pertanggungjawaban atas semua pengeluaran selama seluruh kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Aku pengen ini katanya, nanti ada nor kasi nomor ini permintaan saya, sama bolang gak bisa gitu, apa jawaban saya, saya tinjau saya kembali kepada dasar, dasar kita penghasilan ini kepentingan penggunaannya ada lima. Dasar itu tidak boleh dikreditkan. Kita ada penghasilan, lima yang penting ini tadi tiga belum penting kali kalo 2 yang penting kali dari lima kalo boleh ertimbang boleh sama kamu semua, menyusul belakangan untuk yang lain, kamu tidak lagi belakangan. (W1P1B318-329/Hal.11) Nggak. Teori saya nikah tadi tu ya kalo kita da rejeki, seperak dua perak itu kan kita kasikan sama dia , nah simpankan dulu saya bilang, bukan simpankan aja, ada tekanan kata dulu itu. Kalo simpankan dulu brarti kan masih bisa diminta lagi masalahnya itu uang itu gak jelas kemana, ha ini maksudkan tadi harus ada laporan kan? (W1P1B514-522/Hal.15)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penghasilan keluarga Partisipan setiap bulannya adalah sebesar 2 juta rupiah dengan sumber pemasukan dari hasil kebun Karet dan sawit. Pemasukan yang diberikan kepada istri dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga antara lain pangan, sandang, pengobatan, perawatan ladang, biaya lain-lain. Sisa uang yang sudah dipakai untuk kebutuhan sehari-hari digunakan untuk hal-hal lain yang tidak terlalu penting dan melalui kesepakan bersama. Yang pasti tiap Bulan itu dari kebon rambong sama sawit lah. Dua juta lah lebih kurangnya. (W1P1B500-503/Hal.15) Iya bukan berarti uang itu saya kasi ke dia jadi itu sepenuhnya punya dia. Di pake lah di pake menurut kebutuhan. Nah kebutuhan ini ada lima paktor Bolang buat, pertama makan atau pangan katanya itu, lalu pangan sudah maka sandang, perobatan, gak sedikit ini untuk perobatan ini, pupuk ha pupuk, kalo kebon tidak dipupuk gak berhasil dari mana ada uang kan, Empat udah ya, yang terakhir itu biaya persaudaraan. Tau kan biaya persaudaraan ini. Pertama (sumbangan,red) untuk pesta-pesta. Keluarga kan banyak jadi banyak juga yang harus didatangi, tidak kurang itu satu tah dua dalam satu minggu, kalo gak didatangi bisa renggang persaudaraan Kalo sandang itu apa aja Bolang. Semua selain biaya makan, uang listrik, sabun-sabun, uang becak, telepon, semua lah selain makan. (W1P1B513-537/Hal.15) Kalo masih ada sisanya trus tah mau dibelikan apa apa ya dicakapkan dulu. Sisa uang kita lah aku pengen kali beli ini kekmana menurut bapak, misalnya gitu kan. O…yaudah kita beli lah, kan enak gitu kan. (W1P1B540-545/Hal.15)
Partisipan cukup membebaskan istrinya untuk mengelola keuangan keluarga karena partisipan ingin menegaskan bahwa dia percaya istrinya adalah orang yang jujur. Kebebasan yang diberikan Partisipan kepada istrinya adalah kebebasan yang bertanggung jawab, dimana istrinya harus menjaga kepercayaan yang diberikan partisipan dengan baik.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Iya lah, Saya kasi kepercayaan sama dia jadi dia juga harus menjaga kepercayaan yang saya kasi itu. Sap gini kupikir ya me, buah yang kutitipkan kepada dia ini apabila dia selengkuh itu salah, hukuman salahnya itu tadi berat nanti sama dia itu kasia aku, kudoakan jangan lah dia selengkuh supaya jangan dia susah belakangan (W1P1B560-567/Hal.16)
4) Penyesuaian dengan Keluarga Pasangan Hubungan partisipan dengan keluarga pasangannya cukup baik dan tidak ada masalah. Pada awal pernikahan orang-orang terdekat Partisipan sempat memandang rendah pernikahan mereka karena faktor usia yang sudah lanjut, namun seiring berjalannya waktu mereka dapat melihat niat dan tujuan yang baik dari pernikahan ini sehingga mendukung pernikahan mereka. Memang ada orang bilang, si Su itu diambil pak saka jadi istrinya untuk jadi pembantunya aja kata orang gitu, tapi sekarang buktinya senangnya dia ku buat, bukan ada dia kuperlakukan kek pembantu. Istri, hak-hak istri kupenuhi. (W2P1B107-112/Hal.20) Masalah kade-kade itu nomor sekian lah, sering bawa dia kepesta-pesta kan di kenal orang dia, dia pun dikenalnya mana mana aja sodara kita. Lebih mudah pun kekgini gak susah kita ngurusi keluarganya, orang jawa ini kan gampang gampang aja kan, gak kayak orang karo, repot. (W2P1B131-138/Hal.20)
Hubungan partisipan dengan keluarga pasangan sebelumnya tetap terjalin dengan baik dan tidak ada masalah walaupun Partisipan sudah menikah kembali. Ya tetaplah, bisa rupanya putus? Karna dia itu bukan ada kucerai, meninggal dia, sodara dia tetap sodara kita lah. (W2P1B141-143/Hal.20)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
5) Penyesuaian dengan Anak Masing-masing Penyesuaian
dengan
anak-anak
sudah
dimulai
sebelum
pernikahan
dilaksanakan. Dalam hal memilih pasangan anak-anak Partisipan yang sangat berperan penting sehingga hubungan yang baik sudah terjalin sebelum pernikahan. Hubungan anak-anak partisipan dengan istrinya sangat akrab dan baik. Anak-anak partisipan tidak keberatan ketika partisipan mempercayakan istrinya untuk mengatur seluruh keuangan rumah tangga karena mereka juga sudah mempercayai Sumiah. Anak-anak…mereka yang suruh saya kawin, mereka yang pilihkan mamaknya ini, bahagia mereka saya bahagia. Saya dari dulu saya pikirkan itu hari tua saya kalo bisa jangan menyusahkan anak. Kalo bisa saya tinggal mendoakan anak saja sempurna hidupnya. Saya tidak jadi tanggungan mereka. (W1P1B172-179/Hal.8) Enggak, orang dia yang pilihkannya mamaknya ini, sudah dijiwainya dulu, percaya dia. (W1P1B588-590/Hal.16) Dekat kali lah, dah seperti mamaknya kandung (W1P1B593-594/Hal.16)
Didukung lagi dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan Partisipan setelah menikah kembali, kondisi ini membuat anak-anak Partisipan senang dan merasa keputusan mereka untuk menikahkan Partisipan adalah keputusan yang tepat. Karna dah diliatnya juga bolang sekarang dah sehat ya bolang senang hidup bolang ya. Alhamdulilah lah. (W2P1B081-084/Hal.19) Senang kali orang itu, sayang kali dia semua sama mamaknya ini, jangan lah kalian berantam-berantam katanya, apa kurang perlu minta sama kami katanya gitu. Senanglah pokoknya W2P1B076-080/Hal.19)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Demikian pula sebaliknya, hubungan partisipan dengan anak istrinya dari pernikahan terdahulu juga terjalin sangat baik. Anak istri Partisipan dari pernikahan terdahulu menyetujui pernikahan kembali yang dilakukan oleh ibunya dan merasa itu adalah keputusan yang baik untuk ibunya. Baik, kekmana dia baik sama anak ku kek gitu juga aku sama anak lah, iya apa gak Dulu waktu tau nondong mau nikah sama bolang anaknya itu setuju bolang? Setuju. (W2P1B093-098/Hal.19) Justru dia senang karna setelah kawin sama bolang mamaknya gak jadi pembantu lagi, dulu kan pembantu nya itu di rumah cina. (W2P1B102-105/Hal.20)
c. Pola Penyesuaian Pernikahan Sedikitnya intensitas partisipan 1 berkomuinkasi dengan istri membuat mereka tidak pernah bertengkar atau berselisih paham. Partisipan 1 merasa belum pernah ada masalah ataupun pertengkaran besar antara dia dengan istrinya. Belum pernah, mudah-mudahan jangan lah ya. (W1P1B350-351/Hal.12) Ga ada apa pun. (W1P1B355/Hal.12) Gak pernah ada masalah apa apa. Nanti pagi masak dia, dibangunkannya bolang jam jam 8 mandi trus sarapanlah, kalo gak ada orang pas berobat gitu duduk duduk nonton TV lah, tidur. Lagian karna jarang crita crita kan jadinya gak ada selisih paham ya bolang. (W1P1B357-363/Hal.12) Partisipan 1 sangat menjaga ucapannya agar tidak membuat pasangannya sakit hati dan tersinggung yang dapat menimbulkan pertengkaran. Setiap pembicaraan diselesaikan dengan baik tanpa pertengkaran dan setiap masalah diatasi dengan dewasa.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Mulut ini bahaya ya kalo gak ada rem nya, cepceptesceptes tanpa dipikirkan dan ditimbang pake hati, perasaan gak kan jalan, apa lagi dalam rumah tangga. Kayak Bolang ma ondongmu, kalo kita ngomong cepceptesceptes gak dipikirkan payah lah kan. (W1P1B079-086/Hal.6) Ngapainlah recok-recok dah tua, enak-enak aja lah. Nanti datang anak-anak itu, si dame tu, naik motornya kan, ada motornya, yok pak kesini, ayok bolang bilang gitu, kalo sanggup pigilah kan gitu gitu. (W1P1B311-316/Hal.11)
Setiap masalah yang terjadi dalam rumah tangga dibicarakan secara baik-baik dan dicari penyelesaiannya. Menurut partisipan penyebab pertengkaran hanya bila istrinya tidak menjaga kepercayaan yang diberikan partisipan, bila kepercayaan itu tetap dijaga maka masalah tidak akan timbul. Masalah ada nya terus tapi kekmana kita mengatasi masalah itu kan, itunya yang penting. (W2P1B168-170/Hal.21) Dicakapkan baik baik, dicarikan sebab musababnya, ujung pangkal masalah, kalo kita tau apa sebabnya maka mudah kita cari penyelesaiannya kan. (W2P1B1173-176/Hal.21) Sap saya tu begini, tadi saya dah bilang saya dah kasi kepercayaan bolang dia nyimpan uang bolang semua, Cuma dia yang ngerti saya nggak, bukan? Tapi kalo dia berbuat salah, mudah-mudahan enggak ya, dia harus nanggung resikonya. Jadi kalo kami cerita-cerita, pelan pelan ceritanya ya, dapat dimengerti untuk baik nantinya. Mudah-mudahan kejahatan tidak dilaksanakan itu aja. (W1P1B364-373/Hal.12)
Pengambilan keputusan untuk masalah rumah tangganya partisipan memilih untuk menyelesaikannya sendiri, namun untuk masalah keluarga besar partisipan menyelesaikannya dengan musyawarah bersama istri dan anak-anaknya dan mengambil keputusan bersama yang baik untuk semua pihak.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kalo masalahku kuselesaikan sendiri, kalo masalah anak-anak, datang dia kesini minta petunjuk sama ku, gini gini masalah ini pak misalnya gitu, maka kubantu dia mencari sebabnya, karna itu dulu kan setelah dapat sebab maka bisa diatasi sebab itu. (W2P1B180-186/Hal.21) Dalam mengambil keputusan dalam keluarga bolang? Kalo kita orang karo ada nama runggu,tau kam runggu itu? Iya musyawarah, jadi apa pun itu kalau menyangkut banyak orang maka di runggukan lah. Iya, panggil nanti semua anak-anak, sama anak laki anak perempuan, runggu, dapat kesepakatan tadi. Ondong ikut juga dalam runggu itu bolang? Haruslah, dia kan istri, biar pun Cuma diam diam dia tapi tetap harus ada dia disitu. (W2P1B187-203/Hal.21-22)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan 1) Tingkat Penyesuaian Suami atau Istri Sebelum Menikah Penyesuaian dengan pasangan sebelum menikah berlangsung sangat singkat. Menurut partisipan 1 perkenalan sebelum menikah penting pada pernikahan usia muda tetapi pada pernikahan usia lanjut tidak terlalu penting karena yang terpenting adalah niat baik kedua pasangan. Pada pertemuan pertama partisipan 1 langsung menjelaskan niatnya untuk menikah dan memberitahukan kondisi kesehatannya. Setelah mendengar penjelasan partisipan Sumiah menerima pinangannya dan pernikahan berlangsung. Gak lama lah, dari kami jumpa sampe akadnya paling ada 3 bulan, tapi itu pun bukan ada kami jumpa jumpa gitu gak, abis akad baru dia tinggal disini. Ya tapi harus diingat juga kalo kaya Ame ini jangan pula kekgitu klo mau berumah tangga. (W1P1B212-218/Hal.9) Diaturlah pertemuan kami diSalapian waktu itu, jumpa kami, crita crita crita, mau kau sama aku Bolang bilang gitu. (W1P1B192-195/Hal.8)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Ya ngapain pula dilama-lamain kan dah tua apa perlu pacar pacaran, kan gak. Bukannya Bolang tutup-tutupi kekurangan Bolang, langsung disitu Bolang bilang aku dah tua, sering sakit-sakitan tapi gaknya kau kubikin jadi pembantuku, kalo pembantu bisanya kucari dimana-mana kan tapi aku perlu istri. Mau katanya. Jadilah. Diurus orang tu langsung surat-suratnya, akad nikah, sah secara agama dan hukum ya. Itulah dia cerita kami kawin ini. (W1P1B197-208/Hal.8-9)
2) Sikap terhadap Pernikahan Partisipan memandang ikatan dalam pernikahan itu adalah ikatan sehidup semati, menerima dalam susah dan senang, sehat dan sakit, dan memiliki tujuan yang sama. Pernikahan merupakan ikatan yang abadi dan hanya dapat dipisahkan oleh kematian. Rumah tangga itu sehidup semati. Serhidup semati ini pun ada artinya. (W1P1B279-280/Hal.10) Dua dua sehat, satu sehat satu sakit, yang sehat merawat yang sakit, he….gitu. jalan lagi jalan lagi susah lagi pertempuran perang masalah macam mana sehidup semati tadi kamu jalan situ aku jalan sini jumpa kita diujung sana ya, iya tujuan yang sama. (W1P1B282-288/Hal.10) O ya begitu seharusnya pernikahan itu abadi, kematian yang memisahkan, seperti bolang kan kematian yang memisahkan. (W1P1B119-121/Hal.7) Partisipan menganggap pernikahannya bahagia dan merupakan sebuah anugerah Tuhan di usia lanjut masih bisa merasakan kebahagiaan berumah tangga. Harapan partisipan terhadap pernikahan ini adalah dipisahkan oleh kematian dan mempunyai akhir yang bahagia. Iya lah bahagia, apa lagi rupanya kalo gak bahagia lagi, diumur setua ini bolang masih dipercayakan Allah seorang istri untuk temanku di masa uzur ini kan Alhamdulilah hirobbil alamin. (W2P1B231-235/Hal.22) Sampai kematian menjemput. (W2P1B238/Hal22) Iya akhir yang bahagia. (W2P1B242/Hal.22)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
3) Motivasi Melakukan Pernikahan Kehilangan orang yang paling dipercayai partisipan 1 membuatnya juga kehilangan harapan untuk hidup. Penyakit yang diderita Partisipan semakin parah sehingga anak-anaknya mengkhawatirkan kondisinya, karena tidak ingin menyusahkan anak-anaknya partisipan memilih tinggal sendiri dirimahnya dalam kondisi sakit. Keinginannya untuk tidak menyusahkan anak-anak justru malah memperumit keadaan. Kondisi inilah yang mendorong anak-anak partisipan untuk mencarikan istri untuk partisipan 1. Anak-anaklah yang mendorong partisipan 1 untuk menikah kembali. Kebahagiaan anak-anak dan tidak mau menyusahkan anak-anak adalah motivasinya untuk menikah kembali. Anak-anak…mereka yang suruh saya kawin, mereka yang pilihkan mamaknya ini, bahagia mereka saya bahagia. Saya dari dulu saya pikirkan itu hari tua saya kalo bisa jangan menyusahkan anak. Kalo bisa saya tinggal mendoakan anak saja sempurna hidupnya. Saya tidak jadi tanggungan mereka. (W1P1B172-179/Hal.8) Sebentar, karna aku sakit parah dibawa Sehat aku tinggal dirumahnya, gak lama aku dirumahnya nanti pulang lagi aku kesini, gitu sering, disini aku sendiri, kadang dua hari gak makan. (W2P1B056-060/Hal.19) Iya, tidur saja ku, kalo pas ada orang jual jualan kesini baru aku makan (W2P1B062-063/Hal.19) Dipikir orang dah senget aku ditinggal mati istri itu lah critanya. (W2P1B065-066/Hal.19) Ha itu lah. Aku gak mau menyusahkan anak, bagus aku mati pikirku, tapi anak-anak ini masih mau punya Bapak kan. Maka kawin lagi lah supaya ada yang ngurus ada kawanku disini juga. (W2P1B069-073/Hal.19)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
4) Proses Memilih Pasangan Partisipan 1 dikenalkan dengan istrinya oleh anak perempuannya yang bernama Dame. Mengetahui bahwa Sumiati seorang janda dan tinggal sendiri maka Dame berencana untuk mempertemukan Sumiah dengan Ayahnya. Usia juga menjadi pertimbangan partisipan 1 dalam memilih pasangan karena akan berpengaruh pada kedewasaan dan kematangan. Kesamaan suku bukanlah pertimbangan partisipan dalam memilih pasangan, melainkan perhatian lah yang menjadi fokus utamanya. Dame yang kenalkan, anak saya perempuan yang tertua. Ada kawannya bisnis-bisnis gitu, datanglah kerumahnya dia, rupanya ondong ini kerja disitu. Ditanya-tanyainya lah, aku dah janda katanya, anaknya satu dah berumah tangga pulak jadi tinggal sendiri dia gitulah, singkat cerita ditanya Dame ini langsung mamak mau sama Bapakku, mau katanya, eh gak jumpa dulu lah aku sama Bapakmu, katanya. (W1P1B182-192/Hal.8) Mana ada yang masih muda mau sama aku kakek-kakek peyot gini. (W2P1B155-156/Hal.21) Gini me, orang karo pun kuambil lah misalnya jadi istriku, belum tentu kayak dia ini pontennya ngerawat aku (W2P1B129-131/Hal.20)
5) Karakteristik Demografi yang Dimiliki Suami atau Istri Menurut Partisipan 1 Faktor kematangan usia dan pengalaman juga berpengaruh terhadap kedewasaan dalam menjaga keharmonisan keluarga. Usia juga menjadi pertimbangan partisipan dalam memilih pasangan karena akan berpengaruh pada kedewasaan dan kematangan. Perbedaan suku tidak menjadi masalah dalam penyesuaian pernikahan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Masalah rumah tangga ini selalunya ada, gak bisa kita sama sama kan, bisa sama masalah tapi laen penyebabnya, factor usia juga lah bolang rasa ya kata pepatah itu makin tunduk makin berisi, bolang ini kan dah bungkuknya ini ya. (W1P1B397-402/Hal.12-13) Mana ada yang masih muda mau sama aku kakek-kakek peyot gini. Hahahaha gak lah pulak, kalo masih muda pikirannya masih mau main-main gak cocok sama bolang, nanti bukan dia yang nami nami bolang malah bolang pulak yang nami nami dia, gawat kita. (W2P1B155-162/Hal.21) Orang jawa pun dia tapi sudah lama tinggal di lingkungan karo, ngertinya dia cakap karo. Kalo yang itu pelan-pelan lah kita ajari. (W2P1B116-118/Hal.20)
3. Interpretasi Data Partisipan 1 menganggap sebuah pernikahan merupakan ikatan antara pria dan wanita yang telah ditetapkan oleh Tuhan dengan tujuan sebuah kesatuan dan bukanlah menimbulkan perpecahan. Menurut Partisipan 1 pria dan wanita yang telah dipersatukan Tuhan dalam menjalani hubungan suami dan istri harus memiliki dasar saling percaya. Suami harus memiliki kepercayaan penuh pada istri. Rumah tangga yang tidak saling mempercayai akan susah untuk menjadi bahagia. Kunci dari langgengnya sebuah pernikahan adalah saling percaya dan saling menyayangi. Papalia, Old & feldman (2001) mengungkapkan bahwa pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual dan menjadi matang. Pernikahan juga merupakan awal terbentuknya keluarga dengan penyatuan dua individu yang berlainan jenis serta lahirnya anak-anak.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Partisipan 1 membuat sebuah tingkatan kepercayaan dalam rumah tangga. Tingkat pertama adalah pernikahan yang saling menjaga, tingkat kedua adalah pernikahan yang saling memahami dan menolong, dan tingkat ketiga adalah pernikahan adalah menaruh kepercayaan penuh pada pasangan. Prinsip-prinsip tentang pernikahan ini yang membuat Partisipan 1 sangat merasa kehilangan istri dari pernikahan pertamanya karena bagi partisipan 1 istri merupakan tempat kepercayaaan penuhnya, ketika istri tidak ada maka hilanglah orang yang dipercayai Partisipan 1. Hal sesuai dengan yang dijelaskan Rando (1990) bahwa pria sering kehilangan orang kepercayaannya saat pria kehilangan istri karena dukungan yang diperoleh sebelumnya hanya dari istri (Belsky, 1997). Hubungan Partisipan 1 dengan istrinya terjalin dengan harmonis. Mereka hidup bahagia, mampu melewati masa-masa sulit pernikahan mereka dengan baik. Pernikahan yang telah berlangsung lebih dari lima puluh tahun itu akhirnya harus berakhir dengan kematian istri Partisipan. Partisipan sangat kehilangan sampai ia memutuskan untuk tidak membuka praktik pengobatan alternatif yang selama ini dijalankannya karena merasa gagal menyembuhkan sang istri. Kondisi kesedihan ini sampai membawa partisipan kepada pikiran untuk menyusul istrinya karena tidak sanggup menjalani hidup tanpa istri. Pria cenderung memiliki resiko kematian segera setelah istrinya. Hal ini disebabkan karena wanita atau istri merupakan satu-satunya orang terdekat kepercayaan pria atau karena pria biasanya tidak memiliki persiapan untuk hidup sendiri. Pria lanjut usia merasa kesulitan untuk melakukan rutinitas sehari-hari tanpa istri dan mereka secara emosional menjadi terisolasi dari anggota keluarga lain (Cavanaugh, 2006).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Menikah lagi bagi pria maupun wanita yang kehilangan pasangannya karena kematian atau perceraian merupakan cara untuk mengatasi perasaan kesepian dan perasaan tidak menyenangkan (Hurlock, 1999). Setelah kematian istrinya partisipan 1 berusaha untuk menjalani lembaran baru kehidupannya dan salah satunya dengan menikah kembali. Pernikahan kembali pada usia lanjut menurut partisipan 1 bukan merupakan sebuah kesalahan selama tujuan pernikahan adalah untuk kebaikan dan tidak menyusahkan orang lain. Menikah atau tidak menikah merupakan hak setiap orang untuk memilih asalkan sanggup bertanggung jawab. Pria lanjut usia yang menikah kembali kebanyakan memutuskan untuk menikah kembali didasarkan akan kebutuhannya memiliki teman dalam menghabiskan masa tuanya dengan berjalan-jalan dan teman yang senasib dengannya (Belsky, 1997). Bograd dan Spilka (dalam Papalia, 2001) menyebutkan bahwa pernikahan kembali memiliki ciri-ciri yang spesial, dimana dibutuhkan kepercayaan dan penerimaan dan kebutuhan yang sedikit terhadap berbagi perasaan secara mendalam. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Partisipan 1 bahwa Partisipan 1 mengalami penurunan dalam segi fisik, menderita penyakit karena faktor usia yang semakin lanjut. Pada pertemuan pertama partisipan 1 langsung menjelaskan niatnya untuk menikah dan memberitahukan kondisi kesehatan partisipan 1 agar menjadi pertimbangan Sumiah dalam mengambil keputusan menikah. Setelah mendengar penjelasan partisipan 1 Sumiah menerima pinangannya dan pernikahan berlangsung.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Karena partisipan 1 dalam kondisi yang sakit, banyak waktunya dihabiskan untuk beristirahat sehingga tidak banyak waktu untuk bercengkrama dengan istrinya. Partisipan 1 jarang berkomunikasi dengan istrinya. Waktu yang ada mereka isi untuk membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kesatuan rumah tangga mereka. Namun hal ini tidak mengurangi keharmonisan pernikahan mereka karena menurut Partisipan 1 keharmonisan dalam rumah tangga dapat terwujud bila pasangan tetap menjaga kesepakatan dalam membina rumah tangga. Saling menghargai peran masing-masing dalam rumah tangga. Seperti halnya yang dikemukakan Hurlock (1999) bahwa hal lain yang juga berpengaruh dalam penyesuaian dengan pasangan adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Suami dan istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan. Penyesuaian dengan pasangan terjadi begitu saja tanpa ada cara khusus. Partisipan 1 tidak memakai haknya sebagai kepala rumah tangga untuk memerintah istrinya, melainkan membebaskan istrinya untuk memberikan perhatian tanpa harus diminta. Untuk mendapat perhatian dari istrinya partisipan 1 tidak meminta langsung melainkan melalui sinyal-sinyal. Partisipan 1 tidak terlalu menuntut istrinya karena dia sadar dengan kekurangannya yang sudah sering sakit dan sudah mulai lemah. Perhatian yang didapat partisipan 1 dari istrinya tidak hanya ketika dia sakit saya tetapi sehari-hari pun istrinya sangat memperhatikan kebutuhan partisipan 1.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Cara partisipan 1 memberi perhatian kepada istrinya adalah dengan memberi istrinya kesempatan untuk melakukan hal yang disenanginya, beristirahat dan mengabulkan keinginan-keinginan yang diungkapkan istrinya. Partisipan mengungkapkan perhatiannya lebih dengan tindakan dari pada katakata. Penyesuaian dengan pasangan juga melibatkan penerimaan atas kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dan kelebihan pasangan tidak men tidak menjadi perhatian khusus partisipan. Kelebihan yang sangat dikagumi partisipan 1 dari istrinya adalah perhatiaan yang diberikannya ketika partispan dalam kondisi sakit. Persamaan yang menyatukan mereka adalah memiliki latar belakang dan pengalaman masa lalu yang sama sehingga mereka merasa senasib. Berdasarkan penjelasan diatas maka terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 1 yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup (Hurlock, 1999). Hubungan seksual tidak rutin dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan partisipan. Partisipan merasa staminanya sudah menurun untuk melakukan hubungan seksual. Partisipan tidak menganggap penting hubungan seksual diusia lanjut. Kondisi ini tidak menjadi masalah dalam rumah tangganya. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Santrock (2002) bahwa penuaan menyebabkan beberapa perubahan dalam kemampuan seksualitas manusia dan lebih banyak pada laki-laki daripada wanita.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Hurlock (1999) mengemukakan masalah lain dalam penyesuaian pernikahan adalah penyesuaian keuangan, dalam hal ini Partisipan 1 memberikan kepercayaan kepada istrinya untuk mengelola seluruh keuangan keluarga. Partisipan 1 beranggapan bahwa kepercayaan yang paling penting dalam rumah tangga adalah dalam hal keuangan. Jika dalam pernikahan dapat menyesuaikan keuangan dengan baik dan lancar dengan saling percaya maka akan tercipta ketentraman. Kepercayaan yang diberikan Partisipan 1 kepada istrinya untuk mengelola keuangan merupakan bukti partisipan berusaha untuk adil dengan istrinya agar dia tidak merasa dikesampingkan. Kepercayaan ini merupakan kepercayaan penuh dimana Partisipan 1 tidak meminta pertanggungjawaban atas semua pengeluaran selama seluruh kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Penghasilan keluarga Partisipan setiap bulannya adalah sebesar 2 juta rupiah dengan sumber pemasukan dari hasil kebun Karet dan sawit. Pemasukan yang diberikan kepada istri dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga antara lain pangan, sandang, pengobatan, perawatan ladang, biaya lain-lain. Sisa uang yang sudah dipakai untuk kebutuhan sehari-hari digunakan untuk hal-hal lain yang tidak terlalu penting dan melalui kesepakan bersama. Uang dan kurangnya uang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap penyesuaian diri orang dewasa dengan pernikahan. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan antara pendapatan dengan kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi (Hurlock, 1999) Partisipan cukup membebaskan istrinya untuk mengelola keuangan keluarga karena partisipan ingin menegaskan bahwa dia percaya istrinya adalah orang yang jujur. Kebebasan yang diberikan Partisipan kepada istrinya adalah kebebasan yang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
