1|Antologi UPI
Volume
Edisi No.
Juni 2016
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VCT ( VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE ) BERBASIS MULTILITERASI UNTUK MENINGKATKAN SIKAP SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPS Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini di latarbelakangi sikap siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar (SD) tempat penelitian berlangsung. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap siswa dalam pembelajaran IPS. Alasan dilaksanakannya penelitian ini, karena sikap siswa masih rendah, hal ini dikarenakan beberapa faktor di antaranya, guru kurang memperhatikan sikap siswa dalam pembelajaran. Selain itu, pemilihan model dan media yang kurang bervariasi menjadikan siswa kurang tertarik dan termotivasi untuk mengembangkan sikap yang mereka miliki. Penelitian ini menggunakan model VCT (Value Clarification Technique) berbasis Multiliterasi. Model pembelajaran tersebut berpotensi dapat meningkatkan serta mengembangkan sikap siswa, menciptakan pembelajaran yang mudah dimengerti oleh siswa dan menarik minat siswa. Metode penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dari Elliot. Penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus yang terdiri dari 9 tindakan. Partisipan penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Cintaasih 02 Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung yang terdiri dari 37 orang siswa. Hasil penelitian menunjukkan sikap siswa mengalami peningkatan, pada setiap siklusnya. Hal ini dibuktikan dari hasil angket yang diisi oleh siswa menunjukan siklus I memperoleh nilai 2,27, siklus II sebesar 3,4, siklus III sebesar 3,42. Selain hasil angket, hasil soal evaluasi yang dikerjakan oleh siswa menunjukan peningkatan dalam setiap siklusnya. Pada siklus I diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 72,5, siklus II nilai rata-rata siswa sebesar 79,1 dan siklus III nilai rata-rata siswa sebesar 84,1. Hal ini menunjukkan keberhasilan pembelajaran sikap dengan menerapkan model VCT ( Value Clarification Technique) berbasis Multiliterasi. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa model pembelajaran VCT ( Value Clarification Technique) berbasis Multiliterasi dapat meningkatkan sikap siswa dalam pembelajaran IPS. Kata kunci
: Model VCT ( Value Clarification Technique) berbasis Multiliterasi, Sekolah Dasar, Sikap
¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 2
APPLICATION OF LEARNING MODEL VCT (Clarification VALUE TECHNIQUE) MULTILITERASI BASED ATTITUDE TO IMPROVE STUDENT LEARNING IN IPS ABSTRACT ABSTRACT This research background is the attitude of students in the Social Sciences in the Elementary School (SD) where the research took place. The purpose of this research is to improve the attitudes of students in social science learning. The reason the implementation of this study, because of the attitude of students is still low, this is due to several factors, among others, the teacher is less noticed attitudes of students in learning. In addition, the model selection and less varied media that makes students less interested and motivated to develop the attitude they have. This study uses a model of VCT (Value Clarification Technique) based Multiliterasi. The learning model that can potentially improve and develop the students' attitudes and creating learning that is easily understood by students and attract students. This research method is classroom action research of Elliot. The research conducted in three cycles that consist of 9 actions. Participants of this study is the fourth grade students of SD Negeri Cintaasih 02 Cileunyi in Bandung Regency which consists of 37 students. The results showed the attitude of students has increased, in each cycle, it can be .. from the results of the questionnaire completed by the students the first cycle obtained with a score of 2.27, the second cycle of 3.4, and the third cycle of 3.42. In addition to the results of the questionnaire, the results of evaluation questions were done by the students showed an increase in each cycle. In the first cycle obtained by the average score of students to 72.5, the second cycle students' average score of 79.1 and the third cycle the average score of 84.1 students. This shows the attitude of learning by applying the model VCT model (Value Clarification Technique) based Multiliterasi. Thus, it can be concluded that the VCT model (Value Clarification Technique) based Multiliterasi can improve attitudes of students in social sciences learning. Keywords: Model VCT (Value Clarification Technique) based Multiliterasi, Elementary School, Attitude
3|Antologi UPI
Volume
PENDAHULUAN Belajar adalah suatu proses atau aktivitas yang dilakukan seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Untuk membelajarkan seseorang diperlukan adanya pendidikan, dimana pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa dengan tujuan supaya tercapainya semua potensi yang dimiliki oleh siswa baik yang berkaitan aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya. Menurut Aziah (2015) Pendidikan juga berfungsi sebagai tempat untuk mengembangkan potensi yang ada didalam diri seseorang selain itu dapat dijadikan sebagai dasar dalam bertindak atau mengambil sebuah keputusan, melatih keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan bersosial di lingkungan masyarakat sekitarnya dan dapat dijadikan sebagai bentuk persiapanuntuk menghadapi situasi dunia yang selalu berubah-ubah. Sejalan dengan hal tersebut, maka salah satu pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan siswa yakni pembelajaran IPS. Khususnya pembelajaran IPS di sekolah dasar, Karena Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan ,kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan kemampuan dalam hubungan tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dikembangkan melalui kajian ini ditujukan untuk mencapai keserasian dan keselarasan dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, pembelajaran IPS ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juni 2016
