Penulis Rulam Ahmadi
1
Ensiklopedi Adm. Publik (Premium). Iuran Rp.1.000; per kutipan lengkap dengan sumber pustaka. Minimal 6 kutipan. Caranya, kirim kode nomor urut dari kutipan yang diinginkan ke
[email protected]. Nomor rekening BANK menyusul. Kontak: 081939483377. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
[definisi]Administrasi adalah keseluruhan proses pelaksanaan keputusan-keputusan yang telah diambil dan diselenggarakan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007: 4). [definisi]Administrasi pembangunan adalah suatu administrasi negara yang bisa berperan sebagai agen perubahan atau pengelola perubahan (Tjokroamidjojo, 1988: 38). [definisi]Administrasi pembangunan yaitu seluruh usaha yang dilakukan oleh suatu negara bangsa untuk bertumbuh, berkembang, dan berubah secara sadar dan terencana dalam semua segi kehidupan dan penghidupan negara bangsa yang bersangkutan dalam rangka mencapai tujuan akhirnya (Siagian, 2007: 5). [definisi]Akuntabilitas dalam penyelenggaraan publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelengaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada dalam masyarakat. Nilai dan norma pelayanan yang berkembang dalam masyarakat tersebut diantaranya meliputi transparansi pelayanan, prinsip keadilan, jaminan penegakan hukum, hak asasi manusia dan orientasi pelayanan yang dikembangkan bagi masyarakat pengguna jasa (Dwiyanto, 2002: 57). [definisi]Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih rakyat. Kinerja organisasi publik tidak hanya bias dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal, seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan organisasi itu dianggap benar sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat (Dwiyanto, 2002: 51). [definisi]Akuntabilitas publik merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau wewenang untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban (Widodo, 2008: 75). [definisi]Analisis kebijakan adalah evaluasi sistematis yang berkenaan dengan fisibilitas teknis dan ekonomi serta viabilitas politis alternatif kebijakan, strategi implementasi kebijakan, dan adopsi kebijakan. Analis kebijakan yang baik mengintegrasikan informasi kualitatif dan kuntitatif, mendekati permasalahan dari berbagai persfektif, dengan menggunakan metode yang sesuai untuk menguji fisibilitas dari opsi yang ditawarkan (Patton dan Savicky dalam Nugroho, 2009: 217-218).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
2
[definisi]Analisis kebijakan merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan secara konseptual tidak termasuk menggumpulkan informasi (Dunn, 1999: 118). [definisi]Budaya didefinisikan oleh Hofstede (1991) sebagai program mental yang berpola pikiran (thinking), perasaan (feeling), dan tindakan (action) atau disebut dengan “software of the mind” (Hofstede, 1991: 4). [definisi]Budaya organisasi adalah cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi. Ada tiga hal yang menjadi ciri-ciri dari budaya organisasi, yaitu: 1) dipelajari, 2) dimiliki bersama, dan 3) diwariskan dari generasi ke generasi (Elliot Jacques dalam Nimran, 2004: 134). [definisi]Budaya organisasi adalah sistem dari shared values, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk mendapatkan normanorma perilaku (Noe dan Mondy, 1993: 235). [definisi]Budaya organisasi mengacu pada kebersamaan pengertian yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi yang lain (Robbins, 2001: 60). [definisi]Budaya organisasi merupakan sebuah pola kebersamaan asumsi-asumsi dasar yang dikembangkan oleh kelompok dalam mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang ternyata bekerja cukup baik sehingga dianggap benar, dan oleh karenanya diajarkan kepada anggotaanggota baru sebagai suatu cara yang tepat untuk dipersepsi, dipikirkan, dan dirasakan dalam hubungannya dengan pemecahan masalah tersebut di atas (Schein, 1997: 12). [definisi]Budaya organisasi sebagai persepsi umum, kepercayaan, nilai yang dipegang oleh anggota suatu organisasi, yang berupa seperangkat karakteristik yang merupakan nilai organisasi (Robbins, 1994: 246). [definisi]Budaya organisasi sebagai sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada disetiap organisasi. Kultur organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitas tergantung dari sifat nilai-nilai, keyakinan dan norma-norma yang dianut (Gibson, 1997: 372). [definisi]Budaya sebagai suatu konsep berakar dari kajian atau disiplin ilmu Antropologi; yang oleh Killman et. al diartikan sebagai Falsafah, ideologi, nila-nilai, anggapan, keyakinan, harapan, sikap dan norma yang dimiliki bersama dan mengikat suatu masyarakat (Killman et al dalam Nimran, 2004: 134). [definisi]Dekonsentrasi adalah penugasan kepada pejabat atau dinas yang mempunyai hubungan hirarki dalam suatu badan pemerintahan untuk mengurus tugas-tugas tertentu yang disertai hak untuk mengatur
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
3
dan membuat keputusan dalam maslah-masalah tertentu, pertanggungjawaban terakhir tetap pada badan pemerintahan yang bersangkutan (Philipus M. Hadjon dalam Tutik, 2006: 181). [definisi]Desentralisasi adalah transfer atau perencanaan, pengambilan keputusan, atau otoritas administratif dari pemerintah pusat untuk organisasinya lapangan, unit administratif lokal, organisasi otonom dan parastatal setengah, pemerintah daerah, atau organisasi nonpemerintah (Rondinelli and Cheema: 1983: 18). [definisi]Desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusta kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat ke publikyang dilayani (M. Turner dan D. Hulme dalam Rosyada et al., 2005: 150). [definisi]Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah, baik dalam bentuk satuan teritorial maupun fungsional. Satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah diserahi dan dibiarkan mengatur dan mengurus sendiri sebagian urusan pemerintahan (Philipus M. Hadjon dalam Tutik, 2006: 185). [definisi]Desentralisasi merupakan sebagai transfer tanggng jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian pemerintah pusat, unit yang ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonom, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba (Rondinelli dalam Rosyada et al., 2005: 150). [definisi]Desentralisasi untuk menunjukkan adanya proses perpindahan kekuasaan politik, fiskal dan administrasi kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh karena itu yang terpenting adalah adanya pemerintah daerah yang terpilih melalui pemilihan lokal (elected sub-national government) (Shahid Javid Burki dkk. dalam Rosyada et al., 2005: 150). [definisi]Desentralisasi/Istilah desentralisasi untuk menunjukan adanya proses perpindahan kekuasaan politik, fiskal dan administrasi kepada unit pemerintah sub nasional. Oleh karena itu yang terpenting adalah adanya pemerintah daerah yang terpilih melalui pemilihan local (Shahid Javid Burki dkk. dalam Rosyada, 2005: 150). [definisi]Desentralisasi/Yang dimaksud dengan desentralisasi adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusta kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat ke public yang dilayani (M. Turner dan D. Hulme dalam Tutik, 2006: 151). [definisi]Diferensiasi adalah proses dimana suatu organisasi mengalokasikan orang dan sumber daya untuk tugas-tugas organisasi dan menetapkan tugas dan hubungan otoritas yang memungkinkan organisasi untuk mencapai tujuannya (Jones, 1995: 50).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33. 34.
35.
36.
4
[definisi]Dinamika atau perubahan sebagai derajat perubahan dan ketidakstabilan lingkungan yang sulit diramalkan. Lingkungan bisnis yang selalu berubah bisa terjadi karena perubahan peraturan, teknologi, permintaan konsumen dan atau standar kompetisi (Luo, 1999: 42). [definisi]Disebut negara kesatuan apabila kekuasaan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan Pemerintahan Pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari Badan Legislatif Pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk otonomi yang luas (Tutik, 2006: 177-178). [definisi]Diskresi administrasi adalah administrator bebas untuk membuat pilihan yang menentukan bagaimana kebijakan akan diterapkan. Diskresi administrasi adalah hasil aksi antara politik dan administrasi) (Chandler dan Plano dalam Hessel, 2005: 43). [definisi]Diskresi secara konseptual merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh administrator untuk menyelesaikan kasus tertentu yang tidak atau belum diatur dalam regulasi yang baku (Dwiyanto dalam Hessel, 2005). [definisi]Dua konsep inovasi yaitu: 1) Keinovativan dan 2) Kapasitas untuk berinovasi. Keinovativan adalah fikiran tentang keterbukaan untuk gagasan baru sebagai sebuah aspek kultur perusahaan. Sedangkan kapasitas untuk berinovasi adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan atau menerapkan gagasan, proses, atau produk baru secara berhasil. Keinovativan dapat juga diterjemahkan sebagai kultur suatu perusahaan. Keinovativan ini dapat dilihat dari bagaimana sikap suatu perusahaan terhadap adanya suatu inovasi (Hurley and Hult, 1998: 44). [definisi]Efektivitas dinilai sebagai suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki (Gie, 1981: 37). [definisi]Efektivitas menurut ukuran berapa jauh sebuah organisasi berhasil mencapai tujuan yang layak dicapai. Efektivitas organisasi dapat dipandang sebagai batas kemampuan organisasi mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan operasi dan operasionalnya (Steers, 1985: 205). [definisi]Efektivitas organisasi sebagai tingkat sejauh mana organisasi berhasil mencapai tujuannya (Amitai Etzioni ,1989: 12). [definisi]Efektivitas sebagai pemanfaatan sumber daya manusia, dana, sarana, dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan mutu tertentu tepat pada waktunya (Siagian, 1996: 21-22). [definisi]Efektivitas sebagai usaha mencapai keuntungan maksimal bagi organisasi dengan segala cara (Katz dan Kahn dalam Steers, 1985: 54). [definisi]Efektivitas secara sederhana yaitu dapat diartikan ”tepat sasaran”, yang juga lebih diarahkan pada aspek kebijakan, artinya program-program pembangunan yang akan dan sedang dijalankan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45. 46. 47.
48.
5
ditujukan untuk memperbaiki kualitas kehidupan rakyat yang benarbenar memang diperlukan untuk mempermudah atau menghambat pencapaian tujuan yang akan dicapai (Suryokusumo, 2008:14). [definisi]Efektivitas yaitu tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi (Ratminto dan Winarsih; 2005:174). [definisi]Ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari manusia mencukupi kebutuhan hidupnya, meningkatkan kesejahteraan hidupnya baik secara individu maupun kelompok (Wiryohandoyo dkk, 1998: 51). [definisi]Evaluasi adalah suatu proses analisa yang mencakup analisis rancangan dan konsep intervensi, monitoring pelaksanaan program dan penilaian kegunaan program (Wibawa, 1994: 121). [definisi]Faktor adalah sesuatu hal (keadaan, peristiwa) yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995: 273). [definisi]Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut (S. O. Olsen dan Dover dalam Tjiptono. 2000: 61). [definisi]Harapan merupakan perkiraaan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan di terimanya (Zeithamil, et al. 1993 dalam Tjiptono 1997: 28). [definisi]Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mereka mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja tersebut (Olsen dan Doren dalam Tjiptono 2006: 61). [definisi]Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut (S. O. Olsen dan Dover dalam Tjiptono, 2000: 61). [definisi]Hierarki adalah klasifikasi orang sesuai dengan kewenangannya dan peringkat (Jones, 1995: 55). [definisi]Hierarki adalah klasifikasi orang-orang berdasarkan otoritas dan pangkat (Tachjan, 2006: 99). [definisi]Iklim organisasi merupakan serangkaian sifat lingkungan kerja yang dinilai langsung ataupun tidak langsung oleh karyawan, yang dianggap menjadi kekuatan utama dalam mempengaruhi perilaku karyawan (Gibson, Ivancevich, and Donelly (1985: 702). [definisi]Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya keputusan tersebut berbentuk undang-undang namun bisa juga berupa perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting ataupun keputusan badan peradilan, dimana pada umumnya keputusan itu mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, tujuan yang dicapai, dan berbagai cara untuk mengatur proses implementasinya (Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Wahab, 1991: 54).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
6
[definisi]Implementasi adalah sebuah proses interaksi antar penentuan tujuan dan tindakan untuk mencapai tujuan tersebut (Pressman dan Wildavsky dalam Parsons, 2005: 466). [definisi]Implementasi adalah suatu proses yang melibatkan sejumlah sumber yang termasuk manusia, dana, dan kemampuan organisasional yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta (individu atau kelompok) (Widodo, 2008: 88). [definisi]Implementasi kebijakan adalah tahap pembuatan keputusan diantara pembentukan sebuah kebijakan – seperti halnya pasal-pasal sebuah undang-undang legislatif, pengeluaran sebuah peraturan eksekutif, pelolosan keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan – dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat yang mempengaruhi beberapa aspek kehidupannya (Nogi, 2003: 1-2). [definisi]Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang (Nugroho, 2004: 158). [definisi]Implementasi kebijaksanaan negara sebagai tindakantindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 1991: 51). [definisi]Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator sebagai berikut: 1. indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Masukan dapat berupa dana, sumber daya manusia, informasi, dan kebijakan atau peraturan perundang-undangan, 2. indikator keluaran (outputs), adalah sesuatu yang dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan atau non fisik berdasarkan masukan yang digunakan, 3. indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang juga merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat, 4. indikator manfaat (benefits), adalah sesuatu yang berkaitan dengan tujuan akhir dan pelaksanaan kegiatan, 5. indikator dampak (impacts), adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan (LAN-RI dalam Pasolong, 2008: 177). [definisi]Inovasi adalah sebagai praktek, maupun materi yang dianggap baru oleh unit adopsi yang relevan (Duncan dan Holbek dalam Hurley dan Hult, 1998: 44). [definisi]Inovasi produk sebagai suatu proses dalam membawa teknologi baru untuk digunakan. Inovasi produk menunjuk pada pengembangan dan pengenalan inovasi produk atau dikembangkan yang berhasil di pasaran. Inovasi produk dapat berupa perubahan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
7
desain, komponen, dan arsitektur produk (Galbraith, 1973 dan Schon, (1967) dalam Lukas dan Ferrell, 2000: 240). [definisi]Inovasi sebagai implementasi yang sukses dari sebuah ide yang kreatif dalam sebuah organisasi (Amabile et al. (1996) dalam Hurley dan Hult, 1998: 44). [definisi]Inovasi sebagai sebuah mekanisme perusahaan untuk beradaptasi dalam lingkungan yang dinamis (Hurley dan Hult (1998) dalam Wahyono 2002: 28). [definisi]Inovasi secara klasik yaitu merupakan konsep yang luas yang antara lain adalah implementasi dari ide-ide baru, produk ataupun proses (Thompson dalam Hurley dan Hult, 1998: 44). [definisi]Inovasi/Dua konsep inovasi yaitu: 1) Keinovativan dan 2) Kapasitas untuk berinovasi. Keinovativan adalah fikiran tentang keterbukaan untuk gagasan baru sebagai sebuah aspek kultur perusahaan. Sedangkan kapasitas untuk berinovasi adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan atau menerapkan gagasan, proses, atau produk baru secara berhasil. Keinovativan dapat juga diterjemahkan sebagai kultur suatu perusahaan. Keinovativan ini dapat dilihat dari bagaimana sikap suatu perusahaan terhadap adanya suatu inovasi (Hurley and Hult, 1998: 44). [definisi]Inovasi/Istilah daya inovasi sebagai tingkat kecepatan individu dalam mengadopsi ide-ide baru dibandingkan anggotaanggota lain dalam suatu sistem (Rogers dalam Hadjimanolis (2000: 237). [definisi]Istilah publik: publik = public, 1. Pertaining to, or affecting a population or a company as a whole; 2. Open to all person; 3. Owned by a community; 4. Performed on behalf of a community; 5. Serving a community as an official (Random house dalam Ibrahim, 2008:15). [definisi]Jasa adalah aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tanpa wujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun (Kotler dan Amstrong, 1998: 276). [definisi]Jasa adalah kegiatan yang dapat di identifikasikan secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak teraba (intangibile) yang merupakan pemenuhan kebutuhan, dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain untuk menghasilkan jasa atau mungkin pula tidak di perlukan penggunaaan benda nyata (tangible) akan tetapi, sekalipun penggunaan benda itu perlu, namun tidak terdapat adanya pemindahan hak milik atas benda tersebut (pemilikan permanent) (Staton, 1991: 220). [definisi]Jasa adalah kegiatan yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakekatnya bersifat tak teraba (intangible) yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa mungkin perlu atau mungkin pula tidak diperlukan penggunaan benda nyata (tangible). Akan tetapi sekalipun benda itu perlu namun tidak terdapat adanya pemindahan hak milik atas benda tersebut (Stanton dalam Swastha, 1990: 250).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
8
[definisi]Jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang outputnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada waktu yang sama, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, liburan, kesenangan, dan kesehatan (Valarie A. Zethaml dan Mary Jo Bitner (1996) dalam Lupiyoadi, 2001: 5). [definisi]Jasa adalah semua kegiatan atau aktivitas yang dapat diidentifikasikan secara tersendiri yang pada hakikatnya bersifat tak bisa diraba ( intangible ) yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain (Stanton, 1992: 220). [definisi]Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan sesuatu hal yang intangible (tidak berwujud) atau dapat pula dikatakan jasa adalah bersifat abstrak (Kotler, 1997: 83). [definisi]Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangible dan tidak menyebabkan kepindahan kepemilikan apapun. Produksi jasa mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak (Kotler dalam Lupiyoadi, 2001: 5). [definisi]Jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) prosesproses dan unjuk kerja yang intangible (Leonard L. Berry dalam Yazid, 2001: 1). [definisi]Jasa pelayanan adalah sekelompok manfaat yang berdaya guna baik secara eksplisit maupun implisit atas kemudahan untuk mendapatkan barang maupun jasa pelayanan (Olsen dan Wiyckoff dalam Zulian Yamit, 2005: 22). [definisi]Jasa sebagai setiap kegiatan atau tindakan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses poduksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik (Kotler, 2002: 486). [definisi]Kaizen atau perbaikan secara berkelanjutan adalah perbaikan proses secara terus-menerus untuk selalu meningkatkan mutu dan produktifitas out-put. Kaizen Pertama kali diperkenalkan oleh Taichi Ohno, mantan Vice President Toyota Motors Corporation. Disamping memperkenalkan Kaizen, Ohno juga memperkenalkan Just-in-Time pada perusahaan tersebut (Hardjosoedarmo, 2004: 147). [definisi]Kaizen/Budaya organisasi masyarakat Jepang disebut “kaizen” yang secara bahasa jepang “kai” berarti Perubahan sedangkan “zen” berarti baik dan secara istilah artinya adalah “perbaikan” dan “penyempurnaan berkesinambungan” yang melibatkan semua anggota dalam hirarki perusahaan, baik manajemen maupun karyawan (Waluyo, 2006: 3).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi
75.
76.
77.
78.
79. 80.
81.
82.
83.
84.
85.
9
[definisi]Kata kredit berasal dari bahasa yunani yaitu “credere” yang artinya adalah “percaya” maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, maka berarti ia memperoleh kepercayaan dan mempunyai kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut, dan si pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali sesuai dengan perjanjian (Kasmir, 2002: 59). [definisi]Kebijakan adalah serangkaian keputusan yang saling bersangkut-paut…mengenai tujuan-tujuan yang diseleksi dan cara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam situasi yang ditentukan) (W.I. Jenkins dalam Hill, 2005: 7). [definisi]Kebijakan ialah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang disusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan (Carl Friedrich dalam Wahab, 2004: 3). [definisi]Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Thomas R. Dye dalam Winarno, 2008: 17). [definisi]kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan dan yang tidak dikerjakan oleh pemerintah (Dwijowijoto, 2004: 4). [definisi]Kebijakan publik sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Definisi ini sangat umum dan karena itu dalam beberapa hal perlu dipertegas dan dikoreksi. Sedangkan James Anderson menjelaskan kebijakan sebagai arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. (Thomas R. Dye dalam Winarno, 2007: 17-18). [definisi]Kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang dipilih oleh pemerintah yang mempunyai pengaruh penting terhadap sejumlah besar orang (Mac Rae Wilde dalam Islamy, 998: 17). [definisi]Kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Carl I. Frederick dalam Dwijowijoto, 2004: 4). [definisi]Kebijakan yakni serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu (Anderson dalam Islamy, 1998: 4). [definisi]Kepemimpinan adalah aktifitas untuk mempengaruhi orangorang untuk diajak ke arah mencapai tujuan organisasi (Terry, 1993: b12). [definisi]Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku orang lain, atau
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 10
86.
87.
88.
89.
90.
91.
92. 93. 94.
95.
96.
97.
98. 99.
seni mempengaruhi manusia baik perorangan maupun kelompok (Thoha, 2004: 264). [definisi]Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi tingkah laku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutarto, 1989: 25). [definisi]Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan dari kelompok itu yaitu tujuan bersama (Soetopo, 1984:1). [definisi]Kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Stoner dalam Handoko, 1995: 295). [definisi]Kepemimpinan merupakan kemampuan yang dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar bekerja mencapai sasaran (Handoko, 1995: 294). [definisi]Kepemimpinan merupakan suatu proses (tindakan) untuk mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisasi dalam usaha menetapkan tujuan dan pencapaian tujuan (Stogdill, 1982: 12). [definisi]Kepemimpinan sebagai berikut: "Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapankelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orangorang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartono, 1990: 20). [definisi]Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan (Rabbins, 1996: 39). [definisi]Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan (Rabbins, 1996: 39). [definisi]Kepuasan pelanggan sebagai sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan (acquisition) dan pemakaiannya (Mowen (1995) dalam Tjiptono, 2005: 349). [definisi]Kepuasan kerja pada dasarnya adalah ”sikap yang timbul berdasarkan penilaian terhadap situasi kerja. Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karyawan yang puas lebih menyukai situsi pekerjaannya daripada tidak menyukainya (Jewell, 1998: 97). [definisi]Kepuasan kerja sebagai keadaan emosional seseorang karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara niali balas jasa kerja karyawan dari perusahaan/organisasi denga tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan (Martoyo, 1996: 75). [definisi]Kepuasan konsumen terhadap sutu jasa adalah perbandingan antara persepsinya terhadap jasa yang diterima dengan harapanya sebelum menggunakan jasa tersebut (Farida Jasfar (2008: 49). [definisi]Kepuasan pelanggan sebagai suatu tingkatan dari produk yang dirasakan sesuai dengan harapan pembeli (Kotler, 2000: 546). [definisi]Kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan dimana seorang menyatakan hasil perbandingan atas kinerja produk atau jasa yag diterima dan diharapkan (Kotler dalam Lupiyoadi, 2001: 158).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 11
100.
101.
102. 103.
104.
105.
106. 107.
108.
109.
110.
111.
[definisi]Kepuasan pelanggan pada, umumnya harapan merupakan perkiraaan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan di terimanya (Zeithamil, et al. 1993 dalam Tjiptono 1997: 28). [definisi]Kepuasan pelanggan sebagai suatu tingkatan dari produk yang dirasakan sesuai dengan harapan pembeli. Kepuasan konsumen terhadap pembelian tergantung pada kinerja produk yang sebenarnya, sehingga sesuai dengan harapan pembeli (Kotler, 2000: 546). [definisi]Kinerja adalah cara bagaimana melaksanakan suatu kegiatan dan hasil dari kegiatan tersebut (hasil kerja) (Soekanto, 1993: 365). [definisi]Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yanng diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). [definisi]Kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Akadum, 1999: 67). [definisi]Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil yang diharapkan (Widodo (2008: 78). [definisi]Kinerja adalah prestasi kerja, hasil kerja atau unjuk kerja (Haryono, 1998). [definisi]Kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu. Penilaian kinerja adalah menilai rasio hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan (Bernandin dan Russell dalam Akadum, 1999: 67). [definisi]Kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1999: 2). [definisi]Kinerja dapat diartikan sebagai proses organisasi dalam melakukan penilaian terhadap pegawai atau karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya (Namawi, 2000: 396). [definisi]Kinerja organisasi adalah efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus-menerus untuk mencapai kebutuhannya secara efektif (Atmosudirdjo dalam Pasolong, 2008: 176). [definisi]Kinerja organisasi sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi (Bastian dalam Nogi, 2005: 175).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 12
112.
113.
114. 115.
116.
117. 118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
[definisi]Kinerja pemasaran juga dikatakan sebagai kemampuan organisasi untuk mentransformasikan diri dalam menghadapi tantangan dari lingkungan dengan perspektif jangka panjang (Keats et al, 1998: 576). [definisi]Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan seseorang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006:121). [definisi]Kinerja sebagai proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan (Handoko, 2000: 50). [definisi]Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya (Sulistiyani dan Rosidah dalam Akadum, 1999: 67). [definisi]Kinerja/Istilah “kinerja” itu sendiri merupakan terjemahan dari kata “performance” yang sepadan dengan kata-kata “accomplishment, execution, achievement” (Webster's Dictionary, 1979: 1332). [definisi]Kinerja/Performance refers to the degree of accomplishment of the tasks that make up an employee's job (Rue, 2000: 401). [definisi]Komunikasi sebagai pertukaran informasi antara pengirim dan penerima, dan kesimpulan (persepsi) makna antara individuindividu yang terlibat. Analisis pertukaran ini menyatakan bahwa komunikasi adalah proses dua arah yang berisi elemen-elemen yang dihubungkan secara berurutan (Kreitner dan Kinicki, 2005: 198). [definisi]Konsep kinerja organiasasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam rantai nilai (value chain) yang ada pada organisasi (Yuwono, dkk dalam Nogi, 2005:178). [definisi]Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, namun juga mengukur efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas diperluas pada seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting (Agus Dwiyanto, 2002: 50). [definisi]Koordinasi merupakan dimana aktivitas-aktivitas individu dan kelompok dikaitkan satu sama lain, guna memastikan bahwa dicapai tujuan bersama (Winardi, 1990:389). [definisi]Koordinasi merupakan sinkronisasi (penyelarasan) kegiatankegiatan secara teratur guna memberikan jumlah, waktu, dan pengarahan pelaksanaan yang tepat yang mengakibatkan kegiatan yang selaras dan yang disatukan untuk suatu tujuan tertentu (Moekijat, 1989: 104-105). [definisi]Koordinasi merupakan suatu usaha yang sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan (George R. Terry dalam Melayu SP. Hasibuan, 1986: 86). [definisi]Koperasi adalah: “...sebuah asosiasi demokratis orang-orang diorganisir untuk melayani diri mereka sendiri ekonomi di bawah tanaman yang menghilangkan keuntungan pengusaha dan memberikan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 13
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
kesetaraan substansial dalam kepemilikan dan pengawasan (Packel dalam Abrahamsen, 1976: 5). [definisi]Kreativitas merupakan usaha pemecahan masalah bisnis yang dihadapi setiap hari. Kreativitas muncul karena adanya perubahan yang terjadi. Artinya, perubahan kondisi dalam lingkungan bisnis membuat perusahaan harus memikirkan cara-cara baru guna menyesuaikan dirinya dan untuk kemudian bersiap untuk bersaing dengan perusahaan lain. Kreativitas muncul sebagai bentuk pengembangan alternatif yang lebih baru dan mungkin lebih radikal dari strategi sebelumnya (Menurut Andrew dan Smith, 1996: 88). [definisi]Kreativitas program pemasaran didefinisikan sebagai pengembangan terhadap implementasi atau penerapan strategi yang dilakukan dalam pasar (bentuk perubahan), yang menunjukkan sebuah perbedaan yang berarti dari praktek pemasaran (Mardiyanto, 2002: 63). [definisi]Kualitas adalah semua aktivitas untuk mempermudah pelanggan menghubungi pihak yang tepat dalam perusahaan, serta mendapatkan layanan, jawaban, dan penyelesaian masalah yang cepat dan memuaskan (Goetsh dan S.M davis dalam Tjiptono, 2005: 51). [definisi]Kualitas adalah semua aktivitas untuk mempermudah pelanggan menghubungi pihak yang tepat dalam perusahaan, serta mendapatkan layanan, jawaban, dan penyelesaian masalah yang cepat dan memuaskan (Kotler, 2000: 57). [definisi]Kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (C. H Lovelock dalam Tjiptono, 2005: 260). [definisi]Kualitas adalah conformance to requirement, yaitu sesuai yang diisyaratkan dan distandarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang ditentukan. Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi (Crosby dalam Nasution, 2001: 16). [definisi]Kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristikkarekteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhankebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten (American Society for Quality Control dalam Lupiyoadi, 2001:144). [definisi]Kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan pasar. Apabila juran mendefinisikan Fitness for use dan Crosby sebagai conformance to requirenment, maka deming mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Perusahaan harus benar-benar dapat memahami apa yang dibutuhkan konsumen atas suatu produk yang dihasilkan (Deming dalam Nasution, 2001:16). [definisi]Kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsh & Davis 1994, dalam (Sugiarto, 1999: 38). [definisi]Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia, proses dan tugas serta lingkungan yang
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 14
135.
136.
137.
138.
139.
140.
141.
142.
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen (Garvin dalam Nasution, 2001: 16). [definisi]Kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang dikemukakan Goeths Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan (Goeths Davis dalam Yamit, 2004: 8). [definisi]Kualitas adalah suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), keandalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability ) dan karakteristiknya dapat diukur (Juran dalam Zulian Yamit, 1996: 337). [definisi]Kualitas adalah suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen internal dan eksternal, secara ekplisif dan implisif. Strategi ini menggunakan seluruh kemampuan sumber daya manajemen, pengetahuan, kompetensi, teknologi, modal, peralatan, material, sistem dan manusia untuk menghasilkan barang atau jasa yang bernilai tambah bagi masyarakat serta memberikan keuntungan kepada para pemegang saham (Ibrahim, 2000:1). [definisi]Kualitas adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (Wyckof dalam Tjiptono, 2004: 260). [definisi]Kualitas atau mutu dalam industri jasa pelayanan adalah suatu penyajian produk atau jasa sesuai ukuran yang berlaku ditempat produk tersebut diadakan dan penyampaiannya setidaknya sama dengan yang diinginkan dan diharapkan oleh konsumen (Sugiarto, 1999: 39). [definisi]Kualitas dan semangat kerja karyawan adalah tingkat dimana individu-individu dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan personal mereka, yang oleh mereka umumnya dianggap sebagai sesuatu yang penting misalnya: kebutuhan untuk tidak terikat atau indipenden yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga atau organisasi. Sebagai umpan balik dari proses tersebut maka karyawan akan mendapatkan kebutuhannya, sebaliknya organisasi akan memperoleh keuntungan dari semangat kerja yang disumbangkan oleh karyawan tersebut (Bernardin dan Russel, 1993: 29). [definisi]Kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (Wyckop dalam Tjiptono, 2000: 54). [definisi]Kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen, sedangkan menurut Parasuraman, et al. Kaulitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan kualitas layanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas layanan yang dirasakan sama atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan , maka layanan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 15
143.
144.
145.
146.
147.
148.
149.
150.
151.
152.
dikatakan berkualitas dan memuaskan (Wyckof dalam Lovelock (yang dikutip dari Nursya’bani Purnama, 2006: 19-20). [definisi]Kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Kotler, 2000: 57). [definisi]Kualitas merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsh dan S.M davis dalam Tjiptono, 2005: 51) [definisi]Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Goetsch Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan. Sangatlah mustahil menghasilkan produk dan jasa yang berkualitas tanpa melalui manusia dan proses yang berkualitas (Goetsch Davis dalam Zulian Yamit, 2005: 8). [definisi]Kualitas pelayanan adalah merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa, dan manusia proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi pelanggan (Goetsh dan Davis dalam Tjiptono, 2000: 81). [definisi]Kualitas pelayanan merupakan kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch dan Davis dalam Tjiptono (1996: 4). [definisi]Kualitas pelayanan merupakan suatu proses atau aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan yang dapat dirasakan secara langsung hasilnya, yang pada akhirnya memenuhi harapan pelanggan (Hary dalam Tjiptono, 2000: 90). [definisi]Kualitas totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Kualitas seringkali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap persyaratan atau kebutuhan (Gaspersz, 2002: 181). [definisi]Kualitas yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch Davis dalam Zulian Yamit, 2005: 8). [definisi]Kualitas/Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (user friendly), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan definisi strategik dari kualitas adalah segala sesuatu yang memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gaspersz, 2005: 4). [definisi]Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 16
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan (Baridwan, 2000: 17). [definisi]Lima pendekatan perspektif kualitas yaitu: 1) Transcendental Approach - Kualitas dalam pendekatan ini sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Defenisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagi dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2) Product based Approach Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atrIbut yang dapat diukur. Perbedaan dalam kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau atrIbut yang dimiliki produk). 3) User-based Approach - Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera merupakan produk yang berkualitas tinggi. 4) Manufacturing-based Approach - Kualitas dalam pendekatan ini adalah bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen mendefinisikan kualitas sebagi sesuatu yang sesuai dengan persyaratan dan prosedur. 5) Value-based Approach - Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif (Davis Garvin dalam Zulian Zamit, 2005: 9). [definisi]Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok (Sedarmayati, 2001:1). [definisi]Lingkungan kerja adalah merupakan suatu lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan kewajiban sehari-hari yang meliputi beberapa bagian, yaitu: pelayanan karyawan, kondisi kerja, dan hubungan karyawan didalam perusahaan yang bersangkutan (Akhyari, 1996: 160). [definisi]Lingkungan kerja adalah pengaturan tempat kerja, pengontrolan terhadap suara gaduh, pengontrolan terhadap udara, pengaturan kebersihan tempat kerja, dan pengaturan tentang keamanan kerja (Reksohadiprojo dalam Anonimous, 2000: 49). [definisi]Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan (Nitisemito, 2000: 183). [definisi]Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun scara tidak langsung (Sedarmayanti, 2001: 21). [definisi]Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan (Sadarmayanti, 2001: 31). [definisi]Loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek atau pemasok berdasarkan sikap yang sangat positif dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 17
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.
tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten (Shet et al. dalam Tjiptono 2001: 110). [definisi]Loyalitas pelanggan adalah suatu hubungan antara perusahaan dan pelanggan di mana terciptanya suatu kepuasan sehingga memberikan dasar yang baik untuk melakukan suatu pembelian kembali terhadap barang yang sama dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (Tjiptono, 2000: 24). [definisi]Manajemen strategik adalah perencanaan berskala besar yang berorientasi pada jangakauan masa depan yang jauh (visi) dan ditetapkan sebagai keputusan manajemen puncak (keputusan yang bersifat mendasar dan prinsipil), agar memungkinkan organisasi berinteraksi secara efektif (misi), dalam usaha menghasilkan sesuatu yang berkualitas dengan diarahkan pada optimalisasi pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. (Hadari Nawawi, 2003: 149). [definisi]Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandat (Philipus M. Hadjon dalam Tutik, 2006: 185). [definisi]Mendidik adalah memberi pertolongan secara sadar dan sengaja kepada seorang anak yang bila dewasa, dalam pertumbuhannya menuju kearah kedewasaan dalam arti dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab susila atas segala tindakan-tindakannya menurut pilihannya sendiri (UU No. 20 tahun 2003, Bab II, Pasal 2). [definisi]Motivasi ... kekuatan yang dihasilkan dari keinginan individu untuk memenuhi kebutuhan mereka (misalnya lapar, haus, dan persetujuan sosial) (Wayne F. Cascio, dalam Umar, 2001: 36–41). [definisi]Motivasi adalah kebutuhan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Wexley dan Yuki, 1992: 113). [definisi]Motivasi adalah kebutuhan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai tujuan (Reksohadiprojo dan Handoko, 2000: 252). [definisi]Motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku, untuk mendorong pegawai supaya berprestasi diperlukan pula motivasi inspirasional Bass and Avolio (1994) dalam Babun Suharto (2005: 78) yaitu : Mencerminkan perilaku pemimpin dalam memberikan pengertian dan tantangan pada pekerjaan bawahannya yang mencakup perilaku mengartikulasikan harapan secara jelas dan menunjukkan komitmen semuanya untuk tujuan organisasional, serta menimbulkan semangat kelompok melalui antusiasme dan optimisme (Gibson (1996: 185).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 18
169.
170.
171.
172.
173.
174.
175.
176.
177.
178.
179.
[definisi]Motivasi adalah sesuatu yang memulai gerakan, sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dalam cara-cara tertentu (Armstrong, 1994: 174). [definisi]Motivasi adalah suatu keadaan yang melatarbelakangi individu untuk mencapai tujuan tertentu. Batasan pengertian ini memandang motivasi dari sudut kepentingan individual (Reksohadiprojo dan Handoko, 2000: 252). [definisi]Motivasi adalah suatu keadaan yang melatarbelakangi individu untuk mencapai tujuan tertentu. Batasan pengertian ini memandang motivasi dari sudut kepentingan individual (Wexley dan Yuki, 1992:113) [definisi]Motivasi positif adalah suatu proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan dengan cara memberi kemungkinan untuk mendapatkan “ hadiah “, motivasi negatif adalah proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang kita inginkan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah lewat kekuatan-kekuatan (Heidjrachman dan Husnan (2000: 59). [definisi]Motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan, motivasi yang diberikan bisa menjadi dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif (Reksohadiprodjo, 1990: 79). [definisi]Mutu sama dengan kualitas dimana mutu adalah keseluruhan ciri dari atribut produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 1997: 49). [definisi]Neraca adalah laporan yang menunjukkan keadaan keuangan suatu unit usaha pada tanggal tertentu. Yang mana keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban perusahaan yang disebut pasiva (Baridwan, 2000: 18). [definisi]Net Interest Margin NIM merupakan rasio keuangan yang mengukur kemampuan bank dalam menghasilkan net interest income atas pengelolaan besar aktiva produktif. Rasio ini menggambarkan tingkat jumlah pendapatan bunga bersih yang diperoleh dengan menggunakan aktiva produktif yang dimiliki oleh bank (Tarmizi dan Willyanto, 2003:37-38). [definisi]Nilai responsivitas, berkaitan dengan daya tanggap dan menanggapi apa yang menjadi keluhan, masalah, dan aspirasi publik (widodo, 2008: 69). [definisi]Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau sekelompok orang (Robbins, 1996: 4). [definisi]Otonomi daerah adalah pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 19
180.
181. 182.
183.
184.
185.
186.
187.
188.
daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Fernandez dalam Salam, 2004: 89). [definisi]Otonomi daerah adalah pemberian hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah tersebut dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan (Fernandez dalam Salam, 2004: 89). [definisi]Otonomi diartikan sebagai pemerintahan sendiri (Muslimin dalam Salam, 2004: 88). [definisi]Otonomi/Pengertian otonomi yang luas menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih tersebut itulah yang dimaknai sebagai otonomi daerah. Istilah otonomi sendiri secara etimologi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu auto (sendiri), dan nomos (peraturan) atau “undang-undang” (Salam, 2004: 88). [definisi]Otonomi/Pengertian otonomi yang luas menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih tersebut itulah yang dimaknai sebagai otonomi daerah. Istilah otonomi sendiri secara etimologi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu auto (sendiri), dan nomos (peraturan) atau “undang-undang” (Salam, 2004: 88). [definisi]Otoritas adalah hak untuk memutuskan, mengarahkan pihak lain untuk melakukan tindakan, atau melaksanakan tugas dalam pencapaian tujuan organisasi. Jadi hierarki otoritas berarti klasifikasi orang-orang berdasarkan hak dalam pengambilan keputusan, pengambilan tindakan, dan penyelesaian tugas pekerjaan (Tachjan, 2006: 100). [definisi]Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi program pembangunan, tetapi makna substantif yang terkandung dalam sekuen-sekuen partisipasi adalah voice, akses dan control (Juliantara, 2002: 90-91). [definisi]Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksnakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring priyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut (FAO dalam Mikkelsen, 2001: 64). [definisi]Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi (Rukminto, 2008: 111). [definisi]Pelanggan adalah orang-orang yang datang kepada anda (para petugas) dengan maksud, tujuan, dan harapan tertentu serta ingin
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 20
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
memperoleh apa yang diinginkan dengan cara yang menyenangkan (Sugiarto, 1999: 33). [definisi]Pelanggan sebagai orang yang memanfaatkan barang yang kita hasilkan (Steven Cohen dan Ronald Brand dalam Osborne dan Plastrik, 2000: 172). [definisi]Pelanggan/Dalam perusahaan yang bergerak di bidang jasa, pelanggan adalah orang yang menggunakan jasa pelayanan. Pandangan tradisional ini menyimpulkan bahwa pelanggan adalah orang yang berinteraksi dengan perusahaan setelah proses produksi selesai, karena mereka adalah pengguna produk (Yamit, 2004: 75). [definisi]Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usahausaha manusia dan menggunakan peralatan (Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby, (1997:448) dalam (Ratminto & Winarsih, 2005: 2). [definisi]Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik (Kotler dalam Lijan Poltak Sinambela, dkk., 2008: 4-5). [definisi]Pelayanan adalah suatu aktifitas atau serangkaian aktifitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan (Gronross, 1990: 27 dalam Ratminto & Winarsih, 2005: 2). [definisi]Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan (Sampara Lukman dalam Sinambela, dkk, 2008: 5). [definisi]Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lain-lain) yang tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani (Sugiarto, 1999: 36). [definisi]Pelayanan merupakan bentuk pemberian layanan yang diberikan oleh produsen baik terhadap pengguna barang diproduksi maupun jasa yang ditawarkan (Winardi, 1991: 93). [definisi]Pelayanan merupakan bentuk pemberian yang diberikan oleh produsen baik terhadap pelayanan barang yang diproduksi maupun terhadap jasa yang ditawarkan guna memperoleh minat konsumen, dengan demikian pelayanan mempengaruhi minat konsumen terhadap suatu barang atau jasa dari pihak perusahaan yang menawarkan produk atau jasa (Assauri, 1999: 149). [definisi]Pelayanan merupakan salah satu suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, klien, pasien, penumpang, dan lain-lain) yang tingkat pemuasanya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun yang dilayani (Sugiarto, 1999: 36).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 21
199.
200.
201.
202.
203.
204.
205.
206.
207.
208.
[definisi]Pelayanan prima adalah upaya maksimal yang mampu diberikan oleh petugas pelayanan dari suatu perusahaan industri jasa pelayanan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tercapai suatu kepuasan (Sugiarto, 1999: 217). [definisi]Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara Negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakikatnya Negara dalam hal ini pemerintah (birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan sesungguhnya diharapkan masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Sinambela, 2006: 5). [definisi]Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, (Ratminto & Winarsih, 2005:18). [definisi]Pelayanan publik adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna (Dwiyanto, 2006: 136). [definisi]Pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan factor materiil melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya (Moenir, 2008: 26-27). [definisi]Pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan kepada umum yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah Pusat, di daerah, dan di lingkungan BUMN maupun BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka dalam rangka pelaksanaan ketentuan peratuan perundang-undangan (Ibrahim, 2008:15). [definisi]Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang dibuat untuk merencanakan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan kebutuhan konsumen saat ini maupun konsumen potensial (Stanton, 1996: 47). [definisi]Pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual yang merupakan kegiatan yang membantu dalam pengambilan keputusan di bidang pemasaran serta mengarahkan pertukaran agar lebih memuaskan dengan cara menyadarkan semua pihak untuk berbuat lebih baik (Gitosudarmo, 1995: 245). [definisi]Pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Swastha, 2000: 17). [definisi]Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang dengan individu-individu dan kelompok-kelompok memperoleh apa
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 22
209.
210.
211. 212.
213.
214.
215.
216.
217.
218.
219.
220.
yang mereka butuhkan dan mereka inginkan dengan menciptakan dan mempertemukan produk-produk dan nilai sama lain (Kotler, 1993: 5). [definisi]Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2000: 9). [definisi]Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara menciptakan (Kotler, 1997: 8). [definisi]Pemasaran sebagai suatu usaha untuk memuaskan kebutuhan pembeli dan penjual melalui proses pertukaran (Swastha, 2000: 6). [definisi]Pemasaran suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Wiyadi, dkk, 1995: 3). [definisi]Pembangunan adalah pergeseran dari suatu kondisi nasional yang satu menuju kondisi nasional yang lain, yang dipandang lebih baik dan lebih berharga (Katz dalam Tjokrowinoto, 1995). [definisi]Pembangunan adalah suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana (Kartasasmita, 1997: 9). [definisi]Pembangunan biasanya didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 2007: 4). [definisi]Pembangunan dapat diartikan sebagai proses perubahan dari kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang di pandang lebih baik atau kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan kehidupan manusia yang mapan (Esman dalam Tjokrowinoto, 1999: 91). [definisi]Pembangunan sebagai suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (Siagian, 1994). [definisi]Pembangunan yaitu: suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana (Kartasasmita, 1997: 9). [definisi]Pembinaan adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang telah ada serta mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Mangunhardjana, 1980: 21). [definisi]Pembinaan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistimatis kepada individu yang memecahkan masalah yang dihadapinya, agar tercapai kemampuan untuk dapat memahami
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 23
221.
222.
223.
224.
225. 226.
227.
228.
229. 230.
dirinya dan merealisasi dirinya sesuai dengan potensi atau kemampuan dalam mencapai penyesuaian diri dengan jajaran dan masyarkat (Sudiman, 2000: 17). [definisi]Pembinaan adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan menjadi lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan adanya kemajuan, peningkatan, pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang, atau peningkatan atas sesuatu. Ada dua unsur dari pengertian ini yakni pembinaan itu sendiri bisa berupa tindakan, proses, atau pernyataan dari suatu tujuan, dan kedua, pembiaan itu bisa menunjukkan kepada ”perbaikan” atas sesuatu (Thoha 1993: 7). [definisi]Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang, sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersamasama melakukan aktivitasaktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan (Kartini Kartono, 1990: 20). [definisi]Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas. Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau upah usaha rumah tangga atau sumber lain (Samuelson dan Nordheus, 1995: 255). [definisi]Pendekatan kesisteman berarti bahwa bagaimanapun pembagian tugas dilakukan yang kemudian dilembagakan dalam berbagai satuan kerja – baiknya yang sifatnya selaku pelaksana tugas pokok maupun tugas penunjang – semuanya harus bergerak sebagai kesatuan yang utuh (Siagian, 2007: 173). [definisi]Pendidikan adalah memanusiakan manusia muda (Dwiyaskara, 1990: 45). [definisi]Pendidikan adalah tuntutan didalam hidup tumbuhnya anakanak”. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Dewantara, 1977: 35). [definisi]Penduduk adalah kumpulan orang yang menghuni sesuatu kesatuan wilayah (kampong, desa, kota, Negara, pulau, benua, dunia, dan sebagainya) (Mudyahardjo, 2001: 56). [definisi]Pengawasan adalah segala usaha dan kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas atau kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak (Safri, 2001: 10). [definisi]Pengertian kepuasan pasien adalah merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan (Sabarguna, 2004 : 89). [definisi]Pengukuran atau penilaian kinerja organisasi merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 24
231.
232.
233.
234.
235. 236.
237.
238.
239.
240. 241.
242.
berupa produk, jasa, atau pun suatu proses (Larry D. Stout dalam Nogi, 2005: 174). [definisi]Pengukuran kinerja sebagai suatu proses menilai efektifitas dan efisiensi dari suatu aktifitas. Secara detail dikemukakan sebagai berikut “… proses dari pengukuran efektivitas dan efisiensi tindakan. Efektivitas dihubungkan dengan tingkatan stakeholder yang disyaratkan, yang mana pengukuran efisiensi ditunjukkan sumber penghasilan perusahaan yang digunakan ketika menyediakan tingkatan tertentu dari kepuasan stakeholder) (Nelly et al. dalam Suprapto, 2009: 40). [definisi]Penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan manajemen atau penyelia. Penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian atau deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun (Siswanto, 2003: 231). [definisi]Penilaian kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk melaporkan prestasi kerja dan kemampuan dalam suatu periode waktu yang lebih menyeluruh, yang dapat digunakan untuk membentuk dasar pertimbangan suatu tindakan (Amstrong dalam Irianto, 2000: 175). [definisi]Penilaian kinerja sebagai prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai (Dale Yoder dalam Hasibuan, 2005: 25). [definisi]Peranan adalah bagian yang dimainkan seseorang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 854). [definisi]Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hal dan kewajibannya, maka ia menjalankan suatu peranan (Soekanto, 1990: 268). [definisi]Perencanaan adalah gambaran dari suatu kegiatan yang akan datang dalam jarak waktu tertentu dan metode yang akan dipakai dalam tindakan-tindakan yang akan diambil (Effendy, 1986:75 ). [definisi]Perencanaan adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan dating dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan (Terry dalam Hasibuan, 1993: 95). [definisi]Perencanaan adalah sebagai: “suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan-keputusan, alternatif-alternatif atau pilihan, mengenai caracara alternatif penggunaan sumber-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran spesifik untuk waktu yang akan dating (Conyers, 1981: 3). [definisi]Perencanaan adalah seni untuk melakukan sesuatu yang akan datang agar dapat terlaksanakan (Beenhakker dalam Conyers, 1994: 4). [definisi]Perencanaan adalah suatu bentuk latihan inteleGensia guna mengolah fakta serta situasi sebagaimana adanya dan mencari jalan keluar guna memecahkan masalah (J. Nehru dalam Conyers, 1994: 4). [definisi]Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maximum Output) dengan sumber-sumber yang ada
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 25
243.
244.
245.
246.
247.
supaya lebih efisien dan efektif. Beliau juga mengungkapkan bahwa perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan, bagaimana, bilama dan oleh siapa (Tjokroamidjojo, 1998: 12). [definisi]Perencanaan adalah upaya untuk mememilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsisumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan (Terry dalam Hasibuan: 1988). [definisi]Perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu (Waterson dalam Diana Conyers, 1994: 4). [definisi]Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung) tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat (Abe, 2002: 81). [definisi]Perencanaan partisipatif adalah usaha yang dilakukan masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri. Keduanya mengemukakan ciri-ciri perencanaan partisipatif sebagai berikut: 1). Terfokus pada kepentingan masyarakat: a. Perencanaan program berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat. b. Perencanaan disiapkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. 2). Partisipatoris (keterlibatan) Setiap masyarakat melalui forum pertemuan, memperoleh peluang yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat. 3). Dinamis: a. Perencanaan mencerminkan kepentingan dan kebutuhan semua pihak. b. Proses perencanaan berlangsung secara berkelanjutan dan proaktif. 4). Sinergitas: a. Harus menjamin keterlibatan semua pihak. b. Selalu menekankan kerja sama antar wilayah administrasi dan geografi. c. Setiap rencana yang akan dibangun sedapat mungkin menjadi kelengkapan yang sudah ada, sedang atau akan dibangun. d. Memperhatikan interaksi diantara stakeholders. 5). Legalitas: a. Perencanaan pembangunan dilaksanakan dengan mengacu pada semua peraturan yang berlaku. b. Menjunjung etika dan tata nilai masyarakat. c. Tidak memberikan peluang bagi penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan. 6). Fisibilitas: Perencanaan harus bersifat spesifik, terukur, dan dijalankan dan mempertimbangkan waktu (Wicaksono dan Sigiarto dalamWijaya, 2001). [definisi]Perencanaan/Berarti memilih prioritas dan cara atau alternatif untuk mencapai tujuan, pengalokasian sumber daya, bertujuan mencapai tujuan, berhubungan dengan masa depan, serta kegiatan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 26
248.
249.
250.
251.
252.
253.
254.
255.
256.
yang terus menerus (Lembaga Administrasi Negara dalam Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 4). [definisi]Perencanaan/Pada hakekatnya perencanaan adalah usaha yang secara sadar terorganisasi dan terus menerus dilakukan guna memilih alternatif terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu (Waterson dalam Conyers, 1994: 4). [definisi]Perencanaan/Secara umum perencanaan merupakan proses penyiapan seperngkat keputusan untuk dilaksanakan pada waktu yang akan datang yang diarahkan pada pencapaian sasaran tertentu (Kunarjo, 2002: 14). [definisi]Perencanaan/Suatu perencanaan adalah gambaran dari suatu kegiatan yang akan datang dalam jarak waktu tertentu dan metode yang akan dipakai dalam tindakan-tindakan yang akan diambil (Effendy, 1986: 75 ). [definisi]Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat untuk mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghasilkan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel et al. (1995) dalam Simamora, 2004: 1). [definisi]Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakantindakan tersebut) (Engel et al, 1968: 8). [definisi]Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakantindakan tersebut) (James F. Engel et al, 1968: 8 ). [definisi]Perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk, termasuk proses kebutuhan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini (Kotler, 1994: 8). [definisi]Perilaku konsumen/Consumer behavior is the dynamic interaction of affect and cognition behavior, and the environment by which human beings conduct the exchange aspects of their lives (Peter, 2003: 6). [definisi]Permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah yang menunjukan jumlah suatu barang yang ingin dan dapat dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu. Beberapa kata kunci terdapat dalam definisi ini, pertama permintaan adalah berbagai kombinasi harga dan jumlah bukan satu harga dan satu jumlah tertentu. Pengertian permintaan selalu menunjukan suatu skedul sedangkan jumlah yang diminta adalah jumlah yang benarbenar dibeli pada harga tertentu. Kedua, permintaan tersebut akan terjadi jika ada keinginan dan kemampuan membeli. Seseorang yang ingin membeli suatu barang tidak berarti ada permintaan akan barang itu dari orang tersebut. Ketiga, permintaan menunjukan pembelian pada satu periode waktu tertentu. Apabila periode waktu tersebut
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 27
257.
258.
259.
260.
261. 262.
263.
264.
265.
266.
berubah maka berbagai kombinasi harga dan jumlah akan berubah.Permintaan individu terhadap suatu barang menunjukan jumlah yang siap untuk dibeli pada berbagai kemungkinan harga. Apabila permintaan individual terhadap suatu produk dijumlahkan akan diperoleh permintaan pasar akan produk tersebut (Nopirin, 2000 : 31-32). [definisi]Persepsi adalah proses dengan apa seseorang memilih, mengatur dan menginterprestasikan informasi”. Kunci terpenting dalam persepsi adalah bahwa manusia menyimpan informasi dalam bentuk hubungan asosiatif, dan hubungan asosiatif itu membantu manusia menginterpretasikan dunia disekitarnya (Boyd, dkk, 2001:133). [definisi]Persepsi adalah proses dimana kita memilih, mengatur dan menginterpretasikan rangsangan tersebut ke dalam gambaran yang memberikan makna dan melekat (Lamb et. al., 2001: 224). [definisi]Persepsi adalah proses yang digunakan seorang individu untuk memilih, mengorganisasikan, dan menginterprstasi masukanmasukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan (Kotler, 2000: 198). [definisi]Persepsi adalah sebagai suatu proses, dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterprestasi stimuli ke dalam suatu gambaran dunia yang berarti dan menyeluruh (Simamora, 2004:102). [definisi]Personalia adalah dalam arti tenaga kerja yaitu seperti halnya buruh, karyawan dan pegawai (Nitisemita (1996: 11). [definisi]Policy implementation is the application af the policy by the government's administrative machinery to the problem” (Anderson, 1978: 25). [definisi]Prestasi kerja pegawai adalah suatu hasil kerja seorang pegawai baik berupa mutu dan jumlah pekerjaannya yang dicapai oleh pegawai tersebut selama sehari bekerja atau satu giliran tanpa bekerja berlebih-lebihan serta dapat menyelesaikan pekerjaannya seperti yang telah ditargetkan, kerangka kerja yang digunakan dalam pengukuran prestasi kerja ini adalah mengaju pada kerangka kerja “self rating” yang merupakan hasil modifikasi dari kuisioner yang dideskripsikan oleh Gomes (1995: 84). [definisi]Produk ialah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk (barang dan jasa) siap untuk digunakan/dikonsumsi (Kotler, 2002: 558). [definisi]Produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan. Produk-produk ini meliputi barang fisik, jasa, pengalaman, peristiwa, tempat, properti, organisasi, dan gagasan (Kotler, 2002: 448). [definisi]Produksi adalah segala kegiatan dalam menciptakan dan menambah kegunaan (utility) sesuatu barang atau jasa, untuk kegiatan mana dibutuhkan faktor-faktor produksi dalam ilmu ekonomi berupa
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 28
267.
268.
269.
270.
271.
272.
273.
274.
275.
276.
277.
tanah, tenaga kerja, dan skill (organization, managerial, dan skills) (Assasuri, 1980: 7). [definisi]Produksi adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan atau menambah guna atas suatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran (Partadireja, 1985: 21). [definisi]Produksi adalah semua kegiatan dalam menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa, dimana untuk kegiatan tersebut diperlukan faktor-faktor produksi (Sumiarti, 1987: 60). [definisi]Produktifitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber koversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi (A. Blunchor dan E. Kapustin dalam Siagian, 2003: 58). [definisi]Produktifitas kerja adalah suatu sikap mental selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan esok lebih baik dari pada hari ini (Sinungan, 2000: 28). [definisi]Produktifitas sering dikaitkan dengan cara dan sistem kerja yang efisien sehingga proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak perlu kerja lembur dengan segala implikasinya, terutama implikasi biaya (Siagian, 2003: 63). [definisi]Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per satuan waktu (Simanjuntak, 1998:30). [definisi]Proses komunikasi dapat diartikan sebagai transfer informasi atau pesan dari pengirim pesan sebagai komunikator dan kepada penerima pesan sebagai komunikaton, proses tersebut bertujuan (feedback) untuk mencapai saling pengertian (mutual understanding) (Ruslan, 1982: 69). [definisi]Publisitas adalah sejumlah informasi tentang seseorang, barang, atau organisasi yang disebarluaskan ke masyarakat melalui media tanpa dipungut biaya, ataupun tanpa pengawasan dari sponsor (Swastha, 2000: 273). [definisi]Republik adalah sebagai lawan dari Monarki. Perbedaan antara monarki dan republik, benar-benar mengenai perbedaan dari pada sistim pemerintahannya. Untuk membedakannya digunakan kriteria suatu pertanyaan tentang bagaimana terbentuknya “kemauan” Negara (George Jellinek dalam Soehino, 2000: 174). [definisi]Republik adalah sebagai lawan dari Monarki. Perbedaan antara monarki dan republik, benar-benar mengenai perbedaan dari pada sistim pemerintahannya. Untuk membedakannya digunakan kriteria suatu pertanyaan tentang bagaimana terbentuknya “kemauan” Negara (George Jellinek dalam Soehino, 2000: 174). [definisi]Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi (Dwiyanto, 2002: 51).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 29
278.
279.
280.
281.
282.
283.
284.
285.
286.
287.
288. 289. 290.
[definisi]Responsibilitas merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pemerintahan dengan hukum atau peraturan dan prosedur yang telah ditetapkan (Ratminto dan Winarsih, 2005: 174). [definisi]Responsivitas berkaitan dengan kecepatan tanggapan yang dilakuka oleh aparatur atau petugas terhadap kebutuhan pengguna jasa, yang dalam hal ini adalah masyarakat yang membutuhkan pelayanan sebagaimana diatur dalam perundangan yang berlaku (Nogi, 2005: 222). [definisi]Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan dan mengembangkannya ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indicator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Dwiyanto, 2002:50-51). [definisi]Retribusi Daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang diberikan oleh Pemerintah Daerah (Sidik, 1978: 18). [definisi]Semangat adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan yang dibebankan kepadanya diharapkan hasilnya lebih baik (Nitisemito, 1996: 84). [definisi]Semangat kerja adalah melaksanakan pekerjaan secara lebih giat, sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik, sedang kegairahan kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan (Nitisemito, 1996: 163). [definisi]Semangat kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi rohani atau prilaku individu tenaga kerja yang mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dalam mencapai tugas yang telah digaiskan organisasi (Siswanto, 1989: 46). [definisi]Stakeholder adalah orang atau pihak yang bisa memberi nilai, baik itu berupa pemanfaatan, kerugian, stakeholder juga bisa diartikan sebagai orang yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh action, kebijakan, atau program (Sudarmo, 2008). [definisi]Strategi adalah suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai sasaran yang efektif dalam lingkungan dan kondisi yang paling menguntungkan (Salusu, 2000:101). [definisi]Struktur dan budaya organisasi adalah cara (alat) yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuannya (Jones, 1995: 14). [definisi]Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 1997: 107). [definisi]Sumber data subyek dari mana data dapat diperoleh (Arikunto, 1997: 107). [definisi]Tujuan/Secara jelas yang dimaksud dengan tujuan adalah aturan keputusan yang memungkinkan manajemen untuk mengarahkan atau memedomani dan mengukur prestasi alasan tujuan. Tujuan dapat
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 30
291.
292.
293.
294.
295.
296.
297.
298.
299.
300.
pula didefinisikan sebagai suatu pengukur proses pengubahan sumber (source conversion). Suatu tujuan berisi tiga elemen penting yaitu: a. Atribut tertentu yang dipilih sebagai suatu pengukuran efisiensi, b. Ukuran atau skala dengan mana atribut tersebut diukur, c. Sasaran (goal) yaitu nilai tertentu pada skala yang ingin dicari untuk dicapai oleh perusahaan (Anssoff, 1982 : 4). [definisi]Turnover adalah hasil akhir dari adanya para pekerja dan masuknya para pekerja lain yang dikerjakan dalam sebuah organisasi (Ivancevich dalam Zulfinur, 2002: 13). [definisi]Turnover adalah keinginan seseorang untuk keluar organisasi, yaitu evaluasi mengenai posisi seseorang saat ini berkenaan dengan ketidakpuasan daapt memicu keinginan seseorang untuk keluar dan mencari pekerjaan lain (Lum et.al dalam Andini, 2006: 12). [definisi]Turnover intention adalah proses dimana tenaga kerja meninggalkan organisasi dan harus ada yang menggantikannya (Mathis & Jackson dalam Andini, 2006: 13). [definisi]Turnover sebagai kehilangan karyawan oleh suatu organisasi atau is the loss of employees by an organization. It represents employees who depart for a variety of reasons. Dengan kata lain bahwa karyawan meninggalkan pekerjaannya untuk berbagai macam alas an (Werther dalam Zulfinur, 2002: 13). Administrasi/Enam alur pemikiran ilmu administrasi publik, yaitu: 1. Administrasi Negara Klasik; 2. Alur Manajemen Dalam Administrasi Negara; 3. Pendekatan Behavioral; 4. Pendekatan Kontinum Politik Administrasi; 5. Alur Pemikiran Ekologi (Lingkungan), Konteks Sosialnya; 6. Administrasi Pembangunan (Tjokroamidjojo, 1988: 24). Administrasi/Ilmu administrasi terdiri dari pengetahuan tentang apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Dimock & Dimock, 1984: 117). Administrasi/Perkembangan paradigma administrasi (di negara maju) adalah sebagai berikut: 1. Administrasi Publik Konvensional (Old Public Administration). 2. Administrasi Publik Baru (New Public Administration). 3. Manajemen Publik Baru (New Public Management). 4. Pelayanan Publik Baru (New Public Service) (Tachjan, 2006: 72). Administrasi/Terdapat banyak teori dalam administrasi publik tetapi hanya sedikit teori umum administrasi publik. Dengan demikian, lebih tepat untuk dikatakan bahwa administrasi publik itu sebagai suatu ilmu yang bersifat eklektik atau suatu studi interdisipliner yang mempunyai berbagai macam titik perhatian (Caiden, 1982: 22). Administrasi/Tindakan-tindakan administratif itu adalah tindakantindakan yang bersangkut paut dengan administrasi, dimana ciri-ciri administrasi adalah organisasi dan manajemen (Waldo, 1971: 21). Administrasi/Unit administratif ini, terdiri dari orang-orang yang harus bertindak sesuai dengan struktur yang ada, prosedur yang telah ditetapkan, keahlian yang dimiliki, serta cara-cara yang telah ditetapkan dalam melakukan kegiatan (Dimock & Dimock (1984) dalam Tachjan, 2006: 64).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 31
301.
302.
303.
304.
305.
306.
Birokrasi/Dalam perjalanan prakteknya, baik di Indonesia maupun di berbagai negara lainnya, birokrasi telah mendapat konotasi yang buruk. Kemudian kata birokrasi di Indonesia diganti dengan istilah aparatur pemerintah (Sugandha, 1989: 55). Birokrasi/Dengan demikian tugas pokok birokrasi pemerintah adalah pelayanan publik, yaitu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Pemerintah sebagai lembaga birokrasi mempunyai fungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat (Saefullah, 1999: 1). Birokrasi/Model birokrasi sebagai berikut: (1) Menyediakan banyak pusat-pusat kekuasaan sebagai sarana keseimbangan dan untuk mengecek bila terjadi kosentrasi kekuasaan. (2) Memberikan kekuasaan kemudahan kepada kelompok-kelompok kepentingan agar terwakili dengan menyediakan titik-titik akses yang berlipat ganda. (3) Mempunyai kemauan dan elemen yang kuat untuk melakukan desentralisasi. (4) Pemerintah harus menjadikan dirinya secara internal dapat bersaing. (5) Pemerintah harus terbuka dan partisipatif dan (6) Pemerintah harus mampu menghasilkan proses bargaining yang luas (Yate (1982) dalam Thoha, 2003: 30-31). Birokrasi/Paradigma birokrasi publik yang berorientasi kepada pelayanan sesuai dengan tuntutan perubahan lingkungan, memiliki fungsi dan peranan adalah: (1) pemerintah yang katalik, (2) pemerintahan yang sinergik, (3) pemerintah yang memberdayakan masyarakat, (4) pemerintah yang kompetitif, (5) pemerintah yang lebih didorong oleh misi, (6) pemerintah yang berorientasi pada pengaruh, (7) pemerintah yang enterpreneurship, (8) pemerintah yang demokratis dan desentralisasi, (9) pemerintah yang menekankan adhocracy, (10) pemerintah yang lebih fleksibel (Thoha, 1997: 16-17). Birokrasi/Perlu manajemen profesional sebagai dasar perbaikan birokrasi publik yang dituangkan dalam peraturan perundangan, termasuk menentukan perbaikan pemimpin birokrasi public (Sedarmayanti, 2009: 73). Birokrasi/Reformasi Birokrasi berarti: 1. Perubahan cara berfikir (pola pikir, pola sikap dan pola tindak). 2. Perubahan penguasa menjadi pelayan. 3. Mendahulukan peranan dari wewenang. 4. Tidak berfikir hasil produksi tetapi hasil akhir. 5. Perubahan manjemen kinerja. 6. Pantau percontohan reformasi birokrasi, mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, Transparansi dan professional, bebas korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) melalui: a. Penataan Kelembagaan, struktur Organisasi ramping dan flat (tidak banyak jenjang dan struktur Organisasi lebih dominan pemegang jabatan professional/fungsional dari pada jabatan struktural. b. Penataan Ketatalaksanaan, mekanisme, sistem dan procedural sederhana/ringkas ,simple mudah dan akurat melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, serta memiliki kantor, sarana dan prasarana kerja memadai. c. Penataan Sumber Daya Manusia dan Aparatur, agar sesuai kebutuhan organisasi dari segi kuantitas (professional,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 32
307.
308.
309.
kompeten, beretika, berkinerja tinggi dan sejahtera. d. Akuntabilitas, kinerja berkualitas, efektif, efesien dan kondusif. e. Pelayanan dan Kualitas pelayanan, pelayanan prima (cepat, tepat , adil konsisten, transparan dan lain-lain) memuaskan pelanggan dan mewujudkan Good governance ( Kepemerintahan yang baik) (Sedarmayanti, 2009: 71-72 ). Birokrasi/Tipe ideal birokrasi yang rasional dan profesional itu adalah: (1) Pejabat tidak bebas menggunakan jabatannya. (2) Jabatan disusun dalam tingkatan hirarkhi. (3) Tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam hirarkhi itu secara spesifik berbeda satu sama lainnya. (4) Setiap pejabat mempunyai kontrak jabatan yang harus dijalankan. (5) Setiap pejabat diseleksi atas dasar kualifikasi profesionalitasnya. (6) Setiap pejabat mempunyai gaji termasuk hak untuk menerima pensiun sesuai dengan tingkatan hirarkhi jabatan yang disandangnya. (7) Terhadap pengembangan karier yang jelas dengan promosi berdasarkan terioritas dan merit sesuai dengan pertimbangan yang obyektif. (8) Setiap pejabat berada di bawah pengendalian dan pengawasan suatu sistem yang dijalankan secara disiplin (Weber (1978), Dowding (1995), Albrow (1970) dalam Thoha, 2005: 18). Birokrasi/Yang dimaksud dengan karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semua itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. Max Weber seorang sosiolog Jerman, menulis tentang birokrasi yang sangat berpengaruh bagi negara-negara yang berbahasa Inggris dan di negara-negara di daratan Eropa. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi yaitu konsep mesin birokrasi yang dijalankan secara profesional dan rasional (Dowding (1995) dalam Thoha (2005: 16). Budaya itu dapat dilihat dari tiga jenjang (level) yaitu jenjang atas, jenjang tengah, dan jenjang bawah. Jenjang atas, yaitu artifacts & creations yang berupa teknologi, seni, pola-pola perilaku manusia yang dapat didengar dan dilihat. Ini banyak sekali dan sulit untuk dirinci satu persatunya, termasuk yang dapat dilihat dan didengar itu adalah budaya. Kemudian pada jenjang tengah, ialah nilai-nilai termasuk keyakinan dan ideologi, tidak tampak karena ada dalam pikiran, disadari oleh setiap orang, ini juga dapat dipandang sebagai budaya. Nilai-nilai inilah yang menciptakan artifacts dan creations pada jenjang atas. Nilai-nilai ini belum tentu sama bagi setiap orang, bergantung pada tempat, waktu dan faktor-faktor lainnya. Orang tidak akan menciptakan barang-barang, teknologi, seni dan perilaku jika tidak ada nilainilai pada dirinya. Dan nilai-nilai ini timbul disebabkan oleh adanya asumsi-asumsi dasar yang ada pada jenjang bawah, yaitu dasar anggapan yang ada pada setiap orang, siapapun, di mana pun, dan kapanpun. Hal ini adalah prasadar yang paling dalam yang tidak tampak, yang tidak disadarinya tetapi ada pada setiap orang, dan oleh sebab itu disebut preconscious dan taken for granted. Asumsi dasar ini yang menjelaskan individu-individu bagaimana ia mempelajari,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 33
310.
311.
312.
313.
314.
315.
316.
berpikir dan merasakan tentang kerja, penyelesaian tujuan, hubungan kemanusiaan dan kinerja rekan (Schein, 1997: 17). Budaya organisasi berkembang sejalan dengan tahapan perkembangan kehidupan organisasi, yaitu: “entrepreneurial, collectivity, formalization, elaboration” (Daft,1992). Budaya organisasi yang semula terbentuk oleh tipe struktur organisasi dan pola-pola kepemimpinan strategic apex (Melcher, 1994), dan kemudian berkembang melalui interaksi karakteristik individuindividu dengan karakteristik organisasi, interaksi dengan lingkungannya (social culture), serta diperkuat oleh organizational ethics dan property rights system (Jones, 1995 : 179), merupakan kekuatan yang berada di belakang kegiatan dan aktivitas organisasi. (Schein, 1997: 122). Budaya organisasi dibentuk oleh jenis struktur yang digunakan oleh organisasi. Seperti struktur organisasi, budaya organisasi membentuk dan mengontrol perilaku dalam organisasi. Ini mempengaruhi bagaimana orang menanggapi situasi dan bagaimana menafsirkan lingkungan sekitarnya organisasi (Jones, 1995: 14). Budaya/Formalisasi adalah variabel struktural utama bagi individu karena perilaku seseorang yang amat dipengaruhi oleh tingkat formalisasi tersebut (Hall, 1983: 63). Budaya/Hofstede menurunkan konsep budaya dari program mental yang dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu: 1) tingkat universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental seluruhnya melekat pada diri manusia, 2) tingkat collective, yaitu program mental yang dimiliki oleh beberapa, tidak seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok atau kategori dan dapat dipelajari. 3) tingkat individual, yaitu program mental yang unik yang dimiliki oleh hanya seorang, dua orang tidak akan memiliki program mental yang persis sama. Pada tingkatan ini program mental sebagian kecil melekat pada diri manusia, dan lainnya dapat dipelajari dari masyarakat, organisasi atau kelompok lain (Hofstede, 1980: 15). Budaya/Lapisan budaya untuk mengelompokkan kebiasaan orang sesuai dengan lingkungannya: Tingkatan nasional (national level), berdasarkan suatu negara. Tingkatan daerah (regional), dan/atau suku (ethnic), dan atau agama (religion), dan atau bahasa (lingistic). Tingkatan perbedaan jenis kelamin (gender). Tingkatan generasi, misalnya orang tua dengan anak-anak. Tingkatan sosial, dihubungkan dengan pendidikan, dan pekerjaan atau profesi. Tingkatan organisasi atau perusahaan (Hofstede, 1991:10). Budaya/Nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma prilaku, dan pola (pattern) sikap, termasuk ke dalam aspek-aspek kebudayaan yang bersifat intangible (intangible things) (Thoha, 2002: 37). Dekonsentrasi hanya bersangkutan dengan penyelenggaraan administrasi negara, karena itu bersifat kepegawaian (ambtelijk). Kehadiran dekonsentarsi semata-mata untuk ”melancarkan” penyelenggaraan pemerintahan sentral di daerah (Bagir Manan dalam Tutik, 2006: 181).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 34
317.
318.
319.
320.
321.
322.
323.
Dekonsentrasi hanya bersangkutan dengan penyelenggaraan administrasi negara, karena itu bersifat kepegawaian (ambtelijk). Kehadiran dekonsentarsi semata-mata untuk ”melancarkan” penyelenggaraan pemerintahan sentral di daerah (Bagir Manan dalam Tutik, 2006: 181). Dekonsentrasi/Dekonsentrasi adalah penugasan kepada pejabat atau dinas yang mempunyai hubungan hirarki dalam suatu badan pemerintahan untuk mengurus tugas-tugas tertentu yang disertai hak untuk mengatur dan membuat keputusan dalam maslah-masalah tertentu, pertanggungjawaban terakhir tetap pada badan pemerintahan yang bersangkutan (Instituut voor Bestuurswetenschappen Tutik, 2006: 181). Dekonsentrasi/Pengaturan dekonsentrasi, dengan demikian inheren dalam wewenang administrasi negara. Pengaturan dekonsentrasi baru menjadi wewenang pembentuk undang-undang apabila administrasi negara bermaksud “mengalihkan” wewenang itu pada badan-badan di luar administrasi negara yang bersangkutan (Manan, 1990: 184). Dekonsentrasi/Pengaturan dekonsentrasi, dengan demikian inheren dalam wewenang administrasi negara. Pengaturan dekonsentrasi baru menjadi wewenang pembentuk undang-undang apabila administrasi negara bermaksud “mengalihkan” wewenang itu pada badan-badan di luar administrasi negara yang bersangkutan (Manan, 1990: 184). Delegasi menurut Philipus M.Hadjon dengan mengutip Pasal 10:3 AWB, “delegasi diartikan sebagai penyerahan wewenang (untuk membuat “besluit”) oleh pejabat pemerintahan (pejabat tun) kepada pihak lain dan wewenang tersebut menjadi tanggung jawab pihak lain tersebut (Tutik, 2006: 182). Delegasi/Syarat-syarat delegasi sebagai berikut dijelaskan di bawah ini: a. Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu; b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dapat peraturan perundang-undangan; c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi; d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegasi berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut; e. Peraturan kebijakan (bleidsregel), artinya delegasi memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut (J. B. J. M. ten Berge dalam Tutik, 2006: 183). Desentralisasi dilihat dari hubungan pusat dan daerah yang mengacu pada UUD 1945, maka: pertama, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hak-hak rakyat daerah untuk turut serta (secara bebas) dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Kedua, bentuk hubungan antara pusat dan daerah tidak boleh mengurangi hakhak (rakyat) daerah untuk berinisiatif atau berprakarsa. Ketiga, bentuk hubungan antara pusat dan daerah dapat berbeda-beda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Keempat, bentuk hubungan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 35
324.
325.
326.
327.
328.
antara pusat dan daerah adalah dalam rangka mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial di daerah (Manan, 1990). Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh Pemerintah Pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah, baik dalam bentuk satuan teritorial maupun fungsional. Satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah diserahi dan dibiarkan mengatur dan mengurus sendiri sebagian urusan pemerintahan (Tutik, 2006: 185). Desentralisasi merupakan sebagai transfer tanggng jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian pemerintah pusat, unit yang ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonom, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba (Rondinelli dalam Rosyada, 2005: 150). Desentralisasi merupakan sebagai transfer tanggng jawab dalam perencanaan, manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agennya kepada unit kementerian pemerintah pusat, unit yang ada di bawah level pemerintah, otoritas atau korporasi publik semi otonom, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemerintah dan organisasi nirlaba (Rondinelli dalam Rosyada, 2005: 150). Desentralisasi/Ada beberapa alasan ideal mengapa asas desentralisasi diterapkan bagi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sebagaimana yang diungkapkan oleh The Liang Gie, diantaranya: a. Dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada akhirnya dapat menimbulkan tirani. b. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi. c. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan Pemerintahan Daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan kepada daerah. d. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi, keadaan penduduk, kegiatan ekonomi watak kebudayaan atau latar belakang sejarahnya. e. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan tersebut (Rosyada et al., 2005: 153). Desentralisasi/Bila di lihat dari sisi kepentingan Pemerintah Pusat, menurut Smith (1985) sedikitnya ada tiga tujuan utama dari desentralisasi, yaitu: a. Pertama, melalui praktek desentralisasi, diharapkan masyarakat akan belajar mengenali dan memahami
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 36
329.
330.
331.
332.
berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik yang mereka hadapi. b. Kedua, to provide training in political leadership (untuk latihan kepemimpinan). Tujuan ini berangkat dari asumsi dasar bahwa Pemerintah Daerah merupakan wadah yang paling tepat untuk training bagi para politisi dan birokrat, sebelum meraka menduduki berbagai posisi penting di tingkat nasional. c. Ketiga, desentralisasi dari sisi kepentingan Pemerintah Pusat adalah to create political stability (untuk menciptakan stabilitas politik). Melalui kebijaksanaan desentralisasi akan mampu mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, dan kehidupan politik yang stabil (Haris, 2006: 68). Desentralisasi/Dari pemaknaan asas desentralisasi tersebut dapat diklasifikasi dalam beberapa hal, diantaranya: (1) desentralisasi sebagai penyerahan kewenangan dan kekuasaan; (2) desentralisasi sebagai pelimpahan kekuasaan dan kewenangan; (3) desentralisasi sebagai pembagian, penyebaran, pemencaran, dan pemberian kekuasaan dan kewenangan; serta (4) desentralisasi sebagai sarana dalam pembagian dan pembentukan daerah pemerintahan (Gadjong, 2004: 79). Desentralisasi/Desentralisasi mengandung pengertian sebagai berbagi kekuasaan pemerintahan oleh kelompok penguasa pusat dengan kelompok lain, masing-masing memiliki kewenangan dalam area spesifik Negara (Parson (1961) dalam Haris, 2006: 68). Desentralisasi/Di lihat dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah, menurut Smith (1985) sedikitnya ada tiga tujuan utama dari desentralisasi, yaitu: a. Pertama, desentralisasi bertujuan untuk mewujudkan apa yang disebut dengan political equality. Ini berarti, melalui pelaksanaan desentralisasi, diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai aktifitas politik di tingkat lokal. b. Kedua, desentralisasi dari sisi kepentingan Pemerintah Daerah adalah local accountability. Maksudnya, melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan dapat tercipta peningkatan kemampuan Pemerintah Daerah dalam memperhatikan hak-hak dari komunitasnya, yang meliputi: hak untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan di daerah, serta hak untuk mengontrol pelaksanaan Pemerintahan Daerah itu sendiri. c. Ketiga, desentralisasi dari sisi kepentingan Pemerintahan Daerah adalah local responsivenees. Asumsi dasar dari tujuan desentralisasi yang ketiga ini adalah: karena Pemerintahan Daerah dianggap lebih mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh komunitasnya, maka melalui pelaksanaan desentralisasi diharapkan akan menjadi jalan yang terbaik utnuk mengatasi dan sekaligus meningkatkan akselerasi dari pembangunan sosial dan ekonomi di daerah (Haris, 2006: 68). Desentralisasi/Kaitan tugas antara tugas pembantuan dengan desentralisasi dalam melihat hubungan pemerintah pusat dan daerah, seharusnya bertolak dari : (1) Tugas pembantuan adalah bagian dari desentralisasi, (2) Tidak ada perbedaan pokok antara otonomi dan tugas pembantuan karena dalam tugas pembantuan terkandung unsur
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 37
333.
334.
335.
336.
otonomi, (3) Tugas pembantuan sama halnya dengan otonomi yang mengandung unsur penyerahan bukan penugasan. Kalau otonomi adalah penyerahan penuh sedangkan tugas pembantuan penyerahan tidak penuh (Gadjong, 2004: 93). Desentralisasi/Kelebihan disentralisasi (dalam pembuatan keputusan), top manager atau strategic apex, dengan otoritas yang dimilikinya, dapat mengkoordinasikan secara komprehensif seluruh unit-unit yang ada dalam organisasi dan mengarahkan kegiatannya secara konsisten terhadap tujuan yang ingin dicapai. Pengambilan keputusan kemungkinan dapat dilakukan dengan cepat tanpa menunggu masukan informasi dari pihak lain. Akan tetapi kelemahannya, ia tidak akan mempunyai cukup waktu jika seluruh jenis keputusan di dalam organisasi diambilnya, terutama untuk pengambilan keputusan strategis yang bertalian dengan kehidupan organisasi jangka panjang ke depan di mana hal ini merupakan tugas pokok top manager (Tachjan, 2006: 108). “They have no time for long-term strategic decision making about future organizational activities” (Jones, 1995: 65). Desentralisasi/Lima tipe desentralisasi vertikal dan desentralisasi horizontal, yaitu: “Type A: Vertical and horizontal centralization. Type B: Limited horizontal decentralization (selective). Type C: Limited vertical decentralization (paralel). Type D: Selective vertical and horizontal decentralization. Type E: Vertical and horizontal decentralization” (Mintzberg, 1979: 20). Adapun sebagai konfigurasi struktur (structural configuration) dari kelima tipe desentralisasi vertikal dan desentralisasi horizontal tersebut di atas (Mintzberg, 1979), yaitu: 1. Simple Structure (Type A). 2. Machine Bureaucracy (Type B). 3. Divisional Structure (Type C). 4. Adhocracy (Type D). 5. Bureaucracy Professional (Type E) (Mintzberg, 1979: 301). Desentralisasi/Menurut pandangan ilmu pemerintahan, salah cara untuk mendekatkan pemerintahan kepada masyarakat adalah dengan menerapkan kebijakan desentralisasi (Smith, 1985: 8). Desentralisasi/Mintzberg di samping membagi desentralisasi otoritas pengambilan keputusan ke dalam: “vertical decentralization and horiontal decentralization” (1979: 181). Ia juga mengemukakan kategori jenis keputusan dalam organisasi ke dalam: “Operating decisions, Administrative decisions, Strategic decisions” (1979: 59) yang dikaitkan dengan lima elemen dasar organisasi, yaitu: “Strategic apex, middle line, support staff, technostructure, operating core” (Mintzberg, 1979: 20). Desentralisasi vertical bertalian dengan pelimpahan kekuasaan pembuatan keputusan ke bawah berdasarkan rantai hierarki, dari puncak pimpinan yang strategis (top manager) kepada pimpinan garis tengah (middle manager). Fokusnya dalam hal ini pada kekuasaan formal. Adapun yang dimaksud dengan otoritas horizontal decentralization adalah: (…menggeser kekuasaan dari manager kepada staf manager, atau tepatnya dari managers garis kepada staf manager, analis, spesialis pendukung, dan operator. Kita melangkah ke dalam kekuasaan informal, khususnya kontrol atas
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 38
337.
338.
339.
340.
341.
342.
343.
pengumpulan informasi dan pemberian nasihat terhadap manager garis dan pelaksanaan pilihannya). Desentralisasi/Parson (1961), desentralisasi mengandung pengertian sebagai sharing of the governmental power by a central ruling group with other groups, each having authority within a specific area of state (Haris, 2006: 68). Desentralisasi/Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi juga berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat dengan lembagalembaga otonom di daerah. Sementara, pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas perorangan pusat di daerah (Gadjong, 2004: 100). Desentralisasi/Tujuan desentralisasi secara umum tidak terlepas dari upaya penyelenggaraan pemeritahan di daerah lebih disesuaikan dengan keadaan daerah masing-masing. Bahasan desentralisasi baik secara konseptual maupun aktualisasi tidak terlepas dari keberadaan suatu sistem yang lebih besar, mengingat asas desentralisasi bukan merupakan suatu sistem yang berdiri sendiri melainkan rangkaian dari sistem yang sudah terbangun sebelumnya, yaitu “sentralisasi”. Menurut Herbert H Werlin, bahwa sesungguhnya desentralisasi tidak terjadi tanpa sentralistik, mengingat sentralsitik merupakan titik awal lahirnya desentralisasi (Tutik, 2006: 186). Diferensiasi vertikal mengacu pada kedalaman dalam struktur. Diferensiasi meningkat, dan karenanya kompleksitas, jumlah tingkat hirarki dalam organisasi meningkat. Semakin banyak tingkat yang ada antara manajemen puncak dan koperasi, semakin besar potensi distorsi komunikasi, semakin sulit untuk mengkoordinasikan keputusan personil manajerial, dan semakin sulit bagi manajemen puncak untuk mengawasi tindakan operatif (Robbins, 1990: 87). Domain cognitive itu sendiri terdiri atas enam tahapan, di mana tahapan yang pertama merupakan landasan untuk memasuki tahapan yang berikutnya. Tahapan yang lebih tinggi lebih kompleks dari tahapan yang lebih rendah. Tahapan yang dimaksud adalah: 1) Pengetahuan (Knowledge): ingatan sederhana tentang spesifikasi, metode, dan struktur; 2) Pemahaman (Comprehension): pengertian tentang tipe, di mana tidak termasuk kemampuan untuk melihat implikasinya; 3) Aplikasi (Application): kemampuan untuk menggunakan generalisasi atau aturan-aturan dalam situasi tertentu; 4) Analisis (Analiysis): kemampuan untuk memilah komunikasi dalam organisasi ide-ide yang ditata secara hirarkis; 5) Sintesis (Synthesis): kemampuan untuk menata dan menggabungkan sejumlah elemen yang tak terstruktur dalam sesusatu yang terorganisiasi; 6) Evaluasi (Evaluation): pengkajian materi, metode, dan lain-lain dengan menggunakan kriteria yang terseleksi (Bloom, 1965:18-24). Efektivitas itu tercapai ketika mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi itu (Ratminto dan Winarsih, 2005: 174). Efektivitas sebagai orientasi kerja menyoroti 4 hal, yaitu: 1. Sumber daya manusia, dana, sarana dan prasarana yang dapat digunakan sudah
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 39
344.
345.
346.
347.
348.
349.
ditentukan dan dibatasi. 2. Jumlah dan mutu barang atau jasa yang harus dihasilkan telah ditentukan. 3. Batas waktu untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut sudah ditetapkan. 4. Tata cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan tugas sudah dirumuskan. (Siagian, 1996: 21-22). Efektivitas/Ada tiga macam perspektif keefektifan yang dapat diidentifikasi. Pertama adalah keefektifan individual yang menekankan pada pelaksanaan tugas pekerja atau anggota dari organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya adalah keefektifan kelompok. Dalam pesrpektif ini dibutuhkan sumbangan dari seluruh anggota kelompok sehingga dapat efektif. Perspektif yang ketiga adalah keefektifan organisasi. Karena organisasi terdiri dari individu dan kelompok, keefektifan organisasi adalah fungsi dari keefektifan indivudu dan kelompok. (Gibson dkk., 1995: 25-26). Efektivitas/Dalam rangka mendefinisikan keefektifan ada dua pendekatan yang digunakan, yaitu: Pendekatan menurut tujuan Pendekatan ini menekankan pentingnya pencapaian tujuan sebagai kriteria penilaian keefektifan. Menurut pendekatan ini organisasi didirikan untuk mencapai tujuan sehingga organisasi akan efektif apabila tujuan organisasi tercapai. 2. Pendekatan teori sistem Pendekatan ini menekankan pentingnya adaptasi terhadap tuntutan ekstern sebagai kriteria penilaian keefektifan. Menurut teori sistem organisasi adalah suatu elemen dari suatu sistem yang luas yaitu lingkungan sehingga kriteria kefektifan harus mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi dan lingkungan sekitarnya (Gison dkk., 1995: 27-32). Evaluasi/ Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masingmasing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran, pemberian angka, dan penilaian, kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisa hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya, Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan (Dunn, 1999: 608-609). Evaluasi/Ini merupakan evaluasi implementasi kebijakan publik. Dengan kata lain, evaluasi dapat pula digunakan untuk melihat apakah proses implementasi suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis/ pelaksanaan (guide lines) yang telah ditentukan (Widodo, 2008: 112). Evaluasi/Samudra Wibawa menilai bahwa evaluasi bermaksud untuk mengetahui 4 (empat) aspek,yakni: 1. Proses Pembuatan Kebijaksanaan. 2. Proses Implementasi. 3. Konsekuensi Kebijaksanaan. 4. Efektifitas dampak kebijaksanaan (Wibawa, 1994: 5). Evaluasi/William Dunn membagi evaluasi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Evaluasi sumatif, yaitu evaluasi yang disusun untuk memperkirakan hasil dari program setelah program tersebut selesai di laksanakan. 2. Evaluasi Formative, yaitu evaluasi yang ditujukan untuk memperbaiki
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 40
350.
351.
352.
353.
354.
355.
suatu program dimana program tersebut masih aktif di jalankan (Wibawa, 1994: 358). Fungsi adalah subunit di mana orang mengolah keterampilan yang sama atau menggunakan set yang sama sumber daya, dan divisi adalah subunit yang terdiri dari dua atau lebih fungsi yang berbagi tanggung jawab untuk memproduksi barang atau jasa tertentu (Jones, 1995: 53). Gender tidak selalu dilihat sebagai perbaikan ideologi politik tetapi sebagai suatu bagian dalam pemahaman yang lebih luas tentang tingkah laku manusia, dimana hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan fisik dan emosi, persepsi, hubungan dan struktur. Konsep seperti identitas, keterwakilan dan kekuatan yang menjelaskan bagaimana manusia berjuang untuk mengukir kemampuan / penerimaan dalam hidup untuk diriya sendiri dalam kewajiban yang mendesak melalui lata belakang, peraturan sosial, dan atribut diri. Jika konsep dari Gender merupakan suatu kelengkapan dalam membangun dan kemajuan hak-hak wanita, riset GAD, kebijakan dan kemampuan dalam pemahaman arti yang komplek dan kesamaan konsep dan hambatan dalam menganjurkan dirinya sendiri sebagai suatu hal yang tak dipertanyakan) (El-Bushra, 2006: 61). Gender/Dua faktor pemberdayaan atas partisipasi perempuan: 1. Pengaruh dan masih mengakarnya peran dan pembagian gender antara lakilaki dan perempuan yang tradisional yang membatasi atau menghambat partisipasi perempuan di bidang kepemimpinan dan pembuatan kebijakan atau keputusan. 2. Kendala-kendala kelembagaan (institusional) yang masih kuat atas akses perempuan terhadap kekuasaan yang tersebar di berbagai kelembagaan sosial politik (Center for Asia Pasifik Women in Politics dalam Subono, 2003: 21). Gender/Empat strategi pokok untuk menjalankan kebijakan agar tidak bias gender, yaitu: 1. Pastikan para pelaksana memahami bahwa kebijakan tersebut adalah kebijakan yang pro gender. 2. Pastikan bahwa ada reward dan punishment bagi pematuh dan pelanggarnya 3. Mempunyai ukuran kinerja yang pro gender 4. Mengevaluasi kinerjanya (Nugroho dalam Astuti, 2009: 63). Gender/Gerakan yang dominan pada akhir tahun 1970an ini menawarkan strategi pembangunan yang meletakkan perempuan sebagai aset dan sasaran, bukan beban pembangunan, antara lain dengan: a) Meningkatkan produktivitas dan pendapatan perempuan b) Memperbaiki kemampuan perempuan dalam mengatur rumah tangga c) Mengintegrasikan perempuan dalam proyek dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan. d) Meningkatkan kesehatan, pendapatan atau sumber daya (Darwin, 2005: 59). Gender/Isu isu gender yang mengemuka saat ini ternyata belum mampu menjamin terintegrasinya kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang pembangunan. Kebijakan pemerintah dalam bentuk Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional belum mampu menempatkan isu-isu gender sebagai isu utama dan belum mampu berkompetisi dengan isu-isu lainnya (Astuti, 2009:155).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 41
356.
357.
358.
359.
360.
361.
Gender/Kebijakan responsif gender pada hakekatnya merupakan manifestasi dari salah satu prinsip good governance yaitu equity. Hal ini terkait dengan upaya kebijakan responsif gender yang secara khusus mempertimbangkan manfaat kebijakan secara adil terhadap perempuan dan laki-laki, baik menurut kelompok umur, ekonomi maupun kelompok marginal (Astuti, 2009: 63). Gender/Kesetaraan gender adalah suatu keadaan laki-laki dan perempuan mendapat pengakuan hak, penghargaan atas harkat dan martabat, serta partisipasi yang sama dalam aspek kehidupan, baik di sektor publik maupun domestik. Perbedaan ciri biologis dan peran reproduksi pada perempuan dan laki-laki tidak seharusnya menimbulkan perlakuan yang diskriminatif pada salah satu jenis kelamin (Muhadjir, 2005: 58). Gender/Lima bentuk ketidakadilan gender yang ditemui dan menonjol dalam masyarakat adalah Marginalisasi yaitu proses peminggiran atau penyingkiran terhadap suatu kaum yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan/ pelemahan ekonomi kaum tertentu (dalam kasus ini adalah perempuan). Yang kedua adalah Subordinasi, yaitu merupakan penempatan kaum tertentu pada posisi kurang penting/dinomor duakan. Ketiga adalah Stereotipe, Stereotipe adalah pelabelan/penandaan kaum tertentu. Akan tetapi pada permasalahan gender, stereotipe lebih mengarah pada pelabelan yang bersifat negatif terhadap keadaan perempuan. Ketidak adilan berikutnya adalah Violence (kekerasan berbasis gender). Kekerasan dalam hal ini adalah serangan fisik maupun integritas mental kepada psikologis seseorang. Kekerasan tersebut terjadi karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dan yang terakhir adalah Beban Kerja Ganda (Double Burden). Beban kerja ganda sebagai bentuk ketidakadilan didasari sebagai anggapan bahwa perempuan lebih cocok mengurusi dan bertanggungjawab atas pekerjaan domestik (Fakih, 2004:75-76). Gender/Pengarusutamaan gender adalah pematangan dari strategi GAD yang bertujuan menjadikan gender sebagai arus utama pembangunan. Sasaran tembaknya adalah kebijakan (negara), aksi (masyarakat), serta institusi (Negara dan masyarakat). Artinya melalui penerapan strategi ini diupayakan agar setiap kebijakan atau aksi yang dilakukan oleh Negara, masyarakat, ataupun LSM menjadi sensitif gender atau menjadikan gender sebagai arus utamanya (Darwin, 2005: 63). Gender/Pengarusutamaan gender sebagai salah satu strategi pembangunan yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencaaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program, proyek, dan kegiatan di berbagai bidang kehidupan (Kementerian Pemberdayaan Perempuan, 2003: 3). Gender/Perencanaan pembangunan harus mengintegrasikan wawasan gender dalam rencana pembangunan. Perencanaan pembangunan yang berwawasan gender haruslah mengubah status quo hubungan gender
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 42
362.
363.
364.
365. 366.
yang merugikan perempuan menuju equilibrium baru dalam hubungan gender yang merefleksikan prinsip-prinsip keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Proses perencanaan berwawasan gender merupakan suatu upaya nasional/sub nasional untuk mentraformasikan situasi obyektif empiris hubungan gender menuju situasi normatif. Karena itu perencana harus benar-benar memahami situasi obyektif empiris hubungan gender sehingga memungkinkan mengidentifikasikan isu-isu gender yang fundamental (Tjokrowinoto dalam Astuti, 2009: 67). Gender/Politik perjuangan wanita memiliki faktor yang signifikan dalam mengumpulkan dukungan dan representasi untuk wanita di berbagai tempat.Bagaimanapun juga kemunculan wanita dalam parlemen dihubungkan tidak haya sebagai perjuangan nasional yang spesifik tetapi lebih ke daerah dan aliansi politik global. Demokrasi merupakan pergerakan politik yang tidak hanya memberi batas untuk Negara, tetapi lebih menggambarkan tentang kekuatan dari daerah dan hubungan politik global) (Walby, 2008: 25-26). Gender/Selain kendala-kendala di atas perempuan juga menghadapi kendala bersifat kelembagaan yang menghambat partisipasi mereka dalam berkecimpung di ranah publik. Kendala-kendala tersebut dibagi dalam faktor-faktor yang berkaitan sebagai berikut: Kurangnya kehendak politik – Keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi kepemimpinan masih sangat terbatas pada tingkat otoritas menengah dan bawah. Untuk itu diperlukan kehendak politik yang kuat dari pemerintah, parpol, dan organisasi lainnya untuk menciptakan sebuah lingkungan politik yang kondusif bagi partisipasi dan pemberdayaan perempuan. 2. Kurangnya “critical mass” (massa kritis) perempuan dalam dunia politik. Keterlibatan perempuan dalam posisi pengambilan keputusan kadang kala tidak berarti, karena posisi mereka sebagai minoritas. Kaum mayoritas dalam hal ini laki-laki, akan sangat mudah untuk mengabaikan atau bahkan menyerang balik ide mereka. 3. Keberadaan dan kuatnya “Jaringan Laki-laki semua” (all boys club) Struktur politik yang didominasi laki-laki pada dasarnya telah menciptakan sebuah budaya yang mengeluarkan perempuan. Hal ini akan diperparah bila dikombinasikan dengan senioritas dan budaya machismo. 4. Akses yang berbeda terhadap sumber-sumber politik Proses dan peraturan pemilihan politik selama ini lebih banyak mendapat dukungan partai politik dan bisnis besar yang didominasi laki-laki (Subono, 2003: 22-28). Gender/Sex (jenis kelamin) merupakan pensifatan atau pembagian jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, jakala (kala menjing), dan memproduksi sperma. Adapun perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan alat menyusui (Fakih, 2004: 8). Hadiah (reward) merupakan salah satu cara menumbuhkan motivasi berprestasi (Sardiman, 2002: 89). Harapan pelanggan/Sembilan faktor utama yang mempengaruhi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 43
367.
368.
369.
370.
371.
372.
harapan pelanggan terhadap suatu jasa yang dapat dirangkum sebagai berikut: (1) Enduring Service Intensifiers, berupa harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai suatu jasa. (2) Kebutuhan pribadi, meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. (3) Transitory Service Intensifiers terdiri atas situasi darurat yang memberikan jasa tertentu (seperti asuransi kecelakaan dan kesehatan) serta jasa terakhir yang pernah dikonsumsi pelanggan. (4) Persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain. (5) Self-Perceived Service Role yaitu persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatan dalam proses penyampaian jasa. (6) Faktor situasional yang berada di luar kendali penyedia jasa. (7) Janji layanan implisit yang tercermin dari harga dan sarana pendukung jasa. (8) World-Of-Mouth baik dari teman, keluarga, rekan kerja, pakar, maupun publisitas media massa. (9) Pengalaman masa lampau (V. Zeithami dalam Tjiptono, 2005: 271). Harapan pelanggan/Tiga tipe harapan pelanggan yaitu: 1. Will Expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan oleh pelanggan akan diterimanya, berdasarkan atas informasi yang diketahuinya. 2. Should Expectation, yaitu tingkat kinerja yang sudah sepantasnya diterima pelanggan. 3. Ideal Expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima pelanggan ((Tjiptono, 2000: 64). Implementasi kebijakan publik sebagai salah satu aktivitas dari administrasi publik sebagai suatu institusi, dimaksudkan sebagai salah satu proses kegiatan yang dilakukan oleh unit-unit administratif atau unit-unit birokratik (Sharkansky, 1975: 14; Ripley & Grace A. Franklin, 1986: 33; Tachjan, 2006: 63). Implementasi/“implementing organization”, maksudnya birokrasi pemerintah yang mempunyai tanggungjawab dalam melaksanakan kebijakan publik (Smith dalam Quade, 1977: 261). Implementasi/“Policy implementation, ... is the stage of policy making between the establishment of a policy ... and the consequences of the policy for the people whom it affects” (Edwards III, 1980: 1). Implementasi/Berdasarkan perkembangan paradigma atau alur pemikirannya, studi implementasi kebijakan publik merupakan salah satu sub-alur pemikiran dari administrasi pembangunan, adapun administrasi pembangunan merupakan salah satu alur pemikiran dari ilmu administrasi publik (Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja A. R., 1988: 46). Implementasi/Dalam proses implementasi ada empat variabel yang perlu diperhatikan (Smith (1973) dalam Tachjan, 2006: 37). … Keempat variabel dalam implementasi kebijakan public tersebut, yaitu: (1) Kebijakan yang diidealkan (idealised policy), yakni pola-pola interaksi ideal yang telah mereka definsikan dalam kebijakan yang berusaha untuk diinduksikan; (2) kelompok sasaran (target groups), yaitu mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 44
373.
374.
375.
376. 377.
378.
yang diharapkan oleh perumus kebijakan; (3) implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan; (4) environmental factor, yakni unsurunsur dalam lingkungan yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik (Smith (1973) dalam Tachjan, 2006: 38). Implementasi/Implementation - a general process of administrative action that can be investigated at specific program level” (Grindle, 1980: 6). Implementasi/Keberhasilan implementasi ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut, yaitu: Content dan Context. Content of Policy, mencakup: 1. Interest affected. 2. Type of benefits. 3. Extent of change envisioned. 4. Site of decision making. 5. Program implementor. 6. Resources committed. Context of Implementation, mencakup: 1. Power, interest, and strategies of actors involves. 2. Institution and regime characteristics. 3. Compliance and responsiviness (Merilee S. Grindle (1980) dalam Tachjan, 2006: 56). Implementasi/Komponen-komponen model sistem implementasi kebijakan publik, terdiri atas: (1) program (kebijakan) yang dilaksanakan; (2) target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; (3) unsur pelaksana, baik organisasi atau perorangan, yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari proses implementasi tersebut; dan (4) faktor lingkungan (fisik, sosial, budaya dan politik) (Tachjan, 2006: 37). Implementasi/Model Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, 1978: 1984). Model ini disebut sebagai “The top down approach”. Implementasi/Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier, yang disebut A Frame Work for Implementations Analysis (1983). Menurut kerangka pemikiran ini, variable-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut: 1. Tractability of the problems. 2. Ability of policy decision to structure implementation. 3. Nonstatury variable affecting implementation (Mazmanian dan Paul A. Sabatier, 1983: 21-30). Maksud dari ketiga kategori variabel tersebut adalah sebagai berikut. 1. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap/dikendalikan. 2. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya; dan 3. Pengaruh langsung pelbagai variabel yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut (Tachjan, 2006: 58). Implementasi/Model George Edwards III (1980). Menurut kerangka pemikiran George Edwards III bahwa keberhasilan implementasi kebijakan publik dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Communication. 2. Resources. 3. Dispositions. 4. Bureaucratic Structure (Edwards III, 1980: 10-11).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 45
379.
380.
381.
382.
383.
384.
Implementasi/Model Gordon Chase (1979). Model Gordon Chase ini dikembangkan berdasarkan hasil studi kasus implementasi tiga jenis pelayanan masyarakat kota yang dilakukan oleh Pemerintah Kota New York City dalam bidang pelayanan kesehatan dan pengawasan obat. Dari hasil studi tersebut ditemukan bahwa, hambatan utama dalam implementasi program pelayanan terhadap masyarakat, dapat dibedakan dalam 3 kategori, yaitu: (1) Masalah-masalah yang timbul karena kebutuhan operasional yang melekat pada program itu sendiri; (2) Masalah-masalah yang timbul dalam kaitan dengan sumber daya yang dibutuhkan guna pelaksanaan program tersebut; (3) Masalahmasalah lain yang timbul karena keterkaitan dengan organisasi atau birokrasi lainnya, yang diperlukan dukungan, bantuan dan persetujuannya guna pelaksanaan program tersebut (Tachjan, 2006: 53). Implementasi/Model transaksional (Transactional Model). Model ini dikembangkan oleh Warwick (1979). Model ini pada prinsipnya bertolak dari pandangan bahwa guna memahami berbagai masalah pada tahap pelaksanaan suatu rencana atau kebijakan, melihat keterkaitan antara perencanaan dan implementasi tak dapat diabaikan. Proses perencanaan tidak dapat dilihat sebagai suatu proses yang terpisah dengan pelaksanaan. Pada tahap implementasi, berbagai kekuatan akan berpengaruh baik faktor yang mendorong atau memperlancar, maupun kekuatan yang menghambat atau memacetkan pelaksanaan program (Tachjan, 2006: 51). Implementasi/Model Van Meter dan Van Horn (1975), yang disebut sebagai A Model of the Policy Implementation Process. Model ini menjelaskan bahwa kinerja kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas yang saling berkaitan, variabel-variabel tersebut yaitu: 1. Standar dan sasaran kebijakan. 2. Sumber daya. 3. Karakteristik organisasi pelaksana. 4. Komunikasi atar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan. 5. Sikap para pelaksana. 6. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik (Van Meter dan Van Horn (1975) dalam Tachjan, 2006: 39-40). Implementasi/Pada hakekatnya semua kebijakan publik diimplementasikan oleh organisasi-organisasi publik yang besar, oleh karena itu pengetahuan tentang organisasi-organisasi telah menjadi suatu unsur penting dari analisis kebijakan. Kita tidak dapat berkata dengan banyak kepastian bagaimana suatu kebijakan itu adanya, atau mengapa tidak diimplementasikan, tanpa mengetahui sebagian besar tentang bagaimana organisasiorganisasi itu berfungsi (Elmore dalam Hill, 1993: 314-345). Implementasi/Pelaksana tidak hanya harus tahu apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya, tetapi mereka juga harus berkeinginan untuk melaksanakan kebijakan (Edwards III, 1980: 11). Implementasi/Sebab musabab yang mungkin menjadi dasar dari kegagalan implementasi kebijakan, sangat berbeda-beda satu sama lain. Sebab-musabab ini ada sangkut-pautnya berturut-turut dengan isi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 46
385.
386.
387.
388.
dari kebijakan yang harus diimplementasikan, tingkat informasi dari aktor-aktor yang terlibat pada implementasi, banyaknya dukungan bagi kebijakan yang harus diimplementasikan dan akhirnya pembagian dari potensi-potensi yang ada (Hoogewerf (1978) dalamTachjan, 2006: 14). Implementasi/Sehubungan dengan model-model implementasi kebijakan publik, Wayne Parsons dalam bukunya yang berjudul: Public Policy: An Introduction to the theory and practice of policy analysis (1997: 463), membagi garis besar perkembangan model implementasi menjadi empat tahap, yaitu: (1) The analysis of failure: Derthick (1972); Pressman and Wildavsky (1973); Bardach (1977). (2) Rational (top-down) models to identity factors which make for successful implementation: Van Meter and Van Horn (1975); Hood (1976); Sabatier and Mazmanian (1979). (3) Bottom-up critiques of the top-down model in terms of the importance of other actors and organizational instructions: Lipsky (1971); Elmore (1978,1979); Hjern at al (1978). (4) Hybrid theories. Implementation as : evolution (Megore and Wildavsky, 1978); as learning (Browne and Wildavsky, 1984); as a policy-action continuum (Lewis and Flyinn, 1978, 1979); (Berrett and Fudge, 1981); inter-organizational analysis (Hjern, 1982); (Hjern and Porter, 1981); and policy types (Ripley and Franklin, 1982); as part of a policy subsystem (Sabatier, 1986); and as public sector management (Hughes, 1994) (Tachjan, 2006: 58). Implementasi/Tahap implementasi itu akan mencakup urutan-urutan langkah sebagai berikut: 1. Merancang bangun (mendesain) program beserta perincian tugas dan perumusan tujuan yang jelas, penentuan ukuran prestasi kerja, biaya dan waktu; 2. Melaksanakan (mengaplikasikan) program, dengan mendayagunakan struktur-struktur dan personalia, dana dan sumber-sumber lainnya, prosedur-prosedur, dan metode-metode yang tepat; 3. Membangun sistem penjadwalan, monitoring dan sarana-sarana pengawasan yang tepat guna serta evaluasi (hasil) pelaksanaan kebijakan. (Tachjan, 2006: 35). Implementasi/Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut: 1. The circumtances external to the implementing agency do not impose cripling constraints. 2. That adequate time and sufficient resources rare made available to the programme. 3. That the requires combination of resources is actually available. 4. That the policy to be implemented is based upon a valid theory of cause and effect. 5. That the relationship between cause and effect is direct and that there are few if any, intervenning link. 6. That dependency relationships are minimal. 7. That there is understanding of, and agreement on objectives. 8. That tasks are fully specified in correct sequence. 9. That there is perfect communication and coordination. 10. That those in authority can demand and obtain perfect compliance (Hood dan Gunn, 1984: 199-206). Implementasi: melaksanakan, menyelesaikan, memenuhi, menghasilkan, melengkapi (Pressman dan Wildavsky, 1978: xxi).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 47
389. 390.
391.
392.
393. 394.
395.
396.
397.
Implementation is that set of activities directed toward putting a program into effect (Grindle, 1980: 6). Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and Risk Taking) adalah penciptaan atau berbuat sesuatu yang baru dan berbeda serta keberanian pengambilan resiko. Karakteristik budaya ini memberikan gambaran atau penjelasan bahwa, suatu organisasi akan dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan sehingga bisa hidup terus untuk waktu jangka panjang, apabila memiliki kemampuan untuk menciptakan atau berbuat sesuatu yang baru dan berbeda. (Tachjan, 2006: 124). Inovasi dapat dilakukan pada barang, pelayanan, atau gagasan-gagasan yang diterima oleh seseorang sebagai sesuatu yang baru, sehingga mungkin saja suatu gagasan telah muncul di masa lampau, tetapi dapat dianggap inovatif bagi konsumen yang baru mengetahuinya (Galbraith, 1973; Schon, 1967 dalam Lukas dan Ferrel, 2000: 240). Inovasi menjadi semakin penting sebagai sarana bertahan, bukan hanya pertumbuhan dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan dan kondisi persaingan bisnis yang semakin meningkat (Gronhaug dan Kaufmann dalam Han, Kim dan Srivastava, 1998: 30). Inovasi sebagai salah satu variabel penting dalam menentukan kinerja (Han, Kim dan Srivastava, 1998: 30-45). Jasa dikasifikasikan jasa menjadi 7 garis besar yaitu: 1. jasa berdasarkan segmen pasar; 2. Tingkat kemewadaan; 3. Ketrampilan penyedia jasa; 4.Tujuan organisasi jasa; 5. Regulasi; 6. Tingat Intensitas karyawan; 7. Tingkat kontak penyedia jasa serta pelanggan untuk lebih jelas daqpat dilihat pada tabel berikut ini (FITSZIMMORS dalam sugiarto 1999: 37). Jasa itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas) proses-proses dan unjuk kerja yang Intangible Sedangkan (Leonard L. Berry dalam Yazid, 2001: 1). Jasa//Lima dimensi kualitas jasa utama, yaitu: 1) Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 2) Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan yang tanggap. 3) Jaminan (Assurance) yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. 4) Empati (Empathy) yaitu meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. 5) Bukti Fisik (Tangibles) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi (A. Parasuraman dalam Tjiptono, 2005: 273). Jasa/10 dimensi atau atribut yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kualitas jasa: 1) Ketepatan waktu pelayanan, berkaitan dengan waktu tunggu dan waktu proses. 2) Akurasi pelayanan, berkaitan dengan keandalan dan bebas dari kesalahan-kesalahan. 3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan khususnya bagi mereka yang berinteraksi dengan pelanggannya. 4)
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 48
398.
399.
400.
Tanggung jawab berkaitan dengan penerimaan permintaan dan penanganan keluhan dari pelanggan. 5) Kelengkapan, berkaitan dengan ketersediaan sarana pendukung dan lingkup pelayanan. 6) Kemudahan mendapatlan pelayanan, berkaitan dengan banyaknya Otlet dan pegawai yang melayani pelanggan. 7) Variasi model pelayanan, berkaitan dengan inovasi untuk memberikan polapola baru dalam pelayanan. 8) Pelayanan pribadi, berkaitan dengan fleksibilitas penanganan permintaan khusus. 9) Kenyamanan dalam memberikan pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruangan, mudah dijangkau oleh pelanggan, tempat parker dan lain-lain. 10) Atribut pendukung pelayanan lainya: misalnya lingkungan, kebersihan, ruang tunggu, fasilitas musik, AC dan lainlain (Gasperz, 1997: 2). Jasa/7 klasifikasi jasa yaitu: 1) jasa berdasarkan segmen pasar, 2) Tingkat kemewadaan, 3) Ketrampilan penyedia jasa, 4) Tujuan organisasi jasa, 5) Regulasi, 6) Tingat Intensitas karyawan, 7) Tingkat kontak penyedia jasa serta pelanggan (Fitszimmors dalam sugiarto, 1999; 37). Jasa/Ada 3 kategoti komplain atas ketidak puasan yaitu: 1) Voice response - Pada kategori ini pelanggan langsung menyampaikan komplainnya dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan. 2) Private response - Disini pelanggan menceritakan pengalamannya atas ketidak puasannya kepada orang-orang yang ada disekelilingnya hal ini akan berdampak pada citra perusahaan dimata masyarakat. 3. Third Party response - Kategori inilah yang paling membahayakan perusahaan karena disini pelanggan tidak hanya melakukan komplain kepada perusahaan ataupun menceritakannya kepada orang lain (Singh dalam Tjiptono, 1997: 22). Jasa/Dua konsep pelayanan berkualitas, yakni Service Triangle dan Total Quality Servive. Service Triangle - Sevice triangle adalah suatu model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggannya. Model tersebut terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus, yaitu: a. Strategi pelayanan (service strategy), Strategi pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan diimplementasikan seefektif mungkin sehingga mampu membuat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan pesaingnya. Untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus pada kepuasan pelanggan sehingga perusahaan mampu membuat pelanggan melakukan pembelian ulang bahkan mampu meraih pelanggan baru. b. Sumberdaya manusia yang memberikan pelayanan (service people), Orang yang berinteraksi secara langsung maupun tidak berinteraksi langsung dengan pelangan harus memberikan pelayanan kepada
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 49
401.
pelanggan secara tulus (empathy), responsif, ramah, fokus, dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan kebutuhan pelanggan internalnya ( karyawan ) dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penilaian kinerja yang mampu menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya perusahaan membuat strategi pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan eksternalnya, sementara pada saat yang sama perusahaan gagal memberikan kepuasan kepada pelanggan internalnya, demikian pula sebaliknya. c. Sistem pelayanan (service system). Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumberdaya manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu melakukan desain ulang sistem pelayanannya, jika pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem pelayanan, tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya, dengan memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara cepat dengan menciptakan one stop service. 2) Total Quality Service - Pelayanan mutu terpadu adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan, pegawai dan pemilik. Pelayanan mutu terpadu memiliki lima elemen penting yang saling terkait yaitu: a. Market and customer research adalah penelitian untuk mengetahui struktur pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial, analisis kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan pelanggan atas pelayanan yang diberikan. b. Strategy formulation adalah petunjuk arah dalam memberikan pelayanan berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahan dapat mempertahankan pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan baru. c. Education, training and cummunication adalah tindakan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu memberikan pelayanan berkualitas, mampu memahami keinginan dan harapan pelanggan. d. Process improvement adalah desain bulang berkelanjutan untuk menyempurnakan proses pelayanan, konsep P-D-A-C dapat diterapkan dalam perbaikan proses pelayanan berkelanjutan ini. e. Assessment, measurement and feedback adalah penilaian dan pengukuran kinerja yang telah dicapai oleh karyawan atas pelayanan yang telah diberikan kepada pelanggan. Penilaian ini menjadi dasar informasi balik kepada karyawan tentang proses pelayanan apa yang perlu diperbaiki, kapan harus diperbaiki dan dimana harus diperbaiki (Albrecht dalam Yamit, 2005: 24). Jasa/Empat karakteristik jasa yang paling sering dijumpai, yaitu: 1. Tidak Berwujud yaitu jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. 2. Heterogenitas yaitu jasa merupakan variabel non standar yang
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 50
402.
403.
sangat bervariasi. 3. Tidak dapat dipisahkan yaitu jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. 4. Tidak Tahan Lama yaitu jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan (Payne, 2000: 9). Jasa/Harapan pelanggan terhadap kualitas suatu jasa terbentuk oleh beberapa factor berikut: 1) Enduring Service Itensifiers - Faktor ini merupakan factor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitivitasnya terhadap jasa. 2) Personal Need Kebutuhan yang dirasakan seseorang mendasar bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan harapannya. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis. 3) Transitory Service Intensifiers - Faktor ini merupakan factor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang meningkatkan sensitivitas pelanggan tyerhadap jasa. Factor ini meliputi: a) Situasi darurat padasaat pelanggan membutuhkan jasa dan ingin perusahaan bias membantunya (Misalnya jasa asuransi mobil pada saat terjadi kecelakaan lalu lintas). b) Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik buruknya jasa berikutnya. 4) Perceived Service Alternatives - Perceived Service Alternatives merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau drajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis, juika konsumen memiliki beberapa alternative, maka harapanya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar. 5) Self- Perceived Service Roles Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatanya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. 6) Situational Factors - Factor situsional terdiri atas segala kemungkinan yang bias mempengaruhi kinerja jasa, yang diluar penyedia jasa, mislanya pada awal bulan biasanya sebuah BANK ramai dan dipenuhi nasabahnya dan ini akan menyebabkan seseorang nasabah menjadi relative lama menunggu. 7) Explicit Service Promises - Faktor ini merupakan pernyataan (Secara personal atau non personal) oleh organsasi tentang jasanya kepada pelanggan. 8) Implicit Service Promises - Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan baguib pelanggan tentang jasa yang bagaimana seharusnya dan yang akan diberikan. Petunjuk yang memberikan gambaran jasa ini meliputi biaya untuk memperolehnya (Harga) dan alat pendukung jasanya. Pelanggan biasanya menghubungkan harga dan peralatan (Tangible Assets). 9) Word Of Mouth - Merupakan pernyataan (Secara personal atau non personal) yang disampaiakan oleh orang lain selain organisasi (Service Provider) kepada pelanggan. 10) Past Experience - Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya masa lalu ( Zeithamil, et al. 1993 dalam Tjiptono 1997 : 28). Jasa/Karakteristik (jasa) tersebut sebagai berikut: a. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 51
404.
405.
tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman. b. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat (inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. c. Customization. Jasa juga seringkali didesain khusus untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan (Griffin (1996) dalam Lupiyoadi, 2001: 6). Jasa/Karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut: a) Intangible (tidak berwujud). Suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, sehingga tidak dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen. Oleh karena itu tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti itu untuk mewujudkan jasa atau barang yang tidak berwujud. b) Inseperability (tidak dapat dipisahkan). Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut. c) Variability (Bervariasi). Jasa senantiasa mengalami perubahan, tergantung dari siapa penyedia jasa, penerima jasa, dan kondisi di mana jasa tersebut diberikan. d) Perishability (tidak tahan lama). Daya tahan suatu jasa tergantung situasi yang diciptakan oleh berbagai faktor, misalnya: perubahan zaman, teknologi dan sebagainya (Kotler, 1997: 263). Jasa/Karakteristik jasa pelayanan tersebut adalah: 1. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi dan meja dan peralatan makan direstoran, tempat tidur pasien di rumah sakit. Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Hal ini banyak terdapat pada biro perjalanan atau biro travel dan tidak terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, meja dan peralatan makan, bukan terletak pada tempat tidur di rumah sakit, tetapi lebih pada nilai. Oleh karena itu, jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami disediakan. 2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu ciri khusus dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika kita menginginkan jasa tukang potong rambut, maka apabila pemotongan rambut telah dilakukan tidak dapat sebagiannya disimpan untuk besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat dilakukan untuk setengah malam dan setengahnya dilanjutkan lagi besok, jika hal ini dilakukan konsumen tetap dihitung menginap dua hari. 3. Produksi dan Konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi. Misalnya, tempat praktek dokter, restoran, pengurusan asuransi mobil dan lain sebagainya. 4. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha dibidang jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Untuk kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih rendah. 5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 52
406.
407.
faktor dari luar seperti: teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi (Yamit, 2005: 21-22). Jasa/Klasifikasikan jasa berdasarkan 7 kriteria: a) Segmen pasar Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa. Kepada konsumen akhir (misalnya taksi, asuransi jiwa, dan pendidikan) dan jasa bagi konsumen organisasional (misalnya biro periklanan, jasa akuntansi dan perpajakan dan jasa konsultasi manajemen. b) . Tingkat keberwujudan - Kriteria ini berhubungan dengan tingkat keterlibatan produk fisik dengan konsumen, berdasarkan criteria ini, jasa dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu: 1) Ranted good service yaitu konsumen menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu tertentu, konsumen hanya dapat menggunakan produk tersebut, karena kepemilikannya tetap berada pada pihak perusahaan yang menyewakan. 2) Owned good service yaitu produk-produk yang dimiliki konsumen di reparasi, dikembangkan atau ditingkatkan untuk kerjannya atau dipelihara/dirawat oleh perusahaan jasa. 3) Non good service, yaitu jasa personal bersifat intangible (tidak berbentuk produk fisik) ditawarkan kepada para pelanggan. c) Keterampilan penyedia jasa - Berdasarkan tingkat keterampilan penyedia jasa, jasa terdiri atas professional service (misalnya konsultan hokum, konsultan pajak dan konsultan manajemen) dan non professional service (misalnya supir taksi dan penjaga malam). d) Tujuan organisasi - Jasa dapat dibagi menjadi Commercial service atau profit service (misalnya tujuan penerbanagan, Bank) dan non profit service (misalnya yayasan dana bantuan, panti asuhan). e) Regulasi - Jasa di bagi menjadi Regulated service (misalnya jasa pialang angkutan umum dan perbankan) dan non Regulated service (seperti makelar, catering dan pengecetan rumah). f) Tingkat intensitas karyawan Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikomponenkan menjadi dua macam yaitu Equipment based service (seperti cuci mobi, ATM (Automatic Teller Machine). People Based service (seperti sepak bola, satpam, jasa akuntansi, konsultasi manajemen dan konsultasi hokum) sebalikny jasa yang bersifat Equipment based service biasanya bertujuan untuk menjaga konsistensi dari kualitas jasa yang diberikan. g) Tingkat kontak penyedia jasa dan pelanggan - Sperti umumnya dapat dibagi menjadi High contact service (seperti universitas, Dokter, penggadaian) dan Cow contact service (misalnya bioskop). Pada jasa yang tingkat kontak dengan pelanggannya tinggi, keterampilan iunterpersonal karyawan harus diperhatikan oleh perusahaan jasa, sedangkan jasa yang tingkat kontak dengan pelanggan rendah, justru keahlian teknis karyawan yang paling penting (Lovelock dalam Tjiptono, 2004 : 26). Jasa/Komplain/tidaknya seorang pelanggan atas ketidak puasan yang dirasakan tergantung pada 4 (empat) hal berikut ini: 1) Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan yaitu menyangkut drajat pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 53
408.
409.
410.
411.
412.
untuk mengkonsumsi produk, serta social visibility. 2) Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan produk; persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen dan pengalaman komplain sebelumnya. 3) Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi meliputi jangka waktu penyelesaian masalah, gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya. 4) Peluang kebersihan dalam melakukan komplain (Day dalam Tjiptono, 1997: 22). Jasa/Kualitas jasa dipengaruhi dua variabel, yaitu jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected service) (Rangkuti, 2002: 21). Jasa/Kualitas jasa pelayanan ini, yaitu lebih menekankan pada kata pelanggan, kualitas dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik pada pelanggan (excellent) dan tingkat kualitas pelayanan merupakan cara terbaik yang konsisten untuk dapat mempertemukan harapan konsumen (standar pelayanan eksternal dan biaya) dan sistem kinerja cara pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan) (Collier dalam Zulian Yamit, 2005: 22). Jasa/Kualitas jasa sendiri berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaianya untuk mengimbangi harapan pelanggan.” Menurut Kotler dalam Farida Jasfar (2008: 48) “kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi konsumen (Tjiptono, 2001:59). Jasa/Kualitas Jasa/Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: 1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang dijanjikan. 2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan. 4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. 5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi (Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Yamit, 2005: 10-12). Jasa/Kualitas total jasa terdiri dari tiga komponen utama: a. Technical Quality. Technical Quality yaitu berkaitan dengan kualitas Out put (keluaran) jasa dipersepsikan pelanggan, Technical Quality di jabarkan lagi menjadi 3 jenis: 1) Search Quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli. 2) Experience Quality, yaitu kulaitas yang hanya bisa di evaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan dan kerapian hasil. 3. Credence Quality, yaitu kualitas yang sukar di evaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa misalnya kualitas operasi jantung. b. Functional quality. Functional quality yaitu kemampuan yang berkaitan dengan kulaitas cara penyampaian suatu jasa. c. Corporate Image. Corporate Image yaitu profit, reputasi,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 54
413.
414.
citra umum dan daya tarik khusus suatu perusahaan (Gronroos dalam Tjiptono, 2004: 260). Jasa/Kualitas/Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service (jasa yang diharapkan) dan perceived service (jasa yang diterima). Apabila jasa atau pelayanan yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan (expected service), maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa atau pelayanan yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Sebaliknya jika jasa atau pelayanan yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten (Zeithaml, Parasuraman & Berry dalam Tjiptono, 2001: 59-60). Jasa/Kualitas/Ada lima dimensi untuk menilai kualitas pelayanan antara lain : 1. Bukti langsung (tangibles) tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi dan lain-lain yang harus ada dalam proses jasa. Penilaian terhadap dimensi ini dapat diperluas dalam bentuk hubungan dengan konsumen lain pengguna jasa. 2. Kehandalan (reliability) yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu (ontime), dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan tanpa melakukan kesalahan setiap kali. 3. Daya tanggap (responsiveness) yaitu kemauan dan keinginan para karyawan untuk membantu dan memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen. 4. Jaminan (assurance) yaitu meliputi pengetahuan, kemampuan, ramah, sopan, dam sifat dapat dipercaya dari kontak personel untuk menghilangkan sifat keragu-raguan konsumen dan merasa terbebas dari resiko. 5. Empati (empathy), sikap kontak personel maupun perusahaan untuk memahami kebutuhan maupun kesulitan konsumen, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, kemudahan dalam melakukan komunikasi atau hubungan. Menurut jurnal yang ditulis Noore Alam Siddiquee yang berjudul “Public service innovations, policy transfer and governance in the Asia-Pacific region: The Malaysian experience”. JOAAG, Vol. 2. No. 1 tahun 2007 “Thus administrative innovations and policy learning and/or transfers have been a key feature of drives for upgrading the quality of governance in both developed and developing countries. In recent years, such drives seem to have received fresh impetus especially since the advent of the New Public Management (NPM) as a model of public sector governance. The NPM refers to a range of reforms in the public sector aimed at making it more efficient, economic and effective. At the heart of these reforms is the shift from government by control to government by contract, which typically involves the introduction of market logic in the government, changes in organizational structures and redefinition of the government’s roles and functions in the society (Parasuraman dalam Jasfar, 2008: 51).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 55
415.
416.
417.
418.
Jasa/Kualitas/Kualitas jasa telah dikonseptualisasikan sebagai perbedaan antara harapan pelanggan dan kinerja aktual dari penyedia jasa.” Masih dalam Tangkilisan (2005: 216), Hart mendefinisikan “kualitas suatu jasa adalah perbedaan antara jasa yang disediakan dan yang diharapkan pelanggan. Jasa/KualitasTerdapat lima dimensi kualitas jasa utama, yaitu: 1)Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 2)Daya Tanggap (Responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan yang tanggap. 3)Jaminan (Assurance) yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. 4)Empati (Empathy) yaitu meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. 5)Bukti Fisik (Tangibles) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi (A. Parasuraman dalam Tjiptono, 2005: 273). Jasa/Langkah-langkah yang harus diambil dalam mengukur kualitas jasa adalah: 1) Spesifikasi determinan kualitas jasa. Langkah ini menyangkut variabel yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. 2) Perangkat standar kualitas jasa yang bisa diukur. Kualitas jasa yang dimaksud adalah menyangkut tentang standar atau instrument kualitas jasa yang bisa digunakan untuk mengukur variabel (Tjiptono, 2000: 97). Jasa/Lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu: 1. Gap Harapan-Persepsi Manajemen Perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai harapan pelanggan. Dalam hal ini, pihak manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan para pelanggan. Hal ini biasa terjadi selama pihak manajemen menganggap tidak menerima umpan balik mengenai kualitas jasa yang buruk, maka pihak manajemen meyakini bahwa kinerja perusahaan telah memenuhi harapan pelanggan. 2. Gap Persepsi Manajemen-Harapan Kualitas Jasa. Perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa. Dalam hal ini, pihak manajemen mungkin benar dalam memenuhi keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya komitmen total pihak manajemen terhadap standar kualitas jasa perusahaan. 3. Gap Spesifikasi Kualitas Jasa-Penyampaian Jasa. Gap ini sangat penting bagi bidang jasa yang sistem penyampaiannya sangat bergantung pada sumberdaya manusia. Gap ini dapat terjadi apabila para personal karyawan mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar. 4. Gap Penyampaian Jasa-Komunikasi Eksternal Pada Pelanggan. Perbedaan antara minat penyampaian jasa dan apa yang dikomunikasikan tentang jasa kepada pelanggan. Hal ini membentuk harapan di dalam diri pelanggan yang mungkin tidak terpenuhi. Gap ini dapat terjadi karena adanya harapan konsumen
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 56
419.
420.
yang dipengaruhi oleh pernyataan para petugas perusahaan dan adanya pengaruh iklan-iklan perusahaan. 5. Gap Jasa Diharapkan-Jasa Yang Dipersepsikan. Kesenjangan ini terjadi apabila terdapat perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh dampak positif. Sebaliknya, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Payne, 2000: 273). Jasa/Lima dimensi kualitas jasa sebagai berikut: Tangibles (berwujud) yaitu, penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi. Reliability (keandalan) yaitu, kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. Responsiveness (ketanggapan) yaitu, kemampuan untuk membantu pelanggan dalam memberikan jasa dengan cepat dan tanggap. Assurance (keyakinan atau jaminan) yaitu, pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. Emphaty (empati) yaitu, merupakan syarat untuk peduli, memberikan perhatian pribadi pada pelanggan (Parasuraman, Zeithamal & Bery dalam Rangkuti, 2002: 29). Jasa/Lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu: 1) Kesenjangan tingkat harapan konsumen dan persepsi manajemen. Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana produk-produk jasa didesain dan jasa-jasa pendukung (sekunder) apa saja yang diinginkan oleh konsumen. 2) Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Kadang kala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standar kinerja yang jelas. Hal ini dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kurangnya sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan. 3) Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan ini, misalnya karyawan kuarang terlatih, beban kerja yang melampaui batas, ketidak mampuan memenuhi standar kerja, atau bahkan ketidakmauan memenuhi standar kinerja yang ditetapkan. 4) Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal. Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan apabila janji tidak dipenuhi akan menyebabkan persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan. 5) Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja atau persepsi perusahaan dengan cara yang berbeda, atau bila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut (Leonard L Berry, A Parasuraman dan Valerie A Zeithaml 1985, 1988, dalam Rangkuti,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 57
421.
422.
423.
2002: 22; Tjiptono, 2006: 80). Jasa/Rumah sakit (dipandang dari segi pemasaran) di kategorikan pada salah satu dari tipe beriktu ini: a) Volume/massproduct--Rumah sakit yang tergolong dalam kategori ini adalah Rumah sakit yang mengutamakan jumlah pasien yang datang semakin banyaknya pasien akan semakin baik. Disini tidak ada spesialisasi,yang perlu diperhatikan untuk tipe rumah sakit ini adalah faktor biaya. Mereka sebisanya untuk menekan biaya agar dapat me etapkan tarif serendah mungkin. Ini sangat penting jika rumah sakit ingin menang dalam persaingan untuk rumah sakit yang serupa pada khususnya, dan rumah sakit tipe yang lainpada umumnya. b) Diferensiasi -- Tipe rumah sakit ini yang kedua ini mengutamakan spesialisasi, dan bila perlu sub spesialisasi. rumah sakit ini di tuntut untuk menyediakan fasilitas yang lengkap yang berkaitan dengan spesialisasinya, hal ini di karnakan pasien yang memilih rumah sakit ini menginginkan mutu/kualitas yang baik dari pada pelayanan pada rumah sakit yang pertama, dan untuk itu jelas mereka berani membayar tarif yang lebih tinggi. c) Fokus -Tipe rumah sakit yang ketiga ini jelas lebih tinggi dari pada dua tipe sebelumnya. Karena rumah sakit ini berkonsentrasi dalam spesialisasi tertentu saja. Misalnya, rumah sakit khusus jantung, kanker, dan lainlain. Disini rumah sakit di tuntut untuk memberikan pelayanan yang lebih berkualitas di bandingkan dengan tipe lainya, semua personal yang ada disana haruslah orang-orang yang berpropesional dibidangnya, demikian pula denagan peralatan yang tresedia harus lengkap dan canggih untuk menjamin mutu layanan yang terbaik bagi pasien. Rumah sakit ini dapat menetapkan tarif yang tinggi (Adi Kosoema ,1997: 46 ). Jasa/Rumah Sakit tergolong dalam kategori profesional service bidang ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Memiliki kode effek formal dan di terima oleh angota–anggotanya. 2) Ada pengawasan pelanggaran yang di lakukan terhadap standar yang telah di tetapkan. 3) Memilikipersyaratan khusus untuk menjadi anggota seperti;pendidik, pengalaman, lama latihan,dan penampilannya. 4) Anggota yang di terima secara penuh, di berikan sertifikat yang khusus. 5) Mendahulukan kepentingan langganan atau pasien (Paul D. Converse dalam Alma, 1992: 234). Jasa/Terdapat lima dimensi kualitas jasa utama, yaitu: 1) Keandalan (reliability) yaitu kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. 2) Daya Tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan yang tanggap. 3) Jaminan (Assurance) yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko, atau keragu-raguan. 4) Empati (empathy) yaitu meliputi kemudahan dalam menjalin relasi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan. 5) Bukti Fisik (tangibles) yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi (A. Parasuraman dalam Tjiptono, 2005: 273).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 58
424.
425.
426.
427. 428.
429.
Jasa/Terdapat lima penentu mutu jasa. Menurut tingkat kepentingannya, jasa dapat dibedakan menjadi: (1) keandalan, yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan secara terpercaya , akurat dan memuaskan; (2) daya tangkap, yakni kemauan (daya tanggap) untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa secara cepat; (3) kepastian, yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan perlindungan dan kepercayaan; (4) empati, yaitu kemauan untuk peduli dan memberi perhatian secara individu kepada pelanggan; dan (5) bukti fisik, yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, pegawai, dan materi komunikasi (Parasuraman, et.al. dalam Kotler, 2003: 455). Jasa/Terdapat sembilan faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan terhadap suatu jasa yang dapat dirangkum sebagai berikut: (1) Enduring Service Intensifiers, berupa harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai suatu jasa. (2) Kebutuhan pribadi, meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. (3) Transitory Service Intensifiers terdiri atas situasi darurat yang memberikan jasa tertentu (seperti asuransi kecelakaan dan kesehatan) serta jasa terakhir yang pernah dikonsumsi pelanggan. (4) Persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain. (5) Self-Perceived Service Role yaitu persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatan dalam proses penyampaian jasa. (6) Faktor situasional yang berada di luar kendali penyedia jasa. (7) Janji layanan implisit yang tercermin dari harga dan sarana pendukung jasa. (8) World-Of-Mouth baik dari teman, keluarga, rekan kerja, pakar, maupun publisitas media massa. (9) Pengalaman masa lampau (V. Zeithami dalam Tjiptono, 2005:271). Jasa/Usaha jasa dalam pemasarannya berbeda dengan usaha yang mempunyai produk nyata. Dalam pemasaran jasa, semua barang berbentuk immaterial atau intangible karena produknya tidak kasat mata dan tidak dapat diraba. Produksi jasa berlangsung secara reaksional di mana dilakukan pada saat pelanggan berhadapan langsung dengan pihak pemasar, di samping itu interaksi antara pelanggan dan pihak pemasar sangat penting untuk mewujudkan jasa yang dibentuk (Rangkuti, 2002: 20-21). Jenis barang dan jasanya: “Private goods, common pool goods, Toll goods, Public/Collective goods” (Savas, 1987: 40; Howlett, 1995: 32). Karir/Enam kegiatan pengembangan karir yaitu: 1) pretasi kerja; 2) exposure, yaitu upaya dikenal pimpinan; 3) permintaan berhenti; 4) kesetiaan pada organisasi; 5) mentor dan sponsor; 6) kesemptan untuk berkembang (Samsudin, 2005: 145). Karir/Pengembangan karir organisasi adalah outcomes yang berasal dari interaksi antara karir individu dengan proses manajemen karir organisasi. Dan Career planning adalah suatu proses yang berlangsung secara sadar agar : menjadi tahu akan diri, mengidentifikasikan tujuan yang berkaitan dengan karir, dan pemrograman kerja, pendidikan, pengalaman, dan pengembangan. Sedangkan Career Management adalah suatu proses yang sedang berlangsung mulai dari penyiapan,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 59
430.
431.
432.
433.
434.
435.
436.
pengimplementasian dan monitoring rencana karir yang dilaksanakan oleh individu sendiri, atau bersama-sama dengan sistem karir organisasi (Gomes, 2003: 214). Keberanian dalam pengambilan resiko ini ditekankan oleh karena: “…..risk taking is part of the equation for process” (Steinhoff & Burgess, 1993: 37). Kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan (James Anderson dalam Winarno, 2008: 18). Kebijakan pemerintah yang menertibkan tempat aktivitas atau kegiatan usaha dengan disertai biaya dan syarat-syarat administratif dapat dipandang sebagai pengakuan PKL sebagai profesi yang legal dan formal sebagaimana sektor formal pada umumnya (Mustafa, 2008: 23). Kebijakan publik dapat ditetapkan secara jelas dalam bentuk peraturan perundangan, pidatopidato pejabat teras pemerintah atau pun dalam bentuk program-program, proyek-proyek dan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah (Edwards dan Sharkansky dalam Islamy, 1992: 18-19). Kebijakan publik dibagi ke dalam 2 (dua) jenis, antara lain: 1. Regulatif versus Deregulatif; atau Restriktif versus Non-Restriktif. Kebijakan jenis ini adalah kebijakan yang menetapkan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-pembatasan. sebagian besar kebijakan publik berkenaan dengan hal-hal yang regulatif/restriktif dan deregulatif/non-restriktif. 2. Alokatif versus Distributif/Redistributif. Kebijakan jenis ini adalah kebijakan alokatif dan distributif. Kebijakan ini biasanya berupa kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan anggaran atau keuangan public (Dwijowijoto, 2004: 63). Kebijakan publik dinilai sebagai suatu keharusan bagi suatu negara. Karena perjalanan hidup suatu negara sangat bergantung pada kebijakankebijakan yang diambil oleh pemerintahannya. Kebijakan publik yang excellent (istilah Riant Nugroho D. dalam Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi, 2004) akan menjadi roda penggerak yang efektif yang akan menggerakkan seluruh sendisendi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Karena, disini, selain sebagai jalan dan arah untuk mencapai tujuan, kebijakan publik juga merupakan suatu aturan main dalam kehidupan bersama. S. Zainal Abidin berpendapat bahwa kebijakan pemerintah yang dapat dianggap kebijakan resmi memiliki kewenangan yang dapat memaksa masyarakat untuk mematuhi (dalam Naihasy, 2006:20). Tentu saja, dalam hal ini kebijakan publik akan bersifat mengatur dan berlaku mengikat pada semuanya (Dwijowijoto, 2004: 64). Kebijakan publik membahas soal bagaimana isu-isu dan persoalanpersoalan tersebut disusun (constructed) dan didefinisikan dan bagaimana kesemuanya itu diletakkan dalam agenda kebijakan dan agenda politik (Parsons, 2005: xi).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 60
437.
438.
439.
440.
Kebijakan publik sendiri merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif (action) dan pasif (inaction) pemerintah” (Heidenheimer dalam Parsons, 2005: xi). Kebijakan publik yang telah melalui tahap formulasi kebijakan dan implementasi kebijakan maka akan diukur dan dinilai sejauh mana kebijakan tersebut dilaksanakan atau dampak yang dihasilkan. Tahap ini merupakan tahap paling akhir dalam proses kebijakan publik, yakni tahap evaluasi kebijakan (Winarno, 2008: 225). Kebijakan/6 variabel yang memperlihatkan hubungan yang mempengaruhi kinerja atau hasil suatu kebijakan. Enam variabel tersebut adalah: 1) Standar dan sasaran kebijakan - Standar dan sasaran harus dirumuskan secara spesifik dan konkret sehingga kita bisa mengukur sejauh mana telah dilaksanakan dan bagaimana pula tingkat keberhasilannya karena kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut telah dilaksanakan dan bagaimana pula tingkat keberhasilannya. 2) Sumber daya - Kebijakan menuntut adanya sumber daya baik yang berupa dana maupun insentif yang lain yang kemungkinan dapat mendorong terlaksananya implementasi secara efektif. 3) Komunikasi Antar Organisasi dan Pengukuhan Aktivitas - Suatu kebijakan agar berhasil dalam implementasinya haruslah tercipta suatu komunikasi yang baik (terpadu) antar organisasi pelaksana serta adanya penetapan (pengukuhan) dan kejelasan dari serangkaian tindakan atau aktivitas yang akan dilakukan dalam implementasi kebijakan tersebut. 4) Karakteristik Birokrasi Pelaksana - Karakteristik yang bisa disebut antara lain kompetensi dan jumlah staf, rentang dan derajat pengendalian, dukungan politik yang dimiliki, kekuatan organisasi, derajat keterbukaan serta kebebasan komunikasi dan keterbukaan kaitan dengan pembuat kebijakan. 5) Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik - Hal ini berdasarkan pada beberapa pertanyaan, misalnya: apakah sumber daya ekonomi yang dimiliki mendukung keberhasilan implementasi? Bagaimana keadaan sosial ekonomi dari masyarakat yang dipengaruhi kebijakan? 6) Sikap Pelaksana - Sikap individu pelaksana sangat mempengaruhi bentuk respon mereka terhadap keterkaitan antar variabel tersebut. Wujud respon pelaksana menjadi penyebab dari berhasil dan gagalnya implementasi (Model dari Van Meter dan Van Horn - Van Meter dan Van Horn dalam buku Wibawa (1994: 19-21). Kebijakan/Ada “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implementasi kebijakan. Pertama, adalah apaka kebijakannya sendiri sudah tepat. Ketepatan kebijakan ini dinilai dari sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Sisi kedua dari kebijakan adalah apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan. Sisi ketiga adalah apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan yang sesuai dengan karakter kebijakannya (Riant, 2004: 179). “Tepat” yang kedua adalah “tepat pelaksananya”. Aktor implementasi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 61
441.
442.
443.
kebijakan tidak hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang dapat menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antar pemerintahmasyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan (Riant, 2004: 179-180). “Tepat” ketiga adalah “tepat target”. Ketepatan berkenaan dengan tiga hal. Pertama apakah target yang diintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain. Kedua, apakah tergetnya dalam kondisi siap untuk diintervensi atau tidak. Ketiga, apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbaharui implementasi kebijakan sebelumnya (Riant, 2004: 180-181). “Tepat” keempat adalah “tepat lingkungan”. Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu lingkungan kebijakan yaitu interaksi diantara lembaga perumus kebijakan dan pelaksana kebijakan dengan lembaga lain yang terkait. Lingkungan kedua adalah lingkungan eksternal kebijakan (Nugroho, 2004: 181). Kebijakan/Ada 6 (enam) langkah dalam evaluasi kebijakan publik, yakni: 1. Mengidentifikasikan tujuan program yang akan dievaluasi. 2. Analisis terhadap masalah. 3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan. 4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi. 5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari. kegiatan tersebut atau karena penyebab yang lain. 6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak (Edward A. Suchman dalam Winarno (2008: 230). Kebijakan/Ada 7 mode dalam siklus informasi dan siklus kebijakan. Diantaranya, 2 mode merupakan evaluasi, yaitu: Evaluasi Formatif Evaluasi yang dilakukan ketika program/ kebijakan sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang “seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang bisa meningkatkan keberhasilan. Rossi dan Freeman mendeskripsikan mode evaluasi ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan, yaitu: (dalam Parsons, 2005: 550) a. Sejauh mana program mencapai target populasi yang tepat. b. Apakah penyampaian pelayanannya konsisten dengan spesifikasi desain program atau tidak. c. Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melaksanakan program. 2. Evaluasi Sumatif - Evaluasi yang berusaha mengukur bagaimana kebijakan/program secara aktual berdampak pada problem yang ditanganinya (Palumbo dalam Parsons, 2005: 549). Kebijakan/Ada tiga kelompok variabel yang bisa mempengaruhi tercapainya tujuan implementasi kebijakan, yaitu karakteristik masalah, karakteristik kebijakan/undang-undang dan variabel lingkungan.Ketiga hal di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Karakteristik masalah meliputi: a. Tingkat kesulitan teknis masalah; b. Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran; c. Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; d. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan. 2. Karakteristik kebijakan meliputi: a. Kejelasan isi kebijakan; b. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis; c. Besarnya alokasi sumber daya financial terhadap kebijakan tersebut; d. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 62
444.
445.
446. 447.
448.
449.
berbagai institusi pelaksana; e. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; f. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; g. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan. 3. Variabel lingkungan kebijakan mencakup; a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi; b. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan; c. Sikap dari kelompok pemilih (constituency groups). Kelompok pemilih yang ada dalam masyarakat dapat mempengaruhi implementasi kebijakan; d. Tingkat komitmen dan ketrampilan dari aparat dan implementor. Komitmen aparat pelaksana untuk merealisasikan tujuan yang telah tertuang dalam kebijakan adalah variabel yang paling krusial (Mazmanian et al., 1989: 481-504). Kebijakan/Ada tiga type kebijakan, yaitu: kebijakan yang menentukan tujuan-tujuan, kebijakan yang menetapkan aturan-aturan penalaran, dan kebijakan yang menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang (Melcher, 1994: 180). Kebijakan/Adapun tujuan penting dari kebijakan tersebut dibuat pada umumnya dimaksudkan untuk memelihara ketertiban umum (negara sebagai stabilisator); melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal (negara sebagai perangsang, stimulator); menyesuaikan berbagai aktivitas (negara sebagai koordinator); memperuntukan dan membagi berbagai materi (negara sebagai pembagi, alokator) (Hoogerwerf, 1983: 9). Kebijakan/Bahkan evaluasi terhadap lingkungan kebijakan juga perlu dilakukan (Dwijowijoto, 2004: 185). Kebijakan/Bahkan manakala proses formulasi kebijakan tidak dilakukan secara tepat dan komprehensif, hasil kebijakan yang diformulasikan tidak akan bisa mencapai pada tataran yang optimal (Widodo, 2008: 43). Kebijakan/Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektivitas program atau kebijakan yaitu: a) Waktu pencapaian. b) Tingkat pengaruh yang diinginkan. c) Perubahan perilaku masyarakat. d) Pelajaran yang diperoleh para pelaksana proyek. e) Tingkat kesadaran masyarakat akan kemampuan dirinya (Henry, Brian dan White dalam Wibawa, 1994: 6 5). Kebijakan/Dalam Int. J. Health Policy Initiative 2009 Copyright “Policy Implementation Barriers Analysis: Conceptual Framework and Pilot Test in Three Countries”, Kai Spratt juga dikatakan bahwa: Kesuksesan kebijakan atau implementasi program memerlukan keterlibatan informasi yang cukup. Informasi meliputi pengetahuan teknis menyangkut perilaku dan tingkat komunikasi antar para aktor. Sebagai contoh, melakukan tanggung jawab untuk implementasi yang benar-benar mengetahui dengan siapa mereka harus bekerja dan kebijakan siapa yang kira-kira bermanfaat (kelompok target)? Apakah mereka mengetahui, sebagai contoh, departemen mana yang ditugaskan untuk memimpin implementasi dan bagaimana program akan dimonitor? Apakah mereka mengetahui proses dan kultur dari organisasi lain dalam jaringan mereka? Sudahkah protokol dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 63
450.
451.
452.
453.
petunjuk dikembangkan, dan apakah mereka bersedia? Bagaimana mengkoordinir komunikasi dan informasi antar para aktor? Apakah mereka mempunyai informasi sesuai dan cukup bermanfaat bagi program?). (http://www.healthpolicyinitiative.com/Publications/Documents/998_1 _PIBA_FINAL_12_07_09_acc.pdf). Kebijakan/Dalam Int. J. Health Policy Initiative 2009 Copyright “Policy Implementation Barriers Analysis: Conceptual Framework and Pilot Test in Three Countries”, Kai Spratt dikatakan bahwa: Setelah meninjau ulang literatur implementasi kebijakan, tim menciptakan suatu kerangka pusat untuk melakukan aktivitas berdasar pada Ketergantungan Teori Interaksi. Ketika hasil kerangka sama sepanjang riset, tim tersebut meninjau kembali dan memandu sepanjang pilot (pemimpin) memproses pembangunan ke arah lebih baik. Bagian teori ini yang memberi tahu pengembangan dari kerangka aktivitas). (http://www.healthpolicyinitiative.com/Publications/Documents/998_1 _PIBA_FINAL_12_07_09_acc.pdf). Kebijakan/Dalam Int. J. Health Policy Initiative 2009 Copyright “Policy Implementation Barriers Analysis: Conceptual Framework and Pilot Test in Three Countries”, Kai Spratt juga dikatakan bahwa: Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh hubungan organisasi dan berbagai kelompok target mereka. Sebagai contoh, untuk suatu kebijakan nasional, pemerintah propinsi mempertimbangkan kelompok target. Sebagai suatu penerapan organisasi untuk kebijakan nasional, kelompok target pemerintah propinsi meliputi daerah dan kader pemerintahan yang sejenis). (http://www.healthpolicyinitiative.com/Publications/Documents/998_1 _PIBA_FINAL_12_07_09_acc.pdf). Kebijakan/Dalam Int. J. Health Policy Initiative 2009 Copyright “Policy Implementation Barriers Analysis: Conceptual Framework and Pilot Test in Three Countries”, Kai Spratt dikatakan bahwa: Temuan suatu model untuk implementasi kebijakan tidak berarti bahwa pelaksana implementasi kemudian dapat mengerjakan suatu proses sederhana, penggunaan perbaikan yang cepat untuk menciptakan perubahan cepat di dalam suatu jaringan implementasi perubahan perilaku jangka panjang yang jarang terjadi. Sebagai gantinya, suatu model kerangka disederhanakan untuk mengidentifikasi secara sistematis dan menunjukkan faktor bahwa pelaksana implementasi mempunyai beberapa kesempatan berpengaruh. Aktivitas tim ini mengenali model Ketergantungan Teori Interaksi seperti itu.) (http://www.healthpolicyinitiative.com/Publications/Documents/998_1 _PIBA_FINAL_12_07_09_acc.pdf). Kebijakan/Dalam Int. J. Health Policy Initiative 2009 Copyright “Policy Implementation Barriers Analysis: Conceptual Framework and Pilot Test in Three Countries”, Kai Spratt (2009: 3) juga dikatakan bahwa: Kesuksesan kebijakan atau implementasi program memerlukan keterlibatan informasi yang cukup. Informasi meliputi pengetahuan teknis menyangkut perilaku dan tingkat komunikasi antar para aktor.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 64
454.
455.
456.
Sebagai contoh, melakukan tanggung jawab untuk implementasi yang benar-benar mengetahui dengan siapa mereka harus bekerja dan kebijakan siapa yang kira-kira bermanfaat ( kelompok target)? Apakah mereka mengetahui, sebagai contoh, departemen mana yang ditugaskan untuk memimpin implementasi dan bagaimana program akan dimonitor? Apakah mereka mengetahui proses dan kultur dari organisasi lain dalam jaringan mereka? Sudahkah protokol dan petunjuk dikembangkan, dan apakah mereka bersedia? Bagaimana mengkoordinir komunikasi dan informasi antar para aktor? Apakah mereka mempunyai informasi sesuai dan cukup bermanfaat bagi program?). Kebijakan/Dalam Journal of Comparative Policy Analysis: Research and Practice Vol. 8, No. 4, December 2006 Copyright “Organizing for Policy Implementation: The Emergence and Role of Implementation Units in Policy Design and Oversight”, Evert Lindquist dikatakan bahwa: “The emergence of policy implementation units is intriguing” (Kemunculan unit implementasi kebijakan adalah membangkitkan minat). Dan juga dikatakan bahwa: Tetapi unit implementasi kebijakan penggabungan dari para kemampuan pemimpin yang berbeda yang sudah mengadakan percobaan dengan mengendalikan agenda kebijakan dan mengkoordinir aktivitas pemerintah, dan, di zaman modern, di mana kebijakan kompleks sering dikenal tak terpisahkan, ada beberapa persamaan dengan kemampuan yang berniat untuk mengatur utuh dan merata prakarsa pemerintah. Tentu saja, suatu tujuan dari koleksi ini akan memastikan apa yang dilakukan unit implementasi kebijakan, dan apakah mereka akan bertahan, mengenali kemampuan itu dengan nama yang sama yang memiliki peran berbeda dalam sistem berbeda, yang kiranya mencerminkan ekologi tentang lingkungan kelembagaan masing-masing dan kebutuhan yang strategis dari pendahulu mereka). (http://pdfserve.informaworld.com/862507__758252843.pdf). Kebijakan/Dalam proses implementasi ini juga akan dijabarkan kedalam tahap-tahap yang lebih operasional, antara lain: 1. Tahap Interpretasi - Merupakan tahapan penjabaran sebuah kebijakan yang masih bersifat abstrak ke dalam kebijakan yang lebih bersifat teknis operasional. 2. Tahap Pengorganisasian - Mengarah pada proses kegiatan pengaturan dan penetapan dalam implementasi kebijakan, yakni : a. Pelaksana kebijakan; b. Standar prosedur operasi; c. Sumber daya keuangan; d. Penetapan manajemen pelaksanaan kebijakan; e. Penetapan jadwal kegiatan. 3. Tahap Aplikasi - Merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan ke dalam realitas nyata (Widodo, 2008: 90). Kebijakan/Dengan adanya tujuan yang ingin direalisasikan dan adanya masalah publik yang harus diatasi, maka pemerintah perlu membuat suatu kebijakan publik. Kebijakan ini untuk keberhasilannya tidak hanya didasarkan atas prinsip-prinsip ekonomis, efisiensi dan administratif, akan tetapi juga harus didasarkan atas pertimbangan etika dan moral. Etika mempersoalkan mengapa kita harus bertindak
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 65
457.
458.
459.
460.
461.
462.
463. 464.
demikian, sedangkan moral mempersoalkan bagaimana kita bertindak (Magnis & Suseno, 1986: 13). Kebijakan/Dengan ukuran keberhasilan suatu kebijakan adalah kesesuaian proses implementasi dengan garis kebijakan (guard lines) yang telah ditetapkan (Widodo, 2008: 112). Kebijakan/Diskresi administratif adalah administrator kebebasan harus membuat pilihan yang menentukan bagaimana kebijakan akan diimplementasikan. Diskresi administratif adalah hasil dari tindakan antar antara politik dan administrasi (Chandler dan Plano dalam Tangkilisan, 2005: 43) Kebijakan/E.S Quade mendifiniskan analisis kebijakan adalah suatu bentuk analisis yang mengahasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan dalam analisa kebijakan, kata analis digunakan dalam pengertian yang paling umum, termasuk penggunaan intuisi dan pengungkapan pendapat dan mencakup tidak hanya pengujian kebijakan dengan memilah-milahkannya ke dalam sejumlah komponen tetapi juga perancangan dan sintesa alternatifalternatif baru. Kegiatan -kegiatan yang tercakup dapat direntangkan mulai penelitian untuk menjelaskan atau memberikan pandanganpandangan terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang terantisipatif sampai mengevaluasi suatu program yang lengkap. Beberapa analisis kebijakan bersifat informal, meliputi tidak lebih proses berfikir yang keras dan cermat, sementara yang lainnya memerlukan pengumpulan data yang ekstensif dan penghitungan yang teliti dengan menggunakan proses matematis yang canggih (Dunn, 1999: 96). Kebijakan/Evaluasi implementasi kebijakan dikelompokkan menjadi 4, yaitu: 1. Evaluasi proses - Evaluasi yang berkenaan dengan proses implementasinya. 2. Evaluasi impak. Evaluasi yang berkenaan dengan hasil dan/ atau pengaruh dari implementasi kebijakan. 3. Evaluasi kebijakan. Apakah benar hasil yang dicapai mencerminkan tujuan yang dikehendaki. 4. Evaluasi metaevaluasi - Berkenaan dengan evaluasi dari berbagai implementasi kebijakankebijakan yang ada untuk menentukan kesamaan-kesamaan tertentu (James P. Lester dan Joseph Steward Jr. dalam Dwidjowijoto, 2004: 197). Kebijakan/Evaluasi kebijakan adalah pemerikasaan yang objektif, sitematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari tujuan yang ingin dicapai (Parsons, 2005: 547). Kebijakan/Evaluasi kebijakan bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan (Winarno, 2008: 226). Sedangkan dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan (Charles O. Jones Dunn, 2003: 608). Kebijakan/Evaluasi kebijakan diperlukan untuk melihat kesenjangan antara harapan dan kenyataan (Dwijowijoto, 2004:183). Kebijakan/Evaluasi kebijakan sendiri dipandang sebagai suatu kegiatan yang fungsional, yang artinya evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh tahap dalam proses kebijakan, meliputi tahap perumusan masalah-
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 66
465.
466.
467.
masalah kebijakan, programprogram yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan (Winarno, 2008: 226). Kebijakan/Formulasi kebijakan publik merupakan inti dari kebijakan public karena didalamnya akan dirumuskan batas-batas kebijakan itu sendiri (Dwijowijoto, 2004:101). Kebijakan/Fungsi kebijakan keuangan publik adalah fungsi alokasi yang bertujuan mengalokasikan barang-barang publik dan mekanisme alokasi barang dan jasa yang tidak bisa dilakukan melalui mekanisme pasar, fungsi distribusi yang berkenaan dengan pemerataan kesejahteraan termasuk didalamnya perpajakan, fungsi stabilisasi yang berkenaan dengan peran penyeimbang dari kegiatan alokasi dan distribusi tersebut, dan fungsi koordinasi anggaran yang berkenaan dengan koordinasi anggaran secara horizontal dan vertikal.” (Richard A. Musgrave dan Peggi B. Musgrave dalam Dwijowijoto, 2004:63). Kebijakan/George C. Edward III, dalam mengimplementasikan kebijakan indikator sumberdaya terdiri dari beberapa elemen, yaitu: 1. Staf, sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan (kompeten dan kapabel) dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. 2. Informasi, dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementor harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat didalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. 3. Wewenang, pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi, dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. 4. Fasilitas, fasilitas fisik juga merupaka faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilaksanakannya, dan memiliki wewenang untuk
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 67
468.
469.
470.
471.
472.
473.
melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil (George C. Edward III dalam Agustino, 2006: 151-152), Kebijakan/George Edwar III, menyarankan untuk memperhatikan 4 (empat) isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yakni: a. Komunikasi, berkenaan dengan bagaimana kebijakan di komunikasikan pada organisasi dan/atau Publik. Ketersedian sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaiman struktur organisasi pelaksana kebijakan. b. Resources, berkenaan dengan ketersedian sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia.Hal ini berberkenaan dengan kecakapan pelaksanaan kebijakan publik untuk melaksanakan secara efektif. c. Kesediaan para Implementor, komitmen yang tinggi untuk melaksanakan kebijakan. d. Struktur Birokrasi/Organisasi yang menjadi penyelenggara Implementasi Kebijakan Publik (Nugroho, 2009: 511-513). Kebijakan/Idealnya, keberhasilan pemerintah dalam membuat kebijakan tidaklah semata-mata hanya didasarkan atas pertimbangan atau ukuran efisien, prinsip-prinsip ekonomi dan administrasi, akan tetapi harus pula didasarkan kepada pertimbangan pertimbangan etika dan moral (Saefullah (1996) dalamTachjan, 2006: 14). Kebijakan/Iimplementasi sebagai proses politik dan administrasi (implementation as a political and administrasi process) (Grindle, 1980: 8-13). Kebijakan/Implementasi “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatia implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadiankejadian” (Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Wahab, 2002: 65). Kebijakan/Implementasi dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya meraih tujuan-tujuan kebijakan atau programprogram (Lester dan Stewart dalam Winarno, 2008:144). Kebijakan/Implementasi ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Isi kebijakan, mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan. 2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan. 3. Derajat perubahan yang diinginkan. 4. Kedudukan pembuat kebijakan. 5. Pelaksana program. 6. Sumber daya yang dikerahkan. Sementara itu, konteks implementasinya adalah: 1) Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat. 2)
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 68
474.
475. 476.
477.
478. 479.
480.
481.
Karakteristik lembaga dan penguasa. 3) Kepatuhan dan daya tanggap. Model Grindle ini lebih menitik beratkan pada konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan (Grindle dalam Wibawa, 1994: 97-98). Kebijakan/Implementasi kebijakan … “Merupakan apa yang selanjutnya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan dan merupakan fokus perhatian .Implementasi kebijakan yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedomanpedoman kebijakan negara, yaitu mencakup usaha -usaha untuk menimbulkan akibat/ dampak nyata pada masyarakat (Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab.1997:16). Kebijakan/Implementasi kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya (Grindle (1980: 12). Kebijakan/Implementasi kebijakan menekankan pada suatu tindakan, baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu (atau kelompok) swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan sebelumnya. Pada suatu saat tindakan-tindakan ini, berusaha mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional serta melanjutkan usaha-usaha tersebut mencapai perubahan, baik besar maupun kecil yang diamanatkan oleh keputusan-keputusan kebijakan tertentu) (Van Meter dan Van Horn dalam Widodo, 2008:86). Kebijakan/Implementasi kebijakan merupakan fungsi dari kemampuan organisasi pelaksana untuk melakukan apa yang diharapkan untuk dikerjakan (Van Meter dan Van Horn dalam Islamy. 1995: 15). Kebijakan/Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya (Dwijowijoto, 2004:158). Kebijakan/Implementasi kebijakan secara garis besar dipengaruhi oleh 2 variabel utama yaitu isi kebijakan dan konteks implentasinya (Grindle dalam Wibawa (1994: 22). Kebijakan/Jadi sebagai output dari kegiatan phase pertama dari unit administratif, jika ia dipandang sebagai suatu sistem adalah berupa kebijakan-kebijakan administratif, yaitu kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan teknis operasional yang untuk selanjutnya dituangkan ke dalam program-program operasional, sehingga terbentuk struktur program (Lemay, 2002: 33). Kebijakan/Jadi unit-unit administratif atau unit-unit birokratik ini berfungsi sebagai wahana melalui dan dalam hal mana berbagai kegiatan administratif yang bertalian dengan proses kebijakan publik dilakukan. Dalam implementasi kebijakan ia memiliki diskresi mengenai instrumen apa yang paling tepat untuk digunakan. Berdasarkan otoritas dan kapasitas administratif yang dimilikinya ia melakukan berbagai tindakan, mulai dari: “penentuan tujuan dan sasaran organisasional, analisis serta perumusan kebijakan dan strategi organisasi, pengambilan keputusan, perencanaan, penyusunan program, pengorganisasian, penggerakan manusia, pelaksanaan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 69
482.
483.
484.
485.
kegiatan operasional, pengawasan, dan penilaian” (Dimock & Dimock, 1984: 117; Tjokroamidjojo, 1974 : 114; Siagian, 1985: 69). Kebijakan/Keberhasilan dalam memecahkan suatu masalah memerlukan penemuan solusi yang tepat terhadap masalah yang juga tepat. Namun….kita lebih sering gagal karena kita memecahkan suatu masalah yang salah daripada menemukan solusi yang tepat terhadap masalah yang tepat.” (Russel L. Arkoff dalam Winarno, 2008: 86). Kebijakan/Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah (Anderson, 1978: 3). Kebijakan/Kebijakan publik dibadi ke dalam lingkup nasional dan ke dalam lingkup Wilayah/Daerah. Di setiap lingkup kebijakan public tersebut terdapat kebijakan umum, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis. Dalam lingkup Wilayah/Daerah, bentukbentuk kebijakannya dikaitkan dengan penyelenggaraan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi dan asas tugas pembantuan (Lembaga Administrasi Negara, 1993: 3-7). Kebijakan/Kegiatan akan memenuhi keberhasilan bila memenuhi lima kriteria, yaitu: a) Pencapaian tujuan atau hasil - Merupakan suatu yang mutlak bagi keberhasilan suatu pelaksanaan kebijakan. Meskipun kebijakan telah dirumuskan dengan baik oleh orang-orang yang ahli di bidangnya dan juga telah diimplementasikan, namun tanpa hasil seperti yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak berhasil atau gagal. Hal ini karena pada prinsipnya suatu kebijakan atau suatu program dibuat untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Tanpa adanya hasil yang dapat diukur, dirasakan, maupun dinikmati secara langsung oleh warga masyarakat, maka program tersebut tidak ada artinya. b) Efesiensi - Merupakan pemberian penilaian apakah kualitas suatu kinerja yang terdapat dalam implementasi sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Efesiensi dalam pelaksanaan program bukan hanya berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan tetapi juga berkaitan dengan kualitas program, waktu pelaksanaan dan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena banyak program pemerintah secara faktual mampu terimplementasikan (ada hasil). Akan tetapi, dari segi waktu anggaran maupun kualitasnya jauh dari apa yang direncanakan. Dengan demikian, suatu program dapat dikatakan terimplementasikan dengan baik, apabila ada perbandingan terbaik antara kualitas program dengan biaya, waktu dan tenaga yang ada. c) Kepuasan kelompok sasaran Dampak secara langsung dari program yang dilakukan terhadap kelompok sasaran. Kriteria ini sangat menentukan bagi keikutsertaan dan respon warga masyarakat dalam mengimplementasikan dan mengelola hasil-hasil program tersebut. Tanpa adanya kepuasan dari pihak sasaran kebijakan, maka program tersebut dianggap belum berhasil. d) Daya tanggap client - Dengan adanya daya tanggap yang positif dari masyarakat (dalam hal ini masyarakat atau kelompok sasaran) maka dapat dipastikan peran serta mereka pada kebijakan yang ada akan meningkat. Mereka akan mempunyai perasaan ikut
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 70
486.
487.
488.
memiliki terhadap kebijakan dan keberhasilan pelaksanaan. Ini berarti kebijakan tersebut semakin mudah diimplementasikan. e) Sistem pemeliharaan - Dalam hal ini pemeliharaan terhadap hasil-hasil yang dicapai. Tanpa adanya sistem pemeliharaan yang memadai dan kontinue maka betapapun baiknya hasil program akan dapat berhenti ketika bentuk nyata hasil dari program tersebut mulai pudar (Nakamura dalam Fitriani, 2006: 33). Kebijakan/Konsep ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan merupakan sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan (networking) aktor-aktor yang independent. Interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebut lah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di dalamnya. Pada teori ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masingmasing yang berbeda. Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator. Pada pendekatan ini, koalisi dan/ atau kesepakatan di antara aktor yang berada pada sentral jaringan yang menjadi penentu dari implementasi di kebijakan dan keberhasilannya (Nugroho dan Tilaar, 2008: 223). Kebijakan/Konsep ini memahami bahwa proses implementasi kebijakan merupakan sebuah complex of interaction processes di antara sejumlah besar aktor yang berada dalam suatu jaringan (networking) aktor-aktor yang independent. Interaksi di antara para aktor dalam jaringan tersebut lah yang akan menentukan bagaimana implementasi harus dilaksanakan, permasalahan-permasalahan yang harus dikedepankan, dan diskresi-diskresi yang diharapkan menjadi bagian penting di dalamnya. Pada teori ini, semua aktor dalam jaringan relatif otonom, artinya mempunyai tujuan masingmasing yang berbeda. Tidak ada aktor sentral, tidak ada aktor yang menjadi koordinator. Pada pendekatan ini, koalisi dan/ atau kesepakatan di antara aktor yang berada pada sentral jaringan yang menjadi penentu dari implementasi di kebijakan dan keberhasilannya (Nugroho dan Tilaar, 2008: 223). Kebijakan/Langkah-langkah dalam proses implementasi kebijakan (1) membuat urutan prioritas masalah yang dihadapi agar tepat dalam memilih strategi, (2) mendapatkan jaminan dari semua pihak bahwa implementasi kebijakan dapat dilaksanakan, (3) menginventariskan sumber daya yang tersedia untuk mengimplementasikan kebijakan baik sumber alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan melalui hitungan yang tepat yang dicantumkan dalam perencanaan, (4) dari daftar sumber daya yang dimiliki para implementor menggali sumber daya tersebut untuk siap mendukung secara riil bukan wacana lagi, antara lain berupa : orang yang siap bekerja, hasil penjualan/keuntungan sumber daya alam berupa uang tunai dan hasil sumber daya buatan berupa pajak/fee dari jasa, industri dan perdagangan, (5) hubungan kausal yang terjadi antara jaminan, urutan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 71
489.
490.
491.
masalah, tersedianya, sumber daya dan pengadaan sumber daya, (6) dinilai seberapa jauh hubungan kausal antara hal-hal tersebut di atas, (7) adanya pemahaman dari berbagai pihak terhadap pelaksanaan kebijakan, (8) saling ketergantungan dari semua pihak akan ditingkatkan melalui sinergi antara komponen sehingga yang satu melengkapi yang lain bukan saling menunggu, (9) dalam melaksanakan kebijakan harus ada suatu koordinasi dan komunikasi antara para implementor baik vertikal maupun horisontal, (10) setelah semua langkah dilakukan maka akan mencapai target yang bisa diterima karena cocok dengan tujuan organisasi yang telah ditetapkan atau ditolak karena jauh dari sasaran (Hoogwood et al. (1978) dalam Naihasy, 2006: 138). Kebijakan/Langkah-langkah pengambilan keputusan yang efektif sebagai berikut: 1. Collecting information to pass on to the decision maker about what can be done. 2. Processing and interpreting that information to present advice to the decision maker about what should be done. 3. Making the choice as to what is intended to be done. 4. Authoricing else where what is intended to be done. 5. Executing or doing (Robbins, 1990: 114). Kebijakan/Langkah-langkah yang dapat diambil oleh para pengambil kebijakan untuk meningkatkan kualitas desain kebijakan dalam rangka memperlancar pelaksanaannya adalah sebagai berikut. Pertama, pengambil kebijakan harus menjelaskan tujuan-tujuan dari kebijakan dan urutan relatifnya dengan cara yang sejelas mungkin. Penjelasan mengenai tujuan-tujuan ini dapat berfungsi sebagai suatu instruksi yang jelas bagi para pelaksana mengenai apa yang sebenarnya diharapkan mereka lakukan dan bagaimana prioritas yang harus mereka berikan terhadap tugas-tugas tersebut. Kedua, kebijakan harus didukung secara implisit atau eksplisit oleh suatu teori kausal yang layak dalam kaitannya dengan mengapa langkah-langkah yang diambil dalam kebijakan tersebut dapat diharapkan memecahkan masalah yang dihadapi. Suatu kebijakan yang didesain untuk mendorong orang agar membuat tabungan yang cukup besar bagi hari tua mereka harus dapat dengan jelas menjelaskan mengapa orang tidak menabung cukup banyak sekarang sehingga kebijakan tersebut perlu dilaksanakan. Ketiga, kebijakan harus memiliki alokasi dana yang cukup agar berhasil dalam pelaksanaannya. Salah satu di antara cara-cara yang paling jelas untuk mematikan sebuah program adalah dengan jalan tidak menyediakan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya. Keempat, kebijakan harus disertai dengan prosedur-prosedur yang jelas yang harus ditaati oleh agen-agen pelaksana pada saat mereka melaksanakan kebijakan tersebut. Kelima, tugas pelaksanaan ini harus dialokasikan pada sebuah badan yang memiliki pengalaman dan komitmen yang relevan (Tachjan, 2006: 9-10). Kebijakan/Level-level dan isi kebijakan tersebut di atas akan mempengaruhi terhadap efektivitas implementasi kebijakan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pola-pola interaksi (pattern of interactions) kelompok masyarakat yang menjadi sasaran kebijakan.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 72
492.
493.
494.
495.
Pola interaksi ini selanjutnya mempengaruhi “outcome”, yakni hasil yang diinginkan oleh kebijakan tersebut (Bromley, 1989: 33). Kebijakan/Masalah publik yang demikian besar dan penting akan menggerakkan dan mendesak pemerintah untuk bertindak, yakni dengan mulai dibahas dalam proses formulasi kebijakan publik. Namun demikian, tidak semua masalah publik bisa melahirkan suatu kebijakan, melainkan hanya masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkan dan mencari solusi yang bisa menghasilkan sebuah kebijakan publik (only those that move people to action become policy problem) (Widodo, 2008: 15). Kebijakan/Mengimplementasikan kebijakan adalah proses mewujudkan program sehingga memperlihatkan hasilnya (Charles O.Jones dalam Islamy.1998: 62). Kebijakan/Model Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gunn/Model ini adalah model yang diperkenalkan oleh Hoogwood dan Gunn (1978). Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan minimal 10 (sepuluh) syarat, yaitu: 1. Adanya jaminan yaitu kondisi eksternal tidak menimbulkan masalah baru, artinya pihak luar tidak memunculkan masalah. 2. Tersedia sumber daya yang memadai yaitu tersedianya : sumber daya alam yang mendukung, sumber daya manusia yang handal dan sumber daya buatan yang produktif. 3. Pengadaan sumber daya yaitu kesiapan persediaan sumber daya yang sewaktu-waktu diperlukan. 4. Hubungan kausal yang handal antar elemen. 5. Seberapa banyak hubungan kausal itu yaitu tingkat signifikan. 6. Saling ketergantungannya kecil artinya dapat berdiri kokoh dengan kekuatan sendiri agar efektif. 7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan artinya ada peran yang dimainkan antar lembaga terkait untuk saling mendukung. 8. Masalah diurutkan yang benar dengan dirinci masalahnya mana yang dulu mana yang akhir. 9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna berarti ada team-work perekat antar lembaga. 10. Yang berwewenang dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan artinya para implementor berwibawa dan berpengaruh ditaati bawahan (Hoogwood dan Gunn (1978) dalam Naihasy, 2006: 136). Kebijakan/Model dari Mazmanian dan Sabatier. Implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga variabel, yaitu : 1) Karakteristik masalah - Dalam implementasi program akan dijumpai karakteristik masalah yang bisa terdiri dari empat variabel yaitu bagaimana ketersediaan teknologi dan teori teknis, keragaman perilaku kelompok sasaran, sifat dari populasi dan derajat perubahan. 2) Daya dukung peraturan - Implementasi akan efektif bila pelaksanaannya mematuhi apa yang telah digariskan oleh peraturan yang ditetapkan. Aturanaturan yang disarankan yaitu kejelasan atau konsistensi tujuan yang merupakan standar evaluasi dan saran bagi pelaksana untuk mengerahkan sumber daya, teori kausal yang memadai, sumber keuangan yang mencukupi dalam pelaksanaan kebijakan, integrasi organisasi pelaksana, direksi pelaksana, rekruitmen dari pejabat pelaksana dan akses formal pelaksana keorganisasian lain sebagai
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 73
496.
497.
498.
suatu bentuk koordinasi. 3) Variable non Pemerintah - Dalam implementasi juga memerlukan variabel lain di luar peraturan seperti kondisi sosio ekonomi dan teknologi, perhatian pers terhadap masalah kebijakan, dukungan publik, sikap sumber daya kelompok sasaran, dukungan kewenangan serta komitmen dan kemampuan pejabat pelaksana (Mazmanian dan Sabatier dalam Wibawa, 1994: 25). Kebijakan/Model kebijakan dikategorikan sebagai berikut: 1) Model Deskripsi. Model kebijakan dapat dibandingkan dan dikontraskan dari berbagai dimensi, yang paling penting di antaranya adalah membantu membedakan tujuan, bentuk ekspresi dan fungsi metodologi dari model. Model Deskripsi digunakan untuk memantau hasil dari aksiaksi implementasi kebijakan yang dimasukan dalam daftar pelaporan, misalnya laporan bulanan, triwulan, dan laporan tahunan. Dan model kebijakan deskripsi untuk publikasi dan meramalkan kinerja. 2) Model Normatif. Di antara beberapa jenis model normatif membantu menentukan tingkat kapasitas pelayanan yang optimum, pengaturan volume waktu yang optimum. Masalah pengaturan normative biasanya dalam bentuk pengaturan, mencari nilai variabel yang terkontrol dari kebijakan yang akan memberikan manfaat yang terbesar yang terukur dalam variabel keluaran yang hendak diubah oleh pembuat kebijkan. 3) Model Verbal. Model ini diekspresikan dalam bahasa sehari-hari yang komunikatif, bukan bahasa logika simbolis dan matematika. Dalam menggunakan model verbal, penilaian nalar untuk membuat prediksi dan menawarkan rekomendasi. Penilaian nalar menghasilkan argumen kebijakan bukan dalam bentuk nilai yang pasti, tapi mengupayakan memudahkan komunikasi antra para ahli dengan orang awam. 4) Model simbolis. Model ini menggunakan simbol-simbol matematis untuk menerangkan hubungan di antara variabel-variabel kunci yang dipercaya sebagai ciri suatu masalah. Prediksi atau solusi optimal diperoleh dari model simbolis dengan meminjam metode matematika, satistika, dan logika. Model simbolis sulit di komunikasikan di antara orang awam, termasuk para pembuat kebijakan dan di antara para ahli pembuat model sering terjadi kesalah pahaman tentang elemen-lemen dasar dari model. 5) Model Prosedural. Model ini menampilkan hubungan dinamis di antara variabel yang diyakini jadi ciri suatu masalah kebijakan. Prediksi dan solusi optimal diperoleh dengan mensimulasikan dan meneliti seperangkat hubungan yang mungkin, tidak dapat diterangkan dengan baik karena data yang diperlukan tidak tersedia dan model ini mengasumsikan hubungan masing-masing variable (Dunn, 2003: 234-246), Nawawi (2007: 14). Kebijakan/Namun demikian, evaluasi kebijakan publik tidak hanya untuk melihat hasil (outcomes) dan dampak (impact), akan tetapi dapat pula untuk melihat bagaimana proses implementasi suatu kebijaksanaan dilaksanakan (Widodo, 2008: 112). Kebijakan/Pada garis besarnya siklus kebijakan tersebut terdiri dari tiga kegiatan pokok, yaitu: (1) perumusan kebijakan, Implementasi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 74
499.
500.
501.
502.
503.
504.
505.
Kebijakan Publik (2) implementasi kebijakan, dan (3) pengawasan dan penilaian (hasil) pelaksanaan kebijakan” (Mustopadidjaja, 1988: 25). Kebijakan/Pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan (Udoji dalam Wahab, 1991: 45). Kebijakan/Pemerintah adalah sumber utama tenaga kerja dan remunerasi bagi dokter, guru dan pekerja sosial, dokter kebebasan klinis, kontrol guru atas apa yang diajarkan di sekolah dan bagaimana hal itu diajarkan (Michael dan Stewart, 2000: 403). Kebijakan/Peran pemerintah atau administrator publik memegang posisi yang sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan. Fungsi sentral dari pemerintah adalah menyiapkan, menentukan dan menjalankan kebijakan atas nama dan untuk keseluruhan masyarakat di daerah kekuasaannya (Hoogerwerf, 1983: 9). Kebijakan/Proses administratif yang dilakukan oleh unit-unit administratif pada setiap level pemerintahan disejalankan dengan tipetipe kebijakan yang telah ditetapkan. Tipe-tipe kebijakan tersebut dapat bersifat: distributive, regulatory, selfregulatory, re-distributive” (Anderson, 1978: 127; Ripley, 1987: 71). Kebijakan/Proses implementasi adalah “those action by public or private individuals groups that are directed the achivement of objectives set forth in prior decisions” (“tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompokkelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan) (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2002: 65). Kebijakan/Proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertangung jawab untuk melaksanakan program tapi juga menyangkut jaringan kekuatankekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan baik yang positif maupun yang negatif (Tangkilisan, 2005: 19). Kebijakan/Proses implementasi tidak harus selalu didasarkan pada kepentingan state (pemerintah), tetapi bisa pula didasarkan pada kepentingan stakeholder di luar pemerintah. Ada kecenderungan bahwa implementasi menuntut dilibatkannya partisipasi masyarakat atau orangorang yang terkena kebijakan untuk ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan, juga dalam implementasi tidak menutup kemungkinan dilakukannya diskresi sebagai suatu tindakan yang mencerminkan kelonggaran dalam melaksanakan hukum, demi terciptanya keadilan terutama dalam kelompok-kelompok yang belum beruntung, demikian pula didalam implementasi suatu program ada kecenderungan dituntutnya tindakan secara network sehingga suatu aktivitas menuntut adanya praktekpraktek kerjasama baik itu terhadap
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 75
506.
507.
508.
509.
510.
institusi sejenis, selevel atau kelompok organisasi yang tidak sejenis baik dalam besaran, keluaran, dan kapasitas (Sudarmo, 2008). Kebijakan/Proses kebijakan publik adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah kebijakan (identification of policy problem) Identifikasi masalah kebijakan dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang menjadi tuntutan (demands) atas tindakan pemerintah. 2. Penyusunan agenda (agenda setting) - Penyususnan agenda merupakan aktivitas memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan media masa atas keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu. 3. Perumusan kebijakan (policy formulation) - Perumusan merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif. 4. Pengesahan kebijakan (legitinating of policy) Pengesahan kebijakan melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok penekan, presiden, dan kongres. 5. Implementasi kebijakan (policy implementation) - Implementasi kebijakan dilakukan melalui birokrasi, anggaran publik, dan aktivitas agen eksklusif yang terorganisasi. 6. Evaluasi kebijakan (policy evaluation) - Evaluasi kebijakan dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan diluar pemerintah, pers, dan masyarakat (publik) (Thomas R. Dye dalam Widodo, 2008: 16). Kebijakan/Proses kebijakan publik bukan merupakan proses yang sederhana. Munculnya kebijakan publik dikarenakan ada isu atau masalah publik yang mendasar, menyangkut banyak orang, dan mendesak untuk diselesaikan. Masalah publik sendiri didefinisikan sebagai suatu kondisi atau situasi yang menimbulkan kebutuhan atau ketidakpuasan pada sebagian orang yang menginginkan pertolongan atau perbaikan (Winarno, 2008: 70). Kebijakan/Proses kebijakan publik ini dapat dikelompokan ke dalam tiga fungsi, yaitu: perumusan kebijakan publik, implementasi kebijakan publik, pengawasan dan evaluasi (hasil) kebijakan publik (Mustopadidjaja A.R., (1980) dalam Tachjan, 2006: 64). Kebijakan/Sabatier (1993) mengungkapkan pentingnya dilakukan advokasi kebijakan publik tidak hanya pada level formulasi tapi juga implementasi dan bahkan evaluasi kebijakan publik. Advokasi kebijakan publik menyangkut ekspresi keberpihakan seseorang pada nilai-nilai tertentu. Penggunaan advokasi kebijakan publik dalam implementasi kebijakan publik dimaksudkan untuk mengubah kondisi yang dikehendaki dengan cara memastikan penentu kebijakan publik berada di pihak yang melakukan advokasi, sehingga aspirasi masyarakat semaksimal mungkin terakomodasi (Sabatier (1993) dalam Tachjan, 2006: xiv). Kebijakan/Sebelas aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dalam kaitannya dengan proses kebijakan yaitu: “Perception/definition, Aggregation, Organization, Representation, Agenda Setting, Formulation, Legitimation, Budgeting, Implementation, Evaluation, and Adjusment/Termination” (Jones, 1984: 27-28).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 76
511.
512. 513.
514.
515.
516.
517.
Kebijakan/Sebuah metode dengan enam langkah sebagai berikut: Identifikasi masalah. Batasilah masalah yang akan dipecahkan atau dikelola dan dipisahkan masalah dari gejala yang mendukungnya. Rumuskan sebuah hipotesis. - Tentukan faktor-faktor yang menjadikan adanya masalah tersebut. Kumpulkan data kuantitatif yang memperkuat hipotesis. - Kajilah hambatan dalam pembuatan keputusan. Analisislah situasi politik dan organisasi yang dahulu mempengaruhi pembuatan kebijakan. Pertimbangkan berbagai variabel seperti komposisi staff, moral dan kemampuan staff, tekanan politik, kepekaan, kemauan penduduk dan efektivitas manajemen. Hindari diskusi yang tidak realita. - Kembangkan solusi-solusi alternatif. Perkirakan solusi yang paling layak. Tentukan kriteria dengan jelas dan terapkan untuk menguji kelebihan dan kekurangan setiap solusi alternatif. - Pantaulah terus umpan balik dari tindakan yang telah dilakukan guna menentukan tindakan yang perlu diambil berikutnya (Casley dan Kumar dalam Wibawa (1994: 16). Kebijakan/Secara rinci, pada hakekatnya bahwa kebijakan publik adalah jalan dalam mencapai tujuan bersama (Dwidjowijoto, 2004:51). Kebijakan/Sementara itu, untuk mengimplementasikan suatu kebijakan publik dapat dilakukan dengan 2 (dua) langkah, yakni secara langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut (Dwijowijoto, 2004:158). Kebijakan/Setelah melalui tahap perumusan kebijakan, maka kebijakan publik yang telah diputuskan ini akan dijalankan oleh pemerintah, masyarakat atau pemerintah bersama-sama dengan masyarakat (Dwijowijoto, 2004: 74). Kebijakan/Setiap pembangunan memiliki kebijakan dasar pembangunan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan yang hendak ditempuh dengan istilah “projection of a pattern of development”. Gambaran yang pokok dalam tujuan pembangunan adalah : (l) Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya. (2) Prioritas adalah pembanguan ekonomi dengan titik berat prmbangunan sektor pertanian dan peningkatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. (3) Pembangunan bidang-bidang lain seperti social tetap dikembangkan dan menunjang pembngunan ekonomi karena kemajuan ekonomi membantu kesempatan lebih besar untuk memecahkan berbagai masalah sosial. (4) Motivasi dan Pengembangan iklim sosial menuju partisipasi seluruh rakyat dalam pembangunan (Tinbergen (1976) dalam Tjokroamidjojo, 1976: 79). Kebijakan/Setiap tahap evaluasi kebijakan ini Lester dan Stewart terdapat 2 (dua) tugas yang berbeda. Adapun tugas-tugas tersebut adalah, sebagai berikut: (dalam Winarno, 2008: 226). Kebijakan/Sistem kebijakan atau pola institusional melalui mana kebijakan dibuat, mengandung tiga elemen yang memiliki hubungan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 77
518.
519.
520. 521.
522.
523.
timbal balik: kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Dunn, 1994: 71). Kebijakan/Standar dan sasaran kebijaksanaan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan (Van Meter Van Horn (1975) dalam Agustino, 2006: 144). Kebijakan/Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi berbagai kepentingan (Agustino, 2006: 138). Kebijakan/Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan (Winarno, 2008:143). Kebijakan/Syarat keberhasilan implementasi kebijakan didukung oleh faktor komunikasi, sumber daya, sikap dan struktur birokrasi (George C. Edwards III, 1975: 445–488). Kebijakan/Tak cukup hanya melihat dari pencapaian tujuannya saja, efektivitas kebijakan tersebut juga dilihat dari indikator hasil sebagai berikut: a) Pencapaian tujuan atau hasil - Merupakan suatu yang mutlak bagi keberhasilan suatu pelaksanaan kebijakan. Meskipun kebijakan telah dirumuskan dengan baik oleh orang-orang yang ahli di bidangnya dan juga telah diimplementasikan, namun tanpa hasil seperti yang diharapkan, maka dapat dikatakan bahwa program tersebut tidak berhasil atau gagal. Hal ini karena pada prinsipnya suatu kebijakan atau suatu program dibuat untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Tanpa adanya hasil yang dapat diukur, dirasakan, maupun dinikmati secara langsung oleh warga masyarakat, maka program tersebut tidak ada artinya. b) Efesiensi - Merupakan pemberian penilaian apakah kualitas suatu kinerja yang terdapat dalam implementasi sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Efesiensi dalam pelaksanaan program bukan hanya berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan tetapi juga berkaitan dengan kualitas program, waktu pelaksanaan dan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena banyak program pemerintah secara faktual mampu terimplementasikan (ada hasil). Akan tetapi, dari segi waktu anggaran maupun kualitasnya jauh dari apa yang direncanakan. Dengan demikian, suatu program dapat dikatakan terimplementasikan dengan baik, apabila ada perbandingan terbaik antara kualitas program dengan biaya, waktu dan tenaga yang ada. c) Kepuasan kelompok sasaran Dampak secara langsung dari program yang dilakukan terhadap kelompok sasaran. Kriteria ini sangat menentukan bagi keikutsertaan dan respon warga masyarakat dalam mengimplementasikan dan mengelola hasil-hasil program tersebut. Tanpa adanya kepuasan dari pihak sasaran kebijakan, maka program tersebut dianggap belum berhasil (Nakamura dalam Sedah Ayu Fitriani, 2006: 33). Kebijakan/Terlebih lagi dalam tahap yang krusial ini banyak sekali perumus kebijakan gagal menyelesaikan persoalan-persoalan publik bukan karena cara yang digunakan, disebabkan masalah yang diselesaikan kurang tepat (Winarno, 2008: 86).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 78
524.
525.
526.
527.
528.
529.
530.
531.
Kebijakan/Tiga hambatan besar yang acapkali muncul dalam pelaksanaan suatu kebijakan publik, yakni: (1) ketiadaan kerjasama vertikal, antara atasan dengan bawahan; (2) hubungan kerja horisontal yang tidak sinergis; dan (3) masalah penolakan terhadap perubahan yang datang dari publik maupun kalangan birokrasi sendiri (Grindle (1980) dalam Tachjan, 2006: xiv). Kebijakan/Tiga level kebijakan yakni; “Policy Level, Organizational Level dan Operational Level ”. Pada masing-masing level ini kebijakan public diwujudkan dalam bentuk “institutional arrangement” (peraturan perundang-undangan) yang sesuai dengan tingkat hierarkinya. Dalam suatu negara demokrasi “Policy Level” diperankan oleh cabang legislatif dan yudikatif, sedangkan “Organizational Level” diperankan oleh cabang eksekutif. Selanjutnya mengenai “Operational Level” akan didapati pada satuan pelaksana (operating units) dalam masyarakat, perusahaan-perusahaan dan rumah tangga-rumah tangga yang dari tindakan kesehariannya menghasilkan dampak yang dapat diamati (Bromley, 1989: 32 - 33). Kebijakan/Unit-unit birokratik ini dominan dalam implementasi program dan kebijakan. Adapun dalam perumusan dan legitimasi kebijakan dan program walaupun mempunyai peran luas akan tetapi tidak dominant (Franklin, 1986: 33). Kebijakan/Untuk menciptakan lingkungan yang demikian tersebut, hanya dapat diciptakan secara efektif oleh kebijakan publik (Thomas Dye dalam Dwidjowijoto, 2004: 50). Kebijakan/Untuk mengimplementasikan sesuatu harus disertai sarana yang mendukung yang nantinya akan menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu itu (Wahab, 2002: 64). Kebijakan/Untuk mengimplemetasikan kebijakan publik ada dua pilihan langkah yakni: 1. Langsung mengimplementasikan kebijakan publik dalam bentuk program 2. Melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (Nugroho 2009: 495- 497). Kebijakan/Variabel-variabel antara kebijakan dan prestasi kerja adalah: 1) Ukuran dan tujuan kebijaksanaan, 2) Sumber-sumber kebijaksanaan. 3) Ciri-ciri atau sifat birokrasi 4) Komunikasi antara organisasi terkait dengan kegitan-kegiatan pelaksanaan 5) Sikap para pelaksana, dan 6) Lingkungan sosial, ekonomi dan politik (Donalds Van Meter dan Carl Van Horn (1975, 445-488). Kebijakan/William Dunn, di bukunya yang berjudul Analisisi kebijakan Publik mengelompokkan bentuk-bentuk Analisis Kebijakan sebagai berikut: a. Analisis Kebijakan - Prospektif berupa produksi dan transpormasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan di implementasikan cenderung mencari cara beroprasinya para ekonom, analis sistem dan peneliti operasi. b. Analisis kebijakan Retrosfektif Analisis ini dijelaskan sebagai penciptaan dan transpormasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan , mencakup berbagai tipe kegiatan yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis: 1. Analis yang berorentasi pada disiplin, sebagian besar terdiri dari para ilmuwan politik dan sosiologi, yang mengembangkan dan menguji teori yang
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 79
532.
533.
534. 535.
536.
menerangkan sebab-sebab dan konsekwensi kebijakan. 2. Analis yang berorentasi pada masalah (Problem –Orentid analyst). Kelompok ini sebagian besar berusaha menerangkan sebab-sebab dan konsekwensi kebijakan, tetapi kurang menaruh perhatian pada pada pengembangan dan pengujian teori yang dianggap penting dalam ilmu sosial. 3. Analis yang berorintasi pada aplikasi (Aplication-orented). Kelompok analis yang umumnya dari Imuwan Politik, Sosiologi, pekerja sosial dan Administarsi Publik dan Penelitian Evaluasi. Berusaha menerangkan sebab-sebab dan konsekwensi kebijakan-kebijakan dan program publik, tetapi tidak menaruh perhatian pada pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. lebih jauh tidak hanya menaruh perhatian pada variabel-variabel kebijakan tetapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan publik dari para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan. c. Analisis Kebijakan yang Terintegrasi Mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transpormasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Menuntut para analis setiap saat terus menerus mentranspormasikan dan mengahasilkan informasi .Kegiatan analis ini berulang-ulang terus menerus tanpa ujung sebelum masalah kebijakan yang memuaskan ditemukan. (Dunn, William.1999: 117124). Kebijaksanaan/Hogwood dan Gunn mengelompokkan aneka ragam penggunaan istilah kebijaksanaan ke dalam 10 kelompok , sebagai berikut: 1. Kebijaksanaan sebagai suatu merk bagi suatu bidang tertentu. 2. Kebijaksanaan sebagai suatu pernyataan mengenai tujuan umum atau keadan. tertentu yang dikehendaki. 3. Kebijaksanaan sebagai usulan-usulan khusus. 4. Kebijaksanaan sebagai keputusan pemerintah. 5. Kebijaksanaan sebagai bentuk pengesahan formal. 6. Kebijaksanaan sebagai program. 7. Kebijaksanaan sebagai keluaran. 8. Kebijaksanaan sebagai hasil akhir. 9. Kebijaksanaan sebagai teori atau model. 10. Kebijaksanaan sebagai proses (Wahab.1990: 21). Kebijaksanaan/Kebijaksanan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktekpraktik yang terarah (Laswell dan Kaplan dalam Islamy, 1992 : 16). Kehidupan manusia yang mapan (Esman dalam Tjokrowinoto, 1999: 91). Kemajemukan/Karena kemajemukan terjadi sebagai titik awal yang berada dalam suatu masyarakat modern yang mana warganya memiliki perbedaan kepentingan, posisi peran dalam kelompok, anggota partai politik yang berbeda, perbedaan LSM yang diikuti dan perbedaan dengan LSM yang lain yang masing-masing mewakili kepentingan yang terintegrasi dalam masyarakat sehingga seolah masyarakat itu terpisah-pisah karena kepentingan. Hal in juga menjadikan masyarakat beragam namun keberagaman ini harus dihadapi dengan positif di dalam kehidupan sosial (Schwartzmantel (1994: 48). Kemantapan/Stability, dimaksudkan sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo sebagai kontras dari
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 80
537.
538.
539.
540.
541.
542.
pertumbuhan. Kegiatan yang mempertahankan keadaan tetap pada suatu saat tertentu, keadaan tersebut harus stabil sehingga memungkinkan orang-orang dapat bekerja dengan tenang (Tachjan, 2006: 132). Kepemerintahan/ Menurut Ganie Rochman, terdapat empat unsur dalam memahami prinsip good overnance, yaitu: a. Akuntabilitas (Accountability). b. Adanya Kerangka Hukum (Rule of law). c. Informasi. d. Transparansi (Widodo, 2001: 25). Kepemerintahan/Menurut Gambir Bhatta, unsur utama Good governance yaitu: a. Akuntabilitas, b. Tranparansi, c. Keterbukaan, d. Aturan Hukum ditambah dengan e. Kompetensi manajemen dan f. Hak-hak azazi manusia (Sedarmayanti, 2004: 5). Kepemerintahan/Tata pemerintahan yang baik (terjemahan dari Good Governance) menurut Taschereau dan Campos, terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan yaitu: “Good governance merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi, dan keseimbangan peran serta, adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh komponen yakni pemerintah (government), rakyat (citizen) , atau Civil society dan usahawan (business) yang berbeda di sector swasta. Ketiga komponen itu mempunyai tata hubungan yang sama dan sederajat. Jika kesamaan derajat itu tidak sebanding atau tidak terbukti maka akan terjadi pembiasaan dari tata pemerintahan yang baik (Thoha, 2004: 63). Kepemimpinan berperan sebagai penggerak segala sumber daya manusia dan sumber daya lain yang ada dalam organisasi (Arifin, 2004: 23 ). Kepemimpinan menjadi bagian dari kekuasaan, tetapi tidak untuk sebaliknya. Mirip dengan kekuasaan, kepemimpinan merupakan suatu hubungan antara pihak yang memiliki pengaruh dan orang yang di pengaruhi, dan juga merupakan kemampuan menggunakan sumber pengaruh secara efektif. Berbeda dengan kekuasaan yang terdiri atas banyak jenis sumber pengaruh, kepemimpinan lebih menekankan pada kemampuan menggunakan persuasi untuk mempengaruhi pengikut. Selain itu, tidak seperti kekuasaan yang belum tentu menggunakan pengaruh untuk kepentingan bersama antara pemilik kekuasaan dan yang di kuasai, kepemimpinan merupakan upaya untuk melaksanakan suatu tujan yang menjadi kepentingan bersama pemimpin maupun para pengikut (Surbakti, 1999: 134) Kepemimpinan/6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu: 1) kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen. 2) kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses. 3) kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya piker. 4) ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusankeputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. 5) kepercayaan diri, atau pandangan pada diri sehingga mampu menghadapi masalah. 6) inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 81
543.
544.
545.
546.
menemukan cara-cara baru atau inofasi (Edwin dalam Handoko,1995: 297). Kepemimpinan/Ada 12 faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan seseorang, yaitu: 1) Sejarah organisasi, 2) Umur dari pejabat lama, 3) Umur dari pimpinan yang sekarang dan pengalamannya, 4) Masyarakat tempat organisasi itu beroperasi, 5) Persyaratan kerja khusus bagi kelompok yang ia pimpin, 6) Suasana psikologis dari kelompok dipimpin saja, 7) Sifat pekerjaan yang dipegangnya, 8) Besar kecilnya kelompok yang ia pimpin, 9) Tingkat kerja sama yang diperlukan, 10) Harapan para bawahan, 11) Kepribadian dari para bawahan, dan 12) Waktu yang diperlukan dan disediakan untuk pengambilan keputusan (Wahjosumijo, 1994: 134). Kepemimpinan/Ada 12 faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan seseorang, yaitu: 1) Sejarah organisasi. 2) Umur dari pejabat lama. 3) Umur dari pimpinan yang sekarang dan pengalamannya. 4) Masyarakat tempat organisasi itu beroperasi. 5) Persyaratan kerja khusus bagi kelompok yang ia pimpin. 6) Suasana psikologis dari kelompok dipimpin saja. 7) Sifat pekerjaan yang dipegangnya. 8) Besar kecilnya kelompok yang ia pimpin. 9) Tingkat kerja sama yang diperlukan. 10) Harapan para bawahan. 11) Kepribadian dari para bawahan. 12) Waktu yang diperlukan dan disediakan untuk pengambilan keputusan (Wahjosumijo, 1994:134). Kepemimpinan/Ada 4 macam yang perlu diperhatikan kaitannya dengan kepribadian yaitu: kemauan untuk memimpin, kecakapan untuk berkomunikasi, harga diri dan kejujuran, dan yang terakhir adalah penampilan (Wajosumijo, 1985: 147). Kepemimpinan/Ada tiga gaya kepemimpinan yang pokok yaitu gaya kepemimpinan: Otokratis, Demokratis, Laissez faire. a. Gaya Kepemimpinan Otokratis. Gaya kepemimpinan Otokratis ini meletakkan seorang pemimpin sebagai sumber kebijakan. Pemimpin merupakan segala-galanya. Bawahan dipandang sebagai orang yang melaksanakan perintah. Oleh karena itu bawahan-bawahan hanya menerima instruksi saja dan tidak diperkenankan membantah maupun mengeluarkan ide atau pendapat. Dalam posisi demikian anggota atau bawahan tidak terlibat dalam soal keorganisasian. Pada tipe kepemimpinan ini segala sesuatunya ditentukan oleh pemimpin sehingga keberhasilan organisasi terletak pada pemimpin. b. Gaya Kepemimpinan Demokratis. Gaya kepemimpinan ini memberikan tanggungjawab dan wewenang kepada semua pihak, sehingga ikut terlibat aktif dalam organisasi, anggota diberi kesempatan untuk memberikan usul serta saran dan kritik demi kemajuan organisasi. Gaya kepemimpinan ini memandang bawahan sebagai bagian dari keseluruhan organisasinya, sehingga mendapat tempat sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Pemimpin mempunyai tanggungjawab dan tugas untuk mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi serta mengkoordinasi. c. Gaya Kepemimpinan Laissez faire. Pada prinsipnya gaya kepemimpinan ini memberikan kebebasan mutlak kepada para bawahan. Semua keputusan dalam pelaksanaan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 82
547.
548.
tugas dan pekerjaan diserahkan sepenuhnya kepada bawahan. Dalam hal ini pemimpin bersifat pasif dan tidak memberikan contoh-contoh kepemimpinan Ngalim Purwanto, 1992: 48-50). Kepemimpinan/Ada tiga macam gaya kepemimpinan, yaitu: 1) Gaya kepemimpinan yang otokratis, yaitu gaya kepemimpinan dimana pemimpin banyak mempengaruhi lebih banyak atau menentukan perilaku pengikutnya. Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak memperhatikan pencapaian dan tercapainya tujuan-tujuan organisasi, untuk itu ia lebih banyak menentukan apa yang harus dicapai dan dilaksanakan dan bagaimana mencapainya. 2) Gaya kepemimpinan yang demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang banyak menekankan pada partisipasi pengikut dari kecenderungan pemimpin untuk menentukan sendiri. Para anggota atau bawahan selalu diberi kesempatan menentukan apa yang akan dicapai dan bagaimana cara mencapainya. Gaya kepemimpinan ini pada umumnya berasumsi bahwa pendapat orang banyak lebih baik dari pada pendapat sendiri, dan adanya partisipasi akan menimbulkan tanggung jawab bagi pelaksanaannya. Asumsi lainnya bahwa partisipasi memberikan kesempatan pada para bawahan untuk mengembangkan diri mereka sendiri. 3) Gaya kepemimpinan bebas, yaitu gaya kepemimpinan yang menekankan kepada keputusan kelompok. Dalam gaya ini, seorang pemimpin akan menafsirkan kecenderungan-kecenderungan kegiatan di dalam kelompok adalah hubungan dengan tujuan kelompok menyerahkan keputusannya kepada keinginan kelompok. Apa yang baik menurut kelompok, itulah yang menjadi keputusan. Bagaimana pelaksanaanya pun tergantung pada kemauan kelompok ( Koontz dalam Rustandi, 1987: 26). Kepemimpinan/Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R. Terry. Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagai berikut: 1) Energi jasmaniah dan mental - Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan. 2) Kesadaran akan tujuan dan arah - Mengetahui arah yang akan dituju dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta yakin akan manfaatnya. 3) Antusiasme Pekerjaan yang dilakukan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan semangat serta antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan. 4) Keramahan dan kecintaan - Kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak, sehingga pemimpin dapat mengarahkan untuk mencapai tujuan. 5) Integritas - Pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan teknis - Setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin. 7) Ketegasan dalam mengambil keputusan Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 83
549.
550.
8) Kecerdasan Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9) Keterampilan mengajar - Pemimpin yang baik adalah seorang guru yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) Kepercayaan Keberhasilan kepemimpinan pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin bersamasama dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan (Ordway Tead dan George R. Terry dalam Kartono, 1992: 37). Kepemimpinan/Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R. Terry. Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagai berikut: 1) Energi jasmaniah dan mental - Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan. 2) Kesadaran akan tujuan dan arah - Mengetahui arah yang akan dituju dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta yakin akan manfaatnya. 3) Antusiasme Pekerjaan yang dilakukan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan semangat serta antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan. 4) Keramahan dan kecintaan - Kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak, sehingga pemimpin dapat mengarahkan untuk mencapai tujuan. 5) Integritas - Pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan teknis - Setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin. 7) Ketegasan dalam mengambil keputusan Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya. 8) Kecerdasan Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9) Keterampilan mengajar - Pemimpin yang baik adalah seorang guru yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) Kepercayaan Keberhasilan kepemimpinan pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin bersamasama dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan (Ordway Tead dan George R. Terry dalam Kartono, 1992: 37). Kepemimpinan/Bhre Tandes menguraikan bahwa bagi Gajah Mada, seorang pemimpin harus memenuhi kriteria tertentu yaitu: 1. Abhikamika: Pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi kebawah, dan mengutamakan kepentingan rakyat banyak daripada kepentingan pribadi atau golongan. 2. Prajna: Pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan agama, serta dapat dijadikan panutan masyarakat. 3. Utsaha: pemimpin harus produktif, berinisiatif, kreatif, dan inovatif(pelopor Pembaharuan), serta rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat( semua
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 84
551.
552.
553.
stakeholder). 4. Atmasampat: Pemimpin mempunyai kepribadian, berintegrasi tinggi, moral yang luhur serta obyektif, dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan untuk kemajuan bangsanya ( organisasi yang dipimpinnya). 5. Sakya Samanta: Pemimpin sebagai fungsi control mampu mengawsi bawahannya secara efektif, efisien, produktif, dan berani menindak secara adil yang bersalah tanpa pilih kasih. 6. Aksuda Parisaka: Pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan dengan permusyawaratan, pandai berdeplomasi, serta menyerap aspirasi bawahan dan rakyatnya (semua stakeholder) (Bhre Tandes, 2007: 15). Kepemimpinan/Enam sifat kepemimpinan yaitu: 1) Kemampuan dalam kedudukannya sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-fungsi dasar manajemen. 2) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian tanggung jawab dan keinginan sukses 3) Kecerdasan, mencakup kebijakan, pemikiran kreatif, dan daya pikir 4) Ketegasan, atau kemampuan untuk membuat keputusankeputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan cakap dan tepat. 5) Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sehingga mampu untuk menghadapi masalah. 6) Inisiatif, atau kemampuan untuk bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan menemukan cara-cara baru atau inofasi (Edwin Ghiselli dalam Handoko, 1995: 297). Kepemimpinan/Gaya kepemimpinan menurut Malayu Hasibuan ada 3 yaitu (2009:172). 1) Kepemimpinan Otoriter - Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. 2) Kepemimpinan Partisipatif Kepemimimpinan partisipatf adalah apabila dalam kepemimpinannya dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan. 3) Kepemimpinan Delegatif - Kepemimpinan delegatif apabila seseorang pemimpin pendelegasian wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan pekerjaannya (Hasibuan, 2009: 172). Kepemimpinan/Kahlian atau kemampuan dasar sebagai kelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin yang mencakup: technical, human dan conceptual skill (the basic and developable skills). 1) Technical skill, yaitu kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknikteknik yang merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skills menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan barang, sedangkan. 2) Human skills, menunjukkan keterampilan dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan pemimpin untuk bekerja
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 85
554.
555.
556.
557.
558.
559.
secara efektif sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya. 3) Conceptual skill, yaitu kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan (Tracey (1999) dalam umidjo, 2004: 386). Kepemimpinan/Keahlian atau kemampuan dasar sebagai kelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin yang mencakup: technical, human dan conceptual skill (the basic and developable skills). 1) Technical skill yaitu kecakapan spesifik tentang proses, prosedur, atau teknikteknik yang merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal yang khusus. Technical skills menunjukkan kecakapan yang berhubungan dengan barang, sedangkan 2) Human skills menunjukkan keterampilan dengan orang atau manusia. Human skills yaitu kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok yang dipimpinnya. 3) Conceptual skill yaitu kemampuan pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan (Tracey (1999) dalam Wahjosumidjo, 2004: 386). Kepemimpinan/Konsepsi kepemimpinan itu harus dikaitkan dengan tiga hal, yang sekaligus sebagai syarat kepemimpinan yaitu : keluwesan, kewibawaan, kemampuan (Kartono, 1988: 31). Kepemimpinan/Menentukan mutu dalam sebuah institusi adalah kepemimpinan. Mereka berpendapat bahwa gaya kepemimpinan tertentu dapat mengantarkan institusi pada revolusi mutu, sebuah gaya yang mereka singkat dengan MBWA (management by walking about) atau manajemen dengan melaksanakan. Konsep MBWA ini menekankan pentingnya kehidupan pemimpin dan pemahaman akan pandangan mereka terhadap karyawan dan proses institusi. Keinginan untuk bermutu, untuk unggul tidak bisa dikomunikasikan dari balik meja (Petters dan Austin dalam Sallis, 2006: 169). Kepemimpinan/Pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab karena kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi bawahannya (Kartini Kartono, 1988: 33). Kepemimpinan/Pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1) Kapasitas : kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara atau verbal facility, keaslian, kemampuan menilai. 2) Prestasi / achievement : gelar kesarjanaan, ilmu pengetahuan, perolehan dalam olah raga dan atletik dll. 3) Tanggung jawab : mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan hasrat untuk unggul. 4) Partisipasi : aktif, memiliki sosiabilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor. 5) Status : meliputi kedudukan social-ekonomi cukup tinggi, popular, tenar (Stodgill dalam Kartini; 1988: 31, 32 ). Kepemimpinan/Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri (Nitisemito, 2000: 171-173).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 86
560.
561.
562.
563.
564.
565.
Kepemimpinan/Proses kepemimpinan akan berlangsung efektif, bilamana kepribadian pemimpin memiliki aspek-aspek: 1) Mencintai kebenaran dan beriman kepada Tuhan yang Maha Esa, 2) Dapat dipercaya dan mampu mempercayai orang lain, 3) Mampu bekerja sama dengan orang lain, 4) Ahli dibidangnya dan pandangan luas didasari intelegensi yang memadai, 5) Senang bergaul, dan memberikan petunjuk/terbuka pada kritik orang lain, 6) memiliki semangat untuk maju, pengabdian dan kesetiaan yang tinggi, serta kreatif dan penuh inisiatif, 5) Bertanggungjawab dalam mengambil keputusan, konsekuen, disiplin, dan bijaksana, dan (6) Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani (Nawawi, 1993: 56). Kepemimpinan/Sedangkan berdasarkan situasinya, maka situasi dan kondisi organisasilah yang mendorong seseorang berperan sebagai pemimpin. Terlepas dari adanya dua teori kepemimpinan yang kontradiktif tersebut, yang jelas pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggota biasa lainnya. Sebab karena kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi bawahannya (Kartono, 1988: 33). Kepemimpinan/Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara dalam WahJosumijo (1985:49), sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah: Ing ngarso sung tuladha (di depan menjadi tauladan); Ing madya mangun karsa (di tengah memberi motivasi); Tut wuri handayani (di belakang memberi kekuatan) (Zainum, 1989: 89). Kepemimpinan/Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin yaitu: a. Memiliki kecerdasan melebihi orang-orang yang dipimpinnya. b. Mempunyai perhatian terhadap kepentingan yang menyeluruh. c. Mantap dalam kelancaran berbicara. d. Mantap berpikir dan emosi. e. Mempunyai dorongan yang kuat dari dalam untuk memimpin. f. Memahami kepentingan tentang kerjasama (Harold Koontz dan Cyrill O’Donnell, 1990: 21). Kepemimpinan/Sehubungan dengan hal tersebut proses kepemimpinan akan berlangsung efektif, bilamana kepribadian pemimpin memiliki aspek-aspek: 1) Mencintai kebenaran dan beriman kepada Tuhan yang Maha Esa. 2) Dapat dipercaya dan mampu mempercayai orang lain. 3) Mampu bekerja sama dengan orang lain. 4) Ahli dibidangnya dan pandangan luas didasari intelegensi yang memadai. 5) Senang bergaul, dan memberikan petunjuk/terbuka pada kritik orang lain. 6) Memiliki semangat untuk maju, pengabdian dan kesetiaan yang tinggi, serta kreatif dan penuh inisiatif. 7) Bertanggungjawab dalam mengambil keputusan, konsekuen, disiplin, dan bijaksana. 8) Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani (Nawawi, 1993: 56 ). Kepemimpinan/Setiap pemimpin yang baik sekurang-kurangnya memiliki tiga ciri, yakni: 1) Persepsi social (Social Perception), adalah kecakapan dalam melihat dan memahami perasaan, sikap, dan kebutuhan-kebutuhan anggota-anggota lainnya dalam suatu kelompok.2) Kemampuan berfikir abstrak, berarti mempunyai kecakapan tinggi. Kemampuan berabstraksi yang sebenarnya merupakan salah satu segi dari struktur intelegensi, khusus dibutuhkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 87
566.
567.
568.
569.
570.
571.
oleh seseorang untuk dapat menafsirkan kecenderungankecenderungan kegiatan di dalam kelompok adalah hubungan dengan tujuan kelompok. 3) Keseimbangan emosional, yakni kematangan emosi. Diperlukan oleh seorang pemimpin untuk dapat merasakan keinginan dan cita-cita anggota kelompok dalam rangka melaksanakan tugas kepemimpinannya dengan sukses (Gerungan dalam Wahjosumijo, 2000: 26). Kepemimpinan/Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut: 1) Berbadan sehat, kuat, dan penuh energi, 2) Yakin akan maksud dan tujuan organisasi, 3) Selalu bergairah, 4) Bersifat ramah tamah, 5) Mempunyai keteguhan hati, 6) Unggul dalam teknik kerja, 7) Sanggup bertindak tegas, 8) Mempunyai kecerdasan, 9) Pandai mengatur bawahan, 10) Percaya pada diri sendiri (Ordway Tead dalam Zainum, 1989: 87). Kepemimpinan/Sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut: 1) Berbadan sehat, kuat, dan penuh energi. 2) Yakin akan maksud dan tujuan organisasi. 3) Selalu bergairah. 4) Bersifat ramah tamah. 5) Mempunyai keteguhan hati. 6) Unggul dalam teknik kerja. 7) Sanggup bertindak tegas. 8) Mempunyai kecerdasan. 9) Pandai mengatur bawahan. 10) Percaya pada diri sendiri (Tead dalam Buchari Zainum, 1989:87). Kepemimpinan/Sifat-sifat yang harus dimiliki pemimpin, yaitu: a. Memiliki kecerdasan melebihi orang-orang yang dipimpinnya. b. Mempunyai perhatian terhadap kepentingan yang menyeluruh. c. Mantap dalam kelancaran berbicara. d. Mantap berpikir dan emosi. e. Mempunyai dorongan yang kuat dari dalam untuk memimpin. f. Memahami kepentingan tentang kerjasama (Harold Koontz dan Cyrill O’Donnell, 1990: 21). Kepemimpinan/Syarat-syarat kepribadian pemimpin pendidikan dapat digolongkan: 1) Karakter dan moral yang tinggi, 2) Semangat dan kemampuan intelek, 3) Kematangan dan keseimbangan emosi, 4) Kematangan dan penyesuaian social, 5) Kemampuan kepemimpinan, 6) Kemampuan mendidik dan mengajar, dan 7) Kesehatan dan penampilan jasmaniah (Shulhan, 1997: 33). Kepemimpinan/Syarat-syarat kepribadian pemimpin pendidikan dapat digolongkan: 1) Karakter dan moral yang tinggi. 2) Semangat dan kemampuan intelek. 3) Kematangan dan keseimbangan emosi. 4) Kematangan dan penyesuaian social. 5) Kemampuan kepemimpinan. 6) Kemampuan mendidik dan mengajar. 7) Kesehatan dan penampilan jasmaniah (Shulhan, 1997: 33 ). Kepemimpinan/Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut: 1) Mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi untuk dapat memikirkan dan mencarikan cara-cara pemecahan setiap persoalan yang timbul dengan cara yang tepat, bijaksana serta mengundang kelengkapan dan syarat-syarat yang memungkinkan untuk dilaksanakan. 2) Mempunyai emosi yang stabil, tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan suasana yang senantiasa berganti-ganti dan dapat memisahkan antara mana yang soal
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 88
572.
573.
pribadi, soal rumah tangga dan mana soal organisasi. 3) Mempunyai kepandaian menghadapi manusia dalam menghadapi orang dan mampu membuat bawahan merasa betah, senang dan puas dalam pekerjaan. 4) Mempunyai keahlian dalam mengorganisir dan menggerakkan bawahan secara bijaksana dalam mewujudkan tujuan organisasi serta mengetahui dengan tepat kapan dan kepada siapa tanggung jawab dan wewenang akan didelegasikan. 5) Mempunyai keterampilan social, manajemen, dan keterampilan manusiawiyah (mengetahui coral tingkah laku masa lalu, meramalkan tingkah laku masa depan, mengarahkan, mengubah, dan mengendalikan tingkah laku tersebut ke arah yang diinginkan) (Zainum, 1989: 89). Kepemimpinan/Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah sebagai berikut: 1) Mempunyai kecerdasan yang cukup tinggi untuk dapat memikirkan dan mencarikan cara-cara pemecahan setiap persoalan yang timbul dengan cara yang tepat, bijaksana serta mengundang kelengkapan dan syarat-syarat yang memungkinkan untuk dilaksanakan. 2) Mempunyai emosi yang stabil, tidak mudah diombang-ambingkan oleh perubahan suasana yang senantiasa berganti-ganti dan dapat memisahkan antara mana yang soal pribadi, soal rumah tangga dan mana soal organisasi. 3) Mempunyai kepandaian menghadapi manusia dalam menghadapi orang dan mampu membuat bawahan merasa betah, senang dan puas dalam pekerjaan. 4) Mempunyai keahlian dalam mengorganisir dan menggerakkan bawahan secara bijaksana dalam mewujudkan tujuan organisasi serta mengetahui dengan tepat kapan dan kepada siapa tanggung jawab dan wewenang akan didelegasikan. 5) Mempunyai keterampilan social, manajemen, dan keterampilan manusiawiyah (mengetahui coral tingkah laku masa lalu, meramalkan tingkah laku masa depan, mengarahkan, mengubah, dan mengendalikan tingkah laku tersebut ke arah yang diinginkan). 6) Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara dalam WahJosumijo (1985:49), sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah: Ing ngarso sung tuladha (di depan menjadi tauladan); Ing madya mangun karsa (di tengah memberi motivasi); Tut wuri handayani (di belakang memberi kekuatan) (Zainum, 1989: 89). Kepemimpinan/Teori Kesifatan menurut George R. Terry adalah sebagai berikut: 1) kekuatan. Kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai rintangan. 2) Stabilitas emosi. Pemimpin dengan emosi yang stabil akan menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis. 3) pengetahuan tentang relasi insane. Pemimpin memiliki pengetahuan tentang sifat, watak, dan perilaku bawahan agar bisa menilai kelebihan/kelemahan bawahan sesuai dengan tugas yang diberikan. 4) kejujuran. Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik kepada diri sendiri maupun kepada bawahan. 5) obyektif. Pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya. 6) dorongan pribadi Keinginan dan kesediaan untuk menjadi pemimpin
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 89
574.
575.
576.
harus muncul dari dalam hati agar ikhlas memberikan pelayanan dan pengabdian kepada kepentingan umum. 7) keterampilan berkomunikasi. Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 8) kemampuan mengajar. Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan, keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan partisipasinya. 9) Keterampilan social. Dia bersikap ramah, terbuka, mau menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang baik. 10) kecakapan teknis atau kecakapan manajerial (George R. Terry dalam Kartono, 1992: 25). Kepemimpinan/Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah sebagai berikut: 1) Energi jasmaniah dan mental - Yaitu mempunyai daya tahan, keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua permasalahan. 2) Kesadaran akan tujuan dan arah Mengetahui arah yang akan dituju dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta yakin akan manfaatnya. 3) Antusiasme - Pekerjaan yang dilakukan mempunyai tujuan yang bernilai, menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan semangat serta antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan. 4) Keramahan dan kecintaan - Kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak, sehingga pemimpin dapat mengarahkan untuk mencapai tujuan. 5) Integritas - Pemimpin harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan teknis - Setiap pemimpin harus menguasai satu atau beberapa kemahiran teknis agar ia mempunyai kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin. 7) Ketegasan dalam mengambil keputusan - Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan pengalamannya. 8) Kecerdasan Orang yang cerdas akan mampu mengatasi masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9) Keterampilan mengajar - Pemimpin yang baik adalah seorang guru yang mampu menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan menggerakkan anak buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) Kepercayaan - Keberhasilan kepemimpinan pada umumnya selalu didukung oleh kepercayaan anak buahnya, yaitu percaya bahwa pemimpin bersama-sama dengan anggota berjuang untuk mencapai tujuan (Ordway Tead dan George R. Terry dalam Kartono, 1992: 37). Kepemimpinan/Tercapainya tujuan organisasi baik yang bersifat ekonomi, social atau politik sebagian besar tergantung kepada kemampuan para pemimpin dalam unit organisasi yang bersangkutan (Amstrong, 1994: 93). Kepemimpinan/Tidak semua pemimpin akan dapat mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam rangka mencapai suatu tujuan secara
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 90
577.
578.
579.
580.
efektif dan efisien, sebab orang lain baru dapat dipengaruhi/digerakkan jika: a. Ada kemampuan pada pemimpin untuk menggunakan teknik kepemimpinan. b.Ada sifat-sifat khusus pada pemimpin yaitu sifatsifat kepemimpinan yang mempengaruhi jiwa orang-orang sehingga kagum dan tertarik pada pemimpin tersebut (Abdulrachman, Arifin, 2004:16). Kepemimpinan/Tiga gaya kepemimpinan yang pokok yaitu gaya kepemimpinan Otokratis, Demokratis, Laissez faire (Ngalim Purwanto, 1992: 48-50). Kepemimpinan/Triantoro Safaria (2007: 19-20) menjelaskan bahwa kepemimpinan bukan sesuatu yang kita miliki, tetapi sesuatu yang kita berikan secara tulus dari dalam hati, jiwa dan pikiran kita untuk kemajuan orang lain dan organisasi. Pemimpin hanya bias menemukan di dalam diri mereka sendiri kekuatan untuk membuat makna kepemimpinan menjadi hidup, semangat juang, visi, kepercayaan diri, toleransi terhadap ketidakpastian dan paradoks, intuisi, empati, keberanian dan integritas hanya bias muncul di dalam diri seorang pemimpin {Triantoro Safaria, 2007: 19-20). Kepemimpinan/Tugas yang perlu dilaksanakan oleh seorang pemimpin adalah: 1) Membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan. 2) Mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain 3) Dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain 4) Seorang pemimpin adalah seorang besar yang dikagumi dan mempesona dan dibanggakan oleh para bawahan (Wahjosumidjo, 2002: 40). Kepemimpinan/Untuk mengukur adanya tanggung jawab dapat dilihat dari: a). Kesanggupan dalam melaksanakan perintah dan kesanggupan kerja. b). Kemampuan menyelesaikan tugas dengan tepat dan benar. c). Melaksanakan tugas dan perintah yang diberikan sebaik-baiknya. 4). Ketaatan. Ketaatan adalah kesanggupan seseorang untuk menaati segala ketetapan, peraturan yang berlaku dan menaati perintah yang diberikan atasan yang berwenang. 5).Kejujuran. Kejujuran adalah ketulusan hati seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya. 6). Kerja Sama. Kerja sama adalah kemampuan tenaga kerja untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesarbesarnya. Kriteria adanya kerjasama dalam organisasi adalah: a. Kesadaran karyawan bekerja dengan sejawat, atasan maupun bawahan. b. Adanya kemauan untuk membantu dalam melaksanakan tugas. c. Adanya kemauan untuk memberi dan menerima kritik dan saran. d. Tindakan seseorang bila mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugas. 7). Prakarsa. Prakarsa adalah kemampuan seseorang tenaga kerja untuk mengambil keputusan langkah-langkah atau melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dan bimbingan dari atasan. 8). Kepemimpinan. Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 91
581.
582.
583.
584.
585.
586.
587.
untuk melaksanakan tugas pokok. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan kepala sekolah dalam membina dan membimbing guru untuk melaksanakan KBM terutama kegiatan merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran mengarah pada tercapainya kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa terkait dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (Westra dalam Akadum, 1999: 86). Kepentingan/Adapun konsep kepentingan (interest) bertalian dengan kebutuhan (need) yang dapat berupa barang (goods) atau jasa (service) yang memiliki nilai-nilai (values) tertentu untuk meningkatkan kualitas hidup baik fisik maupun nonfisik warga negara tersebut. Kemudian konsep pelayanan dimaksudkan sebagai cara melayani atau usaha melayani kebutuhan orang lain (Dikbud, 1995 : 571). Kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu (Mudie dan Cottam dalam Tjiptono, 2000: 160). Kepuasan atas gaji sebagai persepsi kepuasan atas gaji atau upah langsung, sedangkan kepuasan atas struktur atau pengadministrasian gaji didefinisikan sebagai persepsi kepuasan dengan hirarki gaji internal dan metode yang digunakan untuk mendistribusikan gaji (Hersusdadikawati, 2005: 89). Kepuasan gaji merupakan konstruk kepuasan yang multidimensi yang terdiri atas empat subdimensi: tingkat gaji, struktur/pengelolaan gaji, peningkatan gaji dan tunjangan (benefit) (Heneman dan Schwab dalam Andini, 2006: 15). Kepuasan konsumen berkontribusi pada sejumlah aspek penting, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatkan reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan dan meningkatkan efisiensi serta produktifitas karyawan (Tjiptono, 2005:348). Kepuasan konsumen berkontribusi pada sejumlah aspek penting, seperti terciptanya loyalitas pelanggan, meningkatkan reputasi perusahaan, berkurangnya elastisitas harga, berkurangnya biaya transaksi masa depan dan meningkatkan efisiensi serta produktifitas karyawan (Tjiptono, 2005: 348). Kepuasan pelanggan dalam konteks pelayanan publik yang prima antara lain meliputi: · Selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan memperhatikan aspek-aspek : komunikasi yang baik, suasana psikologis dan perilaku melayani. 1) Selalu berupaya menciptakan citra positif dimata masyarakat yang dilayani. 2) Membuat pihak yang dilayani merasa diperhatikan. 3) Menyeleraskan antara apa yang dikatakan dengan cara mengatakanya dan dengan perbuatan yang nyata. 4) Mengenal dengan baik pihak-pihak yang dilayani (Ibrahim, 2008:71).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 92
588.
589.
590.
591.
592.
593.
Kepuasan sebagai evaluasi pasca konsumsi dari suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan (Engel, Blacwell dan Miniard, 1995: 273). Kepuasan sebagai tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhankebutuhannya. Hal ini berarti bahwa tersedianya barang dan jasa merupakan parameter dari kepuasan masyarakat (Righar Oliver dalam Barnes, 2003: 64). Kepuasan/Ada empat cara yang dapat dipakai dalam mengukur kepuasan pelanggan/konsumen yaitu: 1. Sistem Keluhan dan Saran. Perusahaan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pelanggannya untuk menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan melalui media berupa kotak saran, kartu komentar, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan lain-lain. 2. Survei Kepuasan Pelanggan. Perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik langsung dari pelanggan dan juga memberikan sinyal positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggan tersebut dan pada umumnya survei dilakukan melalui pos, e-mail, maupun wawancara langsung. 3. Ghost Shopping. Perusahaan memperkerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan sebagai pelanggan potensial jasa perusahaan dan pesaing. Ghost Shoppers tersebut diminta melaporkan berbagai temuan penting berdasarkan pengalamannya mengenai kekuatan dan kelemahan jasa perusahaan dibandingkan para pesaing. 4. Lost Customer Analysis. Perusahaan sebaiknya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan selanjutnya (Kotler, 2000: 38). Kepuasan/Kepuasan gaji dapat diartikan bahwa seseorang akan terpuaskan dengan gajinya ketika persepsi terhadap gaji dan apa yang mereka peroleh sesuai dengan yang diharapkan. Beberapa penelitian mengidentifikasi aspek kepuasan yang ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi (Lum et.al dalam Andini, 2006: 15). Kepuasan/Komplain tidaknya seorang pelanggan atas ketidak puasan yang dirasakan tergantung pada 4 (empat) hal berikut ini: 1. Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan yaitu menyangkut drajat pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, serta social visibility. 2. Pengetahuan dan penglaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan produk; persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen dan pengalaman komplain sebelumnya. 3. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi meliputi jangka waktu penyelesaian masalah, gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya. 4. Peluang kebersihan dalam melakukan komplain (Tjiptono, 1997: 22). Kepuasan/Perusahaan diharapkan bisa memuaskan konsumen, keinginan konsumen dengan membuat produk dengan nilai superior (Wheelwright dan Clark dalam Li dan Calantone, 1998: 18).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 93
594.
595.
596.
597. 598.
599.
600.
Kepuasan/Singh ada 3 ( tiga ) kategoti komplain atas ketidak puasan yaitu: 1. Voice response. Pada kategori ini pelanggan langsung menyampaikan komplainnya dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan. 2. Private response. Disini pelanggan menceritakan pengalamannya atas ketidak puasannya kepada orang-orang yang ada disekelilingnya hal ini akan berdampak pada citra perusahaan dimata masyarakat. 3. Third Party response. Kategori inilah yang paling membahayakan perusahaan karena disini pelanggan tidak hanya melakukan komplain kepada perusahaan ataupun menceritakannya kepada orang lain (Tjiptono 1997, 22). Kepuasan/Strategi penyempurnaan kepuasan antara lain: 1) Strategi Relationship Marketing. Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. 2) Strategi Superior Customer Service. Perusahaan berusaha menawarkan pelayanan yang lebih unggul daripada pesaing. Dalam strategi ini dibutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia dan usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan superior. 3) Strategi Unconditional Guaratees (Extra Ordinary Guarantees). Perusahaan mengembangkan pelayanan tambahan terhadap layanan pokoknya, misalnya memberikan garansi tertentu atau memberikan pelayanan purna jual yang baik. 4) Strategi Penanganan Keluhan yang Efektif. Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seseorang pelanggan yang puas (Mudie dan Cottam dalam Tjiptono, 2000: 160). Kepuasan/Tentang kepuasan kerja banyak faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang (Siagian, 2003: 46). Kepuasan/Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu (kualitas suatu produk) (Supranto, 2001: 2). Keuangan/Analisis fundamental mencari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan, dengan kata lain saham mewakili nilai perusahaan. Para penganut analisis fundamental berasumsi bahwa apabila kondisi fundamental atau kinerja keuangan perusahaan semakin baik maka harga saham yang diharapkan juga akan mengalami kenaikan (Ghozali, 2002 : 71-72). Keuangan/Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan (i) mengestimate nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dan (ii) menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham, model ini juga sering disebut sebagai share price forecasting model. (Suad Husnan (1998 : 299). Keuangan/Analisis fundamental merupakan analisis yang berhubungan dengan kondisi keuangan perusahaan. Dengan analisis fundamental diharapkan calon investor akan mengetahui bagaimana operasional dari perusahaan yang nantinya akan menjadi milik investor apakah sehat atau tidak ataukah menguntungkan atau tidak dan sebagainya (Anoraga dan Pakarti, 2001: 108 ).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 94
601.
602.
603.
604.
605.
606.
607.
608.
609.
Keuangan/Analisis fundamental merupakan analisis yang berkaitan dengan kondisi internal atau keuangan perusahaan.(Suad Husnan, 2001: 315). Keuangan/Analisis fundamental merupakan salah satu cara yang lazim digunakan oleh para pemodal untuk menilai saham. Analisis fundamental memiliki asumsi dasar bahwa harga saham tidaklah diukur dari standar harga di pasar, melainkan diprediksikan terlebih dahulu dengan analisis perusahaan (Husnan, 1998: 336). Keuangan/Analisis teknikal didahului dengan asumsi dasar bahwa harga saham terbentuk dari hasil spekulasi (Ghozali dan Sugiyanto, 2004: 94). Keuangan/Bank dapat dikatakan likuid apabila: 1. Bank tersebut memiliki cash assets sebesar kebutuhan yang akan digunakan untuk memenuhi likuiditasnya. 2. Bank tersebut memiliki cash assets lebih kecil dari yang tersebut di atas, tetapi bank yang bersangkutan memiliki assets lain (khususnya surat berharga) yang dapat dicairkan sewaktu-waktu tanpa mengurangi nilai pasarnya. 3. Bank tersebut mempunyai kemampuan menciptakan cash assets baru melalui berbagai bentuk hutang Chaerudin (2002:7-8). Keuangan/Bank mempunyai peranan yang sangat penting untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa, karena bank adalah: 1. Pengumpul dana dari masyarakat yang kelebihan dana (atau surplus spending unit)/SSU) dan penyalur kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana (atau defisit spending unit / DSU). 2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat. 3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis dan ekonomis. 4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C (Letter of Credit). 5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garasi (Malayu, 2004: 2). Keuangan/Bank terdiri dari dua jenis, yaitu: 1. Bank Umum, Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat, Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Kasmir, 2002 : 21). Keuangan/Bentuk saham dapat dikelompokkan dalam tiga kategori saham berdasarkan hak tagih, berdasarkan peralihan hak, dan berdasarkan kinerja. Darmadji dan Hendi, 2001: 6). Keuangan/Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang pengertian modal, modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap (Widjanarto, 1993:40). Keuangan/Besar kecilnya permodalan bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan keuangan bank yang bersangkutan (Siamat, 1993: 56).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 95
610.
611.
612.
613.
614.
615.
616.
Keuangan/Dalam dunia perbankan rasio solvabilitas sama dengan rasio permodalan, permasalahan modal adalah berapa modal yang harus disediakan oleh pemilik sehingga keamanan pihak ketiga dapat terjaga, dengan CAR tinggi berarti bank tersebut semakin solvable bank memiliki modal yang cukup guna menjalankan usahanya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh sehingga akan terjadi kenaikan pada harga saham (Siamat,1993: 84). Keuangan/Dalam menilai kinerja perusahaan yang paling berkepentingan adalah pemilik perusahaan dalam hal ini investor, manajer, kreditor, pemerintah dan masyarakat umum. Mereka akan menilai perusahaan dengan ukuran keuangan tertentu sesuai dengan tujuannya. Ketentuan tingkat kesehatan bank dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai tolok ukur bagi pihak-pihak yang berkepentingan tersebut (Helfert dalam Lidiadn, 2003: 36). Keuangan/Dengan adanya asimetri informasi manajer pada umumnya termotivasi untuk menyampaikan informasi baik mengenai perusahaan kepada publik secepat mungkin, seperti pencapaian laba yang akan mempengaruhi harga saham. Dalam kondisi demikian, manajer dapat menggunakan informasi yang diketahui untuk memanipulasi laporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya dan untuk menghindari kecurigaan pihak principal bahwa sebenarnya perusahaan berkinerja buruk (Atmaja dalam Tadi 2005: 21). Keuangan/Dengan rasio keuangan yang baik akan mencerminkan kondisi keuangan yang baik pula, sehingga akan mempengaruhi harga saham (Ang: 1997: 8). Keuangan/Dua macam analisis untuk menentukan nilai saham yaitu analisis sekuritas fundamental (fundamental security analysis) pertimbangan keputusan investasi yang didasarkan pada kinerja perusahaan yang menerbitkan saham yang tercermin dalam laporan keuangan, dan analisis teknis (technical analysis) cenderung mengevaluasi pergerakan harga saham di pasar bursa (Jogiyanto, 2000: 8). Keuangan/Harga pasar bertindak sebagai barometer dari kinerja bisnis. Harga pasar menunjukkan seberapa baik manajemen menjalankan tugasnya atas nama pemegang para pemegang saham. Pemegang saham yang tidak puas dengan kinerja perusahaan dapat menjual saham yang mereka miliki dan menginvestasikan uangnya di perusahaan lain. Tindakan-tindakan tersebut jika dilakukan oleh para pemegang saham akan mengakibatkan turunnya harga saham dipasar, karena pada dasarnya tinggi rendahnya harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal perusahaan. Hal ini berkaitan dengan analisis sekuritas yang umumnya dilakukan investor sebelum membeli atau menjual saham (Horne, 1997 : 5). Keuangan/Harga pasar saham adalah market clearing price ditentukan berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran. Harga saham memberikan ukuran yang objektif tentang investasi pada suatu perusahaan oleh karenanya harga saham memberikan indikasi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 96
617. 618.
