Artikel Asli
PENINGKATAN ADVANCED GLICATION END PRODUCTS DAN PENURUNAN SINTESIS KOLAGEN TIPE I PADA SUBKULTUR FIBROBLAS DERMIS Lukman Hakim, Arif Widiatmoko, Aunur Rofiq Lab/SMF IK. Kulit dan Kelamin FK Universitas Brawijaya/RS. Dr. Sjaiful Anwar - Malang
ABSTRAK Modifikasi advanced glication end products (AGEs)-kolagen mengakibatkan kerusakan kolagen dan menurunkan sintesis kolagen sehingga menyebabkan keriput,. Subkultur fibroblas secara berulang meningkatkan AGEs, dan menurunkan sintesis kolagen. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan apakah subkultur fibroblas dermis merupakan proses penuaan yang dapat dilihat dari pembentukan AGEs dan penurunan sintesis kolagen tipe I. Penelitian ini menggunakan cara eksperimental subkultur fibroblas dermis dari prepusium ana k kh itan deng an metode Keira ya ng d imodifika si. Identifik asi fibro blas meng guna kan pewarnaan imunositokimia. Pengukuran AGEs dari medium menggunakan Elisa kompetitif, kolagen tipe I dari medium menggunakan Elisa. Diperoleh hasil bahwa subkultur fibrobla s dapat meningkatkan AGEs (p=0,000) dan menurunkan sintesis kolagen tipe I (p=0,000). AGEs dan kolagen tipe I berkorelasi negatif dan bermakna (r=-0,934; p=0,000). Subkultur fibroblas yang berulang merupakan proses penuaan sel dengan indikator AGEs dan sintesis kolagen tipe I.(MDVI 2014; 41/1:3 - 9) Kata kunci: subkultur fibroblas, AGEs, kolagen tipe I.
ABSTRACT
Korespondensi : Jl. Jaksa Agung Suprapto No.2-Malang Telp.034 1-3 403 91 Email:
[email protected]
Advanced glication end products (AGEs)-collagen modification as a cause of wrinkles decreased synthesis of type I collagen. To know the effect of dermal fibroblas subculture concerning its influence onAGEs and the synthesis of type I collagen. Experimental research using dermal fibroblast passage from foreskin of circumcised child was done. The fibroblast was obtained from passages of dermal fibroblas using modification of Keira method. AGEs was measured by competitive Elisa, type I collagen synthesis by Elisa. Passage fibroblas increased AGEs formation (p=0,000) and decreased type I collagen synthesis (p=0,000). There was negative correlation between AGEs dan synthesis type I collagen (r=-0,934; p=0,000). Fibroblast subcultures is the ageing process of the cells would increased AGEs dan decreased the synthesis type I collagen dermis.(MDVI 2014; 41/1:3 - 9) Keywords: Passage fibroblast, AGEs, type I collagen.
3
MDVI
Vol. 41 No. 1 Tahun 2014; 3 - 9
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Keriput adalah kerutan kulit sebagai salah satu tanda penuaan, tampak jelas terlihat di daerah pajanan matahari yaitu tangan dan wajah. Gambaran histologis kulit menua berupa epidermis menipis, dermoepidermal junction m endatar da n dermi s l onggar. Ma tri ks ekstraselular (MES) yang termasuk kolagen tipe I, akan berkurang serta fibroblas tersebar dalam jumlah sedikit. 1,2 Kolagen dermis merupakan protein makromolekul yang mengisi 80% berat kulit kering dan kolagen tipe I merupakan 90% kolagen dermis.3 Kolagen disekresi oleh fibroblas dalam bentuk prokolagen, yang setelah berada di luar sel akan dieksisi oleh matrik metaloproteinase (MMPs), a disintegrin and metalloproteinase with thrombospondin motifs (ADAMTS-2) pada ujung amino dan bone morphogenetic protein 1 (BMP-1) pada ujung karboksil menjadi kolagen.4,5 Setelah melakukan perakitan sendiri (self assembly) kolagen membentuk crosslink intermolekul melalui perantaraan lisil oksidase (LOX). 