sangatlah penting untuk dibelajarkan pada setiap jenjang pendidikan. Khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar, karna pelajaran IPS pada sekolah dasar mengajarkan konsepkonsep esensi ilmu sosial untuk membentuk subjek didik menjadi warga negara yang baik. Sebagaimana Awan Mutakin (dalam Susanto,2014,hlm.10) menjelaskan tujuan pembelajaran IPS di sekolah adalah: 1)Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilainilai sejarah dan kebudayaan masyarakat. 2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial. 3) Mampu menggunakan model-model dan proses berfikir serta membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang dimasyarakat. 4) Menaruh perhatian terhadap isu dan masalahmasalah sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis dam mampu mengambil tindakan yang tepat. 5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun masyarakat. Tujuan pendidikan IPS diatas pada intinya diarahkan pada proses pengembangan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat serta mampu mengembangkan tanggung jawab dan mampu mengembangkan nilai, sikap dan partisiasi sosial siswa. Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 4 pendidikan di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar. Pendidikan ini tidak dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun belum optimal. Secara umum penguasaan pengetahuan sosial atau kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup, tetapi penguasaan nilai dalam arti penerapan nilai, keterampilan sosial dan partisipasi sosial hasilnya belum menggembirakan. Kelemahan tersebut sudah tertentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses pendidikan atau pembelajarannya. Dalam segi hasil atau dampak pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial atau IPS terhadap kehidupan bermasyarakat, masih belum begitu nampak. Perwujudan nilai-nilai sosial yang dikembangkan di sekolah belum nampak dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan sosial lulusan pendidikan dasar khususnya masih memprihatinkan, partisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan semakin menyusut. Berdasarkan hal-hal di atas nampak bahwa, masih banyak kelemahan-kelemahan dalam proses pelaksanaan pembelajaran IPS, sekalipun berbagai inovasi telah dilakukan tetapi hasilnya belum memuaskan. Beberapa kelamaha yang terjadi dalam proses pembelajaran IPS yaitu banyaknya guru yang kurang mengikut sertakan peserta didik dalam proses pembelajaran, namun guru lebih cenderung menggunakan ceramah yang hanya menuntut siswa pada kekuatan ingatan dan hafalan seperti kejadian-kejadian serta nama tokoh tanpa mengembangkan wawasan pemahaman siswa dalam menggali pengetahuan serta memungkinkan peserta didik untuk memiliki sikap sosial yang baik. Padahal diera modernisasi ini pembelajaran sikap sangatlah penting. Sebab diera modernisasi ini diakui telah mengendurkan ikatan diantara orang
dengan cara melemahkan sumber-sumber kesetiakawanan tradisional, menghilangkan kewajiban-kewajiban tanpa kita mengetahui dimana tugas-tugas kita yang baru. Dalam hal ini, Durkhem (dalam Riter & Smart, 2014,hlm. 1021) mengemukakan bahwa kita tidak lagi merasakan tekanan dari peraturanperaturan moral seperti dahulu. Namun hal ini tidak dirasakan sebagai kebebasan atau kemerdekaan yang lebih besar, melainkan sebagai krisis, anonim, sebuah kondisi yang mungkin akan diredakan atau diselesaikan dengan ilmu khusus tentang fakta-fakta moral. Sebagaimana pendapat Durkhem diatas mejelaskan bahwa pentingnya pembelajaran moral diera modernisasi ini. Dimana, pemebelajaran moral berarti membelajarkan moral dan untuk memoralkan manusia berarti harus menanamkan moral pada sikap seseorang. Oleh karena itu, dalam pelajaran IPS betapa pentingnya peranan pendidikan IPS dalam mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan sosial agar siswa menjadi warga masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang baik. Selain yang dipaparkan diatas IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi, Antropologi, dan Ekonomi. Pendidikan IPS di SD telah mengintegrasikan bahan pelajaran tersebut dalam satu bidang studi. Materi pelajaran IPS merupakan penggunaan konsep-konsep dari ilmu sosial yang terintegrasi dalam tema-tema tertentu. Oleh karena itu, pembelajarn IPS harus menyenangkan dan meningkatkan
5|Antologi UPI
Volume
