PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN EKOSISTEM LAMUN DI PERAIRAN TELUK BANTEN (Studi Kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten)
ADE EKA PUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten (Studi Kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016 Ade Eka Putri NIM H44110009
v
ABSTRAK ADE EKA PUTRI. Penilaian Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten (Studi Kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten). Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan NUVA. Ekosistem lamun (seagrass) memiliki fungsi ekologi dan ekonomi bagi masyarakat di Kecamatan Bojonegara. Perkembangan dan peningkatan aktivitas industri, pembangunan dermaga, dan penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Dampak kerusakan ekosistem lamun adalah berkurangnya jumlah dan jenis ikan, serta berdampak pada jarak yang ditempuh nelayan ke daerah penangkapan ikan semakin jauh sehingga menyebabkan biaya operasi penangkapan meningkat. Tujuan penelitian adalah: (1) mengetahui persepsi masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara; (2) mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten; dan (3) mengkaji alternatif-alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Metode penelitian yang digunakan yaitu skala likert, Change on Producvity (CoP), Replacement cost, dan Weighted Sum Model (WSM). Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa: (1) sebagian besar masyarakat tidak mendapatkan informasi dengan baik tentang fungsi ekonomi, ekologi, dan pengelolaan ekosistem lamun karena kurangnya informasi dan sosialisasi dari pemerintah dan pihak terkait lainnya. Akan tetapi, mereka mengetahui bahwa ekosistem lamun telah mengalami kerusakan di Perairan Kecamatan Bojonegara; (2) estimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun yang terdiri dari 3 aspek yaitu ekosistem lamun sebagai kawasan penangkapan ikan, tempat pemijahan ikan, dan pencegah abrasi. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun dengan luas Perairan Kecamatan Bojonegara 1.950 ha yakni sebagai kawasan penangkapan ikan seperti udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap dan kerang sebesar Rp 5.185.154,50/ha/tahun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan (kerapu) sebesar Rp 880.000,00/ha/tahun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi sebesar Rp 2.366.666,67/ha/tahun. Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sebesar Rp 8.431.821,17/ha/tahun dan di Perairan Teluk Banten dengan luas ekosistem lamun yang hilang seluas 255,7 ha sebesar Rp 2.156.016.672,19/tahun; (3) alternatif pengelolaan yang tepat untuk ekosistem lamun adalah rehabilitasi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Kata kunci: change on productivity, ekosistem lamun, penilaian kerusakan, Teluk Banten, weighted sum model.
vi
ABSTRACT ADE EKA PUTRI. Economic Damage Assessment of Seagrass Ecosystem in Territorial of Banten Bay (Case Study: Bojonegara Subdistrict, Serang District, Banten Province). Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and NUVA. Seagrass ecosystem in Bojonegara Subdistrict has several ecological and economic functions for community. The increasing of industrial activities, docks construction, and the using of non environmental friendly fishing gear by fishermen will lead to the damage of seagrass ecosystems in Territorial of Bojonegara Subdistrict. The damage affect the decreasing of variety and fish population, and increase of fishing cost due to more distant location of fishing. Based on that problem, the objectives of this research are: (1) to study communities and fisher perception about the function and existing condition of seagrass ecosystem in Territorial of Bojonegara Subdistrict; (2) to estimate the economic losses due to its damage in Territorial of Bojonegara Subdistrict and Territorial of Banten Bay; and (3) to analyze alternatives seagrass ecosystem management in Territorial of Bojonegara Subdistrict. The method used in this study are Likert scale, Change on Productivity (CoP), Replacement cost, and Weighted Sum Model (WSM). The results showed that: (1) most of local community do not have well information about the economic function, ecological function, and management of seagrass ecosystem due to lack of extension from government and other related parties. However, they recognize that seagrass ecosystem has been damage in Territorial of Bojonegara Subdistrict; (2) estimated of economic damage of seagrass ecosystem consists of three aspects such as fishing ground, nursery ground, and abration prevention. The economic value of seagrass ecosystem damage by 1,950 ha territorial of Bojonegara Subdistrict as the fishing ground of shrimp, grouper, mullet, crab, snapper and shellfish is IDR 5,185,154.50/ha/year, as the nursery ground for fish (grouper) is IDR 880,000.00/ha/year, and economic value of seagrass a prevention of abration is IDR 2,366,666.67ha/year. Total loss of economic value of seagrass ecosystem damage in Territorial of Bojonegara Subdistrict is IDR 8,431,821.17/ha/year and total loss of economic value of seagrass ecosystem damage for 255.7 ha in Territorial of Banten Bay is IDR 2,156,016,672.19/year; and (3) alternative management system for the seagrass ecosystem in Territorial of Bojonegara Subdistrict is rehabilition.
Keywords: Banten Bay, change on productivity, damage assessment, seagrass ecosystem, weighted sum model.
vii
PENILAIAN EKONOMI KERUSAKAN EKOSISTEM LAMUN DI PERAIRAN TELUK BANTEN (Studi Kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten)
ADE EKA PUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
viii
x
xi
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi dengan judul “Penilaian Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten (Studi Kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten)” dapat diselesaikan. Penelitian mengkaji persepsi masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun, mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun, dan menentukan alternatif pengelolaan ekosistem lamun dalam penanggulangan kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada: 1. Orang tua penulis, Bapak Zaidir dan Ibu Elly Darti beserta abang penulis, Franky Hidayat dan Arif Rahman Guci atas doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S dan Ibu Nuva, S.P, M.Sc sebagai Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan arahan serta bimbingan selama penyusunan proposal hingga skripsi. 3. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai Dosen Penguji Utama dan Ibu Osmaleli, S.E, M.Si sebagai Dosen Penguji dari Program Studi Ekonomi Pertanian Sumberdaya dan Lingkungan (PS EPSL) atas kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi. 4. Bapak Wawan Kiswara, Ibu Mumum, Dinas Perikanan Kabupaten Serang, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, LIPI-Oseanografi Jakarta, Bapak Beginer Subhan, S.Pi, M.Si, Dosen dan staff ESL, pihak Kecamatan Bojonegara, dan pihak Desa Bojonegara atas arahan dan informasi mengenai ekosistem lamun. 5. Rosianna, Susilo, Mauludina, Adhi, Teguh, Sahabat ESL, ESL 48, Merry, Icha, Papu, Ekawati, Yosi Kurnia, dan seluruh teman-teman penulis. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak (civitas akademika, masyarakat, nelayan, dan pemerintah) dalam mengelola dan menjaga ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten.
Bogor, Maret 2016 Ade Eka Putri H44110009
xii
xiii
DAFTAR ISI Hal. DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi I.
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 4 1.3 Tujuan........................................................................................... 6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 7 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 9 2.1 Ekosistem Lamun .......................................................................... 9 2.1.1 Parameter Lingkungan yang dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun ........................................................ 10 2.1.2 Fungsi dan Manfaat Ekosistem Lamun............................. 13 2.2 Penilaian Ekonomi Kerusakan Ekosistem di Kawasan Pesisir ...... 14 2.3 Kerusakan Ekosistem Lamun ...................................................... 16 2.4 Penelitian Terdahulu ................................................................... 17
III.
KERANGKA PENELITIAN ............................................................. 23
IV.
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 27 4.1 Metode Penelitian ....................................................................... 27 4.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................ 27 4.3 Metode Pengambilan Data........................................................... 29 4.4 Metode Analisis .......................................................................... 29 4.4.1 Analisis Deskriptif ........................................................... 30 4.4.2 Change on Productivity .................................................... 32 4.4.3 Replacement Cost ............................................................ 34 4.4.4 Alternatif Pengelolaan Ekosistem Lamun yang Berkelanjutan di Perairan Kecamatan Bojonegara ............ 36 4.5 Batasan Penelitian ....................................................................... 40
V.
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN ............................ 43 5.1 Kondisi Umum di Kecamatan Bojonegara ................................... 43 5.2 Kependudukan dan Sosial Ekonomi di Kecamatan Bojonegara ... 45 5.3 Kondisi Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten ................... 46 5.4 Prasarana dan Sarana Daerah di Kecamatan Bojonegara .............. 47 5.5 Karakteristik Responden ............................................................. 49 5.5.1 Jenis Kelamin ................................................................... 49 5.5.2 Usia ................................................................................. 50 5.5.3 Pendidikan ....................................................................... 50 5.5.4 Penghasilan Responden.................................................... 51 5.5.5 Status Kependudukan....................................................... 52
xiv
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 55 6.1 Persepsi Masyarakat dan Nelayan Tentang Fungsi serta Kondisi Ekosistem Lamun Di Perairan Kecamatan Bojonegara ................ 55 6.1.1 Pengetahuan Responden Mengenai Ekosistem Lamun ..... 55 6.1.2 Manfaat Serta Kondisi Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara .................................................... 56 6.1.3 Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara ..................... ……………………58 6.2 Estimasi Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten...................... 61 6.2.1 Ekosistem Lamun sebagai Kawasan Penangkapan Ikan.... 62 6.2.2 Ekosistem Lamun sebagai Tempat Pemijahan Ikan .......... 64 6.2.3 Ekosistem Lamun sebagai Pencegah Abrasi ..................... 65 6.2.4 Total Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten ............................................................................. 66 6.2.4.1 Total Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara ...................... 66 6.2.4.2 Total Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten ..................................... 67 6.3 Alternatif Pengelolaan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara ................................................................ 68 6.3.1 Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara................................... 68 6.3.2 Weighted Sum Model (WSM) ........................................... 69
VII.
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 73 7.1 Simpulan ..................................................................................... 73 7.2 Saran ........................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 75 LAMPIRAN ...................................................................................................... 79 RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... 109
xv
DAFTAR TABEL
No. 1.1 2.1 2.2 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 6.1 6.2 6.3 6.4 6.5 6.6 6.7 6.8 6.9
Kondisi tutupan lamun dan kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten…………………………………………………………. Dampak dari kegiatan manusia terhadap ekosistem lamun…………... Matriks penelitian terdahulu…………………..…………………........ Jenis data, parameter, dan sumber data dalam penelitian……...……... Matriks metode analisis data………………………..……………....... Batas nilai tertinggi dan nilai terendah….…………………………..... Selang nilai masing-masing kriteria...………………………………... Persepsi responden tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara…………………………….……….. Matriks keputusan alternatif pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan……………………………………………………......... Luas wilayah berdasarkan desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013…………………………………………………………… Letak geografis desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013………………………………………………………………....... Jumlah penduduk menurut desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013…………………………………………………………… Jumlah penduduk menurut kelompok umur muda, umur produktif, dan umur tua di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013…..……………. Jumlah penduduk yang bekerja diberbagai bidang di Kecamatan Bojonegara Tahun 2014…………………………………………….... Jumlah sekolah berdasarkan status di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013…………………………………………………………………... Persepsi responden mengenai pentingnya ekosistem lamun sebagai tempat perkembangbiakan ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara… Persepsi responden terhadap kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara…………………………..…………………… Persepsi responden mengenai ekosistem lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi di Perairan Kecamatan Bojonegara ………………… Persepsi responden mengenai pembabatan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara …………………………................ Persepsi responden mengenai pentingnya ekosistem lamun untuk dilindungi di Perairan Kecamatan Bojonegara……………………… Persepsi responden mengenai pentingnya penyuluhan dan kegiatan pemulihan kembali ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara…………………………………………………………… Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun berdasarkan hasil tangkapan nelayan di Perairan Kecamatan Bojonegara …...…..…… Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan (kerapu) di Perairan Kecamatan Bojonegara……………………. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi...
Hal. 3 16 20 28 30 31 31 32 40 43 44 45 45 46 48 56 57 58 59 59 60 63 64 66
xvi
6.10 6.11 6.12 6.13
Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara…...…………………………………………... Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten………………………………………………………………… Stakeholder yang terkait dalam pengelolaan ekosistem lamun beserta perannya di Perairan Kecamatan Bojonegara………………………… Matriks altenatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara ………………………………………………
66 67 69 70
DAFTAR GAMBAR No. 3.1 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5
Kerangka penelitian…..…………………………………………...….. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin………………… Karakteristik responden berdasarkan usia……………...…………… Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan...………… Karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan………….. Karakteristik responden berdasarkan status kependudukan……..……
Hal. 25 49 50 51 52 53
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Peta wilayah Kabupaten Serang ……………………………...…….... Morfologi lamun (seagrass)……………………………………....….. Kuesioner penelitian………………………………………………….. Jenis ekosistem lamun yang berada di Perairan Teluk Banten.…...….. Peta Kecamatan Bojonegara beserta keberadaan ekosistem lamun… Kondisi ekosistem lamun dan pesisir di Perairan Kecamatan Bojonegara……………………………………………………………. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang)………………………………………..………………..… Hasil analisis Weighted Sum Model (WSM)………….………….…..
Hal. 81 81 82 95 97 98 99 108
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kawasan pesisir di Indonesia sangat luas karena Indonesia merupakan
Negara Kepulauan (LIPI, 2015). Keanekaragaman hayati pesisir Indonesia juga sangat melimpah yang meliputi ekosistem lamun, terumbu karang, dan mangrove. Ekosistem tersebut dihuni oleh beragam spesies, seperti kelompok ikan, ganggang, jamur, reptil, krustasea, dan tumbuhan laut. Keanekaragaman hayati yang berada di pesisir dan laut berpotensi menunjang kehidupan masyarakat, seperti pemanfaatan untuk kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, maupun pariwisata. Teluk Banten merupakan salah satu wilayah di Provinsi Banten, tepatnya di Kabupaten Serang yang menyimpan kekayaan sumberdaya perikanan. Kekayaan sumberdaya perikanan tersebut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Hasil perikanan yang terdapat di Teluk Banten diantaranya ikan, udang, cumi, dan biota laut lainnya. Hasil perikanan tersebut mampu memberikan pendapatan pada masyarakat sekitar dan berkontribusi terhadap perekonomian serta pembangunan daerah (DKP Banten, 2015). Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan kabupaten/kota di Provinsi Banten terletak di ujung barat bagian utara Pulau Jawa, dengan panjang garis pantai 92 km dan memiliki 17 pulau-pulau kecil. Pulau-pulau kecil tersebut terdiri dari 7 pulau di Wilayah Teluk Banten, 3 pulau di Wilayah Selat Sunda, dan lainnya berada di Luar Wilayah Teluk Banten (Pemda, 2016; BPLHD Banten, 2012). Terdapat 7 kecamatan dari 28 kecamatan di Kabupaten Serang yang berbatasan langsung dengan Perairan Teluk Banten, yaitu Kecamatan Bojonegara, Kecamatan
Puloampel,
Kecamatan
Kramatwatu,
Kecamatan
Kasemen,
Kecamatan Pontang, Kecamatan Tirtayasa, dan Kecamatan Tanara (Tim Ekspedisi HIMITEKA, 2014). Peta wilayah Kabupaten Serang disajikan pada Lampiran 1. Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Serang sebagai nelayan tangkap tradisional berkisar 5.115 orang, sedangkan selebihnya berprofesi sebagai
2
pedagang, petani, dan pegawai negeri sipil (Yusuf, 2008; Dinas Kelautan dan Perikanan, 2014). Masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan tentu sangat bergantung pada kondisi Perairan Teluk Banten. Saat ini, kondisi Perairan Teluk Banten mengalami perubahan akibat adanya kegiatan reklamasi pantai, dan penyebab lainnya yaitu penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan seperti bondet dan jaring arad. Kegiatan tersebut mengakibatkan pencemaran dan kerusakan ekosistem di Perairan Teluk Banten. Salah satu ekosistem yang terkena dampak kerusakan di Teluk Banten adalah ekosistem lamun. Ekosistem tersebut merupakan suatu kesatuan sistem ekologi komoditas lamun yang mencakup komponen biotik dan abiotik yang saling bergantung dan mempengaruhi (Kordi, 2011). Lamun adalah tumbuhan berbunga yang telah menyesuaikan diri hidup terbenam di dalam laut dangkal (Nontji, 2010). Lamun memiliki akar (rizoma dan serabut akar), batang, daun, bunga, beberapa spesies berbuah, dan hidup di perairan laut dangkal hingga kedalaman 50 hingga 60 m bahkan 90 m (Kordi, 2011). Morfologi lamun disajikan pada Lampiran 2. Lamun merupakan tanaman yang tumbuh di dasar perairan laut dangkal yang menghasilkan oksigen sangat tinggi bagi kehidupan berbagai biota laut. Hamparan luas lamun disebut sebagai padang lamun yang membentuk ekosistem lamun sehingga memiliki fungsi secara ekologi dan ekonomi. Ekosistem lamun, terumbu karang, dan mangrove berperan penting dalam menjaga keseimbangan pesisir dan laut. Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang paling sedikit dikenal oleh masyarakat baik dalam segi potensi maupun manfaat yang diberikan ekosistem lamun terhadap lingkungan. Luas total kawasan ekosistem lamun di Indonesia diperkirakan sebesar 30.000 km2 yang terdiri dari 12 jenis lamun. Kurangnya informasi dan perhatian dari kalangan pemerintah dan sebagian masyarakat belum mengetahui mengenai pentingnya ekosistem lamun mengakibatkan banyak aktivitas masyarakat yang tidak memperhatikan ekosistem lamun secara berkelanjutan. Akibatnya luas ekosistem lamun di Indonesia mengalami penurunan sekitar 30% hingga 45% (Nontji, 2010). Kondisi tutupan dan kerusakan ekosistem lamun di Teluk Banten berdasarkan indikator Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 tentang status padang lamun dan kriteria baku kerusakan ekosistem lamun tersaji dalam Tabel 1.1.
3
Tabel 1.1 Kondisi tutupan lamun dan kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten No
1 2
Kondisi Ekosistem Lamun di Teluk Banten Tutupan lamun
Persentase di Teluk Banten (%) 62,5-90 (*)
Tingkat kerusakan ekosistem lamun
35(*)
Keterangan:
Indikator Status (%)
Kaya/sehat Kurang kaya/Kurang sehat Miskin Tinggi Sedang Rendah
( 60) ( 30-59,9) (29,9) ( 50) (30-49,9) ( 29,9)
(**)
(***)
(*) (**)
= kondisi tutupan dan luas kerusakan ekosistem lamun di Teluk Banten = status padang lamun berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 (***) = kriteria baku kerusakan padang lamun berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2004; Kiswara, 1994; dan Satrya et al. 2012
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten memiliki tutupan lamun yang variatif, tutupan lamun berkisar 62,5% hingga 90% sehingga tergolong kaya artinya terdapat beragam jenis lamun di Perairan Teluk Banten (Satrya et al. 2012). Dilihat dari tingkat kerusakan ekosistem lamun yaitu sekitar 50 ha atau 35% dari total luas ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten, sehingga kondisi ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten tergolong pada tingkat kerusakan sedang (Kiswara, 1994). Kerusakan ekosistem lamun juga terjadi di Perairan Kecamatan Bojonegara, Teluk Banten. Ekosistem lamun mulai mengalami kerusakan pada Tahun 2000 karena aktivitas-aktivitas masyarakat yang terjadi di kawasan pesisir seperti reklamasi pantai, aktivitas industri, aktivitas dermaga, dan aktivitas nelayan. Pada jangka panjang kerusakan ekosistem lamun memberikan dampak negatif terhadap masyarakat pesisir terutama nelayan karena jumlah ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara semakin berkurang sehingga jarak nelayan untuk melaut semakin jauh. Menurut masyarakat, dampak kerusakan ekosistem lamun paling dirasakan masyarakat pesisir di Tahun 2014. Hal tersebut karena adanya perubahan luas ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten. Penelitian mengenai nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten penting dilakukan untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, mengetahui besarnya manfaat ekosistem lamun terhadap lingkungan dan dampak kerusakan ekosistem lamun terhadap
4
masyarakat yang tinggal di sekitar Perairan Kecamatan Bojonegara. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun juga mampu memberikan informasi bahwa pentingnya pengelolaan ekosistem lamun secara lestari sehingga memberikan kesejahteraan untuk masyarakat pesisir. 1.2
Perumusan Masalah Perairan Teluk Banten memiliki tujuh jenis lamun, yaitu Enhalus acoroides,
Thalassia emprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, dan Halodule uninervis. Jenis-jenis lamun tersebut membentuk padang lamun yang berinteraksi dengan sumberdaya dan lingkungan menjadi ekosistem lamun dengan luas yang semakin menurun. Saat ini ekosistem lamun tersebut hanya dapat ditemui di Sebelah Barat Teluk Banten, Tanjung Kepuh, dan Pulau-Pulau Karang di sekitarnya, yaitu Pulau Panjang, Pulau Semut, Pulau Pemujaan Besar, Pulau Pemujaan Kecil, Pulau Tarahan, Pulau Cikantung, Pulau Kubur, Pulau Pisang, dan Pulau Lima (DKP Banten, 2014). Ekosistem lamun yang sehat memiliki fungsi ekologi dan ekonomi yang sangat besar bagi lingkungan perairan dan masyarakat pesisir. Fungsi ekologi ekosistem lamun yaitu sebagai sumber utama produktivitas primer, sumber makanan bagi organisme, penstabil dasar perairan dengan perakarannya yang menangkap sedimen, pelindung pantai dengan cara meredam arus, penghasil oksigen, tempat berlindung biota laut, tempat berkembangbiak biota laut, dan tempat pengasuhan bagi biota laut (Puspitaningasih, 2012). Ekosistem lamun di negara maju secara ekonomi sudah dimanfaatkan sebagai bahan farmasi, makanan ternak, komponen pupuk, bahan baku pembuatan kertas, dan lamun kering juga digunakan untuk bahan mencegah kebakaran (Dahuri, 2003 dalam Kordi, 2011). Secara keseluruhan, di Indonesia ekosistem lamun memiliki fungsi utama dalam meningkatkan hasil tangkapan nelayan, karena ekosistem lamun merupakan tempat pemijahan bagi biota laut. Fungsi ekosistem lamun lainnya sebagai tempat hidup jenis ikan, kerang, udang, alga, teripang, dan tiram mutiara. Lamun yang dikeringkan biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk dianyam menjadi keranjang, pengganti benang atau cerutu, pengisi kasur, dibakar untuk menghasilkan soda dan garam. Manfaat tersebut dapat memberikan penghasilan
5
bagi masyarakat. Manfaat ekosistem lamun tersebut belum semuanya diketahui masyarakat
Kecamatan Bojonegara.
Pengetahuan
masyarakat
Kecamatan
Bojonegara tentang fungsi ekosistem lamun masih kurang, dimana ekosistem lamun hanya dimanfaatkan sebagai kawasan penangkapan udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, kerang, tempat pemijahan ikan, dan mencegah abrasi. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran dari masyarakat serta pemangku kebijakan menjadi salah satu penyebab rusaknya ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten. Rusaknya ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten ditandai dengan perubahan luas ekosistem lamun. Luas ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten di Tahun 2010 seluas 366,9 ha, akan tetapi dengan meningkatnya aktivitas di sekitar Perairan Teluk Banten mengakibatkan perubahan luas ekosistem lamun di Tahun 2015 menjadi 111,2 ha (Kiswara, 2004; Pemda, 2013). Secara umum, kerusakan ekosistem lamun diduga disebabkan oleh faktor alami dan aktivitas manusia. Faktor alami yang menjadi ancaman terhadap ekosistem lamun yaitu gelombang pantai dan sedimentasi, sedangkan faktor lainnya yaitu aktivitas manusia. Aktivitas manusia yang menyebabkan rusaknya ekosistem lamun yaitu pengurugan atau penimbunan di kawasan pesisir, alat tangkap yang cenderung merusak (bondet dan jaring arad), serta adanya dermaga dan tempat pendaratan kapal (Kiswara, 2004). Kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten juga diduga dipengaruhi oleh adanya perusahaan yang beroperasi di Perairan Kecamatan Bojonegara yang bergerak dalam usaha gula dan batu split. Perusahaan tersebut sebagian besar berada di Kecamatan Bojonegara yang ditetapkan sebagai kawasan industri sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten Serang Tahun 2013-2033. Pembangunan yang terjadi di Perairan Kecamatan Bojonegara mengakibatkan kerusakan terhadap berbagai ekosistem di kawasan pesisir termasuk ekosistem lamun. Penyebab lain yaitu tidak seluruh aktivitas dari perusahaan yang berada di Perairan Kecamatan Bojonegara mampu mengolah limbahnya dengan baik sehingga mengakibatkan kerusakan terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem Perairan Teluk Banten yaitu ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang (DKP Banten, 2014). Kegiatan lainnya yang diduga menyebabkan rusaknya ekosistem di Perairan Teluk Banten adalah
6
adanya aktivitas pelayaran, pelabuhan, dan aktivitas nelayan yang berada di Kecamatan Bojonegara. Masyarakat di Kecamatan Bojonegara menyatakan bahwa kerusakan ekosistem di Perairan Teluk Banten termasuk ekosistem lamun berdampak pada masyarakat terutama yang tinggal di kawasan pesisir. Dampak negatif yang dirasakan masyarakat yaitu beralihnya mata pencaharian masyarakat yang awalnya berprofesi sebagai pencari kerang dan nelayan pinggir (nelayan bondet) menjadi nelayan tengah, karyawan pabrik, pencari keong sawah, dan pedagang akibat dari berkurangnya jumlah ikan yang ada di Teluk Banten. Perubahan tersebut mengakibatkan penghasilan masyarakat pesisir semakin berkurang. Ekosistem lamun akan terus-menerus mengalami kerusakan bahkan hilang jika kondisi tersebut dibiarkan sehingga berdampak negatif pada kelangsungan biotabiota laut yang hidup di ekosistem lamun. Berdasarkan permasalahan yang diuraikan di atas maka pertanyaan penelitian yang dikaji adalah: 1.
