PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH YANG TELAH DIGANTI RUGI OLEH PT. KWALA GUNUNG KEPADA MASYARAKAT MARIAH HOMBANG
Skripsi Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : Juni Irianti Sitinjak NIM : 030200187 Departemen/PK : Hukum Administrasi Negara/Hukum Agraria
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
2
PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH YANG TELAH DIGANTI RUGI OLEH PT. KWALA GUNUNG KEPADA MASYARAKAT MARIAH HOMBANG
Skripsi Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Oleh : Juni Irianti Sitinjak NIM : 030200187 Departemen/PK : Hukum Administrasi Negara/Hukum Agraria Diketahui oleh : Ketua Departemen,
(Dr. Pendastaren Tarigan, S.H. M.S.) NIP. 131 410 462
Dosen Pembimbing I,
(Tampil Anshari Siregar, S.H. M.S.) NIP. 130 250 421
Dosen Pembimbing II,
(Mariati Zendrato, S.H. M.H.) NIP. 131 661 438
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007 Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
i
DAFTAR ISI
................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
ix
ABSTRAK
................................................................................................
xi
: PENDAHULUAN .................................................................
1
A. Latar Belakang ..................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..........................................................
2
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ..........................................
3
D. Keaslian Penulisan ...........................................................
4
E. Tinjauan Kepustakaan ......................................................
4
BAB I
F. Metode Penelitian ............................................................. 12 a) Bahan atau Materi Penelitian....................................... 12 b) Alat Penelitian ............................................................ 15 c) Variabel Penelitian ...................................................... 16 d) Analisis Hasil Penelitian .............................................. 17 Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
4
G.
BAB II
Sistematika Penulisan .......................................................
18
: TUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH
OLEH MASYARAKAT MARIAH HOMBANG
BAB III
BAB IV
KEPADA PT. KWALA GUNUNG ......................................
20
A. Keadaan Mayarakat Mariah Hombang dan PT. Kwala Gunung .....................................................
20
B. Sengketa Hukum atas Tanah.............................................
29
: ALASAN PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH ................................................................................
66
A. Sengketa Tanah di Desa Mariah Hombang ........................
66
B. Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Dilakukan Masyarakat Mariah Hombang Kepada PT. Kwala Gunung ................................................
86
C. Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Ditentukan oleh Hukum ......................................................................
93
: PELAKSANAAN PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH YANG TELAH DIGANTI RUGI OLEH PT. KWALA GUNUNG ....................................................... 100 A. Risalah Umum Desa Mariah Hombang.............................. 100 1. Lokasi ......................................................................... 100 2. Topografi .................................................................... 100 3. Jenis Tanah ................................................................. 101
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
5
4. Iklim ........................................................................... 101 5. Sosial Ekonomi ........................................................... 101 5.1. Penduduk ............................................................. 101 5.2. Mata Pencaharian ................................................ 102 5.3. Agama ................................................................. 102 5.4. Perhubungan ........................................................ 102 5.5. Pendidikan dan Kesehatan ................................... 103 B. Pelaksanaan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Telah Diganti Rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada Masyarakat Mariah Hombang ............................... 103 C. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Telah Diganti Rugi oleh PT. Kwala Gunung .............................. 106 D. Penyelesaian Sengketa Tanah antara Masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung ................... 108
BAB V
: PENUTUP ............................................................................ 119 A. Kesimpulan ....................................................................... 119 B. Saran ................................................................................. 120
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
6
DAFTAR TABEL
1.
Banyaknya curah hujan dan hari hujan menurut Stasiun Pengamat Cuaca Pusat Penelitian Marihat tahun 1989
2.
Keadaan Penduduk berdasarkan jumlah dan jenis kelamin di Kabupaten Dati II Simalungun yang dirinci per kecamatan tahun 1989
3.
Banyaknya penduduk menurut golongan agama di Kecamatan Tanah Jawa pada tahun 1989
4.
Panjang jalan Negara dan propinsi di Kabupaten Simalungun dirinci menurut jenis permukaan, kondisi dan kelas jalan tahun 1989
5.
Keadaan sepanjang rintis batas pada areal inlijving
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
7
DAFTAR GAMBAR
1.
Sumatera Utara ─ Kronik Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang (Sumber : http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/06/sumatera-utarakronik-perjuangan-petani-nagori-mariah-hombang)
2.
Sumatera Utara─ 17 Petani Mariah Hombang Beb Persidangan Selama 4 Bulan
as Setelah Jalani
(Sumber : http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/08/sumatera-utara-17petani-mariah-hombang-bebas-setelah-jalani-persidangan-selama-4-bulan)
3.
Peta Hasil Pengukuran Areal Inlijving/Areal Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk, Skala 1 : 10.000.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
8
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Surat Riset yang ditujukan kepada BPN Simalungun
2.
Surat Riset yang ditujukan kepada Dinas Kehutanan Simalungun
3.
Surat Riset yang ditujukan kepada Kantor Kepala Desa Mariah Hombang
4.
Surat Riset yang ditujukan kepada Dinas Kehutanan Kotamadya Medan
5.
Surat Keterangan dari BPN Simalungun yang menyatakan bahwa benar penulis telah melakukan riset di BPN Simalungun
6.
Surat Keterangan dari Dinas Kehutanan Simalungun yang menyatakan bahwa benar penulis telah melakukan riset di Dinas Kehutanan Simalungun
7.
Surat Keterangan dari Kantor Kepala Desa Mariah Hombang yang menyatakan bahwa benar penulis telah melakukan riset di Kantor Kepala Desa Mariah Hombang
8.
Surat Keterangan dari Dinas Kehutanan Kotamadya Medan yang menyatakan bahwa benar penulis telah melakukan riset di Dinas Kehutanan Kotamadya Medan
9.
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung
10.
Surat PT. Kwala Gunung Nomor 60/KG/I/1992, tanggal 13 Januari 1992
11.
Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, tanggal 8 Pebruari 1992 Nomor 275/II/Kwl-5/1992 tentang Pengukuran Lahan Inlijving/Areal Reboisasi
12.
Surat Perintah Tugas dari Kepala Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Pematang Siantar Nomor 2230/I/SUB.1-1/1992, tanggal 6 Maret 1992
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
9
13. 14.
Berita Acara Hasil Pengukuran Areal Inlijving/Areal Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk Daftar masyarakat yang telah melepaskan hak atas tanahnya kepada PT. Kwala Gunung dengan menerima ganti rugi
15.
Daftar nama-nama orang yang menerima biaya ganti rugi tanah dan tanaman areal inlijving kehutanan oleh PT. Kwala Gunung di Desa Bosar Galugur dan Mariah Hombang, di Kecamatan Tanah Jawa dan Kecamatan Hutabayu Raja, Dati II Simalungun
16.
Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Muller Gultom, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, bahwa benar penulis telah melakukan wawancara
17.
Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh W. Manurung, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, bahwa benar penulis telah melakukan wawancara
18.
Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Binahar Gultom, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, bahwa benar beliau tidak pernah menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
10
ABSTRAK
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan alasan penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan masyarakat Mariah Hombang maupun alasan penuntutan pengembalian tanah yang ditentukan oleh hukum. Penulisan ini juga bertujuan untuk menjelaskan wujud konkrit penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang. Penulis melakukan wawancara dengan warga Dusun Parsaguan dan melakukan riset pada Instansi Pemerintah. Wawancara dilakukan untuk mengetahui sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung dan memastikan kebenaran data-data yang telah penulis peroleh dari pihak BPN Simalungun. PT. Kwala Gunung memiliki hak keperdataan atas lahan masyarakat yang telah diganti rugi dan memperoleh izin dari Gubernur Sumatera Utara berdasarkan SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tentang Izin Lokasi /Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung. Masyarakat tidak mempunyai dasar atas kepemilikan lahan tersebut dan sampai saat ini, legalitas FPNMH untuk mewakili kepentingan petani tidak kuat karena tidak ada Surat Kuasa Khusus dan sewajarnya masyarakat yang menginginkan lahan tersebut harus memberikan ganti rugi kepada PT. Kwala Gunung.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
11
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Penulis memilih masalah penuntutan pengembalian tanah yang telah diganti
rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat Mariah Hombang sebagai bahan penulisan karena masalah ganti rugi tanah sangat rentan terjadi dan berdampak negatif, baik pada saat pelepasan tanah dilakukan maupun pada masa yang akan datang, seperti terjadinya sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung dimana masyarakat Mariah Hombang menuntut agar tanah mereka dikembalikan oleh PT. Kwala Gunung, padahal tanah tersebut telah diganti rugi oleh PT. Kwala Gunung. Karena PT. Kwala Gunung telah memberikan ganti rugi atas tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan, maka PT. Kwala Gunung tidak mau mengembalikan tanah tersebut, sementara masyarakat bersikeras menuntut kembali tanah mereka dengan alasan bahwa PT. Kwala Gunung tidak memanfaatkan atau menterlantarkan tanah tersebut. Oleh karena itu, untuk menyelesaikan sengketa antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung perlu dicari solusinya. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
12
Penulis memilih judul untuk dapat dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan skripsi ini, yaitu Penuntutan Pengembalian Tanah yang Telah Diganti Rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada Masyarakat Mariah Hombang karena penulis memandang bahwa yang menjadi inti dari permasalahan ini adalah masyarakat Mariah Hombang menuntut pengembalian tanah kepada PT. Kwala Gunung, sehingga dengan melihat inti dari permasalahan tersebut, maka penulis mengangkat masalah ini sebagai judul skripsi. Dengan mengangkat masalah ini, penulis berusaha untuk mencari solusi yang tepat dan memaparkannya di dalam tulisan ini dimana sampai saat ini, masalah ini masih dalam tahap pencarian solusi atau belum ada titik temu antara pihak-pihak yang bersengketa.
B.
Perumusan Masalah Yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini yang kemudian akan menjadi
pembahasan adalah sebagai berikut : 1)
Bagaimana penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan masyarakat Mariah Hombang?
2)
Mengapa masyarakat Mariah Hombang menuntut pengembalian tanah kepada PT. Kwala Gunung?
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
13
3)
Sejauh mana tuntutan pengembalian tanah yang diajukan masyarakat Mariah Hombang dan hambatan-hambatan dalam melakukan penuntutan tersebut?
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah : 1)
Untuk menjelaskan penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang.
2)
Untuk menjelaskan alasan-alasan penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang, baik alasan-alasan yang diajukan oleh masyarakat maupun alasan-alasan yang diperbolehkan oleh hukum.
3)
Untuk menjelaskan wujud konkrit penuntutan pengembalian tanah yang dilakukan oleh masyarakat Mariah Hombang.
Selain menambah pengetahuan penulis dalam mengangkat permasalahan ini menjadi bahan penulisan, penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk mencari solusi atas permasalahan ini, yaitu membantu pihak-pihak yang terkait atau yang berwenang menemukan alternatif kebijakan yang lebih baik, sehingga apabila ada sengketa pertanahan yang inti permasalahannya sama dengan masalah yang menjadi pembahasan dalam penulisan ini, maka dapat dilakukan langkah-langkah Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
14
atau kebijakan dengan mudah dan dalam waktu yang singkat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
D.
Keaslian Penulisan Penelitian ini merupakan hasil penelitian dari penulis sendiri yang mengangkat
masalah mengenai penuntutan pengembalian tanah yang telah di ganti rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat Mariah Hombang dan objek ini belum pernah diteliti oleh peneliti lain.
E.
Tinjauan Kepustakaan Menyangkut terminologi tanah, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan
sebagai permukaan bumi atau lapisan bumi yang paling atas. 1 Dalam Hukum Tanah, pengertian tanah lebih kepada pengertian yang yuridis, 2 yaitu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA bahwa tanah adalah bagian dari permukaan bumi dan karena itu, hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Dengan kata
1
Hasan Basri Nata Menggala, S.H., dan Sarjita, S.H., M.Hum., Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah, Edisi Revisi, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 5. 2 Ibid.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
15
lain, tanah yang diberikan dan dipunyai oleh orang-orang dengan hak-hak yang diberikan oleh UUPA adalah digunakan atau dimanfaatkan. Oleh karena itu, dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA dinyatakan bahwa hak-hak atas tanah bukan hanya memberi wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang yang ada di atasnya. Dengan demikian, maka yang dipunyai dengan hak-hak atas tanah itu adalah tanahnya, dalam arti sebagian tertentu dari permukaan bumi. 3 Berdasarkan hal tersebut, tanah mempunyai nilai yang sangat strategis dan berharga sebagai potensi modal yang menguntungkan. Akibatnya, harga tanah cenderung meningkat dalam kehidupan masyarakat. Michael G. Kitay mengatakan, “Land is unique and limited; it is therefore valuable. And whoever controls and the land controls a potentially profitable asset.” 4 Artinya, “tanah merupakan hal yang unik dan terbatas; oleh karena itu ia berharga. Barangsiapa yang menguasai tanah tersebut, juga menguasai potensi modal yang menguntungkan.” Pendapat Michael G. Kitay tersebut sejalan pula dengan pendapat Lawson da Rudden, yang mengatakan bahwa tanah adalah sesuatu yang unik dan bersifat tetap dan hampir tidak dapat dihancurkan serta memiliki nilai pendapatan dan penghasilan. Di samping itu, menurut Gray dan Symes, tanah bukanlah sekedar tanah belaka atau kebutuhan yang turun-temurun, tetapi lebih dari sekedar gumpalan tanah,
3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Jilid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 18.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
16
tambang,
mineral di bawahnya, dan bangunan-bangunan yang
berdiri di
permukaannya. 5 Peter Butt mengatakan “barangsiapa memiliki tanah (permukaan bumi), dia juga memiliki segala apa yang ada di atasnya sampai surga/nirwana dan segala yang ada di bawahnya sampai pusat bumi.”
6
Tanah merupakan salah satu
komponen dari hak asasi manusia, maka setiap orang harus diberi akses untuk memperoleh, memiliki, memanfaatkan, dan mempertahankan bidang tanah yang akan atau yang sudah dimilikinya. Menurut Sulasi Rongiyati, tanah merupakan sumber daya penting dan strategis karena menyangkut hajat hidup seluruh rakyat Indonesia yang sangat mendasar. 7 Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada seluruh bangsa Indonesia dan tidak semata-mata kepada individu-individu pemegang hak atas tanah. 8 Sedangkan sistem Pemerintahan masa Orde Baru menempatkan tanah sebagai benda komoditas perdagangan, objek investasi para pemilik modal besar serta menjadi objek spekulan tanah. 9 Defenisi tanah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan, tanah merupakan salah satu modal pokok bangsa Indonesia
4
Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, Hal. 7. 5 Ibid. 6 Ibid. 7 http://www.dpr.go.id/majalahparlementaria/index.php?option=com_content&task=blogcategory 8 Hasan Basri Nata Menggala, S.H., dan Sarjita, S.H., M.Hum., Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah, Edisi Revisi, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 15. 9 Ibid.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
17
dan salah satu unsur utama dalam pembangunan menuju terbentuknya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Mengenai defenisi penuntutan, di dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, tuntut atau menuntut adalah meminta dengan keras, mengharuskan supaya dipenuhi. Tuntutan, yaitu sesuatu yang dituntut seperti permintaan keras, gugatan, dakwaan, dan sebagainya. Menggugat artinya membawa atau mengadukan kepada pengadilan; mempertahankan haknya atas sesuatu; berusaha atau berdaya upaya supaya mencapai atau mendapat sesuatu; berusaha mendapat ilmu pengetahuan; menuju; berusaha keras untuk mendapat (hak atas sesuatu). Gugatan adalah suatu cara untuk menuntut hak melalui putusan pengadilan (perkara perdata). 10 Claim is assertion of a legal right; document used in the County Court to start a legal action; statement that someone has a right to property held by another person; to start that something is a fact. 11 Claim of ownership, yaitu tuntutan untuk mengembalikan hak, terutama mengenai tanah. 12 Sedangkan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, pada Pasal 1 butir 7, yang dimaksud dengan penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
10
Zainal Bahry, S.H., Kamus Umum Khususnya di Bidang Hukum dan Politik, Angkasa Bandung, Bandung, 1993, Hal. 80. 11 P.H. Collin, Dictionary of Law, Third Edition, Peter Collin Publishing, 2000, Hal. 60. 12 I.P.M. Ranuhandoko, B.A., Terminologi Hukum Inggris-Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, Hal. 131. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
18
Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuan-ketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah, yang dimaksud dengan pembebasan tanah ialah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Menurut Sarjita S.H., M.Hum., pelepasan hak atas tanah adalah perbuatan hukum melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah dan benda-benda yang terdapat di atasnya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar musyawarah, sehingga tanah yang bersangkutan menjadi tanah Negara dan kemudian diberikan hak baru yang sesuai kepada pihak yang memerlukan tanah. 13 Pembebasan tanah menurut Surat Edaran Dirjen Agraria Nomor: Ba 12/108/12/1975 adalah setiap perbuatan yang bermaksud langsung atau tidak langsung melepaskan hubungan hukum yang ada di antara pemegang hak/penguasa atas tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang berhak/penguasa atas tanah tersebut. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang sebelumnya disebut pembebasan tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah. Mengenai ganti rugi, dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu : dari sudut Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan dari sudut Undang-undang Pokok Agraria.
13
Sarjita, S.H., M.Hum., Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Era Otonomi Daerah, cet. 10, Tugu Jogja Pustaka, Yogyakarta, 2005, Hal. 44.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
19
Pertama, menurut KUH Perdata, tinjauan tentang ganti rugi meliputi persoalan yang menyangkut apa yang dimaksud dengan ganti rugi itu, bilamana ganti rugi itu timbul dan apa ukuran dari ganti rugi itu serta bagaimana peraturannya dalam undangundang. Dalam Pasal 1243 KUH Perdata dirumuskan :
Penggantian biaya, kerugian, dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan. Berdasarkan ketentuan di atas, bahwa ganti kerugian itu adalah karena tidak terpenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetapi melalaikannya atau sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. 14 Artinya, ganti rugi itu adalah kerugian yang timbul karena debitur melakukan wanprestasi, kerugian itu wajib diganti oleh debitur terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Bertolak dari pengertian ganti rugi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ganti rugi menurut Hukum Perdata adalah dikaitkan dengan adanya wanprestasi, sehingga siapa yang wanprestasi akan dihukum untuk membayar
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
20
ganti rugi berupa biaya (kosten), rugi (schaden), dan bunga (interesten) berupa kehilangan keuntungan yang dapat diharapkan (winstderving). Kedua, dalam Undang-undang Pokok Agraria yang berkaitan dengan pencabutan hak atas tanah diatur dalam Pasal 18, yang berbunyi : ”Untuk kepentingan umum termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.” Salah satu kunci yang kelihatannya juga cukup menentukan dalam perbuatan hukum yang berkenaan dengan ganti rugi dalam pelepasan hak atau pembebasan tanah itu merupakan imbalan sebagai pengganti nilai tanah yang diserahkan oleh pemilik atau pemegang hak atas tanah. Mengenai pencabutan atau pelepasan hak tanah, A.P. Parlindungan menyatakan : “Orang yang dicabut haknya itu tidak berada dalam keadaan lebih miskin setelah pencabutan hak tersebut, ataupun akan menjadi miskin kelak karena uang pembayaran ganti rugi itu telah habis karena dikonsumsi. Minimal dia harus dapat dalam situasi ekonomi yang sekurang-kurangnya sama seperti dicabut haknya, syukur kalau bertambah lebih baik.” 15
14
Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, Hal. 86.
15
A.P.Parlindungan, Pencabutan dan Pembebasan Hak atas Tanah, Suatu Perbandingan, Mandar Maju, Bandung, 1993, Hal. 5. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
21
Sejalan dengan pendapat tersebut, Boedi Harsono merumuskan bahwa baik dalam perolehan tanah atas dasar kata sepakat maupun cara pencabutan hak kepada pihak yang telah menyerahkan tanahnya wajib diberikan imbalan yang layak, sehingga sedemikian rupa keadaan sosial dan keadaan ekonominya tidak menjadi mundur. 16 Dengan demikian, maka pemberian ganti rugi ini harus betul-betul mampu mengantisipasi munculnya kemiskinan dalam masyarakat, bukan penyebab timbulnya kemiskinan baru. Ganti kerugian adalah imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk yang ada di atasnya, yang telah dilepaskan atau diserahkan (Oloan Sitorus dan Carolina Sitepu dalam SKH Sinar Indonesia Baru, 5 November 1994). Perlu ditegaskan bahwa dalam ganti kerugian tidak boleh ada keinginan untuk menekan kepentingan pihak lain. Sedangkan Pasal 1 butir 7 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merumuskan ganti rugi sebagai pengganti atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah sebagai akibat pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.” Seperti diketahui bahwa dalam masyarakat sering terjadi kerancuan dalam penggunaan istilah “ganti kerugian” dalam bentuk tuntutan/unjuk rasa apabila terjadi pengosongan/pengusiran penghuni/penggarap liar. Berkaitan dengan hal ini, dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Pasal 15 menyebutkan bahwa dasar dan
16
Syafruddin Kalo, Loc.cit., Hal. 86.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
22
cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar harga tanah yang sebenarnya, nilai jual bangunan dan nilai jual tanaman. Di samping itu, bentuk dan besarnya ganti kerugian ditetapkan dalam musyawarah. Musyawarah dalam keppres tersebut diartikan sebagai proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa istilah ganti kerugian yang diberikan akan berkaitan dengan pihak pemegang hak atas tanah yang tanahnya akan dipergunakan untuk pembangunan. Dengan kata lain, ganti kerugian hanya diberikan kepada pihak pemegang hak atas tanah.
F.
