Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sastra (S.S)
Oleh
DALIPAH RAHMAH 1112024000014
PROGRAM STUDI TARJAMAH FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2016 M/1437 H
LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Dalipah Rahmah
NIM
: 1112024000014
Program Studi
: Tarjamah (Bahasa Arab)
Fakultas
: Adab dan Humaniora
Dengan ini menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Maret 2016
Dalipah Rahmah
ii
PRAKATA Alhamdulillah, segala puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt, sang Maha Pengasih lagi Penyayang, karena berkat Kemurahan-Nya Peneliti diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Di samping kemurahan yang diberikan Allah Swt, berkat kasih cinta orang-orang di sekitar Peneliti pula skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam tercurah kepada kekasih Allah, junjungan umat manusia seluruh alam Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, dan semoga kita semua mendapat syafaatnya di hari pengadilan nanti. Dengan segala kerendahan hati, tak lupa Peneliti haturkan beribu terima kasih kepada sejumlah nama yang turut serta menyukseskan dan memberi kemudahan bagi Peneliti dalam proses penyelesaian skripsi. Dalam kesempatan ini pula, Peneliti mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya kepada: Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora. Bapak Dr. Moch. Syarif Hidayatullah, M. Hum selaku ketua Jurusan Tarjamah sekaligus dosen pembimbing, dan Ibu Rizqi Handayani, MA selaku Sekretaris Jurusan Tarjamah
yang telah memberikan
kemudahan dalam pengurusan administrasi penulisan Skripsi ini, serta kepada seluruh dosen Jurusan Tarjamah yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama mengikuti perkuliahan serta menjadikan kami lebih berguna dengan ilmu yang telah diberikan. Tak lupa peneliti berterima kasih kepada seluruh staf TU khususnya Fakultas Adab dan Humaniora yang telah banyak membantu dan mengurus segala administrasi. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ahmad Satori Ismail, MA Bapak Drs. Ikhwan Azizi, MA selaku dosen penguji sidang skripsi, peneliti mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kesediannya meluangkan waktu ditengah kesibukannya
v
untuk membaca, mengoreksi, dan memberikan referensi, serta memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih berbalut cinta yang tak terhingga peneliti hanturkan kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda M. Jalil dan Ibunda Nurma, yang tak kenal lelah memberikan dorongan, dukungan, motivasi baik berupa moril maupun materil. Terimakasih atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah peneliti. Kepada kakek dan nenek yang sudah peneliti anggap orang tua kedua selama diperantauan yaitu Prof. M. Dien Madjid dan Drs. Siti Sahara. Karena merekalah peneliti dapat menjangkau dunia pendidikan hingga saat ini. Tak lupa peneliti ucapkan terima kasih kepada abang-abang peneliti M. Jailani dan Hardiansyah, S. HI yang telah mendukung, memotivasi dan membantu baik secara moril maupun materil sehingga dapat terselesainya penulisan skripsi ini. Teruntuk adik-adik Peneliti, Alda Syahputra, Hultari Agustina dan Fasya Alfata peneliti haturkan banyak doa dan terima kasih atas segala doa, dukungan, canda, tawa dan macam-macam bantuan dalam menyelesaikan Skripsi ini. semoga semua usaha peneliti dapat menjadi motivasi tak terhingga agar adik-adik tercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih demi kebahagiaan dan kebanggaan kedua orang tua tercinta. Kepada sahabat-sahabat terbaik, Ayu Rahmadhani, Monatria, Naya, Intan, Hikmah, Wardatul, Annida. Amel, Riyanti dan Elfa, yang senantiasa ada untuk memberikan dukungan, melantunkan doa serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian Skripsi ini. Kemudian kepada kerabat seperjuangan, Tarjamah amgkatan 2012 Terima kasih untuk kebersamaannya selama 4 tahun kita berjuang di bangku perkuliahan, jatuh bangun, pahit manis, kita rasakan bersama-sama. Semoga skripsi yang sederhana ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pemgetahuan baik dalam bangku perkuliahan,maupun penelitian terutama pada bidang
vi
kajian penerjemahan. Terakhir, Peneliti hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat Peneliti cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa sepengetahuan Peneliti. Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang yang turut bersuka cita atas keberhasilan Peneliti menyelesaikan Skripsi ini. Alhamdulillah. Sebagai manusia biasa, tentunya Peneliti masih memiliki banyak kekurangan pengetahuan dan pengalaman pada topik yang diangkat dalam Skripsi ini, begitu pula dalam penulisannya yang masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, peneliti akan sangat senang jika menerima berbagai masukan dari para pembaca baik berupa kritik maupun saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan di masa yang akan datang.
Ciputat, 28 April 2016
Dalipah Rahmah
vii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................ iv PRAKATA ................................................................................................................... v DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................................... xi PETUNJUK PEMBACAAN BAHASA ACEH ........................................................... xvi ABSTRAK .................................................................................................................... xix
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .............................................................. 3 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4 D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 E. Kajian Terdahulu ............................................................................................ 5 F.
Metodologi Penelitian .................................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan .................................................................................... 10
BAB II KERANGKA TEORI A. Konsep Umum Penerjemahan Alquran ........................................................... 11 1.
Pengertian Terjemahan Alquran .............................................................. 11
2.
Macam-macam Terjemahan Alquran ....................................................... 11
3.
Syarat-syarat Penerjemah Alquran .......................................................... 13
viii
B. Penilaian Terjemahan ......................................................................................... 16 1. Pokok-pokok Penilaian ................................................................................. 16 a.
Struktur (Gramatikal) ............................................................................ 16
b.
Pemakaian Ejaan ................................................................................... 16
c.
Diksi...................................................................................................... 17
d.
Efektivitas Kalimat ................................................................................ 18
2. Pedoman Penilaian Terjemahan ................................................................... 19 a.
Rochayah Machali................................................................................ 19
b.
Moch. Syarif Hidayatullah ................................................................... 25
c.
Syihabuddin ......................................................................................... 27
d.
Benny Hoedoro Hoed ........................................................................... 29
C. Keterbacaan ........................................................................................................ 32 1.
Masalah Keterbacaan Teks ...................................................................... 33
2.
Faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan Teks ............................... 34
3.
Faktor Keterbacaan dalam Penerjemahan ................................................ 34
D. Sintesis Pustaka .................................................................................................. 36
BAB III GAMBARAN UMUM AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH A. Seputar Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh 37 B. Tentang Penerjemah ....................................................................................... 39 1.
Riwayat Hidup Mahjiddin Jusuf ............................................................ 39
2.
Aktivitas Agama dan Sosial Mahjiddin Jusuf ......................................... 40
3.
Karya-karya Mahjiddin Jusuf ................................................................. 43
ix
BAB IV
ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH SURAH Al- QALAM
A.
Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan .................. 45
B.
Hasil dan Penilaian Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan
C.
Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan ..................
BAB V
70
PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 76 B. Saran-saran .......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 78 LAMPIRAN .................................................................................................................... 80
x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN Dalam skripsi ini, sebagian data ditransliterasikan ke dalam huruf latin. Transliterasi ini berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara Berikut adalah daftar aksara Arab dan padannya dalam aksara latin. Huruf Arab
Huruf Latin
ا
Keterangan
Tidak dilambangkan
ب
B
be
ت
T
te
ث
Ts
ted an es
ج
J
je
ح
H
h dengan garis bawah
خ
Kh
ka dan ha
د
D
De
ذ
Dz
de dan zet
ر
R
er
ز
Z
zet
س
S
es
xi
ش
Sy
es dan ye
ص
S
es dengan garis di bawah
ض
D
de dengan garis di bawah
ط
T
te dengan garis di bawah
ظ
Z
zet dengan garis di bawah
ع
‘
koma terbalik di atas hadap kanan
غ
Gh
ف
F
Ef
ق
Q
Ki
ك
K
Ka
ل
L
El
م
M
Em
ن
N
En
و
W
We
ه
H
Ha
ء
,
Apostrof
ي
Y
Ye
ge dan ha
xii
2. Vokal Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggul, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــــَـــ
A
fathah
ـــِــــ
I
kasrah
ـــُــــ
U
dammah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ي----
Ai
a dan i
و----
Au
a dan u
Vokal Panjang Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab dilambangkan harakat dan huruf, yaitu: Tanda Vokal Arab
Tanda Vokal Latin
Keterangan
ــَا
Â
â dengan topi di atas
ــِى
Ĭ
ĭ dengan topi di atas
ــُو
Û
û dengan topi di atas
3. Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan huruf, yaitu ال, dilahirkan menjadi huruf /L/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf qomariyah. Contoh: al-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
xiii
4. Syaddah (Tasydîd) Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda )َ)ـــ, dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf , yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورةtidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya. 5. Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2 di bawah). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3)
No
Kata Arab
Alih Aksara
1
طريقة
tarîqah
2
الجامعة اإلسالميّة
al-jâmi’ah al-islâmiyyah
3
وحدة الوجود
wahdat al-wujûd
6. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, anatara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi). Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih akasara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold).
xiv
Jika menurut EYD, juduk buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya. Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis, Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî. 7. Cara Penulisan Kata Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab
Alih Aksara
ذهب األستاذ
dzahaba al-ustâdzu
ثبت األجر
tsabata al-ajru
الحركة العصريّة
al-harakah al-‘asriyyah
أشهد أنْ ال اله االّ هللا
asyahdu an lâ ilâha illâ Allâh
موالنا ملك الصالح
Maulânâ Malik al-Sâlih
يؤثّركم هللا
yu’ats-tsirukum Allâh
المظاهر العقليّة
al-mazâhir al-‘aqliyyah
اآليات الكونيّة
al-âyât al-kauniyyah
الضرورة تبيح المحظورات
al-darûrat tubihu al-mahzûrât
xv
PETUNJUK PEMBACAAN BAHASA ACEH Petunjuk pembacaan Bahasa Aceh ini berpedoman pada Kamus Umum Bahasa AcehIndonesia M. Hasan Basri cetakan pertama tahun 1994. Namun, dalam penulisan bahasa Aceh dalam Al-Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersaja dalam Bahasa Aceh ejaan yang digunakan adalah Ejaan P3KI 1992 yang telah disempurnakan dan tidak mengunakan tanda tambahan (diakritik) agar memudahkan penulisan. Dasar Sistem Ejaan Bahasa Aceh (EBA) adalah Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), kecuali bila terdapat “lafal khas Aceh”, maka kata-kata dimaksud memiliki tanda dan huruf tambahan (huruf majemuk dan konsonan rangkap) yang sedikit banyak menggunakan nilai fonetik. A. Tanda Tambahan 1. Aksen tirus (Accent aigu) pada huruf E, e sehingga berbunyi, Ӗ, ȇ dalam kata sate, mente, perlente, secara fonetik ditulis (e), seperti: Lahẻ (lahir, melahirkan) Pẻt (pejam, memejamkan) 2. Aksen rendah (accent grave) pada E,e sehingga berbunyi, seperti Ӗ,ẻ pendek dalam kata ejek, ember, secara fonetik tertulis (ɛ). Seperti halnya kata di atas, tetapi lebih pendek pengucapannya. 3. Huruf E,e yang dilafalkan dalam bentuk (∂̈) yang dilafalkan, seperti emas, kalem. Contohnya: Le (banyak) Tahe (heran, tercengang)
xvi
4. Diftong yang khas Aceh eu, eu dilafalkan antara bunyi i, o, u dengen e pepet dengan u tidak bertekanan , ini berbeda dengan lafal eu dalam bahasa Sunda ataupun Prancis, seperti: Beukah (koyak, rusak, pecah, terbit (matahari), celah) Beuneung ( benang) 5. Diftong ie, oe, ue, dilafalkan antara bunyi i, o, u dengen e pepet ditutup atau didominasi oleh bunyi e, seperti: Ie (air, sesuatu yang cair, cahaya) Rugoe (rugi, kerugian) Ue (tersumbat, tercekik, kerongkongan, macet) 6. Diftong EU ditambah lagi dengan vocal e pepet menjadi EUE, dilafalkan antara bunyi EU dengan E, didominasi dan tutup dengan e pepet, seperti: Bateue (batal, tidak sah, tidak berlaku) Peute (empat) 7. Tanda trema (¨) pada huruf Ӧ, ӧ dilafalkan, seperti bunyi o dalam fotokopi, yudo. Secara fonetik ditulis (o), seperti: Bӧt (mencabut, mengeluarkan, menarik, mengangkat) Lӧn (Peneliti) 8.
Huruf o, o (tanpa trema) dilafalkan seperti bunyi o dalam orang, botol. Dalam lambing fonetik (o), seperi: Boh (buah, buah-buahan, kemaluan pria) Tulo (pekak, tuli)
xvii
B. Konsonan Rangkap Konsonan rangkap ialah 2 bunyi konsonan yang dilafalkan sebagai satuan, tajam dan jelas, seperti: KL Klo (bisu, kelu) TH That (sangat, amat, luar biasa)
C. Huruf dengan Lafal Khas Aceh Huruf Rr, Ss dan Tt dilafalkan dengan khas Aceh seperti berikut ini: Rr dilafalkan dengan anak tekak atau langit-langit lembut (uvular) seperti bunyi ghain bahasa Arab ( (غatau dalam bahasa Prancis venir, rue. Lafal ini banyak digunakan di sebagian Aceh Besar dan Aceh Barat. Ss dilafalkan seperti bunyi “th” dalam bahasa Inggris think atau dalam bahasa Arab ()ث. Tt dilafalkan dengan ujung lidah menyentuh langit-langit di pangkal gigi seri.
D. Semi Vokal Semi vocal Y y dan W w di tengah suku kata saja, seperti: Siya (rasa sakit karena terbakar) Kawet (kait, kaitan)
xviii
ABSTRAK
DALIPAH RAHMAH Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf Keterbacaan yaitu derajat kemudahan sebuah tulisan untuk mudah dipahami maksudnya, semakin tinggi keterbacaan akan semakin mudah tulisan dipahami, dan semakin rendah keterbaacaan akan semakin sulit untuk dipahami maksudnya. Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana kualitas terjemahan dari aspek keterbacaan yang dilakukan oleh penerjemah pada setiap kata, frasa, klausa dan kalimat yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf. Evaluasi dan analisis yang dilakukan merujuk kepada beberapa faktor keterbacaan dalam penerjemahan. Faktor-faktor itu antara lain: konkret, tegas, jelas, dan popular. Hasil-hasil evaluasi tersebut akan dimasukkan ke dalam tabel hitungan matematis yang akan dijumlahkan untuk mengetahui kualitas dan nilai terjemahan. Dari segi keterbacaan hasil terjemahan ini, peneliti medapatkan terjemahan yang tidak diterjemahkan secara konkret dan abstrak. Dalam sebuah kalimat peneliti juga menemukan hasil terjemahan yang bertele-tele (pemborosan kata). Adapun dari segi kejelasan, peneliti juga menemukan beberapa terjemahan yang tidak tersampaikan dengan jelas dan lengkap, serta peneliti juga menemukan penggunaan dan pemilihan diksi yang kurang popular dan lazim. Kesalahan-kesalahan ini mengakibatkan menurunnya kualitas dan nilai terjemahan.
xix
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Penerjemahan adalah usaha mereproduksi pesan dari bahasa sumber (BSu) ke dalam
bahasa sasaran (BSa) dengan hasil semirip mungkin, baik dalam makna maupun gaya bahasanya. Sebuah karya terjemahan harus mempengaruhi pembaca dengan cara yang sama seperti karya aslinya. Seorang penerjemah harus bisa menjamin bahwa apa yang disampaikan kepada pembacanya adalah benar-benar seperti apa yang dimaksud penulis asli. Tentunya ini bukan persoalan mudah, apalagi menerjemahkan teks dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Kegiatan penerjemahan sesungguhnya bukan hal yang baru dalam peradaban manusia. Di era globalisasi ini komunikasi lintas bahasa dalam bentuk penerjemahan masih eksis, bahkan cenderung semakin penting. Tak terkecuali kegiatan penerjemahan dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia juga semakin marak seiring dengan meningkatnya ghirah ‘semangat’ keberagamaan umat Islam di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya buku terjemahan, terutama yang berhubungan dengan khazanah keislaman, seperti Alquran, Hadis, tafsir, fikih, akhlak, akidah, tasauf dan lain-lain. 1 Penilaian terjemahan sangat penting disebabkan dua alasan: (1) untuk menciptakan hubungan dialektik antara teori dan praktik penerjemahan; (2) untuk kepentingan kriteria dan standar dalam menilai kompetensi penerjemah, terutama apabila kita menemui beberapa versi teks bahasa sasaran (Bsa) dari teks bahasa sumber (Bsu) yag sama. 2
1 2
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemhan Arab Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 1. Rochayah Machali, Pedoman Bagi Penerjemah (Jakarta: Grasindo, 2000), h. 108.
1
Menilai terjemahan juga meliputi tiga alasan : (1) untuk melihat keakuratan; (2) untuk mengukur kejelasan; (3) untuk menimbang kewajaran suatu terjemahan. Keakuratan berarti sejauh mana pesan dalam Tsu disampaikan dengan benar dalam Tsa. Kejelasan berarti sejauh mana pesan yang dikomunikasikan dalam Tsa dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca Tsa. Pesan yang ditangkap pembaca Tsu sama dengan pesan yang ditangkap oleh pembaca Tsa. Kewajaran berarti sejauh mana pesan dikomunikasikan dalam bentuk yang lazim, sehingga pembaca Tsa merasa bahwa teks yang dibacanya adalah teks asli yang ditulis dalam Bsa. Karenanya, aspek yang dinilai adalah: (1) pesan tersampaikan atau tidak; (2) kewajaran dan ketepatan pengalihan pesan; (3) kesesuaian hal-hal teknis dalam kerja penerjemahan dengan tata bahasa dan ejaan yang berlaku.3 Sebagai sebuah produk, terjemahan tentunya mempunyai tingkatan kualitas yang bisa ditentukan oleh beberapa faktor. Pada umumnya, kualitas suatu terjemahan bisa diukur dari factor keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dari terjemahan tersebut. Keakuratan suatu terjemahan ditentukan oleh keutuhan makna dalam terjemahan tersebut. Keberterimaan menjadi aspek penting dari suatu terjemahan karena menentukan kepantasan suatu terjemahan dilihat dari bahasa sasaran. Sedangkan aspek keterbacaan erat kaitannya dengan target pembaca dari suatu teks.4 Keterbacaan ialah derajat kemudahan sebuah tulisan untuk mudah dipahami maksudnya. 5 Dan tingkat keterbacaan ini bersinggungan dengan aspek-aspek linguistik, semisal penggunaan kategori sintaksis (verba, nomina, ajektiva, pronomina, numeralia), penempatan fungsi sintaksis
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 142. 4 http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitas-terjemahan.html (diakses pada tanggal 03 November 2015). 5 Minto Rahayu, Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 92. 3
2
(subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap), serta pemilihan diksi, preposisi, kopula, kolokasi, pungtuasi, dan semacamnya. 6 Tujuan praktis penerjemahan seperti yang telah disebutkan di atas, acapkali terlupakan oleh penerjemah. Ada terjemahan yang sudah secara setia menyampaikan pesan teks bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran, tetapi bahasa yang
digunakan tidak bisa dipahami oleh
pembaca dengan baik. Ada pula terjemahan yang tampak “cantik” dan wajar, tetapi pesannya menyimpang jauh dari pesan teks aslinya. Fakta di atas tadilah yang mendorong peneliti untuk meneliti kualitas terjemahan dari aspek keterbacaan pada Alquran terjemahan bahasa Aceh, hingga peneliti melakukan penelitian dengan judul: “Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan
dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf”.
