Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan Volume 21(1): 1 -11, 2015
ISSN 0852-0151
PENINGKATAN KOMPETENSI GURU MEMBUAT MEDIA PEMBELAJARAN PEMUAIAN MELALUI WORKSHOP MODEL TMK Rasmin Simbolon Pengawas SMP pada Dinas Pendidikan Kota Medan Diterima 15 Oktober 2014, disetujui untuk publikasi 5 Desember 2014
Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana upaya meningkatkan kompetensi guru membuat media pembelajaran IPA, khususnya pemuaian. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 23 Medan dan subjek penelitian adalah guru IPA SMP Sub Rayon 23 Kota Medan sebanyak 9 orang. Objek penelitian adalah media pembelajaran khususnya pemuaian. Media pembelajaran IPA adalah Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas dari barang bekas atau bahan yang harganya murah sehingga dapat terjangkau. Hasil analisis data membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat pada siklus 1 pertemuan 1 sebesar 29,33 (kurang), pertemuan 2 sebesar 33,33 (kurang), dan pertemuan 3 sebesar 38,67 (kurang). Pemuaian Zat Cair pada siklus 2 pertemuan 1 sebesar 44,44 (cukup), pertemuan 2 sebesar 58,22 (cukup), dan pertemuan 3 sebesar 64,00 (baik). Pemuaian Gas pada siklus 3 pertemuan 1 sebesar 67,56 (baik), pertemuan 2 sebesar 74,67 (baik), dan pertemuan 3 sebesar 84,89 (sangat baik). Nilai rata-rata kompetensi guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas meningkat dari siklus 1 sampai ke siklus 3 yaitu: 29,33% menjadi 84,89%. Peningkatan nilai rata-rata kompetensi guru adalah 55,56%. Hasil analisis angket menunjukkan bahwa 95,00% guru IPA SMP Sub Rayon 23 Kota Medan sangat setuju membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas melalui workshop yang dilakukan oleh peneliti karena kompetensi mereka meningkat.
Kata kunci: Kompetensi guru, media pembelajaran, workshop.
Pendahuluan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) di SMP bertujuan untuk mengembangkan berbagai keterampilan sains, misalnya : (1) mengidentifikasi dan menentukan variabel tetap/bebas dan variabel berubah/tergayut, (2) menentukan apa yang diukur dan diamati, (3) keterampilan mengamati menggunakan sebanyak mungkin indera (tidak hanya indera penglihat), mengumpulkan fakta yang relevan, mencari kesamaan dan perbedaan, mengklasifikasikan, (4) keterampilan dalam menafsirkan hasil pengamatan seperti mencatat secara terpisah setiap jenis pengamatan, dan dapat menghubung-hubungkan hasil Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan
pengamatan, (5) keterampilan menemukan suatu pola dalam seri pengamatan, dan keterampilan dalam mencari kesimpulan hasil pengamatan, (6) keterampilan dalam meramalkan apa yang akan terjadi berdasarkan hasil-hasil pengamatan, dan (7) keterampilan menggunakan media pembelajaran (Depdiknas, 2006). Sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA di SMP maka guru-guru IPA harus menggunakan media pembelajaran agar keterampilan sains siswa dapat berkembang. Belajar dengan menggunakan media pembelajaran dapat mengaktifkan siswa melakukan pengamatan, 1
Rasmin Simbolon
eksperimen, sehingga dapat menghasilkan pengalaman langsung bagi siswa tersebut. Hal ini sesuai bila merujuk pada kerucut pengalaman Dale (1969) yang mengatakan bahwa hasil belajar yang baik akan diperoleh jika siswa mampu memanifestasikan ilmu yang diperolehnya dengan cara pengamatan dan pengalaman langsung. Untuk dapat membelajarkan siswa dengan pengamatan dan pengalaman langsung maka guru dituntut harus mampu membuat media pembelajaran sehingga materi pelajaran dapat dengan mudah dikuasai oleh siswa. Arsyad (2005) mengatakan guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah, sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan. Berdasarkan hasil supervisi yang dilakukan oleh peneliti selaku pengawas sekolah terhadap guru IPA di SMP Sub. Rayon 23 Medan diperoleh data awal: 66,67% labortorium IPA tidak berfungsi dengan baik hal ini disebabkan alat/bahan tidak lengkap. 