Trikonomika
Volume 8, No.1, Juni 2009, Hal. 46-53 ISSN 1411-514X
Peningkatan Informasi Potensi Ekonomi Serta Profil PMA dan PMDN Kota Cimahi Yudhi Koesworodjati Fakultas Ekonomi, Universitas Pasundan, Bandung Jl. Tamansari No. 6-8 Bandung 40116 E-mail:
[email protected]
ABSTRACT One of the most strategic economy policy to stimulate regional economic growth is increasing the investments. To achieve this, efforts to influence the investor must be taken. This study aim to organizing & mapping potential potential economy of Kota Cimahi; in order to get the new & accurate data information to influence the investor to invest in Kota Cimahi. This study used descriptive method based on problem solving according to field observation. This study show that investment policy must become more focused on two important aspects: internal and external aspect. The internal aspect are building conducive & efficient climate for investment. The external aspect are providing accurate & informative data about regional potential economic of Kota Cimahi. Keywords: regional potential economy, investment, PMA, PMDN kesinambungan pembangunan yaitu meningkatkan dan memperbaiki prasarana transportasi, meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat, meningkatkan derajat pendidikan masyarakat, menyiapkan pranata pendukung pembangunan dan mengatasi masalah kependudukan dan tenaga kerja. Adanya identifikasi dan analisis serta perumusan permasalahan dari perusahaan-perusahaan PMA/ PMDN dan Non Fasilitas yang berkaitan dengan aspek pasar, produksi, SDM, aspek lingkungan, perijinan dan lain sebagainya merupakan suatu hal yang harus segera terealisasi demi percepatan pembangunan yang berkelanjutan di Kota Cimahi. Tersedianya data dan analisis perusahaan PMA/ PMDN dan Non Fasilitas secara komprehensif akan mendukung upaya yang dilakukan Kota Cimahi di dalam menarik minat investor untuk melakukan investasi di Kota Cimahi, yang pada akhirnya dapat mengembangkan potensi unggulan yang dimiliki untuk membangun Kota Cimahi menuju kota yang mandiri. Oleh karena itu perlunya dilakukan upaya untuk melakukan peningkatan informasi terhadap potensi serta profil perusahaan PMA/PMDN dan Non Fasilitas di Kota Cimahi.
PENDAHULUAN
Kota Cimahi pada masa mendatang diharapkan
menjadi kota yang maju, melalui pemanfaatan semua potensi daerah yang memberikan kontribusi bagi kehidupan masyarakat, sehingga terwujudnya kota mandiri. Untuk menjadikan Kota Cimahi sebagai kota mandiri yang mampu memanfaatkan segenap potensinya ditetapkan Visi Kota Cimahi yang Maju, Berbudaya, Mandiri, Sejahtera, dan Agamis yang diturunkan menjadi visi Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi sebagai Terwujudnya Iklim Investasi yang Kondusif Menuju Perekonomian Daerah Yang Maju dan Mandiri. Kebijaksanaan pembangunan Kota Cimahi dicerminkan melalui trilogi pembangunan yang mencakup (a) optimalisasi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD); (b) pemerataan hasil pembangunan; dan (c) pembangunan untuk menciptakan masyarakat madani. Kebijaksanaan pembangunan yang dijadikan prioritas pembangunan daerah, diarahkan pada pembangunan prasarana dan sarana dasar berikut penyediaan perangkatnya untuk menjamin
46
Berdasarkkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penenaman Modal, maka dinyatakan penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negari maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia. Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Jo. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 Jo. Undangundang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Jawa Barat khususnya Kota Cimahi telah menjadi pilihan utama dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modal baik oleh pihak asing maupun domestik, karena memiliki potensi ekonomi yang menarik, disamping mempunyai letak geografis yang strategik serta karakteristik yang santun dan religius. Kondisi ekonomi Indonesia pada intinya sangat dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan eksternal dan internal. Lingkungan eksternal erat kaitannya dengan liberalisasi perdagangan, perkembangan iptek yang amat cepat dan kemajuan komunikasi yang memudahkan keluar masuknya informasi antar negara, sedangkan secara internal adalah perubahan sistem pemerintahan dimana sebagian kewenangan pusat dialihkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi sebagai pelaksanaan otonomi daerah. Angkatan kerja yang terus bertambah seiring dengan bertambahnya populasi penduduk semakin tidak sebanding dengan penyediaan lapangan kerja, sehingga pengangguran yang sebelumnya masih belum optimal diberdayakan masih tetap merupakan masalah klasik, dan oleh karena itu salah satunya investasi menjadi semakin diperlukan. Namun demikian era globalisasi dan otonomi daerah adalah sangat kental dengan semakin terbukanya pilihan dunia usaha mengivestasikan kegiatan usahanya pada suatu negara dan daerah, dan pilihan dunia usaha tentunya akan memprioritaskan terhadap negara/daerah yang memiliki daya saing yang lebih menguntungkan. Upaya untuk menarik investasi dan meningkatkan daya saing terus dilakukan pemerintah melalui berbagai kebijakan antara lain (a) kesempatan perusahaan asing memiliki saham 100% untuk bidang usaha-usaha tertentu, terbukanya bidang-bidang usaha yang sebelumnya tertutup, dan diperluasnya bidang usaha untuk usaha kecil yang dapat dikerjasamakan melalui kemitraan dengan usaha skala menengah dan besar, (b) penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanaman Modal sebagai pengganti dari UU PMDN tahun 1968 dan UU PMA tahun 1967 untuk
memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan transparansi sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum secara internasional, dan (c) paket kebijakan perbaikan iklim investasi melalui Inpres RI No. 3 Tahun 2006, untuk langkah-langkah oleh semua departemen, gubernur, dan bupati/walikota guna menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif. Komitmen untuk meningkatkan investasi di Kota Cimahi dengan melakukan langkah-langkah aktif antara lain mengikuti exhibisi yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri, identifikasi potensi dan peluang investasi, penguatan kualitas aparatur penanaman modal dalam penyediaan informasi potensi dan peluang investasi serta pelayanan penanaman modal di daerah, dan optimalisasi penyelesaian masalah yang terjadi di sektor dunia usaha melalui pembentukan satuan tugas (task force) Penanganan Penanaman Modal. Persetujuan investasi pasca krisis secara nasional terjadi penurunan yang sangat tajam, khususnya tahun 1998 jika dibandingkan dengan tahun 1997. Perkembangan investasi tersebut secara umum terjadi fluktuatif hingga tahun 2001, dan hingga sekarang cenderung mulai membaik. Adanya peningkatan informasi potensi/profil perusahaan PMA/PMDN dan Non Fasilitas Kota Cimahi diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap kebijakan Kota Cimahi dalam Penanaman Modal Asing dan Penanaman Modal Dalam Negeri, diantaranya memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat dan investor, memberikan kesempatan kepada aparatur untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilannya, memberikan informasi yangakurat serta pelayanan yang cepat kepada masyarakat dan investor, menciptakan mekanisme pelayanan perijinan yang kondusif dan transparan melalui pelayanan perijinan satu pintu.
