Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
PENYAJIAN RIJSTTAFEL DI HOTEL DES INDES DAN HOTEL SAVOY HOMANN PADA AWAL ABAD 20 Merry Elvina Simanjuntak Program Studi Belanda, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Keanekaragaman khazanah kuliner Indonesia tidak dapat dipisahkan dari persentuhan budaya Indonesia dengan budaya negara lain. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor penjajahan. Indonesia pernah dijajah oleh negara asing seperti Belanda, Inggris dan Jepang yang akhirnya menyebabkan terjadinya persentuhan budaya. Pada masa kolonial Belanda ada satu budaya makan yang dikenal dengan sebutan rijsttafel. Rijsttafel merupakan kuliner hasil persentuhan budaya Timur (Hindia Belanda) dengan budaya Barat (Belanda) di Hindia Belanda pada masa kolonial Belanda (1870 – 1942). Rijsttafel berkembang pesat pada awal abad 20. Singkatnya, makalah ini akan menjelaskan tata cara penyajian rijsttafel di Hotel Des Indes dan Hotel Savoy Homann pada awal abad 20.
Presentation of rijsttafel at Des Indes Hotel and Savoy Homann Hotel in the early 20th century. Abstract The variety of Indonesian culinary can not be separated from both Indonesian and overseas cultures. There are several involved factors, one of which is the colonization. Indonesia was colonized by several foreign countries, such as the Netherlands, England and Japan. During the Dutch colonial period, dining culture known as rijsttafel was commonly practical. The Indonesian rijsttafel (ricetable) has been recognized since the early 20th century. In the colonial Dutch period (1870-1942), rijsttafel is a concept of food preparation. This paper describes the presentation of rijsttafel during the Dutch colonization, particulary at the Des Indes Hotel and the Savoy Homann Hotel in the early 20th century. Keywords: Presentation of rijsttafel; Des Indes Hotel and Savoy Homann Hotel; early 20th century.
1.
Pendahuluan
Perkembangan khazanah kuliner Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perpaduan budaya Indonesia dengan budaya negara asing. Perpaduan budaya terjadi karena adanya kontak antara kedua budaya, sebagai contoh budaya Indonesia dengan budaya Belanda. Pada saat Indonesia masih menjadi koloni Belanda, nama Indonesia adalah Hindia Belanda. Pada saat itu banyak orang Belanda yang datang ke Hindia Belanda untuk berbagai
tujuan seperti: berdagang, menjadi tentara atau bahkan untuk berwisata. Pada awal abad ke-20, Hindia Belanda, terutama Jawa menjadi wilayah tujuan wisata baik bagi turis asing maupun turis domestik. Pemilihan Jawa sebagai tempat kunjungan wisata disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Jawa merupakan pusat peradaban Hindia Belanda, Jawa terkenal dengan nilai-nilai kebudayaan
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
2
dan keeksotisan alamnya yang saat itu tertuang dalam konsep Mooi Indië. Mooi Indië adalah konsep penggambaran alam dan masyarakat Hindia Belanda yang damai, tenang, aman, harmonis dan nyaman. Salah satu bagian dari Mooi Indië yang menjadi daya tarik wisata bagi para turis Eropa adalah rijsttafel. Rijsttafel merupakan budaya kuliner di Indonesia pada masa kolonial (1870 – 1942). Rijsttafel merupakan perpaduan budaya kuliner Indonesia dengan budaya kuliner Belanda. Penyajian Rijsttafel ini sangat unik sebab untuk dapat menyajikan Rijsttafel dengan baik, dibutuhkan baboe atau jongos dalam jumlah besar. Baboe adalah pembantu atau pelayan wanita sedangkan Jongos adalah istilah yang digunakan orang Belanda untuk menyebut pelayan laki-laki pribumi. Jamuan rijsttafel dapat ditemukan di hotel-hotel mewah di Hindia Belanda seperti: hotel Des Indes dan hotel Savoy Homann. Dua hotel ini dianggap mewakili hotelhotel mewah yang ada di Hindia Belanda. Bagaimana cara penyajian rijsttafel khususnya di dua hotel tersebut akan dipaparkan dalam paper ini.
