TESIS
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO
NI PUTU ARYADNYANI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
TESIS
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO
NI PUTU ARYADNYANI NIM 1090761024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
NI PUTU ARYADNYANI NIM 1090761024
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 11 JULI 2012
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K) NIP. 195810101987011002
Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si NIP. 195705131986011001
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd,FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 11 Juli 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No:1034/UN 14.4/HK/2012, Tanggal 25 Mei 2012
Ketua : Dr. dr. I Dw Md Sukrama, M.Si, Sp.MK (K)
Anggota: 1. 2. 3. 4.
Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si Prof.Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., PhD
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS UDAYANA PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA Alamat: Sekretariat Pascasarjana Universitas Udayana. – Jl. Panglima Sudirman Denpasar, Bali Tel. 0361-7475076, 742521. Fax 0361-246656, 223797. email.
[email protected]
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Nama
:
Ni Putu Aryadnyani, S.S.T
NIM
:
1090761024
Program Studi
:
Magister Ilmu Biomedik (Ilmu Kedokteran Dasar)
Judul
:
Peningkatan Waktu Fermentasi Kombucha Tea Meningkatkan Daya Hambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Secara Invitro
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan peraturan Perundang – undang yang berlaku.
Denpasar, Juli 2012 Yang membuat pernyataan,
(Ni Putu Aryadnyani)
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Asung Kerta Wara Nugraha-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK (K) selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, masukan dan saran dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si, sebagai pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Magister Ilmu Biomedik Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar dan dr. Ni Made Adi Tarini, Sp.MK selaku kepala Instalasi Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar atas ijin dan dukungan yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada para penguji tesis, yaitu Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc., Sp.And, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., PhD, dan Prof. Dr. dr. N. Adiputra, MOH yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat tersusun dengan baik. Ucapan terima kasih disertai penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada para dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis selama menempuh Program Studi Magister Ilmu Biomedik di Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua STIKes Wira Medika Bali, Drs. Siswanto, MM beserta seluruh jajaran manajemen dan Ketua Program Studi Analis Kesehatan, Moh. Fairuz Abadi, M.Si atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister di Universitas udayana. Terima kasih atas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja di Prodi Analis
Kesehatan STIKes Wira medika Bali maupun rekan kerja di Laboratorium Klinik Niki Diagnostic Centre. Kepada staf mikrobiologi Universitas Udayana, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Kepada sahabat Wayan Adi Putra Sesana, S.Pd, M.Hum terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada mendiang ibu Ni Nyoman Narsih, AMa. yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kesabaran dan tulus ikhlas, terima kasih atas cinta kasih, motivasi, bimbingan dan doanya hingga akhir hayat. Kepada Ayah IPDA I Nengah Sumartana dan saudara I Kadek Dwija Arya Nugraha atas dukungan baik moral dan material. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada Putu Dian Karmana atas dukungan, pengorbanan, cinta dan kasih yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugrah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
ABSTRAK PENINGKATAN WAKTU FERMENTASI KOMBUCHA TEA MENINGKATKAN DAYA HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Escherichia coli PENGHASIL EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) SECARA IN VITRO Salah satu penyebab resistensi bakteri adalah karena bakteri tersebut mampu menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) yang menyebabkan kesulitan dalam pemilihan antibiotik sehingga pengobatan secara tradisional dapat digunakan sebagai alternatif, misalnya Kombucha tea yang mengandung berbagai macam vitamin, asam organik, dan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara invitro, dan apakah semakin lama fermentasi akan memberikan daya hambat yang semakin besar. Pada penelitian ini digunakan sebanyak lima kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol, kelompok fermentasi 6 hari, kelompok fermentasi 10 hari, kelompok fermentasi 14 hari, dan kelompok fermentasi 18 hari. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil uji berupa terbentuknya diameter zona hambat di sekitar disk yang diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mili meter (mm). Analisis kemaknaan diuji dengan uji One Way ANOVA. Hasil menunjukkan bahwa nilai p<0,005. Hal ini berarti bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada masing-masing kelompok perlakuan berbeda secara bermakna. Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference–test (LSD). Hasil uji LSD menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari dibandingkan dengan kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari dan 18 hari (p<0,05). Simpulan dalam penelitian ini adalah kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari memiliki daya antibakteri terhadap Escherichia coli penghasil ESBL. Terjadi peningkatan daya hambat pada lama fermentasi 6 hari ke 10 hari, 14 hari dan 18 hari. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar dan mekanisme kerja zat aktif kombucha tea yang berpotensi sebagai antibakteri, mengetahui daya hambat kombucha tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vivo dan untuk membuktikan efek kombucha tea dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen apakah pada tingkat adhesi atau sebagai anti bakteri. Kata kunci: Escherichia coli, ESBL, Kombucha tea
ABSTRACT EXTENDING TIME OF KOMBUCHA TEA FERMENTATION IMPROVES THE GROWTH OF IMPEDIMENT CAPASITY OF BACTERIA Escherichia coli ; THE PRODUCER OF EXTENDED SPECTRUM BETA LACTAMASES (ESBL) BY IN VITRO METHOD
One of the reason that bacteria turn out to be resistant is the bacteria able to produce Extended Spectrum Beta lactamases (ESBL) that can be bewildering in selecting antibiotic for treatment, hence conventional way of medications is recommended as alternative. For instance, substances function as antibiotic. This research intends to prove whether kombucha tea on fermentation within 6 days, 10 days, 14 days and 18 days are able to impede the bacteria Escherichia coli growth that can produce (ESBL) Extended Spectrum Beta Lactamases invitroly, as well as to figure out the longer fermented is conducted the more impediment capacity will be achieved. This research, applied five groups inter alia; 6 days fermented group, 10 days fermented group, 14 days fermented and 18 days fermented. Each group treated repetitions for six times. The result showed the formation of impeded zone on surrounding disk which is measured by calipers within milli meter (mm) The data were analyzed by One Way Anova methodology. It showed the value p<0,001, which indicated that capasity of zone diameter impedement kombucha tea against the Bacteria Escherichia coli in which produce ESBL for aech group distinctly treated significantly. In order to figure out the different group, further test was undertaken on least kombucha tea for 6 days fermentation and compare with others 6 day, 14 days and 18 days fermentation. The conclusion that can be drawn is 6, 10,14,18 days fermented kombucha tea has antibacterial capacity against Escherichia coli ESBL producer, in which display increasing of impedimental capacity for 6, 10,14 and 18 fermentation. The result hopefully can be used for further research to determine the content and mechanism of active substance kombucha tea which has potential as antibacterial, to figure out the impediment capacity of kombucha tea against bacteria growth Escherichia coli as producer of ESBL by invivo method as well as to prove the effect of kombucha tea in impeding pathogen growth on adhesion level or antibacterial Key words : Escherichia coli, ESBL, kombucha tea
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM.......................................................................................
i
PRASYARAT GELAR .................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..............................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
v
ABSTRAK ...................................................................................................
vii
ABSTRACT .................................................................................................
viii
DAFTAR ISI ................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................
4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................
5
1.3.1 Tujuan umum .........................................................................
5
1.3.1 Tujuan khusus ........................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................
8
2.1. Escherichia coli...............................................................................
8
2.1.1 Taksonomi..............................................................................
8
2.1.2 Morfologi ...............................................................................
9
2.1.3 Habitat ....................................................................................
9
2.1.4 Patogenesis dan gambaran klinik ............................................
10
2.1.5 Sifat biakan dan sifat biokimia ................................................
16
2.2 Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ...................................
23
2.2.1 Golongan antibiotik beta laktam ............................................
25
2.2.2 Identifikasi kuman penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases ....................................................................
27
2.3 Kombucha ........................................................................................
30
2.3.1 Sejarah ...................................................................................
30
2.3.2 Nama lain ...............................................................................
31
2.3.3 Mikroorganisme pelaku proses fermentasi ..............................
31
2.3.4 Kandungan .............................................................................
32
2.3.5 Manfaat ..................................................................................
33
2.3.6 Prinsip pembuatan ..................................................................
35
2.3.7 Proses fermentasi ....................................................................
37
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .................................................................................
42
3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................
42
3.2 Konsep .............................................................................................
43
3.3 Hipotesis Penelitian ..........................................................................
43
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................
45
4.1 Rancangan Penelitian .......................................................................
45
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
46
4.2.1 Tempat penelitian ...................................................................
46
4.2.2 Waktu penelitian.....................................................................
46
4.3 Penentuan Sumber Data ...................................................................
46
4.3.1 Populasi ..................................................................................
46
4.3.2 Sampel ...................................................................................
46
4.3.3 Besar sampel ..........................................................................
46
4.3.4 Teknik pengambilan sampel ...................................................
47
4.4 Variabel Penelitian ...........................................................................
47
4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel .........................................
47
4.4.2 Definisi operasional variabel...................................................
48
4.5 Bahan Penelitian ..............................................................................
50
4.6 Instrumen Penelitian .........................................................................
50
4.7 Prosedur Penelitian...........................................................................
53
4.7.1 Alur penelitian ........................................................................
53
4.7.2 Pembuatan kombucha tea .......................................................
53
4.7.3 Identifikasi bakteri Escherichia coli penghasil ESBL ..............
54
4.7.4 Uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL ............................................
58
4.8 Analisis Data ....................................................................................
60
BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................
61
5.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ........................................ … ....
61
5.2 Uji Daya Hambat Kombucha Tea Terhadap Escherichia coli Penghasil ESBL ..................................................................... … ....
63
5.2.1 Analisis deskriptif .......................................................... … ....
63
5.2.2 Uji normalitas data ........................................................ … ....
64
5.2.3 Uji homogenitas data antar kelompok ............................ … ....
64
5.2.4 Analisis efek perlakuan .................................................. … ....
65
BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................
69
6.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) .................................................
70
6.2 Hasil Uji Daya Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) ...........
72
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
80
7.1 Simpulan ..........................................................................................
81
7.2 Saran ................................................................................................
82
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
84
LAMPIRAN .................................................................................................
94
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli ........................................................
9
Gambar 2.2 Reaksi Indol...............................................................................
17
Gambar 2.3 Reaksi Methyl red ......................................................................
18
Gambar 2.4 Reaksi Voges Proskouwer..........................................................
19
Gambar 2.5 Reaksi Cimon citrat ...................................................................
20
Gambar 2.6 Reaksi Urea ...............................................................................
21
Gambar 2.7 Reaksi Reduksi Nitrat ................................................................
22
Gambar 2.8 Starter Kombucha ......................................................................
32
Gambar 2.9 Starter Kombucha dan Kombucha Tea .......................................
32
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................
43
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian .................................................................
45
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel ..........................................................
48
Gambar 4.3 Alur Penelitian ...........................................................................
53
Gambar 5.1 Grafik Diameter Zona Hambat Kombucha Tea Terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL..................
68
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Escherichia coli Berkaitan Dengan Diare .....................
14
Tabel 2.2 Patogenesis E. coli Penyebab Diare Pada Manusia.........................
15
Tabel 2.3 Karakteristik Biokimia Escherichia coli ........................................
23
Tabel 2.4 Contoh Generasi Cephalosporins ...................................................
26
Tabel 2.5 Kriteria MIC dan Zona Inhibisi untuk Deteksi ESBL Pada K. pneumoniae dan E. coli ....................................................
29
Tabel 2.6 Hasil Analisis Biokimia Pada Kombucha Kering ...........................
40
Tabel 2.7 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering ........................
41
Tabel 5.1 Hasil Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)................
62
Tabel 5.2 Hasil Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia coli Penghasil ESBL ..................................................
63
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing-Masing Kelompok ...................
64
Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Data Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok .................................................................
65
Tabel 5.5 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ........................................................
65
Tabel 5.6 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan ........................................................
66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik ................................................
94
Lampiran 2. Output Hasil uji Statistik ...........................................................
95
Lampiran 3. Dokumentasi .............................................................................
98
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang termasuk Indonesia, karena penyakit infeksi dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain dengan cepat dan mudah. Mikroorganisme penyebab infeksi adalah bakteri, virus, cacing, protozoa maupun jamur. Saluran pencernaan mudah terserang mikroorganisme penyebab infeksi tersebut karena saluran pencernaan merupakan pintu masuknya makanan maupun minuman yang berisiko membawa mikroorganisme penyebab infeksi. Infeksi saluran pencernaan yang sering diderita oleh masyarakat umumnya diakibatkan oleh bakteri golongan
Enterobacter. Salah satu bakteri yang tergolong Enterobacter adalah
Escherichia coli. Risiko terjadinya infeksi pada seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu dosis patogen, virulensi atau derajat keganasan patogen, dan tingkat kekebalan orang tersebut (Wahjono, 2007). Pengobatan utama infeksi adalah antibiotik, namun pada perkembangannya banyak bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotik. Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, karena
menyulitkan terapi penderita.
Peningkatan tumbuh dan
berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena proses seleksi (selection) yang berkaitan dengan penggunaan antibiotik dan penyebaran (spread). Proses seleksi
dapat dihambat dengan cara meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijaksana, sedangkan proses penyebaran dapat
dihambat
dengan cara
melaksanakan
pengendalian infeksi (universal precaution) secara benar (Wahjono, 2007). Penyebab resistensi bakteri salah satunya adalah karena bakteri tersebut mampu menghasilkan Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) yang merupakan kelompok enzim plasmid dengan kemampuan untuk memecah oxyimino B-lactams, oleh karena itu bakteri yang menghasilkan ESBL resisten terhadap antibiotika golongan beta laktam. Escherichia coli merupakan bakteri yang mampu menghasilkan ESBL sehingga pemilihan antibiotika untuk terapinya menjadi sempit. Saat ini dikenal sejenis teh yang sebenarnya sudah lama diketahui sebagai minuman kesehatan. Minuman teh tersebut dikenal dengan nama teh Kombucha atau Kombucha tea. Kombucha kaya kandungan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh manusia, di antaranya berbagai macam vitamin, asam organik, dan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai antibiotik (Naland, 2008). Kandungan antimikroba pada minuman kombucha mampu menghambat pertumbuhan Shigella sonnei, Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium (Hidayat et al., 2006). Media pertumbuhan kombucha harus mengandung glukosa sebagai sumber nutrisi. Kombucha dapat ditumbuhkan pada media teh, kopi, rosela (Nurul, A., 2010) maupun sari buah apel dan wortel (Hidayat et al., 2006). Kombucha yang ditumbuhkan pada media kopi sering disebut kombucha coffee. Daya antijamur kombucha coffe pernah dilakukan oleh Rahayu dan Rahayu yang meneliti uji antijamur Kombucha Coffee
terhadap Candida albicans
dan
Tricophyton mentagrophytes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kombucha Coffee mempunyai potensi antijamur terhadap Tricophyton mentagrophytes dan Candida albicans. Penelitian tentang uji antijamur Kombucha coffee (KC) terhadap Candida albicans juga pernah dilakukan oleh Sulistyawan (2007). Hasil penelitian menunjukkan Kombucha coffee berpotensi sebagai antijamur Candida albicans. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nugroho (2007) yang membuktikan Kombucha coffe juga berpotensi sebagai antijamur Trichophyton rubrum. Kombucha Coffee juga telah dibuktikan memiliki daya antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Hanani, 2007). Menurut Andrianto (2007) Kombucha Coffee juga berpotensi sebagai antibakteri terhadap Shigella dysenteriae dan Klebsiella aerogenes. Kombucha yang ditumbuhkan pada media teh sering disebut kombucha tea. Daya antibakteri pada kombucha tea telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, diantaranya adalah Rofiq (2002)
meneliti
pengaruh inhibisi teh fermentasi
kombucha terhadap bakteri Salmonella pullorum secara in vitro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teh fermentasi kombucha memiliki aktivitas antimikroba terhadap Salmonella pullorum. Penelitian lainnya dilakukan oleh Nurul (2010) yang meneliti analisis kondisi dan potensi lama fermentasi medium kombucha (Teh, Kopi, Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan Bacillus cereus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi perbedaan jenis medium dan lama fermentasi minuman kombucha (teh, kopi, rosela) mempunyai
potensi daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Vibrio cholerae dan Bacillus cereus. Berdasarkan penelitian yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa kombucha mempunyai daya sebagai antibiotik, sehingga peneliti berkeinginan untuk meneliti apakah kombucha dalam media teh (kombucha tea) mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut: a. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro?. b. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro?. c. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro?.
d. Apakah kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro?. e. Apakah kombucha tea dengan waktu
fermentasi 18 hari menghasilkan daya
hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari?. f. Apakah kombucha tea dengan waktu
fermentasi 14 hari menghasilkan daya
hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari?. g. Apakah kombucha tea dengan waktu
fermentasi 10 hari menghasilkan daya
hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari?.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan waktu fermentasi kombucha tea dapat meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL. 1.3.2 Tujuan khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vitro.
b. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vitro. c. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vitro. d. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL secara in vitro. e. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari. f. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari. g. Mengetahui kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat ilmiah a. Dapat memberikan kontribusi ilmiah bidang functional food khususnya efek kombucha tea sebagai antibakteri.
b. Dapat memberikan pengetahuan untuk mengembangkan penggunaan obat alternatif yaitu kombucha tea sebagai bahan penghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL 1.4.2 Manfaat aplikasi a. Dapat
diinformasikan
kepada
masyarakat
luas,
bahwa
dengan
mengkonsumsi kombucha tea mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada saluran pencernaan khususnya Escherichia coli penghasil ESBL, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan. b. Dapat dijadikan masukan untuk penelitian lebih lanjut
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Escherichia coli Escherichia coli awalnya disebut "Bacterium coli commune".