B.
Pembatasan dan Rumusan Masalah Mengingat banyaknya surat di dalam Alquran maka peneliti akan membatasi surat yang
akan diteliti. Untuk mempermudah pembahasan supaya lebih terarah, maka peneliti memfokuskan dan membatasi penelitian ini hanya pada surat al- Qalam, dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf dan diterbitkan melalui penerbit Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), dengan menganalisis tingkat keterbacaan hasil terjemahan tersebut kepada bahasa sasaran yaitu bahasa Aceh yang baik dan benar.
6
M. Zaka Al Farisi, Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h.
182.
3
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kualitas terjemahan dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh jika dilihat dari segi aspek keterbacaan?
C.
Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui kualitas dan mengevaluasi tingkat keterbacaan dalam penyampaian pesan dalam pengalihan teks-teks pada bahasa sumber kepada bahasa sasaran menurut kaidah penerjemahan, dalam terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh.
2.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Menambah khasanah penelitian penerjemahan yang telah ada dan menambah pengetahuan seputar penilaian karya terjemahan. 2. penelitian ini diharapkan dapat menjadikan inspirasi dan motivasi bagi teman-teman mahasiswa tarjamah untuk melakukan penelitian penilaian kualitas terjemahan dengan objek yang lain. 3. Sebagai wacana keilmuan dan pengalaman bagi penulis.
4
3.
Kajian Terdahulu Setelah peneliti mencari dan menelaah bebagai karya-karya ilmiah baik melalui
perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora maupun perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sepengetahu peneliti ada beberapa kajian skripsi yang memiliki kesamaan subtansi dengan penelitian ini, salah satu diantaranya adalah skripsi dari: Tatam Wijaya (2008) menulis tentang “Kritik atas Terjemahan hadits: Studi Kasus Hadist-Hadist Zakat Mukhtasar Shahih Bukhary”. Batasan permasalahan yang diteliti oleh peneliti hanya terfokus pada bab Zakat saja. Salah satu yang menjadi pertimbangan mengapa pada bab Zakat yang dipilih oleh peneliti sebagai sasaran utamanya karena sering dijumpai kata إنفاق, زكاة, تصدقyang pada kesemuannya memiliki arti yang sama dan serupa, yaitu; zakat. Jika seorang penerjemah tidak mampu dan hati-hati dalam memahami konteks pada Bsu maka akan terjadi kekeliruan dalam menerjemahkan. Dalam penelitian ini, peneliti membahas tentang kritik atas terjemahan yang dibagi dari dua segi, yaitu kritik internal dan kritik eksternal. Keritik internal hanya fokus pada isi atau materi terjemahan kitab Mukhtashar shahih Al-Bukhari dengan melakukan kritik juga penilaian secara objektif terhadap terjemahan tersebut. Sedangkan kritik eksternal hanya focus kepada penyajian hasil buku terjemhan kitab Mukhtashar shahih Al-Bukhari dari segi artistik dan grafis. Penelitian merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Moch Syarif Hidayatullah. Alasannya, teori ini dianggap lebih mudah untuk memproleh nilai secara matematis. Amir Hamzah (2011 M/ 1436 H) yang menulis tentang “ Penilaian Kualitas Terjemahan (Studi kasus terjemahan Fiqh Al islam wa Adillatuh bab salat pasal I karya Dr Wahbah Al- Zuhaili)”. Batasan masalah dalam penulisan skripsi yang ditulis oleh peneliti hanya fokus
5
pada bab Salat saja. Sedangkan rumusan masalah yang dikemukakan oleh peneliti adalah ketepatan, kejelasan, dan kewajaran dalam mengalihkan pesan. Dalam penelitiannya, peneliti merujuk pada teori yang dikemukakan oleh Rochayah Machali. Kriteria yang digunakan oleh peneliti dalam melakukan proses penilaian adalah pokok-pokok penilaian dan struktur gramatika. Struktur gramatika tertuju pada pembahasan tentang morfologis dan sintaksis. Kedua bidang tersebut memang berbeda, tetapi keduanya adalah bidang tataran linguistic yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. 7 Sintaksis dan morfologis sangat berpengaruh terhadap proses penerjemahan. Apabila terjadi kesalahan dalam pengalihan makna, maka akan berpengaruh terhadap makna yang dihasilkan. Sedangkan morfologis padanannya sesuai tetapi tidak berubah nilai rasa. Dalam kajian linguistik morfologis adalah ilmu yang membahasa tentang struktur internal kata, sedangkan sintaksis adalah ilmu yang membicarakan kata dengan hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai satuan ujaran. 8 Hilman Ridha (2011 M/1436 H) yang menulis tentang “ Kualitas mesin penerjemah statistik studi terhadap terjemahan dokumen berita Aljazeera.net menurut ahli dan pembaca awam”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan desain studi kasus terpancang (embedded case study research). Penelitian ini mengkaji terkait aspek afektif atau sama dengan tanggapan pembaca ahli dan pembaca awam terhadap terjemahan dan juga menganalisis kualitas penerjemahan mesin (machine translation) Abdul Rosyid (2014) yang menulis tentang “ Studi Komparatif Penilaian Kualitas Terjemahan Kitab Safinatun najaat antara Bahasa Indonesia dan Bahasa 7 8
Sunda. Dalam
Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206. Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 206.
6
penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan berlandaskan penelitian terhadap teks kitab “Safiinatun Najaat” serta terjemahannya sebagai objek penelitian. Kemudian beliau membandingkan kualitas terjemahannya, yaitu antara terjemahan Sunda dan Indonesia tersebut. Syafa’at Maulana (2014) yang menulis tentang “ Penilaian Kualitas Terjemahan dari Aspek Keterbacaan dalam Kitab al-Muqaddimah al-Hadramiyyah Penerbit Ar-Roudho”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan deskriptif dengan pendekatan analisis ekuivalensi (fokus pada bahasa sasaran dalam menggunakan teks-teks yang ada dalam kitab alMuqaddimah al-Hadramiyyah dengan mengeksplorasi aspek keterbacaan yang meliputi kosa kata, susunan kalimat, dan lepadatan kata dalam kalimat). Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi tersebut adalah yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah. Skripsi Abdul Rosyid, Amir Hamzah, Tatam Wijaya dan Syafa’at Maulana melakukan penilaian kualitas terjemahan terhadap teks buku dan kitab. Sementara Hilman Ridha melakukan penilaian kualitas terjemahan melalui media, yaitu kualitas mesin penerjemah statistik. Sementara dalam skripsi ini akan mencoba menganalisis terjemahan Alquran. Sehingga menurut peneliti, penelitian ini signifikan dan patut dilakukan. Perbedaan dengan yang akan diteliti adalah, mengamati hasil terjemahan dari aspek keterbacaan, baik dari segi ketepatan (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan), segi kejelasan (yaitu melihat struktur kalimat, pemilihan diksi, dan pemakain ejaan yang sesuai dengan padanan pada bahasa sasaran) juga meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan dan diksi yang digunakan. Korpus yang digunakan berbeda dengan peneliti diatas yaitu Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa Bersajak dalam Bahasa Aceh.
7
4.
Metodologi Penelitian
a.
Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam menilai kualitas terjemahan adalah metode
kualitatif deskriptif. Terfokus pada bahasa sasaran dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dengan mengeksplorasi ketepatan, kejelasan dan kewajaran terjemahan meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaan, pemilihan diksi, dan keefektipan kalimat yang digunakan. yaitu dengan cara mengamati dan menganalisis teks-teks yaitu TSu dan TSa pada surah al Qalam, kemudian peneliti menjelaskan dan menguraikan hingga tercapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga data hasil penelitian bisa diambil manfaatnya. b.
Sumber data Sumber data dalam penelitian ini memiliki sumber primer dan skunder. Adapun sumber
primernya adalah Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh. Sumber skunder adalah literatur-literatur yang mendukung peneliti dalam penelitian ini yaitu, seperti buku-buku semantik, linguistik, kamus-kamus dalam bahasa Arab, kamus bahasa Aceh maupun Kamus Umum Bahasa Indonesia, data-data dari internet dan lain-lain. c.
Teknik pengumpulan data Data yang diambil oleh peneliti dalam melakukan proses penelitian berupa teks-teks arab
yang terdapat dalam Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa Bersajak dalam bahasa Aceh. Proses penelitian Pertama, mencari sumber data yaitu Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bahasa Bersajak dalam bahasa Aceh. Kedua, membaca beberapa surat dari sumber tersebut. Ketiga, memilih surat yang dijadikan corpus dalam penelitian. Keempat, menganalisis data dan kemudian menguraikan hingga tercapai tujuan penelitian yang telah dirumuskan sehingga hasil penelitian bisa diambil manfaatnya.
8
d.
Analisis data Adapun dalam penelitian ini menganalisis sejumlah ayat yang terdapat dalam Al Qur’an
Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada surat al- Qalam, meliputi struktur bahasa, pemakaian ejaa, pemilihan diksi, dan keefektifan kalimat yang digunakan, kemudian menguraikan. Dalam hal ini, penelitian menggunakan teori penilaian yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah sebagai rujukan pertama dalam proses penelitian, peneliti lebih memilih teori tersebut karena perhitungan matematisnya sudah sangat jelas, juga dalam pembahasannya dijelaskan secara detail nilai-nilai yang mendukung kriteria dalam proses penilaian terjemahan. Penelitian juga menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan library research (penelitian/studi pustaka) dengan menggunakan data-data yang berkaitan dengan penelitian. Di luar itu, untuk menunjang materi dan keilmiahan penelitian, peneliti melakukan konsultasi dengan ahli yang terkait. Merujuk sumber-sumber lain yang mempunyai keterkaitan dengan penelitia ini seperti, buku-buku semantik, linguistik, data-data dari internet, dan lainlain. Kemudian dalam penyusunan dan tekhnik penulisan skripsi, peneliti berpedoman pada buku Pedoman Penulis Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang di keluarkan oleh Center of Quality Development an Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
9
5.
Sistematika Penulisan Guna mendapat pemahaman yang terarah dan komprenshif dalam pembahasa masalah
ini, peneliti perlu merumuskan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, mencakup: latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian terdahulu, kerangka teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Kerangka Teori, bab ini adalah kelanjutan dari bab sebelumnya, berisi tentang teori-teori yang penulis gunakan dalam menganalisis permasalahan yang peneliti angkat dalam skripsi ini, yaitu berupa teori-teori penilaian terjemahan yang mencakup: penerjemhan dan penilaian terjemahan. Bab III Gambaran umum Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh. Bab ini merupakan gambaran mengenai biografi, riwayat hidup, aktivitas agama dan social, serta karya-karya penerjemah. Bab IV Analisis penilaian terhadap penilaian terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh yang ditinjau dari perspektif aspek keterbacaan terjemahan, yang meliputi: konkret, tegas, jelas, dan populer. Bab V Penutup, bab ini terdiri dari kesimpulan disertai saran-saran serta rekomendasi bermanfaat yang peneliti berikan untuk penerjemah dan penerbit untuk edisi selanjutnya.
10
BAB II KERANGKA TEORI
A.
Konsep Umum Penerjemahan Alquran
1.
Pengertian Terjemahan Alquran Secara harfiah, terjemahan berarti menyalin atau memindahkan suatu pembicaraan dari
suatu bahasa ke bahasa lain, atau singkatnya mengalih bahasakan. Terjemahan, berarti salinan bahasa, atau alih bahasa dari suatu bahasa ke bahasa lain. 9 Terjemah, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah translation, dan dalam literatur Arab diikenal dengan tarjamah, ialah usaha menyalin atau menggantikan suatu bahasa melalui bahasa lain supaya dipahami oleh orang lain yang tidak mampu memahami bahasa asal atau aslinya. Secara etimologis, terjemah berarti menerangkan atau menjelaskan, seperti dalam ungkapan: “الكالم
”ترجم,
maksudnya “ووضحه
”بينه
menerangkan suatu pembicaraan dan
menjelaskan maksudnya.10 Orang yang menerjemahkan sesuatu, termasuk Alquran dalam bahasa Indonesia disebut penerjemah, juru terjemah atau juru bahasa, sedangkan dalam bahasa Arab, disebut dengan mutarjim, tarjuman, atau turjuman. 2.
Macam-macam Terjemahan Alquran Munculnya persoalan-persoalan baru seiring dengan dinamika masyarakat yang progresif
mendorong umat Islam untuk mencurahkan perhatian yang besar dalam menjawab problematika
9
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, 1989), h. 938. 10 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an ( Depok: Rajawali Pers, 2014), h. 112.
11
kontemporer yang semakin kompleks dari masa kemasa. Untuk itu peneliti akan menjelaskan beberapa model dalam menerjemahkan Alquran sebagai berikut: a. Terjemahan harfiah Terjemahan harfiah juga secara umum disebut dengan terjemahan lafzhiah11 ialah terjemahan yang dilakukan dengan apa adanya, bergantung dengan susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan. Karenanya, bisa juga disebut dengan terjemah leterlek. 12 Terjemah harfiah begiu identik dengan terjemah leterlek atau terjemah lurus dalam bahasa Indonesia, yakni terjemahan yng dilakukan dengan cara menyalin kata demi kata atau word for word translation. Menurut Husain al-Dzahabi, membedakan terjemahan harfiah menjadi dua model:
Terjemah harfiah bi al-mitsl Ialah terjemahan yang dilakuakan apa adanya, terikat dengan susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan.
Terjemah bighair al-mitsl Ialah terjemahan yang pada dasarnya sama dengan terjemah harfiah bi al-mitsl, hanya saja sedikit lebih longgar keterangannya dari susunan dan struktur bahasa asal yang diterjemahkan. b. Terjemahan tafsiriah Terjemahan tafsiriah juga yang lazim disebut dengan terjemah maknawiyah, ialah
terjemahan yang dilakukan mutarjim dengan lebih mengedepankan maksud atau isi kandungan yang terdapat dalam bahasa asal yang diterjemahkan. Terjemah tafsiriah/maknawiyah tidak amat terikat dengan susunan dan struktur gaya bahasa yang diterjemahkan. Dengan kata lain terjemah tafsiriah/maknawiyah sama persis dengan istilah terjemahan bebas yang lebih mengedepankan
11 12
Anshori, Ulumul Qur’an (Depok: Rajagrafindo Persada, 2013) cetakan ke-1, h. 19. Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an ( Depok: Rajawali Pers, 2014), h. 113.
12
pencapaian maksud. Terjemah tafsiriah itu tetap berbeda dengan tafsir. Atau terjemahan tafsiriah bukan tafsir. Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi: Pertama, terletak pada kedua bahasa yang digunakan. Bahasa tafsir dimungkinkan sama dengan bahasa asli-katakanlah Alquran yang ditafsirkan, sedangkan terjemah tafsiriah pasti menggunakan bahasa yang berbeda dari bahasa asli yang diterjemahkan. Kedua, dalam tafsir, pembaca kitab/buku tafsir dimungkinkan melacak buku (teks) aslinya manakala ada keraguan didalamnya; jadi berbeda dengan terjemah tafsiriyah yang tidak mudah untuk mengecek aslinya manakala ada keraguan atau kesalahan yang dijumpai pembaca. Untuk lebih mudah membedakan kedua metode penerjemahan ini, maka perhatiak ilustrasi terjemahan ayat berikut:
ط َفَتقْ ُعدَ َملُومًا مَْْسُوًًا ِ ُْل الْ َبس َّ ك وَال َتبْسُطْهَا ك َ ك َمغْلُوَل ًة إِلَى عُنُ ِق َ وَال تَجْعَلْ يَ َد Jika ayat tersebut diterjemahkan secara harfiah, maka pengetiannya berarti Allah melarang seseorang membelenggu atau mengikat tangannya di atas pundaknya. Padahal, yang dimaksud oleh ayat 29 surat Al-Isra’ [17] di atas adalah larangan bersikap pelit dalam membelanjakan harta di samping melarang bersikap boros. Kebenaran statement al-Dzahabi di atas tentang kemustahilan penerjemahan Alquran secara harfiah, dapat diterima sepanjang terjemahan yang dilakukan mutarjim bermaksud untuk merangkai isi kandungan Alquran yang sangat luas. Akan tetapi, boleh jadi tidak tepat apabila sasaran yang dituju atau motivasi penerjemah hanya sebatas memperkenalkan makna kosa-kata Alquran secara utuh dan menyeluruh (holistik) dengan cara menerjemahkannya secara tahlili kata demi kata dari awal hingga akhir Alquran.
13
3.
Syarat-syarat Penerjemah Alquran Penerjemahan alquran adalah mengalih pesan Alquran, ke bahasa asing selain bahasa
Arab, agar dapat dikaji oleh masyarakat yang tidak menguasai bahasa Arab, sehingga dapat dimengerti maksud dari firman Allah tersebut sesuai pemahaman umum yang diterima oleh umat Islam. Seorang penerjemah Alquran juga harus memenuhi syarat-syarat, seperti: 13 (a)
Harus seorang muslim, sehingga tanggung jawab keislamannya dapat dipercaya;
(b)
Harus seorang yang tidak fasik;
(c)
Menguasai bahasa sasaran dengan teknik penyusunan kata. Ia harus mampu menulis dalam bahasa sasaran dengan baik;
(d)
Berpegang teguh pada prinsip-prinsip penafsiran Alquran dan memenuhi kriteria sebagai mufasir, karena penerjemah pada hakikatnya adalah seorang mufasir. Pada saat melakukan kerja penerjemahan Alquran, seseorang harus memenuhi syarat-
syarat berikut: a. Dalam menerjemahkan seorang penerjemah harus berpedoman pada syarat-syarat penafsiran yang dapat diterima oleh akal sehat; b. Penerjemah harus memperhatikan ketepatan terjemahan baik ketika melakukan terjemahan kata per kata dengan memperhatikan aspek keterpahaman hasil terjemahan
maupun
terjemahan
makna
dengan
penjelasan
yang
dapat
menggambarkan makna tersebut dan memberi beberapa penjelas tambahan atas pilihan makna;
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 99-102. 13
14
c. Menjelaskan kebenaran pemilihan makna terjemahan dan berusaha menjelaskan dengan dalil; d. Dalam penerjemahan harus terkonsentrasi pada redaksi dan makna Alquran, bukan pada bentuk susunan Alquran, karena system susunan tersebut merupakan mukjizat yang tak terjemahkan; e. Hendaknya penerjemahan makna Alquran dengan metode terjemahan yang benar; f. Gaya penerjemahan dengan bahasa yang mudah dicerna, dan sesuai dengan kemampuan umum pembaca; 1. Hati-hati dalam mencarikan padanan yang tepat dari kalimat-kalimat yang ada dalam Alquran; 2. Menuliskan makna ayat dengan sempurna; 3. Memohon bantuan pada ahli Bsa untuk mendapatkan koreksi. g. Menjadikan tafsir sebagai rujukan dalam penerjemahan; h. Harus memberikan keterangan pendahuluan yang menyatakan bahwa terjemahan Alquran tersebut bukanlah Alquran, melainkan tafsir Alquran. Selain strategi di atas, ada teknik umum yang harus pula diketahui seorang yang hendak menerjemahkan Alquran, seperti berikut: (1)
Penerjemahan ayat sebaiknya ditulis miring;
(2)
Penerjemahan informasi ayat ditulis sesuai dengan kelaziman yang dipakai, seperti (QS Al-Baqarah [2]: 33). Namun demikian, penulisan ini bisa disesuaikan dengan gaya selingkung yang berlaku;
(3)
Penerjemah ayat sebaiknya diapit oleh tanda petik ganda;
15
(4)
Penerjemah harus mengacu pada penerjemahan lain yang telah disepakati keakuratannya oleh banyak kalangan, meskipun tetap dibenarkan melakukan penyuntingan bahasa, bukan isi terjemahan;
(5)
Penerjemahan Alquran di dalam teks lain, biasanya didahului dengan klausa Allah Swt. Berfirman. ini bukan merupakan keharusan. Penerjemah bisa memodifikasinya.
