Penjatuhan Hukuman Disiplin pada Pegawai Negeri Sipil
oleh Drs. Idris, M.Si
0
I.
PENDAHULUAN
Dalam rangka mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang handal, professional, dan bermoral, pada awal bulan Juni lalu pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS. PP Nomor 53 Tahun 2010 merupakan amandemen atas PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang disiplin PNS yang selama kurun waktu 30 tahun menghiasi dunia kepegawaian. Pemerintah menilai, dalam pelaksanaanya PP 30 tahun 1980 telah dihinggapi beragam tantangan yang perlu disinergikan dan selaraskan kembali seiring dengan perkembangan dan konteks kekinian sistem manajemen kepegawaian nasional. Seperti yang sering kita dengar melalui media massa, kinerja PNS hingga sekarang ini masih menjadi sorotan tajam diskusi masyarakat terlebih berkaitan dengan kinerja dan kedisiplinannya. Padahal, dalam PP 30 tahun 1980 maupun PP 53 tahun 2010 sebagai penggantinya, telah diatur secara tegas dan eksplisit apa dan bagaimana seharusnya seorang Abdi Negara berkinerja. Dalam peraturan disiplin PNS telah diatur hal-hal yang memuat tentang kewajiban, larangan, dan jenis hukuman disiplin yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang telah terbukti melakukan pelanggaran, mulai dari jenis hukuman disiplin ringan, sedang, hingga berat. Ketidakdisiplinan PNS merupakan bahan diskusi “empuk” dan akan selalu menjadi sorotan tajam masyarakat mengingat bagi mereka, status PNS adalah sosok yang patut
dijadikan
contoh
dan
teladan,
karena
dianggap
sebagai
kepanjangan tangan dari pemerintah. Sehingga sangat wajar apabila masyarakat memiliki keinginan dan harapan yang lebih terhadap kinerja dan produktivitas PNS. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa “ruh” dan semangat yang diusung dalam penerbitan peraturan pemerintah disiplin pegawai
1
ini adalah dalam rangka mewujudkan PNS yang handal, professional, dan bermoral sebagai penyelenggara pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik (good governance), (sesuai yang tertuang dalam penjelasan PP 53 tahun 2010). Peraturan disiplin pegawai dirancang sedemikian rupa untuk membantu pegawai dalam menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas serta dapat mendorong PNS untuk lebih produktif berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja. Namun, seberapa efektifkah sistem dan peraturan disiplin yang ada sekarang, terlebih bila kita hubungkan dengan visi mulai yang hendak dicapai tersebut? Dalam prakteknya, seperti yang telah dialami oleh PP terdahulunya PP 30 tahun 1980, di lapangan masih banyak kita temukan berbagai bentuk pelanggaran, baik yang terang-terangan, maupun sembunyi-sembunyi. Secara konten, materi peraturan disiplin pegawai yang didalamnya diatur mengenai kewajiban, larangan, dan hukuman, keberadaannya sangat diperlukan dalam angka penuntun aturan teknis manajemen kedisiplinan pegawai. Dalam penjatuhan hukuman dalam PP 53 2010 telah ditentukan adanya pola aturan penjatuhan hukuman yang lebih berat dari PP 30 tahun1980, mulai dari penurunan pangkat setingkat lebih rendah, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan PNS, hingga pemberhentian dengan hormat maupun dengan tidak hormat. Dalam hal pejabat yang berhak memberikan hukuman juga diperketat dengan pemberian kewenangan bagi pejabat atasan langsung untuk menindak staf-nya yang secara aturan telah dinyatakan melakukan pelanggaran disiplin. Bahkan, bagi pejabat yang mengetahui bahwa ada staf-nya yang telah terbukti melakukan pelanggaran disiplin namun pejabat yang bersangkutan tidak melakukan penindakan dengan penjatuhan hukuman, maka pejabat yang bersangkutan justru yang akan dikenai hukuman disiplin sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan 2
oleh staf-nya tersebut. Melalui pendekatan seperti inilah yang bagi sebagian kalangan dianggap menjadi salah satu pembaik dan pembeda antara PP 30 tahun 1980 dengan PP 53 tahun 2010. Namun, peraturan pemerintah yang mengatur tentang disiplin PNS tersebut tetaplah produk yang bersifat normatif dan legal formal. Keberadaannya diperlukan atas dasar nafas administratif birokrasi dalam manajemen kepegawaian. Peraturan disiplin ini sangat diperlukan dalam rangka mengatur pegawai dalam ranah hukum positif kepegawaian, seperti
