PENINGKATAN KINERJA DAN PRODUKTIVITAS HIJAU RANTAI PASOK KEDELAI DI PROVINSI BANTEN
FAISAL PRATAMA
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Faisal Pratama NIM F34110034
ABSTRAK FAISAL PRATAMA. Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten. Dibimbing oleh MARIMIN dan M.ARIF DARMAWAN. Kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai merupakan dua hal yang terus dievaluasi dan diperbaiki oleh stakeholder terkait. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas yang paralel dengan pendekatan lingkungan dalam mewujudkann produksi yang berkelanjutan. Penelitian ini menerapkan analisis kinerja berdasarkan model supply chain operations reference (SCOR) dan integrasi pengukuran dengan data envelopment analysis (DEA). Pengukuran produktivitas hijau current state menggunakan metode green productivity index (GPI). Pengukuran kinerja menunjukkan nilai untuk sektor hulu dan hilir berturut turut sebesar 69.75 dan 88.50. Pengukuran produktivitas diperoleh nilai GPI pada sektor hulu dan hilir berturut-turut sebesar 11.38 dan 0.12. Alternatif strategi dikemukakan terhadap kedua unit sektor yang dikembangkan berdasarkan pendapat pakar. Metode analytical hierarchy process (AHP) digunakan untuk mensintesis pendapat pakar. Alternatif strategi terpilih sebagai pertimbangan pendekatan produktivitas hijau adalah penggunaan jerami untuk menghadang gulma dengan bobot 0.35 untuk sektor hulu dan strategi penggunaan kedelai lokal dengan bobot 0.33 untuk sektor hilir. Alternatif strategi yang disimulasikan pada sektor hilir mampu meningkatkan GPI hingga 14.76. Simulasi alternatif strategi di sektor hilir tidak sejalan dengan pendapat pakar, hasil tertinggi peningkatan GPI ditempati oleh alternatif pemanfaatan limbah cair dengan nilai GPI sebesar 0.38. Kata kunci: AHP, GPI, kedelai, produktivitas hijau, SCOR.
ABSTRACT FAISAL PRATAMA. Increasing The Performance and Green Productivity of Soybean Supply Chain at Banten Province. Supervised by MARIMIN and M. ARIF DARMAWAN. Soybean supply chain performance and productivity are two things that continuously needs to be evaluated and improved by relevant stakeholders. The aim of this research was increasing the performance and productivity while at the same time applied environmental approach to achieve the sustainable production. The performance analysis was conducted based on the supply chain operations reference (SCOR) and measurement integration with data envelopment analysis (DEA). Green productivity was measured using green productivity indexing (GPI) method. The performance indicated the value for upstream and downstream sectors respectively at 69.75 and 88.50. The productivity measurement obtained GPI values on the upstream and downstream sectors, respectively for 11.38 and 0.12. Strategic alternatives were raised against the both of units sector developed by expert opinion. analytical hierarchy process (AHP) were used to synthesize expert opinion. The alternatives chosen based on green productivity approach and expert opinions is the use of straw to block the weed with weights 0.35 for the upstream sector and the
strategy of using local soybean with weights 0.33 for the downstream sector. The strategies were simulated to the downstream sector can increase up to 14.76 GPI. Simulation of alternative strategic in the downstream sector was not in line with expert opinion. The highest yield increase of GPI occupied by the use of waste water alternative with GPI value 0.38. Keywords: AHP, GPI, green productivity, SCOR, soybean.
PENINGKATAN KINERJA DAN PRODUKTIVITAS HIJAU RANTAI PASOK KEDELAI DI PROVINSI BANTEN
FAISAL PRATAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten Nama : Faisal Pratama NIM : F34110034
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Marimin, MSc Pembimbing I
M. Arif Darmawan, STP MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ini ialah Peningkatan Kinerja dan Produktivitas Hijau Rantai Pasok Kedelai di Provinsi Banten. Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan serta bimbingan dari banyak pihak. Maka dari itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, khususnya kepada: 1. Prof Dr Ir Marimin, MSc selaku dosen pembimbing pertama yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah. 2. M. Arif Darmawan, STP MT selaku dosen pembimbing kedua atas segala waktu yang diberikan dalam memberikan bimbingan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. 3. Dr. Ir. Faqih Udin MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. 4. Bapak Kardiono selaku partner riset yang memberikan rekomendasi serta bantuan informasi selama melakukan penelitian di Banten. 5. Bapak Rusmin beserta bapak/ibu petani anggota kelompok tani Sukatani I yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian. 6. Bapak Budi dan karyawannya di pabrik Tahu Kramatwatu yang telah memberikan bantuan kepada penulis saat melakukan penelitian. 7. Bapak Suhaeri, Bapak H. TB. Mu’min, Bapak Yoni AT, Bapak Kostaman, Bapak Viktor Siagian, dan Ibu Resmayeti yang telah menjadi narasumber pakar dalam penelitian ini. 8. Kedua orang tua penulis Buya Edi Prayitno dan Ummi Eli Hardiani atas doa serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Kepada kedua Adik penulis Dimas Hardiansyah dan Muhammad Raihan Pramudya yang memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. 9. Rizqah Wahidah Pangestu atas doa dan dukungannya kepada penulis. 10. Keluarga besar TINFORMERS (TIN 48), yang senantiasa berbagi ilmu selama kegiatan perkuliahan di Fakultas Teknologi Pertanian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015 Faisal Pratama
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Pertanyaan Penelitian
2
Tujuan Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
3
METODE
3
Kerangka Pemikiran
3
Tata Laksana Penelitian
3
Pengumpulan dan Pengolahan Data
3
Tahap Analisis Rantai Pasok
6
Tahap Pengukuran dan Peningkatan Kinerja
6
Tahap Pengukuran Produktivitas
8
Tahap Peningkatan Produktivitas
9
Perancangan Aplikasi Pendukung Analisis
9
Waktu dan Tempat Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Rantai Pasok Kedelai
10 11 11
Struktur Rantai Pasok
11
Proses Bisnis
15
Sumber Daya Rantai Pasok
17
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Kedelai
18
Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok Kedelai
22
Unit Sektor Hulu
22
Unit Sektor Hilir
22
Pengukuran Produktivitas Hijau
23
Analisis Tujuh Sumber Pembangkit Limbah
23
Perhitungan Dampak Lingkungan
25
Perhitungan Indikator Ekonomi
25
Perhitungan GPI
25
Pemilihan Alternatif Strategi Peningkatan Produktivitas Hijau
27
Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hulu
27
Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hilir
29
Perangkat Lunak Pendukung Analisis Sistem Penunjang Keputusan
30
Subsistem Informasi Rantai Pasok Kedelai
31
Subsistem Perhitungan Kinerja
32
Subsistem Perhitungan Produktivitas Hijau
33
Verifikasi dan Validasi
34
Implikasi Manajerial
34
SIMPULAN DAN SARAN
35
Simpulan
35
Saran
36
DAFTAR PUSTAKA
36
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
56
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Perbandingan karakteristik biji kedelai lokal dan impor Spesifikasi persyaratan mutu biji kedelai Profil kontrol unit sektor hulu (kelompok tani) Profil kontrol unit sektor hilir (IKM tahu) Klasifikasi nilai standar kinerja Rincian perhitungan kinerja sektor hulu Rincian perhitungan kinerja sektor hilir Data nilai unit, target, dan potential improvement Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hulu (budidaya kedelai) Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hilir (IKM tahu)
12 13 16 16 20 20 21 21 23 24
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Diagram alir penelitian Kerangka analisis manajemen rantai pasok Ruang lingkup SCOR Model DEA Tahapan pengukuran produktivitas hijau Konfigurasi sistem pendukung analisis Mekanisme rantai pasok kedelai Perbedaan rantai pasok kedelai lokal (a) dan impor (b) (Bappenas 2013) Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai Bobot struktur SCOR-AHP Current-state green value stream map Future-state green value stream map Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor hulu Perbandingan strategi produktivitas sektor hilir Tampilan header dinamis website Laman pilihan subsistem kinerja (a) dan fragmen subsistem perhitungan kinerja hilir (b) Fragmen input perhitungan produktivitas hijau sektor hilir
5 6 7 7 8 10 11 14 15 19 26 28 29 30 31 32 33
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Struktur hirarki SCOR untuk pengukuran kinerja rantai pasok kedelai Klasifikasi faktor metrik kinerja dan teknik perhitungan metrik kinerja Skema tahapan peningkatan produktivitas Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hulu Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hilir Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hulu Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hilir Rincian biaya produksi biji kedelai kering dan perhitungan indikator ekonomi sektor hulu (current state) Rincian biaya produksi tahu putih dan perhitungan indikator ekonomi sektor hilir (current state) Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap level sektor hulu Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap level Sektor Hilir Sequence diagram Data flow diagram (DFD) level 0 dan level 1 Tampilan aplikasi web IndoKedelai Petunjuk instalasi dan penggunaan perangkat lunak pendukung analisis
39 40 41 42 43 44 45 46 46 47 48 49 49 50 53
PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max) ialah komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia sebagai salah satu sumber utama protein nabati (Widyasari et al. 2012). Kedelai telah dikenal masyarakat Indonesia serta pemanfaatannya sudah sangat beragam untuk menjadi produk pangan khususnya tahu dan tempe (Rante 2013). Data Badan Pusat Statistik (2014) menyebutkan bahwa produksi kedelai Indonesia tahun 2013 sebesar 780.16 ribu ton biji kering, menurun sebesar 62.99 ribu ton (7.47 %) dibandingkan tahun 2012. Penurunan tersebut diperkirakan terjadi di wilayah Jawa sebesar 81.69 ribu ton, meskipun di luar Jawa terjadi peningkatan sebesar 18.70 ribu ton. Penurunan tersebut terjadi akibat luas panen menurun seluas 16.83 ribu hektar (2.96 %) dan penurunan produktivitas sebesar 0.69 kuintal/hektar (4.69 %). Banten sebagai daerah yang menyumbang produksi 6 384 ton kedelai pada tahun 2014 dengan tingkat produktivitas sebesar 13.26 kuintal/ha masih berada di bawah rata-rata produktivitas nasional yaitu sebesar 15.51 kuintal/ha (BPS 2014). Dari segi konsumsi kedelai, daerah perkotaan dan pedesaan terus meningkat tiap tahunnya. Bappenas (2013) melaporkan peningkatan konsumsi total kedelai mencapai 12.89 ton per tahun dengan laju defisit 32 % per tahun. Adanya defisit kebutuhan kedelai tersebut dipenuhi melalui impor kedelai sebanyak lebih dari 1 juta ton tiap tahunnya (Facino 2012) atau sekitar 60% dari kebutuhan seluruhnya (Supadi 2009). Peningkatan produksi kedelai nasional dilakukan melalui beberapa strategi, salah satunya adalah peningkatan produktivitas (Kementrian Pertanian 2014). Rendahnya tingkat produktivitas dapat memengaruhi tingkat profitabilitas seluruh pelaku rantai pasok. Kinerja atau performa rantai pasok mengambil andil besar dalam menciptakan kondisi perbaikan produktivitas. Tujuan jangka pendek perbaikan kinerja organisasional dalam manajemen rantai pasok adalah peningkatan produktivitas, mengurangi inventori, dan mengurangi waktu siklus (Suhong et al. 2014). Dalam rangka memperbaiki kinerja rantai pasok dibutuhkan pengukuran kinerja rantai pasok sebagai kunci untuk dapat terus mengevaluasi dan memperbaiki kinerja rantai pasok (Marimin dan Maghfiroh 2010). Monczka et al. (2011) menyampaikan bahwa tujuan pengukuran kinerja yaitu untuk menyediakan data dan fakta serta untuk mengkomunikasikan kebutuhan kepada anggota rantai pasok lainnya sehingga didapatkan celah perubahan dan dapat dilakukan perbaikan berkelanjutan. Peningkatan produktivitas juga tidak boleh terlepas atau mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Seiring dengan meningkatnya isu dampak lingkungan dari setiap proses produksi baik pada hulu maupun hilir rantai pasok maka diperlukan pendekatan yang mengedepankan aspek lingkungan demi terwujudnya kondisi produksi yang berkelanjutan atau jangka panjang (Marimin et al. 2014; Darmawan et al. 2012). Pendekatan lingkungan digunakan oleh Gandhi et al. (2006) dalam pengembangan kerangka indikator untuk integrasi aspek lingkungan dalam produktivitas rantai pasok dan perhitungan green productivity index (GPI). Wills (2009) mengemukakan tujuan aplikasi green productivity adalah
2 untuk mengatur keberlanjutan proses yang efisien dengan berfokus pada pengurangan "limbah hijau" yang berdampak terhadap lingkungan. Beberapa penelitian telah dilaksanakan untuk menganalisis kinerja dan peningkatan produktivitas hijau. Feifi (2008) menganalisis kinerja manajemen rantai pasok kedelai edamame dan merumuskan strategi peningkatannya menggunakan metode balance scorecard. Setiawan (2009) juga melakukan hal yang sama namun dengan metode berbeda yaitu supply chain operation reference (SCOR) pada komoditas sayuran. Penelitian mengenai peningkatan produktivitas dengan pendekatan green productivity dilakukan oleh Darmawan et al. 2012) pada sektor produksi karet alam dan Marimin et al. (2014) pada rantai pasok karet alam. Penelitian terdahulu cenderung dilakukan secara terpisah dengan mengkhususkan pada kinerja atau produktivitas terhadap komoditas yang berbedabeda. Penelitian yang terintegrasi antara kinerja dan produktivitas rantai pasok khususnya pada komoditas kedelai di satu daerah belum dilakukan. Analisis secara komprehensif serta perumusan strategi kinerja dan produktivitas hijau penting dilakukan pada rantai pasok kedelai di Provinsi Banten sebagai ruang lingkup penelitian ini. Peningkatan kinerja dan produktivitas akan sejalan dengan peningkatan nilai jual komoditas maupun produk berbasis kedelai. Melalui penelitian ini pula permasalahan mengenai dimensi organisasi, ekonomi, dan lingkungan dapat diintegrasikan secara harmonis demi mencapai tujuan yang sejalan. Penelitian ini diharapkan mampu mensintesis solusi optimal peningkatan kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai sekaligus mengurangi dampak lingkungan. Pertanyaan Penelitian Beberapa pertanyaan yang perlu dijawab agar dapat menyelesaikan permasalahan berdasarkan latar belakang yang teridentifikasi antara lain: 1. Bagaimana mekanisme rantai pasok kedelai di Provinsi Banten? 2. Bagaimana kondisi kinerja rantai pasok kedelai di Provinsi Banten? 3. Bagaimana strategi yang dapat memperbaiki kinerja rantai pasok kedelai? 4. Bagaimana produktivitas hijau rantai pasok kedelai di Provinsi Banten? 5. Bagaimana strategi terbaik konsep green productivity yang dapat diimplementasikan untuk perbaikan produktivitas? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi mekanisme rantai pasok kedelai dan mengukur kinerja rantai pasok kedelai pada mata rantai suplai kedelai dan IKM tahu di Provinsi Banten. 2. Merumuskan strategi peningkatan kinerja di unit rantai pasok kedelai. 3. Membuat green value stream mapping (Green VSM) dalam proses budidaya kedelai dan produksi di IKM tahu Provinsi Banten. 4. Merumuskan strategi peningkatan produktivitas berdasarkan pendekatan green productivty serta membuat simulasi implementasi untuk kemudian dibuat future-state green VSM.