B.
Penilaian Terjemahan Penilaian terjemahan merupakan bagian penting dalam konsep teori penerjemahan.
Karena itu kriteria/aspek penilaian terjemahan membawa pada konsep terjemahan yang berbedabeda dan penilaian yang berbeda pula. Namun hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian bukanlah sekadar dari segi benar-salah, bagus-buruk, harfiah-bebas. 14 Ada beberapa kriteria dalam penerjemahan yang harus dipertimbangkan dalam penilaiannya. 15 Kriteria penilaian tersebut akan dijabarkan sebagai berikkut. 1.
Pokok-Pokok Penilaian
a.
Struktur (Gramatikal) Tata bahasa atau gramatika setiap bahasa mencakup kaidah-kaidah sintaksis yang
mencerminkan pengetahuan penutur bahasa atas fakta-fakta tersebut. Misalnya, setiap kalimat merupakan rangkaian kata, tetapi tidak semua rangkaian kata adalah kalimat. 16 Rangkaian kata yang memenuhi kaidah sintaksis disebut apik (well-formed) atau gramatikal. Sebaliknya, yang tidak memenuhi kaidah sintaksis disebut tidak apik (ill-formed) atau tidak gramatikal.
14
Frans Sayogie, Penerjemahan Bebas Inggris ke dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008), h. 145. 15 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa,2009), h. 145. 16 Kushartati, dkk., Pesona Bahasa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009), h. 124.
16
b.
Penggunaan Ejaan Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan
bagaimana hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan penggabungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan penggunaan tanda baca. 17 c.
Diksi Diksi ialah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan
sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan katakata itu.18 Ada lima tingkat dalam memilih diksi. Berikut lima tingkat tersebut:19 1.
Literal Pemilihan makna kata yang didasarkan semata-mata pada makna kata tersebut di kamus,
tapi dengan memperhatikan lingkungan leksikal dan lingkungan maknanya. 2.
Sintaktikal Pemilihan diksi yang didasarkan pada susunan tata-bahasa dalam bahasa sumber dengan
memperhatikan lingkungan gramatikalnya. 3.
Idiomatikal Pemilihan kata yang didasarkan pada kesepadanan idiom pada bahasa sasaran. 17
Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Bandung: Refika Aditama, 2007), h. 21. Zaenal Arifin dan Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: Akademika Presindo, 2010), h. 28. 19 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 71-73. 18
17
4.
Estetikal Pilihan kata yang sudah harus benar-benar mempertimbangkan mutu kesastraan, seperti
konotasi dan irama, tentu saja sebisa mungkin setia dengan mutu kesastraan naskah asli. 5.
Etikal Pemilihan kata yang didasarkan pada prinsip kepatutan yang berlaku pada penutur bahasa
sasaran. d.
Efektivitas Kalimat Kalimat efektif, yaitu kalimat yang menimbulkan daya khayal pada pembaca, minimal
mendekati apa yang dipikirkan penulis. Bukan hanya memiliki syarat-syarat komunikatif, gramatikal, dan sintaksis saja, tetapi juga harus hidup, segar, mudah dipahami, serta sanggup menimbulkan daya khayal pada diri pembacanya. 20 Sebuah kalimat terdiri dari isi dan bentuk. Yang dimaksud dengan isi adalah pemikiran penulis, sedangkan bentuk ialah kata-kata yang mewakili pikiran penulis. Jadi, isi dan bentuk menjadi kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam sebuah bangun kalimat. Widyamartaya dalam bukunya Seni Menerjemahkan menyebutkan ciri-ciri kalimat efektif sebagai berikut:21
1.
Mengandung kesatuan gagasan Sebuah kalimat dianggap memiliki kesatuan gagasan apabila (1) memiliki subjek dan
predikat yang jelas; (2) tidak rancu, mengandung pleonasme atau tautology, dan membenarkan apa yang sudah benar; (3) ditandai dengan penggunaan tanda yang tepat dan sesuai kaidah yang telah disepakati.
20 21
Minto Rahayu, Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi (Jakarta: Grasindo, 2007), h. 79. Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Quran (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001), h. 34.
18
2.
Mampu mewujudkan koherensi yang baik dan kompak Kalimat yang mampu mewujudkan koherensi yang baik biasanya ditandai dengan (1)
penggunaan kata ganti (pronominal) yang tepat; (2) penggunaan kata depan (preposisi) yang benar. 3.
Memperhatikan asas kehematan Menurut Widyamarta, penerjemah harus memperhatikan efesiensi kata. Sebab, dalam
penerjemahan tidak setiap kata harus diterjemahkan apabila memiliki maksud dan tujuan yang sama.
2.
Pedoman penilaian Terjemahan
a.
Rochayah Machali Menurut Rochayah Machali penilaian dapat dilakukan melalui tiga tahap: 22 Tahap Pertama: penilaian fungsional, yakni kesan umum untuk melihat apakah tujuan
umum penulisan menyimpang. Bila tidak, penilaian dapat berlanjut ke tahap kedua. Tahap kedua: penialaian terperinci berdasarkan segi-segi dan kriteria. Tahap ketiga: penilaian terperinci pada tahap kedua tersebut digolong-golongkan dalam suatu skala/kontinum dan dapat diubah menjadi nilai. Penilaian Umum Terjemahan 1.
Segi-segi yang yang perlu diperhatikan dalam proses penilaian Perlu diperhatikan dalam setiap melakukan proses penilaian bukan hanya sekedar melihat dari benar-salah, baik buruk, dan harfiah-bebas saja. Tetapi ada beberapa segi yang harus
22
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143.
19
diperhatikan dalam melakukan proses penilaian. Sebagai bahan perbandingan, berikut contoh beberapa versi teks23: -
TSu: Some focal points of crises in the present day world are of a longstanding nature.
-
TSa (terjemahan Autentik): a. Beberapa persoalan krisis penting yang ditemukan di dunia saat ini sudah bersifat kronis. b. Beberapa persoalan krisis utama di dunia ini sebetulnya merupakan masalah lama. c. Beberapa hal penting yang merupakan hal krisis dunia dewasa ini adalah mengenai pelestarian alam. Dari tiga hasil terjemahan di atas, ada beberapa hal yang menunjukkan adanya
pembanding. Pada Tsa, dari segi ketepatan pemadanannya terdapat aspek linguistik yaitu semantik pragmatik.24 Aspek pemadanan linguistik (struktur gramatikal) dari ketiga versi terjemahan di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari kadar ketepatannya dalam menyatakannya kembali makna yang terkandung dalam Bsu.25 Kemudian perbedaan prosedur transposisi yang mendasar pada teks C yaitu kata World sebagai frasa dari kata in the world menjadi frasa nominal yang disatukan dengan kata crises. Sehingga seolah-olah teks aslinya berubah menjadi crises.26 Kemudian aspek semantiknya, terdapat penyimpangan yang mendasar pada teks C. yaitu pada frasa pelestarian alam yang menunjukkan adanya distorsi makna referensial. Sehingga seolah-olah kata nature pada tataran kalimatnya dipadankan dengan alam.
23
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 143. Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 145. 25 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 145. 26 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 146. 24
20
Apabila dari ketiga versi terjemahan di atas dibandingkan dari segi gaya bahasanya, maka penerjemahan teks A harus berupaya untuk mereproduksi gaya bertenaga tersebut dengan menggunakan kata penting dan kronis. Dan penerjemahan pada teks B berubah menjadi gaya bahasa yang biasa atau netral.27 2.
Kriteria Penilaian Suatu penilain harus mengikuti prinsip validitas dan reliabitas. Tetapi dalam proses
penilaian terjemahan bersifat relatif. Maka validitas penilaiannya dipandang dari aspek content validity dan face validity. Alasannya karena menilai suatu terjemahan berarti berarti melihat aspek atau content sekaligus melihat aspek yang menyangkut tentang keterbacaan seperti ejaan atau face.28 Perlu diperhatikan, yang menjadi pembantas dalam kretiria dasar adalah terjemahan yang salah (tidak berterima) dan terjemahan yang berterima. Kriteria pertama adalah; tidak boleh ada penyimpangan makna referensil yang menyangkut maksud dari penulis aslinya. Kriteria lain menyangkut segi-segi ketepatan pemadanan linguistik, semantik, dan pragmatik. Kemudian segi kewajaran dalam penggunaan ejaan. 29 Tabel 1. Kriteria Penilaian Segi dan Aspek
Kriteria
A. Ketepatan reproduksi makna 1. Aspek linguistik a. Transposisi b. Modulasi
Benar, jelas, wajar
27
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 147. Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 151. 29 Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 152. 28
21
c. Leksikon (kosa kata) d. Idiom 2. Aspek semantik a. Makna referensial
Menyimpang? (lokal/total)
b. Makna interpersonal i.
Gaya bahasa
ii.
Aspek interpersonal lain (misalnya, Berubah? (lokal/total) konotatif-denotatif)
3. Aspek pragmatis a. Pemadanan
jenis
teks
(termasuk
maksud/tujuan penulis)
Menyimpang? (lokal/total)
b. Keruntutan makna pada tataran kalimat dengan teks B. Kewajaran ungkapan
Berubah? (lokal/total) Wajar dan/atau harfiah? (dalam arti kaku)
C. Peristilahan
Benar, baku, jelas
D. Ejaan
Benar, baku
Catatan untuk tabel kriteria penilaian:30 1.
“Lokal” maksudnya adalah menyangkut beberapa kalimat dalam perbandingannya dengan jumlah kalimat seluruh teks (persentase).
30
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 154.
22
“Total” maksudnya adalah menyangkut 75% atau lebih apabila dibandingkan dengan
2.
jumlah kalimat seluruh teks. 3.
“Runtut” maksudnya adalah sesuai/cocok dalam hal makna.
4.
“Wajar” maksudnya adalah alami, tidak kaku.
5.
“penyimpangan” maksudnya adalah selalu menyiratkan kesalahan, dan tidak demikian halnya untuk “perubahan”
3.
Cara penilaian Ada dua cara dalam melakukan proses penilaian yaitu cara umum dan cara khusus.
Secara umum, secara relatif bisa digunakan pada setiap jenis teks terjemahan, sedangkan cara khusus hanya bisa digunakan khusus untuk teks terjemahan tertentu. Minsalnya teks hukum, teks-teks yang bersifat estetis. 31 Tabel 2. Rambu-rambu Penilaian Kategori
Nilai
Indikator
Terjemahan hampir
86-90
Penyampain wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan,
(A)
tidak ada kesalahan ejaan, tidak ada penyimpangan tata bahasa,
Sempurna
dan tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. Terjemahan sangat Bagus
76-85
Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang
(B)
kaku, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah, terdapat satu atau dua kesalahan tata bahasa ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan).
Terjemahan baik
31
61-75
Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 154.
23
(C)
tetapi tidak relatif lebih dari 15% dari keseluruhan teks sehingga tidak terasa seperti terjemahan, terdapat kesalahan tata bahsa dan idiom yang relatif tidak lebih dari 15% dari keseluruhan teks, ada satu atau dua kesalahan ejaan
Terjemaahan cukup
46-60
Terasa seperti terjemahan, ada distorsi makna, terdapat
(D)
beberapa terjemahan harfiah yang kaku relatif tidak melibihi 25% keseluruhan teks. Ada beberapa kesalahan idiom dan tata bahasa tetapi tidak lebih dari 25% dari teks keseluruhan, ada satu atau dua penggunaan istilah yang tidak baku/tidak umum/kurang jelas.
Terjemahan buruk
20-45
Sangat terasa seperti terjemahan, terlalu banyak terjemahan
(E)
harfiah yang kaku, distorsi makna dan kekeliruan dalam penggunaan istilah lebih dari 25% dari keseluruhan teks.
Penilaian Khusus Penilaian khusus berhubungan dengan teks-teks khusus baik dalam hal jenisnya, seperti puisi dan dokumen hukum. Kemudian dalam hal fungsinya seperti eksprensif dan vokatif. 32 Dokumen hukum yang berbentuk akta tentu akan berbeda bentuk dengan dokumen yang berisikan tentang kontrak. Dalam suatu akta notaris biasanya pada awal kalimat diawali dengan “hari ini telah datang menghadap saya…”. Maka bentuknya pun harus dipertahankan dalam
32
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 157.
24
penerjemahan. Hal yang sama berlaku juga untuk puisi. Minsalnya suatu puisi berima estetis tertentu tidak bisa sekedar diterjemahkan menjadi puisi tanpa rima. 33 Fungsi teks-teks dalam golongan tersebut harus diperhatikan sebagai teks yang sifatnya juga bentuknya khusus. Oleh karena itu, fungsinya pun juga tentunya khusus. Dengan demikian dalam proses penilaian teks-teks khusus ini harus diikut sertakan segi-segi penilaian yaitu; bentuk, sifat dan fungsi. 34 b.
Moch. Syarif Hidayatullah Menilai kualitas suatu terjmahan merupakan salah satu aktivitas penting dalam
melakukan proses penerjemahan. Alasan seorang penerjemah menilai suatu terjemahan yaitu: melihat keakuratan, mengukur kejelasan, dan menimbang kewajaran.35 Menurut Hidayatullah dalam bukunya, menilai kualitas suatu terjemahan selain dilakukan dengan cara membaca cermat juga dapat dilakukan dengan cara perhitungan matematis. Hal ini dikarenakan penilaian terhadap suatu terjemahan perlu dilakukan secara matematis walaupun penilaian tersebut bersifat subjektif-relatif. 36 Berikut tabel penilaian yang ditawarkan oleh Hidayatullah. Tabel 3. Penilaian No.
Kesalahan
Pengurangan Poin
1
Kalimat tidak diterjemahkan
10
2
Metode yang dipilih tidak sesuai dengan peruntukan teks
9
33
Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158. Rochayah Machali, Pedoman bagi Penerjemah (Bandung: Kaifa, 2009), h. 158. 35 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h.142. 36 Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h.143. 34
25
3
Klausa tidak diterjemahkan
8
4
Terjemahan tidak sesuai topik
7
5
Padanan budaya tidak tepat
6
6
Nama diri, peristiwa sejarah, dan kata-kata asing yang
5
tidak tepat 7
Tata bahasa yang tidak sesuai dengan kaidah Bsa
4
8
Terjemahan frasa, idiom, atau makna figuratif tidak tepat
3
9
Diksi, konotasi, atau kolokasi tidak tepat
2
10
Kesalahan ejaan, penyingkatan, dan tanda baca
1
Untuk menggunakan model penilaian tersebut, penilai harus memperhatikan tahap penilaian sebagai berikut:37 1. Penialaian di atas dipergunakan untuk tiap 10 kalimat. 2. Setiap 10 kalimat hasil terjemahan diberi skor awal 100 poin. 3. Skor kesalahan dihitung sesuai dengan pedoman di atas. 4. Jumlahkan semua skor kesalahan dalam setiap 10 kalimat yang dinilai. 5. Skor awal (100 poin) tiap 10 kalimat kemudian dikurangi skor kesalahan. 6. Hasil dari pengurangan tersebut, dijadikan nilai yang dipergunakan untuk mengelompokkan apakah hasil terjemahan tersebut termasuk terjemahan istimewa (90-100), sangat baik (80-89), baik (70-79), sedang (60-69),kurang (50-59), buruk (049).
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 144. 37
26
Untuk melihat hasil terjemahan yang lebih dari 10 kalimat, semisal ada 50 kalimat yang hendak dinilai kualitas terjemahannya. Lalu setelah dilakukan penilaian, masing-masing per 10 kalimat mendapat hasil 61, 74, 78, 80, 85. Setelah dijumlahkan, hasil keseluruhannya menjadi 378, kemudian dibagi 5 (sesuai jumlah keseluruhan kalimat dibagi 10), sehingga nilai akhirnya adalah 75,6 (baik).
c.
Syihabuddin Berbagai kualifikasi yang perlu dipenuhi oleh seorang penerjemah dimaksudkan agar
para pembaca dapat memahami terjemahan dengan mudah, karena terjemahan itu memiliki tingkat keterpahaman yang tinggi, memenuhi keseluruhan makna dan maksud teks sumber, dan bersipat otonom. Menurut az-Zarqani, yang dimaksud dengan otonom ialah bahwa tejemahan itu dapat menggantikan teks sumbernya. Singkatnya, kualifikasi itu ditetapkan supaya terjemahan yang dihasilkan berkualitas. Sesungguhnya kualitas terjemahan berkaitan dengan keterpahaman terjemahan. Kualitas itu dapat bersifat intrinsik, yaitu bertalian dengan ketepatan, kejelasan, dan kewajaran teks. Namun, dapat pula bersifat ekstrinsik, yaitu berkenaan dengan tanggapan pembaca dan pemahamannya terhadap terjemahan. 38 Dalam telaah tentang teks, kualitas intrinsik tersebut diistilahkan dengan keterbacaan, keterpahaman, dan atau ketegasan. Sakri, menggunakan ketiga istilah tersebut secara bergantian dan mendefenisikannya sebagai derajat kemudahan sebuah teks untuk dipahami maksudnya. Keterpahaman ini ditentukan oleh ketegasan, dan ketegasan itu sendiri ditentukan oleh jumlah kata dalam kalimat, penempatan informasi, penempatan panjang ruas kalimat, ketaksaan informasi yang terkandung, dan pemakaian gaya kalimat. 38
Syihabuddin, Penerjemahan Arab Indonesia (Bandung: Humaniora, 2005), h. 194.