motivasi peserta didik untuk mengkaji pembelajaran IPS, sebab bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity) arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.Sebagaimana Menurut Jean Piaget (dalam Adisusilo, 2012, hlm. 21) “ Anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (=konkrit) dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Jika pembelajaran IPS tidak disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik dan motivasi peserta didik, maka pembelajaran IPS dapat menjadi pelajaran yang membosankan bagi siswa. Dan baik secara langsung maupun tidak akan berdampak pada tujuan pendidikan IPS yang diharapkan. Sedangkan pembelajaran abad 21, siswa perlu diberi semangat ide-ide baru, mengevaluasi dan menganalisa materi yang disampaikan dan mampu mengaplikasikan apa yang sudah dipelajari. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai untuk materi IPS di SD dan memperhatikan karakteristik anak usia SD. Oleh karena itu, model VCT (Value Clarification Technique) dirasa mampu mengatasi permasalahan siswa dalam pembelajaran IPS. VCT adalah model yang lebih mengembangkan aspek nilai pada diri siswa, dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, memutuskan, mengambil ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juni 2016
sikap sendiri nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya. Dengan melakukan berbagai tahapan dari model ini dengan baik siswa diharapkan mampu memahami nilai-nilai dalam pembelajaran IPS sehingga siswa mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-sehari. Selain itu dalam pembelajaran IPS perlu adanya multiliterasi yang baik. Dimana konsep multiliterasi berisikan tentang multikonteks, multimedia, multibudaya,multelegensi.multigaya belajar, multi modal dan multi kompetensi. Berdasarkan sudut pandang ini, upaya membangun makna dapat dilakukan terhadap berbagai bentuk. Segala apapun yang dapat didekati sehingga siswa tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran IPS dan siswa dengan senang hati mengikuti kegiatan pembelajaran IPS. Berdasarkan rincian tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan model VCT berbasis Mutiliterasi dan untuk mengetahui peningkatan sikap sosial siswa dengan menggunakan model VCT berbasis Multiliterasi. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian Tindakan Kelas (PTK) . Di dalam literatur bahasa Inggris, PTK disebut dengan classroom action research. Dimana penelitian ini dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar pada pokok bahasan tertentu pada suatu mata pelajaran. Penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai suatu penelitian yang dilakukan oleh seorang guru guna memperbaiki praktik pendidikan melalui pembelajaran dan refleksi. Hal ini sependapat dengan Ebbutt (Arifin. 2011,hlm 97) yang mengatakan
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 6 “penelitian tindakan adalah suatu studi percobaan yang sistematis untuk memperbaiki praktik pendidikan dengan melibatkan kelompok partisipan (guru) melalui tindakan pembelajaran dan refleksi mereka sebagai akibat dari tindakan tersebut.” Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa penelitian itu bersifat sistematis dimana untuk melakukan sebuah penelitian tindakan kelas diperlukan adanya sebuah perencanaan terlebih dahulu. Adapun tahapan PTK itu terdiri dari tahap merencanakan,melakukan tindakan,mengamati dan merefleksi. Menurut Kemmis dan Mc. Taggart (Arifin, 2011, hlm 107), penelitian tindakan kelas terdiri dari empat jenis, yaitu penelitian tindakan diagnostik, penelitian tindakan partisipan, penelitian tindakan empiris dan penelitian tindakan eksperimental. Dalam penelitian tindakan diagnostik, peneliti masuk ke dalam situasi yang telah ada dan mendiagnosis situasinya kemudian disusun beberapa rekomendasi mengenai tindakan perbaikannya (sebagai tindak terapinya). Rekomendasi itu sendiri tidak diuji sebelumnya. Rekomendasi itu diperoleh melalui institusi berdasarkan kumpulan pengalaman masa lalu dan hasil diagnosis saat itu. Dalam penelitian tindakan partisipan, orang yang akan melakukan tindakan harus terlibat dalam proses penelitian sejak awal. Orang tersebut harus menyadari perlunya melaksanakan program tindakan tertentu. Tanpa kolaborasi ini, diagnosis dan rekomendasi tindakan untuk mengubah situasi tidak akan mendorong adanya perubahan yang diharapkan. Dalam penelitian empiris, peneliti hanya melakukan sesuatu tindakan dengan cara mencatat apa yang dilakukan dan apa yang terjadi. Proses
penelitiannya berkenaan dengan menyimpan catatan dan mengumpulkan pengalaman dalam pekerjaan sehari-hari. Dalam penelitian tindakan eksperimental, berbagai teknik tindakannya dilakukan secara terkontrol. Jenis ini memiliki nilai ilmiah yang tinggi dan berpotensi besar untuk kemajuan pengetahuan pada masa yang akan datang. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model John Elliot. Berikut bagan dari model John Elliot. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas IV di SD Negeri Cintaasih 02 dengan jumlah 36 siswa. Peneliti menggunakan instrumen penelitian data berupa observasi, angket dan dokumentasi. Observasi dilakukan dengan cara mengamati segala kejadian baik itu dari kegiatan siswa atau guru selama proses pembelajaran berlangsung dalam bentuk daftar ceklis. Hal ini senada dengan Sanjaya (2009, hlm. 86) mengatakan bahwa “Observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi di lapangan yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti”. Berdasarkan dari hasil observasi tersebut, kekurangan-kekurangan pada tindakan yang telah dilaksanakan dapat diketahui dan dapat diperbaiki pada pertemuan berikutnya. Selain itu, peneliti juga menggunakan catatan lapangan untuk mengumpulkan data selama proses penelitian. Trianto (2011, hlm. 57) mengemukakan bahwa “Catatan lapangan berisi rangkuman seluruh data lapangan yang terkumpul selama sehari atau periode tertentu”. Catatan lapangan digunakan untuk mengumpulkan data berupa peristiwa-peristiwa penting yang dilakukan oleh siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.
