PENINGKATAN KAPASITAS PEMERINTAHAN NAGARI MELALUI PENERAPAN GOOD GOVERNANCE (Di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat)
ADIAWARMAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tugas akhir Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Melalui Penerapan Good Governance (di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat) adalah karya saya dengan arahan dan bimbingan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutib dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tugas akhir ini Bogor, Maret 2008 Adiawarman NRP.I354060025
ABSTRACT ADIAWARMAN, Improvement of Nagari (indigenous type of traditional government) Government Capacity Through an Application of Good Governance ( in Nagari Andaleh, District Batipuh, Regency of Tanah Datar, Province of West Sumatera) Under the supervision of YUSMAN SYAUKAT as the head and EDI SUHARTO as the member. It is believed that the nagari system of government currently applied in west sumatera can empower the community because it is suitable to community’s characteristics, culturally well-rooted and has been tested to work well as the as the lowest rank of government. This system is different from the village or subdistrict system of government, particularly in terms of the relationship between the government and the people as well as their rooted culture. The culture underlying the system is Minanngkabau culture. The emerging problem is the readiness of the nagari government apparatus in turning the nagari system of government into a system of good governance. Therefore, the purpose of this study is to identify the capacity of nagari government in applying good governance by evaluating programs and analyzing the existing problems, and to formulate strategies and programs in implementing good governance. The research took a descriptive method by collecting and analyzing database of primary and secondary data. A survey was conducted upon 40 respondents by means of deep interviews and participatory observation. The method of Participatory Rural Appaisal (PRA) was used to formulate a program design. The capacity of nagari government involves two components: individuals or human resources of nagari and nagari government as an institution. This capacity can be studies from human resources, government’s facilities and infrastructure, finance, legitimacy and participation of community. The human resource’s capacity of nagari government is very potential – the majority of the nagari government’s apparatuses or officials have secondary (high school) educational background or higher educational levels. However, the facilities and infrastructure are still limited, and the financial still depends much on the government’s aids. Meanwhile, the community’s legitimacy and participation are very good and strong. The application of good governance in implementing programs and activities still meet some constraints. Seven out of the nine existing principles are poor in their implementation because the human resource has a poor understanding of good governance, the working procedure often changes as a result of the government’s political decision, supervision is not functioning yet, and institutional relationship is not in harmony. Thus, it is necessary to formulate strategies in implementing good governance and programs in improving the capacity of nagari government. It is recommended that nagari government give its apparatuses greater opportunities to develop themselves. The local government (of higher level) should provide education an training on good governance, appoint a supervision in the operation of government, and conduct a mental and spiritual training for leaders and operators of nagari government.
Hak cipta milik IPB, tahun 2008 © Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber: a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjuan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang Mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Nagari Andalas (sekarang disebut Andaleh) Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat pada tanggal 20 Mei 1967 dari ayah Firman Labai Sati bin Said dan ibu Jainah binti Ramli. Penulis adalah anak sulung dari sebelas orang bersaudara. Pendidikan formal penulis, tahun 1981 lulus Sekolah Dasar Negeri Andalas, tahun 1984 lulus SMP Negeri Gunung Padang Panjang, pada tahun 1987 lulus SMA Negeri Padang Panjang. Tahun 2005 berhasil menyelesaikan kuliah program S1 di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pancasakti Bukittinggi, jurusan Ilmu Administrasi Negara. Agustus 2006 diterima pada Sekolah Pascasarjana Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, dengan sponsor Departemen Sosial Republik Indonesia dan Pemerintah Daerah Tanah Datar. Riwayat pekerjaan di pemerintahan, menjadi CPNSD tahun 1989, ditempatkan pada bagian Kesra Kantor Bupati Tanah Datar, tahun 1990 dipindahkan ke Kantor Perwakilan Kecamatan Batipuh dengan jabatan Kaur Pemerintahan, tahun 2003 dialihtugaskan ke Kantor Camat Batipuah Selatan, sebagai Pemegang Kas, jabatan ini saya jabat sampai dinyatakan diterima sebagai calon mahasiswa Pascasarjana IPB, Mei 2006. Terhitung Agustus 2006 berstatus Mahasiswa Tugas Belajar dari Pemerintah Daerah Tanah Datar. Mengenai keluarga, tanggal 7 Januari 1994 menikah dengan Hartini binti Muhammad Yatim, berprofesi sebagai guru SMP Negeri 3 Batipuh. Hasil dari pernikahan ini telah dikaruniai 5 (lima) orang putra putri yaitu Afdhalulhaq Sholihul Hadi dan Afdhilulhaq Sholihul Hadi (kembar) lahir di Bukittinggi pada tanggal 12 Desember 1994, Hariza Mintarsia Hadi (Almarhumah) lahir di Bukittinggi 25 Juli 1997, Gita Mahiratul Hadi, lahir di Padang Panjang pada tanggal 20 Nopember 2000 dan Dara Khairatul Hadi lahir di Padang Panjang pada tanggal 4 April 2006.
Bogor, Maret 2008 Adiawarman
PENINGKATAN KAPASITAS PEMERINTAHAN NAGARI MELALUI PENERAPAN GOOD GOVERNANCE (di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat)
ADIAWARMAN
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT, dengan berkat rahmat dan kurnia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak oktober 2007 ini ialah kapasitas pemerintahan nagari, dengan judul Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari melalui penerapan good governance ( Studi kasus di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat). Penulis telah berusaha sekuat tenaga (di bawah asuhan dan bimbingan Dr.Ir Yusman Syaukat, M.Ec dan Dr. Edi Suharto) untuk menyajikan tulisan ini dengan sebaik mungkin. Kajian ini membahas kondisi pemerintahan di Nagari Andaleh yang belum memiliki kapasitas yang memadai dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sehubungan topik tersebut peneliti lebih memfokuskan pada implementasi good governance oleh Pemerintahan Nagari Andaleh guna mengetahui kapasitas yang dimilikinya. Penulis sungguh sadar, bahwa kemampuan yang dimiliki sangat terbatas, banyak aspek yang tidak tertampung dalam kajian ini, banyak kekurangan dari segi tekhnik penulisan maupun dari substansi materi dan isi kajian. Namun penulis akan selalu membuka diri atas saran dan kritik untuk memperkaya dan perbaikan kajian selanjutnya. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas bantuan dan dorongan semua pihak sehingga penulisan kajian ini bisa dirampungkan. Sehubungan dengan dukungan dan jasa baik semua pihak, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. dan Dr. Edi Suharto selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran dan waktu. 2. Seluruh Dosen yang telah memberikan materi kuliah pada program studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, IPB. 3. Departemen Sosial Republik Indonesia sebagai sponsor beasiswa 4. Pemerintah Daerah Tanah Datar, memberi tugas bejalar dan bantuan lainnya 5. Pihak STKS Bandung yang telah memberikan fasilitas untuk proses belajar 6. Ketua Program dan Sekretariat MPM-IPB dengan pelayanan administrasi 7. Istri saya, Hartini, yang telah banyak memberikan dorongan materil dan moril, juga orang tua dan saudara-saudara saya serta anak-anakku tercinta Afdhal, Afdhil, Gita dan Dara. 8. Kawan-kawan mahasiswa MPM-IPB angkatan IV, yang telah berbagi suka maupun duka untuk menyelesaikan tugas belajar dan penulisan ini. 9. Aparatur Pemerintahan Nagari Andaleh dan Masyarakat Nagari Andaleh yang telah memberikan informasi untuk kelancaran penyelesaian tugas akhir ini. 10. Akhirnya kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu, yang telah memberikan dukungan dan sumbangan pemikiran dalam kajian ini. Tak ada gading yang tak retak, ini semua masih jauh dari sempurna. Hanya satu harapan penulis, semoga kajian ini bisa memberi manfaat bagi siapa saja dan segala ilmu yang telah didapat bisa berkah dan mendapat ridho dari Allah SWT. Aamiin. Bogor, Maret 2008 Penulis
ABSTRAK ADIAWARMAN, Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Melalui penerapan good governance (di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat). Komisi Pembimbing adalah YUSMAN SYAUKAT sebagai Ketua dan EDI SUHARTO sebagai Anggota. Sistem pemerintahan nagari yang diterapkan di Sumatera Barat saat ini diyakini dapat memberdayakan masyarakat, karena sesuai dengan karakteristik masyarakat dan mempunyai akar budaya yang kuat serta telah teruji kapasitasnya sebagai pemerintah terendah. Sistem ini berbeda dengan sistem pemerintahan desa, terutama pada pola hubungan pemerintah dengan rakyat dan akar budaya. Budaya yang mendasarinya adalah budaya Minangkabau. Permasalahan yang dihadapi adalah kesiapan aparatur pemeritahan nagari melaksanakan sistem pemerintahan nagari menjadi suatu tata kepemerintahan yang baik (good governance). Dengan demikian yang menjadi tujuan dari kajian ini adalah melakukan identifikasi kapasitas pemerintahan nagari dalam menerapkan good governance, melalui evaluasi program dan analisis permasalahan yang dihadapi serta merumuskan strategi dan program dalam menerapkan good governace. Metode kajian ini bersifat deskriptif dan pengumpulan data menggunakan analisis database dari data primer dan sekunder, Survei dilakukan kepada 40 (empat puluh) orang responden dan wawancara mendalam serta pengamatan berperanserta. Tekhnik yang digunakan dalam menyusun rancangan program adalah metode Participatory Rural Appraisal (PRA). Kapasitas pemerintahan nagari menyangkut dua komponen, yaitu menyangkut individu perangkat nagari dan pemerintahan nagari sebagai suatu lembaga. Kapasitas ini dapat ditelusuri melalui sumberdaya manusia, sarana dan prasarana pemerintahan, pembiayaan, legitimasi dan partisipasi masyarakat. Kapasitas SDM yang dimiliki pemerintahan nagari cukup potensial, mayoritas aparatur pemerintahan nagari berpendidikan SLTA ke atas. Sedangkan untuk sarana prasarana masih kurang dan pembiayaan masih sangat bergantung pada bantuan pemerintah. Sementara legitimasi dan partisipasi masyarakat cukup baik dan kuat. Penerapan good governance dalam menyelenggarakan program dan kegiatan masih ada kendala. Tujuh dari sembilan prinsip yang ada pelaksanaannya masih kurang baik. Penyebabnya adalah kualitas SDM dalam memahami good governance yang rendah, pedoman kerja yang sering berubah akibat putusan politik pemerintah dan pendamping yang belum berjalan serta hubungan kelembagaan yang belum harmonis. Untuk itu diperlukan suatu strategi penerapan good governance dan program peningkatan kapasitas pemerintahan nagari. Rekomendasi yang dapat disampaikan adalah agar pemerintah nagari memberi kesempatan yang luas bagi perangkat untuk mengembangkan diri. Pemerintah daerah hendaknya dapat melakukan pendidikan dan pelatihan mengenai good governace, menunjuk tenaga pendampingan dalam operasional penyelenggaraan pemerintahan dan melakukan pembinaan mental spiritual bagi pimpinan dan penyelenggara pemerintahan nagari.
Judul Tugas Akhir : Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Melalui Penerapan Good Governance Nama
: Adiawarman
NRP
: I354060025
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Ketua
Dr. Edi Suharto Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 14 Maret 2008
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si.
RINGKASAN ADIAWARMAN. Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Melalui Penerapan Good Governance. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan EDI SUHARTO. Manusia dalam kehidupannya tidak pernah terlepas dari pemimpin yang dipimpin karena manusia memiliki berbagai kepentingan yang adakalanya saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Untuk itu perlu ada seorang pemimpin atau seperangkat aturan yang dapat mengatur kepentingan tersebut. Dalam perkembangannya pemimpin identik dengan pemerintah. Pemerintah berarti “….serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat
dan
intervensi
pemerintah
atas
kepentingan-
kepentingan tersebut” (Kooiman dalam Sedarmayanti,2004). Undang Undang (UU) nomor 22 tahun 1999 dan kemudian direvisi menjadi UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang untuk menata pemerintahan sampai ke tingkat terendah. Hal ini oleh pemerintah dan masyarakat Sumatera Barat ditindaklanjuti dengan kembali pada sistem pemerintahan nagari. Penerapan sistem pemerintahan nagari diyakini dapat memberdayakan masyarakat, karena
sesuai dengan karakteristik masyarakat dan mempunyai
akar budaya yang kuat serta telah teruji kapasitasnya sebagai pemerintah terendah. Sistem ini berbeda dengan sistem pemerintahan desa, perbedaan itu terdapat pada pola hubungan pemerintah dengan rakyat dan akar budaya.
D A F T A R
I S I Halaman
DAFTAR TABEL --------------------------------------------------------------------------
xii
DAFTAR GAMBAR -----------------------------------------------------------------------
xiv
DAFTAR SINGKATAN ------------------------------------------------------------------
xv
DAFTAR LAMPIRAN -------------------------------------------------------------------- xvi I.
PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------1.1 Latar Belakang ---------------------------------------------------------------1.2 Perumusan Masalah --------------------------------------------------------1.2 Tujuan dan Kegunaan -------------------------------------------------------
1 1 5 6
II.
TINJAUAN PUSTAKA ------------------------------------------------------------2.1 Kapasitas Pemerintahan Nagari ----------------------------------------2.1.1 Pengertian Nagari ---------------------------------------------------2.1.2 Kapasitas Pemerintahan ------------------------------------------2.1.3 Sistem Pemerintahan Nagari -------------------------------------2.2 Kepemerintahan yang Baik (good governance) ---------------------2.3 Pemberdayaan masyarakat-----------------------------------------------2.3.1 Pemberdayaan -------------------------------------------------------2.3.2 Pengembangan Masyarakat -------------------------------------2.4 Pengembangan Kelembagaan -------------------------------------------2.4.1 Kelembagaan---------------------------------------------------------2.4.2 Hubungan Kelembagaan -----------------------------------------2.5 Partisipasi dan Pendampingan ------------------------------------------2.5.1 Partisipasi ------------------------------------------------------------2.5.2 Pendampingan ------------------------------------------------------2.6 Sumberdaya Manusia dan Kinerja --------------------------------------2.6.1 Sumberdaya Manusia ----------------------------------------------2.6.2 Kinerja -------------------------------------------------------------------
7 7 7 8 10 11 13 13 16 17 17 18 19 19 20 22 22 23
III.
METODE KAJIAN -----------------------------------------------------------------3.1 Kerangka Pikiran ------------------------------------------------------------3.2 Proses dan Metode Kajian ------------------------------------------------3.2.1 Proses Kajian---------------------------------------------------------3.2.2 Metode Kajian --------------------------------------------------------3.3 Teknik Pengumpulan Data ------------------------------------------------3.3.1 Jenis Data -------------------------------------------------------------3.3.2 Tekhnik Pengumpulan Data -------------------------------------3.4 Pengolahan dan Analisis Data -------------------------------------------3.5 Metode Penyusunan Program --------------------------------------------
24 24 28 28 29 30 30 31 32 33
IV.
KONDISI UMUM LOKASI KAJIAN DAN IDENTIFIKASI KAPASITAS PEMERINTAHAN NAGARI ----------------------------------------------------4.1 Kondisi Umum Lokasi Kajian ---------------------------------------------4.1.1 Wilayah ----------------------------------------------------------------4.1.2 Penduduk -------------------------------------------------------------4.1.3 Pemerintahan --------------------------------------------------------4.1.4 Perekonomian ---------------------------------------------------------
35 35 35 38 42 47
4.1.5 Struktur Komunitas -------------------------------------------------4.1.6 Kelembagaan---------------------------------------------------------4.1.7 Jejaring Sosial -------------------------------------------------------4.2 Identifikasi Kapasitas Pemerintahan Nagari --------------------------4.2.1 Sumberdaya Manusia Pemerintahan Nagari-----------------4.2.2 Sarana dan Prasarana Pemerintahan -------------------------4.2.3 Pembiayaan atau anggaran -------------------------------------4.2.4 Legitimasi dan Kepercayaan Masyarakat ---------------------4.2.5 Partisipasi Masyarakat ---------------------------------------------4.3 Ikhtisar ---------------------------------------------------------------------------
50 54 59 60 61 65 66 67 68 69
V.
EVALUASI PROGRAM DAN KEGIATAN PEMERINTAHAN NAGARI DALAM PENERAPAN GOOD GOVERNANCE ---------------- 71 5.1 Penerapan Good Governance Menurut Penilaian Masyarakat --- 71 5.1.1 Partisipatif -------------------------------------------------------------- 71 5.1.2 Penegakan Aturan Hukum ---------------------------------------- 73 5.1.3 Transparansi ---------------------------------------------------------- 74 5.1.4 Responsif -------------------------------------------------------------- 76 5.1.5 Konsensus ------------------------------------------------------------ 78 5.1.6 Kesetaraan ------------------------------------------------------------ 78 5.1.7 Efektivitas dan Efisiensi -------------------------------------------- 80 5.1.8 Akuntabilitas ---------------------------------------------------------- 82 5.1.9 Visi Strategis ---------------------------------------------------------- 84 5.2 Evaluasi Program dan kegiatan Pemerintahan Nagari Menurut Penerapan Good governance --------------------------------------------- 87 5.2.1 Pembinaan Perekonomian Masyarakat Nagari--------------- 87 5.2.2 Pembinaan Kehidupan Masyarakat ----------------------------- 94 5.2.3 Pembinaan Sosial Budaya Masyarakat ------------------------ 101 5.3 Ikhtisar --------------------------------------------------------------------------- 104
VI.
ANALISIS PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN GOOD GOVERNANCE -------------------------------------------------------------------6.1 Kualitas Sumberdaya Manusia Pemerintahan Nagari -------------6.1.1. Latar Belakang Pendidikan ---------------------------------------6.1.2. Latar Belakang Pelatihan -----------------------------------------6.1.3. Pengalaman Hidup dan Organisasi ----------------------------6.2 Pedoman Kerja Pemerintahan Nagari ---------------------------------6.2.1. Iklim Pemerintahan Negara ---------------------------------------6.2.2. Perubahan Undang Undang--------------------------------------6.2.3 Orientasi Pembangunan ------------------------------------------6.3 Pendampingan ---------------------------------------------------------------6.4 Hubungan Kelembagaan --------------------------------------------------6.5 Ikhtisar ---------------------------------------------------------------------------
VII. STRATEGI DAN PROGRAM IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE --------------------------------------------------------------------7.1 Strategi Implementasi Good Governance --------------------------7.1.1. Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan ------------7.1.2 Pendekatan -------------------------------------------------------7.2 Program Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari---------7.2.1 Pendidikan dan Latihan Pengelolaan Tata Pemerintahan yang Baik ------------------------------------------------------------
107 108 109 110 112 114 114 115 117 119 122 124
127 127 127 132 134 134
7.2.2. Pendampingan ----------------------------------------------------- 136 7.2.3 Pembinaan Mental Spiritual ------------------------------------- 138 7.3 Aksi Program ---------------------------------------------------------------- 139 VIII.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI -------------------------------------- 141 8.1 Kesimpulan ------------------------------------------------------------------ 141 8.2 Rekomendasi --------------------------------------------------------------- 142
Daftar Pustaka ------------------------------------------------------------------------------ 143 Lampiran ------------------------------------------------------------------------------------- 145
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39.
Perbedaan Desa dan Nagari ---------------------------------------------------Jadwal Pelaksanaan Kajian ----------------------------------------------------Tujuan Kajian, Data yang Diperlukan dan Cara Pengumpulan data Kajian Lapangan ------------------------------------------------------------------Lahan Produktif Nagari Andaleh ----------------------------------------------Perkembangan Penduduk Lima Tahun Terakhir -------------------------Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur -----------------------Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ----------------Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan ----------------------------Angkatan Kerja Nagari Andaleh ----------------------------------------------Perangkat Nagari Andaleh -----------------------------------------------------Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) Andaleh ---------------------Komposisi Mata Pencarian Penduduk --------------------------------------Struktur Pengurus KAN Andaleh ---------------------------------------------Struktur Kepengurusan TP-PKK Nagari Andaleh ------------------------Struktur Pengurus Pemuda Nagari, Nagari Andaleh --------------------Lembaga-Lembaga di Nagari Andaleh --------------------------------------Suku dan Kaum di Nagari Andaleh ------------------------------------------Jenis Pendidikan Perangkat Nagari Andaleh ------------------------------Pendidikan dan Latihan untuk Perangkat Nagari ------------------------Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintahan Nagari ---------------------Kemampuan Pemerintah Nagari Menggerakan Partisipasi -----------Kemampuan Perangkat Nagari Dalam Penegakan Hukum -----------Tingkat Transparansi Pemerintahan Nagari -------------------------------Tingkat Responsif Pemerintahan Nagari -----------------------------------Tingkat Penerapan Prinsip Kesetaraan -------------------------------------Tingkat Efektivitas dan Efisiensi Pemerintah Nagari ---------------------Tingkat Akuntabilitas Pemerintahan Nagari Andaleh -------------------Tingkat Penerapan Visi Strategis Pemerintahan Nagari Andaleh ---Komulasi Pencapaian Penerapan Prinsip Good Governance oleh Pemerintahan Nagari Andaleh ------------------------------------------------Program Pembinaan Perekonomian Nagari -------------------------------Target Program Pembinaan Perekonomian Nagari ---------------------Kemampuan Perangkat Nagari Mendorong Pemanfaatan Lahan ---Program Pembinaan Kehidupan Masyarakat -----------------------------Target Pembinaan Kehidupan Masyarakat --------------------------------Kemampuan Memberikan Pelayanan Prima ------------------------------Program Pembinaan Sosial Budaya Masyarakat ------------------------Target Pembinaan Sosial Budaya Masyarakat ---------------------------Kapasitas Pendidikan Perangkat Nagari -----------------------------------Rencana Program Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Untuk Impelementasi Good Governance --------------------------------------------
2 29 33 37 38 39 40 41 41 43 47 48 55 55 56 57 59 63 64 66 72 73 75 77 79 81 83 85 86 89 89 93 94 98 100 102 103 109 140
DAFTAR GAMBAR 1. Kerangka Pemikiran --------------------------------------------------------------2. Grafik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin -----------------------------3. Struktur Masyarakat Adat Nagari Andaleh ----------------------------------
31 40 52
DAFTAR SINGKATAN NKRI Perda LAN-RI PP SDM KAN UU Perna AAP KWT BPRN LPM PRA C APB Nagari PKK ATK SLTA BPR DPRD MUI LKAAM APBD DASK Depag
= = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =
Negara Kesatuan Republik Indonesia Peraturan Daerah Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Sumberdaya Manusia Kerapatan Adat Nagari Undang Undang Peraturan Nagari Arisan Adat Pasukuan Kelompok Wanita Tani Badan Perwakilan Rakyat Nagari Lembaga Pembangunan Masyarakat Participatory Rural Appraisal Celcius Anggaran Pendapatan dan Belanja Nagari Pembinaan Kesejahteraan Keluarga Alat Tulis Kantor Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Bank Perkreditan Rakyat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Majelis Ulama Indonesia Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah Dokumen Anggaran Satuan Kerja Departemen Agama
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kuisioner Penerapan Good Governance ------------------------------------Ilustrasi II Pertanyaan Kepada Tokoh Formal -----------------------------Ilustrasi III Pernyataan kepada Tokoh Informal ---------------------------Hasil Jawaban Kuisioner -------------------------------------------------------Poto- Poto Kegiatan Penelitian -----------------------------------------------Peta Lokasi --------------------------------------------------------------------------
146 149 150 151 152 153
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah kehidupan manusia semenjak Nabi Adam as. sampai sekarang tidak terlepas dari masalah pemimpin dan yang dipimpin. Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai beragam kepentingan. Karenanya, apabila tidak ada yang mengatur bisa mendatangkan malapetaka. Untuk itu perlu ada pemimpin yang
dapat
mengatur
kepentingan-kepentingan
sesama
manusia
dan
lingkungannya. Pemimpin dalam menjalankan kekuasaan menerapkan berbagai bentuk, berbagai sistem, ada yang menyenangkan dan ada yang menyakitkan, ada yang diterima dan ada yang ditolak. Namun demikian pemimpin tetap dibutuhkan oleh individu, keluarga, kelompok, suku, bangsa dan negara. Dalam
perkembangannya
pemimpin
identik
dengan
pemerintah.
Pemerintah berarti “... serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingankepentingan tersebut” (Kooiman dalam Sedarmayanti,2004). Bangsa
Indonesia
telah
memiliki
sejarah
panjang
dalam
bidang
pemerintahan, mulai dari kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara sampai pada kerajaan pemersatu (Sriwijaya dan Majapahit), kemudian jatuh ke tangan bangsa penjajah (Portugis, Inggris dan Belanda). Terakhir semenjak 17 Agustus 1945 menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sistem pemerintahan NKRI telah sering mengalami berbagai perubahan. Sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah juga tidak luput dari perubahan. Undang Undang (UU) nomor 22 tahun 1999 dan kemudian direvisi menjadi UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang dan sekaligus tantangan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Peluang
dan kesempatan tersebut di atas adalah
untuk menata
pemerintahan sampai ke tingkat terendah. Hal ini oleh pemerintah dan masyarakat Sumatera Barat dirumuskan dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pemerintahan Nagari. Pelaksanaannya di tiap Kabupaten adalah melalui Perda kabupaten masingmasing. Untuk Kabupaten Tanah Datar adalah dengan Perda Tanah Datar nomor 17 tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.
2
Penerapan sistem pemerintahan nagari adalah untuk pemberdayaan masyarakat. Sistem ini diyakini sangat sesuai dengan karakteristik masyarakat dan mempunyai akar budaya yang kuat serta telah teruji kapasitasnya sebagai pemerintah terendah. Sistem ini berbeda dengan sistem pemerintahan desa, perbedaan itu dapat dilihat dari pola hubungan pemerintah dengan rakyat dan akar budaya, bedanya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan Desa dan Nagari Pemerintahan Desa Struktur dan Orientasi • • • • • •
Hierarkis Interaksi Sempit Birokratis Multilevel Disorganisasi dengan harapan manajemen mengatur Kebijakan, program dan prosedur yang saling ketergantungan internal ruwet
Pemerintahan Nagari Struktur dan Orientasi • • • • • •
Demokratis Resiprokal (dua arah) Non Birokratik, sedikit aturan Lebih sedikit level Manajemen yang memimpin Kebijakan, program dan prosedur yang menciptakan ketergantungan internal yang minimal, diperlukan oleh pihak yang berkepentingan
Sistem
Sistem
• •
• •
•
•
Pendekatan top-to-down Tergantung pada beberapa sistem informasi kinerja Distribusi informasi terbatas pada para eksekutif memberi pelatihan manajemen dan sistem dukungan hanya pada top manager
• •
Pendekatan bottom-to-top Tergantung pada sistem informasi Distribusi informasi yang luas, dalam dan luar organisasi masyarakat Memberikan pelatihan manajemen dan sistem dukungan pada perangkat
Budaya Organisasi
Budaya Organisasi
• • • • • • •
• • • • • •
• •
Dimobilisasi Dikomandokan Cenderung feodal Orientasi ke dalam Tersentralisasi Lambat mengambil keputusan Realistis-ideologi Kurang berani mengambil resiko Versi Budaya Jawa
•
• •
Komunal Spontan Egaliter Orientasi ke dalam dan ke luar Memberdayakan Cepat dalam mengambil keputusan Terbuka dan berintegritas Lebih mengambil resiko Versi Budaya Minangkabau
Sumber, olahan Pemberdayaan masyarakat tidak harus dengan sistem yang seragam. Tapi bagaimana mensinergikan keberagaman itu menjadi suatu kekuatan untuk mencapai peningkatan taraf hidup masyarakat. Maka sistem pemerintahan
3
nagari sebagai potensi lokal menjadi penting artinya untuk diberdayakan. Hal ini sesuai dengan yang kemukakan oleh Syaukani H.R dalam Nurcholis (2005.ix) bahwa: “Paradigma pemberdayaan memiliki arti penting dalam membangkitkan kekuatan, potensi, kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan melalui proses belajar bersama yang berbasis pada budaya, politik dan ekonomi lokal. Hal ini perlu disadari, bahwa negara dan bangsa Indonesia ini, memiliki berbagai keragaman yang tidak bisa dikelola dengan menerapkan paham etatis-sentralistik. Namun, perlu kearifan lokal dan tindakan lokal yang dimiliki pemerintah daerah dan masyarakat yang disesuaikan dengan etika dan budaya lokal, tanpa menyimpang dari tujuan nasional dan prinsip NKRI”. Penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari, sejalan dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat dengan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang makin berkembang, di samping pengaruh globalisasi. Maka penyelenggaraannya
memerlukan
mekanisme
yang
baik,
dalam
upaya
mengangkat
ketidakberdayaan (powerless) masyarakat sebagai akibat sistem terdahulu. Untuk itu diperlukan perangkat peraturan daerah dan perangkat pelaksana yang sesuai dengan kebutuhan. Agar tujuan dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan nagari dapat dicapai, maka pemerintahan nagari haruslah memiliki
program yang tepat
guna, tepat sasaran dan tepat waktu. Program yang tepat tersebut adalah program yang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada masyarakat. Penyajian program kepada masyarakat juga harus bisa membuka peluang akses bagi masyarakat untuk berperan serta. Hal ini memerlukan tata kelola yang baik. Tata kelola program dan kegiatan pada sistem pemerintahan nagari bisa dengan menerapkan tata kepemerintahan yang baik (good governance). Penerapan
Good
governance
merupakan
proses
pengelolaan
pemerintahan yang demokratis, profesional, menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia, desentralistik, partisipatif, transparan, keadilan, bersih dan akuntabel, berdaya guna, berhasil guna, dan beorientasi pada peningkatan daya saing bangsa, (LAN-RI dalam Sedarmayanti, 2004). Untuk dapat menyelenggaraan pemerintahan nagari yang sesuai dengan tata pemerintahan yang baik diperlukan faktor pendukung, diantaranya sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, legitimasi dan partisipasi masyarakat dan pembiayaan.
4
Sistem pemerintahan nagari yang diterapkan saat ini tidak mungkin bisa diterapkan secara murni, sebagaimana sistem yang ada sebelum pelaksanaan pemerintahan desa, perlu ada perbaikan-perbaikan dan penyesuaian dengan kondisi sekarang. Kendala lain yang dihadapi adalah tingkat kesiapan aparatur pemerintahan nagari dalam menerapkan sistem ini, baik dari segi kemampuan intektual maupun kemampuan manajemen kepemerintahan. Sistem penyelenggaraan pemerintahan nagari yang baik, akan dapat terealisasi bila didukung oleh adanya kemampuan wali nagari dan perangkatnya memanajerial pemerintahan dengan baik. Namun hal itu bukan suatu yang mudah, mengingat sumberdaya manusia yang dimiliki nagari, sulit mendapatkan orang yang memiliki kapasitas intelektual dan kemampuan manajerial yang tinggi untuk menjadi wali nagari atau perangkat nagari. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah daerah yang memiliki sumberdaya manusia yang memadai masih perlu melakukan pendampingan, baik dalam bentuk memberikan pendidikan, pelatihan bagi perangkat nagari maupun dengan menunjuk tenaga tekhnis ahli. Pendampingan yang dilakukan tidak bersifat mendominasi atau top-todown (dari atas ke bawah), tapi lebih diarahkan pada pemberdayaan. Pemberdayaan dimaksud agar pemerintahan nagari mampu memimpin, mengelola dana, mengelola sumberdaya material, tekhnologi komunitas dan mampu melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan serta mampu mengelola organisasi pemerintahan nagari dengan baik. Dengan demikian pemerintahan nagari tidak dijadikan objek, justru menjadi subjek dalam mengelola pemerintahan. Hasil yang diharapkan dari hal ini adalah munculnya kembali sikap egaliter, kemandirian dan orientasi kerakyatan, baik oleh pemerintah nagari maupun bagi anggota masyarakat. Perkembangan penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari untuk mencapai tujuan memerlukan berbagai instrumen, biaya atau anggaran yang memadai, sistem perundang-undangan yang mendukung penyelengggaraan pemerintahan nagari serta partisipasi masyarakat. Kendala yang dihadapi pemerintahan nagari dalam menerapkan tata pemerintahan yang baik perlu perhatian yang serius, agar penyelenggaraan pemerintahan nagari tidak meleset dari tujuan awal dan supaya masyarakat bisa berkonstribusi dan berpartisipasi secara berkelanjutan.
5
Peningkatan kapasitas pemerintahan nagari dalam menghadapi tantangan yang semakin berat, diarahkan pada pengimplementasian good governance untuk memberikan pemberdayaan masyarakat. Karena dengan demikian akan menempatkan kelompok rentan dari masyarakat sebagai prioritas
yang akan
diberdayakan. Oleh sebab itu persoalan utama yang akan dikaji dalam program kajian ini adalah Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Melalui Penerapan Good Governance di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat.
1.2 Perumusan Masalah Menurut pasal 14 Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2005, tugas wali nagari (kepala desa) adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Peran pemerintahan nagari dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebagaimana dimaksud PP tersebut adalah terlaksananya good governance. Good governance sebagai tuntutan masyarakat menjadi suatu isu yang harus direspons, untuk itu pemerintah nagari harus memiliki kompetensi dan kinerja yang tinggi. Permasalahan kapasitas dan kualitas penyelenggara pemerintahan adalah kurang berminatnya orang yang memiliki kualitas tinggi untuk bekerja di pemerintahan nagari dan bekerja sebagai perangkat nagari belum dianggap sebagai
profesi.
Untuk
itu
orang-orang
yang
mau
menjadi
aparatur
pemerintahan nagari adalah mereka yang tidak punya profesi tetap, seperti petani, pensiunan atau mereka yang kurang punya kesibukan dalam keluarganya. Maka pertanyaan pertama kajian ini adalah bagaimana kapasitas pemerintahan nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari? Penyelenggaraan pemerintahan nagari untuk melaksanakan program dan kegiatan yang telah ditetapkan memerlukan pengelolaan yang baik, sesuai tugas pokok dan fungsi pemerintahan nagari. Penyelenggaraan tersebut harus mengarah pada pemberdayaan masyarakat, agar masyarakat menjadi subjek dan sekaligus pemilik dari program, mampu tumbuh dan berkembang menjadi kelompok yang berdaya. Maka yang menjadi pertanyaan kedua dalam kajian ini adalah bagaimana kendala yang dihadapi menerapkan prinsip good governace?
pemerintahan nagari dalam
6
Tuntutan masyarakat yang makin lama makin kompleks dan rumit. Sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, dimana pola lama tidak dapat diterapkan lagi seutuhnya, sehingga perlu pola baru yang terarah dan terencana dengan baik. Untuk mempercepat pencapaian tujuan sistem pemerintahan nagari dan pemenuhan kebutuhan mutakhir masyarakat, maka pertanyaan terakhir dari kajian ini adalah bagaimana strategi dan program yang dilakukan oleh pemerintahan nagari dalam penerapan good governance?.
1.3 Tujuan dan Kegunaan Kajian Tujuan Tujuan umum dari kajian ini adalah mengetahui kapasitas pemerintahan nagari melalui penerapan good governance yang difokuskan pada kajian dan analisis secara partisipatif bersama masyarakat di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. Untuk memenuhi tujuan umum, maka secara khusus kajian ini bertujuan: 1. Mengidentifikasi kapasitas pemerintahan nagari. 2. Mengevaluasi program dan kegiatan pemerintahan nagari sesuai prinsip good governance. 3. Mengevaluasi dan menganalisis permasalahan yang dihadapi pemerintahan nagari dalam mengimplementasikan good governance. 4. Memformulasikan strategi dan program penerapan good governance yang sesuai kebutuhan masyarakat. Kegunaan Kegunaan kajian ini adalah: 1. Memberikan gambaran penerapan good governance oleh pemerintah nagari saat ini. 2. Sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan di daerah 3. Dapat memberikan model pemikiran bagi terwujudnya pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan (sustainable).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapasitas Pemerintahan Nagari 2.1.1
Pengertian Nagari Konsep
Nagari
dapat
didefinisikan
sebagai
sistem,
sub
sistem,
kelembagaan, unit Pemerintahan, wilayah, kesatuan masyarakat, etnik, hukum, adat, budaya, komunitas, perekonomian dan identitas. Berikut beberapa definisi oleh para ahli: 1. Dalam nagari ada lambang mikrokosmik dari sebuah tatanan makrokosmik yang lebih luas, saling awas dan saling imbang antara lembaga Kerapatan Adat Nagari (Yudikatif), Badan Perwakilan Rakyat Nagari (Legislatif) dan Pemerintah Nagari (eksekutif). Sistem tatanan pemerintahan tingkat nagari ini sebagai republik-republik kecil yang bersifat self contained, otonom, civilsociety yang relatif mampu membenahi diri sendiri. Nagari juga adalah sumber identitas dan sekaligus sumber rujukan serta aspirasi (Mochtar Naim dalam Latief et al, 2004). 2. Nagari di Minangkabau sudah memiliki unsur negara modern, yaitu adanya rakyat yang hidup berkelompok, bersuku-suku, mempunyai wilayah yang jelas batas-batasnya yang disebut dengan basasok bajurami, bermamak, berkemenakan menggambarkan pola pemerintahan (Amir M.S dalam Latief et al, 2004). 3. Bagi masyarakat Minangkabau, istilah nagari telah “membumi” yang tidak dapat dipisahkan antara primordialisme dengan nilai-nilai berbangsa, antara struktur sosial dengan administrasi negara, antara Adat dan Pemerintahan, antara kolektivitas kesukuan dengan pembangunan. Dalam kerangka ini, berpemerintahan di masyarakat Minangkabau, telah memakai utuh elemenelemen administrasi negara, sehingga nagari merupakan wilayah yang otonom (adat salingka nagari). Nagari adalah sebagai artikulasi dari struktur masyarakat adat Minangkabau yang terbentuk atas kesamaan hubungan darah (geneologis) dan kesamaan wilayah (teritorial) seperti tertuang dalam pantun adat “nagari bapaga undang, kampuang bapaga buek” (Nofil Ardi dalam Latief et al, 2004). 4. Nagari merupakan basis budaya minangkabau, nagariku adalah negaraku, negaraku adalah nagariku. Tanpa nagari Minangkabau hanyalah bit informasi
8
saja. Oleh sebab itu, setiap nagari harus bersaing atau ber-fastabikhul khairat menghasilkan “anak-anak nagari atau orang-orang yang tahu” (Abraham Ilyas dalam Latief et al, 2004) 5. Nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Perda 9, 2000). 6. Nagari bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan Nagari bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Nagari telah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Kerajaan Pagaruyung pada dasarnya merupakan federasi nagari-nagari yang berada
di
Minangkabau.
Sistem
nagari
juga
sudah
ada
sebelum
Adityawarman mendirikan kerajaan tersebut. Kesimpulannya adalah bahwa Nagari merupakan sumber identitas, rujukan dan aspirasi. Nagari telah memiliki unsur negara modern, yang merupakan wilayah otonom dan merupakan basis budaya Minangkabau sebagai kesatuan masyarakat hukum dan bukan merupakan dari perangkat daerah. 2.1.2
Kapasitas Pemerintahan Peningkatan
kapasitas atau sering disebut pengembangan kapasitas
(capacity building) adalah suatu proses yang meningkatkan kemampuan individu, organisasi atau sistem untuk mencapai maksud dan tujuan yang telah ditetapkan (Brown et.al 2001 dalam Muhammad Ruslan,2008). Pengembangan kapasitas dapat dilihat sebagai suatu proses untuk melakukan, atau menggerakan, perubahan di berbagai tingkatan (Individu, kelompok, organisasi dan sistem) untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan penyesuaian diri dari individu dan organisasi, sehingga mereka dapat merespons lingkungannya yang selalu berubah (Morrison, 2001 dalam Muhammad Ruslan, 2008) Penguatan
kelembagaan
dilakukan
dengan
cara
capacity
building
(penguatan kapasitas), dimana istilah ini memiliki makna dan caranya berbedabeda antara orang dan organisasi. Penguatan kelembagaan dikatakan juga sebagai ”....Stregthening people’s capacity to determine their own value and priorities, and to organize themselves to act on these, which is the baic for development” (memperkuat kapasitas orang-orang untuk menentukan nilai-nilai
9
dan prioritas mereka sendiri dan untuk mengatur diri mereka sendiri dan bertindak dalam kegiatan yang merupakan dasar dari pembangunan), Deborah Eade dan Suzane dalam tim O’Shaughnessy with leane Black and Helen (carter,1999). Capacity building adalah untuk menggambarkan serangkaian tindakan mulai dari pengembangan kapasitas manusia secara langsung, restrukturisasi organisasi dan pemasaran tenaga kerja, Tiga elemen penguatan kapasitas adalah: 1. Pembangunan manusia, terutama dalam bidang kesehatan, pendidikan, makanan dan keterampilan tekhnis. 2. Restrukturisasi pemerintah dan swasta untuk menciptakan pekerja yang terampil dan berfungsi secara efektif. 3. Kepemimpinan politik yang memahami bahwa institusi merupakan satu kesatuan yang rentan dan mudah hancur, oleh karena itu memerlukan pendampingan yang berkelanjutan. Dalam penguatan kapasitas kelembagaan, kerjasama antar pihak menjadi sangat penting, melalui kerjasama pemerintah, swasta dan non goverment organization (lembaga Pengembangan Masyarakat) serta masyarakat itu sendiri. Agar penguatan kelembagaan dapat berkembangan
serta mampu
menggerakan sumberdaya masyarakat, maka penguatan kelembagaan harus berbasis komunitas. Dalam arti penguatan kelembagaan direncanakan dan dilaksanakan oleh komunitas secara partisipatif untuk kepentingan komunitas. Oleh karena itu dalam proses penguatan kapasitas kelembagaan memanfaatkan faktor
modal
sosial
(social
capital)
yang
ada
di
masyarakat.