Metode Penelitian
a)
Bahan atau materi penelitian Sebagai bahan atau materi penelitian, penulis menggunakan data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dalam masalah ini, yaitu masyarakat Mariah Hombang yang berada di Kecamatan Hutabayu Raja. Wawancara dilakukan untuk mengetahui asal mula terjadinya sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung, dimana belakangan terjadi kerusuhan atau bentrokan antara masyarakat Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
23
Mariah Hombang dengan pihak kepolisian yang memihak kepada PT. Kwala Gunung. Namun, wawancara dilakukan dengan sebagian masyarakat Mariah Hombang yang terlibat dalam masalah ini, menimbang bahwa penulis tidak mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan wawancara dengan masyarakat Mariah Hombang secara keseluruhan. Penulis mewawancarai warga Dusun Parsaguan yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH), dimana dari hasil
wawancara, ada
beberapa warga Dusun Parsaguan yang telah menerima ganti rugi dari PT. Kwala Gunung. Namun, ada juga salah seorang warga Dusun Parsaguan yang mengaku tidak pernah menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun meskipun telah melepaskan tanahnya kepada PT. Kwala Gunung. Binahar Gultom mengatakan, ia tidak pernah menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun, padahal ia telah melepaskan tanahnya seluas ± 3 Ha kepada PT. Kwala Gunung. 17 Penulis memandang bahwa dengan mewawancarai sebagian masyarakat Mariah Hombang terutama yang telah menerima ganti rugi dari pihak PT. Kwala Gunung sudah mewakili jumlah keseluruhan masyarakat Mariah Hombang yang telah menerima ganti rugi tersebut. Dengan kata lain, dalam penelitian ini penulis mempergunakan jenis sampel yang disebut sampel kuota (quota sample), yaitu
17
Wawancara dengan Binahar Gultom, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
24
peneliti menghubungi subjek yang memenuhi persyaratan ciri-ciri populasi tanpa menghiraukan dari mana asalnya, atau bisa juga diartikan bahwa penarikan sampel dari populasi didasarkan kepada terpenuhinya kualifikasi yang telah ditetapkan oleh peneliti. Wawancara dengan masyarakat Mariah Hombang juga bertujuan untuk memastikan kebenaran data-data yang telah penulis peroleh dari pihak BPN Simalungun. Selain melakukan wawancara dengan masyarakat Mariah Hombang, penulis juga melakukan wawancara dengan pihak BPN Simalungun, yaitu Drs. Hiskia Simarmata selaku Kasi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan dan juga pihak Dinas Kehutanan Simalungun, yaitu Edward Pangaribuan selaku Staf Pegawai pada Balai Pengukuran dan Perpetaan Dinas Kehutanan Wilayah II Pematang Siantar, terkait dengan sengketa antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung. Sedangkan data sekunder diperoleh terutama dari pihak BPN Simalungun dalam bentuk tertulis, dimana data-data tersebut berupa fotocopy Berita Acara yang memuat bukti pelepasan hak atas tanah oleh masyarakat Mariah Hombang kepada PT. Kwala Gunung dan pemberian ganti rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat Mariah Hombang. Data sekunder juga diperoleh dari Dinas Kehutanan Simalungun berupa foto copy Penjelasan tentang Areal Inlijving (Reboisasi) Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk, dua (2) lembar foto copy tanda terima uang dari PT. Kwala Gunung kepada Bendaharawan Rutin Kantor Wilayah Departemen
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
25
Kehutanan Sumatera Utara sebagai tanda bukti bahwa pihak PT. Kwala Gunung telah memberikan kewajibannya mengganti dana pago-pago yang dikeluarkan Pemerintah (Dinas Kehutanan) dalam proses inlijving dan satu (1) berkas foto copy Berita Acara Hasil Pengukuran Batas Areal Inlijving (Reboisasi) Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk sebagai tanda bukti telah dilakukan pengukuran letak dan luas lahan sebenarnya di lapangan untuk penegasan/pendefinitifan. Penulis juga memperoleh data sekunder dari Dinas Kehutanan Kotamadya Medan, yaitu berupa Laporan Hasil Pengukuran Batas Areal Inlijving/Areal Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk, dimana laporan tersebut disusun dan diterbitkan dengan dana PT. Kwala Gunung. Di dalam Laporan itu dilampirkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung, Surat PT. Kwala Gunung Nomor 6/KG/I/1992, tanggal 13 Januari 1992, Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 275/II/Kwl-5/1992, tanggal 8 Pebruari 1992 tentang Pengukuran Lahan Inlijving/Areal Reboisasi, Surat Perintah Tugas dari Kepala Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Pematang Siantar Nomor 2230/I/SUB.1-1/1992, tanggal 6 Maret 1992, Berita Acara Hasil Pengukuran Areal Inlijving/Areal Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk, dan Peta Hasil Pengukuran Areal Inlijving/Areal Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk skala 1:10.000. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
26
Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari berbagai sumber bacaan, seperti buku dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Hukum Agraria untuk membantu dalam menjelaskan konsep mengenai judul skripsi ini dan mencari solusi atas kasus atau permasalahan ini. Penulis juga mempergunakan internet dalam mencari berbagai informasi dan solusi yang berkaitan dengan permasalahan ini.
b)
Alat Penelitian Alat atau instrumen penelitian ini adalah wawancara karena dikaitkan dengan
jenis penelitian ini bahwa wawancara diperlukan dalam penelitian studi kasus, yang bertujuan untuk mencari kebenaran atas kasus yang sedang diteliti dan mencari solusi atas permasalahan yang diteliti. Wawancara merupakan data primer yang diperoleh dari berbagai pihak yang terkait dengan masalah ini, yaitu masyarakat Mariah Hombang, namun tidak secara keseluruhan, hanya beberapa warga Dusun Parsaguan yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH), juga pihak BPN Simalungun, Dinas Kehutanan Simalungun serta Dinas Kehutanan Kotamadya Medan.
c)
Variabel Penelitian Variabel atau objek pokok yang diteliti lebih dari satu, yaitu penuntutan
pengembalian tanah yang telah diganti rugi oleh PT. Kwala Gunung diakibatkan Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
27
karena PT. Kwala Gunung tidak memanfaatkan atau menterlantarkan tanah yang telah dilepaskan oleh masyarakat Mariah Hombang kepada PT. Kwala Gunung. Mengenai ganti rugi, masyarakat terpaksa menerima ganti rugi dari PT. Kwala Gunung karena masyarakat merasa ditekan melalui umpasa Batak yang disampaikan oleh Djabanten Damanik pada pertemuan di gereja HKBP Pokan Baru. Umpasanya adalah sebagai berikut : “Baris-Baris ni gajah di rurah pangaloan, molo mangido Raja Dae so oloan. Molo so ni oloan, tubu hamagoan; molo ni oloan, ro ma pangolungoluan.”18 Artinya, kalau raja yang meminta, rakyat harus memberinya; kalau rakyat tidak mau menerima uang pago-pago (ganti rugi), maka rakyat akan tetap kehilangan haknya atas tanah tersebut. Berkaitan dengan penuntutan yang dilakukan masyarakat bahwa masyarakat menuntut kembali tanah mereka karena mereka tidak mempunyai tanah lagi untuk dikelola/digarap. 19 Mereka juga melihat bahwa tanah yang telah dilepaskan itu tidak dimanfaatkan/diterlantarkan oleh PT. Kwala Gunung. Penuntutan pengembalian tanah yang telah diganti tersebut akan menjadi bagian dari penelitian ini, yaitu apakah perbuatan tersebut diperbolehkan oleh hukum.
d)
Analisis Hasil Penelitian
18
Wawancara dengan W. Manurung, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007. 19
Wawancara dengan Muller Gultom, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
28
Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan teknik analisis data secara kualitatif, yaitu menggunakan analisis kualitatif atau non-statistik. Pada analisis ini, penulis berfokus pada isi peraturan perundang-undangan (content analysis) atau mengenai penggambaran (description analysis) objek penelitian dengan naratif, sehingga penulis mudah menarik kesimpulan. Penelitian ini juga dilengkapi dengan daftar tabel, yaitu tabel banyaknya curah hujan dan hari hujan menurut Stasiun Pengamat Cuaca Pusat Penelitian Marihat tahun 1989, keadaan penduduk berdasarkan jumlah dan jenis kelamin di Kabupaten Dati II Simalungun yang dirinci per kecamatan tahun 1989, banyaknya penduduk menurut golongan agama di Kecamatan Tanah Jawa pada tahun 1989, panjang jalan Negara di Kabupaten Dati II Simalungun dirinci menurut jenis permukaan, dan kondisi dan kelas jalan tahun 1989 serta keadaan sepanjang rintis batas pada areal inlijving.
G.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.
Judul
2.
Halaman Pengesahan/Persetujuan
3.
Kata Pengantar
4.
Daftar Isi
5.
Daftar Tabel
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
29
6.
Abstrak
7.
Bab Pendahuluan, berisi :
Latar belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penulisan Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan Metode Penelitian Sistematika Penulisan 8.
Bab Pembahasan
9.
Bab Penutup terdiri dari : Kesimpulan
Saran 10.
Daftar Pustaka
11.
Lampiran
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
30
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
BAB II
TUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH OLEH MASYARAKAT MARIAH HOMBANG KEPADA PT. KWALA GUNUNG
A.
Keadaan Masyarakat Mariah Hombang dan PT. Kwala Gunung Jumlah penduduk tahun 1989 dalam wilayah Kecamatan Tanah Jawa tercatat
126.910 jiwa dan luas wilayah 714,50 Km2. Dengan demikian, densitas penduduk adalah rata-rata 178 jiwa/Km2. Penduduk asli daerah ini adalah suku Batak Simalungun dan suku Batak Toba, sedangkan suku Jawa, Aceh dan suku Batak dari Tapanuli Selatan adalah sebagai pendatang. Namun, bahasa Indonesia sudah dapat dimengerti seluruh masyarakat, sehingga bahasa Indonesia dipergunakan sebagai bahasa pengantar. Dan mengenai agama yang dianut oleh masyarakat Mariah Hombang, berdasarkan data pada Buku Kabupaten Simalungun dalam angka tahun 1989, penduduk Kecamatan Tanah Jawa sebahagian besar memeluk agama Kristen Protestan (47,49%). Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah bertani, yaitu jenis tanaman pangan, seperti padi dan palawija serta tanaman keras lainnya dari jenis buah-buahan seperti durian, jeruk manis, dan lain sebagainya. Berdasarkan data produksi beras tahun 1989, Kecamatan Tanah Jawa adalah produser beras terbesar di Kabupaten Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
21
Daerah Tingkat II Simalungun dengan angka produksi 83.134 ton, sedangkan kebutuhan pada kecamatan tersebut adalah 22.244 ton, berarti surplus 6.089 ton. Mengenai PT. Kwala Gunung sebagai perusahaan yang memohon izin lokasi, penulis tidak mendapatkan data yang lengkap. Penulis hanya mengetahui data PT. Kwala Gunung 20 sebagai berikut :
20
Nama Perusahaan
: Kwala Gunung, PT.
Alamat Pabrik
: Dusun V. Patumbak Kampung
Propinsi
: Sumatera Utara
Kabupaten
: Deli Serdang
Kecamatan
: Petumbak
Telp. Pabrik
: 061-525854
Alamat Kantor
: Jl. Hos. Cokroaminoto No. 16 Medan
Kontak
: Alwi
Jabatan
: Direktur
No. KLUI
: 15144
Uraian
: Industri Minyak Goreng dari Minyak Kelapa Sawit
Produk Utama
: Minyak Goreng Sawit
http://ikah.depperin.go.id/query/p_Klui.php?mperusahaan_id=2177&action=View
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
22
Selain data PT. Kwala Gunung di atas, penulis juga menemukan informasi mengenai data detail PT. Kwala Gunung yang menurut penulis bahwa PT. Kwala Gunung juga mempunyai cabang perusahaan. Data PT. Kwala Gunung 21 yang juga penulis peroleh adalah sebagai berikut : Nama Perusahaan
: Kwala Gunung, PT.
Alamat Pabrik
: Ds. Pkb. Kwala Gunung
Propinsi
: Sumatera Utara
Kabupaten
: Asahan
Kecamatan
: Limapuluh
Telp. Pabrik
: 525854
Alamat Kantor
: Jl. Hos. Cokroaminoto No. 16 Medan
Telp. Kantor
: (061) 525854
Kontak
: Toni Lumban Tobing
Jabatan
: Administratur
No. KLUI
: 15141
Uraian
: Ind. Minyak Kasar (Minyak Makan) dari Nabati dan Hewani
21
www.sentrainfo.com/indo/browse.php?key=lokasi/kategori/perdagangan/sub.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
23
Produk Utama
: CPO
PT. Kwala Gunung sebagai investor yang berniat membuka usaha di bidang Perkebunan
mengajukan permohonan kepada Pemerintah untuk usaha tersebut,
sehingga dikeluarkanlah Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2757/K/Tahun 1989, tanggal 27 September 1989. Berdasarkan Bahan Rapat Tim Teknis Tetap tanggal 3 Desember 1990, permasalahan yang timbul setelah dikeluarkannya Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2757/K/Tahun 1989, yaitu : telah berakhir masa berlakunya, areal telah dikuasai masyarakat, dan ada sebagian masyarakat yang tidak bersedia melepaskan tanah dengan ganti rugi. Kemudian, dikeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/3785/K/90 Tahun 1990 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung. Berdasarkan Izin Lokasi yang diberikan Gubernur pada tahun 1990, PT. Kuala Gunung melakukan pembebasan lahan dengan memberikan ganti rugi atas tanah garapan dan tanaman yang ada di atasnya dengan bukti penerimaan yang ditandatangani oleh masing-masing pihak. Jumlah ganti rugi yang telah diberikan oleh PT. Kwala Gunung atas pelepasan lahan masyarakat seluas 212,10 Ha untuk 70 orang masyarakat. Berdasarkan Izin Lokasi yang diberikan Gubernur pada Tahun 1991, PT. Kwala Gunung melakukan pengembalian pengganti dana reboisasi untuk areal inliving Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
24
seluas 687,50 Ha yang mengakibatkan peralihan hak atas areal inliving yang semula merupakan hak pemerintah melalui Dinas Kehutanan menjadi hak PT. Kwala Gunung. Dari dokumen yang ada diketahui bahwa masyarakat yang pernah menguasai dan menggarap lahan eks inliving oleh PT. Kwala Gunung telah diberikan ganti rugi sebesar Rp. 103.283.100,- untuk 51 orang warga. Berdasarkan Bahan Rapat Kelompok Kerja (Pokja), tanggal 7 Mei 1991, PT. Kwala Gunung dengan Surat Nomor 60/KG/II/1991, tanggal 4 Maret 1991 memohon untuk memperoleh Areal Inlijving Kehutanan seluas ± 687,50 Ha di Desa Bosar Galugur dan Desa Mariah Hombang, Kecamatan Tanah Jawa, Dati II Simalungun untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Bupati Kepala Daerah Tingkat II Simalungun dengan Suratnya Nomor 593/2373/Pemum-91, tanggal 13 Maret 1991 menyatakan : 1.
Areal inlijving kehutanan seluas ± 687,50 Ha berbatasan langsung dengan areal izin lokasi/penyediaan tanah untuk perkebunan kelapa sawit PT. Kwala Gunung, yang saat ini sedang dalam proses pembebasan atau ganti rugi.
2.
Sebagian besar areal tersebut ditumbuhi alang-alang dan sebagian lagi telah digarap penduduk dengan tanaman palawija.
3.
Areal tersebut telah pernah direboisasi oleh pihak Kehutanan dengan tanaman pinus, namun terbakar hanya tinggal beberapa pohon pinus.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
25
4.
Pihak kami tidak merasa keberatan dan mendukung permohonan PT. Kwala Gunung tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku.
Setelah
membaca
Surat
Permohonan
PT.
Kwala
Gunung
Nomor
60/KG/II/1991, tanggal 4 Maret 1991 tentang Permohonan Izin Lokasi/Penyediaan Tanah pada Areal Inlijving Kehutanan seluas ± 687,50 Ha di Desa Bosar Galugur/Mariah Hombang, Kecamatan Tanah Jawa, Dati II Simalungun untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit dan Surat Bupati KDH Tk. II Simalungun Nomor 593/2373/Pemum-91, tanggal 23 Maret 1991 menyatakan tidak merasa keberatan dan mendukung permohonan PT. Kwala Gunung teersebut sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, maka dikeluarkan Keputusan Gubernur Nomor 593.41/2807/K/Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : a.
Bahwa sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Lima Tahun Tahap V Propinsi Dati I Sumatera Utara guna meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah perlu dikembangkan dan disertakan usaha-usaha swsta dalam poses pembangunan.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
26
b.
Bahwa penetapan izin lokasi/penyediaan tanah untuk pembangunan pada areal tanah di luar Kawasan Hutan Tata Guna Hutan Kesepakatan adalah wewenang Gubernur KDH Tingkat I Sumatera Utara.
c.
Bahwa guna menjamin kepastian hukum tentang penetapan izin lokasi/penyediaan tanah untuk pembangunan tersebut perlu dituangkan dalam suatu Surat Keputusan.
Berdasarkan SK Gubernur KDH Tk. I Nomor 593.41/2807/K/Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung, maka areal inlijving seluas ± 2.000 Ha termasuk eks inlijving seluas 687,50 Ha. Oleh PT. Kwala Gunung, ganti rugi kepada Departemen Kehutanan telah dipenuhi sesuai ketentuan yang berlaku. Pada tanggal 25 Mei 2006, telah diadakan peninjauan lapangan terhadap areal izin lokasi, termasuk pada areal inlijving oleh Pemkab Simalungun bersamasama dengan PT. Dita. Areal inlijving PT. Kwala Gunung yang di lapangan, sekarang izinnya sudah beralih kepada PT. Dita, telah diusahai oleh masyarakat pada saat kunjungan lapangan, tetapi ada masyarakat, yaitu Pak Gultom mengetahui bahwa areal tersebut memang eks inlijving dan telah pernah menerima ganti rugi dari PT. Kwala Gunung. Adapun Izin Lokasi kepada PT. Dita dikeluarkan oleh Bupati Simalungun pada bulan September 2005 dan masa izin 1 (satu) tahun. Untuk selanjutnya, PT. Dita Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
27
melakukan konsolidasi kepemilikan lahannya di lapangan. Hasil rapat tanggal 7 Juni 2006, akan dibentuk tim dari Kabupaten Simalungun untuk mendata ulang di lapangan, terhadap areal-areal yang diklaim PT. Dita dan masyarakat. Apabila PT. Dita memohon untuk rekonstruksi batas eks inlijving dimaksud, maka disarankan untuk mengikutsertakan Balai Pengukuran dan Perpetaan Kehutanan Wilayah II Pematang Siantar. Dan mengenai izin lokasi dapat dijelaskan bahwa izin lokasi atau pencadangan tanah ialah suatu keputusan izin yang dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau pejabat lain yang berwenang, yang diberikan kepada suatu badan hukum misalnya, Perseroan Terbatas atau subjek hukum lainnya untuk menguasai suatu bidang tanah dengan luasan tertentu di suatu lokasi untuk suatu peruntukan penggunaan tanah yang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengembangan suatu wilayah. Sasaran penerbitan izin lokasi/pencadangan tanah adalah dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan pada umumnya dan khususnya setiap tahapan pelita, untuk menciptakan suatu suasana dan keadaan yang menguntungkan dan serasi bagi kegiatan-kegiatan pembangunan. Manfaat izin lokasi/pencadangan tanah, antara lain : −
Mencukupi kebutuhan pengusaha atau pihak lain akan tanah, sehingga diperoleh manfaat pada semua pihak.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
28
−
Terselenggaranya tertib penguasaan dan penggunaan tanah berdasarkan peraturan-peraturan perundangan yang berlaku, sehingga tanah yang tersedia benar-benar dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsi sosialnya.
−
Terciptanya tertib hukum dan administrasi pertanahan, sehingga tanah dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkesinambungan.
−
Terciptanya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang sinkron dan terpadu antar satu sektor dengan sektor lainnya dan tidak terjadi tumpang tindih atau sengketa kepentingan dan peruntukan.
−
Terciptanya pengendalian peruntukan dan penggunaan tanah yang tidak semestinya,
sehingga
terhindar
adanya
kerusakan
tanah
dan
lingkungannya.
Ketentuan-ketentuan mengenai penyediaan tanah untuk keperluan perusahaan di atas diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974. Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut mengatur tentang penyediaan dan pemberian tanah untuk keperluan perusahaan, baik untuk perumahan (real estate) maupun industrial estate, dan keperluan penyediaan industri dan untuk kepentingan lainnya. Lokasi perusahaan ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dengan memperhatikan planologi daerah. Syarat-syaratnya, antara lain : ─
menghindari areal pertanian subur
─
memanfaatkan tanah yang tidak produktif
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
29
B.
─
dihindari pemindahan penduduk
─
dicegah adanya pencemaran
Sengketa Hukum atas Tanah Timbulnya sengketa hukum atas tanah adalah bermula dari pengaduan suatu
pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. 22 Akan tetapi, dari alasan-alasan tersebut di atas, sebenarnya tujuannya akan berakhir kepada tuntutan bahwa ia adalah yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah sengketa. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari sifat atau masalah yang diajukan, sehingga prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh suatu keputusan. Sifat permasalahan dari suatu sengketa secara umum ada beberapa macam, antara lain :
22
Rusmadi Murad, S.H., Penyelesaian Sengketa Hukum atas Tanah, Alumni, Bandung, 1999, Hal. 22.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
30
a.
Masalah/persoalan yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atau atas tanah yang belum ada haknya.
b.
Bantahan terhadap suatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak (perdata).
c.
Kekeliruan/kesalahan pemberian hak
yang
disebabkan penerapan
peraturan yang kurang/tidak benar. d.
Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis).
Kita sering dibingungkan dengan istilah “masalah” di samping istilah “sengketa”. Suatu masalah dapat bersifat teknis semata-mata yang penyelesaiannya cukup berupa petunjuk-petunjuk teknis/instruksi dinas yang biasanya merupakan cara pemecahan apabila suatu aparat pelaksana menemukan kesulitan teknis peraturan. Ini adalah fungsi dari Bimbingan Teknis, akan tetapi apabila yang mengajukan usul tersebut seorang warga masyarakat yang merasa dirugikan oleh karena suatu penetapan seorang pejabat, misalnya seorang pemohon hak milik ternyata hanya dikabulkan dengan Hak Guna Bangunan atau hak lain, maka ini adalah tugas Pelayanan Masyarakat yang merupakan fungsi penyelesaian sengketa hukum/masalah hak-hak atas tanah.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
31
Sengketa pertanahan mencakup jumlah yang cukup besar dan terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Jika dirinci, pihak-pihak yang terlibat dalam sengketa pertanahan tersebut terdiri dari orang-perorangan, perorangan dengan badan hukum, badan hukum dengan badan hukum, badan hukum dengan Instansi Pemerintah termasuk di dalamnya TNI dan Polri serta masyarakat dengan masyarakat. Sedangkan sengketa pertanahan tersebut dapat dikelompokkan dalam 8 (delapan) tipe, yakni : penguasaan dan pemilikan tanah, penetapan hak dan pendaftaran tanah, batas/letak bidang tanah, pembebasan/pengadaan tanah, tanah objek landreform, tuntutan ganti rugi tanah partikelir, tanah ulayat dan pelaksanaan putusan pengadilan. Rumitnya penyelesaian kasus pertanahan diakui Kepala BPN sebab sengketa tanah bersifat sosial, sehingga penyelesaiannya harus ditangani tidak parsial, tetapi sistematik antara aturan dan kelembagaan. Penyelesaian sengketa akan dilakukan dengan program Reforma Agraria. Dalam penyelesaian kasus-kasus pertanahan memang
diperlukan
upaya
yang
sungguh-sungguh
dan
konsisten
serta
berkesinambungan. Penyelesaian atas sengketa tanah tidak bisa dilakukan secara instan. Sehubungan makin mencuatnya kasus-kasus pertanahan tersebut, Pakar Hukum Agraria, Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, S.H. MLI., mengusulkan perlunya dibentuk Pengadilan Ad-hoc (khusus) yang menangani kasus-kasus pertanahan. 23 Ide itu sudah lama dilontarkan sekitar tahun 2000 lalu. Ide serupa juga pernah dilontarkan Prof.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
32
Maria dari UGM. Menurut Guru Besar Hukum Agraria dari UI ini, kalau kasus kepailitan bisa dibawa ke Pengadilan Niaga (dalam Pengadilan Negeri), kenapa tidak bisa dibentuk adanya Pengadilan Khusus Tanah. Apalagi ini menyangkut perdata khusus yang setengahnya masalah administrasi. Jika diadakan sendiri Pengadilan Tanah dengan hakim-hakim yang benar-benar terdidik dan menguasai pertanahan, maka akan lebih baik. Dengan demikian, nantinya tuntutan akan lebih ke materinya, bukan ke formalitasnya saja. Dengan tuntutan itu pula, hakim-hakim nantinya perlu ditraining melihat kasus-kasus tanah yang ada. Dalam banyak putusan kasus tanah, sama sekali tidak mendasar pada substansi hukum tanah, melainkan lebih ke arah pembuktian, prosedur dan masalah administrasi negara. Pendapat serupa juga disampaikan anggota DPR, M. Nasir Djamil dan Ny. Moestokoweni Moerdi, untuk menangani kasus-kasus pertanahan yang makin meningkat dan kompleks, maka perlu dibentuk Pengadilan Khusus Pertanahan. 24 Pasalnya, hampir 90% kasus pertanahan di Indonesia dimenangkan oleh pihak swasta dan disinyalir hakim-hakim di pengadilan kurang menguasai masalah pertanahan. Menurut Ny. Moestokoweni, adanya Pengadilan Khusus, maka bisa mempercepat penyelesaian sengketa pertanahan. Di pihak BPN sendiri juga perlu melakukan pembenahan-pembenahan, seperti memperbaiki administrasi pertanahan secara on line system, mempercepat pemetaan tanah dan menghilangkan biaya tinggi, pungli dan semacamnya sebab membebani rakyat yang akan mengurus surat-surat tanah.
