PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA
Oleh : A. A. I. AG. ANDIKA ATMAJA I Wayan Wiryawan Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum, Universitas Udayana
Abstract : In the society, bank is an institution of fund saver and fund distributor in the form of loan. Indonesian banking practice warrants that a loan must be given with a collateral based on a loan agreement. The collateral functions as a guaranty if the debtor, in their reasonable doubt, is in breach of contract. Key word : Banking, Credit Agreement, Collateral, Breach of Contract
I.
PENDAHULUAN Bank merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai lembaga
penyimpan dana dari masyarakat dan sebagai lembaga penyalur dana untuk masyarakat dalam bentuk kredit. Fungsi bank di samping menghimpun dana dari masyarakat, juga memberi pinjaman (menyalurkan kredit) kepada masyarakat.1 Kredit yang diberikan bank dapat berupa kredit jangka panjang maupun jangka pendek sesuai dengan jenis usaha debitur. Dalam Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pengertian kredit dijabarkan dalam Pasal angka 11, yang menyebutkan bahwa : “Kredit adalah penyediaan yang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
1
Sentosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, (Bandung: Alumi), hlm. 8.
2
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu setelah pemberian bunga.” Pemberian kredit didasarkan atas suatu perjanjian kredit terlebih dahulu. Dalam pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian itu adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, dalam Pasal 1 angka 11 menyebutkan pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank menganalisa calon debitur harus secara cermat dengan menerapkan prinsip penilaian kriteria 5C (Characte, Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economy) terhadap calon debitur, yang dikenal sebagai The Five C’S of Credit Analisis. Dalam praktek perbankan di Indonesia dalam dunia perbankan, pemberian kredit oleh bank selalu disertai jaminan yang harus di serahkan oleh debitur sebagaimana dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad bahwa pemberi kredit (kreditur) tidak begitu saja meminjamkan uangnya, namun hubungan utang piutang antara debitur dan kreditur pada umumnya disertai dengan jaminan yang mana jaminan tersebut dapat berupa orang atau benda.2 Menurut Mariam Darus Badrulzaman arti jaminan itu sendiri berarti kekayaan yang dapat diikat sebagai jaminan, guna kepastian pelunasan dibelakang hari, kalau penerima kredit tidak melunasi hutangnya.3 Jaminan dapat digolongkan
2 Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia,(Bandung, PT Citra Aditya Bakti), hlm. 170. (selanjutnya disingkat Albulkadir Muhamad I) 3 Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit, Cet. ke-5, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 28.
3
menurut hukum yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu Jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan imateriil (perorangan). Untuk jaminan kebendaan yang dipakai dalam lembaga pembiayaan digunakan jaminan fidusia untuk menjamin kepastian hukum kembalinya kredit yang diberikan oleh kreditur. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak memdahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan, sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu. Benda jaminan itu dapat berupa benda bergerak dan dapat pula benda tidak bergerak. Apabila benda jaminan itu berupa benda bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut ‘gadai’ (pand). Selain gadai masih ada lagi hak yang mirip dengan gadai yaitu retensi. Apabila benda jaminan itu berupa benda tidak bergerak, maka hak atas benda jaminan itu disebut ‘hipotik’. Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa semua harta kekayaan debitur baik benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh hutangnya. Jaminan bersifat accessoir dan sebagai cadangan saja maka seorang Penjamin (Borg) diberikan “hak istimewa” yaitu hak dimiliki seorang penjamin untuk menuntut agar harta kekayaan milik si berutang utama (debitur) terlebih dahulu disita dan dijual/lelang.