27
Kualitas intrinsik nas identik dengan tingkat keterbacaan nas, dan keterbacaan itu sendiri bertalian dengan keterpahaman dan kejelasan. Istilah keterpahaman terfokus pada tingkat kemudahan nas untuk dipahami maknanya, sedangkan kejelasan terfokus pada kejelasan penampilan nas itu dilihat dari segi bentuk huruf, lebar kertas, lembar sembir, jarak antara paragraf, dan hal-hal lain yang mengandung kejelasan penglihatan. Kualitas eksternal berkaitan dengan bebagai pandangan pembaca terhadap sebuah nas terjemahan. Pandangan yang dijadikan perhatian dalam telaah kualitas ekstrinsik ialah hal-hal yang bertalian dengan kualitas intrinsik terjemahan. Nida dan Taber, menyataka bahwa kualitas terjemahan dapat diukur dengan beberapa teknik berikut: (a)
Menggunakan teknik rumpang;
(b)
Meminta tangapan pembaca terhadap nas terjemahan;
(c)
Mengetahui reaksi para penyimak terhadap pembacaan nas terjemahan; dan
(d)
Membaca terjemahan dengan nyaring sehingga dapat diketahui apakah pembacanya itu lancar atau tersendat-sendat. Larson, membicarakan masalah penilaian kualitas terjemahan dari empat aspek, yaitu:
(a)
Alasan dilakukan penilaian;
(b)
Orang yang menilai;
(c)
Cara melakukan penilaian; dan
(d)
Pemanfaatan hasil penilaian. Penilaian dilakukan untuk mengetahui ketepatan, kejelasan, dan kewajaran terjemahan.
Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh penerjemah sendiri, penilai khusus, konsultan, dan peninjau. Keempat pihak ini dapat menilai terjemahan dengan cara:
28
(a)
Membandingkan terjemahan dengan nas sumbernya;
(b)
Menerjemahkan kembali nas sumber;
(c)
Menilai keterpahaman terjemahan;
(d)
Mengukur keterbacaan nas; dan
(e)
Menilai konsistensi terjemahan.
d.
Benny Hoedoro Hoed Telah dikemukakan bahwa betul-salah dalam penerjemahan bersifat relatif. Bagaimana
kita menilai suatu terjemahan kalau betul-salah itu relatif? Dapat kita banyangkan betapa sulitnya menilai suatu terjemahan. Newmark menyebutkan, dari sifatnya, ada empat cara menialai terjemahan.
1.
Translation as a science Kita melihat dari segi kebahasaan murni, yakni yang hasilnya dapat dinilai betul-salahnya
berdasarkan kriteria kebahasaan. 2.
Translation as a craft Terjemahan dipandang sebagai hasil suatu kiat, yakni upaya penerjemahan untuk
mencapai padanan yang cocok dan memenuhi aspek kewajaran dalam Bsa. 3.
Translation as an art Menyangkut penerjemahan estetis, yakni apabila penerjemah tidak merupakan proses
pengalihan pesan,tetapi juga “penciptaan” (contextual-creation) yang biasanya terjadi pada penerjemahan sastra atau tulisan yang bersifat liris.
29
4.
Translation as a taste Menyangkut terjemahan yang bersifat pribadi, yakni apabila pilihan terjemahan
merupakan hasil pertimbangan berdasarkan selera. Keempat golongan penerjemahan dapat kita letakkan pada sebuah continumm yang berkisar dari “non-pribadi A” ke “pribadi B” sebagai berikut.39 Tabel 4. Contoh pemberian nilai “science”
“Craft”
“art”
“taste”
1
2
3
4
Contoh:
Contoh:
Contoh:
Contoh:
915/4= 228.75/3=
80 x 6 =
75 x 3 =
80 x 2 =
50 x 1 =
76,25
480
225
160
50
Hasil Perhitungan
Catatan: (1) Nilai 0-100; (2) nilai untuk kolom 2 s.d. 4 diberikan bersarkan pertanggung jawaban/argumentasi (biasanya lisan) peserta ujian yang dapat diterima oleh pengajar; (3) nilai diberikan kepada setiap kelompok kasus (“science”, “Craft”,“art”, “taste”) berdasarkan persentase. Jadi kolom 1-80, artinya 80% dari semua kasus Translation as a science “benar”, kolom 3 = 80 artinya 80 % dari semua kasus Translation as an art dapat dipertanggung jawabkan. Dengan membedakan empat tolak ukur, yakni melihat penerjemahan sebagai (1) science, (2) craft, (3) art, (4) taste, diharapkan tidak dapat memberikan suatu penilaian yang didasari objektivitas atau mengurangi subjektivitas dalam memberikan penilaian atas sebuah terjemahan. 39
Benny Hoedoro Hoed, Penerjemahan dan Kebudayaan (Bandung: Kiblat Buku Utama, 2006), h. 96-97.
30
Kita dapat menyimpulkan bahwa betul-salah dapat “pasti” pada (1), tetapi makin “relatif” pada (2), (3), dan (4) sehingga tidak mudah bagi kita untuk menilainya. Di sini berlaku konsep “baikbenar”. Biasanya pada tiga jenis yang terakhir kita harus bertanya apa alasan penerjemah memilih tejemahannya atau diminta kepada penerjemahannya atau memberikan catatan tentang dasar pilihan terjemahannya. 3.
Nilai Terjemahan Penilaian terjemahan disamping dapat dilakukan secara langsung mengamati dan
membaca secara cermat, juga dapat dilakukan dengan cara memberi penilaian secara matematis. Meski hasil terjemahan itu bersifat relatif, tetapi penilaian secara matematis perlu dilakukan untuk memberi penilaian kepada hasil terjemahan. Di bawah ini beberapa kategori penilaian matematis dari sebuah terjemahan: a.
Terjemahan Hampir Sempurna Penyampaian wajar, hampir tidak terasa seperti terjemahan, tidak ada kesalahan ejaan,
tidak ada kesalahan atau penyimpangan tata bahasa, tidak ada kekeliruan penggunaan istilah. Nilai terjemahan ini berkisar antara 90-100. b.
Terjemahan Sangat Bagus Tidak ada distorsi makna, tidak ada terjemahan harfiah yang kaku, tidak ada kekeliruan
penggunaa istilah, ada kesalah satu-dua tata bahasa atau ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 80-89. c.
Terjemahan Baik Tidak ada distorsi makna, ada terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif tidak lebih dari
15% dari keseluruhan teks, ada satu-dua penggunaan istilah yang tidak baku atau umum. Ada
31
satu-dua kesalahan tata ejaan (untuk bahasa Arab tidak boleh ada kesalahan ejaan). Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 70-79. d.
Terjemahan Cukup Terasa sebagai terjemahan, ada beberapa terjemahan harfiah yang kaku, tetapi relatif
tidak lebih dari 25% dari keseluruhan teks. Ada satu dua penggunaan istilah yang tidak baku atau tidak umum dan kurang jelas. Nilai yang dimiliki terjemahan ini berkisar antara 60-69. e.
Terjemahan Kurang Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif
lebih dari 25 % dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah lebih dari 25% dari keseluruan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini kisaran antara 50-59. f.
Terjemahan Buruk Sangat terasa sebagai terjemahan, terlalu banyak terjemahan harfiah yang kaku (relatif
lebih dari 40% dari keseluruhan teks) distorsi makna dan kekeliruan penggunaan istilah dan ejaan lebih dari 40% dari keseluruhan teks. Nilai yang dimiliki terjemahan ini kisaran antara 049.
C.
Keterbacaan Keterbacaan, atau dalam bahasa Inggris disebut readability, merujuk pada derajat
kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya. Defenisi yang hampir sama juga dikemukakan oleh Richards et al, readability… how easily written material can be read and understood. Kedua defenisi keterbacaan itu agak bersifat abstrak karena didalamnya belum dilibatkan intraksi pembaca terhadap teks yang dibacanya. 40 Padahal, unsur pembaca sebenarnya
40
M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 62.
32
juga turut menentukan keterbacaan suatu teks, seperti yang diisyaratkan oleh Dale dan Chall berikut ini: “ readability… the sum total (including the ons) all of those elements within a give piece of printed material that affects the success a group of reader have witj it.” Pelibatan unsur pembaca itu dalam menentukan tingkat keterbacaan suatu teks merupakan unsur tambahan yang snagat penting pada faktor-faktor kebahasaan. Bagaimanapun juga setiap teks yang dihasilkan adalah untuk dibaca, dan dengan demikian secara otomatis teks itu melibatkan pembaca. 1.
Masalah Keterbacaan Teks Pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian,
istilah keterbacaan itu digunakan pula dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak pernah lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakikat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Bahkan, Gilmore dan Root, berpendapat bahwa ukuran keterbacaan suatu teks yang didasarkan pada faktor-faktor kebahasaan dan pesona insani tidak lebih dari sekedar alat bantu bagi seorang penulis dalam menyesuaikan tingkat keterbacaan teks dengan kemampuan para pembaca teks itu. Terlepas dari belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu, seorang penerjemah perlu memahami konsep keterbacaan teks bahasa sumber dan bahasa
33
sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu penerjemah dalam melakukan tugasnya.41 2.
Faktor yang Menentukan Tingkat Keterbacaan Tingkat keterbacaan suatu teks ditentukan oleh beberapa faktor. Menurut Richards et al,
keterbacaan tergantung pada panjang rata-rata kalimat, jumlah kata baru, dan kompleksitas gramatikal dari bahasa yang digunakan. 42 Sakri, juga mengemukakan faktor-faktor yang sama, seperti yang tertuang dalam kutipan ini. “Keterbacaan, antara lain, bergantung pada kosa kata dan bangun kalimat yang dipilih oleh pengarang untuk tulisannya. Tulisan yang mengandug banyak kata yang tidak umum lebih sulit dipahami daripada yang menggunakan kosa kata sehari-hari, yang sudah dikenal oleh pembaca pada umumnya. Demikian pula, bangun kalimat ganda, susunan yang panjang dan rumpul menyulitkan pembaca akan memahami. Kesulitan di sini terkait dengan keterbacaan nas, dan tidak ada hubungannya dengan isi yang sukar dicerna. Isi yang sukar, dalam batas tertentu, dapat disajikan dengan bahasa yang sederhana sehingga uraian keterbacaannya tinggi.” 3.
Faktor Ketererbacaan dalam Penerjemahan Faktor keterbacaan dalam penerjemahan adalah hal yang membantu pembaca suatu karya
terjemahan untuk memahami dan menyelami pesan dan ide sesuai dengan apa yang disampaikan oleh penulis Tsu. Faktor-faktor ini penting sekali agar penerjemah bisa mentransformasikan pesan yang dipahaminya dari Tsu ke dalam benak pembaca. 43 Faktor-faktor keterbacaan dalam
41
M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 61-
62. 42
M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 63. Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), h. 29. 43
34
penerjemahan itu seperti konkret, tegas, jelas, dan populer, adapun perjelasannya sebagai berikut:44 a.
Konkret Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara
konkret dan tidak abstrak. Ini terutama terkait dengan data-data sejarah, nama tokoh, nama tempat, dan yang lain. b.
Tegas Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu secara
tegas dan tidak bertele-tele. Ia punya kewenangan untuk membuang hal-hal yang bertele-tele dalam Tsu. c.
Jelas Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan Tsu dengan jelas
dan lengkap. Karenanya, ia harus bisa melengkapi informasi pada Tsa ketika konsep yang disebutkan dalam Tsu tidak mudah dipahami oleh penutur Tsa. d.
Populer Seorang penerjemah yang baik harus bisa menyampaikan ide atau pesan pada Tsu dengan
menggunakan bahasa yang populer dan lazim. Ia harus berni membuang arti kata-kata tertentu yang sebetulnya sudah tidak populer lagi dalam penggunaan Bsa mutakhir.
Moch Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer (Tangerang: UIN PRESS, 2014), hal.29-30. 44
35
D.
Sintesis Pustaka Dari penjelasan pustaka di atas, dapat diketahui bahwa setiap tokoh penerjemah memiliki
cara yang berbeda dalam melakukan proses menilai suatu terjemahan. Tetapi, dari setiap proses tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menilai kualitas suatu terjemahan. Setiap tokoh tersebut dalam proses penilaiannya ada yang melakukan secara matematis dan ada juga yang tidak. Penilaian secara matematis dilakukan oleh Benny Hoedoro Hoed, Moch. Syarif Hidayatullah, dan Rochayah Machali. Penialain yang tidak menggunakan cara matematis dilakukan oleh Syihabuddin. Dalam hal ini peneliti memilih untuk menggunakan teori yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah. Karena selain proses penilaiannya dilakukan secara matematis, juga lebih mudah dalam melakukan penilaiannya.
36
BAB III GAMBARAN UMUM AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH
A.
Seputar Al- Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh Al- Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh Tgk. Mahjiddin Jusuf merupakan salah seorang ulama Aceh yang menaruh perhatian
besar dalam mendidik masyarakat untuk cinta kepada Alquran. Dalam pandangannya, Alquran adalah sebuah tuntunan yang bukan saja harus dibaca oleh masyarakat, tetapi juga harus dipahami dan diamalkan oleh setiap muslim. Dakwah-dakwahnya yang bertujuan agar masyarakat kembali kepada Islam dengan mempelajari Alquran, sebagiannya ia sampaikan dengan menggunakan bahasa sastra berupa hikayat, pantun dan syair. Salah satu karya besarnya dan sekaligus sebagai bukti keinginannya agar masyarakat Aceh gemar mempelajari isi Alquran adalah usahanya menterjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh dengan menggunakan bahasa syair. Pemikiran ulama Aceh dalam bidang seni sastra, salah satu pemikiran Ulama Aceh yang unik terdapat dalam bidang sastra. Sebagaimana halnya kebanyakan ulama Timur Tengah yang lihai dalam syair, ulama Aceh tidak ketinggalan dalam menampilkan bakat seni dan sastranya. Kemampuan ini dituangkan dalam bentuk mahakaryanya. Dalam kajian ini akan difokuskan pada karya Mahjiddin Jusuf berjudul: Al-Quran al-Karim, Terjemah Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh.
37
Sesuai dengan judulnya, karya ini merupakan penafsiran Alquran dengan gaya balagah. Tafsir ini mencakup tiga puluh juz dimulai dengan surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas. Penafsiran menurut keterangan Syamsuddin Mahmud dalam pengantarnya terhadap karnya sebagai puncak sumbangan spiritual dan budaya masyarakat Aceh dalam memperingati setengah abad Indonesia merdeka (17 Agustus 1995). Menurut Syamsuddin, terjemah Alquran dalam Bahasa Aceh akan membantu rakyat Aceh untuk memahami kandungan Alquran secara konstektual, karena terjemahnya disajikan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat di daerah ini. Terjemahan al-Qur’an yang dibicarakan di sini dimulainya sejak 25 Nopember 1955 ketika ia berada dalam tahanan. Di dalam tahanan, ia menerjemahkan tiga surah: Yaasin, al-Kahf, dan al-Insyirah. Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam harian Duta Pantjatjita Banda Aceh, bulan Januari dan Februari 1965. Dua puluh tahun lamanya karnya ini terhenti, dan dilanjutkan kembali pada tahun 1977 dan rampung pada tahun 1988, yaitu bentuk yang disunting dan diterbitkan oleh P3KI. Menurut Al Yasa, naskah yang diterbitkan dalam harian Duta Pantjatjita masih bisa ditemukan. Naskahnya yang terakhir bila dibandingkan dengan naskah dalam harian tersebut, terlihat bahwa naskah terakhir lebih padat dan ringkas (80 bait) sedangkan naskah awal lebih panjang yang kelihatannya lebih bebas dan mengandung lebih banyak tafsir (104 bait). Tafsir yang diteliti ini merupakan cetakan tahun 2007, lux, ukuran buku standar dengan jumlah halaman 976. Sebagai tanda apresiasi, tafsir ini dilengkapi sambutan menteri agama RI, Gubernur Aceh, kepala BRR-NAD Nias. Pelaku sejarah ini adalah Tgk. H . Mahjiddin Jusuf, seorang tokoh di Majelis Ulama Indonesia Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Untuk usaha besar ini diamini oleh Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh untuk menyunting dan menerbitkannya.
38
B.
Tentang Penerjemah
1.
Riwayat Hidup Mahjiddin Jusuf Mahjiddin dilahirkan, dibesarkan, bahkan hidup pada masyarakat yang sedang disentuh
pembaharuan merebut kemerdekaan. Usaha melanjutkan perjuangan dilakukan dengan gagasan pembaruan politik perang baru dengan maksud dan tujuan mengusir tentara Belanda setelah pihak Belanda melakukan penghianatan, terhadap perjuangan rakyat Aceh. 45 Teungku46 Mahjiddin Jusuf lahir di Peusangan Aceh Utara, salah satu Kabupaten di Aceh pada tanggal 16 September 1918. 47 Mahjiddin tumbuh dalam lingkungan islami, mengahabiskan masa kanak-kanak dalam asuhan keluarga yang taat dalam beragama, dan mendapatkan pendidikan langsung dari orang tuanya sendiri, Tgk. H. Fakir Jusuf, yang juga merupakan seorang ulama dan penyair dan pengarang Hikayat48 di daerah Peusangan Aceh Utara. Setelah menyelesaikan pendidikan diberbagai Dayah49 Aceh Utara, seperti ‘Balee Setui’, ia menempuh pendidikan nonformal pada orang tuanya, kemudian melanjutkan ke Paverlop school, detingkat Sekolah Dasar Pendidikan Belanda yang terdiri dari lima tingkat kelas. Setelah menyelesaikan
45
Ali Hasyimi, Peranan Islam dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 58-60. 46 Teungku adalah gelar penghormatan kepada ulama. Gelar ini berbeda di beberapa daerah minsalnya, di Jawa dikenal dengan sebutan kyai, di Sunda di kenal dengan ajengan, di Sumatra Barat dikenal dengan buya, di Nusa Tenggara Barat dikenal dengan sebutan tuan guru, di Sulawesi Selatan dikenal dengan sebutan topandeta, di Madura deikenal dengan nun atau bandara, di Aceh dikenal dengan sebutan teungku. Gelar teungku, hanya diberikan kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan agama, berakhlak mulia dan dalam waktu tertentu menuntut ilmu kesebuah Dayah. 47 Mahjiddin Jusuf, Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh (Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh, 2007), h. xix. 48 Hikayat ditulis hampir seluruhnya bebentuk puisi dengan menggunakan huruf Arab- Melayu tetapi tetap dalam teks bahasa Aceh. Ditinjau dari segi masyarakar Aceh, hikayat tidaklah dipandang sebagai karya fisik yang utuh. Hikayat dan cerita rakyat semacam itu lebih berat dipandang sebagai suatu pristiwa kehidupan yang benerbener ada daripada sebagai buah pikiran pengarangnya. Juga, dianggap isi kandungan hikayat dianggap mewakili sekelumit peristiwa kehidupan sosial Aceh sehingga amat mempengaruhi tingkah laku, norma atau nilai-nilai social, kehidupan masyarakata dan budayaan pada umumnya. 49 Istilah Dayah berasal dari bahasa Arab zawwiyah yang berarti pojok, sudut, bagian dari suatu tempat bangunan. Hasil Kesimpulan Pertemuan Ilmiah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (1985), istilah Dayah berarti, Sekolah Tinggi Aceh.