88,89% guru-guru IPA melakukan proses belajar mengajar secara konvensional, materi pelajaran disampaikan secara verbal padahal materi pelajaran IPA dituntut menggunakan media pembelajaran. 100% guru-guru IPA belum mampu membuat media pembelajaran. Dari data awal hasil supervisi tersebut ternyata bahwa guru IPA kurang mampu menganalisis dan mendeskripsikan konsep-konsep IPA dalam membelajarkan IPA. Untuk materi pokok pemuaian, pendeskripsiannya secara verbal atau hanya dengan menuliskan proses pemuaian di papan tulis bahkan didiktekan. Siswa dipaksa untuk membayangkan dalam pikirannya, bahwa sebuah benda akan memuai jika dipanaskan. Kondisi yang terjadi dalam penerapan konsep IPA adalah kurang difungsikannya laboratorium IPA dalam pembelajaran IPA karena guru kurang mampu membuat media pembelajaran pemuaian dan juga alat/bahan tidak lengkap, sedangkan penyediaan alat/bahan jarang dilakukan oleh kepala sekolah. Berdasarkan hasil data awal hasil supervisi yang didapat oleh peneliti maka peneliti bekerja sama dengan kepala sekolah SMP Sub. 2
Rayon 23 Medan menghadirkan guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan untuk mengadakan workshop. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan diadakan workshop adalah untuk membuat media pembelajaran pemuaian. Media pembelajaran yang dibuat adalah Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas karena materi pelajaran ini adalah materi Kelas VII semester ganjil sesuai dengan waktu pelaksanaan workshop dan materi pelajaran ini adalah materi pelajaran yang abstrak sehingga guru didalam proses belajar mengajar dituntut harus menggunakan media pembelajaran. Peneliti menyuruh guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan masing-masing secara bebas berkreasi untuk membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas dengan harapan agar muncul ide kreatif guru IPA tersebut. Kenyataannya ide kreatif dari guru IPA tersebut tidak muncul, pemahaman guru membuat media pembelajaran pemuaian masih minim, guru tidak punya motivasi membuat media, rasa ingin tahu tentang media masih rendah. Guru pada umumnya merenung, saling bertanya dengan guru yang disampingnya, membuka-buka buku paket dan buku pegangan lainnya. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah upaya meningkatkan kompetensi guru membuat media pembelajaran pemuaian melalui Workshop Model TMK (Tiru, Modifikasi, Kreativitas) di SMP Sub. Rayon 23 Medan. Menurut Aqib (2008) bahwa kompetensi guru mata pelajaran IPA pada SMP adalah: (1) memahami konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori IPA serta penerapannya secara fleksibel, (2) memahami proses berpikir IPA dalam mempelajari proses dan gejala alam, (3) menggunakan bahasa simbolik dalam mendeskripsikan proses dan gejala alam, (4) memahami hubungan antar berbagai cabang IPA, dan hubungan IPA dengan matematika maupun teknologi, (5) bernalar secara kualitatif maupun kuantitatif tentang proses dan hukum alam sederhana, (6) menerapkan konsep, hukum, dan teori IPA untuk menjelaskan berbagai fenomena alam, (7) menjelaskan
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21 Nomor 1
Maret 2015
Peningkatan Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Melalui Workshop Model TMK