2.
Metode Penelitian
Dalam penyusunan paper ini, saya melakukan studi pustaka. Saya mengumpulkan data dari berbagai sumber bacaan untuk mendapatkan gambaran serta informasi yang mendukung pembahasan saya tentang rijsttafel di Jawa pada awal abad 20.
3.
Analisis dan Intepretasi Data
Rijsttafel merupakan konsep budaya makan modern pertama dalam sejarah kuliner Indonesia. Rijsttafel terlahir dari proses akulturasi budaya pribumi dan budaya Belanda. Pada rentang tahun 1870 – 1942, masakan Belanda tentu sangat sulit ditemukan di Hindia Belanda karena sulitnya membawa pasokan bahan makanan dari Belanda, mengingat jarak tempuh dari Belanda ke Hindia Belanda memakan waktu sangat lama, kira-kira 3 bulan lamanya. Sulitnya memperoleh bahan masakan Belanda di Hindia Belanda memicu munculnya sifat adaptif dari orang-orang Belanda yang tinggal di Indonesia. Mereka akhirnya menerima nasi dan hidangan pribumi sebagai konsumsi keseharian mereka. Jumlah orang Belanda di Hindia Belanda semakin hari semakin banyak. Ada yang menetap di Hindia Belanda, adapula yang hanya berwisata di Hindia Belanda. Hindia Belanda memang terkenal dengan keindahan alamnya.
Selain itu, Hindia Belanda merupakan pusat peradaban dan terkenal dengan nilai-nilai kebudayaannya yang menarik minat wisatawan untuk datang ke Hindia Belanda. Keeksotisan alamnya tertuang dalam konsep Mooi Indië. Mooi Indië adalah konsep penggambaran alam dan masyarakat Hindia Belanda yang damai, tenang, harmonis, aman dan nyaman. Mooi Indië jelas merupakan ciptaan kolonial yang berusaha memadukan kuliner Eropa dengan Hindia Belanda. Rijsttafel merupakan budaya kuliner di Indonesia pada masa kolonial (1870–1942). Rijsttafel tidak dapat dipisahkan dari aspek penyajian yang terlihat dalam berbagai unsur seperti kelayakan tempat, waktu jamuan, tata cara penyajian serta penggunaan alat dan komposisi hidangan yang unik. Menurut Fadly (2011:57) “pengalaman pertama menikmati jamuan Rijsttafel umumnya dialami orang-orang Belanda saat dalam pelayaran menuju Hindia Belanda dengan menumpang kapal-kapal mewah, seperti S.S (Steam Ship) Rotterdam dan S.S Oranje”. T.J. Bezemer menuturkan bahwa “di atas kapal-kapal mewah tersebut pelayanan makanan dilakukan oleh sekitar tiga puluh sampai empat puluh pelayan laki-laki yang berderet memanjang. Seorang membawa nasi yang masih mengepul panas dalam sebuah wadah perak, diikuti para pelayan yang membawa piring besar berisi bermacam lauk-pauk dan aneka hidangan sayur (Bezemer dalam Fadly, 2011: 57)”. Meja makan dipenuhi berbagai macam lauk-pauk dan hidangan sayur yang dapat dinikmati oleh orang-orang Belanda maupun wisatawan asing di kapal-kapal tersebut. Seiring semakin pesatnya perkembangan modernisasi di Jawa pada awal abad ke-20, industri pariwisata pun semakin mengalami kemajuan. Hal ini turut membawa dampak terhadap kemunculan sarana wisata seperti hotelhotel yang banyak dikunjungi oleh turis-turis Eropa. Sebagai pemikat turis (wisatawan), umumnya pengelola hotel menyediakan makanan dan minuman Hindia Belanda yang dikemas dengan cita rasa khas Belanda agar dapat diterima oleh turis asing. Makanan dan minuman tersebut memang disesuaikan dengan lidah Belanda namun karena yang memasak adalah orang pribumi atau orang Belanda yang telah lama tinggal di Hindia Belanda. maka sedikit banyaknya makanan dan minuman tersebut juga dipengaruhi oleh cita rasa khas Indonesia karena bahan yang dipakai juga berasal dari Hindia Belanda. Maka terciptalah perpaduan kuliner Belanda dan Indonesia.
