rosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTIONDEPLOYMENT DAN SERVICE BLUEPRINT Yuliastuti Ramadhani1 1
Teknik Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta email :
[email protected]
ABSTRAK Cineplek merupakan salah satu bisnis hiburan yang menjual jasa, karena itu manajemen Cineplek diharapkan dapat memberikan pelayanan jasa terbaik sesuai dengan keinginan konsumen. Adanya perbedaan tingkat kualitas dari sistem pelayanan suatu industri jasa dapat mejadi keunggulan yang kompetitif dibandingkan dengan usaha lain yang bergerak di bidang yang sama. Pemecahan masalah yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan pada penelitian ini, adalah dengan Quality Function Deployment (QFD). Dengan QFD didapatkan Voice of Customer yang berguna untuk memperoleh informasi mengenai atribut-atribut apa saja yang diinginkan dan dipentingkan oleh konsumen, serta respon teknis apa saja yang diprioritaskan oleh pihak pengelola gedung cineplek dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan. Hasil analisis dari penelitian ini berupa House Of Quality dan rancangan Service Blueprint, digunakanuntuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas layanan di gedung cineplek yaitu dengan menjaga kebersihan secara rutin, menyediakan fasilitas lighting,audio visual, dan tempat duduk yang nyaman di studio film, pengecekan kondisi AC dan sound system secara rutin. Hasil rancangan Service Blueprint yang dibuat dapat digunakan manajemen cineplek untuk mengidentifikasi letak titik kontak dengan konsumen, proses – proses dalam pelayanan jasa, dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam proses penyampaian jasa kepada konsumen. Kata kunci :Voice of Customer, QFD, Service Blueprint
PENDAHULUAN Sebelum era cineplek (sinema kompleks) tahun 1990-an, dikenal dengan nama theatre di tahun 1970-an adalah tipe gedung bioskop lama. Bioskop itu sendiri berasal dari kata Belanda bioscoop yang artinya gambar hidup (Akhudiat dalam Kompas, 2002). Di Indonesia sendiri, perkembangan bioskop dimulai di Jakarta, pada tahun 1951 dengan diresmikannya gedung bioskop Metropole. Pada tahun 1955, gedung bioskop Indra di Yogyakarta mulai mengembangkan kompleks bioskopnya dengan toko dan restoran. Sejak tahun 1987 bioskop dengan konsep cinepleks-gedung bioskop dengan lebih dari satu layar semakin marak. Dan sekarang ini disekitar cinepleks tersebut juga tersedia pasar swalayan, restoran cepat saji, pusat mainan, dan fasilitas-fasilitas lainnya sebagai penunjang dalam mencari hiburan. (Fauzanafi MZ, 2002). Kualitas pelayanan yang baik merupakan salah satu strategi pengelola Cineplek agar dapat bertahan dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Salah satu cara untuk mengukur kualitas pelayanan tersebut adalah dengan mempergunakan metodeQFD, kemudian divisualisasikan dengan metode Service Blueprint, agar terlihat jelas proses penyampaian jasa. Kualitas jasa yang diperlukan agar mencapai kepuasan konsumen, tidak hanya terjadi saat interaksi antara konsumen dengan penyedia jasa saja tetapi juga dipengaruhi oleh desain interior dari Cineplek tersebut, kenyamanan menonton, fasilitas penunjang dan sebagainya. METODE Metode yang dipakai dalam penelitian ini, untuk mengukur kualitas pelayanan jasa adalah dengan QFD (Quality Function Deployment). Metode QFD ini mula-mula diterapkan pada produk, kemudian dimodifiikasi dan diterapkan pada industri jasa. Penerapan QFD pertama kali di industri layanan jasa pada industri retailer (pengecer) dan toko buku pada tahun 1987. Sampai saat ini, QFD telah diterapkan di berbagai ragam layanan jasa seperti pendidikan, kesehatan, dan pariwisata. Metode lainnya adalah metode Service Blueprint merupakan suatu gambar atau peta yang secara akurat menggambarkan sistem jasa sedemikian rupa sehingga setiap orang yang terlibat dalam penyediaan jasa tersebut dapat memahami dan melaksanakannya secara objektif, terlepas dari apapun peranan maupun sudut pandang individualnya (Zeithaml & Bitner, 2003). Jadi di dalam sebuah cetak biru jasa terdapat segala unsur aktivitas, langkah-langkah dan interaksi secara visual yang menyangkut A-203
rosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