23
http://dpr.go.id/majalahparlementaria/index.php?option=com_contennt&task=view&id=24........
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
33
Pembentukan Pengadilan Pertanahan sebaiknya dengan dasar hukum keppres, sifatnya sementara untuk mempercepat penyelesaian sengketa tanah. Dengan adanya Pengadilan Khusus, maka sengketa bisa cepat diselesaikan sejalan dengan tekad Pemerintah melakukan Reforma Agraria. Dengan Pengadilan khusus juga diharapkan para mafia tanah yang selama ini membuat kisruh kasus pertanahan akan bisa diberantas. Terkait dengan banyaknya sengketa tanah ini, maka selain Pengadilan Khusus, juga diperlukan Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA). Lembaga ini di Indonesia belum ada, sehingga kasus tanah langsung diselesaikan lewat pengadilan. Padahal dalam proses pengadilan banyak yang dikorbankan, baik waktu, tenaga, pikiran serta biaya yang mahal, sementara eksekusi tidak bisa langsung dilaksanakan. Alternatif penyelesaian lewat PSA ini, sebelum suatu kasus masuk ke pengadilan, perlu dibuat mekanisme PSA. Di antaranya, membuat lembaga mediasi dan membuat arbitrase pertanahan. Kalau lembaga mediasi mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa, sedangkan arbitrase melakukan penyelesaian di luar pengadilan, tetapi berkas ada di pengadilan. Sebagaimana diketahui, masalah tanah memang merupakan masalah yang sarat dengan berbagai kepentingan, baik ekonomi, sosial, politik, bahkan untuk Indonesia, tanah juga mempunyai nilai religius yang tidak dapat diukur secara ekonomis. Sifat konstan tanah dan terus bertambahnya manusia yang membutuhkan tanah semakin 24
http://dpr.go.id/majalahparlementaria/index.php?option=com_contennt&task=view&id=24........
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
34
menambah tingginya nilai tanah. Dalam prakteknya, pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum, baik yang dilakukan Pemerintah maupun swasta sering kali menjadi salah satu penyebab sengketa atas tanah yang terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia, baik berupa konflik yang disebabkan oleh pengalihan hak milik warga atau hak ulayat masyarakat adat untuk kegiatan pembangunan atau investasi mapun sengketa tanah yang melibatkan pihak aparat seperti TNI dan kepolisian. Potensi konflik yang diakibatkan sengketa tanah hingga sekarang masih kerap terjadi. Sengketa tanah berawal dari sisi regulasi dan implementasi yang belum bisa berjalan dengan semestinya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pemikiran kritis dan konstruktif guna mengantisipasi persoalan dan perkembangan hukum pertanahan. Melalui pemikiran konstruktif dan kritis, maka produk hukum pertanahan yang dihasilkan diharapkan benar-benar bijak, bertanggung jawab dan tidak memihak. Untuk menyelesaikan sengketa tanah diperlukan penanganan menyeluruh dan sistematis. Nasir Djamil menilai penyebab terjadinya sengketa pertanahan di Indonesia karena masih lemahnya manajemen pengelolaan tanah. Menurutnya, semua aturan yang terkait dengan pertanahan perlu ditinjau kembali supaya ke depan tidak terjadi lagi konflik atau sengketa tanah di masyarakat. Manajemen pengelolaan tanah dan sistem informasi pertanahan serta regulasi pertanahan (UUPA) masih lemah dan perlu dilihat kembali. Menurutnya, dalam UUPA ada beberapa pasal yang sudah tidak efektif dan ada beberapa hal yang belum diakomodir di undang-undang tersebut. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
35
Tidak efektifnya UUPA untuk diterapkan disebabkan lamanya umur UUPA, perubahan dinamika kehidupan manusia, perkembangan tanah dan besarnya kepentingan orang akan tanah. Guna meminimalisir sengketa pertanahan yang kemungkinan dapat terjadi di kemudian hari, Nasir Djamil mendesak Pemerintah melalui BPN untuk melakukan pembenahan. Pembenahan yang harus segera dilakukan BPN, yaitu pembenahan politik dan hukum pertanahan serta pemetaan tanah. Pemetaan tanah menjadi urusan dari BPN karena berkaitan dengan pengukuran dan menggunakan teknologi untuk pemetaan tanah. Sementara, untuk pembenahan politik dan hukum, lebih kepada DPR ikut membantu Pemerintah untuk membuat aturan-aturan agar permasalahan tanah dapat terselesaikan. Jika dalam perjalanan, ada beberapa kelemahan yang timbul, itu adalah konsekuensi dari lemahnya UUPA. Banyaknya permasalahan pertanahan yang melibatkan masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat dengan Pemerintah yang kerap berujung pada dirugikannya salah satu pihak dirasakan perlu dilakukan Penyelesaian Sengketa Alternatif (PSA). Saat ini di Indonesia, belum ada langkah PSA. Selama ini, permasalahan sengketa pertanahan selalu diselesaikan di pengadilan. Persoalan sengketa pertanahan di Indonesia harus sebisa mungkin dihindari prosesnya di pengadilan. Untuk meningkatkan kinerja BPN, khususnya dalam meminimalisir kasus sengketa pertanahan, BPN melakukan restrukturisasi dengan menambah Deputi di dua bidang, yaitu Deputi Sengketa dan Deputi Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
36
Pengukuran Tanah. Menurut Nasir Djamil, pengukuran tanah juga sering menjadi salah satu faktor sengketa tanah. Munculnya Keppres Nomor 65 Tahun 2006 adalah revisi dari Keppres Nomor 36 Tahun 2005. Keppres Nomor 36 Tahun 2005 mendapat penolakan dari berbagai kalangan, khususnya para petani. Penolakan atas keppres itu bermunculan karena dinilai tidak berpihak kepada petani. Alasannya, aturan itu tidak mengakomodasi kepentingan rakyat. DPR pun memberi rekomendasi agar keppres itu ditunda dan direvisi. Namun, bagi para petani dan pemerhati hak asasi manusia, revisi itu isinya setali tiga uang. Sebagaimana pendahulunya, Keppres Nomor 65 Tahun 2006 tetap dianggap berpihak pada kepentingan kapital, khususnya dunia infrastruktur. Koalisi lembaga swadaya masyarakat seperti YLBHI, PBHI, KPA, dan FSPI dengan tegas menolak keppres tersebut. Mereka, misalnya menunjuk Pasal 13 dalam keppres itu sebagai salah satu contoh ketidakberpihakan Pemerintah terhadap rakyat, khususnya petani. Pasal itu hanya menyatakan, untuk pelepasan tanah, ganti rugi yang diberikan bisa berupa uang, tanah pengganti, pemukiman kembali, dan atau gabungan dari itu atau bentuk ganti kerugian lain. Padahal, harusnya penggantian kerugian menjamin mereka yang dirugikan untuk tidak mengalami penurunan kualitas hidup. Ganti kerugian itu mestinya juga mempertimbangkan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya. Pemerintah dianggap kurang peka terhadap tuntutan rakyat, khususnya petani yang membutuhkan tanah. Koalisi LSM itu kemudian merujuk UUPA yang dianggap lebih memberi tempat dan jaminan bagi petani. Gunawan dari Perhimpunan Bantuan Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
37
Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) mengemukakan, dalam UUPA itu hak petani untuk memperoleh dan memiliki tanah dijamin. Ada konsolidasi tanah yang kemudian menjadi subjek Reforma Agraria. Dalam Pasal 11 misalnya, disebutkan jaminan perlindungan terhadap kepentingan golongan ekonomi lemah. Dalam Pasal 13 juga disebutkan bahwa Pemerintah berusaha agar usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat. Dalam ayat berikutnya, bahkan Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi dan perorangan yang bersifat monopoli swasta. Gunawan mengungkapkan, UUPA itu memang memberi jaminan kepada rakyat kecil kepemilikan tanah dan mencegah munculnya tuan tanah. 25 Namun, kelemahan dari UUPA adalah idiom-idiom sosialisme Indonesia yang tentu saja tidak lagi berlaku untuk saat ini. Namun, aturan itu dalam banyak hal, tetap cocok untuk saat ini karena mampu meredam munculnya konflik agraria dan dapat menjadi dasar bagi strategi pembangunan ekonomi yang lebih luas. Usep Setiawan mengatakan, Keppres Nomor 65 Tahun 2006 jelas-jelas menjadi karpet merah bagi investor. Keppres Nomor 65 Tahun 2006 dilihat dalam posisi yang lebih memihak pemilik modal. Kebijakan itu dilihat sebagai komitmen Pemerintah yang berencana menggelar Infrastructure Summit II. Saragih mengemukakan, dari Pasal 5 Keppres Nomor 65
25
http://dpr.go.id/majalahparlementaria/index.php?option=com_content&task=view&id=24..........
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
38
Tahun 2006 itu tampak bahwa semua proyek yang disebutkan dalam pasal itu adalah proyek-proyek dalam bidang infrastruktur. Ada beberapa ketentuan peraturan yang dapat digunakan sebagai dasar hukum mengenai fungsi penyelesaian sengketa hukum, antara lain Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan pada Pasal 12 dan 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 serta dasar operasionalnya yang dapat kita temukan di dalam Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Agraria Propinsi dan Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya, yaitu pada Pasal 35. Mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian sengketa hukum ini belum diatur secara konkrit, seperti mekanisme permohonan hak atas tanah (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973). Oleh karena itu, penyelesaian kasus per kasus tidak dilakukan dengan pola penyelesaian yang seragam. Akan tetapi, dari beberapa pengalaman yang ada, pola penanganan ini telah kelihatan melembaga walaupun masih samar-samar. Mekanisme penanganan sengketa 26 tersebut lazimnya diselenggarakan dengan pola sebagai berikut : 1.
Pengaduan
26
Rusmadi Murad, S.H., Penyelesaian Sengketa Hukum atas Tanah, Alumni, Bandung, 1991, Hal. 24.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
39
Dalam pengaduan ini biasanya berisi hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang menggambarkan bahwa pemohon/pengadu adalah yang berhak atas tanah sengketa dengan lampirannya bukti-bukti dan mohon penyelesaian disertai harapan agar terhadap tanah tersebut dapat dicegah mutasinya, sehingga tidak merugikan dirinya.
2.
Penelitian Terhadap penanganan tersebut kemudian dilakukan penelitian, baik berupa pengumpulan data/administratif maupun hasil penelitian fisik di lapangan (mengenai penguasaannya). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sementara apakah pengaduan tersebut beralasan atau tidak untuk diproses lebih lanjut. Jika ternyata terdapat dugaan kuat bahwa pengaduan tersebut dapat diproses, maka lebih lanjut diselesaikan melalui tahap tentang kemungkinan dilakukan pencegahan mutatis mutandis menyatakan tanah tersebut dalam keadaan sengketa. Namun, apabila pengaduan
tersebut
mengandung
alasan-alasan
yang
kuat
atau
masalahnya terlalu prinsipil dan harus menempuh proses lembaga atau instansi lain, maka kepada yang bersangkutan diberitahukan hal-hal
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
40
tersebut dan ternyata dinyatakan bahwa pengaduan tidak atau belum dapat dipertimbangkan.
3.
Pencegahan Mutasi (Status Quo) Sebagai tindak lanjut dari penyelesaian sengketa tersebut di atas, kemudian baik atas dasar petunjuk atau perintah atasan maupun berdasarkan prakarsa Kepala Kantor Agraria yang bersangkutan terhadap tanah sengketa, dapat dilakukan langkah-langkah pengamanan berupa pencegahan/penghentian untuk
sementara terhadap segala bentuk
perubahan (mutasi). Maksud dari pencegahan adalah menghentikan untuk sementara segala bentuk perubahan. Kegunaannya yang pertama adalah untuk kepentingan penelitian di dalam penyelesaian sengketa (status quo). Kalau tidak demikian, penyelesaian sengketa akan mengalami kesulitan di dalam meletakkan keputusannya nanti. Misalnya, tanah yang dalam keadaan
sengketa
diperjualbelikan,
sehingga
keputusannya
akan
merugikan pihak pembeli yang beritikad baik. Kegunaan yang kedua adalah untuk kepentingan pemohon sendiri. Sebab apabila tidak dilakukan penghentian, sudah tentu pengaduan tersebut tidak akan ada gunanya.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
41
Istilah-istilah sehubungan dengan pencegahan kita mengenal istilah “pembeslahan”, biasanya dalam kaitannya dengan proses di pengadilan. “penyegelan” yang lazim dipergunakan oleh instansi kepolisian atau kejaksaan untuk keperluan penyidikan dan istilah “pemblokiran”, yaitu istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat umum, yang maksud dan artinya adalah sama dengan pencegahan mutasi. Yang berwenang untuk menyatakan atau memerintahkan pencegahan mutasi menurut ketentuan peraturan yang berlaku adalah : 1. Menteri Dalam Negeri ic. Direktur Jenderal Agraria 2. Instansi pengadilan sehubungan dengan penetapan suatu sita terhadap tanah (PP Nomor 10 Tahun 1961) 3. Secara tidak langsung instansi lain yang berkepentingan dengan perizinan bangunan atau instansi penyidikan (kepolisian, kejaksaan). Yang terakhir, di dalam menempatkan pemblokiran atau pembeslahan seyogianya memberitahukan hal tersebut kepada Instansi Agraria, akan tetapi sering hal itu jarang dilaksanakan, sehingga sering menimbulkan kesulitan penyelesaian. Syarat-syarat untuk dapat dilakukan pencegahan untuk menjamin kelancaran pemeriksaan atau penelitian :
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
42
a.
Terdapat alasan yang sah, misalnya si pemohon atau pengadu akan terancam haknya, apabila tidak dilakukan pencegahan.
b.
Demi kepentingan hukum perlu dilakukan pencegahan untuk menjamin kelancaran pemeriksaan atau penelitian.
Apabila syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, misalnya si pengadu ternyata tidak mempunyai kepentingan terhadap tanah yang bersangkutan, maka pengaduan tersebut harus dijawab dengan memberikan pertimbangan penolakan.
4.
Musyawarah Langkah-langkah pendekatan terhadap para pihak yang bersengketa sering berhasil di dalam usaha penyelesaian sengketa dengan jalan musyawarah. Tindakan ini tidak jarang menempatkan pihak Instansi Pemerintah ic. Direktur Jenderal Agraria untuk menempatkan dirinya sebagai mediator di dalam menyelesaikan sengketa secara kekeluargaan. Untuk itu, diperlukan sikap tidak memihak serta tidak melakukan tekanan-tekanan, akan tetapi tidak berarti bahwa mediator tersebut harus bersikap pasif. Pihak Agraria harus mengemukakan beberapa cara penyelesaian,
menunjukkan
kelemahan-kelemahan
serta
kesulitan-
kesulitan yang mungkin timbul, yang dikemukakan kepada para pihak. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
43
Musyawarah ini apabila dilakukan, harus pula memperhatikan tata cara formal seperti surat pemanggilan, berita acara atau notulen rapat, akta atau pernyataan perdamaian yang berguna sebagai bukti bagi para pihak maupun pihak ketiga. Hal-hal semacam ini biasanya kita temukan dalam akta perdamaian, baik yang dilakukan di muka hakim maupun di luar pengadilan atau notaris.
5.
Penyelesaian melalui Pengadilan Apabila usaha-usaha musyawarah tersebut mengalami jalan buntu, atau ternyata ada masalah-masalah prinsipil yang harus diselesaikan oleh instansi lain yang berwenang misalnya pengadilan, maka kepada yang bersangkutan disarankan untuk mengajukan masalahnya ke pengadilan. Hal tersebut di atas tidak menutup kemungkinan bagi Instansi Agraria untuk dapat memutuskan sengketa dengan mengeluarkan suatu keputusan administrasi sesuai dengan kewenangan yang ada berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Jadi, pada umumnya sifat dari sengketa ini adalah karena adanya pengaduan yang mengandung pertentangan hak atas tanah maupun hak-hak
lain atas suatu
kesempatan/prioritas atau adanya suatu ketetapan yang merugikan dirinya. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
44
Adakalanya pihak warga yang bersangkutan tidak dapat menerima suatu keputusan/kebijaksanaan yang ditetapkan Pemerintah dengan alasan antara lain: penetapan tersebut memiliki kekurangan dan dipandang tidak adil, sehingga sangat merugikan dirinya. Dasar yang digunakan sebagai alasan gugatan di pengadilan biasanya berupa dalil bahwa Pemerintah di dalam menerbitkan keputusan tersebut, telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige overhidsdaad). Gugatan atau tuntutan warga masyarakat terhadap Pemerintah ini pada hakekatnya merupakan salah satu jenis sengketa di bidang hukum administrasi. Sering dipersoalkan, lembaga lembaga peradilan mana yang berwenang memeriksa gugatan seperti tersebut di atas. Yurisprudensi menjawab masalah ini dengan pendapat bahwa selama lembaga peradilan administrasi negara belum dibentuk, maka Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa gugatan-gugatan tersebut, dengan menggunakan hukum acara yang berlaku bagi pengadilan tersebut (Keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 28/JS/1983G). Sebagaimana diketahui, hukum acara bagi pemeriksaan sengketa-sengketa perdata dengan berpedoman kepada HIR, R.bg dan RV (Surat Edaran Mahkamah Agung Tahun 1963) timbul suatu keganjilan, yaitu terhadap materi gugatan yang menyangkut hukum administrasi, akan tetapi diselenggarakan dengan menggunakan ketentuan hukum acara perdata. Di dalam Ilmu Hukum, yang dimaksud dengan hak pada hakekatnya adalah suatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap suatu benda Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
45
maupun orang, sehingga di antaranya menimbulkan hubungan hukum. Jadi, apabila seseorang memperoleh hak atas tanah, maka terhadap orang tersebut telah melekat kekuasaan atas tanah tersebut dengan dibatasi kewajiban yang diperintahkan oleh hukum. Pembatalan pada dasarnya adalah suatu perbuatan yang bermaksud memutuskan, menghentikan atau menghapuskan suatu hubungan hukum. Di dalam hukum (peraturan) kita mengenal ajaran kebatalan (nietigheid, nulliteit), yaitu yang membedakan antara pengertian : 1.
Kebatalan mutlak dari suatu perbuatan atau juga disebut kebatalan demi hukum, yaitu suatu perbuatan harus dianggap batal meskipun tidak diminta oleh suatu pihak atau tidak perlu dituntut secara tegas. Ini disebut absolute nietigheid.
2.
Kebatalan nisbi adalah suatu kebatalan perbuatan yang terjadi apabila diminta oleh orang tertentu. Jadi, ada syarat bagi orang tersebut untuk memohon/menuntut secara tegas. Ini disebut relatif nietigheid.
Biasanya tuntutan yang diajukan oleh salah satu pihak karena cacat hukum berupa paksaan, kekeliruan, penipuan, dan lain-lain. Pembatalan nisbi ini terbagi menjadi dua macam, yaitu : 1.
Batas atas kekuatan sendiri (nietig van rechtswege), dimana kepada hakim dimintakan agar menyatakan batal (nietig verklaard) misalnya, perbuatan tersebut di kemudian hari ternyata mengandung cacat.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
46
2.
Dapat dibatalkan (vernietigbaar), dimana hakim akan membatalkan apabila
terbukti
perbuatan
tersebut
mengandung
hal-hal
yang
menyebabkan batal, misalnya, paksaan, kekeliruan, penipuan, dan lainlain. Di dalam buku KUH Perdata (BW) pada Pasal 1320 s.d. Pasal 1337 dinyatakan bahwa suatu persetujuan mengakibatkan batal apabila mengandung paksaan, penipuan, kekhilafan, ketidakcakapan si pembuat dan tanpa sebab (kausa tidak halal). Sedangkan mengenai kebatalan dalam arti “nietigheid” diberikan dalam hal : a.
Kebatalan sebagaimana ditegaskan oleh undang-undang atau kebatalan resmi (textuela of formela nulliteit), yaitu kebatalan yang didalilkan oleh pembuat undang-undang secara tegas sebagai akibat tidak ditaatinya ketentuan peraturan.
b.
Kebatalan pokok hakiki atau yang sebenarnya (essentiele, substantif, vertrek nulliteit) yang karena sifat masalah dan kepentingan suatu peraturan walaupun tidak dinyatakan secara tegas oleh hakim adalah batal.
Sebelumnya telah diuraikan bahwa dengan diberikannya hak/diperolehnya hak (atas tanah) tersebut kepada seseorang, maka terjalinlah hubungan hukum antara pemegang hak tersebut dengan tanahnya. Perolehan hak tersebut dapat dibedakan dalam hal : Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
47
a.
Orang tersebut memperoleh haknya secara originair. Misalnya, okupasi, membuka hutan, pemberian hak dari Pemerintah.
b.
Pemberian dengan cara derivatief, yaitu yang dicabut oleh UUPA dan PP Nomor 10 Tahun 1961, maka stelsel yang digunakan dalam administrasi pendaftaran tanah kita adalah stelsel negatif.