Dalam
pengembangan modal sosial dan komunitas terdapat tujuh pendekatan yang khas untuk
setiap komunitas dan modal sosialnya, yaitu; 1) kepemimpinan
komunitas (community leader); 2) dana komunitas (community funds); 3) sumberdaya
material
(community
material);
4)
pengetahuan
komunitas
(community knowledge); 5) teknologi komunitas (community technology); 6) proses-proses pengambilan keputusan oleh komunitas (community decision making); dan 7) organisasi komunitas (community organization). Konsep dana tidak saja mencakup uang sebagai alat tukar, tapi juga meliputi hubungan yang mereka jalin (Rahman dalam Nasdian, 2006). Dengan penguatan kelembagaan, untuk penyelenggaraan pemerintahan nagari yang menjadi fokus utama yang akan dikuatkan adalan perangkat nagari
10
dan masyarakat serta sistem pemerintahan nagari itu sendiri. Perangkat nagari sebagai penyelenggara yang terdiri dari individu-individu harus ditingkatkan kemampuannya terutama dalam pemanfaatan tujuh C yakni; community leader, community funds, community material, community knowledge, community technology, community decision making, dan community organization.
Maka
dengan meningkatnya kemampuan dari individu perangkat nagari dalam mengelola dan memanfaatkan tujuh C, hasil yang diharapkan adalah semakin kuatnya pemerintahan nagari sebagai suatu organisasi pemerintahan. 2.1.3
Sistem Pemerintahan Nagari Sistem pemerintahan nagari adalah suatu sistem yang membentuk
pemerintahan yang sejak "nenek moyang" orang Minang bercirikan egaliter, mandiri, dan berorientasi ke masyarakat (kerakyatan). Sistem pemerintahan nagari dipandang efektif guna menciptakan ketahanan agama dan budaya masyarakat Sumatera Barat yang demokratis dan aspiratif, serta dalam rangka tercapainya kemandirian, peranserta, dan kreativitas masyarakat yang selama ini terpinggirkan dan diabaikan. "Desentralisasi pemerintahan bagi masyarakat Sumatera Barat sudah dikenal sejak lama, yang usianya sama tuanya dengan Minangkabau itu sendiri (Mochtar Naim dalam Latief et al,2004). Secara tradisional untuk menjalankan sistem pemerintahan nagari, tradisi sosial politik yang berlaku adalah berdasarkan (1) Lareh Koto Piliang, buah tradisi dari Datuk Katumanggungan, bersifat aristrokasi, artinya pemerintahan berpusat kepada beberapa aristrokrat, (2) Lareh Bodi Caniago, buah tradisi dari Datuk Parpatih Nan Sabatang, bersifat musyawarah mufakat, para anggota dewan penghulu sama kedudukannya (Hanafi, 1970; Dt.Batuah dan Dt. Madjoindo,1956). Kedua sistem ini tetap menerapkan prinsip demokrasi dalam pelaksanaannya, terutama dalam pengambilan keputusan tetap melaksanakan musyawarah untuk mencapai mufakat, bahkan dalam sistem aristokrasipun tidak ada yang otoriter, yang dikenal dengan pantun adat ”raja alim raja disembah, raja lalim raja disanggah”. Bila dalam prakteknya ada yang dianggap otoriter, maka itu lebih bersifat perilaku pemegang otoritas dan bukan pada sistemnya. Nagari merupakan kesatuan adat, kesatuan budaya dan kesatuan ekonomi, yang dikelola secara demokratis dan otonom, yang mampu mengelola dirinya sendiri, maka untuk itu ditetapkanlah kesatuan pemerintah (H.Y.Bahar dalam Latief et al, 2004).
11
Djauhari
Syamsuddin
dalam
Latief
et
al
(2004)
mengemukakan
Minangkabau sebagai negeri Islam, diikrarkan dalam perjanjian Bukit Marapalam yang dikenal dengan Sumpah Setia Bukit Marapalam. Sumpah ini harus dipegang erat, digenggam teguh oleh seluruh anak nagari. Pelaksanaannya dilaksanakan oleh kaum adat dan pemerintah nagari. M. Ansyar dalam Latief et al (2004), mengemukakan pemerintahan nagari yang berdasarkan adat itu ada dua hal, yaitu: 1. Pemerintahan Nagari harus mampu menaungi masyarakat hidup sejahtera, setara di kecamatan, kabupaten, propinsi dan masyarakat global. 2. Pemerintah yang berdasarkan adat harus menaungi masyarakat dan bisa menerapkan adat. Dengan melihat pada pengertian sistem pemerintahan nagari yang dikemukakan oleh para pakar Minangkabau di atas, maka sistem pemerintahan nagari
merupakan
sistem
pemerintahan
Minangkabau
yang
bersifat
desentralisasi yang bercirikan egaliter, mandiri dan berorientasi kerakyatan dengan
menerapkan
dua
pola
kepemimpinan
yang
didasarkan
pada
musyawarah untuk mufakat sesuai dengan adat, budaya dan agama Islam, agar mampu menaungi masyarakat hidup sejahtera.
2.2 Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dapat memberikan pelayanan dengan baik dan selalu meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu pemerintahan harus memiliki prinsip pengelolaan tata kepemerintahan yang baik (good governance), adapun prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah: 1. Partisipasi
(Participation),
di
mana
semua
masyarakat
bebas
menyampaikan aspirasinya secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasi masing-masing. 2. Aturan hukum (Rule of law), kerangka aturan hukum dan perundangundangan sebagai refleksi dari rasa keadilan rakyat, ditegakan dan dipatuhinya secara utuh, supaya terjamin ketertiban dan keadilan untuk semua. 3. Transpransi (Transparency), dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pembangunan haruslah dalan prinsip melayani. Dengan demikian
12
masyarakat berhak tahu dan mendapat informasi terhadap yang dilakukan pemerintah tentang apa yang sudah dicapai dan kendalanya. 4. Daya tanggap (Responsiveness), tanggap terhadap persoalan-persoalan yang ada di masyarakat serta siap melayani dan prosesnya diarahkan pada upaya untuk melayani pihak yang berkepentingan (stakeholder). 5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation), mampu menjadi mediasi dan fasilisator terhadap banyak kepentingan di tengah masyarakat sehingga terbangun suatu konsensus atau kesepakatan dan jika memungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah. 6. Keadilan (Equity), memperlakukan warga secara adil dan setara, yang membedakan perolehan warga adalah prestasi, kinerja dan dharma baktinya dalam memelihara kualitas hidup. 7. Efektivitas dan efisiensi (Effectiveness and Effeciency), kegiatan yang dilakukan harus berdasarkan perencanaan yang tepat dan jelas serta mengakomodasi aspirasi masyarakat dengan prosedur kerja yang tepat dan setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber yang tersedia. 8. Akuntabilitas (Accountability), setiap kegiatan yang dilakukan harus bisa dipertanggungjawabkan
kepada
masyarakat
dan
stakeholder
secara
fungsional. 9. Visi Strategis (Strategic Vision), Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang memiliki target yang ingin dicapai dalam waktu tertentu, (UNDP dalam Sedarmayanti, 2004). Tata kelola (governance) yang baik menuntut lebih dari sekedar kapasitas pemerintah yang memadai, akan tetapi juga mencakup kaidah aturan yang menciptakan suatu legitimasi, kerangka kerja yang efektif dan efisien dalam melaksanakan kebijakan publik. Tata kelola yang baik berimplikasi pada pengelolaan urusan masyarakat dengan cara yang transparan, akuntabel, partisipatif dan berkesetaraan. Pemerintah yang berfungsi baik adalah pemerintah yang memiliki birokrasi berkualitas tinggi, sukses dalam menyediakan layanan publik yang esensial, dapat mengelola anggaran negara yang efektif, tepat sasaran dan betul-betul
13
untuk kemaslahatan rakyat kebanyakan, serta demokratis. Oleh karenanya, pemerintah sudah seyogyanya harus berpacu dengan waktu dan berupaya untuk memperbaiki kualitas tata kelolanya sehingga ancaman terwujudnya Indonesia sebagai negara yang gagal ( failed state ) tidak terjadi (Teddy Lesmana,2008). Karakteristik clean and good governance, diharapkan mewujudkan cara melakukan pembangunan kualitas manusia sebagai pelaku good governance, yaitu: 1. Pembangunan oleh dan untuk masyarakat 2. Pokok pikiran community information planning system, dapat diwujudkan dengan sharing sumberdaya terutama sumberdaya informasi yang dimiliki oleh pemerintah kepada masyarakat. 3. Lembaga legeslatif perlu berbagi informasi dengan masyarakat atas apa yang mereka ketahui mengenai sumberdaya potensial yang diperlukan birokrat kepada masyarakat. 4. Birakrat harus menjalin kerjasama dengan masyarakat, yaitu membuat program-program yang sesuai dengan yang diinginkan masyarakat. 5. Birokrat membuka dialog dengan masyarakat, untuk memperkuat interaksi yang lebih besar, dengan cara mempermudah konversi sumberdaya yang diperlukan dalam melakukan kontrol. 6. Nilai manajemen strategis, yaitu mampu mengembangkan organisasi beradaptasi dengan lingkungannya, Nisjar dan sedarmayanti, (2004).
2.3 Pemberdayaan Masyarakat 2.3.1
Pemberdayaan Pemberdayaan secara konseptual telah banyak dikemukakan oleh para
ahli, konsep tersebut umumnya sesuai dengan spesifik kajian dan bidang keahlian mereka. Dalam bidang sosial kemasyarakatan juga banyak yang memberikan definisi tentang pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial dan budaya (Harry Hikmat,2001).
14
Empower mengandung dua pengertian, pertama sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepada pihak lain (to give power or authority), kedua sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan (to give ability to or enable), (Webster dalam Oxford English Dictionary, 1989). Pemberdayaan menunjuk kepada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasar, sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom) dalam arti bukan hanya bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) Menjangkau sumbersumber
produktif
yang
memungkinkan
mereka
dapat
meningkatkan
pendapatannya; dan (c) Mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2005:58). “empowerment means providing people with the resources, opportunities, knowledge and skill to increase their own future, and participate in the effective life of their community”, (Ife, 1991). Mengacu pada pendapat Ife, pemberdayaan berarti menyediakan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kehidupan di masa datang agar lebih baik dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Perencanaan
pembangunan
yang
diarahkan
pada
masyarakat paling tidak harus memuat unsur-unsur pokok dasar
pemberdayaan
masyarakat;
(2)
kerangka
pemberdayaan
yaitu; (1) strategi
makro
pemberdayaan
masyarakat; (3) sumber anggaran pembangunan; (4) kerangka dan perangkat kebijaksanaan pemberdayaan masyarakat; (5) program-program pemberdayaan masyarakat yang secara konsisten diarahkan pada pengembangan kapasitas masyarakat dan (6) indikator keberhasilan program ( Sumodiningrat, 1999). Pemberdayaan berarti: Mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa
sehingga
masyarakat
memiliki
daya
dan
kesempatan
untuk
mengembangkan kehidupannya tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. Dengan ciri-ciri adalah sebagai berikut; (a). Mampu
memahami
diri
dan
potensinya,
(b).
Mampu
merencanakan
(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan) dan mengarahkan dirinya sendiri, (c).
Memiliki kekuatan untuk berunding, bekerja sama secara saling
menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, dan (d). Mampu bertanggung jawab atas tindakannya sendiri (Sumardjo, 2005: 22).
15
Pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggungjawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian,
tapi
menyerahkan
pengendalian.
Dengan
demikian
pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain.
Yang
paling
penting,
pemberdayaan
memungkinkan
pemanfaatan
kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri (Stewart, 1994). Pemberdayaan sebelum ini menjadi unsur yang hilang (the missing ingredient) dalam mewujudkan partisipasi masyarakat yang aktit dan kreatif. Secara sederhana, pemberdayaan mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses ke dan kontrol atas sumberdaya yang penting (Nasdian dalam Trisna,2005). Dengan demikian pengertian pemberadayaan masyarakat adalah: 1. Tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. 2. Memberi kuasa, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan otoritas. 3. Menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan sehingga mereka memiliki kemampuan. 4. Menyediakan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kehidupan di masa datang agar lebih baik dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. 5. Merupakan
satu
kesatuan
proses
dalam
pembangunan
mulai
dari
perencanaan, penganggaran sampai pada penentuan indikator keberhasilan. 6. Mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu adalah hasil kekuatan eksternal. 7. Adanya penyerahan pengendalian dalam pengambilan keputusan dengan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin. 8. Adanya partisipasi masyarakat yang aktif dan kreatif. Kesimpulannya adalah bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan proses transformasi kemampuan dari pihak yang memiliki kekuatan kepada pihak yang
memiliki
kekuatan
dengan
cara
memberikan
atau
mengalihkan
sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan serta menciptakan situasi dan kondisi keberdayaan tanpa pengaruh kekuatan eksternal.
16
2.3.2
Pengembangan Masyarakat Pengembangan Masyarakat merupakan suatu aktivitas pembangunan yang
berorientasi pada kerakyatan. Syarat pembangunan kerakyatan (Corten) adalah tersentuhnya aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam dan adanya partisipasi masyarakat. Dalam hal ini pembangunan merupakan gerakan masyarakat,
seluruh
masyarakat,
bukan
proyek
pemerintah
yang
dipersembahkan kepada rakyat bawah. Pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka, untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai aspirasi mereka sendiri (Nasdian dan Utomo, 2005). Pengembangan masyarakat dalam sistem pemerintahan nagari adalah untuk tercapainya aspek-aspek keadilan, keseimbangan dan adanya partisipasi masyarakat. Penerapan sistem sebelumnya belum mampu menyentuh hal tersebut. Maka dengan sistem pemerintah nagari, keadilan yang selama ini tidak dirasakan oleh lembaga-lembaga lokal bisa tersentuh lagi.
Keberadaannya
dapat diakui dan dihormati, agar muncul partisipasi murni dari masyarakat dan pengelolaan sumberdaya yang ada bisa berdayaguna dan berhasilguna. Pengelolaan perencanaan dan sumberdaya di tingkat komunitas dapat dilakukan melalui pendekatan sebagaimana yang dikemukan oleh James Christensen dalam Nasdian dan Utomo (2005), menjelaskan tiga pendekatan dalam pengembangan masyarakat, yaitu: 1. Menolong diri sendiri (self help), masyarakat menjadi partisipan aktif dalam proses pembanguan. Agen-agen pembangunan hanya sebagai fasilisator. Komunitas (local resident) memegang tanggungjawab utama dalam hal: (i) memutuskan apa yang menjadi kebutuhan komunitas, (ii) bagaimana memenuhi kebutuahan itu, dan (iii) menggerakannya. 2. Pendekatan konflik, bahwa terjadi perubahan kepercayaan akan agen pembangunan di mana terdapat ketidakadilan dalam struktur yang ada dalam komunitas, untuk itu diperlukan perubahan struktur komunitas agar tercipta pemerataan dan keadilan. 3. Pendampingan teknik (technical assistance), pengembangan masyarakat dari perspektif
ini bersifat spesifik mencakup pengembangan ekonomi,
pengembangan sistem pelayanan sosial dan koordinasi atas pelayanan yang ada.
17
Ketiga pendekatan di atas dapat diterapkan dalam pengembangan masyarakat nagari karena sebagian dari anggota komunitas telah bangkit kesadarannya untuk mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya yang mereka miliki seperti sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu kapasitas lokal (local capacity). Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintahan nagari, kapasitas kelembagaan-kelembagaan lain di nagari dan kapasitas masyarakat nagari. Dalam era otonomi daerah sekarang ini masyarakat didorong untuk mampu merumuskan dan menentukan kebutuhan organisasi dan kebutuhan masyarakatnya. Masyarakat nagari diharapkan dapat bebas menentukan akan kebutuhan operasional pemerintahan nagari, kebutuhan lembaga lokal seperti keluarga, kaum dan suku, juga lembaga formal lainnya seperti Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat Nagari (KAN), Lembaga Pembangunan Masyarakat (LPM) dan sebagainya. Dengan adanya otoritas yang dimiliki masyarakat, untuk berkiprah pada lembaga-lembaga lokal, akan memperbesar kapasitas pemerintahan nagari secara keseluruhan.
2.4 Pengembangan Kelembagaan 2.4.1
Kelembagaan Kelembagaan sosial disebut juga pranata sosial. Koentjaraningrat (1984),
paranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas yang memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena lembaga kemasyarakatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka lembaga kemasyarakatan dapat digolongkan berdasarkan jenis kebutuhan tersebut. Koentjaraningrat (1990) mengkategorikannya ke dalam delapan golongan, yaitu: kelembagaan kekerabatan; kelembagaan ekonomi; kelembagaan pendidikan; kelembagaan ilmiah;
kelembagaan
estetika
dan
rekreasi;
kelembagaan
keagamaan;
kelembagaan politik dan kelembagaan somatik. Proses pelembagaan dimulai dari warga komunikasi mengenal, mengakui, menghargai, mentaati dan menerima norma-norma dalam kehidupan sehari-hari. Hal yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan adalah salah satunya tersedia wadah sebagai sarana untuk berpartisipasi. Kemauan untuk berpartisipasi seperti menyumbang pemikiran, tenaga dan dana tak dapat direalisasikan jika tidak tersedia wadahnya.
18
Kelembagaan merupakan wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi, masyarakat akan berpartisipasi manakala organisasi tersebut sudah dikenal dan dapat memberikan manfaat langsung pada masyarakat yang bersangkutan, serta pemimpin yang dikenal dan diterima oleh kelompok sosial (Nurdin,1998). Istilah
kelembagaan
(institution)
dan
pengembangan
kelembagaan
(institution development) atau pembangunan kelembagaan (institution building), mempunyai arti yang berbeda untuk orang yang berbeda pula. Di sini pengembangan kelembagaan didefinisikan sebagai sebagai proses untuk memperbaiki
kemampuan
lembaga,
guna
mengefektifkan
penggunaan
sumberdaya manusia dengan keuangan yang tersedia (Israel, 1992). Dengan
kuatnya
kelembagaan
maka
dapat
mendukung
terhadap
pengembangan komunitas. Penguatan kapasitas kelembagaan selain meliputi penguatan individu, juga meliputi
kelembagaan itu sendiri. Pranata atau
kelembagaan yang dimaksud, baik berupa kelembagaan yang bersifat badan atau organisasi, maupun berupa kelembagaan sosial. Kelembagaan disini merupakan bentuk nyata dari pemanfaatan modal sosial serta kemandirian yang dimiliki oleh masyarakat. 2.4.2
Hubungan Kelembagaan Kelembagaan adalah aktivitas manusia baik sadar maupun tidak, disengaja
maupun tidak dalam memenuhi kebutuhan hidup selalu diulang-ulang, yang akhirnya aktivitas tersebut melekat dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan serta mengatur aktivitas manusia itu sendiri dan menjadi norma yang dilandasi nilai-nilai budaya tertentu (Kolopaking, 2006). Kelembagaan
sosial
merupakan
terjemahan
langsung
dari
social-
institution., yang menunjuk pada adanya unsur-unsur yang mengatur prilaku warga masyarakat. Koentjaraningrat (1964) dalam Nasdian dan Dharmawan (2006) mengatakan bahwa pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi komplekskompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat Secara konseptual kelembagaan mencakup konsep pola perilaku sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam hal ini, ada dua pengertian kelembagaan yang sering digunakan oleh ahli dari berbagai bidang yaitu yang disebut institusi atau pranata dan organisasi. Pengertian kelembagaan sebagai pranata dapat dikenali melalui unsur-unsurnya, seperti aturan main, hak dan kewajiban, batas yurisdiksi atau ikatan dan sanksi.
19
Selanjutnya, kelembagaan dalam pengertian organisasi, disamping keempat unsur di atas juga dicirikan oleh terdapatnya struktur organisasi, tujuan yang jelas, menpunyai partisipan dan mempunyai teknologi serta sumberdaya. Dalam organisasi aturan main biasanya tertulis, dan strukturnya dapat dikenali dengan adanya kepengurusan dalam organisasi seperti ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan sebagainya (Sudaryanto dan Agustian dalam Pranadji, 2003). Pola hubungan yang terbentuk dalam masyarakat sesuai dengan definisi tersebut di atas menekan pada sistem tata kelakuan atau sistem norma untuk memenuhi kebutuhan. Dinamika pola hubungan masyarakat yang ada di Nagari akan menunjukan kedekatan peran masing-masing lembaga atau organisasi dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan dan aktivitas masyarakat.
2.5 Partisipasi dan Pendampingan 2.5.1
Partisipasi Unsur utama partisipasi adalah adanya kesadaran, kesukarelaan, proses
aktif dan dikehendaki dalam berperilaku sesuai dengan kebutuhan dan keinginan partisan, sehingga dalam berperilaku didasari pada motivasi terutama motivasi intrinsik yang tinggi, baik dalam pengambilan keputusan maupun dalam implementasinya dan dalam menikmati hasil berperilaku tersebut. Ada tiga prasyarat partisipasi seseorang dalam suatu kegiatan kemasyarakatan, yaitu adanya kesadaran pada diri yang bersangkutan tentang adanya kesempatan, dan adanya kemauan (sikap positif terhadap sasaran partisipasi), serta adanya dukungan kemampuan (inisiatif untuk bertindak dengan komitmen dan menikmati hasilnya). Implementasi partisipasi dalam pembangunan adalah penerapan prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat, yang secara tegas menempatkan masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan (Sumardjo dan Saharuddin, 2006.5). Kunci utama dari akses, peran dan komunitas lokal adalah tingkat partisipasi yang menonjol dan kemampuan untuk membangun diri secara mandiri. Partisipasi di sini dapat diartikan sebagai keterlibatan secara aktif dari anggota komunitas lokal tersebut dalam pembuatan keputusan tentang implementasi proses, program-program yang berdampak pada diri mereka (Slocum,1995, dalam Prasetijo, 2003). Partisipasi lebih mengarah pada pemberdayaan secara individu, sebagai anggota dalam kelompok tertentu, dalam mengidentifikasi dan membentuk model
20
masyarakat seperti yang mereka inginkan. Pemberdayaan juga bermaksud agar manusia dapat mengorganisasi dan mempengaruhi perubahan, sehingga mereka mendapat akses yang lebih kuat terhadap pengetahuan, proses politik, pembiayaan sosial dan sumber-sumber alam yang ada. Pendekatan pemberdayaan masyarakat setidaknya akan berfokus pada cara bagaimana memobilisasi sumber-sumber lokal, menggunakan keragaman kelompok sosial dalam mengambil keputusan, dan sebagainya. Dalam prosesnya masyarakat lokal haruslah menjadi elemen utama dalam program pengembangan masyarakat. Di sini sesungguhnya partisipasi mengambil peran sebagai suatu proses pemberdayaan yang dapat membantu untuk menampilkan dan menjelaskan suara-suara dari masyarakat yang selama ini tidak terdengar (Prasetijo, 2003) 2.5.2
Pendampingan Pendampingan sosial merupakan satu strategi yang sangat menentukan
keberhasilan
program
pemberdayaan
masyarakat.
Membangun
dan
memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial di mana penduduk
sebuah
komunitas
mengorganisasikan
diri
dalam
membuat
perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya. Pendampingan sosial berpusat pada empat bidang tugas atau fungsi yang dapat disingkat dalam akronim 4P, yakni : 1. Pemungkin (enabling) atau fasilitasi, merupakan fungsi yang berkaitan dengan pemberian motivasi dan kesempatan bagi masyarakat. Peran pendampingan di sini dapat berupa antara lain menjadi model (contoh), melakukan mediasi dan negasiasi, membangun konsensus bersama, serta melakukan manajemen sumber. Sumber dapat berupa sumber personal (pengetahuan, motivasi, pengalaman hidup), sumber interpersonal (sistem pendukung yang lahir baik dari jaringan pertolongan alamiah maupun interaksi
fdormal
dengan
orang
lain),
dan
sumber
sosial
(respon
kelembagaan). Pengertian manajemen di sini mencakup pengkoordinasian, pensistematisasian dan pengintegrasian – bukan pengawasan (controlling) dan penunjukan (directing). 2. Penguatan (empowering), fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building). Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberikan masukan positif
21
dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat. Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan fungsi penguatan. 3. Perlindungan (protecting), fungsi ini berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembaga-lembaga atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Tugasnya mencari sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan hubungan masyarakat dan membangun jaringan kerja. Disamping itu bertindak sebagai konsultan, yang tidak hanya memberi dan menerima saran-saran, melainkan juga memproses yang ditujukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pilihan-pilihan dan mengidentifikasi prosedur-prosedur bagi tindakan-tindakan yang diperlukan. 4. Pendukung (supporting), merupakan aplikasi keterampilan yang bersifat praktis
yang
dapat
mendukung
terjadinya
perubahan
positif
pada
masyarakat. Pendamping tidak hanya dituntut mampu menjadi manager perubahan
yang
mengorganisasi
kelompok,
melainkan
mampu
pula
melakukan tugas-tugas teknis sesuai keterampilan dasar, seperti melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana 5. Pemelihara,
memelihara
kondisi
yang
kondusif
agar
tetap
terjadi
keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. (Suharto,2006:93). Dalam hubungannya dengan kelembagaan pemerintahan nagari di sini adalah akan terjadi kerja sama, terutama adanya pertukaran pengalaman antara perangkat nagari dengan tenaga pendamping. Interaksi pendamping dengan pemerintah nagari akan menguatkan posisi pemerintahan nagari, sehingga memiliki posisi daya tawar yang tinggi (bargaining power) terhadap terhadap kelembagaan lain dan pemerintahan tingkat atas. Pemerintah
nagari
akan
memperoleh
keuntungan
ganda
berupa
peningkatan kapasitas juga memiliki akses dalam melakukan analisis sosial kemasyarakatan, manajemen pengelolaan dan dinamika kelompok masyarakat, dapat membangun relasi dengan seluruh stakeholder pemerintahan, bisa bernegosiasi terutama kepada pihak pemerintah, swasta dan masyarakat
22
2.6 Sumberdaya Manusia dan Kinerja 2.6.1
Sumberdaya Manusia Mekanisme
organisasi
memiliki
banyak
potensi
yang
mendukung
keberhasilan organisasi tersebut, dari sekian banyak potensi yang menjadi kunci utama adalah Sumberdaya Manusia (SDM). SDM adalah mereka yang memiliki komitmen yang konsisten dalam memotivasi diri pada level tertentu untuk berprestasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Mereka ini adalah orangorang yang mempunyai dorongan kuat untuk maju secara lebih unggul daripada yang lain dengan menggunakan prinsip kejujuran, tidak cepat merasa puas, inovatif dan tanpa frustasi berlebihan dalam menghadapi aneka perubahan situasi yang berdinamika serta mempunyai daya adaptabilitas yang tinggi (Danim, 2004:1). Untuk mencapai tujuan organisasi sesuai bidang, tugas dan kemampuan. Manusia bervariasi dalam hal motif berprestasi, kemampuan kognitif, akurasinya dalam melaksanakan pekerjaan, dan potensi dasarnya. Perbedaan itu terlihat pada pola hubungan sosial, kemajuan ekonomi perorangan, dan pandangan ke depan, serta falsafah hidup mereka. Dalam konteks organisasi agar terjadi efek positif terhadap efektivitas dan efisiensi kerja perlu motivasi.
2.6.2
Kinerja Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance atau
Actual Performance (prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan/staf dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberi tanggungjawab yang sesuai kepada karyawan/staf sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menetukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan (Mangkunegara, 2006). Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari penilaian atau evaluasi kenerja (Agus Sunyoto dalam Mangkunegara, 2006) adalah: 1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan/staf tentang persyaratan kinerja.
23
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat. 3. Memberikan peluang untuk menditribusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap pekerjaan yang diemban. 4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga staf termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya. 5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan. Prinsip dasar evaluasi kinerja adalah : 1. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan 2. Selalu didasarkan atau pertemuan pendapat, misalnya melalui diskusi. 3. Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan kesa terpaksa, namun dimasukan secara sadar ke dalam dilakukan secara periodik, terarah dan terprogram.
corporate planning,
BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Sistem pemerintahan nagari yang diterapkan sebagai pemerintahan terendah di Sumatera Barat adalah suatu hal yang baru dialami oleh generasi sekarang, khususnya bagi mereka yang lahir pada pertengahan tahun 70-an. Namun secara historis pemerintahan nagari telah berumur panjang sekali dan bahkan nagari lebih tua dari kerajaan Pagaruyung di Minangkabau. Pemerintahan Nagari pada masa kerajaan Pagaruyung di Minangkabau merupakan daerah otonom yang memiliki ciri egaliter, mandiri dan berorientasi kerakyatan. Nagari dipimpin oleh Penghulu Adat, yang dipilih dan diangkat sesuai dengan ketentuan adat selingkar nagari, melalui kesepakatan bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat. Keberadaan pemimpin sifatnya didahulukan selangkah, ditinggikan seranting. Maksudnya antara yang dipimpin dengan yang memimpin tidak memiliki jarak. Di tinggi seranting maksudnya adalah setiap pemimpin haruslah dihormati, ditaati perintahnya dan dihentikan larangannya. Perkembangan
sejarah
pemerintahan
nagari
semenjak
kerajaan
Pagaruyung di Minangkabau telah mengalami fluktuasi yang beragam. Hal ini terjadi karena penguasa (negara) melakukan intervensi yang hebat terhadap pemerintahan nagari, ini dapat dilihat pada: a. Kerajaan Pagaruyung jatuh ditaklukan Belanda pada tahun 1847, telah berakibat kurang baik terhadap penyelenggaraan pemerintahan nagari. Intervensi yang dilakukan pemerintahan kolonial Belanda, adalah: 1. Wali nagari, dipilih dan diangkat oleh Pemerintah Kolonial Belanda. 2. Wali Nagari adalah wakil pemerintah Belanda. 3. Penghulu-penghulu harus memiliki besluit dari Gubernemen. 4. Kerapatan Adat Nagari (KAN) terdiri dari penghulu-penghulu yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda. b. Di masa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pelaksanaan sistem pemerintahan nagari dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1983, sistem yang laksanakan merupakan kelanjutan sistem kolonial, tetapi dalam konteks yang berbeda, hal ini dapat dilihat pada: 1. Wali nagari, diusulkan oleh KAN dan diangkat oleh Bupati
25
2. Wali Nagari bertanggungjawab kepada bupati melalui camat 3. Penghulu-penghulu harus memiliki surat pengesahan dari camat 4. Kerapatan
Adat
Nagari
terdiri
dari
penghulu-penghulu
dan
keanggotaannya disahkan oleh bupati atas usul camat. Pada priode 1983 sampai dengan 1999, berdasarkan Undang Undang (UU) Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, maka Pemerintah Propinsi Sumatera Barat benar-benar berada di persimpangan jalan, di satu sisi masyarakat meminta pemurnian pelaksanaan sistem pemerintahan nagari sebagai daerah otonom di tingkat terendah, di sisi lain harus melaksanakan UU tersebut. Maka berdasarkan Keputusan Gubernur nomor 162/GSB/1983 tanggal 1 Agustus 1983, pemerintah daerah Sumatera Barat menghapuskan
pemerintahan
nagari
dan
menjadikan
jorong
(yang
merupakan bagian dari wilayah nagari) menjadi desa di tiap-tiap kabupaten dan kelurahan di tiap-tiap kotamadya. Gelombang perubahan terjadi menuju pola desentralisai, berdasarkan UU Nomor 22 tahun 1999, pemerintah propinsi Sumatera Barat mengikrarkan kembali ke sistem pemerintahan nagari, yang dituangkan Perda nomor 9 tahun 2000. Pelaksanaan pada tiap-tiap kabupaten adalah melalui Perda masing-masing kabupaten. Dengan demikian negara memegang peran yang sangat kuat terhadap pelaksanaan sistem pemerintahan nagari, hal dapat terlihat pada: 1. Kondisi Pemerintahan Negara, dalam hal ini iklim pemerintahan di tingkat pusat berpengaruh langsung pada pemerintahan daerah, bahkan sampai pada pemerintahan nagari sebagai pemerintahan terendah. 2. Peraturan
Perundang-undangan
yang
berlaku.
Perubahan
peraturan
perundang-undangan yang menjadi pedoman dalam menyelengarakan pemerintahan, mempengaruhi pemerintahan nagar dalam mengembangkan diri sesuai potensi dan kemampuannya. 3. Orientasi Pembangunan, kebijakan pemerintah dalam meletakan tujuan dasar arah pembangunan, seperti pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan pada skala makro di saat pemerintahan orde baru, pengaruhnya adalah negara memberi peluang atau tidak. Penyelenggaraan pemerintahan nagari, juga dipengaruhi
oleh sejarah
perkembangan dan proses yang dilalui sistem ini sampai sekarang, yakni: sistem pemerintahan nagari versi Minangkabau (menurut Katumanggungan dan
26
Parpatih Nan Sabatang), versi Peraturan Daerah nomor 9 Sumatera Barat (mengadopsi isi PP nomor 72 tahun 2005 tentang Desa) dan versi Nagari Andaleh (Katumanggungan, aristokrat yang demokratis). Faktor di atas mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kapasitas pemerintahan nagari. Pemerintahan nagari diharapkan mampu memberi manfaat dalam peningkatan
kesejahteraan
masyarakat,
dengan
cara
mendayagunakan
sumberdaya lokal yang ada. Sumberdaya lokal dimaksud tidak hanya berupa sumberdaya manusia, alam dan buatan lainnya, tapi termasuk juga nilai-nilai dan
norma-norma
serta
budaya
yang
hidup
di
masyarakat.
Untuk
mendayagunakan potensi sumberdaya tersebut, memerlukan pemerintahan nagari yang memiliki kapasitas yang tinggi. Pemerintahan nagari yang memiliki kapasitas yang tinggi sangat dibutuhkan, karena tanggungjawab yang harus diemban
makin lama makin
besar. Di samping itu pola lama tidak bisa dipakai lagi secara murni, perlu ada penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi sekarang. Untuk melakukan hal ini tentu saja membutuhkan orang-orang yang mampu dan punya kemauan untuk mengemban tugas tersebut. Bila dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari tidak ditemukan orang-orang yang memiliki kapasitas yang tinggi, maka sumberdaya yang ada harus ditingkatkan kapasitasnya. Peningkatan kapasitas baik secara individu kepada perangkat nagari maupun secara organisasi dan sistem. Penerapan good governance adalah cara yang tepat untuk dilaksanakan. Kalau hal ini tidak dilakukan, yang akan muncul adalah ketidakberdayaan (powerless) dan pemerintahan nagari akan semakin tidak berdaya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Agar seluruh potensi yang dimiliki pemerintahan nagari dapat tumbuh dan berkembang dan untuk menjadikan pemerintahan nagari memiliki power dan bargaining position yang kuat. Maka perlu upaya nyata untuk memperkuat pemerintahan nagari. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan faktor-faktor yang berpengaruh bisa menguatkan kapasitas pemerintahan nagari, faktor dimaksud adalah: 1. Faktor internal, yang terdiri dari; (1) kesiapan sumberdaya manusia, dalam hal
ini
adalah
perangkat
nagari
pemerintahan, (2) Pola kepemimpinan
yang
akan
menyelenggarakan
yang diterapkan haruslah yang
dapat memacu munculnya partisipasi masyarakat, dan (3) Fasilitas kerja,
27
terutama perlengkapan kantor dan perlengkapan administrasi haruslah tersedia dengan cukup. 2. Faktor eksternal, yang terdiri dari; (1) kebijakan pemerintah, berupa Undang Undang
dan
Peraturan
pelaksana
yang
akan
menjadi
pedoman
penyelenggaraan pemerintahan nagari (2) Kelembagaan lain yang bisa bersinergi dan mendukung terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, dan (3) Penguasaan tekhnologi, untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Pemberdayaan pemerintahan nagari memerlukan strategi dan program untuk pengembangan kapasitas pemerintahan nagari dan masyarakat, strategi yang dipakai adalah strategi peningkatan kapasitas, melalui: 1. Strategi pengidentifikasian potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat. 2. Strategi pendekatan partisipatif. Untuk mengimplementasikan strategi tersebut diperlukan rancangan program dan kegiatan, sebagai berikut: 1. Pendidikan dan pelatihan, dilakukan untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan nagari. Dengan mengimplementasikan tata pemerintahan yang baik (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. 2. Pendampingan, untuk memberikan fasilitas, penguatan, perlindungan, dukungan
dan
pemeliharaan.
Untuk
mengawal
penerapan
sistem
pemerintahan nagari dan kelompok-kelompok rentan, seperti keluarga miskin, pengangguran dan penyandang masalah sosial lainnya. 3. Pembinaan
mental
spiritual,
untuk
memandu
agar
penyelenggara
pemerintahan nagari bisa bekerja berdasarkan hati nurani yang bersih dan merasa memiliki tanggungjawab pada diri, masyarakat dan Tuhan. Dengan
adanya
strategi
dan
program
di
atas
diharapkan
dapat
meningkatkan kapasitas pemerintahan nagari sebagai suatu sistem terbaik bagi masyarakat serta tujuan dari pemberdayaan bisa dicapai, yakni “Meningkatnya taraf Hidup Masyarakat melalui penyelenggaraan Pemerintahan yang Good Governance”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka pemikiran pada Gambar 1.
28
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari NEGARA - Sistem Pemerintahan - Sistem Per-Undang- Undang-an - Orientasi Pembangunan
Faktor Eksternal : - Kebijakan Pemerintah - Kelembagaan Lain - Teknologi
SISTEM PEMERINTAHAN LOKAL - Sistem Minangkabau - Sistem Perda 9 Sumatera Barat - Versi Adat Selingkar Nagari
Peningkatan kapasitas Pemerintahan Nagari
Penerapan Prinsip Good Governace dalam Penyelenggaraan Pemerintahan nagari
Meningkatnya Kapasitas Pemerintahan Nagari
Faktor Internal : - SDM Perangkat - Kepemimpinan - Fasilitas Kerja
Strategi dan Program : - Pendidikan dan Pelatihan - Pendampingan - Pembinaan Mental Spritual
Meningkatannya: Kemampuan Perangkat Nagari dan diaakuinya Sistem pemerintahan lokal oleh seluruh stakeholders
3.2 Proses dan Metode Kajian 3.2.1
Proses Kajian Implementasi dari kegiatan perkuliahan yang telah dimulai semenjak
september 2006, merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan saling melengkapi, untuk kegiatan kajian selanjutnya. Adapun tahapan kajian ini adalah: Tahap pertama, Praktek Lapangan I dilaksanakan pada tanggal 4 – 13 Januari 2007. Kegiatan ini dilaksanakan di Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar Propinsi Sumatera Barat. Kegiatan yang dilakukan adalah pemetaan sosial, bertujuan untuk memperoleh gambaran yang komprehensif tentang gambaran umum lokasi dan alasan pemilihan komunitas, kependudukan, Perekonomian, struktur komunitas, kelembagaan dan jejaring sosial, sumberdaya dan potensi lokal serta masalah-masalah sosial yang ada. Pada tahap ini penulis mengarahkan titik perhatian (focus) pada hubungan kelembagaan
antara
pemerintahan
nagari
dengan
kelompok-kelompok
29
komunitas lokal, dalam menggerakan pembangunan untuk pemberdayaan masyarakat. Tahap kedua, Praktek Lapangan II dilaksanakan pada tanggal 16– 30 April 2007, dengan lokasi yang sama. Kegiatan yang dilakukan adalah mengenali dan mengevaluasi program-program atau kegiatan pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan. Kegiatan dan program yang ditilik adalah: 1. Kegiatan arisan adat pasukuan (AAP), kelompok yang murni tumbuh kembang dari dalam komunitas masyarakat sendiri. 2.
Kegiatan kelompok wanita tani (KWT), merupakan perpaduan antara program Pemerintah Kabupaten dan wanita tani. Tahap ketiga, ialah pelaksanaan kajian juga di lokasi yang sama. Kegiatan
adalah perancangan program penerapan good governance yang dilaksanakan pada tanggal 26 September sampai dengan tanggal 8 Nopember 2007. Secara rinci dan jelas dapat dilihat pada Tabel 2 . Tabel 2 Jadwal Pelaksanaan Kajian 2006 No
Kegiatan
1 2
Persiapan PL I Pemetaan Sosial
3 4
Evaluasi Program Rancangan Kajian
5
Penelitian Lapang Bimbingan Penulisan Seminar Tesis
8 9
2008 Bulan
12
7
2007
1
4
9
10
--x-
xxx-
11
12
-xx-
xx--
1
2
xxxx
xx--
3
---x-
Ujian Tesis Perbaikan dan Penggandaan Tesis
-xx--xx-
--x-x---xx
Keterangan : x = minggu ke 3.2.2
Metode Kajian Metode kajian yang digunakan adalah metode kajian komunitas deskriptif,
yaitu proses pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang berbagai aspek sosial komunitas melalui faktor penyebab suatu kejadian atau gejala sosial yang dipertanyakan, atau mengidentifikasi jaringan sebab-akibat berkenaan dengan keberadaan suatu kejadian atau gejala sosial. Pendekatan kajian adalah subyektif-mikro yaitu upaya memahami persepsi, sikap, pola
30
perilaku, keyakinan dan ragam segi konstruksi realitas sosial, melalui data kualitatif dengan menggunakan strategi studi kasus (Sitorus dan Agusta 2006). Dalam kajian ini menggunakan data kuantitatif dan data kualitatif, data kuantitatif disajikan dalam bentuk angka-angka dan diolah melalui tabulasi data, sedangkan data kualitatif diolah berupa kata-kata lisan atau tulisan dari subyek kajian yaitu informan, (Sitorus dan Agusta,2005). Data kualitatif merupakan pandangan
atau
pendapat,
konsep-konsep,
keterangan,
kesan-kesan,
tanggapan-tanggapan, dan lain-lain. Data kualitatif adalah nilai dari perubahanperubahan yang tidak dinyatakan dengan angka-angka, data kualitatif dan data kuantitatif sebenarnya dapat saling menggantikan (Sumarsono, 2004.67).