6 Crosslink intermolekul menyebabkan kolagen resisten terhadap degradasi proteinase sehingga pergantiannya berlangsung lama. 7,8 Kolagen dermis mempunyai masa paruh hidup (half life) sekitar 15 tahun.7 Protein yang berusia lama termasuk kolagen lambat laun akan mengalami crosslink non-enzimatik dan terbentuk advanced glycation end products (AGEs).9 AGEs berikatan dengan reseptor AGEs (RAGE). Ikatan AGEs dan RAGEs menyebabkan pelepasan reactive oxygen species (ROS) melalui nicotinamide adenine dinucleotide phosphateoxidase (NADPH oxidase) pathway dan penurunan antioksidan enzimatik.10,11 ROS menurunkan sintesis kolagen pada fibroblas jantung yang diberi H2O2 in vitro.12 AGEskolagen menyebabkan apoptosis fibroblas dermis baik in vivo maupun in vitro, akibatnya sintesis kolagen akan berkurang. Fi br obl as berbent uk fusifor m, fungsin ya memproduksi matriks ekstraselular (MES), termasuk kolagen. Biasanya kolagen diidentifikasi berdasarkan bentuk, fungsi dan penanda vimentin.13,14 AGEs didapatkan pada usia tua, serta menjadi penanda penuaan in vivo. Fibroblas mengalami keterbatasan berproliferasi, sehingga apabila dilakukan subkultur (passages) terus menerus suatu saat fibroblas tidak dapat membelah diri lagi meskipun metabolismenya aktif yang disebut sebagai sel tua (senescence). Sel fibroblas yang senescence dapat diidentifikasi dengan penanda -galaktosidase. Pada saat ini sel fibroblas yang sudah mengalami penuaan belum dibuktikan apakah terjadi AGEs, oleh sebab itu perlu dibuktikan apakah pada subkultur fibroblas yang terus menerus akan terjadi peningkatan pembentukan AGEs dan penurunan sintesis kolagen tipe I.
Kultur fibroblas
4
Sampel berasal dari prepusium anak usia 8 tahun yang dikhitan. Sampel jaringan diperoleh setelah mendapat persetujuan orang tua anak dengan menandatangani informed consent. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan Komite Etik FK Universitas Brawijaya. Kultur menggunakan metode Keira dan Takashima yang dimodifikasi.15,16 Sampel dicuci dengan NaCl, dermis diambil dan dipotong menjadi ukuran sekitar 2 mm. Selanjutnya sampel dicuci menggunakan Dulbecco's Modified Eagle's Medium (DMEM) (Invitrogen-Gibco), ditambah dengan 400 M glutamin (Sigma) dan 100 U/ml penisilin/streptomisin, amfoterisin B 25 Lg/ml (tanpa serum). Potongan sampel ditempelkan pada cawan kultur dan ditambahkan larutan DMEM lengkap dengan 10% fetal bovine serum (FBS)(Sigma). Kemudian dimasukkan ke inkubator dengan suhu 370C CO2 5%. Setelah kultur sel berproliferasi pada cawan kultur hampir penuh atau mencapai 90% (konfluen), dilakukan subkultur pada 6 sumur, yang terdiri atas 3 sumur untuk pengukuran AGEs dan kolagen tipe I, 2 sumur untuk identifikasi sel, dan 1 sumur untuk subkultur berikutnya. Pemeriksaan variabel Subkultur fibroblas ke-1 digunakan untuk identifikasi fibroblas, sedangkan pemeriksaan AGEs dan kolagen tipe I dilakukan pada subkultur ke-1 sampai dengan subkultur ke6. Pemeriksaan kadar AGEs medium dilakukan dengan Elisa kompetitif merujuk metode Makita dan Papanistau.17,18 Kadar kolagen tipe I dari medium diperiksa dengan Elisa indirek. Pemeriksaan vimentin sebagai penanda fibroblas intraselular dilakukan dengan imunositokimia menggunakan antibodi vimentin, dilihat dengan mikroskop binokolar dan mikroskop konpokal.19 Pemeriksaan target AGEs terhadap vimentin dilakukan dengan pewarnaan ganda menggunakan antibodi vimentin dan AGEs.19
HASIL PENELITIAN Kultur fibroblas Pada kultur pertama, sel muncul dari jaringan pada hari ke-10, berbentuk lonjong disebut out growth (gambar 1A). Sel yang keluar dari jaringan berbentuk fusiform dengan prosesus sitoplasma yang panjang (gambar 1B). Sel tumbuh banyak pada hari ke-21 dan kemudian dilakukan kultur pertama ke dalam sumur 6 cawan untuk pemurnian sel. Empat cawan untuk perbanyakan sel, sedangkan 2 cawan diberi gelas penutup untuk identifikasi sel. Pada hari ke-5, kultur konfluen 90% (gambar 1C) dan sel dipanen untuk identifikasi.