Di dalam stelsel ini terkandung pengertian bahwa tanda bukti hak (sertifikat) yang dipegang seseorang belum menunjukkan orang tersebut sebagai pemegang hak yang sebenarnya. Dengan perkataan lain, tanda bukti terkuat atas tanah, oleh sertifikat tersebut setiap waktu dapat dibatalkan apabila ternyata ada pihak lain yang dapat membuktikan secara hukum bahwa ia adalah pemilik yang sebenarnya. Lain halnya di dalam sistem yang positif, yaitu tanda bukti hak seseorang atas tanah adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Apabila ternyata terdapat bukti yang cacat, menunjukkan cacat hukum dari perolehan hak tersebut, maka ia tidak dapat menuntut pembatalan kecuali tuntutan pembayaran ganti kerugian. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 UUPA yang memberikan wewenang hak menguasai negara terhadap bumi, air dan ruang angkasa khususnya tanah, tersirat di dalamnya mengatur hubungan hukum seseorang terhadap tanah yang dalam hal ini adalah termasuk pemutusan hubungan atau pembatalan hak seseorang atas tanah. Maka demikianlah suatu prosedur “uitwijzing” (Stb. 1872 Nomor 118), yaitu suatu penetapan hakim yang menyatakan bahwa seseorang ditetapkan sebagai pemilik tanah sejak berlakunya UUPA telah tidak berlaku lagi, oleh karena wewenang untuk Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
48
mengatur hubungan hukum dan menetapkan hak seseorang atas tanah telah ditegaskan dalam undng-undang tersebut, yaitu menjadi wewenang Pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria. Sesuai dengan ketentuan tersebut, maka berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, pembatalan hak atas tanah adalah secara struktural organisatoris merupakan wewenang Menteri Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraria. Untuk menentukan apakah suatu perbuatan hukum tidak sah dengan akibat dokumen/surat-surat bukti tersebut dinyatakan batal demi hukum atau dapat dibatalkan, secara umum ketentuannya dapat kita temukan dalam beberapa pasal KUH Perdata (BW), misalnya : Pasal 617 :
Setiap akta yang bermaksud memindahkan kebendaan tidak bergerak, harus dibuat dalam bentuk otentik dengan ancaman pembatalan.
Pasal 1312 :
Suatu persetujuan adalah tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan.
Pasal 1323 :
Paksaan merupakan alasan untuk batalnya persetujuan, apabila hal tersebut dilakukan oleh pihak ketiga.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
49
Pasal 1328 :
Penipuan
juga
merupakan
alasan
untuk
pembatalan
persetujuan. Pasal 1330 :
Ketidakcakapan di dalam membuat persetujuan dapat dituntut pembatalannya.
Pasal 1341 :
Setiap debitur boleh mengajukan batalnya segala perbuatan yang diwajibkan, dan lain-lain pasal yang tidak cukup disebutkan di sini.
Dari beberapa uraian pasal-pasal tersebut, jelas bahwa banyak sekali pengertian batal yang harus diteliti secara seksama sebelum kita menilai batalnya suatu perbuatan/dokumen hukum tersebut. Yang penting bagi kita adalah bagaimana menarik kesimpulan bahwasanya suatu perbuatan oleh sesuatu peraturan dinyatakan batal, apabila telah diperoleh suatu keputusan hakim atau pernyataan/kesepakatan para pihak pembuat persetujuan. Sudah barang tentu, dengan pembatalan ini tidak dapat untuk mengesampingkan begitu saja, seandainya barang yang menjadi objek persetujuan tersebut telah dimiliki/dialihkan kepada pihak lain. Boedi Harsono berpendapat bahwa setelah berlakunya UUPA, maka di dalam suatu permohonan hak tanah, sesuatu hak kebendaan beralih secara kontan/serentak pada saat terjadi jual beli (akta PPAT). Pengertian itikad (baik/buruk) seorang pihak ketiga di dalam memperoleh benda yang kemudian menjadi objek sengketa merupakan masalah penafsiran terhadap suatu perbuatan hukum, dimana penilaian Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
50
atau
dugaan
hukumnya
hanya
dapat
disimpulkan
oleh
hakim
melalui
pemeriksaan/keputusan pengadilan. Bagi kita, hal tersebut hanya dapat dinilai dari segi administratifnya. Apabila peralihan benda tersebut dilakukan melalui proses yang benar, maka dapat disimpulkan peralihan seorang tersebut telah mengandung itikad baik. Sebagaimana diketahui, berdasarkan UUPA ditentukan bahwa suatu hak atas tanah akan hapus apabila : a.
Karena berakhir jangka waktu haknya
b.
Dibatalkan, disebabkan suatu syarat tidak dipenuhi oleh pemegang hak atas tanah tersebut
c.
Dicabut haknya (onteigening)
d.
Secara sukarela dilepaskan oleh pemegang haknya
Kita mengenal lembaga perbuatan pencabutan hak atas tanah (onteigening) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961. Di dalam undang-undang tersebut, disyaratkan bahwa pencabutan hak harus dilaksanakan dengan suatu Keputusan Presiden setelah memenuhi ketentuan bahwa pencabutan hak tersebut dilakukan untuk kepentingan umum seperti yang ditetapkan di dalam Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 1971. Kekeliruan pendapat tersebut umumnya adalah :
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
51
a.
Mencampuradukkan pengertian lembaga pembebasan tanah, yang tata caranya diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975, yang berhasil dari pembaruan Bijblad no. 11372, 18476 yang kesemuanya iu dianggap seolah-olah sama dengan lembaga pencabutan hak, sehingga sering disimpulkan adanya kejumbuhan (overlapping) peraturan. Bahkan ada yang berpendapat bahwa peraturan di atas bertentangan dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961. Apabila kita lebih teliti mempelajari maksud dan tujuan dari Penjelasan Umum Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tersebut, maka
yang
ditonjolkan
dalam
peraturan
tersebut
adalah
segi
musyawarahnya dan segi kesukarelaan dari si pemilik tanah di dalam melepaskan hak atas tanahnya. Oleh karena itu, pembatalan tanah tersebut tidak lain adalah sama dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud dalam UUPA di atas. b.
Sering orang mempersamakan pengertian pencabutan hak tersebut dengan pembatalan hak/pencabutan Surat Keputusan pemberian hak atas tanah. Di dalam Penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang wewenang Pemberian Hak atas tanah, ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan pembatalan suatu haknya atas tanah, bukan berarti pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 20 Tahun 1961, yaitu untuk kepentingan umum, melainkan pembatalan suatu
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
52
hak yang disebabkan karena penerimaan hak tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Pemberian Haknya atau terdapat kekeliruan/kesalahan di dalam pemberian haknya. Khusus mengenai kekeliruan dimaksud adalah bukan semata-mata kekeliruan adminitrasi saja, melainkan juga meliputi kekeliruan hukum misalnya, penerapan peraturannya atau alasan hak yang diajukan sebagai alasan permohonannya dalam keadaan tidak mempunyai kekuatan hukum, yang kemudian diketahui dengan atau tanpa melalui hasil putusan pengadilan. Di dalam setiap Surat Keputusan pemberian hak yang bentuknya telah ditetapkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1973, selalu dicantumkan syarat-syarat yang harus dipatuhi dan diterima oleh pemohon/penerima hak, yaitu bahwa segala akibat untung rugi yang timbul karena pemberian hak ini maupun dalam segala tindakan penyelesaian atas sebidang tanah tersebut adalah menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penerima hak. Dengan diterimanya Surat Keputusan pemberian hak tersebut oleh yang bersangkutan, maka syarat tersebut di atas telah mengikat secara hukum dan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dari hal-hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya pencabutan hak, pembebasan tanah dan pembatalan hak tersebut masing-masing adalah lembagalembaga yang berdiri sendiri dengan maksud dan tujuan hukum yang berlainan. Bertitik tolak dari adanya 2 (dua) macam perolehan hak atas tanah yang originair
dan
deritatief,
maka
dengan
sendirinya
menimbulkan
beberapa
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
53
cara/prosedur pembatalan. Di dalam hal suatu hak yang diperoleh secara originair, besar kemungkinannya terjadi kesalahan di dalam penetapan yang dikarenakan misalnya, cacatnya bukti perolehan, kesalahan penerapan peraturan, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kerugian kepada pihak lain yang sebenarnya menurut asas umum pemberian hak adalah yang berhak. Mekanisme permohonan pembatalan hak belum diatur secara terinci dan lengkap sebagaimana tata cara permohonan hak atas tanah negara (PMDN Nomor 5 Tahun 1973) atau konversi hak (PMPA Nomor 2 Tahun 1962). Akan tetapi, sesuai dengan kebiasaan dalam praktek permohonan tersebut dapat diajukan melalui daerah dengan poses seperti permohonan hak biasa untuk selanjutnya diajukan ke Direktorat Jenderal Agraria untuk memperoleh keputusan atau yang bersangkutan mengajukan secara langsung kepada Direktorat Jenderal Agraria. Tata cara yang baik adalah permohonan dilakukan secara berjenjang mulai dari daerah. Oleh karena dengan demikian, diharapkan seluruh informasi secara lengkap dan kelengkapankelengkapan data tanah sudah termuat di dalam permohonan pembatalan haknya. Kelengkapan-kelengkapan yang diperlukan untuk bahan pertimbangan suatu keputusan pembatalan hak adalah : 1.
Keputusan (lengkap) pengadilan apabila kasus tersebut sudah diperiksa di pengadilan disertai Berita Acara Eksekusi, apabila keputusan tersebut bersifat condemnatoir atau keterangan mengenai telah tetapnya keputusan tersebut dari pengadilan yang bersangkutan.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
54
2.
Hasil pemeriksaan ke lapangan, yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dari Kantor Agraria Daerah.
3.
Berita Acara perdamaian/kesepakatan apabila memang kasus tersebut diselesaikan secara musyawarah.
4.
Peta/gambar situasi.
5.
Surat Keterangan Pendaftaran Tanah.
6.
Surat-surat lain yang mendukung data tanah tersebut.
Oleh karena kemungkinan sertifikat hak yang dibutuhkan tersebut masih beredar di masyarakat, maka unuk menghindarkan kerugian lebih lanjut bagi mereka yang tidak mengetahui adanya sengketa, keputusan pembatalan tersebut harus diumumkan di dalam suatu mass media yang beredar umum dengan maksud agar masyarakat mengetahui dan tidak ada alasan bagi mereka yang membeli untuk menunjuk dirinya sebagai pembeli yang beritikad baik. Sering kita menemui suatu keadaan, dimana sertifikat yang dibatalkan tersebut telah beralih kepada pihak ketiga dengan suatu titel hukum tertentu secara sah. Akan tetapi, oleh karena pengalihan tersebut tidak diikuti segera dengan perbuatan balik namanya, maka dalam administrasi pendaftaran tanah untuk hak tersebut masih tertulis atas nama pemilik yang lama (penjual). Apabila timbul hal yang demikian, maka kepada pembeli tersebut diberikan kesempatan untuk mengajukan bantahannya
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
55
di Pengadilan Negeri. Akibatnya Surat Keputusan pembatalan hak tersebut tertunda pelaksanaannya, menunggu keputusan Pengadilan Negeri dimaksud. Di samping penyelesaian sengketa hukum yang dilakukan secara fungsional, sebagaimana diuraikan di atas, kita juga mengenal sarana penanganan sengketa yang dilakukan secara khusus, baik melalui suatu tim berupa sekumpulan aparat fungsional antar departemen maupun aparat fungsional antar komponen Departemen Dalam Negeri atau aparat teknis yang merupakan kelompok kerja lapangan antar sub-sub komponen Direktorat Jenderal Agraria. Tujuan penanganan khusus ini adalah untuk mencapai sasaran penyelesaian secara koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simultan dengan maksud agar hasil penyelesaian dapat dilaksanakan secara baik, terpadu dan konsisten. Sengketasengketa yang ditangani secara khusus ini adalah jenis-jenis sengketa yang menurut sifatnya mengandung hal-hal yang strategis dan memerlukan penanganan secara koordinasi dan secara multifungsi. Kelompok penanganan khusus tersebut, antara lain : 1.
Tim Khusus Agraria Tim ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 1979, tanggal 28 April 1979, untuk tingkat pusat dan propinsi berfungsi sebagai alat untuk membantu Menteri Dalam Negeri dalam melaksanakan tugas pengendalian di bidang keagrarian.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
56
Tugas Tim adalah untuk : Menampung/menerima pemeriksaan
dan
laporan
penelitian
permasalahan/sengketa terhadap
kasus-kasus
mengadakan yang
berupa
penyimpangan/pelanggaran atas berbagai peraturan perundangan agraria yang berlaku, mengadakan analisis dan saran-saran penyelesaian dan tindakan-tindakan terhadap masalah-masalah/sengketa-sengketa serta kasus-kasus yang bersifat strategis. Susunan Keanggotaan Tim Pusat, terdiri atas : a.
Direktur Jenderal Agraria sebagai Ketua merangkap anggota
b.
Wakil Opstib Pusat sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
c.
Wakil dari Menteri Penertiban dan Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai anggota
d.
Wakil Inspektur Jenderal Departemen Dalam Negeri sebagai anggota
e.
Wakil dari Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri
f.
Wakil dari Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri sebagai anggota
Tim yang berada di tingkat Propinsi adalah : Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
57
a.
Kepala Direktorat Agraria sebagai Ketua merangkap anggota
b.
Wakil Opstida sebagai Wakil Ketua merangkap anggota
c.
Inspektur Wilayah Daerah Propinsi sebagai anggota
d.
Wakil Pemerintah Daerah sebagai anggota
Tim-tim tersebut di atas dilengkapi dengan Dewan Sekretariat Gabungan yang dipimpin oleh seorang sekretaris bukan anggota.
2.
Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertanahan Dalam rangka menangani masalah-masalah di bidang pertanahan, yang sifatnya lintas sektoral dan lintas instansional yang menyangkut program pembangunan Pemerintah, maka dibentuk Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertanahan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1979, tanggal 17 Oktober 1979, yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1985, tanggal 12 Juni 1985, dengan keanggotaan sebagai berikut : a.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai Ketua
b.
Menteri Muda Sekretaris Kabinet sebagai Wakil Ketua
c.
Staf Ahli Bidang Pertanahan Kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara sebagai Sekretaris
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
58
d.
Direktur Jenderal Agraria Departemen Dalam Negeri sebagai anggota
e.
Direktur Jenderal Moneter Dalam Negeri Departemen Keuangan sebagai anggota
f.
Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum sebagai anggota
g.
Sekretaris Menko EKUIN sebagai anggota
h.
Koordinator Opstib Pusat sebagai anggota
i.
Asisten II Kantor Menteri Lingkungan Hidup sebagai anggota
j.
Kepala Bidang Inventarisasi dan Tata Guna Hutan Departemen Kehutanan sebagai anggota
k. 3.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Bappenas sebagai anggota
Team Task Force Penyelesaian Masalah/Sengketa Hak atas Tanah Direktorat Jenderal Agraria Dengan bertujuan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan tugas-tugas keagrariaan khususnya penyelesaian permohonan dan pengaduan masalah atau sengketa hak atas tanah, maka untuk
mempercepat
dan
menterpadukan
penanganan
tugas-tugas
dimaksud, diperlukan koordinasi antara perangkat sub komponen Direktorat Jenderal Agraria, maka dibentuklah Team Task Force, Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
59
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri ic. Direktorat Jenderal Agraria Nomor SK.245/DJA/1983, tanggal 4 Oktober 1983, yang disempurnakan dengan Surat Keputusan Nomor 18/DJA/1985, tanggal 28 Oktober 1985. Tim ini bertugas membahas dan mengajukan saran-saran penyelesaian kepada Direktur Jendral Agraria atas permohonan/pengaduan dan permasalahan/sengketa tanah. Permasalahan tersebut meliputi hal-hal : −
Penyelesaian tunggakan permohonan hak atas tanah, yang menyangkut pelayanan masyarakat
−
Penyelesaian sengketa yang berakibat pembatalan hak dan sertifikat tanah
−
Penyelesaian sengketa yang berhubungan dengan pelaksanaan landreform
−
Penyelesaian tugas-tugas lain yang secara khusus ditugaskan oleh Direktorat Jenderal Agraria
4.
Tim Penanganan Kasus antar Komponen dan antar Departemen
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
60
Tim ini biasanya dibentuk secara insidentil, tergantung kepada kasuskasus yang timbul yang perlu segera ditangani. Komponen yang sering terlibat dalam kegiatan ini adalah Inspektorat Jenderal Agraria untuk menangani kasus tertentu, dengan maksud penyelesaian selanjutnya akan diikuti tindakan-tindakan yang tidak terbatas kepada penyelesaian untuk tanahnya, tapi dapat diikuti dengan langkah-langkah aparaturnya dengan langkah-langkah pembinaan aparaturnya. Di samping itu, kadang-kadang dibentuk suatu tim antar departemen, yang biasanya adalah bermaksud untuk memperoleh hasil yang secara konsensuil dapat dilaksanakan bersama-sama oleh departemen masing-masing, secara fungsional dengan berpijak pada landasan yang telah digunakan dalam tim.
5.
Forum Komunikasi Direktorat Jenderal Agraria dengan Mahkamah Agung Republik Indonesia Forum ini belum dilembagakan secara yuridis, namun demikian dalam kenyataan pernah diselenggarakan beberapa kali. Maksud dan tujuan dari diselenggarakannya forum ini adalah mengingat bahwa antara kedua lembaga tersebut membutuhkan tukar menukar informasi, baik berupa langkah kebijaksanaan Pemerintah di bidang keagrariaan yang sedang ditempuh maupun hubungan kasus perkara di pengadilan, tentang apakah keputusan pengadilan tersebut apabila dilaksanakan akan menimbulkan
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
61
kesulitan bagi Pemerintah, oleh karena akan bertentangan dengan peraturan keagrariaan yang berlaku.
Seperti diketahui, surat keputusan pengadilan yang baik adalah apabila keputusan tersebut terjamin pelaksanaannya. Demikian pula sebaliknya, Pemerintah akan memperoleh citra yang baik, apabila tugasnya sebagai pihak berperkara di pengadilan tidak dapat atau dianggap tidak mampu melaksanakan keputusan tersebut. Pada akhirnya, penyelesaian tersebut senantiasa harus memperhatikan/selalu mendasarkan kepada peraturan yang berlaku, memperhatikan keseimbangankepentingan-kepentingan para pihak, menegakkan keadilan hukumnya serta penyelesaian ini diusahakan harus tuntas.
C.
Cara Penuntutan Pengembalian Tanah yang Dilakukan Masyarakat Mariah Hombang kepada PT. Kwala Gunung
Masyarakat yang yakin tanahnya dikuasai oleh orang-orang yang tidak berhak atas tanah tersebut mulai resah dan membuat perkumpulan, selanjutnya membangun organisasi bernama Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH). 27 Masyarakat, melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tk.
27
http://binadesa.or.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=50-
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
62
II Kabupaten Simalungun dalam bentuk audiensi di bulan April 2006. Namun, hal ini tidak mendapat respon yang serius. Lalu pada hari Sabtu, 22 April 2006, unjuk rasa pertama dilakukan dengan sasaran aksi DPRD Kabupaten Simalungun dan Pemkab Simalungun. Salah satu hasil unjuk rasa adalah janji kesediaan pihak DPRD untuk membuka ruang dialog antara rakyat, PT. Kwala Gunung, Dinas Kehutanan, BPN Kabupaten Simalungun, Camat, dan Kepala Desa. Jumat, 28 April 2006, berlangsunglah pertemuan yang dihadiri oleh Tata Pembangunan Kabupaten Simalungun, BPN Simalungun, Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun, Kepala Desa Mariah Hombang. Pihak camat tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut. Kesepakatan yang dicapai bahwa DPRD akan membentuk Pansus Pengembalian Tanah Rakyat. Menurut salah seorang anggota dewan bahwa izin yang dimiliki oleh PT. Kwala Gunung telah gugur demi hukum. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Dinas Kehutanan bahwa lahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan hutan Negara. Sementara menurut pihak BPN bahwa HGU untuk PT. Kwala Gunung tidak ada. Senin, 8 Mei 2006, masyarakat kembali berunjuk rasa ke Pemkab Simalungun untuk menuntut segera pengembalian tanah kepada rakyat. Dialog antara masyarakat dan Pemkab yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan serta Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun menghasilkan jadual pertemuan yang difasilitasi oleh Pemkab antara rakyat, DPRD, dan pihak PT. Kwala Gunung satu bulan ke depan. Dialog multipihak diadakan pada hari Selasa, 6 Juni 2006. Pemkab Simalungun yang Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
63
diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan membuka ruang dialog penyelesaian kasus tanah tersebut. Namun pihak PT. Kwala Gunung tidak hadir melainkan digantikan oleh PT. Dita Fumindo yang tidak diketahui asal usul dan keterlibatannya terhadap kasus tersebut. Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun, Sabar Maruli Simarmata, mengusir perwakilan PT. Dita Fumindo dan mengecam Asisten I yang tidak konsisten dengan janjinya untuk menghadirkan pihak-pihak yang terkait kasus tersebut. Menurut informasi yang dihimpun Forum Petani Nagori Mariah Hombang, PT. Dita Fumindo mengantongi izin prinsip lokasi seluas 2.000 Ha di areal tanah rakyat Mariah Hombang dan sekitarnya dari Pemkab Simalungun bulan September 2005. Izin tersebut ditandatangani oleh Bupati Simalungun Periode 20002005, Jhon Hugo Silalahi. Kamis, 15 Juni 2006, paling sedikit 5 (lima) buah truk yang diisi masyarakat melakukan unjuk rasa yang didampingi oleh Anggota Komisi A DPRD Tk. I Propinsi Sumut, Syamsul Hilal dari Fraksi PDIP, menuju gedung DPRD dan Pemkab Simalungun. Rakyat berhasil memaksa DPRD untuk menghadirkan Drs. Zulkarnain Damanik selaku Bupati Simalungun. Bupati berhasil dipertemukan dengan rakyat dan menyerahkan kepada rakyat untuk menduduki lahan tersebut sampai proses pengembalian tanah tersebut selesai. Aksi kali ini mendapat sokongan dari Komite Persiapan Wilayah Serikat Tani Nasional Sumatera Utara dan LSM Jagat Tanah Rakyat. Kasman Manurung selaku Ketua FPNMH melalui pernyataan sikap yang dikeluarkan pada tanggal 5 April 2007 menyatakan bahwa penundaan penyelesaian Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
64
tanah ini justru digunakan untuk meninabobokkan rakyat.. Menurutnya, pertemuan paska penangkapan dan kekerasan atas petani Nagori Mariah Hombang yang diselenggarakan oleh Pemkab Simalungun, 1 Mei 2007, pihak DPRD Simalungun dan Pemkab Simalungun justru menyudutkan petani. Tim yang diusulkan oleh masyarakat bertujuan menggali sejarah atas tanah, sehingga menemukan titik kesalahan yang sebenarnya. Namun, Pemkab Simalungun mengambil jalan pintas yang terjebak dalam proses surat-menyurat yang bisa direkayasa dengan mengatasnamakan hukum yang akhirnya merugikan petani. Suratsurat yang diperoleh Barita Doloksaribu (pengusaha lokal) atas tanah sengketa ditandatangani oleh Camat Hutabayu Raja, tanggal 12 Juni 2006. Padahal, pada pertemuan 28 Maret 2006, di DPRD Simalungun yang juga dihadiri oleh Camat Hutabayu Raja, ada penegasan untuk menghentikan segala bentuk jual-beli tanah yang dimaksud. Kasman Manurung juga mengatakan bahwa hal ini adalah bukti perselingkuhan dan pengkhianatan Pemerintah Simalungun atas rakyatnya sendiri. Tujuh belas orang yang berada dalam tahanan Polres Simalungun dijadikan penekan terhadap petani lainnya untuk mengikuti kemauan pengusaha. Hal ini diperburuk dengan sikap pihak kepolisian dalam menanggapi laporan masyarakat yang tergabung dalam FPNMH ke Polsek Tanah Jawa dan Polres Simalungun. Pengaduan masyarakat memang diterima oleh pihak kepolisian, tetapi hingga kini tidak pernah ditindaklanjuti, sementara pihak pengusaha, Barita Doloksaribu dan Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
65
pihak tuan tanah, Helarius Gultom yang merekayasa pengaduan ke Kepolisian Resort Simalungun langsung ditanggapi dengan baik. Bahkan, Pengadilan Negeri Simalungun memvonis 7 bulan penjara kepada 4 orang anggota FPNMH atas tuduhan pihak tuan tanah bahwa mereka melakukan perusakan. Tidak hanya itu, kekerasan atas masyarakat Mariah Hombang dan penangkapan 18 orang, dimana 1 orang telah dibebaskan pada 19 April 2007 menjadi bukti ketidaknetralan polisi dalam menanggapi permasalahan. Polres Simalungun sebenarnya mengetahui bahwa persoalan tanah di Mariah Hombang masih dalam sengketa dan sedang diselesaikan oleh Pemkab Simalungun. Tetapi, pengaduan masyarakat atas kepala desa ke Polsek Tanah Jawa, tanggal 14 Juli 2006 atas tuduhan penipuan lengkap dengan bukti-bukti, pengaduan masyarakat tentang penebangan hutan, tanggal 17 Juli 2006, pengaduan ke Polres Simalungun, tanggal 15 Agustus 2006 atas Manat Gultom, dan lain-lain sampai saat ini tidak ditindaklanjuti pihak kepolisian. Sementara, pengaduan tuan tanah, yaitu Helarius Gultom, Manat Gultom, dan Tualam Gultom langsung mendapat tanggapan. Tragedi petani Nagori Mariah Hombang, tanggal 19 April 2007 yang tidak terjadi apa-apa justru dijawab oleh dua buah truk bermuatan polisi dari Polres Simalungun sebagai pengawal pengusaha hingga berbuntut sedikitnya 19 petani lukaluka dan 18 lainnya ditangkap. Untuk itu, FPNMH yang mendapat dukungan, baik indivindu maupun organisasi, seperti Nursyahbani Katjasungkana, Serikat Petani Langkat, SPNSU, Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
66
Institut Pembaharuan Desa, Serikat Nelayan Sumatera Utara, Perbuni, Jagad Tanah Rakyat, APD, Bina Desa, Serikat Tani Nasional, Kontras Sumut, KWML, SRMK, FMN, LMND, SMM, dan JNPM menuntut, antara lain : 1.