7|Antologi UPI
Volume
Angket digunakan untuk menjaring data atau informasi yang harus dijawab secara bebas sesuai dengan pendapatnya baik berupa pertanyaan ataupun pernyataan. Dokumentasi dilakukan peneliti untuk melengkapi data peneliti dan sebagai bukti kegiatan yang telah dilakukan oleh peneliti. Sugiyono (2010, hlm. 240) mengatakan bahwa “Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karyakarya monumental dari seseorang”. Dokumentasi ini merupakan foto atau gambar-gambar yang diambil pada saat proses pembelajaran berlangsung. Foto tersebut akan dilampirkan dalam laporan hasil penelitian. Teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tindakan kelas ini yaitu teknik analisis data kuantitatif dan teknis analisis data kualitatif. Teknik analisis data kuantitatif digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa, berupa angka atau nilai dari hasil belajar. Keberhasilan siswa ini dilihat dari nilai rata-rata hasil belajar siswa. Nilai rata-rata hasil belajar siswa akan diolah dengan menggunakan statistik. Nurgiyantoro (2010: 218-219) mengemukakan bahwa “Mean dapat dihitung dengan cara menjumlahkan skor kemudian dibagi dengan jumlah subjek”. Cara untuk mengetahui nilai rata-rata siswa yaitu dengan rumus: M=
Ʃx n
Keterangan: M= nilai rata-rata Ʃx= jumlah skor keseluruhan n= jumlah siswa Teknik analisis data kualitatif biasanya berupa data hasil observasi, hasil wawancara, catatan lapangan dan hasil dokumentasi. Setelah semua data terkumpul baik berupa data kuantitatif ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juni 2016
maupun data kualitatif. Kemudian penulis akan mencari keterhubungan dari datadata tersebut yang bertujuan untuk mendapatkan penguatan terhadap penelitian. Keterhubungan tersebut akan diperoleh dari proses triangulasi. Triangulasi yang dilakukan untuk melihat keabsahan data yang diperoleh. Triangulasi dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif dan data kualitatif. Triangulasi yang akan digunakan adalah triangulasi metode. Artinya data dari berbagai instrumen yang dipakai akan dipilih untuk diinterpretasikan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan Model Pembelajaran VCT berbasis Multiliterasi pada materi masalah sosial dapat meningkatkan sikap siswa. Pada kegiatan pembelajarannya, Model Pembelajaran VCT ( Value Clarification Tecnique ) selalu diawali dengan apersepsi, kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan siswa lebih dekat dengan masalah yang akan dipelajari. Kegiatan ini dianggap penting karena mampu membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar, sehingga proses pembelajaran siswa dalam mengikuti kegiatan selanjutnya akan lebih baik. Kegiatan apersepsi pada siklus I berlangsung kurang optimal karena siswa masih malu dan kebingungan dalam mengemukakan pendapatnya. Namun pada siklus II dan siklus III siswa sudah terbiasa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang guru berikan. Hal tersebut terjadi karena guru memberikan apersepsi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan pengalaman siswa. Pada kegiatan inti guru memberikan suatu cerita yang dengan menyajikan dilema, dimana siswa harus menyelesaikan cerita dan menjawab dilema secara berkelompok. Pada saat
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 8 memberikan cerita guru selalu menggunakan media, baik wayangwayangan, saung dongeng dan big book. Hal ini bertujuan agar menarik minat siswa serta pembelajaran yang dilaksanakan lebih nyata atau kongkrit dimana pembelajaran seperti ini sesuai dengan teori Jean Piaget yaitu anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh dan menganggap tahun yang akan datang sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (=konkrit) dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak). Selain itu, sejalan pula dengan model yang dikembangkan yaitu VCT berbasis Multiliterasi yang membelajarakan nilai berbasis multiliterasi. Dimana Makna didalam cerita bisa lebih difahami melalui penggunaan berbagai media komunikasi yang tidak hanya melalui sebuah teks misal gambar, video, big