Bagaimana persepsi dari masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara?
2.
Berapa nilai kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten?
3.
Bagaimana pengelolaan ekosistem lamun agar berkelanjutan di Perairan Kecamatan Bojonegara?
1.3
Tujuan Tujuan penelitian yaitu untuk menggambarkan dampak kerusakan ekosistem
lamun terhadap lingkungan dan ekonomi di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji persepsi dari masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara.
2.
Mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten.
3.
Mengkaji alternatif-alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara.
7
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi
Banten. Beberapa lingkup penelitian meliputi persepsi masyarakat dan nelayan mengenai fungsi serta kondisi ekosistem lamun menggunakan metode pendekatan skala likert. Tujuan tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa penting fungsi ekosistem lamun bagi masyarakat pesisir, dan perubahan kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Selanjutnya, mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten menggunakan metode Change on Productivity (CoP) dan replacement cost. Kajian tersebut digunakan untuk mengestimasi kehilangan fungsi dan kehilangan nilai ekonomi ekosistem lamun akibat perubahan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Teluk Banten. Penilaian ekonomi kerusakan ekosistem lamun yang dikaji yaitu Tahun 2010 dan Tahun 2014-2015. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun yang diperoleh bertujuan untuk memberikan informasi seberapa penting ekosistem lamun bagi masyarakat pesisir dan lingkungan sehingga pentingnya alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan
Kecamatan
Bojonegara.
Kajian
mengenai
alternatif-alternatif
pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara menggunakan metode Weighted Sum Model (WSM) untuk mengetahui alternatif pengelolaan yang prioritas dilakukan di Perairan Kecamatan Bojonegara. 1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Penulis, sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi di Institut Pertanian Bogor.
2.
Masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang nilai ekonomi, fungsi dan manfaat keberadaan ekosistem lamun sehingga masyarakat dapat memanfaatkannya secara optimal dan menjaga keberadaan lamun.
3.
Pemerintah dan LSM sebagai pertimbangan untuk membuat kebijakan dan peraturan
tentang
menimbulkan
pembangunan
eksternalitas
biodiversitas perairan laut.
negatif
kawasan
pesisir
terhadap
sehingga
lingkungan
tidak
terutama
8
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ekosistem Lamun Lamun adalah tumbuhan air berbunga (Anthophyta) yang hidup dan tumbuh
terbenam di lingkungan laut, berpembuluh, berimpang (rhizome), berakar, dan berkembangbiak secara generatif dan vegetatif (Azkab, 2006). Menurut Dahuri (1996), lamun memiliki sistem perakaran yang nyata, dedaunan, sistem transportasi internal untuk gas dan nutrien, serta stomata yang berfungsi dalam pertukaran gas. Lamun biasanya hidup terhampar luas yang disebut sebagai padang lamun. Padang lamun (seagrass bed) adalah hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area pesisir dan laut dangkal yang terbentuk oleh satu jenis lamun (monospecific) atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan tanaman yang padat (dense) atau jarang (sparse) (Azkab, 2006). Lamun merupakan tumbuhan laut dangkal yang sangat rentan dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi di pesisir. Lamun terkonsentrasi di dua daerah utama, yaitu Indo-Pasifik dan di Pantai-Pantai Amerika Tengah, di Daerah Caribbean-Pasifik (Supriharyono, 2000; Supriharyono, 2007 dalam Kordi, 2011). Keanekaragaman tumbuhan lamun tertinggi terdapat di Daerah Indo-Pasifik dengan 7 genera tropis dan 25 spesies (Den Hartog, 1970 dalam Kordi, 2011). Penyebaran ekosistem lamun di Indonesia mencakup Perairan Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Ekosistem lamun merupakan suatu kesatuan sistem ekologi komunitas padang lamun yang mencakup komponen biotik dan abiotik yang saling bergantung dan mempengaruhi (Kordi, 2011). Ekosistem lamun merupakan ekosistem laut yang mempunyai manfaat secara ekologi maupun ekonomi. Secara ekologi, ekosistem lamun memiliki beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, yaitu produsen detritus dan zat hara, mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang, sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ekosistem lamun, dan sebagai tudung pelindung yang melindungi penghuni padang lamun dari sengatan matahari (Bengen, 2001).
10
Lamun dengan rumput laut sering dianggap sama, padahal kedua tumbuhan tersebut jelas sangat berbeda. Lamun tergolong tumbuhan tingkat tinggi yang berbunga, yang telah sepenuhnya beradaptasi untuk hidup terendam dalam air laut, sedangkan rumput laut tergolong tumbuhan tingkat rendah yang tak berbunga, yang dikenal pula sebagai ’algae’ (CRITC COREMAP-LIPI, 2012). Kurangnya pemahaman dan informasi tentang ekosistem lamun menyebabkan luas ekosistem lamun menjadi berkurang setiap tahun. Hal tersebut berdampak pada berkurangnya stok sumberdaya yang bergantung pada ekosistem lamun seperti: ikan, udang, dugong, teripang, dan lainnya. Menurut Kiswara (2009), lamun dapat dijumpai pada daerah pasang surut sampai dengan kedalaman 40 m. Lamun dapat tumbuh pada dasar lumpur, pasir dan kerikil karang diantara karang hidup, cekungan batu karang maupun pada dasar pasir dan lumpur dibawah naungan mangrove. Menurut Phillips dan Menez (1988) lamun perlu suatu kemampuan berkolonisasi sehingga dapat hidup sukses di laut, yaitu kemampuan untuk hidup pada media air asin (garam), mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik, mempunyai kemampuan untuk berkembangbiak secara generatif dalam keadaan terbenam dan dapat berkompetisi dengan organisme lain dalam kondisi stabil ataupun tidak stabil pada lingkungan laut. 2.1.1 Parameter Lingkungan yang dapat Mempengaruhi Pertumbuhan Lamun Lamun membutuhkan suhu, salinitas, kecepatan arus, kecerahan, substrat, dan nutrien yang sesuai agar lamun dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di kawasan pesisir. Beberapa parameter yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun yaitu: a)
Suhu Lamun di daerah tropis mempunyai toleransi yang rendah terhadap
perubahan temperatur. Umumnya lamun di daerah tropis tumbuh dengan suhu air antara 20-30ºC sedangkan suhu optimumnya adalah 28-30ºC. Suhu air yang terlalu tinggi akan membahayakan kehidupan lamun (Zieman, 1975 dalam Kordi 2011). Suhu yang terlampau rendah juga dapat mematikan lamun di daerah tropis dan berbeda halnya dengan lamun di daerah subtropis seperti Zostera dapat bertahan hidup pada suhu mendekati 0ºC (Mann, 1982 dalam Kordi, 2011).
11
b)
Salinitas Lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda-beda terhadap
salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu antara 10 dan 40 per seribu gram. Nilai salinitas optimum untuk lamun adalah 35 per seribu gram. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem lamun adalah meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya suplai air tawar dari sungai (Dahuri, 2003). Lamun yang hidup di daerah estuari cenderung lebih toleran terhadap salinitas (euryhaline) dibandingkan dengan yang stenohaline, yaitu selamanya tinggal di laut atau perairan hipersaline (Supriharyono, 2007 dalam Kordi, 2011). Lamun tumbuh baik pada salinitas berkisar 15-55 per seribu dan survive pada kisaran salinitas 5-140 per seribu (Hilman et al. 1989 dalam Kordi, 2011). Kemampuan lamun untuk beradaptasi di salinitas rendah dapat dimanfaatkan untuk mengetahui ada tidaknya “limbah” air tawar yang masuk ke perairan laut. Limbah air tawar sering diindikasikan dengan tumbuhnya jenis-jenis lamun tertentu yang berlebih di pinggir pantai (Supriharyono, 2007 dalam Kordi, 2011). c)
Kecepatan arus Arus dan pergerakan air sangat penting karena terkait dengan suplai unsur
hara, sediaan gas-gas terlarut, dan menghalau sisa metabolisme atau limbah yang dapat mempengaruhi tingginya produktivitas primer dari ekosistem lamun (Kordi, 2011). Produktivitas ekosistem lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan arus perairan. Kecepatan arus yang tinggi dan turbulensi dapat mengakibatkan naiknya padatan tersuspensi yang berlanjut pada reduksi penetrasi cahaya ke dalam air atau turunnya kecerahan air. Kondisi ini menyebabkan rendahnya laju produksi ekosistem lamun (Koch, 1994 dalam Kordi, 2011). d)
Kecerahan Penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan sangat penting bagi
pertumbuhan lamun. Lamun hidup di perairan laut dangkal dan membutuhkan cahaya untuk melakukan fotosintesis. Hal ini terbukti dari hasil observasi yang menunjukkan bahwa distribusi lamun hanya terbatas pada daerah yang tidak terlalu dalam (Dahuri, 2003). Kebanyakan lamun saturasi pada level sekitar 200 µmol/m2/detik atau lebih rendah. Perairan dangkal, lamun terhambat pada level
12
150-250 µmol/m2/detik, dan untuk lamun yang hidup di perairan dalam terhambat pada level kurang dari 300 µmol/m2/detik. Kekeruhan karena suspensi sedimen dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan dan secara otomatis akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan lamun. Sedimen-sedimen halus yang mengendap di perairan ketika air tenang dan menempel di permukaan daun lamun sehingga dapat mengganggu kehidupan lamun (Supriharyono, 2007 dalam Kordi, 2011). e)
Substrat Di Indonesia lamun dikelompokkan ke dalam enam kategori berdasarkan
karakteristik tipe substratnya, yaitu lamun yang hidup di substrat lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, puing karang dan batu karang (Kiswara, 1997). Lamun tumbuh subur di daerah terbuka pasang surut dan perairan pantai atau goba yang dasarnya berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati. Substrat berlumpur di daerah mangrove ke arah laut sering dijumpai lamun dari spesies tunggal yang berasosiasi tinggi. Sementara vegetasi campuran terbentuk di daerah intertidal yang lebih rendah dan subtidal yang dangkal. Lamun tumbuh dengan baik di daerah yang terlindung dan bersubstrat pasir, stabil serta dekat sedimen yang bergerak secara horizontal dibandingkan lamun yang tumbuh di sedimen karbonat yang berasal dari patahan terumbu (Hutomo et al. 1988 dalam Kordi, 2011). Selanjutnya, lamun yang tumbuh di sedimen yang berasal dari daratan lebih dipengaruhi oleh faktor run off daratan yang berkaitan dengan kekeruhan, suplai nutrien pada musim hujan, dan fluktuasi salinitas (Erftemeijer, 1993 dalam Kordi, 2011). f)
Nutrien Kebanyakan tumbuhan sangat dibatasi oleh unsur hara atau nutrien. Lamun
mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan dominan rute tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Konsentrasi pada kolam air tinggi, maka pengambilan melalui daun (atau bahkan epifit) lebih dominan. Sebaliknya nilai ambang di kolam air rendah, pengambilan unsur hara akan lebih banyak dilakukan melalui akar (Supriharyono, 2007 dalam Kordi, 2011). Lamun yang tumbuh di sedimen hasil pengikisan batuan karang, dimana fosfor terikat kuat dengan besi. Di daerah tropis, kandungan fosfornya rendah, tumbuhan lamun
13
biasanya sangat dibatasi oleh fosfor (Short, 1987 dalam Kordi, 2011). Sedimen yang berukuran kasar mempunyai kapasitas absorpsi terhadap fosfor yang rendah, sehingga kandungan fosfor terlarut tinggi. Kondisi ini menyebabkan lamun tumbuh subur (Supriharyono, 2007 dalam Kordi, 2011). 2.1.2 Fungsi dan Manfaat Ekosistem Lamun Menurut Nybakken (1988) dalam PKSPL IPB (2010), fungsi ekologi ekosistem lamun adalah sebagai sumber utama produktivitas primer, sumber makanan bagi organisme dalam bentuk detritus, penstabil dasar perairan dengan sistem perakarannya yang dapat menangkap sedimen (trapping sediment), tempat berlindung bagi biota laut, tempat perkembangbiakan (spawning ground), pengasuhan (nursery ground), sumber makanan (feeding ground) bagi biota-biota perairan laut, pelindung pantai dengan cara meredam arus, penghasil oksigen dan mereduksi CO2 di dasar perairan. Tingkat produksi primer yang tinggi dari ekosistem lamun berhubungan erat dengan potensi perikanan yang tinggi. Beberapa biota laut yang hidupnya bergantung pada ekosistem lamun dan memiliki nilai ekonomi yaitu ikan (beronang, kerapu, kakap, lencam, belanak, kuda laut, ikan hias), moluska (kima, keong/siput, kerang, sotong, cumi, dan gurita), mamalia (dugong dugon), reptil (penyu hijau), ekinodermata (bulu babi, teripang, dan bintang laut), krustase (udang, kepiting, dan rajungan), dan alga/rumput laut (Kordi, 2011). Fungsi ekosistem lamun lainnya yaitu mendukung berbagai rantai makanan baik yang didasari oleh rantai herbivora maupun detrivora (Puspitaningasih, 2012). Fungsi ekosistem lamun di lingkungan pesisir, menurut Koesoebiono (1995) dalam Dahuri (1996): a.
Sistem perakaran lamun yang padat dan saling menyilang dapat menstabilkan dasar laut dan mengakibatkan lamun kokoh tertanam dalam dasar laut.
b.
Lamun segar merupakan makanan bagi ikan duyung, penyu laut, bulu babi dan beberapa jenis ikan. Padang lamun merupakan daerah penggembalaan (grazing ground) yang memiliki arti penting bagi hewan laut. Ikan laut lainnya dan udang tidak memakan daun segar lamun melainkan serasah (detritus) dari lamun.
14
c.
Permukaan daun lamun, hidup melimpah ganggang renik, hewan-hewan renik, dan mikroba, yang merupakan makanan bagi bermacam jenis ikan yang hidup di ekosistem lamun.
d.
Daun lamun berperan sebagai tudung pelindung yang menutupi penghuni lamun dari sengatan matahari. Philips & Menez (1988) menyatakan bahwa ekosistem lamun sudah banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat diantaranya untuk kompos dan pupuk, cerutu, dan mainan anak-anak, dianyam menjadi keranjang, tumpukan untuk pematang, mengisi kasur, makanan, dan jaring ikan. Pengetahuan selalu mengalami perubahan atau pembaharuan, sehingga masyarakat menggunakan ekosistem lamun sebagai penyaring limbah, stabilizator pantai, bahan untuk pabrik kertas, makanan, obat-obatan, dan sumber bahan kimia. 2.2
Penilaian Ekonomi Kerusakan Ekosistem di Kawasan Pesisir Kawasan pesisir merupakan daerah pertemuan darat dengan laut. Di
kawasan pesisir terdapat beragam ekosistem dan sumberdaya pesisir. Berdasarkan sifatnya, ekosistem di kawasan pesisir terdiri dari dua bagian yaitu bersifat alami dan buatan. Ekosistem alami kawasan pesisir yaitu lamun, terumbu karang, hutan mangrove, pantai berpasir, pantai berbatu, formasi pescaprae,
formasi
barringtonia, estuari, laguna, delta, dan ekosistem pulau kecil. Ekosistem buatan kawasan pesisir terdiri dari tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, dan kawasan pemukiman (Dahuri, 2003). Ekosistem alami pesisir berperan terhadap keanekaragaman hayati atau biota-biota laut seperti ikan, cumi, udang, dan biota lain yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ekosistem pesisir di Indonesia memiliki nilai ekologi dan ekonomi yang tinggi sehingga ekosistem pesisir mampu berperan penting untuk pembangunan, perekonomian, dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Faktanya, informasi tentang fungsi ekologi dari ekosistem pesisir belum sepenuhnya diketahui masyarakat. Hal tersebut menyebabkan masyarakat memanfaatkan ekosistem pesisir dengan alat yang tidak ramah lingkungan, sehingga terjadi kerusakan terhadap ekosistem pesisir. Selain itu, ekosistem pesisir buatan jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan limbah di kawasan pesisir
15
sehingga mengakibatkan kerusakan terhadap ekosistem alami dari kawasan pesisir. Kerusakan ekosistem tersebut dapat dipicu karena tidak termonerisasinya nilai sumberdaya alam dan lingkungan, maka cenderung untuk bersifat abusive (penyalahgunaan) dan undervalue terhadap nilai yang sebenarnya hasil dari sumberdaya alam dan lingkungan. Secara implisit hal ini mengindikasikan kurangnya informasi terkait dengan penilaian dari sumberdaya alam dan lingkungan. Kurangnya informasi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar karena jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan tidak sepenuhnya terpasarkan (unpriced). Beberapa persyaratan untuk berfungsinya pasar adalah adanya “pasar” untuk semua barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi, tidak ada eksternalitas, dan kepemilikan terdefinisikan dengan jelas. Faktanya, tidak semua sumberdaya alam dan lingkungan memiliki sifat atau persyaratan dan ditambah lagi dengan ketiadaan informasi yang utuh tentang nilai dari sumberdaya alam dan lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan terjadi konsumsi berlebih dan degradasi lingkungan (Fauzi, 2014). Konsep nilai sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL) sering dibedakan antara nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsik merupakan konsep nilai dari aspek ekologi yang memandang bahwa sesuatu nilai terlepas dari sesuatu tersebut dimanfaatkan atau tidak. Nilai instrumental merupakan konsep nilai dari aspek ekonomi yang menekankan pada ekivalensi moneter (setara dengan nilai uang atau termoneterisasi). Nilai ekonomi dalam sistem SDAL terletak pada kontribusi dari fungsi ekosistem dan layanan yang dapat diberikan terhadap wellbeing manusia (Fauzi, 2014). Penilaian kerusakan SDAL menurut Precht et al. (2000) adalah proses untuk mengidentifikasi dan mengukur injury sumberdaya alam, menentukan akibat injury serta mengembangkan dan melaksanakan restorasi sesuai tindakan. Kerusakan SDAL berarti terjadi penurunan dari SDAL tersebut baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Valuasi ekonomi terhadap ekosistem dan sumberdaya penting dalam kebijakan pembangunan, termasuk dalam hal pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut. Hilangnya ekosistem atau sumberdaya lingkungan merupakan masalah ekonomi karena hilangnya ekosistem
16
berarti hilangnya kemampuan ekosistem tersebut untuk menyediakan barang dan jasa (Adrianto, 2006). Valuasi ekonomi dan penilaian kerusakan lingkungan dapat membantu kebijakan publik dalam beberapa aspek. Pertama adalah dalam penentuan harga yang tepat (pricing strategy) dan penggunaan mekanisme fiskal, seperti pajak lingkungan. Kedua, membantu pengambil keputusan untuk menentukan kebijakan publik akan pentingnya barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam dan lingkungan, sehingga akan membantu dalam penilaian proyek dan penentuan prioritas pembangunan. Ketiga, berhubungan dengan perencanaan pada tingkat makro seperti memasukkan aspek deplesi dan degradasi dari sumberdaya alam dan lingkungan dalam konteks perencanaan pembangunan. Keempat, informasi yang diperoleh akan membantu kebijakan publik dalam penentuan kompensasi yang terjadi pada sumberdaya alam dan lingkungan (Fauzi, 2014). 2.3
Kerusakan Ekosistem Lamun Faktor kerusakan ekosistem lamun salah satunya adalah reklamasi pantai,
pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkapan berlebih (over-fishing). Aktivitas-aktivitas tersebut menyebabkan hilangnya ratusan hektar ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten. Dampaknya yaitu hilangnya nilai ekonomi ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten. Kegiatan-kegiatan yang sering terjadi di kawasan pesisir dan mampu memberikan dampak negatif terhadap ekosistem lamun dapat di lihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Dampak dari kegiatan manusia terhadap ekosistem lamun No 1
2
Kegiatan Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan real estate pinggir laut, pelabuhan, industri estate pinggir laut, dan pengerukan saluran navigasi. Pembuangan sampah organik cair (sewage).
Dampak a. Hilangnya fungsi ekosistem lamun sebagai habitat di lokasi pengerukan dan pengurugan. b. Hilangnya habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan. c. Meningkatnya kekeruhan air yang akan mengurangi intensitas cahaya dengan demikian akan menghambat proses fotosintesis oleh tumbuhan air yang berakibat turunnya produksi primer. a. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam kolam air di atas ekosistem lamun yang dapat mengganggu penyedia oksigen bukan saja bagi ekosistem lamun, tetapi juga bagi hewanhewan air yang menggunakan ekosistem lamun sebagai habitat.
17
Tabel 2.1 Dampak dari kegiatan manusia terhadap ekosistem lamun (Lanjutan) No
Dampak b. Tumbuh suburnya (blooming) fitoplankton (ganggang renik yang hidup melayang-layang dalam air) yang akan meningkatkan kekeruhan air sehingga menghalangi penetrasi cahaya ke dalam air yang dapat menghambat laju fotosintesis ekosistem lamun dan menyebabkan menurunnya produktivitas ekosistem lamun. c. Tumbuh suburnya ganggang renik bersel tunggal yang hidup melekat di permukaan daun-daun lamun, sehingga seluruh permukaan daun tertutup oleh ganggang, sehingga menghalangi daun menerima cahaya, dengan akibat terhentinya proses fotosintesis dan matinya ekosistem lamun. 3 Pencemaran oleh limbah a. Limbah industri mampu mengakibatkan kerusakan pada industri terutama logam ekosistem lamun akibat kadar logam berat yang berlebih. berat. Kadar logam berat dalam ekosistem lamun jauh lebih besar daripada kadarnya dalam air dapat meracuni hewan yang makan ekosistem lamun atau detritus yang berasal dari ekosistem lamun sehingga mematikan biota-biota laut yang berasosiasi dengan ekosistem lamun. 4 Pencemaran minyak a. Lapisan minyak pada daun lamun menghalangi cahaya untuk sampai ke permukaan daun dan menembusnya, dan dengan demikian ekosistem lamun tidak dapat berfotosintesis sehingga mengakibatkan kematian pada ekosistem lamun. Sumber: Berwick (1993) dalam Dahuri (1996)
2.4
Kegiatan
Penelitian Terdahulu Govindasamy et al. (2013) melakukan kajian mengenai “Seasonal
Variations in Seagrass Biomass and Productivity in Palk Bay, Bay of Bengal, India”. Hasil dari kajian tersebut menjelaskan tentang siklus hidup dan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan lamun, produktivitas, dan biomassa. Lamun tidak hanya bermanfaat bagi biota laut, tetapi juga untuk masyarakat. Sebagian besar masyarakat bergantung pada ekosistem lamun untuk kebutuhan sehari-hari seperti sebagai makanan dan sumber penghasilan di sepanjang pantai di daerah tropis. Spesies lamun yang dominan di wilayah ini adalah Cymodocea serrulata dan Syringodium isoetifolium. Variasi musiman dalam biomassa, produktivitas, daun kanopi tinggi dan kepadatan dapat dipengaruhi oleh variabel abiotik dan faktor nutrisi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa partikulat karbon organik, fosfat anorganik dan organik nitrogen sebesar (p>0,001) maka
18
mampu mempengaruhi peningkatan biomassa, produktivitas, kanopi daun tinggi dan kepadatan. Topik penelitian mengenai valuasi ekonomi ekosistem lamun dapat ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Hadad (2012) yang berjudul “Valuasi Ekonomi Ekosistem Lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara”. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai manfaat dari ekosistem lamun agar terwujud kelestarian terhadap biota-biota laut. Hasil dari rekapitulasi nilai ekonomi ekosistem lamun di Pulau Waidoba, Kecamatan Kayao Selatan menunjukkan total nilai ekonomi (total economic value) dengan luas ekosistem lamun 240,2 ha mencapai Rp 255.324.598.410,00 per tahun. Nilai ekonomi ini terdiri dari nilai ekonomi manfaat langsung (use value) sebesar Rp 241.054.041.785,00 per tahun, nilai ekonomi manfaat tak langsung (direct use value) sebesar Rp 4.694.820.081,00 per tahun, nilai keberadaan (existence value) sebesar Rp 9.448.756.247,00 per tahun, nilai pilihan (option value) sebesar Rp 33.766.994,00 per tahun dan nilai warisan (bequest value) sebesar Rp 93.213.303,00 per tahun. Lukmana (2012) melakukan penelitian tentang “Valuasi Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove” yang berlokasi di Pulau Penjaliran Timur, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian ini menjelaskan bahwa hutan mangrove memiliki berbagai manfaat dan nilai guna yang sangat penting yaitu potensi ekologi, biologi, dan ekonomi. Nilai dari hutan mangrove dihitung berdasarkan nilai ekonomi total. Nilai ekonomi total terdiri dari 5 komponen, 2 komponennya yaitu komponen manfaat langsung dan manfaat pewarisan tidak diikutsertakan dalam bahasan peneliti. Hasil perhitungan nilai ekonomi total dari hutan mangrove di Pulau Penjaliran Timur, dimana luas mangrove seluas 6,5 ha sebesar Rp 520.216.354,51 pada tahun 2011. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan peneliti, nilai guna memberikan kontribusi lebih besar daripada nilai non-guna. Kajian mengenai nilai komponen manfaat keberadaan hutan mangrove di Pulau Penjaliran Timur, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta menggunakan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM). Metode tersebut akan menggambarkan kesediaan seseorang untuk membayar suatu sumberdaya agar terjaga kelestariannya. Dalam penelitian ini menunjukkan faktor-faktor yang
19
mempengaruhi kesediaan membayar terhadap hutan mangrove yaitu tingkat pendapatan masyarakat yang tinggi, umur, pendidikan, dan tingkat informasi mengenai manfaat serta nilai guna hutan mangrove. Kopalit (2010) melakukan “Kajian Kerusakan Ekosistem Padang Lamun di Teluk Youtefa
melalui Pendekatan Ekologi”.
Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa kondisi ekosistem lamun di perairan pesisir Indonesia telah mengalami kerusakan sebesar 30%-40%. Kondisi ekosistem lamun telah mengalami kerusakan yang cukup serius di Pesisir Pulau Jawa akibat pembuangan limbah dan pertambahan jumlah penduduk. Kerusakan yang terjadi pada ekosistem lamun sebesar 60%, diduga struktur komunitas dari padang lamun di Teluk Youtefa mengalami penurunan karena adanya aktivitas manusia seperti dibuatnya jalur transportasi, eksploitasi sumberdaya laut seperti teripang (sea cucumber), dan penangkapan ikan dengan jaring yang merusak ekosistem lamun. Yunita (2010) meneliti tentang “Estimasi Nilai Klaim Kerusakan Ekosistem Padang Lamun dengan Metode Habitat Equivalency Analysis” di Pantai Barat Teluk Banten, Kecamatan Bojonegara. Hasil penelitian ini menggambarkan terjadinya kerusakan pada padang lamun yang ditandai dengan adanya penurunan luas padang lamun. Faktor utama terjadinya kerusakan ekosistem lamun di Pantai Barat Teluk Banten adalah kegiatan reklamasi pantai. Metode Habitat Equivalency Analysis pada penelitian ini digunakan untuk kompensasi kerusakan padang lamun dan lama restorasi yang akan dibutuhkan. Perhitungan Habitat Equivalency Analysis tingkat suku bunga yang digunakan yaitu tingkat suku bunga yang rendah karena hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suku bunga yang dipakai maka semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh padang lamun untuk pulih pada kondisi awalnya maka luas yang harus dikompensasi akan semakin
tinggi.
Akibatnya
eksploitasi
sumberdaya
dimasa
lalu
akan
meningkatkan biaya ganti rugi di masa sekarang. Anggraeni (2008) meneliti tentang “Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa”. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa mempunyai manfaat sebagai kawasan untuk kegiatan perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan kegiatan parawisata, akan tetapi pemanfaatan utama di kawasan ini adalah sebagai
20
kawasan kegiatan perikanan tangkap. Nilai ekonomi total pada ekosistem terumbu karang dapat dihitung dengan mengidentifikasi komponen manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat pilihan, manfaat warisan, dan manfaat keberadaan. Terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa seluas 713.107 ha memiliki nilai ekonomi total sebesar Rp 17.502.480.854,99 per tahun atau Rp 24.543.872,41 per ha per tahun. Nilai manfaat langsung menyumbang nilai lebih besar daripada manfaat tidak langsung dalam nilai ekonomi total terumbu karang. Manfaat langsung yang menyumbangkan nilai ekonomi terbesar diantaranya berasal dari perikanan tangkap sebesar Rp 12.139.633.789,33 (69,4%), perikanan budidaya sebesar Rp 1.613.178.198,15 (9,2%), dan kegiatan pariwisata sebesar Rp 77.536.080,16 (0,4%). Pengelolaan terhadap terumbu karang untuk menjaga nilai dari manfaat yang diberikan ekosistem terumbu karang perlu dilakukan. Penelitian ini memberikan 3 alternatif pengelolaan yaitu pertama, kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan terumbu karang diasumsikan berjalan seperti selama ini (kegiatan perikanan laut, pariwisata bahari, dan penelitian). Kedua, kegiatan perikanan tangkap menerapkan sistem pengelolaan perikanan yang berkelanjutan yaitu menerapkan pengaturan jenis alat tangkap. Ketiga, kegiatan perikanan dan pariwisata hanya diperbolehkan pada blok pemanfaatan perikanan dan pariwisata yang telah ditetapkan oleh balai taman nasional. Matriks penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Matriks penelitian terdahulu No 1
2
Nama Govindasamy, et al.
Hadad
Tahun 2013
2012
Judul Penelitian Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu Seasonal a. Peneliti hanya membahas Variations in mengenai manfaat dan potensi dari Seagrass Biomass ekosistem lamun akan tetapi tidak and Productivity menghitung nilai ekonomi dan in Palk Bay, Bay alternatif pengelolaan ekosistem of Bengal, India. lamun agar keberadaannya tetap terjaga. hanya membahas Valuasi Ekonomi b. Peneliti mengenai nilai manfaat dari Ekosistem Lamun ekosistem lamun tidak membahas Pulau Waidoba mengenai nilai kerusakan dari Kabupaten ekosistem lamun. Halmahera c. Peneliti tidak membahas mengenai Selatan Provinsi alternatif yang tepat digunakan Maluku Utara. untuk mengelola ekosistem lamun di Pulau Waidoba Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara.
21
Tabel 2.2 Matriks penelitian terdahulu (Lanjutan) No 3
6
Nama Lukmana
Tahun 2012
4
Kopalit
2010
5
Yunita
2010
Anggraeni
2008
Judul Penelitian Valuasi Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove.
Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu d. Peneliti membahas mengenai nilai ekonomi total dari ekosistem mangrove dan menghitung tentang kesediaan seseorang untuk membayar agar mangrove tetap lestari akan tetapi tidak memberikan alternatif yang tepat untuk dilakukan untuk menjaga keberadaan mangrove. Kajian Kerusakan e. Peneliti hanya membahas mengenai Ekosistem Padang kerusakan ekosistem lamun yang Lamun di Teluk terjadi di Teluk Youtefa dan tidak Youtefa Melalui menghitung nilai ekonomi kerusakan Pendekatan ekosistem lamun. Ekologi. f. Peneliti tidak membahas alternatif pengelolaan yang tepat diterapkan di Teluk Youtefa agar tingkat kerusakan lamun tidak meningkat. Estimasi Nilai g. Peneliti hanya menghitung nilai Klaim Kerusakan kompensasi kerusakan ekosistem Ekosistem Padang lamun dan lama restorasi yang Lamun dengan dibutuhkan, akan tetapi tidak Metode Habitat menghitung nilai ekonomi kerusakan Equivalency ekosistem lamun yang terjadi di Analisis. Teluk Banten. Valuasi Ekonomi h. Peneliti tidak menghitung nilai Ekosistem kerusakan ekosistem terumbu karang Terumbu Karang dan biaya pengganti terhadap Taman Nasional ekosistem terumbu karang. Karimunjawa.
22
23
III. KERANGKA PENELITIAN Banten memiliki sumberdaya alam yang cukup berlimpah untuk mendorong pembangunan dan perekonomian daerah. Salah satu sumberdaya alam yang dimiliki Provinsi Banten diantaranya ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang. Ekosistem lamun memiliki fungsi untuk tempat pemijahan ikan, tempat bertelurnya ikan, tempat tinggal ikan, sumber makanan dugong, menyerap karbon, pencegah erosi, dan sumber penghasilan bagi masyarakat sekitar. Kondisi ekosistem lamun yang baik menunjukkan bahwa kawasan pesisir tersebut tidak tercemar, karena ekosistem lamun sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan. Jumlah ikan, kerang, udang, dan biota laut lainnya akan berlimpah tergantung dengan kondisi ekosistem lamun, jika ekosistem lamun dalam kondisi baik maka akan menguntungkan masyarakat pesisir. Terwujudnya kondisi tersebut memerlukan kontribusi dan kerjasama dari semua kalangan masyarakat, pemerintah, wisatawan, dan lembaga terkait untuk menjaga keberadaan ekosistem lamun. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 tentang status padang lamun dan kriteria baku kerusakan padang lamun, menunjukkan bahwa ekosistem lamun mengalami kerusakan sedang di Perairan Teluk Banten. Kerusakan tersebut dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan aktivitas manusia. Faktor alam yaitu gelombang pantai dan sedimentasi, sedangkan faktor yang dominan adalah peningkatan aktivitas manusia di Perairan Kecamatan Bojonegara. Aktivitas di Perairan Kecamatan Bojonegara sangat bervariasi mulai dari aktivitas industri, pelabuhan, perikanan, penambangan, pembangkit listrik, dan lainnya. Aktivitas-aktivitas tersebut berdampak terhadap penurunan luas ekosistem lamun (Kiswara, 2004). Pengurugan atau penimbunan pinggir pantai sebagai lahan industri merupakan salah satu penyebab kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Aktivitas industri diduga menghasilkan limbah sebagai penyebab terjadinya pencemaran di Perairan Kecamatan Bojonegara. Penyebab lainnya adalah penambangan pasir dan batu yang menyebabkan terjadinya sedimentasi sehingga menghambat proses fotosintesis pada ekosistem lamun,
24
serta adanya alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan seperti bondet dan jaring arad. Masalah lainnya yaitu belum adanya peraturan dan kelembagaan formal maupun informal yang mengatur pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan, padahal ekosistem lamun berpotensi untuk perekonomian masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. Kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah Banten dalam pengembangan perekonomian Kecamatan Bojonegara yaitu memberikan izin untuk pembangunan industri dan dermaga. Kegiatan tersebut berdampak negatif tidak hanya terhadap ekosistem lamun tetapi juga terhadap ekosistem lain seperti mangrove, dan terumbu karang. Kondisi tersebut jika terus dibiarkan akan menyebabkan ekosistem lamun terus mengalami kerusakan bahkan hilang. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian ini akan mengkaji nilai ekonomi kerusakan dan pengelolaan ekosistem lamun. Pengelolaan ekosistem lamun dapat dilihat dengan pengamatan fungsi ekonomi dan fungsi ekologi lamun. Fungsi ekonomi ekosistem lamun bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara yaitu sebagai kawasan tangkapan ikan dan non-ikan seperti udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang. Fungsi ekologi ekosistem lamun yaitu sebagai tempat pemijahan ikan dan pencegah abrasi. Faktanya, fungsi ekosistem lamun yang dirasakan masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara mengalami perubahan karena adanya aktivitas di kawasan pesisir seperti reklamasi pantai, pencemaran dari industri maupun dari masyarakat pesisir, dan aktivitas nelayan (alat tangkap dan baling-baling perahu). Saat ini, Kawasan Pesisir Kecamatan Bojonegara terdapat masalah kepentingan antara pemanfaat ekosistem lamun dengan aktivitas ekonomi dan pembangunan di kawasan pesisir. Permasalahan tersebut menyebabkan kerusakan terhadap ekosistem lamun di kawasan pesisir. Berdasarkan masalah tersebut maka dirumuskan tiga tujuan penelitian: pertama, mengkaji persepsi masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara yang dianalisis dengan skala likert. Kedua, mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten menggunakan metode change on productivity dan replacement cost. Ketiga, mengkaji alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan
25
Bojonegara dengan metode weighted sum model. Berdasarkan dari tujuan-tujuan tersebut diperoleh nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun dan diharapkan penelitian menjadi suatu acuan untuk kebijakan pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Secara rinci kerangka penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Pengelolaan ekosistem lamun di Wilayah Pesisir Kecamatan Bojonegara
Fungsi ekonomi lamun: Kawasan penangkapan ikan dan non-ikan (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang)
Fungsi ekologi lamun: Tempat pemijahan ikan dan pencegah abrasi
Aktivitas di wilayah pesisir: Reklamasi pantai, pencemaran, aktivitas nelayan (alat tangkap dan baling- baling perahu)
Conflict of Interest
Pemanfaatan ekosistem lamun
Persepsi masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Analisis deskriptif melalui skala likert
Kerusakan ekosistem lamun
Aktivitas ekonomi dan pembangunan di kawasan pesisir
Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten
Alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara
Change on Productivity Replacement Cost
Analisis deskriptif dengan pendekatan WSM
Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Teluk Banten
Kebijakan pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
26
27
IV. METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu metode survei. Metode
survei adalah penyelidikan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 2003). Hasil dari survei yang dilakukan mampu memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut dikumpulkan sampel dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. 4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner terhadap masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara, nelayan, dan stakeholder seperti disajikan pada Lampiran 3, dan melakukan observasi agar mengetahui keadaan ekosistem lamun, kegiatan masyarakat yang memanfaatkan ekosistem lamun, dan penyebab kerusakan terhadap ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Hasil yang diperoleh yaitu data mengenai fungsi dan manfaat ekosistem lamun yang dirasakan masyarakat pesisir, dampak keberadaan ekosistem lamun, dan pengelolaan yang tepat untuk ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Data sekunder diperoleh dari lembaga pemerintahan seperti Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Serang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Serang, dan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Kecamatan Bojonegara, Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Bojonegara, buku, dan pustaka lainnya. Data sekunder yang diperoleh berupa informasi tentang jumlah penduduk, keadaan sosial ekonomi, nilai potensi ekosistem lamun (fungsi dan manfaat ekosistem lamun), dan luas kerusakan ekosistem lamun. Jenis data, parameter, dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1.
28
Tabel 4.1 Jenis data, parameter, dan sumber data dalam penelitian No 1
Tujuan Mengkaji persepsi dari masyarakat dan nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara.
Jenis data Primer menggunakan kuesioner pada Lampiran ke-3.
2
Mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten.
Primer menggunakan kuesioner pada Lampiran ke-3.
Alternatifalternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara.
Primer menggunakan kuesioner pada Lampiran ke-3.
3
Sekunder.
Parameter a. Data dan informasi tentang kondisi ekosistem lamun dulu hinga sekarang di Peraiaran Kecamatan Bojonegara. b. Informasi tentang fungsi ekosistem lamun bagi masyarakat dan nelayan di Kecamatan Bojonegara. a. Data perubahan luas ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten. b. Data nilai guna langsung maupun tidak langsung ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten. c. Data faktor kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. d. Data produksi perikanan di Perairan Teluk Banten. a. Kegiatan-kegiatan instansi dan masyarakat dalam pemeliharaan ekosistem lamun. b. Alternatif kebijakan terbaik untuk kelestarian ekosistem lamun.
Sumber data a. Wawancara kepada masyarakat pesisir dan nelayan di Kecamatan Bojonegara.
a. Wawancara masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. b. LIPI Jakarta. c. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. d. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang. e. Wawancara nelayan Teluk Banten.
a. Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang. b. Nelayan Teluk Banten. c. Masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. d. Dosen FPIK. e. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. f. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang. g. LIPI Jakarta. h. Pemerintah Kecamatan Bojonegara. i. Pemerintah Desa Bojonegara.
29
4.3
Metode Pengambilan Data Pengambilan dan pengumpulan data primer dan sekunder diperoleh dari
hasil wawancara, pengisian kuesioner oleh responden, dan instansi pemerintah. Pengambilan data menggunakan metode non-probability sampling karena peluang masyarakat tidak sama untuk memanfaatkan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, dan tidak tersedia dengan jelas daftar nama penduduk yang memanfaatkan jasa ekosistem lamun dalam aktivitas ekonominya. Responden ditentukan dengan metode purposive sampling karena teknik wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan oleh responden berdasarkan tujuan dari penelitian, dimana hanya mewawancarai responden yang mengetahui dan/atau memanfaatkan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Responden yang dibutuhkan dalam penelitian sebanyak 89 responden yang terdiri 50 perwakilan dari masyarakat Kecamatan Bojonegara, 25 nelayan tangkap Teluk Banten, 14 dari instansi pemerintahan. Data dikumpulkan selama 50 hari. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi responden ke setiap rumah masing-masing. Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara menggunakan alat bantu kuesioner. Selama proses wawancara, informasi yang diperoleh dari responden dicatat oleh peneliti. 4.4
Metode Analisis Pemecahan masalah menggunakan empat metode analisis yaitu analisis
deskriptif dengan metode skala likert, change on productivity, replacement cost dan weighted sum model. Analisis deskriptif dengan metode skala likert digunakan untuk mengetahui persepsi dari masyarakat dan nelayan tentang manfaat serta kondisi ekosistem lamun dari dahulu sampai sekarang, mengetahui seberapa penting dilakukannya pengelolaan ekosistem lamun bagi masing-masing pihak di Perairan Kecamatan Bojonegara. Metode change on productivity digunakan untuk menghitung perubahan nilai produksi atau hasil tangkapan nelayan akibat kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Metode change on productivity dihitung dengan cara mengetahui luas ekosistem lamun yang mengalami kerusakan dalam jangka waktu tertentu, kemudian diidentifikasi manfaat yang dirasakan responden dari keberadaaan ekosistem lamun, jumlah produksi, dan harga dari manfaat langsung
30
ekosistem lamun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun dilihat berdasarkan berkurangnya manfaat yang dirasakan responden akibat perubahan luas ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten. Kerusakan ekosistem lamun disebabkan oleh adanya pembangunan terutama industri dan dermaga, limbah yang tidak dikelola baik oleh pihak industri dan masyarakat, serta alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Penilaian biaya pengganti dari kerusakan ekosistem lamun seperti fungsi ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan dan pencegah abrasi dapat dihitung dengan pendekatan replacement cost. Kajian berikutnya mengenai alternatif-alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara menggunakan analisis Weighted Sum Model (WSM) dengan melakukan wawancara terhadap stakeholder atau pihak yang paham mengenai ekosistem lamun. Masing-masing alternatif diberikan kriteria dan bobot sehingga ditemukan alternatif prioritas untuk mengelola ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Manfaat dari alternatif tersebut yaitu agar keberadaan ekosistem lamun tetap terjaga dan mampu memberikan nilai ekonomi terhadap masyarakat yang memanfaatkannya secara langsung. Matriks metode analisis yang digunakan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Matriks metode analisis data No 1
2
3
Tujuan Penelitian
Jenis Data
Metode Analisis
Mengkaji persepsi dari masyarakat serta nelayan tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Mengestimasi nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten. Mengkaji pengelolaan yang tepat terhadap ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara.
Primer
Analisis Deskriptif Kualitatif (Skala Likert)
Primer
Change on Productivity
Sekunder
Replacement Cost
Primer
Weighted Sum Model (WSM)
4.4.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif diperoleh dari persepsi responden (masyarakat nonnelayan dan masyarakat nelayan) di Kecamatan Bojonegara. Analisis deskriptif dengan metode skala likert dilakukan untuk mengetahui fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara berdasarkan data primer yang
31
diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner yang diberikan kepada responden. Metode skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduan, 2010). Persepsi adalah tanggapan yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu fenomena berdasarkan penglihatan, pendengaran, dan pengalaman dimasa lalu. Pernyataan responden dihubungkan dengan indikator skala dari sangat buruk hingga sangat baik, dimana masing-masing kriteria memiliki skor sebesar 1 hingga 5 dan jumlah responden sebanyak 75 orang. Selanjutnya, penentuan batas nilai tertinggi dan nilai terendah disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Batas nilai tertinggi dan nilai terendah Kriteria Bobot Sangat buruk 1 Buruk 2 Sedang 3 Baik 4 Sangat baik 5 Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Nilai terendah dan tertinggi (jumlah responden x bobot) 75 150 225 300 375
Penentuan berikutnya yaitu menentukan selang interval untuk memperoleh selang nilai masing-masing kriteria. Rumus untuk menentukan selang interval dibahas seperti berikut: Selang interval =
(nilai tertinggi – nilai terendah) jumlah kriteria
Selang interval =
(375 − 75) 5
Selang interval = 60 Langkah berikutnya yaitu membuat selang nilai untuk masing-masing kriteria, dimana selang nilainya diawali dari nilai terendah hingga nilai tertinggi dengan selang interval 60. Selang nilai masing-masing kriteria dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Selang nilai masing-masing kriteria Kriteria Sangat buruk Buruk Sedang Baik Sangat baik Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Selang nilai 75-135 136-195 196-255 256-315 316-375
Selang nilai yang diperoleh merupakan kesimpulan dari skala likert, dimana dalam menentukan kriteria dilihat dari hasil nilai skala likert berdasarkan
32
pernyataan atau persepsi dari responden. Persepsi responden yang menggunakan metode skala likert disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5 Persepsi responden tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3
4
5 6
Pernyataan Kondisi ekosistem lamun dilihat dari produktivitas perikanan. Manfaat adanya ekosistem lamun bagi masyarakat. Perhatian masyarakat dan instansi terkait terhadap keberlanjutan ekosistem lamun. Pentingnya kegiatan pelestarian ekosistem lamun secara bersama antara masyarakat dan instansiinstansi terkait. Kondisi kelembagaan pelestarian dan peraturan mengenai ekosistem lamun. Kesadaran masyarakat untuk menjaga ekosistem dan lingkungan sekitar.
Sangat Buruk Buruk
Sedang
Baik
Sangat Baik
4.4.2 Change on Productivity Kekayaan alam memiliki nilai bagi manusia karena alam merupakan sumberdaya yang produktif, menghasilkan manfaat baik dalam bentuk barang maupun jasa. Pendekatan produktivitas dalam penilaian ekonomi sumberdaya alam menggunakan asumsi bahwa sumberdaya alam dipandang sebagai input bagi suatu produk final yang bernilai bagi publik, dan kapasitas produksi dari sumberdaya alam tersebut dinilai dari seberapa besar kontribusi sumberdaya alam terhadap produksi produk final (Grigalunas and Congar, 1995 dalam Adrianto, 2006). Metode pendekatan produktivitas digunakan untuk menggambarkan perubahan produksi udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang akibat kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Kerusakan ekosistem lamun diakibatkan oleh meningkatnya aktivitas di Perairan Kecamatan Bojonegara. Perubahan produktivitas tersebut dirumuskan dengan formula dan tahapan sebagai berikut:
33
a.
Nilai Ekonomi Ekosistem Lamun Sebelum Kerusakan (NELSK0) Nilai ekonomi ekosistem lamun sebelum kerusakan adalah nilai ekonomi
yang diperoleh dari manfaat langsung sebelum terjadi kerusakan terhadap ekosistem lamun. Luasan ekosistem lamun yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebesar 366,9 ha, sedangkan luas Perairan Kecamatan Bojonegara 1.950 ha (Kiswara, 2004). Nilai ekonomi ekosistem lamun sebelum kerusakan dapat dirumuskan sebagai berikut: NESK0 = [(Pi0 x Hi x Ni) – CPi0] / L
(i)
Keterangan: NESK0 Pi0 Hi Ni CPi0 I L b.
