PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT) PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2 DI SMAN I KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Tesis)
Oleh YUSLINA
PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VCT PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2 DI SMAN I KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Oleh:
Yuslina
ABSTRAK Tujuan penelitian ini yaitu untuk meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn secara efektif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan perencanaan, tindakan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi untuk pengambilan keputusan guna pengembangan lebih lanjut. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi. Hasil penelitian ini pada data awal sebelum dilakukan tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran VCT guru masih terlihat mengunakan metode kurang bervariasi, masih menggunakan metode ceramah, pembelajaran masih mengarah pada aspek kognitif dan kurang menekankan pada aspek afektif. Setelah dilaksanakan tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran VCT terjadi peningkatan moralitas pada siswa yang cukup baik. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) 80 % siswa kelas XI IPS 2 telah menampakkan perilaku moralitas yang baik pada mata pelajaran PPKn melalui model pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT) secara efektif, (2) pada penelitian ini, indikator yang paling sulit tercapai adalah pada indikator kejujuran. Sedangkan indikator yang paling mudah tercapai adalah indikator disiplin
Kata kunci: moralitas, model pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT)
INCREASED MORALITY STUDENTS THROUGH MODEL VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT) IN LEARNING PPKn SUBJECT TO CLASS XI IPS 2 DI SMAN I KOTABUMI DISTRICT NORTH LAMPUNG
By
Yuslina ABSTRACT
The purpose of this research which is to improve their morality students XI social class 2 in SMAN I Kotabumi through learning model VCT on the subjects of PPKn effectively. The kind of research used in this research is classroom action research. Procedure made in this report is written with stage planning, the act of, the implementation of the, observation, and reflection to decision-making to further development. The subject of study were students in XI social class 2 in SMAN I Kotabumi. The results of this study at baseline prior to the act of learning using teacher learning model VCT is still visible method, less varied, still use the lecture method, learning still leads to cognitive aspects, and less emphasis on the affective aspects. Having carried out the act of learning by using learning model VCT increased morality in a pretty good student. The results of research shows that (1) of 80 percent of students class xi social class 2 showing behavior morality good on the subjects of public schools through learning model value clarification tehnique (VCT) effectively, (2) the on this research , an indicator of the most difficult to achieve on indicators is honesty .While indicators most quickly achieved is an indicator of discipline. Key words:
morality, learning model value clarification tehnique (VCT)
PENINGKATAN MORALITAS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TEHNIQUE (VCT) PADA MATA PELAJARAN PPKn KELAS XI IPS 2 DI SMAN I KOTABUMI KABUPATEN LAMPUNG UTARA
Oleh YUSLINA
Tesis Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar MAGISTER PENDIDIKAN IPS
PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kotabumi Lampung Utara, 23 September 1975, anak keenam dari tujuh bersaudara merupakan buah hati Bapak H. Moenzir (Alm) dan Ibu Hj. Rosmiyati. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis untuk pertama kali pada Sekolah Dasar Negeri I Kota Alam dan diselesaikan pada tahun 1987. Setelah itu penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri I Kota Bumi yang diselesaikan pada tahun 1990. Kemudian penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kotabumi yang penulis selesaikan pada tahun 1993. Pada tahun 1994 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi PPKn, Jurusan Pendidikan IPS, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung dan diselesaikan pada Tahun 1998. Penulis mengabdikan ilmu sebagai guru bantu pada tahun 2005
di
SMA PRIMA
Kotabumi Lampung Utara sampai dengan tahun 2008, kemudian pada Tahun 2008 penulis mengabdikan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di SMA Negeri 1 Kotabumi Kabupaten Lampung Utara sampai dengan saat ini. Tahun 2014 penulis melanjutkan pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
di jurusan Magister Pendidikan IPS
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil ‘alamin, segala puji untuk-Mu Allah SWT atas segala kemudahan, limpahan rahmat dan karunia yang Engkau berikan selama ini. Seiring doa, rasa syukur dan segala kerendahan hati, Dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang-orang yang selalu mencintai dan menyayangiku. Dengan segala kerendahan hati, serta penuh cinta dan kasih sayang, karya kecil yang amat sederhana ini kupersembahkan untuk: Suamiku tercinta Tabrani Rajab, S.Ag, yang telah setia mendampingiku, terima kasih untuk doa dan semangat serta motivasi untuk menyelesaikan studi, aku akan selalu mencintaimu. Buah hatiku tersayang Hairi Abdul Aziz dan Hairi Abdul Kamil yang menjadi semangat hidupku. Mamah dan Ibu Mertua terima kasih untuk semua doa, motivasi serta mengiringi setiap langkahku. Kakak, Ayunda, Adik, Keponakan serta Keluarga Besarku yang selalu memberikan semangat dan dukungan untuk keberhasilanku. Almamater tercinta Universitas Lampung.
MOTTO
“Tidaklah Ada Pemberian dari Orang Tua kepada anaknya yang Lebih Utama daripada Budi Pekerti yang Baik.” ( Hr. Tirmizi) “Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.” (Khalifah Umar) “Modal Hidup yang abadi adalah memiliki Moral dan Budi Pekerti yang Baik.” (Yuslina)
SANWACANA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia yang tercurah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Peningkatan Moralitas Siswa melalui Model Pembelajaran VCT Pada mata pelajaran PPKn kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi Kabupaten Lampung Utara Tahun 2016/2017”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung. Penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan motivasi, dan saran yang diberikan dari semua pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Hasriadi Mat Akin, M.P. selaku Rektor Universitas Lampung 2. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung. 3. Bapak Dr.Muhamad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung 4. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerjasama FKIP Universitas Lampung 5. Bapak Drs. Bukhori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Keuangan, Umum dan Kepegawaian FKIP Universitas Lampung
6. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd. selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FKIP Universitas Lampung 7. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS 8. Ibu Dr. Hj Trisnaningsih, M.Si., selaku Ketua Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. 9. Bapak Dr. Hi. Edy Purnomo, M.Pd., selaku pembimbing I dan Pembimbing Akademik yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan ilmu, membimbing serta memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 10. Ibu Dr. Erlina Rufaidah, M.Si., selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 11. Bapak dan Ibu Dosen serta staf Program Pascasarjana Magister Pendidikan IPS yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti. 12. Ibu Hj. Emirita, S.Pd, M.Pd.Ing., selaku Kepala Sekolah, dan para Wakil Kepala Sekolah, serta staf Tata Usaha (TU) bersama dewan guru serta keluarga besar SMA Negeri 1 Kotabumi yang telah mengizinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian. 13. Suami Tercinta Tabrani Rajab, S. Ag., terima kasih atas cinta dan kesetiaan mendampingi serta motivasi dan semangat yang diberikan untuk menyelesaikan pendidikan pascasarjana. 14. Kedua buah hatiku, Hairi Abdul Aziz dan Hairi Abdul Kamil yang selalu menjadi semangat dalam hidupku. 15. Mamah dan Ibu Mertua yang selalu memberi semangat dan motivasi. 16. Rekan-rekan seperjuangan Magister Pendidikan IPS Angkatan 2014 Genap, Adi, Karsiwan, Rendi, Dani, Agung, Pak Ansori, Pak Sabar, Pak Aziz, Pak Iding, Pak Drajat, Buk Ima, Buk Elni, Buk Lena, Mbak Eka, Ses Mala, Teteh Euis, Nita, Huda, Titik, Ririh.
17. Murid-muridku di SMA Negeri I Kotabumi. 18. Teman-teman mahasiswa Magister Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung. 19. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Semoga Segala bantuan, bimbingan dan dorongan, dan doa yang diberikan kepada penulis mendapat ridho dari Allah SWT. Semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Aaminn.
Bandar Lampung, November 2016 Penulis,
Yuslina NPM 1423031087
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI......................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL..............................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
xviii
DAFTAR GRAFIK............................................................................................
xx
I. PENDAHULUAN .........................................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah ........................................................................
1
B.
Fokus Masalah ........................................................................................
13
C.
Rumusan Masalah .................................................................................
13
D.
Tujuan Penelitian....................................................................................
13
E.
Manfaat Penelitian ...................................................................................
14
1.
Manfaat Teoritis .........................................................................
14
2.
Manfaat Praktis ..........................................................................
14
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................
15
1.
Ruang Lingkup Ilmu Kajian IPS ................................................
15
2.
Ruang Lingkup Objek ................................................................
16
3.
Ruang Lingkup Subjek ...............................................................
16
4.
Ruang Lingkup Tempat ..............................................................
16
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
17
A.
Pengertian Belajar dan Pembelajaran .....................................................
17
1.
Pengertian Belajar ......................................................................
17
2.
Pengertian Pembelajaran ............................................................
20
Teori Belajar ...........................................................................................
22
1.
Teori Belajar Konstruktivisme ...................................................
22
2.
Teori Belajar Piaget ....................................................................
26
3.
Teori Belajar Vygotsky …………………………………………
28
F.
B.
C.
D.
Moralitas.................................................................................................
29
1.
Pengertian Moralitas ...................................................................
29
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Moralitas Remaja ................
31
3.
Upaya Pembinaan Moral Remaja .................................................
33
Model Pembelajaran ...............................................................................
34
1.
Pengertian Model Pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT) .........................................................................................
36
2.
Pembelajaran Model VCT dalam Mata Pelajaran PKn ...............
40
3.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model VCT ...................
40
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)...............................
42
1.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) .........................
42
2.
Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .....................
44
3.
Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .....................
45
4.
Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .................
45
5.
Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ..................
45
F.
Pembelajaran PKn dalam IPS ................................................................
47
G.
Penelitian Relevan ...................................................................................
49
H.
Kerangka Berfikir ..................................................................................
52
III. METODE PENELITIAN .........................................................................
53
A.
Pendekatan Penelitian ............................................................................
53
B.
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................
53
C.
Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ......................................
54
1. Definisi Konseptual Variabel ……………………………………….
54
2. Definisi Operasional Variabel ………………………………………
54
Subjek dan Objek Penelitian ..................................................................
55
1.
Subjek Penelitian ………………………………………………
55
2.
Objek Penelitian ………………………………………………..
55
E.
Prosedur Penelitian ................................................................................
55
F.
Langkah-Langkah Penelitian..................................................................
57
E.
D.
xiii
G.
Subjek, Jenis, dan Tehnik Pengambilan Data .........................................
62
H.
Tehnik Pengumpulan Data .....................................................................
62
I.
Tehnik Pengolahan Data ..........................................................................
66
J.
Indikator Keberhasilan ...........................................................................
67
IV. Hasil dan Pembahasan ..............................................................................
68
A.
Deskripsi Lokasi Penelitian ....................................................................
68
1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian ....................................................
68
2. Analisis SWOT ...............................................................................
69
3. Visi dan Misi ………………………………………………………
73
Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................
76
1. Deskripsi Pra Pelaksanaan Tindakan .................................................
78
2. Deskripsi Hasil Penelitian ..................................................................
81
Hasil Siklus I ......................................................................................
81
Hasil Siklus II .....................................................................................
105
Hasil Siklus III ...................................................................................
129
3. Rekapitulasi Hasil Penelitian ……………………………………….
150
Pembahasan Penelitian ...........................................................................