book, mini book , wayang-wayangan dan berbagai media literasi lain. Pandangan ini kemudian melahirkan istilah metabahasa, teks multimodal dan akhirnya berujung pada konsep multiliterasi. (Abidin dkk, 2015, hlm. 90). Setelah guru menyajikan dilema, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok kecil. Pada tahap ini, siswa diminta untuk menyelesaikan dilema yang disajikan oleh guru secara berkelompok. Diskusi kelompok ini bertujuan agar siswa terbiasa melakukan kerjasama dengan teman kelompoknya. Siswa dilatih menyelesaikan dilema secara kelompok. Pada saat kegiatan kelompok siswa diminta untuk menyelesaikan cerita atau dilema yang disajikan oleh guru, oleh karena itu pola pikir atau berpikir kritis siswa
dikembangkan lewat adanya problem solving yang harus diselesaikan oleh siswa. Maka sejalan konsep multiliterasi metode yang digunakan dalam pembalajaran tidak hanya satu metode melainkan ada metode dialog, metode diskusi, tanya jawab serta problem solving. Selain itu, pada saat kegiatan siswa menyelesaikan dilema, siswa dapat memilih sendiri jawabannya ataupun penyelesaiannya sesuai pilihannya. Siswa memilih sendiri sikap yang akan diambilnya hal ini sejalan dengan pandangan Harmin, menurutnya pendidikan nilai bukanlah memaksakan nilai-nilai, tetapi memberi keterampilan kepada peserta didik agar mampu memilih, mengembangkan, menganalisis, mempertanggung jawabkan dan menginternalisasikan nilai-nilainya sendiri. Sejalan dengan pandangan Harmin adalah pandangan Hall (dalam Adisusilo, 2012, hlm. 144) yang menjelaskan bahwa pembelajaran sikap merupakan cara atau proses dimana pendidik membantu peserta didik menemukan sendiri nilai-nilai yang melatarbelakangi sikap, tingkah laku, perbuatan serta pilihan-pilihan penting yang dibuatnya. Pada saat diskusi pleno kelas, masing-masing perwakilan kelompok diminta untuk memaparkan hasil diskusinya didepan kelas dan kelompok lain menanggapi atau bertanya. Apabila siswa yakin dengan pilihannya maka siswa tidak akan ragu dalam meyeampaikan hasil diskusinya. Sebagaimana jawaban yang telah dipilih siswa, maka apabila siswa sudah yakin dengan pilihannya. Maka siswa tidak akan ragu dalam menyampainkan atas apa yang dipilihnya. Hal ini merupakan respon dari apa yang dipilihnya dan diyakininya. Sebagaimana pandangan Katz dan Stotland (Saifuddin Azwar,
9|Antologi UPI
Volume
2007; Adisusilo, 2012) memandang sikap sebagai kombinasi dari: 1) reaksi atau respos kognitif (respons perseptual dan pernyataan mengenai apa yang diyakini); 2) respons afektif (respons pernyataan perasaan yang menyangkut aspek emosional); dan 3) respons konatif (respons berupa kecenderungan prilaku tertentu sesuai dengan dorongan hati). Khusus tindakan 3 pada siklus I siswa diminta untuk membuat poster, kemudian pada saat siklus II siswa diminta untuk bermain peran dan pada siklus III siswa diminta untuk bermain game. Hal ini sejalan dengan pembelajaran Multiliterasi dimana multi modal dalam kegiatan pembelajaran sangatlah penting. Sehingga dalam mempresentasikan pemehamannya siswa mampu mengungkapkannya dengan menggunakan teks yang bersifat multimodal, teks yang demikian merupakan teks yang tidak hanya dibatasi dengan kata-kata namun lebih luas dapat berwujud gambar, visual, performa. Sehingga secara tidak langsung, pemebelajaran ini akan meningkatkan minat siswa untuk lebih bersamangat, menyukai dan menyenangi pembelajaran IPS. Setiap tindakan 3 berlangsung, pada kegiatan akhir pembelajaran siswa diminta untuk mengisi angket dan soal evaluasi. Hal ini bertujuan untuk melihat peningkata sikap siswa disetiap siklusnya, serta mengetahui kekurangan disetiap siklus dan menjadi tolak ukur meningkat atau tidaknya sikap siswa dalam setiap siklusnya. Angket dan soal evalusi menyajikan tentang pilihan siswa, setuju atau tidak setuju serta apakah siswa meyakini sikap yang dipilihnya hal ini sejalan dengan pandangan Katz dan Stotland sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya. Pembelajaran yang telah berlangsung tentunya sudah sangat sesuai ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Edisi No.