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
3
Sebagian besar pengelola hotel menyediakan makan siang dengan menu dan penyajian mewah rijsttafel. Penyajian mewah seperti ini merupakan pengembangan hidangan jamuan makan di lingkungan rumah tangga Eropa pada masa–masa sebelumnya. Standar penyajian rijsttafel di hotel dikemas semewah mungkin dengan jumlah hidangan berskala besar serta tenaga pelayan yang banyak. Biasanya rijsttafel disajikan pada waktu siang hari dengan harga khusus. Dalam rijsttafel, nasi serta hidangan pribumi dijadikan menu makan siang untuk konsumsi berat dan terpisah dengan menu makan pagi dan makan malam yang biasanya lebih ringan. Umumnya menu makan malam adalah menu masakan Belanda seperti Stamppot dan Zwartzuur. Rijsttafel sangat digemari oleh wisatawan dan menjadi menu mewah yang disajikan pihak pengelola hotel atau kapal pesiar. Rijsttafel sepertinya menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya permintaan akan rijsttafel yang menyebabkan semakin banyak hotel yang menyediakan rijsttafel di menu makanan hotel maupun kapal pesiar mereka. Popularitas rijsttafel memuncak pada abad ke20. Hal tersebut ditandai dengan mulai bermunculnya hotel yang menyajikan rijsttafel pada tahun 1920-an. Hotel Des Indes merupakan salah satu hotel yang menyajikan rijsttafel pada menu makanan mereka.
Gambar 1. Hotel Des Indes
Hotel Des Indes di Batavia (Jakarta) merupakan salah satu hotel mewah pada abad 20. Pada awalnya Hotel Des Indes bernama Hotel Chaulan, sesuai dengan nama pendirinya A. Chaulan. Pada tahun 1824 A. Chaulan membeli bangunan berupa rumah dan merenovasinya
menjadi sebuah hotel. Pada tahun 1835 hotel ini berganti nama menjadi Hotel de Provence untuk mengenang tempat kelahiran Chaulan. Pada tahun 1854, namanya di ubah menjadi Rotterdamsch hotel dan pada tanggal 1 Mei 1856 Rotterdamsch hotel berganti nama menjadi hotel Des Indes dan tahun 1971 bangunan hotel dibongkar untuk didirikan pertokoan Duta Merlin di jalan Gajah Mada No.3-5 Jakarta Pusat. Penyajian Rijsttafel di Hotel Des Indes dibuat semewah mungkin. Hidangan rijsttafel pada hotel ini disajikan pada siang hari. Pelayanan rijsttafel yang mewah dan royal pada akhirnya menyebabkan kebangkrutan bagi hotel Des Indes sehingga pengelola hotel Des Indes mengambil langkah penyelamatan seperti penerapan tarif sebesar 5 gulden untuk penyajian rijsttafel tersebut. Dalam kompasiana: sejarah buruh, gaji buruh pada saat itu berkisar 25 - 30 cent perhari atau dengan kata lain 7,5 – 9 gulden perbulan. Tarif sebesar 5 gulden untuk satu kali jamuan rijsttafel tentu sangat mahal tetapi, itu sebanding dengan pelayanan yang diberikan oleh hotel Des Indes pada penikmat sajian. M. Buys (dalam Fadly, 2011: 58) mencatat suasana makan siang yang ia alami di hotel Des Indes: ‘Siang-siang pukul setengah satu atau djam satu dihidangkan apa jang dinamakan rijsttafel, dengan makanan pokok nasi dengan lauk-pauk beraneka matjam seperti ajam jang dimasak dengan pelbagai cara, saus kare, daging, sajur majur, kaldu, banjak djenis sambalsambalan, ikan merak Makassar, chutney dan seterusnja. Sesudah itu masih dihidangkan makanan Eropah seperti sajur-sajuran, daging, dan selada. Makan siang itu diakhiri dengan dessert.’ Hotel Des Indes dianggap sebagai hotel dengan penyajian rijsttafel terbaik. Pelayanan yang mewah dan memikat menjadi daya tarik bagi para tamu yang menikmati sajian makan di ruang makan hotel tersebut. Jamuan rijsttafel dilakukan pada pukul setengah satu atau jam satu siang. Jamuan diawali dengan hidangan pembuka berupa teh atau kopi lalu dilanjutkan dengan makanan padat berupa nasi dengan aneka lauk-pauk dan sambal. Jamuan rijsttafel diakhiri dengan hidangan penutup berupa buahbuahan atau dessert. Makanan disajikan oleh dua puluh empat sampai empat puluh orang pelayan yang berbaris memanjang mulai dari dapur hingga ke meja saji dan kembali lagi ke dapur dengan berbaris memanjang. Setiap pelayan membawa piring berisi lauk-pauk, nasi, kerupuk dan sambal-sambal dengan jumlah keseluruhan lima puluh tujuh lauk pauk. Para pelayan memakai
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
4
pakaian ala Belanda berpadu dengan sentuhan budaya Jawa. Seragam yang dipakai pelayan semi formal, pakaian berwarna putih dengan sebuah kantong di sebelah kiri dan memakai blangkon ala Jawa. Pakaian tersebut merupakan hasil persentuhan budaya Belanda dengan budaya Jawa.
Gambar 2. Tata Meja di Hotel Des Indes
Gambar 3. Suasana jamuan di Hotel Des Indes
Dari gambar 3 dapat kita lihat banyaknya pelayan pria yang dibutuhkan untuk menyajikan rijsttafel di hotel Des Indes. Para pelayan pribumi diorganisir dengan sangat rapi. Ada kepala pelayan yang bertugas membawa nasi yang masih mengepul dan para pelayan lainnya masingmasing membawa hidangan berupa sayur dan lauk pauk dalam setiap piringnya. Para pelayan berjalan ke sana – ke mari tanpa alas kaki. Mereka mengenakan seragam putih dengan potongan semi Eropa yang dikombinasikan dengan sarung dan ikat kepala ala Jawa (blangkon) seperti yang dapat kita lihat pada gambar 3 di atas. Para
pelayan berjalan perlahan-lahan dan berbaris secara rapi, secara bergantian mereka meletakkan bawaan mereka ke meja pelanggan. Nasi diletakkan di wadah perak, nasi yang disajikan adalah nasi hangat yang uapnya masih mengepul. Para pelanggan (penikmat hidangan) duduk dengan sesekali melambaikan tangan atau memanggil pelayan jika menginginkan tambahan hidangan. Maka, para pelayan pun harus selalu memperhatikan para tamu dan siap mengedarkan hidangan ke setiap meja. Dari gambar 3, terlihat para penikmat hidangan memakai pakaian yang sangat rapi lengkap dengan dasi dan jas. Hanya orangorang kaya yang dapat menikmati rijsttafel karena harganya sangat mahal. Harga itu sebanding dengan pelayanan yang mereka terima di hotel tersebut. Tampaknya orang-orang Belanda begitu mementingkan segi pelayanan sebagai wujud status sosial mereka. Umumnya dalam setiap jamuan dibutuhkan pelayan sekitar dua puluh empat sampai empat puluh orang pelayan. Tentu ada alasan mengapa penggunaan tenaga kerja pribumi ini sangat banyak. Augusta de Wit dalam Fadly (2011: 130) mengatakan “meski orang-orang Jawa dianggapnya tidak malas, mereka lamban. Hal itulah yang menyebabkan digunakannya banyak tenaga kerja untuk sekedar mengurus rumah keluarga Eropa atau menyajikan makanan”. Makanan disajikan di wadah perak atau mangkuk perak dan dilengkapi dengan sendok serta garpu yang terbuat dari perak. Penggunaan alat makan sangat penting dan merupakan simbol dari kemewahan dan status sosial. Penggunaan peralatan makan seperti sendok, garpu, piring dan