1
PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING : STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER
FENNY RISNITA
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
2
ABSTRAK FENNY RISNITA. Penjadwalan Operasi Bedah Menggunakan Integer Programming: Studi Kasus Optimasi Waktu Target Ahli Bedah di Rumah Sakit Jakarta Eye Center. Dibimbing oleh PRAPTO TRI SUPRIYO dan BIB PARUHUM SILALAHI. Keterbatasan peralatan operasi, ketersediaan ruang operasi dan ahli bedah serta adanya durasi waktu penggunaan ruang operasi yang tersedia mempersulit manajemen rumah sakit mengambil keputusan untuk membuat proses penjadwalan operasi bedah. Setiap ahli bedah yang dimiliki oleh rumah sakit mempunyai waktu target yang sudah ditentukan oleh pihak rumah sakit untuk melakukan operasi. Penjadwalan yang ada harus bisa disesuaikan dengan jumlah ahli bedah beserta waktu target yang dimiliki. Dalam karya ilmiah ini, disajikan model pemrograman integer menggunakan waktu ruang operasi yang tersedia di rumah sakit dengan meminimalkan banyaknya waktu pengalokasian yang kurang dari seluruh ruang operasi untuk masing-masing ahli bedah relatif terhadap waktu target yang dimiliki masing-masing ahli bedah dengan mempertimbangkan keterbatasan dan ketersediaan dari ahli bedah, peralatan, dan ruang operasi. Penelitian ini menghasilkan sebuah penjadwalan operasi bedah dengan waktu target ahli bedah yang optimal. Dalam hal ini, pihak rumah sakit dapat menilai bahwa fasilitas-fasilitas yang dimiliki rumah sakit seperti peralatan operasi, ruang operasi, dan ahli bedah sudah memadai. Kata kunci: ruang operasi, penjadwalan, pemrograman integer
3
ABSTRACT FENNY RISNITA. Surgical Operation Scheduling Using Integer Programming: A Case Study an Optimization of Target Time Surgeon at Jakarta Eye Center Hospital. Supervised by PRAPTO TRI SUPRIYO and BIB PARUHUM SILALAHI. The limitation of operation equipments, the availability of operating room and surgeon as well as the duration of time available for an operating room use, have complicated hospital management in making decision to schedule surgical operation. Each surgeon in a hospital has a target of operating time set by the hospital. Schedule should consider the available surgeon and the targeted operating time. This paper presented a model of integer programming which use the availability of operating room to time at a hospital by minimizing the total underallocation of operating room time for each surgeon, relative toward the targeted time of each surgeon, considering the limitation and availability of surgeon, equipments, and operating room. The result of this research is a surgical operation schedule with an optimum surgeonโs targeted operating time. In this case, the hospital could evaluate that the facilities owned by the hospital, such as equipment operations, operating room, and surgeon, was already sufficient. Keywords: operating room, scheduling, integer programming
4
PENJADWALAN OPERASI BEDAH MENGGUNAKAN INTEGER PROGRAMMING : STUDI KASUS OPTIMASI WAKTU TARGET AHLI BEDAH DI RUMAH SAKIT JAKARTA EYE CENTER
FENNY RISNITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Matematika
DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
5
Judul Skripsi
Nama NIM
: Penjadwalan Operasi Bedah Menggunakan Integer Programming : Studi Kasus Optimasi Waktu Target Ahli Bedah di Rumah Sakit Jakarta Eye Center : Fenny Risnita : G54080055
Menyetujui Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. NIP: 19630715 199002 1 002
Dr. Ir. Bib Paruhum Silalahi, M.Kom. NIP: 19670101 199203 1 004
Mengetahui: Ketua Departemen,
Dr. Berlian Setiawaty, M.S. NIP: 19650505 198903 2 004
Tanggal Lulus:
6
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas berkat, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Berbagai kendala dialami oleh penulis sehingga banyak sekali orang yang membantu dan berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Sang pencipta, Tuhan semesta alam Allah swt, atas maha karya-Nya yaitu bumi yang sempurna ini, 2. keluarga tercinta: papa dan mama sebagai pemberi motivasi, sumber inspirasi, dan selalu memberikan semangat dan doa, 3. Drs. Prapto Tri Supriyo, M.Kom. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam membimbing, memberi motivasi, semangat dan doa, 4. Dr. Ir. Bib Paruhun Silalahi, M.Kom. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan ilmu, kritik dan saran, motivasi serta doanya, 5. Muhammad Ilyas, S.Si, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu, saran dan doanya, 6. semua dosen Departemen Matematika, terima kasih atas semua ilmu yang telah diberikan, 7. staf Departemen Matematika: Bapak Yono, Ibu Susi, Mas Hery, Alm. Bapak Bono, Bapak Deni, Ibu Ade dan Ibu Yanti atas semangat dan doanya, 8. Hardono atas kasih sayang, semangat, saran, motivasi dan doanya, 9. sahabat yang selalu memberi semangat: teteh Achie, Ghieta dan mamih Wulan, 10. teman seperjuangan: Anggun dan ka Vianey, 11. teman-teman Matematika 45 atas doa dan dukungan semangatnya serta selalu menjadi bagian dari keluarga, 12. semua teman Matematika 43, 44 dan 46 yang selalu mendukung agar terus berkembang, 13. ka Iput dan ka Imam yang bersedia meluangkan waktu untuk membantu dalam menggunakan software LINGO 11.0, 14. semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan khususnya bidang matematika dan menjadi inspirasi bagi penelitian selanjutnya. Bogor, Januari 2013
Fenny Risnita
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Februari 1991 sebagai anak tunggal, anak dari pasangan Rifai dan Sri Bardini. Pada tahun 1996 penulis lulus dari TK Putra Ujung Pandang, tahun 2002 penulis lulus dari SD Negeri Gondangdia 01 Jakarta kemudian tahun 2005 lulus dari SLTP Negeri 1 Jakarta. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dengan memilih Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan di kampus, seperti organisasi himpunan profesi Departemen Matematika yang dikenal dengan GUMATIKA (Gugus Mahasiswa Matematika) sebagai bendahara II Badan Pengurus Harian (BPH) tahun 2009/2010 dan sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) tahun 2010/2011. Selain itu, penulis juga pernah menjadi panitia dan koordinator di berbagai acara kemahasiswaan. Tahun 2009-2010 dan 2011-2012 penulis mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) dari Institut Pertanian Bogor.
8
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................ ix I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1.2 Tujuan ...............................................................................................................................
1 1
II LANDASAN TEORI 2.1 Pemrograman Linear ........................................................................................................ 2.2 Pemrograman Linear Integer ............................................................................................. 2.3 Metode Branch and Bound ...............................................................................................
2 3 4
III PEMODELAN 3.1 Deskripsi Masalah ............................................................................................................ 3.2 Formulasi Masalah ...........................................................................................................
7 7
IV STUDI KASUS DAN PENYELESAIANNYA ......................................................................