bertanggung jawab, dimana istrinya harus menjaga kepercayaan yang diberikan partisipan dengan baik. Masalah penyesuaian yang keempat dalam kehidupan pernikahan adalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan (Hurlock, 1999). Hubungan partisipan dengan keluarga pasangannya cukup baik dan tidak ada masalah. Pada awal pernikahan orang-orang terdekat Partisipan 1 sempat memandang rendah pernikahan mereka karena faktor usia yang sudah lanjut, namun seiring berjalannya waktu mereka dapat melihat niat dan tujuan yang baik dari pernikahan ini sehingga mendukung pernikahan mereka. Kondisi penyesuaian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) bahwa jika pasangan lebih tua, lebih banyak pengalaman, dan mapan dalam keuangan maka keluarga dari pihak pasangan tidak mungkin mencampuri hidup mereka. Masalah lain adalah menikah kembali tidak memperoleh dukungan dari anakanaknya (Hurlock, 1999). Penyesuaian dengan anak-anak sudah dimulai sebelum pernikahan dilaksanakan. Dalam hal memilih pasangan anak-anak Partisipan 1 yang sangat berperan penting sehingga hubungan yang baik sudah terjalin sebelum pernikahan, sama halnya seperti yang dikatakan Schaie & Willis (1991) bahwa kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu. Hubungan anak-anak partisipan 1 dengan istrinya sangat akrab dan baik. Anak-anak partisipan tidak keberatan ketika partisipan mempercayakan istrinya untuk mengatur seluruh keuangan rumah tangga karena mereka juga sudah mempercayai Sumiah. Didukung lagi dengan semakin membaiknya kondisi
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
kesehatan Partisipan setelah menikah kembali, kondisi ini membuat anak-anak Partisipan senang dan merasa keputusan mereka untuk menikahkan Partisipan adalah keputusan yang tepat. Demikian pula sebaliknya, hubungan partisipan dengan anak istrinya dari pernikahan terdahulu juga terjalin sangat baik. Masalah-masalah yang terjadi dalam penyesuaian pernikahan tidak jarang menyebabkan konflik antar pasangan suami istri agar hal-hal mendasar tersebut dapat disesuaikan (Wahyuningsih, 2002). Hal ini dapat diatasi dengan komunikasi yang baik dengan pasangan namun sedikitnya intensitas partisipan 1 berkomuinkasi dengan istri membuat mereka tidak pernah bertengkar atau berselisih paham. Partisipan 1 merasa belum pernah ada masalah ataupun pertengkaran besar antara dia dengan istrinya. Setiap masalah yang terjadi dalam rumah tangga dibicarakan secara baik-baik dan dicari penyelesaiannya. Menurut partisipan penyebab pertengkaran hanya bila istrinya tidak menjaga kepercayaan yang diberikan partisipan, bila kepercayaan itu tetap dijaga maka masalah tidak akan timbul. Pengambilan keputusan untuk masalah rumah tangganya partisipan memilih untuk menyelesaikannya sendiri, namun untuk masalah keluarga besar partisipan menyelesaikannya dengan musyawarah bersama istri dan anak-anaknya dan mengambil keputusan bersama yang baik untuk semua pihak. Menilik kondisi ini maka pola penyesuaian pernikahan yang digunakan oleh Partisipan 1 adalah pola Compromise (Kompromi), yang berarti bahwa dalam memecahkan konflik pasangan suami-istri melakukan kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Suami-istri berusaha untuk menyatukan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
pendapat. Melalui kesepakatan, pasangan suami-istri meraih tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi yang kemudian menumbuhkan rasa saling percaya dan rasa aman. Pada tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi, baik suami maupun istri tidak merasa telah melakukan pengorbanan yang besar dalam mencapai kesepakatan (Landis dalam Wahyuningsih, 2002). Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan Partisipan 1 adalah sebagai berikut : Partisipan 1 memandang ikatan dalam pernikahan itu adalah ikatan sehidup semati, menerima dalam susah dan senang, sehat dan sakit, dan memiliki tujuan yang sama. Pernikahan merupakan ikatan yang abadi dan hanya dapat dipisahkan oleh kematian. Partisipan menganggap pernikahannya bahagia dan merupakan sebuah anugerah Tuhan di usia lanjut masih bisa merasakan kebahagiaan berumah tangga. Harapan partisipan terhadap pernikahan ini adalah dipisahkan oleh kematian dan mempunyai akhir yang bahagia. Sikap setiap pasangan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. Jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan yang tidak gampang diputus, maka mereka akan bertanggung jawab untuk berusaha keras menjaga ikatan pernikahan sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya tinggi. Jika motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka dan duka, keinginan memiliki anak dan keluarga, maka penyesuaian pernikahan akan terjadi karena ada tanggung jawab.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kehilangan orang yang paling dipercayai partisipan 1 membuatnya juga kehilangan harapan untuk hidup. Penyakit yang diderita Partisipan semakin parah sehingga anak-anaknya mengkhawatirkan kondisinya, karena tidak ingin menyusahkan anak-anaknya partisipan memilih tinggal sendiri dirimahnya dalam kondisi sakit. Keinginannya untuk tidak menyusahkan anak-anak justru malah memperumit keadaan. Kondisi inilah yang mendorong anak-anak partisipan untuk mencarikan istri untuk partisipan 1. Anak-anaklah yang mendorong partisipan 1 untuk menikah kembali. Kebahagiaan anak-anak dan tidak mau menyusahkan anak-anak adalah motivasinya untuk menikah kembali. Kesalahan dalam memilih pasangan hidup dapat berakibat fatal dalam pernikahan. Dalam memilih pasangan Partisipan 1 memilih untuk menikah dengan wanita yang sudah janda, usia juga menjadi pertimbangan partisipan 1 dalam memilih pasangan karena akan berpengaruh pada kedewasaan dan kematangan. Kesamaan suku bukanlah pertimbangan partisipan dalam memilih pasangan, melainkan perhatian lah yang menjadi fokus utamanya. Menurut Partisipan 1 Faktor kematangan usia dan pengalaman juga berpengaruh terhadap kedewasaan dalam menjaga keharmonisan keluarga. Perbedaan suku tidak menjadi masalah dalam penyesuaian pernikahan. Karakteristik demografi yang memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan penyesuaian pernikahan Berikut ini adalah tabel kesimpulan hasil wawancara terhadap Partisipan 1.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Tabel 4. Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipan 1 No Tema Kesimpulan 1 Pandangan partisipan terhadap pernikahan kembali a Arti pernikahan Pernikahan merupakan ikatan antara pria dan wanita yang telah ditetapkan oleh Tuhan dengan tujuan sebuah kesatuan dan bukanlah menimbulkan perpecahan. b Pernikahan sebelumnya Pendapat mengenai pernikahan terdahulu : Pernikahan yang saling menjaga, pernikahan yang saling memahami dan menolong, dan pernikahan adalah menaruh kepercayaan penuh pada pasangan. Prinsip-prinsip ini yang menyebabkan partisipan merasa sangat kehilangan istri. Kondisi kesedihan ini sampai membawa partisipan kepada pikiran untuk menyusul istrinya karena tidak sanggup menjalani hidup tanpa istri c Pernikahan kembali Setelah kematian istrinya partisipan 1 pria lanjut usia berusaha untuk menjalani lembaran baru kehidupannya dan salah satunya dengan menikah kembali. Pernikahan kembali pada usia lanjut bukan merupakan sebuah kesalahan selama tujuan pernikahan adalah untuk kebaikan dan tidak menyusahkan orang lain. Menikah atau tidak menikah merupakan hak setiap orang untuk memilih asalkan sanggup bertanggung jawab Penurunan dalam segi fisik, menderita penyakit karena faktor usia yang semakin lanjut tidak menghalangi partisipan dalam menikah kembali. 2 Masalah dalam penyesuaian pernikahan a Penyesuaian dengan Kondisi yang sakit menyebabkan pasangan banyak waktu yang dihabiskan untuk beristirahat sehingga tidak banyak waktu untuk bercengkrama dan berkomunikasi dengan pasangan.. Namun hal ini tidak mengurangi keharmonisan pernikahan karena Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Konfirmasi Teoritis Defenisi pernikahan Papalia, Old & feldman (2001)
Pernikahan oleh Rando (1990) dalam Belsky (1997).
Kehilangan pasangan oleh Cavanaugh (2006) Perkawinan pada usia lanjut (Hurlock, 1999). Remarriage (Belsky, 1997).
Remarriage (Bograd dan Spilka dalam Papalia, 2001)
Penyesuaian dengan pasangan (Hurlock 1999)
b
c
d
menurut Partisipan 1 keharmonisan dalam rumah tangga dapat terwujud bila pasangan tetap menjaga kesepakatan dalam membina rumah tangga. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 1 yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Penyesuaian seksual Hubungan seksual tidak rutin dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan partisipan. Partisipan merasa staminanya sudah menurun untuk melakukan hubungan seksual. Partisipan tidak menganggap penting hubungan seksual diusia lanjut. Kondisi ini tidak menjadi masalah dalam rumah tangganya. Penyesuaian keuangan Partisipan 1 memberikan kepercayaan kepada istrinya untuk mengelola seluruh keuangan keluarga. Penghasilan keluarga Partisipan setiap bulannya adalah sebesar 2 juta rupiah dengan sumber pemasukan dari hasil kebun Karet dan sawit. Pemasukan yang diberikan kepada istri dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga antara lain pangan, sandang, pengobatan, perawatan ladang, biaya lain-lain. Sisa uang yang sudah dipakai untuk kebutuhan sehari-hari digunakan untuk hal-hal lain yang tidak terlalu penting dan melalui kesepakan bersama. Penyesuaian dengan Hubungan partisipan dengan keluarga keluarga pasangan pasangannya cukup baik dan tidak ada masalah. Pada awal pernikahan orangorang terdekat Partisipan 1 sempat memandang rendah pernikahan mereka karena faktor usia yang sudah lanjut, namun seiring berjalannya waktu mereka dapat melihat niat dan Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penyesuaian dengan pasangan (Hurlock 1999)
Teori penuaan Santrock (2002)
Penyesuaian keuangan (Hurlock 1999)
Penyesuaian dengan keluarga pasangan (Hurlock 1999)
e
3
tujuan yang baik dari pernikahan ini sehingga mendukung pernikahan mereka. Penyesuaian dengan Penyesuaian dengan anak-anak sudah anak masing-masing dimulai sebelum pernikahan dilaksanakan. Dalam hal memilih pasangan anak-anak Partisipan 1 yang sangat berperan penting sehingga hubungan yang baik sudah terjalin sebelum pernikahan Hubungan anak-anak partisipan 1 dengan istrinya sangat akrab dan baik. Anak-anak partisipan tidak keberatan ketika partisipan mempercayakan istrinya untuk mengatur seluruh keuangan rumah tangga karena mereka juga sudah mempercayai Sumiah. Didukung lagi dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan Partisipan setelah menikah kembali, kondisi ini membuat anakanak Partisipan senang dan merasa keputusan mereka untuk menikahkan Partisipan adalah keputusan yang tepat. Demikian pula sebaliknya, hubungan partisipan dengan anak istrinya dari pernikahan terdahulu juga terjalin sangat baik. Pola penyesuaian • Setiap masalah yang terjadi pernikahan dalam rumah tangga dibicarakan secara baik-baik dan dicari penyelesaiannya • Penyebab pertengkaran hanya bila istri tidak menjaga kepercayaan yang diberikan partisipan, bila kepercayaan itu tetap dijaga maka masalah tidak akan timbul. • Pengambilan keputusan untuk masalah rumah tangganya partisipan memilih untuk menyelesaikannya sendiri, namun untuk masalah keluarga besar partisipan menyelesaikannya dengan musyawarah bersama istri dan anakanaknya dan mengambil keputusan bersama yang baik untuk semua Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penyesuaian dengan anak masing-masing (Hurlock 1999)
Penyesuaian dengan anak masing-masing Schaie & Willis (1991)
pola Compromise (Kompromi) (Landis dalam Wahyuningsih, 2002)
pihak. •
4 a
b
c
d
Dalam memecahkan konflik pasangan suami-istri melakukan kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Suami-istri berusaha untuk menyatukan pendapat. Melalui kesepakatan, pasangan suami-istri meraih tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi yang kemudian menumbuhkan rasa saling percaya dan rasa aman. Pada tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi, baik suami maupun istri tidak merasa telah melakukan pengorbanan yang besar dalam mencapai kesepakatan Faktor pendukung penyesuaian pernikahan Penyesuaian sebelum Penyesuaian dengan pasangan menikah sebelum menikah berlangsung sangat singkat perkenalan sebelum menikah pada pernikahan usia lanjut tidak terlalu penting karena yang terpenting adalah niat baik kedua pasangan Sikap terhadap • Memandang ikatan dalam pernikahan pernikahan itu adalah ikatan sehidup semati, • Menerima pasangan dalam susah dan senang, sehat dan sakit, • Memiliki tujuan yang sama. • Pernikahan merupakan ikatan yang abadi dan hanya dapat dipisahkan oleh kematian. • Partisipan menganggap pernikahannya bahagia dan merupakan sebuah anugerah Tuhan di usia lanjut masih bisa merasakan kebahagiaan berumah tangga Motivasi menikah • Motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, • Keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka dan duka, • Kebahagiaan anak-anak dan tidak mau menyusahkan anak-anak • keinginan memiliki keluarga utuh Proses memilih • Pengalaman pada pernikahan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor
yang
pasangan
e
terdahulu • aspek-aspek lain seperti penurunan kondisi fi.sik dan psikologis • memilih untuk menikah dengan wanita yang sudah janda • usia juga menjadi pertimbangan partisipan 1 dalam memilih pasangan karena akan berpengaruh pada kedewasaan dan kematangan Karakteristik demografi • pendapatan keluarga • perbedaan umur antara suami dengan istri • usia pernikahan • agama • tingkat pendidikan suami dan istri.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
B. PARTISIPAN 2 (R.GINTING) 1. Deskripsi Umum Partisipan 2 Tabel 5. Jadwal Wawancara Partisipan 2 No
Hari
Tanggal
Waktu
1
Minggu
16 Nopember 2008
13.00 – 15.00
2
Minggu
23 Nopember 2008
13.00 – 14.00
Tempat Rumah Partisipan Rumah Partisipan
Tabel 6. Gambaran Umum Partisipan 2 Dimensi Nama Usia Jumlah anak Usia saat menikah kembali
Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri
Agama Usia pernikahan Pendidikan Pekerjaan
Partisipan Istri Partisipan Istri
Penghasilan Suku Status tempat tinggal
Partisipan Istri
Partisipan 3 R. Ginting R. Sembiring 70 tahun 63 tahun 8 orang 5 orang 67 tahun 60 tahun Kristen 3 tahun SD Petani IRT Rp.6.000.000 Karo Karo Rumah sendiri
R. Ginting adalah seorang Bapak dari delapan orang anak. Hampir 10 tahun Pak Ginting menderita kelumpuhan pada tubuh bagian kanannya. Sebuah kecelakan jalan raya mengakibatkan banyak perubahan yang terjadi dalam kehidupan Pak Ginting, mulai dari meninggalkan pekerjaan yang sudah hampir 20 tahun digelutinya, yaitu sebagai agen jual beli lembu, dan yang paling
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
berpengaruh adalah pada kehidupan rumah tangganya, nyaris selama 6 bulan Pak Ginting tidak mampu bergerak. Adalah J br PA istri yang sangat disayanginya yang membuat semua perubahan itu terasa mudah untuk dilalui. Penyakit yang diderita R Ginting ternyata tidak menjamin bahwa ia akan lebih cepat menghadap sang pencipta dari pada istrinya. Sebuah serangan stroke merenggut nyawa istrinya. Tiga hari setelah serangan itu J br PA di panggil Tuhan untuk selama-lamanya. Meninggalkan R Ginting dengan 8 orang anaknya. Kepergian istri yang tiba-tiba mengakibatkan kesehatan R Ginting yang sudah berangsur-angsur pulih kembali sakit. Kali ini bukan karena fisik melainkan pikiran, kesedihan dan kesepian. Tanggal 3 januari 2006, ketika seluruh keluarga berkumpul merayakan pergantian tahun, anak-anak mengemukakan niat mereka untuk menikahkan R. Ginting dengan wanita pilihan mereka. Rasa takut sempat berkelebat dalam benaknya. Pertemuannya yang singkat dengan R br Sembiring akhirnya membawa mereka kejenjang pernikahan. R br Sembiring, janda beranak lima, wanita pilihan anak-anaknya. Tanggal 18 februari 2006 keduanya resmi menjadi suami istri. Pernikahan kembali R Ginting hampir menginjak usia 3 tahun. Segala ketakutan dan kekhawatirannya dulu sebelum menikah tidaklah terbukti. Sekarang R Ginting menjalani kehidupan pernikahan yang baru dan bahagia. Tidak lagi delapan melainkan 13 lah angka untuk jumlah anak-anaknya. Akur adalah kata yang ingin selalu R Ginting katakan ketika orang-orang menanyakan kondisi rumah tangganya sekarang.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
4. Deskripsi Hasil Wawancara a. Pendapat Partisipan mengenai Pernikahan Partisipan 2 mendefenisikan pernikahan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang disahkan dalam sebuah ikatan pernikahan dengan tujuan membina rumah tangga. Wanita sebagai istri mempunyai peran sebagai pengatur rumah tangga. Rumah tangga dimulai dari kesepakatan pasangan untuk masa depan hubungan itu. Jadi pernikahan itu menyatukan istri dengan laki-laki untuk membina rumah tangga. Itulah pernikahan untuk sahnya gitu lah maka nikah. (W1P2B009-012/Hal.24) Istri itu ya bendahara rumah, iya dialah yang mengetahui semua seluk beluk rumah, menyayangi anak dan suami itulah Saya rasa tugas istri. (W1P2B014-017/Hal.24) Tapi ya bagaimana rumah tangga itu dimulai dari dua orang yang sepakat, kami bicara panjang dan lebar mau dibawa kemana pernikahan ini, sejalan kami. (W2P2B073-077/Hal.36)
Hubungan Partisipan 2 dengan istri pertamanya sangat serasi. Partisipan 2 merasa istrinya menjalankan perannya sebagai istri dengan baik. Hal ini yang menyebabkan partisipan 2 sangat kehilangan ketika istrinya meninggal secara tiba-tiba karena serangan stroke. Partisipan 2 sempat merasa putus asa karena kematian istrinya, namun anak-anaklah yang menjadi semangat hidup bagi partisipan 2 dan juga yang mendorongnya untuk menikah kembali. Partisipan sangat kehilangan istrinya namun akhirnya dapat menerima. Ya sangat serasi, sayang dia, gak pernah ditelantarkannya saya selama saya sakit, nah begitulah baiknya dia. (W1P2B023-025/Hal.24)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Siapa? Dia? Tapi kan kena stroke dia langsung pitem dia Cuma satu malam cuman. Operasi disana di Rumah Sakit Advend dulu pertama, lalu Adam Malik Trakhir Putri Hijau disitu terakhir di operasi 3 hari udah meninggal Mulai gak sehat dari rumah trus dikirim ke Advend, satu malam di Advend, dah tu kirim ke Putri Hijau disana dioperasi. Nunggu 1 X 24 jam, gak sampe meninggal. Itulah dia dulu. (W1P2B028-040/Hal.24) Ya sebal. Or…. Ak…gini ginu. Cuma aku gak nyesal, soalnya dia dah kita obatkan. Itu namanya takdir. Itulah kupegang supaya aku gak senget, kalo gak ya senget lah aku. Orang aku yang sakit kok dia yang duluan meninggal. Cuma ya apa kata Tuhan, dikasi penghiburan dari keluarga, ya jadi sabar. Sampe sekarang ya udah bisa terima lah. (W1P2B043-051/Hal.24-25) Kalo yang dulu itu ya pas kali, kalo dipikir-pikir kan dah lah gak jumpa lagi sama dia dah mati aja gitu pun pernah saya pikirkan. Ya kalo saya pun gak ada anak-anak ini kekmana lah saya pikir, yaudah lah. (W1P2B401-407/Hal.32) Saya, meninggal mamak anak-anak ini, gak ada lagi harapan saya selain anakanak. Anak-anak bahagia, itu saja. (W2P2B019-021/Hal.35) Kalo saya ditanya saya mau mati aja waktu istri saya itu mati, cuma saya liat pas hari penguburan itu, ih 8 orang ini kalo aku pun mati tah kekmananya orang ini, itu makanya saya bertahan. (W2P2B025-029/Hal.35)
Pernikahan kembali adalah keputusan yang diambil Partisipan 2 untuk mengatasi masalah kesepiannya. Menurut partisipan 2 pernikahan kembali hampir mirip kondisinya dengan pernikahan terdahulu, tidak persis sama, namun baginya pernikahan pertamanya tidak akan tergantikan. Bali tak bali, hampir imbang, mirip tapi tak serupa, kalo kita bilang tak bali, seri, saya bohong, tapi hampir mirip begitulah sama istri yang sekarang. (W1P2B054-057/Hal25)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kalo pas macam dulu kan bilang itu bohong. Tapi hampir seri. Itu lah aku pun apa adanya itu yang kuceritakan sama ame yakan gak ada aku bohongnya. (W1P2B187-190/Hal27) Macam mana pun nanti, kam kan belum berumah tangga kan, kekmana bagusnya pun yang belakangan kalah dibikin yang nomor satu. Macam pacaran pun kalo yang pertama gak jumpa, sedih itu, tapi yang kedua, ketiga, keempat gak jumpa gak sedih itu, itulah sebagai contoh. (W1P2B395-399/Hal.31) Partisipan memandang pernikahan kembali yang dijalani oleh orang lanjut usia sebagai hal yang wajar selama itu tidak menyusahkan orang lain dan untuk tujuan kebaikan dan kebahagiaan. Partisipan tidak memperdulikan apa pendapat orang mengenai keputusannya untuk menikah kembali, karena benar atau salah tergantung individu yang menjalankannya. Banyak orang berpandangan sebelah mata ya. Tapi kalo saya, selama itu tidak menyusahkan orang lain, gak menambah masalah, bisa bahagia, mau dia bolang-bolang umur seratus tahun, gak masalah buat saya. (W2P2B040-045/Hal.35) Itu terserah orang mau bicara apa, pendapat mereka ya, sekarang kan tergantung orang yang menjalaninya kan. (W2P2B049-051/Hal.36
Pada tahun pertama pernikahan partisipan 2 sempat berpikir bahwa pernikahan ini tidak akan berhasil, namun kenyataannya tetap bertahan sampai hampir tiga tahun dan bahkan pernikahan kembali membantu proses pemulihan kesehatan partisipan 2 karena setelah menikah sudah tidak kesepian lagi dan ada teman berbagi cerita dan hidup. Partisipan 2 menganggap bahwa pernikahannya bahagia dengan saling mencintai dan saling menyayangi. Sempat sempat satu tahun itu saya pikir terus ada masalah nya ini, tapi sampe sekarang dah tiga tahun mudah-mudahan ya gak ada. Rencana pisah gitu gak ada. (W1P2B358-361/Hal.31)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
I …makin sehat lah orang pikiran senang, sap sakit ini pikiran semua itu, problem utamanya lah. Kalo pikiran kita suntuk, malaria pun cepat datang, apa lagi kalo gak ada duit. Tapi semua kuncinya pikiran. Kalo pikiran kita senang mudah-mudahan penyakit pun gak ada. Jadi ada juga pengaruhnya ya pak karna sudah menikah tidak kesepian kali, ada kawan crita, kesehatan bapak jadi…Ya makin sehat dia. Sap taruklah macam tadi, aku capek tolong mak pijiti, pijitnya, aturannya sakit dah gak sakit lagi, sehat, itu lah contohnya tadi. (W1P2B517-531/Hal.34) Ya, bahagia, kalo gak bahagia macam mana mau bertahan. Salingnya semua rumah tangga itu.saling menyintai, saling menyayangi. (W1P2B481-484/Hal.33)
b. Masalah Penyesuaian dalam Pernikahan 1) Penyesuaian dengan Pasangan Partisipan 2 menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah bersama istri. Intensitas komunikasi partisipan dengan istri tergolong sering. Semua hal mejadi topik pembicaraan. Komunikasi yang baik menumbuhkan kecocokan antar pasangan, walaupun sesekali dari perbincangan timbul masalah yang menurut partisipan 2 membuat mereka saling mengenal. Ya sering Iya, sering gaduh dimulut sering juga. (W1P2B305-307/Hal.30) Kalo sering dibicarakan yang hari-harian begini ya. Kalo pulang dari ladang ya masalah ladang, kalo masalah rumah tangga ya kami sering, dah dekat tahun baru gini ya crita itu lah. Itu aja cerita yang ada. Kalo malam nonton sakinah, sudah habis. Apa lagi yang mau dipikir capek-capek. Kalo lama duduk aku gak tahan capek. Di luar paling dua jam, lama-lama nanti masuk angin. Nanti dah ada tamu keluar lah crita-crita, satu jam, gitu aja. (W1P2B317-328/Hal.30) Namanya dah tua me, lanjut usia kam bilang tadi kan ? nanti sekali-sekali dah kek anak-anak pikiran ini, sakit aku gini kan. Tapi kalo gak kumat ya bagus pikiran ini, setengah jam baik lagi. Kurasa kalo gak gitu gak tahan tiga tahun ya. Kurasa ya jangkauannya tiga tahun ini dah cukup cocok kami ini. (W1P2B348-355/Hal.30)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Partisipan memberikan pengertian terhadap istrinya dengan menggunakan contoh-contoh, Itulah sebagai contoh, kalo kita ingin begini mak harus begini, usaha kita. Pake contoh ngomongnya. Ya iya lah, coba liat itu udah tua dia tapi masih kerja dia untuk apa, supaya dia pun ada bergairah kan begitu nya istilahnya itu. Kasi contoh-contoh sama dia. (W1P2B364-371/Hal.31)
Sedangkan perhatian diberikan dengan cara memberikan kesempatan kepada istri untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya. O ..perhatian Ya saya ijinkan dia sekali buat yang dia mau. Aku mau ini pak menurut bapak, ya udah saya bilng gak saya campuri supaya senang hatinya. (W1P2B376-380/Hal.31)