penerapan hukum-hukum IPA dalam teknologi terutama yang dapat ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari, (8) memahami lingkup dan keadaan sekolah, (9) kreatif dan inovatif dalam menerapkan dan mengembangkan IPA, (10) menguasai prinsip-prinsip dan teori-teori pengelolaan dan keselamatan kerja/belajar di laboratorium IPA sekolah, (11) menggunakan alat-alat ukur, alat peraga, alat hitung dan piranti lunak komputer untuk meningkatkan pembelajaran IPA di dalam kelas, dan di dalam laboratorium, (12) merancang eksperimen IPA untuk keperluan pembelajaran ataupun penelitian, (13) melaksanakan eksperimen IPA dengan cara yang benar, dan (14) memahami sejarah perkembangan IPA dan pikiran-pikiran yang mendasari perkembangan tersebut. Menurut Miarso (2005) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali. Menurut Aqib (2008) media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dan merangsang terjadinya proses belajar pada si pembelajar. Berbagai manfaat media pembelajaran telah dibahas oleh banyak ahli. Menurut Kemp and Dayton dalam Sanjaya (2008) meskipun telah lama disadari bahwa banyak keuntungan pengguna media pembelajaran, penerimaannya serta pengintegrasiannya ke dalam programprogram pengajaran berjalan amat lambat. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan media pembelajaran pemuaian adalah media yang menggunakan barang bekas ataupun barang yang harganya murah. Barang bekas adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dari barang yang tersisa setelah dipakai oleh pemiliknya untuk menyampaikan materi pelajaran di dalam proses belajar mengajar. Barang yang harganya murah adalah barang yang dapat terjangkau untuk membelinya bahkan mudah didapat di sekitar sekolah. Dalam pembelajaran IPA sangat diperlukan alat peraga sebagai alat bantu siswa Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21
Nomor 1
memahami fenomena alam yang ada di sekitarnya. Menurut Mariana (2005) fungsi alat peraga/media pembelajaran dalam pembelajaran sains adalah memperagakan berbagai fenomena alam karena secara alamiah fenomena tersebut dapat berlangsung sangat lama atau sangat cepat, atau memang tidak terobservasi dengan mata telanjang sehingga hanya mengobservasi tanda-tandanya saja. Menurut Suprijanto (2008) workshop adalah pertemuan orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil, biasanya dibatasi pada masalah yang berasal dari mereka sendiri. Peran serta diharapkan untuk dapat menghasilkan produk tertentu. Sedangkan menurut Soeharto (2005) bahwa workshop adalah pertemuan khusus yang dihadiri sekelompok manusia yang bergerak dalam lingkungan bidang kerja yang sejenis. Ciri-ciri workshop yaitu: (1) Masalah yang dibahas bersifat life centred dan muncul dari masalah peserta sendiri. (2) Selalu berusaha menggunakan secara maksimal aktivitas mental dan fisik dalam kegiatannya sehingga tercapai taraf pertumbuhan profesi yang lebih tinggi dan lebih baik dari semula. Terjadi perubahan yang berarti pada diri mereka setelah mengikuti kegiatan workshop. (3) Metode yang digunakan dalam bekerja adalah metode pemecahan masalah, musyawarah, dan penyelidikan. (4) Diadakan dalam kebutuhan bersama. (5) Menggunakan narasumber resource person dan resource material yang memberi bantuan yang besar dalam mencapai hasil. (6) Senantiasa memelihara kehidupan yang seimbang disamping mengembangkan pengetahuan, kecakapan, dan perubahan tingkah laku. Tujuan workshop adalah memberikan pengetahuan dan pengalaman kepada guru agar meningkat kompetensinya membuat media pembelajaran. Berbagai pengalaman yang digali dari para peserta akan dijadikan sumber inspirasi, manakala para peserta diajak untuk berdiskusi berdasarkan pada pengalaman. Proses workshop dibentuk sedemikian rupa, seperti yang terlihat pada Gambar 1.