II. ISI MAKALAH Penulisan karya ilmiah ini metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif. Artinya penelitian ini mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam Peraturan PerUndang-Undangan yang berlaku, dihubungkan dengan kenyataan yang ada di lapangan, kemudian di analisis dengan
4
membandingkan antara tuntutan nilai-nilai ideal yang ada dalam Peraturan PerUndang-Undangan dengan kenyataan di lapangan. 1. Persyaratan Perjanjian Kredit Pada Lembaga Perbankan Dalam perjanjian kredit jaminan merupakan langkah antisipatif dalam menarik kembali dana yang telah disalurkan kepada debitur dapat berfungsi efektif, hendaknya mempertimbangkan dua faktor, yaitu : a. Secured, artinya jaminan kredit memiliki legalitas sehingga dapat diadakan peningkatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi. b. Marketabel, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur. Proses permohonan kredit pada lembaga perbankan pada awalnya debitur harus melengkapi formulir yang telah disediakan. Formulir tersebut memuat halhal sebagai berikut : − Nama dan Alamat pemohon − Bidang Usaha − Tujuan/jenis penggunaan kredit − Jaminan yang akan diserahkan. Kemudian melalui tahapan-tahapan persiapan kredit, penilaian kredit, keputusan pemberian kredit, persetujuan permohonan kredit. Setelah semua persyaratan nomor dilengkapi, maka lembaga perbankan memulai dengan menilai, meneliti dan mempelajari serta mempertimbangkan permohonan tersebut dengan mempergunakan norma-norma yang ada dalam lembaga pembiayaan. Setelah kredit disetujui, maka dipersiapkanlah perjanjian antara lembaga pembiayaan dengan pemohon yang bersangkutan dalam bentuk perikatan sesuai dengan keperluannya. 2. Penyelesaian Perjanjian Kredit Pada Lembaga Perbankan apabila Nasabah Debitur meninggal dunia
5
Tujuan dari setiap perjanjian khususnya dan perikatan pada umunya adalah dipenuhinya dengan sempurna isi dan tujuan perjanjian (perikatan) sebagaimana yang telah diinstruksikan dan disetujui oleh para pihak. Di dalam kenyataannya dimasyarakat, pihak debitur sering tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk memenuhi prestasi yang merupakan isi/ obyek dari suatu perikatan/ perjanjian tersebut. Keadaan yang demikian sering diistilahkan dengan cidera janji atau wanprestasi. Apabila dalam proses pelunasan kredit debitur lalai/ melakukan wanprestasi karena kesengajaan debitur untuk tidak mau melaksanakan kewajibannya/ karena kelalaian debitur untuk tidak melaksanakan kewajiban/ karena debitur meninggal dunia maka pihak lembaga perbankan memunculkan adanya dua jenis tindakan yang akan dilakukan pada masing-masing keadaan yang ditimbulkan oleh debitur yaitu : 1.
P ada jenis kredit yang masih memiliki prospek usaha yang baik dilakukan tindakan penyelamatan kredit.
2.
P ada jenis kredit yang tidak memiliki prospek, oleh Bank BRI melakukan upaya penyelesaian kredit. Apabila upaya penyelamatan kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek tidak mungkin dilakukan lagi untuk mencegah resiko bank yang semakin besar serta untuk mendapatkan pelunasan kembali atas kredit maka kreditur melakukan upaya penyelesaian kredit yang dilakukan dengan cara penyitaan dan penjualan benda yang menjadi obyek jaminan. Namun apabila debitur kredit tersebut meninggal dunia dapat dilakukan
upaya penyelesaian hukum, yaitu : 1.
N on Litigasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses di luar pengadilan.
2.
L itigasi adalah penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
6
Cara non litigasi diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-undang ini tidak hanya mengatur mengenai arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa, melainkan juga alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dari rumusan yang diberikan dalam Pasal 1 angka 10 dan alinea ke-9 dari penjelasan Umum UndangUndang No. 30 Tahun 1999, dikatakan bahwa alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Cara litigasi yaitu penyelesaian sengketa melalui proses pengadilan dapat dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri sebagai peradilan tingkat I dimana sengketa tersebut terjadi. Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa : Penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Disamping itu eksekusi dibawah tangan dalam pelaksanaan penjualannya selain wajib memenuhi syarat kesepakatan pemberi dan penerima fidusia menyetujui bahwa eksekusi objek jaminan fidusia akan dilakukan dibawah tangan, oleh Pasal 29 ayat (2) Undang-undang Jaminan Fidusia dilakukan setelah lewat waktu satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan. Dalam penyelesaian kredit dalam perjanjian kredit pada lembaga perbankan dapat diselesaikan dengan penyelesaian sengketa non litigasi. Cara non litigasi dilakukan dengan cara musyawarah yang kemudian dilakukan dengan penjualan objek jaminan. Cara ini dipandang lebih efektif dan lebih efisien daripada cara litigasi mengingat pelaksanaannya yang memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya. Peluang untuk dapat dilakukan penjualan dibawah tangan diberikan oleh Undang-Undang, karena diharapkan dengan cara penjualan dibawah tangan tersebut dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek jaminan. Selain hal tersebut, penjualan dibawah tangan juga dapat mempercepat penjualan objek