= = = = = =
Nilai ekonomi ekosistem lamun sebelum kerusakan (Rp/ha/tahun) Produksi komoditi i sebelum kerusakan (Kg/tahun/orang) Harga komoditi i (Rp/kg) Jumlah nelayan komoditi i (orang) Biaya operasi penangkapan komoditi i sebelum kerusakan (Rp) Jenis komoditi terdiri dari udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap dan kerang = Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (ha) Nilai Ekonomi Ekosistem Lamun Setelah Kerusakan (NELSK1)
Nilai ekonomi ekosistem lamun setelah kerusakan adalah nilai ekonomi yang diperoleh dari manfaat langsung setelah terjadinya kegiatan-kegiatan yang menyebabkan rusaknya ekosistem lamun. Luasan ekosistem lamun yang dapat dimanfaatkan setelah terjadinya kerusakan ekosistem lamun sebesar 111,2 ha. Luas Perairan Kecamatan Bojonegara 1.950 ha (Kiswara, 2004). Nilai ekonomi ekosistem lamun setelah terjadinya kerusakan dirumuskan sebagai berikut: NESK1 = [(Pi1 x Hi x Ni) - CPi1] / L
(ii)
Keterangan: NESK1 Pi1 Hi Ni CPi1 I L c.
= = = = = =
Nilai ekonomi ekosistem lamun setelah kerusakan (Rp/ha/tahun) Produksi komoditi i setelah kerusakan (Kg/tahun/orang) Harga komoditi i (Rp/kg) Jumlah nelayan komoditi i (orang) Biaya operasi penangkapan komoditi i setelah kerusakan (Rp) Jenis komoditi terdiri dari udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap dan kerang = Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (ha)
Kehilangan Ekonomi Ekosistem Lamun (KEL) Kehilangan manfaat akibat dari berkurangnya bahkan hilangnya suatu
kawasan dapat diestimasikan secara moneter. Kehilangan ekonomi ekosistem
34
lamun adalah nilai ekonomi yang hilang dari manfaat langsung ekosistem lamun setelah adanya perubahan luas ekosistem lamun. Formulasi dari kehilangan ekonomi lamun sebagai berikut: KELkti = NELSK0 - NESK1
(iii)
Keterangan: KELkti NELSK0 NESK1
= Kehilangan ekonomi ekosistem lamun sebagai kawasan penangkapan ikan dan non-ikan (Rp/ha/tahun) = Nilai ekonomi ekosistem lamun sebelum kerusakan (Rp/ha/tahun) = Nilai ekonomi ekosistem lamun setelah kerusakan (Rp/ha/tahun)
Kehilangan ekonomi ekosistem lamun yang diperoleh menggambarkan nilai kerusakan dari ekosistem lamun. 4.4.3 Replacement Cost Biaya pengganti (replacement cost) didasarkan pada estimasi besarnya biaya yang disediakan oleh pengguna jasa lingkungan untuk menghindari kerusakan lingkungan (avoid cost), atau biaya restorasi dan rehabilitasi lingkungan (replacement cost), atau biaya substitusi atas jasa lingkungan yang mengalami kerusakan (King and Mazzotta, 2005 ; Hanley and splash, 1995 ; Hussen, 2000 ; Pearce et al, 1994 dalam Tampubolon, 2007). Dengan kata lain, biaya pengganti dapat diasumsikan sebagai manfaat jasa lingkungan akibat peningkatan kualitas lingkungan melalui rehabilitasi, restorasi, dan konservasi ekosistem (Field, 1994 dalam Tampubolon, 2007). Pembangunan industri, pembangunan dermaga, dan aktivitas nelayan di Perairan Kecamatan Bojonegara diduga mengakibatkan hilangnya luas ekosistem lamun. Hilangnya luas ekosistem lamun menyebabkan hilangnya manfaat tidak langsung ekosistem lamun seperti sebagai tempat pemijahan ikan dan pencegah abrasi. Nilai manfaat tidak langsung sebagai tempat pemijahan ikan dan pencegah abrasi dapat dihitung dengan pendekatan replacement cost. a.
Ekosistem Lamun sebagai Tempat Pemijahan Ikan Nilai ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan dihitung melalui
pendekatan pembuatan tambak. Biaya pembuatan tambak menggambarkan nilai tempat pemijahan ikan sebagai pengganti fungsi ekosistem lamun. Formulasi replacement cost dalam kajian ini mengacu pada penelitian Yusuf (2008) sebagai berikut:
35
Npi = THi x KBi x Pbi
(iv)
Keterangan: Npi
=
THi KBi Pbi
= = =
b.
Nilai ekonomi ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan (Rp/ha/tahun) Tingkat hidup ikan (%) Kepadatan benih (ekor/ha) Harga bibit (Rp/ekor)
Ekosistem Lamun sebagai Pencegah Abrasi Nilai manfaat tidak langsung lainnya yaitu pencegah abrasi. Replacement
cost dari pencegah abrasi dapat dihitung dengan pendekatan pembuatan turap dengan bambu, rumus replacement cost yang digunakan mengacu pada penelitian Osmaleli (2014) sebagai berikut: Npx = (Cpi x Pt) / DTi
(v)
Keterangan: Npx Cpi Pt DTi
= Nilai ekonomi ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi (Rp/tahun) = Biaya pembuatan turap dengan bambu (Rp/ha) = Panjang turap sebagai pencegah abrasi (ha) = Daya tahan turap (tahun)
c.
Total Nilai Kehilangan Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten Total nilai kehilangan ekosistem lamun dihitung berdasarkan perubahan
manfaat ekosistem lamun yang dirasakan akibat kerusakan ekosistem lamun. Total nilai kehilangan ekonomi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten terdiri dari 3 (tiga) aspek yaitu kawasan tangkapan ikan, tempat pemijahan ikan, dan pencegah abrasi. Total nilai kehilangan ekonomi kerusakan ekosistem lamun dirumuskan sebagai berikut: TNKEL = KELkti + Npi + Npx Keterangan: TNKEL = Total nilai kehilangan ekonomi kerusakan ekosistem lamun (Rp/tahun) KELkti = Kehilangan ekosistem lamun sebagai kawasan tangkapan ikan (Rp/tahun) Npi = Nilai ekosistem lamun sebagai pemijahan ikan (Rp/tahun) Npx = Nilai ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi (Rp/tahun)
(vi)
36
4.4.4 Alternatif Pengelolaan Ekosistem Lamun yang Berkelanjutan di Perairan Kecamatan Bojonegara Ekosistem lamun memerlukan pengelolaan dari stakeholder agar kondisi ekosistem lamun tetap berkelanjutan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Peran dari masing-masing stakeholder terhadap ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dijelaskan sebagai berikut: a.
Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Perairan Kecamatan Bojonegara merupakan salah satu kawasan untuk
aktivitas penangkapan ikan, industri, dan dermaga. Banyaknya aktivitas yang terjadi
menyebabkan
pencemaran
di
Perairan
Kecamatan
Bojonegara.
Pembangunan dermaga, penambangan batu dan pasir di Perairan Kecamatan Bojonegara, limbah yang belum dikelola dengan baik oleh industri, pertanian, maupun penduduk merupakan faktor-faktor terjadinya pencemaran di Perairan Kecamatan Bojonegara. Pencemaran yang terjadi di Perairan Kecamatan Bojonegara mengakibatkan kerusakan pada ekosistem yang salah satunya yaitu ekosistem lamun. Kerusakan ekosistem lamun dapat mengurangi jumlah ikan dan jenis ikan yang ada, padahal masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan sangat menggantungkan hidupnya pada Perairan Kecamatan Bojonegara. Upaya untuk menekan tingkat kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara diperlukan peran dari stakeholder dalam pengelolaan ekosistem lamun. Beberapa peran yang dapat dilakukan stakeholder berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya: 1.
Badan Pelestarian Lingkungan Hidup, Provinsi Banten berperan sebagai pengontrol limbah dari aktivitas industri, pertanian, pemukiman, dan dermaga yang mampu merusak ekosistem lamun dan membantu merehabilitasi ekosistem lamun yang rusak dengan cara penanaman lamun atau transplantasi lamun.
2.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten berperan dalam mengontrol alat tangkap ikan yang digunakan nelayan yang tidak ramah lingkungan dan membantu merehabilitasi ekosistem lamun yang rusak dengan cara penanaman lamun atau transplantasi lamun.
37
3.
Pemerintahan kabupaten dan kecamatan berperan mengontrol dan mengamankan aktivitas masyarakat yang mampu merusak kawasan ekosistem lamun dan mengajak masyarakat, agar masyarakat berkontribusi dalam pelestarian ekosistem lamun.
4.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) berperan dalam meningkatkan kelembagaan masyarakat dan keterampilan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem lamun secara lestari, seperti lamun dapat diolah menjadi anyaman keranjang, pengganti benang atau cerutu, atap rumbai, dan makanan.
5.
Nelayan dan masyarakat pesisir berperan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dengan lestari dan berpartisipasi dalam pengelolaan ekosistem lamun.
b.
Pertimbangan Pengelolaan Ekosistem Lamun agar Keberadaan Ekosistem Lamun Sustainable Kawasan pesisir terdapat berbagai ekosistem yang menjaga kehidupan
biota-biota laut. Salah satu ekosistem pesisir yang perlu dijaga untuk kelangsungan biota-biota laut adalah ekosistem lamun. Pengelolaan ekosistem lamun agar keberadaannya sustainable di Perairan Kecamatan Bojonegara mempertimbangkan: pendekatan ekosistem, pendekatan sosial-ekonomi dan budaya, pendekatan sosial politik, dan pendekatan hukum dan kelembagaan. 1.
Pendekatan Ekosistem Lamun merupakan salah satu tumbuhan pesisir dan laut dangkal yang tidak
bisa dipisahkan dengan ekosistem lainnya secara ekologi. Ekosistem lamun yang masih utuh dapat menjadi “pagar” pantai sehingga dapat meredam hempasan ombak/gelombang dan gerusan arus. Ekosistem lamun juga menjadi tempat aktivitas biota laut seperti memijah, mengasuh, mencari makan sehingga produksi perikanan sangat terkait dengan ekosistem lamun. Keberadaan ekosistem lamun juga mendukung keanekaragaman spesies dan plasma nutfah yang tinggi. Tingginya produktivitas primer di ekosistem lamun adalah berkah untuk berbagai biota di ekosistem maupun di sekitarnya (Kordi, 2011).
38
2.
Pendekatan Sosial-Ekonomi dan Budaya
a.
Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang ekosistem lamun baik manfaat, potensi, dan pengelolaan ekosistem lamun melalui pendidikan, penyuluhan, dan budaya.
b.
Ekosistem lamun memiliki nilai ekonomi langsung dan nilai ekonomi tidak langsung. Nilai ekonomi langsung ekosistem lamun sangat besar, baik untuk konsumsi
langsung
maupun
produksi.
Pengelolaan
pesisir
yang
berkelanjutan dan diikuti dengan pengembangan usaha sesuai dengan manfaat langsung ekosistem lamun. Contohnya penangkapan ikan dan penangkapan
kerang
mengakibatkan
peningkatan
penghasilan
dan
kesejahteraan masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. c.
Memberdayakan peran masyarakat dalam pengelolaan, pemeliharaan, dan perlindungan terhadap keberadaan ekosistem lamun (Ramadhan, 2010).
3.
Pendekatan Sosial Politik (Ramadhan, 2010).
a.
Menyusun perencanaan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya di kawasan pesisir secara bijaksana, mempertimbangkan aspek ekologi dan ekonomi.
b.
Proses perencanaan pembangunan kawasan pesisir seharusnya dilakukan secara dua arah yaitu buttom up dan top down.
4.
Pendekatan Hukum dan Kelembagaan (Ramadhan, 2010).
a.
Menjalankan dan menegakkan hukum yang telah ada guna menjaga ekosistem di Perairan Kecamatan Bojonegara, Teluk Banten.
b.
Membentuk kelembagaan mengenai hak dan kewajiban berdasarkan kepentingan dan pengaruh sehingga ekosistem lamun mendapat perhatian agar sustainable.
c.
Pendekatan Weighted Sum Model (WSM) Weighted Sum Model (WSM) merupakan salah satu teknik yang digunakan
untuk melakukan analisis dalam pengambilan keputusan terbaik dari sejumlah alternatif. Tujuannya untuk menghasilkan keputusan yang optimal dengan mempertimbangkan berbagai kriteria. Pembuatan keputusan dilakukan melalui upaya pengkuantifikasikan suatu kejadian dan dinyatakan dengan suatu bilangan antara 0 dan 1. Hal ini dianggap sebagai probabilitas pribadi atau subjektif dimana
39
bobot WSM didasarkan pada tingkat kepercayaan, keyakinan, pengalaman, serta latar belakang pengambilan keputusan (Marimin, 2004). Responden untuk metode WSM yaitu pakar yang mengetahui tentang kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Badan Pengelolaan Dan Lingkungan Hidup Kabupaten Serang, Badan Pengelolaan Dan Lingkungan Hidup Provinsi Banten, Pakar LIPI, dan Dosen FPIK IPB. Persamaan WSM yang digunakan untuk menghitung nilai setiap alternatif: 𝑚
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑖 = Keterangan: Total Nilai i Nilai ij Krit j i j
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖𝑖𝑗 𝐾𝑟𝑖𝑡𝑗 … … … … … … … … … … … … … … … . (vii) 𝑗 =1
= Total nilai akhir dari alternatif ke-i = Nilai dari alternatif ke-i pada kriteria ke-j = Tingkat kepentingan (bobot) kiteria ke-j = 1,2,3,….n; n = jumlah alternatif = 1,2,3,…..m; m = jumlah kriteria
Alternatif pengelolaan ekosistem lamun secara berkelanjutan dengan pendekatan WSM terdiri dari 3 (tiga) alternatif yaitu: konservasi ekosistem lamun, pengembangan ekowisata laut, dan rehabilitasi ekosistem lamun. Masing-masing alternatif terdapat tiga kriteria yaitu: modal, keuntungan, dan biaya. Ketiga alternatif merupakan alternatif paling tepat untuk pengelolaan ekosistem lamun yang sudah rusak di Perairan Kecamatan Bojonegara. Pemilihan 3 (tiga) alternatif pengelolaan tersebut juga berdasarkan pertimbangan dan diskusi dengan stakeholder dan masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang. Penilaian alternatif pada masing-masing kriteria menggunakan skala ordinal dari (1) tidak penting sampai (5) sangat penting untuk kriteria biaya, keuntungan, dan efektif (Marimin, 2004). Indikator 1 hingga 5 pada metode WSM menunjukkan tingkat kepentingan peran kriteria untuk menunjang keberlanjutan suatu alternatif pengelolaan. Matriks alternatif pengelolaan ekosistem lamun akan disajikan pada Tabel 4.6
40
Tabel 4.6 Matriks keputusan alternatif pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan Alternatif
Modal
Kriteria Keuntungan
Biaya
Nilai Alternatif
Peringkat
Konservasi ekosistem lamun Pengembangan ekowisata laut Rehabilitasi ekosistem lamun Bobot kriteria Keterangan: 1. Tidak penting 2. Kurang penting 3. Cukup penting 4. Penting 5. Sangat penting
4.5
Batasan Penelitian
1. Kawasan penelitian hanya dilakukan di Perairan Kecamatan Bojonegara, salah satu kawasan yang berada di Perairan Teluk Banten yang mengalami kerusakan ekosistem lamun akibat dari aktivitas yang terjadi di sekitarnya. 2. Responden untuk pembahasan mengenai fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara adalah masyarakat pesisir dan nelayan Teluk Banten di Kecamatan Bojonegara, sedangkan responden untuk pembahasan nilai kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten adalah nelayan Teluk Banten dan masyarakat pengambil kerang di Kecamatan Bojonegara, dan responden mengenai pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara adalah instansi pemerintah dan pakar ekosistem lamun. 3. Luas ekosistem lamun yang hilang mengacu pada perubahan luas ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten yaitu seluas 255,7 ha. 4. Perhitungan penilaian kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, Teluk Banten hanya fokus pada nilai manfaat ekosistem lamun. Dalam penelitian ini yang dikaji hanya manfaat langsung dari ekosistem lamun yaitu sebagai daerah tangkapan udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang, serta manfaat tidak langsung dari ekosistem lamun yaitu sebagai tempat pemijahan bagi ikan-ikan, dan pencegah abrasi. 5. Penentuan nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun menggunakan pendekatan nilai pasar.
41
6. Pendekatan nilai pasar digunakan untuk merupiahkan komoditas yang dapat dipasarkan sedangkan yang tidak memiliki nilai pasar digunakan pendekatan biaya pengganti. 7. Biaya penangkapan adalah biaya total yang dikeluarkan untuk melakukan penangkapan ikan per tahun per unit alat tangkap. 8. Biaya pengganti didasarkan dari manfaat yang didapat dari suatu ekosistem. Biaya pengganti dalam penelitian ini hanya menggunakan pendekatan manfaat ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan dan sebagai pencegah abrasi. 9. Penelitian mengenai alternatif pengelolaan terhadap ekosistem lamun meliputi konservasi ekosistem lamun, ekowisata laut, dan rehabilitasi ekosistem lamun.
42
43
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
5.1
Kondisi Umum di Kecamatan Bojonegara Secara geografis, Kabupaten Serang terletak pada koordinat 5º50' sampai
6º21' Lintang Selatan dan 105º0' sampai dengan 106º22' Bujur Timur. Luas wilayah 1.467,35 km2 yang terdiri atas 28 kecamatan. Kecamatan Bojonegara merupakan salah satu kecamatan yang termasuk di Kabupaten Serang. Kecamatan Bojonegara memiliki luas wilayah 30,84 km2 atau 2,06% dari total luas wilayah Kabupaten Serang. Berdasarkan letak secara administratif, batas wilayah Kecamatan Bojonegara (Monografi Kecamatan Bojonegara, 2015): Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Kota Cilegon
Sebelah Timur
: Kecamatan Kramat Watu
Sebelah Barat
: Kecamatan Pulo Ampel
Kecamatan Bojonegara terdiri dari 11 (sebelas) desa yaitu Desa Bojonegara, Desa Wanakarta, Desa Kertasana, Desa Mangkunegara, Desa Karangkepuh, Desa Lambangsari, Desa Margagiri, Desa Ukisari, Desa Pakuncen, Desa Pengarengan, dan Desa Mekarjaya. Penelitian hanya dilakukan di 3 (tiga) desa yaitu Desa Bojonegara, Desa Karangkepuh dan Desa Margagiri. Kecamatan Bojonegara ibukotanya terdapat di Desa Bojonegara. Luas wilayah Kecamatan Bojonegara per desa/kelurahan tersaji pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Luas wilayah berdasarkan desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013 Luas Persentase Terhadap luas Kecamatan Bojonegara (km2) (%) Wanakarta 1,53 7,84 Kertasana 2,11 9,04 Mangkunegara 1,68 7,01 Karangkepuh 2,51 7,31 Lambangsari 2,98 2,90 Bojonegara 4,27 34,45 Margagiri 3,70 4,21 Ukisari 2,53 5,89 Pakuncen 3,33 8,65 Pengarengan 2,80 2,70 Mekarjaya 3,40 4,74 Kecamatan Bojonegara 30,84 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, (2014) Desa /Kelurahan
44
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa Desa Bojonegara merupakan desa terluas di Kecamatan Bojonegara dimana luas Desa Bojonegara 4,27 km2 dan Desa Bojonegara adalah ibukota dari Kecamatan Bojonegara. Desa Karangkepuh dan Desa Margagiri masing-masing memiliki luas wilayah 2,51 km2 dan 3,70 km2. Masyarakat Desa Bojonegara, Margagiri, dan Karangkepuh memanfaatkan sumberdaya Teluk Banten karena sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan tangkap. Berdasarkan topografi Kecamatan Bojonegara, kawasan tersebut berada pada 200 m ketinggian dari permukaan laut dengan kemiringan lahan termasuk dalam kategori landai atau <15º. Letak desa pada Kecamatan Bojonegara secara geografis terbagi atas 2 desa di kawasan pantai, 3 desa di kawasan lereng, dan 6 desa di dataran. Letak geografis desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Letak geografis desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013 No.
Desa/Kelurahan
Pantai
Lembah 1 Wanakarta 2 Kertasana 3 Mangkunegara 4 Karangkepuh 5 Lambangsari 6 Bojonegara 7 Margagiri 8 Ukisari 9 Pakuncen 10 Pengarengan 11 Mekarjaya Sumber: Kecamatan Bojonegara Dalam Angka, (2014)
Bukan Pantai Kawasan Lereng
Dataran -
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa di Kecamatan Bojonegara terdapat 2 desa yang berada di kawasan pantai yaitu Desa Bojonegara dan Desa Margagiri. Kedua desa tersebut terletak di Perairan Kecamatan Bojonegara. Perairan Kecamatan Bojonegara memiliki sumberdaya yang sangat melimpah sehingga masyarakat di kawasan tersebut banyak yang memanfaatkan sumberdaya sebagai tempat mata pencaharian. Mata pencaharian masyarakat pesisir sebagian besar sebagai nelayan tangkap tradisional di Perairan Teluk Banten. Salah satu ekosistem yang mampu menjaga sumberdaya pesisir dan laut di Perairan Teluk Banten adalah ekosistem lamun. Ekosistem lamun di kawasan ini mampu mendukung mata pencaharian
45
masyarakat pesisir seperti kawasan penangkapan ikan, kepiting, udang, kerapu, dan kerang. 5.2
Kependudukan dan Sosial Ekonomi di Kecamatan Bojonegara Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Bojonegara sebesar 1.417
jiwa/km2. Jumlah penduduk di Kecamatan Bojonegara pada Tahun 2013 sebanyak 42.944 jiwa terdiri dari 21.965 laki-laki dan 20.979 perempuan. Jumlah penduduk menurut desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Jumlah penduduk menurut desa/kelurahan di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013 No
Desa /Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Wanakarta Kertasana Mangkunegara Karangkepuh Lambangsari Bojonegara Margagiri Ukisari Pakuncen Pengarengan Mekarjaya Total Penduduk Kecamatan Bojonegara Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2014
Penduduk (Jiwa) Laki-laki Perempuan 1.304 1.274 2.557 2.533 1.667 1.601 2.458 2.469 2.163 2.111 2.638 2.365 2.856 2.763 1.354 1.318 1.757 1.580 1.859 1.713 1.402 1.252 21.965 20.979
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Desa Kerangkepuh sebanyak 4.927 jiwa, Desa Bojonegara sebanyak 5.003 jiwa, dan Desa Margagiri sebanyak 5.619 jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan Bojonegara sebanyak 11.405 kepala keluarga. Jumlah penduduk Kecamatan Bojonegara dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok umur muda (0-14 tahun), kelompok umur produktif (15-64 tahun), dan kelompok umur tua (65 tahu ke atas). Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan Bojonegara disajikan pada Tabel 5.4. Tabel 5.4 Jumlah penduduk menurut kelompok umur muda, umur produktif, dan umur tua di Kecamatan Bojonegara 2013 No
Kelompok Umur (Tahun) 1 Muda (0-14) 2 Produktif (15-64) 3 Tua ( 65) Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2014
Jumlah Penduduk (Jiwa) 12.206 29.795 943
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Bojonegara lebih banyak pada umur produktif daripada umur muda yaitu sebanyak 29.795 jiwa,
46
sedangkan umur tua hanya 943 jiwa. Hal tersebut menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Bojonegara berada dalam umur produktif. Penduduk Kecamatan Bojonegara yang berada diusia produktif adalah yang berada pada rentang usia 15-64 tahun. Mata pencaharian penduduk usia produktif di Kecamatan Bojonegara pada umumnya sebagai Pegawai Negeri, TNI/Polri, Pedagang, Petani, dan Nelayan. Mata pencaharian penduduk di Kecamatan Bojonegara disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Jumlah penduduk yang bekerja diberbagai bidang di Kecamatan Bojonegara Tahun 2014 No 1 2 3 4 5
Bidang pekerjaan Pegawai Negeri TNI/POLRI Pedagang Petani Nelayan Jumlah Sumber: Monografi Kecamatan Bojonegara, 2015
Jumlah (jiwa) 381 916 2.003 7.920 1.749 12.969
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa masyarakat Kecamatan Bojonegara yang bermata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 1.749 orang. Masyarakat yang mata pencahariannya sebagai nelayan di Kecamatan Bojonegara menggantungkan hidupnya pada Perairan Teluk Banten, dimana nelayan di kawasan tersebut merupakan nelayan tangkap tradisional. 5.3
Kondisi Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten Ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten terdapat 7 jenis yaitu Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis. Jenis ekosistem lamun serta ciri setiap jenis ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten terdapat pada Lampiran 4. Luas kawasan ekosistem lamun seluas ±111,2 ha di perairan sekitar Grenyang sampai Bojonegara, Kepuh, Sekantung, Kuala Pasar, Pulau Tunda, Pulau Kubur, Pulau Pamujan, Pulau Panjang, Pulau Semut, dan Pulau Tarahan (Perda Kabupaten Serang No 2 Tahun 2013). Keberadaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dapat dilihat pada Lampiran 5. Faktanya, ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten Tahun 2010 hingga 2015 mengalami perubahan luas dari 366,9 ha menjadi 111,2 ha. Kerusakan ekosistem lamun diakibatkan kurangnya perhatian dari masyarakat maupun
47
pemerintah, pengurugan kawasan ekosistem lamun oleh industri, limbah industri maupun rumah tangga, aktivitas nelayan (alat tangkap nelayan yang kurang ramah lingkungan), dan pembangunan dermaga. Faktor lain yang dapat menyebabkan rusaknya ekosistem lamun adalah kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat ekosistem lamun baik secara ekologi maupun ekonomi. Selanjutnya, pemerintah menetapkan Kecamatan Bojonegara sebagai kawasan industri, hal tersebut menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekosistem lamun. Dampak kerusakan ekosistem lamun menyebabkan ikan yang ada di pinggir pantai menjadi berkurang. Akibatnya nelayan yang awalnya menangkap ikan di kawasan ekosistem lamun berpindah ke tengah laut. Perubahan jarak area penangkapan menyebabkan penambahan biaya yang dikeluarkan oleh nelayan setiap tripnya dan mengurangi pendapatan nelayan. Masyarakat yang memanfaatkan ekosistem lamun di Kecamatan Bojonegara yaitu masyarakat yang bekerja di kawasan pesisir, yang terdiri dari masyarakat Desa Bojonegara, Desa Margagiri, dan Desa Karangkepuh. Manfaat keberadaan ekosistem lamun secara ekologi bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara yaitu sebagai tempat pemijahan, berkembangbiak, dan bertelurnya ikan, dan mencegah abrasi. Manfaat ekonomi ekosistem lamun bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara yaitu daerah penangkapan udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang. Keberadaan ekosistem lamun dapat menunjang pendapatan masyarakat di Kecamatan Bojonegara yang bekerja di kawasan pesisir seperti nelayan, pengambil kerang, dan penjual ikan. 5.4
Prasarana dan Sarana Daerah di Kecamatan Bojonegara Prasarana dan sarana daerah mampu mencerminkan perkembangan dan
kemajuan suatu daerah. Prasarana dan sarana daerah merupakan salah satu faktor dalam membangun potensi sumberdaya manusia dan pembangunan daerah. Salah satu prasarana dan sarana daerah yang mampu menunjang potensi sumberdaya manusia dan pembangunan daerah pesisir yaitu sekolah dan tempat pelelangan ikan.