Maret 2015
3
Rasmin Simbolon
PENGETAHUAN
+
PENGALAMAN
AKTIVITAS PRAKTIK/APLIKASI
REFLEKSI/EVALUASI
Gambar 1. Proses Pembelajaran Dalam Workshop Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam workshop yang dilaksanakan adalah mamadukan antara pengetahuan dan pengalaman, baik yang dimiliki oleh peserta maupun peneliti. Dari perpaduan antara kedua itu, peserta diminta untuk merefleksi atau menimbang-nimbang perihal apa yang mereka dapatkan ketika mengikuti workshop. Oleh sebab itu, untuk menerima atau menolak semua yang diberikan selama workshop, dilakukan setelah melalui pemikiran dan perenungan. Sebagai konsekuensi logis dari pendekatan yang dilakukan dalam workshop, metode ceramah digunakan seminimal mungkin. Membuat Media pembelajaran Pemuaian Melalui Workshop Model TMK. Pada tahap kegiatan awal, guru IPA Sub. Rayon 23 Medan bersama-sama dengan peneliti mengawali kegiatan dengan melakukan uji coba workshop untuk pengambilan data awal kompetensi guru membuat media pembelajaran. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi guru dan mencari solusi terhadap masalah tersebut. Kemudian secara bersama menetapkan masalah terbesar yang dialami guru tersebut. Pada tahap perencanaan, guru IPA Sub. Rayon 23 Medan akan dibina oleh peneliti membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas dengan mengadakan workshop Model TMK agar guru 4
dapat praktek langsung membuat media pembelajaran tersebut. Workshop ini dilakukan membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat 1(satu) siklus terdiri dari 3 (tiga) kali pertemuan yaitu pertemuan 1 (meniru), pertemuan 2 (memodifikasi), dan pertemuan 3 (kreativitas). Pada tahap observasi dilakukan pengamatan oleh observer yaitu peneliti dan pengawas sekolah yang bertugas di SMP Sub. Rayon 23 Medan. Pada tahap refleksi, peneliti merefleksi pembuatan media pembelajaran tersebut. Kemudian peneliti mempertimbangkan tanggapan dan saran-saran untuk perbaikan proses membuat prangkat pembelajaran tersebut pada siklus berikutnya dari pengawas sekolah selaku observer.
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 23 Medan yang beralamat di Jl. Raya Menteng Ujung Medan. Subyek penelitian adalah guru-guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan sebanyak 9 (sembilan) orang, terdiri dari 1 (satu) orang dari SMP Negeri 23 Medan, 1 (satu) orang dari SMP Terbuka Negeri 23 Medan, 1 (satu) orang dari Swasta Advent 3 Medan, 1 (satu) orang dari SMP Swasta Parulian 2 Medan, 1
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21 Nomor 1
Maret 2015
Peningkatan Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Melalui Workshop Model TMK
(satu) orang dari SMP Swasta Al Washliyah 1 Medan, 1 (satu) orang dari SMP Swasta Al Washliyah 29 Medan, 1 (satu) orang dari SMP Swasta Muhammadiyah 05 Medan, 1 (satu) orang dari SMP Swasta Kebangsaan Medan, 1 (satu) orang dari SMP Swasta Tri Jaya Medan, dan 1 (satu) orang dari SMP Swasta An Nizam Medan. Obyek penelitian adalah media pembelajaran pemuaian. Media pembelajaran yang dibuat adalah dari barang bekas atau dari bahan yang harganya murah sehingga dapat terjangkau. Untuk membuat media
pembelajaran pemuaian dilakukan melalui Workshop Model TMK. Model yang digunakan dalam workshop ini adalah Model Kemmis yang dirancang dengan proses siklus (cylical) yang terdiri dati 4 (empat) fase kegiatan yaitu: merencanakan (planning), melakukan tindakan (action), mengamati (observatian), dan merefleksi (reflektif). Tahap-tahapan ini terus berulang sampai permasalahan dianggap telah teratasi.
Gambar 2. Siklus Model Kemmis (Sukardi, 2005)
Pada tahap perencanaan siklus 1 pertemuan 1 workshop ini, peneliti menyuruh guru-guru IPA peserta workshop membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat dengan cara meniru contoh yang telah disiapkan oleh peneliti. Pada tahap perencanaan siklus 1 pertemuan 2 workshop ini, peneliti merencanakan pembuatan media pembelajaran Pemuaian Zat Padat. Media pembelajaran Pemuaian Zat Padat yang akan dibuat oleh masing-masing guru adalah dari barang bekas atau harga murah dengan cara memodifikasi media pembelajaran sesuai dengan media pembelajaran yang ada pada buku paket atau buku-buku pegangan lainnya maupun memodifikasi media yang sudah ada. Peneliti berkolaborasi dengan pengawas sekolah yang bertugas di SMP Sub. Rayon 23
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21
Nomor 1
Medan. Peneliti membimbing guru membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat sesuai dengan alat/bahan yang disediakan oleh masing-masing guru. Pada tahap perencanaan siklus 1 pertemuan 3 workshop ini, peneliti merencanakan pembuatan media pembelajaran Pemuaian Zat Padat. Media pembelajaran Pemuaian Zat Padat yang akan dibuat oleh masing-masing guru adalah media dari barang bekas atau harga murah sesuai dengan kreativitas guru tersebut. Dengan pengalaman membuat media pembelajaran dari yang tadinya hanya meniru yang dibuat oleh peneliti, dan memodifikasi media pembelajaran sesuai dengan yang ada di buku paket atau buku-buku pegangan lainnya maupun memodifikasi media yang sudah ada maka
Maret 2015
5
Rasmin Simbolon
diharapkan telah muncul ide kreatif masingmasing guru membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat. Pada siklus 1 pertemuan 1 ini guru dibimbing oleh peneliti untuk membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat dengan cara meniru media pembelajaran yang dibuat oleh peneliti. Pada tahap pelaksanaan siklus 1 pertemuan 2 workshop ini, peneliti menyuruh guru membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat dari barang bekas atau harga murah dengan cara memodifikasi media pembelajaran sesuai dengan media pembelajaran yang ada pada buku paket atau buku-buku pegangan lainnya maupun memodifikasi media yang sudah ada. Pada tahap pelaksanaan siklus 1 pertemuan 3 workshop ini, peneliti menyuruh dan membimbing guru membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat dari barang bekas atau harga murah sesuai dengan kreativitas guru dan menggunakan alat/bahan yang disediakan oleh masing-masing guru. Pada tahap observasi siklus 1 pertemuan 1 workshop ini, peneliti bersama pengawas sekolah melakukan observasi mengamati guru-guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat sesuai dengan petunjuk kerja yang ada di dalam LKS (Lembaran Kerja Siswa). Mencatat semua pelaksanaan pembuatan media pembelajaran tersebut dan hasil presentasi cara menggunakan media pembelajaran pemuaian. Pada tahap observasi siklus 1 pertemuan 2 workshop ini, peneliti bersama pengawas sekolah melakukan observasi mengamati guru-guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat. Pada tahap observasi siklus 1 pertemuan 3 workshop ini, peneliti bersama pengawas sekolah melakukan observasi mengamati guru-guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat. Melakukan observasi pada siklus 1, 2 dan 3 ini tentang: (a) kesiapan guru menyiapkan alat/bahan, (b) kemampuan guru memunculkan ide kreatif, (c) kemampuan guru membuat media, (d) kesesuaian media,
6
(e) ketepatan waktu membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat. Hasil observasi dianalisis oleh peneliti bersama pengawas sekolah sehingga didapat nilai masing-masing guru pada pertemuan 1 ini. Pada tahap refleksi siklus 1 pertemuan 1 workshop ini, peneliti bersama pengawas sekolah melakukan refleksi terhadap hasil observasi pelaksanaan guru-guru IPA membuat media pembelajaran. Workshop ini berhasil apabila minimal: (a) 75% guru dapat menyiapkan alat/bahan, (b) 75% guru telah muncul ide kreatifnya, (c) 75% guru telah mempunyai kompetensi membuat media, (d) 75% media yang dibuat guru telah sesuai, dan (e) 75% guru telah tepat waktu siap membuat media pembelajaran pemuaian. Indikator yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan terhadap tindakan yang dilakukan dalam setiap siklus penelitian menggunakan dua indikator, yaitu : Indikator pertama yang digunakan untuk menunjukkan suksesnya proses membuat media pembelajaran adalah hasil kompetensi guru. Rencana tindakan dianggap sukses untuk meningkatkan kompetensi guru apabila nilai rata-rata guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas minimal 75. Hal ini mengacu kepada kriteria ketuntasan minimal sebagaimana yang dikatakan Arikunto (2007). Indikator kedua yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan proses pembuatan media adalah suksesnya seorang guru dalam melaksanakan proses membuat media pembelajaran pemuaian. Suksesnya guru dalam melaksanakan kegiatan membuat media pembelajaran pemuaian dilihat dari terlaksananya rencana tindakan. Rencana tindakan dianggap terlaksana, apabila pelaksanaan guru selama kegiatan dengan lancar. Guru tidak menjumpai problem yang serius
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21 Nomor 1
Maret 2015
Peningkatan Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Melalui Workshop Model TMK
berkaitan dengan fasilitas, materi, dan prosedur. Suksesnya guru dalam mengikuti kegiatan membuat media pembelajaran tersebut dilihat dari senang tidaknya guru dalam mengikuti kegiatan tersebut. Di dalam workshop yang dilaksanakan tidak dikenal istilah lulus dan tidak lulus. Untuk mengetahui apakah peserta telah mengikuti kegiatan dengan baik atau tidak, digunakan evaluasi atas hasil kerja peserta dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan oleh peneliti. Agar evaluasi ini dapat dipahami dengan baik oleh peserta, semua penjelasan disampaikan di awal pertemuan, yaitu semua peserta diharuskan membuat media pembelajaran pemuaian sehingga dapat dilihat tingkat kompetensinya. Penilaian membuat media pembelajaran pada workshop ini ada dua macam, yaitu: (1) Penilaian kompetensi membuat media pembelajaran pemuaian. Penilaian kompetensi membuat media pembelajaran pemuaian ada 5 (lima) aspek, masing-masing aspek skornya 5 (lima). Maka skor maksimal adalah 25 (dua puluh lima). Sedangkan skor perolehan bergantung kepada jumlah jawaban dari kelima komponen tersebut. Nilai dapat dihitung dengan menggunakan rumus. Skor perolehan Nilai =
X 100 % Skor maksimal Skor perolehan
Nilai =
X 100 % 25 Penilaian membuat media pembelajaran pemuaian adalah : Aspek: Mempersiapkan alat/bahan Kemampuan memunculkan ide kreatif Kemampuan membuat media Kesesuaian media Ketepatan waktu Skor: Nilai 5 = Sangat baik = 81 - 100 4 = Baik = 61 - 80 3 = Cukup = 41 – 60
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21
Nomor 1
2 = Kurang = 21 - 40 1 = Sangat Kurang = 1 - 20 Dengan cara penggunaan rumus yang sama dapat dihitung nilai kompetensi guru membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas. Nilai kompetensi masingmasing guru membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, adalah nilai pada siklus 1, 2 dan 3 yaitu nilai pertemuan 1 (meniru), pertemuan 2 (memodifikasi), dan pertemuan 3 (hasil kreativitas). Penilaian sikap guru membuat media pembelajaran pemuaian. Penilaian sikap guru membuat media pembelajaran pemuaian ada 4 (empat) aspek, masing-masing aspek skornya 5 (lima). Maka skor maksimal adalah 20 (dua puluh). Sedangkan skor perolehan bergantung kepada jumlah jawaban dari kelima komponen tersebut. Nilai dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang sama. Penilaian sikap guru IPA membuat media pembelajaran pemuaian: Aspek: Menarik untuk dilakukan Mudah melakukannya Menyenangkan Termotivasi untuk membuat berbagai media pembelajaran IPA Skor: 5 = SS = Sangat Setuju 4 = S = Setuju 3 = KS = Kurang Setuju 2 = TS = Tidak Setuju 1 = STS = Sangat Tidak Setuju Banyaknya guru yang ikut workshop pada SMP Sub. Rayon 23 Medan SMP seSub. Rayon 23 Medan ada 9 (sembilan) orang, maka nilai sikap adalah rata-rata nilai dari sembilan orang guru tersebut.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari hasil observasi kompetensi guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, pada pertemuan 1 s.d 3 dari 9 (sembilan) orang guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan peserta workshop adalah seperti tabel 1. berikut ini: Maret 2015
7
Rasmin Simbolon
Tabel 1. Data Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Zat Padat Melalui Workshop Model TMK Di SMP Sub. Rayon 23 Medan Pada Siklus 1
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jlh N
Pemuaian Zat Padat Pertemuan 1 Pertemuan 2 (Meniru) (Memodifikasi) 40 48 24 24 24 24 28 28 24 24 32 40 40 48 24 24 28 40
Pertemuan 3 (Kreativitas) 48 28 28 44 28 44 52 28 48
264
300
348
29,33
33,33
38,67
Keterangan Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas Belum Tuntas
Gambar 3. Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Zat Padat Melalui Workshop Model TMK Di SMP Sub. Rayon 23 Medan Pada Siklus 1 Data hasil observasi kompetensi guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Cair, pada pertemuan 1,2, dan 3 dari 9 (sembilan)
8
orang guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan peserta workshop adalah seperti Tabel 2 berikut ini:
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21 Nomor 1
Maret 2015
Peningkatan Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Melalui Workshop Model TMK
Tabel 2. Data Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Zat Cair. Pemuaian Zat Cair No.
Keterangan
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Pertemuan 3
(Meniru)
(Memodifikasi)
(Kreativitas)
1
52
68
76
Tuntas
2
36
44
48
Belum Tuntas
3
36
56
60
Belum Tuntas
4
48
64
64
Belum Tuntas
5
36
44
48
Belum Tuntas
6
48
64
72
Tuntas
7
56
68
76
Tuntas
8
36
48
52
Belum Tuntas
9
52
68
80
Tuntas
Jlh
400
524
576
N
44,44
58,22
64,00
Belum Tuntas
100
Nilai
80 60 40 20 0 1
2
3
Aspek
Gambar 4. Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Zat Cair Melalui Workshop Model TMK Di SMP Sub. Rayon 23 Medan Pada Siklus 2 Data hasil observasi kompetensi guru IPA membuat media pembelajaran Pemuaian Gas, pada pertemuan 3 dari 9 (sembilan) orang guru IPA SMP Sub. Rayon 23 Medan peserta workshop adalah seperti Tabel 3 berikut ini:
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21
Nomor 1
Maret 2015
9
Rasmin Simbolon
Tabel 3. Data Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Gas Melalui Workshop Model TMK Di SMP Sub. Rayon 23 Medan Pada Siklus 3.
No.
Pertemuan 2 (Memodifikasi) 80 64 64 68 64 88 88 72 84 672 74,67
Nilai
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jlh N
Pemuaian Gas Pertemuan 1 (Meniru) 76 48 60 64 52 80 80 68 80 608 67,56
Pertemuan 3 (Kreativitas) 92 76 76 80 76 92 96 80 96 764 84,89
Keterangan Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas Tuntas
100 80 60 40 20 0 1
Aspek
2
3
Gambar 5. Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Gas Melalui Workshop Model TMK Di SMP Sub. Rayon 23 Medan Pada Siklus 3
Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa temuan dalam penelitian tindakan sekolah ini yaitu: Kompetensi guru membuat media pembelajaran pemuaian meningkat setelah mengikuti Workshop Model TMK. Untuk dapat mengetahui upaya meningkatkan kompetensi guru membuat media pembelajaran pemuaian, maka dapat dilakukan Workshop Model TMK dengan strategi T = Tiru, M = Modifikasi, dan K = Kreativitas. Nilai rata-rata kompetensi guru
10
dalam membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, siklus 1 pertemuan 1 (Meniru) adalah 29,33, pertemuan 2 (Modifikasi) adalah 33,33, dan pertemuan 3 (Kreativitas) adalah 38,67. Nilai rata-rata kompetensi guru dalam membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Cair, siklus 1 pertemuan 1 (Meniru) adalah 44,44, pertemuan 2 (Modifikasi) adalah 58,22, dan pertemuan 3 (Kreativitas) adalah 64,00. Nilai rata-rata kompetensi guru dalam membuat media pembelajaran Pemuaian Gas, siklus 1 pertemuan 1 (Meniru) adalah
Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21 Nomor 1
Maret 2015
Peningkatan Kompetensi Guru Membuat Media Pembelajaran Pemuaian Melalui Workshop Model TMK
67,56, pertemuan 2 (Modifikasi) adalah 74,67, dan pertemuan 3 (Kreativitas) adalah 84,89. Nilai rata-rata kompetensi guru dalam membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas meningkat dari pertemuan 1 Pemuaian Zat Padat ke pertemuan 3 Pemuaian Gas yaitu: 29,33 menjadi 84,89. Peningkatan nilai rata-rata kompetensi guru adalah 55,56%. Guru IPA SMP se-Sub. Rayon 23 Medan mempunyai pendapat 95,00% sangat setuju membuat media pembelajaran Pemuaian Zat Padat, Pemuaian Zat Cair, dan Pemuaian Gas melalui workshop yang dilakukan oleh peneliti, karena kompetensi mereka meningkat. Saran dari hasil penelitian ini adalah agar semua guru IPA dapat membuat media pembelajaran yang akan digunakan dalam mengajar, baik dari barang bekas maupun barang yang harganya murah sehingga dapat terjangkau. Kepada kepala SMP dapat memfasilitasi guru IPA membuat media pembelajaran melalui workshop bekerja sama dengan Pengawas Sekolah.
Daftar Pustaka Aqib
Zainal. 2008. Standar KualifikasiKompetensi- Sertifikasi Guru- Kepala Sekolah- Pengawas. Bandung: CV. Yrama Widya. Arsyad, Azhar. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Azhar, L.M. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha Naional. Dale, E. 1969. Audiovisual Methods in Teaching, 3 rd edition. New York: The Dryden Press. Depdiknas. 2006. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. ----------- 2007. Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakara: Dirjen Dikdasmen. Guza Afnil. 2008. Himpunan Permendiknas Tentang Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Jakart: Penerbit Asa Mandiri. Heinich, Robert, Michael Molenda, James D Russell, Sharon E Smaldino. 1996. Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan
Volume 21
Nomor 1
Intructional Media and Technologies for Learning.5th edition. Englewood Cliffs, NJ: Prentice- Hall, Inc. Miarso Yusufhadi. 2005. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakara: Prenada Media. Sadiman, Arief S. 2007. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Predana Media Group. Subagio, Djoko. 2004. Alat Peraga Untuk Menjelaskan Hukum Lorentz Pada Prinsip Kerja Motor Liustrik Bagi Siswa SMK Negeri 5 Surakarta Jurusan Listrik. Jakarta: Depdikbud. Sucipto, Wasis. 2004. Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang dan Jeruk Untuk Pembelajaran Materi Sel Elektrokimia Beriorentasi Lingkungan Siswa. Jakarta: Depdikbud. Sudjana, N. dan Riva’i, A. 1992. Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Bandung. Suherman. 2007. Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Dasar Dinamika Gerak Lurus Dengan Menggunakan Alat Peraga Sederhana di Kelas X-A SMA Negeri 1 Stabat Kabupaten Langkat. Medan: Lembaga Penelitian Unimed. Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara. Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Surya Dharma. 2007. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah dan Kegiatan Pengembangan Profesi Pengawas Sekolah. Jakarta: Dirjen PMPTK. Zaini, dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi.Yogyakarta: CYDS IAIN Sunan Kali Jaga.
Maret 2015
11