619.
620.
621.
622.
623.
624.
perubahan harapan modal sebagai akibat perubahan kinerja keuangan (Ang,1997: 28). Keuangan/Harga saham dipengaruhi oleh faktor fundamental (Jogiyanto,2000: 18). Keuangan/Jika kinerja perusahaan mengalami peningkatan, maka harga saham akan merefleksikannya dengan peningkatan harga saham demikian juga sebaliknya.(Ang : 1997: 8). Keuangan/Kinerja keuangan perusahaan akan menjadi tolok ukur seberapa besar risiko yang akan ditanggung investor untuk memastikan kinerja perusahaan berada dalam keadaan baik atau buruk dilakukan dengan menganalisa rasio keuangan dari laporan keuangan. Jadi secara teoritis jika kinerja keuangan perusahaan mengalami peningkatan, maka harga saham akan merefleksikannya dengan peningkatan harga saham demikian juga sebaliknya (Ang, 1997: 8). Keuangan/Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel atau indikator, sumber utama variabel atau indikator yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan ini dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar kinerja perusahaan. Dari beberapa pernyataan itu maka terhadap perusahaan yang telah mempunyai status go public, kinerjanya dapat dinilai melalui perubahan pada harga dan return sahamnya dikarenakan perubahan harga saham bagi perusahaan yang telah go public merupakan fungsi dari nilai suatu perusahaan (Payamta dan Machfoedz dalam Mulyadi, 2001: 124). Keuangan/Kinerja perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik, laporan berupa neraca, rugi laba, arus kas, dan perubahan modal yang secara bersama-sama memberikan suatu gambaran tentang posisi keuangan perusahaan. Informasi dalam laporan keuangan digunakan investor untuk memperoleh perkiraan tentang laba dan deviden dimasa mendatang dan risiko atas penilaian tersebut (Weston Brigham,1993: 86). Keuangan/Laporan laba rugi sisusun dengan maksud untuk menggambarkan hasil operasi perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu. Dengan kata lain, laporan laba rugi menggambarkan keberhasilan atau kegagalan operasi perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya (Jusup, 2001: 24). Keuangan/LDR Loan to Deposit Ratio adalah rasio keuangan perusahaan bank yang berhubungan dengan aspek likuiditas. Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya (Dendawijaya,2000: 118). Keuangan/Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia IAI 1996 dalam Febriyani dan Zulfadin, (2003: 54), kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 97
625.
626.
627.
628.
629.
630. 631.
632.
digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Keuangan/Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio keuangan yang berfungsi untuk mengukur kemampuan bank dalam mengelola aktiva produktif untuk menghasilkan net interest income. Net Interest Margin (NIM). NIM yaitu perbandingan antara jumlah pendapatan bunga bersih yang diperoleh dengan menggunakan aktiva produktif yang dimiliki oleh bank (Tarmizi dan Willyanto, 2003:37-38). Keuangan/Nilai pasar dari sekuritas merupakan harga pasar dari sekuritas itu sendiri. Untuk sekuritas yang diperdagangkan dengan aktif, nilai pasar merupakan terakhir yang dilaporkan pada saat sekuritas terjual (Horne, 1997: 70). Keuangan/Nilai suatu saham berdasarkan fungsinya dapat dibagi atas tiga kelompok: 1. Par value (Nilai nominal), Par value atau disebut juga stated value atau face value atau menurut bahasa Indonesia disebut sebagai nilai nominal. Nilai nominal suatu saham adalah nilai yang tercantum pada saham yang bersangkutan yang berfungsi untuk tujuan akuntansi. Nilai ini tidak digunakan untuk mengukur sesuatu. 2. Base price (Nilai/harga dasar), Harga dasar suatu saham sangat erat kaitannya dengan harga pasar suatu saham yang dipergunakan didalam perhitungan ideks harga saham. Harga dasar suatu saham baru merupakan harga perdananya. Harga dasar ini dapat berubah sesuai aksi emiten yang dilakukan. 3. Market Price (nilai /harga pasar) Harga pasar merupakan harga yang paling mudah ditentukan karena harga pasar merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang berlangsung. Apabila pasar bursa efek sudah tutup, maka harga pasar adalah harga penutupannya (closing price). Jadi harga pasar inilah yang menyatakan naik turunnya suatu saham (Ang, 1997 : 6). Keuangan/Pada dasarnya analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang, dan mengharapkan hubungan-hubungan variabel tersebut sehingga dapat diperoleh taksiran harga (Suad Husnan, 2001: 315). Keuangan/Pada dasarnya perusahaan yang baik kinerjanya akan mempunyai harga saham yang tinggi, karena dalam dunia investasi harga saham dapat direfleksikan pada kinerja perusahan, dimana semakin tinggi harga saham maka suatu perusahaan akan dikatakan semakin baik kinerjanya (Ang: 1997 : 8). Keuangan/Pada dasarnya perusahaan yang baik kinerjanya akan mempunyai harga saham yang tinggi (Ang, 1997: 8). Keuangan/Pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik tampilan perusahaan yang berupa kegiatan operasional, struktur organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya (Mulyadi, 2001: 178). Keuangan/Perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam indikator. Sumber utama indikator yang dijadikan dasar penilaian perusahaan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 98
633.
634.
635.
636.
637.
638.
639.
640.
641.
adalah laporan keuangan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim digunakan sebagai dasar penilaian kinerja perusahaan (CAR,RORA,NIM,ROA, dan LDR) (Payamta dan Machfoedz, 1999: 55). Keuangan/Profitabilitas atau rentabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu rentable. (Munawir, 2001:57). Keuangan/Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin rendah kemampuan likuiditas bank (Dendawijaya,2000:118). Keuangan/Return On Risked Assets (RORA) merupakan rasio keuangan yang berhubungan dengan segi aset perusahaan yang dinilai melalui kualitas aktiva produktifnya. Indikator yang digunakan adalah RORA. RORA adalah rasio yang membandingkan antara pendapatan operasional dengan besarnya risked asset (total loans dan invesments) yang dimiliki. RORA mengukur kemampuan bank dalam usahanya mengoptimalkan penanaman aktiva yang dimiliki untuk memperoleh laba (Sumarta, 2000:28). Keuangan/ROA berpengaruh positif terhadap harga saham. Jadi semakin tinggi ROA semakin tinggi pula harga saham, dan sebaliknya (Arisanti, 2004: 21). Keuangan/ROA Return On Assets merupakan rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba (profitabilitas) pada tingkat pendapatan, asset dan modal saham tertentu (Hanafi dan Halim, 2003:27). Semakin besar ROA bank, semakin besar pula posisi bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. (Dendawijaya, 2000:120). Keuangan/Saham merupakan surat berharga sebagai tanda pemilikan atas perusahaan penerbitnya (Ang, 1997: 1.1). Saham juga berarti sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan terbuka (Darmadji dan Fakhruddin, 2001: 5). Keuangan/Secara spesifik fungsi dari bank dapat di klasifikasikan dalam pengertian (Agen of Trust, Agen of Development, Agen of Services) (Susilo, 2000 : 6). Keuangan/Secara umum, semakin banyak kinerja suatu perusahaan, maka semakin tinggi laba usahanya dan semakin banyak keuangan yang dapat dinikmati oleh pemegang saham juga semakin besar kemungkinan harga saham akan naik (Koetin, 1992) dalam kristina (2005: 45). Keuangan/Untuk menentukan harga saham terdapat dua pendekatan, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi 99
642.
643.
644.
645.
646.
647.
648.
649.
menekankan bahwa faktor-faktor fundamental mempengaruhi harga saham karena menitik beratkan pada analisis rasio keuangan. Melalui analisis rasio keuangan dapat diperoleh informasi atau gambaran tentang kondisi keuangan perusahaan dan hasil operasional yang telah dicapai oleh perusahaan tersebut (Ghozali dan Sugiyanto, 2002: 9196). Keuangan/Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan dapat diketahui dari aspek solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas (Mulyono, 1995: 32). Keuangan/Variasi harga saham akan dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan yang bersangkutan, sehingga harga saham merupakan fungsi dari nilai perusahaan, maka terkait dengan hal tersebut keputusan investor dalam melakukan transaksi jual beli saham sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik mikro maupun makro perusahaan. Faktor mikro merupakan faktor internal perusahaan yang mempengaruhi transaksi perdagangan saham, antara lain harga saham, tingkat keuntungan yang diperoleh, tingkat risiko, kinerja perusahaan, dan corporate action yang dilakukan perusahaan tersebut. Sedangkan faktor makro merupakan faktor eksternal perusahaan, antara lain tingkat perkembangan inflasi, kurs rupiah, keadaan perekonomian dan kondisi sosial politik negara (Resmi dalam Tadi, 2002: 78). Keunggulan kompetitif dari setiap negara ditentukan seberapa mampu negara tersebut mampu menciptakan lingkungan yang menumbuhkan daya saing dari setiap aktor didalamnya, khususnya aktor ekonomi (Michael E. Porter dalam Dwidjowijoto, 2004: 49). Kewirausahaan/Penelitian yang dilakukan oleh Frese dkk (2002: 271274) berhasil membuktikan adanya kebutuhan perusahaan untuk berorientasi wirausaha pada saat kondisi lingkungannya mengalami masa yang sulit. Kewirausahaan/Pentingnya orientasi wirausaha dan keberadaan program pemasaran sebagai satu kesatuan yang menunjang kesuksesan perusahaan (Morris dan Lewis, 1995: 33-34). Kinerja adalah ukuran dari suatu hasil. Hasil dari suatu pekerjaan dapat berupa barang ataupun jasa dan kinerja seseorang dapat dilihat dari barang atau jasa yang dihasilkan oleh seseorang tersebut. Jika barang atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat dikatakan kinerjanya baik, sebaliknya jika barang atau jasa yang dihasilkan buruk atau tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka dapat dikatakan kinerjanya buruk (Robbins, 1994: 237). Kinerja dapat diukur dari kuantitas kerja, kualitas kerja, kerjasama, pengetahuan tentang kerja, kemandirian kerja, kehadiran dan ketepatan waktu, pengetahuan tentang kebijakan dan tujuan organisasi, inisiatif dan penyampaian ide-ide yang sehat, dan kemampuan supervise dan teknis (Schuler dan Dowling dalam Keban, 2004: 195). Kinerja mempunyai beberapa elemen, yaitu: 1. hasil kerja dicapai secara individual atau secara institusi yang berarti kinerja tersebut adalah hasil akhir yang diperoleh secara sendiri-sendiri atau kelompok, 2. dalam melaksanakan tugas, orang atau lembaga diberikan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi100
650.
651.
652.
653.
654.
wewenang dan tanggung jawab yang berarti orang atau lembaga diberikan hak dan kekuasaan untuk ditindaklanjuti sehingga pekerjaannya dikerjakan dengan baik, 3. pekerjaan haruslah dilakukan secara legal yang berarti dalam melaksanakan tugas individu atau lembaga tentu saja harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan, 4. pekerjaan tidaklah bertentangan dengan moral yang berarti selain mengikuti aturan yang telah ditetapkan tentu saja pekerjaan harus sesuai moral dan etika yang berlaku umum (Pasolong, 2008: 177). Kinerja merupakan suatu konstruk multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1. Faktor personal/individual, meliputi : pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. 2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim. 4. Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi. 5. Faktor kontekstual, meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal (Mahmudi, 2005: 21). Kinerja pelayanan juga dapat dilihat dari kualitas pelayanan yang diberikan organisasi publik terhadap masyarakat. Karena sekarang ini, kualitas pelayanan menjadi cenderung penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak terjadi kasus ketidakpuasan terhadap kualitas layanan dari suatu organisasi publik. Maka dari itu, kepuasan masyarakat terhadap layanan yang didapat, dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Penggunaan kepuasan masyarakat menjadi keuntungan karena informasi tentang kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah (Dwiyanto, 2002:50). Kinerja perusahaan merupakan faktor yang umum digunakan untuk mengukur dampak dari sebuah strategi yang diterapkan. Kinerja pemasaran yang baik dinyatakan dalam tiga besaran utama, yaitu nilai penjualan, pertumbuhan penjualan, dan porsi pasar yang pada akhirnya bermuara pada keuntungan perusahaan (Ferdinand, 2000: 5). Kinerja sebaiknya diukur dengan menggunakan berbagai kriteria pengukuran sekaligus (multiple measurement). Jika menggunakan pengukuran dengan kriteria tunggal (single measurement) maka tidak akan mampu memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana kinerja suatu perusahaan itu sesungguhnya (Prasetya, 2002: 227). Kinerja sebuah strategi akan ditentukan oleh seberapa baik penyiapan dan penyediaan input serta sumberdaya untuk membentuk konten sebuah strategi, serta input dan sumberdaya untuk menjalankan strategi. Kinerja sebuah strategi akan ditentukan pula oleh proses yang dilewati dalam menyajikan sebuah strategi, serta berwujud sebagai
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi101
655.
656.
657.
658.
659.
keluaran dari sebuah strategi yang telah diformulasikan melalui proses dan masukan yang baik, dan karena itu dapat menghasilkan sebuah strategi yang bermutu (Ferdinand, 2002: 1). Kinerja suatu organisasi birokrasi di masa depan dipengaruhi oleh faktorfaktor berikut: 1) Struktur organisasi sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan aktivitas organisasi. 2) Kebijakan pengelolaan, berupa visi dan misi organisasi. 3) Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas karyawan untuk bekerja dan berkarya secara optimal. 4) Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan data base untuk digunakan dalam mempertinggi kinerja organisasi. 5) Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggara organisasi pada setiap aktivitas organisasi (Soesilo dalam Hessel, 2005:180). Kinerja/Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pegawai untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kerja yaitu: 1. Kemampuan interaksi, yang ditunjukkan oleh: a. Kemampuan pegawai untuk berkomunikasi. b. Kemampuan seorang pegawai untuk menciptakan (membentuk) menjaga hubungan kerja dengan pegawai lain. 2. Kemampuan konseptual, yang ditunjukkan oleh: a. Tingkat pendidikan formal yang pernah diterima oleh para pegawai. b. Tingkat pendidikan informal yang pernah diterima oleh para pegawai. c. Tingkat kemampuan para pegawai dalam menyelesaikan masalah. 3. Kemampuan teknis, yang ditunjukkan oleh: a. Kemampuan seorang pegawai untuk melaksanakan metode kerja sesuai TUPOKSI yang telah ditetapkan. b. Kemampuan pegawai dalam mempergunakan peralatan kantor (Kast Roosentwight, 2007: 37). Kinerja/Ada tiga level kinerja, yaitu: 1) kinerja organisasi, merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi dan terkait pada tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi, 2) kinerja proses, merupakan kinerja pada tahap proses dalam menghasilkan produk atau layanan yang dipengaruhi tujuan proses, rancangan proses, dan manajemen proses, 3. kinerja individu, merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai yang dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu (Rummler dan Brache dalam Wibawa (2009: 7). Kinerja/Adapun tujuan penilaian adalah: 1). Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai. 2). Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya. 3). Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil. 4). Mengadakan penelitian manajemen personalia (Sulistiyani dan Rosidah dalam Akadum (1999: 67). Kinerja/Aggressiveness, maksudnya sampai sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif, dan bukannya santai-santai. Secara rasional, untuk meningkatkan kinerja tidak dapat dilakukan dengan santai tapi diperlukan keagresifan. Dalam teori kepribadian dijelaskan bahwa, keagresifan yang termasuk ke dalam kepribadian tipe A, memiliki
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi102
660.
661.
662.
663.
sifat-sifat sebagai berikut: 1. Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat. 2. Merasa tak sabar dengan laju berlangsungnya kebanyakan peristiwa. 3. Bergulat keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih secara serentak. 4. Tidak dapat mengatasi waktu luang. 5. Terobsesi oleh bilangan, yang mengukur sukses mereka dalam bentuk berapa banyak semua hal yang mereka peroleh) (Robbins, 2001: 99). Kinerja/Empat indikator yang dapat dijadikan tolok ukur dalam menilai kinerja, yaitu: 1. kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, kecermatan, 2. kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan, 3. penggunaan waktu dalam bekerja, yaitu tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif, 4. kerja sama dengan orang lain dalam bekerja (John Miner dalam Wibawa, 2009: 11). Kinerja/Faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut : 1) Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas teknologi yang digunakan maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut. 2) Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi. 3) Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan dan kebersihan. 4) Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan. 5) Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standart dan tujuan organisasi. 6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi, dan lain-lain (Ruky dalam Hessel, 2005:180). Kinerja/Indikator kinerja (performance indicators) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif (Mahsun, 2006: 71). Kinerja/Indikator kinerja dalam dimensi kualitas yaitu: 1) kehandalan yang mencakup konsistensi kinerja dan kehandalan dalam pelayananan yang akurat, benar dan tepat, 2) daya tanggap yaitu keinginan dan kesiapan para pegawai dalam menyediakan pelayanan dengan tepat waktu, 3) kompetensi yaitu keahlian dan pengetahuan dalam memberikan pelayanan, 4) akses yaitu pelayanan yang mudah diakses oleh pelanggan, 5) kesopanan, 6) komunikasi yaitu kemampuan menjelaskan dan menginformasikan pelayanan kepada pengguna layanan dengan baik dan dapat dipahami, 7) kejujuran, 8) keamanan, 9) pengetahuan terhadap pelanggan yaitu berusaha mengetahui kebutuhan pelanggan, belajar dari persyaratan-persyaratan khusus pelanggan, (10)bukti langsung yang meliputi fasilitas fisik, penampilan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi103
664.
665.
666.
667.
668.
669.
pegawai, peralatan, dan perlengkapan pelayanan, fasilitas pelayanan (Parasuraman, Zeithaml & Berry dalam Wibawa (2009). Kinerja/Indikator kinerja organisasi sebagai berikut: 1. Indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya. 2. Indikator keluaran (outputs), adalah segala sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang bersifat fisik ataupun nonfisik. 3. Indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). 4. Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 5. Indikator dampak (impacts), adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negativ, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan (Bastian dalam Hessel (2005:175). Kinerja/Indikator kinerja organisasi sebagai berikut: 1. Indikator masukan (inputs), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya. 2. Indikator keluaran (outputs), adalah segala sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang bersifat fisik ataupun nonfisik. 3. Indikator hasil (outcomes), adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). 4. Indikator manfaat (benefit), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. 5. Indikator dampak (impacts), adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negativ, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan (Bastian dalam Hessel (2005:175). Kinerja/Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran kinerja. Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif (Mahsun, 2006 : 71). Kinerja/Indikator untuk mengukur kinerja birokrasi publik meliputi : 1. Produktivitas. 2. Kualitas pelayanan. 3. Responsivitas. 4. Responsibilitas. 5. Akuntabilitas (Dwiyanto (2002: 50-51). Kinerja/Kinerja dapat dilihat dengan mengacu pada persyaratan kualitas dan manfaat bagi masyarakat meliputi relevansi (relevance), ragam penyajian (diversity), dapat dipercaya (reliability), ketertarikan (interest), keaslian (originality), dan kepuasan pribadi (personal satisfaction) (McQuail (2001: 166). Kinerja/Manajemen kinerja memiliki berbagai implikasi, satu diantaranya yang terkait dengan kehidupan organisasi adalah manajemen sumber daya manusia (SDM). Secara fundamental, manajemen SDM dimaksudkan untuk: a) mencapai tingkat kinerja
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi104
670.
671.
672.
673.
674.
675.
SDM organisasi yang tinggi secara berkelanjutan, b) mengembangkan kapasitas dan potensi staf/karyawan, c) wahana mengekspresikan kompetensi karyawan dalam berkontribusi terhadap tugas dan tanggungjawabnya, dan d) mengubah budaya organisasi yang lebih dinamis (Amstrong, 2004: 33). Kinerja/Manajemen kinerja menurut Michael Amstrong (2004:29) merupakan wahana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari suatu organisasi, tim atau individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu tujuan, standar, dan persyaratan-persyaratan atribut, kompetensi rencana yang telah disepakati bersama (Amstrong, 2004: 29). Kinerja/Manfaat penilaian kinerja bagi organisasi adalah: 1) Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. 2) Perbaikan kinerja. 3) Kebutuhan latihan dan pengembangan. 4) Pengambilan keputusan dalam hal penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan perencanaan pegawai. 5) Untuk kepentingan penelitian pegawai. 6) Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai (Sulistiyani dan Rosidah, 2003: 224). Kinerja/Manfaat penilaian kinerja organisasi akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan terus-menerus (berkelanjutan) (Bastian dalam Nogi, 2005: 173). Kinerja/Oobyektifitas penilai juga diperlukan agar penilaian menjadi adil dan tidak subyektif dan pengukuran kinerja dapat dilakukan melalui: 1) Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas yaitu kesanggupan karyawan menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. 2) Penyelesaian pekerjaan melebihi target yaitu apabila karyawan menyelesaikan pekerjaan melebihi target yang ditentukan oleh organisasi. 3) Bekerja tanpa kesalahan yaitu tidak melakukan kesalahan terhadap pekerjaan merupakan tuntutan bagi setiap karyawan (Mangkunegara, 2001: 67). Kinerja/Pengukuran kinerja dengan enam aspek, yaitu: produktivitas terkait dengan kemampuan dalam menghasilkan produk barang dan jasa, kualitas, ketepatan waktu,putaran waktu terkait dengan waktu yang dibutuhkan dalam setiap proses perubahan barang dan jasa kemudian sampai ke pelanggan atau konsumen, penggunaan sumber daya, dan biaya (Jerry Harbour dikutip Wibawa, 2009: 14). Kinerja/Pengukuran kinerja dibagi menjadi dua yaitu: (1) Pengukuran kinerja konvensional Dalam manajemen konvensional, pencapaian visi misi organisasi sebagai institusi pencipta kekayaan diukur hanya dengan menggunakan ukuran keuangan yang bertolak pada hasil akhir yang nampak dari laporan keuangan terutama dari neraca dan laporan laba rugi yang merupakan rekaman data keuangan historis dan hasil realisasi anggaran yang merupakan refleksi dari proses operasional manajemen perusahaan. (2) Pengukuran kinerja kontemporer, Dalam perkembangannya terdapat dua konsep pengukuran kinerja dalam pengukuran kinerja kontemporer yaitu: 1. Economic Value Added (EVA) adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi105
676.
677.
678.
679.
680.
681.
682.
683.
kegiatan atau strategisnya selama periode tertentu. 2. Balance Score Card (BCS) adalah suatu alat untuk mengukur kinerja eksekutif dimasa depan yang mencakup aspek keuangan dan non keuangan (Menurut Ikhsan, 2005: 28). Kinerja/Pengukuran kinerja merupakan hal yang sangat penting untuk dapat memperbaiki pelaksanaan kerja yang dapat dicapai. Menurutnya ada empat jenis indikator kinerja, yaitu : (1) ukuran uang yang mencakup pendapatan, pengeluaran, dan pengembalian, (2) ukuran upaya atau dampak yang mencakup pencapaian sasaran, penyelesaian proyek, tingkat pelayanan, serta kemampuan mempengaruhi perilaku rekan kerja dan pelanggan, (3) ukuran reaksi yang menunjukkan penilaian rekan kerja, pelanggan atau pemegang pekerjaan lainnya, (4) ukuran waktu yang menunjukkan pelaksanaan kinerja dibandingkan jadwal, batas akhir, kecepatan respons atau jumlah pekerjaan sasaran (Armstrong dalam Wibawa, 2009: 14). Kinerja/Penilaian kinerja adalah upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang dibandingkan dengan standar yang ada yang bertujuan untuk mendorong kinerja seseorang agar bisa berada di atas rata-rata (Gary Dessler dalam Pasolong, 2008: 182). Kinerja/Penilaian kinerja karyawan juga bisa didasarkan atas kemampuan mereka dalam menyelesaikan pekerjaan mereka dengan indikator: 1) kuantitas hasil kerja. 1) kualitas hasil kerja. 3)ketepatan waktu karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya (Mathis dan Jackson dalam Yuli, 2005: 95). Kinerja/Penilaian kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Penilaian kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran (goals and objectives) (James B. Whittaker dalam Nogi, 2005: 171). Kinerja/Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada (2002: 48-49) mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu: Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan indikator seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk minta keterangan atau pertanggungjawaban (LAN, 1999: 3). Kinerja/Secara utuh, tujuan manajemen kinerja dimaksudkan untuk menumbuhkan suatu budaya kerja di mana setiap individu dan kelompok bertanggungjawab atas keberlangsungan peningkatan proses bisnis (core business) dan peningkatan keterampilan serta kontribusi pekerjaannya (Amstrong, 2004: 30). Kinerja/Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu organisasi adalah kemampuan, kemauan, energi, teknologi, kompensasi, kejelasan tujuan, dan keamanan (Pasolong, 2008: 187). Kinerja/Selanjutnya, tujuan yang spesifik dari manajemen kinerja, antara lain: a) meningkatkan kinerja organisasi, b) meningkatkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi106
684.
685.
686.
687.
688.
689.
690.
motivasi dan komitmen staf/karyawan, c) memungkinkan individu meningkatkan kompetensi untuk keuntungan individu dan organisasi, d) terciptanya hubungan kerja internal organisasi secara kondusif, e) memberikan acuan kerja untuk kesepakatan sasaran, target dan standar kinerja sehingga terjadi kesepahaman untuk pencapaian sasaran kinerja, f) memberikan ukuran yang akurat dan obyektif berkaitan dengan target dan standar yang disepakati sehingga individu menerima umpan balik dari manajer tentang prestasi kerjanya, dan (g) memberikan kesempatan individu untuk berkembang sesuai dengan tugas dan tanggungjawab pekerjaannya (Amstrong, 2004: 32-33). Kinerja/Struktur dan kinerja berhubungan dengan tingkat kebebasan (freedom), keseimbangan (equality), keragaman penyajian (diversity), kualitas informasi (information quality), dan kebutuhan sosial, solidaritas dan kebutuhan budaya (social order and solidarity and culture order) (McQuail (2001: 166). Kinerja/Tiga dimensi penilaian umum yaitu: 1) hasil pelaksanaan tugas individu (individual task outcomes) dengan kriteria penilaian seperti kuantitas yang diproduksi, jumlah kerusakan, dan biaya per satuan; 2) perilaku (behaviors) mencakup tindakan membantu orang lain, membuat usul perbaikan, bekerja sukarela secara ekstra untuk membuat anggota organisasi semakin efektif; 3) Sifat (traits) meliputi sikap yang baik, percaya diri, mandiri, rajin, dan mempunyai pengalaman yang baik (Robin, 2003:487; Mc Quail,2001: 166). Kinerja/Tiga penentu kinerja organisasi yaitu tingkat keterampilan, tingkat upaya dan kondisikondisi eksternal. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi dapat ditujukan pada faktor sumber daya manusia, struktur organisasi dan komunikasi organisasi (Timpe, 1992: 329-330). Kinerja/Tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut, karena satuan ukur yang relevan digunakan adalah efisiensi pengelolaan dana dan tingkat kualitas pelayanan yang dapat diberikan kepada public (Mardiasmo dalam Nogi, 2005: 172). Kinerja/Tolok ukur kinerja organisasi publik berkaitan dengan ukuran keberhasilan yang dapat dicapai oleh organisasi tersebut, karena satuan ukur yang relevan digunakan adalah efisiensi pengelolaan dana dan tingkat kualitas pelayanan yang dapat diberikan kepada public (Mardiasmo dalam Nogi, 2005: 172). Kinerja/Tujuan penilaian adalah: 1) Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai. 2) Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerjanya. 3) Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang dapat berupa kenaikan pangkat dan promosi yang adil. 4) Mengadakan penelitian manajemen personalia. Ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penilaian kinerja (Sulistiyani dan Rosidah, 2003: 224). Kinerja/Tujuan penilaian kinerja antara lain: 1) Menjadi dasar bagi pemberian reward. 2) Membangun dan membina hubungan antar karyawan. 3) Memberikan pemahaman yang jelas dan kongkret
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi107
691.
692.
693.
694.
695.
696.
697.
tentang prestasi riil dan harapan atasan. 4) Memberikan Feedback bagi rencana perbaikan dan peningkatan kinerja (Yusanto dan Widjadjakusuma, 2002: 199). Kinerja/Tujuan penilaian kinerja, yaitu: 1) Diskriminasi. Seorang manajer harus mampu membedakan secara obyektif antara mereka yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. 2) Penghargaan. Pekerja yang memiliki nilai kerja yang tinggi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai penghargaan yang diterimanya dari organisasi. 3) Pengembangan. Penilaian kinerja mengarah kepada upaya pengembangan pekerja, maksudnya adalah untuk memupuk kekuatan dan mengurangi kelemahan penampilan pekerja. 4) komunikasi. Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang dilakukannya (Stoner dalam Irianto, 2001: 56). Kinerja/Ukuran kinerja yang profesional didasarkan pada kombinasi teori berdasarkan kebebasan (Authoritarian Theory) dengan teori tanggung jawab sosial (Social Responsibility Theory) dari W.E. Hocking yang menghasilkan rumusan penting tentang dampak pengetahuan dengan tanggung jawab sosial (Siebert dan Peterson dalam Ardianto dan Erdinaya, 2004: 151). Kinerja/Unsur-unsur dalam proses penilaian kinerja menurut adalah sebagai berikut: 1) Kesetiaan - Kesetiaan yang dimaksud adalah tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab. 2) Prestasi Kerja - Prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai oleh seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. 3) Tanggung Jawab - Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang tenaga kerja dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu serta berani membuat risiko atas keputusan yang diambilnya (Siswanto, 2003: 234). Komitmen organisasi didefinisikan sebagai tingkat kekerapan indetifikasi dan tingkat keterikatan individu kepada organisasi tertentu yang dicerminkan dengan karakteristik : adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan organisasi dan adanya keinginan yang pasti untuk mempertahankan keikutsertakan dalam organisasi (Mobley dalam Andini, 2006: 21). Komitmen organisasional adalah kekuatan relatif pengenalan pada keterlibatan dalam diri seseorang individu dalam organisasi tertentu (Wayne,1997 dalam Andini 2006:26). Komunikasi adalah darah kehidupan organisasi, jika kita menghentikan komunikasi dalam organisasi berarti kita tidak akan memiliki organisasi (Rogers, 1976: 7). Komunikasi/Adapun tata hubungan kantor ke dalam, The Liang Gie membedakan dua komunikasi, yaitu: 1) Hubungan Tegak (Vertikal), proses penyampaian berita dari atasan kepada bawahan; 2) Hubungan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi108
698.
699.
700. 701.
Datar (Horisontal), hubungan antara para pejabat pada jenjang organisasi yang sederajat (Gie, 1992: 84). Komunikasi/Beberapa faktor yang dapat menimbulkan sumber kegagalan komunikasi adalah sebagai berikut: 1) Kerangka referensi. Pemahaman pesan yang disampaikan oleh komunikator dengan penerima bisa terjadi apabila terjadi perbedaan referensi yang berbeda dari peserta. Masalah yang terjadi dalam perusahaan bisa menimbulkan sebuah perbedaan karena adanya perbedaan pandangan. Solusinya bagaimana pimpinan mengadopsi kerangka referensi yang tepat untuk memecahkan masalah tersebut. 2) Mendengarkan selektif. Para individu cenderung menahan informasi baru, khususnya kalau informasi tersebut bertentangan dengan keyakinan yang ada. 3) Pertimbangan nilai. Pertimbangan nilai merupakan Pertimbangan yang dilakukan oleh individu atas evaluasi penerima terhadap komunikasi atau pengalaman sebelumnya dengan komunikasi tersebut atau antispasi arti pesan. 4) Sumber kredibilitas. Sumber kredibilitas adalah kepercayaan, keyakinan dan kepatuhan penerima terhadap kata – kata dan tindakan komunikator. Tingkat kredibilitas yang ditunjukkan penerima kepada komunikator sebaliknya secara langsung mempengaruhi pandangan penerima dan reaksinya terhadap kata-kata komunikator, ide dan tindakan. 5) Masalah semantik. Komunikasi bisa berbeda karena setiap kelompok seringkali menggunakan kata-kata, symbol-symbol yang berbeda dalam komunikasi. 6) Penyaringan. Penyaringan merupakan proses seleksi atas komunikasi yang dilakukan baik dari atas maupun ke bawah. Seringkali terjadi saling menutupi apabila ada informasi yang kurang baik. 7) Bahasa dalam kelompok. Seringkali kelompok masyarakat, professional mengembangkan kata-kata atau symbol-simbol yang hanya dimengerti oleh anggotanya. 8) Perbedaan status. Perbedaan status dalam organisasi seringkali menimbulkan ancaman bagi mereka yang ada dibawahnya sehingga bisa mendistorsi komunikasi. 9) Perilaku Proxemic. Yaitu bagaimana individu menggunakan ruang ketika berkomunikasi secara antar pribadi dengan pihak lain. 10) Tekanan waktu. Tekanan waktu memberikan hambatan penting bagi komunikasi. 11) Beban berlebih dalam bekerja. Komunikasi dan informasi yang terlalu banyak atau berlebih akan berakibat ketidak efektifan informasi sehingga tugas menjadi kurang efektif (Gibson, 2005: 249). Komunikasi/Kebutuhan komunikasi bagi organisasi sama dengan aliran darah bagi manusia. Sebagaimana manusia menghasilkan penyempitan pembuluh nadi, suatu pembekuan nadi yang mengganggu efisiensi mereka, begitu juga organisasi menghasilkan infosclerosis suatu pembekuan informasi yang menghasilkan ketidakefienan yang sama (Davis, 977: 37). Komunikasi/Komunikasi merupakan darah organisasi (Sharma, 1982: 239). Komunikasi/Kunci utama dari definisi (komunikasi) ini adalah diperlukan kesamaan pemikiran yang dikembangkan antara pengirim
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi109
702.
703.
704.
705.
706.
707.
dan penerima jika diharapkan terjadi komunikasi. Kesamaan pemikiran ini membutuhkan adanya hubungan saling berbagi (sharing) antara pengirim (pengiklan, misalnya) dengan penerima pesan. (Shimp, 2003:162). Komunikasi/Syarat yang harus dipenuhi sebagai pelaksana komunikasi yang ditetapkan oleh Ripley et al. (1973): adanya pola, norma yang baik dalam diri pelaksana komunikasi yang secara jelas kriterianya adalah tingkat komunikasi terbuka (yaitu jaringan komunikasi horizontal dan vertikal secara bebas dan tingkat kebebasan komunikasi yang tinggi dengan orang-orang di luar organisasi). (Ripley et al., 1973: 10). Komunikasi/Unsur-unsur komunikasi merupakan bagian dari suatu kebulatan yang lebih besar. Menurutnya unsur-unsur komunikasi adalah sumber, pembuat sandi, warta, saluran, penerima, penafsiran sandi, arti, umpan balik dan gangguan (James A. F. Stoner, 1982: 496). Kondisi sosial ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: a. Pendapatan adalah semua yang diterima seseorang selama satu bulan atau satu tahun yang dapat dinilai secara ekonomis. Cara yang ditempuh oleh individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya berbeda-beda satu sama lain, tergantung dari kemampuan dan cara yang ditempuh oleh individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya mengakibatkan adanya perbedaan hasil atau pendapatan yang diperoleh untuk masing-masing individu. b. Kekayaan adalah pemilikan modal, uang, atau benda fisik dan apa saja yang dimiliki seseorang. c. Pekerjaan adalah sumber mata pencaharian seseorang. Setiap individu membutuhkan pekerjaan, kerena dengan adanya pekerjaan sebagai mata pencaharian akan dapat menopang kebutuhan hidupnya sehari-hari. d. Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana dalam meningkatkan potensi diri peserta didik menuju terbentuknva kepribadian dengan menggunakan media dan metode pembelajaran yang tepat (Lawang, 1978: 48). Koordinasi/Beberapa cara atau alat yang dapat dipergunakan untuk menyempurna-kan koordinasi dan arus informasi horizontal, yaitu : “Paper work – Memos, Reports; Directs Contact; Laison Roles; Task Forces; Full-time Integrator; Teams” (Daft , 1992: 183 - 184). Koordinasi/Mintzberg mengemuka-kan lima mekanisme pengkoordinasian, yaitu: “Direct Supervision, Mutual Adjusment, Standardization of Work Processes, Standardization of Out puts, Standardization of Skills (Mintzberg, 1979: 3-6). Koperasi sebagai sistem sosial merupakan gerakan yang tumbuh berdasarkan kepentingan bersama. Ini mengandung makna, bahwa dinamika koperasi harus selaras dengan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Semangat kolegial perlu dipelihara melalui penerapan musyawarah dalam pengambilan keputusan. Koperasi merupakan organisasi swadaya (self-helf organization) akan tetapi tidak seperti halnya organisasi swadaya lainnya, koperasi memiliki karakteristik yang berbeda (Hanel, 1985: 36).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi110
708.
709.
710.
711.
712.
Koperasi/Peran anggota dalam usaha koperasi sebagai:“...a business voluntarily organized, operating at cost, which is owned, capitalized and controleed by member-patrons as users, sharing risk and benefits proportional to their participation (Roy, 1981: 6). Kota/Dalam mencapai keberhasilan pembangunan perlu didukung kebijakan yang terkait dengan kelembagaan. Beberapa alternatif untuk mengelola dan melaksanakan kebijakan pembangunan perkotaan sebagai berikut: (1) Forum Kota, sebuah forum ad-hoc, yang secara periodik bertemu untuk mediskusikan kebijakan perkotaan nasional. (2) Tim Inti Koordinasi Pembangunan Perkotaan (TIKPP) merupakan penyempurnaan dari Tim Koordinasi Pembangunan Perkotaan (TKPP), untuk koordinasi perumusan kebijakan pembangunan perkotaan. (3) Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) dengan Menteri Koordinasi Urusan Perekonomian sebagai Ketua dan Menteri Kimpraswil sebagai Wakil Ketua. (4) Lembaga Baru, Badan Kebijakan dan Pengawasan Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) yang berada di tingkat menteri serta diketuai oleh Menteri Kimpraswil, dan (5) Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) sebuah lembaga antar departemen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah (Soegijoko, 2005: 11). Kota/Faktor-faktor yang mendorong perkembangan kota antara lain: (1) Pertambahan penduduk kota itu sendiri yang sangat cepat. (2) Penemuan mesin dan tenaga uap ditambah lagi dengan penggunaan modal besar dalam dagang dan industri untuk menciptakan pabrikpabrik besar. (3) Peranan transportsai dan komunikasi di kota. Kedua hal ini menjamin kekompakan kehidupan masyarkat kota. Jika itu macet, maka segala tata kerja akan menjadi lumpuh. (4) Kesempatan untuk maju dan sukses lebih banyak di kota dibandingkan dengan di desa. (5) Kota menawarkan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang cukup sebagai sarana kenaikan jenjang sosial. (6) Pengisian waktu senggang tersedia cukup, demikian pula berbagai hiburan dan olah raga (Daldjoeni, 1990: 13-14). Kota/Teori konsentris, yang intinya adalah sebagai berikut: Pembangunan kota yang berkembang keluar dari daerah pusat kotakota yang polanya berbentuk lingkaran. Zona pertama adalah kawasan bisnis Central Business Development (CBD) yang dikelilingi daerah transisi. Daerah transisi merupakan perumahan tua yang sudah beralih ke perkantoran dan industri ringan. Sebelah luar daerah transisi adalah tempat tinggal bangunan tua setelah itu zona perumahan yang ditempati itu zona perumahan yang ditempati oleh penduduk kelas menengah, setelah zona penglaju yang merupakan bagian terluar dari kota yang masih jarang terdapat perumahan. Pada prakteknya kota yang berbentuk seperti teori konsentris terdapat jalan radial yang menuju ke kota (E.W Burgess (1923) dalam Koestoer (2004: 17). Kota/Terjadinya kota-kota yang berasal dari desa-desa di Asia, antara lain ia menyebutkan desa yang merupakan masyarakat yang kehidupan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi111
713.
714.
715.
716.
717.
ekonominya terdiri dari cocok tanam dan peternakan, menyebar dari daerah penggunungan ke dataran dan kemudian menumbuhkan permukiman yang boleh disebut kota (PJM Nas (1979: 56) dalam Nawawi, 2006: 41). Kounikasi/Dua komunikasi, yaitu: 1) Hubungan Tegak (Vertikal), proses penyampaian berita dari atasan kepada bawahan. 2) Hubungan Datar (Horisontal), hubungan antara para pejabat pada jenjang organisasi yang sederajat Adapun tata hubungan kantor ke dalam (Gie, 1992: 84). Kreativitas/Ada tiga indikator yang dapat dipakai untuk mengukur kreativitas yaitu pencarian informasi, diskusi program, dan kesesuaian program. Pencarian informasi terkait dengan upaya perusahaan untuk mengenali kondisi lingkungannya. Diskusi program terkait dengan upaya perusahaan untuk bertukar pandangan atas program-program yang ada. Kesesuaian program terkait dengan kesesuaian program dengan kondisi lingkungan (Kilroy, 1999: 369). Kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu dari lembaga pemberi-penerima kredit, jangka waktu serta penggunaan kredit, atau dari berbagai kriteria lain (Wijaya dan Hadiwigeno, 1999: 307). Kredit/Faktor-faktor penting dalam kebijakan kredit adalah: a. Kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memerhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. b. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan yang jelas. c. Kebijakan perkreditan bank berperan sebagai panduan dalam pelaksanaan semua kegiatan perkreditan bank. d. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan perkreditan yang sehat, maka perlu berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal kebijakan tersebut mencakup: 1) Prinsip kehati-hatian perkreditan; 2) Organisasi dan manajemen perkreditan; 3) Kebijakan persetujuan perkreditan; 4) Dokumentasi dan administrasi; 5) Pengawasan kredit; 6) Penyelesaian kredit bermasalah (Rivai, 2006: 97). Kredit/Faktor-faktor penting dalam kebijakan kredit adalah: a. Kredit yang diberikan bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memerhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. b. Salah satu upaya untuk lebih mengarahkan agar perkreditan bank telah didasarkan pada prinsip yang sehat, yaitu melalui kebijakan perkreditan yang jelas. c. Kebijakan perkreditan bank berperan sebagai panduan dalam pelaksanaan semua kegiatan perkreditan bank. d. Untuk memastikan bahwa semua bank telah memiliki kebijakan perkreditan yang sehat, maka perlu berpedoman pada ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. e. Kebijakan perkreditan perbankan dikatakan baik bila minimal kebijakan tersebut mencakup: 1) Prinsip kehati-hatian perkreditan; 2) Organisasi dan manajemen perkreditan; 3) Kebijakan persetujuan perkreditan; 4) Dokumentasi dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi112
718.
719.
720.
721. 722.
723.
724.
725.
administrasi; 5) Pengawasan kredit; 6) Penyelesaian kredit bermasalah (Rivai, 2006: 97). Kredit/Fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian adalah sebagai berikut (Sinungan, 1989: 9): 1) redit dapat meningkatkan daya guna daru modal. Artinya bahwa para pedagang kecil dapat menikmati kredit bank melalui PD. BPR BKK Purwodadi Cabang Kedungjati untuk memperluas usahanya, mengembangkan usaha dan kesempatan untuk berusaha. 2) Kredit dapat meningkatkan daya guna suatu barang. Dengan bantuan kredit dari PD. BPR BKK Purwodadi Cabang Kedungjati tersebut maka para pedagang kecil dapat memproduksi bahan mentah menjadi bahan jadi, berarti daya guna dari bahan tersebut. 3) Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi. Bahwa dalam menghadapi keadaan perekonomian yang kurang sehat, maka kredit dapat sebagai alat stabilitas ekonomi misalnya dalam usaha pengendalian inflasi, peningkatan ekspor serta pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. 4) Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional. Bantuan kredit digunakan para usahawan untuk memperbesar volume usaha produksinya. Peningkatan usaha nantinya diharapkan akan meningkatkan profit. Bila keuntungan secara kumulatif dikembangkan lagi dalam arti kata dikembalikan ke dalam struktur permodalan, maka peningkatan akan berlangsung terus menerus dan akibatnya pendapatan terus meningkat (Sinungan, 1989: 9). Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan akhirnya pada persepsi pelanggan (Kotler dalam Tjiptono, 2000: 66). Kualitas jasa merupakan tingkat keunggulan (excellence) yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (C. H Lovelock dalam Tjiptono, 2005: 260). Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan akhirnya pada persepsi pelanggan (Kotler dalam Tjiptono, 2000: 66). Kualitas adalah semua aktivitas untuk mempermudah pelanggan menghubungi pihak yang tepat dalam perusahaan, serta mendapatkan layanan, jawaban, dan penyelesaian masalah yang cepat dan memuaskan (Kotler, 2000: 57). Kualitas adalah suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat diukur (Juran dalam Yamit, 1996: 337). Kualitas adalah totalitas dari karakteristik suatu produk (barang dan atau jasa) yang menunjang kemampuan untuk memenuhi kebutuhan yang dispesifikasikan. Kualitas seringkali diartikan sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan atau kesesuaian terhadap persyaratan atau kebutuhan (Gaspersz, 2002: 181). Kualitas diperlukan disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a Konsumen menjadi lebih canggih dalam selera dan pilihan; b Kompetisi persaingan menjadi lebih ketat dan canggih; c Kenaikan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi113
726.
727.
biaya, hanya dapat diatasi lewat perbaikan kualitas proses dan peningkatan produktifitas tanpa hentinya; d Krisis apapun bentuknya, apakah dari pihak pemasok, bank, teknologi, proses, pasar konsumen yang labil, moneter ataupun ekonomi makro dan mikro, anda harus siap menghadapi dan mengalami krisis apabila itu menjadi kenyataan (Ibrahim, 2000: 5). Kualitas modern/Pada dasarnya, sistem kualitas modern dapat dicirikan oleh lima karakteristik berikut ini: 1. Sistem kualitas modern berorientasi pada pelanggan. 2. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang dipimpin oleh manajemen puncak (top management) dalam proses peningkatan kualitas secara terus-menerus. 3. Sistem kualitas modern dicirikan olah adanya pemahaman dari setiap orang terhadap tanggung jawab spesifik untuk kualitas. 4. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya aktivitas yang berorientasi pada tindakan pencegahan kerusakan, bukan berfokus pada upaya untuk mendeteksi kerusakan saja. 5. Sistem kualitas modern dicirikan oleh adanya suatu filosofi yang menganggap bahwa kualitas merupakan “jalan hidup” (way of life) (Gaspersz, 2005: 1314). Kualitas produk harus dibedakan antara produk manufaktur atau barang (goods) dengan produk layanan (service) karena keduanya memilki banyak perbedaan. Menyediakan produk layanan (jasa) berbeda dengan menghasilkan produk manufaktur dalam beberapa cara. Perbedaan tersebut memiliki implikasi penting dalam manajemen kualitas. Perbedaan antara produk manufaktur dengan produk layanan adalah: 1) Kebutuhan konsumen dan standar kinerja sering kali sulit diidentifikasi dan diukur, sebab masing-masing konsumen mendefinisikan kualitas sesuai keinginan mereka dan berbeda satu sama lain. 2) Produksi layanan memerlukan tingkatan ” customization atau individual customer ” yang lebih tinggi dibanding manufaktur. Dalam manufaktur sasarannya adalah keseragaman. Dokter, ahli hukum, personal penjualan asuransi, dan pelayanan restoran, harus menyesuaikan layanan mereka terhadap konsumen individual. 3) Output sistem layanan tidak terwujud, sedangkan manufaktur berwujud. Kualitas produk manufaktur dapat diukur berdasar spesifikasi desain, sedangkan kualitas layanan pengukurannya subyektif menurut pandangan konsumen, dikaitkan dengan harapan dan pengalaman mereka. Produk manufaktur jika rusak dapat ditukar atau diganti, sedangkan produk layanan harus diikuti dengan permohononan maaf dan reparasi. 4) Produk layanan diproduksi dan dikonsumsi secara bersama – sama, sedangkan produk manufaktur diproduksi sebelum dikonsumsi. Produk layanan tidak bisa disimpan atau diperiksa sebelum disampaikan kepada konsumen. 5) Konsumen seringkali terlibat dalam proses layanan dan hadir ketika layanan dibentuk, sedangkan produk manufaktur dibentuk diluar keterlibatan langsung dari konsumen. Misalnya konsuman restoran layanan cepat menempatkan ordernya sendiri atau mengambil makanan sendiri, membawa makanan sendiri kemeja, dan diharapakan membersihkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi114
728.
729.
730.
meja ketika setelah makan. 6. Layanan secara umum padat tenaga kerja, sedangkan manufaktur lebih banyak padat modal. Kualitas interaksi antara produsen dan konsumen merupakan faktor vital dalam penciptaan layanan. Misalnya kualitas layanan kesehatan tergantung interaksi pasien, perawat, dokter, dan petugas kesehatan lain. Di sini perilaku dan moral pekerja merupakan hal yang kritis dalam menyediakan kualitas layanan. 7) Banyak organisasi layanan harus menangani sangat banyak transaksi konsumen. Misalnya pada hari-hari tertentu, sebuah bank mungkin harus memproses jutaan transaksi nasabah pada berbagai kantor cabang dan mesin bank atau barangkali Perusahaan jasa kiriman harus menangani jutaan paket kiriman diseluruh dunia (Nursya’bani Purnama, 2006: 15-16). Kualitas/Ada dua pijakan dalam mencapai keunggulan bersaing. Pertama keunggulan sumber daya yang terdiri dari keunggulan posisi yang terdiri dari keunggulan biaya relatif rendah dan keunggulan nilai bagi pelanggan. Ada tiga indikator keunggulan bersaing yaitu kepuasan, loyalitas, dan porsi pasar (Day dan Wensley, 1988: 3). Kualitas/Dimensi atau kriteria kualitas sebagai berikut: Reliability (keandalan); Responsiveness (ketanggapan); Competence (kemampuan); Acces (mudah diperoleh); Courtesy (keramahan); Comunication (komunikasi); Credibility (dapat dipercaya); Security (keamanan); Understanding (knowing the costumer) (memahami pelanggan); Tangibles (bukti nyata yang kasat mata) (Parasuraman, Zeithamal & Bery dalam Rangkuti, 2002: 29). Kualitas/Lima pendekatan perspektif kualitas yang dapat digunakan oleh para praktisi bisnis, yaitu: 1) Transcendental Approach, Kualitas dalam pendekatan ini adalah sesuatu yang dapat dirasakan, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan maupun diukur. Perspektif ini umumnya diterapkan dalam karya seni seperti musik, seni tari, seni drama dan seni rupa. Untuk produk dan jasa pelayanan, perusahaan dapat mempromosikan dengan menggunakan pernyataan-pernyataan seperti kelembutan dan kehalusan kulit (sabun mandi), kecantikan wajah (kosmetik), pelayanan prima (bank) dan tempat berbelanja yang nyaman (mall). Definisi seperti ini sangat sulit untuk dijadikan sebagai dasar perencanaan dalam manajemen kualitas. 2) Product-based Approach, Kualitas dalam pendekatan ini adalah suatu karakteristik atau atribut yang dapat diukur. Perbedaan kualitas mencerminkan adanya perbedaan atribut yang dimiliki produk secara objektif, tetapi pendekatan ini dapat menjelaskan perbedaan dalam selera dan preferensi individual. 3) User-based Approach, Kualitas dalam pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya, dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang atau cocok dengan selera ( fitnes for used ) merupakan produk yang berkualitas paling tinggi. Pandangan yang subjektif ini mengakibatkan konsumen yang berbeda memiliki kebutuhan dan keinginan yang berbeda pula, sehingga kualitas bagi seseorang adalah kepuasan maksimum yang dapat dirasakannya. 4) Manufacturing-based Approach, Kualitas dalam pendekatan ini adalah
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi115
731.
732.
733.
bersifat supply-based atau dari sudut pandang produsen yang mendefinisikan kualitas sebagai sesuatu yang sesuai dengan persyaratannya ( conformance quality ) dan prosedur. Pendekatan ini berfokus pada kesesuaian spesifikasi yang ditetapkan perusahaan secara internal. Oleh karena itu, yang menentukan kualitas adalah standar-standar yang ditetapkan perusahaan, dan bukan konsumen yang menggunakannya. 5) Value-based Approach, Kualitas dalam pendekatan ini adalah memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas didefinisikan sebagai ” affordable excellence ”. Oleh karena itu kualitas dalam pandangan ini bersifat relatif, sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Produk yang paling bernilai adalah produk yang paling tepat dibeli (David Garvin dalam Zulian Yamit, 2005: 9-10). Kualitas/Pada dasarnya sistem kualitas modern di bagi dalam tiga bagian, yaitu: 1. Kualitas desain, mengacu pada aktivitas yang menjamin bahwa produk baru, atau produk yang dimodifikasi, didesain sedemikian rupa untuk memenuhi keinginan dan harapan pelanggan serta secara ekonomi layak untuk diproduksi atau dikerjakan. Dengan demikian kualitas desain adalah kualitas yang direncanakan. Kualitas desain itu akan menentukan spesifikasi produk dan merupakan dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan segmen pasar, spesifikasi penggunaan, serta pelayanan purna jual. 2. Kualitas konformasi, mengacu kepada pembuatan produk atau pemberian jasa pelayanan yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya pada tahap desain itu. Dengan demikian kualitas konformasi menunjukkan sejauh mana produk yang dIbuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi produk. 3. Kualitas pemasaran dan pelayanan purna jual, berkaitan dengan tingkat sejauh mana menggunakan produk itu memenuhi ketentuan-ketentuan dasar tentang pemasaran, pemeliharaan, dan pelayanan purna jual. (Gaspersz, 2005: 14-15). Kualitas/Spesifikasi dari dimensi kualitas produk yang relevan dengan pelanggan dalam enam dimensi, yaitu: a. Performance. Hal yang paling penting bagi pelanggan adalah apakah kualitas produk menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau apakah pelayanan diberikan dengan cara yang benar. b. Range and Type of Features. Selain fungsi utama dari suatu produk dan pelayanan, pelanggaran seringkali tertarik pada kemampuan atau keistimewaan yang dimiliki produk dan pelayanan. c. Reliability dan Durability. Kehandalan produk dalam penggunaan secara normal dan berapa lama produk dapat digunakan hingga perbaikan diperlukan. d. Maintainability and Serviceability. Kemudahan untuk mengoperasikan produk dan kemudahan perbaikan maupun ketersediaan komponen pengganti. e. Sensory Characteristic. Penampilan, corak, rasa, daya tarik bau, selera, dan beberapa faktor lainnya mungkin menjadi aspek penting dalam kualitas. f. Ethical Profile and Image. Kualitas adalah bagian terbesar dari kesan pelanggan terhadap produk dan pelayanan (Joseph S. Martinich (1997) dalam Yamit, 2004: 11). Lima kesenjangan (Gap) yang mengakibatkan kegagalan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi116
734.
735.
736.
penyampaian jasa yaitu: 1.Gap Harapan-Persepsi Manajemen Perbedaan antara harapan pelanggan dengan persepsi manajemen mengenai harapan pelanggan. Dalam hal ini, pihak manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan para pelanggan. Hal ini biasa terjadi selama pihak manajemen menganggap tidak menerima umpan balik mengenai kualitas jasa yang buruk, maka pihak manajemen meyakini bahwa kinerja perusahaan telah memenuhi harapan pelanggan. 2.Gap Persepsi Manajemen-Harapan Kualitas Jasa - Perbedaan antara persepsi manajemen terhadap harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa. Dalam hal ini, pihak manajemen mungkin benar dalam memenuhi keinginan pelanggan tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya komitmen total pihak manajemen terhadap standar kualitas jasa perusahaan. 3.Gap Spesifikasi Kualitas Jasa-Penyampaian Jasa - Gap ini sangat penting bagi bidang jasa yang sistem penyampaiannya sangat bergantung pada sumberdaya manusia. Gap ini dapat terjadi apabila para personal karyawan mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar. 4.Gap Penyampaian JasaKomunikasi Eksternal Pada Pelanggan - Perbedaan antara minat penyampaian jasa dan apa yang dikomunikasikan tentang jasa kepada pelanggan. Hal ini membentuk harapan di dalam diri pelanggan yang mungkin tidak terpenuhi. Gap ini dapat terjadi karena adanya harapan konsumen yang dipengaruhi oleh pernyataan para petugas perusahaan dan adanya pengaruh iklan-iklan perusahaan. 5.Gap Jasa DiharapkanJasa Yang Dipersepsikan. Kesenjangan ini terjadi apabila terdapat perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, maka perusahaan akan memperoleh dampak positif. Sebaliknya, bila yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan (Parasuraman, Zeithaml, dan Berry yang dikutip dalam Payne, 2000: 273). Lingkungan adalah faktor-faktor luar organisasi yang dapat membuka kesempatan-kesempatan atau menutup peluang bagi organisasi untuk berkembang (Glueck (1980: 87-88). Lingkungan/Dinamika atau perubahan sebagai derajat perubahan dan ketidakstabilan lingkungan yang sulit diramalkan. Lingkungan bisnis yang selalu berubah bisa terjadi karena perubahan peraturan, teknologi, permintaan konsumen dan atau standar kompetisi (Luo, 1999: 42). Lingkungan/Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah: 1) Penerangan/cahaya di tempat kerja; 2) Temperatur/suhu udara di tempat kerja; 3) Kelembaban di tempat kerja; 4) Sirkulasi udara di tempat kerja; 5) Kebisingan di tempat kerja; 6) Getaran mekanis di tempat kerja; 7) Bau tidak sedap ditempat kerja; 8) Tata warna di tempat kerja; 9) Dekorasi di tempat kerja; 10) Musik
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi117
737.
738.
739.
740.
741.
742.
743.
744.
745.
di tempat kerja; dan 11) Keamanan di tempat kerja (Sedarmayanti, 2001: 21). Manajemen/Terdapat beberapa langkah startegis yang dilaksanakan dalam manajemen strategis yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), penganggaran (budgeting), serta pengawasan (controlling). (Hadari Nawawi, 2003: 53). Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandate (J. B. J. M. ten Berge dalam Tutik, 2006: 183). Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandate (J. B. J. M. ten Berge dalam Tutik, 2006: 183). Mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan itu bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n pejabat tun yang memberi mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap ada pada pemberi mandate (J. B. J. M. ten Berge dalam Tutik, 2006: 183). Manfaat penilaian kinerja organisasi akan mendorong pencapaian tujuan organisasi dan akan memberikan umpan balik untuk upaya perbaikan terus-menerus (berkelanjutan) (Bastian dalam Nogi, 2005:173). Marketing Information System Technology (MkIS) didefinisikan oleh Cox dan Good (1967; dalam, Colgate,1998,p.81) seperangkat set yang berisikan prosedur dan metode yang diperuntukan sebagai analisis perencanaan secara reguler dan presentasi informasi dimana kesemuanya itu dipergunakan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemasaran. Marketing Mix merupakan alat bagi marketer yang terdiri dari berbagai elemen suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi, 2001: 58). Marketing Mix untuk produk barang berbeda dengan marketing mix pada produk jasa, hal ini terkait dengan perbedaaan karakteristik jasa dan barang. Jadi dengan demikian elemen marketing mix jasa terdiri dari tujuh hal yaitu: (Lupiyoadi, 2001:59). Masalah yang harus diatasi oleh pemerintah adalah masalah publik, yaitu, nilai, kebutuhan atau peluang yang tak terwujudkan yang meskipun bisa diidentifikasi tetapi hanya mungkin dicapai lewat tindakan publik (Dunn, 1994: 58).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi118
746.
747.
748.
749.
750.
Maximal formalization/Dengan formalisasi yang tinggi ini atau maximal formalization (Hall, 1999) bukan saja melenyapkan kemungkinan para pegawai untuk berperilaku secara lain, tetapi juga menghilangkan kebutuhan bagi para pegawai untuk mempertimbangkan alternatif melalui berfikir kreatif dan inovatif (Hall, 1999: 63). Merek memiliki peranan dilihat dari sudut pandang produsen, dimana merek memiliki peranan serta kegunaan sebagai berikut: 1) Merek memudahkan penjual untuk memproses pesanan dan menelusuri bila terjadi kesalahan. Di samping itu juga lebih mudah bagi produsen untul menemukan kalau ada keluhan dari konsumen. 2) Merek memberikan kesempatan pada penjual untuk menarik pelanggan yang setia dan menguntungkan. Kesetiaan merek memberikan perlindungan terhadap produsen dari pesaing serta pengendalian yang lebih besar dalam perencanan program pemasarannya. 3) Merek dan tanda dagang produsen memberikan perlindungan hukum atas tampilan produk yang unik, yang tanpa itu akan dapat ditiru oleh pesaing. 4) Merek membantu penjual melakukan segmentasi pasar. 5) Merek yang baik membantu citra perusahaan. Dengan membawa nama perusahaan, merek membantu mengiklankan mutu dan ukuran perusahaan (Kotler, 2005: 90). Merek/Fungsi dan manfaat merek asosiasi (brand association) melalui enam dimensi utama yaitu: 1) Jaminan. Janji yang merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan ganti rugi bila ternyata produk tidak bisa berfungsi sebagaimana yang diharapkan. 2) Identifikasi Pribadi. Merupakan semua pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang objek, atribut dan manfaat dari produk tersebut. 3) Identifikasi Sosial. Tingkah laku konsumen yang dipengaruhi karena faktor-faktor seperti keluarga, kelompok kecil, serta peran dan status sosial konsumen. 4. Status. Setiap produk yang membawa status yang mencerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, maka sering kali konsumen memilih produk yang menunjukkan statusnya dalam masyarakat. 5) Kesediaan Menerima Perluasan Merek. Masyarakat menerima produk baru yang ditawarkan oleh perusahaan dengan menggunakan merek lama yang terdapat pada merek induknya. 6) Kesediaan untuk Merekomendasikan Merek. Masyarakat bersedia menunjukkan merek produk, yang dikonsumsinya ke orang lain (Tjiptono, dkk, 2004: 239-242). Modal manusia//Didalam metode pelatihan Sikula memakai beberapa cara sebagai berikut: 1. On the Job Training (OJT). 2. Sekolah vestibule. 3. Demonstrasi dan percontohan. 4. Simulasi pemagangan (apprenticeship). 5. Pelajaran dikelas (lecture, cenfrence, studi kasus, permainan, program instruksi). 6. Metode pelatihan lainnya. ( Barthos 1990: 94-98). Modal manusia/6 (enam) prinsip pelatihan yang diungkapkan dalam Buletin ILO dalam kerangka baru dan untuk pelatihan dari tulisan “Employment for the 1990s” sebagai berikut: 1. Pelatihan dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi119
751.
752.
753.
754.
755.
756.
757.
pendidikan kejuruan harus diarahkan kepada keberhasilan bisnis dan pertumbuhan ekonomi. 2. Pengusaha dan individu-individu harus membagi tanggung jawab bersama dalam pelatihan. 3. Mengakui standarisasi yang wajar dan relevan dengan kesempatan kerja dan disesuaikan dengan keadaan industri secara nasional. 4. Pelatihan harus mendasari pada kualitas atas standarisasi yang ada. 5. Memperhitungkan program pelatihan sesuai dengan pembangunan di daerah setempat. 6. Pengusaha, individu-individu dan masyarakat harus membuka kesempatan yang baik bagi program pelatihan. (Barthos, 1990: 99). Modal manusia/Ada 3 badan/ instansi yang meyelenggarakan pelatihan yaitu: 1. Instansi pemerintah, meliputi Departemen Teknis, lembagalembaga/ instansi non Departemen (Batan, LIPI, dll). 2. Perusahaan, meliputi perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 3. Swasta, termasuk yayasan. (Manullang, 1995: 30). Modal manusia/Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan. Penerapan human capital salah satunya adalah dengan dilaksanakannya pendidikan dan pelatihan. (Payaman Simanjuntak,1985: 58-59). Modal manusia/Dalam strategi pembinaan pelatihan dikenal adanya trilogi latihan kerja sebagai berikut : 1. Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan kerja. 2. Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses kaitan dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan yang lain. (Barthos 1990: 98-99). Modal manusia/Kegiatan pelatihan tidak sekedar berakhir setelah program pelatihan dilaksanakan. Hal terakhir yang harus dilakukan pasca pelatihan adalah evaluasi. Evaluasi dapat diartikan sebagai suatu proses sistematis untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Jadi evaluasi memiliki dua unsur yaitu proses yang sistematis dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. (DR.B. Siswanto Sastrohadiwiryo 2002: 220). Modal manusia/Konsep pelatihan dalam penulisan ini adalah pelatihan kerja yang ditujukan kepada penganggur terbuka. Penganggur terbuka artinya penduduk yang sedang mencari pekerjaan. (Sony Sumarsono,2003: 115). Modal manusia/Latihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar, untuk memperoleh dan meningkatkan ketrampilan diluar system pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. (Sendjun H. Manullang 1995: 29). Modal manusia/Latihan kerja adalah seluruh kegiatan untuk memberikan dan memperoleh serta meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan sikap kerja diluar sistem pendidikan formal yang berlaku dalam waktu tertentu dengan metode mengutamakan praktek daripada teori(Manullang, 1995: 29).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi120
758.
759.
760.
761.
762. 763.
764.
Modal manusia/Pelaksanaan pelatihan kerja di LLK UKM adalah suatu bentuk pengembangan, pembinaan serta pembentukan tenaga kerja. Pelatihan ini dimaksudkan untuk membekali dan meningkatkan keahlian dan ketrampilan kerja bagi para pencari kerja. Dengan demikian mereka akan lebih mudah memperoleh pekerjaan atau menciptakan pekerjaan mereka sendiri. Selain itu pelatihan di LLK UKM juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan profesional angkatan kerja yang sudah bekerja agar dapat bekerja lebih produktif dan efisien (Manullang 1995: 28). Modal manusia/Pelatihan adalah setiap usaha untuk memperoleh performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya. Tugas pelatihan adalah mendapatkan cara-cara untuk menghubungkan teori dan praktek secara paling berguna, untuk menjamin kecakapan sesuai situasi hidup perorangan yang unik dan juga menjamin dikembangkannya pedoman-pedoman umum dan cara berfikir yang berguna sebagai suatu kerangka konsepsional yang dapat digunakan untuk menduga berbagai keadaan baru di masa depan (John Bernandian dalam Cardoso Gomes, 1995: 197). Modal manusia/Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan (UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan). Modal manusia/Pelatihan merupakan suatu upaya sistematis untuk mengembangkan sumber daya manusia (perorangan, kelompok dan juga kemampuan keorganisasian) yang diperlukan untuk mengurus tugas dan keadaan sekarang juga untuk memasuki masa depan dan menanggulangi persoalan serta masalah yang timbul dalam keduaduanya. (Rolf P. Lynton & Udai Pareek, 1984: 26). Modal manusia/Pendidikan dan pelatihan turut memberikan andil dalam keberhasilan pembangunan (Hamalik, 2005: 2-3). Modal manusia/Peranan BLK akan semakin penting apabila: 1. Para penyelenggara memiliki informasi lengkap dan mutakhir tentang permintaan akan tenaga teknis tertentu di pasaran kerja sehingga program pelatihan yang diselenggarakan benar-benar tertuju pada pemenuhan permintaan di pasaran kerja. 2. Para lulusan benar-benar merupakan tenaga kerja siap pakai sehingga segera setelah diterima bekerja, mereka langsung dapat berkarya secara produktif. 3. Terjalin kerjasama antara berbagai BLK itu dengan berbagai organisasi atau perusahaan pemakai tenaga kerja (Siagian 1996: 124-125). Modal manusia/Secara umum dapat dibedakan adanya tiga kelompok kebutuhan latihan sesuai dengan dunia kerja dan pasar kerja, yaitu : 1. Kebutuhan latihan untuk bekerja dalam hubungan kerja. 2. Kebutuhan latihan untuk bekerja mandiri 3. Kebutuhan latihan untuk ”up grading” bagi yang sudah bekerja (Manullang 1995: 28).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi121
765.
766.
767.
768.
769.
Modal manusia/Sondang P. Siagian yang mengemukakan: ”Sebagai bagian dari usaha meningkatkan kesejahteraan sosial rakyatnya, pemerintah suatu negara menempuh berbagai cara dan menetapkan berbagai kebijakan di bidang ketenagakerjaan. Salah satu bentuknya ialah menyelenggarakan pelatihan diberbagai balai latihan kerja” (Siagian, 1996: 124). Modal manusia/Terdapat 3 tahap utama dalam pelatihan yaitu: 1. Penentuan kebutuhan latihan. Tujuannya adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan atau menentukan perlu tidaknya pelatihan dalam organisasi tersebut (identifikasi kebutuhan). 2. Mendesain program pelatihan (designing a training program) Tujuan untuk memutuskan program pelatihan yang tepat untuk memutuskan program pelatihan yang tepat untuk dijalankan. Ketepatan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Dalam kaitannya dengan mendesain program pelatihan tersebut harus pula diperhatikan tersebut harus pula diperhatikan unsur-unsur program pelatihan yang meliputi : a). peserta pelatihan; b). pelatih (instruktur); c). lamanya latihan; d). bahan latihan; e). bentuk latihan. 3. Evaluasi efektivitas program pelatihan (evaluating training program effectiveness) (Cardoso Gomes (1995: 204). Modal manusia/Tujuan diselenggarakannya pelatihan yaitu: ”Latihan kerja bertujuan menyiapkan tenaga kerja untuk mengisi kesempatan kerja dengan memberikan serta meningkatkan ketrampilan dan keahlian peserta pelatihan kerja guna membentuk sikap kerja, mutu kerja dan produktivitas kerja (Manullang , 995: 29). Modal manusia/Tujuan pelatihan tersebut sesuai dengan pasal 9 UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang mengemukakan bahwa pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan. Upaya pelatihan pada akhirnya bermuara pada pasar kerja sehingga tidak satupun peserta pelatihan menjadi pengangguran. Modal manusia/Tujuan pelatihan yaitu: ”Secara umum bertujuan mempersiapkan dan membina tenaga kerja, baik struktural maupun fungsional, yang memiliki kemampuan dalam profesinya, kemampuan melaksanakan loyalitas, kemampuan melaksanakan dedikasi dan kemampuan berdisiplin yang baik. Kemampuan profesional mengandung aspek kemampuan keahlian dalam pekerjaan, kemasyarakatan dan kepribadian agar lebih berdaya guna dan berhasil guna. Secara khusus pelatihan bertujuan untuk : a. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki ketrampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program organisasi di lapangan. b. Mendidik, melatih serta membina unsur-unsur ketenagakerjaan yang memiliki kemampuan dan hasrat belajar terus untuk meningkatkan dirinya sebagai tenaga yang tangguh, mandiri, profesional, beretos kerja tinggi dan produktif. c. Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan bakat, minat, nilai dan pengalamannya masing-
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi122
770.
771.
772.
773.
774.
masing (individual) d. Mendidik, melatih tenaga kerja yang memiliki derajat relevansi yang tinggi dengan kebutuhan pembangunan (Hamalik, 2000:16-17). Model teori hierarki kebutuhan (Need Hierarchi) dari Abraham Maslow, dalam Umar (2001: 37) Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil maupun non materiil. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tak henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang. Model teori hierarki kebutuhan (Need Hierarchi) dari Abraham Maslow, dalam Umar (2001: 37) Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan pekerja identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil maupun non materiil. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tak henti, alat motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta kebutuhannya berjenjang. Model/Setiap orang menggunakan model konstan. Setiap orang dalam kehidupan pribadinya dan bisnisnya secara naluri menggunakan model untuk membuat keputusan. Citra mental tentang dunia sekeliling anda yang dibawa ke pikiran adalah model. Seseorang tidak mempunyai kota atau pemerintah atau negara di dalam kepalanya. Dia hanya mempunyai konsep yang terseleksi dan hubungan yang dia gunakan menampilkan sistem nyata. Citra mental merupakan suatu model. Semua keputusan kita ambil atau dasar model. Persoalan bukanlah menggunakan atau mengabaikan model. Persoalannya hanya memilih diantara banyak alternative (Forrester (1971: 73), Dunn (2003: 233234), Nawawi (2007: 14). Motivasi ada dua jenis, yaitu: a. Motivasi langsung - Motivasi langsung adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu karyawan untuk memenuhi kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, sepertinya pujian, penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa. b. Motivasi Tak Langsung - Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/ kelancaran tugas sehingga para karyawan betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, ruang kerja yang terang dan nyaman, suasana pekerjaan yang serasi, serta penempatan yang tepat. Motivasi tdak langsung besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja karyawan sehingga produktif (Hasibuan, 2009: 149). Motivasi dibagi dua jenis, yaitu: a. Motivasi positif (Insentif Positif) Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi diatas prestasi standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. b. Motivasi Negatif (Insentif Negatif) - Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi123
775.
776. 777.
778.
779.
780.
mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik (Hasibuan, 2009: 150). Motivasi karyawan untuk bekerja, mengembangkan kemampuan pribadi dan meningkatkan kemampuan dimasa mendatang dipengaruhi oleh umpan balik mengenai kinerja masa lalu dan pengembangan (Simamora, 2004 : 338). Motivasi kerja merupakan proses dasar yang dimulai dengan adanya suatu kebutuhan (Luthans dalam Handoko dkk., 2005:144). Motivasi kerja merupakan proses psikologis memenuhi keinginan yang belum terpuaskan, yang diarahkan dan didorong ke pencapaian tujuan, insentif (Hodges dan Luthans dalam Handoko dkk., 2005:144). Motivasi/Beberapa hirarki kebutuhan yang terkait atau berhubungan erat dengan motivasi kerja. Tingkatan-tingkatan kebutuhan berdasarkan hirarki tersebut adalah sebagai berikut: a) Kebutuhan fisiologi, kebutuhan ini meliputi makanan, minuman, tempat tinggal, dan sembuh dari rasa sakit. b) Kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan ini meliputi: kebutuhan untuk kemerdekaan dari ancaman seperti: keamanan dari kejadian-kejadian atau lingkungan yang mengancam. c) Kebutuhan rasa memiliki, sosial, dan kasih sayang, kebutuhan ini meliputi: kebutuhan persahabatan, berkelompok, interaksi dan kasih sayang. d) Kebutuhan harga diri, kebutuhan ini terdiri dari: kebutuhan harga diri, dan kebutuhan penghargaan dari dari pihak lain. e) Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan untuk memenuhi diri seseorang melalui pengoptimalisasian penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki (Maslow dalam Gibson dkk., 1996:189). Motivasi/Dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu: (1), pemuas kerja yang berkaitan dengan isi pekerjaan dan (2). Ketidakpuasan kerja yang berkaitan dengan suasana kerja. Satisfies disebut motivators sedangkan Dissatisfies disebut faktor-faktor hygienis (Hygienic Factors (Herzberg, 1959) dalam Reksohadiprojo dan Handoko, 2000: 259). Motivasi/Faktor-faktor dalam pekerjaan yang mempengaruhi motivasi kerja individu sebagai berikut: a. Rasa aman (security), yaitu adanya kepastian karyawan untuk memperoleh pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin seperti yang mereka harapkan. b. Kesempatan untuk maju (type of work), yaitu adanya kemungkinan untuk maju, naik tingkat, memperoleh kedudukan dan keahlian. c. Tipe pekerjaan (type of work), yaitu adanya pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, bakat, dan minat karyawan. d. Nama baik tempat bekerja (company), yaitu perusahaan (sekolah) yang memberikan kebanggaan karyawan bila bekerja di perusahaan atau sekolah tersebut. e. Rekan kerja (Co worker), yaitu rekan kerja yang sepaham, yang cocok untuk kerja sama. f. Upah (pay), yaitu penghasilan yang diterima. g. Penyelia (Supervisor), yaitu pemimpin atau atasan yang mempunyai hubungan baik dengan bawahannya,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi124
781.
782.
783.
784.
mengenal bawahannya, dan mempertimbangkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya. h. Jam kerja (work hours), yaitu jam kerja yang teratur atau tertentu dalam sehari. i. Kondisi kerja (working condition), yaitu seperti kebersihan tempat kerja, suhu, ruangan kerja, ventilasi, kegaduhan suara, bau, dan sebagainya. j. Fasilitas (benefit), yaitu kesempatan cuti, jaminan kesehatan, pengobatan dan sebagainya (Yunus, 2007: 45). Motivasi/Faktor-faktor dalam pekerjaan yang mempengaruhi motivasi kerja individu sebagai berikut: a. Rasa aman, yaitu adanya kepastian karyawan untuk memperoleh pekerjaan tetap, memangku jabatan di perusahaan selama mungkin seperti yang mereka harapkan. b. Kesempatan untuk maju, yaitu adanya kemungkinan untuk maju, naik tingkat, memperoleh kedudukan dan keahlian. c. Tipe pekerjaan, yaitu adanya pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan, pengalaman, bakat, dan minat karyawan. d. Nama baik tempat bekerja, yaitu perusahaan (sekolah) yang memberikan kebanggaan karyawan bila bekerja di perusahaan atau sekolah tersebut. e. Rekan kerja, yaitu rekan kerja yang sepaham, yang cocok untuk kerja sama. f. Upah, yaitu penghasilan yang diterima. g. Penyelia (Supervisor), yaitu pemimpin atau atasan yang mempunyai hubungan baik dengan bawahannya, mengenal bawahannya, dan mempertimbangkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh bawahannya. h. Jam kerja, yaitu jam kerja yang teratur atau tertentu dalam sehari. i. Kondisi kerja, yaitu seperti kebersihan tempat kerja, suhu, ruangan kerja, ventilasi, kegaduhan suara, bau, dan sebagainya. j. Fasilitas, yaitu kesempatan cuti, jaminan kesehatan, pengobatan dan sebagainya (Yunus, 2007: 45). Motivasi/Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja itu meliputi faktor internal yang bersumber dari dalam individu dan faktor eksternal yang bersumber dari luar individu itu seperti sikap terhadap pekerjaan, bakat, minat, kepuasan, pengalaman, dan lain-lain serta faktor dari luar individu yang bersangkutan seperti pengawasan, gaji, lingkungan kerja, kepemimpinan (Wahjosumidjo, 2001: 42). Motivasi/Teori Motivasi Klasik dari Taylor dalam Umar (2001: 37). Menurut teori ini, motivasi pekerja hanya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan kepuasan biologis saja, yaitu hanya dapat mempertahankan kelangsungan hidup. Motivasi/Teori Motivasi Prestasi dari Mc.Clelland. Teori ini menyatakan bahwa seorang pekerja memiliki enerji potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang dapat memotivasi gairah kerja adalah: 1) Kebutuhan akan prestasi (achievement needs), Artinya dimana seseorang akan berusaha meningkatkan prestasinya, takut bila mengalami kegagalan, ada rasa petualangan dan bila berhasil akan memuaskan dirinya. 2) Kebutuhan akan afiliasi (Affiliation needs), Artinya dimana orang tersebut senang berhubungan dengan orangorang lain dengan penuh rasa sayang dan menghindari kekecewaan bila ditolak oleh kelompok sosial, karena itu berusaha menghibur dan membantu orang lain yang menderita kesusahan. 3) Kebutuhan akan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi125
785.
786.
787.
kekuasaan. (Attotney needs), Artinya dimana orang-orang tertentu akan berusaha menduduki posisi pimpinan yang biasanya orang tersebut mempunyai sifat ambisi, keras kepala, daya kreatif, suka menuntut, senang mengajar dan berbicara di depan forum (Mc.Clelland dalam Umar, 2001: 39). Motivasi/Tiga motif oleh Keynes merupakan sumber munculnya permintaan terhadap uang yang diberi nama liquidity preference. Nama ini mempunyai makna tertentu yaitu bahwa permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa orang pada umumnya menginginkan dirina tetap likuid untuk memenuhi tiga motif tersebut. Memegang uang tunai menjamin likuiditas pada orang tersebut. Keinginan atau preferensi untuk tetap likuid inilah yang membuat orang bersedia membayar harga tertentu untuk penggunaan uang. Teori Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang membayar harga uang tersebut atau tingkat bunga dengan unsur permintaan uang untuk tujuan spekulasi. Permintaan besar apabila tingkat bunga rendah dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi (Boediono, 1996 : 82-83). Motivasi/Tujuan adanya pemberian motivasi bagi karyawan menurut Malayu Hasibuan adalah untuk: a. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan. b. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan; c. Mempertahankan kestabilan karyawan; d. Meningkatkan kedisiplinan karyawan; e. Mengefektifkan pengadaan karyawan; f. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik; g. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan; h. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan; i. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas–tugasnya; j. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku (Hasibuan, 2009: 146). Mutu/Kualitas memiliki delapan dimensi pengukuran yang terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: a. Kinerja. Kinerja disini menunjuk kepada karakter produk inti yang meliputi merk, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek-aspek kerja individu. b. Keragaman Produk. Dapat berbentuk produk tambahan dari suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk. Features suatu produk biasanya diukur secara subyektif oleh masing-masing individu (komponen) yang menunjukkan adanya perbedaan kualitas suatu produk/jasa. Karena itu, perkembangan kualitas suatu produk menuntut karakter fleksibilitas agar dapat menyesuaikan dengan permintaan pasar. c. Kehandalan. Dimensi ini berkaitan dengan timbulnya kemungkinan suatu produk yang mengalami keadaan tidak berfungsi pada suatu periode. Kehandalan suatu produk yang menandakan kualitas suatu produk. Hal ini semakin penting mengingat besarnya biaya penggantian dan pemeliharaan yang harus dikeluarkan apabila produk yang dianggap tidak reliable mengalami kerusakan. d. Kesesuaian. Kesesuaian suatu produk dalam industri jasa diukur dari tingkat akurasi dan waktu penyelesaian termasuk juga penghitungan kesalahan yang terjadi, keterlambatan yang tidak bisa diantisipasi dan beberapa kesalahan lain. e. Daya tahan/Ketahanan. Ukuran ketahanan suatu produk meliputi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi126
788.
789.
790. 791.
792.
segi ekonomis maupun teknis. Secara teknis, ketahanan suatu produk adalah sejumlah kegunaan yang diperoleh seseorang sebelum penurunan kualitas. Secara ekonomis, ketahanan diartikan sebagai usia ekonomis suatu produk dilihat melalui jumlah kegunaan yang diperoleh sebelum terjadi kerusakan dan keputusan untuk mengganti produk. f. Kemampuan pelayanan. Kemampuan pelayanan bisa juga disebut dengan kecepatan, kompetensi, kegunaan, dan kemudahan kualitas suatu produk tapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadualan pelayanan, proses komunikasi dengan staff, frekuensi pelayanan perbaikan akan suatu produk dan pelayanan lainnya. Variabel-variabel tersebut merefleksikan adanya perbedaan standart perorangan mengenai pelayanan yang diterima. g. Estetika. Estetika suatu produk dilihat melalui bagaimana suatu produk terdengar oleh konsumen, bagaimana tampak luar suatu produk, rasa maupun bau. Jadi estetik merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh konsumen. h. Kualitas yang dipersepsikan. Konsumen tidak selalu mempunyai informasi yang lengkap mengenai atribut suatu produk dan jasa, tapi biasanya ia mempunyai informasi tidak langsung mengenai produk tersebut (John Sviokla dalam Rambat Lupiyoadi, 2001: 146147). Negara kesatuan apabila kekuasaan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah tidak sama dan tidak sederajat. Kekuasaan Pemerintahan Pusat merupakan kekuasaan yang menonjol dalam negara dan tidak ada saingannya dari Badan Legislatif Pusat dalam membentuk undang-undang. Kekuasaan yang di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk otonomi yang luas (Tutik, 2006: 177-178). Negara/Dalam negara kesatuan semua urusan negara menjadi wewenang sepenuhnya dari pemerintah (Pusat)-nya. Kalau negara yang bersangkutan mempergunakan asasa desentralisasi di mana di daerah-daerah dibentuk pemerintah lokal yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, kepadanya dapat diserahkan urusan tertentu untuk diurus sebagai rumah tangganya sendiri (Joniarto dalam Tutik, 2006: 178). Obyek penelitian merupakan obyek yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 1998: 96). Organiasai/Komitmen organisasional menyangkut tiga sikap yaitu rasa mengidentifikasi dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dengan tugas organisasi dan rasa kesetiaan kepada organisasi, untuk batasan masalah dalam mengukur komitmen organisasi digunakan instrument yang dikembangkan oleh (Meyer dan Allen (1984: 96). Organisaasi/Nilai-nilai, norma-norma dan asumsi-asumsi yang terinternalisasi dan dipegang teguh oleh para anggota organisasi dapat melahirkan perasaan tenang, committed, loyalitas, memacu kerja lebih keras, kohesivitas, keseragaman sasaran (goal alignment), dan mengendalikan perilaku anggota organisasi, serta produktivitas. Logika tentang cara kekuatan budaya berhubungan dengan kinerja meliputi tiga gagasan, yaitu 1) penyatuan tujuan. Dalam organisasi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi127
793.
794.
795.
796.
797.
798.
799.
dengan budaya yang kuat, pegawai cenderung melakukan tindakan ke arah yang sama. 2) menciptakan motivasi, komitmen, dan loyalitas luar biasa dalam diri pegawai, dan 3) memberikan struktur dan kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal yang dapat menekan tumbuhnya motivasi dan inovasi (Kotter dan Heskett, 1992: 16). Organisai/Adanya dikotomi perspektif budaya seringkali menimbulkan kerancuan dalam studi dan pembahasan tentang budaya organisasional. Karena itu, dalam konteks penelitian pemahaman terhadap pendekatan atau teori mana yang akan digunakan menjadi penting. Mengingat, bagaimana budaya organisasi dikonsepsikan akan berpengaruh kepada bagaimana budaya organisasi didefinisikan (Alvesson dan Berg (1988) dalam Poespadibrata, 1993:160). Organisasi akan terus dibentuk secara berbeda: untuk tujuan yang berbeda, berbagai jenis karya, orang yang berbeda, dan budaya yang berbeda (Hesselbein, et al., 1975: 5). Organisasi dapat menggunakan pelbagai jenis cara atau alat koordinasi yang bersifat struktural, yaitu melalui: “The hierarchy or chain of Command; Rules and Plans; Add Positions to Hierarchy; Vertical Information System” (Daft, 1992: 182). Organisasi sebagai tools of management, sedangkan manajemen merupakan proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan dengan penggunaan pelbagai sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya. Proses kegiatan tersebut terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pemberian motivasi, pengawasan, dan penilaian (Siagian, 1971: 76). Organisasi.Klasifikasikan budaya organisasi dalam empat kelas, yaitu: 1) Artefak/Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi. 2) Perspektif. Perspektif adalah aturan-aturan dan norma yag dapat diaplikasikan dalam konteks tertentu, misalnya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, cara anggota organisasi mendefinisikan situasi-siatuasi yang muncul. Biasanya anggota menyadari perspektif ini. 3) Nilai. Nilai ini lebih abstrak dibanding perspektif, walaupun sering diungkap dalam filsafat organisasi dalam menjalankan misinya. 4) Asumsi. Asumsi ini seringkali tidak disadari lebih dalam dari artefak, perspektif dan nilai (Lundberg dalam Mohyi, 1999: 196). Organisasi/Acuan dalam kerja organisasi adalah: 1. Komitmen terhadap nilai-nilai sosial politik yang telah disepakati bersama dan tujuan publik. 2. Memberikan dasar etika untuk manajemen publik. 3. Realisasi nilai-nilai sosial politik. 4. Penekanan pada pekerjaan kebijakan publik dalam rangka pelaksanaan mandat pemerintah. 5. Keterlibatan secara keseluruhan kualitas pelayanan publik. 6. Bekerja dalam rangka penanganan kepentingan umum (Denhardt dalam Tamim, 2004: 65). Organisasi/Ada beberapa fungsi budaya, yaitu: 1) Sebagai identitas dan citra suatu masyarakat. 2) Sebagai pengikat suatu masyarakat. 3)
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi128
800.
801.
Sebagai sumber. 4) Sebagai kekuatan penggerak. 5) Sebagai kemampuan untuk membentuk nilai tambah. 6) Sebagai pola perilaku. 7) Sebagai warisan. 8) Sebagai pengganti formalisasi. 9) Sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan. 10) Sebagai proses yang menjadikan bangsa kongruen dengan negara sehingga terbentuk nation – state (Ndraha, 1997 : 21). Organisasi/Ada enam karakteristik penting. Pertama, observed behavioral regularities, yaitu apabila para partisipan organisasi saling berinteraksi satu dengan yang lain, maka mereka akan menggunakan bahasa, terminologi dan ritual-ritual yang sama yang berhubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak. Kedua, norms, yaitu standarstandar perilaku yang ada, mencakup pedoman tentang berapa banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan dan perbuatan-perbuatan apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Ketiga, dominant values, yaitu ada sejumlah values utama yang organisasi anjurkan dan mengharapkan kepada para anggota organisasi untuk menyumbangkannya, misalnya kualitas produk yang tinggi, absensi yang rendah dan efisiensi yang tinggi. Keempat, philosophy, yaitu ada sejumlah kebijakan yang menyatakan keyakinan organisasi tentang bagaimana para karyawan dan atau para pelanggan diperlakukan. Kelima, rules, yaitu ada sejumlah pedoman yang pasti yang berhubungan dengan kemajuan atau cara berhubungan dengan kemajuan atau cara berhubungan yang baik dalam organisasi. Para karyawan baru (newcomers) harus mempelajari “ikatan” atau rules yang telah ada sehingga mereka dapat diterima sebagai full-fled get anggota kelompok. Keenam, organizational climate, yaitu ada suatu “feeling” yang menyeluruh yang dibawa oleh physical layout, cara para anggota organisasi berinteraksi, dan cara para anggota organisasi memperlakukan dirinya menghadapi pihak pelanggan dan pihak luar lainnya. Menurut Luthans, keenam karakteristik tersebut tidak dimaksudkan menjadi all-inclusive (Luthans, 1998: 223). Organisasi/Ada tiga implikasi penting yang dapat ditangkap dari pendekatan budaya terhadap teori-teori organisasi dan manajemen. Pertama, munculnya paradigma baru dalam memandang fungsi-fungsi manajemen, khususnya yang berkaitan dengan fungsi kepemimpinan (manajer). Dimana, kepemimpinan harus dipahami sebagai orang yang mendefinisikan makna dan menciptakan pandangan tentang realitas organisasi melalui pengikutsertaan anggota organisasi dalam pemberian makna tersebut pada kegiatan organisasi. Karena itu, seyogianya pemimpin yang baik itu tidak hanya menciptakan profit bagi organisasi, tetapi menciptakan pula makna bagi para anggota organisasi. Sayang sekali para manajer sering lupa untuk menggandengkan kedua-duanya dalam porsi yang seimbang. Kedua, berkaitan dengan pertanyaan heuristik mengenai apa yang dapat dipelajari tentang organisasi melalui pendekatan budaya yang luput dari perhatian teori-teori tradisional (objektif) tentang organisasi dan manajemen. Ketiga berkaitan dengan pertanyaan pragmatis tentang fungsi budaya yang diperkirakan dapat memberikan sumbangan positif
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi129
802.
803.
804.
805.
terhadap kehidupan organisasi. Karena itu, sejauhmana nilai guna dan sumbangan pendekatan budaya dalam memahami kehidupan organisasi masih perlu diuji secara empirik. Kenyataannya di Indonesia pada umumnya menunjukkan bahwa berbagai perubahan untuk menciptakan strategi bisnis baru sesuai dengan tuntutan perubahan, apabila sudah menyentuh dimensi sistem nilai, asumsi dasar, kepercayaan, dan konsepsi, seringkali sistem nilai, asumsi, kepercayaan, dan konsepsi lama masih dominan (Suryadi, 2003:112). Organisasi/Ada tujuh karakteristik primer yang secara bersama-sama menangkap hakikat budaya suatu organisasi apapun bentuk organisasinya. Ketujuh karakteristik tersebut, yaitu: (1) Innovation and risk taking. The degree to which employees are encouraged to be innovative and take risk. (2) Attention to detail. The degree to which employees are expected to exhibit precision, analysis, and attention to detail. (3) Outcome orientation. The degree to which management focuses on results or out comes rather than on the techniques and processes used to achieve the outcomes. (4) People orientation. The degree to which management decisions take into consideration the effect of outcomes on people within the organization. (5) Team orientation. The degree to which work activities are organized around teams rather than individuals. (6) Aggressiveness. The degree to which work people are aggressive and competitive rather than easygoing.(7) Stability. The degree to which organizational activities emphasize maintaining the status quo in contrast to growth (Riset paling mutakhir dari Robbins, 2001: 510-511). Organisasi/Adapun ciri khas yang digunakan untuk membedakan kuat atau lemahnya budaya organisasi dapat diketahui melalui pengukuran dua dimensinya, yaitu : “intensely held and widely shared” (Robbins, 2001: 60) yang bertalian dengan nilai-nilai inti organisasi yang dipertahankan. Intensely held berarti sangat dijadikan pegangan dan widely shared berarti secara luas dianut. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitment mereka pada nilai-nilai inti, makin kuat budaya organisasi tersebut. “The more numbers who accept the core values and the greater their commitment to those values is, the stronger the culture is” (Robbins, 2001: 60). Organisasi/Adapun perilaku organisasi itu sendiri yang terbentuk (timbul) dari interaksi karakteristik individu dengan karakteristik organisasi (Thoha, 2002: 185), dimaksudkan sebagai operasionalisasi dan aktualisasi sikap organisasi (kelompok) terhadap tantangan dari dalam (internal) atau rangsangan dari lingkungannya (eksternal). Di mana dengan adanya rangsangan atau tantangan tersebut kedua karakteristik ini akan saling mempengaruhi (berinteraksi) untuk memberikan tanggapannya. Dalam hal ini bisa bersifat aktif atau pasif bergantung pada kemampuan manager dalam memodifikasi perilaku (Sigit, 2003: 63). Organisasi/Adapun yang dimaksud dengan organisasi (birokrasi) publik itu sendiri adalah: “…government agencies” (Hall: 44), dengan sebutan administrative units atau administrative agencies (Lemay,
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi130
806.
807.
808.
809.
810.
811.
812.
813.
814.
2002: 32). “Administrative units are variously term: departments, bureaus, agencies, commissions, offices, services, or whatever label the designers of a unit consider appropriate” (Sharkansky, 1975: 14). Organisasi/Agar efektif organisasi membutuhkan suatu struktur dan kultur yang mampu beradaptasi sehingga dapat memberikan respon yang cepat terhadap perubahan lingkungan (Jones, 1995: 33). Organisasi/An organiation's culture can be used to achieve competitive advantage and organizational effectiveness through its effect to member's behavior (Jones, 1995: 168). Organisasi/Apabila manajer melakukan pekerjaannya dengan baik maka akan mungkin organisasi akan mencapai tujuannya sesuai yang dinginkan. Untuk melakukan pekerjaan dengan baik, ada dua hal yang penting diketahui yaitu; pertama, kinerja manajemen dalam mempertentangkan dan manganalisis hal-hal yang masih membinggungkan, dan kedua, kinerja organisasi; yaitu mengukur bagaimana organisasi mengerjakan pekerjaan dengan baik (Stoner, Freeman & Gilbert. Jr., 1994: 9). Organisasi/Aspek horizontal bertalian dengan diferensiasi atau spesialisasi horizontal, yaitu: “…a division of labor through the formation of work units or groups within organization” (Schermerchorn, et al., 1994: 379). Organisasi/Aspek vertical bertalian dengan diferensiasi atau spesialisasi vertikal, yaitu: “Pembagian hirarki kerja yang mendistribusikan kewenangan formal dan menetapkan bagaimana keputusan penting akan dibuat (Schermerchorn, at al., 1994: 370). Organisasi/Aturan-aturan dalam suatu organisasi dapat terdiri dari aturan tertulis dan aturan tidak tertulis, adapun formalisasi itu sendiri merupakan konsep yang tidak netral (Hall, 1983 : 63). Organisasi/Bentuk organisasi yang tepat (rightsizing) dapat diartikan sebagai upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang lebih proposional, datar (flat), transparan, hieraki yang pendek dan terdesentralisasi kewenangannya. Postur organisasi pelayanan publik nantinya akan lebih proporsional, efektif dan efesien serta didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Hal ini bisa terjadi apabila pejabat publik mempunyai komitmen terhadap empat prinsip kualitas pelayanan, yaitu reliability, surprise, recovery dan fairness (Berry, 1995:17). Organisasi/Bilamana otoritas membuat keputusan penting dilakukan oleh manager pada puncak hierarki, otoritas disebut disentralisasi. Artinya dipusatkan pada top manager dalam organisasi. Kemudian, bilamana otoritas membuat keputusan penting mengenai sumber daya dan proyek baru organisasi oleh top manager dilimpahkan kepada manager di bawahnya secara hierarki, otoritas didesentralisasikan (Jones. 1995: 65). Organisasi/Boreman membagi tipe organisasi ke dalam : “the publicness and the privateness of the organization”. Kepublikan atau sifat publik dari organisasi di sini dikaitkan dengan otoritas politik (political authority) yang mempunyai tujuan yang bersifat non-profit.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi131
815.
816.
817.
818.
Sedangkan keswastaan atau sifat swasta dikaitkan dengan otoritas ekonomi (economical authority) yang mempunyai tujuan yang bersifat profit. Organisasi-organisasi pemerintah termasuk ke dalam tipe the publicness organization yang mempunyai tujuan bersifat non-profit. Ukurannya berkisar dari yang kecil sampai dengan yang besar dan kompleks karena stakeholders-nya banyak (Boreman dalam Hall, 1999: 42). Organisasi/Budaya asing tidak selamanya negatif tetapi juga tidak selalu positif. Dalam Islam diajarkan bahwa, budaya dari manapun asalnya, asalkan tidak bertentangan dengan Agama Islam sendiri, apalagi jika membawa kebaikan maka hal itu boleh diadopsi dan ditiru (Hafidhuddin et al, 2003: 65). Organisasi/Budaya organisasi berfungsi untuk (1) memberikan sense of identity kepada para anggota organisasi untuk memahami visi, misi, serta menjadi bagian integral dari organisasi, (2) menghasilkan dan meningkatkan komitmen terhadap misi organisasi, (3) memberikan arah dan memperkuat standar perilaku untuk mengendalikan pelaku organisasi agar melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi yang telah disepakati bersama (Noe dan Mondy, 1996: 145). Organisasi/Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standarstandar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan (Schein, 1992: 221). Organisasi/Budaya organisasi memiliki 10 karakteristik budaya organisasi, yaitu (1) Inisiatif individu. Yaitu seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Hal ini meliputi tanggung jawab, kebebasan dan independensi dari masing-masing anggota organisasi, dalam artian seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam melaksanakan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai dengan kewenangannya dan seberapa luas kebebasan mengambil keputusan. (2) Toleransi terhadap resiko. Menggambarkan seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif dan mau menghadapi resiko dalam pekerjaannya. (3) Pengarahan. Berkenaan dengan kejelasan sebuah organisasi dalam menentukan objek dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan tersebut dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu. (4) Integrasi, yaitu seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama yang ditekankan dalam melaksanakan tugas dari masing-masing unit di dalam suatu organisasi dengan koordinasi yang baik. (5) Dukungan manajemen, dalam hal ini seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya. (6) Pengawasan, meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan. (7) Identitas, menggambarkan pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh dan seberapa jauh loyalitas karyawan tersebut terhadap organisasi. (8) Sistem penghargaan pun akan dilihat dalam budaya organisasi, dalam arti
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi132
819.
820.
821.
822.
823.
pengalokasian “reward” (kenaikan gaji, promosi) berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan yang telah ditentukan. (9) Toleransi terhadap konflik, menggambarkan sejauhmana usaha untuk mendorong karyawan agar bersikap kritis terhadap konflik yang terjadi. (10) Pola komunikasi, yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan (Susanto, 1997: 17). Organisasi/Budaya organisasi merupakan norma-norma dan nilai-nilai yang mengarahkan perilaku anggota organisasi. Setiap anggota akan berperilaku sesuai dengan budaya yang berlaku agar diterima oleh lingkungannya. Sharplin (1995:225) menyatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu sistem nilai, kepercayaan, dan kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk menghasilkan norma-norma perilaku organisasi. Stoner et.al (1996:246) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu cognitive framework yang meliputi sikap, nilai-nilai, norma perilaku dan harapan-harapan yang disumbangkan oleh anggota organisasi (Luthans, 1998: 213). Organisasi/Budaya organisasi merupakan pola keyakinan dan nilainilai (values) organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan berperilaku dalam organisasi (Davis, 1984:198). Organisasi/Budaya organisasi merupakan sistem makna bersama terhadap nilai-nilai primer yang dianut bersama dan dihargai organisasi, yang berfungsi menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dengan organisasi lainnya, menciptakan rasa identitas bagi para anggota organisasi, mempermudah timbulnya komitmen kolektif terhadap organisasi, meningkatkan kemantapan sistem sosial, serta menciptakan mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu membentuk sikap dan perilaku para anggota organisasi. Deal dan Kennedy sebagaimana dikutip Robbins (2001:479) menjelaskan budaya organisasi sebagai nilai-nilai dominan yang didukung organisasi (Robbins, 2001: 525). Organisasi/Budaya.Fungsi budaya didalam sebuah organisasi adalah: 1) Budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas. 2) Budaya berarti identitas bagi suatu anggota organisasi. 3) Budaya mempermudah timbulnya komitmen. 4) Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial, Robbins, 1999: 294). Organisasi/Dalam diskursus teori-teori ilmu sosial, fenomena budaya dapat ditelaah dalam perspektif objektif maupun subjektif. Asumsi sederhananya adalah bahwa manusia mengalami keberadaan objekobjek yang bersifat fisik yang membentuk realitas, namun diyakini juga bahwa manusia menciptakan pengalaman yang dimilikinya bersama orang lain dan objek-objek. Jika ditelaah dalam perspektif objektif, kebudayaan sebagai realitas sosial dipandang sebagai suatu komponen dari sistem sosial, dimana kedua-duanya terintegrasi ke dalam suatu sistem “sosio-budaya” . Perspektif ini melahirkan kebudayaan sebagai suatu yang bersifat fisik dan konkret yang melekat
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi133
824.
825.
826.
827.
828.
829.
pada sistem sosial masyarakat sebagai sebuah struktur dengan batasbatas yang pasti dalam sistem sosial Pace dan Faules, (1994:91). Organisasi/Dalam hal ini ditekankan pada struktur organisasi, oleh karena struktur tersebut merupakan cara untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi (Drucker dalam Robbins, 1990: 134). Organisasi/Dalam hal ini, terdapat tujuh karakteristik primer yang dapat dianggap sebagai faktor objektif dan dapat dijadikan kriteria dalam pengukuran kekuatan (tinggi-rendahnya) budaya suatu organisasi. Karakteristik tersebut sebagai berikut: 1. Innovation and risk taking. The degree to which employees are encouraged to be innovative and take risks. 2. Attention to detail. The degree to which employees are expected to exhibit precision, analysis, and attention to detail. 3. Outcome orientation. The degree to which management focuses on results or outcomes rather than on the techniques and processes used to achieve these outcomes. 4. People orientation. The degree to which management decisions take into consideration the effect of outcomes on people within the organization. 5. Team orientation. The degree to which work activities are organized around teams rather than individuals. 6. Aggressiveness. The degree to which people are aggressive and competitive rather than easygoing. 7. Stability. The degree to which organizational activities emphasize maintaining the status quo in contrast to growth (Robbins, 2001: 510 511). Organisasi/Dalam kegiatan PO ada beberapa nilai yang diterapkan dan dipegang oleh para konsultan. Beberapa nilai tersebut antara lain nilai yang berorientasi pada humanisme yang berdasarkan pada kepercayaan, menghargai pendapat, dan konflik yang harus diangkat ke permukaan (Thoha, 1993: 83). Organisasi/Dalam konteks demokratik/politik, dibentuknya organisasi (birokrasi) public memiliki fungsi: 1. Fungsi instrumental, yaitu menjabarkan perundangundangan dan kebijaksanaan publik dalam kegiatankegiatan rutin untuk memproduksi jasa, pelayanan, komoditi, atau mewujudkan situasi tertentu. 2. Fungsi politik, yaitu memberi input berupa saran, informasi, visi, dan profesionalisme untuk mempengaruhi sosok kebijaksanaan. 3. Fungsi katalis public interest, yaitu mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan public dan mengintegrasikan atau menginkorporasikannya di dalam kebijaksanaan dan keputusan pemerintah. 4. Fungsi entrepreneurial, yaitu memberi inspirasi bagi kegiatan-kegiatan inovatif dan non rutin, mengaktifkan sumber-sumber potensial yang idle, dan menciptakan resource-mix yang optimal untuk mencapai tujuan (Tjokrowinoto, 1996: 157 - 193). Organisasi/Dalam organisasi yang masyarakatnya mempunyai dimensi Collectivism memerlukan ketergantungan emosional yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki dimensi Individualism (Hofstede: 1980: 217). Organisasi/Dalam organisasi-organisasi pemerintah sebagai organisasi publik, implementing organization yang melaksanakan kebijakan (administrative policy) perlu memiliki sumber daya yang terdiri dari:
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi134
830.
831.
832.
833.
834.
835.
“…..Staff, Information, Authority, Facilities” (Edwards III, 1980: 11). Sejalan dengan hal ini dikemukakan oleh Goggin, et. al. (1990) bahwa,: “….. agency capacity requires possession of the requisite financial resources to initiate the program successfully. These resources are two kinds : ones targeted directly to clients and those spent in the process of implementation. Transforming a state preference into action requires both type of resources” (Goggin, et. al., 1990: 38). Organisasi/Dalam struktur organisasi terdapat tiga komponen kunci, yaitu: 1. Struktur Organisasi menetapkan hubungan pelaporan formal, termasuk jumlah tingkatan dalam hirarki dan rentang kendali manajer dan supervisor. 2. Struktur organisasi mengidentifikasi pengelompokan bersama-sama dari individu ke dalam departemen dan pengelompokan departemen ke dalam organisasi secara keseluruhan. 3. Struktur organisasi meliputi desain sistem untuk memastikan komunikasi yang efektif, koordinasi dan integrasi usaha di seluruh departemen (Daft, 1992: 179). Organisasi/Dalam teori organisasi dikemukakan ada dua prototype struktur organisasi, yaitu: organisasi mekanistik dan organisasi organic (Hodge, 1996: 48; Jones, 1995: 77-78; Robbins, 1990: 211). Struktur mekanistik dirancang untuk mendorong orang untuk berperilaku diprediksi, cara akuntabel. Pengambilan keputusan otoritas terpusat dan hasil dari atas ke bawah dalam hierarki yang jelas. Sub ordinat sangat erat diawasi, dan arus informasi terutama dalam arah vertikal (Jones, 1995: 77). Dalam struktur mekanistik, kompleksitas (Complexity), Formalisasi (Formalization), Sentralisasi (Centralization), dan Standardisasi (Standardization) adalah tinggi, sedangkan jenjang pengawasan (Spans of control) sempit (Hodge, 1996) (Tachjan, 2006: 93). Organisasi/Dengan demikian, implementing organization agar mampu melaksanakan suatu kebijakan, perlu memiliki sumber daya yang terdiri dari : authority, staff (personnel), financial, information, facilities. Menurut Edwards III, facilities tersebut mencakup: building, equipment, land, and supplies (1980: 11). Organisasi/Diferensiasi horizontal, bertalian dengan pembagian kerja ke samping yang dikelompok-kelompokan ke dalam unitunit berdasarkan atas orientasi para anggotanya, sifat dan tugas yang mereka laksanakan, dan tingkat pendidikan serta pelatihannya. Dengan pembagian kerja ini akan terwujud spesialisasi kerja, baik spesialisasi fungsional maupun spesialisasi sosial (Robbins, 1990: 84). Organisasi/Dimensi kontekstual/Adapun Contextual dimensions, yaitu dimensi yang memberikan ciri pada konteks keseluruhan organisasi, dan menggambarkan suasana organisasi. Dimensi ini terdiri dari: 1. Size, 2. Organizational technology, 3. Environment, 4. Goals and strategy, 5. Culture (Daft, 1992: 13). Organisasi/Dimensi struktural/Structural dimensions menggambarkan serta menjelaskan karakteristik internal organisasi. Dimensi ini menyajikan/membuat dasar pengukuran dan perbandingan organisasi.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi135
836. 837.
838.
839.
840.
841.
Dimensi ini terdiri dari (Daft, 1992: 13): 1. Formalization, 2. Specialization, 3. Standardization, 4. Hierarchy of authority, 5. Complexity, 6. Centralization, 7. Professionalism, 8. Personnel ratios. Sehubungan dengan hal ini Robbins (1990: 5) hanya menggolongkan ke dalam tiga dimensi, yaitu: “Complexity, Formalization, Centralization”. Kemudian Hodge (1996) menggolongkannya ke dalam: “Complexity, Formalization, Centralization, Spans of Control, Standardization” (Hodge, 1996: 48). Organisasi/Efektifitas organisasi sebagai suatu tingkat dimana suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya (Robbins, 1990: 49). Organisasi/Elmore mengembangkan empat model organisasi yang menggambarkan sekumpulan besar pemikiran mengenai masalah implementasi. Model-model tersebut sebagai berikut: 1. The systems management model 2. The bereaucratic process model 3. The organizational development model 4. The conflict and bargaining model (Tachjan, 2006: 45). Organisasi/Empat jenis budaya perusahaan. (1) Macho culture. Perusahaan menganut budaya ini, anggotanya harus berani mengambil risiko yang tinggi dan akan segera menerima umpan dari manajemen mengenai tindakannya. Tampaknya budaya ini menimbulkan persaingan internal dan menganggap konflik internal sesuatu yang wajar. (2) Work hard – play hard. Budaya perusahaan ini ditandai oleh risiko rendah dan umpan balik yang cepat namun budaya ini menekankan pada “keriangan” dalam bekerja serta lebih berorientasi pada masa kini. (3) Bet – your – company. Budaya ini cenderung dianut perusahaan yang berada pada risiko tinggi namun umpan balik terhadap pekerjaan biasanya relatif sama. Perusahaan minyak merupakan salah satu contoh organisasi yang mungkin cocok dengan budaya ini. Budaya ini menghargai kewenangan, kompetensi teknis, kerja sama dan tahan stress. (4) Process culture. budaya ini tercermin pada risiko rendah dan umpan balik lambat. Nilai-nilai yang dianut adalah protektif, dan keberhati-hatian. Perusahaan asuransi banyak menganut budaya ini (Deal dan Kennedy, 1982: 330). Organisasi/Empat macam sifat perubahan lingkungan yang dihadapi oleh organisasi, yaitu: “(1) Placid-randominized (relatif tidak berubah). (2) Placid-clustered (berubah secara perlahan). (3) Disturbed-reactive (lebih kompleks). (4)Turbulent-field (paling dinamis)” (Emery dan Trist (dalam Robbins, 1990: 212). Organisasi/Empat orientasi budaya organisasi yang terpisah dan bertentangan satu sama lain, yaitu (1) orientasi kekuasaan (power orientation), (2) orientasi peran (role orientation), (3) orientasi tugas (task orientation), dan (4) orientasi person (person orientation) (Harrison (1972) dalam Poespadibrata, 1983: 222). Organisasi/Faktor-faktor luar yang mempengaruhi organisai adalah: 1. Lingkungan Ekonomi. Berbagai faktor ekonomi yang spesifik harus dianalisis meliputi: a. Tingkat siklus bisnis. b.Trend inflasi atau deflasi harga barang dan jasa. c. Kebijakan moneter, tarif bunga, dan devaluasi atau revaluasi mata uang relatif pada mata uang lainnya. d.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi136
842.
843. 844.
845.
846.
Kebijakan perpajakan. Setiap elemen dalam ekonomi tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi. Dengan faktor-faktor ekonomi suatu organisasi dapat berhasil karena didukung dana dan efeisiensi namun tidak jarang organisasi dapat gagal karena keterbatasan dana dan sifat yang boros. 2. Faktor Lingkungan Sosial. Lingkungan sosial mempengaruhi kesempatan dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi dan penyusunan strategi. Lingkungan sosial meliputi kependudukan, masalah yang timbul di masyarakat, pendidikan dan nilai sikap masyarakat yang dapat mempengaruhi strategi, pembangunan perkotaan. 3. Lingkungan Politik. Pengaruh politik meliputi pula pengaruh pemerintah dan peraturanperaturannya. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mempengaruhi kegiatan organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung (Supriyono (1988: 105-118), Nawawi (2005: 122). Organisasi/Formalisasi atau standardisasi perilaku dalam suatu organisasi sangat penting dengan alasan-alasan sebagai berikut (Robbins, 1990: 105): 1. Standardisasi perilaku akan mengurangi keanekaragaman. 2. Standardisasi mendorong koordinasi. Organisasi/Formalisasi merujuk pada tingkat sejauhmana pekerjaan di dalam organisasi itu distandardisasikan (Robbins, 1990: 93). Organisasi/Fungsi budaya dalam suatu organisasi yaitu (1) budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara suatu organisasi dengan organisasi lainnya; (2) budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi; (3) budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas dari kepentingan diri individu seseorang; (4) budaya untuk meningkatkan kemantapan sistem sosial; dan (5) budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para pegawai (Robbins, 2001: 294). Organisasi/Hanya budaya yang dapat membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan (adaptif), yang diasosiasikan dengan kinerja tinggi dalam periode waktu yang panjang. Teori ini mengarahkan budaya organisasi untuk senantiasa bersikap adaptif dan inovatif sesuai dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Makna terpenting dari hasil penelitian pada teori ketiga ini adalah bahwa perusahaan yang budayanya adaptif secara ideal para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya menampakkan kepemimpinan yang mempelopori perubahan dalam strategi dan taktik kapan saja diperlukan untuk memuaskan kepentingan para pemegang saham, pelanggan, dan para pegawainya. Sedangkan perusahaan yang budayanya tidak adaptif para manajer pada seluruh tingkatan organisasinya cenderung berperilaku secara hati-hati dan politis untuk melindungi atau memajukan diri sendiri, produknya, atau kelompoknya (Kotter dan Heskett, 1992: 33). Organisasi/Iklim organisasi dapat dilihat dari budaya organisasi karena di dalam budaya organisasi dibicarakan hal-hal yang mencakup: a)
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi137
847.
848.
849.
850.
851.
852.
853.
854.
perubahan organisasi, b) karakteristik organisasi, c) kreasi, d) contohcontoh budaya organisasi dan memelihara/menjaga organisasi, e) prinsip-prinsip organisasi dan tipe-tipe organisasi (Luthans (1995: 496 - 511). Organisasi/Istilah pengembangan organisasi atau pembinaan organisasi merupakan terjemahan dari Organizational Development. Keduanya dapat disingkat PO (Thoha (1993: 7). Organisasi/Jika pengetahuan tentang organisasi-organisasi itu terpusat pada analisis implementasi, maka bagaimanakan sesungguhnya kita berusaha menjadikan pengetahuan tersebut sebagai suatu bentuk yang bermanfaat bagi analisis (Elmore dalam Tachjan, 2006: 43). Organisasi/Kaizen/Ada empat langkah dalam azas penyederhanaan (budaya Kaizen) yang urutannya perlu diikuti: Langkah Pertama : Hilangkan semua langkah yang tidak perlu. Disini langkah-lagkah yag tidak menambah nilai atau mutu diungkapkan dan dihilangkan untuk kemudian dihilangkan. Langkah Kedua: Mengadakan analisis untuk kemungkinan mengadakan kombinasi, konsolidasi dan melaksanakan langkah-langkah dalam proses menuju hasil. Langkah ketiga: Adakan perubahan terhadap proses-proses. Yaitu memeriksa semua proses yang ada untuk kemungkinan diadakan perubahan dalam urutannya. Langkah Ke empat: Tambahkan sumber daya atau adakan penggantian langkah dalam proses (Hardjosoedarmo, 2004: 148). Organisasi/Kaizen/Konsep kaizen tidak hanya berlaku di Jepang saja, hal ini berdasarkan observasi bahwa semua orang memiliki keinginan naluriah untuk selalu mengarahkan dirinya kearah yang lebih baik (Imai, 1996: 216). Organisasi/Kaizen/Menciptakan suasana kerjasama dan kebudayaan perusahaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program kaizen (Imai, 2001: 205). Organisasi/Kapasitas organisasi atau administratif mengacu pada kemampuan kelembagaan untuk mengambil tindakan tujuan. Adapun kapasitas organisasi dan administrasi merupakan fungsi dari struktur, personil, dan karakteristik keuangan lembaga Negara (Goggin, et al., 1990: 120). Organisasi/Karakteristik struktur organisasi yang efektif adalah sebagai berikut: - Efficiency; - Inovation; - Flexibility and Adaptiveness; - Facilitation of Individual Performance and Development; - Facilitation of Coordination and Communication; Facilitation of Strategy Formulation and Implementation (Hodge, et al., 1996: 230–232). Organisasi/Keadaan ekonomi pada saat sekarang dan dalam masa depan dapat mempengaruhi baik tujuan maupun strategi organisasi.Kemudian, seperti halnya faktor ekonomi, lingkungan sosial juga mempengaruhi kesempatan dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi dan penyusunan strategi.Pada pembahasan lingkungan sosial ini khusus menitikberatkan pada nilai-nilai sikap masyarakat, khususnya langganan dan karyawan, yang dapat mempengaruhi strategi, misalnya
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi138
855.
856.
857.
858.
859.
860.
861.
: sikap masyarakat terhadap perjudian, sikap masyarakat terhadap kerja, dan kesadaran terhadap pendidikan. Selain lingkungan ekonomi dan sosial, faktor lain yang juga berpengaruh pada implementasi kebijakan adalah lingkungan politik. Pengaruh politik meliputi pengaruh pemerintah dan peraturannya (Glueck,1980: 879). Organisasi/Keluaran (outputs) yang harus dihasilkan oleh organisasi (birokrasi) publik tidak hanya satu rupa keluaran, akan tetapi dapat berbagai rupa: “Goods, Services, Policies, Program, Information” (Lemay, 2002: 33). Organisasi/Kinerja atau efektivitas kerja yang dicapai oleh organisasi pelaksana (birokrasi) dalam implementasi kebijakan publik, akan ditentukan oleh faktor: “Bureaucratic Structure, Resources, Dispositions, Communication”. Dalam hal ini, struktur birokrasi, sumber daya, dan disposisi, dapat diposisikan sebagai faktor kepemilikan (hal yang perlu dimiliki) birokrasi, sedangkan komunikasi dapat diposisikan sebagai aktivitas yang harus dilakukan oleh birokrasi (Edwards III, 1980: 10 - 11). Organisasi/Kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh struktur organisasi yang bersifat makro bergantung pula pada perilaku organisasi yang terdiri dari perilaku individu, perilaku kelompok, dan perilaku antar kelompok (Gibson, et al., 1982; Melcher, 1994) dalam Tachjan, 2006: 117). Organisasi/Klasifikasikan budaya organisasi dalam tiga kelas, antara lain : 1) Artefak. Artefak merupakan aspek-aspek budaya yang terlihat. Artefak lisan, perilaku, dan fisik dalam manifestasi nyata dari budaya organisasi. 2) Nilai-nilai yang mendukung. Nilai adalah dasar titik berangka evaluasi yag dipergunakan anggota organisasi untuk menilai organisasi, perbuatan, situasi dan hal-hal lain yag ada dalam organisasi. 3) Asumsi dasar.Adalah keyakinan yang dimiliki anggota organisasi tentang diri mereka sendiri, tentang orang lain dan hubungan mereka dengan orang lain serta hakekat organisasi mereka (Schein dalam Mohyi 1996: 85). Organisasi/Komitmen organisasional akan menimbulkan rasa memiliki bagi pekerja terhadap organisasi (Modway (1982: 74) Trisnaningsih (2003). Organisasi/Kompleksitas organisasi (Hall: 53 – 57) dapat diukur melalui unsur-unsur sebagai berikut: - Vertikal: dengan jumlah tingkat dalam divisi-divisi yang terdalam, dan jumlah rata-rata tingkat bagi organisasi secara keseluruhan (the number of levels in the deepest single divisions and the mean number of levels in the organization as a whole). - Horizontal: dengan banyaknya kekhususan (specialities) atau bidang-bidang fungsional (the number of occupational specialities or functional sub-units). - Spasial: dengan banyaknya lokasi cabangcabang dan perwakilan, dalam hal ini: 1. Derajat fasilitas fisik. 2. Jarak lokasi. 3. Jumlah personil. 4. Jumlah lokasi. Organisasi/Kompleksitas organisasi disebabkan dilakukannya diferensiasi internal baik horizontal, vertikal, maupun spasial. Kompleksitas ini akan semakin meningkat bilamana ukuran organisasi
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi139
862.
863.
864.
865.
866.
867.
makin besar, di mana hal ini membutuhkan peningkatan perhatian dari manager dalam pengkoordinasian, komunikasi, dan pengawasan (Tachjan, 2006: 102). Organisasi/Kriteria Efektivitas Organisasi: 1. Overall efeectiveness; 2. Productivity; 3. Efficiensy; 4. Profit; 5. Quality; 6. Accidents; 7. Growth; 8. Absenteeism; 9. Turnover; 10. Job; satisfaction; 11. Motivation; 12. Morale; 13. Control; 14. Conflic; 15. Flexibility/adaptation; 16. Planning and goal setting; 17. Goal concensus; 18. Internalization of organizational goal; 19. Role and norm congruence; 20. Managerial interpersonal skills; 21. Managerial task skills; 22. Information management and communication; 23. Readiness; 24. Untilization of inveronment; 25. Evaluation by external entities; 26. Stability; 27. Value of human resources; 28. Participation and shared influence; 29. Trainning and development emphasis; 30. Ahievement emphasis (Robbins, 1990: 50). Organisasi/Kultur organisasi mengandung bauran nilai-nilai, kepercayaan, asumsi, persepsi, norma, kekhasan dan pola perilaku”. Kreitner dan Kinicki (2003:68-75) memberi batasan budaya organisasi sebagai nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi yang berfungsi sebagai pemberi rasa identitas kepada anggota, mempromosikan komitmen kolektif, meningkatkan stabilitas sistem sosial, serta mengendalikan perilaku para anggota (Gibson et.al., 1996: 77). Organisasi/Lima fungsi penting budaya organisasi, yaitu (1) penentu batas-batas berperilaku, (2) menumbuhkan kesadaran tentang identitas sebagai organisasi, (3) penumbuhan komitmen, (4) pemeliharaan stabilitas organisasional, dan (5) mekanisme pengawasan (Siagian, 2002: 199). Organisasi/Lima konfigurasi struktur (structural configuration). Adapun lima bagian dasar atau elemen organisasi tersebut (Mintzberg, 1979: 301), adalah: (1) the strategic apex, yaitu para manager tingkat tinggi yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan organisasi; (2) the technostructure, yaitu para analist yang bertanggung jawab terhadap standardisasi bidang-bidang tertentu dari organisasi; (3) the operating core, yaitu para pelaksana yang melakukan pekerjaan dasar yang bertalian dengan produksi barang dan jasa; (4) the middle line, yaitu para manager yang menghubungkan pekerja dasar; dan (5) the support staff, yaitu orang yang menjadi staf dan memberikan layanan langsung bagi organisasi (Mintzberg, 1979: 301). Organisasi/Lingkungan meliputi faktor-faktor luar organisasi yang dapat menuntut ke arah kesempatan-kesempatan atau ancamanancaman pada organisasi. Berkaitan dengan implementasi kebijakan kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh adalah lingkungan ekonomi, sosial dan lingkungan politik (Glueck, 1980: 878). Organisasi/Makin besar ukuran organisasi tersebut akan berhubungan (asosiasi) dengan: 1. Increased number of management level (vertical complexity). 2. Greater number of jobs and departments (horizontal complexity). 3. Increased specialization of skill and functions. 4.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi140
868.
869.
870.
871.
872.
873.
874.
Greater formalization. 5. Greater decentralization. 6. Smaller percentage of top administrators. 7. Greater percentage of technical and professional support staff. 8. Greater percentage of clerical and maintenance support staff. 9. Greater amount of written communication and documentation. (Daft, 1992: 162). Organisasi/Munculnya perhatian yang tinggi terhadap konsep budaya organisasi (organizational culture) tampaknya dilatarbelakangi oleh perasaan kecewa para ahli terhadap teori-teori rasional (objektif) dalam meramalkan perilaku. Teori-teori tersebut dipandang hanya menjelaskan kulit luar organisasi tetapi tidak menyinggung jiwa organisasi (aspek simbolik di dalam organisasi). Reaksi terhadap teoriteori rasional tradisional akhirnya mendorong suatu perubahan ke arah konsep budaya. Namun demikian, pendekatan kebudayaan tidak dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi objectivistic, positivistic, dan functionalistic dalam teori organisasi dan manajemen. Kehadirannya semata-mata sebagai pelengkap (salah satu variabel) dalam rangka memprediksi dan pengendalian organisasi disamping pendekatan yang ada selama ini (Suryadi, 2003: 109). Organisasi/Organisasi itu ada untuk mencapai tujuan-tujuan, seseorang harus menetapkan tujuan-tujuan tersebut dan alat atau cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan itu. Seseorang yang melakukan kegiatan dalam organisasi itu tidak lain adalah manajemen (Robbins, 1994: 5). Organisasi/Organisasi merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan suatu batasan yang relatif dapat diidentifikasi, relatif bekerja terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau sekelompok tujuan (Robbins, 1994: 4). Organisasi/Pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut: 1) seleksi pegawai yang obyektif. 2) penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan bidangnya (the right man on the place). 3) perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman. 4) pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai. 5) penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting. 6) cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan. 7) pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi (Nimran, 2004: 138). Organisasi/Pencipta budaya adalah seorang pemimpin. Setiap pemimpin pasti memiliki visi dan misi tertentu yang kemudian disebarkan ke bawahannya lalu menjadi kebiasaan-kebiasaan dan pada akhirnya hal ini menjadi budaya (Hafidhuddin et. Al, 2003: 60). Organisasi/Pengembangan organisasi dan produktivitasnya dicapai dari buah kepemimpinan yang efektif. Hal itu akan menghasilkan mutu secara berkelanjutan dalam lembaga pendidikan (Blachard dalam Syafaruddin (2002: 62). Organisasi/Pentingnya budaya organisasi atas dasar empat alasan, yaitu: “(1) give members an organizational identity, (2) facilitate collective commitment, (3) promote social system stability, (4) shape
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi141
875.
876.
877.
878.
879.
880.
behavior by helping members make sense of their surroundings (Kreitner dan Kinicki, 2003: 72-75). Organisasi/Pentingnya kandungan budaya yang cocok dan serasi dengan kondisi objektif perusahaan dimana perusahaan itu berada. Artinya, suatu budaya dikatakan baik apabila serasi dan selaras dengan konteks bisnis dalam karakteristik lingkungan industrinya, dan segmen industrinya yang dispesifikasikan oleh strategi perusahaan atau strategi bisnisnya. Semakin besar kecocokan dengan lingkungan, maka semakin baik kinerjanya, sebaliknya semakin kurang kecocokannya dengan lingkungan, maka semakin jelek kinerjanya. Dengan demikian, tidak ada kriteria umum untuk menyatakan seperti apa hakikat budaya yang baik dan bersifat satu ukuran untuk semua, dan berfungsi baik dalam organisasi apapun (Kotter dan Heskett, 1992: 22). Organisasi/Perbedaan budaya adaptif dan tidak adaptif. [Nilai Inti] Budaya Adaptif - Kebanyakan manajer sangat peduli akan pelanggan, pemegang saham, dan pegawainya. Mereka juga sangat menghargai orang dan proses yang dapat menciptakan perubahan yang bermanfaat (misalnya kepemimpinan ke atas dan ke bawah pada hirarki manajemen). Budaya Tidak Adaptif - Kebanyakan manajer memperdulikan terutama diri mereka sendiri, kelompok kerja terdekat mereka, atau beberapa produk (teknologi) yang berhubungan dengan kelompok kerja tersebut. Mereka menilai proses manajemen yang teratur dan kurang resikonya jauh lebih tinggi daripada inisiatif kepemimpinan. [Perilaku Umum] Budaya Adaptif - Manajer memberi perhatian yang cermat terhadap semua konstituensi mereka, khususnya pelanggan, memprakarsai perubahan bila dibutuhkan untuk melayani kepentingan mereka yang sah, bahkan walaupun menuntut pengambilan beberapa resiko. Budaya Tidak Adaptif - Para manajer cenderung berperilaku agak picik, politis, dan birokratis. Akibatnya, mereka tidak cepat mengubah strategi mereka untuk menyesuaikan diri dengan atau mengambil keuntungan dari perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnis mereka (Kotter & Heskett, 1992: Organisasi/PO merupakan sistem yang menyeluruh yang berusaha menerapkan ilmu perilaku dengan memakai perencanaan pengembangan jangka panjang yang ditujukan untuk mengembangkan strategi, struktur, dan proses sehingga dicapai efektivitas organisasi ( Huse & Cumming dalam Thoha (1993: 9-16). Organisasi/Sebagian besar organisasi adalah campuran dari dua jenis, ... organisasi yang paling sukses adalah mereka yang telah mencapai keseimbangan antara keduanya, sehingga mereka secara bersamaan mekanistik dan organic (Jones, 1995: 81). Organisasi/Sehubungan dengan internal system approach dalam pengukuran kinerja organisasi, Daft (1992: 13) mengemukakan “Structural dimensions” and “Contextual dimensions” (Daft, 1992: 13). Organisasi/Selanjutnya, sehubungan dengan kinerja atau keefektifan organisasi dalam mencapai tujuannya, menurut Wheelen secara internal ditentukan tiga variabel, yaitu: “Structure, Culture, and
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi142
881.
882.
883.
884.
885.
Resources”. Jadi menurut Wheelen, agar supaya suatu organisasi atau badan usaha dapat melaksanakan tugas pekerjaannya diperlukan ketiga variabel, yaitu struktur, kultur dan sumber daya. “These variables form the contex in which work is done” (Wheelen, 1992: 13). Organisasi/Semua organsasi mempuyai budaya yang tidak tertulis yang mendefinisikan standar-standar perilaku yang dapat diterima dengan baik maupun tidak untuk para karyawan. Dan proses akan berjalan beberapa bulan, kemudian setelah itu kebanyakan karyawan akan memahami budaya organiasi mereka seperti, bagaimana berpakaian untuk kerja dan lain sebagainya (Robbins, 1999 : 282). Organisasi/Sifat dan karakteristik PO yang menonjol antara lain: a. lebih memberikan penekanan, walaupun tidak eksklusif pada proses kelompok dan organisasi dibandingkan dengan isi yang substantive. b. memberikan penekanan pada kerja tim sebagai suatu kunci untuk mempelajari lebih efektif berbagai macam perilaku organisasi. c. memberikan penekanan pada manajemen yang kolaboratif dari budaya kerja tim. d. memberikan penekanan pada manajemen yang berbudaya system keseluruhan, e. menggunakan model action research. f. menggunakan ahli-ahli perilaku sebagai agen pembaharuan atau katalisator. g. suatu pemikiran dari usaha perubahan tersebut harus ditujukan bagi proses yang sedang berlangsung (PO, French dan Bell dalam Thoha, 1993: 17). Organisasi/Struktur organisasi dapat memfasilitasi, flexibilitas dan kemampuan beradaptasi dengan dua cara. Pertama, struktur pendukungnya dapat berfungsi sebagai suatu satuan untuk menyampaikan informasi kepada para pengambil keputusan puncak sehingga management dapat merumuskan dan melaksanakan strategistrategi baru, termasuk me-redesain organisasi. Kedua, struktur itu sendiri dapat menciptakan unitunit, departemen-departemen atau divisi-divisi yang dekat dengan lingkungan, sehingga dapat memberikan respons dengan baik terhadap lingkungan. (Tachjan, 2006: 115-116). Organisasi/Struktur organisasi merupakan cara untuk merealisasikan tujuan organisasi, oleh karena itu struktur tersebut harus mendorong pencapaian tujuan organisasi secara efisien. Di mana efisiensi ini sebagai sebuah faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi. (Tachjan, 2006: 115). Organisasi/Struktur organisasi tersebut harus dapat mendorong para karyawan untuk tumbuh (berkembang) dengan mempelajari keterampilan-keterampilan baru dan dapat menerima tanggung jawab yang lebih tinggi apabila mereka telah menjadi lebih berpengalaman. Struktur organisasi harus memberikan jalur atau anak tangga karier yang jelas dalam pekerjaan-pekerjaan atau jabatan-jabatan dan harus memberikan suatu sistem melalui mana para karyawan dapat memperoleh training yang diperlukan untuk membuat agar mereka kualified bagi tugas-tugas pada tingkatan yang lebih tinggi. Kemudian, struktur organisasi yang tepat adalah yang dapat memfasilitasi koordinasi dan komunikasi pada bidangbidang yang paling diperlukan.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi143
886.
887.
888.
889.
890.
Dan terakhir bahwa, struktur organisasi tersebut dapat memfasilitasi perumusan dan pelaksanaan strategi. Struktur organisasi dan strategi organisasi berkaitan erat satu sama lain. Apabila organisasi dengan strategi baru, maka struktur tersebut perlu diubah. Konfigurasi struktur yang berbeda akan menyediakan informasi dan sumber daya yang berbeda, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan strategistrategi. Dan dalam hal ini struktur perlu disesuaikan kembali dengan strategi (Tachjan, 2006: 116-117). Organisasi/Struktur organisasi yang efisien di samping tidak duplikasi, tapi juga dapat memberikan suatu kerangka atau jaringan untuk membedakan dan mengintegrasikan pekerjaanpekerjaan dalam kaitannya dengan pengalokasian dan penggunaan sumber daya. Sejalan dengan hal tersebut, struktur organisasi harus dapat mendorong berlangsungnya inovasi. Oleh karena, organisasi-organisasi yang menghadapi lingkungan yang dinamis dan kompleks akan membutuhkan lebih banyak inovasi agar organisasi tersebut tetap dapat bertahan dan memberikan respon terhadap lingkungannya. Dengan demikian, struktur organisasi tersebut harus bersifat fleksibel dan adaptif (mampu beradaptasi). (Tachjan, 2006: 115). Organisasi/Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1): seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru. 2) pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri. 3) kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya. 4) orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama (Nimran, 2004: 137). Organisasi/Teori organisasi meliputi teori tentang: “Organizational Structure, Organizational Design, Organizational Culture”. Maksudnya, teori organisasi meliputi tentang struktur organisasi, desain organisasi, dan budaya organisasi (Jones, 1995: 13). Organisasi/Tercapainya tujuan organisasi baik yang bersifat ekonomi, sosial atau politik sebagian besar tergantung kepada kemampuan para pemimpin dalam unit organisasi yang bersangkutan (Amstrong (1994:93 ). Organisasi/Terdapat tiga perspektif utama dalam memandang budaya organisasi, yaitu 1) perspektif holistik, 2) perspektif variabel, dan 3) perspektif kognitif. Perspektif holistik memandang budaya sebagai cara-cara terpola mengenai berpikir, menggunakan perasaan dan bereaksi. Perspektif variabel penekanannya pada pengekpresian budaya. Sedangkan perspektif kognitif memberi penekanan kepada keyakinan, nilai-nilai, dan norma-norma, pengetahuan yang diorganisasikan yang ada dalam pikiran orang-orang untuk memahami realitas. Dalam perspektif kognitif ini, esensi budaya adalah konstruksi bersama mengenai realitas sosial (Sackman, 1991: 90).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi144
891. 892.
893.
894.
895.
896.
897.
Organisasi/The primary or dominant values that are accepted throughout the organization” (Robbins, 2001: 602). Organisasi/Tiga tipe budaya organisasi, yaitu budaya kuat dan budaya lemah, budaya yang secara strategis cocok, dan budaya yang adaptif dan tidak adaptif (Kotter dan Heskett, 1992:15-49). Organisasi/Tipe budaya organisasi berdasarkan tingkat formalisasi dan sentralisasi. Atas dasar konfigurasinya itu, budaya organisasi dikelompokkan menjadi empat tipe, yaitu: 1) formalisasi tinggi, sentralisasi tinggi, 2) formalisasi rendah, sentralisasi tinggi, 3) formalisasi tinggi, sentralisasi rendah, 4) formalisasi rendah, sentralisasi rendah (Handy dalam Suryadi, 2003: 126). Organisasi/Tipe budaya organisasi dalam dua kelompok, yaitu: 1) open and participative culture, dan 2) closed and autocratic culture. Open and participative culture ditandai oleh adanya kepercayaan terhadap bawahan, komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang suportif dan penuh perhatian, penyelesaian masalah secara kelompok, adanya otonomi pekerja, sharing informasi dan pencapaian tujuan yang outputnya tinggi. Closed and autocratic culture ditandai oleh pencapaian tujuan output yang tinggi, namun pencapaian tersebut mungkin lebih dinyatakan dan dipaksakan pada organisasi dengan para pemimpin yang otokrasi dan kuat. Semakin besar rigiditas dalam budaya ini, yang merupakan hasil kepatuhan yang ketat terhadap suatu mata rantai komando formal, semakin sempit pula rentang manajemen dan akuntabilitas individual. Selain itu, karakteristik ini lebih menekankan pada individual daripada teamwork (Noe dan Mondy, 1996: 237). Organisasi/Tujuan PO dapat dijelaskan sebagai berikut: a. meningkatkan kepercayaan dan dukungan di antara para anggota organisasi, b. meningkatakan kesadaran berkonfrontasi dengan masalah-masalah organisasi, baik dalam kelompok maupun di antara anggota kelompok yang dimaksudkan agar setiap masalah yang terjadi dalam organisasi dapat segera diatasi tidak dibiarkan begitu saja, c. meningkatkan suatu lingkungan kewenangan dalam tugas yang didasarkan atas pengetahuan dan keterampilan, d. meningkatkan derajat keterbukaan dalam berkomunikasi baik vertikal, horisontal, maupun diagonal sehingga tidak mengenal kerahasiaan dalam organisasi, e. meningkatkan semangat dan kepuasan orang-orang yang ada dalam organisasi, f. untuk mendapatkan pemecahan yang sinergitik terhadap masalah-masalah yang mempunyai frekuensi besar, g. meningkatkan tingkat pertanggungjawaban pribadi dan kelompok baik di dalam pemecahan masalah maupun di dalam pelaksanaannya (Thoha, 1993: 25). Organisasi/Tujuh karakteristik budaya organisasi, yaitu: inovasi, kemantapan, penghargaan terhadap orang, orientasi hasil, orientasi detail, orientasi tim, dan keagresifan (Chatman, 1999: 289). Organisasi/Untuk mengukur kinerja atau keefektifan organisasi dapat digunakan tiga pendekatan, yaitu: “External resource approach, Technical approach, Internal systems approach” (Jones, 1995: 33).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi145
898.
899.
900.
901.
902.
External resource approach, yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan sumber daya yang dimiliki dan dikelola oleh organisasi untuk mencapai kinerja atau efektivitas. Kemudian Technical approach, yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan teknologi yang diterapkan oleh organisasi untuk mencapai kinerja atau efektivitas. Dan selanjutnya Internal systems approach, yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan organisasi dalam mengembangkan dan membuat sesuatu yang baru (inovasi) untuk merespons secara cepat terhadap perubahan lingkungan (Tachjan, 2006: 72). Organisasi/Untuk menjaga iklim organisasi yang kondusif, maka dalam melakukan eksplorasi menjelajahi ide baru maupun cara baru perlu disesuaikan dengan kreatifitas. Luthans mengemukakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu keseluruhan perasaan yang disampaikan melalui tata ruang phisik, cara peserta saling berhubungan, dan cara anggota organisasi melakukan pendekatan diri dengan pelanggan atau orang lain/luar (Luthans, 1995: 498). Organisasi-organisasi dibentuk dengan cara yang berbeda, untuk tujuan-tujuan yang berbeda, jenis-jenis kerja yang berbeda, dan kebudayaan yang berbeda. organisasi-organisasi dibentuk dengan cara yang berbeda, untuk tujuan-tujuan yang berbeda, jenis-jenis kerja yang berbeda, dan kebudayaan yang berbeda (Hesselbein, et al., 1975: 5). Organsasi/Model sederhana yang dapat digunakan untuk memajukan organisasi dalam PO adalah sebagai berikut. 1) bertanya kepada stakeholder kunci terutama orang terakhir untuk bekerja dan pelanggan kita tentang apa yang mereka butuhkan untuk mencapai kesuksesan). b. mendengarkan feedback dan memastikan Anda sungguh mengerti apa yang orang katakana). c. bertindak dengan cepat, menjadi proaktif terhadap apa yang dapat Anda ubah tapi juga yang tidak dapat dan mengapa. Orangorang pintar dan jika Anda tidak memberitahukan kebenaran maka mereka akan melihat yang sesungguhnya). 2) belajar dan terima kasih, Bantu kami membangun pengetahuan institusional yang dibutuhkan untuk tumbuh dan tidak mengulangi kesalahan kami. Berterima ksih kepada orang-orang yang memberi kritikan membangun yang membantu kami dalam pengambilan tindakan selanjutnya) (Wirtenberg, 2007: 18). Orientasi Orang (People Orientation). Maksudnya sejauh mana top manajemen dalam mengambil keputusan mempertimbangkan efeknya terhadap orang-orang dalam organisasi. Orang harus menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan, oleh karena orang merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam organisasi. (Tachjan, 2006: 126). Orientasi strategik merupakan sebuah budaya suatu perusahaan yang sangat efektif dan efisien dalam menciptakan sikap perusahaan yang dapat menimbulkan nilai superior bagi konsumen. Dari definisi tersebut ada dua hal yang penting dalam melihat dimensi market orientation yaitu customer orientation dan competitor orientation (Narver dan Slater, 1990: 20).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi146
903.
904.
905.
906.
907.
908.
909.
910.
Orientasi tim (Team Orientation). Maksudnya sejauhmana kegiatan kerja dalam organisasi diorganisasikan melalui tim bukannya melalui individu-individu. Tim dianggap sebagai nilai inti (instrumental values) yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja organisasi. (Tachjan, 2006: 127). Otoda/Dalam prakteknya sistem otonomi daerah akan memberi dampak yang positif terhadap peningkatan kualitas pelayanan publik, hal ini dikarenakan: a. Otonomi daerah akan memperpendek tingkatan atau jenjang hirarki pengambilan keputusan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara cepat; b Otonomi daerah akan memperbesar kewenangan dan keleluasaan daerah sehingga permintaan daerah kabupaten atau kota dapat merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah dan tuntutan masyarakat; c Otonomi daerah akan memperdekat penyelenggara pemerintah dengan konstituennya sehingga penyelenggara pemerintah akan dapat merespon tuntutan masyarakat secara lebih tepat; d Kedekatan dengan konstituen tersebut juga akan meningkatkan tingkat akuntabilitas penyelenggara pemerintah karena masyarakat lebih dekat dan memiliki akses yang lebih besar untuk mengontrol jalannya pemerintahan (Ratminto dan Atik Septi Winarsih, 2007: 189-190). Otonomi daerah/Faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya, ini berarti dalam penyelenggaraan urusan rumah tangganya daerah membutuhkan dana (Kaho,1997: 124). Otonomi yang luas menurut Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih tersebut itulah yang dimaknai sebagai otonomi daerah. Istilah otonomi sendiri secara etimologi berasal dari kata bahasa Yunani, yaitu auto (sendiri), dan nomos (peraturan) atau “undang-undang” (Salam, 2004: 88). Otonomi//Hasil yang diharapkan dari otonomi daerah adalah pemberian pelayanan publik yang lebih memuaskan, pengakomodasian partisipasi masyarakat, pengurangan beban pemerintah pusat, penumbuhan kemandirian dan kedewasaan daerah serta penyusunan program yang lebih sesuai dengan kebutuhan daerah (Wilson, 1989:27-28). Otonomi/Dalam hal ini terlihat bahwa otonomi daerah, merupakan manifestasi kemauan politik untuk meningkatkan pelayanan publik (Diamar, 2003:1). Otonomi/Di samping itu otonomi daerah juga diakui sebagai suatu prinsip yang diperlukan demi efisiensi pemerintahan (Smith, 1985:45). Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam perubahan yang ditentukan sendiri dalam rangka pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka dengan cara memantapkan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melaksnakan persiapan, pelaksanaan dan monitoring priyek, agar mereka memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial yang
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi147
911.
912.
913.
914.
915.
ditimbulkan dengan keberadaan proyek tersebut (FAO yang dikutip Mikkelsen (2001:64). Partisipasi dalam pelaksanaannya dibagi menjadi dua berdasar derajat kesukarelaan masyarakat dalam ikut serta dalam sutu proyek pembangunan yaitu: a. Partisipasi bebas - Partisipasi yang terjadi bila individu melibatkan dirinya secara sukarela di dalam suatu kegiatan partisipatif tertentu. Keterlibatan masyarakat dalam partisipasi ini benar-benar atas keinginannya sendiri tanpa mendapat paksaan ataupun stimulus yang berarti dari pihak-pihak pembuat kegiatan. Partisipasi bebas ini dapat dibagi menjadi dua sub kategori yaitu: 1) Partisipasi spontan, terjadi bila individu mulai berpartisipasi berdasarkan kenyakinan tanpa dipengaruhi melalui penyuluhan atau ajakan oleh lembaga-lembaga atau oleh orang lain. 2) Partisipasi terbujuk, terjadi bila individu mulai berpartisipasi setelah diyakinkan melalui program penyuluhan atau oleh pengaruh lain sehingga berpartisipasi secara sukarela di dalam aktivitas kelompok tertentu. b. Partisipasi terpaksa - Partisipasi ini dapat terjadi bila dalam melakukan suatu aktivitas individu tersebut terpaksa melakukannya. Keterpaksaan tersebut bisa dikarenakan beberapa alasan anatra lain karena hukum atau peraturan yang memaksa individu tersebut untuk ikut berpartisipasi atau juga keterpaksaan karena kondisi sosial ekonomi. Peran pembuat kegiatan sangat berpengaruh dalam partisipasi tipe ini. Hubungan hierarkis biasanya juga sangat terlihat dari partisipasi ini (Dusseldrop dalam Slamet, 1994:10-11). Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan proses dalam memilih alternatif yang diberikan semua unsur masyarakat, lembaga formal, lembaga sosial dan lain-lain (Siagian, 1989: 108). Partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan proses dalam memilih alternatif yang diberikan semua unsure masyarakat, lembaga formal, lembaga sosial dan lain-lain. Ini berarti partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan sangat penting, karena masyarakat dituntut untuk dapat menentukan apa yang ingin dicapai, permasalahan apa yang dihadapi, alternatif apa yang kiranya dapat mengatasi masalah itu, dan alternative mana yang terbaik harus dilakukan guna mengatasi permasalahan tersebut (Siagian, 1989:108). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan diri sendiri. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan (Mubyarto, 1984: 35). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan harus diartikan sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorban kepentingan diri sendiri”. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam keadaan yang paling ideal keikutsertaan masyarakat merupakan ukuran tingkat
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi148
916.
917.
918.
919.
920.
921.
922.
923.
partisipasi rakyat. Semakin besar kemampuan mereka untuk menentukan nasibnya sendiri, maka semakin besar pula kemampuan mereka dalam pembangunan (Mubyarto (1984:35). Partisipasi publik merupakan salah satu indikator penting atau cirri-ciri eksistensi sistem pemerintahan yang demokratis, disini tidak hanya dilihat sebagai keterlibatan publik dalam pemilihan umum, tetapi juga dalam berbagai aktivitas politik lain yang berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat banyak (Erwan dalam (Dwiyanto, 2005: 189). Partisipasi publik merupakan salah satu indikator penting atau ciri-ciri eksistensi sistem pemerintahan yang demokratis, disini tidak hanya dilihat sebagai keterlibatan public dalam pemilihan umum, tetapi juga dalam berbagai aktivitas politik lain yang berimplikasi terhadap kepentingan masyarakat banyak (Erwan dalam (Dwiyanto, 2005: 189). Partisipasi sebagai komponen strategis pendekatan pembangunan sosial, dengan asumsi dasarnya bahwa rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir dari pembangunan, dimana partisipasi merupakan akibat logis dan dalil tersebut (Moelyarto dalam Hessel, 2005). Partisipasi sebagi style of development yang berarti bahwa partisipasi dalam kaitannya dengan proses pembangunan haruslah diartikan sebagi suatu usaha mentransformasikan sistem pembangunan, dan bukan sebagai suatu bagian dari usaha system maintenance (Sutrisno dalam Hessel (2005). Partisipasi setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingnnya. Partisipasi seperti itu, dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif (UNDP sebagaimana yang dikutip oleh Widodo, 2007: 116). Partisipasi setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingnnya. Partisipasi seperti itu, dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif (UNDP dalam Widodo, 2007: 116). Partisipasi setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingnnya. Partisipasi seperti itu, dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif (UNDP dalam Widodo (2007: 116). Partisipasi/3 alasan utama mengapa partisipasi masyarakat dalam perencanaan mempunyai sifat sangat penting: 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. 2. Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut. 3. Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi149
924.
925.
926.
927.
928.
merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan (Conyers, 1981:154-155). Partisipasi/Bentuk-bentuk partisipasi dapat dibedakan menjadi 6 yaitu: a. Partisipasi dalam melalui kontak dengan pihak lain sebagai salah satu titik awal perubahan social. b. Partisipasi dalam memperhatikan, menyerap, dan memberi tanggapan terhadap informasi baik dalam arti menerima, mengiyakan, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolaknya. c. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan termasuk dalam tataran pengambilan keputusan. d. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan. e. Partisipasi dalam menerima, memelihara, maupun mengembangkan hasil pembangunan. f. Partisipasi dalam menilai pembangunan yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauh mana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauh mana hasilnya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat (Ndraha, 1990: 103-104). Partisipasi/Dalam model perencanaan pembangunan partisipatif ini terdapat beberapa ciri atau hal yang harus diperhatikan yakni: a. Perencanaan pembangunan partisipatif selalu berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. b. Perencanaan pembangunan partisipatif mendudukkan masyarakat sebagai subyek dalam pembangunan. c. Model ini memiliki pola perencanaan yang didesain untuk memperhatikan aspirasi masyarakat. d. Dengan model ini, masyarakat dapat mengetahui secara jelas arah yang dituju dari pembangunan (Sugihartono, 2003:108). Partisipasi/Dalam perkembangan pemikiran tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan suatu komunitas, belumlah cukup hanya melihat partisipasi masyarakat hanya pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Partisipasi masyarakat hendaknya pula meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak diarahkan (non-direktif), sehingga partisipasi masyarakat meliputi proses-proses: a) Tahap Assesment; b) Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan; c) Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan; dan d) Tahap evaluasi (termasuk didalamnya evaluasi input, proses dan hasil) (Adi, 2001: 208). Partisipasi/Dalam perkembangan pemikiran tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan suatu komunitas, belumlah cukup hanya melihat partisipasi masyarakat hanya pada tahapan perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan. Partisipasi masyarakat hendaknya pula meliputi kegiatan-kegiatan yang tidak diarahkan (non direktif), sehingga partisipasi masyarakat meliputi proses-proses: a. Tahap Assesment. b. Tahap perencanaan alternatif program atau kegiatan. c. Tahap pelaksanaan (implementasi) program atau kegiatan. d. Tahap evaluasi (termasuk didalamnya evaluasi input, proses dan hasil) (Adi, 2001: 208). Partisipasi/Makna substantif yang terkandung dalam sekuen-sekuen partisipasi adalah voice, akses dan control (Juliantara, 2002:90-91). Pengertian dari masing-masing sekuen tersebut di atas adalah: 1) Voice, maksudnya adalah hak dan tindakan warga masyarakat dalam
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi150
929.
930.
931.
932.
menyampaikan aspirasi, gagasan, kebutuhan, kepentingan dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan pemerintah. 2) Akses, maksudnya adalah mempengaruhi dan menentukan kebijakan serta terlibat aktif mengelola barang-barang publik, termasuk didalamnya akses warga terhadap pelayanan publik. 3) Control, maksudnya adalah bagaimana masyarakat mau dan mampu terlibat untuk mengawasi jalannya tugas-tugas pemerintah. Sehingga nantinya akan terbentuk suatu pemerintahan yang transparan, akuntabel dan responsif terhadap berbagai kebutuhan masyarakatnya (Juliantara, 2002: 90-91). Partisipasi/Minimnya partisipasi masyarakat selama ini dipengaruhi dua faktor. Faktor pertama adalah minimnya ruang publik yang dapat dijadikan arena partisipasi masyarakat. Ruang publik dapat dimaknai sebuah arena dimana masyarakat, baik sebagai individu maupun kelompok, dapat berpartisipasi dalam proses pengelolaan tata pemerintahan, baik pembuatan kebijakan maupun proses pemerintahan sehari-hari. Faktor kedua yang mempunyai peran signifikan dalam pelemahan partisipasi masyarakat sipil adalah modal sosial yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah masyarakat tertentu. Modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh sebagaian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan keberlangsungan komunitas masyarakat (Loekman Soetrisno, 2003: 110). Partisipasi/Pada dasarnya masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal penyusunan rencana. Keterlibatan masyarakatdapat berupa: !) pendidikan melalui pelatihan, 2) partisipasi aktif dalam pengumpulan informasi, 3) partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah (Geddesian dalam Soemarmo, 2005: 26). Partisipasi/Pembangunan nasional saat ini dimengerti sebagai alat percepatan di bidang ekonomi, sosial politik, dan agama. Tujuan besar dari pembangunan nasional di negara-negara Asia adalah pertumbuan dan produksi yang tinggi, padat karya, memperoleh penghasilan yang seimbang dan merata, keadilan sosial dan stabilitas politik. Prioritas yang terkait dengan tujuan akan secara alamiah, berbeda dari negara yang satu dengan yang lain tergantung dari kekhususan situasi internal politik masing-masing negara dan bidang pembangunannya. Pencapaian dari tujuan-tujuan ini tidak mungkin tanpa perencanaan dan partisipasi yang tinggi dari rakyatnya. Partisipasi secara khusus diperlukan di dalam perumusan rencana nasional untuk menjamin bahwa aspirasi riil dari rakyat diakomodir dalam implementasi rencana tersebut (Tjokroamijojo, 1976: 206). Partisipasi/Pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu (Ife dan Tesoriero, 2008: 285).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi151
933.
934.
935.
936.
937.
938.
939.
940.
Partisipasi/Pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam prosesproses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu. Dengan demikian, partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Semakin banyak orang yang menjadi peserta aktif dan semakin lengkap partisipasinya, semakin ideal kepemilikan dan proses masyarakat serta proses inklusif yang akan diwujudkan. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat (Jim dan Frank, 2008: 285). Partisipasi/Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan hendaknya masyarakat tidak dipandang sebagai obyek semata, tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku aktif dalam pembangunan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Selanjutnya hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah hendaknya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara proposional sesuai dengan peranannya masing-masing (Putranto, 1992:51-52). Partisipasi/Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan hendaknya masyarakat tidak dipandang sebagai obyek semata, tetapi harus dilibatkan sebagai pelaku aktif dalam pembangunan mulai sejak perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Selanjutnya hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah hendaknya masyarakat dapat menikmati hasil pembangunan secara proposional sesuai dengan peranannya masing-masing (Soemadi Rekso Putranto, 1992: 51-52). Partisipasi/Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung) tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sangat sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat (Abe, 2002: 81). Partisipasi/Perencanaan pembangunan partisipatif dapat diartikan sebagai suatu sisitem perencanaan pembangunan yang dilakukan secara sadar dan sistematis yang dilakukan oleh masyarakat dalam mencapai tujuan pembangunan (Sugiartoto, 2003:104). Partisipasi/Perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas (Pusic dalam Adi, 2001: 206-207). Partisipasi/Secara definitif partisipasi masyarakat dibatasi pada makna pelaksana rencana pembangunan yang sudah dibuat oleh pemerintah. Definisi partisipasi yang berlaku di kalangan lingkungan aparat perencana dan pelaksana pembangunan adalah kemauan rakyat untuk mendukung secara mutlak program-program pemerintah yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh pemerintah (Soetrisno, 2003: 69). Partisipasi/Secara garis besar ada 2 pendekatan dalam hal partisipasi, yaitu: 1) partisipasi datang dari masyarakat sendiri, merupakan tujuan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi152
941.
942.
943.
944.
945.
946.
dalam proses demokrasi. Namun demikian sedikit saja masyarakat yang mau melakukan pendekatan partisipasi secara sukarela dalam kegiatan pembangunan; 2) partisipasi dengan motivasi positif yang bersifat memaksa (Mikkelsen, 2001: 65). Partisipasi/Secara garis besar ada 2 pendekatan dalam hal partisipasi, yaitu: (1) partisipasi datang dari masyarakat sendiri, merupakan tujuan dalam proses demokrasi. Namun demikian sedikit saja masyarakat yang mau melakukan pendekatan partisipasi secara sukarela dalam kegiatan pembangunan; (2) partisipasi dengan motivasi positif yang bersifat memaksa (Mikkelsen, 2001: 65). Partisipasi/Sikap toleransi dari pemerintah terhadap kritik, alternatif, dan pikiran dari masyarakat diperlukan untuk membangkitkan partisipasi masyarakat diperlukan. Hal tersebut adalah akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri, karena kritik dan pikiran alternatif itu merupakan satu bentuk dari partisipasi masyarakat dalam pembangunan (Loekman Soetrisno, 1995: 208). Partisipasi/Substansi dari partisipasi adalah bekerjanya suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat, sedangkan arah dasar yang akan dikembangkan adalah proses pemberdayaan (Juliantara, 2002: 87). Partisipasi/Tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat dalam perencanaan mempunyai sifat sangat penting: 1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. 2) Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut. 3) Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan (Conyers, 1981: 154-155). Partisipasi/Tiga hal yng menjembatani antara keberlanjutan pembangunan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu 1) Dibutuhkannya perombakan sistem hubungan penguasa dan rakyat untuk menciptakan suatu sistem yang memberi tempat kepada orang kecil. Untuk menciptakan sistem ini diperlukan dua syarat yaitu saluran yang tepat dimana rakyat dapat menyampaikan aspirasinya dengan bebas. 2) Perlunya perubahan dalam mentalitas aparat, tidak hanya menyangkut kesadara tentang definisi kekuasaan yang berasal dari rakyat tetapi juga menyangkut kejujuran aparat dan sikap bersahaja. 3) Perlu dikembangkan sikap mempercayai rakyat terutama tidak menilai bahwa rakyat itu malas, bodoh, dan pasif. Pemerintah juga didorong untuk menciptakan rasa ikut memiliki di kalangan masyarakat bawah degan memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepda masyarakat untuk merencanakan program pembangunan yang mereka kehendaki (Abdullah, 1999: 31-32). Partisipasi/Tujuan pengembangan partisipasi adalah: Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri (otonom)
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi153
947.
948.
949.
950.
mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat (Juliantara, 2002: 89-90). Partisipasi/Tujuan pengembangan partisipasi: Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri (otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai kecenderungan yang merugikan. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan masyarakat. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat (Juliantara, 2002: 89-90). Partisipasi/Unsur partisipasi ada tiga : pertama adanya keterlibatan mental dan emosi individu dalam melakukan aktifitas kelompok, kedua adanya motivasi individu untuk memberikan kontribusi tergerak yang dapat berwujud barang, jasa, buah pikiran, tenaga, dan keterampilan, ketiga timbulnya rasa tanggung jawab dalam diri individu terhadap aktivitas kelompok dalam usaha pencapaian tujuan (Keith dalam Hessel, 2005). Pasar kerja/Informasi pasar kerja yang lengkap dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan seperti berikut ini: 1) Untuk keperluan antar kerja yaitu mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja baik secara lokal, antar daerah, maupun antar negara. 2) Untuk menyusun program dan proyek perluasan kesempatan kerja yang dengan segera dapat menyerap tenaga-tenaga penganggur dan setengah penganggur. 3) Sebagai bahan pertimbangan untuk penyusun rencana pembangunan. 4) Untuk menyusun rencana tenaga kerja, lokal, regional, sektoral maupun nasional. 5) Sebagai bahan untuk penyusunan rencana pendidikan. 6) Untuk penyusunan rencana kebutuhan latihan. 7) Dan untuk penyusunan kebijaksanaan dibidang fiskal, moneter, dan lainlain (Simanjuntak, 1985: 100-101). Pasar kerja/Karakteristik pasar kerja diantaranya meliputi: 1. Pencari kerja mempunyai tingkat pendidikan, ketrampilan, kemampuan, tingkat produktivitas kerja, dan sikap pribadi yang berbeda. 2. Tiap lowongan kerja mempunyai sifat pekerjaan yang berlainan dan membutuhkan tenaga dengan tingkat pendidikan, ketrampilan bahkan sikap pribadi yang berlainan pula. 3. Perbedaan pencari kerja dan perbedaan lowongan kerja yang mengakibatkan bahwa tidak setiap pelamar dapat cocok dan dapat diterima mengisi lowongan yang ada. 4. Setiap perusahaan atau unit usaha mempunyai lingkungan kerja
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi154
951.
952.
953.
954.
955. 956.
957.
yang berbeda: masukan (input), keluaran (output), teknologi, manajemen, lokasi, pasar dll. Dengan demikian tiap perusahaan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memberikan upah, jaminan sosial dan lingkungan kerja. 5. Dengan kondisi dan kemampuan perusahaan yang berbeda, tiap pencari kerja mempunyai preferensi yang berbeda akan lowongan pekerjaan. Pencari kerja mempunyai harapan-harapan yang berbeda mengenai lowongan pekerjaan dan perusahaan dimana lowongan itu tersedia (Simanjuntak, 1985: 86). Pasar kerja/Pada dasarnya tenaga kerja sifatnya tidak homogen akan tetapi heterogen sehingga terdapat beberapa pasar kerja sesungguhnya terpisah (segmented labor market) yang meliputi : 1. Pasar kerja tenaga terdidik. Pasar kerja tenaga terdidik adalah pasar kerja yang membutuhkan persyaratan dengan kualifikasi khusus yang biasanya diperoleh melalui jenjang pendidikan formal dan membutuhkan waktu yang lama serta biaya pendidikan yang cukup besar. Dalam pemenuhannya baik pengusaha maupun tenaga kerjanya sendiri membutuhkan waktu yang relatif lama karena masing-masing mencari penyesuaian dengan yang diinginkan. 2. Pasar kerja tenaga tidak terdidik. Pasar kerja tenaga tidak terdidik adalah pasar kerja yang menawarkan dan meminta tenaga kerja yang tidak membutuhkan kualifikasi khusus dan tingkat pendidikan yang relatif rendah. Hal ini bisa terjadi karena bidang pekerjaan yang akan ditangani tidak memerlukan ketrampilan dan pendidikan khusus. (Sonny Sumarsono, 2003:108-111). Pasar kerja/Salah satu aspek pasar kerja adalah bagaimana mengisi lowongan yang ada dengan orang yang sesuai. Sesuai artinya bahwa orang yang akan ditempatkan mengisi lowongan tersebut mampu melakukan fungsi-fungsi atau menjadi tanggungjawabnya dengan baik (Simanjuntak, 1985: 86). Pasar/Hasil pengujiannya kurang jelas karena ternyata kreatifitas program pemasaran kurang di tekankan pada kinerja pemasarannya (Andrews dan Smith (1996) dalam Menon et al., 1999: 28). Pasar/Kinerja pemasaran juga dikatakan sebagai kemampuan organisasi untuk mentransformasikan diri dalam menghadapi tantangan dari lingkungan dengan perspektif jangka panjang (Keats et al., 1998: 576). Pasar/Kreatifitas program pemasaran dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi kinerja pemasaran (Menon et al., 1999: 23). Pasar/Kreativitas mempunyai pengaruh yang cukup penting terhadap kinerja pemasaran karena hal tersebut sangat menguntungkan untuk mengembangkan produknya (Varadarajan et. al (1993) dalam Menon et al., 1999: 28). Pelananan/Untuk menilai kualitas pelayanan itu sendiri, setidaknya harus memenuhi tiga indikator, yaitu: a. Responsiveness atau responsivitas adalah daya tanggap penyedia layanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna layanan. b. Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi155
958.
959.
960.
961.
962.
963.
964.
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan. c. Accountability atau akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan norma-norma yang berkembang dalam masyarakat (Lenvine (1990) dalam Dwiyanto, 2006: 143-144). Pelanggan/Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Metode tersebut adalah: a. Sistem pengaduan. Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan, dan bentuk ketidakpuasan lainnya melalui kotak saran. b. Survei pelanggan. Survei Pelanggan merupakan cara yang umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, baik melalui surat pos, telepon. atau wawancara langsung. c. Panel pelanggan. Perusahaan mengundang pelanggan yang setia dan telah berhenti membeli produk atau kalah pindah ke perusahaan lain (Philip Kotler dalam Yamit, 2004: 80). Pelanggan/Dalam kenyataannya orientasi pelanggan sering kurang mampu dijadikan strategi memenangkan persaingan bisnis, sebab perusahaan cenderung hanya bersifat reaktif terhadap permasalahan bisnis yang muncul dan tidak mengembangkan sikap proaktif dalam mengungguli pesaing bisnisnya (Wahyono, 2002: 26). Pelanggan/Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mereka mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja tersebut (Olsen dan Doren dalam Tjiptono, 2006 : 61). Pelanggan/Hasil dari penerapan strategi perusahaan diantaranya berupa kepuasan konsumen, kesuksesan produk baru, peningkatan penjualan, dan profitabilitas perusahaan (Slater dan Narver, 1995: 61). Pelanggan/Karakteristik pelanggan yang loyal antara lain, melakukan pembelian secara teratur, membeli di luar lini produk/jasa, menolak perusahaan lain, menunjukkan kekebalan dari tarikan persaingan (tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnya) (Griffin, 1995: 31). Pelanggan/Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan (Engel, et al. (1990) dalam Tjiptono, 2002: 146). Pelanggan/Keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki konsumen yang loyal antara lain: 1) Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik konsumen baru lebih mahal). 2) Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan dan lain-lain). 3) Mengurangi biaya turn over konsumen (karena pergantian konsumen lebih sedikit). 4) Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan. 5) Word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa konsumen yang loyal juga berarti mereka yang merasa puas. 6)
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi156
965.
966.
967.
968.
Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya penggantian, dll) (Griffin, 2003: 13). Pelanggan/Komplain tidaknya seorang pelanggan atas ketidakpuasan yang dirasakan tergantung pada 4 (empat) hal berikut ini: 1. Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan yaitu menyangkut drajat pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, serta social visibility. 2. Pengetahuan dan penglaman, yakni jumlah pembelian sebelumnya, pemahaman akan produk; persepsi terhadap kemampuan sebagai konsumen dan pengalaman komplain sebelumnya. 3. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi meliputi jangka waktu penyelesaian masalah, gangguan terhadap aktivitas rutin, dan biaya. 4. Peluang kebersihan dalam melakukan komplain (Tjiptono, 1997: 22). Pelanggan/Konsumen membentuk pengharapan mereka berdasarkan pesan- pesan yang mereka terima dari penjual, teman-temannya dan sumber informasi yang lain,seperti media masa, apabila penjual melebih-lebihkan manfaat yang akan diterima, konsumen akan mengakibatkan ketidak puasan. Teori ini menyarankan agar penjual menyatakan kemampuan produk yang sesungguhnya sehinggga pembeli mengalami kepuasan (Kotler, 1993). Pelanggan/Kualitas dan kepuasan pelanggan berkaitan sangat erat. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan dalam jangka panjang ikatan ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan pelanggan serta kebutuhan mereka, dengan demikian perusahaan memaksimumkan pengalaman yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan. Pada gilirannya kepuiasan pelanggan dapat menciptakan kesetiaaan atau loyalitas pelanggan kepada perusahaan yang memberikan kualitas memuaskan (Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1996 : 68 ). Pelanggan/Lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: a. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan. c. Responsiveness (daya tangkap) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. d. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan. e. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan (Zeithaml, Berry dan Parasuraman, 1985 dalam Yamit, 2004: 10-11).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi157
969.
970.
971.
972.
973.
Pelanggan/Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan tersebut tentunya mengharapkan pelayanan yang baik. Berkaitan dengan hal tersebut, Moenir mengatakan tentang pelayanan yang baik yaitu: a. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat, dalam arti tanpa hambatan yang kadang dibuat-buat. b. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos foto kopi/cetak), atau alasan untuk kesejahteraan. c. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang “bulu”. d. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak menentu (Moenir, 2008: 41-44). Pelanggan/Orientasi pelanggan merupakan pemahaman yang cukup terhadap kekuatan dan kelemahan saat ini serta kapabilitas dan strategi jangka panjang pesaing-pesaing yang ada maupun pesaing-pesaing potensial (Ferdinand, 2002: 150). Pelanggan/Pengertian-pengertian pelanggan menurut Osborne dan Plastrik, (2000: 172) sebagai berikut: a. Pelanggan Utama. Individu atau kelompok dimana pekerjaan anda terutama dirancang untuk membantu mereka. b. Pelanggan Sekunder. Individu atau kelompok lain dimana pekerjaan anda dirancang untuk memberi manfaat kepada mereka tetapi sifatnya tidak langsung pelanggan utama. c. Complier. Adalah subyek penegakan, mereka yang harus mematuhi hukum dan peraturan: misalnya, wajib pajak dalam kaitannya dengan Kantor Pembayaran Pajak. d. Stakeholder. Individu atau kelompok yang memiliki kepentingan dengan kinerja organisasi atau sistem pemerintah. Sebagai contoh, guru dalam sekolah negeri, organisasi buruh atau kelompok bisnis dalam kaitannya dengan badan yang mengurusi keselamatan dan kesehatan kerja. Beberapa stakeholder mungkin pelanggan tetapi tidak seluruhnya. Pelanggan/Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambil keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang melibatkan dalam proses evaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat mempergunakan barang-barang dan jasa (Consumer behavior may be defined as decision process and physical activity individuals engange in when evaluating, ecquaring, using or disposing of goods and services (David L. loudon dan Albert J. Della Bitta, 1984: 6). Pelanggan/Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakantindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan- tindakan tersebut (Consumer behavior is defined as the acts of individuals directly involved in obtaining and using economic good services including the decision process that
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi158
974.
975.
976.
977.
978.
979.
precede and determine these acts) (James F. Engel et al., 1968: 8 ). Pelanggan/Perilaku konsumen mempelajari bagaimana individu, kelompok dalam organisasi, memilih, membeli, dan memakai barang dan jasa, gagasan atau pengalaman dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hasrat mereka (Kotler, 1997: 152). Pelanggan/Permintaan konsumen akan meningkat apabila selera konsumen meningkat, dan permintaan akan menurun jika selera konsumen berkurang (Nopirin, 2000: 33-36). Pelanggan/Persepsi pelanggan terhadap kepuasan merupakan penilaian subyektif dari hasil yang diperolehnya. Harapan pelanggan merupakan referensi standart kinerja pelayanan, dan sering diformulasikan berdasarkan keyakinan pelanggan tentang apa yang terjadi (Yamit, 2004: 78). Pelanggan/Terdapat sembilan faktor utama yang mempengaruhi harapan pelanggan terhadap suatu jasa yang dapat dirangkum sebagai berikut: (1) Enduring Service Intensifiers, berupa harapan yang disebabkan oleh orang lain dan filosofi pribadi seseorang mengenai suatu jasa. (2) Kebutuhan pribadi, meliputi kebutuhan fisik, sosial, dan psikologis. (3) Transitory Service Intensifiers terdiri atas situasi darurat yang memberikan jasa tertentu (seperti asuransi kecelakaan dan kesehatan) serta jasa terakhir yang pernah dikonsumsi pelanggan. (4) Persepsi pelanggan terhadap tingkat layanan perusahaan lain. (5) Self-Perceived Service Role yaitu persepsi pelanggan terhadap tingkat keterlibatan dalam proses penyampaian jasa. (6) Faktor situasional yang berada di luar kendali penyedia jasa. (7) Janji layanan implisit yang tercermin dari harga dan sarana pendukung jasa. (8) World-Of-Mouth baik dari teman, keluarga, rekan kerja, pakar, maupun publisitas media massa. (9) Pengalaman masa lampau (V. Zeithami dalam Tjiptono, 2005: 271). Pelanggan/Tiga jenis pelanggan, antara lain: a. Pelanggan internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produksi dalam perusahaan atau organisasi. b. Pelanggan perantara (intermediate customer) adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini bukan sebagai pemakai akhir. c. Pelanggan eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir, yang sering disebut sebagai pelanggan nyata (real customer) (Yamit, 2004: 77). Pelanggan/Tiga tipe harapan pelanggan yaitu: 1. Will Expectation, yaitu tingkat kinerja yang diprediksi atau diperkirakan oleh pelanggan akan diterimanya, berdasarkan atas informasi yang diketahuinya. 2. Should Expectation, yaitu tingkat kinerja yang sudah sepantasnya diterima pelanggan. 3. Ideal Expectation, yaitu tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima pelanggan (Tjiptono, 2000: 64).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi159
980.
981.
982.
983.
984.
985.
Pelatihan/Ada beberapa kriteria dalam evaluasi pelatihan, yaitu: 1. Kriteria pendapat Kriteria ini didasarkan pada pendapat peserta pelatihan mengenai program pelatihan yang telah dilakukan. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pendapat peserta mengenai materi yang diberikan, pelatih (instruktur), metode yang digunakan, dan situasi pelatihan. 2. Kriteria belajar - Kriteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes ketrampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta. 3. Kriteria perilaku - Kriteria perilaku dapat diperoleh dengan menggunakan tes ketrampilan kerja. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana perubahan perilaku peserta sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan. 4. Kriteria hasil - Kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil yang diperoleh (Goldstein dan Buxton dalam Anwar Prabu (2003: 69). Pelayanan bukan hanya mendengarkan dan menjawab keluhan konsumen, tapi lebih dari itu pelayanan yang berkualitas merupakan sarana untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan konsumen (Lyhe, 1996: 118). Pelayanan juga sering dilihat dan didengar adanya tindakan dan prilaku oknum pemberi pelayanan yang tidak sopan, tidak ramah, diskriminatif, sistem pelayanan yang belum transparan, berbelit-belit serta tidak menjamin adanya kepastian, baik waktu maupun biaya (Ashari, 2003: 5). Pelayanan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki kode effek formal dan di terima oleh angota-anggotanya. 2. Ada pengawasan pelanggaran yang di lakukan terhadap standar yang telah di tetapkan. 3. Memiliki persyaratan khusus untuk menjadi anggota seperti;pendidik, pengalaman, lama latihan,dan penampilannya. 4. Anggota yang di terima secara penuh, di berikan sertifikat yang khusus. 5. Mendahulukan kepentingan langganan atau pasien (Paul D. Converse dalam Alma, 1992: 234). Pelayanan yang baik yaitu: 1. Adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat, dalam arti tanpa hambatan yang kadang dibuat-buat. 2. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran atau untaian kata lain semacam itu yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu, baik dengan alasan untuk dinas (pembelian kertas, ganti ongkos foto kopi/cetak), atau alasan untuk kesejahteraan. 3. Mendapatkan perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib dan tidak pandang “bulu”. 4. Pelayanan yang jujur dan terus terang, artinya apabila ada hambatan karena suatu masalah yang tidak dapat dielakkan hendaknya diberitahukan, sehingga orang tidak menunggu-nunggu sesuatu yang tidak menentu (Moenir, 2008: 41-44). Pelayanan/7 strategi/model pelayanan sukses yaitu: 1) Harga diri yang berarti pelayanan bukan berarti “tunduk”, dinilai dari kepemimpinanya dan keteladanan, menentapkan tugas pelayanan yang menjangkau masa depan (futurist). 2) Memenuhi harapan (exceed expectation) dengan ciri-ciri antara lain: penyesuaian standar pelayanan dengan sesuai tuntutan zaman, pemahaman terhadap keinginan pelanggan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi160
986.
987.
988.
989.
990.
yang selalu berubah-ubah. 3)Pembenahan dan pemenuhan kembali berbagai hal. Keluhan pelanggan harus dianggap sebagai tantangan, mengatasinya, mengumpulkan informasi tentang perkembangan keinginan pelanggan. 4) Pandangan kedepan (vision). Membayangkan perencanaan ideal bagi masa depan, pemanfaatan teknologi semaksimal mungkin, serta memberikan pelayanan yang sesuai tuntutan masa depan. 5) Perbaikan terus-menerus (improving). Perbaikan tanpa henti (kreatif) investasi SDM secra berlanjut (diklat, learning organization, benchmarking dan lainya).. 6) Penuh perhatian (care, empati). Sistem pelayanan yang merefleksikan kepuasan pelanggan, selalu menjaga citra positif dan kualitas prima. 7) Akhirnya selalu melakukan pemberdayaan (empowerment). 8) Memberdayakan terus-menerus, memberikan rangsangan pengakuan dan penghargaan yang tulus (Devry dalam Ibrahim, 2008: 79-80). Pelayanan/Agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan kehendak pemakai jasa, maka ukuran keberhasilan pelayanan tidak muncul dari pihak manajemen tapi dari pemakai jasa itu sendiri. Untuk mengetahui tentang mutu pelayanan, perlu diketahui pendapat dari para pemakai jasa tentang pelayanan yang diberikan (Sugiarto, 1999: 39). Pelayanan/Agar tercipta layanan publik yang yang berorientasi pelanggan dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari: a Tranparansi, pelanggan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti; b Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayaan dengan tetap perpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas; d Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; e Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain; f Keseimbangan hak dan kewajiban, yakni pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik (Sinambela, 2006: 6). Pelayanan/Aspek lainnya yang penting dalam peningkatan kualitas pelayanan publik adalah melakukan restrukturisasi kelembagaan dengan membentuk organisasi yang tepat (Rauf, 2003: 3). Pelayanan/Beberapa karakteristik jasa pelayanan yang dapat memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa pelayanan, karakteristik jasa tersebut adalah: a. Tidak dapat diraba (intangibility). b. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). c. Produksi dan konsumsi secara bersama. d. Memasukinya lebih mudah. e. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar (Yamit, 2004: 21). Pelayanan/Berbagai praktik buruk dalam penyelenggaraan pelayanan publik seperti: ketidakpastian pelayanan, pungutan liar, dan pengabaian hak dan martabat warga pengguna pelayanan, masih amat
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi161
991.
992.
993.
994.
995.
996.
mudah dijumpai dihampir setiap satuan pelayanan publik (Tjokroamidjojo, 2001: 107-108) Pelayanan/Berdasarkan Keputusan Menpan No. 63/KEP/M.PAN/7/2003, pelayanan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam: 1. Kelompok Pelayanan Administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau pengusahaan terhadap sesuatu barang/jasa. Dokumendokumen ini antara lain KTP, Akta Pernikahan, Akta Kelahiran, BPKB, SIM, IMB, Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah dan sebagainya. 2. Kelompok Pelayanan Barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk barang yang dibutuhkan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih dan sebagainya. 3. Kelompok Pelayanan Jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, seperti pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya. Pelayanan/Dalam pelayanan umum terdapat beberapa faktor pendukung yang penting, diantaranya faktor kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan umum, faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan, faktor pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup minimum, faktor ketrampilan petugas dan factor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan (Moenir, 2008: 88). Pelayanan/Dalam pengukuran kualitas pelayanan ini dapat diperhatikan beberapa dimensi, yaitu: “Reliability, Responsiveness, Assurance, Empathy, Tangible” (Fitzsimmon dan Mona J. Fitzsimmons, 1994: 190). Pelayanan/Dua konsep pelayanan berkualitas, yaitu 1) service triangle dan 2) total quality service diterjemahkan sebagai layanan mutu terpadu (Budi W.Soetjipto (Karl Albrcht dalam Yamit, 2005: 23). Pelayanan/Harapan konsumen terhadap kualitas layanan sangat dipengaruhi oleh informasi yang mereka peroleh. Dari sudut pandang konsumen, sumber informasi bisa berasal dari internal maupun eksternal. Sumber informasi internal misalnya pengalaman pembelian masa lalu, pengamatan atau percobaan pembelian. Sumber informasi eksternal merupakan informasi dari luar konsumen, misalnya dari konsumen lain melalui informasi getok tular (dari mulut ke mulut) atau informasi dari pemasar melalui promosi yang disampaikan dengan media tertentu (Purnama, 2006: 33). Pelayanan/Karakteristik jasa pelayanan berikut ini akan memberikan jawaban yang lebih mantap terhadap pengertian jasa pelayanan. Karakteristik jasa pelayanan tersebut adalah: 1. Tidak dapat diraba (intangibility). Jasa adalah sesuatu yang sering kali tidak dapat disentuh atau tidak dapat diraba. Jasa mungkin berhubungan dengan sesuatu secara fisik, seperti pesawat udara, kursi dan meja dan peralatan makan direstoran, tempat tidur pasien di rumah sakit.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi162
Bagaimanapun juga pada kenyataannya konsumen membeli dan memerlukan sesuatu yang tidak dapat diraba. Hal ini banyak terdapat pada biro perjalanan atau biro travel dan tidak terdapat pada pesawat terbang maupun kursi, meja dan peralatan makan, bukan terletak pada tempat tidur di rumah sakit, tetapi lebih pada nilai. Oleh karena itu, jasa atau pelayanan yang terbaik menjadi penyebab khusus yang secara alami disediakan. 2. Tidak dapat disimpan (inability to inventory). Salah satu cirri khusus dari jasa adalah tidak dapat disimpan. Misalnya, ketika kita menginginkan jasa tukang potong rambut, maka apabila pemotongan rambut telah dilakukan tidak dapat sebagiannya disimpan untuk besok. Ketika kita menginap di hotel tidak dapat dilakukan untuk setengah malam dan setengahnya dilanjutkan lagi besok, jika hal ini dilakukan konsumen tetap dihitung menginap dua hari. 3. Produksi dan Konsumsi secara bersama. Jasa adalah sesuatu yang dilakukan secara bersama dengan produksi. Misalnya, tempat praktek dokter, restoran, pengurusan asuransi mobil dan lain sebagainya. 4. Memasukinya lebih mudah. Mendirikan usaha dibidang jasa membutuhkan investasi yang lebih sedikit, mencari lokasi lebih mudah dan banyak tersedia, tidak membutuhkan teknologi tinggi. Untuk kebanyakan usaha jasa hambatan untuk memasukinya lebih rendah. 5. Sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar. Jasa sangat dipengaruhi oleh faktor dari luar seperti: teknologi, peraturan pemerintah dan kenaikan harga energi. Sektor jasa keuangan merupakan contoh yang paling banyak dipengaruhi oleh peraturan dan perundangundangan pemerintah, dan teknologi komputer dengan kasus mellinium bug pada abad dua satu (Zulian Yamit, 2005: 21-22). 997. Pelayanan/Kualitas jasa pelayanan ini lebih menekankan pada kata pelanggan, kualitas dan level atau tingkat. Pelayanan terbaik pada pelanggan (excellent) dan tingkat kualitas pelayanan merupakan cara terbaik yang konsisten untuk dapat mempertemukan harapan konsumen (standar pelayanan eksternal dan biaya) dan sistem kinerja cara pelayanan (standar pelayanan internal, biaya dan keuntungan) (Collier dalam Yamit, 2005: 22). 998. Pelayanan/Kualitas layanan meliputi: 1. Kualitas fungsi, yang menekankan bagaimana layanan dilaksanakan, terdiri dari : dimensi kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan, kemudahan akses, dan service mindedness. 2. Kualitas teknis dengan kualitas output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan layanan, dan estetika output. 3. Reputasi perusahaan, yang dicerminkan oleh citra perusahaan dan reputasi di mata konsumen Menurut Gronroos (dalam Nursya’bani Purnama, 2006: 20). 999. Pelayanan/Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, Implementasi Kebijakan Publik manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Goetsch dan Davis, dalam LAN, 2003: 17). 1000. Pelayanan/Langkah selanjutnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik adalah melakukan peningkatan profesionalisme
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi163
1001.
1002.
1003.
1004.
pejabat pelayanan publik. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme petugas pemberi pelayanan, antara lain: (1) Melakukan kajian/analisis kebutuhan diklat teknis fungsional oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang aplikatif dan praktis; (2) Menetapkan kewenangan penyelenggaraan diklat teknis fungsional diantara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; (3) Mengupayakan pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik; dan (4) Melakukan studi banding tentang sistem penyelenggaraan pelayanan publik (Islamy 2003: 7). Pelayanan/Layanan profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Memiliki kode effek formal dan di terima oleh angota-anggotanya. 2. Ada pengawasan pelanggaran yang di lakukan terhadap standar yang telah di tetapkan. 3. Memilikipersyaratan khusus untuk menjadi anggota seperti;pendidik, pengalaman, lama latihan,dan penampilannya. 4. Anggota yang di terima secara penuh, di berikan sertifikat yang khusus. 5. Mendahulukan kepentingan langganan atau pasien (Paul D. Converse dalam Alma, 1992: 234). Pelayanan/Layanan yang diberikan kepada konsumen akan menimbulkan puas atau tidaknya seorang konsumen atas pelayanan yang diberikan. Beberapa perusahaan telah menyadari bahwa produk yang hebat tidaklah cukup untuk menarik pelanggan, namun yang lebih penting adalah membuat pelanggan untuk kembali membeli produk itu, (Armistead dan Clark, 1996: 2). Pelayanan/Lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah: 1. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan segera dan memuaskan serta sesuai dengan telah yang dijanjikan. 2. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 3. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keragu-raguan. 4. Empathy, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan. 5. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi (Zeithaml, Berry dan Parasuraman dalam Yamit, 2005: 10-12). Pelayanan/New Publik Service oleh J.V. Denhard dan R.B. Denhard, yang keduanya menyarankan untuk meninggalkan prinsip administrasi klasik, dan reinventing government atau new publik manajemen dan beralih pada new public service. Menurut mereka administrasi publik harus : 1. Melayani warga negara bukan pelanggan (serve citizen not customer). 2. Mengutamakan kepentingan publik (seek the publik interest). 3. Lebih menghargai warga negara daripada kewirausahaan (value citizenship over entrepreneurship). 4. Menyadari bahwa suatu akuntabilitas bukan merupakan suatu hal yang mudah (recognize that
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi164
1005.
1006.
1007.
1008.
1009.
1010.
accountability is not simple). 5. Melayani daripada mengendalikan (serve rather than steer). 6. Menghargai orang bukan produktifitas semata (value people, not just productivity). (Keban, 2004: 35). Pelayanan/Pada dasarnya pelayanan yang dikelola oleh tiap-tiap instansi pemerintah terbagi ke dalam : “Pelayanan utama (core service), Pelayanan fasilitas (Facilitating service), dan Pelayanan pendukung (Supporting service)” (Lembaga Administrasi Negara, 2003 : 37). Pelayanan/Pengelompokan pelayanan publik secara garis besar adalah sebagai berikut: 1) Pelayanan administratif - Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagi bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik atau masyarakat misalnya status kewarganegaran, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang. 2) Pelayanan barang - Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk barang yang dibutuhkan oleh masyarakat misalnya jaringan listrik, telepon dan sebagainya. 3) Pelayanan jasa - Yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan masyarakat misalnya pendidikan, kesehatan, jasa angkutan dan sejenisnya (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaran Pelayanan Publik). Pelayanan/Pola pengelolan pelayanan public dikelompokan menjadi: · Bersifat fungsional : ialah pola pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenanganya. · Bersifat terpusat : pola pelayanan publik yang diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang penyelenggara pelayanan terkait lainya yang bersangkutan. · Terpadu: (a) Terpadu satu atap; diselenggarakan dalam tempat meliputi berbagi jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan ini sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan; (b) Terpadu satu pintu: diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagi jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu (Keputusan Menpan No63/KEP/M.PAN/7/2003). Pelayanan/Rakyat mulai mempertanyakan akan nilai yang mereka peroleh atas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah (LAN dan BPKP, 200I: 1). Pelayanan/Rendahnya kinerja birokrasi pelayanan publik juga disebabkan oleh sistem pembagian kekuasaan yang cenderung memusat pada pimpinan, sehingga bawahan yang lansung berhubungan dengan pengguna jasa sering tidak memiliki wewenang yang memadai untuk merespon dinamika yang berkembang dalam penyelenggaraan pelayanan. Sebagai konsekuensinya, sampai saat ini kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan (Abdulwahab, 1999: 7). Pelayanan/Sebagai langkah awal dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik adalah melalui revitalisasi, restrukturisasi, dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi165
1011.
1012.
1013.
1014.
1015.
1016.
deregulasi di bidang pelayanan publik. Dilakukan dengan mengubah posisi dan peran (revitalisasi) birokrasi dalam memberikan layanan kepada publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah, merubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan, berubah menjadi suka menolong menuju kearah yang fleksibel kolaboratis, dan dari cara-cara sloganis menuju cara-cara kerja yang realistis (Widodo, 2001:70). Sehubungan dengan itu, Efendi (2005:7) menegaskan bahwa birokrasi publik jangan mengedepankan wewenang, namun yang perlu didahulukan adalah peranan selaku pelayan publik. Pelayanan/Terdapat lima faktor utama yang menentukan kualitas pelayanan jasa sekaligus sebagai ukuran di dalam melihat kualitas jasa yang dipersepsikan konsumen yaitu: 1) Wujud atau bukti langsung (tangibility), yaitu dimensi yang mengukur aspek fisik dari suatu layanan, antara lain kelengkapan fasilitas fisik, peralatan, dan tampilan para karyawan. 2) Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kehandalan suatu layanan, berupa seberapa besar keakuratan perusahaan dalam memberi layanan, pemenuhan janji karyawan. 3) Koresponsifan atau daya tanggap (responsiveness), yaitu dimensi yang mengukur kecepatan layanan kepada pelanggan. 4) Keyakinan atau jaminan (assurance), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan perusahaan (khususnya para staf) untuk menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. 5) Empati (empathy), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan produsen (khususnya para staf) dalam mengetahui kebutuhan para pelanggan secara pribadi (Parasuraman, Zeithaml, dan Bary dalam Tjiptono, 2000: 72). Pelayanan/The strategic challenge today of all public administrations is effectively providing their services via many channels: in person (counter), mail, telephone, internet, text, television, etc. Performace should be measured both in terms of customer,citizen or company satisfaction, and minimum cost for providing these services (Publication title: The business Rewiew, Cambridge. Hollywood: Summar 2009. Vol. 12, Iss.2; pg.206,6 pgs). Pelayanan/Unit penyelenggara pelayanan publik adalah unit kerja pada instansi Pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan publik, (Ratminto & Winarsih, 2005: 18). Pembangunan juga merupakan proses multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan yang penting dalam suatu struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembagalembaga nasional dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolute (Todaro, 1977). Pembangunan masyarakat desa dapat dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama (Tjokrowinoto, 1999: 35). Pembangunan menghendaki peranan elite administratif yang bersifat menunjang bagi pembangunan demikian pula seluruh birokrasi pemerintahan dan terutama segi kepegawaian. Karena merekalah pada akhirnya yang menjadi pelaksana-pelaksana kegiatan usaha
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi166
1017.
1018.
1019.
1020.
1021.
1022.
1023.
pemerintahan. Apalagi bila tugas-tugas pemerintah dan pelaksanaan pemerintahan hendak pula mendukung suatu usaha berencana dibidang ekonomi dan sosial (Tjokroamijoyo (2005: 122). Pembangunan misalnya tidak saja menghendaki suatu administrasi kepegawaian yang rapi tetapi mungkin menuntut suatu perubahan sistem administrasi kepegawaian yang lebih memungkinkan diperolehnya pegawai-pegawai yang diperlukan pada sektor-sektor prioritas serta yang lebih berorientasikan pada prestasi (Tjokroamijoyo, 2005: 11). Pembangunan nasional merupakan: 1) proses pembangunan berbagai bidang kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik dan lainnya; 2) Proses perubahan sosial yang merupakan proses perubahan masyarakat dalam berbagai kehidupannya ke arah yang lebih baik, lebih maju, dan lebih adil; 3) Proses pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat atau adanya partisipasi aktif masyarakat. Dengan demikian, maka pembangunan itu merupakan proses yang terjadi secara bertahap dan berkelanjutan guna mewujudkan hal yang lebih baik seiring dengan dimensi waktu (Tjokroamidjojo, 1995: 8). Pembangunan/Keterbatasan yang nyata di dalam melaksanakan pembangunan bukanlah semata-mata karena kekurangan dana (uang), melainkan justru karena ketidakmampuan administratif (Waterston dalam Katz, 1985: 8). Dalam hal ini, menurut Stone (dalam Katz, 1985: 8), disebabkan karena petugas-petugas pemerintah tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk merencanakan dan menegakkan organisasiorganisasi, lembagalembaga dan cara-cara yang penting artinya bagi pembangunan di negara mereka sendiri. Pembangunan/Pembangunan masyarakat desa dapat dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama (Tjokrowinoto (1999:35). Pembangunan/Sebagai salah satu tujuan pembangunan nasional. Hampir analog dengan tujuan ini adalah yang disebutkan sebagai integritas spasial. Yang dimaksudkan dengan integritas spasial ini adalah pelibatan segenap pusat permukiman dalam proses pembangunan. Ini dapat tercapai apabila aliran-aliran (flows) dari impuls dan dampak pembangunan dapat ditularkan melalui jenjang komunikasi pembangunan (network) kesegenap anggota sistem permukiman. Salah satu tujuan pembangunan nasional lain di samping ketiga tujuan di atas, adalah peningkatan modernisasi melalui penciptaan kerangka kelambagaan yang disesuaikan dengan kebutuhan untuk merangsang maupun menerima perubahan-perubahan yang akan terus terjadi (Friedmann dalam Soegijoko (2005: 5). Pemerintah sebagai “authorities in a political system”, yaitu para penguasa dalam suatu sistem politik yang terlibat masalah sehari-hari dan merupakan tanggungjawabnya (Easton, 1971: 129). Pemerintahan/Menurut Koomain, pemerintahan Government dalam bahasa Inggris diartikan: ‘The Authoritative and administration of the
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi167
affairs of men/women in a nation, state, city, etc.” atau dalam bahasa Indonesi berarti ‘pengarahan dan adminsitrasi yan berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah Negara , Negara bagian, atau kota dan sebagainnya. Bisa juga berarati “The governing body of a nation, state, city. etc.” Sedangkan istilah kepemerintahan atau governance yaitu “The act, manner of governing, berarti “tindakan, fakta, pola dan kegiatan atau penyelenggara “pemerintahan“. Dengan demikian Governance adalah suatu kegiatan (proses) sebagaimana dikemukakan oleh seorang ahli bahwa Governance merupakan “…. serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut (Sedarmayanti, 2004: 3). 1024. Pendapatan negara dapat dihitung dengan tiga pendekatan, yaitu: 1) Pendekatan pendapatan, dengan cara menjumlahkan seluruh pendapatan (upah, sewa, bunga, dan laba) yang diterima rumah tyangga konsumsi dalam suatu negara selama satu periode tertentu sebagai imbalan atas faktor-faktor produksi yang diberikan kepada perusahaan. 2) Pendekatan produksi, dengan cara menjumlahkan nilai seluruh produk yang dihasilkan suatu negara dari bidyang industri, agraris, ekstraktif, jasa, dan niaga selama satu periode tertentu. Nilai produk yang dihitung dengan pendekatan ini adalah nilai jasa dan barang jadi (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi). 3) Pendekatan pengeluaran. Perhitungan dengan pendekatan ini dilakukan dengan menghitung pengeluaran yang dilakukan oleh empat pelaku kegiatan ekonomi negara, yaitu: Rumah tyangga (Consumption), pemerintah (Goverment), pengeluaran investasi (Investment), dan selisih antara nilai ekspor dikurangi impor (X - M) (Biro Pusat Statistik, 2007). 1025. Pendapatan/Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu. (Samuelson dan Nordhaus, 1995: 258). 1026. Pengawasan/Asas pengawasan terdiri asas: 1) Asas sumbangan terhadap tujuan, dalam hal ini pengawasan bertujuan untuk mepermudah pencapaian tujuan. 2) Asas penetapan standar, dalam hal ini dalam rangka efektivitas pengawasan, maka dalam melakukan pengawasan harus terdapat stndar pokok yang jelas dan objektif. 2) Asas penetapan pokok-pokok pengawasan strategis, dalam hal ini pengawasan pada proses-proses kerja. 3) Asas tindakan perbaikan, pengawasan dilakukan dengan tujuan akan dilakukan perbaikan atas penyimpangan yang terjadi. 4) Asas manajemen dengan kekecualian, untuk menelusuri dan menemukan penyimpangan yang potensial dan nyata dari rencana yang telah ditetapkan. 5) Asas keluwesan pengawasan, dalam hal ini untuk dapat dengan cepat mengikuti perubahan yang terjadi. 6) Asas keharmonisan organisasi, pengawasan yang dirancang dengan efisien harus harmonis dengan struktur organisasi. 7) Asas kecocokan pengawasan, dalam hal ini pengawasan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi168
1027.
1028.
1029.
1030.
1031.
dilaksanakan oleh pemegang jabatan yang tepat. 8) Asas tanggung jawab pengawasan, dalam hal ini pelaksanaan harus bertanggung jawab dan untuk itu dilaksanakan oleh jabatan yang secara umum bertanggung jawab atas keberhasilan perusahaan. 9) Asas akuntabilitas pengawasan, dalam hal ini manejer sebagai pelaksana, penanggung jawab atas hasil pengawasan dan hasil perusahaan secara umum (Komaruddin. 1992: 19-21). Pengendalian/Pengendalian dapat mempunyai arti sempit atau luas. Dalam artian yang sempit, pengendalian intern ( internal check ) yaitu suatu sistem dan prosedur yang secara otomatis dapat saling memeriksa, dalam arti bahwa data akuntasi yang dihasilkan suatu bagian atau fungsi secara otomatis dapat diperiksa oleh bagian atau fungsi lain dalam suatu usaha (Munawir, 1995: 228). Pengendalian/Pengendalian intern itu meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta alat-alat yang di koordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, memajukan ofisiensi didalam operasi dan membantu menjaga dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu (Baridwan, 1991: 13). Pengendalian/Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang di koordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dalam mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen (Mulyadi, 1993: 165). Pengendalian/Sistem pengendalian yang efektif jika memiliki karakteristik berikut: 1) Personalia yang kompeten, dapat dipercaya, beretika. Para pegawai harus mampu dan dapat dipercaya. Untuk mendapatkan pegawai yang kompeten, perusahaan dapat memberikan gaji yang tinggi, perusahaan dapat memberikan pelatihan agar mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik, dan mengawasi pekejaan mereka. 2) Tugas pertanggungjawaban. Tiap pegawai mempunyai tanggung jawab tertentu, karena semua tugas telah didefinisikan dengan jelas dan ditugaskan kepada masing-masing individu yang bertanggung jawab untuk mengerjakan tugas-tugas tersebut. 3) Pemberian kuasa yang tepat. Suatu organisasi biasanya mempunyai aturan tertulis yang memuat prosedur pengesahan, setiap penyimpangan dari kebijakan standar membutuhkan pemberian kuasa dengan tepat. 4) Pembagian tugas. Manajemen yang cerdas akan membagi pertanggungjawaban atas transaksi satu atau beberapa orang atau departemen. Pembagian tugas akan mebatasi kemungkinan terjadinya kesalahan dan juga memberikan ketepatan catatan akuntansi (Horngren et al., 1997: 343). Pengetahuan diklasifikasikan menjadi: (1) pengetahuan hal-hal khusus: (a) pengetahuan mengenai istilah, (b) pengetahuan mengenai fakta khusus; (2) pengetahuan mengenai cara dan penggunaan alat untuk melakukan hal-hal tertentu seperti: (a) pengetahuan tentang kebiasaan, (b) pengetahuan tentang kecenderungan, (c) pengetahuan tentang.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi169
1032.
1033.
1034.
1035.
1036.
klasifikasi, (d) pengetahuan kategori, (e) pengetahuan metodologi; (3) pengetahuan hal-hal yang umum yang meliputi: (a) pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi, (b) pengetahuan teori dan struktur (Bloom, 1981: 62-77). Penilaian atas dampak adalah untuk memperkirakan apakah intervensi menghasilkan efek yang diharapkan atau tidak. Perkiraan seperti ini tidak menghasilkan jawaban yang pasti tapi hanya beberapa jawaban yang mungkin masuk akal. Tujuan dasar dari penilaian dampak adalah untuk memperkirakan “efek bersih” dari sebuah intervensi yakni perkiraan dampak intervensi yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari proses dan kejadian lain yang mungkin juga mempengaruhi perilaku atau kondisi yang menjadi sasaran suatu program yang sedang dievaluasi (Rossi dan Freeman dalam Parsons, 2008: 604). Penilaian suatu penampilan atau prestasi kerja seringkali didahului dengan penyusunan daftar kegiatan yang dilaksanakan atas suatu tugas tertentu, hal ini dilakukan atas dua alasan : 1. Untuk memastikan bahwa kita tetap berfokus pada prestasi atau seperti hal-hal yang sesungguhnya dikerjakan pegawai dalam tugasnya. 2. Untuk memastikan bahwa kita tidak mengabaikan beberapa bagian tugas yang penting (Dharma, 1985: 53). Penilaian yang merupakan langkah terakhir dalam proses administrasi dan sebagai salah satu fungsi organik manajemen - merupakan tindakan pengukuran dan pembandingan daripada hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Dalam penilaian tersebut yang menjadi objeknya adalah seluruh segi kegiatan yang telah selesai dilakukan yang meliputi: 1. Hasil yang dicapai dalam satu kurun waktu tertentu, 2. Biaya yang nyatanya dikeluarkan oleh satu organisasi untuk mencapai hasil itu dibandingkan dengan biaya yang tersedia, 3. Tenaga yang dipergunakan, 4. Sarana dan prasarana yang dimanfaatkan, termasuk cara pemanfaatannya, 5. Efektivitas mekanisme dan prosedur kerja yang telah ditetapkan. (Siagian, 1985: 103). Peranan/Hubungan-hubungan sosial yang ada dalam masyarakat, merupakan hubungan antara peranan-peranan individu dalam masyarakat. Peranan-peranan tersebut diatur oleh norma-norma yang berlaku dalam masyarakat (Soekanto, 1990 :269). Perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan/dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan. Karena itu perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mapu menyentuh kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan baik internal maupun eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan (Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 6).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi170
1037. Perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas (Pusic dalam Adi, 2001: 206-207). 1038. Perencanaan strategis penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk/jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada (Rangkuti, 2005:2-3). 1039. Perencanaan/Kriteria-kriteria dari perencanaan partisipatif sebagai berikut: 1. Adanya perlibatan seluruh stakeholders. 2. Adanya upaya pembangunan institusi masyarakat yang kuat dan legitimate. 3. Adanya proses politik melalui negosiasi atau urun rembuk yang pada akhirnya mengarah pada pembentukan kesepakatan bersama (collective agreement). 4. Adanya usaha pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan pembelajaran kolektif yang merupakan bagian dari proses demokratisasi (Samsura dalam Fitriastuti, 2005:40). 1040. Perencanaan/Perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal proses pembangunan (Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 6). 1041. Perencanaan/Setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya. Perencanaan ini dikenal dengan perencanaan pembangunan (Conyers, 1994: 5). 1042. Perencanaan/Setiap bentuk perencanaan pasti mempunyai implikasi atau aspek sosial, karenanya dapatlah dianggap bahwa perencanaan sosial harus merupakan bentuk arahan bagi seluruh rangkaian kegiatan perencanaan itu sendiri. Perencanaan jenis ini biasanya dipakai pemerintah atau badan lainnya guna mengatasi masalah perubahan ekonomi dan masalah sosial pada umumnya. Perencanaan ini dikenal dengan perencanaan pembangunan (Conyers, 1994: 5). 1043. Perhatian pada rincian (Attention to Detail). Maksudnya adalah perhatian karyawan terhadap rincian tugas pekerjaaan. Karakteristik budaya ini memberikan gambaran atau penjelasan bahwa, kinerja organisasi dapat diwujudkan secara efektif bilamana tugas-tugas pekerjaan dalam organisasi dirinci dan diformulasi sedemikian rupa, sehingga dengan berpedoman pada rincian kerja tersebut semua karyawan akan berperilaku mengarah pada tujuan. Dalam hal ini, rincian tugas pekerjaan (job description) berfungsi sebagai standar yang membatasi perilaku, dan sebagai penjabaran konkrit dari kebijakan/program, dengan kebijakan itu sendiri sebagai penjabaran dari strategi yang diambil/ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuannya (Tachjan, 2006: 125). 1044. Permintaan/Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pergeseran kurva permintaan obligasi adalah sebagai berikut: Kekayaan. Kekayaan yang meningkat pada setiap tingkat harga menyebabkan bertambahnya kemampuan untuk membeli obligasi sehingga return yang diperoleh semakin besar, sebagai akibatnya permintaanpun bertambah. Kurva
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi171
permintaan obligasi bergeser ke kanan. Perkiraan Imbal Hasil. Perkiraan imbal hasil dapat dilihat dari perkembangan tingkat suku bunga, return aset lain, serta tingkat inflasi yang terjadi. Naiknya tingkat suku bunga pasar menjadikan return yang diperoleh berkurang sehubungan dengan turunnya harga jual. Akibatnya kenaikan tingkat suku bunga pasar menggeser kurva ke kiri yang berarti permintaan berkurang. Apabila return aset lain meningkat sementara return obligasi tetap, ini menggambarkan return obligasi menurun relatif terhadap aset lain. Sedangkan untuk tingkat inflasi dapat mempengaruhi return atas aset ril seperti tanah dan rumah, return utnuk aset seperti ini meningkat saat inflasi meningkat. Akibatnya return obligasi menurun relatif terhadap aset riil. Resiko. Jika harga obligasi menjadi berfluktuasi, maka resiko yang terkait dengan obligasi akan meningkat dan obligasi menjadi kurang menarik. Likuiditas. Likuiditas merupakan istilah yang menunjuk pada kemudahan asset untuk dikonversikan menjadi uang. Semakin likuid aset, semakin menarik aset tersebut untuk dimiliki. Akibatnya, permintaanpun bertambah, kurva permintaan bergeser ke kanan (Mishkin, 2008 : 128-135). 1045. Persaingan/Ancaman dari produk pengganti seperti daya tawar pembeli dan penyalur sebagai moderator potensial dalam mencapai keunggulan bersaing. Tetapi, tekanan seharusnya dibuat bahwa, dalam konteks struktur industri hal yang penting adalah merumuskan suatu langkah strategis ketika pembedaan produk mencapai titik jenuh. Disinilah orientasi strategik yang merupakan sebuah budaya suatu perusahaan yang sangat efektif dan efisien dalam menciptakan sikap perusahaan yang dapat menimbulkan nilai superior bagi konsumen. Dan nilai keunggulan bersaing tersebut diterjemahkan ke dalam penciptaan inovasi produk (Porter (1985) dalam, Lado,dkk,1992,p.79). 1046. Persaingan/Dalam kondisi lingkungan yang berubah cepat ini, keunggulan bersaing perusahaan ditentukan oleh kreativitas dan inovasi yang dapat memuaskan pelanggan secara lebih baik dibanding pesaing. Oleh karena itu, dalam kondisi lingkungan pasar yang dinamis, fokus pada pelanggan dan pesaing menjadi satu kewajiban yang tidak dapat dihindari perusahaan (Prasetya, 2002: 223-224). 1047. Persaingan/Intensitas kompetisi dan persaingan lingkungan merupakan ukuran pasar untuk berinovasi. Pada saat para pesaing mengeluarkan strategi baru sehingga mereka memiliki kesempatan untuk berkembang di pasar maka intensitas persaingan yang terjadi akan semakin tinggi. Mereka memiliki bekal yang cukup kuat untuk bersaing. Saat inilah perusahaan perlu melakukan inovasi guna mengimbangi perubahan strategi yang dilakukan pesaing. Perusahaan yang tidak memiliki sumber daya cukup guna merespon perubahan biasanya akan tertinggal dari pesaingnya. Beliau juga mengemukakan bahwa perusahaan yang menggunakan lebih banyak sumber-sumber informasi teknologi cenderung lebih inovatif dibandingkan perusahaan yang tidak memanfaatkan informasi teknologi. Keberadaan teknologi informasi dapat dipakai sebagai ’jendela’ untuk melihat peluang dan ancaman
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi172
1048.
1049.
1050.
1051.
1052.
1053.
1054. 1055.
1056.
yang ada di lingkungan. Dengan informasi teknologi sekaligus perusahaan akan dapat mengukur kekuatan yang dimilikinya jika dibandingkan dengan para pesaing (Hadjimanolis, 2000: 238). Persaingan/Intensitas kompetisi dan persaingan lingkungan merupakan ukuran pasar untuk berinovasi. Pada saat para pesaing mengeluarkan strategi baru sehingga mereka memiliki kesempatan untuk berkembang di pasar maka intensitas persaingan yang terjadi akan semakin tinggi (Hadjimanolis, 2000: 238). Persaingan/Kerangka keunggulan bersaing harus memiliki tiga tujuan ekonomis menjadi pedoman arah kebijakan strategis perusahaan dari hampir semua organisasi bisnis, yaitu untuk memastikan kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan profitabilitas. Oleh karena itu setiap perusahaan yang bersaing dalam suatu industri mempunyai strategi bersaing (Asumsi Morgan dan Piercy (1998,p.196). Persaingan/Ketidakmampuan pemilik untuk memelihara kekuatannya dalam menghadapi tantangan yang ada justru akan berpengaruh pada turunnya kinerja dan kegagalan perusahaan (Hill dan McGowan, 1999: 167). Persaingan/Ketidakpastian faktor eksternal menyebabkan perusahaanperusahaan berinovasi untuk memenangkan persaingan (Wess dan Heide, 1993: 220-233). Persaingan/Keunggulan bersaing adalah jantung kinerja perusahaan dalam pasar bersaing. Keunggulan bersaing pada dasarnya tumbuh dari nilai atau manfaat yang diciptakan oleh perusahaan bagi para pembelinya yang lebih dari biaya yang harus dikeluarkan untuk menciptakannya. Nilai atau manfaat inilah yang sedia dibayar oleh pembeli, dan nilai yang unggul berasal dari penawaran harga yang lebih rendah ketimbang harga pesaing untuk manfaat setara atau penawaran manfaat unik yang melebihi harga yang ditawarkan (Porter, 1993: 3). Persaingan/Keunggulan bersaing dapat dipertahankan dengan memasang rintangan pada jalan masuk dengan pesaing yang potensial, seperti skala dan jangkauan ekonomi, pengalaman atau dampak kurva pembelajaran, pembedaan produk, keperluan modal, dan biaya pergantian pembeli (Porter (1985; dalam, Lado,dkk,1992,p.79). Persaingan/Keunggulan bersaing dapat diukur dari Financial Performance dan Kinerja pasar (Homburg dan Pflesser, 2000: 456). Persaingan/Keunggulan bersaing sebagai posisi organisasi yang unik terhadap pesaingnya. Keunggulan bersaing dapat diperoleh sebagian besar dari sumber daya dan modal. Sumber daya yang dimaksud adalah kekuatan dan kelemahan kinerja pemasaran, sedangkan modal diartikan sebagai kemampuan perusahaan didalam mengelola sumberdaya yang dimiliki untuk bekerja sama seperti tim kerja dalam satu departemen, atau dengan kata lain tinggi rendahnya kinerja pemasaran akan berpengaruh kepada tinggi rendahnya keunggulan bersaing perusahaan (Colgate, 1998: 80). Persaingan/Perusahaan dengan kemampuan berinovasi tinggi akan lebih berhasil dalam merespon lingkungannya dan mengembangkan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi173
1057.
1058.
1059. 1060.
1061.
1062.
1063.
1064.
1065.
kemampuan baru yang menyebabkan keunggulan kompetitif dan kinerja yang superior (Hurley dan Hult, 1998: 42). Persaingan/Perusahaan seharusnya terus meningkatkan rintanganrintangan ini mereka melalui investasi kembali pendapatan jika mereka berhasil menghalangi jalan masuk oleh pesaing yang potensial dan mobilitas dengan pesaing yang ada melalui kelompok strategik industri (Caves dan Porter, 1977; Porter, 1980, 1985; dalam, Lado,dkk,1992,p.79). Persaingan/Secara umum setiap perusahaan harus memantau tiga variabel ketika menganalisis para pesaingnya: 1) Pangsa pasar atau sasaran pasar. 2) Pangsa ingatan, atau persentase pelanggan yang menyebut nama pesaing dalam menanggapi pertanyaan, “sebutkan perusahaan pertama di Industri ini yang ada dalam pikiran anda.” 3) Pangsa hati atau persentase pelanggan yang menyebut nama pesaing dalam menanggapi pertanyaan, “Sebutkan perusahaan yang produknya lebuh anda sukai untuk dibeli” (Philip Kotler, 2006: 419 ). Produktivitas marjinal dari suatu input akan semakin menurun apabila input-input lain tetap (Boediono, 1996 : 75-82). Produktivitas/Untuk dapat meningkatkan produktifitas yang lebih tinggi pada diri karyawan, perlu ditimbulkan semangat dan gairah kerja bagi karyawan (Nitisemito, 1996: 84). Program (rangkaian kegiatan pemecahan masalah) tersebut dapat dikelompokkan secara berjenjang ke dalam: “Program categories, Program sub-categories, Program elements” (Zwick dalam Djamaludin, 1977: 82-83). Program harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Sasaran yang hendak dicapai, 2. Jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu, 3. Besarnya biaya yang diperlukan beserta sumbernya, 4. Jenis-jenis kegiatan yang akan dilaksanakan, dan 5. Tenaga kerja yang dibutuhkan baik ditinjau dari segi jumlahnya maupun dilihat dari sudut kualifikasi serta keahlian dan keterampilan yang diperlukan (Siagian, 1985: 85). Program merupakan rencana yang bersifat komprehensif yang sudah menggambarkan sumber daya yang akan digunakan dan terpadu dalam satu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metoda, standar, dan budget (Terry, 1977: 253). Program/Isi program tersebut harus menggambarkan: (1) interests affected, (2) type of benefits, (3) extent of change envisioned, (4) site of decision making, (5) program implementers, (6) resources commited”. Maksudnya, isi program tersebut harus menggambarkan: (1) kepentingan yang terpengaruhi oleh program, (2) jenis manfaat yang akan dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diinginkan, (4) status pembuat keputusan, (5) Siapa pelaksana program, dan (6) sumber daya yang digunakan (Grindle, 1980: 11). Publik/Konsep publik memiliki lima perspektif (Frederickson, 1997 : 30), yaitu: 1. The public as interest groups (the pluralist perspective); 2. The public as rational chooser (the public choice perspektive); 3. The public as represented (the legislative perspective); 4. The public
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi174
1066.
1067.
1068.
1069.
1070.
1071.
1072.
1073.
1074.
as customer (the service - providing perspective); 5. The public as citizen. Rendah atau minimal formalization (Hall, 1983), bilamana perilaku para pegawai relatif tidak terprogram. Hal ini menawarkan kepada para pegawai banyak kebebasan untuk mengambil kebijakan di dalam pekerjaannya. Dalam hal ini berarti tidak terlalu banyak peraturan kerja dan kedalaman pengaturannya (Hall, 1983: 64). Rendahnya jumlah jam kerja karyawan dapat dikaitkan dengan ketidakserasian antara jabatan dan tingkat pendidikan (Djojohadikusumo, 1991: 211). SDM/Agar di masyarakat tersedia sumber daya manusia yang handal diperlukan pendidikan yang berkualitas, penyediaan berbagai fasilitas sosial, lapangan pekerjaan yang memadai. Kelemahan dalam penyediaan berbagai fasilitas tersebut akan menyebabkan keresahan sosial yang akan berdampak kepada keamanan masyarakat (Handoko, 2000: 10). SDM/Bahwa SDM harus dikelola dengan baik semakin disadari oleh perusahaan, sehingga muncul istilah manajemen SDM yang bukan saja merupakan sekedar manajemen personel (Personnel Management), melainkan mencakup tujuan yang lebih luas, yaitu memandang manusia dengan segala keunikannya dan mempunyai kemampuan untuk berkembang (Tika, 2005 : 24). SDM/Elemen-elemen penting agar manajemen sumber daya manusia dalam organisasi efektif, yaitu: (1) Beberapa persyaratan dasar organisasi, (2) paket kebijaksanaan sumber daya manusia yang komprehensif dan (3) iklim hubungan karyawan dalam hal keyakinan, kepercayaan dan keterbukaan (Saydam, 2004: 24). SDM/Kualitas sumber daya manusia Indonesia dewasa ini dibandingkan dengan kualitas sumber daya manusia di beberapa negara anggota-anggota ASEAN nampaknya masih rendah kualitasnya, sehingga mengakibatkan produktivitas per jam kerjanya masih rendah (Koesmono, 2006: 2). SDM/Pembinaan SDM (human resource development) akan dapat menumbuhkan Sense of Belonging, yaitu rasa memiliki terhadap perusahaan, loyalitas, dan dedikasi kepada perusahaan, meningkatkan kerjasama tim, komunikasi antar bagian, dan hubungan antar manusia, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi kerja dan efektivitas perusahaan untuk mencapai produktivitas yang tinggi (Flippo, 1984 : 3). SDM/Prinsip utama berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia dan manjemen pemerintahan, yaitu: (1) Pembagian kerja, (2) wewenang, (3) disiplin, (4) kesatuan komando, (5) kesatuan arah, (6) renumerasi, (7) sentralisasi, (8) rantai skalar, (9) stabilitas masa kerja pegawai, (10) inisiatif (Henry Fayol dalam Robbins, 1996: 36). SDM/Sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan atau organisasi dapat dikategorikan atas empat macam sumber daya yaitu finansial, fisik, manusia dan kemampuan teknologi. Menurut Gomes (2002: 6), manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang potensial dan
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi175
1075.
1076. 1077. 1078.
1079.
1080.
1081.
1082.
1083.
1084.
sangat strategis peranannya dalam setiap bentuk mestinya, sehingga sumber daya manusia dapat memainkan peran eksistensi dan fungsionalnya di dalam organisasi (Simamora (1995: 2). Secara kodrati manusia dapat menerima dengan baik hubungan rasional antara individu. Ketika rasional itu berjalan dengan baik, logikanya, bahwa ada sistem sosial yang menggerakkan respek pada otoritas atasan yang memberikan pengetahuan yang tinggi terhadap ilmu dan pengetahuan, menghormati undang-undang yang dibuat oleh politisi, mematuhi aturan alas yang ditetapkan, mempercayai pejabatpejabat pemerintah dan sebagainya. Kepatuhan-kepatuhan tersebut akan berlangsung sampai dengan apabila individu dan warga masih menganggap cukup alasan dan masuk akal untuk menghormati program-program itu (John Locke dalam Agustino, 2006: 157). Semakin besar diferensiasi, semakin besar potensi untuk kesulitan dalam kontrol, koordinasi, dan komunikasi (Hall, 1983: 54). Sentralisasi sebagai lokus otoritas pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi (Van de Ven dan Ferry dalam Hall, 1983: 74). Sentralisasi/Centralization as the level and varity of participation in strategic decision by groups relative to the member of groups in organization. The greater the level of participation by a greater member of groups in organization, the less the centralization (Hoge dalam Hall, 1999: 74). Sikap merupakan masalah penting dan menarik dalam lapangan psikologi, khususnya psikologi sosial menempatkan masalah sikap sebagai problem sentralnya (Krech dan Fiel (1954: 151) dalam Nawawi, 2006: 1). Sikap/Ada 3 (tiga) komponen sikap seperti dijelaskan di bawah ini: (a) Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan dan yang berhubungan dengan persepsi terhadap objek sikap. (b) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang (positif) atau tidak senang (negatif) terhadap objek sikap. (c) Komponen konatif (komponen perilaku atau action component), yaitu komponen yang terkait dengan kecenderungan bertindak terhadap objek (Nawawi, 2006: 29). Standardisasi itu sendiri adalah: “…kesesuaian dengan model tertentu atau contoh yang dianggap situasi tertentu yang tepat (Jones, 1995: 68). Standardisasi/Perlu adanya keseimbangan antara standardisasi dan mutual adjustment (Jones, 1995: 68-69). Di mana keduanya merupakan mekanisme pengkoordinasian (Mintzberg, 1979: 5). Strategi merupakan tema yang memberikan kesatuan arah bagi pengambilan keputusan, baik organisasi maupun pribadi (Grant, 1997: 3). Strategi sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan atau alokasi sumber daya yang mendefinisikan bagian organisasi, misalnya apa yang dikerjakan organisasi dan mengapa organisasi melakukannya (Beyson, 2003: 189).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi176
1085. Strategi/Secara ringkas strategi adalah sebuah kombinasi akhir yang ingin dicapai perusahaan serta bagaimana untuk mencapai tujuan akhir (Dirgantoro, 2002: 79). 1086. Struktur organik mempromosikan fleksibilitas, sehingga orang melakukan perubahan dan dapat beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan kondisi. Struktur organik yang terdesentralisasi; otoritas pengambilan keputusan didistribusikan ke seluruh hirarki, dan orangorang menganggap otoritas dan membuat keputusan sebagai kebutuhan organisasi mendikte. Peran secara longgar didefinisikan-orang melakukan berbagai tugas dan terus mengembangkan keterampilan dalam kegiatan baru (Jones, 1995: 78). 1087. Struktur yang paling efektif adalah yang dapat menyesuaikan diri pada kebutuhan lingkungan, yang berarti akan cocok menggunakan desain mekanistis dalam suatu lingkungan yang stabil dan pasti (placidrandominized), dan akan cocok desain bentuk organis dalam lingkungan yang kacau (turbulent-field) (Burn dan Stolber dalam Robbins, 1990: 210). 1088. Sumber daya tersebut dapat diukur dari aspek kecukupannya yang didalamnya tersirat kesesuaian dan kejelasan. Hal ini dikemukakan oleh Edwards III (1980) bahwa: “Insufficient resources will mean that laws will not be enforced, services will not be provided, and reasonable regulations will not be developed” (Edwards III, 1980: 1). 1089. Sumber daya/Akal budi manusia menemukan cara lain yaitu dengan menciptakan nilai atau nilai tambah yang pada setiap sumber daya yaitu alam, manusia atau sesuatu yang merupakan buatan manusia itu sendiri (Ndraha, 1997: 65). 1090. Sumber daya/Dalam organisasi kerja, Schrode (1974) mengelompokkan sumber daya ke dalam: - Human resources –can be classified in a variety of ways: laborers, engineers, accountants, faculty, nurses, etc. - Physical resources – equipment, facilities, buildings, materials, office, supplies, etc. - Money resources – cash on hand, debt financing, owner's investments, sale revenues, etc. - Data resources – historical, projective, cost, revenue, and manpower data (related to other type of resource classifications) (Schrode, 1974 : 143). 1091. Sumber daya/Hodge, et. al. (1996) mengelompokkan sumber daya ke dalam: - Human resources; - Material Resources; - Financial resources, and Information (Hodge, et al., 1996: 14). 1092. Sumber daya/Schermerchorn, et al. (1994) mengelompokkan sumber daya ke dalam: - Information; - Materials; - Equipment; - Facilities; Money; - People (Schermerchorn, et al., 1994: 14). 1093. Sumber daya/Sumber daya terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu : sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan yang mendukung implementasi kebijakan pembangunan. Yakin (2004: 28) mejelaskan ketiga sumberdaya tersebut: Sumber daya manusia merupakan potensi manusia yang disumbangkan dalam pembangunan. Potensi manusia itu ditentukan oleh komitmen, kompetensi dan ditentukan oleh kemapanan emosionalnya. Manusia sebagai unsur
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi177
terpenting dari implementasi kebijakan. Proses implementasi tergantung pada implementornya. Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan umat manusia, berupa benda-benda hidup maupun benda mati (living and non living endoments) yang dieksploitasi oleh manusia sebagai sumber makanan, bahan mentah dan energi. Sumber daya buatan atau disebut dengan sumber daya teknologi adalah semua peralatan untuk mendukung semua kegiatan. Semua yang menyangkut teknologi dapat dikelompokan dalam sumber daya metode. Seperti kita lihat bahwa sumber daya teknologi banyak bergerak di kota dibandingkan di desa sehingga kota memegang peranan penting di dalam perkembangan masyarakat. Akibatnya kota menjadi daya tarik karena menjadi wadah dari berbagai kegiatan sehingga kota mengalami yang cepat misalnya perubahan usaha perdagangan, industri dan jasa. 1094. Sumber daya/Variabel sumber daya dalam manajemen (management, resources) lebih jelas lagi yang dinyatakan oleh Nawawi (2007: 122). Sumberdaya dapat diringkas menjadi 3 (tiga) yaitu: sumberdaya manusia, sumberdaya material dan sumberdaya metode “. Ketiga hal tersebut dijelaskan sebagai berikut: (1) Manusia atau People yang bermoral, yaitu orang yang menggerakkan, menjalankan dan melakukan aktivitas-aktivitas untuk mencapai tujuan, termasuk yang mendayagunakan sumber-sumber daya lain. Orang atau orang-orang adalah merupakan faktor yang sangat menentukan dalam kelangsungan atau proses dan aktivitas administrasi hingga tercapainya suatu tujuan yang diinginkan. Manusia merupakan penggerak utama atau merupakan inovator untuk menjalankan fungsi-fungsi administrasi, yaitu dari merencanakan tujuan, pelaksanaan hingga tercapainya tujuan yang direncanakan. Tanpa manusia tidak akan ada kegiatan-kegiatan administrasi, artinya fungsi-fungsi adrninistrasi tidak akan berjalan. (2) Sumber daya materiil, yaitu berbagai sarana dan prasarana yang dimanfaatkan, digunakan dan kemudian diproses oleh manusia untuk menghasilkan sesuatu output. Di sini termasuk uang, mesin-mesin, gedung, informasi, waktu, dan lain-lain. Modal yang tercakup atau tergolong dalam setiap proses dan aktivitas. Administrasi antara lain berupa uang, alat-alat, mesin-mesin. Semua aktivitas manusia dalam proses Administrasi memerlukan atau menggunakan modal, karena tanpa modal manusia tidak akan dapat berbuat sesuatu. Apalagi dalam aktivitas Administrasi perusahaan, misalnya untuk mendirikan satu perusahaan, faktor modal harus benar-benar diperhitungkan apabila tidak ingin gagal atau bangkrut. (3) Metode-metode (methods), yaitu cara yang digunakan dalam memproses input menjadi output. Setiap aktivitas kerjasama memerlukan metode-metode atau teknik-teknik atau teknologi kerja agar tujuan yang hendak atau dicapai terlaksana secara efektif dan efisien. Metode-metode atau teknik-teknik kerja ini antara lain berupa penentuan struktur organisasi yang bagaimana yang diperlukan, sistem administrasinya, division of work, departementasi, wewenang dan tanggung jawab.
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi178
1095. Teknologi tidak sama dengan ilmu pengetahuan maksudnya dalam penggunaan, barangkali lebih sewajarnya jika teknologi dilihat sebagai sebuah sub dari ilmu pengetahuan, karena banyaknya kesulitan yang ditemukan dalam menggambarkan ilmu pengetahuan sebagai sumber daya yang dapat diukur (Capon dan Glazer, 1987: 2). 1096. Teori Area Alamiah (The Theory of Natural Areas), E.W Burgess (1955) dalam Nawawi (2006: 46). Dikatakan bahwa konsep teori ini banyak menitikberatkan pada sifat manusianya (Human Nature) dari pada lingkungan alamnya. 1097. Teori Dua Faktor (Two Factors Theory) dari Frederick Herzberg dalam Umar (2001: 38) Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Faktor-faktor Pemeliharaan (Maintenance Factors): Merupakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus, seperti misalnya lapar-makan kenyanglapar. Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya gaji, kepastian pekerjaan dan supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini bukanlah sebagai motivator, tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan. 2. Faktor Motivasi, Faktor-faktor ini merupakan faktor-faktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman, penempatan kerja yang sesuai dan lain sebagainya. Teori Dua Faktor ini disebut juga dengan Konsep Higiene dalam Umar (2001: 39) dari konsep Higiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan pekerjaan bagi pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbangan antara kedua faktor ini yang mencakup: 1) Isi Pekerjaan yang meliputi: Prestasi; Pengakuan; Pekerjaan itu sendiri; Tanggung jawab; Pengembangan potensi individu. 2) Faktor Higienis yang meliputi: Gaji dan upah. Kondisi kerja. Kebijakan dan administrasi lembaga. Hubungan antar pribadi. Kualitas supervisi. 1098. Teori Dua Faktor (Two Factors Theory) dari Frederick Herzberg dalam Umar (2001: 38) Pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan, yaitu: 1. Faktor-faktor Pemeliharaan (Maintenance Factors): Merupakan faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat pekerja yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Kebutuhan ini akan berlangsung terus-menerus, seperti misalnya lapar-makan kenyanglapar. Dalam bekerja, kebutuhan ini misalnya gaji, kepastian pekerjaan dan supervisi yang baik. Jadi faktor-faktor ini bukanlah sebagai motivator, tetapi merupakan keharusan bagi perusahaan. 2. Faktor Motivasi ( Motivation Factors ), Faktor-faktor ini merupakan faktorfaktor motivasi yang menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan, misalnya ruangan yang nyaman, penempatan kerja yang sesuai dan lain sebagainya. Teori Dua Faktor ini disebut juga dengan Konsep Higiene dalam Umar (2001: 39) dari
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi179
1099.
1100.
1101.
1102.
1103.
1104.
1105.
1106.
1107.
konsep Higiene dapat diketahui bahwa dalam perencanaan pekerjaan bagi pekerja haruslah senantiasa terjadi keseimbangan antara kedua faktor ini yang mencakup: 1) Isi Pekerjaan yang meliputi: Prestasi; Pengakuan; Pekerjaan itu sendiri; Tanggung jawab; Pengembangan potensi individu. 2) Faktor Higienis yang meliputi: Gaji dan upah. Kondisi kerja. Kebijakan dan administrasi lembaga. Hubungan antar pribadi. Kualitas supervisi. Tim/Dalam suatu organisasi lazimnya terdapat lima tipe tim yaitu: “Problem-Solving Teams, Self-Directed Work Teams, CrossFunctional Teams, Virtual Teams, Skunkworks” (Gibson, et. al., 2003: 233). Tim/Skunkwork merujuk pada suatu tim kecil insinyur, teknisi, dan perancang di mana mereka ditempatkan pada tim yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan produk baru yang bersifat inovatif (Gibson, et al., 2003: 235). Tim/Tim akan mempunyai potensi dalam menjalankan perannya sebagai berikut: Creator (Pencipta: mengawali gagasan baru). Promoter (Promotor: memperjuangkan gagasan setelah gagasan itu diawali). Assesor (Penilai: menawarkan pilihan-pilihan hasil analisis). Organizer (Pengorganisasi: memberikan struktur). Producer (Penghasil: memberikan pengarahan dan tidak lanjut). Controller: (Pengawas: mengecek rincian dan menjalankan aturan). Maintainer (Pemelihara: bertempur terhadap pihak luar). Adviser (Penasihat: mengusahakan informasi lengkap). Linker (Penaut: mengkoordinasi dan memadukan) (Robbins, 2001: 266). Tim/Virtual Teams/Suatu tim yang dalam bekerjasamanya menggunakan teknologi computer karena anggota-anggotanya tersebar secara fisik untuk mencapai tujuan bersama (Robbins, 2001: 261). Undang-undang/Oleh ilmu hukum undang-undang dalam arti luas ini dipandang sebagai “produk hukum”, sedangkan oleh ilmu administrasi publik dipandang sebagai kebijakan-kebijakan negara (policies), rencana-rencana Negara (plans), keputusan-keputusan negara (decisions), dan perintahperintah negara (orders) yang harus dilaksanakan oleh administrasi publik ebagai institusi (Atmosudirdjo, 1976: 284). Z_[definisi]Dokumentasi merupakan teknik untuk mengumpulkan data dengan cara memanfaatkan data yang tersedia dalam bentuk dokumen sebagai sumber informasi (Arikunto, 1998: 237). Z_[definisi]Ekonomi/Arti sempit ekonomi adalah aturan rumah tangga. Arti luas ekonomi adalah semua kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada (Suryanto, 2002:20). Z_[definisi]Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,2002: 64). Z_[definisi]Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah di tetapkan (Nazir (1988: 325).
[email protected] – www.infodiknas.com
Penulis Rulam Ahmadi180
1108. Z_Analisa deskriftif kualitatif/Tehnik ini bertujuan menggambarkan fenomena tertentu secara lebih rinci. Alasan digunakan tehnik ini adalah sebagai berikut: a. Mampu menggali informasi yang lebih luas , mendetail dan mendalam dari beberapa interaksi dan fenomena sosial terutama yang erat kaitannya dengan variabel-variabel yang diteliti. b. Analisa deskriftif dapat mengkaji temuan-temuan dari kasus yang terjadi di lokasi penelitian, sehingga yang diperolah diharapkan dapat mengembangkan konsep (Surahmad, 1987: 14). 1109. Z_Fokus/Gusti Ngurah Agung menyebutkan penentuan fokus ini memiliki tujuan: 1. Penetapan fokus untuk membatasi studi, bahwa dengan adanya fokus penelitian, tempat Penelitian menjadi layak.sekaligus membatasi fokus pada domain/kategori yang memandang banyak data/informasi dari domain-domain atau kategori tertentu. 2. Penentuan fokus secara efektif menetapkan kriteria sumber informasi untuk menjaring informasi yang mengalir masuk, sehingga temuannya memiliki arti dan nilai strategis bagi informan. (Kuntur, 2003: 24-25). 1110. Z_Penelitian yang dilakukan dengan maksud untuk menggali data dari responden dan untuk mengkaji hipotesis adalah penelitian dengan menggunakan tingkat eksplanatory yaitu tingkat dimana variabel yang diteliti diharapkan dapat menjelaskan obyek yang diteliti melalui data yang terkumpul (Sugiyono, 1994 : 6). 1111. Z_Proportional Random Sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang berstrata atau berwilayah (Arikunto, 2002 : 117). 1112. Z_Studi kasus merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisme, lembaga atau gejala tertentu (Arikunto, 1996 : 129). 1113. Z_Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang tidak dipengaruhi atau tidak tergantung oleh variabel lain dengan kata lain variabel mempengaruhi variabel lain (Algifari 2000 :2). 1114. Z_Variabel individu yaitu kemampuan tidak dapat dipisahkan dengan konsep ketrampilan. Di dalam hal ini kemampuan merupakan sifat (bawaan sejak lahir atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang melakukan sesuatu yang bersifat mental atau fisik maka ketrampilan dinyatakan sebagai kecakapan yang berhubungan dengan tugas yang dimiliki dan dipergunakan dalam tugas (Gibson, 1990: 55). 1115. Z_Variabel penelitian adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian (Arikunto, 1998: 97).
[email protected] – www.infodiknas.com