Kembalikan tanah rakyat Mariah Hombang kepada petani yang tengah menuntut tanah untuk kehidupannya.
2.
Bebaskan tanpa syarat 17 petani yang sampai saat ini ditahan oleh Polres Simalungun.
3.
Tangkap dan adili pelaku tindak kekerasan dan premanisme di Mariah Hombang oleh polisi dan kolaborasi pengusaha pada tanggal 19 April 2007.
4.
Tarik aparat kepolisian dari Mariah Hombang yang justru menambah trauma berkepanjangan rakyat Mariah Hombang.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
BAB III
ALASAN PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH
A.
Sengketa Tanah di Desa Mariah Hombang Sebelumnya, tanah yang dimiliki masyarakat merupakan tanah terlantar atau
tanah desa yang tidak dimanfaatkan. Masyarakat memberikan tanah seluas 687,50 Ha kepada Dinas kehutanan karena pada saat itu, masyarakat tidak memerlukan tanah tersebut. Dinas Kehutanan tanpa hak menerima tanah dari masyarakat karena tanah tersebut diberikan masyarakat untuk perluasan kawasan hutan. Masyarakat melepaskan atau menyerahkan tanah itu kepada Dinas Kehutanan dengan membuat perjanjian tertulis berupa kesepakatan antara kedua belah pihak. Dinas Kehutanan memberikan pago-pago kepada masyarakat atas tanah tersebut sebesar Rp. 8.593.750,-. Kemudian, tanah tersebut ditanami oleh Dinas Kehutanan dengan tanaman reboisasi, yaitu pohon pinus dan akasia. Karena mengalami kegagalan, Dinas Kehutanan kemudian memberikan tanah itu kepada PT. Kwala Gunung dengan Hak Pakai untuk perluasan Hak Guna Usaha PT. Kwala Gunung. Alasan Dinas Kehutanan melepaskan tanah tersebut kepada PT. Kwala Gunung tercantum di dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
67
522/5130 dan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 792/II/Kwl-5/1992. Namun, SK Gubernur dan SK Kakanwilhut tersebut tidak diperoleh penulis, sehingga dalam hal ini, penulis mencantumkan pernyataan Edward Pangaribuan, yang menyatakan, alasan Dinas Kehutanan memberikan tanah seluas 687,5 Ha tersebut kepada PT. Kwala Gunung karena Dinas Kehutanan dalam melaksanakan rencana peruntukan tanah tersebut mengalami gagal total, sehingga tanah itu diberikan Dinas Kehutanan kepada PT. Kwala Gunung. 28 Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung, areal inlijving tersebut di berikan kepada PT. Kwala Gunung seluas ± 2.000 Ha, termasuk eks inlijving seluas 687,50 hektare. PT. Kwala Gunung memberikan uang sebagai ganti rugi kepada Dinas Kehutanan sebesar Rp. 8.593.750,-. Dua lembar foto copy tanda terima uang dari PT. Kwala Gunung kepada Bendaharawan Rutin Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Sumatera Utara adalah tanda bukti bahwa pihak PT. Kwala Gunung telah memberikan kewajibannya mengganti dana pago-pago yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam proses inlijving.
28
Wawancara dengan Edward Pangaribuan selaku Staf Pegawai pada Balai Pengukuran dan Perpetaan Dinas Kehutanan Wilayah II Pematang Siantar, tanggal 28 Agustus 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
68
Sesuai dengan SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung, PT Kwala Gunung diwajibkan mengganti dana pago-pago yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam proses inlijving (Lihat Lampiran SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung). Dana pago-pago yang diganti oleh PT. Kwala Gunung adalah dana reboisasi yang dilaksanakan di Kecamatan Tanah Jawa, Dati II Simalungun dari Proyek Inpres Reboisasi TA. 1976/1977. Uang yang diberikan PT. Kwala Gunung sebagai dana pengganti pago-pago sebesar Rp. 8.593.750,- (Lihat Lampiran Tanda Terima Uang dari PT Kwala Gunung kepada Bendaharawan Rutin Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Sumatera Utara). Sesuai dengan foto copy tanda terima tersebut bahwa pihak PT. Kwala Gunung menyerahkan pada tanggal 23 April 1992, yang diterima oleh Elly Sitanggang selaku Bendaharawan Rutin. Mengenai areal inlijving, Edward Pangaribuan mengatakan, lahan tanah inlijving bukan kawasan hutan. Tanah inlijving tersebut tidak sama dengan tanah Register Kawasan Hutan sebab belum dikukuhkan dan belum ditetapkan oleh Menteri Kehutanan. Lahan tanah inlijving adalah lahan tanah milik masyarakat yang diserahkan kepada Pemerintah (pihak Kehutanan) dengan memberikan pago-pago untuk memperluas kawasan hutan. Lahan tanah inlijving tersebut dulunya milik Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
69
masyarakat yang diserahkan kepada Pemerintah untuk memperluas kawasan hutan. Kemudian, oleh Pemerintah menyerahkan kepada PT. Kwala Gunung untuk keperluan usaha
perluasan perkebunan kelapa sawit. Luas tanah inlijving yang
dibebaskan itu adalah 687,50 Ha, berada di kawasan/areal Bah Hapasuk/Bah Boluk, Desa/Nagori Mariah Hombang dan Desa/Nagori Bosar Galugur, berdasarkan SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/ Penyediaan tanah untuk Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung. Berdasarkan SK Kakanwil Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 275/II/Kwl-5/1992, tanggal 8 Pebruari 1992 tentang Pengukuran Lahan Inlijving, maka dilakukan pengukuran sesuai dengan Peta Lampiran Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991. Sesuai dengan foto copy Berita Acara Hasil Pengukuran Batas Areal Inlijving Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk bahwa pengukuran dilakukan pada tanggal 24 Maret 1992 (Lihat Lampiran Berita Acara Hasil Pengukuran Batas Areal Inlijving Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk). Yang melakukan pengukuran adalah Tim Pelaksana Pengukuran, yang terdiri dari : 1.
Londer : Pengukur Batas Hutan Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Pematang Siantar
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
70
2.
Haryono : Penafsir Potret Udara Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan Pematang Siantar
3.
Basket Saragih : Staf Kantor Bupati Daerah Tk. II Simalungun
4. Midin Hutagalung : Staf Cabang Dinas Kehutanan IV Kabupaten Daerah Tk. II Simalungun 5. C. Tampubolon : Staf Bappeda Tk. II Simalungun 6. Luhut Simamora BscF : Kepala Resort Polisi Hutan Tanah Jawa 7. L. Sitinjak : Staf Kantor Camat Kecamatan Tanah Jawa 8. Amsir Pasaribu : Kepala Desa Bosar Galugur 9. Sopar Silitonga : Kepala Desa Mariah Hombang 10. Nazaruddin Hasibuan : Staf PT. Kwala Gunung
Berdasarkan Laporan Hasil Pengukuran Batas Areal Inlijving/Areal Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk, pelaksanaan pengukurannya dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Persiapan Administrasi Persiapan ini mencakup, antara lain : a.
Menyiapkan peta kerja skala 1:10.000, yang sumbernya dari lampiran SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 dan Peta
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
71
Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk yang terletak di desa Mariah Hombang/Bosar Galugur. b.
Menyiapkan peta rupa bumi Indonesia skala 1:50.000.
c.
Menyiapkan Surat Pengantar dan Surat Tugas sebagai bahan konsultasi dengan pejabat instansi terkait mengenai maksud dan tujuan pelaksanaan.
2. Persiapan Teknis Persiapan teknis ini mencakup peralatan (instrument) yang digunakan di lapangan, antara lain : −
Buku Ukur
−
Busur derajat
−
Tabel deklinasi matahari
−
serta alat-alat tulis lainnya
3. Sistem Pengukuran Pengukuran batas areal inlijving tersebut adalah sama dengan pelaksanaan rekonstruksi, yaitu meletakkan batas di lapangan sesuai dengan peta kerja. Sehubungan dengan itu, maka sistem pengukuran dilaksanakan dengan sistem polygon. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
72
Sebelum pengukuran dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan koreksi alat ukur dengan jalan pengukuran terhadap matahari. Data ukuran batas berupa azimuth keterangan dan jarak lapangan beserta keadaan di sekitar jalan batas dicatat dan disket pada Buku Ukur.
4. Pelaksanaan Starting point sebagai titik ikatan yang dipakai lapangan adalah titik trianggulasi T.2496 yang terletak di Desa Mariah Hombang. Dari titik T.2496
ini, ukuran ikatan dilaksanakan menuju pal B/KG.1. Dari pal
B/KG.1, ukuran batas areal inlijving menuju pal B/KG.28 yang letaknya di tepi sungai Bah Boluk. Selanjutnya, dari pal B/KG.28, jalan batas mengikuti sungai Bah Boluk hingga ke pal B/KG.29. Dari pal B/KG.29, ukuran batas areal inlijving menuju pal B/KG.1 dan ukuran batas areal inlijving tersebut di lapangan adalah temu gelang (round meeting). Tanda-tanda batas di lapangan terbuat dari pal kayu dengan ukuran (15x15x130) cm sebanyak 85 buah dan pal beton 5 buah, yang dicat dengan warna dasar putih dan diberi tulisan B/KG dan nama urut pal yang dicat dengan warna hitam. Keadaan sepanjang rintis bataspada arealinlijving tersebut dapat dilihat pada tabel 5.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
73
Pada uraian di atas tersebut, dapat diketahui bahwa dari luar areal inlijving/areal reboisasi Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk tersebut yang luas seluruhnya 687,50 Ha, ternyata ± 25,00 Ha telah digarap/telah diusahai masyarakat, yang saat ini telah berupa kebun karet dan kelapa sawit. Pengukuran areal inlijving/areal reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk yang terletak di wilayah Desa Mariah Hombang dan Desa Bosar Galugur dilaksanakan sesuai dengan Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 275/II/Kwl5/1992, tanggal 8 Pebruari 1993 tentang Pengukuran Lahan Inlijving dan sebagai realisasi dari SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung. Pelaksanaan pengukuran batas areal inlijving/areal reboisasi Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk tersebut telah ditindaklanjuti dengan pemasangan pal batas ukuran (15x15x130) cm sebanyak 90 buah, yang terdiri dari pal kayu sebanyak 85 buah dan pal beton sebanyak 5 buah. Kemudian, berdasarkan peta hasil pengukuran diperoleh bahwa realisasi luas adalah 687,50 Ha. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada peta hasil
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
74
pengukuran areal inlijving/areal reboisasi Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk, skala 1:10.000 terlampir.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung dan Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 275/II/Kwl-5/1992, tanggal 8 Pebruari 1992 tentang Pengukuran Lahan Inlijving, menerangkan dengan sesungguhnya : 1.
Bahwa pengukuran batas areal inlijving untuk tujuan perkebunan kelapa sawit a.n. PT. Kwala Gunung adalah sesuai dengan Peta Lampiran SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991 dan Peta Reboisasi Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk.
2.
Bahwa pengukuran batas areal inlijving Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk yang terletak di wilayah Desa Mariah Hombang dan Bosar Galugur adalah untuk pendefinitifan letak dan luas lahan sebenarnya di lapangan.
3.
Permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dengan pihak-pihak lain terutama dalam kaitannya dengan pemilikan tanah akan diselesaikan oleh PT. Kwala Gunung sesuai dengan peraturan/perundang-undangan yang berlaku.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
75
4.
Bahwa pengukuran ini dilaksanakan oleh tim tersebut di atas dan disaksikan oleh wakil-wakil dari penduduk serta petugas dari PT. Kwala Gunung.
5.
Tanda-tanda batas (bukti fisik) yang telah dibuat di lapangan adalah sebagai berikut : −
Sepanjang jalan batas (batas inlijving) dibuat rintis batas selebar 2 meter dengan panjang 9 Km.
−
Pemasangan pal batas kayu ukuran (15x15x130) cm sebanyak 85 buah dan pal cor beton 5 buah yang dipasang dengan jarak antara masing-masing pal ± 100 m.
−
Pada batas alam, pemasangan tanda batas hanya dibuat pada tempat-tempat tertentu sebagaimana terlukis pada peta terlampir.
Satu berkas foto copy Berita Acara Hasil Pengukuran Batas Areal Inlijving Reboisasi Komplek Bah Boluk/Bah Hapasuk adalah tanda bukti telah dilakukan pengukuran pengukuran letak dan luas lahan sebenarnya di lapangan untuk penegasan/pendefenitifan. Sesuai dengan Peta Izin Lokasi/Penyediaan Tanah tersebut bahwa luas lahan tanah inlijving yang diukur adalah 687,50 hektare, dengan panjang 17,5 Km.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
76
Sejak dikeluarkannya SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung dan Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 275/II/Kwl-5/1992, tanggal 8 Pebruari 1992 tentang Pengukuran Lahan Inlijving/Areal Reboisasi,
maka pihak PT. Kwala Gunung
berhak untuk
mengerjakan/mengolah, menguasai dan menduduki lahan tanah inlijving seluas 687,50 Ha tersebut hingga ada peninjauan kembali. Namun, sesuai dengan Berita Acara Pengukuran pada point nomor 3, bila ada permasalahan yang timbul dengan pihak lain, terutama dalam kaitannya dengan kepemilikan tanah akan diselesaikan oleh PT. Kwala Gunung sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karena tanah inlijving tersebut telah diganti rugi oleh pihak PT. Kwala Gunung kepada pihak Kehutanan, oleh pihak Kehutanan menganggap areal tersebut telah dikuasai penuh oleh pihak PT. Kwala Gunung dan juga telah diganti rugi kepada masyarakat penggarap. Pada Rapat tanggal 1 Mei 2007 di Ruang Data Kantor Bupati Simalungun bahwa lahan yang dipermasalahkan di Nagori Mariah Hombang, bagi pihak Kehutanan tidak mempermasalahkan lagi karena lahan eks inlijving seluas 687,50 Ha telah diganti rugi oleh PT. Kwala Gunung sesuai dengan SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
77
Setelah tanah eks inlijving tersebut dikuasai oleh pihak PT. Kwala Gunung, dalam hal pengelolaan yang luasnya 687,50 Ha, sesuai permohonannya, pihak PT. Kwala Gunung akan membuat perkebunan kelapa sawit. Bilamana pihak PT. Kwala Gunung menjadikannya perkebunan, sebaiknya pada waktu itu diurus HGU-nya melalui BPN, namun sampai saat ini belum ada HGU-nya. Izin Prinsip /Izin Lokasi sudah pernah keluar dari Gubernur Sumatera Utara dan sudah tidak berlaku lagi karena sifatnya Izin Lokasi yang berlaku 1 tahun lamanya. Berkaitan dengan HGU, pada Daftar Nama-nama Perusahaan yang Memperoleh HGU Baru, PT. Kwala Gunung termasuk salah satu perusahaan yang memperoleh HGU baru, yang berkedudukan di Jalan Hos Cokroaminoto No. 16 Medan, atas tanah seluas 1.200 Ha di Desa Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, dimana HGU yang diperoleh PT. Kwala Gunung tersebut berdasarkan SK Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara Nomor 593.41/2727/K/1989, tanggal 27 September 1989. Sebagaimana sejarah tanah Mariah Hombang yang berhasil dihimpun oleh Serikat Tani Nasional menyebutkan bahwa semenjak tahun 1916, Raja Tanah Jawa memberikan tanah dan membuka kawasan hutan kepada rakyat perantauan dari Toba yang berada di wilayah Simalungun. Pada tahun 1957, ketika terjadi pemberontakan PRRI-PERMESTA terhadap pihak Pemerintahan RI, rakyat ketakutan akibat diteror oleh kedua belah pihak yang bertikai dan terpaksa harus meninggalkan lahan tersebut. Namun, pada tahun 1974,
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
78
masyarakat kembali ke lahan karena situasi yang relatif aman dan mulai mengelola lahan mereka kembali. Pada tahun 1977, Dinas Kehutanan meminjam lahan kepada masyarakat untuk program penghijauan guna menambah debit air di areal tanah yang diusahai masyarakat selama satu musim tanaman pinus. 29 Namun setelah lewat satu musim tanam pinus, pihak Dinas Kehutanan tak kunjung melakukan upaya pengembalian tanah tersebut. Pada tahun 1991, masuklah PT. Kwala Gunung yang difasilitasi oleh Djabanten Damanik, Bupati Simalungun pada masa itu. Dengan sedikit memaksa, Djabanten Damanik mengatakan, “Baris-baris ni gajah dirurah pangaloan, molo marsuruh Raja Dae so oloan, molo so ni oloan tubu hamagoan, molo ni oloan ro ma pangolu-ngoluan.”30 Artinya, kalau Raja meminta rakyat harus memberinya, dan kalau rakyat tidak mau menerima uang pago-pago (ganti rugi), maka rakyat akan tetap kehilangan haknya atas tanah tersebut. Ucapan tersebut membuat rakyat ketakutan dan akhirnya menerima tawaran tersebut yang diwakili oleh beberapa tokoh masyarakat dan lahan tersebut diklaim telah dikuasai oleh PT. Kwala Gunung. Namun, hingga sekarang tidak pernah dikelola oleh perusahaan tersebut. Pada tahun 1998, Tualam Gultom dan Daulak Gultom mulai mengusahai lahan tersebut. Mereka berdua mengaku mendapat mandat dari PT. Kwala Gunung. Masyarakat yang merasa
29
http://serikat-tani-nasional-blogspot.com/2007/06/sumatera-utara-kronik-perjuangan-petani.......
30
Wawancara dengan W. Manurung, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
79
memiliki lahan tersebut marah dan terjadi pertempuran antara Tualam Gultom dan Daulak Gultom melawan masyarakat. Yang pada akhirnya, Daulak Gultom ditangkap dan divonis 2 tahun penjara oleh aparat penegak hukum. Pada tahun 2005, terjadilah penjualbelian lahan tersebut seluas 687,5 Ha oleh oknum yang mengaku pemilik kuasa dari PT. Kwala Gunung, Timbul Jhonson Situmorang kepada berbagai pihak. Di antara pembelinya adalah Barita Doloksaribu, pengusaha lokal, marga Pardede (oknum BPN Simalungun) dan Tualam Gultom, tuan tanah yang sering menggunakan preman untuk menakut-nakuti masyarakat. Masyarakat, melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tk. II Kabupaten Simalungun dalam bentuk audiensi di bulan April 2006. Namun, hal ini tidak mendapat respon yang serius. Lalu pada hari Sabtu, 22 April 2006, unjuk rasa pertama dilakukan dengan sasaran aksi DPRD Kabupaten Simalungun dan Pemkab Simalungun. Salah satu hasil unjuk rasa adalah janji kesediaan pihak DPRD untuk membuka ruang dialog antara rakyat, PT. Kwala Gunung, Dinas Kehutanan, BPN Kabupaten Simalungun, Camat, dan Kepala Desa. Jumat, 28 April 2006, berlangsunglah pertemuan yang dihadiri oleh Tata Pembangunan Kabupaten Simalungun, BPN Simalungun, Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun, dan Kepala Desa Mariah Hombang. Pihak camat tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut. Kesepakatan yang dicapai bahwa DPRD akan membentuk Pansus Pengembalian Tanah Rakyat. Menurut salah seorang anggota Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
80
dewan bahwa izin yang dimiliki oleh PT. Kwala Gunung telah gugur demi hukum. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Dinas Kehutanan bahwa lahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan hutan Negara. Sementara menurut BPN bahwa HGU untuk PT. Kwala Gunung tidak ada. Senin, 8 Mei 2006, masyarakat kembali berunjuk rasa ke Pemkab Simalungun untuk menuntut segera pengembalian tanah kepada rakyat. Dialog antara masyarakat dan Pemkab yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan serta Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun menghasilkan jadual pertemuan yang difasilitasi oleh Pemkab antara rakyat, DPRD, dan pihak PT. Kwala Gunung satu bulan ke depan. Dialog multipihak diadakan pada hari Selasa, 6 Juni 2006. Pemkab Simalungun yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan membuka ruang dialog penyelesaian kasus tanah tersebut. Namun, pihak PT. Kwala Gunung tidak hadir, melainkan digantikan oleh PT. Dita Fumindo yang tidak diketahui asal usul dan keterlibatannya terhadap kasus tersebut. Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun, Sabar Maruli Simarmata, mengusir perwakilan PT. Dita Fumindo dan mengecam Asisten I yang tidak konsisten dengan janjinya untuk menghadirkan pihak-pihak yang terkait kasus tersebut. Menurut informasi yang dihimpun Forum Petani Nagori Mariah Hombang, PT. Dita Fumindo mengantongi izin prinsip lokasi seluas 2.000 Ha di areal tanah rakyat Mariah Hombang dan sekitarnya dari Pemkab Simalungun bulan September
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
81
2005. 31 Izin tersebut ditandatangani oleh Bupati Simalungun Periode 2000-2005, Jhon Hugo Silalahi. Kamis, 15 Juni 2006, paling sedikit 5 (lima) buah truk yang diisi masyarakat melakukan unjuk rasa yang didampingi oleh Anggota Komisi A DPRD Tk. I Propinsi Sumatera Utara, Syamsul Hilal dari Fraksi PDIP, menuju gedung DPRD dan Pemkab Simalungun. Rakyat berhasil memaksa DPRD untuk menghadirkan Drs. Zulkarnain Damanik selaku Bupati Simalungun. Bupati berhasil dipertemukan dengan rakyat dan menyerahkan kepada rakyat untuk menduduki lahan tersebut sampai proses pengembalian tanah tersebut selesai. Aksi kali ini mendapat sokongan dari Komite Persiapan Wilayah Serikat Tani Nasional Sumatera Utara dan LSM Jagat Tanah Rakyat. Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh dari surat kabar Posmetro Siantar, pemicu konflik petani di Dusun Parsaguan Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun dengan pengusaha lokal di eks kawasan PT. Kwala Gunung adalah palang jalan yang menutup akses petani membawa hasil pertanian ke luar. 32 Hal ini diungkapkan petani di Kantor Dewan Pimpinan Daerah Partai Persatuan Pembebasan Nasional (DPD Papernas) di Jalan Lingga, Pematang Siantar, Jumat, 20 April 2007. Setelah sebelumnya, Kamis, 19 April 2007 sekira
31
http://serikat-tani-nasional-blogspot.com/2007/06/sumatera-utara-kronik-perjuangan-petani.......
32
Posmetro Siantar, Palang Jalan Picu Konflik Petani-PT. Kwala Gunung, tanggal 21 April 2007, Hal. 1.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
82
pukul 18.00 WIB, ratusan massa anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) nyaris bentrok dengan puluhan aparat Polsek Tanah Jawa. Konflik ini dimulai ketika massa memblokir jalan menuju perladangan milik pengusaha lokal, di kawasan eks PT. Kwala Gunung. Dalam pertemuan di Papernas kemarin, petani mengaku sejak sekira tahun 1919 lahan itu telah dibuka. Tahun 1930, tanah tersebut diserahkan raja kepada pangulu untuk dikelola masyarakat untuk lahan pertanian. Saat itu, yang pertama menerima tanah adalah Lamas Manurung (pangulu) seluas 200 hektare, lalu Serawang Butarbutar (kepala dusun) seluas 100 hektare, lalu masyarakat, yakni Adonina seluas 30 hektare dan Multifar Gultom seluas 75 hektare dan disusul masyarakat lainnya, sehingga luas tanah seluruhnya 687,5 hektare. Tanah tersebut
sudah ditanami
tanaman keras, jagung dan kacang, yang kini dimiliki 350 kepala keluarga (KK). Tapi, tahun 1977 lahan tersebut diambil alih Dinas Kehutanan (Dishut) Simalungun dengan ganti rugi kepada petani. Kemudian, lahan itu dikelola Dishut Simalungun untuk penghijauan. Karena tidak berjalan dengan baik, tanah tersebut diambil alih lagi oleh petani untuk dijadikan lahan pertanian. Tahun 1991-1993, lahan tersebut diklaim PT. Kwala Gunung dengan membayar ganti rugi sebesar Rp. 500 ribu dan tolak cangkul. PT. Kwala Gunung mendapatkan tanah tersebut dengan cara memaksa warga berdasarkan Izin Prinsip DPRD Simalungun dan Surat mantan Bupati Simalungun, Djabanten Damanik seluas 800 hektare. Meski tanah itu diklaim milik PT. Kwala Gunung, tapi lahan tersebut Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
83
tidak diusahai. Karena tidak produktif, akhirnya beberapa bagian lahan diambil alih petani lagi untuk ditanami ubi, sawit, dan lainnya hingga saat ini. Berdasarkan Berita Malam Metro TV yang ditayangkan pada Headline News Sabtu, 24 Juni 2006, pukul 22:05, ratusan petani dari dua desa di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menduduki lahan perkebunan milik PT. Kwala Gunung secara paksa. Mereka mengaku pendudukan lahan tersebut atas perintah Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik. Menurut warga, lahan seluas 678,5 hektare itu telah dicaplok PT. Kwala Gunung sejak tahun 1999. Penduduka n lahan ini berjalan mulus tanpa perlawanan, namun dengan pengawalan aparat kepolisian Resort Simalungun berpakaian preman. Aksi ini ditandai dengan pemasangan puluhan papan tanda hak milik warga yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang. Para petani juga menanam sejumlah bibit pohon pisang. Pendudukan paksa lahan ini sebagai upaya terakhir para petani. Berbagai upaya yang mereka lakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Berulang kali mereka telah berunjuk rasa menghadap Bupati dan DPRD Simalungun. Keterangan lain yang penulis peroleh mengenai tanah di Mariah Hombang yang menjadi sengketa itu, Manimpan br. Tambunan, istri almahum Masohur Butarbutar mengklaim tanah seluas 687,5 hektare di Bosar Galugur dan Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, adalah warisan dari mertuanya, yakni Maharup Butarbutar. Bahkan di kejayaan Raja Tanah Jawa saat itu, menghibahkan seluas 2.000 hektare kepada Maharup Butarbutar untuk diolah Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
84
bersama keluarga dan kerabatnya. Maharup Butarbutar yang menerima areal begitu luas dari Raja Tanah Jawa, membangun satu bangunan mesjid. Meskipun mesjid yang dibangun itu sudah tua reot, namun masih berdiri di atas tanah yang saat ini diperebutkan kelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) di satu pihak dan PT. Kwala Gunung di lain pihak. Dalam penjelasan Manimpan br Tambunan kepada wartawan SIB, Selasa, tanggal 1 Agustus 2006, di Pematang Siantar, mengatakan, dia merasa terkejut dan heran, tanah seluas 687,5 hektar diperebutkan kelompok masyarakat FPNMH dan PT. Kwala Gunung di lokasi Bosar Galugur dan Mariah Hombang. Dia mengungkapkan bahwa areal lahan tidur begitu luas di masa hidupnya Raja Tanah Jawa, menghibahkan seluas sekitar 2.000 hektare, termasuk 687,5 hektare yang diperebutkan pihak lain, kepada mertuanya, ayah kandung almarhum Maharup Butarbutar. Maharup Butarbutar dan keturunannya berdomisili di lokasi tanah yang dihibahkan Raja Tanah Jawa tersebut bahkan almarhum Maharup Butarbutar pun membangun satu mesjid di lokasi tanah tersebut, yang hingga kini bangunannya masih tetap ada, meskipun sudah tua reot. Namun, pada sidang kasus perkara pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh 17 orang terdakwa Mariah Hombang, yaitu terdakwa Shakiel Gultom, Lianus Gultom, Tumpal Manurung, Rinto Butarbutar, Carles Nainggolan, Lucartina br Hutabarat, Liver Sianturi, Loren Gultom, Tigor Sianturi, Riduan Purba, Morlen Sianturi, Balosan Tambunan, Nai Riani br. Pasaribu, Ando Sirait, Jaulak Gultom, Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
85
Jerri Manullang, dan Jaitar Simanjuntak terhadap aparat Polisi Simalungun pada Senin, 23 Juli 2007 kembali digelar di Pengadilan Negeri Simalungun dengan agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi, yaitu Helarius Gultom, Marice Sihombing, dan Barita Doloksaribu, dimana ketiga saksi adalah warga Mariah Hombang yang tidak tergabung dalam FPNMH (Forum Petani Nagori Mariah Hombang) mengatakan di ruang persidangan bahwa kejadian pada tanggal 19 April 2007 lalu di ladang Parsaguan milik PT. Kwala Gunung berawal karena tidak diizinkannya saksisaksi untuk melewati jalan keluar untuk membawa hasil panennya hingga menyebabkan kerugian dan pihak warga Mariah Hombang yang tergabung dalam FPNMH yang tidak memberi izin, 33 yaitu dengan cara membuat lubang besar pada badan jalan yang biasa dilintasi oleh saksi-saksi dan pada saat pembuatan lubang tersebut, saksi Helarius dan saksi Marice melihatnya. Dinyatakan para saksi bahwa saksi tidak mau tergabung dalam FPNMH karena tujuan FPNMH adalah untuk mengklaim PT. Kwala Gunung. Terbukti warga FPNMH telah mendatangi saksi Barita untuk memberikan tanahnya secara gratis seluas 54 Ha, namun saksi Barita tidak mau memberikannya hingga berbuntut seperti sekarang ini, dan mengenai kepemilikan tanah saksi Barita seluas 108 Ha adalah sah miliknya terbukti dengan surat-surat kepemilikannya ada padanya. Sementara itu, kejadian pengeroyokan terhadap aparat Polisi Simalungun yang dilakukan oleh warga Mariah Hombang terjadi ketika adanya instruksi aparat polisi kepada saksi-saksi 33
http://bantors-media.blogspot.com/2007/07/sidang-lanjutan-17-terdakwa-mariah-hombang.html.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
86
Helarius, Marice dan Barita untuk menutup lubang yang digali masyarakat FPNMH tersebut, yaitu sekitar pukul 16.00 WIB lalu terjadilah kekacauan antara warga Mariah Hombang dan polisi, juga penyemprotan air cabe serta tidak ketinggalan senjata tajam yang dipegang warga Mariah Hombang. Sambil kembali menegaskan bahwa jalan yang ditutup warga Mariah Hombang adalah jalan yang telah terbiasa dilewati umum. Sementara itu, 17 terdakwa yang mendengarkan keterangan saksi-saksi mengatakan bahwa keterangan dari ketiga saksi sebagian benar dan sebagian lagi tidak benar karena menurut para terdakwa bahwa jalan yang ditutup warga Mariah Hombang bukan jalan umum, tapi adalah jalan milik terdakwa Shakiel Gultom. Sidang yang dipimpin Lamsana Sipayung S.H., A. Irfir S.H., Mawar Nadeak S.H., Jaksa Penuntut Umum (JPU), yaitu J.S. Malau S.H., dilanjutkan hingga minggu depan untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi yang lainnya.
B.
Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Dilakukan Masyarakat Mariah Hombang kepada PT. Kwala Gunung
Mengenai tanah yang menjadi sengketa antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung, Luksen Manik mengatakan, sebelumnya tanah tersebut adalah tanah kerajaan yang diberikan kepada petani untuk digunakan sebagai tanah
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
87
pertanian. 34 Ada beberapa luas tanah yang diberikan kepada Dinas Kehutanan karena pada waktu itu masyarakat merasa menguasai tanah tersebut. Muller Gultom menyatakan bahwa dulunya tanah itu adalah pemberian dari Raja Tanah Jawa pada tahun 1926. Tanah tersebut tidak ada bukti kepemilikan. Dengan kata lain, tanah itu merupakan milik bersama. Kekuatan penuh ada pada pangulu. Pangulu pada saat itu adalah Garabosi Gultom, yang kemudian digantikan oleh Pandua Gultom. Tanah yang diberikan tersebut sebagian diberikan kepada Dinas Kehutanan. Dinas Kehutanan hanya bersifat meminjam kepada warga Dusun Parsaguan untuk tujuan reboisasi dan Dinas Kehutanan memberikan pago-pago kepada masyarakat atas tanah tersebut. Dinas Kehutanan dan masyarakat membuat perjanjian tertulis yang menyatakan setuju. Masyarakat yang menyatakan setuju berasal dari Dusun Parsaguan, Dusun Kode Cina, dan Dusun Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja. Lalu, Dinas Kehutanan menanam pinus, namun gagal. Setelah gagal menanam pinus sebagai tanaman reboisasi, Dinas Kehutanan kemudian menjual tanah tersebut kepada PT. Kwala Gunung. Dinas Kehutanan menjualnya secara diam-diam tanpa sepengetahuan masyarakat. Tanah areal inlijving itu hanya sebagian, yaitu seluas 100 Ha. Pada saat tolak cangkul, masyarakat mengetahui bahwa Dinas Kehutanan telah menjual tanah itu kepada PT. Kwala
34
Wawancara dengan Luksen Manik selaku Sekretaris Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
88
Gunung. Setelah masyarakat mengetahui bahwa tanah tersebut telah dijual kepada PT. Kwala Gunung, masyarakat tidak setuju tanah tersebut diberikan Dinas Kehutanan kepada PT. Kwala Gunung. Ada paksaan kepada masyarakat untuk memberikan tanah mereka kepada PT. Kwala Gunung. Sebagaimana umpasa Batak yang disampaikan oleh Djabanten Damanik berkata pada pertemuan di Gereja Pokan Baru, sebagai berikut : “Baris-Baris ni gajah di rurah pangaloan, molo mangido Raja Dae so oloan. Molo so ni oloan, tubu hamagoan; molo ni oloan, ro ma pangolungoluan.” Artinya, kalau raja yang meminta, rakyat harus memberinya; kalau rakyat tidak mau menerima uang pago-pago (ganti rugi), maka rakyat akan tetap kehilangan haknya atas tanah tersebut. Ganti rugi yang diberikan oleh PT. Kwala Gunung tidak sesuai dan ada sebagian masyarakat yang tidak mendapat ganti rugi. Binahar Gultom mengaku tidak menerima ganti rugi dalam bentuk apapun dan dari pihak manapun termasuk dari PT. Kwala Gunung, padahal dia telah menyerahkan tanahnya seluas ± 3 Ha kepada PT. Kwala Gunung (Lihat Lampiran Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Binahar Gultom). Masyarakat menyetujui ganti rugi yang diberikan oleh PT. Kwala Gunung karena dipaksa dengan pernyataan bahwa hak mereka akan hangus. Muller gultom mengatakan, penyerahan tanah tidak sah karena sebagian masyarakat tidak mendapat ganti rugi dengan cara pengelompokan oleh seseorang kepada PT. Kwala Gunung. Masyarakat Parsaguan secara keseluruhan menandatangani persetujuan/kesepakatan Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
89
penyerahan tanah kepada Dinas Kehutanan, namun hanya sebagian masyarakat Parsaguan yang menandatangani bukti penyerahan tanah kepada PT. Kwala Gunung. Dalam perkembangan selanjutnya, PT. Kwala Gunung tidak menguasai dan mengusahai tanah tersebut, sehingga masyarakat sekitar lokasi mengusahai tanah tersebut. Ketika PT. Kwala Gunung melalui kuasanya, Timbul Jhonson Situmorang berdasarkan Surat Penyerahan dan Kuasa di hadapan Notaris Nomor : 130/L/2003, tanggal 14 Agustus 2003, berniat menguasai dan mengusahai tanah tersebut, masyarakat keberatan dan mengatakan kalau itu adalah tanah mereka dengan dalih kalau izin lokasi yang diberikan telah habis waktunya, sehingga PT. Kwala Gunung tidak berhak lagi atas tanah tersebut. Penguasaan kembali oleh masyarakat karena tanah tersebut diterlantarkan oleh PT. Kwala Gunung. Tindakan mereka telah dilakukan sejak terjadi perikatan ganti rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat. Masyarakat, khususnya para petani yang berasal dari Dusun Parsaguan tetap mengusahai lahan tersebut karena PT. Kwala Gunung menterlantarakan tanah tersebut. Pak Samosir mengatakan, PT. Kwala Gunung tidak melakukan pembersihan lahan. 35 Awalnya, tanaman yang ditanam adalah jagung. PT. Kwala Gunung tidak memanfaaatkan lahan sampai sekarang. Dengan kata lain, PT. Kwala Gunung telah lalai. Daripada tanah terlantar,
35
Wawancara dengan Pak Samosir, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
90
petani terus mengusahai lahan sampai sekarang. Masyarakat, khususnya dari Dusun Parsaguan seperti yang dikatakan oleh Muller Gultom menuntut kembali tanah mereka karena masyarakat tidak mempunyai lahan lagi. Tindakan nyata yang dilakukan masyarakat untuk menuntut tanah mereka kembali, yaitu dengan membentuk Forum Petani yang disebut dengan Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH). Berdasarkan asal muasal sengketa tanah di Mariah Hombang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada Bab II, tahun 1991-1993, lahan yang menjadi sengketa tersebut diklaim PT. Kwala Gunung dengan membayar ganti rugi sebesar Rp. 500 ribu dan tolak cangkul. PT. Kwala Gunung mendapatkan tanah tersebut dengan cara memaksa warga berdasarkan Izin Prinsip DPRD Simalungun dan Surat mantan Bupati Simalungun, Djabanten Damanik seluas 800 hektare. Meski tanah itu diklaim milik PT. Kwala Gunung, tapi lahan tersebut tidak diusahai. Karena tidak produktif, akhirnya beberapa bagian lahan diambil alih petani lagi untuk ditanami ubi, sawit, dan lainnya hingga saat ini. Namun ada informasi atau keterangan lain yang penulis peroleh bahwa lahan yang diklaim telah dikuasai oleh PT. Kwala Gunung hingga sekarang tidak pernah dikelola oleh perusahaan tersebut. Pada tahun 1998, Tualam Gultom dan Daulak Gultom mulai mengusahai lahan tersebut. Mereka berdua mengaku mendapat mandat dari PT. Kwala Gunung. Masyarakat yang merasa memiliki lahan tersebut marah dan terjadi pertempuran antara Tualam Gultom dan Daulak Gultom melawan masyarakat. Yang pada Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
91
akhirnya, Daulak Gultom ditangkap dan divonis 2 tahun penjara oleh aparat penegak hukum. Pada tahun 2005, terjadilah penjualbelian lahan tersebut seluas 687,5 Ha oleh oknum yang mengaku pemilik kuasa dari PT. Kwala Gunung, Timbul Jhonson Situmorang kepada berbagai pihak. Di antara pembelinya adalah Barita Doloksaribu, pengusaha lokal, marga Pardede (oknum BPN Simalungun) dan Tualam Gultom, tuan tanah yang sering menggunakan preman untuk menakuti-nakuti masyarakat. PT. Kwala Gunung melalui Tualam Gultom manakut-nakuti masyarakat agar masyarakat tidak menuntut tanah itu lagi. Masyarakat melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tk. II Simalungun dalam bentuk audiensi di bulan April 2006. Berdasarkan Berita Malam Metro TV yang ditayangkan pada Headline News Sabtu, 24 Juni 2006, pukul 22:05, ratusan petani dari dua desa di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menduduki lahan perkebunan milik PT. Kwala Gunung secara paksa. Mereka mengaku pendudukan lahan tersebut atas perintah Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik. Menurut warga, lahan seluas 678,5 hektare itu telah dicaplok PT. Kwala Gunung sejak tahun 1999. Penduduka n lahan ini berjalan mulus tanpa perlawanan, namun dengan pengawalan aparat kepolisian Resort Simalungun berpakaian preman. Aksi ini ditandai dengan pemasangan puluhan papan tanda hak milik warga yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang. Para petani juga menanam sejumlah Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
92
bibit pohon pisang. Pendudukan paksa lahan ini sebagai upaya terakhir para petani. Berbagai upaya yang mereka lakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Berulang kali mereka telah berunjuk rasa menghadap Bupati dan DPRD Simalungun. Dinas Kehutanan Simalungun serta petugas dari Biphut Wilayah II Pematang Siantar melakukan pengukuran ulang tapal batas lahan PT. Kwala Gunung di Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, yang selama ini telah banyak digarap masyarakat tanpa alas hak yang sah. Pengukuran lahan dimaksud mendapat pengawalan dari aparat Kepolisian setelah mendapat arahan langsung dari Kapolres Simalungun, AKBP Rudi Hartono di Polsek Tanah Jawa. Didampingi Kasatreskrim AKP Fadillah Zulkarnain, Kasat Intel AKP Robert Simanjuntak, Kapolsek Tanah Jawa AKP B. Turnip, Kanit Resum Aiptu M. Simbolon, Timbul Jhonson Situmorang selaku Kuasa Penuh PT. Kwala Gunung, Rudi Hartono menekankan agar aparatnya melakukan pendekatan persuasif dan menyadarkan masyarakat untuk tidak bertindak anarkis dalam menguasai lahan yang bukan haknya dan semata-mata berlandaskan bergulirnya reformasi. Namun demikian, Kapolres juga menegaskan, selain sebagai pengayom masyarakat, pihaknya memberi kepastian hukum bagi investor di daerah itu, seperti halnya kepada PT. Kwala Gunung yang akan membuka perkebunan sawit, namun mendapat hambatan dari para penggarap. AKBP Rudi Hartono juga mengatakan bahwa Polres Simalungun berkomitmen untuk penegakan dan kepastian hukum demi adanya jaminan keamanan bagi investor menanamkan modalnya di daerah ini. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
93
Sementara itu, Timbul Jhonson Situmorang selaku Kuasa Penuh PT. Kwala Gunung didampingi Humas Nazaruddin Hasibuan, Staf Jhon Parlindungan Situmorang alias Kuong menyebutkan bahwa pada tahun 1991, PT. Kwala Gunung mengajukan Surat Permohonan memperoleh lahan inlijving Kehutanan seluas 212 ha di sekitar lokasi yang ganti ruginya telah selesai dengan baik. 36 Beliau juga mengatakan bahwa semua masyarakat pemilik lahan di luar lahan inlijving telah menerima ganti rugi, hanya ilalang yang tidak diganti rugi perusahaan, sehingga tidak ada masyarakat lagi yang mengklaim itu sebagai miliknya. Timbul menyatakan bahwa alas hak PT. Kwala Gunung sangat lengkap dan disahkan seluruh instansi terkait. Lebih lanjut disebutkan bahwa berdasarkan Surat Bappeda Simalungun Nomor : 522/2034/Bppd.sim/1993, Bupati Simalungun mendukung pemanfaatan lahan produktif untuk peningkatan pendapatan daerah. Persetujuan juga diberi Gubsu pada masa itu dengan Surat Nomor 593.41/2087/K untuk lahan tersebut di atas. Namun, seiring perjalanan waktu, lahan yang belum seluruhnya diusahai, banyak diklaim dan digarap masyarakat, sehingga tapal batas milik PT. Kwala Gunung tidak jelas lagi. Untuk itulah, pihaknya membuat pengaduan ke Polres Simalungun untuk menyelidiki siapa saja yang sudah menyerobot lahan PT. Kwala Gunung untuk selanjutnya diproses hukum. Timbul mengatakan bahwa pengukuran
36
http://hariansib.com/2007/10/25/kapolres-beri-jaminan-kepastian-hukum-bagi-investor...............
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
94
diperkirakan berlangsung 10 hari hingga 2 minggu. Tim dari Dinas Kehutanan yang melakukan pengukuran, yakni Haryono, Douglas Hutabarat dan J. Damanik.
C.
Alasan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Ditentukan oleh Hukum Tindakan PT. Kwala Gunung yang menterlantarkan tanah setelah mengadakan
perikatan pembayaran ganti rugi dalam pelepasan tanah, sangat bertentangan dengan UUPA dan Peraturan Pemerintah tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998. Di dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasaan.” Dari Pasal 10 tersebut, PT. Kwala Gunung diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. Namun kenyataannya di lapangan, PT. Kwala Gunung tidak mengerjakan atau mengusahakan tanah itu, sehingga dengan pemikiran bahwa daripada tanah tersebut dibiarkan begitu saja, maka masyarakat mengusahai lahan itu dengan menanam tanaman seperti ubi, sawit, dan yang lainnya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di dalam Pasal 15 UUPA juga jelas dinyatakan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan-hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomi lemah. Dengan Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
95
demikian, PT. Kwala Gunung sebagai badan hukum wajib memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya. Tanah yang dibiarkan terlantar atau tidak diusahai, semakin lama akan menjadi hilang kesuburannya. Oleh karena itu, masyarakat mengambil inisiatif mengolah lahan itu menjadi tanah pertanian. Barangsiapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 15 UUPA di atas, dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan dan/atau denda setingggi-tingginya Rp. 10.000,-. Hal ini diatur di dalam Pasal 52 UUPA mengenai Ketentuan Pidana. Melihat pasal tersebut dan kenyataannya di lapangan, maka PT. Kwala Gunung dapat dikenakan Pasal 52 UUPA tersebut karena PT. Kwala Gunung telah melanggar ketentuan Pasal 15 UUPA. Selain itu, salah satu maksud dicantumkannya kewajiban memelihara dan menggunakan tanah secara baik seperti yang dicantumkan di dalam Pasal 15 UUPA Jo. Pasal 103 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 adalah karena tanah mempunyai fungsi sosial sesuai dengan Pasal 6 UUPA, sehingga di samping mempunyai ancaman sanksi pidana, kewajiban ini menjadi dasar untuk membatalkan keputusan pemberian hak atas tanah dan sertifikat hak atas tanah. Apabila memang benar bahwa PT. Kwala Gunung telah memperoleh Hak Guna Usaha berdasarkan data yang penulis peroleh dari Dinas Kehutanan, yaitu pada Daftar Nama-nama Perusahaan yang Memperoleh HGU Baru, meskipun pihak BPN Simalungun menyatakan bahwa Hak Guna Usaha PT. Kwala Gunung tidak ada atau Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
96
status PT. Kwala Gunung belum jelas, PT. Kwala Gunung yang menterlantarkan tanah dapat kehilangan HGU yang telah diperolehnya berdasarkan SK Gubernur Nomor 593.41/2727/K/1989, tanggal 27 September 1989 , dengan luas tanah 1.200 hektare. Di dalam Pasal 34 UUPA, salah satu penyebab hapusnya Hak Guna Usaha adalah karena tanah diterlantarkan. Dengan demikian, jelas bahwa PT. Kwala Gunung yang menterlantarkan tanah tersebut kehilangan HGU-nya. Kewajiban memelihara dan menggunakan tanah secara baik yang menjadi dasar untuk membatalkan keputusan pemberian Hak atas Tanah dan Sertifikat Hak atas Tanah seperti yang telah dijelaskan di atas, menjadi sulit dilaksanakan bila mengacu kepada ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar karena untuk ditetapkan sebagai tanah terlantar membutuhkan proses yang sangat panjang sejak identifikasi, penilaian hingga penetapan dan eksekusinya. Yang menjadi pertimbangan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar adalah sebagai berikut : a.
bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, maka setiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah wajib menggunakan tanahnya dengan melihara tanah, menambah kesuburannya, mencegah terjadi kerusakannya, sehingga lebih berdaya guna dan berhasil guna serta bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat;
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
97
b.
bahwa dalam kenyataannya masih terdapat bidang-bidang tanah yang dikuasai oleh perorangan, badan hukum atau instansi yang tidak digunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat tujuan haknya;
c.
bahwa sesuai ketentuan di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria hak atas tanah hapus dengan sendirinya apabila tanahnya diterlantarkan;
d.
bahwa berhubung dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk mengatur penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar dengan Peraturan Pemerintah
Di dalam Pasal 1 butir 5 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, yang dimaksud dengan tanah terlantar adalah tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah, pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah, tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1998 dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah ini mengatur tanah terlantar yang dikuasai dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, tanah Hak Pengelolaan, dan tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
98
Dalam Pasal 3 tentang Kriteria Tanah Terlantar disebutkan bahwa tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar, apabila tanah tersebut dengan sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya atau tidak dipelihara dengan baik. Dalam Pasal 5 ayat (1) dinyatakan bahwa Tanah Hak Guna Usaha tidak dipergunakan sesuai dengan keadaannya atau sifat tujuan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila tanah itu tidak diusahakan sesuai dengan kriteria pengusahaan tanah pertanian yang baik, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dan pada ayat (2) disebutkan bahwa jika hanya sebagian dari bidang tanah Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria tanah terlantar, maka hanya bagian tanah tersebut yang dapat dinyatakan terlantar. Berdasarkan keterangan yang penulis peroleh bahwa lahan yang belum seluruhnya diusahai, banyak diklaim dan digarap masyarakat, sehingga tapal batas milik PT. Kwala Gunung tidak jelas lagi. Dengan demikian, yang dikatakan sebagai tanah terlantar, yaitu tanah yang masih belum diusahai oleh PT. Kwala Gunung. Pada Pasal 15 mengenai Tindakan terhadap Tanah Terlantar disebutkan sebagai berikut : (1)
Tanah yang sudah dinyatakan sebagai tanah terlantar menjadi tanah yang dikuasai oleh Negara.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
99
(2)
Kepada bekas pemegang hak atau pihak yang sudah memperoleh dasar penguasaan atas tanah yang kemudian dinyatakan sebagai tanah terlantar diberikan ganti rugi sebesar harga perolehan yang berdasarkan bukti-bukti tertulis yang ada telah dibayar oleh yang bersangkutan untuk memperoleh hak atau dasar penguasaan atas tanah tersebut yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri.
(3)
Dalam hak pemegang hak atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas tanah tersebut telah mengeluarkan biaya untuk membuat prasarana fisik atau bangunan di atas tanah yang dinyatakan terlantar, maka jumlah yang telah dikeluarkan tersebut diperhatikan dalam penetapan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibebankan pada pihak yang oleh Menteri ditetapkan sebagai pemegang hak yang baru atas tanah tersebut.
Pemegang hak yang telah dinyatakan hak atas tanahnya terlantar, tetap akan diberikan ganti kerugian seperti yang tercantum pada Pasal 15 ayat (2) di atas. Tentu saja hal ini bertolak belakang dengan tujuan pembatalan hak atas tanah karena melanggar kewajiban yang telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini tidak sesuai dengan isi dan maksud dari prinsip yang ada dalam UUPA.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
BAB IV PELAKSANAAN PENUNTUTAN PENGEMBALIAN TANAH OLEH YANG TELAH DIGANTI RUGI OLEH PT. KWALA GUNUNG
A.
Risalah Umum Desa Mariah Hombang 1.
Lokasi Areal inlijving/areal reboisasi Komplek Bah Hapasuk/Bah Boluk secara geografis terletak di antara 2°53′-2°55′ Lintang Utara dan 99°14′-99°16′ Bujur Timur. Menurut pembagian wilayah administratif pemerintahan termasuk dalam wilayah desa Bosar Galugur dan desa
Mariah Hombang, Kecamatan Tanah Jawa,
Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun, Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Sedangkan menurut pembagian wilayah administrasi kehutanan, termasuk dalam wilayah Resort Polisi Hutan (RPK) Tanah Jawa, Ranting Dinas Kehutanan (RDK) Pematang Siantar, Cabang Dinas Kehutanan IV (CDK) Kabupaten Simalungun, Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara.
2.
Topografi Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia skala 1:50.000 dan hasil pengamatan di lapangan kawasan hutan ini terletak pada ketinggian antara 150 meter s.d. 300 meter dari permukaan laut, dengan keadaan
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
101
lapangan tergolong landai s.d. bergelombang dengan persentase kelerengan berkisar dari 15% s.d. 25%. 3.
Jenis Tanah Menurut peta tanah eksplorasi Sumatera bagian Utara skala 1:1.000.000 yang diterbitkan oleh Lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan tahun 1964, areal inlijving tersebut terdiri dari jenis tanah latosol dengan bahan induk batuan beku dan fisiografi volkam. Sifat tanah tersebut tergolong agak peka terhadap erosi.
4.
Iklim Menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson, tipe iklim di wilayah tersebut tergolong dalam tipe A dengan nilai antara 0 s.d. 14,3%. Data curah hujan berdasarkan Stasiun Pengamat Cuaca Pusat Penelitian Marihat tahun 1989 adalah 3.315 mm per tahun dan jumlah hari hujan adalah 203 hari per tahun. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan September, yaitu sebesar 492 mm dan terendah pada bulan Pebruari 164 mm. Untuk jelasnya, data curah hujan per bulan dan hari hujan dapat dilihat pada Tabel 1.
5.
Sosial Ekonomi 5.1. Penduduk Jumlah penduduk tahun 1989 dalam wilayah Kecamatan Tanah Jawa tercatat 126.910 jiwa dan luas wilayah 714,50 Km2. Dengan demikian, densitas penduduk adalah rata-rata 178 jiwa/Km2. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk di Kabupaten Simalungun pada tiaptiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 2.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
102
Penduduk asli daerah ini adalah suku Batak Simalungun dan suku Batak Toba, sedangkan suku Jawa, Aceh dan suku Batak dari Tapanuli Selatan adalah sebagai pendatang. Namun, bahasa Indonesia sudah dapat dimengerti seluruh masyarakat, sehingga bahasa Indonesia dipergunakan sebagai bahasa pengantar.
5.2. Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah bertani, yaitu jenis tanaman pangan seperti padi dan palawija serta tanaman keras lainnya dari jenis buah-buahan seperti durian, jeruk manis, dan lain sebagainya. Berdasarkan data produksi beras tahun 1989, Kecamatan Tanah Jawa adalah produser beras terbesar di Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun dengan angka produksi 83.134 ton, sedangkan kebutuhan pada kecamatan tersebut adalah 22.244 ton, berarti surplus 6.089 ton.
5.3. Agama Berdasarkan data pada Buku Kabupaten Simalungun dalam angka tahun 1989, penduduk Kecamatan Tanah Jawa sebahagian besar memeluk agama Kristen Protestan (47,49%). Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk menurut golongan agama di Kecamatan Tanah Jawa dapat dilihat pada Tabel 3.
5.4. Perhubungan
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
103
Lokasi kawasan hutan yang ditata batas ini dapat ditempuh melalui jalan darat dari Pematang Siantar ke Tanah Jawa sejauh ± 16 Km. Kondisi jalan ke lokasi keseluruhannya sudah diaspal beton, yang dilalui kendaraan umum setiap hari. Untuk mengetahui kondisi jalan di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Simalungun dapat dilihat pada Tabel 4.
5.5. Pendidikan dan Kesehatan Sarana pendidikan di Kecamatan Tanah Jawa pada umumnya sudah tergolong memadai karena di setiap desa sudah terdapat Sekolah Dasar (SD), sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sudah ada di Ibu Kota Kecamatan (Tanah Jawa). Sarana kesehatan juga sudah tergolong memadai karena di setiap Ibu Kota Kecamatan telah terdapat Balai Pengobatan Umum (BPU), Pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), BKIA dan Posyandu serta sarana kesehatan lainnya yang ditangani oleh dokter, bidan dan perawat, bahkan di desa Mariah Hombang telah terdapat Puskesmas Pembantu.
B.
Pelaksanaan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Telah Diganti Rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada Masyarakat Mariah Hombang
Masyarakat, melalui Forum Petani Nagori Mariah Hombang melakukan pengaduan ke DPRD Tk. II Kabupaten Simalungun dalam bentuk audiensi di bulan April 2006. Namun, hal ini tidak mendapat respon yang serius. Lalu pada hari Sabtu, 22 April 2006, unjuk rasa pertama dilakukan dengan sasaran aksi Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
104
DPRD Kabupaten Simalungun dan Pemkab Simalungun. Salah satu hasil unjuk rasa adalah janji kesediaan pihak DPRD untuk membuka ruang dialog antara rakyat, PT. Kwala Gunung, Dinas Kehutanan, BPN Kabupaten Simalungun, Camat, dan Kepala Desa. Jumat, 28 April 2006, berlangsunglah pertemuan yang dihadiri oleh Tata Pembangunan Kabupaten Simalungun, BPN Simalungun, Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun, dan Kepala Desa Mariah Hombang. Pihak camat tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut. Kesepakatan yang dicapai bahwa DPRD akan membentuk Pansus Pengembalian Tanah Rakyat. Menurut salah seorang anggota dewan bahwa izin yang dimiliki oleh PT. Kwala Gunung telah gugur demi hukum. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Dinas Kehutanan bahwa lahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan hutan Negara. Sementara menurut BPN bahwa HGU untuk PT. Kwala Gunung tidak ada. Senin, 8 Mei 2006, masyarakat kembali berunjuk rasa ke Pemkab Simalungun untuk menuntut segera pengembalian tanah kepada rakyat. Dialog antara masyarakat dan Pemkab yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan serta Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun menghasilkan jadual pertemuan yang difasilitasi oleh Pemkab antara rakyat, DPRD, dan pihak PT. Kwala Gunung satu bulan ke depan. Dialog multipihak diadakan pada hari Selasa, 6 Juni 2006. Pemkab Simalungun yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan membuka ruang dialog penyelesaian kasus tanah tersebut. Namun, pihak PT. Kwala Gunung tidak hadir, melainkan digantikan oleh PT. Dita Fumindo yang tidak diketahui asal usul dan keterlibatannya terhadap kasus Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
105
tersebut. Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun, Sabar Maruli Simarmata, mengusir perwakilan PT. Dita Fumindo dan mengecam Asisten I yang tidak konsisten dengan janjinya untuk menghadirkan pihak-pihak yang terkait kasus tersebut. Menurut informasi yang dihimpun Forum Petani Nagori Mariah Hombang, PT. Dita Fumindo mengantongi izin prinsip lokasi seluas 2000 Ha di areal tanah rakyat Mariah Hombang dan sekitarnya dari Pemkab Simalungun bulan September 2005. Izin tersebut ditandatangani oleh Bupati Simalungun Periode 2000-2005, Jhon Hugo Silalahi. Kamis, 15 Juni 2006, paling sedikit 5 (lima) buah truk yang diisi masyarakat melakukan unjuk rasa yang didampingi oleh Anggota Komisi A DPRD Tk. I Propinsi Sumut, Syamsul Hilal dari Fraksi PDIP, menuju gedung DPRD dan Pemkab Simalungun. Rakyat berhasil memaksa DPRD untuk menghadirkan Drs. Zulkarnain Damanik selaku Bupati Simalungun. Bupati berhasil dipertemukan dengan rakyat dan menyerahkan kepada rakyat untuk menduduki lahan tersebut sampai proses pengembalian tanah tersebut selesai. Aksi kali ini mendapat sokongan dari Komite Persiapan Wilayah Serikat Tani Nasional Sumatera Utara dan LSM Jagat Tanah Rakyat. Sabtu, 24 Juni 2006, ratusan petani dari dua desa di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, menduduki lahan perkebunan milik PT. Kwala Gunung secara paksa. Mereka mengaku pendudukan lahan tersebut atas perintah Bupati Simalungun, Zulkarnain Damanik. Menurut warga, lahan seluas 678,5 hektare itu telah dicaplok PT. Kwala Gunung sejak tahun 1999. Pendudukan lahan ini berjalan mulus tanpa perlawanan, namun dengan pengawalan aparat kepolisian Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
106
Resort Simalungun berpakaian preman. Aksi ini ditandai dengan pemasangan puluhan papan tanda hak milik warga yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang. Para petani juga menanam sejumlah bibit pohon pisang. Pendudukan paksa lahan ini sebagai upaya terakhir para petani. Berbagai upaya yang mereka lakukan sebelumnya tidak membuahkan hasil. Berulang kali mereka telah berunjuk rasa menghadap Bupati dan DPRD Simalungun.
C.
Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Penuntutan Pengembalian Tanah yang Telah Diganti Rugi oleh PT. Kwala Gunung
Ratusan petani Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH), Rabu, 13 Juni 2007, berunjukrasa ke DPRD Simalungun menuntut pembebasan 17 petani yang ditahan polisi dan minta penuntasan sengketa tanah antara petani dan PT. Kwala Gunung. Petani masuk ke gedung DPRD Simalungun sekitar pukul 10.00 mengendarai dua truk dan sepeda motor. Selain berorasi, petani juga membawa puluhan spanduk berukuran besar dan kecil yang intinya menuntut pihak kepolisian membebaskan 17 rekan mereka, dan pihak dewan menyelesaikan kasus sengketa tanah Mariah Hombang. Di hadapan anggota Komisi I DPRD, Feri Simarmata mengatakan, Tim penyelesaian yang dibentuk sebagai alat dari penguasa untuk mengakhiri perjuangan masyarakat. 37 Tujuh belas petani mempertahankan tanahnya, tetapi
37
http://stn-sumedang.blogspot.com/2007/06/sengketa-tanah-petani-unjukrasa-di-dprd.html.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
107
harus mengakhiri perjuangannya di balik terali besi. Dalam orasinya, Fery meminta DPRD tidak tinggal diam dan harus berpihak kepada rakyat atau petani. Dikatakan, petani selalu jadi korban tindakan represif aparat penegak hukum dalam sengketa tanah dan selalu ditindas penguasa, yang membuktikan tidak adanya perhatian Pemerintah untuk membela hak-hak petani yang dirampas penguasa. Usai pengunjuk rasa menyampaikan orasinya secara bergantian, massa FPNMH diterima salah seorang anggota Komisi I DPRD Simalungun, Sabar Maruli Simarmata beserta Kabag Tapem Pemkab Simalungun, Jonni Saragih, SIP. Aksi pengunjuk rasa mendapat pengawalan ketat pihak keamanan. Menurut Sabar Maruli Simarmata, selama ini dewan tetap berpihak kepada masyarakat. Dia menghimbau pengunjuk rasa tidak melakukan hujatan terhadap Bupati, kapolres maupun dewan. Sebab itu bisa mengurangi semangat untuk memperjuangkan aspirasi petani. Sementara
Kabag tata Pemerintahan Setda Kabupaten
Simalungun, Jonni Saragih mengatakan, penyelesaian
sengketa tanah antara
petani dan pengusaha masih masih dibahas bersama instansi terkait, sehingga para petani diharapkan bersabar. Berdasarkan pengamatan Waspada, meskipun pihak perwakilan petani telah diundang untuk bermusyawarah dengan Komisi I dan Pemkab, namun hasil pembicaraan tidak membuahkan hasil. Hal ini menimbulkan kejengkelan bagi pengunjuk rasa. Hingga pukul 17.30, massa masih terus bertahan di gedung dewan. Mereka mengatakan tidak akan keluar dari halaman kantor dewan apabila
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
108
tuntutan mereka, yakni pembebasan 17 petani yang ditahan di Polres Simalungun tidak dikabulkan. Sengketa tanah di Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun masih berlarut-larut. Penyelesaian sengketa antara masyarakat dengan PT. Kwala Gunung terbuka kemungkinan ditempuh melalui jalur hukum di Pengadilan Negeri. Bupati Simalungun, Drs. Zulkarnain Damanik, pada hari Rabu, 11 Juli 2006 menyebutkan bahwa Pemkab Simalungun bersama DPRD sudah berupaya maksimal menjembatani pertemuan antara kedua belah pihak yang terlibat sengketa tanah. Namun, solusi yang ditawarkan belum bisa diterima secara bersama-sama. Masyarakat mengklaim sebagai pemilik dan menuntut pengembalian tanah kepada pemiliknya, tetapi di sisi lain, PT. Kwala Gunung bertahan dengan alasan menguasai tanah dilengkapi dengan surat-surat penguasaan atas tanah. PT. Kwala Gunung telah bersedia mengembalikan tanah dengan syarat pengembalian ganti rugi sebagaimana sejak awal dikatakan mereka memberikan ganti rugi pembebasan tanah kepada warga. Namun, permintaan PT. Kwala Gunung itu tidak dapat dipenuhi masyarakat, sehingga permasalahan tetap saja berlarut-larut tanpa penyelesaian yang tuntas.
D.