39
studi di jenjang ini ia melanjutkan kembali studinya pada Madrasah Al-Muslim Matang Geulumpang Dua samapai tahun 1937. Pada dekade 1939, mahjiddin memutuskan untuk menimba ilmu ke Sumatera Barat pada sebuah sekolah terkenal pada masa itu yang bernama Normal Islam School di Sumatera Barat. Pada akhirnya ia menyelesaikan studinya pada tahun 1914 dengan lulusan peringkat terbaik. Setelah kepulangannya dari Sumatera Barat pada akhir tahun 1914 ia kembali ke kampong halamannya dan menjadi pendidik di sekolah al-Muslim. Pada tahun 1944-1946 ia dipercaya memimpin sebuah sekolah Madrasah al-Muslim. Pada saat peristiwa aceh bergolak, Mahjiddin sempat ditangkap dan ditahan serta diasingkan ke penjara Binjai pada tahun 1953. 50 Namun setelah empat tahun yaitu pada tahun 1957 Mahjiddin dibebaskan. Setelah bebas, ia kembali berkiprah dalam dunia pendidikan yang berada di jajaran Departemen Agama, pindah dari satu jabatan ke jabatan lain dan terakhir menjadi kepala PGA 6 Banda Aceh pada tahun 1963 hingga pensiun yaitu tahun 1974. 51 Mahjiddin Jusuf dipangggil Sang Khalik pada malam hari raya Fitrah pada tahun 1514 H bertepatan pada 14 Maret 1994 M, pada usia 74 tahun, dan dimakamkan di pemakaman keluarga di kelurahan Beurawe kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
2.
Aktivitas Agama dan Sosial Mahjiddin Jusuf Sama seperti ulama dan tokoh agama Islam Aceh lainnya, Tgk. Mahjiddin Jusuf
membangun masyarakat melalui dunia pendidikan. Sekembalinya ke kampung halaman dari perantauan di Sumatera Barat, ia bergabung dengan lembaga pendidikan madrasah Al-Muslim di 50
Dalam tahan inilah , Mahjiddin mulai menulis Alquran dan Terjemahan bebas bersajak dalam bahasa Aceh dan berhasil menerjemahkan tiga buah surat yaitu: Yāsin, Al-Kahfi dan Alinsyirah. Hendra Gunawan, studi kasus Aceh dan Sulawesi Seltan tahun 1953-1958, (Media Dakwah: Jakarta, 2000), h. 54. 51 Mahjiddin, Al-Qur’an Al Karim Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh (Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) Aceh, 2007) h. xx.
40
Peusangan. Karena keaktifan dan ketekunannya mengajar dan membina murid-murid di madrasah ini, Tgk. Mahjiddin Jusuf akhirnya dipercaya untuk memimpin madrasah Al-Muslim. Di samping aktif mengajar di madrasah ini, bakatnya sebagai orang yang mampu mengolah bahasa dalam bentuk syair tetap ia pupuk. Ia mengarang beberapa syair dan hikayat dalam bahasa Aceh. Pada tahun 1946 jabatan sebagai pimpinan Madrasah Al-Muslim ia tinggalkan. Hal ini karena Tgk. Mahjiddin Jusuf dipercaya oleh pemerintah Indonesia yang baru saja merdeka dari penjajah Belanda untuk memangku jabatan sebagai Kepala Negeri (setingkat Camat pada masa kini) Peusangan. Pada masa ia berposisi sebagai kepala negeri, banyak aktivitas yang ia lakukan seperti menghimpun pemuda desa untuk dilatih bidang kemiliteran dalam rangka mempertahankan Republik dari kekuatan tentara sekutu. Walaupun pemuda-pemuda tersebut dilatih strategi kemiliteran, Tgk. Mahjiddin Jusuf selalu menananamkan aqidah yang kuat kepada mereka dan kebiasaan ibadah yang baik sehingga pemuda itu tumbuh menjadi pemuda yang cinta agama, nusa, dan bangsa. Posisi sebagai kepala negeri ia pangku hingga tahun 1948 karena selanjutnya ia dipromosikan untuk menjadi kepala Pendidikan Agama Provinsi Aceh. Ketika Provinsi Aceh dihapus dan dileburkan menjadi satu dengan Provinsi Sumatera Utara, ia dipindahkan ke Medan dan diangkat menjadi kepala Pendidikan Agama Propinsi Sumatera Utara. Tgk. Mahjiddin Jusuf termasuk tokoh Aceh yang menentang kebijakan pemerintah RI yang meleburkan provinsi Aceh ke dalam provinsi Sumatera Utara. Ia tidak lama memangku jabatan itu. Pada tahun 1952, Tgk. Mahjiddin Jusuf kembali ke Aceh dan meninggalkan jabatan sebagai kepala Pendidikan Agama. Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah tokoh yang teguh pendirian dan tanpa kompromi dalam membela kebenaran. Ketika peristiwa
41
pemberontakan Aceh meletus, pada tahun 1953 ia ditangkap dan dibawa ke Binjai untuk dipenjara. Empat tahun lamanya ia ditahan di penjara tersebut. Sebagai seorang yang terdidik dan memiliki pengetahuan yang dalam tentang agama Islam ia amat menguasai ilmu nahwu, bayan, ma’ani dan tafsir ditambah lagi dengan bakatnya sebagai seorang penyair, masa empat tahun dipenjara ia isi dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat. Ia amat yakin bahwa manusia terbaik adalah manusia yang dapat memberi manfaat kepada orang lain. Sebagai perwujudan akan keyakinannya itu, maka ia mengisi sebagian besar waktunya dengan berdakwah kepada seluruh penghuni penjara, baik yang beragama Islam maupun non Islam. Kepada yang beragama Islam ia ajak dan bimbing untuk mengamalkan ajaran Islam seperti shalat yang dilakukan secara berjamaah dan mengerjakan puasa Ramadhan, sementara kepada non muslim ia sampaikan tentang kebesaran Allah dan kebenaran agama Islam. Hasil dari aktifitas dakwahnya selama empat tahun dipenjara, ada sembilan orang non muslim beralih agama menjadi muslim. Selain melakukan dakwah dan mengisi pengajian agama kepada penghuni penjara, Tgk. Mahjiddin Jusuf juga mengisi hari-harinya dengan menterjemahkan Alquran ke dalam bahasa Aceh. Uniknya, terjemahan ini bukan sekedar ke dalam bahasa Aceh, tetapi juga terjemahannya disusun dalam bentuk bahasa syair. Awalnya kegiatan ini tidak ia tekuni secara serius, dalam arti, hanya sekedar mengisi waktu selama berada di penjara dan baru ia lakukan secara serius setelah Tgk. Mahjiddin Jusuf keluar dari penjara. Selama empat tahun di penjara ia berhasil menterjemahkan tiga surat Alquran, yaitu: surah Yasin, surah Al-Kahfi, dan surah Al-Insyiah. Setelah Tgk. Mahjiddin Jusuf keluar dari penjara ia kemudian melakukan penerjemahan Al-qur’an ke dalam bahasa Aceh secara serius. Salah seorang yang memberi semangat kepadanya untuk pekerjaan ini adalah Abu Daud Beureueh, ulama dan tokoh masyarakat Aceh
42
yang merupakan sahabat karibnya. Dengan dorongan semangat itu, Tgk. Mahjiddin Jusuf dapat menyelesaikan penerjemahan Alquran secara lengkap. Jejak yang dilakukan olehnya mengingatkan orang kepada ulama besar Aceh masa lampau yaitu Syeikh Abdur Rauf atau dikenal dengan sebutan Syiah Kuala yang hidup pada abad ke 17. Ulama Aceh inilah yang pertama kali menterjemahkan kitab suci Alquran ke dalam bahasa Melayu. Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah ulama yang aktif berdakwah, mengamalkan ajaran Islam dengan baik dan menyampaikan ajaran Islam kepada setiap anggota masyarakat. Dalam hidupnya, beliau senantiasa menjaga waktu shalat dan selalu berusaha mengerjakan shalat secara berjamaah di mesjid. Setelah selesai shalat, adakalanya, beliau langsung berdiri di hadapan jamaah untuk memberikan siraman rohani singkatau yang dikenal dalam istilah “Kultum” (kuliah tujuh menit). Masyarakat amat senang mendengar ceramah yang disampaikan oleh Tgk. Mahjiddin Jusuf. Hal ini bukan saja karena ceramah beliau sering diselingi dengan syair-syair Aceh, tetapi juga bahasa beliau yang santun dan mudah dicerna oleh anggota masyarakat. Dalam dakwahnya, ia juga hampir tidak pernah menyinggung perasaan orang lain. Di samping menasehati masyarakat secara resmi melalui pengajian agama, pada setiap kesempatan yang ada, Tgk. Mahjiddin berusaha mengamalkan hadis Rasul: “Sampaikan kepada setiap orang walaupun hanya satu ayat”. Karenanya, jika ia minum di warung atau di kedai, ia selalu berbicara dalam bingkai dakwah Islam.
3.
Karya-karya Mahjiddin Jusuf Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah satu dari sedikit ulama Aceh yang mampu menuangkan ide-
idenya dalam bentuk buku. Di samping menulis buku syair dan hikayat dalam bahasa Aceh, ia juga menulis buku-buku teks pelajaran untuk murid Sekolah Rakyat Islam (SRI). Bidang yang ia
43
tulis adalah pelajaran tafsir dan bahasa Arab yang kesemua bukunya ditulis dalam huruf Arab Melayu (Jawoe). Buku yang ia tulis menjadi buku teks pelajaran di sekolah ibtidaiyah pada tahun lima puluhan. Namun karya yang paling monumental dari tangan Tgk. Mahjiddin Jusuf adalah terjemahan Alquran ke dalam bahasa Aceh dalam bentuk syair yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI) IAIN Ar-Raniry pada tahun 1999. Berikut contoh terjemahan Surat Ali Imran, ayat 106 dan 107 yang ia terjemahkan ke dalam bahasa Aceh dengan bentuk syair: Bak uroe dudoe nyang puteh muka Ngon itam muka dua kaphilah Nyang itam muka teuma geutanyong ‘Oh lheuh meuiman kakaphe di kah Jino karasa azeub bukon le Sebab kakaphe raya that salah Nyang puteh muka teuma that seunang Bandum ureungnyan lam rahmat Allah Keukai disinan sepanjang masa.
Ia juga mengarang beberapa hikayat meskipun belum diterbitkan. Ia pernah mengisahkan tentang orang tuanya dalam sebuah karya yang berjudul “Fakir Yusuf: Penulis Hikayat Aceh” tahun 1984.
44
BAB IV ANALISIS PENILAIAN KUALITAS TERJEMAHAN AL QUR’AN AL KARIM TERJEMAHAN BEBAS BERSAJAK DALAM BAHASA ACEH SURAH AL QALAM
A.
Analisis Penilaian Kualitas Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh dari Aspek Keterbacaan
Alquran sebagaimana yag kita ketahui, telah diturunkan secara berangsur-angsur dalam berbagai kesempatan, sesuai dengan pristiwa dan masalah yang menimpa kaum Muslim. Karenanya, demi menyelesaikan problematika tersebut, satu atau beberapa ayat dan kadang kala satu surah diturunkan. Sangat jelas bahawa ayat-ayat yang diturunkan pada setiap kesempatan, berkaitan dan membahas peristiwa tersebut. Karenanya, jika terdapat ketidak jelasan atau muncul masalah dalam lafazh atau makna, maka untuk menyelesaikannya harus dengan cara mengidentifikasi latar belakang peristiwa yang tejadi. Untuk mengetahui makna dan tafsir setiap ayat secara utuh, langkah yang harus ditempuh adalah melihat sebab turunya setiap ayat agar memperoleh kejelasan yang sempurna.52 Surah al-Qalam ( )القلمini tergolong surah Makiyyah. 53 Dilihat dari urutan turun surah ini diturunkan sesudah surah al-Alaq dan sebelum surah al-Muzzammil, namun secara urutan surah, surah ini berada pada urutan ke-68 dari 114 surah dalam alquran. Surah ini terdiri atas 52 ayat. Surah Al-Qalam berarti pena, hakikat pena di dalam surat al-Alaq, menurut imam an Naisabury memberi falsafah bahwa pena adalah pemburu ilmu. Surah ini diberi nama al-Qalam (pena), karena di dalamnya Allah bersumpah dengan alat tulis, yakni Qalam. Dengan demikian, 52 53
M. Hadi Ma’rifat, Sejarah Al-Quran (Jakarta: Al-Huda,2007), h.94. Jalaluddin As-Suyuthi, Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an (Jakarta: Gema Insan, 2008), h. 588.
45
penamaan surah ini dengan al-Qalam sebagai penghormatan terhdap “pena”, karena dalam penciptaannya itu terdapat petunjuk kepada hikmah yang agung dan berbagai manfaat yang tidak terhingga. Dilihat dari kandungan, kata Imam al-Qurthubi, sebagaian besar ayat dalam surah ini turun berkaitan dengan Al-Walid bin al- Mughirah dan Abu Jahal. Pada bab ini saya akan memberi evaluasi serta nilai dari hasil terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada surah al-Qalam. Analisis yang peneliti lakukan berpedoman pada teori penilaian penerjemahan yang dikemukakan oleh Moch. Syarif Hidayatullah. Selanjutnya, analisis dan penelitian ini dilakukan dengan mengamati hasil terjemahan dari aspek keterbacaan yang meliputi beberapa faktor yaitu: konkret (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan secara konkret dan tidak abstrak), tegas (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan secara tegas dan tidak bertele-tele), jelas (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan jelas dan lengkap), popular (yaitu dengan melihat sejauh mana pesan itu tersampaikan dengan bahasa yang popular dan lazim). Berikut ini analisa peneliti mengenai hasil terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh:
القلم
1.
(al-Qalam)
Kalam
Penilaian yang dapat peneliti berikan untuk terjemahan di atas yaitu peneliti menemukan kata
القلمpada nama surah diterjemahan sebagai kalam, surah ini populer dengan nama Surah
al-Qalam, juga Surah Nun.54 Berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku
54
Zaini Dahlan, dkk,. Alquran dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf), 1991 h. 284.
46
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pedoman transliterasi Arab-Latin Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987, huruf قapabila ditulis latin menjadi huruf Q, sehingga dengan kesalahan memilih padanan dalam huruf latin menyebabkan perubahan makna,
القلم
berarti pena.55 Pena menurut KBBI
adalah alat untuk menulis dengan tinta, dibuat dari baja, yang runcing dan belah. 56 Beda halnya apabila diterjemahkan sebagai kalam, adapun arti dari kalam itu senndiri adalah firman, perkataan, sabda, tuturan dan ujaran57, sangat jauh berbeda antara pena dan perkataan tuhan. Jadi, terjemahan tersebut tidak memenuhi faktor keterbacaan dalam sebuah penerjemahan, karena adanya kesalahan dalam pemilihan padanan sehingga menimbulkan terjemahan yang abstrak dan ambigu.
2.
بسم هللا الرحمن الرحيم Ngon nama Allah lonpuphon surat Tuhan Hadharat nyang Maha Murah Tuhanku sidroe geumaseh that-that Donya akherat rahmat Neulimpah
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah, Yang Maha Penyayang.
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kejanggalan dalam penerjemahan,
بسم هللا الرحمن الرحيمpada terjemahan di atas terdapat Donya akherat rahmat neulimpah, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia Dunia akhirat rahmat melimpah. Pada Tsu tidak terdapat kalimat yang mengharuskan penerjemah menambahkan terjemahan Dunia akhirat rahmat
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1469. 56 W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 847. 55
57
Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Bandung: Mizan Pustaka, 2009), h. 269.
47
melimpah. Jika merujuk ke tafsir
الرحمن الرحيم
, kata ar-Raḫmân sebagai sifat Allah swt.
Yang mencurahkan rahmat yang bersifat sementara di dunia ini, meliputi seluruh makhluk, tanpa terkecuali dan tanpa membedakan antara mukmin dan kafir. Sedang ar-Raḫĭm adalah rahmatNya yang bersifat kekal adalah rahmat-Nya di akhirat, tempat kehidupan yang kekal, yang hanya akan dinikmati oleh makhluk-makhluk yang mengabdi kepada-Nya.58 diterjemahkan nyang Maha Murah, geumaseh that-that, kata
الرحمن
الرحمن الرحيم
mengikuti bentuk kata
فعالنyang berasal dari akar kata رحمdan الرحيمmengikuti bentuk kata فعيلdari akar kata yang sama. Orang Arab seringkali membentuk kata benda dari kata kerja seperti perkataan سكرا, pula kata رحمن
فعل يفعلatas فعالن,
عطش يعطش عطشان, سكر يسكر غضب يغضب غضبانdemikian
رحم يرحم. Adapun bentuk kata رحيم
karena dia pujian, yang orang Arab jika
menyebut kata benda yang berindikasi pujian atau celaan maka penyeseaiannya dengan bentuk kata
فعيل,
minsalnya dari akar kata
علم
adalah
عالم
dan
عليم.59
Pada terjemahan di atas
peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital N pada kata Neulimpah. Jadi, menurut peneliti terjemahan tersebut belum memenuhi faktor keterbacaan dalam sebuah penerjemahan, karena adanya pemborosan kata. Terjemahan pada kata ini menggunakan model terjemahan tafsiriah namun menurut peneliti jika diterjemahkan secara tafsiriah lebih tepatnya jika diperincikan lagi apa-apa sajakah yang termasuk kedalam rahmat neulimpah yang ada di donya akherat. Jadi, cukup diterjemahkan secara sederhana saja, lebih mudah untuk dipahami
58 59
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 23. Ahmad Abdurraziq Al Bakri, dkk,. Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 214.
48
yaitu, Ngon nama Allah, nyang Maha Murah, nyang Maha geumaseh. Sudah bisa dikatakan memenuhi faktor keterbacaan dalam penerjemahan.
3.
َن َو ْالقَلَ ِم َو َما يَ ْسطُرُون Nun Peue meukeusud Nun bak awal ayat Tuhan Hadharat hana Neupeugah Demi na kalam ngon nyang jih surat (Qs. Al-Qalam, 68:1)
Nûn Demi qalam dan apa yang Mereka tuliskan.
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan terjemahan terlalu banyak pemborosan kata atau bertele-tele, seperti pada terjemahan نditerjemahkan (Peue meukeusud Nun bak awal ayat, Tuhan Hadharat hana Neupeugah),
ن
adalah huruf yang tidak dapat menerima I’rab. Jika ia
adalah kata yang sempurna, maka ia akan diberikan I’rab, sebagaimana lafazh
ْالقَ َل ِم
diberikan
I’rab. Dengan demikian, ia adalah huruf hijaiyah (abjad) seperti semua huruf yang terdapat di awal surah. Pada Tsu juga tidak terdapat kata yang bisa menimbulkan terjemahan seperti Peue meukeusud Nun bak awal ayat, Tuhan Hadharat hana Neupeugah, terlalu banyak penambahan atau pemborosan
terjemahan sehingga membingungkan pembaca Tsa.