Pertama kali
diisolasi oleh Theodor Escherich (1885) dari faeces seorang anak. Habitat umum Escherichia coli adalah saluran pencernaan manusia dan hewan. Ada strain Escherichia coli yang bersifat commensal serta tidak berbahaya dan ada yang bersifat patogen pada manusia dan hewan. Escherichia coli dapat ditemukan di tanah dan air sebagai akibat dari kontaminasi faeces. keberadaannya digunakan sebagai indikator kualitas air dan/atau kualitas makanan yang buruk (Sousa, 2006). 2.1.1 Taksonomi Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut (Breed et al, 1957): Division : Protophyta Class
: Schizomycetes
Order
: Eubacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Species
: Escherichia coli
8
2.1.2 Morfologi Escherichia coli adalah Gram negatif, basil, tidak berspora. Ukuran diameter sekitar 0.5 µm dan panjang sekitar 1.0 – 3.0 µm. Dalam periplasma terdapat sebuah lapisan peptidoglikan. Peptidoglikan memiliki struktur subunit khas yaitu asam N-acetylmuramic terhubung oleh ikatan amida dan peptida terdiri dari LAlanine,
D-glutamat
acid,
meso-diaminopimelic
acid
dan
D-Alanine.
Escherichia coli memiliki flagella peritrik untuk bergerak. Di antara isolat Escherichia coli, ada variasi dan kombinasi antigen somatik (O dan K) dan antigen flagellar (H) (Sousa, 2006).
Gambar 2.1 Morfologi Escherichia coli (Lerner and Lerner, 2003) 2.1.3 Habitat Escherichia coli adalah mikrobiota yang secara normal terdapat pada saluran pencernaan mamalia, termasuk manusia. Biasanya bersifat komensal tidak berbahaya, namun juga terdapat banyak strain patogen Escherichia coli yang dapat menyebabkan diare dan penyakit lainnya pada manusia dan hewan (Elena
et al., 2005). Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan dan dapat ditemukan pada faeces (Wijayantie, 2009). Jenis patogen dibedakan dari flora normal oleh adanya faktor virulensi seperti exotoxins. Faktor virulensi spesifik dan jenis penyakit dapat digunakan untuk memisahkan organisme menjadi beberapa pathotypes (Anonim, 2009b). 2.1.4 Patogenesis dan gambaran klinik Manifestasi klinis Escherichia coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan oleh gejala atau tanda-tanda akibat proses yang disebabkan oleh bakteri lain (Jawetz et al., 1995). Kelainan yang dapat disebabkan oleh Escherichia coli yaitu: a. Penyakit diare 1) Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC). Organisme ini signifikan sebagai penyebab diare pada bayi di negara-negara berkembang . EPEC secara historis diakui berdasarkan serotypes seperti O55: dan O127 h6 : h6 (Sousa, 2006). EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel mukosa usus kecil. Faktor yang diperantarai secara kromosom menimbulkan pelekatan yang kuat. EPEC menyebabkan kehilangan mikrofili, pembentukan tumpuan filamen aktin dan terkadang masuk ke dalam sel mukosa. Dapat terlihat lesi yang khas dari biopsi lesi usus kecil melalui mikrograf elektron. Infeksi EPEC menyebabkan diare cair yang biasanya dapat sembuh sendiri tetapi dapat juga menjadi kronik. Diare EPEC dikaitkan dengan banyak serotipe
strain specifik Escherichia coli yang diidentifikasi melalui penggolongan antigen O dan kadang-kadang antigen H. Dapat juga diperiksa dua bentuk stadium infeksi dengan menggunakan sel HEp-2 (Jawetz et al., 1995). Serogroups EPEC somatik (O) adalah: O44, O55, O86, O111, O114, O119, O125, O126, O127, O128, O142 dan O158. EPEC menghasilkan lesi khas pada saluran pencernaan namun tidak menghasilkan enterotoxins dan tidak invasif (Anonim, 2009a). Strain EPEC menyebabkan enteritis tidak dengan menyerang sel epitel usus tetapi dengan melekat pada permukaan enterocyte dan cytoskeletal menghasilkan lesi (Moat et al.). EPEC karakteristik dengan kemampuan untuk menyebabkan perubahan dalam membran microvillus (Anonim, 2000). 2) Escherichia coli Enterotoksigenik (ETEC). ETEC strain adalah penyebab utama diare pada manusia dan hewan. ETEC diperkirakan menyebabkan 600 juta kasus diare pada manusia dan 800.000 kematian di seluruh dunia terutama pada anak-anak di bawah usia 5. Diare oleh ETEC signifikan secara ekonomi karena dapat menyebabkan diare pada sapi, babi dan domba. ETEC merupakan penyebab diare ringan atau dalam beberapa kasus dapat menyebabkan penyakit yang parah seperti kolera, dimana cepat dehidrasi dan dapat menyebabkan kematian. Di daerah endemik, bayi dan anak-anak di bawah usia 5 tahun paling sering terkena. Dan merupakan salah satu penyebab paling umum traveler's diare. ETEC menghasilkan enterotoxin yang labil terhadap panas (LT) dan/atau stabil terhadap panas
(STa dan STb). LT secara struktural dan fungsional mirip dengan toksin yang dihasilkan oleh Vibrio cholera. STs dapat menyebabkan diare. Ada dua struktur berbeda STs yaitu STa dan STb (Sousa, 2006). Beberapa strain ini adalah O6:H16, O8:H9 atau O8:H-, O15:H11 (Anonim, 2009a). 3) Escherichia
coli
Enterohemoragik
(EHEC).
Enterohemorrhagic
Escherichia coli (EHEC) pertama kali diidentifikasikan sebagai patogen pada manusia pada tahun 1982, pada Escherichia coli strain O157 yang terlibat dalam dua wabah kolitis berdarah (diare berdarah) di Amerika Serikat (Anonim, 2003). Kolitis berdarah kadang-kadang berkembang menjadi
Hemolytic Uremic Sindrom (HUS), penyebab penting dari
kegagalan ginjal akut pada anak-anak serta morbiditas dan kematian pada orang dewasa. Tingkat kematian HUS pada orang tua dapat mencapai 50% (Anonim, 2009b). Menghasilkan verotoksin, dinamai sesuai efek sitotoksiknya pada sel vero, suatu sel ginjal dari monyet hijau Afrika. Terdapat sedikitnya dua bentuk antigenik dari toksin. EHEC menyebabkan kolitis hemorragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia. Verotoksin memiliki banyak sifat yang mirip dengan toksin Shiga yang dihasilkan oleh beberapa strain Shigella dysentriae tipe 1; namun kedua toksin berbeda secara antigenik dan genetik. Serotipe Escherichia coli yang menghasilkan verotoksin yaitu O157:H7 (Jawetz et al., 1995).
4) Escherichia coli Enteroinvasif (EIEC). Menimbulkan penyakit yang mirip dengan shigelosis. EIEC menimbulkan penyakit melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus. Penyakit sering terjadi pada anak-anak di negara berkembang dan pada para wisatawan yang menuju ke negara tersebut (Jawetz et al., 1995). Strain meliputi serotypes spesifik Escherichia coli (O28, O112, O115, O124, O136, O143, O144, O147, O152, O164 dan O167) yang berbeda dari EPEC serotipe. EIEC strain menyerupai biokimia Shigella dan dapat menyerang sel-sel epitel usus (Anonim, 2009a). 5) Escherichia coli Enteroagregatif (EAEC). Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara berkembang. Bakteri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. Sangat sedikit yang diketahui mengenai faktor virulensi EAEC dan epidemiologi penyakit yang disebabkannya (Jawetz et al., 1995). Beberapa strain menghasilkan enterotoxin tahan panas (ST). Klinis yang berbeda dari strain ini adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari terutama pada anak-anak, namun tidak sebagai penyebab primer Traveler’s diare. Dua serotipe yang ditetapkan sebagai prototipe adalah O3:H2 dan O4:H7, dan satu tipe Escherichia coli (O44) yang terdiri dari strain EAggEC dan EPEC (Jay, 2000). EAEC berhubungan dengan penyakit diare persisten pada bayi (Anonim, 2000).
b. Infeksi saluran kemih. Escherichia coli dapat menjadi penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) dengan gejala sering kencing, disuria, hematuria dan piuria. ISK bagian atas sering menimbulkan nyeri pinggang, namun tidak ada gejala klinik ISK yang spesifik untuk Escherichia coli (Jawetz et al., 1995). Beberapa isolat, Escherichia coli O18:K1:H7, memiliki potensi menyebabkan penyakit invasif neonatal dan infeksi saluran kemih (Sousa, 2006) c. Sepsis Bila pertahanan tubuh kurang Escherichia coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak memiliki antibodi IgM. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih (Jawetz et al., 1995). d. Meningitis Escherichia coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal dan kira-kira 75% Escherichia coli dari kasus meningitis ini mempunyai antigen K1. Antigen ini bereaksi silang dengan polisakarida simpai golongan B dari N. meningitidis (Jawetz et al., 1995).
Tabel 2.1 Klasifikasi Escherichia coli Berkaitan Dengan Diare (Anonim, 2009a) E. coli EHEC
EPEC ETEC
EIEC EAggEC
Epidemiologi Kolitis Hemorragik dan hemolytic uremic syndrome pada semua usia dan thrombotic thrombocytopenic purpura pada orang dewasa Akut dan kronik Endemik maupun Epidemik diare pada bayi Diare pada bayi di negara-negara berkembang dan diare pada wisatawan Diare dengan demam pada segala usia Diare kronik pada bayi
Diare Berdarah atau tidak
Mekanisme Melekat dan memproduksi sitotoksin
Encer/berair Tidak melekat Encer/berair Melekat, memproduksi enterotoxin Berdarah Melekat, invasi atau tidak pada mukosa Encer/berair Melekat
Tabel 2.2 Patogenesis E. coli Penyebab Diare Pada Manusia (Forbes et al., 2007) Tipe ETEC
EAEC
EIEC
EPEC
EHEC
Patogenesis Menghasilkan enterotoxins tidak tahan panas (LT) dan/atau tahan panas (ST). Gen kedua toksin terletak pada plasmid. LTs mirip dengan struktur dan fungsi toksin kolera. STs dihasilkan di jaringan usus melalui sekresi melalui rangsangan guanylate cyclase Mengikat sel-sel usus kecil melalui fimbriae yang dikodekan oleh plasmid dengan berat molekul besar, membentuk gumpalan kecil bakteri pada permukaan sel. Faktor virulensi plasmid lainnya termasuk struktur pilin, enterotoxin tahan panas, novel anti-aggregative protein, dan enterotoxin tidak tahan panas. Semua diyakini menjadi penyebab diare Patogenesis belum semuanya terungkap. Mekanisme diare mirip dengan Shigella spp
Keterangan Penyebab umum diare pada wisatawan. Menginfeksi semua usia Terutama menginfeksi anakanak
Sangat sulit dibedakan dari Shigella spp dan strain E.coli lainnya Diare pada bayi, terutama pada rumah sakit pada kota besar
Awalnya menempel di kolon dan usus halus, kemudian menempel erat pada sel epitel usus, yang kemudian menyebabkan hilangnya mikrovilli enterocyte. Gen untuk perlekatan berada dalam sebuah cluster pada kromosom bakteri Melekat pada sel-sel epitel usus dengan cara Meskipun banyak yang sama sebagai EPEC. wabah disebabkan oleh E. coli o157:H7, serotypes lainnya terlibat dalam wabah dan kasus sporadic
2.1.5 Sifat biakan dan sifat biokimia Escherichia coli sangat sensitif dengan garam konsentrasi tinggi, tidak memiliki toleransi osmotik, tidak dapat tumbuh di bawah Aw 0,95 dan tumbuh optimum pada suhu 37°C pada pH 6,0-7,0 (Harley-Prescott, 2002). a. Karakteristik biakan Pada Eosin Methylen Blue agar (EMB agar) menghasilkan koloni berwarna hijau kehitaman (Koneman et al., 1997), koloni kecil dan berkilau metalik (Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993). Pada media Mac Conkey Agar (MCA) koloni kemerahan, berlendir serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). Koloni berwarna merah karena terjadi perubahan warna indikator pH menjadi merah (pH dibawah 6,8) akibat fermentasi laktosa menghasilkan asam (Koneman et al., 1997). Pada Endo agar yang mengandung laktosa 1% koloni akan berwarna merah karena mampu memfermentasi laktosa (Fardiaz, 1993). b. Karakteristik Biokimia 1) Indol. Escherichia coli bereaksi positif pada uji ini. Reaksi positif disebabkan karena bakteri mengandung enzim tryptophanase yang dapat menghidrolisa triptophan menghasilkan indole, pyruvic acid, dan ammonia. Bakteri menggunakan pyruvic acid, dan ammonia untuk kebutuhan nutrisi, sedangkan indole tidak digunakan dan tetap berada pada media. Adanya indole dapat dideteksi dengan penambahan reagen kovacs. Reaksi antara
reagen kovacs dengan indole menghasilkan senyawa merah terang pada permukaan media (Harley-Prescott, 2002).
Gambar 2.2 Reaksi Indol (Harley-Prescott, 2002) 2) Methyl red Semua bakteri enterik mengkatabolisme glukosa untuk kebutuhan energi, namun produk akhir bervariasi tergantung pada jalur enzim yang ada pada bakteri. Indikator pH methyl red mendeteksi perubahan pH sebagai hasil dari produk akhir asam seperti asam laktat, asetat dan asam formic. Perubahan warna indikator menjadi merah. Esherichia coli bereaksi positif pada uji ini. (Harley-Prescott, 2002).
Gambar 2.3 Reaksi Methyl red (Harley-Prescott, 2002).
3) Voges proskouwer Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang memfermentasi glukosa menjadi 2,3-butanadiol. Dengan penambahan KOH 40% dan larutan alpha naftol 5% dalam etanol absolut (Barritt’s reagen) akan terdeteksi adanya acetoin yaitu sebuah precursor dalam sintesis 2,3 butanediol. Reaksi positif adalah dengan terbentuknya warna merah (Harley-Prescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini.
Gambar 2.4 Reaksi Voges proskouwer (Harley-Prescott, 2002).
4) Cimon citrat Uji
ini
bertujuan
untuk
menguji kemampuan
bakteri dalam
menggunakan citrat sebagai satu-satunya sumber carbon dalam kebutuhan energinya. Citrat akan diubah menjadi pyruvic acid and CO2. Cimon citrat agar miring mengandung sodium citrat sebagai sumber carbon. NH4+ adalah sumber nitrogen dan mengandung indikator pH Brom Tymol Blue. Ketika bakteri mengoksidasi sitrat, akan terbentuk CO2 yang bergabung dengan natrium dan air membentuk natrium karbonat, sebuah produk alkali sehingga pH berubah dan terjadi perubahan warna menjadi biru (HarleyPrescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini.
Gambar 2.5 Reaksi Cimon citrat (Harley-Prescott, 2002).
5) Motility Uji ini bertujuan untuk mendeteksi bakteri yang bergerak dengan flagella. Media Motility mengandung agar ≤0.4%. tes Motility dapat diamati secara makroskopik pada media dengan adanya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati baris inokulasi (Koneman et al., 1997). Escherichia coli bereaksi positif pada uji ini 6) Urea Uji ini bertujuan untuk mendeteksi aktivitas urease pada bakteri dalam media yang mengandung urea, menggunakan indikator pH phenol red. Ketika urea dihidrolisa, amonia akan terakumulasi pada media dan
membuatnya alkali. Peningkatan pH menyebabkan indikator berubah warna dari merah jingga menjadi pink atau merah keunguan (HarleyPrescott, 2002). Escherichia coli bereaksi negatif pada uji ini
Gambar 2.6 Reaksi Urea (Harley-Prescott, 2002).
7) Triple Sugar Iron (TSI) Media ini mengandung tiga jenis gula yaitu glukose, laktose dan sukrose.
Digunakan
untuk
menguji
kemampuan
bakteri
dalam
mengkatabolisme glukose, laktose, atau sukrose dan melepaskan sulfida dari ferro ammonium sulfat atau sodium thiosulfat. TSI agar slant mengandung 1% laktose dan sukrose serta 0.1% glukose. Indikator pH adalah phenol red yang digunakan untuk mendeteksi produksi asam dari fermentasi glukosa. Pada media TSI, Escherichia coli memproduksi asam pada dasar tabung, asam atau alkali pada lereng tabung dan tidak memproduksi H2S dan gas (A/A - H2S - Gas) (Harley-Prescott, 2002). 8) Reduksi Nitrat Dilakukan oleh nitrate reductase. Escherichia coli mampu mereduksi nitrat hanya menjadi nitrit. Ion nitrit dideteksi dengan penambahan sulfanilic acid dan N,N-dimethyl-1-naphthylamine pada cultur. Adanya nitrit pada media bereaksi dengan reagen menghasilkan warna pink atau merah (Harley-Prescott, 2002).
Gambar 2.7 Reaksi Reduksi Nitrat (Harley-Prescott, 2002).
Tabel 2.3 Karakteristik Biokimia Escherichia coli (Suharto et al., 2003). NO TES Oxidase test 1 Indole 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
HASIL NO TES 15 Malonate + 16 Gas from Glukose + 17 Lactose 18 Sucrose
HASIL -
Methyl red + Voges d proskouwer Simmons citrate 19 Mannitol + Hydrogen Sulfida 20 Dulcitol d Urease 21 Salici d KCN 22 Adonitol Motility + or 23 Inositol Gelatin (22 C) 24 Sorbitol d Lysin d 25 Arabinose + decarboxylase Arginine d 26 Raffinose d dihydrolase Ornithin d 27 Rhamnose d decarboxylase Phenylalanin deaminase Keterangan: d: tipe berbeda dari biokimia +/-
2.2. Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Antimicrobial beta laktam paling umum digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri. Perlawanan terhadap antibiotik beta lactam paling sering pada bakteri basil Gram negatif karena mampu memproduksi enzim beta lactamases. Enzim-enzim ini terus bermutasi dalam menanggapi tekanan berat penggunaan antibiotik dan telah berkembang disebut Extended Spectrum ß-Lactamases. Banyak ESBL ini telah berevolusi dari tem1, tem2, dan shv1 ß-lactamases yang tersebar di antara Enterobactericiae (Al-Zahrani dan Akhtar, 2005).
ESBL pertama kali diidentifikasi pada tahun 1983. Sejak saat itu, telah diidentifikasi di seluruh dunia dan telah ditemukan di sejumlah organisme yang berbeda, termasuk Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, Escherichia coli, Proteus mirabilis, Enterobacter cloacae, Morganella morganii, Serratia marcescens, Shigella
dysenteriae,
Pseudomonas
aeruginosa,
Burkholderia
cepacia,
Capnocytophaga ochracea, Citrobacter species dan Salmonella species (Al-Zahrani and Akhtar, 2005). ESBL ditemukan di berbagai anggota Enterobacteriaceae, terutama pada Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae serta Pseudomonas aeruginosa (Serefhanoglu et al., 2009). ESBL biasanya terletak pada plasmid yang dapat dipindahkan dari satu strain ke strain lainnya maupun antara species bakteri (Rupp and Fey, 2003). Dalam beberapa dekade terakhir infeksi yang diakibatkan oleh bakteri penghasil ESBL meningkat. Pilihan terapi infeksi untuk bakteri penghasil ESBL sangat terbatas dan infeksi oleh bakteri ini menyebabkan angka mortalitas yang lebih tinggi pada pasien rawat inap (Pajariu, 2010). Infeksi yang disebabkan oleh kuman penghasil ESBL menunjukkan dilema therapeutic yang besar karena pilihan antibiotik yang terbatas. Hal ini disebabkan karena enzim beta laktamase yang dihasilkan kuman mempunyai spektrum lebar (Wahjono, 2007). ESBL memiliki kemampuan untuk menghidrolisis dan menyebabkan perlawanan terhadap berbagai jenis antibiotik beta laktam, termasuk spektrum yang diperluas (generasi ketiga) chepalosporins (misalnya, cefotaxime, ceftriaxone, ceftazidime) dan monobactams (misalnya aztreonam), tetapi tidak cephamycins (misalnya cefoxitin dan cefotetan) dan
carbapenems (misalnya imipenem, meropenem dan ertapenem) (Pitout and Laupland, 2008). ESBLs memberikan perlawanan tidak hanya untuk penicillins, aztreonam, dan cephalosporins tapi juga bisa tahan terhadap kelas-kelas antibiotik lain termasuk aminoglycosides, trimethoprim-sulfamethoxazole dan quinolones (Serefhanoglu et al., 2009). 2.2.1 Golongan antibiotik beta laktam: a. Beta laktam I (penisilin-penisilin) Aktifitas antibiotik beta laktam ditentukan oleh kemampuannya mencapai dan berinteraksi dengan sasaran dalam membran sitoplasma. Pemilihan molekul ßlaktam I yang cocok dipengaruhi oleh tiga faktor: 1) kemampuan menembus lapisan luar dan mencapai sasaran (penting pada bakteri Gram negatif); 2) Kemampuan menahan kerja ß-laktamase yang sangat bervariasi kespesifikan dan aktivitasnya (berkisar dari penisilinase yang dominan sampai hampir seluruh sefalosporinase); 3) Aktivitas protein pengikat penisilin yang berfungsi dalam sintesis peptidoglikan (Wattimena et al., 1991). Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotik ß-laktam I termasuk antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba pada mikroba yang aktif membelah dengan cara dilisiskan oleh suatu asetilmuramidase. Yang termasuk dalam golongan antibiotik ß-laktam I adalah: Penisilin G; Fenoksimetilpenisilin (penisilin V); Amoksisilin; Ampisilin; Bakampisilin; Siklasilin; Hetasilin; Dikloksasilin; Metisilin; Nafsilin; Kloksasilin; Oksasilin; Karbenisilin; Tikarsilin; Azlosilin; Mezlosilin; Piperasilin (Wattimena et al., 1991).
b. Beta laktam II (kelompok sefalosporin) Sefalosporin yang digunakan secara klinis dapat digolongkan menjadi 5 kelompok berdasarkan resistensi terhadap ß-laktamase, kestabilan metabolisme dan kemungkinan penggunaan secara oral (Wattimena et al., 1991). 1) Kelompok1. Terdiri dari sefalotin, sefapirin dan sefatril. Diberikan secara parenteral. Peka terhadap ß-laktamase dan metabolik tidak stabil 2) Kelompok 2. Terdiri dari sefaloridin, sefazolin, sefazedon, seforamid, sefozeflur dan sefotiam. Diberikan secara parenteral, peka terhadap ß-laktamase dan stabil terhadap metabolisme. 3) Kelompok 3. Terdiri dari sefaleksin, sefaloglisin, sefaklor, sefadroksil, sefatrizin dan sefradin. Diberikan secara oral, peka terhadap ß-laktamase 4) Kelompok 4. Semestinya dapat diberikan secara oral dan tahan terhadap penguraian oleh ß-laktamase. Belum terwakili 5) Kelompok 5. Terdiri dari sefuroksim, sefamandol, sefanisid, sefotaksim, seftizoksim, sefsulodin, sefoperazon, sefoksitin dan moksalaktam. Diberikan secara parenteral dan tidak terurai oleh ß-laktamase
Tabel 2.4 Contoh Generasi Cephalosporins (Manickam and Alfa, 2008) Generation
Generic name cefazolin cephalexin
Trade name
Second
cefaclor cefuroxime
Cefaclor Zinacef, Ceftin
Third
cefotaxime ceftriaxone ceftazidime
Claforan Rocephin Fortaz
Fourth
cefepime
Maxipime
First
Ancef/Kefzol Keflex
2.2.2 Identifikasi kuman penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases Identifikasi kuman penghasil ESBL dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu: a. Double disc synergy test Pada tes ini disk cephalosporin generasi ketiga dan augmetin diletakkan pada media Muller Hinton Agar dengan jarak antara bagian tengah (pusat disk) 30 mm. Adanya ekstensi yang jelas dari tepi zona inhibisi cephalosporin menuju augmentin disc ditafsirkan sebagai positif untuk produksi ESBL (Chaudhary dan Anggarwal, 2004).
b. Three dimensional test Metode ini dikembangkan oleh Thomson dan Sanders. Bakteri diinokulasikan sesuai dengan metode standar TKA (densitas optik koloni setara dengan 0,5 McFarland), kemudian dibuat suatu potongan melingkar sebesar 4 mm pada agar. Setelah itu pada lobang yang telah dibuat diinokulasikan bakteri dengan kandungan 109 sampai 1010 CFU/ml. Disk β-lactam diletakkan pada permukaan agar dengan jarak 3 mm dari tepi lobang tadi. β-Lactamase-Induced akan menginaktivasi tiap uji antibiotik. Cara mendeteksinya adalah dengan memeriksa tepi dari zona hambatan di sekitar persimpangan lobang (circular threedimensional inoculation). Kehadiran β-lactamase / ESBL yang menginaktivasi antibiotik dapat dinilai dengan cara terlihatnya suatu distorsi atau diskontinuitas di zona hambatan yang biasanya berbentuk melingkar atau menghasilkan koloni yang berbeda di sekitar celah inokulasi (Paterson dan Bonomo, 2005). c. Inhibitor potentiated disc diffusion test Disk cephalosporin ditempatkan pada tempat yang mengandung clavulanate selanjutnya diletakkan pada agar Mueller-Hinton tanpa disertai clavulanic acid lagi. ESBL ditetapkan jika ditemukan >10 mm peningkatan zona hambatan pada area yang berisi clavulanate dibandingkan disk cephalosporin murni (Chaudhary dan Anggarwal, 2004). d. Disk approximation test
Cefoxitin (inducer) disk ditempatkan pada jarak dari 2,5 cm dari cephalosporin disc. Produksi penghambatan beta laktamase ditandai dengan zona inhibisi yang rata pada disk cephalosporin >1 mm (Chaudhary dan Anggarwal, 2004). e. MIC reduction test Pengurangan 8 kali lipat MIC cephalosporin di hadapan para clavulanic asam menunjukkan produksi ESBL (Chaudhary dan Anggarwal, 2004). f. Vitex ESBL test Inokulasikan bakteri pada kartu yang berisi empat well. Penurunan pertumbuhan pada well cephalosporin yang mengandung clavulanic acid jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada well yang hanya mengandung cephalosporin dapat diindikasikan sebagai ESBL (Chaudhary dan Anggarwal, 2004). g. E test AB Biodisk (Solna, swedia) memproduksi plastic drug-imprenagted strips (strip plastik yang telah diletakkan antibiotik). Salah satu ujung strip berisi ceftazidime (kadar MIC antara 0,5-32 ug/ml) dan sisi yang lain ditanam ceftazidime dan clavulanate (4 ug/ml). Saat ini strip yang mengandung cefotaxime dan cefotaxime / clavulanate. E Test dapat berguna sebagai uji penyaring maupun phenotypic confirmation terhadap bakteri penghasil ESBL. Sensitivitas E Test adalah 87 - 100% , spesifisitas 95-100% (untuk phenotypic confirmation test). Sensitivitas dan spesifisitas metode tergantung pada rasio perbandingan MIC cephalosporin dan cephalosporin/Clavulanate. Rekomendasi dari pabrik pembuat
E Test dalam menentukan ESBL adalah terjadi rasio MIC cephalosporin: cephalosporin/clavulanate ≥ 8 (Luhulima et al., t.t.). Tabel 2.5 Kriteria MIC dan Zona Inhibisi untuk Deteksi ESBL Pada K. pneumoniae dan E. coli (Public Health Agency of Canada, 1998) Antibiotik
Zona Inhibisi untuk Strain yang Memproduksi ESBL <= 27 mm
MIC untuk Strain Rentan
MIC untuk Strain yang Memproduksi ESBL
Aztreonam 30 g
Zona Inhibisi untuk Strain Rentan >= 22 mm
<= 8 mg/l
<= 2 mg/l
Cefotaxime 30 g
>= 23 mm
<= 27 mm
<= 8 mg/l
<= 2 mg/l
Cefpodoxime 10 g
>= 21 mm
<= 22 mm
<= 8 mg/l
<= 2 mg/l
Ceftazidime 30 g
>= 18 mm
<= 22 mm
<= 8 mg/l
<= 2 mg/l
Ceftriaxone 30 g
>= 21 mm
<= 25 mm
<= 8 mg/l
<= 2 mg/l
2.3. Kombucha 2.3.1 Sejarah Kombucha adalah minuman populer di antara makanan fermentasi tradisional di seluruh dunia (Talawat et al., 2006). Menurut Greenwalt et al, kombucha adalah teh fermentasi tradisional yang telah populer di Amerika Serikat sehubungan dengan efeknya bagi kesehatan. Kombucha adalah minuman teh yang sedikit manis, teh asam yang saat ini telah dikonsumsi di seluruh dunia. Kombucha dikonsumsumsi luas sebagai minuman yang menyehatkan karena mudah dan aman diproduksi di rumah
Kombucha atau dikenal masyarakat Indonesia sebagai jamur teh atau jamur dipo, adalah fermentasi teh menggunakan campuran kultur bakteri dan khamir sehingga diperoleh citarasa asam dan terbentuk lapisan nata (Hidayat et al., 2006). Banyak orang menduga bahwa kombucha pertama kali dikonsumsi oleh masyarakat di daratan Cina yang sudah mengenal teh fermentasi ini sejak 3000 tahun yang lalu. Nama kombucha berasal dari dua kata yaitu “kombu” dan ”cha”. Cha berasal dari bahasa Cina yang berarti teh sedangkan Kombu adalah nama seorang tabib Korea dari abad ke-5 masehi yang berhasil menyembuhkan kaisar Jepang yang bernama Inkyo sekitar tahun 414 SM. Kaisar menderita sembelit berkepanjangan dan disembuhkan oleh tabib dengan teh hasil fermentasi. Atas jasa tabib tersebut sang kaisar memberi nama ramuan tersebut “kombucha” yang berarti teh ramuan dari seorang tabib yang bernama Kombu (Naland, 2008).
2.3.2 Nama lain Manchurian tea mushroom, hung ca ku, cajnyj kvas, heldenpilz, mandarin tea mushroom, fungus japonicum, tea kwass, olinka, mogu, kargasok tea, zauberpilze, olga spring, jamur super, jamur dipo, teh kombu, tea of immortality (Naland, 2008), Medusomyces gisevii (Jayabalan et al., 2010), fungo-japan, pitchia fermentants, cembuya orientalis, tschambucco, volga spring, champinon de longue vie, kwassan, champagne of life (Cavusoglu dan Guler, 2010).