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data Data yang digunakan dalam kajian lapangan ini adalah berupa data primer dan data sekunder. Data primer ialah data yang diperoleh dari sumber data responden atau informan dan juga dari hasil pengamatan langsung oleh pengkaji. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari data statistik, dokumentasi dan laporan-laporan dari suatu instansi terkait serta data pendukung dari Nagari Andaleh, misalnya: data monografi nagari, laporan tahunan nagari data potensi nagari, data dari buku administrasi dan dokumen lainnya yang dibutuhkan oleh pengkaji dalam kegiatan kajian. Perolehan data yang berupa data primer dari responden adalah data dari Pemerintah Nagari, tokoh masyarakat, masyarakat dan pemangku adat. Sedangkan data dari informan para tokoh formal dan informal yang dapat digunakan sebagai pendukung data dari responden. Tokoh formal antara lain: Wali Nagari, Perangkat Nagari, Anggota kerapatan adat nagari (KAN), Anggota badan perwakilan rakyat nagari (BPRN) dan anggota lembaga pembangunan masyarakat (LPM) dan juga dari Pejabat instansi terkait tingkat Kabupaten dan Kecamatan. Tokoh informal yang dijadikan sumber data antara lain para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan masyarakat yang dianggap mampu memberikan data yang sesuai dengan tujuan kajian. Penetapan
sumber
data
informan
didasari
atas
pertimbangan
penguasaannya terhadap materi kajian, ialah: (1) Anggota masyarakat yang didasarkan pada tingkat umur, (2) Aparat Pemerintah, (3) Tokoh formal dan informal, dan (4) Pihak lain yang dapat membantu kelancaran penelitian ini.
31
Sumber data dari beberapa informan penting di lokasi penelitian, agar didapat data yang benar-benar diyakini kesahihannya, dilakukan dengan teknik bola salju, sehingga terjadi triangulasi ceksilang dan data yang didapat tidak hanya melalui satu informan. 3.3.2. Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan adalah teknik identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan pembangunan masyarakat, menyangkut atau meliputi: 1. Kuantitas dan kualitas potensi sosial 2. Permasalahan sosial dalam pembangunan masyarakat 3. Kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya permasalahan sosial 4. Tingkat kebutuhan dasar masyarakat Dengan memahami potensi tersebut dapat disusun alur pikir terjadinya masalah, yang dapat digunakan untuk: 1. Memahami berbagai masalah sosial penting yang menonjol 2. Menyusun urutan prioritas masalah yang harus segera ditangani 3. Memahami potensi dan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam program pembangunan masyarakat. Ada beberapa teknik dalam identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan pembangunan, antara lain: 1. Analisis Database dan Profile Masyarakat Tujuan analisis data sekunder yaitu untuk memperoleh informasi awal mengenai: a. Kondisi sosio-demografis (kepadatan Penduduk, komposisi penduduk, tingkat pertumbuhan penduduk, struktur komunitas). b. Sosio-ekonomi (penguasaan lahan, pola-pola penguasaan lahan, mata pencarian, jenis usaha masyarakat, sarana perekonomian). c. Sosio-budaya (kelembagaan kemasyarakatandan sebagainya). 2. Survei Survei dilakukan kepada 40 orang responden, masing-masing mewakili tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan wanita atau bundo kanduang dalam bentuk kuisioner. 3. Wawancara dan pengamatan berperanserta Wawancara dilakukan secara langsung dan wawancara terstruktur, wawancara langsung dilakukan kepada tokoh formal, tokoh informal dan warga lainnya non tokoh. Hasil wawancara dan pengamatan berperanserta
32
tersebut dibahas dalam kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, yang digunakan untuk menyusun: a. Menampung
dan
menyerap
pendapatan
dan
pandangan
serta
menentukan prioritas alternatif-alternatif penanganan masalah. b. Teknik pengidentifikasian potensi, masalah dan penentuan kebutuhan serta perancangan rencana program Hasil dari identifikasi digunakan untuk menyusun tabel analisis masalah pembangunan masyarakat dan pemikiran atas pemecahannya. Matrik ini digunakan sebagai bahan pembahasan dalam penyusunan program kerja pengembangan masyarakat, Sumardjo dan Saharuddin (2006)
3.4 Pengolahan dan Analisis Data Berbagai data yang telah terkumpul, dikerjakan, diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa dalam rangka untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam kajian lapangan. Teknik pengolahan data tersebut adalah dengan menggunakan tabulasi data untuk data kuantitatif dengan variabel tunggal menggunakan skor pola 1, 3, 5 dengan asumsi 1 = kurang, 3 = cukup dan 5 = baik. Sedangkan teknik menganalisisnya adalah dengan menggunakan analisis data kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus dan Agusta (2006), analisa data kualitatif meliputi: 1. Reduksi data, adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan 2. Penyajian data, adalah sekumpulan data informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan 3. Kesimpulan, adalah proses menemukan makna data yang bertujuan untuk memahami tafsiran dalam konteknya dengan masalah secara keseluruhan. Analisis data, metode yang digunakan adalah metode regresi untuk melihat keterkaitan antar variabel yang dikaji. Data kuantitatif disajikan dengan menggunakan angka-angka, tabel dan grafik. Sedangkan data kualitatif disajikan secara deskriptif seperti data aktivitas penduduk, cara pengelolaan sumberdaya lokal yang ada, pola hubungan kelembagaan. Matrik tujuan kajian, jenis data, sumber data dan metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
33
Tabel 3 Tujuan Kajian, Data yang Diperlukan dan Cara Pengumpulan Data Kajian Lapangan No 1.
2.
Tujuan Kajian
Jenis Data
Mengidentifikasi a. Data Potensi dan kapasitas pemerintahan sketsa Nagari nagari b. Data Kelembagaan Nagari c. Data Perangkat Nagari d. Data Tugas Pokok dan Fungsi Mengevaluasi program a. Program dan kegiatan Pemerintah pemerintahan nagari Nagari sesuai prinsip good governance
Sumber Data a. Pemerintahan Nagari Andaleh b. BPS, Kantor Kecamatan, Dinas & Kantor Bupati c. UU & Perda
Metode Analisis Data - Statistik - Deskriptif
a.Bappeda, Dinas terkait b.Pemerintah Nagari c. Survei
- Statistik - Deskriptif
3.
Menganalisis permasalahan yang dihadapi pemerintah nagari dalam mengimplementasikan good governance
a. Program Pemerintah Nagari
a.Bappeda, Dinas terkait b.Pemerintah Nagari c. Survei
- Statistik - Deskriptif
4.
Memformulasikan strategi dan program penerapan good governance sesuai kebutuhan masyarakat.
a. Strategi dan program Peningkatan Kapasitas pemerintatahan nagari
a. Survei b. Pertemuan Kelompok c. Rapat dengan stakeholders
a. PRA b. Kelompok Diskusi
3.5 Metode Penyusunan Program Kajian ini menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA) untuk penyusunan program kegiatan. Metode ini dipakai oleh pengkaji guna menganalisis masalah, potensi, kebutuhan, situasi dan kondisi sosial yang ada pada masyarakat Nagari Andaleh. Data yang diperoleh, dianalisis bersama kelompok diskusi dan secara bersama-sama pula mencari pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Di sini pengkaji bertindak sebagai orang luar dan fasilitator program, sehingga peran dan tanggung jawabnya seperti mengumpulkan data, memfasilsitasi diskusi kelompok maupun kegiatan lain dalam rangka bersama-sama menyusun program yang tepat. Serangkaian kegiatan yang dapat dilakukan oleh pengkaji berkaitan dengan fungsinya sebagai fasilitator adalah:
34
1. Melakukan identifikasi data tentang masalah komunitas, potensi dan sumber-sumber lokal dan kebutuhan masyarakat melalui teknik observasi, wawancara, diskusi kelompok dan studi dokumentasi untuk dijadikan materi dalam diskusi kelompok. 2. Memfasilitasi terlaksananya diskusi kelompok dan diskusi terfokus untuk bersama-sama para tokoh masyarakat baik formal maupun informal, stakeholders yang terkait dan pengurus kelembagaan lokal lainnya, untuk menyusun rencana program yang sesuai dengan permasalahan dan potensi yang ada, sehingga program adalah benar-benar murni kesepakatan dan hasil dari masyarakat bawah. 3. Bersama-sama masyarakat secara luas, melakukan evaluasi rencana program yang telah disusun, guna diketahui secara bersama-sama kemungkinan adanya hambatan maupun dukungan terhadap program yang telah disepakati bersama. Untuk mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, pengkaji memandang perlu melakukan penggalian aspirasi dari berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders). Hal itu dimungkinkan menjadi faktor penentu keberhasilan program melalui analisis keterkaitan stakeholders dengan rencana program kegiatan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan dan prioritas program. Dengan demikian diharapkan program yang tersusun dari, oleh dan untuk masyarakat adalah sesuai dengan kepentingan masyarakat dan stakeholder pemerintahan, sehingga dapat diimplementasikan dalam suatu tata kepemerintahan yang baik.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI KAJIAN DAN IDENTIFIKASI KAPASITAS PEMERINTAHAN NAGARI 4.1 Kondisi Umum Lokasi Kajian Kondisi umum lokasi kajian merupakan uraian yang menerangkan keadaan di lokasi penelitian yakni Nagari Andaleh Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar secara umum, terutama tentang wilayah, penduduk, pemerintahan, ekonomi, struktur komunitas, kelembagaan dan jejaring sosial yang ada. Lokasi kajian menarik bagi peneliti karena di samping memenuhi kreteria untuk penelitian, juga merupakan lokasi yang mudah dijangkau baik dari segi pembiayaan maupun dari segi waktu. Hal-hal yang dikaji dan dibutuhkan adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini. 4.1.1
Wilayah
a. Topografi Nagari Andaleh bertipologi perbukitan yakni berada di lereng sebelah selatan Gunung Merapi, merupakan gunung yang masih aktif. Nagari ini juga bertipologi daerah di sekitar hutan, karena memiliki Rimbo Larangan yaitu hutan yang dijaga secara swadaya oleh masyarakat dan merupakan Hutan Ulayat Nagari. Nagari Andaleh memiliki luas wilayah lebih kurang 21 KM2, dengan ketinggian 664 meter sampai dengan 1560 meter di atas permukaan laut. Beriklim sejuk, suhu udara berkisar dari 180 C sampai dengan 320 C. Curah hujan di atas rata-rata (sumber, data Kantor Statistik Kecamatan,2007). Orbitasi Nagari Andaleh terletak antara 000 190 LS – 000 200 LS dan 1000 200 BT – 1000 210 BT. Jarak nagari ini pusat kecamatan adalah 10 Km dan ke pusat kabupaten 38 Km dan dengan daerah tingkat II tetangga yakni Kota Padang Panjang berjarak 4 Km (sumber, data Potensi Nagari,2006). Kondisi sarana dan prasarana transportasi cukup baik, kondisi jalan baik dengan aspal hotmit dan jalan antar jorong juga bagus beraspal dan beton. Alat angkutan cukup banyak dan dapat beroperasi selama 24 jam. Secara geografis wilayah nagari Andaleh berbatas dengan beberapa wilayah, meliputi: 1. Sebelah Utara berbatas dengan Gunung Merapi
36
2. Sebelah Selatan berbatas dengan Nagari Batipuah Baruah 3. Sebelah Barat berbatas dengan Nagari Paninjauan dan Nagari Aie Angek 4. Sebelah Timur berbatas dengan Nagari Batipuah Ateh dan Nagari Sabu. b. Penguasaan Lahan Nagari Andaleh berada di lereng pergunungan, memiliki potensi daerah yang cukup banyak terutama lahan pertanian yang sangat subur dan sumber air yang melimpah serta keragaman tumbuhan dan binatang ternak. Ada 2 sungai yang berhulu di Nagari Andaleh yaitu: 1. Sungai Batang Arau yang melintasi di jorong Koto Ganting dan jorong Jirek 2. Sungai Batang Kapayang yang melintasi jorong Batukadurang dan Jorong Subarang Disamping mempunyai hulu sungai dan sumber mata air yang banyak, wilayah ini terbagi dua, yaitu (1) Tanah Kariang (tanah kering) untuk perumahan dan perkebunan dan (2) Tanah Basah untuk lahan persawahan. Semua lahan atau tanah yang ada sudah dibagi habis dalam bentuk; (1) Ulayat keluarga atau pribadi, (2) Ulayat kaum, (3) Ulayat pasukuan, dan (4) Ulayat nagari. Penguasaan atas lahan umumnya berbentuk komulatif (bersama). Seluruh lahan sudah ada peruntukannya dan yang menguasai, yakni dalam bentuk; pusako randah (pusaka rendah = milik pribadi atau keluarga), pusako tinggi (ulayat kaum dan pasukuan) dan ulayat nagari. Ketiga tipe tersebut merupakan ciri penguasaan atas tanah di daerah ini. Tipe penguasaan yang semacam ini sampai sekarang masih terus berlangsung dan cenderung untuk dipertahankan. Peralihan penguasaan tanah sangat sulit sekali terutama yang bersifat keluar dari kaum atau pasukuan, ada suatu falsafah yang paling menghambat yaitu “dijua ndak dimakan bali digadai ndak dimakan patuik artinya walaupun dijual tidak bisa diperjual belikan, digadaikan tidak menentang patut”. Penguasaan lahan sebagaimana tersebut di atas merupakan strategi dan upaya untuk mempertahankan identitas sebagai orang Minang, karena di daerah ini tanah merupakan lambang atau identitas diri dan kaum. Seseorang yang tidak memiliki tanah, disebut bukan orang asli atau orang
37
pendatang yang hak-hak adatnya tentu tidak sama dengan masyarakat lain. Penggunaan lahan terbagi atas: 1. Tanah Sawah seluas 140 hektar 2. Tanah Perkebunan Rakyat seluas 1340 hektar 3. Tanah Perkebunan Swasta seluas 120 hektar 4. Tanah untuk fasilitas umum seluas 17,5 hektar 5. Hutan Ulayat Nagari seluas 472 hektar 6. Tanah Ulayat Nagari bukan hutan seluas 10 hektar. (sumber, data potensi nagari, 2006) Lahan yang dapat diusahakan untuk pertanian atau usaha ekonomi lainnya, hanya lahan di luar areal hutan ulayat. Sementara hutan ulayat dapat dimanfaatkan oleh warga untuk kesejahteraan seperti untuk mendapatkan
kayu
pembuat
rumah.
Untuk
mengambilnya
harus
berdasarkan izin kerapatan adat nagari (KAN), begitupun terhadap hasil hutan lainnya. Hutan ulayat dijaga secara swadaya oleh seluruh anak nagari. Lahan produktif lainnya di luar hutan harus diolah untuk kesejahteraan anak nagari. Lahan yang tidak diolah oleh pemiliknya (karena alasan kekurangan tenaga kerja atau alasan lain) harus diserahkan pengelolaannya ke pihak lain dalam bentuk bagi hasil sesuai kesepakatan antar pihak (sumber, data keputusan KAN,2001). Lahan produktif tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Lahan Produktif Nagari Andaleh No
Peruntukan/Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
Prosentase
1
Tanah Sawah
140
9,40
2
Tanah Perkebunan Rakyat
1340
89,93
3
Tanah Ulayat Nagari
10
0,67
1490
100
Jumlah Sumber : Data Potensi Nagari 2006
Lahan produktif yang tersedia, untuk tanah sawah dan tanah ulayat nagari telah diusahakan secara intensif. Sementara lahan tanah kering yang diperuntukan untuk perkebunan rakyat, yang diusahakan secara intensif baru seluas 400 Hektar, 200 hektar semi intensif dan 740 Hektar dalam keadaan terlantar.
38
4.1.2
Penduduk
a. Pertumbuhan Penduduk Pertumbuhan penduduk adalah perubahan penduduk pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Pertumbuhan penduduk dapat diketahui melalui: (1) Sensus Penduduk, (2) Sistem Registrasi Penduduk atau Sistem Registrasi Peristiwa-Peristiwa Vital, dan (3) Survei-Survei Penduduk (Rusli dan Wahyuni, 2006).Perkembangan penduduk nagari Andaleh dapat dilakukan menurut ketiga metode di atas, namun dalam batas sesuai kemampuan petugas atau perangkat Nagari. Jumlah penduduk Nagari Andaleh adalah sebanyak 1818 jiwa, yang terdiri 904 jiwa laki-laki (49,72%) dan 914 jiwa perempuan (50,28%). Kepadatan penduduk 86 jiwa per kilometer persegi. Penduduk tersebar di 4 jorong yaitu: 1. Jorong jirek mempunyai penduduk sebanyak 464 jiwa (25,52%) 2. Jorong Koto Gantiang berpenduduk sebanyak 570 jiwa (31,35%) 3. Jorong Batukadurang berpenduduk sebanyak 481 jiwa (26,45%) 4. Jorong Subarang mempunyai penduduk sebanyak 303 jiwa (16,67%) Reit pertumbuhan penduduk pertahun adalah sebesar 0,44%. Angka ini didapat dari lapaoran Kependudukan, dimana terdapat untuk tahun 2007 kelahiran 30 orang, kematian 6 orang, penduduk masuk
4 orang dan
penduduk tengah tahun sebesar 1814, maka : r = B – D + I – E x 100 Ptt = 30 – 6 + 4 - 20 x 100 1814 = 8 x 100 1814 = 0,44
Pertumbuhan penduduk nagari Andaleh lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perkembangan Penduduk Lima Tahun Terakhir T a h u n No
Nagari
2002
2003
2004
2005
2006
1
Andaleh
1.799
1.817
1.820
1.810
1.818
Sumber data dari Kantor Statistik Kecamatan, 2006
39
Dari data di atas terlihat bahwa pertumbuhan penduduk nagari Andaleh berjalan lamban, selisih jumlah penduduk tahun 2006 dengan tahun 2002 hanya 19 jiwa. Ini seolah-olah tingkat kelahiran sangat rendah sekali, tapi sebenarnya bukan demikian. Penduduk yang telah mencapai usia potensial pergi merantau dan tidak dicatat sebagai penduduk lagi, karena rata-rata dari mereka sebelum pergi merantau telah mengurus surat pindah terlebih dahulu. b. Komposisi Penduduk Komposisi
penduduk
(population
composition)
adalah
susunan
penduduk suatu wilayah (daerah, nagara dan sebagainya) menurut karakteristik tertentu, umpamanya; umur, jenis kelamin, tempat tinggal, etnis,
kewarganegaraan,
mata
pencarian
atau
pekerjaan,
tingkat
pendapatan atau penghasilan, tingkat pendidikan, dan aliansi politik (Rusli dan Wahyuni,2006). Komposisi penduduk nagari Andaleh menurut tingkat umur adalah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur Jenis Kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Jumlah jiwa
Kelompok Umur
Laki-laki
Perempuan
0-4 5-9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 – 69 > 70
55 84 94 72 36 42 47 43 50 45 70 55 83 87 42
55 86 99 75 40 41 47 42 50 45 71 55 81 86 41
110 170 193 147 76 83 94 85 100 90 141 110 164 173 83
6,06 9,35 10,62 8,09 4,18 4,57 5,17 4,68 5,50 4,95 7,76 6,06 9,03 9,51 4,57
904
914
1818
100
Jumlah
% Total
Sumber : Data potensi nagari 2006 Komposisi penduduk nagari Andaleh disajikan dalam bentuk grafik berdasarkan tingkat umur dan jenis kelamin, dapat dilihat pada:
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415
Gambar 2 Grafik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin > 70 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
Laki-laki Perempuan
-150
-100
-50
0
50
100
150
Sumber : Data Kantor Statistik Kecamatan, 2006 Berdasarkan tabel dan grafik di atas nampak bahwa penduduk yang berumur di bawah 20 tahun cukup besar, sementara penduduk berusia produktif terjadi penyempitan grafik, yakni mereka yang berumur antara 20 tahun dengan di bawah 50 tahun, sedangkan untuk yang berumur di atas 50 tahun grafik kembali melebar. ini artinya Nagari ini memang kekurangan penduduk produktif. Komposisi
penduduk juga dapat dibedakan
berdasarkan tingkat
pendidikan yaitu berdasarkan jenjang pendidikan formal yang ditamatkan. Komposisinya sebagaimana terdapat pada Tabel 7. Tabel 7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No 1 2 3 4 5 6 7
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Prosentase (%)
Belum Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SD SLTP SLTA Akademi Sarjana
380 861 133 103 176 72 93
20,90 47,36 7,32 5,67 9,68 3,96 5,12
Jumlah
1.818
100
Sumber data Kantor Statistik Kecamatan, 2006
41
Komposisi penduduk berdasarkan
pekerjaan adalah berdasarkan
kegiatan yang dilakukan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dan dilakukan secara sadar. Komposisinya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Komposisi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Prosentase (%)
Petani Pedagang Buruh Tani Buruh Swasta* Pegawai Negeri Pengrajin Peternak Usaha Jasa* Lainnya*
768 235 10 34 36 58 29 115 52
57,44 17,58 0,75 2,54 2,69 4,34 2,17 8,60 3,89
Jumlah
1.337
100
Sumber: Data kantor Statistik Kecamatan Keterangan * = di antara Penduduk ada yang berstatus setengah menganggur. c. Angkatan Kerja Angkatan Kerja adalah orang-orang yang aktif secara ekonomi, untuk ukuran Indonesia adalah dari umur 10 tahun ke atas, maka angkatan kerja berjumlah 1538 jiwa ( 84,60%). Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) angkatan kerja adalah
mereka yang berumur dari 15 tahun sampai 64
tahun, angkatan kerja yang dimiliki menurut versi PBB berjumlah sebesar 1.090 orang seperti pada Tabel 9. Tabel 9 Angkatan kerja Nagari Andaleh Jenis Kelamin No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kelompok Umur 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 Jumlah
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah Jiwa
72 36 42 47 43 50 45 70 55 83 543
75 40 41 47 42 50 45 71 55 81 547
147 76 83 94 85 100 90 141 110 164 1090
Sumber : Data Potensi Nagari, 2006
% Total 13,49 6,97 7,61 8,62 7,80 9,17 8,26 12,94 10,09 15,05 100
42
d. Gerak Penduduk Gerak (Mobilitas) penduduk adalah gerak spasial (gerak keruangan) atau gerak teritorial (gerak kewilayahan), gerak penduduk ditentukan oleh faktor jarak dan faktor waktu, Rusli dan Wahyuni (2006). Mobilitas penduduk nagari Andaleh cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas sehari-hari penduduk, di daerah ini hampir seluruh rumah tangga petani juga berprofesi pedagang. Kebanyakan mereka
melakukan perniagaan di kota-kota, di
Sumatera Barat dan bahkan sampai ke Propinsi tetangga seperti Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Bengkulu. Mobilitas penduduk di dukung oleh tersedianya barang dagang dari hasil pertanian dan jarak yang cukup dekat dengan jalan lintas Sumatera Gerak penduduk pada siang hari sangat tinggi, rumah kebanyakan ditungu oleh anak-anak dan wanita tua. Sebagian besar dari warga melakukan aktivitasnya di luar rumah seperti di sawah/ladang dan di luar daerah. Warga yang keluar bukan untuk mencari pekerjaan, tetapi untuk menjual komoditi yang dihasilkan dan umumnya dilakukan oleh penduduk usia produktif.
4.1.3
Pemerintahan
a. Pembagian Wilayah Pemerintahan Nagari Andaleh dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari dibagi 4 wilayah jorong yang masing-masing jorong dikepalai oleh
seorang Wali
Jorong, adapun jorong – jorong tersebut adalah : 1. Jorong Jirek mempunyai wilayah seluas 6,25 KM2 2. Jorong Koto Gantiang mempunyai wilayah seluas 4,75 KM2 3. Jorong Batukadurang mempunyai wilayah seluas 7,0 KM2 4. Jorong Subarang mempunyai wilayah seluas 3,0 KM2. b. Pemerintahan Nagari Pemerintahan Nagari terdiri dari Pemerintah Nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), kedua lembaga ini merupakan penyelenggara pemerintahan nagari, yang membedakan kedua lembaga ini adalah tugas dan fungsinya. Pemerintah Nagari menyelenggarakan tugastugas pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan
di bidang
eksekutif, sedangkan BPRN menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di bidang legeslatif.
43
1. Pemerintah Nagari Pemerintah Nagari, terdiri dari Wali Nagari, Sekretaris Nagari, Kepala Urusan dan Wali Jorong. Pemerintah Nagari memiliki personil yang memangku jabatan sebagaimana disebutkan di depan, personil pemerintah nagari disebut juga Perangkat Nagari atau Aparatur Pemerintahan Nagari. Perangkat Nagari Andaleh dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perangkat Nagari Andaleh No
Nama
Jabatan
Tempat / Tanggal Lahir
Pendidikan
TMT
1
Nederman St.Rky.Basa
Wali Nagari
Andalas / 08-12-1952
SLTA
24-01-07
2
Ahmad Sauri St.Mj. Panjang
Sekretaris Nagari
Andalas / 14-03-1968
SLTA
01-02-02
3
Mhd. Nasir Pk.Rky.Mulia
Kep. Urusan Pemerintahan
Andalas / 15-05-1942
SLTA
28-09-03
4
Saradi St. Malano
Kep. Urusan Pembangunan
Andalas / 01-08-1959
SD
15-03-03
5
Sykaduddin Dt.Nan Batuah
Kep. Urusan Umum
Andalas / 12-12-1938
SLTA
20-04-03
6
Ismail Dt. Gindo Marajo
Kep. Urusan Ksjhtrn. Rakyat
Andalas / 01-07-1952
SD
20-02-05
7
Ris Aqna Veri A.Md.
Kep. Urusan Perekonomian
Andalas / 13-06-1982
D III
24-07-06
8
Suriati
Bendara Nagari
Andalas / 10-10-1976
SLTA
15-01-07
9
Nofrizon St. Nan Basa
Wali Jorong Jirek
Andalas / 19-11-1969
SD
25-08-04
10
Jang Veri Ampang Basa
Wali Jorong Koto Gantiang
Solok / 20-03-1971
SLTA
25-08-04
11
Rusad Pk.Mkt.Kayo
Wali Jorong Batukadurang
Andalas / 12-05-1957
SD
01-02-06
12
Firdaus St. Mudo
Wali Jorong Subarang
Andalas / 08-02-1967
SD
15-10-04
Sumber, data Potensi Nagari Andaleh, 2007 Penyelenggaraan pemerintahan nagari harus berpedoman kepada Peraturan Daerah (Perda) nomor 17 tahun 2001. Tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) perangkat nagari adalah sebagai berikut: •
Wali Nagari, sebagai pemimpin penyelenggaraan pemerintahan nagari mempunyai Tupoksi sebagai berikut:
44
Tugas pokok Wali Nagari: a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan nagari b. Membina kehidupan masyarakat c. Membina perekonomian nagari d. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat nagari e. Mewakili nagari dalam dan luar Pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukumnya f.
Mengajukan rancangan peraturan nagari dan bersama BPRN menetapkan menjadi Peraturan Nagari
g. Mengajukan rancangan anggaran pendapatan dan belanja nagari dan bersama BPRN menetapkan menjadi Peraturan Nagari h. Menjaga kelestarian adat dan syarak yang hidup dan berkembang di dalam nagari. Fungsi Wali Nagari: a. Melaksanakan kegiatan penyelenggaraan urusan rumah tangga nagari b. Menggerakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan nagari c. Melaksanakan kegiatan yang ditetapkan bersama BPRN d. Melaksanakan
koordinasi
terhadap
jalannya
pemerintahan,
pembangunan dan pembinaan kehidupan masyarakat nagari •
Sekretaris Nagari, merupakan pemimpin sekretariat nagari yang berkedudukan sebagai unsur staf yang membantu wali nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari dan membawahi para kepala urusan, berikut tupoksi sekretaris nagari : Tugas pokok Sekretaris Nagari : a.
Melaksanakan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan
b.
Memberikan pelayanan administrasi nagari kepada wali nagari.
Fungsi Sekretaris Nagari: a. Melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan dan laporan b. Melaksanakan urusan administrasi keuangan c. Melaksanakan urusan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan d. Melaksanakan tugas dan fungsi wali nagari apabila wali nagari berhalangan sementara
45
e. Melaksanakan administrasi lainnya •
Kepala Urusan, adalah staf yang membantu sekretaris nagari dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan,
pembangunan
dan
kemasyarakatan nagari, dengan tupoksi sebagai berikut : Tugas pokok Kepala Urusan: a. Membantu sekretaris nagari sesuai dengan bidang tugasnya b. Mewakili sektretaris apabila sekretaris berhalangan sesuai dengan bidang tugasnya Fungsi Kepala Urusan: a. Mengumpulkan, mengolah dan mengevaluasi data b. Melakukan pembinaan sesaui dengan bidang tugasnya c. Melakukan pelayanan administrasi kepada masyarakat d. Melakukan pemungutan kewajiban warga, terhadap negara dan nagari, seperti pajak, retribusi, iyuran, sumbangan dan pungutan lainnya sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku e. Membantu wali nagari dalam membuat rancangan peraturan nagari f.
Membantu kegiatan dalam rangka meningkatkan swadaya dan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan dan melaksanakan pembangunan
g. Membantu pembinaan koordinasi perencanaan pembangunan dan memelihara sarana dan prasarana fisik di lingkungan nagari h. Mengumpulkan bahan dan menyusun laporan •
Wali Jorong, berkedudukan sebagai pelaksana yang membantu wali nagari dalam pelaksanaan tugas di wilayah kerjanya. Wali jorong dalam pelaksanaan tugasnya bertanggungjawab kepada wali nagari melalui sekretaris nagari, wali jorong mempunyai tupoksi sebagai berikut: Tugas pokok Wali Jorong: - Membantu wali nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari di wilayah kerjanya. Fungsi Wali Jorong : a. Melaksanakan
kegiatan
pemerintahan,
pembangunan
dan
pembinaan kemasyarakatan di wilayah kerjanya b. Melaksanakan peraturan nagari dan keputusan wali nagari wilayah kerjanya
di
46
c. Melaksanakan kebijakan wali nagari di wilayah kerjanya Wali Nagari sebagai pimpinan tertinggi di nagari bertanggungjawab kepada rakyat nagari melalui BPRN. Sedangkan sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi di nagari, wali nagari bertanggungjawab kepada Bupati melalui camat. Hierarkhis pemerintahan yang ada di nagari sama dengan pemerintahan desa. Tugas, fungsi dan komando perintah dipegang oleh pemerintah tingkat atas, dalam hal ini adalah bupati. 2. Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) Badan Perwakilan Rakyat Nagari adalah unsur pemerintahan nagari sebagai lembaga legeslatif di tingkat nagari. Anggota BPRN mewakili unsur masyarakat seperti ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan kaum perempuan serta pemuda, yang dipilih oleh masyarakat dan sekaligus mewakili unsur masyarakat jorong, sebagai wilayah pemilihannya. BPRN mempunyai masa bakti selama 5 tahun, terhitung semenjak pelantikan oleh bupati. BPRN Andaleh beranggotakan sebanyak 11 (sebelas) orang, memiliki struktur organisasi, yakni; Ketua, Wakil Ketua, Ketua Komisi dan Anggota. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. BPRN dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang Sekretaris. Sekretaris BPRN diangkat oleh Wali Nagari atas usul ketua dan anggota BPRN, anggaran atau tunjangan untuk sekretaris BPRN dibebankan pada anggaran dan belanja (APB) nagari. Sekretaris BPRN bertanggungjawab kepada wali nagari melalui Ketua BPRN. Tugas, wewenang dan fungsi BPRN adalah: 1. Membahas rancangan peraturan nagari bersama wali nagari 2. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian wali nagari 3. Membentuk panitia pemilihan wali nagari 4. menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat 5. Menyusun tata tertib BPRN 6. Melaksanakan pengawasan terhadap: a. Pelaksanaan peraturan nagari dan peraturan wali nagari b. Pelaksanaan APB nagari c. Kebijakan pemerintahan nagari
47
d. Pelaksanaan kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah nagari e. Pengelolaan asset nagari Fungsi BPRN adalah: 1. Menetapkan peraturan nagari bersama pemerintah nagari 2. Menetapkan APB Nagari bersama pemerintah nagari 3. Menampung dan menyalurkan azspirasi masyarakat Tabel 11 Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) Andaleh No
Jabatan
Tempat/ Tanggal Lahir
Nama
1
Ketua
2
Wakil Ketua
3
Ketua Komisi A
H. Syarbaini Lb.Malano Nova Hendria St.Rky.Bungsu, SH. H. Jamaan Lb. Sati
4
Ketua Komisi B
Bahuri Dt. Rangkang
5
Ketua Komisi C
Ismail Dt.Majo Diraja
6
Anggota Komisi A
7
Anggota Komisi A
Faizul Rj.Mangkuto Munajar Lb. Naro
8
Anggota Komisi B
Yurnita S.Pd.
9
Anggota Komisi B
Nuzul St.Majo Kando
10
Anggota Komisi C
Marwan SIP
11
Anggota Komisi C
Zainar
Dt.
Andalas/ 30-12-1954 Andalas / 20-11-1977 Andalas / 01-01-1942 Andalas / 30-12-1964 Andalas / 15-05-1941 Andalas / 30-12-1968 Andalas / 01-05-1954 Andalas / 05-06-1975 Andalas / 17-08-1956 Andalas / 01-05-1977 Andalas / 05-01-1952
Pendidikan S1 S1 SLTA D III SLTP S1 SLTA S1 SLTA S1 D III
Sumber, data Potensi Nagari Andaleh, 2007 4.1.4
Perekonomian
a. Mata Pencarian Penduduk Kebanyakan
rumah tangga membudidayakan tanaman hortikultura
seperti bunga hias yang di pasarkan ke kota-kota di Sumatera Barat dan bahkan sampai ke Propinsi tetangga seperti Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Bengkulu. Mata Pencarian penduduk nagari Andaleh yang dilakukan sangat beragam, komposisinya dapat dilihat pada Tabel 12.
48
Tabel 12 Komposisi Mata Pencarian Penduduk No
Jenis Pekerjaan
Jumlah
Prosentase (%)
1 2 3 4
Petani Pedagang Buruh Tani Buruh Swasta
768 235 10 34
62,39 19,09 0,81 2,76
5 6 7
Pegawai Negeri Pengrajin Peternak
23 45 28
1,87 3,66 2,27
8 9
Usaha Jasa Lainnya
29 59
2,36 4,79
1231
100
Jumlah Sumber : Data Potensi Nagari, 2006.
Komposisi penduduk menurut sumber mata pencarian ini adalah memakai kategori usia 15 tahun sampai dengan usia 64 tahun, maka didapat jumlah penduduk menurut mata pencarian adalah sebanyak 1231 orang, pada sektor pertanian yaitu sebagai petani dan buruh tani mencapai 63,20%. Pertanian yang dilakukan adalah pertanian tanaman padi dan sayur mayur (Hortikultura) dan tanaman hias (berupa bunga-bungaan), serta tanaman keras lainnya seperti casiavera, kopi, cengkeh dan tanaman buahbuahan. Sektor usaha perdagangan menempati urut berikutnya yakni sebesar 19,09% yang berarti hampir dari 1/5 dari jumlah penduduk yang berusia produktif, usaha perdagangan yang dilakukan karena didukung oleh: 1. Ketersediaan barang dagangan, berupa hasil pertanian dan hasil budidaya tanaman hortikultura. 2. Jarak yang cukup dekat dengan daerah pemasaran yaitu kota Padang Panjang dan kota Bukittinggi. 3. Sarana transportasi yang lancar, karena umumnya alat angkutan yang tersedia dimiliki oleh masyarakat Nagari Andaleh sendiri. 4. Jiwa dagang yang telah terbina sejak lama, sehingga berdagang bukanlah suatu profesi baru dan masyarakat yang berstatus bertanipun melakukan perdagangan.
49
Sektor jasa menempati urutan ketiga (3.66%) dari mata pencarian penduduk, sektor ini adalah mereka yang bergerak di bidang angkutan umum, angkutan barang, ojek, tukang cukur, penjahit dan sektor jasa lainnya. b. Penguasaan sumber dan pengembangan ekonomi masyarakat Penguasaan sumber-sumber ekonomi Masyarakat Nagari Andaleh adalah sebagai berikut: 1. Penguasaan atas lahan, lahan yang dimiliki adalah berupa sawah dan tanah kering untuk pertanian. 2. Penguasaan alat produksi, alat produksi yang dimaksud di sini adalah seperti handtractor, recesmilling, bibit unggul, pupuk, obat-obatan dan insektisida. 3. Penguasaan modal, adalah berupa uang, ada 4 sumber modal, yaitu: a. Bank, bank yang punya daerah operasional sampai ke Nagari Andaleh adalah BRI, Bank Nagari, Bank Mandiri dan BPR Carano Nagari. b. Koperasi, koperasi yang ada adalah Koperasi Andaleh Saiyo, yang melayani usaha simpan pinjam, pertokoan, warung atau kedai dan warung telekomunikasi. c. Kelompok Tani, Kelompok tani adalah sarana untuk mendapatkan modal baik yang datang dari pemerintah maupun dari anggota kelompok sendiri. d. Kelompok Arisan Adat Pasukuan, ini merupakan kelompok swadaya masyarakat murni untuk mendapatkan modal secara bergontong royong. Telah ada 17 kelompok serupa dengan memiliki modal dari lima juta rupiah sampai dengan lima puluh juta rupiah. Program pengembangan ekonomi masyarakat yang telah ada adalah dalam bentuk program yang disusun berdasarkan hasil masyawarah pembangunan nagari, program ini meliputi tiga bidang yaitu bidang fisik, bidang pemerintahan dan sosial budaya. Program
pengembangan
masyarakat
yang
dihasilkan
melalui
musyawarah pembangunan nagari, masih sangat bersifat formal, dimana hasil yang harapkan untuk masing-masing nagari harus disesuaikan dengan anggaran dan rencana program pembangunan dari Pemerintah Kabupaten.
50
4.1.5
Struktur Komunitas
a. Struktur Sosial Struktur sosial merupakan suatu hubungan yang selalu dibina atau dipelihara dalam sebuah komunitas, struktur komunitas dapat ditelusuri dari tiga kategori utama, yakni status, kelompok deskriptif dan ekologi sosial (Larson dan Young, 1965). Struktur sosial yang ada di nagari Andaleh umum dipengaruhi oleh budaya Minangkabau, yaitu struktur sosial berdasarkan garis keturunan dan lingkungan pemukiman (ekologi), struktur tersebut sampai sekarang masih dipertahankan. Hal ini dapat melalui : 1. Status hubungan kelompok masyarakat berdasarkan keturunan yang ditarik menurut garis ibu, yaitu: a. Rumah Tanggo (Rumah Tangga), tiap-tiap rumah tangga dipimpin dan dikoordinir oleh seorang Bapak/suami, di daerah ini disebut Sumando. b. Saamai, yaitu himpunan beberara keluarga yang seibu dan himpunan ini dikoordinir oleh Mamak Rumah yaitu saudara laki-laki dari perempuan-perempuan yang telah berkeluarga. Mamak rumah biasanya bergelah Pakih atau bergelar Sutan. c. Saniniak, yaitu himpunan keluarga dalam satu nenek. kelompok ini dikoordinir oleh Mamak Tungganai (mamak rumah terpilih). d. Saparuik, adalah himpunan keluarga saudara-saudara perempuan nenek. kelompok ini dikoordinir oleh Tua Kampuang (tungganai terpilih), bergelar Datuk dan biasanya dipanggil “Tuan Datuak”. e. Jurai, adalah himpunan keluarga saudara-saudara perempuan yang saparuik. Kelompok ini dikoordinir oleh Penghulu Andiko (tuo kampuang terpilih atau warga jurai terpilih, tidak harus dari tungganai atau tuo kampuang). Gelar yang diberikan adalah Datuk Penghulu, biasa dipanggil “Angku Datuak”. f.
Indu, adalah himpunan keluarga yang berdekatan atau masih dalam rumpun jurai yang berdekatan, tapi sudah berlain Penghulu Andiko dalam istilah di sana disebut Dunsanak Dakek (Bersaudara dekat). kelompok ini dikoordinir penghulu-penghulu andiko secara kolektif yang disebut Barek Sapikulan.
g. Suku, adalah himpunan keluarga dari beberapa indu terdekat. kelompok ini dikoordinir oleh Penghulu Pucuk Suku.
51
h. Nagari, adalah himpunan beberapa suku (Minimal 4 suku dalam satu nagari). Nagari dalam pengertian adat dipimpin oleh Penghulu Pucuk Adat. 2. Ekologi sosial, adalah komunikasi yang dikelompokan menurut setting ekologi suatu kawasan, struktur komunitas ini adalah: a. Taruko, adalah unit pemukiman keluarga dan menjadi basis untuk berakses ekonomi bagi kelangsungan hidup keluarganya. b. Taratak,
adalah
kumpulan
masyarakat
dari
beberapa
unit
pemukiman atau rumah tangga. Biasanya terdiri dari Paruik (keluarga inti terdekat). c. Kampuang, adalah kumpulan beberapa taratak, biasanya terdiri dari 2 atau lebih Indu. d. Koto, Kumpulan masyarakat dari beberapa kampuang, biasanya rumah tangga sudah terdiri dari 2 atau lebih Suku e. Nagari, Kumpulan masyarakat adat yang terdiri dari beberapa suku, secara pemerintahan
adat dipimpin oleh Penghulu Pucuk Adat,
sedangkan secara pemerintahan nagari dipimpin oleh Wali Nagari. Struktur komunitas masyarakat berdasarkan langgo-langgi (garis ibu) adat alam Minangkabau yang berlaku di Nagari Andaleh, seperti nampak pada Gambar 3. b. Pelapisan Sosial Sistem pelapisan sosial dalam masyarakat tumbuh secara alami dan ada juga ada yang ditumbuhkan atau sengaja disusun untuk tujuan tertentu oleh masyarakat. Unsur-unsur utama yang membentuk pelapisan sosial dalam masyarakat Nagari Andaleh adalah; (1) Adat, (Penghulu, Mamak dan Kemenakan), (2) Agama, (rakyat, wali), (3) Kekayaan, (fakir, miskin dan kaya), (4) Pendidikan, (rendah, Menengah dan tinggi). Dalam interaksi sosial sehari-hari, masing-masing lapisan tersebut bukan menjadi kelompok yang saling bertentangan atau bertingkat, tetapi terjadi interaksi yang seimbang dan setara (egaliter), kelompok elit tidak mengeksploitasi kelompok bawah ataupun sebaliknya.