3 Ruang Lingkup Penelitian Fokus penelitian ini adalah pengukuran kinerja rantai pasok serta pengembangan strategi peningkatan produktivitas rantai pasok kedelai berbasis produktivitas hijau pada sektor hulu dan hilir kedelai. Cakupan rantai pasok dalam penelititan ini diawali dari proses budidaya dan pasca panen kedelai yang dilakukan oleh kelompok tani Sukatani I di Kecamatan Cikeusal, Serang. Rantai industri hilir dilanjutkan pada pengerajin tahu yang berlokasi di Kecamatan Kramatwatu, Serang. Penelitian dibatasi pada produk tahu putih yang diproduksi pengerajin tahu serta kedelai yang dihasilkan oleh kelompok tani dari Januari hingga April 2015.
METODE Kerangka Pemikiran Proses peningkatan kinerja dan produktivitas hijau rantai pasok kedelai dimulai dengan pengumpulan data pada anggota rantai pasok kedelai baik rantai hulu maupun hilir. Pengukuran kinerja rantai pasok berdasarkan model SCOR kemudian dilakukan terhadap proses make pada supplier kedelai yaitu Kelompok Tani Sukatani I dan proses make pada industri pengolahan kedelai yaitu IKM tahu Kramatwatu. Pengukuran seven green waste dilakukan untuk didapatkan current state dari produktivitas hijau rantai pasok kedelai. Peningkatan produktivitas hijau dilakukan dengan pertimbangan pakar dengan berbagai kombinasi alternatif perbaikan atas kondisi current state yang didapatkan. Implikasi strategi pada dua subsistem peningkatan kinerja dan peningkatan produktivitas kemudian diakumulasi sebagai hasil analisis strategi yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1. Tata Laksana Penelitian Pengumpulan dan Pengolahan Data Data primer yang berupa data kualitatif dan kuantitatif diperoleh dengan cara wawancara mendalam, observasi lapang, serta dokumentasi. Data primer yang tidak tersedia atau sulit diukur didukung dengan data sekunder yang berasal dari dinas terkait berupa artikel dan jurnal ilmiah. Data primer dan data sekunder yang diperlukan pada penelitian ini diantaranya: 1. Data konfigurasi rantai pasok meliputi struktur, proses bisnis, sumber daya dan manajemen rantai pasok. Data-data pendukung lain seperti produksi dan konsumsi kedelai nasional, data standar kualitas kedelai, data perbandingan karakteristik kedelai varietas lokal dan impor, data produksi tahu, serta data pendukung lainnya. 2. Data pembobotan matrik pengukuran kinerja rantai pasok dengan menggorganisir pendapat pakar yang bersifat data primer kualitatif. 3. Data primer nilai aktual dan target atribut kinerja dari masing-masing unit sektor hulu dan hilir.
4 4. Data primer tujuh sumber pembangkit limbah yaitu energi (kWh), penggunaan air (m3), produksi sampah (kg), penggunaan material (kg), transportasi (km), emisi (kg CO2 eq), serta biodiversits (ha). 5. Data hasil produksi, kebutuhan bahan baku, data jumlah dan upah tenaga kerja langsung, data harga produk, dan data bahan input tambahan lain pada baik pada sektor hilir maupun hulu rantai pasok untuk pengukuran indikator ekonomi. 6. Data-data sekunder baik empirik maupun teoritis sebagai acuan simulasi strategi perbaikan produktivitas hijau. 7. Data bobot dan rating oleh pakar terhadap strategi peningkatan produktivitas rantai pasok kedelai. Data-data yang diperlukan diatas dikumpulkan melalui empat cara, yaitu: 1. Studi pustaka, diperlukan untuk mempelajari konsep manajemen rantai pasok kedelai, konsep pengukuran dan perumusan strategi peningkatan kinerja dan produktivitas hijau rantai pasok. 2. Observasi lapang, yaitu melihat langsung kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan manajemen, proses bisnis, sumber daya, dan aktivitas rantai pasok. 3. Wawancara diperlukan untuk memperoleh informasi yang akurat dan mengklarifikasi permasalahan yang ditemukan di lapangan baik kepada praktisi ataupun akademisi. 4. Opini pakar, merupakan data yang diperoleh langsung dari pakar melalui alat ukur berupa kuesioner. Berikut adalah pakar yang dilibatkan pada penelitian ini terdiri dari kalangan praktisi dan akademisi: a. Kardiono STP, MSi. Peneliti Muda Balai Pengkajian teknologi Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang rantai pasok kedelai dan menentukan bobot strategi perbaikan kinerja rantai pasok kedelai. Ir. Resmayeti Purba MSi. Peneliti Utama Balai Pengkajian teknologi b. Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang agronomi tanaman kedelai dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu. c. Ir. Victor Siagian MSi. Peneliti Muda Balai Pengkajian teknologi Pertanian Provinsi Banten, sebagai pakar akademisi dalam bidang sosial ekonomi komoditas kedelai dan menentukan bobot atribut SCOR. d. Kostaman SP, MM. Pelaksana seksi produksi Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Provinsi Banten sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu. e. H. TB. Mu’min, Kabid Pengembangan UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Banten, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir. f. Drs. Yoni AT, Bendahara Primkopti Kabupaten Serang, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir. g. Suhaeri SP, SE, Ketua Dewan Pengurus Primkopti Kabupaten Bogor, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot strategi perbaikan kinerja rantai pasok kedelai.
5 h.
Budi Hartawan, Pemilik IKM Tahu di Kramatwatu, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot SCOR dan strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hilir. i. A. Rusmin, Ketua Kelompok Tani Sukatani 1, sebagai pakar praktisi dan menentukan bobot SCOR dan strategi peningkatan produktivitas hijau sektor hulu. Pengolahan data primer dilakukan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excel 2013 untuk pengolahan data kuantitatif berupa aritmatika. Perangkat lunak ExpertChoice ver. 11.0 digunakan untuk mensintesis data kualitatif pendapat pakar. Pengolahan perbandingan referensi dilakukan oleh perangkat lunak frontier4.01 untuk didapatkan persentase peluang perbaikan kinerja. Pengembangan perangkat lunak pendukung dimodelkan menggunakkan Power Designer16.5. Pembuatan program menggunakan Dreamweaver CS6 dengan bahasa pemrograman HTML 5, CSS 3, serta PHP. Mulai
Analisis rantai pasok
Identifikasi Struktur
Identifikasi Proses Bisnis
Perancangan metrik pengukuran kinerja (SCOR)
Identifikasi Manajemen
Penentuan bobot metrik pengukuran (AHP) Pengukuran kinerja rantai pasok
Identifikasi Sumber daya
Pengukuran produktivitas hijau rantai pasok kedelai
Peningkatan produktivitas rantai pasok kedelai
Peningkatan Kinerja Rantai Pasok Kedelai
Perumusan Implikasi Manajerial
Selesai
Gambar 1 Diagram alir penelitian
6
Tahap Analisis Rantai Pasok Deskripsi dan analisis rantai pasok dilakukan dengan identifikasi empat elemen rantai pasok (Van der Vorst 2006). Empat elemen dasar rantai pasok yang saling terkait adalah elemen struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumberdaya rantai pasok (Van der Vorst 2006; Abror 2011). Kerangka analisis manajemen rantai pasok dapat dilihat pada Gambar 2. Anggota Entitas
tinjauan siklus tinjauan dorong/tarik
Struktur Jaringan
Manajmen Rantai
Proses Bisnis Sumber daya rantai
Struktur Manajemen Kesepakatan kontraktual System transaksi Dukungan pemerintah
Fisik Teknologi SDM Permodalan
Gambar 2 Kerangka analisis manajemen rantai pasok Struktur jaringan rantai pasok dijelaskan melalui dua komponen yaitu anggota rantai dan entitas rantai. Melalui identifikasi anggota rantai akan didapatkan aliran komoditas dari hulu sampai hilir serta bentuk kerjasama antar anggota. Menurut Syafi (2009), entitas rantai pasok dijelaskan sebagai elemenelemen di dalam rantai pasok yang menstimulasi terjadinya proses bisnis. Elemenelemen tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder, dan situasi persaingan. Manajemen rantai menjelaskan struktur hubungan dalam rantai pasok, kesepakatan kontraktual yang terjalin, system transaksi yang berlaku, serta dukungan dari pemerintah. Pada proses bisnis, Chopra dan Meindl (2007) menjelaskan bahwa proses-proses dalam rantai pasok dapat diidentifikasi dari sudut pandang tinjauan siklus yang dibagi kedalam beberapa rangkaian siklus dan tinjauan dorong/tarik (push/pull view). Elemen sumber daya rantai digunakan untuk meninjau potensi yang dimliki anggota rantai meliputi aspek sumber daya fisik, teknologi, SDM, dan modal (Syafi 2009). Tahap Pengukuran dan Peningkatan Kinerja Tahapan pengukuran kinerja dilakukan berdasarkan model SCOR versi 11.0. SCOR didasarkan pada lima proses manajemen yang berbeda, yaitu Perencanaan, Sumber pasokan, Produksi, Distribusi dan Pengembalian. Kelima proses tersebut membentuk tingkat atas dari model SCOR. Setiap proses selanjutnya didekomposisi menjadi tingkat yang lebih rendah (Batuhan et al. 2011).
7 Pengembangan hirarki dan pembobotan melalui pendapat pakar dan disintesis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) serta bantuan perangkat lunak ExpertChoice11. Pemilihan metrik kinerja rantai pasok kedelai dilakukan dengan pendekatan AHP. Struktur hirarki pemilihan metrik pengukuran kinerja rantai pasok kedelai terdiri atas level 1 yaitu tipe proses bisnis, level 2 yaitu parameter kinerja, level 3 yaitu atribut kinerja dan level 4 yaitu metrik kinerja . Keempat level hirarki tersebut mengikuti arahan pembaruan model SCOR versi 11.0. Hirarki pembobotan metrik pengukuran rantai pasok kedelai dengan pendekatan SCOR dapat dilihat pada Lampiran 1. Klasifikasi faktor Metrik Kinerja dan Teknik Perhitungan Metrik Kinerja dapat dilihat pada Lampiran 2. Ruang lingkup pengukuran kinerja rantai pasok kedelai pada penelitian ini mencakup proses make pada supplier dan proses make pada industri. Supplier yang dimaksud disini adalah kelompok tani yang memproduksi biji kedelai lokal dan dilanjutkan rantainya pada industri pengolahan kedelai yaitu pengerajin tahu. Ruang lingkup SCOR yang akan dianalisis pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Ruang lingkup SCOR Penilaian terhadap tiap metrik kinerja dilakukan untuk mendapatkan akumulasi perhitungan kinerja. Pendekatan yang digunakan adalah metode Data Envelopment Analysis (DEA). Menurut Setiawan (2009), metode ini merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mengukur kinerja decision making unit sehingga dapat diketahui efisiensi kinerja organisasi dibanding lainnya. Model DEA dapat dilihat pada Gambar 4. 1. Siklus pemenuhan pesanan 2. Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas 3. Daya adaptasi terhadap peningkatan kapasitas 4. Daya adaptasi terhadap penurunan kuantitas 5. Biya total rantai pasok 6. Waktu siklus kas 7. Persediaan harian
Decision Making Unit (DMU)
1. Pemenuhan pesanan sempurna 2. Kinerja pengiriman 3. Kesesuaian dengan standar/mutu
Gambar 4 Model DEA
8
Tahap Pengukuran Produktivitas Tujuh sumber pembangkit limbah hijau yang terdiri atas pemakaian energi, air, material, sampah, transportasi, emisi, dan biodiversitas dikenal dalam green value stream mapping (Wills 2009). Pemetaan pembangkit limbah ini bertujuan untuk menganalisis potensi perbaikan produktivitas. Dampak lingkungan yang diakibatkan ketujuh variabel dijadikan dasar pengukuran produktivitas yang dibandingkan dengan indikator ekonomi. Produktivitas hijau dinilai dalam GPI. Tahapan pengukuran produktivitas hijau dapat dilihat pada Gambar 5. Mulai
Data Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah (Green VSM)
Data Pendapatan dan data biaya produksi
Perhitungan Dampak lingkungan
Perhitungan tingkat produktivitas
Environemntal Impact
Economic Indicator
Perhitungan Indeks produktivitas hijau (GPI)
GPI
Selesai
Gambar 5 Tahapan pengukuran produktivitas hijau 1.
Perhitungan Dampak Lingkungan Perhitungan dampak lingkungan dilakukan dengan penjumlahan bobot indikator Green productivity (GP). Menurut Esty et al. (2005), bobot dan indikator GP telah ditentukan oleh pakar dunia yang terangkum dalam Environmental Sustainability Index (ESI). Tiga variabel lingkungan utama terdiri atas variabel pembangkit limbah gas (GWG), padat (SWG), dan konsumsi air (WC). Pada sektor hulu yang menggunakan lahan sebagai sarana produksi ditambahkan satu variabel yaitu penggunaan lahan (LC) yang berdampak pada biodiversitas (Wills 2009). Penurunan bobot ESI sektor hulu merujuk pada penelitian Marimin et al. (2014) formulasi EI ditunjukkan pada persamaan 1. Perhitungan dampak
9 lingkungan yang ditimbulkan proses hilir dihitung dengan mempertimbangkan tiga variabel lingkungan (GWG, SWG, dan WC). Penurunan bobot ESI sektor hilir merujuk pada penelitian Gandhi et al. (2006) dan Darmawan et al. (2012) yang ditunjukkan pada persamaan 2. EI = 0.375GWG + 0.25WC + 0.125SWG + 0.25LC… (1) EI = 0.17SWG + 0.5GWG + 0.33WC…………………. (2) Keterangan : EI = Dampak lingkungan GWG = Variabel pembangkit limbah gas (kg CO2 eq /basis) SWG = Variabel pembangkit limbah padat (kg/basis) WC = Konsumsi air (kg/basis) LC = Penggunaan lahan (ha/basis) 2.