“Siapa melakukan apa, untuk/dengan siapa, seberapa sering, dan dalam kondisi seperti apa” (Kingman-Brundage, 1989). Konsep cetak biru jasa ditemukan oleh Shostack (1982, 1984, 1987) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Kingman-Brundage (1989, 1993, 1995) dan Kingman-Brundage, et al. (1995) ini diadaptasi dari berbagai teknik dan bidang ilmu, di antaranya logistik (flow chart tindakan dan tugas), teknik industri (waktu sebagai faktor kritis), teori keputusan (pilihan), dan analisis sistem komputer (sequences dan dependencies), yang kesemuanya berkenaan pada perumusan dan penguraian proses (Flie & Kleinaltenkamp, dalam Tjiptono & Chandra, 2005). Menurut Zeithaml & Bitner (2001) di dalam komponen cetak biru jasa terdapat empat komponen utama yaitu bukti fisik dari pelayanan jasa, tindakan pelanggan yang menggambarkan langkah aktivitas pelanggan dalam membeli dan menggunakan pelayanan jasa, tindakan dari karyawan (Onstage dan Backstage), serta yang terakhir adalah proses pendukung. Rekomendasi dari Zeithaml & Bitner (2003). Kemudian rancangan service blueprint dikembangkan oleh Flie & Kleinaltenkamp (2004) yang merekomendasikan penggunaan service blueprint sebagai alat analitikal, instrumen koordinasi, dan instrumen perencanaan. Serviceblueprint bisa dimanfaatkan sebagai starting point untuk mengidentifikasi customer-induced activities dan customer-independent activities. Pemisahan kedua tipe aktivitas ini bukan hanya berguna untuk merancang proses jasa baru dan meningkatkan efisiensi proses jasa aktual, namun juga memudahkan penyedia jasa membuat keputusan strategi. Selain itu, identifikasi kedua tipe aktivitas tersebut juga bisa membantu penyedia jasa menemukan peluang-peluang dan mempertahankan keunggulan kompetitif, merancang struktur organisasi, dan merencanakan struktur biaya perusahaan. PEMBAHASAN Penyebaran Kuisioner Sampling. Data yang dipergunakan dalam kuisioner sampling berasal dari 70 responden.Untuk data kuisioner yang ingin diperoleh adalah adalah data kuisioner tingkat kepentingan dan kepuasan konsumen. Atribut – atribut yang dipergunakan dalam kuisioner sampling adalah 24 atribut. Secara lebih detail atribut – atribut kuisioner sampling dapat dilihat di gambar 1 House of Quality. Importance to Customer Tingkat kepentingan dari customer untuk atribut – atribut kualitas layanan pada Cineplek(Objek amatan). Hasil perhitungan akan menunjukan seberapa besar tingkat kepentingan konsumen terhadap atribut–atribut kualitas layanan cineplek (lihat gambar 2). a. Identifikasi proses – proses pelayanan jasa Cineplek Pada tahapan ini akan dilakukan identifikasi semua proses yang berkaitan dengan pelayanan Cineplek. Proses-proses pelayanan jasa yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Pelayanan kasir Pada proses pelayanan ini, pengunjung akan melakukan pembelian tiket di loket untuk menonton film. Kasir akan melayani dan memproses pembelian tiket tersebut, yang perlu diperhatikan adalah kasir harus berpenampilan yang baik dan melayani pengunjung dengan ramah, cepat, dan baik. Kasir akan menanyakan kepada pengunjung studio dan judul film yang akan ditonton. Pada proses pelayanan ini rata-rata waktu yang dibutuhkan operator untuk memberikan pelayanan pembelian tiket adalah 30 detik. Jumlah waktu ini dipengaruhi oleh komunikasi antara kasir dan pengunjung, penyerahan billing, dan pembayaran. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang baik. Cineplek memiliki 3 unit loket pembayaran, masing – masing sudio mempunyai 1 loket penjualan untuk mempermudah penonton memilih judul film yang akan ditonton dan 3 orang kasir yang telah berpengalaman dan loyal kepada perusahaan. 2) Pelayanan kafetaria Karakteristik dari sebagian pengunjung Cineplek adalah ketika menunggu pemutaran film dimulai akan membeli makanan kecil untuk dimakan pada waktu menonton film. Proses pelayanan dimulai ketika pengunjung melakukan pembelian makanan yang akan dilayani oleh petugas kafetaria. Yang perlu diperhatikan adalah penampilan, tingkat keramahan dan kesopanan petugas kafetaria dalam melakukan pelayanan, kebersihan kafetaria, dan jenis makanan yang dijual. A-204
rosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Gambar 1 House of Qualiy
Gambar 2 Tingkat Kepentingan Cineplek 3) Pelayanan guide porter Pada proses ini, guide porter akan memeriksa tiket pengunjung, menyobek kertas tiket, membukakan pintu, membantu menunjukkan tempat duduk bagi pengunjung di dalam ruang pemutaran film. A-205
rosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
4) Track man mengambil roll film Track man adalah salah satu unsur terpenting dari voice of customer waktu pemutaran film yang tepat waktu (T14). Pada proses ini track man bertugas mengambil roll film di cineplek lain dalam hal ini manajemen Cineplex bekerja sama dengan 21 Matos dan Dieng. Tugas track man penting karena berhubungan dengan pemutaran film yang tepat waktu. Oleh karena itu dibutuhkan tenaga track man yang handal dan dapat dipercaya. Manajemen Cineplex 21 Group mempunyai 4 orang yang bertugas sebagai track man, mereka selama ini sangat loyal dan dapat diandalkan kerjanya. Berdasarkan kebijakan manajemen waktu standard yang dibutuhkan track man dalam mengambil roll film adalah 20 menit.Untuk waktu keterlambatan biasanya dipengaruhi oleh kondisi jalan. 5) Proses pemutaran film Pada proses ini, dimulai ketika semua pengunjung telah duduk di kursinya masing-masing dan kemudian operator bekerja sama dengan teknisi akan melakukan tugasnya yaitu melakukan pemutaran film. Dalam proses pemutaran film yang perlu diperhatikan adalah kenyamanan pengunjung dalam menonton film misalnya kualitas audio visual yang baik dalam pemutaran film dan film tidak boleh mengalami delay atau pemotongan dikarenakan track man terlambat dalam mengantarkan roll film. b. Identifikasi customer - induces activities 1). Identifikasi customer action Pada tahap ini akan dilakukan identifikasi semua tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh pelanggan. Tindakan yang dilakukan oleh pengunjung Cineplek adalah sebagai berikut : - Konsumen tiba di Cineplek - Konsumen melihat display poster film. - Konsumen membeli tiket. - Konsumen melakukan pambayaran tiket. - Konsumen menunggu pemutaran film di ruang tunggu. - Konsumen membeli makanan di kafetaria. - Konsumen membayar di kafetaria. - Konsumen menonton film di ruang pemutaran film. - Konsumen keluar dari ruang pemutaran film 2). Identifikasi Interaksi Karyawan di Onstage dan Backstage Interaksi karyawan dalam Onstage adalah semua aktivitas-aktivitas atau langkah-langkah yang dilakukan oleh karyawan yang tampak (visible)dengan pelanggan bagi pelanggan. Aktivitas onstage pada pelayanan jasa meliputi : - Kasir melayani pembelian tiket konsumen. - Kasir menerima pembayaran. - Petugas kafetaria melayani pembelian makanan atau minuman kepada konsumen. - Petugas kafetaria menerima pembayaran. - Guide porter menyobek tiket. - Guide porter membukakan pintu ruang pemutaran film. - Guide porter menunjukkan tempat duduk bagi pengunjung. Interaksi karyawan dalam Backstage adalah semua aktivitas-aktivitas yang tidak tampak (invisible)bagi pelanggan tetapi menunjang aktivitas Onstage. Pada perancangan service blueprint jasa Cineplek, nantinya akan terlihat bahwa ada garis pemisah antara aktivitas onstage dan backstage yaitu garis line of visibility.Aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam backstage pada pelayanan jasa Cineplek adalah : -Track man mengambil roll film. - Track man menyerahkan roll film ke operator. - Operator dan teknisi melakukan pemutaran film. 3). Identifikasi Proses Pendukung Identifikasi proses pendukung meliputi langkah-langkah dan interaksi internal yang fungsinya mendukung karyawan kontak dalam menyampaikan jasa kepada pelanggan. Pada penggambaran proses pendukung dalam rancangan service blueprint akan dipisahkan oleh garis horizontal yaitu garis line of internal interaction yang akan memisahkan aktivitas karyawan kontak dengan aktivitas jasa pendukung lainnya. A-206
rosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