52
Gambar 3 Struktur Masyarakat Adat Nagari Andaleh Kelompok Masyarakat
NAGARI
SUKU
Pimpinan Pemerintahan Adat
PENGHULU PUCUK ADAT
PENGHULU PUCUK SUKU
INDU
BAREK SAPIKULAN
JURAI
PANGHULU ANDIKO
PARUIK
TUO KAMPUANG
SANINIAK
SAAMAI RUMAH TANGGO
TUNGGANAI
MAMAK RUMAH
SUMANDO
Sumber. Data Kantor KAN Andaleh, 2006
c. Kepemimpinan Kepemimpinan lahir adalah karena adanya struktur dan ruang yang disediakan masyarakat dan itu dibutuhkan mereka, maka dalam mengisi struktur dan ruang tersebut terjadi seleksi, baik secara turun temurun (alami) dan seleksi langsung oleh masyarakat atau seleksi yang diciptakan. Seleksi alami terjadi adalah karena faktor keturunan dan kharisma seseorang, hal ini banyak terjadi pada pengisian struktur adat, sebagai contoh untuk menjadi seorang Mamak dalam satu kaum dan juga untuk menjadi seorang Penghulu adalah mereka yang memiliki kharisma yang tinggi di antara mamak-mamak atau anggota kaum yang ada/bersangkutan. Seleksi yang diciptakan terjadi adalah adanya dua atau lebih kompetitor untuk mengisi suatu struktur atau ruang yang tersedia, sehingga
53
perlu diciptakan suatu ajang seleksi untuk mendapat orang yang terbaik dan sesuai dengan yang dibutuhkan. Untuk memperoleh posisi dan peran dalam kaum atau masyarakat seseorang akan selalu mengejarnya karena dengan diangkatnya seseorang menjadi pemimpin maka derajatnya akan terangkat dan masyarakat biasanya akan menghargai dan memuliakannya. Pemimpin itu dibutuhkan, karena bila tidak ada seseorang atau seperangkat aturan yang memimpin, maka manusia akan menjadi segerombolan makhluk yang saling merampas dan menindas, yang kuat akan menguasai yang lemah. Dengan demikian pemimpin perlu untuk sekelompok manusia, apalagi yang disebut organisasi pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Wali Nagari. Untuk menjalankan kepemimpinan oleh seorang pemimpin perlu aturan yang mengatur, kalau tidak ada aturan maka pemimpin akan lebih cendrung bertindak buas. Aturan yang ada dalam masyarakat ada ibarat pagar yang membatasi
ruang gerak seorang pemimpin
atau
masyarakat
untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Dalam suatu organisasi tidak hanya pemimpin yang dibutuhkan, tapi juga aturan yang dapat mengatur lalu lintas kepentingan antar individu dengan individu, individu dengan lembaga yang lebih besar. Peraturan yang jelas dan tegas akan mempermudah pimpinan melaksanakan tugasnya dalam mencapai tujuan organisasi atau lembaga yang dia pimpin.
4.1.6
Kelembagaan
a. Lembaga Kemasyarakatan Kelembagaan adalah pengorganisasian pola pemikiran dan perilaku yang terwujud melalui aktivitas masyarakat dan hasil-hasilnya, kelembagaan mempunyai kekekalan tertentu, mempunyai tujuan dan lambang-lambang yang secara simbolik menggambarkan tujuan serta mempunyai alat untuk mencapai tujuan dan mempunyai tradisi tertulis atau tidak tertulis. Kelembagaan lokal nagari Andaleh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu komunitas yang terbentuk berdasarkan budaya adat minangkabau dan berdasarkan bentukan pemerintah. Kedua macam komunitas tersebut selama ini hidup dalam masyarakat walaupun dalam porsi dan kondisi yang berbeda
54
Kelembagaan-kelembagaan yang ada di nagari memiliki akses langsung ke pemerintahan nagari, ada lima lembaga formal, yaitu Pemerintah Nagari, Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat nagari (KAN), Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan Pemuda Nagari. Dua yang pertama sudah dipaparkan di depan. maka sekarang dipaparkan lagi tentang tiga yang terakhir: •
KAN, adalah organisasi pemangku adat untuk mengurus dan memenuhi kebutuhan organisasi masyarakat adat di nagari (Perda 17). Pemangku adat di sini adalah para ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai. Ketiga unsur ini membentuk suatu kelembagaan, yang menangani masalah
sengketa
adat
dan
permasalahan
syara’,
tapi
dalam
kenyataannya kepengurusan KAN hanya didominasi oleh para ninik mamak, akibatnya banyak perkara adat dan syara’ yang tidak terselesaikan dengan baik.
Kepengurusan KAN di nagari Andaleh
adalah sebagaimana terdapat pada Tabel 13. •
Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), didirikan untuk mewadahi kepentingan para kaum ibu atau wanita untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan dan pembinaan kesejahteraan keluarga, PKK memiliki program yang sangat baik untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
dan
ini
mendapat
dukungan
dari
pemerintahan nagari dan pemerintahan tingkat atas, buktinya setiap tahun selalu ada anggaran yang disediakan untuk operasional pengurus PKK. Kepengurusannya adalah Tabel 14. •
Pemuda Nagari Pemuda nagari adalah wadah berhimpunan generasi muda pada
tingkat nagari. Pemuda merupakan sumberdaya yang sangat penting bagi nagari, bahkan nagari menempatkan posisi pemuda sebagai posisi yang strategis dan menyediakan anggaran untuk pembinaan anak dan remaja, anggaran ini dikelola oleh pengurus pemuda dan digunakan untuk kegiatan pembinaan kegiatan keolahragaan, kesenian, dan pelatihan.
Tabel 13 Struktur Pengurus KAN Andaleh No
Nama
Jabatan
Umur
Pendidikan
55
1 2 3 4
H.Sy, Dt. Malagam Z. Dt. Tunaro HS. Dt. Panduko Basa A. Dt. Tumanggung
Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara
56 87 43 25
SLTA SD SD SD
5
S. Dt. Basa
Kabid A. (Dikbud)
75
SD
6
A. Dt. Bijoanso
Kabid B. (Eko-Sos)
73
SD
7
D. Dt. Majolelo
Kabid C. (Harta Nagari)
73
SD
8
N. Dt. Gadang
Kabid D.(adat &Syarak)
78
SD
9
N. Dt. Kayo Nan Tinggi
Kabid E. (Pembangunan)
61
SD
10
J. Dt. Panduko
Anggota Kabid A
69
SLTA
11
B.Dt.Kayo NP Tangan Anggota Kabid A
58
SLTA
12
A. Dt. Putih
Anggota Kadid A
56
SLTP
13
Anggota kabid B
49
SD
14
S. Dt. Kayo Nan Capuak S. Dt. Subasi
Anggota Kabid B
49
SD
15
A. Dt. Gamuak
Anggota Kabid C
67
SD
16
B. Dt. Majo Kando
Anggota Kabid C
82
SD
17
S. Lb. Malano Sutan
Anggota Kabid D
53
SLTA
18
M. Dt. Majo Basa
Anggota Kabid D
54
SD
19
L. Dt. Batuah
Anggota Kabid D
69
SD
20
S. Dt. Sampono
Anggota Kabid E
38
SLTA
21
N. Dt. Tamu Rajo
Anggota Kabid E
47
D.II
Sumber, Data Kantor KAN,2006 Tabel 14 Struktur Kepengurusan TP. PKK Nagari Andaleh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Nama Ny. Epi Nederman Ny. Nurdiana A.Sauri Asnah Sofia Rahmayulis Nurdiana Aida Ruwaida Zainar Asnimar Puraida Elvia Lasmiwati Maidarwati Gusnita Dona Novila
Jabatan
Umur
Pendidikan
Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Pokja 1 Pokja 1 Pokja 1 Pokja 2 Pokja 2 Pokja 2 Pokja 3 Pokja 3 Pokja 3 Pokja 4 Pokja 4 Pokja 4
30 37 27 26 53 52 38 50 45 43 36 28 43 33 33 26
SLTP SLTA SLTA D III D II SLTA SLTA SD SD D III SD SLTA SLTP SLTA SLTA SLTA
Sumber, data Potensi nagari, 2006.
Kegiatan
kepemudaan
akhir-akhir
ini
agak
menurun,
karena
Kepengurusan Pemuda Nagari yang lama kurang aktif, karena mempunyai
56
kesibukan lain. Pada akhir 2006, tepatnya bulan Desember telah terbentuk kepengurusan baru masa bakti 2007-2012, susunan dari kepengurusan adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Struktur Pengurus Pemuda Nagari, Nagari Andaleh No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama Syamsu Aidil Fitri Zalmizal Elvando Firdaus Mardiana Mardias Nasrul Lisnawita Amrizal Samuel Indrajaya Mardian M. Ali Rina Mayusra Widia Zulfahmi Suriadi Agusman Dasmi Martias Syafruddin Ahmad Elvira Aisyah Ali
Jabatan
Umur
Pendidikan
Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Seksi Pendidikan Anggota Seksi Kesenian Anggota Seksi Olah Raga Anggota Seksi Dana Anggota Seksi kesehatan Anggota Seksi Sosial Badaya Anggota Seksi Kewirausahaan Anggota Seksi Kerohanian Anggota Seksi Humas Anggota
30 27 24 31 30 36 35 39 34 35 40 35 34 29 26 38 37 39 40 30 26 27 25
SLTA SLTA S1 SLTA SLTP D III D II D III SD D III SD SD SD D II D II SLTA S1 SLTA SLTA SLTP SLTA S1 D III
Sumber, Data Potensi Nagari, 2006 Di samping kelembagaan formal yang memiliki akses langsung kepemerintahan nagari,
ada juga lembaga formal dan non formal yang
memiliki akses langsung dan akses tidak langsung. Semua lembaga tersebut hidup dan berkembang dalam komunitas anak nagari. Pembinaan kepada lembaga-lembaga tersebut tergantung pada spesifik organisasinya seperti dari pemerintah daerah (dinas), organisasi sosial politik, organisasi profesi, organisasi keolahragaan, perusahaan, organisasi keagamaan, lembaga adat dan lain sebagainya. lembaga-lembaga tersebut dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Lembaga-Lembaga di Nagari Andaleh
57
No
Nama Lembaga
1a
Lembaga Formal - Badan Kontak Majlis Taqlim (BKMT) - Bundo Kanduang - Simpanan Bajapuik - Koperasi - Masjid - Sekolah - Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) Lembaga Formal Bentukan Pihak Luar - Persatuan Pencak Silat - Karang Taruna - Posyandu - Kelompok Tani - Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Lembaga Non Formal - Keluarga, kaum dan suku - Tali Tigo Sapilin (Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai) - Remaja Masjid - Badan Kontak Pemuda Remaja Masjis Indonesia (BKPRMI) - Kelompok Arisan Adat Pasukuan - Julo-Julo
1b
2
Jlh 1 1 1 1 2 1 5 1 1 4 11 1
2 2 17 8
sumber : Data Potensi Nagari, 2006 b. Kelembagaan Adat Kelembagaan sosial adalah kelembagaan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat, dijaga oleh masyarakat sendiri. Kelembagaan sosial yang terdapat di nagari Andaleh umumnya adalah menurut warisan adat minangkabau, yaitu terdiri dari 4, yaitu terdiri dari keluarga, kaum atau pasukuan, suku dan nagari. •
Keluarga,
pengertian keluarga menurut adat berbeda dengan
pengertian keluarga secara umum, bahwa keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Pengertian menuut adat adalah sekelompok orang yang hidup dalam satu rumah tangga yang anggotanya terdiri dari keluarga inti ditambah dengan saudara laki-laki dari pihak istri. Biasanya yang bertindak sebagai kepala keluarga adalah saudara tertua dari pihak istri, disebut Mamak Tungganai. Fungsi mamak tungganai adalah menjembatan kepentingan inter dan antar keluarga inti, juga sebagai perantara antara pihaknya dengan Mamak Tuo Kampuang. Jadi di sini keluarga merupakan suatu komunitas, yaitu kumpulan warga yang tinggal dalam suatu wilayah dan mempunyai kepentingan yang sama.
58
•
Kaum, merupakan kumpulan beberapa keluarga berdasarkan garis keturunan matrilineal. Kaum juga sering disebut Pasukuan, setiap kaum akan dikepalai oleh seorang mamak kepala kaum yang disebut Penghulu.
•
Suku, adalah himpunan dari beberapa kaum dalam satu kelompok pasukuan yang sama, dari ke 31 kaum yang ada di nagari Andaleh terhimpun dalam 4 suku, yaitu suku Koto, Sikumbang, Melayu dan Jambak Pisang. Jumlah kaum untuk masing-masing suku tidak sama, hal ini dapat dilihat pada tabel 17:
Tabel 17 Suku dan Kaum di Nagari Andaleh No
Suku
1
Koto
2
Sikumbang
3
Melayu
4
Jambak Pisang
Kaum a. Datuk Tumanggung b. Datuk Jo Mulie c. Datuk Tianso d. Datuk Tunaro e. Datuk Rajo Mangkuto f. Datuk Garang g. Datuk Kayo Nan Pjng Tangan h. Datuk Kayo Nan Capuak i. Datuk Kayo Nan Kuning j. Datuk Kayo nan Tinggi a. Datuk Maliputi b. Datuk Bagindo Sati c. Datuk Putih d. Datuk Bijoanso e. Datuk Malagam f. Datuk Majo Kando g. Datuk Majo Dirajo h. Datuk Gindo Marajo a. Datuk Basa b. Datuk Gamuk c. Datuk Tumalik d. Datuk Panduko Basa e. Datuk Rangkang f. Datuk Majo Basa g. Datuk Tungga a. Datuk Majolelo b. Datuk Rajo Pangulu c. Datuk Gadang d. Datuk Subasi e. Datuk Batuah f. Datuk Damuanso
Sumber : Data Kantor KAN Andaleh, 2007
Penghulu Pucuk Datuk Tumanggung
Datuk Maliputi
Datuk Basa
Datuk Majolelo
59
4.1.7
Jejaring Sosial Jejaring sosial terbentuk adalah karena adanya aktivitas ditingkat
komunitas terkecil sampai ke yang lebih besar yang didorong adanya sikap saling percaya dan kecenderungannya informal, kesetaraan, mengutamakan keikutsertaaan semua pihak dalam sebuah komitmen yang tinggi dan sinergi dalam hubungan/relasi yang horizontal dan vertikal untuk mengembangkan kesadaran kritis. Jejaring sosial masyarakat nagari Andaleh yang ada adalah: 1.
Komunitas, yakni kumpulan individu yang membangun pola kehidupan bersama dan cenderung untuk memelihara dan mempertahankan nilainilai yang sudah ada.
2.
Nagari, yaitu makna kemasyarkatan, adat, agama dan pemerintahan di mana dalamnya terdapat hubungan sosial.
3.
Kecamatan, adalah hubungan yang dibangun untuk kepentingan masyarakat pada tingkat kecamatan.
4.
Kabupaten, adalah upaya menjaga eksistensi masyarakat pada tingkat kabupaten atau kota, seperti konsi dagang, perhimpunan pelajar.
5.
Propinsi, adalah halnya dengan kabuapten, seperti Ikatan Keluarga Minang Andaleh (IKMA) Riau, Jakarta dan sebagainya.
6.
Nasional, adalah eksistensi masyarakat Andaleh pada tataran yang lebih besar, seperti hubungan kerjasama dengan pengusaha Nasional.
7.
Internasionat, adalah upaya untuk mempertahankan identitas diri di Perantauan, seperti IKMA Malaysia, IKMA Kuwait dan lain-lain.
4.2 Identifikasi Kapasitas Pemerintahan Nagari Peningkatan kapasitasi pemerintahan nagari sebagai suatu proses menggerakan atau melakukan perubahan di berbagai tingkatan (individu perangkat nagari, kelompok masyarakat, organisasi dan sistem) untuk meningkatkan kemampuan penyesuaian diri terhadap perkembangan lingkungan dan tuntutan kebutuhan dasar masyarakat. Kapasitas pemerintahan nagari sangat ditentukan berbagai aspek yang saling mempengaruhi dan juga tidak dapat berdiri sendiri. Setiap aspek diharapkan bisa memberi manfaat bagi masyarakat, terutama mengenai kepemimpinan, pengelolaan dana, pendayagunaan sumberdaya material, pendayagunaan pengetahuan, tekhnologi dan proses-proses pengambilan keputusan serta pendayagunaan organisasi lokal.
60
Kapasitas pemerintahan nagari menjadi penting, karena akan kelancaran penyelenggaraan pemerintahan nagari sebagaimana yang diharapkan. Kapasitas yang dimiliki oleh pemerintahan nagari untuk menyelenggarakan pemerintahan dapat ditelusuri melalui: 1. Sumberdaya manusia (SDM). 2. Sarana dan prasarana pemerintahan 3. Pembiayaan atau anggaran 4. Legitimasi dan kepercayaan masyarakat 5. Partisipasi Masyarakat. Untuk lebih jelasnya akan dibahas, berikut ini : 4.2.1
Sumberdaya Manusia Pemerintah Nagari Sumberdaya manusia (SDM), dalam hal ini adalah perangkat nagari dan
anggota BPRN, sangat berpengaruh terhadap kapasitas pemerintahan nagari. SDM yang memadai akan menjadikan kapasitas pemerintahan menjadi besar dan
mampu
menyelenggarakan
pemerintahan
dengan
baik,
begitupun
sebaliknya. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki akan mempersempit ruang gerak pemerintahan tersebut. Besar kecilnya kemampuan yang dimiliki oleh pemerintahan nagari dipengaruhi oleh kemampuan perangkat nagari secara individu. Bila pemerintahan nagari diisi oleh orang-orang yang memiliki kemampuan individu yang tinggi, maka kapasitas pemerintahan juga akan menjadi tinggi. Kemampuan individu perangkat nagari juga ditentukan oleh beberapa faktor, di antara faktor-faktor yang menentukan itu adalah: a. Keturunan Setiap manusia yang lahir, tidak pernah tahu kenapa ia lahir dari keturunan ningrat atau jelata, keluarga kaya atau miskin, berkulit putih atau hitam, orang tua berpendidikan atau tidak. Bagi orang beragama, semua itu terpulang pada taqdir baik dan taqdir buruk sesuai dengan yang telah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Tapi tetap saja masalah keturunan menjadi persoalan pokok yang selalu menjadi patokan dari seseorang. Di Nagari Andaleh masalah ini selalu dilibatkan terutama untuk mencari seorang pemimpin. Orang selalu saja mengkaji seseorang itu, dia anak siapa, keturunan siapa, ibu dan bapaknya orang terpandang atau tidak, orang ampek (sebutan untuk golongan ningrat) atau anak buah (sebutan untuk pendatang, tapi telah menjadi anggota suatu kaum).
61
Semakin tinggi pranata sosial yang dimiliki seseorang di Nagari Andaleh, semakin besar kesempatannya untuk menduduki suatu jabatan, baik jabatan pemerintahan, adat maupun jabatan kemasyarakatan lainnya. Dengan memiliki jabatan di nagari. Akan makin membuka peluang bagi mereka mengembangkan
kapasitas dirinya dan organisasinya. Hal ini
disebabkan proses penerimaan informasi yang mereka memiliki lebih cepat dibanding masyarakat biasa. Perangkat nagari Andaleh yang berjumlah 12 orang, 4 orang (33,33%) diantaranya adalah berasal dari pranata yang tinggi, 5 orang (41,67%) dari pranata menengah dan 3 orang (25%) dari pranata rendah. Dari data tersebut, berarti 75% dari mereka adalah berasal dari pranata menengah ke atas. Sementara untuk anggota BPRN dari 11 orang anggotanya, 10 orang (90,90%) mereka adalah berasal dari keturunan ningrat atau kaum terkemuka. Jadi disini nampak kapasitas Pemerintahan nagari Andaleh dilihat dari segi keturunan, mayoritas berasal dari Kaum Terkemuka. b. Kecerdasan Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah). Dengan adanya integritas yang tinggi dari kedua unsur tersebut, maka individu akan memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan
modal
utama
individu
untuk
mampu
mengelola
dan
mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapa tujuan organisasi. Penyelenggaraan pemerintahan nagari, sangat membutuhkan individuindividu yang mempunyai integritas diri yang tinggi, mengingat banyaknya tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang harus dilaksanakan. Kemampuan aparatur pemerintahan nagari untuk bekerja dengan baik sangat dipengaruhi oleh tingkat kecerdasan pikiran dan kecerdasan emosinya. Tingkat kecerdasan dari perangkat nagari Andaleh, sampai saat ini peneliti belum bisa mengukurnya, karena belum ada indikator yang dapat dijadikan sebagai rujukan yang pas. Tapi dilihat dari cara kerjanya, kebanyakan dari mereka ini tingkat kecerdasannya sedangsedang saja, tidak ada yang terlalu pintar atau yang bodoh.
62
c. Umur Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam diri seseorang akan terjadi (menurut penulis) tiga fase besar, yakni yang pertama disebut fase pertumbuhan, kedua fase kematangan dan ketiga fase peredupan. Setiap fase yang dilalui oleh seseorang, tidak selalu dalam umur yang sama. Adakalanya seseorang pada umur 30 tahun sudah matang pemikirannya dan ada juga yang belum, ada orang yang umur 70 tahun daya pikirnya masih kuat. Jadi fase-fase tersebut dilalui seseorang tidak bersamaan. Secara umum dari Masyarakat Nagari Andaleh, kalau sudah memasuki usia di atas 60 tahun mereka itu sudah menurun kemampuan fisik dan kemampuan berfikirnya. Hal ini juga terjadi pada perangkat nagari yang telah berumur di atas 60 tahun, kemampuannya dalam melaksanakan tugas sudah tidak maksimal lagi. Perangkat nagari Andaleh, dari 12 orang, 10 0rang (83,33%) berumur antara 25 sampai 60 tahun dan 2 orang (16,67%) berumur di atas 60 tahun. Jadi perangkat nagari yang ada sekarang dilihat dari segi umur memiliki kapasitas yang tinggi atau berada pada usia potensial. d. Latar belakang Pendidikan formal Perangkat nagari sebagai alat penyelenggara pemerintahan nagari merupakan satu kesatuan kerja yang sangat diharapkan memiliki kinerja yang maksimal. Untuk itu perlu ada mekanisme yang mendukung perangkat nagari bisa memiliki produktivitas yang tinggi. Mekanisme tersebut adalah dengan merekrut orang-orang yang mempunyai kecerdasan yang tinggi dan memiliki kemauan kerja yang kuat, untuk mengisi jabatan di pemerintahan nagari. Tingkat pendidikan seseorang sampai saat ini yang dapat diukur, baru berdasarkan pendidikan formal yang ikuti seseorang. Asumsinya semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan maka semakin tinggi sumberdaya yang
dimiliki
seseorang,
begitupun
sebaliknya.
Tetapi
seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan,
kemampuan
belum tentu bisa
didasarkan pada tingkat pendidikan formal semata. Seorang yang memiliki pendidikan formal lebih rendah bisa mempunyai kemampuan melebihi dari kemampuan orang yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi darinya, hal ini pendidikan non formal juga sangat berpengaruh terhadap kecakapan (skill) dari seseorang.
63
Sumber daya perangkat nagari dilihat dari segi pendidikan formal yang dimiliki dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Jenis Pendidikan Perangkat Nagari Andaleh No
Pendidikan yang Ditamatkan
Jlh. Prkt
%
1
D III Ekonomi
1 orang
8,33
2
SPK Kemantrian
1 orang
8,33
3
SMA
2 orang
16,67
4
SMEA
2 orang
16,67
5
SMPS
1 orang
8.33
6
SD
5 orang
41.67
Jumlah
12
100
Sumber : Data Olahan Untuk meningkatkan kemampuan perangkat nagari, pemerintah telah memberikan pelatihan. Pelatihan yang telah pernah diberikan kepada perangkat nagari dari tahun 2002 sampai 2007, adalah terdapat pada Tabel 19. e. Sistem rekrutmen Rekrutmen perangkat nagari yang dilakukan oleh wali nagari selama ini adalah melalui pendekatan pribadi antara wali nagari dengan calon perangkat nagari. Pendekatan pribadi ini biasanya diawali semenjak proses pencalonan wali nagari untuk maju menjadi calon wali nagari. Orang-orang yang mengisi struktur pemerintahan nagari, kebanyakan dari orang-orang yang telah memberi konstribusi dalam pemenangan pemilihan wali nagari dan tidak tes atau seleksi bagi mereka. Peraturan pemerintahpun belum ada yang mengatur tentang harus adanya seleksi atau persyaratan pendidikan minimum bagi perangkat nagari. Latar belakang pendidikan yang dimiliki tidak menjadi pertimbangan untuk menempatkan seseorang menduduki jabatan dalam struktur pemerintahan nagari, yang paling menentukan adalah apakah seseorang itu menurut wali nagari mereka bisa menunjukan loyalitas dan kepatuhan kepadanya.
64
Tabel 19 Pendidikan dan Latihan Untuk Perangkat Nagari No
Nama/Jenis Pendidikan dan Latihan
Perangkat Nagari Sesuai Tabel 14 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11
12
1
Administrasi Umum Nagari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
2
Administrasi Keuangan Nagari
v
v
v
-
-
v
v
-
-
v
-
-
3
Administrasi Kependudukan
v
v
v
-
v
-
v
v
v
v
v
v
4
Pengelolaan Harta Kekayaan Nagari Penyusunan Produk Hukum Nagari
-
v
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
6
Penyusunan Anggaran Belanja
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
7
Penyusunan Program Kerja
v
v
v
v
v
v
v
-
-
-
-
-
8
Bintek Penyelenggaraan Pemerintahan Kesehatan dan Keluarga Berencana Penyusunan Laporan Keuangan Nagari
-
v
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
v
v
-
v
-
v
-
-
v
v
v
v
v
v
v
-
-
-
v
-
-
-
-
-
11
Pengelolaan Inventaris Kantor
-
v
-
-
v
-
-
-
-
-
-
-
12
Sensus Barang
-
-
-
-
v
-
v
-
-
-
-
-
13
Administrasi Pelayanan Umum
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
14
Administrasi Pelaporan Kegiatan
v
v
v
-
-
-
v
-
-
-
-
-
15
Perencanaan Pembangunan Nagari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
16
Tupoksi Perangkat Nagari
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
v
17
Kamtibmas
v
v
v
-
-
-
-
-
v
v
v
v
18
Administrasi Pertanahan
-
v
v
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19
Administrasi IMB
-
v
-
v
-
-
-
-
-
-
-
-
20
Administrasi Kearsipan
v
v
v
v
v
v
v
v
-
-
-
-
21
Satgassos Penanggulangan Bencana Bimbingan Sosial dan keterampilan
-
v
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
v
-
-
-
-
-
-
23
Managemen Lingkungan Hidup
-
-
-
v
-
v
-
-
-
-
-
-
24
Agribisnis
-
-
-
v
-
v
v
v
-
-
-
-
58
50 46 58
58
38
5
9 10
22
% Keikutsertaan Prkt Dlm Diklat
54 83
38 42 38
38
Keterangan: v = Sudah mengikuti, - = belum mengikuti Sumber, data kantor wali nagari,2007
4.2.2
Sarana dan Prasarana Pemerintahan Sarana dan prasarana, akan menjadi prasyarat untuk kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan nagari. Penyediaan sarana dan prasarana kerja
65
merupakan hal yang sangat vital. Sarana yang dibutuhkan pemerintahan nagari untuk menyelenggarakan pemerintahan nagari adalah: 1. Gedung kantor, ketersediaan gedung kantor yang representatif dengan ruangan yang memadai akan mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dari perangkat nagari. 2. Alat-alat kantor, seperti meja, kursi, lemari arsip, lemari invetaris kantor dan alat
kantor
lainnya
juga
menjadi
hal
yang
menentukan
terhadap
pelaksanaan tugas seorang staf atau perangkat. 3. Alat tulis kantor (ATK), adalah sarana untuk menyelenggaraan administrasi kantor, bila ATK ketersediaannya minim atau kurang dari yang dibutuhkan, akan mempengaruhi kelancaran pelaksanaan tugas perangkat nagari. 4. Sarana kerja lain, seperti sepeda, kendaraan bermotor atau alat transportasi lain yang dapat memperlancar pelaksanaan tugas dan alat komunikasi (telpon atau handphone). Sarana pemerintahan nagari yang tersedia saat ini dirasakan oleh perangkat nagari adalah sangat kurang, terutama ATK ketersediaannya sangat terbatas,
sehingga
kurang
membantu
kelancaran
penyelenggaraan
pemerintahan nagari. Prasarana kerja adalah berupa perangkat hukum yang menjadi pedoman dan menjadi dasar bertindak bagi pemerintahan nagari. Prasarana tersebut diantaranya
adalah
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
penyelenggaraan pemerintahan nagari. Peraturan perundang-undangan dapat bentuk Undang Undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP). PP tentang petunjuk pelaksana (jutlak) dan petunjuk tekhnis (juknis) akan sangat menentukan kelancaran dan kesuksesan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan nagari. Sarana dan prasarana yang dimaksud di atas, dilihat pada Tabel 20.
dapat
66
Tabel 20 Sarana dan Prasarana Kerja Pemerintah Nagari No
Perangkat
1
Lunak
2
Keras
Bentuk Sistem atau peraturan perundang-undangan, yaitu : a. Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 b. UU No 22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 2004 c. Perda Sumbar No 9 tahun 2000 d. Perda Tanah Datar No 17 thn 2001 e. Keputusan Bupati (juknis) f. Peraturan Nagari dan Keputusan Wali Nagari
Peralatan yang langsung dapat digu-nakan, yaitu : a. Kantor b. BuKu-buku administrasi nagari c. Alat Tulis Kantor - Komputer, Kertas, Mesin tik, Pengaris, dll d. Barang Inventaris - tanah, Meja, kursi, lemari, Papan Data, dll Sumber: Kantor wali nagari, 2007
4.2.3
Pembiayaan atau Anggaran Anggaran di sini mencakup dua hal yaitu pendapatan dan pengeluaran.
Pendapatan merupakan sumber-sumber pemasukan bagi pemerintahan nagari, pendapatan nagari bersumber dari: 1. Pendapatan asli nagari, berupa iyuran, retribusi nagari, pendapatan dari tanah kas desa dan tanah ulayat nagari dan pendapatan lainnya yang sah. 2. Bantuan dari pemerintah, berupa bantuan belanja rutin, bantuan proyek, insentif, pengembalian pajak, hadiah dan bantuan lainnya. 3. Sumbangan pihak ke tiga yang tidak mengikat. Ketiga sumber penerimaan pemerintah nagari tersebut, jumlah terbesar masih berasal dari bantuan pemerintah, bahkan prosetasenya melebihi angka 90 dari total penerimaan yang ada. Pengeluaran atau belanja merupakan rencana pengeluaran tahunan untuk biaya rutin, biaya penyelengaraan pemerintahan dan biaya pelaksanaan pembangunan, proyek dan kegiatan. Semakin tinggi pendapatan semakin banyak proyek-proyek yang dapat dilaksanakan dan tentukan akan memperbesar kapasitas pemerintahan nagari dalam
penyelenggaraan
pemerintahan,
pembangunan
dan
tugas-tugas
kemasyarakatan. Maka untuk itu pemerintahan nagari harus jeli
mencari
sumber-sumber untuk meningkatkan pendapatan atau penerimaan. Anggaran yang diterapkan di pemerintahan nagari saat ini masih memakai pola anggaran berimbang, yaitu antara pendapatan sama besar angka dengan
67
pengeluaran. Belum ada penyisihan anggaran yang dapat dipergunakan untuk investasi nagari. Anggaran yang tersedia selalu habis dari tahun ke tahun, sehingga ketergantungan pemerintahan nagari terhadap pendapatan yang bersumber dari masyarakat dan pemerintah sangat tinggi. Bila saja pemerintah nagari bisa melalukan investasi terhadap suatu usaha atau badan usaha nagari, tentu keuntungannya dapat diterima dalam waktu yang lama atau masa panjang. Maka ketergantungan pemerintah nagari kepada masyarakat dan pemerintah secara beransur bisa dikurangi. Jadi dengan gambaran yang demikian jelas bahwa pemerintahan nagari belum memiliki kapasitas yang kuat dan belum bisa mandiri dari segi anggaran.
4.2.4
Legitimasi dan Kepercayaan masyarakat Sebagai wujud dari demokrasi adalah adanya kepercayaan yang diberikan
rakyat kepada pemimpinnya. Proses pemberian kepercayaan tersebut diawali dari seleksi bakal calon pimpinan sampai pada proses pemilihan pimpinan. Proses tersebut adalah untuk pemilihan wali nagari dan anggota BPRN, karena di tingkat nagari pimpinan yang dipilih hanya dua itu. Dalam proses pemilihan wali nagari pada tahun 2001, sebanyak 1228 (98%) dari 1254 penduduk yang mempunyai hak pilih telah memberikan suaranya dalam pemilihan tersebut. Proses legitimasi dari masyarakat biasanya tidak berakhir sampai pada proses pemilihan, tapi terus berlangsung sepanjang masa kepemimpinan seorang wali nagari. Bila wali nagari atau perangkat nagari bisa bekerja sesuai dengan aturan dan aspirasi masyarakat, maka kepercayaan akan terus mengalir kepadanya. Tapi bila tidak bisa mengelola pemerintahan dengan baik, maka kepercayaan dari masyarakat akan terus berkurang dan akhirnya akan berakhir dengan ketidakpercayaan dan wali nagari bisa diturunkan dari jabatannya. Kepercayaan
dari
masyarakat
terhadap
pemerintah
nagari
dalam
penyelenggaraan pemerintahan menjadi sangat penting, karena dengan adanya kepercayaan dari masyarakat tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan bisa berjalan dengan aman dan lancar serta sukses. Dengan demikian wali nagari harus dapat menjaga kepercayaan masyarakat itu agar pemerintahan nagari tetap kuat dan selalu mendapat partisipasi dari masyarakat. 4.2.5
Partisipasi Masyarakat Untuk menggerakan pembangunan masyarakat oleh pemerintahan nagari
hanya dapat ditempuh melalui adanya partisipasi dari masyarakat. Partisipasi
68
dari masyarakat berarti adanya keikutsertaan masyarakat dalam proses perencanaan, penetapan kebijakan, pelaksanaan kegiatan dan monitoring atau penilaian serta menikmati hasil. Partisipasi yang demikian diperlukan oleh masyarakat dan pemerintahan nagari, tapi bila terjadi pelanggaran atau pengecilan arti dari salah satu pihak, baik itu pihak pemerintah atau pihak masyarakat, maka tingkat partisipasi akan menurun. Tingkat partisipasi sangat ditentukan oleh adanya kesadaran dari setiap pihak yang terkait (stakeholder). Kesadaran tidak dapat datang secara tiba-tiba, kepada seseorang atau sekelompok orang, tapi perlu proses, waktu dan pihak yang memberikan kesadaran serta adanya alat dan tujuan nyata yang hendak dicapai dari proses itu. Seseorang yang diajak untuk membersihkan lingkungan tempat tinggalnya oleh wali nagari, belum tentu akan langsung mau mengikuti ajakan si Wali Nagari. Wali Nagari perlu memberikan kesadaran kepada warga akan perlu lingkungan yang bersih dan sehat, bila hal ini telah disadari dan dipahami oleh masyarakat, maka mereka akan berpartisipasi membersihkan lingkungan mereka. Jadi perlu ada proses penyadaran bagi masyarakat untuk semua aspek kehidupan masyarakat. Tingkat partisipasi penduduk nagari dalam pembangunan termasuk baik, hal ini nampak sewaktu dilaksanakan gotong royong mengerjakan fasilitas umum, lebih dari 90% dari wajib gotong royong, ikut serta bergotong royong yang diadakan setiap sekali satu bulan.
4.3 Ikhtisar Nagari Andaleh bertipologi perbukitan, mempunyai luas 21 KM2. Terletak di ketinggian 664 meter sampai 1560 meter di atas permukaan laut. Beriklim sejuk, suhu berkisar antara 180C sampai 320C. Merupakan bagian dari Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar. Sarana transportasi cukup baik. Penguasaan lahan terbagi dalam 3 bentuk, yaitu: 1). pusako randah (milik pribadi), 2). Pusako tinggi (milik komunal kaum) dan 3). Ulayat Nagari. Peruntukan lahan terdiri dari 140 hektar untuk sawah, 1340 hektar untuk perkebunan rakyak dan 120 hektar untuk perkebunan Negara yang dikelola swasta, 17,5 hektar untuk fasilitas umum, 472 hektar merupakan hutan ulayat nagari serta 10 hektar untuk tanah kas desa.
69
Jumlah penduduk sebanyak 1818 jiwa, 904 jiwa laki-laki (49,72%) dan 914 jiwa perempuan (50,28%). Kepadatan penduduk per kilometer 86 jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk pertahun 0,44%. Komposisi penduduk menurut pekerjaan adalah terdiri dari: 768 orang petani, 235 orang pedagang, 10 orang buruh tani, 34 orang buruh swasta, 36 orang pegawai negeri sipil, 58 orang pengrajin, 29 orang peternak, 115 orang usaha jasa dan 52 orang lainnya (termasuk penganggur dan pencari kerja).Mobilitas penduduk banyak dilakukan di siang hari. Sistem pemerintahan adalah sistem pemerintahan nagari. Wilayah pemerintahan terbagi dalam 4 jorong, yaitu jorong Jirek, Koto Gantiang, Batukadurang dan subarang. Pemerintahan nagari terdiri dari Pemerintah nagari dan Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN). Pemerintah nagari di pimpin oleh Wali Nagari, dalam pelaksanaan tugas wali nagari di bantu oleh perangkat nagari. Perangkat nagari berjumlah 12 orang, umumnya berpendidikan SLTA ke atas dan anggota BPRN berjumlah 11 orang, umumnya berpendidikan juga SLTA ke atas. Mata
pencarian
penduduk
umumnya
membudidayakan
tanaman
hortikultura, yang menghasilkan berbagai jenis sayuran. Pemasaran hasil pertanian dipasarkan ke kota Padang Panjang dan Kota Bukittinggi. Sumber modal yang tersedia dan beroperasi di Andaleh adalah; 1) Bank, BRI, Bank Nagari, Bank Mandiri dan BPR Carano Nagari, 2). Koperasi Andaleh Saiyo, 3) Kelompok Tani dan 4). Kelompok arisan adapt pasukuan. Struktur sosial terbagi dalam dua kategori, yaitu berdasarkan hubungan keturunan dan lingkungan tempat tinggal. Kategori keturunan terdiri dari; Rumah Tanggo, Amai, Niniak, Paruik, Jurai, Indu, Suku dan Nagari. Untuk kategori lingkungan tempat tinggal terdiri dari: Taratak, Taruko, Kampuang, Koto dan Nagari. Pelapisan sosial masyarakat terbentuk karena pengaruh adat, agama, kekayaan atau kepemilikan dan pendidikan. Kelembagaan yang terbentuk dipengaruhi oleh adanya pelapisan sosial dari masyarakat, diantaranya adalah; KAN, PKK, Pemuda Nagari, Keluarga, Kaum dan Suku. Masing-masing kaum dipimpin oleh seorang Penghulu Adat yang bergelar Datuk. Jejaring sosial dari masyarakat nagari Andaleh telah terbentuk mulai dari tingkat komunitas sampai ke tingkat Internasional.
70
Kapasitas pemerintahan nagari dipengaruhi oleh sumberdaya manusia (SDM) perangkat nagari, sarana dan prasarana pemerintahan, pembiayaan atau anggaran, legitimasi atau kepercayaan masyarakat dan partisipasi masyarakat. SDM pemerintahan nagari Andaleh terdiri dari 12 orang, kapasitasnya cukup baik karena 7 orang (58,33%) berpendidikan menengah ke atas. Namun demikian kapasitas seorang perangkat nagari tidak dapat diukur dari pendidikan formal semata, ada faktor lain yang mempengaruhi diantaranya keturunan, kecerdasan, umur, latar belakang pendidikan dan sistem rekrutmen. Sarana dan prasarana pemerintahan. Sarana pemerintahan nagari yang tersedia saat ini dirasakan oleh perangkat nagari adalah sangat kurang, terutama ATK ketersediaannya sangat terbatas, sehingga kurang membantu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan nagari. Pembiayaan, Pemerintahan nagari memiliki APB Nagari, yang bersumber dari 3 sumber, yaitu Pendapatan Asli Nagari, Bantuan Pemerintah dan Sumbangan dari pihak ketiga. Anggaran pemerintahan nagari saat ini masih sebagian
besar
berasal
dari
bantuan
pemerintah,
ini
berarti
tingkat
ketergantungannya pada pemerintah daerah masih sangat tinggi. Legitimasi merupakan wujud dari penerapan demokrasi. Wali nagari adalah hasil pemilihan yang demokratis di tingkat nagari, dimana 98% penduduk yang mempunyai hak pilih telah memberikan suaranya dalam pemilihan wali nagari, dengan demikian kedudukan wali nagari kuat sebagai pemimpinan, Sedangkan untuk tingkat partisipasi penduduk nagari dalam pembangunan termasuk baik, hal ini nampak sewaktu dilaksanakan gotong royong mengerjakan fasilitas umum, lebih dari 90% dari wajib gotong royong, ikut serta bergotong royong yang diadakan setiap sekali satu bulan.
BAB V EVALUASI PROGRAM DAN KEGIATAN PEMERINTAHAN NAGARI DALAM PENERAPAN GOOD GOVERNANCE 5.1 Penerapan Good Governance menurut Penilaian Masyarakat Pemerintahan yang baik dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang menghormati kedaulatan rakyat. Perbedaan antara konsepsi kepemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan tradisional adalah terletak pada adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat semakin ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. Pemerintahan nagari dalam menjalankan fungsi dan wewenangnya sangat diharapkan bisa menjadi pemerintahan yang baik, yang menghormati hak-hak tradisional masyarakat, untuk dijadikan sebagai pemegang kedaulatan terhadap kelangsungan kepemerintahan. Tata kepemerintahan yang baik, di mana menempat rakyat sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pelaksana program, sangat dibutuhkan dalam memberdayakan masyarakat. Untuk itu penerapan good governance sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 5.1.1
Partisipatif Partisipasi
pengambilan
masyarakat
kebijakan,
mempengaruhi
bilamana
semua
dan
berkonstribusi
masyarakat
nagari
dalam bebas
menyampaikan aspirasinya melalui lembaga-lembaga secara perwakilan maupun langsung. Partisipasi akan muncul dengan adanya kesadaran, kesukarelaan, proses aktif dan dikehendaki oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat secara umum. Untuk merangsang partisipasi dari masyarakat, maka pemerintah nagari harus mampu menciptakan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat. Agar mereka memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan dalam mendukung program dan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintahan nagari. Bila hal demikian telah ada dalam masyarakat, maka akan mudah diimplementasikan dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat. Dalam menjadikan masyarakat sebagai pusat dan pelaku dalam pembangunan adalah dengan cara memposisi mereka sebagai faktor utama untuk berperan aktif.
72
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui sejauhmana usaha yang telah dilakukan pemerintah nagari untuk menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi masyarakat, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda upaya yang dilakukan pemerintah nagari Andaleh untuk menggerakan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan?”. Hasil jawaban dari pertanyaan tersebut, dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Kemampuan Pemerintah Nagari Menggerakan Partisipasi Jawaban
Skor
Frekuensi
Total Skor
Kurang Mampu
1
6
6
Cukup Mampu
3
25
75
Mampu
5
9
45
Rata-rata
3,15
Sumber: Data Olahan Memperhatikan hasil dari pengolahan data di atas, kemampuan pemerintah nagari dalam menggerakan partisipasi masyarakat masih lemah. Dengan skoring 3,15 berarti posisinya cukup Mampu. Ini menunjukan, masyarakat menilai pemerintahan nagari dalam menggerakan partisipasi masyarakat dirasakan belum maksimal, masih ada titik lemah yang dilakukan pemerintahan nagari. Masyarakat sebenarnya berharap lebih dari keadaan sekarang. Harapan tersebut mulai dari proses awal pembuatan keputusan, penetatan program dan adanya konstribusi kesempatan yang mengarah pada pemberdayaan secara individu dan secara kelompok, untuk ikut mengidentifikasi pembentukan model masyarakat sesuai dengan yang diinginkan. Permasalahannya terletak pada kapasitas pemerintah nagari dalam mengakomodasi partisipasi menjadi suatu kekuatan. Maka pemerintahan nagari harus merubah cara kerja dan meningkatkan kinerja perangkat nagari. Partisipasi masyarakat tidak akan muncul bila pemerintah itu sendiri memiliki kinerja yang rendah. Pengembangan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan nagari. Akan memberikan dampak positif, bila diarahkan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat. Terutama dalam bidang kesehatan, pendidikan dan penanggulangan kemiskinan serta pembukaan lapangan kerja.
73
Partisipasi masyarakat juga akan menggambarkan seberapa besar tanggungjawab masyarakat terhadap pemerintahan. Bila tingkat partisipasi masyarakat
tinggi
dan
itu
mereka
sumbangkan
untuk
kesuksesan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, berarti kegagalan dalam pelaksanaan program telah dapat diatasi. Dengan demikian pemerintahan nagari ke depan diharapkan mampu: •
Mewadahi potensi masyarakat untuk berpartisipasi.
•
Mendorong agar partisipasi menjadi suatu kekuatan dalam pemberdayaan masyarakat
•
meningkatkan
kinerja,
agar
kesadaran,
kemauan
dan
kemampuan
masyarakat untuk berpartisipasi tetap terjaga. 5.1.2
Penegakan Aturan Hukum Penegakan aturan atau penegakan hukum yang sering disebut rule of law,
yang perlu mendapat perhatian adalah tegaknya aturan yang dapat menjamin hak-hak masyarakat dan adanya sanksi yang tegas terhadap pelanggaran secara benar dan adil. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda penegakan aturan hukum oleh Pemerintahan Nagari dalam menjamin hak-hak dan kewajiban masyarakat?” Hasil dari jawaban responden tersebut, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Kemampuan Perangkat Nagari Dalam Penegakan Hukum Jawaban
Skor
Frekuensi
Total Skor
Kurang Mampu
1
2
2
Cukup Mampu
3
15
45
Mampu
5
23
115
Rata-rata
4,05
Sumber: Data Olahan Berdasarkan hasil tersebut di atas, menunjukan penegakan hukum yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan nagari Andaleh sudah mendekati Mampu. Ini berarti bahwa pelanggaran-pelanggaraan yang terjadi dalam
masyarakat
telah ditangani secara serius oleh pemerintahan nagari dan kesadaran masyarakat untuk penegakan aturan atau hukum telah mulai tumbuh.
74
Pemerintah nagari adalah komponen yang langsung berhadapan dengan subyek dan obyek hukum, baik hukum negara maupun hukum adat. Penegakan hukum adat selama ini sangat diabaikan, akibatnya masyarakat tumbuh dengan tata nilai yang tidak memiliki dasar budaya yang kuat, sehingga tata nilai yang dibangun menjadi rapuh. Untuk itu ke depan sudah seharusnya bisa diciptakan suasana yang taat hukum,
agar masyarakat bisa saling menghargai, saling
menghormati, taat dan patuh pada nilai-nilai dan norma-norma adat yang didasari agama. Penegakan hukum menjadin penting untuk memelihara hak dan kewajiban masyarakat dan sekaligus untuk memelihara ketertiban dan keadilan dalam berbagai kepentingan yang berbeda. Untuk itu ke depan pemerintah nagari perlu: •
Menjadikan hukum sebagai payung yang melindungi aktivitas masyarakat
•
Menjadikan hukum adat sebagai sumber hukum yang sah
•
Menciptakan masyarakat sadar hukum, agar hak dan kewajiban masyarakat terjamin.
•
Menjadikan hukum sebagai modal dasar pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
5.1.3
Transparansi Transparasi menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk
mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pelaksanaan roda pemerintahan. Pemerintahan nagari dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan haruslah dapat menciptakan keterbukaan. Terutama yang menyangkut sumber dan pengalokasian atau penggunaan anggaran serta adanya suatu sistem pelaporan yang dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan demikian hak masyarakat untuk mengetahui hasil yang sudah dicapai dan kendala yang dihadapi pemerintahan nagari dapat diketahui secara luas. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui sejauhmana tingkat transparansi pemerintahan nagari dalam penyelenggaraan anggaran pemerintahan nagari dan peluang akses masyarakat. Adalah dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda, pengelolaan anggaran nagari dari segi keterbukaannya dengan seluruh unsur di nagari?”. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 23.
75
Tabel 23 Tingkat Transparansi Pemerintah Nagari Jawaban
Skor
Total Skor
Kurang Transparan
1
Frekuensi 16
Cukup Transparan
3
20
60
Transparan
5
4
20
16
Rata-rata
2,4
Sumber: Data Olahan Membaca hasil yang diperoleh dari pengolahan data di atas, menunjukan bahwa pemerintahan nagari dalam menerapkan prinsip transparansi masih jauh dari Transparan. Keadaan semacam ini, berarti penyelenggaraan pemerintahan nagari, adalah : •
Belum
mampu
menerapkan
prinsip
transparansi
dalam
pengelolaan
anggaran. •
Belum ada peluang akses yang diberikan pada masyarakat dan lembagalembaga di tingkat nagari oleh pemerintah nagari. Peluang akses akan ada, apabila ada
salurannya sampai pada masyarakat atau bagi
suatu sistem informasi yang mereka yang membutuhkan.
Tanpa sistem informasi yang baik, antara pemerintah dan masyarakat serta pihak-pihak yang terkait. Akan mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu pemerintahan nagari sudah sepantasnya memiliki sistem informasi yang baik, yang memberi peluang masyarakat untuk mengaksesnya. Selama ini yang sering disembunyikan adalah mengenai sumber dan penggunaan anggaran. Masalah ini sering menjadi polemik dan bahkan sampai menjadi konflik antara pemerintah nagari dengan masyarakat. Penggunaan anggaran keuangan yang tidak transparansi, telah memicu ketidakpercayaan masyarakat. Administrasi anggaran atau keuangan tidak dapat diakses oleh masyarakat, ada kesan sengaja ditutup-tutupi. Hal ini telah memperbesar jurang antara pemerintah nagari dengan masyarakat. Transparansi merupakan alat motivasi untuk tumbuhnya peran serta masyarakat. Untuk itu alat ini harus dipergunakan semaksimal mungkin dalam membangun peran serta masyarakat, karena peran serta masyarakat menjadi kunci kesuksesan suatu program. Sistem pemerintahan yang memarjinalkan dan mensubordinasikan peran serta masyarakat, pada hakekatnya mematahkan
76
aspirasi masyarakat dalam pembangunan. Peran serta masyarakat dalam pemerintahan menjadi sangat penting agar sistem yang dibangun menjadi kuat. Dengan demikian ke depan pemerintah nagari seharusnya: •
Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan transparansi terutama dalam penyelenggaraan anggaran pendapatan dan belanja nagari.
•
Membangun sistem informasi yang baik antara wali nagari, perangkat nagari, BPRN dan lembaga-lembaga lain.
•
Menyelenggarakan tertib administrasi keuangan, sesuai standar administrasi keuangan yang baik dan transparan.
•
Tidak menutup-nutupi sumber-sumber pendapatan yang seharusnya masuk dalam APB Nagari dan memungkinkan masyarakat untuk berperanserta mengawasi dan mengaksesnya.
•
Menjadikan penyelenggaraan pemerintahan nagari sebagai pemecahan masalah bukan untuk merangsang timbulnya masalah baru.
5.1.4
Responsif Pemimpin akan mendapat penilaian baik dari warganya apabila dia tanggap
terhadap permasalahan yang sedang dan mungkin akan menimpa warganya. Tanggap berarti siap melayani dengan serius masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat. Permasalahan memang sering terjadi dan proses penyelesaiannya sangat rumit dan kompleks, namun demikian setiap permasalahan tidak mungkin dibiarkan begitu saja sampai menuju ke titik jenuh. Permasalahan yang terjadi di Nagari Andaleh belakangan ini adalah gempa bumi yang cukup besar dengan 6,3sr, akibat yang ditimbulkan oleh gempa tersebut adalah banyak penduduk yang rumahnya rusak parah. Respon pemerintah nagari terhadap masalah ini sangat baik, dimana pemerintah nagari dengan cepat mengambil tindakan untuk penyelamatan jiwa masyarakat, Yakni; (1) Memerintahkan warga untuk tidak berada di dalam rumah yang keadaannya sudah parah dan mendirikan tenda-tenda darurat di tempattempat yang lapang dengan tidak terlalu jauh dari rumahnya, (2) Membentuk tim tanggap darurat yang bekerja dan bertanggungjawab kepada wali nagari, (3) Mewajibkan ronda malam untuk keamanan lingkungan, (4) Memerintahkan agar seluruh alat komunikasi diaktifkan, (5) Mengkoordinasikan dengan seluruh unsur yang ada tentang situasi dan termasuk distribusi bantuan yang diberikan pihak
77
luar, (6) Menjadikan kantor wali nagari sebagai posko dan pusat informasi penanggulangan bencana gempa, dan (7) Seluruh aparat dan lembaga yang ada di nagari berada dalam satu komando wali nagari. Langkah yang diambil pemerintah nagari dalam menangani masalah yang ditimbulkan akibat bencana gempa bumi, mendapat penilaian positif dari masyarakat.Hal ini dapat dilihat dari berbagai tanggapan masyarakat yang peneliti lakukan. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui sejauhmana tanggapan pemerintahan nagari dalam menangani akibat yang ditimbulkan bencana alam gempa bumi, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda upaya yang dilakukan pemerintahan nagari dalam mengatasi permasalahan yang timbul akibat bencana alam gempa bumi?”. Hasil jawaban responden, dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Tingkat Responsif Pemerintahan Nagari Skor
Frekuensi
Total Skor
Kurang Responsif
1
5
5
Cukup Responsif
3
11
33
Responsif
5
24
120
Jawaban
Rata-rata
3,95
Sumber: Data Olahan Memperhatikan dari hasil data di atas menunjukan bahwa pemerintah nagari Andaleh telah mendekati responsif. Ini artinya apa yang dilakukan pemerintah nagari sudah hampir memenuhi apa yang diharapkan masyarakat. Daya tanggap pemerintah nagari hendaknya tidak sewaktu keadaan ada bencana saja, namun sebaiknya juga ada dalam keadaan normal. Banyak bidang kehidupan yang harus ditanggapi dengan serius oleh pemerintah nagari, seperti di bidang pendidikan, kesehatan, kepemudaan, sosial, budaya dan bidang-bidang lain. Sudah banyak terjadi permasalahan akibat kekurangtanggapan pemerintah. Seperti kerusakan sarana dan prasarana umum yang tak kunjung diperbaiki, bisa berakibat fatal bagi masyarakat. Jadi ke depan yang diharapkan agar pemerintah nagari memiliki sikap: •
Peduli terhadap alam dan lingkungan yang mungkin dapat menimbulkan masalah baru
•
Berorientasi pada kepentingan, keselamatan dan keamanan masyarakat.
78
•
Tidak membiarkan terjadinya suatu kerusakan baik karena pengaruh alam maupun manusia.
•
Selalu siap dengan tim kerja bila sewaktu-waktu bencana terjadi.
5.1.5
Konsensus Menjembatani dua kepentingan yang berbeda sehingga tercapai suatu
kesepakatan antara dua pihak atau lebih yang bertikai adalah kewajiban dari pemerintah. Dalam hal in pemerintahan nagari harus mampu menjadi mediasi dan fasilisator, agar tercipta suatu konsensus atau kesepakatan bersama. Konsensus yang dibangun harus dimulai dengan keinginan semua pihak agar hasil yang didapat bisa dipertanggungjawabkan dan mengikat semua pihak yang terlibat. Penerapan prinsip ini, hendaknya yang lebih mengedepankan adanya unsur musyawarah untuk mencapai mufakat, masing-masing pihak yang bersengketa atau bermasalah diberi hak yang sama untuk mengutarakan kehendak dan alasannya. Pemerintah nagari harus bisa menempatkan diri pada posisi yang tepat, tanpa ada rasa keberpihakan pada salah satu pihak, namun tetap pada koridor membela kebenaran dan membela yang lemah. Posisi pemerintah nagari sebagai negosiator tidak berarti harus menanggung resiko untuk dimusuhi oleh masing-masing pihak yang bertikai. Berdasarkan pengamatan peneliti, penerapan prinsip ini telah cukup baik dilaksanakan oleh pemerintahan nagari. Telah banyak kasus yang dapat diselesaikan, walaupun ada diantara penyelesaian kasus tersebut yang tidak bersifat final. Bagi kasus yang tidak bersifat final, kasusnya dipersilahkan membanding ke tingkat yang lebih tinggi, yakni pengadilan. Kasus-kasus yang tidak dapat diselesaikan pada tingkat pemerintahan nagari dan akhirnya bermuara pada pengadilan. Sebenarnya ini merupakan suatu kerugian dari segi waktu dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk itu fungsi pemerintah nagari haruslah dimaksimalkan agar setiap masalah tidak berakhir di pengadilan. 5.1.6
Kesetaraan Pemerintahan yang baik akan memberikan kesempatan yang baik terhadap
laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya. Pemerintahan nagari yang baik adalah yang memperlakukan warga secara adil dan setara.
79
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui sejauhmana pemerintahan nagari memberi peluang kepada setiap anggota masyarakat untuk ikut berkonstribusi dalam pemerintahan nagari, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda, peluang yang diberikan oleh pemerintahan
nagari
melibatkan
masyarakat
dalam
setiap
proses
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan?”. Hasinya dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Tingkat Penerapan Prinsip Kesetaraan Jawaban
Skor
Frekuensi
Total Skor
Kurang Setara
1
14
14
Cukup Setara
3
14
42
Setara
5
12
60
Rata-rata
2,9
Sumber: Data Olahan Melihat hasil yang diperoleh, sebagaimana dipaparkan dalam tabel di atas nampak bahwa penerapan prinsip kesetaraan oleh pemerintah nagari mendekati cukup setara, berarti masyarakat masih merasakan ada skat yang menghalangi hubungannya dengan pemerintah nagari. Keadaan yang demikian dapat berakibat buruk pada masyarakat dan pada pemerintah nagari. Bagi masyarakat akibatnya adalah terjadinya penghambatan aspirasi, sedangkan bagi pemerintah nagari adalah akan menurunnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Untuk mencapai kondisi yang baik, harus ada upaya pemberian kesempatan
kepada
mengekspresikannya
masyarakat pada
untuk
mengembangkan
pemerintahan nagari.
diri
dan
Tanpa ada pemberian
kesempatan tidak mungkin prinsip kesetaraan akan berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Dengan demikian pemerintahan nagari harus paham bahwa kesetaraan juga mengandung arti bahwa setiap individu sama kedudukannya dengan individu yang lain, sehingga dengan prinsip kesetaraan eksploitasi manusia oleh manusia yang lain akan semakin berkurang. Kesetaraan tersebut akan nampak dalam interaksi antara pemerintahan nagari dengan anak nagari, apabila: •
Kemampuan Pemerintahan Nagari menjalin hubungan dengan seluruh unsur di masyarakat untuk saling bersinergi dan saling menguatkan.
80
•
Pemahaman dan komitmen akan manfaat dan arti pentingnya tanggungjawab bersama dalam pencapaian tujuan. Dengan Kesetaraan akan timbul rasa saling memahami dan akan menumbuhkan komitmen bersama antar individu dalam masyarakat, sehingga tumbuh rasa tanggungjawab bersama untuk mencapai yang dicita-citakan masyarakat.
•
Adanya dukungan sistem kemampuan dan keberanian menanggung resiko bersama serta adanya upaya saling berinisiatif. Dalam hubungan yang setara maka
tanggungjawab
masing-masing
individu
pada
dasarnya
sama,
sehingga untuk menanggung resiko bersama menjadi suatu hal yang mutlak. •
Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai, etika dan moral yang diakui dan di junjungtinggi secara bersama. Kesetaraan tanpa kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai, etika dan moral yang diakui dan di junjungtinggi secara bersama, tidak akan mendatangkan manfaat dan justru akan mendatang malapetaka, dimana seseorang dapat saja menjadikan orang lain sebagai korbannya. Jadi Nilai, Moral dan Etika menjadi hal yang sangat dibutuhkan dalam menjalin kesetaraan.
•
Adanya hubungan yang beorientasi pada pelayanan. Kesetaraan yang dibangun walaupun lebih menekankan pada hubungan antar individu, tidak mengenyampingkan hubungan dengan lembaga atau institusi lain sebagai orientasi pelayanan.
5.1.7
Efektivitas dan Efisiensi Wali Nagari mengelola substansi pekerjaan yang variatif, baik substansi
proses maupun substansi tugasnya. Substansi proses mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi. Substansi tugas mencakup manusia, material, anggaran biaya, peralatan kantor dan dimensi fasilitatif lainnya. Dilihat dari kebutuhan masyarakat yang telah banyak berubah, maka kegiatan yang dilakukan pemerintahan nagari harus berdasarkan perencanaan yang tepat dan jelas serta mengakomodasi aspirasi masyarakat dengan prosedur kerja yang tepat. Pada era sekarang ini tidak mungkin lagi setiap pekerjaan ditangani sendiri-sendiri, kerumitan dan kesalingtergantungan antar anggota masyarakat baik makro maupun mikro perlu ditata agar menjadi lembaga yang efektif. Institusi pemerintahan yang efektif berkaitan langsung dengan prestasi kerja dari organisasi atau lembaga yang ada di dalamnya. Pemerintahan yang
81
efektif adalah yang dapat melayani kebutuhan masyarakatnya. Kekuatan individu diakui, namun hanya dalam batas-batas sangat khusus. Orang-orang yang duduk dalam pemerintahan nagari harus mengerti makna efektivitas atau efektif dan makna efisiensi atau efisien. Efektif merujuk pada hasil guna dan efisien merujuk pada proses kerja. Efektivitas dan efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah nagari dalam menggunakan dan memanfaatkan sumberdaya aparat dan anggaran masih kurang efektif dan efisien. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui sejauhmana penerapan prinsip efektivitas dan efisiensi oleh pemerintahan nagari, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda apakah pemerintahan nagari telah dapat menggunakan anggaran dan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efisien?”. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Tingkat Efektivitas dan Efisiensi Pemerintah Nagari Jawaban
Skor
Kurang Efektif dan Efisien
1
Frekuensi 17
Cukup Efektif dan Efisien
3
14
42
Efektif dan Efisien
5
9
45
Rata-rata
Total Skor 17
2,6
Sumber: Data Olahan Hasil data yang diperoleh bahwa tingkat efektivitas dan efisiensi pemerintah nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari, dinilai masih jauh dari efektif dan efisien. Ini berarti masih ada pemborosan dalam bentuk uang atau anggaran dan dalam bentuk tenaga. Tingkat efektivitas dan efisiensi yang mencapai skor 2,6 bukanlah suatu prestasi kerja yang menggembirakan, masih perlu perbaikan-perbaikan yang mendasarkan dalam peningkatan kinerja pemerintah nagari, sehingga tidak terjadi lagi tindak pemborosan. Efektivitas pemerintahan nagari akan tercermin bila ada keseimbangan antara kapasitas perangkat dengan beban tugas harus diemban, bila perangkat nagari berjumlah besar sedangkan beban tugas hanya sedikit atau sebaliknya berarti tidak efektif. Dengan demikian untuk mencapai efektivitas yang maksimal hasil harus ada keseimbangan antara pelaksana dan beban kerja. Penempatan tenaga yang potensial dalam satu unit kerja jangan sampai salah, supaya tidak terjadi penurunan produktivitas.
82
Efisiensi pemerintahan nagari merupakan suatu kebutuhan organisasi, organisasi pemerintahan yang tidak efisien cenderung akan menjadi lemah, terutama dalam penggunaan anggaran dan penggunaan tenaga. Efisiensi perlu dilakukan secara terus menerus supaya sumberdaya yang tersedia tidak cepat habis. Pemerintahan nagari yang efisien adalah yang mampu menggunakan sumberdaya keuangan dan sumberdaya manusia yang relatif sedikit. Mengurangi pemborosan anggaran dan mendayagunakan anggaran semaksimal mungkin untuk mencapai hasil yang terbaik Dengan demikian pemerintahan nagari seharusnya: •
Meningkatkan SDM perangkat Nagari agar bisa bekerja secara efektif
•
Mengalokasikan dana harus tepat, tidak boros dan efisien
5.1.8
Akuntabilitas Aktivitas pemerintahan yang diselenggarakan oleh pemerintah nagari pada
hakekatnya harus dapat dipertanggungjawabkan, karena sesungguh semua yang menjadi urusan pemerintahan nagari adalah amanat. Tugas dan fungsi yang dimiliki
harus
dapat
dipertanggungjawabkan
secara
moral
dan
secara
administratif. secara moral apa yang telah dan sedang dilakukan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada diri sendiri, masyarakat dan kepada sang Pencipta. Secara administratif adalah seluruh aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah nagari harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan badan atau lembaga secara fungsional, dalam bentuk administrasi yang baik. Pelaksanaan tugas dan tanggungjawab yang diemban oleh pemerintah nagari masih mendapat tanggapan yang beragam dari masyarakat, laporan pertanggungjawaban yang disampaikan masih banyak kekurangan dan menjadi bahan perdebatan antara Pemerintah Nagari dengan BPRN. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui sejauhmana penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan
nagari,
dengan
pertanyaan
“Bagaimana
menurut
anda
pertanggungjawaban wali nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari?. Hasilnya, dapat dilihat pada Tabel 27.
83
Tabel 27 Tingkat Akuntabilitas Pemerintahan Nagari Andaleh Jawaban
Skor
Total Skor
Kurang Akuntabel
1
Frekuensi 20
Cukup Akuntabel
3
12
36
Akuntabel
5
8
40
Rata-rata
20
2,4
Sumber: Data Olahan Berdasarakan hasil yang didapat sesuai data di atas menunjukan bahwa pemerintah nagari dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari masih berada antara kurang akuntabel dengan cukup akuntabel, artinya pemerintah nagari belum dapat menerapkan prinsip akuntabilitas dalam menjalankan roda pemerintahan. Dengan skor rata-rata yang hanya mencapai 2,4 berarti masih jauh dari harapan masyarakat. Pertanggungjawaban sering sekali menjadi polemik pada akhir masa jabatan atau kurun waktu tertentu. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh tidak teragendanya dengan baik setiap kegiatan,
yang berakibat pada anggaran
dalam suatu administrasi pemerintahan. Pertanggungjawaban dalam suatu pemerintahan tidak cukup dipertanggungjawab secara lisan, tapi harus dalam bentuk tulisan atau administrasi dan bukti-bukti fisik yang dapat diterima. Kelemahan pemerintah nagari dalam mengadministrasikan anggaran dan agenda kegiatan akan berakibat tidak diterimanya pertanggungjawaban oleh lembaga yang memberi wewenang dan masyarakat. Pertentangan yang terjadi antara pemerintah nagari dengan lembagalembaga dan masyarakat,
kebanyakan adalah karena tidak diterimanya
pertanggungjawaban wali nagari, maka timbullah konflik yang sering mengorban orang lain dan pemborosan anggaran. Sebenarnya pertanggungjawaban akan lancar apabila seluruh tim kerja dalam pemerintahan nagari bisa bekerja dengan baik sesuai tupoksi masing-masing dan mengerjakan apa yang menjadi tanggungjawabnya dengan baik. Dengan demikian ke depan pemerintahan nagari seharusnya: •
Mengagendakan seluruh kegiatan dengan baik dan benar sesuai dengan tata cara pengadministrasian yang baik
•
Tidak melakukan kegiatan yang diluar perencanaan, bila tidak dalam keadaan darurat
84
•
Selalu memusyawarahkan setiap memulai suatu kegiatan.
•
Melibatkan pihak terkait untuk menilai suatu kegiatan dan bila ditemukan kejanggalan untuk segera dilakukan perbaikan
•
Menghilangkan ego sektoral dalam menangani suatu kegiatan
•
Tidak melecahkan lembaga lain dan kalau bisa diikutsertakan dalam kegiatan
•
Menjadikan kegagalan suatu kegiatan menjadi pelajaran untuk tidak terulang lagi di masa yang akan datang.
5.1.9
Visi Strategis Visi Strategis dapat juga disebut sebagai patokan yang ingin dicapai di
masa yang akan datang. Sehingga dengan adanya visi strategis pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas ke depan. Dan juga supaya penyelenggaraan
pemerintahan
yang
baik
(good
governance)
dengan
pembangunan manusia (human development), dapat dirasakan sebagai kebutuhan. Pemerintahan yang memiliki visi atau target yang ingin dicapai dalam waktu tertentu, akan mudah dalam menyusun langkah-langkah untuk pencapaian tujuan. Pemerintah nagari harus mampu dan memiliki kemampuan menelaah ke depan tentang bagaimana peningkatan kinerja untuk dipersembahkan kepada masyarakat dalam upaya mengangkat derajat kehidupan mereka. Seorang pemimpin haruslah visioner, yang mampu membayang apa yang harus dilakukan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Visioner tidak berarti berhayal semata, tapi suatu telaahan mendalam dengan perencanaan yang matang. Visi strategis akan mendatangkan manfaat bagi penyelenggara dan masyarakat sebagai sasaran pemberdayaan. Bagi penyelenggara manfaatnya adalah akan membimbing, mengarahkan, memberi patokan sasaran, dan memperjelas apa yang menjadi tujuan serta memudahkan pengevaluasian kegiatan. Bagi masyarakat visi akan mendorong tumbuhnya partisipasi. Pemerintahan nagari untuk bisa menerapkan good governance, syaratnya harus mampu merumuskan visi yang strategis kerangka awal untuk mencapai tujuan. Untuk mendapat visi yang strategis, tidak bisa sendiri-sendiri atau lembaga perlembaga harus ada kesatuan gerak dari setiap stakeholder yang ada. Pemerintah nagari Andaleh, sampai saat ini belum mampu menerjamahkan dan menerapkan visi nagari dengan baik, hal ini disebabkan karena wali nagari belum mampu membangun tim kerja yang baik dan berkinerja yang tinggi.
85
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui apakah pemerintahan nagari telah mampu menerapkan visi strategis pemerintahan nagari dalam penyelenggaraan
pemerintahan nagari, dengan
pertanyaan “Bagaimana menurut anda penyelenggaraan pemerintahan nagari telah sesuai dengan visi nagari dan misi yang mereka sampai disaat pencalonan?”. Hasilnya, dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28 Tingkat Penerapan Visi Strategi Pemerintahan Nagar Andaleh Jawaban
Skor
Kurang Visioner
1
Frekuensi 18
Cukup Visioner
3
16
48
Visioner
5
6
30
Rata-rata
Total Skor 18
2,4
Sumber: Data Olahan Visi dari nagari Andaleh adalah “Menjadi Nagari yang Maju Berlandaskan Filosofi Minangkabau dalam Kontek Negara Kasatuan Republik Indonesia” visi ini memang sangat strategis, karena ingin mewujudkan menjadi nagari yang maju yang didasari filosofi Minangkabau yaitu adat basandi syara’ , syara’ basandi kitabullah
(ABS-SBK). Visi ini dalam implementasinya tentu menyesuaikan
dengan ketentuan Undang Undang yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ternyata penilaian masyarakat untuk melihat apakah pemerintah nagari telah mampu bekerja sesuai dengan visi nagari, nampaknya belum bisa mencapai hasil yang diinginkan. Skor 2,4 merupakan posisi yang masih kurang visioner. Untuk ke depan diharapkan pemerintah nagari: •
Agar lebih visioner
•
Mampu meningkatkan kapasitas diri
•
Komit pada visi nagari sebagai titik pencapaian tujuan pemerintahan
•
Menjauhi pandangan yang dangkal atau pendek
•
Musyawarah mufakat Kesimpulan
dari
penerapan
prinsip
good
governance
dalam
penyelengaraan pemerintahan nagari adalah masih belum baik. Penerapan prinsip
good
governance
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
nagari
menunjukan hasil yang belum memuaskan. Hasil evaluasi keseluruhan penerapan prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 29.
86
Tabel 29
Komulasi Pencapaian Penerapan Prinsip Good Governace oleh Pemerintahan Nagari Andaleh
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Unsur Good Governace
Skor Rata-Rata
Partisipasi Penegakan Hukum Transparansi Resposif Konsensus Kesetaraan Efektivitas dan Efisiensi Akuntabilitas Visi Strategis Total Skor Rata-Rata
3,15 4,05 2,40 3.95 3,00 2.90 2.60 2,40 2,40 2,98
Sumber: Data Olahan Dari data di atas nampak bahwa dengan skor total rata-rata sebesar 2,98, menunjukan belum mencapai cukup baik. Ada lima prinsip good governance yang berada di bawah rata-rata, yaitu transparansi, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas dan visi strategis. Ini berarti bahwa pemahaman perangkat nagari untuk menyelenggaraan tata pemerintahan yang baik masih rendah, maka ke depan masih dibutuhkan peningkatan kapasitas perangkat nagari agar bisa memahami, menerapkan dan mengimplemtasikan
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
nagari.
Good
governance memang sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Agar pemerintahan nagari bisa menjadi pemerintahan yang memiliki: 1. Kemampuan menggerakan dan mengelola partisipasi masyarakat dengan baik. 2. Mampu melakukan penegakan hukum, baik hukum adat maupun hukum Negara. 3. Kemampuan mengembangkan pemerintahan yang bersih dan transparan. 4. Daya tanggap yang tinggi terhadap permasalahan yang dihadapi rakyat. 5. Mampu
membangun konsensus bersama dengan masyarakat untuk
kesejahteraan bersama. 6. Sikap yang kooperatif dengan masyarakat dalam pola hubungan yang setara. 7. Program yang jauh dari ketidak-efektifan dan ketidak-efisienan 8. Kemampuan yang optimal dalam mempertanggungjawabkn setiap aktivitas pemerintahan dan pembangunan dengan baik dan benar. 9. Pandangan jauh ke depan untuk memjadikan nagari yang maju.
87
5.2 Evaluasi Program dan Kegiatan Pemerintahan Nagari Menurut Implementasi Good Governance Pemerintahan nagari dalam menyelenggarakan pemerintahan setiap tahunnya melakukan kegiatan sebagai bentuk pembinaan kepada masyarakat. Untuk tahun 2006 program yang dilakukan diantaranya adalah
program
pembinaan perekonomian masyarakat nagari, program pembinaan kehidupan masyarakat dan program pembinaan sosial budaya masyarakat. Program dan kegiatan yang ada sesuai dengan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) Nagari. APB Nagari ditetapkan setiap tahun, berdasarkan keputusan bersama antara Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN) dengan Wali Nagari. Pendekatan bottom-to-top (dari bawah ke atas) dalam menyusun dan melaksanakan program kerja mendapat sambutan yang baik dari masyarakat. Hal ini dicapai karena masyarakat dari awal perencanaan sudah dilibatkan. Walaupun pendekatan ini memakan waktu dan biaya yang cukup banyak dan rumit,
tapi
dalam
pelaksanaan
masyarakat
merasa
bertanggungjawab
menyukseskannya. Kesiapan Perangkat Nagari dalam melaksanakan program sesuai tata pemerintahan yang baik dan aspirasi masyarakat. Siap atau tidaknya perangkat nagari melakukan program dan kegiatan
melalui good governance dalam
penyelenggaraan pemeintahan nagari. Hal ini dapat dilihat melalui evaluasi yang dilakukan di bawah ini: 5.2.1
Pembinaan Perekonomian Masyarakat Nagari Dimensi pembinaan perekonomian masyarakat mempunyai dimensi yang
luas, sebagai konsep payung yang mencakup pembangunan ekonomi, pembangunan pertanian, industri rumah tangga, perdagangan, pasar dan sebagainya. Namun dalam program pembinaan perekonomian masyarakat penulis
memfokuskan
pada
bidang
pembangunan
pertanian,
yang
diselenggarakan oleh pemerintah nagari. Nagari Andaleh yang memiliki sumberdaya alam yang cukup banyak. Potensi ini dapat dimanfaatkan untuk peningkatan taraf hidup masyarakat. Kenyataan sekarang dari 1340 hektar lahan pertanian non sawah, 740 hektar diantaranya menjadi lahan yang tidak produktif, karena tidak diolah oleh pemiliknya. Lahan ini dulu adalah bekas perkebunan kopi dan pisang, kedua tanaman ini terserang penyakit dan mati. Saat ini bekas lahan tersebut belum
88
memberi nilai tambah ekonomi dan bahkan menimbulkan masalah baru, yaitu menjadi tempat bersarang babi hutan dan kera. Kedua binatang ini menjadi hama pengganggu tanaman petani. Bertolak dari alasan di atas pemerintah nagari merumuskan kebijakan dalam bentuk program pembinaan. Dengan tujuan mengatasi makin meluasnya lahan yang ditelantarkan oleh pemiliknya dan menumbuhkan kembali semangat gotong royong dan swadaya masyarakat. Pembinaan perekonomian ditujukan kepada pelaku usaha (individu petani), kepala keluarga dan tokoh masyarakat serta perantau. Program bersifaf yang dapat mendorong, menumbuhkan dan memotivasi masyarakat untuk secara bersama-sama mengatasi masalah. Kegiatan yang dilakukan berbentuk sosialisasi dan pelatihan. Kegiatan ini dipandang efektif, karena dengan sosialisasi diharapkan masyarakat dan pemilik tanah mengetahui dan memahami bahaya yang ditimbulkan dari menelantarkan lahan. dan pelatihan dilakukan
kepada
kelompok
masyarakat,
agar
masyarakat
meningkat
kemampuannya. Pengelolaan sumberdaya yang ada agar tidak menjadi kendala dan sumber konflik memerlukan aturan. Peraturan dimaksud adalah peraturan nagari (Perna) yang dapat mengatur dan mendorong masyarakat untuk berusaha dan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Di samping itu bagi pemerintahan nagari untuk menumbuhkembangkan sistem pemerintahan nagari yang mampu meningkatkan usaha perekonomian masyarakat nagari, juga berguna dalam: 1.
Menyusun peraturan nagari yang dapat menggerakan perekonomian masyarakat nagari
2.
Mengelola keuangan nagari yang dapat mengoptimalkan peningkatan perekonomian masyarakat nagari
3.
Menyusun perencanaan pembangunan nagari yang berbasis ekonomi lokal
4.
Melakukan kerjasama dengan kelompok masyarakat lain
5.
Menyerap aspirasi masyarakat dan pelaku usaha. Program
pembinaan
perekonomian
masyarakat
nagari
yang
diselenggarakan oleh pemerintah nagari Andaleh untuk tahun 2006, yang masuk dalam anggaran pendapatan dan belanja (APB) Nagari adalah sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 30.
89
Tabel 30 Program Pembinaan Perekonomian Nagari Program
Tujuan
Sasaran
Pembinaan Perekonomian Nagari
- mengatasi masalah lahan - Keluarga terlantar - Tokoh - Menumbukan semangat Masyarakat gotong royong dan - Perantau swadaya masyarakat Sumber: Data APB Nagari Andaleh, 2006.
Kegiatan - Sosialisasi - Pelatihan kerja kelompok
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam program ini, yakni untuk mengatasi makin meluasnya lahan yang ditelantarkan oleh pemiliknya dan menumbuhkan kembali semangat gotong royong dan swadaya masyarakat. Kedua unsur ini merupakan sumberdaya utama yang dapat menggerakan pembangunan nagari dalam pemberdayaan masyarakat. Gotong royong diharapkan mampu membangunan potensi bersama yang dimiliki masyarakat dan pemerintah menjadi suatu hal yang bermanfaat. Bila semangat gotong royong sudah terbangun dengan baik, maka swadaya masyarakat akan muncul dengan sendirinya, karena dalam gotong royong semangat kebersamaan dan solidaritas antar sesama anggota komunitas sangat tinggi dan penting.
Pembinaan perekonomian nagari
dilakukan agar potensi yang dimiliki nagari terutama pemanfaatan lahan dan sumberdaya lainnya bisa lebih optimal, berikut target yang hendak dicapai dari program ini, sebagaimana nampak pada Tabel 31. Tabel 31 Target Program Pembinaan Perekonomian Nagari Kegiatan Sosialisasi Pelatihan kerja kelompok Sumber: Data Olahan.
Target Frekuensi Peserta 240 orang 6 kali kegiatan 10 kali 30 kegiatan kelompok
Pencapaian Frekuensi Peserta 3 kali 186 kegiatan orang 4 kali 24 kegiatan kelompok
Berdasarkan hasil yang dicapai atas kegiatan program yang rencanakan sesuai dengan tujuan, maka : 1. Tujuan pertama yaitu untuk mengatasi lahan terlantar. a. Kegiatan sosialisasi, tingkat partisipasi masyarakat dari target 240 orang, hadir dalam sosialisasi sebanyak 186 orang (77,5%). Bila dipakai pengklasifikasian penilaian ≤ 40% = kurang baik, 41% s/d 60% = Cukup baik, 61% s/d 75% = baik
dan ≥ 76% = sangat baik, maka tingkat
90
partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan sosialisasi adalah sangat baik. Namun realisasi di lapangan belum tentu sama besarnya dengan tingkat partisipasi dalam kegiatan sosialisasi, masih ada kendala yang dihadapi petani, yakni : •
Kurangnya tenaga kerja untuk menggarap lahan, karena lahan yang diolah oleh masing-masing petani saat ini sudah mencapai titik maksimal kemampuan mereka, sebab jarang sekali seorang petani di daerah ini yang mampu mengolah lahan di atas 1,5 hektar.
•
Pemilik tanah banyak yang berada di Perantauan
•
Tingginya biaya yang harus dialokasikan untuk penggarap awal
•
Serangan hama babi hutan dan kera
•
Nilai jual hasil pertanian yang sering menunjukan fluktuatif.
Sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat tentang pemanfaatan lahan, menjadi menarik bagi masyarakat karena mereka sendiri merasakan akibat dari penelantaran lahan oleh pemiliknya. Setelah dilakukan sosialisasi dari 1340 hektar lahan, 400 hektar diantaranya telah diolah secara baik dan intensif, 200 hektar sedang dalam penggarapan dan selebihnya dikarenakan keterbatasan yang ada tersebut diatas, lahan yang ada masih dibiarkan menjadi lahan yang kurang produktif sehingga tidak memberi nalai tambah ekonomi (sumber data BPP Batipuh,2006). b. Kegiatan pelatihan kelompok, tingkat partisipasi anggota kelompok dari target 30 kelompok, realisasi 24 kelompok (80%), berarti tingkat partisipasi kelompok adalah sangat baik. Kegiatan ini menjadi menarik bagi petani yang tergabung dalam masing-masing kelompok pasukuan, karena dari hasil materi yang disampaikan oleh pemateri dapat menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengolah dan mengelola lahan pertanian non sawah. 2. Tujuan kedua, yaitu untuk menumbuhkan semangat gotong royong dan keswadayaan masyarakat. a. Kegiatan sosialisasi, dengan tingkat partisipasi masyarakat yang sangat baik dalam mengikuti sosialisasi diharapkan dapat menumbuhkan kembali semangat gotong royong masyarakat. Jiwa kegotongroyongan masyarakat dulu sangat tinggi, tapi karena ada pergeseran nilai, dimana setiap
kegiatan
masyarakat
dinilai
sebagai
proyek
dan
tingkat
91
ketergantungan masyarakat pada pemerintah sangat tinggi, akibatnya seluruh permasalahan kemasyarakatan dan pembangunan dibebankan pada pemerintah. Menyadari kekilafan sistem ini, maka dengan penerapan sistem pemerintahan nagari saat ini, secara beransur-ansur dilakukan penyadaran untuk mengambil kembali jati diri yang hilang. b. Proses penyadaran memerlukan usaha keras dari pemerintahan nagari dan kegiatan ini tidak bisa dilakukan hanya untuk satu atau dua kali kegiatan, perlu sosialisasi terus menerus kepada seluruh lampisan masyarakat, sehingga keswadayaan masyarakat muncul sebagai modal dasar dari pengembangan masyarakat. c. Kegiatan pelatihan kelompok, untuk kegiatan ini sangat efektif karena kegotongroyongan itu bisa muncul karena ada kelompok. Kepada setiap kelompok peserta pelatihan diberikan materi bagaimana perlunya semangat gotong royong. 3. Dari segi Pelaksana atau pemerintahan nagari, untuk kedua kegiatan di atas, untuk kegiatan sosialisasi dari target 8 kali kegiatan, realisasi hanya 3 kali kegiatan atau (37,5%). Sedangkan untuk kegiatan pelatihan kerja kelompok dengan target 10 kali kegiatan, realisasi hanya mencapai 4 kali kegiatan (40%). Jadi kegiatan yang dilakukan tidak lagi efektif dan tenaga pelatih hampir seluruhnya berasal dari luar pemerintahan nagari. Kapasitas
perangkat
nagari
dalam
melakukan
sosialisasi,
untuk
pembinaan perekonomian masyarakat nagari belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, hal ini disebabkan oleh: 1. Kualitas sumberdaya manusia perangkat nagari yang masih rendah, dimana mereka belum ada yang mampu memberikan dan mengelola pelaksanaan sosialisasi dengan baik, kegiatan yang ada dipadatkan. Sehingga kesan yang nampak adalah hanya sebatas melaksanakan apa yang telah menjadi target dalam anggaran, belum lagi berorientasi pada hasil. 2. Penguasaan konsep dan materi yang masih sangat terbatas, perangkat nagari belum memiliki konsep yang jelas dan tegas sebagai materi yang akan diberikan kepada peserta pelatihan, kalaupun mereka memiliki konsep materi, belum ada yang mampu menjelaskan dengan baik kepada peserta pelatihan, sehingga yang terjadi adalah ketergantungan pada pihak luar, dalam hal ini adalah tenaga tekhnis dari instansi pemerintah tingkat atas.
92
3. Belum adanya sistem pelatihan yang memadai untuk peningkatan kapasitas perangkat nagari, pelatihan yang didapat oleh perangkat ini mereka rasakan selama ini belum bersifat operasional, masih bersifat teoritis belaka, sehingga kemampuan diri perangkat sebelum dan sesudah pelatihan hampir tidak berbeda. Disamping itu format pelatihan yang diberikan dari tahun ke tahun sama saja, akibatnya menjadi kurang menarik bagi perangkat nagari. Belum ada pelatihan yang diberikan yang betul-betul mampu mengangkat kemampuan perangkat nagari. Memang diakui pelatihan yang telah diberikan cukup banyak dan berbagai macam materinya, tetapi semua itu kebanyakan hanya berorientasi proyek (proyek selesai urusan habis, soal implementasi hasilnya bukan urusan si pemberi proyek). Berdasarkan evaluasi menurut tujuan dan pelaksana di atas, nampak bahwa belum sinkronnya antara target dengan realisasi. Hal ini dinilai peserta sosialisasi dan peserta pelatihan, bahwa: a. Belum sebandingnya antara partisipasi yang diberikan masyarakat dengan partisipasi pemerintahan nagari. b. Pemadatan kegiatan berarti menyalahi aturan dan tidak taat azas. c. Kurang adanya transparansi terhadap penyelenggaraan kegiatan, terutama menyangkut penggunaan anggaran. d. Pelaksanaan yang demikian kurang dapat diterima, karena tidak efektif, walaupun efisien dari segi pembiayaan. e. Secara hukum hal yang demikian tidak sesuai dengan prinsip akuntabilitas. Pembangunan
yang
dilaksanakan
pemerintah,
tidak
dapat
hanya
mengandalkan ketersediaan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia semata, juga memerlukan faktor lain seperti adanya institusi-institusi, relasi-relasi dan norma-norma yang berbentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat atau disebut dengan modal sosial. Pada level pemerintahan terendah modal sosial mencukup wilayah ekonomi, sosial dan budaya. Masalahnya sekarang apakah pemerintah nagari Andaleh telah mampu membangun pola pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden untuk mengetahui kemampuan pemerintah nagari dalam mendorong pemanfaatan sumber-sumberdaya yang ada, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda upaya
yang
dilakukan
pemerintah
nagari
Andaleh
untuk
pemanfaatan
sumberdaya lahan yang ada?”. Hasilnya, dapat dilihat pada Tabel 32.
93
Tabel 32 Kemampuan Perangkat Nagari Mendorong Pemanfaatan Lahan Jawaban
Skor
Frekuensi
Total Skor
Kurang Mampu
1
14
14
Cukup Mampu
3
21
63
Mampu
5
5
25
Rata-rata
2,55
Sumber: Data Olahan Berdasarkan hasil yang didapat sesuai skoring di atas menunjukan kemampuan pemerintah nagari dalam mengakses sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya, masih berada pada level antara kurang mampu dengan cukup mampu. Jadi jelas bahwa kemampuan perangkat nagari untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki nagari masih belum cukup maksimal. Namun dalam kondisi sekarang yang rata-rata pencapaian targetnya hanya mencapai 2,55 atau berada di bawah standar. Masih mengharuskan pemerintah nagari, untuk lebih membuka diri dan sekaligus harus jeli memanfaatkan sumbersumber yang ada, agar kapasitas pemerintah nagari menjadi meningkat. Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk pelaksanaan program pembinaan perekonomian masyarakat, telah mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, dimana tingkat partisipasi yang diberikan telah sangat baik secara individu maupun secara berkelompok. Ini membuktikan bahwa masyarakat menginginkan: 1. Perubahan paradigma Pemerintahan untuk mampu mengangkat perekonomian mereka dalam mencapai kesejahteraan hidup. 2. Adanya suatu yang baru, yang lebih aspiratif dan sesuai karakteristik lokal. Dalam pelaksanaannya oleh pemerintah nagari hasil yang nampak masih kurang baik. Dimana kegiatan yang dilakukan belum sesuai dengan rencana awal. Kegiatan lebih banyak yang dipadatkan dan kekurangsiapan perangkat nagari dalam memberikan pelatihan. Pelatihan lebih banyak mengandalkan tenaga dari luar. Ini berarti sumberdaya manusia yang dimiliki masih belum mampu mengelola dan melaksanakan program yang telah dirumuskan. Kendala yang dihadapi adalah: 1. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki pemerintahan nagari, dimana mereka belum mampu menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan tata pemerintahan yang baik.
94
2. Perangkat nagari belum menguasai konsep dan materi untuk pembinaan perekonomian masyarakat yang akan diberikan dalam kegiatan pelatihan kepada kelompok masyarakat 3. Perangkat nagari belum mendapat pelatihan yang memadai dari pemerintah daerah, bagaimana memberikan pelatihan yang baik pada masyarakat 5.2.2
Pembinaan Kehidupan Masyarakat Penyelenggaraan pemerintahan nagari dalam melakukan pembinaan
kehidupan masyarakat adalah menyangkut agenda sebagai berikut : 1. Perubahan paradigma pemerintahan dari sistem lama ke sistem baru 2. Tata kelola pembangunan nagari 3. Penguatan basis ekonomi masyarakat nagari. Tujuan yang hendak dicapai dalam program ini adalah : 1. Agar masyarakat lebih mengenal dan mengetahui sistem pemerintahan. 2. Menciptakan aparatur pemerintahan nagari yang mampu mengelola pembangunan secara baik dan benar 3. Memperkuat basis ekonomi yang dimiliki masyarakat. Sasaran dari program ini adalah masyarakat nagari secara individu, keluarga baik dalam pengertian adat maupun dalam pengertian pemerintahan serta lembaga-lembaga yang ada di nagari. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah dalam bentuk sosialisasi dan pelatihan bagi aparatur pemerintahan nagari. Program pembinaan kehidupan masyarakat nagari yang diselenggarakan oleh pemerintah nagari Andaleh untuk tahun 2006, yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja (APB) nagari adalah sebagaimana terdapat pada Tabel 33. Tabel 33 Program Pembinaan Kehidupan Masyarakat Program Pembinaan Kehidupan Masyarakat
Tujuan
Sasaran
Kegiatan
- Memasyarakatkan Sistem - Individu - Sosialisasi Peme-rintahan Nagari - Perangkat - Pelatihan - Menciptakan aparatur yang nagari Aparatur mampu mengelola - Kelompok Pemerintahpemerintahan, pembangunan Masyara an Nagari dengan baik. kat - Memperkuat basis ekonomi masyarakat Sumber: Data APB Nagari Andaleh, 2006
95
Berpedoman pada tujuan yang hendak dicapai dalam program ini terutama
menyangkut
perubahan
paradigma
pemerintahan,
tatakelola
pembangunan dan penguatan basis ekonomi masyarakat. Ketiga hal ini menjadi patokan utama dalam pencapaian tujuan pembinaan kehidupan masyarakat di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan Perubahan paradigma pemerintahan dari sistem lama ke sistem baru yaitu sistem pemerintahan nagari. Sistem pemerintahan nagari yang sempat hilang selama lebih dari dua dasa warsa, saat ini kembali diterapkan di Sumatera Barat, dimana sebelumnya dengan berlakunya UU nomor 5 tahun 1979, diberlakukan sistem pemerintahan desa. Kedua sistem ini memiliki perbedaan dari struktur, sistem dan budaya. Sistem pemerintahan desa strukturnya lebih mengedepankan hierarkhis pemerintahan, seorang kepala desa adalah bawahan langsung dari camat dan melakukan segala sesuatu harus atas dasar perintah dari atasan. Begitupun ke bawah terhadap perangkat desa dan masyarakat adalah orang-orang yang harus tunduk dan patuh kepada kepala desa. Interaksi yang tejadi antara pejabat pemerintahan desa dengan yang masyarakat adalah interaksi sempit atau interaksi yang didominasi satu pihak dan satu arah. Hubungan antara masyarakat dengan pemerintahan desa bersifat birokratis yang harus melalui berbagai macam prosedur dan tata hubungan yang tidak setara, ibarat hubungan raja dengan rakyat (rakyat datang menyembang dan raja datang untuk disembah) yang mempunyai banyak tatacara serimonial. Pendekatan pembangunan pada sisitem pemerintahan desa bersifat topto-down (dari atas ke bawah), di mana kelompok elit desa merencanakan program atas nama rakyat. Pendekatan ini telah sering menimbulkan pemborosan anggaran dan kurang diterima oleh masyarakat, karena kurang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat. Kebanyakan dari program dan proyek yang diarahkan ke masyarakat lebih berisifat kemauan sekelompok elit. Sehingga dalam pelaksanaan program dan proyek, masyarakat tidak merasa memiliki atas proyek yang disuguhkan tersebut. Budaya organisasi sistem pemerintahan desa bersifat dimobilisasi, dikomandokan dan cenderung feodal. Setiap kegiatan di desa masyarakat dimobilisasi untuk berpartisipasi. Hal ini tidak hanya terjadi saat pengerjaan proyek pembangunan, tetapi juga pada proses penyaluran aspirasi politik masyarakat. Masyarakat harus berada dalam satu komando kepala desa
96
sebagai penguasa tunggal di desa. Inilah yang terjadi disaat penerapan sistem pemerintahan desa di Nagari Andaleh. Sementara sistem pemerintahan nagari struktur lebih demokratis, bulat air karena pembuluh bulat kata karena mufakat. Rakyat atau masyarakat diberi hak yang begitu luas dalam menentukan siapa pemimpinnya, sehingga mereka yang terpilih merupakan orang yang betul-betul dikehendaki menjadi pemimpin. Penyaluran hak rakyat ini dapat dilakukan secara perwakilan, yaitu para ninik mamak, alim ulama dan cerdik pandai dan secara langsung pada lembaga yang ada di nagari. Sistem secara perwakilan di daerah ini lebih dikenal dengan sistem Katumanggungan yaitu berjenjang naik bertangga turun, dimana masyarakat terbawah yakni Kemenakan menyampaikan aspirasinya kepada Ninik Mamak, kemudian ninik mamak menyalurkannya kepada Penghulu, penghulu kepada Ampeak Suku, ampeak suku ke Nagari. Untuk secara langsung yang lebih dikenal dengan sistem Parpatih Nan Sabatang, dimana masyarakat dapat menyampaikan aspirasi dalam pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat yang diadakan oleh para ninik mamak atau oleh pemerintahan nagari. Pola interaksi yang terjadi adalah bersifat resiprokal, yaitu interaksi dua arah
antara
pemerintah
dengan
masyarakat
dan
masyarakat
dengan
pemerintah. Interaksi ini menghendaki adanya keseimbangan antara pemberi aksi dengan si penerima aksi, maka dengan adanya keseimbangan antara aksi dari pemerintah dan reaksi dari masyarakat akan terjadi saling menyesuaikan. Aturan yang dipakai dalam hubungan antara apartur pemerintahan nagari dengan masyarakat tidak banyak atau
sedikit aturan, prosedur untuk
menghadap wali nagari atau perangkat lain tidak banyak, masyarakat boleh menyampaikan keinginannya kepada pemerintah nagari di setiap waktu dan di setiap tempat serta tidak acara serimonial yang harus dilalui atau dilakukan, yang terpenting segala sesuatu dilakukan secara sopan dan disampaikan secara santun. Sistem pendekatan pembangunan bersifat bottom-to-top, rakyat yang merencanakan, rakyat yang melaksanakan dan rakyat yang menilai. Fungsi pemerintahan lebih bersifat memfasilitasi. Pada dasarnya tujuan atau rencana yang dibuat secara bersama dan itu betul-betul merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan, sehingga resiko kegagalan dalam pelaksanaan bisa diminimalisir. Pendekatan yang berasal dari bawah ke atas terkadang memiliki
97
posisi yang lemah dari pengambil kebijakan di tingkat atas, tidak jarang ditemui bahwa kepentingan pengambil kebijakan lebih menonjol dari pada kepentingan rakyat pada lapis bawah. Budaya oraganisasi sistem pemerintahan nagari bersifat komunal, spontan, egaliter dan versi budaya Minangkabau. Segala sesuatu lebih mengedepankan kebersamaan, tidak dimobilisasi dan tidak dikomandokan serta hubungan yang setara antara pemimpin dengan yang dipimpin. Pemimpin sifatnya hanya ditinggikan seranting didahulukan selangkah, jadi pemimpin sangat tergantung pada kehendak dari yang dia pimpin. Inilah yang sedang dan akan diterapkan dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari. Sistem ini memerlukan sosialisasi pada masyarakat karena mayoritas masyarakat yang ada sekarang banyak yang tidak lagi mengerti dan paham dengan sistem pemerintahan nagari terutama mereka yang lahir sesudah tahun 1970-an. Maka untuk memperkenalkan kembali diperlukan sosialisasi yang intensif dari seluruh unsur pemangku kebijakan dan stakehoder pemerintahan. Agenda kedua yakni tata kelola pemerintahan dan pembangunan nagari, merupakan suatu upaya menjadikan tata kelola pemerintahan yang berakar di masyarakat dan itu diyakini sesuai dan cocok dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Tata kelola pemerintahan nagari diarahkan untuk mengelola pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat dan peraturan dari pemerintahan tingkat atas. Proyek-proyek yang datang dari pemerintah diupayakan untuk disukseskan semaksimal mungkin, tanpa memarjinalkan potensi lokal yang ada. Tata
kelola
pemerintahan
dan
pembangunan,
sering
mengalami
perubahan yang diakibatkan oleh perubahan keputusan politik pemerintah, terutama yang menyangkut standar pelayanan kepada masyarakat. Standar pelayanan yang dibuat pemerintah, biasanya juga dijadikan rujukan dalam operasional pemerintahan dan pembangunan masyarakat. Dengan sering berubahnya putusan politik pemerintah, membuat pemerintahan terendah tidak memiliki standar pelayanan yang kuat dan dinamis. Pola hubungan masyarakat dan pemerintah perlu ada kemitraan yang sejajar. Kemitraan akan berkembangan dalam masyarakat, bila ada wadah yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Hal ini dilakukan agar terdapat tatakelola yang lebih aspiratif. Maka pembinaan kehidupan masyarakat diharapkan mampu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
98
Pengelolaan pemerintahan dan pembangunan juga ditujukan untuk menciptakan suasana aman dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan dalam masyarakat. Hal ini dilakukan agar pengelolaan konflik yang ada, dapat diatasi dengan resiko yang sekecil-kecilnya serta konflik-konfilk di masyarakat tidak semakin berkembang. Dengan demikian untuk melakukan pengelolaan pemerintahan dan pembangunan yang sesuai harapan, memerlukan aparatur yang mampu dan cakap. Untuk menjadikan aparatur mampu dan cakap diperlukan pembekalan tentang tugas dan fungsinya, agar dalam mengiplementasikan tanggungjawab dan wewenangnya aparatur pemerintahan nagari tidak canggung. Bergitu juga dengan agenda ketiga yakni penguatan basis ekonomi masyarakat, dilakukan dengan mendorong pengembangan potensi asli di nagari menjadi produk unggulan. Dengan memiliki produk unggulan diharapkan daya saing masyarakat usaha makin tinggi. Semakin tinggi daya saing yang dimiliki akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan nagari dalam pembinaan kehidupan masyarakat adalah bagaimana supaya masyarakat memiliki akses dan kontrol terhadap pemerintahan nagari. Usaha ini dilakukan oleh pemerintah nagari dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Target Pembinaan Kehidupan Masyarakat Kegiatan Sosialisasi Pelatihan Aparatur Pemerintahan Nagari Sumber: Data Olahan.
Target
Pencapaian
Frekuensi
Peserta
Frekuensi
Peserta
10 kali
300 orang
6 kali
240 orang
6
12 orang
2
3 orang
Memperhatikan dari hasil yang dicapai untuk pembinaan kehidupan masyarakat sesuai tujuan program, adalah: 1. Tujuan pertama, yaitu untuk memasyarakatkan sistem pemerintahan nagari, dilihat dari tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosialisasi,
dengan target 300 orang, hadir dalam sosialisasi sebanyak 240 orang (80%). Ini berarti tingkat partisipasi sangat baik. Keadaan semacam ini menjadi pertanda baik dalam penerapan sistem pemerintahan nagari, untuk mengetahuinya secara mendalam sesuai tujuan dasarnya. Harapan untuk memasyarakatkan sistem pemerintahan nagari bagi masyarakat Andaleh
99
mendapat sambutan yang antusias dari masyarakat dan ini dapat dijadikan modal dasar dalam pengembangan masyarakat ke depan. 2. Tujuan kedua, yaitu untuk menciptakan aparatur pemerintahan nagari yang mampu mengelola pembangunan dengan baik dan benar, dari target 12 orang, realisasi 3 orang (25%). Tingkat pencapaian dari target ini sangat buruk sekali, pada hal dengan adanya penerapan sistem pemerintahan nagari sangat dibutuhkan perangkat nagari yang mampu mengelola tugastugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan secara baik dan benar. Disamping itu juga untuk menjadikan perangkat nagari yang mampu melaksanakan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. 3. Tujuan ketiga, yaitu untuk memperkuat basis ekonomi masyarakat, dilihat dari tingkat
partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosialisasi, dengan
target 300 orang, hadir dalam sosialisasi sebanyak 240 orang (80%). Ini berarti tingkat partisipasi sangat baik. Basis ekonomi masyarakat nagari Andaleh saat ini masih bertumpu pada usaha pertanian lahan basah, dengan hasil produksi utama adalah beras. Lahan sawah disamping ditanami
padi,
juga
ditanami
dengan
tanaman
hortikultura
yang
menghasilkan berbagai jenis sayuran dan tanaman semusim lainnya. Tanaman
ini
sebenarnya,
yang
menjadi
pendukung
utama
untuk
perekonomian keluarga, sedangkan untuk beras rata-rata hanya untuk keperluan konsumsi keluarga saja, jarang penduduk yang menjual padi atau beras. Penggunaan lahan sawah dilakukan secara bergantian yaitu satu kali tanaman padi, satu kali tanaman semusim. Hasil dari pertanian ini menjadi komuditi yang utama yang dilakukan penduduk, pemasarannya dilakukan ke kota-kota terdekat yakni Kota Padang Panjang dan Kota Bukittinggi. 4. Dari segi Pelaksana, untuk kedua kegiatan di atas, yaitu untuk kegiatan sosialisasi dari target 10 kali kegiatan, realisasi hanya 6 kali kegiatan atau (60%). Sedangkan untuk kegiatan pelatihan aparatur pemerintahan nagari dengan target 6 kali kegiatan, realisasi hanya mencapai 2 kali kegiatan (33,3%).
Gambaran
kinerja
aparatur
pelaksanaan kegiatan sosialisasi
pemerintahan
nagari
dalam
adalah cukup baik, sedangkan untuk
kegiatan pelatihan masih kurang baik.
100
Berdasarkan uraian di atas, dilihat dari segi tujuan dan realisasi pelaksanaan, nampaknya belum sesuai dengan tata pemerintahan yang baik. Hal tersebut dapat dilihat melalui: 1. Partisipasi masyarakat tinggi, sementara partisipasi penyelenggara rendah. 2. Penegakan aturan yang sudah keluar dari rencana 3. Transparansi kurang ada, karena dengan mengurangi kegiatan, seharusnya kelebihan anggaran harus diketahui juga oleh masyarakat kegunaannya. 4. Tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat 5. Terlalu berfikir efisien dan kurang berfikir efektif 6. Kurang akuntabilitas dalam pelaksanaan kegiatan. Sejalan dengan uraian di atas, sebagai masyarakat yang telah berubah, maka masalah pelayanan
menjadi hal yang sangat diperhatikan. Pelayanan
pemerintah kepada masyarakat menjadi tolok ukur yang menentukan sukses tidaknya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Permasalahan sekarang adalah sebesar apa kapasitas SDM yang dimiliki Pemerintah nagari Andaleh dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada 40 orang responden, dengan pertanyaan “Bagaimana menurut anda kemampuan SDM Perangkat Nagari Andaleh dalam memberikan pelayanan yang prima dan penyelenggaraan pemerintahan nagari?” Berdasarkan jawaban dari kuisioner, maka hasil
dari
jawaban responden sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35 Kemampuan Memberikan Pelayanan Prima Skor
Frekuensi
Total Skor
Kurang Mampu
1
16
16
Cukup Mampu
3
21
63
Mampu
5
3
15
Jawaban
Rata-rata
2,35
Sumber: Data Olahan Berdasarkan hasil skoring di atas, posisi perangkat nagari dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat belum cukup mampu. Ini berarti tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan pemerintahan nagari masih kurang baik. Jadi masyarakat menilai bahwa pelayanan yang diberikan pemerintahan nagari belum dirasakan sebagai suatu yang memuaskan.
101
Pelayanan yang diberikan bentuknya bisa bermacam-macam, ada yang berbentuk pelayanan administrasi, pelayanan untuk memperoleh informasi terhadap sesuatu masalah, atau pelayanan penyelesaian suatu perkara atau konflik dan bentuk-bentuk pelayanan lainnya. Pelayanan yang tak kalah pentingnya
adalah
pelayanan
yang
menyangkut
untuk
peningkatan
kesejahteraan masyarakat untuk mengakses sumber-sumberdaya yang ada. Kesimpulan dari uraian di atas adalah bahwa pelaksanaan program pembinaan kehidupan masyarakat telah mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, dimana tingkat partisipasi yang diberikan masyarakat mencapai 80% dari target awal. Sedang dari segi pelaksana, masih belum mencapai hasil yang baik. Rencana awal tidak sesuai dengan realisasi kegiatan. Kendala utama yang dihadapi pemerintahan nagari untuk melakukan pembinaan sesuai dengan uraian di atas adalah: 1. Pemahaman konsep dan materi tentang sistem pemerintahan nagari yang masih kurang, untuk dijadikan patokan dalam pengelolaan pemerintahan yang baik. 2. Pedoman kerja yang tidak permanen dan pendampingan terhadap sistem yang diterapkan tidak ada, yakni sering berubahnya keputusan politik pemerintah tingkat atas, sehingga menyulitkan pemerintahan nagari dalam mengambil rujukan. 3. Belum adanya pola standar pelayanan yang diterapkan secara konsisten 5.2.3
Pembinaan Sosial dan Budaya Masyarakat Sistem pemerintahan nagari merupakan asset sosial dan budaya
masyarakat Minangkabau yang bercirikan egaliter, mandiri, dan berorientasi ke masyarakat (kerakyatan). Sistem ini
dipandang efektif untuk menciptakan
ketahanan agama dan budaya. Sistem ini juga berkarakteristik demokratis dan aspiratif,
serta
diyakini
dapat
mempercepat
pencapaian
kemandirian,
peranserta, dan kreativitas masyarakat. Tujuan yang hendak dicapai dalam program ini adalah: 1. Untuk menumbuhkembangkan nilai-nilai adat dan budaya yang sesuai dengan ajaran agama dan peraturan pemerintah. 2. Menggali potensi dan pelestarian budaya Minangkabau versi Nagari Andaleh.
102
3. Meningkatkan peran
kelembagaan adat, agama
dan sosial dalam
penyelenggaraan pembangunan masyarakat. Sasaran dari program ini adalah masyarakat
secara individu dan
kelompok masyarakat,agar masyarakat lebih memahami nilai-nilai luhur dan norma-norma yang sesuai dengan agama Islam dan Adat Minangkabau. Sedangkan kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program ini adalah pembinaan lembaga keagamaan, pembinaan lembaga adat dan pembinaan lembaga sosial kemasyarakatan. Program pembinaan sosial budaya bagi masyarakat menjadi penting artinya untuk mengangkat kembali nilai-nilai dan norma-norma yang didasarkan pada adat dan agama Islam, yang akan memandu kehidupan masyarakat. Masyarakat yang maju adalah masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai adat dan norma-norma agama. Hal ini dapat dicapai bila keinginan dan kebutuhan masyarakat terwadahi dalam program-program dan kegiatan-kegiatan yang disajikan oleh pemerintahan nagari. Program ini dipandang strategis untuk menciptakan kembali masyarakat yang taat asas yang berlandaskan nilai-nilai adat dan agama. Nilai adat dan agama yang tertanam dengan baik dalam diri seseorang akan memperkuat jati diri mereka sebagai orang Minang khususnya. Program
pembinaan
sosial
budaya
masyarakat
nagari
yang
diselenggarakan oleh pemerintah nagari Andaleh untuk tahun 2006, yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja (APB) nagari adalah sebagaimana terdapat pada Tabel 36. Tabel 36 Program Pembinaan Sosial Budaya Masyarakat Program Pembinaan Sosial Budaya
Tujuan
- Mengembangkan Nilai Adat dan Agama - Menggali Potensi dan Pelestarian Budaya Minangkabau versi Andaleh - Meningkatkan Peran Kelembagaan Sumber: Data APB Nagari Andaleh, 2006
Sasaran
Kegiatan
- Keluarga - Pembinaan - Pasukuan lembaga keagamaan, adat dan Sosial
Nagari merupakan kesatuan adat, kesatuan budaya dan kesatuan ekonomi, yang dikelola secara demokratis dan otonom. Dalam menjaga eksistensi nilai adat, budaya dan potensi ekonomi, agar mampu dikelola secara mandiri. Pemerintah nagari menetapkan kebijakan, program dan kegiatan
103
sesuai dengan spesifik budaya Minangkabau, yang diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Pembinaan Sosial budaya yang ditujukan pada lembaga-lembaga yang ada agar masing-masing lembaga bisa menjadi lebih kuat, lebih eksis untuk tumbuh dan berkembang sesuai nilai adat, agama dan budaya. Lembaga ini tidak lagi bersifat statis, tapi lebih bersifat dinamis dan fungsional yang dapat berfungsi sesuai kebutuhan masyarakat. Pembinaan terhadap lembaga keagamaan yang terdiri dari: 2 buah masjid, 5 buah majelis Taqlim, 5 buah Taman Pendidkan Al Qur’an (TPA), dan 9 buah surau/mushalla. Jadi ada 21 lembaga keagamaan. Pembinaan kelembagaan adat yang berjumlah 30 lembaga, yang terdiri dari suku Koto terdapat 10 lembaga, suku Sikumbang terdapat 7 lembaga, suku Melayu terdapat 7 lembaga dan suku Jambak Pisang terdapat 6 lembaga. Pembinaan kelembagaan sosial lainnya dengan target 15 lembaga. Pelaksanaan program pembinaan sosial budaya yang merupakan tugas pokok dari pemerintahan nagari. Pembinaan sosial budaya masyarakat menjadi sangat penting dikarenakan bahwa nilai-nilai yang tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. Kondisi kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah nagari dalam program ini, dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Target Pembinaan Sosial budaya Masyarakat Kegiatan
Target
Capaian
1. Pembinaan Lembaga Keagamaan
21 lembaga
12 lembaga
2. Pembinaan Lembaga Adat
30 lembaga
18 lembaga
3. Pembinaan Lembaga Sosial
15 lembaga
9 lembaga
Sumber: Data Olahan. Melihat hasil yang dicapai, sebagaimana nampak pada tabel di atas menunjukan belum adanya yang tuntas dari masing-masing program kegiatan pembinaan. Berdasarkan tujuan, yaitu untuk mengembangkan nilai adat dan agama, menggali potensi dan pelestarian budaya yang hidup dan berkembang serta meningkatkan peran kelambagaan 1. Berdasarkan hasil pembinaan yang dapat dijangkau oleh pemerintah nagari untuk pembinaan lembaga keagamaan, target adalah
21 lembaga,
terealisasi sebanyak 12 lembaga (57%). Ini berati masih banyak lembaga di
104
tingkat nagari yang belum dapat dibina. Dan ini menunjukan kapasitas pemerintahan nagari dalam melakukan pembinaan lembaga keagamaan baru mencapai peringkat cukup baik. 2. Pembinaan kelembagaan adat yang berjumlah 30 lembaga tersebut, yang dapat dilakukan pembinaan sejumlah 18 lembaga (60%), pembinaan terhadap lembaga ini sama keadaannya dengan kelembagaan keagamaan, yang berarti masih banyak lembaga adat yang belum terjamah dari program yang dilakukan pemerintahan nagari. Bila dikategorikan maka capaiannya cukup baik. 3. Pembinaan kelembagaan sosial lainnya dengan target 15 lembaga, realisasi pembinaan sebanyak
9 lembaga (60%), ini berarti pembinaan untuk
lembaga ini adalah cukup baik. Kendala utama yang dihadapi oleh pemerintah nagari dalam program ini adalah: 1. Penguasaan konsep dan materi mengenai aspek-espek sosial dan budaya Minangkabau
oleh perangkat nagari
yang
masih
lemah,
sehingga
pembinaan kurang berjalan sebagaimana yang diharapkan. 2. Hubungan dengan kelembagaan yang belum semuanya harmonis, terutama dilembagaan pemerintahan nagari sendiri, yaitu dengan BPRN. Sehingga kegiatan yang dilakukan menjadi tidak efektif dan kurang lancar. 3. Ego sektoral kelembagaan yang masih tinggi. Hal menyulitkan bagi pemerintahan nagari untuk masuk ke dalamnya, terutama pada lembaga adat. Duduk yang tidak sama rendah, tegak yang tidak sama tinggi menjadi alasan untuk menolak program dari pemerintahan nagari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan pembinaan sosial budaya masyarakat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kegiatan yang dilakukan kurang efektif dan kurang akuntabel. Penyebabnya adalah penguasaan konsep dan materi mengenai aspek sosial dan budaya oleh perangkat nagari yang masih lemah dan hubungan dengan lembaga lain yang semuanya harmonis serta ego sektorl yang masih tinggi.
5.3
Ikhtisar
Penerapan prinsip good governance dalam penyelengaraan pemerintahan nagari adalah masih belum baik. Penerapannya menunjukan hasil yang belum maksimal. Hasil evaluasi keseluruhan penerapan good governance dalam
105
penyelenggaraan pemerintahan nagari. Ada lima prinsip good governance yang kuang baik pencapaian hasilnya, yaitu transparansi, kesetaraan, efektivitas dan efisiensi, akuntabilitas dan visi strategis. Hal
di
atas
berarti
bahwa
pemahaman
perangkat
nagari
untuk
menyelenggaraan tata pemerintahan yang baik masih rendah, maka ke depan masih dibutuhkan pendidikan dan pelatihan bagi perangkat nagari agar bisa memahami, menerapkan dan mengimplemtasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Good governance memang sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebab dengan good governance kepercayaan dari masyarakat akan bisa diperoleh. Program dan kegiatan yang dilaksanakan Pemerintahan Nagari Andaleh tahun 2006/2007. Ada tiga kegiatan pokok, yaitu: 1. Program Pembinaan Perekonomian Masyarakat Nagari. Tujuan dari program ini adalah untuk mengatasi makin meluasnya lahan yang ditelantarkan oleh pemiliknya dan untuk menumbuhkembangkan kembali semangat gotong royong masyarakat. Sasarannya adalah pemilik tanah secara individu, keluarga dan kelompok masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi dan pelatihan. Hasil pelaksanaan program pembinaan perekonomian masyarakat, telah mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, dimana tingkat partisipasi yang diberikan telah sangat baik secara individu maupun secara berkelompok. Ini membuktikan bahwa masyarakat menginginkan suatu perubahan paradigma pemerintahan dan adanya suatu yang baru, yang lebih aspiratif dan sesuai karakteristik lokal. Namun dari segi pelaksana, dalam hal ini adalah pemerintahan nagari hasil masih kurang baik, dimana kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana awal, lebih bersifat dipadatkan dan kekurangsiapan perangkat nagari dalam memberikan pelatihan. Kegiatan lebih banyak mengandalkan pada tenaga dari luar. Ini berarti sumberdaya manusia yang dimiliki masih belum
mampu
mengelola
dan
melaksanakan
program
yang
telah
dirumuskan. Kendala yang dihadapi adalah : a. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki pemerintahan nagari, dimana mereka belum mampu menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan tata pemerintahan yang baik.
106
b. Perangkat nagari belum menguasai konsep dan materi untuk pembinaan perekonomian masyarakat yang akan diberikan dalam kegiatan pelatihan kepada kelompok masyarakat c. Perangkat nagari belum mendapat pelatihan yang memadai dari pemerintah daerah, bagaimana memberikan pelatihan yang baik pada masyarakat. 2. Program Pembinaan Kehidupan Masyarakat. Tujuan dari program ini adalah: 1) untuk mengenalkan sistem pemerintahan nagari agar masyarakat mengetahui dan mamahami dengan pasti tentang spesifik dari sistem ini, 2) menciptakan
aparatur
pemerintahan
nagari
yang
mampu
mengelola
pembangunan secara baik dan benar, 3) memperkuat basis ekonomi yang dimiliki masyarakat. Sasarannya adalah individu, keluarga, perangkat nagari dan kelompok masyarakat. Kegiatan yang dilakukan adalah sosialisasi kepada masyarakat dan pelatihan bagi perangkat nagari. hasil pelaksanaan program pembinaan kehidupan masyarakat telah mendapat sambutan yang baik dari masyarakat, dimana tingkat partisipasi yang diberikan masyarakat mencapai 80 % dari target awal. Sedang dari segi pelaksana, menunjukan hasil yang belum memuaskan dengan tingkat pencapaian
dari masing-
masing tujuan menunjukan kurang baik. kendala yang dihadapi adalah : a. Pemahaman konsep dan materi tentang sistem pemerintahan nagari yang masih kurang. b. Pedoman kerja yang tidak permanen dan pendamping terhadap sistem yang terapkan tidak ada. c. Belum adanya pola standar pelayanan yang diterapkan secara konsisten 3. Program Pembinaan Sosial Budaya Masyarakat. Tujuan dari program ini adalah untuk menumbuhkembangkan nilai adat dan kehidupan
masyarakat,
menggali
potensi
dan
agama dalam
pelestarian
budaya
Minangkabau dan meningkatkan peran kelembagaan adat, agama dan sosial dalam pelaksanaan sistem pemerintahan nagari. Sasaran dari kegiatan ini adalah masyarakat secara individu dan kelompok masyarakat. Kegiatan dilakukan melalui sosialisasi pada lembaga adat, agama dan sosial. Hasil yang diperoleh setelah adanya evaluasi menunjukan program ini berjalan cukup baik. Kendala dari kegiatan ini adalah : a. Hubungan antar kelembagaan yang belum semuanya harmonis b. Ego sektoral kelembagaan yang masih tinggi.
BAB VI ANALISIS PERMASALAHAN DALAM PENERAPAN GOOD GOVERNANCE Berdasarkan pembahasan yang dilakukan pada bab terdahulu, ditemukan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari untuk menerapkan good governance. Ada lima prinsip yang pencapaiannya berada di bawah ratarata, yaitu: 1. Transparansi 2. Kesetaraan 3. Efektivitas dan Efisiensi 4. Akuntabilitas 5. Visi Strategis Penyelenggaraan program dan kegiatan juga masih kurang baik, di mana kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana awal dan kekurangsiapan perangkat nagari melaksanakan kegiatan. Hal ini nampak pada: 1. Belum sebandingnya antara partisipasi yang diberikan masyarakat dengan partisipasi pemerintahan nagari. Partisipasi masyarakat tinggi, sementara partisipasi penyelenggara (pemerintah nagari) rendah. 2. Pemadatan kegiatan berarti menyalahi aturan dan tidak taat azas dan sudah keluar dari rencana 3. Kurang adanya transparansi terhadap penyelenggaraan kegiatan, terutama menyangkut penggunaan anggaran, dengan mengurangi kegiatan berarti berpengaruh pada anggaran. 4. Tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat yang telah memberikan dukungan dalam program dan kegiatan. 5. Pelaksanaan program dan kegiatan terlalu memikirkan efisiensi dan kurang memikirkan efektivitasnya. 6. Kurang akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan. Jadi secara keseluruhan penerapan good governance yang bermasalah ada tujuh yaitu; 1) Penegakan aturan atau hukum, 2) Partisipasi, 3) Transparansi, 4) Kesetaraan, 5) Responsif, 6) Efektivitas dan Efisiensi, dan 7) Visi Strategi. Masalah yang hadapi tersebut disebabkan oleh: 1. Kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari yang rendah dalam memahami dan menerapkan good governance.
108
2. Penguasaan konsep, materi dan kecakapan perangkat nagari yang masih kurang terhadap pengelolaan pemerintahan yang baik. 3. Belum ada sistem pelatihan yang memadai untuk peningkatan
kapasitas
pemerintahan nagari dalam melaksanakan goog governance. 4. Belum adanya pedoman kerja yang permanen dan pendampingan terhadap penerapan sistem tidak ada. 5. Belum adanya pola standar pelayanan minimum yang diterapkan secara konsisten 6. Hubungan kelembagaan yang belum harmonis 7. Ego sektoral kelembagaan yang tinggi. Ketujuh penyebab
tersebut peneliti
mengelompokannya
menjadi 4
kelompok, yaitu: 1. Kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari. 2. Pedoman kerja pemerintahan nagari 3. Pendampingan 4. Hubungan kelembagaan. Setiap permasalahan di atas akan dilakukan analisis masing-masing. Hasil yang diharapkan dari pembahasan atau analisis ini adalah ditemukannya alternatif-alternatif pemecahan masalah, yang sangat berguna dalam penentuan strategi dan rencana program tindak lanjut.
6.1 Kualitas Sumberdaya Manusia Pemerintahan Nagari Permasalahan dengan sumberdaya manusia pemerintahan nagari adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang ditandai dengan penguasaan konsep, materi dan kecakapan perangkat nagari dan belum adanya sistem pelatihan yang memadai untuk peningkatan kapasitas perangkat nagari. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah dalam memahami dan melaksanakan good governance sangat berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan nagari. Sehingga kemampuan dalam menjabarkan tugas dan fungsi, untuk menjadi penyelenggara pemerintahan yang baik belum bisa dicapai, akibatnya sumbangsih mereka terhadap pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan kurang. Juga pelatihan yang diterima perangkat nagari selama ini belum mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
109
6.1.1
Latar Belakang Pendidikan Tingkat pendidikan yang dimiliki perangkat nagari Andaleh cukup
beragam, mulai dari tamatan sekolah dasar sampai tamatan perguruan tinggi ada. Namun kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan tidak hanya ditentukan oleh pendidikan formal semata. Kapasitas Aparatur Pemerintah Nagari Andaleh berdasarkan pendidikan formal yang mereka tamatkan, adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 38. Tabel 38 Kapasitas Pendidikan Perangkat Nagari Pendidikan formal
Skor
Frekuensi
Total Skor
Keterangan
SD
1
5
5
1 = kurang
SLTP
2
0
0
2 = cukup
SLTA
3
6
18
3 = baik
PT
4
1
4
4 = sangat baik
2,25
Lebih dari cukup
Rata-rata Sumber : Data Olahan
Dengan skor rata-rata 2,25 berarti kondisi yang semacam ini akan bisa menjadi potensi ataupun bisa menjadi kendala dalam memacu kreativitas dan inovasi kerja perangkat nagari. Bila mereke mempunyai semangat untuk belajar tinggi, justru akan menjadi potensi bagi pemerintah nagari, tapi bila sebaliknya akan mendatangkan beban yang makin berat. Dilihat dari keberagaman pendidikan yang dimiliki aparatur pemerintahan nagari, dengan mayoritas mereka berpendidikan SLTA ke atas, sebenarnya mereka
mempunyai
potensi
yang
potensial
untuk
dikembangkan
dan
diberdayakan. Secara satu per satu latar belakang pendidikan terakhir dari perangkat nagari Andaleh adalah: 1.
1 (satu) orang tamatan DIII ekonomi.
2.
6 (enam) orang tamatan SLTA, yang terdiri dari: 1 orang tamatan SPK Kemantrian, 1 orang tamatan SMPS, 2 orang tamatan SMA dan 2 orang tamatan SMEA.
3.
5 (lima) orang tamatan sekolah dasar. Dengan
potensi
yang
dimiliki
sekarang,
sebenarnya
sudah
bisa
mendukung kelancaran penyelenggaraan pemerintahan nagari. Namun karena
110
di antara mereka belum terbentuk suatu tim kerja yang solid, hasil kerjanya juga belum maksimal. Kemampuan dalam mengolah, menganalisa, menilai dan mengungkapkan pemecahan suatu masalah, terutama bagi mereka yang berpendidikan menengah ke atas memiliki kapasitas yang berbeda. Kapasitasnya antara yang tamatan SPK dengan SMPS tidak sama, baik dari segi cara berpikir maupun dari cara dia bersikap dan cara kerjanya. Antara yang tamatan SMA dengan SMEA, juga tidak sama. Jadi masing-masing mereka kapasitasnya beda, walaupun tamatan sekolah yang setingkat. Bagi mereka yang hanya tamatan SD sebanyak 5 orang (41,67%) masih bisa dikembangkan karena pada dasarnya mereka ini mempunyai semangat kerja yang tinggi, sekalipun kemampuannya lebih rendah dari mereka tamatan sekolah lanjutan. Kemauan untuk bekerja dari mereka yang tamatan SD ini cukup tinggi, ini terbukti dalam melaksanakan suatu pekerjaan jarang sekali tugas-tugas yang diberikan wali nagari yang tidak selesai dalam waktu yang telah ditentukan. Di sini memberi gambaran bahwa kemauan juga sangat berpengaruh, tidak bisa didasarkan pada tingkat pendidikan formal semata, bisa saja seseorang yang memiliki pendidikan formal lebih rendah, mempunyai kemampuan melebihi dari kemampuan orang yang memiliki pendidikan formal lebih tinggi darinya. Jadi sumberdaya manusia yang dimiliki pemerintahan nagari Andaleh, ditinjau dari segi pendidikan formal cukup potensial. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana mensinergikan kemampauan dan kapasitas yang mereka miliki. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan, agar sikap dan kepribadian mereka bisa berubah menjadi suatu perilaku yang positif dalam memberdayakan masyarakat, untuk itu perlu upaya: 1. Mendorong adanya sharing diantara yang berpendidikan lebih tinggi dengan yang lebih rendah. 2. Menumbuhkan semangat untuk belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri. 3. Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. 4. Tidak hanya menonjolkan imbalan uang, tapi lebih pada penyerapan pengetahuan.
111
6.1.2
Latar Belakang Pelatihan Pelatihan yang diberikan diharapkan mampu membangkitkan peran aktif
perangkat nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Agar tugas dan fungsi pemerintahan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Latihan juga ditujukan agar pemerintah nagari memiliki kinerja dan kapasitas sumberdaya manusia yang memadai. Berbagai pelatihan telah banyak diselenggarakan,
selama lima tahun
terakhir oleh pemerintah daerah. Pelatihan dimaksud diberikan kepada: 1. Wali
Nagari,
telah
diberikan
pelatihan:
Administrasi
umum
nagari,
administrasi keuangan, administrasi kependudukan, administrasi pelayanan umum,
Penyusunan
anggaran
belanja,
penyusunan
program
kerja,
kesehatan dan keluarga berencana, penyusunan laporan keuangan, administrasi pelaporan kegiatan, perencanaan pembangunan nagari, tupoksi perangkat nagari, kamtibmas dan administrasi kearsipan. 2. Sekretaris nagari, telah diberikan pelatihan: Administrasi umum nagari, administrasi
keuangan,
administrasi
kependudukan,
pengolaan
harta
kekayaan nagari, penyusunan produk hokum nagari, administrasi pelayanan umum, Penyusunan anggaran belanja, penyusunan program kerja, bintek penyelenggaraan
pemerintahan,
kesehatan
dan
keluarga
berencana,
penyusunan laporan keuangan, pengelolaan invetaris kantor, administrasi pelaporan kegiatan, perencanaan pembangunan nagari, tupoksi perangkat nagari, kamtibmas, administrasi pertanahan, administrasi IMB dan kearsipan. 3. Kepala Urusan, telah diberikan pelatihan: Administrasi umum nagari, administrasi keuangan, administrasi kependudukan, penyusunan produk hukum nagari, administrasi pelayanan umum, Penyusunan anggaran belanja, penyusunan program kerja, penyusunan laporan keuangan, pengelolaan invetaris
kantor,
administrasi
pelaporan
kegiatan,
perencanaan
pembangunan nagari, tupoksi perangkat nagari, administrasi IMB dan kearsipan. 4. Wali
Jorong,
telah
diberikan
pelatihan:
Administrasi
umum
nagari,
administrasi kependudukan, penyusunan produk hukum nagari, administrasi pelayanan
umum,
Penyusunan
anggaran
belanja,
perencanaan
pembangunan nagari dan tupoksi perangkat nagari. Bila diamati secara seksama dari sekian banyak pelatihan yang diberikan pemerintah daerah, belum ada pelatihan yang fokus tentang pengelolaan tata
112
pemerintahan yang baik (good governance). Pelatihan yang diberikan masih bersifat sekedar memenuhi program yang ada dalam daftar anggaran satuan kerja (DASK), Belum memenuhi tuntutan kebutuhan operasional pemerintahan nagari. Hal ini sesuai yang dikatakan salah seorang perangkat nagari: “..... memang telah banyak bentuk-bentuk pelatihan yang telah diberikan oleh pemerintah daerah, melalui dinas-dinas dan kantor kepada aparatur pemerintahan nagari. Tapi kami merasakan pelatihan itu tidak memberi banyak masukan terhadap kami dalam menyelenggarakan pemerintahan nagari. Waktu yang disediakan untuk latihan sangat sempit sekali, berkisar antara 1 sampai 3 hari. Sementara materi yang disampaikan, berkisar dari itu ke itu saja tiap tahun, kalaupun ada yang baru, itu hanya sangat sedikit sekali. Hampir tidak ada hasil dari pelatihan tersebut yang dapat dioperasionalkan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Dan juga tidak ada pemantauan lebih lanjut dari hasil pelatihan yang telah diberikan itu. Biasanya selesai pelatihan, terima amplop (Honor peserta) kami pulang, habis perkara”.
Dari tanggapan yang diberikan oleh perangkat nagari tersebut jelas bahwa hasil dari pelatihan yang mereka terima selama ini masih belum memberi manfaat yang signifikan terhadap keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan nagari. Untuk itu ke depan diharapkan adanya: 1. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik. 2. Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan nagari. 3. Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. 4. Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. 5. Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai. 6. Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus 6.1.3
Pengalaman Kerja dan Organisasi Pengalaman hidup seorang dapat menjadi suatu proses belajar yang
menentukan kapasitas diri seseorang. Salah satu contoh adalah seseorang yang dalam hidupnya menempuh banyak masalah dan kendala, lalu menjadi manusia yang berhasil, akan beda kapasitasnya dengan seseorang yang
113
mencapai suatu kesuksesan dengan memperoleh fasilitas hidup yang serba mudah. Pengalaman hidup biasanya terbentuk akibat dari proses menjalani suatu
peristiwa
kehidupan,
baik peristiwa
itu
menyenangkan
ataupun
menyusahkan, hal ini akan membentuk suatu pengalaman yang selalu tersimpan dalam memori kehidupan. Proses belajar yang paling efektif di luar sarana pendidikan formal adalah organisasi. Seseorang yang berkecimpung cukup lama dalam suatu oraganisasi akan mempengaruhi kapasitas diri mereka. Dalam organisasi orang akan belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain, bagaimana menghormati orang, Bagaimana menyerap aspirasi dari orang lain dan bagaimana harus bersikap terhadap orang lain. Semua itu akan menempa diri seseorang dalam beraksi dan berinteraksi dengan orang-orang dalam dan luar organisasi. Jadi di sini organisasi merupakan media pembelajaran bagi orang yang mau bersosialisasi. Pengalaman organisasi perangkat nagari yang ada saat ini, hanya baru sebatas organisasi pemerintahan, baik itu pemerintahan desa maupun pemerintahan nagari. Untuk organisasi lain banyak diantara mereka yang tidak pernah ikut atau menjadi anggotanya. Dari 12 orang perangkat nagari hanya satu yang menjadi ketua kelompok arisan di pasukuannya. Ketiga hal yang menyangkut kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari
dapat
ditarik
kesimpulan
bahwa
kualitas
sumberdaya
manusia
pemerintahan nagari masih rendah dan belum memadai, hal ini dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang belum sepenuhnya mampu menopang penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Pelatihan yang diberikan pemerintah masih bersifat serimonial dan kurang menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan nagari. Pengalaman berorganisasi perangkat nagari yang masih minim. Untuk itu ke depan perlu adanya: 1. Sharing antara perangkat nagari yang memiliki pendidikan dan kemapuan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. 2. Menumbuhkan semangat untuk belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri. 3. Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. 4. Tidak menonjolkan imbalan uang, tapi lebih pada penyerapan pengetahuan
114
5. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik. 6. Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan . 7. Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. 8. Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. 9. Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai. 10. Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus.
6.2 Pedoman Kerja Pemerintahan Nagari Penyelenggaraan pemerintahan sampai pada level terendah, semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945 telah mewarnai jalannya pemerintahan pada setiap level. Setiap ada peristiwa politik di Pemerintah Pusat, selalu memberi pengaruh terhadap eksistensi pemerintahan nagari sebagai pemerintahan terendah. Sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa awal kemerdekaan (priode 1945 sampai dengan 1955) berbeda dengan orde lama. Sistem yang diterapkan pada masa orde baru berbeda dengan masa orde lama. Dan sistem yang diterapkan sekarang ini berbeda dengan sistem pada orde baru dan orde sebelumnya. Pemerintahan nagari dalam setiap perubahan tersebut selalu mendapat bagian dari konsekuensi perubahan tersebut. Putusan politik pemerint merupakan sumber yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan dari pusat sampai ke daerah terendah. Namun dalam perjalanannya putusan tersebut sering mengalami perubahan, sehingga pemerintahan terendah tidak mendapat pedoman kerja yang pasti dan permanent, hal ini terkait dengan : 6.2.1
Iklim Pemerintahan Negara Perlakuan terhadap pemerintahan nagari oleh Negara, pada setiap
momentum, telah menimbulkan beragam akibat terhadap perubahan perilaku masyarakat. Pada masa sistem demokrasi terpimpin, pemerintah nagari lebih didominasi oleh para tokoh politik lokal, tidak jarang terjadi satu nagari dijadikan
115
sebagai basis suatu partai politik, tergantung pada siapa yang berkuasa dan dari partai apa dia. Pada masa orde baru nagari atau desa adalah sasaran dan objek pembangunan, sehingga menimbulkan keterkekangan aspirasi, perencana pembangunan hanya milik beberapa orang elit yang menyebut dirinya sebagai tokoh. Apa yang terbaik menurut tokoh tersebut itulah yang terbaik buat masyarakat, walaupun dalam kenyataan tidak demikian. Pola
sentralistik
pemerintahan
yang
diterapkan,
akhirnya
menuai
ketidakberdayaan, karena tidak semua kebutuhan dasar masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah. Menyadari hal tersebut, maka pola desentralisasi yang berbentuk pembagian tugas dan tanggungjawab antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan masyarakat, dianggap sebagai suatu kebutuhan yang mendesak. Di era sekarang ini paradigma pemerintahan telah mulai berubah, di mana masyarakat yang selama ini tidak didengar suaranya, sekarang diajak berpartisipasi dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kebutuhan dasar mereka. Kondisi sekarang ini lebih memberi ruang gerak bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Pola perencanaan dari bawah sudah menjadi populer sekarang ini, walaupun dalam batas-batas tertentu. Semangat otonomi daerah telah membangkitkan semangat masyarakat untuk itu berpartisipasi dalam kegiatan atau program pemerintahan dan pembangunan kemasyarakatan. Otonomi juga telah mendorong masyarakat merasa memiliki dan merasakan bagian dari yang lain, keterasingan berakses dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat telah mulai berkurang. Persoalan sekarang yang ditemui adalah ketidaksiapan perangkat nagari menjalankan
perubahan
dan
otonomi
tersebut.
Pola
pikir
dan
pola
menyelesaikan pekerjaan, seperti mengancam, membujuk, mengintimidasi, menyalahkan, menyerang kepribadian dan sikap orang lain. Akan membuat pemerintahan menjadi lemah dan semakin jauh dari good governance. Untuk itu ke depan yang dalam penyelenggaraan pemerintahan perlu pimpinan dan aparatur pemerintahan nagari yang memiliki pola pikir maju dengan tujuan mengoptimalkan keberhasilan staf dan kelompok kerja dengan memberikan panutan dalam hal waktu dan usaha, membagi tanggungjawab dengan komunikasi dua arah dan menemukan kebijakan yang dapat memaksimalkan manfaat pengetahuan, keahlian, keterampilan dan pengalamannya.
116
6.2.2
Perubahan Undang Undang Tuntutan akan otonomi daerah yang belakang ini santer didengungkan
baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Belakangan ini masalah otonomi daerah telah menimbulkan permasalahan baru diantaranya semakin banyak praktek korupsi yang dilakukan oleh pejabat di daerah. Ini dikhawatirkan oleh sebagian kalangan akan merusak semangat otonomi itu sendiri dan yang paling dikawatirkan bila praktek-praktek demikian makin marak, pemerintah pusat menarik kembali wewenang yang telah diberikan. Dalam arti kata kembali sistem pemerintahan pada pola sentralisasi. Kekhawatiran ini cukup mendasar, sebagai bukti Undang Undang (UU) Nomor 22 tahun 1999, saat ini sudah yang ke tiga kali direvisi. Inti direvisinya UU tersebut pada hakekatnya mengurangi kewenangan pada pemerintah daerah. Praktek-praktek korupsi yang melibatkan aparat pemerintah daerah dan ditambah lagi penyalahgunaan wewenang, kerusuhan di saat pemilihan kepala daerah, telah menambah panjangnya agenda permasalahan di daerah. Akumulasi dari seluruh persoalan di daerah, akan mempengaruhi kebijakan dan putusan politik yang diambil oleh pemerintah pusat terhadap daerah. Perubahan putusan
politik
pemerintah
akan
berdampak
pada
penyelenggaraan
pemerintahan di tingkat terendah. Hal ini juga dirasakan oleh pemerintah nagari sebagai ujung tombak penyelenggaraan pemerintahan. Bukti yang dapat dikemukakan di sini adalah dengan perubahan UU No 22 tahun 1999 menjadi UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, telah memaksa pemerintah propinsi dan kabupaten merubah peraturan daerah (Perda) yang mereka keluarkan untuk pedoman sistem pemerintahan nagari. Saat ini jabatan wali nagari di Sumatera Barat didimisionerkan dengan mengangkat Pejabat Sementara Wali Nagari dengan masa jabatan sampai terpilihnya wali nagari difinitif. Pemilihan wali nagari belum bisa dilaksanakan, karena terhalangan Perda yang baru tentang Pemerintahan Nagari belum diUndang-kan oleh pemerintah Daerah. Langkah yang ditempuh sekarang ini baru pada tingkat Perda Propinsi. Perda tersebut harus dijabarkan lagi dalam bentuk Perda Kabupaten. Untuk Kabupaten Tanah Datar baru pada tingkat penyampaian draf rancangan dan akan dibahas pada persidangan tahun 2008 oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanah Datar. Perubahan yang terjadi mengenai penyelenggaraan pemerintahan di tingkat terendah cukup substansial, terutama tentang fungsi, wewenang,
117
anggaran, hubungan ke pemerintahan tingkat atas dan pertanggungjawaban pemerintahan nagari berada dalam keadaan transisi. Jadi jelas di sini bahwa perubahan Undang-Undang mempunyai implikasi terhadap pemerintahan nagari. Karena penyelenggaraan pemerintahan di tingkat terendah tidak bisa dipisahkan dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan di tingkat yang lebih tinggi. Stabilitas pemerintahan di tingkat pusat akan memberikan kenyamanan juga pada pemerintahan nagari yang berada pada level terendah. 6.2.3
Orientasi Pembangunan Paradigma
pembangunan
di
masa
orde
baru
dengan
sistem
sentralisasinya lebih mengedepankan pada pertumbuhan ekonomi dalam skala makro, namum dalam era sekarang paradigma berubah pada pemberdayaan atau lebih menekankan pada personal. Program pemberdayaan masyarakat yang ada sekarang ini adalah : 1). Program yang tumbuh dan berkembang dari dan oleh masyarakat sendiri : Program yang tumbuh dan berkembang dari dan oleh masyarakat sendiri disini muncul disebabkan adanya inisiatif dan itu dibutuhkan masyarkat untuk memenuhi kebutuhannya. Contoh yang dapat diberi disini adalah arisan adat pasukuan (dulu namanya julo-julo) dan majelis taqlim. Pemberdayaan
yang
dilakukan
dalam
kegiatan/program
ini
adalah
pemberdayaan sumberdaya manusia dan pemberdayaan ekonomi. Melalui kegiatan arisan adat pasukuan terjadi peningkatan pengetahuan tentang adat dan budaya minangkabau dan menjadi sarana alternatif untuk mengembangkan ekonomi melalui kegiatan simpan pinjam. Sedangkan untuk kegiatan majelis taqlim dapat mencerahkan kehidupan masyarakat yang memiliki tuntunan kehidupan yang pasti. Dalam Program ini pengelolaan perencanaan dan sumberdaya di tingkat komunitas nagari dapat dilakukan melalui pendekatan: (1) masyarakat menjadi partisipan aktif dalam proses pembangunan. Komunitas lokal (local resident) anak nagari memegang tanggungjawab utama dalam hal: (i) memutuskan apa yang menjadi kebutuhan komunitas, (ii) bagaimana memenuhi kebutuhan itu, dan (iii) menggerakannya, (2) Pendekatan konflik, perubahan struktur komunitas lebih diarahkan pada penciptaan pemerataan dan keadilan, dan (3) Pendampingan teknik (technical assistance), diarahkan pada
pengembangan
masyarakat
untuk
pengembangan
ekonomi,
118
pengembangan sistem pelayanan sosial dan koordinasi atas pelayanan yang ada. Ketiga pendekatan di atas dalam pengembangan masyarakat nagari, diharapkan
mampu
membangkitkan
kesadarannya
untuk
mampu
merencanakan dan mengelola sumberdaya yang mereka miliki seperti sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu kapasitas lokal (local capacity). Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintahan nagari, kapasitas kelembagaan-kelembagaan lain di nagari dan kapasitas masyarakat nagari. Dalam era otonomi daerah sekarang ini masyarakat didorong untuk mampu merumuskan dan menentukan kebutuhan organisasi dan
kebutuhan
masyarakatnya. Masyarakat nagari diharapkan dapat bebas menentukan akan kebutuhan operasional pemerintahan nagari, kebutuhan lembaga lokal seperti keluarga, kaum dan suku, juga lembaga formal lainnya seperti Badan Perwakilan Rakyat Nagari (BPRN), Kerapatan Adat Nagari (KAN), Lembaga Pembangunan Masyarakat (LPM) dan sebagainya. 2). Program yang datang dari Pemerintah: Program pemerintah untuk pengembangan masyarakat dilakukan melalui penerapan sistem pemerintahan nagari yang bertujuan menggali potensi masyarakat adat dan anak nagari untuk ikut serta menyukseskan penyelenggaraan pemerintahan, untuk tumbuhnya partisipasi, kepercayaan, prakarsa dan kreativitas masyarakat. Program yang disuguhkan kepada pemerintah
nagari adalah bersifat
kegiatan proyek program,
yang
didokumentasikan dalam daftar anggaran satu kerja (DASK), yang terdapat pada kantor-kantor kecamatan dan dinas tekhnis. Pemerintah menyediakan dana dan menfasilitasi dengan tenaga teknis, pelaksana adalah masyarakat dan
pengadministrasian
tetap
pada
instansi
bersangkutan.
Jadi
pemerintahan nagari dan masyarakat hanya sebagai penerima pasif. 3) Program sharing antara pemerintan dan masyarakat: Program yang telah berkembang di masyarakat nagari Andaleh yang merupakan
sharing
antara
pemerintah
dan
masyarakat
adalah
penyelenggaraan KWT terpadu yang telah berlangsung semenjak tahun 2005. pemerintah bertindak sebagai fasilisator dan penyedia tenaga tenaga teknis ahli dan masyarakat atau anggota kelompok tani sebagai pelaksana.
119
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan politik pemerintah, baik yang dipengaruhi iklim pemerintahan, perubahan perundangundangan maupun perubahan orientasi pembangunan selalu mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan nagari. Putusan yang diambil dalam setiap momentum
tersebut
akan
menjadi
pedoman
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan di tingkat terendah. Agar pemerintahan terendah mempunyai pedoman kerja yang jelas, maka diperlukan adanya: a. Jaminan eksistensi pemerintahan terendah yang betul-betul otonom untuk menerapkan good governance. b. Pedoman kerja yang jelas dan baku dari Pemerintahan Terendah yang lebih memberdayakan. c. Pengakuan keberagaman dari sistem lokal yang dihormati dan diakui eksistensinya oleh pemerintah.
6.3 Pendampingan Sistem pemerintahan nagari yang diterapkan sekarang ini merupakan baru untuk banyak orang, sistem ini sebelumnya memang sudah ada, tapi karena sudah terlalu lama ditinggalkan, maka penerapannya masih banyak samar-samar dengan sistem ini. Untuk itu perlu ada pendampingan oleh tenaga ahli sosial kemasyarakatan atau ahli manajemen pemerintahan,
agar pelaksanaan
pemerintahan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan menjadikan pemerintahan nagari yang mampu menerapkan good governance. Tujuan pendampingan adalah supaya pemerintahan nagari bisa lebih terarah sesuai dengan tujuan dari sistem itu sendiri. Dan yang lebih penting adalah agar kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan selama ini, bisa kembali eksis dalam pemerintahan nagari. Pendampingan disini tidak bersifat menggurui atau mendominasi kebijakan, tetapi lebih diarahkan pada membentuk kesetaraan dan kesejajaran antara pemarintah dengan masyarakat dan pemerintahan nagari dengan pemerintahan yang lebih tinggi. Sehingga pendekatan yang bersifat bottom-to-top (dari bawah ke atas) bisa dikonkritkan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Kelompok-kelompok
rentan,
seperti
keluarga
miskin,
penganggur,
penyandang cacad dan penyandang masalah sosial lainnya bisa mendapat perhatian yang lebih. Pendamping disini tidak hanya terfokus pada sistem pemerintahan semata, tapi bagaimana membuat sistem pemerintahan tersebut
120
bisa mengakomodir permasalahan dari kelompok rentan, termasuk mereka yang selama ini tidak bisa akses pada pemerintah. Untuk lebih terincinya fungsi pendamping adalah untuk: a. Pemungkin (enabling) atau fasilitasi. Merupakan
fungsi
yang
berkaitan
dengan
pemberian
motivasi
dan
kesempatan bagi perangkat nagari dan masyarakat. Peran pendampingan di sini dapat berupa antara lain menjadi: •
Inspirator penyelenggara pemerintahan nagari, supaya mereka lebih bergairah menjadikan kelompok-kelompok masyarakat yang sebelumnya dimarjinalkan, untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari.
•
Mediasi dan negosiasi, membangun kesepakatan bersama antara masyarakat, pemerintahan nagari dan pemerintah tingkat atas yang menyangkut kebutuhan masyarakat.
•
Menularkan pengetahuan dan pengalaman hidup yang dimiliki petugas atau pendamping, untuk memberdayakan aparatur pemerintahan nagari dan masyarakat.
•
Motivator pemerintah nagari
dalam menerapkan good governance,
sehingga tercipta pemerintahan nagari yang: partisipatif, taat aturan, transparan, responsif, konsens, egaliter, efektif dan efesien, akuntabel dan visioner. •
Penghubung antar lembaga di Nagari
b. Penguatan (empowering). Fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan guna memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building). Pendamping berperan aktif sebagai: •
Agen yang memberikan masukan positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya, agar bargaining position pemerintahan nagari makin kuat dalam pemberdayaan masyarakat.
•
Penggagas dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat, untuk menciptakan pembaharuan, melalui ide dan gagasan yang produktif.
•
Pembangkit kesadaran masyarakat, untuk menjadikan dan sekaligus pengawas dalam good governance.
121
•
Impormen
yang
selalu
komunikatif
membutuhkan informasi tentang
terhadap
siapa
saja
yang
kepemerintahan yang baik untuk
memberdayakan masyarakat. •
Konfrontator
dalam
mengangkat
keterkekangan
masyarakat
oleh
penguasa (dibidang ekonomi, politik dan akses lain). •
Penyelenggara pelatihan bagi masyarakat adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan fungsi penguatan. Sehingga posisi pemerintahan nagari diharapkan akan semakin kuat dan bisa bekerja secara maksimal untuk mencapai good governance.
c. Perlindungan (protecting). Fungsi ini berkaitan dengan interaksi antara pendamping dengan lembagalembaga atas nama dan demi kepentingan masyarakat dampingannya. Tugasnya: •
Mencari sumber-sumber yang dapat memberikan protektif, terhadap masyarakat.
•
Melakukan pembelaan terhadap hak-hak privat dan publik masyarakat.
•
Menggunakan media dalam meyuarakan kepentingan masyarakat.
•
Meningkatkan hubungan antar dan inter masyarakat dengan pemerintah dan pelaku usaha.
•
Membangun jaringan kerja, seluruh stakeholder untuk menunjang pencapaian kesejahteraan dalam hubungan yang setara dan saling menghormati.
•
Konsultan, yang tidak hanya memberi dan menerima saran-saran, melainkan
juga
pemahaman
memproses
yang
mengidentifikasi
lebih
yang baik
ditujukan mengenai
prosedur-prosedur
bagi
untuk
memperoleh
pilihan-pilihan
tindakan-tindakan
dan yang
diperlukan. Dengan demikian keberfungsian pemerintahan akan lebih nyata. d. Pendukung (supporting). Merupakan
aplikasi
keterampilan
yang
bersifat
praktis
yang
dapat
mendukung terjadinya perubahan positif pada masyarakat dan perangkat nagari. Pendamping tidak hanya dituntut mampu menjadi manager perubahan melakukan:
yang
mengorganisir
kelompok,
melainkan
mampu
pula
122
•
Tugas-tugas teknis sesuai keterampilan dasar, seperti melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi, bernegosiasi, berkomunikasi dan mencari serta mengatur sumber dana.
•
Menjadikan pemerintahan nagari bisa memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat melalui penerapan prinsip goog governance.
e. Pemelihara Memelihara kondisi yang kondusif agar tetap terjadi keseimbangan distribusi kekuasaan antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Sehingga ada jaminan yang mengatur hubungan antara masyarakat dengan pemerintah. Interaksi positif akan terjadi melalui pelatihan yang dilaksanakan, diharapkan akan memunculkan motivasi diri dari perangkat nagari, sehingga kapasitas pemerintahan nagari menjadi kuat. Interaksi pendamping dengan pemerintah nagari akan menguatkan posisi pemerintahan nagari, sehingga memiliki posisi daya tawar yang tinggi (bargaining power) terhadap kelembagaan lain dan pemerintahan tingkat atas. Pendampingan sebagaimana yang diharapkan sebagaimana di atas, belum berjalan. Pendamping baru sebatas pengawasan oleh camat secara struktural, sementara secara fungsional belum ada lembaga atau personil yang ditunjuk khusus menangani masalah ini. Untuk itu ke depan perlu ada pendampingan agar penyelenggaraan pemerintahan nagari bisa berhasil dengan baik. 6.4 Hubungan Kelembagaan Hubungan yang dimaksud di sini adalah hubungan antara Pemerintah Nagari dengan lembaga-lembaga lokal atau lembaga mitra pemerintah di tingkat nagari. Permasalahan yang ada sekarang adalah adanya keretakan hubungan antara BPRN dengan pemerintah nagari. Permasalahan ini saling mengganggu penyelenggaraan pemerintahan, banyak pekerjaan yang menjadi terbengkalai, hal ini disebabkan oleh: 1. Ego sektoral yang terlalu ditonjolkan 2. Pengaruh paradigma lama 3. Belum adanya sharing yang saling menguntungkan 4. Pengaruh elit nagari (lokal) yang terlalu dominan 5. Sistem kerja yang belum jelas batasannya Perilaku yang demikian telah menyebabkan hubungan kelembagaan di nagari menjadi tidak normal, akibatnya pencapaian tujuan yang dicitakan
123
menjadi buyar. Di antara kelima penyebab di atas yang paling besar pengaruhnya adalah elit lokal dan pengaruh paradigma lama tentang pemerintahan desa yang masih tertanam dalam diri beberapa orang perangkat nagari. Dengan situasi yang telah berubah seharusnya baik elit lokal maupun mantan pejabat desa, harus pandai membaca tanda-tanda perubahan dan menjadikannya sebagai kekuatan untuk pemberdayaan masyarakat. Kekurangharmonisan antara pemerintah nagari dengan badan perwakilan rakyat nagari (BPRN), berawal dari 3 orang anggota BPRN terlibat sebagai calon wali nagari. Anggota yang kalah kemudian memposisikan diri sebagai oposisi dari wali nagari terpilih. Situasi demikian berlangsung cukup lama, hubungan kedua lembaga ini menjadi renggang. Kondisi semacam ini juga dipicu oleh proses dukung mendukung antar kandidat yang tidak mengenal puas, diantara sesama anggota BPRN. Calon yang kalah tidak mengakui pemenang dan yang menang kurang menghargai yang kalah, akhir terjadi persiteruan yang tiada akhir. Ini sesuai yang dikemukakan oleh salah seorang tokoh agama LM: “Hubungan BPRN dengan pemerintah nagari selama ini selalu tidak akur, masing-masing memperhatahan gengsi yang tak seharusnya, terutama antara wali nagari dan anggota BPRN. Sementara sumberdaya manusia BPRN sangat baik untuk ukuran nagari ini, namun karena dari awal sudah terjadi gesekan pribadi antara wali nagari dan pendukung yang kemudian menjadi perangkat nagari dengan beberapa orang anggota BPRN, akibatnya terjadi hubungan yang kurang harmonis. BPRN kurang berkonstribusi terhadap pemerintah nagari dan pemerintah nagari kurang merespon aspirasi yang ada di BPRN. Sehingga kinerja kedua lembaga menjadi rendah.”
Pola
hubungan
yang
tidak
baik,
telah
berakibat
burut
terhadap
penyelenggaraan pemerintahan nagari. Pertanggungjawaban wali nagari tidak diterima oleh BPRN. BPRN juga tidak dapat menetapkan peraturan nagari karena ditolak oleh wali nagari. Kedua lembaga ini saling mencari kelemahan masing-masing untuk dijadikan senjata untuk menyerang. APB Nagari lebih banyak hanya mengacu pada anggaran tahun sebelumnya. Perselisihan ini telah dimediasi oleh camat, tapi suasana tetap tidak kondusif. Akhirnya BPRN mengajukan pemberhentian wali nagari, untuk yang kesekiankalinya pada bupati dan akhirnya bupati juga mengabulkan serta mengangkat pejabat sementara wali nagari sesuai yang diusulkan BPRN, namun permasalahan tidak berakhir sampai di situ, pihak yang bersimpati dengan wali nagari lama, melakukan perlawanan dengan cara tidak ikut berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
124
Kelembagaan pemerintah akan menjadi kuat bila ditopang oleh lembagalembaga yang ada. Kekuatan pemerintah sebenarnya terletak pada bagaimana pemerintah itu memposisikan diri terhadap lembaga yang ada, bila posisi pemerintah itu bersifat memberdayakan dan mengayomi serta melindungi, maka posisi pemerintah akan semakin kuat. Sebaliknya bila pemerintah memposisikan diri sebagai penguasa, memperdayai dan mengeksploitasi, maka posisi yang diambil pemerintah sebenarnya pada posisi yang lemah.
6.5 Ikhtisar Permasalahan yang dihadapi pemerintahan nagari Andaleh saat ini adalah: 1. Kualitas sumberdaya manusia pemerintahan nagari Pemahaman dan pelaksanaan good governance oleh penyelenggara pemerintahan nagari yang belum baik. Di mana kemampuan mereka menjabarkan
tugas
dan
fungsinya
yang
masih
rendah,
akibatnya
sumbangsihnya terhadap pelaksanaan tugas jadi kurang. Pendidikan formal yang dimiliki perangkat nagari cukup potensial untuk dikembangkan menjadi kapasitas yang lebih besar. Pelatihan yang mereka terima sebelumnya juga telah banyak, namun yang
signifikan
dalam
pelaksanaan
belum memberi pengaruh
penyelenggaraan
pemerintahan.
Permasalahannya terletak pada bagaimana mensinergikan kemampuan yang merek dimiliki dan merubah sikap dan kepribadian mereka menjadi prilaku positif untuk kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan nagari yang baik. Untuk itu ke depan perlu adanya: a. Sharing antara perangkat nagari yang memiliki pendidikan dan kemapuan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. b. Menumbuhkan semangat untuk belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri. c. Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. d. Tidak
menonjolkan
imbalan
uang,
tapi
lebih
pada
penyerapan
pengetahuan. e. Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik.
125
f.
Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan .
g. Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. h. Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. i.
Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai.
j.
Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus.
2. Pedoman Kerja Pemerintahan Nagari Perubahan
keputusan
politik
pemerintah,
selalu
mempengaruhi
penyelenggaraan pemerintahan terendah, karena setiap keputusan tersebut akan menjadi pedoman penyelenggaraan pemerintahan. Iklim pemerintahan, perubahan perundang-undangan dan perubahan orientasi pembangunan yang terlalu sering, membawa kebingungan pada pemerintahan terendah dalam mengambil pedoman untuk penyelenggaraan pemerintahan. Agar pemerintahan terendah mempunyai pedoman kerja yang jelas, maka diperlukan adanya: a. Jaminan eksistensi pemerintahan terendah yang betul-betul otonom untuk menerapkan good governance. b. Pedoman kerja yang jelas dan baku untuk Pemerintahan Terendah agar lebih memberdayakan. c. Pengakuan keberagaman dari sistem lokal yang dihormati dan diakui eksistensinya oleh pemerintah. 3. Pendampingan Pendampingan dilakukan supaya penyelenggaraan
pemerintahan
nagari bisa lebih terarah sesuai dengan tujuan. Dan yang lebih penting adalah agar kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan selama ini, bisa kembali eksis dalam pemerintahan nagari. Pendampingan di sini tidak menggurui atau mendominasi kebijakan, tetapi lebih diarahkan pada membentuk
kesetaraan
dan
kesejajaran
antara
pemarintah
dengan
masyarakat dan pemerintahan nagari dengan pemerintahan yang lebih tinggi. Sehingga pendekatan yang bersifat bottom-to-top bisa dikonkritkan dalam penyelenggaraan
pemerintahan
nagari.
Pendampingan
diperlukan
126
pemerintahan nagari untuk memfasilitasi, memberi kekuatan, memberi perlindungan dan memberi dorongan serta menjaga kondisi agar tetap kondusif, untuk menjamin keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat dan pemerintahan nagari, Agar pemerintahan nagari mampu menerapkan prinsip good governance. 4. Hubungan kelembagaan Hubungan antar kelembagaan akan memberikan pengaruh tehadap penyelenggaraan pemerintahan nagari. Bila hubungan berjalan baik, maka akan mendorong pelaksanaan good governance. Tetapi hal ini belum bisa dicapai, masih ada lembaga di nagari yang hubungannya belum harmonis. Untuk itu ke depan perlu adanya: a. Meminimalisir ego sektoral kelembagaan yang ada. b. Mengurangi pengaruh paradigma lama yang negatif. c. Sharing yang saling menguntungkan d. Mengurangi pengaruh elit lokal yang terlalu dominan mengatasnamakan masyarakat. e. Sistem kerja yang jelas dari masing-masing lembaga yang ada.
BAB VII STRATEGI DAN PROGRAM IMPLEMENTASI GOOD GOVERNANCE 7.1 Strategi Implementasi Good Governance Pemikiran pembangunan partisipasi dilatarbelakangi oleh program, proyek, dan kegiatan pembangunan masyarakat yang datang dari atas atau dari luar komunitas. Faktanya, konsep pembangunan ini sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Para praktisi pembangunan juga sering mengalami frustasi terhadap kegagalan program tersebut. Karena itu, reorientasi terhadap
strategi
Kemunculannya
lebih
pembangunan
masyarakat
mengedepankan
adalah
partisipasi
dan
keniscayaan. pemberdayaan
masyarakat sebagai strategi dalam pembangunan masyarakat. Untuk itu, diperlukan seperangkat teknik-teknik yang dapat menciptakan kondisi adanya keberdayaan masyarakat melalui proses pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Masyarakat memiliki banyak potensi, baik dilihat dari sumberdaya alam, sumberdaya sosial-budaya dan kelembagaan. Ini merupakan suatu kekuatan yang besar untuk mengatasi masalah yang mereka alami. Tinggal lagi cara menggali dan mendayagunakan sumberdaya tersebut, maka perlu ada strategi dan Pendekatan. Strategi yang dikembangkan di sini adalah strategi peningkatan kapasitas untuk penerapan good covernance, melalui pengenalan atau identifikasi potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat dengan pendekatan yang partisipatif terhadap setiap unsur terkait. Tujuan dan hasil yang hendak dicapai dengan strategi di atas adalah agar kapasitas pemerintah nagari melalui good governance dapat diketahui secara pasti. 7.1.1
Identifikasi Potensi, Masalah dan Kebutuhan Masyarakat. Nagari Andaleh yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah sebuah
Nagari dalam lingkup Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar, semenjak Januari 2001 resmi menerapkan sistem pemerintahan nagari. Sebagai masyarakat yang majemuk
tentu memiliki potensi,
permasalahan dan
kebutuhan. Berikut akan dilihat satu per satu: a. Pontesi Nagari Andaleh: 1. Wilayah atau sumberdaya alam, nagari ini memiliki luas 2100 hektar. Terdiri dari: 140 hektar lahan persawahan, 1340 hektar lahan perkebunan
128
rakyat, 120 hektar perkebunan swasta nasional, 17,5 hektar lahan untuk fasilitas umum, 472 hektar lahan hutan ulayat nagari, 10 hektar lahan ulayat nagari bukan hutan. Di samping itu Andaleh juga memiliki 2 buah sungai yang berhulu di nagari ini, yang tentunya sangat potensial sebagai sumberdaya air dan pertanian. Beriklim tropis, suhu udara berkisar antara 180C sampai 320C dengan ketinggian antara 684 meter sampai 1560 meter di atas permukaan laut. Jalur transportasi yang sudah baik dan lancar. Letak geografis yang dekat dengan jalur jalan Negara dan Kota Padang Panjang. 2. Sumberdaya manusia, Nagari Andaleh memiliki penduduk sebanyak 1810 jiwa yang terdiri dari 898 jiwa (49,61%) laki-laki dan 912 jiwa (50,39%) perempuan. Angkatan kerja berjumlah sebesar 1531 jiwa (84,59% dari jumlah penduduk). Terdiri dari 434 kepala keluarga, 51 kepala keluarga diantaranya adalah keluarga miskin. Anak nagari yang ada di perantauan sekitar 4000 jiwa yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi, keberfungsian lembaga lokal yang makin diakui dan dihormati, jejaring sosial masyarakat yang makin berkembang, hal ini dicapai karena adanya peningkatan sumberdaya manusia. 3. Sumberdaya Sosial-Budaya, antara lain: (a) di bidang perekonomian, adanya
lahan,
kemasyarakatan
tenaga berupa
kerja
dan
Keluarga,
modal, Kaum,
(b)
di
Pasukuan
bidang dan
sosial sistem
kekerabatan matrilineal serta sistem pemerintahan nagari, dan (c) di bidang budaya yakni Budaya Alam Minangkabau dan Budaya Islam. 4. Sumberdaya Kelembagaan, kelembagaan yang dimiliki adalah: (a) Pemerintahan Nagari (Pemerintah Nagari dan BPRN), (b) Kerapatan Adat Nagari dan Bundo Kanduang, (c) Institusi: Pemerintahan (Sekolah, Puskesmas, TP-PKK, Posyandu), Keagamaan (Masjid, Mushala, Majelis Taqlim, majelis ulama), Kelompok Masyarakat (Kelompok Tani, Kelompok Simpan Pinjam, Kelompok arisan), Kepemudaan (Pemuda Nagari, Karang Taruna, Club OLah Raga), Adat (Rumah Tanggo, Niniak, Paruik, Jurai, Indu, Suku dan Nagari).
129
Keempat faktor merupakan potensi yang dimiliki pemerintahan nagari. Potensi alam yang banyak akan mendorong peningkatan kapasitas pemerintahan nagari. Kapasitas pemerintahan nagari di pengaruhi oleh: 1. Sumberdaya manusia (SDM), terdiri dari 12 orang, kapasitasnya cukup tinggi karena 7 orang (58,33%) berpendidikan menengah ke atas. 2. Sarana dan prasarana pemerintahan, dirasakan oleh perangkat nagari adalah sangat kurang, terutama ATK ketersediaannya sangat terbatas. 3. Pembiayaan atau anggaran, masih sebagian besar berasal dari bantuan pemerintah. 4. Legitimasi dan kepercacaan masyarakat, hasil pemilihan yang demokratis di tingkat nagari, dimana 98% penduduk yang mempunyai hak pilih telah memberikan suaranya. 5. Partisipasi Masyarakat, termasuk sangat baik, hal ini nampak sewaktu dilaksanakan gotong royong mengerjakan fasilitas umum, lebih dari 90% dari wajib gotong royong, ikut serta bergotong royong yang diadakan setiap sekali satu bulan. b. Permasalahan: Permasalahan yang ditemui dalam kajian ini, dilihat dari lima bidang. Masing-masing permasalahan yang ditemukan tersebut akan dijadikan sebagai titik pijak untuk menyusun kerangka pemecahan masalah. Berikut identifikasi masalah menurut bidangnya: 1. Bidang penerapan good governance, tingkat penerapannya yang rendah menurut penilaian masyarakat, adalah: (a) Partisipasi (b) Kesetaraan (c) Efektivitas dan Efisiensi (d) Akuntabilitas (e) Visi Strategis 2. Bidang penyelenggaraan program dan kegiatan: (a) Belum sebandingnya antara partisipasi yang diberikan masyarakat dengan partisipasi pemerintahan nagari. Partisipasi masyarakat tinggi, sementara partisipasi penyelenggara (pemerintah nagari) rendah. (b) Belum adanya sikap untuk taat hukum dalam penyelenggaraan program dan kegiatan.
130
(c) Kurang adanya transparansi terhadap penyelenggaraan kegiatan, terutama menyangkut penggunaan anggaran, dengan mengurangi kegiatan berarti berpengaruh pada anggaran. (d) Tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat yang telah memberikan dukungan dalam program dan kegiatan. (e) Pelaksanaan program dan kegiatan terlalu memikirkan efisiensi dan kurang memikirkan efektivitasnya. (f)
Kurang akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan.
3. Bidang pedoman kerja pemerintahan nagari adalah sering berubahnya putusan politik pemerintah dan tidak adanya standar pelayanan yang bisa diterapkan secara konsisten. 4. Bidang pendampingan adalah belum adanya petugas atau lembaga khusus yang mengawal pelaksanaan pemerintahan nagari. 5. Bidang kelembagaan: (a) konflik berkepanjangan antara pemerintah nagari dan BPRN, (b) Hubungan antar kelembagaan yang belum bersinergi, (c) ego kelembagaan yang masih sektoral. c. Kebutuhan: Dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari kebutuhan itu bersifat multi kompleks, yaitu gabungan kepentingan masyarakat dan institusi pemerintah. Kebutuhan masyarakat dan pemerintah, terkadang ada yang tidak sejalan, hal ini disebabkan oleh kurang memahaminya dengan baik terhadap
potensi
dan
permasalahan
masing-masing,
berikut
akan
diidentifikasi kebutuhan tersebut, yaitu: 1. Bidang penerapan good governance dalam penyelenggaraan program dan kegiatan pemerintahan nagari: (a) Sharing antara perangkat nagari yang memiliki pendidikan dan kemapuan yang lebih tinggi dengan yang lebih rendah. (b) Menumbuhkan
semangat
untuk
belajar
untuk
meningkatkan
kemampuan dan kecakapan diri. (c) Menjadikan proses penyelenggaraan pemerintahan sebagai proses belajar terus menerus. (d) Tidak menonjolkan imbalan uang, tapi lebih pada penyerapan pengetahuan.
131
(e) Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi perangkat nagari untuk mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dalam menyelenggarakan tata pemerintahan yang baik. (f) Sistem pelatihan dan materi pelatihan haruslah yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan . (g) Waktu yang disediakan untuk pelatihan haruslah memadai dan kegiatan tidak lagi bersifat sekedar memenuhi program yang dalam DASK, harus ada target untuk menjadikan perangkat nagari mampu mengerjakan apa yang diharapkan dari hasil pelatihan tersebut. (h) Anggaran yang memadai untuk pelatihan, baik yang tersedia di APB Nagari maupun yang dimiliki pemerintah, melalui dinas-dinas terkait. (i) Terkoodinasi dan tidak bersifat proyek yang harus selesai. (j) Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus. 2. Bidang pedoman kerja pemerintahan nagari: (a) Jaminan eksistensi pemerintahan terendah yang betul-betul otonom untuk menerapkan good governance. (b) Pedoman kerja yang jelas dan
baku untuk penyelenggaraan
pemerintahan terendah yang lebih baik. (c) Pengakuan keberagaman dari sistem lokal yang dihormati dan diakui eksistensinya oleh pemerintah. 3. Bidang pendampingan: (a) Supaya penyelenggaraan
pemerintahan nagari bisa lebih terarah
sesuai dengan tujuan. (b) Lebih mementingkan agar kelompok-kelompok masyarakat yang termarjinalkan selama ini, bisa kembali eksis dalam pemerintahan nagari. (c) Tidak menggurui atau mendominasi kebijakan, tetapi lebih diarahkan pada membentuk kesetaraan dan kesejajaran antara pemarintah dengan masyarakat. (d) Pendekatan yang bersifat bottom-to-top yang bisa dikonkritkan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. (e) Fungsinya memfasilitasi, memberi kekuatan, memberi perlindungan dan memberi dorongan serta menjaga kondisi agar tetap kondusif, untuk menjamin keselarasan dan keseimbangan dalam masyarakat dan pemerintahan nagari.
132
4. Bidang kelembagaan: (a) Meminimalisir ego sektoral kelembagaan yang ada. (b) Mengurangi pengaruh paradigma lama yang negatif. (c) Sharing yang saling menguntungkan (d) Mengurangi
pengaruh
elit
lokal
yang
terlalu
dominan
mengatasnamakan masyarakat. (e) Sistem kerja yang jelas dari masing-masing lembaga yang ada Stategi pengidentifikasian potensi, masalah dan kebutuhan bertujuan untuk memudahkan pengorganisasian ketiga hal tersebut dan akan dijadikan pedoman dalam
penyusunan
program
selanjutnya.
Agar
lebih
berdayaguna
dan
berhasilguna perancangan program harus disesuaikan dengan dukungan potensi dan
kebutuhan masyarakat serta kendala atau masalah yang mungkin
menghambat pelaksanaan program 7.1.2
Pendekatan Pendekatan yang dilakukan untuk peningkatan kapasitas pemerintahan
nagari adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan ini bertujuan agar komponenkomponen yang ada di masyarakat bisa diorganisir menjadi suatu kekuatan yang akan dikembangkan dalam peningkatan kapasitas pemerintahan nagari dalam menerapkan good governance untuk pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan. Pengorganisasian ini untuk mensinergikan dan mensejajarkan antara potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat. Dalam proses perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses monitoring dan evaluasi. Fokus kegiatan dari strategi ini adalah; 1). Adanya pengaktifan sumber, 2) Adanya kesempatan yang luas,
3)
Adanya
pengakuan
terhadap
keberhasilan,
dan
3)
Adanya
pengintegrasian kemajuan-kemajuan yang di capai. Pengaktifan sumber di sini maksudnya adalah adanya partisipasi aktif dari perangkat nagari dan masyarakat, sebagai subyek yang akan diberdayakan. Jadi masyarakat dan aparatur pemerintahan nagari, tidak lagi berposisi sebagai obyek, tapi mereka menjadi pemilik yang memainkan peran dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan mereka. Kesempatan yang luas maksudnya adalah pemerintah nagari dan masyarakat mempunyai kesempatan yang luas untuk meningkatkan kapasitas dirinya. Tidak ada lagi sekat yang bisa menghambat mereka dalam berakses di masyarakat dan pemerintahan.
133
Pengakuan terhadap keberhasilan maksudnya adalah bahwa setiap prestasi yang dicapai tidak dilecehkan oleh stakeholder yang ada. Sebagai bentuk penghargaan atas karya dan darma bakti seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat. Pengintegrasian kemajuan-kemajuan yang dicapai maksudnya adalah kemajuan yang dicapai tidak menonjolkan satu sektor saja, tapi lebih mengedepankan kemajuan untuk setiap sektor, sehingga terhimpun dalam sebuah kemajuan yang terintegrasi. Strategi ini dilaksanakan melalui 3 (tiga) program, yaitu : 1. Program pendidikan dan pelatihan bagi Perangkat Nagari 2. Program pendampingan 3. Pembinaan mental spiritual Setiap program tidaklah berdiri sendiri, saling berkaitan, begitu selanjutnya program terakhir berkaitan dengan program pertama. Integrasi antar program adalah supaya pemerintah nagari memiliki kemampuan yang kompleks dan komprehensif, sehingga dengan demikian peningkatan kapasitas pemerintah nagari dapat diimplemtasikan dalam pemberdayaan masyarakat. Kapasitas pemerintahan nagari yang tinggi diharapkan mampu melibatkan peran aktif masyarakat untuk mengorganisir dan mempengaruhi perubahan. Dengan
demikian mereka diharapkan akan; 1)Mampu bersikap dinamis dan
aktif, 2) Tidak menggantungkan hidupnya pada pihak lain, 3) Memiliki pola pikir jauh ke depan, 4) memiliki wawasan berfikir luas, 5) Cepat mengadopsi inovasi sesuai kebutuhan, 6) Memiliki toleransi tinggi, dan 7) Mampu memecahkan konflik sosial dengan bijaksana. Hal tersebut di atas akan dapat dicapai melalui peran serta masyarakat mulai dari perencanaan yang matang sampai pada implementasi serta adanya didukung oleh pemerintahan tingkat atas. Hasil ini sesuai, yang dihasilkan pada PRA dan diskusi kelompok yang dilakukan, yakni : 1. Adanya kebijakan pemerintah (Pusat dan Daerah) yang menjamin untuk tumbuhnya
partisipasi
murni
masyarakat
dalam
aksesnya
terhadap
pemerintahan nagari. 2. Adanya kepastian anggaran dari pemerintah untuk penyelenggaraan pemerintahan nagari dan kesejahteraan perangkat. 3. Adanya kepastian hukum terhadap penyelenggaraan sistem pemerintahan nagari, yang adil dengan keberagaman dan dihormati serta berkelanjutan.
134
4. Adanya pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan SDM pemerintah nagari, lembaga lokal, dan masyarakat 5. Adanya upaya pembelajaran secara terus menerus bagi masyarakat dan aparatur pemerintahan.
7.2 Program Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Peningkatan kapasitas pemerintahan nagari berarti ada dua komponen yang harus diperkuat yakni individu dan lembaga. Penguatan individu artinya memperkuat kapasitas orang-orang untuk menentukan nilai-nilai dan prioritas mereka sendiri dan untuk mengatur diri mereka sendiri dalam bertindak. Sedangkan dalam penguatan kelembagaan adalah kerjasama antar pihak yang berbasis komunitas, di mana perencanaan dan pelaksanaan dilakukan oleh komunitas secara partisipatif.untuk kepentingan komunitas. Peningkatan kapasitas memerlukan perubahan yang terencana. Rencana tersebut untuk membimbing, mengarahkan, membina dan menciptakan suasana kerja yang kondusif. Agari pembangunan berorientasi pada masyarakat, maka sumberdaya manusia menjadi sangat penting untuk ditingkatkan. Strategi dan pendekatan yang demikian lebih terfokus pada keunggulan potensi untuk dijadikan sebagai kekuatan, kesempatan, peluang dan sekaligus tantangan agar terbangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan. Melalui metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang dilakukan, maka untuk pengembangan dan peningkatan kapasitas pemerintahan nagari
dalam
penerapan
good
governance
yang
diimplementasikan
pemberdayaan masyarakat, diperlu aksi dalam bentuk program kegiatan.
7.2.1
Pendidikan dan Pelatihan Pengelolaan Tata Pemerintahan Yang Baik Program Pendidikan dan Latihan ditujukan untuk menciptakan SDM yang
berkualitas yaitu manusia yang sehat jasmani; cerdas, berilmu pengetahuan luas, dan berdaya pikir kuat. Sehingga mampu menerapkan, menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi guna kemaslahatan umat. Oleh karena itu untuk mendukung peningkatan kapasitas pemerintahan nagari, maka aparatur pemerintahan nagari perlu diberikan pendidikan dan pelatihan. Penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik harus ditopang oleh pendidikan yang dimiliki oleh aparatur pemerintahan nagari. Pendidikan diperlukan untuk mengenalkan hal-hal yang baru bagi perangkat nagari, supaya
135
mereka tidak terjebak dalam kegiatan rutinitas saja. Sistem pemerintahan nagari sebagai hal yang baru, masih perlu diperkenalkan lagi, secara teoritis keilmuan dan managemen kepemerintahan karena tidak semua perangkat nagari mengerti apa itu sistem ini. Proses pengenalan ini dilakukan dengan memberikan pendidikan kepada perangkat nagari,
mulai dari proses sampai output dari
sistem ini, menjadi suatu tata pemerintahan yang baik. Tujuannya adalah: 1. Memperkenalkan isi dan tujuan dari UU yang menjadi dasar pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan nagari. 2. Memahami isi dan tujuan dari PP yang menjadi dasar operasional kegiatan pemerintahan nagari. 3. Memahami dengan dengan benar makna dari otonomi daerah 4. Memahami dengan baik prinsip dasar sistem pemerintahan nagari yang sesuai dengan karakteristik dan budaya Minangkabau. 5. Memahami dan mengerti dengan tugas pokok dan fungsi pemerintahan nagari Di samping itu juga perlu dilengkapi dengan ilmu-ilmu dasar lainnya, terutama ilmu di bidang: a. Ilmu Kepemerintahan, yaitu ilmu-ilmu dasar kepemerintahan sebagai bekal bagi penyelenggaraan pemerintahan. b. Ilmu Administrasi, bagaimanapun yang namanya pemerintahan pada tingkat apapun tidak akan terlepas dari administrasi. Untuk perangkat nagari agar administrasi
pemerintahan
nagari
bisa
berjalan
dengan
baik,
perlu
pembekalan yang lebih baik dan spesifik serta bias diterapkan dalam tugas sehari-hari. c. Ilmu Manajemen Kepemimpinan, pemerintah nagari sebagai unsur pimpinan perlu memiliki dasar-dasar manajemen kepemimpinan dengan baik. d. Ilmu
Hukum,
baik
hukum
Nasional
maupun
hukum
adat,
karena
pemerintahan nagari dalam praktek kesehariannya akan selalu berada diantara kepentingan-kepentingan, baik berbentuk individu, kelompok atau masyarakat luas. Maka dasar bergerak bagi pemerintah nagari mereka perlu memiliki dasar-dasar hukum yang kuat, supaya tidak terjerumus pada malpraktek, yang dapat berakibat buruk terhadap pemerintahan dan masyarakat.
136
e. Ilmu Keterampilan dan Penguasaan Teknologi, keahlian ini akan membantu dalam kelancaran dan kesuksesan kerja, seperti komputer dan alat-alat informasi. Pelatihan merupakan upaya peningkatan kapasitas diri perangkat nagari, yang kemampuan awal telah dimiliki oleh perangkat nagari tersebut, yang paling penting untuk ditingkatkan dalam pelatihan ini adalah: 1. Meningkatkan administrasi
kemampuan nagari,
perangkat
pengelolaan
nagari
administrasi
tentang
pengelolaan
keuangan,
pengelolaan
kegiatan dan lainnya 2. Meningkatkan keterampilan dalam menggunakan alat-alat bantu pekerjaan, seperti penggunaan komputer, mesin-mesin dan peralatan lain. 3. Meningkatkan akses komunikasi, sebagai sarana memberikan informasi pada publik. 7.2.2
Pendampingan Perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan desa ke sistem
pemerintahan nagari, memerlukan pengawalan atau pendampingan dari pihak ahli pemerintahan. Pendampingan ini bertujuan agar pelaksanaan sistem ini tidak terkontaminasi dengan sistem yang kurang membangun atau merusak dari sistem ini Pemahaman samar-samar dengan sistem ini, oleh sebagian orang akan membuat lambannya pencapaian tujuan dari sistem pemerintahan nagari dan juga untuk memacu semangat perangkat nagari untuk menerapkan good governance. Untuk itu perlu ada pendampingan oleh tenaga ahli, agar pelaksanaan pemerintahan lebih terarah dan sesuai dengan yang diharapkan. Fungsi pendamping di sini adalah untuk : a. Memfasilitasi. Dalam hal ini adalah untuk: -
Memberikan motivasi dan kesempatan bagi perangkat nagari dan masyarakat untuk mengembangkan diri
-
Memberikan model (contoh) tentang penyelenggaraan pemedrintahan yang baik dan benar.
-
Melakukan mediasi dan negosiasi terhadap perbedaan kepentingan antar kelompok atau kelembagaan di Nagari
137
-
Membangun
konsensus
bersama
untuk
menentukan
percepatan
pencapaian tujuan atau untuk penyelesaian suatu masalah dalam pemerintahan. -
Melakukan manajemen sumber, sesuai kapasitas pengetahuan dan ketermpilan yang dimiliki pendamping.
b. Penguatan (empowering). Dalam hal ini adalah untuk: -
Memberikan pendidikan dan pelatihan untuk memperkuat kapasitas masyarakat (capacity building).
-
Berperan aktif sebagai agen yang memberikan masukan positif dan direktif
berdasarkan
pengetahuan
dan
pengalamannya
pada
pemerintahan nagari. -
Bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat.
-
Membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi dan melakukan konfrontasi untuk membangun semangat dan partisipasi masyarakat.
-
Menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat.
c. Perlindungan (protecting). Dalam hal ini adalah untuk: -
Mencari sumber-sumber untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan nagari dan melakukan pembelaan terhadap hak-hak pemerintahan nagari dan masyarakat. Menggunakan media dan alat untuk memperkokoh penerapan
good
governance
dan
menghubungkan
kepentingan
masyarakat, pemerintah dan stakeholder serta membangun jaringan kerja dengan seluruh unsur dalam sistem pemerintahan nagari maupun dengan pihak swasta dan perantau. -
Bertindak sebagai konsultan, yang tidak hanya memberi dan menerima saran-saran,
melainkan
juga
memproses
yang
ditujukan
untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pilihan-pilihan dan mengidentifikasi
prosedur-prosedur
bagi
tindakan-tindakan
yang
diperlukan. d. Pendukung (supporting). Dalam hal ini adalah untuk: -
Mendukung terjadinya perubahan positif pada masyarakat dan perangkat nagari dalam menciptakan keberdayaan dan kemandirian.
138
-
Membantu pemerintahan nagari melakukan analisis masalah sosial, dan dinamika masyarakat.
e. Pemelihara Dalam hal ini adalah untuk: -
Memelihara kondisi masyarakat yang kondusif
-
Mampu bertindak menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap orang memperoleh kesempatan berusaha.
7.2.3
Pembinaan Mental Spiritual Permasalahan yang terjadi dalam penerapan prinsip good governance,
dimana akuntabilitas, transparansi, visi strategis dan efektivitas dan efisiensi pemerintahan
nagari
berhubungan
dengan
kurang mental
baik.
Keempat
penyelenggara
prinsip
ini
sangat
pemerintahan,
bila
sangat mental
penyelenggara bobrok maka dia tidak akan bisa melakukan pertanggungjawaban dengan baik. Program ini ditujukan agar: a. Menjadikan manusia yang; beriman dan berbudi pekerti luhur, bermoral dan berakhlak mulia, selalu condong dan berpihak kepada keadilan dan kebenaran, berkepribadian serta mempunyai kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi, sehingga memiliki rasa tanggungjawab terhadap masyarakat, bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan b. Menjadi penyelenggara pemerintahan nagari yang bisa bekerja sesuai dengan peraturan dan dibimbing hati nurani yang bersih dan selalu melihat tanggungjawab yang diamanahkan kepadanya sebagai sesuatu yang kalau dikerjakan akan mendatangkan amal baik baginya, begitupun sebaliknya bila tidak tidak dilakukan adalah dosa baginya. c. Menjadi pemimpin yang dipercaya, atas dasar kebenaran yang hakiki. Akses masyarakat terhadap pemerintahan yang tidak akuntabel akan berkurang. Partisipasi masyarakat juga akan hilang bila pemerintah bermental korup dan tidak bisa menggunakan anggaran yang efektif dan efesien. Untuk itu agar penyelenggara pemerintahan nagari tidak bermental bobrok dan korup, maka penyelenggaraan pembinaan mental spritual, seperti pembinaan Emotional Spritual Question (ESQ) atau bentuk pembinaan mental lainnya yang berbasis agama, menjadi alternatif yang baik untuk diterapkan kepada penyelenggara pemerintahan nagari. Sehingga mereka bisa bersifat dan bersikap serta bermental yang baik.
139
7.3 Aksi Progrm Proses ini merupakan hal yang diperlukan, supaya program yang dirancang di atas dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit. Sesuai dengan judul dan topik kajian yaitu Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari dalam menerapkan good governance untuk Pemberdayaan Masyarakat, maka disusun langkahlangkah peningkatan kapasitas tersebut dalam bentuk rancangan program. Rancangan program yang dikemukakan adalah sesuai dengan hasil diskusi kelompok, dimana aksi program disusun dalam bentuk tabel, yang berisikan program, tujuan, sasaran, penanggungjawab, pihak pendukung dan sumber biaya pelaksanaan. Langkah-langkah tersebut sebagaimana disajikan dalam tabel 39.
140
Tabel 39 Rencana Program Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Nagari Untuk Implementasi Good governance Program
Tujuan
Program Pendidikan dan Latihan
Menciptakan SDM yang berkualitas (sehat jasmani; cerdas, berilmu pengetahuan luas,dan berdaya pikir kuat, mampu menerapkan, menguasai, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi , beriman dan berbudi pekerti luhur, bermoral dan berakhlak mulia, condong dan berpihak kepada keadilan dan kebenaran, berkepribadian serta mempunyai kepedulian dan kepekaan sosial yang tinggi, dan memiliki rasa tanggungjawab terhadap masyarakat, bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan.
Program Pendampingan
1. 2. 3. 4. 5.
Prorgram Pembinaan Mental Spiritual
Menciptakan Aparatur Pemerintahan Nagari yang memiliki sifat, sikap dan mental yang baik, sesuai tuntunan agama, adat dan peraturan pemerintah
Sasaran -
Wali Nagari Sekretaris Nagari Kepala Urusan Bendarawan Wali Jorong
- Camat - Kepala Badan Pendidikan dan Latihan - Bupati
Memfasilitasi Menguatkan Melindungi Mendukung Memelihara -
Wali Nagari Sekretaris Nagari Kepala Urusan Bendarawan Wali Jorong
Penangungjawab Pelaksana - Camat - Kepala Badan Pendidikan dan Latihan - Bupati - DPRD
Pendukung
Sumber Biaya
- Pemda Propinsi - Pemda Kabupaten - Seluruh Dinas/ Instansi - MUI - LKAAM Propinsi - LKAAM Kabupaten - LKAAM Kecamatan - Bundo Kanduang Kabupaten
- APBD Propinsi - APBD Kabupaten - DASK Kecamatan
- Bupati - DPRD
- Gubernur - Ketua dan Anggota DPRD I - MUI - LKAAM
- APBD Propinsi - APBD Kabupaten - APB Nagari
- Camat - Departemen Agama - MUI - LKAAM - Bupati
- DPRD - Gubernur - Depag Propinsi
- APBD Propinsi - APBD Kabupaten - APB Nagari
140
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Ada dua komponen yang akan diperkuat pada peningkatan kapasitas pemerintahan nagari yakni individu dan lembaga pemerintahan nagari. Besar kecilnya kapasitas tersebut dipengaruhi oleh: sumberdaya manusia perangkat nagari, sarana dan prasarana pemerintahan, pembiayaan atau anggaran, legitimasi atau kepercayaan masyarakat dan partisipasi masyarakat. Penerapan good governance dalam penyelengaraan pemerintahan nagari masih kuang baik. Ada lima prinsip good governance yang pencapaiannya yang kurang
baik,
yaitu
transparansi,
kesetaraan,
efektivitas
dan
efisiensi,
akuntabilitas dan visi strategis. Pelaksanaan program dan kegiatan dari tiga program pokok yang dilaksanakan, yaitu; 1) Program Pembinaan Perekonomian Masyarakat Nagari, 2) Program Pembinaan Kehidupan Masyarakat, dan 3) Program Pembinaan Sosial Budaya Masyarakat. Hasil pelaksanaan yang masih kurang baik adalah: partisipasi
pemerintahan
nagari,
aturan
hukum,
kesetaraan,
resposif,
transparansi, efektivitas dan efesiensi dan akuntabilitas. Kendala yang dihadapi adalah; (a) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia, (b) Penguasaan konsep dan materi tentang good governance yang rendah, (c) Pedoman kerja yang sering berubah, (d) Standar pelayanan belum ada, (e) Hubungan antar lembaga yang semuanya belum harmonis. Permasalahan yang dihadapi adalah; kualitas SDM yang masih rendah dan belum memadai, sering berubahnya pedoman kerja, pendamping yang belum ada dan hubungan antar lembaga yang belum harmonis. Untuk itu perlu adanya; 1) Sharing antar perangkat nagari dan menumbuhkan semangat untuk belajar dalam meningkatkan kemampuan dan kecakapan diri, 2) Sistem pelatihan dan materinya yang dapat menjawab persoalan yang dihadapi pemerintahan, 3) Adanya Badan atau Lembaga yang menangani secara khusus, untuk menerapkan good governance. 4) Adanya pendampingan, dan pengharmonisan hubungan kelembagaan. Strategi dan program yang tepat guna dan tepat sasaran adalah yang bisa memberi konstribusi dalam peningkatan taraf hidup masyarakat melalui penerapan good governance. Yaitu program; Pendidikan dan pelatihan, pendampingan oleh tenaga ahli dan pembinaan mental spiritual.
142
8.2 Rekomendasi Berdasarkan
kesimpulan dari hasil penilitian di atas, dapat
diajukan
rekomendasi untuk diimplementasikan dan disampaikan kepada stakeholder terkait, untuk peningkatan kapasitas pemerintahan nagari melalui penerapan good governance, di masa yang akan datang, yaitu: 1. Perlu adanya usaha pemerintah nagari, untuk: a. Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh perangkat nagari untuk mengembangkan diri. b. Menyediakan anggaran yang memadai untuk peningkatan kapasitas pemerintahan nagari c. Segera melengkapi sarana dan prasarana kerja untuk mendukung peningkatan kinerja perangkat nagari. 2. Pemerintah Kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanah Datar, hendaknya dapat melakukan: a. Melakukan pendidikan dan pelatihan yang intensif dan rutin kepada aparatur pemerintahan nagari, yang bersifat tekhnis dan operasional sesuai dengan tugas dan fungsi pemerintahan nagari. Materi yang disajikan hendaknya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat diimplementasikan secara nyata oleh pemerintah nagari, terutama untuk menerapkan
prinsip
good
governance
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan nagari. b. Menunjuk suatu badan atau lembaga dan personil khusus melakukan pendampingan pada pemerintahan nagari dan didukung oleh dinas terkait untuk mempercepat terciptanya tata kepemerintahan yang baik. c. Menyelenggaran pembinaan mental spiritual kepada seluruh pimpinan di tingkat
nagari,
agar:
(1)
Menjadikan
manusia
yang
memiliki
tanggungjawab tinggi terhadap masyarakat, bangsa dan nilai-nilai kemanusiaan. (2) Menjadi penyelenggara pemerintahan nagari yang yang bersih dan amanah, dan (3) Menjadi pemimpin yang dipercaya, atas dasar kebenaran yang hakiki.
144
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto, 2002, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangu-nan Kesejahteraan Sosial, Jakarta: FE-UI Press. Adi, Isbandi Rukminto, 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: FE-UI Press. Adiawarman, 2005. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Percepatan Pelayanan Penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Kecamatan Batipuah Selatan, Stisipol Pancasakti, Bukittinggi. Brannen, Julia. 1996. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif, Pustaka Pelajar, Samarinda. Danim, Sudawan, 2004. Motivasi Kepemimpinan & Efektivitas Kelompok, PT Asdi Mahasatya, Jakarta. Hanafi, 1970. Tinjauan Adat Minangkabau, Jakarta, Yayasan Penerbit dan Percetakan Ikatan Dokter Indonesia Hikmat, Harry, 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, Bandung Hikmat, Harry, 2006. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press, Bandung Ife,Jim, 1995, Pengembangan Masyarakat (dialihbahasakan: Aribowo, Nenden Rainy Sundari dan Otto Johan Ismael), Bandung. Koentjaraningrat ed. 1984. Masyarakat Desa di Indonesia Masa Ini. Yayasan Badan Penerbit, Fakultas Ekonomi. Kolopaking, L.M. dan Fredian Tony Nasdian, Pengembangan Masyarakat dan Kelembagaan Pembangunan. Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, IPB. Latief, CH.N, Dt. Bandaro, 2004. Minangkabau yang Gelisah, cv Lubuk Agung, Bandung. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2006. Evaluasi Kinerja SDM, PT.Refika Aditama, Bandung. Mashad, et.al, 2005. Konflik Elite Politik di Pedesaan, Pustaka Pelajar, Jakarta. Moebyarto, 1999. Ekonomi Kerakyatan. Tulisan Kompas Tanggal 22 Februari. Nasdian, Fredian Tonny dan M.Lala Kolopaking, 2006. Pengembangan Kelembagaan Pembangunan. Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, IPB. Nasdian, Fredian Tonny dan Arya Hadi Dharmawan, 2006. Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat. Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, IPB. Nasdian, Fredian Tony dan Bambang Sulistyo Utomo, 2006. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, IPB.
145
Nurcholis, Hanif, 2005. Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta. Oxford, Advance learner’s Dictionary, Oxford University Press. 1989 Perda 9, 2000, Perda Sumatera Barat tentang Pokok Pemerintahan Nagari, Padang. Perda 17, 2001, Perda Tanah Datar tentang Pemerintahan Nagari, Batusangkar. Pranadji,T, 2003. Diagnosa Kerapuhan Kelembagaan Perekonomian Pedesaan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Desember 2003: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian. Prasetijo, Adi, 2003, Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam dalam Akses perta Masyarakat, Penerbit ICD, Jakarta. Ruslan, Muhammad. Mengembangkan Kapasitas Pemerintah Daerah. www.google.co.id.2008 Sedarmayanti. (2004) Good Governance (Keperintahan yang Baik) Bagian Kedua, Mandar Maju,Bandung Sedarmayanti. (2004) Good Governance (Keperintahan yang Baik) Dalam rangka Otonomi Daerah, Mandar Maju,Bandung Sitorus & Agusta, 2006. Metode Kajian Komunitas, IPB. Stewart, A,M. 1994. Empowering People. Pitman, London Suharto, Edi, 2005. Analisis Kebijakan Publik, PT.Refika Aditama, Bandung. Suharto, Edi, 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT.Refika Aditama, Bandung. Suhendra. K, 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, Alfabeta,cv. Bandung. Sumarsono, HM Sonny, 2004. Metode Riset Sumber Daya Manusia, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sumarti & Syaukat, 2006. Analisis Ekonomi Lokal, IPB. Sumodiningrat, Gunawan, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Supriana, Tjahya, 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Press (HUP), Bandung. Syafiie, Inu Kencana, 1994. Etika Pemerintahan, Rineka Cipta, Jakarta,1994. Teddy Lesmana. Defisit Tata Kelola Yang Baik (Good Governance Deficit), www.google.co.id.2008. Trisna, Iwan. 2005. Strategi Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Usaha Ekonomi Produktif di Kabupaten Bengkalis, Tesis, IPB.
145
Lampiran 1 KUISIONER PENERAPAN TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) Biodata Informan : - Identitas Diri : Tidak Perlu Dicantumkan PERTANYAAN 1
Nagari Andaleh saat ini menghadapi permasalahan, di mana luas lahan pertanian non sawah makin banyak yang ditelantarkan oleh pemiliknya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pemilik banyak yang pergi merantau. Sehingga lahannya berubah menjadi belukar, tempat bersarangnya babi dan kera. Kedua binatang ini kerap mengangu tanaman petani disekitarnya. Masalah ini menjadi keresahan bagi masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini perlu ada musyawarah antara tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah nagari serta anggota masyarakat untuk merumuskan agar lahan menjadi tidak terlantar dan bisa diusahakan oleh penduduk yang tinggal di Kampung. Pertanyaan sekarang adalah “Bagaimana menurut anda upaya yang dilakukan pemerintah nagari untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya lahan yang ditelantarkan tersebut?”. a. Kurang Mampu
2
c. Mampu
Penyelenggaraan pemerintahan nagari diharapkan mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Pelayanan yang baik tersebut terutama dalam penyelenggaraan administrasi nagari, di mana masyarakat yang berurusan bisa merasakan kepuasan, baik dari segi sikap dan kepribadian aparatur pemerintahan nagari, segi waktu dan biaya yang harus dibayarkan. Yang menjadi pertanyaan adalah “Bagaimana menurut Anda kemampuan Perangkat Nagari Andaleh dalam memberikan pelayanan yang prima dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari?”. a. Kurang Mampu
3
b. Cukup Mampu
b. Cukup Mampu
c. Mampu
Masyarakat Nagari Andaleh menurut saya dari dulu mempunyai kepedulian yang sangat tinggi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat maupun oleh pemerintah, berbagai fasiltas umum sudah banyak yang dibangun melalui usaha gotong royong dari masyarakat. Sekarang semangat itu kelihatan telah mulai memudar, kegiatan gotong royong diganti dengan uang sebesar Rp. 5000,- yang dikenakan kepada wajib gotong royong, akibatnya kebersamaan yang telah tebangun sebelumnya juga ikut memudar, yang menjadi pertanyaan sekarang “Bagaimana menurut Anda, upaya yang dilakukan pemerintah nagari Andaleh untuk menggerakan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan?”. a. Kurang Mampu
b. Cukup Mampu
c. Mampu
146
4
Pemerintahan nagari mempunyai dua sumber hukum, yakni hukum adat dan huum Negara. Kedua hukum ini menjadi pedoman dalam mengayomi kehidupan masyarakat. Hukum adapt yang bersumber dari adat Minangkabau dan agama Islam, telah memberi warna tersendiri dalam membentuk karakteristik masyarakat. Selama penerapan sistem pemerintahan desa hukum adat, tidak pernah difungsikan menjadi rujukan dan tidak ada lembaga yang difungsikan untuk itu dalam pembinaan kehidupan masyarakat. Pada sistem sekarang ini, yaitu sistem pemerintahan nagari, hukum adat mulai difungsikan kembali sebagai aturan hukum, implementasi kegiatan adalah melalui kelembagaan yang ada di nagari. Pertanyaan sekarang “Bagaimana menurut Anda penegakan aturan hukum oleh Pemerintahan Nagari dalam menjamin hak-hak dan kewajiban masyarakat?”. a. Kurang Mampu
5
b. Cukup Transparan
c. Transparan
Kebutuhan masyarakat makin hari makin kompleks, hal ini sangat membutuhakan sensitivitas seorang pimpinan. Agar yang dibutuhkan tersebut bisa terpenuhi. Kebutuhan masyarakat, tidak hanya dalam bentuk barang dan jasa, tetapi juga dalam bentuk jaminan dari rasa ketakutan. Beberapa waktu yang lalu, nagari ini dilanda gempa bumi yang cukup besar kekuatannya, dimana banyak rumah yang hancur, masyarakat kehilangan harta bendanya yang tidak sedikit. Pertanyaan dalam hal ini adalah “Bagaimana menurut Anda upaya yang dilakukan pemerintahan nagari dalam mengatasi permasalahan yang timbul akibat bencana alam gempa bumi?”. a. Kurang Responsif
7
c. Mampu
Pemerintahan nagari yang diterapkan sekarang adalah untuk lebih mendekatkan hubungan antara pemimpin dengan yang dipimpin. Oleh sebab itu keterbukaan antara pemimpin (wali nagari) dalam menyelenggarakan pemerintahan menjadi sangat penting. Wali nagari sangat diharapkan menjadi insprator, motivator, mobisisator dan dinamisator dalam setiap gerak langkah kebijakan yang dia ambil, termasuk dalam pengunaan dan pengelolaan keuangan nagari. Pertanyaan sekarang adalah “Bagaimana menurut Anda pengelolaan anggaran nagari, apakah sudah keterbukaannya dengan seluruh unsur di nagari?”. a. Kurang Transparan
6
b. Cukup Mampu
b. Cukup Responsif
c. Responsif
Suatu komitmen akan terbangun, apabila antara yang terlibat dalam pembuatan komitmen tersebut ada hubungan kesetaraan di antara mereka. Hubungan kesetaraan dapat dicapai bila didalamnya ada sikap saling menghormati, saling melibatkan dan saling menghargai peran dari masing-masing pihak. Begitu juga yang seharusnya terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari. Yang ditanya disini adalah “Bagaimana menurut Anda peluang yang diberikan oleh pemerintahan nagari melibatkan masyarakat dalam setiap proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan?”. a. Kurang Setara
b. Cukup Setara
c. Setara
147
8
9
Program dan kegiatan yang dilakukan pemerintahan nagari, haruslah memperhatikan dua hal yaitu efektivitas artinya setiap kegiatan yang dipilih betul-betul yang dapat memberi kesempatan dan manfaat yang besar kepada masyarakat dan kedua harus bersifat efisiensi artinya setiap rupiah atau tenaga yang dikeluarkan jauh dari tindak pemborosan. Sehingga dengan kedua prinsip tersebut pemerintahan nagari bisa mencapai hasil yang baik dan energi yang dikeluarkan juga sedikit. Pertanyaan sekarang adalah “Bagaimana menurut Anda, apakah pemerintahan nagari telah dapat menggunakan anggaran dan sumberdaya yang dimiliki secara efektif dan efesien?”. a. Kurang Efektif dan b. Cukup Efektif dan c. Efektif dan Efesien Efesien Efesien Wali nagari yang dipilih secara demokratis dan berarti mempunyai legitimasi yang kuat. Buah dari legitimasi tersebut adalah adanya pemberian kepercayaan dari masyarakat kepada pemimpinnya. Setiap kepercayaan yang diberikan menuntut adanya pertanggungjawaban, untuk itu dalam penyelengaraan pemerintahan nagari wali nagari bisa terlepas dari tanggungjawab. Yang akan dipertanggungjawabkan oleh seorang wali nagari, tidak hanya menyangkut masalah keuangan nagari saja, tapi seluruh kebijakan dan aktivitas pemerintahan. Pertanggungjawaban diberikan kepada Bupati melalui Camat dan masyarakat. Maka dalam hal ini yang menjadi pertanyaan adalah “Bagaimana menurut Anda pertanggungjawaban wali nagari dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari?”. a. Kurang Akuntabel
10
b. Cukup Akuntabel
c. Akluntabel
Seorang pimpinan (Wali Nagari) baru bisa memajukan kehidupan masyarakat, apabila dia mempunyai wawasan menyangkut kebutuhan masyarakatnya dan mempunyai pandangan jauh ke depan, ke arah mana masyarakat dia, mau dia bawa. Wawasan dan pandangan tersebut bisa dia paparkan kepada masyarakat secara meyakinkan sebelum dia menjabat kepada calon pemilihnya. Wali nagari yang kurang memiliki wawasan yang luas, akan mudah terpengaruh pada kebijakan yang kurang memberdayakan masyarakat dan cenderung takut untuk berbuat, walaupun itu bermanfaat bagi masyarakatnya. Pertanyaan sekarang adalah “Bagaimana menurut Anda penyelenggaraan pemerintahan nagari telah sesuai dengan visi nagari dan misi yang mereka sampai disaat pencalonan?”. a. Kurang Visioner
b. Cukup Visioner
c. Visioner
148
Lampiran 2 II. Ilustrasi Informan (Tokoh Formal) Bio data Informan : a. Nama
:
b. Umur
:
c. Jenis Kelamin : d. Agama
:
e. Pendidikan
:
f.
:
Pekerjaan
g. Alamat
:
h. Lain-lain (pengalamam/pendidikan, kondisi kehidupan, dll). Pertanyaan : a. Bagaimana menurut pendapat anda, beda pelaksanaan sistem pemerintahan nagari saat ini ? b. Kendala menurut pendapat anda yang dihadapi pemerintah nagari dalam melaksanaan tata kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari ? c. Kapasitas apa yang dimiliki pemerintahan nagari yang dapat dijadikan untuk memberdayakan masyarakat ? d. Seberapa besar sarana dan prasarana pemerintahan nagari yang tersedia saat ini dan apakah telah dapat memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan ? e. Bagaimana menurut pendapat anda, usaha yang dilakukan pemerintah daerah dalam penyuksesan sistem pemerintahan nagari ? f.
Apakah
pendidikan
dan
pelatihan-pelatihan
yang
dilaksanakan
oleh
pemerintah daerah telah memberi pengaruh yang cukup signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari ? g. Bagaimana menurut anda kerjasama antar perangkat nagari dalam melaksanakan kegiatan selama ini ? h. Apa pendapat anda tentang tata pemerintahan yang baik ? i.
Apa harapan anda ke depan tentang penerapan sistem pemerintahan nagari?
j.
Pertanyaan berkembang di lapangan sesuai kebutuhan kajian
149
Lampiran 3 III. Ilustrasi Informan (Tokoh Informal) Biodata Informan : a. Nama
:
b. Umur
:
c. Jenis Kelamin : d. Agama
:
e. Pendidikan
:
f.
:
Pekerjaan
g. Alamat
:
h. Lain-lain (pengalamam/pendidikan, kondisi kehidupan, dll). Pertanyaan : a. Bagaimana menurut pendapat anda, pelaksanaan sistem pemerintahan nagari saat ini ? b. Bagaimana menurut pendapat anda, apakah pemerintah nagari telah bisa melaksanaan tata kepemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari ? c. Kendala
apa
menurut
anda
yang
mempengaruhi pelaksanaan
tata
kepemerintahan yang baik, yang dihadapi oleh pemerintah nagari ? d. Usaha apa menurut anda, yang telah dilakukan pemerintah nagari dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi ? e. Bagaimana menurut pendapat anda, apakah penyelenggaraan pemerintahan nagari telah mampu memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat? f.
Bagaimana menurut pendapat anda, keberfungsian adapt dan agama dalam penyelenggaraan pemerintahan nagari ?
g. Bagaimana menurut anda, campurtangan pemerintah daerah selama penerapan
sistem
pemerintahan
nagari,
telah
sesuai
dengan
yang
diharapkan ? h. Sejauhmana keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan oleh pemerintah nagari ? i.
Bagaimana menurut pendapat hubungan antar lembaga yang ada di nagari?
j.
Dan pertanyaan berkembang di lapangan sesuai kebutuhan kajian
150
Lampiran 4
HASIL JAWABAN RESPONDEN
Jawaban Pertanyaan A
B
C
1
14
21
5
2
16
21
3
3
6
25
9
4
2
15
23
5
16
20
4
6
5
11
24
7
14
14
12
8
17
14
9
9
20
12
8
10
18
16
6
151
Potho Penyelenggaraan FGD 1
Potho Penyelenggaraan FGD 2
152
PETA KABUPATEN TANAH DATAR
PETA KECAMATAN BATIPUH
Lokasi Penelitian
PETA NAGARI ANDALEH