Penyelesaian Sengketa Tanah antara Masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung
Pada hari Sabtu, 22 April 2006, pihak DPRD berjanji untuk membuka ruang dialog antara rakyat, PT. Kwala Gunung, Dinas Kehutanan, BPN Kabupaten Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
109
Simalungun, Camat, dan Kepala Desa. Jumat, 28 April 2006, berlangsunglah pertemuan yang dihadiri oleh Tata Pembangunan Kabupaten Simalungun, BPN Simalungun, Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun, dan Kepala Desa Mariah Hombang. Pihak camat tidak dapat menghadiri pertemuan tersebut. Kesepakatan yang dicapai bahwa DPRD akan membentuk Pansus Pengembalian Tanah Rakyat. Menurut salah seorang anggota dewan bahwa izin yang dimiliki oleh PT. Kwala Gunung telah gugur demi hukum. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Dinas Kehutanan bahwa lahan tersebut tidak termasuk ke dalam kawasan hutan Negara. Sementara menurut BPN bahwa HGU untuk PT. Kwala Gunung tidak ada. 38 Pada hari Senin, 8 Mei 2006, dialog antara masyarakat dan Pemkab yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan serta Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun menghasilkan jadual pertemuan yang difasilitasi oleh Pemkab antara rakyat, DPRD, dan pihak PT. Kwala Gunung satu bulan ke depan. Dialog multipihak diadakan pada hari Selasa, 6 Juni 2006. Pemkab Simalungun yang diwakili oleh Asisten I Tata Praja Pembangunan membuka ruang dialog penyelesaian kasus tanah tersebut. Namun, pihak PT. Kwala Gunung tidak hadir, melainkan digantikan oleh PT. Dita Fumindo yang tidak diketahui asal usul dan keterlibatannya terhadap kasus tersebut. Anggota Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun, Sabar Maruli Simarmata, mengusir perwakilan PT. Dita Fumindo dan mengecam Asisten I yang tidak konsisten dengan janjinya untuk
38
Wawancara dengan Hiskia Simarmata selaku Kasi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan, pada BPN Simalungun, tanggal 5 Juni 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
110
menghadirkan pihak-pihak yang terkait kasus tersebut. Menurut informasi yang dihimpun Forum Petani Nagori Mariah Hombang, PT. Dita Fumindo mengantongi izin prinsip lokasi seluas 2000 Ha di areal tanah rakyat Mariah Hombang dan sekitarnya dari Pemkab Simalungun bulan September 2005. Izin tersebut ditandatangani oleh Bupati Simalungun Periode 2000-2005, Jhon Hugo Silalahi. Untuk menyelesaikan sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung, Tim Penyelesaian Permasalahan Tanah antara Masyarakat yang Tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung di Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, telah melakukan rapat untuk membahas permasalahan dan mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tanah tersebut. Dasar pembahasan tersebut, antara lain : a.
Keputusan Bersama Bupati Simalungun dan Ketua DPRD Kabupaten Simalungun Nomor 188.45/13119 − Tapem tentang Pembentukan Tim 188.45/33
– DPRD
Penyelesaian Permasalahan Tanah antara masyarakat yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung di Nagori Mariah Hombang Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar
Galugur,
Kecamatan
Tanah
Jawa,
Kabupaten
Simalungun.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
111
b.
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/3785/K/90 Tahun 1990 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung.
c.
Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/3785/K/90 Tahun 1990 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung dan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor : 593.41/2807/K Tahun 1991, tanggal 10 Oktober 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung.
d.
Surat Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) Nomor: B/FPNMH/Team/IV-07/001 tanggal 12 April 2007, Hal: Penyelesaian Sengketa Tanah.
Pelaksanaan pembahasannya, adalah sebagai berikut : a.
Pada hari Senin, tanggal 12 Pebruari 2007, tempat Balai Data Kantor Bupati Simalungun diadakan Rapat Pembahasan Tanah Tuntutan Masyarakat Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa dengan PT. Kwala Gunung, dengan kesimpulan rapat : 1.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Bupati Simalungun dan Ketua DPRD Kabupaten Simalungun agar masing-masing
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
112
pihak mengumpulkan bukti-bukti otentik dan kelengkapan berkas tentang kepemilikan tanah yang sedang dipermasalahkan. 2.
Akan diadakan rapat lanjutan untuk mengidentifikasi bukti-bukti dan kelengkapan berkas dari masing-masing pihak.
3.
Supaya Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) melengkapi surat kuasa para petani/warga kepada forum untuk legalitas dalam penyelesaian masalah ini.
b.
Pada hari Senin, tanggal 30 April 2007, tempat Ruang Kerja Komisi I DPRD
Kabupaten
Simalungun,
diadakan
Rapat
Konsultasi
Permasalahan Tanah Tuntutan Masyarakat Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa dengan PT. Kwala Gunung, dengan kesimpulan agar diberikan pencerahan kepada masyarakat terkait dengan status tanah yang dipermasalahkan.
c.
Pada hari Selasa, tanggal 1 Mei 2007, tempat Balai Data Kantor Bupati Simalungun, diadakan Rapat Tindak Lanjut Pembahasan Tanah Tuntutan Masyarakat Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa dengan PT. Kwala Gunung, dengan kesimpulan : 1.
Tim menghargai dan mengakui hak keperdataan yang dimiliki oleh PT. Kwala Gunung atas tanah-tanah yang telah pernah
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
113
diganti rugi oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat, dan areal eks inliving seluas 687,50 Ha berdasarkan pengganti dana reboisasi yang dilakukan PT. Kwala Gunung kepada Kantor Wilayah/Departemen Kehutanan Sumatera Utara. 2.
Tim
akan
mensosialisasikan
permasalahan
ini
kepada
masyarakat, terkait dengan status kepemilikan dan dasar-dasar kepemilikan tanah. 3.
Bahwa PT. Kwala Gunung bersedia menyerahkan tanah tersebut kembali kepada masyarakat yang telah diganti rugi tanahnya sebelumnya dan menginginkan kembali tanah tersebut, dengan catatan masyarakat mengembalikan dana ganti rugi yang telah dibayarkan oleh PT. Kwala Gunung dengan perbandingan kurs yang berlaku sekarang.
4.
Berdasarkan pernyataan kuasa PT. Kwala Gunung bahwa pihak mereka telah terlebih dahulu menawarkan proses ganti rugi/pengalihan hak atas tanah yang dipermasalahkan kepada masyarakat,
tetapi
tidak
menemui
kesepakatan.
Pada
perkembangan terakhir, sebagian dari tanah dimaksud mereka alihkan kepada pihak lain (“Pengusaha Lokal”).
d.
Pada hari Senin, tanggal 14 Mei 2007, tempat Kantor Camat Hutabayu Raja diadakan Rapat Sosialisasi Permasalahan Tanah Tuntutan Masyarakat Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja dan
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
114
Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa dengan PT. Kwala Gunung, dengan kesimpulan : 1.
Masyarakat bersedia untuk mengembalikan dana ganti rugi yang dibayarkan
dulunya
oleh
PT.
Kwala
Gunung
kepada
masyarakat. 2.
Tim Penyelesaian Permasalahan Tanah antara masyarakat yang tergabung dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung di Nagori Mariah Hombang Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar Galugur Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun, akan memfasilitasi musyawarah antara masyarakat dengan kuasa PT. Kwala Gunung mengenai besaran pengembalian ganti rugi tanah yang akan dilakukan.
e.
Pada hari Jumat, tanggal 13 Juli 2007 tempat Balai Data Kantor Bupati Simalungun, diadakan Rapat Tindak Lanjut Pembahasan Permasalahan Tanah Tuntutan Masyarakat Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja dan Nagori Bosar Galugur, Kecamatan Tanah Jawa dengan PT. Kwala Gunung.
Sementara itu, kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian yang terjadi pada hari Kamis, 19 April 2007, terhadap masyarakat yang tengah berjuang untuk mendapatkan hak atas tanahnya di perladangan masyarakat Nagori Mariah Hombang, Kecamatan Huta Bayu Raja, yang mengakibatkan 20 (dua puluh) Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
115
petani mengalami luka-luka dan sedikitnya 16 (enam belas) orang petani laki-laki serta 2 (dua) orang petani perempuan ditahan di Mapolres Simalungun. Mereka adalah anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH), salah satu jaringan Serikat Tani Nasional di Kabupaten Simalungun, dinilai bertentangan dengan semangat kesepakatan antara Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditandatangani pada Rabu 14 Maret 2007 tentang "Penanganan Masalah Pertanahan". Penandatanganan yang dilakukan oleh Bapak Joyo Winoto, Ph.D selaku Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan Jenderal Polisi Drs. Sutanto selaku Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menggariskan beberapa komitmen sebagai berikut : 1.
Menyamakan persepsi dalam rangka menjabarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan penanganan kasus pertanahan yang berindikasi tindak pidana.
2.
Mengembangkan komunikasi dua arah dan meningkatkan koordinasi dalam menangani kasus pertanahan.
3.
Menyelesaikan masalah-masalah pertanahan yang merupakan tindak pidana sesuai dengan kewenangan bidang tugas masing-masing.
Serikat Tani Nasional meminta kepada pihak Markas Besar Kepolisian RI untuk mengusut secara seksama tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian pimpinan AKP. Sudiono dan rombongan masyarakat sipil yang disewa Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
116
pengusaha lokal Helarius Gultom dan Barita Doloksaribu. Mengingat pada pukul 17.35 WIB AKP Sudiono memerintahkan penangkapan terhadap masyarakat yang berada di ladang dan melakukan tindakan pembiaran ketika kelompok masyarakat sipil sewaan melakukan pemukulan dan tindak kekerasan lainnya kepada petani FPNMH. Serikat Tani Nasional juga mendesak kepada Komnas HAM agar segera melakukan pemantauan ke Mariah Hombang terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan pihak kepolisian atas kekerasan terhadap petani anggota FPNMH. Serikat Tani Nasional mendukung dengan penuh upaya perjuangan hak atas tanah Forum Petani Nagori Mariah Hombang dan menyerukan kepada segenap anggota agar tetap menghimpun diri dalam kebersamaan guna menghadapi tindakan yang tidak bertanggung jawab dari mereka yang tidak menginginkan masyarakat mendapatkan haknya. Berdasarkan pantauan langsung di lapangan oleh anggota DPRD baru-baru ini diketahui bahwa perkembangan permasalahan sudah menimbulkan persoalan baru mengarah konflik horizontal sesama warga ditandai dengan bentrok massal dan puluhan pelaku kerusuhan sudah diamankan Polres Simalungun, gangguan terhadap kelancaran usaha masyarakat karena sebagian ruas jalan dipasang portal (palang), sehingga produksi tanaman di sepanjang jalan itu tidak dapat dipanen. Membiarkan persoalan tanah tetap dalam posisi sengketa antara masyarakat Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung dikhawatirkan akan semakin memperkeruh suasana yang pada akhirnya keadaan menjadi chaos di sekitar lokasi. Zulkarnain Damanik mengatakan bahwa bupati sebagai pemimpin kabupaten, memproteksi dan melindungi seluruh kepentingan masyarakat, Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
117
sehingga tidak bisa merasa apriori atau berpihak terhadap satu kelompok tertentu. Penyelesaian persoalan masih tetap saja mengalami jalan buntu, dan penetapan status tanah berkekuatan hukum hanya didapati melalui keputusan di Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, dalam upaya penyelesaian permasalahan kemungkinan akan ditempuh melalui jalur hukum. Beliau juga menyatakan bahwa eksekutif dan legislatif hanya sebagai fasilitator dan menjembatani proses penyelesaian masalah secara arif dan bijaksana tanpa tindakan kekerasan. Selama proses penyelesaian, diharapkan semua pihak yang terlibat sengketa supaya menghindari perbuatan anarkis hingga memperkeruh keadaan. Mengenai penyelesaian sengketa tanah juga telah diatur di dalam SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593/16330, tanggal 25 November 1998, Hal : Sengketa Tanah di Daerah Sumatera Utara, yang ditujukan kepada Pangdam I/BB, Kapolda Sumut, dan Pimpinan Perusahaan Negara atau Swasta. Sehubungan dengan banyaknya kasus sengketa tanah di daerah Sumatera Utara yang sebagian besar telah dilaporkan dan sedang ditangani Tim Penertiban sengketa Tanah Kantor Gubsu, yang pada umumnya tanah objek sengketa tersebut oleh masyarakat semula diduga adalah tanah rakyat yang dikuasai secara tidak wajar oleh oknum-oknum pejabat dan pengusaha di masa Orde Baru. Hal ini telah menimbulkan keresahan yang sangat luas di kalangan rakyat, terutama para petani. Untuk itu, sesuai permintaan delegasi masyarakat, diminta agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat membantu dan memberikan jaminan keamanan kepada petani yang :
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
118
a.
akan mengerjakan lahan kosong yang yang masih di dalam keadaan silang sengketa dengan masyarakat dan belum dapat terselesaikan urusannya.
b.
akan mengerjakan kembali lahan yang telah dikuasai oleh pihak lain dengan ketentuan tidak melakukan perusakan dan penjarahan terhadap tanaman yang telah ada menunggu penyelesaian administratif yang bersifat final.
c.
Hal-hal yang bersifat teknis dalam pemanfaatan lahan tersebut dan administrasi, pemakaiannya disepakati secara tertulis dengan pihak terkait.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
119
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan PT. Kwala Gunung atas kuasanya, Saudara Timbul Jhonson Situmorang
berdasarkan Surat Penyerahan dan Kuasa di hadapan Notaris Nomor : 130/L/2003 tanggal 14 Agustus 2003 mempunyai hak keperdataan atas lahan masyarakat yang telah diganti rugi dan areal eks inlijving seluas ± 687,50 Ha, yang telah dikembalikan pengganti dana reboisasi kepada Bendaharawan Rutin Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara, yang diperoleh berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/3785/K/90 Tahun 1990 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung dan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung. Dengan pelepasan hak atas tanah tersebut, maka masyarakat tidak mempunyai alasan/dasar hukum untuk menguasai dan mengusahai lahan dimaksud. PT. Kwala Gunung mempunyai hak keperdataan atas tanah yang telah diganti rugi kepada masyarakat, yang diperoleh berdasarkan Izin Lokasi yang
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
120
diberikan oleh Gubernur Sumatera Utara dan ditindaklanjuti dengan pemberian ganti rugi atas tanah dan tanaman masyarakat. Masyarakat tidak mempunyai dasar atas kepemilikan lahan tersebut. Sampai saat ini, legalitas kebenaran
Forum Petani
Nagori Mariah Hombang (FPNMH) untuk mewakili kepentingan petani/warga tidak kuat karena tidak ada surat kuasa khusus yang diberikan oleh petani/warga sesuai yang diharuskan pada rapat tanggal 12 Pebruari 2007. Bahwa sewajarnya masyarakat yang menginginkan lahan tersebut, terlebih dahulu memberikan ganti rugi kepada PT. Kwala Gunung. Terhadap keinginan penguasaan tanah oleh masyarakat dilakukan setelah melakukan ganti rugi kepada PT. Kwala Gunung melalui musyawarah secara langsung antara masyarakat yang berhak dengan PT. Kwala Gunung yang difasilitasi oleh Camat Hutabayu Raja dan Pangulu Mariah Hombang. Bila dalam jangka waktu yang telah ditentukan pihak masyarakat tidak beritikad baik dalam memberi ganti rugi, maka pihak PT. Kwala Gunung dapat menguasai lahan dimaksud dan/atau mengalihkannya kepada pihak lain.
B.
Saran Terhadap permasalahan atau sengketa tanah yang menyangkut izin lokasi ini,
penulis memberikan beberap saran, yaitu penanaman pengertian secara benar dan proporsional kepada setiap penerima izin lokasi/pencadangan tanah tentang hak, kewajiban dan wewenang yang dimiliki menjadi penting bagi para pihak yang
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
121
membutuhkan tanah. Perhatian lebih diutamakan kepada pihak ekonomi lemah guna melindungi hak dan keberadaannya di atas tanah yang telah dikuasainya sebagaimana diamanatkan oleh UUPA. Sinkronisasi program dan keteguhan memegang komitmen pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa merugikan pihak lain. Kesungguhan pemahaman dan kepatuhan memegang teguh peraturanperaturan
yang
berlaku
menjadi
salah
satu
kunci
penyelesaian
izin
lokasi/pencadangan tanah secara lebih sempurna dan tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Adanya Rencana Tata Ruang Wilayah yang memberikan arahan peruntukan menjadi penting untuk segera disusun. Perlu penyebarluasan pemahaman tentang hak, kewajiban dan wewenang yang dimiliki bagi para investor yang membutuhkan tanah. Agar hak dan perlindungan para pihak ekonomi lemah/pemilik tanah mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, sehingga akan mengurangi dampak negatif akibat izin lokasi dan pembebasan tanah, yaitu terhindar adanya keresahan masyarakat. Agar para pihak yang terlibat dalam proses penertiban izin lokasi memegang komitmen perencanaan pembangunan yang telah disetujui dengan menciptakan sekecil mungkin vested interestnya, dan memegang teguh peraturan-peraturan yang berlaku. Juga disarankan agar Pemerintah Daerah Tingkat II segera menyusun dan menyiapkan Rencana Tata Ruang Wilayah masing-masing guna dapat mengendalikan arahan peruntukan penggunaan tanah. Dalam menguasai dan mengusahai kembali tanah tersebut, agar PT. Kwala Gnung memperhatikan dan menghargai tanam-tanaman yang ditanam oleh masyarakat ketika tanah tersebut belum dimanfaatkan oleh PT. Kwala Gunung. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
122
Apabila PT. Kwala Gunung hendak mengalihkan haknya atas tanah tersebut, PT. Kwala Gunung harus memprioritaskan masyarakat yang sebelumnya telah memberikan tanah tersebut kepada PT. Kwala Gunung dengan ganti rugi. Dalam menyelesaikan penguasaan dan pengusahaan tanah tersebut oleh PT. Kwala Gunung kepada masyarakat harus dilakukan dengan prinsip-prinsip musyawarah serta memperhatikan kepentingan masing-masing. Apabila musyawarah untuk mufakat tidak ditempuh, disarankan agar masyarakat menempuh jalur hukum. Oleh karena itu, Pemkab Simalungun diharapkan dapat menjembatani penyelesaian permasalahan untuk menghindari perselisihan sesama warga yang kian menajam, semua pihak termasuk LSM diharapkan tidak melakukan tindakan terutama yang bernada menghasut massa, sehingga berbuat anarkis. Pemkab Simalungun bersama instansi terkait diminta dalam waktu yang tidak lama melakukan sosialisasi proses penuntutan hak atas tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya adalah untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang proses
kepemilikan dan mempertahankan hak atas tanah. Sedangkan PT. Kwala Gunung yang selama ini menguasai tanah berdasarkan Surat Persetujuan Prinsip dari Gubernur Sumatera Utara, apabila tidak melanjutkan usahanya di lokasi tersebut, diharapkan dapat mengembalikan tanah kepada Pemerintah dengan ketentuan yang berlaku, misalnya dengan mengajukan ganti rugi. Penguasaan tanah oleh Pemerintah dinilai akan mempermudah penyelesaian sengketa karena pendistribusian tanah oleh Pemerintah sendiri sudah lebih gampang diserahkan kepada yang berhak menerimanya. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
123
Berkaitan dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap masyarakat yang menuntut haknya, maka penulis mengharapkan kepada pihak kepolisian agar memberikan perlindungan hukum kepada korban konflik agraria antara masyarakat petani Nagori Mariah Hombang dengan PT. Kwala Gunung yang telah melimpahkan secara sepihak kewenangannya pada pengusaha lokal bernama Helarius Gultom dan Barita Doloksaribu. Perlindungan hukum menjadi sedemikian
penting
mengingat
sengketa
ini
telah
diupayakan
menuju
penyelesaiannya oleh pihak Pemkab Simalungun dan Pansus Tanah DPRD Simalungun. Penulis juga mengharapkan kepada pihak BPN, baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kotamadya, agar segera mengakomodasi penyelesaian konflik agraria Nagori Mariah Hombang dengan mengutamakan keadilan bagi masyarakat miskin dalam Program Pembaruan Agraria Nasional yang hendak di jalankan di Kabupaten Simalungun, Propinsi Sumatera Utara.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
124
DAFTAR PUSTAKA
Bahry, Zainal, S.H. 1993. Kamus Umum Khususnya di Bidang Hukum dan Politik. Angkasa Bandung : Bandung.
Collin, P.H. 2000. Dictionary of Law. Third Edition. Peter Collin Publishing : London.
Harsono, Boedi. 1999. Hukum Agraria Indonesia. Jilid I Hukum Tanah Nasional. Djambatan : Jakarta.
Hasan Basri Nata Menggala dan Sarjita S.H., M.Hum. 2005. Pembatalan dan Kebatalan Hak atas Tanah, Edisi Revisi. Tugu Jogja : Yogyakarta.
Kalo,
Syafruddin. 2004. Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Kepentingan Umum. Pustaka Bangsa Press : Jakarta.
untuk
Murad, Rusmadi, S.H. 1999. Penyelesaian Sengketa Hukum atas Tanah. Alumni : Bandung.
Parlindungan, A.P. 1993. Pencabutan dan Pembebasan Hak atas Tanah : Suatu Perbandingan. Mandar Maju : Bandung.
Ranuhandoko, I.P.M., B.A. 1996. Terminologi Hukum Inggris-Indonesia. Sinar Grafika : Jakarta.
Sarjita, S.H., M.Hum. 2005. Masalah Pelaksanaan Urusan Pertanahan dalam Era Otonomi Daerah. Cet 10. Tugu Jogja Pustaka : Yogyakarta.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
125
Peraturan Perundang-undangan Undang–undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang–undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di atasnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun Pendayagunaan Tanah Terlantar.
1998
tentang
Penertiban
dan
Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1985 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1979 tentang Tim Koordinasi Penanganan Masalah Pertanahan.
Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993, digantikan oleh Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, kemudian digantikan oleh Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pedoman-pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuanketentuan mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 tentang Ketentuanketentuan mengenai Tata Cara Pembebasan Tanah. Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
126
Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Nomor 593.41/2807/K Tahun 1991 tentang Izin Lokasi/Penyediaan Tanah untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Kwala Gunung.
Surat Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara Nomor 275/II/Kwl-5/1992 tentang Pengukuran Lahan Inlijving/Areal Reboisasi.
Wawancara Wawancara dengan Hiskia Simarmata selaku Kasi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan pada BPN Simalungun, tanggal 5 Juni 2007.
Wawancara dengan Edward Pangaribuan selaku Staf Pegawai pada Balai Pengukuran dan Perpetaan Dinas Kehutanan Wilayah II Pematang Siantar, tanggal 28 Agustus 2007.
Wawancara dengan Luksen Manik selaku Sekretaris Desa Mariah Hombang, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Wawancara dengan Pak Samosir, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Wawancara dengan Muller Gultom, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Wawancara dengan W. Manurung, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007. Wawancara dengan Binahar Gultom, warga Dusun Parsaguan, Kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun, tanggal 29 Agustus 2007.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
127
Internet http://www.go.id/majalahparlementaria/index.php?option=com_content&task=blogca tegory&id=32&Itemid=32-16K
http://dpr.go.id/majalahparlementaria/index.php?option=com_content&task=view&id =24&Itemid=31
http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/06/sumatera-utara-kronik...
http://bantors-media.blogspot.com/2007/07/sidang-lanjutan-17-terdakwa-mariah...
http://binadesa.or.id/index2.php?option=com_content&do-pdf=1&id=50-
http://serikat-tani-nasional.blogspot.com/2007/08/sumatera-utara-17-petani...
http://hariansib.com/2007/10/25/kapolres-beri-jaminan-kepastian-hukum...
http://stn-sumedang.blogspot.com/2007/06-sengketa-tanah-petani-unjukrasa-di-dprd.
Surat Kabar Posmetro Siantar, tanggal 21 April 2007 yang berjudul Palang Jalan Picu Konflik Petani-PT. Kwala Gunung.
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009
128
Irianti Sitinjak : Penuntutan Pengembalian Tanah Yang Telah Diganti Rugi Oleh PT. Kwala Gunung Kepada Masyarakat Mariah Hombang, 2007. USU Repository © 2009