BAB I PENDAHULUAN
Virus Human Immunodeficiency (HIV) merupakan virus penyebab peyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (Mareuil dkk. 2005: 1). Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency type 1 (HIV-1) (Nester dkk. 2007: 735). Virus HIV-1 merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub famili Orthoretrovirinae, dan genus Lentivirus (ICTV 2004: 1). Virus HIV-1 diklasifikasikan berdasarkan perbandingan susunan nukleotida dari gen utamanya, yaitu gen gag, pol, dan env ataupun berdasarkan analisis susunan genom HIV-1 full-length (Buonaguro dkk. 2007: 1). Virus HIV-1 dibedakan ke dalam tiga grup, yaitu grup M (Main) yang merupakan kelompok virus penyebab pandemi HIV-1 global, grup O (Outlier) di Afrika Barat dan Eropa, dan grup N (Non-M/Non-O) di Afrika (Korber dkk. 2001: 20). Virus HIV-1 grup M dapat dibagi lagi ke dalam 10 subtipe atau clade, yaitu subtipe A sampai K. Masing-masing subtipe dapat dibedakan lagi ke dalam sub-subtipe yang ditandai dengan notasi angka 1--10. Subtipesubtipe HIV-1 dapat berekombinasi membentuk Circulating Recombinant Form (CRF) yang dikategorikan ke dalam subtipe E (Gambar 1). Circulating Recombinant Form yang ada di dunia terdapat sekitar 11 bentuk. Beberapa di antaranya adalah CRF01_AE, yang umumnya menginfeksi wilayah Asia
1 Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
2 dan CRF02_AG menginfeksi wilayah Afrika Barat dan Tengah (Korber dkk. 2001: 25). Informasi mengenai penyebaran subtipe HIV-1 di Indonesia belum banyak dipublikasikan. Penelitian yang dilakukan oleh Porter dkk. (1997: 1) menunjukkan bahwa 12 dari 19 sampel positif HIV-1 terinfeksi oleh HIV-1 subtipe B, sedangkan 7 sampel lainnya terinfeksi HIV-1 subtipe CRF01_AE. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Foley dkk. (2001: 1656) yaitu 14 dari 16 sampel positif HIV-1 di Irian Barat terinfeksi HIV-1 subtipe CRF01_AE, sedangkan 2 sampel lainnya terinfeksi HIV-1 subtipe B. Penelitian oleh Merati dkk. (2008: 8) menunjukkan bahwa subtipe CRF01_AE ditemukan paling banyak dan tersebar di pulau Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan. Subtipe B ditemukan di Bali, Jawa, dan Irian Jaya. Berdasarkan hasil dari ketiga penelitian tersebut, maka pengumpulan data mengenai karakteristik subtipe HIV-1 yang beresirkulasi di Indonesia penting untuk dilakukan sebagai upaya penanggulangan infeksi HIV. Informasi mengenai karakteristik gen-gen dalam genom HIV dapat digunakan untuk merancang teknik diagnostik, vaksin atau pengobatan terhadap HIV-1 (Tatt dkk. 2001: 59--62). Teknik diagnosis terhadap infeksi HIV-1 dilakukan berdasarkan adanya antibodi terhadap protein virus, deteksi antigen spesifik HIV-1, kultur virus, dan deteksi sekuen gen spesifik pada sel terinfeksi HIV (Yeoh 1989: 110). Upaya menekan penyebaran dan infeksi HIV-1 juga dilakukan dalam bidang farmasi, yaitu melalui pengobatan highly active antiretroviral therapy
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
3 (HAART) yang melibatkan inhibitor reverse transcriptase (RT) dan inhibitor protease (Spira dkk. 2003: 232). Protein Tat merupakan salah satu protein penting dalam HIV-1 yang diperkirakan dapat menjadi target dalam pengembangan teknik diagnostik dan terapi HIV. Protein Tat merupakan protein regulator yang diekspresikan lebih awal dibandingkan protein HIV lainnya. Protein tersebut akan berinteraksi dengan daerah Transactivation Responsive Region (TAR) pada ujung 5’ genom HIV-1 untuk meningkatkan produksi mRNA full length (Ramirez dkk. 2007: 685). Hal