Peneliti
juga
menemukan kesalahan dalam menulis padanan transliterasi arab-indonesia, dalam penulisan
القلم,
Berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin dalam buku “Pedoman Penulisan Karya
Ilmiah” CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pedoman transliterasi Arab-Latin Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987, huruf قapabila ditulis latin menjadi huruf Q, sehingga dengan kesalahan memilih padanan dalam huruf latin menyebabkan perubahan makna,
القلم
berarti pena. Pada terjemahan di atas peneliti juga 49
menemukan adanya kesalahan dalam penulisan huruf kapital, H dan N pada kata Hadharat dan Neupeugah. Menurut peneliti pada ayat ini cukup diterjemahkan sebagai berikut: Nun, Demi na kalam ngon nyang jih surat. Menurut peneliti terjemahan tersebut tidak bertele-tele dan lebih mudah untuk dipahami oleh pembaca, dan bisa dikatakan sudah memenuhi faktor keterbacaan dalam penerjemahan.
4.
َ َما أَ ْن ت ِب ِن ْع َم ِة َربِّكَ ِب َمجْ نُون Gata kon meuhat lagee jih peugah Nikmat Po gata gata kon gila (Qs. Al-Qalam, 68:2)
Berkat nikmat Tuhanmu, Bukanlah kau seorang majnun.
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kata yang tidak diterjemahkan yaitu
َ َربِّك, jika kata tersebut tidak diterjemahkan maka kita sebagai pembaca Tsa akan menimbulkan pertanyaan maksud dari terjemahan tersebut nikmat dari siapa? Firman Allah ini merupakan jawab qasam (jawab sumpah). Dalam hal ini perlu diketahui bahwa orang-orang musyrik itu pernah berkata kepada Nabi bahwa beliau gila dan ada syetannya. Oleh karena itu, Allah menurunkan bantahan terhadap mereka, sekaligus pernyataan bahwa ucapan mereka adalah dusta. Firman Allah
َ َما أَ ْن ك ِب َمجْ نُون َ ِّت ِب ِن ْع َم ِة َرب
maksudnya disini adalah karena rahmat
Tuhanmu, sebab makna Ni’mah di sini adalah rahmat. Jika kata ربِّك َ tidak diterjemahkan maka pembaca Tsa tidak mengetahui bantahan dan sumpah yang terdapat dalam firman Allah ini diturunkan oleh Allah yang ditunjukkan kepada orang-orang musyrik. Kata
َربِّك
lebih baik
diterjemahkan sebagai “tuhanmu” sehingga lebih mudah dipahami dan tidak menimbulkan
50
pertanyaan di benak pembaca Tsa. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital P pada kata Po.
5.
َوإِ َّن لَكَ ألجْ رًا َغي َْر َم ْمنُون Nyang le di gata phala bak Allah Han peutoh-peutoh phala keu gata
Bagimu sungguh ada pahala yang besar yang tiada habisnya.
(Qs. Al-Qalam, 68:3)
Pada terjemahan di atas, peneliti tidak menemukan adanya kesalahan dalam terjemahan, baik dari pemilihan diksi maupun keefektifitasan kalimat. Tidak ada terjemahan yang berlebih atau yang dikurangi. Hanya saja, peneliti menemukan ketidak konsistenan penerjemah dalam menggunakan kata Allah dan Tuhan. Pada beberapa ayat sebelumnya, penerjemah ada menggunakan kata tuhan dan juga kata Allah. Pada dasarnya kata Tuhan dan Allah berbeda. Menurut KBBI kata Tuhan, berarti sesuatu yang diyakini, dipuji, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa,60 Tuhan biasanya lebih umum dan digunakan oleh orang-orang yang non Islam. Kata Allah dalam KBBI diartikan sebagai, nama Tuhan dalam bahasa Arab, pencipta alam semesta yang sempurna, tuhan yang maha Esa yang disembah oleh yang beriman, dan biasanya mayoritas orang muslim menggunalan kata Allah.
6.
َض َّل ع َْن َس ِبي ِل ِه َوه َُو أَ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْهتَ ِدين َ إِ َّن َربَّكَ ه َُو أَ ْعلَ ُم ِب َم ْن Po gata keubit Neuteupeue that-that Soe nyang bit sisat jalan ka salah Neuteupeue that soe nyang na peutunyok Nyang ka geujak cok jalan got leupah (Qs. Al-Qalam, 68:7)
60
Sungguh, tuhanmulah yang lebih tahu Siapa tersesat dari jalannya Dan ialah yang maha tahu Orang-orang yang mendapat petunjuk
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 1216.
51
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kelebihan atau pemborosan dalam menerjemahkan, adanya kalimat yang tidak menggambarkan maksud dari ayat tersebut, yaitu kalimat Nyang ka geujak cok jalan got leupah (Yang mengambil jalan yang baik sekali), menurut peneliti kata tersebut tidak seharusnya dimasukkan dalam penerjemahan ayat ini. Jika kita lihat terjemahan secara kata perkata (KPK) juga tidak ada Tsu yang bisa diartikan dengan tambahan terjemahan tersebut. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital N pada kata Neuteupeue. Menurut peneliti cukup diterjemahkan sebagaimana maksud dan makna dalam ayat ini, kalimat Po gata keubit Neuteupeue that-that, soe nyang bit sisat jalan ka salah, neuteupeue that soe nyang na peutunyok, sudah mewakili maksud dari ayat ini.
7.
ََو ُّدوا لَوْ تُ ْد ِهنُ فَيُ ْد ِهنُون Napsujih gata meugot-got ngon jih Sang-sang bit di jih got-got that leupah (Qs. Al-Qalam, 68:9)
Mereka menginginkan kamu bersikap lunak Supaya mereka pun bersikap lunak
Pada ayat di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan pilihan diksi dari kata
ودpada
terjemahan di atas menggunakan kata napsujih, menurut peneliti penggunakan kata tersebut tidak tepat,
ود
yang artinya menginginkan atau menghendaki.61 Menurut peneliti lebih tepat jika
menggunakan kata menginginkan, sangat jauh berbeda antara menginginkan dan napsujih, napsujih sendiri artinya nafsu menurut KBBI keinginan (kecenderungan, dorongan) dorongan hati yang kuat karena kecewa. Menurut tafsir ayat ini, Al Farra’ dan Al Kalbi mengatakan, makna dari firman Allah itu adalah jika engkau bersikap lunak (kepada mereka), lalu merekapun Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 2007. 61
52
akan bersikap lunak kepadamu. Sebab Al Idhaan adalah bersikap lunak terhadap orang yang tidak semestinya bersikap lunak terhadap mereka. 62
8.
َمنَّاع لِ ْل َخي ِْر ُم ْعتَد أَ ِثيم Atra jeh di jih bek sagai leupah Meunyo buet nyang got di jih kriet jih that Keubit jeuheut that jipubuet salah (Qs. Al-Qalam, 68:12)
Yang menghalangi segala yang baik, Yang melampaui batas lagi banyak dosa
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya ketidak selarasan peralihan pesan dari Tsu ke Tsa, karena dalam terjemahan terlalu bebas tanpa memperhatikan struktur dari ayat itu, ada kata yang begitu saja dibuang tanpa diterjemahkan, dalam terjemahan di atas hanya mengalihkan maksud ayat lebih ke tafsir dan bukan terjemahan. Seperti
َمنَّاع ِل ْل َخي ِْرdiartikan
Atra jeh di jih bek sagai leupah (Hartanya jangan sampai lepas), sedangkan jika kita melihat terjemahannya adalah yang banyak menghalangi perbuatan baik. Dalam terjemahan tersebut sudah sangat luas dijabarkan dan lebih ke tafsir. Menurut Al Hasan maksud dari kata tersebut adalah ‘ Barang siapa dari kalian yang akan memeluk agama Muhammad, niscaya aku tidak akan memberikan sedikitpun manfaat kepadanya selamnya”. 63
9.
ك َزنِيم َ ُِعتُلٍّ بَ ْع َد َذل Keujam jih geuthee laen nibak nyan (Qs. Al-Qalam, 68:13)
Seorang yang kasar dan kejam, Dan selain itu lancung pula.
62
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),h. 77. 63 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),h. 84.
53
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan ada kata yang tidak diterjemahkan yaitu
َذ ِلكَ َز ِنيم
بَ ْع َد
َ menurut Hb Jassin diterjemahkan sebgai lancung. “dan selain itu lancung pula”.64 ز ِنيم
Yang dimaksud lancung adalah tidak jujur atau curang. 65
َزنِيم
Zanĭm terambil dari kata
زنمة
Zanamah yaitu kulit yang mengulur ke bawah telinga kambing sebagai giwang, atau sesuatu yang dipotong sebagai tanda pada telinga unta dan dibiarkan terulur. Ada perbedaan pendapat ulama tentang maksud kata tersebut pada ayat ini. Ada yang mengartikan sebagai perangai buruk yang telah melekat pada diri seseorang sehingga ia populer dengan keburukan itu, 66 ada juga yang memahaminya dalam arti seseorang yang dinisbahkan kepada satu komunitas padahal dia bukan dari mereka, dengan kata lain dia adalah anak haram. Tidak ada seorang pun yang disifati Alquran dengan gabungan sifat buruk dengan sedemikian banyak. Dengan demikian, Jika ketiga kata tersebut tidak diterjemahkan maka ayat ini ketika dibaca oleh pembaca Tsa maka akan abstrak dan tidak tersampaikan pesannya ke pada pembaca.
10.
َاب ْال َجنَّ ِة إِ ْذ أَ ْق َس ُموا لَيَصْ ِر ُمنَّهَا ُمصْ ِب ِحين َ إِنَّا بَلَوْ نَاهُ ْم َك َما بَلَوْ نَا أَصْ َح Dilee awaknyan ka kamoe ujoe Lagee meuujoe kawom nyang sudah Sinan na lampohjih di kawom nyan Teuma watee nyan ka jimeusumpah Singoh ban beungoh tajak pot ase (Qs. Al-Qalam, 68:17)
Sungguh kami telah uji mereka (musyrikin Mekah) sebagaimana Telah kami uji pemilik kebun, Ketika mereka bersumpah, akan memetik (hasil)nya di pagi hari.
Dari terjemahan di atas, penenliti menemukan adanya kelebihan terjemahan yaitu Sinan na lampohjih di kawom nyan (di sana ada kebun kaum itu), firman Allah
َاب ْال َجنَّ ِة إِ ْذ أَ ْق َس ُموا لَيَصْ ِر ُمنَّهَا ُمصْ ِب ِحين َ أَصْ َح
إِنَّا بَلَوْ نَاهُ ْم َك َما بَلَوْ نَا
diterjemahkan Dilee awaknyan ka kamoe ujoe
64
HB Jasin, Bacaan Mulia (Yayasan, 1942),h. 800. W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 633. 66 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 385. 65
54
lagee meuujoe kawom nyang sudah Teuma watee nyan ka jimeusumpah, sudah memenuhi faktor keterbacaan. Tanpa penambahan kalimat Sinan na lampohjih di kawom nyan ke dalam terjemahan juga pembaca Tsa sudah bisa memahami dan mengerti maksud dari ayat tersebut. Penambahan terjemahan bisa menimbulkan kesalah pahaman pembaca tentang ayat ini, jika merujuk ke tafsir dari ayat ini, maksud dari ayat ini adalah menerangkan bahwa Allah telah memberi orang-orang musyik Mekah nikmat yang banyak yang berupa kesenangan hidup di dunia dan kemewahan dengan maksud untuk mengetahui apakah mereka mau mensyukuri nikmat yang telah diberikan dengan cara mengeluarkan hak-hak orang miskin, dan tunduk kepada seruan Rasul yang menyerukan ke jalan yang benar, atau malah sebaliknya dengan nikmat yang Allah berikan mereka malah lalai dan menumpuk harta, menantang seruan Rasul dan keluar dari jalan yang benar? Allah akan menimpakan kepada mereka azab yang pedih dan melenyapkan nikmat-nikmat yang pernah Allah berikan kepada mereka dengan cara mencabut nimat pemilik-pemilik kebun tersebut.67 Jadi, menurut peneliti, ayat ini jika diterjemahakan secara sederhana tanpa pemborosan kata dan bertele-tele dengan banyaknya penambahan juga sudah cukup mudah dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya.
11.
ٌ ِفَطَافَ َعلَ ْيهَا طَائ َف ِم ْن َربِّكَ َوهُ ْم نَائِ ُمون Meu troh treuk keunan ureueng diarah Teungoh teungeutjih ureueng nyan teuku Nibak Po gata sideh geulangkah (Qs. Al-Qalam, 68:19)
Maka datanglah ke sana berputarputar malapetaka (Azab) dari tuhanmu, ketika mereka sedang tidur
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan dalam memilih diksi,
ٌ طَا ِئ yaitu pada kata ف
فَطَافَ َعلَ ْي َهاditerjemahkan Meu troh treuk keunan ureueng diarah
datanglah kesana orang merampok) disini kata
(Maka
ٌ طَا ِئdiartikan sebagai perampok. Kata طاف ف
thâfa pada mulanya digunakan dalam arti mengelilingi. Dari sini lahir kata thawaf. Kata
ٌ طَا ِئ ف
thâ’if biasanya digunakan untuk menunjuk bencana. Sebagaian ulama juga mengatkan bahwa
67
Zaini Dahlan, dkk,. Al Qur’an dan Tafsirnya (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1991), h. 305.
55
kata ini juga tidak digunakan kecuali bagi yang datang di malam hari. Ayat di atas tidak menjelaskan apa jenis bencana itu bisa jadi kebakaran, bisa juga aneka bencana, ataupun hama yang menimpa tumbuh-tumbuhan. Menurut Ibnu Abbas yang dimaksud dari kata Ath-Thaa’if pada firman Allah itu adalah : Gulunglah (kebun itu) karena (perintah) dari tuhanmu. Sedangkan menurut Qatadah maksud dari kata Ath-Thaa’if adalah azab dari Tuhanmu. Menurut Ibnu Juraij maksud dari kata Ath-Thaa’if adalah leher api yang keluar dari lembah neraka Jahanam. 68 Dari beberapa pendapat para ulama di atas bahwa kata
ٌ ِطَائ ف
itu sendiri bukanlah perampok akan
tetapi azab dari tuhan secara umum bukan hanya perampok. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital P pada kata Po.
ْ فَأَصْ بَ َح 12. َّر ِيم ِ ت َكالص Jeuet treuk lampoh nyan ka lagee arang Ka seupot itam anco dum bicah (Qs. Al-Qalam, 68:20)
Maka jadilah (kebun itu) Hitam seperti malam gelap gulita
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan pemilihan diksi yaitu
َّر ِيم ِ صlagee arang (seperti arang), kata َّر ِيم ِ صsedangkan menurut para
ahli, menurut Syamir
َّر ِيم ِ َّر ِ صberarti malam, namun يم ِ صjuga berarti siang. Yakni, ini (siang) terpisah dari itu, (malam) dan itu (malam) terpisah dari ini (siang). Menurut satu pendapat, malam dinamakan shariim (yang gelap), sebab kegelapannya memutus/menghentikan aktivitas. Jika berdasarkan kepada pendapat ini, maka kata yang sesuai dengan wazan faa’ilun (Shariimun) itu mengandung makna faa’ilun (shaarimun).69
َّر ِيم ِ صkata ini juga ada sebagian ulama yang memahaminya dalam arti
debu hitam, sementara yang lain memahaminya dalam arti pasir yaitu lahan kebun itu menjadi 68 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),h. 106-107. 69
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),h. 106-109.
56
seperti pasir yang tidak dapat ditumbuhi. Pemilihan kata ini oleh Alquran untuk mengisyaratkan bahwa pemilik kebun itu benar-benar telah diliputi oleh bencana dan kerugian yang beraneka ragam. Apapun jenis bencana itu, yang jelas dia bersumber dari Allah yang oleh ayat di atas ditunjuk dengan kata Tuhanmu.
13.
ََو َغدَوْ ا َعلَى َحرْ د قَا ِد ِرين Jijak treuk laju padahai di jih Ek jibri le jih peue-peue nyang mudah (Qs. Al-Qalam, 68:25)
Merekapun pergi pagi hari Bertekat kuat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya)
Pada terjemahan di atas terdapat pemilihan diksi yang kurang sesuai yaitu dari kata حرْ د َ di terjemahkan jibri ( memberi) padahal pada dasarnya arti dari
َحرْ دitu adalah menghalangi,
atau tekat yang kuat, atau ketegasan dan juga amarah.70 Makna-makna ini menggambarkan sikap para pemilik kebun tersebut. Atas dasar itu kata ini dinilai sangat tepat penggunaannya pada ayat di atas, yakni menghalangi adalah tujuan yang telah menjadi kebulatan tekat mereka. Ketergesaan menggambarkan perjalanan mereka di pagi hari itu, dan amarah menggambarkan sikap batin mereka jika ada orang miskin yang meminta atau memetik hasil kebun mereka. 71
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 753. 71 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 390. 70
57
14.
َبَلْ نَحْ نُ َمحْ رُو ُمون Tapi di tanyoe han sapeue na le (Qs. Al- Qalam, 68:27)
Bahkan kita dihalangi (memetik hasil kebun kita)
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya ketidak tepatan penerjemahan kata
dalam
َ َمحْ رُو ُمونyaitu han sapeue na le (tidak memiliki apa pun lagi), ََمحْ رُو ُم من
berarti yang kehilangan atau dicegah dari. 72 Maksud dari ayat ini adalah hasil kebun tidak diberikan kepada mereka, karena perbuatan yang yang telah mereka lakukan. Jika diterjemahkan sebagai han sapeue na le (tidak memiliki apa pun lagi) akan salah pemahamam bagi pembaca Tsa karena bisa saja mereka beranggapan bahwa sebelumnya mereka tidak memiliki kebun. Sedangkan maksud dari ayat ini adalah, mereka hanya dihalangi untuk memetik hasil dari kebunya.
15.
ُ قَالُوا َسب َْحانَ َربِّنَا إِنَّا ُكنَّا ظَالِ ِمين Jikheun treuk yoh nyan subhanallah Keubit po tanyoe Maha Suci that Tanyoe lalem that hana ban peugah (Qs. Al-Qalam, 68:29)
Mereka berkata, Mahasuci Tuhan kita! Sungguh, kita orang yang zalim
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemborosan kata, yaitu
َظَا ِل ِمين
إِنَّا ُكنَّا
cukup di terjemahkan Tanyoe lalem that ‘sungguh kita orang yang zalim’, tidak perlu
lagi adanya penambahan kata hana ban peugah ‘tiada terkira’. Dan juga adanya pemilihan diksi yang kurang populer yaitu dari kata
ظَالِمdiartikan lalem, kata lalem kurang pouler dikalangan
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1646. 72
58
masyarakat akan lebih mudah dipahami kata
ظَالِمbisa diterjemahkan sebagai yang tidak adil,
sewenang-wenang, zalim, aniaya, dan kejam.73 Lebih tepat jika diterjemahkan dengan zalim, karena lebih populer di telinga masyarakat.