Juni 2016
dengan model VCT berbasis Multiliterasi. Seperti halnya dalam materi pembelajaran, materi yang dikembangkan tidak hanya materi IPS saja melainkan materi PKN dimana konsep-konsep PKN dibelajarakan lewat cerita, selain itu SBK dimana siswa melakukan kegiatan membuat poster dan bermain peran. Tentunya secara tidak langsung siswa telah belajar konsep-konsep pelajaran SBK dan yang terakhir yaitu olah raga dimana siswa melakukan kegiatan bermain games dimana pada saat bermain games siswa melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi untuk melatih motorik siswa, melatih otot siswa serta pikiran siswa dimana hal ini merupakan konsep dari pelajaran olah raga. Selain itu pembelajaran yang berlangsung mengembangkan multi gaya belajar siswa serta multikompetensi siwa karena pada saat kegiatan pembelajaran siswa melibatkan beberapa gaya belajar yaitu menyimak, membaca, mengkomunikasikan dan berbagai kegitan dimana hal ini akan mampu mempermudah siswa dalam memahami pembalajaran terutama memahami sikap dalam pembelajaran. Selain itu aspek keilmuan, berpikir siswa serta sikap dan karakter siswa juga dikembangkan dalam setiap siklusnya. Pada siklus I peneliti membagi siswa kedalam beberapa kelompok kecil, dimana pada kegiatan ini siswa memilih sikap berdasarkan dilema yang disajikan oleh guru. Namun, pada saat kegiatan kelompok banyak siswa yang ribut tidak mau satu kelompok yang sudah ditentukan oleh guru, siswa menginginkan satu kelompok dengan teman dekatnya saja. Hal ini disebabkan karena siswa tidak terbiasa melakukan kegiatan kelompok. Belum lagi pada saat kegiatan kelompok meskipun masingmasing anggota kelompok mengerjakan tugas kelompok, namun belum ada pembagian tugas, yang mengerjakan hanya siswa yang berprestasi saja
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 10 sedangkan yang lain berlari-lari menghampiri temannya yang berbeda kelompok atau ngobrol. Belum lagi pada saat siswa menyampaikan jawaban dimelanya berdasarkan hasil diskusinya, banyak kelompok lain yang tidak aktif bertanya ataupun memberi tanggapan, hal ini dikarenan siswa tidak terbiasa melakukan tanya jawab ataupun memberi tanggapan. Dan pada saat siswa siswa membuat poster, siswa terlihat senang dan bersemangat membuat poster, namun hal ini tidak menarik minat siswa untuk menyukai atau menyenangi pembelajaran IPS. Hal ini terbukti dari hasil angket siswa, siswa hanya sik dengan kegiatan membuat poster namun siswa tidak menyadari bahwa itu adalah kegiatan pemebelajran IPS. Pada saat kegiatan akhir, siswa mengisi angket dan soal evalusi. Meskipun ada beberapa siswa yang dapat mengisi angket dan soal evaluasi dengan baik, siswa belum mengerti cara mengisi angket dan soal evaluasi sehingga banyak siswa yang bertanya mengenai jawaban yang siswa kerjakan. Hal ini dikarenakan guru tidak memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada siswa sehingga siswa bingung untuk mengerjakan angket dan soal evaluasi. Oleh karena siswa memiliki nilai yang kurang dibawah ratarata. Oleh karena itu, peneliti melakukan perbaikan, dimana upaya perbaikan itu dilakukan pada siklus II dan III. Dimana peneliti memberikan penjelasan bahwa kegiatan kelompok dilakukan secara kelompok oleh karena itu harus ada pembagian tugas dari masing-masing anggota kelompok, kemudian peneliti selalu memeberikan motivasi kepada siswa yang akan memaparkan hasil diskusinya sehingga siswa lantang dan jelas memaparkan hasil diskusinya, oleh karena itu kelompok lain
mampu terfokus pada hasil diskusi siswa sehingga kegiatan bertanya dan menanggapi dapat berjalan dengan baik, peneliti juga senanttiasa selalu mengajak siswa untuk aktif dalam kegiatan tersebut, apabila terlihat siswa yang ngobrol atau tidak memperhatikan maka ditunjuk dan diberi pertanyaan atau diminta tanggapannya. Selain itu peneliti mengupayakan kegiatan yang mampu memberikan pemahaman dan memotivasi siswa untuk menyenangi pelajaran IPS, peneliti mengajak siswa bermain peran dan bermain game agar siswa tidak bosan dengan pembelajaran IPS dan siswa mampu mengembangkan aspek yang dimilikinya tidak hanya asik dengan kegiatan yang dilakukannya saja melainkan memahami apa yang dilakukan oleh siswa. Tidak lupa peneliti menjelaskan dan memberikan arahan pada saat siswa menjawab angket dan mengisi soal evaluasi. Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti buat mengenai meningkatkan sikap sosial siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan model VCT berbasis Mutiliterasi dan untuk mengetahui peningkatan sikap sosial siswa dengan menggunakan model VCT berbasis Multiliterasi di kelas IV SD Negeri Cintaasih 02. Berdasarkan penjelasan di atas, upaya meningkatkan sikap sosial siswa telah berjalan dengan baik, yaitu pembelajaran yang banyak melibatkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari dimana siswa dapat mengungkapkan perasaannya secara bebas, memilih pilihannya sendiri, menyetujui dan meyakini sikap yang dipilihnya. Selain itu, pembelajaran berbasis mulitliterasi yang sangat membantu siswa untuk lebih mudah meningkatkan sikap siswa. Baik multi konteks, multimedia, multimodal, multigayabelajar, multikompetensi
11 | A n t o l o g i U P I
Volume
dimana hal ini sangat membantu siswa untuk mengembangkan aspek sikap yang dimilikinya. Baik sikap disiplin, sopan santun, kerjasama dan menyenangi pembelajaran IPS. Sejalan dengan penjelasan yang telah dikemukakan dengan menggunakan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi, sikap siswa dalam proses pembelajaran yang diperoleh siswa pada setiap siklus selalu mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari rata-rata nilai angket siswa yang diperoleh dari siklus I sampai siklus III selalu meningkat.