Partisipan 2 sudah cukup mengenal karakter pasangannya. Saling mengerti adalah kunci kecocokan pasangan. Tidak pernah berpikir untuk menceraikan istrinya bila masalah timbul. Partisipan menganggap bahwa pernikahannya bahagia dengan saling mencintai dan saling menyayangi. Saling mengerti tadi baru cocok, ibaratnya ini bapak mau makan ini kan, dihidanginya, itulah contohnya, aku pun begitu, jangan capek kali diladang ya jangan lambat pulang ya, ha itulah saling pengertian tadi. Itulah kelebihannya tadi. (W1P2B412-417/Hal.32) Pernah juga kubilang sama dia sap kalo asal rumah tangga itu begini kalo gak kam tahan pulang tapi pikir dulu, sap kita ini mau bagus bukan gak, jadi dalam hati ku pun gak pernah ada pikiran gitu. Salah sikit pun bisa dame, gak sempat parah. Belum pernah lah dirundingkan anak-anak, dirundingkan kalimbubu, dirundingkan anak beru, gak pernah, tiga tahun gak pernah. (W1P2B465-474/Hal.33) Salingnya semua rumah tangga itu.saling menyintai, saling menyayangi. (W1P2B482-484/Hal.33)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penyesuaian dengan pasangan menurut Partisipan 2 dapat berjalan dengan baik ketika pasangan dapat saling memahami baik dalam kelebihan maupun dalam kekurangan. Kekurangan pasangan jangan disimpan tetapi dibicarakan baik-baik, jika tidak dapat dirubah lagi maka bagaimana pasangan itu dapat saling menerima pada kekurangan masing-masing. Kelebihan istri adalah tidak pernah menelantarkan partisipan 2 dalam kondisi apapun. Kesehatan partisipan sangat diperhatikan oleh istri. I …banyak kurangnya, banyak. Dia pun begitu juga banyak kurangnya saya rasanya. Cuma ya banyak itu jangan lah menjadi persoalan. (W1P2B486-489/Hal.33) Cakapkan kalo masih bisa dirobah, ya besok jangan lagi begitu. Kalo gak bisa ya harus diterima. Macam saya sakit ini kekurangan saya, gak bisa lagi dirobah harus bisa dia terima saya, karena kekurangan dia pun saya gak paksa dia berobah, ya saling memahami lah, saling menerima, akur jadinya. (W1P2B492-499/Hal.33) I …kalo kelebihannya ya menurut aku hampir sama sama yang dulu. Kek yang kubilang sama ame tadi. Kalo yang ini sayangnya pun ini macam, nyemburi aku dah tiga tahun gak pernah putus, pas waktunya, tah sekali-sekali nanti gak karna dia sakit tapi itu pun di pala-palainya. Tiap-tiap jam lima pagipagi semburnya aku, kalo yang dulu pun begitu juga cuma kalo dibilang seri gak bisa. Macam mana pun nanti, kam kan belum berumah tangga kan, kekmana bagusnya pun yang belakangan kalah dibikin yang nomor satu. Macam pacaran pun kalo yang pertama gak jumpa, sedih itu, tapi yang kedua, ketiga, keempat gak jumpa gak sedih itu, itulah sebagai contoh. (W1P2B382-399/Hal.31) Menurut partisipan 2 kondisi fisik yang menurun akibat usia lanjut tidak menjadi masalah dalam pernikahannya, justru ketika dalam kondisi sakit partisipan lebih merasakan perhatiaan istri. Nggak me…justru dalam kekurangan saya itu saya bisa melihat bagaimana dia menerima saya, perhatiannya saat saya sakit, merawat saya. Jadi tidak hanya waktu sehat dia baik sama saya tapi waktu saya sakit dia lebih sayang lagi sama saya. (W1P2B509-514/Hal.34)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kunci kesuksesan penyesuaian pernikahan menurut partisipan 2 adalah pengalaman pernikahan terdahulu, kematangan usia dan komunikasi antar pasangan. Saya kan sudah pernah menikah, jangan dilupakan yang satu itu. Dia juga pernah menikah, hanya saja orang yang menikah dengan saya yang berbeda, makanya pernah kan saya bilang, pernikahan yang sekarang itu bali tak bali, serupa tapi tak sama. Pengalaman saya dipernikahan yang dulu itu membantu saya menyesuaikan, apa lagi umur dah tua, pengalaman dah banyak, bukan saya sombong. Jadi kita itu sudah tidak ada lagi istilah malu-malu, penganten baru, apa gitu, gak ada. Tapi ya bagaimana rumah tangga itu dimulai dari dua orang yang sepakat, kami bicara panjang dan lebar mau dibawa kemana pernikahan ini, sejalan kami, lanjutlah sampai sekarang. (W2P2B061-077/Hal36) Oke, dari yang Bapak bilang barusan ada tiga yang Ira tangkap Pak, pengalaman pernikahan terdahulu, kematangan usia dan komunikasi, gitu Pak? Ya begitulah kira-kira. (W2P2B080-084/Hal36)
2) Penyesuaian Seksual Hubungan seksual masih berjalan normal. Kondisi fisik dan kesehatan tidak terlalu menggangu dan bisa diatasi dengan baik. Kondisi istri yang sudah tidak bisa hamil lagi justru mendukung pasangan untuk menikmati hubungan seksual. Ya normal-normal saja. (W2P2B087/Hal.36) Ya itu kan anugerah sang pencipta ya kita menjalaninya, menikmatinya. Lagian bibikmu kan dah gak bisa hamil lagi, ya tambah baguslah. (W2P2B089-092/Hal.36) Aku dah sakit-sakitan me…Jadi ya gak sering-sering juga. Itu kan gak bisa dibuat-buat dan gak bisa dipaksa juga, musti pakat juga itu, sama-sama mau. (W2P2B094-097/Hal.36) Tapi gak ada masalah ya Pak Mudah-mudahan gak lah ya. (W2P2B098-099/Hal.36)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
3) Penyesuaian Keuangan Partisipan 2 menyadari bahwa masalah keuangan adalah masalah yang cukup sensitive dalam rumah tangga. Untuk menghindarkan masalah dikemudian hari maka keuangan di pegang oleh anak agar ada keterbukaan. Ha ..iya itu lah dasarnya makanya bisa gaduh. Disitu lah biasanya kita kumat lah, marah lah, ya adalah dari uang itu sumbernya. (W1P2B251-254/Hal.29) O …itu bukan. Sap begini kalo masalah rumah ini, lantaran anak ini baru empat yang berumah tangga empat lagi belum. Jadi untuk pendapatan uang yang besar itu anak yang lajang yang ngatur. Aku pun gak megang. (W1P2B196-201/Hal.27-28) Iya waktu itu kubikin perjanjian, sap kalo kami yang megang dia gak lagi apa istilahnya kan, orang itu pun kan uang mamaknya gitu, jadi kalo dia yang pegang jadi kami istilanya menumpang lah gitu, supaya apa, supaya gak ada kerecokan. Usaha yang besar hasilnya kami gak pegang (W1P2B203-210/Hal.28)
Sumber keuangan keluarga adalah dari ladang sawit dan hasil penjualan barang dagangan. Pemasukan dalam jumlah yang kecil dipegang oleh partisipan dan istri sedangkan pemasukan diatas satu juta dipegang oleh putra partisipan 2. Sawit yang paling besar. Kalo menurut harganya, kalo harganya begini sekitar 6 juta lah. (W1P2B219-222/Hal.28) tapi kalo yang kecil-kecil macam kede ini trus ada uang kelapa tah coklat tah pinang gitu baru kami. Yang kecil-kecil gini langsung kelaci kami sama mamak. Begitulah kalo rumah tangga tadi. Kalo yang besar anak bendaharanya, kalo aku bonnya cuma kuambil, kalo duitnya dia yang simpan semua. (W1P2B210-217/Hal.28) Yang kecil-kecil kami, yang besar dah ada bendaharanya. Yang besar ini ya yang jutaan naik, itu ya yang lajang itu lah. (W1P2B456-459/Hal.33)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Terdapat keterbukaan dalam keluarga untuk masalah keuangan. Setiap pengeluaran dan pemasukan di buatkan cacatan. Anak-anak bila membutuhkan uang terlebih dahulu meminta kepada parsipan dan partisipan yang menyuruh anak laki-lakinya untuk mengeluarkan uang. Iya. Kan sama saya bonnya. Dia pun gitu dicatatnya nanti semua. Uang keluar segini uang habis pak segini uang masuk. Ada sisa masukkan ke bank. Sap 4 lagi belum berumah tangga, 1 lagi sekolah, butuh biaya juga, dia lah yang ngaturkan semua. Jadi kalo pun yuli minta duit memang bilang dulu sama ku, trus minta sama undamu kubilang, dimintanya. Nanti catat semua gitu. Kalo gak gitu di buat ya rumah tangganya berantakan. (W1P2B237-246/Hal.28) Iya makanya kami anak yang megang, kami keperluan rumah kalo gak cukup minta gitu lah. Tapi semua anak-anak tau kemana uang itu, di bank katanya, di Binjai kan, ya udah. Macam kemaren itu yang di Bandung, bertelepon dia sama Bapak, Pak Bantu lah aku, aku mau buka praktek ini, belumnya dapat pegawai negeri tadi, berapa rupanya kau perlu, 5 juta, ya udah nanti ku kirim. Ku bilang sama ginta, kirim uang untuk engahmu di Bandung, perlu dia, dikirim ginta. Nah itu dia tulis itu. (W1P2B258-270/Hal.29)
Setiap pengeluaran untuk kebutuhan partisipan dan pasangan dipenuhi sendiri dari penghasilan mereka secukupnya, bila sudah tidak cukup lagi maka diminta pada anak laki-lakinya. Untuk keperluan rumah tangga yang tidak terlalu besar dibiayai dari pemasukan yang kecil Ya kan ada uang yang kecil-kecil tadi, itu lah dipake. Kalo udah lah misalnya mau beli-beli gak cukup kami ya bilang sama ongat itu. Gitu kapan perlu minta. (W1P2B231-234/Hal.28) Kami pun adanya uang masuk kami, tah mamak nanti ngutip pala trus dijual, uangnya masuk catatan, ada buku kami harian. Tah perlu untuk beli baju mamak ambil. Dia pun gak berani komentar karena bukan uang itu yang diambil gitu. Tapi kalo keperluan besar baru ngelapor sama dia, obat gitu kan, dia lah. Kadang-kadang pun kalo ada uangku, cukup kurasa, gak kuminta, udah pake uangku aja. (W1P2B284-294/Hal.29)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
4) Penyesuaian dengan Keluarga Pasangan Hubungan partisipan dengan keluarga istri kedua terjalin dengan baik, begitu pun hubungan dengan keluarga istri pertama tidak terputus. Hubungan dengan keluarga istri terdahulu tetap terjalin baik karena anak-anak tetap menjaga silaturahmi. Keluarga istri terdahulu juga mendukung partisipan untuk menikah kembali dan menerima kehadiran istri kedua Partisipan di keluarga mereka. Ya baik, abangnya saya dekat, ya tetaplah mereka kalimbubu saya ya, namanya orang tua dia dah gak ada lagi, ya abangnya lah kalimbubu saya. Bukannya bisa saya Cuma sama dia ja kan ato karna saya sudah pernah menikah dulu trus sudah ada kan keluarga saya dari istri saya, ya gak kan, orang karo gak bisa kek gitu. Ya tambah kade-kade, tambah banyak yang harus didatangi, baik itu keluarga istri dulu istri sekarang. (W2P2B129-139/Hal.37) Gak ada ya mudah-mudahan karna anak-anak saya kan sudah besar-besar, sudah ada yang berumah tangga juga mereka, sudah saya ajarkan datangi mamamu itu, bibimu ini, jadi hubungan masih baik-baik ajalah. (W2P2B142-147/Hal.37) Nggak, justru mereka yang menasehati anak-anak, cari lah ganti mamakmu, kalo gak matinya Bapak mu tu cepat, kata orang tu gitu. (W2P2B151-154/Hal.38)
5) Penyesuaian dengan Anak Masing-masing Anak-anak merupakan bagian terpenting dalam hidup Partisipan 2 setelah kematian istrinya. Keinginan untuk menikah kembali itu ada namun terkalahkan dengan. kekhawatirannya terhadap masalah penyesuaian dengan anak dalam pernikahan kembali. Anak-anaklah yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menikah kembali. Cuma ketakutan saya kalo anak-anak gak bahagia, recok kalo aku kawin lagi. Nah begitu anak-anak setuju ya saya pun langsung oke lah gitu. Istilahnya beban itu, penghalang, sudah gak ada lagi. (W2P2B032-037/Hal.35)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Iya karna sebenarnya saya takut itu. Takut apa Pak Takut gak akur O…jadi sempat juga Bapak takut masalah itu ya Pak. (W1P2B062-066/Hal.25) Takut.. Nengok contoh contoh yang udah duluan. Ada itu kalo kita bela istri anak jadi imbang kalo kita bela anak istri jadi imbang. Jadi kalo gak pande-pande bisa hancur. Itu makanya saya takut. Apa lagi saya banyak, delapan. Jadi nanti kalo hatiku aja puas anak ini merana, daripada merana anak-anak ini udahlah gaknya perlu aku kawin kawin itu. (W1P2B067-076/Hal.25)
Keputusan
untuk
menikah
kembali
diambil
Partisipan
setelah
membicarakannya dengan anak-anak. Anak-anak mendorong Partisipan 2 untuk menikah kembali. Kekhawatiran terhadap masalah penyesuaian dengan anak-anak tidak ada lagi karena anak mendukung pernikahan. Lama juga ngumpul disini, ada tiga malam itu, tanggal 1 sampe tanggal 3. semua kumpul, dibilang ditanya lah saya. Mau tidak mau inilah yang kami putuskan Pak. (W1P2B088-092/Hal.25) Orang aku gak takut. Aku takut beristri ini dulu gara-gara anak, sap banyak kenyataan kan itu penyakit, ini anak sudah setuju, jadi aku bilang pun sama dia begitu kau jangan apa sama aku karna kalo ada masalah kita urusan gak sama aku langsung sama anak , karna dia yang ngambil. Apa kata anak ikutkan. Itulah dulu critanya. (W1P2B138-146/Hal.26)
Penyesuaian antar keluarga pasangan berjalan baik. Partisipan 2 menganggap anak-anak istrinya dari pernikahan terdahulu sebagai anaknya demikian pula dengan istrinya terhadap anak-anak Partisipan 2. Hubungan yang baik juga terjalin antara anak-anak mereka. Demikian pula dengan cucu masing-masing.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Jadi antara anak-anak bapak sama anak-anak bibi? Akur akur dia Cocok ? Cocok dia sampe sekarang, bikin apa gaduh-gaduh. Kan kam nampak kan kekmana ame ini sama mamak ini. (W1P2B147-153/Hal.26-27) Iya. Macam kam bilang tadi belum pernah terjadi. Saya kira anakku dianggap anak-anak dia, anak dia pun kuanggap anak ku, begitulah ceritanya maka akur, kalo gak macam mana bisa sampe 3 tahun. Nanti akur-akur sama dia sama anaknya enggak akur, nah ini mudah-mudahan yang model begitu gak ada. Ya sampe sekarang, tanggal 18 bulan dua nanti genap 3 tahun, belum ada lah saya masalah sama anak-anak ini karna mamak ini. Mamak pun kuliat gak pernah masalah sama anak-anak ini akurnya semua. Anak-anak dia pun akurnya. Yang waktu ngayunkan anak Darma lah contohnya,anak saya, datang juganya anak-anaknya. Bukan ada kami yang undang, orang itu kan kerja Darma kan bukan kerja kami lagi. Di undangnya semua, datang. Itu kan menunjukkan ada persaudaraan tadi walopun gak sedarah. Syukurlah. (W1P2B156-176/Hal.27) Nanti pun pulang nanti cucunya, tah datang pula cucunya kan, bukan dia sendiri ngasi jajannya gitu enggak, saya nya yang duluan bilang kasi jajan sianu itu gitu. Dia pun begitu sama cucu saya. Begitu lah. (W1P2B180-185/Hal.27)
c. Pola Penyesuaian Pernikahan Partisipan cukup sering berkomunikasi dengan istri sehingga kemungkinan untuk terjadinya selisih paham juga sering, namun menurut partisipan 2 masalah tidak dibiarkan berlarut-larut. Masalah langsung diselesaikan dengan kedewasaan. Perbedaan pendapat diselesaikan dengan introsfeksi diri masing-masing, dan keinginan sendiri untuk berubah. Iya, sering, gaduh dimulut sering juga. Cuma gak lama-lama (W1P2B307-309/Hal.30) Sap kita bicara-bicara itu pun ada kendalanya, gejolak. Satu ladang hulu satu ladang hilir pertengahannya kan ada, itu lah selisih-selisih sikit. Cuma karna aku lebih tua kan aku berpikir bagaimana berumah tangga ini.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
(W1P2B3310-315/Hal.30) Iya, kalo lama-lama terjadilah,. Ibarat kalo gaduh tadi gak ada yang apa sebelah ngalah ya perang lah, jadi parang-parangan lah. (W1P2B442-445/Hal.32) Sering, sering pun gak Cuma hanya jadi darah daging. Kadang-kadang diam aja kami dua-dua, dah itu berobah (W1P2B330-335/Hal.30) Setiap masalah diselesaikan berdua saja. Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan harus ada yang mengalah. Pertengkaran yang masih bisa diselesaikan berdua akan diselesaikan tanpa melibatkan anak-anak. Iya. O …aku pun salah rupanya, dia pun gitu juga, salah aku. Ya lama-lama, mak, apa, ya baik balek. Nah begitulah ceritanya. Kalo kami berantam sapa yang damekan, orang Cuma dua-dua aja. Jadi pikiran itu harus terbuka, o…rupanya aku ngomong tadi bapak sakit hati, gitu pikirannya. Aku pun gitu juga, omonganku tadi terlampo keras rupanya, o..robah aku. Sini mak, apa, baik lagi, gitulah. Gitu ceritanya. (W1P2B337-347/Hal.30) Enggak, kami aja berdua. Kek yang aku bilang sama kam tadi, insyaf sendiri dia, bapak sama bibi, ha itu lah dia lantaran jodoh tadi masih ada, kalo gak, kalo aku keras dia keras kan terjadi sudah, udah pulangkan aja mamakmu itu, tah dia pun pulangkan aku, tapi ini belum pernah terjadi dan mudah-mudahan gak terjadi. Setengah jam kami gak omongan, tapi lama-lama jadi bagus. Ha itulah saling pengertian. Saling berobah. Kam jangan sakit-sakit hati aku ngomong gitu tadi gak sengaja maklum dah tua kubilang. Udah kendor, baik lagi, itu pun gak pernah lama-lama (W1P2B425-439/Hal.32) Pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan dengan musyawarah yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Keputusan partisipan bukanlah kesimpulan mutlak, anak-anak dan istri juga mampu mempengaruhi hasil keputusan Musyawarah. O .. iya nanti bapak Tanya dia kekgini- kekgini tadi cakap kami sama anakanak, o iya bagus nya itu. Dia selalu tau walopun gak ikut dia tapi taunya dia, saya kasi tau memang. Kalo diapun mau apa-apa, beli baju tah apa pasti bilang sama bapak gitu (W1P2B448-456/Hal.30)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Sap keputusan adalah keputusan musyawarah paling tinggi. Anak-anak sudah musyawarah jadi kita orang tua ngikut musyawarah anak. Kalo seandainya kulawan berarti aku sendiri lawan 8, jadi kan sudah gak ada gunanya. (W1P2B098-103/Hal.25-26)
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan 1) Tingkat Penyesuaian Suami atau Istri Sebelum Menikah Proses perkenalan Partisipan dengan istrinya sampai akhirnya menikah hanya 3 hari. Dalam waktu yang singkat ini dapat disimpulkan tidak ada penyesuaian dengan pasangan sebelum pernikahan. Namun, Partisipan 2 menganggap bahwa pengalaman pernikahan sebelumnya, faktor usia, pengalaman hidup dan kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. Bukan ada kami main pacaran kenalan gini gini gak ada. Satu malam itu Tanya mau kam? Ku bilang aku begini keadaanku, ya udah mau, ya dia pun ngikut. Bikinlah hari pernikahan tanggal 18 februari 2006. Kalo gak salah tanggal 14 tah 15 aku kesana, itulah. (W1P2B111-117/Hal.26) Iya. Jumpa tanggal 14, tanggal 18 nikah, kan cepet itu istilahnya. (W1P2B119-120/Hal.26) Gak ada. Situ jumpa tanya, mau? Mau katanya, trus bikin hari pernikahan (W1P2B106-108/Hal.26) Gak ada, baru satu kali itu aku tanda. Cuma dulu dia pernah ingat aku karna di sana ada abang kan satu kampung sama dia jadi ada lelakon ditempat abang dah situ dia nampaknya lah saya. Aku pun kan agen lembu kesana mungkin pernah nampaknya. Dia kenal aku tapi aku gak kenal dia. (W1P2B124-131/Hal.26) Ini lah kam nampak kan. Susah nya kam rasa ini. Akur aja nya. (W1P2B134-135/Hal.26) Saya kan sudah pernah menikah, jangan dilupakan yang satu itu. Dia juga pernah menikah, hanya saja orang yang menikah dengan saya yang berbeda, makanya pernah kan saya bilang, pernikahan yang sekarang itu bali tak bali,
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
serupa tapi tak sama. Pengalaman saya dipernikahan yang dulu itu membantu saya menyesuaikan, apa lagi umur dah tua, pengalaman dah banyak, bukan saya sombong. Jadi kita itu sudah tidak ada lagi istilah malu-malu, penganten baru, apa gitu, gak ada. Tapi ya bagaimana rumah tangga itu dimulai dari dua orang yang sepakat, kami bicara panjang dan lebar mau dibawa kemana pernikahan ini, sejalan kami, lanjutlah sampai sekarang. (W2P2B061-077/Hal.36)
2) Sikap terhadap Pernikahan Partisipan menganggap bahwa pernikahannya bahagia dengan saling mencintai dan saling menyayangi. Hubungan yang dua arah merupakan kunci keharmonisan keluarga dan solusi dari masalah dan konflik yang terjadi. Partisipan merasa bahwa rumah tangganya berjalan dengan baik, tidak ada masalah. Harapan partisipan 2 terhadap pernikahannya adalah Pernikahan ini akan bertahan selamanya dan sampai kematian yang memisahkan. Ya, bahagia, kalo gak bahagia macam mana mau bertahan. Salingnya semua rumah tangga itu.saling menyintai, saling menyayangi. (W1P2B481-484/Hal.33) Supaya pernikahan itu tetap langgeng buat saya Cuma satu kuncinya harus saling, saling apa pun itu, banyak kan. Gak bisa cuma salah satu aja, tapi harus dua dua. Jadi akhirnya bukan lagi dua kan tapi satu karna saling itu tadi. Selesai perkara. (W2P2B164-170/Hal.38) Iya bagus, kalo gak bagus ya berantakan, dari duit tadi itu. (W1P2B273-274/Hal.29) Itulah rumah tangga sap sampe kapan pun nanti ini jadi pengalaman buat kam (W1P2B276-277/Hal.29) Nanti kam tunjukkan lah sama orang itu kalo kami dame. Sap sekolah rumah tangga ini bukan murahan, kalo gak pande-pande bina rumah tangga pasti recok. (W1P2B279-283/Hal.29) Ya kalo sukses begini ya macam kam bilang tadi, pisah ya pisah mati jadi macam mana lagi. (W1P2B477-479/Hal.33) Ya selamanya nya ini kami ini.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
(W1P2B355-356/Hal.31) 3) Motivasi Melakukan Pernikahan Partisipan 2 sebenarnya sangat membutuhkan teman hidup lagi ketika istrinya meninggal dunia, partisipan 2 merasa kesepian. Kekhawatiran akan sulitnya penyesuaian dengan anak-anak membuat partisipan mengurungkan niatnya. Sampai akhirnya justru anak-anaklah yang mendorong partisipan untuk menikah kembali. Pertimbangan yang diambil anak-anak adalah tidak ada yang merawat partisipan, tidak ada teman. Dalam hati saya yang paling dalam memang gak bisa dututupi saya kehilangan, kesepian, perlu kawan. (W2P2B029-032/Hal.35)
Anak-anak (W1P2B060/Hal.25) A …itulah dorongan anak-anak tadi (W1P2B0110/Hal.26) Apalagi aku pun sakit-sakitannya. Udahlah taruk aja di panti jompo, tambah lagi dah gak ada lagi kawanku di rumah. Ada nya anak kan yang di sini, didepan ini rumahnya pun ada. Dia pun sibuk, menantu itu pegawai negeri, siang kerja sibuk kali. Nah kalo diambil pembantu pun siang nya cuman, malam dah pulang nya dia, jadi kalo apa-apa perlu payah. Jadi kekmana pun gak lagi cocok. (W1P2B077-086/Hal.25)
4)
Proses Memilih Pasangan Keputusan untuk menikah kembali diputuskan bersama anak-anak dan
keluarga besar dan dalam hal memilih pasangan anak-anak Partisipan 2 telah mencarikan wanita yang mereka rasa tepat untuk mendampingi Partisipan 2. Partisipan 2 mempercayai bahwa pilihan anak-anaknya adalah pilihan yang tepat.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Jadi pas tahun baru ngumpul lah kan, rame, datang semua. Lama juga ngumpul disini, ada tiga malam itu, tanggal 1 sampe tanggal 3. semua kumpul, dibilang ditanya lah saya. Mau tidak mau inilah yang kami putuskan Pak. Ada udah kami cari di Batang serangan tempat pak tengah. Ada abang saya disana memang. Mau katanya, dia pun mau katanya. Jadi Bapak langsung setuju? Iya. (W1P2B087-097/Hal.25) Anak-anak sudah musyawarah jadi kita orang tua ngikut musyawarah anak. Kalo seandainya kulawan berarti aku sendiri lawan 8, jadi kan sudah gak ada gunanya. Itu makanya aku nikah. (W1P2B100-104/Hal.26)
5)
Karakteristik Demografi yang Dimiliki Suami atau Istri Pengalaman pernikahan sebelumnya, faktor usia, pengalaman hidup dan
kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. Selisih usia yang tidak terlalu jauh mendukung penyesuaian pernikahan. Selain usia, pengalaman masa lalu, suku dan latar belakang juga mendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan Saya kan sudah pernah menikah, jangan dilupakan yang satu itu. Dia juga pernah menikah, hanya saja orang yang menikah dengan saya yang berbeda, makanya pernah kan saya bilang, pernikahan yang sekarang itu bali tak bali, serupa tapi tak sama. Pengalaman saya dipernikahan yang dulu itu membantu saya menyesuaikan, apa lagi umur dah tua, pengalaman dah banyak, bukan saya sombong. Jadi kita itu sudah tidak ada lagi istilah malu-malu, penganten baru, apa gitu, gak ada. (W2P2B061-073/Hal.36) Gak cuma itu saja ya, usia itu mau pernikahan pertama kedua tetap harus dilihat, jangan terlalu dekat kali jangan terlalu jauh kali, sedang-sedang lah. Pengalaman masa lalu kami sama, sama-sama ditinggal mati, trus suku, ah… ini pun penting juga ini, susah juga kan kalo sempat saya kawin sama orang jawa ya, begitulah. (W2P2B105-113/Hal.37)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
5. Interpretasi Data Undang-undang Perkawinan No. 1 1974, mengatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Astuti, 2003). Partisipan 2 mendefenisikan pernikahan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang disahkan dalam sebuah ikatan pernikahan dengan tujuan membina rumah tangga. Wanita sebagai istri mempunyai peran sebagai pengatur rumah tangga. Rumah tangga dimulai dari kesepakatan pasangan untuk masa depan hubungan itu. Sesuai dengan yang dikemukakan Corsini (2002) bahwa pernikahan adalah komitmen bersama yang dibuat dengan tujuan agar dikenal oleh masyarakat atau orang lain sebagai suatu kesatuan yang stabil, pasangan suami istri dan keluarga. Hubungan Partisipan 2 dengan istri pertamanya sangat serasi. Partisipan 2 merasa istrinya menjalankan perannya sebagai istri dengan baik. Hal ini yang menyebabkan partisipan 2 sangat kehilangan ketika istrinya meninggal secara tiba-tiba karena serangan stroke. Partisipan 2 sempat merasa putus asa karena kematian istrinya. Sejumlah masalah penyesuaian yang harus diatasi oleh pria ketika kehilangan istri yaitu: bagi pria usia lanjut yang hidup sendiri menemui kesulitan dalam menghilangkan kesepian dengan cara mengembangkan minat baru karena pada masa ini keinginan menyusut, hanya sedikit duda yang siap untuk hidup menyendiri dan mengatur hidupnya sendiri, dan masalah tempat
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
tinggal. Pria harus mengatasi dua masalah sekaligus, yaitu masalah kesepian dan ketergantungan (Hurlock, 1999). Pernikahan kembali adalah keputusan yang diambil Partisipan 2 untuk mengatasi masalah kesepiannya. Menurut partisipan 2 pernikahan kembali hampir mirip kondisinya dengan pernikahan terdahulu, tidak persis sama, namun baginya pernikahan pertamanya tidak akan tergantikan. Menikah lagi bagi pria maupun wanita yang kehilangan pasangannya karena kematian atau perceraian merupakan cara untuk mengatasi perasaan kesepian dan perasaan tidak menyenangkan (Hurlock, 1999). Partisipan memandang pernikahan kembali yang dijalani oleh orang lanjut usia sebagai hal yang wajar selama itu tidak menyusahkan orang lain dan untuk tujuan kebaikan dan kebahagiaan. Pada tahun pertama pernikahan partisipan 2 sempat berpikir bahwa pernikahan ini tidak akan berhasil, namun kenyataannya tidak demikian bahkan pernikahan kembali membantu proses pemulihan kesehatan partisipan 2 karena setelah menikah sudah tidak kesepian lagi dan ada teman berbagi cerita dan hidup. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Papalia (2001) yang menyebutkan bahwa pernikahan kembali yang dilakukan oleh orang lanjut usia memberikan manfaat secara societal daripada hidup sendiri dan membutuhkan bantuan dari komunitasnya. Pernikahan kembali dianjurkan kepada lanjut usia yang telah pensiun dan membutuhkan rasa aman secara sosial untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pasangan. Didukung juga dengan pernyataan Schaie (1991) Pernikahan kembali lebih berhasil dari pernikahan pertama karena sudah ada pengalaman dan kematangan, memiliki motivasi untuk
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
membuat pernikahannya berhasil, dan mempunyai bentuk hubungan yang berbeda. Berhasilnya sebuah pernikahan kembali dapat dilihat dari bagaimana pasangan menyesuaikan diri dengan pasangan. Karney & Bradbury (1995) mengatakan bahwa hadirnya permasalahan yang dihadapi pada awal pernikahan ini menyebabkan
pasangan
perlu
menyesuaikan
diri
dengan
kehidupan
pernikahannya agar tujuan dari pernikahan dapat tercapai serta kehidupan rumah tangga dapat berjalan dengan baik dan bahagia. Kunci kesuksesan penyesuaian pernikahan menurut partisipan 2 adalah pengalaman pernikahan terdahulu, kematangan usia dan komunikasi antar pasangan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hurlock (1999) mengenai penyesuaian dengan pasangan bahwa hubungan interpersonal pada masa lalu, yaitu semakin banyak pengalaman dalam hubungan interpersonal antara pria dan wanita yang diperoleh pada masa lalu, maka semakin besar pengertian wawasan sosial yang telah dikembangkan dan semakin besar kemauan untuk bekerja sama dengan sesamanya, serta semakin baik penyesuaian diri dengan pasangan dalam pernikahan. Hal lain yang juga berpengaruh dalam penyesuaian dengan pasangan adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Suami dan istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Hal ini dapat dilihat dari Partisipan 2 yang sudah cukup mengenal karakter pasangannya. Saling mengerti adalah kunci kecocokan pasangan.