apa saja yang wajib dilakukan, apa saja yang dilarang untuk
dilakukan, hukuman apa saja yang diberikan apabila dilanggar, bagaimana cara pemberian hukuman, serta siapa saja yang berhak menjatuhkan hukuman. Dalam ranah administratif inilah peraturan disiplin PNS ini eksis dan berperan. Dalam perkembangannya, apabila sebuah aturan disusun dalam rangka menopang unsur administratif semata, maka akan sangat dimungkinkan ditemukan berbagai penyimpangan dalam implementasinya, seolah menguatkan anekdot sederhana, “bahwa aturan dibuat memang untuk dilanggar”. Jika kita analisis secara mendalam, PP 53 tahun 2010 tersebut masih menyisakan celah dan kelemahan yang memungkinkan untuk di”mainkan”. Apalagi bila kita korelasikan kembali dengan misi yang hendak dicapai dari lahirnya PP tersebut yakni mewujudkan PNS yang handal, professional, dan bermoral. Sebuah kondisi ideal namun terkesan virtual. Kerentanan terhadap aksi pelanggaran yang menjauhkan dari tercapainya misi awal, tidak hanya terletak pada unsur materi dasar yang tertuang dalam peraturan pemerintah tersebut, melainkan pula pada ranah implementasinya dilapangan. Musuh bersama penegakan PP 53 tahun 2010 tersebut adalah masih bersarangnya bahaya laten sifat-sifat seperti KKN, tahu sama tahu, aksi diam sama diam, hingga akhirnya setiap pelanggaran yang ada terkubur dengan nyaman. Semua pihak yang berkepentingan melakukan
3
usaha degan semangat simbiosis mutualisme atas dasar prinsip “yang penting semuanya selamat”. Inilah bom waktu yang bisa saja menanti. Didalam menerapkan sebuah peraturan baru, dibutuhkan sebuah komitmen dan usaha yang ekstra kuat (extra ordinary effort) guna mensukseskannya. Bagaimana seorang pejabat hingga staff mau dan mampu dengan kesungguhan hati bersama-sama untuk menjalankan aturan
main
yang
ada
demi
tegaknya
peraturan
disiplin
(law
inforcement). Bila semua bahaya laten tersebut tetap tertanam dan tumbuh subur dalam roda menajemen disiplin pegawai, nampaknya faktor law inforcement inilah yang akan menjadi tema sentral apakah PP 53 tahun 2010 ini akan berjalan efektif ataukah tidak.
4
II.
PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI TENTANG DISIPLIN 1. Pengertian disiplin menurut beberapa pendapat Para ahli memiliki pemahaman dan pendapat yang berbeda – beda mengenai arti disiplin, berikut pendapat mereka : a. Disiplin yang dikutip Menurut Handoko (2010 : 208) secara singkat
disiplin
berarti
menjalankan
standar-standar
organisasional. Dari pengertian ini nampak bahwa disiplin pegawai pada umumnya mempunyai makna yang luas yaitu tidak hanya untuk hormat, taat dan patuh terhadap setiap aturan, standar atau norma yang berlaku, akan tetapi juga mempunyai
makna sebagai suatu kesanggupan
untuk
menjalankan aturan tersebut dengan sungguh - sungguh serta kesediaan menerima sangsi-sangsi bila melanggar. Oleh karena itu dalam setiap peraturan mengenai disiplin kerja akan selalu terdapat tiga komponen yaitu: kewajiban yang harus ditaati, dipatuhi atau dijalankan, larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar dan tindakan pendisiplinan yaitu jenis dan tindakan hukuman disiplin. b. Disiplin yang dikutip menurut Sinungan (2005: 145 - 147) Disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan (Obidence ) terhadap peraturan
dan
ketentuan
yang
ditetapkan
baik
oleh
pemerintah atau etik, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu. Disiplin yang dikutip menurut Sinungan juga adalah pengendalian diri agar tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah dan moral pancasila.
5
c. Disiplin yang dikutip Menurut Siswanto (2009 : 145) bahwa ketaatan itu mengandung pengertian ketaatan terhadap ketentuan atau peraturan yang berlaku, mentaati perintah, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditetapkan.