7
jaminan sehingga dapat menutup utang pemberi jaminan selaku debitur kepada penerima jaminan selaku kreditur. Adanya peluang tersebut maka diharapkan kedua belah pihak yaitu penerima dan pemberi jaminan dapat saling diuntungkan. Penerima jaminan dapat memperoleh pelunasan piutang lebih cepat, tidak melalui proses rumit dan biaya lebih hemat dibandingkan eksekusi yang melalui proses lelang sehingga tidak membebani hasil penjualan objek jaminan yang pada akhirnya merugikan pemberi jaminan. Para kreditur lebih memilih penjualan secara dibawah tangan, karena dalam eksekusi penjualan secara dibawah tangan tidak memakan banyak waktu dan biaya serta hasil penjualan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan eksekusi melalui pelelangan umum. Mengingat eksekusi penjualan secara dibawah tangan ini bertujuan agar dapat menguntungkan kedua belah pihak maka pada dasarnya inisiatifnya dapat berasal dari penerima maupun pemberi jaminan. Di dalam hal penjualan dibawah tangan agar tidak menimbulkan masalah maka seyogyanya harga tidak ditetapkan sendiri oleh pihak kreditur, tetapi berdasarkan antara penerima dan pemberi jaminan atau berdasarkan penilaian harga oleh suatu perusahaan penilai yang indepeden.
III. PENUTUP 1.
KESIMPULAN Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya terutama yang
berhubungan dengan permasalahan, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Dalam pemberian kredit pada Bank Rakyat Indonesia Kanca Denpasar selalu dipersyaratkan adanya jaminan bank berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Dengan adanya jaminan itu dapat memberikan keyakinan kepada bank bahwa di suatu saat nanti bank dapat menarik kembali dana yang telah disalurkan dalam bentuk kredit pada debitur. Untuk melakukan penilaian jaminan kredit bank mempertimbangkan 2 fakta, yaitu :
8
1. Secured, artinya jaminan kredit memiliki legalitas sehingga dapat diadakan peningkatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi. 2. Marketabel, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur. Dua faktor diatas perlu mendapat perhatian analisis atau pengambilan keputusan kredit, sehingga benda jaminan terhindar dari cacad yuridis dan layak jual, memiliki nilai pasar yang tinggi sehingga dapat meminimalkan resiko kredit. 2. Penyelesaian Perjanjian Kredit di Bank Rakyat Indonesia Kanca Denpasar apabila nasabah debitur meninggal dunia. Dalam praktek di Bank Rakyat Indonesia dilakukan pendekatan ahli waris debitur untuk mencari jalan keluar atas kelangsungan perjanjian kredit tersebut. Apabila ahli waris debitur menginginkan perjanjian kredit tersebut dilanjutkan maka akan dilakukan alih debitur yang persyaratan dan ketentuannya ditentukan oleh pihak bank, sedangkan apabila ahli waris tidak menginginkan perjanjian kredit dilanjutkan, karena tidak mempunyai kemampuan untuk memnuhi kewajiban yang ada dalam perjanjian kredit tersebut. Maka pihak ahli waris secara musyawarah dengan pihak bank dengan melakukan penjualan barang jaminan guna memenuhi kewajiban pihak debitur yang meninggal dunia tersebut. 5.2 Saran Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan dibahas di atas, maka penulis memberikan masukan dan saran sebagai berikut : 1. Bank di dalam pemberian kredit terhadap debitur hendaknya betul-betul memperhatikan prinsip kehati-hatian di dalam melakukan penilaian terhadap benda jaminan kredit, sehingga apabila nantinya debitur
9
wanprestasi benda jainan tersebut dapat dieksekusi sesuai yang diharapkan guna pemenuhan kewajiban debitur. 2. Dalam hal debitur meninggal dunia pada saat perjanjian kredit sedang berlangsung maka sebaiknya para ahli waris debitur dapat bekerjasama dengan baik dengan bank untuk mencari penyelesaiannya sehingga tidak merugikan kedua belah pihak, baik bank maupun ahli waris debitur.
DAFTAR BACAAN Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia,(Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 170. (selanjutnya disingkat Albulkadir Muhamad I) Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit, Cet. ke-5, Citra Aditya Bakti,Bandung, Sentosa Sembiring, 2000, Hukum Perbankan, (Bandung: Alumi).