L Hakim dkk.
Peningkatan advanced glication end product dan penurunan sintesis kolagen tipe I pada subkultur fibroblast dermis
A
B
C
Gambar 1. Berbagai bentuk fibroblas pada kultur, A. Fase pertumbuhan awal (out growth), B. Bentuk fusiform, / C. Fase konfluen
Pada cawan, sel tampak homogen tidak ada kontaminasi dengan keratinosit. Filamen vimentin sebagai marker fibroblas dapat dilihat dengan pewarnaan imunositokimia. Sel pada gelas penutup diambil dan difiksasi, kemudian diwarnai dengan antibodi vimentin disertai pewarnaan diamino benzidine (DB) dan Meyer hematoxylen. Di bawah mikroskop binokular tampak gambaran jejaring coklat
A
di dalam sel yang menunjukkan filamen vimentin (gambar 2A). Pada pewarnaan dengan antibodi vimentin disertai label fluorescein isothiocyanate (FITC) dan dilihat dengan mikroskop konfokal, tampak gambaran sel berwarna hijau (gambar 2B). Hasil identifikasi tersebut menunjukkan sel yang dikultur adalah fibroblas.
B
Gambar 2. Pewarnaan vimentin sebagai penanda fibroblas. A. Pewarnaan vimentin dengan imunositokimia. (mikroskop binokular pembesaran 1000X). B. Vimentin diwarnai dengan FITC berwarna hijau. (mikroskop konfokal pembesaran 400X).
Modifikasi AGEs ekstraselular Matriks ekstra selular dimodifikasi oleh AGEs terutama kolagen tipe I dermis yang merupakan komponen terbanyak MES dan protein yang berusia lama.
A
B
C
Gambar 3. Kolagen modifikasi AGEs dengan mikroskop konfokal pembesaran 600X. A. Kolagen diwarnai dengan FITC berwarna hijau. B. AGEs diwarnai dengan rodamin berwarna merah. C. Kolagen bercampur dengan AGEs berwarna kuning
5
MDVI
Vol. 41 No. 1 Tahun 2014; 3 - 9
A
B
C
Gambar 4. Vimentin sebagai target AGEs intraselular. A. Vimentin berwarna hijau (FITC) B. AGEs berwarna merah (rodamin) C. Vimentin - AGEs berwarna kuning, campuran hijau dan merah
Tampak bahwa pada subkultur ke-7, sudah terjadi CPD sebanyak 13,98 (Tabel 1).
Modifikasi AGEs intraselular Vimentin, filamen intermediate sitoskeleton juga merupakan target utama modifikasi AGEs pada kultur primer fibroblas.19 Vimentin sebagai target AGEs ditunjukkan pada gambar 4 pewarnaan ganda antara vimentin dan AGEs. Vimentin warna kuning merupakan gabungan pewarnaan vimentin warna hijau dan AGEs warna merah, menunjukkan bahwa vimentin telah termodifikasi oleh AGEs. Vimentin yang termodifikasi AGEs menunjukkan bahwa pada subkultur terjadi pembentukan AGEs intraselular.
Hubungan antara AGEs dan CPD. Sel yang disubkultur berulang bila dihitung dengan CPD menunjukkan bahwa semakin tinggi CPD semakin besar AGEs yang terbentuk.