16.
ََع َسى َربُّنَا أَ ْن يُ ْب ِدلَنَا َخيْرً ا ِم ْنهَا إِنَّا إِلَى َربِّنَا َرا ِغبُون Kadang neutem bri le po geutanyoe Laen neugantoe nyang leubeh ceudah Taharap ampon bak po geutanyoe (Qs. Al-Qalam, 68:32)
Semoga tuhan kita kan memberikan Sebagai ganti yang lebih baik (dari kebun itu) Sungguh, kita mengharapkan ampunan tuhan kita!
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemborosan dalam menerjemahkan kata
َع َسى
yaitu kadang neutem (kadang mungkin), untuk kedua kata ini berbeda, kadang
memiliki arti adakalanya, kadang kala, sekali-sekali sekali waktu.74 Sedangkan untuk mungkin memiliki arti ada atau tidak, belum tentu, barang kali, boleh jadi, dapat terjadi, tidak mustahil,kelihatannya, dan kira-kira.75 Jika kita lihat kembali untuk kata
َع َسى
memiliki arti
barang kali, boleh jadi, mungkin, semoga dan moga-moga.76 Menurut peneliti, lebih tepat kata
َع َسىpada ayat tersebut diartikan sebagai Neutem (mungkin). Jika merujuk ke tafsirnya ayat ini memiliki maksud bahwa “ Jika Allah memberi ganti kepada kami dengan (kebun) yang lebih
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1248. 73
74
Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Bandung: Mizan Pustaka,2009), h. 266. 75 Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa ( Bandung: Mizan Pustaka,2009), h. 391. Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 932. 76
59
baik daripada kebun itu, niscaya kami akan melakukan apa yang telah dilakukan oleh orang tua kami dulu.”77
17.
ََك َذلِكَ ْال َع َذابُ َولَ َع َذابُ اآل ِخ َر ِة أَ ْكبَ ُر لَوْ َكانُوا يَ ْعلَ ُمون Meunankeuh kamoe adeueb meubalah Adeueb akherat raya nibak nyoe Meunyo jiteupeue han roe jih salah (Qs. Al-Qalam, 68:33)
Demikianlah azab (dunia) Sungguh,lebih besar azab akhirat Sekiranya mereka menetahui
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemborosan terjemahan yaitu han roe jih salah ( tidak akan berbuat salah). Jika diperhatikan Tsu
َلَوْ َكانُوا َي ْعلَ ُمون
اآلخ َرةِ أَ ْكبَ ُر َُك َذلِكَ ْال َع َذابُ َولَ َع َذاب ِ
cukup diterjemahkan Meunankeuh kamoe adeueb Meubalah, adeueb akherat
raya nibak nyoe, meunyo jiteupeue. Tidak perlu adanya penambahan frase lagi. Dengan adanya penambahan frase tersebut maka akan lebih membingungkan pembaca Tsu.
18. ت النَّ ِع ِيم ِ إِ َّن ِل ْل ُمتَّ ِقينَ ِع ْن َد َربِّ ِه ْم َجنَّا Ureueng takeuwa nibah Po gopnyan Churuga na’im ka lheueh Neukeubah (Qs. Al-Qalam, 68:34)
Sungguh, bagi orang yang takwa pada tuhannya, (tersedia) surga-surga kenikmatan
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya ketidak tepatan dalam pemilihan diksi dari kata
النَّ ِع ِيم, pada terjemahan di atas kata tersebut tidak diterjemahakan. نَّ ِع ِيمberarti
77
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 118.
60
kenyamanan, kenikmatan, kemewahan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan.78 Jika tidak diterjemahkan maka akan menimbulkan makna yang abstrak, yaitu kata
نَّ ِع ِيم
juga berarti salah
satu dari jenis-jenis surga. Merujuk pada penjelasan ayat tersebut menjelaskan bahwa, sesungguhnya bagi orang-orang yang bertakwa itu disediakan bagi mereka di akhirat kelak, surga-surga yang hanya mengandung kenikmatan yang murni, yang tidak tercemar oleh sesuatu yang mencerminkannya, sebagaimana sesuatu itu mencemari kebun-kebun di dunia. 79 Dalam hal ini perlu diketahui bahwa pemuka-pemuka Quraisy berpendapat bahwa mereka diberikan keberuntungan duniawi yang melimpah, sementara kaum muslim hanya sedikit saja. Oleh karena itulah apabila mereka mendengar pembicaraan tentang akhirat dan apa yang Allah janjikan kepada orang-orang yang beriman, mereka berkata, “ kalau benar kita akan dibangkitkan seperti yang diklaim Muhammad dan orang-orang yang mengikutinya, maka kondisi kita dan kondisi mereka (di akhirat) tidak akan jauh berbeda dari kondisi yang ada di dunia. Pada terjemahan di atas peneliti juga menemukan adanya kesalahan pada penulisan huruf kapital P pada kata Po.
19.
ٌ أَ ْم لَ ُك ْم أَ ْي َم َان َعلَ ْينَا بَالِ َغةٌ إِلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة إِ َّن لَ ُك ْم لَ َما تَحْ ُك ُمون Peue na meujanji gata ngon Kamoe Sampoe ‘an dudoe taakad sumpah (Qs. Al-Qalam, 68:39)
Atau adakah padamu perjanjian dengan (kami), diperkuat dengan sumpah, Nyang jeuet gata dum meunan tahukom yang berlaku hingga hari kiamat, sehingga kamu dapat apa saja yang kamu ingini
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1928. 78
79
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 121-122.
61
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan dalam penulisan huruf kapital K dalam kata Kamoe. menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) penggunaan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti Tuhan, huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan agama yang diikuti nama orang, huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang, huruf pertama unsurunsur nama orang, huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, huruf pertama unsurunsur nama diri geografi, huruf pertama semua unsur nama resmi Negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di,ke,dan,yang dan untuk. Ini beberapa ketentuan dalam penggunaan huruf kapital. Pada terjemahan di atas, terdapat kesalahan dalam menuliskan huruf kapital pada kata terakhir.
20. ك َز ِعي ٌم َ َس ْلهُ ْم أَيُّهُ ْم ِب َذ ِل Tanyong bak jih dum mangat jipeugah Soe keupalajih nyang hukom meunoe (Qs. Al-Qalam, 68:40)
Tanyakanlah siapa diantara mereka yang Bertanggung jawab (atas Keputusan yang diambil)
62
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya penerjemahan yang kurang populer yaitu terjemahan dari kata
َز ِعي ٌم
َز ِعي ٌم
di artikan sebagai keupalajih nyang hukom (kepala hukum).
berarti pemimpin, kepala, dan ketua.80 Jika kita perhatikan, tidak ada salahnya jika di
artikan sebagai keupalajih nyang hukom, akan tetapi penambahan kata hukom pada terjemahan tersebut bisa menimbulkan kesalahan pesan. Adapun maksud dari ayat di atas adalah, tanyakanlah olehmu wahai Muhammad kepada orang-orang yang mengada-ada sesuatu kepadaku, “ siapa diantara mereka yang bertanggung jawab atas apa yang telah disebutkan itu?.” Maksudnya, mereka akan mendapatkan yang terbaik (di akhirat kelak), seperti yang diproleh kaum muslimin. Menurut Ibnu Abbas dan Qatadah kata
َز ِعي ٌمadalah orang yang bertanggung
jawab dan orang yang menjamin. Sementara menurut Ibnu Kaisan yang dimaksud dengan
َز ِعيم
di sini adalah orang ynag mengemukakan hujjah dan pengakuan. Lebih tepat jika di terjemahkan sebagai keupalajih saja, tanpa menambahkan nyang hukom, ini sudah cukup mewakili faktor keterbacaan suatu terjemahan.
21.
ُّ يَوْ َم يُ ْكشَفُ ع َْن َساق َويُ ْدعَوْ نَ إِلَى ال َسجُو ِد فَال يَ ْستَ ِطيعُون Uroe deuh beuteh bandum ka teulhon Geuyue sujud lom laju beu bagah Han ek sujud le di jih watee nyan (Qs. Al-Qalam, 68:42)
Pada hari (kiamat) betis disingkapkan Dan mereka dipanggil untuk bersujud Tapi mereka tidak berdaya
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya pemilihan diksi yang kurang tepat yaitu dari kata
يُ ْكشَفُ ع َْن َساقdi terjemahkan sebagai beuteh bandum ka teulhon ( betis semua
Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1015. 80
63
telanjang).
َك َشف
berarti membuka, mengungkapkan, memperlihatkan dan menyingkap. 81
Sedangkan dilihat dari tafsirnya maksud dari kata tersebut tidak menggambarkan bahwa membuka betis secara keseluruhan atau telanjang. kata
يُ ْكشَفُ ع َْن َساقdisingkap betis adalah
istilah yang digunakan bahasa Arab untuk menggambarkan kesulitan yang besar yang memerlukan upaya serius untuk menanggulanginya. Ini karena biasanya seseorang yang menghadapi sesuatu yang serius, menyingkap lengan baju atau bagian bawah dari penutup betisnya, sehingga agar lebih mudah dan lebih tangkas bergerak atau berlari. 82 Beberapa pendapat ahli tentang ayat ini khususnya pada kata
يُ ْكشَفُ ع َْن َساق,
Ibnu Al Mubarak
mengatakan bahwa, Usamah bin Zaid mengabarkan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah tersebut Ibnu Abbas berkata, “maksudnya, (pada hari) kesusahan dan kesulitan (disingkap).” Abu Ubaidah berpendapat bahwa, “Apabila perang dan perkara hebat, dikatakan: Kasyafa al amru an saaqihi (perkara itu menyingkap betisnya). Yang menjadi dasar dalam hal ini adalah, jika seseorang yang tercebur ke dalam sesuatu yang memerlukan keseriusan, maka dia akan menyingsingkan saaq (betis)nya. 83 Menurut pendapat yang lain, yang Allah maksud adalah waktu mendekatnya ajal dan lemahnya tubuh. Dengan demikian, yang dimaksud dari firman Allah ini adalah : (pada hari) orang sakit menyingkap betisnya, agar dia dapat melihat betisnya, agar dia dapat melihat kelemahannya. Adapun riwayat yang menyatakan bahwa Allah akan menyingkap betisnya, perlu diketahui bahwa sesungguhnya Allah Maha tinggi untuk memiliki anggota tubuh dan bagian, membuka maupun menutup.
81 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1508. 82 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Tangerang: Lentera Hati, 2002), h. 396. 83 Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),h. 129-130.
64
Dari beberapa penjelasan tentang
يُ ْكشَفُ ع َْن َساقbisa kita tarik kesimpulan bahwa tidak
ada satu ahli pun yang menerjemahkan kata
َ َك َشف
dengan kata telanjang. dua kata ini sangat
berbedaan kata telanjang berarti tidak berpakaian: banyak anak kecil yang mandi -- di sungai. Atau dengan kata lain tidak mempunyai pakaian. 84 Sedangkan singkap berarti buka, menyingkap membuka selubung, buku, pintu, membuka sedikit. Dari penjelasan perbedaan dua kata tersebut
َ َكlebih tepat jika diterjemahkan dengan pilihan kata menyingkap. menurut peneliti, kata شف
ُّ ْصا ُرهُ ْم تَرْ هَقُهُ ْم ِذلَّةٌ َوقَ ْد َكانُوا يُ ْدعَوْ نَ إِلَى ال َسجُو ِد َوهُ ْم َسا ِل ُمون َ اش َعةً أَب ِ َخ
22.
Mata ka rabon khuchu’ that leupah Watee nyan di jih hina ngon malee Yoh geuyue dilee han jitem papah Yoh mantong teuga han jitem pubuet ‘Oh geuyue sujud di jih jibantah (Qs. Al-Qalam, 68:43)
Mata mereka tunduk ke bawah Diliputi kehinaan, padahal mereka Dahulunya telah dipanggil untuk bersujud, Waktu mereka sehat sejahtera
Pada terjemahan dia atas peneliti menemukan adanya kesalahan pemilihan diksi dari kata
ََسالِ ُمون
diterjemahkan mantong teuga (dalam keadaan kuat).
سليم: سالمberarti yang selamat,
sehat.85 Kata kuat menurut KBBI berarti banyak tenaganya, mampu mengangkat banyak, dan tidak mudah goyah. Menurut peneliti lebih tepat jika terjemahan menggunakan kata sehat. Menurut beberapa tafsir ayat ini juga dikaitkan dengan sholat berjama’ah, karena hanya orangorang yang sehat bisa melaksanakan sholat berjama’ah dengan sempurna.
84
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), h. 1160. Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab – Indonesia (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996), h. 1039. 85
65
23.
ُ فَ َذرْ نِي َو َم ْن يُ َك ِّذبُ ِبهَ َذا ْال َح ِديثِ َسنَ ْستَ ْد ِر ُجهُ ْم ِم ْن َحي َْث ال يَ ْعلَ ُمون Bah jih deungon Lon jinoe meuhukom Jikheun narit-Lon sulet that leupah Lon keumeung heijih dum seun-seun bacut Bah le jipubuet laju nyang salah Hana jiteupeue ho jikeumeung bloh (Qs. Al-Qalam, 68:44)
Maka serahkanlah (ya Muhammad) Kepadaku (urusan) orang-orang yang Mendustakan berita (Alquran ini) Kami akan azab mereka beransur-ansur Dari tempat yang tiada mereka tahu
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan yang berulang dalam penulisan huruf, kapital L pada kata Lon. menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) penggunaan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti Tuhan, huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan agama yang diikuti nama orang, huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang, huruf pertama unsurunsur nama orang, huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, huruf pertama unsurunsur nama diri geografi, huruf pertama semua unsur nama resmi Negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di,ke,dan,yang dan untuk. Ini beberapa ketentuan dalam penggunaan huruf kapital. Sedangkan pada terjemahan di atas terdapat penggunaan huruf capital pada tengah kalimat. 86
86
Pusat Bahasa Kemdiknas Republik Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 14-22.
66
24. ت إِ ْذ نَادَى َوهُ َو َم ْكظُو ٌم َ فَاصْ ِبرْ لِ ُح ْك ِم َربِّكَ َوال تَ ُك ْن َك ِ ب ْالحُو ِ اح ِ ص Teuma tasaba hukom Po gata Bek lagee haba masa nyang sudah Lagee soe dilee dalam pruet eungkot Sang-sang teumakot geuba peurintah Geulakee do’a gopnyan di laot Kawom buet karot beungehgeuh leupah (Qs. Al-Qalam, 68:48)
Maka tunggulah dengan sabar ketetapan Tuhanmu, dan jangan seperti orang (Yunus) Yang berada dalam (perut) ikan Ketika berdoa dalam kesedihan
Dari terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kesalahan dalam penulisan huruf capital P pada kata Po. menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) penggunaan huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat, huruf pertama petikan langsung, huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti Tuhan, huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan agama yang diikuti nama orang, huruf pertama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang,
huruf pertama unsur-unsur nama orang, huruf
pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa, huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi, huruf pertama semua unsur nama resmi Negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi,kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk. Huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan. Huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di,ke,dan,yang dan untuk. Ini beberapa ketentuan dalam penggunaan huruf kapital. Pada terjemahan di atas terdapat kesalahan dalam penulisan huruf capital di tengah-tengah kalimat.
67
25.
ََو َما ه َُو إِال ِذ ْك ٌر لِ ْل َعالَ ِمين Padahai dike haba peuingat Le bandum umat jitueng phaedah Keu bandum alam jeut keu peuingat Soe nyang tem ingat nyan nyang meutuah (Qs. Al-Qalam, 68:52)
Padahal (peringatan itu) Tiada lain dari peringatan bagi Seluruh umat
Pada terjemahan di atas, peneliti menemukan adanya kata yang diterjemahkan dua kali atau bertele-tele yaitu kata
ِذ ْك ٌر
diterjemahkan sebagai dike haba peuingat (zikir kabar
pengingat). Menurut peneliti jika ditulis salah satunya juga sudah cukup newakili dan pesannya tersampaikan. Adapun maksud dari ayat ini adalah, Alquran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat. Menurut satu pendapat, maksudnya adalah: Muhammad itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh ummat, dimana mereka bisa mendapatkan peringatan karenanya. Pendapat lain mengutarakan bahwa makna Adz-Dzikr itu adalah kemulian, yakni Alquran (adalah kemulian), sebagai firman Allah
ك َ َوإنَهُ لَد ْك ٌر لَكَ َولقَوْ م
“ Dan sesungguhnya
Alquran itu benar-benar adalah suatu kemulian besar bagimu dan bagi kaummu.” (Qs. AzZukhruf 43:44).
87
Nabi adalah kemulian bagi semua ummat, dan mereka menjadi mulia karena
mengikuti dan beriman kepadanya.
B.
Hasil dan Penilaian Terjemahan Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh Setelah peneliti menganalisis teks terjemahannya, maka peneliti akan menjabarkan lebih
jelas lagi hasil dan penilaiannya secara keseluruhan.
87
Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al Qurthubi (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),h. 150.
68
Tabel Hasil dan Penilaian Terjemahan dari Aspek Keterbacaan Data Korpus
NO. Aspek Keterbacaan
Nilai Jumlah
Tidak Akurat
1
Konkret
500
3
30
2
Tegas
500
9
18
3
Jelas
500
20
29
4
Populer
500
2
4
TOTAL
1.
81
Konkret Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data yang
diterjemahkan secara tidak konkret. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak konkret dari keseluruhan data diperoleh sebanyak 3 kesalahan dan masing-masing data dikurangi 10 poin, sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 30 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan kesalahan-kesalahan terjemahan yang tidak konkret; 1.
Kata
القلم
diterjemahkan sebagai kalam. Berdasarkan pedoman transliterasi Arab-Latin
CeQda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan pedoman transliterasi Arab-Latin Kementrian Agama Nomor: 158 Tahun 1987 – Nomor: 0543 b/u/1987, huruf قapabila ditulis latin menjadi huruf Q, pada kata ini penerjemaha salah dalam memilih padanan sehingga menyebabkan perubahan makna.
69
2.
Kata
َربِّكpada TSu tidak diterjemahkan. Sehingga berakibat pada kesalah pahaman dan
pesan dari ayat tersebut tidak tersampaikan secara sempurna, seharusnya kata
َربِّك
diterjemahakan sebagai “Tuhanmu”. 3.
Kata
َب ْع َد َذ ِلكَ َز ِنيم
pada Tsu tidak diterjemahakan. Sehingga berakibat pada kesalah
pahaman dan pesan dari ayat tersebut tidak tersampaikan secara sempurna, seharusnya
َ kata زنِيم
2.
ك َ بَ ْع َد َذ ِلditerjemahkan sebagai “dan selain itu lancung pula”.
Tegas Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data
yang diterjemahkan secara tidak tegas. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak tegas dari keseluruhan data diperoleh sebanyak 9 kesalahan dan masing-masing data dikurangi 2 poin, sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 18 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan kesalahan-kesalahan terjemahan yang tidak tegas;
1.
بسم هللا الرحمن الرحيم
pada TSa adanya kejanggalan dalam menerjemahkan, terdapat
beberapa kata yang diterjemahkan terlalu luas dan bertele-tele, khususnya pada kata
الرحمن الرحيم
diterjemahkan secara tafsiriyah namun, menurut peneliti jika
diterjemahkan secara tafsiriah lebih tepatnya jika diperincikan lagi apa-apa sajakah yang termasuk ke dalam rahnat meulipah yang ada di donya akherat.
70
2.
Kata نditerjemahkan terlalu bertele-tele, pada dasarnya نadalah huruf yang tidak dapat menerima I’rab.
نhanyalah huruf hijaiyah seperti semua huruf yang terdapat pada awal
surah. Seharunya huruf نditerjemahkan sebagai “nun”. 3.
Pada ayat
َض َّل ع َْن َس ِبي ِل ِه َوه َُو أَ ْعلَ ُم ِب ْال ُم ْهتَ ِدين َ إِ َّن َربَّكَ ه َُو أَ ْعلَ ُم ِب َم ْنpeneliti menemukan
adanya pemborosan terjemahan, adanya kalimat yang tidak menggambarkan maksud dari ayat tersebut, yaitu kalimat nyang ka geujak cok jalan got leupah. Jika ayat ini diterjemahkan sebagai Po gata keubit Neuteupeue that-that, soe nyang bit sisat jalan ka salah, neuteupeue that soe nyang na peutunyok, sangat lebih mudah dipahami maksud dari ayat tersebut sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman bagi pembaca Tsa. 4.
Pada ayat
َمنَّاع لِ ْل َخي ِْر ُم ْع َتد أَ ِثيم
peneliti menemukan adanya pemborosan terjemahan,
adanya ketidakselarasan peralihan pesan dari TSu ke TSa, dalam terjemahan ini terlalu bertele-tele tanpa memperhatikan struktur dari ayat itu, ada kata yang begitu saja dibuang tanpa diterjemahkan. 5.
Pada ayat
َاب ْال َجنَّ ِة إِ ْذ أَ ْق َس ُموا لَيَصْ ِر ُمنَّهَا ُمصْ ِب ِحين َ إِنَّا بَلَوْ نَاهُ ْم َك َما بَلَوْ نَا أَصْ َح
peneliti
menemukan adanya pemborosan terjemahan, yaitu sinan na lampohjih di kawom nyan, pada dasarnya tanpa harus ada penambahan tersebut ayat ini sudah sangat mudah dipahami oleh pembaca. 6.
Pada kata
َإِنَّا ُكنَّا ظَالِ ِمين
peneliti menemukan adanya pemborosan terjemahan atau
terjemahan yang terlalu bertele-tele, pada dasarnya kata
َإِنَّا ُكنَّا ظَا ِل ِمين
cukup di
terjemahkan dengan tanyoe lalem that, akan tetapi pada kata ini adanya penambahan hana ban peugah, berakibat pada kesalah pahaman bagi pembaca TSa. 71
7.
Pada kata
َع َسى
peneliti menemukan adanya terjemahan yang terlalu bertele-tele atau
pemborosan terjemahan, kata سى َ َعditerjemahkan dengan kadang neutem, pada dasarnya kedua kata berbeda. Menurut peneliti kata tersebut lebih tepat apabila diterjemahkan dengan neutem. 8.
Pada ayat
َُك َذ ِلكَ ْال َع َذابُ َولَ َع َذاب َاآلخ َر ِة أَ ْك َب ُر لَوْ َكانُوا َي ْعلَ ُمون ِ
peneliti menemukan
adanya pemborosan terjemahan yaitu dengan adanya tambahan terjemahan han roe jih salah, jika diperhatukan pada TSu cukup diterjemahkan dengan Meunankeuh Kamoe adeueb Meubalah, adeueb akherat raya nibak nyoe, meunyo jiteupeue. Tidak perlu adanya penambahan lagi. 9.
Pada kata
ِذ ْك ٌرpeneliti menemukan adanya pemborosan kata atau diterjemahakan secara
bertele-tele, kata
ِذ ْك ٌر
diterjemahkan sebagai dike haba peuingat, kata dike dan peuingat
memiliki arti yang sama. Seharusnya cukup diterjemahkan dengan memilih salah satu dari kata tersebut.
3.
Jelas Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data
yang diterjemahkan secara tidak jelas. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak jelas dan lengkap dari keseluruhan data diperoleh sebanyak 20 kesalahan, 9 kesalahan terkait pemilihan diksi yang kurang tepat dan untuk masing-masing data dikurangi 2 poin, 11 data selanjutnya kesalahan dalam penulisan EYD dan untuk masing-masing data dikurangi 1 poin. Sehingga pada bagian ini berakibat pengurangan skor sebanyak 29 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan kesalahan-kesalahan terjemahan yang tidak jelas; 72
a.
Pemilihan Diksi
1.
Pada terjemahan ayat ke 3 Nyang le di gata phala bak Allah Han peutoh-peutoh phala keu gata, peneliti menemukan adanya ketidak konsistenan penerjemah dalam memilih diksi untuk penggunaan kata Tuhan dan Allah.
2.
Pada kata
ودpada TSa diterjemahkan napsujih sedangkan dalam kamus أراد- ودadalah
menginginkan atau menghendaki, maka terjemahan yang tepat untuk digunakan pada kata
ودialah menginginkan. 3.
طائف
Pada kata
pada TSa diterjemahkan perampok. Merujuk ke tafsir kata
طائف
menurut beberapa ulama bukanlah perampok, akan tetapi azab Tuhan secara umum dan bukan hanya perampok saja. 4.
Pada kata
صريمpada TSa diterjemahkan sebagai lagee arang sedangkan dalam kamus
ليل:صريم
adalah malam, sebagian waktu malam, maka terjemahan yang tepat untuk
digunakan ialah malam. 5.
Kata
َحرْ د
pada TSa diterjemahkan sebagai jibri sedangkan dalam kamus adalah
menghalangi, maka terjemahan yang tepat untuk digunkan pada kata
َحرْ د
ialah
menghalangi. 6.
Pada kata
محرومونpada TSa diterjemahkan sebagai han sapeue na le ‘ tidak memiliki
apapun lagi), sedangkan dalam kamus adalah yang kehilangan atau dicegah dari, maka terjemahan yang tepat untuk digunakan ialah dicegah atau dihalangi.
73
7.
Kata
نَّ ِع ِيم
pada TSa diterjemahkan sebagai na’im sedangkan dalam kamus
نَّ ِع ِيم
ialah
kenyamanan, kenikmatan, kemewahan hidup, kegembiraan dan kebahagiaan. Jika يم ِ نَّ ِعdi terjemahkan na’im juga maka akan menimbulkan makna yang ambigu karena kata
نَّ ِع ِيم
juga merupakan salah satu dari jenis-jenis surga. Maka, terjemahan yang tepat untuk digunakan pada kata يم ِ نَّ ِعialah kenikmatan. 8.
Kata
يُ ْكشَفُ ع َْن َساق
telanjang).
َك َشف
di terjemahkan sebagai beuteh bandum ka teulhon ( betis semua
berarti membuka, mengungkapkan, memperlihatkan dan menyingkap.
Sedangkan dilihat dari tafsirnya maksud dari kata tersebut tidak menggambarkan bahwa membuka betis secara keseluruhan atau telanjang. Maka, terjemahan yang tepat untuk
َ َكadalah disingkapkan. digunakan pada kata شف 9.
Kata
ََسا ِل ُمون
diterjemahkan mantong teuga (dalam keadaan kuat).
سليم:سالم
berarti
yang selamat, sehat. Maka, terjemahan yang tepat untuk digunakan pada kata tersebut adalah sehat.
b.
Penulisan EYD
1.
Penulisan huruf kapital N pada terjemahan
بسم هللا الرحمن الرحيمpada surah Al Qalam
tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Ngon nama Allah lonpuphon surat Tuhan Hadharat nyang Maha Murah 74
Tuhanku sidroe geumaseh that-that Donya akherat rahmat Neulimpah
2.
Penulisan huruf kapital H dan N pada terjemahan ayat 1 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Nun Peue meukeusud Nun bak awal ayat Tuhan Hadharat hana Neupeugah Demi na kalam ngon nyang jih surat (Qs. Al-Qalam, 68:1)
3.
Penulisan huruf kapital P pada terjemahan ayat 2 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Gata kon meuhat lagee jih peugah Nikmat Po gata gata kon gila (Qs. Al-Qalam, 68:2)
4.
Penulisan huruf kapital N pada terjemahan ayat 7 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Po gata keubit Neuteupeue that-that Soe nyang bit sisat jalan ka salah Neuteupeue that soe nyang na peutunyok Nyang ka geujak cok jalan got leupah (Qs. Al-Qalam, 68:7)
5.
Penulisan huruf kapital P pada terjemahan ayat 19 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. 75
Meu troh treuk keunan ureueng diarah Teungoh teungeutjih ureueng nyan teuku Nibak Po gata sideh geulangkah (Qs. Al-Qalam, 68:19)
6.
Penulisan huruf kapital K pada terjemahan ayat 39 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Peue na meujanji gata ngon Kamoe Sampoe ‘an dudoe taakad sumpah Nyang jeuet gata dum meunan tahukom (Qs. Al-Qalam, 68:39)
7.
Penulisan huruf kapital P dan N pada terjemahan ayat 34 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Ureueng takeuwa nibah Po gopnyan Churuga na’im ka lheueh Neukeubah (Qs. Al-Qalam, 68:34)
8.
Penulisan huruf kapital L yang berulang pada terjemahan ayat 44 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Bah jih deungon Lon jinoe meuhukom Jikheun narit-Lon sulet that leupah Lonkeumeung heijih dum seun-seun bacut Bah le jipubuet laju nyang salah Hana jiteupeue ho jikeumeung bloh (Qs. Al-Qalam, 68:44)
76
9.
Penulisan huruf kapital P pada terjemahan ayat 48 pada surah Al Qalam tidak tepat, pada dasarnya huruf kapital menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Teuma tasaba hukom Po gata Bek lagee haba masa nyang sudah Lagee soe dilee dalam pruet eungkot Sang-sang teumakot geuba peurintah Geulakee do’a gopnyan di laot Kawom buet karot beungehgeuh leupah (Qs. Al-Qalam, 68:48)
10.
Populer Selanjutnya, peneliti akan memaparkan data-data dari analisis peneliti mengenai data
yang diterjemahkan secara tidak populer. Dalam hal ini, terjemahan yang tidak menyampaikan ide atau pesan TSu dengan bahasa yang populer atau lazim dari keseluruhan data diperoleh sebanyak 2 data, dan untuk masing-masing data dikurangi 2 poin, Sehingga pada bagian ini berakibat pengurangan skor sebanyak 4 poin. Berikut ini peneliti akan menyajikan kesalahankesalahan terjemahan yang tidak menyampaikan ide atau pesan TSu dengan bahasa yang populer atau lazim;
1.
Kata
ظَا ِل َمdiartikan lalem,
mudan dipahami kata
kata lalem kurang pouler dikalangan masyarakat akan lebih
ظَا ِلم
bisa diterjemahkan sebagai yang tidak adil, sewenang-
wenang, zalim, aniaya, dan kejam. Lebih tepat jika diterjemahkan dengan zalim, karena lebih populer di telinga masyarakat.
77
2.
Kata
َز ِعي ٌم
di artikan sebagai keupalajih nyang hukom (kepala hukum).
َز ِعي ٌم
berarti
pemimpin, kepala, dan ketua. Jika kita perhatikan, tidak ada salahnya jika di artikan sebagai keupalajih nyang hukom, akan tetapi penambahan kata hukom pada terjemahan tersebut bisa menimbulkan kesalahan pesan. Lebih tepat dan lebih populer jika di terjemahkan sebagai keupalajih saja, tanpa menambahkan nyang hukom.
Keempat hasil perhitungan di atas dati tiap aspek yang diperoleh, maka peneliti dapat menyimpulkan, kesalahan dari semua data yang diteliti terdapat 81 poin. Selanjutnya, penilaian dari penelitian dan analisis pada Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh adalah sebesar 83,8 Hasil penelitian tersebut jika disesuaikan dengan pedoman teori Moch. Syarif Hidayatullah termasuk dalam kategori terjemahan sangat baik. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa terjemahan yang tidak diterjemahkan secara konkret walaupun tidak terlalu banyak. Kemudian juga ada beberapa kesalahan dalam pemilihan padanan pada TSa dan kesalahan tata ejaan.
78
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Dari hasil analisis pada surah Al Qalam pada Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas
Bersajak dalam Bahasa Aceh karya Mahjiddin Jusuf yang peneliti jadikan objek penilaian terdiri dari 4 halaman, maka penulis dapat memberi hasil penilaian dari aspek keterbacaan baik dari segi kualitas maupun nilai pada perumusan masalah yang ada di pendahuluan bab 1. Dilihat dari aspek keterbacaan hasil terjemahan surah ini, peneliti menyimpulkan bahwa terjemahan tersebut belum sepenuhnya memenuhi kategori keterbacaan dalam mengalihkan teksteks ke dalam bahasa sasaran. Peneliti masih menemukan beberapa terjemahan yang tidak diterjemahkan secara konkret sebanyak 3 data, untuk masing-masing data dikurangi 10 poin, sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 30 poin. Terjemahan yang mengalami pemborosan kata atau tidak tegas sebanyak 9 data, untuk masing-masing data dikurangi 2 poin, sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 18 poin. Terjemahan yang tidak menyampaikan ide atau pesan Tsu, dengan jelas dan lengkap sebanyak 9 data untuk kesalahan dalam memilih diksi, untuk masing-masing data dikurangi 2 poin dan 11 data kesalahan dalam penulisan EYD, untuk masing-masing data dikurangi 1 poin, jika digabungkan, maka
berakibat pada
pengurangan skor sebanyak 29 poin. Terjemahan yang tidak menyampaikan ide atau pesan Tsu dengan bahasa yang popular atau lazim sebanyak 2 data, untuk masing-masing data dikurangi 2 poin, sehingga berakibat pengurangan skor sebanyak 4 poin.
79
Setelah mengetahui jumlah kesalahan yang telah di paparkan di atas sehingga berakibat pada skor kualitas terjemahan, maka peneliti akan memberikan penilaian secara matematis berupa nilai akhir keseluruhan untuk Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada terjemahan surah Al Qalam. Pertama, Jumlah halaman yang dinilai sebanyak 4 halaman dan 52 kalimat. Kedua, Setiap 10 kalimat terjemahan diberi skor awal 100 poin. Ketiga, Jumlah kesalahan yang dinilai sebanyak 81 poin. Maka, penilaian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
500−815
= 419 = 83,8
Setelah peneliti nilai secara matematis, bahwa skor akhir pada Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh pada terjemahan surah Al Qalam yaitu 83,8 dan kualitas terjemahan tersebut bisa dikatakan sangat baik.
B.
Saran-saran Setelah peneliti meneliti objek data, ada beberapa saran yang peneliti berikan, antara lain
yaitu: Jika Alquran ini dicetak untuk ke dua kalinya, diharapkan untuk mempertegas bahwa Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh ini termasuk ke dalam kategori terjemahan bebas yang bersajak atau tafsir. Karena peneliti menemukan fakta bahwa terjemahan ini seperti kebayakan tafsir, peralihan pesannya hanya mementingkan tersampaikan atau tidak pesan dari Tsu ke Tsa, tanpa memperhatikan struktur dari Tsu. Jika Alquran ini dicetak untuk yang ke dua kalinya, disarankan untuk meneliti kembali terjemahan di dalamnya sehingga memenuhi aspek keterbacaan dalam terjemahan, meskipun setelah peneliti lakukan penelitian bahwa terjemahan ini sudah sangat baik.
80
DAFTAR PUSTAKA Al Bakri, Ahmad Abdurraziq dkk. Tafsir Ath-Thabari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2007. Al Farisi, M. Zaka. Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Al Hifnawi, Muhammad Ibrahim, dan Muhmud Hamid Utsman. Tafsir Al Qurthubi. Jakarta Selatan: Pustakaa Azzam, 2008. Ali, Atabik, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. Kamus Kontemporer Arab – Indonesia. Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998. Arifin, Zaenal, dan Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tingi. Jakarta: Akademika Presindo, 2010. Anshori, Ulumul Qur’an. Depok: Rajagrafindo Persada, Cetakan ke-1, 2013. As-Suyuthi, Jalaluddin. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insan, 2008. Chaer, Abdul. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2012. Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Dahlan, Zaini dkk. Al-Qur’an dan Tafsirnya, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1991 Departemen Pendidikan Nasional. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Mizan Pustaka.2009. Hasyimi, Ali. Peranan dalam Perang Aceh dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang, 1976. Hidayatullah, Moch Syarif. Pengantar Linguistik Arab Klasik- Modern. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Hidayatullah, Moch Syarif. Seluk Beluk Penerjemahan Arab – Indonesia Kontemporer. Ciputat: UIN PRESS, 2014. 81
Hoed, Benny Hoedoro. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 2006. Jasin, HB. Bacaan Mulia. Tangerang : Yayasan. 1942. Jusuf, Mahjiddin. Al Qur’an Al Karim Terjemahan Bebas Bersajak dalam Bahasa Aceh. Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Islam (P3KI), 2007. Kushartati, dkk. Pesona Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009. Kridalaksana, Harimurti. Kamus Limguistik. Jakarta: Gramedia, 1983. Lubis, Ismail. Falsifikasi Terjemahan Al-Quran. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001. Machali, Rochayah. Pedoman Bagi Penerjemaha. Bandung: Kaifa, 2009. Ma’rifat, M. Hadi. Sejarah Al-Quran. Jakarta: Al-Huda, 2007. Moentana, Salihen. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc, 2006. Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Penerbit Pustaka Progressif, 1997. Nababan, M. Rudolf. Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003. Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1993. Pusat Bahasa Kemdiknas Republik Indonesia. Pedoman Umum Ejaan Bahasa yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Pustaka Setia, 2002. Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif. Bandung: Refika Aditama,2007. Rahayu, Minto. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo, 2007. Sayogie, Frans. Penerjemahan Bebas Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2008. Shihab, M. Quraish. Tafsir Almisbah. Tangerang: Lentera Hati, 2002. Syihabuddin. Penerjemah Arab Indonesia. Bandung: Humaniora, 2005. 82
Sulaiman, Budiman. Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979. Suma, Muhammad Amin. Ulumul Qur’an. Depok: Rajawali Pers, 2014. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: 1989. Wildan. Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh : Geuci, 2010. Yusuf, Suhendra. Teori Terjemahan. Bandung: Mandar Maju, 1994. Rujukan Internet http://www.penerjemah-online.com/2012/11/tiga-aspek-penentu-kualitas-terjemahan.html. (data ini diakses pada tanggal 03 November 2015). http://www.alquran-digital.com
83