pisau merupakan hal yang sangat di perhatikan sebagai salah satu syarat etika makan orang Belanda, meskipun yang dimakan adalah hidangan pribumi berupa nasi, sayur dan lauk-pauk. Hal ini juga mengubah kebiasaan umum dalam budaya makan pribumi yang lebih terbiasa tidak menggunakan banyak alat dalam aktivitas makan. Jika orang-orang pribumi hanya menggunakan jari tangan ketika makan, orang-orang Belanda menggunakan piring, sendok, garpu dan pisau untuk menikmati hidangan nasi, sayur dan lauk-pauk seperti layaknya mereka menikmati hidangan Eropa. Etika ini untuk menunjukkan status sosial mereka. “Orang Belanda dan elite pribumi biasanya menggunakan alat-alat makan yang terbuat dari perak yang merupakan peralatan makan yang mahal dan bergengsi. Setiap hidangan secara elegan disajikan pada alas perak dan disuguhkan oleh para pelayan dengan cara menuangkan nasi ke piring khusus dan hidangan-hidangan yang masih
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
5
panas ke dalam wadah-wadah perak berukuran kecil (Hulupi dalam Fadly, 2011: 68)”. Pengaruh Barat dalam hal penggunaan alat makan dari perak ini pada akhirnya masuk juga dalam kehidupan elite pribumi, seperti tampak dari kehidupan keluarga Bupati Priangan. Peralatan makan seperti piring, sendok, garpu, nampan, mangkuk sayur sampai tusuk sate yang dibuat dari bahan-bahan perak berukir indah adalah beberapa contoh alat makan yang digunakan keluarga bupati tersebut. Intinya, semakin tinggi kedudukannya dalam pemerintahan, makin tinggi pula kualitas serta kuantitas barang yang dimiliki para elite pribumi. Gambaran mengenai penggunaan alat makan tersebut dapat dilihat pada suasana jamuan makan keluarga elite pribumi untuk orang-orang Eropa. Alat makan seperti sendok dan garpu digunakan untuk menyajikan hidangan tradisional. Secara implisit, tampaknya di sini terkandung muatan politis dari kalangan elite pribumi yang mencoba menjalin hubungan akrab dengan orang Belanda. Terlihat jelas ada etika makan yang ditekankan. Etika seperti ini bukan hanya ditekankan oleh para elite pribumi sendiri ataupun kepada bawahan mereka, namun para pejabat Belanda juga menuntut agar bawahan mereka memperlihatkan penghormatan yang layak kepada mereka. Dengan cara ini, status mereka akan tetap terjaga dan kehormatan mereka tidak akan dilecehkan. Dalam jamuan rijsttafel umumnya jumlah hidangan yang disajikan biasanya sangat banyak seperti dapat kita lihat dari gambar 3. Pada gambar 3 terlihat ada dua atau tiga pelayan yang melayani satu meja padahal di meja tersebut hanya ada satu penikmat hidangan. Itu artinya jumlah atau kuantitas hidangan yang disajikan untuk satu penikmat hidangan itu sangat banyak. Para penikmat hidangan diperlakukan dengan sebaik mungkin dan dijamu sampai kenyang. Biasanya dibutuhkan waktu tiga sampai empat jam untuk mengkonsumsi hidangan dalam jamuan rijsttafel. “Jenis hidangan dalam jamuan rijsttafel disajikan berdasarkan konsep Belanda, itu berarti setiap makanan ditempatkan dalam piring tersendiri. Oleh karena itu, beberapa sajian pelengkap seperti acar, aneka sambal dan kerupuk pun dalam pandangan orang-orang Belanda dianggap jenis hidangan utama karena ditempatkan dalam piring tersendiri. Padahal, dalam konsep pribumi sajian tersebut hanya dianggap sebagai pelengkap” (Onghokham 1996: 25).