Dalam
organisasi,
istilah
disiplin
selalu
dihubungkan dengan sikap dan perilaku seseorang karyawan dalam menghadapi atau melaksanakan pekerjaan atau melakukan tugas dan kewajiban, sehingga dikenal istilah disiplin kerja (work discipline).
Disiplin pegawai yang dikutip
Menurut Siswanto (2009 : 156) dapat didefinisikan sebagai suatu sikap atau perilaku pegawai menghormati, menghargai dan taat terhadap peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sangsi-sangsinya bila melanggar
tugas
dan
wewenang
yang
dibebankan
kepadanya. Disiplin pegawai yang tinggi sangat diperlukan oleh organisasi atau kantor dalam mencapai tujuannya, karena itu pembinaan disiplin kerja karyawan perlu dilakukan secara terus-menerus. d. Disiplin yang dikutip menurut Widjaja (1995 : 28) menyatakan bahwa disiplin merupakan unsur – unsur penting yang mempengaruhi prestasi kerja seorang pegawai dalam suatu organisasi. e. Disiplin mempunyai pengertian yang berbeda dan dari berbagai pengertian, dapat kemukakan beberapa hal seperti yang dikutip menurut Sedarmayanti (2009 : 223), yaitu :
Kata disiplin (terminologis) berasal dari kata latin : disciplina yang berarti pengajaran dan pelatihan (berawal dari kata discipulus yaitu seorang yang belajar). Sehingga secara etimologis ada hubungan pengertian antara
6
discipline dengan diciple (Inggris) yang berarti murid, pengikut yang setia, ajaran atau aliran.
Latihan yang mengembangkan pengendalian diri, watak atau ketertiban dan efisiensi.
Kepatuhan
atau
ketaatan
terhadap
ketentuan
dan
peraturan pemerintah atau etik, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
Penghukuman yang dilakukan melalui koreksi dan latihan untuk mencapai perilaku yang dikendalikan.
2. Pengertian Disiplin Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Peraturan pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa disiplin pegawai negeri sipil adalah kesanggupan pegawai negeri sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang – undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin. Berdasarkan pengertian diatas maka penulis memberikan pendapat
bahwa
Disiplin
dapat
diartikan
sebagai
sikap
menghargai, patuh, taat terhadap peraturan dan tata tertib yang berlaku di tempat kerja yang dilakukan secara rela dengan penuh tanggung jawab dan siap untuk menerima sangsi jika melanggar tugas dan wewenang.
7
B. PP 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL
Untuk menjawab kebutuhan dan perkembangan permasalahan dibidang kepegawaian, Pemerintah telah mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan penerapan hukuman disiplin bagi pegawai yang melanggar kewajiban masuk kerja dan ketentuan jam kerja.Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS. Dan dengan berlakunya
PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang
Disiplin PNS ini, tentunya ada harapan yang ingin dicapai, seperti : 1.
Kepatuhan dan kesadaran PNS terhadap peraturan disiplin menjadi meningkat;
2.
Setiap PNS diharapkan mengetahui mana yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan;
3.
Setiap Pejabat Struktural harus dapat menjadi teladan yang baik bagi bawahannya;
4.
Ketaatan bukan karena ada ancaman sanksi;
5.
Reformasi birokrasi dan pelaksanaan kepemerintahan yang baik (Good Governance) akan terwujud. Latar belakang dicabutnya Peraturan Pemerintah Nomor 30
Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin PNS, diantaranya : 6.
Kondisi disiplin PNS yang masih belum optimal;
7.
Telah hampir 30 (tiga puluh) tahun masa berlakunya;
8.
Beberapa
substansi
materi
sudah
tidak
sesuai
dengan
kebutuhan dan lingkungan strategis yang terus berkembang; 9.
Penerapan jenis hukuman disiplin sangat variatif. Alasan ditetapkannya PP 53 Tahun 2010 : 1. Tuntutan
masyarakat
terhadap
peningkatan
kinerja
dan
pelayanan PNS seiring dengan pelaksanaan reformasi birokrasi.