48
a.
Jumlah Sekolah Prasarana dan sarana pendidikan di Kecamatan Bojonegara cukup memadai,
yang terdiri dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas/Sederajat (SMA). Prasarana dan sarana pendidikan di Kecamatan Bojonegara dirincikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Jumlah sekolah berdasarkan status di Kecamatan Bojonegara Tahun 2013 No
Tingkat Sekolah 1 Taman Kanak-kanak 2 Sekolah Dasar 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) 4 Madrasah Tsanawiyah (MTs) 5 Sekolah Menengah Umum (SMU) 6 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 7 Madrasah Aliyah (MA) Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang, 2014
Negeri (unit) 0 22 2 0 1 0 0
Swasta (unit) 7 0 3 4 0 1 2
Tabel 5.6 menunjukkan jumlah sekolah yang beroperasi di Kecamatan Bojonegara. Berdasarkan jumlah tersebut, sekolah dasar memiliki jumlah terbanyak. Hal tersebut memiliki korelasi positif terhadap tingkat pendidikan di Kecamatan Bojonegara. Menurut hasil wawancara sebanyak 32 orang dari 75 orang atau sekitar 36% memiliki tingkat pendidikan akhir sekolah dasar. Tingkat pendidikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal salah satunya adalah jumlah sekolah lanjutan yang kurang memadai di Kecamatan Bojonegara. b.
Jumlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Prasarana dan sarana lainnya yang selalu digunakan masyarakat dalam
interaksi jual-beli hasil tangkapan yaitu tempat pelelangan ikan (TPI). TPI di Kecamatan Bojonegara berfungsi untuk mendata hasil tangkapan nelayan dan mendata jumlah perahu serta nelayan di Kecamatan Bojonegara. Kecamatan Bojonegara memiliki 2 (dua) TPI, yaitu TPI Wadas dan TPI Margagiri. TPI Kecamatan Bojonegara menerima hasil tangkapan dari nelayan Teluk Banten, namun TPI Bojonegara juga menerima hasil tangkapan ikan dari daerah di luar Kawasan Teluk Banten. Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kecamatan Bojonegara karena hasil tangkapan nelayan Teluk Banten mengalami penurunan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
49
5.5
Karakteristik Responden Karakteristik responden terdiri atas masyarakat (non nelayan) dan nelayan
yang paham dan mengetahui ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Jumlah responden sebanyak 50 masyarakat pesisir Kecamatan Bojonegara dan 25 nelayan Teluk Banten yang berdomisili di Kecamatan Bojonegara. Responden lainnya yaitu pihak stakeholder yang memahami keberadaan dan kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Responden diminta untuk menjawab kuesioner mengenai persepsi mengenai fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Khusus untuk responden nelayan ditambah pertanyaan mengenai perubahan produktivitas yang dirasakan setelah rusaknya ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, Teluk Banten. Selanjutnya, responden stakeholder diminta untuk menjawab mengenai kebijakan dan pengelolaan yang tepat untuk memulihkan ekosistem lamun yang telah rusak di Perairan Kecamatan Bojonegara. Kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dapat dilihat pada Lampiran 6. Karakteristik dari responden merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan nelayan mengenai keberadaan ekosistem lamun. Karakteristik responden yang dibahas meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan per bulan, dan status kependudukan. 5.5.1 Jenis Kelamin Responden pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu non nelayan dan nelayan. Responden non nelayan 14 orang (28%) laki-laki dan 36 orang (72%) perempuan, sedangkan responden nelayan 25 orang (100%) adalah lakilaki. Perbandingan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 5.1 sebagai berikut: 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0%
100%
72% laki-laki
28%
Non Nelayan
perempuan
Nelayan
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Gambar 5.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
50
Gambar 5.1 menunjukkan jumlah responden non nelayan didominasi perempuan yang mengetahui dan/atau memanfaatkan ekosistem lamun, sedangkan responden nelayan didominasi oleh laki-laki. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa laki-laki di Kawasan Pesisir Kecamatan Bojonegara bekerja di laut atau sebagai nelayan, sehingga laki-laki lebih banyak mengetahui ekosistem lamun dan manfaat ekosistem lamun daripada perempuan di Kecamatan Bojonegara. 5.5.2 Usia Usia menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pemahaman masyarakat mengenai ekosistem lamun. Distribusi kelompok usia dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.2. 120% 100%
96%
92%
80%
0-14 tahun
60%
15-64 tahun
40% 20%
65 tahun (ke atas)
8%
4%
0% Non nelayan
nelayan
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Gambar 5.2 Karakteristik responden berdasarkan usia Berdasarkan Gambar 5.2 menunjukkan responden yang paling banyak yaitu responden yang berusia 15-64 tahun atau usia produktif. Usia juga merupakan salah satu faktor responden mengetahui ekosistem lamun, karena tidak jarang responden akan menemui atau memanfaatkan ekosistem lamun dalam aktivitas pekerjaannya. Responden memanfaatkan ekosistem lamun sebagai tempat penangkapan udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang sebagai mata pencaharian masyarakat pesisir. 5.5.3 Pendidikan Tingkat pendidikan menunjukkan dari pendidikan formal yang ditempuh seseorang agar mengubah sikap dan mendewasakan pola pikir seseorang. Pendidikan seseorang berpengaruh terhadap jenis pekerjaan dan cara mengambil keputusan seseorang. Pengelompokan pendidikan responden pada penelitian ini
51
dibagi ke dalam 6 kelompok yaitu: tidak sekolah, tidak tamat SD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi (PT). Data responden berdasarkan pengelompokan tingkat pendidikan disajikan pada Gambar 5.3 berikut ini: 50% 40%
40%
44% tidak sekolah
36%
tidak tamat SD
30% 20% 10% 0%
8%
12% 8% 8% 6% 2%
Non nelayan
20% 16%
SD SMP SMA Perguruan tinggi
Nelayan
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Gambar 5.3 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Gambar 5.3 menunjukkan bahwa responden non nelayan tingkat pendidikan responden paling banyak yaitu 40% tidak sekolah, dan 36% SD. Tingkat pendidikan untuk responden nelayan paling banyak yaitu 44% SD, dan 20% SMP. Rendahnya tingkat pendidikan responden non nelayan karena responden didominasi perempuan, dimana perempuan di kawasan pesisir kesadarannya untuk pendidikan masih rendah. Secara umum, tingkat pendidikan responden masih tergolong sangat rendah, bahkan responden yang tingkat pendidikan terakhirnya perguruan tinggi hanya 2%. Rendahnya tingkat pendidikan responden, mampu mempengaruhi pengetahuan responden mengenai ekosistem lamun seperti manfaat ekonomi, ekologi, dan pengelolaan ekosistem lamun. 5.5.4 Penghasilan Responden Tingkat penghasilan responden dikelompokkan pada 6 kelompok, dimana penghasilan responden berada pada kisaran Rp 500.000 - Rp 4.500.001 per bulan. Penghasilan responden per bulan menggambarkan tingkat kesejahteraan rumah tangga masyarakat pesisir. Pengelompokan responden berdasarkan tingkat penghasilan disajikan pada Gambar 5.4.
52
40% 30% 20% 10%
38% 28%
26% 14% 12% 8% 2%
0%
Non nelayan
≤ 500.000
32%
4% 4%
24% 8%
Nelayan
500.0011.500.000 1.500.0012.500.000 2.500.0013.500.000 3.500.0014.500.000
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Gambar 5.4 Karakteristik responden berdasarkan tingkat penghasilan Berdasarkan Gambar 5.4 penghasilan responden non nelayan sebagian besar berpenghasilan sebesar Rp 500.001-1.500.000 per bulan dan responden nelayan sebesar Rp 2.500.001-3.500.000 per bulan. Rendahnya penghasilan responden per bulan salah satunya dipengaruhi oleh rusaknya ekosistem di Perairan Kecamatan Bojonegara. Faktor lain yaitu dipengaruhi oleh tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah. Rusaknya ekosistem di Perairan Kecamatan Bojonegara menyebabkan jumlah biota laut menjadi berkurang, sehingga penghasilan responden berkurang. Dampak negatif tersebut terjadi karena menurunnya hasil tangkapan dan meningkatnya biaya yang dikeluarkan untuk penangkapan per tripnya. Kondisi ini menyebabkan sebagian dari penduduk di Desa Bojonegara, Desa Margagiri, dan Desa Karangkepuh beralih pekerjaan dari nelayan menjadi pedagang atau buruh pabrik, sedangkan melaut dijadikan sebagai pekerjaan sampingan. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan responden juga mempengaruhi tingkat penghasilan responden dimana responden sulit untuk beralih pekerjaan. Akibatnya, responden sulit untuk meningkatkan taraf kesejahteraannya. 5.5.5 Status Kependudukan Status kependudukan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk pendatang antara lain berasal dari Cirebon, Ciruas, Pulau Panjang, Lampung, Indramayu, dan Banten Lama. Karakteristik responden berdasarkan status kependudukan dapat dilihat pada Gambar 5.5.
53
100%
90%
88%
80% 60%
asli
40% 20%
12%
10%
pendatang
0%
Non Nelayan
Nelayan
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Gambar 5.5 Karakteristik responden berdasarkan status kependudukan Berdasarkan Gambar 5.5, sebesar 90% responden non nelayan dan 88% responden nelayan merupakan masyarakat asli dari Desa Bojonegara, Desa Margagiri, dan Desa Karangkepuh. Status kependudukan juga merupakan salah satu faktor responden untuk mengetahui keberadaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, karena ekosistem lamun telah mengalami kerusakan kurang lebih 10 tahun lalu.
54
55
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1
Persepsi Masyarakat dan Nelayan Tentang Fungsi serta Kondisi Ekosistem Lamun Di Perairan Kecamatan Bojonegara Luas ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara terus mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Perubahan tersebut diakibatkan oleh banyaknya aktivitas masyarakat di kawasan pesisir sehingga ekosistem lamun mengalami kerusakan. Kerusakan ekosistem lamun berdampak terhadap lingkungan sekitarnya karena ekosistem lamun memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Perhatian dari semua kalangan dan kegiatan pelestarian penting dilakukan untuk menjaga kehidupan ekosistem lamun. Persepsi masyarakat dan nelayan mengenai fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dibahas pada sub bab 6.1.1, sub bab 6.1.2, dan sub bab 6.1.3. Sub bab 6.1.1 membahas mengenai pengetahuan responden mengenai ekosistem lamun, sub bab 6.1.2 membahas manfaat serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, dan sub bab 6.1.3 membahas mengenai penanggulangan kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. 6.1.1 Pengetahuan Responden Mengenai Ekosistem Lamun Perairan Kecamatan Bojonegara merupakan salah satu kawasan yang memiliki beragam ekosistem diantaranya ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang. Diantara ketiga ekosistem tersebut, pengetahuan responden mengenai ekosistem lamun masih terbatas. Berdasarkan hasil wawancara, seluruh responden mengetahui keberadaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Keberadaan ekosistem lamun diketahui responden karena sebagian besar responden bekerja di Kawasan Perairan Kecamatan Bojonegara. Selanjutnya, responden mengetahui keberadaan ekosistem lamun secara sendiri atau melalui orang tua yang berprofesi sebagai nelayan. Dampaknya yaitu pengetahuan responden mengenai manfaat keberadaan ekosistem lamun masih sangat kurang. Salah satu faktor terbatasnya pengetahuan responden mengenai ekosistem lamun karena jarangnya penyuluhan yang dilakukan oleh pihak pemerintah mengenai ekosistem lamun ke daerah pesisir sehingga masyarakat
56
pesisir menganggap bahwa ekosistem lamun kurang memiliki manfaat bagi kawasan pesisir. 6.1.2 Manfaat Serta Kondisi Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Ekosistem lamun memiliki manfaat secara ekologi bagi masyarakat di Kecamatan Bojonegara yaitu sebagai tempat perkembangbiakan ikan, tempat bertelur ikan, pencegah abrasi, tempat berlindungnya biota laut, sumber pakan ikan, dan tempat pengasuhan bagi biota laut. Manfaat ekonomi ekosistem lamun bagi masyarakat yaitu sebagai tempat penangkapan ikan, udang, kepiting, dan kerang. Pentingnya ekosistem lamun sebagai tempat perkembangbiakan ikan disajikan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Persepsi responden mengenai pentingnya ekosistem lamun sebagai tempat perkembangbiakan ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5
Kriteria Tidak penting Kurang penting Biasa Penting Sangat penting Total
Jumlah (orang) 2 2 0 20 51 75
*) Hasil perhitungan termasuk pada kriteria sangat setuju
Nilai Kriteria (bobot x jumlah) 2 4 0 80 255 341*)
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Berdasarkan Tabel 6.1 mengenai persepsi responden terhadap ekosistem
lamun sebagai tempat perkembangbiakan ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara, total nilai yang diperoleh sebesar 341. Nilai tersebut menunjukkan bahwa responden
sangat
setuju
jika
ekosistem
lamun
sangat
penting
untuk
perkembangbiakan ikan. Responden menyatakan jika ekosistem lamun punah maka akan berdampak terhadap jumlah ikan dan jenis ikan yang ada di Perairan Kecamatan Bojonegara. Jenis ikan yang terdapat di ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, yaitu udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang. Hamparan lamun yang tumbuh di kawasan pesisir secara tidak langsung mampu memberikan kontribusi terhadap pekerjaan masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. Pekerjaan masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara yaitu sebagai nelayan, penjual ikan, dan pencari kerang. Nelayan di Kecamatan Bojonegara termasuk ke dalam kategori nelayan kecil tradisional dan jarak melautnya hanya 12 mil. Nelayan di Kecamatan Bojonegara sebagian menangkap ikan di kawasan ekosistem lamun karena sesuai fungsi ekosistem lamun sebagai
57
tempat tinggal bagi ikan. Tidak jarang juga ekosistem lamun dimanfaatkan nelayan dan masyarakat pesisir sebagai kawasan tangkapan kerang. Kerang lamun yang diperoleh masyarakat akan dijual ke pengrajin kerang sehingga menambah pendapatan masyarakat pesisir dan sebagian masyarakat hanya memanfaatkan kerang untuk kebutuhan rumah tangga. Saat ini, ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sudah mengalami kerusakan yang mengakibatkan hilangnya manfaat ekosistem lamun bagi masyarakat dan lingkungan. Aktivitas masyarakat di kawasan pesisir mampu merusak ekosistem lamun seperti baling-baling perahu, pengurugan, pencemaran oleh limbah, dan alat tangkap nelayan. Aktivitas tersebut menyebabkan luas ekosistem lamun setiap tahun semakin berkurang. Persepsi responden tentang kondisi ekosistem lamun dijelaskan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2 Persepsi responden terhadap kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5
Kriteria Sangat rusak Rusak Tetap Baik Sangat baik Total
Jumlah (orang) 73 2 0 0 0 75
*) Hasil perhitungan termasuk pada kriteria sangat rusak
Nilai Kriteria (bobot x jumlah) 73 4 0 0 0 77*)
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Berdasarkan Tabel 6.2 persepsi responden mengenai kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai sebesar 77. Hasil tersebut tergolong ke dalam kriteria sangat rusak, artinya kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sudah sangat rusak yang ditandai dengan berkurangnya luas ekosistem lamun. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, ekosistem lamun mulai mengalami kerusakan di Perairan Kecamatan Bojonegara pada Tahun 2000, namun masyarakat mulai merasakan dampak kerusakan ekosistem lamun di Tahun 2014. Hal tersebut disebabkan karena semakin meningkatnya jumlah industri dan aktivitas dermaga di Perairan Kecamatan Bojonegara. Dampak rusaknya ekosistem lamun untuk jangka panjang yaitu hasil tangkapan nelayan semakin berkurang dan jarak tangkapan semakin jauh. Akibatnya berdampak pada perekonomian masyarakat pesisir seperti sebagian besar masyarakat harus beralih pekerjaan dan masyarakat mengakui bahwa fenomena tersebut menyebabkan penghasilan masyarakat di kawasan
58
pesisir
semakin
berkurang.
Rusaknya
ekosistem
lamun
juga
mampu
mengakibatkan kawasan pesisir mengalami pengikisan (abrasi). Persepsi responden mengenai ekosistem lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3 Persepsi responden mengenai ekosistem lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5
Kriteria Tidak penting Kurang penting Biasa Penting Sangat penting Total
*) Hasil perhitungan termasuk pada kriteria biasa
Jumlah (orang) 32 5 5 22 11 75
Nilai Kriteria (bobot x jumlah) 32 10 15 88 55 200*)
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Tabel 6.3 menunjukkan range skala persepsi responden mengenai ekosistem lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi di Perairan Kecamatan Bojonegara. Berdasarkan persepsi responden diperoleh total nilai kriteria sebesar 200, artinya responden menganggap ada atau tidaknya suatu ekosistem lamun tidak mengakibatkan terjadinya pengikisan pantai (abrasi) di Perairan Kecamatan Bojonegara. Berbeda dengan manfaat ekosistem lamun yang sebenarnya, dimana ekosistem lamun dapat bermanfaat untuk mencegah abrasi. Persepsi responden tersebut terbentuk karena responden belum mengetahui dan merasakan dampak ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi. Faktor terbentuknya persepsi tersebut karena kurangnya perhatian dan sosialisasi pemerintah tentang manfaat keberadaan ekosistem lamun untuk masyarakat pesisir dan lingkungan. 6.1.3 Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara mengalami kerusakan diakibatkan karena tidak ada penyuluhan dan peraturan yang diterapkan terkait ekosistem lamun kepada masyarakat di Perairan Kecamatan Bojonegara. Faktor lain yang menyebabkan rusaknya ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara yaitu kegiatan pengurugan yang terjadi di kawasan pesisir oleh industri karena pemerintah menetapkan Kecamatan Bojonegara menjadi salah satu kawasan industri di Provinsi Banten. Pengurugan yang terjadi mengorbankan ekosistem-ekosistem yang ada di kawasan pesisir termasuk ekosistem lamun.
59
Persepsi responden mengenai pembabatan ekosistem lamun disajikan pada Tabel 6.4. Tabel 6.4 Persepsi responden mengenai pembabatan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5
Kriteria Tidak setuju Kurang setuju Tidak peduli Setuju Sangat setuju Total
Jumlah (orang) 59 3 7 5 1 75
*) Hasil perhitungan termasuk pada kriteria tidak setuju
Nilai Kriteria (bobot x jumlah) 59 6 21 20 5 111*)
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Tabel 6.4 menunjukkan range skala likert dengan total nilai kriteria sebesar 111, artinya responden tidak setuju dengan kegiatan pembabatan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Responden yang tidak setuju terjadinya pembabatan ekosistem lamun karena responden menyadari bahwa keberadaan ekosistem lamun mampu mendukung perekonomian masyarakat pesisir. Persepsi yang juga banyak dipilih responden yaitu tidak peduli, karena menurut responden seluruh kebijakan tergantung pada pemerintah. Persepsi tersebut menyebabkan responden beranggapan bahwa responden tidak memiliki hak untuk melarang pemerintah melakukan pembabatan terhadap ekosistem lamun. Faktanya, berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa responden masih banyak yang peduli tentang keberadaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Persepsi responden mengenai pentingnya ekosistem lamun untuk dilindungi dapat dilihat pada Tabel 6.5. Tabel 6.5 Persepsi responden mengenai pentingnya ekosistem lamun untuk dilindungi di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5
Kriteria Tidak penting Kurang penting Biasa Penting Sangat penting Total
Jumlah (orang) 5 4 3 12 51 75
*) Hasil perhitungan termasuk pada kriteria sangat penting
Nilai Kriteria ( bobot x jumlah) 5 8 9 48 255 325*)
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Tabel 6.5 menunjukkan range skala likert dengan total nilai sebesar 325,
dimana masuk pada kriteria sangat penting. Hasil perhitungan skala likert menunjukkan bahwa ekosistem lamun sangat penting dilindungi di Perairan Kecamatan Bojonegara. Dampak yang dirasakan jika ekosistem lamun dilindungi
60
yaitu mampu menjaga lingkungan pesisir dan stok ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun tetap banyak, sehingga masyarakat tidak perlu menangkap ikan ke tengah laut dan dapat meningkatkan penghasilan nelayan. Menurut responden, pihak yang bertanggungjawab untuk melindungi ekosistem lamun yaitu pihak instansi pemerintahan yang terkait seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, dan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Instansi pemerintahan juga perlu melakukan penyuluhan dan kegiatan yang dapat memulihkan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara seperti kegiatan konservasi, rehabilitasi, dan pengembangan ekowisata laut. Persepsi responden mengenai pentingnya penyuluhan ekosistem lamun dan kegiatan pemulihan ekosistem lamun yang sudah rusak oleh instansi pemerintahan dijelaskan pada Tabel 6.6. Tabel 6.6 Persepsi responden mengenai pentingnya penyuluhan dan kegiatan pemulihan kembali ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5
Kriteria Tidak penting Kurang penting Biasa Penting Sangat penting Total
Jumlah (orang) 13 9 3 30 20 75
*) Hasil perhitungan termasuk pada kriteria penting
Nilai Kriteria (bobot x jumlah) 13 18 9 120 100 260*)
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Berdasarkan Tabel 6.6, menunjukkan bahwa persepsi responden mengenai pentingnya penyuluhan dan kegiatan pemulihan kembali ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh total nilai kriteria sebesar 260. Total nilai tersebut termasuk pada kriteria penting, karena menurut responden kegiatan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat pesisir mengenai ekosistem lamun, namun untuk pemulihan kembali ekosistem lamun sudah sulit dilakukan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Sulitnya pemulihan kembali ekosistem lamun karena lahan untuk melakukan kegiatan tersebut sudah tidak ada dan kondisi perairan yang tidak memungkinkan, kecuali di pulau-pulau kecil Kecamatan Bojonegara. Secara umum, manfaat dari kegiatan penyuluhan dan pemulihan kembali ekosistem lamun yaitu agar lingkungan pesisir terjaga, jumlah ikan yang berada di kawasan pesisir bertambah, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keberadaan ekosistem lamun.