Perhitungan Indikator Ekonomi dan Indeks GPI Indikator ekonomi pada sektor hulu merupakan perbandingan perolehan pendapatan satu ton produk kedelai dengan biaya produksinya. Sedangkan indikator ekonomi sektor hilir merupakan perbandingan perolehan pendapatan per 100 kg basis produksi kedelai dengan biaya pembuatan tahu. GPI didefinisikan sebagai rasio perbandingan tingkat produktivitas (indikator ekonomi) unit usaha dengan dampak lingkungan atau Environmental Impact (EI) yang dihasilkan dari proses budidaya dan pasca panen kedelai. Produktivitas hijau untuk rantai pasok kedelai pada tahap current state dapat dihitung dari perolehan kedua variabel GPI tersebut. Hur et al. (2004) merumuskan GPI yang ditunjukkan pada persamaan 3. GPI = Productivity/Environmental Impact…………… (3) Tahap Peningkatan Produktivitas Setelah diketahui kondisi awal produktivitas hijau, dilakukan tahapan peningkatan produktivitas dengan pendekatan GP. Strategi peningkatan produktivitas dan alternatifnya ditentukan berdasarkan pendapat ahli yang disusun sebagai struktur proses hirarki analitik (AHP). Penyusunan model AHP dan pembobotan dilakukan oleh pakar yang terdiri atas pakar budidaya kedelai dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten, Primkopti Serang, Banten, pakar Dinas Pertanian Provinsi Banten, pelaku usaha IKM tahu, dan ketua kelompok tani kedelai. Berdasarkan bobot strategi alternatif tertinggi kemudian disusun beberapa alternatif strategi khusus. Masing-masing alternatif strategi perbaikan kemudian dihitung perubahan nilai indeks GP yang diberikan. Skema tahapan peningkatan produktivitas pada penelitian ini ditunjukkan pada Lampiran 3. Perancangan Aplikasi Pendukung Analisis Sistem penunjang keputusan ini dibuat untuk membantu pemangku kebijakan khususnya pemerintah melalui dinas dan departemen terkait dalam proses pengambilan keputusan strategis di dalam manajemen rantai pasok. Perancangan perangkat lunak ini mengintegrasikan input dinamis dari pengguna, pendapat pakar yang telah dihimpun, dan formulasi matemtika sehingga memudahkan pengguna
10 untuk meninjau kondisi sistem dan melakukan pengambilan keputusan secara lebih cepat. Rancangan konfigurasi sistem mulai dari perngkat lunak antarmuka terdiri dari sistem manajemen dialog, sistem pengolahan terpusat, Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) dan Sistem Manajemen Basis Model (SMBM). SMBM akan menyediakan perhitungan dan pembandingan hasil perhitungan berdasarkan strategi untuk kemudian pengguna dapat memilih strategi yang terbaik dan viabel untuk dilterapkan. Konfigurasi sistem pendukung analisis dapat dilihat pada Gambar 6. Sistem Manajemen Basis Data
Sistem Manajemen Basis Model
Data nilai atribut kinerja Data tujuh sumber pembangkit limbah Data penilaian pakar Data perhitungan kinerja Data perhitungan produktivitas hijau Data hasil perbandingan strategi Data hasil penilaian pakar
Model perhitungan kinerja Model identifikasi tujuh sumber pembangkit limbah Model penilaian pakar Model simulasi alternatif
Sistem Pengolahan Terpusat Sistem Manajemen Dialog
Pengguna Gambar 6 Konfigurasi sistem pendukung analisis
Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan pengumpulan informasi rantai pasok kedelai sektor hulu dilakukan di lahan tanam kedelai Kecamatan Cikeusal, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) serta Dinas Pertanian Pemprov Banten. Sementara itu, kegiatan pengumpulan informasi mengenai rantai pasok hilir industri kedelai dilakukan di pengrajin tahu Kecamatan Kramatwatu, Perum Bulog, Primkopti Serang dan Bogor, serta Disperindag Pemprov Banten. Adapun tempat pengolahan data dan penyusunan laporan penelitian dilakukan di lingkungan kampus Dramaga, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan mulai Februari sampai Juni 2015.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Rantai Pasok Kedelai Struktur Rantai Pasok Struktur rantai pasok kedelai memiliki dua anggota utama yang menjadi pusat aktivitas rantai pasok. Kelompok tani sebagai anggota utama pemroduksi biji kedelai menjadi pusat kegiatan rantai pasok dari sektor hulu. Industri kecil dan menengah (IKM) pada sektor hilir, dalam hal ini adalah IKM produk tahu, sebagai salah satu anggota utama yang memberikan nilai tambah pada biji kedelai. Kelompok tani didukung pemerintah atau secara swadaya menyediakan kebutuhan produksinya dengan melakukan pengadaan alat dan mesin pertanian serta bibit unggul yang berhubungan langsung dengan anggota rantai pasok lainnya. Hasil biji kedelai yang diproduksi petani langsung didistribusikan oleh kelompok tani itu sendiri kepada IKM yang melakukan permintaan. Sementara itu, persaingan terjadi antara sumber penyediaan kedelai dari koperasi yang berasal dari importir kedelai dengan kedelai lokal yang langsung dijual oleh petani kepada IKM. Rantai Pasok Kedelai yang teridentifikasi di Provinsi Banten secara umum dapat dilihat pada Gambar 7. 7 6
8 11 4
1 3
4
3
9
12
10
2 4
11 13
5 Keterangan 1. Suplier pupuk 2. Supplier pestisida 3. Kelompok tani 4. Petani 5. Sertifikasi benih 6. Koperasi penyedia peralatan
7. Importir kedelai 8. Primkopti 9. Pengerajin tahu 10. Pasar 11. Retailer 12. Konsumen 13. Lingkup Penelitian
Gambar 7 Mekanisme rantai pasok kedelai
12 Anggota Rantai Pasok Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, konfigurasi rantai pasok kedelai melibatkan berbagai macam pihak dengan peranan yang berbeda sesuai dengan perspektif masing-masing anggota. Sektor hulu dan hilir sebagai dua perspektif tinjauan rantai pasok menampilkan peranan ganda pada setiap anggota rantai pasoknya. Berikut ini adalah rincian peranan anggota rantai pasok kedelai: 1. Pemasok Sektor hulu berpusat pada kelompk tani yang memiliki hubungan dengan para pemasok pupuk, pestisida, serta peralatan tani. Bibit kedelai yang diproduksi oleh kelompok tani terlebih dahulu harus disertifikasi oleh badan sertifikasi bibit untuk dapat digunakan. Kelompok tani berperan sebagai pemasok kedelai kepada industri tahu ketika persepektif utama ada di sektor hilir rantai kedelai. Primer koperasi tahu-tempe (Primkopti) pada perspektif sektor hulu berperan sebagai penyalur kedelai impor yang didapat dari importir pihak ketiga. Kedelai impor tersebut disalurkan kepada indusri tahu dan tempe yang menjadi anggota primkopti. 2. Produsen Kelompok tani berperan sebagai produsen kedelai, sementara itu industri tahu mengonversi kedelai menjadi produk tahu. Kelompok tani memproduksi kedelai biji kering yang telah melalui proses pasca panen. Pusat kegiatan rantai pasok kedelai terletak pada dua unit produksi ini. 3. Distributor Kelompok tani berperan sebagai distributor hasil produksinya sendiri kepada IKM-IKM yang membutuhkan kedelai khususnya IKM tahu. Industri tahu juga berperan sebagai distributor produknya ke pasar. 4. Ritel dan Konsumen Produk biji kering tidak memiliki pedagang ritel, sementara itu produk tahu dijual di pasar dan pedagang eceran lainnya yang langsung menyentuh konsumen. Konsumen kedelai lokal hasil produksi kelompok tani adalah industri tahu dan sedikit industri sari kedelai, termasuk kecap. Konsumen tahu adalah rumah tangga, pedagang makanan atau rumah makan. Entitas Rantai Pasok 1. Produk Dua produk utama yang dibahas pada penelitian ini adalah biji kedelai kering dan produk tahu putih. Kedelai lokal memiliki kenggulan yang sangat baik dibandingkan dengan kedelai impor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menyatakan bahwa varietas kedelai lokal galur harapan memiliki kadar protein sebesar 40-44% bobot kering (bk) sementara kedelai impor hanya memiliki kadar protein 35-37% bk. Perbandingan karakteristik biji kedelai varietas yang digunakan oleh kelompok tani Sukatani 1 dengan kedelai impor dapat dilihat pada Tabel 1 dan standar mutu biji kedelai disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 Perbandingan karakteristik biji kedelai lokal dan impor Varietas/galur Anjasmoro Kedelai impor
Warna kulit biji Kuning Kuning
Bobot 100 biji (gram) 14.8-15.3 15.8-16.8
Kadar air (%) 11.0 12.1
Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008)
Protein (% bk) 41.8-42.1 35.0-36.8
Lemak (% bk) 17.2-18.6 21.4-21.7
13
Tabel 2 Spesifikasi persyaratan mutu biji kedelai Jenis uji
Satuan
Kadar air Butir belah Butir rusak Butir warna lain Kotoran Butiran keriput
% % % % % %
I Maks. 13 Maks. 1 Maks. 1 Maks. 1 Maks. 0 Maks. 0
Persyaratan umum II III Maks. 14 Maks. 14 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 2 Maks. 3 Maks. 3 Maks. 5 Maks. 1 Maks. 2 Maks. 1 Maks. 3
IV Maks. 16 Maks. 5 Maks. 5 Maks. 10 Maks. 3 Maks. 5
Sumber: BSN 1995 (SNI 01-3922-1995)
Menurut Raharja et al. (2012), kedelai yang diperlukan untuk produksi tahu adalah kedelai dengan kadar protein tinggi dengan kadar lemak rendah. Kedelai lokal memenuhi kriteria tersebut. Disamping itu, ukuran biji kedelai lokal yang kecil mempermudah ekstraksi karena luas permukaannya lebih besar sehingga rendemen tahu yang dihasilkan lebih besar. Kedelai yang digunakan untuk membuat tahu adalah kedelai impor dengan campuran kedelai lokal apabila tersedia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) mengatakan bahwa pengerajin tempe dan tahu cenderung memilih kedelai impor karena ketersediaan pasokan bahan bakunya terjamin. Tahu yang diproduksi oleh IKM Kramatwatu adalah jenis tahu putih. Tahu putih atau tahu cina memiliki tekstur yang padat. Dalam pembuatannya digunakan biang (kalsium sulfat) sebagai bahan penggumpal protein sari kedelai. Tahu yang diproduksi oleh IKM kramatwatu masih menggunakan kedelai impor karena ketersediaan kedelai lokal yang tidak kontinyu. 2. Pasar Permintaan kedelai di Indonesia setiap tahun meningkat 12.89 ton per tahun (Bappenas 2013). Peluang penerimaan hasil produksi kedelai petani juga sangat besar apabila hasil produksi tersebut dikelola dan didistribusikan dengan baik. Keseluruhan hasil produksi kedelai terserap oleh industri kecil dengan distribusi atau penjualan langsung sehingga petani tidak terlindungi. Sementara itu, di sektor hilir, produksi tahu juga terus meningkat bahkan pada waktu-waktu tertentu permintaan produk tahu di pasaran dapat melonjak hingga dua kali lipat. Pasar tahu tradisional memiliki konsumen tetap dari rumah tangga maupun pengusaha rumah makan. IKM tahu kramatwatu juga memiliki outlet penjualan tahu yang dikelola sendiri selain mendistribusikannya langsung ke pasar tradisional dan retail. 3. Stakeholder Pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok kedelai baik di sektor hulu maupun hilir termasuk ke dalam anggota rantai pasok baik secara langsung maupun tidak. Kelompok tani Sukatani 1 yang menaungi 25 anggota petani memiliki seorang ketua yang berperan untuk mengorganisasikan kelompoknya. Pengadaanpengadaan bahan baku dan alat-alat pertanian dilakukan secara swadaya. Pengolahan pasca panen dan distribusi dari hasil tani dilakukan secara mandiri. Dinas Pertanian bidang tanaman pangan sebenarnya juga memiliki program untuk meningkatkan produktivitas petani kedelai salah satunya adalah bantuan pengadaan bahan dan alat pertanian, namun lebih diterapkan pada lahan produksi kedelai
14 utama dan bukan lahan peralihan. Balai sertifikasi benih berperan untuk menguji bibit kedelai yang ditangkarkan petani untuk dapat digunakan secara massal. Beberapa bibit varietas unggul juga telah diturunkan kepada petani melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Dinas Pertanian. Stakeholder yang berperan pada sektor hilir adalah industri IKM tahu sebagai unit produksi dengan pasokan kedelai utama dari Primkopti. Kedelai tersebut berasal dari Benua Amerika yang diimpor oleh Primkopti dan importir pihak ketiga yang berpusat di Jakarta. Distribusi kedelai langsung dilakukan ke cabang primkopti dan dari primkopti ke anggota koperasi. 4. Situasi Persaingan Menurut Bappenas (2013), setelah harga kedelai sempat melambung terlalu tinggi karena kekurangan pasokan, pada bulan Oktober 2013 Menteri Keuangan mengambil kebijakan menghapus hambatan masuk (entry barriers) dan penghapusan kuota impor yang tertuang dalam Permenkeu No. 133/PMK.011/2013. Sementara untuk mencegah jatuhnya harga kedelai lokal sekaligus mendorong petani untuk tertarik menanam kedelai, diterbitkanlah Permendag No:59/MDAG/PER/9/2013, yang menetapkan harga pembelian kedelai sebesar Rp 7 400/kg. Keberadaan kedelai impor yang bebas masuk ke Indonesia memiliki dampak menekan pada petani kedelai. Pendeknya rantai pasok kedelai impor dibandingkan kedelai lokal juga menjadi sebab sulitnya kedelai lokal menembus pasar kedelai. Perbedaan rantai pasok kedelai lokal dan impor dapat dilihat pada Gambar 8. Konsumen tahu/tempe Perajin tahu/tempe
Konsumen kedelai Pengecer
Pedagang besar antar daerah
Pedagang besar lokal Primkopti Bulog
Pedagang pengumpul Petani (a) Perajin tahu/tempe KOPTI
Impor Bulog
Pedagang besar Importir swasta (b) Gambar 8 Perbedaan rantai pasok kedelai lokal (a) dan impor (b) (Bappenas 2013)
15 Peta persaingan produk tahu putih tradisional adalah persaingan kawasan. Terdapat lebih dari 25 IKM sejenis yang menargetkan pasar di wilayah yang sama yaitu pasar Kramatwatu dan Cilegon. Konsumen tahu bebas memilih produk dari pabrik manapun. Pada aspek pesaing baru, menurut Tandian dan Praptiningsih (2013) menjelaskan bahwa tidak ada barriers of entry baik dari pemerintah maupun dari asosiasi usaha. Pasar tahu tradisonal masih tetap kuat meskipun tahu-tahu kualitas tinggi mulai tersedia di pasar modern. Proses Bisnis Abror (2011) menyatakan bahwa proses tarik diawali karena adanya pesanan konsumem, sedangkan proses dorong dilaksanakan sebagai antisipasi pesanan konsumen. Chopra dan Meindl (2007) menerangkan bahwa proses dorong (push) berlangsung pada kondisi yang tidak pasti dengan menawarkan hasil produksi kepada konsumen, sedangkan proses tarik dilakuan untuk merespon permintaan konsumen. Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai dijelaskan pada Gambar 9. Kelompok tani melakukan penawaran langsung kepada industri tahu untuk menjual biji kedelai kering mereka. Apabila terjadi kesepakatan terkait jumlah dan kualitas kedelai maka dilanjutkan ke proses pembelian. Di sektor hilir, tahu yang telah diproduksi ditawarkan kepada pedagang besar di beberapa pasar sekitar pabrik. Terdapat pula mitra-mitra pedagang yang telah memiliki kerjasama dengn pabrik untuk melakukan pengadan tahu secara rutin. Pada ingkat ritel, pull atau permintaan dilakukan dengan mekanisme pembelian langsung di pasar tradisional. Selanjutnya ritel atau pedagang eceran melakukan penawaran atau push kepada konsumen. Siklus procurement
Kelompok tani
Siklus manufacturing
Siklus order push Siklus procurement
Industri tahu push
pull
Siklus customer order
Siklus manufacturing
Siklus procurement
Pedagang (pasar)
Siklus customer order
pull
Siklus procurement
Ritel push Konsumen
Siklus customer order order
Gambar 9 Tinjauan siklus dan push/pull pada rantai pasok kedelai
16
Struktur Manajemen menerangkan aspek tindakan pada setiap tingkatan manajemen di dalam rantai pasokan (Syafi 2009). Di dalam rantai pasok kedelai unit kelompok tani sebagai produsen sekaligus supplier kedelai kepada unit sektor hilir yaitu industri tahu. IKM tahu berperan sebagai unit perantara yang menghubungkan petani kedelai dengan pasar melalui konversi produk dan pemberian nilai tambah. Kegiatan manajemen yang dilakukan oleh unit sektor hulu dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan unit sektor hilir dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 3 Profil kontrol unit sektor hulu (kelompok tani) Kepemilikan penuh Input suplai pertanian Produksi pertanian Transportasi masuk Gudang Transportasi keluar Ritel/agen
Kepemilikan sebagian
Kontrak jangka panjang
Aliansi
Hubungan transaksi
√
√
√ √
√
√
√ √ √
Kesepakatan kontraktual dibuat untuk menjalin kerjasama jangka panjang antar anggota rantai. Belum ada kesepakatan kontraktual yang dibuat oleh kelompok tani dengan anggota rantai pasok lain. Kelompok tani hanya memiliki kesepakatan jual beli dan bantuan bibit unggul dari pemerintah, sedangkan terkait pengadaan sumber daya produksi dilakukan secara mandiri. Di sektor hilir, kesepakatan kontraktual juga tidak terjadi pada industri tahu, hanya saja terjalin kerjasama yang bersifat kooperatif kenggotaan oleh Primkopti kepada IKM. Sementara itu, kesepakatan kontraktual terjadi pada tingkat yang lebih tinggi, yaitu antara importir pihak ketiga dengan KOPTI pusat yang menyediakan kebutuhan kedelai impor. Tabel 4 Profil kontrol unit sektor hilir (IKM tahu) Kepemilikan penuh Input suplai Produksi Transportasi masuk Gudang Transportasi keluar Ritel/agen
Kepemilikan sebagian
Kontrak jangka panjang
Aliansi
Hubungan transaksi
√
√
√ √ √ √ √
√
17
Sistem transaksi yang terjadi di setiap unit rantai pasok kedelai cukup sederhana. Pada unit sekor hulu, transaksi terjadi secara cash and carry atau dengan cara membayar langsung untuk mendapatkan kedelai. Cara pembayaran seringkali dilakukan secara bertahap oleh industri yang membeli kedelai dari kelompok tani dalam jangka waktu tertentu. Cara transaksi yang berbeda terjadi apabila IKM membeli bahan baku kedelai dari Primkopti. Keanggotaan IKM pada Primkopti membuat sistem pembayaran juga lebih mudah dan kepastian ketersediaan barang lebih terjamin. Pembayaran dari pedagang pasar dan retailer kepada IKM tahu dilakukan secara cash untuk mendapatkan produk tahu setiap harinya. Dinas Pertanian dan balai penelitian sebagai instansi pemerintah yang menjalankan mandat terkait kelangsungan pertanian daerah memberikan berbagai macam dukungan kebijakan. Mulai dari pengadaan bibit, bantuan pupuk dan pestisida, alat dan mesin pertanian, serta pelatihan kepada petani. Di sektor hilir, kebijakan pemerintah melalu peraturan menteri perdagangan memberikan jaminan ketersediaan biji kedelai kering untuk mencukupi kebutuhan nasional yang belum terpenuhi yaitu dengan membebaskan bea masuk impor kedelai. Sumber Daya Rantai Pasok 1. Fisik Sumber daya fisik rantai pasok kedelai di Provinsi Banten secara keseluruhan meliputi lahan pertanian, infrastruktur jalan, jembatan, sarana dan prasarana transportasi, pasar tradisional serta kawasan industri. Lahan pertanian yang digunakan untuk produksi kedelai di Provinsi Banten tercatat menurun. Luas panen dari 7.93 ribu hektar di tahun 2013 menjadi 4.82 ribu hektar pada 2014 atau menurun sebesar 39.27 persen (BPS 2015). Menyusutnya luas panen kedelai diketahui akibat adanya peralihan komoditas dari kedelai ke komoditas lain terutama jagung oleh petani. Bappenas (2013) menyatakan bahwa terjadinya persaingan antara jagung dan kedelai di lahan sawah, sementara areal tanam kedelai sering kali kalah saing dengan komoditas jagung sebagai pilihan rotasi tanaman di lahan sawah oleh petani. Lahan di Kabupaten Serang yang digunakan untuk bercocok tanam kedelai sebagian lahannya merupakan tipe tadah hujan. Infrastruktur seperti bendungan dan irigasi belum tersedia. Hal tersebut mempengaruhi produktivitas lahan tanam, khususnya tanaman kedelai yang membutuhkan cukup air. Infrasturktur lain juga belum terpenuhi secara baik utuk menunjang kinerja dan produktivitas rantai pasok kedelai. Akses dari lahan pertanian ke lokasi niaga rata-rata cukup jauh dengan kondisi infrastruktur jalan yang kurang baik. Pada tataran pemerintahan Provinsi Banten, berdasarkan RPJMD 2012-2017 (Bappeda 2012) dicanangkan pengoptimalan pengembangan kawasan Agropolitan di wilayah Kabupaten Serang. Selain itu, prioritas pembangunan pertanian belum terlihat dalam RPJMD Banten yang masih akan berlaku hingga 2017. Sementara itu, revitalisasi pasar-pasar tradisional banten masuk ke dalam isu strategis Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Pembangunan infrastruktur seperti bendungan serta jalan bebas hambatan dan revitalisasi beberapa ruas jalan menjadi potensi untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas rantai pasok.
18 2.
Teknologi Penerapan teknologi pengolahan tanah, penanaman, perawatan tanaman, pencegahan gulma dan hama, serta pemuliaan bibit sangat penting untuk menjamin keberhasilan panen kedelai. Penyaluran teknologi budidaya kedelai tersebut dilakukan oleh Dinas Pertanian melalui program kerjanya. BPTP sebagai lembaga riset juga terus mengembangkan tekonologi agronomi serta sosial ekonomi untuk perbaikan komoditas kedelai. Namun tidak semua petani di Provinsi Banten menerapkan teknologi tersebut. Pengetahuan petani yang tidak merata menjadi kendala untuk meningkatkan produktivitas kedelai secara serentak. Secara bertahap, penyuluhan dan penyaluran bantuan teknologi tetap dilakukan. Sektor hilir rantai pasok kedelai membutuhkan penerapan teknologi produksi tahu modern dengan memperhatikan aspek lingkungan. Keberadaan industri kecil yang berproduksi secara sendiri-sendiri mengakibatkan pengawasan dan penerapan produksi berseih terkendala. Sumber Daya Manusia 3. Sumber daya tani baik yang hanya sebagai buruh tani maupun petani pemilik lahan berhimpun dalam kelompok-kelompok tani. Kelompok tani Sukatani 1 memiliki anggota 25 orang dengan lahan yang dimiliki kelompok tersebut sebesar 20 ha. Pengembangan sumber daya manusia yang terlibat dalam agribisnis kedelai khususnya petani perlu dilakukan. Penyuluhan serta kerjasama antara pemerintah dengan petani untuk menciptakan tata niaga kedelai yang lebih baik akan menarik minat para petani untuk menanam kedelai. Pelatihan dan pembentukan role model usaha produksi tahu yang terintegrasi secara kawasan dapat mengembangkan produksi dan kualitas tahu. Primkopti juga sebagai paguyuban pengusaha tahu dan tempe memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada karyawan dan juga pemilik usaha untuk perlahan lahan memperbaiki proses produksi dan memperbaiki kualitas tahu hingga pengolahan limbah. 4. Modal Tingkat pembiayaan modal usaha produksi kedelai cukup besar. Kelompok tani yang tidak memiliki kerjasama dengan pemerintah atau lembaga riset harus memenuhi modal awal secara swadaya. Pembiayaan melalui pinjaman modal dari bank masih cukup sulit diterima oleh petani ditinjau dari aspek kelayakan usaha dan kelayakan aspek keuangan kelompok tani. Kemandirian modal tani secara berkelompok ataupun melalui pembiayaan koperasi tani lebih dipilih daripada pembiayaan modal atau kredit dari bank. Pengembangan usaha tahu melalui peningkatan modal untuk pabrik masih belum banyak dilakukan oleh pemilik usaha. Pengusaha masih enggan mengembangkan pabriknya baik melalui kredit bank atau dengan modal pribadi. Kondisi margin keuntungan dengan biaya produksi yang tidak besar adalah salah satu alasannya. Bantuan serta pengkondisian oleh pemerintah terkait Industri kecil dan menengah perlu dilakukan untuk mengembangkan usaha tersebut. Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Kedelai Proses make dilakukan oleh anggota kelompok tani di sektor hulu dan para petani anggotanya, sedangkan di sektor hilir dilakukan oleh industri tahu. Fokus pengukuran dilakukan terhadap dua jenis proses make tersebut. Khusus pada sektor hulu yang merupakan proses budidaya kedelai tidak dihitung agilitas rantai pasok
19 dan tidak memiliki persediaan harian untuk memasok karena proses make budidaya yang tergolong lama dan musiman. Data benchmark diperoleh berdasarkan target yang diharapkan oleh unit usaha untuk menghasilkan kinerja antar anggota rantai pasok terbaik. Bobot Struktur SCOR-AHP yang berhasil disintesis dari pakar dapat dilihat pada Gambar 10. Pengukuran kinerja rantai pasok kedelai dengan pendekatan SCOR ® (1.000)
Tujuan (goal)
LeveI I : Proses Bisnis
Level II : Kriteria Kinerja
Level III : Atribut Kinerja
Perencanaan (0.237)
Nilai tambah (0.216)
Reliabilitas (0.340)
Pemenuhan pesanan sempurna (0.550) Level IV: Metrik kinerja
Pengadaan (0.267)
Kinerja pengiriman (0.130)
Kesesuaian dengan standar/mutu (0.321)
Pengolahan (0.249)
Distribusi (0.247)
Kualitas (0.522)
Responsivitas (0.136)
Waktu siklus pemenuhan pesanan (1.000)
Agilitas (0.130)
Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas (0.614)
Resiko (0.262)
Biaya (0.267)
Total biaya rantai pasok (1.000)
Daya adaptasi SC terhadap peningkatan kapasitas (0.230)
Aset (0.127)
Waktu siklus kas (0.768)
Persedia an harian (0.232)
Daya adaptasi SC terhadap penurunan kapasitas (0.156)
Gambar 10 Bobot struktur SCOR-AHP Kelima atribut kinerja yang diturunkan menjadi metrik kinerja telah dinilai secara kualitatif oleh para pakar dengan nilai inconsistency ratio sebesar 0.02 sehigga termasuk konsisten. Nilai bobot atribut kinerja tertinggi yaitu atribut reliabilitas atau kepercayaan disusul atribut biaya rantai pasok. Masing-masing atribut didekomposisi menjadi metrik kinerja yang menjadi variabel penilaian kinerja yang selanjutnya akan dikalkulasikan dengan bobot struktur AHP untuk mendapatkan nilai kinerja. Hasil pengukuran kinerja melalui sintesis reference comparison dengan benchmark terhadap nilai variabel DEA dan penggunaan bobot AHP dari model SCOR didapatkan nilai kinerja untuk sektor hulu dan hilir berturut turut sebesar 69.75 dan 88.50.
20 Nilai kinerja yang didapatkan tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kinerja dengan skala 0 sampai 100. Pembandingan dengan standar kinerja dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian kinerja. Klasifikasi nilai standar kinerja menurut Monczka et al. (2011) dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai kinerja unit sektor hulu dengan nilai 69.75 tergolong dalam kategori sangat kurang, sedangkan nilai kinerja unit sektor hilir tergolong dalam kategori sedang. Rincian perhitungan kinerja dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Tabel 5 Klasifikasi nilai standar kinerja Nilai Kinerja Kriteria 95-100 Sangat Baik (Excellent) 90-94 Baik (Above Average) 80-89 Sedang (Average) 70-79 Kurang (Below Average) 60-79 Sangat Kurang (Poor) <60 Buruk (Unacceptable) Sumber: Monczka et al. (2011)
Tabel 6 Rincian perhitungan kinerja sektor hulu Atribut Kinerja (Level V) Siklus Pemenuhan Pesanan (hari) Biya total rantai pasok (Juta Rupiah) Waktu siklus kas (hari) Pemenuhan pesanan sempurna (%) Kinerja pengiriman (%) Kesesuaian dengan standar/mutu (%) Total
Bobot AHP
Perbandingan Aktual Benchmark
%
Level IV
0.136
111
79
71.17
11.51
0.267
59
50
84.75
26.91
0.098
116
81
69.83
8.10
0.187
50
100
50.00
11.12
0.044
70
100
70.00
3.68
0.109
65
100
65.00
8.44
0.841 =100%
Nilai Kinerja
69.75
Melalui sintesis nilai variabel dengan metode DEA juga akan diperoleh persentase peluang perbaikan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja. Nilai potential improvement tersebut dapat dijadikan acuan urgensi perbaikan kinerja rantai pasok dimana selisih terbesarnya menunjukkan perbedaan yang besar pula dari nilai benchmark yang ditetapkan. Data nilai unit beserta targetnya dan nilai potential improvement tiap variabel dapat dilihat pada Tabel 8.
21 Tabel 7 Rincian perhitungan kinerja sektor hilir Atribut Kinerja (Level V) Siklus Pemenuhan Pesanan (hari) Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas (hari) Daya adaptasi terhadap peningkatan kapasitas (%) Daya adaptasi terhadap penurunan kuantitas (%) Biya total rantai (Juta Rp) Waktu siklus kas (hari) Persediaan harian untuk memasok (%) Pemenuhan pesanan sempurna (%) Kinerja pengiriman (%) Kesesuaian dengan standar/mutu (%) Total
Perbandingan Aktual Benchmark
Bobot AHP
%
Level IV
0.136
1
1
100
13.60
0.080
2
1
50
4.00
0.030
100
100
100
3.00
0.020
50
50
100
2.03
0.267 0.098
1.05 7
1 4
95.24 57.14
25.43 5.57
0.029
0.75
0.5
66.67
1.96
0.187
100
100
100
18.70
0.044
75
100
75
3.32
0.109
100
100
100
10.91
1.000
Nilai Kinerja
88.50
Tabel 8 Data nilai unit, target, dan potential improvement Varibel
KT1)
Unit Sektor Hulu Target PI2) (%)
OUTPUT
INPUT
Siklus Pemenuhan Pesanan 111 (hari) Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas (hari) Daya adaptasi terhadap peningkatan kapasitas (%) Daya adaptasi terhadap penurunan kuantitas (%) Biya total rantai pasok (Juta 59 Rupiah) Waktu siklus kas (hari) 116 Persediaan harian untuk memasok (%) Pemenuhan pesanan 50 sempurna Kinerja pengiriman (%) 70 Kesesuaian dengan 65 standar/mutu (%) Keterangan: 1) 2) Kelompok Tani Potential Improvement (+)peningkatan (-) penurunan
79
-50
IKM
Unit Sektor Hilir Target PI2) (%)
1
1
0
-
-
2
1
-50
-
-
100
100
0
-
-
50
50
0
50
-40
1.05
1.00
-4
81
-51
7
4
-42
-
-
0.75
0.5
-33
100
40
100
100
0
100
0
75
100
33
100
7
100
100
0
22 Strategi Perbaikan Kinerja Rantai Pasok Kedelai Unit Sektor Hulu Hasil potential improvement (PI) yang disintesis menggunakan DEA dijadikan sebagai acuan perbaikan kinerja. Tingkat kepentingan antar strategi berikut dilihat dari peringkat bobot AHP. Rincian bobot AHP strategi peningkatan kinerja sektor hulu dapat dilihat pada Lampiran 4. Unit sektor hulu atau kelompok tani memiliki kelemahan pada beberapa variabel kinerja berikut peningkatan kinerja yang dapat dilakukan untuk perbaikan: 1. Siklus pemenuhan pesanan dan waktu siklus kas Umumnya selama 75 hari setelah tanam kedelai dapat dipanen. Namun biasanya petani menunggu sampai masa panen maksimum yaitu 90 hari. Lamanya kedelai dari petani sampai kepada konsumen atau dalam hal ini adalah produsen tahu mencapai waktu 9-11 hari. Kedelai disimpan di gudang kelompok tani selama waktu distribusi secara bertahap selesai dilakukan. Sementara itu, pembayaran yang dilakukan oleh konsumen kedelai bisa berlangsung selama 3 sampai 5 hari setelah kedelai tiba karena pembayaran dapat dilakukan secara berangsur-angsur. Peningkatan kinerja kelompok tani pada variabel kinerja ini dapat diatasi oleh peran Bulog untuk membeli kedelai dari kelompok tani dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) komoditi kedelai sebesar Rp7 400/kg. Distribusi kedelai lokal menjadi lebih terkendali oleh Bulog ke konsumen-konsumen kedelai seperti industri tahu dan kecap. Kelompok tani juga sangat diuntungkan dengan pembelian langsung oleh Bulog, karena akan menghemat biaya transportasi serta harga yang ditawarkan juga lebih tinggi daripada harga kedelai lokal pasaran. 2.
Kesesuaian dengan standar mutu Kedelai yang dihasilkan oleh kelompok tani biasanya berbiji kecil namun dengan kadar protein tinggi. Kondisi tersebut membuat kedelai lokal tidak mampu memenuhi standar kedelai yang ditetapkan pengusaha tempe yakni ukuran biji kedelai yang besar, namun sangat memenuhi standar mutu produksi tahu sehingga terjadi peningkatan rendemen dibandingkan dengan penggunaan kedelai impor karena kadar protein kedelai lokal yang tinggi. Peluang perbaikan distribusi dapat dilakukan oleh kelompok tani secara langsung atau melalui Bulog dan Primer koperasi tahu dan tempe (Primkopti) untuk bekerjasama mendistribusikan hasil kedelai petani kepada pengerajin tahu. Hal tersebut memicu peningkatan kinerja pengiriman serta persentase pemenuhan standar mutu. Selain itu diperlukan penyediaan alat pasca panen yang memadai agar kedelai dapat dipertahankan kualitasnya hingga sampai ke konsumen. Unit Sektor Hilir Peluang peningkatan kinerja unit sektor hilir dapat ditinjau berdasarkan potential improvement (PI). Kelemahan IKM tahu terletak pada beberapa atribut kinerja. Strategi pebaikan kinerja sektor hilir disusun menggunakan struktur AHP. Berdasarkan pendapat pakar, peringkat tingkat kepentingan strategi perbaikan kinerja sektor hilir ini tersusun dalam struktur AHP sektor hilir (Lampiran 5). IKM tahu biasanya mengalami peningkatan permintaan produk tahu pada bulan-bulan tertentu. Lama waktu adaptasi peningkatan produksi tersebut rata-rata selama 2 hari setelah permintaan diketahui meningkat. Hal itu disebabkan oleh
23 pengadaan bahan baku dan juga tenaga pengerajin tambahan yang sulit untuk didapat dalam waktu singkat. Kerjasama dengan Primkopti provinsi sebagai penyedia bahan baku kedelai utama harus ditingkatkan. Prediksi peningkatan permintaan perlu dilakukan secara berkala untuk mengantisipasi kurangnya pasokan kedelai pada saat itu. Selain itu, kerjasama yang kuat harus dibina dengan pedagang pasar dan retailer sehingga pembayaran secara langsung dapat dilakukan untuk memperpendek waktu siklus kas. Produksi tahu juga harus dilebihkan untuk meningkatkan persediaan bila terjadi permintaan tambahan secara mendadak. Pengukuran Produktivitas Hijau Analisis tujuh sumber pembangkit limbah dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aliran material hijau. Secara umum, sektor hulu dapat digolongkan menjadi tujuh proses kegiatan yang terdiri dari penolahan lahan, penanaman kedelai, perawatan awal, perawatan lanjut, pemanenan, pascapanen, dan distribusi. Klasifikasi kegiatan sektor hilir dibagi menjadi perendaman, penggilingan, pemasakan, penyaringan, pencetakan, dan distribusi. Analisis Tujuh Sumber Pembangkit Limbah Analisis tujuh sumber pembangkit limbah dilakukan untuk mengidentifikasi dan memetakan aliran material hijau. Melalui pemetaan ini, maka didapatkan data sumber material yang berpotensi sebagai sumber pembangkit limbah, yang kemudian dijadikan dasar pengukuran produktivitas, setelah didapatkan nilai dampak lingkungan (Environmental Impact) dan indikator ekonomi (Economic Indicator). Hasil analisis tujuh sumber pembangkit limbah untuk sektor hulu dapat dilihat pada Tabel 9 dan sektor hilir pada Tabel 10. Perhitungan total ketujuh jenis limbah tersebut disesuaikan dengan keadaan di lapangan dan data sekunder pendukung. Tabel 9 Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hulu (budidaya kedelai) Budidaya Kedelai Perawatan Awal kedelai
Pemanenan kedelai
Pasca panen
Distribusi
2 028 0 0 4 000 1
0 0 0 900 0
0 160 0 0 0
0 10 0 40 0
840 0 4 286.65 0 0
0 0 1 163.3 0 7
0 0 0 0 80
2 868 170 5 450 4 940 88
4 809.89
0
0
0
1 043.72
1 540
14 949
2 2342.6
0
0
0
0
0
0
0
0
Perawatan lanjut
Penanaman Kedelai
Energi (kWh) Air (m3) Sampah (kg) Material (kg) Transportasi (km) Emisi (kg CO2 Eq) Biodiversitas (ha)
Pengolahan lahan
Jenis Limbah
total
Jenis limbah Energi dengan satuan kWh didapatkan dari penggunaan mesin pembajak lahan, mesin power thresher, serta pompa air. Konsumsi air pada proses
24 budidaya kedelai ini menggunakan air hujan karenan lahan tanam kedelai di daerah Cikeusal merupakan lahan tadah hujan. Konsumsi air yang dimaksud oleh Wills (2009) yaitu biaya yang dibayarkan untuk kebutuhan proses, menadah hujan untuk irigasi akan menghemat biaya untuk proses tersebut. Sampah yang dimaksud dalam sumber limbah ini adalah biomassa kedelai. Material yang dimaksud adalah bahan budidaya kedelai yang terdiri dari bibit dan pupuk. Indikator selanjutnya adalah emisi dengan satuan kg CO2 Ekuivalen. Variabel perhitungan yang dibutuhkan adalah energi output yang dikeluarkan suatu mesin atau kendaraan dengan estimasi kebutuhan bahan bakar yang digunakan. Terakhir adalah indikator biodiversitas. Menurut Wills (2009), limbah biodiversitas muncul akibat destruksi atau pengalihan lahan biodiversitas menjadi lahan produksi. Areal tanam kedelai di kecamatan Cikeusal yang memiliki luas 20 ha tidak didapatkan dari pembukaan lahan baru melainkan pemanfaatan lahan yang telah digunakan untuk penanaman padi dan palawija lainnya pada musim tanam sebelumnya. Oleh karena itu, dampak konsumsi lahan terhadap biodiversitas pada proses budidaya kedelai ini tidak ada. Analisa di sektor hilir meninjau limbah industri tahu yang diketahui seringkali menjadi polemik. Berbagai solusi alternatif pemanfaatan limbah tahu khususnya limbah air juga telah banyak dikembangkan. Jumlah air yang digunakan per hari dalam produksi tahu dengan basis 100 kg kedelai mencapai 4 325 liter atau setara 4.3 m3 (Nasution 2001). Limbah industri tahu lainnya berupa limbah padat yang terdiri dari ampas sebesar 114.28 kg dan whey sebesar 1 578.63 kg. Kebutuhan material untuk produksi tahu terdiri dari 100 kg kedelai, 1 500 kg kayu bakar dan 3 kg air cuka biang. Sementara itu energi yang digunakan hanya berasal dari penggunaan pompa air, mesin penggiling kedelai, dan proses pemasakan bubur kedelai. Emisi yang ditimbulkan oleh penggunaan kayu bakar jauh lebih kecil dari pada emisi yang dikeluarkan peralatan lsitrik maupun peralatan yang menggunakan bahan bakar minyak bumi atau gas alam. Emisi karbon yang ditimbulkan dari penggunaan kayu bakar adalah sebesar 0.016 kg CO2 eq/kWh (Pearson dan Gardner 2006). Tabel 10 Analisis tujuh sumber pambangkit limbah sektor hilir (IKM tahu) Produksi Tahu penggilingan
pemasakan
penyaringan
pencetakan
distribusi
Energi (kWh) Air (m3) Sampah (kg) Material (kg) Transportasi (km) Emisi (kg CO2 Eq) Biodiversitas (ha)
Perendaman kedelai
Jenis Limbah
0 0.725 0.010 100 0 0 -
2.188 0.4 0 0 0 4.861 -
4.58 1.2 0 1 500 0 0.0074 -
0 2 114.28 3 0 0 -
0 0 1 578.63 0 0 0 -
0 0 0 0 25 104.78 -
total
6.77 4.33 1 692.92 1 603.00 25.00 109.65 -
Current-state green value stream map terdiri dari gabungan seluruh analisis tujuh sumber pembangkit limbah pada kedua sektor. Hal ini dimaksudkan untuk mengintegrasikan rantai nilai antar sektor sehingga menjadi suatu kesatuan. Currentstate green value stream map disajikan pada Gambar 11.
25
Perhitungan Dampak Lingkungan Basis perhitungan dampak lingkungan ditentukan sebesar 100 kg kedelai yang diproduksi sektor hulu. Besaran basis tersebut juga akan digunakan pada sektor hilir untuk mendapatkan sinkronisasi perhitungan antara hulu dan hilir. Dari hasil analisis keempat variabel GPI didapatkan nilai bobot 0.708 ton (WC), 0.023 ton (SWG), 0.093 ton (GWG), dan 0 ton (LC). Pada sektor hilir, proses pembungkusan tahu dengan kain kasa menggunakan tenaga manusia atau tahapan proses manual menyebabkan tingkat konversi kedelai menjadi tahu relatif rendah yaitu sebesar 1.8 kg/kg kedelai (Romli dan Suprihatin 2009). Sehingga 100 kg kedelai diproses menjadi 180 kg tahu. Analisis tiga variabel GPI dari 100 kg kedelai tersebut didapatkan nilai bobot sebesar 24.03 kg (WC), 9.41 kg (SWG), 0.61 kg (GWG). Perhitungan EI sektor hulu dengan persamaan (1): EI = (0.36 x 0.09) + (0.25 x 0.71) + (0.13 x 0.02) + (0.25 x 0) = 0.22 ton untuk memproduksi 100 kg biji kedelai/musim tanam Perhitungan EI sektor hilir dengan persamaan (2): EI = (0.17 x 9.41) + (0.5 x 0.61) + (0.33 x 24.03) = 9.83 kg dengan basis produksi 100 kg biji kedelai/hari Melalui perhitungan tersebut diketahui nilai dampak lingkungan (EI) yang ditimbulkan sektor hulu rantai pasok kedelai yaitu sebesar 0.56 ton untuk memproduksi 100 kg kedelai. Nilai EI sektor hilir rantai pasok kedelai yaitu sebesar 9.83 kg untuk memproses 100 kg kedelai menjadi produk tahu. Perhitungan Indikator Ekonomi Biaya produksi kedelai rata-rata per musim tanam adalah Rp58 900 000 berdasarkan data yang dimiliki kelompok tani Sukatani I untuk basis produksi 20 ha. Harga jual kedelai lokal di pasaran yakni sebesar Rp6 000 per kg kedelai. Total kedelai yang dihasilkan untuk luas wilayah tanam 20 ha rata-rata adalah 24 ton. Biaya dan laba kotor tiap basis 100 kg kedelai yang dihasilkan adalah berturut-turut Rp245 417 dan Rp600 000. Melalui data-data tersebut, selanjutnya diketahui nilai perbandingan perolehan pendapatan dan keseluruhan biaya adalah 2.45. Hasil wawancara terhadap pelaku usaha tahu dan karyawan pengerajin tahu di Kramatwatu, Serang, dapat diketahui bahwa biaya produksi tahu rata-rata perharinya adalah sebesar Rp1 049 857 dengan basis produksi rata-rata 100 kg kedelai per hari. Laba kotor yang diterima pemilik usaha tahu setiap hari mencapai Rp1 188 000. Nilai perbandingan perolehan pendapatan dan keseluruhan biaya adalah 1.13. Rincian biaya produksi serta perhitungan indikator ekonomi pada kedua sektor dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Perhitungan GPI Indeks produktivitas hijau diperoleh melalui rasio indikator produktivitas dengan dampak lingkungan (Hur et al., 2004). Hasil perhitungan dampak lingkungan pada sektor hulu yaitu 0.22 ton dan indikator ekonomi sebesar 2.45 untuk produksi 100 kg kedelai. Indeks produktivitas hijau yang diperoleh adalah 11.38. Sementara itu, hasil perhitungan dampak lingkungan sektor hilir adalah 9.83 kg dan indikator ekonomi sebesar 1.13 untuk basis produksi 100 kg kedelai. Indeks produktivitas hijau yang diperoleh sebesar 0.12.
26
Pusaat Sertifikasi Benih Kedelai 1x/musim
Pengiriman Transport :Emisi :-
ADMIN & SUPPORT (Pemerintah Daerah) Rantai Pasok Kedelai Provinsi Banten Energi (kWh) = 2 874.77 Air (m3) = 174.325 Sampah (kg) = 7 142.90 Material (kg) = 6 543 Transportasi (km) = 112.00 Emisi (kg CO2 eq) = 22 452.26 Biodiversitas (ha) = 0
Pemanenan
Sampah: 1163.33 Transportasi : 7 km Emisi: 1540 kg CO2 eq
Pascapanen
Transportasi : 80 km Emisi: 14949 kg CO2 eq
Distribusi
IKM Tahu
Energi: 840 kWh Sampah: 4286.65 kg Emisi: 1043.72 kg CO2 eq
Informasi Kebutuhan Bibit 900 kg/20 ha/musim tanam
Air: 170 m3 Material: 940 kg
Penanaman dan Perawatan
Kelompok Tani (budidaya kedelai) Pengolahan Lahan Energi: 2028 kWh Material: 4000 kg Emisi: 4809.89 kg CO2 eq
Energi: 2.188 kWh Air: 0.4 m3 Emisi: 4.861kg CO2 eq
Penggilingan Kedelai
Konsumen Tahu
1x/hari
Energi: 4.58 kWh Air: 3.2 m3 Sampah: 1692.9 kg Emisi: 0.0074 kg CO2 eq
Pemasakan dan Pencetakan
Pengiriman Transport : 25 km Emisi : 104.78 kg CO2 eq
Prakiraan kebutuhan konsumen tahu per hari
Perendaman Kedelai Air: 0.725 m3 Sampah: 0.01 Material: 100 kg
Gambar 11 Current-state green value stream map
27 Pemilihan Alternatif Strategi Peningkatan Produktivitas Hijau Peningkatan produktivitas hijau dilakukan melalui simulasi penerapan alternatif terpilih berdasarkan mekanisme AHP. Struktur model AHP dan bobot tiap levelnya dapat dilihat pada Lampiran 10 untuk sektor hulu dan pada Lampiran 11 untuk sektor hilir. Penyusunan struktur, alternatif, dan pembobotan tiap sektor dilakukan oleh para pakar bidang kedelai dan IKM serta dari berbagai instansi atau organisasi terkait. Hasil yang didapatkan dari sintesis struktur AHP berdasarkan pendapat pakar, terpilih alternatif terbaik untuk sektor hulu yaitu penggunaan jerami untuk menghadang gulma dengan bobot 0.351, sementara itu untuk sektor hilir terpilih alternatif untuk menggunakan kedelai lokal dengan bobot 0.327. Nilai overall inkonsistency kedua struktur AHP tersebut adalah 0.02 atau lebih kecil dari 0.1 sehingga pendapat pakar dapat dikatkan konsisten dan dapat diterima. Alternatif strategi yang terpilih berdasarkan pendapat pakar merupakan alternatif yang paling mungkin dan paling diharapkan untuk dilaksanakan. Meskipun demikian, perlu dilakukan pembandingan tiap alternatif melalui pendekatan produktivitas hijau yaitu perubahan nilai GPI yang dapat dihasilkan masing-masing strategi. Hasil gabungan perbaikan yang diarahkan melalui alternatif strategi disusun dalam future-state green value stream map pada Gambar 12. Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hulu Alternatif strategi yang dikemukakan untuk memperbaiki produktivitas di sektor hulu adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan biomassa kedelai untuk pupuk Biomassa yang cukup besar dihasilkan oleh tanaman kedelai yaitu 12.86 g/tanaman (Ningrum 2011). Pemanfaatan biomassa kedelai ini masih sangat minim. Penggunaan biomassa untuk dijadikan kompos dapat menjadi alternatif dan sebagai substitusi atau komplementer sebagian pupuk kimia yang lazim digunakan petani. Penggunaan jerami untuk menghadang gulma 2. Musim tanam kedelai dilaksanakan setelah masa panen padi memberikan peluang penggunaan jerami tanaman padi untuk digunakan sebagai mulsa atau penutup tanah yang berfungsi sebagai pengendali gulma. Menurut Widyasari et al. (2012), dosis mulsa jerami yang disarankan adalah sebesar 8 ton/ha lahan tanam kedelai. Melalui penggunaan mulsa jerami, biaya perawatan tanaman dapat ditekan. 3. Pengggunaan bibit varietas unggul Area tanam kedelai di provinsi Banten rata-rata adalah lahan tadah hujan yang mengandalkan pasokan air dari curah hujan. Bibit kedelai yang digunakan oleh pemerintah provinsi banten diharuskan memiliki ketahanan terhadap kondisi lahan kering. Penggunaan varietas Grobogan menjadi alternatif terbaru yang telah diujicobakan di kabupaten Pandeglang dengan hasil produktivitas rata-rata sebesar 1.37 ton/ha (Dinas Pertanian Provinsi Banten 2015) 4. Subtitusi pestisida dengan biopestisida Penggunaan pestisida kimia pada tanaman kedelai porsinya cukup besar yaitu 2 liter untuk 20 ha dengan dosis 1 %. Alternatif penggunaan biopestisida diajukan karena dari segi lingkungan sangat ramah serta dari segi ekonomi harga biopestisida lebih murah mencapai setengah harga pestisida kimia untuk dosis yang sama. Kendala yang dihadapi adalah ketersediaan biopestisida di pasaran yang kurang.
Penggilingan Kedelai
Energi: 2.188 kWh Air: 0.4 m3 Emisi: 4.861 kg CO2 eq
Konsumen Tahu
1x/hari
Energi: 4.58 kWh Air: 1.2 m3 Emisi: 0.0074 kg CO2 eq
Air: 2 m3 sampah:114.3 + 1 578.63 kg
Pemasakan dan Pencetakan
Pengiriman Transport : 25 km Emisi : 104.78 kg CO2 eq
Prakiraan kebutuhan konsumen tahu per hari
Perendaman Kedelai Air: 0.725 m3 Sampah: 0.01 Material: 100 kg
Transportasi : 80 km Emisi: 14949 kg CO2 eq
-
ADMIN & SUPPORT (Pemerintah Daerah) Rantai Pasok Kedelai Provinsi Banten
Distribusi
IKM Tahu
Energi (kWh) = 2 874.77 Air (m3) = 172.325 Sampah (kg) = 0.01 Material (kg) = 80 040 Transportasi (km) = 112.00 Emisi (kg CO2 eq) = 22 452.26 Biodiversitas (ha) = 0
Pascapanen Sampah: 1163.33
Transportasi : 7 km Emisi: 1540 kg eq CO2
Gambar 12 Future-state green value stream map
Energi: 840 kWh Emisi: 1043.72 kg CO2 eq
Sampah: 4286.65 kg
Pemanenan
Informasi Kebutuhan Bibit 900 kg/20 ha/musim tanam
Air: 170 m3 Material: 940 kg + 16 000 kg
-
Pusaat Sertifikasi Benih Kedelai 1x/musim
Pengiriman Transport : Emisi :-
Penanaman dan Perawatan
Kelompok Tani (budidaya kedelai)
-
Pengolahan Lahan
Energi: 2028 kWh Material: 63000 kg Emisi: 4809.89 kg CO2 eq
-
28
29
Hasil perbandingan GPI tertinggi diperoleh Alternatif strategi 2 yaitu penggunaan jerami untuk menghadang gulma sebesar 14.76, lebih tinggi daripada kondisi awal dengan selisih 3.38. Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor hulu disajikan pada Gambar 13. Jika dibandingkan dengan hasil AHP yang diperoleh sebelumnya maka implementasi strategi 2 yang menunjukkan bobot tertinggi dapat diakomadasi oleh setiap aktor rantai pasok. Alternatif strategi 3 atau penggunaan bibit unggul menempati peringkat ke dua perbaikan GPI namun berada pada peringkat ke tiga dalam skor AHP. Hal yang mendasari keadaan tersebut adalah penggunaan bibit terstandar yang sudah diimplementasikan oleh kelompok tani serta dukungan pemerintah sebagai penyedia dan lembaga sertifikasi benih sudah maksimal dalam penyediaan bibit unggul, sehingga tingkat kepentingan alternatif 3 dibandingkan alternatif lain sedikit kurang. Penerapan alternatif strategi 2 mengurangi biaya dan meningkatkan indikator ekonomi sehingga nilai GPI dapat meningkat. Selain itu pemanfaatan jerami meskipun tidak langsung mengurangi dampak lingkungan rantai pasok kedelai tetapi mengurangi dampak lingkungan secara keseluruhan dari rantai pasok. 16.000 0.21
14.000 12.000
11.38
0.21
14.76 0.21
0.220
14.51
0.21 0.215
12.00
11.54
0.210 0.205
10.000
0.200
8.000
0.195
6.000 4.000
0.190
0.19 2.44
2.54
3.17
0.185 2.73
2.48
2.000
0.180 0.175
0.000
0.170 awal
AS1
AS2
AS3
AS4
Economic Indicator
GPI
Environmental Impact
Gambar 13 Hasil perbaikan GPI dari kondisi awal oleh tiap alternatif strategi sektor hulu Analisis Perbandingan Alternatif Strategi Sektor Hilir Empat alternatif strategi dikemukakan untuk memperbaiki produktivitas hijau di sektor hilir antara lain: 1. Penggunaan peralatan terstandar Pada umumnya industri tahu menggunakan peralatan tradisional. Penggunaan peralatan terstandar untuk produksi tahu sangat menghemat penggunaan air karena tidak memiliki takaran dan tidak terbuang untuk sanitasi. Setengah penggunaan air pada proses produksi tahu diperuntukkan pada sanitasi. Menurut Romli dan
30 Suprihatin (2009), semi-otomasi beberapa unit proses industri tahu, seperti proses pemasakan dan pencetakan memudahkan upaya untuk minimisasi pemakaian air. 2. Optimasi produksi Proses pembuatan tahu sangat bergantung pada jumlah air yang digunakan. Air berfungsi untuk mencuci kedelai, melunakkan biji kedelai, dan memudahkan ekstraksi protein. Optimasi produksi tahu untuk penggunaan air pada tingkat 16-19 liter/kg kedele sudah mencukupi untuk konversi produk optimum (Romli dan Suprihatin 2009). 3. Menggunakan kedelai lokal Kualitas kedelai lokal menurut pakar industri tahu sangat cocok dibandingkan dengan kedelai impor. Menurut Raharja et al. (2012) kedelai yang diperlukan daalam proses pembuatan tahu adalah kedelai dengan kadar protein tinggi dan kadar lemak rendah. Selain itu, ukuran biji kedelai lokal yang kecil juga memudahkan proses ekstraksi protein karena luas permukaan ekstraksi lebih besar sehingga rendemennya lebih tinggi. 4. Pemanfaatan limbah cair Sutiyani et al. (2012) melakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah cair tahu menjadi Nata de Soya dengan rendemen 55%. Apabila diimplementasikan pada industri/IKM tahu hal ini bisa jadi sangat menguntungkan namun dengan biaya investasi di awal yang cukup besar. Strategi yang menghasilkan nilai GPI tertinggi adalah strategi 4. Pemanfaatan whey tahu menjadi Nata de Soya memberikan dampak yang signifikan bagi lingkungan serta indikator ekonominya. Nilai GPI dari setiap alternatif strategi (AS) dibandingkan dengan GPI current state (CS) disajikan pada Gambar 14. 12
0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0
10 8 6 4 2 0 CS
AS1 Environmental Impact
AS2
AS3 Economic Indicator
AS4 GPI
Gambar 14 Perbandingan strategi produktivitas sektor hilir Perangkat Lunak Pendukung Analisis Sistem Penunjang Keputusan Perangkat lunak dikembangkan dengan konsep berbasis web menggunakan bahasa pemrograman PHP serta tampilan antarmuka yang didesain secara userfriendly menggunakan HTML5 dan CSS3. Pengembangan perangkat lunak menggunakan aplikasi Dreamweaver CS6 dengan web server (localhost) basis data melalui aplikasi XAMPP. Paket aplikasi berbasis web ini diberi nama IndoKedelai.
31 Interaksi pengguna dengan aplikasi yang dirangkum dalam Sequence diagram dapat dilihat pada Lampiran 12. Sequence diagram adalah susunan yang menggambarkan interaksi antar objek serta pertukaran serangkaian perintah, pesan, atau umpan balik dari suatu interaksi tertnetu. Menurut Syaifudin (2011), diagram urutan memperlihatkan siapa yang terlibat dan pesan yang dikirimkan. Pesan yang dikirim dapat berupa nilai masukan bagi suatu kelas ataupun hasil keluarannya. Sementara itu, aliran data pada sistem yang diakomodasi oleh aplikasi web ini dirumuskan kedalam data flow diagram (DFD) level 0 hinggal level 1 yang dapat dilihat pada Lampiran 13. Secara umum, Afina (2013) menjelaskan bahwa DFD dapat didefinisikan sebagai suatu jaringan yang menggambarkan suatu sistem, subsistem dan aliran data di dalamnya yang dilakukan secara komputerisasi, manualisasi, atau gabungan dari keduanya dengan aturan main tertentu. Program dapat dijalankan melalui web browser apapun, baik versi desktop maupun mobile. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan aplikasi berbasis web yang menggunakan framework HTML5. Tampilan laman website tersebut menyesuaikan dengan ukuran layar pengguna sehingga memudahkan pengguna untuk mengakses maupun memasukkan informasi. Pada tahap ini, aplikasi web IndoKedelai masih dalam bentuk prototype yang belum dilepas ke penyedia jasa layanan web hosting profesional namun masih menggunakan localhost. Subsistem Informasi Rantai Pasok Kedelai Ketika program diakses menggunakan web browser, pengguna akan memasuki laman utama sistem dengan tampilan header dinamis website seperti ditunjukkan pada Gambar 15. Di halaman utama ini juga pengguna dapat mengakses informasi mengenai latar belakang, tujuan penggunaan aplikasi, serta metodologi yang digunakan.
Gambar 15 Tampilan header dinamis website Selain itu, pengguna juga dapat melihat informasi pendukung berupa berita terkini dan data terbaru yang berkaitan dengan rantai pasok kedelai. Laman berikutnya yaitu laman About yang memuat informasi terkait struktur rantai pasok kedelai. Laman informasi terakhir adalah laman Mail us yaitu laman untuk korespondensi dengan menunjukkan informasi berupa alamat dalam bentuk koordinat lokasi serta alamat korespondensi lainnya. Beberapa fragmen subsistem
32 informasi website IndoKedelai dapat dilihat pada Lampiran 14. Proses instalasi program dan panduan penggunaannya dapat dilihat pada Lampiran 15. Subsistem Perhitungan Kinerja Subsistem ini terbagi dua berdasarkan sektor hulu dan hilir rantai pasok. Perhitungan dilakukan ketika pengguna memasukkan nilai kinerja berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap objek anggota rantai pasok. Laman subsistem kinerja dan fragmen perhitungan kinerja hilir dapat dilhat pada Gambar 16. Data yang diinput kemudian diolah dengan kondisi sistem pada pnelitian ini seperti bobot AHP yang telah dihimpun, dan benchmark yang telah ditetapkan. Adapun untuk merubah nilai AHP atribut kinerja dilakukan langsung dengan membuka file AHP dengan menggunakan bantuan aplikasi ExpertChoice. Disediakan pula file Microsoft Excel yang telah dikondisikan untuk perhitungan kinerja apabila dibutuhkan kondisi variabel yang berbeda.
(a)
(b) Gambar 16 Laman pilihan subsistem kinerja (a) dan fragmen subsistem perhitungan kinerja hilir (b)
33 Subsistem Perhitungan Produktivitas Hijau Pembagian yang sama yaitu sektor hulu dan hilir juga diterapkan pada perhitungan untuk subsistem produktivitas hijau ini. Data input yang dibutuhkan adalah akumulasi tiap jenis sumber pembangkit limbah dalam tiap proses budidaya kedelai atau proses produksi tahu. Laman pengukuran produktivitas hijau dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Fragmen input perhitungan produktivitas hijau sektor hilir Berdasarkan data input tersebut, akan didapatkan hasil perhitungan dampak lingkungan atau Environmental Impact (EI). Data berikutnya yang dibuthkan adalah jumlah biaya yang dibutuhkan per basis perhitungan beserta laba kotor yang didapatkan dari hasil produksi. Berdasarkan data tersebut akan diperoleh hasil Indikator ekonomi (IE). Dari kedua hasil yang diperoleh sebelumnya, perhitungan green productivity index (GPI) dilakukan dan dapat ditampilkan hasilnya.
34 Verifikasi dan Validasi Untuk membuktikan bahwa aplikasi yang dibangun telah sesuai dengan perancangan model maka dilakukanlah proses verifikasi dan validasi. Menurut Adhi (2014), verifikasi diperlukan untuk menentukan kelayakan sistem sedangkan validasi menentukan dan menguji keakuratan sistem. Proses verifikasi dilakukan dengan memerikasa logika operasional model dengan logika perancangan setiap model dengan cara membandingkan hasilnya. Hasil yang didapatkan dari perhitungan menggunakan pernagkat lunak sama dengan perhitungan menggunakan metode manual. Sementara itu, proses validasi dilakukan dengan membandingkan kemampuan sistem mengakomodasi kebutuhan para pengguna. Seluruh aktor yang terlibat rantai pasok kedelai dapat terakomodasi dengan adanya perangkat lunak IndoKedelai untuk mengukur tingkat kinerja dan produktivitas rantai pasok. Perbaikan-perbaikan melalui saran strategi yang diberikan akan berdampak lebih nyata apabila diterapkan oleh pihak terkait kemudian dilakukan pengukuran ulang dan dilihat perbedaannya dari pengukuran awal.
Implikasi Manajerial Pengukuran kinerja dan produktivitas di rangkaian rantai pasok kedelai seyogyanya dilaksanan secara simultan dan berkelanjutan. Pengukuran dilakukan sebagai evaluasi dari penerapan kebijakan yang dilakukan. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan kepada bebeapa anggota rantai pasok diharapkan berdampak pada perbaikan kinerja dan produktivitas baik kepada anggota rantai pasok secara individu maupun terhadap keseluruhan komponen rantai pasok. Perbaikan yang dilakukan secara berkelanjutan dapat menjamin unit-unit usaha di dalam rantai dapat bersaing dengan unit usaha yang setara dengannya. Koordinasi antar anggota dengan menjain kerjasama jangka panjang juga menjadi alat penting untuk menjamin kelancaran pertukaran informasi dan bisnis antar anggota rantai pasok sehingga mendukung terjadinya kondisi perbaikan kinerja serta produktivitas.. Pengukuran kinerja ini mengadaptasi model SCOR dengan menggunakan atribut kinerja yang mengakomodasi aspek internal dan eksternal. Melalui pengukuran tersebut akan teridentifikasi kelemahan yang dimilki unit usaha yang diukur baik sektor hulu atau hilir. Perbaikan-perbaikan dapat dimulai dari kelemahan tersebut. Pada tingkatan lebih tinggi, aktor pengambil keputusan yang memeili kewenangan mengubah kondisi dan memperbaiki kinerja juga harus memiliki komitmen terhadap perbaikan berkelanjutan yang dilakukan seccara terstruktur. Pada level yang lebih redah di tahap pelaksanaan, perlu dilakukan pengawasan apakah kebijakan yang diambil telah dilakukan dengan baik dan sesuai dari yang diharapkan. Hal yang sama juga berlaku pada perhitungan dan perbaikan produktivitas hijau rantai pasok kedelai. Pada level tertinggi aktor pegnambil kebjakan haruslah mempertimbangkan seluruh aspek yang telah diteliti sebelumnya, termasuk aspek lingkungan yang sering ditinggalkan. Komitmen menjadi sangat penting dalam tataran pengambil kebijakan dimana perbaikan tidak dapat terjadi secara instan, namun diperlukan evaluasi serta diperlukan perbaikan terus-menerus dengan visimisi diawal yang telah ditetapkan menjadi tujuan.
35 Perbandingan simulasi dampak strategi peningkatan produktivitas hijau kedelai yang hendak diterapkan kepada objek rantai pasok juga perlu dipertimbangkan dan ditinjau tingkat ketersediaan sumber daya untuk menerapkan strategi tersebut. Hal lain yang juga perlu di perhatikan adalah tingkat keadaan apakah telah mendesak untuk dilakukan atau masih dapat ditunda dan mengerahkan sumberdaya ke strategi lain. Pihak pemangku kebijakan adalah pihak yang berwenang untuk menentukan hal tersebut. Meskipun demikian, pemangku kebijakan harus bergerak berdasarkan fakta riset agar kebijakan yang diambil dapat terukur dan meminimalisasi kegagalan. Aspek kinerja menjadi salah satu unsur penting peningkatan produktivtas. Peningkatan produktivitas juga tidak boleh terlepas dari aspek lingkungan yang menjamin ketersediaan sumber daya secara berkelanjutan. Kedua aspek tersebut apabila dipadukan akan membentuk keseluruhan sistem perbaikan yang penting bagi rantai pasok khususnya kedelai lokal dari petani Indonesia untuk kemandirian pangan Nasional.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Mekanisme rantai pasok kedelai di Provinsi Banten cukup panjang dan kurang terorganisasi. Hal itu dapat dilihat dari anggota rantai pasok terkait yang belum mampu mendukung anggota lainnya. Fokus rantai pasok kedelai masih terkait dengan ketersediaan sehingga kedelai lokal yang diproduksi petani belum tersentuh untuk proses pendistribusian yang lebih baik. Peranan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan di rantai pasok kedelai belum berlaku ke semua anggota sehingga tidak terjadi integrasi yang baik untuk memperbaiki rantai pasok kedelai. Analisis kinerja rantai pasok di Provinsi Banten menunjukkan hasil nilai kinerja untuk sektor hulu dan hilir berturut-turut sebesar 69.75 dan 88.50. Nilai kinerja unit sektor hulu yaitu kelompok tani tergolong dalam kategori sangat kurang, sedangkan nilai kinerja unit sektor hilir yaitu IKM tahu tergolong dalam kategori sedang. Terdapat peluang-peluang perbaikan kinerja yang bisa diterapkan tiap anggota terkait agar menghasilkan peningkatan kinerja rantai pasok kedelai secara keseluruhan. Analisis perhitungan GPI pada sektor hulu didapatkan sebesar 11.38 dengan nilai dampak lingkungannya sebesar 0.22. Nilai GPI pada sektor hilir didapatkan sebesar 0.12 dengan nilai dampak lingkungan yang cukup besar yaitu 9.88. Penerapan strategi penggunaan jerami untuk menghadang gulma pada unit sektor hulu memberikan dampak perbaikan GPI sebesar 3.38. Implementasi tersebut mengurangi dampak lingkungan yang berasal dari tanaman padi. Sementara itu penerapan strategi pemanfaatan limbah cair tahu sebagai Nata de Soya dengan peningkatan GPI sebesar 0.26 dari kondisi awal. Setiap alternatif strategi dapat dilaksanakan secara bersamaan untuk memberikan dampak yang paling optimum terhadap perbaikan produktivitas rantai pasok kedelai.
36 Saran Penentuan strategi berdasarkan hasil kinerja saat ini sebaiknya dilakukan merujuk pada best practice atau tata cara terbaik yang telah teruji sebelumnya untuk meningkatkan kinerja. Penelitian mengenai implementasi best practice berdasarkan panduan SCOR 11.0 perlu dilakukan untuk melihat perbaikan kinerja secara nyata pada rantai pasok kedelai. Hasil penerapan alternatif strategi peningkatan produktivitas yang telah dipaparkan pada penelitian ini sangat diperlukan untuk diuji lebih lanjut sehingga dampak nyata terhadap produktivitas rantai pasok kedelai dapat diketahui. Penerapan manajemen rantai pasok tiap anggota terkait juga perlu diusahakan untuk memulai integrasi perbaikan secara menyeluruh, terevaluasi, dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA Adhi W. 2014. Sistem penunjang keputusan manajemen rantai pasok karet alam dengan pendekatan sustainable balanced scorecard di pt. X. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Abror N. 2011. Kajian seleksi dan evaluasi pemasok pada rantai pasokan kertas. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Afina NS. 2013. Rancang bangun sistem informasi promosi komoditas unggulan subsektor tanaman pangan dan hortikultura Kabupaten Cianjur. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Siaran Pers: Mutu kedelai nasional lebih baik dari kedelai impor. Jakarta: Balitbang Pertanian. Badan Pusat Statistik. 2014. Berita Resmi Statistik Produksi Padi, Jagung, dan kedelai No. 22/03/Th. XVII, 3 Maret 2014. Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI No. 01-3922-1995 tentang kedelai. Jakarta: BSN. [Bappeda Provinsi Banten]. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 4 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Banten Tahun 2012-2017. Pemerintah Provinsi Banten. [Bappenas]. 2013. Studi Pendahuluan: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Direktorat Pangan dan Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Batuhan K, Bahadır G, Mehmet T. 2011. A SCOR based approach for measuring a Benchmarkable supply chain performance. J Intell Manuf (2013) 24:113–132 Chopra S and Meindl P. 2007. Supply Chain Management: Strategy, Planning, and Operation 3rd edition. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall™ Darmawan MA, Wiguna B, Marimin, Machfud. 2012. Peningkatan produktivitas proses produksi karet alam dengan pendekatan green productivity: studi kasus di PT.X. J Tek Ind Pert. 22(2): 98-105. Dinas Pertanian Provinsi Banten. 2015. Optimasi produk kedelai. [terhubung berkala] http:// distanak. bantenprov.go.id/ read/ artikel /478 /Optimasi-ProdukKedelai.html (diakses 20 Mei 2015)
37 Esty DC, Levy M, Srebotnjak T, and Sherbinin A. 2005. 2005 Environmental Sustainability Index: Benchmarking National Environmental Stewardship. New Haven: Yale Center for Environmental Law & Policy. Facino A. 2012. Penawaran Kedelai Dunia dan Permintaan Impor Kedelai Indonesia serta Kebijakan Perkedelaian Nasional. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Feifi D. 2008. Kajian imanajeimen rantal pasokan pada produk dan komodltas kedelal edamame (stadi kasus di PT. Saung Mirwan, Ciawi, Bogor). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gandhi, M., Selladurai, V. dan Santhi, P. 2006. Green productivity indexing: A practical step towards integrating environmental protection into corporate performance. International Journal of Productivity and Performance Management 55: 594-606. Hur T, Kim I, Yamamoto R. 2004. Measurement of green productivity and its improvement. J Clean Product. 12(7):673-83. Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 20152019. Jakarta: Kementrian Pertanian. Marimin, Darmawan MA, Machfud, Putra MPAF, Wiguna B. 2014. Value chain analysis for green productivity improvement in the natural rubber supply chain: a case study. J Clean Product. 85 (2014) 201-211 Marimin dan Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Press. Monczka R., Trent RJ, Handfield RB. 2011. Purchasing and Supply Chain Management 5th Edition. Ohio, South-Western (US): Cengage Learning. Nasution EP. 2001. Studi penerapan produksi bersih pada industri tahu. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Ningrum WM. 2011. Analisis pertumbuhan kedelai (Glycine max (L.) Merr.) di bawah cekaman naungan. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pearson I and Gardner B. 2006. A Woodfuel Strategy for England. Forestry Commission of England Rante Y. 2013. Strategi pengembangan tanaman kedelai untuk pemberdayaan ekonomi rakyat di Kabupaten Keerom, Provinsi Papua. JMK. 15(1). 75-88 Raharja S, Munarso J, Puspitasari D. 2012. Perbaikan dan evaluasi penerapan sistem manajemen mutu pada industri pengolahan tahu (studi kasus di UD. Cinta Sari, DIY). Jurnal MPI. 7(1): 28-36. Romli M dan Suprihatin. 2009. Beban pencemaran limbah cair industri tahu dan analisis alternatif strategi pengelolaannya. Jurnal Purifikasi. 10 (2). 141 -154. Setiawan A. 2009. Studi peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suhong L, Bhanu RN, Nathan RS, Subba R. 2014. The impact of supply chain management practices on competitive advantage and organizational performance. Omega: The international Journal of Management Science. 34 (2006) 107 -124. Supadi. 2009. Dampak impor kedelai berkelanjutan terhadap ketahanan pangan. Analisis Kebijakan Pertanian. 7(1): 87-102.
38 Sutiyani S, Wignyanto, Sukardi. 2012. Pemanfaatan limbah cair (whey) industri tahu menjadi Nata de Soya dan kecap berdasarkan perbandingan nilai ekonomi produksi. J. Tek. Pert. 4(1): 70-83. Syafi NS. 2009. Peningkatan kinerja manajemen rantai pasokan bunga krisan. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Syaifudin A. 2011. Sistem informasi bisnis berbasis UML (unified modeling language) untuk agroindustri biopelet limbah pelepah sawit. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tandian FR dan Praptiningsih M. 2013. Pengelolaan dan pengembangan usaha produksi tahu pada perusahaan keluarga UD. Pabrik Tahu Saudara di Surabaya. AGORA 1 (2). Van der Vorst JGAJ. 2006. Performance Measurement in Agri-Food Supply-Chain Networks: An Overview. Wageningen (NED): Springer. Widyasari L, Sumarni T, Ariffin. 2012. Pengaruh sistem olah tanah dan mulsa jerami padi pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Wills B. 2009. Green Intentions: Creating a Green Value Stream to Compete and Win. New York (US): Productivity Press.
39
LAMPIRAN
Lampiran 1 Struktur hirarki SCOR untuk pengukuran kinerja rantai pasok kedelai
Tujuan (goal) Level I: Proses Bisnis Level II: Kriteria Kinerja Level III: Atribut Kinerja
Level IV: Metrik kinerja
Pembobotan metrik pengukuran rantai pasok kedelai dengan pendekatan SCOR
Perencanaan (plan)
Pengadaan (source)
Nilai tambah
Reliabilitas
Pemenuhan pesanan sempurna
Kinerja pengiriman
Kesesuaian dengan standar/mut u
Pengolahan (make)
Distribusi (deliver)
Kualitas
Responsivitas
Waktu siklus pemenuhan pesanan
Agilitas
Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas Daya adaptasi SC terhadap peningkatan kapasitas Daya adaptasi SC terhadap penurunan kapasitas
Resiko
Biaya
Total biaya rantai pasok
Aset
Waktu siklus kas
Persed iaan harian
40
Atribut Kinerja Reliabilitas
Output
Satuan
Input %
Metrik Kinerja √
%
Cara Perhitungan
[Jumlah waktu siklus actual untuk semua pesanan yang dikirim] / [jumlah total pesanan yang dikirim] Jumlah hari yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan tak-terencana secara berkelanjutan sebanayak 20% dari jumlah produk yang dikirim Persentase peningkatan maksimal dari kapasitas normal yang dapat dicapai perusahaan yang didasarkan pada keterbatasan resource paling sedikit. Persentase penurunan maksimal dari kapasitas normal yang dapat dicapai perusahaan tanpa menimbulkan kerugian didasarkan pada keterbatasan resource paling sedikit. Jumlah biaya dari (perencanaan + pengadaan + pembuatan + pengiriman + pengembalian) Rata-rata persediaan (per hari) + rata-rata konsumen membayar (hari) – rata-rata perusahaan membayar ke pemasok (hari) Waktu yang dibutuhkan sampai barang dikirim ke pelanggan
[Pengiriman pesanan tepat waktu] / [jumlah pesanan total] [Pengiriman yang sesuai] / [jumlah pengiriman]
[Jumlah pesanan sempurna] / [jumlah pesanan total]
Lampiran 2 Klasifikasi faktor metrik kinerja dan teknik perhitungan metrik kinerja No 1
√
Hari
%
√
Hari
√
√
%
Biya total rantai pasok
Responsivitas
√
%
Biaya
Waktu siklus kas
2
Pemenuhan pesanan sempurna Kinerja pengiriman Kesesuaian dengan standar/mutu Siklus pemenuhan pesanan Fleksibilitas terhadap peningkatan kapasitas
√
Rupiah
4 Aset
Agilitas
√
Hari
5
3 Daya adaptasi terhadap peningkatan kapasitas
√
Hari
Daya adaptasi terhadap penurunan kuantitas
√
Persediaan harian untuk memasok
41
Lampiran 3 Skema tahapan peningkatan produktivitas
Mulai Penentuan strategi peningkatan produktivitas (AHP) Rancangan skenario perbaikan
Simulasi Implementasi
Perbandingan Indeks Antar Strategi
Future Green VSM pada skenario terpilih
Selesai
42
siklus pengembalian modal (0.266)
Lembaga riset/BPTP/Univ. (0.222)
Distribusi hasil produksi kedelai (0.404)
Kelompok tani (0.260)
Ketepatan standar /mutu (0.201)
Primer koperasi kedelai/tahu/tempe (0.239)
Biaya rantai pasok (0.130)
Subsidi pemerintah: pupuk dan alat pertanian (0.185)
Meningkatkan keuntungan kelompok tani (0.342)
Fokus peruntukan kedelai lokal kepada pengerajin tahu (0.285)
Pengurangan biaya rantai pasok (0.243)
Peningkatan kerjasama Primkopti dengan petani kedelai sebagai jalur distribusi kedelai (0.082)
Mempercepat distribusi kedelai (0.397)
Pemerintah daerah/pusat (0.261)
Penentuan strategi peningkatan kinerja proses budidaya kedelai (1.000)
Lampiran 4 Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hulu Sasaran (goal)
Level I: Faktor
Level II: Aktor
Level III: Tujuan
Level IV: Alternatif
Peningkatan peran Bulog untuk melakukan pembelian langsung ke petani (0.448)
Level IV: Alternatif
Level III: Tujuan
Level II: Aktor
Level I: Faktor
Sasaran (goal)
Peningkatan kerjasama dengan primkopti, pemilik usaha IKM dan Bulog (0.290)
Pemilik usaha IKM (0.320)
Peningkatan kemitraan dengan pedagang pasar (0.585)
Primer koperasi tahu/tahu/tempe (0.297)
Biaya rantai pasok (0.073)
Produksi untuk persediaan (0.126)
Meningkatkan keuntungan (0.635)
Kemampuan penyesuaian kebutuhan produksi (0.498)
Memprediksi waktu peningkatan permintaan produk (0.165)
Lembaga riset/BPTP/LIPI (0.308)
Distribusi hasil produksi (0.145)
Mempercepat distribusi (0.380)
Pemerintah daerah (0.253)
siklus pengembalian modal (0.284)
Penentuan strategi peningkatan kinerja proses produksi tahu (1.000)
Lampiran 5 Rincian hirarki bobot strategi peningkatan kinerja sektor hilir
43
44 Lampiran 6 Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hulu Srategi
Penggunaan biomassa kedelai untuk pupuk
Current state Aktiftas/area Pengukuran 4 286.65 kg Pemanenan biomassa kedelai kedelai Pasca panen Komponen biaya pupuk NPK
Penggunaan jerami untuk menghadang gulma
Pengggunaan bibit varietas unggul
Subtitusi pestisida dengan biopestisida
Komponen biaya buruh tani
Komponen hasil produksi
Komponen biaya pestisida
Future state Reduksi Hasil Pemanfaatan Sampah sampah kedelai dapat biomassa dimanfaatkan kedelai akan seluruhnya meminimasi menjadi 1 163.33 kg output limbah pupuk polong kedelai kompos Substitusi 100 kg/ha = 150 kg/ha X Rp sebagian Rp4 600 000 2 300/kg = 6 pupuk NPK 900 000 sebesar 50 kg 9 orang buruh Buruh tani 9 orang tani X tidak perlu buruh tani X Rp1 200 000/ melakukan Rp700 000/ bulan (3 bulan) penyiangan bulan =Rp 32 400 000 gulma (3bulan) = Rp18 400 000 Hasil kedelai Penggunaan Hasil kedelai rata-rata = 1 200 varietas rata-rata = kg/ha Anjasmoro 1 370 kg/ha terbaru yang telah diujicobakan di Pandeglang Pestisida kimia: Penggunaan Bioppestisid: 2 liter/ha X biopestisida 2 liter/ha X Rp4 500/liter = mengurangi Rp2 500/liter Rp1 800 000 komponen = biaya Rp1 000 000
45 Lampiran 7 Uraian perhitungan penghematan pada future state GVSM sektor hilir Srategi
Penggunaan peralatan terstandar
Current state Aktiftas/area Pengukuran 1.2 m3 Pemasakan air/hari
Penyaringan
Pemasakan
2 m3 air/hari
1.2 m3 air/hari
Optimasi produksi
Pemasakan
Menggunakan kedelai lokal
Komponen hasil produksi
sampah berupa ampas = 114.28 kg/hari Hasil produksi tahu ratarata = 1.8 kg tahu/kg kedelai 180 kg tahu/hari
Pemanfaatan limbah cair
Pencetakan tahu
1 578.63 kg whey terbuang
Future state Reduksi Hasil Dapat Penggunaan mengurangi peralatan pemakaian air terstandar dapat Pemasakan = 1 mengurangi m3 air/hari penggunaan air Penyaringan = 1 m3 air/hari Penggunaan air dikontrol hanya untuk Mereduksi pemasakan penggunaan air tanpa hingga 1 m3 membuang air/hari air untuk sanitasi 114.28 kg/hari Komponen biaya Rp8 000/40 kg penjualan = Rp22 856/ ampas hari Penggunaan kedelai lokal dapat menaikkan rendemen hingga 35%
Hasil produksi tahu rata-rata = 2.43 kg tahu/kg kedelai 243 kg tahu/hari
Pemanfaatan Produksi NTS whey menjadi 55% nata de soya = 868.24 kg/hari Komponen Rp1 250/ hasil kemasan (500 g) penjualan Profit= NTS 55% Rp2 170 616
46 Lampiran 8 Rincian biaya produksi biji kedelai kering dan perhitungan indikator ekonomi sektor hulu (current state) Uraian bajak lahan pupuk NPK pestisida
Jumlah 20 150 2
Satuan ha kg/ha liter/ha
Harga 800 000 2 300 45 000
Satuan /ha /kg /liter /bulan buruh tani 9 orang 1 200 000 (3 bulan) pupuk urea 50 kg/ha 1 800 /kg Total Biaya Produksi Biji Kedelai Kering (lahan 20 ha)
Total (Rp) 16 000 000 6 900 000 1 800 000 32 400 000 1 800 000 58 900 000
Hasil Produksi Kedelai Rata-rata 1.2 ton/ha Harga jual = Rp 6 000,-/kg Omset = Rp 144 000 000,Indikator Ekonoomi = Omset/Total Biaya = 2.44 Lampiran 9 Rincian biaya produksi tahu putih dan perhitungan indikator ekonomi sektor hilir (current state) Uraian Jumlah kedelai 100 cuka biang 1 kayu bakar 1 biaya karyawan 2 Total Biaya Produksi Hasil produksi tahu bobot tahu teoritis ukuran tahu/bobot ukuran kotak/jirang produksi jirang jumlah karyawan harga per jirang rata-rata perhari rata-rata per karyawan
Satuan Harga kg/hari 7 800 liter/minggu 25 000 mobil/minggu 100 000 orang 7 000
= = =
180 25
kg kotak/kg
125
kotak/jirang
=
36
jirang
= = =
2 Rp 33 000 36
orang /jirang jirang
=
18
jirang
omset = Rp 1 188 000 biaya = Rp 1 049 857 Indikator Ekonoomi = Omset/Total Biaya = 1.13
Satuan /kg /liter /mobil /jirang
Total (Rp)/hari 780 000 3 571 14 286 252 000 1 049 857
47 Lampiran 10 Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap level sektor hulu
Penentuan strategi Peningkatan produktivitas Kedelai di Kelompok tani Sukatani I (1.000)
Tujuan (goal)
Level I: Faktor
Ketersediaan sarana dan prasarana produksi (0.094)
Level II: Aktor
Level III: Tujuan
Level IV: Alternatif
Kualitas SDM petani (0.246)
Pemerintah (0.335)
Pemeliharaan dan perawatan tanaman (0.123)
Lembaga riset / BPTP /perguruan tinggi (0.363)
Peningkatan jumlah produksi kedelai (0.617)
Penggunaan biomassa kedelai untuk pupuk (0.282)
Ketersediaan bibit varietas unggul (0.111)
Kelompok tani (0.197)
Pengurangan dampak lingkungan (0.161)
Penggunaan jerami untuk menghadang gulma (0.248)
Pengggunaan bibit varietas unggul (0.348)
Harga jual kedelai lokal (0.113)
Kebijakan pemerintah (0.312)
Primer koperasi kedelai/tahu/ tamepe (0.105)
Meningkatkan keuntungan kelompok tani (0.222)
Subtitusi pestisida dengan biopestisida (0.122)
48 Lampiran 11 Struktur model AHP strategi peningkatan produktivitas dan bobot tiap level Sektor Hilir Tujuan (goal)
Penentuan strategi Peningkatan produktivitas Proses produksi tahu bandung (1.000)
Tingkat permintaan Level (0.093) I: Faktor
Level II: Aktor
Level III: Tujuan
Level IV: Alternatif
Kualitas SDM (0.184)
Pemerintah (0.272)
Ketersediaan kedelai (0.100)
Lembaga penelitian/Perguruan Tinggi (0.209)
Peningkatan jumlah produksi tahu (0.485)
Penggunaan peralatan terstandar (0.308)
Biaya produksi (0.224)
Optimasi produksi (0.162)
Pemilik usaha (0.289)
Pengurangan dampak lingkungan (0.303)
Menggunakan kedelai lokal (0.327)
Harga jual (0.165)
Kebijakan pemerintah (0.235)
Primer koperasi kedelai/tahu dan tempe (0.230)
Meningkatkan keuntungan (0.212)
Pemanfaatan limbah cair (0.203)
49 Lampiran 12 Sequence diagram
Lampiran 13 Data flow diagram (DFD) level 0 dan level 1
50 Lampiran 13 (lanjutan) DFD Level 1
Lampiran 14 Tampilan aplikasi web IndoKedelai
51 Lampiran 14 (lanjutan) Tampilan informasi struktur rantai pasok kedelai
Lampiran 14 (lanjutan) Tampilan pilihan pengukuran produktivitas hijau
52 Lampiran 14 (lanjutan) Tampilan perhitungan produktivitas hijau
53 Lampiran 14 (lanjutan) Tampilan laman korespondensi
Lampiran 15 Petunjuk instalasi dan penggunaan perangkat lunak pendukung analisis Kebutuhan perangkat keras : Intel Pentium III/M 1.4 GHz, atau Pentium IV minimum 1.4 GHz. 1. 2. RAM minimum 512 MB (1 GB for Microsoft Windows Vista, Microsoft Windows 7, Microsoft Windows 8, atau Microsoft Windows 10) 3. 300 MB free hard disk space. 4. Monitor resolusi tinggi SVGA (dianjurkan monitor XGA). 5. Mouse atau pointing device lain. Kebutuhan perangkat lunak 1. Sistem Operasi Windows. Linux atau Mac. 2. Aplikasi browser a. Internet Explorer 9+ b. Chrome 19+ c. Mozilla FireFox 3.6+ d. Opera 12+ e. Safari 5.1+, f. Micrososft Edge atau browser lain yang mendukung HTML5. 3. Aplikasi server localhost XAMPP Cara instalasi aplikasi server localhost XAMPP: 1. Aplikasi server localhost XAMPP dapat diunduh di link berikut ini: https://www.apachefriends.org/download.html?xampp-win32-1.8.1-VC9installer.exe 2. Dobel klik file xampp yang baru saja diunduh, selanjutnya akan muncul jendela installer option seperti di bawah ini:
54
3. 4.
Biarkan instalasi sesuai kebutuhan default, kemudian klik next. Selanjutnya akan muncul tampilan pilihan penempatan folder instalasi. Lanjutkan proses instalasi dengan menekan tombol next hingga proses instalasi berlangsung, kemudian tunggu hingga selesai. Klik finish.
Cara menjalankan aplikasi XAMPP dan aplikasi web IndoKedelai 1. Bukalah aplikasi XAMPP, bisa melalui Start Menu atau Desktop, dan klik icon XAMPP. 2. Setelah terbuka, silahkan klik tombol Start pada kolom Action sehingga tombol tersebut berubah menjadi Stop. Klik tombol start pada Apache dan MySql.
55
3. Aplikasi server localhost XAMPP telah berhasil dijalankan. 4. Selanjutnya, tempatkan folder IndoKedelai pada folder htdocs pada direktori aplikasi XAMPP yang terletak seperti pada gambar di bawah ini:
5. Bukalah aplikasi browser yang anda miliki, kemuidan ketikkan localhost/indokedelai pada site bar browser anda. Kemudian silahkan menggunakan aplikasi IndoKedelai.
Selamat anda telah berhasil menginstalasi paket program aplikasi web IndoKedelai. selamat menggunakan!
56
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kisaran, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara pada tanggal 25 September 1993. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Drs. Edi Prayitno dan Ibu Eli Hardiani. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kisaran pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan dan diterima di Program Studi Teknologi Indusri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Di tahun pertama perkuliahan, penulis aktif terlibat dalam keanggotan Lembaga Legislatif Kampus Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB 48). Penulis menjadi ketua Komisi III di Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (DPM Fateta) di masa perkuliahan tingkat ke dua. Penulis juga menjabat sebagai Ketua Badan Konstitusi di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM KM IPB) di perkuliahan tingkat ke tiga. Di tingkat akhir, penulis juga menjabat sebagai anggota Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) bagian Kajian Konstitusi. Pada bulan Juni sampai Agustus 2014, penulis melakukan kegiatan Praktik Lapangan di PT.Anugrah Mutu Bersama, Subang dengan judul “Analisis Kinerja Rantai Pasok Kecap Manis PT. Anugrah Mutu Bersama, Subang.”