8
2. Penyesuaian
kewenangan
bagi
pejabat
yang
berhak
menjatuhkan hukuman disiplin seiring dengan adanya otonomi daerah. 3. Penjatuhan hukuman disiplin yang sama terhadap jenis pelanggaran disiplin yang sama dengan mengkaitkan antara kewajiban dan larangan yang dilanggar dengan tingkat dan jenis hukuman yang dijatuhkan. 4. Mempertegas pendelegasian kewenangan secara berjenjang kepada setiap pejabat struktural untuk dapat menjatuhkan hukuman disiplin terhadap PNS yang melakukan pelanggaran disiplin. 5. Menumbuhkan keberanian kepada setiap pemegang jabatan struktural untuk menjatuhkan hukuman disiplin kepada pegawai dilingkungannya. C. POKOK-POKOK PERUBAHAN PP 30 TAHUN 1980 MENJADI PP 53 TAHUN 2010 Tiga puluh tahun PP 30/1980 tentang disiplin PNS bertahan tentunya
banyak hal yang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan dan kebutuhan pada saat ini,dan beberapa pokok perubahan PP 30 Tahun 1980 menjadi PP 53 Tahun 2010 antara lain pada Pasal 2 mengenai kewajiban (26 butir) dan Pasal 3 mengenai larangan (18 butir) disempurnakan dengan merumuskan kembali kewajiban dan larangannya. Adapun penyempurnaan tersebut meliputi : a. 7 butir kewajiban/larangan dimasukkan sebagai etika. b. penambahan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) sbg kewajiban. c. penambahan butir larangan dalam mendukung capres/ cawapres dan anggota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) sebagaimana amanat dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 dan UU Nomor 42 Tahun 2008.
9
d. penambahan butir larangan dalam mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang selama ini ditetapkan di dalam S.E. Menpan. Dengan demikian, maka butir-butir kewajiban dari 26 butir menjadi 17 butir, sedangkan butir larangan dari 18 butir menjadi 15 butir. Tingkat dan jenis hukuman disiplin, disempurnakan dengan mengubah dan menambah jenis hukuman sebagai berikut : a. Untuk jenis hukuman sedang :
jenis hukuman yang berupa penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun dihapuskan.
penambahan jenis hukuman penurunan pangkat 1 (satu) tingkat untuk selama 1 (satu) tahun, yang selama ini sebagai tingkat hukuman berat.
b. Untuk jenis hukuman berat :
perubahan jenis hukuman berupa penurunan pangkat 1 (satu) tingkat untuk paling lama 1 (satu) tahun menjadi selama 3 (tiga) tahun.
penambahan jenis hukuman berupa pemindahan dalam rangka penurunan jabatan dalam jabatan setingkat lebih rendah.
D. POKOK POKOK MSTERI PP 53 TAHUN 2010
Pokok-pokok Materi PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS: 1.
PP Nomor 53 Tahun 2010 terdiri dari VII (tujuh) Bab dan 51 (lima puluh satu) Pasal;
10
2.
Diantaranya mencabut Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS;
3.
Mengatur Kewajiban dan larangan (Pasal 3 dan 4) a. Terdapat 17 (tujuh belas) kewajiban dan 15 (lima belas) larangan, sebelumnya di PP Nomor 30 Tahun 1980 ada 26 (dua puluh enam) kewajiban dan ada 18 (delapan belas larangan); b. Konsekuensi dari kewajiban dan larangan cukup berat.
4.
PNS yang tidak menaati ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4, dijatuhi hukuman disiplin;
5.
Peraturan
Pemerintah
tentang
Disiplin
PNS
tidak
mengesampingkan Peraturan Perundang-undangan Pidana; 6.
Mengatur secara tegas jenis hukuman disiplin atas pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan;
7.
Untuk pelanggaran tertentu dengan memperhatikan dampak pelanggaran pada : unit kerja, instansi, dan pemerintah/Negara;
8.
Terjadi perubahan jenis hukuman disiplin, yakni untuk hukuman disiplin sedang dan hukuman disipli berat;
9.