Rata-rata Nilai Sikap Siswa 4 2
3.4
3.42
Siklus II
Siklus III
2.27
0 Siklus I
Edisi No.
sikap disiplin, kerjasama dan sopan santunMeyakini sikap disiplin, kerjasama dan sopan santun serta Menyenangi pembelajaran IPS telah tercapai dan meningkat. Terkait dengan apa yang sudah dipaparkan di atas maka dapat dimaknai bahwa rata-rata sikap siswa mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Berkaitan dengan apa yang sudah dikemukakan di atas, maka ditegaskan bahwa penggunaan Model VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi dapat meningkatkan sikap siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Serta penelitian tersebut tidak hanya memperoleh data berupa nilai angket siswa saja, melainkan peneliti juga memperoleh data berupa hasil dari soal evaluasi yang dikerjakan siswa dari kegiatan pembelajaran yang sudah dilaksanakan dalam beberapa siklus. Adapun nilai rata-rata jawaban siswa dalam soal evaluasi yang diperoleh siswa dari beberapa siklus dapat digambarkan sebagai berikut:
Diagram 4.4 Rata-rata Nilai Sikap Siswa dengan Menggunakan Angket Berdasarkan gambar diatas, dapat dimaknai bahwa nilai angket yang diperoleh siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar dengan menggunakan Model VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi mengalami suatu peningkatan, hal tersebut dapat terlihat dari rata-rata nilai proses pembelajaran siswa yang diperoleh dari siklus I ke siklus III diperoleh skor 2,27 hingga 3,42. Hal ini berarti siswa sudah menyetujui untuk memiliki sikap yang baik, baik sikap disiplin, kerjasama, sopan santun dan menyenangi pembelajaran IPS. Dengan begitu indikator Meminati sikap, Memilih pilihannya sendiri, Menyetujui ¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Juni 2016
Rata-rata Nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) 90 80 70 60
72.5
Siklus I
79.1
Siklus II
84.1
Siklus III
Diagram 4.5 Rata-rata Nilai Sikap Siswa dengan Soal Evaluasi Berdasarkan gambar diagram diatas, maka dapat dilihat bahwa penggunaan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar dapat meningkatkan sikap siswa , hal ini
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 12 terbukti dari peningkatan hasil soal evaluasi siswa yang cukup signifikan. Terlihat dari rata-rata nilai soal evaluasiyang diperoleh siswa dari siklus I ke siklus II diperoleh skor 72,5 sampai 79,1. Kemudian dari siklus II ke siklus III diperoleh skor 79,1 sampai 84,1. Berdasarakan hasil soal evaluasi siswa, membuktikan bahwa sikap siswa pada setiap siklusnya meningkat maka model pembelajaran VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi mampu meningkatkan sikap siswa. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi dapat meningkatkan sikap siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Hal itu dapat dilihat dari peningkatan nilai yang diperoleh siswa baik nilai angket siswa maupun nilai soal evaluasi siswa dari siklus ke siklus. Terjadinya peningkatan sikap siswa tersebut karena peneliti melakukan suatu perbaikan dari apa yang dirasa masih kurang pada setiap siklusnya. Perbaikan yang dilakukan oleh peneliti yaitu secara menyeluruh baik dalam proses pembelajaran siswa, maupun angket siswa dan soal evaluasi siswa serta kesalahan-kesalahan ataupun kekurangan peneliti pada setiap kegiatan pembelajaran disetiap siklusnya. Seluruh keberhasilan pada penelitian ini ternyata relevan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Heni Herawati dengan Model Value Clarification Technique (VCT) Untuk Meningkatkan Aspek Sikap Siswa Melalui Topik Menjaga Persatuan Dan Kesatuan Ri dan penelitian yang peranah dilakukan oleh Yosy Retnasari dengan Penerapan Model Pebelajaran Multiliterasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Iklan.