Perhitungan cummulative population doubling (CPD) Subkultur sel adalah pemindahan dari satu biakan ke biakan berikutnya yang ditujukan untuk perbanyakan jumlah sel atau untuk pemurnian biakan sel. Cummulative population doubling (CPD) adalah jumlah perbanyakan sel pada subkultur. 20 CPD dapat dihitung menggunakan rumus: n=log(panen)-log(tanam)/log2, 21 n=ln(panen)-ln(tanam)/ ln222 atau logn/log2 23 Ketiga rumus CPD tersebut menghasilkan jumlah yang sama, sehingga rumus yang akan digunakan tidak mempengaruhi hasil perhitungan CPD. Perhitungan sel menggunakan teknik sederhana yaitu menghitung sel dengan hemositometer. CPD dihitung dari kultur pertama sampai dengan subkultur ke-6 sebesar 10,3.
Gambar 5. Kadar AGEs dihubungkan dengan CPD menunjukkan bahwa semakin tinggi CPD semakin tinggi AGEsnya.
Kadar AGEs pada CPD 0,25 sebesar 132,81 ng/ml, bila dibandingkan dengan masing-masing CPD menunjukkan hasil bermakna (p=0,000). Statistik dengan Tukey's post hoc antara CPD 0,25 dibandingkan dengan masing-masing CPD berikutnya menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000).
Tabel 1. Subkultur fibroblas dan perhitungan CPD
subkultur Subkultur-1 Subkultur -2 Subkultur -3 Subkultur -4 Subkultur -4 Subkultur -6 Subkultur -7
Jumlah sel panen 3.240.000 2.940.000 2.640.000 2.700.000 850.000 1.100.000 550.000
Jumlah sel tanam 3.850.000 6.000.000 10.800.000 25.000.000 2.400.000 5.250.000 7.250.000
Keterangan: cpd = Cummulative population doubling pd = population doubling
6
PD
CPD
0,2487 1,0285 2,0312 3,2090 1,4966 2,2535 3,7183
0,25 1,28 3,31 6,52 8,01 10,27 13,98
L Hakim dkk.
Peningkatan advanced glication end product dan penurunan sintesis kolagen tipe I pada subkultur fibroblast dermis
Hubungan antara subkultur dengan AGEs.
Hubungan antara AGEs dan kolagen tipe I.
Uji korelasi Spearman antara subkultur dengan AGEs meunjukkan korelasi positif kuat (r=0,988; p=0,000). Pada regresi linier dengan subkultur sebagai variabel bebas, meningkatkan AGEs sebagai variabel tergantung (R2=0,9297).
Korelasi antara AGEs dan kolagen tipe I dapat ditunjukkan pada tabel 2 dan gambar 8. Uji korelasi Pearson dan regresi linear (gambar 8) menunjukkan korelasi dan hubungan yang sangat kuat antara AGEs sebagai variabel tergantung dengan kolagen tipe I sebagai variabel bebas. Perubahan kolagen tipe I sangat dipengaruhi oleh AGEs, semakin tinggi AGEs semakin rendah kolagen tipe I. Antara AGEs tipe I terdapat korelasi negatif kuat dan bermakna (r=-0,960; p=0,000), semakin tinggi AGEs semakin rendah kolagen tipe I. Kadar AGEs meningkat sesuai dengan peningkatan subkultur atau CPD, namun sebaliknya kadar kolagen tipe I justru turun sesuai dengan peningkatan subkultur atau CPD. Uji korelasi Pearson didapatkan korelasi negatif secara bermakna (r=0,960; p=0,000) antara kadar AGEs dan kolagen tipe I pada setiap kenaikan subkultur atau CPD dan dapat disimpulkan bahwa kadar AGEs berbanding terbalik dengan kadar kolagen tipe I. Pada diagram pencar menunjukkan bahwa variabel bebas yaitu AGEs sangat mempengaruhi variabel tergantung yaitu kolagen tipe I dengan liniearitas yang tinggi (R2=0,9262).
Hubungan antara CPD dan sintesis kolagen tipe I.
Gambar 7. Kadar kolagen tipe I dihubungkan dengan CPD.