Partisipan
memberikan
pengertian
terhadap
istrinya
dengan
menggunakan contoh-contoh, sedangkan perhatian diberikan dengan cara memberikan kesempatan kepada istri untuk melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Penyesuaian dengan pasangan menurut Partisipan 2 dapat berjalan dengan baik ketika pasangan dapat saling memahami baik dalam kelebihan maupun dalam kekurangan. Kekurangan pasangan jangan disimpan tetapi dibicarakan baik-baik, jika tidak dapat dirubah lagi maka bagaimana pasangan itu dapat saling menerima pada kekurangan masing-masing. Kelebihan istri adalah tidak pernah menelantarkan partisipan 2 dalam kondisi apapun. Kesehatan partisipan sangat diperhatikan oleh istri. Menurut partisipan 2 kondisi fisik yang menurun akibat usia lanjut tidak menjadi masalah dalam pernikahannya, justru ketika dalam kondisi sakit partisipan lebih merasakan perhatiaan istri. Penyesuaian pernikahan selanjutnya adalah penyesuaian seksual. Partisipan 2 mengakui bahwa hubungan seksualnya dengan pasangan masih berjalan normal. Kondisi fisik dan kesehatan tidak terlalu menggangu dan bisa diatasi dengan baik. Kondisi istri yang sudah tidak bisa hamil lagi justru mendukung pasangan untuk menikmati hubungan seksual. Sama halnya seperti yang dikemukakan Hurlock
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
(1999) bahwa terdapat bukti-bukti bahwa banyak wanita usia madya yang merasa bebas dari ketakutan akan hamil mengembangkan minat baru dalam hal seks, dan bila minat ini tidak dihalangi maka akan terus berlanjut sampai usia lanjut. Hurlock (1999) mengemukakan salah satu criteria keberhasilan penyesuaian pernikahan adalah penyesuaian yang baik dalam hal keuangan, Partisipan 2 menyadari bahwa masalah keuangan adalah masalah yang cukup sensitif dalam rumah tangga. Untuk menghindarkan masalah dikemudian hari maka keuangan di pegang oleh anak laki-laki Partisipan 2 agar ada keterbukaan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari pengeluaran yang berlebihan agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang baik dan benar. Istri sebaiknya mengurangi kebiasaan mengeluh karena pendapatan suami yang tidak memadai, hal ini dapat diatasi dengan cara istri juga bekerja untuk membantu suami memenuhi kebutuhan keluarga (Hurlock, 1999). Sumber keuangan keluarga adalah dari ladang sawit dan hasil penjualan barang dagangan. Pemasukan dalam jumlah yang kecil dipegang oleh partisipan dan istri sedangkan pemasukan diatas satu juta dipegang oleh putra partisipan 2. Terdapat keterbukaan dalam keluarga untuk masalah keuangan. Setiap pengeluaran dan pemasukan di buatkan cacatan. Anak-anak bila membutuhkan uang terlebih dahulu meminta kepada parsipan dan partisipan yang menyuruh anak laki-lakinya untuk mengeluarkan uang.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Setiap pengeluaran untuk kebutuhan partisipan dan pasangan dipenuhi sendiri dari penghasilan mereka secukupnya, bila sudah tidak cukup lagi maka diminta pada anak laki-lakinya. Untuk keperluan rumah tangga yang tidak terlalu besar dibiayai dari pemasukan yang kecil. Masalah penyesuaian yang keempat dalam kehidupan pernikahan adalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan (Hurlock, 1999). Hubungan partisipan dengan keluarga istri kedua terjalin dengan baik, begitu pun hubungan dengan keluarga istri pertama tidak terputus. Hubungan dengan keluarga istri terdahulu tetap terjalin baik karena anak-anak tetap menjaga silaturahmi. Keluarga istri terdahulu juga mendukung partisipan untuk menikah kembali dan menerima kehadiran istri kedua Partisipan di keluarga mereka. Hubungan yang menyenangkan dengan pihak keluarga pasangan menurut Hurlock (1999) sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian pernikahan dimana hubungan ini menimbulkan rasa stabil dan rasa solider kedua pasangan, anak-anak dan keluarga masing-masing. Masalah yang menyangkut dengan anak sering menjadi pertimbangan bagi pasangan yang ingin menikah kembali (Cavanaugh, 2006).Anak-anak merupakan bagian terpenting dalam hidup Partisipan 2 setelah kematian istrinya. Keinginan untuk menikah kembali itu ada namun terkalahkan dengan kekhawatirannya terhadap masalah penyesuaian dengan anak dalam pernikahan kembali. Anakanaklah yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menikah kembali.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Keputusan
untuk
menikah
kembali
diambil
Partisipan
setelah
membicarakannya dengan anak-anak. Anak-anak mendorong Partisipan 2 untuk menikah kembali. Kekhawatiran terhadap masalah penyesuaian dengan anak-anak tidak ada lagi karena anak mendukung pernikahan.
Setelah pernikahan terjadi masalah penyesuaian bertambah dimana masingmasing pasangan harus mampu menyesuaikan dengan anak-anak pasangan dari pasangannya terdahulu Hobart (dalam Cavanaugh, 2006). Partisipan 2 menganggap anak-anak istrinya dari pernikahan terdahulu sebagai anaknya demikian pula dengan istrinya terhadap anak-anak Partisipan 2. Hubungan yang baik juga terjalin antara anak-anak mereka. Demikian pula dengan cucu masingmasing. Partisipan 2 cukup sering berkomunikasi dengan istri sehingga kemungkinan untuk terjadinya selisih paham juga sering, namun menurut partisipan 2 masalah tidak dibiarkan berlarut-larut. Masalah langsung diselesaikan dengan kedewasaan. Perbedaan pendapat diselesaikan dengan introsfeksi diri masing-masing, dan keinginan sendiri untuk berubah. Setiap masalah diselesaikan berdua saja. Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan harus ada yang mengalah. Sejalan dengan yang dikemukakan Hurlock (1999) dimana perbedaan pendapat diantara anggota keluarga yang tidak dapat dielakkan, biasanya berakhir dengan salah satu dari tiga kemungkinan ini yaitu : adanya ketegangan tanpa pemecahan, salah satu mengalah demi perdamaian atau masing-masing anggota
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
keluarga mencoba untuk saling mengerti pandangan dan pendapat orang lain. Dalam hal ini Partisipan memakai kemungkinan kedua. Pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan dengan musyawarah yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Keputusan partisipan bukanlah kesimpulan mutlak, anak-anak dan istri juga mampu mempengaruhi hasil keputusan. Menilik kondisi ini maka pola penyesuaian pernikahan yang digunakan oleh Partisipan 1 adalah pola Accommodate (Akomodasi). Pada pola ini pasangan berada pada posisi yang bertolak belakang, memiliki karakteristik yang bertolak belakang, tetapi menerima kenyataan bahwa ada perbedaan. Pasangan suami-istri melakukan akomodasi untuk mencapai keseimbangan dengan mentoleransi tingkah laku atau hal-hal lain dari pasangannya yang berbeda dengannya. Selama proses akomodasi pasangan dapat melakukan diskusi untuk meraih cara pandang yang menguntungkan kedua belah pihak. Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan Partisipan 1 adalah sebagai berikut : Proses perkenalan Partisipan dengan istrinya sampai akhirnya menikah hanya 3 hari. Dalam waktu yang singkat ini dapat disimpulkan tidak ada penyesuaian dengan pasangan sebelum pernikahan. Namun, Partisipan 2 menganggap bahwa pengalaman pernikahan sebelumnya, faktor usia, pengalaman hidup dan kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. Orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang baik akan bertanggung jawab untuk memelihara pernikahannya
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Sikap setiap pasangan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. Jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan yang tidak gampang diputus, maka mereka akan bertanggung jawab untuk berusaha keras menjaga ikatan pernikahan sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya tinggi. Partisipan menganggap bahwa pernikahannya bahagia dengan saling mencintai dan saling menyayangi. Hubungan yang dua arah merupakan kunci keharmonisan keluarga dan solusi dari masalah dan konflik yang terjadi. Partisipan merasa bahwa rumah tangganya berjalan dengan baik, tidak ada masalah. Harapan partisipan 2 terhadap pernikahannya adalah Pernikahan ini akan bertahan selamanya dan sampai kematian yang memisahkan. Partisipan 2 sebenarnya sangat membutuhkan teman hidup lagi ketika istrinya meninggal dunia, partisipan 2 merasa kesepian. Kekhawatiran akan sulitnya penyesuaian dengan anak-anak membuat partisipan mengurungkan niatnya. Sampai akhirnya justru anak-anaklah yang mendorong partisipan untuk menikah kembali. Pertimbangan yang diambil anak-anak adalah tidak ada yang merawat partisipan, tidak ada teman. Motivasi untuk menikah dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. Keputusan untuk menikah kembali diputuskan bersama anak-anak dan keluarga besar dan dalam hal memilih pasangan anak-anak Partisipan 2 telah mencarikan wanita yang mereka rasa tepat untuk mendampingi Partisipan 2. Partisipan 2 mempercayai bahwa pilihan anak-anaknya adalah pilihan yang tepat. Tidak terdapat kriteria khusus dari Partisipan 2.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Pengalaman pernikahan sebelumnya, pengalaman hidup faktor usia dan kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. Selisih usia yang tidak terlalu jauh mendukung penyesuaian pernikahan. Selain usia, kesamaan suku dan latar belakang juga mendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan. Berikut ini adalah tabel kesimpulan hasil wawancara terhadap Partisipan 2
Tabel 7. Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipan 2 No Tema Kesimpulan 1 Pandangan partisipan terhadap pernikahan kembali a Arti pernikahan Partisipan 2 mendefenisikan pernikahan sebagai hubungan antara pria dan wanita yang disahkan dalam sebuah ikatan pernikahan dengan tujuan membina rumah tangga. Wanita sebagai istri mempunyai peran sebagai pengatur rumah tangga. Rumah tangga dimulai dari kesepakatan pasangan untuk masa depan hubungan itu b Pernikahan sebelumnya Hubungan Partisipan 2 dengan istri pertamanya sangat serasi. Partisipan 2 merasa istrinya menjalankan perannya sebagai istri dengan baik. Hal ini yang menyebabkan partisipan 2 sangat kehilangan ketika istrinya meninggal secara tiba-tiba karena serangan stroke. c Pernikahan kembali pernikahan kembali yang dilakukan pria lanjut usia oleh orang lanjut usia memberikan manfaat secara societal daripada hidup sendiri dan membutuhkan bantuan dari komunitasnya. Pernikahan kembali dianjurkan kepada lanjut usia yang membutuhkan rasa aman secara sosial untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pasangan. Pada tahun pertama pernikahan partisipan 2 sempat berpikir bahwa Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Konfirmasi Teoritis Defenisi pernikahan menurut Undangundang Perkawinan No. 1 1974 (Astuti, 2003). Defenisi pernikahan menurut Corsini (2002)
Kehilangan pasangan oleh (Hurlock, 1999).
Perkawinan pada usia lanjut Papalia (2001)
Remarriage (Schaie, 1991)
2 a
b
c
pernikahan ini tidak akan berhasil, namun kenyataannya tidak demikian bahkan pernikahan kembali membantu proses pemulihan kesehatan partisipan 2 karena setelah menikah sudah tidak kesepian lagi dan ada teman berbagi cerita dan hidup Masalah dalam penyesuaian pernikahan Penyesuaian dengan Kunci kesuksesan penyesuaian dengan pasangan pasangan menurut partisipan 2 adalah pengalaman pernikahan terdahulu, kematangan usia dan komunikasi antar pasangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Penyesuaian seksual Partisipan 2 mengakui bahwa hubungan seksualnya dengan pasangan masih berjalan normal. Kondisi fisik dan kesehatan tidak terlalu menggangu dan bisa diatasi dengan baik. Kondisi istri yang sudah tidak bisa hamil lagi justru mendukung pasangan untuk menikmati hubungan seksual. Penyesuaian keuangan Salah satu kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan adalah penyesuaian yang baik dalam hal keuangan, Partisipan 2 menyadari bahwa masalah keuangan adalah masalah yang cukup sensitif dalam rumah tangga. Untuk menghindarkan masalah dikemudian hari maka keuangan di pegang oleh anak lakilaki Partisipan 2 agar ada keterbukaan. Bagaimanapun besarnya pendapatan, keluarga perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari pengeluaran yang berlebihan agar disamping itu mereka dapat Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penyesuaian dengan pasangan (Hurlock 1999)
Penyesuaian dengan pasangan (Hurlock 1999)
Perubahan seksual 1999)
perilaku (Hurlock
Penyesuaian keuangan (Hurlock 1999)
d
e
3
menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang baik dan benar. Penyesuaian dengan Hubungan partisipan dengan keluarga keluarga pasangan istri kedua terjalin dengan baik, begitu pun hubungan dengan keluarga istri pertama tidak terputus. Hubungan yang menyenangkan dengan pihak keluarga pasangan sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian pernikahan dimana hubungan ini menimbulkan rasa stabil dan rasa solider kedua pasangan, anak-anak dan keluarga masing-masing. Penyesuaian dengan Masalah yang menyangkut dengan anak masing-masing anak menjadi pertimbangan bagi pasangan yang ingin menikah kembali. Anak-anak merupakan bagian terpenting dalam hidup Partisipan 2 setelah kematian istrinya. Keinginan untuk menikah kembali itu ada namun terkalahkan dengan kekhawatirannya terhadap masalah penyesuaian dengan anak dalam pernikahan kembali. Anak-anaklah yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menikah kembali. Setelah pernikahan terjadi masalah penyesuaian bertambah dimana masing-masing pasangan harus mampu menyesuaikan dengan anakanak pasangan dari pasangannya terdahulu. Pola penyesuaian • Partisipan 2 cukup sering pernikahan berkomunikasi dengan istri sehingga kemungkinan untuk terjadinya selisih paham juga sering, namun menurut partisipan 2 masalah tidak dibiarkan berlarut-larut. Masalah langsung diselesaikan dengan kedewasaan. • Perbedaan pendapat diselesaikan dengan introsfeksi diri masing-masing, dan keinginan sendiri untuk berubah. Setiap masalah diselesaikan berdua saja. Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Penyesuaian dengan keluarga pasangan (Hurlock 1999) Kondisi-kondisi yang menambah penyesuaian pernikahan (Hurlock 1999)
Penyesuaian dengan anak masing-masing (Cavanaugh, 2006)
Penyesuaian dengan anak masing-masing Hobart (dalam Cavanaugh, 2006).
Kemampuan
untuk
Memperoleh Kepuasan
dari
Perbedaan
Pendapat
(Hurlock 1999)
•
4 a
b
Menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan harus ada yang mengalah. • Pasangan berada pada posisi yang bertolak belakang, memiliki karakteristik yang bertolak belakang, tetapi menerima kenyataan bahwa ada perbedaan. Pasangan suami-istri melakukan akomodasi untuk mencapai keseimbangan dengan mentoleransi tingkah laku atau halhal lain dari pasangannya yang berbeda dengannya. Selama proses akomodasi pasangan dapat melakukan diskusi untuk meraih cara pandang yang menguntungkan kedua belah pihak. Faktor pendukung penyesuaian pernikahan Penyesuaian sebelum Proses perkenalan Partisipan dengan menikah istrinya sampai akhirnya menikah hanya 3 hari. Dalam waktu yang singkat ini dapat disimpulkan tidak ada penyesuaian dengan pasangan sebelum pernikahan. Namun, Partisipan 2 menganggap bahwa pengalaman pernikahan sebelumnya, faktor usia, pengalaman hidup dan kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. Orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang baik akan bertanggung jawab untuk memelihara pernikahannya Sikap terhadap • Partisipan menganggap bahwa pernikahan pernikahannya bahagia dengan saling mencintai dan saling menyayangi. • Hubungan yang dua arah merupakan kunci keharmonisan keluarga dan solusi dari masalah dan konflik yang terjadi. • Partisipan merasa bahwa rumah tangganya berjalan dengan baik, tidak ada masalah. • Harapan partisipan 2 terhadap pernikahannya adalah Pernikahan ini Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Pola Accommodate (Akomodasi) (Landis dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
c
d
e
akan bertahan selamanya dan sampai kematian yang memisahkan. Motivasi menikah • Partisipan 2 sebenarnya sangat membutuhkan teman hidup lagi ketika istrinya meninggal dunia, partisipan 2 merasa kesepian. • Kekhawatiran akan sulitnya penyesuaian dengan anak-anak membuat partisipan mengurungkan niatnya. Sampai akhirnya justru anakanaklah yang mendorong partisipan untuk menikah kembali. • Pertimbangan yang diambil anakanak adalah tidak ada yang merawat partisipan, tidak ada teman. • Motivasi untuk menikah dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. Proses memilih • Keputusan untuk menikah kembali pasangan diputuskan bersama anak-anak dan keluarga besar dan dalam hal memilih pasangan anak-anak Partisipan 2 telah mencarikan wanita yang mereka rasa tepat untuk mendampingi Partisipan • Partisipan 2 mempercayai bahwa pilihan anak-anaknya adalah pilihan yang tepat. • Tidak terdapat kriteria khusus dari Partisipan 2. Karakteristik demografi • Pengalaman pernikahan sebelumnya, • faktor usia dan kematangan • pengalaman hidup • kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. • Selisih usia yang tidak terlalu jauh • suku dan latar belakang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
A. PARTISIPAN 3 (S. BUKIT) a. Deskripsi Umum Partisipan 3 Tabel 8. Jadwal Wawancara Partisipan 3 No
Hari
Tanggal
Waktu
1
Minggu
30 Nopember 2008
15.00 – 16.30
2
Minggu
7 Desember 2008
14.00 – 15.00
Tempat Rumah Partisipan Rumah Partisipan
Tabel 9. Gambaran Umum Partisipan 3 Dimensi Nama Usia Jumlah anak Usia saat menikah kembali
Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri Partisipan Istri
Agama Usia pernikahan Pendidikan Pekerjaan
Partisipan Istri Partisipan Istri
Penghasilan Suku
Partisipan Istri
Status tempat tinggal
Partisipan 1 S. Bukit B. Sembiring 73 tahun 67 tahun 5 orang 3 orang 71 tahun 65 tahun Kristen 2 tahun SD SD Petani IRT Rp. 2.000.000 Karo Karo Rumah sendiri
S. Bukit adalah seorang kakek berusia 73 tahun. Bulang Bukit, biasa ia disapa, kehilangan pasangan karena kematian pada usia 61 tahun ketika pernikahannya menginjak usia 40 tahun. K. Tarigan, istri pertama Bulang, meninggal secara tiba-tiba. Siang itu, 11 Maret 1996, Bulang dan istrinya menonton televisi seperti biasa sampai akhirnya keduanya tertidur. Pada saat hari
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
menjelang senja Bulang terbangun dan mendapati istrinya sudah tidak bernyawa. Serangan jantung, itulah alasan yang diberikan dokter untuk kematian K. Tarigan wanita yang dicintai Bulang Bukit hampir setengah abad. Hari-hari dijalani Bulang dalam kesendirian dan kesepian. Kehadiran anak perempuan dan cucu-cucunya untuk tinggal bersama tidak mengurangi apa yang dirasakan Bulang. Hari-hari berlalu dijalani Bulang tanpa tujuan. Teman untuk berbagi suka dan duka, sakit dan sehat belu dapat ditemukannya. Hanya satu penantiannya setiap hari, kapan kematian menjemputnya. 10 tahun berlalu, kenangan terhadap Nek Tigan belum juga bisa hilang dari ingatan Bulang Bukit. Sampai akhirnya keadaan berubah. Pertemuan Bulang dengan B. br. Sembiring di sebuah kegiatan Gereja meninggalkan kenangan yang manis. Pertemuan itu tidak berlangsung hari itu saja, tetapi berlanjut ke pertemuan-pertemuan selanjutnya. Seperti menemukan harapan baru untuk hari tuanya, menemukan seseorang yang senasib dengannya dan Bulang sangat menikmati hubungan ini. Hubungan terus berlanjut sampai akhirnya mereka sepakat untuk menikah. Keputusan mereka untuk menikah pada awalnya tidak disetujuai oleh anakanak mereka masing-masing. Banyak kondisi dan situasi yang memberatkan hati anak-anak untuk menyetujui pernikahan itu, salah satunya adalah faktor usia. Bulang yang pada saat itu berusia 71 tahun dan Nenek berusia 65 tahun dianggap anak-anak mereka tidak cocok untuk menikah kembali. Takdir berkata lain, dengan kedewasaan dan kematangan berpikir untuk memberi penjelasan kepada anak-anak mereka, akhirnya Bulang dan Nenek
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
berhasil meluluhkan hati anak-anak mereka dan pernikahan itu pun terjadi. 23 Juli 2006, S Bukit dan B br Sembiring resmi menjadi suami istri. Pernikahan itu sudah berlangsung lebih dari 2 tahun dan Bulang tidak pernah merasa menyesal. Harihari mereka lalui berdua, mengurusi sebidang tanah yang ditanami tanaman kelapa sawit sebagai pemasukan keuangan keluarga dan memelihara beberapa ekor ayam di belakang rumah.
2
Deskripsi Hasil Wawancara
a. Pendapat Partisipan mengenai Pernikahan Pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang dipersatukan menjadi suami dan istri. Menurut partisipan 3 istri memiliki peranan yang sangat penting dalam rumah tangga, dimana istri sebagai pengatur rumah tangga yang mengetahui segala yang menyangkut urusan rumah. Istri juga sebagai pendamping suami dalam segala situasi dan kondisi. Suami dan istri selalu berpasangan. Pernikahan itu pada dasarnya, ee… hubungan antara pria dan wanita yang dipersatukan dalam ikatan dan menjadi suami istri. Nah itu dulu pertama ya. Kemudian dimana berkembang menjadi keluarga ada anak-anak kan. Orang menikah itu kan pasti mau punya anak ya….keturunan. (W1P3B012-019/Hal.40) Wah….kekmana kita mengartikannya ya… Penting sekali ya….mungkin kalo ada kata diatas penting dah itu lah dia. Lebih dari sekedar penting. Menikah kan berumah tangga istilahnya kan (W1P3B024-030/Hal.40) Istri tu biasa dibilang orang itu ibu rumah tangga, gak ada istilah bapak rumah tangga. Jadi bisa dibilang istri…ibu itu paling penting dirumah. Saya….gak tau apa-apa tentang rumah semua ibu yang tau kalo pun saya mau tau ya saya tanya ibu…kekmana anak-anak, beras, semualah. Penting kali lah ibu itu..eh…istri…sama aja nya ya itu ya, Itu sebagai ibu (W1P3B032-040/Hal.40)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Istri itu Pendamping, dalam susah senang, dalam sehat sakit dalam keceriaan dan kesedihan sama selalu istri dan suami itu berpasangan. (W1P3B041-044Hal.40) Partisipan sudah kehilangan pasangan selama 10 tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah kembali. Partisipan pada awalnya tidak menerima atas kematian istrinya yang terjadi secara tiba-tiba. Banyak kenangan-kenangan yang belum bisa dilupakan partisipan bersama istri pertama sampai sekarang. Berapa coba kurangkan min dari yang kam catat itu. Berapa? 10 tahun Bulang. Nah segitulah. Sekianlah lamanya aku pincang kek mana kam rasa itu. (W1P3B052-056/Hal.41) Waktu saya tau itu nenek sudah gak ada, kek gak mijak tanah bulang ini ya sempat kek orang bodoh, orang kata bibimu ini bidan aslina dah mulai kaku katanya, berarti dah lama lewatnya, itulah lamanya aq gak sadar nenek ini dah gak ada. (W1P3B059-064/Hal.41) Iya orang tadi masih nonton sama e kok tiba-tiba katanya udah gak ada lagi. Iyah macam mati juga aq rasanya. Seperti mimpi, ga percaya kita. (W1P3B066-069/Hal.41) Sampai sekarang belum kuterima saja sebenarnya. Semua kenangan-kenangan itu masih ada jelas semua saya ingat Tapi yang namanya hidup ini dia mati saya hidup sudah beda dunia , jadi hidup ini pun harus lanjutlah walaupun setiap hari itu gak ada rasanya hampa, iya. (W1P3B072-078/Hal.41)
Partisipan memandang positif terhadap pernikahan kembali pada pria lanjut usia. Selama pernikahan yang dilakukan adalah sah baik dimata hukum dan agama maka tidak ada yang salah dari pernikahan itu, ditambah lagi pernikahan itu memiliki tujuan yang baik. Suami dan istri merupakan pasangan yang satu dengan yang lain saling melengkapi, menurut Partisipan pernikahan kembali berfungsi untuk mengisi kepincangan karena kehilangan pasangan.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Positif Apa yang salah, saya tidak beristri dan saya juga tidak merebut istri orang, sama- sama sendiri sahnya kami secara agama hukum kan? (W1P3B085-090/Hal.41) Kita kembali ke hak asasi manusia, setiap orang berhak untuk menikah saya juga bilang, tak ada peraturan yang nulis kakek-kakek umur 75 tahun ke atas tidak boleh menikah lagi setelah ditinggal istrinya, ada pernah kam liat? Ya itu lah, jadi gak ada yang salah selama itu untuk kebaikan. (W1P3B093-101/Hal.41) Kalo gak ada salah satu bulang ya pincang kalo seorang saja susah terus gak ada senang, karena ga ada yang menghibur, kalo sakit ya sakit terus karena tak ada yang merawat ya itu yang sehat makanya harus berpasangan (W1P3B044-049/Hal.40)
b. Masalah Penyesuaian dalam Pernikahan 1) Penyesuaian dengan Pasangan Partisipan berkomunikasi dengan istri hampir setiap saat. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang terjadi sehari-hari. Sesekali membicarakan tentang kehidupan anak-anak mereka 80 persen waktu saya bangun ya, gak termasuk tidur kan, Kalau tidur enggak bisa cerita-cerita pulaklah khan. Itu 80 persen saya habiskan sama biring. Ngapain kami? Itu pertanyaannya khan? Ya kalau berdua cerita-cerita. Saya kawani biring masak khan, cerita-cerita cerita-cerita sarapan, hampir setiap saat ya lah setiap saat. (W1P3B208-215/Hal.44) Semua, segala hal ya naik harga cabai, isu-isu daging tidak layak makan. Itu tadi cerita kami waktu masak tadi pagi. (W1P3B217-219/Hal.44) Masa depan ? Inilah masa depan kami, hari-hari berdua, masa tua kami apalagi yang kami cari, harta? Enggak. Apa yang membuat kami bahagia, senang. Itulah yang kami bicarakan anak-anak cucu itupun kita ceritakan si anu itu si anu ini khan. Ya itupun sering lah kita ceritakan, ya apa lagi (W1P3B222-230/Hal.44)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Dalam pernikahan partisipan 3 tidak mementingkan kelebihan dan kekurangan namun saling menerima apa adanya, melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelebihan istri menurut partisipan 3 adalah perhatiannya yang begitu besar. Kekurangan masing-masing tidak dijadikan masalah melainkan menjadi sumber pengikat rumah tangga. Kecocokan partisipan dengan istri salah satunya adalah sama-sama orang yang aktif sehingga didalam semua kegiatan saling bekerja sama dan timbul kecocokan. Kelebihan dan kekurangan itu pengikat rumah tangga jadi tidak perlu dicaricari. O … dia lebihnya ini kurangnya ini, gak sejahtera rumah tangga yang kekgitu. Ya apa adanya ya diterima lah. (W1P3B163-167/Hal.43) Perhatiannya itu, cukup saya rasa saya tiap hari Gak pernah saya merasa tidak diperhatikannya, i…semua lengkap, beres. (W1P3B151-153/Hal.43) Begini Bulang ini udah tua ketidakcocokan itu udah tidak sempurna.Kalau kita cari-cari tidak cocok banyaknya kekurangan.Jadi kalau masih maksa-maksa cocok ini cocok itu udah gak waktunya lagi. Kecuali tadi saya masih muda, kuat, ketidakcocokan itu yah dicocokkanlah yang penting bisa saling menerima. (W1P3B345-352/Hal.46-47) Saya sama biring mu itu dipersatukan karena ada banyak cocoknya.cocok itu pas kan? Ya Bulang. Ha…jadi saya sama biring itu memiliki banyak kesamaan tidak usah saya sebutkan semuapun salah satunya itu kami orangnya tidak bisa diam.he… saya sakitpun ke ladang, ayok keladang mak saya bilang, udahlah istirahat dirumah aja , gak ngak saya mau di ladang walopun diladang itu tidak ada ngapangapain, duduk tidur saya disapo sapo itu kan., ya paling enggak diam dirumah itu ke ladang ngak ada keterpaksaan itu yang satu mau pergi yang satu gak, dirumah dirumah aja, kapan kecocokannya ya. Saya ma ondong cocok disitulah salah satunya. (W1P3B326-343/Hal.46)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Partisipan 3 mengungkapkan perhatiaan kepada istrinya melalui tingkah laku dan tidak dengan kata-kata belaka. Mereka dapat saling merasakan perhatian yang diberikan masing-masing. Perhatian juga diberikan dalam bentuk sentuhansentuhan mesra yang menurut Partisipan 3 adalah ungkapan rasa sayang. Sayang itu dari tingkah laku udah terlihatnya itu, jadi tidak perlu harus beginibegitu begitulah sayang itu enggak. Tanpa saya begini begini, Bulang pun saya bisa merasakan biring bisa merasakan, sakit hatipun gak perlu marahmarah gini gitu itu anak muda itu. (W1P3B312-318/Hal.46) Kalau mesra-mesra gitu Bulang sama biring pernah juga? Mesranya yang bagaimana? Ya pelukan ciuman, apa gitu. Itu kan tanda sayang juga jadi gak bisa kita samakan dengan kebutuhan seksual itu. Ya gak sering lah masak diladang kayak gitu, ya ah malupun kita apa kata orang, nggo metua begena, sudah tua begitu. Di rumah Bulang, dirumah? Di rumah ya sering. (W1P3B381-395/Hal.47)
2)
Penyesuaian Seksual Hubungan seksual hanya terjadi diawal-awal pernikahan dan sekarang sudah
berhenti. Partisipan menyalurkan keinginan untuk berhubungan suami istri dengan bermesra-mesraan dengan pelukan dan ciuman. Partisipan masih ada keinginan untuk berhubungan namun untuk menjaga perasaan istrinya dia memilih untuk tidak melakukannya Pertama-pertama menikah cuma daripada ada yang disakiti mendingan gak usah. (W1P3B363-364/Hal.47) O…ya Bulang biring udah tua. Biring pun udah keringnya jadi hubungan seksual itu sudah tak lagi. (W1P3B358-360/Hal.47) Ya adanya ada. Cuma itu tadilah ada yang penting yang kita jaga. (W1P3B379-380/Hal.47) Kebutuhan itu gak selalu harus disalurkan. Buat Bulang melihat biring tersenyum cantik dia kulihat udah terpenuhi kebutuhan seksual itu. (W1P3B369-372/Hal.47)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
3)
Penyesuaian Keuangan Partisipan 3 mengatur keuangan keluarga bersama istrinya. Terdapat
keterbukaan dalam hal keuangan. Penghasilan keluarga yang dua juta setiap bulannya diperoleh dari hasil kebun sawit seluas dua hektar. Disamping hasil kebun sawit partisipan dan istrinya juga mendapat bantuan dana dari anak-anak mereka masing-masing. Bantuan dana dari anak-anak partisipan dan pasangannya sudah ada sebelum mereka menikah dan jumlah bantuan tidak tetap, sesuai dengan rejeki yang didapat anak-anak mereka. Ya dua hektaran. (W1P3B397/Hal.47) Sawit . (W1P3B399/Hal.47) Dua juta tergantung harga (W1P3B401/Hal.48) Ya yang sudah pasti, kadangkan aku juga dapat kiriman dari anak, biringpun gitu, tapi ya nggak terlalu kita harapkan, tiba giliran nggak datang, nggak makanlah (W1P3B406-409/Hal.48) Sebelum nikah juga sudah ngirim. (W2P3B009/Hal.49) Gak tentu, namanya rejeki anak, kapan ada uangnya lebih dikirimnya (W2P3B011-012/Hal.49) Sama saya kirim-kiriman itu gak terlampo penting kali, ada ya syukur gak ada pun gak apa apa. Jadi gak Bulang piker-pikirkan ih dah gak pernah lagi si Dewi ngasi, ntah sikit kali yang dikirim Terang, apa apa, Cuma nambah pikiran kan, bagus saya nikmati aja apa yang ada. (W2P3B018-024/Hal.49)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Partisipan 3 merasa pendapatan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap bulannya. Partisipan 3 dan istri mengelola pemasukan bersamasama, partisipan memegang uang hasil kebun sawit sedangkan istrinya memegang uang kiriman bantuan dari anak-anak. Setiap pengeluaran diketahui oleh mereka berdua, jika terdapat uang sisa mereka akan meyimpannya. Terdapat keterbukaan dalam hal keuangan baik itu pemasukan maupun pengeluaran. Kalau untuk makan aja ya berlebih pun. Belum berobat lagi, datang-datangi pesta pesta... e..e… (W1P3B412-414/Hal.48) Puji Tuhan kami gak pernah gak makan. Gitupun enggak pun tiap bulan tapi bisalah sesekali kami beli baju sama biringmu, gak terbeli yang baru yang loaklah. (W1P3B416-419/Hal.48) Uang sawit Bulang, tapi kiriman uang anak biring semua. (W1P3B422-423/Hal.48) Ya nanti kalau masih ada uang sawit sisa sikit kami simpan ya berdualah ngaturnya (W1P3B425-426/Hal.48) Kami juga lah (W1P3B429/Hal.48) Kami kan selalu sama belanjapun sama nya kami jadi namanya aja uang itu sama aku sama dia, kalo jumlahnya berapa yang harus dikeluarkan, dah habis ato belum tau nya kami dua-dua. (W1P3B433-437/Hal.48) Ya kami tahulah berapa-berapa yang kami, berapa habis apapun pengeluaran mau itu Bulang tah biring pasti masing-masing bilang. (W1P3B440-443/Hal.48)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
4)
Penyesuaian dengan Keluarga Pasangan Hubungan partisipan 3 dengan keluarga istrinya terjalin dengan baik, mereka
sering mengunjungi acara keluarga bersama. Pada awalnya keluarga besar partisipan 3 merasa sakit hati karena partisipan tidak memberitahukan mereka tentang rencana pernikahan kembalinya. Namun setelah dijelaskan bahwa pernikahan ini hanya di sahkan secara hukum dan agama saja mereka mengerti dan hubungan keluarga dapat terjalin dengan baik kembali. Ya dekat dekat gitu, nanti jumpa di pesta si teguran, kalo ada saudara dia pesta kita datangi, sama kami. (W2P3B043-045/Hal.49) Iya, sekarang dah gak ada masalah. (W2P3B047/Hal.49) Yah….si Dewi itu yang keterlaluan, di datanginya semua keluarga supaya gak mau menikahkan Bulang. Trus ku bilanglah orang aku gak ada rencana ngadati kok Cuma pasu-pasu aja trus makan bersama gitu aja, kubilang. (W2P3B049-054/Hal.50) Iya, karna dipikir mereka kok Bulang gak ada arih-arih sama mereka gitu, apa yang mau di arih kan ya. (W2P3B056-058/Hal.50) Ya kujelaskanlah kan kalo Bulang Cuma mau pasu-pasu aja, gitu. Bulang undang juga akhirnya keluarga itu. Ngertinya keluarga. (W2P3B060-063/Hal.50)
5)
Penyesuaian dengan Anak Masing-masing Penyesuaian dengan anak masing-masing sudah dimulai partisipan dan
pasangan sebelum pernikahan dilangsungkan. Setelah merasa cukup yakin mereka menemui anak-anak mereka untuk mengutarakan niat mereka untuk menikah kembali. Pertama kali mereka mendatangi anak-anak Biring, pada awalnya anakanak Biring tidak menyetujui pernikahan tersebut namun setelah menjelaskan niat mereka dan akhirnya anak-anak Biring setuju. Setelah dari rumah anak-anak
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Biring mereka mendatangi rumah anak Bulang yang bungsu untuk meminta persetujuan. Setelah dibicarakan dengan seluruh anak-anak Bulang dan diberi pengertian maka mereka diijinkan untuk menikah kembali. Ayok kalo kam mau kita datangi anak-anakndu. (W1P3B117-118/Hal.42) Iya. Cuma 1 nya anaknya disini waktu itu, sekarang dah di Batam. Kami datangi, sempat marah dia, kek yang kam bilang tadi dibilangnya, dah tua masak kawin lagi pula, gitulah ceritanya (W1P3B120-124/Hal.42) Gak lama setujulah dia, setuju anak-anakanya, selesai satu. Sekarang keanak saya lagi, waktu itu Bulang bawa ke tempat si Terang kan, Rang Bapak mau gini-gini, nggo sue arih kami gua kin, bulang bilang gitu kan. (W1P3B124-129/Hal.42) Belum, nanti lah pak kutanya dulu kakak-kakak, katanya. Cepat lah, saya bilang gitu. Kelang berapa hari datang orang itu semua ke rumah saya kan. Pak kami gak setuju kata si dewi, Kek yang dulu pernah bulang ceritakan kan. Nyatanya belumnya diarihkan orang itu pande-pande si dewi aja. Jadi maksud kedatangan orang itu mau nanya saya serius aja itu begitukan Ya saya kasi gambaran begini begini begini. Oke lah biar kami ngomong sama mamak itu Jumpalah orang itu kan keluarga kami keluarganya Sepakatlah tentukan tanggal pernikahan tanggal 28 januari makanya udah mau 2 tahun. (W1P3B131-147/Hal.42) Hubungan partisipan 3 dengan anak-anaknya belum sepenuhnya membaik namun sudah ada perubahan kearah yang lebih baik, hal ini terbukti dari anakanak partisipan 2 yang menyapa istrinya dengan sebutan ‘Mamak’ dan begitupun sebaliknya anak-anak istrinya menyapa Partisipan 3 dengan sebutan ‘Bapak’. Partisipan cukup dekat dengan anak-anak dan cucu-cucu istrinya dari pernikahan terdahulu. Baik. Mereka sudah punya keluarga sendiri khan, jadi ya …begitu urusan keluarga masing-masing. (W1P3B233-235/Hal.44)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Ya….seharusnya Mungkin karena anak-anak dulu gak setuju Bulang menikah lagi, jadi terbawa-bawa sampai sekarang gitu, hubungan itupun tak terlalu dekat. (W1P3B240-244/Hal.44) Ya kalau kami datang kerumah binjai ya ditengoknyalah pula khan. Di di diamkan. Gitu engak. (W1P3B246-248/Hal.44) Anak-anak biring jauh semua. (W1P2B250/Hal.45) Di jambi dan dua lagi di Batam, tiga itu anaknya (W1P2B252-253/Hal.45) Sudah 2 kali lah, karna mereka tu jauh, pas pulang kesini ya disini semua nginap. (W2P3B026-027/Hal.49) Bapak (W2P3B029/Hal.49) Mamak lah (W2P3B031/Hal.49) Ya biasa-biasa aja, karna jarang kami jumpa. Itu ya kalo datang kemari ya lama juga kami crita-crita. Ada sarungku yang baru ku kasikan, anak-anaknya ku kasi jajan. (W2P3B034-038/Hal.49)
c.
Pola Penyesuaian Pernikahan Partisipan sering berselisih paham dengan istri namun masih dalam taraf yang
wajar. Silang pendapat dapat terjadi kapan saja dan dalam hal apa saja namun dapat langsung diselesaikan. Perbedaan pendapat dengan pasangan diatasi dengan membicarakannya secara baik-baik dan dicari jalan tengah yang baik untuk masing-masing pasangan. Partisipan dan istri sering mengobrol sebelum tidur dan membahas kejadian satu hari itu dan bila ada masalah diselesaikan pada saat sebelum tidur itu.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Ya pernahlah namanya juga suami istri pasti pernah bertengkarlah apalagi kayak kami ni yang tiap hari sama khan. Ya berselisih faham itu wajar, namanya otaknya duakan, kalau satu otaknya tentu satu tinggal pemikirannya. (W1P3B264-269/Hal.45) Ya macam-macamlah . Gak bisa kita patokan gitu ini itunya ya terkadang nonton tv acara berita gitu saya tanggapi lainlah menurut dia selisih faham si tegangen hehehe. Ya, habis acaranya habis juga berantamnya. (W1P3B272-277/Hal.45) Malam sebelum tidur. Satu jam kadang-kadang sebelum tidur kami cerita-cerita, ya gak jarang juga ya salah satunya itu ketiduran. Nanti kita panggil gitu eh..eh…gak tahu lagi udah tidur rupanya.ha..ha..ha Ya kenapa Bulang suka tadi seperti dongeng sebelum tidur ya. Itu seperti penutup hari yang menyenangkan. (W1P3B287-300/Hal.45) Ya sama sajalah dibicarakan baik-baik, dicari jalan tengahnya. Bilamana keluarga ini hancur? Ketika tak ada yang mengalah, dua dua sama-sama keras. Harus ada yang mengalah dulu baru dicari jalan tengahnya, baik untuk dua dua lah. (W2P3B111-116/Hal.51)
Pertengkaran besar belum pernah terjadi. Ketika bertengkar partisipan 3 dan istri
memilih
untuk
tidak
mendiamkan
masalah
melainkan
langsung
menyelesaikannya, namun bila kondisi belum memungkinkan untuk diselesaikan karena masih sama-sama emosi maka didiamkan terlebih dahulu sampai kondisi tenang dan setelah itu pertengkaran segera diselesaikan. Penyebab pertengkaran biasanya adalah salah ucapan, namun dapat diatasi bila yang bersalah meminta maaf. Partisipan 3 memilih untuk menyelesaikan masalhnya berdua saja dengan pasangan tanpa melibatkan anak-anak. Sampe saat ini belum ada lah yang buat kami gak cakapan lebih dari 1 hari, pagi berantam siang dah akur lagi, besar besar gak ada yang kecil kecil ya biasa lah itu. (W2P3B121-124/Hal.51)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kalo bisa langsung dicakapkan langsung lah, tapi kalo kira-kira suasana masik panas tunggu dulu dingin, kalo dah kira-kira dingin dibicarakan lagi. Baiknya sih enggak. (W2P3B129-132/Hal.51) Ya salah cakap sikit, sakit hati. Namanya dah tua kadang-kadang kita lupa pun apa yang udah ku bilang tadi gitu, dia udah sakit hati. Mbencit. Kalak metua e ma nina nggo bagi anak-anak ka mulihi ma? Tapi ya itu kadang-kadang lah, asal ada aja yang mau minta maaf, baiknya itu semua. (W2P3B138-142/Hal.51) O itu nggak lah kami aja dua-dua. (W2P3B118/Hal.51)
Dalam mengambil keputusan partisipan 3 memilih untuk membicarakannya dengan anak-anak karena keputusan itu juga meyangkut kepentingan bersama. Istri juga dilibatkan dalam dalam mengambil keputusan yaitu sebagai penengah bila terjadi perbedaan pendapat. Diputuskan bersama karna anak-anak kan dah besar-besar, tinggi semua sekolahnya, jadi apa pun itu kita rundingkan. (W2P3B094-096/Hal.50) O iya karna itu mungkin menyangkut mereka juga kan. (W2P3B099-100/Hal.51) Iya lah, kan dia mamak, kalo udah agak panas perbincangan itu dilah wasitnya supaya gak sampe tengkar. (W2P3B102-104/Hal.51) Iya, karna lebih seringnya kutengok dia bela anak-anak dari pada aku. (W2P3B107-108/Hal.51)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan 1) Tingkat Penyesuaian Suami atau Istri Sebelum Menikah Partisipan berkenalan dengan istri keduanya pada sebuah acara kerohanian dan hubungan berlanjut selama dua bulan. Setelah merasa cukup yakin mereka menemui anak-anak mereka untuk mengutarakan niat mereka untuk menikah kembali. Pertama kali mereka mendatangi anak-anak Biring, setelah menjelaskan niat mereka dan akhirnya anak-anak Biring setuju. Setelah dari rumah anak-anak Biring mereka mendatangi rumah anak Bulang yang bungsu untuk meminta persetujuan. Setelah dibicarakan dengan seluruh anak-anak Bulang dan diberi pengertian maka mereka diijinkan untuk menikah kembali. Iya. Kami jumpa itu sekitar bulan 11 2006. ada acara kebaktian lansia di runggun namocengkeh. Kami satu kelompok diskusi, disitu jumpa, cakapcakap, bulan 12, natal jumpa lagi, adalah sekitar 4 tah 5 kali jumpa dinatal natal itu lepas tahun 2006 masuk tahun 2007, tahun baru kan. Datang saya kerumahnya, waktu itu dia tinggal sama kakaknya. Datang saya sekali tu langsung saya tanya lah niat saya ini begini kan. Ayok kalo kam mau kita datangi anak-anakndu. (W1P3B107-118/Hal.42) Iya. Cuma 1 nya anaknya disini waktu itu, sekarang dah di Batam. Kami datangi, sempat marah dia, kek yang kam bilang tadi dibilangnya, dah tua masak kawin lagi pula, gitulah ceritanya. Gak lama setujulah dia, setuju anakanakanya, selesai satu. Sekarang keanak saya lagi, waktu itu Bulang bawa ke tempat si Terang kan, Rang Bapak mau gini-gini, nggo sue arih kami gua kin, bulang bilang gitu kan. (W1P3B120-129/Hal.42) Cepat lah, saya bilang gitu. Kelang berapa hari datang orang itu semua ke rumah saya kan. Pak kami gak setuju kata si dewi, Kek yang dulu pernah bulang ceritakan kan. Nyatanya belumnya diarihkan orang itu pande-pande si dewi aja. Jadi maksud kedatangan orang itu mau nanya saya serius aja itu begitukan Ya saya kasi gambaran begini begini begini. Oke lah biar kami ngomong sama mamak itu Jumpalah orang itu kan keluarga kami keluarganya Sepakatlah tentukan tanggal pernikahan tanggal 28 januari makanya udah mau 2 tahun (W1P3B134-147/Hal.42)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Perasaan nyaman dan cinta yang dirasakan partisipanlah yang membuatnya yakin untuk menikahi Biring dan partisipan yakin perasaan yang sama juga dirasakan oleh Biring. Setelah dengan nenekmu yang dulu, perasaan yang sama bisa aku rasakan dengan Biringmu. Aku merasa nyaman dekat dengan dia. Dan kurasa dia juga merasakan yang sama. (W1P3B083-087/Hal.50) 2) Sikap terhadap Pernikahan Pernikahan yang sudah berlangsung selama 2 tahun mempengaruhi partisipan dan pasangannya untuk melakukan penyesuaian pernikahan, semakin lama keyakinan dan komitmen itu semakin kuat semakin mereka akan terus berusaha untuk mempertahan kan pernikahan ini. Kehidupan pernikahan mereka sekarang adalah masa depan mereka dan sumber kebahagiaan. Partisipan berharap pernikahannya hanya akan dipisahkan oleh kematian, dan partisipan ingin dia yang meninggal lebih dahulu karena tidak siap ditinggal orang yang dicintai untuk yang kedua kalinya. Inilah masa depan kami, hari-hari berdua, masa tua kami apalagi yang kami cari, harta? Enggak. Apa yang membuat kami bahagia……senang. (W1P3B224-227/Hal.44) Ya ada lah, kalo dulu kami dua dua aja belum kuat, yakin, dua dua bisa bisa berenti di tengah jalan kan, tapi karna kami sudah konitmet (komitmen,red) semua masalah pasti ada jalan keluarnya. (W2P3B154-158/Hal.52) Bahagia trus sampai kematian, kalo bisa saya aja yang pergi duluan. Kenapa gitu Bulang? Ya biar saya bisa mati dalam kebahagiaan, gak dua kali lah saya merasakan kehilangan itu. Setiap orang kan pasti mati, pergi, pasti ada ada yang ditinggalkan dan meninggal, tapi kita kadang-kadang sulit untuk menerima kenyataan itu.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
(W2P3B160-171/Hal.52)
3) Motivasi Melakukan Pernikahan Partisipan 3 menikah kembali agar tidak kesepian dan memiliki teman berbagi setelah memilih untuk bertahan hidup sendiri selama 10 tahun semenjak istrinya meninggal dunia. Kesepian yang dirasakan partisipanlah yang mendorongnya untuk menikah kembali. Sampai sekarang belum kuterima saja sebenarnya. Semua kenangan-kenangan itu masih ada jelas semua saya ingat Tapi yang namanya hidup ini dia mati saya hidup sudah beda dunia , jadi hidup ini pun harus lanjutlah walaupun setiap hari itu gak ada rasanya hampa, iya. Masalah ini salah satu yang mendorong bulang untuk menikah lagi ya bulang? Ya bisa dibilang begitu lah. Buka lembaran baru kan ? Jalani. (W1P3B072-082/Hal.41) Daripada sendiri mana lebih sepi. ya ya bolang. Ya. Sepuluh tahun saya merasa sendiri, kesepian, kesendirian. Ya kalau lagi rame gitu lima orang, sepuluh orang gak bisa bolang, dua orang cukup, yang penting ada teman itu. (W1P3B193-199/Hal.43) Kalo gak ada salah satu bulang ya pincang kalo seorang saja susah terus gak ada senang, karena ga ada yang menghibur, kalo sakit ya sakit terus karena tak ada yang merawat ya itu yang sehat. Makanya harus berpasangan (W1P3B044-049/Hal.40)
4) Proses Memilih Pasangan Dalam memilih pasangan partisipan tidak memiliki criteria khusus namun lebih kepada menggunakan perasaan dalam menilai pasangan. Partisipan merasa mendapatkan perhatian yang selama ini sudah tidak ada lagi. Apa ya ra. Bolang rasa, hati nya yang semua menilai, kalau biring ini saya lihat, terus saya rasakan baik di perhatian. Ya udahlah itu cukup. (W1P3B172-175/Hal.43) Perhatiannya itu, cukup saya rasa saya tiap hari Gak pernah saya merasa tidak diperhatikannya, i…semua lengkap, beres
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
(W1P3B151-153/Hal.43) 5) Karakteristik Demografi yang Dimiliki Suami atau Istri Usia pasangan yang tidak terpaut jauh mendukung berhasilnya sebuah pernikahan kembali. Partisipan 2 memutuskan untuk tinggal terpisah dari anakanaknya agar mampu menjalankan rumah tangganya tanpa cmpur tangan anakanak. Iya lah kala saya ma terus saja saya cari istri saya umur 20 tahun, tapi untuk apa nambah dahin ngenca. Nenek sekarang kami sama-sama sudah lansia orang jumpanya ajapun diacara lansia. Pentinglah usia itu, sebaya, gak jauhjauh kalilah gitu. (W1P3B156-161/Hal.43) Ya karena udah ada rencana untuk nikah lagi itu. Jadi kalau rumah tangga dua ratunya gak bisa satu rumah satu ratunya Istri itulah ratu rumah tangga (W1P3B179-182/Hal.43) Apalah susahnya, ke ladang pun sanggupnya kami. Gak sanggup masak beli nasi bungkus, tukang cuci gosok adanya. (W1P3B185-187/Hal.43) Iyaa cuci gosok aja pagi dia datang, siap kerjaannya pulang dia. (W1P3B189-190/Hal.43) Rame-rame ya tapi begitulah kalau rame-rame kalipun banyak masalah ya….itulah ….ya….inilah. Kalau Cuma berdua ini enak dia…..ya kan (W1P3B200-203/Hal.44)
3. Interpretasi Data Pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang dipersatukan menjadi suami dan istri. Menurut partisipan 3 istri memiliki peranan yang sangat penting dalam rumah tangga, dimana istri sebagai pengatur rumah tangga yang mengetahui segala yang menyangkut urusan rumah. Istri juga sebagai pendamping suami dalam segala situasi dan kondisi. Suami dan istri selalu berpasangan. Defenisi ini sejalan dengan yang dikatakan Purwandarmita (dalam Walgito, 1984) bahwa pernikahan adalah perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Dan juga menurut Hornby (dalam Walgito, 1984) marriage adalah the union of two person as husband and wife yang berarti bahwa pernikahan itu adalah bersatunya dua orang sebagai suami istri. Kondisi pernikahan terdahulu berjalan dengan baik. Partisipan 3 pada awalnya tidak menerima atas kematian istrinya yang terjadi secara tiba-tiba. Partisipan 3 sudah kehilangan pasangan selama 10 tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah kembali. Banyak kenangan-kenangan yang belum bisa dilupakan partisipan bersama istri pertama sampai sekarang. Conroy (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan empat hal menyangkut kehilangan pasangan karena kematian secara tiba-tiba, dalam hal ini Partisipan 3 mengalami tiga hal yaitu pertama, hilang semangat hidup karena tidak mampu menerima kenyataan, kedua, hidup merana, yang ditandai dengan usaha untuk terus mengenang masa silam, ketiga, bangkit kembali ke masa biasa dimana pria menerima dengan rela kematian istrinya dan mencoba membangun pola hidup baru salah satunya dengan menikah kembali. Menikah lagi bagi pria maupun wanita yang kehilangan pasangannya karena kematian atau perceraian merupakan cara untuk mengatasi perasaan kesepian dan perasaan tidak menyenangkan (Hurlock, 1999). Partisipan memandang positif terhadap pernikahan kembali pada pria lanjut usia. Selama pernikahan yang dilakukan adalah sah baik dimata hukum dan agama maka tidak ada yang salah dari pernikahan itu, ditambah lagi pernikahan itu memiliki tujuan yang baik. Suami dan istri merupakan pasangan yang satu dengan yang lain saling
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
melengkapi, menurut Partisipan pernikahan kembali berfungsi untuk mengisi kepincangan karena kehilangan pasangan. Papalia (2001) menyebutkan bahwa pernikahan kembali yang dilakukan oleh orang lanjut usia memberikan manfaat secara societal daripada hidup sendiri dan membutuhkan bantuan dari komunitasnya. Pernikahan kembali dianjurkan kepada lanjut usia yang telah pensiun dan membutuhkan rasa aman secara sosial untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pasangan. Wallerstein dan Blakeslee (dalam Hoyer, 1999) mengemukakan sebuah perumpamaan bahwa pernikahan kembali merupakan kesempatan kedua yang cukup kompleks, dengan sebuah paket yang banyak dan cukup rumit dimana pasangan harus menyesuaikan diri dalam pernikahan tersebut. Dalam pernikahan, partisipan 3 tidak mementingkan kelebihan dan kekurangan namun saling menerima apa adanya, melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelebihan istri menurut partisipan 3 adalah perhatiannya yang begitu besar. Kekurangan masing-masing tidak dijadikan masalah melainkan menjadi sumber pengikat rumah tangga. Kecocokan partisipan dengan istri salah satunya adalah sama-sama orang yang aktif sehingga didalam semua kegiatan saling bekerja sama dan timbul kecocokan. Partisipan berkomunikasi dengan istri hampir setiap saat. Topik pembicaraan adalah hal-hal yang terjadi sehari-hari. Sesekali membicarakan tentang kehidupan anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Hurlock (1999) bahwa hal lain yang juga berpengaruh dalam penyesuaian dengan pasangan adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Suami dan istri yang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan. Penyesuaian pernikahan selanjutnya adalah penyesuaian seksual. Hubungan seksual hanya terjadi diawal-awal pernikahan dan sekarang sudah berhenti. Partisipan menyalurkan keinginan untuk berhubungan suami istri dengan bermesra-mesraan dengan pelukan dan ciuman. Partisipan masih ada keinginan untuk berhubungan namun untuk menjaga perasaan istrinya dia memilih untuk tidak melakukannya. Kondisi ini dijelaskan oleh Rubin (dalam Hurlock, 1999) bahwa hubungan seksual seseorang tidak tidak mungkin berhenti secara otomatis pada usia berapapun. Pasangan yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut biasanya disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh salah satu pasangan ataupun penderitaan yang bersifat fisik akibat hubungan seksual sehingga mempengaruhi keinginannya untuk melanjutkan hubungan seksual. Masalah penyesuaian ketiga dalam hidup pernikahan adalah keuangan. Partisipan 3 mengatur keuangan keluarga bersama istrinya. Terdapat keterbukaan dalam hal keuangan baik itu pemasukan maupun pengeluaran. Penghasilan keluarga yang dua juta setiap bulannya diperoleh dari hasil kebun sawit seluas dua hektar. Disamping hasil kebun sawit partisipan dan istrinya juga mendapat bantuan dana dari anak-anak mereka masing-masing. Partisipan 3 merasa pendapatan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap bulannya. Pada masa lanjut usia, menurut Hurlock (1999) minat terhadap uang sudah mulai berkurang. Apabila pendapatan orang usia lanju sudah mulai berkurang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
maka minat untuk mencari uang tidak lagi berorientasi pada apa yang mereka ingin beli tetapi untuk sekedar menjaga agar mereka tetap dapat mandiri. Yang mereka pikirkan adalah bagaimana mereka dapat tinggal, di mana dan bagaimana mereka tidak tergantung pada orang lain atau tudak bergantung pada bantuan. Bantuan dana dari anak-anak partisipan dan pasangannya sudah ada sebelum mereka menikah dan jumlah bantuan tidak tetap, sesuai dengan rejeki yang didapat anak-anak mereka. Partisipan dan pasangan tidak terlalu mengharapkan bantuan dari anak-anak mereka. Masalah penyesuaian yang keempat dalam kehidupan pernikahan adalah penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan (Hurlock, 1999). Hubungan partisipan 3 dengan keluarga istrinya terjalin dengan baik, mereka sering mengunjungi acara keluarga bersama. Pada awalnya keluarga besar partisipan 3 merasa sakit hati karena partisipan tidak memberitahukan mereka tentang rencana pernikahan kembalinya. Namun setelah dijelaskan mereka mengerti dan hubungan keluarga dapat terjalin dengan baik kembali. Apabila suami/istri memiliki hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadinya percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka (Hurlock, 1999). Penyesuaian dengan anak masing-masing sudah dimulai partisipan dan pasangan sebelum pernikahan dilangsungkan. Setelah merasa cukup yakin mereka menemui anak-anak mereka untuk mengutarakan niat mereka untuk menikah kembali. Pertama kali mereka mendatangi anak-anak Biring, pada awalnya anakanak Biring tidak menyetujui pernikahan tersebut namun setelah menjelaskan niat
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
mereka dan akhirnya anak-anak Biring setuju. Setelah dari rumah anak-anak Biring mereka mendatangi rumah anak Bulang yang bungsu untuk meminta persetujuan. Setelah dibicarakan dengan seluruh anak-anak Bulang dan diberi pengertian maka mereka diijinkan untuk menikah kembali. Pada pasangan lanjut usia, penyesuaian pernikahan kembali yang menyangkut dengan anak sudah dimulai sebelum pernikahan itu sendiri. Masing-masing memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil kepada anak-anaknya, sehingga ketika pernikahan sudah terjadi penyesuaian lebih kepada bagaimana anak-anak mendukung pernikahan itu karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda (Belsky, 1997) Hubungan partisipan 3 dengan anak-anaknya belum sepenuhnya membaik namun sudah ada perubahan kearah yang lebih baik, hal ini terbukti dari anakanak partisipan 2 yang menyapa istrinya dengan sebutan ‘Mamak’ dan begitupun sebaliknya anak-anak istrinya menyapa Partisipan 3 dengan sebutan ‘Bapak’. Partisipan cukup dekat dengan anak-anak dan cucu-cucu istrinya dari pernikahan terdahulu. Kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu (Schaie & Willis, 1991). Partisipan 3 sering berselisih paham dengan istri namun masih dalam taraf yang wajar. Silang pendapat dapat terjadi kapan saja dan dalam hal apa saja namun dapat langsung diselesaikan. Perbedaan pendapat dengan pasangan diatasi
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
dengan membicarakannya secara baik-baik dan dicari jalan tengah yang baik untuk masing-masing pasangan. Pertengkaran besar belum pernah terjadi. Ketika bertengkar partisipan 3 dan istri
memilih
untuk
tidak
mendiamkan
masalah
melainkan
langsung
menyelesaikannya, namun bila kondisi belum memungkinkan untuk diselesaikan karena masih sama-sama emosi maka didiamkan terlebih dahulu sampai kondisi tenang dan setelah itu pertengkaran segera diselesaikan. Penyebab pertengkaran biasanya adalah salah ucapan, namun dapat diatasi bila yang bersalah meminta maaf. Partisipan 3 memilih untuk menyelesaikan masalahnya berdua saja dengan pasangan tanpa melibatkan anak-anak. Dalam mengambil keputusan partisipan 3 memilih untuk membicarakannya dengan anak-anak karena keputusan itu juga meyangkut kepentingan bersama. Istri juga dilibatkan dalam dalam mengambil keputusan yaitu sebagai penengah bila terjadi perbedaan pendapat. Menilik kondisi ini maka dapat dikatakan bahwa pola penyesuaian pernikahan yang digunakan Partisipan 3 adalah pola Compromise (Kompromi), yang berarti bahwa dalam memecahkan konflik pasangan suami-istri melakukan kesepakatankesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Suami-istri berusaha untuk menyatukan pendapat. Melalui kesepakatan, pasangan suami-istri meraih tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi yang kemudian menumbuhkan rasa saling percaya dan rasa aman. Pada tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi, baik suami maupun istri tidak merasa telah melakukan pengorbanan yang besar dalam mencapai kesepakatan (Landis dalam Wahyuningsih, 2002).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan Partisipan 1 adalah sebagai berikut : Penyesuaian partisipan 3 dan pasangan sebelum menikah berlangsung selama dua bulan. Perasaan nyaman dan cinta yang dirasakan partisipanlah yang membuatnya yakin untuk menikahi Biring dan partisipan yakin perasaan yang sama juga dirasakan oleh Biring. Orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang baik akan bertanggung jawab untuk memelihara pernikahannya, sebaliknya orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang rendah kurang bertanggung jawab dalam memelihara pernikahannya. Sikap setiap pasangan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. Pernikahan yang sudah berlangsung selama 2 tahun mempengaruhi partisipan dan pasangannya untuk melakukan penyesuaian pernikahan, semakin lama keyakinan dan komitmen itu semakin kuat semakin mereka akan terus berusaha untuk mempertahan kan pernikahan ini. Partisipan berharap pernikahannya hanya akan dipisahkan oleh kematian. Partisipan 3 menikah kembali agar tidak kesepian dan memiliki teman berbagi setelah memilih untuk bertahan hidup sendiri selama 10 tahun semenjak istrinya meninggal dunia. Kesepian yang dirasakan partisipanlah yang mendorongnya untuk menikah kembali. Jika motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
dan duka, keinginan memiliki anak dan keluarga, maka penyesuaian pernikahan akan terjadi karena ada tanggung jawab. Dalam memilih pasangan partisipan tidak memiliki criteria khusus namun lebih kepada menggunakan perasaan dalam menilai pasangan. Jika memilih pasangan hidup tidak memperhatikan bagaimana rasa tanggung jawab pasangan nantinya terhadap pernikahan maka tingkat penyesuaian pernikahan akan rendah. Karakteristik demografi yang memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan penyesuaian pernikahan partisipan 3 antara lain adalah usia pasangan yang tidak terpaut jauh mendukung berhasilnya sebuah pernikahan kembali. Partisipan 3 memutuskan untuk tinggal terpisah dari anak-anaknya agar mampu menjalankan rumah tangganya tanpa cmpur tangan anak-anak. Berikut ini adalah tabel kesimpulan hasil wawancara terhadap Partisipan 3 Tabel 10. Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipan 3 No Tema Kesimpulan 1 Pandangan partisipan terhadap pernikahan kembali a Arti pernikahan Pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang dipersatukan menjadi suami dan istri. Menurut partisipan 3 istri memiliki peranan yang sangat penting dalam rumah tangga, dimana istri sebagai pengatur rumah tangga yang mengetahui segala yang menyangkut urusan rumah. Istri juga sebagai pendamping suami dalam segala situasi dan kondisi. Suami dan istri selalu berpasangan. b Pernikahan sebelumnya • Kondisi pernikahan terdahulu berjalan dengan baik. Partisipan 3 pada awalnya tidak menerima atas kematian istrinya yang terjadi secara tiba-tiba. (Hilang semangat hidup karena tidak mampu menerima kenyataan) Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Konfirmasi Teoritis Defenisi pernikahan menurut Purwandarmita (dalam Walgito, 1984) Defenisi menurut (dalam 1984)
pernikahan Hornby Walgito,
Kehilangan pasangan karena kematian oleh Conroy (Hurlock, 1999).
c
2 a
• Banyak kenangan-kenangan yang belum bisa dilupakan partisipan bersama istri pertama sampai sekarang. (Hidup merana, yang ditandai dengan usaha untuk terus mengenang masa silam) • Partisipan 3 sudah kehilangan pasangan selama 10 tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah kembali. (Bangkit kembali ke masa biasa dimana pria menerima dengan rela kematian istrinya dan mencoba membangun pola hidup baru salah satunya dengan menikah kembali) Pernikahan kembali Partisipan memandang positif pria lanjut usia terhadap pernikahan kembali pada pria lanjut usia. Selama pernikahan yang dilakukan adalah sah baik dimata hukum dan agama maka tidak ada yang salah dari pernikahan itu, ditambah lagi pernikahan itu memiliki tujuan yang baik. Suami dan istri merupakan pasangan yang satu dengan yang lain saling melengkapi, menurut Partisipan pernikahan kembali berfungsi untuk mengisi kepincangan karena kehilangan pasangan. Masalah dalam penyesuaian pernikahan Penyesuaian dengan • Partisipan 3 tidak pasangan mementingkan kelebihan dan kekurangan namun saling menerima apa adanya, melengkapi kekurangan dan kelebihan masing-masing. • Kelebihan istri menurut partisipan 3 adalah perhatiannya yang begitu besar. • Kekurangan masing-masing tidak dijadikan masalah melainkan menjadi sumber pengikat rumah tangga. • Kecocokan partisipan dengan istri salah satunya adalah sama-sama orang yang aktif sehingga didalam semua kegiatan saling bekerja sama dan timbul kecocokan. Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Remarriage (Hurlock, 1999)
Perkawinan pada usia lanjut Papalia (2001)
Penyesuaian dengan pasangan oleh Wallerstein dan Blakeslee (dalam Hoyer, 1999)
Penyesuaian dengan
•
b
c
d
Suami dan istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan. Penyesuaian seksual • Hubungan seksual hanya terjadi diawal-awal pernikahan dan sekarang sudah berhenti. • Hubungan seksual seseorang tidak tidak mungkin berhenti secara otomatis pada usia berapapun. • Partisipan masih ada keinginan untuk berhubungan namun untuk menjaga perasaan istrinya dia memilih untuk tidak melakukannya. • Pasangan yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut biasanya disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh salah satu pasangan ataupun penderitaan yang bersifat fisik akibat hubungan seksual sehingga mempengaruhi keinginannya untuk melanjutkan hubungan seksual. Penyesuaian keuangan Partisipan 3 mengatur keuangan keluarga bersama istrinya. Terdapat keterbukaan dalam hal keuangan baik itu pemasukan maupun pengeluaran. Penghasilan keluarga yang dua juta setiap bulannya diperoleh dari hasil kebun sawit seluas dua hektar dan bantuan dana dari anak-anak mereka masing-masing. Partisipan 3 merasa pendapatan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap bulannya. Bantuan dana dari anakanak partisipan dan pasangannya sudah ada sebelum mereka menikah dan jumlah bantuan tidak tetap, sesuai dengan rejeki yang didapat anak-anak mereka namun partisipan dan pasangan tidak terlalu mengharapkan bantuan dari anak-anak mereka. Penyesuaian dengan Hubungan partisipan 3 dengan Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
pasangan 1999)
(Hurlock
Aktivitas Seksual pada Masa Usia Lanjut oleh Rubin (dalam Hurlock, 1999)
Minat terhadap Uang (Hurlock 1999)
Penyesuaian dengan
keluarga pasangan
e
3
keluarga istrinya terjalin dengan baik, mereka sering mengunjungi acara keluarga bersama. Apabila suami/istri memiliki hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadinya percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka Penyesuaian dengan Kondisi memiliki anak memaksa anak masing-masing pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu Pada pasangan lanjut usia, penyesuaian pernikahan kembali yang menyangkut dengan anak sudah dimulai sebelum pernikahan itu sendiri. Masing-masing memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil kepada anak-anaknya, sehingga ketika pernikahan sudah terjadi penyesuaian lebih kepada bagaimana anak-anak mendukung pernikahan itu karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda Pola penyesuaian • Partisipan 3 sering berselisih pernikahan paham dengan istri namun masih dalam taraf yang wajar. • Perbedaan pendapat dengan pasangan diatasi dengan membicarakannya secara baik-baik dan dicari jalan tengah yang baik untuk masing-masing pasangan. • Ketika bertengkar partisipan 3 dan istri memilih untuk tidak mendiamkan masalah melainkan langsung menyelesaikannya, namun bila kondisi belum memungkinkan untuk diselesaikan karena masih sama-sama emosi maka didiamkan terlebih dahulu sampai kondisi tenang dan setelah itu pertengkaran segera Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
keluarga pasangan (Hurlock 1999) Kriteria Keberhasilan Penyesuaian Pernikahan (Hurlock 1999)
Penyesuaian dengan anak masing-masing (Schaie & Willis, 1991). Penyesuaian dengan anak masing-masing (Belsky, 1997)
Pola Compromise (Kompromi) (Landis dalam Wahyuningsih, 2002)
diselesaikan. Dalam mengambil keputusan partisipan 3 memilih untuk membicarakannya dengan anak-anak dan istrinya karena keputusan itu juga meyangkut kepentingan bersama. Faktor pendukung penyesuaian pernikahan Penyesuaian sebelum • Penyesuaian partisipan 3 dan menikah pasangan sebelum menikah berlangsung selama dua bulan. • Perasaan nyaman dan cinta yang dirasakan partisipanlah yang membuatnya yakin untuk menikahi Biring dan partisipan yakin perasaan yang sama juga dirasakan oleh Biring. • Orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang baik akan bertanggung jawab untuk memelihara pernikahannya, sebaliknya orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang rendah kurang bertanggung jawab dalam memelihara pernikahannya. Sikap terhadap • Sikap setiap pasangan pernikahan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. • Pernikahan yang sudah berlangsung selama 2 tahun mempengaruhi partisipan dan pasangannya untuk melakukan penyesuaian pernikahan, semakin lama keyakinan dan komitmen itu semakin kuat semakin mereka akan terus berusaha untuk mempertahan kan pernikahan ini. • Partisipan berharap pernikahannya hanya akan dipisahkan oleh kematian. Motivasi menikah • Partisipan 3 menikah kembali agar tidak kesepian dan memiliki teman berbagi setelah memilih untuk bertahan hidup sendiri selama 10 tahun semenjak istrinya meninggal •
4 a
b
c
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam
d
e
dunia. • Kesepian yang dirasakan partisipanlah yang mendorongnya untuk menikah kembali • Motivasi untuk menikah dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. Proses memilih Dalam memilih pasangan partisipan pasangan tidak memiliki criteria khusus namun lebih kepada menggunakan perasaan dalam menilai pasangan. Jika memilih pasangan hidup tidak memperhatikan bagaimana rasa tanggung jawab pasangan nantinya terhadap pernikahan maka tingkat penyesuaian pernikahan akan rendah. Karakteristik demografi • Selisih usia yang tidak terlalu jauh • Tempat tinggal yang berjauhan dengan anak masing-masing.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Pernikahan Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002)
D.
PEMBAHASAN Pembahasan yang dilakukan dirujuk pada teori-teori yang telah dikemukakan
dan diuraikan pada bab II berdasarkan tujuan penelitian. 1. Padangan terhadap Pernikahan Kembali pada Pria Lanjut Usia a. Arti pernikahan Pernikahan didefenisikan oleh banyak tokoh sebagai hubungan pria dan wanita yang dipersatukan dalam ikatan suami istri (Hornby dalam Walgoti, 1984) dengan tujuan membentuk keluarga (Undang-undang Perkawinan No. 1 1974) yang didasari oleh komitmen bersama (Corsini ,2002) yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat seksual dan menjadi matang (Papalia, Old & feldman, 2001). Ketiga partisipan masing-masing mendefenisikan pernikahan menurut pengalaman pernikahan mereka sebelumnya yang juga merujuk pada defenisi pernikahan diatas. b. Hubungan dengan istri sebelumnya Sejumlah masalah penyesuaian yang harus diatasi oleh pria ketika kehilangan istri yaitu: bagi pria usia lanjut yang hidup sendiri menemui kesulitan dalam menghilangkan kesepian dengan cara mengembangkan minat baru karena pada masa ini keinginan menyusut, hanya sedikit duda yang siap untuk hidup menyendiri dan mengatur hidupnya sendiri, dan masalah tempat tinggal. Pria harus mengatasi dua masalah sekaligus, yaitu masalah kesepian dan ketergantungan (Hurlock, 1999). Ketiga partisipan memiliki hubungan yang harmonis dengan istri sebelumnya. Bagi partisipan 1 istri merupakan tempat kepercayaaan penuhnya, ketika istri tidak ada maka hilanglah orang yang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
dipercayai Partisipan 1. Hal sesuai dengan yang dijelaskan Rando (1990) bahwa pria sering kehilangan orang kepercayaannya saat pria kehilangan istri karena dukungan yang diperoleh sebelumnya hanya dari istri (Belsky, 1997). Partisipan 2 dan Partisipan 3 mengalami kondisi yang sama yaitu kehilangan pasangan secara tiba-tiba. Pria lanjut usia merasa kesulitan untuk melakukan rutinitas sehari-hari tanpa istri dan mereka secara emosional menjadi terisolasi dari anggota keluarga lain (Cavanaugh, 2006). Conroy (dalam Hurlock, 1999) mengemukakan empat hal menyangkut kehilangan pasangan karena kematian secara tiba-tiba, dalam hal ini Partisipan 2 dan Partisipan 3 mengalami tiga hal yaitu pertama, hilang semangat hidup karena tidak mampu menerima kenyataan, kedua, hidup merana, yang ditandai dengan usaha untuk terus mengenang masa silam, ketiga, bangkit kembali ke masa biasa dimana pria menerima dengan rela kematian istrinya dan mencoba membangun pola hidup baru salah satunya dengan menikah kembali. c. Pendapat terhadap pernikahan kembali yang dilakukan pria lanjut usia Salah satu cara orang lanjut usia dalam mengatasi masalah kesepian dan hilangnya aktivitas seksual yang disebabkan karena tidak mempunyai pasangan hidup, adalah dengan cara menikah kembali. Menikah lagi pada pada masa dewasa ini merupakan hal yang biasa daripada masa lalu, sebagian karena sikap sosial terhadap pernikahan pada usia lanjut sekarang lebih ditolerir daripada waktu dulu, terutama kehilangan pasangan hidup dikarenakan perceraian, sebagian lagi karena dewasa lebih banyak orang lanjut usia yang masih hidup dari pada masa dulu (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Ketiga partisipan pada penelitian ini menganggap pernikahan kembali yang mereka jalani merupakan cara mereka mengatasi kesepian mereka setelah kehilangan pasangan. Pernikahan kembali pada usia lanjut bukanlah sebuah kesalahan bila merujuk pada prinsip-prinsip pernikahan itu sendiri yaitu tujuan dari pernikahan itu adalah untuk kebaikan dan kebahagiaan, tidak menyusahkan orang lain, sanggup bertanggung jawab pada pernikahan itu dan sah baik dimata hukum dan agama. Secara umum, Dariyo (2003) mengemukakan beberapa faktor pendorong individu untuk menikah kembali, antara lain Faktor Biologis, Faktor Etika, Moralitas, dan Normal Sosial, Faktor Kebutuhan Ekonomi – Keuangan, Faktor Status Sosial, dan Faktor Pemeliharaan dan Pendidikan Anak-anak. Pada penelitian ini pernikahan kembali dodorong oleh faktor status sosial. Individu yang kehilangan pasangan hidupnya, secara status sosial akan berubah menjadi janda atau duda. Status baru ini biasanya akan menimbulkan tekanan sosial (social stressor) dari lingkungannya seperti kerabat atau anggota keluarga terdekat, tetangga atau lingkungan kerja. Tekanan ini dapat menimbulkan konflik internal pada individu tersebut. Untuk dapat memecahkan masalah ini, individu dapat menikah kembali dengan pasangan hidup baru. 2. Permasalahan yang terjadi dalam pernikahan Dari sekian banyak masalah penyesuaian diri dalam pernikahan, empat pokok yang paling umum dan penting bagi kebahagiaan pernikahan adalah penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga dari pihak masing-masing pasangan (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Masalah penyesuaian diri dalam pernikahan kembali, antara lain adalah masalah penyesuaian diri dengan pasangan hidup baru, kerabat yang baru, rumah baru dalam lingkungan masyarakat baru. Masalah lain adalah menikah kembali tidak memperoleh dukungan dari anak-anaknya (Hurlock, 1999). Berukut akan dielaska satu per satu. a. Penyesuaian dengan pasangan Hurlock (1999) menyatakan bahwa yang berpengaruh dalam penyesuaian dengan pasangan adalah kemampuan dan kemauan untuk berkomunikasi. Partisipan 2 dan Partisipan 3 mempunyai komunikasi yang baik dengan pasangan mereka, Suami dan istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan (Hurlock, 1999). Wallerstein dan Blakeslee (dalam Hoyer, 1999) mengemukakan sebuah perumpamaan bahwa pernikahan kembali merupakan kesempatan kedua yang cukup kompleks, dengan sebuah paket yang banyak dan cukup rumit dimana pasangan harus menyesuaikan diri dalam pernikahan tersebut. Partisipan 1 jarang berkomunikasi dengan istrinya karena kondisi kesehatannya mengharuskannya untuk banyak beristirahat. Namun hal ini tidak mengurangi keharmonisan pernikahan mereka karena menurut Partisipan 1 keharmonisan dalam rumah tangga dapat terwujud bila pasangan tetap menjaga kesepakatan dalam membina rumah tangga. Saling menghargai peran masing-masing dalam rumah tangga.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Hurlock (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 1 adalah konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 2 adalah konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 3 adalah konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. b. Penyesuaian seksual Partisipan 1 dan Partisipan 3 dalam hal hubungan seksual sudah tidak rutin lagi dan bahkan sudah jarang dilakukan karena pengaruh kesehatan, sedangkan Partisipan 2 masih melakukan hubungan seksual secara normal. Rubin (dalam Hurlock, 1999) bahwa hubungan seksual seseorang tidak mungkin berhenti secara otomatis pada usia berapapun. Pasangan yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut biasanya disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh salah satu pasangan ataupun penderitaan yang bersifat fisik akibat hubungan seksual sehingga mempengaruhi keinginannya untuk melanjutkan hubungan seksual.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Penyesuaian keuangan Hurlock (1999) mengemukakan salah satu kriteria keberhasilan penyesuaian pernikahan adalah penyesuaian yang baik dalam hal keuangan. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan antara pendapatan dengan kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi (Hurlock, 1999). Partisipan 1 memberikan kepercayaan kepada istrinya untuk mengelola seluruh keuangan keluarga. Partisipan 2 lebih memilih untuk mempercayakan keuangan keluarga dikelola oleh anak lakilakinya. Hal ini dilakukan untuk menjaga kepercayaan anak-anaknya terhadap ibu tiri mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1999) bahwa dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Partisipan 3 berbeda juga dengan dua partisipan sebelumnya yaitu mengelola keuangan bersama-sama dengan pasangan. Pemasukan disimpan berdua dan setiap pengeluaran diketahui oleh mereka berdua. Pada masa lanjut usia, menurut Hurlock (1999) minat terhadap uang sudah mulai berkurang. Apabila pendapatan orang usia lanju sudah mulai berkurang maka minat untuk mencari uang tidak lagi berorientasi pada apa yang mereka ingin beli tetapi untuk sekedar menjaga agar mereka tetap dapat mandiri. Yang mereka pikirkan adalah bagaimana mereka dapat tinggal, di mana dan bagaimana mereka tidak tergantung pada orang lain atau tidak bergantung pada bantuan. d. Penyesuaian dengan keluarga pasangan Dalam hal penyesuaian dengan keluarga pasangan Hurlock (1999) mengemukakan bahwa suami istri harus mempelajari dan menyesuaikan dengan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
kondisi keluarga pasangan bila tidak ingin hubungan yang tegang dengan sanak saudara masing-masing. Apabila suami/istri memiliki hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadinya percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka. Ketiga partisipan memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga pasangan. Tidak terdapat masalah dengan salah satu anggota keluarga pasangan. Masing-masing dapat mengabungkan diri. Hubungan yang menyenangkan dengan pihak keluarga pasangan menurut Hurlock (1999) sangat penting dan besar pengaruhnya
terhadap
penyesuaian
pernikahan
dimana
hubungan
ini
menimbulkan rasa stabil dan rasa solider kedua pasangan, anak-anak dan keluarga masing-masing. e. Penyesuaian dengan anak masing-masing Masalah yang menyangkut dengan anak sering menjadi pertimbangan bagi pasangan yang ingin menikah kembali. Kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu (Schaie & Willis, 1991). Partisipan 1 sudah memulai penyesuaian dengan anak-anaknya sebelum pernikahan itu dilaksanakan. Anak-anak juga dilibatkan dalam proses pemilihan pasangan sehingga hubungan yang baik sudah terjalin sebelum pernikahan. Demikian pula dengan Partisipan 2 yang sangat menjaga perasaan anak-anaknya ketika ingin menikah kembali. Keputusan untuk menikah dan pemilihan pasangan dilakukan Partisipan 3 dengan anak-anaknya sehingga sekarang hubungan yang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
baik sedak terjalin antara pasangan dengan anak-anak Partisipan 2 begitupun sebaliknya. Setelah pernikahan terjadi masalah penyesuaian bertambah dimana masing-masing pasangan harus mampu menyesuaikan dengan anak-anak pasangan dari pasangannya terdahulu Hobart (dalam Cavanaugh, 2006). Pada pasangan lanjut usia, penyesuaian pernikahan kembali yang menyangkut dengan anak sudah dimulai sebelum pernikahan itu sendiri. Masing-masing memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil kepada anak-anaknya, sehingga ketika pernikahan sudah terjadi penyesuaian lebih kepada bagaimana anak-anak mendukung pernikahan itu karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda (Belsky, 1997). Hubungan partisipan 3 dengan anak-anaknya belum sepenuhnya membaik namun sudah ada perubahan kearah yang lebih baik, hal ini terbukti dari anak-anak partisipan 2 yang menyapa istrinya dengan sebutan ‘Mamak’ dan begitupun sebaliknya anak-anak istrinya menyapa Partisipan 3 dengan sebutan ‘Bapak’. 3. Pola penyesuaian pernikahan Banyak hal yang harus disesuaikan dalam pernikahan, seperti hubungan seksual, masalah keuangan, agama, aktivitas sosial dan rekreasi, hubungan dengan keluarga dan pasangan, hubungan dengan anak, dan hubungan dengan teman. Tidak jarang terjadi konflik antar pasangan suami istri agar hal-hal mendasar tersebut dapat disesuaikan (Wahyuningsih, 2002). Landis (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan pola penyesuaian pernikahan yang dilihat dari cara memecahkan konflik-konflik dalam pernikahan,
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
yaitu : Compromise (Kompromi), Accommodate (Akomodasi) dan Hostility (Permusuhan). Partisipan 1 dan Partisipan 3 menggunakan pola Kompromi yang berarti bahwa dalam memecahkan konflik pasangan suami-istri melakukan kesepakatan-kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Suami-istri berusaha untuk menyatukan pendapat. Melalui kesepakatan, pasangan suami-istri meraih tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi yang kemudian menumbuhkan rasa saling percaya dan rasa aman. Pada tingkat penyesuaian pernikahan yang tinggi, baik suami maupun istri tidak merasa telah melakukan pengorbanan yang besar dalam mencapai kesepakatan. Partisipan 2 menggunakan pola Akomodasi. Pada pola ini pasangan berada pada posisi yang bertolak belakang, memiliki karakteristik yang bertolak belakang, tetapi menerima kenyataan bahwa ada perbedaan. Pasangan suami-istri melakukan akomodasi untuk mencapai keseimbangan dengan mentoleransi tingkah laku atau hal-hal lain dari pasangannya yang berbeda dengannya. Selama proses akomodasi pasangan dapat melakukan diskusi untuk meraih cara pandang yang menguntungkan kedua belah pihak. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, yaitu sebagai berikut : a. Penyesuaian dengan pasangan sebelum menikah Maksud dari tingkat penyesuaian suami atau istri sebelum menikah adalah tingkat kematangan, tingkat kestabilan emosi, dan rasa aman yang dimiliki suami atau istri sebelum menikah. Orang yang memiliki tingkat penyesuaian yang baik
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
akan bertanggung
jawab untuk memelihara pernikahannya, sebaliknya orang
yang memiliki tingkat penyesuaian yang rendah kurang bertanggung jawab dalam memelihara pernikahannya. Pernikahan kembali pada usia lanjut tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyesuaikan dengan pasangan. Ketiga partisipan menganggap bahwa pengalaman pernikahan sebelumnya, faktor usia, pengalaman hidup dan kematangan membantu partisipan dan istrinya dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. b. Sikap terhadap pernikahannya Sikap setiap pasangan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. Jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan yang tidak gampang diputus, maka mereka akan bertanggung jawab untuk berusaha keras menjaga ikatan pernikahan sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya tinggi. Sebaliknya, jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa ikatan pernikahan mudah untuk diputus maka mereka kurang bertanggung jawab untuk menjaga ikatan pernikahan, sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya rendah. Ketiga Partisipan menaruh harapan bahwa pernikahan mereka yang ke dua akan bertahan selamanya dan sampai kematian yang memisahkan. Partisipan menganggap pernikahannya bahagia dan merupakan sebuah anugerah Tuhan di usia lanjut masih bisa merasakan kebahagiaan berumah tangga.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
c. Motivasi dalam menikah kembali Motivasi untuk menikah dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. Jika motivasi menikah hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis maka penyesuaian pernikahan tidak akan terjadi. Jika motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka dan duka, keinginan memiliki anak dan keluarga, maka penyesuaian pernikahan akan terjadi karena ada tanggung jawab. Partisipan 1 dan Partisipan 2 memutuskan untuk menikah kembali karena pertimbangan yang menyangkut dengan anak-anak. Partisipan 1 dimotivasi oleh keinginan untuk tidak menyusahkan anak karena kondisi kesehatan yang menurun sehingga Partisipan membutuhkan teman hidup yang menemaninya dan merawatnya. Partisipan 2 sebenarnya sangat membutuhkan teman hidup lagi ketika istrinya meninggal dunia, partisipan 2 merasa kesepian. Kekhawatiran akan sulitnya penyesuaian dengan anak-anak membuat partisipan mengurungkan niatnya. Sampai akhirnya justru anak-anaklah yang mendorong partisipan untuk menikah kembali. Pertimbangan yang diambil anak-anak adalah tidak ada yang merawat partisipan, tidak ada teman. Berbeda dengan kedua Partisipan sebelumnya, Partisipan 3 menikah kembali agar tidak kesepian dan memiliki teman berbagi setelah memilih untuk bertahan hidup sendiri selama 10 tahun semenjak istrinya meninggal dunia. Kesepian yang dirasakan partisipanlah yang mendorongnya untuk menikah kembali. Pria lanjut usia yang menikah kembali kebanyakan memutuskan untuk menikah kembali
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
didasarkan akan kebutuhannya memiliki teman dalam menghabiskan masa tuanya dengan berjalan-jalan dan teman yang senasib dengannya (Belsky, 1997). d. Pemilihan pasangan Proses pemilihan pasangan berkaitan dengan penyesuaian pernikahan. Kesalahan dalam memilih pasangan hidup dapat berakibat fatal dalam pernikahan. Jika dalam memilih pasangan hidup tidak memperhatikan bagaimana rasa tanggung jawab pasangan nantinya terhadap pernikahan maka tingkat penyesuaian pernikahan akan rendah. Dalam memilih pasangan Partisipan 1 dan Partisipan 2 mempercayakannya kepada anak-anak mereka agar memudahkan penyesuaian dengan anak-anak. Pilihan jatuh pada wanita lanjut usia yang juga sudah janda, mau menerima kondisi penurunan fisik dan kesehatan partisipan akibat proses penuaan. Tidak terdapat kriteria khusus yang dikemukakan oleh Partisipan 1 dan 2. Berbeda dengan Partisipan 3 yang memilih sendiri pasangan hidupnya dan lebih melihat pasangan dari penerimaannya terhadap kondisi partisipan. e. Karakteristik demografi Karakteristik demografi yang memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan penyesuaian pernikahan antara lain adalah pendapatan keluarga, pekerjaan, urutan kelahiran, jumlah saudara yang berlainan jenis kelamin, popularitas semasa remaja, perbedaan umur antara suami dengan istri, usia pernikahan, agama dan tingkat pendidikan suami dan istri. Menurut ketiga partisipan faktor usia sangat berhubungan dengan penyesuaian pernikahan. Partisipan 1 menganggap kematangan usia dan pengalaman
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
berpengaruh terhadap kedewasaan dalam menjaga keharmonisan keluarga. Partisipan 2 menganggap kematangan usia dan pengalaman membantu dalam menyesuaikan diri sebelum menikah dan setelah menikah. Usia pasangan yang tidak terpaut jauh juga mendukung berhasilnya sebuah pernikahan kembali karena memiliki minat yang sama. Partisipan 2 dan Partisipan 3 memiliki pasangan dari suku yang sama yaitu suku karo sedangkan Partisipan 1 menikah dengan wanita yang berlainan suku. Menurut Partisipan 1 perbedaan suku tidak menjadi masalah dalam penyesuaian pernikahan. Sedangkan menurut Partisipan 2, kesamaan suku dan latar belakang mendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan. Partisipan 3 memutuskan untuk tinggal terpisah dari anak-anaknya agar mampu menjalankan rumah tangganya tanpa campur tangan anak-anak dan hal ini membantu Partisipan 3 dalam melakukan penyesuaian pernikahan. Menurut Partisipan 2 pengalaman pernikahan sebelumnya juga membantu dalam melakukan penyesuaian pernikahan.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Tabel 11. Analisa Banding Antar Partisipan No Tema Partisipan 1 Partisipan 1 1 Pandangan partisipan terhadap pernikahan kembali a Arti pernikahan Pernikahan merupakan Partisipan 2 ikatan antara pria dan mendefenisikan wanita yang telah pernikahan sebagai ditetapkan oleh Tuhan hubungan antara pria dan dengan tujuan sebuah wanita yang disahkan kesatuan dan bukanlah dalam sebuah ikatan menimbulkan pernikahan dengan tujuan perpecahan. membina rumah tangga. Wanita sebagai istri mempunyai peran sebagai pengatur rumah tangga. Rumah tangga dimulai dari kesepakatan pasangan untuk masa depan hubungan itu.
b
Pernikahan sebelumnya
Pendapat mengenai pernikahan terdahulu : Pernikahan yang saling menjaga, pernikahan yang saling memahami dan menolong, dan pernikahan adalah menaruh kepercayaan penuh pada pasangan. Prinsip-prinsip ini yang menyebabkan partisipan merasa sangat kehilangan istri. Kondisi kesedihan ini sampai membawa partisipan kepada pikiran untuk menyusul istrinya karena tidak sanggup menjalani hidup tanpa istri
Hubungan Partisipan 2 dengan istri pertamanya sangat serasi. Partisipan 2 merasa istrinya menjalankan perannya sebagai istri dengan baik. Hal ini yang menyebabkan partisipan 2 sangat kehilangan ketika istrinya meninggal secara tiba-tiba karena serangan stroke.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Partisipan 1 Pernikahan adalah hubungan pria dan wanita yang dipersatukan menjadi suami dan istri. Menurut partisipan 3 istri memiliki peranan yang sangat penting dalam rumah tangga, dimana istri sebagai pengatur rumah tangga yang mengetahui segala yang menyangkut urusan rumah. Istri juga sebagai pendamping suami dalam segala situasi dan kondisi. Suami dan istri selalu berpasangan. • Kondisi pernikahan terdahulu berjalan dengan baik. Partisipan 3 pada awalnya tidak menerima atas kematian istrinya yang terjadi secara tiba-tiba. (Hilang semangat hidup karena tidak mampu menerima kenyataan) • Banyak kenangankenangan yang belum bisa dilupakan partisipan bersama istri pertama sampai sekarang. (Hidup merana, yang ditandai dengan usaha untuk terus mengenang masa silam)
c
Pernikahan Setelah kematian istrinya kembali pria partisipan 1 berusaha lanjut usia untuk menjalani lembaran baru kehidupannya dan salah satunya dengan menikah kembali. Pernikahan kembali pada usia lanjut bukan merupakan sebuah kesalahan selama tujuan pernikahan adalah untuk kebaikan dan tidak menyusahkan orang lain. Menikah atau tidak menikah merupakan hak setiap orang untuk memilih asalkan sanggup bertanggung jawab Penurunan dalam segi fisik, menderita penyakit karena faktor usia yang semakin lanjut tidak menghalangi partisipan dalam menikah kembali.
2
Masalah dalam penyesuaian pernikahan
pernikahan kembali yang dilakukan oleh orang lanjut usia memberikan manfaat secara societal daripada hidup sendiri dan membutuhkan bantuan dari komunitasnya. Pernikahan kembali dianjurkan kepada lanjut usia yang membutuhkan rasa aman secara sosial untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama pasangan. Pada tahun pertama pernikahan partisipan 2 sempat berpikir bahwa pernikahan ini tidak akan berhasil, namun kenyataannya tidak demikian bahkan pernikahan kembali membantu proses pemulihan kesehatan partisipan 2 karena setelah menikah sudah tidak kesepian lagi dan ada teman berbagi cerita dan hidup
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
• Partisipan 3 sudah kehilangan pasangan selama 10 tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah kembali. (Bangkit kembali ke masa biasa dimana pria menerima dengan rela kematian istrinya dan mencoba membangun pola hidup baru salah satunya dengan menikah kembali) Partisipan memandang positif terhadap pernikahan kembali pada pria lanjut usia. Selama pernikahan yang dilakukan adalah sah baik dimata hukum dan agama maka tidak ada yang salah dari pernikahan itu, ditambah lagi pernikahan itu memiliki tujuan yang baik. Suami dan istri merupakan pasangan yang satu dengan yang lain saling melengkapi, menurut Partisipan pernikahan kembali berfungsi untuk mengisi kepincangan karena kehilangan pasangan.
a
Penyesuaian dengan pasangan
Kondisi yang sakit menyebabkan banyak waktu yang dihabiskan untuk beristirahat sehingga tidak banyak waktu untuk bercengkrama dan berkomunikasi dengan pasangan.. Namun hal ini tidak mengurangi keharmonisan pernikahan karena menurut Partisipan 1 keharmonisan dalam rumah tangga dapat terwujud bila pasangan tetap menjaga kesepakatan dalam membina rumah tangga. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 1 yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup.
Kunci kesuksesan penyesuaian dengan pasangan menurut partisipan 2 adalah pengalaman pernikahan terdahulu, kematangan usia dan komunikasi antar pasangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup.
b
Penyesuaian seksual
Hubungan seksual tidak rutin dilakukan dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan partisipan. Partisipan merasa staminanya sudah
Partisipan 2 mengakui bahwa hubungan seksualnya dengan pasangan masih berjalan normal. Kondisi fisik dan kesehatan tidak terlalu
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
•
Partisipan 3 tidak mementingkan kelebihan dan kekurangan namun saling menerima apa adanya, melengkapi kekurangan dan kelebihan masingmasing. • Kelebihan istri menurut partisipan 3 adalah perhatiannya yang begitu besar. • Kekurangan masing-masing tidak dijadikan masalah melainkan menjadi sumber pengikat rumah tangga. • Kecocokan partisipan dengan istri salah satunya adalah sama-sama orang yang aktif sehingga didalam semua kegiatan saling bekerja sama dan timbul kecocokan. • Suami dan istri yang sudah memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dari pengalaman masa lalu dan yang mau berbuat demikian dapat menghindari banyak kesalahpahaman yang merumitkan penyesuaian pernikahan. • Hubungan seksual hanya terjadi diawal-awal pernikahan dan sekarang sudah berhenti.
menurun untuk melakukan hubungan seksual. Partisipan tidak menganggap penting hubungan seksual diusia lanjut. Kondisi ini tidak menjadi masalah dalam rumah tangganya.
c
Penyesuaian keuangan
Partisipan 1 memberikan kepercayaan kepada istrinya untuk mengelola seluruh keuangan keluarga. Penghasilan keluarga Partisipan setiap bulannya adalah sebesar 2 juta rupiah dengan sumber pemasukan dari hasil kebun Karet dan sawit. Pemasukan yang diberikan kepada istri dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga antara lain pangan, sandang, pengobatan,
menggangu dan bisa • Hubungan diatasi dengan baik. seksual seseorang Kondisi istri yang sudah tidak tidak mungkin tidak bisa hamil lagi berhenti secara justru mendukung otomatis pada usia pasangan untuk berapapun. menikmati hubungan • Partisipan seksual. masih ada keinginan untuk berhubungan namun untuk menjaga perasaan istrinya dia memilih untuk tidak melakukannya. • Pasangan yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut biasanya disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh salah satu pasangan ataupun penderitaan yang bersifat fisik akibat hubungan seksual sehingga mempengaruhi keinginannya untuk melanjutkan hubungan seksual. Salah satu kriteria Partisipan 3 mengatur keberhasilan penyesuaian keuangan keluarga pernikahan adalah bersama istrinya. penyesuaian yang baik Terdapat keterbukaan dalam hal keuangan, dalam hal keuangan Partisipan 2 menyadari baik itu pemasukan bahwa masalah keuangan maupun pengeluaran. adalah masalah yang Penghasilan keluarga cukup sensitif dalam yang dua juta setiap rumah tangga. Untuk bulannya diperoleh menghindarkan masalah dari hasil kebun sawit dikemudian hari maka seluas dua hektar dan keuangan di pegang oleh bantuan dana dari anak laki-laki Partisipan anak-anak mereka 2 agar ada keterbukaan. masing-masing. Bagaimanapun besarnya Partisipan 3 merasa pendapatan, keluarga pendapatan mereka
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
perawatan ladang, biaya lain-lain. Sisa uang yang sudah dipakai untuk kebutuhan sehari-hari digunakan untuk hal-hal lain yang tidak terlalu penting dan melalui kesepakan bersama.
perlu mempelajari cara membelanjakan pendapatannya sehingga mereka dapat menghindari pengeluaran yang berlebihan agar disamping itu mereka dapat menikmati kepuasan atas usahanya dengan cara yang baik dan benar.
d
Penyesuaian Hubungan partisipan dengan keluarga dengan keluarga pasangan pasangannya cukup baik dan tidak ada masalah. Pada awal pernikahan orang-orang terdekat Partisipan 1 sempat memandang rendah pernikahan mereka karena faktor usia yang sudah lanjut, namun seiring berjalannya waktu mereka dapat melihat niat dan tujuan yang baik dari pernikahan ini sehingga mendukung pernikahan mereka.
e
Penyesuaian Penyesuaian dengan dengan anak anak-anak sudah dimulai masing-masing sebelum pernikahan dilaksanakan. Dalam hal memilih pasangan anakanak Partisipan 1 yang sangat berperan penting sehingga hubungan yang baik sudah terjalin sebelum pernikahan
Hubungan partisipan dengan keluarga istri kedua terjalin dengan baik, begitu pun hubungan dengan keluarga istri pertama tidak terputus. Hubungan yang menyenangkan dengan pihak keluarga pasangan sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian pernikahan dimana hubungan ini menimbulkan rasa stabil dan rasa solider kedua pasangan, anak-anak dan keluarga masing-masing. Masalah yang menyangkut dengan anak menjadi pertimbangan bagi pasangan yang ingin menikah kembali. Anak-anak merupakan bagian terpenting dalam hidup Partisipan 2 setelah kematian istrinya. Keinginan untuk
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap bulannya. Bantuan dana dari anak-anak partisipan dan pasangannya sudah ada sebelum mereka menikah dan jumlah bantuan tidak tetap, sesuai dengan rejeki yang didapat anakanak mereka namun partisipan dan pasangan tidak terlalu mengharapkan bantuan dari anakanak mereka. Hubungan partisipan 3 dengan keluarga istrinya terjalin dengan baik, mereka sering mengunjungi acara keluarga bersama. Apabila suami/istri memiliki hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasangan, khususnya mertua, ipar laki-laki dan ipar perempuan, kecil kemungkinannya untuk terjadinya percekcokan dan ketegangan hubungan dengan mereka Kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu Pada pasangan lanjut usia, penyesuaian pernikahan kembali
3
4 a
menikah kembali itu ada namun terkalahkan dengan kekhawatirannya terhadap masalah penyesuaian dengan anak dalam pernikahan kembali. Anak-anaklah yang menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk menikah kembali. Setelah pernikahan terjadi masalah penyesuaian bertambah dimana masing-masing pasangan harus mampu menyesuaikan dengan anak-anak pasangan dari pasangannya terdahulu.
yang menyangkut dengan anak sudah dimulai sebelum pernikahan itu sendiri. Masing-masing memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil kepada anak-anaknya, sehingga ketika pernikahan sudah terjadi penyesuaian lebih kepada bagaimana anak-anak mendukung pernikahan itu karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda
Pola Accommodate Pola (Akomodasi) penyesuaian pernikahan Faktor pendukung penyesuaian pernikahan Penyesuaian Penyesuaian dengan Proses perkenalan sebelum pasangan sebelum Partisipan dengan menikah menikah berlangsung istrinya sampai akhirnya sangat singkat perkenalan menikah hanya 3 hari. sebelum menikah pada Dalam waktu yang pernikahan usia lanjut singkat ini dapat tidak terlalu penting disimpulkan tidak ada karena yang terpenting penyesuaian dengan adalah niat baik kedua pasangan sebelum pasangan pernikahan. Namun, Partisipan 2 menganggap bahwa pengalaman pernikahan sebelumnya, faktor usia, pengalaman
Pola Compromise (Kompromi)
Hubungan anak-anak partisipan 1 dengan istrinya sangat akrab dan baik. Anak-anak partisipan tidak keberatan ketika partisipan mempercayakan istrinya untuk mengatur seluruh keuangan rumah tangga karena mereka juga sudah mempercayai Sumiah. Didukung lagi dengan semakin membaiknya kondisi kesehatan Partisipan setelah menikah kembali, kondisi ini membuat anak-anak Partisipan senang dan merasa keputusan mereka untuk menikahkan Partisipan adalah keputusan yang tepat. Demikian pula sebaliknya, hubungan partisipan dengan anak istrinya dari pernikahan terdahulu juga terjalin sangat baik. Pola Compromise (Kompromi)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
•
Penyesuaian partisipan 3 dan pasangan sebelum menikah berlangsung selama dua bulan. • Perasaan nyaman dan cinta yang dirasakan partisipanlah yang membuatnya yakin untuk menikahi Biring dan partisipan yakin perasaan yang sama juga dirasakan oleh Biring.
b
Sikap terhadap • Memandang ikatan pernikahan dalam pernikahan itu adalah ikatan sehidup semati, • Menerima pasangan dalam susah dan senang, sehat dan sakit, • Memiliki tujuan yang sama. • Pernikahan merupakan ikatan yang abadi dan hanya dapat dipisahkan oleh kematian. • Partisipan menganggap pernikahannya bahagia dan merupakan sebuah anugerah Tuhan di usia lanjut masih bisa merasakan kebahagiaan berumah tangga
c
Motivasi menikah
• Motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, • Keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka dan duka,
hidup dan kematangan • Orang yang membantu partisipan dan memiliki tingkat istrinya dalam penyesuaian yang baik menyesuaikan diri akan bertanggung sebelum menikah dan jawab untuk setelah menikah. Orang memelihara yang memiliki tingkat pernikahannya, penyesuaian yang baik sebaliknya orang yang akan bertanggung jawab memiliki tingkat untuk memelihara penyesuaian yang pernikahannya rendah kurang bertanggung jawab dalam memelihara pernikahannya. • Partisipan menganggap • Sikap setiap bahwa pernikahannya pasangan mengenai bahagia dengan saling pernikahan akan mencintai dan saling berpengaruh pada menyayangi. penyesuaian • Hubungan yang dua arah pernikahan. merupakan kunci • Pernikahan keharmonisan keluarga yang sudah dan solusi dari masalah berlangsung selama 2 dan konflik yang terjadi. tahun mempengaruhi dan • Partisipan merasa bahwa partisipan untuk rumah tangganya pasangannya berjalan dengan baik, melakukan penyesuaian tidak ada masalah. • Harapan partisipan 2 pernikahan, semakin terhadap pernikahannya lama keyakinan dan adalah Pernikahan ini komitmen itu semakin akan bertahan kuat semakin mereka selamanya dan sampai akan terus berusaha mempertahan kematian yang untuk kan pernikahan ini. memisahkan. • Partisipan berharap pernikahannya hanya akan dipisahkan oleh kematian. • Partisipan 2 sebenarnya • Partisipan 3 menikah sangat membutuhkan kembali agar tidak teman hidup lagi ketika kesepian dan memiliki istrinya meninggal teman berbagi setelah dunia, partisipan 2 memilih untuk merasa kesepian. bertahan hidup sendiri 10 tahun • Kekhawatiran akan selama
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
• Kebahagiaan anak-anak dan tidak mau menyusahkan anak-anak • keinginan memiliki keluarga utuh
d
Proses memilih • Pengalaman pada pasangan pernikahan terdahulu • aspek-aspek lain seperti penurunan kondisi fi.sik dan psikologis • memilih untuk menikah dengan wanita yang sudah janda • usia juga menjadi pertimbangan partisipan 1 dalam memilih pasangan karena akan berpengaruh pada kedewasaan dan kematangan
e
Karakteristik demografi
• pendapatan keluarga • perbedaan umur antara suami dengan istri • usia pernikahan
sulitnya penyesuaian semenjak istrinya dengan anak-anak meninggal dunia. membuat partisipan • Kesepian yang mengurungkan niatnya. dirasakan partisipanlah Sampai akhirnya justru yang mendorongnya anak-anaklah yang untuk menikah mendorong partisipan kembali untuk menikah kembali. • Motivasi untuk • Pertimbangan yang menikah dari setiap diambil anak-anak pasangan akan adalah tidak ada yang menyebabkan merawat partisipan, berperilaku sesuai tidak ada teman. dengan motivasinya • Motivasi untuk menikah menikah. dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. memilih • Keputusan untuk Dalam partisipan menikah kembali pasangan diputuskan bersama tidak memiliki criteria anak-anak dan keluarga khusus namun lebih besar dan dalam hal kepada menggunakan dalam memilih pasangan anak- perasaan anak Partisipan 2 telah menilai pasangan. Jika pasangan mencarikan wanita yang memilih hidup tidak mereka rasa tepat untuk memperhatikan mendampingi Partisipan rasa • Partisipan 2 bagaimana jawab mempercayai bahwa tanggung pasangan nantinya pilihan anak-anaknya adalah pilihan yang terhadap pernikahan maka tingkat tepat. • Tidak terdapat kriteria penyesuaian akan khusus dari Partisipan 2. pernikahan rendah. • Pengalaman pernikahan • Selisih usia yang tidak sebelumnya, terlalu jauh • faktor usia dan • Tempat tinggal yang kematangan berjauhan dengan anak masing-masing. • pengalaman hidup • Selisih usia yang tidak terlalu jauh • suku dan latar belakang
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
E. DISKUSI Hasil penelitian yang sekiranya patut dijadikan bahan diskusi akan dibahas pada sub bab ini : Pernikahan kembali secara umum memiliki beberapa faktor pendorong (Dariyo, 2003), namun pada kasus pernikahan kembali yang dijalani orang lanjut usia faktor pendukung utama adalah Faktor Status Sosial. Individu yang kehilangan pasangan hidupnya, secara status sosial akan berubah menjadi janda atau duda. Status baru ini biasanya akan menimbulkan tekanan sosial (social stressor) dari lingkungannya seperti kerabat atau anggota keluarga terdekat, tetangga atau lingkungan kerja. Tekanan ini dapat menimbulkan konflik internal pada individu tersebut. Untuk dapat memecahkan masalah ini, individu dapat menikah kembali dengan pasangan hidup baru. Partisipan 1, Partisipan 2 dan Partisipan memiliki pengalaman yang baik pada pernikahan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa mereka memiliki pengalaman pernikahan pertama yang bahagia. Hurlock (1999) mengatakan pernikahan kembali pada usia lanjut memiliki kondisi khusus tertentu yang terbukti dapat menunjang penyesuaian secara baik perubahan yang dilakukan pada usia lanjut yang salah satunya adalah pernikahan pertama yang bahagia. Kondisi lain yang dialami partisipan adalah pada Partisipan 3 yang memiliki keinginan untuk menikah karena alasan mencintai dan membutuhkan teman setelah menduda selama 10 tahun daripada alasan untuk memenuhi hidup nyaman atau bantuan ekonomi.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Ketiga Partisipan juga memiliki kondisi keuangan yang baik dimana memiliki pendapatan yang memadai. Kondisi keuangan yang baik dan pendapatan yang memadai juga dusukung oleh penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan. Partisipan 1 yang mempercayakan istri untuk mengelola seluruh keuangan merasa itu adalah cara yang tepat untuk menjaga hubungannya dengan istrinya. Sedangkan Partisipan 2 yang memilih untuk memberikan kepercayaan untuk mengelola keuangan keluarga pada anak laki-lakinya agar menghindari timbulnya masalah dan pertengkaran keluarga karena masalah keuangan. Berbeda pula dengan Partisipan 3 yang memilih untuk mengelola keuangan bersama-sama dengan pasangan untuk mempererat kebersamaan mereka. Selain berbeda pada penyesuaian keuangan, ketiga partisipan juga berbeda pada penyesuaian seksual. Partisipan 2 masih melakukan hubungan seksual secara normal walaupun memiliki kondisi kesehatan dan fisik yang tidak baik. Sedangkan Partisipan 3 sudah berhenti total, tidak melakukan hubungan seksual lagi karena kondisi kesehatan istrinya sudah tidak memungkinkan lagi. Partisipan 2 masih melakukan hubungan seksual namun tidak rutin karena merasa staminanya sudam menurun akibat kondisi kesehatan dan fisik yang melemah. Namun ketiganya merasa masalah seksual tidak mengganggu penyesuaian pernikahan mereka. Mereka masih tetap bisa merasakan keharmonisan dan kemesraan dengan pasangan walaupun tidak melakukan hubungan seksual. Dalam hal penyesuaian dengan anak masing-masing ketiga partisipan melakukannya sebelum pernikahan dilaksanakan. Setelah menikah penyesuaian dengan anak-anak mempengaruhi penyesuaian lainnya, seperti penyesuaian
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
keuangan pada Partisipan 2, penyesuaian dengan pasangan pada partisipan 3. sesuai dengan yang dikemukan Hurlock (1999) bahwa hubungan yang baik antara anak dengan orangtuanya mencerminkan keberhasilan penyesuaian pernikahan terhadap masalah dengan anak. Jika hubungan antara anak dengan orang tuanya buruk, maka suasana rumah tangga akan diwarnai dengan perselisihan yang menyebabkan penyesuaian pernikahan menjadi sulit. Sebuah penelitian dari USA Census Boreau (2001) mengatakan bahwa orang yamg menikah kembali merasakan pengalaman pernikahan kedua mereka berbeda dengan pernikahan terdahulu sehingga membutuhkan penyesuaian yang berbeda pula (Furstenberg dalam Cavanaugh, 2006). Perbedaannya adalah bagaimana masalah-masalah itu diatasi dimana individu sudah pernah mengalami pengalaman mengatasi masalah tersebut pada pernikahan pertama. Pola penyesuaian yang digunakan kemungkinan juga sama namun dengan cara yang berbeda karena pengaruh usia dan kematangan berpikir (Hurlock, 1999). Kondisi ini juga terjadi pada ketiga partisipan. Partisipan 1, Partisipan 2 dan Partisipan 3 dalam pernikahan keduanya tidak melakukan penyesuaian dengan pasangan sebelum menikah namun tetap bisa menjalani hubungan yang baik dengan pasangannya karena dipengaruhi oleh faktor pengalaman pernikahan terdahulu, faktor kematangan emosi dan faktor usia. Bila kondisi ini terjadi pada pasangan muda dan belum memiliki pengalaman pernikahan sebelumnya mungkin akan menimbulkan masalah yang cukup serius pada penyesuaian penikahannya. Pengalaman pada pernikahan terdahulu akan mempengaruhi penyesuaian pada pernikahan kembali, faktor usia dan aspek-
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
aspeknya seperti penurunan kondisi fisik dan psikologis juga menjadi perhatian khusus (Cavanaugh, 2006). Landis (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan pola penyesuaian pernikahan yang dilihat dari cara memecahkan konflik-konflik dalam pernikahan, yaitu : Compromise (Kompromi), Accommodate (Akomodasi) dan Hostility (Permusuhan). Pola kompromi dan akomodasi merupakan pola penyesuaian yang baik dan mendukung penyesuaian pernikahan. Pada penelitian ini ditemukan bahwa Partisipan 1 dan Partisipan 3 menggunakan pila kompromi dalam mengatasi masalah dan konflik dalam keluarga sedangkan Partisipan 2 memilih menggunakan pola akomodasi. Dari analisa data yang telah dilakukan secara keseluruhan maka diketahui bahwa masing-masing partisipan memiliki satu masalah penyesuaian pernikahan yang utama dan membutuhkan perhatian khusus. Partisipan 1 menekankan pada penyesuaian keuangan dan pasangan, Partisipan 2 menekankan pada penyesuaian dengan anak-anak, Partisipan 3 menekankan pada penyesuaian dengan pasangan. Graham dkk (2000) menyatakan bahwa penyesuaian pernikahan adalah penilaian subyektif mengenai tingkat kepuasan berkaitan dengan bagaimana pasangan dapat berbagi minat, tujuan, nilai dan pandangan dalam hubungan pernikahan. Penilaian subjektif terhadap pernikahan dapat berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain, antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lain. penyesuaiain terhadap aspek yang berbeda dalam pernikahan harus dilakukan dengan cara yang bebeda pula sesuai dengan tingkat usia pernikahan (Hurlock, 1999).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan analisa hasil yang diperoleh dari ketiga partisipan pada penelitian ini maka ditarik kesimpulan mengenai gambaran mengenai penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia, yaitu sebagai berikut : 1. Pandangan
partisipan
penelitian
terhadap
pernikahan
yang
dilakukannya Berdasarkan defenisi pernikahan, pengalaman pernikahan terdahulu dan pernikahan kembali yang dikemukakan oleh partisipan maka dapat disimpulkan bahwa pria lanjut usia yang menikah kembali kebanyakan memutuskan untuk menikah kembali didasarkan akan kebutuhannya memiliki teman dalam menghabiskan masa tuanya dengan berjalan-jalan dan teman yang senasib dengannya. pernikahan kembali memiliki ciri-ciri yang spesial, dimana dibutuhkan kepercayaan dan penerimaan dan kebutuhan yang sedikit terhadap berbagi perasaan secara mendalam, kecenderungan untuk lebih bahagia dari pernikahan terdahulu salah satunya juga. Kesimpulan ini mendukung sebuah penelitian yang dilakukan oleh Pieper, Perkovsek dan East (1986) pada pasangan yang menikah kembali pada usia 65 tahun atau lebih dan sudah menjalani pernikahan 1 sampai 6 tahun dan ditemukan bahwa pernikahan ini berjalan dengan baik. Mayoritas pasangan berkata lebih bahagia dari pernikahan pertama. Pasangan lansia ini percaya bahwa pernikahan kembali pada usia lanjut lebih baik karena lebih matang (dalam Belsky 1997).
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
2. Gambaran masalah dalam penyesuaian pernikahan yang dilakukannya. Hurlock (1999) mengemukakan masalah-masalah dalam pernikahan seperti penyesuaian dengan pasangan, penyesuaian seksual, penyesuaian keuangan dan penyesuaian dengan keluarga pasangan yang terjadi pada pernikahan pertama juga akan terjadi dalam pernikahan kembali. Kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu sehingga penyesuaian dengan anak masing-masing juga merupakan masalah dalam penyesuaian pernikahan. a. Penyesuian dengan Pasangan Hurlock (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan yaitu antara lain konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 1 adalah konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 2 adalah konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup. Faktor yang mempengaruhi penyesuaian terhadap pasangan pada Partisipan 3 adalah konsep pasangan yang ideal, pemenuhan kebutuhan, kesamaan latar belakang, minat dan kepentingan bersama, keserupaan nilai, konsep peran serta perubahan dalam pola hidup.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Penyesuaian Seksual Penyesuaian seksual pada ketiga partisipan bervariasi. Hubungan seksual seseorang tidak mungkin berhenti secara otomatis pada usia berapapun. Penelitian yang dilakukan Newman dan Nichols (dalam Hurlock,1999) menunjukkan bahwa pria dan wanita paa usia enampuluhan dan tujuhpuluhan tetap melakukan hubungan seksual walaupun fraekuensinya sudah berkurang. Pasangan yang tidak melakukan hubungan seksual pada usia lanjut biasanya disebabkan oleh penyakit yang diderita oleh salah satu pasangan ataupun penderitaan yang bersifat fisik akibat
hubungan
seksual
sehingga
mempengaruhi
keinginannya
untuk
melanjutkan hubungan seksual. c. Penyesuian Keuangan Dalam keluarga pada umumnya salah satu sumber perselisihan dan kejengkelan adalah sekitar masalah keuangan. Suami dan istri harus mampu menyesuaikan antara pendapatan dengan kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi. Ketiga Partisipan memiliki kondisi keuangan yang baik dimana memiliki pendapatan yang memadai. Kondisi keuangan yang baik dan pendapatan yang memadai juga dusukung oleh penyesuaian yang baik dalam masalah keuangan. Partisipan 1 yang mempercayakan istri untuk mengelola seluruh keuangan merasa itu adalah cara yang tepat untuk menjaga hubungannya dengan istrinya. Sedangkan Partisipan 2 yang memilih untuk memberikan kepercayaan untuk mengelola keuangan keluarga pada anak laki-lakinya agar menghindari timbulnya masalah dan pertengkaran keluarga karena masalah keuangan. Berbeda pula
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
dengan Partisipan 3 yang memilih untuk mengelola keuangan bersama-sama dengan pasangan untuk mempererat kebersamaan mereka. d. Penyesuian dengan Keluarga Pasangan Hubungan yang menyenangkan dengan pihak keluarga pasangan menurut sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia dimana hubungan ini menimbulkan rasa stabil dan rasa solider kedua pasangan, anak-anak dan keluarga masing-masing. e. Penyesuian dengan Anak Masing-masing Pada pasangan lanjut usia, penyesuaian pernikahan kembali yang menyangkut dengan anak sudah dimulai sebelum pernikahan itu sendiri. Masing-masing memberikan pengertian mengenai keputusan yang diambil kepada anak-anaknya, sehingga ketika pernikahan sudah terjadi penyesuaian lebih kepada bagaimana anak-anak mendukung pernikahan itu karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda. Memiliki anak dan tidak memiliki anak merupakan kondisi yang berbeda dalam menikah kembali sehingga penyesuaiannya juga berbeda. Kondisi memiliki anak memaksa pasangan untuk lebih ekstra dalam penyesuaiannya, dimana harus membuat anak menyetujui pernikahan itu. 3. Pola penyesuaian pernikahan mana yang digunakan Banyak hal yang harus disesuaikan dalam pernikahan. Sebuah penelitian dari USA Census Boreau (2001) mengatakan bahwa orang yamg menikah kembali merasakan pengalaman pernikahan kedua mereka berbeda dengan pernikahan terdahulu sehingga membutuhkan penyesuaian yang berbeda pula (Furstenberg
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
dalam Cavanaugh, 2006). Perbedaannya adalah bagaimana masalah-masalah itu diatasi dimana individu sudah pernah mengalami pengalaman mengatasi masalah tersebut
pada
pernikahan
pertama.
Pola
penyesuaian
yang
digunakan
kemungkinan juga sama namun dengan cara yang berbeda karena pengaruh usia dan kematangan berpikir (Hurlock, 1999). Partisipan 1 dan Partisipan 3 menggunakan pola Kompromi sedangkan Partisipan 2 menggunakan pola Akomodasi. 4. Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia. Scheneider (dalam Wahyuningsih, 2002) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan, dalam penelitian ini yang mempengaruhi penyesuaian pernikahn kembali pada pria lanjut usia adalah. a. Sikap terhadap pernikahan Sikap setiap pasangan mengenai pernikahan akan berpengaruh pada penyesuaian pernikahan. Jika setiap pasangan memiliki sikap bahwa pernikahan adalah sebuah ikatan yang tidak gampang diputus, maka mereka akan bertanggung jawab untuk berusaha keras menjaga ikatan pernikahan sehingga tingkat penyesuaian pernikahannya tinggi. Ketiga Partisipan menaruh harapan bahwa pernikahan mereka yang ke dua akan bertahan selamanya dan sampai kematian yang memisahkan. Partisipan menganggap pernikahannya bahagia dan merupakan sebuah anugerah Tuhan di usia lanjut masih bisa merasakan kebahagiaan berumah tangga.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Kesimpulan ini semakin menegaskan penelitian yang dilakukan oleh Pieper, Perkovsek dan East (1986) bahwa pernikahan kembali pada usia lanjut berjalan dengan baik. Mayoritas pasangan berkata lebih bahagia dari pernikahan pertama. Pasangan lansia ini percaya bahwa pernikahan kembali pada usia lanjut lebih baik karena lebih matang (dalam Belsky 1997). b. Motivasi Melakukan Pernikahan Pria lanjut usia yang menikah kembali kebanyakan memutuskan untuk menikah kembali didasarkan akan kebutuhannya memiliki teman dalam menghabiskan masa tuanya dengan berjalan-jalan dan teman yang senasib dengannya. Motivasi untuk menikah dari setiap pasangan akan menyebabkan berperilaku sesuai dengan motivasinya menikah. Jika motivasi menikah hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis maka penyesuaian pernikahan tidak akan terjadi. Jika motivasi pernikahan karena perasaan cinta yang mendalam, keinginan untuk memiliki orang yang dapat diajak berbagi dalam suka dan duka, keinginan memiliki anak dan keluarga, maka penyesuaian pernikahan akan terjadi karena ada tanggung jawab c. Karakteristik Demografi yang Dimiliki Suami atau Istri Karakteristik demografi yang memiliki hubungan yang cukup signifikan dengan penyesuaian pernikahan kembali pada pria lanjut usia antara lain adalah 1) Usia Biasanya orang lanjut usia menikah dengan orang yang kira-kira seumur juga. Bila menikah dengan pasangan yang kira-kira seusia maka penyesuaiannya akan lebih mudah.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
2) Status tempat tinggal Partisipan 3 memutuskan untuk tinggal terpisah dari anak-anaknya agar mampu menjalankan rumah tangganya tanpa campur tangan anak-anak dan hal ini membantu Partisipan 3 dalam melakukan penyesuaian pernikahan. 3) Pengalaman pernikahan sebelumnya juga membantu dalam melakukan penyesuaian pernikahan. 4) Pendapatan keluarga yang memadai. 5) Usia pernikahan
Secara keseluruhan kesimpulan penelitian ini adalah partisipan penelitian merasakan kebahagiaan dalam hidup setelah menikah kembali. Penyesuaan pernikahan kembali pada pria lanjut usia berjalan dengan baik. Seperti halnya benar dalam pernikahan petama demikian juga pada pernikahan kembali bahwa banyak penyesuaian harus dilakukan baik oleh pria maupun wanita. Penyesuaian ini cenderung lebih sulit pada pernikahan kembali daripada pernikahan pertama. Hal ini disebabkan pertama karena pada umumnya sudah berusia lebih tua dibandingkan dengan pada pernikahan pertama. Kedua karena semua bentuk penyesuaian secara teoritis akan semakin sulit sesuai dengan pertambahan usia. Ketiga karena penyesuaian dalam pernikahan berarti menghilangkan sikap yang telah terpola dalam periode waktu yang sangat lama, kemudian berusaha untuk membentuk sikap baru. Keempat disebabkan oleh keterlibatan anak, mertua dan keluarga dari pernikahan pertama.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
B. SARAN Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut : 1. Saran metodologis a. Penelitian selanjutnya dilakukan dengan menggunakan partisipan penelitian yang lebih banyak dibandingkan penelitian kali ini. Jumlah partisipan penelitian ini hanya berjumlah 3 orang. Diharapkan dengan menambah jumlah partisipan penelitian yang lebih banyak lagi, pengambilan terhadap setiap kesimpulan akan lebih baik lagi. b. Peneliti selanjutnya perlu melakukan heteroanamnesa untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian dimana peneliti melakukan wawancara dengan istri atau anak-anak partisipan, dimana pada penelitian ini tidak dilakukan karena keterbatasan peneliti. c. Perlunya dilakukan penelitian terhadap pasangan suami istri yang menikah kembali pada usia lanjut untuk memberikan gambaran yang luas mengenai penyesuaian pernikahan kembali pada orang lanjut usia.
2. Saran praktis a. Bagi partisipan penelitian Disarankan tetap menjaga hubungan yang baik tidak hanya dengan pasangan, tetapi juga dengan anak-anak, keluarga dua belah pihak dan tetap menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial sehingga dukungan yang diperleh dari pihak-pihak itu akan terus membantu dalam penyesuaian pernikahannya.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Bagi pria lanjut usia yang menikah kembali Menikah kembali pada usia lanjut bukanlah sebuah kesalahan justru merupakan pilihan yang tepat bagi pria yang kehilangan pasangan karena kematian sehingga pria mampu menyesuaiakan diri dengan kehilangan pasangan dan dapat melajutkan hidupnya dengan lebih baik lagi. c. Bagi anak-anak yang memiliki orang tua yang menikah kembali pada usia lanjut. Disarankan agar anak-anak mendukung pernikahan itu baik dalam bentuk dukungan fisik yang nyata maupun dukungan mental, karena melihat kondisi lanjut usia yang sudah mengalami penurunan dan membutuhkan dukungan dari orang yang lebih muda sehingga pasangan dapat merasakan kepuasan dalam pernikahannya. d. Bagi masyarakat Disarankan untuk mendukung pasangan yang menikah kembali di usia lanjut karena tekanan sosial (social stressor) dari lingkungannya seperti kerabat atau anggota keluarga terdekat, tetangga atau lingkungan kerja dapat menimbulkan konflik internal pada individu tersebut sehingga menggangu proses penyesuaian pernikahan kembali.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, A. (2004). Pendekatan kuantitatif dan kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Astuti, C. D. (2003). Hubungan Kualitas Komunikasi & Toleransi Stres dalam Pernikahan. Suksma : I, 52 – 60. Belsky, J. (1997). The Adult Experience. United States of America : West Publishing Company
Calhoun, J. F., J. R. Acocella. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (edisi ketiga). Alih Bahasa : Satmoko. Semarang : IKIP Semarang Press. Cavanaugh, J. C., Fredda, B – Fields. (2006). Adult Development and Aging. (5th edition). USA : Thomson Wadsworth.
Dariyo, A. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : Gramedia Widiasarana. Hoyer. William, J., John, M. R., Paul, A. Roodin. (1999). Adult Development and Aging. Fourth edition. USA : McGrow-Hill.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Alih Bahasa : Istiwidayanti, Soedjarwo, Sijabat R.M. Jakarta : Erlangga.
Irmawati. (2002). Motivasi Berprestasi dan Pola Pengasuhan pada Suku Bangsa Batak Toba di Parperan dan Bangsa Melayu di Bugak : Studi Etnopsikologi. Tesis. Depok : Program Pasca Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Irmawati, Nauly, M., Garliah, L., dkk. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi. Medan : USU Press. Kail, R. V. & Cavanaugh, J. C. (2002). Human Development (2nd Ed). USA : Wadsworth Publishing Company.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Karney, B. R., Bradbury, T. N. (1995). The Longitudinal Course of Marital Quality and Stability : A Review of Theory, Method and Research. Psychological Bulletin, 118, 3-34.
Klein, D. M. (2000). Predicting Success or Failure in Marriage. Journal of Marriage and The Family, 62, 849, 852.
Martani, W. (1993). Ciri Kepribadian lanjut Usia. UGM : Jurnal Psikologi No.1, 1 – 6.
Mianuli, I. (2000). Metode obsevasi. Universitas Sumatera Utara. USU Press.
Moleong, L. J. (2000). Metode penelitian kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Munandar, Utani, dkk. (2001). Psikologi Pribadi. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Nouwen, H. J., & Gaffney, W. J. (1999). Meniti Roda Kehidupan Tambah Usia Menuju Kepenuhan Hidup. Yogyakarta : Kanisius.
Papalia, D. E., Old, S. W., & Feldman, R. D. (2001). Human Development. (eight edition). New York : McGraw Hill.
Piet, Go. (1990). Pokok-pokok Moral Perkawinan dan Keluarga Katolik. Malang : Dioma.
Poerwandari, K. (2007). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendekatan Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Santrock, J. W. (2002). Life – Span Development. Alih Bahasa : Damanik J, Achmad Chusairi. Jakarta : Erlangga.
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Schaie, K. W., Willis, S. L. (1991). Adult Development and Aging. New York : Harper Collins Publishers.
Suardiman, S. P. (2001). DIY. Provinsi Lanjut usia. [Online] http://www.indonesia.com./bernas/062007/04/utama/04opi.1.htm. (Diakses tanggal : 6 April 2007)
Wahyuningsih, H. (2002). Pola-pola Penyesuaian dalam Perkawinan. Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. No. 4 Volume VII. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada
Walgito, B. (1984). Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA II. Data diri Partisipan 1.
Nama
2.
Usia
3.
Agama
4.
Suku bangsa
5.
Usia pernikahan
6.
Usia ketika kehilangan pasangan
7.
Usia ketika menikah kembali
8.
Latar belakang pendidikan
9.
Pekerjaan
10.
Jumlah anak
11.
Penghasilan
12.
status tempat tinggal
III. Data diri pasangan 1.
Nama
2.
Usia
3.
Agama
4.
Suku bangsa
5.
Usia ketika kehilangan pasangan
6.
Usia ketika menikah kembali
7.
Latar belakang pendidikan
8.
Pekerjaan
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
9.
Jumlah anak
10.
Penghasilan
11.
Alamat sebelum menikah
IV. Padangan terhadap pernikahan 1. Apakah arti pernikahan bagi partisipan? 2. Apakah pendapat partisipan tentang pernikahan kembali yang dilakukan pria lanjut usia? 3. Apa yang mendorong partisipan untuk menikah kembali? V. Permasalahan yang terjadi dalam pernikahan 1. Penyesuaian dengan pasangan a. Komunikasi 1) Seberapa sering partisipan menghabiskan waktu berkomunikasi dengan pasangan? 2) Apa saja yang sering dibicarakan? 3) Hal-hal apa yangs erring membuat partisipan berselisih paham dengan pasangan? b. Bagaimana partisipan memperlihatkan perhatian dan perasaannya terhadap pasangan? c. Bagaimana partisipan memandang kelebihan dan kekurangan pasangan? d. Dalam hal apa saja partisipan merasa terdapat kecocokan dengan pasangan? 2. Penyesuaian seksual a. Bagaimana kondisi hubungan seksual partisipan dengan dengan pasangan setelah menikah?
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
b. Bagaimana pandangan partisipan terhadap kebutuhan seksual di usia lanjut? c. Bagaimana penilaian partisipan tentang pentingnya hubungan seksual dalam pernikahan? 3. Penyesuaian keuangan a. Bagaimana kondisi keuangan (pendapatan & pengeluara)? b. Apa saja yang menjadi sumber keuangan? c. Siapa yang mengatur keuangan keluarga? d. Bagaimana keterbukaan antara partisipan dengan pasangan mengenai kondisi keuangan keluarga? 4. Penyesuaian dengan keluarga pasangan a. Bagaimana partisipan bersikap terhadap keluarga pasangan? b. Adakah pihak keluarga pasangan yang mempunyai hubungan yang kurang baik dengan partisipan? c. Bagaimana pandangan partisipan terhadap keluarga pasangan? 5. Penyesuaian dengan anak masing-masing VI. Pola penyesuaian pernikahan 1. Bagaimana partisipan mengatasi perbedaan pendapat dengan pasangan? 2. Bagaimana partisipan mengatasi pertengkaran dengan pasangan? 3. Bagaimana partisipan membuat atau mengambil keputusan dalam keluarga? VII.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
1. Bagaimana penyesuaian partisipan dengan pasangan sebelum menikah? 2. Bagaimana partisipan bersikap terhadap pernikahannya? 3. Apakah yang menjadi motivasi partisipan dalam menikah kembali?
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
4. Bagaimana partisipan memilih pasangannya? Apakah ada criteria khusus? Kalau ada, apa? 5. karakteristik demografi apa yang mempengaruhi penyesuaian pernikahan kembali?
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
Lampiran 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama
:
Jenis kelamin
:
Usia
:
Alamat
:
Menyatakan bahwa saya setuju untuk menjadi partisipan penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang dilakukan oleh Saudari Ira Maria Sembiring. Saya memahami bahwa identitas partisipan terjamin kerahasiaannya dan informasi yang saya berikan hanya digunakan untuk kepentingan ini saja.
Bahorok, November 2008
Peneliti
(Ira Maria Sembiring)
Yang Menyatakan
(
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008
)
Ira Maria Sembiring : Penyesuaian Pernikahan Kembali Pada Pria Lanjut Usia, 2009 USU Repository © 2008