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa Penerapan model VCT (Value Clarification Tecnique) berbasis Multiliterasi dapat meningkatkan sikap siswa. Dalam pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran (Value Clarification Tecnique) berbasis Multiliterasi masih memiliki kekurangan. kekurangan tersebut bila ditinjau dari proses pembelajaran siswa ternyata masih terdapat siswa yang kurang aktif ketika proses pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut untuk kedepannya dalam upaya meningkatkannya sebaiknya Model Pembelajaran (Value Clarification Tecnique) berbasis Multiliterasi dilengkapi dengan semangat dan motivasi dari peneliti kepada siswa agar siswa mau belajar dan aktif dalam kegiatan proses pembelajaran. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, perencanaan, deskripsi, analisis, refleksi dan pembahasan pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial pada materi Masalah Sosial dengan menggunakan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi yang dilaksanakan di SD Cintaasih 02 Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sikap siswa dengan menggunakan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi pada materi masalah sosial dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial selalu mengalami peningkatan dalam setiap siklusnya. Hal dikarenakan siswa sudah mulai mengerti dan memahami pentingnya menanamkan sikap disiplin, kerjasama, sopan santun dan menyenangi pembelajaran IPS. Selain itu hal ini dikarenakan Model
13 | A n t o l o g i U P I
Volume
Edisi No.
Juni 2016
Pembelajaran VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi yang mampu meningkatkan sikap siswa secara signifikan hal ini dapat terlihat dari kegiatan kelompok siswa yang semakin kondusif, terlihat pula dari tanggapan atau jawaban siswa mengenai pilihan sikap yang siswa pilih. Siswa semakin percaya diri mengungkapkan sikap yang telah siswa tentukan. Selain itu semakin seriusnya siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar dan semakin bertambahnya siswa aktif pada proses kegiatan pembelajaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil yang ditandai dengan peningkatan sikap siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan angket. Dari Siklus I ke siklus III diperoleh skor 2,27 hingga 3,42. Hal ini merupakan hasil yang cukup memuaskan dikarenakan disetiap siklusnya siswa mengalami peningkatan. Selain menggunakan angket peningkatan sikap siswa dapat terlihat memalui soal evaluasi yang dikerjakan oleh siswa. Disetiap siklusnya siswa selalu mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari hasil soal ealuasi yang dikerjakan siswa. Dari Siklus I ke siklus II diperoleh skor 72,5 sampai 79,1. Kemudian dari siklus II ke siklus III diperoleh skor 79,1 sampai 84,1. Berdasarakan hasil soal evaluasi siswa, membuktikan bahwa sikap siswa pada setiap siklusnya meningkat maka model pembelajaran VCT (Value Clarification Tecnique) Berbasis Multiliterasi mampu meningkatkan sikap siswa.
Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Y. (2011). Penelitian Pendidikan dalam Gamitan Pendidikan Dasar dan PAUD. Bandung: Rizky Press.
Ritzer, G. & Smart, B. (2014). Handbook Teori Sosial. Bandung: Diadit Media
2.
¹penulis penanggungjawab ²penulis penanggungjawab
Adisusilo, S. (2011). Pembelajaran Nilai - Karakter: Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Abidin, Y., Mulyati, T., & Yunansah, H. (2015). Pembelajaran Literasi dalam Konteks Pendidikan Multiliterasi, Integratif, dan Berdifirensiasi. Bandung: Rizki Press Hanurawan, F. (2010). Psikologi Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ahmadi, A. (2002). Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta Rusman. (2014). Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers. Baron, R.A. & Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga Susanto, A. (2014). Pengembangan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar. Jakarta: Prenadamedia Group Sanjaya, W. (2013). Penelitian Penelitian: Jenis, Metode, dan Prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sauri, S. & Firmansyah, H. (2010). Meretas Pendidikan Nilai. Bandung: CV Arpino Raya
Maharani, A., Herman, T., & Rohendi, E.
Mutiara Sanusi¹, Solihin Ichas², Husen Windayana³ Penerapan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Berbasis Multiliterasi untuk Meningkatkan Sikap Siswa dalam Pembelajaran IPS| 14 (2015). Pengaruh Pembelajaran Matematika Model Berpikir Kritis Siswa Kelas V Sekolah Dasar The Influence Of Math Learning Multiliteration Model To Increase 5 Th Elementary School Students, 1– 12. Pgsd, P. S., Pendidikan, F. I., & Cibiru, K. (2015). Penggunan Model Multiliterasi Untuk Karangan Eksposisi Application Of Model Multiliteracy To, 3, 1–11. Herawati, H. (2010). Model Value Clarification Technique (Vct) Untuk Meningkatkan Aspek Sikap Siswa Melalui Topik Menjaga Persatuan Dan Kesatuan Ri. (skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Retnasari, Y. (2015). Penerapan Model Pebelajaran Multiliterasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Iklan. (skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung