PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE STAD DI KELAS 8 Supartiningsih Ferdinad Ratu
[email protected] [email protected] SMPN 2 Melonguane SMP SATAP N 1 Beo Selatan Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran koperatif tipe STAD (student tean achievement division)pada mata pelajaran IPA materi konsep pertumbuhan dan perkembangan. Subyek penelitian berjumlah 18 siswa SMP Negeri 2 Melonguane, Kabupaten Kepulauan. Variabel yang diteliti terdiri atas motivasi belajar dan rata-rata hasil post test. Instrumen penelitian berupa lembar observasi pelaksanaan dan aktivitas belajar siswa, serta soal post tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan hasil belajar siswa. Motivasi belajar siswa ditunjukkan dengan banyaknya siswa yang mengajukan pertanyaan atau menanggapi pendapat kelompok lain. Sedangkan hasil belajar ditunjukkan dengan lebih tingginya hasil post tes dibandingkan dengan kelas yang menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Kata kunci:motivasi belajar, model kooperatif STAD
Melaksanakan pembelajaran yang bermutu sangat penting bagi kita, karena dengan pendidikan yang bermutu maka sumber daya manusia (SDM) dapat dibentuk dengan baik. Menurut Soeitoe (1981) dalam Halimah (2012), Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sadar, yang memiliki tujuan untuk mengubah tingkah laku menjadi lebih baik. Salah satu faktor yang menghasilkan pendidikan menjadi bermutu adalah motivasi yang tinggi dari siswa selama proses belajar mengajar. Menurut Suryabrata (1984), motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu. Motif adalah keadaan dalam diri seseorang individu untuk melakukan aktivitasaktivitas tertentu dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Winskel (1987) mengemukakan motif adalah daya penggerak di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar kurang serius, antara lain masih banyak ditemukan siswa yang duduk di dalam kelas hanya mendengarkan penjelasan guru, malu bertanya, kurang berani mengemukakan pendapat. Bahkan di sekolah sering ditemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran masih didominasi guru (teacher centered learning) (Suderajat, 2003:4). Padahal pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006 untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah memberikan peluang pada setiap satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulumnya berdasarkan kemampuan sekolah yang berpedoman pada standar isi dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered learning) (BSNP, 2006). Dalam hal ini guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran, karena guru bertanggungjawab penuh untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, sehingga guru harus menggunakan model pembelajaran dan metodeyang tepat agar tujuan pembelajarantercapai secara maksimal. Guru harus mampu menggali potensi siswaagar selalu aktif dan kreatif selama kegiatan pembelajaran, dalam hal ini dapat dilakukan dengan penerapan pembelajaran bermakna sehingga membuat siswa pada pengalaman belajar yang berkesan. Sebagai penyaji materi pembelajaran, guru wajib memperhatikan aspek-aspek individual siswa sebagai penerima materi pembelajaran. Seorang guru harus jeli dan mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi siswa di dalam kelas. Menurut Miller dan Peterson (2002) dalam Zubaidah, dkk (2013: hal 157) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekelompok siswa yang bekerjasama dalam 1158
satu tim untuk memecahkan suatu masalah, menyelesaikan tugas,atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Slavin (2005) dalam Zubaidah, dkk (2013) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan bertanggungjawab terhadap pencapaian hasil belajar, baik secara individu maupun kelompok. Guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing siswa menyelesaikan tugasnya. Pembelajaran kooperatif merupakan metode yang menekankan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan belajar. Prinsip pengelompokkan siswa dalam pembelajaran kooperatif adalah heterogenitas (keragaman) baik dari kemampuan akademik, jenis kelamin, usia, latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya , atau suku. Pengelompokkan siswa secara heterogen dimaksudkan untuk mengembangkan penerimaan siswa terhadap keragaman dan keterampilan sosial yang ditandai dengan kerja kelompok yang maksimal, sehingga masing-masing anggota kelompok siap menghadapi tes dan hasil belajar akan tercapai dengan optimal. Kelompok yang heterogen pada metode pembelajaran kooperatif memberi kesempatan kepada siswa untuk saling mengajar (tutor sebaya) dan meningkatkan interaksi serta memudahkan guru mengelola kelas. Melalui belajar kelompok, secara khusus siswa berperan sebagai sumber belajar antara satu dengan yang lain, berbagi dan mengumpulkan informasi serta saling membantu untuk mencapai keberhasilan bersama. Kenyataannya, siswa lebih mudah menerima dan memahami informasi teman sebaya. Kelompok yang efektif ditandai oleh suasana yang hangat dan produktivitas yang tinggi dalam pemenuhan tugas, tanpa adanya anggota kelompok yang dikorbankan atau ditonjolkan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam kelompok diperlukan adanya rasa tanggungjawab perorangan terhadap pembelajaran, sehingga diantara anggota kelompok tidak ada yang menggantungkan diri kepada anggota yang lain. Arends (2004) dalam Zubaidah, dkk (2013:170), menjelaskan bahwa STAD (Student TeamsAchievement Divisions)merupakan pembelajaran yang pada mulanya dikembangkan oleh Robert Slavin dan para koleganya di John Hopkins University dan dipublikasikan pada tahun 90-an. Slavin (2005) dalam Zubaidah,dkk (2013: hal 171) menyatakan bahwa STAD dapat digunakan untuk berbagai macam kajian seperti pelajaran Sains, Bahasa Inggris, Ilmu Sosial, Matematika, Geografi, dan berbagai kajian lain. STAD dapat digunakan untuk berbagai tingkatan pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Zubaidah, 2013). Setiap kegiatan yang dilakukan pasti mempunyai tujuan. Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif STAD yang berkaitan dengan pendidikan atau pengajaran. Sehingga untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada konsep „Pertumbuhan Dan Perkembangan‟ di kelas 8 B SMPN 2 Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud digunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di SMP Negeri 2 Melonguane, Kabupaten Kepulauan Talaud pada mata pelajaran IPA kelas 8 B, materi pembelajaran „Pertumbuhan Dan Perkembangan‟. Guru memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Subyek penelitian berjumlah 18 orang terdiri atas 7 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan. Penelitian dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 26 Juli 2013 yang bertepatan dengan kegiatan on going 2 TEQIP (Teachers Quality Improvement Program) 2013. Desain pembelajaran adalah kelompok diskusi, satu kelompok presentasi dan kelompok yang lainnya menanggapi/mengomentari. Teknik pengumpulan data adalah melalui catatan dari dosen pembimbing (expert), observer, komentar/tanggapan siswa. Langkah-langkah Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut : 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan inti, dan 3) kegiatan penutup. Pada kegiatan pendahuluan Siswa diajak menganalisis video pertumbuhan biji kacang buncis dan gambar orang gemuk dan orang kerdil yang ditayangkan dengan menggunakan LCD. Kemudian guru mengajukan pertanyaan secara terbuka „Apa yang terjadi pada biji dalam video tadi dan apa perbedaan gambar dua orang ini?‟. Kegiatan inti dilakukan dengan membagi siswa ke dalam beberapa kelompok heterogen berdasarkan jenis kelamin dan kompetensi yang berbeda, tiap kelompok maksimal 4 orang.Guru membagikan LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) kepada siswa dalam kelompok dan menjelaskan cara mengisinya. Siswa dalam setiap kelompok mendiskusikan konsep tentang 1159
pertumbuhan dan perkembangan sesusai LKPD dengan bimbingan guru. Perwakilan siswa dalam kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusi sedangkan kelompok lain member tanggapan. Guru meluruskan hasil diskusi yang salah. Siswa menarik kesimpulan dengan bimbingan guru. Guru memberikan applaus berupa pujian kepada kelompok yang kinerjanya paling bagus. Kegitaan penutup dilakukan guru dengan member evaluasi tertulis kepada siswa secara individual. Soal evaluasi berbentuk pilihan ganda dengan jumlah soal 10 nomor, dan skor tiap soal 1. Sehingga diperoleh skor maksimum 10. Siswa merefleksi kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan dengan cara menggambar bintang pada kertas kecil bila siswa memahami materi pembelajaran dan menggambar tanda tanya bila siswa belum memahami materi pembelajaran yang diajarkan oleh guru. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data yang berupa catatan dari dosen pembimbing, observer sebagai hasil observasi, komentar/refleksi siswa, bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi belajar IPA. Keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar ditunjukkan pada saat presentasi hasil diskusi kelompok, siswa secara spontanitas berdiri di depan kelas untuk presentasi tanpa menunggu ditunjuk oleh guru. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada penelitian ini menghasilkan perubahan, yaitu motivasi belajar siswa lebih meningkat bila dibandingkan keadaan sebelum diterapkan model kooperatif STAD. Hal ini ditunjukkan dari keaktifan siswa pada saat kegiatan belajar mengajar. Kenyataannya pada saat guru memberikan kesempatan satu siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok 1 dan guru mempersilahkan kelompok lain untuk menanggapi/mengomentari, ternyata secara sukarela siswa dari kelompok 2,3,4 dan 5 menanggapi bahkan menyempurnakan hasil diskusi dari kelompok 1. Demikian seterusnya dengan kelompok-kelompok yang lain. Pada saat kelompok 2 mempresentasikan hasil diskusi maka kelompok yang lainnya berlomba-lomba untuk menanggapi bahkan melengkapi sehingga hasil diskusi menjadi sempurna. Selama proses belajar mengajar berlangsung siswa-siswa tampak aktif melengkapi presentasi dari hasil diskusi. Hal ini sangat berbeda dengan situasi sebelum menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada umumnya siswa kurang aktif bahkan kurang berani mengemukakan pendapat selama mengikuti proses belajar mengajar. Satu hari setelah proses belajar mengajar di kelas 8 B, guru melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas 8 A dengan konsep yang sama. Di kelas 8 A, guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab. Data yang direkam oleh observer adalah siswa tidak seagresif seperti pada pelaksanaan pembelajaran di kelas 8 B. Di kelas 8 A hanya tampak beberapa siswa yang berani mengemukakan pendapat dan menjawab pertanyaan dari guru, sedangkan siswa yang lain hanya jadi pendengar. Hal ini merupakan hasil samping dari penelitian karena perbandingan dengan kelas lain tidak direncanakan. Hasil komentar/tanggapan siswa menunjukkan bahwa siswa tertarik dan termotivasi belajar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif STAD. Hal ini juga ditunjukkan dengan skor rata-rata post testkelas 8 B yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah 9,67 dan kelas 8 A yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab adalah 8,39. Di samping adanya kelebihan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, juga ada kekurangannya, yaitu guru harus mengelola kelas dengan baik, karena pada saat siswa mengomentari/menanggapi salah satu kelompok yang sedang mempresentasikan hasil diskusi pasti ada siswa yang tidak memperhatikan atau bermain sendiri. Sehingga perlu dipikirkan kegiatan apa yang harus dilakukan siswa dan guru pada saat diberikan kesempatan untuk menanggapi/mengomentari hasil presentasi salah satu kelompok supaya situasi kelas tetap kondusif. KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam materi pembelajaran Pertumbuhan Dan Perkembangan dapat meningkatkan motivasi danhasil belajar siswa. Siswa menjadi lebih aktif dan berani mengemukakan pendapat, sertaskor rata-rata post test yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan skor rata-rata post test yang menggunakan metode ceramah, tanya jawab. 1160
Agar situasi kelas tetap kondusif, maka saat siswa menanggapi/mengomentari hasil diskusi kelompok lain, hendaknya guru member tugas pada siswa untuk mencermati atau mencatat tanggapan atau komentar, sehingga semua siswa terlibat pada proses pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN BSNP, 2006. Pengembangan KTSP. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Halimah, 2012. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru, Malang: PT Pertamina dan universitas Negeri Malang. Mardiatun,2013. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru, Malang: PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang. Suderajat, H. 2003. Pendidikan Berbasis Luas (BBE) yang Berorientasi pada Kecakapan Hidup (Life Skills). Bandung: CV. Cipta Cekas Grafika. Suryabrata, Sumadi, 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali. Winskel, W.S. 1987. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia. Zubaidah, S. Yuliati, L & Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: PT Pertamina dan Universitas Negeri Malang.
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PADA KONSEP SISTEM EKSKRESI MANUSIA MELALUI PETA KONSEP DI KELAS IX SMP NEGERI 2 TAHUNA Leonard Bensuil Abstrak: Masalah rendahnya capaian nilai telah lama menjadi bahan pemikiran dan perenungan para guru SMP NEGERI 2 Tahuna khususnya guru mata pelajaran biologi. Pada umumnya siswa kurang bergairah, kurang bersemangat, kurang siap untuk menerima pelajaran. Dalam mengikuti pelajaran kurang aktif sehingga tidak ada interaksi antara guru dan siswa. Hal ini mengakibatkan capain nilai hasil belajarnya rendah. Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar pada materi sistem ekskresi manusia dengan menggunakan peta konsep. Metode penelitan yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Data hasil belajar diukur dengan cara member post test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus II yaitu siklus I adalah 70% dan siklus II adalah 84,6% . Disimpulkan bahwa pemahaman konsep tentang sistem ekskresi manusia dapat ditingkatkan melalui pembelajaran peta konsep bagi siswa SMP Negeri 2 Tahuna. Kata kunci: hasil belajar, peta konsep
Rendahnya hasil belajar pada mata pelajaran Biologi di SMP salah satu penyebab adalah kurang minat belajar siswa. Hal ini telah lama menjadi bahan perenungan para guru SMP NEGERI 2 Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe. Siswa kurang semangat, kurang kesiapan dalam menerima pelajaran. Siswa kurang aktif, interaksi antara guru dan siswa tidak terjadi, interaksi antara siswa dengan siswa menjadi pasif, siswa hanya menerima apa adanya yang diberikan oleh guru. Sebagai upaya untuk mengatasi masalah pembelajaran sebagaimana disebutkan di atas, perlu dilakukan penelitian tindakan kelas. Melalui penelitian diharapkan dapat meningkatkan meningkatkan hasil belajar siswa. Tinggi rendahnya hasil belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor internal dari diantaranya faktor psikologis, faktor fisiologis, fakktor kecerdasan siswa. Sedangkan faktor ekternal diantaranya adalah faktor lingkungan, materi pelajaran, model pembelajaran dan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Guru memegang peranan penting dalam mengelolah proses pembelajaran karena guru memiliki tanggung jawab dalam merencanakan mengelolah serta melaksanakan proses pembelajaran. Jika dalam proses pembelajaran tidak tepat menggunakan metode maka siswa akan menjadi kurang berminat dalam dalam mengikuti pelajaran sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. 1161
Upaya untuk menggali potensi siswa dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaaran bermakna yang akan menjadikan siswa belajar secara mandiri (Zubaidah, S. 2010). Guru berperan sebagai motivator dalam proses pembelajaran. Guru perlu memperhatikan aspek- aspek individual siswa sebagai subjek yang siap menerima pelajaran. Guru diharapkan mampu memilih metode, strategi, dan media pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan siswa. Pembelajaran penemuan konsep merupakan hakekat dari pembelajaran IPA. Proses pembentukan konsep dalam diri individu dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu cara asimilasi adalah informasi yang masuk ke otak akan diubah sehingga cocok dengan struktur yang ada dalam otak. Cara akomodasi adalah peyesuaian strukrur otak terhadap pengamatan Satu pendekatan dalam pembelajaran biologi adalah pendekatan konsep. Pembentukan konsep tidak saja terbentuk tanpa adanya perlakuan tetapi konsep dalam biologi dibentuk melalui perlakuan tertentu agar siswa dapat menguasai konsep. Salah satu cara untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan peta konsep dalam proses pembelajaran biologi. Penggunaan peta konsep dalam pembelajaran biologi diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SMP NEGERI 2 Tahuna. Selain itu penggunaan peta konsep ini menjadi salah satu sarana pebelajaran untuk meningkatkan hasil belajar. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau disebut Classroom Action Reseach (CAR). PTK merupakan penelitian yang dilakukan guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan dan merefleksikan. PTK dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Jurnal TEQIP Nomor 1 hal 83 ). Desain penelitian yang diganakan adalah model dari Kemmis & Mc Taggart dalam Kasbolah.K (1999) seperti dibawah ini. Perencanaan Siklus I .
refleksi
observasi
Perencanaan
Implementasi implementasi
implemtasi
observasi
Refleksi
Siklus II
Gambar- 1 Model Penelitian Tindakan Kelas Penelitian tindakan ini dilaksanakan di Kelas IX SMP NEGERI 2 Tahuna dikelas IX mulai tanggal 22 Juli 2013 sampai dengan 11 Agustus 2013. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, siklus I tanggal 22 Juli 2013 sampai 29 Juli 2013, sedangkan siklus II tanggal 4 Agustus 2013 sampai dengan tanggal 11 Agustus 2013. Dalam proses pembelajaran siswa berjumlah 22 orang diatur kedalam 5 kelompok setiap kelompoknya terdiri 4 orang secara heterogen. Pelaksanaan kegiatan didasarkan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dengan alokasi waktu 2 x 40 menit atau 1x pertemuan. Materi tertuang dalam silabus IPA kelas IX pada semester I konsep sistem Ekskresi pada manusia. Hasil belajar diukur berdasarkan pemberian post-test. Instrumen yang dikembangkan 1162
berupa soal tulis 10 soal obyektif dan 5 soal uarian. Kenaikan hasil belajar dihitung berdasarkan post test antara siklus I dan siklus II. Upaya untuk menumbuh kembangkan pemahaman dan penguasaan konsep guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat peta konsep tentang ginjal. Tugas membuat peta konsep dikerjakan secara berkelompok. Guru memintakan kepada siswa untuk mempresentasikan secara klasikal, siswa lain diminta untuk menanggapinya. Menjelang 15 menit terakhir guru memberikan post test dengan jumlah 10 soal obyektif dan 5 soal uraian. Data hasil tes dianalisis untuk menentukan ketuntasan belajar siswa. Tingkat ketuntasan belajar menjadi bahan infomasi tentang efektifitas proses pembelajaran. Apakah penggunaan peta konsep b\erdampak pada peningkatan hasil belajar siswa maka diperlukan data yang berupa hasil post-test serta ketuntasan belajar. Kriteria ketuntasan belajar didasarkan pada patokan ketuntasan belajar Bila nilai hasil belajar mencapai 75% maka dinyatakan tuntas. Jika hasil belajar kurang dari 75% maka dinyatakan belum tuntas. Berdasarkan data temuan pada siklus I selanjutnya dianalisis dan direfleksi untuk merencanakan perbaikan tindakan selanjutnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengamatan awal sebelum dilakukan pembelajaran dengan peta konsep siswa belum terlihat aktif. Pada saat kegiatan proses belajar berlangsung ditemukan hampir seluruh siswa masih bergantung pada instruksi guru sehingga belum terjadi pembelajaran yang interaktif dan kreatif. Pada saat pembelajaran berlangsung pengamat menggunakan lembar observasi sebagai pendukung untuk mengamati prilaku siswa saat kegiatan pembelajaran didalam kelompok. Pada akhir pembelajaran diberikan post-test. Berdasarkan hasil nilai post test diketahui jumlah siswa yang telah tuntas hanya 5 siswa dari 22 siswa atau 22,2 %. Berdasarkan refleksi pembelajaran ditemukan bahwa siswa masih mengalami kesulitan untuk mencari kata yang menghubungkan konsep yang satu dan yang lain, Kerumitan disebabkan oleh banyaknya cabang konsep yang membingungkan. Siswa belum terbiasa membuat peta konsep. Jumlah siswa yang telah tuntas hanya 5 siswa dari 22 siswa atau 22,2 %. Berdasarkan fakta bahwa masih banyak kelemahan, maka penelitian dilanjutkan ke siklus II. Pada tahap II penyajian dengan menggunakan peta konsep dengan penekanan pada konsep yang belum dipahami oleh siswa. Tahap perencanaan tindakan II agar dalam pelaksanaannya pada tanggal 4 Agustus 2013 sampai dengan tanggal 11 Agustus 2013 dilakukan lebih terarah sebagai perbaikan pada siklus I dengan cara pembuatan peta konsep dan alat evaluasi yang penekanannya pada ketuntasan belajar siswa. Pelaksanaan tindakan II sebagai tindak lanjut pelaksanaan siklus I. Pada tahap observasi dan evaluasi ditemukan siswa sudah mempunyai atusias dan kreasi dalam membuat peta konsep ketika saat presentasi siswa secara antusias menawarkan untuk maju kedepan memaparkan hasil kerja mereka dan ada siswa yang lain menawarkan untuk melengkapi peta konsep dari hasil kerja teman mereka. Keaktifan siswa tercermin adanya kesediaan siswa untuk maju kedepan secara sukarela, secara spontanitas memberi komentar atas peta konsep temannya, menjawab pertanyaan dan menyempurnakan jawaban teman. Hal semacam ini tidak pernah terjadi dalam pembelajaran selama ini. Namun masih ada sebagian kecil siswa masih keliru menggunakkan kata proposisi. Pada 20 menit terakhir dari proses pembelajaran diberikan post-test. Berdasarkan nilia post-test siklus II ada 86,4% siswa telah mencapai ketuntasan belajar menguasai konsep sistem ekskresi pada maanusia, sedangkan yang belum tuntas 13,6%. Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep memiliki pengaruh positip dalam meningkatkan hasil belajar. Hal inidapat dilihat dari semakin mantapnya pemahaman siswa terhadap konsep yang disampaikan guru sehingga ketuntasan belajar meningkat mencapi 86,4%. Jika dibandingkan persentase ketuntasan belajar antara siklus I dan siklus II terjadi peningktan. Pesentase jumlah siswa yang tuntas siklus I sebesar 22%, sedagkan pada siklus II 86,4% atau terjadi peningkatan sebesar 64,2%. Pada sisi lain ditemukan bahwa aktifitas siswa selama proses pembelajaran aktif dimana siswa berani maju kedepan secara spontanitas, berani berkomentar, dapat menjawab pertanyaan guru, menyempurnakkan peta konsep temannya. Serta dapat menyempurnakan jawaban temannya. 1163
KESIMPULAN Pembelajaran dengan menggunakan peta konsep dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi sistem ekskresi manusia. Terdapat peningkatan ketuntasan belajar dari 22, % menjadi 86,4%. Terbukti bahwa terjadi peningkatan yang signifikan ketuntasan belajar dari hasil siswa. DAFTAR RUJUKAN Kasbolah.K. 1999. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti Zubaidah, S (2013), Restrukturisasi pemahaman berbagai istilah pada penulisan komponen metode dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, Jurnal TEQIP Tahun IV Nomor 1 Tahun 2010.
PEMBELAJARAN JARING–JARING MAKANAN MELALUI SIKLUS BELAJAR DI KELAS 7-C SMP NEGERI 4 MALANG: IMPLEMENTASI LESSON STUDY Farida Fatmawati Saragih
[email protected] SMPN 2 Tanah Grogot, Paser Abstrak: Peningkatan kompetensi guru telah dilakukan melalui pelaksanaan pelatihan guru SMP dengan lesson study melalui TEQIP. Salah satu kegiatan pelatihan tersebut adalah implementasi lesson study pada pembelajaran jaringjaring makanan dengan model pembelajaran learning cycle (siklus belajar) di SMPN 4 Malang. Lesson study dilaksanakan dengan tiga tahap, yaitu plan, do, dan see. Kegiatan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran dengan siklus belajar. Siswa lebih termotivasi dan tertarik dalam pembelajaran dengan menggunakan media. Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan lesson study memberi peluang pada guru untuk membentuk komunitas belajar, merefleksi pembelajaran dan menjadi pribadi guru yang terbuka terhadap kritik dan masukan untuk perbaikan pembelajaran IPA. Kata kunci: learning cycle, lesson study, pembelajaran IPA
Guru yang baik adalah guru yang senantiasa ingin memperbaiki dan melakukan inovasi dalam proses pembelajaran demi peningkatan kualitas yang lebih baik dalam proses pembelajaran. Upaya untuk menggapai guru yang baik tersebut dapat dilakukan dengan lebih meningkatkan kualitas diri dalam proses pembelajaran, misalnya melalui penggunaan modelmodel pembelajaran yang menjadikan pembelajaran lebih menarik bagi siswa. Menurut Arikunto (2006), guru berfungsi dan berperan sebagai fasilitator, memberi bantuan dan layanan kepada siswa agar dapat mencapai hasil optimal. Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar yang tertuju kepada apa yang dilakukan oleh siswa serta mengajar yang berorientasi kepada apa yang dilakukan oleh guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran. Pembelajaran di kelas terjadi proses belajar pada guru dan siswa. Belajar adalah aktivitas manusia yang sangat luas dan bersegi banyak sehingga tidak dapat dikontrol dengan medium atau metode tunggal manapun (Meier, 2005). Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang maksimal dalam pembelajaran itu, perlu adanya interaksi yang kolaboratif serta komunikasi yang baik antara siswa dan guru. Interaksi dan komunikasi siswa dan guru merupakan salah satu materi pelatihan untuk peningkatan kualitas pembelajaran di SD dan SMP. Program tersebut
1164
dilaksanakan oleh Universitas Negeri Malang yang bekerja sama dengan Pertamina melalui Teachers Quality Improvement Program (TEQIP). Upaya peningkatan interkasi dan komunikasi siswa dan guru dilaksanakan melalui lesson study. Lesson study adalah suatu proses sistematis yang digunakan untuk mengkaji pembelajaran dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran (Garfield, 2006, dalam Ibrohim, 2013 ). Lesson study diartikan sebagai suatu kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif untuk meningkatkan keprofesionalan guru dan kualitas pembelajaran. Menurut Saito, ada tiga tahap utama lesson study, yakni perencanaan (Plan), pelaksanaan (Do), dan Refleksi (See) (dalam Ibrohim, 2013:9). Pada tahap perencanaan (Plan) guru secara bersama-sama menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran learning cycle (Siklus Belajar). Siklus belajar merupakan pendekatan yang ampuh untuk perancangan pembelajaran IPA yang aktif dan efektif karena siklus belajar memberikan suatu cara berpikir dan berperilaku yang konsisten dengan cara siswa belajar. Model siklus belajar ini terdiri dari lima tahap kegiatan yaitu Engagement (pendahuluan), Exploration (eksplorasi), Explanation (eksplanasi), Elaboration (elaborasi), dan Evaluation (evaluasi) (Zubaidah, dkk., 2013). Pelaksanaan pembelajaran siklus belajar di SMPN 4 Malang merupakan salah satu implementasi pembelajaran inovatif dengan materi jaring-jaring makanan mellaui lesson study. Implementasi pembelajaran tersebut diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru IPA melalui kajian pembelajaran. METODE Pembelajaran Jaring–jaring Makanan di kelas 7-C SMP Negeri 4 Malang dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan real teaching pelatihan guru sekolah dasar. Pembelajaran dilaksanakan melalui lesson study. Kegiatan lesson study dilakukan dalam 3 tahap yaitu plan, do, dan see. Pada tahap Plan (perencanaan), guru melakukan persiapan yaitu penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama dengan sesama peserta Teqip pada mata pelajaran IPA. Pembelajaran dirancang dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (LC-siklus belajar). Model pembelajaran ini memiliki lima tahap yaitu pendahuluan, eksplorasi eksplanasi, elaborasi, dan evaluasi. Pada tahap ini juga disusun Lembar Kerja Siswa (LKS) dan membuat soal-soal untuk evaluasi dalam penutup pelaksanaan pembelajaran. Pada tahap Do dilaksanakan pembelajaran yang dilaksanakan pada 14 Mei 2013 di kelas 7-C SMPN 4 Malang dengan jumlah siswa 39 orang. Pembelajaran dilakukan oleh 1 orang guru model, 5 orang pengamat (3 orang guru, seorang pengawas dan seorang expert dari UM). Pengamatan diarahkan pada aktivitas belajar siswa dengan berpedoman pada prosedur dan instrumen pengamatan yang telah disepakati pada prinsip lesson study, dan bukan untuk mengevaluasi penampilan guru model. Selama proses pembelajaran, pengamat tidak diperkenankan mengganggu atau mengintervensi kegiatan pembelajaran. Pengamat diperbolehkan melakukan perekaman kegiatan pembelajaran misalnya dengan menggunakan video camera atau foto yang bertujuan merekam kegiatan pembelajaran untuk bahan diskusi pada tahap see. Tahap See atau refleksi dilaksanakan di SMPN 4 Malang setelah pembelajaran berakhir. Tahap ini dilakukan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Refleksi dimaksudkan untuk meninjau perencanaan pembelajaran yang telah disusun bersamasama berdasarkan pelaksanaan pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Plan (Perencanaan) Dalam tahap ini dilakukan perencanaan pembelajaran, yaitu penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP tersebut kemudian diujicobakan dalam bentuk peerteaching di kelas pelatihan Teqip IPA yang berjumlah 10 orang. Para peserta dan expert Teqip memberikan masukan untuk perbaikan RPP sehingga RPP tersebut menjadi milik bersama. Perangkat pembelajaran selanjutnya dilengkapi Lembar Kerja Siswa, alat dan bahan – bahan yang diperlukan. Materi IPA yang digunakan untuk pembelajaran adalah materi IPA di kelas VII semester 2 dengan Standar Kompetensi 7. Memahami saling ketergantungan dalam ekosistim; Kompetensi Dasar 7.1. Menentukan ekosistim dan saling hubungan antara 1165
komponen ekosistim. Model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran LC (Learning Cycle) atau siklus belajar. Tahap Do (Pelaksanaan) Pada tahap ini seorang guru sebagai guru model dan lima orang sebagai pengamat. Pada kegiatan awal pembelajaran guru model melaksanakan tahap pendahuluan dengan menunjukkan menampilkan sebuah video seekor harimau menangkap dan menyantap seekor rusa. Guru juga mengajukan memberikan pertanyaan – pertanyaan yang berhubungan dengan jaring-jaring makanan. Para siswa sangat antusias untuk menjawab pertanyaan guru model. Pada tahap eksplorasi, guru model membagi siswa menjadi 10 kelompok dan siswa diminta mengerjakan Lembar Kerja Siswa. Tahap eksplorasi menggunakan alat dan bahan yang sudah dipersiapkan yaitu berbagai jenis gambar makhluk hidup. Masing-masing kelompok diminta menyusun diagram rantai makanan yang terjadi di kebun jagung. Selanjutnya, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil dari diskusi dalam kelompok masing–masing. Guru model memberikan penguatan materi terhadap materi yang belum jelas. Tahap berikutnya adalah tahap elaborasi, siswa kembali berdiskusi pada kelompoknya masing-masing untuk membuat diagram jaring-jaring makanan di sawah. Pada tahap akhir pembalajaran yaitu evaluasi, guru model bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan pelajaran dan memberikan soal – soal yang harus dijawab masing-masing siswa. Guru model mengumpulkan hasil jawaban dari para siswa, dan langsung diperiksa saat itu juga. Tahap See (Refleksi) Pada tahap ini para pengamat menyampaikan hasil pengamatannya. Refleksi dipimpin oleh seorang moderator. Pada kegiatan awal refleksi, moderator mengajak semua para pengamat untuk memberikan apresiasi dan penghargaan kepada guru model dengan memberikan selamat kepada guru model. Selanjutnya, moderator memberikan kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan refleksi pembelajarannya (self-evaluation). Guru model menyatakan pengalamannya melaksanakan pembelajaran di kelas yang bukan tempat biasa mengajar. Guru model merasakan terdapat kemajuan yang sangat besar dalam proses belajar mengajar di kelas dengan menerapkan model pembelajaran siklus belajar dan menggunakan media pembelajaran LCD serta media lainnya berupa gambar-gambar berbagai jenis mahluk hidup. Hasil pengamatan dari para pengamatan dipaparkan sebagai berikut 1. Respon siswa ketika guru mempersiapkan belajar siswa Siswa merasa ingin tahu apa yang akan disampaikan guru. Siswa terpacu untuk menebak materi yang akan dipelajari. Ssetelah siswa menonton video harimau memangsa rusa. Siswa sangat merespon dengan baik dan semangat sekali terhadap materi yang akan diajarkan. Siswa dari awal sudah berusaha mencari tahu tentang materi yang akan disampaikan dari buku siswa yang ada pada siswa. 2. Respon siswa ketika guru menyampaikan kegiatan Siswa memperhatikan apa yang disampaikan oleh guru model dan merespon dengan baik. Siswa sangat antusias ketika guru memberikan contoh-contoh yang berupa gambar dan pertanyaan. Siswa berebut menjawab dengan mengangkat tangan terlebih dahulu. Siswa merespon dengan baik ketika guru berusaha menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan disampaikan. Siswa berusaha menjawab pertanyaan dari guru model sesuai dengan apa yang mereka (“siswa”) ketahui. 3. Interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan media Interaksi antar siswa baik terutama pada saat pembentukan kelompok untuk mengidentifikasi dan menentukan gambar hewan atau tumbuhan untuk membentuk rantai makanan pada kebun jagung. Interaksi siswa dengan guru terjadi dengan baik. Siswa tidak takut salah dalam menjawab karena termotivasi cara guru. Pada saat dibentuk kelompok untuk mengerjakan LKS, siswa mengerjakannya bersama-sama. Siswa dibentuk kelompok belajar untuk mengidentifikasi gambar-gambar dari hewan untuk membentuk rantai makanan ekosistim kebun jagung. Interaksi siswa dengan guru terjadi sejak awal pembelajaran karena guru selalu mengajak siswa untuk mengidentifikasikan tiap kalimat yang disampaikan oleh guru. Guru membimbing siswa dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok siswa. Interaksi terjadi lebih banyak apalagi pada saat pengelompokan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok atas tugas yang diberikan. Masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya untuk didiskusikan dengan 1166
4.
5.
6.
7.
8.
kelompok lain. Kemudian guru mengarahkan untuk menemukan jawaban yang sesuai dengan sampel praktek dan permasalahan yang diberikan. Setelah ada LKS siswa semakin aktif diskusi dengan sesama anggota kelompok dan mulai berani bertanya kepada guru model. Pada saat siswa dibimbing guru mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, terjadi perbedaan pendapat dari masing-masing kelompok. Guru dan siswa bersama-sama mendiskusikan untuk memperoleh jawaban yang benar. Kemudian pada saat guru menyampaikan materi inti, siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan penuh rasa ketertarikan pada materi yang disampaikan. Contohnya ketika guru memberikan sebuah pertanyaan, siswa berebut untuk memberikan jawaban. Penyebab siswa tidak dapat belajar dengan baik, Siswa tidak konsentrasi belajar karena jarak guru model dengan kelompok siswa tersebut agak jauh. Guru model perlu mendekati dan mendengarkan jawaban hasil diskusi dari kelompok lain. Upaya guru untuk mengatasi gangguan belajar Guru model menanyakan kondisi siswa dan kemudian memberikan pertanyaan sehingga siswa dapat menjadi lebih aktif, mendekati siswa. Guru model langsung menegur siswa yang mengobrol agar memperhatikan hasil diskusi jawaban kelompok lain. Siswa kembali memperhatikan paparan diskusi kelompok lain dan mendengarkan apa yang disimpulkan oleh guru. Alternatif untuk mengatasi siswa yang terganggu dalam belajar Guru model hendaknya memperhatikan kegiatan siswa dan memberikan kegiatan dimana siswa dapat berpikir sendiri/berkelompok dan berdiskusi sehingga siswa tidak mengobrol dan tidak melamun. Guru perlu memberikan gambar atau permasalahan yang menarik sesuai dengan kondisi yang ada atau terjadi di lingkungan. Selanjutnya, guru dapat memberikan tes individu sehingga semua siswa berusaha untuk berpikir untuk menjawab pertanyaan dan tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan hal-hal yang tidak penting. Hal-hal yang unik yang terjadi pada saat pembelajaran Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa banyak memberikan respon yang baik. Meskipun pada saat memberikan jawaban yang ternyata salah, siswa dan guru model kemudian bersama-sama membuktikan untuk mendapat jawaban yang benar. Ternyata siswa lebih tertarik ketika pembelajaran menggunakan sumber-sumber belajar dari lingkungan dan juga menggunakan LCD. Ada beberapa kelompok yang salah dalam mendiskusikan hasil diskusinya merasa malu dan mendapatkan jawaban yang benar dan memahami setelah dijelaskan oleh guru. Pelajaran berharga yang diperoleh Siswa lebih tertarik dan lebih merasa dihargai apabila dalam proses PBM guru tidak mengutamakan metode ceramah, tetapi dapat menggunakan sumber-sumber belajar lain misalnya dari lingkungan dan juga menggunakan teknologi misalnya penggunaan LCD dalam pembelajaran. Pembelajaran menggunakan media membuat siswa lebih aktif belajar dan menarik bagi siswa. Kegiatan diskusi melatih siswa untuk berani berpendapat.
Pembelajaran jaring-jaring makanan dengan siklus belajar dapat memotivasi belajar siswa. Siswa sangat aktif dalam pembelajaran yang ditunjukkan dengan aktivitas siswa masing-masing kelompok yang sempat berebut untuk lebih dahulu menampilkan hasil diskusinya. Siswa lebih berani mengutarakan pendapatnya, walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam menjawab pertanyaan dari guru. Dalam hal ini terdapat interaksi yang melibatkan siswa dalam pembelajaran. Pembelajaran dengan siklus belajar memungkinkan terjadinya pembelajaran yang berpusat pada siswa buka berpusat pada guru. Hal disebabkan penggunaan media real berupa tumbuhan asli. Siswa sudah terlihat bangkit rasa ingin tahunya dan ketertarikannya terhadap pembelajaran pada saat pertama kali melihat media real. Pada awal pembelajaran siswa sudah sangat tertarik dengan pembelajaran yang akan terjadi karena guru model membawa media real yaitu beberapa tumbuhan hidup lengkap dengan bagian-bagiannya. Hal ini mendukung pernyataan Meier (2005) bahwa tugas pertama dari setiap program belajar ialah membuat pembelajar tergugah, terbuka, dan siap untuk belajar. Pembelajaran jaring-jaring makanan dengan siklus belajar memfasilitasi interaksi antar siswa terutama pada saat pembentukan kelompok untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan 1167
bahan-bahan yang diamati siswa dalam kelompoknya masing-masing. Interaksi siswa dengan guru terjadi dengan baik karena siswa tidak takut salah dalam menjawab pertanyaan dari guru. Siswa terlibat dalam diskusi antar siswa baik dalam kelompoknya masing-masing maupun dalam diskusi kelas. Terjadinya interaksi antara siswa memberi kontribusi terhadap hasil belajar siswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil tes di akhir pembelajaran. Dari 39 siswa kelas 7-C SMPN 4 Malang, 12 orang (31%) memperoleh skor 60; 19 orang (40%) memperoleh skor 80; dan 8 orang (21%) memperoleh skor 100. Terjadinya komunikasi antara siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan media mendukung pernyataan tentang keuntungan pembelajaran siklus belajar. Menurut Abraham, dkk (dalam Zubaidah, dkk.,2013:149), model pembelajaran siklus belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, meningkatkan sikap siswa terhadap IPA, meningkatkan kemampuan bernalar dan proses sains dan siswa memiliki retensi konsep yang lebih baik. PENUTUP Kesimpulan Kegiatan dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA dapat ditumbuhkan melalui pembelajaran dengan siklus belajar. Siswa lebih termotivasi dan tertarik dalam pembelajaran apabila menggunakan media LCD dan real seperti gambar-gambar mahluk hidup dan tumbuhan asli. Pelaksanaan pembelajaran IPA dengan lesson study memberi peluang pada guru untuk bekerja sama membentuk komunitas belajar, merefleksi pembelajaran dan menjadi pribadi guru yang terbuka terhadap kritik dan masukan untuk perbaikan pembelajaran IPA. Saran Pengamatan pelaksanaan lesson study dalam pembelajaran IPA dapat dilakukan tidak hanya pada siswa yang kurang aktif tetapi juga dilakukan kepada siswa yang memiliki semangat belajar yang tinggi terhadap pembelajaran. Hal ini diperlukan sebagai penyeimbang pengamatan pembelajaran sehingga hasil pengamatan menjadi lebih transparan. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S, 2006, Dasar – dasar Supervisi, Yogyakarta: Rineka Cipta Ibrohim, 2013, Panduan Pelaksanaan Lesson Study, Malang: Universitas Negeri Malang Meier, D, 2005, The Accelerated Learning Handbook, Bandung, MMU Zubaidah, S., Yuliati L., Mahanal, L., 2013, Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang, Universitas Negeri Malang.
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS DALAM KONTEKS LESSON STUDY PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS VII MTs SURYA BUANA Gustia Andika
[email protected] SMPN 35 Kabupaten Muaro Jambi Abstrak: Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam kegiatan Lesson Study telah diterapkan dalam rangka kegiatan real teaching program TEQIP. Pelaksanaan Lesson study dilakukan melalui tahapan plan, do, dan reflection. Tahap plan dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2013 pada saat kegiatan Training of Trainers II di Batu-Malang. Tahap do dan reflection dilaksanakan pada tanggal 17 Juni 2013 di kelas VII MTs Surya Buana Malang. Materi yang diajarkan adalah “perkembangan manusia”. Berdasarkan hasil refleksi, guru model merasakan manfaat dari pembelajaran kooperatif STAD dalam konteks Lesson Study, meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran IPA. Siswa menunjukkan antusiasme belajar. Nampak siswa menjadi mandiri dan dapat bekerjasama dalam kelompok. Kata Kunci: Pembelajaran kooperatif STAD, Lesson Study
1168
Kemajuan suatu bangsa bisa diwujudkan melalui pendidikan yang berkualitas. Seseorang yang memperoleh pendidikan yang berkualitas tergambar pada pola pikir yang berkualitas juga. Sadar akan pentingnya pendidikan, maka diperlukan usaha yang maksimal untuk peningkatan kualitas pendidikan. Tertinggalnya pendidikan suatu bangsa, maka semakin terbelakanglah suatu bangsa. Peningkatan kualitas pendidikan salah satunya dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas guru, karena guru memiliki peran penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator dituntut menjadi guru profesional dibidangnya. Proses pembelajaran selama ini “teacher centered” diarahkan ke proses pembelajaran “student centered”. Guru selama ini menyampaikan pengetahuan sepenuhnya, sekarang diharapkan membangkitkan dan memfasilitasi proses belajar siswa. Perubahan proses pembelajaran tersebut tidak bisa terjadi secara instan. Dibutuhkan suatu perencanaan, pelaksanaan dan tindak lanjut dalam mewujudkannya. Proses peningkatan profesionalisme guru dengan pola yang berkelanjutan dapat dilakukan melalui Lesson Study. Lesson study bukan suatu model pembelajaran. Lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru serta meningkatkan kualitas pembelajaran (Ibrohim, 2013). Lesson study dilakukan melalui tiga tahap yaitu plan (perencanaan), do (pelaksanaan), dan reflection (refleksi). Sebelum melaksanakan pembelajaran dilakukan perencanaan proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Skenario pembelajaran disiapkan semaksimal mungkin. Pembelajaran untuk membuat siswa belajar dan menciptakan pembelajaran yang bermakna, jangan terpaku pada sintaks pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran dalam Lesson Study menitikberatkan untuk mengamati aktivitas belajar siswa, bukan untuk mencari kesalahan dan menilai guru. Tahap refleksi ditekankan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan pembelajaran. Hal ini dilakukan tujuannya untuk memperbaiki proses pembelajaran yang lebih membuat siswa belajar. Proses pembelajaran IPA selama ini yang sering diterapkan lebih mengacu pada teacher centered atau pembelajaran berpusat pada guru. Keterlibatan guru selama proses pembelajaran lebih dominan dibandingkan partisipasi aktif siswa, sehingga peran guru yang seharusnya hanya sebagai fasilitator belum terealisasi dengan baik. Kelebihan teacher centered dimana informasi dapat diberikan kepada sejumlah siswa dalam waktu yang singkat, guru mengendalikan organisasi materi dan waktu sepenuhnya, dan pada umumnya memungkinkan untuk menggunakan metode assessment secara cepat dan mudah. Namun dibalik kelebihan itu, kekurangan dari teacher centered diantaranya pengajar mengendalikan pengetahuan sepenuhnya, terjadi komunikasi satu arah, tidak kondusif untuk terjadinya critical thinking dan mendorong terjadinya pembelajaran secara pasif. Hal ini menyebabkan tidak menumbuhkan sifat kemandirian siswa dan kerjasama antar kelompok. Berdasarkan hal di atas untuk mengatasi permasalahan selama proses pembelajaran maka salah satunya diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Students Team Achievement Divisions (STAD). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD proses pembelajarannya dengan menyampaikan informasi baru kepada siswa. STAD memiliki langkah-langkah pembelajara sebagai pedoman dalam merancang scenario pembelajaran. Menurut Arends (dalam Zubaidah, dkk. 2013) ,”Implementasi pembelajaran kooperatif STAD dapat dibagi menjadi lima komponen utama antara lain presentasi kelas, pembentukan kelompok, pelaksanaan kuis atau tes, peningkatan skor individual, dan penghargaan kelompok”. STAD merupakan pembelajaran yang sederhana dan mudah diikuti. Kelebihan STAD mampu meningkatkan kemampuan berfikir kritis, hasil belajar koqnitif, keterampilan proses, pemahaman dan perolehan pengetahuan, kepedulian antar anggota kelompok, kemampuan pemecahan masalah matematika, komunikasi dan kolaborasi antar siswa serta menumbuhkan kesetiakawanan sosial, kemampuan bekerjasama siswa, memberikan pengaruh positif dalam mata pelajaran sosial, menarik minat belajar siswa, dan lain sebagainya Penerapan model pembelajaran koopertif tipe STAD diharapkan dapat menumbuhkan sifat kemandirian siswa dan kerjasama kelompok. Pelaksanaan Lesson Study Pembelajaran IPA pokok bahasan Tahap-tahap Perkembangan Manusia dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dilaksanakan dalam konteks Lesson Study. Sebelum 1169
melakukan real teaching, guru model melakukan persiapan Lesson Study yang melalui tiga tahap yaitu plan, do, dan reflection Tahap Plan Pada tahap plan, guru melakukan perencanaan pembelajaran dimulai dari memilih SK & KD yang akan diajarkan, merancang rencana pembelajaran, memilih model pembelajan yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan dan merancang media pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran. Standar kompetensi yang dipilih adalah memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia dengan kompetensi dasar mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia. Materi ini dipilih karena menurut guru model materi ini menarik bagi siswa. Menariknya materi ini karena membahas perkembangan manusia dimulai sejak dalam kandungan sampai manula. Perkembangan ini langsung siswa alami sendiri sehingga bisa mengaitkan teori dengan kenyataan langsung yang dialami siswa selama masa perkembangan. Model pembelajaran yang dipilih adalah pembelajaran kooperatif STAD. Kelebihan STAD mampu meningkatkan kemampuan berfikir kritis, hasil belajar koqnitif, keterampilan proses, pemahaman dan perolehan pengetahuan, kepedulian antar anggota kelompok, kemampuan pemecahan masalah matematika, komunikasi dan kolaborasi antar siswa serta menumbuhkan kesetiakawanan sosial, kemampuan bekerjasama siswa, memberikan pengaruh positif dalam mata pelajaran sosial, menarik minat belajar siswa, dan lain sebagainya (Zubaidah, dkk. 2013). Penerapan model ini diharapkan bisa membuat siswa belajar, menumbuhkan sifat kemandirian siswa, dan kerjasama kelompok. Dalam diskusi kelompok siswa dibekali Lembar Kerja Siswa. Dalam LKS ditampilkan lima buah gambar tahapan perkembangan manusia. Selanjutnya setiap kelompok diminta mendiskusikan ciri-ciri fisik setiap tahap perkambangan manusia tersebut berdasarkan gambar. Kemudian kelompok diskusi diminta menyimpulkan urutan tahap perkambangan manusia. Penilaian yang disiapkan berupa tes tertulis yang akan dilaksanakan di akhir pembelajaran. Tes tertulis dibuat dalam bentuk pilihan ganda. Tahap Do Lesson Study ini dilaksanakan di kelas MTs Surya Buana dalam rangka kegiatan real teaching TOT II pada tanggal 17 Juni 2013. Materi Perkembangan Manusia ini sesuai silabus seharusnya diberikan pada kelas VIII, tetapi karena saat pelaksanaan real teaching sekolah sudah selesai ujian semester maka kelas yang menjadi sasaran adalah kelas VII. Salah satu guru menjai guru, guru yanglain menjadi observer. Guru model melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah direncanakan dengan menerapkan pembelajaran STAD. Pada awal pembelajaran guru menyiapkan dan mengenali kondisi siswa agar fokus mengikuti proses pembelajaran. Guru menggali pengetahuan awal siswa dengan menayangkan video perkembangan manusia dalam kandungan sampai dilahirkan. Setelah melihat video perkembangan manusia, guru meminta siswa untuk mengemukakan pendapat tentang video yang baru mereka tonton. Guru bertanya, “ Apakah setelah dilahirkan perkembangan anak-anak langsung seperti kondisi sekarang?” Setelah mendengarkan argument siswa, guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru menyajikan informasi awal tentang perkembangan manusia dimana setelah dilahirkan manusia melalui tahap-tahap perkembangan. Guru menjelaskan tentang proses pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa dibagi dalam enam kelompok dengan anggota 4 – 5 setiap kelompoknya. Sangat disayangkan sekali guru kurang maksimal membagi kelompok secara heterogen karena guru belum mengenal kondisi siswa sebelumnya. Keterbatasan waktu juga membuat pembagian kelompok hanya dilakukan berdasarkan kedekatan tempat duduk saja. Guru membagikan LKS untuk didiskusikan dengan kelompok masing-masing. Untuk menambah pemahaman siswa, guru mengarahkan apa yang harus didiskusikan dalam kelompok masing-masing. Pada LKS ditampilkan lima gambar manusia dengan tingkatan usia berbeda. Siswa diminta untuk mendiskusikan ciri-ciri fisik yang tampak pada gambar dan ciri-ciri lain yang mereka ketahui. Kemudian setiap kelompok diminta untuk menuliskan urutan perkembangan manusia berdasarkan gambar. Guru membimbing siswa dalam diskusi kelompok. Hasil diskusi setiap kelompok ditulis dalam kertas karton. Perwakilan setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Anggota kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya atau mengemukakan pendapatnya jika ada perbedaan hasil diskusi untuk dibahas secara bersama. Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok untuk setiap hasil 1170
diskusinya. Berdasarkan hasil diskusi, guru memberi penguatan dari konsep tahap-tahap perkembangn manusia dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya. Guru membimbing peserta didik menyimpulkan materi pembelajaran hari ini. Di akhir pembelajaran guru memberikan tes untuk mengetahui pemahaman siswa setelah pembelajaran. Soal tes ditayangkan dengan power point yang telah diatur waktunya, dalam 30 detik slide soal akan berganti dengan slide soal selanjutnya. Hal ini dilakukan supaya siswa bisa fokus dan meminimalis kemungkinan para siswa saling bekerjasama saat tes. Selama proses pembelajaran berlangsung para observer mengamati aktivitas siswa dan mencatat hasil pengamatan di lembar observer. Observer tidak boleh membantu siswa selama proses pembelajaran.
Gambar 1 Diskusi kelompok
Gambar 2. Guru membimbing siswa diskusi
Tahap Refleksi Setelah proses pembelajaran dilaksanakan expert, guru model, dan para observer berkumpul dalam satu ruangan untuk melakukan tahap refleksi. Moderator membuka refleksi dengan memberikan penghargaan kepada guru model terlebih dahulu karena telah bersedia melaksanakan proses pembelajaran. Moderator memberikan kesempatan pertama kepada guru model untuk menyampaikan kesan dan perasaan yang dirasakan selama melaksanakan proses pembelajaran. Guru model merasakan manfaat yang luar biasa setelah melaksanakan proses pembelajaran. Pengalaman pertama kali bagi guru model mengajar di sekolah yang bukan sekolah induknya dan di daerah yang pendidikan sudah berkualitas. Berhadapan dengan siswa yang rata-rata mempunyai tingkat kemampuan lebih baik dibanding siswa di sekolah induk , membuat guru model menjadi lebih tertantang dan semangat melaksanakan proses pembelajaran. Model pembelajaran STAD dilengkapi dengan media pembelajaran berupa LCD & video pembelajaran membuat siswa lebih antusias belajar, walaupun di awal pembelajaran siswa kurang fokus karena saat itu siswa dibagikan kertas ulangan sehingga konsentrasi belajar buyar. Semua itu dapat teratasi saat guru model menayangkan video pembelajaran. Saat diskusi terlihat kerjasama kelompok menyelesaikan LKS dan saat presentasi kelas terlihat heboh karena siswa berantusias mengeluarkan pendapat. Keterbatasan waktu membuat guru model terburu-buru dalam pelaksanaan pembelajaran. Saat diskusi ada juga siswa satu kelompok yang tidak fokus, karena semua anggota kelompok laki-laki. Jadi mereka memang sering mendapat motivasi dan teguran dari guru model. Secara keseluruhan melalui pembelajaran STAD dalam konteks Lesson Study ini, guru model merasakan manfaat dan cara untuk membuat siswa belajar, menumbuhkan kemandirian, dan kerjasama kelompok. Namun guru model merasakan masih banyak kekurangan selama proses pembelajaran, karena itu ktritikan dan saran dari expert dan observer sangat diharapkan. Setelah guru model menyampaikan kesannya, setiap observer menyampaikan hasil pengamatan mereka. Kemudian dicari solusi setiap permasalahan yang ada selama pembelajaran, Di akhir refleksi bapak expert memberi penguatan unrtuk perbaikan proses pembelajaran.
1171
Gambar 3. Tahap refleksi HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil observasi para observer dan refleksi ditemukan beberapa hal-hal. Menurut observer, pada awal pembelajaran siswa belum siap menerima pembelajaran. Hal ini mungkin disebabkan oleh siswa seharusnya istirahat tetapi dikondisikan untuk belajar. Ketidaksiapan siswa belajar juga disebabkan oleh mereka masih sibuk dengan kertas ulangan yang dibagikan ketua kelas di awal pembelajaran. Hal ini tidak berlangsung lama, setelah itu kondisi kelas kembali kondusif. Menurut observer, suasana kelas yang masih sibuk dengan kertas ulangan menjadi terfokus saat guru model menayangkan video pembelajaran tentang perkembangan manusia. Siswa memperhatikan dan mendengarkan secara cermat. Saat guru bertanya kepada siswa video apa yang mereka lihat, siswa aktif merespon/memberi tanggapan. Saat guru membagi kelompok, respon siswa sangat lambat untuk duduk dikelompok yang sudah ditetapkan. Hal ini terjadi karena siswa seperti lebih senang memilih kelompok sendiri daripada guru yang mengelompokkan. Interaksi antar siswa terjadi saat guru menginstruksikan diskusi kelompok, siswa berinteraksi antar sesama anggota kelompoknya saat mengerjakan LKS. Walaupun terkesan ribut tapi tidak jadi masalah karena ributnya kelompok karena mengomentari LKS yang menarik berupa gambar-gambar. Komunikasi antar siswa cukup baik, tapi ada beberapa siswa kurang semangat belajar. Interaksi antara guru dengan siswa sudah mulai terjadi di awal pembelajaran, ketika guru memberikan apersepsi dan motivasi. Interaksi juga terjadi ketika guru menghampiri/berkeliling untuk mengamati diskusi kelompok. Guru menjelaskan lagi saat kelompok ada yang bertanya tentang LKS yang akan dikerjakan. Interaksi juga terjadi saat diakhir pembelajaran dimana guru membimbing siswa dalam menyimpulkan pembelajaran. Berbagai temuan tentang siswa oleh observer diantaranya adalah siswa no. 27 terlihat gelisah, tidak mau ikut berdiskusi. Siswa yang kelompoknya di sudut kanan (nomor pengenal tidak dipasang) tampak tidur selama lebih kurang 10 menit. Siswa no. 3 dan 4 saat diskusi mengerjakan tugas remedial pelajaran lain lebih kurang 3 menit, setelah itu kembali fokus ke kelompoknya. Saat pembelajaran siswa agak ribut karena semua ingin bicara. Beberapa temuan tersebut merupakan masalah yang perlu didiskusikan penyebab dan alternative solusinya. Banyak faktor yang menyebabkan siswa tidak belajar. Siswa no. 27 tidak ikut diskusi karena kondisi kesehatannya yang kurang baik. Siswa no. 3 dan no.4 tidak ikut diskusi karena sedang mengerjakan tugas remedial yang mungkin saja harus segera dikumpulkan sementara mereka belum menyelesaikannya. Saat diskusi terkesan suasana rebut karena semua anggota kelompok ingin bicara, ribut karena adanya perbedaan pendapat. Ribut karena berdebat tentang pelajaran adalah perilaku yang positip bukan suatu yang negatip. Guru berkeliling ke setiap meja kelompok untuk menanyakan kesulitan kelompok saat diskusi. Bagi siswa yang sakit, guru mempersilahkan untuk beristirahat di UKS. Namun siswa yang sakit tadi tidak mau dan langsung berbaur dengan kelompoknya. Tetapi setelah guru beranjak pergi, siswa tersebut mulai tidak fokus belajar lagi. Bagi siswa yang tidak ikut berdiskusi, guru menegurnya untuk segera berpartisipasi dalam diskusi. Perbedaan pendapat antar anggota kelompok diatasi guru dengan mengarahkan diskusi ke konsep yang benar. 1172
Guru berusaha mengatasi gangguan belajar siswa dengan menyapa, mendekati mereka dan bertanya kenapa tidak ikut belajar. Guru memberikan motivasi mereka untuk ikut berdiskusi. Guru terus mengingatkan batas waktu diskusi agar setiap kelompok lebih fokus lagi. Guru mengeluarkan suara ekstra selama proses pembelajaran karena siswa terkesan ribut mengeluarkan pendapat saat diskusi. Penguasaan kelas yang baik sangat dibutuhkan untuk mengatasi ini. Saat kegiatan penutup siswa sangat bersemangat ingin mengemukakan pendapatnya, mungkin karena materinya menarik. Tetapi ada juga beberapa yang kurang konsentrasi karena berbicara dengan temannya. Saat pemberian pretest, siswa dengan seksama mengerjakannya. Proses pembelajaran menggunakan STAD bisa memfasilitasi siswa mengungkapkan pendapat dengan leluasa. STAD memotivasi siswa untuk belajar, menimbulkan kemandirian, dan kerjasama kelompok. Penguasaan kelas sangat dibutuhkan guru untuk memfokuskan siswa yang mulai tidaak konsentrasi belajar. Media pembelajaran yang menarik salah satunya adalah dapat membuat siswa fokus dan memotivasi untuk belajar. Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat siswa antusias mengikuti proses pembelajaran. Antusiasme tersebut terlihat saat diskusi kelompok dan presentasi kelas. Saat diskusi kelompok, setiap anggota kelompok aktif mengemukakan pendapat. Selama proses pembelajara terlihat kemandirian siswa dan kerjasama kelompok dalam menyelesaikan LKS. Antusiasme dan keaktifan siswa bisa tercipta karena proses pembelajaran kooperatif STAD menuntut kerjasama kelompok. Penerapan STAD juga telah dilakukan oleh Mardiatun dan Rosnah pada tahun 2012. Pembelajaran STAD menekankan kerjasama siswa selama proses pembelajaran sehingga diharapakn dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran (Mardiatun dan Rosnah : 2012). STAD menuntut tanggung jawab kelompok menyelesaikan tugas yang telah dibebankan, apabila kerjasama kelompok kurang baik maka hasil kerja kelompok juga kurang memuaskan. Sebaliknya, apabila kerjasama kelompok terbangun dengan baik, maka hasil kerja kelompokpun memuaskan. Namun ada juga anggota kelompok yang tidak sepenuhnya aktif ikut berdiskusi, sedangkan tanggung jawab individual dalam kerja kelompok sangat penting jadi jangan satu orang saja yang menulis hasil diskusi kelompok. Kalau bisa ada kesempatan berfikir secara individu dulu sebelum diskusi kelompok, sehingga saat diskusi setiap anggota kelompok mampu mengeluarkan pendapat. Banyak factor yang mempengaruhi konsentrasi belajar siswa diantaranya adalah faktor kesehatan, factor psikis siswa, factor lingkungan belajar. Pembagian kelompok yang tidak heterogen juga mempengaruhi ketidakfokusan siswa belajar. Jika dalam kelompok beranggotakan siswa yang memiliki kemampuan sama, interaksi antar siswa kurang baik. Hal ini akan berbeda jika dalam kelompok ada satu anak yang pandai, ada yang sedang, dan ada yang kurang pandai, maka anak yang kurang pandai akan bertanya pada anak yang pandai. Antusiasme belajar siswa muncul ketika guru menayangkan video media pembelajaran yang menarik. Video pembelajaran yang ditayangkan diawal pembelajaran bisa menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diajarkan. Video pembelajaran bisa juga membantu dalam memfokuskan siswa mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan hasil refleksi, guru model juga merasakan manfaat dengan bertambahnya kemampuan dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA. KESIMPULAN Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division pada pelajaran IPA di Kelas VII MTs Surya Buana dapat meningkatkan mbutadalam rangka kegiatan real teaching TOT II dapat disimpulkan dapat meningkatkan kemampuan guru model dalam pembelajaran IPA. Penerapan pembelajaran ini juga dapat meningkatkan antusiasme siswa dalam belajar yang menimbulkan kemandirian siswa dan kerjasama kelompok. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang: Universitas Negeri Malang Mardiatun dan Rosnah. 2013. Penerapan Cooperative STAD dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat. Pengalaman Lesson Study pada Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-Teqip. Tahun IV No. 1, Mei, 2013 Zubaidah, Siti. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Universitas Negeri Malang. 1173
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR SISWA DENGAN PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR 5 E MATERI SISTEM EKSKRESI MANUSIA KELAS IX SMP NEGERI 2 KOMODO Fransiskus Ndejeng
[email protected] SMP Negeri 2 Mbeliling, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur Abstrak : Penerapan model siklus belajar 5 E materi sistem ekskresi manusia, telah dilakukan pada OnGoing Lesson Study di kelas IX SMP 2 Negeri Komodo, pada tanggal 20 Agustus 2013. Langkah-langkah pembelajaran siklus belajar 5 E meliputi (a) Engagement (pelibatan), (b) Exploration (eksplorasi), (c) Explaination (penjelasan), (d) Elaboration (elaborasi), dan (e) Evaluation (evaluasi). Penerapan model siklus belajar 5 E materi sistem ekskresi manusia menunjukkan hasil sebagai berikut. (1) Pembelajaran siklus belajar 5E dapat meningkatkan minat dan antusias belajar siswa pada materi system ekskresi. (2) Pembelajaran siklus belajar 5E, dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. Kata kunci : siklus belajar 5 E, sistem ekskresi manusia, hasil belajar
Masalah yang dialami guru di lapangan selama ini, adalah belum maksimal melaksanakan proses pembelajaran sesuai harapan mutu pembelajaran, terutama pembelajaran tentang Sistem Ekskresi Manusia. Selama ini pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada umumnya kurang kreatif dan inovatif yaitu pembelajaran yang teacher centered. Pembelajaran yang teacher centered didominasi oleh guru, siswa tidak terlibat aktif. Pembelajaran yang teacher centered ditandai siswa yang pasif, membosankan, pada gilirannya hasil belajar siswa rendah. Upaya untuk meningkatkan hasil belajar salah satunya adalah dengan memperbaiki strategi atau Metode pembelajaran. Strategi pembelajaran yang memfasilitasi siswa terlibat aktif dalam belajar adalah strategi pembelajaran inovatif yang berbasis konstruktivisme. Strategi pembelajaran berbasis konstruktivisme meruapakan strategi yang memfasilitasi siswa mengkonstruk pengetahuan baru mrlalui pengalaman. Oleh sebab itu memfasilitasi siswa untuk terlibat aktif dalam belajar merapakan upaya member pengalaman pada siswa untuk mengkonstruk pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan awal. Salah satu strategi pembelajaran berbasis kontruktivis yang ditengarai dapat diterapkan pada system ekskresi manusia adalah learning cycle 5 E. atau siklus belajar 5E. Learning cycle 5E. Siklus belajar ini merupakan pendekatan yang ampuh untuk perancangan pembelajaran IPA yang aktif dan efektif karena siklus belajar memberikan suatu cara berpikir dan berperilaku yang konsisten dengan cara siswa belajar. BSCS menerapkan pendekatan inkuiri menggunakan model siklus pembelajaran 5E, yaitu: (a) Engagement (pelibatan), (b) Exploration (eksplorasi), (c) Explaination (penjelasan), (d) Elaboration (elaborasi), dan (e) Evaluation (evaluasi) (Zubaidah, dkk. 2013). Setiap tahap siklus belajar 5E dijelaskan sebagai berikut. (1) Engagement (Pelibatan). Pada tahap ini guru menggali pengetahuan awal siswa melalui kegiatan singkat untuk memicu rasa ingin tahu. Kegiatan yang dilakukan harus menghubungkan antara pengalaman belajar sebelumnya dengan pengalaman belajar yang akan dilakukan, misalnya dengan mengajukan pertanyaan terkait dengan materi yang akan dipelajari. Kegiatan ini bisa dilakukan pada apersepsi. (2) Exploration (eksplorasi). Pada tahap eksplorasi siswa mempunyai kesempatan melakukan kegiatan berdasar konsep yang telah dimiliki. Siswa dapat menyelesaikan kegiatan laboratorium (mengerjakan LKS) yang akan membantu mereka menggunakan pengetahuan awal untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru, mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan dan kemungkingan-kemungkinan, dan mendesain dan melaksanakan penyelidikan. (3) Explanation (penjelasan). Tahap explanation (penjelasan) memfokuskan perhatian siswa pada suatu aspek tertentu dari pengalaman belajar mereka pada tahap pelibatan dan eksplorasi. Pada tahap ini member kesempatan siswa untuk menjelaskan konsep-konsep dengan kalimatnya sendiri, atau tingkah laku tertentu. Penjelasan dari guru dapat membimbing mereka menuju pemahaman yang lebih mendalam, yang merupakan bagian terpenting dari fase ini. (4) Elaboration (elaborasi). Pada tahap ini guru memfasilitasi siswa untuk menerapkan konsep1174
konsep pada situasi yang berbeda. Melalui pengalaman-pengalaman belajar yang baru siswa membangun pemahaman yang lebih dalam dan luas, memperoleh informasi-informasi, dan keterampilan-keterampilan. Siswa mengaplikasikan pemahaman mereka tentang konsep-konsep tertentu dengan melakukan kegiatan-kegiatan tambahan. (5) Evaluation (evaluasi).Pada tahap terakhir dari model siklus belajar 5E ini, yaitu tahap evaluation (evaluasi), siswa berupaya mengasses pemahaman dan kemampuan sendiri. Selain itu pada tahap ini guru juga mempunyai kesempatan untuk mengevaluasi kemajuan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa yang difasilitasi dengan model pembelajaran ini siswa lebih bergairah, inisiatif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan serta meningkatkan partisipasi belajar yang tinggi di dalam kelas. Melalui pembelajaran siklus belajar 5E, siswa saling berbagi pengalaman dalam belajar sesama siswa, saling menguatkan di dalam belajar, saling memberi informasi pengetahuan baru dalam belajar. Hasil penelitian yang mengungkapkan tentang keunggulan model pembelajaran Learning Cycle 5 E ( Siklus Belajar 5 E). Hasil penelitian Astutik (2013) menunjukkan Model Pembelajaran Sains Learning Cycle dengan metode eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SDN Patrang Jember I dengan nilai rata-rata jawaban yang benar sebesar 80,25%. Aktivitas Belajar menggunakan Model Siklus Belajar dengan metode eksperimental di VB siswa kelas SDN Patrang Jember 1 mencapai nilai rata-rata 83,17% tergolong sangat aktif. Dengan demikian model Learning Cycle dengan metode eksperimental dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi calon guru terutama dalam strategi pembelajaran berbasis lingkungan yang akan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan nasional (Astutik, 2013). Hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan Verdiani, dkk. (2007), melalui penerapan model pembelajaran siklus belajar 5E di kelas VIIIE SMPN 11 Kota Bengkulu menunjukkan peningkatan persentase ketuntasan belajar pada kompetensi pemahaman konsep pada siklus I adalah 21%, pada siklus II adalah 36,8%, dan pada siklus III mengalami peningkatan menjadi 50%. Berdasarkan hal-hal di atas pembelajaran siklus belajar 5E dipertimbangkan untuk diterapkan pada pembelajaran system ekskresi. Pelaksanaaan pembelajaran materi Sistem Ekskresi Manusia yang telah dilaksanakan di kelas IX SMP 2 Negeri Komodo, pada tanggal 20 Agustus 2013, menghasilkan beberapa aktifitas siswa dengan menggunakan model siklus belajar 5 E dan dituntun metode Diskusi kelompok di kelas tersebut. Langkah-langkah Pembelajaran 1. Tahap pelibatan Tahap pelibatan, merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada tahap ini, melalui apersepsi guru membangkitkan minat dan motivasi siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Misalnya, Apa yang dirasakan ketika kalian bangun dari tidur pagi hari ? Apa yang kalian dikeluarkan pada saat kencing? Bagaimana air kencing itu bisa terjadi? Siswa merespon pertanyaan guru dengan antusias, hampir semua siswa berlomba-lomba mengacungkan tangan menjawab pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban siswa guru mengetahui pengetahuan awal siswa. Selanjutnya guru mengaitkan pengetahuan awal siswa dengan topic yang dipelajarinya yaitu system ekskresi manusia. 2. Tahap eksplorasi Tahap eksplorasi, merupakan tahap ke dua dari siklus belajar 5E. Pada tahap ini guru membagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 orang siswa perkelompok. Guru membagi lembar kerja siswa (LKS) yang memuat gambar model sistem ekskresi manusia. Pada tahap ini siswa dalam kelompok diberi kesempatan untuk berdiskusi mengerjakan LKS, mencari alternative pemecahan masalah, memunculkan ide-ide yang berkembang selama diskusi. Guru berperan sebagai fasilitator. Selama berlangsung diskusi kelompok setiap siswa tekun,serius, kreatif, dan inovatif untuk menyusun gambar model Sistem Ekskresi Manusia. Serta menjawab pertanyaan-pertanyaan sesuai panduan LKS yang tersedia pada masing-masing kelompok 3. Tahap Penjelasan Tahap penjelasan, merupakan tahap ketiga siklus belajar. Pada tahap ini siswa secara berkelompok didorong untuk mempresentasikan hasil diskusinya dengan kalimatnya sendiri, siswa memamparkan bukti dan klarifikasi atas penjelasannya. Rata-rata setiap siswa dalam kelompok penuh semangat mempresentasikan hasil diskusi. Hal ini terlihat dari penggalian, 1175
menjelaskan, megelompokkan, dan mengelaborasi setiap pernyataan yang dipandu dalam LKS. Siswa dari kelompok lain member tanggapan secara kritis. Berdasarkan hasil diskusi, guru memberi penguatan dan penjelasan konsep-konsep yang didikusikan. 4. Tahap elaborasi Tahap elaborasi, merupakan tahap keempat siklus belajar. Pada tahap elaborasi siswa menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Sebagai contoh pada waktu suhu dingin, frekuensi mengeluarkan kencing lebih sering dibandingkan bila suhu panas. Contoh lain siswa bisa menjelaskan mengapa setiap hari harus minum air putih 2,5 liter. Dengan demikian, siswa akan dapat belajar secara bermakna, karena telah dapat menerapkan/mengaplikasikan konsep yang baru dipelajarinya dalam situasi baru. 5. Tahap Evaluasi Tahap evaluasi, merupakan tahap akhir dari siklus belajar. Pada tahap evaluasi, guru dapat mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti, dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Dari pembelajaran Sistem Ekskresi Manusia melalui model pembelajaran Siklus Belajar 5E, diperoleh dari data hasil observasi guru secara kolaboratif yang telah berlangsung secara kognitif psikomotor dan afektif. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan catatan pengamatan dari para observer, dengan menerapkan Pembelajaran Siklus Belajar 5 E, pada OnGoing Lesson Study siswa penuh antusias mengikuti pembelajaran. Antusias berhubungan dengan motivasi dan apersepsi guru, dengan demikian,siswa yang mengikuti pembelajaran menunjukkan, bahwa motivasi belajar siswa meningkat. Peningkatan motivasi ini disebabkan oleh penerapan model pembelajaran Siklus Belajar 5E. Siswa didorong lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran sehingga siswa terlibat secara aktif dan memiliki usaha yang besar ( Johnson dan Johnson, 1999). Lebih lanjut, siswa ingin memperoleh informasi dan pengetahuan baru yang dikembangkan dalam pembelajaran sesuai kompetensi Sistem Ekskresi Manusia. Pada saat mempresentasikan hasil diskusi kelompok, terjadi tukar pendapat, tukar pengalaman dengan kelompok lain. Pada kegiatan eksplorasi tentang kompetensi sistem ekskresi manusia, siswa menggali dari buku sumber dan model yang tercantum dalam LKS untuk menggali pengetahuan rujukan dengan bantuan media pembelajaran. Hal ini menunjukkan minat siswa yang tinggi terhadap materi pembelajaran untuk mendeskripsikan sistem ekskresi manusia. Pada tahap penjelasan, siswa mampu menghubungkan materi pembelajaran sistem ekskresi manusia untuk menjelaskan konsep dengan kata-kata sendiri. Pada Elaborasi, menggali pengalaman baru dengan menggunakan konsep pengetahuan yang dimiliki dihubungkan dengan fungsi ginjal dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, minum air kurang lebih 2,5 liter perhari. Pada tahap evaluasi terhadap penerapan pembelajaran model Siklus Belajar 5 E, siswa dinilai kemampuan pemahaman penerapan konsep tentang Sistem Ekskresi Manusia, melalui soal tes Kogintif, Psikomotor dan Afektif. Soal tes kognitif cendrung menilai konsep pengetahuan dasar siswa dari pembelajaran. Assessmen Psikomotor menilai kinerja siswa dalam melakukan kegiatan keterampilan mengamati, mencatat data, mengelompokkan dan ketepatan bekerja. Sedangkan afektif mengukur aktivitas kegiatan siswa baik dalam kerjasama, partisipasi dalam kelompok tentang kompetensi sistem ekskresi manusia melalui penerapan pembelajaran siklus belajar 5E. Berdasarkan data yang telah dipaparkan menunjukkan adanya peningkatan baik secara kognitif, psikomotor dan afektif siswa melalui pembelajaran siklus belajar 5E. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Pembelajaran siklus belajar 5E dapat meningkatkan minat dan antusias belajar siswa pada materi system ekskresi. 1176
2) Pembelajaran siklus belajar 5E, dapat meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotor. DAFTAR RUJUKAN Astutik, S. 2013. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dengan Model Siklus Belajar (Learning Cycle 5e) Berbasis Eksperimen Pada Pembelajaran Sains Di SDN Patrang I Jember. (Online) Http://Repository.Unej.Ac.Id/Handle/123456789/427. Diakses 27 Desember 2013. Johnson, D.W.and Johnson, R.T. 1999. Learning Together And Alone.3rd Ed. Boston : Allyn and Bacon. National Research Council. 2002. Inquiry and the National Sciene Educational Standard : A Guide for Teaching and Learning. Washington DC : National Academy Press. Nur Kuswati, R,dkk.2008. Ilmu Pengetahuan Alam, Kelas IX Cetakan ke 4,Pn Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Rustaman,N. Y. 2005. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains.( Makalah). Dipresentasikan dalam Seminar Himpunan Sarjana dan Pemerhati Pendidikan IPA Indonesia III ( HISPPIPAI). Bandung, 22-23 Juli 2005. Verdiani, R., Aryulina, D., Sahono, B. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Siklus Belajar 5e Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Ipa-Biologi Siswa Kelas Viiie Smpn 11 Kota Bengkulu. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIB. Zubaidah, S., Mahanal,S., Yuliati, L. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA, Kerjasama PT Pertamina( Persero) dengan Universitas Negeri Malang (UM).
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF STADPADA TOPIK KEPADATAN POPULASI MANUSIADI SMPN 1 BEO Ferdinand Ratu Supartiningsih
[email protected] SMP SATAPN 1 Beo Selatan
[email protected] SMPN 2 Melonguane Abstrak:Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil belajar siswa SMPN1 Beo melalui penerapan pembelajaran kooperatif STAD(Student Teams Achievement Division) pada materi pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungannya. Penelitian menggunakan desain one group pretest-posttest dan dilaksanakan di kelas VIIC dengan jumlah 24 siswa.Data dikumpulkan dengan instrument penilaian kognitif berupa pretest dan posttest juga dibantu angket.Penelitian menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa, juga membantu siswa dan guru merefleksikan diri atas apa yang sudah dikerjakan selama proses pembelajaran. Kata Kunci:Hasil Belajar, Kooperatif STAD, kepadatan populasi manusia
Selama ini, pembelajaran IPA di SMPN 1 Beomasih kurang optimal.Khusus di kelas VIIc, ada beberapa hal yang sering dilakukan siswa sehingga situasi kelas tidak kondusif.Ada siswa yang sering keluar masuk kelas untuk izin ke toilet,ada yang bermain ketika diberi penugasan oleh guru.Dalam mengikuti pembelajaran, mereka cenderung kurang berani bertanya dan terkesan pasrah.Sebagian kecil siswa suka menonjolkan kemampuannya sendiri.Dari segi hasil belajar, rata rata nilai ulangan siswa minggu-minggu sebelumnyamasih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM), yakni 70. 1177
Untuk mengatasirendahnya minat belajar dan hasil belajar siswa, serta membangkitkan interaksi antarsiswa, telah dicobaterapkanpembelajaran kooperatiftipe Student Teams Achievement Division(STAD) pada topikPengaruh Kepadatan Populasi ManusiaTerhadap Lingkungannya.Menurut Zubaidah dkk.(2013), pembelajaran STAD cocok untuk mengatasi permasalahan pembelajaran seperti yang terjadi di kelas VIIC SMPN1 Beo tersebut.Pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis sekaligus hasil belajar siswa serta mampu menumbuhkan kesetiakawanan social dan meningkatkan kemampuan bekerjasama siswa. Merujukpada Slavin, Zubaidah dkk.(2013) menjelaskan sintaks STAD sebagai berikut. (1) Guru menyampaikan materi melalui ceramah atau diskusi kelas (tanya-jawab), sambil meminta siswa mempersiapkan diri mengikuti kuis yang dikerjakan secara individual. (2) Setelah penyampaian materi oleh guru, siswa bekerja dalam kelompok, berdiskusi dan saling membantumemperbaiki miskonsepsi yang mungkin terjadi pada anggota kelompok. Siswa dikelompokkan secara heterogen berdasarkan kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, dan etnis.Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 siswa. Tujuan utama pembentukan kelompok seperti ini adalah untuk memfasilitasi setiap siswa agar bisa belajar dengan baik dan mampu mendalami materi pelajaran melalui proses tutor sebaya. Di akhir sesi kerja kelompok ini diharapkan kelompok dapat menyelesaikan tugas-tugas kelompok.(3) Setelah selesai kerja kelompok dilakukan kuis yang dikerjakan secara individu. Antar anggota kelompok tidak diperkenankan saling membantu.Skor yang didapatkan oleh setiap individu selanjutnya digunakan untuk menentukan skor kelompok.Kelompok yang mendapatkan skor rata-rata tinggi berhak mendapat penghargaan. Penghargaan dapat berupa hadiah atau predikat seperti ”super team”,”great team”,dan”good team”. Pembelajaran STAD diyakini cocok untuk membelajarkan topik pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungannya.Topik tersebut sangat dekat dengan kehidupan siswa.Dengan demikian, dimungkinkan setiapsiswa telah memiliki pandangan sendiri tentang berbagai permasalahan terkait dengan topic pembelajaran tersebut.Pada gilirannya, hal ini memungkinkan setiap siswa bisa memberikan sumbangan pemikiran kepada kelompoknya dalam rangka memecahkan tugas-tugas yang diberikan kepada kelompok. METODE Konteks Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIC SMPN 1 Beo dengan jumlah 24 orang, terdiri atas14 siswa laki-lakidan 10 siswa perempuan. Penelitiandilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2013 dengan menggunakan desain one group pretest posttest.Soal pretest sama dengan soal posttest. Selama pembelajaran, guru telah berusaha menghindari “mengajarkan tes”. Dengan demikian, siswa tidak mengetahui sebelumnya bahwa soal posttest sama dengan pretest. Efektivitas pembelajaran dinilai berdasarkan capaian posttest dan proporsi siswa yang telah mencapai KKM, yaitu 70%.Selain itu, respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran juga digunakan untuk menilai efektivitas pembelajaran. Pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan model STAD dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut. Kegiatan Awal.Inti kegiatan awal pembelajaran adalah guru menghadirkan gambar tentang kondisi pemukiman padat penduduk di pinggiran sungai. Guru memberikan pertanyaan:”Apa yang kalian rasakan jika tinggal ditempat yang memiliki kondisi air seperti ditempat itu?”“Apa yang akan terjadi jika penduduk didaerah tersebut terus bertambah,dikaitkan dengan kebutuhan air bersih?”Guru memberikan kesempatan kepada tiga siswa untuk menjawab pertanyaan dan memberikan alasan.Guru juga menampilkan gambarperkotaan yang banyak pabriknya dan menanyakan pendapat siswa tentang kondisi udara ditempat itu. Kegiatan Inti. Secara berkelompok,siswa diminta menjelaskan pengaruh bertambahnya jumlah penduduk disuatu daerah terhadap kebutuhan air bersih dan keadaan udara.Untuk memaksimalkan kerja kelompok, guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian menjelaskan caramengerjakan LKS. Kelompok dibuat secara heterogen, masing-masing terdiri atas 4 siswa baik laki-laki dan perempuan yang memiliki kemampuan akademik berbeda.Setiap kelompok mendiskusikan hubungan kepadatan populasi manusia dengan kebutuhan udara bersih dan air bersih.Kegiatan kerja kelompok diakhiri dengan 1178
presentasi hasil diskusi. Ketika suatu kelompok menyajikan hasil diskusinya, kelompok lain memberi tanggapan. Guru mengklarifikasi hasil diskusi dengan meluruskan hal-hal yang kurang tepat dan memberi penguatan tentang ide-ide positif siswa. Siswa menarik kesimpulan denganbimbingan guru.Selanjutnya guru memberikan kuis yang harus dikerjakan secara individu.Koreksi/penilaian hasil jawaban kuis siswa dilakukan bersamaan dengan pembahasan secara klasikal.Berdasarkan skor tiap individu ini, selanjutnya setiap kelompok menghitung sendiri skor rata-rata kelompok.Kegiatan inti diakhir dengan pemberian penghargaan, berupa pujian, kepada kelompok yang presentasi dan kerjasamanya paling bagusserta memiliki skor rata-rata kelompok paling tinggi. Kegiatan Penutup. Guru memberikan post-test kepada seluruh siswa. Setelah jawaban dikumpulkan guru mengajak seluruh siswa mereview kembali hal hal yang telah dilakukan selama proses pembelajaran, termasuk apa kelebihan dan apa kekurangannya. Untuk memfokuskan arah refleksi, guru mengajukan pertanyaan: (1) Apakah pembelajaran hari ini bermanfaat bagi kalian?(2) Bagaimana manfaat memecahkan masalah secara kerja kelompok? Siswa diminta merespon pertanyaan tersebut dengan menggunakan skala sebagai berikut: 5 sangat bermanfaat; 4 bermanfaat; 3 ragu-ragu; 2 tidak bermanfaat; 1 sangat tidak bermanfaat. HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan penguasaan siswa tentang pengaruh kepadatan populasi manusia terhadap lingkungannya, dari sebelum pembelajaran ke sesudah pembelajaran disajikan pada Tabel 1.Tampak bahwa pembelajaran telah berhasil mengantarkan sekitar 83% siswa mencapai KKM 70%, bahkan ada sekitar 29% siswa yang mendapatkan skor posttest sangat tinggi, yaitu lebih dari 80. Namun demikian, pembelajaran masih meninggalkan sekitar 17% siswa yang belum mencapai KKM.Sebelum pembelajaran, sudah ada sekitar 8% siswa yang sudah mencapai KKM.Secara umum, rata-rata skor siswa meningkat sebesar 74% dari pretest ke posttest. Tabel 1. Proporsi jumlah siswa yang memiliki skor dalam interval tertentu berdasarkan hasil pretest dan post-test Rentang skor Pretest Post-test Frekuensi % Frekuensi % <70 22 92 4 17 70-80 2 8 13 54 >80 0 0 7 29 Sebelum pembelajaran, sudah ada dua siswa (sekitar 8%) yang sudah memiliki kemampuan awal di atas KKM.Ini menguatkan dugaan awal bahwa topic yang dibahas sudah dikenal oleh sebagian siswa sehingga siswa sudah memiliki pengetahuan awal tentang itu.Lebih khusus, pengetahuan awal kedua siswa tersebut dapat dikategorikan sebagai pengetahuan awal yang benar. Berdasarkan hasil belajar siswa tersebut (Tabel 1), dikatakan bahwa pembelajaran STAD ini cukup efektif untuk membelajarkan topic kepadatan populasi manusia dan dampaknya terhadap lingkungan.Hal ini sesuai dengan dugaan semula sebagaimana telah dinyatakan di bagian awal makalah ini.Namun demikian, tampaknya masih perlu perbaikan sedemikian karena masih cukup banyak siswa (4 atau sekitar 17% siswa) belum mencapai KKM. Terkait dengan respon siswa terhadap manfaat pembelajaran, diperoleh data sebagai berikut.Dari 24 siswa,4 siswamenyatakan ragu ragu tentang manfaat proses pembelajaran dan 2siswa lainnyamenyatakan tidak bermanfaat dan kurang tertarik dengan pembelajaran hari itu. Jika dikaitkan dengan banyaknya siswa yang belum mencapai KKM, tampaknya keempat siswa yang belum mencapai KKM tersebut merasa kurang cocok belajar dengan model STAD ini.Siswa lainnya menyatakan bahwa pembelajaran hari ini sangat menarik dan bermanfaat. Berdasarkan analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran STAD cocok untuk sebagian besar siswa SMPN1 Beo, khususnya pada topic pengaruh kepadatan populasi manusiaterhadap lingkungannya.Namun demikian, karena masih ada sejumlah siswa yang belum tuntas, maka pembelajaran ini masih perlu diperbaiki. Dengan kata lain, penelitian ini 1179
perlu ditindaklanjuti lagi. Penelitian tindakan kelas (Takari, 2010) tampaknya lebih cocok untuk keperluan ini. DAFTAR RUJUKAN Zubaidah, S., Yuliati, L & Manahal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: PT. Pertamina dan Universitas Negeri Malang Takari R. E. 2010. Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: PT Genesindo
PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII SMPPADA MATERI ZAT DAN WUJUDNYA Jefttania Maniku SMPN 1 Tabukan Tengah Abstrak:Makalah ini menyajikan proses dan hasil penerapan metode demonstrasi pada materizat dan wujudnyadi kelas VII SMPN 1 Tabukan Tengah. Selama ini, pembelajaran IPA di kelas tersebut banyak mengalami kendala dan hasil belajar siswa juga cenderung rendah.Pembelajaran dengan metode demonstrasi ini ternyata mampu meningkatkan keterlibatan aktif siswa.Hasil belajar siswa juga cukup tinggi. Skor rata-rata penguasaan konsep siswa sebesar 71,75, dan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 86%. Kata Kunci :Metode demonstrasi,pembelajaran zat dan wujudnya
PENDAHULUAN Pembelajaran IPA di SMPN 1 Tabukan Tengah selama ini masih belum optimal. Beberapa indicator kurang optimalnya pembelajaran tersebut antara lain sebagai berikut. (1) Siswa tidak aktif dalam pembelajaran dan tidak berani bertanya meskipun belum memahami materi pelajaran ; (2) peserta didik tidak termotivasi dalam belajar bahkan sering keluar masuk kelas dengan alasan buang air kecil; dan (3) taraf ketuntasan belajar secara klasikal cenderung rendah. Berdasarkan wawancara informal dengan beberapa siswa, terungkap bahwa pada umumnya siswa mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran IPA, mereka sering kesulitan memahami konsep-konsep IPA yang abstrak. Mereka ingin ada fenomena nyata yang perlu dihadirkan di kelas. Untuk mengatasi masalah tersebut maka penulis menerapkan metode demonstrasi. Metode demonstrasi diterapkan pada kegiatan awal dan inti pembelajaran. Berbeda dengan metode demonstrasi pada umumnya di mana demonstrasi hanya dilakukan oleh guru, pada pembelajaran ini demonstrasi juga dilakukan oleh siswa, terutama pada kegiatan inti. Berikut dipaparkan proses dan hasil penerapan metode demonstrasi tersebut. KONTEKS PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Tabukan Tengah. Sekolah ini terletak di Kampung Kuma 1, Kecamatan Tabukan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Siswa berasal dari beberapa kampung yaitu: Kuma 1, Kuma, Bungalawang, Pelelangen, Miulu, Malise, Bira dan Kahenesang. Letak yang dekat dengan jalan raya membuat sekolah ini mudah dijangkau, baik dengan angkutan umum maupun kendaraan pribadi. Penelitian ini difokuskan pada siswa Kelas VIIb SMPN 1 Tabukan Tengah yang berjumlah 28 orang siswa, yang terdiri dari 12 siswa laki–laki dan 16 siswa perempuan. Kemampuan akademik siswa tersebut pada umumnya tergolong sedang. Hanya sekitar 5 siswa yang tergolong pintar. Beberapa anak memiliki sifat yang kurang baik dan suka menganggu dan memukul temannya.Bahkan ada anak yang malas belajar dan sering tidak mengumpulkan PR dengan alasan lupa atau bukunya ketinggalan di rumah.
1180
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Secara garis besar pembelajaran topik zat dan wujud di SMPN1 Tabukan Tengahdapat dideskripsikansebagai berikut. (1) Setelah mengecek kehadiran siswa dan menyampaikan tujuan pembelajaran, guru memberikan apersepsi untuk membantu siswa agar dapat mendefinisikan pengertian zat. Siswa diharapkan mampu menyebutkan cici utama zat, yaitu memiliki massa dan memerlukan tempat. Apersepsi dilakukan dengan metode demostrasi sebagai berikut. Guru mengambil batu dan meletakkannya pada neraca untuk menunjukkan bahwa batu tersebut memiliki massa. Siswa diminta mengamati perubahan keadaan neraca sebelum dan sesudah diisi batu, kemudian menjelaskan apa maknanya. Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan penuntun, siswa akhirnya menyatakan bahwa batu memiliki massa. Selanjutnya, guru memasukkan batu tadi ke dalam gelas yang sudah diisi air sampai hampir penuh. Siswa diminta mengamati apa yang terjadi dan menyampaikan pendapatnya tentang fenomena tersebut. Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan membimbing, siswa akhirnya merumuskan sifat kedua yang dimiliki suatu benda, yaitu memerlukan tempat atau ruang. Guru mendemonstrasikan lagi hal serupa, tetapi untuk zat cair. Mula-mula guru mengisi gelas ukur dengan minyak kelapa, kira–kira ¼ bagian, kemudian meminta siswa memperhatikan apa yang terjadi jika air dituangkan ke dalam gelas ukur yang telah diisi minyak tadi. Siswa menemukan bahwa minyak terdesak ke atas oleh air sehingga posisinya kini ditempati oleh air. Demonstrasi ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa zat cair (contoh : air) memiliki massa dan memerlukan ruang. Guru melanjutkan demonstrasinya untuk untuk menunjukkan bahwa gas juga memiliki massa dan menempati ruang. Mula-mula meniup balon karet sehingga membesar. Siswa diminta menjelaskan mengapa balon membesar. Siswa juga diminta meniup sendiri balon lain yang masih kempes. Dengan pertanyaan-pertanyaan penuntun, siswa dapat menjelaskan bahwa gas memerlukan tempat. Selanjutnya guru menempatkan dua balon karet yang masih kempes di ujung-ujung sebatang kayu yang dibagian tengahnya diikat dengan tali vertical sehingga kayu dalam posisi mendatar (horizontal). Selanjutnya, salah satu balon ditiup hingga cukup besar sambil dipegang (disangga). Sebelum balon ini dilepas, siswa diminta menduga apa yang terjadi dengan posisi batang kayu jika balon yang sudah ditiup tersebut kini dilepas. Sebagian siswa menjawab “akan miring ke bawah … karena balon besar memiliki massa lebih banyak”. Guru kemudian melepas balon tersebut, dan benar bahwa kayu mering ke bawah kearahbalon yang telah ditiup. Dengan demonstrasi ini siswa memahami bahwa udara juga memiliki massa dan memerlukan ruang. Dengan tiga demonstrasi tersebut, guru dan siswa dapat mengidentifikasi dua sifat penting yang dimiliki zat, yaitu memiliki massa dan menempati ruang. Dengan kegiatan demonstrasi ini tujuan pembelajaran yang pertama dapat dicapai. (2) Guru membagikan LKS dan membagi siswa dalam kelompok untuk menjawab setiap pertanyaan yang ada di LKS. Guru juga membagikan beberapa benda (berupa piring, spidol, gelas ukur, air, dan balon) yang akan dipakai siswa untuk melakukan percobaan sederhana berdasarkan petunjuk yang ada di LKS. Setelah demonstrasi siswa diminta menjawab pertanyaan–pertanyaan yang ada di LKS. Berikut deskripsidemonstrasi yang dilakukan oleh siswa berdasarkan kegiatan yang ada pada LKS. Siswa mengambil spidol dan meletakkan spidol dalam gelas ukur, kemudian memindahkannya ke piring. Dari demonstrasi ini siswa dapat menemukan apakah bentuk dan volume spidol (zat padat) mengalami perubahan jika dipindahkan dari satu wadah ke wadah lain. Siswa menuangkan air kedalam gelas ukur, kemudian memindahkannya lagi kepiring. Dari demonstrasi ini siswa dapat menemukan apakah bentuk dan volume air (zat cair) mengalami perubahan jika dipindahkan dari satu wadah ke wadah lain. Guru meminta beberapa kelompok untuk mempresentasikan hasil kelompoknya dan peserta lain dipersilahkan untuk menambahkan atau menyanggahkalau hasilnya 1181
berbeda. Pada tahap ini, guru memberikan penguatan dan atau koreksi terhadap pemikiran-pemikiran siswa yang kurang tepat. (3) Guru bersama dengan siswa menyimpulkan materi pembelajaran. Pembelajaran diakhiri dengan tes.Soal tes dalam bentuk objektif yang terdiri dari 15 butir soal. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan skor tes, hasil belajar siswa termasuk memuaskan(Tabel 1).Dari 28 siswa, 24siswasudah tuntas, sedangkan 4 siswabelum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan, yaitu 63.Skor empat siswa (14%) yang belum mencapai KKM tersebut adalah 60 (2 siswa) dan 53 (2 siswa). Tabel 1. Statistik hasil tes setelah pembelajaran Skor rata-rata dan deviasi standar 71,75 (8,57) Skor minimum 53 Skor maksimum 93 Jumlah siswa yang tuntas 24 Jumlah siswa yang belum tuntas 4 Berdasarkan hasil tes tersebut dikatakan bahwa pembelajaran sudah cukup berhasil.Selain itu, siswa juga terlihat menikmati pembelajaran.Namun demikian, masih ada empat orang siswa yang nilainya belum tuntas.Untuk itu penulis merasa masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sekaligus diperbaiki agar siswa dapat mencapai standar KKM yang telah ditentukkan.Pertama, memotivasi siswa untuk lebih serius dalam mempelajari materi zat dan wujudnya dan untuk mencapai standar ketuntasan sebaiknya dicoba dengan menggunakan media yang bervariasi.Kedua, perlu ditumbuhkan lagi keberanian siswa dalam menjawab pertanyaan.Hal inidapat dilakukan melalui diskusi kelompok. Ketiga, keberanian siswa untuk menanyakan hal–hal yang belum dipahami masih perlu ditingkatkan. Pada dasarnya semua metode yang digunakan selama proses pembelajaran memiliki keunggulan serta kelemahan sendiri–sendiri. Sutikno & Stiawan (2013) dari beberapa sumber menjelaskan keunggulan yang dimiliki metode demonstrasi ialah: (1) dapat memusatkan perhatian siswa pada hal-hal yang dianggap penting oleh guru, (2) dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran, (3) bisa membantu siswa mengingat lebih lama tentang materi yang disampikan, dan (4) dapat mengurangi kesalahan pemahaman karena pelajaran lebih bersifat konkrit. PENUTUP Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan prestasi belajar siswa Kelas VII SMPN1 Tabukan Tengah dapat meningkat melalui penerapan metode demonstrasi pada materi zat dan wujudnya. Ketuntasan secara klasikal mencapai 86%, dan rata-rata skor tes siswa mencapai 71,75 dengan deviasistandar sebesar 8,57. DAFTAR RUJUKAN Sutikno, H & Stiawan, B. 2013.Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Malang: Universitas Negeri Malang.
1182
PENERAPAN PEMBELAJARAN COOPERATIVE TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 3 PENAJAM PASER UTARA Kusmiyati Minarni SMPN 3 Penajam Paser Utara SMPN 1 Penajam Paser Utara Abstrak:Makalah ini menyajikan hasil penelitian tindakan kelas yang menerapkan pembelajaran koperativ tipe Student Team Achievement Divison (STAD) pada pembelajaran IPA topic system gerak pada manusiadan system percernaan pada manusia. Penelitian dilaksanakan di SMPN 3 Penajam Paser Utara selama dua siklus. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran STAD dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa. Kata kunci : Model STAD, hasil belajar.
Selama ini, pembelajaran IPA di SMPN 3 Penajam Paser Utar (PPU) secara umum dapat digambarkan sebagai berikut. Pelajaran dimulai dengan membahas definisi, konsep, atau prinsip-prinsip IPA diikuti dengan membahas contoh-contoh soal dan diakhiri dengan meminta para siswa mengerjakan soal-soal latihan. Guru selalu berusaha mengontrol secara penuh kegiatan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai seefisien mungkin. Kegiatan pembelajaran di dominasi dengan ceramah yang diselingi dengan tanya-jawab untuk memonitor apakah siswa sudah memahami pokok-pokok materi yang telah disampaikan guru. Kegiatan tanya-jawab, memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya jika ada yang belum dipahami, serta melatih siswa menyelesaikan soal-soal latihantelah dipandang sebagai wujud pembelajaran siswa aktif. Namun demikian, ternyata pembelajaran seperti itu masih jauh dari kriteria pembelajaran yang bermakna sebagaimana yang disarankan TEQIP. Dengan pembelajaran seperti itu, hasil belajar siswa memang kurang optimal yang ditandai dengan masih rendahnya hasil ulangan harian selama ini. Menurut Zubaidah dkk. (2013), belajar bermakna akan terjadi apabila siswa dapat mengaitkan informasi yang baru diperolehnya dengan konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa tersebut. Kegiatan belajar melalui menghafal informasi baru tanpa menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif siswa tidak akan bermakna bagi siswa. Menyadari bahwa pembelajaran selama ini kurang bermakna, penulis mencoba menerapkan cara baru (dalam konteks diri penulis) dalam membelajarkan IPA, yaitu pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divison (STAD). Menurut Suprihatiningrum (2012),STAD merupakan pendekatan kooperatif yang cukup sederhana. STAD mengacu pada belajar kelompok, di mana sebelumnya guru menyajikan informasi atau pengetahuan baru kepada siswa menggunakan presentasi verbal dan/ atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4–5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, baik dari segi gender, kemampuan akademik, maupun aspek sosiologis yang berpengaruh pada pembelajaran, misalnya kemampuan bekerjasama. Penulis menerapkan pembelajaran STAD pada topic (1) sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan, dan(2) sistem pencernaan pada manusia. Pembelajaran dilaksanakan di kelas VIIIC mulai tanggal 12 Agustus sampai tanggal 14 Oktober 2013. Karena metode pembelajaran ini merupakan hal baru bagi penulis, maka penulis sekaligus menggunakan kesempatan tersebut untuk melakukan penelitian tindakan kelas ( Dasna, 2013 ). METODE Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas VIII C SMP 3 PPU. Jumlah siswa sebanyak 32 siswa, terdiri atas16 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Pengumpulan data dilakukan melalui tes dan pengamatan / catatan pembelajaran. 1183
Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus pertama diterapkan pada topic“sistem gerak pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan”, sedangkan siklus kedua diterapkan pada topik“sistem pencernaan pada manusia”. Masing-masing siklus dilaksanakan selama tiga pertemuan dengan alokasi waktu sebanyak 2 x 40 menit per pertemuan. Tindakan pada siklus II hampir sama dengan pada siklus I, tetapi dengan sedikit penyempurnaan, yaitu guru melakukan demonstrasi terlebih dahulu sebelum siswa melakukan praktikum. Keberhasilan tindakan diukur berdasarkan pencapaian kriteria ketuntasan minimal (KKM), yaitu 70. Jika siswa memperoleh nilai <70 dikatakan belum tuntas, jika siswa mendapat nilai ≥70 dikatakan tuntas. Analisis ini dilakukan setiap akhir siklus pembelajaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil tes siswa pada akhir siklus I dan II disajikan padaTabel 1. Pada siklus I, jumlah siswa yang mencapai KKM (70) sebanyak 19 siswa (59,4%) sedangkan pada siklus II sebanyak 20 siswa (62%). Berarti ada sedikit kenaikan dari siklus I ke II. Skor rata-rata kelas juga sedikit naik dari 70,09 menjadi 72,62. Tabel 1.Hasil Tes Pada Siklus I dan II Rentanganskor 90 - 100 80 – 89 70 –79 60 - 69 50 - 59 ≤ 49 Rata-rata
Frekuensi Siklus I Siklus II 4 7 15 13 8 9 3 1 2 2 70,09 72, 62
Hasil pengamatan terhadap keaktifan siswa dan kinerja kelompok disajikan pada Tabel II. Terlihat bahwa capaian semua indikator proses mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Tabel 2. Pencapaian Indikator Proses pada Siklus I & II Indikator Proses
Pencapaian Siklus I Siklus II Keaktifansiswamengajukanpertanyaan 46,9 62,25 Ketepatanwaktumelakukankegiatan 56.25 75 Interaksisiswadalamdiskusikelompok 65 80 Kemampuansiswamenjelaskanmasalahsecarakelompok 50 68.75 Nilaihasilkerja pada LKS 68.75 87.50 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data di depan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran model Student Team Achievement Divison dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa SMPN 3 Penajam Paser Utara dalam mengikuti pembelajaran. DAFTAR RUJUKAN Dasna, I W. 2013. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Malang : Universitas Negeri Malang. Suprihatiningrum, J. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: AR-RUZZMEDIA Zubaidah, S.,Yuliati, L., dan Mahanal, S. 2013.Model dan Metode Pembelajaran IPA SMP. Malang : Universitas Negeri Malang.
1184
PEMBELAJARAN GERAK LURUS DENGAN MODEL SIKLUS BELAJAR DI SMP NEGERI 2 LANGKE REMBONG: IMPLEMENTASI LESSON STUDY Mansueta Saiman SMPN2 Langke Rembong Abstrak: Pembelajaran IPA merupakan proses konstruksi pengetahuan melalui aktifitas berpikir. Salah satu model pembelajaran yang cocok dengan hakekat IPA adalah model Learning cycle atau siklus belajar. Makalah ini menyajikan penerapan model siklus belajar pada topic gerak lurus di SMPN2 Langke Rembong. Hasil posttest menunjukan bahwa 91% siswa tuntas belajar tentang Gerak Lurus dengan menggunakakan model Learning Cycle. Kata Kunci : Metode Learning Cycle, hasil belajar siswa Pembelajaran IPA merupakan proses konstruksi pengetahuan oleh siswa melalui aktifitas berpikir. Tugas guru IPA adalah memfasilitasi siswa untuk mengembangkan pengetahuannya melalui pengamatan, memaknai hasil pengamatan, dan melakukan komunikasi dengan guru atau siswa lain sehingga mampu menghubungkan pengetahuan baru yang diharapkan dikuasai siswa dengan pengetahuan awal yang telah mereka miliki. Topik gerak lurus merupakan topic penting dalam IPA yang harus dikuasai siswa SMP. Namun demikian, sejauh ini penulis mengalami kesulitan dalam mengajarkan topic itu. Siswa selalu mengalami kesulitan dalam memahami grafik, misalnya grafik posisi terhadap waktu dan kecepatan terhadap waktu. Siswa juga mengalami kesulitan untuk membedakan gerak lurus beraturan (GLB) dengan gerak lurus berubah beraturan (GLBB) berdasarkan grafik. Hasil uji kompetensi di akhir pembelajaran juga kurang memuaskan, banyak siswa tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Setelah refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, peneliti menyadari bahwa pembelajaraan selama ini kurang bermakna bagi siswa. Selama ini, pembelajaran dilakukan melalui penjelasan konsep-konsep gerak (misalnya kecepatan, percepatan, GLB, GLBB) disertai dengan contoh soal, dilanjutkan dengan latihan mengerjakan soal-soal untuk lebih memahami materi yang sudah diberikan. Penjelasan guru sebenarnya juga tidak semata-mata dilakukan secara ceramah, melainkan juga dilengkapi demonstrasi dan tanya-jawab. Namun demikian, tampaknya pembelajaran seperti itu masih belum bermakna. Siswa perlu memiliki pengalaman langsung menganalisis gerak benda dan membangun konsep melalui proses itu. Untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya, penulis mencoba menerapkan pembelajaran yang diadopsi dari model siklus belajar (Learning Cycle). Berdasarkan hasil pelatihan TEQIP di Batu, Jawa Timur, penulis menyadari bahwa pembelajaran model siklus belajar sangat cocok untuk IPA. Siklus belajar merupakan salah satu strategi mengajar yang berbasis pada paham konstruktivisme (Dahar, 2010). Model pembelajaran ini memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif melalui proses asimilasi, akomodasi, dan organisasi pengetahuan dalam struktur kognitif siswa. Sintak model siklus belajar pada dasarnya mencakup tahap engagement (pendahuluan), exploration (eksplorasi), explanation (eksplanasi), elaboration (elaborasi), dan evalution (evaluasi) (Zubaidah, 2013). Model siklus belajar menempatkan guru sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut mulai dari perencanaan (terutama perangkat pembelajaran), pelaksanaan (terutama pemberian pertanyaan-pertannyaan arahan dan proses pembimbingan), dan evaluasi (Dasna, 2005). Perencanaan pembelajaran dilaksanakan dalam kerangka lesson study (LS) (Ibrohim, 2013). Penulis bertindak sebagai guru model. Makalah ini memaparkan bagaimana pembelajaran tersebut dirancang, diimplementasikan, dan dianalisis efektivitasnya. Efektivitas pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa membuat grafik dan menguasai konsepkonsep dasar gerak lurus juga dibahas.
1185
PERENCANAAN PEMBELAJARAN Rencana pembelajaran disusun pada tahapan plan LS. Rancangan pembelajaran dibuat untuk satu kali pertemuan dengan tujuan sebagai berikut. (1) Setelah menyimak tayangan animasi mobil yang bergerak pada lintasan lurus dan lintasan yang berkelok-kelok, siswa dapat mendeskripsikan jenis gerakan mobil tersebut. (2) Melalui mengamati ketikan pada kertas ticker timer yang dihasilkan oleh benda yang bergerak dengan cara yang berbeda-beda, siswa dapat membedakan Gerak Lurus Beraturan (GLB), Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) diperlambat, dan GLBB dipercepat. (3) Setelah menyusun potongan kertas hasil ketikan ticker timer, siswa dapat mengggambar grafik GLB, GLBB dipercepat, dan GLBB diperlambat. Pada tahap perencanaan ini juga disusun langkah-langkah pembelajaran beserta LKS dan instrumen evaluasinya. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan panduan kegiatan siswa selama kegiatan pembelajaran beserta bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan pembelajaran. Alat evaluasi berupa soal tes pilihan ganda. Soal-soal yang disiapkan belum diukur tingkat validitas serta realibilitasnya. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Implementasi rencana pembelajaran dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2013 di SMP Negeri 2 Langke Rembong kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Penulis bertindak sebagai guru model. Siswa di kelas pembelajaran sebanyak 34 orang, terdiri atas 15 siswa lakilaki dan 19 siswa perempuan. Pembelajaran diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru menayangkan animasi mobil yang bergerak pada jalan lurus dan jalan yang berkelok-kelok. Kemudian guru mengajukan pertanyaan “Bilamanakah sebuah benda dikatakan bergerak?” “Bagaimanakah lintasan mobil tadi? Mengawali kegiatan inti, guru menunjukkan contoh ketikan ticker timer yang dihasilkan oleh gerakan suatu benda pada lintasan lurus. Guru menjelaskan bahwa dengan jejak pada ticker timer tersebut, kita bisa menganalisis gerak benda, apakah bergerak dengan kecepatan constan atau tidak. Setelah menjelaskan bagaimana cara menganalisis gerak benda berdasarkan jejak ticker timernya, guru membentuk kelompok dengan jumlah anggota 6 orang per kelompok. Setiap kelompok mendapat Lembar Kerja Siswa (LKS) serta kertas hasil ketikan ticker timer sebagai bahan bereksplorasi. Selanjutnya, siswa melakukan kegiatan sesuai petunjuk LKS, yakni menggunting kertas ticker timer serta menempel pada tabel yang telah disediakan. Berdasarkan hasil tempelan kertas-kertas tersebut, siswa menggambar grafik GLB, GLBB dipercepat, dan GLBB diperlambat. Guru membimbing siswa selama diskusi kelompok. Kegiatan belajar berikutnya adalah menjelaskan hasil kerja. Ini merupakan kegiatan pada fase eksplanasi. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas. Jika ada kelompok yang memiliki pandangan/jawaban salah, guru meluruskan jawaban tersebut. Kegiatan selanjutnya adalah fase elaborasi. Siswa menerapkan hasil belajarnya untuk mengerjakan soal-soal latihan. Kegiatan diakhiri dengan merumuskan hasil kegiatan pembelajaran hari ini dan evaluasi. Siswa mengerjakan soal-soal post-test secara individu. REFLEKSI PEMBELAJARAN Semua guru yang mengamati pembelajaran memberi masukan/pandangan atas kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Melalui kegiatan refleksi ini, terungkap beberapa permasalahan sebagai berikut. 1) Pengelompokan siswa perempuan dan laki-laki tidak seimbang. 2) Pada saat menyusun potongan kertas ticker timer, masih ada siswa yang bermain dengan bahan-bahan kegiatan yang masih ada di meja siswa. 3) Pada saat presentasi masih ada kelompok siswa yang belum menyelesaikan LKS sehingga tidak memperhatikan presentasi dari kelompok lain. Hasil diskusi refleksi menemukan beberapa faktor penyebab masalah tersebut. Antara lain terbatasnya lembar kerja siswa (LKS) dalam setiap kelompok, dan materi pembelajaran terlalu luas. Solusinya: 1) Setiap siswa diberi LKS. 2) Materi pembelajaran dibagi dua kali pertemuan. 3) Setelah praktik berakhir, siswa mengembalikan peralatan ke tempat semula. Sebagian besar pengamat sepakat bahwa telah siswa terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
1186
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil tes di akhir pembelajaran, sebanyak 31 (dari 34, atau sekitar 90%) siswa telah mencapai ketuntasan, sedangkan tiga siswa lainnya belum mencapai KKM yang ditetapkan, yaitu 60. Berdasarkan data ini, penulis merasa bahwa pembelajan hari ini lebih baik daripada yang biasa penulis lakukan sebelumnya. Hasil ini juga sesuai dengan pernyataan Zubaidah dkk (2013) bahwa model siklus belajar dapat meningkatkan hasil belajar siswa, sikap siswa terhadap IPA,kemampuan bernalar siswa, dan ketrampilan proses sains, serta pengetahuan yang diperoleh siswa bisa bertahan lebih lama. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model siklus belajar pada materi Gerak Lurus di SMP Negeri 2 Langke Rembong dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran juga membuat siswa lebih tertarik, aktif dan termotivasi sehingga dapat memahami konsep-konsep yang dibelajarkan. DAFTAR RUJUKAN Dahar, R.W. 2010. Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga Dasna, I W. 2013. Penelitian Tinadakan Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang. Ibrohim. 2013. Panduan pelaksanaan lesson study. Malang: Universitas Negeri Malang.Desminiarti., Aprita Indah Ayu. 2012. Jurnal Peningkatan Kualitas Guru. Malang: Universitas Negeri malang. Zubaidah, S., Yuliati, L., Mahanal, S. 2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang : Universitas Negeri Malang.
PENERAPAN KOOPERATIF STAD DALAM PEMBELAJARAN IPA DI KELAS VII SMPN 21 TANJUNG JABUNG TIMUR: IMPLEMENTASI LESSON STUDY Erisma SMP N 3 Tanjung Jabung Timur Abstrak: Pembelajaran kooperatif STAD telah diterapkan dalam kegiatan open class lesson study. Kegiatan lesson study dilakukan melalui 3 tahapan yaitu plan, do, dan see. Tahapan plan dilaksanakan tanggal 15 juni 2013 di kota Batu- Malang pada saat kegiatan pelatihan TOT II. Tahapan do dan see dilaksanakan pada tanggal 19 juli 2013 di SMPN 21 Tanjung Jabung Timur kelas VII B. Materi yang diajarkan pada saat pelaksanaan lesson study adalah besaran dan satuan. Dari hasil refleksi ditemukan bahwa baik guru model maupun observer merasakan manfaat dari lesson study dalam meningkatkan pembelajaran. Bagi siswa yang kelasnya dijadikan tempat pelaksanaan lesson study menunjukan siswa antusias dalam belajar dan terjadi peningkatan hasil belajar. . Kata kunci : Kooperatif STAD, Lesson study, hasil belajar.
Merupakan keharusan bagi seorang guru untuk meningkatkan kompetensinya sebagai agen pembelajaran. Kompetensi merupakan kemampuan seseoerang yang dapat ditingkatkan melalui latihan. Kompetensi guru terdiri dari : kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi profesional, dan kompetensi akademik. Salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah bekerja secara kolaboratif untuk mengembangkan rencana dan perangkat pembeajaran, melakukan observasi, refleksi dan revisi rencana pembelajaran. Kegiatan tersebut diistilahkan dengan lesson study. Lesson study adalah suatu proses sistematis yang digunakan oleh guru-guru di Jepang untuk menguji keefektifan pengajaran dalam rangka meningkatkan hasil belajar (Ibrohim: 2013: 7 ). Melalui program TEQIP guru diberi kesempatan untuk melakukan lesson study yang selama ini jarang dilakukan oleh guru-guru dilapangan. Lesson study dilaksankan dalam tiga tahapan yaitu plan (perencanaan), do ( pelaksanaan), dan see (refleksi). Salah satu tahapan 1187
pelaksanaan lesson study tahap do dilaksanakan pada saat kegiatan on-going TEQIP. Kegiatan on-going II dilaksanakan di SMPN 21 Tanjung Jabung Timur. Salah satu metode pembelajaran yang menuntut keterlibatan seluruh siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang secara sengaja didesain untuk melatih siswa mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat tersebut dalam bentuk tulisan. Selain itu, menurut Isjoni (2010: 23), metode pembelajaran kooperatif adalah suatu metode untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa. Dalam pembelajaran ini mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal. Metode pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berkembang sesuai dengan keinginan dan kemampuan siswa. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain sehingga dengan pembelajaran kooperatif diharapkan hasil belajar siswa meningkat. Pemerintah juga menganjurkan untuk menerapkan metode pembelajaran kooperatif untuk memperbaiki proses pembelajaran yang sudah ada selama ini supaya lebih efektif. Pada saat open class guru model menerapkan kooperatif STAD dalam pembelajarannya. Slavin (2006) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif STAD merupakan pembelajaran yang paling sederhana di antara pembelajaran kooperatif yang lain, sehingga cukup baik digunakan oleh guru yang pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif. METODE Penelitian dilakukan berbasis pengamatan dilakukan di kelas VII SMPN 21 bersamaan dengan pelaksanaan open class Lesson Study. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah RPP yang disusun selama kegiatan TOT di Batu Malang, dan instrumen keterlaksanaan pembelajaran serta instrumen observasi lesson study. Selain itu disiapkan pula perangkat tes untuk mengukur hasil belajar. Langkah kegiatan pada pelaksanaan lesson study terdiri atas tiga tahap utama yaitu (1) tahap perencanaan (plan), (2) tahap kegitan pembelajaran di kelas (do), dan (3) tahap refleksi (see). Ketiga tahap tersebut diuraikan lebih rinci pada bagian berikut. Pada tahap perencanaan (plan) terdiri atas kegiatan-kegiatan (1) menentukan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), (2) menyusun RPP secara kolaboratif, (3) memilih model pembelajaran yang sesuai, dan (4) menentukan media dan alat peraga yang sesuai. Standar kompetensi yang dipilih pada kesempatan ini adalah Besaran dan Satuan. Model pembelejaran yang dipilih adalah Kooperatif tipe STAD (Zubaidah, dkk., 2013). Model ini dipilih dengan pertimbangan karena STAD merupakan pendekatan kooperatif yang sangat sederhana. Selain itu model ini sangat baik digunakan guru yang baru pertama kali menggunakan pembelajaran kooperatif (Mardiatun dan Rosnah. 2013) Plan ( Perencanaan ) Pada tahap plan guru tim lesson study melakukan kegiatan 1) menentukan guru model dan moderator, 2) menentukan Standar Kompetensi (SK) dan kompetensi Dasar (KD) serta materi pembelajaran yang akan diopen class-kan, 3) memilih model pembelajarn yang sesuai, 4) menyusun RPP secara kolaboratif, 5) membuat LKS. Pada tahap ini disepakati guru modelnya yaitu ibu Erisma dan tempat open class di SMPN 21 Tanjung Jabung Timur kelas VII. Tahap plan ini dilaksanakan tanngal 15 juni 2013 di kota Batu Malang pada kegitan pelatihan TOT II. Standar kompetensi yang dipilih yaitu memahami prosedur ilmiah untuk mempelajari benda-benda alam dengan menggunakan peralatan, dengan kompetensi dasar mendeskripsikan besaran pokok dan besaran turunan beserta satuannya, serta materi pembelajaran besaran dan satuan. 1188
Model pembelajaran yang dipilih yaitu kooperatif STAD karena menurut Arends (dalam Zubaidah : 2013: 171): “Guru yang menggunakan STAD memulai pembelajarannya dengan penyampaian informasi baru kepada siswa, baik melalui ceramah maupun melalui bahan bacaan. Siswa dalam kelas dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota masingmasing 4 sampai 5 siswa, yang diatur secara heterogen, mewakili jenis kelamin, kemampuan akademik (siswa berprestasi rendah, sedang tinggi), kelompok ras dan etnis. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan siswa (LKS) untuk menuntaskan materi dengan saling membantu satu sama lain melalui belajar bersama, saling bertanya atau berdiskusi. Setiap seminggu atau dua minggu sekali siswa diberi kuis. Kuis diskor. Skor setiap siswa dalam tulisan ini dan merupakan skor perkembangan bukan skor mutlak. Artinya skor yang dituangkan adalah perubahan terhadap skor sebelumnya. Do (Pelaksanaan) Pembelajaran yang dilaksanakan secara open class dilaksanakan pada tanggal 19 juli 2013 di SMPN 21 Tanjung Jabung Timur dengan materi besaran dan satuan. Guru model melaksanakan pembelajaran sesuai RPP yang dibuat yaitu mengacu pada langkah-langkah model kooperatif tipe STAD. Pada awal pembelajaran guru model memberi salam dan memperkenalkan diri karena sekolah tempat pelaksanaan open class bukan sekolah tempat guru model bertugas. Langkah berikutnya guru model mengorientasi kondisi dan memusatkan perhatian siswa untuk siap memulai pembelajaran dengan cara menanyakan kepada siswa apakah siap belajar IPA hari ini? Lalu anak menjawab “siap Bu”. “Kalau begitu keluarkan buku catatan IPA dan simpan buku yang tidak berhubungan dengan pelajaran IPA” sahut guru model. Pada tahap memotivasi siswa, guru model menanyakan “apakah kamu pernah melakukan kegiatan mengukur benda? lalu siswa menjawab “pernah Bu”. Kemudian guru model melanjutkan pertanyaannya, “benda apa yang kamu ukur?”, lalu ada siswa menjawab “mengukur panjang meja menggunakan penggaris, mengukur massa benda menggunakan timbangan”. Setelah itu guru model menyampaikan, “anak-anak panjang dan massa yang katakan oleh temanmu tadi dinamakan besaran dalam fisika, lalu ada berapa macam besaran dalam fisika itu, nanti akan kita bahas sebentar lagi”. Kemudian guru model menuliskan di papan tulis materi yang dibahas, setelah itu guru model menyampaikan tujuan pembelajaran tentang besaran dan satuan. Pada kegiatan inti guru model menyampaikan materi pokok yaitu pengertian besaran dalam fisika dan satuan. Selanjutnya guru model membagi kelompok secara heterogen yang setiap kelompok terdiri dari 6 siswa karena jumlah siswanya 36 orang. Langkah berikutnya guru model membagikan LKS, setelah itu guru memberikan penjelasan tentang langkah kerja yang harus dilakukan oleh siswa. Setelah melakukan diskusi kelompok, setiap kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Selanjutnya guru model memberikan penjelasan akhir untuk pemantapan. Pada kegiatan akhir guru model memberikan evaluasi dengan memberikan kuis secara individu yang bentuk soalnya pilihan ganda supaya hasilnya dapat diketahui siswa pada saat itu. Selama kegiatan open class berlangsung guru model di temani oleh para guru yang lain sebagai observer (pengamat) yaitu pak Prasojo, ibu Desi Indriati dan ibu Mardiana. Para observer ini mengamati siswa belajar bukan guru model mengajar dan mencatat seluruh hasil pengamatannya dalam lembar observasi. See (Refleksi) Pada tahap refleksi para observer menyampaikan hasil pengamatannya. Kegiatan refleksi dilakukan dalam bentuk diskusi yang dipimpin oleh seorang moderator. Moderator mengawali kegiatan dengan memberikan ucapan terima kasih kepada guru model yang bersedia menjadi guru model pada pembelajaran hari ini. Selanjutnya moderator memberikan kesempatan kepada guru model untuk menyampaikan self reflection atas pelaksanaan proses pembelajaran di kelas VII B tentang materi besaran dan satuan. Guru model merasakan kemajuan dalam mengajar dengan menerapakan kooperatif STAD dalam pembelajaran. Penggunaan kooperatif STAD dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar, karena selama proses pembelajaran berlangsung siswa sangat antusias dalam belajar dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. 1189
Moderator kemudian memberikan kesempatan kepada para observer secara bergiliran untuk menyampaikan hasil pengamatannya. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan dari hasil pengamatan yang disampaikan para observer pada saat refleksi diperoleh informasi sebagai berikut. 1. Kesiapan belajar Menurut observer pada awal pembelajaran siswa sudah siap dalam menerima pelajaran dengan baik walaupun masih ada beberapa siswa masih beradaptasi dengan guru model yang bukan guru mereka. Pada saat memotivasi siswa merespon dengan baik dengan cara menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru model. Pada saat proses pembelajaran berlangsung interaksi siswa dengan siswa terjadi setelah mengerjakan LKS, interakasi antara siswa dengan guru terjadi saat guru memberikan penjelasan kepada kelompok yang masih kurang jelas dalam mengerjakan LKS. Siswa sangat bersemangat dan antusias dalam menerjakan LKS. Pada akhir pembelajaran ssiswa aktif dalam merangkum pelajaran bersam guru model. 2. Siswa yang terganggu dalam belajar Ada satu siswa putri yang tidak mau bergabung dengan teman kelompoknya saat mengerjakan LKS, siswa tersebut hanya meyendiri. Setelah didekati oleh guru model dan menanyakan kenapa tidak ikut bergabung dengan temannya, apakah kamu sakit, siswa menjawab tidak dan guru model memberikan pengertian dengan mengatakan nanti kamu tidak tahu mengerti tentang materi hari ini dan tidak bisa menjawab pertanyaan kuis di akhir pembelajaran. Setelah itu siswa tersebut mau bergabung dengan teman kelompoknya untuk mengerjakan LKS. Ternyata siswa tersebut baru hari itu belajar bergabung dengan siswa kelas VII B yang sebelumnya berada di kelas VII A. 3. Pengalaman berharga yang dapat dipetik Open class dengan menerapkan kooperatif STAD ternyata dapat membuat siswa aktif dalam belajar dan dapat meningkatkan hasil belajar dari hasil kuis yang diperoleh siswa diakhir pembelajaran.yaitu 17% mendapat nilai 60, 55% mendapat nilai 80, dan 28 % mendapat nilai 100. Berdasarkan hasil pengamatan dari observer penerapan kooperatif STAD dalam pembelajaran IPA dapat memotivasi siswa dalam belajar karena selama proses pembelajaran berlangsung siswa sangat antusias dalam mengerjakan tugas yang ada dalam LKS di dalam kelompkoknya masing-masing. Selanjutnya Slavin (2008) berpendapat bahwa siswa yang termotivasi akan dengan mudah diarahkan, diberi penugasan, cenderung memiliki rasa ingin tahu yang besar, aktif dalam mencari informasi tentang materi yang dijelaskan oleh guru serta menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi untuk mempelajari dan menyerap pelajaran yang diberikan. Dengan demikian penerapan kooperatif STAD dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Penerapan kooperatif STAD dalam pembelajaran IPA di kelas VII B SMPN 21 Tanjung Jabung Timur berbasis lesson study dapat disimpulkan bahwa siswa lebih termotivasi untuk belajar yang terlihat dari antusiasnya siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Selaiin itu juga terjadi peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas VII B SMPN 21 Tanjung Jabung Timur. DAFTAR RUJUKAN Ibrohim. 2013. Panduan Pelaksanaan Lesson Study. Malang : Universitas Negeri Malang. Isjoni, 2009. Cooperative Learning, Efektivitas Pembelajaran Kelompok, Bandung, AlfaBEta. Mardiatun dan Rosnah. 2013. Penerapan Cooperative STAD dalam Pembelajaran IPA di Kelas V SDN 012 Tanjung Pinang Barat: Pengalaman Lesson Study pada Kegiatan Ongoing TEQIP 2012. J-Teqip.Tahun IV. Nomor.1. Mei 2013, HAL. 39-43. Slavin, Robert E. 2006. Educational psychology: Theory and Practice, 8th ed. Pearson Education, Inc. Zubaidah, Siti, dkk.2013. Model dan Metode Pembelajaran SMP IPA. Malang: Universitas Negeri Malang. 1190