METODE Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini menurut Surakhmat (1985) adalah metode yang didasarkan pada pemecahan masalah berdasarkan fakta yang ada pada saat penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian tersebut dijelaskan dan selanjutnya dianalisa berdasarkan teori yang ada kemudian ditarik kesimpulannya. Data dan informasi yang dipergunakan sebagai dasar analisis diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data, yaitu melalui observasi, wawancara, penyebaran kuesioner, dan studi dokumentasi
Peningkatan Informasi Potensi Ekonomi Serta Profil PMA dan PMDN Kota Cimahi
47
Perkembangan Jumlah Proyek PMA berdasarkan IUT Tahun 1990 - 2005 4
4 3
3
3
2
2
1
1
1990
1994
1995
1
1996
1997
1
1998
1999
2000
2001
2003
2005
Sumber : BPPMD Profinsi Jawa Barat, beberapa edisi
Gambar 1. Perkembangan Julmah PMA
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Realisasi Proyek PMA Tahun 1990 - 2005 1.166 1.005
257
1994
179 153
162
46 1990
334
412
213
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2003
Sumber : BPPMD Profinsi Jawa Barat, beberapa edisi
Gambar 2. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja pada PMA
HASIL Potensi Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) Perkembangan investasi PMA mengalami perubahan yang cukup tajam baik jumlah proyek maupun nilai investasi, perubahan perkembangan yang fluktuatif, realisasi investasi yang memilih lokasi tempat usaha di Kota Cimahi. Jika dibandingkan dengan jumlah proyek dari tahun 1990 sampai dengan 1997 (sebelum krisis moneter) yang berjumlah 10 proyek dengan nilai realisasi sebesar AS $ 20.835.236, yang menyerap tenaga kerja sebesar 2.048 orang, maka perkembangan sampai dengan
48
Trikonomika
Vol. 8, No.1, Juni 2009
tahun 2007 perusahaan PMA bertambah sebesar 15 proyek yang terdiri dari perluasan dan penambahan perusahaan PMA baru dengan nilai realisasi investasi sebesar AS $ 27.780.904 dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 2.245 orang, sehingga jumlah data realisasi Investasi PMA mencapai 25 buah proyek dengan nilai total realisasi investasi AS $ 48.616.140 yang menyerap tenaga kerja sebanyak 4.293 orang. Perkembangan realisasi investasi PMA sampai dengan tahun 2007 menggambarkan keadaan yang cukup menggembirakan, karena jika dibandingkan dengan perkembangan realisasi investasi PMA sampai dengan tahun 1997 (sebelum krisis moneter)
Yudhi Koesworodjati
sebesar AS $ 20.835.236 terjadi kenaikan sebesar AS $ 6.945.668 atau 33,34 %. Berdasarkan data Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Jawa Barat, PMA dan PMDN Kota Cimahi selama Tahun 2005 secara regional menduduki peringkat sebagai berikut: realisasi nilai investasi PMDN berada pada peringkat 3 dengan alokasi 21,22%. Hal tersebut menunjukkan Kota Cimahi masih tetap menjadi kawasan yang menarik bagi pilihan investasi baik Penanaman PMDN maupun PMA, karena secara geografis letaknya sangat strategis dan dekat dengan ibu kota provinsi. Terdapat 407 unit industri kecil dengan nilai investasi sekitar Rp 7,5 miliar. Industri berskala menengah dan besar tak kurang dari 300 unit. Kegiatan industri itu digerakkan oleh 71.850 tenaga kerja. Ini di luar 101 tenaga kerja asing yang kebanyakan berasal dari negara-negara Asia, seperti Cina, Taiwan, Jepang, dan Korea. Kegiatan industri di Cimahi didominasi oleh tekstil, sandang, dan kulit. Sebanyak 113 unit atau 28 persen industri bergerak di industri tekstil, sandang, dan kulit. Adapun yang berskala menengah dan besar berjumlah 92 unit industri. Hasil-hasil industri tekstil seperti benang, kain tenun, dan pakaian jadi selain memasuki pasar domestik juga memenuhi pasar di Amerika Serikat dan negara-negara Asia, Eropa, dan Afrika. Tak kurang 150 perusahaan yang melancarkan ekspor Kota Cimahi. Zona industri Kota Cimahi berada di tiga kecamatan, berbaur dengan perumahan. Ketiadaan pengelolaan alokasi penggunaan lahan memperlihatkan kesemrawutan dan ketidakteraturan. Pabrik industri terbanyak terdapat di Kecamatan Cimahi Selatan (43 persen). Di kecamatan ini terdapat kawasan berikat seluas 300 hektar di mana enam perusahaan PMA mengekspor 100 persen produknya. Bahan baku pun 100 persen diimpor, antara lain dari Korea dan Jepang. Kontribusi ekspor produk-produk dari Kota Cimahi berkisar 38 persen terhadap total ekspor nonmigas Provinsi Jawa Barat. Tahun 2002 nilai ekspornya 1,2 miliar dollar AS, meningkat 46,3 persen dari tahun 2001 (825 juta dollar AS). Lapangan usaha industri merupakan penyangga utama perekonomian Kota Cimahi yang masih seusia balita ini. Dari total perekonomian Rp 4,6 triliun pada tahun 2002, sektor industri menyumbang 68,11 persen atau senilai Rp 3,1 triliun. Yang menarik, kehadiran 101 tenaga kerja asing di Kota Cimahi turut menambah PAD. Dari target retribusi izin tenaga kerja asing Rp 805 juta, sampai Oktober 2003 terealisasi Rp 1 miliar (124 persen).
Tabel 1. Sektor yang Paling Banyak Diminati Investor Berdasarkan Nilai Investasi dari Kelompok Klasifikasi Usaha Industri (KLUI) pada PMA di Kota Cimahi pada tahun 2007 Jenis Industri
Alokasi Investasi
Industri Mesin Tekstil
27,93 %
Industri Pemintalan Benang
19,94 %
Industri Perajutan
14,30 %
Industri Pakaian Jadi
14,18 %
Inds. Penyempurnaan kain & Benang
10,56 %
Inds. Molding & Komponen Bahan Bangunan
4,76 %
Industri Bahan Kimia
3,14%
Industri Metal stamping parts untuk mesin & kelistrikan
0,66%
3,93 %
Industri Yeast Sumber : Dinas Penanam Modal Kota Cimahi, 2007
Tabel 2. Sektor Yang Paling Banyak Diminati Investor Dalam Negeri Berdasarkan Kelompok Klasifikasi Usaha Industri (KLUI) di Kota Cimahi pada tahun 2007 Jenis Industri
Alokasi Investasi
Industri Tekstil
79,79 %
Industri Pertenunan
13,77 %
Industri Kimia & Farmasi
2,83 %
Industri Pemintalan
1,98 %
Industri Makanan
1,24 %
Industri Furnitur dari Logam
0,18 %
Industri Garment
0,14 %
Industri Sepatu Olah Raga
0,07 %
Sumber : Dinas Penanam Modal Kota Cimahi, 2007
Tabel 3. Sektor Terbanyak Diminati Investor Berdasarkan Nilai Investasi Dari Kelompok Klasifikasi Usaha Industri (KLUI) Pada Perusahaan Non Fasilitas di Kota Cimahi pada tahun 2007 Jenis Industri Industri Pertenunan
Alokasi Investasi 30,69 %
Industri Kertas
22,95%
Industri Tekstil
14,48 %
Industri Pakaian Jadi
9,46 %
Industri Logam Dasar
0,2 %
Industri Perlengkapan Tekstil
0,07 %
Industri lainnya
22,13 %
Sumber : Dinas Penanam Modal Kota Cimahi, 2007
Peningkatan Informasi Potensi Ekonomi Serta Profil PMA dan PMDN Kota Cimahi
49
Potensi Perusahaan Non Fasilitas Perkembangan investasi Perusahaan Non Fasilitas juga sama mengalami perubahan yang cukup tajam baik jumlah proyek maupun nilai investasi, perubahan perkembangan yang fluktuatif, realisasi investasi yang memilih lokasi tempat usaha di Kota Cimahi. Jika dibandingkan dengan realisasi jumlah proyek dari tahun 1985 sampai dengan 1997 (sebelum krisis moneter) yang berjumlah 36 proyek dengan nilai realisasi sebesar Rp. 2.118.907.712.248, yang menyerap tenaga kerja sebesar 5.902 orang, maka perkembangan sampai dengan tahun 2007 perusahaan Non Fasilitas bertambah sebesar satu proyek saja yang terdiri dari perluasan dan penambahan perusahaan PMA baru dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 140.000.000 dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 10 orang, sehingga jumlah data realisasi investasi Non Fasilitas mencapai 37 buah proyek dengan nilai total realisasi investasi Rp. 2.119.047.712.248 yang menyerap tenaga kerja sebanyak 5.902 orang. Perbandingan Jumlah Proyek Perusahaan Non Fasilitas 1985 - 1997 1 proyek
3%
36 proyek 1985 - 1997 97 %
Sumber : Dinas Penanam Modal Kota Cimahi, 2007
Gambar 3. Perbandingan Jumlah Proyek Perusahaan
Non Fasilitas
Perkembangan realisasi investasi Non Fasilitas sampai dengan tahun 2007 menggambarkan terjadinya penurunan, karena jika dibandingkan dengan perkembangan realisasi investasi Perusahaan Non Fasilitas sebelum krisis moneter (sebelum 1997) yaitu hanya terdapat realisasi satu buah proyek saja. Artinya dalam kurun waktu 10 tahun hanya terdapat satu buah proyek atau 3% dari 10 tahun sebelumnya. Adapun sektor yang paling banyak diminati investor berdasarkan nilai investasi dari kelompok Klasifikasi Usaha Industri (KLUI) pada Perusahaan Non Fasilitas di Kota Cimahi pada tahun 2007 adalah:
50
Trikonomika
Vol. 8, No.1, Juni 2009
Perumusan Permasalahan Perusahaan PMA/ PMDN dan Non Fasilitas Salah satu kebijakan ekonomi yang sangat strategis untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi daerah adalah melalui peningkatan investasi. Untuk itu, upaya menarik investor untuk berinvestasi perlu dilakukan. Kebijakan yang dimaksud harus mengarah pada dua aspek. Pertama dari aspek internal, menciptakan kondisi yang kondusif bagi investor untuk berinvestasi, baik melalui instrumen kebijakan/peraturan daerah maupun dengan penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas investasi itu sendiri. Kedua dari aspek eksternal yaitu dengan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai peluang dan potensi investasi yang tersedia di daerah. Berdasarkan survey yang telah dilakukan atas perusahaan PMA/PMDN dan Non Fasilitas yang berada di Kota Cimahi, terdapat lima belas masalah yang dikeluhkan. Masalah utama yang perlu segera diperbaiki adalah sebagai berikut: Prosedur perijinan investasi yang panjang dan mahal. Berdasarkan studi Bank Dunia pada tahun 2004, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, perijinan untuk memulai suatu usaha dari berbagai instansi baik pusat maupun daerah di Indonesia membutuhkan waktu yang lebih lama dengan 12 prosedur yang harus dilalui dengan waktu yang dibutuhkan selama 151 hari (sekitar 5 bulan) dan biaya yang diperlukan sebesar 131 persen dari per capita income (sekitar US$ 1.163). Sementara itu untuk memulai usaha di Malaysia hanya melalui 9 prosedur dengan waktu yang dibutuhkan hanya 30 hari dan biaya yang diperlukan hanya sekitar 25 persen dari per capita income (sekitar US$ 945). Adapun untuk memulai usaha di Filipina dan Thailand hanya membutuhkan waktu masing-masing selama 50 hari dan 33 hari dengan biaya masing-masing sebesar 20 persen (sekitar US$ 216) dan 7 persen (sekitar US$ 160) dari per capita income. Prosedur yang panjang dan berbelit tidak hanya mengakibatkan ekonomi biaya tinggi tetapi juga menghilangkan peluang usaha yang seharusnya dapat dimanfaatkan baik untuk kepentingan perusahaan maupun untuk kepentingan daerah seperti dalam bentuk penciptaan lapangan kerja. Prosedur perizinan seperti ini sudah merata di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Kota Cimahi.
Yudhi Koesworodjati
Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Realisasi Proyek Non Fasilitas Tahun 1986 - 2000
1451
1426 839
366
3 1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
0
10 2000
65
0
302
175
1999
292
175
50
933
Sumber : BPPMD Profinsi Jawa Barat, beberapa edisi
Gambar 4.Perbandingan Jumlah Proyek Perusahaan Non Fasilitas Perkembangan Jumlah Proyek Non Fasilitas Berdasarkan IUT Tahun 1986 - 2000 7
7 6
4
4 2 2
1
1
1
1
1
1 0
0
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
Sumber : BPPMD Profinsi Jawa Barat, beberapa edisi
Gambar 5. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja Pada Proyek Non Fasilitas Rendahnya Kepastian Hukum Rendahnya kepastian hukum tercermin dari banyaknya tumpang tindih kebijakan antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan antar sektor. Belum mantapnya pelaksanaan program desentralisasi mengakibatkan kesimpangsiuran kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota dalam kebijakan investasi. Disamping itu juga terdapat keragaman yang besar dari kebijakan
investasi antar kabupaten/kota. Kesemuanya ini mengakibatkan ketidakjelasan kebijakan investasi daerah yang pada gilirannya akan menurunkan minat investasi. Perlunya suatu studi untuk meninjau peraturan-peraturan daerah yang tidak mendorong kemajuan dunia usaha dan tingkat investasi di Kota Cimahi. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) bekerjasama dengan The Asia Foundation tahun 2002 pada 134 kabupaten/kota di
Peningkatan Informasi Potensi Ekonomi Serta Profil PMA dan PMDN Kota Cimahi
51
Indonesia menyatakan bahwa penerapan peraturan daerah (perda) pungutan lebih didorong oleh keinginan untuk menaikkan PAD secara berlebihan yang dikuatirkan dapat merugikan pembangunan daerah yang bersangkutan. Sebagian menyatakan bahwa penerapan perda tentang pungutan (retribusi, pajak daerah, dan pungutan lainnya) kurang menunjang kegiatan usaha (proporsinya: 38,1 persen distortif, 47,8 persen bisa diterima, dan 14,2 persen menunjang). Berdasarkan penelitian LPEM UI Tahun 2003, pengeluaran perusahaan untuk biaya tambahan atau pungutan liar telah mencapai 11 persen dari biaya produksi. Lemahnya insentif investasi Kota cimahi, dibandingkan dengan kota/ kabupaten di provinsi lain di Pulau Jawa dan Sumatera relatif tertinggal dalam menyusun insentif investasi, termasuk insentif pajak daerah, dalam menarik penanaman modal ke Kota Cimahi. Rendahnya infrastruktur dasar di Kota Cimahi seharusnya dapat diimbangi dengan insentif dan pelayanan yang prima bagi investor sehingga tertarik untuk menanamkan modalnya di Kota Cimahi. Sebagian besar investor yang masuk ke Kota Cimahi bergerak disektor industri tekstil, sandang, pertenunan, pemintalan, sepatu olah raga, kimia, furnitur dari logam dan makanan. Lahan yang tersedia di Kota Cimahi yang terbatas sebaiknya dikelola dengan baik sehingga mampu menjadi daya tarik bagi investor, karena tidak diimbangi dengan insentif bagi investor tersebut, disamping itu kepastian hukum yang masih rendah. Sistem perijinan, retribusi dan perpajakan di Kota Cimahi kurang memberi insentif dalam upaya mendorong investasi. Kualitas SDM rendah dan terbatasnya infrastruktur. Rendahnya investasi juga disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM yang ada di daerah, keadaan ini berpengaruh pada daya saing dan kapasitas produksi. Disamping itu rendahnya jaringan infrastruktur juga berpengaruh pada minat investor masuk ke Kota Cimahi. Belum adanya kawasan berikat dan kawasan industri yang tertata dengan baik sehingga dapat mempengaruhi kinerja dari perusahaan yang ada di Kota Cimahi. Pengembangan industri manufaktur yang belum berbasis pada kemampuan penguasaan teknologi dan masih relatif rendahnya kemampuan tenaga kerjanya memiliki implikasi yang tidak ringan. Sementara itu, keterbatasan kapasitas infrastruktur berpengaruh pada peningkatan biaya distribusi yang pada gilirannya justru memperburuk
52
Trikonomika
Vol. 8, No.1, Juni 2009
daya saing produk-produknya. Disamping belum adanya kawasan industri yang tertata baik, Kota Cimahi juga belum mempunyai sarana infrastruktur yang representatif untuk kebutuhan ekspor, keadaan ini juga menghambat peningkatan ekspor Kota Cimahi. Belum adanya kebijakan yang jelas untuk mendorong pengalihan teknologi dari PMA Perkembangan globalisasi serta pesatnya kemajuan teknologi dan komunikasi membawa pengaruh besar di dalam liberalisasi investasi. Sebagian besar investasi PMA di Kota Cimahi bergerak di bidang Industri Tekstil. Namun investasi PMA ini sifatnya foot lose, jadi tingkat keterkaitannya dengan ekonomi daerah juga relatif kecil. Sehingga dapat diduga transfer teknologi, tidak terjadi dari tenaga kerja asing atau perusahaan PMA dengan tenaga kerja lokal ataupun perusahaan lokal. Sehingga kedepan, dalam kaitannya dengan peningkatan ekspor, perlunya merumuskan strategi dan kebijakan yang mempertimbangkan kehadiran Transnational Corporation (TNCs) sebagai foreign direct investment (FDI) memiliki manfaat ganda. Pertama, TNCs memiliki jaringan logistik internasional yang kuat sehingga dapat mendorong peningkatan akses pasar ekspornya. Kedua, TNCs merupakan sumber yang potensial bagi tranfer teknologi produksi yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk pengembangan basis produksi dan daya saing industri manufaktur dalam negeri. Jaminan Keamanan Atas Aset Perusahaan Investor juga merasakan tidak ada jaminan atas asset yang telah diinvestasikan. Kurangnya komunikasi antara pemerintah daerah, investor dan masyarakat, sering terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan, sehingga banyak claim masyarakat atas lahan yang diusahakan oleh investor pada sektor usaha tersebut. Kesakralan Kontrak Investor sering merasakan ketidakkonsistenan pemerintah daerah dalam menjalan nota kesepakatan yang telah ditandatangani. Kontrak yang telah dibuat bersama, dalam perjalanannya sering dilanggar oleh kedua belah pihak, terutama dari patner local dari investor tersebut. Hal ini dapat menjadi suatu kendala dalam mendorong peningkatan investasi di Kota Cimahi pada masa-masa mendatang.
Yudhi Koesworodjati
Sejumlah langkah-langkah perubahan yang dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah tidak akan berarti tanpa diiringi implementasi. Yang dibutuhkan bukan hanya sekedar konsep, para investor menantikan reformasi itu diimplementasikan. Isu penting lain bagi pelaku usaha adalah kecepatan pemerintah dalam membuat keputusan. Karena keterlambatan dalam pengambilan keputusan akan berpengaruh pada terhambatnya perusahaan dalam beraktivitas.
KESIMPULAN Sasaran utama yang hendak dicapai dalam upaya meningkatkan investasi dan ekspor non-migas diantaranya adalah terwujudnya iklim investasi yang sehat dengan reformasi kelembagaan ekonomi di berbagai instansi di tingkatan pemerintahan yang mampu mengurangi praktik ekonomi biaya tinggi; peningkatan efisiensi pelayanan eksporimpor kepelabuhanan, kepabeanan, dan administrasi (verifikasi dan restitusi) perpajakan ke tingkatan efisiensi; pemangkasan prosedur perijinan start up dan operasi bisnis ke tingkatan efisiensi di Provinsi tetangga perekonomiannya relatif cepat berkembang; Meningkatnya investasi secara bertahap sehingga peranannya terhadap pembentukan modal tetap bruto (PMTDB) dalam PDRB meningkat dari kondisi eksisting di tahun 2007 meningkat secara signifikan di tahun 2012, demikian pula dengan pencapaian target nasional di tahun 2009. Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, perlu dilakukan berbagai kebijakan yang diarahkan pada penciptaan iklim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekpor. Arahan kebijakan tersebut antara lain (a) mengurangi biaya transaksi dan praktik ekonomi biaya tinggi baik untuk tahapan memulai (start up) maupun tahapan operasi suatu bisnis, (b) menjamin kepastian usaha dan meningkatkan penegakan hukum, terutama berkenaan dengan kepentingan untuk menghormati kontrak usaha, menjaga hak kepemilikan (property rights), bagi investor melalui perbaikan sistem pelayanan investasi, dan penataan kelembagaan investasi dengan mengoptimalkan peran Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi dan menjalin koordinasi dengan Badan Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Provinsi Jawa Barat, (c) membangun Info Trade Centre (ITC) di Kota Cimahi, (d) dukungan kebijakan daerah di sektor keuangan, industri dan tata niaga untuk menumbuhkan ke-
giatan investasi berskala luas, (e) meningkatkan akses dan perluasan pasar ekspor serta perkuatan kinerja eksportir, dan terakhir adalah (f) perkuatan kelembagaan perdagangan yaitu kelembagaan perlindungan konsumen, kemetrologian, bursa berjangka komoditi di daerah, serta peningkatan efektivitas pelaksanaan perlindungan konsumen, tertib ukur, dan perkuatan sistem pengawasan barang beredar dan jasa di Kota Cimahi.
DAFTAR PUSTAKA BPPMD Provinsi Jawa Barat. 2005. Perkembangan PMA/PMDN di Jawa Barat tahun 2000-2005. Pemerintah Provinsi Jawa Barat Brata, A.G. 2002. Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Regional di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 7(2). De Mello, Luiz.1999. Foreign Direct Investment-led Growth : Evidence from Time Series and Panel Data. Oxford Economic Papers, 51. Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi. 2007. Identifikasi Realisasi Data PMDN dan PMA Kota Cimahi Tahun 2006. Pemerintah Kota Cimahi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat. Beberapa edisi. Data promosi dan Investasi Industri Provinsi jawa Barat. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat Hanushek, Eric A. & Dennis, D. Kimko. 2000. Schooling Labor Force Quality and Growth of Nation. The American Economic Review, 90: 11841208. Djulius, Horas. 2006. Limpahan Ilmu Pengetahuan pada Industri Manufaktur sebagai Dampak dari Investasi Asing Langsung. Jurnal Ekonomi Trikonomika, 5(2). Jacob, Jojo & Christoph, Meister. 2005. Productivity Gains, Technology Spillover, and Trade : Indonesian Manufactirung. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 41(1). Masengi, Evi. 2008. Kebijakan Penganggaran di Era Otonomi Daerah. Journal Of Business and Management, 5 (2): 1829-7501. Maqin, R. Abdul & Riyanty, Ricka . 2007. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Daerah di Jawa Barat. Jurnal Trikonomika, 6(2). Mubyarto. 2002. Investasi Jeblok = Ekonomi Meroseot, Benarkah?. Jurnal ekonomi Rakyat, 6.
Peningkatan Informasi Potensi Ekonomi Serta Profil PMA dan PMDN Kota Cimahi
53