tersebut menyebabkan peningkatan ekspresi protein Tat sendiri dan protein-protein lainnya, sehingga virus dapat mempertahankan infektivitasnya (Henriksen 2003: 15). Protein Tat menarik untuk diteliti setelah diketahui bahwa protein Tat dari sel-sel terinfeksi HIV-1 memiliki fungsi ekstraselular yang berhubungan dengan pathogenesis dari AIDS (Mareuil dkk. 2005: 2). Protein Tat dapat berinteraksi dengan basic fibroblast growth factor sehingga menginduksi terjadinya Kaposi’s sarcoma. Protein tersebut juga dapat menekan ekspresi gen-gen Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas I, sehingga virus tidak dapat dikenali oleh sistem imunitas tubuh (Peloponese dkk. 1999: 11473). Amarapal dkk. (2005: 352) menyatakan bahwa tanpa adanya protein Tat, virus tetap dapat menginfeksi sel, tetapi tidak dapat bereplikasi, sehingga adanya inhibitor terhadap Tat diharapkan dapat mencegah replikasi virus di dalam sel inang. Singh dkk. (2005: 285) menemukan bahwa durhamisin A
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
4 dari Actinoplanes durhamensis dapat menghambat fungsi Tat pada sel terinfeksi HIV-1. Berdasarkan hal tersebut maka besar kemungkinan terdapat banyak bahan alami lainnya untuk menghambat aktivitas Tat dalam sel terinfeksi HIV-1. Salah satu cara untuk mendapatkan protein Tat HIV-1 adalah melalui produksi protein rekombinan. Protein rekombinan dapat diperoleh melalui teknologi DNA rekombinan. Produksi protein rekombinan merupakan salah satu cara yang cukup aman, mudah, dan tidak membutuhkan biaya tinggi dibandingkan produksi protein dari kultur virus (Fox & Klass 1989: 1839). Park dkk. (2000: 337--338) telah berhasil melakukan penelitian dengan mengekspresikan protein Tat HIV-1 pada Escherichia coli. Vektor ekspresi yang telah berisi fragmen gen tat HIV-1 ditransformasi ke dalam E.coli untuk menghasilkan protein rekombinan. Protein tersebut kemudian dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut mengenai Tat HIV-1. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, Laboratorium Mikrobiologi Klinik FKUI bekerjasama dengan Institute of Human Virus and Cancer Biology of University Indonesia (IHVCB-UI) berupaya mengembangkan teknik diagnosis molekular, pengobatan, dan vaksin terhadap HIV-1 berdasarkan protein Tat dari virus HIV-1 Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan informasi dasar mengenai karakter gen tat HIV-1 di Indonesia. Sintesis fragmen gen tat HIV-1 menggunakan cetakan DNA dari klona molekular HIV-1 yang diperkirakan identik dengan HIV-1 di Indonesia, merupakan suatu cara untuk karakterisasi gen tat HIV-1 Indonesia. Fragmen yang berhasil disintesis
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008
5 kemudian diklona ke dalam vektor ekspresi pQE-80L agar dapat menghasilkan protein rekombinan. Protein tersebut diharapkan mampu menginduksi pembentukan antibodi poliklonal. Antibodi tersebut diharapkan dapat digunakan untuk mengidentifikasi klona Escherichia coli yang mengandung dan mengekspresikan sisipan cDNA tat HIV-1 yang disintesis menggunakan mRNA tat dari sel-sel terinfeksi HIV-1 Indonesia. Protein rekombinan tersebut juga dapat digunakan untuk screening inhibitor Tat, dalam rangka identifikasi inhibitor Tat dari bahan-bahan alami Indonesia maupun bahanbahan sintetik yang dikembangkan oleh peneliti Indonesia. Penelitian bertujuan untuk memperoleh fragmen gen tat HIV-1 yang telah disintesis kemudian diklona ke dalam E.coli TOP10 menggunakan vektor ekspresi pQE-80L.
Sintesis dan..., Ekawati Betty Pratiwi, FMIPA UI, 2008