61
6.2
Estimasi Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten Keberadaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara yang
merupakan bagian dari Perairan Teluk Banten mampu memberikan manfaat ekonomi dan ekologi bagi masyarakat pesisir. Manfaat ekonomi dari ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten yaitu sebagai kawasan perikanan tangkap (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap), dan kawasan pengambilan kerang. Manfaat ekosistem lamun secara ekologi yang diperoleh dari ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten yaitu sebagai tempat pemijahan ikan dan pencegah abrasi. Dampak keberadaan ekosistem lamun menyebabkan jumlah ikan di pinggir atau ikan laut dangkal melimpah. Keberadaan ekosistem lamun memberikan keuntungan bagi masyarakat pesisir dan nelayan karena jarak melaut nelayan tidak perlu jauh sehingga mampu mengurangi biaya operasional nelayan. Kawasan ekosistem lamun sudah lama dimanfaatkan masyarakat pesisir dan nelayan sebagai tempat mata pencaharian seperti menangkap ikan dan mencari kerang. Nelayan Teluk Banten menangkap ikan menggunakan bondet, jaring, arad, sudu kecil dan besar, rawe, dan jaring insang di kawasan ekosistem lamun (Kiswara, 2004). Manfaat ekonomi dari ekosistem lamun bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara mengalami penurunan akibat dari kegiatan masyarakat pesisir dan nelayan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Kegiatan yang menyebabkan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara mengalami kerusakan yaitu alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan, baling-baling perahu motor, pencemaran, dan pengurugan pantai. Penetapan Kecamatan Bojonegara menjadi kawasan industri menjadi salah satu ancaman bagi keberadaan ekosistem lamun, apalagi jika pembangunan industri tersebut tidak memperhatikan keberlangsungan ekosistem lain. Faktor lain yang juga mengakibatkan kerusakan ekosistem lamun adalah faktor alam seperti gelombang dan sedimentasi. Penilaian ekonomi kerusakan ekosistem lamun tersebut adalah sebagai berikut:
62
6.2.1 Ekosistem Lamun sebagai Kawasan Penangkapan Ikan Keberadaan ekosistem lamun merupakan salah satu faktor banyaknya jumlah ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara, karena ekosistem lamun memiliki fungsi sebagai tempat tinggal bagi biota laut. Biota laut yang hidup di ekosistem lamun yang dimanfaatkan nelayan yaitu udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang. Nilai ekonomi ekosistem lamun dapat diperoleh dari manfaat langsung, salah satunya yaitu kawasan penangkapan ikan bagi nelayan dan masyarakat pesisir. Faktanya, aktivitas masyarakat di Perairan Kecamatan Bojonegara mengakibatkan rusaknya ekosistem pesisir yang salah satunya adalah ekosistem lamun. Kerusakan ekosistem lamun menjadi salah satu penyebab perubahan produktivitas nelayan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Berdasarkan informasi dari responden ekosistem lamun sudah mengalami kerusakan pada Tahun 2000, namun masyarakat dan nelayan merasakan dampak kerusakan ekosistem lamun di Tahun 2014. Penilaian Kerusakan Ekosistem Lamun (KEL) perlu dilakukan untuk mengestimasi hilangnya nilai ekonomi ekosistem lamun. Salah satu dampak dari berkurangnya luasan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara yaitu terjadinya perubahan produktivitas nelayan. Nilai kerusakan ekosistem lamun diperoleh dari selisih nilai ekosistem lamun sebelum kerusakan (NELSK0) dengan nilai ekosistem lamun setelah kerusakan (NESK1). Nilai ekonomi ekosistem lamun diperoleh dari perhitungan pendapatan nelayan dikalikan dengan jumlah nelayan, selanjutnya hasil yang diperoleh dikurangi dengan biaya operasi nelayan per trip. Langkah berikutnya yaitu hasil pendapatan nelayan dibagi dengan luas kawasan penangkapan ikan. Perubahan luas ekosistem lamun menjadi salah atu penyebab terjadinya perubahan terhadap nilai ekonomi dari ekosistem lamun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun disajikan pada Tabel 6.7 dan perhitungan penilaian kerusakan ekosistem lamun disajikan lebih rinci pada Lampiran 7.
63
Tabel 6.7 Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun berdasarkan hasil tangkapan nelayan di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1 2 3 4 5 6
Komoditi NELSK0 (Rp/ha/tahun) NELSK1 (Rp/ha/tahun) Udang 541.439,74 33.819,38 Kerapu 125.492,52 48.457,48 Belanak 72.211,26 6.047,13 Kepiting 173.276,65 15.409,85 Kakap 221.646,43 76.691,62 Kerang 6.507.331,70 2.275.818,35 Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun (Rp/ha/tahun) Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
KEL (Rp/ha/tahun) (507.620,37) (77.035,04) (66.164,13) (157.866,80) (144.954,80) (4.231.513,35) (5.185.154,50)
Tabel 6.7 menunjukkan total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun berdasarkan hasil tangkapan nelayan sebesar Rp 5.185.154,50/ha/tahun. Berdasarkan hasil tangkapan nelayan di Perairan Kecamatan Bojonegara, kehilangan nilai ekonomi pada komoditi kerang merupakan kehilangan nilai ekonomi tertinggi sebesar Rp 4.231.513,35/ha/tahun. Komoditi kerang sangat berpotensi di Perairan Kecamatan Bojonegara. Jenis kerang yang berpotensi dan hidup di ekosistem lamun salah satunya yaitu kerang darah. Kerang darah hidup di perairan pesisir seperti ekosistem lamun, estuari, mangrove dengan substrat lumpur berpasir. Berbagai aktivitas seperti pembangunan industri dan reklamasi pantai menurunkan kualitas perairan yang berdampak pada kemampuan kerang darah untuk bertahan hidup dan bereproduksi (Wahyuningtias, 2010). Kondisi tersebut menyebabkan tingginya kehilangan nilai ekonomi pada komoditi kerang di Perairan Kecamatan Bojonegara. Salah satu penyebab tingginya kehilangan nilai ekonomi kerang yaitu berkurangnya jumlah pengambil kerang di Kecamatan Bojonegara. Jumlah pengambil kerang di Kecamatan Bojonegara pada Tahun 2010 sebanyak 200 orang menjadi 36 orang di Tahun 2015. Perubahan tersebut diakibatkan karena jumlah komoditi kerang di Perairan Kecamatan Bojonegara sudah sedikit. Umumnya, setelah ekosistem lamun mengalami kerusakan maka berdampak pada masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. Dampaknya yaitu masyarakat pesisir banyak yang beralih pekerjaan menjadi pedagang, buruh pabrik, dan pengambil keong sawah. Kehilangan nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun menggambarkan besarnya nilai manfaat ekonomi yang hilang, sehingga diperlukan perhatian dan kegiatan yang dapat menjaga kelestarian ekosistem lamun dari kalangan pemerintah, civitas akademik, dan masyarakat pesisir.
64
6.2.2 Ekosistem Lamun sebagai Tempat Pemijahan Ikan Ekosistem lamun merupakan ekosistem pesisir dan laut yang tidak dapat dipisahkan dengan ekosistem lainnya secara ekologi, sehingga pertimbangan secara ekologi menjadi penting untuk keseimbangan ekosistem lamun (Kordi, 2011). Pertimbangan ekologi ekosistem lamun yang harus diperhatikan yaitu sebagai tempat pemijahan ikan, sehingga keberadaan ekosistem lamun berkontribusi dalam peningkatan produksi ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Aktivitas-aktivitas yang semakin meningkat di Perairan Kecamatan Bojonegara menyebabkan hilangnya kawasan ekosistem lamun. Hilangnya kawasan ekosistem lamun menyebabkan menurunnya jenis dan jumlah ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Jenis ikan yang berasosiasi dengan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara salah satunya yaitu ikan kerapu lumpur. Ikan kerapu merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ekosistem lamun menjadi salah satu tempat pemijahan bagi ikan kerapu, sehingga banyak nelayan menangkap benih ikan kerapu di ekosistem lamun. Benih ikan kerapu ditangkap nelayan pada saat kondisi pasang surut dengan menggunakan alat tangkap sudu. Benih ikan kerapu akan dibudidaya menggunakan tambak, dimana tambak dapat menjadi salah satu tempat pemijahan bagi ikan kerapu. Berdasarkan penelitian Nuraini (1999) dalam Yusuf (2008) menunjukkan bahwa jumlah benih kerapu sebesar 130 ekor/ha atau sekitar 400-500 ekor/ha/tahun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan disajikan pada Tabel 6.8 berikut ini: Tabel 6.8 Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan (kerapu) di Perairan Kecamatan Bojonegara
Mortalitas Kepadatan Benih Harga Benih Nilai Ekonomi % (Ekor/ha/tahun) (Rp/Ekor) Rp/ha/tahun A b c ((100%-a) x b) x c 45% 400 4.000 880.000,00 Sumber: Nuraini (1999) dalam Yusuf (2008) dan Hasil Analisis Data (2015)
Berdasarkan Tabel 6.8, hilangnya kawasan ekosistem lamun mengakibatkan salah satu fungsi lamun sebagai tempat pemijahan ikan menjadi hilang. Nilai ekonomi
ekosistem
lamun
sebagai
tempat
pemijahan
sebesar
Rp
880.000,00/ha/tahun, perhitungan didasarkan pada pendekatan ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan kerapu. Ikan kerapu merupakan salah satu jenis
65
ikan yang benih ikannya hidup di ekosistem lamun, selain itu ikan kerapu memiliki harga ekonomi yang tinggi. 6.2.3 Ekosistem Lamun sebagai Pencegah Abrasi Manfaat ekologi ekosistem lamun salah satunya yaitu sebagai pencegah abrasi. Padang lamun merupakan hamparan lamun yang berada di kawasan pesisir. Kawasan ekosistem lamun tersebut mampu meredam arus yang menghantam daratan sehingga abrasi (pengikisan) pinggir pantai dapat dicegah, namun ekosistem lamun tidak sekuat ekosistem mangrove dalam mencegah abrasi pantai. Kegiatan penimbunan dan reklamasi pantai menyebabkan ekosistemekosistem pesisir menjadi rusak sehingga menyebabkan hilangnya fungsi ekologi dari ekosistem. Dampak kerusakan ekosistem-ekosistem pesisir termasuk ekosistem lamun dan ekosistem mangrove menyebabkan kawasan pesisir mengalami fenomena abrasi. Abrasi dapat dicegah dengan pembuatan turap. Pembuatan turap sudah diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang bekerjasama dengan masyarakat setempat sepanjang 5 km. Pendekatan pembuatan turap secara teknis berdasarkan pasang surut di Perairan Kecamatan Bojonegara mencapai 2 m, sehingga diperlukan batang bambu dengan ketinggian 3 m. Pemasangan turap membutuhkan bambu dan tenaga kerja, dengan panjang dan diameter bambu yang digunakan masing-masing 6 m dan 8 cm. Dalam mencegah terjadinya abrasi maka luas kawasan perairan per ha dipasang turap sepanjang 100 m. Turap sepanjang 1 m membutuhkan 12 batang bambu dengan tinggi 3 m. Bambu dengan panjang 6 m dapat dibagi menjadi 2, sehingga untuk turap sepanjang 1 m membutuhkan 6 batang bambu seharga Rp 10.000,00/batang maka harga bahan bambu per m (meter) turap sebesar Rp 60.000,00. Biaya tenaga kerja untuk memasang turap adalah Rp 110.000,00/hari untuk menyelesaikan 10 m turap atau Rp 11.000,00/m. Dengan demikian total biaya pemasangan turap adalah Rp 71.000,00/m. Nilai ekonomi
kerusakan ekosistem lamun sebagai
pencegah abrasi dapat dilihat pada Tabel 6.9.
66
Tabel 6.9 Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi Panjang Biaya Total biaya turap pemasangan turap pemasangan turap M (Rp/m) (Rp/ha) A b c=axb 100 71.000,00 7.100.000,00 Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Daya tahan turap Nilai ekonomi abrasi tahun d 3,00
(Rp/ha/tahun) e=c/d 2.366.666,67
Berdasarkan Tabel 6.9 biaya pembuatan turap terdiri dari bambu dan upah tenaga kerja. Kegiatan pembuatan turap dengan bambu mengeluarkan biaya sebesar Rp 71.000,00/m dengan daya tahan selama 3 tahun, sehingga nilai ekonomi
ekosistem
lamun
sebagai
pencegah
abrasi
sebesar
Rp
2.366.666,67/ha/tahun. 6.2.4 Total Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan di Perairan Teluk Banten Aktivitas-aktivitas yang terjadi di Perairan Kecamatan Bojonegara mengakibatkan kerusakan pada ekosistem lamun. Kerusakan ekosistem lamun menyebabkan hilangnya nilai ekonomi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dan di Perairan Teluk Banten. Total nilai ekonomi ekosistem lamun disajikan sebagai berikut: 6.2.4.1 Total Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Kerusakan ekosistem lamun menyebabkan hilangnya fungsi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Beberapa fungsi ekosistem lamun yang hilang yaitu sebagai kawasan penangkapan ikan, tempat pemijahan ikan (kerapu), dan pencegah abrasi. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun disajikan pada Tabel 6.10. Tabel 6.10 Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Fungsi Satuan Kawasan penangkapan ikan ha/tahun Tempat pemijahan ikan ha/tahun Pencegah abrasi ha/tahun Total nilai ekonomi kerusakan (ha/tahun) Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Nilai ekonomi (Rp) (5.185.154,50) (880.000,00) (2.366.666,67) (8.431.821,17)
Berdasarkan Tabel 6.10, total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sebesar Rp 8.431.821,17/ha/tahun. Fungsi ekosistem lamun yang paling terkena dampak kerusakan adalah sebagai kawasan penangkapan ikan sebesar Rp 5.185.154,50/ha/tahun. Dampak kerusakan
67
ekosistem lamun mengakibatkan jumlah ikan dan jenis ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara yang semakin berkurang. Akibat dari berkurangnya jumlah ikan dan jenis ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara menyebabkan jarak nelayan untuk menangkap ikan semakin jauh sehingga biaya operasi penangkapan ikan bertambah. Hal tersebut menyebabkan penghasilan nelayan semakin berkurang. 6.2.4.2 Total Nilai Ekonomi Kerusakan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten Banyaknya aktivitas masyarakat di Perairan Kecamatan Bojonegara menjadi salah satu dampak terjadinya deplesi dan depresiasi sumberdaya alam dan lingkungan di Perairan Teluk Banten. Kerusakan di Perairan Teluk Banten menyebabkan penurunan kondisi (kualitas dan kuantitas) berbagai ekosistem pesisir termasuk ekosistem lamun. Hal tersebut ditandai dengan perubahan luas ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten pada Tahun 2010 hingga Tahun 2015. Luas ekosistem lamun Tahun 2010 sebesar 366,9 ha, namun Tahun 2015 menurun menjadi 111,2 ha atau tingkat kerusakan ekosistem lamun meningkat dari 35% menjadi 55% dari total luas ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten (Kiswara, 2004; Perda Kabupaten Serang, 2013). Kerusakan ekosistem lamun menyebabkan hilangnya fungsi ekosistem tersebut di Perairan Teluk Banten, yaitu sebagai kawasan penangkapan ikan, tempat pemijahan ikan (kerapu), dan sebagai pencegah abrasi. Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun disajikan pada Tabel 6.11. Tabel 6.11 Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten Nilai ekonomi kerusakan (Rp/ha/tahun) Kawasan penangkapan ikan 255,7 5.185.154,50 Tempat pemijahan ikan 255,7 880.000,00 Pencegah abrasi 255,7 2.366.666,67 Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun (Rp/tahun) Sumber: Hasil Analisis Data (2015) Fungsi
Luas kerusakan (ha)
Total nilai ekonomi kerusakan (Rp/tahun) (1.325.844.005,52) (225.016.000,00) (605.156.666,67) (2.156.016.672,19)
Berdasarkan Tabel 6.11, total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun dengan luas yang hilang 255,7 ha di Perairan Teluk Banten sebesar Rp 2.156.016.672,19/tahun. Besarnya nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun
68
mencerminkan bahwa ekosistem lamun berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat pesisir. Hal tersebut ditunjukkan berdasarkan nilai kerusakan ekosistem lamun tertinggi yaitu ekosistem lamun sebagai tempat penangkapan ikan sebesar Rp 1.325.844.005,52/tahun. Hasil dari estimasi nilai ekonomi kerusakan dapat menggambarkan seberapa besar potensi yang rusak dan potensi yang masih bisa dimanfaatkan untuk masyarakat pesisir dan nelayan untuk jangka panjang. Potensi ekosistem lamun bagi masyarakat pesisir yaitu sebagai kawasan pengambilan kerang dan ekosistem lamun untuk nelayan sebagai kawasan penangkapan ikan. Selain itu, besarnya nilai kehilangan ekosistem lamun dapat menjadi acuan pemerintah dalam membuat kebijakan pengelolaan ekosistem lamun yang berkelanjutan secara sosial, ekologi dan ekonomi di Perairan Teluk Banten. 6.3
Alternatif Pengelolaan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Ekosistem lamun mulai mengalami kerusakan akibat faktor manusia dan
faktor alam di Perairan Kecamatan Bojonegara. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat pesisir masih kurang mengenai ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Faktor kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat pesisir karena tidak pernah dilakukan kegiatan penyuluhan mengenai manfaat ekosistem lamun dari instansi-instansi pemerintah maupun swasta. Akibatnya kerusakan ekosistem lamun mulai terjadi sehingga berdampak pada kerusakan ekosistem lainnya. Dampak lain yaitu terhadap kehidupan masyarakat pesisir karena keberadaan ekosistem lamun memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi sehingga penting adanya pengelolaan terhadap ekosistem lamun agar tetap lestari. Bentuk pengelolaan ekosistem lamun yang dapat diterapkan untuk menjaga kelestarian ekosistem lamun yaitu konservasi ekosistem lamun, pengembangan ekowisata laut, dan rehabilitasi ekosistem lamun. 6.3.1 Peran Stakeholder dalam Pengelolaan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara Ekosistem lamun membutuhkan peran dari stakeholder terkait untuk menjaga kelestarian ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara.
69
Stakeholder yang terkait dalam pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara terdiri dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup, industri, masyarakat, dan peneliti/universitas. Peran stakeholder dalam menjaga keberlanjutan ekosistem lamun disajikan pada Tabel 6.12 sebagai berikut: Tabel 6.12 Stakeholder yang terkait dalam pengelolaan ekosistem lamun beserta perannya di Perairan Kecamatan Bojonegara No 1
Stakeholder Dinas Kelautan dan Perikanan
2
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
3
Industri
4
Masyarakat
5
Peneliti/universitas
Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Peran Membuat kebijakan terkait pengelolaan ekosistem lamun, menentukan regulasi, mensosialisakan mengenai ekosistem lamun kepada masyarakat pesisir. Memantau kondisi lingkungan pesisir, mengontrol kawasan pesisir, melestarikan dan mengelola ekosistem lamun. Mengawasi aktivitas perusahaan (limbah) dan meninjau penetapan lokasi industri. Membantu penyaluran CSR untuk kepentingan lingkungan hidup, mengelola limbah agar tidak dibuang ke laut, menjaga dan melestarikan lingkungan pesisir. Memberikan informasi tentang kawasan ekosistem lamun kepada instansi pemerintahan. Penunjang pembuatan kebijakan terkait ekosistem pesisir khususnya ekosistem lamun.
6.3.2 Weighted Sum Model (WSM) Luas kawasan ekosistem lamun mengalami penurunan secara signifikan. Penurunan luas ekosistem lamun menjadi salah satu penyebab berkurangnya hasil tangkapan ikan dan jenis ikan yang hidup di kawasan lamun. Hal tersebut menyebabkan nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sangat tinggi. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun mencerminkan bahwa seberapa penting ekosistem lamun bagi kehidupan masyarakat pesisir dan lingkungannya. Peran ekosistem
lamun
dalam
menunjang
ekonomi
dan
ekologi
masyarakat
menyebabkan perlu adanya kegiatan pengelolaan dan pelestarian ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Pengelolaan dan pelestarian ekosistem lamun dilakukan untuk menjaga keseimbangan kawasan laut dan meningkatkan sektor perikanan di Perairan Kecamatan Bojonegara. Alternatif pengelolaan yang dapat dilakukan untuk menjaga keberadaan ekosistem lamun dan memulihkan kembali ekosistem lamun yang telah rusak di Perairan Kecamatan Bojonegara diantaranya; (1) Konservasi ekosistem lamun; (2) Pengembangan ekowisata laut; dan (3) Rehabilitasi ekosistem lamun (Kordi, 2011). Alternatif pengelolaan ekosistem
70
lamun tersebut dianggap mampu menjadi solusi dari permasalahan yang terjadi di Perairan Kecamatan Bojonegara. Modal, keuntungan, dan biaya berperan penting untuk ketiga alternatif pengelolaan ekosistem lamun. Kriteria-kriteria tersebut perlu dipertimbangkan dalam memutuskan alternatif yang dipilih dengan memberikan bobot pada masing-masing kriteria. Masing-masing kriteria disetiap alternatif diberi nilai yang sesuai dengan peran penting kriteria dalam menunjang kegiatan alternatif pengelolaan ekosistem lamun. Selanjutnya, menentukan peringkat dari alternatif berdasarkan dari pendapat stakeholder. Peringkat menunjukkan bahwa alternatif tersebut menjadi prioritas dalam pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Penentuan prioritas alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara dapat dilihat pada Tabel 6.13 dan hasil penentuan peringkat weighted sum model disajikan lebih rinci pada Lampiran 8. Tabel 6.13 Matriks alternatif pengelolaan Kecamatan Bojonegara No.
Alternatif
1
Modal
Konservasi ekosistem lamun 5 2 Pengembangan ekowisata laut 5 3 Rehabilitasi ekosistem lamun 5 Bobot kriteria 0,3 Sumber: Hasil Analisis Data (2015)
Kriteria Keuntungan
ekosistem Biaya
lamun
di
Perairan
Nilai Alternatif
Peringkat
5
4
4,7
2
4
4
4,3
3
5 0,4
5 0,3
5,0
1
Tabel 6.13 menunjukkan hasil nilai alternatif pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara yaitu sebesar 4,7 untuk konservasi ekosistem lamun, 4,3 untuk pengembangan ekowisata laut, dan 5,0 untuk rehabilitasi ekosistem lamun. Peringkat pertama dari hasil nilai alternatif, adalah rehabilitasi ekosistem lamun, artinya pihak stakeholder beranggapan bahwa melakukan kegiatan rehabilitasi yang paling prioritas untuk diterapkan dalam pengelolaan ekosistem lamun. Rehabilitasi penting dilakukan karena luas ekosistem lamun sudah sedikit sehingga diperlukan penanaman lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Daerah penanaman lamun berada di daerah yang tidak terkena dampak pengurugan maupun limbah seperti pulau-pulau kecil di Kecamatan Bojonegara.
71
Peneliti Indonesia dan Belanda Phase II pernah melakukan penelitian penanaman lamun (transplantasi lamun) yang dilaksanakan pada Tahun 19992000 di Perairan Teluk Banten sebagai usaha penyelamatan kawasan ekosistem lamun. Program transplantasi lamun yang dilaksanakan mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000.000 selama setahun, namun program tersebut tidak berhasil sepenuhnya karena kebanyakan ekosistem lamun tidak hidup dengan subur. Penyebab kegagalan transplantasi lamun dikarenakan kerusakan pada rimpang, seludang daun dari bibit lamun yang ditanam dimakan hewan (cacing), pengurugan pantai, dan ekosistem lamun tidak dapat tumbuh di semua kawasan (Kiswara, 2004). Ekosistem lamun akan tumbuh subur hanya di kawasan terbuka pasang surut dan perairan pantai yang berupa lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman 4 m (Kordi, 2011). Alternatif pengelolaan ekosistem lamun lainnya yang dapat dilakukan yaitu konservasi (perlindungan) ekosistem lamun dan pengembangan ekowisata laut. Konservasi sudah diterapkan dibeberapa tempat dalam bentuk Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Konservasi ekosistem lamun dapat dikelola oleh masyarakat bersama pemerintah setempat mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kegiatan konservasi dilakukan untuk menyelamatkan plasma nutfah atau ekosistem, sehingga kawasan konservasi dibagi menjadi zona tertentu yaitu zona inti atau zona perlindungan dan zona pemanfaatan. Selain kegiatan konservasi, alternatif yang dapat diterapkan untuk pengelolaan ekosistem lamun yaitu kegiatan pengembangan ekowisata laut. Kegiatan tersebut merupakan perpaduan antara pariwisata ke wilayah alami, yang melindungi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat (Kordi, 2011). Kondisi saat ini ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sudah mengalami kerusakan, salah satu faktornya dipicu karena peraturan daerah yang menetapkan Kecamatan Bojonegara sebagai kawasan industri sehingga banyak terjadi reklamasi pantai. Faktor lain yang dapat merusak ekosistem lamun yaitu aktivitas dermaga dan aktivitas nelayan seperti baling-baling perahu dan alat tangkap. Sektor industri dan sektor perikanan memiliki pengaruh yang sama besar terhadap masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara, sehingga pentingnya
72
penerapan alternatif pengelolaan ekosistem lamun dan kebijakan pemerintah berbasis masyarakat. Kebijakan alternatif yang diterapkan seharusnya dapat menjaga keseimbangan antara sektor industri dan sektor perikanan. Kebijakan mengenai pengelolaan ekosistem lamun sangat diperlukan, jika dibiarkan terusmenerus ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara akan hilang dan menyebabkan dampak negatif bagi sektor perikanan. Kebijakan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem lamun di Kawasan Pulau-Pulau Kecil yang berada di Kecamatan Bojonegara merupakan pengelolaan yang tepat untuk ekosistem lamun. Hal tersebut dilakukan agar kegiatan industri, dermaga, dan limbah tidak menghambat keberhasilan penanaman (transplantasi) kembali ekosistem lamun. Langkah selanjutnya, kegiatan penyelamatan ekosistem lamun agar keberadaannya tetap terjaga yaitu konservasi dengan menetapkan daerah pengelolaan ekosistem lamun yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah. Daerah pengelolaan ekosistem lamun dibagi menjadi kawasan inti, yaitu kawasan dimana ekosistem lamun terlindung dari kegiatan masyarakat yang dapat menimbulkan kerusakan pada ekosistem lamun. Kawasan lainnya adalah kawasan pemanfaatan, yaitu kawasan dimana masyarakat dapat memanfaatkan ekosistem lamun sebagai tempat penangkapan ikan, kerang, dan wisata. Di kawasan pemanfaatan dapat dikembangkan ekowisata laut dimana wisatawan bertujuan untuk menjaga dan memelihara keberadaan ekosistem laut. Ekowisata lamun sudah dikembangkan di Desa Teluk Bakau, Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Kawasan tersebut merupakan salah satu daerah perlindungan ekosistem lamun sepanjang Laut Cina Selatan. Kegiatan alternatif pengelolaan tersebut dapat menjaga dan memberikan manfaat baik secara ekologi maupun ekonomi terhadap masyarakat setempat (Sitorus, 2011).