Mengatur hukuman disiplin, bagi PNS yang tidak masuk kerja dan tidak menaati ketentuan jam kerja tanpa alasan yang sah : a. 5 haritidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplin tegoran lisan; b. 6-10 haritidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplin tegoran tertulis;
c. 11-15 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplin pernyataan tidak puas secara tertulis; d. 16-20 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplinpenundaan Kenaikan Gajih Berkala selama 1 (satu) tahun;
11
e. 21-25 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplinpenundaan Kenaikan Pangkat selama 1 (satu) tahun; f. 26-30 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplinPenurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun; g. 31-35 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplin, Penurunan Pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; h. 36-40 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplin, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu; i. 41-45 hari tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplinpembebasan jabatan; j. 46 hari atau lebih tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah, dikenakan hukuman disiplinPemberhentian Dengan Hormat tidak atas permintaan sendiri atau Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai PNS. 10. Mengatur Pejabat yang berwenang menghukum, mulai dari : Presiden, Pejabat Instansi Pusat, Kepala Perwakilan RI, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi s/d Pejabat Struktural Eselon IV, Gubernur sebagai Wakil Pemerintah, Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota s/d Pejabat Struktural Eselon IV; 11. Tidak perlu membuat Keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian untuk pendelegasian wewenang dalam penjatuhan hukuman disiplin, karena PP Nomor 53 Tahun 2010 telah mendelegasikan kepada semua pejabat structural;
12
12. Pejabat yang berwenang menghukum wajib menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin; 13. Apabila
Pejabat
yang
berwenang
menghukum
tidak
menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS yang melanggar disiplin, maka pejabat tersebut dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat atasannya
sama dengan hukuman yang seharusnya
dijatuhkan kepada bawahannya; 14. Pemanggilan dan Pemeriksaan :
PNS yang diduga melanggar disiplin, dipanggil untuk diperiksa oleh atasan langsung;
Pejabat Pembina Kepegawaian dapat membentuk Tim Pemeriksa apabila ancaman hukuman disiplin tingkat sedang atau berat;
Pemeriksaan secara tertutup;
Dapat meminta keterangan dari orang lain;
Apabila
pada
saat
diperiksa,
PNS
tersebut
ternyata
melakukan beberapa pelanggaran disiplin, hanya dijatuhi satu jenis hukuman disiplin yang terberat;
PNS yang pernah dijatuhi hukuman disiplin kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat;
PNS tidak boleh dijatuhi hukuman disiplin 2x atau lebih untuk satu pelanggaran disiplin;
Mengatur durasi waktu untuk pemanggilan, penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin, Pengajuan Upaya Adminsitratif, tanggapan dan keputusan atau keberatan;
Mengatur jenis hukuman disiplin yang dapat diajukan upaya administratif : keberatan kepada Atasan Pejabat yang
13
berwenang menghukum dan Banding Administratif kepada BAPEK (Badan Pertimbangan Kepegawaian);
Mulai berlakunya hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh Pejabat Yang Berwenang menghukum/Atasan Pejabat Yang Berwenang menghukum.
TABEL. Hukuman Disiplin Bagi PNS Yang Melanggar Ketentuan Jam Kerja NO
Tidak Masuk
Tingkat Hukuman
Jenis Hukuman
1
5 Hari Kerja
Ringan
Teguran lisan
2
6 – 10 Hari Kerja
Ringan
Teguran tertulis
3
11 – 15 Hari Kerja
Ringan
Pernyataan tidak puas secara tertulis
4
16 – 20 Hari Kerja
Sedang
Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun
5
21 – 25 Hari Kerja
Sedang
Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun
6
26 – 30 Hari Kerja
Sedang
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun
7
31 – 35 Hari Kerja
Berat
Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun
8
36 – 40 Hari Kerja
Berat
Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah
9
41 – 45 Hari Kerja
Berat
Pembebasan dari jabatan bagi PNS yang menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu
10
> 46 Hari Kerja
Berat
Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
14
E. TANTANGAN KEDEPAN Demikian pula dengan peraturan disiplin PNS, sudah saatnya kita susun atas dasar fungsi strategis yang memiliki visi menjadikan pegawai sebagai subjek yang mampu untuk dibantu, dikembangkan, serta mengoptimalkan diri berdasarkan prinsip-prinsip pribadi mereka (inner power). Sebuah kondisi dimana sebuah peraturan disiplin disusun untuk “dihilangkan” kembali karena seluruh stakeholder (dalam hal ini PNS) telah mampu menginternalisasikan seluruh nilai kepatuhan tersebut bahkan ketika peraturan disiplin tersebut “sudah dihilangkan” sekalipun. Sebuah sistem yang tidak hanya menjadikan pegawai sebagai objek yang harus patuh dan tunduk dengan aturan main yang ada, namun sebaliknya menjadikan pegawai sebagai sebuah subjek yang dinamis dan berkembang, Suatu kondisi dimana pegawai memiliki rasa kedisiplinan atas dasar nilai pribadi, bukan hanya kepatuhan nisbi semata. Inilah ranah etos kerja, seperti yang dikemukakan Sinamo, dimana spirit, semangat, dan mentalitas yang mewujud menjadi seperangkat perilaku kerja yang positif seperti: rajin, bersemangat, teliti, tekun, ulet, sabar, akuntabel, responsibel, berintegritas, hemat, menghargai waktu, dan sebagainya. Semuanya berada dalam diri manusia yang tersimpan dalam berbagai bentuk kompetensi, keahlian,
dan
kemampuan
insani
operasional.
Dan
apabila
kesemuanya digunakan di dalam dan melalui kerja, ia akan keluar dalam bentuk kinerja, prestasi, dan produksi. Dengan etos kerja, para pegawai akan bekerja dengan penuh dedikasi dan pengabdian diri karena dalam jiwa mereka telah tertanam nilai-nilai bahwa bekerja adalah sebuah rahmat, bekerja adalah ibadah, bekerja adalah amanah, bekerja adalah melayani. Bekerja dengan penuh disiplin representasi dari kemulian diri.
15
dan tanggung
jawab
adalah
Maka, dalam rangka mengusung suatu tata nilai aturan kepegawaian
yang
lebih
komprehenship,
diperlukan
sebuah
terobosan baru dalam merumuskan peraturan khususnya yang berkaitan dengan disiplin PNS. Terobosan tersebut berkenaan dengan bagaimana sebuah peraturan disiplin pegawai mampu mengakomodir secara baik unsur-unsur nilai bagi para pegawai itu sendiri. Unsur nilai yang mampu memberi stimuli (rangsangan) bagi para pegawai untuk mampu mengembangkan nilai dan karya mereka berdasarkan prinsip “etos kerja” mereka bukan sebaliknya hanya kepatuhan administratif semata. Kita tidak akan bisa menjamin suksesnya sebuah peraturan disiplin PNS apabila semangat yang diusung hanya dalam kisaran normatif yang mendasarkan pada pola aturan nilai legal formal kepegawaian semata. Melalui etos kerja, para pegawai akan melakukan pekerjaan serta mematuhi peraturan yang ada secara totalitas atas dasar kesadaran dan ketulusan budi, bukan hanya atas dasar kepatuhan untuk tidak dikenai hukuman semata. Melalui sebuah peraturan yang didalamnya terdefinisikan nilai-nilai yang dapat merangsang nilai etos kerja pegawai, visi mulia dari diterbitkannya peraturan disiplin PNS yakni menjadikan pegawai yang Handal, Profesional dan Bermoral akan dapat kita wujudkan bersama.
16
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Perubahan
PP 30 Tahun 1980 menjadi PP 53 Tahun 2010
antara lain pada Pasal 2 dimana butir-butir kewajiban dari 26 butir menjadi 17 butir, sedangkan butir larangan dari 18 butir menjadi 15 butir. 2.
Dalam pasal 7 PP No. 53 Tahun 2010 disebutkan bahwa hukuman disiplin terdiri dari : a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat.
3.
Pada
prinsipnya
Penjatuhan, dan
Tata
Cara
Pemanggilan,
Pemeriksaan,
Penyampaian Keputusan Hukuman Disiplin
melalui beberapa prosedur berikut ini sebagaimana ketentuan pasal 23 s/d pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2010 4.
Dalam rangka mengusung suatu tata nilai aturan kepegawaian yang lebih komprehenship, diperlukan sebuah terobosan baru dalam merumuskan peraturan khususnya yang berkaitan dengan disiplin PNS. Terobosan tersebut berkenaan dengan bagaimana
sebuah
peraturan
disiplin
pegawai
mampu
mengakomodir secara baik unsur-unsur nilai bagi para pegawai itu sendiri.
17
DAFTAR PUSTAKA 1. Peraturan Pemerintah Nomor : 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 2. http://bkn.go.id/kanreg01/en/berita/201-peraturan-pemerintah-nomor53-tahun-2010-antara-tantangan-dan-realita.html?showall=1
18