Makanan yang disajikan di hotel Des Indes berupa: nasi, sayur, daging, telur, sambal, acar, sup, buah dan kue. Umumnya hotel Des Indes menyajikan aneka jenis hidangan seperti: 1. Sayur: sayur lodeh dan sayur tumis kol. 2. Daging: aneka sate, dendeng, ayam goreng tepung dan babi bumbu. 3. Ikan: ikan asam asin dan ikan goreng cuka. 4. Telur: telur dadar bumbu tegal. 5. Sambal: sambal ati, sambal babi, sambal petis dan sambal telor. 6. Acar: timun, jagung dan belimbing. 7. Menu lainnya: kerupuk, aneka buah, dessert, pisang goreng dan terong goreng. 8. Masakan Belanda: Soup, zuurkool, stamppot dan poffertjes. Meja yang dipakai saat jamuan rijsttafel beranekaragam. Ada yang berbentuk persegi panjang dan ada pula formasi meja yang berbentuk bundar. Formasi meja berbentuk bundar diadopsi dari Prancis yang berupa meja berbentuk bundar dengan kursi untuk empat orang seperti yang dapat kita lihat pada gambar 3. Bentuk meja yang bundar seperti ini umumnya dapat ditemukan di ruang makan hotel, seperti yang terdapat di Hotel Des Indes dan Savoy Homann pada kurun tahun 1930-an. Hotel Savoy Homann di Bandung. Merupakan salah satu hotel mewah pada abad 20. Pada awalnya Hotel Sayoy Homann merupakan rumah penginapan milik keluarga Homann yang terbuat dari bambu, kemudian direnovasi menjadi gedung papan setengah tembok. Pada tahun 1880, hotel Savoy Homann direnovasi menjadi bangunan tembok berarsitektur Belanda. Ketika Bandung terkenal sebagai “Parijs van Java” (1920-1935), bisnis perhotelan di kota Bandung sangat menguntungkan karena Bandung pada saat itu merupakan salah satu tujuan utama para turis asing yang datang ke Hindia Belanda. Di Hotel Savoy Homann, pelayanan rijsttafel bagi para tamu menjadi kebanggaan tersendiri. Ruang makan gaya baru dengan arsitektur bangunan dan interior ruangan bergaya modern semakin membuat penyajian rijsttafel di Savoy Homann sangat populer.
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
6
Umumnya hotel Savoy Homann menyajikan aneka makanan seperti: 1. Nasi 2. Sayur: sayur kari dan sayur lodeh. 3. Daging: sate tusuk, gulai, ayam goreng, ayam asam asin dan babi sambal. 4. Ikan: ikan asem asin dan ikan cuka. 5. Telur: telur dadar. 6. Sambal: Sambal brandal, sambal tomat, sambal petis, sambal goreng dan sambal ati. 7. Acar: acar ketimun, jagung dan belimbing. 8. Menu lainnya: kerupuk, aneka buah, dessert, tempe goreng tepung dan pisang goreng. 9. Masakan Belanda: taart, soup dan zwartzuur. Gambar 4. Hotel Savoy Homann Para pelayan memakai baju putih semi Eropa, memakai blankon dan tidak mengenakan alas kaki.
Gambar 5. Penyajian rijsttafel di hotel Savoy Homann
Penyajian rijsttafel di Savoy Homann juga sangat mewah. Biasanya para pelayan yang melayani penikmat hidangan berada di samping ruangan atau berdiri di sekitar meja bundar tempat penikmat hidangan makan, sambil menunggu para penikmat hidangan memanggil mereka. Penikmat hidangan juga dapat menikmati hidangan di ruangan terbuka. Biasanya jamuan rijsttafel disajikan pada saat makan siang kira-kira pukul dua belas siang atau jam setengah satu siang. Hidangan diawali dengan appetizer (hidangan pembuka), lalu makanan utama dan diakhiri dengan makanan penutup. Jumlah makanan beragam mulai dari sepuluh jenis sampai mencapai enam puluh jenis tergantung paket yang di pesan. Biasanya untuk melayani satu meja dibutuhkan pelayan sekitar dua puluh atau tiga puluh orang tergantung banyaknya jenis makanan yang harus disajikan.