2.3.3 Mikroorganisme pelaku proses fermentasi Kultur kombucha mengandung berbagai macam bakteri dan khamir. Jamur yang berperan dalam pembentukan kombucha termasuk golongan ragi (yeast) diantaranya Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces apiculatus varietas (Naland, 2008), Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, dan Z. rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah Acetobacter xylium, Xylinoides, gluconicum, Acetobacter ketogenum, Pithia fermentans, Torula varietas (Naland, 2008) A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius (Hidayat et al., 2006). Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih dengan ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat. Para ahli menyebut jamur bakteri ini dengan sebutan Symbiosis Colony of Bactery Yeast (koloni scoby). Sifatnya yang seperti gel membuat bentuk koloni scoby mengikuti bentuk wadah (tempat pembiakan). Tumbuh pada lingkungan yang mengandung glukosa, misalnya teh manis. Koloni ini akan membentuk susunan yang berlapis-lapis yang semakin lama semakin tebal (Naland, 2008).
Gambar 2.8 Starter Kombucha (Frank, t.t.)
Gambar 2.9 Starter Kombucha dan Kombucha Tea (Naland, 2008) 2.3.4 Kandungan Selama fermentasi kultur kombucha akan menghasilkan sejumlah alkohol (0,51%), karbon dioksida, vitamin B kompleks (B1/tiamin, B2/riboflavin, B3/niasin
nicotinic acid, B6/piridoksin, B12/sianokobalamin, b15), vitamin C, asam folat (citroforum factor atau leucovorin), asam glukoronat, asam asetat, asam hyaluronic (asam
hyaluronidase)
asam
chondroitin
sulfat,
asam
laktat
(asam
2-
hidroksipropanoat), senyawa mirip Acetaminophen, asam amino esensial, enzim, antibiotik dan kandungan lain seperti polifenol dan usnic acid yang berperan sebagai antivirus dan antibakteri (Hidayat et al., 2006 ; Naland, 2008). 2.3.5 Manfaat Rendahnya produktivitas kontaminasi dari mikroorganisme berbahaya yang menyebabkan penyakit membuat kombucha aman untuk dipersiapkan sendiri di rumah tanpa risiko patogenik untuk kesehatan (Talawat et al., 2006). Kombucha dipercaya masyarakat dapat digunakan untuk mengatasi masalah kesehatan seperti darah tinggi atau rendah, rematik, kegemukan, arthritis, migraine, diabetes dan lainnya. Kandungan asam glukonat yang ada pada minuman kombucha mampu memperkuat daya kekebalan tubuh terhadap infeksi dari luar serta mempunyai kemampuan untuk mengikat racun dan mengeluarkannya dari tubuh lewat urin. Kandungan
antimikrobia
pada
minuman
kombucha
mampu
menghambat
pertumbuhan Shigella sonnei, Escherichia coli, dan Salmonella typhimurium (Hidayat et al., 2006). Frank (1994), menyatakan kombinasi asam glukoronat dan asam
laktat
dalam
Kombucha
sangat
efektif
untuk menghancurkan
mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Penelitian baru-baru pada kombucha telah membuktikan bahwa kegiatan antimicrobial berbagai mikroorganisme patogen sebagian besar disebabkan oleh asam asetat, dimana asam asetat diketahui mampu
menghambat dan membunuh sejumlah bakteri Gram positif dan Gram negatif (Talawat et al., 2006). Beberapa penelitian telah dilakukan terhadap sejumlah pemakai kombucha yang terdapat di daerah Kargasok (Rusia), Polandia, Amerika, Cina dan beberapa negara lainnya. untuk membuktikan khasiat kombucha. Penduduk Kargasok mengkonsumsi kombucha setiap hari sehingga banyak yang berumur panjang bahkan lebih dari 100 tahun. Meskipun sudah tua, mereka tetap melakukan aktifitas seperti orang yang masih produktif. Selain itu di Rusia kombucha juga digunakan untuk mengobati pecandu minuman keras. Setelah mengkonsumsi kombucha secara rutin, kebiasaan minum minuman beralkohol akan berkurang dan bahkan ditinggalkan. Efektifitas penyembuhan dari kombucha berbasis pada asam glukonat, asam glukoronat, asam laktat, asam asetat, vitamin C, vitamin B serta zat-zat antibiotik. Meskipun demikian, kombucha bukanlah obat dan tidak bisa menggantikan penggunaan obat resep dokter. Prinsipnya kombucha berperan meningkatkan derajad kesehatan dan daya tahan tubuh. Dengan meningkatnya kondisi daya tahan dan kesehatan tubuh, pencegahan dan penyembuhan berbagai macam penyakit bisa lebih optimal (Naland, 2008). Hasil fermentasi dan oksidasi dari mikroorganisme pada kombucha menghasilkan berbagai macam asam organik, vitamin dan enzim-enzim. Penelitian menunjukkan bahwa kombucha mampu meningkatkan daya tahan terhadap kanker, mencegah penyakit jantung, melancarkan pencernaan, menstimulasi kekebalan tubuh dan mengurangi peradangan (Dufresne and Farnworth, 2000). Kombucha tea berpotensi sebagai anti stress, hepato-protective, antioksidan meningkatkan imunitas (Pauline et al., 2001).
Aktivitas antioksidan kombucha tea meningkat sejalan dengan lamanya fermentasi (Suhartatik dan Kurniawati, 2008). Beberapa khasiat dari kombucha adalah (Naland, 2008): pencegah kanker; memperbaiki fungsi hati; membantu mengobati tekanan darah tinggi; pencegah stroke; pereda nyeri tenggorok; pengikis lemak dan kolesterol; penangkal racun (detoksifikasi); penjaga stamina tubuh; mengatasi keluhan persendian; memperbaiki sistem pencernaan; membantu mengatasi keluhan alergi; meringankan pramenstrual pain; membantu menenangkan jiwa; menjaga kebersihan kulit wajah; membantu mengatasi kemandulan. Daya antioksidan kombucha tea telah dibuktikan oleh Bhattacharya, et al. (2011) yaitu kombucha tea mempunyai efek perlindungan terhadap kematian sel hepar yang dipicu oleh sitotoksisitas tertiary butyl hydroperoxide. Cavusoglu dan Guler (2010) membuktikan bahwa kombucha tea memberikan efek perlindungan pada kelainan kromosom limfosit manusia secara in vitro akibat radiasi gamma. Selain itu kombucha tea juga mampu melindungi toksisitas phenol pada jaringan paru, jantung, perut, usus, hati dan ginjal tikus (Yapar et al., 2010). Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Ibrahim, 2003 yang telah membuktikan kombucha tea dapat melindungi hati dan ginjal tikus akibat penyinaran Cadmium Chloride. 2.3.6 Prinsip pembuatan (Naland, 2008): a. Alat yang digunakan Panci yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan kaca atau stainless steel. Demikian juga toples yang digunakan sebaiknya berasal dari bahan kaca bukan logam ataupun plastik karena dikhawatirkan akan bereaksi dengan asam selama
proses fermentasi. Tutup toples sebaiknya dari kain karena mempunyai pori-pori untuk mengeluarkan udara. b. Starter kombucha Bibit kombucha yang digunakan harus sehat yaitu berwarna putih bersih, mengkilat, bentuknya menyerupai kue serabi. Koloni yang berwarna kotor, hitam atau coklat sebaiknya tidak digunakan lagi karena sudah tercemar. Satu lembar koloni kombucha bisa digunakan untuk membuat teh kombucha sampai dengan 15-20 kali pemakaian. c. Air yang digunakan Gunakan air yang bersih agar fermentasi berhasil dan tidak ada kontaminan. Selain itu air yang digunakan sebaiknya memiliki angka nilai endapan (total diluted sediment) rendah karena berpengaruh pada kenikmatan teh kombucha d. Tempat Pilihlah tempat yang teduh, bersih dan terlindung dari sinar matahari. Suhu optimal adalah 23-27°C. Kombucha tidak akan tumbuh bila terkena sinar matahari langsung. Ruangan sebaiknya terhindar dari asap rokok karena senyawa nikotin pada tembakau bersifat antijamur yang kemungkinan dapat mematikan aktivitas ragi pada kombucha. e. Hasil yang diinginkan Bila menginginkan rasa yang lebih nikmat sebaiknya gunakan teh hitam karena aromanya paling wangi. Bila untuk pengobatan sebaiknya gunakan teh hijau karena memiliki antioksidan alami sehingga kombucha lebih berkhasiat.
2.3.7 Proses fermentasi: Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh bakteri dari genus Acetobacter (Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari sukrose yang dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh Acetobacter strains. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida oleh ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Talawat et al., 2006). Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya (Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan selama fermentasi menjaga koloni simbiosis dari kontaminasi mikroorganisme asing yang tidak diinginkan (Talawat et al., 2006). Bakteri A. xilinum mengubah gula menjadi selulosa yang disebut nata dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali. Lama fermentasi berkisar 4-14 hari. Semakin lama fermentasi maka akan semakin asam dan rasa manis semakin berkurang. Lama fermentasi yang disarankan adalah 14 hari karena gula telah benar-benar difermentasi dan minuman memiliki rasa yang kuat seperti anggur. Pada fermentasi 10 hari, dengan kadar gula awal 8%, akan diperoleh fruktosa 25 g/L, asam glukonat 3,1 g/L, dan asam asetat 2 g/L. Jika fermentasi diperpanjang menjadi 13 hari, maka fruktosa menjadi 15,03 g/L, asam glukonat 6,64 g/L dan asam asetat 8,61 g/L Kombucha
selain dibuat dari teh juga dapat dibuat dari berbagai bahan baku seperti apel, wortel, dan sebagainya jika akan digunakan untuk minuman atau dari limbah pertanian seperti limbah cair tahu, tempe dan tapioca jika akan digunakan untuk produksi selulosa (Hidayat et al., 2006). Perubahan mikrobia dan biokimia yang terjadi pada kombucha adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan Khamir dan bakteri Total jumlah bakteri dan yeast pada kombucha tea meningkat sesuai dengan peningkatan waktu fermentasi (Jayabalan et al., 2010). Jumlah khamir hidup meningkat selama waktu inkubasi (6-14 hari). Walaupun jumlah sel akhir tetap tinggi (sekitar 105-106 cfu/ml) namun jumlahnya akan terus menurun jika fermentasi dilanjutkan. Konsentrasi sel khamir dalam cairan umumnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam pelikel. Dalam pertumbuhan di PDA terdapat dua tipe koloni. Hal ini menunjukkan adanya dua tipe khamir yang terdapat pada kombucha. Hasil serupa juga terjadi pada bakteri asam asetat yang menunjukkan jumlah dalam larutan lebih tinggi daripada dalam pelikel. Pertumbuhan bakteri meningkat dengan cepat pada 6 hari pertama fermentasi (Hidayat et al., 2006) b. Perubahan kandungan gula Konsentrasi sukrosa menurun secara linier dengan waktu selama 30 hari diikuti dengan penurunan yang lebih lambat. Rerata konsentrasi glukosa meningkat dan mencapai konsentrasi tertinggi (1,2%) setelah 30 hari. Dengan kata lain, konsentrasi fruktosa meningkat selama periode fermentasi, dan mencapai 5,5% pada 30 hari fermentasi (Hidayat et al., 2006). Konsentrasi sukrose yang
digunakan sebagai sumber carbon sangat mempengaruhi hasil selulose bakteri. Profil mikroba yang penting (bakteri asam asetat dan yeast) dalam produksi selulose bakteri diungkapkan dalam hubungan simbiosis pada aktivitas metabolik yaitu lama fermentasi dapat meningkatkan lapisan selulose (Goh et al., 2012). c. Produksi etanol Perubahan
konsentrasi
etanol
dalam
kombucha
selama
fermentasi
menunjukkan peningkatan pada masa awal fermentasi, yang mencapai 0,55% pada 20 hari fermentasi kemudian turun sampai akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006). d. Perubahan asam Organik Produksi asam organik menunjukkan peningkatan selama fermentasi dan mencapai 1,1 g/100 ml yang dicapai pada fermentasi 30 hari, yang kemudian turun menjadi 0,8 g/100 ml pada 60 hari fermentasi. Asam glukonat dan asam organik lain juga ditemukan setelah 6 hari fermentasi dan mencapai 3,9 g/100 ml pada akhir fermentasi (Hidayat et al., 2006). Kadar succinic acid dan gluconic acid meningkat seiring dengan lama fermentasi. Demikian juga dengan daya antibakteri terhadap V. cholera, S. typhi dan P. aeruginosa meningkat dengan peningkatan waktu fermentasi (Talawat et al., 2006). Aktivitas antimikroba kombucha tea berasal dari komposisi acetic acid (Greenwalt et al., t.t.). Total Asam, kandungan D-Gluconic Acid dan pH kombucha meningkat seiring peningkatan waktu fermentasi, sedangkan kandungan caffein menurun seiring dengan peningkatan waktu fermentasi (Malbasa et al., 2006).
Tabel 2.6 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering (Jayabalan et al., 2010)
Tabel 2.7 Kandungan Asam Amino Pada Kombucha Kering (Jayabalan et al., 2010)
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Escherichia coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan dan dapat ditemukan pada feces. Meskipun demikian bakteri ini juga dapat bersifat patogen yaitu menyebabkan diare, peradangan usus hingga menimbulkan infeksi pada saluran kemih, sepsis dan meningitis. Pada perkembangannya, bakteri ini mampu menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) sehingga pilihan antibiotika untuk pengobatan infeksi menjadi lebih sempit. Kombucha tea merupakan minuman kesehatan yang mempunyai daya antibiotik karena menghasilkan asam-asam organik seperti asam glukoronat, asam laktat, asam asetat, asam suksinat, dan asam glukonat sebagai produk fermentasi yang sangat efektif untuk menghancurkan mikroorganisme (bakteri, virus, dan jamur). Beberapa penelitian telah membuktikan daya antibiotik dari kombucha terhadap bakteri maupun jamur patogen. Kombucha tea diharapkan juga mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL sehingga dapat digunakan sebagai pilihan pengobatan alternatif di samping antibiotika pada umumnya karena Escherichia coli penghasil ESBL ini multiresisten terhadap berbagai jenis antibiotika. Asam organik yang diproduksi selama fermentasi kombucha tea meningkat seiring dengan waktu. Hal tersebut dapat memberikan petunjuk bahwa lama fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan daya anti mikroba atau dengan kata
lain semakin lama waktu fermentasi kombucha tea maka daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL akan semakin besar
3.1 Konsep Kombucha Tea Fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari, 18 hari
Faktor internal
Faktor Eksternal
-
- Sterilitas pembuatan kombucha tea
Escherichia coli penghasil ESBL
Jenis media pH media Suhu inkubasi Waktu inkubasi Jumlah Escherichia coli
Menghambat pertumbuhan (zona hambat)
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka, kerangka pikir, dan konsep penelitian yang telah diuraikan di atas ditetapkan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
2.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
3.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
4.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
5.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 14 hari
6.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 10 hari
7.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat lebih besar dibandingkan waktu fermentasi 6 hari
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen sesungguhnya (true experimental) menggunakan rancangan The Randomized Posttest Control Group Design yang bagannya disajikan pada Gambar 4.1 ( Pocock, 2008).
P0 P
S
RA
O2
P1 P2
O3
P3
O4
P4 Gambar 4.1 Rancangan Penelitian Keterangan: P = populasi; R = random alokasi; S = sampel; P0 = kelompok kontrol; P1 = perlakuan fermentasi kombucha tea 6 hari; P2 = perlakuan fermentasi kombucha tea 10 hari;
O1
O5
P3 = perlakuan fermentasi kombucha tea 14 hari; P4 = perlakuan fermentasi kombucha tea 18 hari O1, O2, O3, O4 dan O5 = observasi setelah perlakuan (data posttest)
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Isolat murni bakteri Escherichia coli penghasil ESBL diperoleh dari Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar, dan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012
4.3. Penentuan Sumber Data 4.3.1 Populasi Bakteri Escherichia coli 4.3.2 Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah Isolat murni bakteri Escherichia coli yang menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
4.3.3 Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer ( Hanafiah, 1991): (t-1)(r-1) ≥ 15 (4-1) (r-1) ≥ 15 (r-1) ≥ 15 : 3 (r-1) ≥ 5 r-1 ≥ 6 Jumlah replikasi (r) ≥ 6, jadi besar sampel adalah 24 Keterangan : t = Jumlah perlakuan r = Replikasi / pengulangan 4.3.4 Teknik Pengambilan Sampel Pada penelitian ini digunakan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL yang diinokulasikan pada media Muller Hinton Agar (MHA). Plate kultur kuman dipilih secara random yang dialokasikan menjadi 5 kelompok.