CPD 0,25 menunjukkan kadar kolagen sebanyak 23,22 ng/ml dan pada CPD 10,27 menunjukkan kolagen sebanyak 8,05 ng/ml. (Gambar 7). Dapat diisimpulkan bahwa setiap kali terjadi peningkatan CPD, kadar kolagen akan semakin rendah (p=0,000). Tabel 2 Korelasi antara AGEs dan kolagen tipe I. AGEs
Kolagen tipe I
AGEs
Kolagen tipe I
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
1
-.9 60 .0 00 30
Pearson Correlation Sig. (1-tailed)
-.9 60
1 .0 00
N
30
30
30
Gambar 8. Diagram pencar menunjukkan AGEs sebagai variabel bebas sangat berpengaruh pada kolagen tipe I sebagai variabel tergantung (R² = 0,9262).
PEMBAHASAN Sampel kultur fibroblas primer berasal dari jaringan kulit prepusium. Kultur fibroblas dilakukan dengan modifikasi metode Keira dan Takhasima.15,16 Fase biakan sel menurut fenomena Hayflick adalah: fase 1, serial passage, fase ini merupakan periode pembiakan sel primer murni dari jaringan; fase 2, periode yang lama/panjang yaitu fase pertumbuhan dan proliferasi dengan kecepatan yang konstan; fase 3, adalah fase final yaitu fase G1 (growth arrest) yang ireversibel, meskipun metabolismenya masih aktif dan merupakan akhir replikasi, yang disebut senescence.20,24 Fibroblas adalah sel yang menetap di jaringan ikat yang menghasilkan matriks ektraseluler, berbentuk fusiform dan mempunyai prosesus sitoplasma yang panjang. Pada saat pertumbuhan awal kultur dermis, fibroblas menjorok keluar dari jaringan yang disebut "out growth", kemudian lepas menjadi berbentuk fusiform dengan prosesus sitoplasma panjang dan bentuk seperti ikan berjajar yang disebut konfluen (gambar 1).21 Fibroblas diidentikasi berdasarkan bentuk, penanda dan fungsi. Sel dalam penelitian ini berbentuk fusiform sebagaimana bentuk fibroblas, terdapat penanda vimentin dan kolagen tipe I, yang menunjukkan bahwa sel yang disubkultur adalah fibroblas. Hasil pengukuran AGEs menunjukkan bahwa semakin banyak dilakukan subkultur, semakin banyak AGEs yang terbentuk. AGEs adalah salah satu penanda penuaan, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa semakin sering dilakukan subkultur, fibroblas semakin tua. Subkultur digunakan untuk perbanyakan sel, namun dengan melakukan subkultur, umur
7
MDVI
sel menjadi semakin tua, sehingga pada subkultur tertentu sel tidak dapat berproliferasi lagi, meskipun metabolismenya tetap aktif, dan disebut sel senescence. Sel senescence adalah sel tua dengan indikator -galaktosidase yang terdapat pada lisosom.25,26 AGEs sampai saat ini belum dipakai sebagai indikator penuaan sel secara in vitro, sehingga perlu diteliti lebih lanjut hubungan antara AGEs dan -galaktosidase pada subkultur fibroblas dan senescence. Hasil pengukuran kolagen tipe I menunjukkan penurunan yang bermakna antara kolagen tipe I pada subkultur ke-6 dibandingkan dengan subkultur ke-1 (p=0,016). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Peterszegi, dkk. (2007) yang menyatakan bahwa bahwa kolagen tipe I menurun bila disubkultur.27 Pada penelitian ini AGEs sudah terjadi sejak subkultur pertama atau CPD 0,25, yang lebih cepat dibandingkan dengan penelitian Pei-chang, dkk. (2007). Penanda CPD yang berkorelasi dengan pembentukan AGEs, menunjukkan bahwa fibroblas yang disubkultur akan menjadi tua, sehingga AGEs dapat juga digunakan sebagai penanda penuaan sel. Peningkatan AGEs menurunkan sintesis dan degradasi kolagen, yang akhirnya menurunkan turn-over kolagen.28 Penurunan kolagen tipe I berkaitan dengan AGEs, karena AGEs menghambat sintesis kolagen. 