73
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Masyarakat pesisir dan nelayan mengetahui tentang fungsi serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Terdapat 3 (tiga) indikator dalam persepsi: pertama, pengetahuan responden mengenai ekosistem lamun, dimana semua responden mengetahui keberadaan ekosistem lamun. Sumber informasi responden mengenai ekosistem lamun berasal dari diri sendiri atau orang tua karena sebagian responden bekerja di kawasan pesisir. Kedua, manfaat serta kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara. Indikator ini terdapat 3 (tiga) persepsi yaitu mengenai ekosistem lamun sebagai tempat perkembangbiakan ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai sebesar 341 masuk ke dalam kriteria sangat setuju, persepsi mengenai kondisi ekosistem lamun di Peraiaran Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai sebesar 77 masuk dalam kriteria sangat rusak, dan persepsi mengenai ekosistem lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai sebesar 200 dimana masuk dalam kriteria biasa. Ketiga, penanggulangan kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara terdapat 3 (tiga) persepsi yaitu jika ekosistem lamun dibabat di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai sebesar 111 dimana masuk dalam kriteria tidak setuju, pentingnya ekosistem lamun untuk dilindungi di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai sebesar 325 masuk dalam kriteria sangat penting, dan pentingnya penyuluhan serta kegiatan pemulihan kembali ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara diperoleh nilai 260 masuk dalam kriteria penting.
2.
Berdasarkan hasil analisis, nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sebagai kawasan penangkapan ikan sebesar Rp 5.185.154,50/ha/tahun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai tempat pemijahan ikan sebesar Rp 880.000,00/ha/tahun. Nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun sebagai pencegah abrasi sebesar Rp
74
2.366.666,67/ha/tahun. Total nilai ekonomi kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara sebesar 8.431.821,17/ha/tahun, sehingga total kerusakan ekosistem lamun di Perairan Teluk Banten dengan luas ekosistem lamun yang hilang 255,7 ha sebesar Rp 2.156.016.672,19/tahun. 3.
Hasil analisis dengan metode Weighted Sum Model (WSM), rehabilitasi ekosistem lamun berada pada peringkat pertama dengan nilai 5,0, peringkat kedua konservasi ekosistem lamun dengan nilai 4,7, dan peringkat ketiga pengembangan ekowisata laut dengan nilai 4,3. Rehabilitasi ekosistem lamun seperti transplantasi lamun merupakan alternatif pengelolaan ekosistem lamun yang tepat untuk memulihkan kembali ekosistem lamun yang sudah rusak di Perairan Kecamatan Bojonegara.
7.2
Saran
1.
Dalam rangka mencegah kerusakan ekosistem lamun agar kerusakannya tidak semakin luas di Perairan Kecamatan Bojonegara diperlukan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat pesisir di Kecamatan Bojonegara. Kegiatan lain yaitu diperlukannya peraturan mengenai ekosistem lamun dan sanksi bagi perusak ekosistem lamun untuk menjaga keberlangsungan ekosistem lamun.
2.
Kehilangan nilai ekonomi ekosistem lamun yang tinggi di Perairan Kecamatan Bojonegara dan Perairan Teluk Banten seharusnya menjadi acuan bagi stakeholder untuk menjaga keberadaan ekosistem lamun dengan melakukan pengelolaan kawasan pesisir secara optimal dan lestari.
3.
Alternatif pengelolaan lamun yakni rehabilitasi, konservasi, dan ekowisata laut dapat diterapkan oleh pemerintah untuk menjaga keberadaan ekosistem lamun sehingga tetap memberikan fungsi ekonomi dan ekologi bagi masyarakat.
75
DAFTAR PUSTAKA Adrianto, L. 2006. Pengantar Penilaian Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan [PKSPL]. Bogor: Insitut Pertanian Bogor. Al Hadad, M. S. 2012.Valuasi Ekonomi Ekosistem Lamun Pulau Waidoba Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Anggraeni, R. 2008. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang Taman Nasional Karimunjawa. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Azkab, M. H. 2006. Ada Apa dengan Lamun. Jurnal Oseana (sumberdaya laut). Volume XXXI, Nomor 3, 45-55 Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL IPB) [BPLHD] Badan Pelestarian Lingkungan Hidup Provinsi Banten. 2012. Laporan Akhir 2012. BPLHD Banten. Banten [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. 2014. Kecamatan Bojonegara Dalam Angka 2014. BPS Kabupaten Serang. Banten [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. 2014. Statistik Daerah Kecamatan Bojonegara 2014. BPS Kabupaten Serang. Banten [CRITC COREMAP-LIPI]. Coral Reef Information And Training Centers COREMAP-LIPI. 2012. Mengenal Padang Lamun. Dikutip 4 Juni 2014. Dapat diunduh dari: http://www.coremap.or.id Dahuri, R. Jacob Rais, M. Sapta Putra Ginting. M, J Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama [Disbudpar] Dinas Budaya dan Pariwisata. 2011. Peta Administratif Kabupaten dan Kota. Disbudpar Banten. Banten [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2014. Basis Data Kawasan Ekoregion Teluk Banten. DKP Provinsi Banten. Banten [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam angka 2014. DKP Provinsi Banten. Banten [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. 2015. Potensi Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten. Dikutip 17 Februari 2015: Dapat diunduh dari: http://www.dkp.bantenprov.go.id/id/read/potensi.html. Fauzi, A. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor: PT. Penerbit IPB Press
76
Govindasamy, C, M. Arulpriya, K. Anantharaj, P. Ruban, R.Srinivasan. 2013. Seasonal variation in seagrass biomass in Northern Palk Bay, India. Academic Journal. Volume 5(7): 408-417 [HIMATEKA-IPB] Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan-IPB. 2014-IPB. 2014. Edisi Teluk Banten Mengungkap Potensi Negeri Bahari. HIMATEKA-IPB. Bogor [ISC] Indonesia Seagrass Commite. 2015. Program Rehabilitasi Dan Pengelolaan Terumbu Karang. 2015. ISC Jakarta Utara Kecamatan Bojonegara. 2015. Data Monografi Kecamatan Bojonegara. Serang [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200. Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Jakarta. Indonesia Kiswara, W. 1994. Dampak Perluasan Kawasan Industri Terhadap Penurunan Luas Padang Lamun Di Teluk Banten, Jawa Barat. Makalah Seminar Nasional Dampak Pembangunan Terhadap Wilayah Pesisir Di Serpong, 2-3 Februari 1994. Jakarta Utara Kiswara, W. 1997. Inventarisasi dan Evaluasi Sumberdaya Pesisir: Struktur Komunitas Padang Lamun di Teluk Banten. Makalah Kongres Biologi Indonesia XV. Jakarta, Indonesia Kiswara, W. 2004. Kondisi Padang Lamun (Seagrass) di Perairan Teluk Banten Tahun 1998-2001. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Kiswara, W. 2009. Presfektif Lamun dalam Produktivitas Hayati Pesisir. Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun “Peran Ekosistem Lamun dalam Produktivitas Hayati dan Meregulasi Perubahan Iklim”, Jakarta 18 November 2009. PKSPL-IPB, DKP, LIPI, LH, dan Global Environment Facility. Hal: 1,3,5,6 Kopalit, H. 2010. Kajian Kerusakan Ekosistem Padang Lamun Di Teluk Youtefa Melalui Pendekatan Ekologi. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 6, Nomor 2: 157-165 Kordi, K.M.G.H. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass): fungsi, potensi, dan pengelolaan. Jakarta: Rineka Cipta [LIPI] Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2015. Rencana Implementatif 2015-2019. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lukmana, A. 2012. Valuasi Nilai Ekonomi Total Hutan Mangrove (Kasus Pulau Penjaliran Timur, Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Grasindo. Jakarta
77
McKenzie, L. Yoshida, R. 2009. Proceedings of a Workshop for Monitoring Seagrass Habitats in Indonesia. The Nature Conservancy, Coral Triangle Center, Sanur, Bali, Indonesia. 9th May 2009. Seagrass-Watch HQ, Caims. 56pp Nazir, M. 2003. Metode penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Nontji, A. 2010. LINGKUNGAN PESISIR : Saatnya Peduli Padang Lamun. Dikutip 19 April 2014. Dapat diunduh dari: http://u.lipi.go.id/1262648621 Osmaleli. 2014. Analisis Ekonomi Dan Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan Di Desa Pabean Udik, Kabupaten Indramayu. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Pemerintah Kabupaten Serang. 2013. Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 2 Tahun 2013. Serang. Pemerintah Kabupaten Serang. 2016. Kondisi Geografis Kabupaten Serang. Dikutip: 04 Februari 2016. Dapat diunduh dari: http://www.serangkab.go.id Phillips, R. C. Menez. 1988. Seagrass: Washington D,C. Smithsonian Institution Press. Smithsonian Contributions to the Marine Science Series. Nomor 34, 104 p [PKSPL-IPB] Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut – Institut Pertanian Bogor. 2010. Lokarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. PKSPLIPB. Bogor Precht, W, F. D, R, Deis. A, R, Gelber. 2000. Damage Assessment Protocol and Restoration of Coral Reefs Injured by Vessel Groundings. Proceedings 9 th International Coral Reef Symposium, Bali, Indonesia 23-27 Oktober 2000. Volume 2: 2-3 Puspitaningasih. 2012. Mengenal Ekosistem Laut dan Pesisir. Jawa Barat: Pustaka Sains Ramadhan, A. 2010. Penilaian Ekonomi Hutan Mangrove (study kasus Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Riduan. 2010. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian (Untuk Mahasiswa S-1, S-2, dan S-3). Bandung: Alfabeta Satrya, C. Yusuf. Shidqi. Subhan. Arafat. Anggraeni. 2012. Keragaman Lamun Di Teluk Banten, Provinsi Banten. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, 29-34 Sitorus, S.A.R.S. 2011. Kajian Sumberdaya Lamun Untuk Pengembangan Ekowisata Di Desa Teluk Bakau, Kepulauan Riau [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
78
Tampubolon, R. 2007. Pengaruh Kualitas Lingkungan Terhadap Biaya Ekternalitas Pengguna Air Citarum. [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Wahyuningtias, S. M. 2010. Analisis Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Pada Kerang Darah (Anadara granosa) Di Perairan Bojonegara, Teluk Banten, Banten. [Skripsi]. Bogor: Institut pertanian Bogor Yunita, N. 2010. Estimasi Nilai Klaim Kerusakan Ekosistem Padang Lamun dengan Metode Habitat Equivalency Analysis. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor Yusuf, M. 2008. Penilaian Dampak Aktivitas Manusia Pada Kerusakan Ekosistem Padang Lamun Di Pantai Barat Teluk Banten. [Tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia
79
LAMPIRAN
80
81
Lampiran 1. Peta wilayah Kabupaten Serang
Sumber: http://kapd.serangkab.go.id
Lampiran 2. Morfologi lamun (seagrass)
Sumber: McKenzie and Yoshida, 2009
82
Lampiran 3. Kuesioner penelitian INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
KUESIONER PERSEPSI MASYARAKAT DAN NELAYAN Kuesioner ini digunakan untuk penelitian Penilaian Ekonomi Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten (Studi kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten oleh Ade Eka Putri, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan teliti sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan dari informasi dan pendapat yang diberikan oleh Bapak/Ibu/Saudara/I. Informasi dan pendapatnya bukan untuk kepentingan politik. Atas perhatian dan kerjasamanya Saya ucapkan terima kasih. A.
Karakteristik Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama Responden : 3. Nomor telpon/HP : 4. Usia : tahun 5. Alamat : 6. Jenis Kelamin : [ ] Perempuan [ ] Laki-laki 7. Status Pernikahan : [ ] Belum menikah [ ] Menikah 8. Pendidikan terakhir : [ ] Tidak Sekolah [ ] Sekolah Dasar (SD) Kelas[1][2][3][4][5][6] [ ] Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sederajat Kelas [1][2][3] [ ] Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sederajat Kelas [1][2][3] [ ] Perguruan tinggi [Diploma][Sarjana][Magister] 9. Pekerjaan [ ] PNS [ ] Buruh [ ] wirausaha [ ] TNI/POLRI [ ] Pegawai Swasta [ ] Nelayan [ ] Lainnya,……….. 10. Jumlah penghasilan per bulan : a) Rp 500.000 b) Rp 500.001-Rp 750.000 c) Rp 750.001-Rp1.000.000 d) Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 e) Rp 1.500.001
83
11. Jumlah Tanggungan keluarga : orang 12. Lama tinggal : tahun 13. Kependudukan : [ ] Penduduk asli [ ] Penduduk Pendatang, alasannya : B. Persepsi Masyarakat Mengenai Ekosistem Lamun 1. Apakah anda mengetahui ekosistem lamun? a) Tahu, apa? b) Tidak tahu 2. Jika anda mengetahuinya dari mana anda ketahui? (jika tidak tahu, boleh di kosongkan) a) Buku b) Majalah c) Internet d) LSM/Dinas-dinas terkait e) Lainnya, sebutkan………… 3. Bagaimana penilaian anda terhadap kondisi ekosistem lamun di sekitar tempat tinggal anda? a) Sangat rusak b) Rusak c) Tetap d) Baik e) Semakin baik 4. Apa pendapat Saudara, jika ekosistem lamun di sekitar anda dibabat habis? a) Tidak setuju, karena………………………. b) Kurang setuju, karena…………………….. c) Tidak peduli, karena………………………. d) Setuju, karena……………………………... e) Sangat setuju, karena………………………. 5. Menurut anda, seberapa penting ekosistem lamun untuk dilindungi dan dilestarikan di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Tidak penting alasan: b) Kurang penting alasan: c) Biasa alasan: d) Penting alasan: e) Sangat penting alasan:
84
6. Apakah penting ekosistem lamun yang sudah rusak direhabilitasi di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Tidak penting alasan: b) Kurang penting alasan: c) Biasa alasan: d) Penting alasan: e) Sangat penting alasan: 7. Apa manfaat yang dapat anda peroleh dari keberadaan ekosistem lamun? a) Makanan b) Obat-obatan c) Menangkap ikan, udang, cumi d) Tempat budidaya perairan e) Lainnya, sebutkan………… 8. Menurut anda, seberapa penting ekosistem lamun berfungsi sebagai tempat perkembangbiakan ikan di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Tidak penting alasan: b) Kurang penting alasan: c) Biasa alasan: d) Penting alasan: e) Sangat penting alasan: 9. Apakah kerusakan lamun mempengaruhi jumlah ikan yang ada disekitar Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Ya, alasan………… b) Tidak, alasan………… 10. Apakah kerusakan yang terjadi pada ekosistem lamun mampu mempengaruhi jenis ikan yang ada di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Ya, alasan……………. b) Tidak, alasan………… 11. Apakah anda pernah mengambil/memanfaatkan kerang disekitar lamun? a) Pernah b) Tidak 12. Untuk apa saja anda memanfaatkan kerang tersebut? (jika dijual) a) Makanan harga: b) Kerajinan harga: 13. Kapan terakhir anda memanfaatkan kerang-kerangan dari ekosistem lamun?..... 14. Berapa penghasilan yang diperoleh dari hasil penjualan kerang?........
85
15. Seberapa penting ekosistem lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi di kawasan ini? a) Tidak penting alasan: b) Kurang penting alasan: c) Biasa alasan: d) Penting alasan: e) Sangat penting alasan: 16. Bagaimana akses dalam pemanfaatan ekosistem lamun dari dulu sampai sekarang di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Sangat sulit b) Sulit c) Biasa Penjelasan: d) Mudah e) Sangat mudah 17. Bagaimana kondisi ekosistem lamun dahulu (5 tahun lalu) di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Sangat rusak b) Rusak c) Tetap Penjelasan: d) Baik e) Sangat baik 18. Bagaimana kondisi ekosistem lamun sekarang di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Sangat rusak b) Rusak c) Tetap Penjelasan: d) Baik e) Sangat baik 19. Apakah pernah ada penyuluhan mengenai ekosistem lamun di desa ini? a) Pernah,……..kali b) Tidak pernah 20. Apakah anda mengetahui bahwa lamun dapat ditanam? a) Ya b) Tidak 21. Apakah Anda pernah menanam padang lamun atas keinginan sendiri? a) Sering b) Jarang c) Tidak pernah 22. Apakah Anda ingin pengelolaan ekosistem lamun diserahkan pada masyarakat? a) Ya b) Tidak
86
23. Siapa saja yang perlu terlibat dalam pemulihan kembali kawasan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? (pilihan boleh lebih dari satu) a) Dinas Perikanan dan Kelautan b) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup c) Pihak industri d) Masyarakat e) Lainnya,…….. 24. Menurut anda, apakah perlu ada penyuluhan mengenai pentingnya ekosistem lamun dan konservasi lamun oleh instansi pemerintah? a) Tidak penting alasan: b) Kurang penting alasan: c) Biasa alasan: d) Penting alasan: e) Sangat penting alasan: 25. Menurut anda, siapa yang tepat untuk mengkoordinir dalam kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? a) Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup b) Pemerintah Desa c) Nelayan d) Pemuka masyarakat e) Lainnya…………. 26. Bagaimana pendapat Anda mengenai lingkungan (keanekaragaman dan ekosistem laut) yang ada di sekitar Anda? (apa saja? Bagaimana kondisinya?) ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………… ……………………………………………...................................................
87
C. Kuesioner Kerusakan Ekosistem Lamun Dengan Pendekatan Change on Approach Untuk Nelayan 1) Dalam sehari, berapa jam anda melaut? Sekarang: Jam/trip Dulu: Jam/trip 2) Berapa kali anda melaut dalam satu minggu? Trip 3) Berapa kali dalam satu tahun anda tidak melaut? Kali Bulan apa saja?............................................................................................... 4) Alat tangkap apa yang anda gunakan untuk menangkap ikan? (jawabannya boleh lebih dari satu)……………………………………………………….. ……………………………………………………………………………… 5) Dalam sekali melaut, seberapa jauh jarak dari tempat anda ke daerah penangkapan ikan? 6) Apakah ada perubahan jarak penangkapan ikan dari dulu dengan sekarang? a. Ya, Jarak …….mil sampai……mil Alasan: b. Tidak 7) Jenis ikan yang anda dapat selama melaut per trip Jumlah (Kg)/Trip Jenis Harga Total th ikan (Rp/kg) Penerimaan 5 lalu 2014-2015
8) Biaya apa saja yang dikeluarkan saat melaut? a. Biaya Solar: 2014-2015: Liter/trip, harganya Rp…………Liter th 5 lalu: Liter/trip, harganya Rp…………Liter b. Biaya perawatan alat tangkap: Rp c. Biaya perawatan kapal: Rp d. Bahan Pengawet, penyimpan hasil tangkapan: Rp e. Biaya lainnya: (Sebutkan) Sekarang Dahulu Kebutuhan Biaya (Rp) Kebutuhan Biaya (Rp)
88
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680
KUESIONER STAKEHOLDER
Kuesioner ini digunakan untuk penelitian Penilaian Ekonomi Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Banten (Studi kasus: Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Provinsi Banten) oleh Ade Eka Putri, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan teliti sehingga dapat menjadi data yang objektif. Saya akan menjaga kerahasiaan dari informasi dan pendapat yang diberikan oleh Bapak/Ibu/Saudara/I. Informasi dan pendapatnya bukan untuk kepentingan politik. Atas perhatian dan kerjasamanya Saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama Responden : 3. Nomor telpon/HP : 4. Usia : tahun 5. Alamat : 6. Jenis Kelamin : [ ] Perempuan [ ] Laki-laki 7. Lembaga/Instansi tempat bekerja: [ ] Dinas Kelautan dan Perikanan [ ] PEMDA [ ] Badan Lingkungan Hidup Daerah [ ] Dinas PU [ ] LSM [ ] Kecamatan [ ] Perusahaan [ ] Lainnya, sebutkan………… 8. Jabatan:……………………… B. Persepsi Stakeholder Tentang Kondisi Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara 1. Apakah anda mengetahui tentang ekosistem lamun? Ya/tidak 2. Bagaimana penilaian anda terhadap kelestarian ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? a. Sangat rusak b. Rusak c. Tetap d. Baik e. Semakin baik
89
3. Apakah saudara setuju mengenai pengurugan yang terjadi diareal ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? a. Tidak setuju, karena………………………. b. Kurang setuju, karena………………………. c. Tidak peduli, karena………………………. d. Setuju, karena……………………………… e. Sangat setuju, karena………………………. 4. Menurut anda, seberapa penting ekosistem lamun untuk dilindungi dan dilestarikan di Perairan Kecamatan Bojonegara? a. Tidak penting alasan: b. Kurang penting alasan: c. Biasa alasan: d. Penting alasan: e. Sangat penting alasan: 5. Bagaimana kondisi ekosistem lamun dari dulu sampai sekarang di Pearairan Kecamatan Bojonegara? a. Sangat rusak b. Rusak c. Tetap d. Baik e. Semakin baik 6. Apa manfaat dari keberadaan ekosistem lamun terhadap lingkungan pesisir di Kecamatan Bojonegara? 7. Jenis ikan apa saja yang hidup pada ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? 8. Apakah keberadaan ekosistem lamun berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat pesisir? a. Iya, karena………………………………………………………….. b. Tidak, karena……………………………………………………….. 9. Apakah ada aturan yang diterapkan untuk pemeliharaan dan pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? a. Ada, sebutkan…………………………………………………………. b. Tidak ada
90
10. Jika ada, bagaimana bentuk sanksi yang diterapkan terhadap pelanggar aturan tentang ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? C. Pengelolaan Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara 1. Berapakah panjang garis pantai yang digunakan untuk membangun industri di kawasan ekosistem lamun? Ha 2. Menurut Anda apakah ada perubahan kondisi ekosistem lamun dari dulu hingga sekarang di Perairan Kecamatan Bojonegara? Seperti apa? A. Pemanfaatan:…………………………………………………………… ………………………………………………………………………… B. Akses:…………………………………………………………………… ………………………………………………………………………….. 3. Apa penyebab utama terjadinya kerusakan pada ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara?.................................................................. 4. Sejauh ini bagaimana peran pemerintah pusat maupun daerah tentang pengelolaan dan pelestarian ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara?………………………………………………………………… 5. Menurut Anda, sejauh ini bagaimana pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? ……………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………… 6. Akibat dari perubahan kondisi ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara, sektor apa yang paling terkena dampak kerusakannya? ………………………………………………………………………............ 7. Indikator apa yang paling terlihat dari adanya kerusakan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? Jelaskan! ........................................................................................................................ .......................................................................................................................
Stakeholder
Peran
Pelaksanaan Peran (*)
Alasan
Catatan: (*) = TB (Tidak Berperan), KB(Kurang Berperan), CB(Cukup Berperan), B (Berperan), SB (Sangat Berperan)
No
Kepentingan/ Kebijakan
1. Menurut Anda siapa saja Stakeholder yang berperan dalam pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara?
D. Pertanyaan Tentang Kebijakan Pengelola Ekosistem Lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara
91
91
92
2. Menurut Anda seberapa penting peran masyarakat dalam pengelolaan ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara? (Jika No. 1 sudah ada jawaban masyarakat maka langsung ke No. 3) a. Tidak penting alasan: b. Kurang penting alasan: c. Cukup penting alasan: d. Penting alasan: e. Sangat penting alasan: 3. Menurut anda, apakah upaya pelestarian ekosistem lamun penting dilakukan di Perairan Kecamatan Bojonegara? a. Tidak penting alasan: b. Kurang penting alasan: c. Cukup penting alasan: d. Penting alasan: e. Sangat penting alasan: 4. Menurut anda, apakah upaya memberlakukan sanksi bagi pihak (industri, nelayan, dan masyarakat) yang melakukan pencemaran di Perairan Kecamatan Bojonegara penting dilakukan? a. Tidak penting alasan: b. Kurang penting alasan: c. Cukup penting alasan: d. Penting alasan: e. Sangat penting alasan: D. Alternatif pengelolaan dan pelestarian ekosistem lamun di Perairan Kecamatan Bojonegara a. Menurut Saudara, seberapa penting peran modal dalam upaya kegiatan konservasi ekosistem lamun? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan: b. Menurut Saudara, seberapa penting peran keuntungan dalam upaya kegiatan konservasi ekosistem lamun? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan:
93
c. Menurut Saudara, seberapa penting peran biaya dalam upaya kegiatan konservasi ekosistem lamun? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan: d. Menurut saudara, seberapa penting peran modal dalam upaya kegiatan pengembangan ekowisata laut? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan: e. Menurut saudara, seberapa penting peran keuntungan dalam upaya kegiatan pengembangan ekowisata laut? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan: f. Menurut saudara, seberapa penting peran biaya dalam upaya kegiatan pengembangan ekowisata laut? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan: g. Menurut saudara, sebarapa penting peran modal dalam upaya kegiatan rehabilitasi lamun? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan: h. Menurut saudara, sebarapa penting peran keuntungan dalam upaya kegiatan rehabilitasi lamun? 1. Tidak penting alasan: 2. Kurang penting alasan: 3. Cukup penting alasan: 4. Penting alasan: 5. Sangat penting alasan:
94
i. Menurut saudara, sebarapa rehabilitasi lamun? 1. Tidak penting 2. Kurang penting 3. Cukup penting 4. Penting 5. Sangat penting Penentuan bobot kriteria: No Kriteria 1 Modal 2 Keuntungan 3 Biaya Total (harus berjumlah 100%)
penting peran biaya dalam upaya kegiatan alasan: alasan: alasan: alasan: alasan: Bobot (%)
Keterangan: total bobot apabila dijumlahkan nilainya 100%
95
Lampiran 4. Jenis ekosistem lamun yang berada di PerairanTeluk Banten No 1
Jenis lamun Enhalus acoroides
2
Thalassia hemprichii
3
Cymodocea rotundata
Gambar
Deskripsi Tanaman lurus, 2-5 daun muncul dari rimpang yang tebal dan kasar dengan beberapa akar-akar kuat. Daun seperti pita atau pita rambut (panjang 40-90 cm, lebar 1-5 cm); bergaris seluruhnya dan tebal, lama terlepasnya dan serat kasar setelah pembusukan; ujung daun tumpul. Rimpang merambat, kasar, tidak bercabang atau bercabang (diameter 1-3 cm), dikelilingi oleh kulit luar yang tebal; akar panjang dan berbulu (panjang 5-15 cm, diameter 2-4 mm). Bunga jantan dan betina muncul pada tanaman yang berbeda. Bunga jantan muncul pada dasar tanaman, butir serbuk besar. Bunga betina mempunyai tangkai panjang, panjang 10-30 (40) cm. Buah bentuk telur dengan duri kasar (panjang 2-4 cm, lebar 2-3 cm); biji 6-12. Tanaman mirip dengan Cymodocea serrulata, rimpang bulat dan tebal dibandingkan dengan jenis lain. Helai daun membujur sampai sedikit lebar (pita) dengan beberapa garis coklat, umum bulat (panjang 5-20 cm, lebar 4-10 mm) bergaris pinggir seluruhnya, tetapi sedikit bergerigi dekat ujung; ujung tumpul. Seludang daun keras, panjang 3-7 cm. Rimpang menjalar, diameter 3-5 mm, panjang antar ruas 4-7 mm. Bunga jantan dan betina muncul pada tanaman yang berbeda. Buah agak bulat, kasar (panjang 2-3 cm, lebar 1-3 cm). Tanaman ramping, mirip dengan Cymodocea serrulata, daun seperti garis lurus dan lengkap (panjang 615 cm, lebar 2-4 mm), lurus sampai agak bulat, tidak menyempit sampai ujung daun. Ujung daun bulat dan seludang daun keras. Rimpang ramping (diameter 1-2 mm, panjang antar ruas 1-4 cm) dari Cymodocea serrulata, dengan tunas pendek yang tegak, setiap ruas ada 2-5 (7) daun. Buah berbulu tanpa tangkai, berada dalam seludang daun. Setengah lingkaran dan agak keras, bagian bawah berlekuk dengan 3-4 geligi runcing.
96
4
Cymodocea serrulata
5
Halophila ovalis
6
Syringodium isoetifolium
7
Halodule uninervis
Sumber: Indonesia Seagrass Commite (2015)
Tanaman mirip Cymodocea rotundata, daun lebih panjang (panjang 5-15 cm, lebar 4-10 mm) dan lebih bulat, ujung daun bulat dengan sedikit gerigi. Seludang daun kukuh. Rimpang kuat/gemuk (diameter 2-3 mm, panjang antar ruas 2-5 mm), dengan tunas tegak yang pendek, setiap ruas ada 2-4 daun. Buah berbulu (panjang 7-10 mm), lubang di seludang pada bagian dasar. Bentuk bulat panjang dan agak keras. Tanaman kecil, dengan sepasang helai daun yang mempunyai tangkai pada setiap ruas dari rimpang. Helai daun bulat telur dan bergaris (panjang 1-2,5 cm, lebar 3-10 mm), dengan tulang daun yang jelas dan 120 pasang daun yang sebelahmenyebelah memotong urat daun. Panjang tangkai daun 1-4 cm. Rimpang menjalar dan bulat (diameter 1-2 mm). Bunga jantan dan betina terdapat pada tanaman yang berbeda. Buah bulat sampai seperti bola yang berparuh. Tanaman dengan batang pendek, ada 1-3 daun bulat pada setiap ruas (panjang 7-20(30)cm, diameter 2-3 mm). Helai daun menyempit di bagian dasar, nampak pembuluh tengah pada potongan melintang. Rimpang bulat dan menjalar dengan cabang yang tidak teratur (diameter 2-3 mm), panjang antar ruas 1-3 cm. Buah bulat panjang, dengan rostrum (panjang 3-4 mm, tebal 2-3 mm). Tanaman lurus, mirip dengan Halodule pinifolia. Daun kadangkadang melengkung pada ujungnya dan sempit pada bagian pangkal (panjang 5-15 cm, lebar 1-4 mm), dan mempunyai sel-sel tanin yang kecil. Urat/tulang daun tengah jelas. ujung daun dengan dua gigi bagian samping dan satu gigi ditengah yang berakhir pada tulang daun. Rimpang menjalar (diameter 1-2 mm) dengan batang pendek pada setiap ruas, ada 2-3 daun, jarak antar ruas 0,5-5 cm.
97
Lampiran 5. Peta Kecamatan Bojonegara beserta keberadaan ekosistem lamun
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Serang, (2015)
98
Lampiran 6.
Kondisi ekosistem lamun dan pesisir di Perairan Kecamatan Bojonegara
Enhalus acoroides
Kawasan ekosistem lamun di Kecamatan Bojonegara
Aktivitas kawasan industri di Kecamatan Bojonegara, Pantai Barat Teluk Banten
Wawancara nelayan Teluk Banten
Penimbunan atau pengurugan di Kecamatan Bojonegara
6
8
7
10
10
10
7
15
25
10
20
25
20
18
0,6
9
20
2,57
2,00
2,50
2,00
1,43
3,13
2,50
2,22
2,86
2,00
2,86
1,25
2,00
1,43
1,67
produksi/orang/trip (kg)
((PxH) - C) x N 71,4 N= 71 Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) - C) x N / L (Rp/ha/tahun)
Rata-rata (PxH) - C
7
20
8
10
7
10
20
10
7
10
20
9
15
20
orang/perahu
produksi/trip (kg)
Komoditi: Udang
Nilai ekonomi lamun sebelum kerusakan
293
239
267
275
205
221
265
410
205
255
307
265
241
185
225
hari melaut/tahun
753,43
478,00
667,50
550,00
292,86
690,63
662,50
911,11
585,71
510,00
877,14
331,25
482,00
264,29
375,00
produksi/orang/tahun (kg)
35.000,00
22.000,00
40.000,00
90.000,00
35.000,00
27.000,00
60.000,00
35.000,00
25.000,00
40.000,00
40.000,00
30.000,00
35.000,00
30.000,00
30.000,00
harga (Rp/kg)
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang)
5.387.222,22 7.111.898,94
7.536.000,00
2.735.750,00
8.637.500,00
3.293.452,38
2.012.357,14
5.072.916,67
6.559.285,71
13.532.142,86
9.060.000,00
13.687.857,14
8.955.000,00
7.219.000,00
5.965.000,00
7.025.000,00
biaya/orang/tahun (Rp)
541.439,74
1.055.807.500,40
26.370.000,00 21.982.427,12 14.870.528,17
10.516.000,00
26.700.000,00
49.500.000,00
10.250.000,00
18.646.875,00
39.750.000,00
31.888.888,89
14.642.857,14
20.400.000,00
35.085.714,29
9.937.500,00
16.870.000,00
7.928.571,43
11.250.000,00
(produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp) (Rp/tahun)
99
9
100
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 1)
20
5
15
10
12
15
10
7
5
11
5
komoditi: udang produksi/trip (kg) 9
10
10
7
8
6
9
7
10
7
8
10
7
9
2,00
2,50
2,00
0,71
1,88
1,67
1,33
2,14
1,00
1,00
0,63
1,10
0,71
produksi/orang/trip (kg) 1,00
239
267
275
205
221
265
410
205
255
307
265
241
185
hari melaut/tahun 225
376,71
478,00
667,50
550,00
146,43
414,38
441,67
546,67
439,29
255,00
307,00
165,63
265,10
132,14
produksi/orang/tahun (kg) 225,00
35.000,00
22.000,00
40.000,00
90.000,00
35.000,00
7.000,00
60.000,00
35.000,00
25.000,00
40.000,00
40.000,00
30.000,00
35.000,00
30.000,00
harga (Rp/kg) 7.000,00
11.841.361,11
12.268.200,00
8.733.050,00
13.945.000,00
5.485.000,00
5.358.928,57
13.751.666,67
20.170.714,29
18.454.285,71
14.307.000,00
20.000.000,00
16.587.000,00
11.990.800,00
9.628.000,00
biaya/orang/tahun (Rp) 10.355.000,00
13.185.000,00
10.516.000,00
26.700.000,00
49.500.000,00
5.125.000,00
2.900.625,00
26.500.000,00
19.133.333,33
10.982.142,86
10.200.000,00
12.280.000,00
4.968.750,00
9.278.500,00
3.964.285,71
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 1.575.000,00
Nilai ekonomi lamun sesudah kerusakan
25
10
293
orang/perahu
20
1,29
33.819,38
65.947.784,63
928.842,04
13.787.242,46
7 N= 71 orang
12.858.400,42
9 Rata-rata (PxH) - C ((PxH) - C) x N
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) - C) x N / L Rp/ha/tahun
Rp/ha/tahun
N= 5 orang
6
orang/perahu
produksi/orang/trip (kg) 5,00
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) - C) x N / L Rp/ha/tahun
komoditi: kerapu produksi/trip (kg) 30 Rata-rata (PxH) – C (PxH) - C) x N
Nilai ekonomi lamun sesudah kerusakan
((PxH) - C) x N / L
9,17
produksi/orang/trip (kg)
0,04 4,76 N = 5 orang
6
orang/perahu
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha
(PxH) – C ((PxH) - C) x N
Rata-rata
55
komoditi: kerapu produksi/trip (kg)
Nilai ekonomi lamun sebelum kerusakan
hari melaut/tahun 217
217
hari melaut/tahun
harga (Rp/kg)
produksi/orang/tahun harga (kg) (Rp/kg) 1.085,00 30.000,00
1.989,17 30.000,00
produksi/orang/tahun (kg)
biaya/orang/tahun (Rp) 13.651.583,33 13.651.583,33
10.732.916,67
10.732.916,67
biaya/orang/tahun (Rp)
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 2)
48.457,48
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp) 32.550.000,00 32.550.000,00 18.898.416,67 94.492.083,33
125.492,52
48.942.083,33 244.710.416,65
59.675.000,00
59.675.000,00
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun)
101
102
orang/perahu 7 7 8 9 7 7 8 7 7 6 7 0,44 52,36
produksi/orang/trip (kg)
N= 52
4,29 4,57 4,38 3,89 4,14 4,43 5,00 4,71 4,00 5,67 5,00
hari melaut/tahun 83 90 95 97 88 90 87 93 80 82 80
produksi/orang/tahun (kg)
355,71 411,43 415,63 377,22 364,57 398,57 435,00 438,43 320,00 464,67 400,00
harga biaya/orang/tahun (Rp/kg) (Rp) 12.000,00 2.206.285,71 12.000,00 2.347.857,14 12.000,00 3.230.357,14 12.000,00 2.125.285,71 12.000,00 760.761,90 12.000,00 1.921.428,57 12.000,00 1.748.800,00 12.000,00 4.100.928,57 12.000,00 1.295.571,43 12.000,00 1.498.888,89 12.000,00 1.551.428,57 2.071.599,42
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 3) Nilai ekonomi lamun sebelum kerusakan komoditi: belanak produksi/trip (kg) 30 32 35 35 29 31 40 33 28 34 35 Rata-rata (PxH) - C ((PxH) - C) x N Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) - C) x N / L Rp/ha/tahun
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 4.268.571,43 4.937.142,86 4.987.500,00 4.526.666,67 4.374.857,14 4.782.857,14 5.220.000,00 5.261.142,86 3.840.000,00 5.576.000,00 4.800.000,00 4.779.521,65 2.707.922,22 140.811.955,56
72.211,26
produksi/orang/trip (kg) 3,86 4,14 4,00 3,44 3,71 4,00 4,63 4,29 3,57 5,00 4,57
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) - C) x N / L Rp/ha/tahun
komoditi: belanak produksi/trip orang/perahu (kg) 27 7 29 7 32 8 31 9 26 7 28 7 37 8 30 7 25 7 30 6 32 7 Rata-rata (PxH) - C N = 52 ((PxH) - C) x N
Nilai ekonomi lamun sesudah kerusakan hari melaut/tahun 83 90 95 97 88 90 87 93 80 82 80
produksi/orang/tahun (kg) 320,14 372,86 380,00 334,11 326,86 360,00 402,38 398,57 285,71 410,00 365,71
harga biaya/orang/tahun (Rp/kg) (Rp) 12.000,00 5.182.428,57 12.000,00 5.515.714,29 12.000,00 6.650.714,29 12.000,00 1.332.657,14 12.000,00 1.940.380,95 12.000,00 5.144.285,71 12.000,00 3.293.050,00 12.000,00 6.950.714,29 12.000,00 3.175.571,43 12.000,00 2.813.305,56 12.000,00 2.982.857,14 4.089.243,58
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 4)
6.047,13
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 3.841.714,29 4.474.285,71 4.560.000,00 4.009.333,33 3.922.285,71 4.320.000,00 4.828.500,00 4.782.857,14 3.428.571,43 4.920.000,00 4.388.571,43 4.316.010,82 226.767,24 11.791.896,68
103
104
hari melaut/tahun 265 221 293
hari melaut/tahun 265 221 293
produksi/orang/tahun (kg)
132,50 36,83 418,57
produksi/orang/tahun (kg) 220,83 368,33 1.255,71
harga biaya/orang/tahun (Rp/kg) (Rp) 50.000,00 8.751.666,67 30.000,00 5.358.928,57 50.000,00 8.108.861,11 7.406.485,45
harga biaya/orang/tahun (Rp/kg) (Rp) 50.000,00 5.072.916,67 30.000,00 2.012.357,14 50.000,00 5.387.222,22 4.157.498,68
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 5)
0,83 1,67 4,29
produksi/orang/trip (kg)
Nilai ekonomi lamun sebelum kerusakan komoditi: kepiting produksi/trip orang/perahu (kg) 5 6 10 6 30 7 Rata-rata (PxH) - C ((PxH) - C) x N N=14 Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) - C) x N / L Rp/ha/tahun
0,50 0,17 1,43
produksi/orang/trip (kg)
Nilai ekonomi lamun sesudah kerusakan komoditi: kepiting produksi/trip orang/perahu (kg) 3 6 1 6 10 7 Rata-rata (PxH) – C ((PxH) – C) x N N=14
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) – C) x N / L Rp/ha/tahun
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 11.041.666,67 11.050.000,00 62.785.714,29 28.292.460,32 24.134.961,64 337.889.462,96
173.276,65
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 6.625.000,00 1.105.000,00 20.928.571,43 9.552.857,14 2.146.371,69 30.049.203,70
15.409,85
N= 19 orang
7 7 6 7
orang/perahu
produksi/orang/trip (kg) 2,86 2,14 1,17 1,43
produksi/orang/trip (kg) 1,71 1,43 0,50 0
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) – C) x N / L Rp/ha/tahun
produksi/trip orang/perahu (kg) 12 7 10 7 3 6 0 7 Rata-rata (PxH) - C ((PxH) - C) x N N=19 orang
komoditi: kakap
Nilai ekonomi lamun sesudah kerusakan
Luas Perairan Kecamatan Bojonegara (L) = 1.950 ha ((PxH) – C) x N / L Rp/ha/tahun
produksi/trip (kg) 20 15 7 10 Rata-rata (PxH) - C ((PxH) - C) x N
komoditi: kakap
Nilai ekonomi lamun sebelum kerusakan
hari melaut/tahun 261 410 205 241
hari melaut/tahun 261 410 205 241
produksi/orang/tahun (kg) 447,43 585,71 102,50 0
produksi/orang/tahun (kg) 745,71 878,57 239,17 344,29
harga biaya/orang/tahun (Rp/kg) (Rp) 40.000,00 9.635.714,29 60.000,00 12.585.357,14 60.000,00 5.485.000,00 0 0 6.926.517,86
harga biaya/orang/tahun (Rp/kg) (Rp) 40.000,00 3.082.142,86 60.000,00 6.275.357,14 60.000,00 3.293.452,38 25.000,00 1.857.357,14
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 6)
76.691,62
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 17.897.142,86 35.142.857,14 6.150.000,00 0 14.797.500,00 7.870.982,14 149.548.660,71
221.646,43
(Produksi/orang/tahun)x(harga) (Rp/tahun) 29.828.571,43 52.714.285,71 14.350.000,00 8.607.142,86 3.627.077,38 22.747.922,62 432.210.529,76
105
106
Produksi/tahun (kg) 1.030 1.648 1.442 1.030 1.648 1.648 1.030 1.442 1.030 1.648 1.030 1.030 1.442 618 1.030 1.442 1.030 1.030 1.442 1.442
harga (Rp) 10.000,00 8.000,00 10.000,00 10.000,00 10.000,00 10.000,00 10.000,00 8.000,00 10.000,00 10.000,00 9.000,00 10.000,00 10.000,00 8.000,00 10.000,00 10.000,00 10.000,00 7.000,00 10.000,00 10.000,00 9.500,00
Produksi x harga (Per tahun) (Rp) 10.300.000,00 13.184.000,00 14.420.000,00 10.300.000,00 16.480.000,00 16.480.000,00 10.300.000,00 11.536.000,00 10.300.000,00 16.480.000,00 9.270.000,00 10.300.000,00 14.420.000,00 4.944.000,00 10.300.000,00 14.420.000,00 10.300.000,00 7.210.000,00 14.420.000,00 14.420.000,00 11.989.200,00
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 7)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Produksi/trip (kg) 5 8 7 5 8 8 5 7 5 8 5 5 7 3 5 7 5 5 7 7 6,1 1.256,6 11.937.700,00 200 2.387.540.000,00 366,9 6.507.331,70
Nilai ekonomi lamun sebelum kerusakan Komoditi: kerang No
Rata-rata (kg/trip) Rata-rata/tahun (kg/tahun) Pendapatan/tahun (Rp/tahun) Jumlah pengambil kerang (orang) Nilai ekonomi/tahun (Rp/tahun) Luas (ha) Nilai ekonomi/ha/tahun
3
4
Nilai ekonomi/ha/tahun
Luas (ha)
Nilai ekonomi/tahun (Rp/tahun)
Jumlah pengambil kerang (orang)
Pendapatan/tahun (Rp/tahun)
2.275.818,35
111,2
253.071.000,00
36
7.029.750,00
669,5
3
3
Rata-rata/tahun (kg/tahun)
3
2
3,25
4
Produksi/trip (kg)
1
Rata-rata (kg/trip)
No
Nilai ekonomi lamun sesudah kerusakan (Lanjutan) Komoditi: kerang Produksi/tahun (kg)
618
618
618
824
10.500,00
10.000,00
10.000,00
12.000,00
harga (Rp) 10.000,00
Lampiran 7. Change on productivity (udang, kerapu, belanak, kepiting, kakap, dan kerang) (Lanjutan 8)
7.004.000,00
6.180.000,00
6.180.000,00
7.416.000,00
Produksi x harga (Per tahun) (Rp) 8.240.000,00
107
108
3 4 5 4 0,3 3 4
4 4 4 4 0,3 4 4
3 4 3 4 0,3 0,25 5 6 3 4 3 4 3 4 0,2 0,25
5 4 4 3 0,5 5 3
4 4 4 4 0,3 0,4 7 8 5 4 5 4 5 4 0,4 0,3
7 8 4 4 4 4 4 4 0,3 0,3 7 8 4 4
4 4 0,4 9 5 5 5 0,3
9 5 5 4 0,3 9 5
4 3 0,4 10 5 3 5 0,4
10 5 4 5 0,2 10 5
5 4 5 5 4 4 5 5 5 4 0,4 0,4 0,5 0,2 0,4 11 12 13 14 Modus 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 5 5 0,3 0,4 0,2 0,3 0,3
11 12 13 14 Modus 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 0,3 0,2 0,3 0,5 0,3 11 12 13 14 Modus 5 5 5 5 5
6 5 5 5 0,5 6 5
Responden 1 2 Modal 5 5 Keuntungan 5 5 Biaya 5 4 Bobot 0,4 0,45 Responden 1 2 Modal 3 4 4 3 0,4 4 3 4 4 0,3
Lampiran 8. Hasil analisis Weighted Sum Model (WSM) Alternatif Konservasi ekosistem lamun
Pengembangan ekowisata laut
Rehabilitasi ekosistem lamun
3 5 0,2 3 4 3 5 0,5
4,7
3
2
Peringkat 4
4,3
1
Nilai Alternatif
Keuntungan 3 5 Biaya 3 4 Bobot 0,3 0,3 Responden 1 2 Modal 5 5 Keuntungan 5 5 Biaya 5 4 Bobot 0,3 0,25
Kriteria 5
4
5,0
Biaya 5
4
5
Keuntungan
Konservasi ekosistem lamun
5
5
0,3
Modal
Pengembangan ekowisata laut
5
0,4
Alternatif
Rehabilitasi ekosistem lamun
0,3
Bobot kriteria
109
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Panyabungan pada tanggal 07 Agustus 1993. Penulis merupakan anak ketiga dari pasangan Zaidir dan Elly Darti. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2005 di SD INPRES 142594. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMP Negeri 2 Panyabungan, Pada tahun 2011, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Plus Sipirok. Di tahun yang sama, penulis diterima melalui jalur Undangan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, IPB. Masa perkuliahan, penulis aktif berorganisasi di OMDA IKMAMADINABOGOR (Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Mandailing Natal Bogor) sebagai Ketua Divisi Perguruan Tinggi dan Kepemudaan periode 2011/2012. Penulis juga aktif pada berbagai kegiatan kepanitiaan yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis pernah mengikuti kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa-Pengabdian Masyarakat (PKM-M) pada tahun 2013/2014.