4.4. Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3, yaitu: a. Variabel bebas adalah waktu fermentasi kombucha tea (6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari) b. Variabel tergantung adalah diameter zona hambat Escherichia coli
c. Variabel kendali adalah sterilitas pembuatan kombucha tea, jenis media, pH media, suhu inkubasi, waktu inkubasi, jumlah Escherichia coli
Variabel Bebas Kombucha Tea Fermentasi 6 hari, 10 hari, 14 hari, 18 hari
Variabel Tergantung Zona hambat Escherichia coli penghasil ESBL
Variabel Kendali - Sterilitas pembuatan kombucha tea - Jenis media - pH media - Suhu inkubasi - Waktu inkubasi - Jumlah Escherichia coli
Gambar 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.4.2
Definisi operasional variabel
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian dan menghindari pengertian variabel yang diteliti, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut: a. Waktu fermentasi Kombucha tea adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk fermentasi teh dengan starter kombucha. Waktu yang dibutuhkan adalah 4-14 hari (Hidayat et al., 2006). Dalam penelitian ini waktu fermentasi yang digunakan adalah 6 hari, 10 hari, 14 hari dan 18 hari.
b. Diameter zona hambat Escherichia coli adalah diameter zona yang terbentuk pada difusi disk yang diukur dalam satuan milimeter menggunakan jangka sorong. Penentuan antibiogram dilakukan dengan mengukur diameter zona hambat pertumbuhan bakteri oleh masing-masing cakram antibiotika (Noor dan Poelongan, 2008). Bila tidak terbentuk zona hambatan, maka diameter zona hambat ditentukan sesuai dengan diameter disk yang digunakan. c. Sterilitas pembuatan kombucha tea adalah upaya meminimalkan adanya kontaminasi pada pembuatan kombucha tea. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan peralatan yang bersih dan steril (Hidayat et al., 2006). d. Jenis media adalah media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri Escherichia coli dan menguji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli yang ditanam. Media yang digunakan yaitu media padat Muller Hinton Agar (Koneman et al., 1997) dengan ketebalan media pada cawan petri adalah 4 mm (Benson, 2001). e. pH media adalah tingkat keasaman pada media perbenihan. pH pada media Muller Hinton Agar adalah 7,2-7,4 (Benson, 2001) f. Suhu inkubasi adalah besaran yang menunjukkan derajad
panas yang
digunakan untuk menumbuhkan bakteri Escherichia coli secara optimal yang diukur dengan termometer dengan satuan derajad celcius. Suhu optimum adalah 37°C (Harley-Prescott, 2002)
g. Waktu inkubasi adalah besaran yang menunjukkan lamanya periode waktu mulai dari masuknya media pertumbuhan ke inkubator selama proses inkubasi sampai dikeluarkannya media dengan satuan jam yaitu selama 16-18 jam (Harley-Prescott, 2002). h. Jumlah Escherichia coli adalah jumlah koloni yang dibuat dengan standar kekeruhan 0,5 Mc Farland mewakili sekitar 104 Colony Forming Units (CFUs) (Tamayo et al., 2007).
4.5 Bahan Penelitian Bahan penelitian yang dipakai adalah: a. Starter Kombucha, teh hitam, dan gula pasir untuk membuat kombucha tea b. Isolat bakteri Escherichia coli yang menghasilkan enzim Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) c. Media Selektif yaitu media Mac Conkey Agar dan media Endo Methylen Blue Agar d. Media untuk uji biokimia yaitu media air pepton, media MR-VP, media cimon citrat, media motility, media Christensen’s urea dan media Triple Sugar Iron agar e. Reagensia untuk uji biokimia yaitu reagen kovac’s, reagen Methyl red, reagen Alphanaftol 5% dan reagen KOH 40% f. Media Mueller Hinton Agar (MHA) g. Aquadest
4.6 Instrumen Penelitian 4.6.1 Instrumen yang digunakan pada pembuatan kombucha tea a. Kompor gas b. Panci stainless stell c. Toples kaca d. Saringan teh e. Kain penutup toples f. Karet gelang 4.6.2 Instrumen yang digunakan pada pembuatan media a. Kompor gas b. Labu erlenmeyer c. Batang pengaduk d. Neraca digital e. Beaker glass f. Autoclave g. Petridisk h. Tabung reaksi kecil dan rak tabung i. Sumbat kapas 4.6.3 Instrumen yang digunakan pada penanaman bakteri a. Pipet ukur b. Mikropipet dan tip c. Spectrofotometer
d. Tabung reaksi e. Lampu spiritus f. Petridisk steril g. Sengkelit/ose h. Jarum penanam 4.6.4 Instrumen yang digunakan pada uji biokimia dan uji daya hambat a. Mikropipet dan tip b. Paper disk c. Pinset d. Pipet tetes e. Jangka sorong
4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Alur penelitian:
Pembiakan Escherichia coli pada media MHA
Kelompok 1
Kelompok 2
Kelompok 3
Kelompok 4
Kelompok 5
Kontrol tanpa penambahan kombucha tea
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 14 hari
Penambahan Kombucha tea dengan lama fermentasi 18 hari
Pengamatan adanya diameter zona hambat
Analisis data Gambar 4.3 Alur Penelitian
4.7.2 Pembuatan kombucha tea (Hidayat et al., 2006 dan Naland, 2008) a. Direbus satu liter air hingga mendidih dalam wadah stainless steel, kemudian dituangkan 4-8 sendok teh hitam (sekitar 20 gram) atau empat sachet teh hitam celup ke dalamnya. Dibiarkan sekitar 15 menit hingga teh larut. b. Disaring teh dengan penyaring kain atau yang terbuat dari Stainless steel
c. Ditambahkan gula sekitar 70-100 gram (4-5 sendok makan) dan aduk sampai larut. d. Dimasukkan ke dalam wadah yang terbuat dari kaca atau stainless steel yang bersih. e. Setelah teh dingin (25-27°C), ditambahkan Starter Kombucha yang berbentuk padat dan cairan induk yang berasal dari fermentasi sebelumnya sebanyak 10%. f. Ditutup bagian atas wadah dengan kain bersih yang diikat dengan karet gelang untuk memberikan oksigen dalam jumlah kecil (mikroaerofilik) g. Diinkubasi selama 6 hari (perlakuan 1), 10 hari (perlakuan 2), 14 hari (perlakuan 3), dan 18 hari (perlakuan 4) dalam suhu ruangan. Suhu optimal adalah 23-27°C, terhindar dari sinar matahari serta bebas goncangan/getaran h. Setelah fermentasi selesai, saring teh hasil fermentasi. Masukkan dalam botol yang bersih dan steril. Dapat disimpan dalam lemari es. Untuk menghindari fermentasi lanjutan, kombucha tea
dipanaskan terlebih dahulu sebelum
disimpan 4.7.3 Identifikasi bakteri Escherichia coli penghasil ESBL a. Penanaman pada media selektif Inokulasikan kultur murni bakteri Escherichia coli pada media Mac Conkey Agar (MCA) dan Endo Methylen Blue Agar (EMB). Pada media EMB akan tumbuh koloni dengan ciri koloni kecil dan berkilau metalik
(Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993). Pada media MCA akan tumbuh koloni dengan ciri koloni kemerahan, berlendir serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). b. Pengujian sifat biokimia 1) Indol Siapkan media air pepton, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada air pepton tersebut, inkubasi 37°C selama 24-48 jam. Teteskan reagen kovac’s dan diamkan selama 1 menit. Reaksi positif ditandai dengan adanya pembentukan cincin merah pada permukaan media (Suharto et al., 2003). 2) Methyl red Siapkan media MR-VP atau 5% pepton glukose, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Teteskan 2 tetes larutan reagen Methyl red. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna media menjadi merah (Suharto et al., 2003). 3) Voges proskouer Siapkan media MR-VP, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. tambahkan 0,6 ml larutan alphanaphtol 5% dan 0,2 ml larutan KOH 40%, campur. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya cincin merah pada permukaan media (Suharto et al., 2003).
4) Cimon citrat Siapkan media Cimon Citrat agar miring, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna media dari hijau menjadi biru (Suharto et al., 2003). 5) Motility Siapkan media motility, tanam koloni bakteri pada media tersebut menggunakan jarum penanam yang ditusukkan pada media dengan posisi lurus. Escherichia coli akan tumbuh menyebar melewati baris inokulasi (Koneman et al., 1997). 6) Urea Siapkan media Christensen’s urea agar, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media tersebut, inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna dari kuning menjadi merah (Suharto et al., 2003) 7) Triple Sugar Iron Siapkan media TSI agar, tanam 1 sengkelit koloni bakteri pada media tersebut dengan cara menggoreskan pada seluruh permukaan agar miring dan terakhir tusukkan sampai ke dasar media. Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Reaksi positif ditandai dengan adanya perubahan warna media pada bagian dasar dan lereng media serta amati adanya
pembentukan H2S serta gas pada media tersebut (Suharto et al., 2003). Escherichia coli bereaksi A/A –H2S –gas. d. Uji konfirmasi ESBL 1) Uji Skrining dengan metode Difusi Menggunakan Ceftazidime 30 mcg sebagai indikator antibiotik. Bila diameter zona diameter >=22 mm kemungkinan bakteri mampu memproduksi ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011). 2) Uji konfirmasi a) Metode Double Disk Synergy Test (DDST) Disk augmentin (20µg amoxicillin + 10µg clavulanate) ditempatkan pada MHA yang telah mengandung inokulum bakteri. Kemudian tambahkan
disk
cefotoxime
(30µg)
dan
ceftadizime
(30µg)
ditempatkan 16 hingga 20 mm dari Disk augmentin (centre to centre), kemudian inkubasi (37°C selama 24 jam). Bila terbentuk zona cepalosporin disc menuju disc asam clavulanic dianggap sebagai bakteri penghasil ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011). b) Metode Phenotypic Disc Confirmatory Test (PDCT) Disks ceftazidime (CA) 30 µg and ceftazidime-clavulanic acid (CAC) 20+10 µg atau cefotoxime (CE) 30 µg dan cefotoxime-clavulanic acid (CEC) 20+10 µg ditempatkan pada media
MHA yang telah
mengandung inokulum bakteri dengan jarak 30 mm antara satu dengan yang lainnya. Peningkatan diameter zone (=5mm). Untuk CAC dengan
CA atau CEC dengan CE dianggap sebagai bakteri penghasil ESBL (Thulasi and Amsaveni, 2011). 4.7.4 Uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL a.
Pembuatan cakram disk kombucha tea Rendam paper disk pada kombucha tea selama 30 menit kemudian tiriskan
b.
Pembuatan media Muller Hinton Agar Komposisi: Beef, infusion form
300 mg
Bacto-casamino Acids, Technical
17,5 g
Starch
1,5 g
Bacto-agar
17 gr
1) Sebanyak 38 gram bubuk media MHA dilarutkan dalam 1000 ml aquadest 2) Larutan dipanaskan sampai bubuk benar-benar larut dalam sebuah labu erlenmeyer 3) Setelah larut, mulut labu erlenmeyer ditutup dengan sumbat kapas dan dibungkus dengan kertas 4) Sterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada tekanan 1 atm dengan suhu 121°C (Dewi, 2010)
c.
Inokulasi bakteri Escherichia coli 1) Media MHA yang sudah disterilkan dalam autoklaf didinginkan, kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri steril masing-masing sebanyak 20 ml (Noor dan Poeloengan, 2008). Biarkan media menjadi padat. 2) Isolat murni bakteri Escherichia coli diambil menggunakan ose, encerkan dalam 10 ml aquadest steril 3) Campur menggunakan vortex, sesuaikan dengan standar kekeruhan 0,5 Mc Farland 4) Dengan swab kapas steril ambil suspensi bakteri. Kelebihan cairan pada swab ditiriskan dengan cara swab diputar pada dinding tabung diatas permukaan suspensi. 5) Oleskan swab kapas pada permukaan media MHA, ulangi dengan tiga arah yang berlawanan, olesan terakhir dioleskan pada tepi media 6) Biarkan 3-5 menit supaya permukaan media MHA kering 7) Letakkan cakram disk yang mengandung kombucha tea pada media MHA 8) Balik/telungkupkan posisi media dan inkubasi selama 16-18 jam pada suhu 37°C, kemudian amati dan ukur diameter zona yang terbentuk dalam satuan milimeter.
4.8 Analisis Data Data diolah dengan program SPSS Version 16 for windows. Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut (Santoso, 2010): a. Analisis Deskriptif. Semua data dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk statistik analitis (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Analisis deskriptif dilakukan dengan program SPSS. Pemilihan penyajian data dan uji hipotesis tergantung dari normal tidaknya distribusi data. b. Uji Normalitas Distribusi data diuji normalitasnya dengan Uji Shapiro-Wilk dengan tingkat kemaknaan 5%. Data berdistribusi normal bila nilai p dari uji normalitas >α c. Uji Homogenitas. Data diuji homogenitasnya dengan uji homogenity of variance test dengan Levene’s Test (Uji F) dengan tingkat kemaknaan 5%. Data homogen bila nilai p >α dan data heterogen bila nilai p ≤ α d. Uji komparasi. Karena data berdistribusi normal dan bersifat homogen maka analisis komparatif data antar kelompok dilakukan dengan uji One Way Anova. Bila hasil berbeda bermakna (p<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) pada tingkat kepercayaan 95% (Santoso, 2006).
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Penelitian ini menggunakan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL). Isolat bakteri diperoleh dari instalasi laboratorium mikrobiologi klinik RSUP Sanglah Denpasar. Sebelum digunakan, isolat bakteri dikonfirmasi dengan penanaman pada media selektive yaitu media Mac Conkey Agar (MCA) dan Eosin Methylen Blue (EMB). Selain itu dilakukan juga uji konfirmasi dengan uji biokimia yaitu indol, methyl red, voges proskouwer, cimon citrat, motility dan TSI. Hasil uji menunjukkan isolat bakteri adalah bakteri Escherichia coli. Setelah itu dilakukan uji konfirmasi apakah bakteri Escherichia coli tersebut tergolong penghasil ESBL dengan metode Double Disk Synergy Test (DDST) menggunakan disk antibiotika Amoxicillin (AMC 30), Cefotaxime (CTX 30), Aztreonam (ATM 30), Ceftazidime (CAZ 30), dan Cefepime (FEP 30). Hasil uji menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa isolat Escherichia coli tersebut tergolong ESBL.
Tabel 5.1 Hasil Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Uji
Hasil
Penanaman pada media selective Mac Conkey Agar Tumbuh koloni bulat, berwarna kemerahan, berlendir serta bagian tengah koloni berwarna gelap Endo Methylen Blue Tumbuh koloni bulat, kecil, berwarna hijau kehitaman Agar dan berkilau metalik (keemasan) Uji biokimia Indol
Hasil uji positif (+) dengan terbentuknya senyawa merah terang pada permukaan media Methyl red Hasil uji positif (+) dengan terbentuknya perubahan warna media menjadi merah setelah penambahan larutan indikator methyl red Voges proskouwer Hasil uji negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna setelah penambahan reagen Barritt’s Cimon citrat Hasil uji negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna indikator pH dari hijau menjadi biru Motility Hasil uji positif (+) ditunjukkan dengan terbentuknya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati garis inokulasi. Triple Sugar Iron Hasil uji A/A yang ditandai dengan perubahan warna (TSI) agar indikator media dari merah muda menjadi kuning pada dasar maupun lereng media. Tidak tampak adanya sulfur maupun gas. Uji konfirmasi golongan ESBL Double Disk Synergy Hasil uji menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat Test tiap disk yang saling berhubungan dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu.