27 Kolagen tipe I menurun 7% pada setiap penambahan usia satu dekade.29 Bila subkultur dilakukan berkali-kali, AGEs akan meningkat dan sintesis kolagen tipe I menurun. Pada gambar 4 tampak bahwa penurunan sintesis kolagen tipe I berhubungan dengan peningkatan jumlah subkkultur (p=0,000), semakin besar jumlah subkkultur, semakin rendah kolagen tipe I. Hasil ini berbeda dengan penelitian Ravelojaona, dkk. (2007), yang menunjukkan bahwa sintesis kolagen tidak dipengaruhi subkultur fibroblas (passages).30 Ravelojaona, dkk. (2008), membandingkan sintesis kolagen kornea dan kulit, menemukan pada subkultur ke-7 dan 12, sintesis kolagen menurun.31 Perbedaan tersebut terjadi karena metode yang digunakan tidak sama, sesuai dengan pendapat Peterszegi, dkk. (2008), yang menyatakan bahwa bahwa perbedaan metode penghitungan kolagen menyebabkan perbedaan hasil.27 Hasil lainnya yaitu kadar AGEs yang meningkat seiring peningkatan subkultur dan peningkatan AGEs menurunkan sintesis kolagen. Sintesis kolagen merupakan penanda fungsi fibroblas. Kolagen tipe I yang semakin sedikit pada subkultur yang dilakukan berkali-kali menunjukkan menurunnya fungsi fibroblas, kolagen berkorelasi terbalik dengan AGEs. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa subkultur merupakan proses penuaan sel yang ditunjukkan dengan indikator peningkatan AGEs dan penurunan kolagen tipe I. DAFTAR PUSTAKA 1. Contet-Audonneau J, Jeanmaire C, Pauly G. A histological study of human wrinkle structures: comparison between sun-
8
Vol. 41 No. 1 Tahun 2014; 3 - 9
exposed areas of the face. with or without wrinkles, and sunprotected areas. BJD. 1999; 140: 1038-47. 2. Jenkins G. Molecular mechanisms of skin ageing. Mech Ageing Dev. 2002; 123: 801-10. 3. Miyachi Y, Ishikawa O. Dermal connective tissue matabolism in photoageing. Aust J Dermatol. 1998; 59: 19-25. 4. ColigeA.Li SW, Sieron AL, Nusgen BV, ProckopDJ, dkk. cDNA cloning and expression of bovine procollagen I Nproteinase: a new member of the superfamily of zincmetalloproteinases with binding sites for cells and other matrix components. Proc Nat Acad Sci USA.1997; 94: 2374-9. 5. Hartigan N. Bone Morphogenetic Protein-1 (BMP-1) identification of the minimal domain structure for procollagen C-proteinase activity. J Biol Chem. 2003; 278: 18045-9. 6. Siegel RC, Fu J. Collagen cross-linking purification and substrate specificity of lysyl oxidase. J Biol Chem. 1976; 251: 5779-85. 7. Verzijl N, DeGroot J, Thorpe SR, Bank RA, Shaw JN, Timothy JL, dkk. Effect of collagen turnover on the accumulation of advanced glycation end products. J Biol Chem. 2000; 275: 39027-31. 8. Vater CA, Harris Jr, ED, Siegel RC. Native cross-links in collagen fibrils induce resistance to human synovial collagenase. Biochem. 1979; 181: 639-45. 9. Paul RG, Bailey AJ. Glycation of collagen: the basis of its central role in the late complications of ageing and diabetes. Int J Biochem Cell Biol. 1996; 28: 1297-310. 10. Kasper M, Funk RH. Age-related changes in cells and tissues due to advanced glycation end products (AGEs). Arch Gerontol Ger. 2001; 32: 233-43. 11. Wautier MP,Chappey O, Corda S, Stern DM, M, dkk. Activation of NADPH oxidase by AGE links oxidant stress to altered gene expression via RAGE. Am Phys Endoc Metab. 2001; 280: E685 -E94. 12. Siwik DA, Pagano PJ, Colucci WS. Oxidative stress regulates collagen synthesis and matrix metalloproteinase activity in cardiac fibroblasts. Am J Phys Cell Phys. 2001; 280: C53C60. 13. Sorrell JM, Caplan AI. Fibroblast heterogeneity: more than skin deep. J Cell Sci. 2004; 117: 667-74. 14. Grinnell F. Fibroblasts, myofibroblasts, and wound contraction. J Cell Biol. 1994; 12; 401-4. 15. Keira SM, Ferreira LM, Gragnani A, Duarte IS, Santos IA. Experimental model for fibroblast culture. Acta Cir Bras. 2004; 19: 11-6. 16. Takashima A. Establishment of fibroblast cultures. Curr Prot Cell Biol. 1998; 2: 1-12. 17. Makita Z, Radoff S, Rayfield EJ, Yang Z, Skolnik E, Friedman EA, dkk. Advanced glycosilation end product in patients with diabetic nephropathy. New Eng J Med. 1991; 325: 836-42. 18. Papanastasiou P, Grass L, Rodela H, Patrikarea A, Oreopoules D & Diamandis EP. Immunological quantification of advanced glycosylation end-products in the serum of patients on hemodialysis or CAPD. Kidney Int. 1994; 46: 216-22. 19. Kueper T, Grune T, Prahl S, Lenz H, Welge V, Biernoth T, dkk. Vimentin is the specific target in skin glycation: structural prepequisites, functional consequences, and role in skin aging. J Biol Chem. 2007; 282: 23427-36. 20. Hayflick L. The limited in vitro lifetime of human diploid cell strains. Exp Cell Res. 1965; 37: 614-36.
L Hakim dkk.
Peningkatan advanced glication end product dan penurunan sintesis kolagen tipe I pada subkultur fibroblast dermis
21. Isaikina Y, Kustanovich A, Svirnovski A. Growth kinetics and self-renewal of human mesenchymal stem cells derived from bone marrow of children with oncohematological diseases during expansion in vitro. Exp Oncol. 2006; 28: 146-51. 22. Van der Loo B, Fenton MJ, Erusalimsky JD. Cytochemical detection of a senescence-associated b-galactosidase in endothelial and smooth muscle cells from human and rabbit blood vessels. Exp cell res. 1998; 241: 309-15. 23. Stenderup K, Justesen J, Clausen C, Kassem M. Aging is associated with decreased maximal life span and accelerated senescence of bone marrow stromal cells. Bone. 2003; 33: 919-26. 24. Hayflick L, Moorhead PS. The serial cultivation of human diploid cell strains. Exp cell res.1961; 25: 585-621. 25. Dimri G.P, Lee X, Basile G, Acosta M, Scort G, Rooskelley C, dkk. A biomarker that identifies senescent human cells in culture and in aging skin in vivo. Proc Nat Acad Sci.1995; 92: 9363 26. Severino J, Allen RG, Balin S, Balin A, Cristofalo VJ. Is bGalactosidase staining a marker of senescence in vitro and in vivo? Exp Cell Res. 2000; 257: 162-71.
27. Péterszegi G, Andrès E, Molinari J, Ravelojaona V, Robert L. Effect of cellular aging on collagen biosynthesis: I. Methodological considerations and pharmacological applications. Arch gerontol geriat. 2008; 47: 356-67. 28. DeGroot J, Verzijl N, Budde M, Bijlsma JWJ,Floris PJG, dkk. Accumulation of advanced glycation end products decreases collagen turnover by bovine chondrocytes. Exp Cell Res. 2001; 266: 303-10. 29. Branchet MC, Boisnic S, Frances C, Robert AM. Skin thickness changes in normal aging skin. Gerontol. 1990; 36: 28-35. 30. Ravelojaona V, Robert L, Robert AM. Effect of cellular aging on collagen biosynthesis: II. Collagen synthesis and deposition by a human skin fibroblast strain over 25 passages. Arch Gerontol Geriat. 2008; 47: 368-76. 31. Ravelojaona V, Robert AM, Robert L, Renard A. Collagen biosynthesis in cell culture: comparison of corneal keratocytes and skin fibroblasts, effect of rhamnose-rich oligo- and polysaccharides. Path Biol. 2008; 56: 66-9
9