9
V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ........................................................................................................................... 12 5.2 Saran ................................................................................................................................. 12 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12 LAMPIRAN ........................................................................................................................... 13
viii
9
DAFTAR TABEL Halaman 1 Blok yang ditetapkan dalam satu hari ................................................................................ 9 2 Total target jam kerja per minggu (๐ก๐ ) dan jenis operasi untuk setiap ahli bedah j ............ 9 3 Hasil penjadwalan .............................................................................................................. 11
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Daerah Fisibel PLI (9) ....................................................................................................... 5 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3 ..................................................... 5 3 Seluruh pencabangan pada metode branch and bound untuk menentukan solusi PLI (9) . 6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk menyelesaikan linear programming dengan Metode Branch and Bound ............................................................................................................ 14 2 Syntax dan Hasil Komputasi Program LINGO 11.0 untuk Masalah Penjadwalan operasi bedah di Rumah Sakit Jakarta Eye Center ....................................................................... 16
ix
10
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Di beberapa negara, ruang operasi menjadi hambatan di sebagian besar rumah sakit. Permintaan operasi yang besar, keterbatasan peralatan operasi dan ketersediaan dari ruang operasi dan juga ahli bedah mempersulit manajemen rumah sakit mengambil keputusan untuk membuat proses penjadwalan operasi bedah (Ayag et al. 2010). Biasanya, di rumah sakit sudah ada angka pasti untuk waktu penggunaan ruang operasi yang tersedia dikarenakan keterbatasan ruang operasi dan aturan rumah sakit (Magerlalein & Martin 1978). Alokasi waktu ruang operasi dan jadwal bedah umumnya ditentukan dengan dua strategi penjadwalan yang berbeda: strategi blok dan strategi nonblok. Blok didefinisikan sebagai unit waktu terkecil untuk ruang operasi tertentu yang dapat diberikan kepada ahli bedah tertentu. Dalam strategi penjadwalan blok, jumlah waktu yang tetap di hari tertentu ditugaskan untuk ahli bedah di waktu ruang operasi blok, sedangkan strategi penjadwalan nonblok, ahli bedah bersaing untuk waktu ruang operasi karena memiliki sistem siapa yang pertama datang itulah yang pertama dilayani. Sistem nonblok memiliki beberapa kelemahan seperti menunggu lama karena memiliki sistem siapa yang pertama datang itulah yang pertama dilayani (Magerlalein & Martin 1978). Namun, sistem blok juga memiliki beberapa kelemahan, seperti menunda operasi bedah darurat karena operasi pasien yang sudah terjadwal harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum dilakukan operasi bedah lainnya, dan menghilangkan kesempatan untuk menyediakan waktu mempergunakan ruang operasi yang tidak terpakai bagi prosedur pembedahan lainnya jika ahli bedahnya membatalkan operasi terlalu dekat dengan jadwal operasi bedah atau tidak menggunakan seluruh waktu yang dialokasikan dan menyelesaikan pembedahan lebih awal (Ozkarahan 1995). Meskipun memiliki kekurangan, penjadwalan blok adalah strategi yang paling banyak digunakan ketika mengalokasikan waktu ruang operasi untuk kelompok bedah
dan operasi dikarenakan penjadwalan blok memiliki kelebihan, yaitu penurunan persaingan untuk mendapatkan waktu ruang operasi diantara para ahli bedah. Model integer digunakan untuk meminimalkan total waktu underallocation penalty pada batasan jumlah ruang operasi yang ditugaskan. Di sini, perbedaan antara jam target yang ditetapkan untuk setiap ahli bedah dan waktu sebenarnya yang telah ditetapkan didefinisikan sebagai โwaktu operasi underallocationโ. Umumnya, ketika jadwal tersebut dibuat tanpa prosedur metodologis, konflik mungkin terjadi antara ahli bedah dan perawat ruang operasi selama jadwalnya subyektif dan tidak konsisten. Selain itu, ketika perawat ruang operasi tidak ada maka akan terjadi hambatan dan kemungkinan kualitas dari penjadwalan akan rendah. Penjadwalan waktu ruang operasi yang tidak efisien bisa mengakibatkan penundaan operasi yang membuat biaya rumah sakit menjadi mahal bagi pasien dan rumah sakit itu sendiri. Pada dasarnya, penjadwalan tersebut adalah bentuk suatu perencanaan dari pihak rumah sakit dalam hal operasi bedah untuk mengetahui apakah fasilitas-fasilitas yang tersedia di rumah sakit sudah memadai atau belum di saat permintaan operasi cukup besar. Permasalahan penjadwalan operasi bedah ini akan dimodelkan sebagai masalah Integer Programming dengan masalah kendala spesifik didasarkan pada ketersediaan ahli bedah, peralatan, dan ketersediaan ruang operasi yang terbatas untuk mengalokasikan waktu ruang operasi dengan strategi blok. Model ini berdasarkan pada artikel berjudul โDetermining Master Schedule of Surgical Operations by Integer Programming: A Case Studyโ yang ditulis oleh Z Ayag tahun 2007. 1.2
Tujuan Tujuan dari karya ilmiah ini adalah memodelkan masalah penjadwalan operasi bedah dalam bentuk Integer Programming (IP) dengan meminimumkan waktu operasi underallocation dan menentukan perencanaan penjadwalan operasi bedah untuk mengetahui apakah fasilitas-fasilitas yang dimiliki rumah sakit sudah memadai atau belum.
2
II LANDASAN TEORI Untuk membangun penjadwalan ruang operasi bedah diperlukan pemahaman teori Pemrograman Linear (PL) atau Linear Programming (LP) dan Pemrograman Linear Integer (PLI) atau Integer Linear Programming (ILP). 2.1 Pemrograman Linear Fungsi linear dan pertidaksamaan linear merupakan salah satu konsep dasar yang harus dipahami terkait dengan konsep pemrograman linear. Definisi 1 (Fungsi Linear) Suatu fungsi f dalam variabel-variabel ๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ adalah suatu fungsi linear jika dan hanya jika untuk suatu himpunan konstanta ๐1 , ๐2 , โฆ , ๐๐ , f dapat ditulis sebagai ๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ ) = ๐1 ๐ฅ1 + ๐2 ๐ฅ2 + โฏ + ๐๐ ๐ฅ๐ . (Winston 2004) Sebagai contoh, ๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 ) = 10๐ฅ1 + 3๐ฅ2 merupakan fungsi linear, sementara ๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 ) = ๐ฅ12 ๐ฅ2 bukan fungsi linear. Definisi 2 (Pertidaksamaan dan Persamaan Linear) Untuk sembarang fungsi linear f dan sembarang bilangan c, pertidaksamaan ๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ ) โค ๐ dan ๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ ) โฅ ๐ adalah pertidaksamaan linear, sedangkan suatu persamaan ๐(๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ ) = ๐ merupakan persamaan linear. (Winston 2004) Pemrograman Linear (PL) adalah suatu masalah optimisasi yang memenuhi hal-hal berikut: a. Tujuan masalah tersebut adalah memaksimumkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari sejumlah variabel keputusan. Fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan ini disebut fungsi objektif. b. Nilai variabel-variabel keputusannya harus memenuhi suatu himpunan kendala. Setiap kendala harus berupa persamaan linear atau pertidaksamaan linear. c. Ada pembatasan tanda untuk setiap variabel dalam masalah ini. Untuk sembarang variabel ๐ฅ๐ , pembatasan tanda menentukan ๐ฅ๐ harus tak-negatif (๐ฅ๐ โฅ 0) atau tidak dibatasi tandanya (unrestricted in sign). (Winston 2004)
Definisi 3 (Bentuk Standar Pemrograman Linear) Misalkan diberikan suatu PL dengan m kendala dan n variabel (dilambangkan dengan ๐ฅ1 , ๐ฅ2 , โฆ , ๐ฅ๐ ). Bentuk standar dari PL tersebut adalah: max z = ๐1 ๐ฅ1 + ๐2 ๐ฅ2 + โฏ + ๐๐ ๐ฅ๐ (atau min) s. t. ๐11 ๐ฅ1 + ๐12 ๐ฅ2 + โฏ + ๐1๐ ๐ฅ๐ = ๐1 (1) (2) ๐21 ๐ฅ1 + ๐22 ๐ฅ2 + โฏ + ๐2๐ ๐ฅ๐ = ๐2 โฎ ๐๐1 ๐ฅ1 + ๐๐2 ๐ฅ2 + โฏ + ๐๐๐ ๐ฅ๐ = ๐๐ (3) ๐ฅ๐ โฅ 0, (๐ = 1, 2, . . . , ๐) Jika didefinisikan: ๐ฅ1 ๐11 โฏ ๐1๐ ๐ฅ โฑ โฎ ,๐ = 2 , A= โฎ โฎ ๐๐1 โฏ ๐๐๐ ๐ฅ๐ ๐1 ๐2 ๐= , โฎ ๐๐ maka kendala pada (1), (2), dan (3) dapat ditulis dengan sistem persamaan (4) Ax = b (Winston 2004) Solusi Pemrograman Linear Suatu masalah PL dapat diselesaikan dalam berbagai teknik, salah satunya adalah metode simpleks. Metode ini dapat menghasilkan suatu solusi optimum bagi masalah PL dan telah dikembangkan oleh Dantzig sejak tahun 1947 (Winston 2004), dan dalam perkembangannya merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menyelesaikan PL. Metode ini berupa metode iteratif untuk menyelesaikan PL berbentuk standar. Pada masalah PL (4), vektor x yang memenuhi kendala ๐๐ = ๐ disebut solusi PL (4). Misalkan matriks A dinyatakan sebagai A = (B N), dengan B adalah matriks taksingular berukuran m ร m yang elemennya berupa koefisien variabel basis dan N merupakan matriks berukuran m ร (n โ m) yang elemenelemennya berupa koefisien variabel nonbasis pada matriks kendala. Dalam hal ini matriks B disebut matriks basis untuk PL (4). Misalkan x dinyatakan sebagai vektor ๐๐ x = ๐ , dengan ๐๐ adalah vektor variabel ๐ basis dan ๐๐ adalah vektor variabel nonbasis, maka ๐๐ = ๐ dapat dinyatakan sebagai:
3
๐๐ ๐๐ = (๐ ๐) ๐ = B๐๐ + N๐๐ = b. (5) ๐ Karena matriks B adalah matriks taksingular, maka B memiliki invers, sehingga dari (5) ๐๐ dapat dinyatakan sebagai: ๐๐ = ๐ โ๐ ๐ โ ๐ โ๐ N๐๐ (6) Kemudian, fungsi objektifnya berubah menjadi: min z = ๐๐๐ ๐๐ + ๐๐๐ ๐๐ (Winston 2004) Definisi 4 (Daerah Fisibel) Daerah fisibel dari suatu PL adalah himpunan semua titik yang memenuhi semua kendala dan pembatasan tanda pada PL tersebut. (Winston 2004)
โ1 2 1 0 0 10 A = โ2 1 0 1 0 , b = 2 . 2 0 0 0 1 3 Misalkan dipilih: ๐๐ = (๐ฅ1 ๐ฅ2 ๐ฅ3 )๐ dan ๐๐ = (๐ฅ4 ๐ฅ5 )๐ . Sehingga diperoleh: โ1 2 1 B = โ2 1 0 , 2 0 0 1 0 0 2 ๐ โ1 = 0 1 1 , โ3 1 โ2 2 0 0 N= 1 0 , 0 1 ๐๐๐ = โ2 โ3 0 , ๐๐๐ = 0 0 , ๐๐ = 0 0 ๐ , 3
3 ๐
Definisi 5 (Solusi Basis) Solusi basis adalah solusi pada PL yang didapatkan dengan mengatur variabel nโm sama dengan nol dan nilai untuk penyelesaiannya adalah dari sisa variabel m. Hal ini dengan mengasumsikan bahwa mengatur variabel nโm sama dengan nol akan membuat nilai yang unik untuk sisa variabel m atau sejenisnya, dan kolom-kolom untuk sisa dari variabel m merupakan bebas linear. (Winston 2004)
๐๐ = ๐ โ๐ ๐ =
Definisi 6 (Solusi Fisibel Basis) Solusi fisibel basis adalah solusi basis pada PL yang semua variabel-variabelnya taknegatif. (Winston 2004)
2.2 Pemrograman Linear Integer Pemrograman linear integer adalah suatu model pemrograman linear dengan variabel yang digunakan berupa bilangan bulat (integer). Jika semua variabel harus berupa integer, maka masalah tersebut dinamakan pure integer programming. Jika hanya sebagian yang harus berupa integer, maka disebut mixed integer programming (MIP). PLI dengan semua variabelnya harus bernilai 0 atau 1 disebut 0-1 PLI. (Garfinkel & Nemhauser 1972)
Definisi 7 (Solusi Optimum) Untuk masalah maksimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terbesar. Untuk masalah minimisasi, solusi optimum suatu PL adalah suatu titik dalam daerah fisibel dengan nilai fungsi objektif terkecil. (Winston 2004) Ilustrasi solusi basis dan solusi fisibel basis diberikan dalam Contoh 1. Contoh 1 Misalkan diberikan PL berikut: Minimumkan z = โ2๐ฅ1 โ 3๐ฅ2 dengan kendala โ๐ฅ1 + 2๐ฅ2 + ๐ฅ3 = 10 โ2๐ฅ1 + ๐ฅ2 + ๐ฅ4 = 2 2๐ฅ1 + ๐ฅ5 = 3 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 , ๐ฅ3 , ๐ฅ4 , ๐ฅ5 โฅ 0 (7) Dari PL tersebut diperoleh:
๐๐๐ ๐ โ๐ ๐
2
5
2
.
(8)
๐ง= = โ18. Solusi (8) merupakan solusi basis, karena solusi tersebut memenuhi kendala PL (7) dan kolom-kolom pada matriks kendala yang berpadanan dengan komponen taknol dari (8), yaitu B bebas linear (kolom yang satu bukan merupakan kelipatan dari kolom yang lain). Solusi (8) juga merupakan solusi fisibel basis, karena nilai-nilai variabelnya lebih dari atau sama dengan nol.
Definisi 8 (Relaksasi Pemrograman Linear) Relaksasi pemrograman linear atau sering disebut relaksasi-PL merupakan suatu pemprograman linear yang diperoleh dari suatu PLI dengan menghilangkan kendala integer atau kendala 0-1 pada setiap variabelnya. Untuk masalah maksimisasi, nilai optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih besar atau sama dengan nilai optimum fungsi objektif PLI, sedangkan untuk masalah minimisasi, nilai optimum fungsi objektif relaksasi-PL lebih kecil atau sama dengan nilai optimum fungsi objektif PLI. (Winston 2004)
4
2.3 Metode Branch and Bound Dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk memperoleh solusi optimum dari masalah PLI digunakan software LINGO 11.0, yaitu sebuah program yang dirancang untuk menentukan solusi model linear, nonlinear, dan optimisasi integer. Software LINGO 11.0 ini menggunakan metode branch-and-bound untuk menyelesaikan masalah PLI. Prinsip dasar metode branch-and-bound adalah memecah daerah fisibel dari masalah relaksasi-PL dengan membuat subproblemsubproblem. Terdapat dua konsep dasar dalam algoritma branch-and-bound. 1. Branch (Cabang) Branching (pencabangan) adalah proses membagi permasalahan menjadi subproblem-subproblem yang mungkin mengarah ke solusi. 2. Bound (Batas) Bounding (pembatasan) adalah suatu proses untuk mencari atau menghitung batas atas (dalam masalah minimisasi) dan batas bawah (dalam masalah maksimisasi) untuk solusi optimum pada subproblem yang mengarah ke solusi. Metode branch-and-bound diawali dari menyelesaikan relaksasi-PL dari suatu pemrograman linear integer. Jika semua nilai variabel keputusan solusi optimum sudah berupa integer, maka solusi tersebut merupakan solusi optimum PLI. Jika tidak, dilakukan pencabangan dan penambahan batasan pada relaksasi-PLnya kemudian diselesaikan. Winston (2004) menyebutkan bahwa untuk masalah maksimisasi nilai fungsi objektif optimum untuk PLI lebih kecil atau sama dengan nilai fungsi objektif optimum untuk relaksasi-PL, sehingga nilai fungsi objektif optimum relaksasi-PL merupakan batas atas bagi nilai fungsi objektif optimum untuk masalah PLI. Diungkapkan pula oleh Winston (2004) untuk masalah maksimisasi bahwa nilai fungsi objektif optimum untuk suatu kandidat solusi merupakan batas bawah nilai fungsi objektif optimum untuk masalah PLI asalnya. Suatu kandidat solusi diperoleh jika solusi dari suatu subproblem sudah memenuhi kendala integer pada masalah PLI, artinya fungsi objektif dan semua variabelnya sudah bernilai integer. Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian subproblem yang terukur. Menurut Winston (2004), suatu subproblem dikatakan terukur (fathomed) jika salah satu kondisi berikut terpenuhi:
a. Subproblem tersebut takfisibel, sehingga tidak dapat menghasilkan solusi optimum bagi PLI. b. Subproblem tersebut menghasilkan suatu solusi optimum dengan semua variabelnya bernilai integer. Jika solusi optimum ini mempunyai nilai fungsi objektif yang lebih baik daripada solusi fisibel yang diperoleh sebelumnya, maka solusi ini menjadi kandidat solusi optimum dan nilai fungsi objektifnya menjadi batas bawah (dalam masalah maksimisasi) dan batas atas (dalam masalah minimisasi) nilai fungsi objektif optimum bagi masalah PLI pada saat itu. Bisa jadi subproblem ini menghasilkan solusi optimum untuk masalah PLI. c. Nilai fungsi objektif optimum untuk subproblem tersebut tidak melebihi batas bawah saat itu (untuk masalah maksimisasi) dan tidak melebihi batas atas saat itu (untuk masalah minimisasi). Suatu subproblem dapat dieliminasi apabila subproblem tersebut takfisibel dan batas bawah kandidat solusi lebih besar (untuk masalah maksimisasi) dari nilai fungsi objektif optimum untuk subproblem tersebut. Berikut ini adalah langkah-langkah penyelesaian suatu masalah maksimisasi dengan metode branch-and-bound: โข Langkah 0 Didefinisikan z sebagai batas bawah dari solusi PLI yang optimum. Pada awalnya tetapkan z = โโ dan i = 0. โข Langkah 1 Subproblem PL(๐) dipilih sebagai bagian masalah berikutnya untuk diperiksa. Subproblem PL(๐) diselesaikan dan diukur dengan kondisi yang sesuai. a) Jika PL(๐) terukur, maka batas bawah z dapat diperbarui. Batas bawah z dapat diperbaharui jika solusi PLI yang lebih baik telah ditemukan. Jika tidak, maka bagian masalah (subproblem) baru i dipilih dan langkah 1 diulangi. Jika semua subproblem telah diteliti, maka proses dihentikan. b) Jika PL(๐) tidak terukur, lanjutkan ke langkah 2 untuk melakukan pencabangan PL(๐) . โข Langkah 2 Dipilih salah satu variabel ๐ฅ๐ yang nilai optimumnya adalah ๐ฅ๐ โ yang tidak memenuhi batasan integer dalam solusi PL(๐) . Bidang
5
๐ฅ๐ โ โค ๐ฅ๐ โฅ ๐ฅ๐ โ + 1 dipecah menjadi dua subproblem, yaitu ๐ฅ๐ โค ๐ฅ๐ โ dan ๐ฅ๐ โฅ ๐ฅ๐ โ + 1 dengan ๐ฅ๐ โ didefinisikan sebagai integer terbesar yang kurang dari atau sama dengan ๐ฅ๐ โ . Jika PL(๐) masih tidak terukur, maka kembali ke Langkah 1. (Taha 1996) Untuk memudahkan pemahaman mengenai metode branch-and-bound diberikan contoh sebagai berikut: Contoh 2 Misalkan diberikan PLI berikut: maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 dengan kendala ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 (9) ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer Solusi optimum relaksasi-PL dari masalah PLI (9) adalah ๐ฅ1 = 3.75, ๐ฅ2 = 2.25, dan ๐ง = 41.25 (lihat Lampiran 1). Batas atas nilai optimum fungsi objektif masalah ini adalah ๐ง = 41.25. Daerah fisibel masalah (9) ditunjukkan pada Gambar 1. Solusi optimum berada pada titik perpotongan dua garis dari kendala pertidaksamaan masalah (9).
9x1 +5x2 = 45
x1 +x2 = 6 Daerah fisibel
x1=3.75 x2=2.25
Gambar 1 Daerah Fisibel PLI (9). Langkah berikutnya adalah memartisi daerah fisibel relaksasi-PL menjadi dua bagian berdasarkan variabel yang bernilai pecahan (non-integer). Dipilih salah satu variabel karena kedua variabel bernilai pecahan, misalkan ๐ฅ1 , sebagai dasar pencabangan. Jika masalah relaksasi-PL dari PLI (9) diberi nama Subproblem 1, maka pencabangan tersebut menghasilkan dua subproblem, yaitu: โข Subproblem 2: Subproblem 1 ditambah kendala ๐ฅ1 โค 3, โข Subproblem 3: Subproblem 1 ditambah kendala ๐ฅ1 โฅ 4,
Daerah fisibel untuk kedua subproblem di atas diilustrasikan secara grafis pada Gambar 2.
9x1 +5x2 = 45
x1 +x2 = 6
Subproblem 2
Subproblem 3
Gambar 2 Daerah fisibel untuk Subproblem 2 dan Subproblem 3. Setiap titik (solusi) fisibel dari PLI (9) termuat dalam daerah fisibel Subproblem 2 dan Subproblem 3. Setiap subproblem ini saling lepas. Sekarang dipilih subproblem yang belum diselesaikan, misalkan dipilih Subproblem 2. Solusi optimum untuk Subproblem 2 adalah ๐ฅ1 = 3, ๐ฅ2 = 3, dan ๐ง = 39 (lihat Lampiran 1). Dapat dilihat bahwa solusi optimal subproblem ini semuanya berupa integer maka tidak perlu dilakukan pencabangan di Subproblem 2. Solusi dari Subproblem 2 menjadi batas bawah bagi nilai optimum PLI. Saat ini subproblem yang belum diselesaikan adalah Subproblem 3. Solusi optimum untuk Subproblem 3 adalah ๐ฅ1 = 4, ๐ฅ2 = 1.8, dan ๐ง = 41 (lihat Lampiran 1). Nilai z pada Subproblem 3 lebih besar dibandingkan dengan Subproblem 2, maka ada kemungkinan nilai z pada Subproblem 3 lebih optimum. Oleh karena itu, Subproblem 3 dicabangkan atas ๐ฅ2 , sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu: โข Subproblem 4: Subproblem 3 ditambah kendala ๐ฅ2 โค 1, โข Subproblem 5: Subproblem 3 ditambah kendala ๐ฅ2 โฅ 2, Selanjutnya diselesaikan masalah Subproblem 4 dan Subproblem 5 satu per satu. Subproblem 5 takfisibel (lihat Lampiran 1), maka subproblem ini tidak dapat menghasilkan solusi optimum. Solusi optimum untuk Subproblem 4 adalah ๐ฅ1 = 4.4, ๐ฅ2 = 1, dan ๐ง = 40.5 (lihat Lampiran 1). Karena ๐ฅ1 = 4.4 bukan integer, maka dilakukan kembali pencabangan atas ๐ฅ1 , sehingga diperoleh dua subproblem lagi, yaitu: โข Subproblem 6: Subproblem 4 ditambah kendala ๐ฅ1 โค 4,
6
โข
optimum Subproblem 2 tidak lebih baik dari nilai solusi optimum yang dihasilkan Subproblem 7. Dengan demikian, nilai solusi optimum Subproblem 7, yakni ๐ง = 40 menjadi batas bawah yang baru. Semua solusi optimum telah berupa integer dan tidak perlu dilakukan pencabangan kembali, sehingga solusi optimum dari Subproblem 7 merupakan solusi optimum PLI (9), yakni ๐ฅ1 = 5, ๐ฅ2 = 0, dan ๐ง = 40. Pohon pencabangan yang menunjukkan proses penyelesaian masalah PLI (9) secara keseluruhan ditunjukkan pada Gambar 3.
Subproblem 7: Subproblem 4 ditambah kendala ๐ฅ1 โฅ 5, Penyelesaian Subproblem 6 menghasilkan solusi optimum ๐ฅ1 = 4, ๐ฅ2 = 1, dan ๐ง = 37 (lihat Lampiran 1). Dapat dilihat bahwa solusi optimal subproblem ini semuanya berupa integer, namun solusi optimum dari subproblem ini lebih kecil dari batas bawah bagi nilai optimum PLI yang terdapat pada Subproblem 2 sehingga tidak perlu dilakukan pencabangan di Subproblem 6. Solusi optimum dari Subproblem 7 adalah ๐ฅ1 = 5, ๐ฅ2 = 0, dan ๐ง = 40 (lihat Lampiran 1). Batas bawah yang ditetapkan dari solusi Subproblem 1
๐ก=1
๐ฅ1 = 3.75, ๐ฅ2 = 2.25, dan ๐ง = 41.25 ๐ฅ1 โค 3
๐ฅ1 โฅ 4
Subproblem 2
๐ก=2
Subproblem 3
๐ก=3
๐ฅ1 = 3, ๐ฅ2 = 3, dan ๐ง = 39
๐ฅ1 = 4, ๐ฅ2 = 1.8, dan ๐ง = 41 ๐ฅ2 โค 1
๐ฅ2 โฅ 2
Subproblem 4
๐ก=5
๐ก=4
Subproblem 5
๐ฅ1 = 4.4, ๐ฅ2 = 1, dan ๐ง = 40.5 ๐ฅ1 โค 4 ๐ก=6
Subproblem 6 ๐ฅ1 = 4, ๐ฅ2 = 1, dan ๐ง = 37
Solusi takfisibel
๐ฅ1 โฅ 5 ๐ก=7
Subproblem 7 ๐ฅ1 = 5, ๐ฅ2 = 0, dan ๐ง = 40
Gambar 3 Seluruh pencabangan pada metode branch and bound untuk menentukan solusi PLI (9).
7
III PEMODELAN 3.1 Deskripsi Masalah Untuk mendeskripsikan masalah penjadwalan operasi bedah di rumah sakit, yang harus diketahui pertama kali adalah berapa banyak ahli bedah yang bertugas pada ruang operasi tersebut. Kemudian berapa banyak blok yang ditetapkan setiap harinya. Selain itu, ada berapa ruang operasi yang terdapat di rumah sakit tersebut. Ketika ada pasien yang harus menjalankan operasi bedah, rumah sakit akan memeriksa pasien tersebut untuk menentukan penyakit apa yang diderita pasien. Setelah itu, rumah sakit dapat menentukan operasi bedah apa yang harus dilaksanakan kepada pasien tersebut dan menentukan ahli bedah mana yang akan menangani operasi. Setiap operasi bedah yang akan dilaksanakan, hanya ada satu ahli bedah yang menangani di dalam ruang operasi. Dari beberapa ahli bedah yang dimiliki oleh rumah sakit, masing-masing ahli bedah memiliki waktu target yang sudah ditentukan oleh pihak rumah sakit untuk melakukan operasi. Dari jumlah ahli bedah beserta waktu target yang ada, rumah sakit harus bisa menyesuaikan jadwal operasi bedah dari setiap pasien yang datang. Banyaknya kamar operasi yang tersedia untuk melakukan operasi bedah juga menjadi salah satu pertimbangan untuk membuat jadwal operasi bedah. Dalam kasus normal, rumah sakit diasumsikan hanya melayani permintaan operasi pada hari kerja saja. Selama satu minggu diasumsikan terdapat enam hari kerja, yaitu hari Senin sampai Sabtu dengan jam operasi kerja yang telah ditentukan oleh rumah sakit. Rumah sakit menggunakan strategi blok untuk mengalokasikan waktu ruang operasi dan jadwal operasi bedah untuk setiap periode. Pada satu hari terdapat beberapa blok waktu, seperti blok ke-1 pada Pukul 08.00 โ 10.00 WIB, blok ke-2 pada Pukul 10.00 โ 12.00 WIB dan seterusnya. 3.2 Formulasi Masalah Model penjadwalan operasi bedah bergantung pada keterbatasan peralatan operasi, ketersediaan dari ruang operasi dan ahli bedah dan juga berdasarkan pengalaman dari penjadwalan operasi beberapa bulan sebelumnya. Penjadwalan operasi yang ada pada bulan-bulan sebelumnya bisa dijadikan salah satu gambaran untuk membuat penjadwalan operasi saat ini. Selanjutnya,
penjadwalan operasi bedah dapat diformulasikan dalam bentuk PLI. Model penjadwalan pada karya ilmiah ini menggunakan lima parameter utama sebagai penyusun jadwal, yaitu: 1. Blok, yaitu pembagian waktu ruang operasi yang diberikan kepada setiap ahli bedah dalam satu hari. Blok diberi indeks i, dimana i = 1, 2, โฆ , I sebanyak n(I). 2. Ahli bedah, yaitu orang yang bertugas di ruang operasi. Ahli bedah diberi indeks j, dimana j = 1, 2, โฆ , J sebanyak n(J). 3. Hari, yaitu hari yang diinginkan pengelola ruang operasi untuk menjadwalkan operasi bedah. Hari diberi indeks k, dimana k = 1, 2, โฆ , K sebanyak n(K). 4. Ruang operasi, yaitu ruangan yang disediakan oleh rumah sakit untuk melakukan operasi bedah. Ruang operasi diberi indeks l, dimana l = 1, 2, โฆ , L sebanyak n(L). 5. Operasi bedah, yaitu jenis operasi yang dapat dilakukan terkait ketersediaan ahli bedah. Operasi bedah diberi indeks m, dimana m = 1, 2, โฆ , M sebanyak n(M). Variabel โ variabel yang digunakan dalam model penjadwalan operasi bedah ini adalah: ๐๐ : durasi untuk blok ke-i. ๐ก๐ : target total waktu operasi untuk ahli bedah ke-j dalam satu periode, di mana periode ini bisa dalam skala waktu mingguan ataupun bulanan. Selain itu, diperlukan pula pendefinisian suatu variabel keputusan:
xi j k l
๏ฌ1, jika ahli bedah j ditugaskan di ruang ๏ฏ = ๏ญ operasi l pada hari k di blok i. ๏ฏ0, selainnya. ๏ฎ
๐๐+ = banyaknya waktu pengalokasian yang berlebih dari seluruh ruang operasi untuk ahli bedah j relatif terhadap ๐ก๐ dalam satu periode. ๐๐โ = banyaknya waktu pengalokasian yang kurang dari seluruh ruang operasi untuk ahli bedah j relatif terhadap ๐ก๐ dalam satu periode. Asumsi-asumsi yang diperlukan dalam memodelkan jadwal operasi bedah adalah sebagai berikut: 1. Setiap periode memiliki model permintaan operasi yang sama dalam horison waktu
8
2.
3. 4.
5.
6.
yang menjadi dasar untuk membangun model. Rumah sakit hanya ingin meminimalkan total waktu pengalokasian yang kurang untuk ahli bedah, sehingga total waktu pengalokasian yang berlebih tidak dianggap. Ahli bedah hanya melakukan operasi sesuai dengan bidang keahlian mereka. Durasi setiap blok adalah dua jam, termasuk pra-operasi, waktu operasi, dan pasca operasi. Misal, ruang operasi buka dari Pukul 08.00 โ 18.00 WIB setiap hari maka blok yang digunakan sesuai dengan i = 1 adalah 08.00-10.00, โฆ , i = 5 adalah 16.00-18.00. Ada enam hari kerja setiap minggunya, yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Penjadwalan operasi hanya dilakukan pada pasien elective bukan emergency.
Pada prinsipnya, rumah sakit menginginkan pengalokasian waktu yang sesuai untuk masing-masing ahli bedah dengan meminimumkan total waktu pengalokasian yang kurang dari target untuk masing-masing ahli bedah. Fungsi objektif dari permasalahan ini adalah meminimumkan total bobot waktu pengalokasian yang kurang dari target untuk setiap ahli bedah sehingga dimodelkan sebagai berikut: โ
minimumkan
๐๐ ๐ฝ ๐ =1 ๐ก
๐
di mana ๐๐โ = max 0, ๐ก๐ โ ๐ผ๐=1 ๐พ๐=1 ๐ฟ๐=1 ๐๐ ๐ฅ๐๐๐๐ dan ๐๐+ = max 0, ๐ผ๐=1 ๐พ๐=1 ๐ฟ๐=1 ๐๐ ๐ฅ๐๐๐๐ โ ๐ก๐ . ๐ผ ๐พ ๐ฟ adalah total waktu ๐=1 ๐=1 ๐=1 ๐๐ ๐ฅ๐๐๐๐ dalam satuan jam dari ruang operasi yang ditugaskan untuk ahli bedah ke-j selama satu 1 periode. diterapkan agar ahli bedah yang ๐ก๐
memiliki target jam kerja yang rendah akan lebih diprioritaskan daripada ahli bedah yang memiliki target jam kerja yang tinggi. Kendala-kendala yang dimiliki adalah sebagai berikut: 1. Waktu pengalokasian operasi yang berlebih dan waktu pengalokasian operasi yang kurang dapat dinyatakan sebagai berikut: ๐ผ
๐พ
๐ฟ
๐๐ ๐ฅ๐๐๐๐ โ ๐๐+ + ๐๐โ = ๐ก๐ , โ๐ ๐=1 ๐=1 ๐=1
2. Paling banyak satu ahli bedah dialokasikan ke ruang operasi. ๐ฝ
๐ฅ๐๐๐๐ โค 1 , โ๐, ๐, ๐ ๐ =1
3. Setiap ahli bedah dialokasikan paling banyak ke satu ruang operasi pada suatu waktu tertentu. ๐ฟ
๐ฅ๐๐๐๐ โค 1 , โ๐, ๐, ๐ ๐=1
4. Operasi jenis ke-m hanya dilakukan oleh salah satu anggota dari Jโ, di mana Jโ adalah himpunan ahli bedah yang bidang keahliannya pada operasi jenis ke-m dan hanya dilakukan di ruang operasi ke-lโ, di mana lโ adalah ruang operasi yang hanya memiliki peralatan untuk melakukan operasi jenis ke-m dikarenakan peralatan operasi yang dimiliki rumah sakit terbatas. ๐ผ
๐พ
๐ฅ๐๐๐๐ = 0, โ ๐โฒ โ ๐ ๐=1 ๐๐ ๐ฝ โฒ ๐=1 ๐โ ๐โฒ
5. Operasi jenis ke-m hanya dilakukan oleh salah satu anggota dari Jโ. Seluruh ahli bedah yang menangani operasi jenis ke-m tidak melakukan operasi pada waktu yang bersamaan karena di saat salah satu ahli bedah sedang melakukan operasi, maka ahli bedah yang lain harus memeriksa pasien di klinik. ๐ฟ
๐ฅ๐๐๐๐ โค 1, โ๐, ๐ ๐๐ ๐ฝ โฒ ๐=1
6. Operasi jenis ke-m memiliki himpunan ahli bedah Jโ dan hanya dilakukan oleh salah satu anggota dari himpunan tersebut. Operasi ini tidak boleh dilakukan secara bersamaan lebih dari n ruang operasi yang berbeda karena keterbatasan peralatan operasi yang tersedia di rumah sakit. ๐ฟ
๐ฅ๐๐๐๐ โค ๐, โ๐, ๐ ๐๐ ๐ฝ โฒ ๐=1
7. Operasi jenis ke-m memiliki himpunan ahli bedah Jโ dan hanya dilakukan oleh salah satu anggota dari himpunan tersebut. Khusus untuk beberapa anggota himpunan ahli bedah Jโ tidak dapat beroperasi di ruang operasi ke-l karena peralatan khusus yang sering digunakan tidak terdapat di ruang operasi tersebut.
9
๐ผ
๐พ
๐ฅ๐๐๐๐ = 0 , ๐=1 ๐=1
untuk beberapa ahli bedah ๐๐๐ฝโฒ dan ruang l. 8. Operasi jenis ke-m yang hanya dilakukan oleh salah satu anggota ahli bedah Jโ tidak boleh dilakukan setelah operasi jenis ke๐โฒ yang memiliki himpunan ahli bedah ๐ฝโฒโฒ yang dilaksanakan pada ruang dan hari yang sama karena peralatan operasi yang
terbatas atau memerlukan waktu setting yang cukup lama. ๐ผ
๐ฅ๐ โฒ ๐๐๐ โค ๐ 1 โ ๐ฅ๐๐ โฒโฒ ๐๐ , โ๐, ๐, ๐ , ๐ โฒโฒ ๐ ๐ฝโฒโฒ ๐ โฒ =๐+1 ๐๐ ๐ฝโฒ
๐ โ ๐
+ 9. Semua variabel keputusan bernilai nol atau satu. ๐ฅ๐๐๐๐ โ 0,1 ; โ๐, ๐, ๐, ๐
IV STUDI KASUS DAN PENYELESAIANNYA Studi kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah menentukan penjadwalan operasi bedah mata di Rumah Sakit Jakarta Eye Center (JEC), Jakarta. Pelayanan JEC meliputi beberapa sentra subspesialis mata, yaitu kornea, glaukoma, infeksi imunologi, medical vitreoretina, pediatric oftalmologi, dan lasik. Setiap subspesialis mata tersebut ditangani oleh beberapa ahli bedah. JEC memiliki lima ruang operasi untuk melaksanakan beberapa operasi. Permintaan operasi hanya dilayani pada hari kerja saja. Selama satu minggu terdapat enam hari kerja, yaitu hari Senin sampai Sabtu dengan jam operasi kerja dari Pukul 08.00 โ 20.00 WIB. Saat ini, rumah sakit menggunakan strategi nonblok, namun diusulkan kepada pihak rumah sakit agar menggunakan strategi blok untuk mengalokasikan waktu ruang operasi dan menjadwalkan operasi bedah untuk setiap periode. Tabel 1 menggambarkan blok waktu yang ditetapkan dalam satu hari. Tabel 1 Blok yang ditetapkan dalam satu hari Blok keJam 1 08.00 โ 10.00 2 10.00 โ 12.00 3 12.00 โ 14.00 4 14.00 โ 16.00 5 16.00 โ 18.00 6 18.00 โ 20.00 Dari beberapa ahli bedah yang dimiliki oleh rumah sakit, masing-masing ahli bedah memiliki waktu target mingguan yang sudah ditentukan oleh pihak rumah sakit untuk melakukan operasi. Dari jumlah ahli bedah beserta waktu target mingguan yang ada, rumah sakit berharap bisa menyesuaikan jadwal operasi bedah dari setiap pasien yang datang. Tabel 2 menggambarkan ahli bedah
tersebut, jenis operasi dan total target jam kerja per minggu. Tabel 2 Total target jam kerja per minggu (๐ก๐ ) dan jenis operasi untuk setiap ahli bedah j Target Ahli waktu bedah untuk ahli Jenis operasi J bedah j (jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
10 10 11 11 9 8 10 10 6 8 9 6 16 14 6 10 13 8 7 6 8 9 11 14 10 8
Medical Vitreoretina Kornea Glaukoma Kornea Glaukoma LASIK LASIK Medical Vitreoretina LASIK Kornea LASIK LASIK Medical Vitreoretina Pediatric Oftalmologi Infeksi Imunologi Glaukoma LASIK Pediatric Oftalmologi LASIK Medical Vitreoretina LASIK Kornea Kornea Medical Vitreoretina LASIK LASIK
Dari studi kasus di atas, formulasi model PLI-nya adalah sebagai berikut: โ
minimumkan
26 ๐ ๐ ๐ =1 ๐ก
๐
10
Terhadap fungsi kendala sebagai berikut: 1. Waktu pengalokasian operasi yang berlebih dan waktu pengalokasian operasi yang kurang dapat dinyatakan sebagai berikut: 6
6
b) Operasi medical vitreoretina memiliki lima ahli bedah. Rumah sakit menyediakan paling banyak tiga ruang operasi untuk operasi ini pada waktu yang bersamaan. 5
(๐ฅ๐1๐๐ + ๐ฅ๐8๐๐ + ๐ฅ๐13๐๐ + ๐ฅ๐20๐๐ + ๐ฅ๐24๐๐ ) โค 3
5
๐๐ ๐ฅ๐๐๐๐ โ ๐๐+ + ๐๐โ = ๐ก๐ , โ๐ ๐=1 ๐=1 ๐=1
2. Paling banyak satu ahli bedah dialokasikan ke ruang operasi. 26
๐ฅ๐๐๐๐ โค 1 , โ๐, ๐, ๐ ๐ =1
๐=1
โ๐, ๐ 7. Operasi lasik memiliki sepuluh ahli bedah. Khusus untuk ahli bedah ke-6, ke-7, ke-11 dan ke-12 tidak dapat beroperasi di ruang operasi ke-1 karena peralatan khusus yang sering digunakan tidak terdapat di ruang operasi tersebut. 6
3. Setiap ahli bedah dialokasikan paling banyak ke satu ruang operasi pada suatu waktu tertentu. 5
๐ฅ๐๐๐๐ โค 1 , โ๐, ๐, ๐ ๐=1
4. Operasi pediatric oftalmologi hanya dilakukan oleh ahli bedah ke-14 dan ke-18 dan hanya dilakukan di ruang operasi ke-1 dikarenakan peralatan yang diperlukan untuk melakukan operasi pediatric oftalmologi hanya tersedia di ruangan tersebut. 6
6
6
๐ฅ๐6๐1 + ๐ฅ๐7๐1 + ๐ฅ๐11๐1 + ๐ฅ๐12๐1 = 0 ๐=1 ๐=1
8. Operasi glaukoma tidak boleh dilakukan setelah operasi pediatric oftalmologi yang dilaksanakan pada ruang dan hari yang sama karena peralatan operasi yang terbatas atau memerlukan waktu setting yang cukup lama, sehingga ahli bedah ke3, ke-5 dan ke-16 tidak ditugaskan ke ruang operasi setelah ahli bedah ke-14 atau ke-18 bertugas pada hari dan ruang yang sama. 6
5
(๐ฅ๐ โฒ 3๐๐ + ๐ฅ๐ โฒ5๐๐ + ๐ฅ๐ โฒ 16๐๐ ) โค 15(1 โ ๐ฅ๐14๐๐ )
(๐ฅ๐14๐๐ + ๐ฅ๐18๐๐ ) = 0
๐ โฒ =๐+1
5. Pembedahan glaukoma hanya dilakukan oleh ahli bedah ke-3, ke-5 dan ke-16. Ketiga ahli bedah tersebut tidak melakukan operasi pada waktu yang bersamaan karena di saat salah satu ahli bedah tersebut sedang melakukan operasi, maka ahli bedah yang lain harus memeriksa pasien di klinik.
6
โ๐, ๐, ๐
๐=1 ๐=1 ๐=2
(๐ฅ๐ โฒ 3๐๐ + ๐ฅ๐ โฒ5๐๐ + ๐ฅ๐ โฒ 16๐๐ ) โค 15(1 โ ๐ฅ๐18๐๐ ) ๐ โฒ =๐+1
โ๐, ๐, ๐ 9. Semua variabel keputusan bernilai nol atau satu. ๐ฅ๐๐๐๐ โ 0,1 ; โ๐, ๐, ๐, ๐
5
(๐ฅ๐3๐๐ + ๐ฅ๐5๐๐ + ๐ฅ๐16๐๐ ) โค 1
โ๐, ๐
๐=1
6. a) Operasi kornea memiliki lima ahli bedah. Operasi ini tidak boleh dilakukan secara bersamaan lebih dari empat ruang operasi yang berbeda karena keterbatasan peralatan operasi yang tersedia di rumah sakit. 5
(๐ฅ๐2๐๐ + ๐ฅ๐4๐๐ + ๐ฅ๐10๐๐ + ๐ฅ๐22๐๐ + ๐ฅ๐23๐๐ ) โค 4 ๐=1
โ๐, ๐
Penyelesaian masalah penjadwalan operasi bedah pada karya ilmiah ini dilakukan dengan bantuan software LINGO 11.0. Solusi yang didapat adalah solusi optimal dengan nilai fungsi objektif 0.825841 yang didapatkan pada iterasi ke 7425. Hasil penjadwalan operasi bedah untuk setiap ahli bedah di rumah sakit tersebut dengan metode PLI diberikan pada Tabel 3 berikut.
11
Tabel 3 Hasil penjadwalan Hari Senin Selasa Rabu
OR 1 S20
08.00 โ 10.00 OR OR OR 2 3 4 S1 S11 S25
S24
S4
S5
Sabtu
Senin Selasa Rabu Kamis
OR 1 S14
12.00 โ 14.00 OR OR OR 2 3 4 S23 S10 S4
S13 S5 S26
Jumat
Hari Senin Selasa Rabu
S3 S13
Kamis Jumat
Hari
OR 5 S24
S1
S3 S12
S21 S7
S2
S11
S24
S17 S2
OR 5 S2
S10
Kamis Jumat Sabtu
Hari
OR 1 S14
10.00 โ 12.00 OR OR OR 2 3 4 S17 S8 S9
OR 5 S12
S23
S16
S17
S1
S13
S22 S18
S2
S4
S23
S11 S3
S14 S3
OR 1
Senin Selasa Rabu Kamis
S16
Jumat
S18 S13
14.00 โ 16.00 OR OR OR 2 3 4 S9 S24 S6 S11 S6
OR 5 S15
S20 S23
S13 S22
S22
S15 S5
S4
S10
Sabtu
S2
S12
S22
S17
Sabtu
S13
S10
Hari
OR 1 S14
16.00 โ 18.00 OR OR OR 2 3 4 S8 S21 S26
OR 5 S7
Hari
OR 1
18.00 โ 20.00 OR OR OR 2 3 4 S21 S25
OR 5 S8
S18
S1
S4
S19
S7
S8
S16
S26
S21 S18
S13
Selasa Rabu
S24 S17
S16
S25
S15 S3
S7 S1
S26 S14
S8 S25
S5 S23
S20 S16
S17 S6
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu
S14 S14
S13
S7 S24 S9 S24
Kamis Jumat
S19 S19
Senin
S25
Sabtu
S6
12
V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penjadwalan yang diinginkan sangat bergantung pada ketersediaan peralatan operasi, ruang operasi, dan juga ahli bedah yang terdapat di rumah sakit. Dalam penulisan karya ilmiah ini telah diperlihatkan penyelesaian dari masalah penjadwalan operasi bedah sehingga pihak rumah sakit dapat menilai bahwa fasilitas-fasilitas yang dimiliki rumah sakit seperti peralatan operasi, ruang operasi, dan juga ahli bedah sudah memadai atau belum di saat permintaan operasi cukup besar. Masalah ini dipandang sebagai masalah 0-1 PLI. Penyelesaian masalah ini menggunakan bantuan software
LINGO 11.0 sehingga diperoleh hasil yaitu jadwal operasi bedah yang memenuhi kendala. 5.2 Saran Pada karya ilmiah ini telah dibahas pemodelan penjadwalan dengan model PLI. Karya ilmiah ini dapat dikembangkan dengan durasi setiap blok yang bervariasi dan jenis operasi yang lebih kompleks sehingga diperlukan penyesuaian model kembali. Selain itu, beberapa data yang digunakan pada karya ilmiah ini adalah data hipotetik. Akan lebih baik lagi jika dilakukan penelitian langsung pada rumah sakit yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA Ayag Z, Batili B, Samanlioglu F. 2010. Determining Master Schedule of Surgical Operations by Integer Programming: A Case Study.
Ozkarahan I. 1995. Allocation of Surgical Procedures to Operating Rooms. Journal of Medical Systems 19 (4): 333โ352.
Garfinkel RS, Nemhauser GL. 1972. Integer Programming. New York: John Willey & Sons.
Taha H A. 1996. Pengantar Riset Operasi. Alih Bahasa: Daniel Wirajaya. Binarupa Aksara, Jakarta. Terjemahan dari: Operations Research.
Magerlalein JM, Martin JB. 1978. Surgical demand scheduling: A review. Health Serv. Res 13: 418-433.
Winston WL. 2004. Operations Research Applications and Algorithms 4thed. New York: Duxbury.
13
LAMPIRAN
14
Lampiran 1 Syntax Program LINGO 11.0 untuk menyelesaikan linear programming dengan Metode Branch and Bound. 1) Mencari solusi LP-relaksasi subproblem 1 (masalah 9) Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer
dari
Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1>=0; x2>=0;
Global optimal solution found. Objective value: 41.25000 Infeasibilities: 0.000000 Total solver iterations: 2
Row 1 2 3 4 5
Value 3.750000 2.250000
Reduced Cost 0.000000 0.000000
Slack or Surplus Dual Price 41.25000 1.000000 0.000000 1.250000 0.000000 0.7500000 3.750000 0.000000 2.250000 0.000000
Karena solusi yang diperoleh belum memenuhi kendala integer maka harus dibuat subproblem baru, yaitu: โข Subproblem 2, dimana Subproblem 1 + kendala (๐ฅ1 โค 3) โข Subproblem 3, dimana Subproblem 1 + kendala (๐ฅ1 โฅ 4) 2) Mencari solusi LP dari Subproblem 2 Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 โค 3 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1<=3; x1>=0; x2>=0;
Global optimal solution found. Objective value: 39.00000 0.000000 Infeasibilities: Total solver iterations: 1 Variable X1 X2 Row 1 2 3 4 5 6
Value 3.000000 3.000000
Reduced Cost 0.000000 0.000000
Slack or Surplus Dual Price 39.00000 1.000000 0.000000 5.000000 3.000000 0.000000 0.000000 3.000000 3.000000 0.000000 3.000000 0.000000
Hasil yang diperoleh telah memenuhi kendala integer maka Subproblem 2 akan dijadikan batas bawah.
Hasil yang diperoleh:
Variable X1 X2
Hasil yang diperoleh:
3) Mencari solusi LP dari Subproblem 3 Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 โฅ 4 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1>=4; x1>=0; x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found. Objective value: 41.00000 Infeasibilities: 0.000000 Total solver iterations: 3 Variable X1 X2 Row 1 2 3 4 5 6
Value 4.000000 1.800000
Reduced Cost 0.000000 0.000000
Slack or Surplus Dual Price 41.00000 1.000000 0.2000000 0.000000 0.000000 1.000000 0.000000 -1.000000 4.000000 0.000000 1.800000 0.000000
Karena solusi yang diperoleh belum memenuhi kendala integer maka harus dibuat subproblem baru, yaitu: โข Subproblem 4, dimana Subproblem 3 + kendala (๐ฅ2 โค 1)
15
โข Subproblem 5, dimana Subproblem 3 + kendala (๐ฅ2 โฅ 2) 4) Mencari solusi LP dari Subproblem 5 Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 โฅ 4 ๐ฅ2 โฅ 2 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1>=4; x2>=2; x1>=0; x2>=0;
Row 1 2 3 4 5 6 7
Slack or Surplus Dual Price 40.55556 1.000000 0.5555556 0.000000 0.000000 0.8888889 0.4444444 0.000000 0.000000 0.5555556 4.444444 0.000000 1.000000 0.000000
Karena solusi yang diperoleh belum memenuhi kendala integer maka harus dibuat subproblem baru, yaitu: โข Subproblem 6, dimana Subproblem 4 + kendala (๐ฅ1 โค 4) โข Subproblem 7, dimana Subproblem 4 + kendala (๐ฅ1 โฅ 5) 6) Mencari solusi LP dari Subproblem 6 Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 โฅ 4 ๐ฅ2 โค 1 ๐ฅ1 โค 4 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer
Hasil yang diperoleh:
Syntax program pada Lingo 11.0:
5) Mencari solusi LP dari Subproblem 4 Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 โฅ 4 ๐ฅ2 โค 1 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1>=4; x2<=1; x1>=0; x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found. Objective value: 40.55556 Infeasibilities: 0.000000 Total solver iterations: 1 Variable X1 X2
Value 4.444444 1.000000
Reduced Cost 0.000000 0.000000
max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1>=4; x2<=1; x1<=4; x1>=0; x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found. Objective value: 37.00000 Infeasibilities: 0.000000 Total solver iterations: 0 Variable X1 X2 Row 1 2 3 4 5 6 7 8
Value 4.000000 1.000000
Reduced Cost 0.000000 0.000000
Slack or Surplus Dual Price 37.00000 1.000000 1.000000 0.000000 4.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 5.000000 0.000000 8.000000 4.000000 0.000000 1.000000 0.000000
7) Mencari solusi LP dari Subproblem 7 Maksimumkan z = 8๐ฅ1 + 5๐ฅ2 Terhadap ๐ฅ1 + ๐ฅ2 โค 6 9๐ฅ1 + 5๐ฅ2 โค 45 ๐ฅ1 โฅ 4
16
๐ฅ2 โค 1 ๐ฅ1 โฅ 5 ๐ฅ1 , ๐ฅ2 โฅ 0 ๐ฅ1 dan ๐ฅ2 integer Syntax program pada Lingo 11.0: max=8*x1+5*x2; x1+x2<=6; 9*x1+5*x2<=45; x1>=4; x2<=1; x1>=5; x1>=0; x2>=0;
Hasil yang diperoleh: Global optimal solution found. 40.00000 Objective value: Infeasibilities: 0.000000 0 Total solver iterations:
Variable X1 X2 Row 1 2 3 4 5 6 7 8
Value 5.000000 0.000000
Reduced Cost 0.000000 0.000000
Slack or Surplus Dual Price 40.00000 1.000000 1.000000 0.000000 0.000000 1.000000 1.000000 0.000000 1.000000 0.000000 0.000000 -1.000000 5.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Hasil yang diperoleh telah memenuhi kendala integer, maka Subproblem 7 menjadi batas bawah yang baru. Semua solusi optimum telah berupa integer, sehingga solusi optimum dari Subproblem 7 merupakan solusi optimal PLI (9).
Lampiran 2 Syntax dan Hasil Komputasi Program LINGO 11.0 untuk Masalah Penjadwalan operasi bedah di Rumah Sakit Jakarta Eye Center model: sets: BLOK/B1..B6/; SUR/S1..S26/:am1,am2,ap,T; HARI/H1..H6/; RUANG/R1..R5/; BLOK2/BB1..BB6/; LINK1(BLOK,SUR,HARI,RUANG):X; Endsets data: T= 10 10 11 11 9 8 10 10 6 8 9 6 16 14 6 10 13 8 7 6 8 9 11 14 10 8; enddata !FO; MIN=@SUM(SUR(j):am1(j)/T(j)); @for(sur(j):am2(j)=T(j)@SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):@SUM(RUANG(l):2*X(i,j,k,l))))); @for(sur(j):am1(j)=am2(j)); !kendala 1; @FOR(SUR(j):@SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):@SUM(RUANG(l):2*(X(i,j,k,l)))))ap(j)+am1(j)=T(j)); !kendala 2; @FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@SUM(SUR(j):X(i,j,k,l))<=1))); !kendala 3; @FOR(BLOK(i):@FOR(SUR(j):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,j,k,l))<=1))); !kendala 4; @SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):@SUM(RUANG(l)|l#GE#2:X(i,14,k,l)+X(i,18,k,l)))) =0;
17
!kendala 5; @FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,3,k,l)+X(i,5,k,l)+X(i,16,k,l) )<=1)); !kendala 6a; @FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,2,k,l)+X(i,4,k,l)+X(i,10,k,l) +X(i,22,k,l)+X(i,23,k,l))<=4)); !kendala 6b; @FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@SUM(RUANG(l):X(i,1,k,l)+X(i,8,k,l)+X(i,13,k,l) +X(i,20,k,l)+X(1,24,k,l))<=3)); !kendala 7; @SUM(BLOK(i):@SUM(HARI(k):X(i,6,k,1)+X(i,7,k,1)+X(i,11,k,1)+X(i,12,k,1))) =0; !kendala 8; @FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@SUM(BLOK2(n)|n#GE#i+1:X(n,3,k,l) +X(n,5,k,l)+X(n,16,k,l))<=15*(1-X(i,14,k,l))))); @FOR(BLOK(i):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@SUM(BLOK2(n)|n#GE#i+1:X(n,3,k,l) +X(n,5,k,l)+X(n,16,k,l))<=15*(1-X(i,18,k,l))))); !kendala 9; @FOR(BLOK(i):@FOR(SUR(j):@FOR(HARI(k):@FOR(RUANG(l):@BIN(X(i,j,k,l)))))); end
Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: (Tidak semua hasil ditampilkan, hanya untuk variabel bernilai 1 saja yang ditampilkan) Global optimal solution found. Objective value: Objective bound: Infeasibilities: Extended solver steps: Total solver iterations: Variable AM1( S3) AM1( S4) AM1( S5) AM1( S11) AM1( S17) AM1( S19) AM1( S22) AM1( S23) AM2( S3) AM2( S4) AM2( S5) AM2( S11) AM2( S17) AM2( S19) AM2( S22) AM2( S23) T( S1) T( S2) T( S3) T( S4) T( S5) T( S6) T( S7) T( S8) T( S9) T( S10) T( S11)
0.8258408 0.8258408 0.000000 0 7425 Value 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 10.00000 10.00000 11.00000 11.00000 9.000000 8.000000 10.00000 10.00000 6.000000 8.000000 9.000000
Reduced Cost 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
18
X( B1, S1, X( B1, S2, X( B1, S3, X( B1, S4, X( B1, S5, X( B1, S11, X( B1, S13, X( B1, S17, X( B1, S20, X( B1, S24, X( B1, S24, X( B1, S25, X( B2, S1, X( B2, S2, X( B2, S3, X( B2, S3, X( B2, S4, X( B2, S8, X( B2, S9, X( B2, S11, X( B2, S12, X( B2, S13, X( B2, S14, X( B2, S14, X( B2, S16, X( B2, S17, X( B2, S17, X( B2, S18, X( B2, S22, X( B2, S23, X( B2, S23, X( B3, S1, X( B3, S2, X( B3, S2, X( B3, S2, X( B3, S3, X( B3, S4, X( B3, S5, X( B3, S7, X( B3, S10, X( B3, S10, X( B3, S11, X( B3, S12, X( B3, S12, X( B3, S13, X( B3, S14, X( B3, S17, X( B3, S21, X( B3, S22, X( B3, S23,
T( S12) T( S13) T( S14) T( S15) T( S16) T( S17) T( S18) T( S19) T( S20) T( S21) T( S22) T( S23) T( S24) T( S25) T( S26) H1, R2) H6, R5) H3, R2) H2, R2) H5, R4) H1, R3) H4, R2) H5, R5) H1, R1) H1, R5) H2, R1) H1, R4) H2, R4) H3, R2) H4, R5) H6, R1) H3, R3) H1, R3) H1, R4) H3, R5) H1, R5) H2, R5) H1, R1) H5, R1) H2, R2) H1, R2) H2, R3) H4, R1) H3, R1) H2, R1) H3, R4) H2, R3) H1, R5) H4, R3) H6, R1) H2, R4) H1, R4) H3, R1) H5, R2) H1, R3) H4, R5) H4, R4) H3, R4) H6, R2) H2, R1) H1, R1) H6, R5) H4, R2) H6, R4) H1, R2)
6.000000 16.00000 14.00000 6.000000 10.00000 13.00000 8.000000 7.000000 6.000000 8.000000 9.000000 11.00000 14.00000 10.00000 8.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.1818182 -0.1818182 -0.2222222 -0.2222222 -0.1250000 -0.1538462 -0.3333333 -0.1428571 -0.1428571 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.1818182 -0.1818182 -0.1818182 -0.2000000 -0.3333333 -0.2222222 -0.3333333 -0.1250000 -0.1428571 -0.1428571 -0.2000000 -0.1538462 -0.1538462 -0.2500000 -0.2222222 -0.1818182 -0.1818182 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.1818182 -0.1818182 -0.2222222 -0.2000000 -0.2500000 -0.2500000 -0.2222222 -0.3333333 -0.3333333 -0.1250000 -0.1428571 -0.1538462 -0.2500000 -0.2222222 -0.1818182
19
X( B3, S24, X( B3, S26, X( B4, S4, X( B4, S5, X( B4, S6, X( B4, S6, X( B4, S6, X( B4, S9, X( B4, S10, X( B4, S10, X( B4, S11, X( B4, S13, X( B4, S13, X( B4, S13, X( B4, S15, X( B4, S15, X( B4, S16, X( B4, S18, X( B4, S20, X( B4, S22, X( B4, S22, X( B4, S23, X( B4, S24, X( B5, S1, X( B5, S4, X( B5, S7, X( B5, S7, X( B5, S8, X( B5, S9, X( B5, S13, X( B5, S13, X( B5, S14, X( B5, S14, X( B5, S14, X( B5, S18, X( B5, S18, X( B5, S19, X( B5, S19, X( B5, S21, X( B5, S21, X( B5, S24, X( B5, S24, X( B5, S25, X( B5, S26, X( B6, S1, X( B6, S3, X( B6, S5, X( B6, S6, X( B6, S7, X( B6, S7, X( B6, S8, X( B6, S8, X( B6, S8, X( B6, S14, X( B6, S15, X( B6, S16, X( B6, S16, X( B6, S16, X( B6, S17, X( B6, S17, X( B6, S19, X( B6, S20, X( B6, S21, X( B6, S23, X( B6, S24,
H6, H4, H4, H5, H1, H3, H6, H1, H4, H6, H2, H2, H5, H6, H1, H4, H2, H4, H2, H2, H3, H3, H1, H2, H2, H1, H3, H1, H5, H2, H3, H1, H5, H6, H2, H4, H4, H6, H1, H3, H4, H6, H6, H1, H4, H4, H5, H6, H2, H3, H1, H2, H5, H6, H3, H2, H3, H6, H4, H5, H2, H5, H1, H6, H3,
R3) R1) R4) R3) R4) R2) R3) R2) R5) R2) R2) R4) R1) R1) R5) R3) R1) R1) R3) R5) R4) R3) R3) R2) R5) R5) R5) R2) R3) R3) R2) R1) R1) R1) R1) R1) R4) R4) R3) R1) R3) R3) R5) R4) R5) R4) R3) R5) R2) R5) R5) R3) R2) R1) R4) R4) R2) R4) R1) R5) R1) R4) R3) R3) R1)
1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
-0.1428571 -0.2500000 -0.1818182 -0.2222222 -0.2500000 -0.2500000 -0.2500000 -0.3333333 -0.2500000 -0.2500000 -0.2222222 -0.1250000 -0.1250000 -0.1250000 -0.3333333 -0.3333333 -0.2000000 -0.2500000 -0.3333333 -0.2222222 -0.2222222 -0.1818182 -0.1428571 -0.2000000 -0.1818182 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.3333333 -0.1250000 -0.1250000 -0.1428571 -0.1428571 -0.1428571 -0.2500000 -0.2500000 -0.2857143 -0.2857143 -0.2500000 -0.2500000 -0.1428571 -0.1428571 -0.2000000 -0.2500000 -0.2000000 -0.1818182 -0.2222222 -0.2500000 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.1428571 -0.3333333 -0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.1538462 -0.1538462 -0.2857143 -0.3333333 -0.2500000 -0.1818182 -0.1428571
20
X( X( X( X( X(
B6, B6, B6, B6, B6,
S25, S25, S25, S26, S26,
H1, H3, H6, H2, H5,
R4) R3) R2) R5) R1)
1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000
-0.2000000 -0.2000000 -0.2000000 -0.2500000 -0.2500000