5.2 Uji Daya Hambat Kombucha Tea Terhadap Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) 5.2.1 Analisis deskriptif Untuk menguji daya hambat kombucha tea terhadap Escherichia coli penghasil ESBL secara invitro, dalam penelitian ini digunakan sebanyak 5 (lima) kelompok, yaitu kelompok P0 (kontrol), kelompok P1 (kombucha tea fermentasi 6 hari), kelompok P2 (kombucha tea fermentasi 10 hari), kelompok P3 (kombucha tea fermentasi 14 hari), dan kelompok P4 (kombucha tea fermentasi 18 hari). Masingmasing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak enam kali. Hasil uji daya hambat kombucha tea terhadap Escherichia coli penghasil ESBL secara invitro berupa terbentuknya diameter zona hambat di sekitar disk yang mengandung kombucha tea. Diameter zona hambat tersebut diukur menggunakan jangka sorong dalam satuan mili meter (mm). Pada kelompok kontrol tidak terbentuk zona hambat, namun pada penelitian ini diameter zona hambat kelompok kontrol ditentukan sesuai dengan diameter disk yang digunakan. perlakuan disajikan pada tabel 5.2.
Diameter zona hambat pada masing-masing
Tabel 5.2 Hasil Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia coli Penghasil ESBL Diameter Zona Hambat dalam Satuan Mili Meter (mm) Kontrol P1
P2
P3
P4
4.5
6
7.5
7.5
7.5
4
6.5
7.8
7.5
7.5
5
6.5
7.8
8
8.3
4.5
6.5
8
8.3
8
4.8
6.8
8
7.3
8
4.5
6.5
8.3
8.5
8
Hasil yang terbentuk pada masing-masing perlakuan kemudian diuji secara statistik dengan program SPSS for windows version 16,0. Pembahasan ini meliputi uji normalitas, homogenitas data, dan uji efek perlakuan. 5.2.2 Uji normalitas data Data diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil
ESBL
sesudah
perlakuan
pada
masing-masing
kelompok
diuji
normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Hasil Uji Normalitas Data Masing-Masing Kelompok
Kelompok Perlakuan
n
p
Kontrol Kombucha tea fermentasi 6 hari Kombucha tea fermentasi 10 hari Kombucha tea fermentasi 14 hari Kombucha tea fermentasi 18 hari
6 6 6 6 6
0,503* 0,052* 0,827* 0,408* 0,139*
* Berdistribusi normal 5.2.3 Uji homogenitas data antar kelompok Data diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL antar kelompok sesudah perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Hasil Uji Homogenitas Data Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok
Kelompok Subjek
F
P
Keterangan
Diameter zona hambat
1,792
0,162
Homogen
5.2.4 Analisis efek perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way ANOVA disajikan pada Tabel 5.5 berikut. Tabel 5.5 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan
Kelompok Subjek
N
Rerata diameter zona hambat
Kontrol Kombucha tea fermentasi 6 hr Kombucha tea fermentasi 10 hr Kombucha tea fermentasi 14 hr Kombucha tea fermentasi 18 hr
6 6 6 6 6
4,55 6,47 7,90 7,85 7,88
SB
0,34 0,26 0,27 0,49 0,32
F
p
108,21
0,001
Pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada kelompok kontrol adalah 4,550,34, kelompok fermentasi 6 hari adalah 6,470,26, rerata kelompok fermentasi 10 hari adalah 7,900,27, rerata kelompok fermentasi 14 hari adalah 7,850,49, dan rerata kelompok fermentasi 18 hari adalah 7,880,32. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 108,21 dan nilai p = 0,001. Hal ini
berarti bahwa rerata diameter zona hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL pada kelompok kontrol dan keempat kelompok perlakuan berbeda secara bermakna (p < 0,05). Untuk mengetahui kelompok-kelompok yang berbeda perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.6 di bawah ini. Tabel 5.6 Rerata Diameter Zona Hambat Kombucha Tea terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL Antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan Kelompok Kontrol dan fermentasi 6 hari Kontrol dan fermentasi 10 hari Kontrol dan fermentasi 14 hari Kontrol dan fermentasi 18 hari Fermentasi 6 hari dan 10 hari Fermentasi 6 hari dan 14 hari Fermentasi 6 hari dan 18 hari Fermentasi 10 hari dan 14 hari Fermentasi 10 hari dan 18 hari Fermentasi 14 hari dan 18 hari *Berbeda bermakna
Beda Rerata 1,917 3,350 3,300 3,333 1,433 1,383 1,417 0,050 0,017 0,033
P 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,001* 0,805 0,934 0,869
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan hasil sebagai berikut.
1. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 6 hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 6 hari). 2. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 10 hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 10 hari). 3. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 14 hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 14 hari). 4. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 18 hari (rerata kelompok kontrol lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 18 hari). 5. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 10 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 10 hari). 6. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 14 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 14 hari). 7. Rerata kelompok fermentasi 6 hari berbeda bermakna dengan kelompok Fermentasi 18 hari (rerata kelompok fermentasi 6 hari lebih rendah daripada rerata kelompok fermentasi 18 hari).
8. Rerata kelompok fermentasi 10 hari tidak berbeda bermakna dengan kelompok Fermentasi 14 hari. 9. Rerata kelompok fermentasi 10 hari tidak berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 18 hari. 10. Rerata kelompok fermentasi 14 hari tidak berbeda bermakna dengan kelompok fermentasi 18 hari
Gambar 5.1 Grafik Diameter Zona Hambat Kombucha Tea Terhadap Bakteri Escherichia coli Penghasil ESBL
Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa kelompok kontrol menghasilkan rerata yang paling rendah. Pada kelompok perlakuan dengan kombucha tea, pemberian Kombucha tea dengan fermentasi 6 hari menghasilkan rerata diameter
zona hambat yang paling rendah, kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari, dan 18 hari menghasilkan rerata zona hambat yang hampir sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil ESBL dari fermentasi hari ke 6 menuju fermentasi hari ke 10, 14, dan 18.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Uji Konfirmasi Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Sebelum digunakan untuk penelitian, dilakukan uji konfirmasi terhadap isolat bakteri untuk membuktikan isolat tersebut benar-benar bakteri Escherichia coli penghasil ESBL. Uji yang dilakukan yaitu penanaman pada media selektive Mac Conkey Agar dan Eosin Methylen Blue Agar. Pada Eosin Methylen Blue Agar (EMB agar) menghasilkan koloni berwarna hijau kehitaman (Koneman et al., 1997), koloni kecil dan berkilau metalik (Benson, 2001). Diameter koloni sekitar 0,5-1,5 mm (Fardiaz, 1993). Pada media Mac Conkey Agar (MCA) koloni kemerahan, berlendir serta bagian tengah koloni berwarna gelap (Benson, 2001). Pada media MCA koloni berwarna merah disebabkan karena terjadi perubahan warna indikator pH menjadi merah (pH di bawah 6,8) akibat fermentasi laktosa menghasilkan asam (Koneman et al., 1997). Uji biokimia yang dilakukan adalah uji indol, methyl red, voges proskouwer, cimon citrat, motility dan Triple Sugar Iron agar. Pada uji indol memberikan hasil positif. Reaksi positif disebabkan karena bakteri mengandung enzim tryptophanase yang dapat menghidrolisa triptophan menghasilkan indole,
pyruvic acid, dan ammonia. Bakteri menggunakan pyruvic acid, dan ammonia untuk kebutuhan nutrisi, sedangkan indole tidak digunakan dan tetap berada pada media. Adanya indole dapat dideteksi dengan penambahan reagen kovacs. Reaksi antara reagen kovacs dengan indole menghasilkan senyawa merah terang pada permukaan media (Harley-Prescott, 2002). Pada uji methyl red memberikan hasil positif. Reaksi positif ditunjukkan dengan perubahan warna indikator pH methyl red membentuk warna merah. Hal tersebut disebabkan karena terjadi perubahan pH sebagai hasil dari produk akhir asam seperti asam laktat, asetat dan asam formic (Harley-Prescott, 2002). Pada uji voges proskouwer memberikan hasil negatif karena bakteri tidak memfermentasi glukosa menjadi 2,3-butanadiol. Bila bakteri bereaksi positif maka dengan penambahan KOH 40% dan larutan alpha naftol 5% dalam etanol absolut (Barritt’s reagen) akan terdeteksi adanya acetoin yaitu sebuah precursor dalam sintesis 2,3 butanediol dengan terbentuknya warna merah (Harley-Prescott, 2002). Pada uji cimon citrat bakteri bereaksi negatif karena bakteri tidak menggunakan citrat sebagai satu-satunya sumber carbon dalam kebutuhan energinya. Pada reaksi positif citrat akan diubah menjadi pyruvic acid and CO2. Ketika bakteri mengoksidasi sitrat, akan terbentuk CO2 yang bergabung dengan natrium dan air membentuk natrium karbonat yang bersifat alkali sehingga pH berubah dan terjadi perubahan warna menjadi biru (Harley-Prescott, 2002). Namun karena bakteri yang digunakan bereaksi negatif pada uji ini sehingga warna indikator pH pada media tetap hijau. Pada uji motility bakteri yang digunakan bereaksi positif karena bakteri memiliki flagella peritrik sebagai alat pergerakan. Tes motility dapat diamati secara makroskopik pada
media dengan adanya zona pertumbuhan bakteri yang menyebar melewati baris inokulasi (Koneman et al., 1997). Pada uji Triple Sugar Iron (TSI) bakteri yang digunakan memberikan hasil positif yang disebabkan karena bakteri mampu memproduksi asam pada dasar maupun lereng tabung dan tidak memproduksi H 2S dan gas (A/A - H2S - Gas) (Harley-Prescott, 2002). Media TSI mengandung tiga jenis gula yaitu glukose, laktose dan sukrose. Digunakan untuk menguji kemampuan bakteri dalam mengkatabolisme glukose, laktose, atau sukrose dan melepaskan sulfida dari ferro ammonium sulfat atau sodium thiosulfat. Berdasarkan hasil uji biokimia dan penanaman pada media selektive menunjukkan bakteri tersebut benarbenar Escherichia coli. Pada penelitian ini uji untuk membuktikan bahwa bakteri Escherichia coli tersebut tergolong penghasil ESBL menggunakan metode Double Disk Synergy Test (DDST) dengan disk antibiotika Amoxicillin (AMC 30), Cefotaxime (CTX 30), Aztreonam (ATM 30), Ceftazidime (CAZ 30), Cefepime (FEP 30). Hasil uji menunjukkan adanya perpanjangan zona hambat tiap disk yang saling berhubungan dan membentuk gambaran seperti kupu-kupu. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bakteri pada isolat tersebut terbukti bakteri Escherichia coli yang tergolong ESBL, dengan demikian isolat bakteri tersebut dapat digunakan dalam penelitian ini.
6.2 Hasil Uji Daya Hambat Kombucha Tea terhadap Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) Kombucha menyerupai lembaran gelatin (gel) yang berwarna putih dengan ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat (Naland, 2008). Kultur kombucha mengandung berbagai macam bakteri dan khamir. Jamur yang berperan dalam pembentukan kombucha termasuk golongan ragi (yeast) diantaranya Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces apiculatus varietas (Naland, 2008), Schizosaccharomyces bailii, Candida fomata, Mycoderma, Mycotorula, dan Z. rouxii (Hidayat et al., 2006). Bakteri yang berperan adalah Acetobacter xylium, Xylinoides, gluconicum, Acetobacter ketogenum, Pithia fermentans, Torula varietas (Naland, 2008), A. aceti, A. pasteurianus, Gluconobacter, Brettanamyces bruxellensis, B. intermedius (Hidayat et al., 2006). Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri Acetobacter sp yang bersimbiosis dalam starter kombucha merupakan probiotik yang dapat dimanfaatkan dalam persiapan sediaan farmasi maupun industri makanan. Genus Saccharomyces memiliki 16 species, diantaranya Saccharomyces cerevisiae dan Saccharomyces boulardii yang mengandung agen biotherapeutic sehingga mampu mencegah dan menanggulangi diare dan kolitis pada manusia (Surawicz et al., 1989) selain itu dapat memproduksi polyamines yang mampu memperbaiki selaput lendir, meningkatkan aktivitas rantai asam pendek dan enzim disakarida (laktase, maltase, sucrase). Polyamines merangsang perbaikan sel usus dan pertumbuhan kolon mukosa (Dixit et al., 2006).
Saccharomyces sp mampu menghasilkan vitamin B, tahan hidup pada saluran cerna serta umumnya tahan terhadap antibiotika, dan dapat membantu membangun kembali fungsi usus normal setelah lama mendapatkan terapi antibiotik (MacFarland et al., 1994). Banyak dari organisme probiotik dapat menghasilkan zat-zat antimikrobial sehingga mampu bersaing dan membentuk kolonisasi. Zat-zat antimikrobial diproduksi dan dikeluarkan oleh probiotik dari saluran pencernaan dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan patogen (Rolfe, 1991). Secara umum, sebagian besar bakteri menghasilkan agen-agen yang membunuh atau menghambat bakteri lain (Iglewski and Gerhardt, 1978). Beberapa produk penghambatan yang diproduksi oleh bakteri probiotik diantaranya rantai pendek volatil lemak (laktat, propionat, asam butirat, dan asetat), hidrogen peroksida, dan diacetyl. Saccharomyces cerevisiae var. boulardii pada tikus merangsang produksi IgA (Rodrigues et al., 1996). Saccharomyces cerevisiae NCYC 1026 adalah dasar untuk BioMos. BioMos juga telah dilaporkan memberikan karakteristik sistem imun. Terjadi peningkatan IgG dalam serum dan IgA empedu dan usus buntu pada kalkun dan tikus yang diberikan BioMos dibandingkan dengan kontrol (Kudoh et al., 1999). Selain itu, babi yang makan BioMos memiliki peningkatan jumlah limfosit (Spring and Privulescu, 1998). Kenaikan tingkat IgA mungkin dikaitkan dengan peningkatan laju bakteri clearance melalui antibodi-mediated fagositosis. Pemberian probiotik pada unggas memberikan keseimbangan bakteri usus dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang dapat mendeteksi dan menghilangkan patogen tertentu potensial dari saluran pencernaan. Probiotik juga menstabilkan mukosa usus sehingga membuat patogen sulit menempati dan menyebabkan kerusakan pada saluran pencernaan, sehingga menjaga terjadinya kontaminasi pada daging olahan dan produk daging sehingga dapat diaplikasikan pada industri ternak (Edens, 2003). Acetobacter xylinum merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, bersifat aerobic obligat (Setyawati, 2007). Bakteri Acetobacter xilinum mengubah gula menjadi selulosa yang disebut nata dan melayang di permukaan medium. Jika nutrisi dalam medium telah habis dikonsumsi, kultur akan berhenti tumbuh tetapi tidak mati. Kultur akan aktif lagi jika memperoleh nutrisi kembali (Hidayat et al., 2006). Acetobacter xylinum sering disebut sebagai bakteri asam asetat, karena kemampuannya untuk menghasilkan asam asetat pada produk akhir fermentasinya. Asam asetat dan asam laktat adalah asam organik yang aman digunakan sebagai preservatif makanan. Pada kombucha tea juga terkandung asam-asam organik seperti asam asetat dan asam laktat. Asam asetat dan asam laktat ini telah terbukti memiliki daya antibakteri melalui penelitian yang telah dilakukan oleh Andriani et al (2007) yang berjudul “Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella sp yang Diisolasi dari Karkas Ayam”. Kombucha tea yang dihasilkan oleh Saccharomyces sp dan bakteri Acetobacter sp merupakan minuman kesehatan yang mempunyai daya antibiotik
karena mengandung asam-asam organik yaitu asam glukoronat, asam laktat, asam asetat, asam suksinat, dan asam glukonat sebagai produk fermentasi yang sangat efektif untuk menghancurkan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur (Frank, 1995). Asam organik seperti asam suksinat dan asam glukonat yang diproduksi selama fermentasi kombucha tea meningkat seiring dengan waktu. Asam organik ini terbukti sebagai peran utama penghambat pertumbuhan mikroorganisme (Talawat et al., 2006). Lama fermentasi berpengaruh terhadap peningkatan daya anti mikroba atau dengan kata lain semakin lama waktu fermentasi kombucha tea maka daya hambat terhadap bakteri Escherichia coli penghasil ESBL akan semakin besar. Aktivitas anti mikroba Kombucha dikaitkan dengan kandungan asam asetat. Konsentrasi asam asetat yang biasa dikonsumsi dalam kombucha adalah 10 g/l (1%) (Steinkraus, 1996). Asam glukonat juga terkandung pada kombucha tea dalam jumlah besar, sekitar 20 g/l (Petro, 1996). Menurut Levine dan Fellers, asam asetat dapat menghambat dan menghancurkan mikroorganisme bila digunakan dalam jumlah cukup tinggi, namun, pada konsentrasi asam asetat yang rendah yaitu 1 g/l (0.1%), dapat menghambat bakteri patogen yang membentuk spora (Adams, 1985). Yokihiko dan Watanabe (1989) menemukan bahwa spora Clostridium botulinum mati ketika diinokulasi ke dalam kombucha tea. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kandungan polifenol khususnya catechin pada teh. Kemampuan kombucha tea untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) berasal dari kandungan asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi. Dalam suasana
aerob akan diproduksi asam asetat melalui dua tahap. Tahap pertama adalah produksi etanol dari sumber karbohidrat seperti glukosa. Tahap ini dilakukan oleh yeast Saccharomyces sp. Tahap kedua adalah oksidasi etanol menjadi asam asetat yang dilakukan oleh bakteri Acetobacter. Selanjutnya pH larutan akan menjadi rendah sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri maupun jamur lainnya. Proses fermentasi dimulai ketika kultur mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Kemudian bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Alkohol akan teroksidasi menjadi asam asetat. Asam glukonat terbentuk dari oksidasi glukosa oleh bakteri dari genus Acetobacter (Hidayat et al., 2006). Glukose dilepaskan dari sukrose yang dimetabolisme untuk sintesis selulosa dan glukonat asam oleh Acetobacter strains. Fruktosa dimetabolisme menjadi etanol dan karbon dioksida oleh ragi. kemudian, Acetobacter mengoksidasi etanol menjadi asam asetat (Talawat et al., 2006). Kultur dalam waktu bersamaan juga menghasilkan asam-asam organik lainnya (Hidayat et al., 2006). Asam organik yang dihasilkan selama fermentasi menjaga koloni simbiosis dari kontaminasi mikroorganisme asing yang tidak diinginkan (Talawat et al., 2006). Davis dan Stout (1971), berpendapat bahwa ketentuan daya antibakteri adalah sebagai berikut: daerah hambatan ≥ 20 mm kategorinya: sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm kategorinya: kuat, daerah hambatan 5-10 mm kategorinya: sedang, dan daerah hambatan ≤ 5 mm kategorinya: lemah. Berdasarkan hasil uji daya hambat kombucha tea terhadap bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum
Beta Lactamases (ESBL), rerata zona hambat yang dihasilkan pada kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 6 hari (P1) adalah 6,47 mm. Rerata zona hambat pada kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 10 hari (P2) adalah 7,90 mm. Rerata zona hambat pada kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 14 hari (P3) adalah 7,85 mm, dan rerata zona hambat pada kelompok perlakuan menggunakan kombucha tea dengan lama fermentasi 18 hari (P4) adalah 7,88 mm. Rerata daya hambat yang dihasilkan untuk masing-masing perlakuan berkisar antara 5-10 mm. Kategori kualitas daya hambat yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang dikemukakan oleh Davis dan Stout tergolong ke dalam kategori sedang. Kualitas daya hambat yang tergolong sedang ini disebabkan karena memang bakteri Escherichia coli yang digunakan adalah bakteri yang multi resisten karena termasuk penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL). Bakteri penghasil ESBL mampu menghasilkan enzim beta lactamases dengan spektrum yang luas sehingga dapat memberikan perlawanan terhadap berbagai jenis antibiotika golongan beta laktam. ESBL memberikan perlawanan tidak hanya untuk penicillins, aztreonam, dan cephalosporins, namun juga dapat tahan terhadap kelas-kelas antibiotik lain termasuk
aminoglycosides,
trimethoprim,
sulfamethoxazole
dan
quinolones
(Serefhanoglu et al., 2009). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan zona hambat yang meningkat, yaitu pada fermentasi selama 6 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 6,47 mm, pada
fermentasi selama 10 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,90 mm, pada fermentasi selama 14 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,85 mm, dan pada fermentasi selama 18 hari diperoleh rerata zona hambat sebesar 7,88 mm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara daya hambat yang dihasilkan pada fermentasi 6 hari dengan lama fermentasi 10 hari, 14 hari, dan 18 hari. Namun daya hambat pada fermentasi kombucha tea selama 10 hari, 14 hari, dan 18 hari tidak ada perbedaan yang bermakna. Hal tersebut dapat disebabkan karena pada fermentasi kombucha tea selama 10 hari kandungan gula yang terdapat pada teh telah habis digunakan oleh bakteri maupun yeast yang terdapat pada starter kombucha, sehingga kadar asam-asam organik yang dihasilkan maksimal pada fermentasi selama 10 hari dan kadarnya tetap konstan walaupun fermentasi dilanjutkan hingga 14 hari dan 18 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lama fermentasi kombucha tea yang optimal adalah selama 10 hari. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian oleh Surono (2011) yang telah meneliti optimasi konsentrasi kopi dan gula dalam pembuatan minuman kombucha kopi (coffe robusta). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasi yang optimal adalah selama 10 hari yang menghasilkan total asam sebesar 0,41%, total gula sebesar 3,20%, kadar alkohol sebesar 0,76% dan pH sebesar 3,38. Optimasi waktu inkubasi pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan inokulum kultur kombucha dan pengaruhnya terhadap kadar asam laktat dan asam asetat pernah dilakukan. Waktu inkubasi yang optimal untuk menghasilkan kadar tertinggi asam laktat (18,1129 mg/ml) dan asam asetat (11,8329 mg/ml) pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan
inokulum kultur kombucha adalah selama 14 hari (Kumalasari, 2010). Optimasi waktu fermentasi kombucha coffe juga pernah dilakukan oleh Rahayu, T dan Rahayu, T (2007) dengan judul penelitian Optimasi Fermentasi Cairan Kopi Dengan Inokulan Kultur Kombucha (Kombucha Coffee). Penelitian tersebut dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap 1 faktor yaitu waktu fermentasi (0, 6, 12, dan 18 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Kombucha Coffee yang optimum adalah fermentasi 12 hari. Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa daya hambat kombucha tea terhadap Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) pada fermentasi hari ke 10, hari ke 14, dan hari ke 18 tidak berbeda secara bermakna. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena kadar zat aktif yang dihasilkan pada lama fermentasi hari ke 10, hari ke 14, dan hari ke 18 tidak memiliki perbedaan secara bermakna. Untuk membuktikan hal tersebut dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai lama fermentasi kombucha tea terhadap kadar
zat aktif yang
terkandung. Berdasarkan penelitian ini telah diketahui bahwa fermentasi kombucha tea selama 10 hari telah memberikan hasil yang tidak berbeda bermakna dengan hasil fermentasi kombucha tea selama 14 hari dan 18 hari. Dengan demikian untuk pembuatan kombucha tea cukup dilakukan dengan lama fermentasi 10 hari. Yeast
Saccharomyces
sp
maupun
bakteri
Acetobacter
sp
sebagai
mikroorganisme probiotik yang terkandung pada starter kombucha sangat memungkinkan ditemukan pada teh yang telah difermentasikan. Mikroorganisme
probiotik tersebut dapat mengalami proses adhesi di mukosa usus yang dapat meningkatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri patogen di usus termasuk Escherichia coli penghasil ESBL. Untuk membuktikan hal tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara in vivo pada binatang percobaan yang diberikan kombucha tea apakah terdapat adhesi Yeast Saccharomyces sp maupun bakteri Acetobacter sp pada mukosa ususnya, yang mana dengan daya adhesi tersebut dapat meningkatkan daya hambat terhadap bakteri patogen di usus.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian uji daya hambat kombucha tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) dan pembahasan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut: 1.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 6 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
2.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
3.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
4.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara in vitro.
5.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 18 hari menghasilkan daya hambat tidak berbeda bermakna dengan waktu fermentasi 14 hari
6.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 14 hari menghasilkan daya hambat tidak berbeda bermakna dengan waktu fermentasi 10 hari
7.
Kombucha tea dengan waktu fermentasi 10 hari menghasilkan daya hambat berbeda bermakna dibandingkan waktu fermentasi 6 hari, yaitu daya hambat yang dihasilkan pada fermentasi 10 hari lebih besar dibandingkan fermentasi 6 hari.
8.
Daya hambat yang dihasilkan pada waktu fermentasi 10 hari, 14 hari, dan 18 hari tidak berbeda bermakna, sehingga fermentasi kombucha tea cukup dilakukan selama 10 hari.
7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan kadar optimal dan mekanisme kerja zat aktif kombucha tea yang berpotensi sebagai antibakteri sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui daya hambat kombucha tea terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) secara invivo pada binatang percobaan dan selanjutnya dilanjutkan dengan penelitian secara klinis pada orang sakit.
3.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan efek kombucha tea dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen apakah pada tingkat adhesi atau sebagai anti bakteri.
4.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan inovasi maupun formulasi yang tepat pada proses pembuatan kombucha tea agar hasil fermentasi lebih optimal
DAFTAR PUSTAKA
Adams, M.R. 1985. Microbiology of Fermented Foods, Vol. 1. B.J.B Wood (Ed.). New York, NY: Elsevier. Al-Zahrani, A.J., and Akhtar, N. 2005. Susceptibility Patterns of Extended Spectrum ß-Lactamase (ESBL)-Producing Escherichia coli and Klebsiella pneumoniae Isolated in a Teaching Hospital. Departement of Microbiology, College of Medicine, King Faisal University, Dammam, Saudi Arabia. Pakistan J. Med. Res. Vol. 44, No 2. Andriani, Darmono, and Widya Kurniawati. 2007. Pengaruh Asam Asetat dan Asam Laktat Sebagai Antibakteri Terhadap Bakteri Salmonella sp yang Diisolasi dari Karkas Ayam. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Andrianto, Y. 2007. “Uji Antibakteri Kombucha Coffee Terhadap Shigella dysenteriae dan Klebsiella aerogenes” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah. Anonim. 2000. Laboratory Methods for The Isolation, Identification and Characterization of Common Enteric Bacterial Pathogens. Laboratory Procedures. Enteric Diseases Program. US Naval Medical Research Unit #2. Jakarta Indonesia, p. 13-16 Anonim. 2003. Risk Profile for Enterohemorragic E. coli Including the Identification of the Commodities of Concern, Including Sprouts, Ground Beef and Pork. Joint FAO/WHO Food Standards Programme Codex Committee on Food Hygiene. Thirty-fifth Session. Codex Alimentarius Commission. Food and Agriculture Organization of the United Nations. World Health Organization. Orlando USA 27 January – 1 February 2003. Anonim. 2009a. Escherichia coli (E. coli) Infections. Infectious Disease Epidemiology Section Office of Public Health, Luosiana Dept of Health & Hospitals. (Serial Online) Available at: www.infectiousdisease.louisiana.gov. Accessed Oct, 10 2011
Anonim. 2009b. Enterohemorrhagic Escherichia coli Infections. The Center for Food Security & Public Health. Institute for International Cooperation in Animal Biologics. Lowa State University Benson. 2001. Microbiological Applications. Laboratory Manual in General Microbiology. Eight Edition. The MacGrow-Hill Companies Bhattacharya, S., Manna, P., Gachhui, R., and Sil, P.C. 2011. Protective Effect of Kombucha Tea Againts Tertiary Butyl Hydroperoxide Induced Cytotoxicity and Cell Death in Murine Hepatocyes. Indian Journal of Experimental Biology. Vol. 49, July 2011, p.511-24. Breed, R.S., Murray, E.G.D, Smith, N.R. and ninety four contributors. 1957 Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Seventh Edition. Baltimore The Williams & Wilkins Company. Cavusoglu, K. and Guler, P. 2010. Protective Effect of Kombucha Mushroom (KM) Tea on Chromosomal Aberrations Induced by Gamma Radiation in Human Peripheral Lymphocyes in Vitro. Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow (India). September 2010, 31(5) 851-56. Chaudhary, U., and Anggarwal, R. 2004. Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) an Emerging Threat to Clinical Therapeutics. Indian J Med Microbiol 2004; 22: 75-80. Davis, W.W., and Stout, T.R. 1971. Disc Plate Methods of Microbiologycal Antibiotic Assay. Microbiology. 22: 659-65 Dewi, F.K. 2010. “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia, Linnaeus) terhadap Bakteri Pembusuk Daging Segar” (Skripsi). Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Dixit, Kalpana and Gandhi, D.N. (2006) . Biotherapeutic properties of probiotic yeast Saccharomyces species in fermented dairy foods.Biotherapeutic properties of probiotic yeast Saccharomyces species in fermented dairy foods. (Serial Online). Available from: http:// www.dairyscience.info /index.php/probiotics/105-biotherapeutic-probioticyeast.html?showall =1& limitstart= . Accessed: 17 June, 2012.
Dufresne, C., and Farnworth, E. 2000. Tea, Kombucha Health: a review. Food Res Int vol. 336, p. 409-21. Edens F.W., 2003. An alternative for antibiotic use in poultry: probiotics. North Caroline State University. (Serial Online) Available from: http://dx.doi.org/10.1590/S1516-635X2003000200001. Accessed June, 15 2012. Elena, S.F., Whittam, T.S., Winkworth C.L., Riley M.A., and Lenski, R.E., 2005. Genomic Divergence of Escherichia coli strains: Evidence for Horizontal Transfer and Variation in Mutation Rates. International Microbiology 8:27178. Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Diterbitkan atas kerjasama dengan PAU-Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Citra Niaga. Rajawali Pers. Jakarta, p. 120-26 Federer, W. T. 1977. Experimental Design Theory And Application, Third Edition, Oxford and IBH Publishing C0, New Delhi Bombay Calcuta. FKIP. 2009. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009: 10 – 17 Forbes, B.A., Sahm, D.F., and Weissfeld, A.S. 2007. Bailey’s & Scott’s Diagnostic Microbiology. Twelfth Edition. Ernest A. Trevino, MT (ASCP). Director of Operations Microbiology Specialists Incorporated. Houston, Texas. Frank, G. W. 1995. Kombucha Healty Beverages and Natural Remedy From The Far East, Publishing W. Eenstaler Cosp Germany. Frank, G.W. t.t. Sekilas Cara Membuat Minuman Kombucha Tea. Prosedure untuk membuat Kombucha. (Hendra Saputra, penterjemah). Available From: URL: http://www.kombu.de/anl-ind.htm. Accessed March, 26 2012 Frank, G.W. t.t. The Fascination of Kombucha. Available From: URL: http://kombucha.site88.net/index.php?p=1_4. Accessed Oct, 1 2011 Goh, W.N., Rosma, A., Kaur, B., Fazilah, A., Karim, A.A., and Bhat, R. 2012. Fermentation of Black Tea Broth (Kombucha): I. Effects of Sukrose Concentration and Fermentation Time on The Yield of Microbial Cellulose. International Food Research Journal 19 (1): 109-17 (2012).
Greenwalt, C.J., Ledford, R.A., and Steinkraus, K.H. t.t. Determination and Characterization of The Anti-Microbial Activity of The Fermented Tea Kombucha. Departement of Food Science Cornell University Ithaca, New York. Hanafiah, K.A. 1991. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta Hanani, S. 2007. “Uji Antibakteri Kombucha Coffee Terhadap Escherichia coli Dan Staphylococcus aureus” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah. Harley-Prescott. 2002. Laboratory Exercises in Microbiology. Fifth Edition. The Mcgraw-Hill Companies. Hidayat, N., Padaga, M.C., and Suharsini, S. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi Yogyakarta, p. 105-09 Ibrahim, N.K. 2013. Possible Protective Effect of Kombucha Tea Ferment on Cadmium Chloride Induced Liver and Kidney Damage in Irradiated Rats. International Journal of Biological and Life Sciences 9:1 2003. Iglewski W.J., and Gerhardt N.B. 1978. Identification of an antibiotic-producing bacterium from human intestinal tract and characterization of its antimicrobial product. Antimicrobial Agents and Chemotherapy13(1):81-89. Jawetz, Melnick and Adelberg, 1995. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC, p. 234-40 Jay, J.M. 2000. Modern Food Microbiology. Sixth Edition. Aspen Publishers Inc. Gaithersburg Maryland. Jayabalan, R., Malini, K., Sathishkumar, M., Swaminathan, K., and Yun, S.E. 2010. Biochemical Characteristic of Tea Fungus Produced During Kombucha Fermentation. Food Sci. Biotechnol. 19(3): 843-47. Koneman, E.W., Allen, S.D., Janda, W.M., Schreckenberger, P.C., and Winn, W.C. 1997. Color Atlas And Textbook of Diagnostic Microbiology. Fifth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer Company, p. 171-99 Kudoh K, Shimizu J, Ishiyama A, Wada M, Takita T, Kanke Y, and Innami S. 1999. Secretion and excretion of immunoglobulin A to cecum and feces differ with
type of indigestible saccharides. Journal of Nutritional Science and Vitaminology (Tokyo); 45(2):173-81. Kumalasari, G.A. 2010. Optimasi waktu inkubasi pada fermentasi teh rosela (Hibiscus sabdariffa L.) dengan inokulum kultur kombucha dan pengaruhnya terhadap kadar asam laktat dan asam asetat. Available from URL: http://gita-acil20.blogspot.com/2010/12/coba.html. Accessed June, 9 2012 Lerner, K.L., and Lerner, B.W. 2003. World of Microbiology and Immunology. Volume 1. Gale and Design TM and Thompson Learning TM Levine, A.S. and Feller, C.R. 1940. Action of Acetic Acid on Food Spoilage Microorganism. Journal of Bacteriology, 39, 499-515. Luhulima D. and rejeki, I.G.A.A.P.S., t.t. Aspek Laboratorium Extended Spectrum Beta Lactamase. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Malbasa, R.V., Loncar, E.S., and Kolarov, L.A. 2006. Influence of Black Tea Concentrate on Kombucha Fermentation. Original Scientific Paper. UDC 663.88:663.951:66.014. Biblid: 1450-7188 (2006) 37, 137-43 Manickam, K., and Alfa, M. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase (ESBL) Producing Organism: What are they and how can we treat infections with these organism?. CMPT Connections “on-line” Volume 12 Number 1— Summer 2008. St. Boniface General Hospital, Winnipeg Manitoba McFarland, L. V., Surawicz, C. M., Greenberg, R. N., Fekety, R., Elmer, G. W., and Moyer, K. A.. 1994. A randomized placebo controlled trial of Saccharomyces boulardii in combination with standard antibiotics for Clostridium difficile disease. Journal of the American Medical Association 271: 1913-8. Moat, A.G., Foster, J.W., and Spector, M.P. t.t. Microbial Physiology. Fourth Edition. A John Wiley & Sons, Inc., Publication Naland, H. 2008. Kombucha Teh Dengan Seribu Khasiat. Agromedia Pustaka. Jakarta, p. 2-58.
Noor, S.M. and Poeloengan, M. 2008. Pola Kepekaan Enterobacter sakazaii terhadap Antibiotika. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Prosing. Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020. Jakarta 21 April 2008. Nugroho, P.W. 2007. “Uji Antijamur Kombucha Coffee (KC) Terhadap Tricophyton rubrum” (Skripsi). Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Nurul, A. 2010. “Analisis Kondisi dan Potensi Lama Fermentasi Medium Kombucha (The, Kopi, Rosela) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Patogen (Vibrio cholerae dan Bacillus cereus)” (Skripsi). Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Pajariu, A. 2010. Infeksi Oleh Bakteri Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamase (ESBL) di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Artikel Ilmiah. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Paterson, D. L., and Bonomo, R.A. 2005. Extended Spectrum Beta Lactamases: A Clinical Update. Clinical Microbiology Reviews. October 2005. Vol 18 no 4 657-86 Pauline, T., Dipti, P., Anju, B., Kaviwani,S., Sharma, S.K., Kian, A.K., Sarada, S.K., Sairam, M., Ilavazhagan, G., Devendra, K., and Selvamurthy, W. 2001. Studies on Toxicity, Anti stress and Hepato-protective Properties of Kombucha Tea. Biomed Environ Sci vol. 14, no 3, p. 271 Petro, B.A. 1996. The Book of Kombucha. Berkeley, CA: Ulysses Press. Pitout, J.D.D. and Laupland, K.B. 2008. Extended-Spectrum ß-Lactamase-Producing Enterobacteriaceae: An Emerging Public-Health Concern. Lancet Infect Dis 2008: 8: 159-66. Pocock, S.J. 2008. Clinical Trials A Practical Approach. Copyright © 1983 Public Health Agency of Canada. 1998. Guidelines on Susceptibility Testing of Antibiotic Resistant Enterobacteriaceae Due to Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBLs). Canadian External Quality Assesment Advisory Group for Antibiotic Resistance. ISBN 0-662-02429-X.
Rahayu , T. and Rahayu, T. 2007 Optimasi Fermentasi Cairan Kopi Dengan Inokulan Kultur Kombucha (Kombucha coffee). Sains dan Teknologi, 8 (1). pp. 15-27. ISSN 1411-5174. Available from URL: http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/401. Accessed March, 15 2012 Rahayu, T and Rahayu, T. t.t. Uji Antijamur Kombucha Coffee terhadap Candida albicans dan Tricophyton mentagrophytes. Jurusan Pendidikan Biologi Rodrigues, A.C.P., Nardi, R.M., Bambirra, E.A., Vieira, E.C., and Nicoli, J.R. 1996. Effects of Saccharomyces boulardii against experimental oral infection with Salmonella typhimurium and Shigella flexneri in conventional and guotobiotic mice. J. Appl. Bacteriol., 81 : 251-56. Rofiq, M.N. 2002. Pengaruh Inhibisi Teh Fermentasi Kombucha terhadap Bakteri Salmonella pullorum Secara Invitro. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, (Agustus 2002), hal. 186-189 Humas-BPPT/ANY. http://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=302 Rolfe, R.D. 1991. Population dynamics of the Intestinal Tract. In: Blankenship LC, editor. Colonization Control of Human Bacterial Enteropathogens in Poultry. Academic Press, Inc. San Diego, CA USA. P.59-75 Rupp, M.E., and Fey, P.D. 2003. Extended Spectrum ß-Lactamase (ESBL)Producing Enterobacteriaceae Considerations for Diagnosis, Prevention and Drug Treatment. Departement of Internal Medicine, University of Nebraska Medical Center, Omaha, Nebraska, USA. Adis International Limited. All Rights Reserved. Santoso, S. 2010. Statistik Non Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta, p. 82-90; 173-81. Santoso, S. 2010. Statistik Parametrik Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta, p. 103-21 Serefhanoglu, K., Turan, H., Timurkaynak, F.E., and Arsian, H. 2009. Bloodstream Infections Caused by ESBL-Producing E. coli and K. pneumonia: Risk n Factors for Multidrug-Resistance. Baskent University, Medical Faculty, Departement of Infectious Diseases and Clinical Microbiology, Ankara/Turkey. The Brazilian Journal of Infectious Diseases and Contexto Publishing. All Rights Reserved.
Setyawati, M.I. 2007. “Genetically Enginered Acetobacter xylinum: Bacterial Cellulose and Self Immobilized Cell System Production” (Thesis). National Taiwan University of Science and Technology Department of Chemical Engineering Thesis for the Master Degree. Sousa, C.P.D. 2006. Escherichia coli as a Specialized Bacterial Patogen. Revista De Biologia E Ciencias Da Terra. ISSN 1519-5228. Volume 6-Numero 2-2° Semestre 2006. Spring P, and Privulescu M. 1998. Mannanoligosaccharide: Its logical roles as a natural feed additive for piglets. In: Lyons TP, Jacques KA, editors. Biotechnology in the Feed Industry. Nottingham University Press, Nottingham, U. K 1998; p. 553-61. Steinkraus, K.H. 1996. Tea Fungus/Kombucha. Handbook of Indigenous Fermented Food. Second Edition. New York, NY: Marcel Dekker Inc., p. 493-96. Suhartatik, N., and Kurniawati, L. 2008. Aktivitas Antioksidan Kombucha dari Teh Celup dan The Racik Selama Fermentasi. Eksplorasi Vol. XX No 1 Tahun 2008. Suharto, Loho, T., Parwati, I., Sukarmo, Sudiro, W.D., Yuniono, U., Gartinah, T., Haridawati, Sunarto, Maryati, J., Rimaya, G., Wulan, A.E., Suprapti, Senjaya, R.S.T., Lindiwati, A.K., Deliati, Hanari, and Soebandrio, A. 2003. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium Mikrobiologi. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Direktorat Laboratorium Kesehatan, p. 148-60 Sulistyawan, H. 2007. “Uji Antijamur Kombucha Coffee (KC) terhadap C. albicans” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan/Program : Pendidikan/Biologi Universitas Muhammadiyah Surawicz, C.M., Elmer, G.W., Speelman, P., McFarland, L.V., Chinn, S., and Van., G. 1989. Prevention of antibiotic associated diarrhea by Saccharomyces boulardii : A perspective study. Gastroenterology, 96 : 981-88. Surono. 2011. “Optimasi Konsentrasi Kopi dan Gula dalam Pembuatan Minuman Kombucha Kopi (coffe robusta)” (Skripsi). (Serial Online) Available from URL: elibrary.ub.ac.id/.../optimasi-konsentrasi-kopi-dan-gula. Accessed June, 9 2012.
Talawat, S., Ahantharik, P., Laohawiwattanakul, S., Premsuk, A., and Ratanapo, S. 2006. Efficacy of Fermented Teas in Antibacterial Activity. Departement of Biochemistry. Faculty of Science, Kasetsart University, Bangkok 10900, Thailand. Kasetsart J. (Nat. Sci) 40: 925-33. Tamayo et al, 2007. Activity of Ertapenem and Other Antimicrobials Against ESBLProducing Enterobacteria Isolated From Urine in Patients from Madrid. Rev Esp Quimioterap, Septiembre 2007; Vol 20 (No 3) 334-38. Prous Science, S.A. Sociedad Espanola de Quimioterapia. Thulasi, G and Amsaveni, V. 2011. Antibacterial Activity of Cassia auriculata Against ESBL Producing E. coli from UTI Patients. International Journal of Microbiological Research 2 (3): 267-272, 2011. ISSN 2079-93. IDOSI Publications, 2011 Wahjono, H. 2007. “Peran Mikrobiologi Klinik Pada Penanganan Penyakit Infeksi” (Pidato Pengukuhan). Diucapkan Pada Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Dalam Ilmu Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Semarang, 28 Juli 2007. Available from: eprints.undip.ac.id/320/1/Hendro_Wahjono.pdf. Accessed Oct, 10 2011 Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji, A.A., and Setiadi, A.R. 1991. Farmakodinami dan Terapi Anti Biotik. Gadjah Mada University Press, p. 66-119 Wijayantie, E.D. 2009. “Isolasi Dan Uji Aktivitas Antimikrobia Dari Isolat Streptomyces terhadap Escherichia coli dan Uji Bioautografi” (Skripsi). Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Wikler, M.A., Bush, K., Cockerill, F.R., Dudley, M.N., Eliopoupos, G.M., Hardy, D.J., Hecht, D.W., Hindler, J.F., Patel, J.B., Powell, M., Turnidge, J.D., Weinstein, M.P., and Zimmer, H.L. 2008. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing: Eighteenth Informational Supplement. Clinical and Laboratory Standards Institute (Formerly NCCLS). Volume 28 Number 1. M100-S18. ISBN 1-56238-653-0. ISSN 0273-3099. Yapar, K., Cavusoglu, K., Oruc, E., and Yalcin, E. 2010. Protective Effect of Kombucha Mushroom (KM) Tea on Phenol Induced Cytotoxicity in Albino Mice. Journal of Environmental Biology. Triveni Enterprises Lucknow (India). September 2010. 31(5) 615-21
Yokihiko, H. and Watanabe, M. 1989. Antibacterial Activity of Tea Polyphenols Against Clostridium botulinum. Journal Japanese Society of Food Science and Technology, 36 (12), 951-55
Lampiran 1. Surat Keterangan Kelaikan Etik
Lampiran 2. Output Hasil Uji Statistik a. Uji Normalitas Data Tests of Normality
Kelompok zona_hambat_E kontrol _coli fermentasi 6 hari
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statisti c df
Statisti c Df
Sig.
Sig.
.275
6
.176
.920
6
.503
.385
6
.006
.794
6
.052
fermentasi 10 hari
.188
6
.200*
.961
6
.827
fermentasi 14 hari
.263
6
.200*
.906
6
.408
6
.075
.843
6
.139
fermentasi 18 .309 hari a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
b. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances zona_hambat_E_coli Levene Statistic
df1 1.792
df2 4
Sig. 25
.162
c. Uji One Way Anova Descriptives zona_hambat_E_col i 95% Confidence Interval for Mean
Std. Deviatio Std. Lower Mean n Error Bound
N kontrol fermentasi 6 hari fermentasi 10 hari fermentasi 14 hari fermentasi 18 hari Total
Upper Bound
Minim Maxim um um
6 4.5500 .33912 .13844
4.1941
4.9059
4.00
5.00
6 6.4667 .25820 .10541
6.1957
6.7376
6.00
6.80
6 7.9000 .26833 .10954
7.6184
8.1816
7.50
8.30
6 7.8500 .48888 .19958
7.3370
8.3630
7.30
8.50
6 7.8833 .31885 .13017
7.5487
8.2179
7.50
8.30
30 6.9300 1.36991 .25011
6.4185
7.4415
4.00
8.50
ANOVA zona_hambat_E_coli Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df 51.451 2.972 54.423
Mean Square F 4 25 29
12.863 .119
Sig. 108.212
.000
d. Uji Post Hoc zona_hambat_E_coli LSD (I) Kelomp ok (J) Kelompok
Mean Difference Std. (I-J) Error
95% Confidence Interval Sig.
Lower Bound
Upper Bound
-1.91667* .19905
.000
-2.3266
-1.5067
-3.35000
*
.19905
.000
-3.7600
-2.9400
-3.30000
*
.19905
.000
-3.7100
-2.8900
fermentasi 18 hari -3.33333* .19905 ferment Kontrol 1.91667* .19905 asi 6 fermentasi 10 hari -1.43333* .19905 hari fermentasi 14 hari -1.38333* .19905 fermentasi 18 hari -1.41667* .19905 ferment Kontrol 3.35000* .19905 asi 10 fermentasi 6 hari 1.43333* .19905 hari fermentasi 14 hari .05000 .19905 fermentasi 18 hari .01667 .19905 ferment Kontrol 3.30000* .19905 asi 14 fermentasi 6 hari 1.38333* .19905 hari fermentasi 10 hari -.05000 .19905 fermentasi 18 hari -.03333 .19905 ferment Kontrol 3.33333* .19905 asi 18 fermentasi 6 hari 1.41667* .19905 hari fermentasi 10 hari -.01667 .19905 fermentasi 14 hari .03333 .19905 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.
.000 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .804 .934 .000 .000 .804 .868 .000 .000 .934 .868
-3.7433 1.5067 -1.8433 -1.7933 -1.8266 2.9400 1.0234 -.3600 -.3933 2.8900 .9734 -.4600 -.4433 2.9234 1.0067 -.4266 -.3766
-2.9234 2.3266 -1.0234 -.9734 -1.0067 3.7600 1.8433 .4600 .4266 3.7100 1.7933 .3600 .3766 3.7433 1.8266 .3933 .4433
kontrol fermentasi 6 hari fermentasi 10 hari fermentasi 14 hari
Lampiran 3. Dokumentasi a. Proses pembuatan kombucha tea
b. Hasil Uji Konfirmasi Escherichia coli Penghasil ESBL
Koloni Pada Media MCA
Koloni Pada Media EMB
Hasil Uji Indol
Hasil Uji Methyl Red (Kanan)
Hasil Uji voges proskouwer
Hasil Uji Simon Citrat
Hasil Uji Motility
Hasil Uji Triple Sugar Iron (TSI)
Hasil Uji Double Disk Synergy Test
c. Hasil Uji Daya Hambat kombucha tea terhadap Pertumbuhan Escherichia coli Penghasil Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL)