PENINGKATAN KETERAMPILAN HITUNG DASAR SISWA MELALUI LATIHAN MENCONGAK
Hamzar, Sugiatno, Dede Suratman Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan P.MIPA FKIP Untan email:
[email protected] Abstrak: Penelitian ini berjudul “Peningkatan Keterampilan Hitung Dasar Siswa Melalui Latihan Mencongak di Kelas VII SMP Negeri 7 Tebas”. Tujuan penelitian adalah mengetahui peningkatan keterampilan hitung dasar siswa di Kelas VII SMP Negeri 7 Tebas melalui latihan mencongak. Metode yang digunakan adalah metode penelitian tindakan dengan teknik pengumpulan data berupa observasi dan tes. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan keterampilan hitung dasar siswa melalui latihan mencongak. Peningkatan yang terjadi pada akhir siklus I yakni peningkatan jumlah siswa yang memenuhi aspek kecepatan dan ketepatan sebanyak 30 siwa atau sebesar 88,2%. Pada siklus II terdapat peningkatan sebanyak sebanyak 25 siswa atau 73,3% dari jumlah siswa. Kesimpulan dari penelitian tindakan ini adalah latihan mencongak dapat meningkatkan keterampilan hitung dasar siswa kelas VII SMP Negeri 7 Tebas. Saran penelitian ini adalah hendaknya latihan mencongak dilaksanakan secara berkala guna meningkatkan keterampilan hitung dasar siswa. Kata kunci : keterampilan hitung dasar, mencongak. Abstract: This Research entitle "Uplifting Of Skill Calculate Base Student Through Practice Mencongak in Class VII SMP Negeri 7 Tebas". Target of the research is to know uplifting of skill calculate student base in Class VII SMP Negeri 7 Tebas to mencongak practice. Used by method is research action with data collecting technique in the form of tes and observation. Result of research show the existence of uplifting of skill calculate student base through mencongak practice. Improvement that happened by the end of firts that’s cycle the improving of the amount of student fulfilling speed aspect and accuracy counted 30 student or equal to 88,2%. At 2nd cycle there are improving of counted 25 student or 73,3%. Conclusion from research of this classroom action research is mencongak practice can uplift skill to calculate class VII SMP Negeri 7 Tebas. this Suggestion Research is mencongak practice executed periodically utilize to uplift skill to calculate student base. Keyword : skill calculate base, mencongak
1
T
idak dapat disangkal bahwa keterampilan operasi hitung dasar (tambah, kurang, kali, dan bagi) merupakan keterampilan dasar yang harus dimiliki siswa untuk mempelajari matematika di sekolah. Keterampilan ini akan memudahkan siswa mempelajari materi lanjutan pada pelajaran matematika yang hampir keseluruhan materinya berkenaan dengan operasi hitung dasar. Keterampilan operasi hitung dasar ini semestinya sudah dikuasai siswa sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, namun demikian pengalaman penulis sebagai pengajar menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang kurang memiliki keterampilan tersebut. Pengalaman mengajar matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Tebas selama 7 tahun menunjukkan bahwa setiap kali mengajarkan pokok bahasan matematika mengalami kesulitan yang disebabkan oleh kurang kompetennya siswa melakukan oparasi hitung dasar. Ketidakmampuan siswa dalam menguasai perkalian dasar ini tentu sangat memberatkan siswa sekaligus guru untuk memberikan materi tingat lanjut yang kesemuanya menggunakan perkalian lebih dari satu digit (puluhan, ratusan, ribuan). Fenomena ini yang juga terjadi pada sebagian siswa di kelas VII SMP Negeri 7 Tebas, Kabupaten Sambas. Perhitungan dasar yang mencakup penambahan dan pengurangan, semua siswa dikatakan mampu, namun untuk keterampilan perkalian dan pembagian masih banyak siswa yang kesulitan karena tidak hapal perkalian dasar (perkalian 1-10). Berdasarkan hasil pretest, hanya 10 orang (29,4%) dari 34 siswa yang benar-benar hapal dan menguasai perkalian dasar, selebihnya masih melakukan perhitungan manual dengan menggunakan jari tangan atau menghitung di kertas. Penyelesaian permasalahan ini tidaklah semudah saat siswa belajar di tingkat SD. Selain karena materi ini sudah tidak lagi dipelajari di tingkat SMP, minat dan kemampuan siswa untuk menghapal perkalian juga sangat rendah. Selain itu, kebiasaan siswa menggunakan kalkulator saat melakukan perhitungan dalam jumlah besar semakin membuat mereka malas untuk berfikir dan berusaha. Mengingat begitu penting dan mendesaknya permasalahan ini untuk diselesaikan, maka penulis akan mencoba melakukan tindakan agar siswa kelas VII SMP Negeri 7 Tebas mampu menghapal dan menguasai perkalian dasar. Metode yang akan diterapkan dalam tindakan ini adalah mencongak, yakni melakukan hapalan dan perhitungan di luar kepala tanpa harus menulis di kertas. Metode ini merupakan bagian dari metode pembelajaran GASING (Gampang, Asik dan Menyenangkan) yang dikembangkan oleh seorang pakar matematik, Prof. Yohanes Surya, Phd. Metode ini telah diterapkan di Papua dengan hasil yang memuaskan.Melalui metode mencongak, siswa diajarkan mampu menyelesaikan perhitungan dalam waktu singkat. Oleh karena itu, peneliti ingin menerapkan metode ini di SMP Negeri 7 Tebas agar siswa dapat menguasai perkalian dasar yang selama ini menjadi kendala bagi siswa. Adapun judul yang dipilih dalam penelitian ini adalah “Peningkatan Keterampilan Hitung Dasar Siswa Melalui Latihan Mencongak di Kelas VII SMP Negeri 7 Tebas”. Indikasi keberhasilan penelitian ditunjukkan dengan tercapainya jumlah siswa yang mampu melakukan operasional perkalian dasar sebanyak 65% dari jumlah siswa dan nilai rata-rata saat tes akhir sebesar 65.
2
Konteks penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan hitung dasar siswa melaui latihan mencongak yang intensif dan berkesinambungan. Berdasarkan hasil kajian pustaka, bahwa terdapat beberapa manfaat dari latihan mencongak, yakni: berkat keterampilan siswa melakukan perhitungan, maka daya pikir siswa akan bertambah baik. Selain daya pikir, mencongak juga dapat mempertajam daya ingat siswa (Maesaroh, 2011: 8). Kecepatan dan ketelitian yang diperoleh melalui mencongak akan sangat bermanfaat bagi keterampilan siswa di kelas menyelesaikan soal Matematika. Selain itu, kemampuan mencongak dapat mengefisienkan waktu dalam melakukan operasional bilangan tanpa menggunakan alat bantu, sehingga siswa memiliki kecakapan menghitung bilangan matematika yang dapat langsung diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana latihan mencongak dapat meningkatkan keterampilan hitung dasar pada siswa kelas VII SMP Negeri 7 Tebas. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode penelitian tindakan, yang terdiri dari 4 kali pertemuan. Setiap pertemuan memiliki tahapan skenario sebagai berikut: Tahapan latihan mencongak dibuat sebagai acuan untuk membiasakan siswa menghitung perkalian secara cepat. Latihan ini dilakukan di sela-sela jam pelajaran, saat akan pulang sekolah serta waktu khusus yang disediakan untuk belajar tambahan perkalian dengan mencongak. Menghapal perkalian satu digit. Untuk menghapal perkalian satu digit dilakukan dengan tahap sebagai berikut: Tahap 1. a. Guru memberikan apersepsi dengan memberikan pertanyaan tentang perkalian kepada siswa sesuai benda yang mereka temui sehari-hari. Misalnya pertanyaan dengan jumlah roda sebuah mobil ada berapa? Kalau mobilnya 2 buah, maka rodanya berapa? Kalau mobilnya 3 buah rodanya berapa? dan seterusnya. b. Guru mengeluarkan alat peraga berupa poster perkalian dasar 1 hingga 10 dan menempelkannya di depan kelas. c. Siswa diminta menyalin perkalian di poster tersebut di selembar karton besar berwarna. Selain menyalin perkalian, karton tersebut dapat dihiasi dengan gambar atau simbol yang menarik. Pada langkah ini siswa hanya diminta menyalin, karena saat menyalin, otomatis perkalian tersebut akan terekam dalam ingatan siswa. d. Karton yang telah ditulis perkalian tersebut kemudian harus ditempelkan di rumah masing-masing siswa. Siswa diberi kesempatan menghapal perkalian 5 hingga 10 di rumah masing-masing selama 1 minggu. Tahap 2. Guru memberikan apersepsi dengan pertanyaan berbeda dari tahap 1. Guru memberikan pertanyaan secara acak perkalian 5 hingga 10 untuk melihat kesiapan dan sejauh mana hapalan siswa.
3
Guru membuat kelompok bermain yang terdiri dari 2 siswa. Satu siwa memegang kartu berisi pertanyaan dan lainnya memegang kartu berisi jawaban. Permainan kartu dilaksanakan oleh masing-masing kelompok yang dilakukan secara bergantian oleh siswa. Setelah 2 siswa dalam 1 kelompok mendapat giliran, guru kemudian ikut serta sebagai juri sekaligus pemberi pertanyaan. Caranya, guru hanya menunjukkan kartu berisi pertanyaan dan perwakilan kelompok beradu cepat mengumpulkan kartu jawaban. Kelompok yang mengumpulkan kartu jawaban yang salah atau paling akhir diberi sangsi yang menghibur, misalnya bernyanyi atau berjoget di depan kelas.
Tahap 3. Tahap ini dilaksanakan setiap pulang melaksanakan pelajaran tambahan. Sebelum pulang, siswa diminta berbaris dan guru serta kolaborator menghadang di depan pintu. Setiap siswa yang akan lewat, diberi pertanyaan singkat tentang perkalian. Siswa yang bisa menjawab dapat langsung pulang sedangkan siswa yang tidak bisa menjawab, diminta menunggu dan diberi giliran terakhir. Bagi siswa yang tidak dapat menjawab, diberikan motivasi untuk menghapal perkalian di rumah. Tahap ini dilaksanakan secara berkelanjutan untuk membiasakan siswa. Tahap 4. Guru menulis 2 pertanyaan di papan tulis sementara siswa menunggu di luar. Siswa kemudian dipanggil menurut absensinya dan kemudian diminta mengerjakan soal di papan tulis tersebut tanpa melakukan perhitunga manual. Guru dan kolaborator mencatat waktu yang dibutuhkan siswa menyelesaikan pertanyaan tersebut. setelah menjawab pertanyaan, siswa diperkenankan duduk di dalam kelas dan melihat pekerjaan teman pada giliran selanjutnya. Setelah semua siswa mendapat giliran, guru mengumumkan siswa yang memiliki catatan waktu tercepat dengan jawaban yang tepat. Siswa tersebut kemudian diberi hadiah yang bermanfaat, misalnya buku atau peralatan sekolah lain. Menghapal perkalian 2 digit. Untuk menghapal perkalian dua digit dilakukan dengan tahap sebagai berikut: Tahap 1. Guru memberikan apersepsi berupa pertanyaan yang berhubungan dengan perkalian 2 digit. Guru mengajarkan cara menghitung mudah perkalian 2 digit dengan 1 digit. Misalnya 3 x 13 = (3x10) + (3x3) = 30 + 9 = 39 Bentuk pertanyaan kemudian diubah sesuai kondisi siswa. Tahap 2. Guru membentuk kelompok permainan kartu dengan pola yang sama dengan permainan pada perkalian satu digit. Hanya saja, kartu tersebut berisi pertanyaan 2 digit dengan 1 pengali.
4
Tahap 3. Guru mengajarkan cara menghitung perkalian dua digit dengan dua pen pengali. Cara perhitungan menggunakan cara bersusun. Contoh: 24 x 14 = 24 atau = (24 x 10) + (24x4) 14 x 96 = 240 + 96 24 + = 336 336 Guru membentuk kelompok yang terdiri dari 4 siswa, kemudian mengadakan kompetisi cepat tepat dengan memberikan pertanyaan 2 digit dengan dua pengali. Pada sesi pertama siswa masih diperbolehkan menghitung dengan cara mencoret di kertas. Namun pada sesi berikutnya siswa diminta melakukan perhitungan secara abstrak (mencongak). Tahap 4. Guru memberikan tes individu seperti pada tahap 4 menghitung perkalian 1 digit. Adapun sumber umber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 7 Tebas.. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi dan tes dengan teknik pengolahan data menggunakan rumus persentase untuk menghitung nilai persentase keterampilan menghitung siswa. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Akumulasi nilai waktu yang digunakan untuk menyelesaikan perkalian bilangan 5 hingga 9 pada siklus 1 adalah sebagai berikut: 1. > 13 detik (sangat lambat) =0 siswa / 0 % 2. 10 - 12 detik (lambat) =4 siswa / 11,8 % 3. 7 - 9 detik (cukup cepat) =3 siswa / 8,8 % 4. 4 - 6 detik (cepat) =6 siswa swa / 17,6 % 5. 1 - 3 detik (sangat cepat) = 21 siswa / 61,8 % Diagram 1. Persentase Kecepatan Hitung Dasar Bilangan 5 sampai 9
11,8% Lambat
8,8%
Cukup Cepat 61,8%
17,6%
Cepat Sangat Cepat
5
Berdasarkan data tersebut, maka skor persentase yang diperoleh oleh siswa kelas VII adalah Nilai yang diperoleh Nilai maksimum ×21) + (4×6) + (3×3) + (2×4) = (5× 170
Skor Total =
=
× 100 × 100
85,9%
Akumulasi nilai waktu perkalian bilangan satu digit dengan satu digit dan dua digit dengan dua digit pada siklus 2 adalah sebagai berikut: 1. > 120 detik (sangat lambat) =4 siswa / 11,8 % 2. 91 - 120 detik (lambat) =5 siswa / 14,7 % 3. 61 - 90 detik (cukup cepat) =7 siswa / 20,6 % 4. 31 - 60 detik (cepat) =8 siswa / 23,5 % 5. 1 - 30 detik (sangat cepat) = 10 siswa / 29,4 %
Diagram 2. Persentase Kecepatan Kecepatan Hitung Dasar Bilangan Dua Digit
11,8% Sangat lambat
29,4% 14,7%
lambat cukup cepat cepat
23,5%
sangat cepat
20,6%
6
Berdasarkan data tersebut, maka skor persentase yang diperoleh oleh siswa kelas VII adalah: Skor Total = = =
Nilai yang diperoleh Nilai maksimum
× 100
(5×10) + (4×8) + (3×7) + (2×5) +(1×4) × 100 170 64,1
Pembahasan Pada pertemuan pertama siklus pertama, peneliti menerapkan metode menghapal perkalian dasar dengan menggunakan media perantara berupa poster perkalian 1 hingga 10 dan meminta siswa membuat poster serupa dengan menggunakan media karton. Poster yang dibuat oleh siswa diharuskan untuk ditempel di rumah masing-masing pada tempat yang mudah terlihat dengan harapan bahwa siswa dapat dengan mudah menghapal perkalian tersebut. Siswa diberikan waktu seminggu untuk menghapal perkalian dasar tersebut dan akan diuji pada pertemuan selanjutnya. Selain menggunakan poster, pada setiap kesempatan dalam proses belajar, peneliti juga menyempatkan untuk bertanya tentang kemajuan hapalan siswa dengan cara memberi soal perkalian dasar. Pertanyaan di sela materi pelajaran ini dirasa penting agar siswa merasa selalu di awasi sehingga mereka akan lebih terpacu untuk menghapal. Setelah siswa diminta menghapal perkalian di rumah, maka selanjutnya pada pertemuan kedua, peneliti menggunakan metode permainan untuk mengevaluasi dan memantapkan hapalan siswa. Metode permainan digunakan dengan tujuan agar siswa dapat mempelajari dan mengasah kemampuan hapalannya tanpa ada tekanan dengan cara yang menyenangkan. Adapun metode permainan yang digunakan adalah model permaian kartu perkalian yang terbagi menjadi kartu soal dan kartu jawaban. Pada model ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang siswa yang dipilih secara acak. Peneliti bertindak sebagai moderator sekaligus juri yang menunjukkan kartu soal dan menilai jawaban siswa. Kelompok siswa bertugas mencari kartu jawaban yang tepat. Waktu yang digunakan setiap kelompok dalam menyelesaikan soal kemudian dicatat oleh kolaborator di papan tulis untuk mempermudah peneliti melihat kelompok yang memiliki catatan waktu tercepat untuk kemudian dinyatakan sebagai pemenang dan diberi pengharagaan berupa hadiah. Penggunaan model permainan ternyata memberikan manfaat yang besar bagi siswa dalam perkalian. Manfaat tersebut antara lain; secara tidak langsung siswa dituntut untuk memiliki daya ingat yang kuat untuk dapat menjawab soal dengan tepat, siswa langsung mempraktikan metode mencongak karena dalam menjawab soal siswa tidak diperkenankan menggunakan alat bantu dan waktu untuk menjawab sangat terbatas, serta manfaat terakhir adalah siswa menjadi lebih
7
bersemangat dalam belajar karena merasa berkompetisi dengan kelompok yang lain. Hasil yang diperoleh setiap kelompok kemudian dijadikan bahan evaluasi pertemuan pertama bersama kolaborator dan dapat disimpulkan bahwa kemampuan perkalian dasar siswa sudah menunjukkan peningkatan sehingga peneliti memutuskan untuk memberikan tes individu kepada siswa. Tes individu yang dilakukan hanya mencakup perkalian bilangan 5 hingga 9 dengan cara memberikan pertanyaan kepada siswa satu persatu secara bergantian. Waktu yang digunakan siswa menjawab soal dihitung oleh kolaborator menggunakan stopwatch, dan dicatat pada lembar observasi seperti yang telah ditampilkan pada bagian sebelumnya. Hasil tes individu pada siklus pertama perkalian dasar 5 hingga 9 menunjukkan hasil yang cukup memuaskan yakni sebanyak 30 siwa atau sebesar 88,2% dari total keseluruhan siswa kelas VII memenuhi ketegori hapal cepat untuk perkalian bilangan 5 hingga 9 dengan skor total 85,9 sedangkan 4 siswa masih belum mampu menghapal perkalian dengan cepat dan tepat. Meskipun sebagian besar siswa telah mampu menghapal perkalian dasar dan melakukan perhitungan dengan cara mencongak, ternyata masih ada beberapa siswa yang menghitung perkalian menggunakan jari tangan. Siswa yang masih menghitung dengan jari tangan ini disebabkan oleh kemampuan daya hapal mereka yang rendah serta kurangnya latihan menghapal dan menghitung dirumah. Bahkan ada siswa yang sama sekali tidak hapal perkalian dasar karena tidak dibekali dengan pengetahuan tersebut sejak dari sekolah dasar. Oleh karena itu, peneliti tetap memberikan penguatan kepada siswa untuk terus meningkatkan kemampuan hapalan mereka di setiap kesempatan sedangkan bagi siswa yang sama sekali tidak hapal perkalian dasar, peneliti memberikan perhatian dan bimbingan yang lebih banyak dari siswa lain. Data nilai tes siswa pada akhir siklus pertama dijadikan bahan evaluasi dan diskusi bersama para kolaborator dalam kegiatan refleksi. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, maka disimpulkan bahwa kemampuan siswa dalam menghapal dan melakukan perhitungan dengan cara mencongak telah memenuhi kriteria sebesar 65% sehingga peneliti memutuskan untuk melanjutkan tindakan pada siklus kedua dengan perkalian bilangan dua digit. Pelaksanaan siklus kedua operasional perkalian dua digit pada pertemuan pertama difokuskan pada perkalian dua digit dengan satu digit. Operasional dua digit dengan satu digit ini dimulai dengan latihan mengalikan bilangan dengan cara menurun yang dikombinasikan dengan cara mencongak. Kombinasi yang dilakukan yakni pada saat siswa mengerjakan perkalian, mereka dapat menggunakan cara menurun, namun tidak boleh menggunakan alat bantu hitung atau menggunakan jari tangan. Siswa hanya menghitung di dalam pikirannya dan kemudian menuliskan hasil perkalian di papan tulis. Latihan ini dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar siswa tetap bersemangat. Setelah siswa mampu melaksanakan perkalian dua digit dengan satu digit, maka peneliti melanjutkan pada operasional perkalian dua digit dengan dua digit pada pertemuan kedua dengan cara perhitungan yang sama dengan sebelumnya yakni dengan mengkombinasikan metode mencongak dengan perkalian bentuk menurun. Selain itu, guru memberikan beberapa cara singkat untuk menghitung operasional
8
bilangan dua digit dengan dua digit yang sama (dikuadratkan) misalnya bilangan 15×15, 25×25, 35×35. Pada operasional bilangan ini, siswa diajarkan untuk mengalikan angka 5 dengan 5 terlebih dahulu yang hasilnya ditulis semua kemudian angka puluhan pertama ditambah 1 lalu dikalikan dengan puluan kedua. Secara singkat operasional 25×25 dapat dijabarkan sebagai berikut: Tahap pertama 5×5=25 yang ditulis dibelakang secara lengkap Tahap kedua menambahkan puluhan pertama dengan angka 1 yakni 2+1=3 yang kemudian dikalikan dengan puluhan kedua yakni 3×2=6, sehinga hasil dari 25×25 adalah 625. Pelatihan operasional perkalian dua digit pada siklus kedua ini relatif lebih mudah daripada siklus pertama karena sebagian besar siswa sudah mempunyai kemampuan hapalan perkalian dasar 1 hingga 9. Pada akhir pertemuan kedua siklus kedua, peneliti melakukan diskusi dengan para kolaborator sehingga tercapai kesepakatan bahwa pada pertemuan selanjutnya peneliti akan melakukan tes perkalian operasional dua digit untuk mengevaluasi kemampuan siswa. Metode dalam mengevaluasi tindakan pada siklus kedua masih sama dengan siklus sebelumnya yakni tes individu, hanya saja rentang waktu pengerjaan dibuat lebih lama karena bilangan operasional adalah dua digit. Langkah pertama dalam tes ini adalah meminta semua siswa kelas VII untuk menunggu giliran di luar kelas dengan tujuan menjaga kerahasiaan soal tes dan memberikan keleluasaan kepada siswa yang menjalani tes. Selanjutnya, dua siswa dipanggil berdasarkan nomor urut absen dan dipersilahkan untuk menjawab soal perkalian dua digit dengan satu pengali dan dua digit dengan dua pengali yang telah tersedia di papan tulis. Saat siswa menjawab, para kolaborator mencatat waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan soal tersebut sedangkan peneliti bertugas mengawasi siswa yang mengerjakan soal agar tidak menggunakan hitung jari atau hitung manual. Setelah dua siswa menyelesaikan tugas masing-masing, maka siswa tersebut diminta tetap berada di dalam kelas agar tidak membocorkan soal tes. Langkah tes ini diulang hingga semua siswa mendapat giliran menjawab soal dengan cara mencongak. Saat siswa dengan nomor urut 4 dan 5 mendapat giliran, ternyata mereka mampu menyelesaikan dua soal tersebut dalam waktu yang sangat singkat. Merasa ada kejanggalan, peneliti kemudian bertanya kepada siswa lain dan ternyata kedua siswa tadi telah mengintip soal melalui jendela kelas. Oleh karena itu, siswa dengan nomor urut 4 dan 5 diberikan tes ulang dengan soal yang berbeda. Guna menghindari kejadian serupa, akhrinya peneliti bersama kolaborator sepakat untuk memberikan soal yang berbeda untuk setiap siswa. Berdasarkan hasil tes pada akhir siklus dua operasional dua digit didapatkan hasil sebanyak 25 siswa atau 73,3% dari total keseluruhan siswa kelas VII yang mendapat ketegori hapal untuk perkalian tingkat lanjut dengan skor total 64,1 sedangkan sisanya masih belum mampu menyelesaikan perkalian tingkat lanjut sesuai waktu yang diharapkan. Ketidakmampuan siswa dalam menyelesaiakan soal tes yang diberikan disebabkan daya ingat dan tingkat IQ yang berbeda dengan teman-temannya yang lain sehingga mereka sebenarnya bisa menyelesaikan soal namun dengan waktu pengerjaan yang lebih lama. Siswasiswa yang masih belum mampu menghitung cepat dengan mencongak ini tetap
9
diberikan penguatan oleh peneliti untuk terus berlatih dan meningkatkan kemampuan mereka. Hasil tes siklus kedua yang menyatakan bahwa sebanyak 73,3% dari jumlah siswa kelas VII telah memenuhi kategori hapal, lebih tinggi dari indikator keberhasilan penelitian yang ditetapkan sebelumnya yakni sebesar 65% dari jumlah siswa. Adapun untuk nilai tes, 100% siswa dinyatakan dapat menjawab dengan benar. Oleh karena itu, peneliti bersama kolaborator menyimpulkan bahwa penelitian telah berhasil sehingga tidak perlu untuk dilanjutkan ke siklus berikutnya. Hasil pelatihan mencongak pada siswa memberikan beberapa dampak positif terhadap kemampuan menghitung siswa yakni: 1. Siswa dapat menghitung operasional perkalian secara spontan tanpa menggunakan alat bantu; 2. Proses pembelajaran menjadi lebih lancar karena siswa tidak merasa kesulitan melakukan operasional perkalian; 3. Hasil pembelajaran matematika mengalami penigkatan. Metode mencongak dengan konsep pembelajaran GASING juga memberikan dampak positif terhadap proses internalisasi dalam pembelajaran matematika yang meliputi tahap enaktif, ikonik dan simbolik. Pada tahap enaktif, guru menggunakan jumlah ban mobil sebagai contoh nyata sehingga siswa menjadi lebih mudah memahami karena ban mobil merupakan benda kongkrit yang dapat mereka temui sehari-hari. Penggunaan contoh berdasarkan benda kongkrit atau situasi sehari-hari dalam pembelajaran akan membuat siswa merasa setiap materi yang diajarkan memiliki makna bagi kehidupan mereka. Kebermaknaan materi ajar akan membuat siswa menjadi lebih semangat dan aktif dalam menggali ilmu pengetahuan. Pada tahap ikonik, guru menunjukkan gambar (ikon) dari ban mobil sebagai contoh perkalian dasar. Melalui gambar, siswa akan langsung dihadapkan pada realita bahwa pada umumnya sebuah mobil memiliki 4 buah ban sehingga jika jumlah mobil ditambah maka jumlah ban akan bertambah 4 buah. Situasi pembelajaran seperti ini akan sangat memudahkan siswa memahami konteks materi yang disampaikan karena siswa tidak harus berusah payah membayangkan contoh atau materi yang dijelaskan oleh guru. Setelah tahap enaktif dan ikonik, latihan mencongak ini juga memberikan dampak positif terhadap tahapan internalisasi pembelajaran yakni tahap simbolik. Pada tahap ini, siswa yang sudah melihat langsung bahwa pada umumnya mobil memiliki 4 buah ban, akan diarahkan untuk menginterpretasikan konteks contoh tersebut ke dalam bentuk angka dan simbol. Saat guru menjelaskan bahwa sebuah mobil memiliki 4 buah ban, maka siswa akan mampu menginterpretasikan contoh tersebut dalam pola bilangan yakni 1×4=4. Saat guru menjelaskan bahwa jika ada 2 mobil maka jumlah ban mobil tersebut sebanyak 8 buah, maka siswa akan mampu menuangkan dalam pola bilangan yakni 2×4=8, dan seterusnya hingga operasional bilangan 4 selesai. Pada tahapan simbolik, siswa benar-benar mampu menginternalisasikan materi yang disampaikan ke dalam pikiran mereka dan menuangkannya kembali dalam bentuk angka sehingga dapat dengan mudah dioperasionalisasikan. Metode GASING dan latihan mencongak secara bertahap
10
dan berkelanjutan dapat mempermudah proses internalisasi materi ajar ke dalam pola pikir yang kemudian tertuang dalam bentuk perilaku siswa dalam proses belajar. Penelitian tindakan tentang peningkatan keterampilan hitung dasar yang difokuskan pada operasional perkalian dengan cara mencongak ini memang telah berhasil, namun demikian berdasarkan hasil refleksi dengan para kolaborator disimpulkan masih ada beberapa kendala umum dalam pelaksanaan tindakan ini. Kendala yang terjadi dapat dinyatakan sebagai kendala kecil yang tidak terlalu mempengaruhi tindakan, antara lain: 1. Waktu pelaksanaan tindakan di luar jam sekolah, pada awalnya cukup memberatkan siswa karena masih belum terbiasa 2. Alokasi waktu yang direncanakan selama 2 × 40 menit, ternyata harus diperpanjang menjadi 2 × 60 menit untuk menyesuaikan dengan kemampuan siswa 3. Masih ada beberapa siswa yang melakukan perhitungan dengan jari karena belum terbiasa mencongak. Selain kendala yang bersifat teknis, ada pula kendala non teknis yang dihadapi oleh peneliti, yakni kurang kondusifnya lingkungan belajar siswa dalam mendorong siswa untuk menghapal dan melatih opersional perkalian dengna cara mencongak. Siswa harus benar-benar diawasi, dibimbing dan diberikan tes secara berkala agar mereka tetap berminat untuk menghapal perkalian dan latihan mencongak. Kendala-kendala di atas, menjadi bahan perbaikan pada pertemuanpertemuan selanjutnya agar tindakan yang dilakukan dapat memberikan manfaat kepada peningkatan kemampuan menghitung siswa. Selain itu, meskipun penelitian tindakan dianggap telah selesai namun peneliti akan tetap membimbing siswa untuk terus melatih daya pikir mereka dalam melakukan perhitungan operasional dengan cara mencongak pada setiap kesempatan pembelajaran matematika di kelas. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan, maka kesimpulan hasil pelaksanaan penelitian tindakan ini adalah bahwa latihan mencongak dapat meningkatkan keterampilan hitung dasar siswa yakni dengan latihan secara bertahap dan berkesinambungan dengan menggunakan metode pembelajaran yang gampang, asik dan menyenangkan serta menggunakan contoh kongkrit dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Hasil latihan mencongak yakni sebanyak 30 siwa atau sebesar 88,2% dari total keseluruhan siswa kelas telah memenuhi indikator penelitian pada operasional hitungan bilangan dasar dan sebanyak 25 siswa atau 73,3% dari total keseluruhan siswa telah memenuhi indikator penelitian pada operasional perkalian tingkat lanjut. Saran Berdasarkan hasil penelitan, maka peneliti dapat memberikan saran kepada pendidik lain yang ingin menggunakan metode latihan mencongak dalam meningkatkan keterampilan hitung dasar siswa. Saran tersebut antara lain; (1) Hendaknya guru mengidentifikasi terlebih dahulu kemampuan masing-masing 11
siswa agar dapat memberikan perlakuan yang tepat, (2) Hendaknya latihan mencongak dilaksanakan secara berkala hingga keterampilan menghitung dan hasil belajar siswa meningkat, (3) Hendaknya dipilih waktu yang tepat agar latihan mencongak dapat benar-benar efektif bagi guru dan siswa. DAFTAR RUJUKAN Departemen Pendidikan Nasional Direktoral Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. 2006. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus Berbasis Keterampilan Sekolah Menengah Pertama Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi Depdiknas. Dimyati, Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Depdikbud Hidayat. 2004. Teori Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNNES Isbah
Khoiri. 2011. Metode Mencongak, Jadul isbahkhoiri.blogspot.com/diakses pada 2/02/2013
tapi
Efisien.
http://
Itroh Maesaroh 2011. Metode Mecongak. http:// auroralubna.files.wordpress. com/diakses pada 2/02/2013 Saminanto. 2010. Ayo Praktik PTK. Semarang: Rasail Media Group. Sudarman Danim, Khairil. 2011. Psikologi Pendidikan (Dalam Perspektif Baru). Bandung: Alfabeta Suhito. 1990. Strategi Pembelajaran Matematika. Semarang: IKIP Semarang Press. Suyitno. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika. Semarang: FMIPA UNNES. Wina Wijaya. 2009. Belajar dan Pembelajaran.(http://www.fkip.unri.ac.id, diakses pada 1/2/2013)
12