Proses pendukung pada pelayanan jasa Cineplek meliputi : - Proses administrasi pembayaran kafetaria. - Proses administrasi pembayaran loket. c. Identifikasi customer - independent activities Customer - independent activities berada di zona di bawah garis line of order penetration. Aktivitas ini cenderung lebih terarah kepada kondisi internal penyedia jasa. Struktur dari customer - independent activities terdiri dari dua aktivitas yang terpisahkan oleh garis line of implementation yaitu preparation activities dan facility activities. Preparation activities adalah aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk menggunakan fasilitas yang ada dalam pelayanan jasa. Aktivitas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Training karyawan. 2. Menjaga kebersihan ruangan secara rutin. 3. Update display pemutaran film baru. 4. Pengecekan kondisi AC dan sound system secara rutin. Sedangkan facilities activities adalah semua aktivitas dari penyedia jasa untuk menyediakan semua resource yang diperlukan untuk menyediakan jasa. Aktivitas tersebut adalah Teknologi billing komputer dalam pelayanan pembelian tiket. Fasilitas di ruang tunggu yang memadai misalnya kondisi tempat duduk yang nyaman, AC yang dingin, fasilitas musik, fasilitas TV Game, display film yang menarik. Fasilitas di ruang pemutaran film yang memadai, misalnya kondisi tempat duduk yang nyaman, AC yang dingin, kualitas lighting dan audio visual serta tenaga kerja/ pegawai Cineplek. d. Identifikasi Bukti Fisik Bukti fisik yang dimaksudkan ini adalah semua benda atau alat yang dipergunakan untuk membantu memberikan kualitas pelayanan yang terbaik kepada pengunjung Cineplek atau dengan kata lain merupakan bukti fisik aktual jasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3 Service Blueprint.
Gambar 3.Service Blueprint
A-207
rosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III Yogyakarta, 3 November 2012
ISSN: 1979-911X
KESIMPULAN 1. Atribut yang dipentingkan oleh konsumen pengguna jasa Cineplek adalah atribut kebersihan lingkungan di sekitar ruang tunggu (T4) dengan nilai tingkat kepentingan terbesar adalah 4.7. 2. Respon teknis yang diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan dalam usaha meningkatkan kualitas layanan Cineplek adalah respon teknis menjaga kebersihan ruangan secara rutin (RT 5), menyediakan fasilitas lighting, audio visual, dan tempat duduk yang nyaman di studio film (RT 18), pengecekan kondisi sound system secara rutin (RT 8), service AC secara rutin (RT 2), menyediakan jenis musik yang beragam di ruang tunggu (RT 12), dan update info pemutaran film melalui iklan di surat kabar dan radio (RT 7). 3. Rancangan service blueprint yang telah dibuat membantu manajemen Cineplek untuk mengidentifikasi letak titik kontak dengan konsumen, proses-proses dalam pelayanan jasa, dan meminimalisir terjadinya kesalahan dalam proses penyampaian jasa ke konsumen. Dalam rancangan service blueprint terlihat bahwa pengunjung menginginkan kebersihan lingkungan di ruang tunggu.
DAFTAR PUSTAKA Akhudiat, (2002). Bioskop. URL:http://www.kompas.com. Cohen, Lou (1995). Quality Function Deployment – How to Make QFD Work for You. AddisonWesley Publishing Company, Reading, Massachusetts. Diegel, Olaf (2004). Quality Function Deployment : The voice of customer translated into the voice of the engineer. Jurnal Innovation Works, Massey University. Flie, Sabine, Kleinaltenkamp (2004). Blueprinting the Service Company : Managing Service Processes Efficiently. Journal of Business Research. Fandy T dan Anastasia D (2000), TQM, Edisi Revisi, Andi Offset Yogyakarta. Fauzanafi, M.Z (2002). Bioskop, Komsumsi, Siasat. URL:http://www.kompas.com. Maulana Sitanggang (2005), Analisa Kepuasan Pelanggan Pada Service Motor Honda Dengan Menggunakan Metode QFD,Tugas Akhir Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Sukarni Astuti (2005),Perancangan Usaha Peningkatan Kualitas Pelayanan di Rumah Sakit Hidayatullah Yogyakarta Dengan Pendekatan Integrasi Servqual dan QFD, Skripsi Institut Sains &Teknologi AKPRIND Yogyakarta Santoso, S, (2004), Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. PT. Alex Media Kompotindo. Jakarta Sudjana, MA, (1992), Metode Statistik Edisi ke – 5, Tarsito Bandung Thomas Pyzdek, 2002, The Six Sigma Handbook. Penerbit Salemba Empat, Jakarta Tjiptono, Fandy dan Gregorius, Chandra (2005). Service, Quality & Satisfaction. Andi Offset, Yogyakarta.
A-208