154
B.
C.
1. Pembelajaran PPKn dengan menggunakan model Value Clarification Technique untuk meningkatkan moralitas siswa ……..
154
2. Indikator Disiplin dan Kejujuran merupakan indikator yang
V.
mudah dan sulit untuk dicapai oleh siswa ……………………………
158
Simpulan Dan Saran …………………………………………………..
164
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
165
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
166
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Data awal observasi moralitas siswa ..................................................... 10 Tabel 2.1 Langkah-langkah pembelajaran dengan model VCT .......................... 41 Tabel 2.2 Penelitian Relevan ................................................................................. 50 Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi Aktivitas Guru ........................................................ 63 Tabel 3.2Kisi-kisi Instrumen Penelitian Moralitas Siswa ...................................... 64 Tabel 3.3 Lembar Observasi Moralitas Siswa ....................................................... 65 Tabel 4.1 Analisis Kekuatan (Strenght) ................................................................ 69 Tabel 4.2 Analisis Kelemahan (Weakness) .......................................................... 70 Tabel 4.3 Analisis Peluang (Opportunity) ............................................................ 71 Tabel 4.4 Analisis Ancaman .................................................................................. 72 Tabel 4.5 Jadwal Penelitian ................................................................................... 77 Tabel 4.6 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator Disiplin .................................................................................................. 91 Tabel 4.7 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator Mengendalikan Diri .............................................................................. 92 Tabel 4.8 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator Sopan Santun ........................................................................................ 93 Tabel 4.9 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 1 Indikator Kejujuran............................................................................................... 94 Tabel 4. 10 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator Disiplin ............................................................................................... 96 Tabel 4. 11 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator Mengendalikan Diri ............................................................................ 97
Tabel 4. 12 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator Sopan Santun ...................................................................................... 98 Tabel 4. 13 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus I pertemuan 2 Indikator Kejujuran ............................................................................................ 99 Tabel 4.14 Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus I ......................................... 102 Tabel 4.15 Data hasil observasi moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator Disiplin ................................................................................................ 113 Tabel 4.16 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator Mengendalikan Diri ........................................................................... 114 Tabel 4.17 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator Sopan Santun ...................................................................................... 115 Tabel 4.18 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 1 Indikator Kejujuran ............................................................................................ 116 Tabel 4.19 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator Disiplin ............................................................................................... 118 Tabel 4.20 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator Mengendalikan Diri ............................................................................ 119 Tabel 4.21 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator Sopan Santun ...................................................................................... 120 Tabel 4.22Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus II pertemuan 2 Indikator . Kejujuran ............................................................................................ 121 Tabel 4.23Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus II .......................................... 125 Tabel 4.24 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator Disiplin ............................................................................................... 135 Tabel 4.25 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator Mengendalikan Diri ............................................................................ 136 Tabel 4.26 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator
Sopan Santun ...................................................................................... 137 Tabel 4.27 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 1 Indikator Kejujuran ........................................................................................... 138 Tabel 4.28 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator Disiplin .............................................................................................. 140 Tabel 4.29 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator Mengendalikan ................................................................................... 141 Tabel 4.30 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator Sopan Santun ...................................................................................... 142 Tabel 4.31 Data hasil Observasi Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 Indikator Kejujuran ............................................................................ 143 Tabel 4.32 Lembar Observasi Aktivitas Guru Siklus III ..................................... 147 Tabel 4.33 Rerata Moralitas siswa kelas XI IPS 2 berdasarkan indikator pada tiap siklus ............................................................................................ 150 Tabel 4.34 DataRerata Moralitas Siswa kelas XI IPS 2 berdasarkan indikator pada tiap siklus ....................................................................................................... 151
Tabel 4.35 Data Rerata Persentase Moralitas Siswa kelas XI IPS 2 .................... 153
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Berfikir .......................................................................................... 52 Gambar 3.1 Rancangan PTK ............................................................................................. 56 Gambar 4.1 Guru meminta kepada siswa untuk mengamati video yang ditayangkan Melalui LCD ................................................................................................. 86 Gambar 4.2 Guru menjadi Komunikator, siswa yang bertanya ........................................ 87 Gambar 4.3 Guru Menganjurkan kepada siswa untuk menggunakan berbagai sumber Dari buku, atau internet, web, media sosial lainnya ..................................... 87 Gambar 4.4 Guru Mengasosiasikan kepada siswa ............................................................ 88 Gambar 4.5 Guru Mengkomunikasikan kepada siswa ..................................................... 89 Gambar 4.6 Siswa sedang mengamati dan membaca materi penyebab dan bentukBentuk pelanggaran HAM ............................................................................ 108 Gambar 4.7 Siswa bertanya mengenai penyebab dan bentuk-bentuk pelanggaran HAM ............................................................................................................ 109 Gambar 4.8 Siswa mengumpulkan Informasi tentang Materi pelanggaran HAM ............ 110 Gambar 4.9 Siswa Mengidentifikasi dan menganalisis bentuk-bentuk kasus pelanggaran HAM ....................................................................................... 111 Gambar 4.10 Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya didepan kelompok yang lain ..................................................................................... 111 Gambar 4.11 Guru membimbing siswa dalam mengamati dan mencari referensi Dalam kelompok diskusi .............................................................................. 131 Gambar 4.12 Siswa memberikan jawaban atas pertanyaan kelompok yang bertanya Tentang Wilayah NKRI ................................................................................. 132
Gambar 4.13 Guru menjadi komunikator siswa untuk menyanggah dan mencari Jalan keluar mengenai materi wilayah NKRI ............................................... 132 Gambar 4.14 Guru menyimpulkan materi tentang kasus-kasus pelanggaran HAM Dan menegaskan kembali tentang materi Wilayah NKRI............................. 133 Gambar 4.15 Siklus Model Pembelajaran VCT ................................................................ 160
DAFTAR GRAFIK Halaman Grafik 1 Persentase Moralitas siswa pada siklus I pertemuan 1 ...................................... 95 Grafik 2 Persentase Moralitas siswa pada siklus I pertemuan 2 ...................................... 100 Grafik 3 Persentase Moralitas siswa pada siklus I pertemuan 1 dan 2 ............................ 101 Grafik 4 Persentase Moralitas siswa pada siklus II pertemuan 1...................................... 117 Grafik 5 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus I dan pertemuan 1 Siklus II ............................................................................................................. 118 Grafik 6 Persentase Moralitas siswa pada siklus II pertemuan 2 ..................................... 122 Grafik 7 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus II pertemuan 1,2 .............. 123 Grafik 8 Persentase Peningkatan Moralitas siswa siklus I dan siklus II .......................... 123 Grafik 9 Persentase Moralitas siswa pada siklus III pertemuan 1 ................................... 139 Grafik 10 Persentase Peningkatan Moralitas pada siklus II dan pertemuan 1 Siklus III ............................................................................................................ 140 Grafik 11 Persentase Jumlah Moralitas siswa siklus III pertemuan 2 .............................. 144 Grafik 12 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus III pertemuan 1,2 ............ 145 Grafik 13 Persentase Peningkatan Moralitas siswa siklus II dan III ................................ 146 Grafik 14 Persentase Peningkatan Moralitas siswa pada siklus I, II, III ........................... 153
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Surat Izin Penelitian……………………………………………… 167 2. Surat Permohonan Izin Penelitian……………………………….. 168 3. Sintak Model Pembelajaran VCT………………………………… 169 4. Rubrik Lembar Observasi Moralitas Siswa………………………. 170 5. Silabus…………………………………………………………….. 171 6. RPP……………………………………………………………….. 196 7. Lembar Observasi Moralitas Siswa………………………………. 230 8. Daftar Nilai Mid Semester……………………………………….. 236 9. Kartu Kasus Siswa……………………………………………….. 237 10. Instrumen Penelitian Kemampuan Guru…………………………. 239 11. Dokumentasi Perpustakaan………………………………………. 263 12. Denah Sekolah SMA N 1 Kotabumi …………………………….
264
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan
proses
pembelajaran
mengembangkan potensi
agar
dirinya untuk
peserta
didik
secara
aktif
memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,bangsa dan Negara (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003).
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban dan bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi individu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional akan tercapai apabila tujuan institusional tercapai. Tujuan institusionalini merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan nasional
sesuai
dengan
jenis
dan
jenjang
sekolah
atau
lembaga
pendidikan.Tujuan Institusional pendidikan adalah tujuan yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah peserta didik menempuh pendidikan pada tingkat lembaga pendidikan tertentu.
2
Dalam Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab V pasal 26 dijelaskan sebagai berikut. 1) Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 2) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. 3) Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri, dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Dilihat dari tujuan pendidikan nasional, dipahami bahwa pendidikan disetiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Atas (SMA) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan yang diharapkan bersama.Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu menjadi insan yang beretika, bermoral, dan mampu berinteraksi dengan masyarakat.
Masuknya arus globalisasi tidak dapat dibendung dan diseleksi pada hal-hal yang positif saja, terutama pada generasi muda.Realitas menunjukkan adanya pengaruh negative yang terlihat dan semakin kuat, sehingga banyak generasi muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan fenomena-fenomena yang muncul dalam kehidupan sehari-hari generasi muda sekarang, diantaranya (1)semakin banyak generasi muda yang berperilaku tidak sopan dan tidak menghormati orang yang lebih tua serta tidak perduli terhadap lingkungan sosial, (2)semakin banyaknya tawuran pelajar antar sekolah bahkan mahasiswa antar
3
fakultas dan antar universitas, (3)semakin maraknya kelompok anak muda yang tergabung dalam “gang motor” yang berperilaku kekerasan dan meresahkan masyarakat karena melakukan pemalakan, penganiayaan bahkan pembunuhan, (4)dikalangan pelajar perilaku mencontek pada saat ulangan atau ujian banyak dilakukan.
Dewasa ini, terutama di daerah perkotaan banyak terjadi perilaku-perilaku menyimpang atau amoral-asusila, seperti perkelahian massal, tawuran siswa, penyalahgunaan narkoba, penyebaran HIV-AIDS, dan pelanggaran tata tertib lalu lintas dan lain-lain sehinggadiperlukan upaya pencegahan dan penyembuhannya. Salah satu upaya yang dirasa paling pas dan masuk akal untuk menangkal dan mencegah makin merebaknya perilaku amoral peserta didik, diperlukan pendidikan budi pekerti yang menanamkan nilai-nilai moral pada diri peserta didik. Pendidikan budi pekerti dilaksanakan secara terintegrasi untuk pembentukan watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja, dan hasil kerja yang baik.
Realisasi pendidikan budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan sekolah secara terpadu.Dengan sendirinya pelaksanaan pendidikan budi pekerti disekolah perlu didukung oleh keluarga dan masyarakat.Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal perlu mengambil peran. Berdasarkan pengamatan banyak terjadi masalah dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah) saat ini yaitu rendahnya moral siswa.Banyaknya
4
tindakan amoral yang dilakukan peserta didik seperti siswa yang tidak ikut belajar pada saat KBM berlangsung, siswa yang kurang sopan terhadap guru, melawan guru, melontarkan kata-kata kurang sopan sesama teman, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, emosional, merokok, siswa yang melanggar tata tertib, kurangnya semangat belajar, membolos dan tindakan lainnya mengindikasikan bahwa pendidikan formal belum sepenuhnya membentuk karakter peserta didik. Perilaku dan tindakan amoral tersebut disebabkan moralitas yang rendah dan pendidikan budi pekerti di sekolah yang masih belumbaik.
Sekolah memiliki peranan penting dalam menyiapkan generasi bangsa, hal ini berarti akan menentukan kualitas warga Negara dalam menghadapi kehidupannya dimasa yang akan datang. Salah satu mata pelajaran disekolah yang dapat digunakan untuk meningkatkan moralitas adalah mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn).
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.Sebagai pendidikan nilai, moral, dan norma prinsip pembelajaran kurikulum 2013 sangat sesuai dengan karakteristik PPKn. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang dapat diharapkan dapat diwujudkan
5
dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 6 dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dan menengah terdiri atas sebagai berikut. 1) 2) 3) 4) 5)
Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Pendidikan Kewarganegaraan dijelaskan dalam Depdiknas (2006: 49), merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak- hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.Tujuan pembelajaran PPKn dalam Depdiknas (2006:49) adalah untuk memberikan kompetensi sebagai berikut: 1) berfikir kritis rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) berpartisipasi secara cerdas dan tanggung jawab, serta bertindak secara sadar dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa danbernegara. 3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat di Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsalain. 4) berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dankomunikasi.
Sesuai dengan tujuan kurikulum tersebut diatas maka moral sebagai suatu tata nilai yang menunjukkan perilaku baik dan buruk dan sebagai bagian mata
6
pelajaran yang harus diajarkan pada sekolah-sekolah karena moral mengkontruksikan agar perilaku peserta didik berubah kearah yang lebih baik sehingga sesuai dengan harapan.Moral adalah nilai keabsolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh.Penilaian terhadap moral sendiri dapat diukur dari kebudayaan masyarakat setempat.
Masyarakat Lampung mengenal beberapa falsafah diantaranya Piil Pesenggiri yang dijadikan pedoman dalam menjalankan interaksi sesama masyarakat Lampung.Jika yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat
tersebut
dan dapat
diterima serta mampu
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dapat dikatakan memiliki nilai dan moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral merupakan sikap, perilaku, tindakan, perbuatan yang dilakukan seseorang pada saat melakukan sesuatu berdasarkan pengalaman, tafsiran, suara hati, serta nasihat.
Ini berarti dengan melihat perilaku seseorang atau sekelompok orang, kita dapat menilai moral dari orang atau sekelompok orang tersebut.Kebanyakan di dalam kehidupan sehari-hari para pelaku kejahatan adalah mereka yang masih berusia remaja.Remaja yang seharusnya sibuk menjalani kehidupan dengan menuntut ilmu pengetahuan dan tehnologi semakin hari sibuk dengan kesenangan yang menyesatkan.Mereka lebih memilih kesenangan sesaat tanpa memperhatikan efek atau kerugian yang ditimbulkan.Hawa nafsu telah membuat kaum muda melakukan hura-hura dan pergaulan bebas terlihat sangat akrab dalam kehidupan remaja.Bahkan banyak dari mereka terjerumus
7
pada penggunaan obat-obatan yang bisa merenggut nyawa.Para pemuda banyak yang mengenal perilaku asusila, yaitu penyakit kemaksiatan dan dosa yang sering digandrungi generasi muda.Rasa ingin tahu terhadap gambar dan majalah-majalah porno, bergaul dengan orang-orang yang memiliki moral yang rendah seperti para pengangguran, banyak bermain, berdusta, menghasut, memfitnah, serta keinginan untuk menipu dan berbohong.
Rendahnya moralitas pada saat ini terutama yang dialami generasi muda telah dinyatakan oleh Thomas Lickona menyangkut Kekhawatiran terhadap tren anak muda sekarang, tindakan yang menyimpang dari standar moral, yang cenderung menunjukkan gambaran yang lebih kelam, diantaranya beberapa indikasi kemunduran masyarakat yang perlu dibangkitkan agar perkembangan moral para pemuda dapat menjadi lebih baik yaitu: 1)kekerasan dan tindakan anarki, 2)pencurian, 3)tindakan Curang, 4)pengabaian terhadap aturan yang berlaku, 5)tawuran antar siswa, 6)ketidaktoleran, 7)penggunaan bahasa yang tidak baik, 8)kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya, 9)sikap perusakan diri, 10)penyalahgunaan narkoba. Thomas Lickona (1991: 20)
Dengan adanya beberapa indikasi tersebut maka perlu dilakukan komitmen pendidikan moral, budi pekerti, pengembangan karakter, karena dengan perkembangan karakter peserta didik dapat membentuk perilaku kearah yang lebih baik.Untuk menghadapi itu semua pemerintah mengajak generasi muda Indonesia termasuk siswa-siswi SMA, maupun mahasiswa mengadakan revolusi mental untuk mengatasi krisis dan jati diri yang dialami bangsa ini. "Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai
8
patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia."Joko Widodo,(Sumber: Kompas http://nasional.kompas.com/read/2014/05/10/1603015/Revolusi.Mental).
Revolusi Mental adalah gerakan seluruh rakyat Indonesia bersama Pemerintah untuk memperbaiki karakter bangsa menjadi Indonesia yang lebih baik. Banyak permasalahan yang terjadi di negara kita saat ini, mulai dari rakusnya pejabat yang memperkaya diri sendiri, pelanggaran HAM, hingga perilaku sehari-hari masyarakat seperti tidak mau antre dan kurang peduli terhadap hak orang lain. Namun, perilaku bisa diubah, mental dan karakter bisa dibangun.Karena itu Revolusi Mental bukanlah pilihan, tetapi suatu keharusan, agar bangsa kita bisa berdiri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.Kita bisa membuat Indonesia menjadi lebih baik dengan memulai Revolusi Mental dari diri sendiri, sejak saat ini. (http://www.putra-putriindonesia.com/revolusi-mental.html) Sepanjang sejarah pendidikan yang diselenggarakan di seluruh dunia, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar, dan membantu mereka menjadi manusia yang baik.Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi tidak terlalu sulit melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik, jauh lebih sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral
merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang
mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Moralitas memiliki beberapa indikator, terutama indikator yang berkaitan dengan moralitas siswa diantaranya: Moralitas siswa dalam pergaulan di
9
sekolah, keluarga, dan masyarakat, Moralitas siswa tentang tata tertib sekolah, pergaulan siswa dan guru, Tanggung jawab moral. Nilai moral dan budi pekerti mempunyai hubungan yang sangat erat yaitu di dalam budi pekerti terdapat unsur-unsur nilai moral yang merupakan indikator moralitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini meliputi (1) disiplin, (2) mengendalikan diri, (3) sopan santun, (4) kejujuran.
Moralitas siswa yang rendah ini juga dilihat dari kurangnya kreativitas siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler yaitu tidak ada satupun siswa kelas XI IPS 2 yang terlibat dalam kegiatan PRAMUKA, begitu juga dengan kegiatan ROHIS hanya 3 siswa yang ikut ekstrakurikuler atau 0,12 % yang ada di lingkungan di SMA Negeri I Kotabumi.
Berdasarkan pengamatan di SMA Negeri I Kotabumi khususnya dikelas XI IPS 2, dalam proses pembelajaran guru hanya mengembangkan aspek kognitif saja, sedangkan aspek afektif dan psikomotor belum sepenuhnya dilaksanakan oleh guru. Penilaian hasil belajar yang selama ini dilakukan cenderung mengabaikan nilai-nilai moral, budi pekerti dan pengembangan karakter peserta didik.Karena itu untuk menanamkan nilai-nilai moral peserta didik, tidak hanya ditekankan pada intelektualnya saja tetapi juga pada moralitas peserta didik harus baik. Menurut Budiningsih (2004: 24), moralitas merupakan sikap hati orang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas terjadi apabila orang mengambil sikap yang baik karena ia sadar akan kewajiban dan tanggung jawabnya dan bukan karena ia mencari keuntungan. Jadi moralitas adalah sikap dan perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih.Hanya moralitaslah yang bernilai moral.
10
Berdasarkan pengamatan awal dilingkungan SMAN I Kotabumi, khususnya di kelas XI IPS 2 seperti yang terlihat dalam tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Data Observasi Moralitas siswa dalam pembelajaran mata pelajaran PPKn kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi No
Indikator Moralitas 1
Disiplin
2
Mengendalikan Diri
3
Sopan Santun
Harapan 1. siswa tidak datang terlambat 2. siswa mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab 3. siswa tertib 4. siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu
Kenyataan
1. hanya 3 atau 10,7% siswa yang datang kesekolah tepat waktu 2. hanya 3 atau 10,7% siswa mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab 3. hanya 4 atau 14,0% siswa yang tertib 4. hanya 4 atau 14,0% siswa yang mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu. 1. siswa tidak 1. sekitar 60 % siswa lakiemosional laki emosional 2. siswa tidak berbuat 2. hanya 9 atau gaduh dikelas 32,14%siswa yang tidak 3. siswa memiliki berbuat gaduh dikelas semangat belajar 3. hanya 6 atau 21,42% yang tinggi siswa yang memiliki 4. siswa selalu semangat belajar yang berbicara sopan tinggi sesama teman 4. hanya 4 atau 14,0% siswa yang selalu berbicara sopan sesama teman 1. siswa berpakaian 1. hanya 3 atau 10,7% sopan siswa yang berpakaian 2. siswa tidak meludah sopan disembarang tempat 2. hanya 3 atau 10,7% siswa 3. siswa menghormati yang tidak meludah dan disembarang tempat 4. menghargai teman 3. hanya 8 atau 28,57% siswa selalu ramah siswa yang menghormati dan menghargai teman hanya 5 atau 17,9% siswa yang bersikap ramah
11
No
Indikator Moralitas 4
Kejujuran
Harapan
Kenyataan
1. siswa tidak menyontek dalam ujian/ulangan 2. siswa mengakui kesalahan yang dilakukan sendiri 3. siswa menjaga kerapihan/kebersiha n kelas 4. siswa selalu berbicara jujur
1. hanya 5 atau 17,9% siswa yang tidak menyontek dalam ujian/ulangan 2. hanya 8 atau 28,57% siswa yang mau mengakui kesalahan yang dia lakukan 3. hanya 9 atau 32,14% siswa yang menjaga kerapihan/kebersihan kelas 4. hanya 2 atau 7,14% siswa yang berbicara jujur
Sumber :Guru BK SMAN I Kotabumi Banyaknya permasalahan di atas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kemampuan guru yang belum menerapkan model pembelajaran yang dianggap tepat serta pembelajaran pendidikan moral, budi pekerti yang masih kurang efektif. Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan moralitas siswa yang baik adalah dengan mengubah cara mengajar guru. Guru diharapkan untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat menuntut peserta didik untuk bersikap aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Kelas XI IPS 2 di SMA Negeri 1 Kotabumi berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran PPKn juga belum maksimal, hasil tersebut di lihat dari ratarata ujian tengah semester satu, masih banyak siswa yang memperoleh nilai dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah pada mata pelajaran PPKn yaitu 75. Data hasil belajar ditunjukkan dengan nilai terendah 26 dan nilai tertinggi 76, dengan rata-rata kelas. Dari 28 siswa
12
hanya 6 (21,2 %) siswa yang mendapatkan nilai diatas KKM, sedangkan sisanya yaitu 22 (78,6 %) siswa masih mendapatkan nilai dibawah KKM.
Dalam mata pelajaran PPKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, Value Clarification Tehnique (VCT). Menurut Djahiri (2003: 115) model pembelajaran VCT merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali atau mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik meliputi metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Model pembelajaran VCT di anggap baik untuk diterapkan dalam pembelajaran PPKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa.
Pola pembelajaran VCT menurut Djahiri (1985: 91), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi dan mensubversi berbagai nilai moral yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
13
Berlatar belakang itulah maka penulis mengangkat masalah ini untuk penelitian yang berjudul “Peningkatan Moralitas Siswa melalui Model Pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn di kelas XI IPS 2 SMA Negeri I Kotabumi kabupaten Lampung Utara.
B. Fokus Masalah
Fokus permasalahan dalam penelitian ini adalah Peningkatan Moralitas siswa melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn kelas XI IPS 2 di SMA Negeri I Kotabumi yang akan diuraikan dalam rumusan masalah.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan Fokus masalah tersebut maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Bagaimanakah model pembelajaran VCT dapat meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi pada mata pelajaran PPKn secara efektif. 2) Pada Indikator Moralitas manakah yang paling mudah dan paling sukar untuk dicapai oleh siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk meningkatkan moralitas siswakelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn secara efektif.
14
2) Untuk mengetahui Indikator Moralitas yang paling mudah dan paling sukar untuk dicapai oleh siswa kelas XI IPS 2 di SMAN I Kotabumi melalui model pembelajaran VCT pada mata pelajaran PPKn
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis,
a) Untuk pengembangan keilmuan dibidang pembelajaran PPKn. b) Untuk menambah khasanah kajian ilmiah dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK). 2. Manfaat Praktis a) Bagi Siswa Mengetahui peningkatan moralitas siswa kelas XI IPS2 SMA Negeri 1 Kotabumi tahun pelajaran 2016/1017. b) Bagi Guru Membantu dan memudahkan guru PPKn dalam meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Kotabumi tahun pembelajaran 2016/2017melalui model pembelajaran VCT. c) Bagi Lembaga Penelitian ini dilaksanakan disekolah, dalam hal ini SMAN 1 Kotabumi dapat mengambil manfaat dengan adanya peningkatan moralitas siswa dan dapat dijadikan sebagai masukan dan rujukan dalam proses pembelajaran di masa yang akan datang.
15
F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu Kajian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial. Rumusan Ilmu Pengetahuan Sosial berdasarkan realitas dan fenomena sosial melalui pendekatan interdisipliner mata pelajaran IPS sebagai program pendidikan persekolahan yang dikembangkan atas dasar relevansinya dengan kebutuhan, minat, praktis kehidupan keseharian siswa, atau program pendidikan yang diorganisasi secara terpadu atau integratif bahan-bahan dan disiplin ilmu-ilmu sosial atas dasar tema yang mudah difahami oleh siswa.
Ruang lingkup kajian ilmu dalam penelitian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), berasal dari lima tradisi Social Studies menurut Sapriya (2009: 1314) yaitu sebagai berikut: 1.
Ilmu pengetahuan sosial sebagai transmisi kewarganegaraan
2.
Ilmu pengetahuan sosial sebagai pengembangan pribadi
3.
Ilmu pengetahuan sosial sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial
4.
Ilmu pengetahuan sosial sebagai refleksi inkuiri
5.
Ilmu pengetahuan sosial sebagai pengambilan keputusan dan aksi social
Penelitian ini memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945, ilmu pengetahuan sosial
16
sebagai transmisi kewarganegaraan dan ilmu pengetahuan sosial sebagai pengembangan pribadi, khususnya pendidikan kewarganegaraan berkaitan dengan upaya pembentukan diri warga negara yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan nilai serta perilaku nyata dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Proses pembelajaran yang diselenggarakan secara formal disekolah dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan diri siswa secara terencana baik aspek pengetahuan, ketrampilan maupun sikap, seperti kurikulum ilmu sosial, tujuan utamanya adalah kajian yang berhubungan dengan pengembangan intelektual.
2. Ruang Lingkup Objek Objek penelitian ini adalah Peningkatan sikap moralitas siswa (Disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, dan kejujuran) melalui model pembelajaran VCT. 3. Ruang Lingkup Subjek Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 2 SMAN I Kotabumi yang berjumlah 28 siswa terdiri dari 15 siswa laki-laki 13 siswa perempuan. 4. Ruang Lingkup Tempat Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Kotabumi kabupaten Lampung Utara.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
1. Pengertian Belajar
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar.
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan pemahaman, ketrampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.
18
Menurut Hamalik (2001: 27) belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami dan terdapat perubahan kelakuan. Belajar bukan hanya menghafal atau mengingat tetapi suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam beberapa bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya,
sikap
dan
tingkah
lakunya,
ketrampilannya, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan beberapa aspek yang ada pada individu Sudjana (2010: 28).
Belajar adalah suatu proses dimana siswa harus lebih aktif, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Guru hanyalah merangsang keaktifan dengan menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah siswa sendiri sesuai dengan kemauan dan kemampuan, bakat dan latar
belakang
masing-masing
individu
Budiningsih
(2004:
10).
Peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan orang itu di dalam berbagai bidang. Meskipun seseorang mempunyai tujuan tertentu dalam belajar serta telah memilih sikap yang tepat untuk merealisir tujuan itu, akan tetapi tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan itu sangat dipengaruhi dengan situasi belajar. Setiap situasi dimana dan kapan saja memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.
Beberapa prinsip belajar yang perlu diperhatikan adalah (1) belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas, (2) proses belajar akan terjadi apabila seseorang dihadapkan pada situasi problematik, (3) belajar dengan pengertian akan lebih bermakna dari pada belajar dengan hafalan, (4)
19
belajar merupakan proses kontinu, (5) belajar memerlukan kemampuan yang kuat, (6) keberhasilan ditentukan oleh banyak faktor, (7) belajar memerlukan metode yang tepat, (8) belajar memerlukan kesesuaian antara guru dan murid, dan (9) belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri Hakim (2005: 2)
Salah
satu
teori
yang
terkenal
berkaitan
dengan
teori
belajar
konstruktivisme adalah perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa disebut teori perkembangan intelektual atau perkembangan kognitif. Teori tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkontruksi ilmu pengetahuan. Menurut teori belajar konstruktivisme, penegtahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru kepikiran siswa. Siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya
berdasarkan
kematangan
kognitif
yang
dimiliknya. Menurut Tasker dalam Pranita (2010: 30) bahwa ada tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkontruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkontruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar kontruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka dan bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan atau dilakukan oleh guru. Dalam
20
hal ini, siswa lebih diutamakan untuk menkontruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
2. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran merupakan inti dari kegiatan belajar. Pembelajaran merupakan usaha orang yang bertujuan membantu orang belajar, bukan sekedar mengajar tetapi berpengaruh secara langsung pada belajar. Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam hal ini, guru dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar, apakah kegiatan pembelajaran dihentikan, diubah metodenya, atau mengulang dulu pembelajaran yang lalu Mulyoto (2005: 59).
Menurut UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003: Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pembelajaran.
Dengan demikian pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan professional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja memodifikasi berbagai kondisi yang
21
diarahkan untuk tercapainya tujuan kurikulum. Manusia yang terlibat dalam system pembelajaran terdiri dari siswa, guru, serta tenaga lainnya seperti tenaga administrasi dan laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis dan penghapus, fotografi, slide dan film, audio dan video. Fasilitas dan perlengkapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan computer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar dan ujian. Pengertian pembelajaran secara khusus diuraikan sebagai berikut: a. Kontruktivistik Pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. b. Behavioristik Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). c. Kognitif Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami. d. Gestalt Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya (mengaturnya) menjadi suatu pola gestalt (pola bermakna).
22
e. Humanistik Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Darsono Max, 2000: 24)
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.
B. Teori Belajar Beberapa teori belajar antara lain: 1. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang sudah dipelajari.
Menurut pandangan teori konstruktivime, belajar merupakan proses mengkontruksi pengetahuan. Pengetahuan dihasilkan dari proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya maka pengetahuan dan pemahaman tentang objek serta lingkungannya tersebut akan meningkat dan semakin rinci (Budiningsih, 2004; 57). Artinya, dalam pembelajaran siswa menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak sesuai. Filsafat konstruktivisme menjadi landasan strategi pembelajaran yang dikenal dengan student centered learning. Pembelajaran ini mengutamakan keaktifan siswa sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan memberi arahan (scaffolding).
Von Galserfeld (dalam Budiningsih, 2004; 57) mengemukakan bahwa;
23
Ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam mengkontruksi pengetahuan, yaitu; 1.kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2.kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, 3.kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu daripada lainnya. Mengenai pentingnya kemampuan awal atau modal pengetahuan yang dimiliki siswa dikemukakan oleh teori konstruktif sebagai berikut;
Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal sebelum mempelajari sesuatu.Kemampuan awal tersebut sebelum akan menjadi dasar dalam mengkontruksi pengetahuan yang baru. Oleh sebab itu meskipun kemampuan awal tesebut masih sangat sederhana atau tidak sesuai dengan pendapat guru, sebaiknya diterima dan dijadikan dasar pembelajaran serta pembimbingan (Budiningsih, 2004; 59).
Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena
pertumbuhan atau
perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sangat erat kaitannya. Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak sengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu, .Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya. Jadi belajar disini diartikan sebagai proses perubahan perilaku tetap dari belum tahu, dari tidak faham untuk menjadi faham, dari kurang terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Konstruktivisme
24
merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyongkonyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Jadi, Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang bersifat
generative, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Berdasarkan uraian di atas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan pengetahuan yang harus dilakukan oleh subjek yang belajar dengan cara aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Pada hakekatnya kendali belajar sepenuhnya ada pada peserta didik. Artinya, yang paling menentukan terjadinya gejala belajar adalah motivasi belajar pada diri peserta didik sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya dan guru harus dapat menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi proses belajar peserta didik.
Implikasi ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan kontrukstivisme adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang
25
konstruktif merupakan lingkungan belajar yang : 1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan
pengetahuan baru dengan
pengetahuan yang dimiliki siswa sehingga belajar merupakan pembentukan
pengetahuan,
2)
Menyediakan
berbagai
proses alternatif
pengalaman belajar, 3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkret, 4) Mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama antara siswa, 5) Memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, 6) Melibatkan siswa secara emosional dan sosial dan siswa mau belajar.
Berdasarkan teori ini beberapa masalah muncul dari faktor internal, permasalahan muncul dibangun dari pengetahuan yang direkonstruksi sendiri oleh peserta didik. Teori ini sangat dipercaya bahwa siswa mampu mencari sendiri masalah, menyusun sendiri pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya, menyelesaikan dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik dan teori dalam satu bangunan utuh.
Dengan demikian bahwa teori konstruktivisme ini berhubungan dengan model pembelajaran Value Clarification Tehnigue (VCT) karena siswa dituntut untuk bisa belajar mencari dan menyelesaikan masalahnya sendiri dan membuat konsep dengan hal-hal yang realistik, konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan yang diperoleh peserta didik merupakan konstruksi
26
(bentukan) dari peserta didik itu sendiri, bukan gambaran dunia kenyataan yang ada. Gambaran peristiwa pembentukan dari konstruktivisme ini selalu berjalan terus menerus, dan setiap terjadi reorganisasi atau rekonstruksi adanya pengalaman baru.
2. Teori Belajar Piaget Piaget dalam teorinya memandang anak sebagai individu (pembelajar) yang aktif. Perhatian utama Piaget tertuju kepada bagaimana anak-anak dapat mengambil peran dalam lingkungan sekitar berpengaruh pada perkembangan mentalnya. Menurut Piaget, anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan itu. Melalui kegiatan yang dimaksudkan untuk memecahkan
masalah
itulah
pembelajaran
terjadi.
Piaget
tidak
memberikan penekanan terhadap pentingnya bahasa dalam perkembangan kognitif anak. Bagi Piaget bukan perkembangan bahasa pertama yang paling fundamental dalam perkembangan kognitif melainkan aktivitas atau action. Menurut pandangan Piaget, pikiran anak berkembang perlahanlahan seiring dengan pertumbuhan pengetahuan dan ketrampilan intelektualnya hingga sampai ketahap berfikir logis dan formal. Akan tertentu yang menyebabkan anak mampu melampaui serangkaian tahapan yang dimaksud. Pada setiap tahap, anak mampu berpikir memikirkan halhal tertentu, tetapi tidak atau belum mampu memikirkan hal-hal yang lain. Proses belajar menurut Jean Piaget ada tiga tahap proses perkembangan intelektual, yaitu asimilasi, akomodasi, dan equiliborasi (penyeimbangan). Asimilasi adalah proses perpaduan antara informasi baru dengan struktur
27
kognitif yang sudah dimiliki. Dalam proses ini seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah dimiliknya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Akomodasi adalah penyesuaian struktur internal dengan cirri-ciri tertentu dari sitausi khusus yang berupa objek atau kejadian yang baru. Dalam proses ini seseorang memerlukan modifikasi struktur internal yang ada dalam menghadapi reaksi terhadap tantangan lingkungan. Ekuilibrasi adalah pengaturan diri yang berkesinambungan yang memungkinkan seseorang tumbuh dan berkembang, dan beruba sementara untuk menjadi lebih mantap/seimbang. Dalam proses ini terjadi penyeimbangan antara “dunia luar” dengan “dunia dalam”, sehingga hakikat pengetahuan menurut Piaget adalah interaksi yang terus menerus antara individu dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian diatas, belajar dapat diartikan sebagai suatu proses dimana peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan tindakan-tindakan yang diperbuat, apakah perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk, sehingga peserta didik sampai menyadari apa yang telah diperbuatnya. Menurut teori ini juga Belajar dapat diartikan sebagai suatu peristiwa dimana peserta didik di lingkungan sekolahnya dapat berperilaku baik, sopan terhadap guru, teman, para warga sekolah, pada intinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan atas perilaku-perilaku yang telah dilakukannya. Dengan demikian bahwa teori piaget ini berhubungan dengan model pembelajaran VCT, dimana peserta didik dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, mengatasi masalah-masalah yang ada, berusaha
28
mencari penyelesaian dengan menggunakan model pembelajaran VCT, karena model pembelajaran ini adalah bagaimana peserta didik menekankan sikap afektif, mampu mengklarifikasi nilai-nilai yang mereka dapatkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. sehingga model pembelajaran VCT sangat bermanfaat dalam peningkatan moralitas siswa.
3. Teori Belajar Vygotsky Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relative dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak tak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berpikir dan menyelesaikan masalah. Fungsifungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap sebagai “alat kebudayaan” tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran yang dipandu. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan cara yang sama dengan anggota lain kebudayaannya. Vygotsky juga berpendapat bahwa pengetahuan dibangun secara sosial, dalam pengertian bahwa peserta yang terlibat dalam suatu interaksi sosial akan memberikan kontribusi dan membangun bersama makna suatu pengetahuan. Dengan demikian proses yang terjadi akan beragam sesuai dengan konteks kulturalnya. Proses dan konteks cultural yang beragam juga menghasilkan “belajar” yang beragam pula. Proses yang beragam itulah akan membentuk watak dan karakter peserta didik yang berbeda-
29
beda pula, sehingga dapat membentuk pula beragam jenis moralitas peserta didik baik karena pengaruh lingkungan rumah maupun lingkungan disekolah, dimana sekolah merupakan tempat yang dapat membentuk pengetahuan dengan konsep pembelajaran nilai. Dengan
demikian
teori
menurut
Vygotsky
ini
dapat
dikatakan
berhubungan dengan model pembelajaran VCT karena pengalaman belajar peserta didik, apa yang telah peserta didik lakukan sudah menjadi alat-alat budaya keseharian mereka sehari-hari. Proses pembelajaran VCT dikaitkan dengan teori ini menunjukkkan peserta didik sudah bisa berfikir atau bahkan menggambarkan suatu pola pemikiran tentang dunia yang disesuaikan dengan pola pikir peserta didik masing-masing. Dalam hal peristiwa, dimana peserta didik dalam mengikuti pembelajaran VCT dapat menumbuhkembangkan pikiran-pikiran
positif yang ada ddidalam
pikirannya dengan berdiskusi, tanya jawab, dengan kelompok lain ataupun dengan guru sebagai nara sumber.
C. Moralitas 1. Pengertian Moralitas Secara etimologis, kata moral berasal dari kata “mos” dalam bahasa latin, bentuk jamaknya mores, yang artinya adalah tata cara atau adat istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989: 592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya
30
perbuatan manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan bahwa moralitas adalah sopan santun, segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.Secara umum, moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain.
Menurut Kohlberg (1980: 9-13) moral diartikan sebagai norma yang menetapkan perilaku apa yang harus diambil pada suatu saat, bahkan sebelum kita dituntut untuk bertindak. Keputusan akan tindakan moral bagi seseorang mengandung unsur disiplin yang dibentuk oleh konsistendi dan otoritas, keterikatan pada kelompok, dan otonomi kehendak individu. Menurut Fatadal (2007; 134) tujuan pendidikan dalam pertimbangan moral adalah mengusahakan perkembangan yang optimal bagi setiap individu. Tujuan pendidikan moral adalah: 1. Membantu peserta didik untuk dapat mengembangkan tingkah laku yang secara moral baik dan benar. 2. Membantu peserta didik untuk dapat meningkatkan kemampuan refleksi secar otonom, dapat mengendalikan diri, dapat meningkatkan kebebasan mental spiritual dan mampu mengkritisi prinsip-prinsip atau aturan-aturan yang berlaku. 3. Membantu peserta didik untuk menginternalisasi nilai-nilai moral, norma-norma dalam rangka menghadapi kehidupan konkritnya. 4. Membantu peserta didik untuk mengadopsi prinsip-prinsip universal fundamental, nilai-nilai kehidupan sebagai pijakan untuk pertimbangan moral dalam menentukan suatu keputusan. 5. Membantu peserta didik untuk mampu membuat keputusan yang benar, bermoral dan bijaksana. (Adisusilo, 2012: 128) Beberapa teori yang dituangkan dalam Sembilan karakter moral menurut Megawangi (2005: 95) meliputi:
31
1. Cinta Tuhan dengan segala ciptaannya (Love Alloh, trust) 2. Disiplin, Kemandirian dan tanggung jawab (discipline, responsibility, excellence, self reliance, orderliness) 3. Keterbukaan, kejujuran, amanah dan bijaksana (trust worthiness, reliability, and honestly) 4. Hormat dan santun (respect, courtessy) 5. Suka menolong dan bergotong royong (caring emphaty, generousity, moderation, coorperetion) 6. Percaya diri dan suka bekerja keras (confidence, creativity, enthusiasm) 7. Keadilan (justice, fairness) 8. Baik dan rendah hati (kindness, modesty) 9. Peduli, toleransi, kedamaian dan persatuan (tolerance, flexibility, peacefulness)
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Moralitas Remaja Secara fenomenalogis, seorang anak tiba-tiba menjadi nakal atau tidak bermoral dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang datang dari dalam diri remaja itu sendiri (faktor internal), maupun dari luar (faktor eksternal):
a) Faktor Internal Remaja Menurut Kartono (1992: 111) mengemukakan bahwa faktor internal berlangsung lewat proses internalisasi diri yang keliru oleh remaja dalam menanggapai lingkungan disekitarnya dan semua pengaruh dari luar. Tingkah laku mereka itu merupakan reaksi yang salah atau irrasional dari proses belajar, dalam bentuk ketidakmampuan mereka melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
b) Faktor Eksternal Remaja Faktor eksternal remaja juga dapat mempengaruhi moral remaja, faktor eksternal yang dimaksud adalah faktor lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat), termasuk kesempatan yang di luar kontrol,
32
menurut Gunawan (2010: 93). Pengaruh ketiga lingkungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Faktor lingkungan keluarga
Pada
hakekatnya,
kondisi
keluarga
yang
menyebabakan
timbulnya kanakalan remaja bersifat kompleks. Keluarga yang bebas tanpa aturan-aturan dan norma-norma agama dalam keluarganya mengakibatkan timbulnya perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari norma-norma agama, moral dan adat istiadat.
2.
Faktor lingkungan sekolah,
Pada hakekatnya Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan cukup berperan dalam membina anak remaja untuk menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan berkepribadian yang baik. Namun dalam rangka membina remaja ke arah kedewasaan kadang-kadang menyebabkan timbulkan kenakalan remaja. Hal ini terjadi mungkin bersumber dari guru, fasilitas sekolah, normanorma tingkah laku, kekompakan guru dan suasana interaksi antara guru dan siswa. Hal ini juga berdampak buruk pada pertumbuhan dan perkembangan anak didik. 3.
Faktor lingkungan masyarakat, Keadaan masyarakat dan kondisi lingkungan dalam berbagai corak dan bentuknya akan berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung
terhadap
remaja
dimana
mereka
hidup
33
berkelompok.
Perubahan-perubahan
masyarakat
yang
berlangsung secara cepat dan ditandai dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan, seperti persaingan ekonomi, pengangguran, keanekaragaman mass-media, fasilitas rekreasi yang bervariasi pada garis besarnya memiliki korelasi relevansi dengan adanya kejahatan pada umumnya, termasuk kenakalan remaja.
Moral seseorang tidak muncul, tumbuh dan berkembang dengan begitu saja, tetapi berlangsung secara bertahap. Adapun tahapan-tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg dalam Budiningsih (2004:29), sebagai berikut: 1.
2.
3.
tingkat pra-konvensional Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk, tetapi ia menafsirkan baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibatakibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik, penghargaan, tukarmenukar kebaikan). tingkat konvensional Pada tingkat ini seseorang manyadari dirinya sebagai seorang individu ditengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Maka itu kecendrungan orang pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasi dirinya terhadap kelompok sosialnya. tingkat pasca-konvensional atau tingkat otonom Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subjek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hukum merupakan kontrak social demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat dirumuskan kembali
3. Upaya Pembinaan Moral Remaja
Upaya pembinaan moral anak/remaja dapat dilakukan baik dengan usaha preventif maupun kuratif, yaitu;
34
a. Usaha preventif menurut S. Willis (1981: 73) usaha preventif adalah usaha yang dilakukan secara sistematis berencana dan terarah kepada tujuan untuk menjaga agar kenakalan itu tidak timbul. Misalnya dalam hal narkotika, mencegah agar bahaya penyalahgunaan narkotika tidak melanda atau merajalela.
Usaha preventif dapat dilakukan sebagai berikut: a) Upaya orang tua (keluarga), Membimbing dan membina moral remaja demi terciptanya masa depan remaja yang bermoral. b) Upaya di sekolah, Usaha-usaha yang perlu dilaksanakan sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan moral remaja c) Upaya masyarakat b. Usaha kuratif Usaha kuratif dalam menanggulangi kenakalan remaja menurut S. Willis (1981: 74) adalah usaha pencegahan terhadap gejala-gejala kenakalan tersebut supaya kenakalan itu tidak meluas dan merugikan masyarakat. Pemerintah berkewajiban mencegah terjadinya gejalahgejalah kenakalan remaja. Terhadap mereka yang telah melakukan kenakalan memang perlu diadakan pengusutan, penahanan, penuntutan dan hukuman, guna menjamin rasa aman pada masyarakat dan remaja yang nakal itu sendiri.
D. Model Pembelajaran
Model Pembelajaran adalah sebuah perencanaan pengajaran, menggambarkan proses yang ditempuh dalam pembelajaran agar dicapai perubahan spesifik
35
pada perilaku siswa, Menurut (Herpratiwi, 2009; 2), model pembelajaran merupakan rangkaian utuh antara pendekatan, strategi metode, tehnik dan taktik pembelajaran. Petunjuk teknis pengembangan Model Pembelajaran di SMA (2010: 45), menjelaskan model pembelajaran sebagai rencana yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu (terlihat kegiatan guru dan siswa), dan sumber belajar yang digunakan. Kondisi belajar atau sistem lingkungan yang menyebabkan terjadinya belajar pada peserta didik. Sedangkan dalam materi pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2009 Departemen Pendidikan Nasional, model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru dikelas.
Model Pembelajaran Value Clarification technique (VCT) merupakan langkah-langkah pembelajaran di kelas dari awal hingga akhir, disajikan secara khas dengan mendasarkan pada tujuan pembelajaran, kebutuhan siswa dan karakter materi. Model pembelajaran dapat juga diartikan sebagai prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, atau suatu pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan, strategi atau metode pembelajaran.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang membedakan dengan strategi, metode atau prosedur. Ciri-ciri tersebut adalah: 1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya. 2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana peserta didik belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).
36
3) Tingkah laku pembelajaran yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil 4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur dalam Trianto, 2009; 74).
Setiap guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat bagi peserta didik. Pemilihan model pembelajaran harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif dan menunjang keberhasilan belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan model pembelajaran adalah langkah-langkah sistematis berisi kegiatan yang dipilih oleh guru dalam proses pembelajaran, yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Model pembelajaran penting dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Untuk menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien dan kondusif, setiap guru harus mampu memilih atau merangcang kegiatan pembelajarannya, disesuaikan dengan kebutuhan siswa, karakter siswa, karakter materi, sarana pendukung dan tujuan pembelajaran itu sendiri.
1. Pengertian Model Pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT)
Value Clarification Tehnique (VCT) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian pendidikan nilai. Djahiri (2003: 115) mengemukakan bahwa VCT merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan
dan menggali atau menggungkapkan
37
nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik, karena itu pada prosesnya VCT berfungsi: a) mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai; b) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya; c) menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. Dengan kata lain, Djahiri (2003; 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
Berkaitan dengan teknik pembelajaran nilai, Jarolimek dalam Tukiran (2011: 30) merekomendasikan beberapa cara, antara lain. a) Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation). Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok peserta didik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarahkan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri: a. Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik b. Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik c. Peserta didik merespon pernyataan guru d. Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut. b) Teknik Lecturing Teknik lecturing, dilakukan guru dengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain: a. Memilih satu masalah /kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru. b. Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dan sebagainya.
38
c.
c)
d)
e)
f)
g)
Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut. Teknik menarik dan memberikan percontohan Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru memberikan dan meminta contohcontoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasaan Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasaan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya. Teknik tanya-jawab Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya. Teknik menilai suatu bahan tulisan Teknik menilai suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games). Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
VCT merupakan tehnik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Menurut Jarolimek (1993: 40) menjelaskan tujuan dari pembelajaran dengan Value Clarification Tehchnique (VCT) sebagai berikut: 1) untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. 2) membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) atau untuk kemudian dibina kearah peningkatan dan pembetulannya.
39
3) untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. 4) melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Menurut Djahiri (1985: 90-91) ada beberapa bentuk pendekatan VCT, sebagai
berikut:
1) VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversial, suatu cerita yang dilematis, mengomentari kliping, membuat laporan dan kemudian dianalisa bersama. 2) VCT dengan menggunakan matrik, Jenis VCT ini meliputi Daftar Baik Buruk, Daftar Tingkat Urutan, Daftar Skala Prioritas, Daftar Gejala Kontinum, Daftar Penilaian diri sendiri, Daftar Orang Membaca Pikiran Orang Lain tentang Diri Kita, dan Perisai. 3) VCT menggunakan Kartu Keyakinan, kartu sederhana ini berisikan; pokok masalah, dasar pemikiran positif dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan siskap siswa terhadap masalah tersebut. 4) VCT dengan Tehnik Inkuiri Nilai dengan pertanyaan yang acak random, dengan cara ini siswa berlatih berfikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan berbagai hipotesa/asumsi, yang berusaha mengungkap suatu nilai atau system nilai yang ada atau dianut, atau yang menyimpang.
Menurut Zakaria (2001; 24)
ada lima pendekatan nilai yaitu: 1)
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), 2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), 3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), 4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), 5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach). Untuk meningkatkan moralitas siswa juga perlu pembelajaran efektif, salah satunya menggunakan pendekatan
klarifikasi nilai (Values
clarification approach) atau yang dikenal dengan VCT.
40
2. Pembelajaran Model VCT dalam Mata Pelajaran PPKn
Menurut Djahiri (2003: 115) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PPKn, karena mata pelajaran PPKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan perilaku juga membina kecerdasan (knowledge) siswa.
Pola pembelajaran VCT menurut Djahiri (1985: 91) dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan mensubversi berbagai nilai moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi. 3. Langkah-langkah model pembelajaran VCT
Langkah-langkah model pembelajaran VCT Menurut John Jarolimek (1974) dibagi dalam 7 tahapan yang dibagi kedalam 3 tingkatan.
41
1. Kebebasan memilih: a) memilih secara bebas, b) memilih dari beberapa alternative, c) memilih setelah dilakukan analisis. 2. Menghargai, terdiri dari: a) adanya perasaan senang, b) menegakkan nilai. 3. Berbuat, terdiri dari: a) kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya, b) mengulangi perilaku sesuai dengan nilai penelitiannya.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran dengan model VCT Tahap A. Pendahuluan
Kegiatan Inti B. Tahap Memilih
C. Tahap Menghargai
D. Tahap Berbuat
E. Menganalisis dan Evaluasi
F. Penutup
Kegiatan Guru 1. Mengkondisikan peserta didik 2. Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran 3. Menggali pengetahuan awal peserta didik 4. Memberikan motivasi kepada peserta didik 1. Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai yang menurutnya baik 2. Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan 3. Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya 4. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya 5. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya didepan umum 6. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya 7. Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya 1. Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran 2. Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham 1. Membimbing peserta didik membuat simpulan/rangkuman materi 2. Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok dan individu 3. Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya 4. Melakukan Evaluasi
42
E. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)
1.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)
Pendidikan
Kewarganegaraan
merupakan
mata
pelajaran
yang
memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Sebagai pendidikan nilai, moral, dan norma prinsip pembelajaran kurikulum 2013 sangat sesuai dengan karakteristik PKn.
Dalam UUD 1945 ketentuan tentang Pendidikan Nasional diatur menurut pasal 31 ayat 3 dan ayat 5. Ayat 3 berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system Pendidikan Nasional, yang meninngkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undangundang”. Ayat 5 berbunyi “Pemerintah memajukan Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan serta kesejahteraan umat manusia”.
Menurut pasal 39 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga Negara dengan pemerintah agar menjadi warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara”.
43
Menurut Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan SMA, SMK dan MA (Depdiknas, 2003: 2) dan sesuai dengan paradigma baru pendidikan kewarganegaraan, dimana siswa diarahkan juga agar memiliki kompetensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civics skill) dan watak atau nilai-nilai kewarganegaraan (civics value) serta juga memiliki kecakapankecakapan hidup nantinya, khususnya kecakapan hidup dibidang personal, sosial dan intelektual.
Warga
Negara
yang
memahami
dan
menguasai
pengetahuan
kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi seorang warga Negara yang memiliki rasa percaya diri, kemudian warga Negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.
Adapun substansi kajian PPKn terdiri dari: 1) Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civics knowledge) Mencakup bidang politik, hukum, dan moral. Secara rinci materi pendidikan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsipprinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintah dan non pemerintah, identitas nasional, pemerintah berdasar hukum (rule of law) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak asasi manusia, hak sipil, dan hak politik.
44
2) Dimensi ketrampilan kewarganegaraan (civics skills) Meliputi ketrampilan berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya: berperan serta dan aktif mewujudkan masyarakat
madani,
proses
pengambilan
keputusan
politik,
ketrampilan mengadakan koalisi, kerja sama, mengelola konflik, ketrampilan hidup dan sebagainya. 3) Dimensi nilai-nilai kewarganegaraan (civics values) Mencakup percaya diri, komitmen, penguasaan atas nilai religious, norma, dan nilai luhur, nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan
individual,
kebebasan
berbicara,
kebebasan
pers,
kebebasan berserikat dan berkumpul, perlindungan, perlindungan terhadap minoritas dan sebagainya.
Pendidikan Kewarganegaraan dipandang sebagai mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam membentuk warga negara yang baik, berakhlak, dan bertanggung jawab sesuai dengan falsafah dan Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2.
Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Visi mata pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan adalah mewujudkan
proses
pendidikan
yang
integral
disekolah
untuk
pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, dan partisipatif.
45
3.
Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan Visi
mata pelajaaran PPKn, maka dapat dikembangkan
Misi mata pelajaran PPKn sebagai berikut: 1) Mengembangkan kerangka berfikir baru yang dapat dijadikan landasan
yang
rasional
kewarganegaraan
sebagai
untuk
menyusun
pendidikan
pendidikan
intelektual
kearah
kewarganegaraan
sebagai
pembentukan warga negara yang demokratis. 2) Menyusun
substansi
pendidikan
pendidikan demokratis yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia
4.
Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Mata Pelajaran PPKn memiliki fungsi sebagai wahana untuk membentuk warga Negara cerdas, terampil, dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan Negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
5.
Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Tim Direktorat Jendral Managemen Pendidikan Dasar dan Menengah
(2006:
12),
tujuan
mata
pelajaran
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah: 1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
46
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarkat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pencapaian tujuan mata pelajaran PPKn menghendaki bukan saja agar peserta didik mampu berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, tetapi juga dalam proses pembelajaran peserta didik dituntut untuk dapat berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, berkembang secara positif dan demografis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut maka harus dilaksanakan pendekatan pembelajaran yang mengedepankan pendekatan proses.
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamatkan oleh Pancasila UUD 1945 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi, 2004).
47
Pendidikan Kewarganegaraan mengalami perkembangan sejarah yang sangat panjang, yang dimulai dari Civic Education, Pendidikan Moral Pancasila dan kewarganegaraan, sampai terakhir pada kurikulum 2004 berubah nama menjadi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang dapat diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk prilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Landasan PPKn adalah Pancasila dan UUD 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia tanggap pada tuntutan perubahan zaman serta UU no. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan (Nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004 serta pedoman khusus
pengembangan
Silabus
dan
Kewarganegaraan yang diterbitkan
Penilaian
Mata
Pelajaran
oleh departemen Pendidikan
Nasional-Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Menengah-Direktorat Menengah Umum.
F. Pembelajaran PPKn dalam IPS
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik
48
(Depdikbud, 1996:3). Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi Dasar.Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan,
dan
memproduksi
kesan-kesan
tentang
hal-hal
yang
dipelajarinya.
Setiap ilmu harus memenuhi syarat-syarat ilmiah yang mempunyai objek, metode, sistem dan bersifat universal. Objek pembahasan setiap ilmu harus jelas, baik objek material maupun objek formal. Objek material adalah bidang sasaran yang dibahas dan dikaji oleh suatu bidang atau cabang ilmu. Objek material PPKn adalah segala hal yang berkaitan dengan warga negara baik yang empirik maupun yang non empirik, yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku warga negara dalam kesatuan bangsa dan negara. Objek formal adalah sudut pandang tertentu yang dipilih untuk membahas objek material tersebut. Objek formal PPKn adalah hubungan antara warga negara dengan negara dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.
PPKn menitikberatkan pada kemampuan dan ketrampilan berpikir aktif warga negara, terutama generasi muda, dalam menginternalisasikan nilai-nilai warga negara yang baik (good citizen) dalam suasana demokratis dalam berbagai masalah kemasyarakatan (civic affairs). Berkaitan dengan pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ini Depdiknas (2006:49) memberikan penjelasan bahwa :
Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-
49
hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Sedangkan Somantri (2001:154) memberikan perumusan pengertian sebagai berikut : PPkn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar yang berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela negara agar menjadi warga negara agar dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Namun demikian terdapat beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PPKn ini, antara lain (Somantri, 2001:158): a)
Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif (extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu. b) Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional. c) Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan. d) Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu Kewarganegaraan. e) Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD 1945 dan perundangan negara serta sejarah perjuangan bangsa. f) Kegiatan dasar manusia. g) Pengertian pendidikan IPS.
G. Penelitian Relevan
Penelitian relevan merupakan penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
50
Tabel 2.2 Penelitian yang Relevan No 1
Penulis Kairun Nisa (2009)
Judul Upaya Peningkatan Hasil Belajar PKn dengan Model Value Clarification Technique (VCT) Siswa Kelas X MAN 1 Model Kota Bengkulu
Tujuan Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah HAM dalam mata pelajaran PKn khususnya kelas X2 MAN I Model Bengkulu
Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Hasil Model VCT dapat meningkatkan kemampuan siswa memecahkan masalah Hak Asasi Manusia dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada siswa MAN I Model Bengkulu
2
Murni Amir Bugis (2010)
PeningkatanPe mahaman Nilai Moral melalui Pembelajaran PKn berbasis VCT pada siswa kelas IV SDN Beji II Pasuruan
Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran berbasis VCT dengan permainan kotak ajaib dalam pelajaran PKn dapat meningkatkan pemahaman nilai moral siswa kelas IV SDN Beji II Kec. Beji, Kab pasuruan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Pengunaan model pembelajaran VCT dapat meningkatkan pemahaman nilai moral siswa pada mata pelajaran PKn kelas IV SDN Beji II pasuruan
3
Fairizah Haris (2012)
Penerapan Model Pembelajaran VCT untuk meningkatkan kesadaran nilai menghargai jasa pahlawan pada siswa SDN Semambung V SDN Semambung No. 296 Sidoarjo
Untuk mengkaji aktivitas guru, siswa, kesadaran nilai menghargai jasa pahlawan pada siswa, serta mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan pembelajaran VCT (Value Clarification Technique).
Penelitian Tindakan Kelas (PTK
Aktivitas guru, siswa, kesadaran nilai menghargai, dan respon siswa selama pembelajaran mengalami peningkatan yang signifikan
Hasil dari beberapa Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Model pembelajaran
VCT dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah dan meningkatkan pemahaman nilai moral siswa, serta
51
meningkatkan aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran khususnya terhadap mata pelajaran PPKn.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti model pembelajaran VCT untuk meningkatkan moralitas siswa dalam mata pelajaran Pendidikan aktifitas belajar
Kewarganegaraan dengan harapan moralitas siswa,
siswa meningkat. Apabila moralitas siswa baik akan
menghasilkan aktifitas dan hasil belajar yang baik pula.
52
H. Kerangka Pikir
Input
Moralitas Rendah
Proses
Output
Model Pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT)
Moralitas telah menampakkan peningkatan secara efektif
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan tindakan kelas. “Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang lebih dikenal dengan Classroom Action Research adalah suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar, sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam kelas secara bersama” (Arikunto, 2015: 3). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah upaya perbaikan tindakan pembelajaran tertentu yang dikaji secara inquiry, reflektif, triangulatif dan berulang-ulang (siklikal) dalam rangka mencapai tujuan pendidikan (Pargito, 2011). Dengan menggunakan pendekatan PTK diharapkan dapat memperbaiki proses pembelajaran dan meningkatkan keberhasilan proses pembelajaran, terutama dalam perbaikan nilai moral siswa.
B. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan pada bulan agustus 2016 sampai September 2016, dengan perincian sebagai berikut: 1. Tahap persiapan, minggu kedua bulan agustus 2016 2. Tahap pelaksanaan, minggu ketiga agustus 2016 sampai September 2016 3. Tahap laporan, minggu pertama September 2016
sampai dengan minggu ketiga
54
C. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
1. Definisi Konseptual Variabel Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. Moralitas mencakup tentang baik-buruknya perbuatan manusia. Secara umum, moral dapat diartikan sebagai batasan pikiran, prinsip, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia tentang nilai-nilai baik dan buruk atau benar dan salah. Moral merupakan suatu tata nilai yang mengajak seorang manusia untuk berperilaku positif dan tidak merugikan orang lain.
2. Definisi Operasional Variabel Beberapa variabel atau objek yang akan diteliti serta definisi operasional dalam rangka peningkatan sikap moralitas siswa dengan KD: Menganalisis kasus pelanggaran HAM dalam rangka Perlindungan dan pemenuhan HAM sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai berikut: 1. Aktivitas siswa dalam pembelajaran VCT adalah banyaknya aktivitas yang dilakukan selama proses pembelajaran dan diamati dengan lembar Observasi moralitas siswa. Aktivitas siswa tersebut meliputi sikap moralitas yang terdiri dari disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran. 2. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran VCT dengan melibatkan guru dalam proses belajar mengajar yang diamati dengan instrumen lembar
observasi.
Aktivitas
guru
tersebut
meliputi
kegiatan
55
pendahuluan, kegiatan inti (langkah-langkah model VCT), dan penutup yaitu memeriksa kesiapan siswa, melakukan apersepsi, menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa, menyajikan informasi tentang materi pelajaran, mendorong dan membentuk sikap moralitas siswa, mendorong siswa untuk bekerja sama atau berinteraksi dalam diskusi dan mengelola kegiatan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran VCT.
D. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek adalah siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri I Kotabumi Lampung Utara. Jumlah siswa yang diteliti sebanyak 28 siswa yang terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan. 2. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah: 1. Sikap Moralitas ( Disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran 2. Pembelajaran melalui Model Value Clarification Tehnique (VCT)
E. Prosedur Penelitian Model Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam tiga siklus dimana setiap siklus terdiri dari empat komponen yang harus dilalui, yaitu; perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:
56
Perencanaan
SIKLUS I Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan SIKLUS II
Refleksi
Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan SIKLUS III Refleksi Pengamatan
?
Bagan 3.1 Rancangan PTK (Arikunto 2015:16) Keterangan : 1. Tahap Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Observasi 4. Refleksi
Pelaksanaan
57
F. Langkah-langkah Penelitian SIKLUS I a. Perencanaan Dalam tahap ini kegiatan dimulai dengan:
Mengidentifikasi permasalahan dan menetapkan pemecahan masalah
Merencanakan pembelajaran yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar
Menetapkan SK, KD dan Tujuan Pembelajaran
Memilih bahan pelajaran yang sesuai
Mempersiapkan sumber, bahan, dan media LCD
Menentukan Skenario pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan model pembelajaran VCT dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Peneliti menampilkan tayangan video mengenai pelanggaran HAM baik yang terjadi di sekitar sekolah maupun yang berasal dari kejadian masyarakat atau cerita fiktif. 2. Membuat lembar Pengamatan untuk mengamati Moralitas siswa dan aktivitas guru
b. Pelaksanaan Tindakan Kegiatan-1 A. Pendahuluan a. Mengkondisikan peserta didik b. Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran c. Menggali pengetahuan awal peserta didik d. Memberikan motivasi kepada peserta didik
58
Kegiatan-2 Kegiatan Inti B. Tahap Memilih a) Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai yang menurutnya baik b) Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan c) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya C. Tahap Menghargai a) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi
pilihannya
b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya didepan umum D. Tahap Berbuat a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya E. Tahap Menganalisis a) Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran b) Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham
59
Kegiatan-3 F. Penutup a) Membimbing peserta didik membuat simpulan/rangkuman materi b) Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok dan individu yang berkaitan dengan bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi dilingkungan terdekat. c) Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya d) Melakukan Evaluasi c. Pengamatan Dalam tahap ini dilakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan. Instrumen Pengamatan Pengamatan terhadap siswa Pengamatan terhadap siswa dilaksanakan pada saat proses belajar mengajar. Aspek yang diamati tentang peningkatan moralitas meliputi: disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran. Pengamatan Terhadap Guru Pengamatan
dilakukan
oleh
guru
mitra
untuk
mengamati
kemampuan guru dalam meningkatkan moralitas melalui model pembelajaran. Aspek yang diamati :
60
Kegiatan-1 A. Pendahuluan a. Mengkondisikan peserta didik b. Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran c. Menggali pengetahuan awal peserta didik d. Memberikan motivasi kepada peserta didik
Kegiatan-2 Kegiatan Inti B.Tahap Memilih a) Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai yangmenurutnya baik b) Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan c) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya
C.Tahap Menghargai a) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai menjadi
yang
pilihannya
b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya didepan umum
D. Tahap Berbuat a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya
61
E.Tahap Menganalisis a) Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran b) Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham
Kegiatan-3 F. Penutup a) Membimbing
peserta
didik
membuat
simpulan/rangkuman
materi b) Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok dan individu yang berkaitan dengan bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi dilingkungan terdekat. c) Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya d) Melakukan Evaluasi
d. Refleksi Pada tahap ini kegiatan dimulai dengan:
Melakukan pertemuan dengan guru mitra untuk membahas hasil evaluasi tentang scenario pembelajaran dan lembar observasi moralitas siswa
Memperbaiki pelaksanaan tindakan yang masih banyak mengalami kelemahan-kelemahan
Mengumpulkan data-data dan dianalisis untuk menentukan upaya perbaikan pada siklus berikutnya
62
G. Subjek, Jenis, dan Tehnik Pengambilan Data a. Sumber Data Siswa dan guru dalam proses pembelajaran b. Jenis Data Hasil Observasi (aktivitas siswa dan guru)
H.
Tehnik Pengumpulan Data Tehnik pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mendapatkan informasi berupa fakta dilapangan guna memecahkan masalah secara ilmiah. Data dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi.
Observasi adalah kegiatan untuk mengenali setiap gejala dan indikator dan gproses dan hasil yang dicapai, baik yang ditimbulkan oleh tindakan maupun akibat sampingannya. Hal-hal yang diamati yaitu aspek moral siswa dalam aktivitas individual, aspek moral siswa dalam aktivitas kelompok, dan aspek moral siswa dalam aktivitas kelas.
63
Tabel 3.1 Kisi-kisi Observasi aktivitas guru No Indikator/Aspek Yang Diamati KEGIATAN PENDAHULUAN A.Apersepsi dan Motivasi 1 Mengkondisikan peserta didik 2 Menyampaikan SK, KD, serta tujuan pembelajaran 3 Menggali pengetahuan awal peserta didik 4 Memberikan motivasi kepada peserta didik KEGIATAN INTI B. Tahap Memilih 1 Memberikan kesempatan untuk menentukan pilihan nilai yang menurutnya baik 2 Memilih dari beberapa alternative nilai yang telah ditentukan 3 Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya C. Tahap Menghargai 1 Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya 2 Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya didepan umum D. Tahap Berbuat 1 Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya 2 Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya E. Tahap Menganalisis dan Evaluasi 1 Membantu peserta didik mengkaji ulang proses pembelajaran 2 Membimbing peserta didik yang belum mengerti dan faham F. PENUTUP 1 Membimbing peserta didik membuat simpulan/rangkuman materi 2 Memberikan tugas kepada peserta didik berupa tugas kelompok dan individu 3 Memberikan informasi rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya Melakukan Evaluasi RATA-RATA KESELURUHAN = 1+2+3+4+5 5 Keterangan: 1. Sangat Tidak baik 2. Tidak Baik 3. Kurang Baik 4. Baik 5. Sangat Baik
Skor
12345 12345 12345 12345
12 3 4 5 12345 12345
12345 12345
12345 12345 12345 12345 12345 12345 12345 12345
64
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Moralitas Siswa Variabel Moralitas
Dimensi 1. Disiplin
Indikator
1. siswa tidak datang terlambat 2. siswa mengerjakan tugas dengan penuh tanggung jawab 3. siswa tertib 4. siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu 1. Siswa tidak Emosional 2. Mengendalikan 2. siswa tidak berbuat Diri gaduh di kelas 3. siswa memiliki semangat belajar yang tinggi 4. siswa selalu berbicara sopan sesama teman 1. siswa berpakaian sopan 3. Sopan Santun 2. siswa tidak meludah disembarang tempat 3. siswa menghormati dan menghargai teman 4. siswa selalu ramah 1. Siswa tidak menyontek 4. Kejujuran dalam ulangan 2. Siswa mengakui kesalahan yang dilakukan sendiri 3. siswa menjaga kerapihan kebersihan kelas 4. siswa selalu berbicara jujur
Keterangan Skor
Skor
Skor
Skor
65
Tabel 3.3 Lembar Observasi Moralitas Siswa (EXEL)
66
I.
Tehnik Pengolahan Data 1. Validitas Data Data yang terkumpul dari berbagai sumber, maka sebelum melakukan pengolahan data perlu dilakukan proses chek and recheck dengan triangulasi, yaitu melakukan consensus untuk menyamakan persepsi tentang kebenaran data, disamping itu juga perlu dilakukan consensus temuan penelitian, antara sumber yang satu dan lainnya untuk mengambil keputusan. a. Member Chek Member Chek adalah proses pengecekan data yang berasal dari pemberi data. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh pemberi data, berarti data tersebut valid. Namun, jika data yang diperoleh peneliti tidak disepakati oleh pemberi data, peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data. b. Penjenuhan (Saturation) Dalam proses ini tidak lagi diperoleh data tambahan atau baru, jadi observasi/interview dilakukan berulang-ulang sampai data “jenuh” (tidak lagi diperoleh data baru) hipotesis tervalidasi.
2. Tehnik Analisis Data Tehnik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan tehnik Analisis deskriptif (descriptive analysis) dengan menggunakan tabel analisis reduksi data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar observasi moralitas agar mendapatkan data yang relatif konsisten yaitu menggunakan
metode pengamatan didalam kelas secara langsung.
67
Peneliti menggabungkan alat pengumpul data misalnya observasi, dan cara lain untuk untuk mendapatkan data yang kurang lengkap dan meragukan dapat dilengkapi dan diyakinkan dengan data lain dan dengan cara yang lain pula.
J.
Kriteria Keberhasilan Kriteria Keberhasilan penelitian ini : 1. 80 % telah menampakkan perilaku moralitas yang baik pada indikator disiplin, mengendalikan diri, sopan santun, kejujuran. 2. Adanya perubahan perilaku moralitas yang mencapai tingkat keberhasilan 80 % secara klasikal dan individual.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan meningkatkan moralitas melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT). Pada mata pelajaran PPKn siswa kelas XI IPS 2 di SMA Negeri I Kotabumi tahun Pelajaran
2016/2017, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai
berikut: 1.
Pembelajaran PPKn dengan menggunakan model pembelajaran VCT dapat meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri I Kotabumi, hal ini terlihat dari moralitas siswa kelas XI IPS 2 dari siklus I, II dan siklus III mengalami peningkatan secara signifikan pada mata pelajaran PPKn dengan menggunakan model pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT). Hal ini membuktikan bahwa model pembelajaran Value Clarification Tehnique (VCT) dapat meningkatkan moralitas siswa.
2.
Pada penelitian ini, indikator yang paling mudah dicapai adalah pada indikator disiplin, Sedangkan indikator yang paling sulit dicapai adalah indikator kejujuran. Hal ini dikarenakan sebagian siswa sudah mulai disiplin
yang ditunjukkan
dengan
tidak
datang
terlambat
dan
mengerjakan tugas yang diberikan guru tepat waktu, sedangkan indikator
164
kejujuran dapat terlihat masih banyak siswa yang tidak bisa berlaku jujur terutama pada saat ujian.
B. SARAN Saran-saran yang dapat diberikan dalam meningkatkan moralitas siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Kotabumi terutama pada pelajaran PPKn yaitu : 1.
Guru PPKn, sebaiknya mencoba menggunakan model pembelajaran VCT untuk meningkatkan moralitas siswa.
2.
Sekolah,
untuk
dapat
memfasilitasi
guru
melakukan
perbaikan
pembelajaran VCT dalam meningkatkan moralitas siswa. 3.
Pengawas, untuk dapat memberikan kontribusi dan profesionalitasnya dengan berkoordinasi bersama guru-guru PPKn dalam meningkatkan moralitas siswa.
165
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2015,.Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta. PN. Bumi Aksara. . Badan Standar Nasional Pendidikan. Standar Isi PKn SMA/MA.BNSP 2006. Jakarta. Bahri Djamarah dan Aswan Zain. 1995. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta, Rineka Cipta. Budiningsih, A. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Yogyakarta. Daradjat, Zakiah.1985. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia.Jakarta: Bulan Bintang Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Sinar Grafika: Jakarta. Hakim.T (2005) Belajar Secara Efektif, Puspa Swara, Jakarta. Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar Lampung. http://www.beritaasatu.com/2014/10/17/revolusi-mental-kembalikan-karakterbangsa/#sthash.CrHIBGll.dpuf, diunduh tanggal 8 febuari 2016. http://www.batamtoday.com/berita49211-Relevansi-Revolusi-Mental-danPancasila.html, diunduh tanggal 8 febuari 2016. Jerolimek, Jhon dan Parker, Walter C . 1993. Sosial Studies in Elementary School . New York: Macmilan Publishing Company. Kartono, Kartini. 1992. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan).Bandung: Mandar Maju Kohlberg, L. 1980. Stages of Moral Development as a Basis of Moral Education. dalam C. Asri Budiningsih. 2004. PembelajaranMoral: Berpijak pada Karakteristik Siswa dan Budayanya.Jakarta: PT. Rineka Cipta.
166
Kosasih Djahiri . 1985. Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung, PMPKN FPIPS IKIP Bandung. Kosasih Djahiri (1987). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Dasar-dasar metodologi model belajar mengajar ilmu pengetahuan sosial. Bandung: LPPP-Ips IKIP Bandung . Kosasih Djahiri (2003). Pemilihan Strategi dan Media Pembelajaran dan Portofolio Learning and Evaluation Based. Depdiknas: Jakarta. Lickona, Thomas. 1991. Mendidik Untuk Membentuk Karakter. Juma Abdu Wamaungo. Jakarta.: PN.Bumi Aksara Mulyoto, 2005.Efektifitas Strategi Pemecahan Masalah Kreatif dan Analisis Sumber Belajar. Jurnal Teknodika, Volume3, No.05, Maret 2005. Surakarta. Nana Sudjana. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung. PN. Sinar Baru Algesindo. Pargito. 2011. Dasar-Dasar IPS Jurusan Pendidikan IPS. FKIP. Universitas Lampung. Roestiyah NK. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PN. Rineka Cipta. Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandun, PT. Remaja Rosdakarya. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta. PN. Rineka Cipta. Soemanto, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana (ed). Bandung. PPS-FPIPS UPI dan PT. Remadja Rosda Karya. Sudarsono. 1989. Etika Islam tentang Kenakalan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta S. Willis, Sofyan. 1981. Problem Remaja dan Pemecahannya.Bandung: Angkasa S. Winataputra, Udin. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Mendikbud Taniredja, Tukiran. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung. Alfabeta. Trianto.
2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.