Gambar 6. Cara penyajian rijsttafel di hotel Savoy Homann
Pada gambar 6, terlihat seorang pria Belanda sedang di layani oleh pelayan. Jumlah pelayan yang melayaninya kira-kira dua puluh orang padahal jumlah penikmat hanya satu orang. Penikmat diperlakukan seperti seorang raja. Penikmat makanan duduk di belakang meja bundar. Meja bundar seperti itu biasanya berdiameter sekitar satu setengah meter dan di tengahnya biasanya ditempatkan sebuah mangkuk perak atau wadah nasi yang cukup besar. Umumnya besar kecilnya meja penikmat hidangan disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga atau tamu yang akan menempati sebuah meja. Jika anggota keluarga atau tamu yang datang banyak maka akan diberikan meja berukuran besar namun jika yang datang hanya sedikit (satu atau dua orang) maka meja yang diberikan juga kecil. Selanjutnya, jamuan rijsttafel berlangsung dengan menempatkan makanan ke setiap piring. Makanan disajikan di wadah perak atau mangkuk
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
7
perak dan dilengkapi dengan sendok serta garpu yang terbuat dari perak. Menurut Ido dalam Fadly (2011:58) “Terkadang meja tidak dapat menampung piring-piring berisi makanan yang dihidangkan karena banyaknya hidangan yang disajikan”.
Pakaian pelayan
Tabel 1. Perbandingan Hotel Des Indes dan Savoy Homann Keterangan
Hotel Des Hotel Savoy Indes Homann Jumlah pelayan 24 - 40 orang 20 – 30 orang Waktu jamuan Jam setengah 1 Jam 12 siang Tahap jamuan 3 Tahap 3 Tahap Jumlah Hidangan Tidak diketahui 10 – 60 Jenis Harga 5 gulden Tidak diketahui Makanan 1. Nasi 1. Nasi 2. Sayur: lodeh 2. Sayur: sayur dan tumis kol kari dan lodeh 3. Daging: aneka 3. Daging: sate sate, dendeng, tusuk, gulai, ayam goreng ayam goreng, tepung dan ayam asam babi bumbu. asin dan babi sambal. 4. Ikan: ikan 4. Ikan: ikan asam asin dan asem asin dan ikan goreng ikan cuka. cuka. 5. Telur: dadar 5. Telur: telur bumbu tegal dadar 6. Sambal: 6. Sambal: sambal ati, sambal sambal babi, brandal, sambal petis, sambal tomat, sambal telor. sambal petis, sambal goreng dan sambal ati. 7. Acar: ketimun 7. Acar: ketimun, jagung dan belimbing. 8. Makanan 8. Makanan lainnya: lainnya: kerupuk, kerupuk, aneka dessert, aneka buah, tempe buah, pisang goreng tepung, goreng dan dessert dan terong goreng. pisang goreng. 9. Makanan 9. Makanan Belanda: Belanda: taart, soup, soup dan zwartzuurt. zuurkool,
Pakaian penikmat Bentuk Meja Peralatan makan
stamppot dan poffertjes. Semi formal. Pakaian ala Belanda berpadu dengan sentuhan budaya Jawa. Pelayan memakai blangkon berwarna coklat tua dan tanpa alas kaki Pakaian Formal Bundar Perak
Semi formal. Pakaian ala Belanda berpadu dengan sentuhan budaya Jawa. Pelayan memakai blangkon berwarna coklat muda dan tanpa alas kaki Semi Formal Bundar Perak
4. Kesimpulan Rijsttafel merupakan konsep budaya makan modern pertama dalam sejarah kuliner Indonesia. Rijsttafel terlahir dari proses akulturasi pribumi dan Belanda. Rijsttafel tidak dapat dipisahkan dari aspek penyajian yang terlihat dalam berbagai unsur seperti kelayakan tempat, waktu jamuan, tata cara penyajian serta penggunaan alat dan komposisi hidangan yang unik. Jamuan rijsttafel dilakukan pada siang hari sekitar jam dua belas sampai jam satu siang dan berdurasi tiga sampai empat jam. Penyajian Rijsttafel hotel Des Indes dan Savoy Homann sangat mewah. Kedua hotel ini sangat populer karena pelayanannya yang paling bagus. Penyajian Rijsttafel membutuhkan sedikitnya dua puluh sampai tiga puluh pelayan untuk mengantarkan makanan. Para pelayan berjalan kesana-kemari tanpa alas kaki, mereka mengenakan seragam putih dengan potongan semi Eropa yang dikombinasikan dengan sarung dan ikat kepala ala Jawa (blangkon) sedangkan para penikmat hidangan memakai pakaian yang sangat rapi lengkap dengan dasi dan jas. Orang-orang Belanda begitu mementingkan segi pelayanan sebagai wujud status sosial mereka. Makanan disajikan dalam wadah piring dan mangkuk perak dan diletakkan di atas meja penikmat hidangan. Makanan yang dihidangkan berupa nasi yang masih mengebul (panas) dilengkapi dengan sayur-sayuran dan lauk-pauk serta diakhiri dengan dessert.
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013
8
Pada tahun 1971 bangunan hotel Des Indes dibongkar untuk didirikan pertokoan Duta Merlin. Pertokoan Duta Merlin terletak di jalan Gajah Mada No.3-5 Jakarta Pusat. Kita tidak dapat menikmati jamuan rijsttafel di hotel Des Indes lagi karena hotel Des Indes sudah tidak ada namun kita masih bisa menikmati sajian rijsttafel di Savoy Homann Bidakara Hotel. Setelah Indonesia merdeka, hotel Savoy Homann diambil alih oleh grup hotel Bidakara, sehingga nama Savoy Homann berubah menjadi Savoy Homann Bidakara Hotel. Penyajian dan menu makanan di hotel Savoy Homann yang sekarang memang berbeda dari hotel Savoy Homann yang dulu. Perbedaan yang paling menonjol adalah kuantitas makanan dan pelayan yang menyajikan makanan. Makanan disajikan dalam kuantitas yang kecil dan disajikan dalam piring-piring yang lebih kecil, sangat berbeda dengan rijsttafel yang dulu. Pelayan yang melayani penikmat hidangan juga lebih sedikit karena hidangan disajikan di sebuah meja panjang (model prasmanan) yang mengharuskan penikmat hidangan mengambil sendiri hidangan yang akan mereka makan.
Daftar Acuan Rahman, Fadly. 2011. Risjttafel. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Onghokham. 1987. Runtuhnya Hindia Belanda. Jakarta: Gramedia. De introduktie van Indisch Eten in de Rotterdam http://www.engelfriet.net/Alie/Hans/desindes.htm diakses pada tanggal 1 Maret 2013, 9.01. http://sejarah.kompasiana.com/2011/06/14/buruhdiantara-sejarah-dan-kebangkitannya-372806.html diakses pada tanggal 23 Juli 2013, 17:31. http://id.wikipedia.org/wiki/Gulden_Hindia-Belanda diakses pada tanggal 23 Juli 2013, 17:35. Gambar: http://3.bp.blogspot.com/-9ri046sdhui-t41_y2xnj3i AAAAAAAAAL0_hotel_des_indes_batavia_tmnr.jtg diakses pada tanggal 27 Juni 2013, 13.28. http://farm4.staticflickr.com/3072/3039011063_c9269ffb ob_jet.jpg diakses pada tanggal 27 Juni 2013, 13.30.
Penyajian rijsttafel ..., Simanjuntak, Merry E, FIB UI, 2013